LAPORAN STUDI EHRA PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN PINRANG 2012 MEI – JULI 2012
TIM POKJA SANITASI KABUPATEN PINRANG
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI ......................................................................... Error! Bookmark not defined. DAFTARSINGKATAN................................................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... DAFTAR GRAFIK................................................................................................................. DAFTAR FOTO.............................................................................................................................. I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... II.
METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2011 ............................................... 2.1. Penentuan Target Area Survey ......................................................................................... 2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden ............................................................................... 2.3. Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei ........................................................................... 2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei ........................................................
III. HASIL STUDI EHRA 2011 KABUPATEN/ KOTA ... ................................................. 3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ................................................................................ 3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik ................................................................................... 3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir ............................................................... 3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga ............................................................................. 3.5 Perilaku Higiene ................................................................................................................. 3.6 Kejadian Penyakit Diare..................................................................................................... 3.7 Indeks Risiko Sanitasi......................................................................................................... IV. PENUTUP ...................................................................................................................... LAMPIRAN ............................................................................................................................ [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat Rahmat dan pertolonganNya maka Laporan Studi EHRA (Enviroment Health Risk Assesment) Kabupaten Pinrang Tahun 2012 ini dapat diselesaikan. EHRA atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki risiko pada kesehatan warga. Fasilitas sanitasi yang diamati mencakup sumber air bersih, persampahan, jamban, dan saluran pembuangan air limbah.dan perilaku hidup bersih sehat yang terkait dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada lima waktu penting yaitu sebelum menyiapkan masakan, sebelum memberi/menyuapi anak, sebelum makan, setelah buang air besar (BAB), dan setelah menceboki bayi/anak. Studi EHRA dilaksanakan oleh Tim Pokja Sanitasi Kabupaten Pinrang dalam hal ini diserahkan pelaksanaannya oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang dan didampingi konsultan teknis dari Program Percepatan Sanitasi Pedesaan (PPSP). Penyusunan laporan Studi EHRA bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasI dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan di Kabupaten Pinrang, memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi, dan satu hal penting adalah dengan tersusunnya laporan Studi EHRA ini menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Pinrang Tahun 2012, dan bisa menjadi roh dan nafasnya Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pinrang. Kami menyadari bahwa penyusunan laporan Studi EHRA ini masih terdapat banyak kekurangan, tetapi kami sudah berupaya maksimal untuk mengatasi setiap [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
3
kendala yang dihadapi selama persiapan studi, meliputi kesiapan Tim Enumerator, Tim Entry Data dan Supervisor, keterlibatan sarana pendukung utama yaitu perangkat komuputer dengan program SPSS, EPI INFO dan juga GISS untuk memetakan area beresiko, dan masyarakat dalam mengisi atau menjawab kuisioner yang sudah disiapkan, selama pelaksanaan survey yang melibatkan enumerator yang tentu saja SDM nya tidak sama, serta pengentrian data dengan perangkat yang „seadanya‟ serta keterbatasan tim dalam menanalisa data melalui program SPSS, serta penyusunan laporan Hasil studi EHRA Kabupaten tahun 2012 ini merupakan data dasar (baseline)untuk penilaian lingkungan yang beresiko di Kabupaten Pinrang, dan masih memerlukan pengulangan studi EHRA untuk tiga tahun ke depan sebagai bahan monitoring dan evaluasi apakah area beresiko sudah bergeser menjadi lebih baik .
Pinrang, 1 Agustus 2012 Tim Penyusun Studi EHRA
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
4
RINGKASAN EKSEKUTIF (RE)
Studi EHRA Kabupaten Pinrang dilaksanakan melalui beberapa tahapan sesuai buku petunjuk teknis pelaksanaan studi EHRA. Sesuai Klastering yang dilakukan , studi ini mengambil sampel secara proporsional sesuai kesepakatan Tim Pokja Sanitasi Kabupaten Pinrang dan Konsultan PPSP propinsi maupun pusat, dalam hal ini yang menangani khusus EHRA. Hasil analisis merupakan hasil pengolahan data dengan program SPSS dari Sekretariat PPSP khusus nya untuk EHRA yang ada di Pusat, dan ditindaklanjuti oleh Tim Pokja Sanitasi Kabupaten Pinrang dengan membuat grafik untuk memudahkan menganalisa data yang ada. Adapun hasil analisis yang kami peroleh setelah melakukan studi EHRA yang menyangkut lima hal penting yaitu sumber air, air limbah domestik, Persampahan, Genangan air dan Perilaku Hidup Bersih Sehat, adalah sebagai berikut. 3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Untuk persampahan rumah tangga, layanan pengangkutan sampah di Kabupaten Pinrang hanya 79 % yang terlayani, sisanya tidak mendapatkan layanan pengangkutan sampah (21%). Sedangkan cara pengolahan sampah rumah tangga di Kabupaten Pinrang terbanyak adalah dengan membakar sendiri di halaman rumah, kecuali di klaster
4, responden lebih banyak membuang sampahnya
langsung di sungai/danau/laut, sekitar 95 % , sedangkan sisanya 5 % membuang sampah pada tempat sampah permanen. Untuk klaster 0 sampai
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
5
3, cara terbanyak adalah dengan cara langsung dibakar yaitu diatas 45 %, bahkan untuk klaster 1 mencapai 77,5 % responden, sedangkan yang paling kecil adalah dibiarkan saja hanya 3 %. Terkait dengan sampah, studi EHRA menjumpai sangat sedikit rumah tangga yang melakukan pemisahan sampah atau pembuatan kompos. Seperti terbaca pada grafik diatas, hanya sekitar 5 % rumah tangga terlihat melakukan pemisahan sampah.Sementara, hanya sekitar 1% rumah terlihat membuat kompos dari sampah mereka. 3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik 3.2.1. Jumlah kepemilikan jamban dan Buang Air Besar (BAB) Dari hasil studi EHRA di Kabupaten Pinrang , melalui survey yang dilakukan dan hasil pengamatan langsung ke lokasi survey diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki jamban pribadi sebanyak 83 %, sedangkan yang lainnya terbagi dalam beberapa tempat BAB. Dari 20 % responden yang tidak
mempunyai
jamban
pribadi,
mereka
melakukan
BAB
di
sungai/pantai/laut sebanyak 9 %, yang menumpang di WC keluarga/tetangga sebanyak 4 %, yang melakukan BAB di kebun/pekarangan sebanyak 2 %, yang ke lubang galian sebanyak 1 %, dan masih ada yang BAB ke selokan/parit sebesar 0.1 %, menggunakan WC helikopter sebesar 0.1 % dan yang BAB memakai fasilitas umum MCK / WC umum sebesar 1 %. 3.2.2 KUALITAS TANGKI SEPTIK YANG DIMILIKI TERMASUK AMAN ATAU TIDAK AMAN
Selain kondisi tangki septik, ketersediaan sarana BAB, dan kebersihan sekitar jamban yang ada. Dari hasil survey yang dilakukan, 73,4 % lantai dan dinding jamban bebas dari tinja, sedang 26.4 % masih ada sisa tinjanya. [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
6
Untuk jamban yang bebas dari lalat dan kecoa sebesar 68.5 % sedangkan yang masih banyak lalat dan kecoa sekitar 31.5 %. Disamping itu, hal yang penting adalah 76 % penggelontor masih berfungsi dengan baik, sedangkan 24 % mengalami kemacetan. Ketersediaan sabun di jamban juga merupakan indikator sanitasi kesehatan lingkungan, hasil survey didapatkan bahwa 63.7 % menyediakan sabun di jamban sedangkan sisanya 33,3 persen tidak menyediakan sabun di jamban, hasil ini didapat dari pengamatan enumerator di lokasi rumah tangga yang disurvey.
3.2.3. SALURAN AKHIR PEMBUANGAN ISI TINJA Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah kondisi tangki septik yang dimiliki masyarakat Pinrang apakah dalam kondisi aman atau tidak aman. Sebagian responden memiliki tangki septik untuk penampungan tinja dari jamban yang dimiliki (81 %), sedangkan sisanya membuang tinjanya ke sungai/danau/pantai sebesar 0,1 %, yang membuang tinjanya ke cubluk/lubang tanah saja sebanyak 1 %, membuang ke saluran drainase sebesar 1 %, dibuang ke pipa sewer sebanyak 1 % dan yang lainya tidak tau sebanyak 16 %. 3.2.4. PRAKTEK PEMBUANGAN KOTORAN ANAK BALITA DI RUMAH RESPONDEN YANG PUNYA ANAK BALITA
Praktek pembuangan tinja balita yang aman dan tidak aman tergambar dari cara pembuangan tinja balita yang belum bisa BAB sendiri, yang tergambarkan dari hasil survey adalah :banyaknya anak balita yang diantar untuk BAB di jamban sebanyak 25 %, tinja anak balita dibuang ke tempat sampah sebesar 2 %, tinja anak yang dibuang ke kebun/pekarangan/jalan [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
7
sebesar 2 %, tinja anak balita yang dibuang ke sungai/got/selokan sebanyak 2 %, dan tempat pembuangan lainnya sebanyak 0,1 %, sedangkan sebanyak 69 % responden menjawab tidak tau.
JUMLAH KK YANG MEMILIKI SALURAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH Dilaporkan sekitar 71 % rumah tangga memiliki akses pada saluran air limbah. Letaknya bisa di depan rumah atau di sekitar rumahnya. Kebalikannya sekitar 29 % diamati enumerator belum memiliki saluran air limbah. Kecuali pembuangan ke tangki septik/ cubluk yang dilakukan oleh sekitar 11% dari rumah tangga yang tidak berakses ke saluran, maka sisanya sebetulnya merupakan cara pembuangan yang mencemari lingkungan yang kemudian berkontribusi pada risiko kesehatan lingkungan. Sebagian besar saluran air limbah memiliki air yang mengalir. adalah sekitar 59,13 %. Yang salurannya kering atau tidak air yang mengalir mencakup sekitar 4.9 % dari semua klaster yang disurvey di Kabupaten Pinrang..sedangkan saluran air yang tidak mengalir, yakni sekitar 20.08 % . Dari hasil pengamatan enumerator dan hasil wawancara dengan responden, didapatkan hasil tentang kemana air limbah bekas mencuci pakaian dibuang, ada beberapa jawaban dari responden sesuai kuisioner antara lain ke sungai/kanal/selokan sekitar 18.6 %, ke jalan/halaman/kebun sekitar 14.1 %, dibuang melalui saluran terbuka 51,6 % dan ini merupakan pilihan terbanyak jawaban responden, dibuang ke saluran tertutup hanya sekitar 5.1 %, ke lubang galian sekitar 1.6 % , yang melalui pipa saluran pembuangan kotoran hanya sekitar 7.6 %, dan yang melalui pipa IPAL yang
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
8
dibangunkan Pemerintah melalui proyek Sanimas. Sedangkan ada juga responden yang tidak tau kemana limbahnya dibuang, sekitar 1 %. Di Kabupaten Pinrang, berdasarkan klaster yang ada SPAL yang tercemar sebesar 43 %, sedangkan yang tidak tercemar 57 %. Yang paling besar di Klaster 4 yaitu 65 % SPAL dalam kondisi tercemar,
3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir
Kondisi genangan air di Kabupaten Pinrang sesuai klaster terpilih terbanyak genangan air ada di halaman rumah, biasanya genangan ini ada setelah hujan, atau karena saluran yang tidak berfungsi sehingga tergenang, besaran responden dengan pengamatan dan wawancara didapatkan bahwa genangan yang ada di halaman rumah sekitar 71.6 %, dan di sekitar dapur sekitar 25,9 % dan sama juga sekitar 25,9 % genangan air ada disekitar kamar mandi. di dekat bak penampungan air sekitar 2 %, lainnya responden menjawab tidak tau. Diketahui bahwa desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Pinrang ada 45 desa/kelurahan yang merupakan desa yang mengalami banjir secara rutin tiap tahunnya (43,27 %) dari seluruh desa/kelurahan yg ada di Kabupaten Pinrang.. Dari hasil studi EHRA dapat diketahui bahwa untuk klaster 0 dan 1 sebagian besar tidak pernah mengalami banjir, sedangkan klaster 2,3 dan 4, yang mengalami banjir sebesar 28.95 % dan yang tidak pernah mengalami banjir adalah 71,05 %. Bila dilihat dari lamanya genangan air akibat banjir, sesuai jawaban responden, dari klaster 0 dan 1 tidak ada banjir yang dialami,
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
9
sehingga hanya pada klaster 2,3 dan 4 yang paling sering adalah yang lebih dari sehari sebanyak 19.94 %, yang lebih sehari 11,82 %, yang hanya tergenang selama 1 – 3 jam sebanyak 6.5 % dan ada juga yang kurang dari 1 jam air banjior sudah surut yaitu sekitar 5.3 %. Risiko kesehatan akibat banjir sangat terkait dengan lama air banjir mengering. Semakin lama, maka semakin tinggi pula risikonya. Tampak pada Klaster 0 dan 1 tidak terjadi banjir sehingga data yang tampil 100 persen merupakan daerah yang tidak rutin banjir. Sedangkan pada ke tiga klaster lainnya yaitu klaster 2, 3 dan 4 frekuensi terjadinya genangan akibat banjir sebesar 38.03 % untuk daerah kalster 2, 3 dan 4 yang tidak rutin terjadi banjir, sisanya 61.97 % merupakan daerah yang rutin mengalami banjir, KEBERADAAN DRAINASE LINGKUNGAN Kondisi drainase lingkungan untuk seluruh klaster yang disurvey menunjukan bahwa klaster 0 dan 1 tidak terdapat genangan, jadi air mengalir lancar. Sedangkan pada Klaster 2,3 dan 4 sekitar 19.73 % air tergenang, sedangkan sisanya sekitar 80.17 % tidak ada air yang tergenang. di semua klaster dapat diketahui bahwa hanya 16.62 % rumah yang tidak memiliki SPAL, sedangkan dari 83,38 % yang memiliki SPAL yang mempunyai saluran drainase lingkungan dapat berfungsi dan mengalir dengan baik sebanyak 59.18 %, sedangkan 20.08 % air yang melalui sarana drainage tidak dapat mengalir dengan lancar, sedangkan 4.16 %
sarana
tidak berfungsi (saluran kering), Dari keempat klaster, yang saluran nya dapat berfungsi terbanyak ada di Klaster 1 yaitu sekitar 87.5 % , sedangkan di Klaster 4 kondisi paling beresiko dimana air di SPAL yang tidak mengalir 42.5 [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
10
%, yang tidak mengalir sebanyak 30 %, yang kering saluran nya sebanyak 2,5 % dan sisanya 30 % tidak memiliki SPAL. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga Ada sekitar 80 % rumah tangga yang mengandalkan sumur, terdiri dari 1sekitar 31 % sumur gali terlindungi, dan 6 % sumur gali tak terlindungi dan sekitar 43 % sumur bor, baik dengan pompa tangan ataupun mesin. Dibandingkan dengan sumur, penggunaan sumber-sumber air lain relatif jauh lebih kecil,
sumber Air ledeng/ PDAM hanya digunakan oleh
sekitar 3 % Sumber-sumber lainnya bahkan jauh lebih kecil. Air botol kemasan hanya mencakup 0.71% dari populasi, mata air terlindungi sebesar 4,68 %, dan air isi ulang 18.36 % , dari mata air tak terlindungi 0,71 %, air hujan sekitar 0.35 % dan masih ada yang mengambil sumber air bersih dari sungai sebanyak 0.14 %. Aspek lain yang penting dipelajari terkait dengan sumber air adalah kelangkaan. dijumpai sekitar 8% rumah tangga di Pinrang yang melaporkan pernah mengalami kelangkaan air. Mayoritas,sekitar 88% melaporkan tidak pernah mengalaminya. Sedangkan pengolahan air bersih dalam rumah tangga yang digunakan untuk air minum, sebagian besar menggunakan teknik merebus air sebanyak 93 %, menggunakan keramik filter sebesar 2 %, menggunakan kaporit untuk penjernihan air sebanyak 1 % dan lain lain sebanyak 4 % (termasuk penggunaan air galon/air minum isi ulang). Pengelolaan air bersih untuk air minum yang sudah direbus sebagian besar menyimpannya dalam panci/ember yang menggunakan tutup sebesar 98 %, lainnya menggunakan dispenser sekitar 1 %, dan lain lain (termos, teko, [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
11
dsb) sekitar 1 %. Sedangkan pengloahan makanan yang sudah dimasak sebagian besar menyimpan dalam wadah tertutup yang disimpan di atas meja (98 %) sedangkan lainnya disimpan di lemari tertutup 1 %, dan yang lainnya sekitar 1 %. Sebagian besar responden mengambil air bersih dengan cara menggunakan gayung, tidak menyentuh langsung ke sumber mata airnya (97 %), sebagian menggunakan dispenser dan yang lainnya ada 2 %.
3.5 Perilaku Higiene Bersih dan Sehat (PHBS) Secara umum, waktu cuci tangan pakai sabun yang paling banyak dipraktikkan oleh responden di Kabupaten Pinrang adalah di waktu sesudah buang air besar atau BAB, yakni sebesar 65.9 %. Waktu kedua paling banyak pelakunya adalah waktu sebelum menyantap makanan (58.3%). Waktu ketiga paling banyak pelakunya adalah waktu sebelum siapkan makanan (32.5 %), dan
kemudian
diikuti
oleh
waktu
sesudah
menceboki
bayi/anak
(17.8%).Proporsi mereka yang mencuci tangan pakai sabun sebelum menyuapi anak hanya 14,6 %. Jadi, di antara lima waktu cuci tangan pakai sabun yang penting,waktu sebelum menyuapi anak merupakan praktik yang paling sedikit dipraktikkan. Kelompok responden yang tidak melakukan CTPS pada lima waktu penting, hasilnya cukup menyedihkan buat Kabupaten Pinrang karena hanya sekitar 5 % yang benar benar melakukan CTPS di lima waktu penting tersebut, sedangkan sebagian besar tidak melakukan kegiatan CTPS pada lima waktu penting seperti yang diuraikan diatas.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
12
Perilaku CTPS pada lima waktu penting sangat memprihatinkan, semua diatas 95 persen kecuali di Klaster 3, sekitar 84.5 % saja yang tidak melakukan praktek CTPS pada lima waktu penting. Dari hasil survey untuk ketersediaan sarana CTPS sebanyak 71 % dari responden menyediakan sarana air bersih dengan menggunakan bak air/ember yang disediakan di dalam jamban, sedangkan responden yang memiliki kran yang bisa berfungsi hanya sebesar 7 %, dan masih banyak yang tidak memiliki sarana CTPS di jamban sebesar 22 %, Kejadian Penyakit Diare Kejadian penyakit diare erat kaitannya dengan perilaku higiene bersih dan sehat, terdapat 88 % responden tidak pernah menderita diare, sedangkan 11 % responden pernah menderita diare. Dari 11 % responden yang menjawab pernah mengalami diare, terurai bahwa diare yang di derita di pilah dalam periode waktu kejadiannya, yaitu kejadian pada saat wawancara sekitar 3 %, sehari sebelum wawancara sebesar 1 %, seminggu terkahir sebesar 3 %, periode sebulan terakhir sebanyak 1 %, demikian juga yang
menderita
diare
dalam
6
bulan
terakhir
sebanyak
1
%,
Penyakit diare terbanyak diderita oleh anak balita yaitu sekitar 30 %,Urutan kedua adalah kaum perempuan perempuan dewasa 29 %, laki laki dewasa 16 %, remaja laki laki sebanyak 11 %, remaja perempuan sebanyak 6 % dan anak anak non balita sebanyak 8 %. 3.7 Indeks Risiko Sanitasi Indeks resiko sanitasi (IRS) merupakan rangkuman dari studi EHRA, dimana
penilaian
meliputi
sumber
air
bersih,
air
limbah
domestik,
persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih sehat. Berdasarkan hasil [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
13
survey yang dilakukan di 17 desa yang sudah di klaster, yang mewakili klaster desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Pinrang, diperoleh total Indeks Resiko tertinggi yaitu 282 dan yang terendah 178 dengan interval 26, Secara keseluruhan dari hasil studi EHRA , bisa disimpulkan bahwa di Kabupaten Pinrang dari 104 desa/kelurahan yang ada 22 desa/kelurahan masuk kategori resiko ringan (hijau), 48 desa/kelurahan masuk resiko sedang(kuning), 31 desa/kelurahan masuk kategori resiko sangat
tinggi
(merah), 3 desa/kelurahan beresiko tinggi (biru)
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
14
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kategori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan resiko...................................10 Tabel 2. Hasil Klastering desa/Kelurahan di Kabupaten................................................................10 Tabel 3.Kecamatan dan Desa/Kelurahan Terpilih untuk Survey EHRA Kabupaten Pinrang tahun 2012.............................................................................................................................. ..12 Tabel 4. Jumlah Desa yang diidentifikasi sering terjadi banjir......................................................15
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
15
DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA Error! Bookmark not defined. Grafik 2. Grafik 3. Grafik 4.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
16
DAFTAR FOTO
Foto 1. Tim Pokja Sanitasi Kabupaten Pinrang Foto 2. Tim Enumerator Foto 3. Tim Supervisor Foto 4. Survey di lokasi desa terpilih Foto 5. Foto 6, Foto 7.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
17
I. PENDAHULUAN Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten sampai ke kelurahan. Kabupaten dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak
dapat
dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang
representatif di tingkat
kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
18
3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal 4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Pinrang
Sementara studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti: a. Sumber air minum, b. Layanan pembuangan sampah, c. Jamban, d. Saluran pembuangan air limbah.
Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM: a. Buang air besar b. Cuci tangan pakai sabun, c. Pengelolaan air minum rumah tangga, d. Pengelolaan sampah dengan 3R e. Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan)
Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Pinrang. Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pinrang
dan juga menjadi masukan untuk
mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kabupaten.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
19
II. METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2012
Studi EHRA Kabupaten Pinrang dilaksanakan melalui beberapa tahapan sesuai buku petunjuk teknis pelaksanaan studi EHRA. Klastering dilakukan dengan melihat data sekunder yang ada pada masing masing SKPD yang tergabung dalam Tim Pokja Sanitasi Kabupaten Pinrang, melihat empat komponen pokok yaitu Kepadatan Penduduk, Angka Kemiskinan, Daerah Aliran Sungai/Drainase/Saluran irigasi yang berpotensi sebagai sarana umum MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat, dan daerah yang sering terkena banjir/ genangan air lama dan luas. EHRA adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2 bulan) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data,yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Petugas Kesehatan dan kader-kader Posyandu yang dipilih secara kolaboratif oleh Dinas Kesehatan Kabupaten pinrang dan pihak Kelurahan/desa lokasi survey. Sebelum turun ke lapangan, para Petugas Kesehatan dan Kader diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasardasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; Dari 12 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pinrang, klastering Kecamatan yang ada mewakili tiap klaster, Klaster 0 di Kecamatan Duampanua, Klaster 1 ada di Kecamatan Batulappa, Watang Sawito dan Paleteang, Klaster 2 di Kecamatan Cempa, Lembang, Lanrisang, Mattiro Bulu, Mattiro Sompe, Suppa dan Watang Sawito, sedangkan Klaster 3 ada di Kecamatan Cempa, Lembang, Tiroang, Watang Sawitto dan Patampanua, dan Klaster 4 ada di Kecamatan Suppa
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
20
Sedangkan dari 104 desa yang ada di kabupaten Pinrang, 5 desa/kelurahan masuk kategori Klaster 0 (4,8 %), Klaster 1 ada 17 desa/kelurahan (16,35 %), Klaster 2 ada di 48 desa/kelurahan (46,15 %), Klaster 3 tersebar di 31 desa/kel (29,80 %) sedangkan Klaster 4 hanya ada di 3 desa (2,9 %). Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan dana yang tersedia, tim Pokja mengambil lokasi survey berdasarkan klaster desa, secara ‘cluster random sampling’ , semua kecamatan terwakili dari desa desa yang sudah di klastering. Dan sesuai kesepakatan Tim Pokja Kabupaten dan pertimbangan dari Konsultan PPSP Kabupaten Pinrang, Propinsi maupun Pusat, kami melakukan survey di 17 desa/kelurahan dari 104 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Pinrang (16.34 %). Jumlah Desa yang disurvey merupakan jumlah proporsional (secara statistik) yang dianggap bisa mewakili seluruh desa yang ada di Kabupaten Pinrang. Dengan proporsi Klaster 0 terwakili 1 desa/kelurahan, Klaster 1 terwakili 3 desa/kelurahan, Klaster 2 terwakili 7 desa/kelurahan, Klaster 3 terwakili 5 desa/kelurahan dan Klaster 4 terwakili 1 desa. Setelah penentuan desa / kelurahan sampel berdasarkan klaster, dilakukan sesuai petunjuk yaitu dengan menentukan unit sampel tiap dusun/RT yang ada, jumlah sampel per desa/kelurahan ditetapkan sebanyak 40 KK, sedangkan penentuan KK dilaksanakan secara random sampling (acak), hal ini bertujuan agar seluruh
rumah
tangga
bisa
terwakili,
bukan
berdasarkan
kemauan
enumerator/supervisor/Tim Pokja saja. Kami melakukan random berdasarkan nomor urut rumah tangga/KK yang ada di kantor desa/kelurahan tersebut.Jadi jumlah seluruh responden yang kami sampel dari 17 desa/Kelurahan lokasi survey sebanyak 680 KK.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
21
Yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam EHRA didefinisikan sebagai perempuan berusia 18-60 tahun yang telah atau pernah menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan oleh status Ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih Ibu, maka usia menjadi penentunya. Yang menangani pekerjaan entri data adalah tim Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang. Sejumlah 6 staf yang terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA sebelum melakukan pekerjaan entri data selama 6 hari.Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvai.Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri di-re-check kembali oleh tim Pokja `Sanitasi. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Hasil survey yang sudah dientri oleh Tim Entri Data Kabupaten Pinrang dikirim juga ke Sekretariat PPSP untuk penanganan EHRA yang ada di Jakarta. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak, tidak hanya oleh Pokja Sanitasi Kabupaten semata tetapi melibatkan Kader Posyandu dan Aparat kantor desa/kelurahan yang menjadi lokasi survey. Adapun susunan Tim EHRAKabupaten Pinrang adalah sebagai berikut: 1. Penanggungjawab
: Pokja AMPL Kabupaten Pinrang
2. Koordinator Survey
: Pokja – Dinas Kesehatan
3. Anggota
: BAPPEDA, BLH, DKP, Infokom, dll [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
22
4. Koordinator wilayah/kecamatan
: Kepala Puskesmas
5. Supervisor
: Sanitarian Puskesmas
6. Tim Entry data
: Bag. Pengolahan Data, Staf Dinkes
7. Tim Analisis data
: Pokja Sanitasi Kabupaten Pinrang
8. Enumerator
:Tim Dinkes , dibantu Kader Posyandu dan aparat desa/kelurahan di lokasi survey
2.1
Penentuan Target Area Survey Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi
melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Pinrang mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan
kriteria yang sudah ditetapkan oleh
Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan
indikator
yang datanya mudah diperoleh tapi
cukup representative menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
bisa
23
dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(∑ Pra-KS + ∑ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% ∑ KK
3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Pinrang menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan padaTabel 1 berikut ini. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini dapat menggambarkan Peta Area Beresiko Kabupaten Pinrang Propinsi Sulawesi Selatan. Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan lingkungan berisiko
Katagori Klaster
Kriteria
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
24
Katagori Klaster
Kriteria
Klaster 0
Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kabupaten Pinrang menghasilkan katagori klaster sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2 dibawah ini.. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/ homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Hasil Klastering Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten Pinrang dapat dilihat pada tabel 2. berikut ini :
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
25
Tabel 2. Hasil klastering seluruh desa/ kelurahan di Kabupaten Pinrang
NO KLASTER JUMLAH 1
0
5
2
1
17
3
2
48
4
3
31
5
4
3
NAMA DESA/KELURAHAN Tonyamang, Lampa, Tiroang, Batulappa dan Kaseralau Pacongan, Salo, Makkawaru, Bunga, Samaulue, Tapporang, Kassa, Watang Kassa, Benteng, Rajang, Suppirang, Tanra Tuo, Mangki, Maccirinna, Padang Loang, Sipatuo,Tadang Palie Siparappe, Sipatokong, Sawito, Benteng Sawito, Macorawalie, Bentenge, Wiring Tasi, Maminasae, Tasi Walie, Patobong, Matongan Tongang, Siwolong Polong, Alitta, Pananrang, Manarang, Padaelo, Padakalawa, Marannu,Malimpung, Benteng, Paria, Tatae, Kaliang, Pekabata, Katomporang, Kabalangan, Massewae ,Bitoeng, Data, Maroneng,Buttusawe, Mattiro Deceng,Lerang, Malongi Longi, Amassangan,Binanga Karaeng, Sabang Paru, Tadokong, Pakeng,Letta, Kariango, Ulu Sadang, Sali Sali, Lembang Mesakada, Baseang, Matunru-Tunrue, Cempa Telumpanua, Watang Suppa, Watang Pulu, Maritengae, Lottang Salo, Ujung Labuang, Lanrisang, Barang Palie, Wae Tuoe, Padaidi, Langnga, Masulowalie, Matombong, Samaenre, Mattiro tasi, Sikuale, Salipolo, Penrang, Jaya, Marawi, Fakie, Pammase, Laleng Bata, Tamasarange, Macciinae, Teppo, Pincara, Leppangan, Mattiro Ade, Bungi, Benteng Paremba Lero, Polewali dan Palameang
Hasil klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Pinrang yang terdiri atas 104 desa/kelurahan menghasilkan distribusi sebegai berikut: 1. Klaster 0 sebanyak
4,8
%
2. Klaster 1 sebanyak
16,3
%,
3. Klaster 2 sebanyak
46,1
%,
4. Klaster 3 sebanyak
29,8
%,
5. Klaster 4 sebanyak
2,9
%.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
26
Untuk lebih jelasnya distribusi desa/kelurahan kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 1. Jumlah Desa sesuai Klastering yang dilakukan
50 45 40 35 30 25
jumlah desa
20 15 10 5 0 klaster 0
klaster 1
klaster 2
klaster3
klaster 4
2.2 Penentuan Jumlah/Besar Responden Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
27
Dimana: n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2. Dengan jumlah populasi rumah tangga yang ada di Kabupaten Pinrang sebanyak 38497 KK maka jumlah sampel minimum (sesuai rumus diatas) yang harus
dipenuhi adalah
keterwakilan
sebanyak
desa/ kelurahan
396.
Namun
berdasarkan
demikian
hasil klastering,
untuk
keperluan
Pokja
Sanitasi
Kabupaten Pinrang. menetapkan jumlah kelurahan yang akan dijadikan target area survey sebanyak 17 desa/kelurahan sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 17 X 40 = 680 responden.
2.3 Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak
33
desa/
kelurahan
secara
Cluster
Random
Sampling
“Proporsionate Startified Random Sampling” . Hasil pemilihan ke-17
dan desa/
kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 3, dibawah ini
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
28
Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2012 Kabupaten Pinrang
No
Klaster
Jumlah Kec
Desa/Kel Terpilih
Jumlah Dusun
Jumlah RT
1 2 3 4 5
0 1 2 3 4
1 3 7 5 1
1 3 7 5 1
3 3 16 11 2
0 4 2 3 0
Jml Dusun/ RT terpilih 3 7 18 14 2
Jumlah Responden 40 120 280 200 40
2.4 Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT/Dusun. Karena itu, data RT/Dusun per RW per kelurahan/desa mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT/Dusun. Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari referensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Pemilihan Rumah Tangga berdasarkan cara mengambil daftar urut rumah tangga yang ada di kantor desa per lingkungan/dusun/RT yang ada di lokasi tersebut, dibagi jumlah sampel yang akan disurvey yaitu 40, maka interval rumah yang didapatkan adalah Jumlah RT yg ada dibagi 40, sehingga didapatkan intervalnya. Ditunjuk nomer rumah awal studi untuk nomor responden pertama, yang kedua diambil nmr rumah pertama ditambah intervalnya, sampai 40 rumah yang akan disampel didapat.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
29
III. HASIL STUDI EHRA 2012 KABUPATEN PINRANG
3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Untuk persampahan rumah tangga, dalam studi EHRA menelusuri sejumlah aspek yang mencakup1) cara pengelolaan sampah utama di rumah tangga, 2) frekuensi pengakutan sampah, 3) ketepatan waktu pengangkutan sampah dan 4) pengolahan setempat. Grafik berikut ini menggambarkan layanan pengangkutan sampah di Kabupaten Pinrang. Bisa dilihat bahwa sebagian sampah masyarakat tidak ada layanan pengangkutan sampahnya (79 %), sedangkan yang dapat pelayanan angkutan sampah (21 %). Grafik. 2. Layanan Pengangkutan Sampah
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
30
Dari hasil survey yang dilakukan pada ke lima klaster di Kabupaten Pinrang, ada beberapa cara utama masyarakat membuang sampah di rumah tangga yang diidentifikasi melalui jawaban responden dan dikategorikan antara lain 1) Dikumpulkan di rumah lalu diangkut keluar oleh pihak lain, 2)Dikumpulkan di luar rumah/ di tempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3)Dibuang di halaman/ pekarangan rumah, dan 4) Dibuang ke sungai/selokan.saluran drainase. Di antara berbagai cara di atas, cara-cara yang berada dibawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-cara yang dianggap paling rendah risikonya bagi kesehatan manusia. Beberapa literatur memang menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lobang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Tetapi untuk ibu kota kabupaten di mana banyak rumah tangga memiliki keterbatasan
dalam
hal
lahan,
cara
itu
tetap
dapat
menimbulkan
risiko
kesehatan.Meski telah mendapat layanan pengangkutan sampah, sebuah rumah tangga tidak dapat dikatakan memiliki risiko kesehatan yang rendah. Aspek lain dalam persampahan yang perlu dilihat adalah frekuensi dan ketepatan pengangkutan. Meski menerima pelayanan, risiko terhadap kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah lebih dari satu minggu sekali.Ketepatan
pengangkutan
sampah
menggambarkan
apakah
seberapa
konsisten ketetapan/ kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan berlaku di masyarakat. Mengingat pentingnya pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan ulang sampah, misalnya sebagai kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukan pertanyaan pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilhan sampah di tingkat rumah tangga dan pengamatan yang tertuju pada kegiatan pengomposan. Di [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
31
Kabupaten Pinrang, utamanya di perkantoran memang sudah diwajibkan untuk memilah sampah sampah keseharian sehingga bisa menghasilkan kompos seperti yang diharapkan, untuk kondisi rumah tangga perkotaan khususnya di ibu kota Kabupaten sudah juga dilaksanakan pemilahan sampah rumah tangga. Hal penting lainnya yang diamati pada pengelolaan sampah rumah tangga dilakukan dengan mengamati tempat penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang mengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau paling tidak terlindungi dari capaian binatang. Bak permanen atau keranjang dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang sangat rentan. Cara pembuangan sampah yang dilakukan rumah tangga di Kabupaten Pinrang sudah cukup beragam. Dari 79 % masyarakat yang tidak mendapatkan layanan pengangkutan sampah, cara pembuangan sampah yang paling umum dilakukan rumah tangga di Kabupaten Pinrang dapat dilihat dari grafik berikut ini
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
32
Grafik,3. Cara pembuangan sampah rumah tangga Sebagian besar responden menyampaikan bahwa mereka melakukan pembuangan sampah paling banyak adalah dengan membakar sendiri di halaman rumah/belakang rumah. Hampir semua klaster yang disurvey menunjukkan perilaku ini, kecuali di klaster 4, responden lebih banyak membuang sampahnya langsung di sungai/danau/laut, seperti yang bisa dilihat pada grafik diatas yaitu sekitar 95 % , sedangkan sisanya 5 % membuang sampah pada tempat sampah permanen. Untuk klaster 0 sampai 3, cara terbanyak adalah dengan cara langsung dibakar yaitu diatas 45 %, bahkan untuk klaster 1 mencapai 77,5 % responden, sedangkan yang paling kecil adalah dibiarkan saja hanya 3 %. Dari hasil survey ini dapat disimpulkan bahwa pengolahan sampah rumah tangga masih memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah Kabupaten Pinrang. Perlunya dilakukan sosialisasi pengolahan sampah yang benar dan pembuangan sampah yang tidak beresiko terhadap kesehatan lingkungan. Demikian pula perlunya disampaikan pemilahan sampah yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat
sehingga
masyarakat
tau
memanfaakan
atau
mendaur
ulang
sampahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi rumah tangga dan tidak mencemari lingkungan. Berikut ini adalah grafik mengenai seberapa banyak masyarakat Pinrang melakukan pemilahan sampahnya.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
33
Grafik 4. Pengelolaan sampah rumah tangga per klaster Terkait dengan sampah, studi EHRA menjumpai sangat sedikit rumah tangga yang melakukan pemisahan sampah atau pembuatan kompos. Seperti terbaca pada grafik diatas, hanya sekitar
5 % rumah tangga terlihat melakukan pemisahan
sampah.Sementara, hanya sekitar 1% rumah terlihat membuat kompos dari sampah mereka. Itupun masyarakat yang tinggal di ibu kota kabupaten dan yang sudah tau caranya membuat pupuk kompos dari pemilahan sampah mereka.Untuk daerah perkotaan, dalam hal ini ibu kota Kabupaten, kegiatan pemilahan sampah memang sudah tersosialisasikan dengan baik, hal ini tampak dengan keterlibatan BUMN yang ada di Kabupaten Pinrang, dan juga kantor kantor di lingkup Pemkab Pinrang yang sudah menerapkan penyediaan dua tempat sampah yang dipisahkan yaitu sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik) yang disimpan dilingkungan kantor, dan di siapkan di sepanjang jalan jalan di ibu kota kabupaten. Demikian pula di sebagian besar masyarakat sudah memiliki dua tempat sampah yang berbeda. [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
34
Memang sebagian besar masyarakat Pinrang (95 %) dari hasil survey menunjukkan bahwa mereka belujm melakukan pemisahan sampah rumah tangganya, dari grafik diatas dapat dilihat bahwa perbedaan cara pemilahan sampah rumah tangga per klaster sebagian besar tidak melakukan pemilahan , rata rata diatas 95 % bahkan di klaster 1, seluruh responden tidak melakukan pemilahan sampahnya. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat belum memahami arti pentingnya memilah sampah organik dan anorganik. Dengan demikian perlu lebih banyak disosialisasikan pentingnya pemilahan sampah yang bisa dimanfaatkan , juga untuk menghindari pencemaran lingkungan akibat pembuangan sampah yang tidak terpisah. 3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik 3.2.1. Jumlah kepemilikan jamban dan Buang Air Besar (BAB) Praktik buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tecemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan ditempat yang tidak memadai. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/ danau/laut/ saluran drainase/kebun, tetapi bisa juga termasuk sarana jamban yang nyaman di rumah tetapi memakai tangki septik tetapi tidak memenuhi syarat, sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya karena tidak kedap air, maka risiko cemaran patogen akan tetap tinggi. Pada bagian ini akan diuraikan fasilitas sanitasi di tingkat rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis yang tersedia, penggunanya, pemeliharaannya, dan kondisinya.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
35
Untuk jenis jamban yang disurvey, studi EHRA membaginya ke dalam beberapa jenis, yakni kloset jongkok leher angsa, kloset duduk leher angsa, plengsengan, cemplung. Untuk dua kategori pertama, detail opsinya memiliki banyak persamaan,yakni terkait dengan penyaluran tinja manusia. Pada grafik dibawah ini tergambar seberapa banyak masyarakat yang membuang BAB nya ke jamban pribadi , dan yang ke sarana pembuangan lainnya . Grafik 6. Kepemilikan Jamban dan cara BAB yang dilakukan masyarakat Kabupaten Pinrang
Dari hasil studi EHRA di Kabupaten Pinrang , melalui survey yang dilakukan dan hasil pengamatan langsung ke lokasi survey diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki jamban pribadi sebanyak 83 %, sedangkan yang lainnya terbagi dalam beberapa tempat BAB. Dari 20 % responden yang tidak mempunyai jamban pribadi, mereka melakukan BAB di sungai/pantai/laut sebanyak 9 %, yang menumpang di WC keluarga/tetangga sebanyak 4 %, yang melakukan BAB di kebun/pekarangan sebanyak 2 %, yang ke lubang galian sebanyak 1 %, dan masih [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
36
ada yang BAB ke selokan/parit sebesar 0.1 %, menggunakan WC helikopter sebesar 0.1 % dan yang BAB memakai fasilitas umum MCK / WC umum sebesar 1 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa belum semua masyarakat di Kabupaten Pinrang melaksakan SBS yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Pinrang, karena SBS merupakan indikator keberhasilan perbaikan sanitasi masyarakat. Selama ini sudah ada beberapa kegiatan untuk mempercepat SBS yaitu dengan kegiatan yang didanai program PAMSIMAS. Dari 55 desa yang mendapatkan sentuhan PAMSIMAS (dari 104 keseluruhan desa/kelurahan), baru ada 5 desa yang desanya 100 % SBS (stop buang air besar sembarangan), jadi masyarakatnya sudah tidak sembarangan melakukan buang air besarnya. Jumlah ini sungguh masih sangat sedikit hanya sekitar 2 % dari 104 desa yang ada di Kabupaten Pinrang. Salah satu pemicu kegiatan ini adalah ketidak mampuan atau ketidak pedulian masyarakat untuk memiliki jamban pribadi. Dan masih ada yang memang tidak bisa merubah perilakunya, karena tidak biasa BAB kalau tidak terendam di air (sungai/laut). Disinilah peran petugas kesehatan atau kader Posyandu dan tokoh masyarakat maupun tokoh agama yang ada di desa untuk memberikan pengetahuan tentang perilaku yang sehat untuk BAB tidak di sembarang tempat. Salah satu penunjang utama terlaksananya SBS yaitu Keberadaan MCK (2 % masyarakat memanfaatkan sarana ini) masih merupakan pilihan di wilayah tertentu yang masyarakatnya „enggan‟ membuat sendiri jamban pribadi, biasanya karena alasan ekonomi, ataupun karena mereka adalah pendatang yang menyewa saja rumah yang ditinggalinya. Namun yang perlu diperhatikan adalah perawatan dan kebersihan WC/MCK umum biasanya dalam kondisi yang „kotor‟ sesuai pengamatan yang dilakukan. [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
37
Dibawah ini disajikan grafik kepemilikan jamban pribadi dan cara BAB masyarakat Pinrang berdasarkan klaster desa/kelurahan. Grafik 7.Kepemilikan jamban pribadi dan cara BAB masyarakat Kabupaten Pinrang berdasar Klaster.
Tidak ada perbedaan secara signifikan antara klaster 0 , 1, 2 , 3 dan 4 tentang cara pembuangan BAB masyarakat, terbesar melakukannya di jamban pribadi, bahkan di klaster 0 semua responden melakukan BAB di jamban milik sendiri, yang perlu mendapat perhatian khusus adalah klaster 4 , hanya 50 % yang buang air besar di jamban pribadi, hal ini berarti kesadaran masyarakat di daerah klaster 4 memang masih belum betul betul memahami pentingnya memiliki jamban sendiri. Hal ini terkait dengan kondisi soial ekonomi yang pasti masuk kategori daerah miskin, padat penduduk, sering banjir dan dekat dengan sungai/danau/laut yang memudahkan mereka untuk melakukan BAB tanpa harus punya jamban sendiri. [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
38
3.2.2 KUALITAS TANGKI SEPTIK YANG DIMILIKI TERMASUK AMAN ATAU TIDAK AMAN
Dengan memanfaatkan sejumlah indikator lain, studi EHRA menemukan sejumlah pengamatan yang berbeda dari jawaban responden. Berikut adalah prosesnya. Yang pertama kali ditanyakan pada responden adalah sudah berapa lama tangki septik itu dibangun. Rata rata responden menjawab adalah mereka yang membangunnya lebih dari lima tahun lalu (antara 5 sampai 10 tahun). Secara teoritis, tangki septik perlu dikuras secara rutin dalam jangka waktu tertentu. Pertanyaan
selanjutnya
adalah
apakah
tangki
septik
pernah
disedot/dikosongkan.Siapa yang melakukan pengosongan, dibuang dimana hasil pengosongan tinja tersebut. Pencemaran tangki septik pada lingkungan bukan hanya terjadi bila bangunan tangki septik tidak kedap alias merembes keluar, namun bisa juga karena tinja dari tangki septik dibuang serampangan. Studi EHRA yang dilakukan menelusuri isu ini melalui sejumlah pertanyaan seperti yang sudah diuraikan diatas. Hasilnya dapat dilihat pada grafik berikut ini. Grafik 8. Kualitas Tangki septik per klaster
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
39
Kualitas tangki septik dilihat dan dihitung berdasarkan jawaban pertanyaan responden dari beberpa point diatas. Seperti sudah berapa lama tangki septik dibuat dan kapan terakhir dikuras/dikosongkan, dimana dibuang hasil pengosongannya dan siapa yang melakukan pengosongan bak tinjanya. Dari hasil survey dapat diketahui bahwa bangunan septic tank rata rata berkisar 1 sampai 10 tahun , ada sebanyak 63 % dari jumlah responden yang disurvey, dan dilihat dari pemakaiannya tergolong masih baru dan rata rata belum dikuras karena masih belum penuh, tersurvey sebanyak 87 % dari responden yang punya tangki septik belum pernah mengurasnya. Sedangkan hanya 13 % dari yang memiliki tangki septik sudah pernah mengurasnya. Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa kualitas tangki septik menurut perhitungan Indeks resiko sanitasi (IRS) masih perlu mendapat perhatian khusus krena ternyata hampir seimbang antara yang aman dan tidak aman, perbedaan hanya terpaut beberpa persen saja , yaitu yang aman 56 % sedangkan yang tidak aman 44 %, Hal ini perlu diwaspadi , kalau melihat dari perbedaan per klaster, justru pada klaster 0 yang seharusnya tidak banyak resikonperlu dilakukan sosialisai tentang pembuatan tangki septik yang memenuhi syarat kesehatan dan perlunya pengosongan tangki septik dalam kurun waktu tertentu. Untuk pengosongan tinja pada tangki septik berdasarkan survey yang sudah dilakukan didapatkan hasil seperti yang tergambar pada grafik dibawah ini.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
40
Grafik 9. Pelaku pengosongan tinja dari tangki septik.
Dari grafik diatas, 81 % yang memiliki tangki septik, dan dari keseluruhan klaster 0 sampai 3,kecuali klaster 4 karena hampir seluruh responden tidak memiliki tangki septik, pelaku pengosongan tinja terbanyak adalah dilakukan sendiri (55 %), yang menggunakan jasa tukang sebanyak 15 %, sedangkan yang memanfaatkan layanan sedot tinja hanya sekitar 10 % , dan sisanya sekitar 20 % tidak mengetahui siapa yang mengosongkan tangki septiknya . Selain kondisi tangki septik, enumerator juga mengamati ketersediaan sarana yang berhubungan dengan ketersediaan sarana BAB, dan kebersihan sekitar jamban yang ada. Dari hasil survey yang dilakukan, 73,4 %
lantai dan dinding
jamban bebas dari tinja, sedang 26.4 % masih ada sisa tinjanya. Untuk jamban yang bebas dari lalat dan kecoa sebesar 68.5 % sedangkan yang masih banyak lalat dan kecoa sekitar 31.5 %. Disamping itu, hal yang penting adalah apakah jamban masih [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
41
berfungsi dengan baik, hal ini dilakukan enumerator dengan mencoba melakukan penggelontoran/penyiraman jamban. Hasilnya adalah, 76 % penggelontor masih berfungsi dengan baik, sedangkan 24 % mengalami kemacetan. Ketersediaan sabun di jamban juga merupakan indikator sanitasi kesehatan lingkungan, hasil survey didapatkan bahwa 63.7 % menyediakan sabun di jamban sedangkan sisanya 33,3 persen tidak menyediakan sabun di jamban, hasil ini didapat dari pengamatan enumerator di lokasi rumah tangga yang disurvey.
3.2.3. SALURAN AKHIR PEMBUANGAN ISI TINJA Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah kondisi tangki septik yang dimiliki masyarakat Pinrang apakah dalam kondisi aman atau tidak aman. Kondisi ini dapat dilihat berdasar pengamatan maupun jawaban pertanyaan kuisioner yang berhubungan tangki septik yang dimilikinya.. Selain penggunaan tangki septik, masyarakat menyalurkan tinjanya ke beberapa tempat, sesuai pertanyaan dalam kuisioner yang diajukan, yaitu antara lain adalah ke pipa pembuangan
khusus
(sewerage),
cubluk,
lobang
galian,
langsung
sungai/danau/laut/selokan/saluran drainase. Dibawah ini disajikan grafik yang menggambarkan kondisi masyarakat Pinrang seperti yang sudah terurai diatas.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
42
Grafik 10. Tempat Penyaluran tinja
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa sebagian responden memiliki tangki septik
untuk penampungan tinja dari jamban yang dimiliki (81 %), sedangkan
sisanya membuang tinjanya
ke sungai/danau/pantai sebesar 0,1 %, yang
membuang tinjanya ke cubluk/lubang tanah saja sebanyak 1 %, membuang ke saluran drainase sebesar 1 %, dibuang ke pipa sewer sebanyak 1 % dan yang lainya tidak tau sebanyak 16 %. Dari data diatas dapat diketahui bahwa 81 % rumah tangga di Kabupaten Pinrang jamban siram ke tangki septik dan 1 % menggunakan jamban siram ke sewerage, seolah dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan latrine yang aman sudah cukup merata, Namun, karena data yang diperoleh terbatas dan hanya merupakan laporan responden, maka apa yang diklaim responden sebagai tangki septik yang aman, bisa saja bukan dan merupakan tempat pembuangan akhir tinja/wadah tinja yang berisiko. [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
43
3.2.4. PRAKTEK PEMBUANGAN KOTORAN ANAK BALITA DI RUMAH RESPONDEN YANG PUNYA ANAK BALITA
Studi-studi kesehatan lingkungan menemukan persepsi warga yang keliru tentang tinja anak Balita. Masyarakat masih percaya bahwa tinja balita yang dibuang di ruang terbuka seperti sungai, got, atau bahkan tanah terbuka, tidak akan mengangggu kesehatan masyarakat. Persepsi yang keliru membuat norma komunitas tidak terbangun. Warga umumnya relatif mentolerir perilaku BAB anak Balita di ruang terbuka. Mereka cenderung tidak menegur anak Balita itu. Secara ilmiah, pandangan bahwa tinja balita tidak berbahaya jelas keliru. Tinja manusia, baik dari balita ataupun orang dewasa, sama bahayanya bagi kesehatan. Karenanya, praktik yang benar untuk cara BAB anak Balita juga merupakan isu yang penting bagi kajian kesehatan lingkungan.Studi EHRA melakukan penilaian risiko dengan melihat perilaku pembuangan tinja anak balita oleh responden. Untuk mengetahui perilakunya, studi EHRA mengandalkan jawaban lisan responden. Pertanyaan pokok yang diajukan terkait
dengan praktik
pembuangan tinja anak balta terakhir kali. Perlu dicatat di sini, data yang didapat bukan merupakan hasil pengamatan perilaku warga ataupun pengamatan kondisi lingkungan, tetapi dari jawaban responden. Kondisi aman dan tidak aman dilihat dari praktik pembuangan kotoran balita antara lain praktik pembuangan yang aman yang mencakup: 1)Anak yang diantar untuk BAB di jamban, 2) Anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pampers, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke jamban, dan penampung dibersihkan di WC, 3) Praktik pembuangan yang relatif tidak aman, 4) Anak BAB di ruang terbuka (lahan di rumah atau diluar rumah) dan 4) Anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pampers, popok yang dapat [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
44
dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke ruang terbuka/ tidak di jamban dan dibersihkan bukan di jamban. Dari hasil survey yang dilakukan, dapat diliihat hasilnya pada grafik dibawah ini. Grafik 11. Praktek pembuangan tinja Balita
dari grafik diatas dapat dilihat bahwa praktek pembuangan tinja balita yang aman dan tidak aman tergambar dari cara pembuangan tinja balita yang belum bisa BAB sendiri, yang tergambarkan dari hasil survey adalah :banyaknya anak balita yang diantar untuk BAB di jamban sebanyak 25 %, tinja anak balita dibuang ke tempat sampah sebesar 2 %, tinja anak yang dibuang ke kebun/pekarangan/jalan sebesar 2 %, tinja anak balita yang dibuang ke sungai/got/selokan sebanyak 2 %, dan tempat pembuangan lainnya sebanyak 0,1 %, sedangkan sebanyak 69 % responden menjawab tidak tau. Dari data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa responden masih banyak belum memahami pertanyaan untuk pembuangan tinja [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
45
balita , meskipun dari responden yang bisa menjawab sebagian besar membuang tinja anak balitanya ke jamban pribadinya (25 %), sedangkan sekitar 5 % membuang bukan pada tempat yang semestinya. Dan yang menjawab tidak tau sangat besar yaitu 69 %, ini berarti bahwa persepsi masyarakat untuk resiko membuang tinja balita belum difahami secara benar, dan perlu lebih banyak sosialisasi PHBS sanitasi. JUMLAH KK YANG MEMILIKI SALURAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH Saluran limbah merupakan objek yang perlu dikaji dalam studi EHRA karena saluran air limbah yang tidak memadai memungkinkan berkembangnya binatang pembawa patogen penyakit. Untuk topik tentang saluran limbah air bekas, studi EHRA meminta enumerator untuk mengamati apakah ada saluran limbah di sekitar rumah dan melihat langsung saluran limbah (bila ada) untuk mengamati apakah air di saluran itu mengalir, adakah sampah tertumpuk disitu sehingga air tidak lancar mengalir, atau apakah saluran itu tidak terpakai/kering. Saluran air limbah yang memenuhi syarat ditandai dengan lancarnya aliran air di saluran air limbah tersebut dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya. Pada bagian ini, hasil pengamatan enumerator studi EHRA menghasilkan gambaran bahwa proporsi rumah tangga di Kabupaten Pinrang yang memiliki akses pada saluran air limbah sudah cukup banyak. Dilaporkan sekitar 71 % rumah tangga memiliki akses pada saluran air limbah. Letaknya bisa di depan rumah atau di sekitar rumahnya. Kebalikannya sekitar 29 % diamati enumerator r belum memiliki saluran air limbah. Kecuali pembuangan ke tangki septik/ cubluk yang dilakukan oleh sekitar 11% dari rumah tangga yang tidak berakses ke saluran, maka sisanya sebetulnya merupakan cara pembuangan yang mencemari lingkungan yang kemudian
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
46
berkontribusi pada risiko kesehatan lingkungan. Grafik dibawah ini menggambarkan kepemilikan SPAL di Kabupaten Pinrang, sesuai hasil survey yang dilakukan.
Grafik. 12. Grafik kepemilikan SPAL Enumerator yang melihat saluran air limbah di rumah responden diminta untuk mendekat dan melihat saluran itu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar saluran air limbah memiliki air yang mengalir. Seperti teramati pada grafik di bawah ini, dimana proporsinya adalah sekitar 59,13 %. Yang salurannya kering atau tidak air yang mengalir mencakup sekitar 4.9 % dari semua klaster yang disurvey di Kabupaten Pinrang..sedangkan saluran air yang tidak mengalir, yakni sekitar 20.08 % . Dari hasil pengamatan enumerator dan hasil wawancara dengan responden, didapatkan hasil tentang kemana air limbah bekas mencuci pakaian dibuang, ada beberapa
jawaban
dari
responden
sesuai
kuisioner
antara
lain
ke
sungai/kanal/selokan sekitar 18.6 %, ke jalan/halaman/kebun sekitar 14.1 %, dibuang melalui saluran terbuka 51,6 % dan ini merupakan pilihan terbanyak jawaban responden, dibuang ke saluran tertutup hanya sekitar 5.1 %, ke lubang [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
47
galian sekitar 1.6 % , yang melalui pipa saluran pembuangan kotoran hanya sekitar 7.6 %, dan yang melalui pipa IPAL yang dibangunkan Pemerintah melalui proyek Sanimas. Sedangkan ada juga responden yang tidak tau kemana limbahnya dibuang, sekitar 1 %. Kondisi ini perlu mendapat perhatian tersendiri bahwa pembuangan air limbah masih harus diperhatikan, karena banyak yang belum memenuhi syarat dan beresiko untuk mencemari lingkungan. Berikut ini adalah grafik yang menggambarkan kondisi tersebut diatas, kalau dibandingkan per klaster, keadaaan yang perlu mendapat perhatian lebih ada di klaster 4 karena sekitar 42.5 % air di saluran pembuangannya tidak dapat mengalir, kondisi ini beresiko terhadap kesehatan lingkungan masyarakat. Sedangkan untuk klaster yang lain, sebagian besar air di SPAL nya dapat mengalir dengan lancar. Grafik 12. Kondisi SPAL yang ada di Kabupaten Pinrang berdasarkan klaster
Dari kondisi yang sudah dipaparkan diatas , dapat diketahui bahwa SPAL yang disurvey dan diamati secara langsung oleh enumerator di Kabupaten Pinrang berdasarkan klaster yang ada, bisa diketahui berapa banyak SPAL yang tercemar [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
48
dan berapa yang belum tercemar. Pencemaran ini diukur dari kondisi kondisi yang sudah diuraikan diatas. Grafik dibawah ini menunjukan SPAL yang tercemar dan tidak tercemar per klaster yang ada di Kabupaten Pinrang.
Grafik 13. Pencemaran SPAL per Klaster Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa di Kabupaten Pinrang, berdasarkan klaster yang ada SPAL yang tercemar sebesar 43 %, sedangkan yang tidak tercemar 57 %. Yang paling besar di Klaster 4 yaitu 65 % SPAL dalam kondisi tercemar, Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus Pemkab Pinrang, bagaimana mengubah perilaku masyarakat untuk memperhatikan keberadaan SPAL di rumahnya.
3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir Dalam bagian ini akan dipaparkan hasil-hasil pengamatan enumerator terhadap kondisi genangan air di sekitar rumah dan banjir yang biasa dialami responden Hal yang diamati adalah ada tidaknya genangan air di sekitar rumah tersebut atau tidak. Dan pernah tidaknya banjir di lingkungan rumah responden, [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
49
seberapa lama kalau banjir tergenang rumahnya dan berpa kali frekuensi banjirnya .Dalam kaitannya dengan risiko sanitasi, sudah diketahui masyarakat luas bahwa mereka yang tinggal di lingkungan yang padat, misalnya di gang-gang sempit, memiliki risiko kesehatan lingkungan yang lebih besar ketimbang mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih jarang penduduknya . Dalam studi EHRA, Objek pengamatan pada bagian ini adalah ada atau tidaknya genangan air di jalan di depan dan sekitar
rumah.Indikator ini merupakan faktor risiko yang lebih dekat
terhadap terjadinya penyakit bersumber binatang. Untuk mendapatkan faktor risiko ini, enumerator mengamati secara seksama.Hasil pengamatannya dapat dilihat pada sajian grafik berikut ini. Grafik 14, Grafik genangan air di sekitar rumah per Klaster
Dari grafik diataskan dapat digambarkan bawa kondisi genangan air di Kabupaten Pinrang sesuai klaster terpilih terbanyak genangan air ada di halaman rumah, biasanya genangan ini ada setelah hujan, atau karena saluran yang tidak berfungsi sehingga tergenang, besaran responden dengan pengamatan dan [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
50
wawancara didapatkan bahwa genangan yang ada di halaman rumah sekitar 71.6 %, dan di sekitar dapur sekitar 25,9 % dan sama juga sekitar 25,9 % genangan air ada disekitar kamar mandi. di dekat bak penampungan air sekitar 2 %, lainnya responden menjawab tidak tau. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat resiko pencemaran lingkungan yang disebabkan genangan air, bisa menjadi tempat penyebaran berbagai penyakit yang bersumber pada binatang yang suka hidup di genangan genangan air yang ada, seperti tikus dan nyamuk. Kebanjiran adalah topik kedua yang akan dipaparkan di bagian ini. Air banjir perlu diangkat dalam studi EHRA sebab air banjir merupakan salah satu faktor risiko penyakit. Seperti yang diketahui luas, selama kebanjiran dan sesudahnya, wargan di daerah banjir umumnya terancam sejumlah penyakit seperti penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare, serta penyakit-penyakit yang disebabkan oleh binatang seperti leptospirosis. Dalam studi EHRA pengalaman banjir rumah tangga dilihat dari berbagai sisi, yakni rutinitas banjir, frekuensi dalam setahun, dan lama mengeringnya air. Masing masing aspek banjir itu memiliki kontribusi terhadap risiko kesehatan yang dihadapi rumah tangga. Mereka yang mengalami banjir secara rutin, dengan frekuensi yang tinggi, misalnya beberapa kali dalam setahun atau bahkan beberapa kali dalam sebulan, dan dengan air yang lama bertahan (stagnan) dalam waktu yang cukup lama memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tak pernah kebanjiran atau yang mengalaminya tidak secara rutin. Lama mengeringnya air juga bisa dijadikan indikasi untuk masalah yang lebih mendasar lainnya, seperti kualitas jaringan saluran drainase dan pola permukaan tanah dari pemukiman warga. Rumah yang tergenang air banjir dalam waktu yang cukup lama, misalnya selama berharihari, merupakan sebuah indikasi bahwa rumah terletak di wilayah cekungan di mana [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
51
air banjir sulit dialirkan ke tempat lain seperti saluran atau sungai. Meski bukan satusatunya faktor, air banjir yang cepat kering mengindikasikan bahwa masalah banjir terkait dengan sistem drainase setempat. Topik kedua dalam bagian ini adalah banjir yang berpotensi menjadi sebab penyebaran penyakit-penyakit, khususnya yang dikategorikan sebagai waterborne disease seperti penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare atau penyakit kolera. Risiko ini bisa muncul karena berbagai hal. Yang umum adalah karena banjir mencemari sumber-sumber air minum warga dengan bakteri patogen. Seringkali, risiko terkena penyakit menjadi semakin besar ketika higinitas diri warga memburuk selama atau pascabanjir. Dalam studi EHRA, data mengenai pengalaman banjir diperoleh melalui laporan atau jawaban verbal dari responden. Kabupaten Pinrang yang terdiri dari 12 Kecamatan, 104 desa/kelurahan tersebar dalam daerah pantai, daerah pegunungan dan dataran. Lokasi banjir yang selalu terjadi di Kabupaten Pinrang meliputi beberapa kecamatan yakni Kecamatan Duampanua, Kecamatan Cempa, Kecamatan Suppa, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Tiroang dan KecamatanLembang. Sedangkan desa yang merupakan desa/kelurahan langganan banjir dapat dilihat pada tabel berikut ini. Dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Pinrang ada 45 desa/kelurahan yang merupakan desa yang mengalami banjir secara rutin tiap tahunnya (43,27 %) dari seluruh desa/kelurahan yg ada di Kabupaten Pinrang.. Hal ini perlu perhatian khusus mengenai kondisi sanitasi di wilayah tersebut,
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
52
Tabel 4. Jumlah desa yang diindentifikasi sering terjadi banjir
No. 1 2 3 4 5 6 7 8. 9 10 11 12
Kecamatan Suppa Mattiro Bulu Watang Sawito Patampanua Duampanua Lembang Cempa Tiroang Lanrisang Paletean Batulappa Mattiro Sompe Jumlah
Jumlah Kelurahan/Desa 10 9 8 10 14 14 7 5 7 6 5 9 104
Jumlah Kelurahan/Desa Sering Banjir 5 2 3 4 10 4 3 3 2 0 0 9 45
Dibawah ini disajikan rumah tangga yang sering mengalami banjir di Kabupaten Pinrang berdasarkan studi EHRA yang dilakukan.
Grafik 15. Grafik daerah genangan banjir per Klaster Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa untuk klaster 0 dan 1 sebagian besar tidak pernah mengalami banjir, sedangkan klaster 2,3 dan 4, yang mengalami banjir [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
53
sebesar 28.95 % dan yang tidak pernah mengalami banjir adalah 71,05 %. Seperti terbaca pada tabel di atas, banjir merupakan pengalaman Sebagian kecil rumah tangga yang ada di Kabupaten Pinrang. Bila ditelusuri lebih jauh, kasus rumah yang melaporkan banjir paling banyak dijumpai di desa/kelurahan yang masuk klaster 2, 3 dan 4 (untuk uraian desa/kelurahan yang sering menglami banjir dapat dilihat tabel dibawah). Dengan demikian, dapat dikatakan rumah-rumah yang mengalami banjir, umumnya mengalami secara rutin, dan hanya sekitar 28,95 % yang mengalami banjir secara rutin. Pada rumah-rumah yang mengalami banjir secara rutin, mereka melaporkan bahwa banjir terjadi lebih dari satu kali dalam setahun. Risiko kesehatan akibat banjir sangat terkait dengan lama air banjir mengering. Semakin lama, maka semakin tinggi pula risikonya. Grafik di bawah adalah laporan responden terkait dengan lama air banjir yang masuk ke rumah atau lingkungan mereka mengering.
Grafik 16. Lama genangan banjir / air per Klaster
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
54
Bila dilihat dari lamanya genangan air akibat banjir, sesuai jawaban responden, dari klaster 0 dan 1 tidak ada banjir yang dialami, sehingga hanya pada klaster 2,3 dan 4 yang paling sering adalah yang lebih dari sehari sebanyak 19.94 %, yang lebih sehari 11,82 %, yang hanya tergenang selama 1 – 3 jam sebanyak 6.5 % dan ada juga yang kurang dari 1 jam air banjior sudah surut yaitu sekitar 5.3 %. Risiko kesehatan akibat banjir sangat terkait dengan lama air banjir mengering. Semakin lama, maka semakin tinggi pula risikonya. Untuk frekeunsi terjadinya banjir, juga merupakan resiko terjadinya pencemaran akibat banjir yang sering dialami responden, berikut disajikan grafik tentang sering tidaknya banjir yang dialami di lokasi studi EHRA, Grafik.17. Frekuensi genangan air yang dialami responden
dilihat dari grafik diatas, frekuensi genangan air akibat banjir yang dialami responden terbagi dalam dua kategori yaitu pada daerahj yang sering terjadi banjir (rutin setiap [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
55
tahun banjir) dan pada daerah yang tidak rutin terjadi banjir. Tampak pada Klaster 0 dan 1 tidak terjadi banjir sehingga data yang tampil 100 persen merupakan daerah yang tidak rutin banjir. Sedangkan pada ke tiga klaster lainnya yaitu klaster 2, 3 dan 4 frekuensi terjadinya genangan akibat banjir sebesar 38.03 % untuk daerah kalster 2, 3 dan 4 yang tidak rutin terjadi banjir, sisanya 61.97 % merupakan daerah yang rutin mengalami banjir,
HASIL WAWANCARA MENGENAI KEBERADAAN DRAINASE LINGKUNGAN Dari hasil wawancara terhadap responden tentang saluran drainase lingkungan dapat disimpulkan bahwa responden lebih banyak yang merasa tidak ada pengaruhnya ada atau tidaknya drainage saluran, hanya bebrapa responden yang mengerti manfaat saluran drainase lingkungan sehingga mereka tidak terlalu perhatian pada ada tidaknya saluran drainase lingkungan di sekitar rumahnya, dan pengaruh langsung terhadap kesehatannya yang berhubungan dengan ada tidaknya saluran drainage lingkungan. Dari hasil pengamatan terhadap ada tidaknya sarana drainase lingkungan dapat dilihat pada grafik berikut ini.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
56
Grafik 18. Kondisi Genangan Air di Kabupaten Pinrang
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kondisi drainase lingkungan untuk seluruh klaster yang disurvey menunjukan bahwa klaster 0 dan 1 tidak terdapat genangan, jadi air mengalir lancar. Sedangkan pada Klaster 2,3 dan 4 sekitar 19.73 % air tergenang, sedangkan sisanya sekitar 80.17 % tidak ada air yang tergenang. Dibawah ini disajikan juga dari SPAL yang ada di Kabupaten Pinrang, kondisi saluran air nya berfungsi atau tidak dapat Grafik 19 dibawah ini menggambarkan tentang kondisi SPAL , air mengalir atau tidak . Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa hanya 16.62 % rumah yang tidak memiliki SPAL, sedangkan dari 83,38 % yang memiliki SPAL yang mempunyai saluran drainase lingkungan dapat berfungsi dan mengalir dengan baik sebanyak 59.18 %, sedangkan 20.08 % air yang melalui sarana drainage tidak dapat mengalir dengan lancar, sedangkan 4.16 % sarana tidak berfungsi (saluran kering), Dari keempat klaster, yang saluran nya dapat berfungsi terbanyak ada di Klaster 1 yaitu sekitar 87.5 % , sedangkan di Klaster 4 kondisi paling beresiko dimana air di SPAL [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
57
yang tidak mengalir 42.5 %, yang tidak mengalir sebanyak 30 %, yang kering saluran nya sebanyak 2,5 % dan sisanya 30 % tidak memiliki SPAL. Kondisi ini tentu saja membutuhkan perhatian serius dari Pemkab Pinrang.
Grafik 19. Kondisi air di SPAL
3.4.
Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga Bagian ini menggambarkan akses air minum bagi rumah tangga di Kabupaten
Pinrang. Aspek-aspek yang diteliti mencakup 1) jenis sumber air minum yang paling banyak digunakan, 2) kelangkaan air yang dialami rumah tangga pada sumber itu, dan 3) faktor-faktor risiko pada sumur gali yang merupakan salah satu jenis sumber air minum yang agak umum. Faktor-faktor yang dimaksud mencakup jarak dengan tangki septik,.Pada dasarnya keempat aspek yang dikaji EHRA memiliki hubungan yang erat dengan tingkat risiko kesehatan suatu keluarga. Dalam indikator internasional, diakui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
58
terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang disimpan secara terlindungi). Namun, ada juga yang dipandang membawa risiko transmisi patogen ke dalam tubuh manusia. Air dari sumur atau mata air yang tidak terlindungi dikategorikan tidak aman. Dalam Joint Monitoring Programme on Water Supply and Sanitation (WHO & UNICEF, 2004), air kemasan dikategorikan sebagai sumber yang belum aman, namun penilaian itu tidak didasarkan pada masalah kualitas air, melainkan persoalan keterbatasan kuantitas. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai sebagai salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakitpenyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi memperlihatkan bahwa mereka yang memiliki suplai yang memadai akan cenderung lebih mudah melakukan kegiatan higinitas. Jadi, masalah air kemasan lebih terkait dengan kecenderungan penggunaannya yang ditujukan hanya untuk minum saja dan menggunakan sumber lain, yang belum tentu aman, untuk kebutuhan higinitas. Dalam harmonisasi indikator versi WHO & UNICEF, air kemasan kemudian dianggap sebagai improved source hanya bila ada sumber air komplementer yang dikategorikan aman. Terkait dengan suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan air yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari jawaban responden. Dalam mengandalkan
konteks sumur
Kabupaten dan
Pinrang
yang
menggunakan
banyak septik
rumah
tangganya
tank/cubluk
untuk
menampung/mengolah tinja manusia, menjadi krusial untuk mengamati kondisi sumber air warga yang menggunakan sumur dangkal atau sumur gali. Keberadaan [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
59
tangki septik/ cubluk yang tidak aman dan dalam jarak yang terlalu dekat beresiko mencemari sumur gali warga. Dalam studi ini memberlakukan sejumlah indikator terkait semisal jarak antara sumur gali dan tangki septik/cubluk, baik yang dimiliki responden ataupun tetangganya. Setelah
mengompilasi
data
yang
dikumpulkan,
enumerator
EHRA
menemukan mayoritas rumah tangga di Kabupaten Pinrang memanfaatkan sumur sebagai sumber air minum utama. Ada sekitar 80 % rumah tangga yang mengandalkan sumur, terdiri dari 1) sekitar 31 % sumur gali terlindungi, dan 6 % sumur gali tak terlindungi dan 2) sekitar 43 % sumur bor, baik dengan pompa tangan ataupun mesin. Grafik 20. Sumber air bersih rumah tangga
Dibandingkan dengan sumur, penggunaan sumber-sumber air lain relatif jauh lebih kecil, sumber Air ledeng/ PDAM hanya digunakan oleh sekitar 3 % Sumbersumber lainnya bahkan jauh lebih kecil. Air botol kemasan hanya mencakup 0.71% dari populasi, mata air terlindungi sebesar 4,68 %, dan air isi ulang 18.36 % , dari [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
60
mata air tak terlindungi 0,71 %, air hujan sekitar 0.35 % dan
masih ada yang
mengambil sumber air bersih dari sungai sebanyak 0.14 %. Dibawah ini disajikan grafik sumber sumber air bersih yang digunakan selain dari sumur Grafik 21. Sumber air bersih yang digunakan untuk kegiatan sehari hari
Aspek lain yang penting dipelajari terkait dengan sumber air adalah kelangkaan.Seperti
telah
dijelaskan
sebelumnya,
yang
dimaksud
dengan
kelangkaan air adalah tidak tersedianya atau tidak bisa digunakannya air sumber air minum utama paling tidak sehari satu malam. Di tingkat kabupaten, dijumpai sekitar 8% rumah tangga di Pinrang yang melaporkan pernah mengalami kelangkaan air. Mayoritas,sekitar 88% melaporkan tidak pernah mengalaminya. Sedangkan pengolahan air bersih dalam rumah tangga yang digunakan untuk air minum, sebagian besar menggunakan teknik merebus air sebanyak 93 %, [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
61
menggunakan keramik filter sebesar 2 %, menggunakan kaporit untuk penjernihan air sebanyak 1 % dan lain lain sebanyak 4 % (termasuk penggunaan air galon/air minum isi ulang). Hasil survey ini dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Grafik 22. Pengolahan sumber air untuk air minum rumah tangga Pengelolaan air bersih untuk air minum yang sudah direbus sebagian besar menyimpannya dalam panci/ember yang menggunakan tutup sebesar 98 %, lainnya menggunakan dispenser sekitar 1 %, dan lain lain (termos, teko, dsb) sekitar 1 %. Sedangkan pengloahan makanan yang sudah dimasak sebagian besar menyimpan dalam wadah tertutup yang disimpan di atas meja (98 %) sedangkan lainnya disimpan di lemari tertutup 1 %, dan yang lainnya sekitar 1 %. Sebagian
besar
responden
mengambil
air
bersih
dengan
cara
menggunakan gayung, tidak menyentuh langsung ke sumber mata airnya (97 %), sebagian menggunakan dispenser dan yang lainnya ada 2 %.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
62
3.5
Perilaku Higiene Bersih dan Sehat (PHBS) Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus,
bakteri dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia termasuk balita adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Jalur ini memperlihatkan bahwa salah satu upaya prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien adalah perilaku manusia yang memblok jalur fingers. Ini bisa dilakukan dengan mempraktekkan cuci tangan pakai sabun di waktu-waktu yang tepat. Dalam meta-studinya, Curtis & Cairncross (2003) menemukan bahwa praktek cuci tangan dengan sabun dapat menurunkan risiko insiden diare sebanyak 42-47%. Bila dikonversikan, langkah sederhana ini dapat menyelamatkan sekitar 1 juta anak-anak di dunia. Untuk konteks balita, waktu-waktu untuk cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan Si Ibu/ Pengasuhnya untuk mengurangi risiko terkena penyakit penyakit yang berhubungan dengan diare terdiri dari 5 (lima) waktu penting yakni, 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3)sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga. Sebagian waktu penting itu sebetulnya ditujukan bagi ibu-ibu rumah tangga secara umum seperti: waktu sesudah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum menyantap makanan. Sementara, waktu yang lebih khusus ditujukan bagi ibu atau pengasuh anak balita adalah sesudah menceboki pantat anak, dan sebelum menyuapi makan anak.Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari harinya, studi EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
63
Jawabannya
menentukan
kelanjutan
pertanyaan
berikutnya
dalam
wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Dari hasil wawancara pada responden,
sebanyak
96
%
menjawab
menggunakan
sabun
pada
saat
diwawancara.sedangkan sisanya 4 % tidak menggunakan sabun. Dibawah ini disajikan grafik, kapan responden menggunakan sabun . Grafik 23. Penggunaan sabun pada lima waktu penting
Secara umum, waktu cuci tangan pakai sabun yang paling banyak dipraktikkan oleh responden di Kabupaten Pinrang adalah di waktu sesudah buang air besar atau BAB, yakni sebesar 65.9 %. Waktu kedua paling banyak pelakunya adalah waktu sebelum menyantap makanan (85.3%). Waktu ketiga paling banyak pelakunya adalah waktu sebelum siapkan makanan (32.5 %), dan kemudian diikuti oleh waktu sesudah menceboki bayi/anak (17.8%).Proporsi mereka yang mencuci
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
64
tangan pakai sabun sebelum menyuapi anak hanya 14,6 %. Jadi, di antara lima waktu cuci tangan pakai sabun yang penting,waktu sebelum menyuapi anak merupakan praktik yang paling sedikit dipraktikkan. Dari hasil wawancara perilaku responden dalam pelaksanaan CTPS pada lima waktu penting dapat disimpulkan dalam grafik berikut, rangkuman grafik ini hanya menghitung yang benar benar melakukan seluruh rangkaian CTPS pada lima waktu penting yang diakumulasikan, sedangkan yang tidak kelima limanya dijawab ya tergabung dalam kelompok responden yang tidak melakukan CTPS pada lima waktu penting, hasilnya cukup menyedihkan buat Kabupaten Pinrang karena hanya sekitar 5 % yang benar benar melakukan CTPS di lima waktu penting tersebut, sedangkan sebagian besar tidak melakukan kegiatan CTPS pada lima waktu penting seperti yang diuraikan diatas. Grafik 24. Praktek CTPS pada lima waktu penting
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
65
Selain grafik tersebut, bisa juga dilihat perbandingan perilaku responden dalam kegiatan CTPS pada lima waktu penting yang diuraikan per klaster. Grafik dibawah ini menggambarkan kondisi tersebut. Grafik 25. Perilaku responden dalam CTPS pada lima waktu penting
Pada grafik diatas, dapat diketahui bahwa untuk seluruh klaster yang ada di Kabupaten Pinrang, perilaku CTPS pada lima waktu penting sangat memprihatinkan, semua diatas 95 persen kecuali di Klaster 3, sekitar 84.5 % saja yang tidak melakukan praktek CTPS pada lima waktu penting. Kondisi ini tentu saja perlu perhatian khusu bagi instansi yang bisa memberikan sosialisasi tentang pentingnya CTPS pada lima waktu penting seperti terurai diatas. Untuk mewujudkan perilaku higiene bersih dan sehat , selain melakukan CTPS di lima waktu penting, hal yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan sarana CTPS di jamban. Yang dimaksud sarana disini meliputi ketersediaan air dalam bak
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
66
penampung atau kran dengan air yang mengalir maupun sabun sendiri dan juga timba yang tersedia. Berikut ini gambaran ketersediaan sarana di lokasi survey. Grafik 26. Ketersediaan sarana CTPS di jamban.
Dari hasil survey yang tergambar di grafik diatas, sebanyak 71 % dari responden menyediakan sarana air bersih dengan menggunakan bak air/ember yang disediakan di dalam jamban, sedangkan responden yang memiliki kran yang bisa berfungsi hanya sebesar 7 %, dan masih banyak yang tidak memiliki sarana CTPS di jamban sebesar 22 %, melihat hasil survey diatas kondisi ini memerlukan perhatian khusus dalam perbaikan PHBS di masa yang akan datang, karena keberadaan sarana ini menjamin kegiatan PHBS higiene sanitasi terwujud dalam upaya melaksanakan CTPS pada lima waktu penting.
3.6
Kejadian Penyakit Diare Dalam meta-studinya, Curtis & Cairncross (2003) menemukan bahwa praktek
cuci tangan dengan sabun dapat menurunkan risiko insiden diare sebanyak 42-47%. Bila dikonversikan, langkah sederhana ini dapat menyelamatkan sekitar 1 juta anak[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
67
anak di dunia. Untuk konteks balita, waktu-waktu untuk cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan Si Ibu/ Pengasuhnya untuk mengurangi risiko terkena penyakit penyakit yang berhubungan dengan Diare, mengingat arti pentingnya CTPS pada lima waktu penting ini, dalam studi EHRA juga digambarkan seberap besar penyakit Diare yang timbul yang berhubungan dengan perilaku CTPS di Kabupaten Pinrang. Dari hasil survey yang dilakukan kejadian penyakit diare erat kaitannya dengan perilaku higiene bersih dan sehat, terdapat 88 % responden tidak pernah menderita diare, sedangkan 11 % responden pernah menderita diare. Distribusi penyakit diare berdasarkan penderita dapat dilihat pada grafik berikut ini. Grafik 27. Distribusi Penderita diare dari responden.
Dari 11 % responden yang menjawab pernah mengalami diare, terurai bahwa diare yang di derita di pilah dalam periode waktu kejadiannya, yaitu kejadian pada saat wawancara sekitar 3 %, sehari sebelum wawancara sebesar 1 %, seminggu terkahir sebesar 3 %, periode sebulan terakhir sebanyak 1 %, demikian juga
yang
menderita
diare
dalam
6
bulan
terakhir
sebanyak
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
1 68
%,
Jawaban ini hanya dari hasil wawancara dengan responden, kemungkinan ketepatannya masih mungkin berubah , kalau lebih dikuatkan dengan data yang ada di layanan kesehatan mungkin kejadian diare yang berasal dari desa yang disurvey bisa dicek, tetapi dalam studi EHRA ini tidak dilakukan croscek dengan data di tempat layanan kesehatan. Dibawah ini disajikan grafik penderita diare sesuai kuisioner dalam studi EHRA, yang dipilah berdasarkan siapa yang menderita diare dalam kurun waktu tertentu seuai daftar pertanyaan. Grafik 28. Distribusi penderita diare
Dari grafik diatas penyakit diare terbanyak diderita oleh anak balita yaitu sekitar 30 %, hal ini tentu saja sangat berkaitan erat dengan perilaku balita yang belum bisa melakukan PHBS yang berkaitan dengan CTPS pada 5 waktu penting, utamanya yang masih dilakukan oleh ibu atau pengasuh balita. Urutan kedua adalah kaum perempuan perempuan dewasa 29 %, laki laki dewasa 16 %, remaja laki laki [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
69
sebanyak 11 %, remaja perempuan sebanyak 6 % dan anak anak non balita sebanyak 8 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu ibu dengan perilaku higiene yang tidak sehat lebih banyak terkena diare, hal ini bisa dicegah dengan pelaksanaan CTPS pada lima waktu penting seperti yang sudah diuraikan diatas demikian juga pada balita, kebiasaan perilaku higiene sanitasi ibunya sangat berpengaruh pada kejadian diare pada anak balita, karena keseharian mereka lebih banyak bersama ibu.
3.7
Indeks Risiko Sanitasi Indeks resiko sanitasi (IRS) merupakan rangkuman dari studi EHRA,
dimana penilaian meliputi sumber air bersih, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih sehat. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di 17 desa yang sudah di klaster, yang mewakili klaster desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Pinrang, diperoleh total Indeks Resiko tertinggi yaitu 282 dan yang terndah 178 dengan interval 26, Perhitungan sehingga kategori analisa beresiko dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 5. Nilai Indeks Resiko Kategori Area Beresiko
Batas atas
Kurang beresiko Beresiko sedang Beresiko tinggi Beresiko sangat tinggi Total Indeks Resiko maksimum Total Indeks Resiko minimum Interval
204 231 258 282 Batas Nilai Resiko 282
Batas bawah 178 205 232 259 Keterangan
178 36
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
70
Tabel 6. dibawah ini adalah grafik yang menunjukkan area beresiko dari setiap klaster . CLUSTER
NILAI I R S
SKOR EHRA
CLUSTER 3
282
4
Telumpanua Watang Suppa Watang Pulu Maritengae Lottang Salo Ujung Labuang Lanrisang Barang Palie Wae Tuoe Padaidi Langnga Masulowalie Matombong Samaenre Mattiro tasi Sikuale Salipolo Penrang Jaya Marawi Fakie Pammase Laleng Bata Tammasarange Maccinae Teppo Pincara Mattiro Ade Bungi Benteng Paremba CLUSTER 4
248
3
205
2
Lero Polewali Palameang CLUSTER 2 Sipparape Sipatokong Sawitto Benteng Sawitto
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
71
Macorawllie Bentenge Wiring Tasi Maminnasae Tasie Walie Patobong Matongan tongan Siwolong Polong Alita Pananrang Manarang Padaelo Marannu Padakalawa Malimpung Benteng Paria KALIANG TATAE PEKABATA KATOMPORANG KABALLANGAN MASSEWAE BITOENG DATA MARONENG BUTTUSAWE MATTIRO DECENG LERANG MALONGI LONGI AMASANGAN BINANGA KARAENG SABANNG PARU PAKENG TADOKKONG LETTA KARIANGO ULUSADANG SALI SALI LEMBANG MESAKADA BASEANG MATUNRU TUNRUE CEMPA CLUSTER 1
178
1
PACONGANG SALO MAKAWARU [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
72
BUNGA SAMAULUE TAPPORANG KASSA WATANG KASSA BENTENG RAJANG SUPPIRANG TANRA TUO MANGI MACIRINNA PADANG LOANG SIPATUO TADANG PALIE CLUSTER 0
184
1
TONYAMANG LAMPA TIROANG BATULAPPA KASERALAU
Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan hasil skoring studi EHRA berdasarkan Indeks Resiko Sanitasi (IRS) sebagai berikut :
CLUSTER
NILAI IRS
SKOR EHRA
Cluster 0 Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4
184 178 205 248 285
1 1 2 4 3
Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada sedikit perbedaan dari klastering awal yang dilakukan berdasarkan data sekunder , demografi dan topografi dengan skor hasil studi EHRA, dimana yang awalnya masuk resiko sangat tinggi (klaster 4) justru dia berubah skor EHRA nya menjadi skor 3 yang berarti masuk kategori tinggi, sebaliknya desa/kelirahan dengan klaster awal 3 yang termasuk resiko tinggi, [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
73
setelah dilakukan studi EHRA menjadi kategori resiko sangat tinggi dengan skor 4, sedangkan klaster awal masuk area tidak beresiko (klaster 0) setelah dilakukan Skor EHRA berubah menjadi area beresiko ringan (skor EHRA 1), sedangkan untuk klaster awal kalster 2 tetap skor EHRA tetap 2 yaitu area beresiko sedang, demikian juga klaster awal 3 , setelah studi EHRA skor EHRA tetap 3 jadi tetap merupakan area beresiko tinggi. Dilihat dari Skor EHRA, maka Kabupaten Pinrang , 20 desa/kelurahan skor EHRA 3 dan 4, yang berarti masuk dalam kategori area resiko tinggi dan sangat tinggi , dan ini merupakan desa/kelurahan yang perlu perhatian ekstra dalam menangani masalah higiene sanitasinya.Meski secara prosentase hanya 20 % area beresiko tinggi dan sangat tinggi (dari 104 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Pinrang). Ke dua puluh desa tersebut adalah Dari hasil diatas dapat digambarkan peta resiko Kabupaten Pinrang seperti tergambar berikut ini.
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
74
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
75
PENUTUP Studi EHRA dirancang sedemikian rupa agar Pemerintah Kabupaten Pinrang dapat melakukan pengulangan studi EHRA dalam kurun waktu tertentu, misalnya setiap 3 tahun. Biayanya pun seminimum mungkin tanpa harus mengorbankan kualitas informasi yang diperoleh. Pengulangan studi EHRA beberapa tahun kemudian dapat merupakan bagian dari kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev).Apakah intervensi kegiatan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan hasil yang didapaktkan pada saat studi EHRA pertama. Studi EHRA ke depan dapat memanfaatkan sumber daya setempat untuk pengumpulan data (Enumerator) karena wawancara dan pengamatan adalah rumah responden dan yang diwawancara sebisa mungkin ibu rumah tangga. Dengan catatan perlu pelatihan yang memadai bagi kader/tokoh masyarakat yang akan terjun sebagai Enumerator. Keterlibatan dan koordinasi dengan aparat setempat, serta data awal yang akurat tentang nama dan nomor rumah warga sebagai responden yang jelas akan sangat membantu kegiatan studi ini. Yang perlu diperhatikan juga adalah kesiapan Tim Entry data, terutama program yang harus dikuasai, kecermatan memasukan hasil survey karena pengisian kuisioner
tidak boleh ada yang terlewati, disinilah peran seorang
supervisor untuk mengecek kuisioner yang sudah diisi seorang enumerator, sudah lengkap informasinya atau belum. Kerjasama Tim memang sangat dibutuhkan dalam studi ini, terutama Tim Entry data. Selain kesiapan tenaga yang sudah terlatih , kelengkapan sarana untuk mengentry data selayaknya harus dilengkapi, seperti komputer dengan program SPSS dan EPI Info serta GISS untuk pemetaan area beresiko juga harus ada dalam perangkat lunak lainnya yang semestinya disiapkan,
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
76
Dan inilah yang bisa kami susun sebagai suatu dokumen tentang Penilaian Area Beresiko kesehatan Lingkungan di Kabupaten Pinrang untuk tahun 2012, besar harapan kami dokumen ini bisa dipergunakan sebagaimana yang menjadi tujuan survey ini, menjadi bagian „roh dan nafasnya‟ Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pinrang, dan dapat memberikan gambaran situasi sanitasi dan perilaku yang beresiko
terhadap
kesehatan
lingkungan
di
Kabupaten
Pinrang.
Demikian pula dengan tersusunnya laporan Studi EHRA, dengan isu isu sanitasi yang didapat bisa digunakan untuk bahan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi, dan tersedianya informasi yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan , dapat disusun Strategi Sanitasi Kabupaten Pinrang yang sesuai dengan prioritas masalah kesehatan lingkungan yang dialami masyarakat di Kabupaten Pinrang Harapan Tim Penyusun laporan Studi EHRA ini hasil dari survey bisa menjadi bahan untuk memberikan pertimbangan kepada penentu kebijakan dalam pengarusutamaan pembangunan sanitasi. Beberapa hal penting yang menjadi catatan pelaksanaan studi EHRA tahun 2012 adalah perlunya sosiallisasi awal kepada seluruh Tim Pokja Sanitasi , Aparat setempat yang akan dilakukan survey. Disamping kesiapan SDM yang terlibat secara langsung dalam kegiatan study EHRA ini antara lain petugas enumerator, supervisor, dan Tim Entry data . Tentu saja kesiapan SDM didukung dari Pelatihan yang dilakukan dengan baik dan benar, dan diberikan oleh narasumber yang kompeten, siap dengan petunjuk teknis yang sudah dikuasainya. Satu hal yang tidak bisa dikesampingkan adalah sarana untuk input data serta proses analisis yang harus dilakukan, semua memerlukan sarana yang memadai seperti tersedianya Laptop dengan menu lengkap untuk menganalisis data survey EHRA, kamera untuk mendokumentasikan [Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
77
setiap kegiatan survey dan tentu saja terpenting adalah tenaga yang menguasai entry data dan pengolahan datanya. Trimakasih buat Tim Pokja Sanitasi Kabupaten Pinrang, Tim Enumerator, Tim Supervisor, Tim Entry Data, dan tim analisis data EHRA, yang sudah bahu membahu menyelesaikan studi ini dengan kendala kendala yang ada, dengan keterbatasan yang ada hingga kegiatan ini bisa selesai dan menghasilkan dokumen Penilaian Area Beresiko terhadap Kesehatan Lingkungan di Kabupaten Pinrang tahun 2012. Dan tidak kalah pentingnya , trimakasih buat konsultan PPSP yang tugas di Kabupaten, konsultan PPSP yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan maupun konsultan PPSP yang ada di pusat , khusunya yang menangani studi EHRA, yang tidak kenal lelah untuk diajak koordinasi, dan jadi acuan kami melaksanakan studi EHRA ini. Demikian pula keterlibatan lintas sektor terkait dan semua pihak , terutama masyarakat Pinrang yang sudah jadi „bagian‟ studi ini sudah meluangkan waktu nya untuk diwawancara. Demikian laporan kami, harapan kami dokumen ini tidak hanya menjadi sekedar „dokumen‟ tetapi betul betul dimanfaatkan seperti tujuan dilaksanakannya studi EHRA di Kabupaten Pinrang. Wassalam
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
78
LAMPIRAN I.
II. III.
Tabel-tabel dasar hasil studi EHRA: 1) Berdasarkan klaster 2) Berdasarkan desa/ kelurahan di tiap lokasi studi/ survey. Organisasi dan personel pelaksana Studi EHRA Dokumentasi lain yang dianggap perlu terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan Studi EHRA
[Laporan Studi EHRA] Dinas Kesehatan Kab. Pinrang
79