Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2015
LAPORAN PEMUTAKHIRAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kota Depok Provinsi Jawa Barat
(bagian ini dapat diisi foto atau gambar)
DISIAPKAN OLEH: POKJA AMPL/SANITASI KOTA DEPOK
KATA PENGANTAR Sanitasi sebagai salah satu wujud pelayanan dasar bidang kesehatan seringkali terlupakan dan tidak menjadi prioritas. Melalui Konferensi Sanitasi Nasional (Tahun 2007), International Year of Sanitation (Tahun 2008) dan Konvensi Strategi Sanitasi Perkotaan (Tahun 2009), maka lahirlah Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) melalui penyusunan Strategi Sanitasi Perkotaan (SSK).
Ada enam tahapan kegiatan program PPSP, yaitu : • • • • • •
Tahap 1 : Kampanye, edukasi, advokasi dan pendampingan. Tahap 2 : Pengembangan kelembagaan dan peraturan. Tahap 3 : Penyusunan Strategi Sanitasi Kab/Kota. Tahap 4 : Penyiapan memorandum program. Tahap 5 : Pelaksanaan implementasi. Tahap 6 : Pemantauan, pembimbingan, evaluasi dan pembinaan.
Pada tahun 2015 ini Kota Depok telah memasuki tahap 6, yaitu pemantauan, pembimbingan, evaluasi dan pembinaan. Dalam rangka evaluasi dari pelaksanaan implementasi yang sudah dilakukan, maka Kota Depok melaksanakan pemutakhiran studi EHRA pada tahun 2015 ini. Hasil pemutakhiran studi EHRA dapat disimak bersama dalam laporan ini. Laporan ini kami susun dengan menyajikan data sanitasi berupa diagram dan tabel. Dengan penyajian berupa diagram dan tabel, kami berharap dapat lebih mudah untuk dipahami. Kami sebagai penanggungjawab, koordinator survei dan tim pemutakhiran studi EHRA dalam Kelompok Kerja Sanitasi Kota Depok pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam survei ini. Kami ucapkan terima kasih kepada kader PKK di 63 kelurahan, para sanitarian/pelaksana sanitasi Puskesmas se-Kota Depok, teman-teman di Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Depok, City Facilitator dan seluruh anggota Pokja Sanitasi Kota Depok. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembangunan sanitasi dan seluruh masyarakat di Kota Depok.
Depok, 18 Agustus 2015 Pokja Sanitasi Kota Depok Dinas Kesehatan Kota Depok
Dr. Noeramanti Lies K
Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Bab 1: 1.1 1.2 1.3
Pendahuluan Latar Belakang Tujuan dan Manfaat Waktu Pelaksanaan Studi EHRA
Bab 2: 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
Metodologi dan Langkah Studi EHRA Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota Penentuan Strata Desa/Kelurahan Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Traget Area Studi Penentuan RT dan responden di lokasi di Area Studi Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya
Bab 3: 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8
Hasil Studi EHRA Informasi responden Pengelolaan sampah rumah tangga Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir Pengelolaan air minum rumah tangga Perilaku higiene dan sanitasi Kejadian penyakit diare Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
Bab 4: 4.1 4.2 4.3
Penutup Kesimpulan Hambatan/Kendala Saran
Daftar Istilah Daftar Tabel Daftar Grafik Daftar Foto
RINGKASAN EKSEKUTIF (RE)
1. 2. 3. 4.
Menjadi isi/input Bab 3.1 Buku Putih Sanitasi (BPS), maksimal 2 halaman RE disusun setelah studi EHRA selesai dilakukan RE bukan merupakan ringkasan dari laporan EHRA, tetapi merupakan intisari hasil analisa studi EHRA Minimum informasi dalam RE a. Penjelasan umum tentang sampling dan Stratifikasi (bila tidak semua desa/kelurahan diambil sebagai Area Studi ) b. Hasil analisis mengenai Indeks Risiko yang mencakup 5 hal penting yaitu: Sumber air Persampahan Air limbah domestik Banjir/genangan Perilaku Hidup Bersih Sehat c. Prioritas berdasarkan permasalahan yang mendesak memberi arah pengembangan strategi
Hapus seluruh teks ini pada setelah Ringkasan Eksekutif selesai disusun
Contoh huruf: 11 pt Arial Narrow spasi single.
Bab 1:
Pendahuluan
Pemutakhiran studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi yang mendalami kondisi sanitasi dan perilaku yang berhubungan dengan sanitasi. Yang ingin diketahui dari pemutakhiran studi EHRA adalah mencakup akses dan kondisi sarana sanitasi yang telah ada, termasuk air bersih, jamban, air buangan, saluran pembuangan air dan jasa pengumpulan limbah padat. Pemutakhiran studi EHRA juga mengamati bagaimana perilaku rumah tangga dalam menggunakan fasilitas yang ada, dan mempelajari perilaku anggota rumah tangga dalam hubungannya dengan risiko kesehatan lingkungan. Perilaku hidup sehat yang dipelajari mencakup cuci tangan dengan sabun, penanganan kotoran anak, dan pengelolaan limbah padat di rumah tangga. Data pemutakhiran studi EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengevaluasi terhadap implementasi strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kota Depok sesuai dengan Strategi Sanitasi Kota Depok yang telah disusun pada tahun 2012. Selain itu, data ini pun dapat dimanfaatkan sebagai benchmark pencapaian pembangunan sanitasi ke depan, baik di tingkat kota sampai di tingkat kelurahan (indikatif).
Pelaksanaan pemutakhiran studi EHRA banyak melibatkan kelompok perempuan. Untuk pengumpulan data, kami melibatkan kader-kader PKK di tingkat kelurahan. Keterlibatan dengan kader dilakukan dengan sejumlah pertimbangan, yakni : 1). Kader-kader memiliki akses yang lebih leluasa untuk datang ke rumah-rumah dan diterima oleh RT/RW dan warga penghuni rumah. Pertimbangan ini terkait erat dengan karakteristik responden, yakni ibu-ibu dengan usia 18-65 tahun dan juga pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner yang banyak mengandung hal-hal, yang dalam norma masyarakat dinilai sangat privasi dan sensitif, seperti tempat dan perilaku buang air besar (BAB). 2). Kader umumnya memahami wilayah kelurahan sehingga mempermudah mencari rumah yang terpilih secara acak sebagai lokasi sampling. Perempuan atau ibu dipilih sebagai responden karena mereka adalah kelompok warga yang paling memahami kondisi lingkungan di rumahnya.
Dokumen ini adalah laporan pemutakhiran studi EHRA di Kota Depok yang kegiatan survey pengumpulan datanya dilakukan pada tanggal 18-21 Juni 2015 yang dilakukan oleh enumerator dari kader-kader PKK yang melibatkan sebanyak 126 orang dari 63 kelurahan se-Kota Depok. Pelaksanaan supervisi, spot check dan entry data dilakukan oleh sanitarian puskesmas sebanyak 35 orang. Wilayah pemutakhiran studi EHRA dilakukan di seluruh kelurahan di Kota Depok dengan jumlah responden sebesar 40 orang per kelurahan dengan menggunakan metodologi Proporsional Random Sampling. Dengan jumlah total responden sebesar 2.520 responden.
Bab 2 :
Metodologi dan Langkah Studi EHRA
Pemutakhiran studi EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni : 1). Wawancara (interview) dan 2). Pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah kader-kader PKK yang terpilih dan kemudian mengikuti pelatihan sebagai enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 15-16 Juni 2015. Tempat pelatihan di Gedung Pertemuan Diklat Wisma Hijau, Mekarsari, Depok. Materi pelatihan mencakup : pengenalan EHRA, pengorganisasian EHRA, dasar-dasar wawancara dan pengamatan, pemahaman tentang instrumen EHRA, latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator EHRA, simulasi dan praktek, teknik pelaporan dan pengumpulan data, penjelasan alur EHRA dan diskusi perbaikan instrumen.
Dengan ukuran populasi Kota Depok sebesar 1.898.567 jiwa, 11 kecamatan, 63 kelurahan, 883 RW, 4.990 RT dan 496.363 KK. (Sumber : BPS, Depok Dalam Angka, Tahun 2012). Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan Rumus Slovin, sbb :
Dimana :
n adalah jumlah sampel
N adalah jumlah populasi
d adalah prosentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5%.
Dengan menggunakan Rumus Slovin, kami melakukan perhitungan untuk sampel responden pemutakhiran studi EHRA di Kota Depok dengan Confidence Level (CL) atau tingkat kepercayaan sebesar 98% dan Confidence Interval (CI) atau tingkat kesalahan sebesar 2%, maka didapat ukuran sampel sebesar 2.487 rumah tangga. Sedangkan dalam pemutakhiran studi EHRA Kota Depok tahun 2015 ini ditetapkan sampel sebesar 2.520 rumah tangga, dengan demikian tingkat kepercayaan lebih dari 98%. Sampel sebesar 2.520 rumah tangga tersebut diambil secara merata di 11 kecamatan dan di 63 kelurahan. Yang menjadi primary sampling unit adalah rumah tangga. Di setiap kelurahan diambil secara random sebanyak 8 rukun tetangga, dengan jumlah responden sebesar 5 responden per rukun tetangga. Sehingga setiap kelurahan diambil sampel sebanyak 40 rumah tangga.
Rumah tangga ditarik secara random, untuk menentukan rumah tangga digunakan pilihan teknik random sistematik (urutan rumah) dengan menggunakan interval. Contoh : jumlah RT di Kelurahan Sawangan sebanyak 368 RT, jumlah RT yang akan diambil sebanyak 8 RT, maka intervalnya adalah jumlah RT di Kelurahan Sawangan (368 RT) dibagi dengan jumlah RT yang akan diambil (8 RT) = 368 : 8 = 46. Maka enumerator bersama supervisor membuat daftaran secara urut RW dan RT dari no 1-368, lalu mengambil 1 lokasi sebagai titik awal (RT pertama). Kemudian menghitung secara urut dengan interval 46 untuk RT kedua dan seterusnya hingga diperoleh 8 lokasi RT. Setelah 8 sasaran RT diperoleh, maka tentukan lokasi sasaran rumah tangga yang akan menjadi responden. Contoh : pada RT pertama terpilih adalah RT 001 RW 01, dengan jumlah rumah tangga di RT 001 RW 01 sebanyak 60 rumah, maka intervalnya adalah 60 : 5 = 12. Sesuai kesepakatan, titik awal dimulainya survei adalah dari rumah kepala RT. Yang kemudian dilanjutkan dengan melompat 12 rumah dari rumah sebelumnya untuk memperoleh sasaran responden selanjutnya, demikian seterusnya dilakukan hingga diperoleh 5 lokasi responden pada tiap RT. Yang menjadi unit analisis dalam pemutakhiran studi EHRA adalah rumah tangga. Sementara, yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam pemutakhiran studi EHRA didefinisikan sebagai perempuan berusia 18-65 tahun yang telah atau pernah menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan oleh status ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih ibu, maka usia menjadi penentunya. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk diselesaikan dalam waktu sekitar 3045 menit. Panduan sudah diujicoba di sebuah lokasi riset di Jakarta Pusat tahun 2006 lalu dan diuji kembali dalam hari ke-2 pelatihan enumerator. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh kader sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar. Pekerjaan entry data dikoordinir oleh Tim pemutakhiran studi EHRA Dinas Kesehatan sebagai anggota Pokja Sanitasi dengan mengerahkan tim koordinator entry data dan Sanitarian Puskesmas Kecamatan. Sebelum melakukan entry data, tim entry data terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat entry data yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kota Depok. Selama pelatihan itu, tim entry data dikenalkan pada perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi. Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check ini dilakukan oleh supervisor yang secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap entry data. Hasil entry di-re-check kembali oleh tim Pokja Sanitasi. Sejumlah 5% entry kuesioner diperiksa kembali.
Untuk mengorganisir pemutakhiran studi EHRA, dibentuk panitia ad-hoc yang intinya terdiri dari Dinas Kesehatan sebagai Penanggungjawab pemutakhiran studi EHRA, Koordinator pemutakhiran studi EHRA, Koordinator entry data, dan anggota Pokja Sanitasi yang lain. Sebagai ujung tombak, direkrut enumerator yang berasal dari kaderkader PKK dari semua kelurahan di Kota Depok dan supervisor berasal dari Sanitarian Puskesmas di seluruh Kota Depok.
2.1
Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kota
Dalam menentukan banyaknya jumlah sampel yang diambil dalam studi pemutakhiran EHRA ini, kebijakan Pokja Sanitasi Kota Depok memberikan dana yang cukup untuk melakukan pengambilan sampel di seluruh kelurahan di Kota Depok. Oleh karena itu kami melaksanakan sampling di seluruh kelurahan tanpa melakukan klasifikasi maupun stratifikasi wilayah. Sehingga diharapkan sampel yang diambil benar-benar mampu memiliki validasi yang tinggi mewakili setiap wilayah dan kondisi di Kota Depok.
Dalam menentukan jumlah sampling, kami menghitung secara statistik dengan mengacu pada rumus Slovin dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 98% dan tingkat kesalahan sebesar 2%. Dengan populasi sebesar 496.363 KK sehingga diperoleh nilai sampling sebesar 2.487 responden, dan kami melaksanakan sampling responden sebesar 2.520 responden. Dengan perhitungan 40 responden per kelurahan yang dilakukan pada 63 kelurahan se-Kota Depok.
2.2
Penentuan Jumlah Kelurahan Target Area Studi
Wilayah target area studi pemutakhiran EHRA di Kota Depok adalah seluruh kecamatan yang berjumlah 11 kecamatan dan seluruh kelurahan yang berjumlah 63 kelurahan. Penentuan banyaknya jumlah sampling di tiap kelurahan adalah sebanyak 40 responden. Dengan ketentuan 5 responden tiap wilayah Rukun Tetangga, kemudian memilih berdasarkan interval untuk memperoleh lokasi sampling selanjutnya.
2.3
Penentuan RT dan Responden di Area Studi
Dalam menentukan lokasi responden yang akan diwawancara dan diamati adalah sebagai berikut : 1. Susun RW dan RT secara berurutan mulai dari RW 01 dan RT 001 hingga RW terakhir dan RT terakhir yang ada di kelurahan tersebut. 2. Misal : jumlah RT di kelurahan ada 368 RT, jumlah RT yang akan diambil ada 8 RT, maka intervalnya adalah 368 : 8 = 46. 3. Lalu ambil acak 1 angka untuk menentukan lokasi RT pertama, setelah itu buat lompatan 46 dari lokasi RT pertama, demikian seterusnya hingga diperoleh 8 lokasi RT.
4. Setelah menemukan 8 lokasi RT, maka langkah selanjutnya adalah menentukan 5 lokasi responden dari tiap-tiap RT. 5. Misal lokasi RT pertama adalah RT 001 RW 01 dengan jumlah 60 rumah tangga, maka intervalnya adalah 60 : 5 = 12. 6. Kami sepakat bahwa titik mulai sampling adalah di rumah RT, setelah itu buat lompatan 12 dari lokasi rumah pertama, demikian sterusnya hingga diperoleh 5 lokasi rumah tangga (responden).
2.4
Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya
Enumerator dalam studi pemutakhiran EHRA adalah ibu-ibu kader PKK yang berdomisili di wilayah kelurahannya serta ditunjuk oleh petugas sanitarian puskesmas dan memperoleh mandat dari kelurahan untuk menjadi enumerator. Jumlah enumerator tiap kelurahan sebanyak 2 orang. Hal yang mendasar dalam menentukan enumerator adalah : 1). Enumerator terpilih ibu-ibu karena dalam studi pemutakhiran EHRA yang menjadi sasaran/responden adalah ibu-ibu dan dalam pertanyaan studi pemutakhiran EHRA banyak terdapat hal-hal yang bersifat privasi dan sensitif. 2). Enumerator terpilih dari kader PKK karena mereka memiliki kedekatan secara sosiografi di wilayah mereka tinggal. Sehingga lebih memudahkan dalam melaksanakan pengumpulan data melalui kuesioner studi pemutakhiran EHRA.
Supervisor dalam studi pemutakhiran EHRA adalah petugas sanitarian PKM yang memiliki wilayah kerja di Kota Depok. Jumlah supervisor dalam studi pemutakhiran EHRA sebanyak 35 orang. Mereka melaksanakan supervisi pada saat pelaksanaan survei yang dilakukan oleh enumerator dan melaksanakan spot check untuk mengetahui kebenaran sampling responden yang dilakukan oleh enumerator.
Baik enumerator dan supervisor, mereka memperoleh pelatihan serta logistik sebelum mereka melaksanakan tugas di wilayahnya masing-masing.
Bab 3 : 3.1
Hasil Studi EHRA
Informasi Responden
Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografis dan hal-hal yang terkait dengan status rumah di Kota Depok. Variabel-variabel yang dimaksud mencakup usia responden, status rumah responden, pendidikan terakhir, dan kepemilikan anak. Variabel-variabel sosio-demografis perlu dipelajari karena keterkaitannya cukup erat dengan masalah sanitasi. Variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi. Secara mendasar, perbedaan-perbedaan karakteristik ini akan menuntut pendekatan program yang berbeda. Variabel yang terkait dengan pendidikan terakhir responden juga sangat penting. Hal ini berkaitan dengan pola pikir dan kecepatan transformasi informasi-informasi sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung mempunyai pola pikir yang terbuka dan mudah menerima hal-hal baru serta memiliki kecepatan yang baik dalam menerima informasi-informasi terkait dengan sanitasi dan prilaku hidup bersih sehat. Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam pemutakhiran studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18–65 tahun. Batas usia, khususnya batas-atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian kader sebagai enumerator banyak menentukan. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (65 tahun), namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 65 tahun, namun bila performa komunikasinya kurang memadai, maka itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden.
Diagram 1 : Jumlah responden tiap kecamatan N = 2.513
Diagram di atas menggambarkan jumlah responden yang merata di 11 kecamatan yang ada di Kota Depok. Rentang jumlah responden terkecil 159 responden dan terbesar 280 responden. Responden terbesar 280 terdapat di Kecamatan Bojongsari. Besar kecilnya jumlah responden ini terkait dengan jumlah kelurahan pada kecamatan yang bersangkutan. Diagram 2 : Kelompok umur responden N = 2.513
Diagram 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berumur 41-45 tahun sebesar 18,94%. Dan responden terkecil berumur <20 tahun sebesar 0,40%.
Diagram 3 : Status kepemilikan rumah N = 2.509
Diagram 3 memperlihatkan bahwa sebagian besar atau 83,82% responden menempati rumah dengan status kepemilikan rumah milik sendiri. Disusul kemudian 7,05% responden yang menempati rumah dengan status rumah milik orang tua. Sementara itu responden yang menempati rumah kontrakan menempati urutan ke tiga atau 5,30%.
Diagram 4 : Pendidikan terakhir responden N = 2.510
Diagram 4 memperlihatkan bahwa pendidikan terakhir responden terbesar adalah SMA sebesar 30,32% disusul kemudian berpendidikan SD sebesar 22,03%, baru kemudian SMP sebesar 21,27%. Yang menarik bahwa responden yang berpendidikan universitas/akademi cukup besar yaitu 13,51%. Bila digabung, responden yang berpendidikan terakhir SMA sampai universitas/akademi sebesar 52,63%. Ini menunjukkan bahwa responden berpendidikan cukup tinggi.
Diagram 5 : Kepemilikan Anak N = 2.484
Diagram 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar yaitu 92,43% responden memiliki anak. Sedangkan yang tidak mempunyai anak hanya 7,57%. Jumlah anak dalam kelompok umur dan jenis kelaminnya diperlihatkan dalam tabel berikut.
3.2
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Perubahan paradigma pengelolaan sampah dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pada tanggal 7 Mei 2008. Pola pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang dilakukan dengan metode kumpul, angkut dan buang tidak diperkenankan lagi untuk dilakukan dengan dikeluarkannya undang-undang ini. Mekanisme pengelolaan sampah selanjutnya harus dilakukan dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu pengurangan sampah dan penanganan sampah. Kegiatan penanganan sampah dilakukan dengan metode pilah, kumpul, angkut, olah dan pemrosesan akhir di TPA.
Penanganan sampah mutlak dilakukan dengan ramah lingkungan sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 ini. Langkah pertama yang dilakukan dalam penanganan sampah adalah pemilahan sampah sesuai dengan kategorinya. Hal ini diupayakan melalui penempatan bak sampah terpilah yaitu organik, anorganik dan B-3 rumah tangga. Langkah kedua adalah pengumpulan sampah dari setiap rumah tangga yang sudah terpilah-pilah tersebut untuk selanjutnya diangkut yang merupakan langkah ketiga. Pengangkutan secara terpilah pun mutlak diperlukan berdasarkan undang-undang ini. Langkah keempat adalah pengolahan sampah baik pada sumber maupun di TPA. Pengolahan secara sederhana dapat dilakukan dengan pengkomposan sampah organik sejak dari sumber/rumah tangga. Pengkomposan secara besar dilakukan di TPA dengan penyediaan mesin-mesin pengolah yang memadai. Pengolahan sampah anorganik sampai saat ini masih dilakukan secara mandiri oleh masyarakat melalui pemulung dan pelapak. Langkah terakhir adalah pemrosesan akhir sampah di TPA, hal ini haruslah dilakukan secara ramah lingkungan.
Paradigma penanganan sampah yang baru ini mutlak memerlukan peran serta secara aktif dari masyarakat, hal ini dikarenakan adanya proses pemilahan sampah sejak dari sumbernya. Tanpa didukung oleh kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk memilah sampah mustahil dapat dilakukan pengelolaan sampah yang benar. Selain masyarakat umum yang harus berperan aktif, seharusnya pihak penghasil sampah dari produsen harus ikut bertanggung jawab. Perusahaanperusahaan makanan hampir semua membungkus produksi makanannya dengan plastik. Pada akhirnya plastik akan menjadi sampah. Bila komsumen saja yang bertanggung jawab maka tidak memenuhi rasa keadilan. Karena produsen menikmati keuntungan ekonomi, tetapi masyarakat konsumen dan pemerintah selalu sibuk mengurusi sampah yang tidak pernah ada habisnya. Solusinya harus ada peraturan yang mewajibkan para produsen bertanggung jawab terhadap wadah produksinya atau mengganti wadah dengan bahan selain plastik. Aspek-aspek pengelolaan sampah yang dikaji dalam pemutakhiran studi EHRA kali ini meliputi : 1.
Kondisi sampah di lingkungan rumah
2.
Pengelolaan sampah rumah tangga
3.
Perlakuan barang bekas layak pakai
4.
Pemilahan/pemisahan sampah di rumah sebelum dibuang
5.
Jenis sampah yang dipilah sebelum dibuang
6.
Daur ulang sampah
7.
Frekuensi petugas mengangkut sampah dari rumah
8.
Ketepatan waktu pengangkutan sampah
9.
Pembiayaan layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah
10.
Pihak penerima pembayaran layanan sampah, dan
11.
Jumlah biaya iuran layanan sampah per bulan
Kuesioner mengenai kondisi sampah di lingkungan rumah terdapat 9 pilihan jawaban, yaitu; 1.) Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan, 2.) Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah, 3.) Banyak tikus berkeliaran, 4.) Banyak
nyamuk, 5.) Banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah, 6.) Bau busuk yang mengganggu, 7.) Menyumbat saluran drainase, 8.) Ada anak-anak yang bermain disekitarnya dan 9.) Lainnya. Kuesioner mengenai pengelolaan sampah rumah tangga terdapat 10 pilihan jawaban, yaitu; 1.) Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang, 2.) Dikumpulkan dan dibuang ke TPS, 3.) Dibakar, 4.) Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah, 5.) Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah, 6.) Dibuang ke sungai/laut/danau, 7.) Dibiarkan saja sampai membusuk, 8.) Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk, 9.) Lainnya, sebutkan, 10.) Tidak tahu. Jawaban 1 dan 2 mengindikasikan pengelolaan sampah yang cukup baik dan memiliki risiko kesehatan yang rendah dibandingkan dengan jawaban 3 sampai 8. Pilihan jawaban 1 berkaitan dengan dengan aspek 7 sampai dengan 11, yaitu; frekuensi petugas mengangkut sampah, ketepatan waktu pengangkutan sampah, pembiayaan layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah, pihak penerima pembayaran layanan sampah dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Frekuensi dan ketepatan waktu pengangkutan sampah berkaitan dengan risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh sampah dan juga menyangkut ukuran kinerja lembaga pengelola layanan sampah. Pihak penerima pembayaran layanan sampah perlu dikaji untuk mengetahui pengelolaan sampah telah dikelola oleh pihak yang berwenang atau tidak. Sebab bila pihak penerima pembiayaan pengangkutan sampah ini diterima oleh perseorangan belum tentu dikelola dengan benar. Bisa jadi hanya dipindahkan ke tempat lain yang tidak mengurangi masalah sampah tetapi tetap menimbulkan masalah di tempat pembuangannya. Kemudian yang tak kalah penting untuk dikaji adalah tentang pemilahan/pemisahan sampah di rumah sebelum dibuang. Dalam kuesionernya ada 2 pilhan jawaban, yaitu; 1.) Ya dan 2.) Tidak. Jawaban 1 adalah indikasi yang baik, artinya kesadaran untuk mengelola sampah rumah tangga dengan baik sudah tumbuh. Aspek pemilahan/pemisahan sampah ini berkaitan dengan aspek lainnya yaitu; jenis sampah yang dipilah sebelum dibuang, dan daur ulang sampah. Enumerator dalam kegiatan pemutakhiran studi EHRA di wajibkan untuk mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga secara mendetail data yang di peroleh dari cara utama membuang sampah rumah tangga. Hasil kajian pemutakhiran studi EHRA mengenai pengelolaan sampah di Kota Depok tampak dalam diagram atau tabel berikut ;
Tabel 1 : Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah Jawaban Responden
Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah Ya
%
Tidak
%
Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan
326
13.50
2088
86.50
Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah
214
8.91
2188
91.09
Banyak tikus berkeliaran
516
21.46
1889
78.54
Banyak nyamuk
727
29.66
1724
70.34
Banyak kucing dan anjingmendatangi tumpukan sampah
139
5.80
2258
94.20
Bau busuk yang menggangu
50
2.09
2344
97.91
Menyumbat saluran drainase
68
2.84
2329
97.16
Ada anak-anak yang bermain di sekitarnya
213
8.89
2184
91.11
Lainnya, sebutkan
658
27.11
1769
72.89
Tablel 1 di atas memperlihatkan kondisi sampah di lingkungan rumah yang dialami oleh responden. Yang mengalami kondisi sampahnya banyak nyamuk sebesar 29,66%, banyak tikus berkeliaran sebesar 21,46% dan banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan sebesar 13,50%. Diagram 6 : Pengelolaan Sampah Rumah Tangga N = 2.504
Diagram 6 di atas memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Depok masih belum begitu baik. Cara pengelolaan yang terbesar adalah dengan dikumpulkan dan dibuang ke TPS yaitu 55,51%. Dan pengelolaan yang buruk yaitu dengan cara dibakar sebesar 29,51%. Sementara itu cara pengelolaan yang cukup baik yaitu dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang sebesar 6,91%. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa sampah masih merupakan potensi yang menimbulkan risiko kesehatan yang tinggi di Kota Depok.
Bila kita lihat cara pengelolaan sampah pada setiap kecamatan diperlihatkan dalam tabel pada halaman selanjutnya.
Tidak tahu
21 169 39 8.86 71.31 16.46
1 0.42
0 0.00
4 1.69
0 0.00
2 0.84
1 0.42
0 0.00
237
39 99 127 13.93 35.36 45.36
2 0.71
3 1.07
0 0.00
0 0.00
8 2.86
2 0.71
0 0.00
280
CILODONG
5 101 72 2.50 50.50 36.00
1 0.50
0 0.00
0 0.00
0 0.00
11 5.50
10 5.00
0 0.00
200
CIMANGGIS
9 200 3.75 83.33
22 9.17
0 0.00
3 1.25
2 0.83
0 0.00
4 1.67
0 0.00
0 0.00
240
21 82 13.46 52.56
9 5.77
0 0.00
2 1.28
0 0.00
0 0.00
5 37 3.21 23.72
0 0.00
156
CIPAYUNG
8 142 34 4.02 71.36 17.09
1 0.50
5 2.51
1 0.50
1 0.50
1 0.50
0 0.00
6 3.02
199
LIMO
10 93 48 6.25 58.13 30.00
1 0.63
0 0.00
0 0.00
0 0.00
8 5.00
0 0.00
0 0.00
160
PANC MAS
21 169 41 8.79 70.71 17.15
4 1.67
0 0.00
2 0.84
0 0.00
1 0.42
1 0.42
0 0.00
239
SAWANGAN
21 67 161 7.55 24.10 57.91
1 0.36
18 6.47
0 0.00
0 0.00
4 1.44
6 2.16
0 0.00
278
SUKMAJAYA
14 161 41 5.88 67.65 17.23
4 1.68
2 0.84
4 1.68
0 0.00
5 2.10
5 2.10
2 0.84
238
TAPOS
4 107 145 1.44 38.63 52.35
0 0.00
1 0.36
8 2.89
0 0.00
9 3.25
3 1.08
0 0.00
277
15
34
21
1
58
65
BEJI BOJONGSARI
CINERE
Total
173
1390
Dibakar
Lain-lain, sebutkan
Dibiarkan saja sampai membusuk Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutandan dibiarkan membusuk
Dibuang ke sungai/kali/laut/danau
Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah Dibuang ke dalam lubangtetapi tidakditutup dengan tanah
Dikumpulkan dandibuangke TPS
Dikumpulkan olehkolektorinformal yang mendaur ulang
Tabel 2 : Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Per Kecamatan
739
Total
8 2504
Tabel 2 memperlihatkan kepada kita cara pengelolaan sampah ditingkat kecamatan-kecamatan. Kecamatan yang mengelola sampah dengan cara dibakar yang tertinggi adalah Kecamatan Sawangan sebesar 57,91%, Kecamatan Tapos sebesar 52,35%, Kecamatan Bojongsari sebesar 45,36%, dan Kecamatan Cilodong sebesar 36,00%. Hal ini barangkali ada kaitannya dengan tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah sehingga ada ruang untuk melakukan pembakaran sampah. Kemudian kecamatan yang masyarakatnya membuang sampah ke sungai/kali/danau dengan prosentase cukup tinggi yaitu Kecamatan Tapos sebesar 2,89%, Kecamatan Beji sebesar 1,69% dan Kecamatan Sukmajaya sebesar 1,68%. Hal ini berkaitan dengan adanya aliran sungai yang melintasi pemukiman di wilayah tersebut. Kemudian prosentase yang cukup tinggi pengelolaan sampah dengan cara dibuang di lahan kosong yaitu di Kecamatan Cilodong sebesar 5,50% dan Kecamatan Limo sebesar 5,00%. Demikianlah potret pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Depok berdasarkan pemutakhiran studi EHRA.
Diagram 7 : Pemilahan Sampah N = 1.740
Diagram 7 memperlihatkan bahwa sebagian besar warga Kota Depok belum melakukan pemilahan sampah organik dan non organik, plastik, kertas, logam dan lain-lain yaitu sebesar 67,47%. Yang sampah hanya sebesar 32,53%. Kita akan melihat potret pemilahan sampah ini pada setiap kecamatan sebagai berikut;
Tabel 3 : Pemilahan Sampah di Rumah Tangga Sebelum Dibuang Kecamatan BEJI BOJONGSARI CILODONG CIMANGGIS CINERE CIPAYUNG LIMO PANCORAN MAS SAWANGAN SUKMAJAYA TAPOS Total
Ya 37 72 33 58 44 27 29 50 40 64 112 566
Jawaban Responden % Tidak 19.58 152 48.65 76 28.95 81 27.75 151 30.77 99 17.20 130 28.16 74 26.18 141 43.01 53 35.36 117 52.83 100 32.53 1174
% 80.42 51.35 71.05 72.25 69.23 82.80 71.84 73.82 56.99 64.64 47.17 67.47
Total 189 148 114 209 143 157 103 191 93 181 212 1740
Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa prosentase terbesar kecamatan yang tidak melakukan pemilahan sampah di rumah sebelum dibuang adalah Kecamatan Cipayung sebesar 82,80%, kemudian Kecamatan Beji sebesar 80,42%. Sementara itu prosentase terbesar kecamatan yang selalu melakukan pemilahan sampah adalah Kecamatan Tapos sebesar 52,83%, kemudian Kecamatan Bojongsari sebesar 48,65%.
Tabel 3 : Jenis Sampah Yang Dipilah Jenis Sampah Yang Dipilah
Ya
%
Tidak
%
Total
Sampah organik/sampah basah
305
58.77
214
41.23
519
Plastik
452
80.71
108
19.29
560
Gelas atau kaca
346
62.79
205
37.21
551
Kertas
346
62.91
204
37.09
550
Besi/logam
280
50.09
279
49.91
559
Lainnya
42
8.28
465
91.72
507
Tidak tahu
6
1.19
498
98.81
504
Berdasarkan tabel 3 di atas, dari total responden yang menjawab pertanyaan terkait pemilahan sampah sebesar 1.740 dengan total yang melakukan pemilahan 32,53% atau 566 responden, prosentase terbesar jenis sampah yang dipilah adalah jenis plastik sebesar 80,71% dan jenis kertas sebesar 62,91%. Disusul kemudian jenis gelas/kaca sebesar 62,79%, dan sampah organik sebesar 58,77%.
Diagram 8 : Frekuensi Petugas Mengangkut Sampah Dari Rumah N = 1.713
Terkait dengan penerima layanan pengangkutan sampah, diagram 8 menunjukkan prosentase frekuensi pengangkutan sampah dari rumah. Yang menyatakan sampah diangkut tiap hari sebesar 18,91%, diangkut beberapa kali dalam seminggu 60,30%, sekali dalam seminggu 8,23%. Standar minimum dalam indikator global tentang layanan angkutan sampah rumah tangga adalah seminggu sekali. Rumah tangga yang telah menerima layanan pengangkutan sampah sebetulnya telah cukup mendapatkan pelayanan yang memadai, karena frekuensi pengangkutan paling besar proporsinya adalah menerima pengangkutan beberapa kali dalam seminggu. Sementara itu responden yang menyatakan tidak tahu mengindikasikan belum mendapatkan layanan pengangkutan sampah. Diagram 9 : Ketepatan Waktu Sampah Diangkut N = 1.584
Penilaian terhadap rumah tangga yang menerima pelayanan pengangkutan sampah dalam satu bulan terakhir terlihat dalam diagram 9 di atas. Bahwa sebagian besar yaitu 84,03% menilai tidak tepat waktu, 13,70% menyatakan sering terlambat dan selebihnya menyatakan tidak tahu. Diagram 10 : Pembiayaan Layanan Sampah Kepada Tukang Sampah N = 1.592
Diagram 10 di atas menyatakan bahwa 96,86% layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah dibayar. Sementara 3,14% menyatakan layanan pengangkutan sampah tidak dibayar. Kepada siapakah biaya pengangkutan sampah ini dibayarkan? Jawabannya akan terlihat dalam tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 : Pihak Penerima Layanan Pengangkutan Sampah Kepada Siapa Membayar Layanan Sampah
%
Pemungut uang sampah dari RT
908
58.66
Pemungut uang sampah dari desa/Kelurahan
26
1.68
Pemungut uang sampah dari perusahaan swasta/KSM
569
36.76
Tidak tahu
45
2.91
1548
100.00
Total
Tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa para pihak yang menerima pembayaran layanan pengangkutan sampah adalah pihak Rukun Tetangga (RT) sebesar 58,66%, pihak kelurahan sebesar 1,68%, dan pihak perusahaan sebesar 36,76%. Sedangkan yang memberikan jawaban tidak tahu masih tanda tanya, apakah tidak tahu pihak mana yang menerima pembayaran atau karena memang tidak ada layanan pengangkutan sampah.
3.3
Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja
Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu faktor risiko bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak aman bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum.
Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya. Untuk tempat pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, pemutakhiran studi EHRA menyediakan pilihan jawaban sebanyak 9, yaitu; jamban pribadi, MCK/WC umum, WC helikopter di empang/kolam, sungai/pantai/laut, kebun/pekarangan rumah, selokan/parit/got, lubang galian, lainnya dan tidak tahu. Sedangkan jenis jamban, pemutakhiran studi EHRA membaginya ke dalam 5 (lima) kategori besar, yakni; kolset jongkok leher angsa, kloset duduk leher angsa, plengsengan, cemplung dan tidak punya kloset. Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup tangki septik, pipa sewer, cubluk/lubang tanah,
langsung ke saluran drainase, sungai/danau/pantai, kolam/sawah, kebun/tanah
lapang, tidak tahu dan lainnya. Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal, yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, pemutakhiran studi EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain; Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?, Kapan tangki septik dikosongkan?, dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Lebih jauh tentang kondisi jamban, pemutakhiran studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/WC yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh enumerator, misalnya; ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau gayung, dan handuk. Enumerator pemutakhiran studi EHRA juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada tinja menempel atau tidak? Selain itu, enumerator juga mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau sekitarnya.
Terakhir, bab ini pun memaparkan informasi tentang kebiasaan membuang tinja/pampers, air bekas cebokan, tisu bekas cebokan anak untuk anak usia 0-5 tahun. Hal ini penting karena semua hal tersebut juga menyangkut limbah. Hasil studi EHRA tentang pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, dan lumpur tinja adalah sebagai berikut. Diagram 11 : Tempat Buang Air Besar Orang Dewasa
Berdasarkan diagram 11 di atas, kita dapat mengetahui bahwa kepemilikan jamban pribadi di Kota Depok sudah cukup baik, 98,76% telah membuang limbah tinja manusia di jamban pribadi. Namun demikian masih juga terdapat warga Kota Depok yang membuangnya pada WC helikopter di atas empang/kolam, ke sungai, ke kebun, ke selokan/parit/got, juga ke lubang galian, meskipun prosentasenya cukup kecil. Ini artinya bahwa Kota Depok belum terbebas dari kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS). Hal ini sejalan dengan hasil pendataan yang dilakukan oleh Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan mengenai warga yang buang air besar sembarangan.
PAN MAS SAWANGAN SUKMAJAYA TAPOS Total
Tidak tahu
LIMO
Lainnya
CIPAYUNG
Ke lubang galian
CINERE
Ke selokan/parit/got
CIMANGGIS
Ke kebun/pekarangan rumah
CILODONG
Ke sungai/pantai/laut
BOJONGSARI
Ke WC “helikopter” di empang/ kolam
BEJI
MCK/WC Umum
Kecamatan
Jamban pribadi
Tabel 5 : Tempat Buang Air Besar Orang Dewasa Per Kecamatan
239
0
0
0
0
0
0
0
0
100.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
273
1
7
0
0
0
0
1
0
96.81
0.35
2.48
0.00
0.00
0.00
0.00
0.35
0.00
199
0
0
0
0
0
0
0
0
100.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
237
1
0
0
0
0
0
1
0
99.16
0.42
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.42
0.00
157
3
0
1
1
1
0
0
0
96.32
1.84
0.00
0.61
0.61
0.61
0.00
0.00
0.00
194
1
2
1
0
0
0
0
2
97.00
0.50
1.00
0.50
0.00
0.00
0.00
0.00
1.00
159
15
0
1
0
0
0
0
0
90.86
8.57
0.00
0.57
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
237
0
0
1
0
0
0
0
0
99.58
0.00
0.00
0.42
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
269
2
11
0
0
0
0
1
0
95.05
0.71
3.89
0.00
0.00
0.00
0.00
0.35
0.00
238
2
5
1
1
0
1
1
1
95.20
0.80
2.00
0.40
0.40
0.00
0.40
0.40
0.40
277
3
0
0
0
0
0
0
0
98.93
1.07
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2479
28
25
5
2
1
1
4
3
97.29
1.10
0.98
0.20
0.08
0.04
0.04
0.16
0.12
Berdasarkan tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa Kecamatan Beji, Cilodong dan Tapos telah bebas buang air besar sembarangan, sebab penggunaan jamban pribadi dan MCK umum mencapai 100%. Sedangkan 8 kecamatan yang lainya masih belum bebas buang air besar sembarangan. Kecamatan yang warganya tertinggi prosentasenya membuang limbah tinja manusia di WC helikopter adalah Kecamatan Sawangan sebesar 3,89%. Kemudian kecamatan yang prosentase warganya buang limbah tinja ke sungai adalah Kecamatan Cinere sebesar 0,61%.
Dalam pemutakhiran studi EHRA juga menelaah tentang pengamatan atau pengalaman responden terhadap orang di sekitarnya, diluar anggota keluarganya yang masih buang air besar di tempat terbuka. Hasil studinya seperti tampak dalam tabel di bawah ini. Tabel 6 : Orang di Luar Anggota Keluarga Yang Buang Air Besar di Ruang Terbuka
Anak laki-laki umur 5 – 12 tahun Anak perempuan umur 5 – 12 tahun Remaja laki-laki Remaja perempuan Laki-laki dewasa Perempuan dewasa Laki-laki tua Perempuan tua Masih ada tapi tidak tahu/jelas siapa Lainnya Tidak ada
Ya 14 8 7 7 16 15 10 12 18 13 1675
Jawaban Responden % Tidak 0.58 2393 0.33 2384 0.29 2385 0.29 2385 0.67 2376 0.63 2377 0.42 2382 0.50 2380 0.75 2374 0.54 2378 67.16 819
% 99.42 99.67 99.71 99.71 99.33 99.37 99.58 99.50 99.25 99.46 32.84
Menurut tabel 6 di atas, masih ditemukan orang di luar anggota keluarganya yang memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan di ruang terbuka. Walaupun prosentasenya cukup kecil dikisaran 0,29 – 0,75%. Dalam tabel di atas responden juga menjawab ada sekitar 0,75% yang BAB sembarangan tapi dengan kriteria umur yang tidak jelas. Kemudian juga ada prosentase yang cukup tinggi yaitu 0,54% dengan menjawab lainnya yang berarti diluar kriteria umur yang disediakan dalam kuesioner. Kemudian tentang jenis kloset yang dipakai warga Kota Depok, studi EHRA mendapatkan data sebagai berikut. Diagram 12 : Jenis Kloset Yang Dipakai N = 2.486
Diagram 12 di atas menjelaskan kepada kita bahwa sebagian besar warga Kota Depok menggunakan jenis kloset jongkok leher angsa yang mencapai 82,62%. Namun demikian ada juga yang menggunakan kloset duduk leher angsa sebesar 16,73%. Sedangkan jenis kloset plengsengan dan cemplung masing-masing sebesar 0,32% dan 0,08%. Warga yang membuang limbah tinja dengan menggunakan kloset belum tentu buangan akhirnya adalah tangki septik yang aman. Pemutakhiran studi EHRA juga melakukan kajian mengenai buangan akhir tinja warga. Hasilnya sebagaimana digambarkan dalam diagram berikut. Diagram 13 : Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja N = 2.455
Diagram 13 di atas menunjukkan kepada kita bahwa tidak semua tinja dari kloset disalurkan ke tangki septik, hanya sebesar 92,71% yang menyalurkannya ke tangki septik. Selebihnya ada yang menyalurkan ke sungai/danau sebesar 2,36%, ke kolam/sawah sebesar 2,16%, langsung ke drainase 0,73%, ke pipa sewer sebesar 0,69% dan ke cubluk/lubang tanah sebesar 0,61%. Sekarang mari kita lihat tempat penyaluran buangan akhir tinja ini per kecamatan, untuk mengetahui kecamatan mana yang penyaluran buangan akhir tinjanya kurang baik.
LIMO PAN MAS SAWANGAN SUKMAJAYA TAPOS Total
Tidak tahu
CIPAYUNG
Kebun/tanah lapang
CINERE
Kolam/sawah
CIMANGGIS
Sungai/danau
CILODONG
Langsung ke Drainase
BOJONGSARI
Cubluk/Lubang Tanah
BEJI
Pipa Sewer
Kecamatan
Tangki Septik
Tabel 7 : Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja Per Kecamatan
236 98.74 223 87.45 188 94.00 234 98.32 151 96.79 174 89.23 148 93.67 228 96.61 223 83.21 206 88.79 265 95.32 2276 92.71
1 0.42 2 0.78 1 0.50 1 0.42 1 0.64 2 1.03 1 0.63 0 0.00 5 1.87 3 1.29 0 0.00 17 0.69
0 0.00 5 1.96 2 1.00 0 0.00 0 0.00 1 0.51 0 0.00 0 0.00 5 1.87 0 0.00 2 0.72 15 0.61
1 0.42 0 0.00 0 0.00 2 0.84 0 0.00 3 1.54 0 0.00 0 0.00 9 3.36 2 0.86 1 0.36 18 0.73
1 0.42 3 1.18 1 0.50 0 0.00 1 0.64 10 5.13 3 1.90 4 1.69 5 1.87 21 9.05 9 3.24 58 2.36
0 0.00 19 7.45 2 1.00 1 0.42 0 0.00 2 1.03 5 3.16 3 1.27 21 7.84 0 0.00 0 0.00 53 2.16
0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 0.36 1 0.04
0 0.00 3 1.18 6 3.00 0 0.00 3 1.92 3 1.54 1 0.63 1 0.42 0 0.00 0 0.00 0 0.00 17 0.69
Total
239 255 200 238 156 195 158 236 268 232 278 2455
Berdasarkan tabel 7 di atas kita ketahui bahwa Kecamatan Sawangan adalah kecamatan yang memiliki prosentase buangan akhir tinja ke tangki septik yang terkecil dibanding kecamatan-kecamatan lannya yaitu sebesar 83,21%, kemudian Kecamatan Bojongsari sebesar 87,45% dan Kecamatan Sukmajaya sebesar 88,79%. Tiga kecamatan ini juga penyumbang terbesar prosentase pembuangan akhir tinja ke kolam/sawah yaitu Kecamatan Sawangan 7,84%, Kecamatan Bojongsari 7,45% dan Kecamatan Limo sebesar 3,16%. Mengenai tangki septik tempat pembuangan akhir tinja yang aman, pemutakhiran studi EHRA juga memperdalam dengan mengkajinya dari sisi lama pembuatannya. Hal ini terkait dengan kajian berikutnya tentang pengosongan tangki septik. Sebab makin lama tangki septik dibangun bila tidak ada pengosongan itu penanda bahwa yang
sebenarnya tangki tersebut tidak septik. Berarti juga berpotensi mencemari air tanah. Hasil kajian pemutakhiran studi EHRA terkait lama tangki septik dibangun disajikan dalam diagram berikut. Diagram 14 : Lama Tangki Septik Dibuat N = 2.288
Diagram 14 menunjukkan bahwa prosentase terbesar tangki septik warga Kota Depok sudah dibangun lebih dari 10 tahun yang lalu saat pemutakhiran studi EHRA dilaksanakan mencapai 47,38%. Kemudian 24,39% menyatakan dibangun lebih dari 5-10 tahun yang lalu.
CIMANGGIS CINERE
Tidak tahu
CILODONG
Lebih dari 10 tahun yang lalu
BOJONGSARI
Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
BEJI
1- tahun yang lalu
Kecamatan
0-12 bulan yang lalu
Tabel 8 : Lama Tangki Septik Dibuat Per Kecamatan
12 5.08 8 3.57 4 2.12 5 2.14 7 4.58
46 19.49 59 26.34 34 17.99 31 13.25 12 7.84
70 29.66 56 25.00 45 23.81 34 14.53 36 23.53
101 42.80 94 41.96 99 52.38 149 63.68 93 60.78
7 2.97 7 3.13 7 3.70 15 6.41 5 3.27
Total
236 224 189 234 153
CIPAYUNG LIMO PANCORAN MAS SAWANGAN SUKMAJAYA TAPOS Total
7 3.98 3 2.03 7 3.08 11 5.00 13 6.10 10 3.73 87 3.80
55 31.25 31 20.95 25 11.01 46 20.91 32 15.02 48 17.91 419 18.31
43 24.43 49 33.11 47 20.70 69 31.36 44 20.66 65 24.25 558 24.39
61 34.66 61 41.22 135 59.47 81 36.82 97 45.54 113 42.16 1084 47.38
10 5.68 4 2.70 13 5.73 13 5.91 27 12.68 32 11.94 140 6.12
176 148 227 220 213 268 2288
Berdasarkan tabel 8 di atas kita ketahui bahwa kecamatan yang tangki septiknya telah dibangun lebih dari 10 tahun yang terbesar adalah Kecamatan Cimanggis 63,68% dan Kecamatan Cinere 60,78%.
Diagram 15 : Waktu Terakhir Tangki Septik Dikosongkan N = 2.283
Data diagram 15 menjelaskan kepada kita bahwa tangki septik di Kota Depok belum aman, masih berpotensi mencemari air tanah, karena prosentase terbesar yaitu 73,19% menyatakan tidak pernah mengosongkan tangki septiknya. Bila hal ini ditambah dengan prosentase yang menyatakan tidak tahu, tentu lebih besar lagi. Sedangkan yang mengosongkan tangki septiknya dari 0 tahun – lebih 10 tahun yang lalu prosentasenya hanya mencapai 20,45%.
CINERE CIPAYUNG LIMO PANCORAN MAS SAWANGAN SUKMAJAYA TAPOS Total
Tidak tahu
CIMANGGIS
Tidak pernah
CILODONG
Lebih dari 10 tahun yang lalu
BOJONGSARI
Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
BEJI
1- tahun yang lalu
Kecamatan
0-12 bulan yang lalu
Tabel 9 : Waktu Terakhir Tangki Septik Dikosongkan Per Kecamatan
17 7.20 6 2.67 8 4.23 18 7.69 8 5.23 7 3.98 4 2.70
25 10.59 16 7.11 14 7.41 41 17.52 26 16.99 8 4.55 13 8.78
9 3.81 8 3.56 2 1.06 13 5.56 5 3.27 4 2.27 2 1.35
7 2.97 4 1.78 1 0.53 7 2.99 6 3.92 1 0.57 1 0.68
166 70.34 180 80.00 159 84.13 142 60.68 101 66.01 141 80.11 125 84.46
12 5.08 11 4.89 5 2.65 13 5.56 7 4.58 15 8.52 3 2.03
236
7 3.08 8 3.62 15 7.18 11 4.15 109 4.77
38 16.74 7 3.17 33 15.79 7 2.64 228 9.99
7 3.08 3 1.36 26 12.44 6 2.26 85 3.72
9 3.96 1 0.45 5 2.39 3 1.13 45 1.97
137 60.35 195 88.24 113 54.07 212 80.00 1671 73.19
29 12.78 7 3.17 17 8.13 26 9.81 145 6.35
227
Total
225 189 234 153 176 148
221 209 265 2283
Berdasarkan tabel 9 tersebut di atas, kecamatan yang prosentase tertinggi tidak pernah mengosongkan tangki septiknya adalah Kecamatan Sawangan sebesar 88,24% disusul Kecamatan Limo 84,46% dan Cilodong 84,13%.
Diagram 16 : Pihak Yang Mengosongkan Tangki Septik
Berdasarkan diagram 16 di atas, hanya 70,77% yang dilayani oleh layanan sedot tinja. Sedangkan 24,44% tidak tahu, 2,24% dengan cara membayar tukang dan dikosongkan sendiri. Pengosongan isi tangki septik dengan membayar tukang masih berpotensi mencemari lingkungan, karena kita belum tahu dibuang ke mana lumpur tinjanya. Data berikut akan menjelaskan dugaan potensi pencemaran lingkungan dari pengosongan tangki septik ini.
Diagram 17 : Tempat Lumpur Tinja Dibuang
Berdasarkan diagram 17 di atas, diketahui bahwa masih ada yang membuang lumpur tinja ke sungai, kemudian juga dikubur di halaman atau tanah orang. Mungkin ini adalah yang dilakukan oleh pihak selain yang dilakukan oleh pihak layanan sedot tinja. Namun sebagian terbesar 92,06% menyatakan tidak tahu kemana Lumpur tinja ini dibuang.
Selain kebiasaan buang air besar orang biasa, pemutakhiran studi EHRA juga menyoroti kebiasaan buang air besar bagi anak-anak khususnya anak umur 0-5 tahun. Karena umumnya masyarakat masih menganggap bagi anak-anak buang air besar di lantai di halaman masih menjadi hal yang lumrah. Pemutakhiran studi EHRA ingin mengetahui bagaimana perlakuan tinja anak-anak ini baik yang memakai pampers atau tidak. Berikut ini hasilnya. Diagram 18 : Kebiasaan Anak Umur 0-5 th BAB di Lantai, Kebun, Jalan, Selokan, Got atau Sungai N = 1.393
Diagram 18 di atas menunjukkan kebiasaan anak-anak umur 0-5 tahun buang air besar, 64,39% menyatakan tidak biasa buang air besar di lantai, kebun, jalan, selokan atau sungai bagi anak-anaknya. Namun yang menjawab tidak tahu masih cukup besar. Jawaban ini masih merupakan tanda tanya. Namun yang menjawab kadang-kadang 2,87% dan yang sering 3,02%.
3.4
Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir
Drainase lingkungan merupakan sarana yang penting dalam sanitasi. Selain itu drainase berfungsi juga mengalirkan limbah cair dari rumah rangga seperti dapur, kamar mandi, tempat cucian dan juga wastafel. Drainase yang buruk akan menimbulkan banjir pada waktu hujan, selain itu juga akan membuat genangan air dari limbah cair rumah tangga. Bila kondisinya demikian akan menjadi tempat perindukan nyamuk yang bisa menularkan berbagai penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, dan juga filariasis. Oleh karena itu studi EHRA juga membidik drainase sebai obyek kajiannya. Diagram-diagram selanjutnya membahas lebih detail tentang kepemilikan sarana pengolahan air limbah selain tinja, tempat pembuangan limbah cair rumah tangga, pengalaman banjir yang rumah tangga di Kota Depok, termasuk waktu terakhir banjir, kerutinan, frekuensi dalam setahun, lama air mengering, dan tinggi air di rumah maupun di pekarangan rumah.
Diagram 19 : Keberadaan Sarana Pengolahan Air Limbah Selain Tinja Di Rumah N = 2.467
Diagram 19 di atas menjelaskan bahwa sebagian besar yaitu 92,30% warga Kota Depok memiliki sarana pengolahan air limbah selain tinja di rumah. Sementara itu yang tidak memiliki sarana sebesar 7,70%. Hal ini mengindikasikan limbah cair rumah tangga masih berpotensi menimbulkan risiko kesehatan lingkungan.
Pemutakhiran studi EHRA juga memperhatikan kemana air limbah rumah tangga yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat mencuci pakaian, dan wastafel dibuang. Berikut hasil pemuatakhiran studi EHRA tentang hal tersebut di atas. Tabel 10 : Asal Limbah Cair Rumah Tangga Dan Saluran Pembuangannya Dapur Ke sungai, kanal, empang/kolam, selokan Ke jalan, halaman, kebun Saluran terbuka Saluran tertutup Lubang galian Pipa saluran pembuangan kotoran Pipa IPAL Sanimas Tidak tahu
n
%
Kamar Mandi n %
662 25 945 623 113 87 11 3
29.54 1.13 42.15 27.64 5.06 3.92 0.50 0.14
657 21 931 640 114 91 10 4
29.30 0.95 41.53 28.37 5.11 4.10 0.45 0.18
Tempat cuci pakaian n %
Wastafel n %
662 27 932 618 112 81 10 3
493 13 739 517 86 74 10 4
29.54 1.22 41.59 27.39 5.02 3.65 0.45 0.14
22.31 0.59 33.45 23.31 3.91 3.37 0.46 0.18
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar limbah rumah tangga yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci pakaian dan wastafel dialirkan ke sungai dan saluran terbuka. Sedangkan yang menyalurkannya ke saluran tertutup, lubang galian, pipa saluran pembuangan dan pipa IPAL sanimas prosentasenya lebih keil dibanding yang
disaluran ke sungai dan saluran terbuka. Hal ini mengidikasikan bahwa pembuangan limbah rumah tangga masih berpotensi mencemari lingkungan dan menimbulkan risiko kesehatan lingkungan. Keberadaan sarana drainase di sekitar rumah berkaitan dengan kejadian banjir di rumah atau sekitar rumah. Untuk itu pemutakhiran studi EHRA juga menanyakan kepada responden tentang kejadian banjir yang dialami di rumah yang ditempatinya atau sekitar rumah. Berikut hasil studi selengkapnya. Diagram 20 : Kejadian Banjir DI Rumah Dan Lingkungan N = 2.507
Berdasarkan diagram 20 di atas sebagian besar yaitu 91,54% responden menyatakan tidak pernah mengalami kejadian banjir di rumah yang ditempatinya atau di sekitar rumahnya. Hanya total 8,46% yang menyatakan pernah mengalami dengan perincian 3,71% mengalami banjir sekali dalam satu tahun, 3,87% beberapa kali dalam setahun dan 0,64% menyatakan sekali atau beberapa kali dalam sebulan. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian banjir belum menjadi masalah di Kota Depok terutama di pemukiman penduduk. Kemudian penting juga digali lebih lanjut tentang kejadian banjir ini terkait dengan frekuensi, lama air surut, berapa kedalaman air yang masuk rumah, apakah jamban/WC dan kamar mandi ikut terendam dan sebagainya. Hal ini penting menyangkut dampak banjir terhadap kesehatan penghuni rumah. Berikut hasil studinya terkait bahasan di atas.
Diagram 21 : Apakah Banjir Terjadi Secara Rutin? N = 250
Berdasarkan diagram 21 di atas mereka yang mengalami kejadian banjir menyatakan bahwa 40,40% banjir terjadi secara rutin, sedangkan 59,60% menyatakan banjir tidak terjadi secara rutin. Diagram 22 : Berapa Lama Banjir Mengering N = 117
Diagram 22 menunjukkan bahwa sebagian besar air dari banjir akan mengering antara 1 jam sampai 3 jam, dengan perincian yang menyatakan kurang dari 1 jam sebesar 30,77% dan yang menyatakan antara 1-3 jam sebesar 35,04%. Sementara yang menyatakan sampai setengah hari 4,27%, satu hari 10,26%, dan lebih dari satu hari sebesar 1,71%.
Diagram 23 : Ketinggian Air Yang Masuk Ke Dalam Rumah N = 117
Diagram 23 menunjukkan ketinggian air yang masuk ke dalam rumah menurut responden. 58,12% menyatakan setumit orang dewasa, 11,11% menyatakan setengah lutut orang dewasa, 6,84% menyatakan selutut orang dewasa, 5,98% menyatakan sepinggang orang dewasa, sisanya 17,95% menyatakan tidak tahu.
3.5
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
Bab ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum, masak, mencuci dan gosok gigi bagi rumah tangga di Kota Depok. Hal yang diteliti dalam pemutakhiran studi EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni; 1.) sumber air yang digunakan rumah tangga, dan 2.) pengolahan, penyimpanan dan pengamanan air yang baik dan higiene. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga.
Terkait dengan sumber air, pemutakhiran studi EHRA mempelajari tentang jenis sumber air untuk keperluan minum, mandi, memasak, dan gosok gigi. Yang menggunakan sumber air dari ledeng atau PDAM, ditanyakan juga tentang penurunan volume yang dialami dan penurunan kualitasnya. Kemudian untuk jenis sumur gali/sumur bor/sumur pompa ditanyakan jarak sumber air tersebut dengan tempat penampungan atau pembuangan tinja.
Dari sisi jenis sumber air diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenisjenis sumber air yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah, sumur yang tidak terlindungi atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi.
Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi mengkonfirmasi bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Karenanya, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare. Terkait dengan pengolahan, penyimpanan dan pengamanan air yang hygiene studi EHRA mempelajari tentang penyimpanan air, tempat yang digunakan untuk menyimpan, cara mengambil air, pengolahan air sebelum diminum, cara pengolahannya, penyimpanan air setelah diolah, alat penyimpanan air setelah diolah, juga penggunaan air olahan selain untuk minum. Hal-hal tersebut penting dipelajari karena terkait dengan risiko kesehatan bagi anggota rumah tangga tersebut. Berikut hasil pemutakhiran studi EHRA selengkapnya. Tabel 11 : Sumber Air Untuk Keperluan Rumah Tangga
%
%
Frekuensi
%
Frekuensi
526 377 80
21.91 15.70 3.34
7
Gosok gigi
Frekuensi
Air dari waduk Lainnya
%
Cuci pakaian
Frekuensi
Air botol kemasan Air isi ulang Air ledeng PDAM Air hidram umumPDAM Air kran umumPDAM/PAMSIMAS Air sumur bor dengan pompa tangan/listrik Air sumur gali terlindungi Air sumur gali tak terlidungi Mata air terlindungi Mata air tak terlindungi Air hujan Air dari sungai
Cuci piringgelas
Masak
Frekuensi
Minum
%
53 102 155
2.21 4.25 6.47
8 20 164
0.33 0.84 6.85
2 1 40
0.10 0.05 2.01
12 21 164
0.50 0.88 6.85
0.29
7
0.29
9
0.38
1
0.05
6
0.25
12
0.50
18
0.75
18
0.75
7
0.35
20
0.84
1178
48.32
1575
64.55
164 8
67.40
617
30.96
1628
66.58
511
20.85
587
23.91
595
24.23
219
10.94
590
24.02
16 11 0 0
0.67 0.46 0.00 0.00
18 11 0 0
0.75 0.46 0.00 0.00
19 11 0 0
0.79 0.46 0.00 0.00
8 3 0 0
0.40 0.15 0.00 0.00
20 11 0 0
0.83 0.46 0.00 0.00
0 0 40
0.00 0.00 1.67
0 0 45
0.00 0.00 1.88
0 0 45
0.00 0.00 1.88
0 0 45
0.00 0.00 2.26
0 0 45
0.00 0.00 1.88
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar warga Kota Depok menggunakan sumur bor dengan pompa tangan/listrik untuk keperluan minum, masak, cuci dan gosok gigi. Air dari sumur bor dengan pompa tangan/listrik menempati urutan pertama terbanyak disusul kemudian air sumur gali terlindungi untuk semua jenis keperluan baik itu minum, masak, cuci dan gosok gigi. Sedangkan bila dilihat untuk keperluan minum saja urutan pertama sumur bor dengan pompa tangan/listrik, kedua air botol kemasan dan ketiga sumur gali terlindungi.
Diagram 24 : Pengalaman Kesulitan Mendapatkan Air N = 2.506
Berdasarkan diagram 24 di atas yang menyatakan tidak pernah mengalami kesulitan air sebesar 92,14%, mengalami kesulitan beberapa jam saja sebesar 3,67%, satu sampai beberapa hari sebesar 1,04%, kesulitan seminggu sebesar 0,56%, lebih dari satu minggu sebesar 2,00%. Yang menyatakan tidak tahu yaitu 0,60%. Hal ini berarti masih cukup rawan.
Diagram 25 : Kepuasan Dengan Kualitas Air Yang Digunakan N = 2.507
Terkait dengan kualitas air yang dikonsumsi warga untuk keperluan rumah tangganya 95,69% menyatakan puas dengan kualitas air yang digunakannya sedangkan yang menyatakan tidak puas dengan kualitas air yang digunakannya sebesar 4,31%. Dengan demikian kualitas air juga cukup rawan.
Diagram 26 : Jarak Sumber Air Dengan Tempat Pembuangan Tinja N = 2.469
Bagi warga yang menggunakan sumber air jenis sumur gali/pompa tangan/pompa mesin, jarak dengan sumber pencemar seperti tempat penampungan/pembuangan tinja sangat penting diperhatikan. Karena jarak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar diduga rawan tercemar. Hasil pemutakhiran studi EHRA sesuai yang ditampilkan dalam diagram 26 di atas menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya atau 56,87% berjarak lebih dari 10 meter dan sebesar 37,91% berjarak kurang dari 10 meter. Hal ini berarti dari segi jarak dengan sumber pencemar relatif aman.
Diagram 27 : Cara Mengambil Air Untuk Minum N = 2.248
Cara untuk mengambil air untuk keperluan minum penting untuk diketahui. Hal ini berhubungan dengan kemungkinan pencemaran air yang disimpan. Cara mengambil air langsung dari dinpenser, dengan menggunakan gayung relatif lebih aman bila dibandngkan dengan menggunakan gelas. Karena cara yang disebutkan pertama air terjaga dari sentuhan tangan secara langsung. Tetapi dengan gelas kemungkinan tangan menyentuh langsung air lebih besar, karena sebagian besar gelas tanpa pegangan. Bila dilihat dari diagram 27 di atas kondisinya relatif masih aman karena prosentase terbesar air untuk keperluan minum sebagian besar menggunakan gayung dan langsung dari dispenser. Dengan demikian cara pengambilan air masih relatif aman. Selain cara mengambil air untuk keperluan minum dan lain-lain yang penting diketahui juga masalah pengolahan air sebelum diminum. Karena diketahui bahwa pihak penyedia layanan air di Kota Depok baru menyediakan air dengan kualitas air bersih, belum dengan kualitas air minum. Jadi masih memerlukan pengolahan sebelum aman untuk diminum. Berikut adalah hasil pemutakhiran studi EHRA terkait pengolahan air sebelum diminum.
Diagram 28 : Pengolahan Air Sebelum Diminum N = 2.498
Data dalam diagram 28 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar warga Kota Depok telah mengolah air sebelum diminum yaitu 89,43%. Sisanya tidak melakukannya. Diagram 29 : Cara Mengolah Air Sebelum Diminum N = 2.250
Diagram 29 menunjukkan bahwa cara mengolah air sebelum diminum yang terbesar adalah dengan cara direbus yang mencapai 95,91%. Selebihnya dengan cara menambahkan kaporit, menggunakan filter keramik dan lainnya. Mereka yang menggunakan cara selain direbus hanya dalam prosentase yang kecil.
Diagram 30 : Penyimpanan Air Yang Sudah Diolah Sebelum Diminum N = 2.253
Penyimpanan air yang sudah diolah juga sangat penting untuk menjaga agar air tetap aman. Pemutakhiran studi EHRA menemukan bahwa warga Kota Depok 92,32% menyimpan air yang sudah diolah sebelum diminum. Selebihnya 7,68% tidak melakukannya dan tidak tahu.
3.6
Perilaku Higiene dan Sanitasi
Prilaku higiene/sehat menjadi fokus perhatian dalam bab ini. Prilaku higiene sehat dalam pemutakhiran studi EHRA dikaitkan dengan pemakaian sabun. Pemakaian sabun penting untuk dikaji karena sabun adalah salah satu desinfektan yang dapat mencegah masuk dan berkembangnya kuman patogen ke dalam tubuh. Kuesioner EHRA menanyakan kepada responden tentang pemakaian sabun hari ini atau kemarin. Kemudian juga penggunaan sabun untuk keperluan apa saja. Tempat cuci tangan dan waktu mencuci tangan bagi anggota keluarga juga menjadi perhatian dalam studi ini. Berikut hasil studi selengkapnya.
Diagram 31 : Pemakaian Sabun Hari Ini Atau Kemarin N = 2.506
Bila melihat data dalam diagram 31 di atas pemakaian sabun bagi warga Kota Depok sudah sangat baik yaitu sebesar 99,60% telah memakai sabun dalam kesehariannya. Tabel 12 : Peruntukan Sabun N = 2.497 PERUNTUKAN SABUN
n
%
Mandi
2446
97.96
Memandikan Anak
1103
45.24
Menceboki Anak
1004
41.30
Mencuci Tangan Sendiri
2104
84.36
Mencuci Tangan Anak
1222
50.12
Mencuci Peralatan
2267
91.04
Mencuci Pakaian
2222
89.31
Lainnya
104
4.36
Tidak Tahu
37
1.55
Berdasarkan tabel 12 di atas, peruntukan sabun yang tertinggi prosentasenya adalah untuk mandi yang mencapai 97,96%, mencuci peralatan 91,04%, untuk mencuci pakaian 89,31% dan mencuci tangan sendiri 84,36%. Melihat data tersebut kebiasaan pemakaian sabun warga Kota Depok dapat dikatakan sudah cukup baik, hanya penting untuk ditingkatkan cuci tangan pakai sabun untuk anak. Karena anak lebih rentan terhadap kuman patogen dibanding orang dewasa.
Tabel 13 :Tempat Mencuci Tangan Bagi Anggota Keluarga TEMPAT MENCUCI TANGAN Di kamar Mandi Di dekat kamar mandi Di jamban Di dekat jamban Di sumur Di sekitar penampungan Di tempat cuci piring Di dapur Lainnya Tidak tahu
n
%
1681 224 134 159 132 56 1510 530 287 21
68.31 9.34 5.60 6.64 5.50 2.34 61.38 21.96 11.99 0.88
Tempat mencuci tangan yang ideal adalah tempat yang terdapat air mengalir dan sabun. Bila kita perhatikan tabel 13 di atas, tempat cuci tangan yang terbesar dipakai oleh warga Kota Depok adalah di kamar mandi sebesar 68,31%, dan tempat cuci piring sebesar 61,38%. Di kedua tempat tersebut besar kemungkinan terdapat air mengalir dan sabun. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tempat cuci tangan warga Kota Depok berdasarkan studi ini sudah cukup baik. Tabel 14 : Waktu Mencuci Tangan Memakai Sabun WAKTU MENCUCI TANGAN PAKAI SABUN Sebelum ke toilet Setelah menceboki bayi/anak Setelah buang air besar Sebelum makan Setelah makan Sebelum menyuapi anak Sebelum menyiapkan masakan Setelah memegang hewan Sebelum sholat Lainnya
n
%
269 821 1979 2339 2312 903 1364 1076 900 100
11.17 33.77 79.29 93.52 92.44 37.16 55.65 44.06 37.25 4.18
Dalam hal mencuci tangan memakai sabun, waktu mencuci tangan memakai sabun sangat penting. Setidaknya ada lima saat penting harus mencuci tangan memakai sabun, yaitu; setelah buang air besar/menceboki bayi/anak, sebelum makan, sebelum menyiapkan masakan, setelah memegang sesuatu/hewan, dan sebelum menyuapi anak makan. Berdasarkan data dalam tabel 14 di atas, prosentase mencuci tangan sebelum makan dan setelah setelah makan sudah cukup baik, yaitu sebelum makan 93,52% dan setelah makan besar 92,44%. Namun mencuci tangan memakai sabun setelah menceboki anak, sebelum menyuapi anak, setelah memegang hewan dan sebelum menyiapkan masakan prosentasenya masih kecil. Setelah menceboki anak sebesar 33,77%, sebelum menyuapi
anak sebesar 37,16%, setelah memegang hewan 44,06% dan sebelum menyiapkan masakan 55,65%. Hal ini menunjukkan masih ada risiko kesehatan yang cukup tinggi melalui keempat kegiatan tersebut.
3.7
Kejadian Penyakit Diare
Gejala diare seringkali dipandang sepele. Di beberapa daerah, balita yang terkena diare malah dipandang positif. Katanya, diare adalah tanda akan berkembangnya anak, seperti akan segera bisa berjalan, bertambah tinggi badan, atau tumbuhnya gigi baru di rahangnya. Sejumlah kelompok masyarakat di Jawa menamakannya dengan istilah ngenteng-ngentengi. Meski tidak dijumpai istilah khusus, sejumlah kelompok masyarakat di Sumatera pun mempercayai hal-hal semacam itu (Laporan ESP Formative Research, 2007). Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni; fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah pencegahan cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers.
Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/ pengasuh untuk mengurangi risiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni; 1.) sesudah buang air besar (BAB), 2.) sesudah menceboki pantat anak, 3.) sebelum menyantap makanan, 4.) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5.) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga.
Berikut ini disajikan hasil pemutakhiran studi EHRA terkait dengan kejadian penyakit diare.
Diagram 32 : Waktu Paling Dekat Anggota Keluarga Terkena Diare N = 2.493
Terkait kejadian penyakit diare yang menimpa anggota keluarganya 86,52% responden menyatakan tidak ada yang terkena, 3,97% menyatakan terkena diare lebih dari 6 bulan yang lalu, 2,21% terkena dalam 6 bulan terakhir dan seterusnya sebagaimana termuat dalam diagram 32 di atas. Hal ini menunjukkan warga lebih banyak yang tidak mengalami kejadian penyakit diare. Kemudian mereka yang mengalami kejadian penyakit diare perlu ditelusuri lebih lanjut usia mereka yang terkena diare. Hasil studinya sebagai berikut: Table 15 : Anggota Keluarga Yang Terakhir Terkena Diare ANGGOTA KELUARGA YANG TERAKHIR MENDERITA DIARE Anak-anak balita Anak-anak non balita
n
%
93 23
28.10 7.06
Anak remaja laki-laki Anak remaja perempuan Orang dewasa laki-laki Orang dewasa perempuan
28 19 80 127
8.64 5.88 24.39 38.84
Melihat data dalam tabel 15 di atas, 38.84% anggota keluarga yang terakhir terkena diare adalah orang dewasa perempuan. Hal ini dapat dijelaskan terkait dengan prilaku menceboki anak biasanya dilakukan oleh orang dewasa perempuan yang prosentase mencuci tangan memakai sabun setelah menceboki juga kecil. Urutan nomor dua terbesar yang terkena diare adalah anak-anak balita yang memang masih rentan, prosentase sebesar 28.10%. Setelah itu baru orang dewasa laki-laki sebesar 24.39%.
1.8
Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
Dari hasil survei dan pengolahan data pemutakhiran studi EHRA, didapat pemetaan area berisiko kesehatan lingkungan wilayah di Kota Depok. Pemetaan tersebut dapat dilihat pada table berikut : Tabel 16 : Area Berisiko Kesehatan Lingkungan Per Kelurahan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
KELURAHAN ABADIJAYA BAKTIJAYA BEDAHAN BEJI BEJI TIMUR BOJONG PONDOK TERONG BOJONGSARI BOJONGSARI BARU CILANGKAP CILODONG CIMPAEUN CINANGKA CINERE CIPAYUNG CIPAYUNG JAYA CISALAK CISALAK PASAR CURUG CURUG BJSARI DEPOK DEPOK JAYA DUREN MEKAR DUREN SERIBU GANDUL GROGOL HARJAMUKTI JATIJAJAR JATIMULYA KALIBARU KALIMULYA KEDAUNG KEMIRI MUKA KRUKUT KUKUSAN LEUWINANGGUNG LIMO MAMPANG
SKORE 2 2 2 2 2 4 3 4 2 4 4 2 3 1 4 3 2 4 2 4 2 4 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 1 2 1 4
KETERANGAN Berisiko sedang Berisiko sedang Berisiko sedang Berisiko sedang Berisiko sedang Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko Sangat Tinggi Berisiko sedang Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Sangat Tinggi Berisiko sedang Berisiko Tinggi Berisiko Rendah Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko sedang Berisiko Sangat Tinggi Berisiko sedang Berisiko Sangat Tinggi Berisiko sedang Berisiko Sangat Tinggi Berisiko sedang Berisiko sedang Berisiko Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko sedang Berisiko Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko sedang Berisiko sedang Berisiko Rendah Berisiko sedang Berisiko Rendah Berisiko Sangat Tinggi
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
MEKARJAYA MEKARSARI MERUYUNG PANCORAN MAS PANGKALAN JATI PANGKALAN JATI BARU PASIR GUNUNG SELATAN PASIR PUTIH PENGASINAN PONDOK CINA PONDOK JAYA PONDOK PETIR RANGKAPAN JAYA RANGKAPAN JAYA BARU RATU JAYA SAWANGAN SAWANGAN BARU SERUA SUKAMAJU SUKAMAJU BARU SUKATANI SUKMAJAYA TANAH BARU TAPOS TIRTAJAYA TUGU
4 2 4 3 3 2 2 4 4 1 3 2 3 3 2 3 4 1 4 2 2 4 1 1 4 1
Berisiko Sangat Tinggi Berisiko sedang Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko sedang Berisiko sedang Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Rendah Berisiko Tinggi Berisiko sedang Berisiko Tinggi Berisiko Tinggi Berisiko sedang Berisiko Tinggi Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Rendah Berisiko Sangat Tinggi Berisiko sedang Berisiko sedang Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Rendah Berisiko Rendah Berisiko Sangat Tinggi Berisiko Rendah
Dari tabel 16 tersebut dapat diketahui, bahwa ada sebanyak 17 kelurahan yang memiliki risiko sangat tinggi, 15 kelurahan berisiko tinggi, 23 kelurahan berisiko sedang dan 8 kelurahan berisiko rendah.
Diagram 33 : Indeks Risiko Sanitasi Kota Depok
Pada diagram 33 dapat dilihat permasalahan sanitasi yang ada di masing-masing kelurahan di Kota Depok. Sehingga dapat segera mengambil tidakan dalam upaya perbaikan sanitasi di wilayah kelurahan masing-masing. Sekaligus menjadi penentu prioritas implementasi apa yang sesuai dengan permasalahan yang ada di wilayah tersebut.
Bab 4 :
Penutup
Paparan singkat tentang manfaat studi EHRA dari aspek promosi dengan keterlibatan kader/ petugas kesehatan/ PKK dll. Paparan singkat tentang rencana pemanfaatan hasil studi EHRA sebagai bahan advokasi pengarusutamaan pembangunan sanitasi Paparan singkat tentang pemanfaatan studi EHRA dalam Buku Putih (area berisiko) dan penyusunan Strategi Komunikasi yang menjadi bagian dari SSK. Paparan singkat tentang studi ehra yang idealnya dilakukan secara berkala, dan studi kali ini (pertama) berupakan baseline bagi hasil studi ehra selanjutnya. Hambatan/kendala dalam pelaksanaan studi EHRA Poin-poin catatan/rekomendasi/saran untuk pelaksanaan studi ehra selanjutnya berdasarkan pembelajaran dari pelaksanaan studi ehra kali ini. Hapus teks ini setelah bab 4 selesai disusun
Lampiran
Tabel-tabel dasar hasil studi EHRA Organisasi dan personel pelaksana Studi EHRA Dokumentasi lain yang dianggap perlu terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan Studi EHRA Hapus teks ini setelah bab 4 selesai disusun