LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi merupakan salah satu usaha yang memberikan kontribusi positif terhadap penanganan tingkat kemiskinan melalui tersedianya lingkungan yang sehat.
Sanitasi menjadi tantangan, tugas dan kewajiban yang harus dihadapi pemerintah dan masyarakat. Masalah ini menjadi persoalan pembangunan nasional dan daerah, termasuk di Kabupaten Tana Toraja.
Dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan sanitasi di daerah, khususnya di Kabupaten Tana Toraja diperlukan sebuah terobosan di dalam pembangunan sanitasi, yaitu melalui Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Program ini mempunyai target sampai tahun 2014, yaitu : 1. Stop BAB Sembarangan (Stop BABS) di wilayah perkotaan dan pedesaan pada 2014; 2. Perbaikan pengelolaan persampahan, melalui implementasi 3R (reduce, reuse, recycle) dan TPA berwawasan lingkungan (sanitary landfill dan controlled landfill);
3. Pengurangan genangan di kawasan perkotaan. Dalam rangka penjabaran PPSP di Kabupaten Tana Toraja, diperlukan penyusunan Studi EHRA sebagai bagian dari penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Tana Toraja. Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Resiko
Kesehatan
Lingkungan
adalah
sebuah
survey partisipatif
di
tingkat
kota/kabupaten yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten sampai ke kelurahan/desa.
1
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Kabupaten dipandang perlu melakukan Studi EHRA, dengan maksud: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat; 2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda; 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa; 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektorsektor pemerintahan secara eksklusif; 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa.
Adapun tujuan dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan. 2. Memberikan informasi yang valid dalam penilaian resiko kesehatan lingkungan 3. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi.
Manfaat studi EHRA yaitu digunakan sebagai salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten. 1.3.
Waktu Pelaksanaan Studi EHRA
Wilayah
kajian
sanitasi
di
Kabupaten
Tana
Toraja
terdiri
dari
91
Desa/Kelurahan dari 9 Kecamatan. Kajian ini dilaksanakan selama 2 bulan dengan ruang lingkup kegiatan meliputi : 1.
Pembentukan tim pelaksana studi EHRA. Tim pelaksana studi EHRA dibentuk berdasarkan kesepakatan kelompok kerja sanitasi.
2
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
2.
Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Area Studi atau Jumlah Responden Studi EHRA. Penentuan jumlah desa/kelurahan area studi digunakan metode stratifikasi dengan
menggunakan
4
indikator
yaitu:
kepadatan
penduduk,
angka
Kemiskinan, daerah/wilayah yang dialiri sungai//saluran drainase/saluran irigasi, dan daerah terkena genangan/banjir. 3.
Penentuan Desa/Kelurahan dan RT Target Area Studi dan Responden. Penentuan Desa/Kelurahan dan responden sebagai target area studi, pada dasarnya dilakukan
dengan
teknik random atau
acak dimana
semua
Desa/Kelurahan mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan Target area studi EHRA. 4.
Pelatihan bagi Supervisor, Enumerator dan Petugas Entri Data. Pelatihan dilakukan agar enumerator, supervisor dan petugas entri data mengetahui tugas dan tanggung jawabnya serta memahami konsepsi dan metodologi studi EHRA.
5.
Pelaksanaan Pengambilan Data EHRA Survey dilakukan
oleh
enumerator kepada responden dengan
metode
wawancara dan pengamatan menggunakan kuesioner yang telah disediakan. 6.
Pelaksanaan Spot Check oleh Supervisor Supervisor melakukan Spot check sebagai quality control dengan mendatangi 5% rumah tangga yang telah di survei untuk melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan. Hasil spot check dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah wawancara benar-benar sesuai standar yang ditentukan.
7.
Pelaksanaan Cleaning Data (Checking Data di Kuesio-ner) oleh Supervisor Sebelum kuisioner dientri, terlebih dahulu supervisor melakukan pengecekan akan isi kuisioner baik dari segi kelengkapan maupun logika dan kaitan setiap jawaban dari responden.
8.
Pelaksanaan Entri dan Analisis data SPSS Entri data dilakukan untuk memindahkan data dari responden dalam kuesioner ke dalam bentuk file. Teknik analisis yang diterapkan adalah teknik statistik deskriptif sederhana seperti persentase dan frekuensi. Analisis statistik yang diterapkan berdasarkan pada satuan rumah tangga. Hasil analisis data EHRA
3
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
merupakan analisis diskriptif kondisi santasi yang disajikan dalam bentuk diagram dan narasi. 9.
Penyusunan Laporan Studi EHRA Penyusunan dan penulisan laporan dilakukan setelah analisis data selesai, mengikuti petunjuk teknis pelaksanaan studi EHRA.
10. Pengiriman Laporan dan Data Studi EHRA Laporan dikirim dan diunggah di web nawasis
Tabel 1.1. Jadwal Pelaksanaan Studi EHRA Kabupaten Tana Toraja
1
2
4
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
3
BAB II
METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2.1.
Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kabupaten
Studi EHRA merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Studi EHRA memberikan informasi kualitatif tentang kondisi sarana sanitasi yang ada, serta masyarakat pengguna sanitasi tersebut. Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian disebut sampel. Sampel atau contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka data yang diperoleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi.
Pokja
Sanitasi
Kabupaten
dalam
menentukan
kebijakan
sampelnya
berpengaruh langsung pada penentuan jumlah desa/kelurahan area studi maupun penentuan jumlah respondennya. Dalam
menentukan
kebijakan,
Pokja
Kabupaten
biasanya
menggunakan
pertimbangan-pertimbangan utama antara lain : 1. Kemampuan anggaran pokja sanitasi kabupaten 2. Ketersediaan sumber daya manusia pelaksana studi EHRA 3. Desa/kelurahan prioritas sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut diatas, Pokja Sanitasi Kabupaten menentukan Kebijakan Sampelnya berupa ketentuan Desa/Kelurahan Area Studi atau ketentuan Jumlah Responden dalam Studi EHRA. Kebijakan sampel yang yang digunakan dengan cara menentukan jumlah responden yang diambil sebagai sampel studi EHRA dengan tingkat kepercayaan 95%.
5
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling.
Teknik sampling sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1.
Probability Sampling (Random Sample)
2.
Non Probability Sampling (Non Random Sample)
Teknik Sampling yang digunakan dalam studi EHRA adalah Random Sample dengan menggabungkan antara teknik random multistage (bertingkat) dan random systematic.
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting jika jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat. 2.2.
Penentuan Strata Desa/Kelurahan
Untuk mendapatkan target area survey EHRA, digunakan metode Stratifikasi wilayah kajian sanitasi yang terdiri dari 9 kecamatan 91 desa/kelurahan. Dimana penetapan strata dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yaitu : a.
Kepadatan Penduduk, yaitu jumlah penduduk perluas wilayah tertentu (terbangun). Dalam hal ini luas area terbangun merujuk ke luas area permukiman berdasarkan data RTRW Kabupaten Tana Toraja, dengan mengutamakan desa/kelurahan dengan kepadatan penduduk lebih dari 78 jiwa per Ha.
6
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
b.
Angka kemiskinan, angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: Angka kemiskinan =
(∑ Pra-KS + ∑ KS1) ---------------------------------- X 100% ∑ KK
Parameter persentase kemiskinan kabupaten Tana Toraja diperoleh > 21%. c.
Daerah/wilayah yang dialiri sungai//saluran drainase/saluran irigasi yang berpotensi digunakan atau telah digunakan sebagai sarana air limbah dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat
d.
Daerah terkena genangan/banjir Genangan/banjir menggunakan parameter sebagai berikut : -
Ketinggian
-
Lama Genangan = > 2 jam
= > 30 cm
Penentuan Strata studi EHRA dilakukan dalam 2 tahap yaitu : a.
Stratifikasi Kecamatan. Dilakukan oleh POKJA berdasarkan keempat kriteria di atas, untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat kecamatan.
b.
Stratifikasi Desa/Kelurahan, Dilakukan POKJA bersama petugas puskesmas kecamatan, untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat desa/kelurahan.
2.3.
Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Target Area Studi
Berdasarkan 4 (empat) kriteria tersebut stratifikasi desa/kelurahan, diperoleh hasil stratifikasi yang tertuang dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Rekapitulasi Strata Desa/Kelurahan Kabupaten Tana Toraja
7
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Setelah melakukan stratifikasi kecamatan dan stratifikasi desa/kelurahan, maka POKJA bersama Tim EHRA, kemudian menentukan ruang lingkup studi dengan pertimbangan survey akan dilakukan tidak hanya di daerah IKK dan peri-urban, tapi juga di daerah perdesaan, maka kecamatan dan desa/kelurahan akan dipilih secara acak dan proporsional untuk mewakili stratanya. Daftar Desa/kelurahan yang terpilih sebanyak 11 desa/kelurahan. Lebih jelas tertuang dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2. Desa/Kelurahan Area Survey
8
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
2.4.
Penentuan RT dan Responden di Lokasi Area Studi
Jumlah Besar Responden ditentukan dengan menggunakan “Rumus Slovin” , n =
N -----------------------N.d² + 1
Dimana : -
n adalah jumlah sampel (kk)
-
N adalah jumlah populasi (kk)
-
d adalah persentasi toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir
Dengan jumlah populasi rumah tangga (N) wilayah kajian sanitasi Kabupaten Tana Toraja sebanyak 31.189 KK (sumber data BPS tahun 2013), dan asumsi kepercayaan sekitar 95% (toleransi ketidaktelitian d = 0,05) , maka n =
31.189 ------------------------------------ = 395 KK 31.189. 0,05² + 1
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah KK sampel adalah minimal 395 KK. Dengan mengambil jumlah sampel perdesa/kelurahan adalah minimal 40 responden, maka jumlah desa/kelurahan yang akan menjadi target area survey minimal adalah 395/40 = 10 desa/kelurahan. Jumlah desa/kelurahan yang disepakati untuk disurvey adalah 11 desa/kelurahan dengan jumlah responden sebanyak 440 RT.
Rumah tangga responden dipilih menggunakan cara acak (random sampling) berdasarkan dusun/lingkungan. Hal ini bertujuan agar seluruh RT memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai RT Area Studi. Sedangkan pemilihan Rumah Tangga/Kepala Keluarga ditetapkan berdasarkan preferensi enumerator/supervisor berdasarkan hasil pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk. 2.5.
Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya
Enumerator studi EHRA berasal dari petugas sanitarian dan kader Posyandu Desa/Kelurahan sebanyak 22 orang yang telah memahami karakteristik dan situasi tempat mereka bertugas. Nama enumerator dan supervisor dapat dilihat dalam tabel 2.3.
9
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Tabel 2.3. Daftar Nama Enumerator dan Supervisor
10
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1.
Informasi Responden
Berhubungan dengan informasi responden indikator yang dimaksud mencakup status responden, jumlah anggota rumah tangga, usia anak termuda, dan status rumah. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi, semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda menggambarkan besaran populasi yang memiliki resiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water borne diseases), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Sementara, indikator yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan juga ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi.
Responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 sampai dengan 66 tahun. Batas usia, khususnya batas-atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian kader sebagai enumerator banyak menentukan, jika usia calon responden sedikit melebihi batas atas (66 tahun), namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 55 tahun, namun bila perform komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. Dilihat dari kelompok umur responden, 34,3% responden
11
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
ibu-ibu yang berumur lebih dari 45 Tahun, usia 41-45 tahun sebanyak 16,6% dan usia dibawah 40 tahun sebesar 49,1%.
Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah tamatan SMA yaitu 24,8%, kemudian tamat SMP sebesar 21,8% dan ada juga yang tidak sekolah formal sebesar 9,8%. selebihnya 20,9% adalah responden dengan jenjang pendidikan perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya mengenai informasi responden tercantum dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1. Informasi Responden
12
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
3.2.
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Di beberapa kota di lndonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos.
Studi EHRA mempelajari sejumlah aspek terkait dengan masalah penanganan sampah, yaitu : 1) Kondisi sampah disekitar lingkungan rumah tangga, 2) Cara pembuangan sampah yang utama, 3) Praktik pemilahan/pemisahan sampah, dan 4) Pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah.
Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban yang sudah ada di kuesioner yang disampaikan enumerator. Di antara empat kelompok tersebut, yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan memiliki resiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lubang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Akan tetapi, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan dalam hal lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan resiko kesehatan yang cukup besar.
Dari sisi layanan pengangkutan, studi EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, resiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lama dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku.
13
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Disamping itu, kader EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang rnengandung resiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing. Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek. Untuk pengelolaan sampah berdasarkan hasil survei EHRA pada skala kabupaten, digambarkan dalam gambar 3.1.
Gambar 3.1.Grafik Pengelolaan Sampah
Sebagian besar Rumah Tangga (RT) masih mengelola sampah rumah tangganya dengan membakar yaitu sebesar 53,6% dan masih ada 23,9% dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk serta sebesar 11,8% dikumpulkan dan dibuang ke TPS. Sedangkan untuk praktik pemilahan sampah rumah tangga hanya sebesar 11,8% yang melakukan pemilihan sampah. Untuk lebih jelasnya tertuang dalam gambar 3.2.
14
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.2.Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan untuk sub sektor persampahan studi EHRA diperoleh pengelolaan sampah sangat tidak memadai yang menunjukkan angka 88,0%. Untuk lebih jelasnya tertuang dalam tabel 3.2. area beresiko persampahan berdasarkan hasil studi EHRA.
Tabel 3.2.Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA
15
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
3.3.
Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja
Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya. Untuk jenis jamban, studi EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori besar, yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non-siram/tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas. Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup ke pipa pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian. Sementara, kategori ketiga ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got.
Praktek buang air besar sembarangan dapat menjadi salah satu faktor resiko tercemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya jika BAB dilakukan dengan sarana dan tempat yang tidak memadai. Di kabupaten Tana Toraja yang menggunakan jamban pribadi cukup tinggi sebesar 90,7%, selebihnya dibuang kesungai, kebun, dan selokan masing-masing sebesar 5,0%. Gambar 3.3. dibawah ini menunjukkan persentase tempat buang air besar di Kabupaten Tana Toraja.
Gambar 3.3.Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar
16
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Tempat Buang air besar (BAB) yang tidak memadai bukan saja jika praktik BAB dilakukan di sembarang tempat (sungai, danau, kebun, halaman dan selokan), tapi dapat
juga
karena
kondisi
jamban
yang
tidak
sehat
serta
tempat
penampungan/pembuangan limbah tinja yang tidak septik (kedap air) serta tidak pernah dilakukan pengurasan/pengosongan/penyedotan limbah tinja sehingga resiko pencemaran terhadap lingkungannya tinggi. Disamping itu tidak adanya Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) limbah non tinja (grey water) juga memiliki resiko pencemaran terhdap lingkungan sekitar.
Gambar 3.4.Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
Gambar 3.4. menunjukkan tempat penyaluran akhir tinja, dimana yang menggunakan tangki septik sebesar 58,9% dan cubluk sebesar 28,6% dan masih ada berkisar 1,8% yang lansung membuang ke sungai.
Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/pengolahan. Warga seringkali
17
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik, Padahal yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah.
Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/WC/latrin yang ada di rumah tangga, Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh kader-kader, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau Gayung, dan handuk. Kader-kader yang berpartisipasi dalam EHRA juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada tinja menempel atau tidak. Selain itu, kader juga mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau sekitarnya dan hal lainnya.
Dalam studi EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain, apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?; kapan tangki septik dikosongkan?; dan sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Hasil survey digambarkan dalam gambar 3.5, gambar 3.6.dan gambar 3.7. dibawah ini.
Gambar 3.5.Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik
18
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.6.Grafik Praktik Pengurasan Tangki Septik
Gambar 3.7.Grafik Persentase Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
19
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Terakhir, sub-bab ini pun memaparkan informasi tentang besarnya resiko air limbah domestik dari segi keamanan dan pencemaran yang ditimbulkan, tertuang dalam tabel 3.3.
Tabel 3.3. Area Beresiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA
3.4.
Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Genangan
Bagian ini menyajikan drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan Genangan. Dua hal yang diukur mencakup yaitu saluran pembuangan air limbah dan genangan air di dekat rumah. Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan hal yang penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
20
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Terkait dengan resiko kesehatan lingkungan, telah diketahui bahwa mereka yang tinggal di perumahan padat, misalnya di gang-gang sempit, akan memiliki resiko kesehatan lingkungan yang lebih besar ketimbang mereka yang tinggal di lingkungan yang kurang padat. Penyakit-penyakit seperti TBC, diare dan influenza adalah contoh penyakit-penyakit yang mudah menyebar di antara warga yang tinggal di rumah-rumah padat dan berdempetan. Dalam studi EHRA, lebar jalan diukur dengan menggunakan langkah kaki kader di mana satu langkah kaki dikonversikan menjadi setengah (1/2) meter.
Bagian ini menyediakan informasi mengenai kondisi saluran air rumah tangga di Kabupaten Tana Toraja. Saluran air merupakan salah satu objek yang diperhatikan dalam studi EHRA karena saluran yang tidak memadai beresiko memunculkan berbagai penyakit dan resiko genangan/banjir. Sebagian besar di Kabupaten Tana Toraja resiko genangan/banjir sangat kecil. Berdasarkan data studi EHRA terkait genangan air disajikan dalam gambar 3.8, gambar 3.9, dan gambar 3.10.
Gambar 3.8.Grafik Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir
21
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.9.Grafik Persentase Rumah Tangga Yang Mengalami Banjir Rutin
Gambar 3.10.Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
22
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Kader EHRA juga mengamati keberadaan saluran air di sekitar rumah yang disurvei. Saluran yang dimaksud adalah saluran yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water), seperti air dapur (bekas cuci piring/ bahan makanan), air cuci pakaian maupun air bekas mandi. Seperti kebanyakan terjadi di kota-kota di lndonesia, saluran grey water dapat pula berfungsi menjadi saluran bagi pengaliran air hujan (drainage). Lihat gambar 3.11, gambar 3.12 dan gambar 3.13.
Gambar 3.11.Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah
Gambar 3.12. Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
23
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.13. Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga Kader juga mengamati lebih detail apakah air di saluran itu mengalir, warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran yang memadai ditandai dengan aliran airnya yang lancar atau warna airnya yang cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya. Hasilnya tersaji dalam gambar 3.14 dan gambar 3.15.
Gambar 3.14. Grafik Persentase SPAL Yang Berfungsi
24
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.15. Grafik Pencemaran SPAL
Tabel 3.4. Area Beresiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA
Kabupaten Tana Toraja dengan kondisi topografi pegunungan sehingga data menunjukkan tidak ada genangan sebesar 83,9%, resiko yang ditimbulkan akibat genangan air berdasarkan hasil EHRA menunjukkan angka 16,1% dikarenakan kondisi saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang tidak memadai sehingga terjadi genangan di halaman rumah sebesar 75,9%.
3.5.
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
Bagian ini menyajikan informasi mengenai pengelolaan air bagi rumah tangga di Kabupaten Tana Toraja. Hal yang diteliti dalam EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni: 1) Sumber Air dan 2) Pengolahan, penyimpanan dan penanganan air yang baik
25
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
dan aman. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat resiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga.
Dari sisi jenis sumber diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri, Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air botol kemasan, air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiiiki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah, sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, waduk ataupun danau. Gambar 3.16 menunjukkan penggunaan sumber air di Kabupaten Tana Toraja dan gambar 3.17 menunjukkan sumber air minum dan masak dari sumber air yang relatif aman.
Gambar 3.16. Grafik Akses Terhadap Air Bersih
26
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.17. Grafik Sumber Air Minum dan Masak
Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan.Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi resiko terkena diare.Sejumlah studi menginformasi bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare yang lebih rendah. Karenanya, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti diare.
Pada suplai air, studi EHRA mempelajari kesulitan yang dialami rumah tangga dalam mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Kesulitan mendapatkan air diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden dan hasilnya tertuang dalam tabel 3.5.
27
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Tabel 3.5. Area Beresiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA
3.6.
Perilaku Higiene dan Sanitasi
Perilaku Higiene/Sehat seperti mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers.
Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/pengasuh untuk mengurangi resiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni; 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga.
28
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.18. Grafik CTPS di Lima Waktu penting Untuk menelusuri perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si lbu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Hasil dari studi EHRA tergambarkan dalam gambar 3.18 dan gambar 3.19
Gambar 3.19. Grafik Waktu Melakukan CTPS
29
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.20. Grafik Persentase Paktik BABs Untuk praktik buang air besar sembarangan (BABs) di Kabupaten Tana Toraja masih cukup tinggi, terlihat yang digambarkan dalam grafik persentase praktik BABs (gambar 3.20). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa masih ada anggota keluarga yang masih melakukan praktek BABS sebesar 30,0%. Tabel 3.6. Area Beresiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA
30
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
3.7.
Kejadian Penyakit Diare
Gejala diare seringkali dipandang sepele. Di beberapa daerah, balita yang terkena diare
malah dipandang positif. Katanya, diare adalah tanda akan
berkembangnya anak, seperti akan segera bisa berjalan, bertambah tinggi badan, atau tumbuhnya gigi baru. Sejumlah kelompok masyarakat di Jawa menamakannya dengap istilah ngenteng-ngentengi. Meski tidak dijumpai istilah khusus, sejumlah kelompok masyarakat di Sumatera pun mempercayai hal-hal semacam itu (Laporan ESP Formative Research,2007). Hasil studi EHRA menunjukkan kejadian penyakit diare dalam tabel 3.7.dibawah ini.
Tabel 3.7. Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA
31
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Sekitar 40.000 anak lndonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% resiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktuwaktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003). 3.8.
Indeks Resiko Sanitasi (IRS)
Resiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku higiene dan sanitasi. Indeks Resiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan resiko sanitasi, dalam hal ini adalah hasil dari analisis Studi EHRA. Manfaat penghitungan Indeks Resiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area beresiko sanitasi. Adapun Komponen Indeks Resiko Sanitasi, Yaitu: 1. Sumber Air 2. Air Limbah Domestik 3. Persampahan 4. Genangan Air 5. Perilaku Higiene dan Sanitasi
Setelah dianalisa berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan untuk 440 responden, diperoleh Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Tana Toraja tahun 2014, penyebab rawan sanitasi untuk desa/kelurahan pada strata 0 adalah air limbah domestik sebesar 78,0%, persampahan 46,0%, dan PHBS 30,0%. Desa/kelurahan dalam strata 1 yang menyebabkan rawan sanitasi adalah persampahan 72,0%, air limbah domestik 66,0%, dan PHBS 38,0%. Penyebab rawan sanitasi strata 2 adalah air limbah domestik 61,0%, PHBS 45,0%, dan persampahan 43,0%. Penyebab rawan sanitasi strata 3 adalah air limbah domestik 68,0%, PHBS 41,0%, dan persampahan 38,0%. Penyebab rawan sanitasi strata 4 adalah PHBS 53,0%, Persampahan 48,0%, dan genangan air 40,0%. (lihat tabel 3.8. dan gambar 3.21.)
32
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Tabel 3.8. Indeks Resiko Sanitasi
33
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
Gambar 3.21. Grafik Indeks Resiko Sanitasi (IRS)
34
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
BAB IV PENUTUP 4.1.
Kesimpulan Salah satu tujuan dari studi EHRA ini selain mendapatkan data faktual
mengenai informasi kondisi sanitasi masyarakat saat ini, juga menjadi media promosi kesehatan oleh kader/petugas kesehatan yang ditugaskan untuk menjadi enumerator. Pesan-pesan kesehatan dan promosi perilaku hidup bersih dan sehat juga disisipkan dalam proses pengambilan data walaupun penyampaian informasi kesehatan tersebut sebatas kepada responden yang menjadi sampel.
Hasil studi/kajian EHRA ini nantinya akan menjadi salah satu acuan utama dan masukan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kota (SSK). Pemetaan masalah sanitasi yang didapatkan melalui proses EHRA diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan program pembangunan sanitasi dan penyehatan lingkungan di Kabupaten Tana Toraja.
Pada penentuan area beresiko, skoring yang didapatkan dari hasil kajian ini akan menjadi salah satu indikator penting. Hasil IRS EHRA nantinya akan disandingkan dengan persepsi SKPD dan data sekunder sanitasi. Kemudian outputnya berupa strata area beresiko sanitasi, akan menjadi bahan pertimbangan prioritas pengembangan sanitasi di Kabupaten Tana Toraja. 4.2.
Hambatan dan Kendala
Hambatan dan kendala yang timbul memberikan pelajaran yang berarti dalam pengembangan dan perbaikan studi seperti ini untuk waktu yang akan datang, baik kendala dari segi penganggaran studi EHRA maupun sumber daya manusia yang digunakan sangat terbatas. Tetapi, tidak mengurangi kualitas hasil dari studi EHRA tersebut.
35
LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA
4.3.
Saran
Sebagai masukan dan saran untuk studi EHRA selanjutnya adalah : 1.
Peningkatan
kemampuan
tenaga
enumerator
melalui
pelatihan-pelatihan,
penetapan kesamaan indikator khususnya pada jenis sarana sanitasi. Pemberian simulasi pengisisan kuisioner yang lebih akurat. 2. Studi EHRA ini idealnya dilakukan secara berkala
dan rutin diadakan
pemutakhiran data terkait kondisi sanitasi.
36