LAPORAN SINGKAT KUNJUNGAN KE LOKASI PENANAMAN KAPAS TRANSGENIK SULAWESI SELATAN Tantono Subagyo1 1. Pendahuluan. Kunjungan dilaksanakan pada tanggal 22-24 September 2001, oleh Tantono Subagyo bersama dengan Prof Dr Syamsuud Sadjad. Daerah yang dikunjungi adalah Bulukumba dan Bajeng, untuk melihat pertanaman kapas transgenik rakyat, uji multi lokasi dan penelitian Analisis Resiko Lingkungan (ARL). Dalam laporan ini disampaikan juga hasil diskusi dengan Prof Dr Syamsuud Sajad (IPB, Ahli Teknologi Benih); Dr Hasnam, APU (Kepala Pusat Puslitbang Perkebunan); Dr Agra Gothama (Ahli Penyakit Serangga, Balai Penelitian Tembakau dan Serat), Dr Mohammad Amin ( UNHAS), Prof Dr Ambo Ala ( Dekan Fak Pertanian UNHAS), Prof Dr Ibrahim Manwan ( Guru Besar Entomologi, Fak Pertanian UNHAS, mantan peneliti dan Sekretaris Badan Litbang Pertanian) 2. Latar belakang. Luas pertanaman kapas di Indonesia di tahun 1999 sebesar 17.549 ha, sedang di Sulawesi Selatan 8370 ha, .produksi seluruh Indonesia 5194 ton, dengan produktivitas 554,25 kg/ha, dan produktivitas Sulawesi Selatan 494,77 kg/ha. 98% kapas yang digunakan dalam industri tekstil di Indonesia masih harus diimpor, dan volume impor Indonesia mencapai 455,909 ton dengan nilai impor sebesar 671,934,000 US$2. Perusahaan di Sulawesi Selatan membeli kapas dengan grade 1 : Rp 2500,- per kg dan grade 2 Rp 2250,- per kg. Besarnya nilai dan volume impor itu menyebabkan menanam kapas menjadi sangat menarik, perusahaan kapas seperti P.T. Kapas Garuda Putih ataupun perusahaan yang lain selalu memberikan pinjaman saprodi kepada para petani dan membeli produknya. Kepastian pasar dan pinjaman saprodi inilah yang menyebabkan petani, terutama petani Sylawesi Selatan senang menanam kapas, di daerah yang cocok hasil tanaman lain seperti jagung mungkin lebih baik akan tetapi harga pasarannya tidak menentu, sehingga petani menyukai tanaman kapas. Masalah utama yang dihadapi petani kapas adalah hama Helicoverpa armigera, Empoasca sp atau sekarang disebut Sundapteryx biguttula (wereng kapas/penghisap daun) . Untuk menangkal Helicoverpa sp. petani harus menyemprot 10 – 11 x selama masa tanam. Bollgard adalah kapas dengan gen Bt, plasma nutfah Bollgard adalah DP 5690 milik Delta Pine sedang Bt genenya milik Monsanto. Penanaman Bollgard di Indonesia dilakukan oleh PT Branita Sandhini, PT lokal yang bekerja sama dengan Monsanto antara lain sebagai distributor produk. Bollgard resisten terhadap Helicoverpa armigera dan diharapkan akan dapat meningkatkan penghasilan petani. Uji yang telah dilakukan 1 2
Deputi Manajemen HaKI Kantor Pengelola KIAT, Badan Litbang Pertanian. Data dari website Departemen Pertanian : www.deptan.go.id; dan dari FAO : www.fao.org.
Downloaded from http://www.biotek-indonesia.net/
sebelum pelepasan terbatas adalah: uji di Fasilitas Uji Terbatas (FUT) di Balai Penelitian Bioteknologi, Bogor, yang diteruskan dengan Uji Lapangan Terbatas (ULT) di Sulawesi Selatan dibawah pengawasan Komisi Keamanan Hayati (KKH). Selanjutnya dilaksanakan pula Uji Multi Lokasi (15 lokasi) oleh UGM dan Dinas Perkebunan, dan penanaman 500 ha untuk studi sosial ekonomi oleh petani dan dibantu Dinas Perkebunan.. Penelitian masih terus dilaksanakan di lapang oleh Universitas Gadjah Mada, IPB, UNHAS dan tim Departemen Pertanian. Status pertanaman kapas transgenik dewasa ini adalah budidaya terbatas sesuai dengan SK Mentan no 107/Kpts/KB/430/2001 di tujuh kabupaten di Sulsel seluas 4.461 ha yakni Kabupaten Bantaeng 1.744 ha, Bulukumba 1.571 ha, Bonne 142 ha, Soppeng 331 ha, Wajo 570 ha, Gowa 57 ha dan Takalar 42 ha. 3. Keadaan pertanaman dan tanggapan petani Kedaaan pertanaman Bollgard pada umumnya baik, dari hasil panen sementara diperkirakan bahwa 90% pertanaman berhasil, dengan hasil sekitar 2,4 sampai 3,7 ton/ha sedang hasil petani sebelumnya dengan kapas lokal hanya mencapai 400-800 kg/ha. Sekitar 10% pertanaman gagal dengan hasil sekitar 500 kg/ha antara lain karena kelalaian petani dalam mematuhi petunjuk budidaya pertanian, masalah air. Sarana produksi dipinjamkan dan hasil dibeli oleh PT Branita Sandhini dan untuk pertanaman kapas transgenik ini kredit saprodi yang disediakan senilai sekitar Rp 1.250.000,-/ha, pada umumnya hanya digunakan senilai Rp 900.000 s/d Rp 1.000.000,Perbandingan ekonomis pertanaman kapas transgenik dan non transgenik disampaikan dibawah ini Tabel 1. Analisis ekonomi kapas di Kabupatean Bantaeng* Komponen Bollgard Kapas Lokal Volume Nilai (Rp) Volume Nilai Benih (kg)** 5,75 kg 225.000 25 50.000 Penyiapan lahan/pemeliharaan 205.000 205.000 Pupuk 415.000 415.000 Insektisida untuk S.biguttula 0,4 l 72.000 0,4 l 72.000 Insektisida unruk Helicoverpa armigera 3l 450.000 Tenaga penyemprotan 4 40.000 16 160.000 Tenaga panen 200.000 200.000 Total Input 1.157.000 1.522.000 Total output *** 5.261.625 2.269.125 Pendapatan petani/ha 4.104.625 747.125 * Data dasar diambil dari Usulan Pelepasan Kapas Bt Tahan Hama Penggerek Buah, PT Monagro Kimia di depan Tim Penilai dan Pelepas Varietas Badan Benih Nasional Jakarta, 2000, pengamatan lapang dan penyesuaian yang perlu. **. Harga sebenarnya Rp 80.000,- per kg, untuk uji coba ini dihargai sebesar Rp 40.000,per kg.
Downloaded from http://www.biotek-indonesia.net/
*** Hasil rata-rata Bollgard diperhitungkan 2.338,5 kg/ha, kapas lokal 1.008,5 kg/ha, harga dasar kapas grade 2 diperhitungkan Rp 2.250,- kg/ha Dari analisis sederhana ini terlihat bahwa penanaman Bollgard sangat menguntungkan bagi petani karena : 1. Penurunan input terutama karena pengurangan penyemprotan untuk H.armigera sebesar Rp 450.000 untuk insektisida dan Rp 120.000,- untuk biaya penyemprotan. 2. Meningkatnya output karena rata-rata hasil lebih tinggi 2 sampai 3,7 ton/ha untuk Bollgard dibandingkan dengan kapas lokal dengan hasil 400 sampai 2 ton/ha Melihat analisis ekonomi diatas seperti dapat diduga sebelumnya tanggapan petani sangat baik dan mengharapkan agar dapat menanam kapas transgenik lagi di musim mendatang. 4. Perbandingan dengan kapas lokal Varietas kapas lokal yang ada, Kanesia 7 tidak tahan terhadap H.armigera, akan tetapi karena daunnya berbulu lebih tahan terhadap hama penghisap daun S. biguttula dibandingkan dengan Bollgard, namun demikian S.biguttula lebih mudah dikendalikan dengan insektisida Confidor yang harganya murah. Demikian juga Kanesia 7 lebih tahan cekaman lingkungan seperti kekeringan dan rendaman air3. Masalah utama Kanesia 7 adalah mutu benih yang kurang baik, pada pertanaman yang dijumpai selama perjalanan dan komunikasi dengan petani maupun peneliti UNHAS diperoleh kesimpulan bahwa benih Kanesia 7 yang ada di lapang seringkali kulrang baik dan tidak seragam, daya kecambahnya juga rendah dan hal ini menyebabkan potensi daya hasilnya yang dapat mencapai 2,5 sampai 3 ton/ha tidak dapat direalisasikan. Disamping keunggulan ketahanan terhadap H.armigera, Bollgard juga lebih unggul bahan tanamnya, baik dari keseragaman maupun daya hasil potensial yang dapat mencapai 4 ton/ha pada pertanaman populasi 40.000 tanaman/ha. Bollgard juga menghasilkan mutu kapas dengan persentase grade 1 (Harga grade 1 : Rp 2.500,- per kg, harga grade 2 : Rp 2.250,-) yang ebih tinggi dari Kanesia 74. Dengan demikian harus diusahakan perbaikan mutu Kanesia 7 agar dapat merupakan alternatif Bolklagrd di daerah kering maupun yang acap kali terendam air. 5. Masalah lingkungan. Uni lingkungan yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa sampai dengan saat ini tidak didapatkan masalah lingkungan yang perlu dikhawatirkan. Trisyono dkk (2001 mendapatkan bahwa pada pertanaman Bollgard dijumpai diversitas artropoda berguna yang terdiri dari predator (Araenidae, Oxyopidae, Salticidae, Chrysopidae, Coccinellidae, Gryllidae, Coenagrionidae, Libellulidae dan Vespidae), parasitoid (Braconidae) dan penyerbuk ( Apidae) yang sama dengan pada kapas lokal maupun pertanaman kapas DP 3 4
Komunikasi pribadi dengan Dr Hasnam dan Dr Agra Gothama Komunikasi pribadi dengan Prof. Dr Ambo Ala
Downloaded from http://www.biotek-indonesia.net/
5690 (bahan tanam yang sama dengan Bollgard tanpa gen Bt). Beberapa pihak mengkhawatirkan akan terjadinya penurunan populasi Lepidoptera berguna seperti kupukupu yang indah dan beraneka ragam di daerah Bantimurung yang merupakan atraksi pariwisata. Namun demikian kekhawatiran tersebut tidak beralasan karena lokasi yang berbeda dengan pertanaman kapas dan banyaknya makanan lain bagi srrangga tersebut selain kapas. Kekhawatiran akan kemungkinan resistensi hama H. armigera setelah pertanaman Bollgard juga patut dipertanyakan. Resistensi akan terjadi bila serangga tersebut tidak mendapatkan makanan alternatif dan dalam penanaman tanaman Bt baik jagung Bt maupun kapas Bt dikenal adanya istilah “refugia” yaitu tanaman yang memberikan pakan alternatif bagi serangga hama. Di Sulawesi Selatan sebenarnya daerah pertanaman kapas tidak begitu luas dan di sekeliling pertanaman banyak terdapat pertanaman tanaman lain yang merupakan “refugia alami” bagi H.armigera, karena hama ini dapat memakan banyak jenis tanaman. Walaupun demikian perlu dipikirkan pula sistem pertanaman yang memberikan peluang selalu adanya refugia misal dengan mencampurkan Bollgard dengan DP 5690 (10 atau 20%) atau dengan tumpang sari kedelai/jagung, karena petani pada umumnya akan enggan untuk mengatur pertanamannya dengan menyediakan refugia yang akan mengurangi keuntungannya. 6. Resistensi Organisasi Non Pemerintah (ORNOP). Sebagaimana telah diketahui resistensi ORNOP terhadap pertanaman Bollgard ini sangat tinggi., berbagai upaya dilakukan untuk menentang antara lain dengan memPTUNkan Departemen Pertanian (gugatannya ditolak pada tanggal 27 September 2001). Hal lain yang terjadi di Sulawesi Selatan adalah tuduhan adanya pertanaman Bollgard di Kabupaten Polmas di luar daerah yang diperbolehkan dalam SK Menteri Pertanian, yang ternyata tidak terbukti. Hal pentng lain adalah adanya “pembakaran” di Kajang yang diberitakan sebagai reaksi petani yang kecewa terhadap Bollgard, namun demikian ternyata pembakaran tersebut tidak lebih dari satu ha, diduga juga setelah dipanen dan merupakan pembakaran yang “disponsori” bahkan dengan mengundang SCTV. Di kalangan mahasiswa Fakultas Pertanian UNHAS pembakaran ini mendapatkan sambutan, bahkan ada poster di Fak Pertanian UNHAS yang menyampaikan dukungan akan pembakaran tersebut. Hal ini terutama karena kurangnya informasi dan adanya staf UNHAS yang anti transgenik, dan anti perusahaan multinasional (PMN) dan tokoh ORNOP Kerasnya reaksi ORNOP ini dapat dimengerti karena pada umunya ORNOP sangat anti PMN seperti Monsanto, anti transgenik dan mengkhawatirkan ketergantungan petani terhadap PMN. Namun demikian hendaknya aksi tersebut dilaksanakan dengan cara-cara yang baik, berdasarkan kenyataan dan menurut jalur yang semestinya. Kekhawatiran akan ketergantungan petani juga berlebihan karena petani mendapatkan pilihan untuk menanam apapun juga di lahannya dan tidak ada “target “ seperti pada wal BIMAS.
Downloaded from http://www.biotek-indonesia.net/
7. Antisipasi masalah yang mungkin timbul Ada beberapa masalah yang mungkin dapat timbul diwaktu dekat dan harus diantisipasi segera yang akan diuraikan secara rinci dibawah ini : 1. Masalah tenaga penyuluhan. 2. Masalah harga benih 7.1. Masalah Tenaga Penyuluhan Tenaga penyuluhan yang bekerja untuk PT Branita Sandhini dewasa ini sekitar 70 orang5 dan jumlah tersebut harus ditambah lagi bila pertanaman akan diperluas,. Biaya overhead akan sangat besar bila pertambahannya proporsional misal untu pertanaman 18.000 ha akan dibutuhkan 280 tenaga, suatu hal yang sangat memakan biaya. Dengan demikian perlu dipikirkan sistem penyuluhan yang lebih efektif dengan melibatkan pihak lain seperti petani maju atau dengan membuat buku komik Petunjuk Lapang yang efektif dan sederhana. 7.2. Masalah Harga Benih Kesalahan penentuan harga benih yang hanya 50% dari harga sebenarnya akan sulit untuk dikoreksi. Pada awalnya harga yang Rp 80.000,- dijual dengan harga Rp 40.000,karena adanya informasi yang terlanjur salah kepada para petani. PT Branita Sandhini tidak dapat merugi terus menerus akan tetapi bila ada penyesuaian harga tentu dituduh sebagai “rekayasa” dan “upaya meningkatkan ketergantungan” walaupun keuntungan petani masih sangat memadai6. Beberapa ORNOP sudah meributkan adanya perubahan harga (karena misinformasi) dari Rp 20.000,- (keterangan salah dari salah satu instansi di Sulaewsi Selatan) menjadi Rp 40.000,-7, jangankan lagi menjadi Rp 80.000,- sesuai dengan harga sebenarnya. Hal ini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati.
5
Komunikasi pribadi dengan Ir Edwin Makarim dari PT Monagro Kimia Naik Dua Harga Benih Kapas Transgenik Kali Lipat, Kompas 28 Agustus 2001 7 Diskusi Mailing list Biotek, 2001 6
Downloaded from http://www.biotek-indonesia.net/