LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI
Di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG
Disusun oleh : Desi Hernita, S. Farm 073202014
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG TANGGAL 4 FEBRUARI – 29 FEBRUARI 2008
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk Mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh : Desi Hernita, S. Farm 073202014
Disetujui oleh : Pembimbing,
Dra. Neneng Cahyati, Apt. NIP : 030183409
Disahkan Oleh:
Dekan, Fakultas Farmasi
Kepala Lembaga Farmasi Ditkesad
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP : 131283716
Drs. I Made Sudjana, Apt., M.M. Kolonel CKM NRP 30186
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini sebagai hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan
Darat
(Lafi
Ditkesad)
Bandung,
yang
dilaksanakan pada tanggal 4 Februari – 29 Februari 2008. Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat telah memperluas wawasan penulis tentang gambaran sebuah industri farmasi bagaimana cara mengelola dan manajemen dari suatu industri farmasi. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini beserta penyusunan laporannya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, petunjuk, bimbingan, saran serta berbagai fasilitas dan kemudahan bagi penulis. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1.
Bapak Kolonel CKM Drs. I Made Sudjana, Apt, MM. selaku Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
2.
Bapak Letkol CKM Drs. Sambas Setiawan, Apt selaku Wakil Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing.
3.
Bapak Letkol CKM Drs.Yan Suryana Ilham, Apt, M.M selaku kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
4.
Ibu Letkol CKM. (K). Dra.Nur Laila, Apt, M.Si. selaku Kepala Instalasi Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat
5.
Bapak Letkol CKM Drs.Wawan Kusdiawan, Apt selaku kepala Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing.
6.
Ibu Mayor CKM. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt. selaku Kepala Instalasi Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
7.
Bapak Mayor CKM Drs. Abdul Azis, MM selaku Kepala Bagian Administrasi dan Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
8.
Bapak Mayor CKM Drs. Agoes Imam Nugroho, Apt. selaku Kepala Inatalasi Pemeliharaan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
9.
Bapak Mayor CKM Drs. T.P. Simorangkir, M.Si., Apt. selaku Koordinator Mahasiswa Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
10.
Bapak Mayor CKM Drs. Junaidi, Apt. selaku Kepala Seksi Sediaan Cair Steril Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
11.
Bapak Kapten CKM Riboed Soemargo, S.Si, Apt. selaku Kepala Urusan Tablet Seksi Sediaan Padat Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing.
12.
Ibu Dra. Neneng Cahyati, Apt. selaku Kepala Seksi Kemas Instalasi simpan dan sebagai pembimbing.
13.
Ibu Dra. Lisa Olii, Apt, M.Si. selaku Koordinator Mahasiswa Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing.
14.
Ibu Dra. Tuti Sunarti, Apt. selaku Kepala Seksi Sediaan Cair dan Steril Instalasi Produksi dan sebagai pembimbing.
15.
Ibu Dra. Weni Widaningsih, Apt. selaku Kepala Seksi Kimia Fisika Instalasi Pengawasan Mutu dan sebagai pembimbing
16.
Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
17.
Bapak Drs. Wiryanto, MS, Apt selaku Koordinator Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
18.
Bapak Drs. Daniel Azali, Apt selaku Staf Pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
19.
Seluruh Staf dan Karyawan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak dan Ibu dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Bandung, Februari 2008
Penulis
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman JUDUL .....................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
ii
KATA PENGANTAR..............................................................................
iii
DAFTAR ISI.............................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................
x
RINGKASAN ...........................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................
1
1.1
Latar Belakang ...................................................................
1
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi .............................................
2
BAB II TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT........
3
2.1
Sejarah................................................................................
3
2.2
Visi, Misi serta Tujuan.......................................................
4
2.3
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad.........
5
2.4
Struktur Organisasi Lafi Ditkesad......................................
7
2.4.1
Eselon Pimpinan ....................................................
7
2.4.2
Eselon Pembantu Pimpinan ...................................
7
2.4.3
Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha Urusan
2.4.4
Dalam)....................................................................
8
Eselon Pelaksana....................................................
9
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
2.5
Kualifikasi Tenaga Kerja Ditkesad ....................................
11
2.6
Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad .........................................
12
2.7
Industri Farmasi .................................................................
15
2.7.1
Pengertian Industri Farmasi ...................................
15
2.7.2 Persyaratan Industri Farmasi..................................
15
2.7.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi................
17
Cara Pembuatan Obat Yang Baik ......................................
17
2.8.1
Ketentuan Umum ...................................................
19
2.8.2
Personalia ...............................................................
19
2.8.3
Bangunan dan Fasilitas ..........................................
22
2.8.4
Peralatan.................................................................
28
2.8.5
Sanitasi dan Higiene...............................................
31
2.8.6
Produksi .................................................................
33
2.8.7
Pengawasan Mutu ..................................................
41
2.8.8
Inspeksi Diri ...........................................................
47
2.8.9
Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan
2.8
Kembali Obat dan Obat Kembalian .......................
47
2.8.10 Dokumentasi ..........................................................
51
BAB III KEGIATAN INDUSTRI FARMASI.......................................
52
3.1
Kegiatan Lafi Ditkesad ......................................................
52
3.1.1
Perencanaan dan Pengadaan Barang......................
52
3.1.2
Penyimpanan Barang .............................................
53
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
3.1.3 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instal.Wastu) ......................................................... 3.1.4
54
Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Instal.LitBang) ......................................................
57
Kegiatan Instalasi Produksi (Instal. Prod)..............
57
3.1.6 Kegiatan Instalasi Simpan (Instal. Simpan) ...........
72
3.1.7
Kegiatan Instalasi Pemeliharaan (Instal. Har)........
73
Pengolahan Dokumen ........................................................
81
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................
84
3.1.5
3.2
4.1
Personalia ...........................................................................
85
4.2
Sanitasi dan Higiene...........................................................
85
4.3
Bangunan ...........................................................................
86
4.4
Peralatan.............................................................................
87
4.5
Produksi .............................................................................
88
4.6
Pengawasan Mutu ..............................................................
89
4.7
Dokumentasi ......................................................................
91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
92
5.1
Kesimpulan ........................................................................
92
5.2
Saran...................................................................................
93
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
94
LAMPIRAN..............................................................................................
95
TUGAS KHUSUS MANAJEMEN PERGUDANGAN MENURUT WHO....................................................................................
107
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Struktur Organisasi Lafi Ditkesad.....................................
95
Lampiran 2.
Blanko Catatan Pengujian Bahan Baku .............................
96
Lampiran 3.
Blanko Hasil Pengujian Laboratorium...............................
97
Lampiran 4.
Alur Proses Produksi Tablet ..............................................
98
Lampiran 5.
Alur Proses Produksi Kapsul .............................................
99
Lampiran 6.
Alur Proses Produksi Sirup Kering ....................................
100
Lampiran 7.
Alur Proses Produksi Salep................................................
101
Lampiran 8.
Alur Proses Produksi Sirup Basah .....................................
102
Lampiran 9.
Denah Instalasi Pengolahan Air Limbah............................
103
Lampiran 10. Kartu Persediaan ................................................................
104
Lampiran 11. Kartu Barang ......................................................................
105
Lampiran 12. Kartu Gudang .....................................................................
106
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Februari 2008 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya........................................
Tabel 2.
Tabel 3.
11
Jumlah partikel di udara ruangan Menurut International Standardization Organization (ISO14644 ...............................
22
Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri...................................
78
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi Lembaga Farmasi Angkatan Darat Bandung (LAFIAD) yang merupakan salah satu program dalam pendidikan program profesi apoteker, yang bertujuan untuk membekali calon apoteker dengan wawasan, pengetahuan dan keterampilan mengenai seluruh aspek dalam industri farmasi terutama yang berhubungan dengan bagian produksi, pengawasan mutu, serta bidang penelitian dan pengembangan sesuai dengan pedoman CPOB sehingga dapat menghasilkan calon-calon apoteker yang siap memasuki dunia kerja profesinya. Praktek kerja profesi di Apotek Kimia Farma dilaksanakan pada tanggal 4 februari 2008 sampai 29 februari 2008. Kegiatan praktek kerja profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung yang dilakukan antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi dan materi kegiatan yang ditanda tangani oleh pembimbing, melihat secara langsung proses produksi di Industri Farmasi, membuat tugas khusus mengenai Management Pergudangan Menurut WHO. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad), yang mempunyai tugas pokok
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan fungsi produksi, penelitian dan pengembangan obat. Salah satu sarana dalam melaksanakan tujuan pembangunan kesehatan adalah industri farmasi yang merupakan tempat bagi apoteker untuk mengaplikasikan ilmu dan keahliannya selain di Rumah Sakit, pemerintahan maupun di Apotek. Industri farmasi merupakan tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan
kefarmasian
terutama
menyangkut
pengadaan,
pengolahan,
pengendalian mutu sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat.
Kata Kunci : Industri Farmasi, CPOB, Pengawasan Mutu, Produksi, Managemen Pergudangan, Gudang, Apoteker.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan
nasional. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, baik secara jasmani, rohani dan sosial sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Salah satu sarana dalam melaksanakan tujuan pembangunan kesehatan adalah industri farmasi yang merupakan tempat bagi apoteker untuk mengaplikasikan ilmu dan keahliannya selain di Rumah Sakit, pemerintahan maupun di Apotek. Industri farmasi merupakan tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengolahan, pengendalian mutu sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat. Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Salah satu aspek CPOB adalah personil yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
industri farmasi. Apoteker sebagai personil yang profesional harus memahami penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan, baik yang berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan. Sebagai upaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang industri farmasi bagi calon apoteker, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung memberikan kesempatan bagi calon apoteker untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas pengetahuan tentang industri famasi melalui program Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan dari tanggal 4 februari – 29 februari 2008.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Praktek Kerja Profesi Apoteker bertujuan untuk membekali calon apoteker
dengan wawasan, pengetahuan dan keterampilan mengenai seluruh aspek dalam industri farmasi terutama yang berhubungan dengan bagian produksi, pengawasan mutu, serta bidang penelitian dan pengembangan sesuai dengan pedoman CPOB sehingga dapat menghasilkan calon-calon apoteker yang siap memasuki dunia kerja profesinya.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT 2.1
Sejarah Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda. Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, sehingga pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No. Skep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah serah terima pada tanggal 1 Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua : 1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD). 2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD). Berdasarkan SK Ditkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada tanggal 15 Oktober 1970 LAFIAD dipisah kembali menjadi :
3
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Jankesad). 2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan (Dopusbekkes) Jankesad Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April 2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad. 2.2
Visi, Misi serta Tujuan Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi salah satu lembaga produksi yang
mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu dan aman bagi prajurit, PNS TNI AD dan keluarganya. 1. Lafi Ditkesad mempunyai misi sebagai berikut : a. Memberikan jasa informasi yang terbaik terhadap penggunaan obat (Rational Use of Drugs). b. Membantu fungsi pelayanan kesehatan atas ketersediaan obat atau produk kesehatan lainnya bagi prajurit, PNS TNI AD dan keluarganya. c. Terlibat secara aktif dalam fungsi dukungan kesehatan pada penggunaan kekuatan untuk prajurit tugas operasional. d. Memanfaatkan kapasitas atau kemampuan produksi untuk kepentingan strategi.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
2. Tujuan Lafi Ditkesad adalah sebagai berikut : a. Terwujudnya kesehatan yang optimal bagi prajurit, PNS AD sehingga selalu siap tugas serta keluarganya sehat terayomi. b. Terwujudnya satuan kesehatan lapangan yang tangguh dalam dukungan kesehatan. c. Terwujudnya instalasi kesehatan yang prima dalam pelayanan kesehatan. d. Meningkatnya kemampuan lembaga produksi dalam mendukung bekal kesehatan. e. Meningkatnya kemampuan penelitian dan pengembangan dalam mendukung pembinaan kesehatan melalui kaidah-kaidah ilmiah. f. Meningkatnya pelaksanaan fungsi organisasi di satuan kesehatan. 2.3
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad), yang mempunyai tugas pokok membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan fungsi produksi, penelitian dan pengembangan obat.
Dalam
melaksanakan
tugas
pokok
tersebut
Lafi
Ditkesad
menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Melaksanakan fungsi utama a. Fungsi produksi; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang produksi obat.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
b. Fungsi pengawasan mutu; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan pemeriksaan fisik, kimiawi, mikrobiologi, terhadap bahan baku, bahan pembantu, sarana pendukung, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang dilaksanakan sebelum, selama dan sesudah proses produksi. c. Fungsi penelitian dan pengembangan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan metode produksi, pengawasan mutu, formulasi, uji produk, alat utama atau bantu dan pengembangan kemampuan personil. d. Fungsi pemeliharaan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang pemeliharaan, perawatan, perbaikan, pengembangan peralatan produksi, pengawasan mutu dan utilitas. e. Fungsi penyimpanan; meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan penolong, peralatan untuk proses produksi dan produk jadi serta menyalurkan produk jadi ke Gudang Pusat II Ditkesad. 2. Melaksanakan Fungsi Organik a. Fungsi Organik Militer Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang pengamanan, personil, logistik dan urusan dalam. b. Fungsi Organik Pembinaan Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang perencanaan anggaran, pengawasan dan pengendalian kegiatan.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
2.4
Struktur Organisasi Lafi Ditkesad Keputusan Kepala Staf TNI AD No. Kep/11/I/2004 tanggal 30 Januari 2004 tentang organisasi dan tugas Lafi Ditkesad telah mengalami perkembangan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih mengoptimalkan kinerja personil dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi Lafi Ditkesad dapat dilihat pada lampiran 1. Struktur tersebut telah diterapkan sejak bulan April 2005, dengan susunan organisasi sebagai berikut:
2.4.1
Eselon Pimpinan
1. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi Kalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Dirkesad. 2. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi Wakalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat, berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 2.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan 1. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Pa Ahli Lafi Pa Ahli Lafi dijabat oleh Pamen TNl Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Pa Ahli terdiri dari:
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Perwira Ahli Madya Manajemen Industri, disingkat Pa Ahli Madya Jemen In. b. Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Pa Ahli Madya Tekfi. c. Perwira Ahli Madya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, disingkat Pa Ahli Madya Amdal. 2. Bagian Administrasi Logistik, disingkat Bagminlog. Kabagminlog dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam pelaksanaaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kabagminlog dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala
Seksi
Perencanaan
Anggaran
dan
Pengadaan,
disingkat Kasirengar Ada. b. Kepala Seksi Pengendalian Materiil, disingkat Kasidalmat. 2.4.3 Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam, disingkat Si TUUD) Kasi TUUD dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kasi TUUD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tiga kepala urusan yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM dan PNS golongan tiga serta satu perwira urusan yang dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM terdiri dari:
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik, disingkat Kaurminperslog. b. Kepala Urusan Tata Usaha, disingkat Kaurtu. c. Kepala Urusan Dalam, disingkat Kaurdal. d. Perwira Urusan Pengamanan, disingkat Paurpam. 2.4.4
Eselon Pelaksana
1. Instalasi Penelitian dan Pengembangan, disingkat Instal. Litbang Ka Instal. Litbang dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Penelitian, disingkat Kasilit. b. Kepala Seksi Pengembangan, disingkat Kasibang. Ka Instal. Litbang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 2. Instalasi Produksi, disingkat Instal. Prod. Ka Instal. Prod dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel
CKM
(Apoteker),
dalam
pelaksanaan
tugas
kewajibannya
bertanggung jawab kepada Kalafi. Ka Instal. Prod dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari : a. Kepala Seksi Sediaan Padat, disingkat Kasi Diadat
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
b. Kepala Seksi Sediaan Cair/steril, disingkat Kasi Dia Cair/steril c. Kepala Seksi Sediaan Khusus, disingkat Kasi Diasus d. Kepala Seksi Kemas, disingkat Kasi Kemas. 3. Instalasi Pengawasan Mutu, disingkat Instal. Wastu Ka Instal. Wastu dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM (Apoteker), dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Kimia dan Fisika, disingkat Kasi Kifis b. Kepala Seksi Biologi, disingkat Kasi Bio. Ka Instal. Wastu dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 4. Instalasi Pemeliharaan, disingkat Instal. Har Ka Instal. Har dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM. Ka Instal. Har dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM, terdiri dari: a. Kepala Urusan Perawatan Teknik, disingkat Kaur Watnik. b. Kepala Urusan Utilitas, disingkat Kaur Utilitas. Ka Instal. Har dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
5. Instalasi Simpan, disingkat Instal. Simpan Ka Instal. Simpan di.jabat oieh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM, terdiri dari: a. Kepala Urusan Penyimpanan Materil Produksi, disingkat Kaur Simpan Matprod. b. Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi, disingkat Paur. Simpan Obat Jadi. Ka. Instal. Simpan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 2.5
Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri dari militer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun data personil Lafi Ditkesad Bulan Februari 2008 berdasarkan jenjang pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Februari 2008 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya.
No
Kualifikasi
Militer
PNS
Jumlah
1
S2 Farmasi
2
1
3
2
S2 Manajemen
2
-
2
3
S1 Apoteker
7
3
10
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
4
S1 Kimia / Sarjana lain-lain
3
3
6
5
Sarjana Muda Kimia
1
-
1
6
D3 Analisis Medis / Kesehatan
2
1
3
7
Asisten Apoteker
1
7
8
8
Analis
1
2
3
9
Perawat Umum / Bidan
1
-
1
10
Perawat Veteriner
-
-
11
STM Alkes
-
2
2
12
SLTA (SMA, SMEA, STM)
19
72
91
13
SLTP
1
20
21
14
SD
-
3
3
39
114
153
Jumlah 2.6
Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Angkatan Darat merupakan salah satu badan pelaksana
di tingkat Ditkesad yang bertugas melaksanakan fungsi penelitian, pengembangan dan produksi obat-obatan, yang mengharuskan lembaga ini mengikuti peraturan pemerintah melalui keputusan MenKes RI No. 43/MenKes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik yang mengharuskan seluruh industri farmasi melaksanakan seluruh kegiatan sesuai dengan tuntunan CPOB. Dengan
pertimbangan
efisiensi
dan
efektifitas
maka
dimulailah
pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung dengan rancang bangun sesuai CPOB dan perkembangan teknologi di bidang industri farmasi.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Pembangunan gedung baru ini dilaksanakan setelah Rencana Induk Pembangunan (RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad mendapatkan persetujuan dari Dirjen POM Depkes RI dengan surat keputusan No. 02.01.2.4.96.665 tanggal 28 Februari 1996. Pembangunan dan pekerjaan yang sudah dilaksanakan Lafi Ditkesad pada saat ini adalah : 1. Bangunan a. Bangunan Instalasi Produksi Betalaktam. b.
Bangunan Instalasi Produksi Non Betalaktam.
c. Bangunan Instalasi Pengawasan Mutu. d. Fasilitas sumber air PDAM dan air baku farmasi untuk seluruh kebutuhan Instalasi Produksi (betalaktam dan non betalaktam), Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran. e. Fasilitas gardu listrik mencakup seluruh kebutuhan Instalasi Produksi, Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran. f. Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu mengolah limbah cair pabrik. g. Unit ketel uap yang mencakup kebutuhan seluruh pabrik. h. Kompresor udara bertekanan yang mampu mendukung seluruh kebutuhan pabrik. i. Air Handling System (AHS) untuk unit produksi Betalaktam, ruang laboratorium mikrobiologi dan Instalasi Pengawasan Mutu dan unit produksi Non Betalaktam sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
2. Peralatan Peralatan untuk betalaktam, non betalaktam dan Instalasi Pengawasan Mutu sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB. 3. Dokumen Prosedur Tetap (Protap) Dokumen protap yang sudah dibuat dan dilaksanakan terdiri dari betalaktam dan sebagiab non betalaktam. 4. Pelatihan CPOB Pelatihan CPOB umum, kalibrasi atau validasi telah dilaksanakan berkala minimal 1 tahun. 5. Sertifikasi CPOB Sertifikasi CPOB yang telah diterima oleh Lafi Ditkesad sampai bulan Februari 2007 ditujukan untuk sediaan betalaktam dan non betalaktam. a. Sertifikat CPOB untuk Sediaan betalaktam : 1) Tablet antibiotika Penisilin dan turunannya 2) Tablet salut antibiotika Penisilin dan turunannya 3) Kapsul keras antibiotika Penisilin dan turunannya 4) Suspensi kering oral antibiotika Penisilin dan turunannya 5) Serbuk steril injeksi antibiotika Penisilin dan turunannya b. Sertifikat CPOB untuk Sediaan non betalaktam : 1) Tablet biasa non antibiotik 2) Tablet salut non antibiotik 3) Kapsul keras non antibiotik 4) Serbuk oral non antibiotik
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
5) Cairan obat luar non antibiotik Sertifikasi ini merupakan pengakuan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang berlaku selama industri menjalankan prinsip CPOB yang telah ditetapkan. 2.7
Industri Farmasi
2.7.1
Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah
industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi ini dapat berupa sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi semua bahan baku baik berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat dan digunakan dalam proses pembuatan obat. Industri farmasi mempunyai peranan dalam melengkapi pengadaan kebutuhan obat nasional. Pengadaan dan produksi obat bertujuan untuk menjamin tersedianya obat yang dibutuhkan dengan jenis dan jumlah yang cukup, mutu yang baik dan terjangkau oleh masyarakat. 2.7.2 Persyaratan Industri Farmasi Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut : 1. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi. 2. Memiliki rencana investasi. 3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/II/1988. 5. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB. 6. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. 2.7.3
Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal: 1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin. 2. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. 3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu. 4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu). 5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.8
Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh
rangkaian proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Pengawasan menyeluruh pada pembuatan obat sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi, tidak cukup bila obat jadi hanya sekedar lolos dari serangkaian pengujian, tetapi sangat penting bahwa mutu obat harus dibentuk dalam produk obat tersebut. Semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau, oleh karena itu industri farmasi harus memiliki sistem pengawasan mutu yang efisien, yang sepenuhnya dapat menjamin mutu obat jadi yang dihasilkan. Untuk menjamin mutu obat jadi adalah dengan cara penerapan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi. Obat yang berkualitas adalah obat jadi yang benar-benar dijamin bahwa obat tersebut : 1. Mempunyai potensi atau kekuatan untuk dapat digunakan sesuai tujuannya. 2. Memenuhi persyaratan keseragaman, baik isi maupun bobot. 3. Memenuhi syarat kemurnian. 4. Memiliki identitas dan penandaan yang jelas dan benar. 5. Dikemas dalam kemasan yang sesuai dan terlindung dari kerusakan dan kontaminasi. 6. Penampilan baik, bebas dari cacat atau rusak. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB adalah ketentuan umum, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap keluhan dan penarikan kembali obat dan obat kembalian serta dokumentasi.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
2.8.1
Ketentuan Umum CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu serta
bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat, senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Landasan umum CPOB antara lain : 1. Pada pembuatan obat, pengawasan menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. 2. Tidaklah cukup obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang sangat penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat. 3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak hanya mengandalkan pada satu pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat. 4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai. 2.8.2
Personalia Jumlah personil pada tiap tingkatan harus memadai dan memiliki
pengetahuan, keterampilan serta kemampuan sesuai dengan tugasnya. Personil
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik, sehingga mampu melakukan tugasnya secara profesional, memiliki sifat dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB. Aspek personalia meliputi : 1. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung jawab a. Struktur organisasi perusahaan hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. b. Manajer produksi hendaklah seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi
dan
keterampilan
dalam
kepemimpinan
sehingga
memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional, memiliki tanggung jawab bersama dalam mutu obat, baik dengan manajer pengawasan mutu maupun manajer teknik. c. Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk memungkinkan melaksanakan tugasnya secara profesional. Manajer pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak sesuai dengan spesifikasinya atau bila tidak
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. d. Manajer produksi dan manajer pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedurprosedur
tertulis,
pemantauan
dan
pengawasan
lingkungan
pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi
alat-alat
pengukur,
latihan
personalia,
pemberian
persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan bahan terhadap kerusakan dan kemunduran mutu dan dalam penyimpanan catatan-catatan. 2. Pelatihan Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat, diberikan pelatihan mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. a. Pelatihan diberikan oleh tenaga yang kompeten khususnya bagi mereka yang bekerja di daerah steril dan daerah bersih atau bagi mereka yang bekerja menggunakan bahan yang mempunyai resiko tinggi, toksik atau yang menimbulkan sensitisasi. b. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para karyawan terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
c. Pelatihan dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui oleh Manajer Produksi dan Pengawasan Mutu. d. Catatan pelatihan personil mengenai CPOB, hendaknya disimpan dan efektifitas program pelatihan hendaknya dinilai secara berkala. 2.8.3
Bangunan dan Fasilitas Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran dan rancang
bangun konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Menurut International Standardization Organization (ISO14644 ), jumlah partikel di udara ruangan: Nama Kelas Kelas ISO
Jumlah Partikel ISO, m3
U.S. FS 209E
FS 209E, ft.3
3
Kelas 1
35,2
1
4
Kelas 10
352
10
5
Kelas 100
3.520
100
6
Kelas 1.000
35.200
1.000
7
Kelas 10.000
352.000
10.000
8
Kelas 100.000
3.520.000
100.000
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan rancang bangun dan penataan gedung adalah kesesuaian dengan kegiatan produksi, luasnya ruang kerja, pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan, meliputi: 1. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air maupun dari kegiatan di dekatnya. 2. Gedung hendaklah dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya binatang. 3. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan b. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan c. Luas ruang kerja memungkinkan penempatan peralatan secara teratur untuk memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif maupun untuk mencegah kesesakan dan ketidakteraturan.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
d. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan, bahan-bahan atau tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses. 4. Rancangan bangunan dan tata letak ruang harus memenuhi persyaratanpersyaratan sebagai berikut: a. Dicegah resiko tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda, kemungkinan terjadinya kontaminasi silang oleh obat atau bahan lain, serta terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Untuk bahan yang sangat beracun atau bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi seperti hormon, bahan sitotoksik dan antibiotika tertentu hendaklah diberi perhatian khusus dalam pengolahannya. Dalam hal ini perlu pemisahan bangunan untuk pembuatan obat yang mengandung bahan tersebut. b. Obat yang mengandung golongan penisilin hendaklah diproduksi dalam suatu bangunan terpisah dengan pengendalian udara khusus untuk produksi tersebut. c. Obat yang mengandung golongan sefalosporin dapat diproduksi di ruang terpisah dalam satu bangunan dengan pengendalian udara dan peralatan termasuk lini pengemasan khusus untuk produk tersebut. Produksi dapat dilakukan juga dengan cara produksi beberapa bets secara
berurutan
di
daerah
terpisah
yang
dibersihkan
dan
didekontaminasi menurut prosedur yang sudah divalidasi.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
d. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang produksi obat. e. Disediakan ruangan terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah-pindahkan dan ruang untuk menyimpan bahan pembersih. f. Kamar
ganti
pakaian
berhubungan
langsung
dengan
daerah
pengolahan tetapi letaknya terpisah. g. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi dengan ventilasi yang baik. h. Hewan ditempatkan dalam gedung terpisah atau setidak-tidaknya dalam ruang yang terisolasi dengan baik. 5. Kegiatan-kegiatan
yang
memerlukan
daerah
khusus
antara
lain:
penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal, penimbangan dan penyerahan, pengolahan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir, penyimpanan obat jadi, pengiriman barang dan laboratorium serta pencucian peralatan. 6. Daerah pengolahan produk steril hendaklah dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. Ruang-ruang terpisah diperlukan bagi kegiatan-kegiatan berikut: pembukaan kemasan komponen, pencucian peralatan serta wadah, pengolahan, pengisian dan penutupan wadah langsung, ruang penyangga udara yang menghubungkan antara ruang ganti pakaian dengan ruang pengisian dan ruang ganti pakaian steril sebelum memasuki ruang steril.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
7. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudutsudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan. 8. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta sirkulasi udara yang baik. Saluran yang terbuka hendaklah sedapat mungkin dicegah tetapi bila diperlukan hendaklah cukup dangkal untuk memudahkan pembersihan dan desinfeksi. 9. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. 10. Bangunan hendaklah mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk suhu, kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun dengan lingkungan sekitarnya. 11. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi lain di daerah produksi hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari terbentuknya ceruk yang tidak dapat dibersihkan. Instalasi seperti ini sedapat mungkin dipasang di luar daerah pengolahan.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
12. Pemasangan tulang atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah dicegah. Apabila tidak bisa dihindari, maka suatu prosedur tetap dan penjadwalan khusus mengenai pembersihan terhadap yang dipasang tersebut hendaklah dibuat dan diikuti. 13. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel di dinding tetapi di gantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak yang cukup untuk memudahkan pembersihan. 14. Tenaga listrik hendaklah memadai untuk menjamin kelancaran produksi dan laboratorium. 15. Seluruh bangunan termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, gang dan daerah sekeliling gedung hendaklah dirawat, agar senantiasa dalam keadaan bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah diperiksa secara teratur dan dilakukan perbaikan dimana perlu. Perhatian khusus perlu diberikan untuk menjamin agar perbaikan atau kegiatan perawatannya tidak akan mengakibatkan pengaruh negatif terhadap produk. 16. Gudang penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur. a.
Daerah penyimpanan hendaklah cocok untuk melaksanakan pemisahan bahan dan produk yang dikarantina secara efektif. Daerah khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan mudah terbakar, bahan mudah meledak dan bahan yang sangat beracun, narkotika dan obat berbahaya lain.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
b.
Bila diperlukan hendaklah disediakan sarana gudang dengan kondisi khusus, misalnya suhu, kelembaban dan keamanan tertentu.
c.
Gudang penyimpanan hendaklah ditata sedemikian rupa untuk memungkinkan pemisahan yang efektif dan teratur terhadap berbagai kelompok bahan yang di simpan serta untuk memudahkan perputaran persediaan.
d.
Hendaklah disediakan tempat penyimpanan terpisah bagi barangbarang yang ditolak, ditarik kembali atau dikembalikan.
e.
Penyimpanan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masingmasing label yang berbeda dan bahan cetak lain disimpan terpisah untuk mencegah terjadinya pencampuran.
17. Pintu yang membuka langsung ke lingkungan luar dari ruang produksi seperti pintu bahaya kebakaran hendaklah selalu ditutup rapat untuk mencegah masuknya cemaran. Peraturan hendaklah dibuat untuk menjamin bahwa pintu tersebut hanya digunakan dalam situasi darurat. Pintu-pintu di dalam gedung yang difungsikan sebagai perintang terhadap kontaminasi silang hendaklah selalu dalam keadaan tertutup apabila sedang tidak digunakan. 2.8.4
Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. 1.
Rancang bangun dan konstruksi Rancang bangun dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi
persyaratan-persyaratan berikut: a. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar batas yang ditentukan. b. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi menurut suatu program dan prosedur yang tepat. c. Peralatan hendaklah dapat dibersihkan dengan mudah baik bagian dalam maupun bagian luar. d. Bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus seperti pelumas atau pendingin, tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah karena hal ini dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian bahan baku, bahan antara, produk ruahan atau obat jadi. e. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar, atau ditempatkan di daerah dimana digunakan bahan yang mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan sempurna.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
f. Penyaring untuk cairan tidak boleh melepaskan serat ke dalam produk. Penyaring yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun penyaring khusus yang tidak melepas serat digunakan sesudahnya. 2.
Pemasangan dan penempatan a. Peralatan
hendaklah
ditempatkan
sedemikian
rupa
untuk
memperkecil kemungkinan pencemaran silang antar bahan di daerah yang sama. b. Tiap peralatan hendaklah diberi nomor pengenal yang jelas. c. Peralatan hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup renggang dari peralatan lain untuk memberikan keleluasaan kerja dan memastikan tidak terjadinya campur-baur atau kekeliruan. d. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung dan hendaklah diberi label atau tanda yang jelas agar mudah dikenal. e. Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik untuk mencegah kemungkinan terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan energi. f. Saluran pipa ke alat yang menggunakan uap bertekanan hendaklah dilengkapi dengan perangkap uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan baik.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
g. Sistem-sistem penunjang
seperti
sistem pemanas,
ventilasi,
pengatur suhu udara, air minum, pemurnian air, penyulingan air, uap, udara bertekanan dan gas hendaklah divalidasi untuk memastikan bahwa sistem-sistem tersebut senantiasa berfungsi sesuai dengan tujuannya. 3.
Pemeliharaan a. Peralatan hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian produk. b. Prosedur-prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi. c. Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku catatan harian.
2.8.5
Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. 1. Personalia a. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan, baik sebelum diterima menjadi personil maupun selama bekerja. b. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
c. Tiap personil yang mengidap suatu penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat merugikan kualitas produk, hendaklah dilarang menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan yang sedang dalam proses dan obat jadi, sampai ia sembuh kembali. d. Untuk keamanan sendiri dan untuk menjamin produk terlindung dari pencemaran, personil hendaklah mengenakan pakaian pelindung badan yang bersih termasuk penutup rambut yang bersih sesuai dengan tugas yang mereka laksanakan. e. Merokok, makan, minum, mengunyah, meletakkan tanaman atau menyimpan makanan, minuman, dan obat pribadi hanya diperbolehkan di daerah tertentu dan dilarang dalam daerah produksi, laboratorium, daerah gudang dan daerah lainnya yang mungkin merugikan mutu produk. 2. Bangunan a. Gedung yang digunakan untuk pembuatan obat harus dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. b. Toilet tersedia dalam jumlah yang cukup dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci kaki bagi personil yang letaknya mudah dicapai dari daerah kerja. c. Hendaklah disediakan fasilitas yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
d. Harus ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggungjawab sanitasi 3. Peralatan a. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih. b. Harus ada prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat. 4. Kualifikasi dan Validasi Prosedur Sanitasi dan Higiene Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan. 2.8.6
Produksi Produksi harus dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
sehingga menjamin obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. 1.
Bahan awal a. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, harus memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
b. Setiap penerimaan bahan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan kemasan, kebocoran dan kerusakan, serta contoh untuk pengujian diambil oleh petugas dengan menggunakan metode yang telah disetujui oleh manajer pengawasan mutu. c. Bahan awal yang baru tiba, harus dikarantina, sampai disetujui dan diluluskan untuk digunakan oleh penanggung jawab pengawasan mutu. d. Label yang menunjukkan status bahan awal hanya boleh dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab bagian pengawasan mutu. e. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai secara jelas, tersimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok. 2.
Validasi proses a. Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. b. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah disertai dengan tindakan validasi ulang.
3.
Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan kesehatan, mengurangi daya terapeutik atau mempengaruhi kualitas suatu produk tidak dapat diterima. Perhatian khusus harus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai dengan CPOB. 4.
Sistem penomoran bets dan lot. a. Sistem yang menjabarkan cara penomoran bets dan lot secara rinci diperlukan, untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau obat jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu. b. Sistem penomoran bets atau lot harus menjamin bahwa nomor bets atau lot yang sama tidak digunakan secara berulang.
5.
Penimbangan dan penyerahan a. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang boleh diserahkan hanyalah yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. b. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan terhadap kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan dari bagian pengawasan mutu. c. Setiap
penimbangan
atau
pengukuran
hendaknya
dilakukan
pembuktian kebenaran, ketepatan identitas, dan jumlah bahan yang ditimbang dan diukur oleh dua petugas secara terpisah.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
d. Bahan baku, produk antara, dan produk ruahan hendaknya diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum diserahkan ke bagian produksi. 6.
Pengembalian a. Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang
dikembalikan
ke
tempat
penyimpanan
hendaklah
didokumentasikan. b. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan tidak boleh dikembalikan ke gudang kecuali bila memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. 7.
Pengolahan a. Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan. b. Kondisi daerah pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan sampai tingkat yang disyaratkan untuk kegiatan yang akan dilakukan. Sebelum pengolahan dimulai, ditempuh langkah yang menjamin bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari bahan, produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang bersangkutan. c. Semua peralatan yang digunakan dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
d. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Tiap penyimpanan hendaklah dilaporkan dengan menyertakan alasan dan penjelasan. e. Semua produk antara atau produk ruahan harus diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. 8.
Produk steril a. Cara produksi ada dua kategori yaitu aseptis dan sterilisasi akhir. b. Semua produk steril dibuat dengan kondisi terkendali dan dipantau dengan teliti serta diperlukan tindakan khusus untuk meyakinkan sterilitas produk steril yang dibuat. c. Untuk membuat produk steril diperlukan ruang terpisah yang dirancang khusus. d. Pembuatan produk steril memerlukan tiga kualitas ruangan yang berbeda, yakni: ruang ganti pakaian, ruang bersih untuk persiapan komponen dan penyiapan larutan dan ruangan steril untuk kegiatan steril e. Kontaminasi jasad renik tidak boleh melebihi nilai batas. f. Personel
yang
bekerja
dipilih
dengan
seksama
dan
harus
memperhatikan standar higiene dan kebersihan perorangan serta mendapatkan pelatihan sesuai dengan bidangnya. g. Personel memakai pakaian khusus untuk daerah bersih dan steril serta ditangani secara terpisah pemakaian dan pencuciannya. Arloji,
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
perhiasan dan kosmetik tidak boleh dipakai dalam ruangan bersih dan steril. h. Bangunan untuk ruangan steril dirancang khusus, diberi aliran udara bertekanan positif secara efektif melalui saringan. Permukaan ruangan harus kedap air dan tidak retak. Tidak boleh ada bagian yang dapat menjadi tempat penumpukan debu. Pipa–pipa dipasang dengan tepat dan saluran pembuangan dipasang terpisah serta tidak boleh ada bak pencucian. i. Peralatan dirancang dan dipasang dengan tepat dan mudah dibersihkan. j. Pengolahan bahan awal dan produk hendaklah dihindari dari pencemaran jasad renik, baik sebelum dan sesudah sterilisasi. Wadah, pembersih, jarak waktu sterilisasi, pembuatan larutan dan sumber air selalu dipantau dengan baik. k. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering, saring, etilen oksida atau radiasi sesuai dengan masing-masing cara yang efektif. 9.
Pengemasan a. Kegiatan pengemasan berfungsi untuk membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi. Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
b. Sebelum
kegiatan
pengemasan
dimulai
hendaklah
dilakukan
pemeriksaan untuk memastikan bahwa peralatan dan ruang kerja dalam keadaan bersih dan bebas dari produk, sisa produk lain atau dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan yang dilakukan. c. Setiap penyerahan produk ruahan dan bahan pengemas hendaklah diperiksa dan diteliti kesesuaiannya dengan prosedur pengemasan induk atau perintah pengemasan khusus. 10.
Bahan atau produk pulihan Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan asalkan bahan atau produk tersebut layak untuk diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan, serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak terjadi perubahan berarti terhadap mutunya.
11.
Obat kembalian a. Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik misalnya karena label atau kemasan luar yang kotor dapat diberi label kembali dan harus hati-hati untuk menghindari campur baur dengan produk lain atau terjadinya kesalahan pemberian label. b. Obat jadi yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat, setelah dievaluasi secara kritis oleh petugas pengawasan mutu dan ternyata memenuhi standar, spesifikasi dan karakteristik yang ditetapkan maka, dapat dipertimbangkan untuk
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
dijual kembali, diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya. Bilamana ada keraguan terhadap mutu, produk ini tidak boleh dipertimbangkan untuk didistribusikan kembali atau diolah ulang. 12.
Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi diserahkan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum obat jadi dipindahkan ke gudang, pengawasan ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan bahwa produk dan catatan menyeluruh tentang bets yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
13.
Pengawasan distribusi obat jadi a. Sistem distribusi hendaklah dirancang dengan tepat sehingga menjamin bahwa obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu. b. Sistem tersebut mencakup pula cara pencatatan yang tepat sehingga distribusi tiap bets dapat segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan dan penarikan kembali jika diperlukan. c. Prosedur tertulis mengenai distribusi obat hendaklah dibuat dan dipatuhi. d. Penyimpangan terhadap prinsip pertama masuk pertama keluar hanya diperbolehkan untuk jangka waktu pendek dan hanya atas persetujuan pimpinan yang bertanggung jawab.
14.
Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Semua bahan hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. 15.
Pembuatan obat berdasarkan kontrak a. Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik pembuat (disebut penerima kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut pemberi kontrak). b. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah memiliki izin operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan bentuk sediaan obat yang akan dikontrakkan.
2.8.7
Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat
yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. 1.
Ketentuan umum Bagian pengawasan mutu melaksanakan tugas pokok antara lain sebagai berikut: a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi b. Menyiapkan instruksi tertulis yang rinci untuk tiap pemeriksaan, pengujian dan analisis c. Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan di masa mendatang
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
d. Meluluskan atau menolak setiap bets bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat. e. Mengevaluasi dan menyetujui prosedur pengolahan ulang suatu produk. 2.
Laboratorium pengujian a. Bangunan laboratorium hendaklah terpisah dari ruangan produksi dan terpisah antar masing-masing laboratorium. Ruang instrumen juga dibuat terpisah untuk melindungi terhadap listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan atau instrumen tersebut perlu diisolasi dari peralatan lainnya. b. Personalia, setiap personil yang bertugas mengawasi atau yang langsung melakukan pekerjaan laboratorium hendaklah mempunyai pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk menjalankan tugasnya serta mendokumentasikan segala tugas dan tanggungjawab yang diberikan. Dalam bekerja personil hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti respirator atau masker, kaca mata pelindung dan sarung tangan yang tahan terhadap asam atau alkali. c. Peralatan serta instrumen laboratorium pengujian hendaklah cocok untuk prosedur pengujian yang dilakukan serta prosedur tetap untuk pengoperasian tiap instrumen dan peralatan hendaklah tersedia dan diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang bersangkutan.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
d. Pereaksi dan media biakan bakteri yang diterima hendaklah dicatat, serta dibuat sesuai dengan prosedur pembuatan tertulis dan diberi label yang sesuai. Untuk memastikan kecocokan media pembiakan yang dipakai digunakan kontrol positif dan kontrol negatif. e. Baku pembanding dipegang oleh seorang yang telah ditunjuk. Baku pembanding terdiri atas baku pembanding primer yang digunakan untuk tujuan tertentu yang sesuai dalam monografi, dan baku pembanding sekunder atau baku pembanding kerja dapat dibuat dan dipakai setelah dilakukan pengujian yang sesuai secara periodik. Semua baku pembanding tersebut hendaklah disimpan dan digunakan secara tepat sehingga mutunya tetap. f. Spesifikasi dan prosedur pengujiaan hendaklah divalidasi dengan memperhatikan fasilitas peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut digunakan dalam pengujian rutin, dan hendaklah mengikuti instruksi yang tercantum dalam prosedur pengujian untuk masing-masing bahan atau produk jadi. g. Catatan analisis mencakup nama dan nomor bets, nama petugas yang mengambil contoh, metoda analisa yang digunakan, semua data analisa,
perhitungan
data
analisa,
pernyataan
toleransi
yang
diperbolehkan yaitu pernyataan yang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat, tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan pengujian dan perhitungan, nama pemasok, jumlah keseluruhan dan jumlah bahan awal yang diterima, jumlah wadah, bahan baku, bahan
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi dari bets atau lot yang dianalisa. h. Contoh pertinggal dengan identitas yang jelas dan mewakili setiap bets bahan baku berkhasiat yang diterima hendaklah disimpan untuk jangka waktu tertentu. Jumlah contoh pertinggal sekurang-kurangnya dua kali dari jumlah contoh yang dibutuhkan untuk pengujian lengkap kecuali untuk uji sterilitas. 3.
Validasi Bagian pengawasan mutu hendaklah melakukan validasi terhadap
prosedur penetapan kadar dan kalibrasi instrumen. a.
Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi 1)
Tiap spesifikasi hendaklah disetujui terlebih dahulu dan disimpan oleh bagian pengawasan mutu.
2)
Pengambilan contoh merupakan operasi penting karena hanya sebagian kecil saja dari suatu bets yang diambil untuk pengujian mutu.
b.
Pengolahan ulang 1)
Pengolahan prosedurnya
ulang
tidak
diperiksa
boleh
dan
dilakukan
disetujui
oleh
sebelum bagian
pengawasan mutu.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
2)
Pengolahan ulang suatu bets produk dapat dipertimbangkan hanya apabila resiko yang mungkin sekali terjadi akibat pengolahan
ulang
telah
dilakukan
eveluasi
secara
meyakinkan dan dinilai dapat diabaikan. 3)
Uji stabilitas lanjut hendaklah dilakukan terhadap obat jadi hasil pengolahan ulang bila diperlukan.
c.
Evaluasi bagian pengawasan mutu terhadap prosedur produksi 1)
Bagian pengawasan mutu hendaklah ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk untuk setiap ukuran bets suatu produk untuk menjamin keseragaman dari bets ke bets yang diproduksi.
2)
Bagian
pengawasan
mutu
hendaklah
memberikan
persetujuan atas prosedur pembersihan dan sanitasi peralatan produksi. d.
Peninjauan catatan bets produksi 1)
Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets obat jadi hendaklah diteliti oleh bagian pengawasan mutu untuk menentukan
apakah
pembuatan
bets
bersangkutan
memenuhi semua prosedur yang telah ditetapkan sebelum diluluskan untuk produksi. 2)
Tiap bets yang menyimpang atau gagal dalam memenuhi spesifikasinya hendaklah diselidiki secara tuntas.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
e.
Penelitian stabilitas 1)
Hendaklah dirancang program pengujian stabilitas untuk mengetahui stabilitas obat jadi untuk menentukan kondisi penyimpanan yang cocok serta tanggal daluarsa.
2)
Penelitian stabilitas dilakukan dalam hal produk baru, memiliki kemasan baru yang berbeda dengan standar yang telah ditetapkan, perubahan formula, perubahan metoda pengolahan dan sumber bahan baku.
f.
Keluhan terhadap obat 1)
Hendaklah dirancang suatu sistem penanganan terhadap keluhan
obat
yang
mencakup
prosedur
tetap
dan
penunjukan petugas yang bertanggung jawab menerima keluhan. 2)
Hendaklah dibuat catatan keluhan terhadap obat dan juga penanganannya.
g.
Obat kembalian Bagian pengawasan mutu hendaklah bertanggung jawab atas
pemeriksaan produk yang dikembalikan karena adanya keluhan, kerusakan, daluarsa atau hal lain yang menimbulkan keraguan atas mutu produk tersebut. h.
Penilaian terhadap pemasok Bagian pengawasan mutu hendaklah ikut bertanggung jawab
bersama departemen yang relevan untuk memilih pemasok yang mampu
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
dan dapat dipercaya dalam penyediaan bahan awal yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. 2.8.8
Inspeksi Diri Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mencari kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikannya. Inspeksi diri harus dilakukan secara teratur dan dibuat prosedur serta pencatatannya. Tindakan perbaikan yang disarankan sebaiknya dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk tim yang mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB. Hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, bangunan termasuk fasilitas untuk karyawan, penyimpanan bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, serta pemeliharaan gedung dan peralatan. Inspeksi diri dapat dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik yang bersangkutan. Inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan sekurangkurangnya sekali dalam setahun.
2.8.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian 1.
Keluhan dan Laporan Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan, dan masalah medis lainnya. Keluhan dan laporan ditangani secara:
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan yang diterima. b. Keluhan dan laporan hendaklah ditangani oleh bagian yang bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima. c. Terhadap tiap keluhan dan laporan dilakukan penelitian dan evaluasi secara seksama, termasuk meninjau seluruh informasi yang masuk tentang pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh yang diterima. Bila perlu dilakukan pemeriksaan terhadap contoh pertinggal bets yang bersangkutan dan meneliti kembali semua data serta dokumentasi yang berkaitan. Tindak lanjut terhadap keluhan dan laporan: 1)
Tindakan perbaikan yang diperlukan termasuk penarikan kembali bets obat jadi atau seluruh obat jadi yang bersangkutan dan tindak lanjut lainnya yang sesuai.
2)
Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk evaluasi penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada bagian yang bersangkutan dan kepada pejabat pemerintah yang berwenang.
2.
Penarikan Kembali Obat Jadi Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali dapat dilakukan atas prakarsa produsen sendiri atau instruksi instansi pemerintah yang berwenang. Keputusan untuk melakukan penarikan kembali obat jadi adalah tanggung jawab apoteker penanggung jawab pabrik dan pimpinan perusahaan. Penarikan kembali obat jadi dapat pula sekaligus merupakan penghentian pembuatan obat jadi yang bersangkutan. Pelaksanaan penarikan kembali obat jadi: a. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui adanya obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan atau mempunyai
efek
samping
yang
tidak
diperhitungkan
sebelumnya dan membahayakan kesehatan. b. Obat jadi yang mempunyai resiko besar terhadap kesehatan selain tindakan penarikan hendaklah segera diambil tindakan khusus agar obat yang bersangkutan dikenakan embargo untuk tidak digunakan. Dalam hal ini penarikan dilakukan sampai ke tingkat konsumen. Sistem dokumentasi pabrik dapat mendukung pelaksanaan penarikan kembali dan embargo secara efektif, cepat, dan tuntas. 3.
Obat Kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar dan kemudian dikembalikan ke produsen karena adanya keluhan kadaluarsa, masalah
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, kualitas, dan kuantitas obat jadi yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, dan menganalisa obat yang dikembalikan, serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan. Terhadap obat kembalian dilakukan evaluasi yang seksama untuk menentukan apakah obat jadi yang bersangkutan dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat kembalian digolongkan sebagai berikut: a. Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan masih dapat digunakan. b. Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang. c. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang. Prosedur memperhatikan
penanganan
obat
kembalian
dibuat
dengan
hal-hal berikut:
a. Jumlah dan identifikasi obat kembalian harus dicatat. b. Obat kembalian yang diterima hendaklah dikarantina. c. Terhadap obat kembalian dilakukan penelitian dan pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu untuk menentukan tindak lanjut. d. Keputusan untuk melakukan pengolahan obat kembalian hendaklah dilakukan oleh pimpinan perusahaan atas dasar pertimbangan yang seksama dan proses pengolahan harus diawasi secara ketat.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Obat kembalian tidak dapat diolah ulang harus dimusnahkan. Hendaklah dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak berwenang. 2.8.10 Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi bahan baku dan produk, prosedur, metode dan
instruksi,
perencanaan,
pelaksanaan,
pembersihan,
pemeliharaan,
penyimpanan dan distribusi, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets atau lot untuk produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi digunakan juga dalam pemantauan dan pengendalian seperti pada kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB III KEGIATAN INDUSTRI FARMASI 3.1
Kegiatan Lafi Ditkesad Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi
obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang, proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan dan kegiatan administrasi. 3.1.1
Perencanaan dan Pengadaan Barang Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad
dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan dievaluasi oleh Subditbinyankes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan. Surat Keputusan Kasad No. Skep/336/X/2005 tanggal 17 Oktober 2005 tentang Pengadaan Barang/Material dan Jasa di Lingkungan Angkatan Darat mengatur tata cara pengadaan obat yang dilakukan dengan cara pembelian obat jadi dan produksi di Lafi Ditkesad. Bagminlog membuat rencana kebutuhan produksi obat Lafi Ditkesad yang terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). Perencanaan tersebut disusun
52
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
berdasarkan formula dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap bidang Lafi Ditkesad. Pengadaan barang dilakukan melalui Ditkesad yang dikirimkan ke Gudang Pusat II disertai dengan surat Perintah Penerimaan Material (PPnM). Selanjutnya
tim komisi penerimaan barang yang dibentuk oleh Dirkesad
memeriksa keadaan barang secara administrasi, fisika dan kimia, dan pemeriksaan mutu dilakukan oleh Instalasi Wastu. Setelah barang lulus uji mutu akan dibuatkan Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) Penerimaan Material, lalu barang disimpan di Gudang Pusat II dan barang yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan akan ditolak dan dikembalikan kepada pemasok. 3.1.2
Penyimpanan Barang Penyimpanan barang dilaksanakan oleh Instalasi Simpan. Barang-
barang yang berkaitan dengan semua proses kerja yang berlangsung di Lafi Ditkesad, baik produksi, pengawasan mutu, pengemasan, administrasi, maupun proses pendukung lainnya merupakan tanggung jawab Instalasi Simpan. Barang-barang di gudang tersebut disimpan berdasarkan jenis, sifat atau keadaan bahan dan pengeluarannya sesuai dengan sistem First In First Out (FIFO), First Expired First Out (FEFO) dan First Unstable First Out (FUFO).
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
3.1.3
Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instal. Wastu) Pengawasan mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat.
Instal. Wastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Instal. Wastu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja yang menyangkut pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas penunjang lainnya seperti pemeriksaan kualitas udara, pengendalian mutu air dan pemeriksaan limbah. Pelaksanaan kegiatan di Instal. Wastu ditunjang oleh fasilitas Instrumen HPLC, spektrofotometer dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air Flow, Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya. Dalam menjalankan tugasnya, Instal. Wastu didukung oleh personel yang terdiri dari apoteker dan analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan Instal. Wastu tersebut dilaksanakan pada tahap persiapan, selama proses produksi dan setelah proses produksi. Beberapa kegiatan Instal. Wastu diantaranya: 1.
Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi metode analisa yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
2.
Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan pengujian,
dimana
setiap
sampel
yang
diambil
dicatat
dan
didokumentasikan. 3.
Menyiapkan baku pembanding kerja (skunder) untuk pengujian.
4.
Menyimpan contoh pertinggal dan Catatan Pengujian atau Pemeriksaan.
5.
Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan embalage. Hasilnya dapat dicatat pada laporan hasil pengujian (Blanko laporan hasil pengujian Bahan Baku dapat dilihat pada Lampiran 2).
6.
Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap produksi sampai hasil produk akhirnya.
7.
Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh. Dicatat pada laporan hasil pengujian sediaan jadi (Blanko laporan hasil Pengujian Laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 3).
8.
Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan Bets) sebelum obat diluluskan.
9.
Melaksanakan
uji
stabilitas
dipercepat
untuk
menetapkan
kondisi
penyimpanan dan masa edar suatu produk jadi. 10.
Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.
11.
Memantau
stabilitas
produk-produk
yang
telah
dikeluarkan
atau
didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama untuk sediaan antibiotika.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
12.
Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian. Ruangan-ruangan didalam bangunan Instal. Wastu terdiri dari :
1. Laboratorium kimia Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan kimia yang menunjang pemeriksaan mutu secara kimia, lemari asam dan climatic chamber. 2. Laboratorium mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril, Laminar Air Flow dan alat pembaca daya hambat bakteri ( Read Biotic). 3. Ruang fisika Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan tablet, keregasan tablet, waktu hancur tablet dan alat uji kebocoran strip. 4. Ruang Instrumen Peralatan yang terdapat di ruang Instrumen adalah spektrofotometer UV – Vis, alat uji disolusi dan HPLC. 5. Ruang timbang 6. Ruang contoh pertinggal 7. Gudang reagen 8. Perpustakaan 9. Ruang staff
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
3.1.4
Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Instal. Litbang) Dalam menjalankan perannya Instal. Litbang melakukan penelitian
terhadap produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas yang lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan rencana penelitian dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi : 1. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). 2. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk Lafi Ditkesad. 3. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi perubahan alat, bahan baku dan komponen produksi lainnya. 4. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian. Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka, pengadaan bahan, penelitian skala laboratorium dan skala produksi, selanjutnya dilakukan validasi proses produksi dan pengawasan mutu dengan kerjasama antara Instal. Prod. dan Instal. Wastu. 3.1.5
Kegiatan Instalasi Produksi (Instal. Prod.) Kegiatan produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instal. Prod. yang
meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk betalaktam dan produk non
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
betalaktam, dimana masing-masing produk dikerjakan pada gedung yang berbeda. Pada Instal. Prod. terdapat empat seksi yaitu: seksi sediaan padat, seksi sediaan cair steril, seksi sediaan khusus dan seksi kemas. Masing-masing seksi dikepalai oleh seorang Kepala Seksi. Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad belum memiliki nomor registrasi sehingga tidak diperdagangkan bagi masyarakat umum, namun demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia. Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan dalam Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets (Batch Record) yang disusun oleh tim dan disetujui oleh Ka. Instal. Wastu dan Ka. Instal. Prod, kemudian didistribusikan dan didokumentasikan. Hal yang diuraikan dalam Prosedur Pengolahan dan Pengemasan Induk adalah nama produk, kekuatan, bentuk sediaan, pemerian, kondisi penyimpanan, perhatian khusus dan dokumen yang terkait seperti nomor bets, besar bets dan tanggal pembuatan. Pada bagian pengolahan dalam Catatan Pengolahan Bets diuraikan mengenai jumlah penimbangan bahan, prosedur pengolahan serta data pemeriksaan selama proses (In Process Control). Pada bagian pengemasan dalam catatan pengemasan bets diuraikan tentang jumlah, bahan pengemas yang
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
diterima, prosedur pengemasan, pengambilan contoh, hasil obat jadi, pengiriman ke Instal. Simpan dan rekonsiliasi pengemasan. Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan dikeluarkan dari Instal. Simpan berdasarkan Catatan Pengolahan bets dan catatan pengemasan Bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Instal. Simpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan padat, seksi sediaan cair, seksi sediaan khusus. Berikut ini adalah uraian mengenai proses produksi pada masing-masing seksi yang ada di Instalasi Produksi : 1.
Seksi Sediaan Padat (Si Diadat) Kasi Diadat adalah seorang Apoteker yang bertanggung jawab kepada Ka.
Instal. Prod. Pada seksi ini memproduksi obat-obatan yang terdiri dari: sediaan tablet, sediaan kapsul dan sediaan sirup kering. a. Sediaan Tablet Seksi ini meliputi kegiatan pencampuran, pengeringan, granulasi, pencetakan, penyalutan dan stripping. Hasil dari seksi sediaan tablet ini kemudian dikirim ke bagian pengemasan untuk dikemas. Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung, mengandung satu jenis bahan obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Peralatan yang digunakan oleh seksi sediaan padat untuk pembuatan tablet diantaranya adalah mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap, mesin pencampur basah sekaligus campur kering, oven pengering, granulator, mesin cetak tablet, mesin salut film serta mesin strip tablet. Metoda pembuatan tablet yang biasa digunakan adalah metoda cetak langsung dan metoda granulasi basah. Tablet yang diproduksi adalah tablet biasa, tablet kunyah, tablet lapis, tablet salut film dan tablet salut enterik Alur proses produksi tablet di Lafi Ditkesad dengan menggunakan metoda granulasi basah dimulai dengan urutan sebagai berikut: 1)
Proses penimbangan bahan baku Bahan yang ditimbang diambil dari Instal. Simpan. Bahan yang dibawa ke ruang timbang hanya boleh terbungkus oleh kemasan primernya, sedangkan kemasan sekundernya tidak disertakan. Proses penimbangan dilakukan di ruang kelas III. Ruang timbang dilengkapi dengan dust extractor dan meja timbang yang kuat dan tahan getar. Bahan baku yang akan digunakan adalah bahan baku yang sudah dinyatakan lulus.
2)
Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago) Pada proses pembuatan mucilago harus diperhatikan bahwa bahan mucilago telah dicampur homogen sebelum penambahan aqua demineralisata
panas.
Kemudian
dilakukan
pengadukan
sampai
terbentuk massa bening. Pembuatan mucilago ini dilakukan di dalam tangki pemanas double jacket.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
3)
Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam, diaduk sampai homogen. Pada pencampuran ini yang harus diperhatikan adalah waktu pencampuran dan putaran mesin pencampur agar dihasilkan massa yang homogen.
4)
Proses granulasi basah Pada proses granulasi ditambahkan sejumlah bahan pengikat (mucilago) ke dalam hasil campuran zat berkhasiat dengan fase dalam dan diaduk hingga homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal. Proses granulasi ini dilakukan di dalam Mixer.
5)
Proses pengeringan Massa yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 380C selama ±20 jam, sampai terbentuk massa setengah kering (tergantung jenis tablet yang dibuat).
6)
Proses pengayakan Massa setengah kering diayak dengan ayakan mesh tertentu tergantung dari jenis dan ukuran tablet yang akan dibuat. Hasil pengayakan disebut dengan granul setengah kering.
7)
Proses pengeringan Setelah diayak granul setengah kering kembali dikeringkan dalam oven pada suhu dan waktu tertentu sampai mencapai kadar air sekitar 2-5 % (tergantung jenis tablet yang dibuat).
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
8)
Proses pengayakan Setelah kering, granul diayak kembali dengan ayakan ukuran mesh tertentu sampai menjadi granul.
9)
Pengawasan mutu Pada granul yang telah dikeringkan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi pemeriksaan kadar air granul.
10) Proses pencampuran dengan fasa luar Setelah granul lulus dalam uji mutu (IPC) dibuat massa cetak yaitu dengan penambahan pelincir dan penghancur yang kemudian diaduk hingga homogen. 11) Pengawasan mutu Sebelum massa cetak dicetak, dilakukan uji mutu (IPC) meliputi pemeriksaan homogenitas kadar zat aktif . 12) Proses pencetakan tablet Setelah lulus uji mutu dilakukan pencetakan tablet dengan mesin cetak sesuai dengan ukuran, diameter dan berat tablet yang diinginkan. Untuk tablet berlapis dua dibuat sedemikian rupa sehingga kedua lapisan warna sama tebal dan tidak tersisa granul salah satu warnanya saja pada hopper. Selama pencetakan juga harus diperhatikan keragaman bobot, kekerasan dan keregasan tablet. Selama pencetakan, tablet yang dihasilkan dimasukkan ke dalam alat deduster untuk menghilangkan
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet. Ruang cetak tablet dilengkapi dengan dust extractor. 13) Pengawasan mutu Selama pencetakan dilakukan IPC meliputi keragaman bobot dan kekerasan. Sementara Instal. Wastu melaksanakan uji mutu terhadap hasil pencetakan yang meliputi keragaman bobot, kekerasan, keregasan, ketebalan, diameter tablet, uji waktu hancur, kadar bahan aktif dan uji disolusi untuk tablet tertentu (untuk tablet yang ada monografi uji disolusinya). 14) Proses penyalutan Setelah dicetak, tablet ada yang disalut dan ada yang langsung distrip. Pada
proses
penyalutan
harus
diperhatikan
suhu,
frekuensi
penyemprotan, kecepatan putar panci penyalut dan sudut penyemprotan. Tablet bersalut ada dua jenis yaitu tablet salut film dan tablet salut gula. Pada tablet salut film, sediaan tablet disalut dengan larutan penyalut. Alat-alat yang digunakan adalah coating pan dan spray nozzle. Tablet ini diputar dalam coating pan kemudian disemprot dengan larutan bahan penyalut dan dikeringkan dengan mengalirkan udara panas. Tablet salut gula atau sugar coating merupakan sediaan tablet yang disalut dengan larutan penyalut gula (dragee). 15) Pengawasan mutu Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah waktu hancur dan keseragaman bobot.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
16) Proses penyetripan Tablet salut ataupun tablet biasa distrip dengan menggunakan bahan pengemas Polycello pada suhu mesin ± 60 0C atau Polycellonium pada suhu mesin ± 800C - 110 0C sebagai pengemas primer. Suhu mesin tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan merusak kemasan itu sendiri. 17) Pengawasan mutu Uji mutu (IPC) yang dilakukan pada hasil penyetripan berupa pemeriksaan uji kebocoran strip. Tablet yang telah distrip siap untuk dikemas dan obat jadi dikirim ke Instal. Simpan. Alur proses produksi tablet dan tablet salut dapat dilihat pada Lampiran 4. Untuk pembuatan tablet metoda cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses granulasi. b. Sediaan Kapsul Ruang produksi terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian dan polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kapsul diantaranya adalah mesin pencampur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing dan mesin strip.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Alur proses produksi kapsul terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1)
Penimbangan bahan baku Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan pengisi, bahan pelincir dilakukan di ruang kelas C, oleh personil Instal. Simpan .
2)
Pencampuran/granulasi Proses pencampuran dilakukan hingga seluruh bahan yang dicampurkan homogen. Bahan yang diisikan ke dalam kapsul ada yang harus digranulasi terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat alirnya, sedangkan untuk bahan yang tidak digranulasi langsung diisikan pada cangkang kapsul.
3)
Pengawasan mutu Hasil pencampuran massa kapsul dilakukan IPC oleh Instal. Wastu yang meliputi pemeriksaan homogenitas dan kadar zat aktifnya.
4)
Pengisian kapsul Setelah massa kapsul diluluskan oleh Instal. Wastu maka massa kapsul diisikan ke dalam cangkang kapsul. Selama pengisian harus diperhatikan suhu dan kelembaban ruangan.
5)
Polishing Polishing dilakukan untuk menghilangkan debu yang masih menempel pada dinding luar kapsul.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
6)
Pengawasan mutu Pada hasil pengisian kapsul dilakukan pemeriksaan meliputi kadar aktif, keragaman bobot, uji waktu hancur.
7)
Stripping Proses stripping kapsul sama dengan proses stripping pada tablet.
8)
Pengawasan mutu Pada hasil stripping dilakukan tes kebocoran strip. Kapsul yang telah di strip siap untuk dikemas dan dikirim ke Instal. Simpan. Alur proses produksi kapsul dapat dilihat pada Lampiran 5.
c. Sirup Kering Alur proses produksi sirup kering hampir sama dengan alur proses produksi tablet, yang membedakan hanya pada proses pencetakan, stripping dan pengemasan. Alur proses produksi sirup kering dapat dilihat pada Lampiran 6. 2.
Seksi Sediaan Cair (Si Dia Cair) Seksi sediaan cair dikepalai oleh seorang Kasi (Apoteker) yang bertanggung
jawab kepada Ka Instal. Prod. Seksi sediaan cair ini memproduksi obat-obatan yang terdiri dari sediaan salep, sediaan sirup, dan sediaan cairan obat luar.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Sediaan Salep Ruang produksi salep terdiri dari ruang pencampuran dan ruang pengisian. Peralatan yang digunakan antara lain mesin peleleh basis (double jacket), mesin pencampur salep dan mesin pengisi-penutup salep otomatis. Alur proses produksi salep terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1)
Penimbangan bahan baku dilakukan diruang kelas C oleh personil Instal. Simpan
2)
Pelelehan basis Basis dilelehkan pada tangki pemanas double jacket, disaring kemudian didiamkan selama satu malam.
3)
Pencampuran Bahan basis yang telah dilelehkan lalu dicampur dengan zat aktif dan diaduk terus sampai homogen pada suhu 400C di dalam Homomixer.
4)
Pengawasan mutu Pada hasil proses pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas, pH dan kadar zat aktif.
5)
Pengisian tube Setelah lulus uji mutu, massa salep diisikan ke dalam tube dengan suhu yang terjaga sekitar 400C.
6)
Pengawasan mutu Pada hasil pengisian dilakukan uji mutu (IPC) untuk diperiksa keseragaman isi tube dengan cara menimbang tube satu persatu yang
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
dilakukan setiap 15 menit. Setelah lulus uji mutu, tube siap dikemas dan dikirim ke Instal. Simpan. Alur proses produksi salep dapat dilihat pada Lampiran 7. b.
Sediaan Sirup Ruang produksi sirup merupakan ruang kelas III yang terdiri dari ruang
pencampuran, ruang pengisian, ruang pencucian alat. Peralatan yang digunakan antara lain mixer, colloid mill, tangki pemanas (double jacket), filter, drum stainless, mesin pengisi sirup, penutup botol dan pemasangan etiket yang merupakan satu rangkaian (In Line Process). Alur proses produksi sirup terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1)
Penimbangan bahan baku dilakukan diruang kelas C oleh personil Instal. Simpan
2)
Pembuatan larutan gula pekat (Syrupus Simplex) Pembuatan larutan gula pekat dilakukan pada tangki pemanas (double jacket). Pemanasan menggunakan uap air yang dihasilkan oleh ketel uap.
3)
Pencampuran Zat aktif dan zat tambahan (pewarna dan pengawet) masing-masing dilarutkan dalam pelarutnya sampai larut sempurna, lalu dicampur dengan larutan gula pekat. Essence dapat ditambahkan jika diperlukan dan volume ditambahkan sampai tanda batas yang ditentukan.
4)
Pengawasan mutu Pada hasil pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas larutan, kadar zat aktif, pH larutan dan bobot jenis.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
5)
Pengisian, penutupan dan labelling Setelah lulus uji mutu dilakukan pengisian, penutupan dan pemberian etiket atau label.
6)
Pengawasan mutu Pada hasil pengisian dan penutupan dilakukan pengawasan mutu yang meliputi kadar zat aktif, pH larutan dan berat jenis. Selama proses pengisian dilakukan pengontrolan setiap 15 menit terhadap keseragaman volume dan hasil penutupan.
Alur proses produksi sirup dapat dilihat pada Lampiran 8. 3.
Seksi Sediaan Khusus (Si Diasus) Seksi sediaan khusus terdiri dari produksi Betalaktam dan Sefalosporin.
Produksi Sefalosporin belum dimulai karena bangunan produksi belum jadi. Produksi Betalaktam di Lafi Ditkesad telah mendapatkan sertifikat CPOB pada tanggal 1 Juni 2000. Proses produksi Betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan produksi Non Betalaktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang. Gedung produksi Betalaktam telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air shower, dan ruang penyangga (air lock). Lantai, dinding dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan pembersihan. Ruang kelas A terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), dimana dilakukan pengisian ke dalam vial. Ruang kelas B meliputi loker, koridor kelas B, air
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
shower, dan ruang staging steril. Ruang kelas C meliputi ruang timbang, ruang staging, ruang campur, ruang cetak tablet, ruang karantina, ruang salut film, ruang penyetripan, ruang isi kapsul, ruang isi sirup kering, ruang cuci vial, ruang botol bersih, ruang simpan alat, ruang IPC, ruang janitor, loker kelas C wanita dan pria. Ruang kelas D meliputi ruang coding, ruang kemas, ruang karantina obat jadi, ruang gudang sejuk, ruang gudang botol/vial, ruang cuci botol, ruang simpan alat, ruang laundry dan loker kelas D wanita dan pria. Sistem pengaturan udara (Air Handling System/AHS) untuk ruang kelas A dan kelas B dilakukan dengan sistem recycle/ sirkulasi (udara dari kelas B disaring kemudian ditambah udara segar 10-20 % dan diolah kembali), kemudian udara yang masuk disaring dengan HEPA filter. Sementara untuk ruang kelas C dengan sistem pengolahan udara terbuka (udara segar yang masuk disaring dengan pre-filter dan medium filter). Kondisi ruangan di Betalaktam selalu diukur secara berkala untuk mengukur pertukaran udara, suhu udara, kelembaban dan jumlah partikel. Setiap personel yang masuk ke ruangan Betalaktam diharuskan menggunakan pakaian khusus lengkap dengan aksesorisnya yang berupa masker, sepatu dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruangan dan saat keluar dari ruangan diharuskan melewati air shower yang dimaksudkan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor yang melekat. Setelah selesai melaksanakan kegiatan produksi, setiap personel diharuskan untuk membersihkan diri dengan mandi. 4.
Seksi Kemas Pengemasan dilakukan pada produk ruahan tablet, kapsul, sirup, dan salep.
Pengemasan tablet dilakukan setelah proses stripping. Tablet yang sudah distrip,
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik lalu dislep, setiap sak plastik berisi 25 strip, tiap-tiap strip berisi 10 tablet. Hasil slep kemudian dimasukkan ke dalam dus dimana setiap dus isinya berbeda sesuai dengan ukuran diameter tablet yaitu: a. Untuk tablet dengan diameter 7,5 mm, setiap dus berisi 50 sak plastik. b. Untuk tablet dengan diameter 10-13 mm, setiap dus berisi 30 sak plastik. c. Untuk kaplet dan kapsul, setiap dus berisi 20 sak plastik. Pengemasan kapsul dilakukan setelah proses stripping. Kapsul yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik lalu di seal. Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus dimana tiap dus berisi 20 sak plastik, setiap sak plastik berisi 25 strip dan setiap strip berisi 10 kapsul. Untuk sirup dipak ke dalam dus. Tiap dus berisi 36 botol dilengkapi dengan sendok dan slip pak. Untuk sediaan salep setelah dimasukkan ke dalam tube aluminium sebanyak 10 g yang etiketnya telah tercetak pada permukaan luar tube, dimasukkan ke dalam dus kecil. Setiap dus kecil berisi 25 tube dan dimasukkan ke dalam dus besar yang berisi 24 dus kecil. Setelah pengemasan selesai, dilakukan pemeriksaan oleh Instal. Wastu. Setelah dikemas dan diperiksa oleh Instl. Wastu seksi kemas membuat laporan administrasi yang terdiri dari laporan bulanan dan bukti penyerahan obat jadi yang dikirim ke Instalasi Simpan.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
3.1.6
Kegiatan Instalasi Simpan (Instal.Simpan) Instalasi Simpan (Instal. Simpan) bertanggung jawab terhadap barang-
barang yang berkaitan dengan setiap proses kerja yang berlangsung di Lafi Ditkesad yaitu produksi, laboratorium, pengemasan, administrasi dan logistik serta proses pendukung lainnya. Barang- barang yang disimpan di gudang Instal. Simpan disusun berdasarkan jenis dan sifat barang. Adapun penyelenggaraan administrasi yang menyertai pemindahan tanggung jawab dari Instal. Simpan ke Gudang Pusat II adalah sebagai berikut : 1. Bukti Penyerahan Barang (BP) dari Instal. Simpan ke Gudang Pusat II. 2. Bukti Pengiriman (Surat Kirim Barang). Kegiatan yang dilakukan oleh Instal. Simpan meliputi : 1. Menerima dan menyimpan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain serta peralatan produksi dari Gudang Pusat II. 2. Menyerahkan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain serta peralatan kepada bagian dan Instalasi yang membutuhkan. 3. Menerima obat jadi dari Instalasi Produksi 4. Menyerahkan obat jadi ke Gudang Pusat II. Persediaan barang di Ins. Simpan diawasi dengan ketat dimana pemasukan dan pengeluaran barang dicatat di kartu gudang. Ruang Instal. Simpan terdiri dari ruangan administrasi, ruang sejuk (AC), ruang sampling (kelas C), ruang timbang, ruang bahan aktif, ruang bahan cair dan ruang produk jadi, ruang bahan pembantu, ruang embalage, ruang timbang yang dilengkapi AC dan penyedot debu serta ruangan hasil timbang.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
3.1.7
Kegiatan Instalasi Pemeliharaan (Instal.Har) Instalasi pemeliharaan merupakan pelaksana fungsi pemeliharaan dan
perbaikan terhadap alat produksi dan laboratorium sehingga siap digunakan, penatalaksanaan limbah industri, menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan dilaporkan kepada Kalafi. 1.
Penanganan Limbah Limbah dari industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan di sekitar industri tersebut. Limbah Lafi Ditkesad berasal dari proses produksi dan proses pengujian, yang terbagi atas limbah padat dan limbah cair. Pada produksi obat Non Betalaktam, pengolahan limbah padat dilakukan dengan menggunakan dust collector yaitu limbah (debu) disedot dari ruang produksi dengan blower kemudian dikumpulkan dalam kantong penampung dan dibakar. Khusus untuk limbah dari proses penyalutan tablet, terlebih dahulu diolah dengan air washer. Sedangkan limbah cair produksi Non Betalaktam langsung dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah. Pada produksi Betalaktam, pengolahan limbah terlebih dahulu diolah melalui air washer, dimana limbah padat (debu) disedot oleh blower dari ruangan yang berdebu seperti ruangan strip, isi kapsul, cetak, coating, campur dan ruang isi sirup kering, lalu disemprot dengan air bertekanan 4 bar sehingga debu akan
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak destruksi yang dilengkapi dengan dozing pump dan pH meter. Cairan ini didestruksi untuk memecah cincin Betalaktam dengan larutan NaOH 0,1 N yang diteteskan secara otomatis sampai diperoleh pH 9. Sedangkan limbah cair produksi obat non Betalaktam tidak melalui destruksi. Selanjutnya, limbah hasil produksi Betalaktam disalurkan ke IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Pengolahan limbah pada IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia dan mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan mengendapkan kotoran pada bak pengendap. Cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan Poly Aluminium Chloride pada bak koagulan dan flokulan polimer anionik pada bak flokulasi. Cara mikrobiologi dilakukan dengan mengembangbiakkan bakteri aerobik pada bak aerasi agar dapat menghancurkan zat organik. Untuk menjaga pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea sebagai nutrisi untuk bakteri. Tahapan pengolahan
air limbah di IPAL LAFI DITKESAD adalah
sebagai berikut: a. Bak Penampungan Awal Air limbah yang masuk dari produksi Betalaktam yang telah mengalami destruksi akan ditampung dan pengotornya diendapkan dalam bak ini. Kemudian dialirkan ke bak pengendapan (sedimentasi pertama).
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
b. Bak Sedimentasi Pertama Disini terjadi proses pengendapan kembali. Di dalam bak ini terdapat sekat-sekat yang menghambat laju aliran air sehingga reaksi pengendapan berlangsung lama. Air limbah dari bak ini mengalir ke bak equalisasi. c. Bak Equalisasi Disini terjadi proses fisika. Di bak ini material padat dihancurkan dengan menggunakan Communitor, pasir terbawa diendapkan. Bak ini dilengkapi dengan pompa untuk mengendalikan fluktuasi jumlah air kotor yang tidak merata, yaitu pada jam kerja dan di luar jam kerja. Bak ini juga terdapat pengaduk untuk mengaduk bahan organik agar tidak mengendap. d. Bak Aerasi dan Stabilisasi Air limbah masuk ke dalam bak ini dengan menggunakan pompa secara kontinyu. Di dalam bak ini limbah diolah menggunakan bakteri aerob (jenis SGP-50) yang berguna untuk menghancurkan zat-zat organik. Bak ini dilengkapi dengan aerator untuk memasukkan oksigen dari udara yang dihasilkan oleh blower dan ditransfer ke dalam air limbah, sehingga mikroorganisme mampu melanjutkan sintesis dan dekomposisi bahan pencemar menjadi gas yang tidak mencemari. Di dalam bak ini dilakukan juga pengadukan untuk menjamin seluruh material yang ada di dalam limbah cair dalam kondisi tersuspensi.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
e. Bak Sedimentasi Kedua (Clarifier) Air limbah dari bak aerasi mengalir ke dalam bak sedimentasi kedua. Dalam bak ini air mengalami penjernihan. Bak ini memiliki dinding pemisah bergerigi untuk menahan pengotor dan dasar yang berbentuk kerucut untuk mengendapkan sedimen sehingga air yang mengalir ke bak koagulasi hanya cairannya saja. f. Bak Koagulasi Cairan dari bak sedimentasi kedua masuk ke dalam bak koagulasi. Di dalam bak ini ditambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dengan menggunakan dozing pump yang disertai dengan pengaduk, dimana koagulasi berfungsi untuk mengikat protein berantai panjang. Konsentrasi PAC yang diteteskan dalam larutan yaitu 50 kg PAC dalam 1000 L air. Bak koagulasi berfungsi sebagai bak penampung koagulan. g. Bak Flokulasi Dari bak koagulasi cairan dialirkan ke bak flokulasi yang berfungsi untuk mengendapkan endapan yang masih terbawa. Di dalam bak ini air limbah mengalami penambahan flokulan berupa polimer elektrolit sebagai polianionik dengan konsentrasi 1 kg polianionik dalam 1000 L air sehingga terbentuk flok-flok yang kemudian diendapkan di bak sedimentasi kedua. Untuk air yang sudah jernih akan langsung menuju ke bak penampungan akhir melalui bidang miring.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
h. Bak Pengendapan akhir (Bak Sedimentasi Ketiga) 1) Dari bak flokulasi, cairan yang masih mengandung endapan dialirkan ke dalam bak sedimentasi ketiga yang berbentuk kerucut di bagian bawah bak. Pada bak ini diberi karung yang berfungsi sebagai penyaring untuk menampung endapan, sedangkan cairan yang lebih jernih masuk ke dalam bak penampung cairan. 2) Bak Cairan Cairan yang masih mungkin mengandung limbah dialirkan kembali ke bak sedimentasi pertama untuk diolah kembali sampai limbah tersebut benar-benar bersih dari senyawa kimia yang berbahaya. i. Bak Bidang Miring Bak bidang miring berbentuk miring ke satu arah yang menghubungkan bak flokulasi dan bak kontrol yang gunanya untuk menahan endapan dan partikel lain yang masih terdapat dalam air limbah dari bak flokulasi. Melalui bak bidang miring, air dari bak flokulasi mengalir ke bak kontrol. j. Bak Kontrol (Bak Pembuangan Akhir) Cairan yang sudah jernih dialirkan ke bak kontrol yang berisi ikan sebagai kontrol biologi untuk diperiksa kadar COD dan BOD serta TDS (jumlah zat padat total), pH dan angka fenol. Jika hasilnya memenuhi syarat air dapat dibuang ke saluran pembuangan umum.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Parameter yang harus dipantau untuk limbah cair adalah : 1. pH 2. Suhu 3. Total Suspended Solid (TSS) 4. Total Dissolved Solid (TDS) 5. Biological Oxygen Demand (BOD) 6. Chemical Oxygen Demand (COD) 7. Minyak / lemak BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI FARMASI (Kep-51/MENLH/10/1995) Parameter
Proses pembuatan
Formulasi
Bahan Formula
(Pencampuran)
(mg/L)
(mg/L)
BOD
100
75
COD
300
150
TSS
100
75
Total-N
30
-
Fenol
1,0
-
pH
6,0 - 9,0
6,0 – 9,0
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Denah IPAL dapat dilihat pada Lampiran 9. 2.
Fasilitas Pendukung / Utility Fasilitas pendukung terdiri dari pengolahan air baku farmasi, Instalasi
listrik dan Instalasi udara bertekanan. Sumber air bersih didapat dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang diolah menjadi air baku farmasi melalui Instalasi pengolahan air. Air baku farmasi adalah air yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku air untuk produksi steril maupun nonsteril. Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility adalah Kepala Instalasi Pemeliharaan (Instal. Har). Fasilitas utility terdiri dari : a. Instalasi Listrik Sumber listrik Lafi Ditkesad berasal dari PLN dengan daya sebesar 2000 kW. Pada saat ini belum digunakan generator karena beberapa pertimbangan antara lain karena jarang terjadi pemadaman listrik dari PLN dan penggunaan generator terdapat delayed bila listrik dari PLN padam. b. Pengolahan Demineralisata Sumber air bersih berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kemudian
diolah menjadi air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air.
Pemilihan PDAM sebagai sumber air oleh Lafi Ditkesad adalah karena banyaknya kandungan logam pada air tanah. Air yang berasal dari PDAM terlebih dahulu ditampung pada tangki yang tertanam di dalam tanah ( ground tank ) kemudian dialirkan melalui pipa ke
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
dalam suatu alat filtrasi. Air yang diolah menjadi air demineralisata mengalami beberapa tahap penyaringan : 1) Saringan Pasir (sand filter) Saringan pasir berfungsi untuk mengikat kotoran-kotoran dan kaporit yang terbawa air selama pengolahan air di PDAM. 2) Saringan Karbon (carbon filter) Saringan karbon berfungsi untuk menyerap bau, rasa, warna, kontaminan organik dan unsur chlor yang ditambahkan pada pengolahan air di PDAM. 3) Resin Kation Resin kation berfungsi untuk menghilangkan ion-ion positif dan ditukar dengan ion hidrogen. 4) Resin Anion Resin anion berfungsi untuk menghilangkan ion-ion negatif dan ditukar dengan ion hidroksida, sehingga menghasilkan air dengan kandungan Total Dissolved Solid (TDS) kurang dari 8 ppm dan silika kurang dari 0,1 ppm. 5) Setelah mengalami beberapa tahap pemurnian, air demineralisata dialirkan ke ruangan-ruangan produksi dan laboratorium untuk digunakan.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
c. Pengolahan Air Suling Air suling merupakan kelanjutan dari air demineralisata yang dihubungkan dengan alat dan pemroses aquadest, dengan alat ini dihasilkan air suling. d. Boiller (Steam) Air baku untuk menghasilkan uap panas adalah aqua demineralisata yang ditekan melalui pompa air masuk ke filter kemudian ditampung di dalam tangki stainless steel untuk mensuplai steam. Air dipanaskan melalui boiler hingga menjadi uap. Alat ini bekerja secara semi otomatik dengan alat-alat pengaman yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan dialirkan melalui pipa ke ruang-ruang produksi yang membutuhkannya. e. Udara Bertekanan Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang bekerja secara otomatis dengan alat pressure switch. Kompresor juga dilengkapi dengan air dryer, main line filter, mist separator dan micro mist separator. Instalasi kompresor ini digunakan hanya pada peralatan yang memerlukan udara bertekanan. 3.2
Pengolahan Dokumen Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi menajemen sebuah
organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Ditkesad meliputi : 1.
Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenaan dengan aktifitas Lafi Ditkesad dengan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga produksi
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
obat yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (Protap) yang meliputi bidang personalia, administrasi dan logistik, operasional peralatan dan Instalasi umum, sanitasi dan higiene, prosedur operasional dan perawatan alat, prosedur pembersihan alat atau ruangan, kalibrasi dan validasi, spesifikasi bahan, prosedur pengolahan dan pengujian, metoda dan instruksi serta protap-protap lain yang diperlukan. 2.
Dokumen seluruh proses pembuatan obat yang dituangkan dalam Catatan Pengolahan bets, dan catatan pengemasan bets meliputi spesifikasi, prosedur, metoda dan Instruksi, catatan dan laporan selama proses produksi berlangsung dari mulai penimbangan sampai pengemasan yang menggambarkan riwayat lengkap dari bets obat yang diproduksi.
3.
Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik bahan baku, bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi serta hasil pengujiannya.
4.
Dokumen untuk setiap obat yang telah diluluskan oleh Instalasi Pengawasan Mutu dan telah didistribusikan.
5.
Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktifitas yang berkenaan dengan
perbaikan,
pemantauan
dan
pengendalian,
misalnya
lingkungan, perlengkapan, peralatan dan personalia. Seluruh dokumen di atas dikelola dan disimpan oleh bagian-bagian yang bersangkutan dengan aktifitas yang dilaksanakan tetapi Master Document, catatan
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
pengolahan bets dan catatan pengemasan bets yang sudah diisi, disimpan di Instalasi Pengawasan Mutu.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB IV PEMBAHASAN
Lafi Ditkesad merupakan badan pelaksana pusat di tingkat Ditkesad yang bertugas membantu Dirkesad dalam memproduksi obat-obatan, administrasi logistik, penyimpanan dan pendistribusian material kesehatan, pemeriksaan laboratorium terhadap bahan-bahan farmasi dan obat jadi, penelitian dan pengembangan serta tugas-tugas lain yang ditentukan oleh Dirkesad. Lafi Ditkesad memiliki kebijakan dan alur kerja berdasarkan komando sehingga berbeda dengan prosedur dan manajemen industri farmasi lain. Ditkesad mempunyai tugas pokok dalam memberikan pelayanan kesehatan dan dukungan kesehatan untuk kepentingan TNI AD, PNS dan keluarganya. Sebagai industri farmasi, Lafi Ditkesad dituntut untuk menghasilkan obat jadi yang bermutu tinggi, aman dan berkhasiat, meskipun obat-obat tersebut untuk kebutuhan TNI AD dan tidak untuk dipasarkan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. Untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan, dalam proses produksinya Lafi Ditkesad selalu mengacu pada CPOB. Sertifikasi dilakukan oleh BPOM dan merupakan pengakuan BPOM kepada industri farmasi yang menjalankan prinsip CPOB yang telah ditetapkan. Obat-obat
yang
diproduksi
Lafi
Ditkesad
adalah
berdasarkan
pertimbangan ” make or buy”, diproduksi di Lafi Ditkesad bila secara ekonomis menguntungkan. Pembelian obat dilaksanakan bila biaya pembelian lebih murah
84 Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
dari pada biaya produksi. Obat yang diproduksi Lafi Ditkesad merupakan ” me too product” yaitu dengan mencontoh sediaan yang telah beredar di pasaran. Obat yang diproduksi tidak didaftarkan ke Depkes RI karena hanya digunakan di lingkungan intern TNI Angkatan Darat. 4.1 Personalia Sumber daya manusia atau personil Lafi Ditkesad berdasarkan statusnya terdiri dari militer dan PNS. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas personilnya maka Lafi Ditkesad memberikan kesempatan untuk mengikuti berbagai pelatihan keahlian, CPOB, dan pertemuan ilmiah lainnya. Pengadaan personil sipil Lafi Ditkesad diterima melalui tes penerimaan PNS yang dilaksanakan secara terpusat di Angkatan Darat. Dalam hal ini Lafi Ditkesad hanya berhak mengajukan jumlah dan kualifikasi personil yang dibutuhkan. Instalasi produksi dan instalasi pengawasan mutu dipimpin oleh Apoteker yang berlainan, yang tidak saling membawahi. Hal ini telah sesuai dengan persyaratan CPOB. 4.2 Sanitasi dan Higiene Sanitasi dan higiene di Lafi Ditkesad telah diupayakan untuk dapat terus ditingkatkan sesuai prinsip CPOB. Hal ini dilakukan antara lain dengan jalan memelihara kebersihan ruangan, peralatan sebelum dan sesudah proses produksi. Setiap personil yang bekerja di bagian produksi terutama beta laktam harus dalam keadaan sehat dan setelah proses produksi selesai diwajibkan untuk mandi guna menghindari terjadinya kontaminasi dari personil ke produk atau sebaliknya.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
4.3 Bangunan Gedung produksi Lafi Ditkesad terdiri dari gedung produksi beta laktam dan non beta laktam. Sarana dan prasarana unit produksi non betalaktam sedang dalam tahap pengembangan sehingga belum sepenuhnya memenuhi persyaratan CPOB. Lafi Ditkesad sedang merencanakan pembangunan gedung untuk produksi obat golongan Sefalosporin yang terpisah dari kedua gedung produksi lainnya. Lokasi bangunan produksi dibuat lebih tinggi dibandingkan dengan jalan dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air untuk mencegah pengaruh banjir (masuknya air ke dalam gedung produksi). Menurut CPOB, obat yang mengandung Penisilin hendaknya diproduksi dalam suatu bangunan terpisah yang dilengkapi peralatan pengendali udara khusus untuk produksi tersebut. Lafi Ditkesad melakukan hal yang serupa yaitu gedung sediaan beta laktam dan non beta laktam dibuat terpisah yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, reaksi alergi dan resistensi mikroba di lingkungan sekitar. Ruangan-ruangan yang ada dalam gedung produksi Lafi Ditkesad telah dipisahkan sesuai dengan CPOB. Gedung produksi non beta laktam telah memiliki spesifikasi kelas ruangan seperti kelas D. Gedung produksi beta laktam memiliki klasifikasi kelas ruangan mulai dari kelas A hingga D. Ruangan produksi juga dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System). Perbedaan tekanan terjadi diantara koridor kelas D dengan ruang unit proses. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan alat pengukur beda tekanan yaitu anemometer Magnehelic®. Tekanan udara di koridor dibuat lebih positif dibandingkan dengan ruang unit proses agar partikel-partikel obat dari ruang unit
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
proses tidak mencemari ruang lain dan koridor. Perbedaan tekanan juga dapat di lihat antara ruang produksi dengan ruang antara. Tekanan ruang antara dibuat minimal sama besar dengan koridor kelas D gedung non beta laktam, sedangkan untuk gedung beta laktam, tekanan ruang antara dibuat lebih negatif dibandingkan ruang produksi agar debu-debu dari ruang produksi tidak keluar tanpa pengolahan terlebih dulu. Perbedaan tekanan ini tergantung dari kegiatan produksi di ruang produksi. Jika produksi menghasilkan banyak debu, tekanan ruang produksi dibuat lebih negatif dari koridor. Untuk mengurangi kemungkinan masuknya kontaminan kelas D ke ruang kelas B beta laktam maka grill outlet disimpan di dekat pintu kelas D dalam ruang antara. Lafi Ditkesad memiliki gedung produksi beta laktam yang telah memenuhi standar CPOB baik ruangan maupun mesinmesin dan peralatan pendukung produksi. Ruang kelas A beta laktam berupa cubicle yang diletakkan di ruang kelas B beta laktam. Limbah cair yang dihasilkan oleh beta laktam maupun non beta laktam telah diolah dengan baik di bawah pengawasan instalasi pemeliharaan sesuai dengan CPOB. 4.4 Peralatan Peralatan yang digunakan telah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat serta pemasangan dan penempatan yang benar. Di setiap peralatan telah dilengkapi dengan nomor identitas dan protap cara penggunaan alat. Tiap ruang unit proses hanya terdapat satu peralatan. Peralatan yang telah selesai digunakan langsung dibersihkan sesuai dengan protap pembersihan alat.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
4.5 Produksi Pelaksanaan produksi telah mengikuti protap yang berisi prosedur pengolahan dan pengemasan induk yang disertai pemeriksaan dan pengawasan mutu dimulai dari penyediaan bahan baku, tahap produksi, tahap pengemasan sampai obat siap didistribusikan. Setiap produk yang akan diproduksi telah memiliki Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets tersendiri sehingga produk yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Setiap personil yang terlibat dalam proses produksi telah menyadari akan pentingnya mengikuti petunjuk Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets. Penerapan kedisiplinan setiap personil produksi untuk mencatat semua kegiatan selama proses produksi berlangsung pada Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets sangat diperlukan karena merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Dalam tiap alur produksi terdapat parameter kritis yang harus diperhatikan seperti pada proses pencampuran (homogenitas dan lamanya pencampuran), proses granulasi (frekuensi vibrasi dan lamanya granulasi), proses pengeringan (suhu dan durasi), proses pencetakan tablet (gaya tekan mesin cetak) dan proses stripping (suhu dan kecepatan). Berdasarkan CPOB, parameter kritis ini didokumentasikan dalam Dokumen Produksi Induk, dipantau selama proses berlangsung dan dicatat dalam Catatan Pengolahan dan Pengemasan Induk. Hal ini telah dilaksanakan oleh Lafi Ditkesad, namun diperlukan suatu sistem yang dapat memudahkan dalam pemantauan, pencarian data dan penyelusuran informasi.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
4.6 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang terpenting dari alur pembuatan obat yang baik dengan tujuan untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan sesuai dengan tujuan pengunaannya fungsi pengawasan mutu dengan adanya laboratorium kimia, fisika dan mikrobiologi sangat membantu dalam proses pengawasan mutu bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan kemas serta obat jadi yang telah diproduksi dan pemantauannya dalam distribusi. Untuk evaluasi dicatat di Catatan Pengolahan Bets. Bila instalasi wastu belum menyatakan lulus maka personil instalasi produksi tidak dapat melanjutkan pekerjaannya ke unit proses produksi berikutnya. Selama menunggu hasil pemeriksaan laboratorium dari instalasi wastu, produk antara dan produk ruahan disimpan dalam ruang karantina dilengkapi dengan identitas yang jelas sesuai dengan CPOB. Pengawasan yang dilakukan di Instalasi Pengawasan Mutu meliputi semua fungsi analisis termasuk pengambilan contoh pertinggal, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, program uji stabilitas dan penetapan tanggal kadaluarsa, validasi prosedur analisa, penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku bagi tiap bahan baku dan produk jadi termasuk metode pengujiannya. Namun, di Lafi Ditkesad penentuan tanggal kadaluarsa hanya ditujukan untuk produk beta laktam sedangkan untuk produk non beta laktam belum dilakukan. Kegiatan pengemasan dilakukan sesuai dengan Catatan Pengemasan Bets. Seksi kemas akan memeriksa hasil pengemasan primer dan melengkapi kemasan sebelum mengemasnya dalam folding box atau zak plastik. Pengawasan terhadap
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
pengemasan dilakukan dengan cara menimbang setiap folding box dan master box. Bila didapatkan penyimpangan pada hasil penimbangan berarti ada kekeliruan dalam proses pengemasan seperti jumlah strip obat, brosur, sendok takar, serta folding box sehingga dapat dilakukan perbaikan. Setelah seksi kemas menyelesaikan tugasnya maka obat jadi diserahkan dari instalasi produksi (seksi kemas) ke instalasi simpan. Obat jadi akan disimpan di gudang karantina instalasi simpan sampai instalasi wastu menyatakan release. Setelah dinyatakan release, seksi kemas akan membuat Bukti Pengeluaran intern untuk instalasi penyimpanan. Langkah awal untuk melaksanakan inspeksi diri adalah membentuk tim inspeksi yang dipilih dari instalasi produksi, wastu, litbang dan pemeliharaan. Konsultan dari luar dapat diikut sertakan guna penilaian yang lebih objektif. Setelah tim inspeksi terbentuk maka tim menyusun daftar periksa, melaksanakan inspeksi serta membuat dokumentasi yang mencakup hasil temuan serta saran perbaikan. Frekuensi inspeksi diri disesuaikan dengan tujuan inspeksi tersebut. Untuk mengatasi keluhan terhadap obat maka Lafi Ditkesad telah menyediakan fasilitas khusus contoh pertinggal sehingga bila terjadi keluhan terhadap obat maka dapat dilakukan pengujian terhadap bets obat tersebut dan penelusuran ulang proses produksinya. Dengan demikian Lafi Ditkesad telah melaksanakan sesuai CPOB.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
4.7 Dokumentasi Sistem dokumentasi sudah dilaksanakan oleh Lafi Ditkesad. Dokumen yang ada meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Prosedur dan manajemen Lafi Ditkesad berbeda dengan industri farmasi lainnya, karena memiliki kebijakan dan alur kerja berdasarkan jalur komando dari sistem di atasnya. 2. Lafi Ditkesad saat ini sedang dalam tahap pengembangan menuju CPOB untuk unit produksi non beta laktam ditunjukkan dengan peningkatan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung. Gedung produksi beta laktam yang telah memenuhi CPOB sehingga dalam waktu dekat akan memulai produksi untuk injeksi kering Amoxicilin. 3. Ruang penyimpanan yang dimiliki oleh Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan ruang yang telah ditentukan oleh CPOB, seperti sarana dan prasarana, personalia, higiene, dan sanitasi serta pengawasan mutu dan dokumentasi, sehingga menjamin kualitas dari bahan baku obat sampai dengan obat jadi. 4. Ruang
penyimpanan
Lafi
Ditkesad
berfungsi
sebagai
tempat
penerimaan, pemeliharaan serta distribusi dari bahan baku obat maupun obat jadi
92 Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
5.2 Saran 1. Penentuan tanggal kadaluarsa untuk produk non beta laktam perlu dilakukan sebagai pengawasan mutu terhadap obat yang beredar. 2. Dengan semakin ketatnya persaingan dan semakin majunya teknologi sistem manajemen pergudangan maka industri farmasi sudah harus memikirkan bagaimana menyusun strategi manajemen pergudangan yang baik dengan menggunakan aspek-aspek yang dimiliki seefektif dan seefisien mungkin.
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA Anonim, http://www.inventoryops.com/warehouse_management_systems.htm Anonim, http://investa-bostinco.com/products.htm Anonim, http://actmagazine.com Anonim, http:// who.or.id Anonim,http://www.google.com/search?q=cache:aA9ClPCru1wJ:searchstorage.t echtarget.com/tip/1,289483,sid5_gci928358,00.html+good+storage+prac tices&hl=id&ct=clnk&cd=16&gl=id Anonim, Indonesian Human Resource Management - PortalHR_com.mht Badan POM. 2001. Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Badan POM. 2006. Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Lachman, L. dkk. 1986. Teori dan Praktek Farmasi Industri. UI Press. Jakarta. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan TNI Angkatan Darat. 1998. Vademikum. Priyambodo,B. 2007, Manajemen Farmasi Industri, Edisi ke-1, Cetakan ke-1, Global Pustaka Utama, Yogyakarta World Health Organization, 2002, WHO Technical Report Series, No. 902, WHO, 2003, Management Of drug Purchasing, Storage and Distribution, 34th. Geneva
94
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 1. Struktur Organisasi LAFI DITKESAD Ka. Lafi Waka. Lafi
BagMinLog
PA. AHLI
SI TUUD
Ins. Litbang
Kasilit
Ins. Wastu
Ins. Prod
Ins. Har
Ins. Simpan
Kasibang
Kasi Kifis
Kasi Bio
Kaur Watnik
Ka Si Diadat
Ka Si Dia Cair
Ka Si Diasus
-Tablet - Kapsul - Sirup Kering
- Sirup - Cairan obat luar - Semi solid - Injeksi
- Betalaktam - Sefalosporin
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Kaur Utilitas
Ka Si Kemas
Lampiran 2. Blanko Laporan Hasil Pengujian Bahan Baku LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT INSTALASI PENGAWASAN MUTU LAPORAN HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKU NOMOR : / /200 1. 2. 3. 4. 5. 6.
NAMA CONTOH NAMA PABRIK NAMA PENYALUR : JUMLAH : KEMASAN : TGL DALUAWARSA :
11. PERMINTAAN DARI Panitia Penerimaan Matkes/Matum No..... Tanggal ....-....-200..., TA 200.. Contoh :..No... Batch/Lot: 13. HASIL PENGUJIAN a. Pemerian b. Identifikasi c. Kemurnian d. Kelarutan e. Keasaman/Kebasaan f. Suhu lebur
7.
RUMUS KIMIA :
8.
DITERIMA TANGGAL :
9.
MULAI DIUJI TANGGAL :
10.
SELESAI DIUJI TANGGAL :
:
C.I
12.
MAKSUD PENGUJIAN : Quality Control
C.II
C.III
Syarat
g. Rotasi jenis h. Indeks bias i. Bobot jenis g/ml g/ml g/ml j. Susut pengeringan % % % k. Kadar abu % % % l. Kadar % % % 14. PEMERIKSAAN LAIN : 15. PUSTAKA : Farmakope Indonesia Ed. IV Th. 1995/Prosedur Tetap 16. CATATAN : 17. KESIMPULAN : Memenuhi Syarat 18. PEMERIKSA :
g/ml %-% Maks. % %-%
BANDUNG, 200 KA. INSTAL. WASTU
(
)
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 3. Blangko Hasil Pengujian Laboratorium LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT INSTALASI PENGAWASAN MUTU HASIL PENGUJIAN SEDIAAN JADI NOMOR : / P /200 1. 2. 3. 4.
NAMA OBAT JADI : 8. KOMPOSISI : Tiap 5 ml Sirop/tiap ml Larutan mengandung : NAMA PABRIK : NO. BATCH : 9. DITERIMA TANGGAL : - JUMLAH : Botol - - 200 - SELESAI KEMAS TGL : 10. MULAI DIUJI TANGGAL : - 200 - - 200 5. KEMASAN :Dus @ 11. SELESAI DIUJI TANGGAL : 6. TGL DALUAWARSA : - - 200 7. TANGGAL PEMBUATAN : - - 200 Pem. Lab. : 12. PERMINTAAN DARI : Ins. Produksi 13. MAKSUD PENGUJIAN : No. /Sie / / 200 , Tgl. - - 200 Quality Control 14. HASIL PENGUJIAN a. Pemerian : b. Identifikasi : c. Waktu Hancur : Menit d. Keseragaman Bobot : Memenuhi syarat e. Bobot Netto Tiap kapsul : mg f. Test Kebocoran Strip : Tidak bocor g. Kadar : mg/kapsul atau % (Syarat : %%) h. Kadar Berdasarkan Potensi : mg/kapsul atau % (Syarat : %%) i. Persen Batas Ralat : %% (Syarat : %%) j. Hasil Jadi : Dus @ Zak @ 250 Kapsul 15. PUSTAKA : Farmakope Indonesia Ed. IV Th. 1995/Prosedur Tetap 16. CATATAN : 17. KESIMPULAN : Memenuhi Syarat 18. PEMERIKSA :
BANDUNG, 200 KA. INSTAL. WASTU
(
)
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
98
Lampiran 4. Alur Proses Produksi Tablet Ins. Simpan
Penimbangan
Pencampuran G R A N U L A S I
C E T A K L A N G S U N G
granulasi
Pengeringan
Pengayakan B A S A H
------- Wastu (IPC) Pencampuran
------- Wastu (IPC) Pencetakan ------- Wastu (IPC) Penyalutan ------- Wastu (IPC) Stripping ------- Wastu (IPC) Sie. Kemas
QC Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
99
Lampiran 5. Alur Proses Produksi Kapsul
Ins. Simpan
Penimbangan
Pencampuran ------- Wastu (IPC) Pengisian ------- Wastu (IPC) Polishing
Stripping
------- Wastu (IPC) Sie. Kemas
QC
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
100
Lampiran 6. Alur Proses Produksi Sirup kering
Ins.Simpan
Botol
Penimbangan
Pencucian
Pencampuran
Pengeringan
------- Wastu (IPC) Pengisian & Penutupan
Botol Bersih
Labelling
------- Wastu (IPC) Sie. Kemas
QC
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
101
Lampiran 7. Alur Proses Produksi Salep
Ins.Simpan
Penimbangan
Pelelehan Basis
Pencampuran ------- Wastu (IPC) Pengisian dan Penutupan ------- Wastu (IPC) Sie. Kemas
QC
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
102
Lampiran 8. Alur Proses Produksi Sirup Basah
Ins.Simpan
Botol
Penimbangan
Pencucian
Pencampuran / Pelarutan
Pengeringan
------- Wastu (IPC) Pengisian & Penutupan
Botol Bersih
Labelling
------- Wastu (IPC) Sie. Kemas
QC
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 9. Denah Instalasi Pengolahan Air Limbah
BAK KONTROL
Bidang Miring
9
Limbah Aman
10 8b
BAK PENAMPU NGAN Pump
Dosing Pump
BAK FLOKULASI
Pipa pengalir cairan dari bak penampung
8a
Pengaduk
7 Karung Penyaring Endapan
Dosing Pump
6
Pengaduk
BAK KOAGULASI
BAK SEDIMENTASI 2 (CLARIFIER)
4
Limbah Cair Beta Laktam
BAK SEDIMENTASI 3
BAK AERASI DAN STABILISASI
1 5
BAK PENAMPUNGAN AWAL
Aerator
BAK SEDIMENTASI 1 Pump
Pengaduk
3 BAK EQUALISASI
2 Limbah Cair Non Beta Laktam
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 10. KARTU PERSEDIAAN
Nama Barang Bentuk Sediaan Kemasan Nama Pabrik No. Registrasi No
Terima Dari/ Keluar Kepada
1
2
: : : : : Surat Pesanan Tgl 3
No 4
Faktur Pesanan Tgl No 5 6
SPB Tgl 7
No 8
Penerimaan Pengeluaran Tgl 9
Jml 10
Tgl 11
Jml 12
Sisa Persediaan
No. Bets
Exp. Date
Harga Satuan
13
14
15
16
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 11. KARTU BARANG
Nama Barang Bentuk Sediaan Kemasan Nama Pabrik No. Registrasi No 1
Penerimaan Tgl Jml 2 3
: : : : : Pengeluaran Tgl Jml 4 5
Sisa Persediaan
No. Bets
Exp. Date
Paraf
6
7
8
9
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 12. KARTU GUDANG
Nama Barang Bentuk Sediaan Kemasan Nama Pabrik No. Registrasi No 1
Terima Dari/ Keluar Kepada 2
: : : : : Surat Pesanan Tgl No 3 4
SPB Tgl No 5 6
Penerimaan Pengeluaran Tgl Jml Tgl Jml 7 8 9 10
Sisa Persediaan 11
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008. USU e-Repository © 2008
No. Bets 12
Exp. Date 13
Paraf 14