LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG
Disusun oleh : Sri Munawarni, S.Farm
NIM : 073202164
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG TANGGAL 5 AGUSTUS – 28 AGUSTUS 2008
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh: Sri Munawarni, S.Farm.
073202164
Disetujui Oleh Pembimbing Lapangan:
Drs. T.P. Simorangkir, Apt., M.Si. Mayor CKM NRP. 11940009051168
Disahkan Oleh: Dekan,
Kepala Lembaga Farmasi Ditkesad
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 131283716
Drs. Sambas Setiawan, Apt. Letkol CKM NRP. 32956
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini sebagai hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung, yang
dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus – 28 Agustus 2008. Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat telah memperluas wawasan penulis tentang gambaran sebuah industri farmasi bagaimana cara mengelola dan manajemen dari suatu industri farmasi. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini beserta penyusunan laporannya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, petunjuk, bimbingan, saran serta berbagai fasilitas dan kemudahan bagi penulis. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada : 1.
Bapak Letkol CKM Drs. Sambas Setiawan, Apt, selaku Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
2.
Bapak Letkol CKM Drs.Yan Suryana Ilham, Apt, M.M selaku kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
3.
Ibu Letkol CKM. (K). Dra.Nur Laila, Apt, M.Si. selaku Kepala Instalasi Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
4.
Ibu Mayor CKM. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt. selaku Kepala Instalasi Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
5.
Bapak Mayor CKM Drs. Abdul Azis, MM selaku Kepala Bagian Administrasi dan Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
6.
Bapak Mayor CKM Drs. Agoes Imam Nugroho, Apt. selaku Kepala Inatalasi Pemeliharaan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
7.
Bapak Mayor CKM Drs. T.P. Simorangkir, M.Si., Apt. selaku Koordinator Mahasiswa Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
8.
Bapak Mayor CKM Drs. Junaidi, Apt. selaku Kepala Seksi Sediaan Cair Steril Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
9.
Bapak Kapten CKM Riboed Soemargo, S.Si, Apt. selaku Kepala Urusan Tablet Seksi Sediaan Padat Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing.
10.
Ibu Dra. Neneng Cahyati, Apt. selaku Kepala Seksi Kemas Instalasi simpan dan sebagai pembimbing.
11.
Ibu Dra. Lisa Olii, Apt, M.Si. selaku Koordinator Mahasiswa Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing.
12.
Ibu Dra. Tuti Sunarti, Apt. selaku Kepala Seksi Sediaan Cair dan Steril Instalasi Produksi dan sebagai pembimbing.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
13.
Ibu Dra. Weni Widaningsih, Apt. selaku Kepala Seksi Kimia Fisika Instalasi Pengawasan Mutu dan sebagai pembimbing
14.
Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
15.
Bapak Drs. Wiryanto, MS, Apt selaku Koordinator Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
16.
Bapak Drs. Daniel Azali, Apt selaku Staf Pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
17.
Seluruh Staf dan Karyawan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. Semoga Tuhan membalas budi baik Bapak dan Ibu dengan balasan yang
berlipat ganda. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Bandung, Agustus 2008
Penulis
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL .....................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
ii
KATA PENGANTAR..............................................................................
iii
DAFTAR ISI.............................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
x
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1
Latar Belakang ...................................................................
1
1.2
Metode Penelitian ..............................................................
3
1.3
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker .............................
3
BAB II TINJAUAN UMUM..................................................................
5
2.1
Industri Farmasi .................................................................
5
2.2
Persyaratan Industri Farmasi..............................................
5
2.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi............................
6
2.4
Cara Pembuatan Obat yang Baik .......................................
7
2.4.1
Managemen Mutu ..................................................
7
2.4.2
Personalia ...............................................................
9
2.4.3
Bangunan dan Fasilitas ..........................................
11
2.4.4
Peralatan.................................................................
13
1. Rancang Bangun dan Konstruksi......................
14
2. Pemasangan dan Penempatan ...........................
14
3. Pemeliharaan.....................................................
15
Sanitasi dan Higiene ..............................................
15
1. Personalia ..........................................................
16
2. Bangunan ..........................................................
16
3. Peralatan............................................................
17
4. Validasi dan kehandalan Prosedur ....................
18
2.4.5
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
2.4.6
2.4.7
Produksi .................................................................
18
1. Bahan awal........................................................
18
2. Validasi Proses..................................................
19
3. Pencemaran .......................................................
20
4. Sistem Penomoran Batch dan Lot .....................
20
5. Penimbangan dan Penyerahan ..........................
20
6. Pengembalian ....................................................
21
7. Pengolahan ........................................................
21
8. Produk Steril .....................................................
24
Pengawasan Mutu ..................................................
26
1. Pengawasan Mutu .............................................
27
2. Laboratorium.....................................................
27
3. Validasi .............................................................
28
4. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi ..............
28
5. Produksi-produksi dan perubahannya...............
28
6. Peninjauan Catatan Produksi dan Batch Produk
28
7. Penelitian stabilitas ...........................................
28
8. Laboratorium luar .............................................
30
9. Penilaian terhadap pemasok..............................
30
2.4.8
Inspeksi Diri...........................................................
29
2.4.9
Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian .......................
30
2.4.10 Dokumentasi ..........................................................
32
2.4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak......
32
2.4.12 Kualifikasi dan Validasi.........................................
33
BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT........
35
3.1
Sejarah................................................................................
35
3.2
Visi, Misi serta Tujuan.......................................................
36
3.3
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad.........
36
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
3.4
3.3.1 Tugas melaksanakan Fungsi Utama ......................
37
3.3.2
Tugas melaksanakan Fungsi Organik Militer ........
38
Struktur Organisasi Lafi Ditkesad .....................................
38
3.4.1
Eselon Pimpinan ....................................................
38
3.4.2
Eselon Pembantu Pimpinan ...................................
39
3.4.3
Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha Urusan Dalam)....................................................................
40
Eselon Pelaksana....................................................
40
3.5
Kualifikasi Tenaga Kerja Ditkesad ....................................
43
3.6
Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad.........................................
44
3.7
Kegiatan Lafi Ditkesad ......................................................
46
3.7.1
Kegiatan Bagminlog ..............................................
47
3.7.2
Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu ....................
48
3.7.3
Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan
3.4.4
(Installitbang) .........................................................
51
3.7.4 Kegiatan Instalasi Produksi....................................
51
1. Seksi Sediaan Non Betalaktam .........................
53
2. Seksi Sediaan sefalosporin................................
62
3. Seksi Sediaan Betalaktam .................................
62
4. Seksi Kemas......................................................
64
3.7.5
Kegiatan Instalasi Simpan......................................
65
3.7.6
Kegiatan Instalasi Pemeliharaan ............................
66
3.8 Pengolahan Dokumen ........................................................
74
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................
76
4.1
Manajemen Mutu ...............................................................
77
4.2
Personalia ...........................................................................
77
4.3
Bangunan dan Fasilitas ......................................................
78
4.3.1 Instalasi Produksi...................................................
79
4.3.2 Instalasi Simpan ....................................................
80
4.3.3 Instalasi Pengawasan Mutu ...................................
81
Peralatan.............................................................................
82
4.5 Sanitasi dan Higiene ..........................................................
82
4.4
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
4.6
Produksi .............................................................................
85
4.7
Pengawasan Mutu ..............................................................
86
4.8
Inspeksi Diri.......................................................................
87
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian..................................................
87
4.10 Dokumentasi ......................................................................
88
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak..................
89
4.12 Kualifikasi dan Validasi.....................................................
90
4.13 Utilitas................................................................................
90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
93
5.1
Kesimpulan ........................................................................
93
5.2
Saran ..................................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
95
LAMPIRAN..............................................................................................
97
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Struktur Organisasi Lafi Ditkesad .....................................
Lampiran 2.
Struktur Organisasi Lafi Ditkesad Berdasarkan Eselon
97
dan Jabatan.........................................................................
98
Lampiran 3.
Blanko Hasil Pengujian Laboratorium...............................
99
Lampiran 4.
Blanko Laporan Hasil Pengujian Larutan/Sirup/Injeksi ....
100
Lampiran 5.
Alur Proses Produksi Tablet dan Tablet Salut ...................
101
Lampiran 6.
Alur Proses Produksi Kapsul .............................................
102
Lampiran 7.
Alur Proses Produksi Sirup Kering....................................
103
Lampiran 8.
Alur Proses Produksi Salep................................................
104
Lampiran 9.
Alur Proses Produksi Sirup ................................................
105
Lampiran 10 Denah IPAL .......................................................................
106
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Agustus 2008 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya........................................
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
43
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah
industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi ini dapat berupa sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri farmasi merupakan salah satu tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengendalian
mutu
sediaan
farmasi,
penyimpanan,
pendistribusian
dan
pengembangan obat. Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Pada saat ini industri farmasi di Indonesia telah menghasilkan berbagai produk obat yang jumlahnya semakin meningkat dan tersebar luas, sehingga diharapkan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. Industri farmasi
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
bertanggung jawab sepenuhnya dalam menjamin tersedianya produk obat yang memenuhi standar mutu. Oleh karena itu, industri farmasi harus dapat menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam memproduksi obat sesuai
dengan
keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang CPOB, yang kemudian direvisi dengan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No:HK.00.05.3.02152 tahun 2001 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB hendaklah diperbaiki secara berkesinambungan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengantisipasi era globalisasi dan harmonisasi dibidang farmasi terutama pemenuhan terhadap persyaratan dan standar produk farmasi global terkini. Oleh karena itu, pedoman CPOB edisi 2001 direvisi kembali menjadi pedoman CPOB yang dinamis edisi tahun 2006, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.06.0511, tanggal 24 januari 2006. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi, apoteker sebagai personil yang profesional harus memahami penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan, baik yang berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan. Sebagai upaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang industri farmasi bagi calon apoteker, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung memberikan kesempatan bagi calon apoteker untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas pengetahuan tentang industri
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
famasi melalui program Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan dari tanggal 5 Agustus – 29 agustus 2008.
1.2 Metode Penelitian. Metodologi kerja praktek profesi apoteker yang dilakukan di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat adalah : 1.2.1
Interaksi langsung mahasiswa dengan pihak-pihak terkait. Melakukan kunjungan langsung keinstalasi-instalasi di lingkungan Lafi Ditkesad
1.2.2
Diskusi dengan para pembimbing dan antar mahasiswa.
1.2.3
Belajar mandiri melalui data perpustakaan Lafi Ditkesad, website farmasi, data-data primer dan sekunder lainnya.
1.2.4
Pemberian materi oleh kepala masing-masing instalasi di Lafi Ditkesad.
1.3 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 1.3.1
Memahami dan melihat secara langsung gambaran umum tentang kegiatan suatu industri farmasi
1.3.2
Mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan industri farmasi secara professional serta melihat tentang penerapan aspek CPOB di industri farmasi
1.3.3
Mengetahui dan memahami tentang pendelegasian tugas dan tanggung jawab serta wewenang apoteker, sehingga dapat dijadikan bekal guna mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia kerja sesungguhnya.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
1.3.4
Mengetahui perencanaan dan pelaksanaan produksi di industri farmasi khususnya
di Lafi Ditkesad yang merupakan perusahaan non profit
oriented. 1.3.5
Mengetahui dan memahami secara luas proses produksi obat.
BAB II
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
TINJAUAN UMUM
2.1
Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, dimana obat jadi tersebut dapat berupa sediaan atau bahan-bahan yang sering digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut adalah seluruh bahan, baik berkhasiat ataupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam proses pengolahan obat.
2.2
Persyaratan Industri Farmasi Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi,
karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut : 2.2.1
Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.
2.2.2
Memiliki rencana investasi.
2.2.3
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
2.2.4
Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB
sesuai
dengan
ketentuan
SK
Menteri
Kesehatan
No.
43/Menkes/SK/II/1988. 2.2.5
Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB.
2.2.6
Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. 2.3
Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal:
2.3.1
Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin.
2.3.2
Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
2.3.3
Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
2.3.4
Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
2.3.4
Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.4
Cara Pembuatan Obat yang Baik Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/Men.Kes/SK/V/1990,
menjelaskan bahwa CPOB merupakan syarat wajib untuk memperoleh izin usaha industri farmasi. CPOB harus diterapkan di industri farmasi karena CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian dan mutu. 2.4.1
Manajemen Mutu Industri farmasi harus memberikan jaminan khasiat, keamanan dan mutu
produk yang dihasilkan agar sesuai dengan tujuan penggunaanya. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu dimana diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Unsur dasar dari manajemen mutu adalah : 1. Sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya 2. Pemastian Mutu Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
tujuan pemakaiannya, karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain dan pengembangan produk. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam ijin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Pengawasan Mutu berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengawasan mutu secara menyeluruh mempunyai tugas lain, yaitu menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan bahan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
2.4.2
Personalia Jumlah personil di semua tingkat harus memadai serta memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Kesehatan mental dan fisik yang baik harus dimiliki personil agar mampu melaksanakan tugas secara profesional. Selain itu, para personil hendaklah memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aspek personalia adalah : 1.
Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab a. Struktur organisasi perusahaan bagian produksi dan pengawasan mutu harus dipimpin oleh apoteker yang berbeda, yang tidak saling bertanggung jawab satu dengan yang lain. Keduanya tidak boleh mempunyai kepentingan di luar organisasi perusahaan, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya. b. Manajer produksi hendaklah seorang apoteker yang terlatih serta memiliki pengalaman yang memadai, diberikan wewenang dan tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. c. Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang handal, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai, memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. d. Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur,
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
pelatihan personalia, pemberian persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan bahan terhadap kerusakan serta kemunduran mutu dan dalam penyimpanan dokumen. e. Tersedianya tenaga yang terampil dalam jumlah memadai untuk melaksanakan supervisi langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu obat. Setiap supervisor tersebut hendaklah terlatih dan memiliki keterampilan teknis, pengalaman dan bertanggung jawab kepada manajer produksi dan pengawasan mutu. f. Tersedianya tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan pengawasan mutu sesuai prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan. g. Tanggung jawab yang diberikan pada setiap personil hendaklah tidak terlalu berlebihan sehingga dapat menimbulkan risiko terhadap mutu obat. h. Tugas dan tanggung jawab hendaklah diberikan dengan jelas serta dapat dipahami dengan baik oleh setiap personil. 2.
Pelatihan a. Seluruh personil yang terlibat dalam kegiatan pembuatan obat, hendaklah dilatih mengenai kegiatan yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. b. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang ahli. Perhatian khusus diberikan bagi mereka yang bekerja di daerah steril dan daerah bersih atau yang bekerja dengan bahan yang beresiko tinggi atau yang menimbulkan sensitifitas.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
c. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar personil terbiasa dengan persyaratan CPOB. d. Pelatihan CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang disetujui oleh manajer produksi dan pengawasan mutu. e. Catatan pelatihan mengenai CPOB kepada personil hendaklah disimpan dan efektivitas program pelatihan dan prestasi personil hendaklah dinilai secara berkala untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan. 2.4.3 Bangunan dan Fasilitas. Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan, tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1.
Lokasi bangunan hendaklah dapat mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya. Seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun kegiatan di sekitarnya.
2.
Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi sebagaimana mestinya : a. Permukaan bagian dalam haruslah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lantai terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata yang memudahkan proses pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding kedap air dan mudah dicuci. Sudut-sudut dinding hendaklah berbentuk lengkungan. b.
Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai.
c.
Penataan ruangan disesuaikan dengan tujuan penggunaan, seperti ruang untuk steril dipisahkan dari ruang produksi lain serta dirancang secara
khusus.
Ruangan-ruangan
khusus
diperlukan
bagi
kegiatan-kegiatan pembukaan kemasan, pencucian, pengolahan dan penutupan wadah, ruangan penyangga udara dan pergantian pakaian steril. d.
Pemisahan produksi obat beta laktam dengan non beta laktam dilakukan dengan isolasi yang efektif terhadap kegiatan dalam satu gedung melalui sistem pengolahan udara yang terpisah. Adanya perbedaan kelas pemisahan ruang di dalam bangunan produksi, misalnya ruang untuk bahan baku, kamar ganti pakaian dan pengolahan produksi.
e. Tersedianya sarana penyimpanan dengan kondisi khusus, misalnya: suhu, kelembaban dan keamanan tertentu. Dalam penyimpanan hendaklah dihindari terjadinya pencampuran. f. Kondisi bangunan diperiksa secara teratur dan dilakukan perbaikan bila diperlukan.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
g. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran produk. 3.
Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik.
4.
Tenaga listrik, suhu, kelembaban dan ventilasi harus tepat supaya tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan.
2.4.4
Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. 1. Rancang Bangun dan Konstruksi a. Peralatan yang digunakan tidak bereaksi atau menimbulkan akibat terhadap bahan yang diolah. b. Peralatan hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luarnya. c. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditara menurut program dan prosedur yang tepat, hasil pemeriksaannya dicatat dan disimpan dengan baik.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
d. Penyaring untuk cairan tidak boleh melepaskan serat ke dalam produk dan tidak boleh mengandung asbes. 2. Pemasangan dan Penempatan a. Peralatan hendaklah ditempatkan pada posisi yang tepat untuk memperkecil pencemaran silang antar bahan. b. Peralatan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja. c. Peralatan utama diberi nomor pengenal yang dipakai pada semua perintah dan catatan pembuatan batch untuk menunjukkan unit atau alat tertentu. d. Semua pipa, tangki, selubung hendaknya diberikan pelekat untuk memperkecil kehilangan energi. e. Saluran pipa yang menggunakan uap bertekanan hendaknya dilengkapi dengan peralatan uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan baik. f. Sistem-sistem penunjang hendaknya divalidasi untuk memastikan fungsinya sesuai tujuannya 3.
Pemeliharaan a. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat agar berfungsi dengan baik dan mencegah pencemaran. b. Prosedur-prosedur tertulis untuk peralatan dibuat dan dipatuhi. c. Catatan pelaksanaan pemeliharaan pemakaian peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku harian dan catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat dimasukkan ke catatan produksi batch produk tertentu.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
2.4.5 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. 1.
Personalia a. Semua personil hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum maupun selama bekerja dan pemeriksaan mata secara berkala. b. Semua personil hendaknya menerapkan higiene perorangan yang baik. c. Tiap personil yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk, dilarang menangani bahan-bahan sampai pulih kembali. d. Semua personil hendaknya melaporkan keadaan yang dapat merugikan produk. e. Hendaklah dihindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan maupun produk. f. Personil menggunakan pakaian pelindung untuk keamanan sendiri. g. Hanya petugas yang berwenang saja diizinkan memasuki bangunan dan fasilitas daerah terbatas. h. Personil diinstruksikan agar mencuci tangan sebelum memasuki daerah produksi. i. Personil dilarang merokok, makan dan minum di daerah produksi, laboratorium dan daerah lain yang dapat merugikan produk.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
j. Prosedur higiene perorangan hendaklah diberlakukan bagi semua personil. 2.
Bangunan a. Bangunan dirancang dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi. b. Toilet dengan ventilasi yang baik tersedia dengan cukup. c. Tempat penyimpanan pakaian memadai. d. Tempat pencucian diletakkan di luar daerah steril. Bila mungkin hendaknya dilengkapi dengan suatu sistem yang baik. e. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan hendaknya dibatasi di daerah khusus dan memenuhi standar kebersihan. f. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk dan dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai. g. Rodentisida, insektisida, bahan fumigasi dan pembersih tidak boleh mencemari peralatan dan bahan-bahan. h. Ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab sanitasi dan higiene serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang digunakan ataupun fasilitas-fasilitas yang harus dibersihkan. Prosedur ini hendaklah dipatuhi oleh personil.
3.
Peralatan a. Peralatan hendaknya dibersihkan, dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih serta diperiksa kembali sebelum dipakai. b. Pembersihan dilakukan dengan cara vakum atau basah dan sedapat mungkin dihindari pencemaran produk.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
c. Pembersihan dan penyimpanan alat maupun bahan pembersih dilakukan pada ruangan terpisah dari proses pengolahan. d. Prosedur yang tertulis untuk pembersihan dan sanitasi hendaknya dibuat dan dipatuhi. e. Catatan pembersihan, sanitasi, sterilisasi, dan inspeksi hendaknya disimpan.
4.
Validasi dan Kehandalan Prosedur Prosedur sanitasi-higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk
memastikan prosedur yang disusun cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan. 2.4.6 Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan serta dapat menjamin produk obat jadi memenuhi spesifikasi yang ditentukan. 1.
Bahan Awal a. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan hendaklah dicatat. b. Setiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan. c. Untuk setiap kiriman atau batch hendaklah diberi nomor rujukan yang menunjukkan identitas yang jelas.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
d. Saat penerimaan barang selalu dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum dan contoh untuk pengujian yang diambil oleh petugas menggunakan metode yang disetujui oleh manajer pengawasan mutu. e. Kiriman bahan awal hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai. f. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab pengawasan mutu. g. Persediaan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. h. Bahan awal yang tidak stabil oleh pengaruh suhu, hendaklah disimpan pada ruangan dengan suhu udara yang dapat diatur. i. Bahan awal yang cenderung rusak potensinya dalam penyimpanan hendaklah dinyatakan dalam batas umurnya. j. Pengeluaran bahan awal dilakukan oleh petugas yang berwenang. k. Tersedianya daerah penyerahan yang tersisa untuk mencegah pencemaran silang. l. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat diberi tanda silang, disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasok. 2.
Validasi Proses a. Semua proses produksi divalidasi dengan tepat serta dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditentukan dan hasilnya disimpan. b. Sebelum suatu proses pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan langkah-langkah untuk membuktikan kecocokan dengan pelaksanaan produksi.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
c. Perubahan peralatan atau bahan disertai dengan tindakan validasi ulang. d.
Proses dan prosedur yang kritis dievaluasi kembali secara rutin untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tersebut tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan.
3.
Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat
merugikan kesehatan atau mengurangi daya terapeutik maupun mempengaruhi kualitas suatu produk, tidak dapat diterima. 4.
Sistem Penomoran Batch dan Lot a. Sistem penomoran dijabarkan secara rinci. b. Sistem penomoran selanjutnya hendaklah saling berkaitan. c. Sistem penomoran hendaklah menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara berulang. d. Pemberian nomor dicatat dalam buku harian.
5.
Penimbangan dan Penyerahan a. Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan produk tercakup dalam prosedur tertulis. b. Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan. c. Bahan dan produk yang boleh diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan dalam penyerahannya hanyalah yang diperlukan untuk suatu batch tertentu saja.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
d. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan terhadap penandaan. e. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbang hendaklah sesuai dengan jumlah bahan. f. Pada setiap penimbangan maupun pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian kebenarannya, ketepatan identitas, dan jumlah bahan. g. Kebersihan tempat penimbangan dan penyerahan bahan ataupun obat hendaklah dijaga. h. Penimbangan dan penyerahan hendaklah menggunakan peralatan yang cocok dan bersih. i. Bahan baku produk yang diserahkan hendaknya diperiksa ulang. 6.
Pengembalian a. Semua bahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan baik. b. Semua bahan yang diperlukan untuk proses produksi tidak boleh dikembalikan ke gudang, kecuali bila memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
7.
Pengolahan a. Semua bahan dan peralatan yang dipakai hendaklah diperiksa terlebih dahulu. b. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan. c. Semua kegiatan pengolahan hendaklah mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan dilaporkan dengan alasan dan penjelasan.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
d. Wadah dan penutup untuk bahan dan produk hendaklah selalu bersih. e. Semua wadah dan peralatan yang berisi bahan dan produk hendaklah diberi label yang tepat. f. Semua produk diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. g. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dengan teliti. h. Hasil sesungguhnya hendaklah dicatat dan dicocokkan dengan hasil teoritis. i. Dalam seluruh tahap pengolahan, diperhatikan masalah pencemaran silang. j. Bahan dan produk kering. Penanganannya menimbulkan masalah debu, oleh karena itu perlu dipasang sistem penghisap debu untuk mencegah penyebarannya. Produk hendaklah dilindungi dari pencemaran dan jangan sampai ada produk yang tertinggal di dalam peralatan. k. Pencampuran dan granulasi. Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem pengendalian debu. Parameter operasional tercantum dalam Dokumen Produksi Induk. Bahan yang beresiko tinggi digunakan kantong pelindung. Pada pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran atau pertumbuhan mikroba. l. Pencetakan tablet. Mesin dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan untuk
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
menghindari campur aduk antar produk. Tersedianya alat timbang yang telah ditara. Tablet yang diambil untuk diuji tidak boleh dikembalikan dan tablet yang ditolak atau disingkirkan hendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas dan dicatat pada Catatan Pengolahan Batch. m. Penyalutan. Udara yang dialirkan disaring dan memiliki mutu yang tepat dan larutan penyalut digunakan dengan cara yang dapat menekan pertumbuhan jasad renik. n. Pengisian kapsul keras. Kapsul kosong sebagai bahan awal, disimpan dalam kondisi yang baik. o. Pemberian tanda tablet bersalut dan kapsul. Hendaklah dihindari terjadinya campur-baur selama proses pemberian tanda, pemeriksaan, pemilahan dan proses pengkilapan kapsul dan tablet bersalut. Tinta yang digunakan untuk penandaan hendaklah tinta yang memenuhi persyaratan untuk bahan makanan. p. Produk cair, krim dan salep. Proses produksi produk cair, krim, dan salep
terlindung dari
pencemaran. Peralatan yang digunakan dirancang dan dipasang secara tepat sehingga mudah untuk melakukan pembersihan. Kualitas kimiawi dan mikrobiologi air hendaklah diperiksa pada awal, sesudah penghentian dan pada akhir proses pengisian untuk memastikan homogenitas produk. Jika produk ruahan tidak segera dikemas hendaklah dibuat ketetapan mengenai waktu paling lama produk
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
ruahan boleh disimpan serta kondisi penyimpanannya dan ketetapan ini hendaklah dipatuhi. 8.
Produk Steril a. Cara produksi ada dua kategori yaitu aseptik dan sterilisasi akhir. b. Semua produk steril dibuat dengan kondisi yang terkendali dan dipantau dengan teliti, diperlukan tindakan khusus untuk meyakinkan sterilisasi akhir. c. Untuk membuat produk steril diperlukan ruangan terpisah yang dirancang khusus. d. Pembuatan produk steril memerlukan tiga kualitas ruangan yang berbeda yaitu ruang ganti pakaian, ruang bersih, dan ruang steril. e. Kontaminasi jasad renik tidak melebihi nilai batas yang ditentukan. f. Personalia. Personil yang bekerja hendaklah dipilih dengan seksama. Standar higiene dan kebersihan perorangan sangat penting. Oleh karena itu semua personil dilatih dalam bidang yang berkaitan dengan pembuatan produk steril. g. Pakaian. Personil memakai pakaian khusus untuk daerah bersih dan steril. Pakaian biasa dari luar tidak boleh dibawa ke dalam. Arloji, perhiasan dan kosmetika tidak boleh dipakai dalam ruangan bersih dan steril. Pakaian ditangani dengan cepat dan pencucian terpisah sehingga tidak terkena cemaran. h. Bangunan.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Bangunan untuk ruang steril dirancang khusus, ruangan diberi aliran udara bertekanan positif secara efektif melalui saringan. Permukaan kedap air dan tidak retak. Tidak boleh ada bagian yang dapat terjadi penumpukan debu. Pipa-pipa dipasang dengan tepat. Saluran pembuangan terpisah dan bak cuci ditiadakan. Dan semua aspek yang memungkinkan pencemaran dihindari. i. Peralatan dirancang dan dipasang dengan tepat dan mudah dibersihkan. j. Pengolahan bahan awal dan produk dihindari dari pencemaran jasad renik, baik sebelum dan sesudah sterilisasi. Wadah, pembersih, jarak waktu sterilisasi, pembuatan larutan, sumber air hendaklah selalu dipantau dengan baik. k. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering, cara saring, dengan etilen oksida atau dengan cara radiasi sesuai dengan masing-masing cara yang efektif. Selain hal-hal di atas, masalah yang perlu diperhatikan adalah masalah air, penyelesaian produk steril, indikator biologis dan kimia, kesiapan jalur pengemasan, pengawasan dalam proses, pelaksanaan pengemasan, produk pilihan, sisa produk dan obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, obat kembalian, karantina obat jadi, pengawasan distribusi, penyimpanan bahan awal, produk antara, ruahan dan obat jadi, penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas, serta penyimpanan produk antara, produk ruahan dan obat jadi.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya boleh diberikan kepada pabrik yang sudah memiliki sertifikat CPOB dan disertai surat perjanjian yang merinci tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak. Pembuatan produk steril dilakukan di area bersih yang tingkat kebersihannya sesuai dengan standar kebersihan dengan udara yang telah melewati filter dengan efisiensi yang sesuai. Pembuatan produk steril dibedakan menjadi 4 kelas : 1. Kelas A Zona untuk kegiatan yang beresiko tinggi, misalnya untuk zona pengisian ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik dan wadah tutup karet. Kondisi ini umumnya dicapai dengan memasang Laminar Air Flow (LAF). 2. Kelas B Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini merupakan latar belakang untuk zona kelas A. 3. Kelas C dan D Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat resiko yang lebih rendah. 2.4.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik, agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal-hal yang perlu dibicarakan dalam pengawasan mutu antara lain :
1.
Pengawasan mutu
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium. Sistem dokumentasi dan prosedur hendaklah menjamin bahwa pemeriksaan dilakukan dengan tepat. Tugas pokok pengawasan mutu meliputi penyusunan prosedur, penyiapan, instruksi, menyusun rencana pengambilan contoh, meluluskan atau menolak bahan-bahan dan produk, meneliti catatan sebelum produk didistribusikan, menetapkan tanggal kadaluarsa, mengevaluasi pengujian ulang,
menyetujui
penunjukan
pemasok,
mengevaluasi
keluhan,
menyediakan baku pembanding, menyimpan catatan, mengevaluasi obat kembalian, ikut serta dalam program inspeksi diri dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak lain atas dasar kontrak. 2.
Laboratorium Laboratorium pengujian meliputi bangunan dan alat-alat penunjang yang lengkap dan memadai, personalia yang terlatih dan bertanggung jawab, peralatan instrumen yang cocok untuk prosedur dan dikalibrasi secara berkala, pereaksi dan media pembiakan yang sesuai, baku pembanding resmi yang sesuai dengan monografi yang bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang divalidasi dengan fasilitas yang digunakan, catatan pengujian yang mencakup seluruh aspek yang diperlukan dan contoh pertinggal untuk disimpan yang dipergunakan dalam pengujian selanjutnya.
3.
Validasi
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Bagian pengawasan mutu melakukan validasi terhadap prosedur penetapan kadar dan penerapan alat-alat instrumen yang ada, serta memberi bantuan dalam pelaksanaan validasi di bagian produksi. 4.
Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, diperhatikan dalam hal spesifikasi, cara pengambilan contoh, pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Uji sterilitas untuk produk steril, uji pirogenitas serta pengawasan lingkungan secara berkala terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi dari air dan lingkungan produksi.
5.
Produksi-produksi dan perubahannya Bagian pengawasan mutu ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk.
6.
Peninjauan catatan produksi dan batch produk Semua catatan produksi dan pengawasan tiap batch dilakukan oleh bagian pengawasan mutu dan batch yang menyimpang diselidiki secara tuntas.
7.
Penelitian stabilitas Penelitian dirancang untuk mengetahui stabilitas dari produk, dan program ini dipatuhi mencakup jumlah, kondisi penyimpanan dan metode pengujian. Penelitian stabilitas dilakukan terhadap produk baru, kemasan baru, perubahan formula dan batch yang telah diluluskan.
8.
Laboratorium luar
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain di luar pabrik, tanggung jawab tetap berada di tangan pabrik. Sifat dan luas analisis hendaknya disepakati dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik yang bersangkutan. 9.
Penilaian terhadap pemasok Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab menentukan pemasok yang dipercaya, yang sebelumnya dievaluasi dan diinspeksi bersama oleh bagian pengawasan mutu, bagian produksi dan bagian pembelian secara berkala.
2.4.8 Inspeksi Diri Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi standar CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara indepeden dan dirinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta peralatan. 1. Tim inspeksi diri
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Tim ini ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari sekurangnya tiga orang dari bidang yang berlainan yang paham mengenai CPOB. 2. Pelaksanaan
dan
selang
waktu
inspeksi
diri
sesuai
kebutuhan,
sekurang-kurangnya sekali setahun. 3. Laporan inspeksi diri mencakup hasil inspeksi, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan. 4. Tindak lanjut inspeksi diri berdasarkan laporan dilakukan oleh pimpinan perusahaan. 2.4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Obat Serta Obat Kembalian Penarikan kembali obat adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa batch atau seluruh batch obat tertentu dari peredaran. Penarikan kembali obat dilakukan apabila ditemukan obat yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Obat kembalian adalah obat jadi yang beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat atau mutu obat. Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
1. Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau adanya efek samping yang merugikan kesehatan. 2. Keluhan dan laporan yang menyangkut kualitas produk, efek samping atau masalah medik lainnya menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik, dan akibat yang fatal. Penanganan keluhan dan laporan hendaklah dicatat dan secepatnya ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang. 3. Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: yang masih memenuhi spesifikasi dapat digunakan, yang masih dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang. 4. Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian, pengolahan kembali, pemeriksaan dan pengujian mutu yang seksama. 5. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan dibuat prosedurnya. 6. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian, dilaporkan dan setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.
2.4.10 Dokumentasi Dokumentasi adalah seluruh prosedur, instruksi dan catatan yang berhubungan dengan proses pembuatan tablet. Fungsi dokumentasi adalah:
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
1.
Merupakan bagian dari sistem manajemen mutu dalam c-GMP
2.
Memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan
3.
Menggambarkan riwayat lengkap dari setiap batch/lot produk sehingga menjamin ketelusuran Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen dalam pengawasan mutu, dokumen dalam penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian ruangan dan peralatan, dokumen dalam penanganan keluhan obat yang ditarik kembali, obat kembalian dan pemusnahan bahan baku obat dan obat jadi, dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri, pedoman dan catatan tentang pelatihan CPOB bagi personil. 2.4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Hal – hal yang harus diperhatikan dari pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, yaitu :
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
1.
Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait.
2.
Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usulan perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan.
3.
Kontrak hendaklah mengizinkan Pemberi Kontrak untuk mengaudit sarana dari Penerima Kontrak.
4.
Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak
2.4.12 Kualifikasi dan Validasi 1.
Perencanaan Validasi adalah sebagai berikut :
a.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara.
b.
RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas.
c.
RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut : 1)
Kebijakan validasi.
2)
Struktur orgnisasi kegiatan validasi.
3)
Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi.
4)
Format dokumen, format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan.
5)
Pengendalian perubahan, dan
6)
Acuan dokumen yang digunakan.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
d.
RIV terpisah mungkin diperlukan untuk suatu proyek besar.
2.
Kualifikasi terdiri dari : a. Kualifikasi Desain Kualifikasi Desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. b. Kualifikasi Instalasi Kualifikasi Instalasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi. c. Kualifikasi Operasional Kualifikasi Operasional hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. d. Kualifikasi Kinerja Kualifikasi Kinerja hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi dan Kualifikasi Operasional dilaksanakan, dikaji dan disetujui.
BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
3.1.
Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda. Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, sehingga pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No. Kep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah serah terima pada tanggal 1 Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua : 1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD). 2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD). Berdasarkan SK Ditkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada tanggal 15 Oktober 1970 LAFIAD dipisah kembali menjadi : 1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Jankesad). 2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan (Dopusbekkes) Jankesad Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April 2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
3.2
Visi, Misi serta Tujuan Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi satu-satunya lembaga produksi yang
mampu memenuhi kebutuhan obat yang bermutu bagi TNI AD. Lafi Ditkesad mempunyai misi sebagai berikut : 1. Mampu memenuhi kebutuhan obat TNI AD 2. Pusat litbang dan informasi obat TNI AD. 3. Mampu menjadi mitra industri Farmasi lain dalam memenuhi kebutuhan obat Nasional.
3.3
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi
Ditkesad) adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad) struktur organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dapat dilihat pada Lampiran 1. Tugas pokok Lafi Ditkesad adalah membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan produksi, penelitian dan pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok Ditkesad. Dalam
melaksanakan
tugas
pokok
tersebut
Lafi
Ditkesad
menyelenggarakan tugas-tugas sebagai berikut : 3.3.1
Tugas melaksanakan fungsi utama
1. Produksi; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang produksi obat 2. Pengawasan mutu; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan pemeriksaan fisika, kimia, mikrobiologi, terhadap bahan baku, bahan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
pendukung produksi, pengawasan selama proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. 3. Penelitian dan Pengembangan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode dan personel dalam rangka penyelenggaraan produksi obat. 4.
Pemeliharaan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, perawatan, perbaikan, pengawasan mutu dan sistem penunjang.
5. Penyimpanan; meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan pendukung produksi, peralatan dan obat jadi.
3.3.2
Tugas Melaksanakan Fungsi Organik Militer.
1. Fungsi Organik Militer Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang intelijen, operasi, personil, logistik, teritorial, perencanaan dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok LAFI Ditkesad. 2. Fungsi Organik Pembinaan Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang latihan kesatuan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.
3.4
Struktur Organisasi Lafi Ditkesad
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Peraturan
Kepala
Staf
TNI
AD
No.
Perkasad/219/XII/2007
tanggal 10 Desember 2007 tentang organisasi dan tugas Lafi Ditkesad telah mengalami perkembangan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih mengoptimalkan kinerja personil dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi Lafi Ditkesad berdasarkan eselon dan jabatan dapat dilihat pada lampiran 2. Struktur tersebut telah diterapkan sejak bulan April 2005, dengan susunan organisasi sebagai berikut: 3.4.1
Eselon Pimpinan
1. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi Kalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Ditkesad.
2. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi Wakalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat, berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 3.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan 1. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Paahli Lafi Pa Ahli Lafi dijabat oleh Pamen TNl Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Pa Ahli terdiri dari: a. Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu, disingkat Paahli Madya Jemen Mutu.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
b. Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Paahli Madya Tekfi. c. Perwira Ahli Madya Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, disingkat Paahli Madya Amdal. 2. Bagian Administrasi Logistik, disingkat Bagminlog. Kabagminlog dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam pelaksanaaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kabagminlog dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran, disingkat Kasirengarprogar. b. Kepala Seksi Pengendalian Materiil, disingkat Kasidalmat. 3.4.3 Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam, disingkat Si TUUD) Kasi TUUD dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kasi TUUD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tiga kepala urusan yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM dan PNS golongan tiga serta satu perwira urusan yang dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM terdiri dari: 1. Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik, disingkat Kaurminperslog. 2. Kepala Urusan Tata Usaha, disingkat Kaurtu.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
3. Kepala Urusan Dalam, disingkat Kaurdal. 4. Perwira Urusan Pengamanan, disingkat Paurpam. 3.4.4
Eselon Pelaksana
1. Instalasi Penelitian dan Pengembangan, disingkat Installitbang Ka Installitbang dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a.
Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Produksi, disingkat Kasilitbangprod.
b.
Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metode dan Personel, disingkat Kasilitbangsistodapers. Ka Instal. Litbang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung
jawab kepada Kalafi. 2.
Instalasi Produksi, disingkat Instalprod. Ka Instalprod
dijabat oleh
seorang Pamen TNI Angkatan Darat
berpangkat Letnan Kolonel CKM (Apoteker), dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Ka Instalprod dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Sediaan Non Beta Laktam, disingkat Kasidia Non Beta laktam b. Kepala Seksi Sediaan Beta Laktam, disingkat Kasidia Beta laktam c. Kepala Seksi Sediaan Sefalosforin disingkat Kasidia Sefalosforin.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
d. Kepala Seksi Kemas, disingkat Kasi Kemas. 3. Instalasi Pengawasan Mutu, disingkat Instalwastu Kainstalwastu dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM (Apoteker), dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Pengujian Kimia, Fisika dan mikrobiologi, disingkat Kasi Uji Kifis dan Mikro b. Kepala Seksi Inspeksi, disingkat Kasi Inspek. Kainstalwastu dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 4. Instalasi Pemeliharaan dan sistem penunjang, disingkat Instalhar dan Sisjang. Kainstalhar dan Sisjang dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM. Kainstalhar dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM, terdiri dari: a. Kepala Urusan Pemeliharaan, disingkat Kaurhor. b. Kepala Urusan Sistem Penunjang, disingkat Kaursisjang. Kainstalhar dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 5. Instalasi Simpan, disingkat Instalsimpan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Kainstalsimpan di.jabat oieh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM, terdiri dari: a. Kepala Urusan Penyimpanan Material Produksi, disingkat Kaur simpanmatprod. b. Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi, disingkat Paursimpan Obat Jadi. Ka. Instal. Simpan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.
3.5
Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri dari militer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun data personil Lafi Ditkesad Bulan Agustus 2008 berdasarkan jenjang pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Agustus 2008 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya. No
Kualifikasi
Militer
PNS
Jumlah
1
S2 Farmasi
2
1
3
2
S2 Manajemen
1
-
1
3
S1 Apoteker
6
3
9
4
S1 Kimia / Sarjana lain-lain
3
3
6
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
3.6
5
Sarjana Muda Kimia
2
-
2
6
D3 Analisis Medis / Kesehatan
2
1
3
7
Asisten Apoteker
1
6
7
8
Analis
-
2
2
9
Perawat Umum/Bidan
1
-
1
10
Perawat Veteriner
-
-
11
STM Alkes
-
2
2
12
SLTA (SMA, SMEA, STM)
21
75
96
13
SLTP
1
16
17
14
SD
-
3
3
40
112
152
Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Angkatan Darat merupakan salah satu badan pelaksana
di tingkat Ditkesad yang bertugas melaksanakan fungsi penelitian, pengembangan dan produksi obat-obatan, yang mengharuskan lembaga ini mengikuti peraturan pemerintah melalui keputusan MenKes RI No. 43/MenKes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik yang mengharuskan seluruh industri farmasi melaksanakan seluruh kegiatan sesuai dengan tuntunan CPOB. Dengan
pertimbangan
efisiensi
dan
efektifitas
maka
dimulailah
pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung dengan rancang bangun sesuai CPOB dan perkembangan teknologi di bidang industri farmasi. Pembangunan gedung baru ini dilaksanakan setelah Rencana Induk Pembangunan (RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad mendapatkan persetujuan dari
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Dirjen POM Depkes RI dengan surat keputusan No. 02.01.2.4.96.665 tanggal 28 Februari 1996. Pembangunan dan pekerjaan yang sudah dilaksanakan Lafi Ditkesad pada saat ini adalah : 1. Bangunan a. Bangunan Instalasi Produksi Betalaktam. b. Sebagian bangunan Instalasi Produksi Non Betalaktam. c. Bangunan Instalasi Pengawasan Mutu. d. Fasilitas sumber air PDAM dan air baku farmasi untuk seluruh kebutuhan Instalasi Produksi (betalaktam dan non betalaktam), Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran. e. Fasilitas gardu listrik mencakup seluruh kebutuhan Instalasi Produksi, Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran. f. Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu mengolah limbah cair pabrik. g. Unit ketel uap yang mencakup kebutuhan seluruh pabrik. h. Kompresor udara bertekanan yang mampu mendukung seluruh kebutuhan pabrik. i. Air Handling System (AHS) untuk unit produksi Betalaktam, ruang laboratorium mikrobiologi dan Instalasi Pengawasan Mutu dan sebagian unit produksi Non Betalaktam sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB. 2. Peralatan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Peralatan untuk betalaktam sebagian, non betalaktam dan Instalasi Pengawasan Mutu sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB. 3. Dokumen Prosedur Tetap (Protap) Dokumen protap yang sudah dibuat dan dilaksanakan terdiri dari betalaktam 700 protap dan non betalaktam 600 protap.
4. Pelatihan CPOB Pelatihan CPOB umum dan khusus baik untuk beta laktam dan non beta laktam telah dilaksanakan berkala minimal 1 tahun. 5. Sertifikasi CPOB Sertifikasi CPOB yang telah diterima oleh Lafi Ditkesad sampai bulan Februari 2007 ditujukan untuk sediaan betalaktam dan non betalaktam. a. Sertifikat CPOB untuk Sediaan betalaktam : 1) Tablet antibiotika Penisilin dan turunannya 2) Tablet salut antibiotika Penisilin dan turunannya 3) Kapsul keras antibiotika Penisilin dan turunannya 4) Suspensi kering oral antibiotika Penisilin dan turunannya 5) Serbuk steril injeksi antibiotika Penisilin dan turunannya b. Sertifikat CPOB untuk Sediaan non betalaktam : 1) Tablet biasa non antibiotik 2) Tablet salut non antibiotik 3) Kapsul keras non antibiotik 4) Serbuk oral non antibiotik
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
5) Cairan obat luar non antibiotik Sertifikasi ini merupakan pengakuan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang berlaku selama industri menjalankan prinsip CPOB yang telah ditetapkan.
3.7
Kegiatan Lafi Ditkesad
Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang, proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan dan kegiatan administrasi. 3.7.1
Kegiatan Bagminlog Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad
dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan dievaluasi oleh Subditbinyankes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan. Surat Keputusan Kasad No. Skep/336/X/2005 tanggal 17 Oktober 2005 tentang Pengadaan Barang/Material dan Jasa di Lingkungan Angkatan Darat mengatur tata cara pengadaan obat yang dilakukan dengan cara pembelian obat jadi dan produksi di Lafi Ditkesad. Bagminlog membuat rencana kebutuhan produksi obat Lafi Ditkesad yang terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). Perencanaan tersebut disusun
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
berdasarkan formula dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap bidang Lafi Ditkesad. Pengadaan barang dilakukan melalui Ditkesad yang dikirimkan ke Gudang Pusat II disertai dengan surat Perintah Penerimaan Material (PPnM). Selanjutnya tim komisi penerimaan barang yang dibentuk oleh Dirkesad memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisika, dan uji mutu dilakukan oleh Instal Wastu. Setelah barang lulus uji mutu akan dibuatkan Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) Penerimaan Material, lalu barang disimpan di Gudang Pusat II dan barang yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan akan ditolak dan dikembalikan kepada pemasok. 3.7.2
Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu) Pengawasan mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat.
Instalwastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Instalwastu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja yang menyangkut pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas penunjang lainnya seperti pemeriksaan kualitas udara, pengendalian mutu air dan pemeriksaan limbah. Pelaksanaan kegiatan di Instalwastu ditunjang oleh fasilitas Instrumen HPLC, spektrofotometer dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air Flow, Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Dalam menjalankan tugasnya, Instalwastu didukung oleh personel yang terdiri dari apoteker dan analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan Instalwastu tersebut dilaksanakan pada tahap persiapan, selama proses produksi dan setelah proses produksi. Beberapa kegiatan Instalwastu diantaranya: 1.
Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.
2.
Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan pengujian,
dimana
setiap
sampel
yang
diambil
dicatat
dan
didokumentasikan. 3.
Menyimpan baku pembanding untuk pengujian.
4.
Menyimpan contoh pertinggal dan Catatan Pengujian atau Pemeriksaan.
5.
Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan embalage. Hasilnya dapat dicatat pada Catatan Pengujian
6.
Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap produksi sampai hasil produk akhirnya.
7.
Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh. Dicatat pada Catatan Pengujian sediaan jadi (Blanko Hasil Pengujian Laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 3).
8.
Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets) sebelum obat diluluskan.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
9.
Melaksanakan
uji
stabilitas
dipercepat
untuk
menetapkan
kondisi
penyimpanan masa edar suatu produk. 10.
Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.
11.
Memantau
stabilitas
produk-produk
yang
telah
dikeluarkan
atau
didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama untuk sediaan antibiotika. 12.
Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian. Bangunan Instalwastu terdiri dari :
1. Laboratorium kimia Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan kimia yang menunjang pemeriksaan mutu secara kimia, lemari asam dan climatic chamber. 2. Laboratorium mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril dan Laminar Air Flow dan alat pembaca daya hambat bakteri ( Read Biotic). 3. Ruang fisika Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan tablet, keregasan tablet dan waktu hancur tablet. 4. Ruang Instrumen Peralatan yang terdapat di ruang Instrumen adalah spektrofotometer UV – Vis, alat uji disolusi dan HPLC. 5. Ruang timbang 6. Ruang contoh pertinggal 7. Gudang reagen
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
8. Perpustakaan 9. Ruang staff 3.7.3
Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang) Dalam menjalankan perannya Installitbang melakukan penelitian terhadap
produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas yang lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan rencana penelitian dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi : 1. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). 2. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk Lafi Ditkesad. 3. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi perubahan alat, bahan baku dan komponen produksi lainnya. 4. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian. Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka, pengadaan bahan, penelitian skala laboratorium dan skala produksi, selanjutnya dilakukan validasi proses produksi dan pengawasan mutu dengan kerjasama antara Insproduksi dan Instalwastu.
3.7.4
Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod.) Kegiatan produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalprod yang meliputi
perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk betalaktam dan produk non betalaktam, dimana
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
masing-masing produk dikerjakan pada gedung yang berbeda. Pada Instalprod terdapat empat seksi yaitu: seksi sediaan padat, seksi sediaan cair, seksi sediaan khusus dan seksi kemas. Masing-masing seksi dikepalai oleh seorang Kepala Seksi (apoteker). Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad tidak diperdagangkan bagi masyarakat umum, sehingga tidak memiliki nomor registrasi, namun demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia. Seluruh
proses
produksi
yang
dilaksanakan,
dicatat
dan
didokumentasikan dalam Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets (Batch Record) yang disusun oleh Kasi-kasi instal produksi : dikeluarkan oleh Kainstal prod dan diperiksa oleh Kainstalwastoduksi, nama produk, nomor best, bentuk sediaan kemasan dan tanggal pengolahan serta tanggal pengemasan. Selain itu dalam Catatan Pengolahan Bets diuraikan mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan bahan, prosedur pengolahan dan rekonsiliasi. Pada catatan pengolahan bets di cantumkan tentang penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan primer, prosedur pengemasan sekunder pelulusan oleh pengawasan mutu, rekonsiliasi pengemasan dan pengiriman obat jadi ke Instal Simpan. Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan dikeluarkan dari Instalsimpan berdasarkan Catatan Pengolahan dan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Pengemasan Bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Ins. Simpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan padat, seksi sediaan cair, seksi sediaan khusus. Berikut ini adalah uraian mengenai proses produksi pada masing-masing seksi yang ada di Instalasi Produksi : 1.
Seksi Sediaan Non Betalaktam (Sida Non Betalaktam) Sida Non Betalaktam adalah seorang Apoteker yang bertanggung jawab
kepada Kepala Insproduksi. Pada seksi ini memproduksi obat-obatan yang terdiri dari: sediaan tablet, sediaan kapsul dan sediaan sirup kering, salep dan sirup basah a. Sediaan Tablet Pembuatan
tablet
meliputi
kegiatan
pencampuran,
granulasi,
pengeringan, pencetakan, penyalutan dan stripping. Hasil dari seksi sediaan tablet ini kemudian dikirim ke bagian pengemasan untuk dikemas. Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung, mengandung satu jenis bahan obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Peralatan yang digunakan oleh seksi sediaan padat untuk pembuatan tablet diantaranya adalah mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap, mesin pencampur basah sekaligus campur kering, oven pengering, granulator, mesin cetak tablet, mesin salut film serta mesin strip tablet. Metoda pembuatan tablet yang biasa digunakan adalah metoda cetak langsung dan metoda granulasi basah. Tablet yang diproduksi adalah tablet biasa, tablet kunyah, tablet lapis dan tablet salut film.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Alur proses produksi tablet di Lafi Ditkesad dengan menggunakan metoda granulasi basah dimulai dengan urutan sebagai berikut: 1)
Proses penimbangan bahan baku Bahan yang ditimbang diambil dari Instalasi simpan. Bahan yang dibawa ke ruang timbang hanya boleh terbungkus oleh kemasan primernya, sedangkan kemasan sekundernya tidak disertakan. Proses penimbangan dilakukan di ruang kelas III. Ruang timbang dilengkapi dengan dust extractor dan meja timbang yang kuat dan tahan getar. Bahan baku yang akan digunakan adalah bahan baku yang sudah dinyatakan lulus.
2)
Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago) Pada proses pembuatan mucilago harus diperhatikan bahwa bahan mucilago telah dicampur homogen sebelum ditambahkan ke dalam penambahan
aqua
demineralisata
panas.
Kemudian
dilakukan
pengadukan sampai terbentuk massa bening. Pembuatan mucilago ini dilakukan di dalam tangki pemanas double jacket.
3)
Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam, diaduk sampai homogen. Pada pencampuran ini yang harus diperhatikan adalah waktu pencampuran dan putaran mesin pencampur agar dihasilkan massa yang homogen.
4)
Proses granulasi basah Pada proses granulasi ditambahkan sejumlah bahan pengikat (mucilago) ke dalam hasil campuran zat berkhasiat dengan fase dalam dan diaduk
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
hingga homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal. Proses granulasi ini dilakukan didalam Mixer Planetary. 5)
Proses pengeringan Massa yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 380C selama ±20 jam, sampai terbentuk massa setengah kering (tergantung jenis tablet yang dibuat).
6)
Proses pengayakan Massa setengah kering diayak dengan ayakan mesh tertentu tergantung dari jenis dan ukuran tablet yang akan dibuat. Hasil pengayakan disebut dengan granul setengah kering.
7)
Proses pengeringan Setelah diayak granul setengah kering kembali dikeringkan dalam oven pada suhu dan waktu tertentu sampai mencapai kadar air sekitar 2-5 % (tergantung jenis tablet yang dibuat).
8)
Proses pengayakan Setelah kering, granul diayak kembali dengan ayakan ukuran mesh tertentu sampai menjadi granul.
9)
Pengawasan mutu Pada granul yang telah dikeringkan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi pemeriksaan kadar air granul.
10) Proses pencampuran dengan fasa luar
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Setelah granul lulus dalam uji mutu (IPC) dibuat massa cetak yaitu dengan penambahan pelincir dan penghancur yang kemudian diaduk hingga homogen. 11) Pengawasan mutu Sebelum massa cetak dicetak, dilakukan uji mutu (IPC) meliputi pemeriksaan homogenitas dan kadar zat aktif . 12) Proses pencetakan tablet Setelah lulus uji mutu dilakukan pencetakan tablet dengan mesin cetak sesuai dengan ukuran, diameter dan berat tablet yang diinginkan. Untuk tablet berlapis dua dibuat sedemikian rupa sehingga kedua lapisan warna sama tebal dan tidak tersisa granul salah satu warnanya saja pada hopper. Selama pencetakan juga harus diperhatikan kekerasan dan keregasan tablet. Selama pencetakan, tablet yang dihasilkan dimasukkan kedalam alat deduster untuk menghilangkan debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet. Ruang cetak tablet dilengkapi dengan dust extractor. 13) Pengawasan mutu Selama pencetakan dilakukan IPC meliputi keseragaman bobot dan kekerasan. Sementara Instalwastu melaksanakan uji mutu terhadap hasil pencetakan yang meliputi keseragaman bobot, kekerasan, keregasan, ketebalan, diameter tablet, uji waktu hancur, kadar bahan aktif dan uji disolusi untuk tablet tertentu seperti tablet kecil dengan kadar kecil. 14) Proses penyalutan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Setelah dicetak, tablet ada yang disalut dan ada yang langsung distrip. Pada
proses
penyalutan
harus
diperhatikan
suhu,
frekuensi
penyemprotan, kecepatan putar panci penyalut dan sudut penyemprotan. Tablet bersalut ada dua jenis yaitu tablet salut film dan tablet salut gula. Pada tablet salut film, sediaan tablet disalut dengan larutan penyalut. Alat-alat yang digunakan adalah coating pan dan spray nozzle. Tablet ini diputar dalam coating pan kemudian disemprot dengan larutan bahan penyalut dan dikeringkan dengan mengalirkan udara panas. Tablet salut gula atau sugar coating merupakan sediaan tablet yang disalut dengan larutan penyalut gula (dragee). 15) Pengawasan mutu Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah waktu hancur dan keseragaman bobot. 16) Proses penyetripan Tablet salut ataupun tablet biasa distrip dengan menggunakan bahan pengemas Polycellonium pada suhu mesin ± 800C - 110 0C sebagai pengemas primer. Suhu mesin tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan merusak kemasan itu sendiri. 17) Pengawasan mutu Uji mutu (IPC) yang dilakukan pada hasil penyetripan berupa pemeriksaan uji kebocoran strip. Tablet yang telah distrip siap untuk dikemas dan dikirim ke Ins. Simpan. Alur proses produksi tablet dan tablet salut dapat dilihat pada Lampiran 5.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Untuk pembuatan tablet metoda cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses granulasi. b. Sediaan Kapsul Ruang produksi kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian dan polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kapsul diantaranya adalah mesin pencampur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing dan mesin strip. Alur proses produksi kapsul terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1)
Penimbangan bahan baku Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan pengisi, bahan pelincir oleh Instalsimpan.
2)
Pencampuran/granulasi Proses pencampuran dilakukan hingga seluruh bahan yang dicampurkan homogen. Bahan yang diisikan ke dalam kapsul ada yang harus digranulasi terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat alirnya, sedangkan untuk bahan yang tidak digranulasi langsung diisikan pada cangkang kapsul.
3)
Pengawasan mutu Hasil pencampuran massa kapsul dilakukan IPC oleh Instalwastu yang meliputi pemeriksaan homogenitas dan kadar zat aktifnya.
4)
Pengisian kapsul
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Setelah massa kapsul diluluskan oleh Instalwastu maka massa kapsul diisikan ke dalam cangkang kapsul. Selama pengisian harus diperhatikan suhu dan kelembaban ruangan. 5)
Polishing Polishing dilakukan untuk menghilangkan debu yang masih menempel pada dinding luar kapsul.
6)
Pengawasan mutu Pemeriksaan dilakukan meliputi kadar zat aktif, keragaman bobot, uji waktu hancur.
7)
Stripping Proses stripping kapsul sama dengan proses stripping pada tablet.
8)
Pengawasan mutu Pada hasil stripping dilakukan tes kebocoran strip. Kapsul yang telah di strip siap untuk dikemas dan dikirim ke Instalsimpan.
Alur proses produksi kapsul dapat dilihat pada Lampiran 6. c. Sirup Kering Alur proses produksi sirup kering hampir sama dengan alur proses produksi tablet, yang membedakan hanya pada proses pencetakan, stripping dan pengemasan. Alur proses produksi sirup kering dapat dilihat pada Lampiran 7. d. Sediaan Salep Ruang produksi salep merupakan ruang kelas III yang terdiri dari ruang pencampuran dan ruang pengisian. Peralatan yang digunakan antara lain mesin peleleh basis (mantel zalf), mesin pencampur salep dan mesin pengisi-penutup salep otomatis.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Alur proses produksi salep terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1)
Penimbangan bahan baku
2)
Pelelehan basis Basis dilelehkan pada tangki pemanas double jacket, disaring kemudian didiamkan selama satu malam.
3)
Pencampuran Bahan basis yang telah dilelehkan lalu dicampur dengan zat aktif dan diaduk terus sampai homogen pada suhu 400C di dalam Agi Homomixer.
4)
Pengawasan mutu Pada hasil proses pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas, pH dan kadar zat aktif.
5)
Pengisian tube Setelah lulus uji mutu, massa salep diisikan ke dalam tube dengan suhu yang terjaga sekitar 400C.
6)
Pengawasan mutu Pada hasil pengisian dilakukan uji mutu (IPC) untuk diperiksa keseragaman isi tube dengan cara menimbang tube satu persatu yang dilakukan setiap 15 menit. Setelah lulus uji mutu, tube siap dikemas dan dikirim ke Ins. Simpan. Alur proses produksi salep dapat dilihat pada Lampiran 8. e. Sediaan Sirup
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Ruang produksi sirup merupakan ruang kelas III yang terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian, ruang pencucian alat. Peralatan yang digunakan antara lain mixer, colloid mill, tangki pemanas (double jacket), filter, drum stainless, mesin pengisi sirup, penutup botol dan pemasangan etiket yang merupakan satu rangkaian (In Line Process). Alur proses produksi sirup terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1)
Penimbangan bahan baku
2)
Pembuatan larutan gula pekat (Syrupus Simplex) Pembuatan larutan gula pekat dilakukan pada tangki pemanas double jacket. Pemanasan menggunakan uap air yang dihasilkan oleh ketel uap.
3)
Pencampuran Zat aktif dan zat tambahan (pewarna dan pengawet) masing-masing dilarutkan dalam pelarutnya sampai larut sempurna, lalu dicampur dengan larutan gula pekat. Essence dapat ditambahkan jika diperlukan dan volume ditambahkan sampai tanda batas yang ditentukan.
4)
Pengawasan mutu Pada hasil pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas larutan, kadar zat aktif, pH larutan dan berat jenis.
5)
Pengisian, penutupan dan labelling Setelah lulus uji mutu dilakukan pengisian, penutupan dan pemberian etiket atau label.
6)
Pengawasan mutu Pada hasil pengisian dan penutupan dilakukan pengawasan mutu yang meliputi kadar zat aktif, pH larutan dan berat jenis. Selama proses
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
pengisian dilakukan pengontrolan setiap 15 menit terhadap keseragaman volume dan hasil penutupan. Alur proses produksi sirup dapat dilihat pada Lampiran 9. 2.
Seksi Sediaan Sefalosporin (Sidia Sefalosporin). Seksi sediaan khusus terdiri dari produksi Betalaktam dan Sefalosporin.
Produksi Sefalosporin belum dimulai karena bangunan produksi belum jadi. Produksi Betalaktam di Lafi Ditkesad telah mendapatkan sertifikat CPOB pada tanggal 1 Juni 2000. 3.
Seksi Sediaan betalaktam Proses produksi Betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan
produksi Non Betalaktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang. Gedung produksi Betalaktam telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air shower, dan ruang penyangga (air lock). Lantai, dinding dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan pembersihan. Ruang kelas I terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), dimana dilakukan pengisian ke dalam vial. Ruang kelas II meliputi loker, koridor kelas II, air shower, dan ruang staging steril. Ruang kelas III meliputi ruang timbang, ruang staging, ruang campur, ruang cetak tablet, ruang karantina, ruang salut film, ruang penyetripan, ruang isi kapsul, ruang isi sirup kering, ruang cuci vial, ruang botol bersih, ruang simpan alat, ruang IPC, ruang janitor, loker kelas III wanita dan pria. Ruang kelas IV meliputi ruang coding, ruang kemas, ruang karantina obat jadi, ruang gudang sejuk, ruang gudang botol/vial, ruang cuci botol, ruang simpan alat, ruang laundry dan loker kelas IV wanita dan pria.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Sistem pengaturan udara (Air Handling System/AHS) untuk ruang kelas I dan kelas II dilakukan dengan sistem recycle (udara dari kelas III disaring kemudian ditambah udara segar 10-20 %), kemudian udara yang masuk disaring dengan HEPA filter. Sementara untuk ruang kelas III dengan sistem pengolahan udara terbuka (udara segar yang masuk disaring dengan pre-filter dan medium filter).
Kondisi ruangan di Betalaktam selalu diukur secara berkala untuk
mengukur pertukaran udara, suhu udara, kelembaban dan jumlah partikel. Setiap personel yang masuk ke ruangan Betalaktam diharuskan menggunakan pakaian khusus lengkap dengan aksesorisnya yang berupa masker, sepatu dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruangan dan saat keluar dari ruangan diharuskan melewati air shower yang dimaksudkan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor yang melekat. Setelah selesai melaksanakan kegiatan produksi, setiap personel diharuskan untuk membersihkan diri dengan mandi. 4.
Seksi Kemas Pengemasan dilakukan pada produk ruahan tablet, kapsul, sirup, dan salep.
Pengemasan tablet dilakukan setelah proses stripping. Tablet yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik lalu diseal, setiap sak plastik berisi 25 strip, tiap-tiap strip berisi 10 tablet. Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus dimana setiap dus isinya berbeda sesuai dengan ukuran diameter tablet yaitu: a. Untuk tablet dengan diameter 7,5 mm, setiap dus berisi 40 sak plastik yang berisi indentitas berupa brosur.. b. Untuk tablet dengan diameter 10-13 mm, setiap dus berisi 30 sak plastik.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
c. Untuk kaplet dan kapsul, setiap dus berisi 20 sak plastik. Pengemasan kapsul dilakukan setelah proses stripping. Kapsul yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik lalu diseal.. Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus dimana tiap dus berisi 20 sak plastik, setiap sak plastik berisi 25 strip dan setiap strip berisi 10 kapsul. Untuk sirup dipak ke dalam dus. Tiap dus berisi 25 botol dilengkapi dengan sendok dan slep pak. Untuk sediaan salep setelah dimasukkan ke dalam tube aluminium sebanyak 10 g yang etiketnya telah tercetak pada permukaan luar tube, dimasukkan ke dalam dus kecil. Setiap dus kecil berisi 25 tube dan dimasukkan ke dalam dus besar yang berisi 24 dus kecil. Setelah pengemasan selesai, dilakukan pemeriksaan oleh tim komisi. Setelah diperiksa oleh tim komisi seksi kemas membuat laporan administrasi yang terdiri dari laporan bulanan dan bukti penyerahan obat jadi yang dikirim ke Instalasi Simpan. 3.7.5
Kegiatan Instalasi Simpan (Instalsimpan) Instalasi Simpan (Instalsimpan) bertanggung jawab terhadap barang-
barang yang berkaitan dengan setiap proses kerja yang berlangsung di Lafi Ditkesad yaitu produksi, laboratorium, pengemasan, administrasi dan logistik serta proses pendukung lainnya. Barang- barang yang disimpan di gudang Instalsimpan disusun berdasarkan jenis dan sifat barang. Adapun penyelenggaraan administrasi yang menyertai pemindahan tanggung jawab dari Instalsimpan ke Gudang Pusat II adalah sebagai berikut : 1. Bukti Penyerahan Barang (BP) dari Instalsimpan ke Gudang Pusat II.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
2. Bukti Pengiriman (Surat Kirim Barang). Kegiatan yang dilakukan oleh Instalsimpan meliputi : 1. Menerima bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain serta peralatan produksi dari Gudang Pusat II. 2. Menyerahkan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain serta peralatan kepada bagian dan Instalasi yang membutuhkan. 3. Menerima obat jadi dari Instalasi Produksi 4. Menyerahkan obat jadi ke Gudang Pusat II. Persediaan barang di Instalsimpan diawasi dengan ketat dimana pemasukan dan pengeluaran barang dicatat di kartu gudang. Instalsimpan terdiri dari ruangan administrasi, ruang sejuk (AC), ruang sampling (kelas III), ruang timbang dan staging (kelas III), ruang bahan aktif, ruang bahan cair dan ruang produk jadi, ruang bahan pembantu, ruang embalage, 3.7.6
Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sisjang Instalasi
pemeliharaan
dan
Sisjang
merupakan
pelaksana
fungsi
pemeliharaan dan perbaikan terhadap alat produksi sehingga siap digunakan, penatalaksanaan limbah industri, menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan dilaporkan kepada Kalafi. 1.
Penanganan Limbah Limbah dari industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan di sekitar industri tersebut. Limbah Lafi Ditkesad berasal dari proses produksi dan proses pengujian, yang terbagi atas limbah padat dan limbah cair. Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Pada produksi obat Non Betalaktam, pengolahan limbah padat dilakukan dengan menggunakan dust collector yaitu limbah (debu) disedot dari ruang produksi dengan vakum kemudian dikumpulkan dalam kantong penampung dan dibakar. Khusus untuk limbah dari proses penyalutan tablet, terlebih dahulu diolah dengan air washer. Sedangkan limbah cair produksi Non Betalaktam langsung dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah. Pada produksi Betalaktam, pengolahan limbah terlebih dahulu diolah melalui air washer, dimana limbah padat (debu) disedot oleh vakum dari ruangan yang berdebu seperti ruangan strip, isi kapsul, cetak, coating, campur dan ruang isi sirup kering, lalu disemprot dengan air bertekanan 4 bar sehingga debu akan jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak destruksi yang dilengkapi dengan dozing pump dan pH meter. Cairan ini didestruksi untuk memecah cincin Betalaktam dengan larutan NaOH 0,1 N yang diteteskan secara otomatis sampai diperoleh pH 9. Sedangkan limbah cair produksi obat non Betalaktam tidak melalui destruksi. Selanjutnya, limbah hasil produksi Betalaktam disalurkan ke IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Pengolahan limbah pada IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia dan mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan mengendapkan kotoran pada bak pengendap. Cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan Poly Aluminium Chloride pada bak koagulan dan flokulan polimer anionik pada bak flokulasi. Cara mikrobiologi dilakukan dengan mengembangbiakkan bakteri aerobik pada bak aerasi agar dapat menghancurkan zat organik. Untuk menjaga pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea sebagai nutrisi untuk bakteri.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Tahapan pengolahan air limbah di IPAL melibatkan proses fisika, kimia dan biologi. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bak Penampungan Awal Air limbah yang masuk dari produksi Betalaktam yang telah mengalami destruksi akan ditampung dan pengotornya diendapkan dalam bak ini. Kemudian dialirkan ke bak pengendapan (sedimentasi pertama). b. Bak Sedimentasi Pertama Disini terjadi proses pengendapan kembali. Di dalam bak ini terdapat sekat-sekat yang menghambat laju aliran air sehingga reaksi pengendapan berlangsung lama. Air limbah dari bak ini mengalir ke bak equalisasi. c. Bak Equalisasi Disini terjadi proses fisika. Di bak ini material padat dihancurkan dengan menggunakan Communitor, pasir terbawa diendapkan. Bak ini dilengkapi dengan pompa untuk mengendalikan fluktuasi jumlah air kotor yang tidak merata, yaitu pada jam kerja dan di luar jam kerja. Bak ini juga terdapat pengaduk untuk mengaduk bahan organik agar tidak mengendap. d. Bak Aerasi dan Stabilisasi Air limbah masuk ke dalam bak ini dengan menggunakan pompa secara kontinyu. Di dalam bak ini limbah diolah menggunakan bakteri aerob
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
(jenis SGP-50) yang berguna untuk menghancurkan zat-zat organik. Bak ini dilengkapi dengan aerator untuk memasukkan oksigen dari udara yang dihasilkan oleh blower dan ditransfer ke dalam air limbah, sehingga mikroorganisme mampu melanjutkan sintesis dan dekomposisi bahan pencemar menjadi gas yang tidak mencemari. Di dalam bak ini dilakukan juga pengadukan untuk menjamin seluruh material yang ada di dalam limbah cair dalam kondisi tersuspensi. e. Bak Sedimentasi Kedua (Clarifier) Air limbah dari bak aerasi mengalir ke dalam bak sedimentasi kedua. Dalam bak ini air mengalami penjernihan. Bak ini memiliki dinding pemisah bergerigi untuk menahan pengotor dan dasar yang berbentuk kerucut untuk mengendapkan sedimen sehingga air yang mengalir ke bak koagulasi hanya cairannya saja. f. Bak Koagulasi Cairan dari bak sedimentasi kedua masuk ke dalam bak koagulasi. Di dalam bak ini ditambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dengan menggunakan dozing pump yang disertai dengan pengaduk, dimana koagulasi berfungsi untuk mengikat protein berantai panjang. Konsentrasi PAC yang diteteskan dalam larutan yaitu 50 kg PAC dalam 1000 L air. Bak koagulasi berfungsi sebagai bak penampung koagulan. g. Bak Flokulasi Dari bak koagulasi cairan dialirkan ke bak flokulasi yang berfungsi untuk mengendapkan endapan yang masih terbawa. Di dalam bak ini air limbah
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
mengalami penambahan flokulan berupa polimer elektrolit sebagai polianionik dengan konsentrasi 1 kg polianionik dalam 1000 L air sehingga terbentuk flok-flok yang kemudian diendapkan di bak sedimentasi kedua. Untuk air yang sudah jernih akan langsung menuju ke bak penampungan akhir melalui bidang miring. h. Bak Pengendapan akhir (Bak Sedimentasi Ketiga) 1) Dari bak flokulasi, cairan yang masih mengandung endapan dialirkan ke dalam bak sedimentasi ketiga yang berbentuk kerucut di bagian bawah bak. Pada bak ini diberi karung yang berfungsi sebagai penyaring untuk menampung endapan, sedangkan cairan yang lebih jernih masuk ke dalam bak penampung cairan. 2) Bak Penampung Cairan Cairan yang masih mungkin mengandung limbah dialirkan kembali ke bak sedimentasi pertama untuk diolah kembali sampai limbah tersebut benar-benar bersih dari senyawa kimia yang berbahaya. i. Bak Bidang Miring Bak bidang miring berbentuk miring ke satu arah yang menghubungkan bak flokulasi dan bak kontrol yang gunanya untuk menahan endapan dan partikel lain yang masih terdapat dalam air limbah dari bak flokulasi. Melalui bak bidang miring, air dari bak flokulasi mengalir ke bak kontrol. j. Bak Kontrol (Bak Pembuangan Akhir) Cairan yang sudah jernih dialirkan ke bak kontrol yang berisi ikan sebagai kontrol biologi untuk diperiksa kadar COD dan BOD serta TDS (jumlah Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
zat padat total), dan pH. Jika hasilnya memenuhi syarat air dapat dibuang ke saluran pembuangan umum. Parameter yang harus dipantaun untuk limbah cair adalah : 1. pH 2. Suhu 3. Total Suspended Solid (TSS) 4. Total Dissolved Solid (TDS) 5. Biological Oxygen Demand (BOD) 6. Chemical Oxygen Demand (COD) Denah IPAL dapat dilihat pada Lampiran 10. 2.
Fasilitas Pendukung / Utility Fasilitas pendukung terdiri dari pengolahan air baku farmasi, Instalasi
listrik dan Instalasi udara bertekanan. Sumber air bersih didapat dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang diolah menjadi air baku farmasi melalui Instalasi pengolahan air. Air baku farmasi adalah air yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku air untuk produksi steril maupun nonsteril. Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility adalah Kepala Instalasi Pemeliharaan (Instalhar). Fasilitas utility terdiri dari : a. Instalasi Listrik Sumber listrik Lafi Ditkesad berasal dari PLN dengan daya sebesar 2000 KW. Pada saat ini belum digunakan generator tetapi pada produksi steril
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
diperlukan adanya aliran listrik secara terus-menerus sehingga dipertimbangkan untuk menggunakan generator. b. Pengolahan Demineralisata Sumber air bersih berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kemudian
diolah menjadi air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air.
Pemilihan PDAM sebagai sumber air oleh Lafi Ditkesad adalah karena banyaknya kandungan logam pada air tanah. Air yang berasal dari PDAM terlebih dahulu ditampung pada tangki yang tertanam di dalam tanah ( ground tank ) kemudian dialirkan melalui pipa ke dalam suatu alat filtrasi. Air yang diolah menjadi air demineralisata mengalami beberapa tahap penyaringan : 1) Saringan Pasir (sand filter) Saringan pasir berfungsi untuk mengikat kotoran-kotoran dan kaporit yang terbawa air selama pengolahan air di PDAM. 2) Saringan Karbon (carbon filter) Saringan karbon berfungsi untuk menyerap bau, rasa, warna, kontaminan organik dan unsur chlor yang ditambahkan pada pengolahan air di PDAM. 3) Resin Kation Resin kation berfungsi untuk menghilangkan ion-ion positif dan ditukar dengan ion hidrogen.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
4) Resin Anion Resin anion berfungsi untuk menghilangkan ion-ion negatif dan ditukar dengan ion hidroksida, sehingga menghasilkan air dengan kandungan Total Dissolved Solid (TDS) kurang dari 8 ppm dan silika kurang dari 0,1 ppm. 5) Setelah mengalami beberapa tahap pemurnian, air demineralisata dialirkan ke ruangan-ruangan produksi untuk digunakan. c. Pengolahan Air Suling Air suling merupakan kelanjutan dari air demineralisata yang dihubungkan dengan alat dan pemroses aquadest, dengan alat ini dihasilkan air suling. d. Boiller (Steam) Air baku untuk menghasilkan uap panas adalah aqua demineralisata yang ditekan melalui pompa air masuk ke filter kemudian ditampung di dalam tangki stainless steel untuk mensuplai steam. Air dipanaskan melalui boiler hingga menjadi uap. Alat ini bekerja secara semi otomatik dengan alat-alat pengaman yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan dialirkan melalui pipa ke ruang-ruang produksi yang membutuhkannya. e. Udara Bertekanan Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang bekerja secara otomatis dengan alat pressure switch. Kompresor juga dilengkapi dengan air dryer, main line filter, mist separator dan micro mist separator.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Instalasi kompresor ini digunakan hanya pada peralatan yang memerlukan udara bertekanan. 3.8
Pengolahan Dokumen Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi menajemen sebuah
organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Ditkesad meliputi : 1.
Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenaan dengan aktifitas Lafi Ditkesad dengan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga produksi obat yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (Protap) yang meliputi bidang personalia, administrasi dan logistik, operasional peralatan dan Instalasi umum, sanitasi dan higiene, prosedur operasional dan perawatan alat, prosedur pembersihan alat atau ruangan, kalibrasi dan validasi, spesifikasi bahan, prosedur pengolahan dan pengujian, metoda dan instruksi serta protap-protap lain yang diperlukan.
2.
Dokumen seluruh proses pembuatan obat yang dituangkan dalam Catatan Pengolahan dan Pengemasan bets meliputi spesifikasi, prosedur, metoda dan Instruksi, catatan dan laporan selama proses produksi berlangsung dari mulai penimbangan sampai pengemasan yang menggambarkan riwayat lengkap dari bets obat yang diproduksi.
3.
Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik bahan baku, bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi serta hasil pengujiannya.
4.
Dokumen untuk setiap obat yang telah diluluskan oleh Instalasi Pengawasan Mutu dan telah didistribusikan.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
5.
Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktifitas yang berkenaan dengan
perbaikan,
pemantauan
dan
pengendalian,
misalnya
lingkungan, perlengkapan, peralatan dan personalia. Seluruh dokumen di atas dikelola dan disimpan oleh bagian-bagian yang bersangkutan dengan aktifitas yang dilaksanakan tetapi Master Document disimpan di produksi. Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets yang sudah diisi, disimpan di Instalasi Pengawasan Mutu
BAB IV
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
PEMBAHASAN
Lafi Ditkesad merupakan suatu lembaga penunjang dalam pelaksanaan tugas pokok Direktorat Kesehatan Angkatan Darat yaitu dalam penyediaan obatobatan untuk kepentingan TNI-AD serta keluarganya. Lafi Ditkesad merupakan lembaga pelaksana produksi obat-obatan yang dituntut untuk menghasilkan obat yang bermutu tinggi, aman dan berkhasiat walaupun obat yang diproduksi dipakai untuk lingkungan sendiri yaitu anggota prajurit dan PNS TNI-AD serta keluarganya dan tidak dipasarkan (tidak mendapat keuntungan). Selain itu, Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan suatu badan pelaksana pusat yang berada dibawah Direktorat Angkatan Darat yang bertugas untuk menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi teknik yang meliputi produksi obat, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, penyimpanan, administrasi logistik, pemeliharaan alat produksi dan instrumen serta menyelenggarakan fungsi organiknya yang berupa fungsi militer dan fungsi pembinaan. Fungsi organik dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad. Dalam pelaksanaan produksi, Lafi Ditkesad selalu mengacu pada CPOB hal ini dibuktikan dengan telah memiliki 5 sertifikat CPOB untuk 5 macam sediaan antibiotik Betalaktam dan 5 sertifikat sediaan Non Betalaktam. Pedoman CPOB meliputi beberapa aspek, yaitu : manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri; penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian;
dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
kualifikasi dan validasi. Pelaksanaan CPOB di Lafi Ditkesad tercakup dalam pembahasan berikut :
4.1.Manajemen Mutu Sistem manajemen mutu pada produk jadi di Lafi Ditkesad sebagian telah memenuhi persyaratan sesuai dengan CPOB 2006, hal ini dibuktikan dengan telah diperolehnya sertifikat CPOB sebanyak 10 sertifikat untuk produk jadi yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad.
4.2.Personalia Struktur organisasi Lafi Ditkesad
mempunyai tugas, wewenang dan
tanggung jawab yang jelas, sehingga tiap personil mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Instalasi Produksi dan Instalasi Pengawasan Mutu dipimpin oleh masing-masing seorang Apoteker berbeda, tetapi memiliki kewajiban yang sama untuk menghasilkan produk yang bermutu. Lafi Ditkesad juga mengadakan palatihan CPOB bagi personil dan pelatihan tersebut dilaksanakan berdasarkan pedoman pelatihan CPOB sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, selain itu juga dilaksanakan berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh Lafi Ditkesad sendiri. Hal ini telah didokumentasikan sebagai bukti telah dilaksanakannya pelatihan. Pelatihan dirancang dan ditetapkan sebelum pelatihan dilaksanakan. Materi pelatihan dibuat secara bertahap dan tertulis dalam bentuk prosedur tetap yang disetujui oleh Kepala Instalasi Pengawasan Mutu dan Kepala Instalasi
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Produksi. Materi tersebut disampaikan secara bertahap dan terjadwal disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis materi. Tujuan pelatihan telah dirancang dan ditetapkan sebelum pelatihan dilaksanakan. Materi pelatihan telah dibuat secara berjenjang yang dituangkan secara rinci dan tertulis dalam bentuk prosedur tetap serta disetujui oleh Kepala Instalasi Pengawasan Mutu dan Kepala Instalasi Produksi. Materi tersebut juga disampaikan secara bertahap dalam jangka waktu yang ditetapkan dan disusun secara terjadwal serta disampaikan dengan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis materi. Pelatihan yang diadakan juga telah diusahakan dari atasan yang bersangkutan, para praktisi dan profesional di bidang industri farmasi.
4.3. Bangunan dan Fasilitas Lafi Ditkesad memiliki dua lokasi yang digunakan dalam proses produksinya. Lokasi pertama berada di Jl. Gudang Utara No. 25 yang digunakan sebagai gedung produksi dari sebagian tahap produksi Non Betalaktam. Sedangkan lokasi kedua terletak di Jl. Gudang Utara No. 26 yang digunakan sebagai gedung produksi Betalaktam, laboratorium dan gedung produksi dari sebagian tahap produksi Non Betalaktam. Produksi obat golongan Betalaktam telah memperoleh 5 sertifikat CPOB dari Badan POM pada tanggal 1 Juni 2005 dan produksi obat Non Betalaktam juga telah mendapatkan 5 sertifikat CPOB. Bangunan untuk produksi obat golongan sefalosforin baru pada tahap perencanaan pembangunan. Lafi Ditkesad memproduksi dua jenis sediaan obat, yakni sediaan golongan Betalaktam dan Non Betalaktam, untuk obat-obatan golongan penisilin
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
diproduksi pada bangunan yang terpisah yang dilengkapi dengan peralatan pengendali udara khusus untuk produksi tersebut sesuai dengan persyaratan CPOB. Instalasi-instalasi yang terdapat di Lafi Ditkesad yaitu : 4.3.1. Instalasi Produksi Ruang-ruang untuk proses produksi non betalaktam telah diklasifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai dengan CPOB. Produksi tablet dilakukan di ruang kelas D, terdiri dari ruang penimbangan, ruang campur, ruang granulator, ruang pengeringan, ruang karantina, ruang pencetakan, ruang coating, ruang stripping, ruang IPC dan ruang cuci alat. Produksi kapsul dilakukan di ruang kelas D terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian, polishing, dan ruang strip. Ruang pengemasan dilakukan di ruang kelas tak terhingga. Produksi sirup dilakukan di ruang kelas D dengan in line system. Ruang produksi untuk produk Betalaktam mempunyai bangunan yang terpisah dari produk lainnya. Pada produksi Betalaktam terdapat ruang kelas A dilengkapi dengan LAF (Laminar Air Flow) untuk pengisian sediaan steril dan ruang cuci vial. Ruang kelas D terdiri dari ruang timbang, ruang karantina, ruang stagging, ruang isi kapsul, ruang stripping, ruang salut film, ruang cetak tablet, ruang campur, ruang isi sirup kering, ruang botol bersih, ruang simpan alat, ruang In Proses Control, loker kelas D pria dan wanita. Ruang loker kelas tak terhingga terdiri dari loker pria dan wanita, ruang pengemasan, ruang gudang kemas, ruang karantina obat jadi, ruang gudang sejuk, ruang gudang botol dan vial, ruang cuci botol, ruang simpan alat dan ruang laundry. Pada gedung produksi Betalaktam dan Non Betalaktam permukaan lantai, dinding dan langit-langit dilapisi cat epoksi, permukaannya rata, halus dan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
dihindari adanya celah, tidak terdapat sambungan agar tidak terjadi pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan pembersih, tidak melepas atau menahan partikel dan sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit berbentuk lengkungan. Untuk mengendalikan udara, di ruang produksi dilengkapi dengan sarana pengatur suhu dan kelembaban. Penyaringan udara dilakukan melalui filter udara yang dilengkapi dengan pre-filter, medium filter dan hepa filter. Hepa filter mampu menyaring partikel berukuran 0,3 μm dengan tingkat kemampuan 99,97%. 4.3.2. Instalasi Simpan Bangunan penyimpanan di Lafi Ditkesad dibagi menjadi gudang cairan, gudang bahan baku obat, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas, gudang peralatan, ruang penimbangan, gudang penyaluran, dan ruang administrasi. Penyimpanan barang, tidak diurutkan secara alfabetis tetapi tetap berdasarkan : 1. Stabilitas penyimpanan. Bahan yang harus disimpan di bawah suhu kamar, disimpan di gudang sejuk. 2. Barang yang fast atau slow moving. Barang fast moving, disimpan di dekat ruang timbang, sedangkan barang yang slow moving, disimpan dalam ruang yang sesuai dengan kondisi barang. 3. Barang yang bobotnya besar atau berat. Diletakkan di bagian depan gudang supaya lebih mudah dikeluarkan. 4. Barang yang ringan dan mahal. Diletakkan di bagian dalam gudang, untuk mencegah terjadinya kehilangan.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Bahan baku dan obat jadi sediaan Betalaktam sudah dipisahkan dari bahan baku dan obat jadi lainnya. Hal ini dilakukan
untuk menghindari adanya
kontaminasi silang. Sistem administrasi di gudang sebaiknya dilaksanakan melalui sistem komputerisasi untuk memudahkan pencatatan keluar masuknya barang dan pengawasannya. 4.3.3. Instalasi Pengawasan Mutu Instalasi Wastu Lafi Ditkesad bertugas melakukan pengawasan mutu terhadap obat-obat produksi Lafi Ditkesad mencakup pemeriksaan bahan awal, in process control dan obat jadi. Personil Instalasi Wastu yang berfungsi sebagai analis yang memiliki ketrampilan dan pengalaman yang cukup. Prosedur pengujian terhadap obat-obat yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad telah terdokumentasikan
dengan
baik,
sehingga
memudahkan
dalam
proses
pemeriksaan mutu, bahan awal dan obat jadi. Bangunan instalasi pengawasan mutu telah memenuhi persyaratan CPOB dengan adanya pembagian ruangan yang jelas untuk setiap bagian di Instalasi Pengawasan Mutu, yaitu laboratorium kimia, laboratorium fisika, ruang instrumen, ruang timbang dan ruang penyimpanan contoh pertinggal. Metode yang paling sering digunakan dalam penetapan kadar adalah metode spektrofotometri dan titrasi. Metode spektrofotometri lebih sering digunakan karena pelaksanaannya sederhana, cepat dan tingkat akurasinya tinggi.
4.4. Peralatan Mesin-mesin produksi dan peralatan penunjang dalam proses produksi Betalaktam dan pengawasan mutu sebagian besar telah memenuhi persyaratan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
CPOB. Selain itu juga dilakukan perawatan dan kalibrasi ulang secara berkala untuk menjamin proses kerja dari peralatan tersebut. Rancang bangun dan konstruksi peralatan yang tepat dengan ukuran memadai dan ditempatkan pada tempat yang tepat akan menghasilkan suatu mutu obat yang baik dan reproduksibel, serta memudahkan dalam pembersihan dan perawatannya . Pada tiap kegiatan yang berhubungan dengan peralatan dilengkapi dengan protap (prosedur tetap), misalnya protap pembersihan alat yang ditujukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dari peralatan yang digunakan.
4.5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan hygiene di Lafi Ditkesad pada gedung baru sudah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan wadahnya serta hal lain yang merupakan sumber pencemaran produk. Pada setiap personil Lafi Ditkesad dilakukan program pemeriksaan kesehatan, yaitu pada saat diterima bekerja dan juga secara berkala selama personil tersebut masih bekerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam penerapan program hygiene perorangan atau personil, yaitu : 1. Kesehatan Bila mengalami sakit atau mengidap penyakit (antara lain : luka terbuka, infeksi, alergi) harap segera melapor untuk menentukan kelayakan bekerja. Bagi karyawan yang sakit tidak diperkenankan berada di ruang produksi karena dikawatirkan akan mencemari produk.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
2. Kebersihan perorangan Membudayakan kebiasaan bersih dan rapi di dalam kehidupan seharihari (mandi, cuci tangan dan kaki, rambut pendek dan lain-lain) serta larangan memakai perhiasan dan kosmetik yang berlebihan pada waktu bekerja di ruang produksi. 3. Kebiasaan higienis Personil dilarang makan, minum, merokok di semua ruang produksi (pengolahan dan pengemasan), instal wastu, gudang serta senantiasa menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja. 4. Pakaian dan pelindung diri yang bersih. Digunakan di lingkungan kerja sesuai dengan derajat kebersihannnya dan berlaku bagi siapapun (personil tetap, personil sementara, inspektur, tamu) tanpa kecuali. 5. Menyediakan makanan yang higienis dan bergizi. Penerapan sanitasi dan hygiene pada bangunan dan ruangan di Lafi Ditkesad, yaitu : 1. Gedung atau ruang untuk proses produksi dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan. 2. Tersedia toilet dan ruang ganti dalam jumlah yang cukup, berventilasi baik, mudah dicapai dari daerah kerja tetapi tidak berhubungan langsung dengan daerah kerja. 3. Upaya pembersihan atau sanitasi terhadap mikroba dan pencegahan terhadap serangga atau binatang kecil lainnya, binatang pengerat dan lain-lain.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
4. Dilakukan secara teratur dan periodik yang didukung oleh prosedur tetap yang terperinci, antara lain metode, jadwal dan alat yang dipakai, bahan pembersih dan desinfektan yang dipakai harus aman, pelaksana dan penanggung jawab, pemeriksa dan pengawasan serta dokumentasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan sanitasi dan hygiene pada peralatan dan perlengkapan di Lafi Ditkesad adalah : 1. Setelah digunakan, peralatan yang dibersihkan secara keseluruhan (luar dan dalam) sesuai dengan prosedur. Pembersihan dilakukan dengan cara vakum dan cara basah. 2. Peralatan dan perlengkapan dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih. 3. Sebelum dipakai, diperiksa kebersihanya untuk memastikan bebas dari sisa produk atau bahan sebelumnya. 4. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dilepas dilakukkan diruang khusus yang terpisah dari ruang pengolahan, yaitu diruang pencucian alat dan ruang penyimpanan alat. 5. Setiap wadah dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi dilengkapi dengan prosedur pembersihan secara tertulis, rinci dan telah tervalidasi. 6. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, pemeriksaan sebelum penggunaan serta catatan proses validasinya hendaklah disimpan. Prosedur sanitasi dan hygiene sebaiknya divalidasi dan dievaluasi secara periodik untuk memastikan bahwa penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan, yaitu bersih dan bebas dari sisa produk bahan pembersih dan bahan asing yang lainya.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
4.6. Produksi Setiap bahan awal yang digunakan harus lulus pemeriksaan uji mutu yang dilakasanakan oleh Instalasi Pengawasan Mutu. Bahan awal yang datang harus diperiksa kesesuaian jumlah, nama bahan, nama pabrik, keutuhan kemasan, tanggal kadaluarsa dan sertifikat analisis. Tim komisi merupakan tim khusus penerimaan barang, yang umumnya melakukan pemeriksaan fisik, dokumen dan bagian pengawasan mutu melakukan pemeriksaan kemurnian dan sifat-sifat lain dari bahan untuk menjamin mutu sediaan yang dihasilkan. Bahan awal yang mudah rusak karena suhu, disimpan dalam ruangan dengan suhu udara terkendali. Sistem penomoran batch dibuat sedemikian rupa dan dijamin bahwa nomor batch yang sama tidak terulang. Pelaksanaan produksi telah mengikuti protap yang telah di buat sesuai CPOB. Setiap produk yang akan diproduksi memiliki batch record tersendiri sehingga produk obat yang
dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan. Perlu penerapan kedisiplinan setiap personil produksi untuk mencatat semua kegiatan selama proses produksi berlangsung pada batch record yang merupakan tugas dan tanggung jawabnya masing- masing. Setiap proses yang telah tercantum dalam batch record sebaiknya dilaksanakan, meskipun kegiatan tersebut berulang kali dilakukan. Hal ini untuk meminimalisasi kesalahan dalam setiap tahap produksi.
4.7. Pengawasan Mutu
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Produk dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Instalasi
Pengawasan
Mutu
Lafi
Ditkesad
bertugas
melakukan
pengawasan mutu terhadap obat-obat produksi Lafi Ditkesad mencakup pemeriksaan bahan awal, In Process Control dan obat jadi. Personil Instalasi Pengawasan Mutu yang berfungsi sebagai analisis yang memiliki ketrampilan dan pengalaman cukup. Prosedur pengujian terhadap obat-obat yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad telah terdokumentasikan dengan baik, sehingga memudahkan dalam proses pemeriksaan mutu bahan awal dan obat jadi.
4.8. Inspeksi Diri Inspeksi diri adalah peninjauan kembali atau pemeriksaan secara jujur seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang dapat berpengaruh pada jaminan mutu. Tujuan dari inspeksi diri adalah untuk menilai penerapan CPOB dalam seluruh aspek produksi dam pengendalian mutu. Sasaran inspeksi diri adalah mencari setiap kekurangan dalam penerapan CPOB dan memberi saran untuk dilakukan perbaikan. Inspeksi diri dilakukan terhadap personil, bangunan dan fasilitas, penyimpanan bahan baku dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
dan pemeliharaan gedung yang dilakukan secara teratur, minimal setahun sekali dimana tindakan perbaikanya harus dilaksanakan. Inspeksi diri yang dilakukan di Instalasi Produksi harus tetap dilakukan meskipun tidak ada jadwal khusus.
4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Lafi Ditkesad memiliki tempat penyimpanan khusus untuk contoh pertinggal dari obat-obat yang telah diproduksi dengan tujuan penanganan jika terjadi keluhan obat, penarikan kembali atau obat kembalian yang telah diproduksi. Lafi Ditkesad selalu menanggapi dengan cepat apabila ada keluhan terhadap obat yang diproduksi, dengan cara melakukan pemeriksaan kembali contoh pertinggal, yang dilakukan oleh Instalasi Pengawasan Mutu. Instalasi ini akan melakukan analisis, evaluasi dan perbaikan-perbaikan serta bila perlu akan dilakukan penarikan produk obat yang bersangkutan. Penanganan terhadap keluhan langsung disampaikan kepada Ditkesad, kemudian Dirkesad memberikan perintah kepada Ka Lafi kemudian Ka Lafi akan memerintahkan Instalasi Pengawasan Mutu untuk melakukan pemeriksaan terhadap contoh pertinggal pada nomor batch yang sama. Jika contoh pertinggal tersebut mengalami cacat, maka Ka Lafi akan melaporkan kepada Ditkesad untuk menarik produk tersebut. Tanggapan terhadap keluhan tersebut dapat berupa saran-saran mengenai penanganan obat yang mengalami kerusakan.
4.10. Dokumentasi
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Dokumen mengenai seluruh kegiatan terutama yang berkenaan dengan kegiatan pengadaan, produksi dan distribusi obat yang ada di lingkungan Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan baik, meliputi dokumen batch record, protap untuk produksi, operasional, perawatan gedung, perawatan alat dan peralatan penunjang lainnya, spesifikasi bahan dan produk, metode dan prosedur analisa, penyimpanan dan sebagainya. Namun masih perlu dilakukan penanganan dokumen secara teratur dan sistematis sehingga dapat dijaga kerapian, keaslian, kerahasiaan, keamanan, serta kemudahan dalam penelusurannya, karena sistem dokumentasi akan sangat menunjang dalam manajemen sistem informasi dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Bila perlu, berbagai dokumen yang sudah ada tersebut ditangani oleh suatu bagian atau seksi khusus dengan sistem komputerisasi.
4.11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Pembuatan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti, menyediakan semua informasi yang diperlukan serta memastikan bahwa penerima kontrak memahami masalah yang berkaitan dengan produk, pekerjaan atau pengujian yang dapat membahayakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain serta memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu. 4.12. Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi merupakan suatu kegiatan pembuktian (dokumentasi) bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam proses/sistem akan bekerja dengan kriteria yang diinginkan secara konsisiten. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signitifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
4.13. Utilitas Utilitas
merupakan
sarana
pendukung
yang
diperlukan
untuk
terlaksananya proses produksi didalam suatu pabrik yang meliputi berbagai komponen seperti instalasi listrik, air, AHS, steam, kompresi, vakum, gas dan air limbah. Sebagai sarana penunjang, komponen listrik sangat berperan penting bagi terlaksananya semua kegiatan yang berkaitan dengan dengan produksi seperti proses pencampuran, pencetakan, pengisian sirup, striping, pengemasan, sistem
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
tata udara, pengawasan mutu, sistem pengolahan air (SPA), penanganan air limbah (IPAL) dan lain sebagainya. Dalam hal ini LAFI AD sebagai salah satu industri mensupply tenaga listrikdari PLN, yang jika terjadinya pemadaman listrik secara bergilir maka kesemua proses yang berkaitan dengan proses produksi tidak bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal-hal yang dipengaruhi oleh tidak adanya atau terputusnya aliran listrik antara lain meliputi proses-proses berikut ini : 1. pencampuran dan Pencetakan Tidak jalan mesin yang digerakkan oleh tenaga listrik 2. Pengisian sirup Proses pengisian dan penutupan botol. 3. Stripping Tidak bisa dilakukan stipping karena uap panas yang dibutuhkan untuk mengepres poliselon tidak tersedia 4. Pengemasan Aktivitas terganngu akibat tidak adanya penerangan yang memadai 5. Sistem tata udara (AHS) •
Terganggunya proses pengaturan kelembaban yang diperlukan selama proses produksi ( kelembaban yang diinginkan sekitar 50 %)
•
Proses pengaturan tekanan udara yang telah seimbang menjadi terganggu sehingga tidak adanya perbedaan tekanan udara antar kelas jika listrik padam dalam waktu yang cukup lama.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
•
Terganggunya proses pertukaran udara yang biasanya dilakukan selama 1x 24 jam.
6. Pengawasan mutu Tidak bisa dilakukan sampling yang meliputi pemeriksaan zat aktif yang menggunakan spektrofotometri selama proses produksi. Terganggunya proses pengujian masa edar yang menggunakan climatic chamber karena ketidak sesuaian suhu yang diinginkan. 7. Sistem pengolahan air Terganggunya suplai air yang dibutuhkan baik untuk pemakaian umum dan juga untuk pembuatan air demin. 8. Penanganan air limbah Proses pertukaran oksigen pada bak aerasi tidak berjalan.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad tanggal 5 – 28 Agustus 2008, maka diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan unsur pelaksana Direktorat Kesehatan Angkatan Darat yang memproduksi obat yang diperuntukkan bagi AD yang terdiri dari prajurit AD, PNS yang bekerja dilingkungan AD beserta keluarganya b. Obat jadi yang di produksi di lafi ditkesad telah memnuhi persyaratan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) ini dibuktikan dan telah diperolehnya 10 sertifikat CPOB masing-masing 5 sertifikat untuk produk beta laktam dan 5 sertifikat produk non beta laktam. c. Lafi Ditkesad terus berusaha meningkatkan pelaksanaan CPOB dengan tujuan untuk menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat dengan upaya pembangunan gedung yang baru, melengkapi dan memperbarui peralatan, validasi metode dan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
meningkatkan sistem peralatan, validasi metode dan meningkatkan sistem pengawasan secara menyeluruh d. Lafi
Ditkesad
belum
memiliki
sarana
penunjang
untuk
mengantisipasi terputusnya aliran listrik e. Lafi Ditkesad merupakan tempat pembelajaran yang tepat bagi mahasiswa-mahasiswi yang sedang mengikuti pendidikan profesi apoteker.
B. Saran -
Hendaknya Lafi Ditkesad perlu menambahkan fasilitas pendukung yaitu genset agar kegiatan produksi dan pengawasan mutu dapat terus berjalan pada saat aliran listrik terputus.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989, Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 05410/A/SK/XII/1989 tentang Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1998, Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 43/SK/Menkes/II/1988 tentang pedoman CPOB, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1998, Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 245/SK/Menkes/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Izin Usaha Industri farmasi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2004, Kepala Staf TNI AD, Skep Kasad Kep/11/I/2004 tentang Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi,
Ditkesad TNI AD (LAFI
DITKESAD), Bandung. Clarke, E. G. C., 1974, An Extra Pharmacopoeia Companion Volume Isolation and Identification of Drugs, The Pharmaceutical Press, London, P. 526, 527, 563, 1014, 1015. Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Jakarta, 175, 213, 369, 598. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, 254, 304, 537, 786.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Florey, K, 1992, Analytical Profiles Of Drug Subtances, Volume 1,15,18, Academic Press New York and London, 84, 85, 304, 369. Mulja, M dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Cetakan Pertama, Airlangga University Press, Surabaya.
Lieberman, H. A., L. Lachman, and J. B. Schwartz (Eds.), Pharmaceutical Dosage Form : Tablets, Vol. III, 2nd ad., Marcel Dekker Inc., New York, 1973, hal. 199-287. Raharja K, 2001, Obat-obat Penting, Edisi V, Jakarta, 295. Reynolds, J.E.F (editor), 1982, Martindale The Extra Pharmacopoeia, Edisi 28, The Pharmaceutical Press, London.
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafi Ditkesad LAFI DITKESAD
ITDIT
POKPIM
INFOLAHTA
SESDITKESAD
SUBDIT BINCAB
RSPAD
SUBDIT MATKES
SUBDITBIN YANKES
LAFI
LAPALKES
LAKESMIL
GUPUS I
SUBDIT BINDUKKES
LABIOMED
GUPUS II
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
LAKESGILU T
Lampiran 2. Struktur Organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad Berdasarkan Eselon dan Jabatan (Peraturan Kasad Nomor Perkasad/219/XII/2007 Tanggal 10-12-2007)
Kalafi Wakalafi
Eselon pimpinan Eselon Pembantu Pimpinan
Kabagminlog
Paahli
Eselon pelayanan
Kasituud
Eselon Pelaksana
Kainstalprod
Kainstalwastu
Keterangan: Kalafi Wakalafi Paahli Kabagminlog Kasituud Kainstalprod Kainstalwastu Kainstalhar & Sisjang Kainstallitbang Kainstalsimpan
Kainstalhar & Sisjang
Kainstallitbang
Kainstalsimpan
: Kepala Lembaga Farmasi : Wakil Kepala Lembaga Farmasi : Perwira Ahli : Kepala Bagian Administrasi dan Logistik : Kepala Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam : Kepala Instalasi Produksi : Kepala Instalasi Pengawasan Mutu : Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang : Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan : Kepala Instalasi Simpan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 3. Blanko Catatan Pengujian Bahan Baku
LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT INSTALASI PENGAWASAN MUTU
HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM NOMOR : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
NAMA CONTOH NAMA PABRIK : NAMA PENYALUR : JUMLAH : KEMASAN : TGL DALUAWARSA :
/
/200
7.
RUMUS KIMIA :
8.
DITERIMA TANGGAL :
9.
MULAI DIUJI TANGGAL :
10.
SELESAI DIUJI TANGGAL :
11. PERMINTAAN DARI 12. MAKSUD PENGUJIAN : Panitia Penerimaan Matkes/Matum Quality Control No..... Tanggal ....-....-200..., TA 200.. Contoh :..No.. 13. HASIL PENGUJIAN a. Pemerian b. Identifikasi c. Kemurnian d. Kelarutan e. Keasaman/Kebasaan f. Suhu Lebur : (Syarat : ) g. Rotasi Jenis : (Syarat : ) h. Indeks Bias : (Syarat : ) i. Bobot Jenis : (Syarat : ) j. Susut Pengeringan : % (Syarat : ) k. Kadar Abu : % (Syarat : ) l. Kadar : % (Syarat : ) 14. PEMERIKSAAN LAIN : 15. PUSTAKA : Farmakope Indonesia Ed. IV Th. 1995/Prosedur Tetap 16. CATATAN : 17. KESIMPULAN : Memenuhi Syarat 18. PEMERIKSA : BANDUNG, 2008 KA. INS. WASTU
(
)
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 4. Blangko Hasil Pengujian Laboratorium
LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT INSTALASI PENGAWASAN MUTU
HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM
NOMOR :
/ P /200
1. NAMA OBAT JADI : 2. NAMA PABRIK : 3. NO. BATCH : 4. - JUMLAH : Botol - SELESAI KEMAS TGL : - 200 5. KEMASAN : 6. TGL DALUAWARSA : 7. TANGGAL PEMBUATAN : - 200 Pem. Lab. : 12. PERMINTAAN DARI : Ins. Produksi No. /Sie / / 200 , Tgl. - 200 14. HASIL PENGUJIAN a. Pemerian : b. Identifikasi : c. pH Larutan : d. Bobot jenis : e. Volume rata-rata tiap Botol : f. Kadar :
8. KOMPOSISI : Tiap 5 ml Sirop/tiap ml Larutan mengandung : 9. DITERIMA TANGGAL : - 200 10. MULAI DIUJI TANGGAL : - 200 11. SELESAI DIUJI TANGGAL : - 200
13. MAKSUD PENGUJIAN : Quality Control
g/ml ml (Syarat :
g. Hasil Jadi
(Syarat : - g/ml)
%-
%)
:
15. PUSTAKA : Farmakope Indonesia Ed. IV Th. 1995/Prosedur Tetap 16. CATATAN : 17. KESIMPULAN : Memenuhi Syarat 18. PEMERIKSA : Dra. WENI WIDIANINGSIH, Apt BANDUNG, 2008 KA. INS. WASTU ( )
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 5. Alur Proses Produksi Tablet dan Tablet Salut Ins. Simpan
Penimbangan
Pencampuran
granulasi
Pengeringan Wastu / IPC Wastu/IPC Pengayakan
Penyalutan
Pencetakan
Pencampuran Wastu / IPC
Wastu/ IPC Stripping Wastu / IPC Pengemasan
QC Ins. Simpan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 6. Alur Proses Produksi Kapsul
Ins. Simpan
Penimbangan
Pencampuran
Wastu / IPC Pengisian dan polishing
Wastu / IPC
Stripping Wastu / IPC
Pengemasan
QC Ins. Simpan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 7. Alur Proses Produksi Sirup kering
Ins.Simpan
Gudang Botol
Penimbangan
Pencucian
Pencampuran
Pengeringan
Wastu/IPC Pengisian & Penutupan
Botol Bersih
Wastu/IPC Labelling & Pengemasan
QC Ins. Simpan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 8. Alur Proses Produksi Salep
Ins.Simpan
Penimbangan
Pelelehan Basis
Wastu/ IPC Pencampuran
Wastu/ IPC Pengisian
Wastu/ IPC Pengemasan
QC Ins. Simpan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 9. Alur Proses Produksi Sirup
Ins.Simpan
Gudang botol
Penimbangan
Pencucian
Pelarutan/Pencampuran
Pengeringan
Wastu/ IPC
Pengisian dan penutupan
Botol bersih
Wastu/ IPC
Labelling dan pengemasan QC
Ins. Simpan
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 10. Denah Instalasi Pengolahan Air Limbah
BAK KONTROL
Bidang Miring
9
Limbah Aman
10 8b
BAK PENAMPU NGAN Pump
Dosing Pump
BAK FLOKULASI
Pipa pengalir cairan dari bak penampung
8a
Pengaduk
7 Karung Penyaring Endapan
Dosing Pump
6
Pengaduk
BAK KOAGULASI
BAK SEDIMENTASI 2 (CLARIFIER)
4
Limbah Cair Beta Laktam
BAK SEDIMENTASI 3
BAK AERASI DAN STABILISASI
1 5
BAK PENAMPUNGAN AWAL
Aerator
BAK SEDIMENTASI 1 Pump
Pengaduk
3 BAK EQUALISASI
2 Limbah Cair Non Beta Laktam
Sri Munawarni : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2009 USU Repository © 2008