LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt BANDUNG
Disusun Oleh: AGUSLIAWAN, S. Farm
083202002
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE., Apt
Disusun Oleh: Agusliawan, S. Farm. 083202002
Lembaga Farmasi Angkatan Udara
Disetujui Oleh: Pembimbing,
Drs. Akmal, M.Si., Apt. Letkol Kes NRP 527570
Mengetahui,
Kepala Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Roostyan Effendie
Drs. Purwanto Budi T., M.M., Apt Kolonel Kes NRP 516754
Dekan Fakultas Farmasi
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP 195311281983031002
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat-Nya kepada kita sehingga kegiatan dan penyusunan
laporan Praktek Kerja Lapangan di
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Bandung, dapat berjalan dengan baik dan lancar. Praktek Kerja Lapangan ini untuk
memenuhi salah satu syarat guna
mencapai gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman tentang aspek industri farmasi bagi mahasiswa profesi apoteker sehingga setelah lulus dan menjadi apoteker mempunyai kompetensi yang mampu bersaing di dunia kerja. Kami menyadari bahwa pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan sampai penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan lancar berkat kerjasama, bantuan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Drs. Purwanto Budi T., M.M selaku Kepala Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Lanud Husein Sastranegara, Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Drs. Akmal, M.Si., Apt., selaku pembimbing I dari Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Lanud Husein Sastranegara, Bandung. 3. Siswandi, S.Si., Apt., selaku pembimbing II dari Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Lanud Husein Sastranegara, Bandung.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
4. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt., selaku Dekan Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 5. Segenap apoteker, staff dan karyawan Lembaga Farmasi TNI AU yang telah banyak memberikan bimbingan, dan masukan selama Pelatihan Program Kerja Profesi Apoteker (PPKPA) di Lembaga Farmasi TNI AU. 6. Segenap dosen, karyawan dan pengelola Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 7. Orang tua serta saudara kami tercinta atas dukungan dan doa yang telah diberikan kepada kami. Rekan-rekan Mahasiswa Program Profesi Apoteker Stambuk 2008 Universitas Sumatera Utara. 8. Rekan seperjuangan yang PKP di LAFI-AU Mahasiswa UNPAD, STIFAR, USD yang telah banyak memberikan masukan sehingga laporan ini selesai. 9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu atas bantuan dan dukungan yang diberikan, baik secara langsung maupun tidak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan selalu memberkati dan membalas semua bantuan yang telah diberikan kepada kami. Kami sadar bahwa Laporan PKL ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari kami. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati , semoga laporan PKL ini dapat bermanfaat bagi Almamater dan mahasiswa seprofesi serta sejawat Bandung, Februari 2009
Penulis Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….....ii KATA PENGANTAR …………………………………………………....iii DAFTAR ISI ………………………………………………………………v DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. ix BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………1 1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1 1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan ………………………………. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………….……….. 5 2.1 Industri Farmasi …………………………………….……........ 5 2.1.1 Persyaratan Industri Farmasi………………………… 5 2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Farmasi …………………….. 6 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ……………………………. . 7 2.2.1 Sistem Manajemen Mutu ……………………………. 8 2.2.2 Personalia ……………..…………………………….. 8 2.2.3 Bangunan ……………………………………………. 10 2.2.4 Peralatan ………………………….…………………. 12 2.2.5 Sanitasi dan Higiene ………..…….…………………. 14 2.2.6 Produksi ………………………….…………………. 15 2.2.7 Pengawasan Mutu ………………..…………………. 21 2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu …….………..……….. 22
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2.2.9 Penanganan keluhan terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian ………………… 23 2.2.10 Dokumentasi………………………………………... 24 2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak …….. 24 2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ………………………….... 28 2.3 Pengolahan Limbah …………………………………………. . 29 BAB III TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI TNI AU ……… 30 3.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara………………………………………………………….. 30 3.2 Kedudukan, Tugas, dan Kewajiban Lembaga Farmasi TNI AU …………………………………………………..….. 34 3.3 Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan Lembaga Farmasi TNI AU …. 34 3.3.1 Visi dari Lafiau ......................................................… 34 3.3.2 Misi dari Lafiau ....................................…………….. 35 3.3.2 Tujuan dari Lafiau ...................................................... 35 3.4 Susunan Organisasi .................................................................. 36 3.4.1 Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Kalafiau).................................................................... 36 3.4.2 Sekretaris Lafiau (Sesla)............................................. 37 3.4.3 Pelayanan dan Pengurusan Kas/Keuangan (Pekas).... 37 3.4.4 Bagian Produksi …………………………………..... 38 3.4.5 Bagian Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi) ................... 39 3.4.6 Bagian Pengujian dan Pengembangan ……………..... 41
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3.4.7 Bagian Penunjangan ...................................………..... 43 3.5 Sarana dan Fasilitas Produksi ..............................................…... 44 3.5.1 Bangunan ...................................…………………….. 44 3.5.2 Sarana Gudang .......................................……………..45 3.6 Produk Lafiau..............................................…………………... 45 BAB IV KEGIATAN LEMBAGA FARMASI TNI AU ……………… 47 4.1 Pengelolaan Perbekalan Kesehatan …………………………… 47 4.2 Bagian Gudang Pusat Farmasi ………………………………… 47 4.3 Bagian Produksi ………………………………………………. 57 4.3.1 Tata Letak dan Klasifikasi Ruang Produksi .......…….. 57 4.3.2 Produksi Obat .............................................………….. 58 4.3.3 Produk Unit Produksi Khusus ……………………….. 62 4.3.4 Unit Pemeriksaan In Process Control dan Pengujian Obat Jadi …………………………………. 62 4.3.5 Pengemasan …………………………………………. 64 4.3.6 Pengujian Sampel Pertinggal ...................................... 65 4.4 Bagian Pengujian dan Pengembang …………………………... 65 4.5 Sanitasi dan Higiene …………………………………………… 66 4.6 Produk ………………………………………………………… 68 BAB V PEMBAHASAN .............................................................………… 70 5.1 Personalia ..................................................…………………… 71 5.2 Bangunan dan Fasilitas ……………………...………………… 73 5.3 Peralatan ……………………...………………………………. 75 Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
5.4 Sanitasi dan Higiene ……………………...…………………… 75 5.5 Penanganan terhadap Hasil Pengamatan keluhan dan Penarikan Kembali Obat yang Beredar ………………………… 77 5.6 Bagian Produksi ……………………...……………………… 78 5.7 Bagian Pengawasan Mutu ……………...……………………… 79 5.8 Dokumentasi ……………………...…………………………… 79 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.......................................……..… 81 6.1 Kesimpulan …………………………………………….……… 81 6.2 Saran ....................………………...…………………………… 82 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 83 LAMPIRAN ……………………………………………………………… 84 TUGAS KHUSUS
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Struktur Organisasi Lafiau ………………………………... 84
Lampiran 2
Struktur Jabatan Lafiau ................................……………… 85
Lampiran 3
Denah Bangunan LAFIAU ...................................................86
Lampiran 4
Daerah Ruang Produksi Sediaan Beta Laktam …………….87
Lampiran 5
Denah Ruang Produksi Sediaan Non Beta Laktam ……..... 88
Lampiran 6
Alur Kegiatan Produksi Tablet …………………………….89
Lampiran 7
Alur Kegiatan Produksi Kapsul …………………………... 90
Lampiran 8
Alur Kegiatan Produksi Sirup ……………………………. 91
Lampiran 9
Alur Kegiatan Produksi Salep ……………………………..92
Lampiran 10 Pengelolahan Limbah Cair ……………………………….. 93 Lampiran 11 Alur Proses Penerimaan Obat Jadi dari Produksi …………..94 Lampiran 12 Alur Proses Pengeluaran Obat Jadi dan Alkes oleh Lafiau Bandung ……………………………………………..95 Lampiran 13 Alur Alokasi Materil Kesehatan ……………………….….. 96 Lampiran 14 Alur Alokasi Proses Pengadaan dan Penerimaan Barang … 97 Lampiran 15 Denah Ruang Labolatorium ……………………………… 98 Lampiran 16 Label karantina, Obat jadi, Produk Ruahan/Antara .......….. 99
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemerintah terus melakukan upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Dalam upaya tersebut melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat. Pemerintah mempunyai peran penting
dalam keberhasilan peningkatan tergantung pada
alokasi dana kesehatan pada anggaran belanja negara dan kebijakan yang dilakukan dalam bidang kesehatan. Dalam upaya peningkatan tersebut perlu dilakukan pemantapan fungsi sarana pelayanan kesehatan yang berkewajiban untuk menyediakan dan menyalurkan obat dan perbekalan farmasi lain yang dibutuhkan masyarakat dengan mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau. Pencapaian pelayanan kesehatan yang optimal harus didukung oleh seluruh aspek perbekalan
pelayanan kesehatan baik tenga kesehatan, sarana kesehatan,
farmasi,
pembiayaan kesehatan,
pengelolaan,
penelitian dan
pengembangan kesehatan. Keberadaan industri farmasi merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang peningkatan
pelayanan kesehatan dalam hal
produksi obat dan bahan obat. Obat merupakan bagian terpenting dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, tuntutan sediaan farmasi yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Kemandirian di bidang kesehatan militer merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi dalam suatu negara. Kualitas kesehatan prajurit dapat dipertahankan pada tingkat kemampuan tertentu untuk menambah kemampuan pertahanan dan
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
perlawanan suatu negara dalam menjaga kedaulatan yang lebih baik. Manfaat lain dari kemandirian kesehatan lingkup militer yaitu semakin meningkatnya kemampuan teknologi kesehatan khususnya di bidang produksi obat-obatan. Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Lafiau) merupakan salah satu realisasi untuk mencapai kemandirian tersebut. Lembaga ini berfungsi memproduksi obat-obatan dengan mutu, khasiat, serta keamanan yang terjamin untuk digunakan oleh TNI AU dan keluarganya serta PNS TNI AU. Lembaga yang berada dibawah Dinas Kesehatan Angkatan Udara ( Dinkesau ) ini berupaya menerapkan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dengan tujuan meningkatkan kualitas, keefektifan dan keamanan obat yang diproduksi, meminimalkan terjadinya kesalahan dan menjamin agar obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan sesuai dengan tujuan penggunaan saat sampai ditangan konsumen. Kebijakan CPOB ini diharapkan memberi jaminan kepada masyarakat untuk memperoleh obat yang bermutu tinggi, seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang farmasi dengan berdasarkan keputusan Kepala Badan POM, maka CPOB tahun 1988 direvisi oleh Tim Revisi CPOB pada tahun 2001 dan untuk saat ini telah direvisi CPOB pada tahun 2006. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) meliputi proses teknis dan kerja sama manajerial dalam proses produksi obat di industri farmasi. Pelaksanaanya memerlukan pengaturan yang cermat untuk mencapai efisiensi
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
yang tinggi. Penerapan pedoman CPOB 2006 secara menyeluruh dan konsisten diharapkan benar-benar menghasilkan persediaan farmasi yang berkualitas. Selain itu perlu juga didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Obat yang berkualitas dapat dihasilkan jika seorang farmasis memiliki kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan khusus dibidang kefarmasian yang didukung juga oleh profesionalisme dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Latar belakang tersebut diperlukan program pendidikan dan pelatihan yang tepat bagi calon-calon farmasis atau apoteker baru. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PPKA) di Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Lafiau) Bandung merupakan salah satu sarana pelatihan bagi mahasiswa profesi apoteker sebelum menjalankan perannya di bidang Industri farmasi. Dengan adanya pelatihan dari tanggal 2 Februari sampai dengan 27 Februari 2009 ini diharapkan mahasiswa peserta Praktek Kerja (PK) mendapatkan pengalaman langsung dan dapat mempelajari ilmu-ilmu yang diterapkan dalam industri farmasi. Sehingga nantinya dapat digunakan sebagai gambaran mengenai fungsi, peran dan tugas seorang farmasis atau apoteker dalam lingkup industri farmasi, sehingga akan terwujud seorang apoteker yang profesional.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan Tujuan praktek kerja lapangan mahasiswa Program Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Angkatan Udara di Bandung adalah : 1. Mahasiswa dapat memahami fungsi dan peran Farmasis/Apoteker di Industri farmasi baik manajerial maupun penerapan CPOB dalam industri farmasi. Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2. Memahami dan menguasai aspek-aspek yang ada di Industri Farmasi sehingga benar-benar mempunyai kompetensi ketika harus terjun secara nyata ke dunia kerja di Industri Farmasi. 3. Mempelajari dan memahami pengelolaan Industri Farmasi yang dilakukan dengan baik dan profesional serta mengetahui peran dan fungsi Apoteker di Industri Farmasi sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan litbang.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi. Obat adalah bahan atau campuran bahan-bahan baik yang berasal dari alam ataupun sintesis yang digunakan untuk diagnosis, mencegah, mengobati penyakit atau gejala-gejalanya, memulihkan kesehatan baik pada manusia ataupun hewan. Obat dikatakan bermutu bila memenuhi persyaratan aman, berkhasiat tinggi dan dapat diterima masyarakat. Industri farmasi menurut surat keputusan menteri kesehatan No. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi tersebut dapat berupa sediaan atau paduan bahan- bahan yang siap digunakan untuk mempeengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Sedangkan industri bahan baku adalah bahan baku yang diproduksi oleh suatu industri, dimana bahan baku tersebut adalah semua bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang digunakan dalam proses pengolahan obat. 2.1.1 Persyaratan Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990, persyaratan industri farmasi adalah : 1. Didirikan oleh perusahaan umum (Perum), Badan Hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dan Koperasi. Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2. Memiliki rencana investasi 3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 4. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai SK MenKes RI No. 43/MENKES/SK/II/1988. 5. Memperkerjakan sekurang-kurangnya dua orang apoteker WNI, masingmasing sebagai penanggung jawab pengawasan mutu dan pengawasan produksi. 6. Obat jadi yang diproduksi hanya boleh diedarkan setelah mendapat persetujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Izin usaha industri farmasi
diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan oleh Badan Pengawasan Obat
dan
Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut masih berproduksi. Sedangkan untuk industri farmasi yang modalnya berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA), izin masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahunn 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Peraturan Pelaksanaannya.
2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan apabila industri yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau melakukan hal-hal yang telah ditetapkan : 1. Melakukan pemindahtanganan hak milik ijin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa izin.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3 kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. 3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri farmasi tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan RI. 4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu). 5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik Cara Pembuatan Obat yang Baik merupakan pedoman yang menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang beredar, oleh sebab itu industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang farmasi dan berdasarkan keputusan Kepala badan POM, maka CPOB tahun 1988 direvisi oleh tim revisi CPOB pada tahun 2001. Mutu obat tidak bisa diperoleh dari serangkaian pengujian tetapi harus dibangun sejak awal. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, serta personalia.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2.2.1 Sistem Manajemen Mutu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB ) menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk diper hatikan yaitu : a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. b. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personalia. c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat. CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai. 2.2.2
Personalia Personalia karyawan semua tingkatan harus memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara professional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Struktur organisasi harus sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Manajer produksi seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai dibidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Manajer produksi memiliki wewenang dan tanggung jawab khusus penuh untuk mengelola produksi obat. Manajer pengawasan mutu seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk memungkinkan melaksanakan tugasnya secara professional. Manajer pengawasan mutu diberi wewenang dan tanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yang dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanan seluruh prosedur pengawasan mutu. Manajer pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian persetujuan dan dalam penyimpanan catatan. Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB. 2.2.3 Bangunan Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi, serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pelaksanaan kebersihan, dan pemeliharaan yang baik. Lokasi bangunan hendaklah dipilih lokasi yang bebas dari pencemaran lingkungan. Selain itu bangunan mempunyai ventilasi udara yang baik, serta sistem pengolahan limbah, serta menghindari terjadinya pencemaran silang dan terlewatnya prosedur produksi yang dapat menurunkan mutu obat. Bangunan hendaknya mendapat penerangan dan ventilasi yang efektif dengan fasilitas pengontrolan udara ( suhu, kelembaban, filtrasi ) sesuai dengan kegiatan di luar dan di dalam. Daerah penyimpan hendaknya dirancang, ditata dan mempunyai kapasitas yang cukup sehingga memungkinkan pemisahan yang teratur dari berbagai kelompok bahan yang disimpan serta memudahkan perputaran sediaan. Penentuan rancangan bangunan dan penataan gedung dipertimbangkan kesesuaiannya dengan kegiatan lain untuk menjamin mutu obat dan kelangsungan produksi. Untuk itu daerah pabrik dibagi atas tiga zona :
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
a. Zona hitam Zona yang bebas dimasuki sembarang petugas. Pada zona ini dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan penjagaan ketat terhadap kontaminasi dari udara luar. b. Zona abu-abu Zona tempat proses produksi non steril berlangsung. Pada zona ini kebebasan karyawan dan barang yang memasuki ruangan dikurangi. Untuk memasuki daerah ini karyawan terlebih dahulu harus mencuci tangan dan memakai pakaian khusus yang bersih. Barang yang memasuki daerah ini harus diganti kemasannya dengan kemasan khusus. c. Zona putih Zona produksi aseptis, seperti pembuatan sediaan injeksi dan salep mata. Untuk memasuki daerah ini kaaryawan harus mencuci tangan dan memakai pakaian khusus yang steril. Semua peralatan yang dipakai harus disterilkan terlebih dahulu, begitu juga ruangannya. Persyaratan lain yang harus diperhatikan dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang : a. Rancang bangun hendaklah dibuat sehingga untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan daerah luas sarananya dikelompokkan. b. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
c. Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan konstruksi bangunan demi terlaksananya semua kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi, dan pengawasan yang efektif serta menghindari ketidakteraturan. d. Untuk mencegah penggunaan daerah produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau barang/bahan hendaklah disediakan koridor dari mana setiap ruangan produksi dapat dicapai tanpa harus melalui ruangan produksi lain. Untuk mencegah daerah produksi digunakan sebagai tempat penyimpanan hendaklah disediakan ruang penyimpanan yang memadai. 2.2.4 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun, dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjamin secara seragam dari batch ke batch dan untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. Rancang bangun dan konstruksi peralatan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan, atau obat jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniaannya diluar batas yang telah ditentukan. b. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk, misalnya karena bocornya katup, menetesnya zat pelumas dan karena hal lain
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
yang sejenis, atau karena perbaikan, pemeliharaan, modifikasi atau adaptasi yang salah. c. Bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus, seperti pelumas atau pendingin, tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah karena hal ini dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian bahan baku, bahan antara, produk ruahan atau obat jadi. d. Peralatan hendaklah dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun bagian luar. e. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar, atau ditempatkan di daerah dimana digunakan bahan yang mudah terbakar, hendaklah dilengkapi
dengan perlengkapan elektris yang kedap
ekplosi serta dibumikan dengan sempurna. f. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi menurut suatu program dan prosedur yang tepat. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan catatan tersebut disimpan dengan baik. g. Peralatan
hendaknya
ditempatkan
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
menghindari pencemaran silang, dan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang dari peralatan lain untuk memberikan keleluasaan kerja dan menghindari kekeliruan. h. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat dan menurut prosedur tertulis untuk perawatan yang telah ditetapkan. i.
Peralatan harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2.2.5 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi semua sumber pencemaran produk seperti personalia, bangunan, peralatan, bahan awal serta wadahnya. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. •
Personalia Seluruh karyawan hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum maupun setelah diterima sebagai karyawan selama bekerja. Higiene perorangan harus dilatih dan diterapkan semua karyawan yang berhubungan dalam proses produksi. Semua karyawan hendaknya menghindari untuk bersentuhan langsung dengan bahan baku dan produk, sehingga diperlukan pakaian pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya.
•
Bangunan Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaknya dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai seperti toilet, loker, bak cuci, tempat penyimpan bahan pembersih, insektisida, rodentisida, dan bahan fumigasi. Hendaknya disusun pula prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi dengan jadwal yang teratur, serta diuraikan dengan cukup rinci.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
•
Peralatan Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan bagian luar maupun bagian dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa lagi untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan dari batch sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat serta ditaati. Prosedur ini dirancang dengan tepat agar pencemaran peralatan oleh bahan pembersih dan sanitasi dapat dicegah.
2.2.6 Produksi Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan produksi adalah sebagai berikut : a. Bahan awal Bahan awal sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi spesifikasi yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Semua pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan hendaknya dicatat. b. Validasi proses Luas serta tingkat validasi yang dilakukan tergantung dari sifat dan kerumitan produk dan proses yang bersangkuatan. Program dan dokumentasi validasi hendaklah membuktikan kecocokan bahan yang dipakai, keandalan peralatan dan sistem serta kemampuan petugas pelaksana.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
c. Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat dapat merugikan kesehatan dan mengurangi daya terapeutik atau mempengaruhi kualitas suatu produk tidak dapat diterima. Pencemaran silang hendaknya diperhatikan, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung terhadap kesehatan, hal ini menunjukkan pelaksanaan obat yang tidak sesuai dengan CPOB. d. Sistem penomoran batch dan lots Sistem penomoran batch adalah suatu system yang menjabarkan cara penomoran batch dan lot secara rinci yang diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau obat jadi suatu batch atau lot dapat dikenali dengan nomor batch atau lot tertentu. Sistem penomoran batch dan lot harus menjamin bahwa nomor batch dan lot yang sama tidak digunakan secara berulang. Pemberian nomor batch dan lot yang dialokasikan harus segera dicatat dalam buku catatan harian. Catatan mencakup tanggal pemberiaan nomor, identitas produk dan besarnya batch dan lot yang bersangkutan. e. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Semua pengeluaran bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan termasuk tambahan bahan diluar yang telah diserahkan hanyalah yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan harus didokumentasikan. Bahan baku, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan harus diperiksa ulang kebenarannya dan harus ditandatangani oleh supervisior produksi sebelum diserahkan ke bagian produksi. f. Pengembalian Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dan dirujuk sesuai dengan prosedur. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan tidak boleh dikembalikan ke gudang, kecuali bila memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. g. Pengolahan Bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan. Sebelum pengolahan dimulai hendaknya ditempuh langkah yang menjamin bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari bahan, produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang bersangkutan. 1. Bahan dan produk kering. Dalam pengolahan bahan dan produk kering, masalah utamanya adalah pengendalian debu dan pencemaran silang. Untuk mengatasinya diperlukan perhatian khusus dalam rancang bangun, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Sistem penghisap
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
udara yang efektif dipasang dengan lubang pembuangan yang tepat untuk mencegah pencemaran terhadap produk atau proses lain. 2. Pencampuraaan dan granulasi. Mesin pencampuran, pengayakan dan pengadukan dilengkapi dengan system pengendalian debu, kecuali bila bekerja dengan system tertutup. Pembuatan, penggunaan larutan dan suspensi dilakukan sedemikian rupa sehingga resiko pencemaran atau pertumbuhan mikroba dapat dicegah. 3. Pencetakan tablet. Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendalian debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari campur aduk antar produk, tiap mesin ditempatkan dalam ruang terpisah kecuali mesin tersebut membuat produk yang sama. 4. Penyalutan. Larutan penyalut dibuat dan digunakan dengan cara yang dapat menekan seminimal mungkin resiko pertumbuhan mikroba. 5. Pengisian kapsul keras. Kapsul kosong diangkat dan diperlakukan sebagai bahan awal. Kapsul kosong ini harus disimpan dalam yang dapat mencegahnya menjadi kering, regas atau terkena pengaruh kelembaban. 6. Pemberian tanda tablet bersalut atau kapsul. Tindakan khusus diberikan untuk menghindari campur baur produk selama proses pemberian tanda pada tablet bersalut atau kapsul. Apabila pada saat yang sama dilakukan pemberian tanda pada produk yang berbeda, atau pada batch yang berbeda, pengerjaannya harus dipisahkan. Tinta yang digunakan harus memenuhi persyaratan untuk bahan makanan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
7. Cairan krim dan salep (non steril). Produk berupa cairan, krim dan salep seharusnya dibuat sedemikian rupa agar produk terlindung dari pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Sistem pembuatan dan pemindahan secara tertutup sangat dianjurkan. Kualitas kimiawi dan mikrobiologi air yang digunakan harus ditetapkan dan selalu dipantau. Air harus memiliki bilangan kuman dalam batas ambang yang dapat diterima. Sistem pengadaan air proses yang disanitasi dengan bahan kimia hendaklah
divalidasi
untuk
memastikan
bahan
sanitasinya
telah
dibersihkan secara efektif. 8. Produk steril Dibuat dengan pengawasan khusus dan memperhatikan hal-hal terinci dengan tujuan untuk menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Hal ini tergantung pada keterampilan, latihan, dan sikap dari orang yang terlibat. 9. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi. Proses pengemasan hendaknya dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan kualitas barang yang sudah dikemas. 10. Bahan atau produk pulihan Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan asalkan bahan atau produk tersebut layak untuk diolah ulang melalui prosedur tertentu yang
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
disahkan, serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap mutunya. 11. Obat kembalian Obat jadi yang dapat diolah ulang ke batch berikut asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk dan pengerjaan pengolahan ulang hendaklah disahkan dan didokumentasikan secara khusus. Obat
jadi yang
dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat obat dapat dipertimbangkan untuk dapat dijual kembali, diberi label kembali atau diolah kembali ke batch berikut hanya setelah dievaluasi secara kritis oleh petugas berwenang dibagian pengawasan mutu. 12. Karantina obat jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi. Merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. 13. Pengawasan distribusi obat jadi Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin bahwa obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu. 14. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi Semua hendaknya disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2.2.7
Pengawasan mutu Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat
yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai. Pengendalian mutu obat dilaksanakan melalui sistem pengawasan yang terencana dan terpadu. Pengawasan mutu ini penting dalam hal penetapan spesifikasi, pengambilan contoh dan pengujian beserta dokumentasi dan prosedur pelulusan yang menjamin bahwa pengujian yang diperlukan benar-benar dilaksanakan, serta pelulusan bahan dan produk untuk dijual tidak akan diberikan sebelum mutunya dinilai memuaskan. Sistem pengawasan mutu dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu dan keamanannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggungjawab untuk memastikan bahwa : a. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan secara prosedur yang ditetapkan dan telah di validasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi dokumentasi produk terdahulu. b. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu batch obat telah dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusi. c. Suatu batch memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat.
2.2.8 Inspeksi diri dan Audit Mutu Tujuan dari inspeksi diri melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan. Sehingga dibentuk suatu tim yang cakap dan mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB, melaksanakan inspeksi terhadap prosedur produksi dan pengawasan mutu secara menyeluruh. Prosedur pelaksanaan dan catatan mengenai inspeksi diri perlu di dokumentasikan. Tim inspeksi diri ditunjuk oleh manajemen perusahaan, sekurangkurangnya tiga orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaknya dilakukan oleh orang yang kompeten dari perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar. Untuk mendapatkan standar inspeksi diri tertentu yang seragam perlu disusun daftar periksa selengkap mungkin, yang hendaknya mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang meliputi : karyawan, bangunan dan fasilitas karyawan, gudang bahan baku dan bahan pengemas, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, serta pemeliharaan gedung dan rekayasa/tehnik. Setelah inspeksi diri dilaksanakan perlu dibuat laporan yang mencakup hasil
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
inspeksi diri, evaluasi dan tindakan untuk perbaikan yang disampaikan kepada manajemen perusahaan.
2.2.9
Penanganan Keluhan terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Penarikan kembali obat jadi merupakan proses penarikan kembali obat
dari semua mata rantai distribusi bila ditemukan adanya cacat kualitas dan yang berbahaya, atau dilaporkan adanya reaksi merugikan yang membahayakan kesehatan pemakainya selama atau sesudah pendistribusian obat jadi tersebut. Penarikan kembali seluruh obat jadi dapat menyebabkan penghentian sementara atau penghentian tetap terhadap pembuatan suatu jenis obat yang bersangkutan. Berdasarkan evaluasinya obat kembalian dapat dibagi menjadi 3 yaitu : 1.
Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan dapat digunakan.
2.
Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang untuk memenuhi spesifikasi.
3.
Obat kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diolah ulang (harus dimusnahkan). Hendaknya dibuat tertulis mengenai pelaksanaan penanganan terhadap
obat kembalian dan tindak lanjut yang dilakukan, untuk selanjutnya dilaporkan. Keluhan atau laporan yang diterima hendaknya ditangani oleh bagian yang terkait sesuai dengan jenis keluhan atau laporan yang diterima dan dilakukan penelitian dan evaluasi secara seksama meliputi informasi yang masuk tentang keluhan atau laporan, melakukan pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh yang diterima
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dan contoh pertinggal batch yang bersangkutan, serta meneliti kembali semua data dan dokumentasi yang berkaitan termasuk catatan batch, catatan distribusi dan catatan hasil pengujian.
2.2.10 Dokumentasi Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus disiapkan dalam kegiatan pembuatan obat. Dokumen berisi informasi lengkap mengenai batch yang sedang dibuat, mulai dari awal sampai obat jadi, sehingga bila terjadi sesuatu pada batch tersebut dapat dilihat dari dokumennya. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi yang terperinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga dapat memperkecil resiko terjadinya kesalahan yang biasanya timbul karena salah tafsir dalam komunikasi lisan.
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Prinsip pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yng dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tangungjawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
1. Pemberi Kontrak Pemberi kontrak bertanggungjawab unuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Pemberi kontrak hendaklah
menyediakan semua
informasi yang
diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau pengujian yang dapat membahayakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 2. Penerima Kontrak Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarakan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikt CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO). Penerimaan kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Penerima kontrak hendaklah tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apa pun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak pada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh pemberi kontrak. Pengaturan antara penerima kontrak dan pihak ketiga mna pun hendalah memastikan bahwa informasi pembuatan dan analisis disediakan kepada pihak ketiga dengan cara yanga sama seperti yang dilakukan pada awalnya antara pemberi kontrak dan penerima kontrak. Penerima kontrak hendaklah membatasi diri dari segala aktivitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi kontrak. 3. Kontrak Kontrak hendaklah dibuat antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dengan menetapkan tanggungjawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten yang mempuyai pengetahuan yang sesuai dibidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak. Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan dan memastikan bahwa tiap bets telah dibuat dan diperiksa pemenuhannya terhadap persyaratan izin
edar
yang
menjadi
tanggungjawab penuh kepala bagian Manajemem Mutu (Pemastiam Mutu).
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Kontrak
hendaklah
menguraikan
secara
jelas
penanggungjawab
pengadaan, pengujian dan pelulusan bahan, produksi dan pengendalian mutu, termasuk pengawasan selama proses, dan penanggungjawab pengambilan sampel dan fungsi analisis. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, kontrak hendaklah menyatakan apakah penerima kontrak mengambil atau tidak mengambil sampel disarana pembuat obat. Catatan pembuatan, analisis dan distribusi, dan sampel pertinggal hendaklah disimpan oleh atau disediakan untuk pemberi kontrak. Semua catatan yang relevan untuk penilaian mutu produk, bila terjadi keluhan atau cacat produk, harus dapat diakses dan ditetapkan dalam prosedur penanganan produk cacat dan penarikan kembali obat yang dibuat oleh pemberi kontrak. Kontrak hendaklah memuat izin pemberi kontrak untuk menginspeksi sarana penerima kontrak. Dalam hal analisis berdsarkan kontrak, penerima kontrak hendaklah memahami bahwa dia merupakan subyek untuk diinspeksi oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO). Kontrak hendaklah menguraikan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan ruahan, produk jadi bila bahan atau produk tersebut ditolak. Kontrak hendaklah juga menguraikan prosedur yang harus diikuti bila analisis berdasarkan kontrak menunjukan bahwa produk yang diuji harus ditolak.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi Validasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, pelaksanaan atau mekanisme yang digunakan dalam proses produksi dan pengemasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Sasaran validasi adalah menjamin prosedur produksi yang aman, menjamin reprodusibilitas dari proses yang dihasilkan, dan menekan sekecil mungkin kesalahan yang terjadi. Empat tahap penunjang dalam validasi meliputi : a. kalibrasi, verifikasi dan peralatan yang digunakan b. kualifikasi dan validasi peralatan yang digunakan c. penandatanganan, pemeriksaan, pemantauan atau cuplikan dari tahap kritis yang sudah diketahui atau tahap kunci selama proses. d. rekualifikasi atau revalidasi bila ada perubahan yang bermakna dalam proses atau produk. Macam-macam validasi adalah sebagai berikut : a. validasi prospektif, bila dokumentasi validasi telah tersedia sebelum proses dimulai, dan biasanya digunakan untuk produk baru. b. validasi retrospektif, bila validasi yang dilakukan menggunakan informasi yang
telah
tersedia,
dan
sumber
data
tersebut
dapat
dipertanggungjawabkan. Biasanya digunakan untuk produk-produk yang sudah lama diproduksi. c. gabungan antara validasi prospektif dan retrospektif.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2.3
Pengolahan Limbah Semua sarana termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, dan daerah
sekitar gudang sebaiknya dijaga agar senantiasa dalam keadaan bersih dan rapi. Saluran pembuangan sebaiknya berukuran layak, memiliki bak kontrol dan validasi yang cukup dan setiap saluran yang terbuka dan cukup dangkal agar mudah dibersihkan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB III TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI TNI AU
3.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Dengan diproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, maka pada tanggal 23 Agustus 1945 terbentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan badan keamanan Rakyat Udara (BKRU). BKRU tidak berlangsung lama, pada tanggal 5 Oktober 1945 berganti nama dengan Tentara Keamanan Rakyat Udara (TKRU). Pada tanggal 23 Januari 1946 BKR berganti nama menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI) Berdasarkan perundingan antara Tentara Kerajaan Belanda dengan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949, secara berangsurangsur pangkalan udara Belanda diserahkan kepada Republik Indonesia. Hasil perundingan juga menyebutkan bahwa semua milik KNIL diserahkan pada Angkatan Darat Republik Indonesia Serikat (ADRIS) kecuali yang ada di pangkalan udara, sehingga Djawatan Kesehatan Angkatan Udara (DKAU) hanya menerima alat-alat kesehatan dan obat-obatan yang ada di pangkalan dan tidak menerima dari rumah sakit milik Angkatan Udara, laboratorium, depot obat, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan DKAU selalu mendapat bantuan dari Djawatan Kesehatan Angkatan Darat (DKAD). Agar tidak terjadi ketergantungan perawatan kesehatan dan kebutuhan obat-obatan serta alat-alat kesehatan yang terus menerus dari DKAD, maka DKAU berusaha mencukupi kebutuhan sendiri dengan mendirikan apotek-apotek di pangkalan dan depo obat sendiri, untuk mensuplai
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
obat-obatan dan peralatan kesehatan guna mendukung pelayanan kesehatan dan kegiatan operasional Angkatan Udara Republik Indonesia Serikat (AURIS). Pada tahun 1951 terjadi pergantian DKAU menjadi Direktorat Kesehatan TNI AU yang dipimpin oleh Direktur Kesehatan yang membawahi Djawatan Kesehatan Umum (DKU), Djawatan Kesehatan Penerbang, Djawatan Higiene, dan Djawatan Pharmacie. Djawatan Pharmacie bertugas mengurus pembelian, pembuatan, penyimpanan obat dan alat kesehatan serta pembagiannya ke pangkalanpangkalan. Untuk memperlancar tugas Djawatan Pharmacie, didirikan Depo Obat di Pangkalan Andir Bandung yang disebut Depo Obat Pusat (DOP). Depo Obat Pusat mulai merintis pembuatan obat pada tahun 1953, antara lain obat cair (tonikum, OBH, OBP, mercurochroom), zalf (boor zalf, sulfa zalf, levertran zalf), tablet (Hexamin, APC, Acidov, SG, antalgin, dan lain-lain). Pada tahun 1959 sejalan dengan pergantian pimpinan, DOP berganti nama menjadi Depo Obat Materiil 003 dan untuk alokasi obat atau alkes mulai menggunakan bentuk materiil 051 dan 052 (nomor kode buku). Kemudian Depo Materiil 003 diubah kembali menjadi Depo Materiil 081 pada tahun 1963, sedangkan pembinaannya di bawah Komando Logistik. Berdasarkan Keputusan Panglima Angkatan Udara No. 116 tahun 1966, Depo Materiil 081 diubah namanya menjadi Pusat Perbekalan Kesehatan (Puskalkes) dan pembinaannya berada di bawah Dirjen Kesehatan. Berdasarkan Keputusan Panglima Angkatan Udara No. 5 tahun 1968, Unit Produksi Puskalkes dikembangkan menjadi Pusat Produksi Kesehatan (Pusprodkes) yang terpisah dari Puskalkes dan keduanya berada di bawah Dirjen Kesehatan. Puskalkes
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
menyelenggarakan pembekalan barang farmasi dan Pusprodkes melaksanakan produksi. Kemudian berdasarkan Keputusan Kasau No. 52 tahun 1971, Puskalkes berubah nama menjadi Kalpuskes (Pembekalan Pusat Kesehatan) dan berdasarkan Keputusan Kasau No. Kep/55/XII/1977 berubah kembali menjadi Depo Perbekalan Kesehatan (Pobekkes). Pusprodkes berubah nama menjadi Produksi Kesehatan (Prodkes) pada tahun 1971, dan pada tahun 1977 berdasar Surat Keputusan Kasau (Kepala Satuan AU) No. Kep/55/XII/1977, Prodkes berubah nama menjadi Lembaga Farmasi TNI AU (Lafiau). Pada periode tahun 1975-1985 terdapat beberapa perkembangan terutama terhadap bangunan, peralatan produksi dan laboratorium, yaitu dibangunnya gudang bahan baku dan obat jadi, ruang pengemasan, ruang produksi sirup, salep dan laboratorium, ruang produksi kapsul antibiotika, ruang produksi tablet, ruang produksi aquades, ruang obat-obat steril lain dan gudang bahan baku yang lebih besar. Masih pada periode tersebut, Lafiau sebagai lembaga “integrated use” mulai melaksanakan produksi integrasi ABRI, antara lain pembuatan kapsul tetrasiklin dan ampisilin untuk Puskes ABRI dan POLRI. Sebagai tindak lanjut terhadap Keputusan Menhankam/Pangab tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur TNI AU, maka Kasau mengeluarkan SK No. SKEP/01/III/1985 tanggal 11 Maret 1985 yang menyatakan bahwa Lafiau digabungkan dengan Pobekkes menjadi Depo Pembekalan Kesehatan TNI Angkatan Udara (Pobekkesau). Dengan
demikian
Pobekkesau
selain
melaksanakan
pembekalan
juga
melaksanakan kegiatan produksi dari pengawasan atas kualitas bekal kesehatan TNI AU.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Pada tahun 1991 mulai direncanakan peningkatan kemampuan unit produksi sesuai persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pada tahun 1992 mulai dilakukan renovasi pembangunan unit produksi yang mengacu pada CPOB melalui pentahapan pembangunan. Pada tahun 1994 kegiatan renovasi bangunan yang memenuhi syarat CPOB terus berjalan. Selain itu ada penambahan alat produksi seperti mesin cetak tablet, mesin isi kapsul, HPLC, mesin strip dan lain-lain, baik dari Puskes ABRI maupun dari Dinas Kesehatan TNI AU, dan pelatihan personil dalam rangka memenuhi syarat CPOB. Pada tanggal 6 Januari 1996, Dirjen POM Depkes RI memberikan Sertifikat CPOB pada Pobekkesau untuk 5 sediaan dan tahun 1999 untuk 8 sediaan yaitu suspensi kering oral antibiotika penisilin dan turunannya, suspensi kering oral non antibiotika, serbuk oral non antibiotika, salep/krim/gel antibiotika, salep/krim/gel non antibiotika, cairan oral antibiotika, cairan oral non antibiotika, cairan obat luar non antibiotika, tablet biasa antibiotika penisilin dan turunannya, kapsul keras non antibiotika, tablet biasa non antibiotika, kapsul keras antibiotika, kapsul keras antibiotika penisilin dan turunannya. Tahun 2005 Lafiau memperoleh 3 sertifikat CPOB untuk tablet, kapsul keras dan sirup kering golongan sefalosporin. Berdasarkan Surat Keputusan KASAU No. 3/11/1998, mulai 1 April 1998, Pobekkesau berganti nama menjadi Lembaga Farmasi TNI-AU (Lafiau) sampai sekarang.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3.2 Kedudukan, Tugas, dan Kewajiban Lembaga Farmasi TNI AU Lafiau adalah pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah Dinas Kesehatan TNI AU (DISKESAU). Lafiau bertugas membina kemampuan dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan dan pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk melaksanakan dukungan dan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AU pada khususnya dan ABRI pada umumnya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Lafiau mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1. melaksanakan kegiatan produksi obat serta pengendalian mutu dari bekal kesehatan TNI AU, 2. melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan penghapusan bekal kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau, 3. melaksanakan pengawasan atas kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian bekal kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan serta penelitian, 4. melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
3.3 Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan Lembaga Farmasi TNI AU 3.3.1. Visi dari Lafiau Terpenuhinya obat berkualitas bagi anggota TNI AU dan keluarganya, berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan obat nasional, terlaksananya pembekalan matkes tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran dan aman serta tegaknya sistem manajemen mutu dalam kinerjanya.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3.3.2 Misi dari Lafiau a. Melaksanakan produksi obat jadi dengan menerapkan CPOB secara konsisten. b. Melaksanakan pembekalan matkes mulai dari penerimaan, penyimpanan, penyaluran, pencacahan dan penghapusan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau. c. Melaksanakan pengawasan dan pemastian mutu matkes sesuai dengan persyaratan teknis kefarmasian. d. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan dengan mengedepankan profesionalitas, efisien, efektif dan modern. 3.3.3 Tujuan dari Lafiau a) Tujuan jangka pendek : 1) Menyiapkan rumusan kebijakan terhadap teknis produksi. 2) Mengupayakan
peralatan
untuk
produksi
antibiotik
golongan
sefalosporin. 3) Mengajukan sertifikat CPOB untuk produk injeksi kering antibiotik golongan sefalosporin. b) Tujuan jangka panjang : 1) Menjadi instansi yang mempunyai badan hukum sehingga dapat berperan aktif dalam penyediaan obat nasional. 2) Menjadi industri farmasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. 3) Menjadi industri farmasi yang mendapatkan ISO 9000/14000.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3.4 Susunan Organisasi Organisasi di Lafiau tersusun dari tiga eselon, yaitu eselon pimpinan, eselon pembantu pimpinan/staf dan eselon pelaksana. Eselon pimpinan yaitu Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Kalafiau) dan eselon pembantu pimpinan/staf adalah Sektretaris Lembaga (Sesla), sedangkan eselon pelaksana meliputi Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod), Kepala Gudang Pusat Farmasi (Kaguspusfi), Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang) dan Kepala Bagian Penunjangan (Kabag Jang). Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut : 3.4.1 Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Kalafiau) Kalafiau adalah pelaksana teknis Diskesau yang bertanggung jawab kepada Kadiskesau dalam hal pembinaan kemampuan dan pelaksanaan produksi farmasi yang diperlukan oleh TNI AU, perbekalan kesehatan yang diperlukan bagi pelaksana dukungan dan pelayanan kesehatan TNI AU serta pengawas atas kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian bekal kesehatan TNI AU. Kalafiau mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut: i.
melaksanakan bimbingan dan petunjuk teknis kegiatan produksi serta mengendalikan dan mengarahkan kegiatannya,
ii. melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan penghapusan bekal kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau, iii. melaksanakan pengawasan obat-obatan TNI AU,
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
iv. melaksanakan pengawasan atas kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian bekal kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan serta penelitian kualitas kefarmasian, v. melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang farmasi. 3.4.2 Sekretaris Lafiau (Sesla) Sekretaris Lafiau (Sesla) adalah pembantu staf Kalafiau dalam menyelenggarakan perencanaan dan pengendalian pentahapan pelaksanaan kegiatan produksi, perbekalan, serta program dan dukungan kegiatan LAFIAU, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Program dan Anggaran (Kaprogar), Kepala Pembina Profesi (Kabinprof), Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kataud). Sesla mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: i.
menyusun dan menyiapkan kebijaksanaan dan perencanaan pentahapan pelaksanaan dan kegiatan administrasi produksi dan perbekalan, pengendalian produksi, dan pembekalan serta pembinaan personil,
ii. menyusun dan menyiapkan kebijaksanaan dan perencanaan pentahapan pelaksanaan kegiatan program kerja dan anggaran, pengelolaan data kegiatan serta mengembangkan dukungan materiil dan fasilitas, iii. melaksanakan urusan tata usaha dan urusan dalam di lingkungan Lafiau. 3.4.3 Pelayanan dan Pengurusan Kas/Keuangan (Pekas) Pekas adalah staf pembantu dan pelaksanan Kalafiau dalam bidang pelayanan dan pengurusan keuangan. Pekas memiliki tugas dan kewajiban sebagai berikut:
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
i.
menyelenggarakan penerimaan dan penyimpanan uang di kas dan di bank serta pembayaran pada pihak ketiga atas dasar pengujian dokumen tagihan yang sah,
ii. menyelenggarakan pengujian kualitatif dan kuantitatif atas segala dokumen sebelum dilakukan pembayaran tagihan atau penerimaan uang, iii. mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi pelaksanaan pengurusan dan pelayanan keuangan, iv. mengadakan kerja sama dengan staf dan satuan yang ada di lingkungan Lafiau untuk kepentingan tugasnya. 3.4.4 Bagian Produksi Bagian
produksi
Lafiau
adalah
pembantu
pelaksana
Kalafiau
melaksanakan produksi bekal kesehatan. Bagian produksi dipimpin oleh Kepala Bagian Produksi (Kabagprod) yang bertanggungjawab langsung kepada Kalafiau. Kegiatan yang dilakukan bagian produksi dalam rangka menjalankan tugasnya adalah : i.
melaksanakan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan penolong dan embalage dalam rangka persiapan proses produksi,
ii. menyiapkan alat pembantu produksi yang diperlukan dalam kegiatan produksi, iii. menyiapkan bahan baku dan bahan penolong untuk proses selanjutnya, iv. menyiapkan embalage yang dibutuhkan, v. melaksanakan kegiatan produksi sesuai kebijaksanaan Diskesau berdasarkan surat perintah pelaksanaan produksi yang dikeluarkan oleh Kalafiau. Bagian produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh: Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
i. Unit produksi tablet yang bertugas melaksanakan produk obat jadi dalam bentuk tablet. ii. Unit produksi kapsul yang bertugas melaksanakan produksi obat jadi dalam bentuk kapsul. iii. Unit produksi khusus yang bertugas melaksanakan produksi khusus, seperti sirup, salep, cairan, antiseptik, tetes, dan lain-lain.
3.4.5 Bagian Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi) Gudang Pusat Farmasi dipimpin oleh Kaguspusfi yang bertanggungjawab kepada Kalafiau. Kaguspusfi bertugas melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, penyaluran serta penghapusan bekal kesehatan. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya Kaguspusfi melaksanakan kegiatannya sebagai berikut: a. Menerima, menyimpan, memelihara, menyalurkan bekal kesehatan sesuai dengan ketentuan dan perintah Kadiskesau selaku ordonatur materiil kesehatan b. Mengajukan barang-barang yang akan dihapuskan sesuai ketentuan yang berlaku c. Melaksanakan pertanggungjawaban bekal kesehatan melalui laporan yang berkala d. Melaksanakan administrasi penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan penghapusan bekal kesehatan sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku Kaguspusfi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh :
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
1). Kepala Unit Gudang Transit (Ka Unit Gutrans), unit ini bertugas menerima alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan (bekkes) dari hasil pengadaan Dinas Pengadaan AU (Disadaau) dan obat jadi dari bagian produksi Lafiau, bersama komite penerimaan barang melaksanakan pemeriksaan terhadap alkes dan bekkes yang diterima dari hasil pengadaan Disadaau dan obat jadi dari bagian produksi Lafiau, menuangkan hasil pemeriksaan dalam berita acara pemeriksaan, mengembalikan alkes dan bekkes yang tidak memenuhi persyaratan pada kontrak jual beli kepada rekanan yang mengirimkan alkes dan bekkes, mengirimkan hasil alkes dan bekkes serta bahan baku yang diterima dan memenuhi syarat ke gudang Palkes dan Guhanjabaku. 2). Kepala unit gudang penyaluran dan pengemasan (Ka Unit Gulur), bertugas melaksanakan
pengemasan/penyiapan
barang
yang
akan
dikirim
berdasarkan Surat Perintah Kadiskesau selaku ordonatur materiil kesehatan, mengusahakan angkutan darat dan udara melalui seksi angkutan Lanud Husein Sastranegara untuk mendukung kegiatan penyaluran, serta melaksanakan kegiatan penyaluran barang pada satuan kerja dengan kelengkapan administrasi melalui sarana yang tersedia. 3). Kepala unit gudang peralatan kesehatan (Ka Unit gupalkes), bertugas menerima palkes dari gudang transit sesuai berita acara yang telah disahkan ordonatur, menyimpan, merawat dan mengeluarkan palkes sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta melaksanakan administrasi pergudangan terhadap peralatan yang disimpan memalui pembukuan,
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
pengkartuan serta penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran barang. 4). Kepala unit gudang obat jadi, bahan baku, embalage (Ka Unit guhanjabaku), bertugas menerima obat jadi, bahan baku, embalage dari unit gudang transit sesuai dengan berita acara yang telah disahkan oleh ordonatur, menyimpan, merawat/memelihara dan mengeluarkan barang (obat jadi, bahan baku, embalage) sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta melaksanakan administrasi pergudangan terhadap obat jadi, bahan baku, embalage yang disimpan melalui pembukuan, pengkartuan dan
penyimpanan dokumen
yang
berkaitan dengan
penerimaan dan pengeluaran barang. 3.4.6 Bagian Pengujian dan Pengembangan Bagian Pengujian dan Pengembangan (Ujibang) adalah pembantu pelaksana Kalafiau yang bertugas melaksanakan pengujian dan percobaan atas kualitas bekal kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan hasil produksi obat jadi dan menyelenggarakan perencanaan serta pelaksanaan pendidikan dan latihan. Bagian Ujibang dipimpin oleh Kepala Bagian Ujibang yang bertanggungjawab kepada Kalafiau. Dalam pelaksanaan tugasnya Kabag Pengujian dan Pengembangan melaksanakan kegiatan antara lain: i.
Pengujian terhadap bekal kesehatan berdasarkan persyaratan dan ketentuan kefarmasian yang berlaku
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
ii. Melaksanakan percobaan dalam rangka meningkatkan kualitas hasil produksi obat jadi iii. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang kefarmasian terutama yang menghasilkan formula-formula baru dalam rangka meningkatkan hasil produksi iv. Pemantauan langsung dan tidak langsung bekal kesehatan yang disimpan baik di gudang Lafiau maupun gudang satker (satuan kerja) kesehatan di masingmasing pangkalan TNI AU v. Melaksanakan perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan dan latihan Kabag Pengujian dan Pengembangan dibantu oleh : 1). Kepala Unit Pengujian dan Percobaan (Ka Unit Uji Coba) yang bertugas melaksanakan
percobaan-percobaan
dalam
rangka
perbaikan
dan
pengembangan formula obat jadi yang sudah ada, melaksanakan “In Process Control” dalam setiap tahap produksi, melaksanakan pengujian terhadap kualitas obat jadi yang dihasilkan oleh Unit Produksi Lafiau, melaksanakan pemantauan terhadap kualitas bekkes (bekal kesehatan) yang disimpan di Unit gudang Lafiau dan di satker (satuan kerja) kesehatan TNI AU. 2). Kepala Unit Penelitian dan Pengembangan (Ka Unit Litbang) yang bertugas melaksanakan kegiatan seperti penelitian dan pengembangan formula-formula baru dalam rangka pengembangan obat jadi hasil produksi Lafiau, penelitian dan pengkajian terhadap pustaka-pustaka yang telah teruji dalam rangka pengembangan potensi yang dimiliki Lafiau,
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
membantu unit produksi untuk meneliti kerusakan hasil produksi dan memberikan sarana untuk memperbaikinya dan menyimpan dan menguji “retain sample”
sebagai contoh pertinggal obat jadi yang diproduksi
Lafiau. 3). Kepala Unit Pendidikan dan Latihan (Ka Unit Diklat) yang bertugas membuat perencanaan serta melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan latihan.
3.4.7 Bagian Penunjangan Bagian penunjangan adalah pembantu pelaksana Kalafiau yang dipimpin oleh Kepala Bagian Penunjangan yang bertanggungjawab kepada Kalafiau. Bagian Penunjangan bertugas mendukung kelancaran operasional Lafiau. Dalam pelaksanaan tugasnya Bagian Penunjangan dibantu oleh : 1) Kepala Unit Penunjangan Material (Ka Unit Jangmat) bertugas mendukung kelancaran operasional produksi dan pembekalan serta pengujian dan pengembangan 2) Kepala Unit
Fasilitas dan Material (Ka Unit Harfasmat) bertugas
merencanakan dan menyelenggarakan pemeliharaan terhadap fasilitas dan material dalam rangka mendukung kelancaran operasional Lafiau.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3.5 Sarana dan Fasilitas Produksi 3.5.1 Bangunan Bangunan di Lafiau telah dilengkapi dengan gedung dan peralatan yang memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Untuk bagian produksi, Lafiau memiliki tiga gedung yang terpisah, satu gedung sefalosporin, gedung beta laktam yang digunakan untuk memproduksi antibiotik beta laktam dan gedung non beta laktam. Semua ruangan produksi terpisah sesuai jenis produksinya, hal ini untuk menghindari adanya kontaminasi silang antara produk beta laktam dengan produk non beta laktam. Bangunan produksi dilengkapi dengan fasilitas pengendali udara yang terdiri dari AC, dust collector baik lokal mau pun terpusat, exhaust, fan, dehumidefier. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, dan langit-langit) dibuat licin bebas dari keretakan, dan sambungan terbuka sehingga mudah dibersihkan. Pada ruang produksi non beta laktam dirancang berurutan sesuai dengan urutan proses produksi. Ruang produksi terdiri dari gudang produksi, tempat ganti pakaian, laundry, penimbangan, granulasi, pengeringan granul, pencetakan tablet, pengisian kapsul, produksi kapsul, produksi salep, produksi sirup, stripping, ruang antara, ruang produk ruahan serta ruang pencucian alat dan ruang kemas. Pada ruang produksi beta laktam susunannya hampir sama dengan ruang produksi non beta laktam, namun pada ruang antara sudah dilengkapi dengan air shower untuk membersihkan partikel-partikel yang menempel pada baju khusus yang dikenakan personel.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lafiau mempunyai fasilitas pembuatan aqua demineralisata dan fasilitas pengolahan limbah untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan oleh lembaga tersebut. Lafiau juga dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk pengujian dan analisis produk. 3.5.2 Sarana Gudang Lafiau
mempunyai
bangunan
yang
digunakan
sebagai
tempat
penyimpanan atau gudang. Bangunan pertama digunakan sebagai gudang penyaluran dan gudang perbekalan kesehatan, bangunan kedua digunakan sebagai gudang bahan baku dan obat jadi yang dipisahkan oleh dinding, gudang ini dilengkapi dengan humidifier yang berfungsi menyerap kelembaban udara dalam ruangan. Untuk obat-obat jenis narkotika dan sediaan steril disimpan dalam ruangan tersendiri, gudang juga dilengkapi lemari es untuk menyimpan obat-obat yang tidak stabil pada suhu kamar/harus disimpan pada suhu dingin (serum). Pada gudang terdapat alat ultrasonik yang digunakan sebagai antiserangga.
3.6 Produk Lafiau Obat-obatan yang tlah diproduksi oleh lafiau hingga saat ini antara lain sebagai berikut : i.
Kaplet dan Tablet Antibiotik : Kaplet Amoxixillin, Kaplet Rifampisin, Tablet Bactrim AU dan Tablet Cefadroxil
ii.
Kaplet dan Tablet non Antibiotik : Kaplet Afostan, Tablet Antalgin, Tablet Antiflu, Tablet Asetilet, Tablet CTM, Tablet Vitamin B12, Tablet B
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
complex, Tablet Dekstrometrophan, Kaplet Energik StripC, Tablet INH plus, Tablet Vitamin C, Tablet Prednison, dan lain-lain. iii.
Kapsul Antibiotik : Kapsul Amoxixillin, Kapsul Eritromicin, dan Kapul Khlorampenicol.
iv.
Kapsul non Antibiotik : Kapsul Afostan.
v.
Sediaan Khusus : Salep kulit Khloramphenicol, Salep Desoksimetason, Salep Ketokonazol, Salep kulit Terracort, Krim Tetrasiklin, dan Hawk 2000 sachet dan botol.
vi.
Sediaan Cair : Sirup Deflugen, Sirup Difenhidramin –DMP, Sirup Difenhidramin-exp, Sirup Chloramphenicol, larutan antiseptik Lafiodine, minuman kesehatan Hawk 2000, sirup kering Amoxicillin.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB IV KEGIATAN LEMBAGA FARMASI TNI AU
4.1 Pengelolaan Perbekalan Kesehatan Pengadaan perbekalan kesehatan yang mengacu kepada Program Kerja. Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau) dan Pusat Kesehatan TNI (Puskes), diajukan oleh Kalafiau kepada Kepala Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Kadiskesau) dengan pertimbangan seperti rencana produksi satu tahun anggaran, persediaan perbekalan kesehatan dan kebutuhan satuan kerja. Usulan dari Kalafiau akan dipertimbangkan dan dievaluasi lebih lanjut sesuai dengan kebijaksanaan dan anggaran dari Diskesau. Setelah melalui proses evaluasi, usulan pengadaan perbekalan TNI AU (Disadaau) oleh Diskesau. Disadaau akan mengadakan tender untuk mencari rekanan yang dapat memenuhi barang-barang yang diusulkan. Rekanan yang dicari harus memenuhi kualifikasi tertentu dan diutamakan penanggungjawab rekanan tersebut adalah seorang militer untuk memudahkan semua urusan. Setelah pemenang tender ditentukan, maka dilaksanakan pengadaan barang oleh rekanan menurut kontrak jual beli. Kontrak jual beli tersebut dapat digunakan untuk mengirimkan perbekalan farmasi. 4.2 Bagian Gudang Pusat Farmasi Gupusfi atau Gudang Pusat Farmasi merupakan pembantu pelaksana Kalafiau yang bertugas menerima, menyimpan, memelihara dan mengeluarkan serta menghapus perbekalan kesehatan yang ada di Lafiau. Gupusfi dipimpin oleh Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
kepala gudang yang tugasnya bertanggung jawab kepada Kalafiau. Kepala gudang dibantu oleh unit gudang transit, unit gudang obat jadi dan bahan baku, unit gudang peralatan kesehatan dan unit gudang penyaluran. Bangunan gudang terdiri dari empat unit gedung, denah gudang dapat dilihat pada lampiran a
Gudang transit (Gutrans) Bekal kesehatan yang dikirim dari rekanan ke Lafiau akan diterima di gudang transit untuk dikarantina menunggu pemeriksaan dari panitia penerimaan barang selesai. Untuk bahan baku atau obat jadi yang diberi label kuning (karantina) menandakan bahwa obat jadi atau bahan baku tersebut masih dalam uji pemeriksaan laboratorium Ujibang.
b. Gudang bahan jadi dan bahan baku (Guhanjabaku) Obat jadi atau bahan baku yang telah diberi label hijau (diluluskan) menandakan bahwa barang tersebut sudah boleh disimpan pada tempatnya yaitu gudang bahan baku, obat jadi dan embalage, sementara untuk label merah (ditolak) menandakan bahwa barang tersebut ditolak karena hasil pemeriksaan laboratorium tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Bahan baku yang dalam penyimpanannya membutuhkan kondisi khusus maka harus segera disimpan dalam gudang bahan baku, obat jadi dan embalage yang sudah dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban udara. Setelah barang dinyatakan memenuhi syarat yang ditandai dengan dikeluarkannya berita acara oleh panitia penerima barang, maka barang dipindahkan ke gudang bahan baku, obat jadi dan embalage. Barang yang masuk disusun berdasarkan fungsi terapi atau farmakologi dan alfabetis.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Jumlahnya dicatat dalam kartu stok barang yang terdapat dimasing-masing gudang. Kartu stok harus dipisahkan untuk tiap jenis barang. Penyusunan barang digudang menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dengan memperhatikan waktu masuknya barang dan tanggal kadaluarsanya sehingga memungkinkan barang yang masuk lebih awal akan dikeluarkan terlebih dahulu. Sehingga dapat dicegah rusaknya barang akibat penyimpanan terlalu lama. Sedangkan untuk barang-barang yang waktu kadaluarsanya singkat disusun menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO). c. Gudang Peralatan Kesehatan (Gupalkes) Gupalkes di Lafiau merupakan salah satu gudang yang kedudukannya berada di bawah
bagian
pergudangan
Lafiau.
Kegiatan
penyimpanan dan
pengendalian peralatan kesehatan merupakan kelanjutan dari kegiatan penerimaan peralatan kesehatan. Tujuan penyimpanan dan pengendalian peralatan kesehatan ini adalah untuk memelihara mutu, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan serta menjaga keseimbangan antara persediaan dan penggunaan peralatan kesehatan. Bekkes yang termasuk dalam kategori peralatan kesehatan adalah barang, instrumen atau alat yang digunakan
dalam
pemeliharaan
dan
peralatan
kesehatan,
diagnosa,
penyembuhan dan pencegahan penyakit, kelainan badan atau gejala yang terjadi pada manusia, dan tidak termasuk dalam golongan obat.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
d. Gudang penyaluran (Gulur) Pengeluaran barang dari Gupalkes atau Guhanjabaku dan embalage dilakukan di Gulur setelah ada SPPB dari Kadiskesau kepada Kalafiau yang disertai dengan bentuk 051. Bentuk 051 berisi tentang barang yang dibutuhkan oleh Satker. Bentuk 051 haruslah dipisahkan untuk setiap Satker dan dibuat rangkap delapan untuk arsip Gupalkes, arsip Guhanjabaku dan embalage, arsip Gulur, arsip Suburminbekkes sebelum bekkes dikirim, arsip Matfaskesau sebelum bekkes dikirim, dan 3 rangkap dikirim bersama dengan bekkes dengan rincian yaitu setelah ditandatangani penerima 1 rangkap arsip penerima, 1 rangkap dikirm ke Matfaskesau sebagi bukti bekkes telah diterima, dan 1 rangkap dikirim kembali ke Suburminbekkes Lafiau sebagai bukti bekkes telah diterima. Berdasarkan bentuk 051, barang dikeluarkan dari Guhanjabaku dan embalage, serta Gupalkes sebelum dikirim ke Satker akan disimpan di Gulur. Di Gulur ini barang akan dikemas dan didistribusikan untuk Satker di seluruh Indonesia. Untuk Satker di Pulau Jawa pengirimannya dapat menggunakan jasa angkutan darat sedangkan untuk Satker di luar Pulau Jawa pengirimannya menggunkan armada udara milik TNI AU. Kalafiau dapat mengeluarkan SPPB kepada Ka Unit Pergudangan setelah menerima SPL dan bentuk 051 dari Kadiskesau. SPL mempunyai 2 jenis yaitu Log A untuk obat-obatan dan Log B untuk peralatan kesehatan. Tahap-tahap penyaluran Material Kesehatan : i) Material Kesehatan diturunkan dari rak penyimpanan dan dicek sesuai bentuk 40501 menyangkut jumlah dan nomor kodefikasinya.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
ii) Material Kesehatan tersebut dikirimkan ke Gudang penyaluran oleh petugas gudang penyimpanan dan diserahterimakan dengan petugas gudang penyaluran sambil mengecek kembali jumlah dan nomor kodefikasinya. iii) Material Kesehatan beserta daftar koli dimasukkan ke dalam kantong plastk dan disegel, kemudian dimasukkan dalam dus ditutup, dilakban dan diberi plat ezer. Material Kesehatan siap dikirim ke tempat tujuan melalui darat dan udara. 1. Penerimaan Anggota KPB berasal dari unit gudang, unit produksi dan unit litbang. Panitia ini bertanggungjawab kepada Kadiskesau dan dibentuk setahun sekali. Perbekalan kesehatan yang dikirimkan ke Lafiau diterima oleh Panitia Penerimaan Barang (PPB). Semua barang yang diterima oleh Lafiau harus diperiksa, dan selama menunggu pemeriksaan, barang-barang tersebut diletakkan dalam gudang transit. Gudang transit merupakan gudang penerimaan barang sebelum diperiksa dan berfungsi sebagai gudang karantina. Sebelum diuji barang diberi label berwarna kuning atau label “karantina”, yang berisi: nama barang, jumlah, nomor batch/ nomor order, tanggal diterima, unit penerimaan, dan tanda tangan penerima. Semua barang tersebut akan diperiksa oleh Komite Penerimaan Barang (KPB). KPB anggotanya ditunjuk oleh Kalafiau dan diangkat oleh Kadiskesau. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi spesifikasi barang, jumlah, ukuran dan bentuk. Komite Penerimaan Barang bertugas memeriksa perbekalan farmasi sesuai standar kefarmasian dan surat Perjanjian Jual Beli (SPJB). Pengujian Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dilakukan di laboratorium, barang yang diterima juga dicocokkan dengan surat pengantar barang dan surat pesanan. Setelah semua perbekalan kesehatan diperiksa dan telah memenuhi spesifikasi sesuai dengan perjanjian, PPB akan mengeluarkan berita acara sebagai bukti penerimaan barang dan sebagai dokumen untuk mencairkan dana bagi rekanan. Berita acara penerimaan barang akan ditandatangani oleh PPB, Kepala Gudang dan diketahui oleh Kalafiau. Barang yang diterima lolos uji/memenuhi kriteria, diberi label “Diluluskan” yang berwarna hijau, label tersebut berisi: nama barang, tanggal diterima, jumlah, pembuat/penyalur, nomor batch asal, dan data yang diisi oleh petugas unit uji coba. Data tersebut berisi tanggal uji, nomor lot, tanda tangan, dan tanggal berlaku. Barang tersebut akan disimpan di gudang sesuai dengan spesifikasinya. Barang yang berupa obat jadi, bahan baku dan embalage akan disimpan di gudang alat kesehatan. Barang yang tidak memenuhi kriteria diberi label “Ditolak” berwarna merah, berisi nama barang, jumlah, nomor batch/nomor order, tanggal diterima, dan tanda tangan unit uji coba. Barang yang ditolak akan ditempatkan tersendiri dan unit uji coba akan membuat surat penolakkan kepada pemasok dengan menyebutkan alasan penolakkan. Contoh berita acara penerimaan barang dan label dapat dilihat pada lampiran 2. Penyimpanan Penyimpanan
mencakup
kegiatan
penyusunan,
pengawetan,
dan
pengadministrasian materiil secara tertib dan teratur sesuai dengan sifat fisika, kimia, dan biologi dari bekal kesehatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
berlaku di lingkungan pergudangan. Sasaran penyimpanan adalah materiil dapat disimpan dan dipelihara dengan baik sehingga memudahkan dalam pemeliharaan, pengawasan yang baik secara fisik maupun administratif. Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO (First In First Out) sesuai dengan sifat dan klasifikasi barang. Barang yang disimpan diatur dengan kodifikasi meliputi jenis barang, alfabetis, sehingga memudahkan dalam pengambilan dan menghindari kekeliruan pengambilan barang. Barang yang mudah terbakar disimpan di gudang tahan api yang letaknya terpisah dari gudang bahan baku/obat jadi/embalage. Penyimpanan bahan baku berdasarkan perbedaan konsistensi, bahan padat dan kering terpisah dari bahan cair. Peralatan kesehatan (palkes) disimpan di gudang Palkes berdasar urutan barang yang akan disalurkan ke satker di seluruh Indonesia. Obat jadi golongan narkotika disimpan di lemari khusus yang dilengkapi kunci sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Obat jadi dan bahan baku yang memerlukan suhu kelembaban terkendali seperti cairan infus dan cangkang kapsul, disimpan di ruang khusus yang dilengkapi dengan AC. Beberapa obat injeksi yang memerlukan suhu penyimpanan yang rendah disimpan di lamari es. 3. Distribusi Distribusi bekal kesehatan keseluruh jajaran satker kesehatan TNI AU diseluruh Indonesia dilakukan oleh bagian Gupusfi yang meliputi rumah sakit, seksi kesehatan, Lakespra dan Lakesgilut. Dasar dalam penyaluran perbekalan
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
farmasi adalah surat perintah logistik (SPL) dalam bentuk 051 oleh Kadiskesau kepada Kalafiau yang kemudian dikeluarkan Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB). Sedangkan administrasinya dilakukan oleh bagian Minbekkes untuk diteruskan ke bagian produksi dan pergudangan. Bentuk 051 dibuat rangkap 7, yang berisikan tentang penjabaran atau rincian SPL, 1 lembar untuk Minbekkes, 3 lembar untuk pergudangan, 3 lembar untuk penerima atau satker, 1 lembar sebagai arsip,1 lembar dikirim lagi ke Minbekkes dan 1 lembar dikirim ke Diskesau. Kegiatan pengeluaran barang terbagi dalam 2 kegiatan yaitu : 1) Rutin Pendistribusian rutin dilakukan alokasi kebutuhan 6 bulan sekali. Satker mengajukan kebutuhan dan sisa persediaan ke Diskesau, Diskesau lalu akan menunjuk Matfaskes untuk mengeluarkan rencana surat perintah logistik (RSPL) ke Minbekkes. Minbekkes akan mencocokkan dengan kartu stok dan melaporkan ke Diskesau, sebagai acuan SPL. Dengan SPL, Kalafiau mengeluarkan surat perintah pengeluaran (SPPB) ke gudang. Penyaluran barang dari gudang dari gudang penyaluran menggunakan jalur darat dan udara. Penyaluran dilakukan pada : semester I pada bulan Januari dan semester II pada bulan Juni 2) Non rutin Pengeluaran non rutin (Suplisi) adalah pengeluaran barang yang dilakukan mendadak, diluar SPL seperti bencana alam, bakti sosial, dan operasi militer. Pengeluaran suplisi dilakukan dengan menggunakan bon sementara yang disetujui oleh Kalafiau kepada unit pergudangan. Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Pengeluaran bahan baku berdasarkan atas Surat Perintah Produksi (SPP) dari Kalafiau, ke bagian produksi, dan mengajukan permintaan bahan baku ke Diskesau. Diskesau akan mengeluarkan SPL bahan baku produksi dan embalage ke bagian produksi. Setelah itu, berdasarkan SP3 produksi dilaksanakan. 4. Penghapusan Penghapusan materiil kesehatan adalah usaha untuk membebaskan bendaharawan materiil dari tuntutan pertanggungjawaban materiil yang berkaitan dengan administrasi perbendaharaan berdasarkan ketentuan yang berlaku serta memanfaatkan materiil tersebut dalam bentuk lain. Materil kesehatan yang akan dihapuskan harus memenuhi kriteria: barang yang dinyatakan tercela; rusak/tidak dapat diperbaiki lagi, rusak atau masih dapat diperbaiki namun tidak ekonomis, berbahaya jika disimpan lama, kadaluarsa, berlebih, tidak dapat digunakan karena alasan tertentu. Sedangkan barang yang dinyatakan sah untuk dihapuskan, apabila: telah dikeluarkan surat keputusan penghapusan, telah diterbitkan surat perintah pelaksanaan penghapusan, berita acara penghapusan yang ditandatangani panitia penghapusan bendaharawan dan ordonatur materil, telah dikeluarkan dari buku inventaris/perbendaharaan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
5. Pelaporan Laporan persediaan barang dilakukan oleh bagian administrasi Perbekalan Kesehatan (Minbekkes). Pertanggungjawaban persediaan barang ini dilaporkan tiap satu bulan dan triwulan. Laporan satu bulanan berisi : nomor, kode, nama, satuan, jumlah (baik/rusak), tanggal kadaluarsa, sedangkan laporan triwulan berisi: nomor, tujuan, harga (alkes/obat), jumlah, tanggal SPL, No. Reg, jumlah item, jumlah berat, jumlah isi dan keterangan. Bagian Minbekkes akan memasukkan data barang yang diterima ke dalam kartu stok sesuai dengan berita acara. Laporan barang dilaporkan ke Diskesau setiap bulan dan tiga bulan. Laporan ini meliputi jumlah dan keadaan fisik barang yang tersisa dan barangbarang yang mendekati ED. Laporan satu bulanan berisi : kode, nama, satuan, jumlah (baik/rusak), tanggal kadaluarsa, sedangkan laporan triwulan berisi : nomor, tujuan, harga (alkes/obat), jumlah, tanggal SPL, No.Reg., jumlah item, jumlah berat, jumlah isi dan keterangan. Laporan ini juga berguna untuk mengontrol jumlah barang dan keperluan atau alokasi setiap semester. Stok opname dilakukan tiap akhir semester. Perbekalan kesehatan yang diterima dari Diskesau atau Puskes TNI maupun hasil produksi Lafiau selanjutnya di simpan di gudang untuk di alokasikan ke satker-satker AU seluruh Indonesia.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
4.3 Bagian Produksi 4.3.1 Tata Letak dan Klasifikasi Ruang Produksi Gedung produksi Lafiau terdiri dari dua bagian, yaitu bagian produksi obat beta laktam dan non beta laktam. Ruang-ruang produksi terpisah satu sama lain sesuai dengan jenis produksi. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi antara produk yang satu dengan produk yang lain. Ruangan dirancang berurutan sesuai dengan urutan proses produksi. Denah ruang produksi beta laktam dan non beta laktam dapat dilihat pada bagian lampiran. Berdasarkan tingkat kebersihan ruangan, ruang produksi Lafiau dibagi menjadi dua kelas, yaitu: 1) Black area (daerah hitam/kelas IV) Daerah ini meliputi kamar ganti pakaian, toilet, kamar mandi, ruang pengemasan, ruang pencetakan nomor batch, ruang mesin cuci botol, ruang administrasi produksi, ruang istirahat, dan gudang produksi. 2) Grey area (daerah abu-abu/kelas III) Daerah ini meliputi ruang pengolahan dan pengemasan obat non steril, ruang timbang, pembuatan dan pencampuran sirup dan salep/krim, ruang pencampuran, pembuatan granul, pencetakan tablet, pengisian kapsul, ruang in process control, penyalutan, stripping, dan ruang penyimpanan obat setengah jadi. Pakaian yang digunakan di daerah ini adalah pakaian khusus produksi yang terbuat dari bahan dengan serat yang tidak mudah lepas dan dilengkapi dengan sarung tangan, penutup kepala, serta penutup hidung dan mulut.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
4.3.2 Produksi Obat Produksi di Lafiau dilakukan berdasarkan adanya Surat Perintah Produksi (SPP) yang dilakukan oleh Kadiskesau kepada Kalafiau kemudian Kalafiau mengeluarkan SP3 kepada Kabagprod dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kaunit (Kepala Unit) berdasarkan Surat Perintah Kerja. 1. Unit Produksi Tablet Unit produksi tablet bertanggung jawab dalam memproduksi tablet dan kaplet baik antibiotik maupun non antibiotik. Kegiatan produksi tablet yang dilakukan dimulai dengan penimbangan bahan baku yang dinyatakan telah memenuhi syarat oleh unit uji coba. Bahan baku tersebut meliputi : bahan aktif, fase dalam dan fase luar, selanjutnya dilakukan pencampuran bahan aktif dan fase dalam. Sebelum digranulasi, diperiksa dulu oleh unit uji coba untuk mengetahui apakah pencampuran sudah homogen. Granul yang diperoleh dari proses granulasi basah dikeringkan, dilakukan pengujian kadar air oleh unit uji coba. Granul yang lulus pemeriksaan dicampur dengan fase luar dan dicetak menjadi tablet dan mengalami proses “coating” untuk tablet salut sebelum dikemas. Setelah proses pencetakan, tablet diperiksa secara fisik (bentuk, bau, warna, keseragaman bobot, ukuran, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, disolusi dan secara kimia. Metode yang banyak dipakai untuk produksi tablet non beta laktam adalah granulasi basah, selain itu metode cetak langsung juga dilakukan. Untuk
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
produksi tablet beta laktam, metode yang dipakai adalah granulasi kering dan cetak langsung. Jika tablet yang dicetak telah memenuhi persyaratan, maka produksi tablet dapat terus berjalan dan jika tidak memenuhi persyaratan, maka produksi dihentikan. Sisa sampel di simpan untuk sampel pertinggal. Hasil pengujian selama proses dan akhir akan dibuat catatan pengujian kemudian dikirimkan ke Kabagprod (Kepala Bagian Produksi). Produk-produk yang diproduksi oleh unit produksi tablet Lafiau antara lain Amokisilin 500 mg, Antalgin 500 mg, Antiflu, Asetilet 81 mg, Auripirin 200 mg, Baktrim AU, CTM, Deksametason 0,5mg, Dekstometorphan HBr, Energic C, INH Plus 100mg, Lactas Calcicus 500mg, Magtacida AU 400mg, Paracetamol 500 mg, Prednison, Vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin B12, Vitamin B kompleks, Vitamin C. Alur produksi tablet dapat dilihat pada bagian lampiran. 2. Unit Produksi Kapsul Unit produksi kapsul bertanggungjawab dalam memproduksi kapsul, tablet atau kaplet antibiotik dan non antibiotik serta sirup kering antibiotik. Kegiatan produksi kapsul dimulai dengan penimbangan bahan baku, diayak dan dicampurkan. Selanjutnya dilakukan pengisian kapsul lalu dikemas. Pada setiap tahap mulai dari tahap pencampuran sampai tahap pengemasan dilakukan pengemasan mutu oleh unit uji coba Produk-produk kapsul yang diproduksi oleh unit produksi kapsul Lafiau antara lain Afostan 250 mg, Ampicillin 250 mg, Amoxicillin 250 mg,
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Aurobion, Chloramphenicol 250 mg, Tetrasiklin 250 mg. Alur produksi kapsul dapat dilihat pada bagian lampiran. 3. Unit Produksi Khusus Unit produksi khusus Lafiau memproduksi sediaan cair baik untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar, sediaan semisolid (salep/krim), dan pengolahan air demineralisata. 1) Proses produksi sirup Produksi sirup dimulai dengan penimbangan bahan baku meliputi bahan aktif, bahan pembantu dan bahan sirup simpleks. Bahan aktif dan bahan pembantu dilarutkan, sementara sirup simpleks disaring, larutan bahan aktif dan sirup simpleks dicampur, larutan hasil pencampuran diuji kadar, viskositas, pH dan berat jenisnya oleh unit uji coba. Bila kadarnya tidak sesuai maka dilakukan penambahan aktif atau dilakukan pengenceran. Jika kadarnya sudah sesuai maka dilakukan penyaringan. Larutan jernih hasil penyaringan diisi ke dalam botol yang sudah dicuci. Botol yang telah diisi larutan disortir dan diberi etiket. 2) Proses produksi salep Proses pembuatan salep dimulai dengan penimbangan bahan aktif, basis salep dan bahan pembantu. Basis salep dan bahan pembantu dilebur dan dicampur dengan bahan aktif, hasil pencampuran diuji kadar, homogenitas dan konsistensi oleh unit uji coba. Setelah hasil pengujian dilakukan pengisian dan penutupan tube, penyortiran dan pemberian etiket.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3) Proses produksi krim Proses pembuatan krim dimulai dengan penimbangan bahan baku, basis dilebur dan dicampur dengan bahan penolong sebelum membeku dan diuji homogenitasnya selanjutnya basis dicampur dalam bahan aktif. Setelah itu dilakukan pengujian kembali yang meliputi homogenitas, kadar dan konsistensi. Setelah hasil pengujian memenuhi syarat maka dilakukan penutupan tube dan pengemasan. 4) Proses pembuatan aqua demineralisata (aqua DM) Lafiau mendapatkan air demineralisata dengan cara memproduksi dan mengolahnya sendiri. Sumber air yang digunakan untuk membuat aqua DM berasal dari sumur artesis. Dalam mencukupi kebutuhan aqua DM untuk proses produksi dan pemeriksaan laboratorium maka dilakukan proses pengolahan air. Air artesis disaring terlebih dahulu dan dialirkan ke ”Multi Sorb” yang merupakan penyaringan zat secara mekanik termasuk dapat menyaring besi, kemudian air dialirkan ke penukar ion positif dan penukar ion negatif. Setelah itu air dididihkan dan dapat digunakan untuk proses produksi. Reaksi yang terjadi adalah resin, sebagi contoh Mg2+ sebagai kation dan SO42- sebagai anion. Proses reaksinya adalah sebagai berikut : Kation
Mg2+ + Resin
Mg-Resin + 2H+
Anion
SO42- + Resin
Resin-SO4 + 2OH-
Aqua DM berasal dari air bersih yang diproses lebih lanjut dengan menggunakan resin penukar ion (ion menjadi lebih sedikit). Parameter Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
mutu air yang dapat diperiksa disini adalah kejernihan, bau, rasa, warna, pH serta kandungan ion. Air yang telah diolah harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna serta pH sekitar 6-7. Air yang telah diolah selanjutnya dididihkan jika langsung dipakai dalam proses produksi. 4.3.3 Produk Unit Produksi Khusus Obat-obatan yang diproduksi oleh unit produksi khusus, adalah sebagai berikut : Sirup Difenhidramin-DMP , Salep Terra-cord, Sirup DifenhidraminExp, Salep Tetrasiklin, Sirup Prometazin, Krim prometazin, Sirup Kloramfenikol, Sirup Deflugen, Larutan antiseptik Lafiodin dan Salep Kloramfenikol Jenis produk yang diproduksi oleh unit produksi khusus Lafiau adalah : a.
Cairan
:
Deflugen,
Diphenhidramin
DMP,
Diphenhidramin
Exp,
Paracetamol, Prometazin, Hawk 2000 (minuman kesehatan), Lafiodin, Rivanol (untuk pemakaian luar). b.
Salep/krim : Chloramphenicol, Prometazin, Terracort, Tetrasiklin dan Chloramfecort.
c.
Tetes telinga : Chloramphenicol tetes.
4.3.4. Unit Pemeriksaan In Process Control dan Pengujian Obat Jadi Pemeriksaan in process control (IPC) dan pengujian obat jadi dilakukan pada bentuk sediaan tablet, kapsul, sirup, dan salep. a
Sediaan Tablet Pemeriksaan tablet pada saat IPC dilakukan terhadap granul meliputi pemeriksaan kadar air dan zat aktifnya. Setelah proses pencetakan, tablet diperiksa secara fisik (bentuk, bau, warna, keseragaman bobot, ukuran,
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, disolusi) dan secara kimia (pemeriksaan kadar zat berkhasiat secara kuantitatif). b
Sediaan Kapsul Pemeriksaan pada saat IPC dilakukan setelah pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan meliputi pemeriksaan kadar zat aktifnya. Kapsul diperiksa secara fisik (keseragaman bobot, waktu hancur, disolusi) dan secara kimia (pemeriksaan kadar zat aktif secara kuantitatif). Selama proses pengisian ke dalam kapsul, beberapa sampel diambil untuk dilakukan pengujian keseragaman bobot setiap 15 menit sekali. Jika ada penyimpangan selama pengisian kapsul, maka proses dihentikan dan diperbaiki. Pengujian yang dilakukan terhadap obat jadi sama dengan pengujian IPC pada pengisian kapsul.
c
Sediaan Sirup Pemeriksaan pada saat IPC dilakukan setelah pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan meliputi pemeriksaan secara fisik (warna, bau, rasa, kejernihan, viskositas, stabilitas, pH) dan secara kimia (pemeriksaan kadar zat aktif secara kuantitatif). Pengujian yang dilakukan terhadap obat jadi sama dengan pengujian pada saat IPC.
d
Sediaan Salep Pemeriksaan pada saat IPC dilakukan setelah pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan meliputi pemeriksaan secara fisik (warna, bau, homogenitas) dan secara kimia (pemeriksaan kadar zat aktif secara kuantitatif). Pada saat
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
pengisian salep, pemeriksaan dilakukan terhadap bobot rata-rata isi tube dan kadarnya. Pengujian yang dilakukan terhadap obat jadi sama dengan pengujian pada saat IPC. Alur kerja bagian pengawasan mutu dan contoh catatan pengujian obat dapat dilihat pada bagian lampiran. 4.3.5 Pengemasan Proses pengemasan sediaan obat di Lafiau sebagai berikut: i. Tablet, tablet salut, dan kapsul Pengemasan dilakukan dengan cara stripping kemudian sejumlah tertentu dimasukkan ke dalam dus disertai brosur dan dikemas dalam kotak karton. Untuk tablet-tablet tertentu dikemas ke dalam kantong plastik kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik. ii. Salep Salep dikemas dalam tube kemudian tube yang telah diberi nomor batch dimasukkan ke dalam kardus disertai brosur. Sejumlah kardus tertentu dikemas dalam kotak karton. iii. Sirup Botol-botol sirup diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kardus. Untuk semua jenis obat yang telah dikemas baik berupa tablet, kapsul, salep, dan sirup dilakukan pemeriksaan secara manual terhadap kemasan obat untuk melihat apakah terdapat kerusakan pada kemasan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
4.3.6 Pengujian Sampel Pertinggal Sampel pertinggal yang disimpan adalah obat jadi yang telah dikemas. Sampel disimpan lengkap dengan etiket yang memuat nama sampel, nomor batch, tanggal pembuatan, dan tanggal kadaluarsa. Sampel disimpan selama lima tahun dan jika ada keluhan dari konsumen, maka dilakukan pengujian terhadap sampel tersebut. Setelah lima tahun, sampel pertinggal dapat dimusnahkan.
4.4 Bagian Pengujian dan Pengembangan Bagian pengujian dan pengembangan (Ujibang) dikepalai oleh seorang kepala bagian pengujian dan pengembangan (Apoteker) yang bertanggung jawab langsung kapada Kalafiau. Bagian ini membawahi unit pengujian dan percobaan (ujicoba). Unit penelitian dan pengembangan (litbang), dan unit pendidikan dan latihan (diklat). Bagian pengujian dan pengembangan bertugas melaksanakan pengujian dan percobaan atas kualitas perbekalan kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan
untuk
meningkatkan
hasil
produksi
obat
jadi
erta
menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan baik untuk personel Lafiau atau siswa dan mahasiswa yang sedang Praktek Kerja Profesi Apoteker di lafiau. Ruang bagian ujibang terdiri dari ruang penelitian dan pengembangan, ruang penyimpanan bahan baku dan peralatan gelas, ruang contoh pertinggal, ruang timbang, ruang analisis, ruang reagensia, ruang instrument dan laboratorium mikrobiologi. Ruang bagian ujibang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
menjaga kelembaban dan penghisap udara, serta meja yang dilapisi proselen agar muda dibersihkan. Ruang timbang dilengkapi dengan peralatan timbangan untuk berbagai kapasitas, alat untuk mengukur kerapuhan tablet (friabilator). Ruang analisis merupakan laboratorium sebagai tempat dilakukannya pengujian yang dilengkapi dengan alat sokhlet, alat penentu titik leleh, oven, autoklaf, alat pengukur waktu hancur, alat pengukur kekerasan tablet yang dilengkapi dengan meja yang menyatu dengan rak tempat penyimpanan pereaksi dalam skala kecil.Pengawasan mutu terhadap obat jadi, bahan baku, dan embalage di Lafiau dilakukan dalam suatu laboratorium yang sama. Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan, maka dibutuhkan pengujian yang dilakukan mulai bahan baku diterima sampai obat jadi yang siap untuk di distribusikan.
4.5 Sanitasi dan Higiene Lafiau memiliki sarana pengolahan limbah, baik untuk limbah padat berupa debu-debu yang tersebar di daerah produksi maupun limbah cair dari pencucian peralatan. a. Pengolahan Limbah Padat Pengolahan limbah padat dilakukan dengan menggunakan dust collector untuk debu-debu yang tersebar di ruang produksi yang ditempatkan di atas ruangan, vacum cleaner untuk debu-debu yang berserakan pada peralatan dan lantai.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
b. Pengolahan Limbah Cair Pengolahan limbah cair terdiri dari proses destruksi, penetralan, pengendapan, dan aerasi di dalam beberapa kolam yang saling berhubungan satu sama lain berdasarkan proses pengolahan. Proses pengolahan limbah beta dan non beta laktam yaitu : 1) Limbah dari produksi obat beta laktam dialirkan ke kolam pertama, kemudian ditambahkan asam/basa kuat untuk memecah cincin beta laktam. Dari kolam pertama dialirkan ke kolam kedua untuk diendapkan. 2) Cairan dari limbah kolam kedua dialirkan ke kolam ketiga. Limbah dari produksi obat non beta laktam masuk ke kolam ketiga sehingga terjadi pencampuran. Kemudian dilakukan penetralan (pH=7 namun jika terlalu asam ditambahkan NaOH dan jika terlalu basa ditambahkan HCl) dan pengenceran dengan penambahan air. 3) Limbah dari kolam ketiga dialirkan ke kolam keempat untuk proses pengendapan kedua. 4) Cairan dari limbah kolam keempat dialirkan ke kolam kelima dimana terjadi proses aerasi, yaitu penambahan oksigen yang bertujuan untuk menurunkan biologycal oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) dari limbah tersebut. Air kolam kemudian diuji di laboratorium untuk penentuan nilai BOD, COD, dan kadar ion. Persyaratan kualitas limbah yang diperbolehkan untuk di buang ke lingkungan: COD <100 mg/l, BOD <75 mg/l, Suspended Solid <60 mg/l
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
5) Limbah dari kolam kelima dialirkan ke kolam keenam yang merupakan kolam kontrol. Sebagai kontrol digunakan ikan sebagai bio indicator, apabila air pada kolam memenuhi persyaratan, maka akan dialirkan ke pembuangan umum. Denah bak pengolahan air limbah dapat dilihat pada bagian lampiran. Untuk pengolahan limbah laboratorium pada dasarnya sama dengan pengolahan
limbah
produksi.
Untuk
limbah
yang
mengandung
mikroorganisme terlebih dahulu harus didestruksi dengan tujuan untuk mematikan mikroorganisme tersebut. Penanganan limbah berada pada wewenang dan tanggung jawab Kepala Unit Produksi Khusus. 4.6 Produk Obat-obatan yang telah diproduksi oleh LAFIAU hingga saat ini antara lain sebagai berikut : a. Kaplet dan Tablet Antibiotik : kaplet Amoxicillin, kaplet Rifampisin, tablet Bactrim AU dan tablet Sefadroksil. b. Kaplet dan Tablet Non Antibiotik : kaplet Afostan , tablet Antalgin, tablet Antiflu, tablet Asetilet, tablet CTM, tablet Vitamin B-12, tablet B-kompleks, tablet Dekstrometorphan, kaplet Energic-C, tablet INH Plus, tablet Vitamin C, tablet Prednison, dan lain-lain. c. Kapsul antibiotik : kapsul Amoxicillin, kapsul Erytromisin, dan kapsul Chloramphenicol. d. Kapsul non antibiotik : kapsul Afostan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
e. Sediaan khusus : salep kulit Chloramfenicol, krim desoksimetason, krim ketokonazol, salep kulit Terracort dan krim Tetrasiklin. f. Sedian cair : sirup Deflugen, sirup Difenhidramin-DMP, sirup Difenhidramin Exp, Lactas Calcicus, sirup Chloramphenicol, tetes telinga Chloramphenicol, larutan antiseptik Lafiodine, minuman kesehatan Hawk 2000, sirup kering Amoxicillin.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB V PEMBAHASAN
Lafiau merupakan sebuah Lembaga industri Farmasi Angkatan Udara yang berperan sebagai pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan AU (Diskesau) yang memproduksi obat jadi. Sebagai industri farmasi, Lafiau mempunyai tugas utama yaitu melaksanakan produksi obat jadi, pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan lainnya dengan pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk pelaksanaan dukungan pelayanan kesehatan bagi seluruh anggota TNI AU dan keluarganya. Ditinjau dari sisi manajemen Lafiau bukan lembaga yang didirikan untuk bisnis atau mencari keuntungan (non profit), melainkan untuk memenuhi kebutuhan internal TNI AU khususnya obat-obatan dan
bekal
kesehatan
lainnya.
Meskipun
demikian
dalam
pelaksanaan
operasionalnya sebagai industri obat, Lafiau berusaha untuk menerapkan CPOB di seluruh aspek kegiatan produksi guna menjamin mutu / kualitas produk yang dihasilkan. Struktur organisasi Lafiau dibagi dalam tiga eselon, yaitu eselon pemimpin yang dijabat oleh Kalafiau, Eselon pembantu yang dijabat oleh Sesla dan Pekas, serta eselon pelaksana. eselon pelaksansa terdiri dari Bagian Produksi (Bagprod), Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi), Bagian Pengujian dan Pengembangan (Ujibang). Ditiap- tiap bagian eselon dipimpin oleh seorang apoteker yang berbeda- beda. Pemisahan pimpinan Bagian Produksi dan Bagian Pengujian dan
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Pengembangan sesuai dengan persyaratan CPOB yang mengharuskan diadakanya pemisahan antara manager produksi dan manager pengawasan mutu (QC). Pengadaan bahan baku dan embalage yang dibutuhkan oleh Lafiau dilakukan oleh Disadaau dari pusat, dan bukan oleh Lafiau sendiri sehingga pihak Lafiau tidak bisa menentukan kualitas bahan dan tidak berwenang memilih sendiri bahan yang diperlukan. Pihak Lafiau hanya bisa meminta bahan baku dan kebutuhan lainnya untuk suatu produksi yang akan dilakukan oleh Lafiau tetapi pihak Disadaau yang berwenang menentukan kualitas pilihan bahan dan merk dari produsen pengirim bahan. Jika barang kebutuhan sudah diterima pihak Lafiau, maka pihak Lafiau akan mengadakan pengawasan mutu untuk bahan baku yang telah diterima untuk nantinya dapat diputuskan bahwa bahan tersebut akan diterima atau ditolak, biasanya pengawasan mutu tersebut dilakukan oleh bagian ujibang, bagian produksi dan juga bagian gudang melalui wakil-wakilnya yang tergabung dalam tim komisi pemeriksaan materiil. Peran lain yang dilakukan Lafiau adalah melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan penghapusan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebijaksanaan Diskesau. Perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah sediaan farmasi hasil produksi Lafiau, sediaan obat jadi yang dibeli dari industri lain dan peralatan kesehatan yang diadakan oleh Disadaau (Dinas Pengadaan AU) melalui sistem tender. 5.1 Personalia Sumber
daya
manusia
(SDM)
yang
mempunyai
pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya dan juga memilki Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
kesehatan mental dan fisik yang baik merupakan modal terpenting yang dimiliki oleh Lafiau. Salah satu cara untuk menjaga kesehatan pegawai adalah melalui kegiatan olah raga yang dilaksanakan dua kali dalam seminggu. Secara umum, Lafiau memiliki sumber daya manusia berkualitas yang dapat mendukung tugas dan fungsi Lafiau dimana jumlah personil yang dimiliki sebanyak 61 orang, meliputi 6 orang Apoteker S2 (Manajemen, Teknologi Farmasi, Kimia Farmasi, Farmakologi), 8 orang Apoteker, 8 orang Akademi Farmasi, 9 orang Asisten Apoteker, dan 30 orang tenaga lainnya yang berlatar belakang pendidikan sekolah menengah, jumlah personil ini belum memadai untuk berlangsungnya proses produksi. Sumber daya manusia tersebut dapat benar-benar bermanfaat apabila ditempatkan sesuai dengan kemampuannya masing-masing dan didukung dengan penataan organisasi yang baik. Dengan didukung 14 orang apoteker sebagai pengemban utama dalam pelayanan kesehatan maka proses pembuatan, pengadaan obat dan persediaan perbekalan kesehatan dapat terlaksana dengan baik dan profesional. Hal penting dalam penataan organisasi perusahaan farmasi adalah bahwa bagian produksi dan pengawasan mutu harus dipimpin oleh apoteker yang berbeda. Pada Lafiau hal ini sudah diterapkan dimana pada Bagian Produksi dan Bagian Ujibang dipimpin oleh apoteker yang berbeda. Meskipun pada Bagian Produksi dan Bagian Ujibang di Lafiau tidak terjadi perangkapan jabatan namun ada perangkapan jabatan pada sub unit-sub unit tertentu, hal ini terjadi karena keterbatasan personil.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
5.2 Bangunan dan Fasilitas Bangunan Lafiau terdiri dari bangunan produksi, pengawasan mutu, gudang, dan bangunan untuk administrasi. Lafiau memiliki tiga bangunan utama produksi yang terpisah satu sama lain dan sesuai dengan CPOB. Bangunan tersebut digunakan untuk produksi obat golongan beta laktam, non beta laktam dan sefalosporin. Pemisahan bangunan produksi bertujuan untuk menghindari reaksi alergi, resistensi dan mencegah kontaminasi silang. Ruangan produksi baik beta laktam maupun non beta laktam terbagi menjadi dua kelas yaitu black area dan grey area. Sedangkan untuk ruangan produksi sefalosporin terbagi menjadi tiga kelas yaitu black area, grey area dan white area. Ruang kerja dibuat teratur dan logis sedemikian rupa sehingga menunjang kelancaran dan mempermudah dalam bekerja serta lalu lintas barang dan personil. Bagian dalam ruang produksi Lafiau baik dinding, langit-langit maupun lantai dibuat licin, kedap air, tidak retak, tanpa sudut dan tertutup rapat untuk mencegah pencemaran dari ruang atas. Hal ini ditujukan untuk mempermudah pembersihan. Lantai bagian produksi dilapisi dengan epoksi sehingga lebih tahan goresan dan tidak mudah terkelupas. Lantai dan dinding ruang produksi terbuat dari bahan yang kedap air. Fasilitas penerangan cukup efektif dan ventilasi udara baik, ditunjang dengan adanya pengendalian udara melalui sistem AHU (Air Handling Unit), pengaturan suhu, kelembaban dan penyaring udara. Pengaturan suhu dan kelembaban diatur pada tingkat kenyamanan karyawan dengan mengatur suhu agar tidak menyebabkan karyawan kedinginan atau berkeringat secara berlebihan
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dalam pakaian kerjanya sehingga proses kerja tidak terganggu. Disamping faktor kenyamanan, faktor lain yang terpenting adalah diharapkan pengaturan suhu dan kelembaban tidak mempengaruhi stabilitas obat yang sedang di produksi pada saat itu. Pada ruang produksi dilakukan juga pengaturan tekanan udara. Ruangan produksi tablet beta lactam dan non beta laktam, tekanan udara pada koridor dibuat lebih positif dibandingkan ruang produksi. Hal ini bertujuan untuk mencegah agar partikel atau debu dari ruang produksi tidak keluar dan langsung dapat dibersihkan dengan dust collector. Untuk ruang produksi sirup tekanan ruangan dibuat positif untuk mencegah partikel atau debu dari luar mencemari proses produksi. Pengaturan tekanan udara ini dilakukan dengan menggunakan AC dan exhaust fan serta dengan adanya ruang antara yang dirancang untuk membatasi ruangan yang memiliki tekanan berbeda. Ruangan laboratorium di Lafiau terpisah dari ruang produksi, di dalamnya dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk uji secara fisika, kimia dan mikrobiologi. Meja untuk pengujian dilapisi porselen untuk memudahkan dalam proses pembersihan. Prosedur kerja setiap instrumen atau alat di letakkan dekat alat yang bersangkutan. Pereaksi yang digunakan tersusun rapi dan teratur disertai dengan label pada rak-rak yang ada di laboratorium untuk memudahkan pengambilan. Catatan pengujian yang ada di laboratorium memuat nama, nomor batch, dan jumlah yang diuji, nama petugas penguji, metode analisa, peralatan, perhitungan dan rumus, pernyataan syarat spesifikasi dan tanda tangan penguji. Catatan pengujian ini disimpan dalam bentuk dokumen selama 5 tahun. Di dalam
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
laboratorium terdapat ruangan khusus yang digunakan sebagai ruang penyimpan contoh pertinggal dengan suhu kamar tapi tidak dilengkapi pengatur suhu. Contoh pertinggal dimaksudkan untuk pengujian ulang apabila terjadi komplain pada obat yang telah beredar. Selain bangunan produksi, gudang merupakan bangunan lain yang harus dijaga kondisinya. Gudang sebaiknya kering, tidak lembab, bebas hama dan memudahkan arus pergerakan barang dan manusia serta dijaga kebersihannya. Gudang di Lafiau memanfaatkan exhaust fan untuk menjaga aliran udara dalam gudang. Untuk mencegah masuknya hama dan serangga yang dapat menyebabkan rusaknya material yang disimpan, gudang Lafiau dilengkapi dengan pest control (ultrasonic). 5.3 Peralatan Penempatan peralatan di Lafiau disesuaikan dengan tahapan kegiatan yang dilakukan, dan jarak yang memadai untuk memudahkan kegiatan karyawan di dalamnya. Hal ini untuk menghindari adanya kontaminasi silang antar bahan di daerah yang sama. Peralatan dirawat menurut jadwal yang tepat sesuai protap yang ada. Peralatan juga dilengkapi dengan label yang menunjukkan alat tersebut siap/tidak digunakan. Disetiap alat / mesin diberi kode tertentu dan terdapat protap penggunaan yang akan memudahkan pemakaian peralatan. 5.4 Sanitasi dan Higiene Prosedur sanitasi dan higiene hendaknya selalu diterapkan dalam industri farmasi pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lafiau sudah menerapkan prosedur sanitasi dan higiene ini dengan baik. Untuk personalia sudah diterapkan prosedur penggunaan pakaian khusus dengan penutup kepala dan sarung tangan. Selain itu, protap mengenai higiene sebelum masuk ruang produksi sudah ada dan terdokumentasi. Bangunan produksi juga dilengkapi dengan toilet, locker yang berfungsi untuk menyimpan keperluan pribadi karyawan. Kegiatan untuk menjaga kebersihan lingkungan khususnya daerah di sekitar produksi, laboratorium dan gudang diadakan seminggu sekali setiap hari Rabu melalui program kurve yang dilakukan oleh semua personilnya. Selain itu setiap selesai produksi 1 macam obat dilakukan clearance line supaya tidak terjadi kontaminasi silang. Sistem pengolahan limbah di Lafiau dibagi menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Pengolahan limbah padat dilakukan dengan pembakaran, sedangkan untuk limbah cair terbagi menjadi dua yaitu limbah beta laktam dan non beta laktam. Pengolahan limbah cair menggunakan 6 bak yang sistem kerjanya sebagai berikut: • Bak I
: untuk menampung limbah produksi beta laktam dan limbah dari laboratorium. Pada bak I ditambahkan air yang berfungsi untuk hidrolisis dan pengenceran ditambah H2SO4 pekat (40%) yang ditujukan untuk memecah cincin beta laktam sehingga menjadi tidak aktif lagi.
• Bak II
: dipergunakan untuk menampung residu (pengendapan) yang terbentuk dari bak I dan pengenceran dengan air.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
• Bak III : sebagai tempat pencampuran antara cairan dari bak II dengan limbah non beta laktam dibantu dengan mixer. Kemudian dilakukan cek pH untuk mengetahui keasaman limbah. Setelah itu dilakukan netralisasi dengan penambahan basa kuat (NaOH) dan air. Range pH yang diharapkan 5-9. • Bak IV : terjadi proses pengendapan cairan yang mengalir dari bak III. • Bak V
: dipasang aerator untuk menambah mutu oksigen dalam limbah sehingga meningkatkan kemampuan bakteri aerob untuk menetralkan limbah di bak V.
• Bak VI : untuk menampung cairan dari bak V, dimana dilengkapi dengan ikan mas dan ikan nila sebagai bio indicator. Serta dilakukan pemeriksaan pH, BOD, COD dan logam berat pada limbah. Apabila ikan-ikan di bak VI tidak mati maka limbah dinyatakan aman untuk dialirkan ke tempat pembuangan umum. Bila tidak lolos pemeriksaan maka diproses ulang. Untuk penanganan endapan yang terdapat di dalam bak tiap akhir periode produksi dikumpulkan, dikeringkan kemudian dibakar ditempat khusus. 5.5 Penanganan terhadap Hasil Pengamatan keluhan dan Penarikan
Kembali
Obat yang Beredar Keluhan dari konsumen ditangani oleh bagian uji coba dengan menelusuri dokumen dan prosedur yang ada serta melakukan uji ulang pada sampel pertinggal. Apabila obat tersebut memang tidak memenuhi persyaratan maka dilakukan penarikan kembali obat tersebut dari distribusinya. Sedangkan untuk Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
obat kembalian karena rusak, bagian uji coba akan menanggulanginya dengan cara : • Obat kembalian yang tidak memerlukan proses produksi ulang dan hanya rusak kemasannya akan dilakukan repacking. • Obat kembalian yang memungkinkan dilakukan produksi ulang akan direproduksi ulang. • Obat yang tidak dapat dilakukan proses reproduksi akan dimusnahkan. 5.6 Bagian Produksi Produksi obat di Lafiau dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yang menjamin obat jadi yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Untuk itu selalu dilakukan validasi terhadap bahan, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu. Produksi di Lafiau berdasarkan anggaran tahunan. Produksi berdasarkan kebutuhan satker-satker yang terealisasi dengan adanya perintah untuk melaksanakan produksi, sehingga jenis dan jumlah obat jadi yang akan diproduksi telah ditentukan dalam satu tahun, yang teknis pelaksanaan produksinya diserahkan kepada Lafiau. Selain memproduksi obat jadi, Lafiau juga memproduksi air demineralisata yang dapat digunakan untuk kepentingan produksi sehingga mengurangi biaya produksi. Hasil produksi disimpan di gudang obat jadi dengan sistem ALMS/ Automatied Logistic Management System dengan menggunakan sistem 9 digit
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
yang dikembangkan yaitu; suatu tata cara memberikan kode nomor dengan menggunakan angka dan huruf yang terbagi dalam 6 segmen. 5.7 Bagian Pengawasan Mutu Bagian Ujibang berperan dalam pemeriksaan dan pengawasan mutu bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Pengawasan mutu di Lafiau dilakukan oleh bagian uji coba yang berada di bawah bagian pengujian dan pengembangan. Pengambilan contoh untuk uji dilakukan dengan metode yang telah ditetapkan dan sesuai dengan kebutuhan yang
dapat mewakili seluruh
bahan/produk yang digunakan, yaitu dengan rumus: √n+1, untuk tiap sampel minimum dilakukan tiga kali pemeriksaan. Dalam setiap batch produksi diambil contoh pertinggal yang akan disimpan pada suhu kamar dan diuji tiap tiga bulan tahun pertama dan setiap tahun pada tahun selanjutnya untuk mengetahui stabilitas dari produk. Contoh pertinggal dapat sewaktu-waktu diuji jika ada laporan / klaim dari satker-satker. Contoh pertinggal disimpan dalam jangka waktu lima tahun untuk selanjutnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam sesuai dengan sifat obat tersebut. Penentuan waktu kadaluarsa (Expired Date) ditetapkan setelah 5 tahun dari waktu produksi, sesuai dengan ED bahan baku yang digunakan. 5.8 Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencaan, pelaksaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Sistem Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dokumentasi di Lafiau menggambarkan riwayat lengkap dari setiap batch atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap batch produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi ini digunakan pula untuk pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia. Sistem administrasi di Lafiau belum menggunakan komputerisasi sehingga kurang efektif dan efisien. Meskipun demikian, barang yang didistribusikan
tercatat
dengan
baik,
untuk
mengawasi
distribusi
dan
mempermudah evaluasi barang. Pendistribusian ke satker menggunakan sarana darat (Caraka) dan udara.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil program pelatihan kerja profesi apoteker, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. PPKPA adalah sarana pelatihan kerja yang sangat bermanfaat bagi calon apoteker guna mempersiapkan diri sebagai bekal pengalaman kelak dalam memasuki dunia kerja, sehingga siap menjadi tenaga profesional di bidang kefarmasian khususnya bidang industri. 2. Lafiau adalah pelaksana teknis dari Diskesau yang mempunyai tugas membina kemampuan dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan dengan pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk pelaksanaan dukungan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AU pada khususnya dan TNI pada umumnya. 3. Lafiau bukan lembaga yang didirikan untuk bisnis/mencari keuntungan, melainkan lembaga yang didirikan untuk pemenuhan kebutuhan internal TNI AU khususnya obat-obatan dan bekal kesehatan lainnya. 4. Lafiau telah memenuhi persyaratan CPOB yang meliputi personalia, peralatan, bangunan,
produksi,
pengawasan
mutu,
sanitasi dan
higiene,
serta
dokumentasi. Lafiau telah memperoleh 15 sertifikat CPOB untuk berbagai golongan obat dari DepKes.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
6.2 Saran 1.
Perlu penekanan aspek inspeksi diri CPOB bagi para personel ruang produksi.
2.
Sistem administrasi akan lebih berjalan dengan baik jika ditunjang dengan sistem komputerisasi secara on line sehingga dapat cepat dan mudah dalam memonitor pelaksanaan kegiatan.
3.
Perlu dilakukan validasi secara berkala dan sistem dokumentasi yang telah ditetapkan sesuai rencana produksi baik untuk alat, bahan-bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang dilakukan.
4.
Pengolahan limbah padat akan lebih efisien jika dilengkapi dengan incenerator, sehingga limbah dapat terurai sempurna dan tidak mencemari lingkungan khususnya untuk pengolahan bahan yang berbahaya.
5.
Perlu dilakukan pengepoksian kembali lantai yang berada di ruang produksi non beta laktam
6.
Perlu dilakukan regenerasi alat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan produksi.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1996, ASEAN Good Manufacturing Practices Guideline, third edition. Anonim, 1997, Sejarah Perkembangan Pobekkes AU sampai tahun 1997, Lembaga Farmasi Dinas Kesehatan TNI AU Bandung. Anonim, 1999, Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Lembaga Farmasi TNI AU, Lembaga Farmasi Dinas Kesehatan TNI AU Bandung. Anonim, 2001, Petunjuk Operasional Penetapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim , 1990, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.245/MenKes/SK/V/1990, Tentang Industri Farmasi, Jakarta. Ansel, Howard C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Ke Empat, UI Press, Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Lieberman H.A, Lachman L, Schwart J.B 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi I, II, III, UI Press, Jakarta.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafiau
ESELON PIMPINAN .................................................................................................................................... ..... ESELON PEMBANTU SESLA PIMPINAN / STAF .................................................................................................................................... ..... ESELON PELAKSANA KALAFIAU
BAGPROD
GUPUSFI
BAGUJIBANG
BAGJANG
UNIT TABLET
UNIT GUTRANS
UNIT UJI C A
UNIT JANGMAT
UNIT KAPSUL
UNIT GULUR
UNIT LITBANG
UNIT HARFASMAT
UNIT KHUSUS
UNIT GUPALKES
UNIT DIKLAT
UNIT GUHANJABAKU
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 2. Struktur Jabatan Lafiau KALAFIAU
SESLA
KABINPROF
PROGAR
KATAUD
KAURMIN
KASUBURDAL
KASUBURTU
KABAGPROD
KAUNIT TABLET
KAURPROD TAB
KAUNITKAPSUL
KAURPROD KAPSUL
KAGUPUSFI
KASUBURPERS
KABAGUJIBANG
KAUNITGUTRANS
KAURGUTRANS
KASUBUR MINBEKKES
KABAGJANG
KAUNIT JANGMAT
KAUNITUJICOBA
KAURUJICOBA
KAUNITGULUR KAUNITLITBANG
PS.KAUNIT HARFASMAT
KAURGULUR KAURLITBANG
KAUNITGUPALKES KAUNITSUS
KAUNITDIKLAT KAURGUPALKES
KAURPRODSUS
KAURDIKLAT
KAUNITGUHANJABAKU
KAURGUHANJABAKU Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 3. Denah Bangunan LAFIAU
1 7
3
2
8 5
6 4
3 10
9 11
Keterangan : 1. Pos Jaga 2. Sekretariat, Gedung Pertemuan 3. Mushola, Toko 4. Gudang Penerimaan 5. Gudang Bahan Baku 6. Gudang Alat Kesehatan Dan Penyaluran 7. Produksi Non Beta Laktam (Tablet Dan Khusus) 8. Produksi Beta Laktam 9. Produksi Sefalosporin 10. Laboratorium, Bengkel, Dapur 11. Gudang, Embalage
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 4. Daerah Ruang Produksi Sediaan Beta Laktam Ruang Pengemasan Sekunder 20 24 20 19 18 17 16 10 9 6 4 2 28
27 26 25 22 15 14 13
12 21 11 8 7 5 3 1
Barang Keterangan : 1. Gudang Produksi 2. Gudang Produksi 3. R. Mixer 4. R. Penimbangan 5. R. Mixer 6. R. Glanualator 7. R. Produk Antara 8. R. Sirup Kering 9. R. Pengering 10. R. Isi Kapsul 11. R. Locker Pria 12. R. Locker Wanita 13. R. Toilet Pria 14. R. Air Shower
15. R. Toilet Wanita 16. R. Striping 17. R. Hospital Packing 18. Produk Ruahan 19. R. Simpan Alat 20. R. Cuci Alat 21. R. Laundry 22. R. Gudang Embalage 23. R. Karanatina 24. R. Antara 25. R. Locker Pria 26. R. Locker Wanita 27. R. Gudang 28. R. Antara
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 5. Denah Ruang Produksi Sediaan Non Beta Laktam Ruang Oven dan Aqua Dm 19
PRODUKSI SIRUP
17
18
Kemas Skunder
Gudang Embalage Loker Pria
20
16
13
14 12
11 9
10
Personel Laundry Loker Wanita
ka. Unit Produksi
21
4 2
5 3 1
Personel
Sampling
7
8 6
Gudang Bahan Baku
15
Keterangan : 1. R. Loker Pria 2. R. Loker Wanita 3. R. Mixing 4. R. Supervisor 5. R. Mixing 6. R. Timbang 7. R. Granulasi 8. R. Stagging 9. R. Drying 10. R. Mixer Kapsul
11. R. Cetak Tablet 12. R. Isi Kapsul 13. R. Coating 14. R. Produk Antara 15. R. Hospital Packing 16. R. Striping 17. R. Simpan Alat 18. R. Produk Antara 19. R. Antara 20. R. Loundry
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 6. Alur Kegiatan Produksi Tablet Gudang Bahan Awal
Penimbangan staging Super Mixing
Granulasi Basah
Pengeringan Cetak Langsung Granulasi Kering
Mixing Akhir
Cetak Tablet
Bottling Salut Tablet Striping
Kemas Sekunder
Obat Jadi
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 7. Alur Kegiatan Produksi Kapsul
Bahan Baku Penimbangan Pengayakan QC ( IPC )
Mixing Pengisian/Percetakan Pengemasan
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 8. Alur Kegiatan Produksi Sirup
Penimbangan
Pembuatan Sirup Simplek
Pembuatan Sirup Simplek
Penyaringan IPC
Botol
Penyaringan
Pencucian Pengeringan
Pengisian dan Penutupan Sortir Produk jadi
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 9. Alur Kegiatan Produksi Salep Penimbangan
Basisi Salep Bahan Pembantu
Bahan Aktif
Pencampuran IPC
Pengisian dan Penutupan
Pengisian dan Penutupan Sortir Produk jadi
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 10. Pengelolahan Limbah Cair
Bak II Bak Pengendapan I
Bak IV
Bak Penetralan
Pengendapan 2
Bak V
Bak VI
Bak Aerasi
Bak Kontrol
pembuangan
Bak III
Bak I Bak Limbah Beta Laktam
Limbah Non Beta Laktam
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 11. Alur Proses Penerimaan Obat Jadi dari Produksi
Produksi
Unit Pergudangan
Team Penerimaan Barang (TPB) - Jenis - Jumlah Sesuai dengan BPB (Bukti Penerimaan Barang)
Gudang Penyimpanan Gudang Obat Jadi / Bahan Baku
Berita Acara (BA) - Min Bakkes - Gudang - Diskes
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 12. Alur Proses Pengeluaran Obat Jadi dan Alkes oleh Lafiau Bandung
Diskes
Rencana SPL
Min Bekkes
Unit Pergudagan Administratif
Gudang Obat Jadi
SPL + Bentuk 40510
Gudang Alkes
ACC Kalafiau
Gudang Penyaluran
Distribusi
Rumah Sakit/Satkes Siekes
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 13. Alur Alokasi Materil Kesehatan KADISKASAU SPL + BENTUK 40510
MINBEKKES KALAFIAU
SPP ADMINISTRASI
KAGUPUSFI
KAGUPUSFI
KAGUPUSFI
PENYALURAN CARAKA/DAAU SATKER-SATKER
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 14. Alur Alokasi Proses Pengadaan dan Penerimaan Barang
STOCK OPNAME
MINBEKKES
DISKES
DISADA
PEMASOK
PENGIRIM
DITOLAK
PEMERIKSAAN
PENERIMAAN / GUDANG TRANSAKSI
DITERIMA
GUDANG OBAT JADI / BAHAN BAKU
GUDANG EMBALAGE
GUDANG PALKES
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 15. Denah Ruang Labolatorium
R. Cetak Tablet
R. Simpan Alat Gelas
R. Sampel Pertinggal
R. Timbang
R. Kantor Laboratorium
R. Instrumen R. Instrumen & Lemari Asam
R. Mokrobiologi
R. Pereaksi
Pintu Masuk
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lampiran 16.Label karantina, Obat jadi, Produk Ruahan/Antara
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
TUGAS KHUSUS Preformulasi Sediaan Tablet Meloxicam 7,5 mg 1 Bahan Baku a. Meloxicam Meloxicam berupa serbuk berwarna kuning pucat. Meloxicam praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam aseton, larut dalam dimetilformamida. Nama kimia 4 – Hydroxy – 2 - Methyl- N - (5-Methyl-2-thiazoly) - 2H-1,2 benzothiazine3-carboxamide 1,1 dioxide. Golongan/Kelas terapi : Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Bentuk Sediaan : Tablet 7,5 mg dan 15 mg Mekanisme Kerja : Meloxicam merupakan NSAID derivat oxicam (asam enolic) yang dapat menghambat COX-1 (cyclo-oxigenase 1) dan COX-2 ( cyclo-oxygenase 2 ) yang mengakibatkan berkurangnya pembentukan prekursor prostaglandin dan tromboksan dari asam arachidonat dan mempunyai efek antiinflamasi. Indikasi : Secara oral, tablet meloxicam diindikasikan untuk penyakit osteooartrhitis, ankilosa spondilitis dan rheumatoid artrhitis. Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap meloxicam atau komponen lain dalam formulasi sediaan
meloxicam.
Adanya
riwayat
alergi,
gatal-gatal,
angioedem,
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
broncospasme, rhinitis berat, atau syok oleh aspirin atau golongan AINS lain. Tidak disarankan untuk pasien dengan kerusakan ginjal/hati. Dosis dan Cara Pakai : Osteoartrhitis : Dosis awal dan pemeliharaan dewasa sebesar 7,5 mg/hari diberikan secara oral sebagai dosis tunggal, terutama diberikan pada pagi hari. Dosis maksimal adalah 15 mg sekali sehari. Tidak ada penyesuaian dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal/hati. Efek samping : •
Dispepsia, sakit kepala, mual, muntah, diare, infeksi, saluran cerna atas, sakit abdomen, pusing, bengkak, kembung.
•
Efek pada saluran pencernaan : pendarahan, tukak, perforasi yang serius.
•
Efek pada hati : SGOT, SGPT meningkat.
•
Adanya anemia pada penggunaan jangka panjang.
Interaksi : •
Obat dengan obat
Penghambat ACE : menurunkan efek antihipertensi (antagonis) Bile acid sequestrants ( cholestyramine) : Meningkatkan eliminasi/bersihan ginjal meloxicam. Lithium : meningkatkan konsentrasi plasma lithium AINS : penggunaan bersama analgetik lain (NSAID) meningkatkan efek samping Warfarin : meningkatkan efek samping pendarahan •
Obat dengan makanan
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Sebaiknya dikonsumsi dengan makanan. Pengaruh : •
Terhadap Kehamilan Tidak dianjurkan untuk digunakan oleh wanita hamil. Terutama pada akhir masa kehamilan atau saat melahirkan karena efeknya pada sistem kardiovaskuler fetus (penutupan prematur duktus arteriosus) dan kontraksi uterus.
•
Terhadap Ibu Menyusui Distribusi melalui air susu ibu, sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan oleh ibu yang sedang menyusui.
Peringatan : •
Resiko gangguan saluran cerna seperti pendarahan lambung, tukak lambung tanpa disadari.
•
Sangat hati-hati untuk pasien yang mempunyai riwayat pendarahan lambung atau sedang menggunakan obat antikoagulan atau kortikosteroid.
•
Hati-hati untuk pasien perokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, secara umum kondisi kesehatannya kurang baik.
•
Pasien lansia
•
Pasien dengan sakit asma
•
Pasien yang sedang menggunakan obat diuretik, ACE inhibitor.
•
Pasien dengan kondisi terjadinya retensi cairan.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
b. Saccharum Lactis (Laktosa) Pemerian : serbuk atau partikel kristalin, putih atau agak putih, tidak berbau, rasa manis. Fungsi : pengisi tablet (konsentrasi 65-85 %b/b), pengisi yang paling umum, ada 2 bentuk yaitu hidrat dan anhidrat. Stabilitas : pada kondisi lembab (RH > 80 %) dapat terjadi pertumbuhan kapang, selama disimpan laktosa dapat berubah warna menjadi kecoklatan. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik pada tempat sejuk dan kering. Inkompatibilitas : laktosa dapat berubah warna menjadi menjadi coklat jika bereaksi dengan senyawa yang mengandung gugus amin primer (reaksi Mailard) ; OTT dengan asam amino, aminofilin, amfetamin, lisinopril. Dikenal 4 macam bentuk yaitu granul kasar (60-80 mesh), granul halus (80100 mesh), granul spray dried (100-200 mesh) dan laktosa anhidrat. c. Povidon/PVP (Poli Vinil Pirolidon) Pemerian : serbuk halus, putih hingga putih krem, tidak berbau atau hampir tidak berbau, sangat higroskopis. Fungsi : Pengikat, pengisi atau penyalut tablet (konsentrasi 0,5-5 %) dan air, praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon dalam minyak mineral. Stabilitas : warna povidon berubah gelap dengan pemanasan pada suhu 105˚ C dan terjadi penurunan kelarutan dalam air, stabil pada pemanasan 110-130˚ C dalam waktu singkat. Larutan povidon mudah terkontaminasi oleh jamur sehingga perlu ditambahkan pengawet.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Inkompatibilitas: dapat membentuk molecularadducts dalam larutan dengan sulfatiozol, Na salisilat, asam salisilat, fenobarbital, tanin. Efek dari beberapa pengawet ( Thimerosal ) dapat berubah merugikan ketika berbentuk komplek dengan povidon. d. Amprotab Pemerian :serbuk hablur berwarna putih, tidak berasa dan tidak berbau Fungsi : Glidan, penghancur tablet, pengikat tablet. Penghancur tablet pada konsentrasi 3-15% b/b. e. Avicel Pemerian : serbuk kristalin, putih, tidak berbau, tidak berasa, tersusun atas partikel-partikel berpori, higroskopis. Fungsi : pengikat tablet (konsentrasi 20-90 % b/b), penghancur tablet (konsentrasi 5-15 % b/b), adsorben ( konsentrasi 20-90% b/b), dapat digunakan untuk kempa langsung atau granulasi basah. Kelarutan : sukar larut dalam larutan NaOH 5 % b/v, praktis tidak larut dalam air, asam encer dan sebagian besar pelarut organik. Stabilitas : Avicel stabil meskipun higroskopis. Inkompatibilitas : zat pengoksidasi kuat. f. Etanol Pemerian : cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78˚C, mudah terbakar.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Kelarutan : bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik. Stabilitas : harus disimpan pada wadah tertutup rapat dan sejuk. Inkompatibilitas : dalam kondisi asam, etanol dapat bereaksi dengan zat pengoksidasi, campuran dengan alkali akan memberikan warna gelap karena reaksi dengan sejumlah residu aldehid. Larutan etanol inkompatibel dengan wadah aluminium. g. Magnesium Stearat Pemakaian : digunakan dalam formulasi sediaan tablet sebagai lubrikan pada konsentrasi antara 0,25-5% b/b. Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol, etanol 95%, eter dan air. Sedikit larut dalam benzen hangat dan etanol 95% hangat. Stabilitas : stabil dan disimpan di wadah yang kering dan tertutup rapat. Inkompatibilitas : asam kuat, alkali, garam besi. Hindari pencampuran dengan bahan oksidator kuat. h. Talk Pemakaian : digunakan dalam formulasi tablet sebagai pengisi dan lubrikan. Konsentrasi yang digunakan sebagai lubrikan sebesar 1-10% Pemerian
: serbuk hablur sangat halus, putih atau putih kelabu, berkilat,
mudah melekat pada kulitdan bebas dari butiran. Kelarutan
: praktis tidak larut dalam larutan asam, alkali, pelarut organik,
dan air.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Stabilitas
: stabil, dapat disterilisasi dengan pemanasan dengan suhu 160˚C
selama tidak lebih dari 1 jam. pH
: 6,5-10 untuk dispersi 20% b/v
Inkompatibilitas : senyawa ammonium quarterner i. Hidroksi Propil Metil Cellulose (HPMC) Fungsi
: coating agent yang secara luas digunakan untuk formulasi
sebagai materi coating enterik untuk tablet j. Dietil Ptalat Fungsi
: film former, plastisizer, pelarut untuk pembentukan film dan
plastisizer pada konsentrasi 10-30%
2. Pertimbangan Metode Pembuatan Berdasarkan analisis farmakologi dan data preformulasi zat aktif meloxicam diketahui meloxicam mempunyai efek samping terhadap saluran gastrointestinal (resiko pendarahan lambung/tukak) maka untuk mengurangi efek merugikan tersebut akan dbuat sediaan tablet Meloxicam salut enteik. Adapun metode pembuatan yang akan dgunakan adalah metode granulai basah karena dosis meloxicam yang sangat kecil (7,5 mg/tablet) sehingga dikhawatirkan zat aktif tidak/kurang homogen jika tablet dibuat dengan metode kempa langsung karena adanya pemisahan komponen massa kempa akibat perbedaan ukuran partikel, dengan dibuat secara granulasi basah diharapkan zat aktif menjadi lebih homogen. Tidak digunakan granulasi kering karena pada granulasi kering terdapat proses slugging.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Berdasarkan pertimbangan metode di atas, maka diputuskan akan dibuat tablet Meloxicam dengan metode granulasi basah.
3. Formula, Perhitungan, dan Prosedur Pembuatan Pemilihan eksipien untuk formula tablet Meloxicam : a. Bahan Pengisi •
Digunakan laktosa karena memiliki keuntungan, harganya murah, mudah dikeringkan, tidak sensitif terhadap variasi kekerasan tablet dan dapat menghaslikan laju pelepasan yang baik. Selain itu, Meloxicam memiliki gugus amin tersier sehingga tidak akan terjadi reaksi Maillard dengan laktosa.
•
Sebagai formula alternaif, dgunakan Avicel PH 102 sebagai pengisi menggantikan laktosa. Laktosa dapat mengalami deformasi plastis (irreversibel) dalam pencetakan sehingga penggunaannya sebagai pengisi tablet menguntungkan, tetapi laktosa memiliki kompresibilitas dan sifat aliran yang kurang baik sehingga sering dgunakan untuk formulasi sediaan tablet dengan metode granulasi basah. Untuk memperoleh tablet yang diharapkan lebih baik maka laktosa dapat digantikan dengan avicel PH 102 yang memiliki sifat aliran dan kompresibilitas yang lebih baik daripada laktosa.
b. Bahan Pengikat Pengikat yang digunakan adalah PVP yang bersifat non toksisitas dan non iritan, dapat larut dalam air dam etanol/alkohol, merupakan pengikat yang kuat dan juga dapat berperan sebagai disintegran. Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
c. Larutan Pengikat Larutan pengikat yang digunakan adalah etanol 95%. Pemilihan ini didasarkan pada efisiensi waktu karena proses pengeringan akan lebih cepat dan cukup pada suhu kamar sehingga bahan-bahan akan lebih sedikit terpapar oleh cahaya dan panas. d. Bahan Penghancur Penghancur dalam dan luar yang digunakan adalah amprotab karena selain harganya murah amprotab juga mempunyai kemampuan mengembang yang cukup baik/tinggi untuk menghancurkan tablet. e. Lubrikan Lubrikan yang digunakan adalah Mg-stearat yang bersifat tidak reaktif. f. Glidan Glidan yang digunakan adalah talk yang bersifat stabil dan dapat memperbaiki aliran.
Berdasarkan data preformulasi di atas, maka akan dibuat sediaan tablet Meloxicam kekuatan 7,5 mg/tablet dengan bobot 150 mg/tablet dengan formula utama dan formula alternatif sebagai berikut :
Formula Tablet Meloxicam Utama •
Fase dalam
( 92 % )
Meloxicam 7,5 mg
( 5,4% )
PVP
( 2% )
Amprotap
( 10 % )
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
•
Laktosa
( 82,6 % )
Etanol 95 %
Q.S
Fase luar
(8%)
Mg Stearat
(1%)
Amprotab
(5%)
Talk
(2%)
Formula Tablet Meloxicam Alternatif •
•
Fase dalam
( 92 % )
Meloxicam 7,5
( 5,4 )
PVP
(2%)
Amprotab
( 10 % )
Avicel 102
( 82,5 % )
Etanol 95 %
Q.S
Fase luar
( 8% )
Mg Stearat
(1%)
Talk
(2%)
Amprotab
(5%)
Perhitungan
:
Akan dibuat tablet meloxicam dengan kekuatan 7,5 mg/tablet, bobot 150 mg/tab sebanyak 1000 tablet. Bobot setiap tablet
= 150 mg
Jumlah tablet yang akan dicetak = 1000 tablet Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Perhitungan untuk 1000 tablet
:
o Bobot fase dalam ( 92 % ) = 0,92 x 150 mg x 1000 tablet = 138 g o Jumlah masing-masing bahan Meloxicam
= 7,5 mg x 1000 tab
= 7,5 g
Amprotab
= 10 % x 138 mg x 1000 tab = 13,8 g
PVP
= 2% x 138 mg x 1000 tab
Lactosa
= 138 mg – (7,5 + 13,8 + 2,7) mg x 1000 tab = 114g
= 2,7 g
Kandungan meloxicam
= 7,5 mg/tab
Bobot teoritis granul
= 138 g dengan kandungan zat aktif 7,5 g
Dimisalkan
= bobot granul yang diperoleh 135 g, maka jumlah Zat aktif meloxicam dalam 135 g granul adalah : =
135 x 7,5 g 138
= 7,34 g Maka jumlah tablet yang akan dicetak
=
7,34 x1000 tablet 7,5
= 978 tablet *
Bobot fase luar ( 8%) yang diperlukan :
•
Mg. stearat 1%
=
1 x135 = 1,47 g 92
•
Talkum 2%
=
2 x135 92
•
Amprotab 5%
=
5 x135 = 7,34 g 92
= 2,93 g
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Jadi tiap tablet
(135 + 1,47 + 2,93 + 7,34) g 978tablet
=
=
146,74 tablet 978
= 0,15 g / tablet, untuk 1000 tablet = 150 mg / tablet.
Tabel 1. Formula Tablet Meloxicam 7,5 mg Bahan
Jumlah / tablet (mg)
Jumlah / 1000 tablet (kg)
Meloxicam
7,5
7,5
Lactosa / avisel 102
114
114
PVP
2,7
2,7
Amprotab
13,8
13,8
Etanol 95%
qs 138
qs 138
Mg stearat
1,47
1,47
Talkum
2,93
2,93
Amprotab
7,34
7,34
Prosedur pembuatan 1. Zat aktif eksipien digerus terlebih dahulu dalam wadah yang terpisah jika memang diperlukan. 2. Ditimbang zat aktif dan eksipien untuk fase dalam dan fase luar. 3. Semua fase dalam dicampur menggunakan alat pencampur (mixer) sampai homogen selama 5 – 10 menit. Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
4. Tambahkan etanol 95 % sedikit demi sedikit ke fase dalam sampai terbentuk massa lembab yang dapat digranulasi. 5. Massa lembab diayak menggunakan ayakan mesh no 14. 6. Granul lembab dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 0C selama 2 x 24 jam. 7. Dilakukan penentuan kandungan lembab granul menggunakan alat moisture Balance. 8. Granul yang telah kering (kandungan lembab 1 – 3 %) diayak kembali menggunakan ayakan mesh no. 16. 9. Granul kering kemudian ditimbang dan dievaluasi. Dipersiapkan fase luar untuk kemudian dicampur. 10. Granul yang telah memenuhi persyaratan dicampur dengan fase luar diaduk hingga homogen selama 10 menit. 11. Massa siap cetak dievaluasi kemudian ditabletasi menggunakan mesin cetak yang di atur punch dan die sesuai bobot 150 mg. 12. Dilaksanakan IPC tablet selama pencetakan dan setelah diperoleh tablet. 13. Setelah dinyatakan memenuhi syarat tablet kemudian dapat dilakukan penyalutan. 14. Evaluasi masa akhir sediaan tablet. 15. Tablet strip lalu dikemas skunder ke dalam dus, diberi penandaan tablet dan etiket.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
4. Evaluasi 4.1 Evaluasi granul a. Uji homogenitas campuran Tujuan
: memastikan bahwa zat aktif terditribusi merata dalam campuran.
Prinsip
: visual - > jika serbuk berwarna.
Menetapkan
kadar
zat
aktif
cara
sampling
pada
beberapa
titik
(atas,tengah,bawah) dalam pencampuran. Hasil penafsiran : Campuran dinyakan homogen jika : -
Warna terdistribusi merata, dalam campuran
-
Kadar zat aktif pada beberapa titik sama.
b. Sifat aliran Tujuan
: menjamin keseragaman pengisian kedalam cetakan.
Prinsip
: menetapkan jumlah granul yang mengalir selama waktu tertentu.
Alat
: flow tester
Penafsiran hasil :
aliran granul baik jika waktu yang diperlukan untuk
mengalir > 4 gram granul adalah 1 detik. Prosedur : -
Timbang beker glass kosong (Wo)
-
Setarakan skala nol pada timbangan.
-
Masukkan granul ke corong alat tester
-
Hidupkan alat dan amati granul.
-
Catat waktu alir.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
-
Timbang beker glass berisi granul (Wt)
-
Hitung aliran serbuk (wt – wo) / T.
c. Kandungan lembab Tujuan
: mengambil
kandungan
lembab
granul
sehingga
dapat
mengantisipasi masalah yang terjadi selama proses pengempaan tablet, terutama kandungan lembab yaitu menjadi penyebabnya. Prinsip
: alat yang menentukan secara otomatis persentase massa yang hilang (air dan komponen
yang mudah menguap) selama
pemanasan pada suhu tertentu (700C) Alat
: Moisture Balance
Penafsiran Hasil : Kadar air yang baik 2-4 %. Prosedur : sebanyak 2 gram granul ditimbang, kemudian disimpan dalam piring dan ratakan lalu masukkan ke dalam alat moisture balance. Diamkan beberapa waktu hingga skala menunjukkan angka yang tetap. Kadar air granul dapat dibaca pada skala tetap. d. BJ nyata, BJ mampat dan kompresibilitas (% K). Tujuan
: menjamin aliran granul yang baik.
Prinsip
: pengukuran BJ nyata dan BJ mampat berdasarkan perbandingan bobot massa cetak terhadap volume sebelum dan setelah di mampatkan (diketuk 500 kali).
Prosedur : -
Timbang 100 gram granul
-
Masukkan ke dalam gelas ukur
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
-
Amati volume
-
Hitung BJ nyata : bobot granul/volume granul
-
Hitung BJ mampat : bobot granul/volume mampat
-
%K=
BJ mampat − nyata BJ mampat
Penafsiran Hasil : jika % K
x 100 %
= 5-10% artinya aliran sangat baik = 11-20% artinya aliran cukup baik = 21-25% artinya aliran cukup = > 25 % artinya aliran buruk
e. Distribusi Ukuran Partikel Tujuan
: memastikan distribusi ukuran granul mengikuti distribusi normal.
Prinsip
: granul dilewatkan melalui susunan pengayak dalam berbagai ukuran, yang disusun bertingkat satu sama lain dengan pengayak berukuran paling halus diletakkan di bawah. Granul yang tertinggal di tiap pengayak ditimbang dan dihitung persentasenya serta ukuran diameternya.
Alat
: Granulometer
Penafsiran hasil : Granulometer berhubungan dengan sifat aliran. Jika ukuran granul berdekatan, aliran akan lebih baik.
4.2 Evaluasi Sediaan Tablet 1. Keseragaman kandungan Tujuan
: Menjamin keseragaman kandungan zat aktif.
Prinsip
: Menetapkan kadar 10 satuan tablet satu persatu sesuai penetapan kadar.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Penafsiran hasil: Keseragaman dosis terpenuhi jika jumlah zat aktif dalam masingmasing dari 10 tablet adalah 85-115% dari yang tertera dari etiket dan simpangan baku relative< 6%. Jika satuan berada diluar rentang tersebut dan tidak ada satuan berada dalam rentang 75,0-125,0% dari kadar yang tertera pada etiket atau SBR >6% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan
:
Terpenuhi jika tidak lebih dari satuan dari 30 sampel terletak diluar rentang 85.0-115% dari kadar tablet yang tertera dari etiket dan tidak ada satuan terletak diluar rentang 75,0-125,0% dari kadar tablet yang tertera pada etiket dan SBR satuan tidak lebih dari 7,8%. 2. Uji Disolusi Tujuan
:
Untuk menentukan kesesuaian dan persyaratan yang tertera pada monografi British pharmacopeia untuk sediaan tablet dan kapsul. Alat
: Pengaduk berbentuk dayung yang berputar 50 putaran per menit.
Media disolusi : 900ml buffer phosfat pH 6,8. Interprestasi hasil : Kecuali
dinyatakan
lain
dalam
masing-masing
monografi,persyaratan yang dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediakan yang diuji sesuai dengan table penerimaan.lanjutkan Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
pengujian sampai tahap 3 kecuali jika hasil pengujian memenuhi tahap S1 dan S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar dalam etiket, angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket,dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q.
Tabel 2. Kriteria Penerimaan Tahap
Obat yang diuji
Kriteria penerimaaan
S1
6
Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
S2
6
Rata –rata dari 12 unit (S1+S2) adalah > Q dan tidak satu unit sediaan yang < Q-15%
S3
12
Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah >Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang
3. Uji Waktu Hancur Tujuan
:
Menentukan kesesuaian dengan persyaratan waktu hancur yang tertera pada masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Prinsip
:
Pengukuran waktu yang diperlukan tablet untuk hancur sempurna dengan menggunakan alat uji waktu hancur dalam media air bersuhu 370 C ±20 kecuali dinyatakan lain dalam monografi. Penafsiran hasil : Pada
akhir
batas
waktu
seperti
yang
tertera
dalam
monografi,semua tablet hancur sempurna. Bila 1 atau 2 tablet tidak hancur sempurna,ulangi pengujian dalam 12 tablet lain.tidak kurang dari 16-18 tablet uji harus hancur sempurna. 4. Organoleptis Tujuan
:
Penerimaan oleh konsumen Prinsip
: Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa.
Penafsiran hasil Warna
: homogen tidak
ada
bintik-bintik/noda,
bau
sesuai
spesifikasi ( bau, khas, bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai), rasa sesuai spesifikasi. 5. Friabilitas Tujuan
:
Menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada proses, pengemasan dan pendistribusian.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Prinsip
: Friabilitas merupakan parameter untuk menguji ketahanan tablet
bila di jatuhkan pada suatu ketinggian tertentu. Pengukuran friabilitas dilkukan dengan menentukan persentase bobot tablet yang hilang selama diputar dan di jatuhkan dari ketinggian tertentu dalam waktu tertentu. Alat
: Friabilator
Penafsiran hasil
:
-
Kehilangan bobot tidak boleh lebih besar dari 1%.
-
Jika tablet pecah maka tidak memenuhi syarat dan tidak masukkan dalam penimbangan tablet akhir.
-
Jika hasil meragukan/kehilangan bobot lebih besar dari yang ditargetkan maka pengujian diulang 2-3 kali.
6. Friksibilitas Tujuan
: Menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pasca proses,
pengemasan dan penghantaran. Prinsip
: Friksibilitas merupakan parameter untuk menguji ketahanan tablet
bila
digesekkan
dengan
sesama
tablet,
pengukuran
friksibilitas
berdasarkan persentase bobot tablet yang hilang selama diputar dan bergesekan dalam waktu tertentu Alat
: Friksibilator
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Penafsiran hasil
:
-
Kehilangan bobot tidak boleh lebih besar dari 1%
-
Jika tablet pecah maka tidak memenihi syarat dan tidak dimasukan dalam penimbangan tablet akhir, jika hasil meragukan/kehilangan bobot lebih besar dari yang di targetkan maka pengujian diulang 2-3 kali.
7. Kekerasan tablet Tujuan
: Menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada proses
pengemasan. Prinsip
: Kekerasan tablet menggambarkan kekuatan tablet untuk menahan
tekanan pada saat produksi, pengemasan dan pengangkutan. Pengujian dilakukan dengan memberikan tekanan pada tablet sampai tablet retak kemudian pecah. Alat
: Hardness tester
Penafsiran hasil
:
Kekerasan tablet yang baik adalah : -
Tablet sampai bobot 300 mg adalah 4-7Kg/cm3
-
Tablet 400-700 mg adalah 7-11 Kg/cm3
Catatan : 1 Newton = 9,80665 Kg/cm3
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
4.3 Evaluasi kimia a. Penetapan kadar •
Kromatografi cair kinerja tinggi (metode utama ) Larutan (1) : kocok 10 tablet dalam 200 ml asetonitril (50:50) selama 20 menit ,lalu kocok dengan ultrasound, kemudian encerkan supernatant dengan fase gerak, encerkan larutan (1) dalam asetonitril dengan fase gerak lalu encerkan satu bagian larutan standar meloxicam dengan fase gerak untuk kemudian disuntikkan ke kolom kromatografi,
Alasan
:
Karena metode ini lebih akurat, cermat dan spesifik lebih dulu menentukan identifikasi suatu zat dengan menentukan waktu retensi maupun dalam penentuan kadar suatu senyawa dulu bentuk campuran. jumlah sampel yang dibutuhkan untuk analisis sedikit, serta dapat mengidentifikasi dan menetapkan kadar suatu senyawa/zat yang kadarnya sangat kecil •
Spektrofotometer UV-visible (metode alternative) Dasarnya adalah meloxicam memiliki gugus kromofor sehingga dapat mengindentifikasi dan di tetapkan kadarnya secara spektrofotometer uvvisible yaitu dengan mengukurnya pada panjang gelombang maksimum.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Agusliawan : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.