LAPORAN KEGIATAN
Pelatihan Metode Penelitian “Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS Dalam Kerangka Sistem Kesehatan Nasional” dan Tatap Muka I Kursus Terintegrasi Tatap Muka & Online “Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan”
PKMK FK UGM – DFAT
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
2014
A. Pendahuluan Kegiatan selama 5 hari (24 – 28 Maret 2014) di Yogyakarta terdiri dari 2 bagian. Tiga hari pertama (24 – 26 Maret 2014) merupakan kegiatan tatap muka tahap pertama terkait dengan pembelajaran jarak jauh dengan tema Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian dari komponen 3 yaitu Penguatan Manajemen Pengetahuan HIV-AIDS, Riset Kebijakan dan Program HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan di Indonesia, kerja sama PKMK FK UGM dan DFAT. Dengan latar belakang yang cukup beragam dari masing-masing peneliti universitas yang terlibat dalam penelitian ini, perlu kiranya upaya untuk memberikan pembekalan yang cukup serta untuk memperkuatkan kapasitas mereka sebagai dukungan dalam pelaksanaan penelitian nantinya. Kesemua peneliti yang terlibat dalam riset ini telah mempunyai pengalaman dalam melakukan kajian mengenai isu HIV-AIDS, namun dalam hal kajian kebijakan kesehatan, sebagian dari mereka masih belum terlalu berpengalaman. Untuk itu, melalui metode pembelajaran campuran (blended learning) dikembangkan materi mengenai Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan. Oleh karena keberadaan para peneliti tersebut terpencar di beberapa lokasi, maka penggunaan media website dirasa mampu menjawab kebutuhan ini. Ada kombinasi antara pertemuan tatap muka secara langsung dengan interaksi melalui website, baik secara offline maupun online. Harapannya ke depan, akan bermunculan para peneliti kebijakan HIV-AIDS. Dengan tujuan ini, tentu lebih strategis untuk melatih orang-orang yang telah mempunyai latar belakang isu HIV-AIDS dengan perspektif kebijakan kesehatan, daripada melatih orang-orang dengan latar belakang kebijakan kesehatan kemudian dilatih mengenai isu HIV-AIDS. Tentu memerlukan waktu yang relatif lebih lama, oleh karena persoalan HIV-AIDS cukup kompleks dan multi dimensi.
Selama 3 hari, peserta diajak untuk menelaah materi-materi yang nantinya akan menjadi pemicu diskusi dalam proses pembelajaran selama 2 bulan. Selain itu, dilakukan simulasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan mempergunakan aplikasi webinar. Hal ini dirasa perlu dilakukan mengingat pelaksanaan kegiatan ini memerlukan kecakapan teknologi tertentu dari para pesertanya. Dulu biasanya untuk melakukan teleconference, dipergunakan aplikasi skype, tapi ternyata skype hanya terbatas bagi 10 orang saja.
2
Hal menarik dari proses selama 3 hari ini, peserta diminta untuk memfokuskan apa yang sebenarnya menjadi bidang ketertarikan mereka dalam melakukan penelitian nantinya. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran ini benar-benar menuntut keaktifan dari para peserta. Peran para narasumber menjadi mentor dalam proses pembelajaran mereka. Penguatan kapasitas ini sebenarnya tidak hanya terbatas pada para peneliti ini saja, tetapi juga diharapkan mampu untuk menguatkan secara kelembagaan mereka juga. Untuk itu, di dalam pertemuan ini pula peserta sudah mulai untuk diajak memikirkan mengenai ‘home base’ mereka terkait dengan kajian AIDS. Bila telah ada, bagaimana kemudian memperkuatkannya dan bagi yang belum jelas home base nya di mana, bagaimana untuk merealisasikannya. Dua hari terakhir dari kegiatan pelatihan ini, yaitu pada tanggal 27 – 28 Maret
2014
mendiskusikan
dipergunakan pelaksanaan
untuk
penelitian
tahap pertama sesuai dengan protokol penelitian yang telah disepakati. Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya protokol penelitian tahap pertama dengan judul Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS Dalam Kerangka Sistem Kesehatan Nasional, selesai disusun. Protokol penelitian ini yang menjadi materi utama dalam diskusi selama 2 hari ini. Di sela-sela pembahasan mengenai konsep dan metode penelitian yang akan dilaksanakan, ada satu sessi yang disampaikan oleh Prof. Budi Utomo dari FKM Universitas Indonesia dengan materi prinsip-prinsip penelitian ilmiah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penyegaran dan memberikan kerangka fikir kepada para peserta bagi pelaksanaan riset yang akan segera dimulai. Penekanan dari pertemuan selama 2 hari ini adalah lebih kepada bagaimana mengoperasionalisasikan rencana-rencana yang telah tertuang dalam protokol penelitian tersebut. Untuk itu, pada komponen instrumen juga tidak luput dari pembahasan. Dengan cara melakukan simulasi penggunaan instrumen, dapat diketahui kesulitan-kesulitan yang muncul dan penyesuaianpenyesuaian apa saja yang diperlukan agar dalam pelaksanaan nantinya tidak menemui hambatan yang berarti. Selama 5 hari berproses bersama para peserta, bisa dikatakan kegiatan yang berdurasi cukup panjang ini merupakan serangkaian kegiatan yang cukup komprehensif. Mulai dari sisi materinya, prosesnya hingga kepada konsep acaranya. Tidak hanya pada tataran pemaparan saja, namun juga ada aspek diskusi dan prakteknya. Hampir semua peserta secara aktif mengikuti kegiatan ini dari hari pertama hingga selesai. Di akhir pelatihan peserta mensepakati beberapa hal untuk pelaksanaan
3
penelitian tersebut, termasuk juga meminta waktu pelaksanaan pengumpulan data setelah Pemilu (9 April).
B. Tujuan 1. Pertemuan tatap muka pertama Kursus Terintegrasi Online dan Tatap Muka “Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan”. 2. Pelatihan metode penelitian dan simulasi instrumen penelitian Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS Dalam Kerangka Sistem Kesehatan Nasional.
C. Hasil yang Diharapkan 1. Peserta memahami tata cara serta maksud dan tujuan Kursus Terintegrasi Tatap Muka dan Online “Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan”. 2. Peserta memahami konsep dan desain penelitian sesuai dengan protokol penelitian Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS Dalam Kerangka Sistem Kesehatan Nasional.
D. Agenda Kegiatan Hari ke 1 : Senin, 24 Maret 2014 Waktu 08.30 - 09.00 09.00 – 11.00 11.15 – 12.30
15.45 – 17.30
Materi Pembukaan
Narasumber / Fasilitator Ignatius Praptoraharjo, PhD Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD.
Overview Modul 1 Sistem Kesehatan dan Desentralisasi Politik Overview Modul 2 Dr. dr. Dwi Handono, Organisasi Sistem Kesehatan M.Kes. dan Pembiayaan Kesehatan Pengantar E - Learning & RTL Nasrun Hadi
4
Hari ke 2 : Selasa, 25 Maret 2014 Waktu
08.30 – 10.00
13.30 – selesai
Materi Overview Modul 5 Layanan HIV, aksesibilitas dan Artikulasi Kepentingan kelompok Populasi Kunci dan Masyarakat Overview Modul 6 Penelitian Kebijakan AIDS dan Penulisan Paper Kebijakan AIDS
Narasumber / Fasilitator dr. Trijoko Yudopuspito, M.ScPH
Dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA
Hari ke 3 : Rabu, 26 Maret 2014 Waktu 08.30 – 09.30 09.30 – 10.30
10.45 – selesai
Materi Narasumber / Fasilitator Overview Modul 3a Irawati Atmosukarto, MPP Perluasan Respon AIDS, sistem kesehatan, jaringan kesehatan Overview Modul 3b dr. Astrid Kartika, MPP Perluasan Respon HIV/AIDS dan Sistem Kesehatan di Indonesia: Peran Mitra Pembangunan Internasional Overview Modul 4 Drs. Octavery Kamil, Msi Sistem Penguatan Masyarakat Sipil
Hari ke 4 : Kamis, 27 Maret 2014 Waktu 08.30 – 09.45 10.00 – 12.00
Materi Konsep dan Desain Penelitian Prinsip Penelitian Ilmiah
13.00 – 15.00 15.15 – selesai
Metode Pengumpulan Data Simulasi Instrument Presentasi hasil uji coba instrumen di Yogya
19.00 – 21.00
Skenario simulasi instrumen oleh peserta pelatihan. Lanjutan skenario simulasi instrumen oleh peserta pelatihan.
Narasumber / Fasilitator Ignatius Praptoraharjo, PhD Prof. dr. Budi Utomo, MPH, PhD Iko Safika, MPH, PhD Sisilya Bolilanga, M.Sc Drs. Suharni, M.A
5
Hari ke 5 : Jumat, 28 Maret 2014 Waktu 08.30 – 10.00 13.30 – 15.00 15.15 – selesai
Materi Diskusi hasil simulasi instrumen Analisis Data RTL (pembagian peran, timeline, operasionalisasi pelaksanaan penelitian, budgeting, pemilihan lokasi, dll)
Narasumber / Fasilitator Drs. Suharni, M.A Iko Safika, PhD Ignatius Praptoraharjo, PhD
E. Gambaran Proses Kegiatan 1) Tatap Muka I : Kursus Terintegrasi Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan Keberagaman latar belakang profesi dan pengalaman peneliti lokal yang terlibat dalam penelitian ini cukup bervariasi, untuk itu dirasa perlu menyamakan persepsi tentang analisis kebijakan dan bagaimana itu dilakukan. Keluaran akhir yang diharapkan dari pembelajaran ini ialah terbentuknya para ahli analisis kebijakan HIV dan AIDS. Hal ini cukup strategis dilakukan untuk meningkatkan peran para akademisi dari perguruan tinggi sebagai aktor kunci untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan kesehatan agar menjadi lebih baik dengan melakukan advokasi kebijakan publik AIDS di daerah. Terkait juga dengan komponen ketiga Tridharma Universitas yaitu pengabdian masyarakat.
Kursus terintegrasi tatap muka dan online menjadi solusi terkini untuk menjangkau daerah sulit di Indonesia dalam penyebaran / transfer ilmu pengetahuan melalui pelatihan dengan pemanfaatan media internet. Metode ini sangat efisien dari dana dana dan waktu, dan peserta juga dituntut untuk belajar mandiri. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) telah menggagas dan mengembangkan pembelajaran jarak jauh ini dengan metode blended learning, yang menggabungkan antara tatap muka dan web-based e learning. Tidak hanya untuk kebijakan AIDS dan sistem kesehatan, pembelajaran jarak jauh juga dilakukan pada isu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Fraud dalam Jaringan Kesehatan Nasional (JKN) dan sebagainya.
Pemaparan modul Sistem Kesehatan dan Desentralisasi Politik yang disampaikan oleh Prof. Laksono Trisnantoro dari PKMK FK UGM, diawali dengan identifikasi berbagai peran pemerintah dalam sistem kesehatan, baik peran regulasi, pembiayaan, pelaksanaan kegiatan kesehatan, dan pengembangan SDM dan sumber daya lain berdasarkan
6
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Selain itu pada awal tahun 2014 juga muncul pelaku baru dalam SKN yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dibentuk berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden. Pembagian peran dalam SKN dengan hadirnya BPJS ialah pembiayaan upaya preventif dan promotif dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI, sedangkan upaya kuratif dibiayai oleh BPJS Kesehatan.
Modul 2 disampaikan oleh Dwi Handono dari PKMK FK UGM, mengulas mengenai Organisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan. Selama 15 tahun era desentralisasi di Indonesia dianggap tidak berhasil menyeimbangkan fasilitas kesehatan dan sumber daya kesehatan antar daerah. Tiga hal utama yang dititikberatkan, yaitu (1) pemerintah daerah belum memberikan perhatian besar terhadap sektor kesehatan, (2) politik di daerah (otonomi) mengakibatkan kekacauan pembiayaan dan manajemen kesehatan di daerah, dan (3) pemerintah pusat belum maksimal mengelola kesehatan secara desentralisasi. Analisa ini menyimpulkan penyakit AIDS tidak mendapat manfaat dari kebijakan desentralisasi karena implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) justru memperburuk ketidakadilan geografis. Selain itu, kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan merupakan masalah teknis yang cukup rumit. Hal ini diperburuk dengan aspek politik daerah, psikologis, dan problem penyaluran dana pusat. Untuk itu penataan Sistem Kesehatan Daerah (SKD) setelah adanya SKN 2012 dapat diatur secara khusus sesuai kemampuan daerah bagaimana mengimplementasikan sistem penanggulangan HIV dan AIDS di daerah.
Sesi pertama hari kedua diampu oleh dr Trijoko Yudopuspito, M.Sc PH dengan materi Dasar Advokasi Kebijakan; Deteksi, Diagonis dan Penanganan Dini HIV dan AIDS. Landasan kebijakannya antara lain
adalah;
21/2013
Permenkes tentang
Penganggulangan
HIV
dan
AIDS. Permenkes 290/2008 tentang persetujuan Tindakan Kedokteran
dan Permenkes
269 tahun 2009 tentang rekam medis, Permenkes 36/2012 tentang Rahasia Kedokteran,
7
Permenkes 37/2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium, dan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Lalu, apakah kebijakan tersebut disosialisasikan ke pemangku kepentingan termasuk masyarakat umum khususnya penderita HIV dan AIDS? Supaya layanan HIV semakin baik, maka penguatan sistem kesehatan perlu ditingkatkan dengan penguatan kapasitas petugas kesehatan sekaligus penguatan komunitas dan masyarakat melalui Komunikasi, informasi, dan Edukasi (KIE), konsultasi dan konseling dalam promosi dan pencegahan HIV seluas-luasnya untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi melalui tes tanpa memaksa dan harus dengan persetujuan tertulis dari penderita.
Pada diskusi sesi akhir mengenai Penelitian Kebijakan AIDS dan Penulisan Paper Kebijakan AIDS bersama dr. Mubasyir
Hasanbasri,
MA
menegaskan
penelitian
kebijakan ini mendasarkan fokus perhatian pada persoalan
advokasi
dengan
pendekatan
analisis
stakeholder yang pro dan kontra tentang satu kebijakan, seperti kebijakan Kondom Kemenkes yang banyak mendapatkan tantangan dari aspek politik. Peneliti kebijakan perlu kritis dan menggali permasalahan yang “unik” bukan permasalahan yang umum. Analisis stakeholder merupakan salah satu perangkat utama dalam policy analysis. Analisis Stakeholder menjelaskan mengapa banyak kebijakan tidak serasional yang dibayangkan. Kita sering memahami ada strategi dan masalah yang penting diprioritaskan dan dipilih, tetapi yang terjadi justru kebijakan tidak memecahkan masalah. Kebijakan terperangkap dalam retorika. Pendekatan stakeholder dalam analisis kebijakan berbeda dari yang berbasis rasionalitas pemecahan masalah. Analisa stakeholder membantu memahamai pelaku yang mendukung kebijakan dan pelaku kontra sesuai kepentingannya. Stakeholder yang paling penting dalam satu kebijakan adalah mereka yang menjadi penerima manfaat atau yang menjadi korban dari kebijakan tersebut. Stakeholder kebijakan HIV dan AIDS yang paling utama adalah ODHA. Dalam analisis kebijakan penting melihat konstelasi kekuasaan.
Pemahaman
relasi
kuasa
menentukan
apakah
kebijakan
bisa
diimplementasikan atau tidak.
Theori yang tepat penting dalam melakukan analisa kebijakan, karena akan memberikan kerangka dan ketajaman analisa. Seperti teori multiple-streams dari Kingdon (1984),
8
whose multiple-streams theory is concerned with agenda setting, argues that the public policy process has a random character, with problems, policies and politics flowing along in independent streams. Ada tiga arus dalam sebuah kebijakan yakni, problem, solusi dan political events. Titik temu dari ketiga stream inilah yang disebut dengan policy window. Kepiawaian menciptakan dan memanfaatkan political events sangat perlu dalam menganalisis kebijakan. Kesempatan ini menjadi ruang untuk membantu mempertajam perspektif para peneliti dari aspek kebijakan terhadap ketertarikan dan pengalaman penelitian masalah HIV dan AIDS.
Di hari akhir tatap muka pertama pembelajaran jarak jauh tentang kebijakan AIDS dan sistem kesehatan dihadiri oleh narasumber dari KPAN, DFAT dan PPH Atma Jaya. Dari perspektif KPAN, perluasan respon AIDS di Indonesia saat ini masih diperlukan upaya yang cukup keras untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan HIV dan AIDS. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melalui perumusan dan penetapan kebijakan agar setiap upaya perluasan dan respon HIV dan AIDS memiliki payung hukum yang jelas, sehingga dapat dijadikan panduan bagi pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Sampai tahun 2013 hasil yang dicapai antara lain 592 layanan KTS, 378 layanan PDP RS dan puskesmas termasuk ARV, 83 PTRM, 197 layanan alat suntik steril, kurang lebih 370 layanan IMS, 223 layanan HIV-TB, 127 LP punya sistem rujukan dengan dinkes setempat, dan 45 LP menyediakan KTS dan PTRM. Sebagai catatan penting dari pencapaianpencapaian ini, hasil tersebut bukan semata-mata hasil kerja keras pemerintah saja, tetapi ada peran dari suatu jaringan yang terdiri dari organisasi masyarakat/LSM, mitra pembangunan
pemerintah,
dan
non-pemerintah
yang
terintegrasi
untuk
penanggulangan HIV dan AIDS.
Cara pandang perluasan respon AIDS dari mitra pembangunan internasional disampaikan oleh perwakilan DFAT. Keberadaan mitra pembangunan internasional mempunyai peran penting pada awal dan keberlanjutan sebuah program. Hal ini terkait dengan dukungan
9
dana untuk realisasi sebuah program. Untuk memahami secara mendalam peranan ini, perlu untuk memahami posisi mitra pembangunan internasional agar tercipta dialog kritis bagaimana kejelasan peran ini, sesuai atau tidaknya peran tersebut dapat dibenahi kembali.
Data NASA menunjukkan bahwa sumber dana internasional masih lebih tinggi dari dana yang bersumber dari dalam negeri. Padalah, saat ini mitra pembangunan internasional sedang mengalami dampak dari resesi global dunia, sehingga terjadi penurunan jumlah dana hibah bagi mitranya. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan apakah mungkin pendanaan HIV dan AIDS dilakukan melalui fiscal space Indonesia agar lebih mandiri? Tentu saja perlu ada political will yang memungkinkan adanya fiscal space untuk HIV dan AIDS di Indonesia. Hal ini menjadi penegasan fungsi pemerintah dalam keberlanjutan upaya penanggulangan HIV dan AIDS, baik di pusat maupun di daerah.
Selain aspek sumber pembiayaan, aspek integrasi juga menjadi pembahasan pada sesi ini. Integrasi memang dibutuhkan, tetapi tidak semua program HIV dapat diintegrasikan dalam sistem kesehatan. Dengan demikian, penyusunan kebijakan yang membutuhkan integrasi peran dari para aktor penanggulangan HIV dan AIDS perlu berbasis bukti dan memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut.
Materi sistem penguatan komunitas bertujuan untuk memberikan wawasan dan pemahaman mengenai konsep Community System Strenghtening (CSS), serta memberikan keterampilan untuk menggunakan CSS dalam analisa sistem kesehatan. Paparan diawali dengan ulasan secara singkat perjalanan penanggulangan HIV dan AIDS dari sudut pandang kegiatan komunitas, karena memang ada keterkaitan sangat erat antara sistem kesehatan dengan komunitas. Salah satu contohnya adalah kegiatan outreach sebagai gerakan komunitas. Outreach berperan untuk mengajak ODHA ke penyedia layanan agar mendapatkan perawatan dan konseling.
10
Beberapa kebijakan yang terkait dengan CSS ini adalah renstra Kemenkes, UU No.35 tahun 2009 tentang keterbukaan informasi publik, Perpres No. 25 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Layanan Publik di Bidang Kesehatan, dan konsep partisipasi masyarakat lainnya. Dengan keterbukaan informasi publik ini diharapkan masyarakat bisa memberikan komentar, kritik dan saran secara langsung tentang program yang berjalan atau yang tidak berjalan.
Setelah keenam materi pembelajaran jarak jauh selesai disampaikan, penjelasan mengenai operasionalisasi pelaksanaan dan konsep pembelajaran jarak jauh disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc. PhD. Tujuan pembelajaran jarak jauh ini ada dua yaitu penguatan individu dan pengembangan lembaga terkait kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS di tiap-tiap wilayah. Jadi yang memperoleh pelatihan bukan hanya perorangan, tetapi bisa berupa tim di perguruan tinggi. Pengembangan ini termasuk keterampilan komunikasi dan advokasi. Terkait dengan penguatan kapasitas lembaga, pertanyaan mendasarnya adalah apakah semua peserta sudah mempunyai unit penelitian khusus AIDS yang menjadi ‘home base’ para peneliti? Ternyata, tidak semua universitas memiliki pusat penelitian tersebut karena diperlukan penyesuaian dengan aturan universitas.
Di akhir pertemuan pembelajaran jarak jauh, disepakati bahwa diskusi lanjutan secara jarak jauh dilakukan pada rentang waktu April—Mei setiap hari Kamis pukul 17.30 WIB. Pertemuan tatap muka kedua akan diselenggarakan pada bulan Juni 2014 bersamaan dengan pertemuan analisa data. Usulan penelitian yang masuk seleksi akan disajikan dalam Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia kelima di Bandung pada bulan Agustus 2014.
2) Pelatihan Metode Penelitian : Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS Dalam Kerangka Sistem Kesehatan Nasional Dalam pertemuan ini dibahas mengenai konsep dan disain penelitian, prinsip penelitian ilmiah dan simulasi instrumen penelitian, mengacu pada dokumen protokol yang telah disepakati. Dokumen protokol penelitian merupakan hasil dari suatu proses yang panjang, mulai dari workshop penyusunan protokol pada bulan November 2013, kemudian mendapatkan feedback dari anggota CG, para peneliti, dan DFAT.
11
Desain dari penelitian kebijakan AIDS dan sistem kesehatan untuk menjawab kesenjangan kebijakan dan program penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat normatif dengan realitas di lapangan. Data menunjukkan kecenderungan perluasan HIV meningkat di semua populasi seperti prevalensi HIV Pekerja Seks di Yogyakarta mencapai 10 persen, sekitar sepertiga ODHA yang menjalankan perawatan ARV, stigma dan diskriminasi masih tetap tinggi. Penelitian ini menjawab tantangan upaya lebih efektif menanggulangi epidemi HIV dan AIDS secara integral dalam sistem kesehatan di Indonesia sekaligus mengintegrasikan mekanisme penanggulangan AIDS sebagai intervensi vertikal ke dalam sistem kesehatan untuk membangun intervensi berkelanjutan dan komprehensif. Sebagai
tujuan
umumnya
adalah
menganalisis
tingkat
integrasi
kebijakan
penanggulangan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan Indonesia sehingga dapat dikembangkan rekomendasi perbaikan kinerja penanggulangan HIV dan AIDS dalam jangka menengah.
Model konseptual penelitian dikembangkan dari konteks sosial, politik, ekonomi, dan desentralisasi sebagai basis untuk melihat tingkat integrasi dari 7 sub system yang dilakukan oleh stakeholder/aktor dalam upaya pencegahan, PDP, dan dampak mitigasi atas cakupan, akses, pemerataan, kualitas dan keberlanjutan. Pengertian integrasi adalah upaya mengadopsi dan melakukan asimilasi penanggulangan AIDS ke dalam fungsi-fungsi pokok sistem kesehatan (Atun et al. 2010).
Untuk memberikan penyegaran kepada para peserta mengenai prinsip-prinsip penelitian ilmiah, Prof. Dr. Budi Utomo, MPH, PhD menegaskan bahwa penelitian ilmiah merupakan ekspresi berpikir sistemik, logis dan analitik dengan menyediakan bukti-bukti baru. Fungsinya adalah memahami masalah utama dan memberikan prediksi solusi. Proses perancangan penelitian mulai dari penentuan masalah (topik) dan hal ini sangat mendasar dalam penelitian. Teori dan evidence berguna merumuskan hipotesis sebagai kerangka konseptual menjawab masalah. Hal terpenting dari suatu penelitian adalah
12
menjawab permasalahan dengan solusi berbasis evidence. Pengujian hipotesis dan validasi hasil akan menentukan generalisasi dan implikasi hasil.
Kontekstualisasi pemahaman prinsip penelitian ilmiah ini digunakan untuk pembahasan metode pengumpulan data penelitian yang difasilitasi Iko Safika, MPH, PhD. Instrumen penelitian dan panduan pengumpulan data dikembangkan dari kerangka konsep penelitingan dari protokol penelitian. Detail pertanyaan dikembangkan sedemikian rupa melalui konsultasi dengan berbagai pihak yang terlibat dalam riset. Instrumen yang telah disusun perlu dipahami bersama oleh para peneliti termasuk operasionalisasinya. Tim PKMK FK UGM telah melakukan uji coba instrumen penelitian ke stakeholder HIV dan AIDS di Yogyakarta (KPAP, Dinkes Kota, LSM). Selanjutnya para peneliti diharapkan melakukan simulasi untuk uji coba instrumen agar betul-betul memahami dari tiap-tiap pertanyaan yang telah disusun.
Simulasi pengumpulan data primer dengan mempergunakan instrumen penelitian dipraktikan oleh dua kelompok yang merepresentasikan Kelompok Indonesia Timur dan Kelompok Indonesia Barat. Permainan peran memberikan sentuhan pengalaman para peneliti tentang gambaran operasionalisasi instrumen, kesulitan dan hambatannya. Kedua kelompok memberikan catatan umum dan khusus untuk perbaikan instrumen penelitian yang telah disusun. Secara prinsip kedua kelompok menyepakati bahwa instrumen penelitian tersebut bisa digunakan (workable) untuk penggalian data lapangan.
Kelompok Timur memberikan
catatan umum hasil simulasi meliputi
1) metode
penggalian data dengan workshop perlu disepakati terkait dengan dana operasional sesuai dengan kondisi per provinsi 2) daftar pernyataan yang akan digunakan untuk workshop bersama stakeholder di daerah perlu disederhanakan 3) kemungkinan jawaban dalam satu pertanyaan berkaitan dan mengandung informasi pada pertanyaan lain maka peneliti harus menguasai secara menyeluruh instrument, supaya penggalian data efektif 4) undangan workshop perlu ditandatangani oleh pejabat setingkat sekda (KPA) dan pemilihan informan indepth interview dilakukan setelah workshop.
Kelompok Barat menyampaikan catatan umum hasil simulasi tentang persiapan matang sebelum kegiatan workshop bersama stakeholder seperti instrumen pertanyaan perlu dikirim ke informan, melakukan pengumpulan data sekunder terlebih dahulu, peserta
13
diminta mempersiapkan kebijakan seperti perda, renstra, MOU yang dimiliki.
Saat
workshop perlu disampaikan kode etik seperti permintaan ijin merekam dan konfidensialitas, presentasi pembuka untuk pengayaan wawasan penanggulangan AIDS dari KPA, serta pertanyaan ditayangkan di depan saat FGD.
Detail catatan khusus disampaikan oleh Kelompok Timur dan Kelompok Barat meliputi catatan klarifikasi penggunaan bahasa dari sub sistem 1–7 seperti penggunaan kata sumber daya pada sub sistem satu bisa diperjelas dengan siapa (aktor), kejelian peneliti menyampaikan pertanyaan ke stakeholder yang tepat, detail pertanyaan pada sub sistem 4 saling terkait antara pertanyaan dengan jawaban sudah terkandung di dalamnya, dan beberapa catatan
untuk memperjelas kata seperti dampak mitigasi atau “mitigasi
dampak” dan eksplorasi
lanjut pertanyaan oleh peneliti untuk menggali data dan
informasi dari para stakeholder. Pertanyaan-pertanyaan yang ada dapat dikembangkan dan ditambahkan sesuai kebutuhan tetapi tidak boleh dikurangi karena akan berfungsi sebagai komparasi dengan provinsi lain.
F. Penutup Workshop ditutup dengan beberapa penjelasan mengenai Rencana Tindak Lanjut. Rencana tindak lanjut dari pelatihan selama 5 hari ini adalah: 1) finalisasi protokol penelitian, instrumen dan panduannya, deadline tanggal 3 April 2014; 2) panduan operasional pelaksanaan bagi informan yang dibuat oleh para peneliti, disepakati selesai tanggal 10 April 2014; 3) pengajuan ethical clearance ke Komisi Etik FK UGM pada tanggal 3 April 2014. Penentuan kabupaten/kota sebagai lokasi penelitian disepakati 2 kabupaten/kota di setiap pronvinsi dari 8 provinsi penelitian. Kabupaten/kota yang dipilih adalah Sumatera (Medan dan Deli Serdang), Jawa Timur (Surabaya dan Sidoarjo), Bali (Denpasar dan Badung), NTT (Kota Kupang dan Belu), Papua (Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari), Makasar (Makasar dan Pare-Pare), Jakarta (Pokdisus – DKI / nasional, PPH Atmajaya – DKI / Provinsi). Agenda untuk proses penelitian daerah, nasional dan gabungan disepakati berikut; 1) pengumpulan data (Mei), 2) koding/analisis (Mei - Juni), 3) pertemuan Analisis Data (16 – 20 Juni 2014), 4) penulisan laporan (8 provinsi, 1 nasional, 1 gabungan pada akhir Juni – Juli 2014), 5) Diseminasi Hasil di tingkat nasional (Agustus 2014). Kebutuhan logistik pendukung setiap daerah, para peneliti diminta membuat rencana pembiayaan sesuai kebutuhan dan kondisi masing-masing dan kesepakatan mekanisme LPJ.
14
Sebagai salah satu aksi konkrit yang perlu dilakukan oleh para peneliti di tiap-tiap daerah adalah memulai kegiatan diskusi kultural yang terkait isu HIV dan AIDS, dan sistem Kesehatan seperti yang telah dimulai di Yogya. Diskusi ini merupakan diskusi informal yang dimaksudkan untuk memperkuatkan jaringan lokal terkait dengan isu-isu kebijakan kesehatan. Reportase dari pelaksanaan diskusi kultural ini akan menjadi salah satu materi yang dapat memperkaya isi dari website www.kebijakanaidsindonesia.net dan dapat menjadi pembelajaran bersama dari tiap-tiap daerah.
15