AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM
Latar Belakang • Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS di tahun 2014 • Salah satu faktor penyebab adalah belum terintegrasi-nya respon HIV ke dalam sistem kesehatan secara efektif. Misalnya: PMTCT belum dijalankan secara terintegrasi dengan layanan KIA. Oleh karena itu: • Penguatan sistem kesehatan supaya bisa merangkul dan dirangkul oleh program HIV sangat diperlukan • Perlu pemahaman mengenai bagaimana sistem kesehatan bekerja selama ini agar mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kebijakan HIV dan AIDS.
Tujuan • Mendokumentasikan sejarah pemikiran dan kebijakan program HIV dan AIDS di Indonesia; • Pemetaan kebijakan, peraturan dan program HIV dan AIDS yang saat ini masih berlangsung; • Identifikasi kesenjangan antara kebijakan dan implementasinya • Identifikasi agenda kebijakan yang perlu disikapi untuk mengintegrasikan kebijakan penanggulangan AIDS ke dalam sistem kesehatan
Kerangka Konseptual • Secara politik ekonomi kebijakan penanggulangan HIV bisa sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang sebagian telah terdesentralisasi • Secara teknis bagaimana mengintegrasikan layanan HIV ke dalam sistem kesehatan yang sudah ada untuk memastikan respon jangka panjang di tengah keterbatasan sumber daya dan kapasitas pemerintah daerah yang beragam.
Metode • Kajian dokumen (1987-2013): – – – –
Peristiwa-peristiwa kunci Jenis kebijakan dan program. Fungsi sistem kesehatan dalam kebijakan AIDS. Faktor kontekstual
• Kunjungan lapangan (5 provinsi) – Situasi terkini pelaksanaan kebijakan dan program HIV dan AIDS di tingkat provinsi maupun kabupaten
• Analisis historis dengan menggunakan pendekatan sense making
Pelaksanaan • Kajian Dokumen : – September 2013 - Januari 2014.
• Kunjungan Lapangan (Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Papua Barat): – November 2013
• Penyusunan Laporan dan Rekomendasi: – Februari – Mei 2014
Temuan-temuan Pokok
1. Konteks Perubahan Kebijakan • Perkembangan epidemi • Perkembangan strategi global • Berubahnya relasi pemerintah pusat dan daerah (desentralisasi) • Gerakan Sosial dalam isu AIDS • Penelitian sebagai basis pengembangan kebijakan: – Perilaku berisiko risiko suatu populasi terhadap IMS/HIV dengan karakteristik individu (pendekatan emik dan etik) – Studi yang melihat pengaruh struktural
2. Jenis Kebijakan Sejak tahun 1987 sampai 2013 ada 66 kebijakan nasional, dan 55 Perda (17 Perda Provinsi dan 38 Perda Kabupaten/kota) yang mencakup. – – – – – – – –
Promosi dan Pencegahan Perawatan, dukungan dan pengobatan Tata kelola informasi strategis Tata kelola sumber daya manusia, akses dan logistik Kebijakan berbasis hak Tata kelola multi sektoral Pendanaan Program HIV/AIDS Mitigasi Dampak
3. Kesenjangan Kebijakan Penanggulangan AIDS dan implementasinya • Permasalahan kebijakan AIDS adalah bukan tidak adanya kebijakan, namun karena kurangnya kapasitas lembaga pelaksananya • Belum sinkronnya perencanaan pusat dan daerah. • Adanya dominasi Pusat atas daerah khususnya dalam anggaran dan akses Data • Memasukkan konteks lokal bisa sangat menyita waktu dan biaya yang tinggi. Di sisi yang lain, pemerintah daerah seringkali juga tidak konsekuen jika diberi kewenangan • Semakin luasnya cakupan wilayah epidemi HIV di Indonesia pendekatan vertikal mempunyai beberapa kelemahan karena jangkauannya makin terbatas
2. Kesenjangan kebijakan... • Persaingan anggaran: antara program kesehatan lainnya dengan HIV dan AIDS • Kesulitan untuk merubah pola pikir dari ”project oriented” atau ”budget oriented” kepada ”performance basedbudgeting”. • Terbatasnya SDM yang dapat menunjang upaya pelaksanaan kebijakan, • Lemahnya monitoring pelaksanaan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu perencanaan pembangunan kesehatan. • Kebijakan daerah yang banyak didorong oleh kebijakan pusat, dalam pelaksanaannya belum optimal bahkan manfaatnya belum terasa oleh kelompok yang seharusnya menjadi sasaran dan penerima manfaat.
4. Kontestasi Kebijakan • Pendekatan vertikal dengan pendekatan horizontal yang mengandalkan pendekatan multisektoral dan desentralistis • Rujukan pengambilan kebijakan, antara rujukan kepada data teknis/epidemiologis dan pertimbangan politik ekonomi. • Aktor atau respon nasional kelihatan lebih dominan secara teknis karena akses mereka yang lebih besar ke data-data epidemiologi, namun secara politis dan operasional, daerah berperan penting. • Antar MPI yang masing-masing membawa pendekatan (school of thoughts) yang berbeda
5. Kapasitas Kelembagaan • Kelemahan mendasar dalam respon terhadap HIV dan AIDS adalah bertumpu pada penyusunan kebijakan dan pembentukan lembaga, namun lemah dalam hal kapasitas implementasi kebijakan/program. • Panduan strategik tinggal menjadi panduan saja karena tidak ada mekanisme untuk melakukan monitoring dalam implementasinya • Implementasi kebijakan mengasumsikan ‘kepatuhan’ dari tingkat pelaksana. Temuan di wilayah penelitian menunjukkan bahwa “kepatuhan” ini sulit ditemukan karena tidak ada insentif dan sanksi dalam pelaksanaan. • Respon daerah terfokus pada target yang ditentukan pusat, kurang kontekstual dan kaku. • Labil dan gamang akan keberlanjutan layanan setelah tidak ada donor
6. Peran Organisasi Masyarakat Sipil • Peran OMS dalam pengembangan kebijakan cenderung terbatas pada ‘alat legitimasi’ dari pada perwujudan keterlibatan yang bermakna • OMS sebagian besar melakukan kegiatan khusus yang berkaitan dengan HIV dan AIDS sehingga OMS tergantung pada donor atau proyek. Mereka kekurangan masukan dari pemerintah dan komunitas • Mereka terisolasi dari gerakan pembanguan dengan pengarusutamaan sosial, budaya, dan politik. • Studi lapangan juga menunjukkan bahwa mereka kekurangan transparansi, dan oleh karena itu, akuntabilitas, kepada konstituen komunitas mereka sendiri • Konflik kepentingan antara komunitas penerima manfaat dan organisasi masyarakat. yang mengklaim mewakilinya.
7. Integrasi Integrasi penanggulangan AIDS ke dalam sistem kesehatan masih problematik karena beberapa hal: •
• •
• •
•
Kontestasi kebijakan, pendekatan dan ketersediaan sumber daya untuk penanggulangan AIDS dan penyediaan layanan kesehatan lainnya Perubahan pembagian kekuasaan dan wewenang pusat dan daerah yang tidak diimbangi dengan pembagian sumber daya yang mencukupi ke daerah Kurangnya koordinasi dan harmonisasi layanan AIDS dengan layanan kesehatan baik antar program maupun antar jenjang Pelaksanaan kebijakan HIV dan AIDS terlalu bertumpu pada “pengadaan” kebijakan dan kelembagaan Banyak daerah telah mengalokasikan dana dari APBD untuk penanggulangan HIV dan AIDS, namun sifat pendanaan masih terbatas pada aspek biaya administratif. Dana untuk program dan layanan masih terbatas Peran masyarakat sipil yang direpresentasikan oleh Komunitas Populasi Kunci masih belum optimal dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.
8. Tantangan Integrasi • Meningkatnya proporsi pendanaan domestik untuk penanggulangan AIDS, namun sebagian besar masih berasal dari bantuan luar. • Terbatasnya sumberdaya manusia yang kompeten, baik level manajerial maupun level pelaksana di lapangan • Terbatasnya ketersediaan dan kemerataan tempat layanan kesehatan • Stigma dan diskriminasi masih terjadi baik dari masyarakat umum maupun dari penyedia layanan • Belum tersedianya “tools” untuk mengukur sejauhmana integrasi HIV ke sistem kesehatan telah dilakukan
Rekomendasi • Penyusunan Roadmap (bersama) integrasi HIV dan AIDS dengan sistem kesehatan ditingkat implementasi • Efektifitas program HIV dan AIDS ditingkat operasional tergantung kapabilitas sitem layanan kesehatn dasar maka perlu dan mendesak penguatan layanan dasar • Perlu dibuat skema program penanggulangan AIDS yang memberi ruang pada inisiatif lokal berorientasi hasil, seperti: performance based financing di sektor kesehatan • Perubahan strategi sosialisasi kebijakan dengan mempertimbangkan relasi hubungan Pemda, DPRD dan Organisasi Masyarakat Sipil. 17
Rekomendasi • Sosialisasi kebijakan ke Partai politik mesti menjadi agenda mendesak agar isu HIV dan AIDS menjadi prioritas di daerah yang kasusnya sudah tinggi • Mengimplementasikan kebijakan dan upaya konkrit untuk mendukung populasi kunci mengakses layanan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan nasional • Memperkuat pelaksanaan kebijakan yang mengatur reposisi lembaga terkait penanggulangan HIV dan AIDS dengan perubahan sistem organisasi pemerintahan di era otonomi daerah • Mengembangkan Mekanisme untuk mengukur pelaksanaan sebuah kebijakan (termasuk pengembangan indikator integrasi) 18