SEPTEMBER 2016
LAPORAN BULANAN SEPTEMBER 2016
BALAI BESAR PENELITIAN VETERINER BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Nomor Lampiran Hal
: : 1 (satu) eksemplar : Laporan Bulan September 2016
September 2016
Yth. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No 29, Pasar Minggu Jakarta Selatan
Bersama ini kami sampaikan Laporan Bulanan Balai Besar Penelitian Veteriner untuk bulan September 2016 yang mencakup: Penelitian dan Manajemen BB Litvet (SDM, Aset, dan Keuangan per 31 Agustus 2016). Demikian laporan ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Kepala Balai Besar
Dr. drh. Hardiman, MM. NIP. 195609071991031001
Tembusan : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
DAFTAR ISI Halaman
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………….………….
2
BAB II
PENELITIAN ………………………………………….................................
3
BAB III
DISEMINASI ...........................................................................................
10
BAB IV
KERJASAMA ..........................................................................................
12
BAB V
MANAJEMEN BB LITVET: SDM, ASET DAN KEUANGAN ...................
13
BAB VI
PENUTUP ...............................................................................................
19
BAB I PENDAHULUAN
Penelitian dan pengembangan mempunyai peran penting dalam mencapai visi dan misi Kementerian Pertanian untuk mewujudkan sistem pertanian bio-industri berkelanjutan. Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) adalah Unit Pelaksana Teknis yang berada di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian)Kementerian Pertanian dengan tugas dan fungsi
melaksanakan kegiatan penelitian di
bidang veteriner. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BB Litvet mempunyai visi : ”Sebagai institusi penelitian terkemuka dalam menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi veteriner untuk peningkatan produksi peternakan dalam mendukung terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani”. Sesuai dengan program Badan Litbang Pertanian yang diarahkan untuk penciptaan inovasi teknologi dan varietas unggul berdaya saing dan inovasi teknologi, diseminasi dan kerjasama, maka BB Litvet berperan-serta mendukung program tersebut melalui penyediaan inovasi teknologi veteriner untuk memecahkan permasalahan-permasalahan terkait aspek kesehatan hewan (keswan), kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet), keamanan pakan dan pangan secara lebih cepat, akurat, efektif dan efisien. Untuk menunjang pencapaian tujuan tersebut sumber daya manusia (SDM) yang amanah, profesional, berintegritas tinggi dan bertanggungjawab merupakan bagian terpenting dalam melaksanakan tugas dan fungsi BB Litvet. SDM tersebut harus memiliki karakter dengan persyaratan kompetensi tertentu untuk menjamin pelaksanaan kegiatan penelitian agar berjalan dengan baik sesuai dengan harapan. Selain SDM, perlu didukung sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai.
2
BAB II PENELITIAN
Risk Base Surveillance Brucellosis pada Sapi Perah di Sentra Produksi Susu di Jawa Barat Brucellosis merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif dari genus Brucella yang bersifat patogen pada berbagai varietas hewan dan juga manusia. Brucellosis merupakan penyakit infeksius kronis menyebabkan abortus, pedet lahir lemah atau mati, infertilitas dan penurunan produksi susu. Penyakit ini mempunyai dampak sosial ekonomi terutama pada pembibitan dan produk hewan yang dihasilkan. Brucellosis di Indonesia terdeteksi pertama kali pada tahun 1925 oleh Kirschner dari janin sapi perah di daerah Bandung, kemudian penyakit ini menyebar di seluruh propinsi kecuali Bali yang secara historis bebas dari Brucellosis. Saat ini Brucellosis pada sapi masih bersifat endemis di Pulau Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur. Brucellosis ditetapkan sebagai salah satu dari 22 jenis penyakit hewan menular strategis (PHMS) sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts./OT.140/3/2013. Pengendalian Brucellosis pada sapi di Indonesia dengan kombinasi vaksinasi dan uji potong bersyarat, telah mampu menurunkan dan membebaskan Brucellosis pada sapi. Program surveilan dirancang untuk mengurangi kasus Brucellosis, mempertahankan pengawasan pada wilayah geografis yang relevan, dan memaksimalkan probabilitas deteksi kasus positif di daerah berisiko rendah. Berbagai kendala dalam mengendalikan Brucellosis pada sapi di Indonesia telah banyak dipaparkan termasuk pemakaian vaksin dan manajemen, namun angka prevalensi Brucellosis pada sapi masih cukup tinggi. Informasi epidemiologis yang akurat merupakan elemen kunci dan esensial dalam implementasi kegiatan pemberantasan Brucellosis yang tepat. Informasi epidemiologis yang paling penting dan utama dalam hal ini adalah angka prevalensi. Angka prevalensi dapat dijadikan sebagai indikator kinerja program, dan merupakan alat untuk menetapkan status penyakit yang sebenarnya pada suatu daerah atau kelompok ternak. Selama ini masih banyak laporan Brucellosis yang hanya mencantumkan jumlah kasus positif tanpa diketahui denominatornya, yaitu jumlah semua sampel yang diperiksa, sehingga bisa menimbulkan bias dalam menilai status penyakit yang sebenarnya. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi status infeksi dan prevalensi kasus Brucellosis pada sapi perah di Jawa Barat serta faktor risiko penyebaran atau yang mempengaruhi terjadinya Brucellosis pada sapi perah. Survei lapang dilakukan untuk koleksi sampel darah sapi untuk memperoleh informasi status infeksi (prevalensi) Brucellosis pada sapi perah di sentra produksi Jawa
3
Barat melalui pemeriksaan serologis Rose Bengal Test (RBT) dan Complement Fixation Test (CFT). Strategi sampling untuk survei lapang pada kegiatan penelitian ini adalah dengan menggunakan surveilans berbasis risiko. Surveilans berbasis risiko didefinisikan sebagai suatu program surveilans dimana dalam rancangannya metoda pendedahan (exposure) dan penilaian risiko (risk assessment) diaplikasikan secara bersamaan dengan pendekatan rancangan konvensional untuk memastikan pengumpulan data yang tepat dan efektif (Stärk, K. DC. Et al., 2006). Salah satu kegunaan surveilans berbasis risiko adalah untuk mendeteksi kasus dan mengestimasi prevalensi suatu kondisi endemik dari suatu populasi. Sampel pada surveilans berbasis risiko merupakan sampel yang terstratifikasi, dan strata dikelompokkan menurut risikonya. Sampling difokuskan pada bagian dari populasi yang memiliki kemungkinan infeksi paling tinggi. Prosedur pengumpulan data berbasis kecamatan/kabupaten yang mempunyai risiko tinggi yaitu di sentra produksi sapi perah di Jawa Barat (Kabupaten Bandung: Kecamatan Lembang, Kecamatan Pangalengan dan Wilayah kerja Poskeswan Pasirjambu yang meliputi Kecamatan Ciwedey, Rancabali, dan PasirJambu). Surveilans berbasis risiko merupakan istilah yang lebih inklusif dimana perspektif epidemiologis dan penilaian risiko (risk assessment) diintegrasikan. Focus Group Discussion dengan stakeholder dilakukan untuk mendapatkan informasi data epidemiologi, berdasarkan komponen epidemiologik penilaian risiko (Tabel 1). Stakeholders adalah Ketua dan anggota kelompok ternak sapi perah atau anggota koperasi peternak sapi perah di sentra produksi susu sapi di Lembang dan Pangalengan Kabupaten Bandung. Data sekunder berupa Data Lalu Lintas Ternak (Ditkeswan), Data Hasil Pemeriksaan Brucellosis (Dinas Peternakan Propinsi), Data Vaksinasi dan Kesehatan Ternak (Puskeswan Pasir Jambu, KPSBU Lembang, KPBS Pangalengan), Data Surveillance Pasif dan Aktif (BV Subang). Tabel 1. Komponen/faktor Epidemiologik penilaian risiko Langkah Penilaian Risiko
Identifikasi bahaya
Komponen epidemiologik
Pengetahuan mengenai agen patogen Penyakit Brucellosis
Data/pengetahuan yang diperlukan -Program pengendalian penyakit yang ada
(Hazard indentification) Penyakit endemik -Apa yang mungkin terjadi? Epidemiologi penyakit Dalam hal ini kejadian Brucellosis -Pengetahuan mengenai ada atau tidaknya penyakit
Hasil survei dan surveilans -Tipe surveilans (aktif; pasif)
-Prevalensi dari penyakit yang ada -Ketepatan (precision) -Introduksi risiko penyakit dari peternakan berdekatan, atau dari perdagangan dengan wilayah lain
-Peran sistem peternakan -Regionalisasi
4
-Recording sapi di peternak, dibantu data di koperasi susu serta Dinas Peternakan setempat -Asal ternak dan waktu kedatangan ternak Release assessment
Karakteristik epidemiologik dari penyakit dan agen penyakit
-Masa inkubasi -Status „carrier‟
-Sejauh mana peristiwa itu mungkin terjadi?
-Peran satwa liar -Morbiditas & mortalitas -Pola penyebaran penyakit -Spesies yang peka -Tindakan zoo-sanitary
Uji diagnostik
Se dan Sp dari uji -Strategi pengujian
Exposure assessment
Karakteristik dari populasi yang peka dan lingkungan serta faktor risiko
-Bagaimana peristiwa itu dapat terjadi?
Jalur pendedahan -Kepadatan stok/peternakan -Kekebalan kelompok/flok (Informasi sapi sudah divaksin, jenis vaksin, riwayat vaksinasinya) -Vektor penyakit -Praktik budaya -Faktor musim
Consequence assessment -Seberapa seriuskah jika peristiwa itu terjadi?
Konsekuensi terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan dan sosioekonomi
-Spesies yang peka -Metoda penyebaran -Tingkat kontak -Morbiditas & mortalitas -Jumlah peternakan/hewan yang terinfeksi -Dampak ekonomi langsung -Biaya pengendalian dan pemberantasan -Dampak ekonomi tidak langsung; interupsi perdagangan; pengurangan keuangan rumah tangga; dan ketahanan pangan -Kesehatan masyarakat
5
Pemeriksaan serologis dari sampel serum sapi dengan uji RBT dan CFT mengikuti prosedur dari Alton (1988). Sebelum pengambilan sampel serum darah akan dilakukan pencatatan mengenai status hewan (umur, sejarah abortus, vaksin, jenis vaksin dan kapan divaksinasi). Sampel serum darah yang diperoleh seluruhnya 263 sampel; 99 sampel dari KPSBU Lembang (32 ekor pernah keguguran dari 39 kasus), 109 sampel dari KPBS Pangalengan (33 ekor pernah keguguran dari 39 kasus), dan 55 sampel dari wilayah Puskeswan Kecamatan Pasirjambu (5 ekor pernah keguguran dari 8 kasus). Hasil uji serologi sampel darah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil uji serologi dengan RBT dan CFT Lokasi
Jumlah Sample
Positif Uji RBT (Ekor)
Positif Uji CFT (Ekor)
Prevalensi (%)
Lembang
99
26
12
12,1
Pangalengan
106
47
28
26,4
Wilayah PusKesWan Pasirjambu
55
1
1
1.8
260
74
41
15.77
Jumlah
Jumlah sampel serum yang diuji seluruhnya adalah 260, hasil uji RBT 74/260 (28,46%) dan setelah dilanjutkan dengan uji CFT menunjukkan 41/74 sampel positif (55,40 %). Uji CFT merupakan uji untuk peneguhan diagnosis pada uji RBT yang positif. Uji ini menggunakan prinsip (indikator) komplemen dalam ikatan antigen dan antibodi sehingga hasil CFT positif dapat digunakan sebagai acuan bahwa sapi tersebut terpapar kuman Brucella. Dari 260 sampel yang berasal dari Lembang,
Pangalengan dan Wilayah Puskeswan Pasirjambu
terdapat 41 ekor (15,77%) terpapar kuman Brucella abortus. Dari 3 lokasi, di wilayah kerja Puskeswan Pasirjambu menunjukkan angka prevalensi Brusellosis paling rendah yaitu 1,8%. Sesuai dengan ketentuan bahwa wilayah dengan prevalensi kurang dari 2% akan diterapkan kebijakan “potong bersyarat”. Hasil uji dari penelitian ini sudah dilaporkan kepada Dinas Peternakan Propinsi dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung. Hasil serologi di Lembang menunjukkan RBT positif 26/99 (26,3%) dan setelah diuji dengan CFT 12/26 (46,2%) positif. Prevalensi kasus Brucellosis di Lembang 12/99 (12,1%). Di Pangalengan dari 109 sampel darah, 3 tabung diantaranya mengalami lisis sehingga tidak dapat diuji. Jumlah sampel yang diuji 106. Hasil serologi menunjukkan RBT positif 47/106 (44,3%) dan setelah diuji dengan CFT 28/47 (59,6%) positif, dengan demikian prevalensi 28/106 (26,4%). Hasil pengujian serologi menunjukkan bahwa prevalensi kasus Brusellosis di Kabupaten Bandung
6
(Pangalengan, Lembang dan Pasirjambu) adalah 15,77% dengan jumlah sapi yang pernah mengalami keguguran 70/263 ekor (26,62%). Di Kecamatan Lembang, dari 99 ekor sapi yang diambil sampelnya, 32 ekor sapi diantaranya pernah mengalami keguguran. Dari Sapisapi yang pernah mengalami keguguran tersebut, 6 ekor pernah mengalami keguguran 2 kali. Di Kecamatan Pangalengan, dari 109 ekor sapi yang diambil sampel darahnya, 33 ekor pernah mengalami keguguran, 5 ekor diantaranya pernah mengalami keguguran 2 kali dan yang pernah mengalami keguguran 3 kali atau lebih ada 6 ekor sapi. Sementara itu di wilayah kerja Puskeswan Pasirjambu diambil
sampel darah dari 55 ekor sapi, 5 ekor
(29,9%) pernah mengalami keguguran dengan 8 kasus keguguran, karena 3 ekor diantaranya pernah mengalami keguguran 2 kali. Historis vaksinasi dari sapi-sapi di lokasi penelitian sekitar 44,11 % , dan masing-masing lokasi berkisar antara 29-60% (Tabel 3). Tabel 3. Sejarah vaksinasi dan kejadian abortus di lokasi penelitian LEMBANG (n=99) 61 ekor (60%)
LOKASI PANGALENGAN (n = 106) 39 ekor (35,78%)
PASIRJAMBU (n = 55) 16 ekor (29,09 %)
Jumlah Sapi Pernah Abortus (ekor) Jumlah Kasus Abortus
32 ekor (32,3%)
33 ekor (28,30%)
5 ekor (9,09 %)
39 kasus
49 kasus
8 kasus
Abortus > 1x
6/32 ekor (18,75%)
11/30 ekor (36,7%)
3/5 ekor (65 %)
Kasus Abortus umur kebuntingan > 5 bln (%)
28/39 kasus (71,8%)
28/49 kasus (57%)
6/8 kasus (75%)
Sejarah Vaksinasi dan Abortus Sudah divaksin (%)
Total (n = 260) 116 (44.11%) 70 (26,62%) 96 kasus 20/67 (29,9%) 62/96 (64,58%)
Faktor-faktor risiko kejadian Brucellosis telah diidentifikasi antara lain adalah kepadatan populasi, pemakaian desinfektan, pemeliharaan bersama berbagai spesies ternak, kebersihan, sumber air, tempat kelahiran di dalam kandang yang sama, pelayanan kesehatan hewan (Al-Majali et al. 2009). Berdasarkan hasil observasi dan focus group discussion, faktor-faktor tersebut di lokasi penelitian adalah homogen, artinya praktek yang dilakukan oleh peternak dan kondisi peternakan/kandang relatif sama. Para peternak tidak menggunakan desinfektan secara seksama, populasi sapi di kandang sangat padat dan kondisi kandang dari peternak satu dengan lainnya sangat berdekatan, tidak ada kandang khusus untuk melahirkan dan isolasi sapi reaktor, sumber air yang digunakan para peternak berasal dari sumber yang sama. Untuk menjawab apakah kasus abortus yang relatif tinggi berhubungan dengan seropositif Brucellosis, maka dilakukan Uji Chi Square dan pengukuran asosiasi antara kejadian abortus dengan hasil uji serologi Brucellosis pada sapi perah (Tabel 4). Sapi seropositif Brucellosis adalah sapi-sapi yang diuji dengan RBT positif dan dikonfirmasi dengan uji CFT dengan hasil positif.
7
Tabel 4. Data dikotomik hasil serologi Brucellosis dan kejadian abortus pada sapi perah di lokasi penelitian. Kategori
Brucellosis (+) 22
Brucellosis (-) 44
Total
Attact Rate
66
33,3 ekor per 100 ekor
Tidak Abortus
19
174
194
9,8 ekor per 100 ekor
Total
41
218
261
15,7 ekor per 100 ekor
0,54 (22/41)
0,20 (44/218)
0,25 (66/261)
Abortus
Proporsi dari yang abortus
Nilai perhitungan statistik Chi Square : X2 = [ ∑ │Obs- Exp│- 0,5)2/Exp], (data dari Tabel 4) pada taraf nyata 5% = 36,58. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan nilai X table = 3,84, maka menunjukkan ada hubungan secara nyata antara Brucellosis positif dengan kejadian abortus. Pada kolom attact rate, kejadian seropositif Brucellosis adalah 33 ekor per 100 ekor sapi yang mengalami abortus. Secara umum, tingkat kejadian seropositif Brucellosis pada populasi di lokasi penelitian adalah 16 ekor per 100 ekor. Pada kelompok yang tidak mengalami abortus, peluang seropositif abortus adalah sekitar 10 per 100 ekor. Untuk mengetahui seberapa kuat asosiasi antara kejadian Brucellosis dan kasus keguguran di lokasi penelitian maka dilakukan uji Resiko Relatif (RR), dengan hasil 3,35. Dengan nilai RR >1, maka ada asosiasi/hubungan yang kuat antara kejadian abortus dengan seropositif di lokasi penelitian. Dengan kata lain tingkat seropositif Brucellosis pada sapi-sapi yang mengalami abortus 3,35 kali lebih besar daripada tingkat seropositif Brucellosis pada sapisapi yg tidak mengalami abortus. Vaksinasi terhadap Brucellosis sudah dilaksanakan di lokasi penelitian, namun cakupannya masih sangat rendah. Untuk mengetahui apakah vaksinasi yang telah dilakukan ada pengaruhnya terhadap seropositif Brucellosis, maka dilakukan uji Chi Square antara vaksinasi dan hasil uji serologi Brucellosis. Data dikotomik hasil serologi Brucellosis dan vaksinasi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Data dikotomik hasil serologi Brucellosis dan vaksinasi sapi perah di Lembang dan Pangalengan Brucellosis (+)
Brucellosis (-)
Total
Attack Rate
Vaksinasi
18
98
116
0,155
Tidak Vaksinasi
23
121
144
0,160
Total
41
219
260
0,158
Kategori
8
Nilai perhitungan statistik Chi Square : X2 = [ ∑ │Obs- Exp│- 0,5)2/Exp], (data pada Tabel 5), pada taraf nyata 5% = 0,005, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai X Tabel 3,84, maka pelaksanaan vaksinasi tidak ada pengaruhnya secara nyata terhadap kejadian seropositif Brucellosis. Pada kolom attact rate, kejadian seropositif Brucellosis pada sapi-sapi yang sudah mendapat vaksinasi adalah 15,5% (15,5 per 100 ekor). Kelompok sapi yang tidak/belum divaksinasi 16% dan pada populasi 15,8%. Dengan kata lain peluang seropositif Brucellosis pada sapi-sapi di lokasi penelitian baik yang divaksin atau tidak sekitar 15-16%. Hal ini mengindikasikan peluang kejadian seropositf pada sapi yang divaksin atau tidak divaksin adalah sama. Dalam kalkulasi AR diasumsikan bahwa faktor lain yang menyebabkan sakit di dalam kelompok sapi yg divaksin memiliki intensitas dan frekuensi yang sama di dalam kelompok sapi yang tidak divaksinasi. Attributable Rate dihitung dengan cara mengurangkan rate sakit dalam kelompok tidak divaksin dengan rate yang sama dalam kelompok sapi yang divaksin. Proporsi sakit dalam kelompok sapi yang divaksin dihitung menggunakan Atributable fraction (AF). Salah satu aplikasi AF ini adalah menghitung efikasi vaksin, yaitu proporsi penyakit (seropositif Brucellosis) yang dapat dicegah dengan program vaksinasi dalam kelompok yang mendapat vaksinasi, maka: AR= 0,160-0,155 = 0,005; AF = 0,005/0,160 = 0,031 atau 3,1%. Bedasarkan hasil tersebut maka vaksinasi Brucellosis di lokasi penelitian hanya mencegah sebesar 3,1% sapi perah untuk tidak terinfeksi Brucellosis, sehingga dapat dikatakan bahwa efikasi vaksin = 3,1%. Dari hasil analisis ini disarankan perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi rendahnya efikasi vaksin RB51 pada sapi perah. Beberapa faktor yang dapat dikaji lebih lanjut adalah tingkat proteksi vaksin RB51, kwalitas vaksin RB51, pelaksanaan vaksinasi (rantai dingin) dan cakupan vaksinasi. Sampai saat ini efikasi vaksin Brucella RB51 belum dievaluasi lebih lanjut karena keterbatasan dalam hal deteksi serologis dimana uji serologis konvensional (RBT, CFT dan ELISA) tidak dapat mendeteksi antibodi pada sapi-sapi yang divaksinasi. Kasus keguguran pada sapi perah di lokasi penelitian (Lembang, Pangalengan dan Pasir Jambu) Bandung masih cukup tinggi yaitu 31,7% dengan prevalensi Brucellosis 19,5%. Prevalensi Brucellosis di Pangalengan lebih tinggi dari pada di Lembang masing-masing 26,4% dan 12,1 %. Efikasi vaksin Brucellosis pada sapi masih rendah yaitu 3,1% dengan cakupan vaksinasi yang sangat rendah (44,11%). Selain itu tidak ada perbedaan proteksi antara kelompok sapi yang divaksinasi dengan yang tidak divaksinasi.
9
BAB III DISEMINASI
Kunjungan/pertemuan Action Package Global Health Security Agenda (GHSA) ke BBLITVET
Hasil dari pembahasan ”Zoonosis Diseases Action Package (ZDAP) Coordination Meeting” yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit : Balai Besar Penelitian Veteriner adalah salah satu lokasi site visit pertemuan Action Package GHSA dari beberapa negara telah menyatakan ketertarikannya untuk berkunjung ke BBLitvet. Pada tanggal 25 Agustus 2016 peserta pertemuan GHSA telah mengunjungi BBLitvet, dengan rangkaian acara: sambutan selamat datang untuk para peserta oleh Dr. drh. Bambang Ngaji Utomo, MSc (Kepala Bidang KSPHP) dilanjutkan dengan pemaparan Profil BB Litvet oleh Dr. drh. RM. Abdul Adjid (Peneliti Virologi), dan presentasi Implementasi Biorisk Management dan Highlight Research Result on One Health oleh Drh. Indrawati Sendow, MSc (Peneliti Virologi) dengan rangkaian diskusi dan selanjutnya peserta GHSA mengunjungi laboratorium BSL-3 Zoonosis.
10
11
BAB IV KERJASAMA Harmonisasi Kit Deteksi Trypanosoma Dan Kit Toxoplasma Balai Besar Penelitian Veteriner telah bekerjasama dengan Balai Veteriner Banjarbaru menghasilkan invensi berupa kit deteksi trypanosoma, dan kerjasama dengan Balai Veteriner Lampung menghasilkan invensi kit deteksi toxoplasma. Kegiatan harmonisasi kit deteksi trypanosoma dan kit toxoplasma dilaksanakan pada 29 – 31 Agustus 2016 di BBLitvet sebelum launching produk pada 1 September 2016. Acara harmonisasi mengundang Medik dan Para Medik dari seluruh BBVet dan BVet, UPT Keswan dari berbagai daerah, Pusvetma, BBPMSOH, Balai Karantina Pertanian Soekarno Hatta serta Balai P2B2 Kemenkes untuk diberikan pelatihan dan pembekalan sebelum kit deteksi diserahterimakan pada saat launching. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk menyamakan metode pemeriksaan laboratorium kedua kit agar dalam penerapannya di masing-masing Laboratorium tidak terlalu berbeda tingkat akurasinya. Acara dibuka oleh Kepala BB Litvet dan dilanjutkan dengan harmonisasi kit deteksi trypanosoma dan toksoplasma selama 3 (tiga) hari. Instruktur dan peserta melakukan evaluasi dan improvement di setiap akhir kegiatan untuk memperbaiki kekurangan sehingga hasil yang diperoleh seluruh peserta tingkat akurasinya tidak berbeda nyata. Pada hari terakhir, Instruktur memberikan tutorial Aplikasi spectra Elisa kepada para peserta. Acara ditutup dengan pemberian sertifikat kompetensi uji ELISA dan Aglutinasi serta pembagian kit kepada peserta.
12
BAB V SUMBER DAYA MANUSIA, ASET DAN KEUANGAN Sumber Daya Manusia Sebagai penjabaran visinya, salah satu misi Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) adalah menghasilkan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi serta kebijakan veteriner yang sesuai dengan dinamika kebutuhan pengguna yang berguna untuk mewujudkan pertanian bio-industri berkelanjutan. Untuk menjalankan misi tersebut, BB Litvet perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan berkarakter dengan persyaratan kompetensi tertentu. Persyaratan kompetensi bagi SDM peneliti merupakan persyaratan yang mutlak diperlukan untuk menjamin terselenggaranya kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkualitas. Disamping itu, persyaratan kompetensi tersebut diarahkan agar SDM BB Litvet dapat menjadi lebih profesional dan terampil dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. BB Litvet memberikan prioritas tinggi terhadap peningkatan kualitas SDM dalam menjamin tersedianya tenaga handal dalam melaksanakan program penelitian pertanian. Pegawai BB Litvet pada akhir bulan Agustus 2016 berjumlah 234 orang. Seluruh pegawai tersebar di berbagai bagian, bidang dan kelompok peneliti. Dari jumlah tersebut terdiri dari 219 orang pegawai negeri sipil (PNS), 2 orang calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan 13 orang tenaga kontrak.
Distribusi pegawai per 31 Agustus 2016 seperti yang
diilustrasikan pada Tabel 1, sedangkan rekapitulasi pegawai berdasarkan jabatan fungsional disajikan pada Tabel 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. Selanjutnya, rekapitulasi pegawai berdasarkan golongan dan jenjang pendidikan disajikan pada Tabel 9 dan 10.
Tabel 1. Distribusi Kepegawaian per 31 Agustus 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Distribusi Ka Balai Bagian Tata Usaha Bidang Program & Evaluasi Bidang KSPHP Kelti Virologi Kelti Bakteriologi Kelti Parasitologi Kelti Patologi Kelti Toksikologi dan Mikologi Tenaga kontrak Total
Jumlah (orang) 1 91 6 13 26 32 15 17 20 13 234
13
Tabel 2. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Peneliti per 31 Agustus 2016 No 1 2 3 4
Nama Fungsional Peneliti Utama Peneliti Madya Peneliti Muda Peneliti Pertama Total
Jumlah 6 14 12 5 37
Tabel 3. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Teknisi Litkayasa per 31 Agustus 2016 No 1 2 3 4
Nama Fungsional Teknisi Litkayasa Penyelia Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan Teknisi Litkayasa Pelaksana Teknisi Litkayasa Pemula Total
Jumlah 24 11 13 2 50
Tabel 4. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Pustakawan per 31 Agustus 2016 No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Fungsional Pustakawan Utama Pustakawan Madya Pustakawan Muda Pustakawan Pertama Pustakawan Penyelia Pustakawan Pelaksana Lanjutan Pustakawan Pelaksana Total
Jumlah 0 0 0 2 2 0 0 4
Tabel 5. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Arsiparis per 31 Agustus 2016 No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Fungsional Arsiparis Utama Arsiparis Madya Arsiparis Muda Arsiparis Pertama Arsiparis Penyelia Arsiparis Pelaksana Lanjutan Arsiparis Pelaksana Total
Jumlah 0 0 0 0 0 1 0 1
14
Tabel 6. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Medik Veteriner per 31 Agustus 2016 No 1 2 3 4
Nama Fungsional Medik Veteriner Utama Medik Veteriner Madya Medik Veteriner Muda Medik Veteriner Pratama Total
Jumlah 0 0 1 0 1
Tabel 7. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Paramedik Veteriner per 31 Agustus 2016 No 1 2 3
Nama Fungsional Paramedik Veteriner Penyelia Paramedik Veteriner Pelaksana Lanjutan Paramedik Veteriner Pelaksana Total
Jumlah 1 0 0 1
Tabel 8. Rekapitulasi Pegawai berdasarkan Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian per 31 Agustus 2016 No 1 2 3 4 5 6
Nama Fungsional Analis Kepegawaian Madya Analis Kepegawaian Muda Analis Kepegawaian Pertama Analis Kepegawaian Penyelia Analis Kepegawaian Pelaksana Lanjutan Analis Kepegawaian Pelaksana Total
Jumlah 1 0 0 1 0 0 2
Tabel 9. Rekapitulasi Pegawai Berdasarkan Golongan/Ruang per 31 Agustus 2016 No. 1 2 3 4
Golongan Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV Total
Ruang A 22 12 7 41
B 15 48 4 67
C 9 25 19 8 61
15
D 3 4 41 1 49
E 3 3
Jumlah 12 66 120 23 221
Tabel 10. Rekapitulasi Pegawai Berdasarkan Jenjang Pendidikan per 31 Agustus 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendidikan terakhir S3 S2 S1 SM D3 D2 SLTA SLTP SD Total
Jumlah 22 25 22 1 6 2 103 15 25 221
Aset Lahan BB Litvet memiliki lahan seluas 291.539 m2 (± 29 ha) yang tersebar di tiga lokasi yakni (1) Jalan R.E. Martadinata No.30 Bogor seluas 75.076 m2 untuk gedung perkantoran, laboratorium, bengkel, kandang hewan percobaan dan lain-lain, serta seluas + 400 m2 digunakan untuk mess;
(2) Cimanglid seluas 139.525 m2 digunakan untuk kebun rumput,
kandang hewan percobaan, dan lain-lain; (3) Kiaralawang seluas 80.475 m2 sebagai kebun rumput untuk keperluan pakan hewan percobaan. Produksi rumput setiap bulan jumlahnya sekitar 15 ton dari hasil lahan seluas 60.000 m2.
Gedung Laboratorium Luas lahan untuk gedung laboratorium adalah 11.832 m2, yang terdiri dari 6 gedung laboratorium yaitu Laboratorium Patologi dan Toksikologi 4.704 m2 (38,21%), Virologi 950 m2 (7,72%), Mikologi 1.280 m2 (10,40%), Parasitologi 1.200 m2 (9,75%) dan Bakteriologi 3.682 m2 (29,90%), Laboratorium Zoonosis 400 m2 (3,25%) dan Laboratorium BSL3 moduler 96 m2 ( 0,78%).
Peralatan Laboratorium Sampai dengan Agustus 2016 jumlah peralatan laboratorium yang kondisinya masih layak/baik yang dimiliki oleh BB Litvet sebanyak kurang lebih 738 unit. peralatan laboratorium tersebar di laboratorium
Sebagian besar
Patologi, Toksikologi, Virologi, Mikologi,
Parasitologi, Bakteriologi, Zoonosis dan BSL3 Moduler yang merupakan 1 kesatuan unit.
16
Alat utama yang diperlukan untuk identifikasi penyakit hewan dan untuk mendukung kegiatan keamanan pangan antara lain : berbagai jenis Mikroskop, ELISA reader, Real TimePCR, Konvensional PCR, LCMS, HPLC, GC MS, AAS, Spectrophotometer, DNA Sequencer, pH Meter, Autoclave, Timbangan elektrik, Chicken isolator dan berbagai jenis Biosafety Cabinet maupun Sentrifus. Sebagai laboratorium pengujian yang terakreditasi SNI ISO/IEC 17025:2008 (ISO/IEC 17025:2005), peralatan yang masuk dalam lingkup kegiatan analisis yang terakreditasi perlu dikalibrasi secara rutin setiap tahun.
Hewan Percobaan Hewan percobaan yang masih ada di kandang percobaan Bogor sampai dengan 31 Agustus 2016 sebagai berikut: hewan ruminansia besar ada 5 ekor sapi (4 ekor untuk penelitian Patologi dan 1 ekor untuk penelitian Bakteriologi); ruminansia kecil ada 4 ekor domba dan 1 ekor kambing untuk penelitian Bakteriologi (sebagai hewan donor); hewan kecil terdiri dari 35 ekor marmut untuk penelitian Bakteriologi, 8 ekor kelinci (6 ekor kelinci untuk penelitian Bakteriologi, 2 ekor kelinci untuk penelitian Virologi), 2 ekor tikus putih untuk penelitian Bakteriologi; dan 10 ekor ayam untuk penelitian Virologi.
Keuangan Dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya, pada tahun 2016 BB Litvet mengelola
anggaran
yang
bersumber
dari
APBN
(DIPA
Nomor:
SP
DIPA-
018.09.2.237259/2016) yang dialokasikan pada satu program yaitu Program Penciptaan Teknologi dan Inovasi Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan sebesar Rp. 38.741.319.000,-. Alokasi
anggaran
Rp.15.996.301.000,-,
berdasarkan
jenis
belanja
sbb:
(i)
Belanja
Pegawai
sebesar
(ii) Belanja Barang sebesar Rp.15.884.554.000,- dan (iii) Belanja
Modal sebesar Rp. 6.860.464.000,-. Total realisasi anggaran sampai dengan tanggal 31 Agustus 2016 sebesar Rp. 23.011.262.985,- atau 59,40% dari total anggaran yang meliputi: (i) Realisasi Belanja Pegawai sebesar Rp 11.226.779.397,- atau 70,18% dari pagu, (ii) Realisasi Belanja Barang sebesar Rp. 8.845.462.288,- atau 55,69% dari pagu, dan (iii) Realisasi Belanja Modal sebesar Rp. 2.939.021.300,- atau 42,84% dari pagu.
17
Perkembangan Pelaksanaan DIPA Lingkup Unit Kerja : Balai Besar Penelitian Veteriner Tahun Anggaran 2016 Bulan : 31 Agustus 2016
No
UK/UPT
1
BB Litvet
Pagu Anggaran (Rp.000)
Keuangan Target
Realisasi
(Rp.)
(%)
(Rp.)
(%)
Belanja Pegawai
15.996.301
10.343.208.000
64,66
11.226.779.397
70,18
Belanja Barang
15.884.554
7.322.779.000
46,10
8.845.462.288
55,69
Belanja Modal
6.860.464
2.714.000.000
39,56
2.939.021.300
42,84
38.741.319
20.379.987.000
52,61
23.011.262.985
59,40
Jumlah
18
BAB VI PENUTUP Dari penelitian “Risk Base Surveillance Brucellosis pada Sapi Perah di Sentra Produksi Susu di Jawa Barat” diperoleh hasil berupa informasi status infeksi dan
prevalensi kasus Brucellosis pada sapi perah di lokasi penelitian serta faktor risiko penyebaran atau yang mempengaruhi terjadinya Brucellosis pada sapi perah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi bahan
rujukan
bagi
pemerintah
atau
penentu kebijakan dalam kebijakan pengendalian dan pemberantasan Brucellosis di Jawa Barat. Aset yang dimiliki oleh BB Litvet, yaitu berupa lahan, gedung dan peralatan laboratorium, serta hewan percobaan. Total realisasi anggaran sampai dengan tanggal 31 Agustus 2016 sebesar Rp. 23.011.262.985,- atau 59,40% dari total anggaran yang meliputi: (i) Realisasi Belanja Pegawai sebesar Rp 11.226.779.397,- atau 70,18% dari pagu, (ii) Realisasi Belanja Barang sebesar Rp. 8.845.462.288,- atau 55,69% dari pagu, dan (iii) Realisasi Belanja Modal sebesar Rp. 2.939.021.300,- atau 42,84% dari pagu.
19