Laporan Akhir (Swakelola) KAJIAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KONSERVASI ENERGI
DIREKTORAT ENERGI, TELEKOMUNIKASI & INFORMATIKA
BAPPENAS 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, laporan akhir kegiatan “Pengembangan Kebijakan dan Strategi Konservasi Energi” akhirnya dapat diselesaikan. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan secara swakelola oleh Direktorat Energi, Telekomunikasi dan Informatika Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai masukan bagi pengembangan kebijakan dan strategi konservasi energi.
Laporan akhir ini terdiri dari Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Kondisi Eksisting dan Permasalahan Energi, Bab 3 Regulasi dan Kebijakan Energi, Bab 4 Konservasi dan Analisis Dampak, dan Bab 5 Penutup.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan laporan akhir ini. Dalam laporan ini terdapat rekomendasi untuk semua pihak yang kami anggap terkait untuk pelaksanaan konservasi energi. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan memiliki perhatian dalam upaya pengembangan konsevasi energi.
Jakarta, Desember 2010
ABSTRAK KAJIAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KONSERVASI ENERGI
Dunia kini juga telah bersepakat untuk melakukan kegiatan mengantisipasi gejala pemanasan global (global warming) dengan melakukan banyak perjanjian internasional (termasuk Protokol Kyoto, 1997) serta berbagai upaya lain di bidang teknologi maupun perdagangan untuk menekan kemungkinan terjadinya pemanasan global tersebut. Sebagai negara yang ekonominya sedang tumbuh, konsumsi energi di Indonesia terus meningkat dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat tinggi untuk berbagai jenis bahan bakar, terutama untuk BBM dan tenaga listrik. Kebijakan konservasi bertujuan memelihara kelestarian sumber daya yang ada melalui penggunaan sumberdaya secara bijaksana bagi tercapainya keseimbangan antara pembangunan, pemerataan dan pengembangan lingkungan hidup. Dengan menggunakan indikator intensitas energi, terlihat bahwa penggunaan energi di Indonesia masih boros dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN apalagi dibandingkan dengan negaranegara maju. Konsumsi energi nasional terus akan tumbuh sedangka sumber energi terbatas dan dana pemerintah untuk meningkatkan pasokan energi masyarakat juga terbatas. Oleh karena itu sangat urgen dan darurat bahwa kebijakan konservasi energi perlu didorong bersama. Potensi efisiensi energi dengan penerapan kebijakan konservasi energi cukup besar dengan mengingat nilai intensitas dan elastisitas energi yang masih besar. Saat ini pemerintah sedang menysusun RIKEN (Rencana Induk Konservasi Energi Nasional), yang mana diharapkan kebijakan ini akan membuat program konservasi energi akan semakin menuju keberhasilan yang melibatkan semua pemangku kepentingan dan pelaku pasar
Daftar Isi Kajian Pengembangan Kebijakan dan Strategi Konservasi Energi
DAFTAR ISI Halaman BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1
1.2. Permasalahan
3
BAB 2 TUJUAN 2.1. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Studi
6
2.2. Ruang lingkup dan Keluaran
7
BAB 3 METODLOGI 3.1. Metodologi Pekerjaan
9
3.2. Pelaksana Kegiatan
10
3.3. Pelaksanaan Kegiatan
10
BAB 4 HASIL KAJIAN DAN ANALISIS 4.1. Tinjauan Pembangunan Energi Nasional Periode RPJMN 2005-2009
12
4.1.1 Upaya yang Telah Dilakukan Sampai dengan tahun 2008
12
4.1.2 Permasalahan
20
4.1.2.1 Bauran energi (energy mix) belum optimal
20
4.1.2.2 Konsumsi Energi yang Tinggi
21
4.1.2.3 Pasokan energi masih terbatas (jumlah, kualitas, dan keandalan)
21
4.1.2.4 Regulasi masih perlu disempurnakan dan konsistensi kebijakan serta ketegasan dalam pelaksanaannya
22
4.1.2.5 Program Efisiensi dan konservasi energi masih belum berjalan dengan baik 4.2 Tinjauan Regulasi Tentang Konservasi Energi 4.2.1 Undang-undang
22 25 25
i
Daftar Isi Kajian Pengembangan Kebijakan dan Strategi Konservasi Energi
4.2.2 Peraturan Pemerintah
27
4.2.3 Peraturan Presiden
27
4.2.4 Peraturan Menteri
28
4.3 Analisan Dampak Konservasi Energi
28
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan
39
5.2. Rekomendasi
40
5.3. Deskripsi Manfaat Kajian
40
5.4. Rencana Tindak Lanjut Kajian
40
ii
Daftar Isi Kajian Pengembangan Kebijakan dan Strategi Konservasi Energi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL TABEL
Halaman
Tabel
1.1
Potensi Energi osil dan Non Fosil
4
Tabel
3.1
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
11
Tabel
4.1
Pencapaian Bauran dan Efisiensi Energi Tahun 2008
13
Tabel
4.2
Potensi Energi Fosil dan Non Fosil
15
Tabel
4.3
Prosentase Potensi Energi Fosil Indonesia Terhadap Cadangan Dunia
15
Tabel
4.4
Perkembangan Subsidi serta Biaya Bahan Bakar dan Pelumas
16
Tabel
4.5
Kapasitas dan Produksi Energi Alternatif
19
Tabel
4.6
Pencapaian Bauran dan Efisiensi Energi
20
Tabel 5.1
Matriks Rekomendasi 1, Untuk Para Pemangku Kepentingan Eksternal Terkait (Stakeholders)
33
Matriks Rekomendasi 2 Untuk Para Pemangku Kepentingan Internal Terkait
35
Gambar 1.1
Konsumsi Energi Final Indonesia 2008
2
Gambar 1.2
Konsumsi Energi Perkapita dan Intensitas Energi
4
Gambar 4.1
Besarnya Subsidi tahun 2004-2009
16
Gambar 4.2
Produksi Energi Fosil (ribu BOEPD)
17
Gambar 4.3
Produksi Energi dan Pemanfaatan (ribu BOEPD) tahun 2008
18
Gambar 4.4
Gambar 4.4 Komposisi Konsumsi Energi Final 2008
18
Gambar4.5
Komposisi Produksi Listrik 2008 Berdasarkan Jenis Bahan Bakar 19
Gambar4.6
Konsumsi dan elastisitas energi beberapa negara
23
Gambar 4.7
Kebutuhan Energi Indonesia
24
Tabel 5.2
GAMBAR
iii
Bab 1 Pendahuluan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor energi merupakan sektor strategis mengingat keterkaitannya dengan ekonomi dan lingkungan. Energi sangat diperlukan guna melaksanakan pembangunan perekonomian, namun dengan tetap mempertimbangkan aspek lingkungan agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu sumberdaya alam yang ada seharusnya dieksplorasi dan dieksploitasi dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip perlindungan terhadap kesinambungan lingkungan dan ekosistem yang ada. Dunia kini juga telah bersepakat untuk melakukan kegiatan mengantisipasi gejala pemanasan global (global warming) dengan melakukan banyak perjanjian internasional (termasuk Protokol Kyoto, 1997) serta berbagai upaya lain di bidang teknologi maupun perdagangan untuk menekan kemungkinan terjadinya pemanasan global tersebut. Disadari benar bahwa penyebab terbesar dari persoalan pemanasan global adalah pembakaran bahan bakar fosil (fossil fuels), dan karena itu upaya-upaya untuk menyediakan bahan bakar alternatif yang lebih akrab lingkungan (environmentally friendly) perlu terus diupayakan. Sebagai negara yang ekonominya sedang tumbuh, konsumsi energi di Indonesia terus meningkat dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat tinggi untuk berbagai jenis bahan bakar, terutama untuk BBM dan tenaga listrik. Selain tingkat pertumbuhan yang tinggi, konsumsi energi di Indonesia ditandai dengan ketergantungan yang sangat besar terhadap bahan bakar fosil (terutama minyak bumi), yang mengakibatkan sangat mahalnya biaya penyediaan energi serta dampak yang tidak sehat terhadap lingkungan. Kebutuhan energi yang tumbuh sangat tinggi di Indonesia belum dapat terlayani dengan baik, terutama karena penyediaan infrastruktur untuk mencari, membangkitkan, dan mendistribusikan energi tersebut belum dapat dilakukan secepat perkembangan permintaan yang terjadi. Akses rakyat terhadap energi juga masih merupakan masalah besar di Indonesia.
1
Bab 1 Pendahuluan
Bauran energi (energy mix) yang tidak sehat secara nasional di Indonesia memperlihatkan bahwa minyak bumi masih mendominasi pemanfaatan energi nasional (tabel 1-1). Saat ini untuk proses penyusunan laporan kajian masih digunakan data bauran energi sesuai dengan Perpres No. 5 Th. 2006 mengingat data yang sedang diperbarui akan disajikan di dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang akan diterbitkan oleh Dewan Energi Nasional (DEN). Bila melihat kekayaan sumberdaya energi di Indonesia yang beraneka ragam, gejala bauran energi yang tidak sehat yang terus terjadi di Indonesia –termasuk fuel mix yang berbiaya mahal-- sesungguhnya merupakan suatu ironi. Tenaga Air, 3.11% Panas Bumi, 1.32% Gas Bumi, 28.57%
Minyak Bumi, 51.66% Batubara, 15.34%
Gambar 1.1 Bauran Energi Indonesia Tahun 2006 (Perpres No 5/2006)
Pada sisi lain potensi energi baru terbarukan yang ada sangat memadai namun belum optimal pemanfaatannya. Potensi panas bumi, mikro hidro, surya dan biomassa belum sepenuhnya dimanfaatkan terutama untuk pembangkit listrik khususnya pada sistem Luar Jawa Madura Bali (Jamali) dan daerah perdesaan, perbatasan dan terpencil. Lebih lanjut berdasarkan intensitas dan elastisitas energi saat ini Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain termasuk Asia dan ASEAN (gambar 1.2). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang boros penggunaan energi dan
2
Bab 1 Pendahuluan
kurang produktif. Namun hal ini harus dicermati lebih jauh mengingat tingkat produktifitas juga terkait dengan penciptaan nilai tambah yang berdimensi multi sektor.
1.2 Permasalahan Dengan melihat beberapa hal diatas maka saat ini diperlukan langkah-langkah untuk mengembangkan dan memantapkan kebijakan strategis energi yang ada. Salah satunya yang utama adalah konservasi energi. Kebijakan konservasi bertujuan memelihara kelestarian sumber daya yang ada melalui penggunaan sumberdaya secara bijaksana bagi tercapainya keseimbangan antara pembangunan, pemerataan dan pengembangan
lingkungan
hidup.
Upaya
konservasi
energi
diarahkan
untuk
meningkatkan pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Dalam hubungan dengan itu akan dikembangkan penggunaan teknologi produksi dan penggunaan energi yang lebih efisien dari segi teknis, ekonomis dan kesehatan lingkungan. Usaha konservasi energi harus didukung dan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan di semua sektor. Untuk menunjang kebijakan ini perlu disusun pengaturan pelaksanaan secara praktis dan mudah agar tujuan konservasi dapat dicapai secara optimal. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyusun Rencana Induk Konservasi Nasional (RIKEN) yang memuat rencana tindakan konservasi energi sektoral yang secara teknis dapat dilaksanakan. Pokok-pokok program konservasi dalam RIKEN terdiri dari tiga program pokok, yaitu penyebarluasan informasi, memberikan insentif dan membuat aturan-aturan yang diperlukan.
3
Bab 1 Pendahuluan
Tabel 1.1. Potensi Energi Indonesia Tahun 2004 ( KESDM 2009)
indeks (Jepang = 100)
600 500 400 300 200 100 0 Jepang
OECD
Thailand
Intensitas Energi
• Intensitas Energi (toe per juta US$ PDB) ¾ Jepang : 92,3 ¾ Indonesia : 470
Indonesia
Malaysia
North Am.
Germany
Energy Per Kapita
• Konsumsi Energi per Kapita (toe per kapita) ¾ Jepang : 4,14 ¾ Indonesia : 0,467
Gambar 1.2. Konsumsi Energi Perkapita dan Intensitas Energi
4
Bab 1 Pendahuluan
Namun demikian sejauh ini kebijakan konservasi hampir selalu terabaikan baik dari sisi pasokan (supply) maupun sisi permintaan (demand) dalam perencanaan dan praktek pembangunan nasional dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas diperlukan pemetaan dan evaluasi terhadap kebijakan dan strategi konservasi energi nasional yang ada sejalan dengan dinamika nasional dan global. Selanjutnya hal ini dapat digunakan sebagai bahan masukkan bagi penyusunan pengembangan kebijakan energi nasional guna menciptakan ketahanan dan kemandirian penyediaan energi sebagai pendorong utama pembangunan nasional yang berkelanjutan. Masyarakat sektor industri dan bangunan komersial, telah melakukan usaha konservasi terutama berkaitan dengan pembelian peralatan, pengoperasian peralatan dan diantaranya telah mempunyai program aksi konservasi energi. Namun demikian masih dijumpai hambatan-hambatan dalam penerapan program konservasi energi diantaranya yang paling menonjol adalah masalah pendanaan. Di sektor rumah tangga, penerapan konservasi energi secara umum telah menunjukkan kemajuan yang berarti seperti dalam hal pemilihan peralatan listrik rumah tangga antara lain dalam memilih lampu. Mereka lebih menyukai menggunakan lampu CFL (Compact Fluorescent Lamp) karena lebih hemat penggunaan listriknya, namun ada sebagian kelompok masyarakat masih menggunakan lampu pijar, dengan pertimbangan harga yang lebih murah. Sedangkan di sektor transportasi, masyarakat cenderung menggunakan kendaraan pribadi dengan alasan ketepatan waktu, keamanan dan kenyamanan. Dari uraian di atas, maka secara umum kegiatan konservasi energi, memberi dampak penurunan laju konsumsi energi nasional (perbaikan efisiensi penggunaan energi).
5
Bab 2 Tujuan
BAB 2 TUJUAN 2.1 TUJUAN, SASARAN DAN MANFAAT STUDI Kajian “Pengembangan Kebijakan dan Strategi Konservasi Energi Nasional” yang direncanakan ini bertujuan untuk : (i) sebagai bahan masukan rencana pembangunan nasional baik untuk jangka panjang, menengah maupun tahunan; (ii) sebagai bahan masukkan dari Bappenas khususnya Direktorat Energi, Telekomunikasi dan Informatika bagi proses perencanaan pembangunan sektor energi dan ketenagalistrikan; (iii) sebagai bahan masukkan bagi pengembangan basis data dan informasi sektor energi dan ketenagalistrikan. Dalam studi ini akan dikumpulkan dan dikaji berbagai rencana pengembangan kebijakan dan strategi konservasi energi nasional yang pernah diterbitkan oleh berbagai pihak secara sendiri-sendiri, untuk diintegrasi, disintesis dan dianalisis secara kritis, untuk kemudian dapat dihasilkan rencana pengembangan kebijakan dan strategi konservasi yang lebih komprehensif dan dapat diimplementasikan dengan baik. Dalam studi ini akan dilakukan: studi literatur dari kajian-kajian terdahulu; melakukan policy review terhadap kebijakan energi khususnya tentang konservasi energi; inventarisasi infrastruktur existing bagi pemanfataan energi; proyeksi suplai dan demand kebutuhan energi di dalam negeri; memberikan rekomendasi kebijakan; dan rencana konservasi energi nasional dan infrastrukturnya untuk jangka menengah sampai tahun 2014. Lebih lanjut studi ini diharapkan akan bermanfaat bagi pemangku kepentingan internal di lingkup Bappenas maupun lingkup eksternal yang berkaitan dengan kepentingan pemanfaatan dan konservasi energi. Pada lingkup internal Bappenas para pemangku kepentingan
terkait seperti Direktorat Energi, Telekomunikasi dan
Informatika, Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Direktorat Lingkungan Hidup, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral dan Direktorat 6
Bab 2 Tujuan
Pendanaan Luar Negeri Multilateral. Adapun pada lingkup eksternal terkait adalah KESDM, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Negara BUMN, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Manfaat dan dampak adanya kajian dimaksud terutama sebagai masukkan guna pemanfaatan dan konservasi energi melalui penyelesaian permasalahan dan hambatan yang ada khususnya pada lingkup regulasi dan kebijakan. Untuk mendorong pelaksanaan konservasi energi di masyarakat, perlu diciptakan sikap hemat energi di masyarakat yaitu dengan program konservasi energi yang lebih terarah dan realistis yang dapat diterapkan secara langsung tanpa banyak melibatkan campur tangan pemerintah. Oleh karena itu program-program konservasi energi disusun berdasarkan kebutuhan dan keinginan serta kemampuan masyarakat (stakeholders) itu sendiri, sedangkan pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan regulator.
Dengan
demikian pelaksanaan konservasi energi diharapkan dapat berjalan atas kesadaran masyarakat akan pentingnya hemat energi. Upaya-upaya yang diperlukan dalam rangka pencapaian sasaran konservasi energi meliputi strategi dan pokok-pokok program sebagai penjabaran kebijakan konservasi energi yang cost effective yang memberi dampak cukup besar terhadap perekonomian nasional. 2.2 RUANG LINGKUP DAN KELUARAN Dalam melaksanakan kajian terdapat beberapa batasan mengingat situasi dan kondisi sumberdaya yang ada. Obyek kajian dibatasi pada kebijakan dan strategi konservasi energi pada lingkup nasional dengan pelaku utama di sektor energi dan ketenagalistrikan serta pemangku kepentingan pada sektor lain yang mempunyai peran besar dan menentukan dalam pelaksanaan kebijakan konservasi dimaksud. Adapun periode analisis dibatasi sampai dengan tahun akhir RPJP, yaitu 2025. Dalam menyusun kajian ini maka tim dari Direktorat Energi, Telekomunikasi dan Informatika mempunyai tugas-tugas yang telah dibagi sebagai berikut: (a) pemetaan kondisi eksisting dan identifikasi permasalahan dari aspek teknis dan regulasi; (b) 7
Bab 2 Tujuan
menyusun basis data dan informasi kebijakan dan strategi konservasi energi; (c) melakukan analisis dan evaluasi kebijakan dan strategi konservasi energi; (d) melakukan pengembangan model kebijakan dan strategi komprehensif konservasi energi; dan (e) menyusun rekomendasi pengembangan kebijakan dan strategi konservasi energi (f) melakukan analisa menyeluruh atas pemetaan dan evaluasi yang dilakukan dan (d) menyusun rekomendasi kebijakan dan strategi yang diperlukan untuk mendukung pengembangan kebijakan dan strategi konservasi energi.
Keluaran kajian ini adalah evaluasi terhadap kebijakan dan strategi konservasi energi yang telah dan sedang dilaksanakan serta alternatif pengembangan kebijakan dan strategi untuk masa yang akan datang guna mengantisipasi perkembangan situasi dan kondisi yang ada saat ini serta mengikuti dinamika sektor energi pada umumnya. Selain itu adalah rekomendasi mengenai rencana tindak (action plan) untuk berbagai pihak terkait terhadap kebijakan dan strategi dimaksud untuk menyehatkan konsumsi energi dan meningkatkan keamanan dan ketahanan energi nasional.
8
Bab 3 Metodologi
BAB 3 METODOLOGI 3.1 METODOLOGI PEKERJAAN Metodologi kajian Pengembangan Kebijakan dan Strategi Konservasi Energi Nasional dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut : 1.
Persiapan, termasuk menyusun rencana jadwal kegiatan, pembahasan TOR, proses pengadaan barang/jasa (pelelangan), penentuan tim pendamping/konsultan
2.
Identifikasi permasalahan dalam bidang energi dan potensi yang bisa didapat dari konservasi energi, yang dilanjutkan dengan perumusan masalah
3.
4.
Desk study, Inventarisasi permasalahan dan pengumpulan data sekunder, meliputi :
Data/informasi penggunaan energi
Data/informasi peran cadangan energi nasional
Data/informasi potensi yang bisa diraih dengan konservasi energi
Data/informasi regulasi dan lainnya yang mendukung kajian
Short Field Survey, pekerjaan observasi lapangan/pengambilan data primer beserta data pendukung lainnya yang dibutuhkan untuk tahap analisa dan evaluasi
5.
Koordinasi dan wawancara, pembahasan dengan tim pendamping/nara sumber
6.
Pengolahan data sekunder dan data primer untuk memperoleh gambaran tentang:
Keadaan saat ini dan proyeksi mengenai Ekonomi Makro Indonesia
Keadaan sistem penyediaan dan pemanfaatan energi di Indonesia.
Kondisi regulasi termasuk kebijakan dan strategi pengembangan kebijakan dan strategi konservasi energi.
7.
Hasil akhir dari pekerjaan berupa pelaporan hasil analisa dan rekomendasi terhadap kebijakan dan strategi konservasi energi nasional adalah:
8.
Laporan Pendahuluan
Laporan Interim
Laporan Draft Akhir
Laporan Akhir
Diseminasi 9
Bab 3 Metodologi
3.2 PELAKSANA KEGIATAN Kegiatan kajian ini dilaksanakan oleh Direktorat Energi, Telekomunikasi dan Informatika yang terdiri atas penanggung jawab kegiatan, tim Penyusun Rekomendasi Kebijakan (TPRK) yang berjumlah tujuh orang, kelompok diskusi (Focus Discussion Group) dan tim pendukung yang berjumlah lima orang. Dalam pelaksanaannya Tim ini dibantu oleh pihak penyedia barang/jasa (pihak ketiga) dengan kualifikasi pendidikan dan pengalaman kerja tenaga ahli yang dibutuhkan sebagaimana uraian dalam Kerangka Acuan Pihak Ketiga. 3.3
PELAKSANAAN KEGIATAN Untuk mengarahkan studi ini, maka pada setiap tahapan akan dilakukan kegiatan
pengarahan (kick off meeting), roundtable discussions, dan focus group discussions (FGD), sebagai forum klarifikasi dan untuk mendapatkan masukan-masukan dari berbagai pihak sebagai yang hasil-hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki hasil-hasil studi. Kegiatankegiatan tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Roundtable discussion merupakan pertemuan internal tim dan Pemberi Kerja yang digunakan untuk membahas hasil-hasil dan kemajuan pekerjaan; b. FGD pertama dilaksanakan setelah penyerahan Laporan Pendahuluan untuk mendapat masukan-masukan dan klarifikasi terhadap asumsi-asumsi dan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam kajian. c. FGD kedua dilaksanakan untuk membahas hasil-hasil analisis pada kegiatan nomor yang dituangkan dalam Draft Laporan Akhir. d. Seminar hasil kajian untuk memperoleh masukan dari pemangku kepentingan sektor energi guna penyempurnaan laporan akhir. e. Penyempurnaan Laporan Akhir. Kegiatan ini akan dilaksanakan dalam waktu 5 (lima) bulan mulai dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2010. Secara garis besar jadwal kegiatan adalah sebagai berikut:
10
Bab 3 Metodologi
Tabel 3-1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan No.
Uraian kegiatan
Apr
Mei
Juni
Juli
Agts
Sept Okt
Nov
1. Persiapan dan Mobilisasi 2. Studi Literatur 3. Pengumpulan data dan Survey 4. Pekerjaan Konsultan Individual 5. Laporan Kajian Konsultan 6. Pertemuan/Diskusi/Seminar 7. Finalisasi
11
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
BAB 4 HASIL KAJIAN DAN ANALISA 4.1 Tinjauan Pembangunan Energi Nasional Periode RPJMN 2005-2009 4.1.1
Upaya yang telah dilakukan sampai dengan Tahun 2008
Pengelolaan energi di Indonesia saat ini berlandaskan pada UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengubah pola pengelolaan energi dari semula hanya terfokus di sisi penyediaan, saat ini juga memfokuskan pada sisi permintaan di antaranya melalui upaya konservasi dan diversifikasi. Pola pemanfaatan energi primer di dalam negeri masih didominasi oleh minyak bumi sebesar 46,7 persen, gas bumi 20,6 persen, batubara 27,4 persen, dan EBT 5,3 persen. Demikian pula pemanfaatan energi finalnya. Total kosumsi energi final yang mencapai 805,6 juta SBM masih didominasi oleh BBM sebesar 47,1 persen. Sementara itu pemanfaatan energi untuk pembangkit listrik juga masih didominasi oleh BBM. Sampai dengan tahun 2008 komposisi produksi listrik berdasarkan bahan bakar didominasi oleh Batubara sebesar 45 persen dan BBM sebesar 25 persen. Sementara itu, pada tahun yang sama, PT. PLN membelanjakan 56 persen dari total beban usaha untuk membeli bahan bakar minyak Dengan semakin terbatasnya sumber energi fosil, dilakukan upaya diversifikasi penyediaan dan pemanfaatan energi agar bauran energi menjadi lebih optimal. Hal tersebut juga sejalan dengan upaya pengurangan dampak perubahan iklim (climate change) yang ada sehingga diperlukan untuk segera memanfaatkan energi alternatif secara bertahap dan berorientasi pasar. Selain itu, dilakukan upaya konservasi dan efisiensi energi yang lebih intensif. Pemerintah telah melaksanakan program konservasi energi, dan dalam pelaksanaannya telah dilakukan audit energi untuk kalangan industri dan gedung bertingkat. Pada sisi konsumen, pemerintah telah melaksanakan program hemat energi, program ini mencakup labelisasi peralatan rumah tangga yang hemat energi.
12
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Tabel 4.1 Pencapaian Bauran dan Efisiensi Energi Tahun 2008 ITEM 1. Bauran Energi Primer (total 1.006,53 juta SBM) - Minyak Bumi - Gas Bumi - Batubara - EBT 2. Intensitas Energi
SATUAN
CAPAIAN
% % % % TOE/juta USD
48,3 28,6 18,8 4,3
3. Elastisitas Energi Sumber: Diolah dari KESDM, 2009
480 1,71
Pemanfaatan energi alternatif (termasuk energi baru dan terbarukan) juga ditujukan bagi diversifikasi energi dan optimalisasi energi mix policy. Beberapa hasil yang telah dilakukan adalah telah dioperasikan Pilot Plant UBC dengan kapasitas 5 ton/hari di Palimanan-Cirebon pada tahun 2003. Untuk pengembangan biodiesel telah disusun Naskah Akademis rancangan kebijakan biodiesel, penetapan SNI No. 03-7182-2006 untuk Biodiesel, serta kampanye implementasi biodiesel dengan penggunaan perdana pada kendaraan bus operasional berbahan bakar B-10 oleh Menteri ESDM. Selain itu, juga telah dilaksanakan program percepatan substitusi BBM dengan memanfaatkan LPG. Optimalisasi pengaturan tarif, subsidi, kewajiban pelayanan umum, dan penyertaan modal. Kenaikan harga minyak mentah (crude oil) pada tahun 2005 menyebabkan naiknya subisidi energi yang harus ditanggung oleh anggaran negara. Dalam upaya untuk menyehatkan sistem tarif BBM dan didorong oleh kenaikan harga minyak dunia tersebut, pada tahun 2005 pemerintah telah menyesuaikan tarif BBM menuju harga keekonomiannya (menaikkan harga jual BBM lebih dari 100%). Dampaknya cukup baik yaitu menurunnya tingkat konsumsi BBM pada awal tahun 2006 sebesar 9% dibandingkan tahun sebelumnya yang berarti mengurangi impor BBM dan sekaligus menurunnya subsidi. Upaya lainnya dalam rangka percepatan pengurangan subsidi BBM telah diupayakan substitusi minyak tanah dengan elpiji di sektor rumah tangga, substitusi solar dengan biosolar, dan penggunaan batubara untuk pembangkit tenaga listrik.
13
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Optimalisasi dukungan kebijakan, regulasi, dan kelembagaan dalam percepatan efisiensi dan konservasi energi. Beberapa regulasi yang telah ditetapkan untuk mendorong percepatan efisiensi dan konservasi energi antara lain (1) Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi, (2) Inpres Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi Nasional, (3) Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghematan Energi, (4) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, (5) Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, (6) Inpres Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batu bara yang Dicairkan Sebagai Bahan Bakar Lain, (7) Permen ESDM Nomor 02 Tahun 2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan. (8) cetak biru (blueprint) Pengelolaan Energi Nasional (PEN) sebagai panduan arah pengembangan energi nasional yang merupakan penjabaran Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN); (9) PM Energi dan Sumber Daya Mineral No. 51 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Pedoman Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, (16) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan modern saat ini. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan manusia sangat ditentukan oleh ketersediaan, jumlah, harga dan mutu energi yang dapat dimanfaatkan, secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Selain itu, energi merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat penting sehingga pemanfaatan energi harus memberikan nilai tambah, tidak boros dan efisien. Potensi sumber daya energi Indonesia cukup beragam baik berbasis fosil maupun berbasis non fosil, namun ketersediaannya relatif tidak terlalu besar dibandingkan dengan potensi yang ada di negara-negara lainnya. Oleh karena itu perlu adanya kearifan dalam pengembangan dan pemanfaatannya.
14
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Tabel 4.2 Potensi Energi Fosil dan Non Fosil
Sumber: KESDM, 2009
Tabel 4.3 Prosentase Potensi Energi Fosil Indonesia Terhadap Cadangan Dunia Minyak Bumi
Batubara
Gas Bumi
1
Arab Saudi (21 %)
Amrika Srikat (28.9 %)
Federasi Rusia (23.4 %)
2
Iran (10.9%)
Federasi Rusia (19.0 %)
Iran (16.0 %)
3
Irak (9.1%)
Cina (13.9 %)
Qatar (13.8 %)
4
Kuwait (8.1 %)
Australia (9.2 %)
Turkmenistan (4.3 %)
5
Venezuela (7.9 %)
India (7.1 %)
Arab Saudi (4.1 %)
6
Uni Emirat Arab (7.8 %) Ukraina (4.1 %)
Amerika Serikat (3.6 %)
Indonesia (0.3 %)
Indonesia (1.7 %)
Indonesia (0.5 %)
Sumber: KESDM, 2009 Pengelolaan energi di Indonesia saat ini berlandaskan pada Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2007 Tentang Energi yang merubah pola pengelolaan energi dari semula hanya terfokus di sisi penyediaan (supply side), saat ini juga memfokuskan pada sisi permintaan (demand side) diantaranya melalui upaya konservasi dan diversikasi. Selain itu, pengusahaan energi juga diwarnai oleh kebijakan subsisi harga BBM dan listrik di dalam negeri, dimana untuk BBM tertentu dan tarif dasar listrik (TDL) masih 15
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
ditentukan oleh pemerintah. ubsidi energi (BBM dan Listrik) setiap tahun meningkat, pada tahun 2008 mencapai lebih dari Rp. 200 triliun.
Gambar 4.1 Besarnya Subsidi tahun 2004-2009 Total Subsidi 300 250 200 Rp. 150 (Trilliun) 100
Total
50 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Sumber: fiscal Depkeu 2009
Kebijakan TDL belum mencerminkan harga yang berkeadilan karena subsidi pemerintah yang sangat besar (akibat selisih antara BPP dengan TDL) di nikmati oleh semua golongan masyarakat baik yang mampu maupun yang tidak mampu. Besaran subsidi listrik terutama dipengaruhi oleh harga bahan bakar (terutama minyak). Tabel 4.4 Perkembangan Subsidi serta Biaya Bahan Bakar dan Pelumas 2004
2005
2006
2007
2008
Subsidi (Rp. Triliun)
3,47
12,51
32,91
36,60
78,58
Biaya Bahan Bakar&Pelumas (Rp.
24,49
37,36
63,40
65,56
107,78
Triliun) Sumber: PT. PLN (Persero) diolah, 2009 Dalam perkembangannya penyediaan energi terutama produksi energi fosil terus meningkat, sedangkan energi baru terbarukan (EBT) masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pada tahun 2008, produksi energi fosil dengan total sebesar
16
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
5.206 ribu BOEPD masih didominasi oleh Batubara sebesar 52,4%, diikuti gas bumi sebesar 28,2%, dan minyak bumi sebesar 19,4%.
Gambar 4.2 Produksi Energi Fosil (ribu BOEPD) 6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
Total
2004
2005
2006
2007
2008
3,888
4,269
4,672
4,819
5,026
Minyak bumi
1,095
1,062
1,006
954
977
Gas bumi
1,478
1,461
1,445
1,369
1,416
Batubara
1,315
1,746
2,221
2,496
2,634
Sumber: KESDM, 2009
Namun pola pemanfaatan energi fosil tersebut (tahun 2008) di dalam negeri masih didominasi oleh minyak bumi sebesar 46,7%, Gas Bumi 20,6%, Batubara 27,4%, dan EBT 5,3%.
17
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Gambar 4.3 Produksi Energi dan Pemanfaatan (ribu BOEPD) tahun 2008 1.200,00 1.000,00
juta BOE
800,00 Produksi
600,00
Pemanfaatan
400,00 200,00 Minyak Bumi (Produksi)
Gas Bumi (Produksi)
Batubara
EBT
Sumber: diolah dari DESDM
Demikian pula dengan pemanfaatan energi finalnya. Pada tahun 2008, total kosumsi energi final yang mencapai 805,6 juta SBM masih didominasi oleh BBM sebesar 47,1%.
Gambar 4.4 Komposisi Konsumsi Energi Final 2008
Sumber: KESDM, 2009
Sedangkan pemanfaatan energi untuk pembangkit listrik juga masih di dominasi oleh bahan bakar minyak (BBM). Pada tahun 2008, komposisi produksi listrik berdasarkan bahan bakar didominasi oleh Batubara sebesar 45% dan BBM sebesar 25%. Sementara itu, pada tahun yang sama, PT. PLN membelanjakan 56% dari total beban usaha untuk membeli bahan bakar minyak.
18
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Gambar 4.5 Komposisi Produksi Listrik 2008 Berdasarkan Jenis Bahan Bakar Kom pos is i Produk s i Lis trik 2008 Be rdas ark an Je nis Bahan Bak ar
Hidro PS PLTP 7.5% 0.0% 5.5%
BBM 24.8%
Batubara 44.8% LNG 0.0%
Gas 17.5%
Sumber: Data diolah dari RUPTL 2009-2018 PT. PLN (Persero)
Dengan semakin terbatasnya sumber energi fosil dilakukan upaya diversifikasi penyediaan dan pemanfaatan energi agar bauran energi (energy mix) menjadi lebih optimal. Hal tersebut juga sejalan dengan upaya pengurangan dampak perubahan iklim (climate change) yang ada, sehingga diperlukan untuk segera memanfaatkan energi alternatif secara bertahap dan berorientasi pasar. Tabel 4.5 Kapasitas dan Produksi Energi Alternatif
Sumber : paparan Trilateral KESDM, 2009 Upaya pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif berbasis batubara yang saat ini terus diupayakan pengembangan teknologi upgraded brown coal (UBC), pencairan batubara (Coal Liquefaction) dan pengembangan coal bed methane (CBM). Upaya pengembangan tersebut diantaranya adalah (a) melanjutkan pengembangan teknologi
19
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
upgraded brown coal (UBC) dari Pilot Plant menuju demo plant UBC di Palimanan Cirebon guna mendukung pemanfaatan batubara dari 5 ton/hari menjadi kapasitas 1.000 ton/hari pada tahun 2008; (b) untuk pencairan batubara (Coal Liquefaction) direncanakan akan dibangun beberapa pabrik pencairan batubara yang nantinya akan memberikan sumbangan yang berarti kepada pengurangan kebutuhan BBM di dalam negeri; dan (c) melanjutkan ujicoba (pilot project) pengembangan coal bed methane (CBM) di Sumatra Selatan. Selain itu juga dilakukan upaya konservasi dan efisiensi energi yang lebih intensif. Pemerintah telah melaksanakan program konservasi energi, dan dalam pelaksanaannya telah dilakukan audit energi untuk kalangan industri dan gedung bertingkat. Pada sisi konsumen, pemerintah telah melaksanakan program hemat energi, program ini mencakup labelisasi peralatan rumah tangga yang hemat energi. Tabel 4.6 Pencapaian Bauran dan Efisiensi Energi
Sumber: Diolah dari KESDM,2009
4.1.2
Permasalahan
Beberapa permasalahan yang dihadapi sepanjang periode RPJMN 2004-2019 adalah : 4.1.2.1 Bauran energi (energy mix) belum optimal. Ketergantungan akan energi fosil/konvensional berdasarkan kondisi bauran energi tahun 2008 masih tinggi. Selain itu komposisi energi final di Indonesia pada tahun 2008 ditandai dengan ketergantungan yang masih besar terhadap bahan bakar fosil (terutama minyak bumi) sebesar 47,1 persen dari total bauran energi. Hal ini selain mengakibatkan dampak buruk terhadap lingkungan juga biaya penyediaan energi sangat menjadi mahal karena penyediaan energi (terutama minyak bumi) saat ini tidak hanya terkait pasokan dan permintaan namun telah menjadi komoditas untuk motif transaksi dan berspekulasi. 20
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Prosentase pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik baik skala besar maupun skala kecil dan menengah juga masih rendah. Pemanfaatan panas bumi baru sebesar 1.052 MW dari total potensi sebesar 27 GW atau baru sebesar 3,9 persen. Untuk mikrohidro baru sebesar 17,2 persen dari total potensi sebesar 500 MW, dan biomassa hanya sebesar 0,8 persen dari total potensi yang ada sebesar 49,81 GW. Selain itu, proporsi bauran energi primer untuk pembangkit listrik juga masih belum sehat. Penggunaan BBM untuk pembangkit listrik sampai saat ini masih cukup besar yaitu 34%. Namun, biaya operasi pembangkit BBM tersebut mencapai 79% dari total biaya operasi total pembangkit. Di sisi lain, pangsa energi baru terbarukan untuk pembangkit listrik masih sangat terbatas, misalnya pembangkit tenaga panas bumi hanya memiliki porsi sebesar 3%. Sedangkan pemanfaatan batubara dan gas bumi sebagai sumber energi pembangkit listrik masih terkendala pada terbatasnya pasokan akibat struktur pasarnya yang liberal (masalah kesepakatan harga) dan adanya kontrak-kontrak jangka panjang. 4.1.2.2 Konsumsi Energi yang Tinggi. Sebagai negara yang ekonominya sedang tumbuh, konsumsi energi di Indonesia terus meningkat dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat tinggi untuk berbagai jenis bahan bakar, terutama untuk BBM dan tenaga listrik. Konsumsi energi meningkat rata-rata 7 persen per tahun yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, kegiatan ekonomi dan perkembangan industri. Kebutuhan energi yang tumbuh sangat tinggi di Indonesia belum dapat terlayani dengan baik, terutama karena penyediaan infrastruktur untuk mencari, membangkitkan, dan mendistribusikan energi tersebut belum dapat dilakukan secepat perkembangan permintaan yang terjadi. Akses rakyat terhadap energi masih merupakan masalah besar di Indonesia. Demikian pula halnya dengan permintaan tenaga listrik di Indonesia juga masih tinggi mengingat sampai dengan tahun 2008 rasio elektrifikasi diperkirakan baru mencapai 65,1% 1 , atau dengan kata lain terdapat sekitar 36 juta 2 rumah tangga Indonesia masih membutuhkan tenaga listrik. Selain itu, pemenuhan tenaga listrik beberapa tahun terakhir masih dibatasi oleh kemampuan pasokan tenaga listrik karena minimnya tambahan pasokan tenaga listrik. 1
Sumber : presentasi Ditjen LPE Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus tahun 2005 (SUPAS 2005) jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 218.868.791 orang, sedangkan jumlah rumah tangga adalah sebesar 55.127.716 KK.
2
21
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
4.1.2.3 Pasokan energi masih terbatas (jumlah, kualitas, dan keandalan). Pada sisi penyediaan tenaga listrik nampak bahwa kapasitas pembangkit tenaga listrik sampai saat ini masih belum mampu mencukupi kebutuhan. Pertumbuhan kapasitas pembangkit tidak seimbang dengan pertumbuhan beban, dimana sampai dengan tahun 2008 hanya bertambah sebesar 4.838 MW sejak 20043. Selain itu, tingkat keandalan pembangkit masih rendah dimana cadangan daya (reserve margin) yaitu berkisar 25% sedangkan minimum yang diharapkan adalah sebesar 35-40%. Kondisi sistem transmisi masih belum handal. Sampai saat ini, keandalan sistem transmisi dan distribusi masih rendah dimana tingkat susut (losses) masih di atas 10%. Perkembangan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, di luar sistem Jawa-Madura-Bali, baru mencakup sebagian dari sistem Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Sedangkan untuk sistem Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua belum memiliki sistem transmisi. 4.1.2.4 Regulasi masih perlu disempurnakan dan konsistensi kebijakan serta ketegasan dalam pelaksanaannya Permasalahan penting lainnya yaitu belum adanya penyempurnaan regulasi yang disesuaikan dengan dinamika sektor sekaligus sebagai upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif serta harga energi yang belum sesuai dengan keekonomiannya. Kebijakan harga energi yang masih membutuhkan subsidi mengakibatkan harga energi menjadi murah sehingga penyalahgunaan dan pemborosan dalam pemanfaatan energi. Mengingat masih sangat tergantungya energi terhadap sumber energi fosil maka kondisi penyediaan energi nasional menjadi sangat rentan terhadap kondisi harga energi global. Selain itu kondisi harga energi yang masih tergantung pada subsidi, maka fluktuasi harga energi dunia juga akan membebani anggaran belanja negara. Upaya pengembangan minyak bumi dan gas bumi sebagai sumber energi alternatif saat ini menghadapi permasalahan yaitu antara melakukan ekspor dan memenuhi kebutuhan domestik serta pilihan cara distribusi antara pembangunan pipa transmisi atau terminal. Dua hal ini perlu dicermati, mengingat kebutuhan energi dalam negeri sudah semakin kristis sejalan dengan kebutuhan bangsa untuk dapat membangun perekonomian nasional yang sejalan dengan perubahan global yang berjalan dengan cepat.
3
Sumber : DESDM, Kinerja sektor ESDM 2008
22
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
4.1.2.5 Program Efisiensi dan konservasi energi masih belum berjalan dengan baik. Berdasarkan data mengenai konsumsi energi di Indonesia, intensitas dan elastisitas energi saat ini masih tinggi tapi disisi lain konsumsi energi per kapita yang rendah menunjukkan pemakaian energi tidak produktif dan boros. Namun hal ini harus dicermati lebih jauh mengingat tingkat produktifitas juga terkait dengan penciptaan nilai tambah yang berdimensi multi sektor. Perbandingan dengan negara lain terlihat pada Gambar 4.6 berikut ini.
Gambar 4.6 Konsumsi dan elastisitas energi beberapa negara
indeks (Jepang = 100)
600 500 400 300 200 100 0 Jepang
OECD
Thailand
Intensitas Energi
• Intensitas Energi (toe per juta US$ PDB) ¾ Jepang : 92,3 ¾ Indonesia : 470
Indonesia
Malaysia
North Am.
Germany
Energy Per Kapita
• Konsumsi Energi per Kapita (toe per kapita) ¾ Jepang : 4,14 ¾ Indonesia : 0,467
Sumber : Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2010-2025, DESDM, 2009
Konservasi energi belum berkembang di tanah air dipengaruhi oleh pandangan bahwa Indonesia dikaruniai sumberdaya energi berlimpah sehingga menggunakan energi secara hemat bukanlah sebuah keharusan, dan pemahaman mengenai konservasi energi sebagai tindakan praktis juga belum berkembang di masyarakat karena masih langkanya penyebarluasan informasi atau kampanye mengenai teknik-teknik konservasi energi. Berikut ini grafik yang memperlihatkan perkiraan kebutuhan energi Indonesia 2005-2025 tanpa kebijakan konservasi dibandingkan jika dilakukan kebijakan konservasi energi.
23
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Gambar 4.7 Kebutuhan Energi Indonesia 4.000,0 3.500,0 3.000,0
Million BOE
2.500,0 2.000,0 1.500,0 1.000,0 500,0 -
Without Energy Conservation
RIKEN Scenario
Rata-rata pertumbuhan 2002-2025: ‐
Tanpa konservasi = 8,4%
‐
RIKEN
= 5,6%
Sumber : Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2010-2025, DESDM, 2009
Melalui pelaksanaan konservasi energi sesungguhnya memberikan keuntungan sebagai contoh industri-industri dapat menurunkan biaya produksi bila penggunaan energi secara hemat terus dipraktekkan. Selain menekan biaya, konservasi energi berarti meningkatkan kapasitas pelayanan dan akses terhadap energi, dimana energi yang dihemat (BBM, listrik, dstnya) dapat diperluas pemanfaatannya untuk masyarakat lain, termasuk kaum dhuafa. Melalui konservasi, dampak negatif terhadap lingkungan diturunkan, bahkan kini
melalui
skema
Mekanisme
Pembangunan
Bersih
(Clean
Development
Mechanisme/CDM), pengurangan polusi dapat dijual ke pasar emisi dunia, dan dengan lingkungan yang bersih maka kualitas kehidupan akan meningkat.
24
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
4.2 Tinjauan Regulasi Tentang Konservasi Energi Pada sub bab ini akan diangkat beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan konservasi energi. Isi tiap peraturan perundang-undangan tersebut akan dijelaskan secara singkat dan dievaluasi untuk mengetahui makna yang tersirat didalamnya.
4.2.1 Undang-undang Beberapa undang-undang yang secara langsung terkait dengan pembangunan energi nasional dan konservasi energi yaitu : 1. Undang-undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Undang-undang ini menjadi payung bagi kebijakan energi nasional termasuk di dalamnya kebijakan konservasi energi. Beberapa butir yang terkait antara lain : a.
Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan
meningkatkan ketahanan energi, tujuan pengelolaan energi adalah: i. Tercapainya kemandirian pengelolaan energi ii. Terjaminnya ketersedian energi dalam negeri baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri iii. Tersedianya sumber energi dalam negeri untuk : •
Pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri
•
Pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri
•
Peningkatan devisa negara
iv.
Terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu dan berkelanjutan
v.
Termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor
b. Penyediaan energi dilakukan melalui inventarisasi sumber daya energi serta diversifikasi, konservasi dan intensifikasi sumber energi dan energi. c. Pemerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi d. Penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. e. Harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan f. Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu.
25
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
g. Pemanfaa.tan energi dilakukan dengan mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi, dan lingkungan h. Dalam pasal 25 tentang Konservasi Energi disebutkan bahwa : i. Konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat. ii. Konservasi energi nasional mencakup seluruh tahap pengelolaan energi. iii. Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi energi diberi kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. iv. Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak melaksanakan konservasi energi diberi disinsentif. v. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan konservasi energi serta pemberian kemudahan, insentif, dan disinsentif, diatur dengan Peraturan Pemerintah dan atau Peraturan Daerah.
2.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Undang-undang ini baru disahkan oleh DPR pada 8 September tahun 2009
menggantikan UU no. 15 tahun 1985. Undang-undang ini dalam kaitannya dengan kebijakan konservasi energi memberikan penekanan tentang pemanfaatan sumber energi lokal khususnya energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkitan listrik dalam kerangka mendorong ketahanan dan kemandirian energi guna pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa butir dalam undang-undang ini terkait dengan standarisasi dan kelaikan operasi serta upaya yang mempertimbangkan aspek lingkungan hidup sebagai bagian penting dari upaya-upaya konservasi energi. Hal ini juga diperkuat dengan peran dan tugas pemerintah, pemerintah daerah, koperasi, swasta dan masyarakat.
26
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
4.2.2
Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan pasca berlakunya Undang-Undang No. 30
Tahun 2007 tentang Energi berisi tentang penjabaran dari apa yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut. Beberapa peraturan pemerintah terkait adalah : PP No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 25 ayat 2 UU No. 30 Th 2007 tentang Energi. Peraturan ini dimaksudkan untuk mengatur upaya pemanfaatan energi secara hemat, rasional dan bijaksana bagi pemenuhan kebutuhan energi saat ini dan masa yang akan datang serta tercipta budaya hemat energi. Beberapa hal penting terkait peraturan ini yaitu : a. Pasal 2 dan 3 menyebutkan bahwa konservasi energi nasional menjadi tanggungjawab pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Hal ini dilakukan berdasarkan Rencana Induk Konservasi Energi Nasional yang disusun dan ditetapkan oleh menteri b. Pasal 5 menyebutkan secara khusus bahwa tanggung jawab pemerintah daerah termasuk dalam mengalokasikan dana untuk pelaksanaan konservasi energi c. Pasal 7 menyebutkan bahwa pengusaha bertanggung jawab dalam menghasilkan produk dan/atau jasa yang hemat energi
4.2.3
Peraturan Presiden Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 Kebijakan ini menekankan pada jaminan pasokan energi dalam negeri yang
diharapkan dapat mendukung berjalannya pembangunan berkelanjutan. Kebijakan utama yang terkait dengan konservasi energi antara lain adalah pasal 3 yang mana disebutkan bahwa kebijakan utama tersebut meliputi: a. Penyediaan energi melalui: i. penjamin ketersediaan pasokan energi dalam negeri ii. Pengoptimalan produksi energi; ii) Pelaksanaan konservasi energi; b. Pemanfaatan energi melalui: i. efisiensi pemanfaatan energi;
27
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
ii. diversifikasi energi.
4.2.4 Peraturan Menteri Pengaturan secara lebih detil terkait pelaksanaan konservasi energi diatur dalam beberapa peraturan menteri berikut : 1. Permen ESDM Nomor 13 tahun 2010 tentang penetapan dan pemberlakuan standar kompetensi manajer energi bidang industri 2. Permen ESDM Nomor 14 tahun 2010 tentang penetapan dan pemberlakuan standar kompetensi manajer energi bidang bangunan gedung sub bidang pengelolaan
4.3 Analisa Dampak Konservasi Energi Konservasi energi sebagai sebuah pilar manajemen energi nasional belum mendapat perhatian yang memadai di Indonesia. Manajemen energi di tanah air selama ini lebih memprioritaskan pada bagaimana menyediakan energi atau memperluas akses terhadap energi kepada masyarakat. Hal ini diwujudkan antara lain melalui peningkatan eksploitasi bahan bakar fosil atau pembangunan listrik perdesaan. Konsumsi energi di sisi yang lain masih dibiarkan meningkat dengan cepat, lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi. Ini ditunjukkan misalnya oleh permintaan terhadap tenaga listrik. Konservasi energi bermanfaat bukan hanya untuk menekan konsumsi dan biaya konsumsi energi, namun juga memberikan dampak yang lebih baik terhadap lingkungan. Sebagai dimaklumi, sumber utama pemanasan global yang dikhawatirkan masyarakat planet bumi kini adalah pembakaran bahan bakar fosil, atau aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan energi. Kegiatan pembakaran bahan bakar fosil, misalnya yang ditunjukkan oleh kegiatan transportasi, menghasilkan berbagai polutan seperti COx, NOx maupun SOx di samping partikel debu yang mengotori udara. Konservasi energi akan mendatangkan manfaat bukan hanya untuk masyarakat yang konsumsi energi per kapitanya telah sangat tinggi, namun juga oleh negara yang konsumsi energi per kapitanya rendah, seperti Indonesia. Dengan melakukan konservasi maka seolaholah kita menemukan sumber energi baru. Bila Indonesia dapat menghemat konsumsi
28
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
BBMnya sekitar 10 persen saja, maka itu berarti “menemukan” lapangan minyak baru yang dapat memproduksi BBM sebesar itu juga, yang dalam kenyataannya membutuhkan biaya yang cukup besar untuk eksplorasi dan memproduksinya. Biaya yang dapat dihemat dengan melakukan konservasi sangat besar. Salah satu faktor yang membuat konservasi energi tidak berkembang di Indonesia adalah adanya pandangan di kalangan masyarakat bahwa Indonesia adalah negara yang dianugerahi dengan kekayaan sumberdaya energi yang berlimpah, dan karena itu menggunakan energi secara hemat tidak dianggap sebagai sebuah keharusan. Pemahaman konservasi energi sebagai tindakan praktis juga belum berkembang di kalangan masyarakat karena masih langkanya penyebarluasan informasi atau kampanye mengenai teknik-teknik konservasi energi. Peraturan perundang-undangan mengenai konservasi energipun belum dikembangkan. Demikian pula, pembentukan badan khusus di kalangan pemerintah/ swasta yang menangani masalah konservasi energi juga belum didirikan. Kerugian karena tidak menerapkan program konservasi energi sebetulnya sudah dirasakan di tanah air. Berapa kerugian karena tidak melakukan konservasi energi dengan benar merupakan angka yang belum pernah kita hitung. Penyakit yang dilahirkan dari pola konsumsi BBM nasional yang tidak sehat (“subsidi BBM”, penyelundupan, pengoplosan, serta biaya politik yang ditimbulkannya) sedikit banyak dapat diatasi bila kita melakukan konservasi energi dengan ketat, khususnya di sektor transportasi. Rugi-rugi (losses) dalam pengusahaan listrik nasional dapat ditekan bila kesadaran melakukan efisiensi dan konservasi energi telah berkembang di kalangan masyarakat dan perusahaan listrik itu sendiri. Banyak industri dapat menekan biaya produksi mereka bila perhatian mengenai bagaimana dapat menggunakan energi secara hemat dipraktekkan dalam kegiatan industri sehari-hari. Pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap kebijakan energi, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE), menekankan kepada seluruh pengguna sumber energi dan pengguna energi termasuk industri untuk wajib melakukan konservasi energi setiap tahunnya melalui manajemen energi. Sehubungan dengan itu maka KESDM mengeluarkan surat edaran. Surat dengan nomor 302.E/07/DJE/2010 tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal EBTKE, Luluk Sumiarso pada Selasa 28 Desember 2010 sebagai impelentasi pasal 12 ayat
29
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
(2) Peraturan Pemerintah (PP) No.70/2009 tentang Konservasi Energi sebagai turunan dari Undang-Undang (UU) No.30/2007 tentang energi. Surat edaran itu ditujukan kepada seluruh pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi dan/atau sumber energi yang berupa listrik maupun non listrik lebih besar atau sama dengan 6.000 setara ton minyak (Tonne Oil Equivalent) atau setara dengan 69.780 MWh per tahun, bahwa mereka wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi. Adapun kewajiban untuk melakukan pelaksanaan manajemen energi ini, sesuai dengan yang ditulis dalam surat edaran, terkait dalam rangka mengimplementasikan pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 70/2009 tentang Konservasi Energi sebagai turunan dari UU No. 30/2007 tentang Energi. Nantinya, pelaksanaan manajemen energi ini perlu melakukan beberapa tindakan, yakni: • Menunjuk manajer energi • Menyusun program konservasi energi • Melaksanakan audit energi secara berkala • Melaksanakan rekomendasi hasil audit energi • Melaporkan pelaksanaan program konservasi energi setiap tahun kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya masing-masing Surat edaran disesuaikan berdasarkan amanat undang-undang yang sudah disampaikan dalam surat edaran tersebut. Jadi sejauh ini lebih kepada informasi dan sosialisasi agar nantinya ada persiapan dari para pengguna energi terkait. Meskipun ini baru sebatas sosialisasi dan masih menunggu peraturan tersebut terbit, nantinya hal ini akan menjadi wajib untuk melaksanakan konservasi energi melalui manajemen energi. Sehingga nanti jika peraturan sudah diterbitkan, ada sangsi yang berlaku juga. Langkah-langkah penghematan serta konservasi penggunaan energi ini lebih murah dan signifikan disamping membangun fasilitas yang menghabiskan dana. Penghematan bukan berarti mengurangi konsumsi energi, namun lebih ditekankan kepada dihasilkannya output yang meningkat tapi dengan menggunakan energi yang sama. Pada tahun 2010 ini sedang berada dalam tahap menyiapkan peraturan dengan melibatkan para stakeholder dan diharapkan pada tahun 2011 nanti sudah terbit peraturan tersebut.
30
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Berkaitan dengan program konservasi energi nasional yang bertujuan untuk mewujudkan budaya masyarakat yang hemat energi, maka kebijakan pemanfaatan energi perlu diarahkan ke arah sebagai berikut : •
Penerapan teknologi hemat energi melalui pengembangan kemitraan antara industri, litbang bidang energi serta pengguna energi;
•
Peningkatan kesadaran tentang manfaat dan arti konservasi energi;
•
Peningkatan pengetahuan teknis pengguna energi tentang teknologi dan cara-cara konservasi energi;
•
Penerapan prinsip- prinsip hemat energi dalam perencanaan, pengoperasian dan pengawasan pemanfaatan energi;
•
Penerapan budaya hidup hemat energi;
•
Pemanfaatan teknologi berbahan bakar fosil yang lebih bersih.
Sesuai dengan uraian di atas, maka instrumen kebijakan konservasi energi yang diperlukan adalah : •
Legislasi, yaitu untuk menjamin penyediaan dan pemanfaatan energi yang berkesinambungan, efisien dan rasional berupa pemberian wewenang kepada pemerintah untuk melakukan upaya pengembangannya;
•
Regulasi, yaitu untuk mendukung pengembangan dan peningkatan
efisiensi
pemanfaatan energi; •
Edukasi, yaitu untuk mendukung upaya peningkatan pengetahuan dan pengalaman masyarakat tentang arti dan manfaat konservasi energi serta cara-cara menghemat energi;
•
Fasilitas fiskal, yaitu untuk mendukung dan menciptakan kondisi yang kondusif dalam menerapkan konservasi energi. Fasilitas fiskal dimaksud antara lain berupa pengurangan pajak dan pinjaman lunak;
•
Pendanaan, yaitu pendanaan untuk mendukung pengembangan konservasi energi dan meningkatkan kemampuan penelitian dan pengembangan teknologi hemat energi;
•
Mekanisme pasar, yaitu untuk mempercepat proses penetrasi dan komersialisasi peralatan hemat energi
31
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Untuk menjaga agar pelaksanaan program konservasi energi lebih efektif dan realistis serta memberi dampak positif yang cukup berarti terhadap perekonomian nasional, maka arah pelaksanaan program konservasi energi perlu disusun
berdasarkan
pertimbangan
sebagai berikut : •
Konservasi energi harus dilihat sebagai kegiatan yang memberi manfaat finansial dan harus dipromosikan berdasarkan azas manfaat tersebut.
•
Kesadaran masyarakat dan implementasi proyek konservasi energi akan meningkat apabila stakeholders dengan tujuan yang sama dapat berpartisipasi dan bekerjasama dalam suatu program kemitraan.
•
Penyebarluasan informasi konservasi energi merupakan bagian penting dari pelaksanaan program konservasi energi sehingga mutu materi informasi yang akan disebarluaskan harus sesuai kebutuhan konsumen.
•
Sasaran pelaku yang ingin dijangkau meliputi semua tingkatan mulai dari pimpinan puncak hingga operator, sehingga komitmen pimpinan puncak mutlak diperlukan.
•
Program konservasi energi yang menjadi prioritas pelaksanaan adalah kegiatan yang implementasinya relatif mudah, sesuai dengan kemampuan, memberi manfaat dan dampak nasional cukup besar serta bersifat mendorong dan memberi efek ganda ke arah peningkatan efisiensi energi.
•
Sumber daya manusia (SDM) merupakan elemen penting yang harus ditempatkan sebagai komponen kunci dalam mencapai keberhasilan program konservasi energi. Oleh karena itu sumber daya manusia harus ditempatkan sebagai sasaran jangka panjang program konservasi energi.
•
Tolok ukur pencapaian sasaran program konservasi energi harus tercermin dalam kegiatan nyata di semua sektor kegiatan - mulai dari perencanaan, pengoperasian dan pengawasan dalam suatu unit usaha atau organisasi. Untuk mencapai sasaran konservasi energi dan memperkecil/menghilangkan hambatan
yang mungkin timbul maka diperlukan suatu strategi yang dapat mensinergikan kemampuan (strength) dengan memanfaatkan peluang (opportunity) yang ada. Strategi konservasi energi
32
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
yang ditempuh adalah dengan strategi “Stick and Carrot”. Strategi ini merupakan kombinasi antara pengaturan (stick) yaitu
norma–norma yang harus ditaati oleh masyarakat
dan
insentif (carrot) untuk mendorong kegiatan implementasi efisiensi energi. Penerapan strategi ini disesuaikan dengan kondisi dan
situasi energi nasional.
Jika harga energi sudah
mengikuti harga pasar maka porsi kebijakan insentif dapat dibuat lebih dominan, sebaliknya pada kondisi dimana harga energi masih disubsidi maka porsi pengaturan menjadi lebih dominan mengingat kesadaran masyarakat untuk menghemat energi biasanya rendah. Untuk saat ini, penerapan strategi Stick and Carrot belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, sehingga penekanannya lebih banyak pada faktor insentif dan disinsentif. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong masyarakat melakukan kegiatan konservasi energi atas dasar manfaat ekonomi dan bukan karena regulasi dari pemerintah. Pelaksanaan program konservasi energi tidak dapat berdiri sendiri karena
energi
digunakan di semua kegiatan ekonomi yang terkait dengan isu-isu nasional maupun internasional misalnya perkembangan teknologi, mekanisme pasar, standardisasi, globalisasi, lingkungan hidup dan adanya paradigma-paradigma baru. Untuk itu strategi yang digunakan adalah yang memadukan program dengan isu-isu tersebut. Salah satu kebijakan yang bisa dilakukan adalah kebijakan informasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang mencakup program: 1. Kampanye hemat energi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hemat energi melalui penerapan program - program sebagai berikut :
Pelabelan hemat energi; Program pelabelan merupakan kegiatan penempelan informasi efisiensi energi pada pemanfaat energi, piranti tenaga listrik, peralatan konversi energi seperti : boiler, oil heater, hot water boiler, dan kendaraan angkutan/ mobil. Di sisi produsen, program pelabelan akan memicu peningkatan efisiensi energi produknya. Sedangkan di sisi konsumen, informasi label efisiensi ini juga memberi isyarat (signal) kepada masyarakat tentang pentingnya efisiensi energi sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan pilihan suatu produk.
33
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Pelabelan ini lebih lanjut akan menjadikan manufaktur terdorong mencantumkan efisiensi energi dalam iklan komersial produknya agar memiliki daya saing pasar. Kegiatan pelabelan diawali dengan penetapan Standard Nasional Indonesia (SNI) label hemat energi khususnya pada piranti tenaga listrik seperti : penyejuk ruangan atau AC, kulkas atau lemari pendingin/pembeku, lampu dan kendaraan transportasi (mobil). Dalam hal ini produk dari model tertentu diberi peringkat tingkat efisiensi energi berdasarkan hasil uji laboratorium yang telah terakreditasi. Peringkat yang paling rendah dengan tanda bintang satu dan yang terbaik dengan tanda bintang empat dicantumkan pada label seperti halnya dengan iklan komersial setiap produk.
Pengujian tingkat
efisiensi energi dilakukan secara periodik pada unit penguji independen. 2. Pelatihan, dimaksudkan untuk meningkatkan ketrampilan pengelola/pengguna energi tentang manajemen energi dan konservasi energi di sektor industri, komersial, transportasi dan lembaga pendidikan. Dengan demikian, konservasi energi diharapkan dapat melembaga di semua sektor kegiatan. Informasi yang perlu disampaikan dalam materi pelatihan meliputi teknologi hemat energi, kiat-kiat konservasi energi, dan publikasi teknis peningkatan kesadaran seperti brosur, poster dan stiker hemat energi. Training atau pelatihan dapat juga digunakan untuk mensosialisasikan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang konservasi energi yang sudah ada seperti SNI konservasi energi pada bangunan gedung. 3. Pendidikan, tujuannya adalah untuk menyebarluaskan pengetahuan dan manfaat tentang konservasi energi melalui pendidikan yang bersifat formal mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Bahan ajar konservasi energi dapat diintegrasikan dalam
kurikulum disesuaikan dengan tingkat pendidikan yang diajarkan. Untuk jenjang tingkat dasar dan menengah materi konservasi energi banyak bersifat pengenalan dan alasan perlunya hemat energi, sedangkan untuk sekolah kejuruan dan perguruan tinggi dapat berupa adanya jurusan manajemen energi. Pendidikan ini dapat pula dimaksudkan untuk memperbanyak penelitian-penelitian tentang konservasi energi yang hasilnya dapat diaplikasikan oleh masyarakat.
34
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
4. Penghargaan energi, tujuannya adalah untuk mendorong pengembangan konservasi energi yang dapat dijadikan contoh bagi masyarakat. Penghargaan energi antara lain meliputi penghargaan atas prestasi yang luar biasa seseorang atau kelompok dan penghargaan atas penemuan di bidang hemat energi. 5. Percontohan, untuk menciptakan kondisi yang kondusif, dimana strategi “Carrot without Stick” dapat diterapkan adalah komunikasi yang baik antar stakeholders. Pada tahap berikutnya, dapat ditingkatkan menjadi bentuk kerjasama yang lebih operasional misalnya proyek percontohan. Beberapa bentuk kegiatan kolaborasi antara lain : •
Pelaku aktif saling memberikan informasi tentang program konservasi energi nasional, sektoral dan atau sub sektoral, penyedia energi, peralatan/ teknologi hemat energi, keberhasilan konservasi energi dan yang berkaitan dengan investasi dalam suatu forum. Forum tersebut digunakan untuk saling memberikan informasi dan masukan penting kepada pemerintah mengenai kegiatan peningkatan efisiensi energi yang diminati dan di dukung oleh pihak terkait.
•
Pemerintah menjadi fasilitator untuk mencarikan pemilik teknologi/ suplier/konsultan yang dapat memberikan bantuan teknis mengenai kegiatan efisiensi energi kepada perusahaan yang terpilih, Contoh : Demand Side Management (DSM).
6. Forum Dialog, dimaksudkan agar stakeholders khususnya pengguna energi dapat mengangkat isu-isu penting yang berkaitan dengan konservasi energi di sektornya misalnya Kementerian yang terkait, Masyarakat Energi Indonesia (MEI), Forum Komunikasi Masyarakat Hemat Energi (FKMHE), 7. Program Konservasi Energi Multi Sektor, program ini dimaksudkan untuk memberikan program khusus pada penyebaran informasinya tentang berbagai peralatan energi dan piranti listrik tersedia di pasaran yang digunakan hampir di semua sektor.
Hal ini
disebabkan adanya berbagai jenis peralatan seperti lampu, ballast, motor listrik dan lainlain dengan tingkat efisiensi yang berbeda yang tidak diinformasikan secara utuh pada masyarakat, sebagai contoh adalah :
35
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
•
Lampu fluorescent
Lampu fluorescent atau dikenal dengan lampu neon adalah jenis lampu yang hemat energi dan paling banyak digunakan konsumen di semua sektor. Jenis lampu fluorescent ini mempunyai dua tipe yaitu ; lampu fluoerescent dengan diameter tabung kecil dan fluorescent diameter besar. Lampu fluorescent diameter kecil memiliki efisiensi lebih besar sehingga tipe ini lebih hemat energi dibandingkan dengan lampu fluorescent tipe diameter besar. •
Low - loss magnetic ballast
Ballast magnetic mengkonsumsi sekitar 30% dari daya yang dibutuhkan oleh lampu fluorescent. Ballast hemat energi yang dikenal dengan low-loss ballast adalah ballast magnetik dengan daya relatif kecil yaitu kurang dari 6 watt, dibandingkan dengan ballast konvensional untuk daya lampu yang sama dapat mencapai 18 watt. • Motor Efisiensi Tinggi Salah satu cara mengoptimalkan pemakaian listrik di sektor industri dan komersial adalah mengadopsi motor efisiensi tinggi dan variable speed drive motor. Kedua jenis motor ini sudah tersedia di pasar, namun karena harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan motor standar, maka penetrasi pasar motor tersebut mengalami kendala.
Meskipun
harga motor efisiensi tinggi sedikit lebih mahal, namun
dibandingkan dengan penghematan biaya operasi/energi yang dihasilkan penggunaan motor efisien tersebut sangat disarankan karena layak dengan pay-back kurang dari satu tahun tergantung dari jam operasi dan ukuran motor. Informasi yang lengkap dan menyeluruh mengenai perbandingan cost dan benefit peralatan energi harus tersedia di masyarakat.
Selain itu juga harus ada kebijakan pengaturan yang bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan pokok-pokok program konservasi energi, yang meliputi: 1. Audit Energi, untuk membantu konsumen energi khususnya industri padat energi dan gedung komersil, dalam menentukan pola pemakaian energi, dan potensi penghematan energi, maka advisory service seperti audit energi cuma- cuma perlu disediakan. Pelayanan ini penting untuk mempercepat implementasi potensi konservasi energi khususnya yang bersifat cost effective.
36
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
Pemerintah perlu menfasilitasi perusahan swasta/ BUMN seperti Energy Service Company (ESCO), PT. KONEBA (Persero) agar dapat membantu sektor industri maupun bangunan komersial yang tidak mampu secara finansial untuk mengimplementasikan proyek konservasi energi. 2. Pengelolaan Energi bagi Pengguna Energi Intensif Lembaga yang berhak mengeluarkan persetujuan pemberian serifikat pada manajer energi adalah lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi untuk mengeluarkan sertifikat manajer energi, lembaga sertifikasi melakukan kerjasama dengan lembaga yang menguji manajer energi yang telah terakreditasi. 3. Program Perbaikan Teknologi Hemat Energi, program perbaikan teknologi merupakan cara efektif untuk meningkatkan efisiensi operasi pada tingkat optimum sesuai standar yang berlaku atau yang dikehendaki. 4. Pelabelan, mendorong masyarakat menggunakan barang/ peralatan pemanfaat energi yang mencantumkan tingkat efisiensi energinya. Di sisi lain, produsen akan berlomba lomba untuk meningkatkan efisiensi energi barang - barang atau produk mereka, agar dipilih untuk dibeli masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini memfasilitasi melalui
peraturan-peraturan yang mendukung para produsen agar mencantumkan label efisiensi energi pada setiap produk-produk yang dihasilkan. Lembaga yang berhak mengeluarkan persetujuan pencantuman label pada suatu produk barang peralatan hemat energi adalah lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi untuk pengujian tingkat hemat energi suatu barang/peralatan pengguna energi. Lembaga sertifikasi melakukan kerjasama dengan lembaga pengujian suatu produk (laboratorium uji) yang telah terakreditasi. 5. Penyusunan Standar. bertujuan untuk menetapkan spesifikasi teknis peralatan hemat energi yang telah teruji. Setelah program labelisasi hemat energi berlangsung dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah menentukan standar efisiensi energi minimum pada produk tertentu, sebagai suatu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen atau importer dalam memproduksi atau memasarkan suatu produk. Melalui program ini maka 37
Bab 4 Hasil Kajian dan Analisa
akan terjadi transparasi pasar dari peralatan yang kurang efisien ke peralatan yang lebih efisien pemakaian energinya. Dengan demikian secara bertahap produsen akan menjual produk dengan peralatan yang efisiensinya lebih tinggi guna mempertahankan daya saing produknya.
Dan apabila program ini berjalan baik maka selanjutnya setiap priode
tertentu standar efisiensi energi minimum dapat ditinjau kembali untuk ditingkatkan ke level lebih tinggi. Namun jika program ini tidak berhasil dengan baik maka program tersebut perlu ditinjau kembali atau diganti dengan program lain yang lebih sesuai. Pihak terkait (produsen peralatan, pengguna energi, lembaga penelitian) diundang untuk memberikan masukan secara aktif dalam konsensus tersebut. Contoh Standar yang telah selesai disusun adalah SNI konservasi energi pada bangunan gedung bekerjasama dengan Forum Komunikasi Asosiasi Profesi Teknik Bidang Energi Bangunan Gedung. 6. Inisiatif , dimaksudkan agar teknologi/peralatan hemat energi yang sudah ada di pasar,
namun belum mencapai skala ekonomisnya dapat dipromosikan melalui program yang meliputi : •
Procurement Technology, yaitu memperkenalkan produk baru yang hemat energi ke masyarakat dengan cara memasukkan spesifikasi teknis produk sebagai persyaratan procurement
•
Peningkatan promosi produk hemat energi yang sudah ada di pasaran, agar produk tersebut dapat mencapai tingkat penjualan pada skala ekonomisnya.
38
Bab 5 Keimpulan dan rekomendasi
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan a.
Konsumsi energi nasional, sektor rumah tangga, industri dan transportasi merupakan sektor yang mendominasi konsumsi energi nasional
b.
Indonesia sudah menjalankan mempunyai kebijakan konservasi energi namun tetap harus selalu menyesuaikan dengan perkembangan kondisi saat ini.
c.
Dengan menggunakan indikator intensitas energi, terlihat bahwa penggunaan energi di Indonesia masih boros dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN apalagi dibandingkan dengan negara-negara maju.
d.
Dengan melihat elastisitas energi sebagai indikator maka masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk terus meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
e.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang dijalankan belum efektif.
f.
Dari evaluasi kondisi pasar konservasi energi Indonesia saat ini, pasar konservasi energi nasional belum terbentuk walaupun sudah mengarah pada pembentukan pasar.
g.
Pemangku kepentingan (stakeholders) kebijakan konservasi energi terdiri dari institusi publik, industri bisnis, organisasi masyarakat sipil dan media
h.
Penerapan program konservasi energi di sektor industri lebih mudah dibandingkan dengan sektor transportasi. Penerapan program konservasi energi di sektor komersial lebih mudah dibandingkan di sektor industri.
i.
Konsumsi energi nasional terus akan tumbuh sedangka sumber energi terbatas dan dana pemerintah untuk meningkatkan pasokan energi masyarakat juga terbatas. Oleh karena itu sangat urgen dan darurat bahwa kebijakan konservasi energi perlu didorong bersama.
j.
Potensi efisiensi energi dengan penerapan kebijakan konservasi energi cukup besar dengan mengingat nilai intensitas dan elastisitas energi yang masih besar. 39
Bab 5 Keimpulan dan rekomendasi
k.
Saat ini pemerintah sedang menysusun RIKEN (Rencana Induk Konservasi Energi Nasional), yang mana diharapkan kebijakan ini akan membuat program konservasi energi akan semakin menuju keberhasilan yang melibatkan semua pemangku kepentingan dan pelaku pasar.
5.2 Rekomendasi a. Perlunya regulasi dan peraturan yang jelas dan implementasi yang tegas. b. Melibatkan seluruh komponen bangsa untuk mensukseskan program konservasi energi secara bersama-sama. c. Memberikan program insentif dan disentif yang mendukung upaya konservasi energi. d. Penggunaan teknologi yang lebih hemat energi terutama teknologi informasi untuk mendukung konservasi energi.
Tabel 5.1 Matriks Rekomendasi 1 Untuk Para Pemangku Kepentingan Eksternal Terkait (Stakeholders) No.
Pemangku
Rekomendasi
Kepentingan 1.
Kementerian Energi dan 1. Diteruskannya program dan kegiatan konservasi Sumber Daya Mineral
energi 2. Evaluasi regulasi dan kebijakan yang ada untuk konsistensi pemanfaatan sumber daya energi. 3. Fasilitasi restrukturisasi sektor dan korporat guna percepatan pelaksanaan konservasi energi 4. Melakukan usulan penyempurnaan regulasi dan pengembangan insentif termasuk fiscal 6. Fasilitasi dalam pengembangan pembangunan infrastruktur distribusi energi yang efisien 7.
Fasilitasi dalam pengembangan teknologi yang
40
Bab 5 Keimpulan dan rekomendasi
mengarah kepada upaya konservasi energi. 8. Diharapkan menjadi koordinator pelaksana dalam penyusunan
peraturan-peraturan
pelaksanaan
konservasi energi yaitu 1) pelabelan tanda tingkat hemat energi, 2) standardisasi efisiensi energi, 3) insentif
pada
peralatan
hemat
energi
dan
penghargaan konservasi energi. 9. Memfasilitasi forum dialog antar stakeholders (pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengguna energi dan produsen energi) dalam berbagai program seperti kemitraan, dan demand side management (DSM). 10. Mensosialisasikan keberhasilan proyek-proyek percontohan konservasi energi. 11. Merekomendasikan peralatan hemat energi atau proyek-proyek konservasi energi yang layak diberikan insentif kepada instansi lain. 12. Membuat benchmarking efisiensi penggunaan energi/intensitas
energi
di
sektor
industri,
transportasi dan bangunan komersial. 13. Memberikan bantuan teknis kepada pemerintah daerah. 13. Melakukan pemantauan pemanfaatan energi secara nasional
2.
Kementerian
Negara 1. Evaluasi regulasi dan kebijakan yang ada untuk
Lingkungan Hidup
mendukung percepatan program konservasi energi 2. Melakukan fasilitasi konservasi energi terkait
41
Bab 5 Keimpulan dan rekomendasi
dengan CDM (Clean Development Mechanism) 3.
Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
1. Fasilitasi upaya pelaksanaan konservasi energi terutama di sektor indutri. 2. Fasilitasi dalam regulasi terutama di sektor indutri dan
perdagangan
yang
mendukung
upaya
konservasi energi. 3. Memasyarakatkan peralatan yang mendukung pelaksanaan program konservasi energi 4.
Kementerian Pekerjaan 1. Sinkronisasi dan koordinasi program dan kegiatan Umum
prioritas yang mendukung pengembangan sarana dan prasarana yang mendukung ke arah konservasi energi 2. Fasilitasi upaya pembenahan tata ruang wilayah nasional
5.
Kementerian Keuangan
1. Evaluasi regulasi dan kebijakan yang ada untuk mendukung percepatan pelaksanaan kopnservasi energi 2. Pelaksanaan insentif fiskal bagi pengembangan pelaksanaan konservasi energi 3. Pelaksanaan subsidi bagi pengembangan dan pelaksanaan konservasi energi
6.
Kementerian Perhubungan
1. Evaluasi regulasi dan kebijakan yang ada untuk mendukung
percepatan
pengembangan
dan
pelaksanaan konservasi energi 2. Fasilitasi
dan
sosialisasi
teknologi
yang
mendukung program konservasi energi. 3. Memasukkan prinsip-prinsip hemat energi dalam perencanaan, pengoperasian dan pengendalian sistem transportasi nasional
42
Bab 5 Keimpulan dan rekomendasi
7.
Kementerian Pendidikan Nasional
1. Integrasi pengetahuan konservasi energi ke dalam kurikulum pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. 2. Mengembangkan inisiatif di bidang pendidikan nasional
untuk
terciptanya
masyarakat
yang
berkualitas tentang konservasi energi. 8.
Badan Pengkajian dan Penerapan
Tekologi
1. Menyebarluaskan informasi teknologi hemat energi.
(BPPT)
2. Mengkoordinasikan
pengkajian
tentang
konservasi energi. 3. Membuat
percontohan
proses/teknologi
dan
peralatan hemat energi 8.
Kementerian
Negara 1. Evaluasi regulasi dan kebijakan yang ada untuk
BUMN
mendukung
percepatan
pengembangan
dan
pelaksanaan konservasi energi. 2. Pelaksanaan
restrukturisasi
mendukung
pengembangan
korporat dan
guna
pelaksanaan
konservasi energi. 3. Sinkronisasi
antar
BUMN
terkait
untuk
pengoptimalan pelaksanaan konservasi energi. 9.
Pemerintah Daerah 1.
Memberikan konservasi
penyebarluasan energi,
misalnya
informasi kampanye,
pelatihan, seminar/workshop dan percontohan. 2.
Membuat peraturan yang mewajibkan penerapan konservasi energi kepada perusahaan atau industri, misalnya Perda-perda tentang perizinan di semua sektor.
43
Bab 5 Keimpulan dan rekomendasi
3.
Memberikan insentif berkaitan dengan kegiatan konservasi energi, misalnya memberikan insentif investasi dan penghargaan di bidang konservasi energi.
4.
Memberlakukan standard konservasi energi, misalnya pemberlakuan SNI Konservasi Energi di bangunan gedung dalam perda maupun perizinan
5.
Memberikan insentif kepada perusahaan yang akan investasi di bidang pemanfaatan energi yang menggunakan teknologi hemat energi yang dikaitkan
dengan
pemberian
ijin
usaha
mendirikan pembangkit listrik yang dipakai sendiri dan tidak disambung ke grid nasional. 6.
Memberikan ijin usaha non listrik yaitu ijin usaha penunjang tenaga listrik di bidang jasa konsultasi.
7.
Menyusun rencana kebutuhan energi listrik yang berbasis efisiensi.
8.
Memfasilitasi program kemitraan di daerah
Tabel 5.2 Matriks Rekomendasi 2 Untuk Para Pemangku Kepentingan Internal Terkait No.
Pemangku
Rekomendasi
Kepentingan 1.
Direktorat Sumber Daya 1. Prioritasi program dan kegiatan konservasi energi Energi,
Mineral
dan 2. Evaluasi regulasi dan kebijakan yang ada untuk
44
Bab 5 Keimpulan dan rekomendasi
Pertambangan
percepatan pelaksanaan konservasi energi 3. Sinkronisasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait
2.
Direktorat Lingkungan 1. Melakukan fasilitasi pelaksanaan konservasi energi Hidup
terkait
dengan
CDM
(Clean
Development
Mechanism) 2. Sinkronisasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait 3.
Direktorat
Pendanaan 1. Fasilitasi
PHLN
khususnya
untuk
kegiatan
Luar Negeri Multilateral
konservasi energi dengan term and condition yang
dan Bilateral
lunak 2. Sinkronisasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait
5.3. Deskripsi Manfaat Kajian Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan masukkan organisasi internal di lingkungan Bappenas bagi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2012. 2. Sebagai bahan masukkan organisasi eksternal yaitu para pemangku kepentingan di luar lingkup Bappenas bagi penyusunan dokumen seperti Rencana Induk Konservasi Energi 9RIKEN), Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan lain sebagainya.
5.4. Rencana Tindak Lanjut Kajian Berdasarkan hasil kajian dimaksud maka terdapat beberapa rencana yang perlu dilaksanakan yaitu :
45
Bab 5 Keimpulan dan rekomendasi
1. Melaksanakan kajian lebih lanjut untuk konservasi energi khususnya dalam rangka membangun ketahanan dan kemandirian energi nasional. 2. Melaksanakan sinkronisasi dan koordinasi internal dan eksternal Bappenas guna percepatan pelaksanaan konservasi energi. 3. Mengajukan usulan dan rekomendasi kepada pihak terkait beberapa hal seperti penyempurnaan regulasi dan kebijakan di sektor rumah tangga industri dan transportasi, pemberian insentif dan disinsentif, dan mekanisme kerjasama pemerintah swasta (public private partnership/PPP). 4. Memasukkan pengarusutamaan pelaksanaan konservasi energi sebagai upaya pembangunan energi nasional yang berdimensi lingkungan dan berkelanjutan.
46
DAFTAR PUSTAKA 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 2. Undang-undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi 3. Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan 4. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi 5. Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional 6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 tahun 2010 tentang Penetapan dan Pemberlakuan Standar Kompetensi Manajer Energi Bidang Industri 7. Permen ESDM Nomor 14 tahun 2010 tentang Penetapan dan Pemberlakuan Standar Kompetensi Manajer Energi Bidang Bangunan Gedung Sub Bidang Pengelolaan 8. Nugroho, H. 2009. Konservasi Energi Sebagai Keharusan Yang Terlupakan Dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar Dari Jepang dan Muangthai, Bappenas, 13 Oktober 2009.