LAPORAN AKHIR
KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK EKSPOR
JAKARTA – 2011
DITERBITKAN OLEH: PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Pusat Telp/Fax. (021) 3860371 www.kemendag.go.id
TIM KAJIAN Tarman Dewi Kartikawati Hari Widodo Umar Fakhrudin Naufa Muna Bambang S. W.
RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK EKSPOR Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional khususnya ekspor merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia sekitar 30% berasal dari ekspor (BEI, 2008). Ekspor juga membuat perekonomian dalam negeri semakin bergairah, karena akan menarik banyak investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan sumber daya alam lokal. Semakin banyak produk yang diekspor, akan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri Perkembangan perekonomian dunia sejak memasuki abad ke 21 semakin membuka hubungan perdagangan antar negara, yang ditandai dengan semakin tingginya aliran barang dan jasa antar Negara, meskipun terjadi krisis global pada akhir 2008. Keterbukaan pasar bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia bila pemerintah dan rakyat Indonesia tidak mempersiapkannya dengan baik. Disamping menjadi ancaman, keterbukaan pasar juga bisa memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kinerja perdagangan dengan meningkatkan ekspor ke negara-negara potensial terutama di kawasan Afrika dan Asia. Selama kurun waktu 2005 sampai 2009, negara-negara tujuan ekspor non migas Indonesia cenderung tidak berubah, yaitu didominasi oleh Jepang, Amerika, Singapura, dan Cina. Pada tahun 2009, ekspor ke lima negara utama (CR5), yaitu Amerika, Jepang, Singapura, Cina dan Malaysia mencapai 47% dari total ekspor Indonesia. Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tertentu, sangat beresiko bagi aktivitas ekspor, terutama jika terjadi goncangan ekonomi dunia. Sebagai contoh, perlambatan ekonomi yang terjadi pada tahun 2008, menyebabkan penurunan permintaan ekspor impor, terutama dari 5 negara pengekspor tujuan ekspor utama (Amerika, Jepang, China, dan Malaysia). Nilai ekspor ke 5 pasar utama menurun dari 50,7% di tahun 2004 menjadi 48,0% di 2009 (BPS, 2010). Disamping ketergantungan yang tinggi terhadap negara tertentu, produk yang diekspor juga masih terkonsentrasi pada beberapa jenis komoditas. Bila terjadi penurunan permintaan (dari sisi deman) terhadap komoditas tersebut, atau terjadi penurunan produksi (dari sisi suplai), misalnya akibat fenomena alam, maka akan terjadi penurunan penerimaan ekspor yang sangat signifikan. i
Oleh karena itu untuk mempertahankan performa ekspor, perlu dilakukan diversifikasi pasar dan diversifikasi produk ekspor melalui perluasan pasar dan komoditas ekspor. Keberhasilan melakukan diversifikasi produk dan pasar ekspor, antara lain ditentukan oleh tingkat daya saing dan pertumbuhan pasar
di negara tujuan. Seberapa kuat daya saing produk Indonesia
dibandingkan dengan produk yang sejenis dari negara lain di pasar Asia dan Afrika. Penetapan pasar mana yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi dapat dijadikan acuan dalam melakukan diversifikasi pasar dan produk ekspor Dalam hal ini pasar yang dikaji adalah: (i) Negara-negara di kawasan Asia dan Afrika; (ii) Negara-negara selain CR 5 dan ASEAN; (iii) Negara yang bukan negara mitra FTA dan PTA Indonesia, serta; (iv) Negara yang belum mempunyai rencana Joint Study dengan Indonesia. Adapun jenis komoditinya antara lain: (i) hasil perkebunan dan produk olahannya; (ii) hasil perikanan dan produk olahannya; (iii) produk makanan/minuman olahan ; dan (iv) kulit dan produk kulit. Hasil Analisis TPI (trade performance index) dalam menentukan negara potensial untuk diversifikasi pasar ekspor dan kelompok komoditas, diperoleh bahwa pasar potensial di kawasan Afrika adalah Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius dan Maroko; dengan empat kelompok komoditas unggulan yaitu perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya, makanan dan minuman olahan serta Kulit dan Produk Kulit. Untuk pasar di kawasan Asia adalah Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka; dengan tiga kelompok komoditas unggulan yaitu perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya, serta makanan dan minuman olahan. Adapapun produk potensial untuk diversifikasi ekspor untuk pasar Afrika yaitu: olahan dari tepung, coklat olahan, tembakau, ikan segar dan beku serta produk berbagai makanan olahan. Untuk pasar Asia, produk potensialnya adalah coklat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, ikan olahan serta produk minuman. Analisis lebih lanjut dengan EPD (export product dynamic) menunjukkan kinerja perdagangan Indonesia baik dari sisi pasar maupn produknya tidak seluruhnya memiliki performa yang baik:
ii
•
Di Maroko dan Srilanka semua produk berstatus falling star (pertumbuhan pasar relatif rendah namun pertumbuhan ekspor dari Indonesia relatif tinggi) dan retreat (pertumbuhan pasar relatif rendah yang diikuti oleh pertumbuhan ekspor dari Indonesia yang juga relatif rendah), kecuali untuk produk minuman yang statusnya loss opportunity (pertumbuhan permintaan relatif tinggi namun pertumbuhan ekspor dari Indonesia masih rendah) di Maroko
•
Di pasar Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Nigeria, Arab Saudi dan Oman serta Yordania, seluruh produk berstatus rising star (pertumbuhan permintaan tinggi diimbangi dengan pertumbuhan ekspor dari Indonesia yang juga tinggi)
•
Dua produk dominan berstatus loss opportunity. Kedua komoditi tersebut adalah Tembakau (di pasar Aljazair, Mauritius, Arab Saudi dan Oman serta Yordania) serta minuman (di pasar Aljazair, dan Oman)
•
Di Pasar Arab Saudi disamping tembakau, produk lainnya yang berstatus lost opportunity adalah makanan olahan dan olahan dari tepung.
Oleh karena itu, dalam mendiversifikasikan pasar tujuan ekspor fokus utama sebaiknya ditujukan kepada negara mitra dagang berstatus rising star (Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Arab Saudi dan Oman) dan loss opportunity (Aljazair, Mauritius, Arab Saudi, Oman dan Yordan untuk produk tembakau; dan di pasar Aljazair, Maroko, dan Oman untuk produk minuman) disamping perlunya pengenalan budaya di negara tujuan diversifikasi pasar, terkait dengan konsumsi produk ekspor. Produk yang memiliki peningkatan daya saing pada periode 2007-2010 berdasarkan analisis CMSA (constant market share analysis) adalah: produk coklat olahan di Nigeria dan Srilanka; produk ikan segar dan beku di Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan Jordan; Produk olahan dari tepung dan tembakau di pasar yang sama yaitu Maroko, Nigeria, dan Srilanka; Produk Minuman di pasar Afrika Selatan dan Jordania; produk ikan olahan di Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi, Aljazair, Oman dan Jordan. Dari hasil analisis, beberapa hambatan ekspor meliputi: kesulitan memperoleh bahan baku atau bahan baku masih relatif mahal; harga tidak kompetitif akibat mahalnya biaya tenaga kerja, bahan bakar dan listrik, infrastruktur yang masih kurang memadai; pungutan liar; tarif bea masuk di negara tujuan; tarif impor bahan baku masih relatif tinggi fluktuasi harga di pasar dunia; iii
keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi; prosedur di bea cukai terlalu rumit, kurangnya promosi, serta fluktuasi nilai tukar. Untuk mengatasi hambatan tesebut perlu adanya kerjasama bilateral dengan negara-negara potensial mengenai penurunan tarif bea masuk, standar, dan hambatan lainnya untuk lebih mempermudah akses masuk produk-produk ekspor prioritas. Selain itu perlu juga untuk menurunkan tarif impor bahan baku khususnya untuk produk makanan olahan. Penyelenggaraan promosi dan pameran yang intensif di negara-negara potensial juga diperlukan untuk memperkenalkan produk-produk prioritas ekspor serta pengenalan budaya negara tujuan terkait dengan konsumsi produk tersebut. Selain itu, kebijakan stabilitas nilai tukar juga menjadi penting karena peningkatan nilai tukar meskipun dapat meningkatkan nilai ekspor di beberapa produk, namun nilai ekspor produk lainnya turun, atau sebaliknya. Selain itu, peningkatan daya saing produk melalui kerjasama lintas kementrian yang terkait dengan energi, infrastruktur, ketenagakerjaan, industri dan pertanian.
iv
KATA PENGANTAR
Kajian ini merupakan kajian jangka panjang yang telah menjadi salah satu kegiatan pada Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan. Fokus kajian ini adalah mengkaji peluang dan kebijakan diversifikasi produk ekspor dan diversifikasi pasar tujuan ekspor Indonesia. Selama kurun waktu 2005 sampai 2009, negara-negara tujuan ekspor non migas Indonesia cenderung tidak berubah, yaitu didominasi oleh Jepang, Amerika, Singapura, Cina. Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tertentu, sangat beresiko bagi aktivitas ekspor, terutama jika terjadi goncangan ekonomi dunia. Sebagai contoh, perlambatan ekonomi yang terjadi pada tahun 2008, menyebabkan penurunan permintaan impor, terutama dari 5 negara tujuan ekspor utama (Amerika, Jepang, China, dan Malaysia). Disamping ketergantungan yang tinggi terhadap negara tertentu, produk yang diekspor juga masih terkonsentrasi pada beberapa jenis komoditas. Bila terjadi penurunan permintaan (dari sisi deman) terhadap komoditas tersebut, atau terjadi penurunan produksi (dari sisi suplai), misalnya akibat fenomena alam, maka akan terjadi penurunan penerimaan ekspor yang sangat signifikan. Atas dasar hal tersebut, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan merasa perlu melakukan kajian Analisis Kebijakan Diversifikasi Pasar dan Produk ekspor. Hasil kajian ini diharapkan dapat mempertahankan performa ekspor Indonesia, melalui perluasan pasar dan komoditas ekspor. Namun, Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk tahap pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang. Besar harapan penulis bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca. Jakarta, Februari 2012
Tim Kajian
v
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................ v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi I.
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 4 1.3 Tujuan Kajian ......................................................................................... 4 1.4 Keluaran Kajian ...................................................................................... 5 1.5 Ruang Lingkup ....................................................................................... 5 1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................. 5
II.
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 7 2.1. Teori Perdagangan Internasional ........................................................... 7 2.2. Teori Revalead Comparatif Advantage (RCA).................................... 11 2.3. Teori Perdagangan Intra Industri ......................................................... 12 2.4. Model Gravitasi (Gravity Model) ........................................................ 14 2.5. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 15
III. METODOLOGI KAJIAN ........................................................................ 17 3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 17 3.2. Jenis dan Sumber data .......................................................................... 18 3.3. Metode Analisis ................................................................................... 19
vi
IV.
GAMBARAN UMUM EKSPOR NON MIGAS KE KAWASAN ASIA DAN AFRIKA .................................................... 28 4.1. Kinerja Ekspor Ke Kawasan Asia dan Afrika ..................................... 28
4.2. Hambatan Ekspor Ke Kawasan Asia dan Afrika ................................. 35 V.
POTENSI PASAR DAN PRODUK EKSPOR DI KAWASAN ASIA DAN AFRIKA ............................................................................... 184 5.1. Pasar dan Produk Pertanian .................................................................. 41 5.2. Perkembangan Daya Saing Produk Potensial di Pasar Potensial ......... 57 5.3. Analisis Export Product Dynamics (EPD) ........................................... 64 5.4. Kajian Empiris Diversifikasi Pasar di Kawasan Asia dan Afrika ........ 71
VI.
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK ............................................ 96 6.1. Model Ekspor Komoditas Unggulan .................................................... 96 6.2. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Diversifikasi Pasar dan Produk................................................................................................... 99
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 103 7.1. Model Ekspor Komoditas Unggulan .................................................. 103 7.2. Saran dan Rekomendasi ..................................................................... 105 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 107 LAMPIRAN …………………………………………… .. ………………. 110
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Ekspor Nonmigas Indonesia dengan Beberapa Negara ................................... 2 2. Klasifikasi dari nilai IIT (Austria, 2004) ....................................................... 14 3. Matriks Posisi Daya Saing ............................................................................. 21 4. Metode Analisis, Data dan Sumber Data....................................................... 27 5. Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara Asia .................................. 29 6. Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara-negara Afrika ................... 31 7. Proyeks Komposisi Pangsa Ekspor ke Kawasan Afrika ................................ 32 8. Perkembangan Nilai Ekspor ke Kawasan Afrika .......................................... 33 9. Komposisi Pangsa Ekspor ke Kawasan Asia ................................................ 34 10. Perkembangan Nilai Ekspor ke Kawasan Asia ............................................. 35 11. Indek Nilai Impor Produk dari Dunia Tahun 2009 di Pasar Asia ................. 42 12. Indek Pertumbuhan Impor dari Dunia tahun 2004-2009 di Pasar Asia ......... 43 13. Indek Nilai Impor dari Indonesia tahun 2009 di Pasar Asia.......................... 44 14. Indek Pertumbuhan Impor dari Indonesia tahun 2004-2009 di Pasar Asia ... 45 15. Indek Tarif Impor Rata-rata per Kelompok Komoditas di Pasar Asia .......... 45 16. Sepuluh Besar Pasar dan Kelompok Komoditas Terpilih Pasar Asia ........... 46 17. Lima Besar Pasar Komoditas Terpilih tahun 2010 Pasar Asia ...................... 47 18. Komoditas Ekspor ke Pasar Potensial 2009-2010 ......................................... 48 19. Komoditas Potensial di Pasar Potensial Asia ................................................ 49 20. Indek Nilai Impor dari Dunia tahun 2009, Pasar Afrika ............................... 50 21. Indek Pertumbuhan Impor dari Dunia tahun 2004-2009 Pasar Afrika .......... 51 22. Indek Nilai Impor dari Indonesia tahun 2009 Pasar Afrika........................... 51
viii
23. Indek Pertumbuhan Impor dari Indonesia tahun 2004-2009 Pasar Afrika .... 52 24. Indek Tarif Impor Rata-rata Per Kelompok Komoditas Pasar Afrika ........... 53 25. Sepuluh Besar Pasar dan Kelompok Komoditas Terpilih Pasar Afrika ........ 54 26. Lima Besar Pasar Komoditas Terpilih tahun 2010 Pasar Afrika................... 55 27. Komoditas Ekspor ke Pasar Potensial Afrika 2009-2010 ............................. 56 28. Komoditas potensial di pasar potensial Afrika .............................................. 56 29. CMSA Komoditi Coklat Olahan ................................................................... 58 30. CMSA Komoditi Ikan Segar dan Beku ......................................................... 59 31. CMSA Komoditi Berbagai Makanan Olahan ................................................ 60 32. CMSA Komoditi Tembakau .......................................................................... 61 33. CMSA Komoditi Olahan dari Tepung........................................................... 62 34. CMSA Komoditi Minuman ........................................................................... 63 35. CMSA Komoditi Ikan Olahan ....................................................................... 64 36. Analisis EPD Komoditi Potensial Di Pasar Potensial Tahun 2007-2010 ...... 65 37. Responden di Negara Kajian ......................................................................... 71 38. Status Responden Peserta FGD ..................................................................... 72 39. Responden FGD berstatus pengusaha dan berpengalaman ekspor ............... 81 40. Impor UEA Ikan Segar dan Beku dari Lima Pemasok Utama ...................... 86 41. Impor UEA Makanan Olahan dari Lima Pemasok Utama ............................ 87 42. Variabel penduga ekspor komoditas prioritas di Pasar Asia ......................... 98 43. Variabel Penduga Ekspor Komoditas Prioritas di Pasar Afrika .................... 99 44. Variabel Penduga Ekspor Komoditas Prioritas di Pasar Asia dan Afrika ..... 99
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Rata-rata Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama ............................................... 3 2. Kurva Perdagangan Internasional ..................................................................... 8 3. Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 17 4. Pengujian Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Panel .......................... 25 5. Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia ke Asia dan Afrika .................. 28 6. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Afrika Selatan .......... 67 7. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Aljazair ..................... 68 8. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Oman ........................ 69 9. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Mauritius .................. 70 10. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Arab Saudi .............. 70 11. Trend Peningkatan Impor Negara UEA ......................................................... 85 12. Kinerja Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan .................................................. 91
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. CMSA Efek Perdagangan Dunia .................................................................. 110 2. CMSA Efek Daya Saing ............................................................................... 111 3. Hasil Analisis EPD 2007-2010 ..................................................................... 112 4. Tahapan dan hasil olahan model gravity penduga nilai ekspor komoditas unggulan Pengujian Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Panel ........ 113 5. Tahapan dan hasil olahan model gravity penduga nilai ekspor komoditas unggulan Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia ke Asia dan Afrika 130
xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,
perdagangan internasional khususnya ekspor merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Produk domestik bruto (PDB) Indonesia
sekitar 30% berasal dari ekspor . Ekspor juga membuat perekonomian dalam negeri semakin bergairah, karena akan menarik banyak investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan sumber daya alam lokal. Semakin banyak produk yang diekspor, akan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Perkembangan perekonomian dunia sejak memasuki abad ke 21 semakin membuka hubungan perdagangan antar negara, yang ditandai dengan semakin tingginya aliran barang dan jasa antar Negara, meskipun terjadi krisis global pada akhir 2008. Menurut rilis yang dikeluarkan World Trade Organization(WTO) pada awal Maret 2010, disebutkan bahwa masing – masing pertumbuhan ekspor barang dan jasa dunia selama 2005-2010 adalah 4% pertahun dan 7% pertahun, mencapai US$ 12.147 miliar untuk ekspor barang dan US$ 3.310 miliar untuk jasa pada tahun 2010. Sementara impor barang tumbuh 4% per tahun mencapai US$ 12.385 miliar dan impor jasa tumbuh 7% per tahun mencapai US$ 3.115 miliar. Keterbukaan pasar bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia bila pemerintah dan rakyat Indonesia tidak mempersiapkannya dengan baik. Seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1. nilai ekspor Indonesia dengan beberapa negara mitra semakin meningkat, namun nilai impor meningkat lebih tingi. Selama
kurun waktu 2005-2009 ekspor Indonesia meningkat 46,76 persen,
sementara impor meningkat 93,45 persen.
Akibatnya neraca perdagangan
mengalami penurunan -24,98 persen.
1
Tabel 1.
Ekspor Nonmigas Indonesia ke 12 Negara Utama Nilai (juta USD)
Negara
Uraian
Pertumbuh an
2005
2009
Ekspor
7.068,60
7.947,60
12,44
Impor
2.936,90
9.236,60
214,50
Ekspor
3.309,00
5.636,40
70,34
Impor
1.385,10
3.184,20
129,89
REP.RAKYAT
Ekspor
3.959,80
8.920,10
125,27
CINA
Impor
4.551,30
13.491,40
196,43
Ekspor
1.126,00
1.711,60
52,01
Impor
2.246,40
3.374,10
50,20
Ekspor
9.561,80
11.979,00
25,28
Impor
6.892,40
9.810,50
42,34
Ekspor
1.785,90
2.875,50
61,01
Impor
1.208,60
2.008,30
66,17
Ekspor
2.595,40
5.174,30
99,36
Impor
1.685,00
3.807,80
125,98
AMERIKA
Ekspor
9.507,90
10.470,10
10,12
SERIKAT
Impor
3.810,60
7.037,60
84,68
INGGRIS
Ekspor
1.291,50
1.431,50
10,84
Impor
645,00
844,00
30,85
Ekspor
624,00
870,20
39,46
Impor
703,90
1.622,80
130,54
Ekspor
1.917,50
2.598,40
35,51
Impor
3.082,00
4.570,80
48,31
Ekspor
66.428,40
97.491,70
46,76
Impor
40.243,20
77.848,50
93,45
Net Ekspor
26.185,20
19.643,20
-24,98
SINGAPURA
MALAYSIA
AUSTRALIA
JEPANG TAIWAN
KOREA SELATAN
PERANCIS
THAILAND
NON MIGAS
(%)
Sumber: BPS, diolah. 2
Disamping menjadi ancaman, keterbukaan pasar juga bisa memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kinerja perdagangan dengan meningkatkan ekspor ke negara-negara potensial terutama di kawasan Afrika dan Asia. Selama kurun waktu 2005 sampai 2009, negara-negara tujuan ekspor non migas Indonesia cenderung tidak berubah, yaitu didominasi oleh Jepang, Amerika, Singapura, Cina dengan pangsa seperti pada Gambar 1.1. Pada tahun 2009, ekspor ke lima negara utama (Amerika, Jepang, Singapura, Cina dan Malaysia), mencapai 47% dari total ekspor Indonesia. Tahun 2000-2005
Tahun 2005-2009
Jepang 22%
Lainnya 28%
Hongkong 2%
Amerika Serikat 13%
Belanda 3% Australia 3% Taiwan 3% Malaysia 4%
Korea Cina Selatan 6% 7%
Singapura 9%
Jepang 20%
Lainnya 28%
Amerika Serikat 10% Belanda 2%
Singapura 9%
Taiwan 2%
Korea Selatan 7%
Thailand 3%
India 5%
Cina 9%
Malaysia 5%
Gambar 1. Rata-rata Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama Sumber: BPS, diolah. Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tertentu, sangat beresiko bagi aktivitas ekspor, terutama jika terjadi goncangan ekonomi dunia. Sebagai contoh, perlambatan ekonomi yang terjadi pada tahun 2008, menyebabkan penurunan permintaan impor, terutama dari 5 negara tujuan ekspor utama (Amerika, Jepang, China, dan Malaysia). Nilai ekspor ke 5 pasar utama menurun dari 50,7% di tahun 2004 menjadi 48,0% di 2009 (BPS, 2010). Disamping ketergantungan yang tinggi terhadap negara tertentu, produk yang diekspor juga masih terkonsentrasi pada beberapa jenis komoditas. Bila terjadi penurunan permintaan (dari sisi deman) terhadap komoditas tersebut, atau terjadi penurunan produksi (dari sisi suplai), misalnya akibat fenomena alam, maka akan terjadi penurunan penerimaan ekspor yang sangat signifikan. Sebagian besar produk ekspor Indonesia juga merupakan produk setengah jadi yang sebenarnya masih bisa diolah lebih lanjut di dalam negeri. Sebagai
3
contoh CPO (crude palm oil), sebelum diekspor masih bisa diolah lebih lanjut menjadi produk turunan lainnya, seperti minyak goreng, bahan baku kosmetik dan obat – obatan.
Pengolahan lanjutan yang dilakukan di dalam negeri akan
meningkatkan nilai tambah, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan penerimaan pajak pemerintah. Oleh karena itu untuk mempertahankan performa ekspor, perlu dilakukan diversifikasi pasar dan diversifikasi produk ekspor melalui perluasan pasar dan komoditas ekspor.
Keberhasilan melakukan diversifikasi produk dan pasar
ekspor, antara lain ditentukan oleh tingkat daya saing dan pertumbuhan pasar di negara tujuan. Seberapa kuat daya saing produk Indonesia dibandingkan dengan negara lain serta
pasar mana yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi di
kawasan Asia dan Afrika, dapat dijadikan acuan dalam melakukan diversifikasi pasar dan produk ekspor. 1.2.
Perumusan Masalah Permasalahan pada pengembangan pasar dan produk ekspor dirumuskan
sebagai berikut: 1.
Negara mana saja di kawasan Asia dan Afrika yang berpotensi sebagai pasar tujuan ekspor
2.
Produk apa saja yang potensial untuk diekspor (non migas) di negara-negara terpilih pada point 1
3.
Permasalahan apa saja yang menghambat penetrasi pasar ekspor ke negara terpilih (poin 1) untuk produk potensial (poin 2)
4.
Bagaimana strategi untuk penetrasi ekspor ke negara terpilih untuk produkproduk potensial.
1.3.
Tujuan Kajian Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan yang perlu mendapatkan
jawaban dari kajian ini adalah : 1. Mengidentifikasi pasar ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika
4
2. Mengidentifikasi produk potensial ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika 3. Menganalisis permasalahan dalam pengembangan pasar dan produk potensial ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika 4. Menyusun strategi dan rekomendasi kebijakan pengembangan pasar dan produk ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika 1.4.
Keluaran Kajian Berdasarkan tujuan kajian, maka keluaran dari kajian ini adalah laporan
tentang bahan rekomendasi bagi tersusunnya strategi dan rekomendasi kebijakan pengembangan pasar dan produk ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika. 1.5. 1.
Ruang Lingkup Pasar yang dikaji:
• Negara-negara di kawasan Asia dan Afrika • Negara-negara selain CR 5, ASEAN • Negara yang bukan negara mitra FTA dan PTA Indonesia • Negara yang belum mempunyai rencana Joint Study dengan Indonesia 2.
Komoditi yang Dikaji:
• hasil perkebunan dan produk olahan • hasil perikanan dan produk olahannya • produk makanan/minuman olahan • produk dari kulit 1.6.
Sistematika Penulisan Laporan kajian ini terdiri dari 7 (tujuh) bab sebagai berikut :
BAB I
: Mendeskripsikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup kajian yang dilakukan dan output.
BAB II
: Menjelaskan tinjauan literatur yang digunakan sebagai referensi dalam kajian yang terdiri dari teori dan kajian terdahulu.
5
BAB III
: Menjelaskan metodologi yang digunakan dalam kajian ini meliputi metode pengambilan data dan alat analisis yang digunakan.
BAB IV
: Gambaran umum ekspor ke kawasan Asia dan Afrika
BAB V
: Potensi pasar dan produk ekspor di Kawasan Asia dan Afrika
BAB VI
: Strategi dan Kebijakan Pengembangan diversifikasi pasar dan produk ekspor
BAB VII
: Kesimpulan dan saran
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Teori Perdagangan Internasional Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang
dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy, 1997). Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (1991) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional: 1.
Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
2.
Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) Menurut
Tambunan
(2001),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain. Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 2.3). Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara
7
B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengah harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.
DA
A
SA ES PB
X P*
M
PA
B
ED O
QA
Negara A (ekspor)
SB
DB
O
Q*
O
Perdagangan Internasional
QB Negara B (impor)
Gambar 2. Kurva Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1997
Keterangan: PA
:
Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional
OQA
:
Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional
A
:
Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional
X
:
Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB
:
Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan internasional.
8
OQB
:
Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.
B
:
Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.
M
:
Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P*
:
Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan internasional
OQ*
:
Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).
Gambar
2.3
memperlihatkan
sebelum
terjadinya
perdangangan
internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan P A maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi (pakaian jadi) sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi (pakaian jadi) sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*. Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo (1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo (Hady, 2001), perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya
9
lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan (Salvator, 1997): a) Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b) Perdagangan bersifat bebas c) Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara. d) Biaya produksi konstan e) Tidak terdapat biaya transportasi f) Tidak ada perubahan teknologi Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Berdasarkan
analisis
production
comparative
advatage
(labor
productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski “lebih produktif” serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan
10
mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah. Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh HeckscherOhlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model HO mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods). Pendekatan tentang perdagangan internasional untuk bisa memahami manfaat yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan bisa dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Kedua pendekatan tersebut adalah: pendekatan keseimbangan parsial dan pendekatan keseimbangan umum. 2.2.
Teori Revalead Comparatif Advantage (RCA) Revalead Comparatif Advantage (RCA) atau keunggulan komparatif yang
terungkap, merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah (negara, propinsi dan lain-lain) yang cukup sering digunakan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Syahresmita dalam Pramudito, 2004). Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.
11
2.3.
Teori Perdagangan Intra Industri Perdagangan internasional yang dikenal luas adalah perdagangan
komoditas dari sektor/industri yang berbeda, atau disebut juga dengan interindustry trade. Inter-industry trade terjadi berdasarkan teori keunggulan komparatif dimana negara yang memiliki keunggulan komparatif pada komoditas tertentu akan mengekspor komoditas tersebut dan mengimpor komoditas yang negara tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan kompartif, menurut Hecksher Ohlin dapat disebatkan oleh perbedaan endowment yang dimiliki suatu negara diman negara yang memiliki keberlimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditas yang intensif menggunakan tenaga kerja sedangkan negara yang memiliki keberlimpahan barang modal akan mengespor komoditas yang intensif menggunakan barang modal. Misalkan Cina yang memiliki kelimpahan barang modal mengekspor barang-barang padat modal seperti pesawat terbang, sedangkan Indonesia yang keberlimpahan sumber daya alam mengekspor komoditas yang padat sumber daya alam seperti migas dan mineral. Sehingga perdagangan antara dua negara ditandai dengan perdagangan komoditas yang berbeda. Pada masa kini, perdagangan internasional antara dua negara tidak hanya diakibatkan oleh perbedaan antara kedua negara tersebut. Perdagangan dua negara tidak lagi sebatas perdagangan komoditas yang berbeda. Suatu negara dapat mengekspor barang tertentu dan sekaligus mengimpor barang yang sama. Misal Cina mengekspor mobil ke Indonesia dan Indonesia mengekspor mobil ke Cina. Dengan demikian, antara Indonesia dan Cina terjadi perdagangan dalam industri yang sama (Intra Industry Trade). Pengertian perdagangan intra industri adalah perdagangan di dalam industri yang sama. Teori perdagangan intra industri masuk kategori teori perdangan baru (new trade theory). Paul Krugman adalah salah satu tokoh ekonomi yang mendalami teori ini (Koo dalam Aprilianda, 2007). Apabila teori perdagangan neoklasik menyatakan penyebab timbulnya perdagangan karena adanya spesialisasi yang didasarkan perbedaan ketersediaan faktor produksi dan teknologi (keunggulan komparatif), maka dalam teori perdagangan intra industri perdagangan tetap terjadi antarnegara yang memiliki
12
keunggulan komparatif yang relatif sama. Perdagangan intra industri lebih didasarkan pada differensiasi produk dan economies of scale serta mencakup perdagangan dua arah dalam industri yang sama. Perdagangan intra industri menjadi penting ketika tarif dan non tarif barrier dihapuskan pada arus perdagangan antarnegara. Disamping itu perdagangan intra industri memberikan keuntungan (gain) yang lebih besar, sebagai contoh konsumen mempunyai lebih banyak pilihan karena differensiasi produk dan harga yang lebih murah karena meningkatnya economies of scale. Intra Industry Trade dimungkinkan karena adanya skala ekonomis yang berarti biaya produksi rata-rata menjadi lebih murah. Dengan demikian, output dapat lebih tinggi dibandingkan bila tidak ada intra-industry-trade. Skala ekonomis dan spesialisasi dalam suatu indstri tertentu akan mendorong inovasi dalam perusahaan. Inovasi akan membuat biaya produksi menjadi lebih rendah. Terdapat 2 (dua) alasan terjadi perdagangan intra industri yaitu pertama, differensiasi produk. Pada perekonomian modern sebagian besar produk yang dihasilkan adalah produk yang terdifferensiasi. Produk yang terdifferensiasi adalah produk yang jenisnya sama atau dihasilkan dalam industri yang sama tetapi berbeda secara kualitas dan atau preferensi. Dalam perdagangan internasional terjadi perdagangan produk-produk yang terdifferensiasi. Atau dapat dinyatakan bahwa sebagian besar perdagangan internasional merupakan perdagangan intra industri. Kedua, economies of scale. Motif perdagangan intra industri adalah memperoleh keuntungan dari adanya economies of scale. Dalam hal
ini
persaingan internasional memaksa setiap perusahaan untuk membatasi model atau tipe produknya agar dapat berkonsentrasi memanfaatkan sumberdayanya untuk menekan biaya produksi per unit sehingga dapat menghasilkan beberapa jenis produk saja tentunya dengan kualitas terbaik dan harga dapat bersaing dari produk lainnya. Disisi lain kebutuhan konsumen akan produk atau tipe lain dipenuhi melalui impor dari negara lain. Intra industry trade (IIT) index yang umum digunakan adalah GrubelLloyd Index. Nilai Grubel Lloyd index berkisar 0 - 100.
Jika jumlah yang
diekspor sama dengan jumlah yang diimpor untuk suatu produk, maka indeksnya
13
akan bernilai 100. Sebaliknya apabila perdagangan suatu negara hanya melibatkan satu pihak saja (ekspor atau impor saja) maka nilai indeksnya adalah 0. Tabel 2. Klasifikasi dari nilai IIT (Austria, 2004) Intra Industri Trade
Klasifikasi
0.00
No integration (one way trade)
>0.00 – 24.99
Weak integration
25.00 – 49.99
Mild Integration
50.00 – 74.99
Moderately strong integration
75.00 – 99.99
Strong integration
2.4.
Model Gravitasi (gravity model) Gravity model menampilkan analisis empiris dari pola aliran perdagangan
bilateral antara negara-negara yang berada pada daerah-daerah yang berbeda secara geografis. Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan internasional oleh Jan Tinberger pada tahun 1962 untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa (Head, 2003). Nama model ini diambil dari bentuk dasarnya yang mampu memprediksi perdagangan berdasarkan pada jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian antar negara. Hal ini mengikuti prinsip dari hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik antara dua obyek. Pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel, yaitu : 1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor. 2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara pengimpor dan negara pengekspor. Areethamsirikul (2006) dalam penelitiannya mengenai dampak perluasan ASEAN terhadap perdagangan intra-ASEAN menggunakan gravity model, memasukkan parameter ekonomi yang mencakup Gross Domestic Product (GDP) dan GDP per capita. Sedangkan parameter non-ekonomi yang digunakan adalah jarak, perbatasan bersama, bahasa nasional, dan keanggotaan dalam kelompok
14
perdagangan regional. Parameter non-ekonomi dalam gravity model biasanya bersifat saling mengisi dan melengkapi, dan pada umumnya mencerminkan indikator sosial-politik, hal inilah yang membedakan gravity model dari modelmodel ekonomi lainnya. Menurut Bergstand (1985), Koo, Karemera, dan Taylor (1994), dalam Oktaviani (2000), pada umumnya gravity model dirumuskan sebagai berikut: Tij = f (Yi, Yj, Fij)
............... (1)
dimana : Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j, Yi = Gross Domestic Product negara i, Yj = Gross Domestic Product negara j, Fij = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i dengan negara j. Gravity model perdagangan antar dua negara berbanding lurus dengan massa perdagangan mitra dagang dan berbanding terbalik dengan jarak antara mitra dagang. Variabel tambahan seperti area fisik, populasi, keselarasan kultural, dan perbatasan bersama digunakan untuk memperjelas variabel massa ekonomi dan jarak.
2.5. Penelitian Terdahulu Permasalahan mengenai analisis daya saing suatu negara sudah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al (2008). Penelitian ini berjudul ”Consultancy and Training Services to Develop Quantitative Analytical Tools and Framework for Assessing Investment and Trade Competitiveness” dengan metode analisis RCA, Export Produk Dinamik, CMSA dan CGE. Hasilnya
menunjukkan terdapat 194 komoditas Indonesia yang
memiliki nilai RCA lebih dari 1 dan tingkat pertumbuhan ekspor yang positif. Berdasarkan matriks ekspor produk dinamik kategori komoditas ekspor dalam kuadran rising star adalah komoditas pertanian dan agroindustri. Berdasarkan CMSA pertumbuhan ekspor Indonesia dipengaruhi efek pertumbuhan impor dan efek komposisi komoditas.
15
Rendahnya daya saing investasi Indonesia dipengaruhi oleh infrastruktur seperti sedikitnya jalan yang sudah diaspal, sambungan telepon dan koneksi internet yang minim, dan rendahnya konsumsi listrik. Faktor fundamental seperti share hutang luar negeri terhadap GDP dan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap daya saing investasi di Indonesia. Penelitian lain dilakukan oleh Ito dan Umemoto (2004) tentang pola dan tren perdagangan intra-regional pada sektor industri otomotif di kawasan ASEAN4, menunjukkan bahwa IIT index memiliki tren yang tetap bila dibandingkan dengan wilayah ASEAN secara keseluruhan, tetapi bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan wilayah NAFTA dan MERCOSUR. Dalam analisis regresi yang mereka lakukan terhadap faktor-faktor determinan IIT diketahui bahwa pada negara-negara yang terlibat AFTA, peningkatan market size, menurunnya perbedaan dalam market size antar negara, dan perluasan yang terjadi dalam industri otomotif merupakan faktor-faktor utama yang menentukan tingkat pertumbuhan IIT. Sedangkan variabel dummy yang berupa free trade agreement (FTA) di tingkat regional, yaitu AFTA, pada sebagian besar analisis ekonometrika yang dilakukan menunjukkan insignifikansi dalam menentukan pertumbuhan IIT di negara-negara yang terlibat AFTA, dalam kasus ini yaitu negara-negara ASEAN-4. Penelitian Thorpe (2005) yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi IIT pada industri manufaktur di Asia Timur 1970-1996 dengan memisahkan IIT menjadi IIT horizontal dan vertikal.
IIT horizontal
timbul sebagai akibat adanya economies of scale dan differensiasi produk sedangkan vertikal terjadi pada perdagangan komoditi yang sama dengan kualitas yang berbeda.
Selain itu, Thorpe (2005) menggunakan model gravity, yang
hasilnya menunjukkan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi IIT pada sektor manufaktur di Asia Timur adalah GDP, perbedaan GDP, GDP perkapita, perbedaan GDP perkapita, jarak, kurs, ketidakseimbangan perdagangan, dan economies of scale.
16
17
BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Ketergantungan pasar ekspor Indonesia terhadap pasar tradisionil masih
relatif tinggi. Pangsa ekspor ke lima negara utama (concentration ratio/CR 5) yaitu Amerika, Jepang, China, Singapura, dan Malaysia mencapai 48%. Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar ekspor tertentu, sangat beresiko apabila terjadi guncangan ekonomi.
Seperti krisis moneter tahun 2008 yang
terjadi di Amerika, telah menurunkan nilai ekspor Indonesia dari US$ 13,04 miliar pada tahun 2009 menjadi US$ 10,85 miliar pada tahun 2009 (BPS, 2010).
Ketergantungan yang tinggi pada beberapa produk dan negara pasar ekspor tertentu Rentan terhadap guncangan ekternal Pangsa 5 negara utama pasar ekspor masih tinggi 48% Pangsa 10 produk utama ekspor masih tinggi 68,5%
Permasalahan pengembangan pasar dan produk
Diperlukan Diversifikasi produk dan Pasar ekspor
• Identifikasi pasar dan produk potensial ekspor di Asia dan Afrika • Export Potential Assessment (komoditi dan pasar tujuan)
Kebijakan pengembangan pasar dan produk
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
17
Salah satu cara untuk menurunkan resiko ekspor adalah dengan mengurangi ketergantungan terhadap pasar tertentu atau dengan menurunkan nilai CR5. Dalam rencana strategis Kementrian Perdagangan tahun 2010-2014, nilai CR5 ditargetkan akan menurun rata – rata 1% per tahun, sehingga pada tahun 2014 dicapai nilai CR5 sebesar 43%.
Pengurangan CR5 dilakukan melalui
pengembangan pasar ekspor di negara-negara potensial. Negara-negara di Asia dan Afrika memiliki potensi yang cukup tinggi sebagai tujuan ekspor, karena: (1) lokasinya relatif dekat dengan Indonesia sehingga relatif efisien dalam hal transportasi; (2) penetrasi pasar relatif mudah dengan rendahnya hambatan terutama hambatan non tarif; dan (3) Kedekatan budaya sehingga produk Indonesia mudah diterima. Dari sekitar 40 negara di Asia yang tidak termasuk sebagai anggota Asean dan CR5, serta 60 negara Afrika, perlu dipilih negara yang memiliki potensi relatif tinggi sebagai pasar ekspor. Selanjutnya dari negara terpilih ditetapkan komoditas yang potensial untuk diekspor ke negara tersebut. Berdasarkan informasi negara dan komoditas yang potensial, bisa dirumuskan strategi kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan daya saing di negara-negara tujuan ekspor di Asia dan Afrika. 3.2.
Jenis dan Sumber data Data yang diperlukan dalam kajian kebijakan pengembangan pasar dan
produk ekspor ini terdiri dari dari data primer dan data sekunder, baik dalam bentuk data kualitatif maupun data kuantitatif.
Data primer yang diperlukan
berupa kondisi internal dalam negeri yang terkait dengan proses produksi beberapa komoditas ekspor dan dukungan bagi eksportir. Data primer diperoleh dari pelaku usaha (produsen dan eksportir), birokrat dan akademisi, melalui wawancara dan FGD (focus group disscussion). Data sekunder aliran perdagangan antara negara Indonesia dengan negaranegara di kawasan Asia dan Afrika berasal dari COMTRADE yang dikeluarkan oleh United Nations Commodity Trade Statistics Database. Selain itu, digunakan pula data pendukung lain yang bersumber dari World Bank dan International
18
Monetary Fund (IMF), Kementerian Perdagangan dan BPS serta sumber lain yang relevan. 3.3.
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
tujuan penelitian. 1. Trade Performance Index (TPI) Digunakan untuk: 1. Menentukan kelompok negara di kawasan Afrika dan Asia yang memiliki prioritas tinggi sebagai tujuan ekspor 2. Menentukan komoditas prioritas untuk dikembangkan sesuai dengan potensi sosial ekonomi yang dimiliki baik dari sisi internal maupun eksternal masingmasing komoditas. Analisis data menggunakan Trade Performance Index dari ITC (International Trade Centre) diukur dengan metode komposit dari empat (4) indeks performa, yaitu: 1. Indeks performa pangsa ekspor Indonesia 2. Indeks performa impor tahun terakhir dan pertumbuhan impor dari pasar dunia. 3. Indeks performa suplai domestik 4. Indeks performa dampak sosial ekonomi
Komponen indikator tiap indek performa adalah sebagai berikut :
Performa Ekspor - Ekspor - Pertumbuhan Ekspor - Neraca Perdagangan Relatif - Share Perdagangan Dunia
Performa Pasar dunia - Pertumbuhan Impor Dunia - Akses Pasar
Performa Suplai Domestik: - Nilai tambah - Efisiensi asset
Performa Dampak Sosial Ekonomi - Penyerapan Tenaga Kerja
19
Penentuan komoditi prioritas dilakukan dengan menghitung nilai indek indikator, nilai indek performa dan indek komposit. Indikator yang memiliki nilai terendah diberi indek 1, tertinggi diberi indek 5 dan yang nilainya berada diantara terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
IIj It
( Nt Nj ) ( It Ir ) Nt Nr
dimana: IIj
= Indek indikator ke-j (yang dicari indeknya))
It
= indek tertinggi (yaitu 5)
Ir
= indek terendah (yaitu 1)
Nt
= nilai indikator tertinggi
Nr
= nilai indikator terendah
Nj
= nilai indikator ke-j (yang dicari indeknya)
Nilai indek performa ke-i merupakan rataan dari j indek indikatornya. Rumus yang digunakan adalah: IP
IIj j
dimana: IP
= indek performa
IIj
= indek indikator ke-j
j
= jumlah indikator performa
Indek komposit Ik dihitung dengan menggunakan rumus:
Ik
p1IP1 ... piIPi p1 .. pi
dimana: Ik
= indek komposit
IPi
= indek performa ke-i
pi
= pembobot indek performa ke-i
i
= jumlah performa yang dipertimbangkan
20
Prioritas tertinggi adalah komoditas yang memiliki indek komposit tertinggi dan sebaliknya. 2. Export Product Dynamics (EPD) Salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang tingkat daya saing adalah Export Product Dynamics (EPD).
Indikator ini
mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia. Selain itu, dengan menggunakan EPD dinamis atau tidaknya performa suatu produk dapat diketahui. Sebuah matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori.
Keempat
kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opppotunity”, dan “Retreat”. Tabel 3. Matriks Posisi Daya Saing Share of Country’s Export in World Trade Rising (Competitive) Falling (Non-Competitive)
Share of Product in World Trade Rising
Falling
(Dynamic)
(Stagnant)
Rising Star
Falling Star
Lost Opportunity
Retreat
Sumber: Esterhuizen, 2006 Komoditi yang diestimasi posisi daya saingnya akan menempati salah satu dari empat kuadran (Tabel 3.1), tergantung dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis komoditi tersebut. Dengan dimasukkannya komoditi yang diuji ke dalam matriks EPD akan lebih mudah untuk melihat posisi dayasaing masing-masing komoditi.
21
Adapun yang dimaksud dengan pangsa pasar ekspor suatu negara (negara i) dan pangsa pasar produk (produk n) dalam perdagangan dunia adalah sebagai berikut: Sumbu x: Pertumbuhan pangsa pasar ekspor i =
X in t 1 X n t
Sumbu y:
t X 100% in t 1 X n t T
100% t 1
Pertumbuhan pangsa pasar produk n =
t 1 Xn 100% X n 100% t 1 t X t 1 t T t
X
Dengan:
X = volume ekspor T = jumlah tahun
t = tahun ke-t
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi pada ekspornya sebagai “Rising Star” atau “bintang terang”, yang menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat (fast-growing products). “Lost Opportunity” atau “kesempatan yang hilang”, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis, adalah yang posisi yang paling tidak diinginkan. “Falling Star” atau “bintang jatuh” juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika dibandingkan dengan “Lost Opportunity”, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, “Retreat” atau “kemunduran” biasanya tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu 'mungkin' diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produk-produk yang dinamik (Bappenas, 2009). 3. Constant Market Share Analysis (CMSA) Pendekatan Constant Market Share Analysis (CMSA) digunakan untuk mengukur dinamika perdagangan suatu industri dari suatu negara. Penggunaan pendekatan ini didasarkan pada pemahaman bahwa laju pertumbuhan ekspor suatu negara bisa lebih kecil, sama, atau lebih tinggi daripada laju pertumbuhan ekspor rata-rata dunia. 22
Jadi dalam analisis CMSA, lambat atau tingginya laju pertumbuhan ekspor suatu negara dibandingkan laju pertumbuhan standar (rata-rata dunia) diuraikan menjadi tiga faktor, yakni pertumbuhan impor, komposisi komoditi, dan daya saing. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Efek Pertumbuhan impor : mXijk1 Dimana
m
= Persentase peningkatan impor umum di negara k
Xijk1
= Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Efek Komposisi komoditi ekspor : {(mi - m)Xijk1} Dimana
m = Persentase peningkatan impor umum di negara j mi
= Persentase peningkatan impor komoditi i di negara k
Xijk1
= Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Efek Daya saing : {Xijk2 – Xijk1 – mi Xijk1} Dimana
4.
mi
= Persentase peningkatan impor komoditi i di negara j
Xijk1
= Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Xijk2
= Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t)
Gravity Model Aliran dan keterkaitan perdagangan Indonesia ke kawasan Asia dan Afrika
digambarkan dengan besarnya ekspor komoditi unggulan ekspor Indonesia ke kawasan Asia dan Afrika. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya dianalisis menggunakan gravity model dengan metode panel. Variabel-variabel yang digunakan sebagai penjelas dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Ito dan Umemoto (2004) dengan melakukan beberapa penyesuaian. ln X ij 0 1 ln
XVOL
ij
2 ln EXR j 3 ln GDPi 4 ln ECODISTij uij
dimana: X ij XVOLij
= =
Nilai ekspor komoditas dari negara i ke negara j (US$) Volume ekspor komoditas dari negara i ke negara j (Kg)
23
=
EXR j
Nilai tukar mata uang negara mitra dagang (Mata Uang Nasional/US$)
GDPij
=
Tingkat perekonomian antar negara (PPP, US$)
ECODISij
=
Jarak ekonomi antara kedua negara
u ij
=
error term
Adapun rumus untuk jarak ekonomi adalah ECODISij
=
DISij
GDP GDP j
kawasan
dimana: ECODISij
=
Jarak ekonomi antara kedua negara
DISij
=
Jarak ibu kota negara i dengan ibu kota negara j (km)
GDPj
=
Tingkat perekonomian negara j (PPP, US$)
=
Jumlah GDP kawasan pasar
GDP
kawasan
Estimasi gravity model yang dilakukan dalam penelitian menggunakan panel data karena dapat memberikan informasi yang lebih akurat mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditas yang diteliti. Terdapat dua pendekatan dalam metode data panel, yaitu Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM).
Keduanya dibedakan berdasarkan ada atau
tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Misalkan:
yit i X it it Pada one way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk:
it i uit Untuk two way, komponen error dispesifikasi dalam bentuk:
it i i uit Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu (λi). Pada two way telah memasukkan
24
efek dari waktu (μt) ke dalam komponen error. uit diasumsikan tidak berkorelasi dangan Xit. Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara λi dan μt dengan Xit. FEM muncul ketika antara efek individu dan periode memiliki korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu menjadi bagian dari intersep, yaitu: Untuk one way komponen error: yit = αi + λi + Xit β + uit Untuk two way error component: yit = αi + λi + μi + Xit β + uit Penduga pada FEM dihitung dengan empat teknik sebagai berikut Pooled Least Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), Two Way Error Components Fixed Effect Model. REM muncul ketika antara efek individu dan periode tidak berkorelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error, dimana: Untuk one way error component: yit = αi + Xit β + uit+ λi Untuk two way error component: yit = αi + Xit β + uit+ λi + μi Terdapat dua jenis pendekatan dalam REM, yaitu: Pendekatan Between Estimator, dan Generalized Least Square (GLS). Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik.
FIXED EFFECT
Chow Test
RANDOM
Hausman Test
EFFECT
LM Test POOLED LEAST SQUARE
Gambar 4. Pengujian Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Panel
25
Selanjutnya untuk menghasilkan model yang efisien, tidak bias, dan konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran atau gangguan asumsi dasar model ekonometrika, yang antara lain berupa gangguan antar waktu (time-related disturbance), gangguan antar individu atau dalam kasus ini pasangan negara (cross sectional disturbance), dan gangguan akibat keduanya. Pengevaluasian yang dilakukan menyangkut uji Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas.
26
Tabel 4. Metode Analisis, Data dan Sumber Data
No 1.
Tujuan kajian Mengidentifikasi
pasar
Metode analisis
ekspor
non TPI
migas di kawasan Asia dan Afrika
2.
3.
Mengidentifikasi
Data Sekunder
Sumber
Output
BPS,
Pasar potensial di
CMSA
UNCOMTRADE,
Asia dan Afrika
EPD
IFS, CEPII BPS,
Produk Potensial di
ekspor non migas di kawasan Asia dan CMSA
UNCOMTRADE,
Asia dan Afrika
Afrika
IFS, CEPII
Menganalisis pengembangan
produk
Data
potensial TPI
Data Sekunder
EPD permasalahan pasar
dan
dalam produk
Analisis Deskriptif
Data Primer
FGD, Survey
Kulaitatif
Hambatan
dan
Peluang pasar serta
potensial ekspor non migas di kawasan
produk potensial
Asia dan Afrika 4.
Menyusun strategi dan rekomendasi
Analisis Deskriptif
Data Primer
FGD, Survey
kebijakan pengembangan pasar dan
Kualitatif
Data Sekunder
BPS,
produk ekspor non migas di kawasan
Gravity Model
Asia dan Afrika
dan
Rumusan Kebijakan
UNCOMTRADE, IFS, CEPII
27
BAB IV GAMBARAN UMUM EKSPOR NON MIGAS KE KAWASAN ASIA DAN AFRIKA 4.1.
Kinerja Ekspor Ke Kawasan Asia dan Afrika Pertumbuhan ekspor non migas Indonesia selama kurun waktu lima tahun
terakhir
ke
kawasan
Asia
dan
Afrika
menunjukkan
penguatan
yang
berkesinambungan. Pada periode tahun 2006-2010 ekspor non migas ke Asia tumbuh 12,9 persen per tahun, sementara ke Afrika tumbuh 13,0 persen per tahun. Produk yang paling banyak diekspor ke kawasan Afrika adalah produk ikan olahan dengan share 26,4 persen pada tahun 2010.
Perkembangan Ekspor Non Migas ke Asia dan Afrika 90.0 80.0
87.5
ASIA
Trend ekspor (2006-2010) Asia : 13,0% Afrika : 12,9%
AFRIKA 69.6 64.9
70.0
US$ Miliar
59.0 60.0
49.9
50.0
40.0 25.0
30.0 20.0 10.0
3.3
2.5
2.0
3.5
2.8
1.1
0.0
2006
2007
2008
2009
2010
TW I 2011
Gambar 5. Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia ke Asia dan Afrika Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu) Saat ini dominasi sepuluh komoditas utama ekspor Indonesia mulai berkurang, dimana sejak tahun 2007 pangsa ekspor komoditas utama sudah dibawah 50 persen dari ekspor total non migas. Komoditas ekspor mulai terdiversifikasi seiring makin banyaknya produk potensial. Sepuluh komoditas ekspor utama Indonesia adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), produk hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk sawit, otomotif, alas kaki, udang, kakao, dan kopi. Produk potensial juga semakin kompetitif di pasar global, seperti makanan olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan, kerajinan,
28
rempah-rempah, kulit dan produk kulit, peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor, dan tanaman obat. Tabel 5. Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara Asia Realisasi Ekspor Non Migas Indonesia ke Asia (US$ Juta) No
URAIAN
2006
2007
2008
2009
2010
Perub.(%) Perub(%) Trend (%) Pangsa (%)
TW I 2010 TW I 2011 2011/2010 2010/2009 2006-2010
2010
0 1 Jepang
3,683.0
4,369.5
18.64
2 R.R Tiongkok
5,466.6
6,664.1
7,787.2
8,920.1 14,080.9
3,088.1
3,632.5
17.63
3 India
3,326.5
4,885.0
7,060.9
7,351.4
9,851.2
2,080.0
2,633.0
26.59
4 Singapura
7,824.2
8,990.4 10,104.6
7,947.6
9,553.6
2,281.1
2,692.0
18.01
5 Malaysia
3,789.6
4,593.1
5,984.5
5,636.4
7,753.6
1,661.3
2,548.4
53.40
6 Korea Selatan
3,414.6
3,746.4
4,660.3
5,174.3
6,869.7
1,658.1
1,960.4
18.24
7 Thailand
2,054.1
2,646.9
3,214.5
2,598.4
4,054.4
893.0
1,829.9
104.91
8 Taiwan
2,284.8
2,337.8
2,901.2
2,875.5
3,252.3
748.5
918.8
22.76
9 Pilipina
1,377.4
1,828.5
2,051.4
2,356.8
3,117.0
728.2
943.3
29.54
10 Hongkong
1,703.2
1,687.5
1,808.8
2,111.8
2,501.4
527.0
703.3
33.44
11 Vietnam
1,021.9
1,355.0
1,672.8
1,453.9
1,945.8
366.1
494.6
35.09
12 Emirat Arab
1,012.7
1,324.8
1,650.7
1,265.1
1,473.9
329.7
397.3
20.50
13 Arab Saudi
672.1
944.2
1,191.9
956.2
1,167.3
260.4
325.0
24.82
14 Turki
724.1
1,045.2
871.6
678.4
1,073.7
219.5
347.2
58.18
15 Bangladesh
427.1
633.0
835.9
780.6
990.6
191.5
239.9
25.28
16 Pakistan
733.8
934.0
924.4
664.1
682.7
139.0
147.2
5.90
17 Iran
312.9
472.9
697.3
507.0
639.4
112.3
156.6
39.40
18 Sri Lanka
424.4
414.6
353.6
246.3
297.8
69.9
95.1
35.95
19 Myanmar
137.4
261.8
249.0
174.6
283.7
88.3
66.4
-24.81
20 Kamboja
103.6
121.9
174.0
201.2
217.2
51.8
62.6
20.88
65.6
69.9
81.0
88.4
153.2
24.2
86.5
257.93
181.1
119.5
353.0
131.8
137.7
31.2
33.7
8.12
23 Oman
45.4
98.2
151.9
92.9
115.7
22.0
47.3
114.86
24 Yaman
90.2
123.8
112.8
102.4
114.9
24.3
25.6
5.40
25 Israel
0.0
0.1
94.4
78.0
107.8
25.9
44.8
72.79
26 Kuwait
90.8
129.4
137.0
101.5
97.8
20.7
25.7
24.28
27 Qatar
101.7
146.4
83.4
73.8
72.9
15.6
16.5
5.75
28 Siria
55.7
79.5
98.8
90.1
68.6
16.9
18.5
9.54
29 Brunai Darussalam
37.6
43.4
59.7
74.9
61.0
13.5
15.5
14.77
30 Libanon
22.7
44.3
67.1
67.2
58.4
16.4
14.7
-10.49
6.1
7.3
10.6
22.0
53.9
7.8
10.3
31.89
32 Irak
65.8
11.9
264.4
40.6
51.9
3.8
83.6
2,072.64
33 Bahrain
26.2
35.0
60.5
25.2
40.5
6.7
6.8
0.44
34 Malade
19.8
23.6
28.7
19.5
22.3
5.3
5.0
-5.25
35 Nepal
9.1
12.4
15.4
12.9
15.9
2.8
7.8
181.54
36 Korea Utara
13.4
0.4
7.0
8.0
11.8
6.6
4.6
-29.54
37 Siprus
11.3
12.5
15.6
13.8
10.8
3.4
3.2
-6.84
38 Mongolia
2.8
5.7
2.9
3.4
7.7
1.4
0.6
-59.86
39 Laos
4.3
3.7
4.0
4.7
5.5
0.6
2.4
296.92
40 Bhutan
0.6
0.0
0.0
1.8
5.0
3.1
0.7
-76.35
41 Macau
13.4
3.9
4.6
4.3
3.9
1.1
1.0
-12.40
42 Palestina
1.3
0.0
0.5
0.0
0.1
0.0
0.1
249.02
43 Asia Timur Lainnya
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-
44 Batam
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-
45 Asia Sel. & Teng. Lainnya
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-
46 Aden
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-
47 Asia Barat Lainnya
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-
21 Papua Nugini 22 Yordania
31 Afganistan
12,198.6 13,092.8 13,795.3 11,979.0 16,496.5
37.71 57.86 34.01 20.21 37.56 32.77 56.03 13.10 32.25 18.45 33.84 16.51 22.07 58.27 26.90 2.80 26.11 20.93 62.46 7.95 73.28 4.49 24.63 12.30 38.12 -3.60 -1.25 -23.79 -18.56 -13.11 145.10 27.85 60.89 14.37 23.23 47.23 -21.63 128.08 18.04 172.73 -10.71 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5.28
12.72
24.41
10.85
29.44
7.59
2.80
7.36
17.78
5.98
18.78
5.29
14.36
3.13
9.56
2.51
20.77
2.40
10.44
1.93
14.55
1.50
7.30
1.14
11.82
0.90
3.62
0.83
20.83
0.76
-4.74
0.53
16.17
0.49
-11.57
0.23
11.02
0.22
21.91
0.17
21.28
0.12
-4.40
0.11
19.89
0.09
3.00
0.09
0.00
0.08
-0.93
0.08
-12.64
0.06
5.57
0.05
16.35
0.05
25.95
0.04
72.87
0.04
7.80
0.04
5.60
0.03
0.50
0.02
12.31
0.01
30.84
0.01
0.09
0.01
15.77
0.01
7.27
0.00
157.58
0.00
-21.04
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
29
Diversifikasi tujuan ekspor juga sudah terjadi dengan berkurangnya pangsa ekspor ke negara tujuan utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Saat ini ekspor lebih banyak ditujukan ke Asia dan negara-negara berkembang lainnya, pangsanya sekitar 45 persen. Selama lima tahun terakhir peranan RRT, Korea Selatan, Malaysia dan India semakin besar sebagai negara tujuan ekspor utama Indonesia. Semakin terdiversifikasinya negara tujuan ekspor menyebabkan kinerja ekspor Indonesia selama 2008-2009 tidak begitu terpengaruh akibat krisis ekonomi di negara tujuan ekspor utama. Bahkan pada tahun 2010 pangsa ekspor ke RRT dan India mencapai sekitar 17 persen. Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa pada triwulan I – 2011, negara tujuan ekspor Indonesia di Asia yang paling besar pertumbuhannya adalah negara Irak, namun pangsanya masih sekitar 0,04 persen (tahun 2010). Sementara negara Asia yang paling tinggi pangsanya selain negara ASEAN dan mitra FTA adalah India dengan kontribusi sebesar 7,6 persen dan rata-rata peningkatan per tahun selama periode 2006-2010 sebesar 29,4 persen. Disusul oleh Taiwan dan Emirat Arab dengan pangsa masing-masing sebesar 2,5 dan 1,1 persen. Sedangkan jika dilihat dari rata-rata peningkatan per tahun selama periode 2006-2010 yang terbesar adalah Bhutan, Afghanistan dan Korea Utara masing-masing dengan 157,6 persen, 72,9 persen, dan 30,8 persen. Sementara di kawasan Afrika, negara yang paling baik pertumbuhannya pada pada triwulan I – 2011 (tabel 4.2) adalah Mesir dengan kontribusi sebesar 0,66 persen dan rata-rata peningkatan per tahun selama periode 2006-2010 sebesar 15,11 persen. Disusul oleh Afrika Selatan dan Nigeria dengan pangsa masingmasing sebesar 0,52 dan 0,24 persen. Sedangkan jika dilihat dari rata-rata peningkatan per tahun selama periode 2006-2010 yang terbesar adalah Ghambia, Burundi dan Pantai Gading masing-masing dengan 83,55 persen, 80,36 persen, dan 49,35 persen.
30
Tabel 6. Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara-negara Afrika Realisasi Ekspor Non Migas Indonesia ke Afrika (US$ Juta) No
URAIAN
2006
2007
2008
2009
2010
Perub.(%) Perub(%) Trend (%) Pangsa (%)
TW I 2010 TW I 2011 2011/2010 2010/2009 2006-2010
2010
0 1 Mesir
464.2
589.6
790.7
708.8
855.8
159.8
261.8
63.82
2 Afrika Selatan
381.5
557.4
623.9
484.5
680.7
131.8
231.4
75.55
3 Nigeria
158.4
195.9
289.6
207.4
316.8
63.1
96.6
53.12
4 Aljazair
105.5
146.5
322.7
163.3
158.6
41.6
43.2
3.72
5 Angola
43.8
42.8
63.2
103.2
149.0
79.3
23.1
-70.82
6 Kenya
35.7
54.3
63.9
65.9
138.0
17.2
65.1
279.44
7 Tanzania
80.4
63.1
55.0
107.8
132.0
5.7
64.1
1,027.35
8 Ghana
89.9
118.9
135.8
96.3
119.4
27.1
31.7
16.85
9 Sudan
85.1
84.5
102.5
80.1
97.0
29.6
22.4
-24.24
10 Pantai Gading
15.8
23.1
58.9
46.2
83.2
5.3
4.5
-14.47
11 Mauritius
53.6
66.6
71.7
73.4
82.2
18.9
18.3
-3.08
12 Benin
53.3
58.4
78.4
68.7
72.4
21.5
24.0
11.65
13 Djibouti
44.9
44.3
58.9
50.7
71.1
16.3
13.1
-19.26
14 Tunisia
13.5
40.6
80.9
42.5
54.2
17.3
17.2
-0.89
15 Togo
34.1
46.7
62.6
56.1
53.7
12.4
16.4
32.22
16 Libia
34.2
34.5
44.7
56.2
48.5
14.4
9.3
-35.37
17 Maroko
54.7
47.1
56.8
55.1
47.5
10.2
17.3
69.97
18 Kamerun
16.1
17.1
28.8
28.0
29.3
4.7
6.6
38.66
19 Mozambik
33.1
36.1
44.3
27.4
28.8
6.6
18.6
183.03
20 Guinea
16.8
20.4
30.1
16.8
27.3
15.9
3.2
-79.81
21 Madagascar
17.0
32.7
31.2
26.5
21.7
4.6
11.3
145.69
22 Gambia
2.1
4.3
7.7
18.3
21.4
5.6
6.0
7.47
23 Kongo
12.9
15.2
13.7
12.2
18.4
3.7
4.4
18.59
24 Sinegal
11.0
11.3
16.2
16.5
18.0
5.4
5.6
4.87
25 Reunion
13.5
16.2
20.8
16.6
15.6
2.9
3.2
8.81
26 Ethiopia
31.2
14.8
22.8
20.2
14.0
4.8
2.0
-58.75
27 Liberia
3.9
10.0
6.0
8.5
13.6
1.4
1.6
15.43
28 Mauritania
10.5
12.3
12.2
16.4
12.7
5.0
2.7
-46.19
29 Siera Leone
12.1
18.3
9.7
7.6
12.6
2.3
6.1
162.32
30 Gabon
5.6
25.6
7.0
10.6
9.6
2.4
3.1
30.82
31 Malawi
4.3
5.9
11.3
9.8
9.1
2.4
2.7
11.76
32 Uganda
2.9
4.3
7.2
6.6
8.8
1.5
3.1
100.85
33 Zimbabwe
3.3
5.3
3.6
2.8
8.0
1.3
1.3
-1.16
34 Namibia
2.9
4.1
7.5
7.1
7.0
1.8
0.5
-74.08
35 Seychelles
5.2
3.1
5.8
5.8
6.1
1.3
1.0
-22.25
36 Mali
2.0
3.3
3.3
4.0
5.2
1.7
1.2
-26.71
37 Burkina Faso
2.3
2.1
2.4
2.7
5.1
2.0
0.2
-89.94
38 Somalia
5.9
7.8
3.0
2.6
4.2
1.0
1.7
61.67
39 Guinea (Equatorial)
3.4
2.4
1.7
3.7
4.0
0.8
0.5
-43.24
40 Eritrea
1.0
2.4
5.5
2.5
3.5
0.7
1.8
154.34
41 Niger
7.7
2.9
1.9
3.7
2.3
0.1
0.8
556.97
42 Komoro
0.6
1.5
1.6
1.1
1.5
0.5
0.1
-76.03
43 Guinea-Bissau
1.0
3.5
3.9
1.7
1.4
0.3
0.3
-3.68
44 Swaziland
1.0
0.9
0.6
0.6
1.3
0.2
0.2
-3.69
45 Rwanda
0.5
0.6
0.9
0.5
1.0
0.3
0.1
-58.29
46 Lesotho
1.8
4.2
4.4
1.4
1.0
0.3
0.3
-4.21
47 Zambia
1.8
4.2
2.2
0.8
1.0
0.2
1.0
340.03
48 Afrika Tengah
0.3
0.5
0.1
0.3
0.9
0.3
0.0
-100.00
49 Protektorat Inggris
0.2
0.7
0.6
0.7
0.9
0.6
0.1
-84.14
50 Sao Tome & Principe
0.6
0.7
0.9
0.4
0.8
0.2
0.1
-47.88
51 Burundi
0.2
0.1
0.5
2.0
0.8
0.3
0.0
-100.00
52 Botswana
0.3
0.4
0.1
0.3
0.3
0.1
0.1
11.20
53 Chad
0.0
0.2
0.5
0.2
0.3
0.0
0.8
-
54 Kep. Virginia U.S.
0.4
1.0
0.4
0.3
0.2
0.0
0.0
71.35
55 St.Helena
0.3
0.0
0.4
0.0
0.0
0.0
0.0
-
56 Sahara Barat
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-
57 Rep. Dem Kongo (Zaire)
0.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-
58 Negara Afrika lainnya
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-
20.73 40.48 52.80 -2.88 44.35 109.33 22.40 23.96 21.08 80.33 11.98 5.40 40.25 27.40 -4.15 -13.70 -13.70 4.34 5.43 63.05 -18.30 16.64 51.19 8.95 -6.19 -30.43 58.96 -22.29 65.22 -9.12 -7.24 34.02 180.43 -1.72 5.50 29.95 88.59 60.30 10.01 38.99 -39.05 37.08 -20.27 115.69 94.94 -27.56 13.73 207.00 35.36 95.58 -62.30 16.52 39.78 -47.49 234.75 0.00 0.00 0.00
15.11
0.66
10.71
0.52
15.53
0.24
9.67
0.12
39.51
0.11
33.61
0.11
16.48
0.10
3.63
0.09
2.10
0.07
49.35
0.06
9.97
0.06
8.05
0.06
11.12
0.05
32.60
0.04
11.53
0.04
12.61
0.04
-1.25
0.04
18.45
0.02
-5.39
0.02
8.10
0.02
2.74
0.02
83.55
0.02
5.11
0.01
14.68
0.01
3.11
0.01
-12.10
0.01
26.10
0.01
6.91
0.01
-7.71
0.01
1.92
0.01
22.17
0.01
29.78
0.01
11.75
0.01
25.61
0.01
9.84
0.00
23.05
0.00
20.80
0.00
-16.35
0.00
8.45
0.00
27.90
0.00
-19.71
0.00
15.77
0.00
-0.90
0.00
2.04
0.00
13.50
0.00
-20.00
0.00
-25.53
0.00
18.85
0.00
35.74
0.00
2.61
0.00
80.36
0.00
-1.02
0.00
67.58
0.00
-27.11
0.00
-51.84
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
31
Adapun produk yang termasuk dalam ruang lingkup kajian ini, terdiri atas kelompok; (i) hasil perkebunan dan olahannya; (ii) hasil perikanan dan olahannya; (iii) produk makanan dan minuman olahan; serta (iv) kulit dan produk dari kulit. Selanjutnya, kelompok produk tersebut dirinci menjadi 22 produk (Tabel 4.3). Tabel 7. Komposisi Pangsa Ekspor ke Kawasan Afrika
Pangsa Ekspor Sub Produk terhadap Ekspor 4 Kelompok Produk ke Afrika (%) Trend (%) 2006 2007 2008 2009 2010 2006-2010 Ikan Olahan 33.33 35.24 32.68 34.27 26.36 (4.85) Berbagai Makanan olahan 33.14 22.62 25.46 18.45 23.96 (8.17) Coklat Olahan 4.37 5.70 4.64 5.24 9.18 15.01 Gula dan Kembang Gula 6.40 6.12 5.93 6.18 8.29 5.40 Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, Kue, Biskuit) 5.81 7.18 7.37 6.87 7.77 5.52 Tembakau 1.22 1.32 1.97 8.86 7.51 73.98 Ikan Segar & Beku 2.42 7.64 6.05 7.34 6.36 20.88 Rempah-rempah 3.10 4.67 2.78 2.82 3.14 (4.70) Kelapa & Copra 2.41 2.28 3.22 3.06 2.25 1.61 Hasil Perikanan lainnya 2.09 1.78 1.42 1.63 1.86 (3.11) Tas dan Kopor 0.62 0.46 0.45 0.82 0.99 16.37 Teh 0.54 2.06 1.72 1.23 0.73 0.75 Buah dan Sayuran Olahan 1.94 0.43 3.00 2.15 0.71 (3.99) Pakaian dari Kulit 1.24 0.83 0.58 0.44 0.35 (27.32) Minuman 0.83 0.60 0.63 0.44 0.30 (20.69) Lada 0.45 0.88 1.66 0.01 0.09 (55.07) Kulit Samak 0.02 0.01 0.37 0.01 0.06 23.10 Ikan Hidup & Ikan Hias 0.02 0.02 0.04 0.02 0.04 12.58 Tembakau (Cigarettes) 0.04 0.03 0.02 0.12 0.03 8.72 Barang-barang dari kulit 0.00 0.02 0.01 0.04 0.02 47.85 Kulit Mentah 0.00 Mete 0.09 Sub Produk
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu) Dari tabel 4.3 terlihat bahwa kelompok produk makanan olahan mendominasi ekspor Indonesia ke kawasan Afrika. Sementara, Pada tahun 2010 produk ikan olahan masih menempati posisi teratas dengan memberikan kontribusi sebesar 26,4 persen terhadap total ekspor 4 kelompok produk ke kawasan Afrika. Jika dilihat dari pertumbuhan rata-rata pangsa per tahun maka 32
produk yang paling baik pertumbuhannya adalah tembakau dengan trend sebesar 74,0 persen. Sementara, barang-barang dari kulit juga mengalami pertumbuhan pangsa yang baik dimana selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata pangsa sebesar 47,9 persen per tahun. Sedangkan produk yang mengalami trend yang paling rendah adalah lada dengan trend negatif 55,1 persen. Tabel 8. Perkembangan Nilai Ekspor ke Kawasan Afrika
Nilai Ekspor Sub Produk ke Afrika (US$ Juta) Trend (%) 2006 2007 2008 2009 2010 2006-2010 Ikan Olahan 13.77 17.70 24.95 27.71 25.69 18.48 Berbagai Makanan olahan 13.69 11.36 19.44 14.92 23.35 14.34 Coklat Olahan 1.81 2.86 3.54 4.24 8.95 43.21 Gula dan Kembang Gula 2.64 3.07 4.53 4.99 8.08 31.25 Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, Kue, Biskuit) 2.40 3.61 5.63 5.56 7.57 31.40 Tembakau 0.50 0.66 1.51 7.16 7.32 116.64 Ikan Segar & Beku 1.00 3.84 4.62 5.93 6.20 50.52 Rempah-rempah 1.28 2.34 2.12 2.28 3.06 18.66 Kelapa & Copra 0.99 1.15 2.46 2.47 2.19 26.53 Hasil Perikanan lainnya 0.86 0.90 1.09 1.32 1.82 20.64 Tas dan Kopor 0.26 0.23 0.34 0.66 0.97 44.91 Teh 0.22 1.03 1.31 1.00 0.71 25.45 Buah dan Sayuran Olahan 0.80 0.21 2.29 1.74 0.69 19.55 Pakaian dari Kulit 0.51 0.42 0.44 0.35 0.34 (9.50) Minuman 0.34 0.30 0.48 0.36 0.30 (1.24) Lada 0.19 0.44 1.26 0.01 0.08 (44.05) Kulit Samak 0.01 0.01 0.28 0.01 0.06 53.28 Ikan Hidup & Ikan Hias 0.01 0.01 0.03 0.02 0.04 40.18 Tembakau (Cigarettes) 0.02 0.02 0.02 0.10 0.03 35.38 Barang-barang dari kulit 0.00 0.01 0.01 0.03 0.02 84.11 Kulit Mentah 0.00 Mete 0.04 Sub Produk
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
33
Tabel 9. Komposisi Pangsa Ekspor ke Kawasan Asia Pangsa Ekspor Sub Produk terhadap Ekspor 4 Kelompok Produk ke Asia (%) Trend (%) 2006 2007 2008 2009 2010 2006-2010 Berbagai Makanan olahan 6.84 10.51 10.27 14.17 14.28 19.35 Ikan Olahan 12.14 13.51 13.52 13.01 13.98 2.48 Ikan Segar & Beku 12.20 13.24 11.27 13.01 12.52 0.35 Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, Kue, Biskuit dll) 16.00 13.54 12.87 11.61 10.55 (9.41) Kulit Samak 12.46 12.44 10.73 10.04 9.91 (6.50) Ikan Hidup & Ikan Hias 4.14 4.39 3.97 4.16 7.44 11.82 Gula dan Kembang Gula 8.45 7.21 8.64 7.29 6.24 (5.77) Hasil Perikanan lainnya 3.28 3.38 6.16 4.99 4.78 12.13 Teh 4.00 2.65 3.42 3.62 2.90 (3.27) Buah dan Sayuran Olahan 3.07 2.02 2.85 3.06 2.88 2.91 Coklat Olahan 1.06 1.42 1.60 2.17 2.59 24.73 Tas dan Kopor 1.70 1.80 1.29 2.04 2.46 9.04 Rempah-rempah 2.13 2.98 1.92 1.91 2.11 (4.52) Tembakau (Cigarettes) 2.78 2.11 1.94 1.64 1.73 (11.28) Kelapa & Copra 1.10 1.46 1.94 1.22 1.53 4.97 Minuman 3.91 2.96 3.89 2.61 1.43 (19.30) Tembakau 1.98 1.77 1.90 1.58 1.23 (10.08) Mete 1.37 1.24 1.04 0.95 0.77 (13.23) Lada 0.82 1.08 0.64 0.76 0.48 (13.15) Pakaian dari Kulit 0.20 0.26 0.13 0.14 0.16 (9.92) Barang-barang dari kulit 0.01 0.01 0.01 0.03 0.04 35.63 Daging Olahan 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 (53.87) Kulit Mentah 0.36 0.03 0.01 Sub Produk
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu) Berdasarkan
tabel
4.5
terlihat
bahwa
produk
makanan
olahan
mendominasi ekspor Indonesia ke kawasan Asia. Pada tahun 2010 lima sub produk makanan olahan menempati posisi teratas dengan memberikan kontribusi sebesar 75,6 persen terhadap total ekspor 4 kelompok produk ke kawasan Asia. Jika dilihat dari pertumbuhan rata-rata pangsa per tahun maka sub produk yang paling baik pertumbuhan ekspornya adalah barang-barang dari kulit dengan trend sebesar 35,6 persen. Sementara, coklat olahan juga mengalami pertumbuhan pangsa yang baik dimana selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata pangsa sebesar 24,7 persen per tahun. Sedangkan sub produk yang mengalami trend yang paling rendah adalah daging olahan dengan trend negatif 53,9 persen.
34
Tabel 10. Perkembangan Nilai Ekspor ke Kawasan Asia Sub Produk Berbagai Makanan olahan Ikan Olahan Ikan Segar & Beku Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, Kue, Biskuit dll) Kulit Samak Ikan Hidup & Ikan Hias Gula dan Kembang Gula Hasil Perikanan lainnya Teh Buah dan Sayuran Olahan Coklat Olahan Tas dan Kopor Rempah-rempah Tembakau (Cigarettes) Kelapa & Copra Minuman Tembakau Mete Lada Pakaian dari Kulit Barang-barang dari kulit Daging Olahan Kulit Mentah
Nilai Ekspor Sub Produk ke Asia (US$ Juta) Trend (%) 2006 2007 2008 2009 2010 2006-2010 18.28 33.98 39.85 57.37 73.71 39.27 32.42 43.66 52.46 52.68 72.17 19.58 32.58 42.79 43.72 52.71 64.62 17.09 42.74 43.76 49.94 47.02 54.45 5.72 33.27 40.21 41.63 40.66 51.14 9.10 11.05 14.20 15.42 16.83 38.40 30.48 22.57 23.29 33.51 29.54 32.22 9.96 8.76 10.92 23.91 20.19 24.69 30.85 10.68 8.57 13.27 14.66 14.96 12.87 8.19 6.52 11.04 12.38 14.85 20.09 2.83 4.58 6.20 8.79 13.35 45.54 4.55 5.81 5.00 8.27 12.72 27.24 5.68 9.63 7.47 7.74 10.88 11.42 7.42 6.81 7.52 6.62 8.95 3.53 2.94 4.71 7.54 4.93 7.92 22.49 10.44 9.57 15.09 10.57 7.36 (5.83) 5.30 5.71 7.37 6.38 6.37 4.92 3.66 4.01 4.02 3.86 3.97 1.25 2.18 3.50 2.47 3.08 2.49 1.34 0.55 0.83 0.52 0.57 0.85 5.12 0.03 0.04 0.06 0.11 0.19 58.27 0.01 0.02 0.01 0.00 0.00 (46.17) 0.95 0.08 0.02 -
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu) 4.2.
Hambatan Ekspor Ke Kawasan Asia dan Afrika Meski sedang dilanda krisis politik, prospek ekspor ke pasar Timur
Tengah dan Afrika masih terbuka lebar. Namun demikian ada beberapa faktor yang menghambat peningkatan pangsa ekspor ke Afrika. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa perusahaan tersebut secara umum dapat kami simpulkan bahwa perusahaan yang disurvey jarang bahkan ada yang belum pernah ekspor ke Afrika sedangkan ke negara non tradisonal Asia masih sangat sedikit. Faktor umum yang menjadi penyebab kurangnya ekspor ke kawasan tersebut adalah kurangnya pasokan bahan baku, kurangnya permintaan dari negara-negara di kawasan tersebut dan jauhnya lokasi tujuan ekspor yang dimaksud.
35
Hasil turun lapang ke Manado: 1. Perusahaan yang bergerak di bidang ekspor hasil perikanan dan produk olahan (PT Celebes MinaPratama) di Bitungmerasakan bahan baku ikan olahan masih kurang karena pada bulan-bulan tertentu terjadi kekurangan bahan baku di lapangan (sekitar 4-5 bulan dalam 1 tahun). Bahan baku tersebut, antara lain ikan cakalang, 100% berasal dari domestik yaitu dari perairan Sulawesi dan Maluku. Produk perusahaan adalah Ikan Kayu dan Serutan Ikan Kayu. Ekspor produk perusahaan ikan kayu ditujukan terutama ke Jepang (80%) dan sisanya ke RRT (10%) dan korea (5%), sementara untuk Serutan Ikan Kayu ditujukan untuk memenuhi pasar domestik yaitu restoran-restoran Jepang yang terutama berada di Jakarta. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dari segi produksi selain ketersediaan bahan baku adalah biaya bahan baku yang makin mahal, biaya listrik dan BBM yang makin mahal, dan pungutan yang dilakukan oleh oknum Pemda. 2. Hal ini menyebabkan responden merasa perbaikan infrastruktur dan utilitas (gas, listrik dan air) dan ketersediaan transportasi serta meminimumkan pungli adalah hal-hal prioritas yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan produktivitas. Negara pesaing utama ekspor ikan kayu adalah Thailand, RRT, Vietnam dan Philipina. Namun, responden menyatakan yang menjadi faktor keunggulan dari negara lain dibandingkan ekspor kita hanyalah dari harga yang bersaing. Responden menyatakan permasalahan lain yang dihadapi oleh perusahaan untuk pemasarannya adalah menurunnya daya beli dan depresiasi nilai tukar rupiah. Sampai saat ini perusahaan belum melakukan pengembangan pasar ke wilayah Afrika dan Asia selain Jepang, RRT dan Korea karena pengembangan pasar dilakukan oleh perusahaan pusat di Jepang. 3. Perusaahan yang merupakan eksportir hasil perkebunan dan produk olahan yang telah disurvei adalah PT. Agro Makmur Raya (penghasil CCNO, RBD Palm Stearin, RBD Palm Oil dan Copra Expeller), PT Minyak Nabati Sulawesi (penghasil CCNO, RBD Palm Stearin, RBD Palm Oil dan Copra Expeller) dan PT Indoprima (pengekspor biji pala dan bunga pala). PT Agro
36
Makmur Raya (group Musi Mas) dan PT Minyak Nabati Sulawesi (group Wilmar Internasional) tidak mengalami masalah dengan pemasaran dan selama ini ekspor utama ditujukan sebagian besar ke Rotterdam, Netherland, sedangkan ekspor copra expeller merupakan permintaan khusus dari India. Selain itu, group Wilmar Internasional mempunyai cabang perusahaan di Ghana untuk memasok kebutuhan Afrika namun bahan bakunya diperoleh dari produk kelapa sawit setempat. Sementara itu, PT Indoprima, sebagai perusahaan pengekspor biji pala dan bunga pala, hanya melakukan spesialisasi ekspor ke Jepang. Secara umum ketiga perusahaan tersebut memperoleh informasi pasar dengan cara searching mandiri melalui internet. Secara umum permasalahan pemasaran yang dihadapi oleh perusahaan adalah harga jual produk yang bersaing dan fluktuasi depresiasi nilai tukar rupiah. 4. PT Tropica Cocoprima dan PT Royal Coconut adalah perusahaan yang telah disurvei yang termasuk dalam lingkup makanan olahan, dalam hal ini kelapa parut / tepung kelapa. PT Royal Coconut telah melakukan ekspor ke Afrika Selatan, walaupun pangsanya masih 20%, dari total ekspor namun ekspor ke Afsel sudah terlaksana dengan rutin. Informasi mengenai buyer di Afrika Selatan pertama kali diperoleh dari internet. PT Tropica Cocoprima juga menyatakan banyak memperoleh informasi mengenai buyer di luar negeri dari internet. Pasokan bahan baku saat ini masih cukup dan semua dipasok dari Sulawesi Utara. Selama ini kapal ekspor tidak ada yang langsung dari Manado ke negara tujuan, melainkan harus melalui Tanjung Priok,Jakarta dulu dan itu memakan waktu antara 5-10 hari. Untuk itu pemerintah perlu mendukung dan memfasilitasi adanya
pelabuhan ekspor di
Manado/Bitung sehingga
memudahkan eksportir Sulawesi Utara untuk melakukan ekspor secara langsung. Hasil turun lapang ke Makassar: 1. PT Chen Woo Fishery, perusahaan yang bergerak di bidang ekspor hasil perikanan dan produk olahannya di Makassar, menghasilkan produk daging ikan tuna dengan bahan baku berupa ikan tuna yang diperoleh langsung dari nelayan dan berasal dari wilayah perairan Sulawesi, Kalimantan, Ternate, dan
37
Papua. Ketersediaan bahan baku dari dalam negeri tidak terlalu menjadi hambatan meskipun tergantung pada keadaan cuaca dan angin. Ekspor produk perusahaan ikan tuna ditujukan terutama ke Amerika (80%) dan sisanya ke Eropa (20%). 2. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dari segi produksi adalah biaya bahan baku, tenaga kerja, listrik, dan BBM yang makin mahal, peraturan Pemda yang cukup memberatkan, pungutan oleh oknum Pemda, serta keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi. Hal ini menyebabkan responden merasa hal-hal yang diprioritaskan untuk diperbaiki adalah infrastruktur dan utilitas (gas, listrik dan air), ketersediaan transportasi, perbaikan kebijakan ketenagakerjaan, serta insentif pajak. Negara pesaing utama ekspor daging ikan tuna adalah Thailand dan India. Namun, responden menyatakan yang menjadi faktor keunggulan dari negara lain dibandingkan ekspor kita hanyalah dari harga dan kualitas yang bersaing. 3. Responden menyatakan permasalahan lain yang dihadapi oleh perusahaan untuk pemasarannya adalah mitra dagang luar negeri yang sulit dicari, kontinuitas pengiriman barang, peraturan ekspor-impor, dan kebijakan UMR. Selain Amerika dan Eropa, perusahan pernah mengekspor produk daging ikan tuna ke Negara Rusia dan Mauritius. Ekspor ke Negara Rusia dan Mauritius hanya akan dilakukan bila terjadi permintaan dan surplus produk. Responden lebih mengutamakan ekspor ke Amerika dan Eropa karena sudah melakukan kontrak jangka panjang sekaligus untuk memelihara pasar yang sudah ada. 4. Perusaahan yang merupakan eksportir hasil perkebunan dan produk olahan yang telah disurvei adalah PT Tanah Mas Celebes Indah (biji kakao), PT Comextra Majora (pengusaha biji kakao dan mete), PT Nedcommodities Makmur Jaya (pengusaha biji kakao), CV Sari Hasil Utama (pengusaha biji kopi), PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi (pengusaha Cocoa Liquor). Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut 100 persen berasal dari dalam negeri. Faktor penghambat utama perusahaan-perusahaan tersebut dalam proses produksi adalah masih kurangnya pasokan bahan baku, ditambah lagi faktor cuaca saat ini yang kurang mendukung. 38
5. PT Tanah Mas Celebes Indah mengekspor biji kakao ke Malaysia (80%), Amerika (10%), dan RRT (10%). Negara pesaing utama perusahaan tersebut adalah Nigeria dan Pantai Gading dimana kualitas biji kakao dari negara tersebut lebih baik. Faktor penghambat lain dalam rangka ekspor adalah kebijakan ekspor dari pemerintah yang membuat harga kakao dari Indonesia sulit bersaing dengan negara lain serta persaingan dengan eksportir lokal. PT Tanah Mas Celebes Indah belum berminat melakukan perluasan pasar karena masih kewalahan dalam memenuhi permintaan pasar yang sudah ada selain itu resiko pengiriman barang dan pengembalian modal lebih kecil. 6. PT Comextra Majora mengekspor biji kakao ke Amerika, Malaysia, dan Singapura serta mengekspor mete ke Jepang, Korea, dan Taiwan. Menurut PT Comextra Majora, keterbatasan bahan baku dalam negeri menghambat proses produksi mereka karena mete gelondongan banyak dibeli secara langsung oleh eksportir India sehingga kebijakan bea keluar dapat menguntungkan industri pengolahan kakao. Saat ini, PT Comextra Majora hanya beroperasi 30% karena kekurangan pasokan bahan baku. Jika pabrik dapat beroperasi lebih dari 60 persen, PT Comextra Majora merencanakan akan melakukan pengembangan pasar. PT Comextra Majora sudah mengikuti audit HACCP, ISO 22000, dan ketahanan pangan sehingga kualitas produknya sudah diakui oleh pasar. Perbaikan infrastruktur jalan adalah hal yang perlu diprioritasakan untuk mengatasi permasalahan ekspor. 7. PT Nedcommodities Makmur Jaya menghasilkan biji kakao yang dimiliki Belanda. Faktor penghambat PT Nedcommodities Makmur Jaya dalam proses produksi adalah kurangnya pasokan bahan baku karena faktor cuaca dan banyak kebun kakao yang berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit. PT Nedcommodities Makmur Jaya mengekspor biji kakao ke Malaysia (100%). PT Nedcommodities Makmur Jaya mengimpor karung goni dari Bangladesh untuk pengiriman produk. Permasalahan PT Nedcommodities Makmur Jaya dalam mengekspor biji kakao adalah daya saing kualitas dengan negara pesaing, infrastruktur jalan yang kurang baik, dan pemberian fasilitas penurunan tarif untuk impor.
39
8. CV. Sari Hasil Utama mengekspor biji kopi ke Belgia. Faktor penghambat CV Sari Hasil Utama dalam proses produksi dan pemasaran antara lain kurangnya pasokan bahan baku, daya saing kualitas, dan fluktuasi nilai tukar rupiah. 9. PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi adalah perusahaan pengusaha cocoa liquor dengan kepemilikan 50 persen dimiliki dalam negeri dan 50 persen dimiliki asing. PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi mengekspor cocoa liquor ke Jerman. Kenaikan harga BBM, infrastruktur jalan, dan persaingan harga merupakan faktor penghambat PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi dalam proses produksi dan pemasaran. responden merasa hal-hal yang diprioritaskan untuk diperbaiki adalah infrastruktur dan utilitas (gas, listrik dan air), ketersediaan transportasi, meminimumkan pungli, perbaikan kebijakan ketenagakerjaan, serta insentif pajak. Hasil turun lapang ke Samarinda: Secara umum dari beberapa stakeholders yang di survei didapat beberapa informasi sebagai berikut: a). Ketersediaan bahan baku sebagian besar berasal dari pasar domestik; b). Tenaga kerja cukup tersedia; c). Hasil produksi sebagian besar lebih dari 75% untuk ekspor; d).Produk belum terdiversifikasi dimana produk masih dalam bentuk bahan baku atau barang setengah jadi; e). Negara tujuan ekspor juga belum terdiversifikasi dan masih tergantung permintaan dari beberapa negara seperti Jepang, USA, Eropa, RR Tiongkok, Malaysia, Thailand dan negara tradisional lainnya; f). Infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan yang masih terbatas, saat ini sebagian besar masih mengandalkan lalu lintas sungai; g). BBM masih dibatasi sehingga seringkali menjadi kendala dalam produksi dan transportasi; h) Energi Listrik terbatas dan masih sering terjadi pemadaman; i). Penguasaan teknologi masih terbatas; j). Promosi dan pengembangan pasar dilakukan dengan pameran, internet, dan media elektronik lainnya ; k). Perizinan ekspor impor yang sering berubah-ubah menjadi kendala saat proses ekspor impor.
40
BAB V POTENSI PASAR DAN PRODUK EKSPOR DI KAWASAN ASIA DAN AFRIKA 5.1
Pasar dan Produk Potensial Penetapan pasar (negara tujuan) ekspor serta produk potensial ekspor
menggunakan metode analisis indek performa perdagangan (trade performance index atau TPI). Negara tujuan dibagi dua kawasan yaitu kawasan Asia dan kawasan Afrika. Analisis TPI dilakukan dalam beberapa tahap, seperti diuraikan berikut ini. Tahap pertama menentukan negara yang potensial untuk tujuan ekspor. Indikator TPI yang digunakan adalah nilai impor negara bersangkutan untuk kelompok komoditas yang dianalisis yaitu: (1) Perkebunan dan Produk Olahannya, (2) Perikanan dan Produk Olahannya, (3) Makanan dan Minuman Olahan serta (4) Kulit dan Produk Kulit. Indikator nilai impor yang digunakan yaitu: (1) nilai impor dari dunia tahun 2009; (2) nilai impor dari Indonesia tahun 2009, (3) pertumbuhan rata-rata nilai impor tahun 2004-2009 dari dunia, (4) pertumbuhan rata-rata nilai impor tahun 2004-2009 dari Indonesia, dan (5) ratarata tarif impor masing-masing kelompok komoditi di negara tujuan. Nilai impor dari dunia tahun 2009 dan pertumbuhan rata-rata impor dari dunia tahun 2004-2009, menunjukkan potensi pasar negara tujuan untuk kelompok komoditas yang dianalisis. Nilai impor dari Indonesia tahun 2009 dan pertumbuhan rata-rata pada periode yang sama, serta tarif impor menunjukkan akses (kemudahan) bagi Indonesia untuk masuk ke dalam pasar negara tujuan. Makin besar nilai impor tahun 2009, serta makin tinggi rata-rata pertumbuhan nilai impor tahun 2004-2009 baik dari dunia maupun dari Indonesia, nilai indeknya makin tinggi. Sebaliknya untuk tarif, makin kecil tarif impor, maka nilai indek makin besar. Pasar tujuan dan kelompok komoditas terpilih ditetapkan berdasarkan nilai indek komposit kelima indikator. Nilai impor tahun 2009 baik dari dunia maupun dari Indonesia memiliki prioritas lebih tinggi dibandingkan indikator lainnya, karena menunjukkan potensi pasar terkini di negara tujuan. Oleh karena itu kedua indikator tersebut diberi bobot 2. Sedangkan indikator pertumbuhan nilai impor
41
tahun 2004-2009 baik dari dunia maupun dari Indonesia serta tarif impor, diberi bobot 1. Kelompok komoditas yang dianalisis, merupakan agregasi dari komoditas yang menggunakan bahan baku utama yang sama. Selanjutnya untuk menentukan komoditas yang lebih spesifik untuk masing-masing kelompok komoditas, digunakan analisis TPI tahap kedua. Hasil analisis tahap kedua, menentukan komoditas potensial di pasar potensial. Indikator yang digunakan pada analisis tahap kedua adalah nilai impor dari Indonesia oleh negara tujuan ekspor potensial yang terpilih pada tahap pertama. Indikator nilai impor yang digunakan adalah: (1) nilai impor tahun 2010, dan (2) pertumbuhan nilai impor tahun 2009-2010. Data yang digunakan untuk analisis tahap kedua berasal dari BPS, karena data tahun 2010 dari UN-Comtrade belum tersedia, pada saat penelitian berlangsung.
5.1.1. Pasar dan Kelompok Komoditas Potensial di Asia Analisis untuk menetapkan diversifikasi pasar di kawasan Asia, terlebih dahulu mengeluarkan pasar tradisional, yaitu negara-negara anggota Asean, ditambah China, Jepang, India, Macao, Hongkong, Israel, dan Cyprus. Negara diluar pasar tradisional yang memiliki peluang menjadi pasar baru adalah Saudi Arabia, Oman, Taiwan, Jordan, Srilanka, Yaman dan Lebanon, seperti ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Indek Nilai Impor Produk dari Dunia tahun 2009 di Pasar Asia Perkebunan No
Ikan
Makol
Kulit
2
Negara Taiwan, China Saudi Arabia
3
Oman
43,361
1.06
24,000
1.03
577,728
1.96
23,093
1.03
4
Jordan
57,828
1.09
67,785
1.10
601,938
2.00
17,892
1.02
5
130,166
1.21
116,449
1.19
317,709
1.52
16,849
1.02
6
Sri Lanka Yemen, Rep.
69,998
1.11
8,605
1.01
583,732
1.97
5,606
1.00
7
Lebanon
42,396
1.06
65,319
1.10
847,152
2.41
66,194
1.10
104,607
1.17
119451
1.19
1093,847
2.82
122019
1.20
1
Rata-rata
US$000
indek
US$000
indek
US$000
indek
US$000
indek
130,942
1.21
369,814
1.61
2,395,833
5.00
699,810
2.16
257,558
1.42
184,188
1.30
2,332,838
4.89
24,686
1.03
42
Indek Nilai Impor Asia dari Pasar Dunia Indek nilai impor pasar Asia dari pasar dunia ditampilkan pada Tabel 11. Taiwan dan Saudi Arabia, menjadi dua negara yang memiliki indek impor dari pasar dunia tertinggi, untuk semua komoditas. Nilai tertinggi oleh Taiwan untuk kelompok komoditas makanan dan minuman olahan, perikanan dan produk olahan, serta kulit (dan barang-barang dari kulit).
Bahkan untuk kelompok
komoditas makanan dan minuman olahan, impor Taiwan memiliki nilai indek tertinggi dari keseluruhan komoditas.
Pasar Saudi Arabia untuk kelompok
komoditas makanan dan minuman olahan, terbesar kedua, dan untuk kelompok komoditas perkebunan (dan produk olahannya) terbesar pertama. Secara keseluruhan kelompok makanan olahan memiliki nilai rata-rata impor dari dunia terbesar dengan indek 2.82 kemudian diikuti oleh kelompok kulit dan barang-barang dari kulit (indek rata-rata 1.20) serta kelompok ikan dan hasil olahan. Nilai indek rata-rata terkecil (1.17) pada komoditas perkebunan (dan produk olahannya).
Tabel 12. Indek Pertumbuhan Impor dari Dunia tahun 2004-2009 di Pasar Asia Perkebunan N o
Negara Taiwan, 1 China 2 Saudi Arabia
% 14.96 5.77
3.49 2.29
3
Oman
10.94
2.97
4
Jordan
13.80
3.34
5
Sri Lanka
11.97
3.10
6
Yemen, Rep.
8.27
2.62
11.37
3.02
11.01
2.98
7 Lebanon Rata-rata
indek
Ikan
Makol
% indek % indek 12.8 0 3.21 3.81 2.04 3.98 2.06 8.31 2.63 23.9 11.8 0 0 3.08 4.66 16.2 16.7 0 3.65 3 3.72 16.1 11.9 0 3.64 1 3.09 21.4 0.68 1.63 7 4.34 13.9 9.29 2.75 3 3.36 11.9 12.5 0 3.09 7 3.18
Kulit inde % k -3.16 -4.19
1.13 1.00
17.77
3.86
20.81
4.25
6.36
2.37
26.57
5.00
11.16
3.00
10.76
2.94
43
Indek Nilai Pertumbuhan Impor dari Pasar Dunia Nilai pertumbuhan impor dari pasar dunia tertinggi oleh Yaman baik untuk komoditas kulit dan barang-barang dari kulit (nilai indek 5.0), maupun komoditas makanan dan minuman olahan (nilai indek 4.34). Oman terbesar untuk nilai indek impor dari dunia komoditas ikan dan hasil olahan. Sedangkan untuk kelompok komoditas perkebunan (dan produk olahannya) terbesar dicapai oleh pasar Taiwan (Tabel 12). Secara keseluruhan kelompok makanan dan minuman olahan memiliki nilai rata-rata pertumbuhan impor dari dunia terbesar dengan indek 3.18, kemudian diikuti oleh, kelompok ikan dan hasil olahan (nilai indek 3.09), dan kelompok komoditas perkebunan serta produk olahannya (nilai indek 2.98). Kelompok kulit dan barang-barang dari kulit, merupakan komoditas dengan nilai indek rata-rata pertumbuhan impor dari dunia terkecil yaitu 2.98.
Tabel 13. Indek Nilai Impor dari Indonesia tahun 2009 di Pasar Asia Perkebunan No
Negara
US$000
Ikan
Makol
Kulit
indek
US$000
indek
US$000
indek
US$000
indek
5958.11
1.47
33561.54
3.63
37261.11
3.92
2969.95
1.23
14013.73
2.10
20272.66
2.59
51084.49
5
450.93
1.04
1
54.25
1.00
662.52
1.05
0.00
1
501.52
1.04
9360.13
1.73
6062.65
1.48
23.04
1.00
11306.60
1.89
7180.19
1.56
545.91
1.04
271.15
1.02
175.52
1.01
1450.84
1.11
1306.35
0.38
0.38
1
Lebanon
1647.01
1.13
315.99
1.03
3359.23
1.26
323.16
1.03
Rata-rata
4800.41
1.38
10313.67
1.81
14326.04
2.02
576.95
1.05
1
Taiwan, China
2
Saudi Arabia
3
Oman
0.36
4
Jordan
5
Sri Lanka
6
Yemen, Rep.
7
Indek Nilai Impor dari Indonesia Nilai impor dari Indonesia tertinggi di pasar Saudi Arabia untuk produk perkebunan dan hasil olahannya serta kelompok makanan olahan. Sedangkan untuk komoditas perikanan dan produk olahannya, serta komoditas kulit dan produk olahannya nilai indek tertinggi di pasar Taiwan (Tabel 13). Secara keseluruhan nilai impor dari Indonesia ke kawasan Asia, tertinggi adalah kelompok makanan dan minuman olahan (nilai indek 2.82). Tertinggi kedua dan ketiga masing-masing untuk kelompok kulit dan produk olahannya
44
serta kelompok ikan dan hasil olahanya. Nilai impor dari Indonesia terkecil dimiliki oleh produk perkebunan dan hasil olahannya dengan indek 1.17. Tabel 14. Indek Pertumbuhan Impor dari Indonesia tahun 2004-2009 di Pasar Asia Perkebunan No
indek
Ikan %
Makol
indek
Kulit
Negara
%
%
indek
%
indek
1
Taiwan, China
2.77
1.94
13.6
2.75
5.492
2.14
-7.967
1.12
2
Saudi Arabia
0
1.73
28.7
3.90
0
1.73
0
1.73
3
Oman
0
1.73
0
1.73
-5.1
1.34
0
1.73
4
Jordan
32.56
4.19
8.83
2.39
43.29
5.00
17.54
3.05
5
Sri Lanka
-1.35
1.62
26.5
3.73
-4.16
1.41
0.947
1.80
6
Yemen, Rep.
0
1.73
0
1.73
0
1.73
0
1.73
7
Lebanon
24.61
3.59
-9.6
1.00
29.21
3.94
-8.648
1.07
Rata-rata
8.369
2.36
9.72
2.46
9.819
2.47
0.268
1.75
Indek Nilai Pertumbuhan Impor dari Indonesia Nilai pertumbuhan impor dari Indonesia tertinggi oleh pasar Jordan untuk kelompok makanan dan minuman olahan, komoditas perkebunan dan produk olahannya, serta kelompok komoditas kulit dan barang-barang dari kulit. Untuk komoditas ikan dan hasil olahan tertinggi di pasar Saudi Arabia (Tabel 14). Secara keseluruhan kelompok komoditas makanan dan minuman olahan, memiliki nilai rata-rata pertumbuhan impor dari Indonesia terbesar dengan indek 2.47, kemudian diikuti oleh kelompok ikan dan hasil olahannya, serta kelompok perkebunan dan produk olahannya. Nilai indek rata-rata pertumbuhan impor dari Indonesia terkecil dimiliki oleh kelompok kulit dan barang-barang dari kulit dengan indek 1.75. Tabel 15. Indek Tarif Impor Rata-rata per Kelompok Komoditas di Pasar Asia Perkebunan No
indek
Ikan %
Makol
indek
%
Kulit
Negara
%
indek
%
indek
1
Taiwan, China
12.49
3.84
11.2
4.00
21.55
2.67
12.96
3.78
2
Saudi Arabia
4.167
4.92
3.53
5
14.66
3.56
5
4.81
3
Oman
5.488
4.75
3.53
5
17.86
3.14
5
4.81
4
Jordan
26
2.09
14.1
3.63
35.06
0.91
34.14
1.03
5
Sri Lanka
29.38
1.65
14.6
3.57
27.75
1.86
20.09
2.85
6
Yemen, Rep.
4.167
4.92
3.53
5
24.44
2.29
5
4.81
7
Lebanon
6.912
4.56
10.5
4.10
34.4
1
9.767
4.19
Rata-rata
12.66
3.82
8.7
4.33
25.1
2.20
13.14
3.76
45
Indek Tarif Impor Penilaian indek tarif, berbeda dengan indikator sebelumnya, dimana semakin kecil tarif, nilai indek semakin besar karena menunjukkan kemudahan masuknya produk ke negara tersebut, indek tarif pasar Asia ditampilkan pada Tabel 15 Indek tarif tertinggi di pasar Yaman, Saudi Arabia dan Oman untuk kelompok ikan dan hasil olahannya serta komoditas kulit dan barang-barang dari kulit dengan nilai indek seluruhnya 5,0 (Tarif sama rendahnya). Secara keseluruhan kelompok ikan dan hasil memiliki indek rata-rata tarif impor terbesar dengan indek 4.33, kemudian diikuti oleh komoditas perkebunan dan produk olahannya serta komoditas kulit dan barang-barang dari kulit. Indek rata-rata tarif di pasar Asia sama dengan di pasar Afrika yaitu kelompok makanan dan minuman olahan dengan nilai 2.20.
Indek Komposit untuk Pasar dan Komoditas Potensial di Asia Analisis pasar dan produk potensial, ditujukan untuk memilih sepuluh kombinasi pasar dan kelompok komoditas yang memiliki nilai indek komposit terbesar. Dari Tabel 16, ada lima negara yang memiliki indek komposit terbesar yaitu Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka.
Tabel 16. Sepuluh Besar Pasar dan Kelompok Komoditas Terpilih Pasar Asia No Indek Negara Kelompok Komoditas komposit 1 Saudi Arabia Makanan Minuman Olahan 3.91 2 Taiwan, China Makanan Minuman Olahan 3.42 3 Taiwan, China Perikanan dan Produk Olahannya 3.06 4 Saudi Arabia Perikanan dan Produk Olahannya 2.97 5 Jordan Makanan Minuman Olahan 2,62 6 Saudi Arabia Perkebunan dan Produk Olahannya 2.61 7 Oman Perikanan dan Produk Olahannya 2.56 8 Sri Lanka Perikanan dan Produk Olahannya 2.50 9 Jordan Perikanan dan Produk Olahannya 2.37 10 Taiwan, China Perkebunan dan Produk Olahannya 2.31 Dari sisi produk, empat kelompok komoditas yang dianalisis, hanya 3 (tiga) kelompok komoditas yang potensial untuk dikembangkan, yaitu kelompok
46
makanan dan minuman olahan, kelompok perikanan dan produk olahannya serta kelompok perkebunan dan produk olahannya. Kelompok kulit dan barang-barang dari kulit
di pasar Asia tidak termasuk dalam sepuluh kelompok komoditas
potensial. Meskipun kelompok makanan dan minuman olahan paling potensial (indek komposit tertinggi), namun hanya potensial di 3 (tiga) pasar Asia. Saudi Arabia dan Taiwan merupakan pasar paling potensial untuk tiga kelompok komoditas terpilih. Berdasarkan data BPS, dari kelima negara tujuan ekspor terpilih, empat diantaranya termasuk kedalam lima negara dengan nilai total ekspor tahun 2010 terbesar untuk komoditi terpilih (Tabel 17), dan termasuk kedalam sepuluh negara dengan nilai ekspor total terbesar ke kawasan Asia.
Bahkan Taiwan, Saudi
Arabia, Sri Lanka, Jordan dan Oman berturut-turut berada di urutan pertama, keempat, ketujuh, kesembilan dan kesepuluh.
Tabel 17. Lima Besar Pasar Komoditas Terpilih tahun 2010 Pasar Asia Perkebunan Nilai ekspor Negara (US$) Saudi Arabia 65,544,177 Taiwan Arab Emirates Jordan Kuwait
Ikan
Makol Nilai ekspor (US$)
Negara
Nilai ekspor (US$)
Taiwan Saudi 40,881,806 Arabia
39,703,845
Arab Emirates
13,061,468
27,487,961
Taiwan
7,153,707
21,449,815 6,478,872 2,896,606
9,725,088 11,193,376 9,015,820
Sri Lanka Bangladesh Saudi Arabia
6,563,107 7,248,136 4,534,067
Negara
Sri Lanka Jordan Yaman
Focus group discussion (FGD) yang dilakukan di Surabaya dan Semarang mengungkapkan adanya pasar rintisan ke Saudi Arabia.
Sebagai contoh,
masyarakat Arab yang semula tidak menyukai ikan karena bau Amis, namun dengan pengolahan yang sedemikian rupa, surimi (daging lumat ikan yang mengalami mencucian berulang-ulang) mampu menembus pasar saudi Arabia.
47
5.1.2. Komoditas Potensial di Pasar Potensial Asia Di pasar potensial Asia terpilih (Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka), komoditas terpilih (makanan dan minuman olahan, perikanan dan produk olahannya serta perkebunan dan produk olahannya) yang telah diekspor dari Indonesia seperti ditampilkan pada Tabel 18. Nilai ekspor dan pertumbuhannya sangat bervariasi. Pada tahun 2010 nilai ekspor terbesar berasal dari berbagai makanan olahan (US$ 58,093,941), kemudian ikan olahan (US$ 47,604,987) dan terkecil ikan hidup dan ikan hias.
Sedangkan pertumbuhan
ekspor tebesar terjadi pada komoditas minuman (56.3%), kemudian coklat olahan (53.7%) dan pertumbuhan negatif terbesar pada lada (-57.5 persen).
Tabel 18. Komoditas Ekspor ke Pasar Potensial 2009-2010 Komoditas Kelapa & Copra Mete Lada Teh Rempah-rempah Tembakau Ikan Hidup & Ikan Hias Ikan Segar & Beku Ikan Olahan Hasil Perikanan lainnya Gula dan Kembang Gula Coklat Olahan Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, dll) Buah dan Sayuran Olahan Berbagai Makanan olahan Minuman Tembakau (Cigarettes)
Nilai US$ Pertumbuhan 2009 2010 (%) 1,308,833 1,116,374 (17.2) 1,460,214 2,084,707 30.0 2,358,543 1,497,734 (57.5) 4,687,205 4,625,151 (1.3) 1,920,423 3,580,942 46.4 6,380,050 5,914,196 (7.9) 999,523 1,110,894 10.0 22,005,082 27,429,356 19.8 33,822,778 47,604,987 29.0 10,467,447 12,226,486 14.4 16,531,414 17,796,216 7.1 1,246,057 2,689,112 53.7 20,308,089 21,774,640 6.7 6,246,275 7,474,814 16.4 44,354,948 58,093,941 23.6 1,074,094 2,459,458 56.3 3,640,887 4,644,545 21.6
Berdasarkan nilai indek komposit rata-rata (Tabel 19), lima komoditas paling potensial adalah coklat olahan, minuman, ikan segar dan beku, ikan olahan serta berbagai makanan olahan. Kelima komoditas tersebut menjadi merupakan komoditas ekspor yang potensial untuk dipromosikan di negara Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka.
48
Tabel 19. Komoditas Potensial di Pasar Potensial Asia Komoditas
Indek nilai ekspor 2010
Coklat Olahan Minuman Ikan Segar & Beku Ikan Olahan Berbagai Makanan olahan
1.11 1.09 2.85 4.26 5.00
Indek pertumbuhan 2009-2010 4.91 5.00 3.72 4.04 3.85
Indek komposit 3.01 3.05 3.28 4.15 4.43
5.1.3. Pasar dan Kelompok Komoditas Potensial di Afrika Negara di kawasan Afrika yang datanya memenuhi lima indikator TPI tahap pertama (data dari UN-Comtrade), sebagai negara tujuan pasar ekspor, seluruhnya ada 14 negara. Deskripsi indek indikator TPI di pasar Afrika, ditampilkan pada Tabel 20 sampai Tabel 24. Sedangkan nilai indek komposit untuk menentukan kelompok komoditas ekspor unggulan dan negara tujuan ekspor unggulan, ditampilkan pada Tabel 25.
Indek Nilai Impor Afrika dari Pasar Dunia Indek nilai impor pasar Afrika dari pasar dunia sebagai indikator peluang pasar, ditampilkan pada Tabel 20. Nilai impor dari pasar dunia tertinggi oleh Aljazair (Aljazair) untuk kelompok komoditas makanan dan minuman olahan. Nilai terbesar kedua dan ketiga masing-masing oleh South Afrika (Afrika Selatan) dan Nigeria, dan dicapai oleh kelompok komoditas yang sama, yaitu makanan dan minuman olahan.
Kelompok komoditas perikanan dan produk olahan, indek
terbesar dimiliki pasar Nigeria, sedangkan untuk kelompok komoditas perkebunan (dan produk olahannya) serta kulit (dan barang-barang dari kulit) indek terbesar keduanya dicapai oleh pasar Afrika Selatan. Secara keseluruhan kelompok makanan olahan memiliki nilai rata-rata impor dari dunia terbesar dengan indek 2.31 kemudian diikuti oleh kelompok ikan dan hasil olahan, serta kelompok perkebunan dan hasil olahan. Nilai indek ratarata impor terkecil dimiliki oleh kelompok kulit dan barang-barang dari kulit dengan indek 1.12.
49
Tabel 20. Indek Nilai Impor dari Dunia tahun 2009, Pasar Afrika Perkebunan No 1
Negara Afsel
2
Ikan
Makol
Kulit
US$.000 275,794
indek 1.93
US$.000 193,060
indek 1.65
US$.000 1,111,774
indek 4.75
US$.000 226,610
indek 1.76
Aljazair
86,211
1.29
26,675
1.09
1,185,671
5.00
23,398
1.08
3
Nigeria
95,406
1.32
722,841
3.44
1,061,882
4.58
53,424
1.18
4 5 6
Maroko Ethiopia Pantai Gading
191,705 12,970 82,693
1.64 1.04 1.28
48,809 1,196 355,438
1.16 1.00 2.20
779,228 153,221 178,656
3.63 1.51 1.60
139,071 11,106 5,139
1.47 1.03 1.01
7
Tanzania
14,946
1.05
3,854
1.01
132,590
1.44
9,422
1.03
8
Senegal
59,207
1.20
1,072
1.00
223,938
1.75
5,506
1.01
9
Mauritius
3,897
1.01
161,683
1.54
144,199
1.48
11,584
1.04
10
Mozambique
5,729
1.02
39,363
1.13
87,545
1.29
3,747
1.01
11
Zambia
3,868
1.01
5,703
1.02
70,179
1.23
3,251
1.01
12
Zimbabwe
35,027
1.11
4,473
1.01
194,035
1.65
1,401
1.00
13
Madagascar
4,423
1.01
17,820
1.06
94,984
1.32
5,689
1.02
14
Malawi
55,212
1.18
1,653
1.00
43,183
1.14
4,463
1.01
Rata-rata
1.22
1.38
2.31
1.12
Indek Nilai Pertumbuhan Impor dari Pasar Dunia Nilai pertumbuhan impor dari pasar dunia (Tabel 21) tertinggi oleh Nigeria untuk kelompok komoditas kulit dan barang-barang dari kulit. Nilai terbesar kedua dan ketiga masing-masing oleh Tanzania dan Zimbabwe, dan dicapai oleh kelompok komoditas yang sama, yaitu kelompok komoditas perikanan dan produk olahan. Indek pertumbuhan impor makanan dan minuman olahan tertinggi terjadi di Mozambique, sedangkan untuk kelompok komoditas perkebunan (dan produk olahannya) terbesar dicapai oleh pasar Ethiopia. Secara keseluruhan kelompok ikan dan hasil olahan memiliki nilai rata-rata pertumbuhan impor dari dunia terbesar dengan indek 2.01, kemudian diikuti oleh kelompok makanan dan minuman olahan, serta kelompok kulit dan barang-barang dari kulit. Nilai indek rata-rata pertumbuhan impor dari dunia terkecil dimiliki oleh kelompok komoditas perkebunan dan produk olahannya dengan indek 1.76.
50
Tabel 21. Indek Pertumbuhan Impor dari Dunia tahun 2004-2009 Pasar Afrika No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Negara Afsel Aljazair Nigeria Maroko Ethiopia Pantai Gading Tanzania Senegal Mauritius Mozambique Zambia Zimbabwe Madagascar Malawi Rata-rata
Perkebunan % indek 12.69 1.59 15.82 1.68 17.04 1.71 14.86 1.65 50.21 2.67 9.18 1.49 45.63 2.54 14.13 1.63 3.21 1.31 23.87 1.91 6.05 1.40 -7.67 1.00 41.11 2.41 16.44 1.69 19 1.76
Ikan % indek 23.64 1.90 11.35 1.55 15.04 1.65 14.07 1.63 46.12 2.55 15.14 1.66 65.74 3.12 9.73 1.50 14.32 1.63 9.64 1.50 22.07 1.86 72.71 3.32 15.76 1.67 46.15 2.55 27 2.01
Makol % indek 17.19 1.72 22.82 1.88 35.36 2.24 20.64 1.82 27.81 2.02 11.65 1.56 16.90 1.71 9.12 1.48 8.53 1.47 49.58 2.65 28.77 2.05 42.40 2.44 16.02 1.68 21.64 1.84 23 1.90
Kulit % indek 1.31 1.26 13.39 1.61 131.14 5.00 7.50 1.44 21.01 1.83 15.92 1.68 9.70 1.50 16.05 1.68 5.46 1.38 17.85 1.74 6.02 1.39 11.93 1.56 9.62 1.50 31.11 2.12 21 1.83
Tabel 22. Indek Nilai Impor dari Indonesia tahun 2009 Pasar Afrika N o
Negara
1
Afsel
2
Perkebunan US$.00 Inde 0 k
Ikan US$.00 inde 0 k
Makol US$.00 inde 0 k
Kulit US$.00 0 indek
7,517
5.00
3,885
3.07
5,043
3.68
1,614
1.86
Aljazair
365
1.19
80
1.04
240
1.13
8
1.00
3
Nigeria
0
1.00
0
1.00
0
1.00
0
1.00
4
Maroko
1,722
1.92
294
1.16
247
1.13
446
1.24
5
Ethiopia
125
1.07
0
1.00
210
1.11
1
1.00
6
Pantai Gading
519
1.28
290
1.15
9
1.01
3
1.00
7
Tanzania
0
1.00
0
1.00
64
1.03
1
1.00
8
Senegal
330
1.18
1
1.00
0
1.00
3
1.00
9
Mauritius
158
1.08
5,345
3.84
1,392
1.74
28
1.01
10
Mozambique
0
1.00
203
1.11
66
1.04
1
1.00
11
Zambia
0
1.00
0
1.00
0
1.00
0
1.00
12
Zimbabwe
0
1.00
0
1.00
24
1.01
0
1.00
13
Madagascar
1
1.00
71
1.04
397
1.21
2
1.00
14
Malawi
0
1.00
262
1.14
0
1.00
0
1.00
767
1.41
745
1.40
549
1.29
151
1.08
Rata-rata
51
Indek Nilai Impor dari Indonesia Nilai impor dari Indonesia tertinggi di Afrika Selatan untuk semua kelompok produk, kecuali kelompok komoditas perikanan dan produk olahan (Tabel 22).
Nilai impor tertinggi dari Indonesia untuk kelompok komoditas
perikanan dan produk olahan tertinggi di Mauritius. Secara keseluruhan nilai impor dari Indonesia ke kawasan Afrika, tertinggi adalah produk perkebunan dan hasil olahannya dengan nilai rata-rata indek 1.41, kemudian diikuti oleh kelompok ikan dan hasil olahanya serta kelompok makanan dan minuman olahan. Nilai impor dari Indonesia terkecil dimiliki oleh kelompok kulit dan produk olahannya dengan indek 1.08.
Tabel 23. Indek Pertumbuhan Impor dari Indonesia tahun 2004-2009 Pasar Afrika Perkebunan No
Negara
%
Indek
Ikan %
Makol
indek
%
Kulit
indek
%
indek
1
Afsel
0.37
2.44
0.46
2.45
0.07
2.43
0.14
2.44
2
Aljazair
0.07
2.43
5.73
2.62
0.15
2.44
1.02
2.47
3
Nigeria
0
2.43
0
2.43
0
2.43
0
2.43
4
Maroko
0.19
2.44
0.57
2.45
0.25
2.44
2.39
2.51
5
Ethiopia
0
2.43
0
2.43
2.03
2.50
(43.94)
1.00
6
Pantai Gading
40.38
3.75
0
2.43
(10.51)
2.09
(37.14)
1.22
7
Tanzania
0
2.43
0
2.43
(14.62)
1.96
(35.04)
1.29
8
Senegal
78.75
5.00
0
2.43
0
2.43
(18.47)
1.83
Mauritius
16.06
2.96
51.02
4.10
32.45
3.49
(3.28)
2.33
10
9
Mozambique
0
2.43
0
2.43
(22.17)
1.71
(22.41)
1.70
11
Zambia
0
2.43
nn
nn
0
2.43
0
2.43
12
Zimbabwe
0
2.43
nn
nn
0
2.43
0
2.43
13
Madagascar
72.62
4.80
0
2.43
43.70
3.86
(21.91)
1.72
14
Malawi
0
2.43
0
2.43
0
2.43
0
2.43
15
2.92
5
2.59
2
2.51
(13)
2.02
Rata-rata
Indek Nilai Pertumbuhan Impor dari Indonesia Nilai pertumbuhan impor dari Indonesia tertinggi oleh pasar Senegal untuk kelompok komoditas perkebunan dan produk olahannya (Tabel 23).
Nilai
terbesar kedua dan ketiga oleh Mauritius dan Mandagascar, masing-masing untuk kelompok ikan dan hasil olahan serta kelompok makanan dan minuman olahan.
52
Kelompok komoditas kulit dan barang-barang dari kulit, pertumbuhan impor dari Indonesia, tertinggi di pasar Maroko. Secara keseluruhan kelompok komoditas perkebunan dan produk olahannya memiliki nilai rata-rata pertumbuhan impor dari Indonesia terbesar dengan indek 2.92, kemudian diikuti oleh kelompok ikan dan hasil olahannya, serta kelompok makanan dan minuman olahan. Nilai indek rata-rata pertumbuhan impor dari Indonesia terkecil dimiliki oleh kelompok kulit dan barang-barang dari kulit dengan indek 1.02.
Tabel 24. Indek Tarif Impor Rata-rata Per Kelompok Komoditas Pasar Afrika N o Negara 1 Afsel 2 Aljazair 3 Nigeria 4 Maroko 5 Ethiopia 6 Pantai Gading 7 Tanzania 8 Senegal 9 Mauritius 10 Mozambique
Perkebunan Inde % k 1.38 4.89 0.07 4.99 27.94 2.72 35.93 2.07 nn nn 17.06 3.61 23.59 3.07 17.06 3.61 5.93 4.52 18.06 3.53
Ikan inde % k 4.72 4.61 5.73 4.53 19.85 3.38 48.97 1.00 nn nn 14.08 3.85 24.51 3.00 14.08 3.85 0 5.00 19.54 3.40
Makol inde % k 15.53 3.73 0.15 4.99 43.33 1.46 22.54 3.16 nn nn 18.11 3.52 23.74 3.06 18.11 3.52 2.43 4.80 17.86 3.54
Kulit % 11.25 1.02 16.03 38.85 nn 11.91 14.31 11.91 3.31 10.63
indek 4.08 4.92 3.69 1.83 nn 4.03 3.83 4.03 4.73 4.13
11
Zambia
23.82
3.05
23.30
3.10
23.43
3.09
19.56
3.40
12
Zimbabwe
20.11
3.36
11.03
4.10
37.75
1.92
21.47
3.25
13
Madagascar
18.56
3.48
19.69
3.39
18.57
3.48
13.85
3.87
14
Malawi Rata-rata
21.93 18
3.21 3.55
14.54 17
3.81 3.62
23.44 20
3.09 3.34
21.49 15
3.24 3.77
Indek Tarif Impor Dengan cara penilaian yang sama dengan tarif impor di pasar Asia, yaitu semakin kecil tarif, nilai indek semakin besar. Indek tarif tertinggi adalah pasar Mauritius untuk kelompok ikan dan hasil olahannya (Tabel 24). Indek terbesar kedua, ketiga dan keempat seluruhnya ada di pasar Aljazair, yaitu untuk kelompok makanan dan minuman olahan serta komoditas perkebunan dan produk 53
olahannya, (keduanya memiliki indek yang sama 4.99), sedangkan untuk komoditas kulit dan barang-barang dari kulit indeknya 4.92. Secara keseluruhan kelompok komoditas kulit dan barang-barang dari kulit memiliki indek rata-rata tarif impor terbesar 3.77, kemudian diikuti oleh kelompok ikan dan hasil olahan, serta perkebunan dan produk olahannya. Indek rata-rata tarif kelompok makanan dan minuman olahan nilainya terkecil yaitu 3.34.
Indek Komposit untuk Pasar dan Komoditas Potensial di Afrika Sepuluh pasar dan kelompok komoditas yang memiliki nilai indek komposit terbesar ditampilkan pada Tabel 25. Di pasar Afrika Selatan kelompok makanan dan minuman olahan memiliki indek komposit yang sama dengan kelompok kulit dan barang-barang dari kulit, yaitu dengan 2.36. Oleh karena itu kedua kelompok komoditas tersebut dimasukkan sebagai kelompok komoditas potensial.
Tabel 25. Sepuluh Besar Pasar dan Kelompok Komoditas Terpilih Pasar Afrika No Indek Negara Kelompok Komoditas komposit 1 Nigeria Perikanan dan Produk Olahannya 4.38 2 Afsel Perikanan dan Produk Olahannya 3.53 3 Aljazair Perikanan dan Produk Olahannya 3.29 4 Mauritius Perkebunan dan Produk Olahannya 3.26 5 Afsel Perkebunan dan Produk Olahannya 2.85 6 Nigeria Perkebunan dan Produk Olahannya 2.82 7 Nigeria Makanan Minuman Olahan 2.72 8 Mauritius Perikanan dan Produk Olahannya 2.58 9 Maroko Perikanan dan Produk Olahannya 2.49 10 Makanan Minuman Olahan/ Kulit dan Produk Afsel Kulit 2.36 Dari Tabel 25, ada lima pasar potensial yaitu Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius dan Maroko. Dari sisi produk, empat kelompok komoditas yang dianalisis, seluruhnya masuk sebagai komoditas potensial di pasar Afrika. Kelompok komoditas perikanan dan hasil olahannya paling potensial (indek komposit tertinggi), dan juga masuk ke seluruh lima pasar potensial. Sedangkan
54
pasar yang paling potensial adalah Afrika Selatan, dimana dari empat kelompok komoditas, seluruhnya potensial di pasar tersebut. Berdasarkan data BPS, dari kelima pasar terpilih, seluruhnya termasuk kedalam sepuluh negara dengan nilai total ekspor tahun 2010 terbesar ke kawasan Afrika, kecuali Maroko (Maroko di urutan ke-15) (Tabel 26). Bahkan Afrika Selatan, Nigeria dan Aljazair, berturut-turut berada di urutan pertama, kedua dan ketiga. Mauritius dan Maroko, meskipun masing-masing di urutan ke-10 dan ke15 untuk nilai total ekspor, namun khusus untuk nilai ekpor tahun 2010 empat kelompok komoditas yang dianalisis termasuk kedalam lima besar.
Tabel 26. Lima Besar Pasar Komoditas Terpilih tahun 2010 Pasar Afrika Perkebunan Impor Negara (US$) Afsel 7,035,369 Aljazair
Ikan
Makol
Negara Libya
Impor (US$) 6,825,145
Negara Nigeria
1,604,036
Ghana
5,741,317
Maroko
1,103,925
Mauritius
Nigeria
1,060,802
Sudan
780,440
kulit
Impor (US$) 20,956,229
Negara Afsel
Impor (US$) 562,233
Afsel
8,901,102
Nigeria
420,049
2,946,639
Mauritius
2,869,171
Maroko
213,659
Afsel
2,672,619
Kenya
2,750,098
Ethiopia
60,826
Angola
1,905,450
Madagascar
1,893,331
Mauritius
32,711
Berdasarkan hasil FGD (focus group discussion) juga terungkap bahwa Afrika Selatan, merupakan pasar potensial, namun promosi ke wilayah tersebut belum dilakukan. Beberapa produsen makanan dan minuman olahan, melalui broker dari Afrika, juga telah memiliki akses untuk melakukan ekspor ke Nigeria.
5.1.4. Komoditas Potensial di Pasar Potensial Afrika Di pasar potensial Afrika terpilih (Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius dan Maroko), komoditas yang telah diekspor dari Indonesia seperti ditampilkan pada Tabel 27. Nilai ekspor dan pertumbuhannya sangat bervariasi. Pada tahun 2010 nilai ekspor terbesar berasal dari berbagai makanan olahan (US$ 19,999,220), kemudian tembakau (US$ 6,964,434) dan terkecil barang-barang dari kulit. Sedangkan pertumbuhan ekspor terbesar terjadi pada komoditas lada (1182.9%), kemudian ikan segar dan beku (753.0%) dan pertumbuhan negatif terbesar pada komoditas buah dan sayuran olahan (-67.1 persen).
55
Tabel 27. Komoditas Ekspor ke Pasar Potensial Afrika 2009-2010 Nilai US$ Komoditas Tembakau Rempah-rempah Kelapa & Copra Teh Lada Ikan Olahan Ikan Segar & Beku Hasil Perikanan lainnya Ikan Hidup & Ikan Hias Berbagai Makanan olahan Coklat Olahan Olahan dari tepung (sereal, mie, roti, dll) Gula dan Kembang Gula Minuman Buah dan Sayuran Olahan Tembakau (Cigarettes) Tas dan Kopor Pakaian dari Kulit Barang-barang dari kulit
Pertumbuhan (%) 5.8 29.3 -26.2 -42.0 1182.9 -36.6 753.0 42.0 180.9 48.5
2009 6,581,783 1,975,260 2,223,753 585,176 6,549 5,711,084 122,354 710,085 13,337 13,465,126
2010 6,964,434 2,554,406 1,642,176 339,539 84,017 3,619,812 1,043,720 1,008,370 37,460 19,999,220
2,251,982
4,953,315
120.0
2,308,228 1,564,289 52,130 208,904 19,093 572,997 338,137 6,917
3,144,844 2,657,420 111,872 68,792 10,269 865,435 324,643 3,545
36.2 69.9 114.6 -67.1 -46.2 51.0 -4.0 -48.7
Dalam kajian ini komoditas potensial yang dipilih sebanyak 5 (lima), dari komoditas ekspor ke pasar potensial. Berdasarkan nilai indek komposit rata-rata (Tabel 28), lima komoditas paling potensial adalah olahan dari tepung, coklat olahan, tembakau, ikan segar dan beku serta berbagai makanan olahan. Tiga komoditas terpilih di kawasan Afrika (coklat olahan, ikan olahan serta berbagai makanan olahan) juga menjadi komoditas terpitih di kawasan Asia.
Tabel 28. Komoditas potensial di pasar potensial Afrika Komoditas Olahan dari tepung Coklat Olahan Tembakau Ikan Segar & Beku Berbagai Makanan olahan
Indek nilai ekspor 2010 1.63 1.99 2.39 1.21 5.00
Indek pertumbuhan 2009-2010 1.33 1.60 1.23 3.62 1.37
Indek komposit 1.53 1.86 2.01 2.01 3.79
56
5.2. Perkembangan Daya Saing Produk Potensial di Pasar Potensial Constant Market Share Analysis (CMSA) menghitung kontribusi komposisi komoditi ekspor, pertumbuhan impor, dan daya saing terhadap pertumbuhan ekspor (dalam hal ini ekspor Indonesia ke Afrika dan Asia khusus komoditi terpilih).
Dari sisi permintaan dihitung efek pangsa makro
(pertumbuhan impor) dan pangsa mikro (efek komposisi komoditi), sedangkan dari sisi suplai ditunjukkan efek daya saing. Pada bagian berikut akan dibahas hasil dari analisis CMSA 7 (tujuh) komoditi potensial di 9 (sembilan) pasar potensial (Taiwan meskipun merupakan negara potensial, namun data tidak tersedia sehingga tidak bisa dianalisis). Periode análisis dibagi menjadi dua periode, yaitu periode tahun 20042007 dan periode 2007-2010.
Pembagian dua periode ini untuk melihat
perkembangan daya saing dari satu periode ke periode selanjutnya. Tahun 2007 dipilih menjadi tahun transisi, dengan harapan dapat menangkap perubahan yang terjadi pada saat crisis ekonomi dunia tahun 2008. Dugaan sementara krisis dunia berpengaruh pada perkembangan ekspor, karena adanya krisis akan menurunkan permintaan negara importir, dan selanjutnya akan menurunkan ekspor Indonesia. Secara keseluruhan, ekspor komoditi prioritas di semua pasar terpilih, memiliki total perubahan ekspor yang positif, baik pada periode analisis 20042007 maupun periode 2007-2010. Namun perubahan ekspor yang positif ini lebih dominan disebabkan oleh efek perdagangan dunia yang seluruhnya juga bernilai positif (Lampiran 1). Jika dirinci berdasarkan indikator CMSA, tiap komoditi di masing-masing pasar memiliki efek pertumbuhan impor, efek komposisi komoditi dan efek daya saing yang berbeda-beda. Untuk lebih jelas, berikut diuraikan nilai dari setiap indikator tersebut berdasarkan komoditi. 5.2.1.
CMSA Coklat Olahan Pada periode 2004-2007, ekspor coklat olahan ke semua pasar potensial
mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif, sedangkan pada periode 2007-2010 nilainya positif (dan sebagian bernilai nol).
Nilai tersebut
menunjukkan pada periode 2004-2007 permintaan impor coklat olahan relatif rendah dibandingkan komoditas lain, kemudian pada periode 2007-2010 permintaannya relatif meningkat (Tabel 29). 57
Daya saing ekspor coklat olahan di kedua periode analisis (2004-2007 maupun 2007-2010), di hampir semua pasar relatif menurun, kecuali di pasar Nigeria dan Sri Lanka yang mengalami peningkatan pada periode 2007-2010. Bahkan di pasar Yordania, daya saing yang semula membaik di periode 20042007, di periode 2007-2010 daya saingnya menurun. Tabel 29. CMSA Komoditi Coklat Olahan Komponen 2004-2007
Efek Perdagangan Dunia
Afrika Selatan
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
Efek Komposisi Komoditi
-1,890,646
-462,588
-10,698
-39,684
-10,616
-140,248
-110,004
-589,614
-8,122,851
Efek Distribusi Pasar
23,998,332
42,984,467
964,177
3,413,011
6,523,688
1,816,190
6,811,640
64,461,363
807,898,522
Efek Daya Saing
-80,635,680
-57,124,186
-1,291,561
-3,753,311
-6,848,563
-5,873,079
-10,157,196
-82,300,712
-1,048,118,494
2,475,414,823
2,519,340,509
2,533,604,735
2,533,562,832
2,533,607,326
2,529,745,680
2,530,487,257
2,515,513,854
2,285,599,993
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
Efek Komposisi Komoditi
13,953,092
194,183
0
9,975,072
0
2,683,455
238,846
2,337,288
95,471,607
Efek Distribusi Pasar
-6,590,551
475,392
0
54,721,527
0
16,753,268
-361,741
-10,420,545
146,562,269
Efek Daya Saing
-21,170,006
-436,307
0
-76,527,930
35,400
-21,331,993
-155,792
5,569,086
-355,648,737
Total Perubahan
750,039,667
764,080,399
763,847,132
752,015,801
763,882,532
761,951,861
763,568,445
761,332,960
650,232,271
Total Perubahan 2007-2010
Efek Perdagangan Dunia
5.2.2.
CMSA Ikan Segar dan Beku Pada periode 2004-2007 dan periode 2007-2010 peningkatan ekspor ikan
segar dan beku ke semua pasar yang dianalisis lebih dominan disebabkan oleh efek perdagangan dunia, efek distribusi pasar, serta efek komposisi komoditi. Nilai seluruh indikator tersebut dominan positif selama periode pengamatan (Tabel 30). Dari sisi daya saing (efek daya saing), hanya di pasar Oman yang konsisten selalu meningkat. Di pasar Mauritius, Arab, Srilanka dan Yordania, mengalami peningkatan daya saing, yang semula negatif di periode 2004-2007, kemudian menjadi positif di periode 2007-2010.
Sebaliknya di pasar Afrika
Selatan, Aljazair dan Maroko, daya saing ekspor ikan segar dan beku mengalami
58
penurunan, dari yang semula positif (periode 2004-2007) menjadi negatif (periode 2007-2010). Tabel 30. CMSA Komoditi Ikan Segar dan Beku Komponen 2004-2007
Afrika Selatan
Efek Perdagangan Dunia
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
1,347,841
0
0
302,475
0
34,342
0
1,014,809
66,599
Efek Distribusi Pasar
-30,195,973
0
0
101,919,519
0
3,818,884
0
41,717,588
8,158,370
Efek Daya Saing
10,221,734
41,723
201
-105,662,617
0
-4,219,013
171,180
-52,672,139
-9,116,226
13,368,314,313
13,386,982,433
13,386,940,911
13,383,500,087
13,386,940,710
13,386,574,924
13,387,111,890
13,377,000,967
13,386,049,453
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
Efek Komposisi Komoditi
4,517,428
280,228
1,350
5,979,936
0
845,870
1,149,713
30,833,228
418,720
Efek Distribusi Pasar
25,840,743
35,157,170
3,379
-60,970,919
0
-10,058,040
-6,292,323
-482,807,571
-3,345,333
Efek Daya Saing
-39,884,297
-35,479,172
-7,712
43,372,330
28,224
9,004,391
2,787,801
386,413,517
2,597,265
5,264,639,175
5,274,123,528
5,274,162,318
5,262,546,649
5,274,193,525
5,273,957,522
5,271,810,492
5,208,604,475
5,273,835,953
Efek Komposisi Komoditi
Total Perubahan 2007-2010
Efek Perdagangan Dunia
Total Perubahan
5.2.3.
CMSA Berbagai Makanan Olahan Ekspor berbagai makanan olahan yang memiliki total perubahan positif,
ternyata lebih banyak disumbangkan oleh efek perdagangan dunia, efek komposisi komoditi, dan sebagian oleh efek ditribusi pasar. Sedangkan efek daya saing semuanya negatif di dua periode analisis, kecuali di pasar Oman. Itupun terjadi pada periode 2004-2007, sedangkan di periode 2007-2010, di semua negara daya saing ekspor makanan olahan dari Indonesia menurun (nilainya negatif). Nilai distribusi pasar yang positif menunjukan bahwa pasar-pasar yang menjadi tujuan ekspor merupakan pasar-pasar yang memiliki pertumbuhan relatif cepat. Adapun pada Pasar Mauritius, Oman dan Srilanka tahun 2004-2007, efek distribusi pasar bernilai negatif yang artinya ekspor terkonsentrasi di pasar yang pertumbuhannya relatif lambat (stagnan). Untuk Aljazair mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia tidak melakukan ekspor produk ikan ke Negara tersebut pada periode analisis.
59
Tabel 31. CMSA Komoditi Berbagai Makanan Olahan Komponen 2004-2007
Afrika Selatan
Efek Perdagangan Dunia
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
Efek Komposisi Komoditi
1,270
0
47
31,495
3,575,875
6,593,106
997
260,898
7,963
Efek Distribusi Pasar
61,289
0
672
-257,395
83,191,333
20,118,772
-56,424
-8,068,764
536,634
-103,702
0
-2,794
-1,174,284
-237,326,864
-303,484,295
50,535
-3,788,955
-310,318
2,321,658,543
2,321,699,686
2,321,697,610
2,320,299,503
2,171,140,030
2,044,927,270
2,321,694,795
2,310,102,866
2,321,933,966
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
Efek Komposisi Komoditi
109,542
0
35
59,355
65,517,521
126,567,948
277,377
504,929
4,125,485
Efek Distribusi Pasar
76,536
0
59
2,978,243
152,050,653
187,576,890
1,125,135
1,672,726
12,605,735
-200,064
0
-168
-3,081,141
-336,981,396
-539,035,793
-1,991,763
-3,218,166
-25,037,034
2,209,724,020
2,209,738,006
2,209,737,932
2,209,694,462
2,090,324,785
1,984,847,052
2,209,148,755
2,208,697,495
2,201,432,192
Efek Daya Saing Total Perubahan 2007-2010
Efek Perdagangan Dunia
Efek Daya Saing Total Perubahan
5.2.4.
CMSA Tembakau Untuk produk tembakau, terjadi penurunan pertumbuhan konsumsi
tembakau di dunia pada periode 2007-2010 dibandingkan periode 2004-2007 (total perubahan tahun 2007-2010 lebih kecil dari tahun 2004-2007). Namun demikian, produk tembakau Indonesia mengalami peningkatan daya saing Maroko, Nigeria dan Sri Lanka pada periode 2007-2010, sehingga mendorong tingkat permintaan produk tembakau Indonesia. Berdasarkan Tabel 32 diketahui bahwa semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif, kecuali di tiga negara yaitu Afrika Selatan, Aljazair dan Sri Lanka. Sementara itu untuk efek distribusi pasar sebagian pasar mencapai nilai positif, sebagian mencapai nilai negatif. Umumnya memiliki efek distribusi pasar nol selama periode analisis. Efek distribusi pasar positif terjadi di Pasar Afrika Selatan dan Aljazair. Sedangkan Pasar Sri Lanka mempunyai nilai negatif yang artinya bahwa pasar tersebut merupakan pasar yang relatif stagnan.
60
Tabel 32. CMSA Komoditi Tembakau Komponen 2004-2007
Afrika Selatan
Efek Perdagangan Dunia
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
Efek Komposisi Komoditi
-26,431,187
-4,379,576
-6,668,077
0
0
0
0
-72,153,649
0
Efek Distribusi Pasar
-34,711,809
58,049,489
14,537,856
0
0
0
0
-70,332,603
0
Efek Daya Saing
-16,995,987
-66,299,423
-27,655,108
0
0
0
0
-65,944,220
0
6,831,220,815
6,896,730,287
6,889,574,469
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,700,929,325
6,909,359,797
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
Efek Komposisi Komoditi
357,244
455,067
0
0
0
0
0
7,050,308
0
Efek Distribusi Pasar
1,714,155
27,429,659
0
0
0
0
0
-446,641,589
0
Efek Daya Saing
-1,202,451
-32,950,619
242,194
0
480,654
0
0
361,462,954
0
4,215,366,277
4,209,431,436
4,214,739,523
4,214,497,329
4,214,977,983
4,214,497,329
4,214,497,329
4,136,369,001
4,214,497,329
Total Perubahan 2007-2010
Efek Perdagangan Dunia
Total Perubahan
5.2.5.
CMSA Olahan dari Tepung Pada periode 2004-2007, ekspor olahan dari tepung yang memiliki total
perubahan positif banyak disumbang dari efek perdagangan dunia dan efek distribusi pasar. Sedangkan pada periode 2007-2010 banyak disumbang dari efek perdagangan dunia dan efek komposisi komoditi. Pada periode 2004-2007 di seluruh pasar tujuan memiliki efek komposisi komoditi negatif kecuali Aljazair (Tabel 33). Efek komposisi komoditi di Aljazair bernilai nol), dimana pada periode tersebut Indonesia tidak melakukan ekspor olahan dari tepung. Namun pada periode 2007-2010 efek komposisi komoditi berubah menjadi positif, kecuali Nigeria (nilainya nol). Untuk efek distribusi pasar pada periode 2004-2007, seluruh negara mengalami pertumbuhan positif. Tetapi pada periode 2007-2010, efek distribusi pasar Maroko, Mauritius, Sri Lanka, dan Yordania berubah menjadi negatif. Sedangkan untuk efek daya saing, produk olahan dari tepung Indonesia memiliki daya saing cukup tinggi di pasar Maroko, Nigeria, dan Sri Lanka pada periode 2007-2010.
61
Tabel 33. CMSA Komoditi Olahan dari Tepung Komponen 2004-2007
Afrika Selatan
Efek Perdagangan Dunia
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
-450,693
0
-2,850
-241,329
-93,888
-981,594
-48,774
-129,724
-511,591
Efek Distribusi Pasar
13,201,758
0
160,642
18,373,590
6,443,069
45,762,635
2,509,749
2,283,148
132,955,555
Efek Daya Saing
-43,437,650
6,005
-332,426
-34,746,746
-13,080,483
-111,957,341
-5,855,021
-11,089,647
-167,281,374
6,577,230,379
6,607,922,969
6,607,742,330
6,591,302,479
6,601,185,662
6,540,740,663
6,604,522,918
6,598,980,740
6,573,079,553
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
Efek Komposisi Komoditi
13,189,843
48,718
241,098
5,578,206
0
25,953,225
833,888
2,955,855
14,936,614
Efek Distribusi Pasar
10,414,198
116,154
-1,164,744
-2,057,557
0
45,095,103
1,380,507
-14,413,094
-18,938,504
Efek Daya Saing
-45,123,470
-236,854
482,542
-12,714,862
234,640
-114,027,927
-3,417,858
6,392,165
-19,338,848
3,100,201,666
3,121,649,113
3,121,279,992
3,112,526,882
3,121,955,735
3,078,741,496
3,120,517,632
3,116,656,021
3,098,380,357
Efek Komposisi Komoditi
Total Perubahan 2007-2010
Efek Perdagangan Dunia
Total Perubahan
5.2.6.
CMSA Minuman Peningkatan ekspor minuman periode 2004-2007 didominasi oleh efek
perdagangan dunia dan efek komposisi komoditi dan efek distribusi pasar. Sementara peningkatan ekspor pada 2007-2010 banyak disumbang oleh efek perdagangan dunia dan efek distribusi pasar (Tabel 34). Pada periode 2007-2010, Indonesia tidak melakukan ekspor minuman ke negara Aljazair, Maroko, dan Mauritius, tetapi mengekspor minuman ke pasar tujuan lain, yaitu Nigeria, Arab, Oman, Sri Lanka, dan Yordania yang memiliki pertumbuhan pasar yang cepat. Dari segi daya saing, produk minuman Indonesia memiliki daya saing yang cukup tinggi di negara Afrika Selatan dan Yordania. Sedangkan efek komposisi komoditi untuk produk minuman Indonesia di pasar tujuan ekspor periode 2007-2010 menjadi negatif setelah mengalami positif pada periode 2004-2007.
62
Tabel 34. CMSA Komoditi Minuman Komponen 2004-2007
Afrika Selatan
Efek Perdagangan Dunia
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
458,102
0
0
128
374,616
575,522
1,491,264
980,649
0
7,648,115
0
0
-300
8,360,555
-4,212,827
17,553,926
2,125,394
0
-11,842,046
0
0
-877
-11,778,308
-941,777
-30,627,508
-11,090,552
33,890
1,321,528,472
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,263,252
1,322,221,164
1,320,685,219
1,313,681,984
1,317,279,792
1,325,298,191
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
Efek Komposisi Komoditi
-71,348
0
0
0
-146,830
-942,478
-4,551,818
-247,447
-252,849
Efek Distribusi Pasar
-188,880
0
0
0
917,769
4,099,866
28,160,018
25,362
-578,451
Efek Daya Saing
121,030
0
0
0
-953,922
-4,725,152
-32,323,016
-185,077
424,338
560,520,890
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,477,106
559,092,324
551,945,273
560,252,926
560,253,126
Efek Komposisi Komoditi Efek Distribusi Pasar Efek Daya Saing Total Perubahan 2007-2010
Efek Perdagangan Dunia
Total Perubahan
5.2.7.
CMSA Ikan Olahan Pada periode 2004-2007 komoditi ikan olahan memiliki daya saing yang
cukup tinggi di pasar Aljazair dan Moroko (Tabel 35). Sedangkan pada periode 2007-2010, daya saing produk ikan olahan Indonesia meningkat di pasar Afrika Selatan, Aljazair, Arab, Oman, Sri Lanka, dan Yordnia. Dari segi efek komposisi komoditi, telah terjadi perubahan pada periode 2007-2010 dimana pada seluruh negara yang dianalisis efek komposisi komoditinya negatif sedangkan pada periode sebelumnya (2004-2007) positif. Pada periode 2004-2007, pertumbuhan pasar Maroko, Mauritius, Nigeria, dan Sri Lanka tergolong cepat dengan nilai efek distribusi pasar yang positif.
Ekspor ikan olahan yang memiliki total
perubahan positif banyak disumbang oleh efek perdagangan dunia, efek distribusi pasar, dan efek daya saing. Secara keseluruhan daya saing pada periode 2007-2010 relatif lebih baik dibandingkan periode 2004-2007. Komoditi yang paling baik daya saingnya (daya saing relatif meningkat) adalah yang berbahan baku ikan baik ikan segar dan beku maupun ikan olahan. Peningkatan daya saing terutama terjadi di negara Sri Lanka dan Nigeri. Sebaliknya untuk komoditi makanan olahan di semua
63
negara terpilih daya saingnya menurun pada periode sejak 2004 sampai akhir periode analisis 2010 (Lampiran 2) Tabel 35. CMSA Komoditi Ikan Olahan Komponen 2004-2007
Afrika Selatan
Efek Perdagangan Dunia
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
103,116
0
47,194
92,769
142,047
3,469,714
31,156
1,422,607
14,730
Efek Distribusi Pasar
10,108,087
0
-5,868,869
22,699,573
-3,380,054
439,112,130
28,324,850
1,067,962
2,390,306
Efek Daya Saing
-15,851,485
188,174
3,032,292
-28,168,895
-5,033,270
-640,660,075
-30,248,090
-89,028,356
-3,300,516
13,928,146,653
13,933,975,109
13,930,997,553
13,928,410,383
13,925,515,658
13,735,708,705
13,931,894,851
13,847,249,149
13,932,891,455
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
Efek Komposisi Komoditi
-8,078,255
-2,403,181
-1,041,710
-3,407,637
-4,722,928
-165,944,683
-41,199
-41,114
-7,369
Efek Distribusi Pasar
-37,901,978
-7,330,347
7,182,895
2,760,865
9,818,876
-114,345,749
-104,161
75,279
-28,437
Efek Daya Saing
37,798,821
8,118,529
-7,226,886
-2,564,096
-9,475,782
108,305,640
172,920
7,057,005
30,231
6,452,498,423
6,459,064,836
6,459,594,135
6,457,468,967
6,456,300,001
6,288,695,044
6,460,707,395
6,467,771,005
6,460,674,261
Efek Komposisi Komoditi
Total Perubahan 2007-2010
Efek Perdagangan Dunia
Total Perubahan
5.3.
Analisis Export Product Dynamics (EPD) Disamping CMSA, indikator lain yang dapat memberikan gambaran
tentang tingkat daya saing suatu produk adalah Export Product Dynamics (EPD). Rekapitulasi EPD mampu menangkap dinamika dayasaing (market positioning) suatu negara dalam periode tertentu. Melalui EPD market attractiveness dalam basis sektoral/komoditas dihitung berdasarkan pertumbuhan dari pangsa pasar (market share) dari Indonesia ke pasar potensial terpilih. Benchmark pengkategorian Rising Star, Falling Star, Lost Opportunity, dan Retreat dapat secara eksplisit dan sederhana menginformasikan daya saing dinamik dari komoditas unggulan Indonesia di pasar-pasar potensial. Data dasar analisis EPD disesuaikan dengan analisis CMSA periode terakhir yaitu 2007-2010 menurut basis perdagangan bilateral Indonesia dengan pasar negara tujuan terpilih di Asia dan Afrika dengan penekanan pada komoditas prioritas hasil analisis TPI (trade performance index) sebelumnya. Hasil perhitungan EPD dapat dilihat pada Tabel 36 (Lampiran 3).
64
Tabel 36. Analisis EPD Komoditi Potensial Di Pasar Potensial Tahun 20072010 Cokla Ikan Makana Olahan Ikan t Temb Minu Negara segar n dari Olaha Olaha akau man &beku Olahan tepung n n Afsel RS RS RS RS RS RS RS Aljazair RS RS RS RS LO LO RS Maroko RT FS RT RT RT LO FS Mauritius RS RS RS RS LO RS RS Nigeria LO LO RS RS RS RS RS Arab Saudi RS RS LO LO LO RS RS Oman RS RS RS FS LO LO RS Sri Lanka FS FS RT FS FS FS FS Yordania RS RS RS RS LO RS RS Keterangan: RS: rising star; RT: retreat; LO: lost opportunity; FS: falling star Hasil perhitungan EPD terhadap produk prioritas di pasar Asia dan Afrika terpilih menunjukkan bahwa selama periode 2007-2010 di pasar Maroko dan Sri Lanka, terjadi penurunan permintaan.
Di pasar Maroko hanya permintaan
minuman saja yang masih meningkat. Penurunan permintaan di Maroko juga sudah diikuti oleh berkurangnya ekspor Indonesia ke negara tersebut (retreat), kecuali untuk ekspor komoditi berbahan baku ikan yang nilainya masih tinggi. Sedangkan di pasar Sri Lanka, semua komoditi terpilih permintaannya sudah menurun meskipun ekspor Indonesia masih tinggi (falling star). Potensi pasar di kedua negara tersebut sudah berkurang, sehingga perlu lebih berkonsentrasi pada 7 (tujuh) pasar tujuan lainnya, di pasar yang statusnya rising star dan lost opportunity. Bahkan di pasar Arab Saudi komoditi berbagai makanan olahan, olahan dari tepung dan
tembakau, permintaan meningkat,
namun ekspor dari Indonesia justru menurun (loss opportunity). Dari sisi produk, seluruhnya komoditi dominan pada kondisi rising star dan loss opportunity. Lost Opportunity merupakan hasil yang paling tidak diinginkan karena terjadinya penurunan pangsa pasar impor dari Indonesia, sementara impor dari dunia meningkat. Lost opportunity terutama terjadi pada komoditi tembakau dan minuman. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk tembakau dan minuman belum memiliki daya saing di beberapa pasar yang
65
dianalisis. Produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, olahan dari tepung serta ikan olahan dominan pada kondisi Rising Star terutama di pasar Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan Yordania.
Selama empat tahun terakhir, di pasar Afrika Selatan, Aljazair,
Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan Yordania, produk-produk tersebut dari Indonesia merupakan komoditi yang “kompetitif” dan memiliki “dinamika positif”, seperti ditunjukkan oleh posisi “Rising Star”. Peningkatan market share produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, olahan dari tepung serta ikan olahan Indonesia lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata market share dari seluruh komoditas yang diperdagangkan di negara terpilih. Selama periode 2007-2010, produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, olahan dari tepung, tembakau, minuman dan ikan olahan Indonesia di pasar Afrika Selatan berada di posisi “Rising Star”. Kinerja ekspor produk tersebut ke Afrika Selatan menunjukkan pertumbuhan dengan peningkatan rata-rata pangsa ekspor yang positif. Pangsa ekspor ikan segar dan beku selama empat tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata tertinggi yaitu sebesar 332,34 persen, walaupun cukup berfluktuasi. Meskipun demikian, besarnya masih jauh lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata total ekspor Indonesia ke Afrika Selatan yang hanya sebesar 11,24 persen.
Pertumbuhan rata-rata pangsa ekspor tertinggi setelah
produk ikan segar dan beku adalah ikan olahan, tembakau, minuman, olahan dari tepung, cokelat olahan dan berbagai makanan olahan yang masing-masing sebesar 255,2 persen, 158,61 persen (Lampiran 3).
66
Ikan segar dan beku 800000 700000 600000
US$ Ribu
US$ Ribu
Cokelat Olahan 5000000 4500000 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
500000 400000 300000 200000 100000 0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
3000000
200000
2500000
150000
2000000
100000
2008
2009
2010
2009
2010
2009
2010
1500000
50000
1000000
0
500000
-50000
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
Tembakau
2006
2007
2008
Minuman
6000000
100000
5000000
80000
4000000
60000
US$ Ribu
US$Ribu
2007
Olahan Tepung
250000
US$ Ribu
US$ Ribu
Berbagai Makanan Olahan
2006
3000000 2000000
40000 20000
1000000
0
0 -1000000
-20000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
2006
2007
2008
Ikan Olahan 4000000 3500000 3000000
US$ Ribu
2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 -500000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 6. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Afrika Selatan
Produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, olahan dari tepung dan ikan olahan Indonesia memiliki potensi besar di pasar Aljazair.
Peningkatan rata-rata market share produk-produk tersebut selama
2007-2010 masing-masing sebesar 135,64 persen, 266,51 persen, 33,01 persen, 23,29 persen, dan 150,59 persen. Sementara produk tembakau dan minuman masuk ke dalam kelompok “Lost Opportunity” dimana peningkatan rata-rata market share produk tersebut negatif sedangkan peningkatan rata-rata market share dari total ekspor ke Aljazair positif. Peningkatan rata-rata pangsa ekspor produk tembakau dan minuman ke Aljazair selama 2007-2010 sebesar -38,17 persen dan -25 persen jauh di bawah peningkatan rata-rata pangsa ekspor totalnya yang mencapai 3,15 persen. Meskipun belum menjadi produk yang kompetitif di Aljazair, produk tembakau dan minuman memiliki potensi sebagai produk
67
unggulan ekspor dan masuk kategori “Rising Star” bila Indonesia terus melakukan penetrasi kedua produk tersebut ke pasar Aljazair dan meningkatkan ekspornya.
Cokelat Olahan
Ikan segar dan beku
600000
700000
500000
600000 500000
400000
US$ Ribu
US$ Ribu
400000 300000
200000
300000 200000 100000
100000
0
0
-100000
-100000
-200000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
35000
300000
30000
250000
25000
200000
20000
150000 100000 50000
2008
2009
2010
2008
2009
2010
2008
2009
2010
15000 10000 5000
0
0
-50000
-5000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
2006
Tembakau
2007
Minuman
450000
40000
400000
35000
350000
30000
300000
25000
US$ Ribu
US$Ribu
2007
Olahan Tepung
350000
US$ Ribu
US$ Ribu
Berbagai Makanan Olahan
2006
250000 200000 150000
20000 15000 10000
100000
5000
50000
0
0
-5000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
2006
2007
Ikan Olahan 1400000 1200000 1000000
US$ Ribu
800000 600000 400000 200000 0 -200000
-400000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 7. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Aljazair
Karakteristik di pasar Aljazair sama seperti karakteristik di pasar Oman dimana produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, olahan dari tepung dan ikan olahan Indonesia termasuk dalam kategori “Rising Star” sedangkan produk tembakau dan minuman termasuk dalam kategori “Lost Opportunity”. Trend pertumbuhan pangsa ekspor produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, olahan dari tepung dan ikan olahan Indonesia selama enam tahun terakhir masing-masing sebesar 116,05 persen, 265,92 persen20,06
persen, 1,32
persen, dan 48,66
persen dengan trend
pertumbuhan pangsa total ekspor Indonesia ke Oman sebesar 13,53
persen.
68
Sementara trend pertumbuhan pangsa ekspor produk tembakau dan minuman sebesar 0,00 persen dan -49,77 persen. Selama periode 2007-2010, Indonesia tidak mengekspor tembakau ke pasar Oman.
Ikan segar dan beku 200000
150000 US$ Ribu
US$ Ribu
Cokelat Olahan 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
100000 50000 0
-50000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
350000
40000
300000
2007
2008
2009
2010
2008
2009
2010
2008
2009
2010
250000
30000 20000
10000
200000 150000 100000
0
50000
-10000
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
Minuman
2005
2006
2007
Ikan Olahan
700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 -100000
200000 150000 US$ Ribu
US$ Ribu
2006
Olahan Tepung
50000
US$ Ribu
US$ Ribu
Berbagai Makanan Olahan
2005
100000
50000 0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
2006
2007
Gambar 8. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Oman
Di pasar Mauritius nilai ekspor Indonesia untuk seluruh komoditi, (kecuali tembakau) seluruh memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang positif selama empat tahun terakhir selain pertumbuhan rata-rata total ekspor yang juga positif. Sementara pasar untuk produk tembakau di Mauritius mengalami peningkatan, namun daya saing Indonesia di negara tersebut mengalami penurunan dengan trend pangsa ekspor tembakau sebesar 0,00 persen. Trend pertumbuhan pangsa ekspor tembakau tersebut kecil dikarenakan Indonesia belum mengekspor tembakau ke Mauritius selama periode 2007-2010
69
Ikan segar dan beku 2000000
1000000
1500000
US$ Ribu
US$ Ribu
Cokelat Olahan 1500000
500000 0
1000000 500000
-500000
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
2004
2005
2006
2007
2008
2008
2009
2010
2009
2008
2009
2010
2008
2009
2010
1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0
2010
2004
2005
Minuman
2006
2007
Ikan Olahan
40000
800000
30000
600000
US$ Ribu
US$ Ribu
2007
Olahan Tepung
100000 80000 60000 40000 20000 0 -20000
US$ Ribu
US$ Ribu
Berbagai Makanan Olahan
2006
20000
10000 0
400000 200000
-10000
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
2006
2007
Gambar 9. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Mauritius
Ikan segar dan beku
US$ Ribu
US$ Ribu
Cokelat Olahan 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 -200000 -400000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 -200000 -400000
2010
2004
2005
2004
2005
2006
2007
2008
2008
2009
2010
2009
2008
2009
2010
2009
2010
5000000 4500000 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 2004
2010
2005
Tembakau
2006
2007
Minuman
40 35 30 25 20 15 10 5 0 -5
350000 300000
250000
US$ Ribu
US$Ribu
2007
Olahan Tepung
50000000 45000000 40000000 35000000 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0
US$ Ribu
US$ Ribu
Berbagai Makanan Olahan
2006
200000
150000 100000
50000 0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2004
2005
2006
2007
2008
Ikan Olahan 25000000
US$ Ribu
20000000 15000000 10000000 5000000 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 10. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Arab Saudi
70
Di pasar Arab Saudi nilai pasar untuk seluruh komoditi, mengalami peningkatan.
Namun peningkatan potensi pasar untuk komoditi berbagai
makanan olahan, olahan dari tepung dan tembakau belum dimanfaatkan oleh eksportir Indonesia. Daya saing Indonesia untuk komoditi berbagai makanan olahan, olahan dari tepung dan tembakau di pasar Arab Saudi mengalami penurunan dengan tren masing-masing sebesar -6,13 perse, -8,5 dan -25 persen.
5.4.
Kajian Empiris Diversifikasi Pasar di Kawasan Asia dan Afrika Untuk menggali potensi dan permasalahan yang terkait dengan diversifikasi
pasar di kawasan Asia dan Afrika, dilakukan wawancara mendalam (indept interview) dan FGD (focus group discussion). Wawancara mendalam dilakukan terhadap responden kunci yang terkait ekspor impor di negara-negara di kawasan Asia dan Afrika.
Negara di kawasan Asia diwakili oleh Uni Emirat Arab,
sedangkan negara di kawasan Afrika diwakili oleh Afrika Selatan. Responden di kedua negara kajian seperti ditampilkan pada Tabel 37. Tabel 37. Responden di Negara Kajian No
Uni Emirat Arab
Afrika Selatan
1
Konjen RI untuk Dubai
Kepala ITPC Johannesburg
2
Kepala ITPC Dubai
3
Dubai Chamber
Kepala Department of Trade and Industry Afrika Selatan (DTI) Kepala Chamber of Commerce and Industry Johannesburg (JCCI)
Lebih dari 80% kegiatan perdagangan UEA berpusat di Dubai (Dubai External Statistic) dengan demikian kondisi pasar Dubai cukup mewakili perkembangan perdagangan UEA secara keseluruhan. Informasi dari responden di dalam negeri digali melalui wawancara mendalam terhadap responden kunci dan FGD, di lima kota yang memiliki pelabuhan ekspor yaitu Manado, Makasar, Samarinda, Surabaya dan Semarang. Responden kunci dan peserta FGD adalah pengusaha komoditi ekspor, eksportir, akademisi, birokrat dan Asosiasi. Status responden seperti ditampilkan pada Tabel 38.
71
Tabel 38. Status responden peserta FGD Lokasi kajian Manado Makasar Samarinda Surabaya Semarang Total
Pengusaha Orang Persen 5 16,67 8 6,25 3 10,42 18 37,50 14 29,17 48 100
Akademisi Orang Persen 0 0 0 0 0 0 3 50 3 50 6 100
Birokrat Orang Persen 0 0 0 0 0 0 4 57,14 3 42,86 7 100
Asosiasi Orang Persen 0 0 0 0 0 0 2 50 2 50 4 100
5.4.1. Deskripsi Responden 5.4.1.1. Responden Dalam Negeri Perusahaan eksportir yang menjadi responden kajian dan peserta FGD seperti diuraikan berikut ini. 1.
Eksportir produk ikan olahan di Manado. PT Celebes Mina Pratama, Bitung-Manado, yang mengekspor hasil perikanan dan produk olahan terutama Ikan Kayu dan Serutan Ikan Kayu. Ekspor produk perusahaan ikan kayu ditujukan ke Jepang (80%), RRT (China) (10%) dan Korea (5%), sementara untuk Serutan Ikan Kayu ditujukan untuk memnuhi permintaan pasar domestik yaitu restoran-restoran Jepang yang terutama berada di Jakarta. Bahan baku ikan cakalang diperoleh dari nelayan yang beroperasi di perairan Sulawesi dan Maluku.
2.
Eksportir hasil perkebunan dan produk olahan di Manado. Ekportir hasil perkebunan dan produk olahannya (CCNO, RBD Palm Stearin, RBD Palm Oil dan Copra Expeller) yang dijadikan responden sample yaitu: PT. Agro Makmur Raya (group Musi Mas) dan PT Minyak Nabati Sulawesi (group Wilmar Internasional).
Ekspor utama ditujukan ke Rotterdam,
Netherland, sedangkan ekspor copra expeller merupakan permintaan khusus dari India. Group Musi Mas juga mempunyai cabang perusahaan di Ghana untuk memasok kebutuhan Afrika namun bahan bakunya diperoleh dari produk kelapa sawit setempat.
72
3.
Eksportir biji pala dan bunga pala di Manado.
Sebagai responden
ekportir biji pala dan bunga pala adalah PT Indoprima yang mengekspor khusus ke Jepang. 4.
Eksportir makanan olahan di Manado. Responden eksportir makanan olahan (dalam hal ini kelapa parut/tepung kelapa) yang diwawancara adalah PT Tropica Cocoprima dan PT Royal Coconut. PT Royal Coconut telah melakukan ekspor ke Afrika Selatan secara rutin, walaupun pangsanya masih 20 persen, dari total ekspor. Pasokan bahan baku saat ini masih cukup dan semua dipasok dari Sulawesi Utara
5.
Eksportir hasil perikanan dan produk olahannya di Makasar. PT Chen Woo Fishery, merupakan responden perusahaan eksportir hasil perikanan dan produk olahannya di Makassar. Produk yang dihasilkan adalah daging ikan tuna dengan bahan baku ikan tuna yang diperoleh langsung dari nelayan wilayah perairan Sulawesi, Kalimantan, Ternate, dan Papua. Ekspor produk perusahaan ikan tuna ditujukan terutama ke Amerika (80%) dan sisanya ke Eropa (20%). Negara pesaing utama ekspor daging ikan tuna adalah Thailand dan India yang memiliki harga dan kualitas yang bersaing. Selain Amerika dan Eropa, perusahan pernah mengekspor produk daging ikan tuna ke Negara Rusia dan Mauritius. Ekspor ke Negara Rusia dan Mauritius hanya dilakukan bila terjadi permintaan dan surplus produk. Responden lebih mengutamakan ekspor ke Amerika dan Eropa karena sudah melakukan kontrak jangka panjang sekaligus untuk memelihara pasar yang sudah ada.
6.
Eksportir hasil perkebunan dan produk olahan di Makasar.
PT Tanah Mas Celebes Indah mengekspor biji kakao dan mete. Biji kakao diekspor ke Malaysia (80%), Amerika (10%), dan RRT (10%). Negara pesaing utama perusahaan tersebut adalah Nigeria dan Pantai Gading dimana kualitas biji kakao dari negara tersebut lebih baik.
PT Comextra Majora mengekspor biji kakao ke Amerika, Malaysia, dan Singapura serta mengekspor mete ke Jepang, Korea, dan Taiwan. PT
73
Comextra Majora sudah mengikuti audit HACCP, ISO 22000, dan ketahanan pangan sehingga kualitas produknya sudah diakui oleh pasar.
PT Nedcommodities Makmur Jaya yang dimiliki Belanda, mengekspor biji kakao ke Malaysia (100%) dan mengimpor karung goni dari Bangladesh untuk pengiriman produk.
CV. Sari Hasil Utama mengekspor biji kopi ke Belgia.
PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi adalah perusahaan pengusaha cocoa liquor dengan kepemilikan 50 persen dimiliki dalam negeri dan 50 persen dimiliki asing. PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi mengekspor cocoa liquor ke Jerman.
7.
Eksportir peserta FGD di Surabaya.
Ekportir Sepatu ke Jerman, menggunakan komponen bahan baku impor (narrow woven tape) dari China dan Taiwan.
Eksportir produk pinus (gondorukem, tertempin, serlak, plak) ke Asia, Amerika dan Eropa. Bulan Juni sampai Agustus (2011) China booming, sehingga harga ekspor anjlok dan tidak bisa membayar ke petani.
Ekportir Kakao. Kakao Jawa Timur berkualitas tinggi, saat ini diekspor ke Eropa. Permintaan tinggi, namun produksi terbatas, sehingga belum bisa memperluas pasar
Eksportir ikan teri (PT Multimina mandiri).
Seluruh produknya di
ekspor ke Jepang, 5 sampai 10 container per bulan.
Eksportir furniture. Furniture yang diproduksi untuk outdoor berbahan kayu mahoni dan mangga, untuk di ekspor ke Jepang. Setelah gempa permintaan furniture pinus oleh Jepang meningkat.
8.
Eksportir peserta FGD di Semarang
Eksportir surimi (daging lumat ikan). Ekportir sudah mulai ekspor ke Timur Tengah. Orang Timur Tengah yang semula tidak menyukai ikan (karena bau amis), namun dengan pencucian berkali-kali, bau amis
74
surimi hilang (tidak ada aroma). Di Taiwan surimi dimasukan dalam roti.
Eksportir teh hitam.
PTPN IX Semarang mengekspor teh hitam ke
Rusia, USA, switserland, belanda, UEA, Mesir, Pakistan, Inggris dan India. Kopi bubuk belum bisa di ekspor, tapi masih dalam bentuk biji.
Eksportir rajungan. Rajungan kalengan “can pasteurize crab meat” 90% ke Amerika dan 10 persen ke Jepang.
Eksportir minuman. Perusahaan Marimas 5 persen produknya di ekspor ke Afrika Selatan. Ketika melalui broker lokal, produknya tidak laku. Kemudian pindah ke broker asal Afrika. Broker Afrika minta kemasan marimas untuk membuat minuman 2 liter (sebelumnya kemasan untuk 1 liter minuman). Kemasan 2 liter untuk memenuhi kebiasaan konsumen Afrika yang bia minum secara beramai-ramai.
Seluruh perusahaan eksportir tersebut memperoleh informasi pasar dari searching internet (contoh: www.macmap.org). Bahan baku yang digunakan, 100 persen dari dalam negeri. 5.4.1.2. Responden Luar Negeri Responden di negara kajian diuraikan berikut ini. 1.
Konjen RI untuk Dubai Menurut Konsul Jenderal RI di Dubai, peluang produk Indonesia di pasar UEA masih cukup besar. Pemerintah Indonesia belum berperan secara optimal dalam memanfaatkan peluang pasar tersebut. Secara umum, hampir tidak dijumpai kasus yang menjadi hambatan dalam ekspor Indonesia ke UEA. Pesaing produk Indonesia khususnya produk tekstil di pasar UEA adalah produk asal China. kemudian diikuti India yang merupakan mitra dagang tradisionil bagi Dubai. Sedangkan Korea termasuk pemain baru dalam pasar tekstil Dubai namun telah berhasil mendapatkan pangsa pasar yang besar.
Secara umum UEA berupaya menciptakan kondisi yang sangat kondusif bagi dunia usaha khususnya investor asing, sehingga UEA khususnya
75
Dubai menjadi wilayah yang paling liberal dan atraktif di kawasan dalam memberikan pelayanan kepada dunia usaha. Pengusaha di kawasan lebih suka mempunyai hubungan bisnis dengan pihak yang mereka kenal dengan baik, dan pendekatan pribadi adalah unsur yang sangat penting dalam melakukan bisnis di dunia Arab. Pola perdagangan Dubai sebagai hub di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sangat dinamis, oleh karena itu diperlukan market intelligence dan informasi yang akurat sebelum membuka usaha di Dubai. Persyaratan utama untuk semua jenis kegiatan bisnis di Dubai adalah lisensi usaha yang terdiri dari : Commercial licenses, untuk semua jenis kegiatan perdagangan; Professional licenses, untuk kegiatan profesi, jasa, tenaga ahli dan artis; Industrial licenses, untuk kegiatan industri dan manufaktur 2.
Kepala ITPC Dubai Dalam pertemuan dengan Kepala ITPC, diperoleh data dan informasi tentang perkembangan perdagangan Indonesia dan UEA. Total perdagangan antara Indonesia dengan UEA selama periode Januari-Juni 2011 mencapai US$ milliar 1,3 mengalami peningkatan sebesar 32,6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Total perdagangan periode bulan Januari-Juni 2011 pada sektor Migas mencapai US$ milliar 0,3 dan sektor non migas mancapai US$ milliar 1,0 masing-masing mengalami peningkatan sebesar 102,7 persen dan 18,51 persen dibandingkan periode Januari-Juni 2010.
Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan UEA. Surplus neraca perdagangan non migas tersebut didorong oleh kinerja ekspor non migas Indonesia ke UEA pada periode Januari-Juni 2011 yang mencapai US$ miliar 0,7 atau meningkat sebesar 0,62 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2010. Ekspor non migas pada periode tersebut mencapai US$ milliar 0,8 atau meningkat sebesar 10,46 persen dibandingkan periode
yang sama tahun 2010.
Meningkatnya ekspor non migas Indonesia ke UEA tersebut
76
didominasi oleh barang-barang dari sektor industri yang mengalami peningkatan sebesar 10,23 persen.
Produk-produk utama sektor industri Indonesia yang di impor oleh UEA antara lain TPT (22%), Kertas/Karton (20%), Mesin/peralatan listrik (12%), Kayu/Barang dari Kayu (5%), Karet dan Barang dari Karet (4,6%), Produk Sawit/Olein (3,9%), Kendaraan/Bagiannya (3,6%), Mesin-mesin (3,4%), Makanan Olahan (2,9%), Minyak atsiri/Kosmetik wangi-wangian (2,4%), Perhiasan/Permata (2,2%), Perabot/Penerangan rumah (2%). Total produk-produk tersebut mencapai nilai US$ miliar 1,25 dengan pangsa sebesar 85 persen dari total produk non migas Indonesia yang diimpor UEA.
Untuk produk makanan olahan Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk memasuki pasar UEA. Pada periode Januari-Juni 2011 ekspor produk makanan olahan mengalami sedikit penurunan sebesar 0.65 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Akan tetapi produk makanan olahan mempunyai prospek yang baik hal ini terlihat dari kinerja produk makanan olahan selama lima tahun terakhir (2006-2010) menunjukkan pertumbuhan trend positif sebesar 21,25 persen dengan nilai mencapai US$ Juta 42,8. Beberapa produk makanan olahan yang potensial untuk di pasar UEA antara lain makanan berbahan baku coklat, gula/kembang gula, olahan tepung (mie instan, biskuit wafers, kue kering, krupuk udang), minuman non-alkohol dari jus buah/sayuran, rokok (Cigarettes), berbagai makanan olahan (kopi instan, saus, kecap), ikan olahan (ikan tuna dan kepiting), mushrooms (jamur olahan) .
3.
Dubai Chamber
Pertemuan dengan pihak Dubai Chamber dilakukan untuk mendapatkan gambaran terkait permasalahan perdagangan yang terjadi di lapangan antara lain:
77
- Kurangnya minat sebagian pengusaha
Indonesia memanfaatkan
peluang pasar UEA, karena mempunyai pengalaman yang kurang baik pada mitra dagang di UEA. - Semakin menurunnya daya saing produk Indonesia disebabkan harga yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara pesaing. - Kemasan produknya kurang menarik. - Lambatnya respon terhadap permintaan pasar, suplai yang tidak kontinyu. - Persyaratan teknis yang sangat ketat dan biasanya kegagalan produk Indonesia dalam pengujian laboratorium disebabkan oleh penggunaan bahan makanan dan kadaluarsa.
Selain itu adanya persyaratan pada setiap importasi barang yang memasuki wilayah pabean UEA harus disertai dokumen antara lain: -
Bill of Lading atau Airway Bill (B/L)
-
Packing List / Invoice
-
Sertifikat Kesehatan.
-
Serifikat Halal (untuk produk daging dan hasil ternak unggas).
-
COO (Certificate Of Origin)
-
Semua dokumen diatas harus di dilegalisir (endorsed) di Kedutaan Besar UEA di negara asal.
Dalam kasus tertentu, suatu produk yang termasuk dalam katagori makanan dan minuman mungkin memerlukan sertifikasi tambahan di samping dokumen-dokumen yang disebutkan diatas.
4.
ITPC Johannesburg
ITPC Johannesburg bekerjasama dengan KBRI Pretoria pada bulan Juni 2011 akan menyelenggarakan road show komoditi karet dan CPO dengan melakukan pameran dan pertemuan dengan pelaku usaha di Johannesburg, Afrika Selatan. ITPC Johannesburg mengusulkan pula untuk memasukkan beberapa produk lainnya dalam kegiatan road show. Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah dalam rangka memperkenalkan
produk
ekspor
andalan
Indonesia
dengan
78
mempertemukan langsung para produsen dengan pembeli potensial di Afrika Selatan.
Produk minyak goreng yang di ekspor ke Afrika Selatan mengalami penurunan kualitas akibat perbedaan suhu sehingga menyebabkan produk tersebut mengalami pembekuan dan terdapat endapan di dalam kemasan minyak goreng tersebut. Disarankan agar pengusaha mendisain produk dan kemasan yang sesuai dengan kondisi cuaca di negara tujuan ekspor.
Produk impor asal Indonesia selama ini tidak dapat bersaing dengan produk impor asal China di pasar Afrika Selatan. Selain itu, produk hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan juga tidak dapat bersaing karena Afrika Selatan merupakan produsen dan eksportir potensial untuk komoditi hasil pertanian.
Produk yang dapat bersaing di pasar Afrika Selatan antara lain CPO, karet, kopi, produk lampu swabalas dan kendaraan bermotor. Produkproduk tersebut selama ini dapat masuk ke pasar Afrika Selatan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh instansi berwenang dalam bidang impor di Afrika Selatan.
Pihak ITPC Johannesburg menerima laporan tindak penipuan oleh masyarakat Indonesia terhadap pengusaha di Afrika Selatan yang menjanjikan pengiriman barang dari Indonesia dengan mekanisme perdagangan melalui internet. Tindakan yang dilakukan oleh beberapa orang Indonesia tersebut dikhawatirkan dapat merusak citra Indonesia di Afrika Selatan. Dampak lainnya adalah dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kepercayaan pembeli di Afrika Selatan dalam menjalin kerjasama perdagangan dengan pelaku usaha Indonesia.
5.
Department of Trade and Industry Afrika Selatan (DTI)
Tarif impor yang dikenakan Afrika Selatan umumnya berkisar 0-45% dengan beberapa pengecualian. Afrika Selatan mematuhi Harmonised System yang berlaku secara internasional. Tarif dan biaya tambahan untuk barang impor ditetapkan atas dasar nilai FOB.
79
Pihak DTI menjelaskan beberapa kebijakan non tarif yang diberlakukan antara lain: (1) Port Health Services bertanggung jawab dalam memonitor dan mengevaluasi semua produk makanan, kosmetik, desinfektan, dan zat berbahaya ke Cape Barat melalui pelabuhan dan pengontrolan obat dan memantau kemungkinan masuknya semua penyakit yang serius di Afrika Selatan. Penyakit-penyakit menular tersebut termasuk demam kuning, kolera, wabah, dan sindrom pernafasan akut parah (SARS). (2) Impor makanan diperiksa secara acak untuk mengantisipasi kemungkinan masuknya bahan beracun atau berbahaya pada semua pelabuhan pintu masuk. Saat barang dibongkar biasanya dikeluarkan dari pelabuhan setelah mendapatkan pengesahan dari otoritas pelabuhan sesuai ketentuam Disinfectants Act, 54 of 1972. (3) Setiap produk makanan dan minuman yang diimpor wajib mencantumkan label dalam Bahasa Inggris dan mencantumkan kandungan nilai gizi pada kemasan makanan dan minuman yang diekspor ke Afrika Selatan.
6.
Chamber of Commerce and Industry Johannesburg (JCCI)
Pemerintah Afrika Selatan memberikan insentif kepada eksportir dalam bentuk penyediaan fasilitas pameran, marketing, konsultasi dan mengadakan kunjungan delegasi dagang ke beberapa negara.
Afrika Selatan menerima beberapa kunjungan delegasi dagang dari negara-negara Asean seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Negara-negara tersebut merupakan kompetitor Indonesia dalam memasuki pasar Afrika Selatan.
Pihak JCCI Afrika Selatan menyatakan bahwa jarak bukan merupakan rintangan dalam melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Hal terpenting yang menjadi perhatian adalah produk yang kompetitif dan jasa logistik yang representatif.
80
JCCI Afrika Selatan membutuhkan informasi produk unggulan Indonesia yang akan ditawarkan kepada pasar Afrika Selatan dan menawarkan kerjasama perdagangan yang lebih luas dimasa yang akan datang.
Afrika Selatan telah melakukan kerjasama perdagangan bebas dengan Turkey, Rusia, Switzerland, EFTA, Kanada, India dan China. Khusus dengan China, pihak JCCI merasa khawatir atas kerjasama perdagangan bebas akan membawa dampak terhadap industri domestik di Afrika Selatan. Namun, JCCI tetap berkomitmen dan mendukung sepenuhnya kerjasama yang telah ditandatangani tersebut.
5.4.2. Hambatan Ekspor yang Dihadapi Responden Dalam Negeri Berdasarkan hasil kajian terungkap bahwa sebagian besar pelaku usaha belum banyak yang melakukan ekspor ke kawasan Afrika. Sementara ekspor ke kawasan Asia meskipun jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan ke Afrika, namun secara nominal jumlahnya masih sedikit (Tabel 39). Pengusaha yang melakukan ekspor ke kawasan Afrika, seluruhnya juga melakukan ekspor ke Asia. Tabel 39. Responden FGD berstatus pengusaha dan berpengalaman ekspor Lokasi kajian Manado Makasar Samarinda Surabaya Semarang Total
Pengusaha Tidak ekspor Ekspor ke Afrika (orang) Orang Persen Orang Persen 5 1 20,00 1 20,00 8 4 50,00 0 0,00 3 2 66,67 0 0,00 18 11 61,11 1 5,56 14 9 64,29 2 14,29 27 52,94 4 7,84
Ekspor ke Asia Orang Persen 3 60,00 4 50,00 1 33,33 7 38,89 5 35,71 20 39,22
Sedikitnya pelaku usaha yang melakukan ekspor ke negara di kawasan Afrika dan Asia, karena menghadapi hambatan baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari negara tujuan ekspor. Hasil wawancara dengan responden dan diskusi dengan peserta FGD diperoleh hambatan dan permasalahan ekspor ke kawasan Afrika dan Asia, sekaligus harapan responden untuk meningkatkan ekspor.
81
1.
Permasalahan pasokan bahan baku
Kesulitan bahan baku yang dihadapi eksportir ikan olahan (ikan cakalang dan ikan tuna), terjadi pada saat tidak musim melaut (4 sampai 5 bulan dalam satu tahun). Pasokan ikan cakalang tidak bisa kontinyu, karena dalam satu tahun musim penangkapan ikan hanya 78 bulan.
Bahan baku mete gelondongan banyak dibeli secara langsung oleh eksportir India, PT Comextra Majora hanya beroperasi 30 persen karena kekurangan pasokan bahan baku. Jika pabrik dapat beroperasi lebih dari 60 persen, PT Comextra Majora merencanakan akan melakukan pengembangan pasar.
Bahan baku kakao semakin langka karena banyak kebun kakao yang berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit
Bahan baku berkompetisis
dengan
kebutuhan dalam negeri.
Contohnya: kelapa (dengan industry makanan olahan), rotan (untuk kerajinan), Gula rafinasi (seharusnya hanya untuk industry, namun banyak beredar untuk rumah tangga). 2.
Fluktuasi nilai tukar rupiah
3.
Harga tidak kompetitif. Harga produksi Indonesia lebih tinggi dibanding negara pesaing seperti China.
Harga produksi yang tinggi tersebut
bersumber dari:
Biaya transportasi karena pelabuhan ekspor hanya di Pulau Jawa. PT Tropica Cocoprima dan PT Royal Coconut di Menado harus melalui Tanjung Priok, Jakarta, karena tidak ada kapal ekspor dari Manado yang langsung ke negara tujuan.
Perjalanan ke Jakarta memakan
waktu antara 5-10 hari.
Biaya transpor karena infrastruktur jalan yang kurang. Eksportir di Samarinda sebagian besar masih mengandalkan lalu lintas sungai.
82
Biaya tenaga kerja. Kebijakan UMR (upah minimum regional) atau UMP (upah minimum provinsi) semakin meningkat
Biaya listrik dan BBM makin mahal. Listrik dan bahan bakar minyak diperlukan untuk pengolahan dan pengadaan bahan baku (seperti melaut untuk pengadaan bahan baku ikan cakalang dan tuna). Di Samarinda BBM masih di batasi, dan sering terjadi pemadaman listrik.
4.
Pungutan liar.
Oknum pemerintah daerah
Oknum pelabuhan
5.
Kontinuitas pengiriman barang
6.
Tarif impor di negara tujuan tinggi. Tarif di Brazil tinggi untuk untuk produk kulit dan alas kaki 10 persen. Bila melalui Paraguay tarif hanya 5%.
7.
Fluktuasi harga di pasar dunia.
Produk pinus (gondorukem, tertempin, serlak, plak) turun jika China sedang booming.
Jepang sebagai importir utama ikan teri punya spionase perdagangan. Pada saat musim ikan, harga turun hingga mendekati biaya operasional nelayan.
8.
Keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi
9.
Kebijakan ekspor dari pemerintah yang membuat harga kakao dari Indonesia sulit bersaing dengan negara lain serta persaingan dengan eksportir local
10.
Perizinan ekspor impor yang sering berubah-ubah.
Tarif impor tinggi. Tarif impor karung goni dari Bangladesh (untuk mengemas coklat yang akan diekspor), masih 15 persen.
Prosedur di bea cukai terlalu rumit, seperti narrow woven tape dari China dan Taiwan untuk industri sepatu.
83
11.
Kurangnya promosi. Promosi ke pasar Afrika (terutaman Afrika Selatan) terbatas.
Pasar Afrika Barat dikuasai China dan India.
Kedua negara
tersebut melakukan investasi pabrik (dan infrastruktur) di Afrika Barat dan sebagai kompensasinya diberi kesempatan untuk ekspor. 5.4.3. Harapan Eksportir untuk Meningkatkan Ekspor Kekurangmampuan produk Indonesia memasuki pasar potensial serta penurunan daya saing produk, memerlukan upaya perbaikan terkait dengan produk yang akan ditawarkan. Beberapa masukan yang diinginkan oleh para eksportir antara lain 1.
Kebijakan bea keluar. Contohnya bahan baku mete gelondongan banyak dibeli secara langsung oleh eksportir India. Kebijakan bea keluar dapat menguntungkan industri pengolahan kakao, untuk meningkatkan nilai tambah.
2.
Perbaikan infrastruktur (gas, listrik dan air) dan transportasi serta meminimumkan pungutan liar oleh oknum.
3.
Kebijakan ketenagakerjaan yang meringankan pelaku ekspor, serta insentif pajak.
4.
Dukungan dan fasilitas pelabuhan ekspor di luar Jawa (contoh di Manado untuk ekspor komoditas perkebunan).
5.
Peningkatan kualitas produk sesuai standar yang ditetapkan negara tujuan, melalui pengembangan sumberdaya manusia serta melalui penelitian dan pengembangan (R&D).
6.
Mempelajari budaya di negara tujuan untuk menyesuaikan produk yang akan diekspor dengan permintaan negara tujuan ekspor. kebiasaan orang Jepang makanan ditata rapi.
Contohnya,
Ikan teri ditata kepala
menghadap ke kiri semua, sehingga penangkapan dan pengolahan ikan teri harus hati-hati supaya kepala tidak putus.
84
5.4.4. Peluang dan Hambatan Ekspor ke Negara Asia dan Afrika 5.4.4.1. Peluang Pasar Uni Emirate Arab (UEA) Berdasarkan data makro ekonomi sementara dari Dubai Chamber dan Emirate Industrial Bank, secara umum indikator makro ekonomi UEA 2010 tumbuh positif setelah setahun sebelumnya (2009) mengalami kontraksi. Bahkan impor UEA cenderung meningkat selama periode 2006-2010 (Gambar 11). Membaiknya perekonomian makro serta impor UEA yang meningkat merupakan peluang bagi Indonesia untuk masuk menjadi bagian dari ekportir ke negara tersebut. Kosul Jenderal RI di Dubai, juga menyatakan bahwa peluang produk Indonesia di pasar UEA masih cukup besar. Namun pemerintah Indonesia belum berperan secara optimal dalam memanfaatkan peluang pasar tersebut.
Gambar 11. Trend Peningkatan Impor Negara UEA Sumber: Dubai Chamber of Commerce, Emiraters Industrial Bank (diolah ITPC Dubai) Hasil wawancara dengan Kepala ITPC Dubai, diperoleh informasi tentang perkembangan perdagangan Indonesia dengan UEA. Total perdagangan antara Indonesia dengan UEA selama periode Januari-Juni 2011 mencapai US$ milliar 1,3 mengalami peningkatan sebesar 32,6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut sektor non migas menyumbang US$ milliar 1,0, meningkat 18,51 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2010.
Dari seluruh produk potensial ekspor yang dikaji,
Makanan Olahan menyumbang 2,9 persen dari total impor non migas oleh UEA. Meskipun pada periode Januari-Juni 2011 ekspor produk makanan olahan mengalami sedikit penurunan (turun 0,65 persen dari periode yang sama tahun
85
sebelumnya), akan tetapi produk makanan olahan mempunyai prospek yang baik. Hal ini terlihat dari kinerja ekspor produk makanan olahan selama lima tahun terakhir (2006-2010) yang menunjukkan pertumbuhan 21,25 persen dengan nilai mencapai US$ Juta 42,8. Beberapa produk makanan olahan yang potensial untuk di pasar UEA antara lain makanan berbahan baku coklat, gula/kembang gula, olahan tepung (mie instan, biskuit wafers, kue kering, krupuk udang), minuman non-alkohol dari jus buah/sayuran, rokok (Cigarettes), berbagai makanan olahan (kopi instan, saus, kecap), ikan olahan (ikan tuna dan kepiting), mushrooms (jamur olahan). Tabel 40 dan Tabel 41, menampilkan impor produk ikan segar & beku serta makanan olahan oleh UEA dari lima negara pemasok utama, Asean, China dan India. Tabel 40. Impor UEA Ikan Segar dan Beku dari Lima Pemasok Utama Periode Januari-Juni (US.$)
Growth 2010-2009 COUNTRY 2008 2009 2010 (%) 03 FISH, CRUSTACEANS, MOLLUSCS, OTHER AQUATIC INVERTEBRATES
Market share 2010 (%)
OMAN
4,522,328
12,666,330
14,847,334
17.22
16.94
INDIA
8,816,137
11,772,898
8,275,256
-29.71
9.44
NORWAY
3,963,513
4,577,447
7,596,634
65.96
8.67
PAKISTAN
5,243,026
5,563,858
6,565,332
18.00
7.49
JEBEL ALI F.Z.
7,485,326
4,952,582
6,317,488
27.56
7.21
TOTAL TOP 5
30,030,330
39,533,115
43,602,044
10.29
49.73
INDONESIA
456,537
480,271
735,332
53.11
0.84
MALAYSIA
570,074
693,008
932,271
34.53
1.06
MYANMAR (BURMA)
3,377,909
4,420,486
3,314,215
-25.03
3.78
PHILIPPINES
1,326,293
906,590
1,205,923
33.02
1.38
SINGAPORE
282,993
140,921
306,882
117.77
0.35
THAILAND
2,428,029
2,278,106
3,245,405
42.46
3.70
VIETNAM
6,140,142
6,722,804
6,248,947
-7.05
7.13
CHINA
1,841,451
1,559,590
2,145,935
37.60
2.45
16,423,429
17,201,776
18,134,911
5.42
20.69
23,905,980
22,954,437
25,932,821
12.98
29.58
70,359,739
79,689,328
87,669,775
10.01
100.00
TOTAL (ASEAN + EMERGING MARKETS) OTHERS TOTAL
Sumber : Dubai External Statistic (diolah ITPC Dubai)
86
Merujuk Tabel 40, impor Dubai atas produk perikanan (segar dan beku) pada semester I 2010 dari Indonesia mengalami lonjakan permintaan yang tajam mencapai 53,11 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (meskipun pangsanya hanya sebesar 0,84 persen).
Sementara
permintaan impor Dubai untuk kedua kelompok produk tersebut dari Dunia meningkat sebesar 10,01 persen. Hal ini dapat dijadikan sebagai indikator bahwa produk ikan Indonesia mampu bersaing dan berpeluang untuk ditingkatkan perdagangannya. Pesaing Indonesia untuk produk sejenis adalah Oman, India, Norway, Pakistan, Negara ASEAN, dan China. Tabel 41. Impor UEA Makanan Olahan dari Lima Pemasok Utama Periode Januari-Juni (US.$)
Growth Market 2010-2009 share (%) 2010 (%) 16 PREPARATIONS OF MEAT, OF FISH, OF CRUSTACEANS.MOLLUSCS.OTHER COUNTRY
2008
2009
2010
THAILAND
14,164,875
7,385,876
10,689,018
44.72
19.44
USA
27,939,419
16,000,707
9,286,728
-41.96
16.89
PHILIPPINES
3,606,771
5,109,971
7,014,974
37.28
12.76
BRAZIL
6,191,885
5,093,874
6,984,667
37.12
12.70
MALAYSIA
4,106,846
4,393,851
5,375,539
22.34
9.78
56,009,795
37,984,278
39,350,925
3.60
71.56
115,085
93,430
862,763
823.44
1.57
-100.00
0.00
TOTAL TOP 5 INDONESIA MYANMAR (BURMA) SINGAPORE
80 10,929
50,692
48,784
-3.77
0.09
VIETNAM
556,863
879,171
764,775
-13.01
1.39
CHINA
665,786
822,801
498,378
-39.43
0.91
INDIA
303,023
330,055
479,936
45.41
0.87
TOTAL (ASEAN + EMERGING MARKETS) OTHERS
1,651,687
2,176,229
2,654,635
21.98
4.83
11,576,125
11,444,410
12,984,342
13.46
23.61
TOTAL
69,237,607
51,604,917
54,989,902
6.56
100.00
Sumber : Dubai External Statistic (diolah ITPC Dubai)
Impor Dubai atas produk makanan olahan berbahan baku daging dan ikan (Tabel 41) pada semester I tahun 2010 dari Indonesia juga melonjak tajam (823,44 persen), jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara permintaan impor Dubai untuk kelompok produk tersebut dari Dunia
87
meningkat sebesar 6.56 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa daya saing produk makanan olahan Indonesia di pasar UEA meningkat. Release resmi World Trade Organization (WTO), mempertegas peluang tersebut.
Menurut WTO negara–negara teluk dengan total penduduk 36 juta
merupakan negara importir terbesar dunia untuk semua jenis makanan olahan. Lebih dari 90 persen makanan di wilayah tersebut merupakan produk impor dari seluruh dunia. Kajian ITPC Dubai selama bulan Desember 2010 – Februari 2011 terhadap pasar makanan olahan (makanan beku), serta kajian Datamonitor (salah satu lembaga riset di Dubai) tahun 2008, menyimpulkan bahwa khusus untuk makanan, GCC (termasuk UEA) merupakan pasar produk makanan halal terbesar di dunia. Membaiknya kinerja ekspor produk Indonesia ke UEA, tidak terlepas dari upaya Pemerintah UEA untuk menciptakan kondisi yang sangat kondusif bagi investor asing, sehingga UEA khususnya Dubai menjadi wilayah yang paling liberal dan atraktif di kawasan Asia dalam memberikan pelayanan kepada dunia usaha. Pengusaha di kawasan lebih suka mempunyai hubungan bisnis dengan pihak yang mereka kenal dengan baik, dan pendekatan pribadi adalah unsur yang sangat penting dalam melakukan bisnis di dunia Arab. Posisi Dubai sebagai penghubung antara kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk penetrasi ke pasar kawasan Afrika Utara maupun GCC dan wilayah Asia Selatan. Oleh karena itu diperlukan market intelligence dan informasi yang akurat sebelum membuka usaha di Dubai. 5.4.4.2. Hambatan Pasar Uni Emirate Arab (UEA) Menurut Kosul Jenderal RI di Dubai, secara umum, hampir tidak dijumpai kasus yang menjadi hambatan dalam ekspor Indonesia ke UEA. Pesaing produk Indonesia khususnya produk tekstil di pasar UEA adalah produk asal China, kemudian diikuti India yang merupakan mitra dagang tradisionil bagi Dubai. Sedangkan Korea termasuk pemain baru dalam pasar tekstil Dubai namun telah berhasil mendapatkan pangsa pasar yang besar. Menurut analisa Dubai Chamber, permasalahan perdagangan yang terjadi di lapangan antara lain:
88
1.
Kurangnya minat sebagian pengusaha Indonesia memanfaatkan peluang pasar UEA, karena mempunyai pengalaman kurang baik pada mitra dagang di UEA.
2.
Semakin menurunnya daya saing produk Indonesia disebabkan harga yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara pesaing.
3.
Kemasan produknya kurang menarik.
4.
Lambatnya respon terhadap permintaan pasar, suplai yang tidak kontinyu.
5.
Persyaratan teknis yang sangat ketat dan biasanya kegagalan produk Indonesia dalam pengujian laboratorium disebabkan oleh penggunaan bahan makanan dan kadaluarsa. Permasalahan lainnya adalah adanya persyaratan (dokumen) yang harus
dipenuhi pada setiap importasi barang yang memasuki wilayah pabean UEA, yaitu 1.
Bill of Lading atau Airway Bill (B/L)
2.
Packing List / Invoice
3.
Sertifikat Kesehatan.
4.
Serifikat Halal (untuk produk daging dan hasil ternak unggas).
5.
COO (Certificate Of Origin)
6.
Semua dokumen diatas harus di dilegalisir (endorsed) di Kedutaan Besar UEA di negara asal. Dalam kasus tertentu, suatu produk yang termasuk dalam katagori makanan
dan minuman memerlukan sertifikasi tambahan disamping dokumen yang disebutkan diatas.
Semua jenis kegiatan bisnis di Dubai juga memerlukan
persyaratan utama yaitu lisensi usaha yang terdiri dari: Commercial licenses, untuk semua jenis kegiatan perdagangan; Professional licenses, untuk kegiatan profesi, jasa, tenaga ahli dan artis; Industrial licenses, untuk kegiatan industri dan manufaktur. Kebijakan Pemerintah UEA terkait perdagangan dan imvestasi, yang seringkali menjadi hambatan bagi para ekportir, seperti diuraikan berikut ini. 1.
Kebijakan Impor Produk di UEA, Pemerintah UEA menetapkan biaya sebesar 5% terhadap barang impor. Namun demikian, apabila barang impor
89
tersebut diproduksi di daerah kawasan ekonomi bebas (free zone) dan berorientasi ekspor, maka produk tersebut dibebaskan dari pajak (0%). 2.
Persyaratan Mutu, Label dan Kemasan Produk Impor di UEA. UEA menetapkan definisi terhadap spesifikasi standar suatu produk dalam peraturan federal UEA No 28 Tahun 2001.
Label produk yang akan
diimpor ke UEA harus memiliki informasi yang jelas mengenai nama produk, negara, quantity, suhu penyimpanan serta tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa. Informasi pada label dicetak dalam dua bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Selain itu Produk-produk yang akan dipasarkan di UEA harus mempunyai prosedur pemasaran tertentu dan teknik
penjualan
yang
harus
diketahui
terlebih
dahulu
untuk
mengembangkan dan membina hubungan bisnis dalam jangka waktu yang panjang. Pasar UEA harus dikaji secara periodik untuk mengantisipasi perubahan dan penyesuaian permintaan pasar.
Eksportir harus dapat
menjamin kontinuitas pasokan (sustainability supply) pada periode tertentu dan tempat tertentu yang telah disetujui dan harga yang telah ditentukan. Informasi produk secara lengkap seharusnya dijelaskan untuk memasuki pasar UEA, untuk merangsang
permintaan yang lebih besar dan
mengurangi biaya pemasaran. 3.
Kebijakan Investasi, dimana UEA juga mempertahankan kebijakan perdagangan yang relatif liberal. Namun, ada beberapa hambatan non-tarif untuk perdagangan dan investasi. Mendirikan usaha bersama (joint venture) untuk kondisi saat ini sebaiknya dihindari, mengingat peraturan pemerintah yang mewajibkan kepemilikan saham lokal minimal 51 persen dan asing 49 persen sementara pada sisi lain penduduk warga Negara UEA relatif sedikitnya. Kondisi demikian mengakibatkan tingginya posisi tawar warga negara UEA dalam proses pendirian usaha.
Dengan posisi tawar yang
tinggi, mitra lokal umumnya lebih memilih untuk berperan sebagai mitra pasif, tidak jarang mitra asing terpaksa menanggung seluruh biaya pendirian dan operasional perusahaan, sementara mitra lokal tidak melakukan apapun.
90
5.4.4.3. Peluang Pasar Afrika Selatan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2010, ekspor Indonesia ke Afrika Selatan mencapai USD 680,7 juta, meningkat 40,50 persen dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah USD 484,5 juta. Trends rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan dalam periode tahun 2005–2009 sebesar 14,57 persen. Produk yang paling besar diekspor ke Afrika Selatan, berdasarkan klasifikasi HS 2 digit adalah kelompok karet dan produk karet dengan jumlah sebesar USD 99,6 juta atau memenuhi pangsa sebesar 21,49 persen. Pangsa ekspor terbesar selanjutnya adalah kelompok produk Fats Oil and Waxes, Paper, Man Made Filaments dan Ceramics Products dengan pangsa masing-masing sebesar 18,35 persen, 9,17 persen, 5,67 persen dan 4,34 persen.
Gambar 12. Kinerja Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan Sumber: BPS Dalam kegiatan ekspor, Afrika Selatan merupakan partner dagang nomor 29 dengan pangsa pasar produk ekspor Indonesia sebesar 0,58 persen. Sementara itu, bagi Afrika Selatan, Indonesia merupakan partner dagang nomor 28 dengan pangsa pasar di Afrika Selatan sebesar 0,8 persen. Ekpor produk Indonesia bisa lebih dikembangkan di Pasar Afrika Selatan. Hasil wawancara dengan ITPC Johannesburg, diperoleh informasi dukungan Pemerintah Afrika Selatan bagi masuknya produk Indonesia ke Kawasan tersebut. 91
1.
ITPC Johannesburg bekerjasama dengan KBRI Pretoria pada bulan Juni 2011, menyelenggarakan road show komoditi karet dan CPO serta melakukan pameran dan pertemuan dengan pelaku usaha di Johannesburg, Afrika Selatan. ITPC Johannesburg mengusulkan pula untuk memasukkan beberapa produk lainnya dalam kegiatan road show. Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah dalam rangka memperkenalkan produk ekspor andalan Indonesia dengan mempertemukan langsung para produsen dengan pembeli potensial di Afrika Selatan.
2.
Saran agar pengusaha mendisain produk dan kemasan minyak goreng yang diekspor sesuai dengan kondisi cuaca negara tujuan. Karena produk minyak goreng yang di ekspor ke Afrika Selatan mengalami penurunan kualitas akibat perbedaan suhu sehingga menyebabkan produk tersebut mengalami pembekuan dan terdapat endapan di dalam kemasan minyak goreng tersebut.
3.
Produk yang dapat bersaing di pasar Afrika Selatan antara lain CPO, karet, kopi, produk lampu swabalas dan kendaraan bermotor. Produk-produk tersebut selama ini dapat masuk ke pasar Afrika Selatan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh instansi berwenang dalam bidang impor di Afrika Selatan. Hasil wawancara dengan pihak Chamber of Commerce and Industry
Johannesburg (JCCI) juga mengungkapkan peluang perdagangan Indonesia Ke Afrika Selatan. Peluang tersebut dalam bentuk: 4.
Pemerintah Afrika Selatan memberikan insentif kepada eksportir dalam bentuk penyediaan fasilitas pameran, marketing, konsultasi dan mengadakan kunjungan delegasi dagang ke beberapa negara.
5.
Jarak bukan merupakan rintangan dalam melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Hal terpenting yang menjadi perhatian adalah produk yang kompetitif dan jasa logistik yang representatif.
6.
JCCI Afrika Selatan membutuhkan informasi produk unggulan Indonesia yang akan ditawarkan kepada pasar Afrika Selatan dan menawarkan kerjasama perdagangan yang lebih luas dimasa yang akan datang.
92
5.4.4.4. Hambatan Pasar Afrika Selatan Hambatan pasar terkait dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh para eksportir. Berdasarkan The International Trade Administration Act (UU No 71 tahun 2002) semua perdagangan ke Afrika Selatan dikontrol dalam hal izin (Lisensi impor), sistem impor dan barang yang diimpor. Kontrol terhadap impor dibuat dengan tujuan untuk: (1) memastikan kepatuhan terhadap persyaratan keselamatan dan kesehatan, lingkungan serta sesuai dengan ketentuan perjanjian internasional, (2) membatasi kompetisi di pasar dalam negeri dengan impor barang bekas, dan (3) memastikan barang-barang yang masuk ke pasar Afrika Selatan tidak mengikis industri manufaktur dalam negeri. Menteri bidang perdagangan dan industri memiliki kekuasaan mengatur impor dan ekspor.
Larangan dan kontrol diterapkan terhadap asal barang,
penggunaan akhir, rute transportasi, bagaimana mereka yang diimpor atau diekspor, tujuan penggunakan serta metode atau proses produksi. Izin impor melalui permintaan tertulis disertai dengan informasi tambahan yang diperlukan. Permohonan impor selanjutnya dipelajari oleh International Trade and Administration Commission (ITAC), untuk pemberian rekomendasi pengeluaran. Dalam keadaan luar biasa (misalnya rawan pangan) dan dengan memperhatikan perjanjian internasional Afrika Selatan, Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dapat melarang impor produk pertanian, atau melakukan ekspor barang-barang pertanian. Secara umum, Afrika Selatan tidak memberlakukan kuota impor, kecuali untuk barang-barang yang dikendalikan oleh Protokol Montreal, dan Konvensi 1998 tentang bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan obat-obatan terlarang. Quota impor untuk produk pertanian, tekstil dan pakaian dikeluarkan oleh Departemen Pertanian setiap tiga bulan atau dua-tahunan. Importir pelamar harus terdaftar di SARS dan Department Trade and Industry (DTI). Kuota Sebagian besar (70 persen) dialokasikan secara historis, 20 persen dialokasikan untuk UKM dan importir baru, dan 10 persen untuk BEE importir (perusahaan yang memenuhi syarat di bawah Broad-Berbasis Pemberdayaan Ekonomi Black Act) (Undangundang Nomor 53 Tahun 2003).
93
Informasi dari kunjungan ke ITPC Johannesburg, tentang hambatan lain terkait dengan produk ekspor Indonesia adalah: 1.
Produk impor asal Indonesia tidak dapat bersaing dengan produk impor asal China di pasar Afrika Selatan. Sedangkan produk hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan tidak dapat bersaing karena Afrika Selatan merupakan produsen dan eksportir potensial untuk komoditi hasil pertanian.
2.
Tindak penipuan oleh masyarakat Indonesia terhadap pengusaha di Afrika Selatan (yang menjanjikan pengiriman barang dari Indonesia dengan mekanisme perdagangan melalui internet), dapat merusak citra Indonesia di Afrika Selatan dan menurunkan tingkat kepercayaan pembeli di Afrika Selatan dalam menjalin kerjasama perdagangan dengan pelaku usaha Indonesia. Wawancara dengan Department of Trade and Industry Afrika Selatan
(DTI) diperoleh informasi tentang hambatan ekspor ke Afrika Selatan, diantaranya: 1.
Tarif impor di Afrika Selatan berkisar 0-45% dengan beberapa pengecualian, meskipun Afrika Selatan mematuhi Harmonised System yang berlaku secara internasional. Tarif dan biaya tambahan untuk barang impor ditetapkan atas dasar nilai FOB.
2.
Adanya kebijakan non tarif seperti:
Port Health Services bertanggung jawab dalam memonitor dan mengevaluasi semua produk makanan, kosmetik, desinfektan, dan zat berbahaya ke Cape Barat melalui pelabuhan dan pengontrolan obat dan memantau kemungkinan masuknya semua penyakit yang serius di Afrika Selatan. Penyakit-penyakit menular tersebut termasuk demam kuning, kolera, wabah, dan sindrom pernafasan akut parah (SARS).
Impor
makanan
diperiksa
secara
acak
untuk
mengantisipasi
kemungkinan masuknya bahan beracun atau berbahaya pada semua pelabuhan pintu masuk. Saat barang dibongkar biasanya dikeluarkan dari pelabuhan setelah mendapatkan pengesahan dari otoritas pelabuhan sesuai ketentuam Disinfectants Act, 54 of 1972.
94
Setiap
produk
makanan
dan
minuman
yang
diimpor
wajib
mencantumkan label dalam Bahasa Inggris dan mencantumkan kandungan nilai gizi pada kemasan makanan dan minuman yang diekspor ke Afrika Selatan.
Informasi hambatan ekspor lain diperoleh dari Chamber of Commerce and Industry Johannesburg (JCCI). Afrika Selatan menerima beberapa kunjungan delegasi dagang dari negara-negara Asean seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam yang bisa menjadi kompetitor Indonesia dalam memasuki pasar Afrika Selatan. Afrika Selatan juga telah melakukan kerjasama perdagangan bebas dengan Turkey, Rusia, Switzerland, EFTA, Kanada, India dan China. Meskipun dengan China, pihak JCCI khawatir kerjasama perdagangan bebas akan membawa dampak terhadap industri domestik di Afrika Selatan, namun, JCCI tetap berkomitmen dan mendukung sepenuhnya kerjasama yang telah ditandatangani tersebut.
95
BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK
Setelah diketahui produk dan pasar potensial menggunakan metode TPI (trade performance indicator), serta status daya saing masing-masing produk di setiap
pasar
potensial,
maka
tahap
selanjutnya
dicari
strategi
untuk
mengembangkan ekspor produk unggulan ke pasar potensial di Afrika dan Asia. Metode analisis regresi menggunakan data panel, dipilih untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap nilai ekspor produk unggulan. Melalui variabel-variabel berpengaruh tersebut, bisa dirumuskan strategi dan kebijakan untuk meningkatkan ekspor.
Strategi dan kebijakan untuk
mengembangkan ekspor juga dirumuskan berdasarkan pengalaman empiris ekportir, akademisi, birokrat dan asosiasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indept interview) dan FGD (focus group discussion). 6.1.
Model Ekspor Komoditas Unggulan Nilai ekspor komoditas unggulan diduga menggunakan model gravity.
Pada model gravity, jarak menjadi variabel utama, disamping variabel penduga lainnya seperti volume ekspor, GDP dan nilai tukar. Dalam kajian ini variabel jarak dimodifikasi menjadi jarak ekonomi (economic distance) dengan rumus seperti yang terdapat didalam metode kajian, yaitu menggabungkan antara jarak geografis dengan GDP. Secara logika GDP dan jarak bisa memberikan pengaruh bersama. Jarak mencerminkan biaya transportasi, sedangkan GDP mencerminkan kemampuan membayar.
Sehingga negara yang saling berjauhan, intensitas
perdagangannya bisa tinggi, apabila mampu membayar biaya transpor. Kelompok negara yang dianalisis menggunakan grafity, sesuai dengan pasar potensial masing-masing komoditas yaitu: (1) olahan dari tepung (khusus pasar Afrika), (2) tembakau (khusus pasar Afrika), (3) minuman (khusus pasar Asia), (4) ikan olahan (khusus pasar Asia), (5) coklat olahan (gabungan pasar Afrika dan Asia), (6) ikan segar dan beku (gabungan pasar Afrika dan Asia), serta (7) berbagai makanan olahan (pasar Afrika dan Asia). Pasar di Afrika meliputi
96
Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius serta Maroko. Pasar di Asia yaitu negara Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka. Model akhir grafity diperoleh melalui beberapa tahap analisis, seperti yang disebutkan dalam metode kajian.
Dalam pembahasan ini hanya disampaikan
model akhir yang terbaik, dengan nilai ekspor sebagai variabel endogen. Taraf nyata variabel eksogen menggunakan angka 20 persen artinya variabel eksogen dianggap berpengaruh nyata bila memiliki nilai probabilitas kurang dari 0,2 (tingkat kesalahan 20%). Dari hasil analisis (Lampiran 4), ditunjukkan bahwa nilai Adjusted Rsquared (R-square tertimbang), seluruh model diatas 0,80, artinya variabel penduga yang digunakan bisa menjelaskan terjadinya fluktuasi nilai ekspor komoditas prioritas. Namun apabila dilihat per individu, ada beberapa komoditas yang semua variabel penjelasnya memiliki probabilitas lebih besar dari 0,2 (P>0,2), artinya tidak ada variabel yang berpengaruh nyata. Sehingga secara individu tidak bisa dibuat satu kebijakan.
Komoditas yang tidak memiliki
variabel eksogen (variabel penduga) yang berpengaruh adalah nilai ekspor olahan dari tepung (di pasar Afrika) (Tabel 42). Tabel 42 sampai Tabel 44 menampilkan koefisien variabel penduga nilai ekspor komoditas prioritas di pasar Asia, Afrika maupun di kedua wilayah Asia dan Afrika.
Model yang digunakan merupakan model ekponensial, sehingga
koefisien variabel penduga sekaligus menunjukkan elastisitas dari nilai ekspor komoditas terhadap variabel tersebut. Di Pasar Asia semua variabel penduga berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditas minuman dan ikan olahan, kecuali variabel penduga GDP (Tabel 42). Nilai GDP tidak berpengaruh terhadap ekspor ikan olahan. Nilai tukar dan jarak ekonomi keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor minuman dan ikan olahan, dengan arah yang positif. Variabel nilai tukar yang dipakai adalah nilai tukar tiap negara terhadap US$. Semakin tinggi nilai tukar menunjukkan nilai tukar mata uang negara tujuan makin lemah (yang sekaligus mencerminkan nilai tukar rupiah terhadap US$ yang juga semakin lemah). Hubungan yang positif menunjukkan bahwa bila terjadi penurunan nilai tukar rupiah (depresiasi), maka nilai ekspor akan meningkat. Fenomena ini sesuai
97
dengan teori kuantitas ekspor. Depresiasi nilai tukar menyebabkan harga di luar negeri menjadi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pasar dalam negeri, sehingga ekspor akan naik. Bila terjadi depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 1 (satu) persen, maka nilai ekspor minuman naik 2475,45 persen, dan nilai ekspor ikan olahan naik 10682,46 persen. Jarak ekonomi memiliki hubungan negatif dengan nilai ekspor minuman, namun berhubungan positif dengan nilai ekspor ikan olahan. Jika jarak ekonomi naik sebesar 1 persen, nilai ekspor minuman akan turun 0,62 persen dan nilai ekspor ikan olahan naik 2,47 persen. akan naik masing-masing sebesar 0,056 persen untuk nilai ekspor minuman dan 0,041persen untuk nilai ekspor ikan olahan.
Tabel 42. Variabel penduga ekspor komoditas prioritas di Pasar Asia Variabel penduga EVOL GDP XRATE ECODIS C R-squared
Minuman
Ikan olahan
Koefisien
Probabilitas
Koefisien
Probabilitas
0,603614
0,0000
1,580536
0,0001
182,2654
0,0129
-543,7951
0,3456
2475,454
0,0120
10682,46
0,0278
-0,618425
0,0564
2,464512
0,0406
-39443,44
0,2255
-2742186, 0,0033 0,909926
0,979258
Adjusted Rsquared
0,976492
0,882211
Pada model penduga ekspor olahan tepung ke pasar Afrika, tidak ada variabel penduga yang berpengaruh terhadap nilai ekspor. Sebaliknya pada model penduga ekspor tembakau, hanya ada satu variabel yang tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor, yaitu variabel ECODIS (ecodistance - jarak ekonomi) (Tabel 43). GDP dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif terhadap nilai ekspor tembakau.
98
Tabel 43. Variabel Penduga Ekspor Komoditas Prioritas di Pasar Afrika Variabel penduga
Olahan dari tepung
Tembakau
Koefisien
Probabilitas
Koefisien
Probabilitas
EVOL
1,724891
0,0000
2,064428
0,0000
GDP
-1381,257
0,3463
5681,150
0,0031
XRATE
1859,688
0,2132
-20593,76
0,0033
ECODIS
-0,736299
0,4872
8,984911
0,2079
C
216201,3
0,4530
-1413107,
0,1907
R-squared
0,958515
0,909926
0,941230
0,882211
Adjusted Rsquared
Tabel 44. Variabel Penduga Ekspor Komoditas Prioritas di Pasar Asia dan Afrika Variabel Coklat olahan Ikan segar dan beku Makanan olahan penduga Koefisie Probabilita Koefisie Probabilita Koefisie Proba n s n s n bilitas 0,000 EVOL 2,471239 0,0000 0,626954 0,0000 2,585165 0 0,016 GDP 6,897382 0,0013 4068,158 0,0247 274,1439 9 - 0,011 XRATE 299,3115 0,1412 2819,979 0,0033 14869,37 3 0,012 ECODIS 1087,448 0,1027 1,492336 0,0155 0,835421 0 0,479 C 1852461, 0,0016 1048721, 0,0372 100019,3 6 R0,867189 squared 0,965019 0,933134 Adjusted R0,820705 squared 0,956899 0,929020 6.2.
Strategi dan Kebijakan Pengembangan Diversifikasi Pasar dan Produk Hasil dari analisis TPI, CMSA, EPD, kajian empiris dan pemodelan
gravity, digunakan untuk menyusun strategi dan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan diversifikasi pasar dan produk.
99
Hasil analisis EPD (ekspor product dynamic) ekspor komoditas unggulan di pasar terpilih, masih banyak yang berada dalam status loss opportunity. Kondisi loss opportunity sangat tidak diinginkan karena eksportir Indonesia kehilangan kesempatan untuk ikut menjadi suplyer ke negara-negara yang pertumbuhan pasarnya tinggi.
Demikian juga, hasil CMSA (constant market
share anlysis), sebagian pasar daya saing produk semakin menurun. Hambatan ekspor, terutama ke wilayah Afrika dan Asia, yang terungkap dari wawancara dan FGD (focus group discussion) dengan eksportir responden, umumnya bersumber dari daya saing harga.
Kondisi infrastruktur, biaya energi yang semakin
meningkat, serta pungutan yang tidak transparan, menyebabkan biaya produksi menjadi mahal. Sedangkan dari model gravity diperoleh variabel-variabel yang dapat meningkatkan ekspor ke wilayah pasar Afrika da Asia.
Berdasarkan
keseluruhan hasil analisis, maka strategi dan kebijakan yang bisa diusulkan untuk melakukan pengembangan pasar seperti diuraikan berikut ini. 1.
Pengembangan pasar difokuskan pada 7 (tujuh) negara yang memiliki potensi perkembangan pasar tinggi yaitu Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Nigeria, Arab, Oman dan Yordania. Pasar di negara Maroko dan Srilanka meskipun terpilih sebagai pasar potensial pada analisis tahap I (yaitu analisis berdasarkan trade performans index), namun pada analisis EPD (export produk dynamic), status pertumbuhan pasar di kedua negara tersebut sudah menurun.
2.
Peningkatan status pasar ekspor produk dari loss opportunity menjadi rising star. Di tujuh pasar terpilih, seluruh (tujuh) komoditas prioritas berstatus rising star dan loss opportunity, kecuali komoditi olahan dari tepung di negara Oman (berstatus falling star atau sudah menurun). Strategi perdagangan terutama ditekankan pada upaya peningkatan status dari loss opportunity menjadi rising star yaitu: (1) di Aljazair untuk komoditas tembakau dan minuman, (2) di Mauritius untuk komoditas tembakau, (3) di Nigeria untuk komoditas coklat olahan dan ikan segar & beku, (4) di Arab Saudi untuk komoditas makanan olahan, olahan dari tepung dan tembakau, (5) di Oman untuk komoditas tembakau dan minuman, serta (6) di Yordania untuk komoditas tembakau.
100
3.
Kebijakan yang mendorong petani untuk menanam kakao, dan kebijakan untuk menghambat alih fungsi lahan dari tanaman kakao ke tanaman kelapa sawit.
Permintaan pasar kakao dunia relatif tinggi, sementara
semakin banyak kebun kakao yang dialih fungsikan ke kebun kelapa sawit.
Kebijakan moratorium pembukaan kebun kelapa sawit perlu
diperkuat dengan kemudahaan penggunaan lahan untuk perkebunan kakao. 4.
Stabilitas nilai tukar. Hasil FGD mengungkapkan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah (baik naik atau turun), tidak memberikan keamanan bagi pengusaha. Hasil analisis grafity, juga menunjukkan bahwa variabel nilai tukar berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor, kecuali pada produk olahan dari tepung. Pengaruh nilai tukar positif pada produk coklat olahan, ikan segar dan beku, ikan olahan, serta minuman. Sedangkan pada produk Makanan olahan dan tembakau, pengaruhnya negatif.
Artinya
peningkatan nilai tukar (apresiasi) rupiah terhadap US dollar, akan meningkatkan nilai ekspor produk coklat olahan, ikan segar dan beku, ikan olahan, serta minuman; sebaliknya akan menurunkan nilai ekspor makanan olahan dan tembakau. Perbedaan respon nilai tukar terhadap nilai ekspor beberapa komoditas prioritas, mengisyaratkan bahwa apresiasi maupun depresiasi nilai rupiah akan ada dampak negatifnya. Sehingga yang paling aman adalah menjaga agar nilai tukar tidak fluktuatif. 5.
Kebijakan energi murah.
Energi merupakan input produksi yang
menentukan daya saing. Seperti pemerintah China yang melarang ekspor batubara, agar ketersediaan energi dalam negeri terjamin, dengan harga yang relatif murah. Meskipun penerimaan pemerintah China dari ekspor batubara berkurang, namun penerimaan ekspor dari produk olahan meningkat, karena daya saingnya tinggi.
Ekpor produk olahan juga
memberikan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ekspor bahan mentah. 6.
Pembangunan infrastruktur, terutama untuk mengurangi biaya transportasi. Ekportir dari Manado, harus melalui pelabuhan Jakarta, sebelum di ekspor ke negara tujuan. Rute ini menyebabkan jarak yang ditempuh menjadi semakin panjang dan waktu di perjalanan semakin lama. Pembangunan
101
pelabuhan ekspor lebih diperluas mendekati daerah penghasil produkproduk ekspor, seperti Manado. 7.
Mengurangi pungutan liar.
Reformasi birokrasi yang terkait dengan
ekpor, perlu dilakukan seperti yang dilakukan oleh Kementrian Keuangan, bisa menjadi contoh untuk mengurangi pungutan liar di lembaga pemerintah lainnya yang terkait dengan ekspor. 8.
Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, teknologi dan informasi terkait dengan produk yang diperlukan oleh negara tujuan ekspor. Beberapa negara mensyaratkan komoditas yang diekspor dengan kualifikasi tertentu, yang hanya bisa dikerjakan oleh SDM dengan kemampuan kualifikasi tersebut.
9.
Komoditas coklat olahan dan minuman berhubungan negatif dengan variabel ecodistance, sehingga lebih diutamakan ke negara-negara yang relatif dekat dengan Indonesia.
Sebaliknya komoditas Ikan olahan, ikan
segar dan beku serta makanan olahan yang berhubungan positif dengan variabel ecodistance, bisa diekspor ke negara-negara yang relatif jauh dari Indonesia, namun memiliki tingkat GDP tinggi.
102
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1.
Analisis TPI (trade performance index) tahap pertama berdasarkan indikator nilai impor dari dunia dan dari Indonesia tahun 2009, pertumbuhan rata-rata nilai impor tahun 2004-2009 dari dunia dan dari Indonesia, serta rata-rata tarif impor di negara tujuan diperoleh hasil negara potensial untuk diversifikasi pasar ekspor dan kelompok komoditas sebagai berikut:
di kawasan Afrika adalah Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius dan Maroko; dengan empat kelompok komoditas unggulan yaitu perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya, makanan dan minuman olahan serta Kulit dan Produk Kulit;
di kawasan Asia adalah Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka; dengan tiga kelompok komoditas unggulan yaitu perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya, serta kelompok makanan dan minuman olahan.
2.
Analisis TPI tahap kedua berdasarkan indikator nilai impor dari Indonesia tahun 2010, dan pertumbuhan nilai impor tahun 2009-2010 di pasar tujuan (hasil tahap pertama) diperoleh hasil produk yang potensial untuk diversifikasi ekspor yaitu:
produk prioritas di Afrika adalah olahan dari tepung, coklat olahan, tembakau, ikan segar dan beku serta produk berbagai makanan olahan;
produk prioritas di Asia adalah coklat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, ikan olahan serta produk minuman.
3.
Analisis EPD (export product dynamic) menunjukkan kinerja perdagangan Indonesia di pasar potensial (poin 1) untuk produk prioritas (poin 2), menunjukkan tidak seluruhnya memiliki performa yang baik:
Di Maroko dan Srilanka semua produk berstatus falling star (pertumbuhan pasar relatif rendah namun pertumbuhan ekspor dari 103
Indonesia relatif tinggi) dan retreat (pertumbuhan pasar relatif rendah yang diikuti oleh pertumbuhan ekspor dari Indonesia yang juga relatif rendah), kecuali untuk produk minuman yang statusnya loss opportunity
(pertumbuhan
permintaan
relatif
tinggi
namun
pertumbuhan ekspor dari Indonesia masih rendah) di Maroko
Di pasar Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Nigeria, Arab Saudi dan Oman
serta
Yordania,
seluruh
produk
berstatus
rising
star
(pertumbuhan permintaan tinggi diimbangi dengan pertumbuhan ekspor dari Indonesia yang juga tinggi)
Dua produk dominan berstatus loss opportunity.
Kedua komoditi
tersebut adalah Tembakau (di pasar Aljazair, Mauritius, Arab Saudi dan Oman serta Yordania) serta minuman (di pasar Aljazair, dan Oman)
Di Pasar Arab Saudi disamping tembakau, produk lainnya yang berstatus lost opportunity adalah makanan olahan dan olahan dari tepung.
4.
Produk yang memiliki peningkatan daya saing pada periode 2007-2010 (tandanya positif) hasil analisis CMSA (constant market share analysis) adalah: produk coklat olahan di Nigeria dan Srilanka; produk ikan segar dan beku di Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan Jordan; Produk olahan dari tepung dan tembakau di pasar yang sama yaitu Maroko, Nigeria, dan Srilanka; Produk Minuman di pasar Afrika Selatan dan Jordania; produk ikan olahan di Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi, Aljazair, Oman dan Jordan.
5.
Berdasarkan hasil wawancara dan FGD, hambatan ekspor meliputi: kesulitan memperoleh bahan baku atau bahan baku mahal; fluktuasi nilai tukar; harga tidak kompetitif akibat mahalnya biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar dan listrik, serta infrastruktur jalan yang masih kurang; pungutan liar; Tarif bea masuk di negara tujuan; Fluktuasi harga di pasar dunia; keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi; Tarif
104
impor bahan baku tinggi, Prosedur di bea cukai terlalu rumit, serta kurangnya promosi. 6.
Pertumbuhan makroekonomi di UEA, menjadi indikator daya beli yang semakin meningkat dan potensi impor dari Indonesia yang semakin tinggi. Ekspor produk perikanan segar dan beku yang melonjak tajam, menunjukkan daya saing yang semakin baik.
GCC (termasuk UEA)
merupakan pasar produk makanan halal terbesar di dunia. Persyaratan teknis yang sangat ketat dan biasanya menjadi kegagalan produk Indonesia dalam pengujian laboratorium adalah penggunaan bahan makanan dan kadaluarsa. 7.
Di pasar Afrika Selatan, jarak yang jauh bukan merupakan rintangan dalam melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Hal terpenting yang menjadi perhatian adalah produk yang kompetitif dan jasa logistik yang representatif.
8.
Analisis model gravity, variabel volume ekspor, GDP, nilai tukar dan ecodistance berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor produk, kecuali olahan dari tepung.
Di kawasan Afrika semua variabel penduga berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditas tembakau, coklat olahan, ikan segar (dan beku) serta makanan olahan, kecuali variabel ECODIS (ecodistance-jarak ekonomi) terhadap nilai ekspor tembakau.
Di Kawasan Asia, semua variabel penduga berpenyaruh nyata terhadap nilai ekspor komoditas minuman, ikan olahan, coklat olahan, ikan segar (dan beku) serta makanan olahan, kecuali variabel GDP (gross domestic product) terhadap nilai ekspor ikan olahan
7.2. Saran dan Rekomendasi 1.
Produk prioritas di Afrika adalah olahan dari tepung, coklat olahan, tembakau, ikan segar dan beku serta produk berbagai makanan olahan;
105
2.
Produk prioritas di Asia adalah coklat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, ikan olahan serta produk minuman.
3.
Agar lebih fokus, diversifikasi pasar terutama ditujukan ke negara mitra dagang berstatus rising star (negara Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Arab Saudi dan Oman) dan loss opportunity (di pasar Aljazair, Mauritius, Arab Saudi, Oman dan Yordan untuk produk tembakau; dan di pasar Aljazair, Maroko, dan Oman untuk produk minuman)
4.
Perlu adanya kerjasama bilateral dengan negara-negara potensial mengenai penurunan tarif bea masuk, standar, dan hambatan lainnya untuk lebih mempermudah akses masuk produk-produk ekspor prioritas. Selain itu perlu juga untuk menurunkan tarif impor bahan baku khususnya untuk produk makanan olahan.
5.
Perlu diselenggarakan promosi dan pameran yang intensif di negaranegara potensial untuk memperkenalkan produk-produk prioritas ekspor serta pengenalan budaya negara tujuan terkait dengan konsumsi produk tersebut.
6.
Diperlukan stabilitas nilai tukar, karena peningkatan nilai tukar meskipun dapat meningkatkan nilai ekspor di beberapa produk, namun nilai ekspor produk lainnya turun, atau sebaliknya.
7.
Peningkatan daya saing produk melalui kerjasama lintas kementerian yang terkait dengan energi, infrastruktur, ketenagakerjaan, industri, dan pertanian.
106
DAFTAR PUSTAKA Areethamsirikul, S. 2006. The Impact of ASEAN Enlargement Intra-ASEAN Trade: Gravity Mode Approach. The Indonesian Quarterly, 34(2):176192. Armington, P.A. 1969. A Theory of Demand for Products Distinguished by Place of Production. International Monetary Fund Staff Papers, 16 (5): 159-78. Aprilianda, W.D. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intra Industry Trade (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aswicahyono, H. dan M.E. Pangestu. 2000. Indonesia's Recovery: Exports and Regaining Competitiveness. Volume 38 Thn 2000 No 4 Austria, M.S. 2004. The Pattern of Intra-ASEAN Trade in the Priority Goods Sectors. Final Main Report, 3/006e: 1-176. ASEAN Secretariat. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Industri Besar dan Menegah. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Balassa, B. 1965, Trade Liberalization and ‘Revealed’ Comparative Advantage, Manchester School. Vol.33. Baltagi, B. H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. John Wiley & Sons, LTD, The Atrium, Southerm Gate, Chichester West Sussex PO198SQ. Departemen Keuangan. 2009. Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal 2009. www.fiskal.depkeu.go.id. [diakses 24 Februari 2009] Departemen Perdagangan. Neraca Perdagangan Indonesia. www.depdag.go.id Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Estherhuizen, D. 2006. Measuring and Analyzing Competitiveness in the Agribusiness Sector: Methodological and Analytical Framework. University of Pretoria. Firdaus, A.H. 2011. ASEAN Plus Three: Kinerja Perdagangan dan Dampak Free Trade Area (FTA) terhadap Perekonomian Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics. McGraw-Hill, Boston. Hsiao, C. 2003. Analysis of Panel Data. Cambridge Univ. Press.
107
Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Buku Kesatu. Ghalia Indonesia. Jakarta. Head, K. 2003. Gravity for Beginners. University of British Columbia. Canada. Hertel. 1997. Global Trade Analysis, Modeling and Applications. Cambridge University Press, New York. Hertel dan Tsigas. 1997. Structure of GTAP. Global Trade Analysis, Modeling and Applications. Cambridge University Press, New York. International Monetary Fund. 2008. World Economic Outlook: Financial Stress, Downturns, and Recoveries. International Monetary Fund, Washington DC Ito, K., dan M. Umemoto. 2004. Intra-Industry Trade in the ASEAN Region:The Case of the Automotive Industry. ASEAN Auto Project, 04-8: 1-38. Kotabe, M dan Kristian, H. 2001. Global Marketing Management. Second Edition. John Wiley and Sons, Inc, New York Kurniawan, K. 2007. Posisi Bersaing Komoditi Agribisnis Utama Indonesia Dibandingkan dengan Cina dan ASEAN di Pasar Internasional. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Krugman, P. 1991. Increasing Returns and Economic Geography, Journal of Political Economy, University of Chicago Press, vol. 99(3), pages 483-99, June. Krugman dan Obstfeld. 2000. International Economics Theory and Policy. An imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Massachosetts. Mankiw, Gregory N. 2000. Teori Makro Ekonomi. Edisi Keempat. Penerbit Erlangga, Jakarta Menon, J. 1996. How Realible are Intra Industry Trade Measures as Indicators of Adjusment Cost. Centre of Policy Studies/IMPACT Centre, Monash University, Melbourne. Oktaviani, R. .2008. Pola dan Dinamika Perdagangan Indonesia-Timur Tengah dan Indonesia-Meksiko; Kajian Awal Analisis Dampak FTA. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Haris Munandar [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Sibarani, M.H.M. 2002. Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.
108
Stephenson, S. M. 1994. The Uruguay Round and Its Benefit to Indonesia. Ministry of Trade, Republic of Indonesia, Jakarta. Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca PembayaranTeori dan Temuan Empiris. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Todaro, M.P. and S.C. Smith. 1993. Economic Development. Pearson Addison Wesley, New York. Wild, J.J, K.L. Wild, dan J.C.Y., Han. 2000. International Business an Integration Approach. Prentice Hal, New Jersey WEF/IMD. 2010. The World Competitiveness Report, World Economic Forum and Institute for Management Development, Geneva and Lausanne. World
Integrated Trade Solution. 2010. Commodity https://wits.worldbank.org/wits/ [12 Desember 2010].
Trade.
109
Lampiran 1. CMSA Efek Perdagangan Dunia Komponen
Afsel
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
2004-2007 Coklat Olahan
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
2,533,942,817
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
13,386,940,710
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
2,321,699,686
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
6,607,916,964
Tembakau
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
6,909,359,797
Minuman
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
1,325,264,301
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
13,933,786,935
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
763,847,132
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
5,274,165,301
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
2,209,738,006
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
3,121,721,095
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
4,214,497,329
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
560,660,088
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
6,460,679,835
Ikan Segar & Beku Makanan olahan Olahan dari tepung
Ikan Olahan 2007-2010 Coklat Olahan Ikan Segar & Beku Makanan olahan Olahan dari tepung Tembakau Minuman Ikan Olahan
110
Lampiran 2. CMSA Efek Daya Saing Produk 2004-2007 Coklat Olahan Ikan Segar & Beku Makanan olahan Olahan tepung Tembakau
Afrika Selatan
Aljazair
Maroko
Mauritius
Nigeria
Arab Saudi
Oman
Sri Lanka
Yordania
-80,635,680 10,221,734 -103,702 -43,437,650 -16,995,987
-57,124,186 41,723 0 6,005 -66,299,423
-1,291,561 201 -2,794 -332,426 -27,655,108
-3,753,311 -105,662,617 -1,174,284 -34,746,746 0
-6,848,563 0 -237,326,864 -13,080,483 0
-5,873,079 -4,219,013 -303,484,295 -111,957,341 0
-10,157,196 171,180 50,535 -5,855,021 0
-82,300,712 -52,672,139 -3,788,955 -11,089,647 -65,944,220
-1,048,118,494 -9,116,226 -310,318 -167,281,374 0
Minuman
-11,842,046
0
0
-877
-11,778,308
-941,777
-30,627,508
-11,090,552
33,890
Ikan Olahan
-15,851,485
188,174
3,032,292
-28,168,895
-5,033,270
-640,660,075
-30,248,090
-89,028,356
-3,300,516
Coklat Olahan
-21,170,006
-436,307
0
-76,527,930
35,400
-21,331,993
-155,792
5,569,086
-355,648,737
Ikan segar dan beku
-39,884,297
-35,479,172
-7,712
43,372,330
28,224
9,004,391
2,787,801
386,413,517
2,597,265
-200,064
0
-168
-3,081,141
-336,981,396
-539,035,793
-1,991,763
-3,218,166
-25,037,034
-45,123,470
-236,854
482,542
-12,714,862
234,640
-114,027,927
-3,417,858
6,392,165
-19,338,848
-1,202,451
-32,950,619
242,194
0
480,654
0
0
361,462,954
0
121,030
0
0
0
-953,922
-4,725,152
-32,323,016
-185,077
424,338
37,798,821
8,118,529
-7,226,886
-2,564,096
-9,475,782
108,305,640
172,920
7,057,005
30,231
2007-2010
Makanan Olahan Olahan dari Tepung Tembakau Minuman Ikan Olahan
111
Lampiran 3. Hasil Analisis EPD 2007-2010 Coklat Olahan Negara Afsel Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Growth Growth Posisi (X) (Y) Pasar 32.37 11.24 RS 135.64 3.15 RS -25.00 -8.11 RT 202.01 8.94 RS 0.00 6.61 LO 71.45 3.64 RS 116.05 13.53 RS 57.12 -14.26 FS 32.37 11.24 RS Tembakau
Negara Afsel Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Growth Growth Posisi (X) (Y) Pasar 158.61 11.24 RS -38.17 3.15 LO -6.07 -8.11 RT 0.00 8.94 LO 261.41 6.61 RS -25.00 3.64 LO 0.00 13.53 LO 31.61 -14.26 FS 0.00 9.52 LO
Ikan segar dan beku Growth Growth (X) (Y) 332.34 11.24 266.51 3.15 99.22 -8.11 105.82 8.94 -50.00 6.61 424.40 3.64 265.92 13.53 181.64 -14.26 497.23 9.52
Makanan Olahan
Posisi Pasar RS RS FS RS LO RS RS FS RS
Growth Growth (X) (Y) 21.545 11.243 33.01 3.15 -44.23 -8.11 15.09 8.94 167.10 6.61 -6.13 3.64 20.06 13.53 -8.91 -14.26 27.05 9.52
Minuman Growth (X) 58.25 -25.00 0.00 444.20 37451.52 62.87 -49.77 237569.63 339.81
Growth (Y) 11.24 3.15 -8.11 8.94 6.61 3.64 13.53 -14.26 9.52
Posisi Pasar RS RS RT RS RS LO RS RT RS
Olahan dari tepung Growth (X) 27.95 23.29 -44.80 7.50 152.08 -8.50 1.32 11.31 29.55
Growth (Y) 11.24 3.15 -8.11 8.94 6.61 3.64 -14.26 -4.73 9.52
Posisi Pasar RS RS RT RS RS LO FS FS RS
Ikan Olahan Posisi Pasar RS LO LO RS RS RS LO FS RS
Growth (X) 255.20 150.59 55.99 100.11 18.40 72.17 48.66 11.04 224.66
Growt h (Y) 11.24 3.15 -8.11 8.94 6.61 3.64 13.53 -14.26 9.52
Posisi Pasar RS RS FS RS RS RS RS FS RS
X: nilai impor dari Indonesia/nilai impor dari dunia untuk tiap komoditi Y: nilai impor dari Indonesia/nilai impor dari dunia untuk seluruh komodit RS: risng star, RT: retreat; FS: falling star; LO: lost opportunity
112
Lampiran 4.
1.
Tahapan dan hasil olahan model gravity penduga nilai ekspor komoditas unggulan
Komoditas Olahan dari tepung di pasar Afrika
Correlated Random Effects - Hausman Test Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
10.671478
4
0.0305
Var(Diff.)
Prob.
1.293243 0.016522 775.765864 247516.857995 34580922.2033 184.178513 17 0.890420 119.199025
0.0012 0.0029
Cross-section random effects test comparisons: Variable EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
Fixed 1.709865 2258.001703 2342.855286 1.204547
Random
0.6674 0.9770
Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
-633758.5 1.709865 2258.002 -2342.855 1.204547
1487125. 0.246172 1054.228 5981.595 10.94201
-0.426164 6.945800 2.141853 -0.391677 0.110085
0.6735 0.0000 0.0417 0.6985 0.9132
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.954975 0.941122 175624.2
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion
494693.9 723781.0 27.20712
113
Hasil Akhir Komoditas Olahan dari tepung di pasar Afrika Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Swamy and Arora estimator of component variances Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
1.724891 -1381.257 1859.688 -0.736299 216201.3
0.323511 1437.815 1454.261 1.043365 283406.7
5.331790 -0.960664 1.278786 -0.705696 0.762866
0.0000 0.3463 0.2132 0.4872 0.4530
Effects Specification S.D. Cross-section random Period fixed (dummy variables) Idiosyncratic random
Rho
0.054423
0.0000
178884.0
1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.958515 0.941230 175463.0 55.45250 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
494693.9 723781.0 7.39E+11 1.608259
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.958515 7.39E+11
Mean dependent var Durbin-Watson stat
494693.9 1.608259
114
2.
Komoditas tembakau di pasar Afrika
Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01 Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
1.290594 6.339025
d.f.
Prob.
(4,26) 4
0.2994 0.1752
Hasil Akhir Komoditas tembakau di pasar Afrika Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
2.064428 5681.150 -20593.76 8.984911 -1413107.
0.239053 1741.459 6362.356 6.957025 1051825.
8.635847 3.262292 -3.236813 1.291487 -1.343482
0.0000 0.0031 0.0033 0.2079 0.1907
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.909926 0.882211 1.101756 32.83141 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
-0.534712 3.271417 31.56050 2.213770
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.826463 8.14E+12
Mean dependent var Durbin-Watson stat
526104.8 1.433953
115
3.
Komoditas minuman di pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
13.509241 39.353721
(4,26) 4
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
0.603614 182.2654 2475.454 -0.618425 -39443.44
0.022588 112.6120 1511.825 0.508981 52057.03
26.72259 1.618526 1.637394 -1.215026 -0.757697
0.0000 0.1160 0.1120 0.2338 0.4545
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.979258 0.976492 127466.7 4.87E+11 -458.4116 354.0846 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
495833.9 831365.8 26.48066 26.70285 26.55736 0.729938
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
54.036964
4
0.0000
Var(Diff.)
Prob.
0.000305 126914.94963 182.265395 7 5572316.1214 2475.453656 02 -0.618425 1.656993
0.0000
Cross-section random effects test comparisons: Variable EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
Fixed 0.522287 -161.217049 1378.656373 -0.844464
Random 0.603614
0.3350 0.1025 0.8606
116
Cross-section random effects test equation: Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
340185.1 0.522287 -161.2170 -1378.656 -0.844464
265765.9 0.022283 362.8613 2535.552 1.324423
1.280018 23.43867 -0.444294 -0.543730 -0.637609
0.2118 0.0000 0.6605 0.5913 0.5293
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.993262 0.991189 78039.05 1.58E+11 -438.7347 479.0856 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
495833.9 831365.8 25.58484 25.98479 25.72290 2.270710
117
Hasil Akhir Komoditas minuman di pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
0.603614 182.2654 2475.454 -0.618425 -39443.44
0.013829 68.94456 925.5864 0.311614 31870.93
43.64789 2.643652 2.674471 -1.984587 -1.237599
0.0000 0.0129 0.0120 0.0564 0.2255
Effects Specification Cross-section random Idiosyncratic random
S.D. 0.006574 78039.05
Rho 0.0000 1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.979258 0.976492 127466.7 354.0846 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
495833.9 831365.8 4.87E+11 0.729938
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.979258 4.87E+11
Mean dependent var Durbin-Watson stat
495833.9 0.729938
118
4.
Komoditas Ikan olahan di pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
23.314317 53.311528
(4,26) 4
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME XRATE GDP ECODISTANCE C
0.626814 -116411.7 11618.31 34.53795 922091.4
0.472373 53167.02 3176.203 15.24669 2392798.
1.326947 -2.189546 3.657923 2.265276 0.385361
0.1945 0.0365 0.0010 0.0309 0.7027
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.617536 0.566540 3795564. 4.32E+14 -577.1922 12.10967 0.000006
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
4359797. 5765036. 33.26813 33.49032 33.34483 0.200794
119
Hasil Akhir Komoditas minuman di pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME XRATE GDP ECODISTANCE C
1.580536 -543.7951 10682.46 2.464512 -2742186.
0.350071 566.0417 4583.440 1.143474 849003.1
4.514901 -0.960698 2.330664 2.155284 -3.229889
0.0001 0.3456 0.0278 0.0406 0.0033
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.948026 0.932034 1558903. 59.28153 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4143153. 4386511. 6.32E+13 0.919496
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.911372 1.00E+14
Mean dependent var Durbin-Watson stat
4359797. 0.533987
120
5.
Komoditas Coklat di pasar Afrika dan pasar Asia
Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 10 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME ECODISTANCE GDP XRATE C
2.560792 -16.33705 -850.8232 -3941.639 4527332.
0.257108 4.101324 1389.238 13447.49 1266323.
9.959999 -3.983359 -0.612439 -0.293113 3.575180
0.0000 0.0002 0.5427 0.7705 0.0007
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.963487 0.955011 455845.8 1.16E+13 -1003.609 113.6704 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1114535. 2149145. 29.07455 29.52425 29.25318 1.287277
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
12.836515 78.357898
(9,56) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME ECODISTANCE GDP XRATE C
2.475965 0.846217 -105.7271 626.3155 -290515.3
0.132411 0.464694 575.5637 2179.832 300331.6
18.69903 1.821022 -0.183693 0.287323 -0.967315
0.0000 0.0732 0.8548 0.7748 0.3370
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.888161 0.881279 740507.7 3.56E+13 -1042.788 129.0486 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1114535. 2149145. 29.93681 30.09742 30.00060 0.398174
121
Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME ECODISTANCE GDP XRATE C
2.471239 -6.897382 -299.3115 -1087.448 1852461.
0.200802 2.604524 307.0314 1240.938 742107.0
12.30687 -2.648231 -0.974857 -0.876312 2.496219
0.0000 0.0105 0.3338 0.3846 0.0155
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.965019 0.956899 405413.8 118.8378 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1082630. 1660355. 9.20E+12 1.186796
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.959947 1.28E+13
Mean dependent var Durbin-Watson stat
1114535. 1.099208
122
Hasil Akhir Komoditas Coklat olahan di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME ECODISTANCE GDP XRATE C
2.471239 -6.897382 -299.3115 -1087.448 1852461.
0.283111 2.042195 200.5421 655.4909 556683.2
8.728880 -3.377435 -1.492512 -1.658983 3.327677
0.0000 0.0013 0.1412 0.1027 0.0016
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.965019 0.956899 405413.8 118.8378 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1082630. 1660355. 9.20E+12 1.186796
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.959947 1.28E+13
Mean dependent var Durbin-Watson stat
1114535. 1.099208
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 23.314317 53.311528
d.f.
Prob.
(4,26) 4
0.0000 0.0000
123
6.
Komoditas Ikan segar dan beku di pasar Afrika dan pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
12.919870 78.663381
(9,56) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 10 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
0.626954 4068.158 2819.979 1.492336 -1048721.
0.028098 1336.494 4300.817 0.895815 619518.1
22.31304 3.043903 0.655684 1.665898 -1.692801
0.0000 0.0034 0.5143 0.1005 0.0953
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.933134 0.929020 1494917. 1.45E+14 -1091.963 226.7750 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2180459. 5611101. 31.34179 31.50240 31.40558 1.314876
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
113.661544
4
0.0000
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.287592 0.626954 6744.577809 4068.158304
0.001552 8487429.980240
0.0000 0.3583
Test Summary Cross-section random
** WARNING: estimated cross-section random effects variance is zero. Cross-section random effects test comparisons: Variable EXPORTVOLUME GDP
Fixed
124
XRATE ECODISTANCE
4727.552954 2819.978695 -2.291404 1.492336
742323775.583075 68.047129
0.9442 0.6465
Cross-section random effects test equation: Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 10 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
115361.4 0.287592 6744.578 4727.553 -2.291404
2574947. 0.043014 3026.774 27373.39 8.267400
0.044801 6.685939 2.228306 0.172706 -0.277161
0.9644 0.0000 0.0299 0.8635 0.7827
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.978265 0.973219 918243.6 4.72E+13 -1052.631 193.8843 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2180459. 5611101. 30.47517 30.92487 30.65380 1.039496
125
Hasil Akhir Komoditas ikan segar dan beku di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 10 Swamy and Arora estimator of component variances Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
0.626954 4068.158 2819.979 1.492336 -1048721.
0.072351 1769.302 924.0364 0.600013 492921.1
8.665414 2.299301 3.051805 2.487171 -2.127563
0.0000 0.0247 0.0033 0.0155 0.0372
Effects Specification Cross-section random Idiosyncratic random
S.D. 0.000000 918243.6
Rho 0.0000 1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.933134 0.929020 1494917. 226.7750 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2180459. 5611101. 1.45E+14 1.314876
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.933134 1.45E+14
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2180459. 1.314876
126
7.
Komoditas Makanan olahan di pasar Afrika dan pasar Asia
Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 9 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE DISTANCE C
2.725069 344.9023 -21827.94 1.412698 92870.30
0.663601 300.5013 4518.216 0.987658 351612.1
4.106488 1.147756 -4.831097 1.430351 0.264127
0.0005 0.2646 0.0001 0.1681 0.7944
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.726845 0.631241 44399.09 3.94E+10 -334.6469 7.602662 0.000161
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
30325.29 73114.42 24.47478 24.85541 24.59114 2.538102
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
9.328169 24.504085
(3,20) 3
0.0005 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 9 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE DISTANCE C
2.537652 -46.11751 628.3293 -0.051346 11843.76
0.852226 150.0715 493.9379 0.070827 55359.93
2.977674 -0.307304 1.272082 -0.724944 0.213941
0.0067 0.7614 0.2161 0.4758 0.8325
R-squared
0.344641
Mean dependent var
30325.29
127
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.230665 64129.92 9.46E+10 -346.8990 3.023814 0.038485
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
73114.42 25.13564 25.37354 25.20837 2.538259
Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 9 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE DISTANCE C
2.571158 194.8799 -12473.79 1.024827 -17768.67
0.379461 157.5422 4703.567 0.679817 253892.8
6.775818 1.237002 -2.651985 1.507503 -0.069985
0.0000 0.2304 0.0153 0.1473 0.9449
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.821329 0.758795 39450.56 13.13398 0.000003
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
32376.65 76419.54 3.11E+10 2.413384
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.663317 4.86E+10
Mean dependent var Durbin-Watson stat
30325.29 2.819556
128
Hasil Akhir Komoditas Makanan olahan di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE DISTANCE C
2.585165 274.1439 -14869.37 0.835421 100019.3
0.215264 105.2426 5327.097 0.302348 138829.6
12.00929 2.604877 -2.791271 2.763112 0.720446
0.0000 0.0169 0.0113 0.0120 0.4796
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.867189 0.820705 1.045055 18.65573 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.866107 2.453272 21.84281 2.437109
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.689913 4.48E+10
Mean dependent var Durbin-Watson stat
30325.29 2.811772
129
Lampiran 5. 1.
Tahapan dan hasil olahan model gravity penduga nilai ekspor komoditas unggulan
Komoditas Olahan dari tepung di pasar Afrika
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ01 Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
10.671478
4
0.0305
Var(Diff.)
Prob.
0.016522 247516.85799 775.765864 5 34580922.203 184.178513 317 0.890420 119.199025
0.0012
Test Summary Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
Fixed 1.709865 2258.001703 2342.855286 1.204547
Random 1.293243
0.0029 0.6674 0.9770
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
-633758.5 1.709865 2258.002 -2342.855 1.204547
1487125. 0.246172 1054.228 5981.595 10.94201
-0.426164 6.945800 2.141853 -0.391677 0.110085
0.6735 0.0000 0.0417 0.6985 0.9132
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.954975 0.941122 175624.2 8.02E+11 -467.1245 68.93290 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
494693.9 723781.0 27.20712 27.60706 27.34518 1.939880
130
Hasil Akhir Komoditas Olahan dari tepung di pasar Afrika Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Swamy and Arora estimator of component variances Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
1.724891 -1381.257 1859.688 -0.736299 216201.3
0.323511 1437.815 1454.261 1.043365 283406.7
5.331790 -0.960664 1.278786 -0.705696 0.762866
0.0000 0.3463 0.2132 0.4872 0.4530
Effects Specification S.D. Cross-section random Period fixed (dummy variables) Idiosyncratic random
Rho
0.054423
0.0000
178884.0
1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.958515 0.941230 175463.0 55.45250 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
494693.9 723781.0 7.39E+11 1.608259
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.958515 7.39E+11
Mean dependent var Durbin-Watson stat
494693.9 1.608259
131
2.
Komoditas tembakau di pasar Afrika
Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01 Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
1.290594 6.339025
d.f.
Prob.
(4,26) 4
0.2994 0.1752
Hasil Akhir Komoditas tembakau di pasar Afrika Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
2.064428 5681.150 -20593.76 8.984911 -1413107.
0.239053 1741.459 6362.356 6.957025 1051825.
8.635847 3.262292 -3.236813 1.291487 -1.343482
0.0000 0.0031 0.0033 0.2079 0.1907
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.909926 0.882211 1.101756 32.83141 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
-0.534712 3.271417 31.56050 2.213770
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.826463 8.14E+12
Mean dependent var Durbin-Watson stat
526104.8 1.433953
132
3.
Komoditas minuman di pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
13.509241 39.353721
(4,26) 4
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
0.603614 182.2654 2475.454 -0.618425 -39443.44
0.022588 112.6120 1511.825 0.508981 52057.03
26.72259 1.618526 1.637394 -1.215026 -0.757697
0.0000 0.1160 0.1120 0.2338 0.4545
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.979258 0.976492 127466.7 4.87E+11 -458.4116 354.0846 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
495833.9 831365.8 26.48066 26.70285 26.55736 0.729938
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
54.036964
4
0.0000
Var(Diff.)
Prob.
0.000305 126914.94963 182.265395 7 5572316.1214 2475.453656 02 -0.618425 1.656993
0.0000
Cross-section random effects test comparisons: Variable EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
Fixed 0.522287 -161.217049 1378.656373 -0.844464
Random 0.603614
0.3350 0.1025 0.8606
133
Cross-section random effects test equation: Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
340185.1 0.522287 -161.2170 -1378.656 -0.844464
265765.9 0.022283 362.8613 2535.552 1.324423
1.280018 23.43867 -0.444294 -0.543730 -0.637609
0.2118 0.0000 0.6605 0.5913 0.5293
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.993262 0.991189 78039.05 1.58E+11 -438.7347 479.0856 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
495833.9 831365.8 25.58484 25.98479 25.72290 2.270710
134
Hasil Akhir Komoditas minuman di pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
0.603614 182.2654 2475.454 -0.618425 -39443.44
0.013829 68.94456 925.5864 0.311614 31870.93
43.64789 2.643652 2.674471 -1.984587 -1.237599
0.0000 0.0129 0.0120 0.0564 0.2255
Effects Specification Cross-section random Idiosyncratic random
S.D. 0.006574 78039.05
Rho 0.0000 1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.979258 0.976492 127466.7 354.0846 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
495833.9 831365.8 4.87E+11 0.729938
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.979258 4.87E+11
Mean dependent var Durbin-Watson stat
495833.9 0.729938
135
4.
Komoditas Ikan olahan di pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
23.314317 53.311528
(4,26) 4
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME XRATE GDP ECODISTANCE C
0.626814 -116411.7 11618.31 34.53795 922091.4
0.472373 53167.02 3176.203 15.24669 2392798.
1.326947 -2.189546 3.657923 2.265276 0.385361
0.1945 0.0365 0.0010 0.0309 0.7027
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.617536 0.566540 3795564. 4.32E+14 -577.1922 12.10967 0.000006
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
4359797. 5765036. 33.26813 33.49032 33.34483 0.200794
136
Hasil Akhir Komoditas minuman di pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 5 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME XRATE GDP ECODISTANCE C
1.580536 -543.7951 10682.46 2.464512 -2742186.
0.350071 566.0417 4583.440 1.143474 849003.1
4.514901 -0.960698 2.330664 2.155284 -3.229889
0.0001 0.3456 0.0278 0.0406 0.0033
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.948026 0.932034 1558903. 59.28153 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4143153. 4386511. 6.32E+13 0.919496
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.911372 1.00E+14
Mean dependent var Durbin-Watson stat
4359797. 0.533987
137
5.
Komoditas Coklat di pasar Afrika dan pasar Asia
Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 10 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME ECODISTANCE GDP XRATE C
2.560792 -16.33705 -850.8232 -3941.639 4527332.
0.257108 4.101324 1389.238 13447.49 1266323.
9.959999 -3.983359 -0.612439 -0.293113 3.575180
0.0000 0.0002 0.5427 0.7705 0.0007
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.963487 0.955011 455845.8 1.16E+13 -1003.609 113.6704 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1114535. 2149145. 29.07455 29.52425 29.25318 1.287277
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
12.836515 78.357898
(9,56) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME ECODISTANCE GDP XRATE C
2.475965 0.846217 -105.7271 626.3155 -290515.3
0.132411 0.464694 575.5637 2179.832 300331.6
18.69903 1.821022 -0.183693 0.287323 -0.967315
0.0000 0.0732 0.8548 0.7748 0.3370
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.888161 0.881279 740507.7 3.56E+13 -1042.788 129.0486 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1114535. 2149145. 29.93681 30.09742 30.00060 0.398174
138
Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME ECODISTANCE GDP XRATE C
2.471239 -6.897382 -299.3115 -1087.448 1852461.
0.200802 2.604524 307.0314 1240.938 742107.0
12.30687 -2.648231 -0.974857 -0.876312 2.496219
0.0000 0.0105 0.3338 0.3846 0.0155
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.965019 0.956899 405413.8 118.8378 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1082630. 1660355. 9.20E+12 1.186796
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.959947 1.28E+13
Mean dependent var Durbin-Watson stat
1114535. 1.099208
139
Hasil Akhir Komoditas Coklat olahan di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME ECODISTANCE GDP XRATE C
2.471239 -6.897382 -299.3115 -1087.448 1852461.
0.283111 2.042195 200.5421 655.4909 556683.2
8.728880 -3.377435 -1.492512 -1.658983 3.327677
0.0000 0.0013 0.1412 0.1027 0.0016
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.965019 0.956899 405413.8 118.8378 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1082630. 1660355. 9.20E+12 1.186796
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.959947 1.28E+13
Mean dependent var Durbin-Watson stat
1114535. 1.099208
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 23.314317 53.311528
d.f.
Prob.
(4,26) 4
0.0000 0.0000
140
6.
Komoditas Ikan segar dan beku di pasar Afrika dan pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
12.919870 78.663381
(9,56) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 10 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
0.626954 4068.158 2819.979 1.492336 -1048721.
0.028098 1336.494 4300.817 0.895815 619518.1
22.31304 3.043903 0.655684 1.665898 -1.692801
0.0000 0.0034 0.5143 0.1005 0.0953
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.933134 0.929020 1494917. 1.45E+14 -1091.963 226.7750 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2180459. 5611101. 31.34179 31.50240 31.40558 1.314876
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
113.661544
4
0.0000
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.287592 0.626954 6744.577809 4068.158304 4727.552954 2819.978695 -2.291404 1.492336
0.001552 8487429.980240 742323775.583075 68.047129
0.0000 0.3583 0.9442 0.6465
Test Summary Cross-section random
** WARNING: estimated cross-section random effects variance is zero. Cross-section random effects test comparisons: Variable EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
Fixed
Cross-section random effects test equation:
141
Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 10 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE
115361.4 0.287592 6744.578 4727.553 -2.291404
2574947. 0.043014 3026.774 27373.39 8.267400
0.044801 6.685939 2.228306 0.172706 -0.277161
0.9644 0.0000 0.0299 0.8635 0.7827
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.978265 0.973219 918243.6 4.72E+13 -1052.631 193.8843 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2180459. 5611101. 30.47517 30.92487 30.65380 1.039496
142
Hasil Akhir Komoditas ikan segar dan beku di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 10 Swamy and Arora estimator of component variances Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE ECODISTANCE C
0.626954 4068.158 2819.979 1.492336 -1048721.
0.072351 1769.302 924.0364 0.600013 492921.1
8.665414 2.299301 3.051805 2.487171 -2.127563
0.0000 0.0247 0.0033 0.0155 0.0372
Effects Specification Cross-section random Idiosyncratic random
S.D. 0.000000 918243.6
Rho 0.0000 1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.933134 0.929020 1494917. 226.7750 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2180459. 5611101. 1.45E+14 1.314876
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.933134 1.45E+14
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2180459. 1.314876
143
7.
Komoditas Makanan olahan di pasar Afrika dan pasar Asia
Dependent Variable: EXPORTVALUE Method: Panel Least Squares Date: 11/29/11 Time: 19:30 Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 9 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE DISTANCE C
2.725069 344.9023 -21827.94 1.412698 92870.30
0.663601 300.5013 4518.216 0.987658 351612.1
4.106488 1.147756 -4.831097 1.430351 0.264127
0.0005 0.2646 0.0001 0.1681 0.7944
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.726845 0.631241 44399.09 3.94E+10 -334.6469 7.602662 0.000161
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
30325.29 73114.42 24.47478 24.85541 24.59114 2.538102
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
9.328169 24.504085
(3,20) 3
0.0005 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 9 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE DISTANCE C
2.537652 -46.11751 628.3293 -0.051346 11843.76
0.852226 150.0715 493.9379 0.070827 55359.93
2.977674 -0.307304 1.272082 -0.724944 0.213941
0.0067 0.7614 0.2161 0.4758 0.8325
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.344641 0.230665 64129.92 9.46E+10 -346.8990 3.023814
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
30325.29 73114.42 25.13564 25.37354 25.20837 2.538259
144
Prob(F-statistic)
0.038485
Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 9 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE DISTANCE C
2.571158 194.8799 -12473.79 1.024827 -17768.67
0.379461 157.5422 4703.567 0.679817 253892.8
6.775818 1.237002 -2.651985 1.507503 -0.069985
0.0000 0.2304 0.0153 0.1473 0.9449
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.821329 0.758795 39450.56 13.13398 0.000003
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
32376.65 76419.54 3.11E+10 2.413384
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.663317 4.86E+10
Mean dependent var Durbin-Watson stat
30325.29 2.819556
145
Hasil Akhir Komoditas Makanan olahan di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EXPORTVOLUME GDP XRATE DISTANCE C
2.585165 274.1439 -14869.37 0.835421 100019.3
0.215264 105.2426 5327.097 0.302348 138829.6
12.00929 2.604877 -2.791271 2.763112 0.720446
0.0000 0.0169 0.0113 0.0120 0.4796
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.867189 0.820705 1.045055 18.65573 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.866107 2.453272 21.84281 2.437109
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.689913 4.48E+10
Mean dependent var Durbin-Watson stat
30325.29 2.811772
146