Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK (Strategy and Programmes of Livestock Development in Indonesia) SJAMSUL BAHRI Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jl. Harsono RM No. 3, Jakarta Selatan
ABSTRACT The purpose of livestock industry development is to improve programme quality based on using local resources, to develop competitive and sustainable livestock industry, to develop national livestock system capable to provide domestic demands and to improve farmers welfare. The livestock development programme is therefore directed to improve quantity and quality of animal breeds, develop breeding farming to increase population, productivity and production of livestock, improving and maintaining animal health status, improving food safety according to ASUH (safe, healthy, wholesome and halal) and improving prime services for farmers. Problems are faced presently including beef production is not increasing significantly, milk production is far from the expectation, production processes are depended on imports, prevention of the strategic infectious diseases is not optimal and low warranty for food safety. In order to achieve the target and to overcome the problems, the government is undertaking some action plans, such as implementation of seven operational procedures for Acceleration of Achieving Beef Selfsufficiency (P2SDS) through artificial insemination, natural breeding, breed supply, local feed/integrated feed supply, reproduction disorder/animal health, institutional and human resources development in 18 provinces; implementation of Breeding Action Programmes, optimalisation use of local material for feed (palm oil kernel, rice straw etc) and grassland in 27 provinces, implementing poultry compartments and zonation, controlling and erradicating strategic infectious animal diseases of bird flu and other Major Infectious Animal Disease (PHMU), prevention of exotic diseases (such as FMD and BSE), and providing infrastructures, certification farming units and professional butchers. The development strategy for environmental friendly of livestock agribussines consists 2 livestock development programmes, including (1) the use of animal BIOGAS programme with local communities and (2) development of ANIMAL – PLANTS INTEGRATED SYSTEM. Key Words: Strategy, Development, Livestock ABSTRAK Pembangunan peternakan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan program yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya lokal untuk membangun peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan serta membangun sistem peternakan nasional yang mampu memenuhi kebutuhan terhadap produk peternakan dan mensejahterakan peternak. Oleh karena itu program pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak, mengembangkan usaha budidaya dalam rangka meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak, meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan, meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) dan meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah produksi daging sapi belum meningkat secara nyata, produksi susu masih jauh dari harapan, proses produksi masih bergantung pada produk impor, penanganan penyakit hewan menular strategis belum optimal dan masih rendahnya jaminan keamanan pangan asal ternak. Untuk mencapai sasaran dan mengatasi permasalahan tersebut, maka pemerintah melakukan beberapa program aksi, antara lain pelaksanaan 7 langkah operasional P2SDS (IB, kawin alam, penyediaan bibit, pakan lokal/integrasi, gangguan reproduksi/Keswan, kelembagaan dan SDM) di 18 Propinsi; pelaksanaan Program Aksi Perbibitan, optimalisasi penggunaan bahan baku pakan lokal (bungkil sawit, onggok, jerami, dll) dan padang penggembalaan di 27 propinsi, penerapan kompartemen dan zoning perunggasan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular strategis Flu burung dan PHMU lainnya serta perlindungan hewan dari penyakit eksotik (PMK dan BSE), serta fasilitasi sarana dan prasarana serta pelaksanaan sertifikasi unit usaha dan juru sembelih. Strategi pengembangan agribisnis peternakan ramah lingkungan meliputi 2 program pengembangan peternakan, yaitu (1) program pemanfaatan BIOGAS ternak bersama masyarakat (Program BATAMAS) dan (2) pengembangan SISTEM INTEGRASI TERNAK-TANAMAN. Kata Kunci: Strategi, Pengembangan, Ternak
4
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
VISI DAN MISI Sebagai salah satu direktorat teknis di lingkup Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan menetapkan VISI pembangunan peternakan untuk menjadi Direktorat Jenderal yang profesional dalam mewujudkan peternakan berbasis sumber daya lokal, berdaya saing dan berkelanjutan untuk mencukupi pangan hewani dan meningkatkan kesejahteraan peternak. MISI Direktorat Jenderal Peternakan meliputi (1) menyelenggarakan dan menggerakkan pengembangan: perbibitan, budidaya ternak ruminansia, budidaya ternak non-ruminansia, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; (2) merumuskan dan melaksanakan kebijakan bidang peternakan; serta (3) meningkatkan profesionalisme dan integritas dalam penyelenggaraan administrasi publik. Tujuan umum pembangunan peternakan adalah meningkatkan kualitas kebijakan dan program yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya lokal untuk membangun peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan serta membangun sistem peternakan nasional yang mampu memenuhi kebutuhan terhadap produk peternakan dan mensejahterakan peternak. Sementara itu tujuan khusus pembangunan peternakan tersebut adalah (1) meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak, (2) mengembangkan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak, (3) meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan, (4) meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) dan (5) meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan. Kelembagaan Direktorat Jenderal Peternakan Secara umum kelembagaan Direktorat Jenderal Peternakan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi dibagi menjadi dua kelompok yaitu struktural dan fungsional. Kelembagaan struktural lebih fokus dalam menetapkan kebijakan, peraturan, perencanaan dan program pembangunan peternakan. Sedangkan kelembagaan fungsional bertugas
untuk melaksanakan berbagai kegiatan teknis yang sesuai dengan fungsinya. Pengelompokan kelembagaan di lingkup Direktorat Jenderal Peternakan adalah sebagai berikut: 1. Direktorat Jenderal Peternakan (Struktural) 2. Sekretariat Direktorat Jenderal Peternakan 3. Direktorat Teknis: Perbibitan, Budidaya Ternak Ruminansia, Budidaya Ternak Non Ruminansia, Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner Kelembagaan pendukung (fungsional) 1. Fungsi Perbibitan/budidaya: BBIB Singosari, BBPTU Sapi Perah Baturraden, BPTU Babi Kerbau Siborong-borong, BPTU Sapi Potong Padang Mangatas, BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam, Sembawa, BPTU Kambing, Domba dan Itik Pelaihari, BPTU Sapi Aceh Indrapuri, BPTU Sapi Bali, BIB Lembang, BET Cipelang, BPMPT-Bekasi 2. Fungsi Keswan/Kesmavet: BBVet Wates Yogya, BBVet Maros Sulsel, BB Vet Denpasar, Bali, BPPV Reg I Medan, BPPV Reg II Bukittinggi, BPPVet Reg III Lampung, BPPV Reg V Banjarbaru, BBPMSOH Gunungsindur, Pusvetma, BPMPP- Bogor Alur pikir pembangunan peternakan nasional di lingkup Direktorat Jenderal Peternakan terlihat pada Gambar 1. Berdasarkan visi dan misinya maka Direktorat Jenderal Peternakan melaksanakan fungsinya yang terdiri dari perbibitan, budidaya ternak ruminansia, budidaya ternak non-ruminansia, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner untuk mencapai tujuan pembangunan peternakan berupa meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak; populasi, produktivitas dan produksi ternak; status kesehatan hewan; jaminan keamanan pangan hewani; dan pelayanan masyarakat peternakan. Kemudian Prioritas Pembangunan Peternakan ditetapkan sebagai Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS) 2010; restrukturisasi perunggasan; pengendalian Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS); PAH-ASUH; dan revitalisasi persusuan.
5
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
ALUR PIKIR
FUNGSI • Perbibitan • Budidaya Ternak Ruminansia • Budidaya Ternak Non Ruminansia • Kesehatan Hewan • Kesehatan Masyarakat Veteriner
TUJUAN • Meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak • Meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak • Meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan • Meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH • Meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan
PRIORITAS • P2SDS 2010 • Restrukturisasi Perunggasan • PHMS • PAH ASUH • Revitalisasi Persusuan
Gambar 1. Alur pikir pembangunan peternakan di lingkup Direktorat Jenderal Peternakan
Potensi ternak Indonesia Pada tahun 2008 tercatat populasi ternak di Indonesia sebanyak 11,9 juta ekor (sapi potong); 0,4 juta ekor (sapi perah); 2,2 juta ekor (kerbau); 15,8 juta ekor (kambing); 10,39 juta ekor (domba); 0,5 juta ekor (babi); 0,5 juta ekor (kuda); 1.075,9 juta ekor (ayam ras pedaging); 116,5 juta ekor (ayam petelur); 287,1 juta ekor (ayam buras); dan 36,9 juta ekor (itik). Seluruh jenis ternak tersebut tersebar diberbagai propinsi di Indonesia sesuai dengan strata populasinya (Tabel 1).
− Penyerapan tenaga kerja 3,31 juta orang − Produktivitas tenaga kerja Rp. 12,31 juta/tahun/orang Populasi (juta ekor) − Sapi potong dan perah (12,62); kerbau (2,40); kambing dan domba (22,66). babi (6,95); kuda (0,39) − Ayam pedaging dan petelur (1.363,34 ); ayam buras (298,65); itik (40,69). Produksi daging, telur dan susu (000 ton)
Sasaran pembangunan peternakan pada Tahun 2009 Makro − PDB Rp. 40.120 M. (Pertumbuhan PDB 4,51%) − Kebutuhan investasi Rp. 5.884 M; (dari APBN 758 M)
6
− Daging: sapi potong (371); kerbau (40); kambing (67); domba (58); babi (227); kuda (2); ayam buras (320); ayam petelur (68); ayam pedaging (1.338); itik (28) − Telur: ayam buras (186); ayam ras (1.073); itik (216) − Susu: (627)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 1. Peta potensi ternak (2008) berdasarkan propinsi Populasi (ekor) Sapi potong < 3 – 2 juta = 2 – 1 juta = 1 – 0,5 juta = 0,5 – 0,4 juta Sapi perah < 150 – 100 ribu = 5 – 1 ribu Kerbau < 400 – 300 = 300 – 200 = 200 – 100 Kambing < 3 – 2 juta = 2 – 1 juta = 1 – 0,5 juta Domba < 5 – 2,5 juta = 2,5 – 1 juta = 1 – 0,5 juta Babi < 1,5 – 1 juta = 1 – 0,5 juta Kuda < 150 – 100 ribu = 100 – 50 ribu = 50 – 10 ribu Ayam buras < 40 - 30 juta < 40 - 30 juta = 20 - 10 juta Ayam ras petelur > 30 - 20 juta = 30 - 20 juta = 10 - 5 juta Ayam ras pedaging > 200 - 100 juta = 100 - 50 juta = 50 - 25 juta Itik > 4 - 3 juta = 3 - 2 juta = 2 - 1 juta
Propinsi (lokasi) Jatim Jateng Sulsel, Bali, Sumsel, NTT NTB, Sumbar, Lampung Jatim, Jateng, Jabar DI Yogya, Sumut, DKI, Sulsel NAD Sumut, Sumbar NTB, Banten, Jabar, NTT, Sulsel, Jateng, Sumsel Jateng, Jatim Jabar NAD, Lampung, Banten, Sumut, Sumsel, Sulsel, NTT Jabar Jateng dan Jatim Banten NTT, Kepri, Sumut Bali, Sulsel, Papua Sulsel, NTT NTB Jatim, Jabar, Jateng, Sulbar Jatim, Jateng, Jabar Sumsel, Sumut, Yogya NAD, Sulsel, Lampung, Kalsel Jatim Jabar Sumut, Sumsel, Sumbar
Konsumsi protein (g/kapita/hari) − Daging : 3,73 − Telur : 1,96 − Susu : 0,71 Tabel 2 menggambarkan perkembangan populasi berbagai jenis ternak di Indonesia dari tahun 2005 s/d 2008. Secara umum populasi ternak mengalami peningkatan yang lamban setiap tahunnya dari tahun 2005 s/d 2008. Populasi sapi potong, kambing, domba, ayam ras pedaging dan ayam ras petelur mengalami peningkatan masing-masing dari 10,57 – 11,87 juta ekor (sapi potong), 13,41 – 15,80 juta ekor (kambing), 8,33 – 10,39 juta ekor (domba), 811,19 – 1.075,89 juta ekor (ayam ras pedaging) dan 278,95 – 287,14 juta ekor (ayam ras petelur. Namun beberapa jenis ternak lainnya seperti sapi perah, kerbau, babi, kuda, ayam buras dan itik relatif lebih stabil atau tidak mengalami perubahan dalam kurun waktu yang sama. Begitupula populasi ternak khususnya babi, ayam ras pedaging dan ayam buras mengalami penurunan pada tahun 2006 – 2007, yaitu dari 7,09 – 6,71 juta ekor (babi), 972,22 – 891,67 juta ekor (ayam ras pedaging) dan 298,43 – 272,25 juta ekor (ayam buras). Begitupula perkembangan produksi daging, susu dan telur (Tabel 3) mengalami pertumbuhan yang lamban dari tahun 2005 s/d 2008. Kontribusi produksi daging untuk masing-masing jenis ternak penghasil daging terlihat pada Gambar 2. Ayam ras pedaging merupakan pemasok daging terbesar dibanding ternak lainnya yaitu mencapai 43% dari total produksi daging pada tahun 2008 sebesar 2,10 juta ton. Kemudian diikuti oleh ternak lainnya (25%) yang terdiri dari daging kerbau, kambing, domba, babi, kuda dan itik; sapi potong berkontribusi sebesar 17%, sedangkan ayam buras sebesar 15%.
Jabar, Jatim Jateng, Sumut Kaltim, Riau, DIY Jabar, Jateng, Kalsel NAD, Sumsel, Jatim,Sumut Sulsel, Sumbar
7
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 2. Realisasi dan sasaran populasi ternak tahun 2005 – 2009 (juta ekor) Komoditi
2005
2006
2007
2008*)
2009
Sapi potong
10,57
10,84
11,51
11,87
11,96
Sapi perah
0,36
0,38
0,38
0,41
0,39
Kerbau
2,13
2,20
2,09
2,19
2,40
Kambing
13,41
14,05
14,87
15,80
13,34
Domba
8,33
8,54
9,51
10,39
9,32
Babi
6,80
7,09
6,71
7,34
6,95
Kuda
0,39
0,40
0,40
0,46
0,39
Ayam pedaging
811,19
972,22
891,67
1.075,89
1.231,80
Ayam petelur
84,79
95,48
111,49
116,47
131,54
Ayam buras
278,95
298,43
272,25
287,14
298,65
Itik
32,40
34,61
35,86
36,93
40,69
*) Angka sementara Tabel 3. Realisasi dan sasaran produksi daging, telur dan susu tahun 2005 – 2009 (juta ton) Komoditi
2005
2006
2007
2008*)
2009
Daging
1,82
2,06
2,07
2,10
2,52
Telur
1,05
1,20
1,62
1,45
1,48
Susu
0,54
0,61
0,57
0,57
0,63
*) Angka sementara
Daging Lainnya 25 % (517,2 Rb Ton)
Dag. Ay Buras 15 % (307,2 RbTon)
Daging Sapi 17 % ( 352,4 Ribu Ton)
Dag. Ay. Ras Pedaging 43 % (921,8 Rb Ton) th 2003 41%
Gambar 2. Grafik share produksi daging sapi, ayam ras pedaging, ayam buras dan daging lainnya tahun 2008*) *) Angka sementara
8
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Konsumsi daging, telur dan susu nasional (Tabel 4 dan Gambar 3) pada tahun 2008 masing-masing sebesar 1,48 juta ton (daging); 1,36 juta ton (telur); dan 1,25 juta ton (susu) atau setara dengan 6,5 kg/kapita/tahun (daging); 6 kg/kapita/tahun (telur); dan 5,5 kg/kapita/tahun (susu). Tingkat konsumsi per kapita tersebut direncanakan meningkat cukup nyata pada tahun 2009 sebesar 7,83
kg/kapita/tahun (daging); 6,57 kg/kapita/tahun (telur); dan 8,06 kg/kapita/tahun (susu), sehingga akan dibutuhkan sebanyak 2,75 juta ton daging, 1,29 juta ton telur dan 1,87 juta ton susu. Meningkatnya sasaran kebutuhan protein hewani pada masa mendatang perlu diantisipasi dan kesiapan produktivitas dan produksi ternak sebagai penyedia protein bagi masyarakat (Gambar 4).
Tabel 4. Realisasi dan sasaran konsumsi daging, telur dan susu tahun 2005 – 2009 Komoditi Konsumsi nasional (juta ton) Daging Telur Susu Konsumsi perkapita (kg) Daging Telur Susu Konsumsi protein/kap/hari (g) Daging Telur Susu
2005
2006
2007
2008*)
2009
1,27 1,05 2,13
1,40 1,12 1,62
1,41 1,26 1,24
1,48 1,36 1,25
2,75 1,29 1,87
5,79 4,34 9,32
6,93 5,02 7,27
6,30 5,60 5,50
6,50 6,00 5,50
7,83 6,57 8,06
2,73 1,38 0,82
3,01 1,53 0,97
2,96 1,78 0,49
3,08 1,90 0,48
3,73 1,96 0,71
*) Angka sementara
12,0
10,0
8,0
6,0
4,0
2,0
-
2004
2005
2006
2007
2008 *)
Susu
9,5
9,3
11,1
5,5
5,5
Daging
6,3
5,8
6,3
6,3
6,5
Telur
4,7
4,3
5,0
5,6
6,0
Gambar 3. Grafik ketersediaan daging, telur dan susu kg/kapita/tahun 2004 – 2008 Tahun 2007* Angka sementara
9
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 -
2004
2005
2006
2007
2008 *)
Susu
0,83
0,82
0,97
0,49
0,48
Daging
2,97
2,73
3,01
2,96
3,08
Telur
1,48
1,38
1,53
1,78
1,90
Gambar 4. Grafik ketersediaan protein daging, telur dan susu g/kapital/hari 2004 – 2008 *) Angka sementara
Permasalahan dan kondisi pembangunan peternakan
Strategi mencapai sasaran
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan peternakan saat ini adalah: 1. Belum ada peningkatan yang signifikan dalam produksi daging sapi. Saat ini impor ternak dan daging sapi mencapai 30% dan cenderung meningkat. 2. Produksi daging dan telur ayam ras “sudah swasembada”, tapi proses produksi masih tergantung pada produk impor yang mencapai 65% (terdiri dari bibit, DOC, vaksin, dan bahan pakan). 3. Produksi susu dalam negeri masih jauh dari harapan untuk memenuhi permintaan yang mana lebih dari 70% bahan baku susu masih diimpor. 4. Belum optimalnya penanganan penyakit hewan menular strategis: Rabies, Hog Cholera, Anthrax, Brucellosis dan AI. 5. Masih rendahnya jaminan keamanan pangan hewan. Sekitar 18% yang memenuhi persyaratan Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dari target 80% pada akhir tahun 2009.
Untuk mencapai sasaran dan mengatasi permasalahan dalam pembangunan peternakan tersebut, maka pemerintah melakukan beberapa program aksi, antara lain: 1. Pelaksanaan 7 langkah operasional P2SDS (IB, Kawin Alam, Penyediaan Bibit, Pakan lokal/Integrasi, Gangguan Reproduksi/ Keswan, Kelembagaan dan SDM) di 18 Propinsi. 2. Pelaksanaan Program Aksi Perbibitan sampai dengan 2008: 7836 ekor. 3. Optimalisasi penggunaan bahan baku pakan lokal (bungkil sawit, onggok, jerami dll) dan padang penggembalaan di 27 Propinsi. 4. Penerapan kompartemen dan zoning perunggasan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular strategis flu burung dan PHMU lainnya serta perlindungan hewan dari penyakit eksotik (PMK dan BSE). 5. Fasilitasi sarana dan prasarana serta pelaksanaan sertifikasi unit usaha dan juru sembelih.
10
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Isu-isu strategis dalam menentukan kegiatan prioritas
II. Pengembangan SISTEM TERNAK TANAMAN
INTEGRASI
Kegiatan prioritas pembangunan peternakan ditentukan berdasarkan isu – isu strategis yang terjadi baik secara nasional maupun global. Kegiatan pembangunan peternakan terlihat pada Gambar 5. Isu – isu strategis tersebut antara lain: 1. Penyediaan daging, telur dan susu untuk konsumsi protein hewani. 2. Penyediaan lapangan kerja/penurunan kemiskinan melalui program SMD, LM3 dan Pemberdayaan Kelompok. 3. Pengembangan energi alternatif melalui pemanfaatan biogas 4. Pelestarian lingkungan melalui penyediaan pupuk organik 5. Pemanfaatan sumber pakan lokal melalui integrasi tanaman-ternak, bungkil inti sawit.
I. Program pemanfaatan biogas asal ternak bersama masyarakat (program BATAMAS) 1. Ternak sebagai penghasil PROTEIN (daging, susu dan telur). 2. Produk samping (side product) BIOGAS dan PUPUK ORGANIK Tabel 5. Potensi dari seluruh populasi ternak Indonesia Komoditas
Persentase (%)
Ternak ruminansia besar
74,72
Ternak ruminansia kecil
7,40
Non-ruminansia
7,38
Unggas
10,50 100
Strategi pengembangan agribisnis peternakan ramah lingkungan
Total potensi
Strategi pengembangan agribisnis peternakan ramah lingkungan meliputi 2 program pengembangan peternakan, antara lain: I. Program pemanfaatan BIOGAS ternak bersama masyarakat (program BATAMAS)
Biogas sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak tanah untuk keperluan mendesak di rumah tangga peternak
KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN TAHUN 2009
KEGIATAN UTAMA SAPI/KERBAU KADO/BABI
DAGING
AYAM ANEKA TERNAK AYAM ITIK PUYUH
SUSU
SAPI KAMBING
P2SDS Rest Unggas HMS ASUH SUSU
DUKUNGAN PELAKU USAHA
TELUR
1. 2. 3. 4. 5.
DUKUNGAN INSTITUSI
FOKUS KOMODITAS
SASARAN 2009 I. P2SDS 1. Populasi sapi potong 11,96 Juta ekor • Produksi daging DN:306,91 ribu ton • Produksi semen 2,72 juta dosis • ULIB baru 300 unit II. RESTRUKTURISASI PERUNGGASAN (RP) 1. Vaksinasi unggas 40 Juta dosis 2. Depopulasi dan kompensasi 200 ribu ekor. • Biosecurity 50 ribu liter • Restrukturisasi kawasan perunggasan 40 kelompok • Restrukturisasi pemeliharaan unggas 40 unit • Restrukturisasi pengembangan pakan lokal 10 unit III. PHMS • Vaksin Anthrax 50 ribu dosis. • Rabies 200 ribu dosis • Brucelosis 50 ribu dosis • Hog Chollera melalui surveilans 5 propinsi • Jembrana 50 ribu dosis IV. ASUH 1. Penerapan Kesrawan 15 RPH. • Pengamanan produk hewan 6 paket • Pembuatan TPU 18 Unit • Penataan kios daging unggas 24 Unit • Pembuatan RPUSK 8 Unit V. SUSU • Penjaringan pedet sapi perah dan pembibitan sapi perah 6 Kelompok
• Pengembangan kelembagaan sapi perah 1 paket
Gambar 5. Kegiatan pembangunan peternakan nasional pada tahun 2009
11
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 6. Potensi biogas asal ternak dan pupuk organik di Indonesia tahun 2004 Jenis ternak
Populasi (000 ekor)
Produksi KTS (t/tahun)
Produksi biogas setara minyak tanah (l/tahun)
Produksi pupuk organik (t/tahun)
Ruminansia Ruminansia besar Ruminansia kecil Non ruminansia Unggas Jumlah
13.680,00 21.688,00 7.021,00 1.283.164
65.855.490 59.918.400 (74,72%) 5.937.090(7,40%) 5.914.779 (7,40%) 8.423.897 (10,50%) 80.194.166 (100,00%)
3.292.774.500 2.995.907.375 296.867.125 295.738.969 421.194.837 4.009.708.306
26.342.196 23.967.360 2.374.836 2.365.911 3.369.558 32.077.660
Kotoran ternak segar = KTS
Empat ribu juta liter (setara minyak tanah) dengan nilai Rp. 11,0 triliun/tahun cukup untuk mensupplly 8,9 juta rumah tangga.
4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak. 5. Meningkatkan minat masyarakat untuk berusaha di bidang budidaya ternak ruminansia.
Pupuk organik
Strategi
Biogas per tahun
32 juta ton/tahun 6,4 juta hektar; Nilai: Rp. 11,2 Triliun/tahun Biogas untuk rumah tangga • Untuk mencukupi kebutuhan mendesak • Setara dengan jumlah minyak tanah 1,23 l/hari • Cukup disupply dengan jumlah ternak Tipe: biodigester • Tipe Kubah: Permanen pasangan batu kali, bata atau beton • Tipe Silinder: Bisa sederhana dari tong/ drum/plastik • Tipe Bejana: Sebagian pasangan batu/bata dan bagian atas terbuat dari plat besi (tahan karat) Program BATAMAS Tujuan 1. Memasyarakatkan pemanfaatan biogas dan pupuk organik (PO). 2. Mendorong perubahan pola pemeliharaan. 3. Mewujudkan peternakan yang bersih dan menghindari pencemaran lingkungan.
12
1. Penerapan teknologi biodigester, diterapkan pada peternak/kelompok ternak yang sudah menerapkan pola budidaya ternak yang semi intensif dan atau intensif. 2. Mendorong budidaya ternak yang masih ekstensif menjadi semi intensif dan kemudian intensif. 3. Mendorong tumbuhnya peternak atau kelompok ternak baru, karena daya tarik manfaat atau nilai tambah yang dapat diperoleh peternak. 4. Mendorong tercapainya peningkatan skala pemilikan ternak per peternak. Manfaat 1. Bagi Peternak • Pola pemeliharaan ternak • Meningkatkan nilai tambah • Mendorong tumbuhnya home industry 2. Secara Nasional • Ketergantungan masyarakat terhadap minyak tanah berberkurang • Meningkatkan penyediaan pupuk organik • Subsidi berkurang • Lapangan kerja
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Perkembangan Kegiatan BATAMAS • Pada tahun 2006, pada tahap awal dimulai di 24 propinsi, 43 kabupaten dan 91 kelompok. • Pada tahun anggaran 2007 melalui dana Tugas Pembantuan (TP) Kabupaten dan Konsentrasi Propinsi dengan lokasi 5 propinsi (Jateng, DIY, DKI, Kaltim dan Bali), yang berada di 15 kabupaten. • Sedangkan pada tahun anggaran 2008 dialokasikan pada 26 propinsi, 197 kabupaten sebanyak 400 unit. II. Program integrasi tanaman-ternak Tujuan 1. Meningkatkan produktivitas usaha tani tanaman perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura melalui pemanfaatan ternak ruminansia. 2. Meningkatkan pemanfaatan sisa hasil pertanian tanaman perkebunan, tanaman pangan atau hortikultura untuk pakan ternak. 3. Meningkatkan pemanfaatan tenaga ternak dan pupuk kandang dalam usaha tani tanaman. 4. Mengembalikan kesuburan tanah melalui pemanfaatan pupuk kandang 5. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis keluarga petani dalam pengelolaan secara optimum ternak yang diintegrasikan dalam usaha tani tanaman. 6. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak. 7. Menjaga kelestarian lingkungan agar terjamin keberlanjutannya. Sasaran 1. Meningkatkan populasi ternak. 2. Meningkatkan kesuburan tanah produksi tanaman. 3. Meningkatkan pendapatan kesejahteraan petani peternak
dan dan
Keunggulan Komparatif Sistem Integrasi Tanaman Ternak • Potensi lahan yang cukup luas terutama di luar pulau Jawa
• Keragaman biofisik lahan yang sesuai untuk jenis ternak tertentu • Bebas dari berbagai penyakit hewan menular penting • Kesesuaian agroekosistem dan agroklimat untuk komoditas ternak tertentu • Ketersediaan limbah pertanian dan limbah agroindustri yang berlimpah • Karakteristik petani pada umumnya multikultur (mix farming) Integrasi Tanaman – Ternak Ruminansia potensial untuk perbaikan lahan • Sapi di bawah pohon kelapa, kelapa sawit dan mangga • Domba dibawah pohon kelapa, karet, kelapa sawit dan durian • Kambing dibawah pohon kelapa, karet, kelapa sawit • Ruminansia di areal tanaman hutan Pakan ternak dari tanaman • Produksi tanaman dapat menghasilkan beragam residu dan hasil sampingan agroindustri yang dapat digunakan untuk ternak ruminansia dan non-ruminansia, meliputi: – Jerami (padi dan jagung) – Pucuk tebu – Biji-bijian legum (kacang tanah dan cowpea) – Umbi-umbian (ketela, ubi jalar) – Bungkil biji minyak (kelapa sawit, kapas, kopra) – Dedak – Baggase Pola integrasi yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Peternakan 1. Sistem Integrasi Ternak dengan Tanaman Pangan (Padi, Jagung) 2. Sistem Integrasi Ternak dengan Hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan) 3. Sistem Integrasi Ternak dengan Tanaman Perkebunan (tebu, cokelat, teh, kopi, kelapa, kelapa sawit) Fasilitasi tahun 2007 – 2008 • 2007,budidaya kambing/domba pola integrasi 63 paket dan budidaya sapi perah pola integrasi 7 paket • 2008, integrasi tanaman-ternak sapi/kerbau 146 kelompok, integrasi tanaman ternak budidaya unggas 17 kelompok integrasi tanaman ternak budidaya kambing/domba 14 kelompok
13
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Dukungan yang diperlukan dalam pengembangan Sistem Integrasi Tanaman – Ternak • Perencanaan terpadu • Koordinasi terpadu • Penyediaan teknologi terapan • Pengembangan usaha meliputi; pembiayaan, kemitraan, pemasaran dan permodalan
14
• Pembinaan SDM • Pembinaan kelembagaan petani-peternak • Informasi dan promosi: − peningkatan pelayanan informasi dan promosi − penyediaan informasi pasar, sumber sapronak, modal, pengamanan ternak, dll.