KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN
LAPORAN AKHIR TAHUN
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2012
LAPORAN AKHIR TAHUN PENELITIAN TA 2012
KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2012
i
LAPORAN AKHIR TAHUN PENELITIAN TA. 2012
KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN
Dr. Siti Hajar Suryawati Rizky Muhartono, M.Si. Estu Sri Luhur, S.E. Dr. Agus Heri Purnomo Rodiah Nurbayasari, M.Si. Dysi Polite Dyspriani, M.Sc. Dwi Yoga Nugroho, M.T. Novianti Trisaka Bualangi, S.Kom.
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2012
ii
LEMBAR PENGESAHAN Lembaga Riset
:
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Judul Proposal
:
Kajian Ekonomi Pemanfaatan Energi pada Usaha Perikanan
Judul Kegiatan
:
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
Status
:
Baru
Pagu Anggaran (Rp)
:
Rp 225.599.000,(dua ratus dua puluh lima juta lima ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah)
Tahun Anggaran
:
2012
Penanggungjawab Proposal/Kegiatan
:
Dr. Siti Hajar Suryawati NIP. 19770812 200212 2 002
Wakil Penanggungjawab
:
Rizky Muhartono, M.Si NIP. 19801005 200502 1 001
Jakarta, Desember 2012
Penanggung Jawab Kegiatan
Wakil Penanggung Jawab
Dr. Siti Hajar Suryawati NIP. 19770812 200212 2 002
Rizky Muhartono, M.Si NIP. 19801005 200502 1 001
Mengetahui, Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, M.Sc. NIP. 19600831 198603 1 003
iii
RINGKASAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan laut sangat luas yang mengandung potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang besar untuk dijadikan tumpuan (prime mover) pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy). Sumberdaya tersebut adalah misalnya perikanan, pertambangan dan energi. Namun demikian, fakta empiris menyatakan bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ini masih belum optimal sehingga manfaat, yang berupa pendapatan nasional maupun kesejahteraan rakyat,tidak maksimal. Di antara sumberdaya laut lainnya, energi laut merupakan salah satu yang rendah pemanfaatannya. Sektor kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan seluruh tahapan pada usaha perikanan bersentuhan secara langsung dan tidak langsung terhadap energi (khususnya energi berbahan bakar fosil). Untuk usaha budidaya, energi dibutuhkan mulai dari penyediaan lahan, pengadaan bibit/benih, pemeliharaan, dan pemanenan. Untuk usaha-usaha pengolahan, energi digunakan pada tahapan penanganan produk setelah panen, pengolahan produk hingga kepada konsumen. Kajian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 2) menganalisis kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 3) menganalisis efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan; 4) merumuskan kebijakan terkait pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan. Untuk menjawab tujuan penelitian ini digunakan beberapa pendekatan dan piranti analisis yang sesuai dengan tujuannya. Pendekatan utama untuk identifikasi jenis, potensi dan pemanfaatan berbagai bentuk energi adalah penelaahan literatur dan konsultasi. Efisiensi penggunaan energi diukur menggunakan piranti analisis kelayakan. Data untuk penelitian ini diperoleh dari sumber-sumber sekunder, konsultasi dengan ahli dan praktisi, dan pendalaman melalui survei di lapangan dengan sampel lokasi 4 (empat) kabupaten dan kota di Jawa Barat, yaitu Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi (Kecamatan Palabuhanratu), Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu. Potensi energi laut yang secara teknologis telah dapat diupayakan menjadi energi, yaitu: gelombang laut, pasang surut, arus laut, perbedaan temperatur laut atau OTEC (Ocean iv
Thermal Energy Conversion) dan energi kimia bioetanol. Potensi energi laut tersebar di seluruh perairan Indonesia. Potensi Arus Laut sebesar 6.000 MW dan berlokasi di Bali dan NTT. Potensi OTEC sebesar 220.000 MW dan energi pasang surut di Indonesia sebesar 4.800 MW di kawasan timur Indonesia. Potensi energi gelombang di Indonesia sebesar 1.200 MW, di perairan sebelah barat pantai Sumatera, sebelah selatan pantai Jawa, Bali, NTB, NTT, sebelah selatan Maluku dan Papua. Biaya investasi untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga arus ($ 256.277) dengan harga energi per kwh Rp 2.127, tenaga gelombang ($ 260.304)- harga energi per kwh Rp 1.176, pasang surut ($175.000)-harga energi per kwh Rp 1.211 dan OTEC ($4.000.000.000) harga energi per kwh Rp 34.210. Langkah efisiensi yang dilakukan baru sebatas mengurangi biaya operasional, sedangkan kegiatan pengembangan investasi untuk penghematan berupa mengganti atau mengkonversi bahan bakar dengan menggunakan bahan bakar dari energi baru dan terbarukan belum dilakukan. Kegiatan efisiensi pada kegiatan penangkapan di antaranya: mencampur (mengoplos) BBM, menservis kapal secara rutin dan menjalankan mesin kapal secara stabil. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka efisiensi budidaya adalah menambahkan kincir pada mesin pemutar. Sementara itu, efisiensi pada kegiatan pengolahan skala rumah tangga adalah mengganti penggunaan kayu bakar dengan bahan bakar gas ataupun briket batubara. Langkah strategis yang dilakukan untuk mengurangi permasalahan energi adalah melakukan pemanfaatan peta potensi pasokan dan permintaan energi laut serta tingkat pengembangannya di wilayah pesisir / sentra-sentra perikanan. Prioritasi pengembangan energi alternatif untuk menopang usaha-usaha budidaya dan pengolahan hasil perikanan diprioritaskan pada tiga jenis energi, yaitu energi tenaga surya, energi angin dan energi air.
v
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Tahun untuk kegiatan Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan. Secara umum, kajian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 2) menganalisis kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 3) menganalisis efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan; 4) merumuskan kebijakan terkait kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan. Sistematika laporan akhir ini adalah Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Pada bagian akhir disertakan lampiran yang mendukung laporan akhir ini. Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna sehingga kami mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan ke depan. Harapan kami semoga laporan ini dapat menjadi rujukan atau referensi bagi stakeholders yang terkait baik sebagai penentu kebijakan maupun pihak-pihak lain yang terkait lainnya.
Jakarta, Desember 2012
Tim Peneliti
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan, Sasaran dan Keluaran
Halaman iii iv vi vii x xi 1 1 8 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi 2.2 Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 2.3 Penyediaan Energi 2.3.1 Bahan Bakar Minyak (BBM) 2.3.2 Energi Baru dan Terbarukan 2.4 Energi Berbasis Sumberdaya Laut 2.5 Kebijakan Energi
10 10 10 12 13 14 15 16
III.
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Analisis 3.2.1 Analisis Finansial Pembangunan Pembangkit Listrik 3.2.2 Analisis Deskripsi 3.3 Lokasi Penelitian 3.4 Sumber Data
19 19 20 20 21 22 22
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan 4.1.1 Jenis dan Sumber Energi Laut 4.1.2 Potensi dan Lokasi Sumber Energi Laut 4.1.3 Potensi Permintaan Energi Laut Indonesia 4.1.4 Perkembangan Berbagai Jenis Energi Laut 4.1.5 Penggunaan Teknologi pada Energi Laut 4.1.5.1 Energi Arus Laut 4.1.5.2 Energi Gelombang 4.1.5.3 Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) 4.1.5.4 Energi Pasang Surut 4.1.5.5 Biofuel
25 25 25 26 29 33 35 35 35 36 38 39 vii
4.2 Kelayakan Energi dari Sumberdaya Kelautan 4.2.1 Analisis Finansial Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Laut 4.2.1.1 Energi Arus Laut 4.2.1.1.1. Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) 4.2.1.1.2. Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) 4.2.1.1.3. Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) 4.2.1.1.4. Perhitungan Biaya Pembangkit Total 4.2.1.2 Energi Gelombang 4.2.1.2.1. Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) 4.2.1.2.2. Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) 4.2.1.2.3. Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) 4.2.1.2.4. Perhitungan Biaya Pembangkit Total 4.2.1.3 Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) 4.2.1.3.1. Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) 4.2.1.3.2. Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) 4.2.1.3.3. Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) 4.2.1.3.4. Perhitungan Biaya Pembangkit Total 4.2.1.4 Energi Pasang Surut
40 40 42 42 43 43
4.2.1.4.1. Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) 4.2.1.4.2. Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) 4.2.1.4.3. Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) 4.2.1.4.4. Perhitungan Biaya Pembangkit Total 4.2.2 Aspek Ekonomi Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 4.2.3 Aspek Sosial Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 4.2.4 Aspek Teknologi Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 4.2.5 Aspek Lingkungan Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 4.3 Efisiensi Penggunaan Energi pada Usaha-usaha Perikanan 4.3.1 Karakteristik Umum Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 4.3.1.1. Perikanan Tangkap 4.3.1.2. Perikanan Budidaya 4.3.1.3. Pengolahan Hasil Perikanan 4.3.1.4. Rumah Tangga Perikanan 4.3.2 Strategi Penghematan Energi pada Kegiatan Penangkapan 4.3.2.1 Mencampur (Mengoplos) BBM 4.3.2.2 Menservis Kapal Secara Rutin 4.3.2.3 Menjalankan Mesin Kapal Secara Stabil
47 47 47
43 43 44 44 44 45 45 45 46 46 46 47
48 53 53 54 55 55 55 56 62 64 67 68 68 69 69 viii
4.3.3 Penggunaan Energi pada Usaha Budidaya 4.3.4 Penggunaan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan
4.3.4.1 Usaha Pembuatan Ikan Asin dan Dendeng Ikan 4.3.4.2 Kerupuk Ikan 4.3.4.3 Ikan Pindang/Cue 4.4. Dukungan Terhadap Isu Strategis 4.5. Implikasi Hasil Penelitian dalam Mendukung Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan 4.5.1. Kebijakan Prioritas Nasional
70 72 72 73 74 75 76 76
KESIMPULAN DAN LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS DALAM 78 MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAFTAR PUSTAKA 81 84 LAMPIRAN V.
ix
DAFTAR TABEL No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Halaman Penggunaan Energi Primer di Indonesia Tahun 2000 - 2008 11 Matriks Metodologi Penelitian 23 Potensi Energi Laut, Kapasitas Pembangkit, Lokasi dan Kebutuhan Listrik di 28 Indonesia Tahapan Pengembangan Energi Laut di Indonesia 29 Lokasi-lokasi Potensial Energi Laut Indonesia Berdasarkan Jumlah 31 Penduduk, Rasio Elektrifikasi dan Potensi Permintaan Listriknya Biaya Investasi Pembangkit Tenaga Laut 40 Investasi Instalasi Darat 41 Biaya Investasi Energi Arus Laut 42 Biaya Investasi Energi Gelombang 44 Biaya Investasi Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) 46 Biaya Investasi Energi Pasang Surut 47 Perbandingan Harga Listrik dari Berbagai Sumber Energi di Indonesia 49 Overlay Kebutuhan Listrik Rumah Tangga di Pulau-Pulau Kecil dengan 52 Pasokan Listrik dari Energi Laut Contoh Penggunaan Energi pada Usaha-usaha Perikanan 56 Penggunaan Energi pada Usaha Penangkapan 57 Konsumsi BBM untuk Kapal-kapal Berukuran Kecil dan Jumlah Perjalanan 58 per Tahun Konsumsi BBM untuk Kapal-kapal Berukuran Besar dan Jumlah Perjalanan 58 per Tahun Permintaan Energi pada Usaha Perikanan Tangkap untuk Kapal Motor 60 Menurut Ukuran Kapal di Indonesia Kebutuhan Energi pada Usaha Perikanan Budidaya Udang Windu Teknologi 63 Intensif Menurut Provinsi Perimintaan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Menurut Jenis 65 Pengolahan di Indonesia Pengelompokan Responden Menurut Jenis Kelamin 75 Pertimbangan Kondisi Implementasi Energi di Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil
77
x
DAFTAR GAMBAR No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Halaman Jumlah Kapal Perikanan menurut Ukuran Kapal, 2000 – 2010 2 Produksi Perikanan Udang Budidaya di Tambak, 2001 – 2010 3 Jumlah Unit Pengolahan Hasil Perikanan Menurut Jenis Pengolahan, 2010 4 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Menurut Jenis Perikanan, 2001 – 2010 5 Proyeksi Penyediaan Energi Indonesia 14 Kerangka Pemikiran Pemanfaatan Energi pada Sektor Kelautan dan Perikanan 20 Potensi Tiga Jenis Teknologi Energi Laut di Indonesia 27 Peta Potensi Energi Laut di Indonesia 32 Perkembangan Energi Laut di Indonesia 33 Teknologi yang Digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut 35 Teknologi yang Digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang 36 Laut Skema Prinsip Konversi OTEC (Siklus Tertutup) 37 Skema Prinsip Konversi OTEC (Siklus Terbuka 38 Cara Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Air Laut 39 Kebutuhan Energi Bahan Bakar Minyak pada Usaha Perikanan Tangkap Laut 59 Menurut Ukuran Kapal, 2000 – 2010 Kebutuhan Energi Bahan Bakar Minyak (Ribu Liter) pada Usaha Perikanan 59 Perairan Umum Menurut Jenis Motor, 2000 – 2010 Kebutuhan Energi pada Usaha Perikanan Budidaya Udang, 2001 – 2010 62 Kebutuhan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan 64 Kebutuhan Energi Listrik pada Rumah Tangga Perikanan Menurut Jenis 67 Kegiatan Usaha Perikanan
xi
LAPORAN AKHIR TAHUN
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sementara itu akses ke energi yang handal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat (Anonim, 2006). Secara sederhana pembagian energi dapat dibedakan menjadi dua yaitu energi terbarukan dan energi tidak terbarukan. Energi terbarukan adalah energi yang memanfaatkan sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga surya, pasang surut dan bahan bakar nabati. Sedangkan energi yang tidak terbarukan adalah energi yang memiliki persediaan yang dibatasi waktu seperti energi yang berasal dari fossil seperti minyak bumi. Sampai saat ini, minyak bumi masih merupakan sumber energi yang utama dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi didalam negeri, minyak bumi juga berperan sebagai penghasil penerimaan negara dan devisa (Anonim, 2012). Seringkali ditengah meningkatnya kebutuhan masyarakat akan energi justru meningkat pula modal (kesulitan akses) yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan energi tersebut. Disadari atupun tidak, saat ini Indonesia selalu dibayangi krisis energi. Hal ini dikarenakan Indonesia masih mengandalkan penggunaan energi yang berasal dari fossil seperti minyak bumi dan turunannya. Ketergantungan ini akan sangat berat dan sulit untuk diringankan mengingat substitusi dengan sumber energi nonfosil membutuhkan waktu yang lama dan terbatas (IPB, 2009). Saat ini dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berdasar dari energi komersial dan siasanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non komersial) (Anonim, 2006). Sektor
pembangunan
khususnya
kelautan
dan
perikanan
sangat
berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan seluruh tahapan pada usaha perikanan bersentuhan secara langsung maupun tidak langsung terhadap Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
1
LAPORAN AKHIR TAHUN energi (khususnya energi berbahan bakar fossil). Untuk usaha budidaya, energi dibutuhkan mulai dari penyediaan lahan, pengadaan bibit/benih, pemeliharaan, dan pemanenan. Untuk sektor pengolahan, energi digunakan pada tahapan penanganan produk setelah panen, pengolahan produk hingga kepada konsumen. Sedangkan pada usaha penangkapan, energi (BBM) memiliki peran utama dalam kegiatan mendapatkan hasil tangkapan (Suharsono, 2009). Energi pada usaha penangkapan tangkap digunakan untuk mesin-mesin guna menggerakkan kapal, jaring, alat pendingin (freezer) dan alat penerangan, seperti lampu. Berdasarkan hasil penelitian Muhartono (2004) disebutkan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti oli, solar, bensin, dan minyak tanah yang mencapai 60% dari biaya operasional pada unit penangkapan < 30 GT dengan alat tangkap Gillnet. Dengan peningkatan terus menerus jumlah kapal perikanan yang menggunakan BBM (Anonim, 2011), kondisi ini akan berakibat negatif terhadap pendapatan nelayan dan perikanan tangkap pada umumnya. Jumlah kapal perikanan menurut ukuran kapal pada tahun 2000 – 2010 disajikan pada Gambar 1. Jumlah kapal (buah) 250000 225000 Motor tempel 200000
< 5 GT
175000
5 - 10 GT
150000
10 - 20 GT
125000
20 - 30 GT
100000
30 - 50 GT 50 - 100 GT
75000
100 - 200 GT 50000
> 200 GT
25000 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 1. Jumlah Kapal Perikanan menurut Ukuran Kapal, 2000 – 2010 (Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2011)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
2
LAPORAN AKHIR TAHUN Energi pada usaha perikanan budidaya terutama pada usaha budidaya tambak. Produktivitas 1 kg udang membutuhkan hampir 1,2 liter solar (Anonim, 2011). Ke depan, dalam rangka industrialisasi perikanan, pemerintah mengejar peningkatan produksi perikanan dari usaha budidaya tentunya membutuhkan energi yang lebih besar lagi. Produksi udang di tambak pada tahun 2001 sampai 2010 dapat dilihat pada Gambar 2. Jumlah (ton) 200.000 180.000 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 2. Produksi Perikanan Udang Budidaya di Tambak, 2001 – 2010 (Sumber: Statistik Perikanan Budidaya, 2011) Pada usaha pengolahan hasil perikanan, kebutuhan energi diperlukan dalam rangkaian kegiatan dari mulai bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk dikonsumsi. Kegiatan pengolahan yang dapat dilakukan diantaranya dalam bentuk segar (pendinginan) dan bentuk olahan (pemanasan, pengasapan, dan lain-lain). Jumlah unit pengolahan hasil perikanan menurut jenis pengolahan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 3.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
3
LAPORAN AKHIR TAHUN
Lainnya Produk segar Pengolahan surimi Pereduksian Peragian Pengasapan Pemindangan Penggaraman Pembekuan Pengalengan -
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Gambar 3. Jumlah Unit Pengolahan Hasil Perikanan Menurut Jenis Pengolahan, 2010 (Sumber: Statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 2010) Dalam kerangka kebijakan industrialisasi perikanan, usaha budidaya dan pengolahan diharapkan dapat memainkan peran sentral dan mampu mendukung upaya pencapaian target volume produksi dan untuk maksimalisasi nilai tambah. Salah satu faktor pengungkit yang menentukan kinerja dari kedua jenis usaha perikanan tersebut adalah pemenuhan kebutuhan energi. Berbagai bentuk energi yang secara tradisi digunakan dalam usaha-usaha budidaya dan pengolahan adalah energibahan bakar minyak, listrik dan gas. Di antara jenis-jenis tersebut, bahan bakar minyak (BBM) dan listrik sangat berperan menentukan keberhasilan atau kinerja usaha-usaha tersebut. Pengguna BBM dan listrik yang juga terdapat disektor perikanan adalah rumah tangga perikanan. Jika dilihat menurut jenis perikanan, dalam hal ini perikanan tangkap dan budidaya yang selama periode tahun 2001 – 2010 menunjukkan adanya trend peningkatan. Jumlah rumah tangga perikanan menurut jenis perikanan pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 4.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
4
Juta RTP
LAPORAN AKHIR TAHUN 500 450
Perikanan Laut
400
Perikanan Umum
350
Budidaya Laut 300
Tambak
250
Kolam
200
Karamba
150
Jaring Apung
100
Sawah Total
50 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 4. Jumlah Rumah Tangga Perikanan menurut Jenis Perikanan, 2001 2010 (Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2010; Statistik Perikanan Budidaya, 2010) Sumberdaya energi bidang kelautan dan perikanan bisa dikembangkan untuk mendukung perkembangan pembangunan di sektor selain kelautan dan perikanan. Sementara itu, selain berpotensi menghasilkan energi, sektor kelautan dan perikanan juga membutuhkan energi dari berbagai sumber dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh adalah penggunaan bahan bakar untuk operasional usaha perikanan tangkap dan budidaya. Pemakaian energi pada sektor perikanan dapat dikelompokkan atas dua jenis, yaitu untuk mesin penggerak dan untuk penerangan. Pada mesin penggerak digunakan premium, minyak solar dan minyak tanah, sedangkan untuk penerangan pada sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan minyak tanah ataupun digunakan gas untuk memasak. Disisi lain terdapat berbagai macam permasalahan terkait energi fossil, yang menyebabkan pembahasannya menjadikan pemenuhan kebutuhan energi menjadi isu yang strategis. Isu-isu tersebut diantaranya adalah produksi bahan bakar fossil makin berkurang; cadangan semakin menipis; harga minyak dunia terus naik; kebutuhan pengguna meningkat; subsidi BBM terkesan membebani APBN; wacana pengurangan subsidi BBM; dan wacana konversi BBM ke Gas. Salah satu indikasi pentingnya isu energi (fosil) dapat dilihat dari dampak dan implikasi kenaikan harga minyak dunia terhadap pemerintah dan masyarakat. Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
5
LAPORAN AKHIR TAHUN Jika harga minyak dunia mengalami kenaikan dan nilainya melebihi asumsi APBN akan berdampak pembengkakan nilai subsidi yang harus dibayarkan oleh negara. Jika kondisi ini berlangsung lama akan berdampak terhadap kondisi keuangan negara, sedangkan jika kebijakan yang dilakukan adalah kenaikan harga jual untuk menyesuaikan harga maka akan berdampak sangat luas terhadap masyarakat. Dalam kondisi ketersediaan sumber daya energi yang semakin terbatas, eksplorasi, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki menjadi penting dan merupakan prioritas perhatian bagi setiap negara. Menurut Lubis (2007) langkah kebijakan terkait energi terbarukan dapat dilihat menjadi tiga tahapan yaitu: 1) Konservasi energi, 2) Diversifikasi energi dan 3) Intensifikasi energi. Konservasi energi adalah mendorong pemanfaatan energi yang efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang benar-benar diperlukan. Hal ini dapat diawali dengan konservasi dari sisi pembangkit yang didahului oleh audit energi; mengurangi pemakaian energi yang bersifat konsumtif, keindahan dan kenyamanan; mengganti peralatan yang tidak efisien; mengatur waktu pemakaian peralatan listrik. Diversifikasi energi adalah upaya penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimasi penyediaan energi. Dalam rangka diversifikasi, penggunaan energi diarahkan dari tidak dapat terbarukan (non-renewable) kepada penggunaan energi terbarukan (renewable). Misalnya mengganti penggunaan BBM dengan bio diesel, mengurangi peran pembangkit yang menggunakan BBM dan mengganti dengan pembangkit yang non BBM. Intensifikasi energi adalah upaya pencarian sumber energi baru agar dapat meningkatkan cadangan energi guna menghasilkan negergi yang lebih besar. Sebagai negara kepulauan yang memiliki laut sangat luas, sumber daya kelautan dan perikanan mempunyai potensi besar untuk dijadikan tumpuan (prime mover) pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy). Sementara itu, kondisi empiris menyatakan bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ini masih belum optimal dalam peningkatan pendapatan nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
6
LAPORAN AKHIR TAHUN Bidang kelautan dan perikanan dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi penting karena: (a) kapasitas suplai sangat besar, sementara permintaan terus meningkat; (b) pada umumnya ouput dapat diekspor, sedangkan input berasal dari sumber daya lokal; (c) dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar, sehingga menyerap tenaga kerja cukup banyak; (d) umumnya berlangsung di daerah; dan (e) industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari bersifat dapat diperbarui (renewable resources), sehingga mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Pemanfaatan energi dalam sektor kelautan dan perikanan sangat potensial untuk dikembangkan. Energi ini dapat berasal dari tenaga angin, tenaga surya, energi arus dan gelombang, energi pasang surut. Energi-energi tersebut merupakan energi terbarukan karena berasal dari proses alam yang berkelanjutan (Anonim, 2012). Sayangnya, sampai saat ini potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan belum teruji kelayakannya. Dengan mengetahui potensi
dan
pemanfaatan
energi
dapat
dilakukan
penentuan
prioritas
pengembangan energi agar dapat memberikan sumbangan yang positif bagi pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Selain itu, dapat dikembangkan ke arah perencanaan energi agar dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan dalam pemilihan jenis energi dan teknologi serta membantu para investor di bidang energi dan industri yang berkeinginan untuk menanamkan modalnya di berbagai wilayah yang potensial. Di tengah isu keterbatasan cadangan BBM, maka memahami pola konsumsi energi yang dilakukan masyarakat khususnya pada sektor perikanan merupakan suatu keharusan. Hal ini penting mengingat pemerintah sebagai regulator dan pengendali kebijakan dalam perekonomian khususnya dalam membuat kebijakan dan aturan-aturan di bidang energi. Kebijakan energi nasional dan target pengembangan energi harus dirinci sampai level kabupaten/kota, terutama untuk tataran implementasi (Winarno, 2012). Mengingat masyarakat sebagai konsumen dituntut untuk turut serta dalam upaya efisiensi dan diversifikasi pemakaian sumber energi. Terkait pentingnya isu-isu tersebut, penelitian ini akan melakukan kajian kelayakan pengembangan energi berbasis
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
7
LAPORAN AKHIR TAHUN sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan.
1.2 Perumusan Masalah Pada saat ini permasalahan energi sudah tidak dapat dipisahkan lagi dengan masalah politik, ekonomi dan lingkungan. Keterbatasan sumber energi terbarukan dan kebutuhan yang terus meningkat mengakibatkan energi menjadi komoditi yang pada saat ini sangat menjajikan keuntungan. Keadaan tersebut semakin mendorong kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi energi dan mencari sumber energi alternatif di luar minyak dan gas bumi yang layak secara ekonomis. Sumber energi yang diperoleh dari alam sendiri meliputi bahan bakar minyak dan gas bumi (BBM) dan energi baru terbarukan termasuk energi yang berbasis sumberdaya kelautan. Di Indonesia, hingga saat ini upaya pemanfaatan energi kelautan masih bersifat riset murni yang dilakukan oleh berbagai institusi pengembangan energi seperti Perguruan Tinggi (potensi sumberdaya), institusi litbang (kajian prototype) dan lembaga penelitian sub sektor kelistrikan (mini pilot plant). Permasalahan dalam pemanfaatan energi kelautan ini umumnya menyangkut kebijakan pemerintah yang masih berpihak pada pemanfaatan energi bahan bakar fosil bersubsidi. Sehingga, dari segi tarif dan kualitas, energi kelautan belum dapat bersaing. Energi kelautan masih berada dalam tahap riset murni, maka belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap program energi mix. Bertolak dari uraian tersebut maka permasalahan pokok yang perlu dijawab antara lain: 1) Apa saja jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan? 2) Bagaimana kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan? 3) Bagaimana upaya efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan?
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
8
LAPORAN AKHIR TAHUN 4) Bagaimana kebijakan terkait kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan?
1.3 Tujuan, Sasaran dan Keluaran Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Melakukan identifikasi jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 2) Melakukan
analisis
kelayakan
berbagai
jenis
energi
yang
dapat
dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 3) Melakukan analisis efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan; 4) Merumuskan kebijakan terkait kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan. Sasaran dari penelitian ini adalah pengambil kebijakan di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait isu nasional untuk mengembangkan energi alternatif yang bersumber dari sektor kelautan dan perikanan. Sementara itu, keluaran dari penelitian ini adalah: 1. Paket data dan informasi mengenai: –
Identifikasi jenis, sumber, potensi, produksi dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan
–
Kelayakan energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan;
–
Efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan.
2. Rekomendasi tentang strategi kebijakan kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usahausaha perikanan.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
9
LAPORAN AKHIR TAHUN
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha dan menghasilkan panas. Pada hakikatnya, sumber energi di alam dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu fosil, dapat diperbaharui (renewable) dan nuklir (fissile). Bahan bakar fosil terbentuk secara geologi yang memerlukan waktu bertahun-tahun sehingga tidak dapat diperbaharui dengan cepat (non-renewable) seperti minyak bumi, batubara, bitumen, dan gas alam. Sumber energi yang dapat diperbaharui antara lain biomasa, tenaga air, angin, matahari, panas bumi dan energi laut. Sumber energi nuklir terutama adalah uranium dan thorium. Menurut Badan Energi Dunia (International Energy Agency – IEA), permintaan energi dunia diproyeksikan hingga tahun 2030 meningkat 45% atau rata-rata 1,2% per tahun yang sekitar 80% dipasok dari bahan bakar fosil. Peningkatan permintaan energi ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk, kemajuan teknologi, dan peningkatan perekonomian yang ditandai oleh meningkatnya laju pertumbuhan GDP (growth domestic product). Sampai saat ini, pemakaian energi di dunia masih didominasi oleh minyak dan batubara yang diikuti oleh gas, biomassa, nuklir, hydro dan energi baru terbarukan. Namun, peran energi baru terbarukan diproyeksikan akan meningkat pada tahun 2010 dengan dijadikannya sumber energi setelah batubara dan hydro (Anonim, 2008). Pemakaian energi final di Indonesia pada tahun 2007 – 2010 masih didominasi biomassa yang besarnya mencapai 30% terhadap total energi final dan diikuti oleh pemakaian batubara, gas bumi, bensin dan diesel, sedangkan pemakaian listrik memiliki pangsa 8%. Porsi pemakaian BBM terutama diesel dan bensin mula menurun, sedangkan pemakaian gas bumi meningkat akibat program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) pada tahun 2010 (BPPT, 2010).
2.2 Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan Penggunaan energi primer untuk semua sektor di Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar minyak seperti solar, bensin dan minyak tanah. Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
10
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi energi dari minyak bumi, batubara, gas, tenaga air dan tenaga bumi tahun 2000—2008 menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat. Tabel 1. Penggunaan Energi Primer di Indonesia Tahun 2000 – 2008 Satuan: Juta SBM
Jenis Energi Minyak Bumi Gas Batubara Tenaga Air Tenaga Bumi
2000 433,4
2001 441,7
2002 452,8
Tahun 2003 2004 456,6 498,1
164,6 93,8 25,2 9,6
172,1 119,1 29,4 10,0
188,8 122,9 25,0 10,2
204,1 165,0 22,9 10,4
187,6 151,5 24,4 11,1
2005 493,6
2006 459,3
2007 474,0
2008 455,6
191,2 173,7 27,0 10,9
196,6 205,8 24,3 11,2
183,6 258,2 28,5 11,4
193,4 322,9 29,1 13,4
Sumber: Outlook Energi Indonesia (2010)
Penggunaan energi di sektor Kelautan dan Perikanan dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu untuk mesin penggerak dan untuk penerangan. Untuk penggerakan mesin dapat dibedakan berdasarkan jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat yaitu penangkapan, budidaya, dan pengolahan. Penggunaan energi dalam hal ini bahan bakar pada kegiatan penangkapan ikan dapat dilihat dari penggunaan mesinnya. Mesin sebagai penggerak ditinjau dari letaknya terbagi menjadi dua yaitu: mesin kapal yang terletak di dalam lambung kapal atau disebut mesin dalam (inboard engine system), dan mesin kapal yang terletak di luar kapal atau disebut mesin tempel (outboard engine system). Umumnya mesin tempel banyak digunakan oleh kapal-kapal ukuran kecil, seperti perahu pancing, sedangkan mesin dalam digunakan oleh kapal berukuran besar. Pada kapal besar selain mesin utama (main engine) yang berfungsi untuk menggerakkan kapal pada kecepatan tertentu, biasanya disertai dengan mesin bantu (auxiliary engine) yang berfungsi menggerakkan/ mengaktifkan seluruh unit perlengkapan kapal, seperti pompa-pompa, winchwinch, sistem pendingin, sistem navigasi, komunikasi dan penerangan. Penggunaan energi di usaha perikanan tangkap, budidaya dan pengolahan hasil perikanan juga masih didominasi oleh bahan bakar minyak terutama solar dan premium. Untuk usaha perikanan tangkap, ketergantungan terhadap bahan bakar minyak ini dapat dikatakan sangat tinggi karena porsi solar dan premium
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
11
LAPORAN AKHIR TAHUN untuk operasional usaha mencapai 60 persen untuk setiap tripnya (Muhartono, 2004). Tingginya ketergantungan terhadap bahan bakar minyak ini dan terus meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan konversi ke sumber energi lainnya. Alasannya kenaikan harga BBM berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional pelaku usaha perikanan. Salah satu program yang dijalankan oleh Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan terkait hal ini adalah Program Konversi BBM Solar ke BBG (CNG) kepada nelayan. Konversi BBM ke BBG merupakan pengembangan sumber-sumber energi alternatif dalam rangka mengurangi ketergantungan pada satu sumber energi. Program ini dicanangkan pada tanggal 8 Mei 2010 di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lekok, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Pemilihan PPP Lekok sebagai pilot project didasarkan pada banyaknya nelayan kecil (ukuran 1-5 GT/Mesin 5-24 PK) dan di Kabupaten Pasuruan sebagai lokasi fasilitas migas mendapat bagian alokasi gas sebesar 3 MMBTU. Pada tahun 2011, telah dilakukan uji coba di BBPPI Semarang dengan menggunakan 200 unit tabung gas BBG yang merupakan bantuan dari asosiasi/himpunan pengusaha perikanan tangkap. Hasil uji coba menunjukkan bahwa penghematan biaya (efisiensi) mencapai 30% (Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan, 2012). Ketergantungan terhadap BBM juga sangat tinggi pada usaha perikanan budidaya intensif dan usaha pengolahan hasil perikanan. Kedua jenis usaha ini secara langsung sangat bergantung pada energi listrik yang juga dipasok oleh PLN yang menggunakan batubara dan listrik yang dihasilkan oleh mesin diesel berbahan bakar solar. Dengan demikian, kedua jenis usaha ini secara tidak langsung masing bergantung pada pasokan energi berbahan bakar minyak.
2.3 Penyediaan Energi Sumber energi yang ideal adalah energi yang mempunyai cadangan yang tidak terbatas, mudah dan murah dalam proses produksi dan konservasi serta tidak merusak lingkungan. Akan tetapi, belum ada sumber energi yang memenuhi semua kriteria tersebut karena semua sumber energi memiliki kekurangan dan Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
12
LAPORAN AKHIR TAHUN kelebihan masing-masing, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Sumber energi yang dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi sumber energi konvensional berupa energi dari minyak bumi dan sumber energi terbarukan.
2.3.1 Bahan Bakar Minyak (BBM) BBM adalah sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Persediaan minyak bumi Indonesia hanya bisa mencukupi kebutuhan untuk 20 – 30 tahun lagi. Jika semua kebutuhan penyediaan energi nasional termasuk listrik dibebankan pada BBM, maka praktis 20-30 tahun itu akan berkurang dengan semakin menipisnya inyak bumi. Konsumsi BBM Indonesia mencapai 405 juta barel/tahun, yang terdiri atas kebutuhan solar 148,5 juta barel/tahun, minyak tanah 80,10 juta barel/tahun, minyak bakar 39 juta barel/tahun, dan premium 135 juta barel/tahun (Hamdi, Bobo dan Ishom, 2005). Penyediaan energi selama kurun waktu 2000—2008 didominasi oleh minyak bumi dengan pangsa terhadap total penyediaan energi sekitar 59,6% pada tahun 2000. Akan tetapi laju pertumbuhannya hanya sebesar 0,6% sehingga pangsanya terus menurun dan menjadi 44,9% pada tahun 2008. Sementara itu, penyediaan batubara meningkat tajam yaitu dengan laju pertumbuhan 16,7% per tahun hingga pada tahun 2008 komoditas batubara dan minyak bumi cukup bersaing. Demikian juga dengan gas bumi, penyediaannya meningkat dengan laju pertumbuhan 2% per tahun. Hal ini menunjukkan mulai terealisasinya diversifikasi dalam penyediaan energi (Outlook Energi Indonesia, 2010). Berdasarkan proyeksi dalam Outlook Energi Indonesia (2010) yang dikeluarkan BPPT, penyediaan energi di Indonesia sampai dengan tahun 2030 masih didominasi oleh energi fosil seperti minyak mentah dan BBM, batubara dan gas bumi. Dari ketiga jenis energi fosil tersebut, minyak bumi masih menduduki posisi teatas. Namun hasil proyeksi menyebutkan bahwa batubara mampu menggeser dominasi minyak bumi di akhir tahun proyeksi dengan pangsa menjadi 45,5% pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2009 yang hanya memiliki pangsa sebesar 25,4%. Sebaliknya, penyediaan gas bumi justru menunjukkan penurunan di tengah tahun proyeksi karena kendala keterbatasan cadangan dan penurunan Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
13
LAPORAN AKHIR TAHUN produksi tambang yang sebagian besar sudah tua. Penyediaan gas bumi hingga tahun 2018 masih menunjukkan pertumbuhan 2,3% per tahun, tetapi menurun 1,48% per tahun hingga akhir tahun proyeksi (Gambar 5). Juta SBM 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2007
2010
Biomassa Panas Bumi Batubara
2015
2020
Tenaga Angin BBN Minyak Mentah dan BBM
2025
2030
Tenaga Air Gas
Gambar 5. Proyeksi Penyediaan Energi Indonesia (Sumber: BPPT, 2010)
2.3.2 Energi Baru dan Terbarukan Definisi paling umum energi terbarukan adalah sumber energi yang dapat dengan cepat diisi kembali oleh alam, proses berkelanjutan. Berdasarkan definisi ini, bahan bakar nuklir dan fosil tidak termasuk ke dalamnya. Seluruh energi terbarukan secara definisi juga merupakan sustainable energy, yang berarti energi yang tersedia dalam waktu jauh ke depan. Meskipun tenaga nuklir bukan energi terbarukan, namun mendukung nuklir dapat berkelanjutan dengan penggunaan reactor breeder menggunakan uranium-238 atau thorium atau keduanya. Di sisi lain banyak penentang nuklir menggunakan istilah sustainable energy sebagai sinonim untuk energi terbarukan, dan oleh karena itu tidak memasukkan nuklir ke dalam sustainable energy. Penyediaan energi terbarukan seperti panas bumi dan tenaga air memperlihatkan peningkatan. Selama tahun 2000 – 2008, panas bumi meningkat sebesar 4,3% per tahun, sedangkan tenaga air tumbuh dengan laju pertumbuhan 1,8% per tahun. Rendahnya pertumbuhan energi terbarukan disebabkan oleh
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
14
LAPORAN AKHIR TAHUN sumber daya panas bumi dan tenaga air terbatas dan hanya terdapat di beberapa wilayah (Anonim, 2010).
2.4 Energi Berbasis Sumberdaya Laut Selain berkepentingan dalam penggunaan energi, sektor kelautan dan perikanan juga berpotensi sebagai penghasil energi berbasis sumberdaya kelautan. Sebagaimana yang sudah diratifikasi oleh Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI), energi berbasis sumberdaya kelautan diantaranya adalah energi arus laut, energi gelombang, energi pasang surut dan energi perbedaan temperatur laut (ocean thermal energy conversion – OTEC). Potensi energi lainnya yang berasal dari laut adalah bahan bakar nabati berbahan baku rumput laut sebagai sumber bahan bakar nabati (BBN). Energi laut merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan segala bentuk energi terbarukan yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya laut, meliputi energi gelombang, energi pasang surut, arus sungai, energi arus laut, angin lepas pantai, energi gradien salinitas dan energi laut gradien termal (Busaeri, 2011). Secara teknis, energi laut adalah energi yang dapat dihasilkan dari energi kinetik pergerakan mekanik air laut, energi potensial dari perbedaan ketinggian muka air laut serta perbedaan termperatur air laut. Energi laut dapat dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan teknologi yang telah berkembang pesat di dunia internasional. Rumput laut sebagai salah satu komoditas dari sektor kelautan juga telah dikembangkan menjadi sumber energi yang berasal dari minyak nabati atau menjadi bahan bakar nabati (BBN) berupa bioetanol. BBN merupakan sumber energi terbarukan yang dijadikan sebagai pengganti bahan bakar konvensional seperti bensin, solar dan minyak tanah. Oleh karena itu, BBN dapat berupa biodiesel yang memanfaatkan esternya, bioetanol yang memanfaatkan anhydrous alkoholnya, bio-oil yang memanfaatkan minyak nabati murninya (Pure Plant Oil atau PPO). Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bietanol yang digunakan untuk campuran atau pengganti bensin. Jenis rumput laut yang dapat dimanfaatkan antara lain Caulerpa serrulata dan Gracilaria verrucosa. Kedua jenis rumput laut Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
15
LAPORAN AKHIR TAHUN ini memiliki kandungan selulosa yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa yang selanjutnya dapat diubah menjadi bioetanol. Akan tetapi, pemanfaatan jenis rumput laut ini mengalami kendala karena harus bersaing dengan kebutuhan pangan. Untuk itu, saat ini KKP sedang melakukan uji coba Sargassum atau rumput laut cokelat sebagai bahan baku pembuatan bioetanol karena jenis rumput laut ini tidak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Proses pembuatan bioetanol dari rumput laut adalah persiapan bahan baku berupa proses hidrolisa pati menjadi glukosa. Tahap kedua berupa proses fermentasi yang mengubah glukosa menjadi etanol dan CO2. Tahap ketiga adalah pemurnian hasil dengan cara distilasi. Tetapi sebelum distilasi, perlu dilakukan pemisahan antara padatan dengan cairan untuk menghindari terjadinya penyumbatan selama proses distilasi. Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dengan air dimana titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC untuk kondisi standar. Proses memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100 oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume (Adya, 2010).
2.5 Kebijakan Energi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi, bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, tujuan pengelolaan energi adalah: (a).
Tercapainya kemandirian pengelolaan energi;
(b). Terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari sumber di dalam negeri maupun di luar negeri; (c).
Tersedianya sumber energi dari dari dalam negeri dan/atau luar negeri sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk: 1.
pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri;
2.
pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri; dan
3.
peningkatan devisa negara;
(d). Terjaminnya pengelolaan sumberdaya energi secara optimal, terpadu dan berkelanjutan; Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
16
LAPORAN AKHIR TAHUN (e).
Termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor;
(f).
Tercapainya peningkatan akses masyarakat yang tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata dengan cara: 1.
menyediakan bantuan untuk meningkatkan ketersediaan energi kepada masyarakat tidak mampu;
2.
membangun infrastruktur energi untuk daerah belum berkembang sehingga dapat mengurangi disparitas antar daerah;
(g). Tercapainya pengembangan kemampuan industri energi dan jasa energi dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia; (h). Terciptanya lapangan kerja; dan (i).
Terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. Berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
(KEN) pemerintah harus memfokuskan kebijakannya pada pencapaian sasaran kebijakan energi nasional yang mensyaratkan bahwa pemanfaatan minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5%, panas bumi menjadi lebih dari 5%, energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin menjadi lebih dri 5%, batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2%. Implementasi dari Perpres tersebut yaitu pemerintah harus mulai membangun pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang berasal dari non minyak bumi. Ada 8 (delapan) hal yang menjadi prioritas untuk mencapai tujuan dan sasaran KEN, yaitu: (1) prioritas penyediaan energi, (2) pemanfaatan sumber daya energi, (3) cadangan energi nasional, (4) konservasi dan diversifikasi, (5) lingkungan, keselamatan, harga, subsidi dan insentif energi, (6) infrastruktur dan industri energi, (7) penelitian dan pengembangan energi, dan (8) kelembagaan dan pendanaan. Kebijakan Energi Nasional akan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Rencana umum energi adalah rencana pengelolaan energi Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
17
LAPORAN AKHIR TAHUN untuk memenuhi kebutuhan energi di suatu wilayah, antar wilayah, atau nasional. Sektor kelautan dan perikanan memandang perlu disusunnya suatu Rencana Energi Sektoral mengingat besaran penggunaan energi dan juga potensi sumber energi alternatifnya. Agar lebih efektif dan efisien dalam pengelolaan sumber daya energi, pemerintah memiliki strategi yang disebut Visi 25/25, yang secara garis besar merupakan tekad untuk: Meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan menjadi 25% pada tahun 2025. Visi ini melampaui target sebesar 17% yang ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya dalam Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Saat ini pangsa energi terbarukan hanya sebesar 4% dari total sumber daya energi yang dimanfaatkan. Mengurangi permintaan energi sebesar 33,85% terhadap skenario keadaan normal (BAU/Business as Usual) pada tahun 2025. Saat ini permintaan energi adalah sebesar 1,131 juta SBM dan diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 4,300 juta SBM. Dengan berbagai upaya diharapkan permintaan energi dapat ditekan menjadi 2,852 juta SBM. Arah kebijakan utama pemerintah meliputi: 1) Konservasi Energi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dan pemanfaatan energi (Demand Side); dan 2) Diversifikasi Energi untuk meningkatkan pangsa energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional (Supply Side).
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
18
LAPORAN AKHIR TAHUN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kebutuhan manusia akan energi terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan tersebut didorong oleh pertumbuhan populasi dan perbaikan kesejahteraan manusia. Sebagian besar energi tersebut berasal dari sumberdaya energi tidak dapat pulih, terutama energi fosil. Demikian pula halnya dengan pemenuhan energi pada usaha perikanan yang selama ini dipenuhi oleh BBM. Pemanfaatan dalam jumlah besar telah menjadi faktor lahirnya permasalahan baru, yaitu: persediaan energi fosil dunia semakin cepat berkurang, permasalahan lingkungan dalam bentuk pencemaran karbondioksida, sulitnya penambangan bahan energi. Permasalahan
energi
tersebut
perlu
ditanggulangi
dengan
cara
meningkatkan peran sumberdaya energi lain. Pilihan yang terbaik adalah dari sumberdaya yang mempunyai karakteristik tertentu yang dapat diperbaharui yang menjamin terjadinya keberlanjutan, menghasilkan energi bersih, dan baik secara teknologi maupun secara ekonomi dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah mengefektifkan pemanfaatan energi dari sumberdaya kelautan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini memfokuskan pada kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 6.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
19
LAPORAN AKHIR TAHUN Masalah Pemenuhan Kebutuhan Energi
Identifikasi Potensi Sumber Energi Laut
Efisiensi Penggunaan Energi
Identifikasi aspek sosial:
Identifikasi aspek lingkungan:
Identifikasi aspek teknologi:
Identifikasi aspek ekonomi:
Kebiasaan /praktek masyarakat Kemerataan akses Populasi penduduk dll
Potensi dampak terhadap layanan sumberdaya Kerusakan lingkungan dll
Ketersediaan teknologi Kesesuaian sifat energy & penggunaannya Penguasaan teknis Kompetisi antar pengguna, dll
Kelayakan finansial Ketersediaan modal Ketergantung an/ kemandirian dll
Analisis Perencanaan Energi Jangka Panjang
Rekomendasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Berkelanjutan
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Pemanfaatan Energi pada Sektor Kelautan dan Perikanan
3.2 Metode Analisis 3.2.1 Analisis Finansial Pembangunan Pembangkit Listrik Analisa investasi energi dilakukan untuk menghitung biaya yang dibutuhkan untuk membangun sebuah instalasi energi dengan mempertimbangkan tingkat suku bunga, umur pembangkit listrik, biaya modal, Faktor Kapasitas (kWh terpasang/kWh terpakai), dan biaya investasi (investment cost) sehingga terlihat besaran biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan listrik 1 kwh.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
20
LAPORAN AKHIR TAHUN Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) Perhitungan ini sangat bergantung dengan tingkat suku bunga (discount rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang diperhitungkan adalah suku bunga pertahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit dengan rumus: CRF = [i (1+i)n] / [(1+i)n-1]
CRF i n CC
= Capital Recovery Factor (desimal) = Suku Bunga (%) = Umur Pembangkit/Lama waktu penyusutan (tahun) = Capital Cost/Biaya Modal (US$/kWh)
Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi).
Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) kWh
= Daya terpasang x Faktor kapasitas x (jam terpakai x jumlah hari dalam satu tahun)
Perhitungan Biaya Pembangkit Total TC = CC + FC + O&M Dengan :
TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar O&M = Biaya Operasi dan Perawatan 3.2.2 Analisis Deskripsi Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami (Nazir 1988). Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dikelompokkan, kemudian disusun dan dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif. Analisa deskripsi digunakan untuk menjelaskan hasil identifikasi jenis
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
21
LAPORAN AKHIR TAHUN dan sumber energi, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan.
3.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari – Desember 2012. Lokasi penelitian difokuskan pada wilayah Jawa Barat (Bogor, Pelabuhan Ratu, Subang, Indramayu). Sasaran lokasi untuk penggalian informasi sekunder dalam penelitian ini adalah lokasi-lokasi yang menurut data Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) ditetapkan sebagai lokasi-lokasi potensial pengembangan energi laut, dan lokasi survei lapangan untuk melakukan pendalaman yang meliputi 4 (empat) kabupaten dan kota di Jawa Barat, yaitu Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi (Kecamatan Palabuhanratu), Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.
3.4 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan informan kunci di Kabupaten Subang, Indramayu dan Sukabumi. Teknik wawancara dilakukan secara terstruktur dengan pendekatan teknik “open-ended” yang diarahkan kepada upaya pengungkapan informasi mengenai: (a) potensi energi dari sektor kelautan, (b) pemanfaatan energi pada usaha perikanan, (c) efisiensi penggunaan energi pada usaha perikanan, dan (d) kebijakan-kebijakan pemerintah yang dipandang berpengaruh terhadap penyediaan energi untuk sektor kelautan dan perikanan. Matrik yang menunjukkan metode analisis data yang sesuai dengan konteks permasalahan dan hasil yang akan menjawab tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
22
LAPORAN AKHIR TAHUN
Tabel 2. Matriks Metodologi Penelitian No
Tujuan
Pendekatan
Data yang diperlukan
Metode Pengumpulan Data 1. Penulusuran data dan informasi ke instansi-instansi terkait. 2. Pencarian data dan informasi melalui internet
Jenis dan Sumber Data Data sekunder dari: ESDM, ASELI, KKP, BPPT, Ristek, LIPI, P3GL, Internet
Metode Analisis Data Deskriptif kualitatif
1.
Melakukan identifikasi jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan
Desk study
Jenis-jenis energi terbarukan Sumber energi terbarukan Potensi energi terbarukan Jumlah produksi energi terbarukan Pemanfaatan (distribusi dan konsumsi) energi terbarukan
2.
Melakukan analisis kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan
Desk study Survey
1. Hasil-hasil penelitian sebelumnya 2. Biaya dan keuntungan penggunaan energi terbarukan
1. Penelusuran data dan informasi 2. Wawancara dengan key informan dan responden
- Data sekunder dari ESDM, BPPT, Ristek, LIPI, P3GL - Data primer (purposive sampling): responden 30 orang/lokasi
Analisis kelayakan investasi (aspek sosial, ekologi, teknologi dan ekonomi) Descriptive quantitative
3.
Melakukan analisis efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan
Desk study Survey Observasi
1. Data jumlah kapal penangkap perikanan 2. Data produksi udang 3. Data jumlah usaha pengolahan ikan 4. Sarana dan peralatan penangkapan 5. Intensitas dan konsumsi pemakaian energi
1. Statistik Perikanan Tangkap 2. Statistik Perikanan Budidaya 3. Statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 4. Study on the Assessment of Oil
- Data sekunder dari PUSDATIN, ESDM, BPPT, BPS - Data primer (purposive sampling): responden 30 orang/lokasi
Analisis Konsumsi Energi (KE)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
23
LAPORAN AKHIR TAHUN
No
Tujuan
Pendekatan
4.
Merumuskan paket kebijakan terkait kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan
Pemodelan Sintesis interpretative
Data yang diperlukan
Output tujuan 1, 2 dan 3
Metode Pengumpulan Data Fuel Consumption in Indonesia on 2002 5. Hasil wawancara dengan key informan dan responden Hasil analisis data
Jenis dan Sumber Data
Observasi
Metode Analisis Data
Strategic analysis
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
24
LAPORAN AKHIR TAHUN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan 4.1.1 Jenis dan Sumber Energi Laut Berdasarkan hasil penelaahan berbagai laporan ilmiah, teridentifikasi sejumlah sumber energi dari laut yang dapat dikembangkan untuk menopang kebutuhan energi untuk sektor tersebut aupun sektor lain. Sumber energi tersebut adalah angin, arus laut, arus pasang surut, gelombang laut, perbedaan salinitas, perbedaan temperatur air laut di permukaan dan di dasar laut dan flora-flora laut yang dapat dikonversi menjadi biofuel. Sumber-sumber ini secara teknis merupakan alternatif bagi energi konvensional dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk. Untuk sektor kelautan dan perikanan, energi laut memberikan harapan terutama bagi penyelesaian masalah keenergian di pulau-pulau terpencil yang belum terjangkau listrik. Energi-energi yang disebutkan di atas merupakan bentuk-bentuk energi terbarukan yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya laut. Menurut hasil penelaahan laporan mengenai perkembangan sumber-sumber energi tersebut di atas (Busaeri, 2011), secara teknis, energi-energi laut tersebut di atas dapat dikonversi dari bentuk-bentuk energi kinetik, energi potensial dan energi perbedaan temperatur air laut. Namun demikian, sejauh ini belum semua potensi energi laut dapat direalisasikan menggunakan teknologi yang tersedia pada saat ini. Di antara yang secara teknologis telah dapat diupayakan untuk dikonversi terbatas pada lima jenis, yaitu: 1. Energi listrik gelombang laut, yang dikonversi dari tenaga kinetik pergerakan vertikal muka air laut (gelombang laut) melalui parameter tinggi, panjang dan periode gelombang. 2. Energi listrik pasang surut, yang dikoversi dari tenaga potensial perbedaan tinggi muka air laut. 3. Energi listrik arus laut, yang dikonversi dari tenaga kinetik pergerakan massa air laut yang melewati selat akibat pergerakan siklus pasang surut.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
25
LAPORAN AKHIR TAHUN 4. Energi listrik perbedaan temperatur laut atau OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), yang dikonversi dari tenaga yang terkandung pada perbedaan temperatur air laut di permukaan dan di laut dalam. 5. Energi kimia bioetanol, yang dikonversi melalui proses kimia dari tanaman laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang teridentifikasi telah secara teknologis dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi baru terbarukan melalui proses konversi untuk menghasilkan bioetanol. Jenis energi ini termasuk ke dalam kelompok biofuel, yaitu bahan bakar yang diproduksi dari sumber-sumber hayati yang disebut juga bahan bakar nabati (BBN). Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku penghasil bioetanol dan biogas telah berkembang pesat di dunia internasional. Di luar negeri, misal di Norwegia, rumput laut Laminaria telah dimanfaatkan sebagai penghasil bioetanol, sedangkan di Jepang selain Laminaria, Ulva dikonversi menjadi sebagai penghasil biogas. Di Indonesia, teknologi konversi energy dari bahan hayati laut telah dihasilkan oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, namun sejauh ini teknologi tersebut masih perlu diuji lebih lanjut aspek pengembangan dan komersialisasinya.
4.1.2 Potensi dan Lokasi Sumber Energi Laut Potensi energi laut di Indonesia telah banyak dikaji dan dihitung oleh berbagai pihak, salah satunya adalah perhitungan yang dikeluarkan oleh Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) (2011), Erwandi (2011) dan P3GL (2011). Potensi energi laut tersebut dikelompokkan menjadi potensi teoritis, potensi teknis, dan potensi praktis untuk tiga jenis teknologi konversi energi laut, yaitu arus pasang surut, gelombang laut dan energi perbedaan temperatur laut seperti yang ditampilkan dalam Gambar 7. Arus pasang surut memiliki potensi teoritis sebesar 160 gigawatt (GW), potensi teknis 22,5 GW, dan potensi praktis 4,8 GW. Gelombang laut mempunyai potensi teoritis 510 GW, potensi teknis 2 GW, dan potensi praktis 1,2 GW. Serta panas laut memiliki potensi teoritis 57 GW, potensi teknis 52 GW, dan potensi praktis 43 GW.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
26
LAPORAN AKHIR TAHUN Gigawatt (GW) 512
510
256
160
128 57
64 32
52
43
22,5
16 8
4,8
4 2
2 1,2
1 Gelombang Potensi teoritis
Arus
OTEC
Potensi teknis
Potensi praktis
Gambar 7. Potensi Tiga Jenis Teknologi Energi Laut di Indonesia (Sumber: ASELI, 2011; Erwandi, 2011; P3GL, 2011; diolah) Seperti terlihat pada Gambar 7, sumberdaya laut yang paling memiliki prospek untuk dikembangkan adalah energi perbedaan temperatur laut (OTEC) karena potensi praktisnya paling tinggi dibandingkan sumber energi laut lainnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan P3GL dan ESDM (2011), potensi OTEC di perairan Indonesia mencapai 2,5 x 1023 Joule. Dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar 3%, maka dapat menghasilkan daya sekitar 240.000 MW. Estimasi potensi OTEC tersebut diperoleh melalui perhitungan berikut (Achiruddin, 2011): Panjang garis pantai Indonesia
: 95.181 km
Potensi OTEC 70% dari garis pantai
: 0,7 x 95.181 = 66.627 km
Jarak antara pembangkit OTEC 100 MW
: 30 km
Koefisien faktor
: 0,8 – 0,9
Estimasi potensi OTEC di Indonesia
: 222 GW
Daya listrik per jam
: 15.557 TWh
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
27
LAPORAN AKHIR TAHUN Jika dilihat dari kondisi alam dan letak geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau dan selat maka energi laut yang memiliki prospek untuk dikembangkan adalah energi arus laut. Lebih lanjut, posisi laut Indonesia yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia membuat arus bergerak dengan kecepatan yang tinggi. Selain kekuatan arus yang besar, laut Indonesia juga sangat kaya akan sumber energi arus pasang surut yang diperkirakan dapat menghasilkan energi arus pasang surut sebesar 4,8 GW (Derian, 2011). Tabel 3 menampilkan potensi energi laut beserta kapasitas pembangkit, lokasi yang potensial dan kebutuhan listriknya. Kemudian Tabel 4 menyajikan tahapan pengembangan untuk setiap jenis energinya. Tabel 3. Potensi Energi Laut, Kapasitas Pembangkit, Lokasi dan Kebutuhan Listrik di Indonesia Rincian Potensi Indonesia
Gelombang 1.200 MWa
Jenis Energi Laut Pasang Arus Laut Surut 4.800 MWa 6.000 MWb
OTEC 220.000 MWa >1.500 TWha
Kapasitas pembangkit
0,5- 2 MWa
10-200 MWa
10-200 MWa,c
5-100 MWa
Lokasi
Pesisir dan Pulau kecila
Wilayah Timura
Bali-NTTc
Pesisir dan Pulau Kecila
Kebutuhan listrik
100 kW-1,5 mWa
> 10 mWa
1-20 MWa
> 5 MWa
Sumber : a Mukhtasor (2011); b Erwandi (2011); c Derian (2011)
Prioritas jangka pendek berupa pemanfaatan energi arus dan gelombang untuk wilayah pesisir yang belum mendapat akses listik.Ini karena umumnya daerah tersebut membutuhkan kapasitas pembangkit listrik skala kecil. Untuk prioritas jangka menengah dan panjang, diperlukan pengembangan pilot project pemanfaatan energi panas laut dengan teknologi Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC). Selain untuk kebutuhan listrik, ia memiliki fungsi yang bermacam-macam seperti perikanan tangkap, penyediaan air mineral dan tawar, penelitian, dan bahkan untuk wisata.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
28
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 4. Tahapan Pengembangan Energi Laut di Indonesia Jenis Energi Gelombang
Pasang Surut
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Tercipta 1MW dengan rancangan menggunakan 0,5-1 MWa sistem bandulan d Telah mampu menggantikan PLTDa Studi Kelayakan 1MW Pembangun (FS) a di an di Nusa Meraukea Penida
2017
2018
2019
2020
d
Arus Laut OTEC
Tercipta rancangan 1-10 MWa Studi Kelayakan (FS)-5 MWa
Pembangkit utama untuk wilayah Bali dan NTTa Pilot Project di Manado dengan bantuan Jepanga
Daerah wisata, wilayah batas Negaraa
Sumber : a Mukhtasor (2011); b Erwandi (2011); c Derian (2011); d Nugroho (2012)
Potensi energi bioetanol berbahan baku rumput laut juga sangat besar (Natasasmita, 2011). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Abdillah (2008) yang menunjukkan bahwa rumput laut berpotensi sebagai bahan penghasil gas metan. Rata-rata kadar metan yang dihasilkan dari fermentasi anaerob tiga jenis rumput laut Padina, Gracilaria dan Sargassum mencapai 19%. Selain itu, rumput laut sebagai biodiesel dinilai lebih kompetitif dibandingkan komoditas pangan lainnya. Dibandingkan jagung dan kelapa sawit, lahan rumput laut satu hektar dapat menghasilkan 58.700 liter (30% minyak) per tahunnya (Adya, 2010). 4.1.3 Potensi Permintaan Energi Laut Indonesia Potensi energi laut tersebar di seluruh perairan Indonesia, baik di wilayah barat mapun timur Indonesia. Wilayah perairan Indonesia yang potensial dikembangkan energi arus laut di antaranya Selat Alas, Selat Sape, Selat Linta, Selat Molo (P. Flores – P. Komodo), Selat Flores, Selat Boleng, Selat Lamakera, Selat Pantar, dan Selat Alor (Erwandi, 2011). Untuk potensi energi gelombang, wilayah perairan yang potensial adalah perairan sebelah barat pantai Sumatera, sebelah selatan pantai Jawa, Bali, NTB, NTT, sebelah selatan Maluku dan Papua. Dengen memperhitungkan jumlah penduduk di wilayah pesisir dan pulau-pulau Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
29
LAPORAN AKHIR TAHUN kecil diperoleh informasi potensi energi dan pengguna potensial sebagaimana disajikan pada Tabel 5. Perhitungan potensi pengguna tersebut berdasarkan asumsi bahwa: 1) Kebutuhan energi listrik per provinsi diasumsikan sebanyak jumlah penduduk miskin karena mereka kesulitan mengakses listrik dari PLN; 2) Provinsi yang terpilih sebagai lokasi energi listrik disesuaikan dengan peta sebaran potensi energi laut di Indonesia yang diratifikasi oleh ASELI dan Ocean Energy Indonesia; 3) Jenis energi laut yang diidentifikasi adalah energi pasang surut, gelombang dan OTEC karena potensinya berbatasan dengan daratan yang bersentuhan langsung dengan kabupaten-kabupaten di
provinsi
terpilih.
Sedangkan energi arus laut berpusat di selat-selat sehingga tidak bersentuhan langsung dengan daratan; dan 4) Rasio elektrifikasi adalah prosentase penduduk (total) provinsi yang telah terlayani listrik, sedangkan data penduduk yang dimasukkan ke dalam tabel adalah penduduk di desa pesisir saja.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
30
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 5. Lokasi-lokasi Potensial Energi Laut di Indonesia Berdasarkan Jumlah Penduduk, Rasio Elektrifikasi dan Potensi Permintaan Listriknya Lokasi Potensi Energi
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14 15. 16. 17.
Kepulauan Riau Sumatera Utara Sumatera Barat Bengkulu Lampung Kalimantan Barat Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Maluku Maluku Utara Papua
Sumber
Jenis Energi Laut1) 1
2
√
√ √ √ √ √
√ √ √
√ √
3 √ √ √ √ √
√
√
Potensi Jumlah Rasio Jumlah Permintaan penduduk elektrifikasi penduduk2) Listrik miskin2) (%)3) (MW)4) 366.616 60.679 55,84 103 802.662 148.496 69,68 1.162 636.225 41.378 69,37 877 166,701 38,190 51,46 105 479.610 175.063 48,82 141 507.957 108.161 45,83 149 74,98 1,9 964,592 160,295 32,51 137 917,385 319,241
√
1.304.803
750.908
24,55
275
√ √
400,237 89.175
30,921 13.519
55,50 38,09
53
√ √ √ √ √ √
242,310 488,961 258,188 361,345 408.901 597,210
125,664 94,115 88,813 237,663 175.887 162,523
49,79 66,87 48,30 54,51 49,44 32,35
25 144 102 61 47 260
: 1) Indonesian Ocean Energy Association,2011 : 1 Pasang surut, 2 Gelombang, 3 OTEC 2) BPS Hasil Sensus 2002 dan SMERU 3) Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2010 4) Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2010
Pada Gambar 8 dapat dilihat sebaran peta potensi energi laut di Indonesia. Berdasarkan gambar, tidak semua propinsi memiliki potensi energi laut dan hanya propinsi tertentu saja yang memiliki. Sebagai contoh di Pulau Jawa tidak memiliki potensi energi laut, sedangkan Propinsi Kepulauan Riau memiliki potensi energi laut yaitu pasang surut dan gelombang. Propinsi NTT dan Papua memiliki ketiga potensi energi energi laut yaitu pasang surut, gelombang dan OTEC.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
31
LAPORAN AKHIR TAHUN
Gambar 8. Peta Potensi Energi Laut di Indonesia (modifikasi dari berbagai sumber) Lokasi sumber energi OTEC di Indonesia dapat ditelusuri berdasarkan kriteria sumber OTEC di dunia yang umumnya berada pada 20°LU hingga 20°LS. Selain itu, penentuan lokasi perairan yang potensial sebagai sumber OTEC juga dapat dilakukan sesuai dengan syarat-syarat berikut (Achiruddin, 2011): 1.
Kedalaman laut minimal 1.000 m
2.
Temperatur permukaan laut sepanjang tahun minimal 27°C
3.
Memiliki perbedaan temperatur minimal 20°C antara air permukaan laut dan air laut pada kedalaman lebih dari 700 m
4.
Daerah laut yang jarang mengalami angin topan
5.
Lahan daratan 5.000 m2 untuk kantor dan instalasi penghubung ke jaringan PLN.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
32
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.1.4 Perkembangan Berbagai Jenis Energi Laut Pengembangan dan pemanfaatan energi laut di Indonesia masih sampai saat ini masih dalam tahap kajian atau penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bekerja sama dengan Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan-KKP dan PT Dirgantara Indonesia (DI). Sementara itu, perkembangan energi arus pasang surut telah sampai pada tahap uji coba dan tahap komersialisasi dengan dibangunnya pembangkit listrik dalam skala demo di Eropa, Amerika dan Asia. Bahkan serangkaian multi-megawatt dari perusahaan Hammerfest Strom, Open Hydro dan MeyGen (Nugroho, 2011). Perkembangan energi laut di Indonesia berdasarkan penelusuran hasil-hasil kajian di Indonesia seperti Aseli ( 2011) ditampilkan dalam Gambar 9.
Komersialisasi Pilot project Studi kelayakan Penguasaan teknologi Identifikasi potensi Arus
Gelombang
OTEC
Pasang Surut
Biofuel
Gambar 9. Perkembangan Energi Laut di Indonesia Energi laut dari gelombang, arus dan perbedaan temperatur atau OTEC berpotensi untuk menghasilkan energi listrik. Energi gelombang laut adalah energi yang dihasilkan dari pergerakan gelombang laut menuju daratan dan sebaliknya. Indonesia belum pemanfaatan energi gelombang laut sebagai sumber listrik. Memang
Indonesia
dengan
wilayahnya
yang
luas,
memiliki
potensi
mengembangkan PLTGL. Selain itu pembangkit ini tidak menyebabkan polusi Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
33
LAPORAN AKHIR TAHUN dan tidak memerlukan biaya bahan bakar karena sumber penggeraknya energi alam yang bersifat terbarukan, meskipun biaya instalasi dan perawatan mahal. Namun untuk merealisasikan hal tersebut perlu dilakukan penelitian lebih mendalam. Energi gelombang sudah pernah diujicobakan oleh BPPT pada tahun 2005 di Yogyakarta. Energi arus laut pengukuran dan pemetaan potensinya sudah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) (Yosi, 2012). Sedangkan potensi energi yang berasal dari perbedaan temperatur masih dalam proses pengujian untuk kelayakannya oleh BPPT dan Universitas Dhamarma Persada (ASELI, 2011). Energi perbedaan temperatur air laut merupakan pengembangan energi untuk jangka menengah dan panjang dengan menggunakan teknologi OTEC yang berfungsi multiguna seperti untuk listrik, usaha perikanan budidaya, penyediaan air mineral dan tawar, penelitian, dan wisata (Nugroho, 2011). Pembangkit OTEC yang memanfaatkan perbedaan antara suhu air permukaan dan suhu di dasar laut dioperasikan untuk menghasilkan listrik untuk dinikmati oleh rumah tangga dan usaha masyarakat sekitarnya. Namun demikian, air laut di permukaan dan air yang di dalam laut juga dapat dimanfaatkan kembali (reuse) sebagai air bersih yang dapat digunakan oleh berbagai kegiatan usaha masyarakat. Setelah melalui proses penyulingan, air di permukaan dapat menjadi air bersih yang selanjutnya dapat diproses menjadi hidrogen, air minum, dan air mineral. Sementara air di dasar laut dapat juga disuling menjadi air mineral dan sebagai dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan es, litium, makanan, sistem pendingin daerah sekitar, dan untuk kegiatan usaha budidaya. Sementara itu, pengembangan bioethanol berbahan baku rumput laut dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar bensin. Namun, saat ini tahap pemanfaatan bioethanol masih sebagai bahan campuran dengan bensin sehingga biaya pemakaian bahan bakar lebih efisien. Pengembangan bahan bakar nabati (biofuel) ini memiliki keuntungan bagi pembangkit listrik, antara lain ketersediaan bahan baku memadai seperti: kelapa sawit, jarak, singkong, jagung, dan tebu untuk bioethanol dan biodiesel serta bisa diandalkan sebagai pengganti solar dan bensin (Utomo, 2011). Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
34
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.1.5 Penggunaan Teknologi pada Energi Laut 4.1.5.1 Energi Arus Laut Energi arus laut memanfaatkan pergerakan arus laut yang bolak-balik sehingga potensi terbesarnya terdapat di daerah selat antar pulau karena arus di sekitar pulau dan selat memiliki kecepatan yang tinggi. Pergerakan arus laut ini memerlukan teknologi turbin yang dapat menangkap aliran dalam dua arah. Cara kerja pembangkit listrik tenaga arus laut tidak berbeda dengan pembangkit listrik tenaga angin yang memanfaatkan putaran kincir untuk menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik. Kecepatan arus laut minimum yaitu 2 m/detik, tetapi yang ideal adalah 2,5 m/detik. Gambar 10 menunjukkan teknologi yang digunakan untuk pembangkit listrik tenaga arus laut.
Gambar 10. Teknologi yang Digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (Achiruddin, 2011)
4.1.5.2 Energi Gelombang Energi gelombang mengkonversi energi kinetik pergerakan vertikal muka air laut (gelombang laut) melalui parameter tinggi, panjang dan periode gelombang. Konversi gelombang laut dengan tinggi rata-rata 1 meter dan periode 9 detik mempunyai daya sebesar 4,5 kW per meter panjang gelombang. Sedangkan deretan gelombang dengan tinggi 2—3 meter dapat membangkitkan daya sebesar 39 kW per meter panjang gelombang (Erwandi, 2011). Beberapa contoh teknologi konversi gelombang ialah teknologi naga laut (wave dragon), Oscillating water coloumn, pembangkit listrik sistem wahana apung (buoy) dan
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
35
LAPORAN AKHIR TAHUN pembangkit listrik tenaga gelombang menggunakan sistem bandulan (Erwandi, 2011). Energi mekanik laut dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan dan angin. Pasang surut yang terjadi diakibatkan oleh gaya tarik bulan, sedangkan gelombang laut diakibatkan oleh angin yang bertiup. Energi gelombang laut mempunyai tiga sistem dasar, yaitu sistem kanal yang memasukkan gelombang laut ke dalam penampung, sistem mengambang yang akan menggerakkan sistem pompa hidrolik, dan sistem OWC atau Oscillating Water Column yang menggunakan gelombang untuk menggerakkan generator ataupun fluida kerja, bisa air ataupun udara untuk memutar turbin dan menggerakkan generator. Gambar 11 menunjukkan teknologi pada pembangkit listrik tenaga gelombang laut.
Gambar 11. Teknologi yang Digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (Achiruddin, 2011)
4.1.5.3 Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) Energi perbedaan temperatur air laut (OTEC) beroperasi dengan cara mengkonversi perbedaan suhu air permukaan dan air di dalam laut minimal 20°C. OTEC digunakan sebagai pembangkit listrik yang mampu menghasilkan daya listrik sebesar 5—100 MW. Sistem kerja OTEC mempunyai kesamaan dengan mesin uap dimana fluida dievaporasi dan dikondensasi sehingga perbedaan tekanan yang terjadi akan memutar turbin untuk menghasilkan listrik. Dengan cara kerja seperti ini maka OTEC dapat menjadi salah satu sumber energi terbarukan karena OTEC menggunakan air laut yang tidak terbatas jumlahnya.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
36
LAPORAN AKHIR TAHUN Ada tiga jenis sistem pengubah energi termal menjadi listrik, yaitu siklus tertutup, siklus terbuka, dan hybrid yang merupakan kombinasi dari keduanya. Sistem siklus tertutup menggunakan air hangat di permukaan untuk menguapkan fluida kerja yang mempunyai titik didih rendah, seperti amonia. Uap tersebut akan mengembang, menekan dan memutar turbin. Turbin kemudian akan memutar generator untuk menghasilkan listrik. Siklus terbuka mendidihkan air laut dengan beroperasi pada tekanan rendah.Uap yang dihasilkan diteruskan ke turbin untuk memutar generator. Sistem kerja OTEC yang umum digunakan untuk menghasilkan energi terdiri atas dua macam siklus, yaitu siklus tertutup (closedcycle) (Gambar 12) dan siklus terbuka (open-cycle) (Gambar 13).
Gambar 12. Skema Prinsip Konversi OTEC (Siklus Tertutup) (Mamahit, 2010)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
37
LAPORAN AKHIR TAHUN
Gambar 13. Skema Prinsip Konversi OTEC (Siklus Terbuka) (Mamahit, 2010)
4.1.5.4 Energi Pasang Surut Energi pasang surut adalah energi kinetik dari pemanfaatan beda ketinggian pasang permukaan laut antara saat pasang dan surut. Selanjutnya, energi potensial perbedaan tinggi muka air laut tersebut dikonversi menjadi energi listrik. Teknologi konversi energi pasang surut membutuhkan rentang tunggang antara konsidi sudut terendah dan pasang tertinggi mencapai minimum empat meter. Teknologi konversi energi pasang surut merupakan teknologi konversi energi laut tertua dan telah digunakan di beberapa negara Eropa (Nugroho, 2012). Energi pasang surut laut biasanya dipanen dengan menggunakan bendungan untuk mengalirkan air melewati turbin dan memutar generator. Sedangkan untuk energi pasang surut laut, ada tiga sistem dasar, yaitu sistem kanal yang memasukkan gelombang laut ke dalam penampung, sistem mengambang yang akan menggerakkan sistem pompa hidrolik, dan sistem OWC atau
Oscillating Water
Column
yang
menggunakan
gelombang
untuk
menggerakkan generator ataupun fluida kerja, bisa air ataupun udara untuk memutar turbin dan menggerakkan generator. Prinsip kerja dari energi pasang surut ini sama dengan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ditunjukkan pada Gambar 14.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
38
LAPORAN AKHIR TAHUN
Gambar 14. Cara Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Air Laut (Achiruddin, 2011)
4.1.5.5 Biofuel Biofuel adalah bahan bakar yang berasal dari bahan hayati. Biofuel adalah sumber daya berkelanjutan yang tidak akan habis. Biasanya biofuel berasal dari minyak nabati yang mudah ditanam. Jika membutuhkan biofuel lebih banyak, maka hanya perlu menanam tumbuhan penghasil dalam jumlah yang lebih banyak. Umumnya bahan biofuel dibuat dari minyak nabati yang diperoleh dari pertanian seperti jagung, kedelai, biji rami, tebu, minyak kelapa sawit, biji jarak dan kelapa. Saat ini, mulai terjadi persaingan ruang tanam yang ketat antara tanaman pangan dan tanaman yang digunakan untuk bahan biofuel sehingga mulai dikembangan alternatif lain seperti alga dan biomassa yang berasal dari selulosa yang mampu menghasilkan energi yang serupa. Keuntungan dari alga adalah dapat tumbuh di tanah yang kurang subur atau di lautan, sedangkan biomassa selulosik dapat berupa rumput yang tumbuh pada lahan-lahan marjinal.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
39
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.2 Kelayakan Energi dari Sumberdaya Kelautan 4.2.1 Analisis Finansial Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Laut Pada perhitungan pembangunan pembangkitan listrik yang memanfaatkan berbagai potensi energi diambil asumsi-asumsi yang mendekati kondisi riilnya. Secara ringkas biaya investasi untuk setiap energi yaitu energi arus lalut, energi gelombang, energi OTEC dan energi pasang surut disajikan pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Biaya Investasi Pembangkit Tenaga Laut No
Jenis Energi
Total Cost (Rp/kWh)
Umur Pembangkit (tahun)
Capital Investasi (USD)
1 2
Arus laut Gelombang
2.127 1.176
15 15
256.277 260.304
3 4
Otec Pasang Surut
34.210 1.211
20 20
4.000.000.000 175.000
Sumber: data hasil olahan (2012)
Angka diatas berdasarkan perhitungan yang memperkirakan kebutuhan material dan anggaran biaya untuk distribusi tena ga listrik dari masing-masing energi laut. Berikut adalah asumsi-asumsi yang digunakan untuk investasi instalasi darat: 1. Jarak menuju
rumah penduduk dari sumber energi 3 Km dengan jumlah
pelanggan minimal 1.000 orang 2. Panjang JTM 3 km dengan Tipe Saluran SUTM (saluran udara tegangan menengah) 3. Jumlah Pelanggan 1000 orang dengan Tipe Saluran SUTR @ 900 VA 4. Tegangan Menengah 20-24 kV untuk 1 fasa 5. Tegangan Rendah 220 V untuk 1 fasa 6. 1 tiang TR (tegangan rendah) digunakan oleh 10 orang pelanggan
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
40
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 7. Investasi Instalasi Darat No A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Uraian Sat Harga Vol Jumlah Perkiraan RAB JTM Tiang Beton 11/350 daN + Earth + Bh 5.000.000 70 350.000.000 Pondasi a Trafo Distribusi Outdoor 160 Bh 50.000.000 4 200.000.000 kVA(untuk pelanggan 450 VA) PHB TR 1000 A 4 Jurusan Outdoor Bh 20.000.000 4 80.000.000 Sipil Gardu Distribusi Tipe Portal Lot 35.000.000 4 140.000.000 Konvensional Kabel A3CS 150 mm2 M 30.000 10.000 300.000.000 Travers dan Accessoriesnya Set 1.500.000 70 105.000.000 Isolator Tumpu Bh 200.000 200 40.000.000 Isolator Piring Bh 200.000 50 10.000.000 Strain / Suspension Clamp Bh 150.000 60 9.000.000 Fuse Cut Out Bh 750.000 18 13.500.000 Arrester Bh 750.000 36 27.000.000 Guy Wire Set 2.000.000 10 20.000.000 Pipa Galvanize berbagai ukuran Lot 10.000.000 1 10.000.000 Material Pelengkap (CCOH, Joint Lot 25.000.000 1 25.000.000 dll ) Jumlah 1.329.500.000 Perkiraan RAB JTR + SR + APP Tiang Beton 9/200 daN + Earth + bh 2.500.000 100 250.000.000 Pondasi b Kabel NYFGbY 4x95 mm2 m 450.000 180 81.000.000 Kabel NFA2X-T 3x70+1x50 mm2 m 40.000 3.600 144.000.000 Kabel NFA2X 2x16 mm2 m 10.000 30.000 300.000.000 Dead End / Suspension Assembly set 50.000 130 6.500.000 Terminal Outdoor Cu/Al 95/70 set 750.000 18 13.500.000 mm2 Stainless dan Stopping Buckle set 2.000 100 200.000 kWh Meter bh 250.000 100 25.000.000 MCB 2 A bh 27.000 100 2.700.000 Kotak APP bh 160.000 100 16.000.000 Material Pelengkap (CCOH, Joint lot 25.000.000 1 25.000.000 dll ) Jumlah 863.900.000 2.193.400.000 Jumlah A+B Resiko overhead keuntungan (ROK) 5 % 109.670.000 Jumlah + ROK 2.303.070.000 230.307.000 PPN 10% Total (Rp) 2.533.377.000 253.337,7 Total (USD)
Keterangan: a. Jarak tiang TM per 50m b. Jarak tiang per 30m Asumsi 1US$ = Rp 10.000 Sumber: data primer diolah (2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
41
LAPORAN AKHIR TAHUN Pada Tabel 7 dapat dilihat besarnya investasi instalasi darat. Adapun jumlah kebutuhan biaya total yang dibutuhkan adalah Rp 2.533.377.000,- atau setara dengan USD$ 253.337. Analisis finansial selanjutnya meliputi empat jenis energi, yaitu: arus laut (Tabel 8), gelombang (Tabel 9), perbedaan temperatur air laut (OTEC) (Tabel 10), dan pasang surut (Tabel 11).
4.2.1.1
Energi Arus Laut Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) memanfaatkan arus laut
sehingga tidak memanfaatkan bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama, namun tetap menggunakan pelumas mesin sebesar USD Cent 0,09/kWh. Perhitungan biaya ekonomi untuk membangun investasi arus laut dapat dijabarkan dengan
melakukan
perhitungan
CRF,
perhitungan
biaya
pembangunan,
perhitungan jumlah pembangkitan tenaga listrik (kWh/Tahun).
4.2.1.1.1 Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) Perhitungan ini sangat bergantung dengan tingkat suku bunga (discount rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang diperhitungkan adalah suku bunga pertahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit dengan rumus: CRF = [i (1+i)n] / [(1+i)n-1]
CRF i n CC
= Capital Recovery Factor (desimal) = Suku Bunga (%) = Umur Pembangkit/Lama waktu penyusutan (tahun) = Capital Cost/Biaya Modal (US$/kWh)
Tabel 8. Biaya Investasi Energi Arus Laut No 1 2 3 4 5 6
Jenis Data Kapasitas Terpasang Umur Pembangkit Harga Investasi Suku bunga CRF Faktor Kapasitas (kWh terpasang/kWh terpakai)
Nilai 70 kW 15 tahun USD 256.277,70/kw 13% 0,1518 30%
Sumber: data diolah dari berbagai sumber 2012
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
42
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.2.1.1.2 Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi). Biaya pembangunan: USD 256.277,70/ 70 kW= USD 3.661,11/kw
4.2.1.1.3 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) Dengan daya terpasang 70 kW dan faktor kapasitas 30% maka jumlah pembangkit tenaga listrik (kWh) adalah: kWh
= daya terpasang x faktor kapasitas x 8.760 hari (24 jam x 365 hari) = 70 kW x 0,3 x 8.760 = 183.960 kWh/tahun.
Maka, Capital Cost-nya adalah = (3.661,11/kW x 70 x 0,1518) / 183.960 = USD 0,21147 /kwh = USD Cent 21,15/kWh
4.2.1.1.4 Perhitungan Biaya Pembangkit Total TC = CC + FC + O&M Dengan :
TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar O&M = Biaya Operasi dan Perawatan TC = USD Cent 21,15/kWh + USD Cent 0,09/kWh + USD Cent 0,03/kWh = USD Cent 21,27/ kWh = USD 0,2127/kWh = Rp 2.127/kWh
4.2.1.2 Energi Gelombang Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL)
memanfaatkan
arus laut sehingga tidak memanfaatkan bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama, namun tetap menggunakan pelumas mesin sebesar USD Cent 0,09/kWh. Perhitungan biaya ekonomi untuk membangun investasi arus laut dapat di
jabarkan
dengan
melakukan
perhitungan
CRF,
perhitungan
biaya
pembangunan, perhitungan jumlah pembangkitan tenaga listrik (kWh/Tahun).
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
43
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.2.1.2.1 Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) Perhitungan ini sangat bergantung dengan tingkat suku bunga (discount rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang diperhitungkan adalah suku bunga pertahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit dengan rumus: CRF = [i(1+i)n] / [(1+i)n-1]
CRF i n CC
= Capital Recovery Factor (desimal) = Suku Bunga (%) = Umur Pembangkit/Lama waktu penyusutan (tahun) = Capital Cost/Biaya Modal (US$/kWh)
Tabel 9. Biaya Investasi Gelombang No 1 2 3 4 5 6
Jenis Data Kapasitas Terpasang Umur Pembangkit Harga Invetasi Suku bunga CRF Faktor Kapasitas
Nilai 50 kW 15 tahun USD 260.304,40 13% 0,1469 75%
Sumber: data diolah dari berbagai sumber 2012
4.2.1.2.2 Biaya Pembangunan (Capital investment Cost) Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi). Biaya pembangunan: USD 260.304,40/50 kW= USD 5206,088 /kW.
4.2.1.2.3 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) Dengan daya terpasang 50 kW dan faktor kapasitas 75% maka jumlah pembangkit tenaga listrik (kWh) adalah: kWh
= daya terpasang x faktor kapasitas x 8760 = 50 kW x 0,75 x 8760 = 328.500 kWh/tahun.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
44
LAPORAN AKHIR TAHUN Maka, Capital Cost nya adalah = (USD 5.206,088 /kW x 50 x 0,1469) / 328.500 = USD 0,1164 /kWh = USD cent 11,64 /kWh
4.2.1.2.4 Perhitungan Biaya Pembangkit Total TC = CC + FC + O&M Dengan :
TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar O&M = Biaya Operasi dan Perawatan TC = USD cent 11,64 /kWh + USD Cent 0,09/kWh + USD Cent 0,03/kWh = USD cent 11,76 /kWh = USD 0,1176 /kwh = Rp 1.176 /kWh
4.2.1.3 Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) Pembangkit Listrik Tenaga OTEC (PLT-OTEC) memanfaatkan arus laut sehingga tidak memanfaatkan bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama, namun tetap menggunakan pelumas mesin sebesar USD Cent 0,09/kWh. Perhitungan biaya ekonomi untuk membangun investasi arus laut dapat di jabarkan dengan melakukan perhitungan CRF, perhitungan biaya pembangunan, perhitungan jumlah pembangkitan tenaga listrik (kWh/Tahun).
4.2.1.3.1 Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) Perhitungan ini sangat bergantung dengan tingkat suku bunga (discount rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang diperhitungkan adalah suku bunga pertahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit dengan rumus: CRF = [i(1+i)n] / [(1+i)n-1]
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
45
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 10. Biaya Investasi Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) No 1 2 3 4 5 6
Jenis Data Kapasitas Terpasang Umur Pembangkit Biaya Investasi Suku bunga CRF Faktor kapasitas(kWh terpasang/kWh terpakai)
Nilai 100.000 kW 20 tahun USD 40.000/kW 13% 0,14 30%
Sumber: data diolah dari berbagai sumber 2012
4.2.1.3.2 Biaya Pembangunan (Capital investment Cost) Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi). Biaya pembangunan: USD 40.000/kw
4.2.1.3.3 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) Dengan daya terpasang 100.000 kW dan faktor kapasitas 30% maka jumlah pembangkit tenaga listrik (kWh) adalah: kWh
= daya terpasang x faktor kapasitas x 5.475 (15 jam x 365 hari) = 100.000 kW x 0,3 x 5.475 = 164.250.000 kWh/tahun.
Maka, Capital Cost-nya adalah = (USD 40.000/kW x 100.000 x 0,14) / 164.250.000 = USD 3,409 /kWh = USD Cent 340,9/kWh
4.2.1.3.4 Perhitungan Biaya Pembangkit Total TC = CC + FC + O&M Dengan :
TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar O&M = Biaya Operasi dan Perawatan TC
= USD Cent 340,9/kWh + USD Cent 0,09/kWh + USD Cent 0,03/kWh = USD Cent 341,02/kWh = USD 3,421/kWh = Rp 34.210/kWh
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
46
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.2.1.4 Energi Pasang Surut 4.2.1.4.1 Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) Perhitungan ini sangat bergantung dengan tingkat suku bunga (discount rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang diperhitungkan adalah suku bunga pertahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit dengan rumus: CRF = [i(1+i)n] / [(1+i)n-1]
CRF i n CC
= Capital Recovery Factor (desimal) = Suku Bunga (%) = Umur Pembangkit/Lama waktu penyusutan (tahun) = Capital Cost/Biaya Modal (US$/kWh)
Tabel 11. Biaya Investasi Energi Pasang Surut No 1 2 3 4 5 6
Jenis Data Kapasitas Terpasang Umur Pembangkit Biaya Investasi Suku bunga CRF Faktor kapasitas(kWh terpasang/kWh terpakai)
Nilai 70 kW 20 tahun USD 2.500/kW 13% 0,14 80%
Sumber: data diolah dari berbagai sumber 2012
4.2.1.4.2 Biaya Pembangunan (Capital investment Cost) Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi). Biaya pembangunan: USD 2.500/kw
4.2.1.4.3 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun) Dengan daya terpasang 70 kW dan faktor kapasitas 30% maka jumlah pembangkit tenaga listrik (kWh) adalah : kWh
= daya terpasang x faktor kapasitas x 3.650 hari (10 jam x 365 hari) = 70 kW x 0,8 x 3.650 = 204.400 kWh/tahun.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
47
LAPORAN AKHIR TAHUN Maka, Capital Cost-nya adalah = (USD 2.500/kW x 70 x 0,14) / 204.400 = USD 0,1199 /kwh = USD Cent 11,99/kWh
4.2.1.4.4 Perhitungan Biaya Pembangkit Total TC = CC + FC + O&M Dengan :
TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar O&M = Biaya Operasi dan Perawatan TC
= USD Cent 11,99/kWh + USD Cent 0,09/kWh + USD Cent 0,03/kWh = USD Cent 12,11/kWh = USD 0,1211/kWh = Rp 1.211/kWh
Berdasarkan
hitungan
sebelumnya,
besarnya
tarif
listrik
yang
memanfaatkan sumberdaya kelautan menunjukkan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan tarif dasar listrik (TDL) bagi rumah tangga dari PLN yang menggunakan sumber energi fosil. Besarnya tarif listrik dari energi laut ini tidak berbeda jauh dengan listrik dari sumber energi alternatif lainnya, seperti harga listrik dari panas bumi, biomassa, mini dan mikro hidro. Bahkan harga listrik dari tenaga surya dan tenaga bayu jauh lebih mahal dibandingkan sumber energi lainnya. Perbandingan harga listrik dari berbagai sumber energi tersebut disajikan dalam Tabel 12.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
48
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 12. Perbandingan Harga Listrik dari Berbagai Sumber Energi di Indonesia No. 1. 2.
3
Tarif Listrik/kWh Besaran Subsidi per kWh (Rp) Subsidi (Rp) Non-Subsidi (Rp) a) Energi Konvensional 795 1.163 368 Energi alternatif bersumber dari laut b) a. Arus laut 2.127 b. Gelombang 1.176 c. OTEC 34.210 d. Pasang Surut 1.211 Jenis Energi
Energi alternatif lainnya c) a. Panas bumi d) b. Biomassa c. Mini dan mikro hidro d. Tenaga surya e. Tenaga bayu
-
1.665 1.050 1.050 3.135 1.810
-
Sumber : a) Perpres No. 8 Tahun 2011 b) Data primer (diolah) c) Pradipta (2012) d) Permen ESDM No. 22 Tahun 2012
Berdasarkan Tabel 12, harga listrik per kWh yang paling murah bagi rumah tangga adalah listrik yang bersumber dari bahan bakar minyak yang disediakan oleh PT PLN (Persero). Rendahnya harga jual listrik tersebut dikarenakan adanya intervensi pemerintah berupa subsidi harga listrik sebesar Rp 368 per kWh. Sementara harga listrik dari sumber energi alternatif, baik energi laut maupun energi alternatif lainnya tidak memperoleh perlakuan yang sama sehingga harga jual listrik per kWh sama dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Namun demikian, pemerintah berupaya mengurangi besarnya subsidi listrik yang disediakan PLN pada tahun 2013 dengan cara menaikkan tarif dasar listrik (TDL) 15%. Langkah ini ditempuh untuk mengurangi beban APBN karena besarnya subsidi sudah mencapai angka Rp 93,52 triliun (Dhany, 2012). Sementara itu, harga listrik dari sumber energi alternatif relatif lebih tinggi dibandingkan harga listrik dari PLN karena tidak adanya subsidi dari pemerintah. Bahkan, harga listrik dari energi alternatif lainnya akan dinaikkan pada tahun 2013 (Pradipta, 2012). Untuk kenaikan harga listrik dari panas bumi telah diatur melalui Peraturan Menteri Enegi dan Sumber Daya Mineral No. 22 Tahun 2012. Hal ini ditujukan agar PLN akan membeli listrik dengan harga lebih mahal dari pihak swasta yang menghasilkan energi alternatif tersebut. Dengan
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
49
LAPORAN AKHIR TAHUN demikian, tingginya harga listrik dari energi alternatif ini diharapkan akan mengundang investor, baik asing maupun dalam negeri untuk membangun pembangkit listrik dari sumber energi baru terbarukan karena proyek yang ditawarkan bernilai ekonomis. Pada gilirannya, diharapkan ke depan terjadi peralihan (shifting) konsumsi listrik dari sumber energi konvensional ke sumber energi alternatif (Pradipta, 2012). Namun demikian, rencana pemerintah ini perlu juga mempertimbangkan tentang harga jual listrik dari energi baru terbarukan (EBT) kepada masyarakat. Apabila harga atau tarif listrik dari PLN masih lebih rendah dibandingkan dengan tarif listrik EBT maka masyarakat akan tetap bertahan untuk menggunakan energi konvensional. Di samping itu, kondisi ini akan membuat energi EBT tidak akan mampu bersaing dengan listrik PLN dalam hal tarif listrik. Untuk menciptakan kondisi yang kondusif maka pemerintah memiliki 2 (dua) alternatif, yaitu menghapus subsidi listrik PLN atau memberi subsidi tarif listrik untuk semua sumber energi agar harga listrik yang ditawarkan ke masyarakat dapat bersaing. Masih tingginya harga atau tarif dan terbatasnya ketersediaan listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) tersebut menyebabkan konsumsi energi konvensional di Indonesia masih sangat tinggi. Data dari ESDM menunjukkan bahwa penggunaan energi baru dan terbarukan dalam bauran energi di Indonesia sangat rendah yang hanya sebesar 5,7%. Rencana kenaikan harga listrik energi EBT ini mampu meningkatkan porsi energi EBT menjadi 6,7% pada tahun 2013 dan terus naik menjadi 17% pada tahun 2025 (Rubiandini dalam Pradipta, 2012). Tingginya ketergantungan terhadap bahan bakar minyak membuat PLN kesulitan dalam memenuhi kebutuhan energi masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2011 yang masih sebesar 71,23%. Artinya, dari jumlah rumah tangga sebanyak 59.778.200 Indonesia maka rumah tangga yang telah terpenuhi kebutuhan listriknya baru sejumlah 42.557.542. Kekosongan pasokan energi ini sangat berpotensi dipenuhi dari penggunaan listrik energi EBT, seperti energi laut. Potensi energi laut tersebar di seluruh perairan Indonesia, tetapi sebagian besar terletak di bagian timur wilayah Indonesia. Sumber energi laut tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di wilayah Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
50
LAPORAN AKHIR TAHUN timur Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah kepulauan yang sulit dijangkau oleh PLN. Hasil observasi peneliti di wilayah pulau-pulau kecil menunjukkan bahwa pasokan listrik dari PLN sangat sulit diperoleh sehingga masyarakat pesisir menggunakan mesin diesel untuk penerangan di malam hari. Untuk itu, ketersediaan listrik dari energi alternatif sangat perlu dipercepat sehingga kebutuhan listrik masyarakat dapat terpenuhi. Oleh karena itu, jika dapat direalisasikan segera maka listrik yang dihasilkan dari PLT Arus laut atau PLT Ombak akan disalurkan kepada masyarakat atau nelayan pinggir pantai yang berada dekat instalasi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, seperti: a) Pembuatan es untuk pengawetan ikan; b) Penyuplai daya ruang pendingin (cold storage) skala kecil, dan c) Penerangan masyarakat di malam hari atau kegiatan lainnya. Berikut pada Tabel 13 dilakukan overlay kebutuhan listrik rumah tangga di wilayah pulau-pulau kecil yang mempertimbangkan jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, rasio elektrifikasi, dan jumlah energi yang dikonsumsi, yang disandingkan dengan daya listrik yang dapat dihasilkan dari energi laut (gelombang, pasang surut, arus laut dan OTEC). Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa rasio elektrifikasi pada wilayah timur Indonesia masih rendah karena rasio elektrifikasi 11 wilayah dari 13 provinsi di Indonesia timur di bawah rasio elektrifikasi nasional (71,23%). Hanya Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan yang memiliki rasio elektrifikasi di atas rata-rata nasional yang masingmasing sebesar 77,99% dan 71,97%. Salah satu faktor penyebabnya adalah wilayah timur Indonesia didominasi oleh pulau-pulau kecil yang tersebar sehingga sulit dijangkau oleh PLN karena memerlukan investasi yang cukup besar untuk membangun tiang dan jaringan dari darat ke seberang pulau. Kondisi ini dapat salah satunya dapat diakomodir oleh energi yang bersumber dari laut, seperti energi arus laut, pasang surut dan gelombang karena lokasi sasaran sangat dekat dengan sumberdaya tersebut. Tabel 13 menunjukkan bahwa potensi energi laut berkisar 0,5 – 200 MW sehingga energi laut berpotensi untuk dimanfaatkan sehingga mampu mengisi kekurangan pasokan listrik yang selama ini disediakan oleh PLN dengan menggunakan minyak bumi sebagai bakan bakarnya. Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
51
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 13. Overlay Kebutuhan Listrik Rumah Tangga di Pulau-Pulau Kecil dengan Pasokan Listrik dari Energi Laut
Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat
2.296,7 1.062,9 2684,7 8.115,7
544,1 178,0 540,6 1.791,3
424,321 119,934 335,371 1,289,257
77,99 67,38 62,03 71,97
429,59 222,53 214,07 400,02
2.278,9
467,7
238,932
51,08
193,55
Total Konsumsi listrik rumah tangga (MWh) 233.739,919 39.610,340 115.726,242 716.555,826 90.523,335
1.189,3
305,0
102,357
33,56
127,40
38.857,000
13.040,282
Maluku
1.577,1
336,3
207,846
61,80
213,49
71.796,687
44.373,043
Maluku Utara
1.063,6
226,7
121,207
53,48
192,43
43.623,881
23.323,863
Papua
3.000,3
482,7
148,631
30,79
174,25
84.110,475
25.898,952
789,3
165,5
89,842
54,29
386,54
63.972,370
34.727,527
3.974,7
1.062,4
729,153
68,63
811,12
861.733,888
591.430,581
101,63
101.030,383
57.831,738
184,17
222.035,352
63.196,830
Provinsi
Papua Barat Bali
Penduduk (x1.000)
Rumah Tangga (x1.000)
Rumah Tangga Pelanggan PLN
Rasio Elektrifikasi (%)
Konsumsi per kapita (kWh)
Nusa Tenggara 4.791,1 994,1 569,042 34,52 Timur Nusa Tenggara 4.545,6 1.205,6 343,144 47,20 Barat Sumber: Statistik PLN 2011 (2012); Mukhtasor (2011); Derian (2011)
Konsumsi listrik rumah tangga yang terlayani (MWh)
Potensi energi laut Gelombang
Pasang Surut
0,5- 2 MW
10-200 MW
Arus Laut
OTEC
182.284,058 26.688,913 71.792,870 515.728,585 46.245,289
5-100 MW
10-200 MW
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
52
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.2.2. Aspek Ekonomi Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, aspek ekonomi yang paling utama dalam penggunaan energi laut bagi pelaku usaha perikanan adalah mampu meminimalisasi biaya pembelian bahan bakar solar yang terus meningkat. Dengan memanfaatkan sumberdaya kelautan sebagai sumber energi diharapkan pasokan energi untuk nelayan dan pembudidaya mudah diakses dengan harga murah. Aspek ekonomi yang dijadikan bahan pertimbangan dalam penggunaan teknologi di lokasi-lokasi pengamatan seperti Subang, Indramayu, Palabuhan Ratu dan Pameungpeuk adalah: 1.
Harga teknologi yang digunakan mampu bersaing dengan teknologi sejenis di kelasnya.
2.
Harga listrik yang dihasilkan mampu dijangkau masyarakat.
3.
Memiliki nilai investasi yang menguntungkan.
4.
Terjadi peningkatan pendapatan dari energi yang digunakan oleh masyarakat
5.
Mendukung program pemerintah untuk menghemat energi.
6.
Pemicu semangat pemerintah daerah lain untuk memasang alat yang sejenis.
7.
Pemasangan alat tidak mengganggu alat bantu penangkapan nelayan (misalnya rumpon) dan usaha budidaya rumput laut.
8.
Pemasangan alat tidak mengganggu jalur lalu lintas dan alat bantu penangkapan nelayan.
9.
Sumber energi dari laut mampu mengurangi beban operasional usaha perikanan.
4.2.3. Aspek Sosial Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan Dari aspek sosial, penggunaan energi laut diharapkan tidak menimbulkan konflik bagi para pelaku usaha perikanan karena pemasangan alat pembangkit akan berada di jalur lalu lintas nelayan dan juga di lahan rumput laut. Misalnya di lokasi Palabuhanratu, banyak ditemukan penggunaan rumpon yang tersebar di sepanjang Teluk Palabuhanratu sehingga pemasangan alat pembangkit akan mengganggu aktivitas nelayan yang berpotensi menimbulkan konflik. Aspek sosial yang dijadikan bahan pertimbangan dalam penggunaan teknologi di lokasi-
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
53
LAPORAN AKHIR TAHUN lokasi pengamatan seperti Subang, Indramayu, Palabuhan Ratu dan Pameungpeuk adalah: 1. Masyarakat menerima pengembangan energi laut sepanjang secara praktikal memungkinkan. 2. Hubungan patron-client menghambat distribusi dan akses ke sumber pasokan energi. 3. Masyarakat peka terhadap kemungkinan ketidakmerataan penyaluran energi. 4. Masyarakat memiliki peran dalam pengelolaan fasilitas energi. 5. Pembangkit listrik tidak berbenturan dengan kepentingan sosial dan ekonomi setempat. 6. Listrik yang dihasilkan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. 7. Pemasangan alat tidak menimbulkan konflik.
4.2.4.
Aspek Teknologi Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan Dari aspek teknologi, permasalahan yang dihadapi terkait perawatan
(maintenance) alat yang digunakan sehingga umur ekonomis alat menjadi lebih cepat dari yang seharusnya. Di samping itu, diakui bahwa kesadaran masyarakat untuk berperan aktif untuk menjaga dan merawat alat pembangkit juga dirasakan masih kurang. Selain itu, air laut juga menyebabkan peralatan pembangkit mudah korosif dan lapuk sehingga diperlukan perawatan yang intensif dengan biaya yang tidak sedikit. Aspek teknologi yang dijadikan bahan pertimbangan dalam pemanfaatan sumber energi di lokasi-lokasi pengamatan seperti Subang, Indramayu, Palabuhan Ratu dan Pameungpeuk adalah: 1. Perlunya penyuluhan terkait manfaat dan bahaya pembangkit 2. Adanya transfer teknologi kepada masyarakat 3. Adanya garansi dan servis kerusakan 4. Suku cadang mudah dicari 5. Alat mudah untuk dibawa dan dipasang, terutama di wilayah terpencil 6. Teknologi yang digunakan mampu bersaing dengan teknologi sejenis di kelasnya
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
54
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.2.5.
Aspek Lingkungan Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan Dari aspek lingkungan, penggunaan energi laut berpotensi menimbulkan
bahaya kebocoran akibat penggunaan bahan amonia yang diuapkan sehingga mengkibatkan pencemaran yang mengancam usaha perikanan di sekitar lokasi pembangkit. Selain itu, pengoperasian turbin juga berpotensi mengganggu habitat ikan yang berada di sekitar alat yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kegiatan usaha penangkapan. Aspek lingkungan yang dijadikan bahan pertimbangan dalam pemanfaatan sumber energi di lokasi-lokasi pengamatan seperti Subang, Indramayu, Palabuhan Ratu dan Pameungpeuk adalah: 1. Teknologi yang digunakan ramah lingkungan 2. Tidak menghasilkan limbah yang berbahaya 3. Tidak berdampak buruk terhadap biota laut
di sekitarnya akibat
pengoperasian turbin 4. Potensi dampak terhadap layanan sumberdaya 5. Potensi pencemaran air karena adanya kebocoran bahan amonia yang diuapkan
4.3 Efisiensi Penggunaan Energi pada Usaha-usaha Perikanan 4.3.1
Karakteristik Umum Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan Identifikasi penggunaan energi di sektor kelautan dan perikanan dilakukan
pada tiga jenis kegiatan usaha, yaitu pada kegiatan usaha perikanan tangkap, budidaya dan pengolahan hasil perikanan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa sumber energi yang saat ini digunakan terutama berupa bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. Penggunaan energi pada usaha-usaha perikanan yang berhasil diidentifikasi diantaranya ditampilkan dalam Tabel 14 berikut ini.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
55
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 14. Contoh Penggunaan Energi pada Usaha-usaha Perikanan No 1
Usaha Perikanan Perikanan tangkap
Jenis Energi BBM
Listrik 2
Perikanan budidaya
BBM
Listrik 3
Pengolahan hasil perikanan
BBM Listrik
Penggunaan Energi Solar untuk operasional mesin ketika melakukan kegiatan penangkapan ikan bervariasi berdasarkan ukuran GT kapal Cold storage besar dan kecil Pabrik es skala kecil dan skala besar Kincir berangkai dengan mesin Dong Feng Pengering rumput laut Mesin pembuat pakan Kompor Steamer Penggilingan daging ikan Pengolahan ikan skala rumah tangga seperti bowl cutter, meat bone separator
Sumber: data primer (2012)
4.3.1.1 Perikanan Tangkap Kegiatan
usaha
perikanan
tangkap
dibedakan
berdasarkan
asal
penangkapannya yaitu perikanan tangkap laut dan perikanan perairan umum. Jenis tangkapannya adalah ikan, binatang berkulit keras, binatang berkulit lunak dan binatang air lainnya. Intensitas pemakaian bahan bakar minyak baik premium maupun minyak solar dihitung berdasarkan jumlah perjalanan per perahu per tahun dan jumlah pemakaian bahan bakar per perjalanan sesuai dengan data ratarata di Indonesia yang diperoleh dari hasil survey BPPT maupun ITB (Anonim, 2001). Penggunaan bahan bakar pada kapal penangkap ikan tergantung pada ukuran kapal dan variasi besaran mesin (Tabel 15). Gross ton menunjukkan berat total kapal secara keseluruhan sedangkan PK menunjukkan kekuatan mesin perahu. Mesin yang digunakan pada perahu didominasi dengan merk mitsubishi dan domfeng. Mesin mitsubishi merupakan modifikasi dari mesin mobil yang disesuaikan untuk menggerakkan perahu.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
56
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 15. Penggunaan Energi Pada Usaha Penangkapan Deskripsi < 10 GT Ukuran Kapal (GT) Kekuatan Mesin (PK) Merek Mesin Alat Tangkap yang digunakan Jumlah hari/ Trip Daerah penangkapan ikan
Jumlah ABK Bensin Solar Harga Solar (Rp) Oli Harga Oli Minyak Tanah Harga Minyak Tanah Es Balok Harga Es Balok Ransum(Rp) Garam(Rp) Air Bersih (Rp) Total biaya perbekalan % penggunaan BBM pada biaya operasional
10-20 GT
Ukuran Kapal 20-30 GT
≥ 30GT
3
5
10
18
28
29
30
40
24
30
(Ps) 120
80
(Ps) 125
(Ps)120
(Ps)120
(Ps)125
Dongfeng
Dongfeng
Mitsubishi
Mitsubishi
Mitsubishi
Mitsubishi
Mitsubishi
Mitsubishi
Rampus
Arad
Gillnet
Gillnet
Gillnet
Gillnet
Gillnet
Gillnet
4
3
15
30
30
35
45
40
P.Biawak, Pantura
P.Biawak, Pantura
Kepulauan Bawean, Krimun Jawa, Kaltim
Laut Jawa, Kaltim, Selat Karimata
Laut Jawa, Kota Baru, Tarakan
Selat Karimata, Laut Jawa, Natuna
12
12
12
Pantura
Pantura
3
3
6
9 Biaya Perbekalan
12
60
80
650
1200
3800
5500
4800
8000
270.000
448.000
3.120.000
7.800.000
19.000.000
26.400.000
24.000.000
36.000.000
1 23.000
1 23.000
10 230.000
75 862.200
13 299.000
30 810.000
15 352.500
40 2.000.000
5
5
25
40
100
250
100
100
50.000
50.000
275.000
321.000
1.100.000
2.250.000
1.000.000
1.760.000
5 90.000
3 54.000
120 2.280.000
600
180 Freezer
3.240.000
600 Freezer
300.000 7.500
175.000 4.500
2.500.000 10.000
7.200.000 9.200.000 420.000
8.150.000 150.000
12.000.000 10.000
1.300.000 75.000
6.000.000 15.000.000 -
7.000
7.000
187.500
450.000
850.000
90.000
250.000
200.000
747.500
761.500
8.602.500
26.253.200
29.549.000
44.800.000
26.977.500
60.960.000
46
68
42
34
69
66
94
65
Sumber: data diolah (2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
57
LAPORAN AKHIR TAHUN Pada Tabel 15 memperlihatkan bahwa struktur biaya operasional kegiatan penangkapan terdiri terdiri dari solar, oli, air bersih, garam dan ransum. Penggunaan BBM terlihat mendominasi biaya operasional penangkapan. Proporsi penggunaan BBM sebagai sumber energi berkisar 42% - 96% pada setiap trip penangkapan. Besarnya penggunaan BBM tergatung dengan banyaknya hari melaut dan jauh-dekatnya lokasi penangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa BBM menjadi komponen penting dalam kegiatan pada kegiatan penangkapan. Solar digunakan sebagai tenaga pada mesin penggerak, penarik jaring dan penerangan, Sedangkan minyak tanah masih digunakan sebagai bahan bakar memasak. Untuk keperluan penerangan digunakan lampu petromak, dimana lampu tersebut menggunakan minyak tanah sebagai sumber energinya. Asumsi dalam pemakaian minyak tanah untuk lampu petromak adalah 2 liter minyak tanah per lampu petromak per hari dengan waktu pemakaian 20 hari per bulan selama 10 bulan setiap tahunnya. Data tentang spesifik pemakaian premium dan minyak solar pada sarana penangkapan ikan yang berukuran kecil ditunjukkan pada Tabel 16 dan pada kapal berukuran besar ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel 16. Konsumsi BBM untuk Kapal-kapal Kecil dan Jumlah Perjalanan per Tahun No 1 2
Jenis Kapal Premium Perahu motor tempel Minyak Solar Kapal motor < 5 GT Kapal motor 5-10 GT Kapal motor 15 GT
Liter / trip
Hari/trip
Trip / tahun
8
1
200
20 24 36
3 5 15
150 125 70
Sumber: Anonim (2001), Suryawati et al (2012)
Tabel 17. Konsumsi BBM untuk Kapal-kapal Berukuran Besar dan Jumlah Perjalanan per Tahun No 1 2 3 4 5
Ukuran Kapal 20 – 30 GT 30 – 50 GT 50 – 100 GT 100 – 200 GT 200 – 300 GT
Liter / trip 5.000 8.000 12.000 25.000 35.000
Hari/trip 35 40 90 90 120
Trip / tahun 8 8 3 3 3
Sumber: data primer diolah (2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
58
LAPORAN AKHIR TAHUN Selanjutnya dengan menggunakan data tersebut dilakukan penghitungan kebutuhan energi pada usaha perikanan tangkap laut yang secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 15, dan pada usaha perikanan tangkap perairan umum disajikan pada Gambar 16. Juta liter 400 350 Motor tempel
300
<5 5 - 10
250
10 - 20
200
20 - 30 30 - 50
150
50 - 100
100
100 - 200 > 200
50 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Gambar 15. Kebutuhan Energi Bahan Bakar Minyak pada Usaha Perikanan Tangkap Laut Menurut Ukuran Kapal, 2000 – 2010 (Sumber: data diolah, 2012) Ribu liter
Ribu liter
70000
500 450
60000
400 50000
350 300
40000
250 30000
200 150
20000
100 10000
50
0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
motor tempel
2006
2007
2008
2009
2010
kapal motor
Gambar 16. Kebutuhan Energi Bahan Bakar Minyak (Ribu Liter) pada Usaha Perikanan Perairan Umum Menurut Jenis Motor, 2000 - 2010 (Sumber: data diolah, 2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
59
LAPORAN AKHIR TAHUN
Tabel 18. Permintaan Energi pada Usaha Perikanan Tangkap untuk Kapal Motor Menurut Ukuran Kapal di Indonesia Satuan: ribu liter
Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
Motor Tempel 7.954 13.851 7.154 1.123 14.560 155 494 5.910 2.650 6.323 3.686 18.546 31.222 648 43.512 19.904 18.227 3.851 6.179 1.909
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
182 9.030 21.779 10.472 27.278 25.378
Provinsi
Ukuran Kapal (GT)
<5
5-10
10-20
20-30
30-50
50-100
100-200
200-300
19.452 42.981 2.820 14.565 17.700 6.693 11.325 29.529 1.077 6.063 9.345 5.184 792 2.097 33.240 156 10.206 5.574 13.173 10.608
3.513 9.060 1.614 1.152 3.549 501 1.815 3.723 519 2.778 1.860 4.689 4.929 3.720 72 21.885 93 2.397 3.273 4.308 1.299
915 789 731 103 1.507 202 854 270 161 834 587 433 4.148 1.618 55 10.627 111 249 670 668 35
17.120 21.960 5.160 240 8.040 1.200 3.520 200 600 2.880 1.800 11.240 75.680 28.280 94.880 5.360 80 3.680 4.840 40
64 5.056 64 320 12.736 384 576 256 448 12.096 6.400 7.424 2.560 3.968 1.856 -
72 9.612 360 2.880 396 756 504 17.964 1.440 15.336 72 720 7.056 1.836 -
75 8.325 75 5.250 825 75 45.075 3.150 11.325 75 525 9.975 1.050 -
105 735 27.195 105 525 -
21.342 50.310 795 213 5.847 30.372
3.411 7.350 555 357 2.799 7.047
685 1.363 292 60 567 1.950
1.560 1.840 4.120 600 1.520 1.520
64 256 2.944 64 -
4.176 72 36
150 2.925 -
3.150 -
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
60
LAPORAN AKHIR TAHUN
Provinsi Sulawesi Barat
Motor Tempel 5.514
Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Sumber: data diolah (2012)
Ukuran Kapal (GT)
<5
24.448 12.771 1.269 8.904 6.373
5-10
10-20
20-30
30-50
50-100
100-200
200-300
6.399
1.779
219
-
-
-
-
-
5.916 3.813 1.146 1.872 639
2.589 2.043 1.068 1.119 765
282 562 703 393 620
4.400 4.240 7.240 3.360 3.680
320 128 64 448
108 1.440
450 675 300 -
1.365 3.360 630 -
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
61
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.3.1 2 Perikanan Budidaya Pada usaha perikanan budidaya, perhitungan kebutuhan energi didasarkan pada produktivitas udang pada tambak intensif, dimana untuk menghasilkan 1 kg udang diperlukan 1,2 liter solar (Anonim, 2010). Trend penggunaan energi pada usaha perikanan budidaya udang tahun 2001 sampai 2010 disajikan pada Gambar
Ribu liter
17. Selanjutnya kebutuhan energi menurut propinsi disajikan pada Tabel 19. 250
200
150
100
50
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 17. Kebutuhan Energi pada Usaha Perikanan Budidaya Udang, 2001 2010 (Sumber:data diolah, 2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
62
LAPORAN AKHIR TAHUN Tabel 19. Kebutuhan Energi pada Usaha Perikanan Budidaya Udang Windu Teknologi Intensif Menurut Provinsi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
Luas Lahan* (ha) 31144,19 3353,63 0 0 0 0 20885,2 149,765 243,6 26574,667 6227,9 0 37934,33 0 9,121 37555,532 358,68 0 787,29 0 0 10331,09 106701,609 133 0 6509,23 0 0 0 192,78 14,77 0 0
Kebutuhan BBM** (ribu liter) 235.312 25.339 157.799 1.132 1.841 200.786 47.055 286.615 69 283.753 2.710 5.948 78.057 806.190 1.005 49.181 1.457 112 -
Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Keterangan: * Luas lahan yang dihitung adalah 70% dari luas air wilayah tambak adalah lahan budidaya udang ** Kebutuhan BBM untuk budidaya udang windu dengan teknologi intensif (pemeliharaan 120 hari di tambak luas 1 Hektar, padat tebar 30 ekor/m2) sebesar Rp 8.500.000,- (Adi, 2011). Setelah dikonversi diperoleh jumlah BBM sebesar 1.888,88 liter dengan siklus 4 x setahun Sumber: data diolah (2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
63
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.3.1 3 Pengolahan Hasil Perikanan Pada usaha pengolahan hasil perikanan, perhitungan kebutuhan energi didasarkan pada jenis-jenis usaha yang dilakukan yaitu pengalengan, pembekuan, penggaraman, pemindangan, pengasapan, fermentasi, pereduksian, bahan surimi, produk segar dan lainnya. Kebutuhan energi pada usaha pengolahan hasil perikanan dapat dilihat pada Gambar 18. Ribu KwH 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Gambar 18. Kebutuhan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (Sumber: data diolah, 2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
64
LAPORAN AKHIR TAHUN
Tabel 20. Permintaan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Menurut Jenis Pengolahan di Indonesia Propinsi Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
Pengalengan
Pembekuan
Penggaraman
Pemindangan
Pengasapan
Fermentasi
Pereduksian
12.600 3.600 1.800 5.400 1.800 16.200 10.800 3.600 81.000 23.400 1.800 36.000 27.000 12.600
46.800 63.000 1.800 10.800 1.800 7.200 14.400 39.600 19.800 19.800 34.200 45.000 27.000 1.800 342.000 32.400 18.000 34.200 50.400 3.600 66.600 37.800 122.400 30.600 27.000 118.800
5.784 3.504 2.328 1.188 554 288 310 408 845 1.877 1.212 1.212 1.622 3.914 17 6.166 48 2.851 862 2.258 3.365 7.519 2.669 259 259 1.176 5.714
67 127 34 19 5 2 19 698 190 9.691 4.704 146 5.162 1.680 3.595 7 14 2 7 151
1.224 374 540 2.077 4 29 443 11 234 364 43 54 140 9.248 40 8.514 72 1.750 90 58 4 4 54 936 90 846 439
146 312 178 60 118 41 550 127 122 36 12 922 1.166 2 2.153 5 110 194 103 353 226 53 106
79 48 7 10 36 79 235 96 24 221 163 190 655 478 74 595 82 48 7 5 5 17 14 1 14 70
Pelumatan/ Surimi/Jelly Ikan 10.800 16.200 37.800 10.800 41.400 52.200 144.000 3.600 61.200 34.200 140.400 90.000 18.000 291.600 1.800 5.400 16.200 1.800 37.800 1.800 3.600 12.600
Penanganan segar
Pengolahan lainnya
518 278 250 302 72 5 62 336 19 77 446 106 480 2.083 168 2.323 336 1.344 62 283 182 446 893 67 1.147 178 552
114 1.716 1.182 246 1.287 981 5.046 1.947 330 963 606 921 1.491 3.471 630 5.271 339 390 84 666 786 762 555 123 15 132 204
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
65
LAPORAN AKHIR TAHUN
Propinsi
Pengalengan
Pembekuan
Penggaraman
Pemindangan
Pengasapan
Fermentasi
Pereduksian
Sulawesi Barat
-
-
274
-
212
-
10
Pelumatan/ Surimi/Jelly Ikan 9.000
Sulawesi Tenggara
-
39.600
1.440
274
1.584
17
10
Maluku
-
41.400
199
10
421
26
Maluku Utara
-
19.800
166
12
569
Papua
-
10.800
154
-
Papua Barat Sumber: data diolah (2012)
-
16.200
50
-
Penanganan segar
Pengolahan lainnya
96
45
10.800
163
69
-
-
14
69
7
-
7.200
437
36
328
7
-
-
10
-
14
67
2
-
-
6
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
66
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.3.1.4 Rumah Tangga Perikanan Demikian pula halnya dengan rumah tangga perikanan, perhitungan kebutuhan energi didasarkan pada jenis-jenis usaha perikanan yaitu 1) perikanan tangkap mencakup perikanan tangkap laut dan perikanan tangkap perairan umum; dan 2) perikanan budidaya (budidaya aut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah). Kebutuhan energi pada rumah tangga perikanan dapat dilihat pada
Juta Kwh / tahun
Gambar 19. 500 450 400
Perikanan Laut
350
Perikanan Umum Budidaya Laut
300
Tambak
250
Kolam
200
Karamba Jaring Apung
150
Sawah
100
Total
50 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 19. Kebutuhan Energi Listrik pada Rumah Tangga Perikanan Menurut Jenis Kegiatan Usaha Perikanan (Sumber: data diolah, 2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
67
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.3.2. Strategi Penghematan Energi pada Kegiatan Penangkapan 4.3.2.1 Mencampur (Mengoplos) BBM Mencampur BBM pernah dilakukan oleh nelayan (dahulu), khususnya nelayan kecil < 10GT (wawancara dengan nelayan Indramayu). Hal ini dikarenakan terjadi kenaikan harga BBM yang menyebabkan terjadi peningkatan biaya operasional. Disisi lain terdapat disparitas (perbedaan harga) yang antara minyak tanah dan solar, sehingga ketika terjadi kenaikan solar, nelayan langsung beradaptasi (bereaksi) untuk mengatasi permasalahan tersebut terutama pada nelayan kecil yang memiliki keterbatasan biaya. Nelayan berfikir harus ada solusi dalam jangka pendek yang harus dilakukan demi mengisi pemasukan rumah tangga ditengah kenaikan harga BBM. Langkah yang dilakukan adalah terpaksa mencampur minyak tanah dengan olie. Untuk jangka pendek hal ini dinilai sebagai pilihan rasional bagi nelayan untuk dilakukan, karena dapat menekan biaya operasional. Namun, pada jangka panjang langkah ini dapat berakibat dengan menurunnya kualitas mesin yaitu meningkatnya biaya service yang harus dikeluarkan karena pencampuran oli dan minyak tanah membuat mesin cepat menjadi lebih mudah panas. Langkah ini sudah tidak dilakukan oleh nelayan dikarenakan harga minyak tanah sudah lebih tinggi dari harga solar dan keberadaan minyak tanahpun sulit untuk di dapatkan. Saat ini harga minyak tanah mencapai Rp 10.000/liter di jual secara eceran sedangkan harga eceran solar di tingkat nelayan mencapai 5000-6000/liter jika membeli secara hutang. Strategi lain yang dilakukan nelayan untuk menghemat penggunaan BBM dalam hal kegiatan memasak di kapal. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini nelayan merasakan kesulitan untuk mendapatkan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk kegiatan memasak dan kalaupun ada harus mengeluarkan biaya yang relatif mahal. Oleh sebab itu, nelayan membuat terobosan melakukan pencampuran BBM untuk kegiatan memasak. Bahan yang digunakan adalah 30 liter solar, 5 iter bensin dan 25 buah kapur barus. Hasil pencampuran bahan tersebut dapat digunakan untuk kegiatan memasak selama 1 minggu. Informasi ini ditemukan pada kapal Gillnet dengan lama operasi 40-60 hari/trip.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
68
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.3.2.2 Menservis Kapal secara Rutin Salah satu langkah yang dilakukan nelayan untuk menghemat penggunaan BBM adalah melakukan perawatan mesin secara berkala. Informasi ini di dapat dari nelayan dengan alat tangkap jaring thailand yang melakukan kegiatan penangkapan One Day Fishing (ODF). Kegiatan yang dilakukan adalah mengganti alat injektor BBM jika penggunaan BBM nya dirasa sudah boros. Alat ini seharga Rp 60.000 dan nelayan merasakan perbedaan setelah mengganti alat ini. Perbedaan yang dirasakan adalah penghematan BBM. jika dalam sebuah perjalanan menuju lokasi penangkapan kapal membutuhkan 15-20 liter BBM maka setelah pergantian alat BBM yang digunakan sebanyak 10 liter. Namun, dampak pergantian alat ini hanya dirasakan manfaatnya oleh selama 1 bulan. Setelah itu kebutuhan BBM akan kembali seperti semula. Keputusan nelayan mengganti alat adalah jika penggunaan BBM dirasakan sudah sangat boros dan nelayan pada kondisi mendapatkan hasil tangkapan. Kegiatan service berkala biasanya dilakukan pada kurun waktu 4 bulan sekali dan biasanya sekaligus melakukan setting pada injektor BBM untuk melakukan penghematan.
4.3.2.3 Menjalankan Mesin Kapal Secara Stabil Salah satu cara yang dilakukan nelayan untuk menghemat BBM adalah menjalankan mesin perahu dengan stabil. Kasus ini ditemukan pada nelayan dengan alat tangkap Dogol (17 GT) di Indramayu dengan lama trip 9 hari PP (pulang-pergi) dan nelayan dengan jaring thailand/grandong yang melakukan kegiatan penangkapan 1 hari PP (one day fishing). Nelayan Dogol menuturkan bahwa untuk menuju lokasi penangkapan yang sama (Kerawang) tetapi melakukan perbedaan dalam menjalankan perahu ikut mempengaruhi penggunaan BBM. Untuk menuju lokasi Kerawang dengan menjalankan mesin perahu secara semaunya (menaikan dan menurunkan kecepatan) akan menghabiskan BBM Solar sebanyak 80 liter. Namun jika menjalankan perahu secara stabil akan berdampak penghematan terhadap penggunaan solar sebanyak 20 liter. Dalam hal ini BBM yang dibutuhkan untuk sampai lokasi sebanyak 60 liter. Namun kelemahannya adalah watu tempuh menjadi menjadi lebih lama dibandingkan menjalankan perahu dengan menggunakan kecepatan tinggi. Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
69
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.3.3
Penggunaan Energi pada Usaha Budidaya Kegiatan budidaya secara intensif memerlukan pasokan energi. Energi
tersebut digunakan untuk menggerakkan kincir, blower dan lampu penerangan di tambak. Berdasarkan akses penggunaan energi pada kegiatan budidaya, lokasi budidaya dapat diidentifikasikan menjadi dua tipe. 1) lokasi yang mudah mendapatkan energi listrik (PLN) dan/ BBM; 2) lokasi yang sulit mendapatkan energi listrik secara kontinue dan BBM. Pada lokasi yang memiliki kemudahan mendapatkan listrik maka penggunaannya menjadi utama dalam kegiatan budidaya. Sedangkan pada wilayah yang sering mengalami krisis penyaluran listrik (listrik seirng padam) maka penggunaan BBM menjadi solusi sumber energi pada kegiatan budidaya. Pada kasus budidaya udang di Subang, lokasi tambak di wilayah ini jarang mengalami pemadaman listrik oleh PLN sehingga pasokan listrik untuk menggerakkan kincir dll senantiasa terpenuhi. Biaya yang dikeluarkan untuk lahan kolam budidaya seluas 3 Ha mencapai Rp 50.000.000/bln. Hal ini mengakibatkan penggunaan solar untuk menggerakkan kincir tidak besar. Selain untuk berjaga-jaga jika terjadi pemadaman, keberadaan solar tetap dibutuhkan pada kegiatan budidaya udang vaname di Subang. Solar dibutuhkan guna menggerakkan pompa untuk menyedot air laut ke dalam penampungan dan menyedot dari penampungan ke dalam kolam. Sumber air pada tambak budidaya tidak menggunakan saluran utama yang langsung mengalirkan air laut ke kolam karena kualitas air di perairan sekitar tambak tidak terlalu baik. Hal ini diindikasikan terjadi penurunan kualitas air sehingga air laut harus ditampung terlebih dahulu di tempat penampungan agar limbah yang terbawa bisa mengendap di dasar penampungan. Para petani menduga hal ini disebabkan banyaknya penggunaan pestisida pada wilayah pertanian di sekitar tambak. Kebutuhan BBM untuk kegiatan penyedotan air laut kedalam kolam penampung sebanyak 216 liter dengan biaya mencapai Rp 1.080.000. Seperti halnya di Kabupaten Subang, kegiatan usaha perikanan budidaya udang Vaname di Indramayu juga dilakukan dengan metode intensif. Kegiatan usaha budidaya udang sangat bergantung pada pasokan listrik dari PLN. Tenaga listrik ini digunakan untuk menggerakkan kincir, blower dan lampu, sedangkan Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
70
LAPORAN AKHIR TAHUN kebutuhan air tambak dipenuhi langsung dari saluran utama yang dihubungkan ke laut. Penggunaan listrik pada usaha tambak bisa mencapai 1-2 juta/bulan, bahkan terdapat satu tambak di Kecamatan Centigi yang memiliki tagihan listrik mencapai Rp 56 .000.000/bulan.
Pada lokasi tambak di wilayah Pasekan,
Indramayu ditemukan pembudidaya yang sudah memanfaatkan penggunaan energi matahari, walaupun energi ini baru digunakan sebatas menghidupkan lampu dan radio. Pada kegiatan usaha perikanan budidaya udang Vaname di Palabuhan Ratu dilakukan secara intensif dengan menggunakan energi listrik. Namun, kendala yang dihadapi oleh petani tambak adalah seringnya pemadaman listrik dari PLN. Untuk luasan lahan sebesar 12 Ha, petambak harus memiliki stok solar berkisar 4 ton setiap bulannya. Solar ini digunakan untuk menghidupkan mesin genset pada saat suplai listrik terhenti akibat pemahaman. Stok BBM penting dipersiapkan untuk mencegah berhentinya kincir di tambak. Jika menggunakan listrik, maka kebutuhan biaya PLN sebesar Rp 150.000.000/bln. Apabila pasokan listrik tidak tersedia, maka petambak akan mengalami kerugian yang besar dikarenakan benih udang yang ditanam akan mengalami kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan kematian masal. Kejadian ini pernah dialami oleh petani tambak pada bulan Januari 2012 lalu ketika PLN tidak menginformasikan kegiatan pemadaman listrik. Petambak tersebut mengalami kerugian mencapai 1 miliar rupiah. Permasalahan yang dihadapi oleh petambak di Palabuhan Ratu adalah sulitnya memperoleh solar untuk kegiatan budidaya. Hal ini dikarenan pada lokasi budidaya tidak tersedia SPDN atau SPBB yang menyediakan BBM bersubsidi. Bahkan untuk memperoleh solar nonsubsidipun, pembudidaya merasakan kesulitan dikarenakan lokasi SPBU terdekat memiliki jarak yang cukup jauh, yaitu berjarak sekitar 10 km. Permasalahan yang muncul adalah petani tambak sering dicurigai melakukan penimbunan solar karena membeli dengan menggunakan jerigen atau drum dalam jumlah banyak. Akibatnya, petani tambak tersebut sangat memerlukan bantuan pemerintah daerah berupa surat rekomendasi yang menjelaskan bahwa pembelian solar tersebut benar-benar digunakan untuk usaha perikanan budidaya. Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
71
LAPORAN AKHIR TAHUN Kendala yang senantiasa dialami oleh pembudidaya adalah fasilitas listrik yang belum menjangkau lokasi budidaya sehingga membuat pembudidaya “terpaksa” melakukan pemasangan tiang-tiang secara mandiri untuk mendapatkan suplay aliran listrik demi menjaga kelangsungan usaha budidaya. Keberadaan energi listrik menjadi penting dalam kegiatan usaha budidaya sebagai sumber penggerak kincir air. Sumber energi pun dapat berasal dari solar, namun bagi lokasi budidaya yang jauh dari SPBU kesulitan mendapatkan BBM menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, pembudidaya juga kesulitan dalam pembelian BBM. Jika pembudidaya terpaksa membeli BBM menggunakan drum dalam jumlah banyak dan menyimpannya di gunakan, maka pembudidaya tersebut memiliki kekhawatiran termasuk kedalam penimbun BBM. Kebutuhan pasokan energi menjadi penting dalam kegiatan budidaya, namun pembudidaya masih kesulitan untuk melakukan efisiensi BBM dikarenakan tidak memiliki solusi dalam melakukan efisiensi. Langkah yang dilakukan baru sebatas efesiensi sederhana dalam rangka mengurangi biaya operasional. Sedangkan kegiatan pengembangan investasi untuk penghematan berupa mengganti atau mengkonversi bahan bakar dengan menggunakan bahan bakar dari energi baru dan terbarukan belum dilakukan. Kegiatan efisiensi yang dilakukan kegiatan budidaya adalah menambah jumlah kincir dalam satu mesin yang diharapkan dapat memperbanyak suplay oksigen pada proses budidaya.
4.3.4
Penggunaan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Usaha pengolahan hasil perikanan yang menjadi sampel penelitian adalah
usaha pembuatan ikan asin dan dendeng ikan di Kecamatan Ciasem, Subang; usaha pembuatan kerupuk di Indramayu; usaha pembuatan pindang ikan di Kecamatan Bantargadung, Palabuhanratu.
4.3.4.1 Usaha Pembuatan Ikan Asin dan Dendeng Ikan Kegiatan pengolahan ikan asin dapat dilakukan tanpa proses perebusan, tetapi dapat pula dilakukan dengan direbus. Untuk dendeng ikan biasanya dilakukan tanpa melalui proses pemasakan. Proses pengolahan ikan asin dan dendeng ikan yang tanpa proses perebusan dimulai dengan membeli ikan yang Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
72
LAPORAN AKHIR TAHUN diperoleh dari TPI atau pedagang perantara, ikan tersebut dicuci, kemudian langsung diproses oleh pengolah menjadi ikan asin dengan cara direndam air asin atau dendeng dengan pemberian bumbu, kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Dengan sistem pengolahan yang tanpa melalui proses perebusan maka dapat dikatakan tidak ada energi (bahan bakar) yang digunakan dalam proses pengolahan. Untuk ikan asin yang melalui proses perebusan, pengolah harus mengeluarkan biaya bahan bakar untuk mengoperasikan kompor. Pada saat minyak tanah masih tersedia dengan harga terjangkau, pengolah mengoperasikan kompornya dengan bahan bakar minyak tanah. Untuk produksi sebanyak 10 ton per hari, pengolah harus mengeluarkan biaya bahan bakar sebesar Rp 500.000 per hari. Namun demikian, kompor berbahan bakar minyak tanah tersebut mengeluarkan suara yang sangat keras, padahal biasanya proses perebusan dilakukan pada pukul 24.00 – 02.00. Akibatnya, masyarakat di sekitar lokasi usaha seringkali mengeluh karena merasa terganggu dengan suara kompor tersebut. Kelangkaan dan tingginya harga minyak tanah membuat pengolah memutuskan untuk mengganti bahan bakarnya menjadi gas. Dengan pemakaian bahan bakar per hari, ternyata pemakaian gas mengefisienkan biaya bahan bakar per harinya sekitar 28%. Sebagai ilustrasi, dengan volume produksi yang sama maka biaya bahan bakar menjadi sebesar Rp 360.000 per hari dengan penggunaan 18 tabung gas 3 kg dengan harga Rp 16.000/tabung. Di samping dapat menekan biaya bahan bakar, kompor gas juga tidak menimbulkan suara yang berisik sehingga masyarakat sekitar tidak lagi terganggu.
4.3.4.2 Kerupuk Ikan Untuk usaha pengolahan kerupuk ikan, responden yang dikunjungi adalah pengolah yang beroperasi dengan menggunakan energi listrik untuk proses perebusan, pemotongan adonan dan pemanggangan. Proses pemanggangan dengan oven terutama digunakan pada saat cuaca mendung dan hujan, sedangkan saat cuaca panas pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur kerupuk di bawah terik matahari. Akan tetapi, responden juga menggunakan kayu bakar Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
73
LAPORAN AKHIR TAHUN untuk membantu dan mempercepat proses perebusan dan pemanggangan dalam rangka mengefisienkan penggunaan listrik. Pengolah juga menggunakan solar sebagai cadangan apabila listrik padam, tetapi pemadaman jarang terjadi di lokasi pengolahan tersebut.
4.3.4.3 Ikan Pindang/Cue Untuk usaha pengolahan ikan pindang, pengolah yang didata adalah pengolah ikan pindang yang menjadi ciri khas Palabuhanratu yang berpusat di Kecamatan Bantargadung. Berdasarkan observasi, hampir semua warga di kecamatan ini menjadi pengolah pindang ikan. Namun, semua pengolah adalah laki-laki yang melakukan proses pengolahan, yaitu dari proses pembelian ikan, proses memasak hingga pemasaran. Sementara itu, perempuan yang menjadi istri pengolah hanya membantu dalam kegiatan persiapan memasak pindang. Proses pengolahan dilakukan 2 hari sekali karena setelah memasak selama satu hari maka hari berikutnya digunakan untuk menjual pindang ikan ke Jakarta, Cianjur, Puncak dan Jampang. Seperti halnya pada pengolahan ikan asin, pengolahan pindang ikan pada awalnya juga menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar kompornya. Namun, langka dan mahalnya harga minyak tanah menyebabkan pengolah banyak yang beralih ke kayu bakar untuk mengefisienkan biaya operasionalnya. Apabila pengolah memasak pindang 2 hari sekali, kebutuhan kayu bakar dalam sebulan adalah 90 ikat kecil kayu dengan harga Rp 5.000/ikat. Dengan demikian, biaya kayu bakar yang harus dikeluarkan pengolah sebesar Rp 450.000 per bulan. Adanya program konversi minyak tanah menjadi gas membuat pengolah beralih lagi dalam penggunaan energinya dari kayu bakar menjadi gas. Ternyata penggunaan gas ini mampu mengefisienkan biaya bahan bakar karena pengolah hanya mengeluarkan Rp 360.000 per bulan sehingga penggunaan gas mampu mengurangi biaya bahan bakar sebesar 20% per bulannya. Namun demikian, diakui oleh pengolah bahwa kekurangan penggunaan gas adalah mudah rusaknya kompor gas yang diperoleh dari pemerintah. Akibatnya, pengolah harus mengganti kompor 3 bulan sekali.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
74
LAPORAN AKHIR TAHUN Sejak tahun 2010 lalu, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi telah membangun sentra pengolahan yang dapat digunakan para pengolah ikan pindang sebagai tempat memasak dengan menggunakan briket batubara sebagai bahan bakarnya. Diakui bahwa penggunaan briket batubara dapat menghemat energi hingga 30% karena satu karung briket batubara seharga Rp5.000 dapat digunakan untuk tiga kali proses memasak, sedangkan kayu bakar seharga Rp5.000 hanya digunakan untuk satu kali masak. Permasalahan yang muncul adalah banyak pengolah berskala rumah tangga enggan menggunakan sentra ini karena dianggap memiliki cita rasa sendiri yang akan mengecewakan pelanggan. Akibatnya, sentra pengolahan ini hanya digunakan sebagai tempat memasak oleh beberapa pengolah ikan pindang.
4.4. Dukungan Terhadap Isu Strategis Penelitian ini diamanatkan untuk mendukung salah satu isu strategis, yaitu gender. Isu gender diakomodir dengan data yang mengelompokkan responden perempuan dan laki-laki di setiap usaha perikanan. Penelitian ini dilakukan pada 3 (tiga) usaha perikanan, yaitu usaha perikanan tangkap (nelayan), perikanan budidaya (petambak) dan pengolahan hasil perikanan (pengolah). Untuk usaha perikanan tangkap dan perikanan budidaya, semua responden di semua lokasi penelitian adalah laki-laki. Pada usaha pengolahan hasil perikanan, responden sebagian besar adalah perempuan, tetapi ada pula pengolah yang laki-laki. Secara rinci, pengelompokkan responden menurut jenis kelamin ditampilkan pada Tabel 21. Tabel 21. Pengelompokan Responden Menurut Jenis Kelamin No. 1. 2. 3.
Pelaku Usaha Perikanan Nelayan Petambak Pengolah
Laki-laki √ √ √
Jenis Kelamin Perempuan √
Sumber: Data primer, 2012 (diolah)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
75
LAPORAN AKHIR TAHUN 4.5. Implikasi Hasil Penelitian dalam Mendukung Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan 4.5.1. Kebijakan Prioritas Nasional Kebutuhan konsumsi BBM memiliki kecenderungan yang meningkat setiap tahun. Peningkatan kebutuhan tersebut digunakan untuk kegiatan produksi dan konsumsi. Tingginya penggunaan BBM seiring kenaikan harga minyak mentah dunia dapat menyebabkan tekanan terhadap APBN semakin meningkat. Pada sektor kelautan dan perikanan penggunaan energi pada usaha penangkapan, budidaya dan pengolahan bertumpu pada energi berbahan bakar minyak, listrik dan gas. BBM dan listrik memiliki fungsi strategis sebagai penopang usaha-usaha budidaya dan pengolahan. Namun saat ini keberadaan BBM dan listrik menghadapi tantangan besar, tidak hanya terkait dengan pasokannya yang terbatas, melainkan juga pada aspek-aspek lain termasuk distribusi dan aksesibilitasnya. Di sisi lain, terdapat berbagai peluang untuk mengatasi sebagian masalah tersebut melalui pengembangan dan pemanfaatan berbagai jenis sumber energi alternatif pada sumberdaya kelautan. Sektor kelautan berpotensi untuk menghasilkan energi alternatif. Namun, kegiatan pemanfaatan energi laut untuk pembangkit listriknya belum berkembang. Pemenuhan kebutuhan energi dengan menggunakan energi laut akan bermanfaat bagi pelaku usaha perikanan, khususnya usaha budidaya intensif dan pengolahan hasil perikanan yang sebagian besar memerlukan listrik sebagai sumber energinya. Sebagai gambaran, selama ini pasokan listrik masih disuplai oleh PLN atau mesin diesel yang masih menggunakan solar. Sektor kelautan dan perikanan termasuk sektor yang sangat potensial dalam perekonomian negara, dan membutuhkan dukungan ketersediaan energi yang memadai, maka perencanaan keenergian khusus untuk sektor ini merupakan hal yang relevan. Perencanaan tersebut akan memberikan arah tentang strategi pemasokan, yang dikaitkan dengan sejumlah fakta-fakta yang relevan di antaranya ketersediaan, kebutuhan, dan alokasi antar waktu. Hasil penelitian ini semakin menguatkan bahwa keberadaan energi yang laut bisa digunakan sebagai sumber energi terbarukan dan dapat mengurangi Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
76
LAPORAN AKHIR TAHUN dominasi penggunaan energi berbahan fosil. Point terpenting adalah mengarahkan kebijakan energi terbarukan dengan memandang laut sebagai sumber energi besar yang belum termanfaatkan. Semakin banyak sumber energi alternatif yang dikembangkan akan memudahkan pelaku usaha dalam memperoleh pasokan energi, baik untuk usaha maupun untuk kebutuhan rumah tangga. Banyaknya pasokan energi pada gilirannya akan menurunkan harga listrik sehingga membantu upaya pelaku usaha dalam meminimalisasi biaya produksi. Strategi implementasi energi alternatif yang dapat dikembangkan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini. Tabel 22. Pertimbangan Kondisi Implementasi Energi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil No. Sumber Energi 1. Surya
2.
Angin
3.
Air (PLTMH)
Karakteristik Wilayah Pulau-pulau terdepan karena tidak mampu dijangkau PLN Wilayah dengan jumlah hari panas lebih panjang (misalnya wilayah di Timur Indonesia) Wilayah pesisir yang memiliki kecepatan angin tinggi dan stabil Wilayah yang memiliki daerah yang datar dan luas Daerah pegunungan yang memiliki dataran tinggi dan rendah sebagaimana sifat air Daerah yang masyarakatnya memiliki kepedulian dalam menjaga dan memelihara alat-alat pembangkit listrik
Strategi Implementasi Menggunakan peralatan besar agar daya listrik yang dihasilkan bisa digunakan untuk usaha
Bekerja sama dengan perusahaan asing Adopsi teknologi Menggandeng atau bermitra dengan NGO setempat dalam bentuk CSR Mencari peralatan buatan lokal, baik dari daerah setempat maupun lokal dalam negeri untuk meminimumkan biaya
Sumber: data diolah (2012)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
77
LAPORAN AKHIR TAHUN
V. KESIMPULAN DAN LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN 1. Potensi energi laut yang secara teknologis telah dapat diupayakan menjadi energi, yaitu: gelombang laut, pasang surut, arus laut, perbedaan temperatur laut atau OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) dan energi kimia bioetanol. Potensi energi laut tersebar di seluruh perairan Indonesia. Potensi Arus Laut sebesar 6000MW dan berlokasi di Bali dan NTT. Potensi OTEC sebesar 220.000MW dan energi pasang surut di Indonesia sebesar 4800 MW di kawasan timur Indonesia. Potensi energi gelombang di Indonesia sebesar 1200 MW, diperair an sebelah barat pantai Sumatera, sebelah selatan pantai Jawa, Bali, NTB, NTT, sebelah selatan Maluku dan Papua. 2. Biaya investasi untuk pembangunan pembangkit listrik menurut masingmasing energi adalah: (i) tenaga arus sebesar $ 256.277 dengan harga energi per kwh Rp 2.127,-; (ii) tenaga gelombang sebesar $ 260.304 dengan harga energi per kwh Rp 1.176,-; (iii) pasang surut sebesar $175.000 dengan harga energi per kwh Rp 1.211,-; dan (iv) OTEC sebesar $4.000.000.000 dengan harga energi per kwh Rp 34.210,-. 3. Langkah efisiensi energi yang dilakukan oleh masyarakat perikanan dalam hal ini adalah nelayan baru sebatas mengurangi biaya operasional. Sedangkan kegiatan pengembangan investasi untuk penghematan berupa mengganti atau mengkonversi bahan bakar dengan menggunakan bahan bakar dari energi baru dan terbarukan belum dilakukan. Kegiatan efisiensi pada kegiatan penangkapan diantaranya: mencampur (mengoplos) BBM, menservis kapal secara rutin, menjalankan mesin kapal secara stabil. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka efisiensi budidaya adalah menambahkan kincir pada mesin pemutar. Sedangkan efisiensi pada kegiatan pengolahan skala rumah tangga adalah mengganti penggunaan kayu bakar dengan bahan bakar gas ataupun briket batubara. 4. Dalam jangka panjang beberapa alternatif kebijakan yang dapat ditempuh dalam upaya pemanfaatan potensi energi laut yang berlimpah dapat dilakukan langkah-langkah strategis berikut: Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
78
LAPORAN AKHIR TAHUN a. Pemanfaatan peta potensi pasokan dan permintaan energi laut serta tingkat pengembangannya di wilayah pesisir / sentra-sentra perikanan. Pemetaan potensi dan teknologi yang dapat diaplikasikan di Indonesia dapat dicapai dengan melakukan penelitian terlebih dahulu. Pemetaan potensi energi laut dibuat dalam bentuk peta secara fisik maupun penetapan wilayah-wilayah yang dipilih sebagai pusat pengembangan energi bersumber dari laut.Sementara itu, penetapan teknologi dilakukan dengan mengevaluasi teknologi yang telah ada dan dikembangkan oleh berbagai pihak dari luar negeri, seperti di Eropa dan Amerika Serikat dan juga teknologi yang telah dikembangkan oleh Balitbang Kelautan dan Perikanan. Pemetaan
potensi energi laut dilakukan dengan melihat aspek teknis,
sosial dan ekonomi dari setiap lokasi sumber energi di wilayah Indonesia. Dari aspek teknis, pemetaan akan menunjukkan data dan informasi terkait potensi energi yang dimiliki, potensi daya listrik yang dapat dihasilkan, dan kondisi laut yang ada di sekitarnya dengan mempertimbangkan penguasaan aspek teknis oleh SDM. Dari aspek sosial dan ekonomi, pemetaan akan menggambarkan jumlah penduduk pesisir di sekitar lokasi sumber energi, jenis-jenis usaha perikanan yang ada, kelembagaan yang ada, kondisi ekonomi masyarakat pesisir, penghitungan ratio elektrifikasi energi yang layak jual dan informasi terkasit kondisi sosial ekonomi lainnya. Kegiatan pemetaan ini dapat dilakukan melalui kegiatan penelitian bersama antara BBPSEKP dan lembaga penelitian lainnya di bagian teknisnya, baik dalam lingkup KKP maupun dari luar KKP. b. Prioritasi pengembangan energi alternatif untuk menopang usaha-usaha budidaya dan pengolahan hasil perikanan diprioritaskan pada tiga jenis energi yaitu: energi tenaga surya, energi angin dan energi air. Pemenuhan kebutuhan energi pada usaha perikanan dapat dilakukan dengan menggalakan penggunaan listrik yang berasal dari tenaga surya, angin dan air (PLTMH) untuk kebutuhan usaha tersebut. Diharapkan hal ini akan mengisi kekosongan suplai listrik dari PLN terutama di daerah yang sering mengalami pemadaman listrik. Hasil penelitian menunjukkan Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
79
LAPORAN AKHIR TAHUN bahwa daya listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sangat rendah sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan pelaku usaha. Sementara itu, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) memerlukan investasi dan teknologi yang tinggi sehingga sampai saat ini hanya perusahaan
asing
yang
mampu
mengaplikasikannya.
Meskipun
pembangkit listrik tenaga mikro-hidro masih menggunakan peralatan peninggalan Belanda sehingga pemeliharaan dan reparasi memerlukan upaya dan biaya yang besar untuk mendapatkan sparepart yang sesuai. Melihat kendala yang diuraikan di atas maka perlu penggalakan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, angin dan air (PLTMH) yang serius dari pemerintah karena besarnya potensi yang dimiliki Indonesia.
Adapun
wilayah
atau
daerah
yang
dipilih
harus
mempertimbangkan kondisi daerah secara spesifik.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
80
LAPORAN AKHIR TAHUN
DAFTAR PUSTAKA Achiruddin, D. 2011. Energi Laut, bahan presentasi dalam Workshop Arus Laut 2011. Achiruddin, D. dan Yasuyuki Ikegami. 2011. Potensi Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) di Indonesia. Adi,
V.A.S. 2011. Analisa Usaha Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. KKP, Jepara.
Adya M, S.W. 2010. Rumput Laut Penghasil Bioethanol, Potensi Besar Laut Indonesia. Diunduh dari http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-danterbarukan/bioenergy/rumput-laut-penghasil-bioethanol-potensi-besar-lautindonesia pada tanggal 21 Juni 2012. Anonim. 2006. LEAP User Guide 2006. Dokumen Teknis, Stockholm Environment Institute, Stockholm. Anonim. 2008. “Hingga 2030, Permintaan Energi Dunia Meningkat 45%”, diunduh dari www.esdm.go.id/berita/umum/37-umum/2133-hingga-2030permintaan-energi-dunia-meningkat-45.html pada tanggal 20 Juni 2012. Anonim. 2012. Konservasi dan Efisiensi Energi. http://konservasienergiindonesia. info/energy. diakses tanggal 19 Juni 2012. Azis, A. 2010. Studi Pemanfaatan Energi Listrik Tenaga Arus Laut di Selat Alas Kabupaten Lombok, NTB. Skripsi, tidak dipublikasikan. Jurusan Teknik Elektro-FTI. Institut Teknologi Sepuluh Sepuluh November. Surabaya. BPPT. 2010. Outlook Energi Indonesia 2010: Teknologi untuk Mendukung Keandalan Pasokan Energi Listrik. Jakarta: BPPT-Press. Busaeri. 2011. Aspek Penting dalam Pengembangan Teknologi Energi Kelautan (Ocean Energy Device), diunduh dari http://oceanenergydevelopment.blogspot.com/2011/03/teknologipengembangan-energi-kelautan.html pada tanggal 12 Januari 2012. Cahyadi, H. 2010. Analisis Pengaruh Dimensi Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Skripsi, tidak dipublikasikan. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer. Universitas Komputer Indonesia. Bandung. Derian, D. 2011. Pengembangan Energi Laut. Jakatta. Dhany, R.R. 2012. Kementerian ESDM: Tarif Listrik Indonesia Terendah seASEAN. Diunduh dari website http://finance.detik.com/read/2012/09/17/ 090929/2021295/1034/kementerian-esdm-tarif-listrik-indonesia-terendahse-asean pada tanggal 4 Desember 2012. Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan. 2012. Konversi BBM ke BBG Bagi Nelayan. diunduh dari http://kapi.kkp.go.id/blog/2012/01/konve pada tanggal 21 Juni 2012 Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
81
LAPORAN AKHIR TAHUN Erwandi. 2011. Pengembangan Regulasi, Standarisasi dan Sertifikasi Penetapan Teknologi Energi Laut, bahan presentasi dalam Workshop Arus Laut 2011. Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI Press, Jakarta. Institut Teknologi Bandung. 2001. Study on The Assessment of Oil Fuel Comsumption in Indonesia on 2002. Center for Research on Material and Energy. September 2001. IPB. 2009. Perspektif Baru Pembangunan untuk Menanggulangi Krisis Pangan dan Energi. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia 2006. Indonesia 2005-2025 Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk mendukung Keamanan Ketersediaan energi Tahun 2025 KKP. 2011. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. KKP. 2011. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2010. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. KKP. 2011. Statistik Perikanan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Indonesia 2010. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Lubis, A. 2007. Energi Terbarukan dalam Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Teknik Lingkungan. Mamahit, C.E.J. 2010. Pengembangan Konversi Energi Panas Laut (Development of Ocean Thermal Energy Conversion). Diunduh dari jurnalelektro.files.wordpress.com pada tanggal 18 Juni 2012. Muhartono, R. 2004. Alternatif Pola Bagi Hasil Nelayan Gillnet di Muara Buara, Jakarta Utara. Skripsi, tidak dipublikasikan. Jurusan Sosiak Ekonomi Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mukhtasor. 2012. Pengembangan Energi Laut di Indonesia. Jakarat: Asosiasi Energi Laut Indonesia. Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 622 hal. Nugroho, Y. 2011. Perkembangan dan Permasalahan Energi Laut, bahan presentasi dalam Workshop Perumusan Model Pengembangan Energi Laut 2011. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 22 Tahun 2012 Tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2011 Tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
82
LAPORAN AKHIR TAHUN PLN.2012. Statistik PLN 2011. Jakarta: Sekretariat Perusahaan PT PLN (Persero). Pradipta, V.A. 2012. Tarif Listrik dari Energi Baru Terbarukan Segera Naik. Diunduh dari website http://www.bisnis.com/articles/tarif-listrik-darienergi-baru-terbarukan-segera-naik pada tanggal 4 Desember 2012. Purnomo, R. 2005. Kajian Perencanaan Permintaan dan Penyediaan Energi di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Perangkat Lunak LEAP. Skripsi. Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Suharsono, H. 2009. Analisis Kebutuhan Energi untuk Sektor Perikanan di Propinsi Gorontalo. Dalam http://www.geocities.ws/markal_bppt/publish/ grtalo/grhari.pdf, diakses tanggal 30 Januari 2012 Suhono. 2010. Perangkat Lunak LEAP (Long-range Energy Alternatives Planning System). Dalam http://akhisuhono.wordpress.com/tag/leap/, diakses tanggal 27 Januari 2012. Tempo. 2012. Rumput Laut + Bakteri E. Coli = Bahan Bakar Mobil, diunduh dari http://rumputlaut.org/undip-kembangkan-bahan-bakar-dari-bioetanolrumput-laut/ pada tanggal 31 Januari 2012. Utomo, B. 2011. Progres dan Permasalahan Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Biofuel, bahan presentasi dalam Workshop Perumusan Model Pengembangan Energi Laut 2011. Wijaya, M.E. dan M.K. Ridwan. 2009. LEAP: Long-range Energy Alternatives Planning System. Modul Pelatihan Perencanaan Energi. Jurusan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Winarno, O.T. 2009. LEAP: Long range Energy Alternatives Planning System. Panduan Perencanaan Energi. Bandung: Pusat Kajian Energi Institut Teknologi Bandung. Winarno, O.T. 2012. Model Penentuan Rencana Tindak Pengembangan Energi Terbarukan. Disampaikan dalam The 3rd Workshop on Systems Modelling for Policy Development Rehearsing Strategic Initiatives, di Jakarta tanggal 28 Januari 2012.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
83
LAPORAN AKHIR TAHUN LAMPIRAN
Perusahaan: Aquamarine Power
Teknologi Overtopping Terminator: Menggunakan Nama Produk: Oyster gerakan flap (12 meter dari 18 meter). Ketika Alamat Website: http://www.aquamarinepower.com/ gelombang datang masuk dan keluar untuk mendorong konverter gelombang berosilasi, atau pompa, pompa membawa air bertekanan tinggi untuk menggerakkan generator hidroelektrik tertentu yang ditempatkan di pantai
Proyek: Uji coba dimulai pada tahun 2008 di lepas pantai Orkney, Skotlandia
Uji Kinerja: Setiap Oyster dapat menghasilkan energi puncak 300 kW – 600 kW yang bergantung pada lokasi Gambar
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
84
LAPORAN AKHIR TAHUN Perusahaan: Wave Dragon Nama Produk: Wave Dragon Website: http://www.wavedragon.net
Teknologi – Overtopping Terminator: Menangkap gelombang di sayap terjauhnya dan fokus pada air di atas gelombang untuk membentuk bendungan di atas permukaan laut. Air yang dikeluarkan dipaksa melalui hidro-turbin yang menghasilkan listrik. Bendungan berisi 1.500 sampai dengan 14.000 m3 air. Lebar perangkat di atas 390 meter.
Proyek: Prototipe ditempatkan pada tahun 2003 di lepas pantai Nissum Bredning, Denmark, yang sejauh ini telah menghasilkan listrik lebih dari 20.000 jam. Perangkat dengan kapasitas 7 MW akan ditempatkan pada tahun 2011 di Pembrokeshire, Wales, untuk diuji 3 sampai 5 tahun
Uji Kinerja: Rata-rata daya yang dihasilkan antara 1,5 MW dan 12 MW yang bergantung pada iklim gelombang Biaya: Perkiraan biaya Gambar wave dragon courtesy of Wave (2004) $10 - $12 Dragon juta untuk perangkat dengan kapasitas 4 MW.
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
85
LAPORAN AKHIR TAHUN Perusahaan: Oceanlinx* Nama Produk: Oscillating Water Column (OWC) Website: http://www.oceanlinx.com *Formerly Energetech
Teknologi – OWC Terminator: Oceanlinx dipatenkan sebagai teknologi oscillating wave coloumn (OWC). Ketika gelombang melewati perangkat Oceanlinx, air masuk dari bawah kolom dan mengkompres udara di dalam ruangan. Udara yang dikompres tersebut menggerakkan turbin yang diletakkan di dekat bagian yang runcing dari kolom.
Proyek: Prototipe dengan daya 450 kW dibiayai atas dasar perjanjian dengan Integral Energy di Port Kembla, New South Wales, Australia. Surat perjanjian tentang fasilitas 5 MW ditandatangani dengan Cornwall, United Kingdom, sebagai bagian dari Cornwall Wave Hub.
Uji Kinerja: Setiap OWC memproduksi 100 kW sampai dengan 1,5 MW yang bengantung pada iklim gelombang Biaya: Diperkirakan (2004) $2,5 juta hingga $3 juta
Gambar Oscillating Water Coloumn Courtesy dari Aceanlinx
1,5 MW ditandai dengan kesepakatan dengan Rhode Island Perjanjian atau
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
86
LAPORAN AKHIR TAHUN kesepakatan generator gelombang 2,7 MW ditandatangai dengan Hawaii
Perusahaan: AWS Ocean Energy Nama Prooduk: Archimedes Waveswing Website: http://www.awsocean.com
Teknologi – Point Absorber:
1,5 MW di bawah kontrak dengan GPP, Namibia Proyek:
Percontohan Dibangun tahun pembangkit listrik 2004 , Perangkat terpasang di lepas ini adalah pantai Portugal pelampung pada tahun 2004. ditambatkan ke Pembangkit dasar laut. listrik di Portugal Gelombang dirancang untuk menggerakan menguji teknologi casing yang pada skala penuh berisi udara dan tetapi tidak mendorong dirancang untuk silinder . uji coba dalam Udara di dalam jangka panjang. silinder tertekan , Untuk Praberfungsi sebagai komersial,
Uji Kinerja : Perangkat berhasil merubah energi gelombang dan menghasilkan energi seseuai prediksi (250 kW). Prototipe pra-komersial 250 kW akan diuji di Skotlandia (EMEC). Teknologi akan ditingkatkan dan sistem komersial
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
87
LAPORAN AKHIR TAHUN penyerap. Udara yang tertekan menggerakkan sistem hidrolik dan and generator merubah energi gelombang menjadi energi listrik . Perusahaan: Renewable Energy Holdings Nama Produk: CETO Product Website: http://www.ceto.com.au/
Technology: Point Absorber: Ditambatkan secara terendam pada dasar laut , gerakannya menghasilkan tekanan air laut yang tinggi dan dialirkan ke daratan menggunakan pipa. Tekanan yang tinggi dari
perangkat direncanakan menghasilkan 250 kW selama pengujian tahun 2009 dan 2010 di Orkney’s European Marine Energy Center (EMEC) di Skotlandia Proyek:
diharapkan akan menghasilkan hingga 1 MW)
Perangkat CETO yang pertama dan diuji coba untuk mengkonversi energi gelombang dilakukan di Australia Barat pada bulan Januari 2008.
Menghasilkan secara kontinu tekanan air laut lebih dari1000 (psi) selama dilakukan uji coba. CETO adalah satusatunya teknologi energi gelombang yang menghasilkan air murni secara
Gambar X: Archimedes Waveswing sumber AWS Ocean Energy
Uji Kinerja :
Gambar Y: CETO sumber Renewable Energy Holdings
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
88
LAPORAN AKHIR TAHUN air laut dapat mengalirkan air menggunakan sistem osmosis dan digunakan utuk menggerakkan turbin di pantai. Tidak membutuhkan kabel bawah laut atau sistem transmisi tegangan tinggi . CETO akan beroperasi di perairan antara 15-50 meter di bawah gelombang pecah.
langsung dari air laut . Tersedia secara komersial diharapkan pada tahun 2009
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
89
LAPORAN AKHIR TAHUN Perusahaan: Pelamis Wave Power (PWP)
Technology Attenuator:
Nama Produk: Pelamis
Teknologi Attenuator: Website: http://www.pelamis berbentuk wave.com *Formerly Ocean Power silinder yang Delivery terendam dan terhubung dengan sistem hidrolik. Pompa Ram menolak gerakan gelombang yang akan memberi tekanan tinggi dan memompa minyak melalui motor. Motor hidrolik akan menekan generator dan akan menghasilkan listrik. Setiap
Proyek:
Uji Kinerja:
PWP sudah tiga kali diuji coba dengan skala penuh. Ujicoba pertama dilakukan pada musim panas di Portugal tahun 2008; Agucadoura 2,25 MW di lepas pantai Portugal untuk Enersis dan Babcock & Brown. Proyek 3 MW yang sedang dikembangkan di lepas pantai Orkney untuk Renewables Scottish Power; stasiun gelombang 5 MW
Beberapa unit PWP di Agucadoura membuat gelombang komersial pertama untuk jaringan Portugis. Setiap alat dapat menghasilkan 750 kW dengan hasil yang didapatkan secara rata-rata tenaga 25-40% secara terus menerus.
Gambar 7: Pelamis Wave Power sumber Pelamis
Biaya: diperkirakan harga setiap alat mencapai (2004)
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
90
LAPORAN AKHIR TAHUN perangkat berukuran panjang 140 meter dan diameter 3,5 dengan tiga modul gelombang konversi energi.
untuk Cornwall, Inggris, sebagai bagian dari Cornwall wave
$2-$3 million .
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
91
LAPORAN AKHIR TAHUN
Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan
92