MINGGU 5
Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan :
: Sumberdaya dan Energi a. Pengertian sumberdaya dan energi b. Elemen-elemen pengkonsumsi sumberdaya dan energi c. Ketergantungan kota terhadap sumebrdaya dan energi d. Krisis energi e. Pelestarian sumberdaya dan energi.
Pengertian Sumberdaya dan Energi Bentuk dan substansi fisik dari lingkungan kota berasal dari energi dan sumberdaya alam yang dapat di perbarui dan tidak dapat diperbarui. Berlangsungnya kehidupan lingkungan terbangun juga tergantung pada keberadaan bumi sebagai penyedia energi dan sumberdaya tersebut. Menurut Yeang (1995), sumber-sumber enegi dan material yang berasal dari bumi disebut sumberdaya alam, yang diklasifikasikan menjadi dua: sumberdaya yang dapat digantikan dan sumberdaya yang tidak dapat digantikan. Sedangkan sumberdaya alam yang dibutuhkan oleh lingkungan terbangun ada tiga jenis, seperti terlihat pada Kotak 3.1. Kotak 3.1
Sumberdaya alam yang dibutuhkan oleh lingkungan
Sumberdaya yang tak terbatas jumlahnya. Sebagai contoh adalah udara, air, dan energi matahari, yang masing-masing mempunyai jumlah total yang dianggap tak terbatas. Meskipun demikian, jumlah dan bentuk dari sumberdaya tersebut dapat berubah, tergantung dari sistem kehidupan yang ada.
Sumberdaya yang dapat diperbarui dan dipelihara. Sebagai contoh adalah populasi flora dan fauna. Dikatakan demikian karena sumberdaya ini dapat berproduksi untuk fungsi lingkungan. Meskipun demikian, kelestarian sumberdaya ini juga tergantung dari kegiatan manusia yang mempengaruhinya.
Sumberdaya yang tidak dapat diperbarui. Sebagai contoh adalah mineral, tanah, fosil, dan lansekap. Sumberdaya ini mempunyai jumlah terbatas, sehingga dapat terjadi penurunan kuantitas dan kualitas, tergantung dari tingkat kegiatan manusia dalam memakainya.
Universitas Gadjah Mada
Meskipun ketiga jenis sumberdaya tersebut mempunyai keterbatasan, ketiga kategori sumberdaya tersebut dapat berubah apabila ditemukan substitusi baru atau adanya teknik-teknik pengambilan dan pengembalian sumberdaya yang dapat mempengaruhi suplai mereka. Kenyataan bahwa bumi mengandung keterbatasan jumlah energi dan sumberdaya
yang
tidak
dapat
diperbarui,
mengharuskan
manusia
juga
mengkonsumsinya dalam jumlah terbatas. Hal ini mengingat juga bahwa kandungan mineral misalnya, apakah itu minyak bumi, logam, atau lainnya, secara geologis memerlukan
waktu
sangat
lama
untuk
membentuknya,
sedangkan
untuk
mengkonsumsinya dibutuhkan waktu lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan mineral-mineral tersebut untuk beregenerasi. Di Indonesia, jenis energi yang paling banyak dikonsumsi adalah bahan bakar minyak, jenis sumberdaya yang tidak dapat diperbarui. Secara rinci pemakaian energi di Indoensia adalah sebagai berikut:
53% bahan bakar minyak
21% batu bara
7% gas alam
18% tenaga air
1% tenaga panas bumi
Lingkungan kota membutuhkan banyak sumberdaya. Sebagai contoh, dari pemakain energi bahan bakar minyak (BBM) yang 53% tersebut, 35%-40% nya dikonsumsi oleh transportasi dalam bentuk bensin. Sementara itu, peningkatan kebutuhan energi untuk kegiatan domestik rata-rata 7% per tahun.
Ketergantungan Lingkungan Urban Terhadap Energi Dan Sumberdaya Pengaruh lingkungan terbangun terhadap ekologi dari waktu ke waktu semakin meningkat akibat meningkatnya kegiatan manusia dalam memodifikasi ekosistem. Lingkungan terbangun yang paling mengkonsumsi sumberdaya bumi terbesar untuk keberadaannya adalah lingkungan kota serta industri, dan keduanya juga menyumbang hasil-hasil produk ke dalam biosfer. Seperti sebuah organisma hidup, sistem kehidupan ligkungan terbangun mensyaratkan adanya masukan yang konstan dan menghasilkan keluaran yang konstan pula. Dengan konsep ekosistem, rancangan dari lingkungan kota dapat dilihat sebagai bentuk pengelolaan energi dan sumberdaya lainnya. Dengan cara ini. elemen-elemen fisik lingkungan kota dapat dikenali sebagai lingkungan biotik dan abiotik, dan dengan penghitungan, dapat diketahui sumberdaya yang dibutuhkan pada masing-masing elemen.
Universitas Gadjah Mada
Dalam pendekatan ekologi, setiap bangunan yang ada hanya mewakili satu bagian kecil dari aliran energi, yang mana manusia memakai sejumlah energi untuk membangun dan mengoperasikan bangunan, dan pada akhir usia bangunan, bahanbahan bangunannya dibongkar, dibuang atau dipakai ulang. Jadi, apabila dilihat secara keseluruhan, setiap sistem perancangan dan setiap elemen dari sistem hanya mewakli satu bagian dari perubahan biosfer yang menerus serta siklus energi dan material sumberdaya.
Gambar 3.1 menunjukkan lingkungan terbangun sebagai bagian dari aliran energi dan material. Pada pengambilan dan pemrosesan material dan sumberdaya energi untuk lingkungan terbangun pasti menghasilkan perubahan-perubahan dalam ekosistem. Pada pengambilan bahan baku, proses produksi dan proses konsumsi akan dihasilkan residu atau limbah, yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitamya. Bahkan struktur fisik terbangun pun dapat menjadi limbah bagi lingkungannya. Untuk itu para perancang dan perencana kota harus memberi perhatian pada pemakaian energi dan sumberdaya alam lainnya yang sesuai dengan sistem rancangan, sebab setiap pemakaian sumberdaya dalam lingkungan terbangun akan memberi dampak kepada ekosistem, dan juga penurunan sumberdaya tersebut. Dalam pendekatan ekologi untuk perancangan, energi dan sumberdaya alam dipahami tidak hanya pada pemakaian dalam sistem perancangan, tetapi juga dalam pengambilan, penyimpanan, penerapan, proses pemakaian, dan pembuangannya ke dalam biosfer.
Dalam pendekatan ekologi untuk perancangan, energi dan sumberdaya alam dipahami tidak hanya pada pemakaian dalam sistem perancangan, tetapi juga dalam pengambilannya, penyimpanannya, penerapannya, proses pemakaiannya, dan pembuangannya ke dalam biosfer.
Universitas Gadjah Mada
Gambar 3.1 Lingkungan terbangun sebagai bagian dari aliran energi dan material. (Yeang, 1995)
Efisiensi Sumberdaya Pembangunan urban memerlukan begitu banyak sumberdaya alam, baik air, udara, tanah, bahan bangunan dan sebagainya, yang apabila tidak hati-hati dalam pengambilan dan pemakaiannya akan merusak sumberdaya alam tersebut, sehingga keberadaannya tidak akan berkelanjutan. Tidak banyak perencana dan perancang kota yang memberi perhatian pada seberapa banyak mereka sudah memakai sumberdaya, apakah sumberdaya tersebut dapat diperbarui atau didaur ulang, apakah hasil rencana atau rancangan tersebut banyak menghasilkan limbah yang membahayakan lingkungan, dan sebagainya. Kondisi lingkungan kota yang sehat dan nyaman perlu dipertahankan melalui kesadaran akan kelestarian lingkungan, serta perencanaan dan perancangan kota dengan pendekatan ekologi yang lebih berhati-hati terutama dalam efisiensi pemakaian sumberdaya. Bell (1992) mengusulkan suatu pendekatan untuk perencanaan kota yang disebut `Ecologically Integrated Planning', dengan tujuan:
Memakai sumberdaya lokal
Mempertahankan
integritas
dan
diversitas
ekosistem
lokal
memaksimalkan pelestarian tanaman setempat dan komunitas binatang.
Memakai sumberdaya seperti energi dan air seefisien mungkin.
Universitas Gadjah Mada
dengar
Seminimal mungkin memakai sumberdaya import dan hanya memakainya apabila sumberdaya tersebut dalam pengambilannya dan proses pengolahannya berkelanjutan secara ekologi.
Sedangkan Dominski (1992) menjelaskan tiga prinsip bagi suatu kota untuk mengarah pada pembangunan eko-urban, yaitu reduce (mengurangi), reuse (memakai kembali), dan recycle (mendaur ulang). Prinsip pertama, reduce, merupakan upaya untuk mengurangi penggunaan sumberdaya lingkungan yang berlebihan, seperti tanah, air dan energi. Hemat tanah, sebagai misal pembangunan kota yang lebih kompak, daripada banyak mengkonversi tanah-tanah pertanian di luar kota. Prinsip reduce juga penting diterapkan untuk merubah gaya hidup masyarakat agar menghemat pemakaian air sehari-hari, pemakaian air bekas pakai untuk
penyiraman
tanaman,
pemanfaatan
sampah
organik
untuk
pupuk,
pengurangan pemakaian listrik, dan sebagainya.
Prinsip kedua, reuse, merupakan pemanfatan kembali bagian-bagian kota yang telah ada seperti bangunan, jalan, atau ruang-ruang terbuka. Misalnya saja pemanfaatan bangunan lama untuk fungsi baru, seperti bangunan kantor yang sudah tidak terpakai lagi dapat dialihfungsikan menjadi unit tempat tinggal atau perumahan, serta atap bangunan, yang fungsi utamanya untuk melindungi ruang-ruang dibawahnya dapat dimanfaatkan juga untuk taman. Contoh lain adalah bangunanbangunan tua di banyak kota di Eropa, yang dilestarikan untuk fungsi-fungsi baru. Para arsitek dapat merancang bangunan dengan bahan bangunan setempat yang berkualitas agar tahan lama, dengan memberi perhatian terhadap pemeliharaannya, dan dengan multi fungsi, sehingga bangunan dpat dipakai berulangkali tanpa dirobohkan.
Tahap recycle merupakan tahap dimana upaya pembangunan kembali bagianbagian kota dilakukan untuk menjadikan tempat-tempat tersebut lebih menarik, sehat, nyaman dan aman bagi penduduknya. Sebagai contoh adalah revitalisasi bagian-bagian pusat kota yang dapat dilakukan untuk menghindari konversi lahan subur di pinggiran kota; atau mengkonversi lahan terbuka yang
Universitas Gadjah Mada
kurang berfungsi menjadi hutan kota. Bagian-bagian kota lama dapat difungsikan kembali atau direvitalisasi, karena tanah bukan merupakan sumberdaya yang dapat diperbarui. Sekali tanah subur dikembangkan untuk kota, maka kualitas kesuburannya akan menurun. Dengan kata lain, pertimbangan jangka panjang pengembangan kota secara intensip dan ekstensip harus secara cermat dilakukan. Penggunaan lahan pertanian diluar kota mungkin cukup ekonomis untuk jangka pendek, akan tetapi banyak membawa masalah lingkungan dalam jangka panjang.
Konservasi bangunan atau kawasan tertentu di dalam kota merupakan upaya mengurangi konsumsi sumberdaya, karena prinsip eko-perancangan urban adalah: jangan membangun kecuali apabila benar-benar diperlukan. Sehingga konservasi, yang diartikan sebagai upaya mempertahankan bangunan atau kawasan yang sudah ada, yang meliputi: mempertahankan seperti aslinya, mengadaptasi dan menemukan fungsi baru perlu dilakukan. Pembongkaran hanya terjadi apabila bangunan atau kawasan tersebut tidak dapat dipertahankan dari segi fisik. Konservasi menentang adanya pembongkaran atau perobohan bangunan untuk diganti dengan yang baru, karena hal ini bertentangan dengan tujuan efisiensi pemakaian sumberdaya, khususnya energi dari sumberdaya yang tidak dapat diperbarui. Perobohan bangunan berarti hilangnya struktur yang sudah ada, yang dianggap sebagai kapital energi, kecuali apabila beberapa material bangunan dapat dipakai lagi, meskipun dalam kapasitas kecil. Perobohan bangunan tua memerlukan sejumlah energi dan pembangunan yang baru sebagai penggantinya juga memerlukan sumberdaya yang tidak
sedikit.
Oleh
karena
itu
perancangan
yang
berwawasan
lingkungan
mensyaratkan bangunan-bangunan yang dibangun seharusnya dirancang untuk dapat dipakai sepanjang waktu, dengan fungsi yang dapat berubah. Banyak contoh pemeliharaan bangunan lama dan pemakaian ulang dijumpai di negara-negara Eropa. Gereja-gereja tua abad 19 di Inggris telah dialih fungsikan menjadi pusat perbelanjaan atau apartemen. Fasade bangunan-bangunan tua di kota Amsterdam direnovasi untuk mendapatkan suasana lama yang tetap terpelihara. Efisiensi Energi Prinsip merancang urban dengan pemakaian energi se efisien perlu diterapkan, mengingat secara umum perubahan iklim dan kondisi fisik lingkungan kota disebabkan oleh polusi yang dihasilkan oleh proses pembangunan kota. Banyak dari polusi atmosfer disebabkan oleh pembakaran minyak bumi (fosil) untuk
Universitas Gadjah Mada
mendapatkan
energi
penunjang
kehidupan
kota.
Beberapa
elemen
yang
mengkonsumsi energi untuk berlangsungnya kehidupan kota antara lain:
Bangunan — penerangan, pendinginan, pemanasan (terutama energi listrik)
Transportasi (energi bahan bakar minyak)
Komunikasi: telepon, telex, radio, TV (energi listrik)
I nfrastru ktur
Pertambangan
Industi Lima puluh persen dari konsumsi minyak bumi di seluruh dunia dipakai untuk
bangunan. Selain itu energi dipakai untuk membuat bahan bangunan, untuk membawa bahan bangunan tersebut ke lokasi, serta dipakai pada saat proses pembangunan bangunan. Pemakaian bangunan-bangunan itu sendiri menghasilkan lima puluh persen CO2 di seluruh dunia, atau sekitar seperempat jumlah gas rumah hijau (Moughtin, 1996). Pemakaian energi juga menghasilkan kontaminasi air, hujan asam dan polusi udara di kota. Setengah dari gas CFCs (chlorofluorocarbons) yang diproduksi di seluruh dunia berasal dari bangunan, sebagai bagian dari AC, almari es, sistem pemanas air, pemakaian pembersih ruangan, dan sebagainya.
Dalam industri bangunan, energi dikonsumsi dalam dua cara: pertama adalah energi yang dipakai untuk pembangunan atau konstruksi bangunan dan infrastruktur kota, dan kedua adalah energi yang dipakai sepanjang usia bangunan (Vale dan Vale, 1993). Para perancang, pengembang dan pemakai bangunan, harus melakukan pemilihan bahan-bahan bangunan dengan hati-hati, yaitu bahan bangunan
yang
bersahabat
dengan
lingkungan,
pemakaian
pendekatan
perancangan yang pintar, pemakaian dan pemeliharaan bangunan yang baik, dan bersamaan dengan kontrol perencanaan yang baik, dapat menurunkan kuantitas polutan yang masuk dalam lingkungan. Bahan bangunan sedapat mungkin juga dapat dipakai sepanjang usia bangunan.
Konsep
pembangunan
tata
guna
tanah
campuran
(mixed-use
land
development) dapat diterapkan di daerah urban untuk mengurangi pemakaian energi, disamping untuk mencapai keragaman ekonomi dan sosial, sebuah metode pengelolaan pertumbuhan metropolitan (Stenhouse, 1992). Penerapan konsep ini
Universitas Gadjah Mada
membuat kota menjadi lebih hidup. Pada pengembangan tata guna tanah campuran, berbagai kegiatan penduduk urban terkonsentrasi di suatu area, dengan rancangan konfigurasi fisik yang baik, sirkulasi internal, dan pencapaian eksternal. Secara fisik dan fungsi sating berintegrasi, mudah dicapai dengan berjalan kaki ataupun transportasi umum.
Pembangunan tata guna tanah campuran yang berkepadatan tinggi apabila dirancang dengan hati-hati akan menunjang konservasi energi, khususnya dari transportasi, menurunkan biaya secara ekonomi dan lingkungan, mengkonsumsi sedikit sumberdaya alam, dan menurunkan biaya secara personal dibandingkan dengan tata guna tanah hanya untuk satu fungsi dengan kepadatan rendah.
Bentuk kota akan mempengaruhi pola transportasi, yang selanjutnya mempengaruhi konsumsi bahan bakar dan jumlah gas buang. Bentuk kota pula yang mempengaruhi fasilitas transportasi umum, yaitu jalan dan jenis kendaraan umum, yang akhimya dapat mempengaruhi konversi tanah-tanah non-urban untuk kegiatan urban (Breheny dan Rookwood, 1993). Pada bentuk kota menyebar, dengan jarak dari satu tempat ke tempat lain cukup jauh, akan mempunyai pola transportasi yang mengkonsumsi bahan bakar lebih banyak daripada pola transportasi pada bentuk kota kompak. Sedangkan di kota-kota besar seperti Bangkok dan Jakarta yang setiap harinya mengalami kemacetan lalu lintas, bahan bakar juga menjadi semakin banyak dikonsumsi untuk kendaraan.
Banyaknya permasalahan urban yang disebabkan oleh transportasi, yang antara lain mengkonsumsi banyak energi dan menciptakan polusi, telah mendorong banyak negara maju melakukan upaya mengurangi pergerakan yang tergantung kepada kendaraan umum maupun pribadi, serta mencari pengganti bahan bakar bensin untuk kendaran dengan bahan lain yang tidak menimbulkan polusi. Sebagai contoh negara Swedia telah mengembangkan pengganti bahan bakar bensin untuk kendaraan, khususnya kendaraan umum, dengan biogas dari limbah manusia yang diolah, serta dengan ethanol dari pengolahan anggur. Kedua bahan bakar pengganti tersebut, disamping sebagai upaya menghindari pemakaian minyak bumi, juga menurunkan emisi karbon dioksida ke udara, yang artinya mengurangi polusi udara (Lothigius, 1996).
Universitas Gadjah Mada
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan adanya krisis energi, penghematan energi dan alternatif jenis energi, sebagai berikut: Krisis energi Berbagai penyebab timbulnya krisis energi adalah: 1. Konsumsi energi dunia secara total dan per kapita meningkat dengan
cepat 2. Di negara maju, kebutuhan akan minyak dan gas alam
melebihi jumlah yang ada di alam 3. Hampir semua energi yang dipakai telah mencemari lingkungan 4. Lemahnya kebijakan dalam perencanaan pemakaian energi 5. Belum dikembangkannya teknik-teknik konservasi energi
Penghematan energi 1. Memperpendek aliran energi Bertujuan meminimalkan energi/panas terbuang
Gambar 3.2 Upaya memperpendek aliran energi
Universitas Gadjah Mada
2. Efisiensi energi
Pemakaian energi lebih sedikit dengan hasil maksimal Misal: -Lampu TL dengan jumlah watt kecil tetapi menghasilkan sinar terang -Pemakaian transport umum, seperti KRL. untuk mengurangi pemakaian mobil pribadi
Mereduksi energi yang hilang melalui proses yang lebih efisien
3. Desain bangunan hemat energi
Pemakaian ventilasi untuk mendapat udara dan cahaya alami
Pemakaian bahan-bahan bangunan dan sistem konstruksi hemat energi
Pilihan jenis sumber energi lain (selain minyak dan batu bara) 1. Energi air
2.
Tenaga hidro
Energi laut (ombak/gelombang)
Energi angin Ditangkap dengan kincir angin
3.
Energi matahari
Active solar systems (menangkap sinar — pompa — sirkulasi panas)
Passive solar systems (menangkap sinar dengan sistem desain dan konstruksi)
Photovoltaics (menangkap sinar langsung untuk digunakan dalam bangunan)
Solar-thermal technology (sinar diubah menjadi listrik)
4. Energi bumi (geotermal)
Air panas
Gas alam
Magma
5. Biomass
Pembakaran langsung (mis: kayu)
Biogas (gas metan. metanol. etanol)
Alkohol
Universitas Gadjah Mada