LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2010-2014
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oktober 2014
LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2010-2014
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oktober 2014
KATA PENGANTAR MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dilaksanakan selama ini telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Perubahan tatanan global serta nasional yang berkembang dinamis menuntut percepatan pembangunan kelautan dan perikanan nasional secara nyata untuk mampu menyesuaikan dan memenuhi tantangan lingkungan strategis yang bergerak cepat tersebut. Munculnya paradigma untuk menjadikan pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan perikanan sebagai motor penggerak pembangunan nasional, tercermin dalam keputusan politik nasional, sebagaimana terimplementasi dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang salah satu misinya menyatakan: Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Peranan Kementerian kelautan dan Perikanan yang telah memasuki usia 15 tahun sejak dibentuknya menjelang akhir tahun 1999, menjadi semakin penting sebagai salah satu komponen untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang dapat memberikan nilai tambah terhadap produk kelautan dan perikanan sehingga memiliki daya saing yang tinggi, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
Berbagai hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dicapai sebagaimana yang digariskan dalam Renstra KKP periode tahun 2010-2014 telah berhasil diwujudkan. Upaya pembangunan perlu terus ditingkatkan dan perbaikan kualitas pelayanan harus dilaksanakan lebih konsisten dan secara terus menerus oleh semua jajaran aparatur pada semua tingkatan, sehingga pelayanan selalu dapat diberikan secara cepat, tepat dan mudah dilaksanakan serta tidak diskriminatif. Sangat disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masih memerlukan perbaikan dan kerja keras oleh seluruh jajaran KKP. Untuk itu sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan lembaga terkait lainnya, serta para stakeholders kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan, terutama dalam meningkatkan perekonomian nasional. Laporan kinerja kementerian kelautan dan perikanan tahun 2010-2014 ini mudah-mudahan telah dapat memenuhi harapan rakyat Indonesia serta penyusunan rencana 2015-2019 dapat menyumbangkan gagasan dan pemikiran tentang arah dan strategi pembangunan Kelautan dan Perikanan ke depan secara lebih luas dan menyeluruh. Tugas membangun sektor kelautan dan perikanan ke depan, bukanlah merupakan tugas pemerintah semata. Dibutuhkan sebuah partisipasi aktif masyarakat luas dan kerja keras tanpa pamrih dari kita selaku aparatur negara dalam menentukan arah, visi dan strategi pembangunan bangsa ini di masa mendatang. Jakarta, Oktober 2014 Menteri Kelautan dan Perikanan
Sharif C. Sutardjo Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
5
6
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
DAFTAR ISI
6
KATA PENGANTAR
6
DAFTAR ISI
6
EXECUTIVE SUMMARY
6
BAB I PENDAHULUAN
6
BAB II ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010-2014
6
BAB III HASIL PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
6
BAB IV ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
6
BAB V RANCANGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2015-2019
6
BAB VI PENUTUP
6
LAMPIRAN
6
TIM PENYUSUN
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
7
Executive Summary Kekuatan ekonomi perikanan dicerminkan dari PDB Perikanan yang memiliki peran strategis dalam memberikan sumbangan terhadap PDB nasional. Dalam periode 2010-2013, capaian pertumbuhan PDB Perikanan selalu berada di atas PDB Pertanian dan PDB Nasional dan merupakan rata-rata tertinggi dalam empat tahun terakhir dalam kelompok pertanian secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan memegang peranan strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok pertanian secara umum, maupun pada PDB Nasional. Pada periode 2010-2013 terjadi peningkatan produksi perikanan sebesar 18,10% per tahun, yakni dari 11,66 juta ton pada tahun 2010 menjadi 19,18 juta ton pada tahun 2013, dimana perikanan budidaya menyumbang 69,53% dan perikanan tangkap sebesar 30,57%. Produksi olahan pada tahun 2012 sebesar 4,8 juta ton, mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 5,16 juta ton. Selain perikanan telah dilaksanakan pula Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat untuk meningkatkan produksi garam konsumsi. Pada tahun 2012 telah tercapai swasembada garam konsumsi, sehingga tidak lagi diperlukan impor garam konsumsi. Produksi garam rakyat pada tahun 2012 mencapai hampir 3 juta ton, yang sekitar 2,2 juta ton adalah hasil produksi garam rakyat. Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan di atas angka 100, selama lima tahun terakhir mengalami fluktuatif dengan rata-rata realisasinya 105,33 per tahun, pada tahun 2013 berhasil mencapai angka 105,37. Nilai NTN/NTPi secara rata-rata dan bulanan masih di atas 100, artinya nelayan masih dapat menyimpan hasil pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional dan hidup sehari-harinya. Selama kurun waktu 2010-2013 ekspor hasil perikanan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,9% per tahun. Nilai ekspor produk perikanan pada tahun 2013 mencapai USD 4,18 milliar, yaitu meningkat 8,05% dibandingkan dengan nilai ekspor produk perikanan pada tahun 2012, yakni USD 3,85 milliar. Pada periode 2010-2013 volume ekspor meningkat rata-rata 4,37% per tahun dengan kenaikan nilai rata-rata sebesar 437% per tahun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa produk hasil perikanan yang diekspor memiliki nilai tambah tinggi. Dalam rangka mengamankan pangsa pasar produk hasil perikanan dalam negeri, KKP berhasil menjaga volume dan nilai ekspor hasil perikanan. Dalam rentang tahun 2010-2013, impor ikan dapat dikendalikan dan pada tahun 2013 nilai impor ikan hanya sebesar 11,2% dari nilai ekspor. Kondisi demikian mengakibatkan surplus perdagangan produk hasil perikanan sebesar USD 3,71 miliar pada tahun 2013. Impor hasil perikanan tersebut diperuntukan dalam rangka pemenuhan bahan baku industri pengolahan yang akan diekspor, tepung ikan, dan jenis ikan yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Dengan telah dilakukannya peningkatan sistem karantina ikan dan jaminan mutu produk perikanan, pada tahun 2013 jumlah penolakan ekspor di negara mitra dipertahankan tetap <10. Keberhasilan peningkatan produksi perikanan Indonesia, dibarengi pula dengan peningkatan tingkat konsumsi masyarakat. Rata-rata peningkatan konsumsi ikan per kapita per tahun pada rentang tahun 2010-2013 sebesar 5,33%. Sementara untuk tahun 2014, KKP mentargetkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai 37,8 kg/ kapita/tahun. Sampai tahun 2013, telah ditetapkan kawasan konservasi perairan berjumlah 131 kawasan dengan luasan mencapai 15.764.210,85 ha. Dalam rangka implementasi Undang-Undang 27/2007 jo UndangUndang 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, telah dilakukan pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau kecil terluar melalui penguatan sarana dan prasarana dasar di sebanyak 193 pulau. Ditargetkan sampai tahun 2014 dapat dilaksanakan sampai 220 pulau. Peningkatan kinerja pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan telah dilakukan melalui pengembangan sistem pengawasan dalam rangka pemberantasan IUU Fishing (Illegal,
8
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Unreported, and Unregulated Fishing). Pada tahun 2013, wilayah perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP mencapai 47,27%. Dalam hal penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 KKP melaksanakan PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan. Jumlah total kelompok penerima PNPM-Mandiri KP sebanyak 33.185 kelompok dengan total dana yang dikucurkan sebanyak Rp1,9 triliun. Kegiatan yang dilakukan melalui bantuan langsung pada kelompok masyarakat ini telah dapat meningkatkan produksi perikanan dan produk olahan dari kelompok masyarakat penerima, meningkatkan pendapatan anggota kelompok, dan jumlah tabungan kelompok. Bahkan beberapa kelompok telah mandiri dapat mengakses kredit seperti KUR, KKP-E, bahkan kredit komersial. Dalam rangka meningkatkan kehidupan nelayan, KKP telah mengkoordinasikan 12 Kementerian Negara/ Lembaga untuk bersama-sama melaksanakan Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN). PKN dilaksanakan sejak tahun 2011 di 100 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan dilanjutkan pelaksanaannya di 400 PPI pada tahun 2012, 200 PPI pada tahun 2013 dan 116 PPI pada tahun 2014. Pelaksanaan Program PKN selama periode 2011-2013 diantaranya adalah pemberian sertifikasi hak atas tanah nelayan (SEHAT) sebanyak 18.000 bidang, rumah sangat murah sebanyak 6.000 unit, listrik murah sebanyak 10.995 unit, BOS dan beasiswa anak nelayan sebanyak 1.600 orang, layanan kesehatan sebanyak 2.100 puskesmas, PUMP, kapal penangkapan ikan dan sarana alat tangkap serta, pelatihan dan penyuluhan bidang kelautan dan perikanan. K/L terkait lainnya juga telah mendukung melalui penyediaan layanan kesehatan, sekolah, penguatan koperasi, pendampingan usaha, dll. Selain anggaran pusat, Pemerintah Daerah juga mendukung melalui APBD utamanya dalam rangka pembinaan nelayan di lokasi Program PKN. Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, KKP memberi dukungan pembangunan Kapal Inka Mina dengan ukuran 30 GT ke atas. Sampai dengan tahun 2014, pemerintah menargetkan bantuan sebanyak 1000 kapal kepada kelompok nelayan di berbagai wilayah Indonesia. Dari evaluasi yang telah dilakukan sebanyak 507 atau 98% kapal Inka Mina dari total 519 realisasi pembangunan selama 2010-2012 telah sukses beroperasi dan berhasil meningkatkan hasil tangkapan serta pendapatan nelayan di sejumlah daerah. Dari jumlah kapal 519 unit yang telah terbangun, sebanyak 507 unit kapal sudah beroperasional dengan baik. Hingga tahun 2013, kapal-kapal tersebut telah berkontribusi terhadap peningkatan produksi hasil tangkapan serta peningkatan pendapatan masyarakat rata-rata Rp46 juta per trip dengan kisaran 10 orang ABK per kapal. Sejak tahun 2010-2013 jumlah kapal yang sudah terbangun mencapai 735 kapal. Direncanakan tahun 2014 akan dibangun 226 unit kapal. Upaya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru sektor kelautan dan perikanan, salah satunya dikembangkan melalui implementasi Minapolitan dan Industrialisasi Kelautan dan Perikanan. Minapolitan berbasis pengembangan wilayah sementara industrialisasi kelautan dan perikanan untuk percepatan peningkatan daya saing dan nilai tambah. Sampai dengan tahun 2013, sudah ditetapkan 179 lokasi Minapolitan. Keberhasilan pelaksanaan Minapolitan dan Industrialisasi diantaranya dapat dilihat dari peningkatan volume produksi, nilai poduksi, pendapatan nelayan dan penyerapan tenaga kerja. Sementara itu keberhasilan pengembangan sentra produksi perikanan melalui industrialisasi kelautan dan perikanan, dapat kita lihat di 5 pelabuhan perikanan, yakni Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, PPS Bungus, PPS Bitung, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhanratu dan PPN Ambon. Langkah-langkah perbaikan penanganan di 5 pelabuhan perikanan yang menjadi percontohan industrialisasi dilakukan melalui (1) peningkatan infrastruktur dan fasilitas pelabuhan, (2) pembenahan manajeman pelabuhan, dan (3) dukungan regulasi. Langkah-langkah perbaikan di 5 pelabuhan perikanan tersebut telah mampu mendorong peningkatan jumlah produksi, nilai produksi, peningkatan mutu dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari data-data produksi yang dicapai oleh 5 pelabuhan lokasi industrialisasi dari tahun 2011-2014. Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu target industrialisai selain peningkatan produksi dan nilai produksi serta mutu produk TTC.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
9
Keberhasilan industrialisasi udang terlihat dari produksi udang dari tahun 2010-2013 mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 21,08%. Terobosan yang dilakukan, khusus untuk peningkatan produksi udang adalah (i) pengembangan tambak percontohan (demfarm); (ii) rehabilitasi saluran tersier; (ii) bantuan sarana budidaya udang; (iv) melakukan berbagai kerja sama dengan Kementerian/Lembaga lainnya; (v) pengembangan pola budidaya dengan mitra dan pendampingan teknologi baik oleh mitra maupun KKP. Selain itu percepatan revitalisasi tambak udang guna mengembalikan kejayaan udang nasional, diupayakan melalui koordinasi dan sinergitas pembangunan perikanan budidaya dengan Pemda, meningkatkan koordinasi, kerjasama dan sinergitas lintas sektor, penetapan zonasi/kawasan budidaya, pendampingan dan fasilitasi akses permodalan, akses pasar, pendampingan teknologi dan manajemen bisnis, peningkatan kualitas SDM, sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB), Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan teknologi anjuran lainnya. Dampak pelaksanaan kegiatan industrialisi rumput laut pada sektor hulu adalah pencapaian produksi rumput laut di Kabupaten lokasi industrialisasi yang naik secara signifikan yaitu dari total produksi sebesar 647.036 ton sebelum direvitalisasi menjadi 2.156.787 setelah direvitalisasi atau naik 233,33%. Secara nasional, dampak industrialisasi rumput laut berupa kenaikan produksi rumput laut dari 6.514.854 ton pada tahun 2012 menjadi 9.298.474 ton pada tahun 2013. Pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan dilaksanakan melalui 3 program utama, yaitu 1) pendidikan, 2) pelatihan dan 3) penyuluhan. Pendidikan dilaksanakan melalui 9 Sekolah Usaha Perikanan Menengah, 3 Akademi Perikanan dan 1 Sekolah Tinggi Perikanan yang seluruh pembiayaannya ditanggung negara. Sementara itu, pelatihan dilakukan di 6 lembaga pelatihan yang dikelola oleh KKP. Pendidikan dan pelatihan kelautan dan perikanan juga dilakukan di lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya melalui pembinaan kualitas dan pembinaan teknis. Salah satu contoh adalah pengembangan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP). Sementara itu penyuluhan kelautan dan perikanan melalui sistem penyuluhan nasional yang melibatkan 3.275 penyuluh pegawai negeri sipil, swadaya 7.495 orang dan tenaga kontrak 1.473 orang.dengan kelompok sasaran mencapai 50.000 kelompok. Dalam rangka menyiapkan SDM berkualitas, selama tahun 2010-2014 KKP telah mampu menyediakan sebanyak 126.197 SDM KP yang kompeten, melalui serangkaian kegiatan (1) Program Unggulan Pendidikan Wirausaha Mina Pemula (PRO-MULA), (2) School for Marine Protected Area Management (SMPAM), (3) Revitalisasi Pendidikan Tinggi Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) menjadi Politeknik KP, (4) International Job Fair in Marine and Fisheries, (5) Pembangunan Kampus Teaching Factory, (6) pengembangan Sarana dan Prasarana Pendidikan di 9 lokasi sekolah SUPM, (7) Pendidikan Kesetaraan (Community Collage), (8) Inovasi Pendidikan melalui Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik (Busmetik), (9) Gelar Pelatihan Nasional, (10) Penetapan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP), dan (11) Bantuan Pendidikan Bagi Anak Pelaku Utama. Dalam rangka mendukung pembangunan KP, KKP telah menghasilkan beberapa teknologi inovatif antara lain: pemanfaatan resirculation aquaculture system untuk budidaya udang vaname; penerapan teknologi kantong rumput laut dan pancing gurita; Seleksi udang windu tahan penyakit menggunakan mikrosatelit sebagai marker assisted selection (MAS); peningkatan efesiensi dan kualitas bahan baku pakan untuk budidaya ikan air tawar melalui penggunaan mikroba; pengembangan teknologi budidaya ikan nila best melalui vaksin streptovac dan probiotik pato–aero I, pengembangan teknologi pendederan ikan gurame hibrid dengan aplikasi vaksin mycoforty; penerapan teknologi pembuatan pakan untuk warna ikan koi; penerapan teknologi pembuatan dan pengayaan pakan ikan rainbow; perbaikan kualitas induk lokal unggul ikan hias koi hasil selektif dan rekayasa set kromosom, peningkatan keragaan warna ikan hias rainbow melalui hibridisasi; peningkatan mutu genetik udang galah - seleksi populasi F4 udang
10
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
galah tumbuh cepat; perakitan strain unggul ikan mas tahan KHV–pembentukan ikan mas transgenik tahan KHV; prototipe alat penghitung larva/udang vaname; rekayasa shelter untuk pendederan lobster air laut; pemanfaatan elektronik logbook untuk menunjang industrialisasi perikanan tangkap; aplikasi rumpon elektronik untuk penangkapan selektif ikan pelagis; serta pengembangan fasilitas pemantauan peringatan dini pencemaran. Dalam kegiatan One map movement, KKP telah (1) mengintegrasikan Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN), dan (2) pendataan secara spasial sumber daya kelautan untuk padang lamun, pulau-pulau kecil, serta pengaturan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk mengoptimalkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, telah dirintis kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan dengan pendekatan blue economy. Gagasan kebijakan blue economy ini telah diangkat di forum-forum internasional dan Indonesia telah dinilai menjadi negara yang aktif mengangkat gagasan blue economy di forum-forum internasional. Hal ini perlu diperkuat melalui kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan yang diimbangi dengan pelestarian lingkungan. Komitmen KKP terhadap kesetaraan gender secara umum menunjukkan kemajuan yang positif. Tahun 2013 KKP menerima penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), KKP sebagai salah satu kementerian yang telah melaksanakan Pengarusutamaan Gender dengan baik. Sejak tahun 2013, KKP menjadi satu-satunya Kementerian yang menangani sektor yang memperoleh nilai “A” untuk penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dari Kementerian PAN dan RB. Berdasarkan Laporan Hasil Evaluasi AKIP yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, KKP dapat meningkatkan prestasinya dengan memperoleh kembali peringkat nilai “A” untuk AKIP KKP tahun 2014. Laporan Keuangan KKP yang telah disusun dan diaudit BPK-RI, memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan KKP Tahun 2011, Tahun 2012, dan Tahun 2013. Untuk meningkatkan transparansi, obyektifitas, akuntabel dan bebas KKN maka penerimaan CPNS KKP pada tahun 2013 menggunakan Sistem Computer Assisted Test (CAT) dan telah menerima penghargaan dari Badan Kepegawaian Nasional. KKP telah dapat menyelesaian berbagai produk hukum di bidang kelautan dan perikanan. Prestasi yang menonjol adalah disahkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tahun 2013 dan disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Kelautan pada tahun 2014. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, KKP telah berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan hasil (1) Menerima Predikat Kepatuhan Standar Pelayanan Publik dari Ombudsman Republik Indonesia pada 18 Juli 2014 dengan 4 (empat) unit layanan di lingkungan KKP yang telah dinilai, (2) Menerima Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik Terbaik dari Kementerian PAN dan RB pada 30 April 2014 pada Unit Pelaksana Teknis Balai Karantina Ikan Semarang, (3) Menerima penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization pada Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP dengan kriteria pelayanan yang luar biasa bidang kepabeanan pada tahun 2013, dan (4) mendapatkan Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) melalui pelayanan perizinan untuk sertifikasi CPIB dengan nilai 81,77 dengan mutu pelayanan A (sangat memuaskan), dan untuk Surat Keterangan Aktivasi Transmiter (SKAT) dengan nilai 81,69 dengan mutu pelayanan A (sangat memuaskan). Penilaian integritas KKP di tahun 2013 oleh KPK mendapat nilai 7,12 meningkat dibanding tahun 2012 yang mendapat 6,68. Penilaian inisiatif anti korupsi oleh KPK terus meningkat pada tahun 2010 nilainya 6,75, tahun 2011 nilai 6,63, tahun 2012 nilai 7,46 dan tahun 2013 nilai 7,6. Sebagai komitmen untuk mencegah dan memberantas praktek korupsi telah
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
11
dlaksanakan tindakan-tindakan antara lain (1) Pembentukan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) di lingkup KKP, (2) Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG), dan (3) Unit Layanan Pengadaan (ULP). Menteri Kelautan dan Perikanan yang ditetapkan sebagai Ketua Tim Kerja Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi telah melakukan Ground Breaking sampai tahun 2013 di KE Sulawesi sekitar 19 proyek dengan nilai investasi sekitar Rp28.113,5 miliar. Dalam perkembangan pelaksanaan MP3EI di KE Sulawesi terdapat 66 proyek yang telah dilakukan validasi, 54 proyek dalam proses validasi serta 88 proyek usulan baru dengan total nilai investasi secara keseluruhan sebesar Rp108,69 triliun. Hasil validasi komitmen kegiatan investasi SDM-IPTEK berupa dukungan penyediaan lapangan kerja dan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenis program di KE Sulawesi adalah sebesar Rp3,4 triliun yang terdiri dari program akademi komunitas, institut, politeknik dan sekolahtinggi, SMK, Universitas, serta program IPTEK. Sedangkan dukungan konektivitas berupa infrastruktur bandara, pelabuhan, kereta api, jalan, dan energi dengan jumlah proyek sebanyak 141 proyek diindikasikasikan dengan nilai investasi sebesar Rp111, 92 triliun. Pelaksanaan kegiatan ekonomi di KE Sulawesi sampai dengan tahun 2025 optimis dapat dilaksanakan. Tahun 2013-2014 direncanakan akan dilaksanakan Ground Breaking untuk 22 kegiatan ekonomi dengan nilai investasi sebesar Rp23,5 triliun. Keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dicapai sampai tahun 2014 diharapkan dapat menjadi fondasi yang kuat bagi pelaksanaan pembangunan periode berikutnya. Beberapa hal yang telah memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat kelautan dan perikanan diharapkan dapat dilanjutkan, seperti kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang ke depan perlu diperkuat dengan penerapan konsep blue economy. Dalam rangka menuju Indonesia sebagai negara maritim, ke depan perlu dikembangkan berbagai indikator pembangunan yang terkait dengan kelautan, serta penyelesaian berbagai produk turunan dari undang-undang yang telah diselesaikan. Sangat disadari masih terdapat permasalahan yang dihadapi dan memerlukan upaya pemecahan yang berkesinambungan dan memerlukan sinergi antar sektor terkait, terlebih dalam menghadapi Masyakat Ekonomi ASEAN 2015. Dengan kelembagaan dan dukungan SDM yang telah dimiliki KKP sampai saat ini dan capaian kinerja organisasi yang telah dicapai, tentunya akan mampu menghadapi tantangan pembangunan ke depan melalui peningkatan kualitas pelayanan publik dan perumusan kebijakan yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
12
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
13
14
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
BAB I PENDAHULUAN
BAB I.
Pendahuluan Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 diarahkan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya saing perekonomian.
Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan 2010-2014 mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang bernilai tambah, berdaya saing tinggi, lestari untuk kesejahteraan masyarakat.
Pencapaian hasil pembangunan KP telah sesuai dengan visi, misi, serta sasaran Renstra KKP 2010-2014.
16
Penguatan daya saing perekonomian tersebut, diantaranya ditempuh melalui peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai dengan potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan kelautan meliputi industri kelautan seperti perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral yang dikembangkan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan. Kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Tahun 2010-2014 disusun mengikuti arah dan kebijakan yang digariskan dalam RPJMN 2010-2014 dengan Visi Indonesia tahun 2014 yaitu Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan. Berbagai tantangan pembangunan kelautan dan perikanan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang memberikan nilai tambah dan berdaya saing serta lestari menjadi landasan penetapan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tahun 2010-2014. Pelaksanaan Renstra KKP Tahun 2010-2014 diwujudkan melalui program dan kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan oleh KKP. Secara umum tingkat pencapaian hasil, dan kesesuaian arahan pencapaian visi, misi, dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan telah sesuai dengan yang telah ditetapkan di dalam Renstra KKP 2010-2014. Peranan sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional ditandai dengan meningkatnya persentase pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan, walaupun target pertumbuhan PDB perikanan belum bisa dicapai namun PDB perikanan secara signifikan mampu memberikan kontribusi kepada PDB Nasional. Meningkatnya kapasitas sentra-sentra produksi kelautan dan perikanan yang memiliki komoditas unggulan dapat tercapai dengan meningkatnya produksi perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan garam rakyat. Dari sisi pendapatan para pelaku usaha kelautan dan perikanan dicapai dengan meningkatnya Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan walaupun secara target belum memenuhi harapan sebagaimana tertuang di Renstra KKP. Ketersediaan hasil kelautan dan perikanan dicapai dengan meningkatnya konsumsi ikan per kapita. Meningkatnya branding
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
KKP satu-satunya kementerian teknis yang mendapatkan AKIP dengan nilai A
produk perikanan dan market share di pasar luar negeri ditandai dengan makin meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan. Meningkatnya mutu dan keamanan produk perikanan sesuai standar ditandai dengan menurunnya jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra. Pengelolaan konservasi kawasan secara berkelanjutan dicapai melalui bertambahnya luas Kawasan Korservasi Perairan yang dikelola secara berkelanjutan. Meningkatnya nilai ekonomi pulau-pulau kecil ditandai dengan jumlah pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau kecil terluar yang dikelola. Meningkatnya luas wilayah perairan Indonesia yang diawasi dicapai melalui persentase wilayah perairan bebas illegal fishing dan kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan. Diusia kementerian kelautan dan perikanan yang baru mencapai usia 15 tahun, sudah menghasilkan beberapa prestasi, pada tahun 2013 dan 2014 merupakan satu-satunya kementerian teknis yang mendapatkan AKIP dengan nilai A. Keberhasilan ini merupakan salah satu bukti strategis dan keseriusan dalam rangka pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
17
18
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
BAB II Arah Kebijakan Pembangunan Kelautan Dan Perikanan 2010-2014
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
19
BAB II.
Arah Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014 Dalam melaksanakan tugas pembangunan yang tertuang pada RPJMN 2010-2014 khususnya di bidang kelautan dan perikanan, KKP berdasarkan Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014 bertekad menjadi ujung tombak untuk mewujudkan kesejahteraan para nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar hasil perikanan serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya.
KKP ujung tombak mewujudkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar hasil perikanan serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya.
Mempertimbangkan perubahan lingkungan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan pembangunan kelautan dan perikanan sejak tahun 2010 sampai tahun 2012, KKP memandang perlu melakukan upaya terobosan yang bukan merupakan upaya terpisah dari kebijakan lain atau kebijakan sebelumnya, tetapi merupakan upaya terintegrasi yang saling memperkuat dalam rangka percepatan pembangunan kelautan dan perikanan, terutama untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan. Untuk itu, KKP mengembangkan industrialisasi kelautan dan perikanan yang dimulai sejak tahun 2012, dengan tujuan untuk meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui industrialisasi, para pelaku usaha perikanan mulai dari nelayan, pembudidaya ikan, serta pengolah dan pemasar hasil perikanan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing, sekaligus membangun sistem produksi yang modern dan terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Dengan demikian, industrialisasi perikanan diharapkan mampu mengokohkan struktur usaha perikanan nasional, yang membawa multiplier effect sebagai prime mover perekonomian nasional. Disamping itu, KKP sejak tahun 2012 telah melaksanakan beberapa kebijakan baru yakni Program Peningkatan Kehidupan Nelayan yang merupakan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dan pengembangan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di 3 Koridor Ekonomi yang terkait dengan sektor kelautan dan perikanan. Visi pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014 adalah ”Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat”. Melalui
20
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
visi tersebut, diharapkan terwujudnya pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang memberikan nilai tambah terhadap produk kelautan dan perikanan sehingga memiliki daya saing yang tinggi, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah (1) meningkatnya Produksi dan Produktivitas Usaha Kelautan dan Perikanan, (2) berkembangnya Diversifikasi dan Pangsa Pasar Produk Hasil Kelautan dan Perikanan, dan (3) terwujudnya Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan. Sementara itu sasaran strategis pembangunan kelautan dan perikanan berdasarkan tujuan yang dicapai adalah (1) meningkatnya peranan sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, (2) meningkatnya kapasitas sentra-sentra produksi kelautan dan perikanan yang memiliki komoditas unggulan, (3) meningkatnya pendapatan, (4) meningkatnya ketersediaan hasil kelautan dan perikanan, (5) meningkatnya branding produk perikanan dan market share di pasar luar negeri, (6) meningkatnya mutu dan keamanan produk perikanan sesuai standar, (7) terwujudnya pengelolaan konservasi kawasan secara berkelanjutan, (8) meningkatnya nilai ekonomi pulau-pulau kecil, serta (9) meningkatnya luas wilayah perairan Indonesia yang diawasi oleh aparatur pengawas KKP.
Renstra KKP Tahun 2010-2014 penjabaran RPJMN 2010-2014
Kerangka pencapaian tujuan RPJMN 2010-2014 merupakan penjabaran dari visi, misi, dan agenda pembangunan nasional, serta 11 (sebelas) prioritas pembangunan nasional, yakni (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan usaha; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik; serta (11) kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi. RPJMN 2010-2014 kemudian dijabarkan dalam Rencana Strategis KKP Tahun 2010-2014 (Renstra KKP) dengan 5 prioritas pembangunan nasional. Arah kebijakan dan strategi KKP diimplementasikan dalam keterkaitannya dengan 5 prioritas pembangunan nasional sebagai berikut: Prioritas ke-1 : Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan, antara lain melalui peningkatan kinerja kementerian dalam pelayanan publik, pengelolaan keuangan negara menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), penataan organisasi, dan peningkatan akuntabilitas kinerja aparatur dan instansi pemerintah. Prioritas ke-4 : Penanggulangan Kemiskinan, yang dalam
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
21
implementasinya KKP memberikan kontribusi dalam menurunkan tingkat kemiskinan nasional, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah, khususnya nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar hasil kelautan dan perikanan, serta petambak garam melalui perluasan jangkauan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan, Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (klaster 4), pengembangan lembaga pembiayaan kelautan dan perikanan, peningkatan kapasitas skala usaha dan kewirausahaan menjadi usaha yang bankable.
Arah kebijakan dan strategi KKP terkait dengan 5 prioritas pembangunan nasional
Prioritas ke-5 : Ketahanan Pangan, untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan melanjutkan revitalisasi perikanan dalam mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan produksi, peningkatan daya saing dan nilai tambah produk perikanan dilaksanakan melalui pengembangan industrialisasi kelautan dan perikanan, pengembangan kawasan minapolitan, peningkatan konsumsi ikan per kapita. Prioritas ke-9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, melalui pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dan pemanfaatan lingkungan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang keberlanjutan, disertai penguasaan dan pengelolaan risiko bencana melalui pengembangan kapasitas SDM dan riset tentang perubahan iklim dan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan laut.
Strategi pembangunan KP melalui pendekatan pro-poor, pro-job, progrowth, pro-environment
22
Prioritas ke-10 : Pembangunan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik, yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal dan terdepan/terluar, serta keberlangsungan kehidupan damai di wilayah pasca-konflik yang diimplementasikan melalui pengelolaan/pemberdayaan pulau-pulau terluar dan pengembangan ekonomi alternatif berbasis sumber daya kelautan dan perikanan. Disamping itu, dalam rangka mendukung pelaksanaan strategi pembangunan nasional dilakukan melalui pendekatan : (1) propoor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat pelaku usaha kelautan dan perikanan, (2) pro-job dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya yang belum tergarap dan penumbuhan wirausaha baru untuk menurunkan tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja diiringi dengan dukungan pengembangan akses terhadap modal dan kepastian berusaha, (3) pro-growth dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui transformasi pelaku ekonomi kelautan dan perikanan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi pelaku usaha modern, melalui berbagai dukungan pengembangan infrastruktur, industrialisasi dan modernisasi, dan (4) pro-environment dilakukan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
melalui upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Dalam rangka mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable growth) berdasarkan ekuitas, KKP mengimplementasikan prinsip-prinsip blue economy dalam pembangunan kelautan dan perikanan untuk mengelola dan melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan melalui penggunaan sumber daya kelautan dan perikanan secara efisien dan tidak merusak lingkungan, mensinergikan pengelolaan ekosistem laut dengan ketahanan pangan, strategi pembangunan ekonomi dan sosial serta transisi ekonomi, pasar, industri dan masyarakat menuju pola yang lebih berkelanjutan.
Strategi pengembangan kawasan melalui minapolitan dan pengembangan ekonomi regional
Menjabarkan arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang terkait dengan pembangunan kelautan dan perikanan, maka arah kebijakan KKP adalah : (1) peningkatan produktivitas, efisiensi, dan nilai tambah produk, (2) pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan traceability (penelusuran) produk hasil perikanan dan jaminan ketersediaan bahan baku industri, (3) konservasi dan rehabilitasi sumber daya kelautan dan perikanan serta pengelolaan pulau-pulau kecil dan upaya adaptasi dan mitigasi bencana dan perubahan iklim untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, (4) pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, (5) pengembangan sumber daya manusia dan iptek kelautan dan perikanan, (6) peningkatan kesejahteraan nelayan dan masyarakat perikanan dengan fokus pada Program Peningkatan Kehidupan Nelayan, serta (7) percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi sektor kelautan dan perikanan, terutama di Koridor Ekonomi Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Maluku-Papua. Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan arah kebijakan nasional dan KKP sebagaimana tersebut di atas adalah melalui : Pengembangan Kawasan
a. Minapolitan
Minapolitan merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan kelautan dan perikanan di sentrasentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Pengembangan minapolitan bertujuan untuk (1) meningkatkan produksi perikanan, produktivitas usaha, dan meningkatkan kualitas produk kelautan dan perikanan, (2) meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan yang adil dan merata, serta (3) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai penggerak ekonomi rakyat.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
23
Adapun sasaran pengembangan minapolitan adalah (1) ekonomi rumah tangga masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil makin kuat, (2) usaha kelautan dan perikanan kelas menengah ke atas makin bertambah dan berdaya saing tinggi, serta (3) sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi nasional.
Strategi Penguatan Kelembagaan, SDM dan Iptek melalui peningkatan kapasitas KUKP, SDM, dan penguasaan Iptek
b.
Pengembangan Ekonomi Regional
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025, terdapat 6 (enam) Koridor Ekonomi (KE) yang dikembangkan, yakni KE Sumatera, KE Jawa, KE Kalimantan, KE Sulawesi, KE BaliNusa Tenggara, dan KE Papua-Kepulauan Maluku.
Pelaksanaan MP3EI dikoordinasikan oleh Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), yang diketuai oleh Presiden R.I., dengan Ketua Harian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. KP3EI dibantu oleh Tim Kerja, yang terdiri dari Tim Kerja Regulasi, Tim Kerja Konektivitas, Tim Kerja SDM dan Iptek, serta 6 (enam) Tim Kerja Koridor Ekonomi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) No. 35/M.EKON/08/2011 tentang Tim Kerja pada KP3EI, Menteri Kelautan dan Perikanan ditunjuk sebagai Ketua Tim Kerja Koridor Ekonomi Sulawesi, dimana Koridor Ekonomi Sulawesi mengembangkan 5 kegiatan ekonomi utama, yakni pangan, kakao, perikanan, migas, dan nikel.
Kegiatan kelautan dan perikanan tahun 2012-2014 mengisi pengembangan KE Sulawesi, KE Bali-Nusa Tenggara, dan KE Papua-Kepulauan Maluku. Beberapa kegiatan yang dikembangkan antara lain pengembangan prasarana pelabuhan perikanan, industri rumput laut, industri pengolahan ikan, budidaya ikan dan rumput laut, dll.
Penguatan Kelembagaan, SDM dan Iptek Keberadaan kelompok masyarakat di bidang budidaya, penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran dan kelompok pengawasan memberikan keuntungan bagi anggota kelompoknya. Melalui kelompok terjadi interaksi antar anggota untuk saling tukar pengalaman dan menumbuhkan kesadaran bersama untuk menguatkan posisi tawar, serta kemudahan dalam pembinaan, penyampaian informasi, dan diseminasi teknologi. Kelompokkelompok yang sudah terbentuk, seperti Pokdakan (kelompok pembudidaya ikan), KUB (Kelompok Usaha Bersama) penangkapan ikan, KUGAR (Kelompok Usaha Garam Rakyat), Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas), dan Pokmas (Kelompok
24
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Masyarakat) pengelola terumbu karang, terus diupayakan keberadaannya dan ditingkatkan kapasitasnya, sedangkan kelompok-kelompok baru terus ditumbuhkan. Selain penguatan kelembagaan kelompok masyarakat, diperlukan pula penguatan kelembagaan birokrasi pelaksana pembangunan kelautan dan perikanan, baik di pusat maupun di daerah. Kondisi ini diharapkan dapat mewujudkan kelembagaan birokrasi yang efektif dan efisien dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama peningkatan kualitas pelayanan publik. Penguatan SDM KP diterjemahkan sebagai upaya peningkatan kapasitas SDM KP yang dilakukan melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan/pendampingan. Sasaran upaya ini adalah masyarakat pelaku kegiatan (pelaku utama dan pelaku usaha) di bidang kelautan dan perikanan serta aparatur yang memfasilitasi pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Kapasitas yang diberikan merupakan penerjemahan ilmu pengetahuan dan teknologi terekomendasi ke dalam tataran praktis yang berimplikasi pada peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha dan produksi di sektor kelautan dan perikanan. Pendekatan pelaksanaannya dilakukan melalui 2 metode, yaitu pendekatan jangka pendek dan pendekatan jangka panjang. Pendekatan jangka pendek diarahkan melalui kegiatan pelatihan KP, untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan teknis para pelaku utama dan penyuluhan KP, sebagai upaya pendampingan yang dilakukan oleh para penyuluh perikanan agar para pelaku dapat melakukan kegiatan usahanya secara baik dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi dan kesejahteraannya, serta kegiatan pendidikan yang bersifat non formal yaitu community collage dan penyelenggaraan pendidikan kesetaraan (Paket Kejarikan). Sedangkan pendekatan jangka panjang dilakukan melalui pendidikan formal yang menghasilkan lulusan terdidik kompeten yang mengisi kebutuhan SDM pelaku kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan. Selanjutnya, penguatan dan penguasaan Iptek pada kegiatan usaha masyarakat (penangkapan dan pembudidayaan ikan, pengolahan produk perikanan serta pemasarannya), pengelolaan sumber daya perikanan, dan pemanfaatan sumber daya baru ekonomi kelautan (farmasetika laut, energi laut, air laut dalam, garam dan produk turunannya), serta pengelolaan mitigasi terhadap bencana laut untuk meminimalkan dampak bencana terhadap masyarakat pesisir beserta aktivitasnya menjadi suatu kebutuhan dalam rangka mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang maju dan mandiri serta sejahtera. Peran penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan dalam penguatan dan penguasaan iptek di masyarakat adalah dengan menyediakan data dan informasi, produk-produk biologi
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
25
unggul (calon induk dan benih unggul, vaksin, probiotik, dsb), paket teknologi, rekomendasi, dan penerapan pengembangan kawasan yang diimplementasikan dalam bentuk teknologi tepat guna yang inovatif dan adaptif, serta model penerapan iptek di masyarakat. Dalam konteks skala dan pelaku ekonomi yang lebih luas penerapan iptek yang inovatif dan adaptif ditujukan untuk mendorong aktivitas ekonomi berbasis dan berorientasi laut dan perikanan, berdasarkan optimalisasi modal sosial masyarakat terutama kearifan lokal, efisiensi pemanfaatan sumberdaya untuk meminimalisasi limbah serta pengembangan sektor riil yang inovatif untuk kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi dan kelestarian ekosistem. Pemberdayaan dan Kewirausahaan Pemberdayaan masyarakat merupakan perwujudan komitmen KKP dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di lingkungan KKP dilaksanakan melalui :
Strategi Pemberdayaan dan Kewirausahaan melalui PNPM Mandiri KP, PKN dan penumbuhan jiwa entrepreneurship.
26
a.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan
PNPM Mandiri KP dilaksanakan melalui tiga komponen yaitu Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR), dan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT).
Melalui pelaksanaan PNPM Mandiri KP diharapkan diperoleh keluaran berupa tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada KUKP, dan terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kelembagaan KUKP melalui sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan, sedangkan hasil yang dicapai adalah meningkatnya produksi, pendapatan, dan penumbuhan wirausaha kelautan dan perikanan serta meningkatnya kualitas lingkungan di dalam kelompok mandiri.
b.
Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN)
Sejak tahun 2012, Pemerintah telah menetapkan kebijakan baru yakni penerapan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Salah satu program terkait dengan KKP yang mengisi MP3KI adalah Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) yang merupakan bagian dari program-program pro rakyat/klaster 4. Untuk mengoordinasikan Program PKN, berdasarkan Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2011, tanggal 15 April 2011, tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro-rakyat, Menteri Kelautan dan Perikanan telah ditunjuk sebagai Ketua Kelompok Kerja Program PKN yang mengoordinasikan 12 K/L terkait, yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pendidikan dan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Kebudayaan, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Pertanahan Nasional, Badan Pusat Statistik, Bappenas, Kementerian ESDM, dll. Dalam kaitan ini, Presiden R.I. telah mengarahkan secara spesifik untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui pembuatan rumah sangat murah, pemberian pekerjaan alternatif dan tambahan bagi keluarga nelayan, skema UMK dan KUR, pembangunan SPBU solar, pembangunan cold storage, angkutan umum murah, fasilitas sekolah dan puskesmas, dan fasilitas ‘bank rakyat’.
Industrialisasi KP: integrasi sistem produksi, meningkatkan volume dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah secara berkelanjutan
Sementara itu dalam rangka pengembangan kewirausahaan dan peningkatan skala usaha (entrepreneurship), pelaksanaanya dilakukan melalui upaya membangun kepercayaan (trust building) bagi para pelaku, yakni nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar ikan. Jiwa entrepreneurship para pelaku tersebut dibangun agar para pelaku dapat memanfaatkan fasilitas guna memperlancar pengelolaan usaha, baik yang diperoleh melalui kredit maupun melalui program-program pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah. Pengembangan kewirausahaan dilakukan dalam rangka penciptaan lapangan usaha di sektor kelautan dan perikanan bagi sarjana terdidik yang masih menganggur. KKP melakukan pembekalan dan motivasi dilanjutkan dengan pelatihan/magang mengenai budidaya perikanan, penangkapan, pengolahan dan pemasaran serta pembuatan proposal. Industrialisasi Kelautan dan Perikanan Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah integrasi sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Tujuannya adalah terwujudnya percepatan pendapatan pembudidaya, nelayan, pengolah, pemasar, dan petambak garam. Sasaran yang dicapai adalah meningkatnya skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah. Langkah operasional pengembangan industrialisasi kelautan dan perikanan dijabarkan lebih lanjut dalam peta jalan (roadmap) industrialisasi kelautan dan perikanan tahun 2013-2014 untuk setiap komoditas dan lokasi prioritas.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
27
28
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
BAB III Hasil Pembangunan Kelautan dan Perikanan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
29
BAB III.
Hasil Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014
A. Capaian Indikator Kinerja Utama KKP 1) Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan terdiri atas tiga indikator yakni pertumbuhan PDB perikanan, produksi kelautan dan perikanan serta nilai tukar nelayan. Tabel 1. Capaian PDB, Produksi dan NTN Tahun 2010-2014 No. 1.
Indikator Kinerja Utama
2010
2011
2012
2013*
2014**
6,2
7,0
6,5
6,90
7,00
Produksi kelautan dan Perikanan (juta ton)
11,66
13,64
15,50
19,17
19,50
• Perikanan tangkap
5,38
5,71
5,83
5,86
6,05
• Perikanan budidaya
6,28
7,93
9,67
13,31
13,45
-
-
2,02
1,04
2,50
105,56
106,24
105,37
105,48
104/102
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan (%/thn)
2.
Garam rakyat 3.
Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan
*) Angka sementara **) Angka target
1)
Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan Pertumbuhan PDB Perikanan pada tahun 2013 sebesar 6,9%, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB Nasional yang besarnya 5,8% dan pertumbuhan PDB Pertanian dalam arti luas yang besarnya hanya 3,5%. Apabila dilihat dari economic sizenya, PDB Perikanan tahun 2013 mencapai Rp291,79 triliun. Angka ini belum termasuk PDB dari industri pengolahan dan kegiatan perikanan lainnya di sektor hilir. Sementara itu PDB Perikanan tahun 2014 triwulan II mencapai Rp82,3 triliun atau naik 16,25% dibandingkan dengan PDB Perikanan tahun 2013 triwulan II yang besarnya Rp70,76 triliun.
30
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
PDB Perikanan 2013
6,9%
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan PDB Perikanan Tahun 2010-2013 2)
Produksi Kelautan dan Perikanan
a. Produksi perikanan Pada periode 2010-2013 terjadi peningkatan produksi perikanan sebesar 18,10% per tahun, yakni dari 11,66 juta ton pada tahun 2010 menjadi 19,17 juta ton pada tahun 2013, yang didominasi oleh perikanan budidaya, dimana perikanan budidaya menyumbang 69,53% dan perikanan tangkap sebesar 30,57%. Satuan : Ton Rincian Total
Tahun 2010
2011
2012
2013*)
2014**)
11.662.342
13.643.234
15.504.747
19.177.008
19.499.206
Perikanan Tangkap
5.384.418
5.714.271
5.829.194
5.863.170
6.050.000
· Perikanan Laut
5.039.446
5.345.729
5.435.633
5.458.490
5.644.160
344.972
368.542
393.561
404.680
405.840
Perikanan Budidaya
· Perairan Umum
6.277.924
7.928.963
9.675.553
13.313.838
13.449.206
· Budidaya Laut
3.514.702
4.605.827
5.769.737
8.379.055
8.118.650
· Budidaya Payau
1.416.038
1.602.748
1.756.799
2.346.752
2.618.200
· Budidaya Tawar
1.347.184
1.720.388
2.149.016
2.588.031
2.712.356
*) Angka sementara **) Angka Target
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
31
Produksi perikanan 2010-2013
18,10% Gambar 2. Grafik Produksi Perikanan Tahun 2010-2013
Perikanan Tangkap
Produksi perikanan tangkap tahun 2013 sebesar 5,8 juta ton dengan laju kenaikan rata-rata 20102013 sebesar 2,90% per tahun
Produksi perikanan tangkap tahun 2013 sebesar 5.863.170 ton terdiri dari produksi perikanan tangkap di laut sebesar 5.458.490 ton (93,10%) dan perairan umum daratan sebesar 404.680 ton (6,90%) dengan laju kenaikan rata-rata sejak tahun 2010-2013 mencapai 2,90% per tahun. Peningkatan volume produksi diiringi oleh peningkatan nilai produksi sampai dengan tahun 2013 mencapai Rp85,12 triliun dengan kenaikan rata-rata dari tahun 2010-2013 sebesar 12,68%. Jika dibandingkan pertumbuhan volume produksi terhadap nilai sejak tahun 2010-2013, maka pertumbuhan nilai lebih tinggi dari pada pertumbuhan volume. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa secara umum komoditas perikanan tangkap mengalami peningkatan kualitas yang selanjutnya menyebabkan kenaikan harga.
*) Angka target
Gambar 3. Produksi Total Perikanan Tangkap Tahun 2010-2014
32
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 4. Grafik Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010-2013 menurut Perairan
Volume produksi perikanan tangkap meningkat didorong oleh makin tertib dan berkualitasnya pendataan statistik, pemacuan stok dan penyediaan rumah ikan dan sarana (Program Kapal Inka Mina) dan prasarana (pembangunan pelabuhan perikanan)
Meningkatnya volume produksi perikanan tangkap, pada dasarnya didorong oleh semakin tertib dan berkualitasnya pendataan statistik perikanan tangkap, disamping kegiatan dalam rangka pemulihan sumber daya ikan dan lingkungannya melalui pemacuan stok dan penyediaan rumah ikan serta program lain yang mendukung peningkatan upaya penangkapan seperti pengembangan sarana (penyediaan kapal Inka Mina) dan prasarana (pembangunan/pengembangan pelabuhan perikanan). Sejalan dengan hal ini upaya-upaya tersebut didukung pula oleh regulasi yang mewajibkan kapal-kapal perikanan mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan perikanan, implementasi log book dan penerapan sertifikasi hasil tangkapan ikan. Peningkatan volume produksi perikanan ini juga tidak terlepas dari dukungan pengawasan terhadap upaya pencegahan praktek illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan, melalui serangkaian kegiatan diantaranya operasi kapal pengawas yang semakin meningkat dilanjuti dengan penegakan hukumnya. Saat ini upaya pengelolaan penangkapan ikan di laut lebih diarahkan pada pengendalian dan penataan faktor produksi untuk menghasilkan pemanfaatan yang berkesinambungan. Meskipun demikian, peningkatan produksi perikanan tangkap masih dapat dilakukan di perairan umum daratan melalui pengembangan Culture Based Fisheries (perikanan tangkap berbasis budidaya). Pertumbuhan penangkapan ikan di laut disamping dibatasi karena faktor tingkat pemanfaatan yang sudah mendekati Maximum Sustainable Yield (MSY), juga dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim serta peraturan perundangan yang berlaku di Regional Fisheries Management Organization (RFMO).
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
33
Perikanan Budidaya
Produksi perikanan budidaya tahun 2013 sebesar 13,31 juta ton dengan laju kenaikan rata-rata 2010-2013 sebesar 28,64%
Produksi perikanan budidaya Tahun 2010-2013 memperlihatkan kecenderungan positif yaitu mengalami peningkatan dengan kenaikan rata-rata pertahun mencapai 29,9%. Realisasi pencapaian produksi terbesar yaitu pada jenis budidaya air payau dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 48,08%, disusul oleh budidaya air tawar dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 45,11% dan budidaya laut dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 23,38%. Tabel 2. Produksi Perikanan Budidaya Berdasarkan Jenis Budidaya (ton)
Jenis Budidaya
2010
2011
2012
2013*
2014
Kenaikan rata-rata 2010 - 2013
Total Produksi
6.277.924
7.928.963
9.675.553
13.313.838
6.158.770
28,64
Air Tawar
2.347.184
1.720.388
2.149.017
2.588.031
1.035.235
24,35
Air Payau
1.416.038
1.602.748
1.756.799
2.346.752
1.462.903
18,79
Laut
3.514.702
4.605.827
5.769.737
8.379.055
3.660.632
33,85
*) Angka sementara **) Semester I
Tahun 2011 Indonesia menempatkan diri sebagai produsen perikanan budidaya ke-2 terbesar di dunia dibawah Tiongkok dan berkontribusi terhadap total produksi perikanan dunia sebesar 10,69%
34
Peningkatan produksi perikanan budidaya 2010–2013 yang mencapai kenaikan rata-rata per tahun sebesar 28,64% atau total produksi naik sebesar 247,64% merupakan salah satu keberhasilan pembangunan perikanan budidaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dan rakyat khususnya stakeholder perikanan budidaya. Disamping itu, hal ini membuktikan bahwa berbagai program dan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah selama kurun waktu tersebut telah berhasil memberikan daya ungkit pengembangan usaha perikanan budidaya di Indonesia. Pencapaian produksi perikanan budidaya di Indonesia pada tahun 2011 yang sebesar 7,9 juta ton (dengan rumput laut) telah menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan budidaya ke-2 terbesar di dunia dibawah Tiongkok dan memberikan kontribusi terhadap total produksi perikanan dunia sebesar 10,69% (Fishstat FAO, 2014). Dengan pencapaian produksi sebesar 13,3 juta ton pada Tahun 2013 maka dapat diperkirakan bahwa kontribusi Indonesia terhadap produksi perikanan budidaya dunia akan semakin besar.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Tabel 3. Capaian Volume Produksi Perikanan Budidaya per Jenis Komoditas Tahun 2010-2013 (ton) 2010 No
1
Komoditas
Capaian
Target
2012 Capaian
Target
2013* Capaian
Target
2014**
Capaian
Target
Capaian
Kenaikan rata-rata 2010-2013 (%)
Udang
400.300
380.972
460.000
372.577
529.000
415.703
608.000
639.589
713.000
236.153
32,20
- Windu
109.140
125.519
115.720
126.157
128.700
117.888
158.000
178.583
188.000
54.279
30,04
- Vanamae
291.160
206.578
344.280
246.420
400.300
251.763
450.000
386.314
450.000
160.726
32,85
-
48.875
-
-
-
46.052
-
74.692
75.000
21.148
-
2.672.800
3.915.017
3.504.200
5.170.201
5.100.000
6.514.854
6.500.000
9.298.474
8.777.600
4.384.396
33,86
- Udang lainnya 2
Target
2011
Rumput Laut
3
Nila
491.800
464.191
639.300
567.078
850.000
695.063
1.200.000
909.016
1.100.000
376.262
36,16
4
Patin
225.000
147.888
383.000
229.267
651.000
347.000
750.000
410.684
500.000
174.597
46,07
5
Lele
270.600
242.811
366.000
337.577
495.000
441.217
700.000
543.461
639.206
264.232
37,49
6
Mas
267.100
282.695
280.400
332.206
300.000
374.366
500.000
412.736
400.000
179.904
29,78
7
Gurame
40.300
56.889
42.300
64.252
44.400
84.681
125.000
94.605
120.000
49.165
31,07
8
Kakap
5.000
5.738
5.500
5.236
6.500
6.198
7.000
6.735
8.400
2.752
30,96
9
Kerapu
7.000
10.398
9.000
10.580
11.000
11.950
11.000
18.864
20.000
6.954
36,18
10
Bandeng
349.600
421.757
419.000
467.449
503.400
518.939
700.000
626.878
750.000
293.017
33,63
11
Lainnya
646.700
349.567
738.800
372.540
925.400
265.561
531.122
352.795
421.000
191.338
31,18
5.376.200
6.277.923
6.847.500
7.928.963
9.415.700
9.675.533
11.632.122
13.313.838
13.449.206
6.158.770
35,61
JUMLAH
Udang Produksi udang nasional pada Tahun 2010-2013 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 21,08% per tahun, hal ini juga yang juga diikuti dengan peningkatan nilai produksi dengan kenaikan rata-rata sebesar 62,90% per tahun. Rata-rata kenaikan nilai produksi per tahun yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata peningkatan volume produksi menunjukkan bahwa permintaan terhadap komoditas udang masih lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran. Hal ini menunjukan bahwa udang merupakan komoditas yang memiliki nilai tambah yang cukup besar dan masih merupakan produk yang dinilai prestisius. Nilai produksi udang tertinggi terjadi pada tahun 2013, hal ini diduga akibat terjadinya kekurangan pasokan udang ke pasar dunia akibat mewabah penyakit udang di beberapa negara penghasil utama udang.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
35
Gambar 5. Volume dan Nilai Produksi Udang Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
Jika dikaitkan total produksi udang Indonesia terhadap total produksi udang dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-4 (empat) terbesar sebagai penghasil produk udang dengan memberikan kontribusi sekitar 8,51 % terhadap total produksi udang dunia yang sebesar 4.885.503 ton. Posisi Indonesia tersebut masih jauh dibawah Tiongkok yang memberikan kontribusi sebesar 42,57%, disusul Thailand sebesar 12,76% dan Vietnam sebesar 10,24 % (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya 2013).
Produksi Udang 2010-2013
21,08%
Pada tahun 2013 capaian produksi udang mampu melampaui target tahunan sebesar 101,88%, yang diikuti oleh capaian nilai produksi sebesar 187,39% dari target pada tahun yang sama. Tercapainya target volume pada tahun 2013 antara lain disebabkan kembalinya minat masyarakat dalam berbudidaya udang yang antara lain disebabkan: (i) adanya kebijakan strategis pemerintah dalam meningkatkan kinerja pembudidayaan udang, diantaranya adalah industrialisasi udang dan revitalisasi tambak di beberapa daerah; (ii) tingginya harga udang akibat melemahnya nilai rupiah terhadap dollar AS; (iii) mewabahnya penyakit EMS (Early Mortality Syndrome) pada beberapa produsen utama udang seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Mexico yang menyebabkan kurangnya pasokan udang ke pasar dunia. Kondisi ini tentunya menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk merebut pasar udang dunia, ini mengingat Indonesia hingga saat ini menjadi satu-satunya produsen yang terbebas dari wabah EMS sebagai dampak atas penerapan sistem kesehatan ikan dan lingkungan yang baik selama ini. Langkah nyata yang dilakukan dalam upaya peningkatan kinerja produksi udang adalah (i) pengembangan percontohan usaha budidaya (demfarm) sebagai upaya memperkenalkan model pengelolaan budidaya yang baik dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, sehingga dapat mengembalikan minat masyarakat untuk kembali berbudidaya udang; (ii) rehabilitasi saluran dan infrastruktur tambak untuk memenuhi standar kelayakan teknis teknologi budidaya yang direncanakan; (iii)
36
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
bantuan sarana budidaya udang yang merupakan stimulus bagi pembudidaya untuk menaikan tingkat teknologi budidaya udang yang digunakan; (iv) melakukan berbagai kerja sama lintas sektoral dan stakeholders lain untuk mempermudah akses baik infrastruktur, sarana dan prasarana budidaya, serta akses pasar dan permodalan; (v) pengembangan pola budidaya berbasis manajemen kawasan/klaster; (vi) penguatan kelembagaan dan pengembangan kemitraan usaha; (vii) peningkatan input teknologi budidaya yang aplikatif, efektif dan efisien berbasis wawasan lingkungan; (viii) pendampingan teknologi secara intensif terhadap pelaku usaha budidaya udang. Capaian produksi udang selama kurun waktu tahun 2010 –2012 masih dibawah target tahunan dengan rata-rata pencapaian sebesar 89,6%. Tidak tercapainya target produksi udang pada kurun waktu Tahun 2010 –2012 disebabkan oleh masih mewabahnya serangan penyakit yaitu WSSV, TSV, IMNV dan IHHNV disamping terjadinya degradasi lahan (penurunan daya dukung lahan) pada beberapa kawasan yang sering menyebabkan terjadinya kegagalan panen. Hal ini menyebabkan banyak tambak yang menjadi idle (tidak operasional) karena adanya kekhawatiran pembudidaya untuk kembali berbudidaya udang.
Kerapu Kecenderungan peningkatan produksi ikan kerapu dari Tahun 2010-2013 menunjukkan kinerja yang cukup baik ditandai dengan kenaikan produksi rata-rata per tahun sebesar 24,19%. Begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan peningkatan yang positif dengan ratarata kenaikan per tahun sebesar 23,41%. Dengan melihat capaian pada Semester I Tahun 2014 sebesar 52,68% dari target, maka produksi kerapu diprediksikan akan tercapai pada akhir Tahun 2014.
Gambar 6. Volume dan Nilai Produksi Kerapu Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
37
Produksi Kerapu 2010-2013
24,19%
Pencapaian volume dan nilai produksi yang cukup baik ini dikarenakan (i) tersedianya benih ikan kerapu yang bermutu dengan jumlah yang memadai dari berbagai panti pembenihan baik dari unit pelaksana teknis pemerintah (pusat dan daerah) dan juga dari unit pembenihan skala rumah tangga; dan (ii) adanya jaminan kemudahan pemasaran dengan harga yang cukup tinggi. Pada tahun 2012, perbandingan total produksi ikan kerapu nasional terhadap total produksi ikan kerapu dunia bahwa Indonesia menempati urutan ke-2 terbesar sebagai penghasil produk ikan kerapu dengan memberikan kontribusi sekitar 31,90% terhadap total produksi ikan kerapu dunia (37.466 ton). Posisi Indonesia tersebut masih dibawah Tiongkok yang memberikan kontribusi sebesar 59,87%. (sumber Fishstat FAO Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013) Dalam upaya pengembangan kerapu kedepan, perlu ada upayaupaya maksimal terutama: (i) mendorong pengembangan jenis ikan kerapu selain kerapu bebek khususnya pengembangan ikan kerapu macan, (ii) penyediaan induk dan benih berkualitas, serta (iii) melakukan ekpansi pasar tujuan ekspor selain Tiongkok dan Hongkong.
Kakap Capaian produksi ikan kakap dari Tahun 2010–2013 menunjukkan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 6,1%. Begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 13,73%. Dilihat dari perbandingan antara capaian dengan target tahunan menunjukkan kinerja yang fluktuatif. Hal ini antara lain lebih disebabkan fenomena bahwa saat ini aktivitas usaha budidaya ikan kakap masih belum memasyarakat dan secara umum didominasi oleh beberapa perusahaan sehubungan nilai investasi yang besar.
Gambar 7. Volume dan Nilai Produksi Kakap Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
38
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Produksi Kakap 2010-2013
6,1%
Perbandingan produksi ikan kakap nasional terhadap total produksi ikan kakap dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-4 (empat) terbesar sebagai penghasil ikan kakap dengan memberikan kontribusi sekitar 8,22% terhadap total produksi ikan kakap dunia (75.406 ton). Posisi Indonesia tersebut masih dibawah Taiwan yang memberikan kontribusi sebesar (34,68%), disusul Malaysia sebesar (26,64%), dan Thailand (22,74%) (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013). Prospek pasar ikan kakap baik ekspor maupun dalam negeri yang semakin menjanjikan, diharapkan mendorong tumbuhnya usaha budidaya ikan kakap di beberapa daerah. Disisi lain, kebijakan dalam mendorong transformasi teknologi untuk pengembangan komoditas budidaya laut potensial seperti ikan kakap terus dilakukan yaitu melalui pengembangan marikultur.
Bandeng Rata-rata kenaikan produksi bandeng dari Tahun 2010–2013 sebesar 14,22%. Begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 27,19%. Pencapaian ini antara lain disebabkan harga pasar yang cukup baik serta adanya berbagai teknologi diversifikasi olahan bandeng yang menyebabkan minat masyarakat akan produk bandeng tetap tinggi. Pada tahun 2012 Indonesia mampu menjadi produsen bandeng terbesar dunia dengan kontribusi sebesar 52,99% disusul Philipina dengan kontribusi sebesar 39,49% (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013). Produksi bandeng di dunia tahun 2012 sebesar 979.267 ton.
Gambar 8. Produksi dan Nilai Produksi Bandeng Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
Tidak tercapainnya target volume dan nilai produksi bandeng pada tahun 2013 dikarenakan secara umum pelaku usaha masih menghadapi beberapa tantangan dan permasalahan khususnya terkait penyediaan benih bandeng. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain adalah: 1) kurang tersedianya benih bandeng
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
39
Produksi Bandeng 2010-2013
14,22%
yang bermutu yang antara lain disebabkan sebagian besar benih bandeng diekspor ke negara lain seperti Philipina dan Malaysia; 2) hatchery benih bandeng sebagian besar ada di Provinsi Bali, hal ini diduga dapat menyebabkan terhambatnya pemenuhan kebutuhan benih bandeng di provinsi lain; dan 3) kebutuhan induk bandeng masih dipenuhi dari alam, belum ada broodstock center untuk komoditas bandeng, hal ini mempengaruhi kinerja produksi benih bandeng. Beberapa langkah dalam mendorong produksi bandeng adalah melalui industrialisasi bandeng yang melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: a) membentuk percontohan (demfarm) budidaya bandeng guna mendiseminasikan teknologi anjuran budidaya bandeng di beberapa daerah potensial yang diyakini mampu meningkatkan produktivitas budidaya bandeng dibandingkan dengan metoda tradisional; b) pengembangan unit-unit pendederan/penggelondongan bandeng di sentra produksi bandeng dengan tujuan pemenuhan kebutuhan benih bandeng berkualitas di sentral-sentral produksi; c) pengembangan input teknologi yang aplikatif, efektif dan efisien berbasis wawasan lingkungan; d) berkerja sama dengan asosiasi masyarakat pelaku usaha budidaya bandeng dalam mendorong implementasi kebijakan industrialisasi bandeng. Langkahlangkah ini perlu dilanjutkan untuk menjamin tercapainya target produksi bandeng Tahun 2014.
Patin Produksi ikan patin dari tahun 2010 hingga 2013 mengalami kenaikan rata-rata 41,58%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 81,77%. Namun demikian produksi pada kurun waktu Tahun 2010-2012 tidak dapat mencapai target tahunan yang telah ditetapkan dalam renstra (rata-rata 77,1% dari target).
Gambar 9. Volume dan Nilai Produksi Patin, 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
40
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Perbandingan total produksi ikan patin nasional terhadap total produksi ikan patin dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-2 (dua) terbesar sebagai penghasil produk patin dengan memberikan kontribusi sekitar (21,04% terhadap total produksi ikan patin dunia yang sebesar 1.649.547 ton). Posisi Indonesia tersebut masih dibawah Vietnam yang memberikan kontribusi sebesar (75,17%) (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).
Produksi Patin 2010-2013
41,58%
Belum tercapainya produksi ikan patin di tahun 2010–2012 antara lain disebabkan terjadinya over suplly di beberapa sentra produksi seperti di Sumatera Selatan, Riau dan Jambi. Hal ini menyebabkan pembudidaya mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya, atau pun dapat dipasarkan namun dengan harga yang rendah. Disisi lain, biaya produksi patin dirasakan semakin tinggi dan meningkatnya harga pakan. Kondisi ini memaksa para pembudidaya patin di sentra-sentra produksi mengalihkan usahanya ke pembudidayaan ikan jenis lainnya. Sedangkan kinerja positif capaian volume produksi tahun 2013 yang mencapai 219,15% dari target dan diikuti oleh capaian nilai produksi sebesar 81,77% dari target. Hal ini tidak terlepas dari upaya-upaya untuk mendorong pengembangan budidaya ikan patin melalui kerja sama sinergi, baik lintas sektoral, swasta maupun stakeholders lain. Kerja sama tersebut diarahkan dalam rangka: (i) penciptaan peluang pasar yang lebih luas; (ii) pengembangan input teknologi yang aplikatif, efektif dan efisien; (iii) pengembangan kawasan budidaya ikan patin secara terintegrasi, serta (iv) peningkatan ikan nilai tambah produk menjadi hal mutlak dan terus dilakukan yaitu melalui pengembangan diversifikasi olahan ikan patin, pengembangan unit pengolahan ikan patin. Melalui upaya di atas, maka secara langsung akan mampu memberikan jaminan terhadap jalannya siklus bisnis yang positif dan berkesinambungan. Jika upaya ini mampu terimplementasikan, maka prediksi terhadap pencapaian target volume dan nilai produksi ikan patin tahun 2014 akan bisa tercapai.
Nila Produksi ikan nila dari Tahun 2010 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan rata-rata kenaikan 25,17%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 45,81%.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
41
Gambar 10. Volume dan Nilai Produksi Nila, 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
Perbandingan total produksi ikan nila nasional terhadap total produksi ikan nila dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-3 (tiga) terbesar sebagai penghasil produk ikan nila dengan memberikan kontribusi sekitar 21,74% terhadap total produksi ikan nila dunia yang sebesar 3.197.330 Posisi Indonesia tersebut masih dibawah Tiongkok yang memberikan kontribusi sebesar 36,43%, disusul Mesir sebesar 24,04% (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).
Produksi Nila 2010-2013
25,17%
Sebagaimana ditunjukan pada Gambar 8, produksi nila terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun percepatan peningkatan produksi tersebut belum sesuai sebagaimana yang diharapkan atau dengan kata lain bahwa pencapaian produksi dalam kurun waktu 2010–2013 belum dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Rata-rata pencapaian target setiap tahunnya adalah sebesar 89,4%. Hal utama yang menyebabkan tidak tercapainya target produksi nilai pada kurun waktu tersebut terutama terkait dengan tingginya harga pakan. Harga pakan yang tinggi sangat berpengaruh terhadap pengembangan usaha perikanan budidaya air tawar, karena margin antara biaya produksi dan harga jual produk dalam jenis usaha ini tidak terlalu besar. Harga pakan yang tinggi menyebabkan pembudidaya tidak dapat menjalankan usahanya pada tingkat teknologi yang mempunyai produktivitas yang tinggi. Disamping itu, pelaku usaha budidaya nila baik pembesaran maupun pembenihan belum memahami pentingnya penggunaan induk unggul dan benih berkualitas, selanjutnya hal ini akan menyebabkan rendah efisiensi dan produktivitas usaha pembudidayaan nila. Rencana aksi dalam upaya pencapaian kinerja produksi nila antara lain melalui (i) pengembangan gerakan minapadi yang dapat bertujuan sebagai pendederan maupun pembesaran nila; (ii) Intensifikasi budidaya ikan nila melalui penerapan berbagai teknologi terapan adaptif; (iii) mendorong pemanfaatan bahan baku lokal untuk pembuatan pakan ikan secara mandiri yang
42
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
berkualitas; (iv) ekstensifikasi pada kawasan potensial; (v) memberikan stimulan penguatan modal melalui Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan; serta (vi) penciptaan peluang pasar yang lebih luas.
Ikan Mas Perkembangan produksi ikan mas menunjukan kinerja yang cukup baik yaitu dengan peningkatan produksi rata-rata dari tahun 2010-2013 sebesar 13,48% begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang cukup baik dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 5,66%. Perbandingan total produksi ikan mas nasional terhadap total produksi ikan mas dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-2 (dua) terbesar sebagai penghasil produk ikan mas dengan memberikan kontribusi sekitar (9,87% terhadap total produksi ikan mas dunia yang sebesar 3.791.913 ton). Namun demikian posisi Indonesia tersebut masih jauh dibawah Tiongkok yang memberikan kontribusi sebesar 76,4% (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).
Gambar 11. Volume dan Nilai Produksi Ikan Mas Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
Produksi Ikan Mas 2010-2013
13,48%
Rata-rata pencapaian target produksi tahunan ikan mas dari Tahun 2010 – 2012 adalah sebesar 104,3%. Namun padaTahun 2013 capaian target produksi ikan mas hanya 68,17%, begitu juga dengan angka nilai produksi yang hanya mencapai 90,89%. Penyebab tidak tercapainya target tersebut, antara lain disebabkan semakin tingginya harga pakan sehingga kurang memberikan insentif bagi pembudidaya untuk mengembangkan usahanya. Disamping itu, untuk beberapa daerah masih terjadi kegagalan produksi yang disebabkan oleh munculnya wabah penyakit Koi Herves Virus dan pembalikan massa air (up welling) di perairan umum (waduk) di lokasi pembudidayaan ikan mas
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
43
Dalam upaya pencapaian target volume dan nilai produksi tahun 2014, telah dilakukan upaya yang secara langsung mendorong peningkatan produksi ikan mas diantaranya: (i) pengembangan dan pengawalan penerapan teknologi terapan adaptif guna meningkatkan produktifitas dan efisiensi produksi; (ii) terus melaksanakan pengembangan dan perekayasaan induk unggul ikan mas guna menjamin ketersediaan benih ikan mas yang berkualitas; (iii) peningkatan pemahaman pembudidaya guna mengantisipasi terjadinya wabah Koi Herves Virus dan up welling. Konsistensi pelaksanaan langkah-langkah ini diharapkan dapat mendorong tercapainya sasaran produksi ikan mas pada akhir Tahun 2014.
Lele Selama kurun waktu produksi ikan lele Tahun 2010-2013 menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan peningkatan produksi rata-rata sebesar 30,94%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 54,71%. Namun demikian, kecepatan peningkatan produksi ikan lele pada kurun waktu tersebut masih belum sesuai harapan, atau masih dibawah dari target tahunan yang telah ditetapkan.
Produksi Lele 2010-2013
30,94%
44
Perbandingan total produksi ikan lele nasional terhadap total produksi ikan lele dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun 2012 Indonesia menempati posisi teratas yang mendominasi produk lele dunia dengan memberikan kontribusi sekitar (79,54% terhadap total produksi ikan lele dunia yang sebesar 554.738 ton), disusul Malaysia dengan kontribusi sebesar 8,39% (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013). Penyebab belum optimalnya pencapaian target antara lain disebabkan oleh peningkatan usaha pembudidayaan lele tidak disertai dengan peningkatan produksi dan distribusi benih lele secara berimbang, terutama benih yang berkualitas yang dihasilkan dari induk lele unggul. Permasalahan ini masih terus diatasi melalui upaya penyebaran induk unggul yang dihasilkan oleh UPT Ditjen Perikanan Budidaya maupun beberapa UPTD provinsi ke Balai Benih Ikan Lokal maupun Unit Pembenihan Rakyat. Harga pakan yang tinggi masih merupakan kendala dalam budidaya lele, namun kendala ini diperkirakan dapat sedikit diatasi dengan pemberian pakan mandiri.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 12. Produksi dan Nilai Produksi Lele Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
Langkah strategis yang telah dilakukan sehingga volume dan nilai produksi lele meningkat pada kurun waktu Tahun 2010–2014 antara lain melalui (i) penerapan berbagai teknologi terapan budidaya lele yang sederhana namun efektif sehingga terjadi perkembangan budidaya lele di berbagai daerah. Teknologi ini antara lain penggunaan kolam terpal sebagai upaya mengefisiensikan penggunaan lahan; (ii) Intensifikasi budidaya lele dengan penerapan berbagai teknologi yang diantaranya adalah penggunaan bioflok; (iii) ekstensifikasi melalui program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya; dan (iv) peningkatan aksesibilitas pembudidaya ke sumber-sumber permodalan untuk pengembangan usahanya.
Gurame Produksi gurame tahun 2010-2013 menunjukkan kinerja yang positif, dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 18,82%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 43,50%.
Gambar 13. Volume dan Nilai Produksi Gurame Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
45
Perbandingan total produksi ikan gurame nasional terhadap total produksi ikan gurame dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun 2012 Indonesia menempati posisi teratas yang mendominasi produk gurame dunia dengan memberikan kontribusi sekitar (95,53% terhadap total produksi ikan gurame dunia yang sebesar 88.647 ton), disusul Thailand dengan kontribusi sebesar (4,26%) (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).
Produksi Gurame 2010-2013
18,82%
Pencapaian target volume produksi untuk setiap tahunnya menunjukan kinerja yang baik dengan rata-rata pencapaian 138,3%, kecuali untuk tahun 2013 dengan pencapaian terhadap target sebesar 69,42%, demikian pula dengan pencapaian target nilai produksi sebesar 99,18%. Tidak tercapainya target pada Tahun 2013 antara lain disebabkan kurangnya minat masyarakat untuk melakukan budidaya gurame karena karekateristik budidaya ini yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai ke tahap pemanenan. Disamping itu, pada umumnya produksi gurame masih berasal dari sentra-sentra produksi tertentu yang kapasitas pengembangannya terbatas. Pengembangan pola usaha berbasis segementasi merupakan langkah yang tepat karena secara nyata mampu memberikan keuntungan yang cukup signifikan. Percepatan pengembangan kawasan melalui pendekatan pola segmentasi usaha diharapkan akan mampu menarik minat masyarakat untuk terjun melakukan usaha budidaya gurame. Melalui upaya tersebut diharapkan target volume dan nilai produksi tahun 2014 akan mampu tercapai.
Rumput Laut Produksi rumput laut memberikan kontribusi yang paling besar terhadap total produksi perikanan budidaya, dimana secara nasional produksi rumput laut memberikan share sebesar 60% terhadap produksi perikanan budidaya. Perkembangan produksi rumput laut dari tahun 2010-2013 menunjukan trend yang sangat positif, dimana kenaikan produksi rata-rata pertahun mencapai 33,6% dimana angka ini juga mampu melebihi target yang ditetapkan per tahunnya dengan rata-rata capaian sebesar 136,9%. Capaian kinerja terhadap target tahunan menunjukkan bahwa pada tahun 2013 angka nilai produksi mampu melampaui target dengan capaian sebesar 253,43%. Nilai produksi yang fluktuatif dalam kurun waktu tahun 2010–tahun 2013 disebabkan harga rumput laut yang kurang stabil dan relatif fluktuatif.
46
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 14. Volume dan Nilai Produksi Rumput Laut Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2013 dan 2014 merupakan angka sementara)
Produksi Rumput Laut 2010-2013
33,6%
Beberapa hal yang mendasari tingginya pencapaian komoditas ini karena budidaya rumput laut mempunyai masa pemeliharaan yang cukup singkat yaitu 45 hari sehingga perputaran modal usaha dapat lebih cepat, serta cara budidaya yang mudah. Rumput laut juga cocok untuk dibudidayakan di daerah-daerah dengan curah hujan rendah yang merupakan salah satu ciri dari daerah kantong kemiskinan. Keuntungan lainnya adalah modal kerja yang relatif kecil (kurang lebih Rp 6 juta), penggunaan teknologi yang relatif sederhana, dan peluang pasar yang masih terbuka lebar mengingat rumput laut merupakan bahan baku untuk beberapa industri, seperti biofuel, agar-agar, caraginan, kosmetik, obat-obatan dan lain-lain. Selain itu, pemerintah juga terus menerus melakukan upaya terobosan diantaranya adalah pengembangan industrialisasi rumput laut. Merujuk pada data FAO, bahwa pada tahun 2012 Indonesia merupakan produsen rumput laut untuk jenis Eucheuma cottoni dan Gracilaria terbesar di dunia dengan angka produksi untuk Eucheuma cottoni sebesar (97,83%) dan Gracillaria sebesar (93,34%) terhadap produksi rumput laut dunia (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013). Produksi rumput laut dunia sebesar masing-masing untuk jenis Eucheuma cottoni sebesar 5.865.777 ton dan Gracillaria sebesar 831.576 ton.
a. Produksi olahan hasil perikanan Jumlah produk olahan hasil perikanan tahun 2014 ditargetkan mencapai 5,2 juta ton. Berdasarkan hasil perhitungan sampai dengan semester I yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa jumlah produk olahan hasil perikanan tahun 2014 sebesar 1,88 juta ton, yang terdiri dari jumlah produksi olahan UPI skala UMKM sebesar 0,97 juta ton dan jumlah produksi olahan UPI skala besar 0,9 juta ton. Walaupun realisasi semester I masih jauh dari target tahun 2014, KKP optimis target produk olahan hasil perikanan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
47
dapat tercapai. Apabila demikian, jumlah produk olahan hasil perikanan dalam kurun waktu setahun terakhir akan meningkat sebesar 0,82%, yakni 5,16 juta ton pada tahun 2013 menjadi 5,2 juta ton pada tahun 2014. Sama halnya dengan pertumbuhan pada periode tahun 2014 dengan tahun sebelumnya, selama kurun waktu 2010-2014, perkembangan jumlah produk olahan hasil perikanan meningkat rata-rata sebesar 5,53% per tahun.
b. Produk Olahan Hasil Perikanan, 2010-2014 Tabel 4. Produk Olahan Hasil Perikanan, 2010-2014 Tahun
Pertumbuhan (%)**
2010
2011
2012
2013
2014
2010-2013
4,2
4,58
4,83
5,16
1,88
5,53
* s/d Semester I ** terhadap Target Tahun 2014
Volume produk olahan hasil perikanan dalam 4 tahun, meningkat sebesar 0,96 juta ton dari 4,20 juta ton pada tahun 2010 menjadi 5,16 juta ton pada tahun 2013
Hasil produksi perikanan tangkap masih merupakan pensuplai bahan baku untuk sebagian besar produk olahan hasil perikanan. Disamping itu, perikanan budidaya juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam peningkatan produk olahan hasil perikanan, khususnya dari rumput laut dan beberapa produksi jenis ikan dari hasil budidaya seperti udang, patin, bandeng dan beberapa jenis lainnya. Pertumbuhan produk olahan juga tidak terlepas dari berbagai upaya pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengembangan industri pengolahan hasil perikanan melalui: (1) pengembangan sarana dan prasarana pengolahan hasil perikanan di sentra-sentra produksi, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, (2) pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan untuk usaha skala mikro, kecil dan menengah (UMKM), (3) pengembangan usaha pengolahan ikan (UPI) skala besar dalam rangka memenuhi standar mutu hasil perikanan, (4) pengembangan ragam produk olahan hasil perikanan bernilai tambah yang bermutu dan aman dikonsumsi, (5) Pengembangan standardisasi pengolahan hasil perikanan melalui pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) pengolahan hasil perikanan dan Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP).
c. Produksi garam rakyat Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan industri di Indonesia. Kebutuhan garam nasional selama ini dipenuhi melalui produksi dalam negeri dan sebagian dari impor Keprihatinan ini membuat pemerintah mulai membuka mata dengan dicanangkannya program Swasembada Garam Nasional di Kabupaten Ende oleh Wakil Presiden, Bapak Budiono pada
48
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Desember 2010. Dengan pencanangan ini Pemerintah mulai menu keseriusannya terhadap usaha garam rakyat, dengan membentuk Tim Swasembada Garam Nasional, dengan target tercapainya Swasembada Garam Konsumsi dan Industri. Salah satu upaya KKP untuk meningkatkan produksi garam konsumsi melalui Program PUGAR sejak tahun 2011. capaian produksi pada awal pelaksanaan PUGAR tahun 2011 sebesar 823.958 ton dari target sebesar 349.200 ton. Capaian produksi PUGAR tahun 2012 sebesar 2.020.109,70 ton dari yang ditargetkan 1.320.000 ton. Total produksi tahun 2012 total produksi sebesar 2.473.716. ton yang terdiri dari produksi garam rakyat dari bantuan PUGAR sebesar 2.020.109 ton, Non PUGAR sebesar 453.606 ton dan PT. Garam sebesar 385.000 ton. Dengan produksi PUGAR 2012 tersebut, peningkatan produktivitas yang tadinya rata-rata hanya menghasilkan sekitar 60 ton per hektar menjadi 80-100 ton per hektar. Estimasi kebutuhan garam konsumsi nasional sebesar 1.440.000 ton/tahun telah terlampaui, bahkan terjadi surplus garam konsumsi tahun 2012 sebesar 1.538.616 ton. Dengan demikian, melalui dukungan PUGAR, Indonesia telah berhasil memenuhi terget swasembada garam konsumsi dimana PUGAR telah menyumbang produksi sebesar 2 juta ton. Dengan keberhasilan ini, Pemerintah pada tahun 2012, telah menyatakan bahwa bangsa ini telah mencapai Swasembada Garam Konsumsi, dan Impor Garam Konsumsi dinyatakan dihentikan.
KKP melalui Program PUGAR pada tahun 2012, telah mencapai Swasembada Garam Konsumsi, dan Impor Garam Konsumsi dinyatakan distop.
Bukan hanya produktivitas yang telah meningkat, PUGAR yang dimplementasikan di 42 kabupaten/kota pada tahun 2013, yang terdiri dari 9 sentra garam (Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat). Kabupaten Bima dan Jeneponto serta 33 penyangga garam telah berhasil memberdayakan petambak sebanyak 31.421 kelompok, dengan kisaran 1 kelompok terdiri 7–10 anggota. Tabel 5. Target dan Capaian PUGAR 2011-2013 No
Rincian
2011 Target
2012
Realisasi
Target
2013 Realisasi
Target
2014
Realisasi
Target
Total Realisasi
1
Jumlah Kabupaten
40
40
40
40
42
42
43
43
2
Jumlah Kelompok
750
1.728
3.035
3.473
3.347
3.521
898*
3.521
3
Jumlah Petambak
14.400
16.399
29.746
32.610
22.422
31.432
6.286
31.432
4
Luas Lahan Produksi (Ha)
4.365,00
10.972,73
16.569,75
20.870,82
22.043,00
24.207,83
26.833
24.207,83
5
Produksi Garam (Ton)
349.200
856.356,72
1.326.017,54
2.020.109,70
1.845.000
1.041.472,55
2.500.000
7.217.938,97
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
49
Produksi garam rakyat pada tahun 2013 yang berasal dari PUGAR hanya sebesar 1.041.472, 55 ton, hal ini disebabkan adanya anomali cuaca dimana masa produksi hanya berlangsung 1–1,5 bulan. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa kondisi pergaraman kita memang masih sangat tergantung pada cuaca sehingga kondisi inilah yang harus menjadi perhatian untuk mengupayakan peningkatan produktivitas dengan teknologi produksi tepat guna dan diterima oleh petambak
2) Nilai Tukar Nelayan Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima nelayan/pembudidaya ikan (It) dengan Indeks harga yg dibayar/dikeluarkan oleh nelayan/pembudidaya (Ib), untuk konsumsi rumah tangganya dan keperluan dalam memproduksi produk perikanan. NTN tersebut mencakup gabungan dua usaha perikanan yaitu penangkapan dan pembudidayaan ikan.
Nilai Tukar Nelayan
>100
NTN merupakan salah satu IKU dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan oleh KKP. NTN dapat dijadikan sebagai indikator dini dalam rangka penetapan kebijakan terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan nelayan/ pembudidaya ikan karena data NTN dapat disajikan bulanan berdasarkan hasil pemantauan terhadap harga-harga di tingkat nelayan/pembudidaya ikan dan harga-harga yang dibayar nelayan/ pembudidaya ikan untuk memenuhi keperluan rumah tangganya dan proses produksinya. Tabel 6. Nilai Tukar Nelayan 2010-2013
2010
2011
2012
2013
105,56
106,24
105,37
105,48
Berdasarkan hasil perhitungan BPS tahun 2010-2013, rata-rata nilai NTN berkisar 105-106. Nilai tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 106,24. Sementara itu rata-rata NTN Nasional Januari– Juli 2014 sebesar 102,7 dan rata-rata perubahan sebesar 0,23%, dengan indeks yang diterima nelayan sebesar 113,04 dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,55 % dan indeks yang dibayar nelayan sebesar 110,06 dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,37 %, hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan nelayan dan pembudidaya mengalami peningkatan dan cenderung stabil di atas batas kesejahteraan (indeks 100) yang ditentukan oleh BPS.
50
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Tabel 7. NTN Januari – Juli 2014 Bulan
NTN Nasional
Perubahan (%)
NTN
Perubahan (%)
NTPI
103,69
Perubahan (%)
JANUARI
102,50
FEBRUARI
102,64
0,14
103,98
0,28
101,69
101,64 0,05
MARET
102,29
-0,34
103,38
-0,58
101,52
-0,17
APRIL
102,51
0,22
103,53
0,15
101,78
0,26
MEI
102,74
0,22
103,89
0,35
101,92
0,14
JUNI
102,62
-0,12
104,34
0,43
101,38
-0,53
JULI
103,61
0,96
106,01
1,60
101,89
0,5
data: BPS
Dibandingkan dengan Nilai Tukar Petani (NTP), NTN/NTPi masih berada di atas NTP. Fluktuasi NTN/NTPi salah satunya dipengaruhi faktor cuaca, indeks konsumsi rumah tangga dan indeks biaya produksi, serta kenaikan inflasi. Namun demikian nilai NTN/NTPi secara rata-rata dan bulanan masih di atas 100, artinya nelayan/ pembudidaya ikan masih dapat menyimpan hasil pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan atau pembudidayaan ikan setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional dan hidup sehari-harinya.
1. Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan terdiri dari tiga indikator yakni tingkat konsumsi ikan, nilai ekspor hasil perikanan dan kasus penolakan ekspor hasil perikanan. Tabel 8. Perkembangan Konsumsi Ikan, Ekspor dan Penolakan Ekspor Tahun 2010-2014 No. 1.
Indikator Kinerja Utama Tingkat Konsumsi Ikan
2010
2011
2012
2013*
2014**
30,48
32,25
33,89
35,62
37,80
2,86
3,52
3,85
4,16
5,10
-
-
<10
<10
<10
Dalam Negeri (kg/ kapita/thn) 2.
Nilai Ekspor Komoditas Perikanan (US$ miliar)
3.
Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra (kasus)
1) Tingkat Konsumsi Ikan Dalam Negeri Pada tahun 2014 ditargetkan capaian rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional sebesar 37,8 kg/kapita. Angka konsumsi ikan riil ini dirumuskan dengan menggunakan data dasar hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) – BPS. Apabila demikian,
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
51
rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2014 ini meningkat sebesar 6,12% apabila dibandingkan dengan ratarata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2013, yakni sebesar 35,62 kg/kapita. Sedangkan selama kurun periode Renstra (2010-2014), rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional meningkat rata-rata sebesar 5,53% per tahun, yakni dari 30,48 kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 37,8 kg/kapita pada tahun 2014.
Konsumsi Ikan 2010-2014
Tabel 9. Tingkat Konsumsi Ikan per Kapita, 2010-2014 Tahun
Pertumbuhan (%)
2010
2011
2012
2013
2014*
2010-2014
2013-2014
30,48
32,25
33,89
35,62
37,8
5,53
6,12
* Angka Target
5,53%
Peningkatan rata-rata tingkat konsumsi ikan berhasil dicapai antara lain oleh Gemarikan, pengembangan sarana prasarana pemasaran, pengembangan kelembagaan, jaringan distribusi dan kemitraan serta data dan informasi
Dalam rangka meningkatkan konsumsi ikan per kapita masyarakat, KKP menitikberatkan pengembangan dan implementasi program/kegiatan pada 2 (dua) aspek utama, yaitu menjamin ketersediaan produk perikanan dan mendorong peningkatan permintaan produk perikanan. Dalam konteks menjamin ketersediaan produk perikanan, KKP menginisiasi dan mengembangkan kegiatan uji coba implementasi Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) koridor Sulawesi–Jawa untuk komoditas ikan pelagis kecil yang umumnya digunakan sebagai bahan baku industri pindang dan konsumsi ikan masyarakat. Kelancaran supply ikan-ikan pelagis sebagai bahan baku pindang dan konsumsi ikan masyarakat diharapkan mampu mendukung hilirisasi sektor perikanan sekaligus menjamin terpenuhinya kebutuhan konsumsi ikan masyarakat yang meningkat setiap tahun. Dalam kaitan menjamin dan mempermudah ketersediaan dan keterjangkauan produk perikanan, KKP juga menginisiasi kegiatan pengembangan jaringan distribusi dan pemasaran produk perikanan ke ritel modern, pasar institusional dan kantin sekolah. Beberapa ritel modern yang telah mengakomodir produk perikanan binaan KKP untuk dapat dipasarkan digerainya antara lain Carrefour, Hypermart, Lotte Mart, Superindo dan Alfa Mini Market. Pengembangan jaringan pemasaran produk perikanan ke pasar institusional dilakukan melalui industri katering, restoran, hotel dan rumah sakit. Adapun pengembangan jaringan pemasaran produk perikanan di kantin sekolah diinisiasi dengan pilot project pengembangan booth penjualan produk perikanan ke kantin 50 sekolah dasar di wilayah DKI Jakarta. Upaya menjamin ketersediaan produk perikanan dilaksanakan pula dengan memfasilitasi pembangunan dan merevitalisasi pasar ikan yang ada di Indonesia serta menyediaan sarana distribusi dan pemasaran produk perikanan. Dalam rangka menjamin ketersediaan ikan, KKP melaksanakan penguatan basis data dan diseminasi informasi pemasaran hasil perikanan.
52
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Penguatan basis data tersebut dilakukan dengan melibatkan patisipasi Pemerintah Daerah, sedangkan diseminasi informasi pasar dilakukan melalui media cetak, elektronik dan online sehingga mudah diakses oleh masyarakat. Dalam konteks penguatan kelembangaan dan pelaku pemasaran hasil perikanan, KKP melaksanakan pendataan supplier ikan, uji coba penerapan cara pemasaran ikan yang baik dan benar, dan koordinasi pemanfaatan pasar ikan higienis. Dalam rangka meningkatkan permintaan produk perikanan, KKP menginisiasi Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN), mengembangkan kegiatan komunikasi, meningkatkan diseminasi informasi dan edukasi tentang ikan, kandungan gizi dan manfaatnya melalui kegiatan promosi, meningkatkan kepemilikan, sinergitas serta partisipasi publik dalam peningkatan konsumsi ikan, peningkatan citra ikan sebagai bahan pangan yang bergizi, menyehatkan dan mencerdaskan melalui Integrated Marketing Communication (IMC), branding produk perikanan serta memperkuat peran Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (FORIKAN) di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pencapaian konsumsi ikan di atas tidak terlepas dari pelaksanaan kegiatan fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran dalam negeri hasil perikanan, dimana melalui pelaksanaan kegiatan ini dapat diwujudkan tercapainya kinerja kegiatan yang mendukung peningkatan konsumsi ikan antara lain: Pengembangan sarana dan prasarana pemasaran dalam negeri yang dilaksanakan di sentra-sentra produksi, pengolahan dan pemasaran; Pengembangan kelembagaan, jaringan distribusi dan kemitraan, data dan informasi, serta sarana dan prasarana pemasaran dalam negeri melalui: (1) penyebaran buku pedoman Cara Pengelolaan Pasar Ikan yang Baik (CPPIB), banner, dan poster pengelolaan pasar dan Logbook Pasar Ikan di lokasi target, (2) melakukan training of trainee (TOT) pengelolaan pasar ikan yang baik, (3) pengembangan promosi dan kerja sama pemasaran hasil perikanan dalam negeri
2) Nilai Ekspor Hasil Perikanan
Tahun 2010-2013 ekspor meningkat, impor menurun
Pada tahun 2014, KKP menargetkan capaian nilai ekspor hasil perikanan sebesar US$ 5,1 miliar. Realisasi sementara nilai ekspor hasil perikanan sampai dengan triwulan I tahun 2014 tercatat sebesar US$ 1,07 miliar. Ekspor hasil perikanan dalam periode 2010-2013 mengalami peningkatan volume rata-rata sebesar 4,48% per tahun. Sama halnya dengan peningkatan volume ekspor, nilai ekspor hasil perikanan juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 13,64% per tahun. Apabila dibandingkan dengan target tahun 2014, maka ekspor hasil perikanan pada tahun 2010-2014 akan mengalami peningkatan volume dan nilai rata-rata sebesar 8,94% dan 15,72% per tahun.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
53
Tabel 10. Ekspor Impor Hasil Perikanan, 2010–2014 Rincian
Tahun
Pertumbuhan (%)
2010
2011
2012
2013
2014*
Volume Ekspor (Ton)
1.103.576
1.159.349
1.229.114
1.258.179
293.632
2010-2013 4,48
Volume Impor (Ton)
369.282
431.871
448.785
353.404
60.653
-0,13
2.863.831
3.521.091
3.853.658
4.181.857
1.065.897
13,64
391.815
488.351
412.362
457.247
81.094
6,65
2.472.016
3.032.740
3.441.296
3.724.610
984.803
14,80
Nilai Ekspor (US$ 1.000) Nilai Impor (US$ 1.000) Neraca Perdagangan (US$ 1.000) * s/d Triwulan I
Pengendalian impor hasil perikanan dilaksanakan sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasar dan pasokan bahan baku industri
Pencapaian nilai ekspor di atas tidak terlepas dari pelaksanaan kegiatan fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran luar negeri hasil perikanan, dimana melalui pelaksanaan kegiatan ini dapat diwujudkan tercapainya kinerja kegiatan yang mendukung peningkatan nilai eskpor antara lain: (1) pengembangan kelembagaan pemasaran luar negeri, (2) pengembangan market intelligent melalui pemetaan potensi dan daya saing tujuan ekspor, (3) Pengembangan ekspor melalui pemenuhan persyaratan ekspor, pembinaan UKM berpotensi ekspor dan eksportir UKM, (4) pengembangan promosi dan kerja sama pemasaran luar negeri, (5) Pengendalian impor hasil perikanan. Pengendalian impor hasil perikanan dilaksanakan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan pasar dan pasokan bahan baku industri. Hal ini dilakukan, apabila sumber daya ikan di dalam negeri tidak tersedia (tidak dihasilkan di Indonesia) dan/ atau tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Faktor-faktor tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut antara lain disebabkan oleh faktor alam (seperti: iklim, musim, bencana) dan faktor teknologi yang belum tersedia atau masih terbatas. Beberapa upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengendalian impor hasil perikanan melalui pemantauan dan evaluasi impor hasil perikanan dan analisa kebutuhan impor
3) Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan Per Negara Mitra Penentuan target kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra yang ditargetkan maksimal 10 kasus berdasarkan ketentuan Uni Eropa yang tertuang dalam laporan tahunan Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) bahwa suatu negara dianggap cukup konsisten dalam menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan apabila jumlah kasus penolakan tidak melebihi 10 kasus.
54
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Berdasarkan notifikasi jumlah kasus penolakan yang diterima selama periode 2010-Juli 2014 Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan Per Negara Mitra terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 15. Grafik Kasus Penolakan Negara Mitra Tahun 2010-2014 (s/d Bulan Juli)
Kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra 2010-2013 < 10 kasus
Dari keseluruhan kasus penolakan produk perikanan Indonesia periode 2010–Juli 2014 paling sering terjadi di negara Rusia (18 kasus) dengan alasan penolakan paling tinggi karena mekuri (7 kasus); Italia (15 kasus) dengan alasan penolakan Salmonella tertinggi (10 kasus) dengan 9 kasus yang sama terjadi pada satu Unit Pengolahan Ikan) dan Korea Selatan (9 kasus) dengan alasan penolakan terbanyak karena merkuri dan benzopyrene. Secara keseluruhan penyebab penolakan produk perikanan Indonesia disebabkan oleh merkuri, salmonella, poor temperature control, histamin, decompose dan benzopyrene. Apabila dibandingkan dengan negara Asia lainnya yang melakukan ekspor ke Uni Eropa, Indonesia lebih sedikit mengalami penolakan. Selama periode tahun 2010–2013, Indonesia posisi penolakan produk Indonesia oleh Uni Eropa dibawah Vietnam, India, Tiongkok dan Thailand. Selama tahun 2013 terjadi 5 kasus RASFF (Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) is a system for reporting food issues within the European Union), dimana jumlah ini menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya karena semakin baiknya mutu produk perikanan Indonesia. Berkaitan dengan penolakan produk perikanan tersebut, KKP telah melakukan investigasi, menindaklanjuti dan melaporkannya kepada otoritas kompeten di masing-masing negara mitra. Keberhasilan dalam mencapai target antara lain didukung dengan penerapan sistem jaminan mutu dari hulu ke hilir seperti penerapan HACCP, pemberian nomor registrasi di negara mitra, penerbitan Health Certificate dan penanganan kasus penahanan dan penolakan serta harmonisasi sistem jaminan mutu dengan negara mitra dapat diterapkan secara konsisten. Keberhasilan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
55
juga didukung dengan adanya pemberian apresiasi berupa kesempatan/peluang ekspor ke negara mitra dan sanksi terhadap yang terkena kasus berupa pembekuan nomor registrasi (internal suspend). Sedangkan target ini dapat gagal apabila penerapan sistem jaminan mutu dari hulu ke hilir tidak diterapkan secara konsisten. Kegiatan lain yang mendukung pencapaian target adalah inspeksi penerapan Sistem Jaminan Mutu Keamanan Hasil Perikanan, sosialisasi ketentuan/persyaratan negara mitra, evaluasi dan penanganan kasus penolakan hasil perikanan, verifikasi tindak lanjut inspeksi, dan kerja sama dalam rangka penyerasian persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan ekspor impor.
2. Daya Dukung dan Kualitas Lingkungan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Daya dukung dan kualitas lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan terdiri atas tiga indikator yakni luas kawasan konservasi perairan, pulau-pulau kecil yang dikelola dan wilayah perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan. Tabel 11. Luas Kawasan Konservasi, Pulau-pulau Kecil dan Perairan Bebas IUU Fishing Tahun 2010-2013 No.
Indikator Kinerja Utama
2010
2011
2012
2013*
2014**
1.
Luas Kawasan Konservasi Perairan yang dikelola secara berkelanjutan (juta hektar)
1,27
2,54
3,23
3,65
4,5
2.
Jumlah pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau terluar yang dikelola (pulau)
20
37
74
62
20
3.
Wilayah Perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP (%)
35
38
41
47,27
35
*) Angka sementara **) target
1) Luas Kawasan Konservasi Perairan yang Dikelola Luas Kawasan Konservasi Luas kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP/3K) di penghujung tahun 2013, perjalanannya dapat dimulai pada status kawasan di medio 2012 yakni 15,78 juta hektar yang telah diumumkan ke publik, selanjutnya luas kawasan merangkak naik dan statusnya hingga akhir tahun 2012 seluas 16.096.881,81 Ha, status (16 juta ha) ini kembali diumumkan ke publik pada lokakarya nasional konservasi pesisir dan pulaupulau kecil pada bulan juni 2013. Capaian tahunan terhadap luas kawasan konservasi baru sepanjang tahun 2013 yang dipantau langsung oleh tim UKP4 melampaui target, yakni 689.945 hektar,
56
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
atau sekitar 138% dari target 500 ribu hektar yang diemban. Sejatinya dengan tambahan luas kawasan konservasi yang datang atas komitmen pemerintah daerah bersama masyarakat lokal ini mampu mendongkrak luas kawasan konservasi yang lebih lagi dari 16 juta hektare (ha), tepatnya pada angka 16,7 juta hektar. Namun alasan beberapa perhitungan dan dinamika kebijakan serta harmonisasi penataan ruang di daerah, misalnya di Kabupaten Berau yang semula pencadangan luas kawasan konservasinya mencapai 1,273 juta hektar kini diharmoniasasikan dengan pemanfaatan lainnya sehingga luas kawasan konservasi menjadi sekitar 285 ribu hektar. untuk yang demikian ini, maka status luas kawasan konservasi di penghujung tahun 2013 berdasarkan data yang dihimpun sebagaimana disajikan tabel berikut: Tabel 12. Luas Kawasan Konservasi s.d. Tahun 2013 No. 1.
2.
Jumlah
Luas (Ha)
Inisiasi Kemenhut
Kawasan Koservasi
32
4,694,947.55
Taman Nasional Laut
7
4,043,541.30
Taman Wisata Alam Laut
14
491,248.00
Suaka Margasatwa Laut
5
5,678.25
Cagar Alam Laut
6
154,480.00
Inisiasi KKP dan Pemda
99
11,069,263.30
Taman Nasional Perairan
1
3,521,130.01
Suaka Alam Perairan
3
445,630.00
Taman Wisata Perairan
6
1,541,040.20
Kawasan Konservasi Perairan Daerah
89
5,561,463.09
Jumlah Total
131
15,764,210.85
Secara terperinci, Perkembangan luasan KKP/3K mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 2003. Dalam perkembangannya, sampai dengan akhir tahun 2013 luas KKP di Indonesia telah mencapai 15,76 juta ha, artinya telah terjadi peningkatan hingga 10,34 juta ha atau sekitar 65,61% dari luas total KKP pada tahun 2013. Pergeseran data KKP/3K terjadi pada tahun 2009 dengan adanya pengalihan 8 (delapan) kawasan konservasi dari Kementerian kehutanan seluas 723.984 Ha. Peningkatan yang signifikan ini terjadi antara lain dengan berkembangnya kawasan konservasi perairan di daerah yang diinisiasi oleh Pemerintah Daerah yang disebut Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD), dan Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN), diantaranya Pencadangan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu seluas 3.521.130,01 Hektar pada tahun 2009 dan Pencadangan Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Anambas seluas 1.262.686,20 Hektar pada tahun 2011. Keduanya diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
57
Tabel 13. Perkembangan luasan Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2010-2013
Tahun
KemenKP dan Pemda
KemenHut
Total
2010
9.256.413,11
4.694.947,55
13.951.360,66
2011
10.717.578,78
4.694.947,55
15.412.526,33
2012
11.089.181,97
4.694.947,55
15.784.129,52
2013
11.069.263,30
4.694.947,55
15.764.210,85
Hingga akhir 2014 nanti, masih ada komitmen RENSTRA untuk menambah 300 ribuan hektar lagi kawasan konservasi baru, walau ujung target 2014 seluas 15,5 juta hektar sesungguhnya telah tercapai. Sedang menuju pemenuhan target tahun 2020, masih diperlukan penambahan luas KKP/3K sebesar 4,24 juta hektar.
Pengelolaan Efektif Kawasan Konservasi
Pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai sesuai dengan tujuannya bila didukung dengan sistem zonasi dan rencana pengelolaan yang disusun dengan baik
Tujuan utama pengelolaan kawasan konservasi sesungguhnya adalah pengelolaan efektif melalui pengelolaan berdasarkan sistem zonasi yang dapat dilakukan berbagai upaya pengelolaan sumber daya kawasan maupun pengelolaan sosial budaya dan ekonomi yang keduanya memberikan umpan balik terhadap penguatan kelembagaan dan tatakelola kawasan konservasi. Upaya-upaya tersebut sedikitnya dapat melalui tiga strategi pengelolaan, yaitu: (1) Melestarikan lingkungannya, melalui berbagai program konservasi, (2) menjadikan kawasan konservasi sebagai penggerak ekonomi, diantaranya melalui program perikanan budidaya ramah lingkungan, penangkapan ikan ramah lingkungan, pariwisata alam perairan dan pendanaan mandiri yang berkelanjutan, dan (3) pengelolaan kawasan konservasi sebagai bentuk tanggungjawab sosial yang mensejahterakan masyarakat. Pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai secara efektif sesuai dengan tujuannya jika didukung dengan sistem zonasi dan rencana pengelolaan yang disusun dengan baik. tatacara Penyusunannya telah diatur dengan Permen KP No. Per.30/ Men/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan adalah dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan. Pra-Syarat penting dalam penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi adalah mengidentifikasi dan menentukan prioritas/target konservasinya. Hal ini sedikitnya menyangkut 2 (dua) hal yaitu target sumber daya, diantaranya meliputi: Populasi, Spesies, Habitat, dan/atau Ekosistem dan target sosial budaya dan ekonomi, diantaranya meliputi: mata pencaharian alternatif, partisipasi, perubahan perilaku, dan lainlain. Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi harus memuat zonasi. Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil disusun oleh satuan unit organisasi
58
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Pengelolaan berkelanjutan harus memperhatikan kaidahkaidah pemanfaatan dan pengelolaan yang menjamin ketersediaan dan kesinambungan dengan memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya yang ada
pengelola. Rencana Pengelolaan KKP/ KKP3K terdiri atas: (a). rencana jangka panjang, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. Rencana jangka panjang memuat kebijakan pengelolaan kawasan konservasi perairan, yang meliputi: visi dan misi; tujuan dan sasaran pengelolaan; strategi pengelolaan; (b). rencana jangka menengah, berlaku selama 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan, sasaran pengelolaan, dan strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan; dan (c). rencana kerja tahunan, disusun berdasarkan rencana jangka menengah dalam bentuk rencana kegiatan dan anggaran yang disusun satu tahun sekali. Rencana kegiatan dan anggaran ini sekurang-kurangnya memuat uraian kegiatan, penanggung jawab, waktu pelaksanaan, alokasi anggaran dan sumber pendanaan. Pengelolaan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan pengelola kawasan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan dan pengelolaan yang menjamin ketersediaan dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya yang ada. Adapun upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan konservasi meliputi: koordinasi dan pembinaan, peningkatan infrastruktur, penyusunan NSPK, review dan implementasi rencana pengelolaan, sosialisasi, konsultasi publik, Peningkatan kapasitas, operasionalisasi lembaga pengelola, Rehabilitasi kawasan, monitoring sumber daya kawasan, monitoring sosial ekonomi dan budaya, kegiatan pemanfaatan sumber daya untuk peningkatan ekonomi masyarakat, evaluasi pengelolaan, pengawasan sumber daya ikan, penegakan hukum dan pengelolaan batas kawasan dan lain sebagainya. Upaya pengelolaan efektif selama kurun waktu 2010-2014, terutama melalui asistensi dan pembinaan kepada para pengelola kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil terus dilakukan. Diantaranya asistensi penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi KKP/3K daerah, serta evaluasi rencana pengelolaan dan zonasi pada 10 (sepuluh) kawasan konservasi perairan nasional (KKPN) yang selanjutnya diteruskan melalui upaya legislasi. Selain evaluasi rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan nasional, juga telah dilaksanakan evaluasi usulan penetapan kawasan konservasi perairan Daerah untuk ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Hasil yang dicapai antara lain: (2) Penetapan KKP3KD Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang, seluas 4.015,2 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang di Provinsi Jawa Tengah
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
59
(3) Penetapan KKPD Suaka Alam Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang, seluas 3.207,98 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/KEPMEN-KP/2013 tentang Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang di Provinsi Aceh. (4) Penetapan KKPN Taman Nasional Perairan Laut Sawu seluas 3.355.352,82 Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5/KEPMEN-KP/2014 tentang Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (5) Pengesahan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP laut Sawu, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 – 2034 (6) Penetapan KKPD Taman Wisata Perairan Nusa Penida seluas 20.057 Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24/KEPMEN-KP/2014 Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung di Provinsi Bali
E-KKP3K adalah alat ukur untuk mengevaluasi tingkat efektivitas kawasan konservasi
Tahun 2014 sedang dalam proses evaluasi untuk penetapan KKP/3K Daerah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, antara lain KKPN TWP Kepulauan Anambas, KKP3K Raja Ampat, KKPD Alor, KKP3KD Sukabumi, KKPD Lombok Tengah, KKPD Selayar, KKPD Kep. Mentawai dan beberapa daerah lainnya. Sedangkan Evaluasi Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKPN TWP Pulau Pieh telah siap diproses legislasi pengesahannya, menyusul berikutnya untuk 7 (tujuh) KKPN lainnya, yakni: TWP Gili Matra, TWP Kapoposang, TWP Padaido, TWP Laut Banda, SAP Raja Ampat, SAP Waigeo Sebelah Barat dan SAP Aru Bagian Tenggara. Untuk mengevaluasi tingkat efektivitas kawasan konservasi tersebut, telah disusun alat ukur yang dinamakan E-KKP3K berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Nomor Kep.44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Evektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K). Pedoman E-KKP3K memuat tata-cara atau panduan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pengelolaan berkelanjutan suatu kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Pada tingkat makro, E-KKP3K digunakan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menilai tingkat pengelolaan kawasan konservasi perairan yang ada di Indonesia. Sementara pada tingkat mikro, E-KKP3K dapat pula digunakan swa-evaluasi terhadap kinerja pengelolaan suatu kawasan konservasi perairan sekaligus membuat perencanaan dalam rangka peningkatan kinerja.
60
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
2) Jumlah Pulau-Pulau Kecil, termasuk Pulau-Pulau Terluar yang Dikelola
Jumlah pulau-pulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang dikelola dari tahun 2010-2013 sebanyak 193 PPK.
Pulau-pulau kecil merupakan aset bangsa apabila terkelola dengan baik. Dikatakan aset karena pulau-pulau kecil memiliki 3 fungsi utama yaitu fungsi ekologi, fungsi pertahanan keamanan dan fungsi ekonomi.Ketiga fungi tersebut masih memiliki tantangan besar seperti isu kerusakan lingkungan, isu okupasi wilayah/perbatasan dan isu kemiskinan masyarakat.Ketiga isu besar tersebut perlahan terus digerus oleh KKP melalui berbagai kebijakan strategis yang mewujud dalam program kerja. Adapun capaian pengelolaan pulaupulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang dikelola tahun 20102013 telah mencapai 193 pulau dan ditargetkan pada tahun 2014 sebanyak 20 pulau. Tabel 14. Pengelolaan PPK selama Tahun 2010-2014
Indikator Kinerja Pulau-pulau kecil termasuk pulau
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014*
20
37
74
62
20
kecil terluar yang dikelola
Kegiatan lain yang mendukung pengelolaan PPK antara lain:
a. Identifikasi Potensi dan Pemetaan Potensi Termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar Identifikasi potensi dan pemetaan pulau-pulau kecil merupakan salah satu program strategis KKP yang dipantau oleh Unit Kerja Presiden untuk Percepatan dan Pengawasan Pembangunan (UKP4) sesuai Inpres No. 1 Tahun 2010 dan Inpres No. 14 Tahun 2011. Selain itu kegiatan ini juga sesuai dengan amanat UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pasal 15, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengelola data dan informasi mengenai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu kegiatan pendataan juga diamanahkan dalam Pepres No. 85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional pada Pasal 6, yaitu kewajiban untuk melakukan pengumpulan, pemeliharaan dan pemutakhiran data spatial.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
61
b. Fasilitasi Penyediaan Sarana dan Prasarana di Pulau-Pulau Kecil, Termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar Pembangunan sarana dan prasarana pulau-pulau kecil dilakukan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dan mendukung perbaikan kondisi sosial masyarakat pulau. Penyediaan sarana dan prasarana pulau-pulau kecil melalui berbagai sumber dana, yaitu APBN pusat, APBN-P dan Dana Alokasi Khusus. Kegiatan pendayagunaan pulau-pulau kecil juga melaksanakan kegiatan sebagai berikut: • Fasilitasi perbaikan lingkungan, mitigasi dan adaptasi bencana di pulau-pulau kecil. • Kegiatan fasilitasi investasi pulau-pulau kecil. • Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. • Minawisata pulau-pulau kecil.
3) Wilayah Perairan Bebas IUU Fishing dan Kegiatan yang Merusak Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Sasaran strategis pembangunan kelautan dan perikanan bidang pengawasan SDKP Tahun 2010-2014, adalah “Persentase wilayah perairan Indonesia bebas Illegal Fishing dan kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan” dengan capaian sebagai berikut: Tabel 15. Capaian Pengawasan SDKP Tahun 2010-2014 SASARAN STRATEGIS
CAPAIAN 2010
2011
2012
2013
2014*
35
38
41
47,27
36,56
Persentase Wilayah Perairan Indonesia Bebas illegal fishing dan kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan
*) s/d Semester II tahun 2014
Sampai dengan tahun 2013 wilayah perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak mencapai 47,27%.
62
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa wilayah perairan Indonesia bebas Illegal Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP bersifat non kumulatif untuk setiap tahun dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki, termasuk di dalamnya jumlah alokasi anggaran pengawasan SDKP yang tersedia setiap tahunnya. Sejalan dengan penambahan anggaran pengawasan SDKP target wilayah perairan bebas IUU fishing dan kegiatan yang merusak juga mengalami peningkatan, namun pada tahun 2014, target mengalami penurunan sejalan dengan menurunnya anggaran untuk pengawasan SDKP yakni sebesar 39%, dari target semula sebesar 50%, dan sampai dengan Semester II tahun 2014 telah tercapai sebesar 36,56%. Pencapaian sasaran strategis tersebut diupayakan melalui pelaksanaan kegiatan pengawasan SDKP.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Kinerja pengawasan SDKP didukung oleh capaian kegiatan-kegiatan antara lain: (1) Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan
Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Selama kurun waktu 2010–Juli 2014, kinerja pemantauan sumber daya kelautan dan perikanan seperti pada tabel berikut. Tabel 16. Hasil Pemantauan SDKP Tahun 2010 - Juli 2014 NO 1
URAIAN KEGIATAN
HASIL
Pemantauan kapal perikanan
Meningkatnya tingkat ketatan kapal perikanan dalam mengaktifkan transmiter
melalui VMS
VMS : Tahun 2010 = 58,64%; Tahun 2011 = 52,46%; Tahun 2012 = 56,12 %; Tahun 2013 = 75,63 %; Tahun 2014 = 97,49% (s/d Juli 2014) Indikasi pelanggaran operasional kapal-kapal perikanan melalui analisis hasil pemantauan melalui VMS, informasi ini akan dimanfaatkan untuk keperluan operasi pengawasan di laut oleh Kapal Pengawas.
2
Pemantauan pemanfaatan
Data dan informasi pemanfaatan sumber daya kelautan yang akan menjadi
sumber daya kelautan
bahan masukan bagi kegiatan operasional pengawasan SDKP.
Pembangunan Infrastruktur Pengawasan Sampai dengan Juli 2014 KKP telah memiliki 27 unit Kapal Pengawas Perikanan dengan berbagai ukuran. Khusus selama kurun waktu 2010-Juli 2014 KKP telah membangun 3 unit kapal Pengawas Perikanan. Untuk mendukung pelaksanaan operasional pengawasan SDKP di daerah, KKP juga membangun Speedboat Pengawasan dalam berbagai ukuran untuk dialokasikan pada Dinas Kelautan dan Perikanan dan Satuan Kerja Pengawasan SDKP. Secara keseluruhan sampai dengan Juli 2014, jumlah Speedboat Pengawasan SDKP sebanyak 83 [delapan puluh tiga] unit. Khusus selama kurun waktu tahun 2010–Juli 2014 telah dibangun 25 unit Speedboat Pengawasan dengan berbagai ukuran.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
63
Tabel 17. Perkembangan Pembangunan Kapal Pengawas dan Speedboat Pengawasan SDKP Tahun 2010-Juli 2014 TAHUN
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN KAPAL PENGAWAS
SPEEDBOAT PENGAWASAN
2010
Tidak ada pembangunan
Tidak ada pembangunan
2011
1 unit Kapal Pengawas (KP) Paus 001 ukuran 40 m, yang merupakan hasil rekondisi dari kapal ikan asing hasil tangkapan. Kapal ini digunakan sebagai kapal logistik untuk memenuhi kebutuhan kapal pengawas SDKP lainnya
Tahun 2011 = 5 unit ukuran 12 m terbuat dari PRF; 3 unit ukuran 12 m terbuat dari alumunium; 1 unit ukuran 8 m terbuat dari FRP; dan 1 unit ukuran 15 m terbuat dari FRP.
2012
1 unit KP. Hiu Macan Tutul 002 ukuran 42 m terbuat dari Baja;
Tahun 2012 = 10 unit ukuran 12 m terbuat dari FRP; dan 2 unit ukuran 8 m terbuat dari FRP.
2013
1 unit KP. Hiu 011 ukuran 32 m terbuat dari alumunium
Tahun 2013 = 10 unit ukuran 12 m terbuat dari FRP.
2014
Proses penyelesaian pembangunan 4 unit kapal SKIPI, terbuat dari baja dengan panjang ± 60 m. Kemajuan pembangunan ditargetkan sebesar 50%.
Proses penyelesaian pembangunan 3 unit SpeedboatPengawasan ukuran 12 m terbuat dari fiber
Untuk mendukung kegiatan pengawasan SDKP, KKP secara bertahap juga membangun prasarana pengawasan SDKP. Selama kurun waktu 2010–Juli 2014, KKP telah mengembangkan/ merenovasi prasarana pengawasan SDKP di 5 UPT Pengawasan (Jakarta, Bitung, Pontianak, Belawan dan Tual); membangun 19 pos pengawasan SDKP dan 17 kantor pengawasan SDKP. Tabel 18. Perkembangan Pembangunan Prasarana Pengawasan SDKP Tahun 2010-2014 NO
PRASARANA PENGAWASAN
KETERANGAN
1
Pengembangan/renovasi Prasarana di UPT Pengawasan SDKP
• Dilaksanakan di 5 UPT Pengawasan SDKP sepanjang tahun 2010 s/d 2014
2
Pos Pengawasan SDKP sebanyak 19 unit bangunan
• Tahun 2010 = 9 unit di 9 lokasi • Tahun 2011 = 2 unit di 2 lokasi • Tahun 2012 = 6 unit di 6 lokasi • Tahun 2013 = 2 unit di 2 lokasi
3
Kantor Pengawasan SDKP sebanyak 17 unit bangunan
• Tahun 2011 = 5 unit di 5 lokasi • Tahun 2012 = 10 unit di 10 lokasi • Tahun 2013 = 2 unit di 2 lokasi
KKP juga telah merencanakan pengadaan 4 unit Kapal Pengawas ukuran 60 m melalui Pendanaan Pinjaman Luar Negeri (PLN), yaitu melalui proyek SKIPI (Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia) Phase I Perkembangan pembangunan SKIPI, pada tahun 2013 telah dilakukan peletakan lunas (keel laying) 4 unit kapal SKIPI yang dijadwalkan akan selesai pembangunannya pada tahun 2015.
Pengembangan Integrated Surveillance System (ISS)
ISS mengoptimalkan kerja sama pengawasan antar aparat penegak hukum di aut
64
ISS merupakan sistem pengawasan yang dilakukan secara terintegrasi menggunakan peralatan pemantauan berbasis satelit dan radar, termasuk pengawasan menggunakan kapal udara atau airborne surveillance. Pada prinsipnya, ISS dimaksudkan untuk mengoptimalkan kerja sama pengawasan antar aparat penegak hukum di laut [BAKORKAMLA, TNI AL, TNI AU, POLRI,
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
BEA Cukai, Perhubungan Laut] melalui pemanfaatan moda pengawasan yang dimiliki oleh masing-masing instansi, agar pengawasan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dan lebih terkoordinasi. (2) Pengawasan Sumber Daya Perikanan Kegiatan pengawasan sumber daya perikanan terdiri dari (1) Pengawasan Kegiatan Perikanan Tangkap; (2) Pengawasan Kegiatan Perikanan Budidaya; (3) Pengawasan Pengolahan, Pengangkutan, dan Pemasaran Hasil Perikanan, dan (4) Pembinaan POKMASWAS. Capaian kegiatan-kegiatan tersebut sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 19. Hasil Pengawasan Sumber Daya Perikanan Tahun 2010-2014 NO
URAIAN KEGIATAN
HASIL
1
Pengawasan Kegiatan Perikanan Tangkap
• Meningkatnya tingkat ketaatan kapal perikanan di WPP-NRI; TINGKAT KETAATAN KAPAL PERIKANAN (%) NO LOKASI 2010 2011 2012 2013 2014 (1) 1. Wilayah Barat 73,17% 82,00% 86,00% 99% 92,73% (2) 2. Wilayah Timur 81,54% 99,29% 99,80% 99,8% 99,68% (3) Ket : *) (4) s/d triwulan II 2014
2
Pengawasan Kegiatan Perikanan Budidaya
• Meningkatnya ketaatan pelaku usaha perikanan budidaya (5) • Ketaatan meningkat sebesar 85,50% pada tahun 2013 dari target yang ditetapkan (6) sebesar 84,86% • Target yang ditetapkan sampai tahun 2014 : 600 unit (100%), yang sudah tercapai sampai dengan Agustus : 536 unit (92,3%)
3
Pengolahan, Pengangkutan, dan Pemasaran Hasil Perikanan
• Meningkatnya ketaatan kegiatan pengolahan, pengangkutan, dan pemasaran hasil perikanan • Ketaatan meningkat sebesar 93,26% pada tahun 2013 dari target yang ditetapkan sebesar 84,67%. • Target yang ditetapkan pada tahun 2014 : 523 unit (100%) yang sudah terealisasi sampai dengan bulan Agustus 2014 : 417 unit (92,6%)
4
Pembinaan POKMAWAS
• Meningkatnya partisipasi masyarakat nelayan dalam pengawasan SDKP • Sampai dengan tahun 2013 telah terbentuk 2.195 POKMAWAS di seluruh provinsi Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.125 POKMAWAS aktif berpartisipasi dalam melakukan pengawasan SDKP • Target sampai tahun 2014 adalah 1.452 POKMAWAS diseluruh provinsi Indonesia, yang sudah tercapai sampai dengan bulan Juli 1,188 POKMAWAS aktif berpastisipasi dalam melakukan pengawasan SDKP (7)
(3) Pengawasan Sumber Daya Kelautan Selain melakukan pengawasan sumber daya perikanan, KKP juga melakukan pengawasan sumber daya kelautan. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengawasi aktifitas pengelolaan sumber daya kelautan agar tidak terjadi kegiatan ilegal dan merusak sumber daya ikan dan lingkungan Pengawasan yang dilakukan meliputi: (1) Pengawasan Ekosistem Perairan dan Kawasan Konservasi; (2) Pengawasan Pencemaran Perairan; (3) Pengawasan Pemanfaatan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan (4) Pengawasan Jasa Kelautan dan Sumber Daya Non Hayati.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
65
Operasi Kapal Pengawas Dalam rangka mengawasi tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), dalam periode tahun 2010-2014, KKP telah melakukan pemeriksaan terhadap 15.441 unit kapal perikanan, terdiri atas 15.066 Kapal Perikanan Indonesia (KII) dan 375 Kapal Perikanan Asing (KIA).
Tahun 2010-2014 KKP berhasil menangkap 501 kapal perikanan yang melakukan tindak pidana perikanan: 413 KII dan 358 KIA
Dari hasil pemeriksaan kapal perikanan saat melakukan kegiatan penangkapan ikan tersebut, KKP telah berhasil menangkap 501 kapal perikanan yang melakukan tindak pidana perikanan, terdiri atas 143 KII dan 358 KIA. Jumlah KIA pelaku IUU fishing kurang lebih mencapai dua setengah kali jumlah KII pelaku IUU fishing. Hal ini selain menunjukkan masih maraknya pencurian ikan oleh kapal-kapal KIA, juga menandai kecenderungan peningkatan ketaatan para pelaku usaha perikanan dalam negeri terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.
Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Operasi Kapal Pengawas Tahun 2010 – 2014 THN
DIPERIKSA KII
KIA
DITANGKAP JML
KII
KIA
KETERANGAN
JML
JUMLAH
HARI
JUMLAH
KAPAL
OPERASI/
HARI
PENGAWAS
TAHUN
OPERASI
2010
2.089
166
2.255
24
159
183
24
180
2.892
2011
3.269
79
3.348
30
76
106
25
175
4.407
2012
4.252
74
4.326
42
70
112
26
180
4.776
2013
3.824
47
3.871
24
44
68
26
115
4.291
2014
1.632
9
1.641
23
9
32
21
66
1.397
15.066
375
15.441
143
358
501
17.763
Penanganan Pelanggaran Melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2014, ditetapkan pembentukan 3 (tiga) Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ambon, Sorong, dan Merauke. Ketiga pengadilan perikanan tersebut menambah jumlah Pengadilan Perikanan yang sudah terbentuk di 7 lokasi sebelumnya pada tahun 2006, yaitu di Medan, Jakarta Utara, Pontianak, Tual, Bitung dan pada tahun 2010 di Tanjung Pinang dan Ranai. Keberadaan Pengadilan Perikanan akan mempercepat proses penegakan hukum atas tindak pidana pelanggaran di bidang perikanan, karena Pengadilan Perikanan berwenang untuk mengadili dan memutus tindak pidana di bidang perikanan. Pembentukan Pengadilan Perikanan ini merupakan amanat Pasal 71 Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
66
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Pengadilan tersebut berada di lingkungan peradilan umum, dan diawaki oleh Majelis Hakim yang menangani perkara tindak pidana perikanan, yang terdiri atas tiga orang, satu dari kalangan hakim karir dan dua hakim ad hoc perikanan. Jumlah hakim ad hoc hasil seleksi pada tahun 2007 sebanyak 28 orang, tahun 2009 sebanyak 19 orang , dan tahun 2012 sebanyak 20 orang, sehingga total hakim ad hoc sampai dengan tahun 2014 sebanyak 67 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3 orang meninggal dunia dan 8 orang mengundurkan diri, sehingga sampai dengan tahun 2014 hakim ad hoc yang masih aktif sebanyak 56 orang. Tabel 21. Perkembangan Penanganan Tindak Pidana Perikanan s/d Tahun 2014 No. 1.
KKP tahun 2010-2014 berhasil melakukan advokasi dan pendampingan hukum kepada 592 nelayan dari 671 nelayan yang tertangkap negara lain
Penanganan Kasus
Jumlah (kasus)
PROSES HUKUM PENYIDIKAN
3
P-19
1
P-21
4
PROSES PERSIDANGAN
9
SP3
-
- INCKRAHT
-
2.
TINDAKAN ADMINISTRATIF
3.
TINDAKAN LAIN
10 -
TOTAL
28
Selama periode 2010-2014, terdapat 671 orang nelayan Indonesia dengan 118 kapal perikanan yang ditangkap oleh aparat berbagai negara lain karena dugaan melakukan illegal fishing dan pelanggaran batas wilayah. 592 orang di antaranya telah berhasil difasilitasi pemulangan-nya ke tanah air melalui advokasi dan pendampingan hukum oleh KKP, 2 orang melarikan diri dan 1 orang meninggal dunia. Saat ini masih terdapat 76 (tujuh puluh enam) orang nelayan Indonesia yang masih menjalani proses hukum di berbagai negara. Rinciannya sebagai berikut:
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
67
Tabel 22. Data Advokasi Nelayan Terhadap Nelayan WNI Yang Tertangkap Di Luar Negeri Tahun 2011 s/d bulan Agustus 2014 Status No.
1
Negara
Jumlah Nelayan Yang Ditangkap
Jumlah Kapal
Dibebaskan/
Belum Dibebaskan/
Dipulangkan
Ditahan/ Diproses Hukum/ Menunggu Pemulangan
Melarikan Diri/ Meninggal Dunia 2*
Malaysia
72
358
298
58
2
Australia
37
251
248
3
-
3
Rep. Palau
2
20
20
-
-
4
Papua Nugini
2
14
7
7
-
5
Timor Leste
2
14
14
-
-
6
India
3
14
5
8
1**
118
671
592
76
3
JUMLAH
Keterangan : *) melarikan diri **) meninggal dunia di tengah laut
(4) Capaian Kegiatan Pengembangan Internal Organisasi Pengawasan SDKP
Pengembangan Kelembagaan Pengawasan SDKP
Pengembangan kelembagaan pengawasan SDKP difokuskan pada pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan SDKP dan pengembangan Pengadilan Perikanan
Pengembangan kelembagaan pengawasan SDKP difokuskan pada pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan SDKP dan pengembangan Pengadilan Perikanan. Peran utama UPT Pengawasan SDKP adalah melakukan operasional pengawasan SDKP di wilayah yang menjadi kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda). Adapun Peran utama Pengadilan Perikanan adalah untuk lebih mengefektifkan proses penanganan kasus-kasus pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan. Selama kurun waktu tahun 2010 s/d Juli 2014 pengembangan kelembagaan Pengawasan yang telah dilaksanakan, meliputi : (a) Pengembangan UPT Pengawasan SDKP : •
Pemetaan potensi UPT/Satker/Pos PSDKP dan penyusunan rancangan kriteria standar UPT Pengawasan SDKP.
•
Penyusunan Draft Naskah Akademis Pengembangan UPT Pengawasan SDKP. Saat ini Naskah Akademis Pengembangan UPT dalam proses pengusulan ke Kementerian PAN dan RB.
(b) Pembentukan Pengadilan Perikanan di 2 lokasi, yaitu di Tanjung Pinang dan Ranai (dibentuk tahun 2012). (c) Pembentukan Pengadilan Perikanan di 3 lokasi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Pembentukan Pengadilan Perikanan di Ambon, Sorong, dan Merauke.
68
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Secara keseluruhan sampai dengan awal tahun 2014, KKP telah membentuk 5 (lima) UPT Pengawasan (Pangkalan Pengawasan SDKP Jakarta, Pangkalan Pengawasan SDKP Bitung, Stasiun Pengawasan SDKP Belawan, Stasiun Pengawasan SDKP Pontianak, dan Stasiun Pengawasan SDKP Tual), 58 Satker Pengawasan, 130 Pos Pengawasan yang tersebar di lokasi-lokasi strategis di seluruh Indonesia. Di samping itu, dalam kurun waktu tahun 2007 s/d awal 2014, KKP telah membentuk 7 (tujuh) Pengadilan Perikanan di 7 (tujuh) lokasi, yaitu: Provinsi Sumatera Utara-Belawan, Provinsi DKI Jakarta-Jakarta Utara, Provinsi Kalimantan Barat-Pontianak; Provinsi Sulawesi Utara-Bitung, Provinsi Maluku-Tual, Provinsi Kepulauan Riau-Ranai dan Tanjung Pinang. Dalam kurun waktu tahun 2010 s/d 2014 telah membentuk pengadilan perikanan di 3 (tiga) lokasi, yaitu : Ambon, Merauke, dan Sorong.
Pengembangan SDM Pengawasan SDKP
SDM pengawasan SDKP wajib memiliki etos kerja produktif, disiplin, loyalitas dan profesional
Pengembangan SDM, menekankan manusia sebagai pelaku pengawasan yang memiliki etos kerja produktif, disiplin, loyalitas dan profesionalisme. Pengembangan SDM Pengawasan SDKP secara kuantitas dilaksanakan secara reguler melalui penerimaan PNS di tingkat pusat, adapun secara kualitas dilakukan melalui berbagai kegiatan pembinaan dan peningkatan kompetensi pengawas (pendidikan dan pelatihan). Selama periode 2010–Juli2014, KKP telah melaksanakan pengembangan kualitas SDM Pengawasan sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 23. Pendidikan dan Pelatihan SDM Pengawasan SDKP NO 1
JUMLAH
PENDIDIKAN/PELATIHAN
(Orang)
Pelatihan Dasar L1 dan L2 kepada orang,
196 orang
KETERANGAN Tahun 2010 = 100 orang Tahun 2011 = 96 orang
2
Pelatihan Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan,
188 orang
Tahun 2012 = 60 orang Tahun 2013 = 128 orang
3
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) PPNS Reguler
60 orang
Tahun 2010 = 30 orang Tahun 2013 = 30 orang
4
Diklat Polisi Khusus Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (POLSUS WP3K). Telah dilantik sebanyak POLSUS WP3K.
153 orang
Dilaksanakan pada tahun 2013 dan seluruh peserta pelatihan telah dilantik menjadi POLSUS WP3K
Secara keseluruhan, dari hasil pendidikan dan pelatihan sampai dengan Maret tahun 2014, telah dihasilkan sebanyak 156 orang Pengawas Perikanan, dan 701 orang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS )Perikanan baik dari pendidikan crash program maupun reguler. Adapun dari hasil pelatihan Hakim Adhock perikanan telah diangkat sebanyak 57 orang Hakim yang ditempatkan di 7 (tujuh) Pengadilan Perikanan. Khusus dalam rangka pembinaan jabatan fungsional pengawas perikanan, saat ini KKP sedang dalam proses mengusulkan ditetapkannya Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) Pengawas
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
69
Perikanan. Status terkini, Naskah Akademik sudah disampaikan secara resmi dari Menteri Kelautan dan Perikanan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MEN PAN dan RB), menunggu persetujuan pembentukannya.
(5) Kerja sama Pengawasan SDKP
Kerja sama diperlukan untuk mengoptimalkan pengawasan dan penegakan hukum di laut
Menyadari sepenuhnya bahwa terdapat beberapa institusi yang berkepentingan dalam menyelenggarakan pengawasan dan penegakan hukum di laut, KKP terus berupaya meningkatkan kerja sama dengan lintas sektor terkait, meliputi BAKORKAMLA, TNI-AL, POLAIR, Kejaksaan Agung RI, dan Mahkamah Agung RI dan lain-lain. Penyelenggaraan kerja sama dengan masing-masing institusi tersebut, meliputi hal-hal sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut.
Tabel 24. Koordinasi KKP dengan Lintas Sektor Terkait NO
Mitra Kerja sama
Bentuk Kerja sama
1
TNI-AL
• Operasi . Pengawasan Bersama di Laut [ZEEI] • Kesepakatan Bersama Penanganan TP. Perikanan • Pertukaran data dan Informasi Pengawasan di Laut • Pelatihan Awak Kapal Pengawas, Pinjam pakai senjata api di Kapal Pengawas
2
TNI-AU
• Operasi . Pengawasan Lewat Udara (Air Surveillance) ; • Pertukaran data dan Informasi Pengawasan di Laut
3
POLAIR
• Operasi Pengawasan Bersama di Laut • Kesepakatan Bersama Penanganan Tindak Pidana Perikanan • Pertukaran data dan Informasi Pengawasan di Laut • Pelatihan Menembak • Pelatihan PPNS Perikanan dan Polsus P3K
4
BAKORKAMLA
• Operasi bersama penegakan hukum di laut (Operasi Gurita); • Pertukaran data dan Informasi Pengawasan di Laut
5
Mahkamah Agung
Pembentukan Pengadilan Perikanan
6
Kejaksaan Agung
Penyelesaian Tindak Pidana Perikanan
7
Lembaga Sandi Negara
Pengamanan informasi operasi Kapal Pengawas untuk mencegah kebocoran informasi.
8
Pemerintah Daerah
• Operasi/patroli Kapal Pengawas KKP di dalam wilayah perairan Pemda; • Penanganan Tindak Pidana Perikanan • Pembinaan POKMASWAS Keterangan: Pada tahun 2013 telah disepakati MoU kerja sama pengawasan dengan Kabupaten Anambas dan Kabupaten Natuna.
Sementara itu upaya menjalin kerja sama regional dan internasional dilakukan guna mengoptimalkan upaya penanganan illegal fishing. Beberapa bentuk kerja sama regional dan internasional yang dijalin selama periode 2010–Juli 2014, seperti pada tabel berikut:
70
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Tabel 25. Kerja Sama Regional dan Internasional dalam penanganan IUU Fishing Tahun 2010–Juli 2014 MITRA Kerja sama
BENTUK Kerja sama
SUBSTANSI Kerja sama
9 negara ASEAN plus Australia dan Papua New Guinea
Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices, including Combating IUU Fishing in the South East Asia Region
• Understanding the current resource and management situation in the region • Implementation of international and regional instruments • Implementing Coastal State measures enforcing Flag State responsibilities • Developing Port State measures • Considering regional market measures • Developing regional capacity building • Strengthening monitoring, control and surveillance (MCS) systems • Controlling transhipment at sea.
Border Protection Command (BPC) – Australia
Indonesia-Australia Fisheries Surveillance Forum (IAFSF)
• Coordinated patrol • Port visit • Training: Ship search • Familiarization • Data Exchange • Information Exchange
(RPOA) Australia, Indonesia, Timor Leste, Papua New Guinea
The 4th MCS SUB-REGIONAL (ARAFURA AND TIMOR SEAS) GROUP MEETING
Todiscuss the progress of the Group’s Work Plan; To identify and discuss key IUU issues affecting the sub-region; To develop the Group’s Work Plan.
International Monitoring, Control, and Surveillance Network (IMCSN)
Pertukaran data, dukungan dalam penyelenggaraan workshop, antara lain pertukaran expert sebagai narasumber.
ICITAP
Letter of Intent dengan ICITAP
Capacity Building dan sarana pengawasan
Tentara Laut Diraja Malaysia (TDLM)
Kerja sama Patroli di Laut Indonesia-Malaysia (PATKORMALINDO)
Pengamanan daerah perbatasan di kedua negara dari kegiatan illegal fishing
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
71
B. Pelaksanaan Program Prioritas Nasional 1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
Prestasi KKP terkait RB adalah Opini WTP untuk Laporan Keuangan dan Nilai A untuk SAKIP
Reformasi birokrasi dan tata kelola yang telah dilaksanakan oleh KKP meliputi: (1) Manajemen perubahan yakni dengan terbentuknya Tim Manajemen Perubahan Lingkup KKP secara berjenjang; tersusunnya dokumen strategi manajemen perubahan dan manajemen komunikasi; dan terselenggaranya sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan. (2) Penataan peraturan perundangan yakni melakukan penataan berbagai peraturan perundangan yang diterbitkan oleh KKP Peraturan perundangan sebagai produk regulasi dalam mendukung pembangunan kelautan dan perikanan, sepanjang periode 2010-2014 telah menghasilkan sebanyak 1.156 peraturan perundangan. Jenis peraturan yang banyak dihasilkan adalah keputusan menteri, disusul peraturan menteri. Perkembangan jumlah regulasi yang dihasilkan sepanjang tahun 2010-2014 seperti pada tabel berikut. Tabel 26. Perkembangan Jumlah Peraturan Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014 Perkembangan jumlah peraturan
Jenis Peraturan
tentang kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Jumlah
2010
2011
2012
2013
2014
Undang-Undang
-
-
-
-
2
2
Peraturan Pemerintah
2
-
-
-
-
2
Peraturan Presiden
-
-
2
-
1
3
Peraturan Menteri
30
52
33
39
39
193
Keputusan Menteri
144
202
225
324
61
956
176
254
260
363
100
1.156
Jumlah
Capaian KKP terkait dengan peraturan perundangan adalah diundangkannya Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil, melalui Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Desember 2013. Setidaknya ada 4 (empat) norma hukum penting yang telah disepakati, yakni: (1) pemberdayaan masyarakat hukum adat dan nelayan tradisional; (2) penataan investasi; (3) sistem perizinan; dan (4) pengelolaan kawasan konservasi laut nasional. Pemberdayaan masyarakat ditandai dengan masuknya unsur masyarakat dalam inisiasi penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil setara dengan pemerintah dan dunia usaha. Dengan norma hukum ini, maka masyarakat dapat mengambil inisiatif mengusulkan rencana zonasi. Undang-undang perubahan ini juga memberikan pengakuan hak asal-usul masyarakat hukum adat untuk mengatur wilayah perairan yang telah
72
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
dikelola secara turun temurun. Dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat setempat. Sementara bagi nelayan tradisional yang memiliki wilayah penangkapan ikan secara tradisional diakui dengan cara memasukkan wilayah tersebut sebagai subzona dalam rencana zonasi sehingga memiliki perlindungan hukum.
Selama 69 tahun merdeka, Indonesia akhirnya memiliki Undang-Undang Kelautan
Dalam undang-undang perubahan ini, investasi asing ditata sedemikian rupa sehingga tetap mengedepankan kepentingan nasional. Investasi asing tidak dilarang, tetapi diiringi sejumlah syarat diantaranya, bermitra dengan perusahaan lokal, di pulau kecil yang tidak berpenduduk, belum ada pemanfaatan oleh masyarakat setempat, wajib melakukan alih saham ke mitra lokal (divestasi) dan alih teknologi. Sebagai pelaksanaan keputusan Mahkamah Konsititusi, maka norma hukum Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) diganti menjadi perizinan. Ada 2 (dua) macam izin yang diatur dalam revisi UU ini yaitu izin lokasi dan izin pengelolaan. Dalam undang-undang perubahan ini, pengelolaan kawasan konservasi laut nasional juga ditata sesuai tugas masing-masing. Kawasan konservasi laut yang telah ditetapkan sebelum undang-undang perubahan ini dan masih dikelola instansi lain dialihkan pengelolaannya ke KKP. Selain itu Undang-undang Kelautan akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang pada tanggal 29 September 2014, dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), di Jakarta. UU Kelautan meliputi tiga hal pokok. Pandangan tersebut yakni, dasar pengaturan di bidang Kelautan, urgensi penyusunan RUU Kelautan dan isu strategis bidang kelautan. Berbagai isu strategis itu diantaranya, pengelolaan ruang laut, klaim landas kontinen di luar 200 mil, pemanfaatan zona tambahan serta penegasan Indonesia sebagai Negara kepulauan. UU Kelautan ini terdiri dari 13 bab dengan penegasan kembali Indonesia sebagai negara kepulauan, wawasan dan budaya bahari, ekonomi kelautan, pertahanan dan keselamatan di laut, lingkungan laut, tata kelola kelautan, pemberdayaan masyarakat kelautan, kelembagaan dan mekanisme koordinasi, sumber daya manusia, dan IPTEK. UU Kelautan juga memasukkan beberapa muatan, seperti mainstreaming dan percepatan pembangunan kelautan nasional ke depan, terobosan terhadap permasalahan peraturan perundangan yang ada, dan pandangan ke depan terhadap kepentingan kelautan bagi bangsa Indonesia. Selain itu, UU juga menetapkan hal-hal yang belum diatur dalam UU yang sudah ada di bidang kelautan seperti
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
73
Kebijakan Blue Economy . UU Kelautan ini juga mengacu pada UNCLOS dan kondisi geografis Indonesia. (3) Penataan dan penguatan organisasi yakni melalui restrukturisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Unit KKP, tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja KKP; penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan Diklat yang mampu mendukung tercapainya tujuan dan sasaran RB. Penataan tata laksana yakni melalui tersedianya dokumen Standar Operasional Prosedur penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan tersedianya e-Government pada KKP.
Penguatan pengawasan internal KKP melalui SPIP dan peningkatan peran APIP
74
(4) Penataan sistem manajemen SDM aparatur yakni melalui terbangunnya sistem rekruitmen yang terbuka, transparan, akuntabel, dan berbasis kompetensi; tersedianya uraian jabatan; tersedianya peringkat jabatan; tersedianya dokumen standar kompetensi jabatan; tersedianya peta profil kompetensi jabatan; tersedianya indikator individu yang terukur; tersedianya data pegawai yang akurat; dan terbangunnya sistem dan proses pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. (5) Penguatan pengawasan internal yakni melalui Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di KKP; dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai Quality Assurance and Consulting. (6) Penguatan akuntabilitas kinerja yakni melalui peningkatan kualitas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); terbangunnya sistem manajemen kinerja organisasi; Tersusunnya IKU KKP; dan tersusunnya dokumen Balanced Scorecard (BSC) untuk peningkatan pengelolaan kinerja. Selain penerapan BSC, upaya yang dilakukan KKP untuk memperbaiki Akuntabilitas Kinerja KKP adalah: a) Penetapan Pedoman Pengumpulan Data Kinerja melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan; b) Penyempurnaan Kontrak Kinerja Individu melalui penetapan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dengan menambahkan indikator BSC; c) Penggunaan Teknologi Informasi dalam pengukuran kinerja organisasi melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Monitoring dan Evaluasi Kinerja (SiMeta) dan pengukuran kinerja individu melalui Sistem Informasi Penilaian Kinerja Individu (SiPKINDU). (7) Peningkatan kualitas pelayanan publik, melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. (8) Monitoring dan evaluasi, dengan tersedianya laporan monitoring, laporan evaluasi tahunan dan lima tahunan.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Prestasi yang dicapai KKP terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi antara lain : (1) Penilaian Akuntabilitas Kinerja : • Laporan keuangan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). • Akuntabilitas Kinerja KKP mendapatkan nilai A dengan nilai total 75,54 pada tahun 2013 dan 77,68 pada tahun 2014.
Gambar 16. Dokumentasi Pelaksanaan RB di KKP
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
75
Gambar 17. Opini LaporanGambar Keuangan KKP 1. Gambar 2.
(2) Penilaian Kualitas Pelayanan Publik : • Penilaian integritas KKP oleh KPK: 7,12 (naik dari 6,68 pada tahun 2012). • Penilaian inisiatif anti korupsi oleh KPK: 7,6 (naik dari 7,464 pada tahun 2012).
Gambar 18. KKP memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan KKP dan perkembangan penilaian Laporan Keuangan dari tahun 2008
KKP tahun 2014 meraih penghargaan dalam bidang pelayanan publik berupa predikat kepatuhan standar pelayanan publik yang diberikan oleh Ombudsman Republik Indonesia pada tanggal 18 Juli 2014. KKP dinilai telah
76
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
memenuhi kewajiban dalam penyediaan komponen Standar Pelayanan Publik sebagaimana ketentuan pasal 15 dan Bab V Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Predikat ini menjadi bukti nyata atas komitmen KKP dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di lingkungan kementerian
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
‐
2010
2011
2012
2013
2014
Perencanaan
22.40
23.93
24.87
27.86
28.80
pengukuran
Kinerja
10.58
13.64
13.13
15.61
16.39
Pelaporan
Kinerja
8.50
10.44
10.99
11.16
11.65
Evaluasi
Kinerja
3.17
6.76
6.57
7.09
7.20
Capaian
Kinerja
8.39
10.75
14.39
13.82
13.64
Nilai
53.04
65.52
69.95
75.54
77.68
2010
CC
2011
B
2012
B
2013
A
2014
A
Gambar 19. Nilai SAKIP KKP Tahun 2010-2014
Tahun 2014 KKP berhasil meraih penghargaan dalam bidang pelayanan publik
Sebelumnya dalam bidang pelayanan publik, KKP telah meraih penghargaan inovasi pelayanan publik terbaik tahun 2014. Penghargaan tersebut diberikan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kepada Balai Karantina Ikan Semarang sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) KKP. Penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Boediono kepada Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 30 April 2014 di Jakarta. Salah satu kriteria penilaian terhadap kompetisi inovasi pelayanan publik ini antara lain dilihat dari dampak terhadap masyarakat, keberlanjutan, serta harus bisa direplikasi oleh pihak lain, dan sudah diterapkan minimal setahun. Selain itu juga BKIPM KKP juga memperoleh penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization dengan kriteria pelayanan yang luar biasa bidang kepabeanan di tahun 2013. Kedua penghargaan tersebut diatas merupakan buah manis dari hasil kerja keras segenap pejabat dan karyawan lingkup KKP guna memenuhi hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik yang prima. KKP akan terus meneguhkan komitmen dalam mewujudkan sistem penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan Kementerian yang layak sesuai dengan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
77
Salah satu bentuk komitmen yang ditempuh yakni dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pelayanan Publik di Lingkungan KKP. Melalui Permen tersebut unit layanan publik diarahkan untuk berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan masyarakat sebagai penerima layanan sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam memberikan pelayanan barang dan jasa.
Adibakti Mina Bahari bentuk apresiasi KKP atas peran aktif, serta kepedulian para pemangku kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDKP
Adapun pelayanan publik di lingkungan KKP meliputi tiga jenis. Pertama, pelayanan barang publik yaitu berupa produk hasil perikanan budidaya, produk pengolahan hasil perikanan budidaya/tangkap, produk hasil kelautan (non konsumsi), dan produk hasil penelitian dan pengembangan kelautan dan perikananyaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang. Kedua, pelayanan jasa publik berupa jasa pelayanan data dan statistik, jasa pelabuhan perikanan, jasa budidaya perikanan, jasa pemasaran, jasa pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, jasa pengelolaan modal usaha, jasa pemberdayaan masyarakat pesisir, jasa pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, jasa pengawasan pembangunan kelautan dan perikanan dan pengelolaan pengaduan masyarakat, jasa penelitian dan pengembangan, jasa pendidikan dan pelatihan, serta jasa karantina ikan dan pengujian mutu hasil perikanan. Kemudian, pelayanan administratif yakni tindakan administratif kementerian yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan, berupa perizinan, sertifikasi dan rekomendasi di bidang kelautan dan perikanan. Predikat kepatuhan diberikan setiap tahunnya pada tanggal 18 Juli dan diberikan kepada Unit Pelayanan Publik (UPP) di Kementerian dan Lembaga serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tingkat Provinsi/Kota/Kabupaten. Predikat kepatuhan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong tercapainya pelayanan publik yang berkualitas di Indonesia. Sedangkan di lingkup internal, KKP memiliki penghargaan Adhibakti Mina Bahari, sebagai bentuk apresiasi terhadap unit pelayanan yang mempunyai peringkat tertinggi. Penghargaan Adibakti Mina Bahari (AMB), merupakan bentuk apresiasi KKP atas peran aktif, serta kepedulian para pemangku kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Penghargaan ini ditujukan untuk memberikan apresiasi terhadap perorangan, kelompok atau unit kerja non pelayanan publik lingkup KKP dan pemangku kepentingan yang telah berprestasi di sektor kelautan dan perikanan. Pada tahun 2013 KKP telah memberikan lebih dari 100 penghargaan AMB yang terbagi dalam 36 kategori.
78
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 20. Grafik Perkembangan Nilai Inisiatif Anti Korupsi KP Tahun 2010-2014
Gambar 21. KKP Meraih Penghargaan Bidang Pelayanan Publik
Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara bersih bebas kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), KKP dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat melakukan pencegahan gratifikasi di lingkungan KKP. Pelaksanaan penandatanganan KKP dan KPK merupakan salah satu strategi dalam membangun dan meningkatkan integritas dalam pelayanan publik. Terutama dalam upaya memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam mengembangkan usaha dan investasi di sektor kelautan dan perikanan.
Gambar 22. Kerja Sama KKP-KPK dalam Pencegahan Gratifikasi di Lingkungan KKP
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
79
Kerja sama KKP-KPK merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas Instruksi Presiden No.7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden No.5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta Peraturan Pemerintah No.8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dimana setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggaraan negara wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas, fungsi dan peranannya dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan yang dipercayakan kepadanya. Sebagai tindak lanjutnya, KKP juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pelaporan Gratifikasi, Permen KP tentang Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, serta Permen KP tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Whistleblowing System dan Pengaduan Masyarakat.
2. Penanggulangan Kemiskinan
PNPM-Mandiri KP bertujuan meningkatkan kemampuan usaha dan kesejahteraan, pengembangan wirausaha KUKP serta meningkatnya kualitas lingkungan
Pelaksanaan prioritas penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM-Mandiri KP), dimana dalam implementasinya dibagi menjadi kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Tangkap (PT), Perikanan Budidaya (PB), Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) serta Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) dan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT). PNPM-Mandiri KP bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha dan kesejahteraan, pengembangan wirausaha anggota Kelompok Usaha Kelautan dan Perikanan (KUKP) serta meningkatnya kualitas lingkungan. Sasaran PNPM-Mandiri KP yaitu berkembangnya KUKP di Kab./Kota yang mencakup kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, dan usaha garam rakyat serta masyarakat pesisir lainnya. Indikator output keberhasilan program program PNPM-Mandiri KP, yakni tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada KUKP; dan terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kelembagaan KUKP melalui sosialisasi, pelatihan, pendampingan dan penyuluhan. Sedangkan indikator outcome adalah meningkatnya produksi, pendapatan, dan penumbuhan wirausaha kelautan dan perikanan serta meningkatnya kualitas lingkungan di dalam kelompok mandiri.
80
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Pelaksanaan PNPM Mandiri KP tahun 2011 sampai dengan bulan September 2014 telah disalurkan kepada 33.185 kelompok yang terdiri dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebanyak 8.051 kelompok, Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) sebanyak 13.980 kelompok, Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) sebanyak 3.925 kelompok, Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) sebanyak 8.860 kelompok, serta 1.227 Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP). Sedangkan pada tahun 2014 ditargetkan KUB penerima sebanyak 1.000 kelompok, Pokdakan penerima sebanyak 4.250 kelompok, Poklahsar penerima sebanyak 1.000 kelompok, KUGAR penerima sebanyak 898 kelompok, dan KMP penerima sebanyak 330 kelompok. Tabel 27. Rekapitulasi BLM Mandiri KP Tahun 2011-2014 Jenis PNPM Mandiri KP
Jumlah Kelompok Penerima 2011
2012
2013
2014
realisasi
realisasi
realisasi
realisasi *)
PUMP-PT
1106
3700
3000
245
PUMP-PB
2070
3600
4060
1.392
PUMP-P2HP
408
1500
1500
517
PUGAR
1728
3422
3347
363
PDPT
---
492
603
132
TOTAL
5312
12714
12510
2649
Keterangan: *) sampai dengan bulan September 2014
Sebaran kelompok penerima PNPM Mandiri KP 2011-2014 mencapai 460 kab/kota, yang terdiri dari PUMP Perikanan Tangkap mencapai 305 kab/kota, 460 kab/kota untuk PUMP Perikanan Budidaya, 244 kab/kota untuk PUMP Pengolahan dan Pemasaran, 43 kab/kota untuk PUGAR, dan 22 kab/kota untuk PDPT.
Gambar 23. Jangkauan Kab/Kota PNPM Mandiri KP Tahun 2011-2013
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
81
Jumlah BLM PNPM Mandiri KP yang telah disalurkan pada tahun 2011-2013 sebesar Rp1.900,22 miliar dengan rincian BLM PUMP Perikanan Tangkap sebesar Rp780,6 miliar, PUMP Perikanan Budidaya sebesar Rp701 miliar, PUMP Pengolahan dan Pemasaran sebesar Rp170,4 miliar, BLM PUGAR sebesar Rp206,14 miliar, dan BLM PDPT sebesar Rp42,08 miliar. Tabel 28. Jumlah Penyaluran BLM PNPM Mandiri KP 2011-2013 dan Target 2014 Jenis PNPM Mandiri KP PUMP-PT
Jumlah BLM (Rp miliar) 2011
2012
2013
Target 2014
Total 2011-2013
110,6
370
300
100
780,6
PUMP-PB
207
234
260
148,75
701
PUMP-P2HP
20,4
75
75
30
170,4
PUGAR
66,5
84,74
54,9
37,19
206,14
PDPT
----
20,78
21,3
7,47
42,08
TOTAL
404,5
784,52
711,2
323,41
1.900,22
Jumlah BLM Mandiri KP yang disalurkan 2011-2013 sebesar Rp 1.900,22 miliar
Sebaran PPTK yang melaksanakan tugas pendampingan PUMP mencapai 423 PPTK ditahun 2011 dengan rincian untuk PUMP Perikanan Tangkap 18 PPTK untuk PUMP Perikanan Budidaya 362 PPTK untuk PUMP Pengolahan dan Pemasaran Hasil perikanan sebanyak 43 PPTK. Ditahun 2012 terdapat 1548 PPTK dengan rincian untuk PUMP Perikanan Tangkap 485 PPTK untuk PUMP Perikanan Budidaya 772 PPTK untuk PUMP Pengolahan dan Pemasaran Hasil perikanan sebanyak 291 PPTK. Ditahun 2013 terdapat 1400 PPTK dengan rincian untuk PUMP Perikanan Tangkap 447 PPTK untuk PUMP Perikanan Budidaya 691 PPTK untuk PUMP Pengolahan dan Pemasaran Hasil perikanan sebanyak 262 PPTK. Ditahun 2014 terdapat 1304 PPTK dengan rincian untuk PUMP Perikanan Tangkap 337 PPTK untuk PUMP Perikanan Budidaya 717 PPTK untuk PUMP Pengolahan dan Pemasaran Hasil perikanan sebanyak 250 PPTK. Khusus untuk tenaga pendamping PUGAR dan PDPT, direkruit dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Dalam tahun 20112014, terdapat sebanyak 432 tenaga pendamping PUGAR dan 240 tenaga pendamping PDPT. Tabel 29. Jumlah Fasilitator Pendamping PNPM Mandiri KP Jenis PNPM Mandiri KP
Jumlah Fasilitator Pendamping 2011
82
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
2012
2013
Target 2014
PUMP-PT
365
478
478
337
PUMP-PB
18
707
707
717
PUMP-P2HP
40
280
290
250
PUGAR
78
94
129
131
PDPT
----
64
88
88
TOTAL
500
1,623
1,692
1,523
Evaluasi terhadap kinerja PUMP tahun 2011-2013 berdasarkan data quick survey PPTK dari beberapa lokasi sampel, diperoleh kesimpulan tentang dampak setelah kelompok penerima bantuan PUMP. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa KUB yang masuk kategori sangat berhasil sebesar 5,48% pada tahun 2011, 1,0% pada tahun 2012 dan 2,13% pada tahun 2013. Kategori berhasil sebesar 71,23% pada tahun 2011, 79,9% pada tahun 2012 dan 89,04% pada tahun 2013. KUB yang belum berhasil tercatat 12,79% pada tahun 2011, 2,5% pada tahun 2012 dan 2,59% pada tahun 2013. Kategori tidak berhasil tercatat 10,50% pada tahun 2011, 16,7% pada tahun 2012 dan 6,24% pada tahun 2013.
Gambar 24. Quick Survey Evaluasi Kinerja PUMP PT Tahun 2011-2013
PUMP PT
Kenaikan pendapatan
Kenaikan produksi
Hasil kajian kinerja PUMP PT selama tahun 2011–2012 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan pada Januari-Maret 2013, menunjukan adanya kenaikan produksi dan pendapatan nelayan penerima PUMP PT sebagaimana pada gambar grafik berikut.
Gambar 25. Kinerja PUMP PT Tahun 2011-2012
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
83
Studi kasus : Dampak PUMP pada Perikanan Tangkap di Danau Kerinci
Produktivitas
(kg/alat
tangkap)
Produksi
(ton/thn)
Keuntungan
(Rp
juta/nelayan/thn)
Gambar 26. Dampak PUMP pada Perikanan Tangkap di Danau Kerinci
PUMP PT telah berhasil meningkatkan produksi dan pendapatan anggota KUB
Pada perikanan perairan umum daratan di Danau Kerinci, penerima PUMP mengalokasikan dana yang ada untuk pembelian sarana penangkapan, di antaranya jaring, jala, bubu. Perikanan tangkap di Danau Kerinci, penambahan alat tangkap oleh para nelayan penerima dana PUMP dapat meningkatkan produksi totalnya, namun produktivitas per alat menurun karena jumlah alat tangkap yang ada telah mencapai jumlah maksimalnya. Sementara itu evaluasi pelaksanaan yang dilakukan oleh Ditjen Perikanan Tangkap bahwa dampak pelaksanaan PUMP-PT dari tahun 2010–2013 yakni peningkatan pendapatan anggota KUB penerima PUMP-PT yakni tahun 2011 pendapatan anggota meningkat sebanyak 43,2% dari pendapatan semula sebanyak Rp. 1.235.900 menjadi Rp. 1.769.359, tahun 2012 meningkat sebanyak 85,2% dari pendapatan semula Rp. 1.156.496 menjadi Rp. 2.141.428, tahun 2013 meningkat sebanyak 45,5% pendapatan dari semula pendapatan Rp. 1.756.860 menjadi Rp. 2.556.020.
Gambar 27. Kenaikan Produksi dan Pendapatan PUMP PT
84
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Studi Kasus : Dampak PUMP pada KUB Citra Laut Mandiri KUB Citra Laut Mandiri beralamat di desa Keradenan , Kec. Palang, Kab. Tuban, Jawa Timur. Kelompok ini berdiri pada tahun 2010 dengan bidang usaha Penangkapan ikan dan mendapatkan BLM PUMP di tahun 2011. KUB Citra Laut Mandiri beranggotakan 25 orang. KUB Citra Laut Mandiri juga mempunyai binaan sebanyak 10 kelompok yang masing-masing kelompok beranggotakan 20-25 orang. Dengan masing-masing anggota mempunyai kapal nelayan berukuran 5-20 GT. Sebelum menerima PUMP KUB Citra Laut Mandiri beromzet antara 30-50 jt/bulan setelah menerima BLM PUMP omzet meningkat drastis sekitar 100-140jt/bulan. KUB Citra Laut Mandiri juga berencana akan mendirikan koperasi khusus untuk anggota kelompok dan kelompok binaannya. Dari hasil pemantauan Tim monev, KUB Citra Laut Mandiri termasuk kelompok yang SANGAT BERHASIL.
Gambar 28. Ragam Aktivitas KUB Citra Laut Mandiri
PUMP PB Pemberdayaan masyarakat melalui PUMP perikanan budidaya telah menunjukkan adanya (1) peningkatan jumlah pembudidaya (tenaga kerja) dan usaha perikanan budidaya, (2) meningkatnya kapasitas produksi perikanan termasuk produktivitas dengan adanya penambahan wadah/kolam budidaya, (3) meningkatnya teknologi yang diterapkan dengan adanya kenaikan input produksi melalui bantuan, (4) meningkatnya kemampuan manajemen usaha perikanan budidaya melalui kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pendampingan, dan (5) meningkatnya minat masyarakat untuk melakukan usaha budidaya sehingga menumbuhkan wirausaha pemula.
Gambar 29. Quick Survey Evaluasi Kinerja PUMP PB Tahun 2011-2013
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
85
Adanya peningkatan produksi dan pendapatan pembudidaya ikan juga terlihat dari hasil laporan survey Badan Penelitian dan Pengembangan Kelauan dan Perikanan tahun 2013 terhadap Podakan penerima PUMP PB tahun 2011 dan tahun 2012.
Gambar 3.
Gambar 30. Peningkatan Produksi dan Pendapatan Pembudidaya Anggota Pokdakan Penerima PUMP PB
Gambar 31. Kinerja PUMP PB Tahun 2011-2012
Studi Kasus : Dampak PUMP pada Budidaya Tambak di Maros Pada pertambakan di Maros, pembudidaya memanfaatkan dana PUMP untuk peningkatan padat tebar (introduksi teknologi / intensifikasi). Langkah tersebut dimungkinkan karena adanya pemasok benih yang memadai.
86
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 32. Dampak PUMP pada Budidaya Tambak di Maros
PUMP PB telah berhasil meningkatkan produksi dan pendapatan Pokdakan
Hasil survey tersebut menyimpulkan bahwa secara umum kegiatan PUMP PB mampu meningkatkan produksi dan pendapatan penerimanya. Pada sebagian besar lokasi persentase kenaikan pendapatan lebih besar daripada peningkatan produksi. Akan tetapi pada beberapa lokasinya persentase kenaikan pendapatan lebih kecil daripada persentase kenaikan produksi, hal ini terjadi pada lokasi yang mengembangkaan komoditas dengan produktivitas tinggi tetapi memiliki harga jual per kilo gram yang relatif rendah seperti Provinsi NTT yang sebagian besar mengembangkan budidaya rumput laut. Hasil survey ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar komoditas yang dibudidayakan anggota pokdakan PUMP PB mengalami peningkatan produksi, kecuali gurame hal ini dimungkinkan karena komoditas ini mempunyai waktu pemeliharaan yang relatif lama (rata-rata lebih dari 1 tahun). Adanya peningkatan produksi dan pendapatan pada pokdakan penerima PUMP PB tahun 2011 dan tahun 2012 ini juga terlihat dari hasil quick count yang dilaporkan pada forum evaluasi PUMP PB tahun 2013 untuk wilayah Timur Indonesia. Rata-rata peningkatan produksi pokdakan penerima PUMP PB tahun 2011 di atas 10 ton dengan rata-rata peningkatan pendapatan di atas Rp. 10 juta atau sekitar Rp. 1 juta orang. Rata-rata peningkatan produksi pokdakan penerima PUMP PB tahun 2012 berkisar antara 5 - 10 ton dengan rata-rata peningkatan pendapatan di Rp. 5,5 juta – Rp. 10 juta atau sekitar Rp. 500 ribu – Rp. 1 juta orang. Dengan adanya pembinaan dan pendampingan diharapkan usaha pokdakan penerima PUMP PB dapat berkembang melalui kemitraan dan pembiayaan usaha dari lembaga pembiayaan seperti perbankan. Kemitraan dan jejaring usaha pokdakan penerima PUMP PB terbina dan berkembang seiring dengan adanya peningkatan teknologi budidaya yang diterapkan, yaitu kemitraan dan jejaring usaha dengan suplier in put dan sarana produksi seperti pakan, benih/bibit, obat ikan dan pedagang sarana budidaya. Contohnya
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
87
pembudidaya ikan patin anggota pokdakan penerima PUMP PB di Kalimantan Selatan bermitra dengan suplier/penyedia pakan dengan kesepakatan kekurangan kebutuhan pakan akan dibayar setelah panen. Pada beberapa lokasi setelah memperhatikan perkembangan usaha pokdakan penerima PUMP PB, perbankan yang berada disekitar lokasi tersebut mulai berminat menyalurkan kredit program seperti KUR dan KKP-E. Pembiayaan usaha untuk pengembangan usaha pokdakan penerima PUMP PB juga berasal dari PKBL dan CSR dari BUMN yang berlokasi disekitar usaha pokdakan penerima PUMP PB. Hasil quick count yang dilaporkan pada Forum Evaluasi PUMP PB untuk Wilayah Timur Indonesia menyimpulkan bahwa diantara pokdakan penerima PUMP PB telah mampu mengakses kredit mencapai Rp. 750 juta. Diantara pokdakan yang telah dilaporkan mendapatkan pembiayaan usaha seperti ditampilkan pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 30. Daftar Pokdakan PUMP PB yang telah Mengakses Pembiayaan Usaha
88
No.
Nama Pokdakan
PUMP PB / Komoditas
Pelaksana / Jenis Pembiayaan
Jumlah (Rp.)
1
Junior Gurami (Kab. Pd. Pariaman - Sumbar)
2011 / Gurami
PT. Semen Padang / CSR
15,000,000
2
Karya Bakti (Kab. Kepahiang - Bengkulu)
2012 / Nila
BRI / KKP-E
600,000,000
3
Subur (Kab. Kepahiang - Bengkulu)
2011 / Nila
Mandiri Syariah / PKBL
100,000,000
4
Mekar Jaya (Kab. Pesawaran - Lampung)
2011 / Lele
BNI / KUR
136,000,000
5
Tani Jaya (Kab. Bogor - Jabar)
2011 / Lele
Bank Mandiri / CSR
400,000,000
6
Jasa Rama (Kab. Bandung - Jabar)
2011 / Lele
BRI / KKP-E
150,000,000
7
Mina Sari Sejati (Kota Semarang - Jateng)
2011 / Lele
Bank Mandiri / KKP-E
350,000,000
8
Minagoro (Kab. Temanggung - Jateng)
2011 / Lele
Mandiri Syariah / PKBL
100,000,000
9
Tunas Karya (Kab. Tuban - Jatim)
2011 / Lele
Mandiri Syariah / KUR
20,000,000
10
Jenggolo Makmur (Kab. Tuban - Jatim)
2011 / Udang Windu
Mandiri Syariah / KUR
20,000,000
11
Cipta Karya (Kab. Bojonegoro - Jatim)
2011 / Lele
BRI / KKP-E
80,000,000
12
Barokah (Kota Banjarmasin - Kalsel)
2011 / Patin
BNI / PKBL
200,000,000
13
Mina Musti (Kab. Banjar - Kalsel)
2011 / Patin
BRI / KKP-E
500,000,000
14
Enggal Jaya (Kab. Tanah Laut - Kalsel)
2011 / Nila
BRI / KKP-E
190,000,000
15
Buruh Makmur (Kab. HSU - Kalsel)
2011 / Patin
BRI / KKP-E
300,000,000
16
Propea (Kab. Buton Utara - Sultra)
2011 / Rumput Laut
BRI / KKP-E
100,000,000
17
Kotoni (Kab. Buton Utara - Sultra)
2011 / Rumput Laut
BRI / KKP-E
100,000,000
18
Wacil (Kab. Lebak - Banten)
2011 / Lele
BRI / KUR
200,000,000
19
Mina Sejahtera (Kab. Pacitan - Jatim)
2012 / Nila
Bank Jatim / KKP-E
250,000,000
20
Margo Utomo (Kab. Ngawi - Jatim)
2011 / Lele
Bank Jatim / KKP-E
35,000,000
21
Jaya Abadi (Kab. Ngawi - Jatim)
2011 / Lele
Bank Jatim / KKP-E
49,000,000
22
Mina Ratu Klakah (Kab. Lumajang - Jatim)
2011 / Nila
BRI / KUR
50,000,000
23
Tirta Mulya (Kab. Lumajang - Jatim)
2012 / Gurami
Bank Jatim / KKP-E
90,000,000
24
Mina Jaya Abadi (Kab. Kediri - Jatim)
2012 / Nila
Bank Syariah / Kredit Lunak
-
25
Al Makmur (Kab. Probolinggo - Jatim)
2012 / Lele
Koperasi / Kredit Lunak
-
26
Sumbur Makmur (Kab. Trenggalek - Jatim)
2011 / Lele
BRI / KKP-E
90,000,000
27
Sepakat (Kab. Rejang Lebong - Bengkulu)
2011 / Nila
- / KUR
-
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
No.
Nama Pokdakan
PUMP PB / Komoditas
28
Saluyu (Kab. Rejang Lebong - Bengkulu)
2011 / Nila
- / KUR
-
29
Nirwana (Kab. 50 Kota - Sumbar)
2012 / Nila
Semen Padang / Kredit Lunak
50,000,000
Pelaksana / Jenis Pembiayaan
Jumlah (Rp.)
30
Harapan Jaya (Kab. 50 Kota - Sumbar)
2012 / Nila
BRI / KUR
-
31
Harapan Jaya (Kab. 50 Kota - Sumbar)
2012 / Nila
Bank Nagari / KKP-E
-
32
Andalan (Kab. Kuningan - Jabar)
2012 / Nila
- / KKP-E
-
Gambar 33. Succes Story Penerima PUMP PB
PUMP P2HP
PUMP P2HP telah berhasil meningkatkan pendapatan dan produksi Poklahsar
Menurut laporan PPTK pendamping PUMP P2HP sampai dengan tahun 2013, evaluasi perkembangan PUMP P2HP tahun 2011 dan 2012 menunjukkan 79,67% Poklahsar tahun 2011, 85,66% Poklahsar tahun 2012 dan 85,15% Poklahsar tahun 2013 termasuk kategori berhasil yaitu kelompok yang mampu berproduksi secara kontinyu dan terjadi peningkatan pendapatan. Sedangkan 2,79% Poklahsar tahun 2012 dan 1,82% Poklahsar tahun 2013 termasuk kategori belum berhasil yaitu hanya mampu berproduksi saja tanpa ada peningkatan pendapatan. Poklahsar dalam kategori belum berhasil ini, karena kelompok belum berupaya secara maksimal dalam memperluas jaringan pasar. Yang masuk kategori tidak berhasil sebesar 6,50% Poklahsar tahun 2011 dan 1,82% Poklahsar tahun 2013 karena kelompok mengalami kesulitan dalam berproduksi dari sisi modal, bahan baku dan pasar. Poklahsar yang termasuk dalam kategori sangat berhasil, terlaporkan untuk PUMP P2HP tahun 2011 sebesar 13,82%, tahun 2012 sebesar 11,55% dan tahun 2013 sebesar 11,21% yaitu Poklahsar yang telah mendapatkan akses modal.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
89
Gambar 35. Quick Survey Evaluasi Kinerja PUMP P2HP Tahun 2011-2013
Gambar 34. Success Story Pelaksanaan PUMP P2HP
PUGAR
PUGAR berhasil menjadikan Indonesia swasembada garam konsumsi
90
Seiring dengan berjalannya program PUGAR, keberhasian PUGAR dapat dilihat dari capaian produksi pada awal pelaksanaan PUGAR tahun 2011 dengan produksi sebesar 823.958 Ton dari target sebesar 349.200 ton. Capaian produksi PUGAR tahun 2012 adalah sebesar 2.020.109,70 ton dari yang ditargetkan 1.320.000 ton. Total produksi tahun 2012 total produksi sebesar 2.473.716. ton yang terdiri dari produksi garam rakyat dari bantuan PUGAR sebesar 2.020.109 ton, Non PUGAR sebesar 453.606 ton dan PT. Garam sebesar 385.000 ton. Dengan produksi PUGAR 2012 tersebut, peningkatan produktivitas yang tadinya rata-rata hanya menghasilkan sekitar 60 ton per hektar menjadi 80-100 ton per hektar. Estimasi kebutuhan garam konsumsi nasional sebesar 1.440.000 ton/ tahun telah terlampaui, bahkan terjadi surplus garam konsumsi tahun 2012 sebesar 1.538.616 ton.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 36. Target dan Realisasi PUGAR Tahun 2011-2013
Sampai dengan tahun 2013 PUGAR telah menghasilkan produksi garam rakyat tahun 2011-2013 total sebesar 3.917.938,97 ton senilai lebih kurang 2 triliun rupiah. Capaian produksi ini adalah 111,3% dari target produksi sebesar 3.520.217,54 ton. Dengan demikian, melalui dukungan PUGAR, Indonesia telah berhasil memenuhi target swasembada garam konsumsi. Dengan keberhasilan ini, Pemerintah sejak tahun 2012, telah menyatakan bahwa Indonesia telah mencapai Swasembada Garam Konsumsi, dan Impor Garam Konsumsi dinyatakan distop.
Studi kasus : Dampak PUGAR pada Pertambakan Garam di Indramayu, Sampang, Cirebon, Pamekasan Pada pertambakan garam (Cirebon, Sampang, Indramayu, Pamekasan), peningkatan produksi dan pendapatan penerima PUGAR terutama terkait perluasan areal memanfaatkan lahan tidur di wilayah penyangga produksi. Pada pertambakan garam (Cirebon, Sampang, Indramayu, Pamekasan), peningkatan produktivitas penerima PUGAR terutama terkait pemakaian teknologi (pemompaan air laut utk mengoptimalkan kapasitas kolam penggaraman). Pemakaian pompa untuk memindahkan air laut ke kolam-kolam penggaraman memungkinkan pengisian kolam-kolam tersebut secara maksimal sesuai kapasitasnya.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
91
Produktivitas
(kg/alat
tangkap)
Produksi
(ton/thn)
Keuntungan
(Rp
juta/nelayan/thn)
Gambar 37. Dampak PUGAR pada Pertambakan Garam di Indramayu, Sampang, Cirebon, Pamekasan
PDPT PDPT yang dilaksanakan tahun 2012-2013 di 22 kab/kota telah menghasilkan output berupa 66 dokumen rencana pengembangan desa (satu tiap desa), terbentuknya 1.095 Kelompok Masyarakat Pesisir, terbangunnya prasarana dan sarana pada tingkat desa sebagaimana pada Gambar dan Tabel di bawah ini:
Gambar 38. Capaian PDPT Tahun 2012-2013
92
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Tabel 31. Prasarana dan Sarana yang terbangun melalui PDPT Tahun 2012-2013 No 1
2 3
4
5
Komponen Bina Bina Siaga Bencana dan Perubahan Iklim
Bina Sumber Daya Bina Lingkungan dan Infrastruktur
Bina Usaha
Bina Manusia
No
Jenis
Volume
Satuan
1
Shelter
8
unit
2
Pondok informasi bencana
6
unit
3
Alat komunikasi
5
paket
4
Alat pengeras suara
10
unit
5
Amplifier
2
unit
6
Handy talky
12
unit
7
Lampu emergency
5
unit
8
Mesin genset
1
unit
9
RIG (Lampu)
1
unit
10
Lampu injir
1
unit
11
Papan informasi bencana
14
unit
12
Poster informasi
350
exemplar
13
Posko siaga
11
unit
14
Sarana informasi peringatan dini
151
unit
15
Rambu evakuasi
340
unit
16
Sarana dan prasarana antisipasi bencana
18
paket
17
Jalur evakuasi bencana
19,384
meter
18
Pelindung pantai
16,500
meter
19
Penanaman vegetasi pantai dan mangrove
364,610
batang
20
Terumbu buatan
21
Pembuatan dan atau peningkatan jalan
22 23 24 25
299
unit
46,800
meter
Sarana air bersih
129
unit
Sumur bor
19
titik
Pipa distribusi air bersih
5,020
meter
Mandi Cuci kakus (MCK)
449
Unit
26
Rehabilitasi rumah nelayan
60
Unit
27
Jembatan
28
Saluran drainase
29
Pariwisata (pondok wisata dan sarana pendukung)
30 31
23
Unit
7,400
Meter
27
paket
Kios/warung
2
paket
Makanan olahan dan sarana pendukung
19
paket
32
Perikanan dan sarana pendukung
32
paket
33
Perbengkelan
4
paket
34
Pelatihan dan penyadaran masyarakat
7
paket
35
Penyediaan fasilitas sosial dan sarana keagamaan
5
paket
Hasil evaluasi pelaksanaan PNPM Mandiri KP tahun 20102013 terdapat beberapa permasalahan utama yang menjadi kendala antara lain: (1) proses verifikasi dan validasi kelompok calon penerima memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga penerapan kelompok penerima dan penyaluran dana PUMP di beberapa lokasi mengalami keterlambatan, (2) adanya revisi Rencana Usaha Bersama oleh kelompok penerima menyebabkan mundurnya waktu penyaluran, (3) kesalahan penulisan pada
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
93
dokumen pencairan yang membutuhkan waktu perbaikan yang cukup lama mengingat jarak wilayah, (4) kurangnya jumlah PPTK dibandingkan dengan cakupan wailayah tugasnya, (5) pemahaman dan pengetahuan tenaga pendamping akan program belum merata sehingga terdapat perbedaan pelaksanaan teknis di lapangan, (6) banyaknya perubahan personil Tim Teknis di daerah dikarenakan banyaknya mutasi ditingkat Kab./Kota. Sebagai tindak lanjut terhadap permasalahan tersebut yang dilakukan antara lain: (1) peningkatan koordinasi Pokja pusat dengan Tim Teknis dan Tim Pembina pada proses verifikasi dan proses pencairan, (2) sosialisasi pada Tim Teknis agar perubahan RUB ditetapkan melalui Berita Acara perubahan yang disetujui oleh tenaga pendamping dan Tim Teknis, (3) pembekalan pada PPTK dan pelatihan teknis pada kelompok penerima PUMP dan PUGAR, (4) mengkoordinasikan penempatan PPTK sesuai dengan alokasi PUMP yang telah ditetapkan Eselon I pelaksana PUMP, (5) melakukan sinergi pembiayaan honor PPTK dengan APBD Kab./ Kota dan melibatkan penyuluh PNS, (6) mendorong Pemda Kab./ Kota dan Provinsi tertib dalam pelaporan kepada Pokja pusat dan pembinaan kepada kelompok. Untuk perbaikan ke depan langkah-langkah untuk perbaikan pelaksanaan PNPM-Mandiri KP dapat dilakukan melalui: (1) membangun sistem informasi teknologi yang terintegrasi untuk memonitor perkembangan hasil verifikasi dan pencairan bantuan pada kelompok, serta mempermudah sistem pelaporan secara berjenjang, (2) sosialisasi yang lebih intensif pada Tim Pembina dan Tim Teknis serta pembekalan substansi teknis pada PPTK, (3) Perlu sinkronisasi penempatan PPTK lebih awal dengan Tim Pokja disesuaikan dengan alokasi per Kab./Kota, (4) optimalisasi peran Tim Koordinasi dan Pokja pada Eselon I.
Keterangan gambar: Pembangunan Tanggul Penahan Abrasi Laut kiri : sebelum PDPT, kanan : sesudah PDPT
94
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
3. Ketahanan Pangan Pelaksanaan prioritas ketahanan pangan dilaksanakan melalui rencana aksi pembinaan dan pengembangan kapal perikanan, alat penangkapan ikan dan pengawakan kapal perikanan dengan kegiatan berupa pengadaan kapal perikanan Inka Mina >30 GT, pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan, dan pengembangan sistem produksi pembudidayaan ikan.
1) Pengadaan Kapal Perikanan INKA MINA
Hingga tahun 2013 Inka Mina berkontribusi terhadap peningkatan produksi hasil tangkapan 5,81 juta ton dan meningkatkan pendapatan rata-rata 46 juta/trip dengan kisaran 10 orang ABK/kapal
Terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang percepatan Pelaksanaaan Prioritas Pembangunan Nasional, memberi kesempatan nelayan untuk meningkatkan penghasilan mereka. Dimana, KKP memberi dukungan sarana maupun prasarana, kapal Inka Mina dengan ukuran 30 GT (Gross Tonage) keatas. Hingga 2014 mendatang, pemerintah menargetkan bantuan sebanyak 1000 kapal kepada kelompok nelayan di berbagai wilayah Indonesia. Dari evaluasi yang telah dilakukan sebanyak 507 atau 98% kapal Inka Mina dari total 519 realisasi pembangunan selama 20102012 telah sukses beroperasi dan berhasil meningkatkan hasil tangkapan serta pendapatan nelayan di sejumlah daerah. Dari jumlah kapal 519 unit yang telah terbangun, sebanyak 507 unit kapal sudah beroperasional dengan baik. Hanya 12 unit kapal yang belum beroperasi secara optimal dikarenakan masih dalam proses penyempurnaan fisik kapal, proses mencari mitra untuk bantuan permodalan dan kapal belum tiba di lokasi penerima karena kesalahan dari kontraktor. Hingga tahun 2013, kapal-kapal tersebut telah berkontribusi terhadap peningkatan produksi hasil tangkapan yang mencapai sebesar 5,81 juta ton serta peningkatan pendapatan masyarakat dengan besaran total pendapatan rata-rata Rp46 juta per trip dengan kisaran 10 orang ABK per kapal. Pada tahun 2013, kapal Inka Mina yang terbangun sebanyak 208 kapal dengan demikian sejak tahun 2010-2013 sudah terbangun 727 kapal atau 72,7% dari total 1000 kapal, sebagaimana pada tabel berikut. Tabel 32. Alokasi dan Realisasi Pembangunan Kapal Inka Mina Tahun 2010-2013 Tahun
Alokasi (unit)
Realisasi (unit)
TP
DAK
JML
TP
DAK
JML
2010
60
0
60
46
0
46
2011
125
128
253
118
114
232
2012
125
124
249
121
120
241
2013
125
125
250
96
112
208
JUMLAH
409
376
785
381
346
727
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
95
Program Inka Mina yang digulirkan KKP, mulai memperlihatkan dampak positifnya. Semenjak menggunakan kapal Inka Mina, nelayan penerima bantuan mendapatkan hasil dua kali lipat. Ini menunjukkan, sesungguhnya penggunaan kapal Inka Mina mempunyai tujuan untuk mengurangi kepadatan operasi penangkapan ikan di wilayah pantai dan dibawah 12 mil yang telah padat dengan perahu-perahu nelayan, sekaligus optimalisasi fishing ground di wilayah penangkapan ikan nasional. kapal Inka Mina, diharapkan mampu untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nelayan. Dengan program Inka Mina, secara langsung mendukung peningkatan kemampuan Anak Buah Kapal (ABK) dari skala kecil ke skala menengah dan besar dan bisa merekrut ABK minimal 10 nelayan per kelompok. Berdasarkan data yang diperoleh dari evaluasi pengelolaan kapal Inka Mina yang telah operasional sebanyak 349 unit, secara keseluruhan pendapatan rata-rata 17 unit kapal Inka Mina per trip operasi penangkapan dapat mencapai lebih dari 100 juta rupiah, 11 unit kapal berpendapatan antara Rp75-100 juta/trip, 27 unit kapal berpendapatan antara Rp50-75 juta/trip, 105 unit kapal berpendapatan antara Rp25-50 juta/trip dan 189 unit kapal berpendapatan dibawah Rp25 juta/trip. Tabel 33. Evaluasi Kapal Inka Mina 2010-2012
No
Pendapatan/Trip (Rp Juta)
Jumlah Kapal (Unit)
Pendapatan Bersih/Trip (Rp Juta)
1.
> 100
17
80
2.
75- 100
11
58
3.
50 - 75
27
45
4.
25 - 50
105
36
5.
< 25
189
12
Total
349**
Keterangan: Berasal dari kapal Inka Mina pengadaan tahun 2010-2012 yang sudah melaporkan. Kapal Inka Mina pengadaan tahun 2013 dalam proses evaluasi. **Sebanyak 102 unit kapal lainnya pengadaan 2010-2012 yang telah operasional belum melaporkan hasil produksinya (Rata-Rata ABK 10 Org/Kapal, Rata-Rata 2 Trip Penangkapan/Bulan)
Besarnya hasil tangkapan serta pendapatan untuk setiap kapal di setiap daerah berbeda, bahkan beberapa diantaranya menunjukkan nilai yang fantastis. Seperti di Kabupaten Luwu, Selawesi Selatan dari tiga kapal yang telah beroperasional sejak tahun 2010 total pendapatan di peroleh sebesar Rp5 miliar. Selain itu nelayan mendapat berbagai keuntungan lainnya seperti yang telah dirasakan oleh nelayan di Kabupaten Majene Sulawesi Barat yang kini dapat menghasilkan tuna dengan kualitas ekspor yang semula hanya Grade C kini bisa menghasilkan tuna dengan Grade A dengan harga USD 12 per kg.
96
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Dalam pelaksanaan pembangunan kapal Inka Mina spesifikasi teknis terutama konstruksi, mengacu kepada standar BKI (Biro Klasifikasi Indonesia). Kekurangan dari spesifikasi pada tahun sebelumnya dievaluasi kemudian diperbaiki. Beberapa perubahan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi terkait dengan spesifikasi equipment kapal, seperti instalasi listrik dan mesin bantu harus menggunakan spesifikasi marine (laut). Setiap kapal Inka Mina yang diserahkan kepada nelayan telah dilakukan ujicoba melaut (sea trial) untuk memastikan kapal tersebut laik laut dan dilengkapi dengan surat kelaikan laut dari instansi berwenang, yaitu Ditjen Perhubungan Laut, Kemenhub.
Gambar 39. Kapal Inka Mina 549 di Prov. Aceh (kiri atas), Inka Mina 603 di Prov. Kepri (kiri bawah) dan Inka Mina 198 di Kab. Tarakan, Kalimantan Timur
Dari evaluasi program Inka Mina, KKP telah menetapkan ketentuan rinci sebagai langkah perbaikan. Diantaranya, menetapkan Kelompok Usaha Bersama (KUB) penerima dilakukan sebelum proses pembangunan kapal. Kedua, meningkatkan monitoring dan evaluasi dari pra pembangunan, proses pembangunan hingga pemanfaatan kapal Inka Mina. KKP juga akan melakukan pelatihan lebih intensif SDM KUB calon penerima bantuan serta melakukan pendampingan pada saat operasional kapal. Termasuk, memfasilitasi pengurusan dokumen kapal dan perizinan penangkapan ikan. Untuk mempercepat pengurusan dokumen, KKP juga telah membentuk Pokja tingkat pusat dengan melibatkan Kemenhub dan Kemendagri a) Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Dalam rangka pengelolaan potensi sumber daya perikanan laut di perairan Indonesia telah dilakukan pembangunan pelabuhan perikanan (PP) dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Peningkatan ketersediaan fasilitas, pelayanan, dan operasional pelabuhan perikanan bertujuan untuk mendukung pengembangan ekonomi kawasan dan peningkatan konektivitas
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
97
juga mendukung ketahanan pangan yang menjamin pasokan ikan serta peningkatan kapasitas industri pengolahan hasil perikanan. Hal ini, selaras dengan salah satu arah kebijakan KKP pada 2013, yakni pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan traceability (ketelusuran) produk hasil perikanan dan jaminan akan ketersediaan bahan baku industri. Tabel 34. Alokasi dan Realisasi Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Tahun 2010-2013
Pelabuhan perikanan mendukung pengembangan ekonomi kawasan, peningkatan konektivitas, ketahanan pangan dan meningkatkan kapasitas industri pengolahan hasil perikanan
Tahun
Alokasi (lokasi)
Realisasi (lokasi)
2010
43
41
2011
32
32
2012
20
25
2013
20
35
Total
115
133
Total pelabuhan perikanan yang dibangun adalah sebanyak 133 lokasi atau 116% dari total target sebanyak 115 lokasi. Lokasi pelabuhan perikanan yang tidak terealisasi adalah sebanyak 2 lokasi yakni PP Karimun – Prov. Kep. Riau dan PPI Atapupu – Prov. Nusa Tenggara Barat yang disebabkan oleh alokasi anggaran semula direalokasi. Kedua lokasi tersebut tidak terealisasi pada tahun 2010, sedangkan pembangunan pelabuhan perikanan tahun 2011 terealisasi sebanyak 100%, tahun 2012 teralisasi sebanyak 125% dan tahun 2013 terealisasi sebanyak 175%.
Gambar 40. Pembangunan Pelabuhan Perikanan
98
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Adapun permasalahan pembangunan pelabuhan perikanan adalah sebaran PP tidak merata, sebagian besar di Kawasan Barat Indonesia dan terfokus dalam perairan antar pulau dan belum terintergrasinya sistem data dan informasi di pelabuhan perikanan. Tindak lanjut ke depan antara lain pendanaan bagi pengembangan PP di Kawasan Timur Indonesia dan di lokasi perbatasan seperti: Miangas, Rote, Ranai, Nunukan, Sikakap, Simeulue dan integrasi satu layanan informasi dan data antara Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP) dengan Data Sharing System (DSS). b) Pengembangan Sistem Produksi Budidaya Ikan
Salah satu kegiatan mendukung ketahanan pangan dilakukan melalui penilaian sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) pada unit budidaya ikan. Sampai dengan semester I tahun 2014, KKP berhasil melakukan sertifikasi kepada pembudidayaan ikan yang memenuhi standar CBIB sebanyak 7.806 unit
Ikan menjadi bahan pangan strategis sumber protein selain daging sapi dan ayam. Ke depan, kebutuhan masyrakat terhadap ikan diprediksi akan terus meningkat, terkait dengan semakin meningkatnya mobilitas masyakat, usia penduduk yang semakin panjang dan isu penyakit terkait daging sapi dan ayam. Food and Agriculture Organization (FAO) dalam laporannya menyatakan produk perikanan merupakan sumber protein hewani yang universal, tidak menimbulkan penyakit, mencerdaskan dan menyehatkan. Bahkan data FAO ini, melansir sejak tahun 2011 untuk pertama kalinya produksi perikanan budidaya dunia, telah melampaui produksi daging sapi. Tahun 2012, produksi perikanan budidaya dunia telah mencapai 66 juta ton, melebihi produksi daging sapi yang hanya 63 juta ton. Ini membuktikan bahwa ikan semakin dapat diandalkan untuk mendukung ketahanan pangan, termasuk di Indonesia. Untuk mendukung sistem produksi budidaya ikan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2010-2014 antara lain: (1) Memasyarakatkan Cara Berbudidaya Ikan Yang Baik Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan keamanan pangan maka masalah mutu, sanitasi, kandungan/ residu hormon dan antibiotik, bakteri, racun hayati (biotoxin), logam berat serta pestisida pada beberapa komoditas budidaya menjadi perhatian kita bersama. Oleh karenanya produk perikanan budidaya harus aman untuk dikonsumsi sesuai persyaratan yang dibutuhkan pasar, Berkaitan dengan hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, para pembudidaya ikan perlu menerapkan Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB), sebagaimana diatur dalam Kepmen KP No. KEP. 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik, Pengendalian penerapan CBIB pada unit usaha budidaya dilakukan melalui penerapan sertifikasi yang diatur dalam SK Dirjen Perikanan Budidaya Nomor 044/DJ-PB/2008. Tujuan sertifikasi ini adalah sebagai upaya untuk untuk memberikan jaminan terhadap unit usaha budidaya yang telah menerapkan CBIB dan produk budidaya yang dihasilkannya aman untuk dikonsumsi.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
99
Tabel 35. Kegiatan Penilaian Sertifikasi Pada Unit Pembudidayaan Ikan s/d Semester I Tahun 2014 No 1
Provinsi
2004 s.d 2010
2011
2012
2013
2014
Kumulatif
319
1.053
1.544
2.692
615
5.932 1.133
Perorangan
2
Pokdakan
160
197
206
537
84
3
Perusahaan
235
54
43
60
7
395
JUMLAH
714
1.304
1.793
3.289
706
7.806
Jumlah unit pembudidayan ikan yang disertifikasi secara kumulatif dari Tahun 2004 hingga Semester I tahun 2014 sebanyak 7.806 unit. Loncatan kinerja kegiatan penilaian sertifikasi terutama disebabkan oleh pendelegasian sebagian proses sertifikasi CBIB kepada 20 provinsi yang ditetapkan dalam Keputusan Dirjen PB No.54/KEPDJPB/2014 dan sebagai petunjuk pelaksanaannya telah ditetapkan dalam Peraturan Dirjen PB No.53/PER-DJPB/2014
Jumlah unit pembenihan bersertifikasi sampai dengan semester I 2014 sebanyak 317 unit di 33 provinsi
Dalam mendukung sistem produksi mutu pembenihan ikan agar proses produksi dan produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dan memenuhi keinginan pelanggan, KKP telah menerapkan Cara Perbenihan Ikan yang Baik (CPIB). Untuk menjamin bahwa penerapan CPIB telah dilakukan dengan benar, maka setiap unit pembenihan harus dilakukan sertifikasi. Sertifikasi CPIB yang diterapkan pada unit pembenihan merupakan kegiatan yang menguntungkan baik bagi produsen benih maupun konsumen karena dapat memberikan jaminan mutu produk dan memenuhi persyaratan keamanan pangan. Penilaian penerapan sertifikasi CPIB merupakan salah satu kegiatan dalam proses pemberian sertifikat kepada unit pembenihan yang dilakukan secara objektif dan transparan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan baik produsen maupun konsumen yang pada akhirnya akan mampu menciptakan kepuasan pelanggan. Jumlah unit pembenihan bersertifikat sampai dengan semester I tahun 2014 adalah sebanyak 317 unit dengan penyebaran unit perbenihan di 33 provinsi. (2) Pengembangan Jejaring Induk Unggul (Broodstock Center) Jejaring Induk Unggul telah dicanangkan sejak tahun 2009, dan dikuatkan melalui KEPMEN No. 10/2012 tentang Jejaring Pemuliaan Ikan, yang bertujuan untuk mempercepat kegiatan pemuliaan, perkayasaan serta perbanyakan dan distribusi induk unggul. Dalam implementasinya, jejaring ini melakukan pertemuan antara pelaku produksi (unit perbenihan) dan pelaku distribusi induk ikan unggul, diharapkan dapat dihasilkan suatu komitmen dalam pengelolaan perbenihan perikanan, khususnya terfokus pada percepatan perbanyakan dan produksi yang siap didistribusikan kepada masyarakat pengguna induk, sesuai dengan persyaratan Standard kualitas induk unggul. Beberapa unit perbenihan mendapatkan tugas sebagai Broodstock Center.
100
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Broodstock Center atau Pusat Induk merupakan salah satu unit yang bertanggung jawab dalam rangkaian kegiatan/proses untuk memperoleh induk dan/atau benih ikan unggul melalui serangkaian kegiatan, yaitu identifikasi dan inventarisasi induk baik induk (alam, induk yang sudah dapat dihasilkan dari usaha budidaya maupun ikan hasil introduksi), karaktersisasi, serta pemuliaan.
Broadcast Center sebagai unit penanggung jawab untuk menghasilkan induk dan benih ikan unggul
Implementasi kegiatannya dapat dilaksanakan secara terpadu dengan semua pihak terkait dan mempunyai kepentingan yang sama terhadap pengelolaan induk ikan, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten/Kota; Lembaga Riset (Badan Litbang KP, Perguruan Tinggi, BPPT, LIPPI); Swasta Bidang Perbenihan Perikanan; serta institusi lainnya. Kegiatan yang dilaksanakan berupa pengumpulan induk dan benih alam dari berbagai lokasi, pemuliaan, serta produksi benih calon induk. Selanjutnya, dilaksanakan produksi induk hasil budidaya melalui serangkaian proses seleksi, untuk nantinya dilakukan penilai pelepasan. Pembinaan dan pengembangan Broodstock Center yang telah dilaksanakan meliputi 14 UPT dan BBIS dari provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DIY, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bali, NTT, dan NTB. Untuk memperkuat jejaring induk dalam menghasilkan induk unggul masih diperlukan upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan induk ikan, melalui program percepatan produksi induk, yang mencakup kegiatan pengelolaan sumber daya induk di alam, melaksanakan domestikasi induk, produksi induk hasil pemuliaan yang telah dilepas di masyarakat, rehabilitasi dan pembangunan serta pengembangan Broodstock Centre. Dalam mengembangkan kegiatan pemuliaan ikan dibutuhkan langkah-langkah antara lain: (1) pembangunan dan rehabilitasi prasarana broodstock center; (2) pengembangan varietas dan/atau jenis ikan baru secara berkelanjutan; (3) pemberdayaan potensi nasional dan pemacuan swastanisasi di bidang pemuliaan ikan; dan (4) pengembangan protokol pemuliaan ikan. (3) Pelepasan Varietas Baru
KKP telah melepas 18 varietas/jenis induk ikan yang unggul, tahan hama dan penyakit
Penggunaan varietas unggul yang memiliki berbagai sifat yang diinginkan memegang peranan penting untuk peningkatan produksi perikanan. Penggunaan varietas unggul tahan hama dan penyakit merupakan cara paling murah untuk menekan gangguan dalam usaha budidaya ikan tanpa adanya kekhawatiran akan dampak negatif terhadap lingkungan. Adapun beberapa varietas/jenis induk ikan yang sudah dirilis/dilepas dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
101
Tabel 36. Varietas/Jenis Induk Ikan yang Sudah Dirilis/Dilepas No 1
Komoditas Torsoro
Dasar Hukum
Instansi Pemulia
Keunggulan Bernilai ekonomis cukup tinggi
KEP. 66/MEN/2011 tentang
Balai Penelitian dan
Pelepasan Ikan Torsoro
Pengembangan Budidaya Air
KEP. 77/MEN/2009 tentang
Balai Penelitian dan
Dapat hidup di lingkungan yang
Pelepasan Ikan Nila BEST
Pengembangan Budidaya Air
bersifat ekstrim dan tahan terhadap
Tawar Bogor
penyakit, pertumbuhannya lebih cepat,
Tawar Bogor, Jawa Barat 2
Nila BEST
menghasilkan telur 3 – 5 kali lebih banyak, serta tingkat hidupnya di atas 90% 3
Nila Sultana
Surat Keputusan Menteri
Balai Besar Pengembangan
Kelautan dan Perikanan Nomor
Budidaya Air Tawar Sukabumi,
KEP. 28/MEN/2012 tentang
Jawa Barat
Pertumbuhannya lebih baik
Pelepasan Ikan Nila Sultana 4
Nila Nirwana II
Surat Keputusan Menteri
Balai Pengembangan Benih
Dapat tumbuh dengan cepat di perairan
Kelautan dan Perikanan Nomor
Ikan Air Tawar Wanayasa, Jawa
tawar
KEP. 23/MEN/2012 tentang
Barat
Pelepasan Ikan Nila Nirwana II 5
6
Nila Srikandi
Surat Keputusan Menteri
Balai Penelitian dan
Dapat tumbuh dengan baik pada
(Sukamandi)
Kelautan dan Perikanan Nomor
Pengembangan Budidaya Ikan
salinitas 10 – 30 ppt dibandingkan strain
KEP. 09/MEN/2012 tentang
Air Tawar Sukamandi, Jawa
ikan nila lainnya serta pertumbuhannya
Pelepasan Ikan Nila Srikandi
Barat
pun lebih cepat
Nila Larasati (Nila
Surat Keputusan Menteri
Satker. PBIAT Janti, Jawa
memiliki warna merah dengan laju
Merah Strain Janti)
Kelautan dan Perikanan Nomor
Tengah
pertumbuhan yang cepat dan daya tahan terhadap lingkungan yang adaptif
KEP.79/MEN/2009 tentang Pelepasan Nila Larasati (Nila Merah Strain Janti) 7
Nila Anjani
Surat Keputusan Menteri
BPBIAT Aikmel, Nusa
Dalam laju pertumbuhan, memiliki
Kelautan dan Perikanan Nomor
Tenggara Timur
ketahanan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan
KEP. 46/MEN/2012 tentang Pelepasan Ikan Nila Anjani 8
Nila Merah Nilasa
Surat Keputusan Menteri
UKBAT Cangkringan, DI.
Dalam laju pertumbuhan, memiliki warna
Kelautan dan Perikanan Nomor
Yogyakarta
merah
Satker. PBIAT Janti
Persilangan nila jantan pandu dan nila
KEP. 47/MEN/2012 tentang Pelepasan Ikan Nila Merah NILASA 9
Nila Jantan Pandu
Surat Keputusan Menteri
dan Nila Betina
Kelautan dan Perikanan Nomor
betina kunti akan menghasilkan benih
Kunti
KEP. 48/EMN/2012 tentang
sebar larasati berwarna merah yang
Pelepasan Ikan Nila Jantan Pandu
unggul dalam laju pertumbuhan dan daya tahan
dan Nila Betina Kunti 10
Nila Salina
Surat Keputusan Menteri
BPPT Serpong
Memiliki laju pertumbuhan yang baik
Kelautan dan Perikanan Nomor
dan daya tahan terhadap salinitas
KEP. 22/Kepmen-KP/2014
sampai dengan 20-25 ppt, tahan
tentang Pelepasan Ikan Nila
serangan bakteri Streptococcus spp
Salina 11
Lele Sangkuriang-2
Surat Keputusan Menteri
BBPBAT Sukabumi
Benih sebar berukuran seragam, pertumbuhan unggul dan FCR rendah
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 28/Kepmen-KP/2013 tentang Pelepasan Benih Sebar Hibrida Ikan Lele Sangkuriang 2 12
Mas Merah
Surat Keputusan Menteri
UKBAT Cangkringan, DI.
Memiliki warna merah cerah yang
Cangkringan
Kelautan dan Perikanan Nomor
Yogyakarta
menarik untuk komoditas budidaya dan
41/KEPMEN-KP/2014 tentang Pelepasan Ikan Mas Merah Najawa
102
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
ikan hias
No
Komoditas
13
Udang Galah Gi
Surat Keputusan Menteri
Dasar Hukum
Macro – II
Kelautan dan Perikanan Nomor
Instansi Pemulia BBPI Sukamandi
Keunggulan Laju Pertumbuhan jauh lebih baik dan tahan perubahan lingkungan
KEP. 23/KEPMEN-KP/2014 tentang Pelepasan Udang Galah 14
Udang Vaname
Surat Keputusan Menteri
Global Gen
Kelautan dan Perikanan Nomor
PT Bibit Unggul, Global Gen
Tahan terhadap 9 jenis virus yang berbahaya bagi udang
KEP. 57/MEN/2010 tentang Pelepasan Udang Vaname Global Gen 15
Udang Vaname
Surat Keputusan Menteri
Balai Budidaya Air Payau
Unggul Nusantara I
Kelautan dan Perikanan Nomor
Situbondo
Pertumbuhan yang cepat
KEP. 78/MEN/2009 tentang Pelepasan Varietas Udang Vaname Unggul Nusantara I 16
Kerapu Cantang
Surat Keputusan Menteri
BBAP Situbondo
Laju pertumbuhan jauh lebih cepat disbanding kerapu jenis lainnya
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 38/MEN/2012 tentang Pelepasan Benih Hibrida Kerapu Macan dan Kerapu Kertang 17
Lele Mandalika
Surat Keputusan Menteri
Instalasi BBI Batu Kumbung,
Memiliki laju pertumbuhan yang baik
Kelautan dan Perikanan Nomor.
NTB
dan daya tahan terhadap lingkungan yang baik
42/KEPMEN-KP/2014 tentang Pelepasan Benih Sebar Ikan Lele Mandalika 18
Papuyu
Surat Keputusan Menteri
BBAT Mandiangin
Lebih mudah diproduksi secara masal,
Kelautan dan Perikanan Nomor.
dapat dikendalikan produksinya dan
40/KEPMEN-KP/2014 tentang
adaptif terhadap lingkungan budidaya
Pelepasan Ikan Papuyu
khususnya dalam hal respon terhadap pakan pellet
(4) GAUL (Gerakan Penggunaan Induk Unggul) Gerakan Penggunaan Induk Unggul atau GAUL bertujuan untuk mewujudkan penyediaan dan distribusi serta informasi induk unggul yang merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Program GAUL dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan induk yang semakin meningkat karena intensifikasi dan diversifikasi budidaya ikan. GAUL dilaksanakan melalui pemenuhan persyaratan “7 (tujuh) tepat” yaitu: tepat jenis, mutu, jumlah, tempat, ukuran, waktu dan harga bagi penyediaan serta distribusi induk ikan. Dalam program GAUL ini Pemerintah memberikan fasilitas melalui kegiatan perekayasaan, kegiatan pemuliaan, penilaian dan pelepasan varietas/jenis ikan, dan penyusunan protokol pemuliaan, sedangkan pihak swasta diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan dalam pengembangannya secara proporsional. Penggunaan induk unggul ini diharapkan akan meningkatkan mempercepat pertumbuhan ikan dan menekan mortalitas ikan sehingga dapat meningkatkan produksi kurang lebih 60 %.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
103
Gambar 41. Kegiatan Sosialisasi Gervikan
(5) Gerakan Vaksinasi Ikan (GERVIKAN) Menyadari betapa pentingnya penggunaan vaksin dalam upaya mencegah kematian yang diakibatkan oleh serangan penyakit ikan, maka sejak tahun 2009 KKP telah mencanangkan GERVIKAN yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat serta memasyarakatkan penggunaan vaksin secara nasional pada sentra budidaya ikan terutama kawasan minapolitan dan industrialisasi perikanan budidaya dalam rangka pencegahan penyakit serta peningkatan produksi vaksin dalam negeri. Pelaksanaan GERVIKAN terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan, yaitu: (I) Penyusunan roadmap pengembangan vaksin di Indonesia; (ii) Penyediaan vaksin; (iii) Penyediaan vaksinator terampil dan bersertifikat; dan (iv) Sosialisasi dan Demonstrasi vaksinasi di 33 Provinsi.
GERVIKAN menurunkan tingkat kematian ikan dan meningkatkan jumlah dan jenis vaksin di dalam negeri
Dampak positif GERVIKAN di Indonesia tidak hanya kepada menurunnya tingkat kematian ikan sebagai implikasi dari penggunaan vaksin, namun juga berdampak kepada meningkatnya jumlah dan jenis vaksin yang tersedia di dalam negeri. Hasil penggunaan vaksin yang telah diberikan secara gratis ke pembudidaya selama tahun 2010 – 2013 dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup (SR) hingga 95 %. Pada tahun 2009 hingga 2010 di Indonesia hanya tersedia 3 (tiga) merk vaksin yaitu: Aquavac™ Garvertil dan Aquavac™ Garvertil Oral dan Norvax Strep-Si untuk penyakit streptococcus iniae yang diimpor oleh PT. Intervet Indonesia. Hingga Tahun 2013 telah tersedia 14 (empat belas) merk vaksin yang sudah teregistrasi dan diproduksi massal, 2 jenis vaksin yang belum diproduksi massal yaitu vaksin anti Tenacibaculum maritimum dan vaksin anti Viral Nervous Necrocis, sedangkan masih terdapat jenis 4 (empat) jenis vaksin yang masih dalam tahap pengembangan yaitu vaksin anti Mycobacterium fortuitum, vaksin anti White Spot Syndrome Virus, Vaksin anti Flexibacter columnare dan Vaksin DNA anti Koi Herpesvirus. Untuk vaksin DNA anti KHV, WSSV dan Vibrio algynoliticus masih terdapat
104
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Tabel 37. Vaksin yang telah memiliki Nomor Registrasi di KKP No.
Nama vaksin
Bentuk Sediaan
Indikasi
1.
AQUAVAC™ GARVETIL DKP RI No. I. 0703071 VKC
Suspensi
Untuk pencegahan Streptococcosis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus iniae dan Lactococcus garvieae pada ikan nila
2.
AQUAVAC™ GARVETIL ORAL DKP RI No. I. 0703070 VKC
Minyak beremulsi
Untuk pencegahan Streptococcosis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus iniae dan Lactococcus garvieae pada ikan nila
3.
NORVAX STREP Si DKP RI No. I. 060641 VKC
Cairan
Untuk mencegah penyakit Streptococcosis pada ikan, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus iniae
4.
AQUAVAC® IRIDO V DKP RI No. I. 12111221 BKC
Cairan
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Iridovirus (Grouper Sleepy Disease Iridovirus) yang sering menyerang ikan kerapu, kakap yang disebabkan oleh infeksi virus dari family Iridoviridae
5.
AQUAVAC STREP Sa KKP RI No. I. 1105166 VKC
Cairan
Untuk mencegah penyakit Streptococcosis pada ikan, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus agalactiae
6.
HIMMVAC AGILBAN S-PLUS KKP RI No. I. 1105165 VKC
Cairan
Untuk mencegah penyakit Streptococcosis pada ikan, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus iniae
7.
KV3 PT Akasopa Transparti KKP RI No. I. 1101152 VKC
Cairan
Untuk mencegah penyakit KHV (Koi Herpes Virus) pada ikan Koi
8.
CAPRIVAC VIBRIO – L KKP RI No. D 1206202 BKC
Cairan
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit vibriosis yang sering menyerang ikan kerapu, kakap dan juga ikan-ikan laut lainnya yang disebabkan oleh infeksi bakteri vibrio
9.
CAPRIVAC VBRIO KKP RI No. D 1207206 BKC
Cairan
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit vibriosis yang sering menyerang ikan kerapu, kakap dan juga ikan-ikan laut lainnya yang disebabkan oleh infeksi bakteri vibrio
10.
CAPRIVAC AERO – L KKP RI No. D 1206201 BKC
Cairan
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
11.
Caprivac Aero KKP RI No. D 1208207 BKC
Cairan
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
12.
CAPRIVAC ICTA KKP RI No. I 1211222 BKC
Cairan
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Edwardsiliosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Edwardsiella ichtaluri
13.
HYDROVAC KKP RI No. D 1206203 BKC
Cairan
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophil.
14
Streptovac KKP RI No. D 1305224 BKC
Cairan
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Streptococcosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus agalactiae
kendala terkait dengan produk tersebut merupakan produk rekayasa genetika (PRG) sehingga perlu mendapatkan persetujuan dari Komisi Keamanan Hayati. (6) Pos Pelayanan Ikan Terpadu (POSIKANDU) Laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan merupakan instrument penting dalam mendukung keberhasilan program peningkatan produksi perikanan budidaya melalui kegiatan monitoring kualitas air, identifikasi penyakit, serta memberikan rekomendasi penanggulangan penyakit ikan dan lingkungan. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan ikan dan lingkungan dilaksanakan POSIKANDU. Selain itu, Posikandu dibangun untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan ikan dan lingkungan kepada pembudidaya karena dibangun di kawasan perikanan budidaya.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
105
Pembangunan POSIKANDU pada tahun 2013 telah dilaksanakan di 25 kabupaten/kota yang diprioritaskan pada kawasan minapolitan dan industrialisasi. Disamping itu terdapat 5 kabupaten/kota yang membangun POSIKANDU secara swadaya dan mandiri melalui anggaran APBD.
Gambar 42. POSIKANDU Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan
Gambar 43. Kegiatan Monitoring Kualitas air oleh Petugas POSIKANDUdi Kawasan Budidaya Kabupaten Banyumas
(7) Gerakan Revitalisasi Tambak Budidaya (GERVITAM) Gervitam dilaksanakan dalam rangka upaya pemecahan masalah yang dihadapi oleh para pembudidaya dalam meningkatkan produksinya yaitu masih terbatasnya prasarana dan sarana dalam mendukung kegiatan perikanan budidaya, dan kurang optimalnya pemanfaatan prasarana dan sarana karena belum memenuhi standar. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya kawasan-kawasan perikanan budidaya laut yang belum dimanfaatkan, kawasan budidaya air payau yang saluran pasok dan buangnya masih jadi satu dan tidak terpelihara, serta pemanfaatan kawasan budidaya air tawar yang lahannya masih banyak konflik dengan kepentingan sektor lain. Pelaksanaan revitalisasi tambak dilaksanakan melalui penyusunan DED, optimalisasi saluran irigasi tambak dan bantuan sarana percontohan budidaya udang yang tepat guna untuk menjamin beroperasinya sistem produksi yang menerapkan teknologi budidaya ikan yang inovatif, efektif dan efisien.
106
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
•
Penyusunan Detail Engineering Design (DED) Kawasan Tambak Keterbatasan prasarana budidaya tambak yang merupakan salah satu kendala dalam peningkatan kinerja budidaya air payau. Berkaitan dengan hal tersebut KKP melakukan kegiatan penyusunan DED saluran irigasi kawasan tambak dilokasi yang berpotensi untuk dikembangkan. DED merupakan dokumen yang dibutuhkan sebagai dasar pelaksanaan rehabilitasi maupun pembangunan. Pada tahun 2012, KKP telah menyusun DED saluran tambak untuk 23 kabupaten di 5 provinsi dengan rencana luas layanan sebanyak 20.400 Ha. Pada tahun 2013 penyusunan DED telah dilaksanakan untuk 6 kabupaten di 6 provinsi dengan luas layanan 4.200 Ha.
•
Rehabilitasi Saluran Irigasi Kawasan Tambak Sebagai upaya pemecahan masalah dalam mengoptimalkan kinerja salauran irigasi tambak. Dengan dasar DED yang telah disusun, KKP melakukan rehabiliasi dan pembangunan saluran irigasi tambak tersier, dan berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk melaksanakan rehabilitasi dan pembangunan saluran irigasi tambak primer dan sekunder. Pada tahun 2012, KKP bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum telah melaksanakan rehabilitasi dan pembangunan saluran irigasi tambak di 4 kabupaten (2 provinsi) dengan panjang saluran 117.000 m. Pada Tahun 2013 telah dibangun saluran irigasi tambak di 20 kabupaten (4 provinsi) dengan panjang saluran 515.000 m.
•
Bantuan Sarana untuk Percontohan Budidaya Udang Vannamei »»
Plastik Mulsa Kolam plastik mulsa sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan percontohan budidaya udang sebagai salah satu teknologi yang bertujuan agar wadah budidaya menjadi kedap dan meminimalisir penurunan daya dukung lingkungan pada saat pelaksanaan kegiatan budidaya. Pemasangan plastik mulsa ini sebagai salah satu penerapan peningkatan teknologi yang digunakan dari semula menggunakan teknologi sederhana menjadi teknologi semi intensif atau intensif. Penggunaan plastik mulsa pada bagian dinding pematang dan dasar tambak berguna untuk menghambat masuknya penyakit ke dalam petak budidaya, dan menjaga kualitas air yang relatif stabil baik warna maupun tingkat kekeruhan air. Selain itu, juga dapat meningkatkan pertumbuhan udang dengan tingkat kelulushidupan (survival rate) yang lebih tinggi sehingga hal ini akan berimplikasi terhdap peningkatan produktivitas.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
107
Pada tahun 2012 telah disalurkan bantuan plastik mulsa sebanyak 10.400 rol untuk 5 kabupaten di 2 provinsi, sedangkan pada Tahun 2013 plastik yang disalurkan sebanyak 5.400 rol untuk 23 kabupaten di 4 provinsi.
Gambar 44. Distribusi plastik mulsa dan petak tambak plastik
»»
Kincir Air Penggunaan kincir air sangat dibutuhkan, terutama dalam budidaya udang vannamei semi intensif atau intensif untuk meningkatkan suplai oksigen di tambak. Pada tahun 2012 telah disalurkan bantuan kincir air sebanyak 8.000 unit untuk 5 kabupaten di 2 provinsi, sedangkan pada Tahun 2013 kincir air yang disalurkan sebanyak 8.640 unit untuk 23 kabupaten di 4 provinsi.
Gambar 45. Sarana kincir/aerator untuk industrialisasi perikanan budidaya
»»
Pompa Air Pompa air merupakan sarana budidaya yang dibutuhkan untuk memasok air dari saluran ke dalam tambak dan digunakan pada saat panen. Pada tahun 2012 telah disalurkan bantuan pompa air sebanyak 500 unit untuk 5 kabupaten di 2 provinsi, sedangkan pada Tahun 2013 kincir air yang disalurkan sebanyak 540 unit untuk 23 kabupaten di 4 provinsi
108
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 46. Sarana Pompa untuk Industrialisasi Perikanan Budidaya
»»
Genset Genset dibutuhkan sebagai sumber energi listrik untuk mendukung kegiatan budidaya di lokasi percontohan yang minim jaringan listrik. Hal ini sangat diperlukan karena dalam pelaksanaan kegiatan budidaya udang dengan teknologi semi intensif atau intensif diperlukan pasokan listrik untuk menjalankan sarana budidaya terutama kincir dan pompa. Pada tahun 2012 telah disalurkan bantuan genset sebanyak 2.600 unit untuk 5 kabupaten di 2 provinsi, sedangkan pada Tahun 2013 kincir air yang disalurkan sebanyak 540 unit untuk 23 kabupaten di 4 provinsi.
(8) GENTANADI (Gerakan Sejuta hektar Minapadi) GENTANADI adalah ekstensifikasi usaha budidaya dalam upaya mengoptimalkan produktivitas lahan sawah. Optimalisasi lahan sawah dilakukan dengan cara membudidayakan ikan atau udang galah secara terpadu dengan tanaman padi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani sawah melalui tambahan pendapatan dari ikan atau udang yang dibudidayakan secara tumpang sari dengan padi. Pemeliharaan udang galah secara tumpang sari dengan tanaman padi (UGADI) merupakan salah satu upaya untuk mendukung Program GENTANADI yang bertujuan untuk meningkatkan produksi udang galah dan mengoptimalkan fungsi lahan sawah irigasi. Dampak pelaksanaan UGADI antara lain meningkatnya nilai pendapatan sebesar Rp 30-60juta/ha, sehingga dapat mencegah alih fungsi lahan sawah. Data dari Kementerian Pertanian bahwa dalam setahun telah terjadi alih fungsi lahan sawah sebesar 100.000 ha. Selain mencegah terjadinya alih fungsi lahan, UGADI dapat mengurangi urbanisasi dan menjamin tersedianya tenaga pengolah sawah, menambah lahan produksi ikan/udang dalam hamparan luas (potensi 4 juta hektar) sehingga dapat mendukung pencapaian target produksi ikan nasional. Melalui UGADI ini, pembudidaya dapat meningkatkan pendapatannya yang selama ini hanya berasal dari produksi padi akan mendapat tambahan penghasilan dari
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
109
produksi udang galah. Hal ini merupakan suatu keuntungan besar karena udang galah merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. GENTANADI sangat memungkinkan untuk dilaksanakan karena luas hamparan lahan sawah di Indonesia sangat potensial untuk pengembangan mina padi, yaitu seluas 1,54 juta hektar di seluruh Indonesia dan baru dimanfaatkan sekitar 7,7%.
Gambar 47. Tebar udang galah sebanyak 10.000 ekor di lahan sawah Pokdakan Mina Sari Widodo seluas 1.000 m2 (kiri) dan Panen udang galah mencapai 120 kg/1000 m2 dengan size bervariasi antara 25 – 50 gr (berumur 3 bulan)
Program GENTANADI melalui Model Percontohan UGADI telah dilaksanakan mulai tahun 2013 di 6 (enam) lokasi di Provinsi Jawa Barat (Kab. Cianjur dan Kab. Garut), Jawa Tengah (Kab. Sragen dan Kab. Temanggung), Jawa Timur (Kab. Malang) dan Banten (Kab. Pandeglang), dan dilanjutkan pada tahun 2014 di Provinsi Jawa Tengah (Kab. Boyolali), DI Yogyakarta (Kab. Sleman) dan NTB (Kab. Lombok Tengah dan Lombok Timur). (9) Pemanfaatan Bantuan Excavator, Mesin Pellet, KJA, Induk, Benih •
110
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Excavator
Guna mempercepat pembangunan/rehabilitasi dan mendukung penyediaan prasarana dasar dalam usaha budidaya yakni wadah budidaya (tambak/kolam) diperlukan partisipasi aktif dari pemerintah dan masyarakat dengan menggunakan alat berat excavator. Pengadaan excavator diperlukan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan budidaya berbasis klaster. Dalam pelaksanaan kegiatan penyiapan excavator sebagai sarana peningkatan produktivitas lokasi budidaya (tambak/kolam), KKP telah mendistribusikan excavator kepada UPT DJPB dan pemerintah daerah selama tahun 2010 - 2014 sebanyak 132 unit. Dampak dari adanya bantuan excavator ini, dalam kurun waktu 2010-2013 mampu merehabilitasi tambak seluas 3.969,87 Ha, rehabilitasi saluran sepanjang 120.143 m², pembuatan kolam 1.101,82 Ha, dan perbaikan jalan produksi seluas 48.930 m². Rincian selengkapnya tersaji pada tabel berikut. Tabel 38. Pemanfaat Excavator Tahun 2010-2013 2012
2013
Rehab Tambak (Ha)
PEMANFAATAN
31,00
-
2.496,25
1.442,62
3.969,87
Rehab Saluran (m²)
7.400,00
-
88.265,00
24.478,00
120.143,00
Pembuatan Kolam (Ha) Perbaikan jalan produksi (m²)
2010
16,00 -
2011
0,53 -
TOTAL
153,39
931,90
1.101,82
41.828,00
7.102,00
48.930,00
Pada tahun 2014, KKP akan melakukan kegiatan penyiapan sarana excavator sebanyak 7 (tujuh) unit untuk didistribusikan kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota pelaksana minapolitan berbasis budidaya.
•
Keramba Jaring Apung (KJA)
Dalam rangka mempercepat peningkatan produksi perikanan budidaya, Pemerintah telah menyalurkan KJA terintegrasi. KJA yang disalurkan adalah KJA terintegrasi dengan maksud agar pelaksanaan operasional produksi lebih efektif serta dengan masa pakai yang lebih lama, sehingga biaya produksi pada siklus berikutnya akan lebih efisien.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
111
•
Mesin Pelet Ikan
Upaya pengembangan usaha budidaya ikan air tawar dari segi produksi maupun produktivitasnya, sangat perlu ditunjang ketersediaan pakan yang memadai, mengingat ketersediaan jenis pakan alami dalam bentuk pakan hidup masih terbatas. Oleh karena itu ketersediaan pakan pelet dalam jumlah banyak perlu diupayakan secara maksimal, sehingga biaya produksi budidaya ikan air tawar dapat diminimalkan. Dengan adanya permasalahan pakan yang banyak dialami oleh pembudidaya ikan, maka salah satu upaya menekan biaya penyediaan pakan ikan adalah pembuatan pakan ikan dengan memanfaatkan bahan baku lokal. Selain menekan biaya dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor, pengembangan produksi pakan ikan lokal dapat meningkatkan kemandirian pembudidaya. Untuk lebih mendorong keberhasilan implementasi program produksi pakan ikan mandiri, maka KKP menyalurkan bantuan mesin pelet untuk didistribusikan kepada kelompok pembudidaya ikan air tawar
•
Pemanfaatan bantuan induk dan benih
Sasaran bantuan sarana perbenihan ikan ini, antara lain adalah UPT Daerah, pelaku usaha pembenihan, serta pembudidaya ikan skala kecil yang mampu mengembangkan usahanya secara komersial dan berkelanjutan, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sejak tahun 2010, jenis sarana perbenihan yang telah disalurkan antara lain benih ikan/udang, calon induk ikan/udang, bibit rumput laut, benih abalone dan mutiara, serta pakan calon induk dan pakan benih.
112
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
4. Pengelolaan Lingkungan Hidup KKP telah memainkan peran penting dalam program pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan tidak akan pernah terlepas dari fungsi konservasinya. Bahkan konservasi telah diyakini sebagai upaya penting yang mampu menyelamatkan potensi sumber daya tetap tersedia dalam mewujudkan perikehidupan lestari yang menyejahterakan. Pengelolaan secara efektif kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi biru mampu memberikan jaminan dalam efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, sebagai sumber yang efektif menyokong pemanfaatan lain secara ramah lingkungan, serta dapat menumbuhkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat lokal. Pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai secara efektif sesuai dengan tujuannya jika didukung dengan sistem zonasi dan rencana pengelolaan yang disusun dengan baik. Tatacara Penyusunannya telah diatur dengan Permen KP No. Per.30/Men/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan adalah dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan.
KKP telah memainkan peran penting dalam program pengelolaan lingkungan hidup
Upaya pengelolaan efektif selama kurun waktu 2010-2014, terutama melalui asistensi dan pembinaan kepada para pengelola kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil terus dilakukan. Diantaranya asistensi penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil daerah, serta evaluasi rencana pengelolaan dan zonasi pada 10 (sepuluh) Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) yang selanjutnya diteruskan melalui upaya legislasi. Selain evaluasi rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan nasional, juga telah dilaksanakan evaluasi usulan penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) untuk ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Hasil yang dicapai antara lain: (1) Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Daerah (KKP3KD) Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang, seluas 4.015,2 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang di Provinsi Jawa Tengah (2) Penetapan KKPD Suaka Alam Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang, seluas 3.207,98 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/KEPMEN-KP/2013 tentang Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang di Provinsi Aceh. (3) Penetapan KKPN Taman Nasional Perairan Laut Sawu seluas 3.355.352,82 Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5/KEPMEN-KP/2014 tentang Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
113
(4) Pengesahan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP laut Sawu, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 – 2034 (5) Penetapan KKPD Taman Wisata Perairan Nusa Penida seluas 20.057 Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24/KEPMEN-KP/2014 Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung di Provinsi Bali (6) Tahun 2014 sedang dalam proses evaluasi untuk penetapan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil daerah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, antara lain KKPN TWP Kepulauan Anambas, KKP3K Raja Ampat, KKPD Alor, KKP3KD Sukabumi, KKPD Lombok Tengah, KKPD Selayar, KKPD Kep. Mentawai dan beberapa daerah lainnya. Sedangkan Evaluasi Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKPN TWP Pulau Pieh telah siap diproses legislasi pengesahannya, menyusul berikutnya untuk 7 (tujuh) KKPN lainnya, yakni: TWP Gili Matra, TWP Kapoposang, TWP Padaido, TWP Laut Banda, SAP Raja Ampat, SAP Waigeo Sebelah Barat dan SAP Aru Bagian Tenggara.
E-KKP3K merupakan alat ukur tingkat efektivitas kawasan konservasi
Untuk mengevaluasi tingkat efektivitas kawasan konservasi tersebut, telah disusun alat ukur yang dinamakan Efektivitas Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K) berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Nomor Kep.44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Evektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Penilaian efektivitas secara nasional selain untuk mengetahui status efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil, juga sekaligus dijadikan ajang pemberian penghargaan yang mampu mendorong peningkatan pengelolaan efektif KKP3K. Anugerah E-KKP3K (E-KKP3K Awards) merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada pemerintah daerah/kepala daerah/pengelola KKP3K yang konsisten mengembangkan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Penghargaan terdiri atas kategori Favorit 1 penghargaan, kategori percontohan 5 penghargaan, dan kategori percepatan 17 penghargaan. Kegiatan yang diagendakan setiap 2 (dua) tahun sekali tersebut diharapkan dapat menjadi cambuk bagi pengelola kawasan untuk terus bekerja keras mewujudkan kawasan konservasi yang dikelola secara efektif dan berkelanjutan. Anugerah E-KKP3K (E-KKP3K Awards) 2013 diselenggarakan di Hotel Pullman pada 17 Desember 2013, Penerima Anugerah E-KKP3K 2013 Kategori Percontohan, diantaranya meliputi KKPD SAP Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang, KKP3KD Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi, KKP3KD Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabupaten BATANG, KKPD TWP Nusa Penida Kabupaten Klungkung, KKPD Kabupaten ALOR, dan KKP3KD Taman Pulau-pulau Kecil Kabupaten Raja Ampat.
114
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Konservasi jenis ikan adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan sumber daya ikan, untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan jenis ikan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Didalam Pasal 22 PP No. 60 Tahun 2007 disebutkan bahwa “Konservasi jenis ikan dilakukan melalui: (a) penggolongan jenis ikan; (b) penetapan status perlindungan jenis ikan; (c) pemeliharaan; (d) pengembangbiakan; dan (e) penelitian dan pengembangan”. Untuk mencapai tujuan konservasi jenis ikan tersebut, KKP sejak tahun 2009 hingga sekarang telah melakukan upaya konservasi terhadap spesies akuatik terancam punah, khususnya terhadap 15 spesies yang menjadi taget prioritas dalam pengelolaan. Ke – 15 spesies tersebut meliputi : dugong, penyu, terubuk, Napoleon, BCF, Karang hias, hiu, arwana, labi – labi, paus, kuda laut, bambu laut, kima, lola, dan sidat.
15 Spesies menjadi target prioritas dalam konservasi jenis ikan
KKP pada Tahun 2010 telah menyusun Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan. Kemudian pada Tahun 2013 Peraturan Menteri tersebut diubah menjadi Permen KP 35 Tahun 2013.
Gambar 48. Jenis Ikan Yang dilindungi oleh Kepmen KP (a. ikan terubuk, b. ikan napoleon, c. ikan hiu paus, d. ikan pari manta
Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengeluarkan beberapa Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) tentang perlindungan beberapa jenis ikan yang terancam punah, meliputi : (1) Kepmen KP 59 Tahun 2011 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Terubuk (Tenualosa macrura) (2) Kepmen KP 18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus) (3) Kepmen KP 37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) (4) Kepmen KP 04 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta (Manta spp) (5) Selain Kepmen KP diatas, KKP telah menyusun Analisis Kebijakan Penetapan Status Perlindungan Labi – Labi dan Ikan Capungan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
115
Banggai (BCF). Kemudian saat ini tengah dirancang Kepmen KP tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Bambu Laut (Isis hippuris) Upaya pelestarian yang telah dilakukan KKP meliputi : • Pengkayaan populasi melalui kegiatan transplantasi karang di beberapa habitat, khususnya yang berada di wilayah kerja UPT Balai/Loka Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut • Perancangan Program Konservasi Dugong dan Lamun (Pilot Project di Bintan). Proyek ini mendapat mendapat dukungan dan hibah dari Global Environmental Facility yang dikordinasikan oleh United Nations Environment Program. • Sosialisasi dan pembentukan Gugus Tugas Penanganan Mamalia Laut Terdampar yang dilakukan di beberapa lokasi, yakni di Denpasar – Bali, Kupang – NTT, Makassar – Sulsel, Bintan – Kepri, Yogyakarta, dan Balikpapan – Kaltim. Selain melatih penanganan mamalia laut terdampar, Dit. KKJI bersama instansi terkait juga telah membentuk jejaring penanganannya dengan koordinator BPSPL/UPT KP3K. Untuk mengurangi risiko masyarakat pesisir terhadap ancaman bencana tsunami di daerah pesisir Indonesia rawan tsunami, KKP melakukan upaya membentengi pantai dengan struktur alamiah berupa tanaman pantai. Pada tahun 2011 KKP melakukan aktivitas lanjutan penanaman vegetasi pantai di Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, sehingga didapatkan luas penanaman mencapai 15 ha, dengan ketebalan tanaman sampai dengan 100 m ke arah darat. Tahun 2013, KKP, melaksanakan program penanaman vegetasi pantai untuk mengurangi dampak bencana tsunami, yang pelaksanakan kegiatannya dilaksanakan di 2 provinsi yaitu pesisir barat Provinsi Sumatera Barat di 6 kabupaten/ kota (Kab. Pasaman Barat, Kab. Agam, Kab. Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Padang dan Kab. Pesisir Selatan), dan di Provinsi Bengkulu 5 kabupaten (Kab. Mukomuko, Kab. Bengkulu Tengah, Kab. Bengkulu Selatan, Kab. Seluma dan Kab. Kaur) . Sesuai dengan rekomendasi hasil survey lapangan, Provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu menunjukan mayoritas substratnya berupa pasir sehingga direkomendasikan jenis vegetasi pantai yang layak ditanaman salah satunya yaitu tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia L) serta dikombinasikan dengan tanaman sukun, kelapa dan melinjo di beberapa lokasi. Kegiatan penanaman vegetasi pantai tahun 2013 merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh KKP sebagai tindak lanjut Direktif Presiden tentang Program Shelter Penanganan Bencana sesuai Rancangan Induk Pengurangan Resiko Bencana Gempabumi dan Tsunami (BNPB, 2012). Upaya antisipasi dan mitigasi bencana harus dilakukan secara matang, terencana dan terorganisir, sejalan dengan Direktif Presiden maka upaya mitigasi bencana di pesisir salah satunya dilaksanakan dalam bentuk penanaman vegetasi pantai.
116
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Untuk Sumatera Barat, di alokasikan bibit vegetasi pantai sebanyak 58.379 bibit, terdiri atas cemara laut (56.927 bibit) dan sukun (1.452 bibit), yang tersebar di 13 titik lokasi di pesisir Sumatera Barat dengan luas lahan penanaman keseluruhan seluas 525.426,5 m2 ( ± 53 Ha). Sedangkan untuk Bengkulu dialokasikan bibit vegetasi pantai sebanyak 84.801 bibit, terdiri atas cemara laut (83.975 bibit), melinjo (669 bibit) dan kelapa (157 bibit), yang tersebar di 19 titik lokasi di pesisir di Bengkulu dengan luas lahan penanaman keseluruhan 440.266 m2 (± 44 Ha). Total luasan untuk kedua provinsi tersebut ± 96,6 Ha.
Sampai dengan tahun 2013, ATM merehabilitasi mangrove dan vegetasi pantai mencapai 628,09 ha dan target 2014 adalah 120 ha
Salah satu kegiatan rehabilitasi dilakukan Ayo Tumbuhkan Mangrove (ATM). ATM merupakan gerakan yang mengajak masyarakat untuk turut melakukan rehabilitasi mangrove. Dengan melibatkan masyarakat mulai dari pelaksanaan, pengelolaan hingga pemeliharaannya diharapkan masyarakat dapat merasa turut memiliki dan menjaga ekosistem yang telah direhabilitasi sehingga faktor-faktor kerusakan yang diakibatkan oleh faktor manusia dapat dieliminir. Kedepannya masyarakat dapat melakukan upaya-upaya rehabilitasi secara mandiri. Dalam kurun waktu 2009-2013 hasil yang dicapai dari kegiatan ATM adalah rehabilitasi mangrove dan vegetasi pantai baik melalui dana pusat dan dekonsentrasi mencapai 628,09 hektar dan target untuk tahun 2014 adalah 120 hektar. Selain penanaman mangrove juga dilakukan rehabilitasi hard structure melalui pembangunan struktur alat penahan ombak (APO) sepanjang 136 meter di Demak, dan di Semarang sepanjang 150 meter. Selain itu dilakukan pembangunan struktur dengan konsep hybrid engineering sepanjang 305 meter di Demak. Pada Tahun 2013 juga dilakukan kegiatan penanaman vegetasi/ greenbelt dalam rangka mitigasi bencana di pesisir sumatera yaitu di pesisir barat Provinsi Sumatera Barat dan di Provinsi Bengkulu seluas ± 96,8 Ha yang tersebar di 24 titik lokasi.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
117
Pembangunan struktur APO dan hybrid engineering dilakukan untuk melindungi mangrove yang ditanam pada daerah-daerah yang memiliki arus cukup kuat. Pembangunan struktur tersebut dimaksudkan pula untuk melindungi pantai dari abrasi. Sebagai tindak lanjut dari penanaman dan pembangunan struktur yang telah dilakukan, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara rutin guna mengetahui tingkat kehidupan tanaman dan dampaknya dalam mengurangi kerusakan pesisir. Mengingat tidak semua mangrove yang ditanam dapat 100% persen tumbuh, maka diperlukan pemeliharaan termasuk melakukan penyulaman mangrove yang mati. Peran serta masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan dalam monitoring dan pemeliharaan. Dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup, maka penataan ruang laut dan pesisir pemanfaatan sumber daya diarahkan sesuai daya dukung ruangnya dengan memperhatikan fungsi perlindungan lingkungan serta dapat diciptakan pemanfaatan ruang yang seimbang antara pemanfaatan yang bersifat orientasi ekonomi (economic profit oriented) dan yang bersifat orientasi sosial-publik (socio public oriented). Sebagai bentuk dari intervensi pemerintah, penataan ruang laut dan pesisir merupakan bagian dari sistem penataan ruang nasional karena menurut UU 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, yang dimaksud dengan ruang meliputi ruang darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Sementara, penataan ruang laut dan pesisir diamanatkan dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil jo Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan UndangUndang No. 27 Tahun 2007, penataan ruang laut dan pesisir diamanatkan dalam bentuk Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Dalam konteks pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K), Rencana Zonasi WP3K merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui dalam sistem perencanaan di WP3K yang diawali oleh Rencana Strategis WP3K sebagai landasan arah kebijakan dalam menyusun Rencana Zonasi WP3K. Rencana Zonasi WP3K itu sendiri kemudian masih harus diturunkan dalam Rencana Pengelolaan WP3K dan Rencana Aksi WP3K. Kesemua bentuk perencanaan ini merupakan kewenangan daerah untuk menyusunnya. Secara definisi, Rencana Zonasi WP3K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Sehingga peran Rencana Zonasi WP3K adalah pemberi arah pemanfaatan sumberdaya laut
118
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
dan pesisir. Terlebih sejak diterbitkannya UU No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, Rencana Zonasi WP3K merupakan instrumen yang melandasi pemberian ijin dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil. Pentingnya Rencana Zonasi WP3K sebagai bentuk dari tata ruang laut dan pesisir, maka proses penyusunan Rencana Zonasi WP3K sampai mempunyai ketetapan hukum (Perda) harus segera diakselerasi. Dalam konteks ini KKP telah melakukan akselerasi penyusunan Rencana Zonasi WP3K. Akselerasi ini dilakukan melalui i) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang tata ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; ii) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil; iii) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang tata ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; iv) Pelaksanaan bimbingan teknis di bidang tata ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; v) Pelaksanaan evaluasi di bidang tata ruang laut, pesisir, dan pulaupulau kecil; dan vi) Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Selain melalui tugas dan fungsi pokok yang diamanatkan, akeselarasi penyusunan Rencana Zonasi WP3K juga dilakukan melalui fasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K. Dalam pelaksanaannya, fasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K dilakukan melalui mekanisme Dana Dekonsentrasi maupun melalui dana APBN di pusat yang disalurkan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT). Selain itu, Rencana Zonasi WP3K juga merupakan pendukung bagi keberhasilan program - program prioritas nasional khususnya program-program yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di wilayah laut dan pesisir seperti program minapolitan, program industrialisasi perikanan, program implementasi konsep Blue Economy, program pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR), dan program penataan ruang wilayah perbatasan negara. Dalam konteks ini, Rencana Zonasi WP3K berfungsi dalam memberikan arahan alokasi ruang yang mendukung implementasi program program tersebut. Pencapaian KKP dalam membantu memfasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K di daerah, sampai dengan tahun 2014 telah tersusun dokumen Rencana Zonasi WP3K di 29 Provinsi dimana 3 (tiga) Provinsi telah melegalkan dokumen tersebut dalam bentuk Peraturan Daerah. Sedangkan untuk wilayah Kabupaten / Kota, telah difasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K di 106 (Seratus enam) Kabupaten/Kota.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
119
Tabel 39. Daftar Jumlah Pulau Yang Didaftarkan ke PBB NO
PROVINSI
JUMLAH PULAU
NO
PROVINSI
JUMLAH PULAU
1
SUMATERA SELATAN
23
18
PAPUA BARAT
3235
2
KEP. BANGKA BELITUNG
468
19
PAPUA
552
3
JAWA TIMUR
430
20
SUMATERA UTARA
206
4
SULAWESI UTARA
286
21
SUMATERA BARAT
186
5
GORONTALO
123
22
NAD
260
6
MALUKU
993
23
RIAU
141
7
MALUKU UTARA
808
24
JAMBI
8
JAWA TENGAH
33
25
DKI JAKARTA
110
9
DIY YOGYAKARTA
28
26
BANTEN
61
10
JAWA BARAT
19
27
BALI
28
11
SULAWESI TENGGARA
526
28
KALIMANTAN BARAT
217
12
LAMPUNG
132
29
KALIMANTAN TENGAH
63
13
BENGKULU
10
30
KALIMANTAN TIMUR
378
14
KEP. RIAU
1785
31
KALIMANTAN SELATAN
133
15
SULAWESI TENGAH
1134
32
SULAWESI SELATAN
315
16
NTB
280
33
SULAWESI BARAT
41
17
NTT
432
34
PULAU NASIONAL
22
8
TOTAL
13.466
5. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik
Perlu upaya segenap komponen bangsa mempercepat pengembangan PPK termasuk PPKT
Salah satu program prioritas pembangunan nasional dalam dokumen RPJMN 2010-2014 pada butir ke-10 yaitu pembangunan daerah terpencil, terluar dan pasca konflik yang menjadi tanggung jawab KKP adalah pengelolaan Pulau-Pulau Kecil (PPK) termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT). Hal ini menjadi mandat penting bagi KKP dalam mengelola keberadaan pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia karena peran strategis pulau-pulau kecil termasuk PPKT tersebut, KKP terus mendorong dan memprioritaskan pengembangan dan pembangunan pulaupulau kecil sebagai bagian integral wilayah negara yang perlu dikelola dan dikembangkan guna mensejahterakan masyarakat yang tinggal di dalamnya dan dimanfaatkan potensi sumber dayanya secara lestari dalam rangka menopang pembangunan ekonomi negara. Pendayagunaan pulau-pulau kecil termasuk PPKT sampai dengan Tahun 2014 diprioritaskan pada; (1) pemetaan potensi sumber daya pulau-pulau kecil, pembakuan nama-nama pulau kecil nusantara (toponim); (2) fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil termasuk PPKT dalam rangka memperkecil kesenjangan pulau-pulau kecil; (3) fasilitasi investasi di pulau-pulau kecil; dan (4) pengelolaan pulau-pulau kecil.
120
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Berdasarkan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, diperoleh jumlah pulau yang telah terverifikasi sebanyak 13.466 pulau di 34 provinsi yang akan disyahkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang saat ini dalam proses pengesahannya dan telah dilaporkan ke PBB melalui sidang UNCSGN (United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names) yang ke-10 pada tanggal 30 Juli-12 Agustus 2012. Jumlah tersebut tidak menutup kemungkinan mengalami perubahan akibat dinamika alam seperti tsunami, gempa bumi, abrasi, ataupun kekurangan survei sebelumnya. Pada sidang UNCSGN yang ke-11 pada tahun 2017, Indonesia akan segera merampungkan tugas dalam menyelesaikan penamaan pulau-pulau di Indonesia dan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah perihal jumlah dan nama pulau-pulau kecil di Indonesia. Dalam mendukung ketertinggalan dan kesenjangan perlu keberpihakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, lembaga swadaya masyarakat serta segenap komponen bangsa dalam upaya percepatan pengembangan pulau-pulau kecil terutama pembangunan sarana dan prasarana dasar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari pembangunan sarana dan prasarana untuk meningkatkan aksesibilitas, memperlancar aliran investasi dan produksi dan menciptakan keterkaitan ekonomi antar pulau. Sementara, pembangunan prasarana dan sarana dasar di pulau-pulau kecil meliputi pembangunan sarana pendidikan, kesehatan, transportasi, listrik, air bersih, dermaga, jalan lingkar pulau, prasarana penunjang dalam menggerakan ekonomi (minawisata, sarana perikanan tangkap, mesin pembuat es dsb) dan lain-lain. Mandat untuk mengelola pulau-pulau kecil sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 , Peraturan Pemerintah No. 62/2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar, dan Peraturan Presiden No.78/2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. KKP mengemban amanah dan tanggungjawab dalam menipis kesejangan pembangunan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil. Telah banyak program dan kegiatan dalam memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan di Pulau-pulau Kecil mulai tahun 2010 sampai 2014, seperti dalam tabel berikut : Tabel 40. Capaian Fasilitasi Sarana dan Prasarana di PPK Tahun 2010-2014 Kegiatan
Tahun 2010
2011
2012
2013 -
2014
PLTS
-
5 pulau
1 pulau
Minawisata
-
-
8 pulau
11 pulau
8 pulau
-
Air bersih
-
21 pulau
-
66 pulau
40 pulau
Ekonomi produktif
-
15 pulau
14 pulau
32 pulau
10 pulau
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
121
Pengembangan Sarana Air Bersih di pulau-pulau kecil Sektor air minum merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan pengentasan kemiskinan.Tidak memadainya sarana dan prasarana air minum berpengaruh buruk pada kondisi kesehatan dan lingkungan yang memiliki dampak lanjutan terhadap tingkat perekonomian keluarga. Di Indonesia terdapat 3.696 desa di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan hanya 47% yang memiliki akses kepada sumber air (sungai, saluran irigasi, dan danau/waduk). Sisanya sebanyak 53% (1.955 desa) masih harus menggantungkan kebutuhan air minumnya dari air tanah atau penampungan air hujan.
2011-2014, KKP, mengembangkan desalinasi air laut di 127 Pulau
122
Selama tahun 2011 hingga 2014 telah diupayakan memperkecil kesenjangan pembangunan antara maindland dengan pulau kecil melalui pengembangan desalinasi air laut di 127 pulau. Pengembangan desalinasi air laut mampu merubah air payau atau air laut menjadi air yang langsung bisa di konsumsi dengan tingkat kemurnian mencapai 98%, kualitas air yang dihasilkan memenuhi standar kualitas air bersih yang dikeluarkan oleh United Nation World Health Organization (UN-WHO), tingkat efisiensinya cukup tinggi karena menggunakan energy recovery, Cost effective, mengingat biaya operasional yang dikeluarkan cukup murah, Ukuran dari mesih RO cukup ramah untuk dipindahkan (mobilisasi), membutuhkan perawatan yang cukup mudah, hemat energi. Daya listrik yang dibutuhkan hanya sekitar 900 – 1.100 watt bahkan bisa menggunakan generator kecil, panel surya atau turbin angina, air minum yang dihasilkan bisa mencapai 9.000 liter/hari. Secara ekonomi pengembangan desalinasi air laut sangat ekonomis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi sebesar 2,2% per tahun atau Rp.204.125.000,-. Dimana kebutuhan air/kk diasumsikan 19 liter /hari atau 1 galon/hari. Dengan produksi optimum desalinasi dalam satu hari mampu menghasilkan 9.000 liter atau equivalen dengan 470 galon.Maka dapat dikatakan bahwa air bersih yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan 470 keluarga. Dengan pengelolaan dan pemasaran yang baik diharapkan dalam 1 (satu) hari dapat menjual 100 galon air, sehingga dalam 1 tahun dapat menjual 36.500 galon. Apabila harga ditingkat konsumen sebesar Rp. 5.000,-, maka nilai penjualan sebesar Rp. 182.500.000,-. Biaya yang dikeluarkan untuk menggaji karyawan dan biaya pemeliharaan diperkirakan Rp. 6.000.000,-/ bulan, sehingga dalam satu tahun biaya operasional pemeliharaan sebesar Rp. 72.000.000,-. Sementara itu biaya riil penjualan air di pulau-pulau kecil per gallon diperkirakan Rp. 12.000,-, sehingga subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp. 12.000, - Rp. 5.000,- = Rp. 7.000,-. Apabila dijumlahkan dalam 1 tahun susidi yang diberikan pemerintah terhadap harga air bersih sebesar Rp. 225.500.000,-. Dengan demikian benefit bersih penjualan air minum dalam satu tahun adalah : 366.000.000,-
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 49. Bantuan Desalinasi Air Laut di P. Tuangku - Aceh Singkil
Minawisata Pulau-pulau Kecil
Minawisata PPK dapat menjadi ODTW unggulan suatu wilayah
Minawisata merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat pulau-pulau kecil melalui pendayagunaan potensi sumber daya perikanan dan pariwisata berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan arahan dari teori Blue Economi yang antara lain mendorong rencana pengembangan aktivitas dengan emisi karbon yang rendah, ramah lingkungan, sesuai daya dukung, bernafaskan konservasi (penggunaan sumberdaya secara efisien) dan berbasis sumberdaya lokal. Minawisata pulau-pulau kecil dengan mengintegrasikan Tracking Mangrove dan Keramba Jaring Apung (KJA) sebagai suatu Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) unggulan suatu wilayah. Dalam hal ini Keramba Jaring Apung dipandang sebagai suatu ODTW baru yang memiliki karateristik multifungsi dan dapat mendukung kelestarian lingkungan dan juga percepatan ekonomi industri perikanan. Tracking mangrove yang dikembangkan di Cilacap telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 33 orang dan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 100 orang yang terlibat didalam usaha restoran, rental mobil, rental boat. Pulau Kalih, Kabupaten Serang dan Pulau Gili Nanggu, Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu pulau kecil yang dipilih sebagai lokasi pengembangan minawisata. Nuansa pemanfaatan ekonomi, konservasi penyu terlihat nyata pada kawasan ini. KJA ini memungkinkan wisatawan untuk belajar budaya lokal masyarakat, budidaya perikanan dan konservasi sumberdaya ikan. Hasil dari KJA sebagai salah satu supporting pengembangan minawisata dalam satu kali siklus panen telah mendapatkan keuntungan Rp. 6.000.000,yang kemudian dibagi merata untuk seluruh anggota kelompok. Pengembangan minawisata yang dicoba digagas oleh KKP selama tahun 2011 – 2014 telah dikembangkan di 27 pulau.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
123
Pengembangan Energi Baru Terbarukan Di Indonesia permintaan pengadaan sistem dengan energi terbarukan mulai meningkat sejak tahun 2000-an seiring dengan gencarnya kampanye energi hijau untuk perkotaan dan dicabutnya subsidi BBM oleh Pemerintah pada tahun 2005 yang membuat biaya operasi genset, terutama di pulau-pulau kecil menjadi semakin mahal dan mengakibatkan harga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) semakin kompetitif. Pembangunan listrik tenaga surya sebagai usaha penghematan pengeluaran nelayan/ masyarakat pulau, juga diharapkan dapat memicu aktifitas ekonomi karena konversi biaya pengeluaran yang lebih murah. Sistem yang disebut Solar Home System (SHS) ini merupakan sistem berskala kecil dengan menggunakan modul surya 50-80 WP (Watt Peak) dan menghasilkan listrik harian sebesar 150-300 Wh. Listrik yang dapat disediakan oleh SHS tergolong kecil untuk kapasitas penggunaan di daerah perkotaan, namun bagi daerah pedesaan di pulau-pulau kecil terluar, listrik dari PLTS sangat bernilai, apalagi jika dibandingkan dengan penggunaan lampu minyak tanah atau peralatan konvensional lainnya yang menggunakan BBM.
Pengembangan PLTS di PPK menjadi prioritas utama KKP membangun PPKT
124
Dalam upaya mengelola potensi dan permasalahan ruang di pulaupulau kecil, KKP merencanakan pembangunan secara terintegrasi dengan memanfaatkan energi terbarukan dengan sistem hibrid PLTS, untuk dapat menjadi suatu proses pemanfaatan energi terbarukan secara maksimum untuk mendukung pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau kecil di Indonesia. Pengembangan PLTS di pulau-pulau kecil menjadi prioritas utama dalam pembangunan pulau-pulau kecil terluar. KKP bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah berkomitmen bersama melalui penandatanganan Joint Statement untuk mengembangkan pulaupulau kecil khususnnya pulau-pulau kecil terluar. Sesuai dengan kesepakatan tersebut Kementerian ESDM akan membangun PLTS di pulau-pulau kecil terluar dan Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membantu fasilitasi penyusunan feasibility studi perencanaan pengembangan PLTS dan pendampingan di lapangan. Selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2014, sebanyak 2.450 rumah telah teraliri listrik dari pembangkit listrik tenaga surya yang dikembangkan oleh KKP. Berdasarkan analisis yang dilakukan pengembangan PLTS dengan menggunakan sistem terpusat dapat dilakukan penghematan terhadap penggunaan BBM (solar) sebanyak 11460 ltr/thn/KK, dengan asumsi bahwa setiap KK membutuhkan 4 liter solar perhari untuk menghidupkan genset. Diperkirakan akan terjadi penghematan Rp. 1.241.000.000,-/thn/100 KK atau sebesar Rp. 6.205.000.000,00/ 5 tahun. Keuntungan ekonomi dari penggunaan PLTS dibandingkan menggunakan genset adalah sebesar Rp. 6.205.000.000,00 - Rp.3,892,620,000,00 = Rp.2,312,380,000,00 atau 11,89%/thn.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Pengembangan jetty apung di pulau-pulau kecil Minimnya infrastruktur dasar di pulau-pulau kecil sering menjadi kendala dalam percepatan pembangunan pulau-pulau kecil. Salah satu yang menjadi isu permasalahan selama ini adalah susahnya aksesibilitas ke dan dari pulau-pulau kecil. Untuk menjawab tantangan tersebut KKP pada tahun 2013 membangun jetty apung di 10 (sepuluh) pulau kecil. Keberadaan jetty apung ini dapat membantu mobilitas masyarakat pulau-pulau kecil ketika melakukan aktifitas ekonominya.
Sarana dan prasarana pengembangan ekonomi produktif Sarana dan Prasarana Pendukung yang dimaksud adalah semua kegiatan pembangunan fisik yang terkait dengan dukungan terhadap kegiatan pariwisata, perikanan tangkap dan budidaya, seperti Pondok Wisata, Pabrik Es Mini/ Mesin Pembuat Es, Cold Storage, Cool Box, Mesin Pembuat Pakan Ikan, dan Teknologi Pasca Panen.
Program Adopsi Pulau
Adobsi pulau mengaktualisasikan potensi PPK
Program adopsi pulau dimaksudkan untuk mengembangkan terobosan kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil melalui penggalangan partisipasi semua pihak, khususnya perguruan tinggi, dunia usaha, dan stakeholders lainnya, dalam mengaktualisasikan potensi pengembangan pulau-pulau kecil di Indonesia. Melalui program ini, mitra kerja sama berkesempatan langsung untuk berkontribusi bagi percepatan pembangunan kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Pihak perguruan tinggi berkesempatan untuk mendiseminasikan dan mempraktikan ilmu dan teknologi yang dimilikinya sebagai wujud pengejawantahan tridharma perguruan tinggi. Masuknya keunggulan teknologi dan kompetensi perguruan tinggi, diharapkan dapat mengakselerasi pengembangan pulaupulau kecil secara berkelanjutan, yang berimbas pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil. Tabel 41. Program Adopsi Pulau
No
Mitra dalam adopsi pulau
Pulau yang diadopsi
Kegiatan unggulan di 2013
1
Universitas Hasanuddin (UNHAS)
Pulau Sebatik
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Perjanjian kerja sama antara Universitas Hasanuddin dengan Pemerintah Kab. Nunukan dengan tujuan utama mengakselerasi pembangunan perikanan di Pulau Sebatik
2
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Pulau Subi Kecil dan Pulau Nusakambangan
Kuliah Kerja Lapangan Rencana pembuatan Stasiun Observasi Pulau-Pulau Kecil (SO-PPK) tahun 2014 meliputi, antara lain laboratorium, anjungan stasiun observasi, kapal penelitian, ruang kelas, asrama dan gedung
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
125
No
Mitra dalam adopsi pulau
Pulau yang diadopsi
Kegiatan unggulan di 2013
3
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS)
Pulau Poteran dan Pulau Maratua
Kerja sama dengan Pemerintah Kab. Nunukan dan Kab. Sumenep untuk akselerasi pembangunan di pulau Tersebut ITS kerja sama dengan Hochshule Wismar University Of Applied Science (Wismar University) Jerman dalam mengembangkan Sister Island Project Menjadikan Pulau Poteran dan Pulau Maratua sebagai lokasi penelitian mahasiswa Pertemuan SIDI (Sustainable Island Development Initiatives) Week 2013
4
Universitas Diponegoro (UNDIP)
Karimun Kecil
Universitas Diponegoro menyusun rencana pengembangan Pulau Karimun Kecil dengan menghimpun berbagai data dan informasi serta memadukan dengan berbagai kebijakan dan masterplan pengembangan Pulau Karimun Kecil yang telah ada.
5
Universitas Indonesia (UI)
Pulau Alor
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kegiatan yang menarik adalah pemberian beasiswa pascasarjana UGM kepada 25 Pegawai Negeri Sipil dan berbagai kedinasan di Kabupaten Alor
6
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Pulau Larat
Praktek lapangan meliputi pengarahan terhadap scenario simulasi tanggap darurat seperti menolong korban bencana untuk ibu hamil, orang tua, anak-anak, dan pemberian pertolongan pertama pada korban. Dan simulasi tanggap darurat mulai dari pemasangan jalur evaluasi ketempat yang aman hingga ke lokasi pengungsian, pemasangan peta dan papan informasi kegiatan
7
Yayasan Kalpatma Bersama dan Kodam II Sriwijaya TNI AD
Pulau Batu Kecil
Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan Pulau Batu Kecil (Betuah) dan perairan sekitarnya
Tabel 42. Matriks Kegiatan KKP di PPKT Tahun 2010-2014
126
No
Tahun
1
2010
Kegiatan
Lokasi Pulau
Bantuan Energi Alternatif LTS Tipe SHS 50 WP
P. Bepondi, Kab. Supiori, Prov. Papua dan P. Lingian, Kab. Tolitoli, Prov. Sulawesi Tengah
Bantuan Sarana Modal Usaha Mata Pencaharian Alternatif
P. Liki, Kab. Sarmi, Prov. Papua
Bantuan LTS Terpusat
P. Kawio, Kab. Kepulauan Sangihe, Prov. Sulawesi Utara dan P. Alor, Kab. Alor, Prov. NTT
Pemetaan Status Ekosistem di Pulau-pulau Kecil
P. Kawio, Prov. Sulawesi Utara dan P. Maratua, Prov. Kalimantan Timur
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil dan Pulau-pulau Kecil Terluar
Jakarta, P. Marore, P. Kawio, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara
- Upacara HUT RI ke 65 di Pulau Kecil Terluar
- Pulau Kisar
- Pendukung Pariwisata Bahari di Pulau-pulau Kecil (Penetapan Pulau Berhala sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dan dimanfaatkan sebagai kawasan ecomarine-tourism)
- P. Berhala, Kab. Serdang Bedagai, Prov. Sumatera Utara
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
No
Tahun
2
2011
3
4
5
2012
2013
2014
Kegiatan
Lokasi Pulau
Pendirian Pos Pengawasan Khusus
P. Sebatik; Kepulauan Anambas; Kepulauan Natuna; Pulau Rondo dan Pulau We
Penyediaan Sarana Air Bersih di Pulau-pulau Kecil
Pulau Kawaluso dan Pulau Lingayan
Pengembangan Pelabuhan Perikanan
PPS Belawan-Sumatera Utara, PPS Bungus-Sumbar, PPS Nizam Zachman-Jakarta, PPS Cilacap-Jawa Tengah, PPS Bitung-Sulut, PPN Sibolga-Sumatera Utara, PPN Pemangkat-Kalbar, PPN Pelabuhan Ratu-Jawa Barat, PPN Tual-Maluku, PPN Ternate-Maluku Utara, PPN Pengambengan-Bali, PPN Prigi-Jawa Timur, PPP Kwandang-Gorontalo, PPI Nunukan-Kaltim, PPI Teluk Awang-NTB, PP Merauke (Papua)
Identifikasi Potensi dan Pemetaan Pulau-pulau Kecil Terluar
Pulau Nipa, Pulau Nongsa, Pulau Batuberantai, Pulau Simuk, Pulau Maratua.
Perjanjian Kerja sama antara KKP dengan IPB dan UNHAS dalam rangka pengelolaan PPKT
Pulau sebatik, Pulau Subi Kecil, dan Pulau Nusakambangan
Upacara HUT RI ke 66 di Pulau Kecil Terluar
P. Lingayan
Operasi Patroli Terkoordinasi Malaysia-Indonesia (Patkor Malindo) Upacara Pembukaan di Penang, Malaysia tanggal 3 s.d. 5 Juli, Patroli 6-17 Juli 2012 dan 10-24 Oktober
Pulau Berhala, Pulau Jemur, Perairan Selat Malaka
Kegiatan Minawisata Pulau-pulau Kecil
Pulau Nusakambangan dan Kep. Raja Ampat
Bantuan Sarana Perikanan Tangkap di Pulau-pulau Kecil
P. Sebati; P. Nusakambangan dan P. Mantehage
Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya sistem terpusat 20 KWP
Pulau Simuk, Nias Selatan
Pengadaan Mesin Pembuat Es di Pulau-pulau Kecil
P. Kawio; P. Maratua dan P. Subi Kecil
Bantuan Sarana Air Minum Sistem Destilasi di Pulau-pulau Kecil
P. Pelampong dan P. Panjang
Fasilitasi kerja sama kemitraan mendukung Program Adopsi Pulau
P. Sebatik; P. Nusakambangan; P. Subi Kecil dan P. Batu Bertuah
Upacara HUT RI ke 67 di Pulau Kecil Terluar
P. Morotai
Pembangunan Prasarana Jetty Apung
P. Sebatik, Kab. Nunukan, Prov. Kalimantan Utara
Fasilitasi Investasi PPK
P. Nipa, Kab. Batam, Prov. Kep. Riau
Peningkatan Ketahanan Masyarakat Pulau-Pulau Kecil terhadap Bencana dan Perubahan Iklim
P. Maratua, Kab. Berau, Prov. Kalimantan Timur dan P. Larat Kab. Maluku Tenggara Barat, Prov. Maluku
Kuliah Kerja Profesi / Kuliah Kerja Bersama Masyarakat (KKBM) Institut Pertanian Bogor
P. Nusakambangan
Upacara HUT RI ke 68 di Pulau Kecil Terluar
P. Alor
Pengembangan Sarana dan Prasarana Air Bersih di Pulau-Pulau Kecil
P. Raya dan P. Salaut Besar (Provinsi Aceh); P. Karimun Kecil dan P. Subi (Kepulauan Riau); P. Leti (Maluku)
Mulai tahun 2012 KKP menginisiasi kegiatan yang membangun ketangguhan desa, khususnya dalam menghadapi bencana dan dampak perubahan iklim. Kegiatan ini dinamakan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) yang diimplementasikan di 16 kabupaten/kota mulai tahun 2012 dengan jumlah total desa sebanyak 48 desa (1 kabupaten/kota terdiri dari 3 desa/kelurahan/nagari). Pada tahun 2013 PDPT mendapatkan tambahan lokasi baru sebanyak 6 kabupaten (18 desa pesisir), sehingga total pelaksana PDPT tahun 2013 adalah 22 kabupaten/kota yang terdiri dari 66 desa/kelurahan/nagari.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
127
PDPT adalah bagian pelaksanaan program PNPM Mandiri KP melalui intervensi kegiatan pada pengembangan manusia, sumber daya pesisir, infrastruktur/lingkungan, usaha dan kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan iklim. Kegiatan ditujukan kepada: 1) Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; 2) Meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; 3) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 4) Memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan sarana dan/atau prasarana sosial ekonomi di desa pesisir dan pulau-pulau kecil.
PDPT berhasil membangun sarana prasarana desa dan meningkatkan kualitas lingkungan
Pencapaian kegiatan PDPT pada tahun 2013 antara lain: tersusunnya 66 dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir/ RPDP (48 dokumen review dan 18 dokumen baru) beserta RKKnya, teridentifikasi dan terbentuknya Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP), serta tersalurkannya BLM melalui pencairan ke rekening setiap KMP di 22 Kabupaten/Kota dengan total nilai Rp. 21.280.617.000,- yang diwujudkan dengan terbangunnya prasarana dan sarana ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan pada tingkat desa seperti tabel berikut:
Tabel 43. Capaian Pelaksanaan PDPT Tahun 2013 No.
Pekerjaan
Volume
1
Jalan
9.500 meter
2
Sarana Air Bersih
30 Unit pompa, 19 titik bor, Pipa distribusi 5.020 meter 339 unit
3
MCK
4
Rehab Rumah
43 unit
5
Penanaman vegetasi (mangrove)
347.846 pohon
6
Pengelolaan Sampah
Mesin biogas 7 unit, Kompor biogas 10 unit, Tong sampah 50 unit, Motor pengangkut 1 unit
7
Shelter penampungan
5 Unit
8
Pembuatan Bronjong
Panjang 90 meter
Pada tahun 2014 16 kabupaten/kota pelaksana PDPT telah memasuki tahun ke-3 kegiatan, dimana kegiatan ditujukan untuk penguatan kelembagaan, sedangkan 6 kabupaten melanjutkan aktivitas pada tahun kedua kegiatan. Sebagai tindak lanjut, upaya
128
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
untuk meningkatkan ketangguhan desa pesisir harus discaling up untuk desa-desa pesisir lainnya di Indonesia yang belum mendapatkan fasilitasi.
Misi One map movement mengintegrasikan seluruh data tematik nasional dengan melihat kendala ketersediaan dan keseragaman
One map movement memiliki misi mengintegrasikan seluruh data tematik nasional dengan melihat kendala ketersediaan dan keseragaman data selama ini di Indonesia. KKP termasuk kedalam Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir Laut dengan Sub Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir dan Laut, Pulau-pulau Kecil dan Liputan Dasar Laut dengan anggota dari Kementerian/ Lembaga terkait lainnya yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG), Dinas hidro Oseanografi (Dishidros – TNI AL), Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad), Pusat Penelitian Oseanologi (P2OLIPI), KLH, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL-ESDM), LAPAN, BPN, BPPT, Kemendagri, Kemenhut, BPS, Kemenhan, UNDIP, IPB, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), UGM, UNSOED, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan (LPP) Mangrove, dan Wetland International. Capaian One Map Policy pada Tahun 2013, adalah sebagai berikut: (1) Informasi Geospasial Tematik (IGT) Bidang Pulau-pulau Kecil Dokumen “Pedoman Teknis Identifikasi dan Pemetaan Potensi Sumber Daya Pulau-pulau Kecil” yang disusun oleh KKP merupakan salah satu tahapan dalam menetapkan standar dalam pemetaan sumber daya pulau-pulau kecil. Diharapkan pedoman ini dapat memberikan pemahaman yang sama bagi semua stakeholder dalam melakukan pemetaan sumber daya pulau-pulau kecil sehingga menghasilkan kesatuan data dalam pemetaan potensi sumber daya pulau-pulau kecil guna mendukung program one map policy. (2) IGT Bidang Sumber Daya Pesisir dan Laut Pedoman teknis pemetaan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang disusun oleh KKP merupakan salah satu tahapan “one map” dalam mendukung integrasi data spasial pesisir dan pulau-pulau kecil. Pedoman yang berisi standar dalam pemetaan wilayah pesisir dan laut diharapkan dapat menjadi acuan berbagai K/L dan pengguna sehingga target ketersediaan data spasial sumber daya pesisir dan laut yang memiliki keseragaman. (3) IGT Bidang Liputan Dasar Laut IGT liputan dasar laut berisi informasi fitur atau kenampakan objek yang menutupi dasar lautan atau samudera baik secara langsung, di kolom air, maupun di permukaan air laut. Guna pengelolaan IGT liputan dasar laut tersebut maka perlu adanya sistem klasifikasi yang logis dan hirarkis. Untuk mendukung upaya klasifikasi liputan dasar laut yang dapat diterima secara umum, perlu dilakukan koordinasi lintas sektor utamanya K/L yang berkepentingan terhadap data dan IGT liputan dasar laut.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
129
Diharapkan ke depan dengan adanya One Map adalah gerakan pembangunan informasi geospasial secara partisipatif dan kolaborasi untuk menuju One Reference, One Standard, One Database dan One Geoportal.
One map gerakan menuju one reference, one standard, one database dan one geoportal
(1) One reference: IGT dibuat dengan mengacu pada Informasi Geospasial Dasar (IGD) sesuai dengan UU No. 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, sehingga data memiliki sistem koordinat yang sama serta memungkinkan beberapa data dapat diintegrasikan. (2) One standard: terdapat satu standar pemetaan IGT yang telah disepakati antar stakeholder dan dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pemetaan, dengan tujuan kesatuan dalam metode pemetaan, pemetaan dapat dilakukan pihak manapun serta efisiensi penyelenggaraan pemetaan. (3) One database: terdapat satu basis data IGT yang dibangun dan digunakan secara bersama antar stakeholder, dengan tujuan untuk menghindari duplikasi serta menjaga konsistensi data. (4) One geoportal: terdapat suatu sistem aplikasi (biasanya berbasis internet) untuk menampilkan dan menyebarluaskan data ke pengguna, dengan tujuan untuk mempermudah akses pengguna, mengintegrasikan data spasial serta menjadi acuan resmi.
Gambar 50. Capaian One Map Movement pada Tahun 2013
130
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
6. Dukungan Sumber Daya Manusia dan Iptek
Selama tahun 20102014, pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan telah mampu menyediakan sebanyak 126.197 SDM KP yang kompeten
1) Menyiapkan Sumber Daya Manusia Berkualitas Selama tahun 2010-2014, pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan telah mampu menyediakan sebanyak 126.197 SDM KP yang kompeten. Capaian tersebut merupakan kontribusi hasil capaian empat jenis kegiatan, yaitu kegiatan pendidikan, pelatihan, penyuluhan. Perkembangan jumlah SDMKP yang kompeten disajikan pada tabel berikut:
Tabel 44. Perkembangan Jumlah SDM KP yang Kompeten Tahun 2010 s.d. 2014 Capaian SASARAN
Target s.d 2014
Persentase (%)
126.197
114.300
115,66
1.665
7.383
7.300
101,14
23.292
11.347
71.314
57.000
130,88
4.272
5.020
4.750
5.000
100,40
2010
2011
2012
2013
Oktober 2014
2010-Juli 2014
SDM KP memiliki kompetensi sesuai kebutuhan
10.400
29.287
44.176
67.432
63.212
Terpenuhinya tenaga terdidik kompeten sesuai kebutuhan
1.451
1.447
1.419
1.420
Tersedianya lulusan pelatihan KP sesuai standar kompetensi dan kebutuhan
3.287
13.580
23.097
Meningkatnya jumlah kelompok pelaku utama dan pelaku usaha di kawasan prioritas perikanan dan kabupaten/kota potensial perikanan
331
713
1.966
Kegiatan yang telah dilakukan dalam menyiapkan SDM Kelautan dan Perikanan yang berkualitas antara lain:
PRO-MULA (Program Unggulan Pendidikan Wirausaha Mina Pemula) PRO-Mula dilaksanakan pada tahun 2011 berupa bantuan modal awal wirausaha bagi para lulusan pendidikan, pelatihan dan para penyuluh masing-masing senilai Rp 10 juta. Bantuan ini mengikat para penerima modal wirausaha untuk berkomitmen melakukan kegiatan produksi perikanan dan wajib melaporkan capaian produksinya secara periodik kepada BPSDM KP. Selanjutnya diharapkan para peserta akan mendapat dukungan permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
School for Marine Protected Area Management (SMPAM) Kompleksnya permasalahan pembangunan dibidang kelautan dan perikanan di masa mendatang, seperti isu global warning, climate change, sea and human security, sosiologi kemaritiman dan minimnya tenaga kerja dengan bekal profesionalisme kelautan sesuai dengan lapangan kerja dan tuntutan pembangunan bidang KP serta perbaikan kapasitas nasional dan regional dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan secara berkelanjutan. Pengembangan pendidikan ilmu kelautan pada lembaga pendidikan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
131
Gambar 51. Konsep Desain School for Marine Protected Area Management
lingkup KKP sangat diperlukan seperti; SMPAM merupakan kampus luar domisili dari Institut Kelautan dan Perikanan Nasional yang lebih mengkhususkan pada keahlian konservasi dan bioteknologi kelautan dan diharapkan menghasilkan lulusan yang mampu memenuhi kebutuhan pembangunan kelautan dan perikanan nasional dan mampu bersaing di pasar tenaga kerja global. SMPAM berlokasi di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Revitalisasi Pendidikan Tinggi Reviltalisasi pendidikan tinggi dilaksanakan pada tahun 2011-2013 untuk mengantisipasi perkembangan pendidikan ke depan dan agar lebih berdaya saing maka akan dilakukan mengembangkan potensi yang dimiliki lembaga pendidikan di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) menjadi Politeknik KP.
International Job Fair in Marine and Fisheries
IJO FoM menjadi ajang pencarian kerja bagi tenaga terdidik KP serta masyarakat sekaligus promosi diktat KP dam klinik konsultasi
Bursa kerja ini diharapkan akan menjadi ajang pencarian kerja bagi tenaga terdidik kelautan dan perikanan serta masyarakat lainnya serta sekaligus sebagai sarana promosi pendidikan dan pelatihan kelautan dan perikanan, klinik konsultasi dan interview pelamar, dan lainnya. Penyelenggaraan Bursa Tenaga Kerja Internasional Kelautan dan Perikanan dilaksanakan oleh KKP pada tahun 2011 merupakan bentuk dukungan terhadap kebijakan nasional, yakni pro poor, pro growth dan pro sustainability, khususnya pro job KKP bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta menandai bursa kerja ini (IJO FoM) menjadi agenda tahunan KKP. IJO FoM diikuti 68 perusahaan/exibithor skala nasional dan internasional yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan, seperti Jepang, Tiongkok, Taiwan, Korea, Spanyol iku berpartisipasi pada IJO FoM. Dari 50 stand yang diisi perusahaan, 16 perusahaan menempatkan tenaga kerjanya ke luar negeri, dan 34 perusahaan menempatkannya di dalam negeri. IJO FoM 2011 menyediakan 10.810 lowongan pekerjaan. Jumlah pelamar selama tiga hari pelaksanaan IJO FoM yang pertama ini mencapai sekitar 4.897
132
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
orang pelamar yang terus bertambah setiap waktu melalui pendaftaran online. Pada tahun 2012 total kebutuhan tenaga kerja yang ditawarkan pada kegiatan Bursa Kerja Sektor Kelautan Perikanan ini sebanyak 9.016 tenaga kerja. Total kunjungan pencari kerja selama kegiatan dilaksanakan mulai tanggal 4–6 September 2012 adalah 6.293 orang. Dari pelaksanaan kegiatan, telah diproses sebanyak 3.946 lowongan sebagai calon karyawan di perusahaanperusahaan tersebut. Untuk tahun 2013 Bursa Kerja Kelautan dan Perikanan memfasilitasi lowongan yang tersedia sebanyak 6.350 lowongan, yang terdiri dari 132 jenis formasi jabatan dengan penempatan di dalam dan di luar negeri. Secara rinci pada bidang perikanan tangkap terdiri dari 2.945 lowongan, perikanan budidaya 154 lowongan, pengolahan 550 lowongan, industri maritim dan pengolalaan lingkungan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil sejumlah 2.701 lowongan. Jumlah tersebut terbagi dalam 5 zona, yakni zona kewirausahaan (9 pemilik usaha), zona pelaut perikanan (15 perusahaan), zona budidaya (15 perusahaan), zona pengolahan (5 perusahaan) dan zona industri maritim (10 perusahaan).
Pembangunan Kampus Teaching Factory STP di Karawang
Peningkatan status kampus STP merupakan langkah strategis KKP mencetak SDM yang kompeten dan memenuhi standar sertifikasi dunia industri dan menopang industrialisasi KP
Sekolah Tinggi Perikanan (STP) akan ditingkatkan statusnya menjadi Institut Kelautan dan Perikanan Nasional (IKPN). Peningkatan status kampus STP merupakan langkah strategis KKP guna mencetak SDM yang kompeten dan memenuhi standar sertifikasi dunia industri, serta untuk menopang keberhasilan industrialisasi kelautan dan perikanan. Kampus ini akan mengadopsi sistem vokasi bertaraf internasional pada jenjang Diploma, Magister Sains Terapan dan Doktor Sain Terapan. Kampus STP yang mengadopsi teaching factory ini dirancang sebagai industri mini, dengan situasi lingkungan, tekanan, target produksi sebagaimana di industri yang sesungguhnya.
Gambar 52. Layout Bangunan Gedung TEFA di STP Karawang, Jawa Barat
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
133
Pengembangan Sarana dan Prasarana Pendidikan di 9 lokasi sekolah SUPM Pengembangan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) sebagai satuan pendidikan lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas satuan pendidikan menengah di bidang perikanan, dengan tujuan menjadikan SUPM sebagai pusat rujukan (centre of excellence) dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelautan dan Perikanan di Indonesia.
Pendidikan Kesetaraan (Community Collage)
Program pendidikan kesetaraan KP menyediakan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dan pelaku utama yang tidak sempat memperoleh pendidikan formal dan putus sekolah
Secara umum program pendidikan kesetaraan bagi masyarakat kurang mampu dan/atau masyarakat pelaku utama di bidang kelautan dan perikanan memiliki tujuan ganda, pertama, untuk mengisi pengetahuan dan keterampilan (life skill) kepada masyarakat dan/atau masyarakat pelaku utama (transfer knowledge) di bidang kelautan dan perikanan yang selama ini belum tersentuh baik oleh pendidikan formal maupun non formal. Kedua, membantu penyerapan lulusan alumni Pendidikan Tinggi Kelautan dan Perikanan yang siap menerima tantangan menjadi tenaga pengajar muda yang dibekali dengan pengetahuan teknik mengajar dan motivasi sebagai pemuda terbaik yang berpotensi menjadi world class leader with grass root understanding, yaitu pemimpin yang memiliki visi kedepan namun memahami dan mengerti seluk beluk permasalahan rakyat di akar rumput. Sedangkan tujuan secara khusus yang ingin dicapai melalui program pendidikan kesetaraan di bidang kelautan dan perikanan adalah untuk menyediakan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dan/atau masyarakat pelaku utama yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal dan putus sekolah untuk dapat mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi pribadi dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pelaksanaan pendidikan kesetaraan dilakukan di 4 (empat) lokasi yaitu Medan, Parigi Moutong, Kupang dan Cilacap dengan jumlah Narasumber Teknis sebanyak 19 (sembilan belas) orang, yang dipilih dari proses rekruitmen.
Inovasi Pendidikan melalui Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik (Busmetik) Busmetik merupakan inovasi teknologi budidaya udang melalui suatu kajian ilmiah yang terukur. Latar belakang pengembangan Busmetik adalah dikarenakan udang merupakan komoditas unggulan KKP dan rasio pembudidaya udang dengan kelompok pemodal menengah ke bawah masih tinggi, yaitu lebih dari 60%. Sementara itu masih banyaknya ditemukan kegagalan pembudidaya udang yang menggunakan petak konvensional dengan luasan petakan lebih dari 3.000 m
134
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gelar Pelatihan Nasional Gelar Pelatihan Nasional Kelautan dan Perikanan Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk peran aktif KKP dalam mendukung Rencana Aksi Nasional Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Kapasitas Angkatan Kerja utamanya dalam upaya peningkatan keterampilan dan kapasitas angkatan kerja serta penciptaan lapangan kerja melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta kewirausahaan. Gelar Pelatihan Nasional KP diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 5-7 Nopember 2012, dan 13 sampai 14 Nopember pada tahun 2013. Kegiatan Gelar Pelatihan Nasional tersebut diikuti oleh 150 P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan) dan tidak kurang dari 3.500 masyarakat dengan menampilkan jumlah boot (stand) 35 jenis pelatihan dan terdapat juga Pameran lebih dari 100 produk kelautan dan perikanan.
Gambar 53. Gelar Pelatihan Nasional Kelautan dan Perikanan
Gambar 54. Pendidikan Keseteraan Kelautan dan Perikanan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
135
Penetapan P2MKP
P2MKP tersebar di 300 unit lokasi di Indonesia
KKP berperan secara aktif melalui kegiatan peningkatan kualitas dan kemampuan profesionalisme sumber daya manusia kelautan dan perikanan yang ditempuh antara lain melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat. Pelatihan yang diselenggarakan oleh masyarakat pada umumnya dilakukan secara mandiri oleh pelaku utama/usaha di bidang kelautan dan perikanan. Peserta pelatihan berlatih dan tinggal di tempat pelaku utama yang sekaligus bertindak sebagai pelatih, dan usahanya menjadi obyek kegiatan berlatih. Pada perkembangan berikutnya, pelaku utama maju tersebut berinisiatif untuk mendirikan lembaga pelatihan dari, oleh dan untuk masyarakat, oleh karena itu kegiatan pelatihan tidak lagi dikelola oleh pelaku utama/usaha secara perorangan, melainkan oleh lembaga pelatihan mandiri di bidang KP. Lokasi P2MKP tersebar di 300 unit lokasi diseluruh Indonesia.
Valcapfish Center Value Capture Fisheries (VALCAPFISH) Project adalah kegiatan peningkatan kapasitas SDM KP yang pelaksanaannya merupakan hasil sinergi kerja sama KKP bersama CDI Wageningen University, Belanda. Kegiatan tersebut secara khusus ditujukan bagi manager perikanan/pelabuhan, petugas inspeksi perikanan, dan nelayan, dengan materi peningkatan kapasitas SDM KP meliputi implementasi good handling practices, fisheries inspection, dan port management.
Valcapfish Center ditujukan bagi manajer perikanan/pelabuhan, petugas inspeksi perikanan dan nelayan
Pelaksanaan Project yang dimulai tahun 2009 tersebut dilaksanakan dengan penyusunan modul pelatihan sekaligus uji penerapan modul kepada SDM target di 6 lokasi Pelabuhan Perikanan di Indonesia sampai dengan akhir tahun 2011. Selanjutnya sebagai rangkaian pelaksanaan Project pada akhir tahun 2011 tersebut telah didirikan Valcapfish Centre sebagai bentuk komitmen terhadap implementasi modul yang telah disusun dan pemberdayaan pool of master trainer yang telah terbentuk. Implementasi modul bagi SDM Perikanan Indonesia tersebut secara terstruktur telah dilaksanakan sejak awal tahun 2012 berdasarkan plan of action Valcapfish Centre di lokasilokasi pelabuhan perikanan di Indonesia. Valcapfish Centre melalui master trainer yang tergabung didalamnya berkesempatan untuk melakukan pelatihan sekaligus mengimplementasikan modul pelatihan yang telah disusun bagi 17 orang peserta Sudan berlatar belakang pejabat dan pelaku usaha terkait perikanan yang akan dilatih mulai tanggal 13 hingga 22 Oktober 2012. Kegiatan pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara KKP dengan Kementerian Luar Negeri dan UNIDO (United Nation for Industrial Development Organization).
Bantuan Pendidikan Bagi Anak Pelaku Utama Dalam rangka percepatan implementasi pembangunan kelautan dan perikanan untuk mengatasi pemulihan ekonomi menuju masyarakat
136
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
yang lebih sejahtera melalui pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan, diperlukan sumber daya manusia kelautan dan perikanan yang profesional dan berdaya saing tinggi.
Bantuan pendidikan diberikan kepada anak pelaku utama yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya
Oleh karena itu bagi setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Anak Pelaku Utama dimaksud adalah anak nelayan, anak pembudidaya ikan dan anak pengolah ikan. Bantuan biaya pendidikan adalah bantuan berupa uang dalam jumlah tertentu sesuai dengan anggaran yang ada yang diberikan kepada peserta didik pada satuan pendidikan menengah dan/atau satuan pendidikan tinggi di bidang kelautan dan perikanan.Penerima bantuan biaya pendidikan adalah anak pelaku utama yang mengikuti pendidikan di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM), Akademi Perikanan (AP) dan Sekolah Tinggi Perikanan (STP) lingkup KKP. Penerima bantuan biaya pendidikan adalah anak pelaku utama yang mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Akademi/Politeknik dan Perguruan Tinggi Jenjang Strata Satu (S1) bidang Kelautan dan Perikanan di luar KKP. b) Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
Pembangunan SMS Centre PPDPI di PPS Bitung Tujuan Iptekmas ini membangun aplikasi SMS Center yang dapat menyampaikan informasi daerah penangkapan ikan (DPI). Adapun targetnya adalah terdistribusikannya informasi koordinat DPI keseluruh nelayan yang memiliki Kartu Nelayan. Dilaksanakan juga sosialisasi aplikasi penggunaan alat terkait kepada nelayan
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid untuk mendukung peningkatan Operasional Balai Benih Ikan di Halmahera Utara (Tobelo) Kegiatan rancang bangun dan uji operasional integrasi energi hibrid dengan dilengkapi sistem otomatisasi telah dilaksanakan di Tobelo.
Pemanfaatan Sistem Resirkulasi Akuakultur System (RAS) untuk budidaya udang Vaname, di Indramayu Sistem RAS meningkatkan kualitas dan kuatitas hasil budidaya, kualitas air yang terkontrol, padat tebar yang lebih banyak dan penggunaan lahan yang lebih efisien serta penggunaan air minimal.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
137
Penerapan Teknologi Kantong Rumput Laut dan Pancing Gurita di Nusa Penida, Bali Kantong Rumput Laut dan Pancing Gurita merupakan paket teknologi yang murah, ramah lingkungan dan mudah diaplikasikan oleh masyarakat. Telah disosialisasikan penggunaan KRL dan Pancing Gurita di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali dan tekah diserah terima dari P3TKP kepada Dinas Peterakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Klungkung sebanyak 2.850 KRL dan 300 buah Pancing Gurita.
Model Penerapan IPTEK Budidaya Udang
Penerapan Iptek hasil litbang KP secara nyata meningkatkan produksi udang windu tambak
Di Indramayu penerapan Iptek meningkatkan produksi udang windu tambak kooperator dari 100-125 Kg/Ha/MT menjadi 200416 Kg/ha/MT. Meningkatkan pendapatan petambak kooperator sebesar Rp5.000.000 – Rp16.878.000,-/ha.
Gambar 55. Kegiatan Penebaran Benih dan Pemanenan Udang Windu
Gambar 56. Kegiatan Penebaran Benih Udang Windu
Gambar 57. Kegiatan Pemanenan dan Grading Udang Windu
138
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Di Brebes penerapan Iptek meningkatkan produksi udang windu tambak kooperator dari rata-rata 100 -125Kg/Ha/musim tanam menjadi rata-rata 390 - 520 Kg/Ha/musim tanam. Meningkatkan pendapatan petambak kooperator sebesar Rp.13.050.000 – 17.775.000,/Ha/musim tanam. Di Gresik panen dilakukan pada tambak pembudidaya Bapak Abdul Hakam (1,5 Ha) panen 675 kg (penanaman ke dua) perkiraan yang dipanen orang lain 25 kg, jadi total 700 kg dengan harga jual pada saat panen Rp 55.000/ kg.
Model Penerapan IPTEK Kebun Bibit Rumput Laut Di Minahasa Utara kebun bibit rumput laut di Kema II panen bibit 2 kali yaitu 950 kg dan 560 kg. Kelompok di Kema II memberikan pelatihan sesuai SOP ke desa lainnya (Desa Lembek, Bitung). Kelompok di Kema III panen bibut 1200 kg dan 350 kg.
Gambar 58. Lokasi Kegiatan Model Penerapan IPTEK Kebun Bibit Rumput Laut dan Kegiatan Pemanenan Rumput Laut
Di Pohuwato teknologi kebun bibit unggul rumput laut dapat meningkatkan produktifitas per bentangan tali dari 20 kg/135 hari (6,7 kg/45 hari) menjadi 29 kg /135 hari (9,7 kg/45 hari).
Gambar 59. Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
139
Model Penerapan IPTEK Budidaya Patin Pasupati di Banyuasin, Palembang, Sumatera Selatan Telah terbentuk sistem pasokan benih mandiri dengan hasil 700 g/ekor/5bln (patin pasupati) lebih baik daripada patin siam yang sebelumnya dilakukan masyarakat (700 g/ekor7bln). Pembesaran patin pasupati dapat dilakukan di kolam atau di tambak, namun yang ditambak lebih baik yaitu dengan produktivitas 5 ton/1000 m2.
Keunggulan patin Pasupati berhasil meningkatkan pendapatan pembudidaya
Gambar 60. Ikan Patin Pasupati
Model Penerapan IPTEK Pembenihan dan Pendederan Patin Pasupati di Ogan Ilir, Sumatera Selatan Penerapan Iptek memperoleh hasil pemijahan per siklus: telur 500 gr dg jumlah 1200 butir/gr dengan jumlah larva 507.361 ekor, serta benih yang dihasilkan dari tahap pembenihan sebanyak 400.000 ekor. Keuntungan/keunggulan Iptek bagi pembudidaya, meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 1.360.791 – 13.851.909,-/siklus.
Gambar 61. Kegiatan Pemijahan dan Pemanenan Benih Ikan Patin Pasupati
Penerapan IPTEK Produksi Benih Patin Untuk Mendukung CBF di Waduk Gajah Mungkur, Jawa Tengah Penerapan Iptek Produksi Benih Patin di BBI dapat meningkatkan ketrampilan petugas dan mampu memproduksi benih patin
140
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
250.000 ekor dan telah ditebar di waduk sebanyak 75.000 ekor dengan ukuran 3 inchi.
Gambar 62. Kegiatan Pengangkutan Benih dan Penebaran Benih Ikan Patin
Model Penerapan IPTEK Budidaya Bandeng dengan Benih Unggul Hasil Seleksi Di Gresik penerapan Iptek meningkatkan produksi bandeng di tambak kooperator dari rata-rata 600 Kg/Ha/musim tanam menjadi rata-rata 1.800 Kg/Ha/musim tanam. Keuntungan/ keunggulan Iptek bagi petambak yaitu meningkatkan pendapatan petambak kooperator sebesar Rp.5.000.000/Ha/ musim tanam.
Gambar 63. Kegiatan Penebaran Benih dan Pemanenan Ikan Bandeng
Di Kendal Pendederan : Benih berkualitas hasil seleksi (ukuran seragam, cepat tumbuh) untuk pembesaran (size 4-5 inchi selama 2,5 bulan; sintasan 60%). Pembesaran : Peningkatan produksi ikan bandeng pada pembesaran di tambak (1,5-2,5 ton/Ha/3 bulan. Hasil NONIptekmas 400kg/Ha/5 bulan).
Gambar 64. Kegiatan Sampling dan Pemanenan Ikan Bandeng
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
141
Produktivitas tambak bandeng di Sidoarjo, Jawa Timur yang selama ini dicapai oleh masyarakat hanya sekitar 500-600 kg per ha. Dengan penerapan Iptekmas budidaya bandeng, produktivitasnya dapat meningkat menjadi 4 – 5 kali lipat per ha. Hasil yang diperoleh: pertumbuhan bandeng sangat cepat, SR mencapai 95%, ukuran panen (size) 3-5 ekor per kg. Untuk mencapai hal yang sama pembudidaya membutuhkan waktu 7-8 bulan. Penggunaan bibit unggul dalam budidaya bandeng secara tradisional plus sangat diperlukan. Bibit unggul bandeng harus berasal dari hasil seleksi para pembenih atau hatchery rumah tangga.
Gambar 65. Kegiatan Pemanenan Ikan Bandeng
Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) Dukungan litbang terhadap Program Nasional TA. 2013 pada Satker BBPSEKP khususnya pada aspek perluasan lapangan kerja adalah melalui Program Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis). KIMBis yang telah diinisiasi pada akhir tahun 2010 dan mulai dilaksanakan pada tahun 2011, merupakan suatu kelembagaan yang dibentuk berdasarkan partisipasi masyarakat melalui pemangku kepentingan. KIMBis dibentuk berdasarkan pertimbangan untuk mendukung program KKP seperti Industrialisasi Perikanan maupun PKN. Sampai dengan tahun 2013, lokasi KIMBis telah berada pada 15 kabupaten yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Konawe, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Banda Aceh, Kabupaten Pinrang, Kab. Gunung Kidul, Kab. Lombok Timur, Kab. Sukabumi, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Pati.
Bibit unggul rumput laut Kappaphycus alvarezii menghasilkan laju pertumbuhan lebih cepat
142
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Produksi Bibit Unggul Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Seleksi Varietas Pemeliharaan parents stock, diperoleh bibit G-1, G-2, G-3, G-4 dan Bibit Unggul hasil seleksi varietas. Respon pertumbuhan bibit hasil seleksi terlihat dengan kisaran Laju pertumbuhan harian 4,83 – 5,91 % lebih cepat dibandingkan kontrol internal dengan kisaran 2,22 – 3,84 % dan kontrol eksternal dengan
Gambar 66. Kegiatan Seleksi G3 dan G4 serta Kegiatan Perbanyakan G4
kisaran 2,08 – 2,87 %. Pemeliharaan dan perbanyakan ke-3 Bibit Unggul K. alvarezii hasil seleksi.
Produksi Bibit Unggul Rumput Laut Gracilaria verrucosa dengan Metode Seleksi Varietas Sampai dengan tahun 2013 telah diperoleh bibit G-1, G-2, G-3, G-4 dan Bibit Unggul hasil seleksi varietas. Respon pertumbuhan bibit hasil seleksi terlihat dengan kisaran Laju Pertumbuhan Harian sebesar 3,16 – 4,92 %, yang lebih cepat dibandingkan kontrol internal 2,33 – 3,07 % dan kontrol eksternal 2,11 – 3,17 %. Telah dilakukan perbanyakan bibit G. verrucosa hasil seleksi varietas.
Gambar 67. G4 Hasil Seleksi Varietas
Produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria sp melalui kultur jaringan, perbanyakan di tambak serta uji multi lokasi pada daerah sentra budidaya Hingga bulan September 2013 telah diproduksi bibit rumput laut Gracilaria verrucosa sebanyak 1.800 kg dengan LPH pada kisaran 3,66–4,92% dan kandungan agar pada kisaran 12,45–21,74%. Pada Bulan September juga telah dilakukan penyerahan bibit rumput laut Gracilaria verrucosa hasil kultur jaringan kepada kelompok pembudidaya di kabupaten Pangkep sebanyak 200 kg.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
143
Gambar 68. Lokal Takalar, Hasil Kultur Jaringan, Lokal Pangkep, Lokal Bone
Seleksi Udang Windu Tahan Penyakit Menggunakan Mikrosatelit Sebagai MAS (Marker Assisted Selection) Isolasi genom dan analisis marker DNA tahan penyakit menunjukkan terdapat lima ekor induk alam yang terdeteksi membawa marker, namun yang berhasil memijah hanya 1 ekor. Induk yang membawa marker mikrosatelit tahan penyakit ditandai dengan adanya band pada posisi sekitar 338 bb sedangkan yang tidak tahan penyakit ditandai dengan adanya band tambahan pada posisi sekitar 50 bp. Pengamatan dan analisis segregasi dari marker tersebut pada larva yang dihasilkan sedang dilakukan. Sekitar 5000 ekor larva yang ada dipelihara di tambak Instalasi Hatchery Barru untuk dibesarkan hingga mencapai ukuran calon induk, dan juga akan dikarakterisasi dengan uji tantang terhadap virus WSSV dengan metode perendaman.
Gambar 69. Calon Induk Udang Windu Tahan Penyakit
Produksi Ikan Nila Unggul Pertumbuhan dan Adaptif di Lahan Marginal
Nila BEST F6 merupakan nila unggul dalam hal pertumbuhan dan adaptif di lahan marginal
144
Produksi benih nila BEST F6 untuk kegiatan produksi masal ikan nila unggul pertumbuhan yaitu, benih ukuran 1-2 cm dengan bobot 2g sebanyak 47.687 ekor, benih ukuran 2-3 dengan bobot 13g sebanyak 23.858 ekor, benih ukuran 3-5 cm dengan bobot 55g sebanyak 15.027 ekor. Yang telah diseleksi GPS ukuran 8-12cm bobot 15-20g sebanyak 4.132 ekor sedangkan PS ukuran 5-8cm bobot 10-12g sebanyak 11,918 ekor. Produksi induk pada kegiatan produksi masal ikan nila unggul spesifik lahan subo optimal telah mencapai ukuran ± 15-20cm (25-30g/ekor), batch 2 di dapatkan benih sebanyak 8000 ekor ukuran 3cm (3-5g/ekor).
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 70. Kegiatan Pengeluaran Benih dari Mulut Induk Ikan Nila dan Lahan Marginal yang Digunakan Untuk Poduksi Ikan Nila Unggul
Peningkatan Efesiensi dan Kualitas Bahan Baku Pakan Untuk Budidaya Ikan Air Tawar Melalui Penggunaan Mikroba Isolat yang mempunyai aktivitas selulase tertinggi adalah isolat TS sebesar 2,71 (zona bening) dan 0,0285 nkal/mal. Hasil uji patogenesitas isolat unggulan pada ikan nila memperlihatkan bahwa isolat HS bukan pathogen. Hasil uji kemampuan selulolitik pada subtrat ubi kayu dan kulit ubi kayu menunjukkan peningkatan kadar gula produksi yang signifikan. Ensilasi hasil samping industri perikanan (HSIP) telah dilakukan dan tulang ikan HSIP telah di preparasi menjadi tepung ikan. HSIP dapat di manfaatkan sebagai sumber protein (39,4), sumber lemak (25,27) dan mineral diperlukan teknik penyimpanan untuk mempertahannkan kualitas lemak dengan anti oksigen.
Pengembangan Teknologi Budidaya Ikan Nila BEST Melalui Vaksin Streptovac dan Probiotik Pato–aero I di Tabanan Bali
Keunggulan Nila BEST mempunyai ukuran yang merata dan tidak cepat bereproduksi
Bobot awal sebesar ±3g/ekor, hasil sampling pada beberapa pembudidaya dengan lama pemeliharaan yang berbeda di kolam tanah dan tembok di dataran tinggi, sedang dan rendah dengan kepadatan 10-20 ekor/m2. Lama pemeliharaan 2-2,5 bulan bobot rata-rata 40,7g-60,3g dengan SGR 5,05%, umur 3 bulan bobot dengan SGR 39,9g, SGR 3,77%, umur 4 bulan bobot rata-rata 78,2-89,4g dengan SGR 3,19-3,32%, pemeliharaan 6 bulan bobot rata-rata 144,2g- dengan SGR 2,66%. Sebagian pembudidaya sudah ada yang melakukan pemanenan secara bertahap sekitar 70 kg- 100 kg/pembudidaya dengan size 6-8 ekor/kg. Menurut pembudidaya keunggulan nila BEST jika dibandingkan dengan nila jenis lain adalah dalam hal ukuran yang lebih merata dan tidak cepat bereproduksi yang lebih unggul dalam pertumbuhan.
Pengembangan Teknologi Pendederan Ikan Gurame Hibrid dengan Aplikasi Vaksin Mycoforty Hasil sampling menunjukkan benih gurame hibrid mempunyai SR 90% sedangkan pada pertumbuhan tidak menunjukkan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
145
perbedaan nyata karena masih dalam tahap pendederan. Teradopsi teknologi pendederan ikan gurame hibrid dengan aplikasi vaksin mycoforty sehingga mampu meningkatkan produktifitas ikan gurame hibrid pada segmen pendederan.
Diseminasi Teknologi Pembenihan Ikan Tor Soro Di Kabupaten Kerinci – Jambi Telah dilakukan pemijahan dan setting unit resirkulasi untuk pemeliharaan benih, pemeliharaan benih masih terus dilanjutkan saat ini sudah mencapai 3-5 cm, rencananya benih tersebut akan di didistribusikan ke petani untuk dibesarkan di kolam. Hasil pemijahan diperoleh induk yang dapat ovulasidan di peroleh telur ± 1400 butir.
Gambar 71. Pengecekan Kelamin pada Ikan Tor Soro
Penerapan Teknologi Pembuatan Pakan Untuk Warna Ikan Koi Di Sentra Produksi Hasil yang di peroleh untuk jenis ikan koi kohaku dan ogon secara keseluruhan memperoleh hasil optimal. Jumlah ikan yang berwarna merah lebih banyak diperoleh dari perlakuan pakan balai dibandingkan pakan komersial yang biasa di pakai pembudidaya koi.
Gambar 72. Perbedaan Warna Ikan Pada Pakan Komersial dan Pakan Balai
Penerapan Teknologi Pembuatan Dan Pengayaan Pakan Ikan Rainbow Pada Berbagai Stadia Di Sentra Produksi Induk yang dipelihara dalam akuarium dengan pakan maggot rata-rata sudah memijah sebanyak 8x, dengan total larva yang dihasilkan sampai dengan akhir Mei 2013 sebanyak 1326 ekor,
146
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
sedangkan induk yang diberi pakan komersil sudah memijah sebanyak 7x, dengan total larva yang dihasilkan sebanyak 1362 ekor. Adaptasi pakan untuk larva selama 60 hari menghasilkan rata-rata pertumbuhan bobot mutlak untuk masing-masing perlakuan adalah : A=0.4105 g (pakan balai 1); B =0.2669 g (pakan balai 2); C=0.3587 g (pakan komersial). Pakan Balai 2 menggunakan bahan casein sebesar 10% sebagai sumber protein, sedangkan pakan balai 2 menggunakan sumber protein tepung ikan. Rotifer umumnya sudah tumbuh pada masingmasing media, namun jumlahnya masih relatif sedikit yaitu 106 individu/ml. Media kultur dengan kotoran ayam merupakan media yang paling banyak ditumbuhi rotifer.
Perbaikan Kualitas Induk Lokal Unggul Ikan Hias Koi Hasil Selektif dan Rekayasa Set Kromosom 72 induk hasil hibridisasi lokal maupun impor terdapat 11 ekor induk yang positip membawa MHC. Pembesaran benih ikan koi hasil gynogenesis masih berlangsung dan pemeliharaan induk-induk hasil persilangan tetap berjlan dengan sampling pertumbuhan 2 bulan sekali. Preparasi kromosom anakan hasil gynogenesis dengan metode jaringan padat telah dilakukan. Kromosom berhasil diidentifikasi dari ring yang telah dibuat. Kumpulan kromosom terlihat menggerombol di sekitar membran sel yang telah lisis. Untuk selanjutnya dilakukan perhitungan dan pengelompokkan kromosom atau karyoptip yang dapat mengidentifikasi jenis kelamin ikan koi hasil ginogenesis. Hasil foto kromosom akan dikaryotip (dipisahkan kromosom berdasarkan pasangannya) dan dapat diketahui jenis kelamin dari ikan hasil ginogenesis serta membandingkannya dengan ikan jantan normal.
Peningkatan Keragaan warna Ikan Hias Rainbow Melalui Hibridisasi Benih normal dengnan panjang total 5.7 – 6.3 cm, panjang standar 4 - 4.9 dan bobot tubuh 1,2 - 2.0 gram sedangkan benih rainbow perot memiliki panjang total 5.4-6.0 cm dan bobot tubuh 0,16-1.5 gram. Ikan normal yang dihasilkan sebanyak 221 (52%) dan ikan perot sebanyak 205 ekor (48 %).
Peningkatan Mutu Genetik Udang Galah - Seleksi Populasi F4 Udang Galah Tumbuh Cepat Hasil pengujian menunjukkan populasi seleksi mempunyai toleransi terhadap salinitas yang tidak berbeda dengan populasi pembanding. Kelangsungan hidup udang galah hasil seleksi pada pengujian sebesar 93±4,24 % yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi Gimacro dengan kelangsungan hidup sebesar 89±12,73 %, namun tidak berbeda dengan populasi Musi yang memiliki kelangsungan hidup sebesar 93±7,07%.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
147
Gambar 73. Udang Galah F0 Strain Berau
Perakitan Strain Unggul Ikan Mas Tahan KHV – Pembentukan Ikan Mas Transgenik Tahan KHV Pemeliharaan calon induk ikan mas transgenik yang posistif membawa transgen di sirip. Sebanyak 7 ekor ikan mas transgenik jantan positif membawa transgen di sperma dari 56 ekor yang diperiksa.
Observasi Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur Untuk Pemodelan Potensi Tuna Telah dilakukan pemantauan lingkungan perairan dan pengumpulan data-data oseanografi yang berguna untuk pemantauan iklim baik secara lokal maupun regional.Selain itu dalam rangka peningkatan kapasitas, peneliti P3TKP telah mengikuti pelatihan di laboratorium/ fasilitas NOAA USA. Telah dilakukan juga deployment drifter buoy untuk pengukuran suhu permukaan sebanyak 7 unit.
Studi Struktur Pelindung Pantai Telah didentifikasikan penyebab terjadinya erosi dilokasi studi yaitu didaerah Kabupaten Tabanan, Bali. Pengumpulan data sekunder berupa data angin dan gelombang diperoleh dari BMKG. Peta situasi lokasi dan analisis penjalaran (pemodelan) gelombang dan arus serta perubahan garis pantai (erosi sedimentasi) pada lokasi studi. Dari hasil studi diperoleh rancang desain perlindungan pantai di daerah Tabanan, Bali
Prototipe Alat Penghitung Larva/ Udang Vaname Telah dibangun dan dikembangkan prototipe alat penghitung larva/benih udang yang efisien dan efektif.
148
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Rekayasa Shelter untuk pendederan lobster air laut Telah selesai dilaksanakan desain instalasi dan rancang bangun serta ujicoba benih terhadap shelter. Keluaran hasil adalah teknologi perekayasaan shelter dan instalasi resirkulasi untuk mengoptimalkan survival rate pada pendederan lobster di laut. Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan penghasil budidaya dan mendukung peningkatan ekspor lobster laut.
Pemanfaatan Elektronik LogBook untuk Menunjang Industrialisasi Perikanan Tangkap Perangkat dan aplikasi e-logbook sebanyak 30 unit telah selesai dilakukan dan ujicoba terhadap nelayan telah dilakukan di PPN Pengambengan dan Pelabuhanratu.
Aplikasi Rumpon Elektronik untuk Penangkapan Selektif Ikan Pelagis Telah dihasilkan suatu rancangan instrumen penarik ikan berupa rumpon elektronik dengan mempergunakan cahaya dan suara pada intensitas dan frekwensi tertentu.
Pengembangan Fasilitas Pemantauan Peringatan Dini Pencemaran Kajian dan perekayasaan alat sistem pemantauan dini pencemaran lingkungan didaerah perairan laut dan pesisir telah selesai dilakukan dan menghasilkan 2 unit inovasi teknologi Buoy PLUTO. Alat inovasi Buoy PLUTO telah diujicobakan di laboratorium tambak Universitas Pekalongan selama beberapa bulan. Selanjutnya Buoy ditempatkan di depan kantor PSDKP di Pelabuhan Pekalongan. Pengurusan registrasi paten telah dilakukan pada bulan Oktober 2013.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
149
Culture Based Fisheries (CBF) Culture Based Fisheries (CBF) atau penangkapan ikan berbasis budidaya didefinisikan sebagai pelepasan atau penebaran biota hasil perbenihan ke perairan untuk pengkayaaan stok ikan guna menjamin keberlanjutan perikanan tangkap. CBF biasa dikembangkan di perairan yang sumberdaya ikannya sudah tidak mendukung usaha perikanan tangkap yang menguntungkan. KKP telah melakukan kegiatan CBF di 3 lokasi yaitu Waduk Gajah Mungkur, Kabupaten Wonogiri; Waduk Malahayu, Kabupaten Brebes; dan Danau Toba yang meliputi wilayah di Kabupaten Dairi, karo dan Kabupaten Toba Samosir. Dari pelaksanaan CBF di Waduk Gajah Mungkur dan Waduk Malahayu telah dihasilkan Rekomendasi dan Naskah Akademik Pengelolaan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Patin Secara Bersama dan telah diproses menjadi Peraturan Daerah (Perda). Adapun penerapan CBF di Danau Toba telah menghasilkan Perda tentang penetapan suaka ikan bilih, pengaturan aktivitas penangkapan dan pengelolaan secara kelompok (informal dan sukarela) pada penangkapan dan pengolahannya.
One Map Policy Dukungan Litbang KP terhadap Program Nasional One Map Policy juga dilakukan melalui dukungan kepakaran tim Peneliti Balitbang KP dalam menghasilkan data dan informasi parameter oseanografi ekosistem pesisir. Output data dan informasi yang dihasilkan diantaranya adalah Peta Kerentanan Pesisir, Peta Karbon Laut, dan One Map Terumbu Karang Indonesia.
Peta Karbon Laut Indonesia
Indek Kerentanan Pesisir
Gambar 74. Hasil Dukungan Litbang KP terhadap Program Nasional One Map Policy
Teknologi Budidaya Udang Vanamei Smale Scale Intensive Farm (SSIF) Teknologi Budidaya Udang Vanamei Smale Scale Intensive Farm (SSIF) merupakan teknologi budidaya udang vaname superintensif dengan menerapkan aplikasi padat penebaran yang dilakukan di tambak beton berukuran sekitar 1.000 m2 dengan padat penebaran bervariasi antara 750, 1000, dan 1250 ekor.
150
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Keunggulan dari teknologi ini diantaranya adalah lebih mudah dalam mengontrol lingkungan, bisa melibatkan banyak pelaku usaha dan dapat dilakukan pada skala rumah tangga, biaya per unit usaha relatif terjangkau, mudah dalam melakukan evaluasi, bisa dijamin keberlanjutan usahanya, bisa dilakukan untuk revitalisasi tambak idle, dan jumlah produksi udang yang dihasilkan sebanyak 10 - 15 ton per petak 1000 m2 dengan nilai SR dan FCR berkisar antara 78,51-84,65% dan 1,4-1,5. Dari teknologi ini juga diperoleh dukungan inovasi berupa optimasi padat penebaran, rekayasa wadah, sistem aerasi, feeding program, pengelolaan air, Teknik panen, penanganan limbah (IPAL) dan pemanfaatan limbah.
Gambar 75. Teknologi Budidaya Udang Vanamei Smale Scale Intensive Farm
Kawasan Pengelolaan Perikanan Perairan Umum dan Daratan (KPPUD) Potensi Perairan Umum Daratan, bila dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi perikanan tangkap. Untuk itu KKP telah memetakan potensi perikanan perairan umum daratan dan disusun rancangan kawasan pengelolaannya agar dapat dimanfaatkan secara lestari dan berkelanjutan. Selain itu telah dikembangkan pula model pendugaan potensi produksi perikanan PUD Indonesia masingmasing untuk sungai, waduk, dan danau.
Gambar 76. Peta Kawasan Pengelolaan Perikanan Perairan Umum Daratan Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
151
Penanganan Kasus Pencemaran Minyak Laut Timor (Montara) Litbang KP berperan di dalam Tim Advokasi Laut Timor (2009– 2011) dengan melakukan beberapa kegiatan yaitu monitoring dan observasi dengancitra satelit (dimulai 24 Agustus 2009); delineasi luas tumpahan minyak dari citra satelit; survei laut Timor-Sea Rapid Assessment (“TISRA Operation”) untuk mengumpulkan data pencemaran; dan melakukan pemodelan numerik dispersi tumpahan minyak dan validasi citra satelit resolusi tinggi. Hasil kajian dan informasi yang diperoleh dalam kegiatan diatas kemudian menjadi bahan negosiasi dan penyusunan dokumen klaim.
Gambar 77. Peta Penyebaran Minyak dan Daerah yang terkena Dampak
Pengembangan Infrastruktur dan Sistem Pemantauan Laut (INDESO Project)
INDESO merupakan implementasi teknologi oseanografi operasional pertama di Asia Tenggara
152
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Infrastructure Development Of Space Oceanography (INDESO) memiliki 7 (tujuh) aplikasi yaitu IUU Fishing, Fisheries Stock Management, Coral dan Mangrove Monitoring, Coastal Zone Management, Kajian mengenai lahan budidaya rumput laut potensial, monitoring tambak udang untuk industri, dan deteksi tumpahan minyak. Proyek INDESO berjangka waktu mulai tahun 2013 hingga 2016 ini akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2014. Keunggulan dari kegiatan ini diantaranya adalah merupakan implementasi teknologi oseanografi-operasional pertama di Asia-Tenggara; fasilitas pertama di dunia yang melakukan prediksi mingguan migrasi tuna (model oseanografi-fisik - spasial - biogeokimia - data tangkap observer), dan hasil pantauan radar real-time + VMS sangat membantu dalam mengurangi IUU Fishing.
Gambar 78. Sistem Pemantauan Laut
Bioteknologi Litbang KP telah melakukan kegiatan litbang di bidang bioteknologi dan telah menghasilkan teknologi non konvensional bernilai tinggi ini. Beberapa produk dari yang telah dihasilkan dari kegiatan ini diantaranya adalah Fukoidan, Fukosantin, Emestrin, Media lokal produksi transglutaminase (mtgase), dan Nano Kalsium. Fukoidan terbukti memiliki bioaktivitas sebagai anti tukak lambung dan anti koagulan. Fukosantin dari alga coklat berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan nutraseutikal terutama sebagai antioksidan dan agen kemopreventif karena kemampuannya dalam meredam radikal bebas. Senyawa aktif emestrin yang merupakan senyawa obat terutama untuk dikembangkan sebagai obat antitumor. Penggunaan enzim Transglutaminase (TGase) diharapkan dapat meningkatkan sifat fungsional surimi dari ikan-ikan yang jenisnya kurang sesuai dan bernilai ekonomi rendah untuk diolah menjadi surimi karena elastisitasnya yang relatif rendah. Nano kalsium dihasilkan dari sisik limbah dari pengolahan fillet nila yang banyak mengandung kalsium organik. Produk ini berbentuk bubuk berwarna putih, dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan/fortifikasi dalam produk pangan dan minuman sebagai sumber kalsium.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
153
Produk farmasi fukosantin
Ekstrak fukoidan
Enzim Transglutaminase (TGase)
Emericella nidulans
Nano kalsium
Gambar 79. Hasil Kegiatan Litbang KP Bidang Bioteknologi
Ikan Nila Srikandi Ikan Nila Srikandi merupakan nila strain unggul yang tahan salinitas tinggi hasil perkawinan silang antara ikan nila Nirwana betina (Oreochromis niloticus) dengan ikan nila biru jantan (Oreochromis aureus). Strain ini telah dirilis dengan nama Nila Srikandi sebagai benih melalui Kepmen KP RI Nomor KEP.09/ MEN/2012. Benih Nila Srikandi telah didistribusikan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Lampung. Keunggulan Ikan Nila Srikandi diantaranya adalah cepat tumbuh pada salinitas 10 - 30 ppt; Food Conversion Ratio (FCR) 0,7 – 1,1; memiliki kandungan asam lemak omega 3 dan 6 lebih tinggi dibanding ikan nila yang dipelihara di air tawar; dan Survival Rate (SR) lebih tinggi dibanding Nila Gift pada salinitas 30 ppt.
Gambar 80. Ikan Nila Srikandi
154
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Ikan Lele Tumbuh Cepat Mutiara Ikan Lele Tumbuh Cepat Mutiara (Mutu Tinggi Mudah Dipiara) dihasilkan dari persilangan empat populasi/strain, yaitu Paiton, Sangkuriang, Dumbo, dan Mesir dengan teknologi seleksi individu. Strain unggul ini ditargetkan di-release pada tahun 2014. Keunggulan dari lele Mutiara diantaranya adalah pertumbuhan lebih tinggi 10-40% dibandingkan benih lokal; keseragaman ukuran relatif tinggi (70-80%) dibandingkan benih lokal (50-60%); waktu pemeliharaan lebih singkat (45-60 hari); FCR relatif rendah (pendederan 0,5-0,7; pembesaran 0,9-1,0); dan daya tahan terhadap stress, lingkungan dan penyakit relatif bagus.
Gambar 81. ikan nila srikandi
Pembenihan dan pembesaran Ikan Tuna Sirip Kuning Litbang KP telah mulai mengembangkan pembudidayaan tuna sirip kuning melalui pemeliharaan dalam bak beton dan Keramba Jaring Apung (KJA). Teknologi pendederan benih tuna serta pemeliharaan calon induk tuna sirip kuning yang terdomestikasi sudah mulai berhasil dilakukan dan selanjutnya pembesaran tuna dilakukan di KJA. Keunggulan teknologi ini adalah peningkatan produktifitas pertumbuhan tuna dan tersedianya produksi benih untuk kepentingan release/ restocking di perairan Indonesia.
Gambar 82. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Tuna Sirip Kuning
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
155
Probiotik Teknologi produksi udang windu di tambak tradisional plus dengan aplikasi probiotik RICA telah dihasilkan pada tahun 2012. Aplikasi probiotik RICA dalam rangka untuk mencegah penyakit udang windu melalui perbaikan kualitas air, sehingga terjadi peningkatan sintasan dan produksi udang windu di tambak. Secara nasional diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi udang windu ramah lingkungan sebesar 30% dari kondisi saat ini. Teknologi aplikasi probiotik RICA unggul karena menggunakan bakteri dalam jumlah yang relatif sedikit dibandingkan probiotik lainnya yang umumnya dalam volume yang besar, sehingga biaya aplikasinya lebih murah atau paling mahal Rp. 200,000,- per musim tanam. Keuntungan bersih produksi udang windu di tambak dalam satu tahun (2 kali MT/tahun) dapat mencapai Rp.189.800.000,- (per 10 hektar tambak). Lokasi sesuai yang direkomendasikan adalah pantai barat Lampung, dan untuk sebagian pantai barat Sulawesi Selatan, Aceh, Kalimantan, pantai timur Sulawesi Selatan masih perlu tambahan aplikasi penambahan kapur dolomit agar probiotik efektif.
Gambar 83. Probiotik RICA
Teknologi Aplikasi Probiotik RICA ini lebih unggul karena pemakaian bakterinya dalam jumlah relatif lebih sedikit dari pada teknologi probiotik lainnya yang memerlukan volume besar, sehingga praktis biaya aplikasinya jauh lebih murah (kurang dari Rp 200.000,- per musim tanam). Berdasarkan hasil kaji terap di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa aplikasi probiotik RICA mampu meningkatkan sintasan lebih dua kali lipatnya (30-61%) dibandingkan kondisi awalnya (11-20%), juga meningkatkan produksi udang windu hampir dua kali lipatnya (81-267 Kg/Ha/ MT) dibandingkan kondisi awalnya (11-150 Kg/Ha/MT).
156
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Vaksin Vaksin Hydrovac telah dihasilkan pada tahun 2011, sebagai upaya pemberian kekebalan spesifik secara dini pada ikan budidaya karena infeksi bakteri Aeromonas hydophila, bakteri patogen penyebab penyakit Motile Aeromonas Septicaemia (MAS). Sedangkan Vaksin Streptovac telah dihasilkan pada tahun 2013 sebagai upaya pemberian kekebalan spesifik secara dini pada ikan budidaya karena infeksi bakteri Streptococcus agalactiae, bakteri patogen penyebab penyakit streeptococcosis pada ikan nila. Vaksin-vaksin ini dapat menekan tingkat mortalitas untuk semua ikan air tawar terutama ikan nila, dapat menekan tingkat kematian menjadi 30-40% karena penyakit MAS yang sebelumnya 60-70% dan 20-30% karena penyakit streeptococcosis yang sebelumnya 50-60%. Secara ekonomi aplikasi vaksin ini akan menambah biaya produksi Rp. 1-2,- per ekor ikan, namun keuntungannya lebih nyata yaitu untuk ikan lele 3 siklus dapat mencapai Rp. 21.819.270,- dibandingkan tanpa vaksin (Rp. 10.499.100,-), untuk ikan gurame selama 1 siklus mencapai Rp. 17.684.040 dibandingkan tanpa vaksin (Rp. 6.729.000,-), dan untuk ikan nila selama 3 siklus mencapai Rp. 21.531.630,- dibandingkan tanpa vaksin Rp. 9.1166.250,-).
Gambar 84. Vaksin HydroVac, StreptoVac dan Mycoforty
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
157
Kegiatan Mendukung Kemaritiman Untuk mendukung kemaritiman sejumlah survei dan ekspedisi dengan berbagai mitra dalam dan luar negeri dilakukan dengan tujuan mengungkapkan fenomena dan dinamika sumberdaya kelautan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan adalah Makassar Indonesia Throughflow Monitoring (MITF), 2009 – 2011, JUV (Java Upwelling Variation) and Its Impact to Fish Migration, 2011 – 2014, SITE (South China Sea – Indonesia Transport Exchange) and Its Impact to Fish Migration, 2011 – 2014, dan Indo China Cruise Expedition, MOMSEI 2011, 2012, 2013 , dan 2014.
Gambar 85. Hasil Kegiatan Litbang KP Dalam Mendukung Kemaritiman
158
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
C. Capaian Program Strategis KKP Lainnya 1. Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN)
Program PKN dilaksanakan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 berbasis PPI di 816 lokasi
Sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden No. 10 tahun 2011 tanggal 15 April 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro Rakyat, KKP bersama 12 K/L terkait telah melaksanakan Program PKN. Pelaksanaan program ini diharapkan mampu mendorong percepatan dan perluasan pengentasan kemiskinan. Lingkup Kegiatan pada Program PKN diantaranya adalah: 1) Pembuatan Rumah Sangat Murah; 2) Pekerjaan Alternatif Tambahan Bagi Keluarga Nelayan; 3) Skema Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 4) Pembangunan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN); 5) Pembangunan Cold Storage; 6) Angkutan Umum Murah; 7) Fasilitas Sekolah dan Puskesmas; 8) Fasilitas Bank “Rakyat”. Program PKN difokuskan langsung kepada kelompok sasaran PKN yaitu rumah tangga miskin nelayan dengan berbasiskan pada Pelabuhan Perikanan/ Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dengan 3 kelompok sasaran yaitu: 1) Individu Nelayan; 2) Kelompok Nelayan; dan 3) Sarana dan prasarana PPI. Program PKN dilaksanakan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 berbasis PPI di 816 lokasi dengan rincian pada tahun 2011 (100 PPI dengan sasaran 37.386 Rumah Tangga Sasaran (RTS), 2012 (400 PPI dengan sasaran 112.037 RTS), 2013 (200 PPI dengan sasaran 73.755 RTS), dan 2014 (116 PPI dengan sasaran 23.809 RTS). Kegiatan di lokasi Program PKN dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok sasaran, yaitu bantuan untuk (1) Individu, (2) Kelompok dan (3) penguatan sarana prasarana PP/PPI. Pelaksanaan Program Peningkatan Kehidupan Nelayan selama periode 2011-2013 telah dilaksanakan di 700 PPI dengan intervensi kegiatan diantaranya adalah pembangunan rumah murah, air bersih, sertifikasi hak atas nelayan (sehat nelayan), Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), kapal penangkapan ikan dan sarana alat tangkap serta beasiswa untuk anak nelayan, pelatihan dan penyuluhan bidang kelautan dan perikanan. Realisasi bantuan yang diberikan kepada individu, kelompok, dan penguatan sarana dan prasarana seperti pada tabel berikut:
Tabel 45. Capaian Pelaksanaan PKN Tahun 2011-2013 dan Rencana Tahun 2014 No
Kegiatan
Realisasi 2011
2012
Target 2013
2014
Total
Keterangan
BANTUAN UNTUK INDIVIDU 1
Sertifikasi Hak Atas Tanah Nelayan (unit)
2
Kartu Nelayan (buah)
8,700
13,177
16,703
20,000
58,580
KKP-BPN
104,736
167,768
215,601
250,000
738,105
KKP
3
Peralatan sistem rantai dingin (SRD) (unit)
45
4
Pembangunan rumah murah nelayan (unit)
-
485
90
111
731
KKP
3,811
6.000
-
9,811
Kemenpera
5
Pemasangan instalasi listerik murah (unit)
16,933
10,995
-
27,928
Kemen ESDM
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
159
No 6
Kegiatan
Realisasi
Target
Total
Keterangan
13/15
-
Kemkes
2011
2012
2013
2014
-
8/8
8/12
Pembinaan kesehatan dan pengadaan paket Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Nelayan (prov/kab BANTUAN UNTUK KELOMPOK
1
Penyediaan kapal penangkap ikan >30 GT
222
202
75
100
599
KKP
2
Penyediaan kapal penangkap ikan >10-15 GT
26
70
65
25
186
KKP
3
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) 1.106
3.000
3.000
1.000
8.106
KKP
128
800
98
195
1,221
KKP
Perikanan Tangkap (KUB) 4
PUMP Pengolahan (Unit)
5
PUMP Perikanan Budidaya (Pokdakan)
300
600
300
300
1,500
KKP
6
Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat/PUGAR
728
728
800
1,100
3,356
KKP
(Kugar) 7
Pembinaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
40
40
40
40
160
KKP
8
Konversi BBM ke gas (unit)
200
200
200
400
1,000
KKP
9
Angkutan nelayan murah roda roda tiga
53
101
18
-
172
KKP
35
35
35
35
140
Kemkop UKM
-
7
7
7
21
KPDT
2,262
5,128
4,198
2,595
14,183
KKP
8
25
22
4
59
KKP
berinsulasi (unit) 10
Pengembangan Koperasi dan UMKM (unit koperasi)
11
Pengembangan rumput laut di desa-desa pesisir (provinsi)
12
Pendampingan kelompok PENGUATAN SARANA PERASARANA DI PP/ PPI
1
Pabrik Es (unit)
2
Cold Storage (unit)
5
11
15
2
33
KKP
3
Solar Packed Dealer Nelayan/SPDN (unit)
2
48
1
3
54
KKP
4
Pembangunan SPAM/Sarana Penyediaan Air
8
192
166
102
468
Kemen PU
Bersih (unit) KEGIATAN LAINNYA 1
PENYEDIAAN DATA RUMAH TANGGA SARANA (RTS)
2
PENYEDIAAN LAYANAN PENDIDIKAN MELALUI BOS 9BANTUAN OPERASIONAL SISWA)
BPS KemendikbudKemdagri
160
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Nama Kelompok: Rizky Sejahtera
Kegiatan: Sarana Pendukung Usaha
Target 3 unit standard
Desa: Loji
Motor Roda Tiga
Hasil Akhir: 3 unit long
Kecamatan: Simpenan
BLM: Rp. 60.000.000
Motor unit 1
Serah terima
Motor unit 2
Kelompok Pemanfaat
Motor unit 3
Pemanfaat Non Perikanan Kelautan
Gambar 86. Dokumentasi Penyaluran Bantuan Program PKN KKP
2. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) No. 35/M.EKON/08/2011 tentang Tim Kerja pada KP3EI, Menteri Kelautan dan Perikanan ditunjuk sebagai Ketua Tim Kerja KE Sulawesi, dimana KE Sulawesi akan mengembangkan 5 kegiatan ekonomi utama, yakni pangan, kakao, perikanan, migas, dan nikel. Beberapa proyek yang telah di Ground Breaking sampai tahun 2013 di KE Sulawesi sekitar 19 proyek dengan nilai investasi sekitar Rp28.113,5 miliar, diantaranya adalah : 1) Pengembangan industrialisasi perikanan di Bitung Sulawesi Utara; 2) Pengembangan minapolitan di sentra-sentra
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
161
perikanan di KE Sulawesi; 3) Pengembangan lapangan panas bumi (PLTP) Lahendong unit IV di Tomohon, Sulut; 4) Pembangunan dan pengoperasian kilang Liquefied Natural Gas (LNG) Donggi di Sulawesi Tengah; 5) Pembangunan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Storage Makassar; 6) Pembangunan PLTU Jeneponto, PLTU Pomala, PLTU Kendari dan PLTS Miangas; 7) Perluasan Pelabuhan Bitung dan Lirung di Sulawesi Utara dan lanjutan pelabuhan laut Bungkutoko di Sulawesi tenggara, 8) lanjutan pembangunan fasilitasi pelabuhan gorontalo serta lanjutan pembangunan fasilitas pelabuhan laut anggrek di Gorontalo; 9) Pembangunan SPAM Kota Makassar; 10) Pembangunan jaringan backbone nasional (palapa ring) berbasiskan active network sharing, baik jaringan bawah laut maupun terestial yang dapat digunakan bersama di Sulawesi.
Proyek yang telah di Ground Breaking sampai tahun 2013 di KE Sulawesi sekitar 19 proyek dengan nilai investasi sekitar Rp28.113,5 miliar
Dalam perkembangan pelaksanaan MP3EI di KE Sulawesi, setelah dilakukan inventarisasi dan validasi terhadap proyek-proyek yang ada, terdapat 66 proyek yang telah dilakukan validasi, 54 proyek yang belum valid dan perlu segera dilakukan validasi serta 88 proyek usulan baru dengan total nilai investasi secara keseluruhan sebesar Rp108,69 triliun. Hasil validasi komitmen kegiatan investasi SDM-IPTEK berupa dukungan penyediaan lapangan kerja dan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenis program di KE Sulawesi adalah sebesar Rp3,4 triliun yang terdiri dari program akademi komunitas, institut, politeknik dan sekolah tinggi, SMK, Universitas, serta program IPTEK. Sedangkan dukungan konektivitas berupa infrastruktur bandara, pelabuhan, kereta api, jalan, dan energi dengan jumlah proyek sebanyak 141 proyek diindikasikasikan dengan nilai investasi sebesar Rp111, 92 triliun. Pelaksanaan kegiatan ekonomi di KE Sulawesi sampai dengan tahun 2025 optimis dapat dilaksanakan, untuk tahun 2013-2014 direncanakan akan dilaksanakan Groundbreaking untuk 22 kegiatan ekonomi dengan nilai investasi sebesar Rp23.535,4 miliar dan yang telah dilakukan Groundbreaking tahun 2011-2012 untuk 19 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp28.113,5 miiar. Permasalahan dalam program MP3EI tidak terlepas dari isu strategis yang berbeda-beda antara masing-masing provinsi se-Sulawesi yang harus segera ditindaklanjuti oleh Tim Kerja Pusat (KP3EI Pusat). Beberapa permasalahan/debottlenecking umum yang terdapat pada KE Sulawesi adalah: (1) Masih rendahnya daya tarik investor baik dari dalam maupun luar negeri dalam menanamkan modalnya untuk pembangunan ekonomi di KE Sulawesi. (2) Masih terbatasnya konektivitas/infrastruktur transportasi di KE Sulawesi, seperti jalan, pelabuhan dll. (3) Masih terbatasnya areal lahan produksi dan sarana irigasi di KE Sulawesi (hanya 37% lahan pertanian yang diairi oleh saluran irigasi). (4) Masih terbatasnya sumber energi di KE Sulawesi, seperti listrik, air dll.
162
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
(5) Masih terbatasnya infrastruktur sosial di KE Sulawesi, seperti kesehatan, dll. (6) Masih adanya konflik pemanfaatan ruang, antara pertambangan dan konservasi dan kendala lainnya. Isu-Isu dan permasalahan yang terjadi di KE Sulawesi 80% telah ditindaklanjuti melalui rencana aksi dan sisanya masih terkendala dengan adanya isu-isu seputar RTRW dan kemudahan dalam pelaksanaan proyek.
3. Pengarusutamaan Gender
Pada Tahun 2013 KKP memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya dari Presiden RI
Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendukung pembangunan di berbagai bidang, dan dalam rangka mendukung implementasi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan kepada semua pimpinan K/L baik pusat maupun daerah (Gubernur/ Bupati/Walikota) untuk mengintegrasikan aspek gender dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan yang menjadi tugas dan fungsinya. Oleh karena itu KKP terus berupaya untuk meningkatkan komitmen dan menerjemahkan pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan kelautan dan perikanan. Mencermati Rencana Strategis KKP 2010-2014, terdapat isu gender yang tersirat di dalamnya, terkait dengan bagaimana akses kelompok perempuan dan laki-laki yang menerima manfaatnya, baik untuk akses ke permodalan, pengolah dan pemasaran, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelatihan, yang pada akhirnya untuk memperoleh kesempatan kerja dan manfaat yang proporsional bagi perempuan dan laki-laki. Adanya irisan antara isu gender bidang kelautan dan perikanan, memperkuat analisis bahwa isu gender merupakan isu lintas sektor, sesuai dengan dokumen RPJMN 2010-2014 bahwa PUG sebagai salah satu strategi kebijakan dalam pembangunan di berbagai bidang. Sampai dengan tahun 2013, terdapat beberapa hasil yang dicapai terkait dengan pelaksanaan PUG di KKP, antara lain : (1) Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama: • Kesepakatan Bersama antara Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 06 MEN-KP/KB/III/2011 dan 12 Tahun 2011 tentang Peningkatan Efektivitas Pengarusutamaan Gender di Bidang Kelautan dan Perikanan.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
163
• Perjanjian Kerja Sama antara Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) dengan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Nomor 06/MENPP-PA/Dep.I/04/2012 dan Nomor 02/DJPT-KKP/ PKS/IV/2012 tanggal 16 April 2012 tentang Fasilitasi Bimbingan Diversifikasi Usaha Penangkapan Ikan bagi Wanita Nelayan. (2) Penguatan Kelembagaan Melalui Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) PUG Dalam rangka penguatan kelembagaan, telah dibentuk Pokja PUG, baik di tingkat KKP maupun eselon I teknis, sebagai berikut : (a) Telah dibentuk Pokja KKP: • Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di Lingkungan KKP melalui Kepmen KP Nomor KEP.51/MEN/SJ/2012 untuk tahun 2012; dan • Kepmen KP Nomor 126/KEPMEN/SJ/2013 tahun 2013. (b) Telah dibentuk Pokja PUG di setiap Eselon I: • Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor 73/KEPDJPT/2013 tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di lingkungan Ditjen Perikanan Tangkap • Keputusan Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Nomor 26/ Kep-DJKP3K/2013 Tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di lingkungan Ditjen KP3K • Keputusan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.182/DJ-PSDKP/2013 Tentang Kelompok Kerja Pengarustamaan Gender di lingkungan Ditjen PSDKP • Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP) Nomor 58/ KEP-BPSDMKP/2013 Tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di lingkungan BPSDMKP • Keputusan Inspektur Jenderal Nomor 186.27.1/ITJ/ RC.330/IX/2013 Tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di lingkungan Inspektorat Jenderal • Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Nomor 23.1/Balitbang KP/IX/2013 Tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan • Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor 78/KEPDJPB/ 2013 tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di lingkungan Ditjen Budidaya. Sebagai evaluasi pelaksanaan PUG di KKP, pada Tahun 2013 KKP dinilai sebagai salah satu kementerian yang telah melaksanakan Pengarusutamaan Gender dengan baik sehingga memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya dari Kementerian Pemberdayaan
164
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
dan Perlindungan Anak yang diserahkan oleh Presiden RI kepada Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 18 Desember 2013.
Gambar 87. Sekjen KKP mewakili KKP menerima Anugerah Parahita Ekapraya dari Presiden R.I atas prestasi KKP dalam pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
4. Minapolitan dan Industrialisasi Minapolitan
Minapolitan mengembangkan kawasan ekonomi unggulan menjadi lebih produktif
Minapolitan telah dijalankan KKP sejak tahun 2010 dalam rangka mengembangkan kawasan ekonomi unggulan menjadi lebih produktif. Beberapa aturan terkait pengembangan kawasan minapolitan diantaranya yaitu: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2010 tentang Minapolitan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18/ MEN/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.18/MEN/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan; dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Kelautan Nomor 35/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Semua aturan dan keputusan ini menjadi landasan kerja baik Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota serta stakeholder lainnya dalam pelaksanaan pengembangan kawasan minapolitan. Implikasi dari penetapan kabupaten sebagai kawasan percontohan pengembangan minapolitan berupa prioritas dalam pengembangan kegiatan perikanan seperti bantuan langsung PUMP, bantuan sarana seperti Excavator untuk pencetakan kolam dan tambak, mesin pellet, KJA. Disamping itu melalui MoU antara KKP dengan Kementerian Pekerjaan Umum tentang pengembangan infrastruktur di kawasan minapolitan yang ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Perikanan Budidaya, Dirjen Perikanan Tangkap dan Dirjen P2HP KKP dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tentang pengembangan infrastruktur Keciptakaryaan dalam mendukung pengembangan kawasan minapolitan. Dengan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
165
Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal ini Kedeputian Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat telah ditanda-tangani Perjanjian Kerja sama tentang Pemberdayaan Usaha Pembudidayaan Ikan untuk Akses Pembiayaan melalui Sertifikasi Hak Atas Tanah. Indikator keberhasilan dalam pencapaian target pengembangan kawasan minapolitan diantaranya adalah adanya komitmen daerah dalam mendorong dan berperan aktif demi berjalannya program sesuai dengan tujuan yang diinginkan bersama serta kesiapan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengembangan minapolitan berbasis perikanan budidaya (dokumen Rencana Induk / Master Plan, Rencana Program Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM), Surat Keputusan Bupati tentang Penetapan Kawasan Minapolitan dan Surat Keputusan Bupati tentang Kelompok Kerja Minapolitan tingkat Kabupaten) dan koordinasi antar POKJA Kabupaten/Kota.
Gambar 88. Skema Sinergitas Program/Kegiatan Perikanan Tangkap untuk Mendukung Minapolitan
Keberhasilan pelaksanaan Minapolitan sampai dengan tahun 2013 terlihat pada capaian indikator antara lain: volume produksi, nilai poduksi, pendapatan nelayan dan penyerapan tenaga kerja, sebagaimana pada gambar berikut ini.
166
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 89. Hasil Evaluasi Indikator Capaian Minapolitan Perikanan Tangkap
Dari hasil capaian kegiatan Minapolitan hingga akhir tahun 2013 terhadap 87 kabupaten yang ditetapkan menjadi kawasan percontohan pengembangan kawasan minapolitan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Enam (6) kabupaten yang belum melengkapi Master Plan dan RPIJM yaitu Kabupaten OKU Timur, Kendal, Tuban, Bone, Jeneponto, dan Polewali Mandar. (2) Dua (2) kabupaten yang belum yang Master Plan belum sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18/MEN/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan yaitu Kabupaten Pati dan Rembang; (3) Tujuh belas (17) Kabupaten yang belum melengkapi RPIJM yaitu Kabupaten OKI, OKU Selatan, Banyuasin, Kota Palembang, Karawang, Brebes, Pati, Situbondo, Sumenep, Hulu Sungai Selatan, Parigi Moutong, Klungkung, Rote Ndao, Kep Morotai, Kep. Sula, Sorong dan Raja Ampat; dan (4) Tiga (3) kabupaten yang belum melengkapi SK Bupati tentang Kelompok Kerja Minapolitan Kabupaten yaitu Kabupaten Brebes, Tuban dan Kep. Sula Sesuai dengan prinsip pengembangan kawasan minapolitan yang merupakan kegiatan yang terintegrasi dan melibatkan lintas sektor, di beberapa kawasan minapolitan telah mendapatkan dukungan pengembangan infrastruktur dari Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dengan total pendanaan Rp. 30.410.930.000,di 16 Kabupaten prioritas. Disamping itu kegiatan budidaya
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
167
dikawasan minapolitan juga mendapatkan dukungan permodalan yang memanfaatkan fasilitas Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia, Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Kredit Ketahanan Pangan dan Energi dari Perbankan yaitu BRI, BTN serta Bank Pembangunan Daerah dengan total pendanaan sebesar Rp. 30.066.755.000,-
Industrialisasi kelautan dan perikanan
industrialisasi kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan nilai tambah serta meningkatkan daya saing produk
Sejak tahun 2012, KKP telah mendorong dilaksanakannya industrialisasi kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan nilai tambah serta meningkatkan daya saing produk. Industrialisasi perikanan tangkap dilaksanakan di 11 lokasi Pelabuhan Perikanan (PP) percontohan, dengan komoditas Tuna, Tongkol, Cakalang (TTC) di 5 lokasi dan 6 lokasi untuk udang dan ikan pelagis kecil. Pengembangan industrialisasi saat ini diharapkan dapat menjadi model untuk direplikasi di PP lainnya baik PP yang dikelola pusat maupun PP yang dikelola daerah. Dalam pengembangannya, diharapkan di lokasi-lokasi percontohan tersebut dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya dan mengembangkan usahanya. Hasil evaluasi capaian industrialisasi TTC di 5 lokasi yakni PPS Nizham Zachman, PPN Pelabuhan Ratu, PPS Bungus, PPS Bitung dan PPN Ambon menunjukan adanya peningkatan rata-rata produksi TTC pada periode 2011-2013 sebesar 37,25% per tahun, dari 82,50 ribu ton pada tahun 2011 menjadi 153,39 ribu ton pada tahun 2013. Nilai produksi pada tahun 2013 mencapai Rp3,8 triliun dan jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 69.318 orang.
Gambar 90. Produksi TTC di 5 Lokasi Percontohan Industrilisasi Perikanan Tangkap
Dalam rangka mempercepat pencapaian produksi perikanan budidaya, maka dicanangkan kebijakan Industrialisasi perikanan budidaya yang dimulai sejak tahun 2012 dengan focus pengembangan pada empat komoditas yaitu udang, bandeng, patin dan rumput laut. Pencapaian kinerja pelaksanaan industrialisasi dijabarkan sebagai berikut:
168
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Industrialisasi Udang Industrialisasi udang pada tahun 2012 dilakukan melalui percontohan tambak (demfarm) udang seluas 1.000 Ha di lima kabupaten, dan pada tahun 2013 seluas 520 Ha di 26 Kabupaten/ Kota. Komponen kegiatan demfarm pada Tahun 2012 meliputi penyediaan plastik mulsa, benur unggul, pakan, kincir, genset, pompa, penyediaan Pos Pelayanan Kesehatan Ikan dan Lingkungan Terpadu (POSIKANDU), bantuan peralatan tes laboratorium dan mobil keskanling 3 unit serta rehabilitasi saluran tersier. Sedangkan untuk Tahun 2013, sarana yang disediakan pemerintah meliputi penyediaan pompa, kincir, genset, plastik mulsa serta rehabilitasi saluran tersier.
Industrialisasi udang pada tahun 2012 dilakukan melalui percontohan tambak (demfarm) udang seluas 1.000 Ha di lima kabupaten, dan pada tahun 2013 seluas 520 Ha di 26 Kabupaten/ Kota.
Guna mensukseskan industrialisasi udang maka pelaksanaan demfarm udang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga melibatkan mitra dan pokdakan. Keterlibatan mitra dalam pelaksanaan demfarm adalah (i) perbaikan pematang dan pendalaman kolam, (ii) pendampingan teknis iii) pemasangan instalasi listrik, (iv) penyediaan gudang, (v) penyediaan tempat penanganan pasca panen, (vi) penyediaan tenaga pemasangan plastik mulsa, (vii) menjamin pemasaran udang, (viii) penyediaan/ penambahan benur, serta (viii) melengkapi sarana produksi di demfarm (pakan, benih, dll). Sedangkan keterlibatan Pokdakan adalah penyediaan lahan tambak dan pengelolaan operasional pemeliharaan udang. Keberhasilan industrialisasi udang sangat bergantung pada dukungan lintas sektoral. Berkenaan dengan hal tersebut, KKP telah melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak antara lain dengan: (i) Unit kerja Eselon I internal KKP; (ii) Pemerintah Daerah; (iii) Kementerian Pekerjaan Umum dalam pembangunan dan rehabilitasi saluran irigasi tambak serta jalan produksi; (iv) Badan Pertanahan Negara (BPN) dalam rangka sertifikasi lahan usaha budidaya, (v) Perbankan (Bank Mandiri, BRI, BNI dan Mandiri Syariah) dalam mendukung pembiayaan usaha perikanan budidaya; (vi) kerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam penyediaan listrik di kawasan perikanan budidaya; serta (vii) TNI dalam rangka pengamanan lokasi demfarm. Outcome pelaksanaan kegiatan industrialisasi udang terhadap kenaikan produksi terlihat dari produksi udang pada 2013 yang melebihi produksi udang tahun 2012 yaitu sebesar 53,8 %. Sementara itu tenaga kerja yang terserap dari kegiatan industrialisasi di tahun 2012 mencapai 130.000 orang dengan rincian tenaga kerja langsung sebanyak 125.000 orang dan tenaga kerja tidak langsung sejumlah 5.000 orang. Selain itu, kegiatan demfarm telah berhasil meningkatkan produktivitas tambak menjadi 6 – 10 ton melalui penerapan teknologi semi intensif. Kondisi tersebut telah memacu semangat pembudidaya untuk memanfaatkan kembali lahan/tambak
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
169
idle. Outcome pelaksana demfarm 2012 lainnya adalah adanya pertambahan luasan tambak di beberapa daerah seperti Provinsi Banten dan Jawa Barat (775 ha); Provinsi DI Yogyakarta (75 ha); dan Jawa Tengah (45 Ha).
Industrialisasi Bandeng Industrialisasi bandeng dilakukan sejak tahun 2012 melalui percontohan tambak (demfarm) bandeng seluas 500 Ha di enam kabupaten yaitu Kab.Serang (75 Ha), Kab.Tangerang (100 Ha), Kab. Karawang (75 Ha), Kab.Subang (100 Ha), Kab.Indramayu (50 Ha), dan Kab.Cirebon (100 Ha).
Industrialisasi bandeng dilakukan sejak tahun 2012 melalui percontohan tambak (demfarm) bandeng seluas 500 Ha di enam kabupaten yaitu Kab. Serang (75 Ha), Kab. Tangerang (100 Ha), Kab.Karawang (75 Ha), Kab.Subang (100 Ha), Kab.Indramayu (50 Ha), dan Kab.Cirebon (100 Ha).
Kegiatan yang mendukung pelaksanaan industrialisasi bandeng pada tahun 2012 yaitu (i) bantuan sarana berupa benih dan pakan untuk lokasi industrialisasi; dan (ii) Pemberian bantuan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya (PUMP-PB) untuk budidaya bandeng. Pelaksanaan demfarm budidaya bandeng di wilayah pantura Jawa Barat dan Banten telah menunjukkan keberhasilan berupa peningkatan produksiserta penyerapan tenaga kerja. Outcome industrialisasi bandeng terlihat dari produksi ikan bandeng pada tahun 2013 di Provinsi Jawa Barat (lokasi percontohan denfarm) mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2012 dari produksi sebesar 74.680 pada tahun 2012 menjadi 96.055 ton pada tahun 2013 atau naik sebesar 28,62%. Begitu pula di Provinsi Banten yang produksi pada tahun 2012 sebesar 8.739 ton menjadi 11.235 ton pada tahun 2013 atau naik sebesar 28,55%. Dampak industrialisasi bandeng secara nasional menaikan produksi bandeng dari 518.939 ton pada tahun 2012 menjadi 667.116 ton pada tahun 2013.
Industrialisasi Rumput Laut Pelaksanaan pengembangan industrialisasi rumput laut pada tahun 2012 hingga 2013 dilaksanakan di 9 Kabupaten yaitu (i) Tahun 2012: Takalar dan Jeneponto (Provinsi Sulawesi Selatan), Sumbawa (Provinsi NTB), Minahasa Utara (Provinsi Sulawesi Utara), Parigi Moutong (Prov. Sulawesi Tengah) dan (ii) Tahun 2013: Sumenep (Prov.Jawa Timur), Morowali (Prov.Sulawesi Tengah), Rote Ndao (Prov. NTT) dan Sumba Timur (Prov.NTT). Kegiatan yang mendukung pelaksanaan industrialisasi rumput laut yaitu (i) Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya (PUMP-PB); (ii) Penyediaan kebun bibit; (iii) Percontohan budidaya rumput laut; (iv) Pengembangan kawasan minapolitan, khususnya untuk komoditas rumput laut; (v) Pelatihan teknis kegiatan budidaya rumput laut; (vii) Dukungan dari Eselon I lainnya di KKP berupa penyediaan sarana pasca panen serta penelitian dan pengembangan; (viii) Dukungan kementerian dan lembaga
170
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Dampak pelaksanaan kegiatan industrialisi rumput laut adalah pencapaian produksi rumput laut di kabupaten lokasi industrialisasi yang naik secara signifikan yaitu dari total produksi sebesar 647.036 ton sebelum direvitalisasi menjadi 2.156.787 setelah direvitalisasi atau naik 233,33%.
Secara keseluruhan, industrialisasi patin memberikan dampak yang cukup signifikan pada peningkatan produksi patin nasional
lainnya, diantaranya (a) KPTD melalui penyediaan kebun bibit, penyediaan sarana perahu ketinting dan pelatihan enterpreneur di lokasi pilot project; (b) Kemko dan UKM berupa penyediaan modal usaha melalui dana bergulir, koperasi, PKBL, dan CSR (Coorporate Social Responsibility) dan fasilitasi temu bisnis; dan (c) Kementerian Perindustrian melalui pengembangan kompetensi inti industri, pengembangan industri unggulan, bantuan mesin dan peralatan pengolahan rumput laut. Dampak pelaksanaan kegiatan industrialisi rumput laut adalah pencapaian produksi rumput laut di kabupaten lokasi industrialisasi yang naik secara signifikan yaitu dari total produksi sebesar 647.036 ton sebelum direvitalisasi menjadi 2.156.787 setelah direvitalisasi atau naik 233,33%.
Industrialisasi Patin Industrialisasi patin di sektor hulu dilaksanakan di 3 Provinsi yaitu Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan dengan pertimbangan potensi lahan pengembangan di Provinsi tersebut. Dukungan kegiatan terhadap pelaksanaan industrialisasi patin dilakukan melalui: (i) Pengembangan Usaha Mina Pedesaan bidang Perikanan Budidaya (PUMP-PB); (ii) Pemberian bantuan induk patin; (iii) Percontohan budidaya patin yang tersebar di Provinsi Jambi (Kab. Batanghari, Kab. Muaro Jambi dan Kota Jambi); Provinsi Riau (Kab. Kampar, Kab. Kuansing, Kab. Pelalawan); dan Provinsi Sumatera Selatan (Kab. Banyuasin, Kab. OKI, Kab. OKU Selatan dan Kab. OKU Timur); (iii) Pengembangan kawasan minapolitan, khususnya untuk komoditas patin; (iv) Bantuan excavator, mesin pellet vaksin (Aeromonas hydrophilla) dan pembangunan posikandu (v) pelatihan vaksinator yang diikuti oleh UPT, Dinas Provinsi/Kab/Kota; dan (vi) Dukungan Eselon I Lainnya diantaranya pengembangan lokasi percontohan UPI (Unit Pengolahan Ikan) fillet patin serta pabrik dan mesin pengolah tepung ikan; penempatan penyuluh di masing lokasi; pengembangan Iptekmas patin; dan pengendalian mutu produk patin. Secara keseluruhan, industrialisasi patin memberikan dampak yang cukup signifikan pada peningkatan produksi patin nasional. Disamping itu, terjadi peningkatan produksi patin yang signifikan sebagaimana pada gambar di berikut ini.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
171
Gambar 91. Produksi patin di lokasi industrialisasi patin Tahun 2010 - 2014
Industrialisasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Adapun evaluasi dampak pelaksanaan industrialisasi kelautan dan perikanan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sampai dengan tahun 2013 diantaranya adalah: (1) Industrialisasi Pengolahan Tuna, Tongkol, Cakalang • Peningkatan jumlah UPI dari 169 pada tahun 2011 menjadi 178 pada tahun 2013. • Peningkatan kapasitas terpasang dari 1.518.259 ton pada tahun 2011 menjadi 1.679.869 ton pada tahun 2013. • Peningkatan utilitas UPI dari 54,04% pada tahun 2011 menjadi 56,82% pada tahun 2013. • Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan “pre-cooked loins”, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), fasilitasi sertifikasi eco label, penanganan kasus SHTI, dan penanganan kasus ekspor. • Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya perbaikan penanganan ikan di atas kapal dan penyediaan air bersih, pelarangan penangkapan “baby tuna”, penertiban dan perbaikan penerbitan SHTI (catch certificate), memperlancar distribusi pasokan bahan baku, dan pengendalian ekspor bahan baku (ekspor produk pre–cooked loins). (2) Industrialisasi Pengolahan Udang • Jumlah UPI dan kapasitas terpasang pada tahun 2011-2013 tetap, namun utilitas UPI meningkat dari 52,25% pada tahun 2011 menjadi 61,96% pada tahun 2013. • Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain regulasi pelarangan impor udang, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), fasilitasi pembentukan Asosiasi Supplier Udang Pantura (ASPURA), fasilitasi sertifikasi eco label, pengendalian impor udang, dan pengembangan PINSAR udang.
172
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
•
•
Dampak pelaksanaan industrialisasi dibidangpengolahan dan pemasaran hasil perikanan adalah peningkatan jumlah dan utilitas UPI
Serapan udang di pasar dalam negeri cenderung meningkat, diperkirakan pada tahun 2013 akan mengalami peningkatan sebesar 6-7%. Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya ketersediaan bahan baku terbatas pada musim puncak shipment, komunikasi petambak dengan processor kurang (perlu peningkatan peran pedagang perantara), harga udang dalam negeri naik sangat tinggi sejak Januari 2013 (100%) sehingga kurang bersaing bagi eksportir, kenaikan biaya usaha yang cukup tinggi di tahun 2013: Upah Minimum Provinsi (40%), Tarif Dasar Listrik (15%) dan Bahan Bakar Minyak (30%), isu-isu internasional terkait dengan safety dan sustainability: Good Aquaculture Practices (GAP), Traceability, label, dan adanya larangan ekspor ke Rusia sejak 1 Juli 2013.
(3) Industrialisasi Bandeng • Peningkatan jumlah UPI dari 200 pada tahun 2011 menjadi 244 pada tahun 2013. • Peningkatan kapasitas terpasang dari 129.185 ton pada tahun 2011 menjadi 159.544 ton pada tahun 2013. • Peningkatan utilitas UPI dari 56,61% pada tahun 2011 menjadi 62,97% pada tahun 2013. • Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan sentra pengolahan bandeng (Kendal, Gresik, dan Pati), pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), dan pembentukan Asosiasi Pelaku Usaha Bandeng Indonesia (ASPUBI). • Dampak industrialisasi bandeng diantaranya adalah berkembangnya usaha bandeng tanpa duri yang dikelola secara profesional (Madani Food), produk bandeng tanpa duri mampu memasuki pasar ritel modern dan digunakan oleh restoran dan catering, dan berkembangnya produk olahan berbahan baku bandeng. • Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya terjadinya lonjakan besar terhadap kebutuhan bandeng pada saat hari libur nasional/ keagamaan (libur panjang), bandeng sebagai sumber ketahanan pangan dalam negeri, bandeng masih banyak berbau lumpur, dan penguatan pasokan untuk: umpan, diversifikasi produk olahan (bandeng kaleng). (4) Industrialisasi Pindang • Peningkatan jumlah UPI dari 1.338 pada tahun 2011 menjadi 2.028 pada tahun 2013 • Peningkatan kapasitas terpasang dari 198.000 ton pada tahun 2011 menjadi 293.959 ton pada tahun 2013. • Peningkatan utilitas UPI dari 88% pada tahun 2011 menjadi 88,97% pada tahun 2013. • Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan pindang higienis, pilot project pengolahan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
173
•
pindang, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), koordinasi dengan perusahaan importir bahan baku. Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya pasokan bahan baku masih kurang dan belum merata sehingga masih harus impor pada bulan tertentu, dan pengolahan belum sesuai standar higienis dan saniter.
(5) Industrialisasi Patin • Peningkatan jumlah UPI dari 82 pada tahun 2011 menjadi 94 pada tahun 2013. • Peningkatan kapasitas terpasang dari 14.040 ton pada tahun 2011 menjadi 15.174 ton pada tahun 2013. • Peningkatan utilitas UPI dari 52,3% pada tahun 2011 menjadi 64,2% pada tahun 2013. • Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan fillet patin, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), pengendalian impor, pemetaan kegiatan strategis sesuai analisis rantai nilai, dan pengembangan diversifikasi produk olahan UPI skala UMKM dan besar. • Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya teknologi penghilangan bau lumpur dan pemutihan warna daging melalui penerapan teknologi budidaya dan pengolahan, peningkatan produksi di lokasi industrialisasi, dan teknologi processing limbah/ by-product. (6) Industrialisasi Rumput Laut • Peningkatan jumlah Unit Pengolahan Rumput Laut (UPRL) dari 17 pada tahun 2011 menjadi 37 pada tahun 2013. • Peningkatan produksi olahan rumput laut. • Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan Alkali Treated Cottonii (ATC) chips dan Semi Refine Caraginan (SRC), penyediaan sarana dan prasarana pengolahan RL (unit pengolahan RL; depo pemasaran RL), dan fasilitasi sertifikasi ekspor (ke Chili). • Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya kualitas bahan baku rendah, dan UPRL kesulitan bahan baku (sejak Agustus 2013). Terhadap kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang gulirkan KKP sejak tahun 2011, KKP telah melakukan evaluasi terhadap kebijakan industrialisasi sektor kelautan dan perikanan dengan menggunakan metode Regulatory Impact Analysis (RIA), adapun beberapa hasil yang penting yang telah dicapai meliputi: (1) Peningkatan produksi perikanan 2013 (tumbuh 26,1%) didukung oleh sarana dan prasaranan perikanan seperti rumah ikan, kapal Inka Mina, dan modernisasi alat penangkap ikan.
174
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
(2) Untuk komoditas udang, program revitalisasi dan tambak percontohan (demfarm) untuk komoditas udang di tahun 2013 diperluas di 28 Kabupaten dari 6 Kabupaten pada 2012 telah mendorong produksi budidaya udang mencapai di kisaran 600 ribu ton di akhir 2013. Program revitalisasi tambak udang dan modernisasi telah mendorong produktivitas dari 1 ton ha, menjadi pola intensif dengan produksi menjadi sepuluh kali lipat atau 10 ton per ha. (3) Utilisasi pengolahan komoditas udang dan ikan mencapai 70,40% di tahun 2013, meningkat dari 40-50% di tahun 2011-2012. (4) Perluasan dan diversifikasi produk ekspor merupakan penopang trend positif dari surplus neraca perdagangan sektor perikanan dalam beberapa tahun terakhir. (5) Peningkatan produksi garam rakyat sebagai basis kekuatan swasembada garam sepanjang 2012-2013 turut mendorong peningkatan pendapatan petambak garam dari 1,8 juta ton menjadi 2,8 juta ton. (6) Penerapan sistem manajemen mutu di 29 Lembaga Inspeksi dilengkapi sarana 23 laboratorium telah mendorong terjaminnya mutu produksi sebagai basis daya saing produk di pasar global. Dari data-data tersebut, dapat disimpulkan kebijakan industrialisasi berada pada jalur yang tepat (well on track) dan selaras dengan visi dan agenda pembangunan nasional. Kebijakan industrialisasi kelautaan dan perikanan merupakan kebijakan yang tidak terpisahkan dari program industrialisasi dan hilirisasi yang saat ini sedang berjalan.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
175
5. Kerja Sama Internasional Dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, KKP memerlukan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, baik nasional maupun internasional. Upaya tersebut dilakukan dengan memanfaatkan dan mengembangkan potensi kelautan dan perikanan Indonesia serta peluang kerja sama bilateral dengan negara-negara sahabat dalam optimalisasi pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berkelanjutan, dengan fokus utama pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan, kelestarian lingkungan serta pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan. KKP memandang penting upaya perluasan dan pengembangan kerja sama bilateral di bidang kelautan dan perikanan dengan negara-negara sahabat dalam membangun dan memantapkan posisi Indonesia dalam kerja sama internasional. KKP hingga tahun 2013 telah menjalin kerja sama bilateral dalam berbagai bentuk perjanjian internasional, baik kerja sama yang aktif, pembaharuan maupun yang masih dalam tahap penjajakan, meliputi:
KKP memandang penting upaya pengembangan kerjasama internasional dibidang kelautan dan perikanan
(1) Wilayah Amerika dan Eropa (Amerika Serikat, Norwegia, Belanda, Jerman, Brazil, Inggris, Turki, Uni Eropa, Rusia, Chile, Peru, Meksiko, Perancis, dan Swedia). (2) Wilayah Asia dan Pasifik (Australia, RRT, India, Vietnam, Jepang, Brunei Darussalam, Timor Leste, Korea Utara, Thailand, Philipina, Korea Selatan, Malaysia, Fiji, New Zealand, dan Maladewa). (3) Wilayah Afrika dan Timur Tengah (Kenya, Afrika Selatan, Namibia, Arab Saudi, Maroko, Mozambik, Nigeria, Aljazair, dan Sudan). Negara-negara tersebut merupakan target kerja sama bilateral dengan sasaran sebagai berikut: (1) Mendorong kerja sama pihak swasta kedua negara dengan mengembangkan public private partnership. (2) Mendorong investasi asing di bidang kelautan dan perikanan di Indonesia. (3) Melaksanakan penelitian dan pengembangan bersama. (4) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia kelautan dan perikanan. (5) Mengembangkan teknologi kelautan dan perikanan. (6) Menjalin kerja sama dalam pemberantasan IUU Fishing. (7) Menggalang dukungan dan kerja sama internasional dalam mewujudkan Ekonomi Biru di Indonesia. Sedangkan kerja sama multilateral diwujudkan dalam bentuk kehadiran dan partisipasi aktif Delegasi KKP di forum dan organisasi internasional sektor kelautan dan perikanan, langkah responsif dan tanggap terhadap regulasi internasional yang baru, serta upaya kongkrit dalam mengharmonisasikannya di tingkat nasional. Kerja sama multilateral bidang kelautan dan perikanan dilaksanakan melalui Kerja Sama Ekonomi Sub Regional (KESR), Kerja Sama PBB serta badan-badan dibawahnya seperti United Nations Food and
176
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Agriculture Organization (FAO) dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), World Trade Organization (WTO), Regional Fisheries Management Organization (RFMO), Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC), danRegional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices Including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region.
Gambar 92. Matriks Kerja Sama Internasional Bidang Kelautan dan Perikanan
Kerja sama Bilateral Fokus kerja sama bilateral adalah untuk peningkatan capacity building, infrastruktur, litbang, pertukaran tenaga ahli, dan pertukaran informasi . Beberapa capaian penting yang telah dihasilkan dari kerja sama bilateral diantaranya adalah: •
Kerja sama KKP-Thailand KKP dan Kementerian Pertanian dan Koperasi Thailand telah berhasil mentuntaskan upaya perpanjangan MSP Kerja Sama Perikanan RI dan Thailand pada tanggal 30 juli 2013 di Bangkok. MSP tersebut telah berakhir masa berlakunya di tahun 2005. Pemri sedang menunggu usulan tanggal penandatangan MSP Kerja sama Perikanan RI-Thailand.
•
Kerja sama KKP-Filipina Kedutaan Besar Republik Filipina di Jakarta telah melakukan pendekatan terkait kemungkinan penyusunan pengaturan bagi nelayan pelintas batas di perbatasan RI-Filipina. KKP dan Kemlu telah melaksanakan kajian tentang kemungkinan disusunnya pengaturan tersebut.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
177
Gambar 93. Fokus Kerja sama Bilateral Tahun 2013
•
178
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Kerja sama KKP-RRT (Republik Rakyat Tiongkok) Capaian Kerja sama KKP dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) antara lain: »» Terlaksananya Pertemuan ke-2 Pokja Kerja Sama Kelautan KKP SOA pada tanggal 25 Februari 2013 di Jakarta yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan rencana 5 tahun (20072012) kerja sama kelautan KKP-SOA terlaksana dengan baik. »» KKP dan SOA menyepakati Pengembangan IndonesiaChina Center on Ocean and Climate (ICCOC) menggunakan pendanaan hibah Maritime Cooperation Fund dan menyepakati pengajuan proposal program observasi kelautan dan perikanan All time, All Weather Ocean Eagle System. »» Penandatanganan MSP Kerja Sama Perikanan RI-RRT pada tanggal 2 Oktober 2013 di hadapan Presiden RI dan RRT di Istana Negara, sebagai pengganti MSP terdahulu. »» Tercapainya kesepakatan untuk penyusunan implementing arrangement rencana investasi perikanan RRT di Indonesia.
Gambar 94. Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Kerja sama Perikanan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Kementerian Pertanian RRT yang di tandatangani oleh MenKP Sharif C. Sutardjo dan Melu RRT Wong Yi, disaksikan oleh Presiden RI dan China, 2 Oktober 2013
Gambar 95. Penandatanganan Naskah Hasil Perundingan bersama antara KKP-RI, Sjarif Widjaja dengan SOA RRT, Mr. Chen Lianzeng di Jakarta, 25 Februari 2013
•
Kerja sama KKP-India »» Terlaksananya kerja sama teknis antara KKP dan Asosiasi Udang India. Presiden dan Wakil Presiden Asosiasi Udang India telah mengunjungi BBI Batam dan BBRBL Gondol pada tanggal 29 januari-1 Februari 2013 untuk meninjau budidaya Kerapu dan Bawal Bintang dengan menggunakan Keramba Jaring Apung dan Backyard Hatchery. »» Asodiasi Udang India akan bermitra dengan pihak swasta RI untuk memulai hatchery ikan laut di India.
•
Kerja sama KKP-Jepang Penyampaian kembali proposal pengembangan pelabuhan perikanan Nizam Zahman melalui pembiayaan JICA di Tokyo pada bulan Mei 2013. Pada Prinsipnya JICA tidak berkeberatan terhadap proposal KKP tersebut.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
179
•
Kerja sama KKP-Australia Hubungan kerja sama bilateral bidang kelautan dan perikanan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia telah terjalin sejak lama, khususnya antara Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Australian department of Agriculture, Fisheries, and Forestry (DAFF). Kerja sama yang saling menguntungkan bagi kedua negara dalam forumforum regional maupun internasional berperan penting dalam pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia. Australia juga memberikan beasiswa ADS (Australia Development Scholarship) kepada masyarakat Indonesia serta pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan. Salah satu kerja sama yang penting dan prospektif adalah antara KKP dengan Department of Agriculture, Fisheries and Forestry Australia (DAFF) serta Australia Fisheries Management Authority (AFMA) dalam melaksanakan Public Sector Linkage Program (PSLP) MoU Box Vessel and Fisher Identification Activity di Kabupaten Rote Ndao. PSLP merupakan terobosan besar karena DAFF-AFMA bersedia mengadopsi kartu nelayan, persyaratan penandaan kapal dan surat kapal yang diatur oleh peraturan KKP sebagai penanda nelayan RI untuk beroperasi di wilayah MoU Box. Sebagai langkah pertama upaya pengelolaan bersama sumber daya perikanan di wilayah MoU Box, KKP, DAFF dan AFMA mengembangkan bersama mekanisme pencatatan hasil tangkapan di wilayah MoU Box dan booklet informasi bagi nelayan RI untuk mengakses wilayah MoU Box.
Gambar 96. Kunjungan kehormatan Premier Negara Bagian Tasmania, Australia
•
180
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Kerja sama KKP-Vietnam »» Telah dilakukan pendekatan terkait kemungkinan penyusunan pengaturan bagi nelayan pelintas batas di perbatasan RI-Vietnam. »» Berdasarkan berita faksimili dari Kedutaan Besar RI di Hanoi, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Vietnam akan tetap menggunakan alasan cuaca buruk guna melindungi para nelayan asal Vietnam yang melakukan Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) Fishing di wilayah RI.
•
Sebagian besar Nota Diplomatik Kementerian Luar Negeri Vietnam kepada KBRI Hanoi ialah tentang permintaan bantuan terhadap nelayan yang terkena dampak cuaca buruk dan harus memasuki perairan wilayah RI untuk berlindung
•
Kerja sama KKP-Amerika Serikat »» Terlaksananya fasilitasi koordinasi implementasi dukungan USAID melalui Indonesia Marine and Climate Support (IMACS 2010-2014), dan Marine Protected Areas Governance (MPAG 2012-2015) »» Pembangunan e-Karina (Elektronik Kerja Sama Kelautan dan Perikanan) dan website Puskita sebagai sarana informasi dan alat pendukung pengambilan kebijakan »» Terlaksananya fasilitasi komitmen USAID untuk mendukung penyusunan Rencana Strategis KKP 2015-2019 melalui policy dialog, policy modeling maupun background study
•
Kerja sama KKP-Peru Tercapainya kesepakatan negosiasi bilateral antara KKP RI dan Kementerian Produksi Peru atas Naskah Buram MoU Kerja Sama Perikanan RI-Peru
•
Kerja sama KKP-Perancis Terlaksananya fasilitasi koordinasi pelaksanaan proyek Infrastructure Development of Space Oceanography (INDESO) dan feasibility study untuk pengembangan konsep ecoport di Pelabuhan Perikanan Indonesia
•
Kerja sama KKP-Uni Eropa »» Terlaksanaanya fasilitasi koordinasi tindak lanjut Rencana Aksi Indonesia dalam pelaksanaan EC Regulation No. 1005/2008 on IUU Fishing. »» KKP mengusulkan pembentukan Working Group in Marine and Fisheries dalam kerangka Kemitraan dan Kerja Sama Komprehensif RI-UE Memorandum of Understanding on Fisheries Cooperation antara KKP RI dan Kementerian Pertanian
•
Kerja sama KKP-Rusia Terlaksananya fasilitasi koordinasi dalam rangka negosiasi kepada pihak terkait di Rusia guna pencabutan status temporary restriction oleh Custom Union (Rusia, Belarus, Kazakhstan)
•
Kerja sama KKP-Afrika Selatan Terlaksananya proses negosiasi bilateral kerja sama kelautan dan perikanan RI-Afrika Selatan sebagai upaya memperlancar penetrasi pasar produk perikanan Indonesia ke kawasan Afrika bagian Selatan
• Kerja sama KKP-Korea Selatan Expo 2012 Yeosu – Korea Kegiatan Pameran Foto, Pemutaran Film dan Multimedia diberi judul Indonesia A Surprise : Voyage from the Lost Homeland dilaksanakan di United Nations Hall (UN Hall) di United Nations
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
181
Pavilion di lokasi Expo 2012 Yeosu mulai tanggal 19 Juli s.d 12 Agustus 2012 dalam bentuk Pameran Foto, Pemutaran Film dan Multimedia serta diskusi tentang budaya dan masyarakat kelautan dan perikanan Indonesia, bertajuk Indonesia A Surprise: Voyage from the Lost Homeland. Pada tanggal 12 Agustus 2012 kedatangan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon ke UN Pavilion untuk menyaksikan kegiatan di UN Pavilion termasuk mendapat informasi kerja sama KKP – UN dalam Pameran Foto Indonesia A Surprise: Voyage from the Lost Homeland, kemudianmenghadiri Peringatan 30 tahun lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan sekaligus untuk sekaligus menutup Expo 2012 Yeosu.Dalam pidatonya di depan konferensi memperingati ulang tahun ke-30 lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang diadakan di Yeosu Expo, Yeosu, Republik Korea, Sekjen PBB Ban Ki Moon menegaskan bahwa UNCLOS adalah salah satu instrumen hukum yang paling penting di dunia yang seharusnya diratifikasi oleh semua negara. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang belum menandatangani konvensi ini. UNCLOS memberikan sumbangan pada perdamaian dan keamanan internsional maupun pemanfaatan sumber daya laut secara adil dan efektif, melestarikan lingkungan laut dan merealisasikan suatu ketertiban ekonomi yang adil dan dapat diterima semua pihak. Sehubungan dengan ini, Sekjen Ban Ki Moon telah mengumumkan gagasan “Permufakatan Samudera” untuk menjaga lautan supaya bebas dari polusi dan kegiatan penangkapan ikan yang berkelebihan serta mencegah potensi kenaikan permukaan air laut yang akan mengancam ratusan juta orang di dunia
182
•
Kerja sama KKP-Norwegia »» Mutual Recognition Arrangement on Quality and Food Safety of Fish and Fishery Products antara BKIPM dan Norwegian Food Security Authority (NFSA) »» Agreement regarding Development Cooperation concerning Fisheries and Aquaculture Capacity Building antara KKP dan Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia. Berdasarkan agreement ini , Pemerintah Norwegia memberikan hibah sebesar 15 juta NOK untuk mendanai proyek “Enhancing Institutional Capacity in Fisheries and Aquaculture to Support Food Self-Sufficiency 2013-2017”
•
Kerja sama KKP-Belanda Memorandum of Understanding on Fisheries and Aquaculture Cooperation antara KKP RI dengan Kementerian Perekonomian Kerajaan Belanda. Implementasi MoU ini akan dilaksanakan melalui Fisheries and Aquaculture for Food Security Project in Indonesia
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 97. MKP dan Kementerian Perekonomian Kerajaan Belanda menandatangani MoU di Jakarta pada tanggal 27 Mei 2013
Kerja sama Regional dan antar Kawasan Tujuan kerja sama ini adalah mempercepat pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah yang menjadi anggotanya. •
Associaton of Southeast Asian Nations (ASEAN) Capaian Kerja sama ini adalah: »»
»»
Penetapan Kelompok Kerja Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) Sektor Kelautan dan Perikanan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 155/KEPMEN-KP/SJ/2013 tanggal 5 Juni 2013 Penyusunan rancangan Kebijakan Pengembangan Kelautan dan Perikanan sebagai bagian dari rancangan Instruksi Presiden tentang Peningkatan Daya Saing Nasional dalam rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
»»
Telah disepakati Strategic Plan of Action on ASEAN Cooperation in Fisheries (2011-2015) and its Prioritsed Activities for 2013-2015 dalam mendukung pemberlakuan ASEAN Economic Community 2015
»»
Pelaksanaan Proyek “Enhancing Coastal Community Resilience for Sustainable Livelihood and Coastal Resource Management”, dengan pendanaan dari Islamic Development Bank (IDB) melalui skema kerja sama ASEAN yang telah mendapat endorsement pelaksanaan proyek pada pertemuan Special SOM AMAF ke 34 di Pakse, Laos
»»
Pembentukan ASEAN Public Private Taskforce on Sustainable Aquaculture and Fisheries, dan telah mendapat endorsement pada pertemuan Special SOM AMAF ke 34 di Pakse, Laos.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
183
»» •
Penyusunan ASEAN Good Aquaculture Practices (ASEAN GAqP), melalui skema kerja sama ASEAN + Australia
Kerja sama Ekonomi Sub -Regional ASEAN (KESR) >> BIMP-EAGA »»
Seaweed Development Project masuk ke dalam BIMP-EAGA Implementation Blueprint 2012-2016. Saat ini proyek tersebut dalam tahap pertama yaitu harmonisasi Good Aquaculture Practices (GAqP) untuk Rumput Laut BIMP-EAGA dan finalisasi Seaweed GAqP Manual/Guidelines
»»
Terbentuknya struktur baru BIMP-EAGA, khususnya di bawah Agribusiness Cluster. KKP menjadi fokal poin Indonesia untuk Fisheries Working Group BIMP-EAGA mulai tahun 2012.
»»
Disepakatinya TOR Agribusiness Cluster. ToR tersebut telah mengakomodir sektor kelautan dan perikanan pada BIMPEAGA Technical Fisheries Working Group Meeting.
>> IMT-GT
•
184
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
»»
Disepakatinya TOR Working Group on Agriculture, Agrobased Industry and Environment (WGAAE) di tahun 2012. Kerja Sama Perikanan telah terakomodasi dalam ToR tersebut.
»»
Proyek Investment on Tuna Fish in West Sumatera yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat. Proyek ini dalam tahap re-evaluasi dan koordinasi internal lebih lanjut dengan Ditjen Perikanan Tangkap.
Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) »»
Pelaksanaan kerja sama KKP – SEAFDEC telah dilaksanakan dalam bentuk workshop dan training yang diikuti oleh pegawai KKP dan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan pembiayaan dari SEAFDEC dan sudah diimplementasikan adalah 43 workshop atau training.
»»
Telah dibentuk Kelompok Kerja Nasional Southeast Asian Fisheries Development Center melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 53/KEPMEN-KP/SJ/2013 tanggal 15 Februari 2013.
»»
Telah disepakati pembantukan Inland Fishery Resources Development and Management Department (IFRDMD) di Palembang. Telah dibentuk Kelompok Kerja Penyiapan Pembantukan Inland Fishery Resources Development and Management Department (IFRDMD) melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54/KEPMEN-KP/ SJ/2013 tanggal 15 Februari 2013.
•
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) »»
Pada Keketuaan APEC 2013, Pemerintah Indonesia telah berhasil mendorong pengarusutamaan isu kelautan dan perikanan dalam forum kerja sama ekonomi Asia Pasific (APEC).
»»
Dalam Pertemuan APEC OFWG 2013, Indonesia berhasil memasukkan dua target pada sektor kelautan dan perikanan yaitu: 1. Pembentukan Pusat Informasi Kelautan dan Perikanan APEC (AOFIC) yang akan ditempatkan di Pusat Penelitian untuk Observasi Laut di Perancak, Bali di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2. Pernyataan Pemimpin APEC pada pengarusutamaan isu laut pada pertemuan Pemimpin APEC di Bali pada awal Oktober 2013.
•
Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) Telah selesainya pembangunan gedung sekretariat tetap CTI-CFF di Manado seluas 6.084 m2 yang berlokasi di Grand Kawanua Internasional City, AA Maramis Kayuwatu, Kairagi II sebagai wujud komitmen pemerintah Indonesia untuk kerja sama CTI-CFF
•
Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) Alokasi kuota SBT yang diterima Indonesia untuk tahun 2014 sebesar 750 ton sama dengan tahun 2013, dan berpeluang mendapatkan tambahan kuota 300 ton tahun 2015-2017 jika Komisi menilai Indonesia berhasil menjalankan quality assurance review (QAR) dengan baik di tahun 2014 .
•
Western & Central Pacific Fisheries Commission WCPFC) Indonesia diterima menjadi anggota (member of WCPFC), dan tidak perlu membayar kontribusi /iuransebagai cooperating non-member WCPFC .
•
Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) Proposal Indonesia tentang penentuan kriteria kuantitatif kuota iterima baik oleh Komisi dan anggota , dan diapr-
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
185
esiasi karena formulanya sederhana, logic, dan tidak rumit dibandingkan proposal dari negara lain. Tingkat kepatuhan Indonesia telah meningkat dari 6 % di tahun 2011 menjadi 47 % di tahun 2012, antara lain karena karena kegiatan capacity building KKP bekerja sama dengan Sekretariat IOTC •
Regional Plan of Action (RPOA) Atas keberhasilan Joint Public Information Campaign (PIC) yang telah dilaksanakan Indonesia dan Australia , negara peserta RPOA lainnya sepakat menerapkan PIC program tsb untuk semua anggota dalam rangka meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap IUUF.
•
Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME) Philipina , Malaysia sebagai negara peserta kerja sama SSME mengapresiasi capaian Indonesia dalam 1 dekade kerja sama SSME, antara lain kerja sama dimaksud telah mendukung tujuan CTI-CFF, yakni EAFM, MPA, seascape, climate change, dan threaten species dalam rangka memperkuat pengelolaan keberlanjutan sumberdaya kelautan dan pesisir. Usulan Indonesia tentang perlunya MoU SSME baru untuk kerja sama SSME mendatang (tahap II) diterima Malaysia dan Philipina, untuk kemudian dibahas lebih mendalam pada pertemuan SSME tahun 2014.
186
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Kerja sama Multilateral Sasaran yang hendak dicapai dalam pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerja sama internasional dalam bidang multilateral adalah meningkatnya peran aktif Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan internasional, pemajuan dan perlindungan HAM, kerja sama kemanusiaan serta meningkatnya pembangunan ekonomi, sosial budaya, keuangan, lingkungan hidup, perdagangan, perindustrian, investasi, komoditi, dan perlindungan hak kekayaan intelektual melalui penguatan kerja sama multilateral.
•
Kerja Sama FAO lingkup KP »»
Penandatanganan MoU KKP-FAO tanggal 27 Mei 2013 di Jakarta
»»
Terimplementasinya 11 Program kerja sama periode Mei –November 2013. Evaluasi dan Perencanaan Implementasi MoU KKP-FAO 2014 di sela-sela Sidang Sesi ke-148 FAO Council Roma, Italia, 2-6 Desember 2013, Roma Italia
Gambar 98. Penandatanganan MoU KKP-FAO
•
Kerja Sama United Nations Lingkup KP a. United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Pentingnya dimasukannya faktor comparative advantage Indonesia di bidang kelautan. Submisi SBSTA berkenaan dengan Research and Systematic Observation (RSO) yaitu terkait dengan penelitian dan observasi terkait dengan teknologi atau metode adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Fokus pembahasan submisi tersebut adalah riset blue carbon terkait hutan mangrove dan padang lamun yang diajukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan perikanan –yang telah diajukan sejak pertemuan SBSTA ke-36
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
187
b. United Nations Development Programme (UNDP) Perkembangan UNDP-ATSEA, Dokumen Arafura and Timor Seas Strategic Action Programme (ATS SAP) telah selesai dan disetujui oleh Steering Commitee pada Project Board Meeting di Bali pada tanggal 21 - 22 Februari 2013. Langkah selanjutnya sebelum masuk dalam fase implementasi adalah perlunya memperoleh “endorsement” oleh pejabat setingkat menteri dari pemerintah masing masing negara.
•
Perlindungan Sumber Daya hayati dan Pengetahuan Tradisional (GRTKF) World Intellectual Property Organization (WIPO) Indonesia mengingatkan kembali negara peserta lainnya dalam proses untuk mencapai kesepakatan bersama di bidang GRTKF, haruslah mengacu pada (tidak bertentangan) Convention Biological Diversity 1992 dan Nagoya Protocol dimana salah satu didalamnya mengatur tentang access and benefit sharing (ABS), yaitu penggunaan sumberdaya genetik dan ganti-rugi pemanfaatan sumber daya genetik.
• Kerja Sama D-8 lingkup KP Seluruh negara anggota mengadopsi ToR WGMAF yang telah dipersiapkan oleh Indonesia sebagai Sekretariat WGMAF, dan negara anggota menyepakati D-8 WGMAF work programme, undangan Indonesia kepada negara anggota terkait penyelenggaraan seafood exhibition and business forum bulan Mei 2014 di Jakarta diterima dengan baik, dan rencananya kegiatan tsb akan dihadiri negara anggota.
• Kerja Sama Selatan-Selatan Penyusunan konsep Pedoman Umum Kerja Sama Internasional sebagai dasar pelaksanaan kerja sama selatan-selatan
6. Kerja sama Antar Lembaga Capaian kerja sama Antarlembaga tahun 2012 s.d. 2013 adalah sebanyak 23 KB (Kesepakatan Bersama), terdiri dari 38 MKS (Mitra Kerja Sama) dan 138 BKS (Bidang Kerja Sama). Dari 23 KB, telah terlaksana 34 PKS (Perjanjian Kerja Sama), terdiri dari 34 MKS (Mitra Kerja Sama) dan 72 BKS (Bidang Kerja Sama). Pada tahun 2013 (sampai November) telah dihasilkan 14 KB dan 15 PKS, terdiri dari24 MKS (Mitra Kerja Sama) dan 84 BKS (Bidang Kerja Sama).
188
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Telah dilakukan kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang kelautan dan perikanan, yang terdiri dari : • Advokasi adalah Lembaga Swadaya Masyarakat berbadan hukum Indonesia dengan kegiatan yang bersifat membawa perubahan terhadap mitranya. •
Mitra Pembangunan adalah berupa NGO berbadan hukum Internasional yang sudah bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kerja sama yang telah dilakukan antara lain dengan telah ditandatanganinya Kesepakatan Bersama antara KKP dengan WWF, TNC & CTC.
Gambar 99. Kerja Sama Kemitraan Lingkup Eselon I KKP
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
189
7. Blue Economy
Blue economy adalah pengembangan usaha yang secara finansial menguntungkan, efisien dalam pemakaian sumber daya, zero waste dan menyerap tenaga kerja yang besar
Blue economy adalah pengembangan usaha yang secara finansial menguntungkan, efisien dalam pemakaian sumber daya, zero waste dan menyerap tenaga kerja yang besar. Faktor esensial dalam blue economy adalah penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang disesuaikan dengan karakteristik lokal (sumber daya) dan kreativitas dalam mencari peluang-peluang pemanfaatan sumber daya, selain itu pendekatan usaha yang non-linear (menciptakan berbagai macam produk) dengan menggunakan bahan buangan (waste) membuat pendekatan blue economy: 1). Bersih dari polusi; 2). menyerap pekerjaan, 3). bersifat lokalitas dan mengurangi ketergantungan; dan 4). menguntungkan secara finansial. Sebuah pendekatan yang menyempurnakan green economy yang produkproduknya cenderung mahal sehingga negara harus mensubsidi untuk meningkatkan daya kompetensi pasar produk-produk green. Oleh karena itu, konsep blue economy dalam perspektif kelautan dan perikanan adalah pendekatan blue economy di sektor kelautan dan perikanan. Dalam side event sidang anggota Dewan FAO ke 148 pada tanggal 3 Desember 2013, konsep blue economy dibahas secara khusus para delegasi negara anggota. Side Event mengambil tema The FAO Global Initiative in Support of Food Security, Poverty Alleviation and Sustainable Management of Aquatic Resources, menyepakati inisiatif blue growth/global blue economy menjadi kunci strategi pengembangan kelautan dan perikanan dunia. Hal ini menegaskan bahwa konsep blue economy yang diterapkan KKP terus mendapat dukungan positif. Ada 9 (sembilan) implementasi konsep blue economy di Indonesia, diantaranya, Rural Development Program in Nusa Tenggara Timur Province with Three Commodities: maize, livestock and seaweed, SEAFDEC Inland Fishery Resources Development and Management Department (IFRDMD) di Palembang, Kerja Sama Coral Triangle Initiative (CTI), Program Lahan Gambut di Kalimantan bekerja sama dengan Norwegian Redd+ dimana Pogram Pengembangan Budidaya Perikanan masuk di dalamnya, FAO Regional Rice Fish Initiative Project Fase II, Mangrove Project, Infrastructure Development for Space Oceanography (INDESO) Project, dan Program Peningkatan Kapasitas SDM melalui South-South Cooperation dan Triangular Cooperation.
190
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 100. Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan Konferensi Pers Blue Economy Focus Group Discussion
Tahap awal implementasi pengembangan bisnis akuakultur berbasis blue economy dimulai tahun 2014, berupa percontohan budidaya minapadi, udang, rumput laut dan kerapu di Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengembangan percontohan blue economy di provinsi NTB mendapat dukungan dari FAO melalui MoU yang ditandatangani tanggal 27 Mei 2013 di Jakarta. Beberapa kegiatan yang sedang dan akan dilaksanakan pada tahun 2014 ini dalam rangka pelaksanaan blue economy di Lombok – NTB ini adalah Tabel 46. Kegiatan Blue Economy pada Tahun 2014
KEGIATAN
LOKASI
Pelaksanaan demfarm budidaya udang dan operasional pokja minapolitan
Lombok Tengah
Pelaksanaan demfarm budidaya rumput laut dan operasional pokja minapolitan Perekayasaan Teknologi Budidaya Ikan dalam Rangka Pengembangan Industrialisasi Berbasis Blue Ekonomi (rekayasa teknologi perbenihan ikan laut, rekayasa produksi gracilaria, pengembangan kebun bibit rumput laut)
Lombok Tengah Lombok Timur
Diseminasi Teknologi Budidaya Laut (percontohan budidaya laut dan percontohan produksi benih)
Lombok Timur Lombok Tengah
Sosialisasi, koordinasi Percontohan Minapadi
Lombok Tengah
Sosialisasi dan koordinasi pengembangan budidaya rumput laut dan kerapu
Lombok Tengah Lombok Timur
Bantuan Keramba Jaring Apung 5 unit
Lombok Tengah Lombok Timur
Pengembangan kebun bibit rumput laut 5 paket
Lombok Tengah Lombok Timur
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
191
KEGIATAN
LOKASI
Pelaksanaan demfarm budidaya udang dan operasional pokja minapolitan
Lombok Tengah
Pelaksanaan demfarm budidaya rumput laut dan operasional pokja minapolitan Perekayasaan Teknologi Budidaya Ikan dalam Rangka Pengembangan Industrialisasi Berbasis Blue Ekonomi (rekayasa teknologi perbenihan ikan laut, rekayasa produksi gracilaria, pengembangan kebun bibit rumput laut)
Lombok Tengah Lombok Timur
Diseminasi Teknologi Budidaya Laut (percontohan budidaya laut dan percontohan produksi benih)
Lombok Timur Lombok Tengah
Sosialisasi, koordinasi Percontohan Minapadi
Lombok Tengah
Sosialisasi dan koordinasi pengembangan budidaya rumput laut dan kerapu
Lombok Tengah Lombok Timur
Bantuan Keramba Jaring Apung 5 unit
Lombok Tengah Lombok Timur
Pengembangan kebun bibit rumput laut 5 paket
Lombok Tengah Lombok Timur
Pengendalian lingkungan akuakultur
Lombok Timur Lombok Tengah
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya
Lombok Timur Lombok Tengah
International Lobster Aquaculture Symposium 2014 Lombok
Nusa Tenggara Barat
Adapun zonasi percontohan budidaya berbasis blue economy sesuai komoditas disajikan pada gambar berikut Gambar 101. Zonasi budidaya laut
192
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Gambar 102. Zonasi budidaya air payau
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
193
194
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
BAB IV Isu Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2015-2019
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
195
BAB IV.
Isu Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2015-2019
Isu strategis 2015-2019 meliputi ketahanan pangan dan gizi; peningkatan daya saing dan nilai tambah; pendayagunaan potensi ekonomi kelautan; pengelolaan sumberdaya berkelanjutan; peningkatan kesejahteraan; dan pengembangan SDM dan IPTEK
Ikan sumber protein hewani bagi masyarakat untuk ketahanan pangan dan gizi
196
Isu strategis pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019 meliputi: (1) ketahanan pangan dan gizi nasional; (2) peningkatan daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan; (3) pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya kelautan; (4) pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan; (5) peningkatan kesejahteraan; dan (6) pengembangan SDM dan IPTEK kelautan dan perikanan. Isu strategis pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut : Pengembangan produk perikanan untuk ketahanan pangan dan gizi nasional Undang-Undang No. 12 Tahun 2014 tentang Pangan menyebutkan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah. Sementara itu, Undang-Undang No 45/2009 tentang Perikanan Pasal 3, salah satu tujuan Pengelolaan Perikanan adalah mendorong perluasan dan kesempatan kerja dan meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan dan UndangUndang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa arah pembangunan Gizi adalah Perbaikan gizi masyarakat melalui perbaikan pola konsumsi sesuai gizi seimbang dan perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik & kesehatan. Ikan telah berperan penting dalam penyediaan sumber protein hewani masyarakat Indonesia, dan peran tersebut masih dapat ditingkatkan. Peningkatan Konsumsi Ikan sangat dianjurkan oleh para ahli kesehatan termasuk hasil dari Joint FAO & WHO Expert Consultation: Risks & Benefits on Fish Consumption. Pola Pangan Harapan (PPH) untuk masyarakat Indonesia, konsumsi ikan minimal 31,4 kg/kap/thn. Beberapa fakta menunjukkan bahwa (a) protein ikan memberi kontribusi terbesar dalam kelompok sumber protein hewani, yakni sekitar 57,2%, (b) adanya kecenderungan pergeseran konsumen masyarakat dari red meat kepada white meat, (c) ikan memiliki kandungan lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik dan prospektif (lebih baik dari protein hewani lainnya), (d) nutrisi ikan mudah dicerna dan diserap tubuh sehingga sangat sesuai dari
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
mulai balita hingga manula, (e) ikan mempunyai keragaman yang sangat tinggi baik dari segi jenis, bentuk, warna, rasa, ukuran dan harga sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi berbagai macam produk untuk beragam konsumen, dan (f) ikan berperan penting dalam Gerakan Peningkatan Gizi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1.000 HPK). Pemerintah bahkan telah menerbitkan Keputusan Presiden No. 3 Tahun 2014 tentang Hari Ikan Nasional. Konsumsi ikan per kapita cenderung terus meningkat sebagai dampak dari kampanye mengenai manfaat mengkonsumsi ikan untuk kesehatan. Peningkatan konsumsi ikan harus diikuti dengan peningkatan pasokan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi di dalam negeri. Konsekuensi pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui peningkatan pasokan ikan dari hasil produksi, baik dari kegiatan penangkapan maupun budidaya ikan. Sementara itu, llegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing dan kegiatan yang merusak terus menjadi ancaman global, utamanya bagi keberlanjutan sumber daya dan pemeliharaan ekosistem yang produktif dan sehat. Secara khusus, kemiskinan dan kerawanan pangan di negara-negara berkembang merupakan hasil marjinalisasi sosial ekonomi dan penggunaan praktek penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan. Dampak dari IUU fishing dan kegiatan yang merusak akan mengurangi jumlah hasil tangkapan dan kualitas hasil tangkapan. Hal ini dapat mempengaruhi penyediaan pasokan bahan pangan dari ikan yang dapat berkontribusi pada terjadinya gizi buruk.
Indonesia harus dapat memanfaatkan potensi ekonomi kelautan dan perikanan melalui pengembangan industri kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan memiliki nilai tambah
Peningkatan daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan Produksi perikanan Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia, baik untuk perikanan tangkap maupun perikanan budidaya (FAO, 2012). Namun demikian, posisi Indonesia dalam perdagangan hasil perikanan dunia menduduki peringkat ke-7. Hal ini menunjukkan masih kurangnya daya saing perikanan Indonesia di dunia. Saat ini sebagian besar UMKM perikanan belum memenuhi standar mutu dengan kemampuan SDM dan finansial yang sangat terbatas. Pada tahun 2013, jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) Skala Besar hanya sebanyak 627 UPI dari total UPI lebih dari 63.000. Ke depan perlu ditingkatkan daya saing, nilai tambah dan diversifikasi produk. Pada era globalisasi dan pasar bebas, negara-negara akan berusaha mengambil manfaat ekonomi guna meningkatkan daya saingnya. Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki potensi ekonomi kelautan dan perikanan (keanekaragaman hayati) yang tinggi dituntut untuk dapat memanfaatkan peluang ini agar mampu mendukung pengembangan industri kelautan dan perikanan nasional. Value chain perikanan menunjukkan tren bahwa nilai
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
197
tambah berada di hulu bukan di hilir, sementara di negara maju, 20% nilai tambah berada di hulu dan sisanya 80% di hilir (USDA , The Economic Research Service’s, Feb 2011). Ke depan perlu dibangun bahwa kebijakan peningkatan nilai tambah dari hulu sampai hilir menjadi perhatian untuk dikembangkan. Peningkatan daya saing bidang kelautan dan perikanan ditopang melalui pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya alam secara ramah lingkungan dan berkelanjutan. Peningkatan daya saing memerlukan penyediaan dukungan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sumber daya manusia yang kompeten.
Pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya kelautan
Potensi ekonomi kelautan yang dimiliki apabila dikelola dan dimanfaatkan secara efektif menjadikan Indonesia sebagai negara maju
Pengembangan ekonomi kelautan selama ini masih belum menjadi kebijakan strategis nasional, meskipun potensi kelautan sangat besar. Sementara itu, sektor ini merupakan salah satu unggulan baru di Indonesia yang realistis mengingat potensi produksi yang dimiliki dan permintaan terhadap komoditas atau produk kelautan yang terus meningkat. Isu strategis pembangunan kelautan 5 (lima) tahun kedepan akan lebih berorientasi pada pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumber daya kelautan. Potensi ekonomi kelautan yang dimiliki oleh Indonesia apabila mampu dikelola dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien akan mampu mendukung pencapaian visi pembangunan Indonesia menjadi salah satu negara maju pada tahun 2025 mendatang. Beberapa isu penting dalam pembangunan kelautan adalah (a) optimalisasi pendayagunaan pulau-pulau kecil termasuk pulau-pulau kecil terluar, (b) efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, (c) penanggulangan IUU fishing dan kegiatan yang merusak, (d) kerentanan ekosistem, (e) penyerasian tata kelola laut, (f) optimalisasi pemanfaatan ekonomi sumber daya kelautan, dan (g) peningkatan peran masyarakat hukum adat, masyarakat lokal dan masyarakat tradisional, dengan uraian sebagai berikut:
Kebijakan afirmatif menuju kemandirian pulau-pulau kecil untuk kesejahteraan, pelestarian ekosistem, keamanan dan kedaulatan NKRI
198
a.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Peningkatan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar diperlukan baik dari aspek kesejahteraan, keamanan dan kedaulatan serta pelestarian ekosistem. Permasalahan yang sering dihadapi di pulau-pulau kecil yang berpenduduk, termasuk 31 pulau-pulau kecil terluar berpenduduk adalah pemenuhan sarana prasarana dasar, berupa listrik, sarana air bersih, telekomunikasi, dan transportasi, serta sarana prasarana pengembangan ekonomi di pulau-pulau kecil. Perlu kebijakan afirmatif untuk peningkatan ekonomi masyarakat di pulaupulau kecil menuju kemandirian pulau-pulau kecil dengan tetap mempertimbangkan aspek konservasi lingkungan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
Peningkatan kemampuan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan untuk mencegah kegiatan IUU Fishing dan kegiatan yang merusak lingkungan
Pemanfaatan potensi kelautan yang sangat besar perlu didukung kebijakan tata kelola laut nasional untuk pengembangan ekonomi kelautan secara terpadu
b.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan secara efektif adalah penyelesaian rencana pengelolaan dan rencana zonasi kawasan konservasi perairan, belum memadainya dukungan sarana dan prasarana serta SDM pengelola kawasan konservasi, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Ke depan perlu dilakukan pengelolaan kawasan konservasi yang efektif, yang selain dapat memberikan manfaat bagi kelestarian kawasan perairan, juga bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar.
c.
Saat ini masih terjadi IUU fishing dan kegiatan yang merusak, antara lain pencurian ikan oleh Kapal Ikan Asing [KIA] dan Kapal Ikan Indonesia [KII], eksploitasi ekosistem periaran secara illegal, perdagangan Spesies Ikan yang dilarang [CITES], pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan rencana strategis, rencana zonasi, rencana pemanfaatan dan rencana pengelolaan, pencemaran perairan dan pengrusakan di kawasan konservasi, dan penggunaan racun, bom dan kegiatan merusak lainnya [destructive fishing]. Sementara itu, sarana prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, antara lain berupa kapal pengawas, peralatan vessel monitoring system, dan pos pengawas masih terbatas. Disamping itu kelompok masyarakat pengawas yang terbentuk di daerah masih perlu dukungan agar dapat berperan secara aktif. Perlu adanya peningkatan kemampuan dalam pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.
d.
Seringnya terjadi bencana di wilayah pesisir dan laut menunjukkan kondisi ekosistem di wilayah pesisir dan laut sangat rentan. Hal ini diperparah dengan dampak pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Terkait dengan hal tersebut, diperlukan langkah-langkah yang strategis untuk meningkatkan ketahanan ekosistem tersebut.
e.
Tata kelola kelautan selama ini belum mendapat perhatian khusus. Beberapa isu pokok terkait tata kelola laut adalah pengamanan wilayah juridiksi dan batas laut Indonesia, pencemaran lingkungan laut dan pemanfaatan sumber daya yang tidak ramah lingkungan, perubahan iklim, dan tidak terkendalinya invasive species berpengaruh besar terhadap kepunahan sejumlah spesies, termasuk spesies yang hidup di laut, serta belum adanya penataan ruang laut. Kondisi tersebut telah melahirkan kesadaran masyarakat internasional akan perlunya mengelola laut secara bijaksana, dengan mengedepankan prinsip-prinsip good governance. Komitmen global juga ditunjukan dengan dibentuknya berbagai instrumen hukum internasional yang memuat pengaturan mengenai tata kelola laut (ocean governance).
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
199
Tuntutan dan inisiatif tata kelola laut tersebut kemudian berkembang tidak saja pada skala global tapi juga pada skala regional dan nasional. Dalam konteks Indonesia, tata kelola laut merupakan isu yang sangat relevan, khususnya apabila dikaitkan dengan potensi sumber daya laut yang dimiliki yang belum sepenuhnya dikelola, ketergantungan Indonesia akan sumber daya laut ke depan, serta praktek tata kelola yang saat ini terjadi.
Pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan untuk menjaga keberlangsungan manfaat ekonomi.
200
f.
Ekonomi kelautan selama ini masih belum menjadi kebijakan strategis nasional, meskipun potensi kelautan sangat besar. Sementara itu, sektor ini merupakan salah satu unggulan baru di Indonesia yang realistis mengingat potensi produksi yang dimiliki dan permintaan terhadap komoditas atau produk kelautan yang terus meningkat. Dalam rangka memanfaatkan potensi ekonomi kelautan Indonesia, diperlukan pengaturan dan sinergitas antar sektor yang membidangi kelautan. Investasi dan bisnis pada sektor kelautan membutuhkan biaya mahal dan teknologi tinggi, oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan investasi pembangunan kelautan, diperlukan adanya keterpaduan perencanaan pembangunan kelautan lintas sektor, termasuk pelibatan peran pemerintah daerah dan dunia usaha.
g.
Selama ini masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal belum diberi peran yang proporsional dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sementara itu, mandat UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil jo UU 1/2014 tentang Perubahan atas UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, masyarakat lokal dan masyarakat hukum adat memiliki kewenangan dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.
Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang Keberlanjutan Kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan merupakan kumpulan sumber daya yang berpotensi besar, yakni sumber daya terbarukan yang dapat dikelola untuk menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan mutlak diperlukan untuk mengantisipasi penurunan cadangan sumber daya alam di masa mendatang. Upaya menjaga keberlanjutan sumber daya dilakukan melalui konservasi, peningkatan kualitas dan rehabilitasi lingkungan, serta adaptasi perubahan iklim dan mitigasi bencana.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Peningkatan kesejahteraan pelaku usaha kelautan dan perikanan
15,15% dari 28,07 juta penduduk miskin tinggal di wilayah pesisir.
Kesejahteraan Pelaku Usaha Perikanan (budidaya, penangkapan, pengolahan dan pemasaran) merupakan salah satu pilar penting dalam peningkatan daya saing perekonomian dan merupakan tahapan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan pelaku usaha dapat digambarkan dari kemampuan pelaku usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan pendapatan yang diperolehnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tahun 2013 jumlah penduduk miskin mencapai 28,07 juta orang, dimana 25,14% diperkirakan tinggal di wilayah pesisir. Kondisi ini menggambarkan tentang kondisi sebagian pelaku usaha perikanan Indonesia. Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan bersifat multidimensional yang membutuhkan pendekatan komprehensif untuk menyelesaikannya. Pengembangan SDM dan IPTEK kelautan dan perikanan Pengembangan SDM dan IPTEK sangat penting dalam meningkatkan daya saing bidang Kelautan dan Perikanan di Indonesia. Isu daya saing ini sangat relevan dengan kebutuhan pembangunan kelautan dan perikanan pada RPJMN ketiga (2015 – 2019), dimana pembangunan diarahkan pada keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, dan kemampuan IPTEK.
Pengembangan SDM dan IPTEK untuk mewujudkan sasaran pembangunan RPJM ke-3.
Penguatan IPTEK merupakan amanah konstitusi pada pasal 31 (ayat 5) UUD 1945 dimana disebutkan bahwa pemerintah memajukan nilai pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan masyarakat. Dengan Iptek juga akan mendorong proses transisi perekonomian yang semula berbasis sumber daya (Resources Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasis pengetahuan (Knowledge Based Economy/KBE). Selama ini, dana riset Indonesia hanya sebesar 0,08% dari GDP. Rendahnya alokasi dana riset berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas karya ilmiah di bidang kelautan dan perikanan. Secara nasional Indeks Pencapaian Teknologi dan Indeks Daya Saing Pertumbuhan Indonesia tidak terlalu tinggi. Tentu saja hal tersebut akan menghambat upaya pengembangan teknologi bagi kesejahteraan masyarakat, serta kemandirian dan daya saing negara
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
201
202
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
BAB V Rancangan Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
203
BAB V.
Rancangan Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019 Pembangunan kelautan dan perikanan menjadi salah satu amanat Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, khususnya tertuang pada :
Arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan 2015-2019 bertumpu pada: Peningkatan produksi perikanan untuk pemantapan ketahanan pangan dan gizi; Peningkatan daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan; Pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya kelautan; Pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan; Peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan; Peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM KP, serta inovasi IPTEK kelautan dan perikanan.
Misi ke-2 : Mewujudkan bangsa yang berdaya saing, arah kebijakan dalam melaksanakan misi tersebut adalah (1) mengedepankan pembangunan SDM berkualitas dan berdaya saing; (2) meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan; (3) membangun infrastruktur yang maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara;dan (4) memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri. Misi ke-6 : Mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari, dengan arah kebijakan untuk memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan. Misi ke-7 : Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional. Misi tersebut mempunyai arah kebijakan untuk (1) menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; (2) meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; (3) mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan (4) membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan. Untuk melaksanakan 3 misi tersebut, diperlukan rumusan arah kebijakan dan strategi pelaksanaan yang mantap dalam rencana pembangunan tahun 2015-2019. Terlebih lagi, besarnya potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan yang belum dimanfaatkan menjadi tantangan untuk dikelola secara berkelanjutan. Implementasi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan memerlukan adanya kejelasan arah dan langkah strategis
204
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
guna memastikan seluruh tahapan perencanaan pembangunan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan akan bertumpu pada (1) peningkatan produksi perikanan untuk pemantapan ketahanan pangan dan gizi, (2) peningkatan daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan, (3) pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya kelautan, (4) pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, (5) peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, dan (6) peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM KP, serta inovasi IPTEK kelautan dan perikanan. Strategi yang akan ditempuh untuk pelaksanaan kebijakan di atas adalah : 1. Peningkatan produksi perikanan untuk pemantapan ketahanan pangan dan gizi, akan dilaksanakan melalui: (1) revitalisasi pengelolaan dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan, (2) peningkatan produksi perikanan budidaya, (3) integrated quarantine and safety control mechanism dan biosecurity, (4) stabilisasi harga ikan, serta (5) peningkatan konsumsi ikan dalam negeri. 2. Peningkatan daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan, akan dilakukan melalui: (1) pengembangan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), (2) pengelolaan perikanan tangkap partisipatif berbasis ekosistem, (3) peningkatan produksi dan kontinuitas produksi perikanan budidaya, (4) pengembangan produk perikanan berbasis ketelusuran dan kendali mutu (5) peningkatan daya saing komoditas dan usaha, (6) peningkatan sarana dan prasarana, (7) standarisasi mutu produk kelautan dan kelautan, serta (8) peningkatan nilai tambah 3. Pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya kelautan, akan dilaksanakan melalui: (1) pengembangan wawasan dan budaya bahari, (2) peningkatan dan penguatan SDM dan IPTEK bidang kelautan, (3) tata kelola laut, (4) pengembangan ekonomi kelautan, melalui pengembangan industri kelautan dan jasa kelautan, (5) peningkatan kemampuan pengawasan pemanfataan sumber daya ekonomi kelautan dan lingkungannya, (6) mitigasi bencana, penanggulangan pencemaran laut dan dampak perubahan iklim, (7) konservasi perairan laut, (8) peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan pesisir, serta (9) pengembangan kawasan ekonomi kelautan dengan pendekatan blue economy. 4. Pemantapan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, akan dilakukan melalui: (1) konservasi sumber daya perairan, (2) peningkatan kualitas dan rehabilitasi lingkungan, (3) adaptasi perubahan iklim dan mitigasi bencana. 5. Peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, akan dilakukan melalui: (1) peningkatan kemampuan individu pelaku usaha skala kecil, (2) peningkatan kapasitas usaha dan
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
205
penguatan kelembagaan kelompok, (3) pengembangan sarana dan prasarana di sentra produksi perikanan. 6. Peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM KP, serta inovasi IPTEK kelautan dan perikanan, akan dilaksanakan melalui: (1) peningkatan kapasitas SDM KP berbasis kompetensi, (2) penguatan kelembagaan Diklatluh kelautan dan perikanan, (3) penguatan kelembagaan inovasi kelautan dan perikanan, (4) penguatan kerja sama dan peran aktif penelitian skala nasional, regional, dan internasional, (5) penguatan kajian dan analisis sosial ekonomi kelautan dan perikanan, (6) peningkatan inovasi IPTEK kelautan dan perikanan yang adaptif lokasi.
KKP akan melaksanakan 10 (sepuluh) program pembangunan pada 2015-2019
Dalam rangka melaksanakan arah kebijakan dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019, usulan nama program pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 – 2019 adalah sebagai berikut: (1) Program Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tangkap, (2) Program Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Budidaya, (3) Program Peningkatan Daya Saing Usaha dan Produk Kelautan dan Perikanan, (4) Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, (5) Program Pengawasan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, (6) Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan, (7) Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan, (8) Program Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan, (9) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP, dan (10) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP. Pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019 akan fokus pada beberapa lokasi percontohan, yang akan didukung dengan adanya integrasi program dari seluruh sektor yang terkait dan Pemerintah Daerah. Kriteria penetapan lokasi percontohan akan ditetapkan berdasarkan kriteria kewilayahan, gugus kepulauan, wilayah perbatasan, lokasi pengembangan yang bersifat tematik (lokasi minapolitan, industrialisasi, blue economy, dan minawisata), lokasi sentra nelayan/pembudidaya ikan, dan kawasan strategis. Dalam pelaksanaan kebijakan dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan sebagaimana tersebut di atas, maka diperlukan kerangka regulasi, kerangka kelembagaan dan kerangka pendanaan yang memadai.
206
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
207
208
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
BAB VI PENUTUP
BAB VI
PENUTUP Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.499 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 104.000 kilometer atau terpanjang kedua di dunia, memiliki potensi ekonomi kelautan sangat besar. Diperkirakan total ekonomi laut dari sektor perikanan, perhubungan laut, industri kelautan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, infrastruktur laut, jasa kelautan, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, SDA non konvensial, dan lainnya mencapai US$ 1,2 trilliun per tahun, lebih besar dari pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang hanya US$ 1 trilliun. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahun dapat dipertahankan 6% atau lebih, maka tidak mustahil tahun 2030 Indonesia menjadi negara terbesar ke-7 yang mengoptimalkan pemanfaatan SDA laut. Hal ini sejalan dengan hasil studi Mc Kinsey Global Institute bahwa sektor kelautan (perikanan) termasuk empat pilar utama selain sumber daya alam, pertanian, dan jasa yang akan membawa Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar nomor tujuh di dunia di tahun 2030. Melihat besarnya potensi ini, maka saatnya kita semua memikirkan apa yang akan menjadi prioritas untuk pembangunan kelautan Indonesia. Terlebih dengan terbitnya UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, akan banyak tugas di bidang kelautan yang harus diemban terkait tata kelola laut. Sehingga kebijakan KKP kedepan dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019 bidang kelautan menjadi arus utama dan prioritas dalam pembangunan nasional, sehingga nantinya ada keseimbangan pembangunan antara matra darat, dan matra laut yang mencirikan negara kepulauan. Untuk dapat melaksanakan arah kebijakan pembangunan kelautan tahun 2015-2019, diperlukan kerangka regulasi yang kuat sebagai dasar utama. Diantaranya untuk tata kelola laut, saat ini sudah ada regulasi terkait yakni Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Namun masih diperlukan UU yang bisa mengadopsi semua kepentingan dilaut, yakni UU kelautan. Undang-Undang Kelautan ini dapat menjadi pondasi kuat yang dapat mengarahkan pembangunan nasional yang berorientasi archipelago menjadi negara maritim yang kuat, tangguh dan mandiri. UU ini nantinya juga mendukung penataan ruang wilayah kelautan dan penjagaan kedaulatan serta terwujudnya industri kelautan yang maju secara berkesinambungan. Termasuk mengembangkan pengetahuan kebaharian pada masyarakat. UU Kelautan akan melengkapi kebijakan yang belum ada di bidang kelautan, dan meniadakan/meminimalisir kebijakan yang saling melemahkan.
210
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
Semoga laporan hasil pelaksanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014 dan Rencana 2015-2019 dapat memberikan gambara mengenai program dan kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dilaksanakan dan akan direncanakan. Sehingga harapan ini dapat menjadi modal dasar untuk lebih mengembangkan pembangunan kelautan dan perikanan di masa datang, sehingga sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014
211
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oktober 2014