LAPORAN TEKNIS KEGIATAN KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2013
LAPORAN AKHIR TAHUN PENELITIAN TA. 2013
KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
Dr. Siti Hajar Suryawati Rizky Muhartono, M.Si. Mira, M.Si. Estu Sri Luhur, S.E. Novianti Trisaka Bualangi, S.Kom.
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
i
LEMBAR PENGESAHAN Lembaga Riset
:
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Judul Proposal
:
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan
Judul Kegiatan
:
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan
Status
:
Lanjutan
Pagu Anggaran (Rp)
:
Rp 367.600.000,(tiga ratus enam puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah)
Tahun Anggaran
:
2013
Penanggungjawab Proposal/Kegiatan
:
Dr. Siti Hajar Suryawati NIP. 19770812 200212 2 002
Wakil Penanggungjawab
:
Rizky Muhartono, M.Si NIP. 19801005 200502 1 001
Jakarta,
Desember 2013
Penanggung Jawab Kegiatan
Wakil Penanggung Jawab
Dr. Siti Hajar Suryawati NIP. 19770812 200212 2 002
Rizky Muhartono, M.Si NIP. 19801005 200502 1 001
Mengetahui, Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Indra Sakti, S.E., M.M. NIP. 19620507 198903 1 001
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
ii
RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN 1.
JUDUL KEGIATAN
2. 3.
SUMBER ANGGARAN STATUS PENELITIAN
4.
: Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan : APBN 2013 : Baru Lanjutan
Ringkasan hasil penelitian sebelumnya: Potensi berbagai jenis energi laut yang meliputi gelombang laut, pasang surut, arus laut, perbedaan temperatur laut (OTEC), dan energi kimia bio etanol, tersedia melimpah di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Perkembangan teknologi energi laut Indonesia dan aspek ekonomisnya berbeda antara jenis satu dengan yang lainnya. Dari sisi perkembangan teknologi, energi pasang surut adalah yang paling terbelakang, disusul OTEC, biofuel, arus dan gelombang. Dari aspek ekonomisnya, energi OTEC adalah yang diduga sejauh ini paling mahal, disusul arus laut, pasang surut dan gelombang. Biaya investasi untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga arus adalah $ 256.277 dengan harga energi Rp 2.127/kwh, investasi tenaga gelombang $ 260.304 dengan harga energi Rp 1.176/kwh, investasi tenaga pasang surut $ 175.000 dengan harga energi per Rp 1.211/kwh dan investasi OTEC $ 4.000.000.000 dengan harga energi per Rp 34.210/kwh. Peta potensi pasokan dan permintaan energi laut serta tingkat pengembangannya di wilayah pesisir / sentra-sentra perikanan telah dilakukan pada kegiatan penelitian Tahun 2012, tetapi perlu diperdalam sehingga dapat mendukung pengembangan industri KP dengan lebih baik. Karena keterbatasan informasi detail tentang aspek operasionalisasi berbagai jenis energi laut, terutama untuk penerapannya pada sektor KP, pada saat ini pengembangan energi alternatif untuk menopang usaha-usaha perikanan hanya diprioritaskan pada tiga jenis energi yaitu baru dapat dilaksanakan untuk energi tenaga surya, angin dan air. PROGRAM : a. Komoditas : Energi b. Bidang/Masalah : Menurut RPJM : Daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik (kebijakan, kerja sama internasional, keutuhan wilayah, dan daerah tertinggal) Menurut Kebijakan KKP : Peningkatan Produksi dan Produktivitas Menurut 7 Fokus : Pengembangan Energi Laut Litbang c. Penelitian : Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Pengembangan d. Manajemen Penelitian : Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan e. Mendukung IKU KKP (beri tanda yang dipilih sesuai matriks) o Pertumbuhan Produk Domestik Bruto o Jumlah kasus penolakan ekspor hasil (PDB) Perikanan (%/thn) perikanan per negara mitra (kasus)
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
iii
Produksi Kelautan dan Perikanan (juta ton), Perikanan tangkap, Perikanan budidaya, Garam rakyat o Nilai Tukar Nelayan/ Pembudidaya Ikan
o Tingkat Konsumsi Ikan Dalam Negeri (kg/kapita/thn)
o Luas Kawasan Konservasi Perairan
(KKP) yang dikelola secara berkelanjutan (juta ha) o Jumlah pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau terluar yang dikelola (pulau) o Wilayah Perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP (%)
o Nilai Ekspor Komoditas Perikanan (US$ miliar) OUTPUT KEGIATAN PENELITIAN :
5
a. Target Rekomendasi yang dihasilkan (jumlah) b. Data dan Informasi (jumlah Paket) c. Jumlah Karya Tulis Ilmiah (KTI) 6
:
3 (tiga) buah paket rekomendasi
: :
1 (satu) paket data dan informasi 2 (dua) buah karya tulis ilmiah
PERKIRAAN TEMA REKOMENDASI YANG DIHASILKAN : 1. Prioritas wilayah pengembangan dan penerapan teknologi energi laut pada sektor kelautan dan perikanan. 2. Intervensi kebijakan optimalisasi program pengembangan masing-masing jenis energi laut. 3. Intervensi kebijakan untuk mengoptimalkan dampak ekonomi pengembangan dan penerapan energi laut. LOKASI KEGIATAN : 1) Kabupaten Gresik (Jawa Timur) 2) Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur) 3) Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat) 4) Kabupaten Klungkung (Bali) 5) Kabupaten Bangka (Bangka Belitung) PENELITI YANG TERLIBAT :
7
8 No.
Nama
1.
Dr. Siti Hajar Suryawati Rizky Muhartono, M.Si. Dr. Agus Heri Purnomo MIra, M.Sc.
S3/ Peneliti Muda
Lingkungan
Alokasi Waktu (OB) Penanggung Jawab 4
S2/ Peneliti Pertama
Sosiologi
Wakil P. Jawab
S3/ Peneliti Utama
1
Estu Sri Luhur, S.E. Novianti Trisaka Bualangi, S.Kom.
S1/ Peneliti Pertama
Ekonomi Anggota Sumberdaya Ekonomi Wilayah & Anggota Lingkungan Ekonomi Anggota
S1/ Non Kelas
Komputer
4
2. 3. 4. 5 6
Pendidikan/ Jabatan Fungsional
S2/ Peneliti Muda
Disiplin Ilmu
Tugas (Institusi)
PUMK
6
6 6
:
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
iv
9. 1. 2. 3.
TUJUAN Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut. Melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. Melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut.
10.
LATAR BELAKANG : Pertumbuhan kebutuhan akan energi listrik terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan menambah jumlah pelanggan listrik dan menambah perkembangan berbagai sektor industri yang juga memerlukan energi listrik. Peningkatan kebutuhan listrik diprediksi tumbuh rata-rata 8,46% per tahun (Wahyudi, 2012). Akan tetapi, tingginya permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh penyedia pasokan listrik yang disebabkan oleh adanya permasalahan dari sisi penyedia pasokan sendiri dan masyarakat. Permasalahan dari sisi penyedia pasokan adalah adanya keterbatasan di antaranya: kapasitas pembangkit listrik pada waktu beban puncak (WBP), investasi pembangkit dan jaringan baru, energi primer dan tingginya biaya BBM yang pada tahun 2011 rata-rata naik 41% dibandingkan tahun sebelumnya (PLN, 2012). Selain itu, permasalahan yang ada di masyarakat antara lain tingginya pertumbuhan permintaan listrik, pola konsumsi yang tidak efisien dan masih rendahnya tingkat elektrifikasi nasional, yaitu sebesar 71,23% (PLN, 2012). Permasalahan-permasalahan tersebut makin terasa oleh masyarakat, terutama masyarakat yang hidup di daerah terpencil seperti pesisir dan pulau-pulau kecil karena sulit dijangkau oleh penyedia pasokan. Hal ini menyebabkan banyaknya wilayah pulau-pulau kecil yang belum teraliri listrik. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, sarana pembangkit perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi krisis listrik terutama di wilayah pulau-pulau kecil terdepan yang memiliki nilai strategis secara politik dan ekonomi. Listrik yang disuplai oleh PLN masih didominasi dan bergantung pada bahan bakar minyak, sedangkan pasokan minyak bumi makin menipis. Akibatnya, produksi listrik PLN makin terbatas sehingga tidak jarang terjadi pemadaman bergilir sebagai upaya untuk memeratakan distribusi listrik ke seluruh masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa suplai listrik dari penyedi pasokan makin terbatas, sementara permintaan listrik justru makin bertambah. Oleh karena itu harus dicari alternatif pemanfaatan energi terbarukan. Excess demand ini perlu dijawab dengan dukungan pemerintah melalui kebijakan perencanaan energi terkait pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah harus memfokuskan kebijakan pada pencapaian sasaran kebijakan energi nasional yang mensyaratkan bahwa pemanfaatan minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5%, panas bumi menjadi lebih dari 5%, energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin menjadi lebih dari 5%, batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2%. Implementasi dari Perpres tersebut pemerintah harus mulai membangun pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang berasal dari non minyak bumi. Untuk itu, pemerintah telah menentukan arah kebijakan pengembangan energi terbarukan, termasuk energi terbarukan untuk pembangkit listrik tenaga laut. Berdasarkan arah kebijakan tersebut, pemerintah mendorong upaya eksplorasi sumberdaya energi berbasis arus, gelombang dan perbedaan temperatur air laut. Selanjutnya, pemerintah juga mengarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan energi tersebut, baik skala industri maupun domestik di seluruh kawasan laut Indonesia yang potensial. Dalam mengimplementasikan suatu teknologi baru perlu didahului dengan dilakukannya analisis teknososek yang secara sistematis dan mendalam menelaah setiap faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan pelaksanaan kegiatan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
v
melakukan pemetaan potensi energi laut dan pemanfaatannya untuk masyarakat kelautan dan perikanan; mengkaji kelayakan teknis, sosial dan ekonomi (teknososek) serta kelembagaan dari pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan; dan menganalisis potensi dampak dan keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Penelitian ini sebagai bentuk dukungan BBPSEKP bagi rencana pengembangan dan pamanfaatan energi laut tersebut karena hasil penelitian akan menghasilkan tingkat kelayakan pembangunan pembangkit listrik yang bersumber dari energi laut. 11. KELUARAN 1. Karakteristik sosial ekonomi wilayah-wilayah potensial pengguna energi laut. 2. Analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. 3. Wilayah prioritas pengembangan energi laut dan keberlanjutan dari implementasi pengembangan energi laut. 12. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi energi baru dan terbarukan di bidang kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia, seperti energi gelombang, arus laut, dan pasang surut yang belum dimanfaatkan. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan merupakan prioritas nasional sebagai strategi pemerintah untuk mampu memenuhi kebutuhan energi dan merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Keberadaan energi baru dan terbarukan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek permintaan dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik karena adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi, bertambahnya penduduk, dan masih tingginya ketergantungan masyarakat pada energi berbahan fosil serta aspek penawaran dengan melihat potensi energi terbarukan di sektor kelautan dan perikanan, cadangan minyak bumi makin menipis dan terus meningkatnya harga minyak dunia. Di sisi lain, banyak kendala yang ditemui dalam implementasi pemanfaatan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan ini, diantaranya adalah tingginya biaya investasi dalam membangun pembangkit listriknya, aspek penguasaan teknologi, dan aspek sumber daya manusia yang belum siap memanfaatkan energi terbarukan ini. Diharapkan melalui pemanfaatan energi kelautan dan perikanan dapat memberikan kontribusi berupa: tersedianya pasokan listrik yang terjangkau bagi masyarakat, meningkatnya produktivitas usaha perikanan, terbukanya peluang pengembangan industri yang terkait sektor kelautan dan perikanan, terbukanya kesempatan dan lapangan kerja, meningkatnya pendapatan atau berkurangnya biaya produksi dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat perikanan. Berdasarkan potensi dan permasalahan tersebut maka penelitian mengenai Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan dilanjutkan pada tahun 2013 ini. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 baru sebatas identifikasi kebutuhan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan dan belum mencakup aspek kelayakan teknis, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Untuk itu pada tahun 2013 ini, tujuan penelitian difokuskan untuk menjawab pertanyaan kelayakan sosial dan ekonomi yang dikaji dari aspek parameter penentu pengembangan energi, kelembagaan, dan keberlanjutan dari energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Pertama, aspek parameter penentu pengembangan energi akan menganalisis prioritas wilayah pengembangan energi di setiap lokasi penelitian. Kedua, aspek kelembagaan akan menganalisis manajemen dan organisasi dan aspek hukum dari energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Ketiga, aspek keberlanjutan akan menganalisis atribut-atribut keberlanjutan sebagai indikator dari kondisi dimensi masing-masing aspek, kemudian diterjemahkan dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
vi
Potensi energi berbasis sumberdaya laut belum dimanfaatkan
Potensi Pemanfaatan Energi Terbarukan di Sektor KP
Sisi pasokan
Peningkatan Kebutuhan energi Masyarakat masih bertumpu pada energi berbahan fosil
Prioritas Nasional, Kebijakan Pemerintah dalam RPJMN
Sisi permintaan
Potensi energi terbarukan di sektor Kelautan dan Perikanan Cadangan Minyak Bumi semakin menipis Harga minyak dunia terus naik
Permasalahan Perikanan Pemanfaatan Terbarukan di Sektor Sektor KP
Finansial
Teknis
Investasi mahal
Rendahnya penguasaan teknologi
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan
Kelembagaan pengembangan energi laut
Analisis kelembagaan
Pendekatan kualitatif
Prioritasi wilayah pengembangan energi laut
Keberlanjutan implementasi teknologi energi laut
Analisis prioritas
Pendekatan kualitatif, kuantitatif deskriptif
Analisis keberlanjutan
Pendekatan kualitatif, kuantitatif deskriptif
Rekomendasi Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
vii
Model Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan survei dan studi eksperimental. 1. Pendekatan Survei Pendekatan survei dilakukan untuk mendapatkan pemetaan sosial ekonomi terkait pemanfaatan energi laut dari wilayah-wilayah sumber dan wilayah pengguna energi. 2. Studi Eksperimental Studi eksperimental dilaksanakan di lokasi-lokasi uji coba pemanfaatan energi laut oleh institusi teknis, meliputi: 1) analisis kelayakan pada berbagai aspek, seperti sosial-ekonomi dan kelembagaan; 2) analisis prioritasi wilayah pemanfaatan energi laut; dan 3) analisis keberlanjutan implementasi teknologi energi laut. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari – Desember 2013. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Pulau Bawean, Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Teluk Klabat, Kabupaten Bangka (Bangka Belitung), Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat), Nusa Penida, Kabupaten Klungkung (Bali), dan Teluk Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur). Lokasi-lokasi tersebut dipilih berdasarkan rencana institusi teknis, baik di lingkup KKP maupun di luar KKP, yang akan membangun dan memasang peralatan energi laut, khususnya energi arus laut dan gelombang pada tahun berjalan. Untuk itu, kelima lokasi tersebut dibagi untuk 2 (dua) pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu survei dan studi eksperimental (Neuman, 1997) seperti yang ditampilkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Lokasi-lokasi Penelitian Berdasarkan Pendekatan Penelitian yang Dilakukan Pendekatan Jenis teknologi/ No. Lokasi Institusi Studi kegiatan Survei Eksperimental 1. Pulau Bawean, Pembangkit listrik Konsorsium Kabupaten Gresik, tenaga gelombang Puslitbang Jawa Timur laut dengan PLN dan ITS teknologi bandulan 2. Teluk Klabat, Pembangkit listrik P3TKP Kabupaten Bangka, tenaga arus laut Bangka Beltung dengan teknologi kobold 3. Kabupaten Raja Pemetaan potensi P3GL Ampat, Papua Barat energi arus laut 4. Nusa Penida, Pembangkit listrik P3TKP Kabupaten tenaga arus laut Klungkung, Bali dengan optimasi turbin 5. Selat Larantuka, Pembangkit listrik P3TKP Flores Timur, Nusa tenaga arus laut Tenggara Timur dengan optimasi turbin Data yang Dikumpulkan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan informan kunci di lokasi penelitian. Teknik wawancara dilakukan secara terstruktur dengan pendekatan teknik “open-ended” yang diarahkan pada upaya pengungkapan informasi mengenai: analisis aspek ekonomi, teknis dan sosial. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
viii
Sementara itu, data sekunder diperoleh dari studi literatur melalui penggalian dokumen, buku-buku, publikasi, statistik atau hal-hal yang terkait dengan topik penelitian. Data sekunder tersebut selain diperoleh dari institusi pemerintah (Dinas setempat dan Badan Pusat Statistik), data juga dapat berasal dari media publikasi online. Metode Analisis Data Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami (Nazir, 2003). Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dikelompokkan, kemudian disusun dan dilakukan analisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung analisis ekonomi dan teknis penggunaan teknologi energi laut pada lokasi penelitian. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil analisis sosial serta potensi pengembangan dan rekomendasi penggunaan teknologi tersebut. Selanjutnya, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) komputer. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Analisis Kelembagaan Analisa kelembagaan pengelola energi akan dilakukan (diadopsi) menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulasi, norma, dan kognitif. Aspek regulasi dekati dengan melihat ketersediaan aturan formal ditingat stakeholder dan masyarakat terkait pengelolaan energi. Bagaimana stakeholder dan masyarakat berpegang dengan aturan yang telah disepakati, sejauhmana aturan tersebut ditegakkan, bagaimana aturan tersebut ditegakkan, dan kemampuan untuk menegakkan aturan. Selain itu melihat sejauh mana masyarakat melakukan implementasi terhadap pengelolaan energi yang dilakukan di wilayah masing-masing. Pada aspek normatif terhadap Implementasi Energi Baru Terbarukan, akan dikaitkan dengan aturan-aturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi, sejauhmana aturan tersebut mendukung pelaksanaan Implementasi pengembangan energi laut oleh pengambil kebijakan dan masyarakat setempat. Selain itu melihat leasson learn pelaksanaan pengelolaan energi yang selama ini sudah dilakukan pada masyarakat setempat baik pada energi tak terbarukan dan terbarukan. Aspek kognitif dikaitkan pada aspek pada makna (meaning) dan pengetahuan. Fokusnya adalah melihat sejauhmana pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat menyadari serta mengetahui (tingkat pengetahuan) tentang keberadaan energi baru dan terbarukan, peluang penerapannya, khususnya potensi pengembangan energi arus laut dan gelombang laut di lokasi masing-masing. Tabel 2. Aspek, Objek dan Analisa Kelembagaan Aspek Objek Regulatif PERDA/aturan terkait energi
Kognitif
Analisis kelembagaan Bagaimana perhatian PEMDA pada pengelolaan energi terbarukan Sejauhmana aturan tersebut efektif berlaku
Pengetahuan pengambil kebijakan dan Masyarakat terkait energi baru terbarukan?
Bagaimana tingkat pengetahuan pengambil kebijakan dan masyarakat tentang energi terbarukan?
Pengetahuan umum pengambil kebijakan dan masyarakat bagaimana laut bisa menghasilkan energi ?
Bagaimana tingkat pengetahuan pengambil kebijakan dan masyarakat, Sejauhmana mengetahui potensi energi di daerah (arus laut, gelombang)?
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
ix
Aspek Objek Aspek Normatif Dukungan normatif dan dan dukungan Implementasi pengembangan terhadap energi laut Implementasi Energi Baru Terbarukan Sumber: diadopsi dari Syahyuti (2011)
Analisis kelembagaan Apakah pengembangan energi kelautan bertentangan dengan norma dan istiadat setempat Apakah pengambil kebijakan dan masyarakat mendukung keberadaan energi arus laut? Bentuk dukungan yang diberikan
2. Analisis Prioritas Prioritasi wilayah pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang laut dilakukan dengan kuantitatif deskriptif untuk sejumlah faktor yang merupakan komponen faktor penentu dalam pengembangan energi terbarukan. Adapun komponen faktor penentu tersebut langkahnya bobot dan skoring, dengan tahapan sebagai berikut:: Objek yang akan diukur/dinilai sifatnya adalah kualitatif sehingga elemen pengukur harus mampu mewakili setiap inspirasi individu yang mengukur/menilainya. Komponen/unsur pengukuran elemen-elemen pengukuran yang berasal dari derivatif (turunan) suatu objek yang secara operasional harus sudah mengandung skala (kategori) pengukuran/penilaian. Jika skala (kategori) pengukuran komponen turunan objek tersebut belum dapat dioperasionalkan, maka skala tersebut harus diturunkan kembali menjadi sub-komponen. Perlukan penurunan mulai dari objek ke komponen (yang selanjutnya dapat disebut sebagai indikator) kemudian dari komponen ke sub-komponen (yang selanjutnya dapat disebut indikator) kemudian dari komponen ke sub-komponen (yang selannjutnya dapat disebut sebagai sub-indikator). Metodologi pengambilan sampel adalah pemangku kepentingan (stakeholder) terkait pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang yang merupakan wilayah dari rasio elektrifikasinya yang masih rendah. 3. Analisis Keberlanjutan Analisis dilakukan secara statistik multivariate dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS). Analisis multidimensi menurut Bengen (2000) merupakan analisis data yang menggambarkan karakter-karakter kuantitatif dan kualitatif suatu/sekumpulan individu yang disusun berdasarkan suatu orde dan tidak dapat dilakukan operasi aljabar sehingga cenderung lebih dekat pada statistik deskriptif dari pada statistik inferensial. Analisis keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan ini dilakukan dengan menggunakan metode RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia, Kanada, yang dimodifikasi untuk menilai status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Hasil analisis ini dinyatakan dalam bentuk Indeks Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Analisis keberlanjutan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Penentuan atribut pengelolaan berkelanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang meliputi enam dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimensi politik, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi hukum-kelembagaan, (2) Penilaian (skoring) setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi. Mengacu pada teknik RAPFISH, maka skor yang diberikan berupa nilai “buruk” (bad) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling tidak menguntungkan, dan juga berupa Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
x
nilai “baik” (good) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling menguntungkan. Diantara dua nilai yang ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara. Mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Good et al, dan Heershman et al, dalam Laapo (2010), maka jumlah peringkat yang diberikan secara konsisten pada setiap atribut yang dievaluasi sebanyak 3 (tiga) yakni nilai buruk diberi skor 0 (nol), nilai antara diberi skor 1 (satu) dan nilai baik diberi skor 2 (dua). (3) Penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Penilaian status keberlanjutan berdasarkan indeks setiap dimensi dikategorikan menurut Kavanagh (1999) sebagai berikut: - nilai indeks 0-24,99 % (kategori tidak berkelanjutan) - nilai indeks 25-49,99 % (kategori kurang berkelanjutan) - nilai indeks 50-74,99 % (kategori cukup berkelanjutan) dan - nilai indeks 75-100 % (kategori berkelanjutan). Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horisontal dan sumbu vertikal dengan proses rotasi. Posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horisontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0% (buruk) dan 100% (baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50%, maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable), Sistem tidak akan berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50%. (4) Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di setiap lokasi penelitian. Peran masing-masing atribut terhadap nilai indeks dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Peran (pengaruh) setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi khususnya pada sumbu-x. Atribut-atribut yang memiliki tingkat kepentingan (sensitivitas) tinggi dari hasil analisis ini, dianggap sebagai faktor pengungkit, yang apabila dilakukan perbaikan pada atribut tersebut maka akan berpengaruh besar dalam mengungkit nilai indeks keberlanjutan menjadi lebih baik. Perbaikan terhadap atribut sensitif, yang merupakan faktor pengungkit tersebut, akan menjadi salah satu pertimbangan dalam menyusun rekomendasi dalam pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang mempertimbangkan usaha-usaha perikanan potensial secara bersinergi. Secara skamatis, tahapan analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi disajikan pada Gambar 3.2.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xi
Mulai
Kondisi Pengembangan EBT saat ini
Penentuan Atribut Sebagai Kriteria Penilaian
MDS (Ordinasi Setiap Atribut)
Penilaian (skor) Setiap Atribut
Analisis Monte Carlo
Analisis sensitivitas
Analisis Keberlanjutan Gambar 2. Tahapan analisis RAPFISH untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xii
Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Tabel 2. Data yang Diperlukan, Sumber, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Sesuai Tujuan Penelitian Metode Pengumpulan Data Tujuan 1. Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut. Desk study 1. Potensi sumberdaya lokasi (alam, manusia, 1. Kementerian ESDM, BPPT, Ristek, Survey +wawancara infrastruktur) KP3K, PLN, Pusdatin KKP, Bappeda, Observasi BPS 2. Sumber energi yang digunakan 2. Wawancara dengan key informan dan 3. Data kebutuhan listrik/energi di lokasi penelitian responden 4. Data pengguna listrik :Jumlah Usaha, Rumah tangga 5. Rasio elektrifikasi 6. Lembaga pengelola energi setempat 7. Data sosial dan ekonomi masyarakat perikanan 8. Data energi yang sudah ada di daerah setempat Data yang diperlukan
Sumber
Metode Analisis Data
Analisis kelayakan teknis Deskriptive Kuantitatif
Tujuan 2. Melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. Desk study Analisis kelayakan 1. Peraturan yang mengatur pengelolaan energi 1. Kementerian ESDM, BPPT, Ristek, Survei +wawancara teknososek dan kelembagaan KP3K, PLN, Pusdatin KKP, Bappeda, 2. Norma-norma yang berlaku di masyarakat Observasi Deskriptive kuantitatif BPS 3. Keterlibatan dan dukungan pemerintah daerah terkait 2. Wawancara dengan key informan dan energi responden 4. Kelembagaan terkait pengelolaan energi yang sudah ada di lokasi penelitian 5. Aturan main dan aspek legalitas terkait pengembangan energi laut 6. Kinerja kelembagaan pemanfaatan energi 7. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan energi di lokasi penelitian
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xiii
Metode Metode Pengumpulan Data Analisis Data Tujuan 3. Melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Survei + wawancara Analisis prospektif 1. Jenis-jenis usaha (sektor perikanan dan non perikanan) 1. Dinas DKP, Dinas Perindustrian, Dinas Analisis keberlanjutan yang telah berkembang di lokasi-lokasi penelitian. Perdagangan, Dinas Pertambangan dan Observasi Deskriptif kuantitatif dan Energi, BPS 2. Prediksi usaha yang dapat berkembang dari kualitatif 2. Wawancara dengan key informan dan pengembangan dan pemanfaatan energi laut responden 3. Ketersediaan suku cadang dari alat atau teknologi yang digunakan. 4. Potensi konflik dari implementasi teknologi energi berbasis laut 5. Potensi keberlanjutan implementasi teknologi energi berbasis laut Data yang diperlukan
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
Sumber
xiv
13. ANGGARAN MA 521211 521213 522114 522115 524119 522119
Rincian Komposisi Pembiayaan
Jumlah (Rp)
Belanja Bahan Honor terkait ouput keg. Belanja Sewa Belanja Jasa Profesi Belanja Perjalanan Lainnya Belanja Jasa lainnya Jumlah
36.540.000 73.920.000 33.900.000 15.400.000 35.050.000 172.790.000 367.600.000
14. RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN (TARGET FISIK KEGIATAN) Tahun 2013 No KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 Persiapan 1 Studi Literatur dan 10 10 8 8 8 8 8 8 Konsultasi 2 Persiapan Rencana 50 50 Kegiatan 3 Penyiapan instrumen 50 50 pengumpulan data Operasional 1 Pra-pengumpulan data/ Penentuan Kelompok Sasaran dan Karakteristiknya 2 Pengumpulan data primer dan sekunder 3 Pengolahan/ analisis data 4 Seminar hasil kegiatan 5 Pelaporan: - Bulanan - Triwulan - Semester - Akhir tahun 6 Sosialisasi hasil kegiatan/pameran
50
Jumlah (%) 10,00 20,00 9,00 4,00 10,00 47,00 100,00
9
10
11
12
8
8
8
8
50
25
25
25
25
40
30
30
50 10
10
8 25
8
8
8 25 50
50 8
8
8 25
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
8
8
8 25 50 100 100
xv
15. TAHAPAN PEMBIAYAAN Rincian MA Komposisi Pembiayaan 521211 Belanja Bahan Honor Terkait 521213 Ouput Kegiatan 522114 Belanja Sewa Belanja Jasa 522115 Profesi Belanja Jasa 522119 lainnya Belanja Perjalanan 524119 Lainnya Jumlah 16.
Jumlah (Rp)
TRIWULAN I 5.135.000
II 13.135.000
III 8.270.000
IV 10.000.000
36.540.000
15.000.000
37.000.000
12.920.000
9.000.000
73.920.000
8.475.000
8.475.000
8.475.000
8.475.000
33.900.000
3.850.000
3.850.000
3.850.000
3.850.000
15.400.000
8.762.500
8.762.500
8.762.500
8.762.500
35.050.000
43.197.500
43.197.500
43.197.500
43.197.500
172.790.000
84.420.000
114.420.000
85.475.000
83.285.000
367.600.000
DAFTAR PUSTAKA
Erwandi. 2011. Pengembangan Regulasi, Standarisasi dan Sertifikasi Penetapan Teknologi Energi Laut, bahan presentasi dalam Workshop Arus Laut 2011. Gasperz. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan, Edisi ke-2. Tarsito. Bandung. Giatman, M. 2006. Ekonomi Teknik. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Marhaeni, A.P. 2011. Analisis Breakeven Point Sebagai Alat Perencanaa Laba pada Industri Kecil Tegel di Kecamatan Pedurungan Periode 2004 – 2008 (Studi Kasus Usaha Manufaktur), diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/27436/1/SKRIPSI_AGUSTINA_PRADITA_ MARHAENI_C2A007007%28r%29.pdf pada tanggal 8 Februari 2013. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Neuman, W.L. 1997. Social Research Methods: Qualitative and quantitative Approaches, 3rd Edition. Boston: Allyn and Bacon. p.560. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional Pitcher, T.J. and D. Preikshot. 2001. RAPFISH: P. Rapid A.ppraisal Technique to Evaluate the Suistainabili of Status of Fisheries. Flshelies Researcn 49(3): 255-270. Fisheries Center University of British Columbia. Vancouver. PLN. 2012. Statistik PLN 2011. Jakarta: Sekretariat Perusahaan PT PLN (Persero) Priyambodo, S. 2012. B/C Ratio untuk Mengukur Kelayakan, diunduh dari http://prabumataram. blogspot.com/2012/03/bc-ratio-untuk-mengukur-kelayakan.html pada tanggal 8 Februari 2013. Randall, A. 1994. Resource Economics: An Economic Approach to Natural Resource and Environmental Policy. Grid Publishing, Inc. Ohio. 415 p. Riyanto, B. 1997. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada. Sudjono, E.H. dan M. Yosi. 2010. Konversi Potensi Energi Arus Laut Menjadi Listrik (Kajian Pustaka). Bandung: Puslitbang Geologi Kelautan, Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral. p.34-45. Suryawati, S.H., R. Muhartono, E.S. Luhur dan A.H. Purnomo. 2012. Laporan Teknis Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan Dan Efisiensi Penggunaan Energi Dalam Usaha-Usaha Perikanan. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan BalitbangKP. Jakarta.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xvi
Syahyuti. 2012. Kelembagaan dan Lembaga dalam Pengembangan Agribisnis Pedesaan, diunduh dari http://websyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-dan-lembaga-dalam.html pada tanggal 7 Februari 2013. Wahyudi, A. 2012. Pertumbuhan Tenaga Listrik Diproyeksi 8,46% per Tahun, diunduh dari http://www.jaringnews.com/ekonomi/sektor-riil/29419/pertumbuhan-tenaga-listrik-diproyeksiper-tahun pada tanggal 8 Februari 2012.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xvii
RINGKASAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan laut sangat luas, yang mengandung potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang besar untuk dijadikan tumpuan (prime mover) pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy). Sumberdaya tersebut adalah misalnya perikanan, pertambangan dan energi. Namun demikian, fakta empiris menyatakan bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ini masih belum optimal sehingga manfaat, yang berupa pendapatan nasional maupun kesejahteraan rakyat,tidak maksimal. Di antara sumberdaya laut lainnya, energi laut merupakan salah satu yang redah pemanfaatannya. Pertumbuhan kebutuhan akan energi listrik terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan menambah jumlah pelanggan listrik dan menambah perkembangan berbagai sektor industri yang juga memerlukan energi listrik. Akan tetapi, tingginya permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh penyedia pasokan listrik terutama masyarakat yang hidup di daerah terpencil seperti pesisir dan pulau-pulau kecil karena sulit dijangkau oleh penyedia pasokan. Hal ini menyebabkan banyaknya wilayah pulau-pulau kecil yang belum teraliri listrik. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, sarana pembangkit perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi krisis listrik terutama di wilayah pulau-pulau kecil terdepan yang memiliki nilai strategis secara politik dan ekonomi. Listrik yang disuplai oleh PLN masih didominasi dan bergantung pada bahan bakar minyak, sedangkan pasokan minyak bumi makin menipis. Akibatnya, produksi listrik PLN makin terbatas sehingga tidak jarang terjadi pemadaman bergilir sebagai upaya untuk memeratakan distribusi listrik ke seluruh masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa suplai listrik dari penyedi pasokan makin terbatas, sementara permintaan listrik justru makin bertambah. Oleh karena itu harus dicari alternatif pemanfaatan energi terbarukan. Excess demand ini perlu dijawab dengan dukungan pemerintah melalui kebijakan perencanaan energi terkait pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Sektor kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan kelimpahan energi terbarukan yang bersumber dari laut. Energi laut dapat ditambang dalam berbagai bentuk di antaranya tenaga angin, tenaga surya, tenaga arus, tenaga gelombang, tenaga pasang surut, dan perbedaan suhu air laut. Namun demikian, sampai saat ini potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan ketergantungan pada energi fosil tetap berlanjut. Fakta menunjukkan bahwa kemajuan optimalisasi sumberdaya laut sangat lambat. Kajian ini bertujuan untuk: 1) Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayahwilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut; 2) Melakukan kajian kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi uji coba pembangkit listrik berbasis laut oleh institusi teknis; dan 3) Melakukan analisis prioritasi wilayah dan keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Kajian dilakukan di 5 lokasi yaitu Pulau Bawean, Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur), Selat Mansuar, Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat), dan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung (Bali). Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa implikasi positif berupa dorongan atau motivasi besar bagi pengambil kebijakan tingkat nasional untuk mengembangkan kebijakan implementatif yang berpihak pada energi alternatif, khususnya energi laut. Terlepas dari adanya berbagai tantangan yang harus dihadapi, potensi besar dan kebutuhan besar untuk Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xviii
memanfaatkannya merupakan alasan mendasar yang mendorong dan motivasi tersebut. Tiga jenis produk dari penelitian ini dapat diharapkan untuk memberikan arah yang lebih baik tentang sejumlah hal penting di antaranya prioritasi pengembangan (berdasarkan analisis prioritasi), strategi pemecahan masalah (berdasarkan hasil analisis keberlanjutan), dan penanganan aspek-aspek sosekbud (berdasarkan hasil pemetaan sosekbud). Perkembangan ekonomi di wilayah-wilayah yang rata-rata terbelakang tersebut dapat diharapkan akan memperbaiki kondisi kesejahteraan dan aspek-aspek kehidupan laainnya di dalam masyarakat. Kemudian, kinerja ekonomi yang lebih baik pada masyarakat akan memotivasi dan memberikan kesempatan bagi mereka tersebut untuk menghindari cara-cara pemanfaatan alam yang menyebabkan terganggunya fungsi layanan alam. Selanjutnya, penumbuhan kegiatankegiatan ekonomi masyarakat pada gilirannya berimbas pada kehidupan sosial. Pangamatan lapang dalam proses pelaksanaan penelitian ini mengilustrasikan keterkaitan ini dengan mengungkapkan sebuah ilustrasi yang mengacu pada hasil penelitian tentang projek kelistrikan Pandansimo, yang menampilkan fakta bahwa bahwa konflik sosial yang sebelumnya sering terjadi di antara anggota masyarakat terkait distribusi air menjadi sangat berkurang beberapa tahun setelah berjalannya projek tersebut. Ketersediaan listrik berlebih di lokasi projek sebagian dimanfaatkan untuk menggerakkan pompa air sehingga ketersediaan air pun menjadi lebih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik untuk kebutuhan primer rumah tangga maupun untuk kegiatan ekonomi produktif termasuk kegiatan-kegiatan pertanian, perikanan maupun layanan jasa wisata bahari yang juga ikut berkembang. Hasil analisis kelembagaan pengelolaan dan pengembangan energi baru dan terbarukan dalam hal ini energi laut dilakukan menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulatif, normatif, dan kognitif. Aspek regulatif dalam penelitian ini adalah adanya aturan formal yang terdapat ditingkat kabupaten yang mengatur secara langsung pengelolaan energi (PERDA). Berdasarkan penelusuran data, dari kelima kabupaten yang dijadikan lokasi penelitian, terdapat tiga kabupaten yang memiliki SKPD khusus untuk menangani energi (Dinas ESDM), yaitu: Kabupaten Gresik, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Bangka. Pada aspek normatif untuk pengembangan energi laut dikaitkan dengan aturan-aturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan dalam pengelolaan energi. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi, tidak ditemukan aturan lokal/adat yang menangani laut secara khusus dan memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi. Namun demikian, hampir di semua lokasi terdapat pengelolaan energi yang dilakukan oleh masyarakat yang merupakan strategi pemenuhan energi, terutama energi listrik. Aspek kognitif terkait pengembangan energi laut dilihat dari dukungan pemda dan masyarakat terhadap keberadaan potensi energi baru terbarukan yang berasal laut (arus dan gelombang). Di lapangan, bentuk dukungan tersebut disesuaikan dengan pengetahuan dan kebijakan pemerintah di setiap lokasi penelitian. Aspek kognitif teramati paling tinggi di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Flores Timur. Prioritas wilayah pengembangan energi laut secara berurutan adalah Raja Ampat, Flores Timur, Gresik, Klungkung, dan Bangka. Dasar penentuan prioritas ini adalah potensi energi lautnya sendiri, komitmen Pemda, potensi konsumen dan subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung implementasi pengembangan energi terbarukan. Untuk Raja Ampat, subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung implemntasi pengembangan energi terbarukan cukup besar. Pemerintah Raja Ampat juga sudah memasukan pengembangan energi terbarukan ke dalam program BUMD untuk dikelola secara komersial. Ketika program pemerintah diberikan kepada masyarakat dalam bentuk hibah bantuan energi terbarukan maka partisipasi masyarakat dibutuhkan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xix
untuk menentukan keberlanjutan dari program pengembangan energi terbarukan. Dari pengalaman di lapang (Raja Ampat dan Bali), banyak hibah energi terbarukan terbengkalai karena kurangnya partisipasi masyarakat. Belajar dari pengalaman pengembangan energi terbarukan lainnya seperti energi surya, keberlanjutan program terkendala karena kemauan masyarakat untuk merawat alat yang diberikan cukup rendah, termasuk juga faktor ketergantungan masyarakat terhadap dana pemerintah dalam hal program pembangunan termasuk pemarataan energi. Kemauan masyarakat yang rendah untuk pengembangan energi terbarukan masih rendah karena perawatan peralatan yang cukup rumit dan ketergantungan mereka terhadap bantuan pemerintah yang cukup tinggi karena status otonomi daerah dan status ekonomi mereka yang masuk kategori desa swadaya. Status keberlanjutan pengembangan energi laut di Raja Ampat, Gresik dan Bangka saat ini secara multidimensi (ekologi, ekonomi, politik, sosial, hukum – kelembagaan dan teknologi) adalah kurang berkelanjutan, sedangkan di Nusa Penida dan Flores Timur adalah cukup berkelanjutan. Strategi pengembangan energi laut di setiap lokasi penelitian ditentukan oleh peran atribut sensitif yang memberikan peningkatan nilai indeks keberlanjutan. Implikasi yang terjadi pada komunitas litbang dan masyarakat dunia usaha akan merupakan awal yang sangat baik untuk terjadinya efek bola salju positif dalam konteks pembangunan ekonomi pada sektor kelautan dan perikanan. Sejumlah contoh kasus yang teramati di lapangan selama proses pelaksanaan penelitian ini mendemonstrasikan bagaimana bola salju tersebut dapat terbentuk melalui berkembangnya kelistrikan di wilayah potensial yang tersebar di pesisir dan pulaupulau kecil. Apabila kelistrikan di wilayah-wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut dapat direalisasikan, kemungkinan besar perkembangan energi laut dan andilnya terhadap pembangunan kelautan dan perikanan dapat signifikan, bahkan melampaui target yang dipatok dalam perencanaan di kementerian yang menangani sektor tersebut. Guna mengoptimalkan potensi energi terbarukan seperti gelombang dan arus laut maka disusun beberapa rekomendasi kebijakan seperti yang dibawah ini : 1. Pemerintah harus mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan seperti energi arus dan gelombang laut, karena selama harga BBM lebih rendah dari harga energi terbarukan maka pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. 2. Perlunya partisipasi masyarakat dalam hal pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut), hal ini penting terutama untuk status keberlanjutan pengembangan energi terbarukan. 3. Pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut) diharapkan secara teknis mudah dilaksanakan oleh masyarakat (kalau bisa teknologi yang digunakan harus disederhanakan), hal ini berkaitan dengan perawatan pasca pengembangan energi terbarukan terutama di pulaupulau kecil.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xx
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Tahun untuk kegiatan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan. Secara umum, kajian ini bertujuan untuk: 1) melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut; 2) melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian; 3) melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Sistematika laporan akhir ini adalah Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan.
Pada bagian akhir disertakan
lampiran yang mendukung laporan akhir ini. Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna sehingga kami mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan ke depan. Harapan kami semoga laporan ini dapat menjadi rujukan atau referensi bagi stakeholders yang terkait baik sebagai penentu kebijakan maupun pihak-pihak lain yang terkait lainnya.
Jakarta, Desember 2013
Tim Peneliti
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
xxi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................... RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN (ROKP) ......................................... RINGKASAN ........................................................................................................................ KATA PENGANTAR .............................................................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................................................... DAFTAR TABEL .................................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................................
Halaman ii iii xviii xxi xxii xxiii xxv 1 1 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 2.1 Energi ................................................................................................................... 2.2 Kelembagaan ....................................................................................................... 2.3 Keberlanjutan .......................................................................................................
3 3 10 11
III.
METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 3.2 Metode Pendekatan ............................................................................................. 3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................................ 3.4 Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data .................................................... 3.5 Metode Analisis Data ............................................................................................
12 12 14 14 15 18
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Sosial Ekonomi Masyarakat .......................................................... A. Kabupaten Bangka, Bangka Belitung ............................................................. B. Kabupaten Gresik, Jawa Timur ...................................................................... C. Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat ............................................................ D. Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali ..................................................... E. Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur .......................... 4.2 Analisis Kelembagaan .......................................................................................... A. Aspek Regulatif Pengelolaan Energi .............................................................. B. Aspek Normatif Pengelolaan Energi ............................................................... C. Aspek Kognitif Pengelolaan Energi ................................................................ 4.3 Prioritasi Wilayah Pengembangan Energi Laut ....................................................
23 23 23 31 40 45 50 55 55 61 67 71 89 123
4.4 Analisis Keberlanjutan ............................................................................... V. VI. VII.
IMPLIKASI HASIL PENELITIAN DALAM MENDUKUNG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN .................................................... SIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN .................................................. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
126 129
xxii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11. Tabel 4.12. Tabel 4.13. Tabel 4.14. Tabel 4.15. Tabel 4.16. Tabel 4.17. Tabel 4.18. Tabel 4.19. Tabel 4.20. Tabel 4.21. Tabel 4.22. Tabel 4.23. Tabel 4.24. Tabel 4.25. Tabel 4.26. Tabel 4.27. Tabel 4.28. Tabel 4.29. Tabel 4.30. Tabel 4.31. Tabel 4.32.
Lokasi-lokasi Penelitian Berdasarkan Pendekatan Penelitian yang Dilakukan Data yang Diperlukan, Sumber, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Sesuai Tujuan Penelitian Aspek, Objek dan Analisis Kelembagaan Jumlah Penduduk dan Nelayan Per Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun 2011-2012 Potensi Perikanan Kabupaten Bangka Perkembangan Jumlah Nelayan dan Armada Tangkap Per Kecamatan di Kabupaten Bangka Produksi Penangkapan Berdasarikan Komoditas Dominan di Kabupaten Bangka Tahun 2012 Produksi dan Nilai Perikanan Budidaya Menurut Jenis di Kabupaten Bangka Tahun 2012 Jumlah Pengolah Per Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun 2012 Lokasi Pembangkit Listrik di Bangka Jumlah Pelanggan Listrik di Bangka 2011 Perkembangan Produksi Perikanan Tahun 2011 Jumlah Armada Penangkapan Ikan Jumlah Nelayan di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Jenis Ikan, Volume dan Nilai Harga Ikan Hasil Penangkapan di Laut Jenis, Volume dan nilai harga ikan hasil penangkapan di perairan umum Produksi Tambak Air Payau dan Tambak Air Tawar Tahun 2011 Volume produksi olahan menurut jenisnya Sejarah Perkembangan Listrik di Pulau Bawean, Gresik-Jatim Data Kelistrikan Rayon Bawean bulan Januari 2013 Jumlah Sarana Pendidikan, Murud dan Guru di Kabupaten Raja Ampat, Tahun 2011 Proporsi Penggunaan Listrik di Pulau Waisai Tahun 2011 Lokasi PLTD dan PLTS di Raja Ampat Distribusi Pelanggan dan Penjualan Listrik Menurut Kelompok Pelanggan 2011 Jumlah Alat Penangkapan Ikan (Unit) di Kabupaten Klungkung Tahun 2012 Produksi Ikan Laut Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Klungkung Tahun 2007 - 2011 Luas Usaha Budidaya (Ha) di Kabupaten Klungkung Tahun 2012 Data Kelistrikan Nusa Penida tahun 2013 (Juni) Jumlah Sarana Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Flores Timur Tahun 2011 Sarana Penangkapan di Flores Timur Jenis Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Flores Timur 2012 Perusahaan Pengolahan Banyaknya Pelanggan, Produksi, Daya Terjual danTerpasang Listrik PLN Menurut Ranting dan Sub Ranting Tahun 2011 Aspek Regulatif dan Dukungan Pengelolaan Energi Aspek Normatif Pengelolaan Energi
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
Halaman 14 16 19 24 26 26 27 28 29 31 31 32 33 34 34 35 36 37 38 39 41 43 44 45 46 46 47 50 51 51 52 52 55 56 61 xxiii
Tabel 4.33. Tabel 4.34. Tabel 4.35. Tabel 4.36. Tabel 4.37. Tabel 4.38. Tabel 4.39. Tabel 4.40. Tabel 4.41. Tabel.4.42. Tabel 4.43. Tabel 4.44. Tabel 4.45. Tabel 4.46. Tabel 4.47. Tabel 4.48. Tabel 4.49. Tabel 4.50. Tabel 4.51. Tabel 4.52. Tabel 4.53. Tabel 4.54. Tabel 4.55.
Aspek Kognitif Pengelolaan Energi Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Raja Ampat Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bali Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bangka Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bawean Status Kemandirian Ekonomi Desa Terkait Subsidi Pemerintah di Kecamatan Waigio Selatan Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di NTT Status Kemandirian Ekonomi Desa Terkait Subsidi Ekonomi di Kecamatan Meosmansar Nilai Indeks Keberlanjutan untuk Enam Dimensi di Lokasi Penelitian Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Atribut Sensitif Pada Dimensi Ekologi Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Politik Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Atribut Sensitif Pada Dimensi Politik Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Politik Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Atribut Sensitif Pada Dimensi Ekonomi Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Atribut Sensitif Pada Dimensi Sosial Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Teknologi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Atribut Sensitif Pada Dimensi Teknologi Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Hukum-Kelembagaan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Atribut Sensitif Pada Dimensi Hukum-Kelembagaan Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis Rapfish Dengan Analisis Monte Carlo Nilai Stress dan Koefisien Deteminasi Analisis Rapfish Dengan Analisis Monte Carlo
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
Halaman 69 74 76 77 81 84 84 85 90 91 92 96 97 100 101 105 106 110 111 114 115 120 121
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar 4.17. Gambar 4.18. Gambar 4.19. Gambar 4.20. Gambar 4.21. Gambar 4.22. Gambar 4.23. Gambar 4.24. Gambar 4.25. Gambar 4.26. Gambar 4.27. Gambar 4.28. Gambar 4.29. Gambar 4.30. Gambar 4.31. Gambar 4.32.
Kerangka Pemikiran Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Tahapan analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi Peta Kabupaten Bangka Pengelolaan listrik di Kabupaten Bangka Peta Kabupaten Gresik Pengelolaan Listrik di Bawean Peta Wilayah Kabupaten Raja Ampat Pengelolaan Energi Listrik di Raja Ampat Pengelolaan Energi Listrik di Bawean Pengelolaan Energi Listrik di Flores Timur Pengusahaan Sumber Energi Grafik Nilai Rata-rata Aspek Regulatif dan Dukungan Nilai Rata-rata Aspek Kognitif Wilayah Prioritas Pengembangan Energi Terbarukan Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Raja Ampat Nilai Prioritas Pengembangan Energi di Kabupaten Raja Ampat Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Nusa Penida Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Bali Arus Laut Indonesia (Arlindo) Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Energi Arus Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Bangka Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Bangka Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Gresik Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Gresik Subsidi Pemerintah Untuk Pembangunan Infratsruktur di Kecamatan Waigio Selatan Subsidi Pemerintah Untuk Pembangunan Infrastruktur di Kecamatan Meosmansar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Kabupaten Flores Timur Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Kabupaten Flores Timur Diagram Layang Nilai Indeks Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian, 2013 Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan Peran masing-masing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran masing-masing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran masing-masing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran masing-masing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
Halaman 13 22 23 30 31 39 40 43 48 53 58 61 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 82 83 85 86 87 88 91 92 93 94 94 95
xxv
Gambar 4.33. Gambar 4.34. Gambar 4.35. Gambar 4.36. Gambar 4.37. Gambar 4.38. Gambar 4.39. Gambar 4.40. Gambar 4.41. Gambar 4.42. Gambar 4.43. Gambar 4.44. Gambar 4.45. Gambar 4.46. Gambar 4.47. Gambar 4.48. Gambar 4.49. Gambar 4.50. Gambar 4.51. Gambar 4.52.
Peran masing-masing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
Halaman 95 96 98 98 99 99 100 101 102 103 103 104 104 105 107 108
108 109 109 110 xxvi
Gambar 4.53. Gambar 4.54. Gambar 4.55. Gambar 4.56. Gambar 4.57. Gamabr 4.58. Gambar 4.59. Gambar 4.60. Gambar 4.61. Gambar 4.62. Gambar 4.63.
Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
Halaman 112 112 113 113 114 115 117 117 118 118 119
xxvii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan akan energi listrik terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan menambah jumlah pelanggan listrik dan menambah perkembangan berbagai sektor industri yang juga memerlukan energi listrik. Peningkatan kebutuhan listrik diprediksi tumbuh rata-rata 8,46% per tahun (Wahyudi, 2012). Akan tetapi, tingginya permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh penyedia pasokan listrik yang disebabkan oleh adanya permasalahan dari sisi penyedia pasokan sendiri dan masyarakat. Permasalahan dari sisi penyedia pasokan adalah adanya keterbatasan di antaranya: kapasitas pembangkit listrik pada waktu beban puncak (WBP), investasi pembangkit dan jaringan baru, energi primer dan tingginya biaya BBM yang pada tahun 2011 rata-rata naik 41% dibandingkan tahun sebelumnya (PLN, 2012). Selain itu, permasalahan yang ada di masyarakat antara lain tingginya pertumbuhan permintaan listrik, pola konsumsi yang tidak efisien dan masih rendahnya tingkat elektrifikasi nasional, yaitu sebesar 71,23% (PLN, 2012). Permasalahan-permasalahan tersebut makin terasa oleh masyarakat, terutama masyarakat yang hidup di daerah terpencil seperti pesisir dan pulau-pulau kecil karena sulit dijangkau oleh penyedia pasokan. Hal ini menyebabkan banyaknya wilayah pulau-pulau kecil yang belum teraliri listrik. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, sarana pembangkit perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi krisis listrik terutama di wilayah pulau-pulau kecil terdepan yang memiliki nilai strategis secara politik dan ekonomi. Listrik yang disuplai oleh PLN masih didominasi dan bergantung pada bahan bakar minyak, sedangkan pasokan minyak bumi makin menipis. Akibatnya, produksi listrik PLN makin terbatas sehingga tidak jarang terjadi pemadaman bergilir sebagai upaya untuk memeratakan distribusi listrik ke seluruh masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa suplai listrik dari penyedi pasokan makin terbatas, sementara permintaan listrik justru makin bertambah. Oleh karena itu harus dicari alternatif pemanfaatan energi terbarukan. Excess demand ini perlu dijawab dengan dukungan pemerintah melalui kebijakan perencanaan energi terkait pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah harus memfokuskan kebijakan pada pencapaian sasaran kebijakan energi nasional yang mensyaratkan bahwa pemanfaatan minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5%, panas bumi menjadi lebih dari 5%, energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin menjadi lebih dari 5%, batubara yang dicairkan (liquefied Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
1
coal) menjadi lebih dari 2%. Implementasi dari Perpres tersebut pemerintah harus mulai membangun pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang berasal dari non minyak bumi. Untuk itu, pemerintah telah menentukan arah kebijakan pengembangan energi terbarukan, termasuk energi terbarukan untuk pembangkit listrik tenaga laut. Berdasarkan arah kebijakan tersebut, pemerintah mendorong upaya eksplorasi sumberdaya energi berbasis arus, gelombang dan perbedaan temperatur air laut. Selanjutnya, pemerintah juga mengarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan energi tersebut, baik skala industri maupun domestik di seluruh kawasan laut Indonesia yang potensial. Dalam mengimplementasikan suatu teknologi baru perlu didahului dengan dilakukannya analisis sosial ekonomi yang secara sistematis dan mendalam menelaah setiap faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan pelaksanaan kegiatan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1) melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut; (2) melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian; (3) melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Penelitian ini sebagai bentuk dukungan BBPSEKP bagi rencana pengembangan dan pamanfaatan energi laut tersebut karena hasil penelitian akan menghasilkan karakterisasi sosial ekonomi dan prioritas wilayah pengembangan energi baru dan terbarukan yang bersumber dari energi laut. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai 3 (tiga) tujuan, yaitu sebagai berikut: 1. Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut. 2. Melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. 3. Melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi Energi laut adalah energi yang berasal dari laut.Laut dapat memproduksi dua tipe energi, yaitu energi thermal (dari panas matahari), dan energi mekanis (dari pasang surut dan gelombang air laut) (http://www.renewableenergyworld.com/rea/tech/ocean-energy; Wave Energy Center, 2007; Federal Energy Management Program, 2009). Energi laut terdiri atas energi arus laut, pasang surut, gelombang dan energi perbedaan suhu air laut. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pengembangan energi laut. Potensi energi laut, berdasarkan jenis kandungan energinya, dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu kandungan mekanis dan kandungan termis (ASELI, 2010). Energi pasang surut dan energi arus laut termasuk dalam golongan energi dengan potensi mekanis; sementara itu, OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion) termasuk dalam kelompok energi berpotensi termal. Potensi energi pasang surut di Indonesia terdapat di Bagan Siapi-api, Teluk Palu, Teluk Bima, Kalimantan Barat, Irian Jaya dan Pantai Selatan Pulau Jawa (Soepardjo, 2005). Energi arus laut adalah energi yang dikonversi dari arus laut, yaitu pergerakan horisontal dari air laut, yang mengalami percepatan akibat interaksi gaya tarik menarik antara bumi, bulan dan matahari (Wave Energy Center, 2007; Federal Energy Management Program, 2009). Pergerakan seperti itu banyak terjadi di selat-selat yang menghubungkan pulau-pulau, yang tersebar di seluruh bagian wilayah Indonesia. Perlu dicatat pula bahwa wilayah negara ini merupakan juga merupakan tempat pertemuan antara dua arus berkekuatan tinggi yang berasal dari Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Potensi penggunaan energi pun bisa diterapkan di banyak negara terutama yang memiliki kawasan pantai (Hardianto dan Almaadin, 2010). Arus pasang-surut terkuat yang tercatat di Indonesia adalah di Selat antara Pulau Taliabu dan Pulau Mangole di Kepulauan Sula, Propinsi Maluku Utara, mencapai kecepatan 5,0 m/detik, namun durasinya hanya mencapai 2-3 jam per hari (Lubis dan Yuningsih, 2010). Energi pasang surut dikonversi dari pergerakan air laut akibat perbedaan tinggi permukaaan air laut atau pasang dan surut (Wave Energy Center, 2007;Federal Energy Management Program, 2009). Dalam proses konversi tersebut, pergerakan air pasang surut (Surinati, 2007) tersebut diarahkan untuk memutar turbin dengan fasilitas waduk yang sengaja dibangun dengan maksud untuk menampung air pasang dan melepas ketika surut. Pengisian waduk dilakukan dengan jalan mengalirkan air laut melalui turbin air sehingga posisinya sama dengan permukaan air lautnya. Pada waktu laut surut, terjadi hal sebaliknya dimana air laut dari waduk dialirkan melalui turbin.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
3
Energi gelombang dikonversi dari pergerakan vertikal air laut yang diakibatkan oleh dorongan angin (gelombang laut) menuju daratan dan sebaliknya (Wave Energy Center, 2007). Di Indonesia, sebagian wilayah mempunyai perairan dengan gelombang berkekuatan sangat tinggi (Nuarsa, 2008), sedangkan wilayah lain memiliki gelombang laut dengan kekuatan kecil hingga sedang, bergantung pada kekuatan angin di lokasi tertentu. Energi termal memanfaatkan perbedaan suhu permukaan dan suhu air kedalaman pada laut dalam (http://rwahyuningrum.blog.uns.ac.id/2009/08/25/energi-gelombang-laut; Wave Energy Center, 2007). Dalam prosesnya, perbedaan panas antara permukaan dan dasar laut diarahkan untuk menggerakkan fluida (misal amoniak), yang selanjutnya dimanfaatkan untuk memutar turbin. Air laut pada permukaan (yang temperaturnya lebih hangat) disedot; air permukaan yang panas dialirkan melalui evaporator sehingga menyebabkan amoniak menguap dan mempunyai tekanan yang tinggi. Tekanan tinggi ini dimanfaatkan untuk memutar turbin yang ada. Setelah digunakan untuk memutar turbin, tekanan amoniak menjadi kecil kembali dan kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk didinginkan. Air dingin dipermukaan laut yang bawah dilewatkan melalui kondensor bertujuan untuk mendinginkan uap amoniak sehingga menjadi cairan kembali. Terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan energi laut, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan yang dijadikan sebagai payung hukum pelaksanaannya. Peraturan perundangan terkait energi adalah sebagai berikut. 1. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Dalam pasal 1 dari undang-undang ini, disebutkan bahwa sumber energi terbarukan yang harus dikembangkan di Indonesia adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. 2. UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Dalam undang-undang ini, disebutkan bahwa dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri dan adil, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah, yaitu: a. Mendayagunakan sumberdaya alam terbarukan b. Mengelola sumberdaya alam tak terbarukan c. Menjaga keamanan ketersediaan energi d. Mengelola dan melestarikan sumberdaya air
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
4
e. Mengembangkan potensi sumberdaya kelautan f.
Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan sumberdaya alam tropis yang unik dan khas.
g. Memperhatikan dan mengelola keragaman sumberdaya di setiap wilayah. h. Mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia. i.
Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
j.
Meningkatkan kapasitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
k. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan hidup. 3. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi Peraturan ini mengamanatkan konservasi energi, yang adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumberdaya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.Adapun yang dimaksud sumber daya energi adalah sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan, baik sebagai sumber energi maupun sebagai energi, termasuk energi laut. 4. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional Kebijakan Energi Nasional (KEN) menurut Perpres No. 05/2006 bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah: a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 b. Terwujudnya energy mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional: -
minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen).
-
Gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen).
-
Batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen).
-
Bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5% (lima persen).
-
Panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen).
-
Energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5% (lima persen).
-
Batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2% (dua persen).
5. Draft Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2013 Penyiapan dokumen Kebijakan Energi Nasional (KEN) versi perbaikan (DEN, 2013) telah sampai pada tahap penyampaian draft akhir dari Dewan Energi Nasional (DEN) kepada Komisi VII DPR RI, yang selanjutnya akan menugaskan Panitia Kerja (Panja) KEN Komisi VII
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
5
DPR untuk melakukan pembahasan draht tersebut dengan Panja KEN DEN. Rancangan KEN tersebut akan diproses untuk mendapat persetujuan DPR RI setelah disepakati oleh kedua Panja. Proses ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, yang menyebutkan amanat kepada DEN, yaitu merumuskan dan merancang Kebijakan Energi Nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR. Sejalan dengan KEN yang telah ditetapkan pada beberapa tahun sebelumnya, Rancangan KEN versi perbaikan juga memuat arah pengelolaan Energi Nasional kedepan, tujuan pengelolaan1 energi dan sasaran penyediaan energi termasuk target bauran energi dalam penyediaan energi nasional sampai 2050. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2, kebijakan pengelolaan energi kita mengedepankan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional. Kebijakan energi nasional ini terbagi menjadi kebijakan utama dan kebijakan pendukung. Kebijakan utama meliputi: 1) ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional; 2) prioritas pengembangan energi; 3) pemanfaatan sumberdaya energi nasional; dan 4) cadangan energi nasional. Adapun kebijakan pendukungnya meliputi: 1) konservasi dan diversifikasi energi; 2) lingkungan dan keselamatan; 3) harga, subsidi dan insettif energi; 4) infrastruktur, akses masyarakat dan industry energi; 5) penelitian dan pengembangan energi; dan 6) kelembagaan dan pendanaan. 6. Peraturan Menteri ESDM No. 07 Tahun 2010 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara Poin-poin penting dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2010 tanggal 30 Juni 2010 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara (Berita Negara RI Tahun 2010 Nomor 314) adalah: a. Struktur maupun penggolongan tarifnya tidak mengalami perubahan, terdiri dari: 1) Golongan Tarif Sosial (S); 2) Golongan Tarif Rumah Tangga (R); 3) Golongan Tarif Bisnis (B); 4) Golongan Tarif Industri (I); 5) Golongan Tarif Pemerintah (P);
1
Pengelolaan energi adalah penyelenggaraan kegiatan penyediaan, pengusahaan dan pemanfaatan energi, serta penyediaan cadangan strategis dan konservasi sumberdaya energi.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
6
6) Golongan Tarif Traksi (T); 7) Golongan Tarif Curah (C); 8) Golongan Tarif Layanan Khusus (L). b. Melalui penetapan tarif dasar listrik ini, pemerintah bermaksud mendorong konsumen mengendalikan pemakaian listrik dengan cara menawarkan listrik prabayar, di mana besar tarifnya sama dengan tarif listrik reguler. Dengan demikian tarif dasar listrik terdiri dari tarif reguler dan tarif prabayar. c. Permen ini juga menetapkan biaya yang terkait dengan Tarif Dasar Listrik, antara lain: 1) Biaya kelebihan pemakaian daya reaktif (kVArh); 2) Biaya Penyambungan Tenaga Listrik; 3) Uang Jaminan Langganan; 4) Biaya Keterlambatan Pembayaran; 5) Tagihan Susulan atas penertiban pemakaian listrik tidak sah. d. Kewajiban PT PLN (Persero) untuk meningkatkan dan mengumumkan tingkat mutu pelayanan untuk masing-masing unit pelayanan dan kewajiban PT PLN (Persero) untuk memberikan pengurangan tagihan apabila tingkat mutu pelayanan tidak terpenuhi. Berkaitan dengan penyesuaian TDL tersebut, Pemerintah meminta PT PLN (Persero) melakukan peningkatan efisiensi dan pelayanan sebagai upaya peningkatan pelayanan kepada konsumen, melalui berbagai kegiatan, antara lain: a) Memperbaiki energy mix dengan mengganti pembangkit BBM dengan pembangkit gas, batubara, tenaga air dan panas bumi; b) Menurunkan susut jaringan (losses); c) Penanggulangan daerah krisis dengan peningkatan kemampuan pembangkit; dan d) Peningkatan penyambungan baru untuk rumah tangga dan rumah sederhana sehat. 7. Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Energi Peraturan ini mengamanatkan adanya manajemen energi, yang diartikan sebagai kegiatan terpadu untuk mengendalikan konsumsi energi agar tercapai pemanfaatan energi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan keluaran yang maksimal melalui tindakan teknis secara terstruktur dan ekonomis untuk meminimalisasi pemanfaatan energi termasuk energi untuk proses produksi dan meminimalisasi konsumsi bahan baku dari bahan pendukung. Pijakan formal utama untuk pengembangan keenergian nasional di Indonesia hingga adalah Dokumen Kebijakan Energi Nasional (KEN) sesuai dengan Perpres Nomor 05 Tahun 2006.Dokumen tersebut disusun sebagai pedoman untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
7
energi guna mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Melalui kebijakan-kebijakan sebagaimana tertuang dalam KEN, sejumlah sasaran telah ditetapkan yaitu: 1. Pewujudan sumberdaya energi sebagai modal pembangunan nasional; 2. Pewujudan kemandirian pengelolaan energi; 3. Penjaminan ketersediaan energi di dalam negeri; 4. Pengelolaan sumberdaya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan; 5. Pemanfaatan energi secara efisien di semua sektor; 6. Penjaminan akses masyarakat terhadap energi secara adil dan merata; 7. Pengembangan kemampuan dan kemandirian teknologi, industri dan jasa energi dalam negeri dan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia; 8. Penciptaan lapangan kerja; dan 9. Pelestarian fungsi lingkungan hidup. Salah satu bentuk kekurangan yang terdapat pada KEN menurut Perpres 05/2006 adalah tidak tercantumnya energi laut secara eksplisit di dalam dokumen tersebut.Kenyataan bahwa potensi energi laut sedemikian besarnya, Perbaikan Kebijakan Energi Nasional. Komponen penting yang diakomodasikan dalam naskah perbaikan tersebut adalah penyebutan target-target terkait pengembangan energi laut, yang pada dokumen KEN versi sebelumnya tidak disebutkan secara eksplisit. Dalam laporan yang disampaikan oleh Mukhtasor (2011) secara umum menekankan belum cukupnya pengakomodasian aspek energi laut di dalam kebijakan keenergian nasional. Disebutkan, misalnya, bahwa meskipun undang-undang keenergian yang ada, aspek energi laut belum terwadahi secara proporsional. Dikatakan pula bahwa meski pijakan pengembangan energi laut telah tersedia dalam UU No. 30/2007 tentang Energi maupun UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) ke-3 tahun 2010 – 2014, kenyataanya menunjukkan bahwa peta jalan pengembangan energi laut dan Rencana Umum Kelistrikan Nasional tidak mencakup pemanfaatan energi laut. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya belum tersedianya informasi potensi energi laut yang secara ekonomis dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Hal inilah yang mendorong ASELI mengusulkan ke Kementerian ESDM agar pemerintah menyusun Blue Print Pengelolaan Energi Nasional yang memuat pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya. Aspek utama dari kegiatan yang telah dilakukan dan oleh ASELI di antaranya adalah pemetaan potensi energi laut, baik dalam takaran maupun praktis. Peta potensi dalam takaran praktis tersebut dibuat dengan melakukan koreksi yag mempertimbangkan sejumlah aspek praktis, terhadap angka-angka potensi teoritis. Aspek praktis tersebut misalnya adalah kepentingan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
8
pengguna lain dari wilayah perairan dimana potensi teoritis ditemukan (pelayaran, perikanan, pariwisata dsb) dan kondisi dasar laut maupun lingkungan sekitarnya. Aspek ketersedian teknologi yang telah ada secara komersial tersedia di pasar internasional juga menjadi bagian informasi yang teruat dalam didalam penentuan potensi energi tersebut. Laporan ASELI (2011)menyebutkan bahwa secara teoritis, total sumberdaya energi laut nasional yang meliputi energi dari jenis panas laut, gelombang laut dan arus laut, yaitu mencapai 727.000 MW.Dengan mempertimbangkan ketersediaan teknologi yang tersedia di pasar pada saat ini dan aspek praktikal lainnya, diperkirakan bahwa potensi energi laut yang tersedia untuk ditambang kurang lebih adalah 49.000 MW, suatu angka yang sangat besar.Di antara potensi sedemikian besar tersebut, industri energi laut yang paling siap sejauh ini adalah industri berbasis teknologi gelombang dan teknologi arus pasang surut, dengan potensi praktis sebesar 6.000 MW. Di bagian yang lain, laporan ASELI juga mengungkapkan bahwa teknologi energi laut di dunia Internasional telah berkembang pesat. Penelitian dan pengkajian berbagai jenis teknologi untuk kemungkinan penerapannya di Indonesia telah dilakukan.Hasil-hasil penelitian tentang hal in, yang pada umumnya termasuk dalam kategori penelitan laboratorium hingga penelitian lapang berskala kecil tersedia di berbagai lembaga penelitian maupun perguruan tinggi nasional termasuk BPPT, ITS, ITB dan Badan Litbang Kelautan dan Perikanan. Dilaporkan pula bahwa berbagai langkah kolaborasi antar pihak telah dilakukan dalam kerangka jejaring ASELI. Beberapa contoh kegiatan kerjasama di antara berbagai pihak yang telah difasilitasi oleh ASELI adalah di antaranya kegiatan pemetaan potensi, ujicoba teknoeknomis dan penyiapan berbagai masukan untuk pembuatan berbagai dolumen legal. Dari penelitian2 terdahulu tersebut, diperoleh kesimpulan-kesimpulan bahwa: (1) tersedia potensi energi laut yang besar, (2) telah ada sejumlah langkah awal oleh berbagai pihak untuk memulai langkah bersama, (3) telah ada sejumlah payung hukum dan grand design sebagai dasar pijakan pengembangan energi laut di Indonesia. Secara umum, hasil studi literatur tersebut di atas menunjukkan bahwa terlepas dari banyaknya langkah-lagkah pada aspek kebijakan, penelitian dan pengembangan serta koordinasi, masih terdapat beberapa hal krusial yang perlu dilakukan. Di antara hal yang belum banyak terbahas melalui kajian-kajian yang ada tersebut (grey area) adalah bagaimana perkembangan yang ada sebagaimana diamanatkan dalam KEN dapat dipercepat sehingga dapat mengejar waktu sehingga energi laut bisa berperan untuk mencegah krisis energi.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
9
2.2. Kelembagaan Victor Nee mengartikan Institusi sebagai sistem sosial yang meliputi aktor-aktornya baik individu maupun organisasi. Dengan kata lain institusi dipahami sebagai sistem dominan yang memiliki keterkaitan antara elemen formal dan informal di dalamnya—adat, keyakinan, norma, aturan—yang mana menjadi orientasi aktornya dalam mengejar kepentingannya. Kelembagaan adalah sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Kelembagaan dapat berbentuk sebuah relasi sosial yang melembaga (non formal institution), atau dapat berupa lembaga dengan struktur dan badan hukum (formal institution). Menurut Nee dan Ingram (1998) dalam Syahyuti (2011); Riset-riset dalam konteks kelembagaan baru berkaitan dengan pengaruh lembaga terhadap perilaku manusia melalui aturanaturan (rules), norma (norms), dan kultural-kognitif (cultural-cognitive) yang dibangun dan dipersepsikan oleh aktor. Sumbangan utama dari kelembagaan baru adalah penambahan pengaruh dari pengetahuan, dimana individu bertindak karena persepsinya terhadap dunia sosial. Norma akan menghasilkan preskripsi, bersifat evaluatif, dan melahirkan tanggung jawab dalam kehidupan aktor di masayarkat. Norma memberi pengetahuan apa tujuan kita, dan bagaimana cara mencapainya. Norma bersifat membatasi (constraint) sekaligus mendorong (empower) aktor. Kedua, aspek regulatif. Syahyuti (2013) menjelaskan bahwa aspek ini terutama datang dari kalangan sosiolog yang banyak memperhatikan perilaku ekonomi. Nee (2005) dalam konteks analisa kelembagaan juga menyebut hubungan antara proses formal dan informal pada lingkungan kelembagaan. Portes (2006) juga menyebut lembaga sebagai “sekumpulan aturan baik formal maupun non formal yang membentuk kesalinghubungan antar peran dalam organisasi sosial”. Dalam objek ini terkait perihal latar aturan (rule setting), monitoring, dan sanksi-sanksi. Lembaga diukur dari kapasitasnya untuk menegakkan aturan, misalnya melalui mekanisme hadiah dan sanksi. Aturan ditegakkan melalui mekanisme informal dan formal. Sebagai norma, aturan juga bersifat represif dan membatasi namun juga memberi kesempatan terhadap aktor. Menghadapi kompleks aturan ini, maka aktor berupaya memaksimalkan keuntungan. Ketiga, aspek kultural-kognitif. Inti dari objek kultural-kognitif ini adalah pada makna (meaning). Fokus dalam kultural-kognitif adalah pada bagaimana kehidupan sosial menggunakan kerangka makna dan bagaimana makna-makna diproduksi dan direproduksi. Berdasarkan tiga objek ini, maka “lembaga” dapat dirumuskan sebagai hal yang berisi norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan pedoman, sumber daya, dan sekaligus hambatan untuk bertindak bagi aktor.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
10
Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan keteraturan dalam masyarakat, meskipun ia pun dapat berubah. 2.3. Keberlanjutan Dalam analisis ini menguraikan upaya pengembangan metode RAPFISH yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of Columbia di tahun 1999. Metode ini merupakan suatu metode yang dapat menggambarkan secara cepat dan dengan hasil cukup akurat status keberlanjutan pemanfaatan energy terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Terkait keberlanjutan pemanfaatan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan hasil pengembangan adalah dimensi dan atribut yang diperlukan dalam kajian menggunakan metode RAPFISH yang sesuai dengan struktur pemanfaatan energy terbarukan. Dasar pengkajian yang digunakan dalam studi ini adalah dimensi dan atribut. Dimensi dan atribut yang dimaksud merupakan penterjemahan secara harfiah dari metode RAPFISH yang digunakan secara umum di berbagai negara (Pitcher and Preikshot, 2001). Atribut tersebut sebagai indikator dari kondisi dimensi setiap aspek, kemudian diterjemahkan dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Acuan tambahan adalah memperhatikan kata "kinerja", yang didalamnya mengandung pengertian adanya input, proses dan outpuUhasil. Oleh karena itu, didalam setiap dimensi yang dianalisis harus terdiri atas atribut-atribut yang mewakili kondisi input, berjalannya proses dan sesuatu yeng dihasilkan (output). Kesemuanya menggambarkan kondisi kinerja pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap dari setiap dimensi yang dianalisis. Acuan berikutnya adalah konsep pembangunan berkelanjutan. Menurut WeED (1987) dalam Garcia et al (2000), pembangunan berkelanjutan secara sederhana memiliki definisi "pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya". Sehingga tampak bahwa didalam pembangunan berkelanjutan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada akhirnya dapat mewujudkan atau meningkatkan taraf hidup manusia itu sendiri (human well being) dan sekaligus memelihara dalam Jangka panjang fungsi lingkungan perairan dan keberadaan sumberdaya alam di dalamnya.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
11
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi energi baru dan terbarukan di bidang kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia, seperti energi gelombang, arus laut, dan pasang surut yang belum dimanfaatkan. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan merupakan prioritas nasional sebagai strategi pemerintah untuk mampu memenuhi kebutuhan energi dan merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Keberadaan energi baru dan terbarukan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek permintaan dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik karena adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi, bertambahnya penduduk, dan masih tingginya ketergantungan masyarakat pada energi berbahan fosil serta aspek penawaran dengan melihat potensi energi terbarukan di sektor kelautan dan perikanan, cadangan minyak bumi makin menipis dan terus meningkatnya harga minyak dunia. Di sisi lain, banyak kendala yang ditemui dalam implementasi pemanfaatan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan ini, diantaranya adalah tingginya biaya investasi dalam membangun pembangkit listriknya, aspek penguasaan teknologi, dan aspek sumber daya manusia yang belum siap memanfaatkan energi terbarukan ini. Diharapkan melalui pemanfaatan energi kelautan dan perikanan dapat memberikan kontribusi berupa: tersedianya pasokan listrik yang terjangkau bagi masyarakat, meningkatnya produktivitas usaha perikanan, terbukanya peluang pengembangan industri yang terkait sektor kelautan dan perikanan, terbukanya kesempatan dan lapangan kerja, meningkatnya pendapatan atau berkurangnya biaya produksi dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat perikanan. Berdasarkan potensi dan permasalahan tersebut maka penelitian terkait energi baru dan terbarukan di sektor kelautan dan perikanan dilanjutkan pada tahun 2013 ini. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 baru sebatas identifikasi kebutuhan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan dan belum mencakup aspek kelayakan teknis, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Untuk itu pada tahun 2013 ini, tujuan penelitian difokuskan untuk menjawab pertanyaan kelayakan sosial dan ekonomi yang dikaji dari aspek parameter penentu pengembangan energi, kelembagaan, dan keberlanjutan dari energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Pertama, aspek parameter penentu pengembangan energi akan menganalisis prioritas wilayah pengembangan energi di setiap lokasi penelitian. Kedua, aspek kelembagaan akan menganalisis manajemen dan organisasi dan aspek hukum dari energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Ketiga, aspek keberlanjutan akan menganalisis atribut-atribut keberlanjutan sebagai indikator dari kondisi dimensi masing-masing aspek, kemudian diterjemahkan dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
12
Potensi energi berbasis sumberdaya laut belum dimanfaatkan
Potensi Pemanfaatan Energi Terbarukan di Sektor KP
Sisi pasokan
Peningkatan Kebutuhan energi Masyarakat masih bertumpu pada energi berbahan fosil
Prioritas Nasional, Kebijakan Pemerintah dalam RPJMN
Sisi permintaan
Potensi energi terbarukan di sektor Kelautan dan Perikanan Cadangan Minyak Bumi semakin menipis Harga minyak dunia terus naik
Permasalahan Perikanan Pemanfaatan Terbarukan di Sektor Sektor KP
Finansial
Teknis
Investasi mahal
Rendahnya penguasaan teknologi
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan
Kelembagaan pengembangan energi laut
Analisis kelembagaan
Pendekatan kualitatif
Prioritasi wilayah pengembangan energi laut
Keberlanjutan implementasi teknologi energi laut
Analisis prioritas
Pendekatan kualitatif, kuantitatif deskriptif
Analisis keberlanjutan
Pendekatan kualitatif, kuantitatif deskriptif
Rekomendasi Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan
Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
13
3.2. Model Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan survei dan studi eksperimental. 1. Pendekatan Survei Pendekatan survei dilakukan untuk mendapatkan pemetaan sosial ekonomi terkait pemanfaatan energi laut dari wilayah-wilayah sumber dan wilayah pengguna energi. 2. Studi Eksperimental Studi eksperimental dilaksanakan di lokasi-lokasi uji coba pemanfaatan energi laut oleh institusi teknis, meliputi: 1) analisis kelayakan pada berbagai aspek, seperti sosial-ekonomi dan kelembagaan; 2) analisis prioritasi wilayah pemanfaatan energi laut; dan 3) analisis keberlanjutan implementasi teknologi energi laut. 3.3. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari – Desember 2013. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Pulau Bawean, Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Teluk Klabat, Kabupaten Bangka (Bangka Belitung), Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat), Nusa Penida, Kabupaten Klungkung (Bali), dan Teluk Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur). Lokasi-lokasi tersebut dipilih berdasarkan rencana institusi teknis, baik di lingkup KKP maupun di luar KKP, yang akan membangun dan memasang peralatan energi laut, khususnya energi arus laut dan gelombang pada tahun berjalan. Untuk itu, kelima lokasi tersebut dibagi untuk 2 (dua) pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu survei dan studi eksperimental (Neuman, 1997) seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1. Lokasi-lokasi Penelitian Berdasarkan Pendekatan Penelitian yang Dilakukan Pendekatan Jenis teknologi/ No. Lokasi Institusi Studi kegiatan Survei Eksperimental 1. Pulau Bawean, Pembangkit listrik Konsorsium Kabupaten Gresik, tenaga gelombang Puslitbang PLN Jawa Timur laut dengan dan ITS teknologi bandulan 2. Teluk Klabat, Pembangkit listrik P3TKP Kabupaten Bangka, tenaga arus laut Bangka Beltung dengan teknologi kobold 3. Kabupaten Raja Pemetaan potensi P3GL Ampat, Papua Barat energi arus laut 4. Nusa Penida, Pembangkit listrik P3TKP Kabupaten tenaga arus laut Klungkung, Bali dengan optimasi turbin Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
14
No. 5.
Lokasi Selat Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur
Jenis teknologi/ kegiatan Pembangkit listrik tenaga arus laut dengan optimasi turbin
Institusi P3TKP
Pendekatan Studi Survei Eksperimental
3.4. Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan informan kunci di lokasi penelitian. Teknik wawancara dilakukan secara terstruktur dengan pendekatan teknik “open-ended” yang diarahkan pada upaya pengungkapan informasi mengenai: analisis aspek ekonomi, teknis dan sosial. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari studi literatur melalui penggalian dokumen, buku-buku, publikasi, statistik atau hal-hal yang terkait dengan topik penelitian. Data sekunder tersebut selain diperoleh dari institusi pemerintah (Dinas setempat dan Badan Pusat Statistik), data juga dapat berasal dari media publikasi online.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
15
Tabel 3.2. Data yang Diperlukan, Sumber, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Sesuai Tujuan Penelitian Metode Pengumpulan Data Tujuan 1. Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut. Data yang diperlukan
1. Potensi sumberdaya lokasi (alam, manusia, 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
infrastruktur) Sumber energi yang digunakan Data kebutuhan listrik/energi di lokasi penelitian Data pengguna listrik :Jumlah Usaha, Rumah tangga Rasio elektrifikasi Lembaga pengelola energi setempat Data sosial dan ekonomi masyarakat perikanan Data energi yang sudah ada di daerah setempat
Sumber
1. Kementerian ESDM, BPPT, Ristek,
KP3K, PLN, Pusdatin KKP, Bappeda, BPS 2. Wawancara dengan key informan dan responden
Desk study Survey +wawancara Observasi
Metode Analisis Data
Analisis kelayakan teknis Deskriptive Kuantitatif
Tujuan 2. Melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian.
1. Peraturan yang mengatur pengelolaan energi 2. Norma-norma yang berlaku di masyarakat 3. Keterlibatan dan dukungan pemerintah daerah terkait 4. 5. 6. 7.
energi Kelembagaan terkait pengelolaan energi yang sudah ada di lokasi penelitian Aturan main dan aspek legalitas terkait pengembangan energi laut Kinerja kelembagaan pemanfaatan energi Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan energi di lokasi penelitian
1. Kementerian ESDM, BPPT, Ristek,
KP3K, PLN, Pusdatin KKP, Bappeda, BPS 2. Wawancara dengan key informan dan responden
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
Desk study Survei +wawancara Observasi
Analisis kelayakan
teknososek dan kelembagaan
Deskriptive kuantitatif
16
Metode Metode Pengumpulan Data Analisis Data Tujuan 3. Melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Data yang diperlukan
1. Jenis-jenis usaha (sektor perikanan dan non perikanan) 2. 3. 4. 5.
yang telah berkembang di lokasi-lokasi penelitian. Prediksi usaha yang dapat berkembang dari pengembangan dan pemanfaatan energi laut Ketersediaan suku cadang dari alat atau teknologi yang digunakan. Potensi konflik dari implementasi teknologi energi berbasis laut Potensi keberlanjutan implementasi teknologi energi berbasis laut
Sumber
1. Dinas DKP, Dinas Perindustrian, Dinas
Perdagangan, Dinas Pertambangan dan Energi, BPS 2. Wawancara dengan key informan dan responden
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
Survei + wawancara Observasi
Analisis prospektif Analisis keberlanjutan Deskriptif kuantitatif dan kualitatif
17
3.5. Metode Analisis Data Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami (Nazir, 2003). Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dikelompokkan, kemudian disusun dan dilakukan analisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung analisis ekonomi dan teknis penggunaan teknologi energi laut pada lokasi penelitian. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil analisis sosial serta potensi pengembangan dan rekomendasi penggunaan teknologi tersebut. Selanjutnya, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) komputer. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Analisis Kelembagaan Analisa kelembagaan pengelola energi akan dilakukan (diadopsi) menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulasi, norma, dan kognitif. Aspek regulasi dekati dengan melihat ketersediaan aturan formal ditingat stakeholder dan masyarakat terkait pengelolaan energi. Bagaimana stakeholder dan masyarakat berpegang dengan aturan yang telah disepakati, sejauhmana aturan tersebut ditegakkan, bagaimana aturan tersebut ditegakkan, dan kemampuan untuk menegakkan aturan. Selain itu melihat sejauh mana masyarakat melakukan implementasi terhadap pengelolaan energi yang dilakukan di wilayah masing-masing. Pada aspek normatif terhadap Implementasi Energi Baru Terbarukan, akan dikaitkan dengan aturan-aturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi, sejauhmana aturan tersebut mendukung pelaksanaan Implementasi pengembangan energi laut oleh pengambil kebijakan dan masyarakat setempat. Selain itu melihat leasson learn pelaksanaan pengelolaan energi yang selama ini sudah dilakukan pada masyarakat setempat baik pada energi tak terbarukan dan terbarukan. Aspek kognitif dikaitkan pada aspek pada makna (meaning) dan pengetahuan. Fokusnya adalah melihat sejauhmana pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat menyadari serta mengetahui (tingkat pengetahuan) tentang keberadaan energi baru dan terbarukan, peluang penerapannya, khususnya potensi pengembangan energi arus laut dan gelombang laut dilokasi masing-masing.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
18
Tabel 3.3. Aspek, Objek dan Analisis Kelembagaan Aspek Regulatif
Objek PERDA/aturan terkait energi
Kognitif
Pengetahuan pengambil kebijakan dan Masyarakat terkait energi baru terbarukan?
Bagaimana tingkat pengetahuan pengambil kebijakan dan masyarakat tentang energi terbarukan?
Pengetahuan umum pengambil kebijakan dan masyarakat bagaimana laut bisa menghasilkan energi ?
Bagaimana tingkat pengetahuan pengambil kebijakan dan masyarakat, Sejauhmana mengetahui potensi energi di daerah (arus laut, gelombang)?
Aspek Normatif dan dukungan terhadap Implementasi Energi Baru Terbarukan
Dukungan normatif dan Implementasi pengembangan energi laut
Analisis kelembagaan Bagaimana perhatian PEMDA pada pengelolaan energi terbarukan Sejauhmana aturan tersebut efektif berlaku
Apakah pengembangan energi kelautan bertentangan dengan norma dan istiadat setempat Apakah pengambil kebijakan dan masyarakat mendukung keberadaan energi arus laut? Bentuk dukungan yang diberikan
Sumber: diadopsi dari Syahyuti (2011)
2. Analisis Prioritas Prioritasi wilayah pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang laut dilakukan dengan kuantitatif deskriptif untuk sejumlah faktor yang merupakan komponen faktor penentu dalam pengembangan energi terbarukan. Adapun komponen faktor penentu tersebut langkahnya bobot dan skoring, dengan tahapan sebagai berikut::
Objek yang akan diukur/dinilai sifatnya adalah kualitatif sehingga elemen pengukur harus mampu mewakili setiap inspirasi individu yang mengukur/menilainya.
Komponen/unsur pengukuran elemen-elemen pengukuran yang berasal dari derivatif (turunan) suatu objek yang secara operasional harus sudah mengandung skala (kategori) pengukuran/penilaian.
Jika skala (kategori) pengukuran komponen turunan objek tersebut belum dapat dioperasionalkan, maka skala tersebut harus diturunkan kembali menjadi sub-komponen. Perlukan penurunan mulai dari objek ke komponen (yang selanjutnya dapat disebut sebagai indikator) kemudian dari komponen ke sub-komponen (yang selanjutnya dapat disebut indikator) kemudian dari komponen ke sub-komponen (yang selannjutnya dapat disebut sebagai sub-indikator).
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
19
Metodologi pengambilan sampel adalah pemangku kepentingan (stakeholder) terkait pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang yang merupakan wilayah dari rasio elektrifikasinya yang masih rendah.
3. Analisis Keberlanjutan Analisis dilakukan secara statistik multivariate dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS). Analisis multidimensi menurut Bengen (2000) merupakan analisis data yang menggambarkan karakter-karakter kuantitatif dan kualitatif suatu/sekumpulan individu yang disusun berdasarkan suatu orde dan tidak dapat dilakukan operasi aljabar sehingga cenderung lebih dekat pada statistik deskriptif dari pada statistik inferensial. Analisis keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan ini dilakukan dengan menggunakan metode RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia, Kanada, yang dimodifikasi untuk menilai status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Hasil analisis ini dinyatakan dalam bentuk Indeks Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Analisis keberlanjutan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Penentuan atribut pengelolaan berkelanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang meliputi enam dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimensi politik, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi hukum-kelembagaan, (2) Penilaian (skoring) setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi. Mengacu pada teknik RAPFISH, maka skor yang diberikan berupa nilai “buruk” (bad) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling tidak menguntungkan, dan juga berupa nilai “baik” (good) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling menguntungkan. Diantara dua nilai yang ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara. Mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Good et al, dan Heershman et al, dalam Laapo (2010), maka jumlah peringkat yang diberikan secara konsisten pada setiap atribut yang dievaluasi sebanyak 3 (tiga) yakni nilai buruk diberi skor 0 (nol), nilai antara diberi skor 1 (satu) dan nilai baik diberi skor 2 (dua). (3) Penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Penilaian status keberlanjutan berdasarkan indeks setiap dimensi dikategorikan menurut Kavanagh (1999) sebagai berikut:
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
20
- nilai indeks 0-24,99 % (kategori tidak berkelanjutan) - nilai indeks 25-49,99 % (kategori kurang berkelanjutan) - nilai indeks 50-74,99 % (kategori cukup berkelanjutan) dan - nilai indeks 75-100 % (kategori berkelanjutan). Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horisontal dan sumbu vertikal dengan proses rotasi. Posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horisontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0% (buruk) dan 100% (baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50%, maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable), Sistem tidak akan berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50%. (4) Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di setiap lokasi penelitian. Peran masing-masing atribut terhadap nilai indeks dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Peran (pengaruh) setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi khususnya pada sumbu-x. Atribut-atribut yang memiliki tingkat kepentingan (sensitivitas) tinggi dari hasil analisis ini, dianggap sebagai faktor pengungkit, yang apabila dilakukan perbaikan pada atribut tersebut maka akan berpengaruh besar dalam mengungkit nilai indeks keberlanjutan menjadi lebih baik. Perbaikan terhadap atribut sensitif, yang merupakan faktor pengungkit tersebut, akan menjadi salah satu pertimbangan dalam menyusun rekomendasi dalam pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang mempertimbangkan usaha-usaha perikanan potensial secara bersinergi. Secara skamatis, tahapan analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi disajikan pada Gambar 3.2.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
21
Mulai
Kondisi Pengembangan EBT saat ini
Penentuan Atribut Sebagai Kriteria Penilaian
MDS (Ordinasi Setiap Atribut)
Penilaian (skor) Setiap Atribut
Analisis Monte Carlo
Analisis sensitivitas
Analisis Keberlanjutan Gambar 3.2. Tahapan analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Sosial Dan Ekonomi Masyarakat A. Kabupaten Bangka, Bangka Belitung Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka dengan luas ± 302.879,4 Ha atau 3.028,794 km2. Secara geografis, Kabupaten Bangka secara geografis terletak di antara 130’ 370’ Lintang Selatan dan di antara 105 - 107 Bujur Timur. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka berbatasan langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota Belitung, yaitu wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Barat. (BPS Kabupaten Bangka, 2012) Bentuk Pulau Bangka memanjang dari Barat Laut ke Tenggara sepanjang kurang lebih 186 Km dengan luas wilayah darat 2.950,68 Km. Dibatasi oleh selat dan Laut, yaitu : Sebelah Utara : Laut Natuna Sebelah Timur: Laut Natuna dan Selat Gaspar Sebelah Selatan: Selat Bangka Sumber:www.bangka.go.id, 2013
Gambar 4.1. Peta Kabupaten Bangka
Sebelah Barat: Laut Natuna dan Selat Bangka Kabupaten Bangka merupakan daerah
kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang panjang dan dikelilingi pulau-pulau kecil disekitarnya. Kabupaten Bangka memiliki perairan laut yang cukup luas sesuai dengan kewenangan daerah, memiliki luas 4 mil laut dan juga memiliki perairan air payau, perairan umum, dan perairan kolong (eks galian timah). Semuanya memiliki sejumlah potensi perikanan yang cukup besar dan prospektif apabila telah dimanfaatkan secara optimal. Jumlah penduduk Kabupaten Bangka pada tahun 2011 sejumlah 297.091 jiwa atau meningkat 6,7% dibandingkan tahun 2010. Dengan demikian, kepadatan penduduknya adalah 101 orang/km2. Kepadatan penduduk pada tahun 2010 adalah 94 orang/km2. Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan, yaitu 153.676 atau 51,7% dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 143.415 atau 48,3% dari seluruh penduduk Kabupaten Bangka. Pada tahun 2011, penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan. Penduduk laki-laki tercatat sebanyak 51,5% dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 48,3% (BPS Kabupaten Bangka, 2012). Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
23
Pada tahun 2012, jumlah penduduk Kabupaten Bangka tercatat sebanyak 297.091 jiwa atau meningkat 12,35% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari keseluruhan penduduk tersebut yang bermata pencaharian sebagai nelayan/petani ikan berjumlah 4.994 jiwa atau 1.68% dari jumlah penduduk yang tersebar di 8 Kecamatan. Tabel 4.1. Jumlah Penduduk dan Nelayan Per Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun 2011-2012 Tahun 2011 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kecamatan
Sungailiat Belinyu Merawang Mendo Barat Riau Silip Pemali Puding Besar Bakam JUMLAH
Tahun 2012
Jumlah Penduduk (orang)
Jumlah Nelayan (orang)
Jumlah Penduduk (orang)
Jumlah Nelayan (orang)
74.066 40.625 24.962 43.052 22.275 23.786 16.068 15.561
5.317 1.410 153 462 266 210 -
86.290 45.536 28.930 48.032 24.723 28.017 18.913 16.650
3.246 928 83 421 134 182 -
260.395
7.818
297.091
4.994
Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012
Penduduk dan tenaga kerja merupakan sumberdaya yang sangat berharga bagi suatu wilayah karena menjadi salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi suatu kecamatan. Dengan jumlah penduduk dan tenaga kerja yang lebih besar, maka suatu wilayah memiliki pasar yang lebih besar pula, apalagi jika ditunjang oleh kualitas SDM yang memadai. Dengan kemampuan dan sumberdaya penduduk dan tenaga kerja yang baik, maka kemungkinan suatu wilayah kecamatan berkembang akan lebih baik jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan yang berpenduduk lebih kecil dan sumberdaya manusia yang lebih rendah. Dari aspek lain, makin besar jumlah penduduk dan tenaga kerja di suatu wilayah dapat dinyatakan bahwa wilayah tersebut memiliki faktor penarik yang lebih besar. Jumlah penduduk usia kerja Kabupaten Bangka pada tahun 2011 berjumlah 201.933 orang dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 68,30% dan tingkat pengangguran terbuka sebesar 3,15%. Artinya, angkatan kerja yang tidak terserap oleh kesempatan kerja yang adalah sebanyak 3% atau sejumlah 4.341 orang, sedangkan sebagian besarnya yaitu sebanyak 97% atau 133.488 orang telah mengisi kesempatan kerja yang tersedia di Kabupaten Bangka. Di Kabupaten Bangka, sektor pendidikan makin penting dengan ditetapkannya titik berat pembangunan pada bidang ekonomi yang diiringi dengan peningkatan sumber daya manusia. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
24
Melalui pendidikan diharapkan lahir manusia yang berkualitas seperti yang dibutuhkan dalam membangun daerah. Pada tahun 2013, jumlah SD sebanyak 175 unit (164 unit SD negeri dan 11 unit SD swasta); MI berjumlah 3 unit; SDLB berjumlah 1 unit; SLTP berjumlah 37 unit (27 unit SLTP negeri dan 10 unit swasta); MTs berjumlah 4 unit; SMU berjumlah 15 Unit (Negeri 8 dan Swasta 7); SMK (STM) berjumlah 2 Swasta, SMK (SMEA) nerkumlah 7 unit (Negeri 4 dan Swasta 3 unit); MA berjumlah 1 unit; Perguruan Tinggi/Akademi berjumlah 6 unit (Negeri 3 dan Swasta 3 unit). Selain itu hasil kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang diselenggarakan Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Bangka menunjukkan jumlah peserta pada tahun 2011 sebanyak 226 orang yang jumlahnya menurun sebesar 77,77% jika dibandingkan dengan jumlah tahun lalu. Untuk penyediaan sarana dan prasarana, penyelenggaraan sistem transportasi di Kabupaten Bangka mencakup transportasi udara, air (laut) dan darat. Sistem transportasi ini dikembangkan secara terpadu untuk mewujudkan sistem distribusi yang mantap dan mampu memberikan pelayanan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat. Infrastruktur lain yang tidak kalah penting adalah ketersediaan listrik dan air minum. Di Kabupaten Bangka pengadaan listrik dikelola oleh PT. PLN (Persero) Cabang Bangka dan perusahaan/usaha listrik milik masyarakat (swasta). Sedangkan air minum dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bangka. Tahun 2011, banyaknya pelanggan listrik PLN berjumlah 29.480 pelanggan yang terdiri dari: rumah tangga sebanyak 27.303 pelanggan, industri 17 pelanggan, Pemerintahan sebanyak 197 pelanggan, Badan Sosial sebanyak 525 pelanggan, Bisnis sebanyak 1.362 pelanggan, penerangan jalan sebanyak 76, dan untuk multiguna sebanyak nihil. Angka tersebut menunjukkan meningkatnya jumlah pengguna listrik PLN. Jumlah air minum yang telah disalurkan PDAM Tirta Bangka selama tahun 2011 adalah sebanyak 1.680.443 m3 dengan jumlah pelanggan sebanyak 6.831 pelanggan yang meningkat sebanyak 12,5% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pelanggan ini terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu sosial umum sebanyak 19 pelanggan dengan banyaknya air 11.822 m3, sosial khusus sebanyak 42 pelanggan dengan banyaknya air 4.231 m3, rumah tangga A sebanyak 6.617 pelanggan dengan banyaknya air 1.516.421 m3, instansi pemerintah sebanyak 111 pelanggan dengan banyaknya air 132.274 m3, niaga kecil 37 pelanggan dengan banyaknya air 7.832 m3, dan niaga besar 5 pelanggan dengan banyaknya air 6.699 m3. Potensi lestari sumber daya perikanan laut (MSY) tercatat sebesar 31.875 ton/tahun. Selain itu, ada juga potensi sumberdaya perikanan non ikan yang cukup potensial yaitu Wisata Bahari, benda berharga asal muatan Kapal yang tenggelam dan Penambangan Lepas Pantai. Potensi lahan Budidaya Air Payau (Tambak) yang tersedia dan dapat dikembangkan sampai seluas 31.902,64 Ha, sedangkan Potensi Budidaya Air Tawar (kolam dan kolong) diperkirakan seluas 4.330 Ha. Dari Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
25
potensi budidaya ikan air tawar tersebut terdapat potensi perikanan berupa kolong-kolong bekas galian timah yang jumlahnya mencapai 241 buah dengan luas total 380,23 Ha atau rata-rata 1,13 Ha per kolong. Tabel 4.2. Potensi Perikanan Kabupaten Bangka Jenis Potensi Sumberdaya Perikanan Laut (MSY) - Lahan Budidaya Air Payau - Lahan Budidaya Air Laut - Lahan Budidaya Air Tawar ( Kolam, Kolong)
Potensi (Ton/ Ha) 31.875 31.902,64 18.170 4.330 Kolong 241
Ton/Th Ha Ha Ha Buah
Realisasi Tahun 2012 Ton
Ha/Th
Persentase (%)
23.793,07
11,90
74.65
99
18
198,37
13,6400
0,06 0,3150
Keterangan : Data produksi perikanan laut realisasi dari ikan yang didaratkan di Kabupaten Bangka. Tidak termasuk Ikan yang ditangkap dan dijual ditengah laut, dibawa keluar; ikan yang ditangkap nelayan luar (tetangga) dan dibawa ke daerah asalnya; Ikan yang dicuri (illegal fishing).
Produksi perikanan Kabupaten Bangka pada tahun 2012 didominasi oleh penangkapan khususnya penangkapan di laut,yaitu sebesar 24.616.420 ton dengan nilai Rp. 454.460.247.000 Usaha penangkapan ini didukung oleh sarana dan alat tangkap dengan jumlah keseluruhan 4.994 buah terdiri dari : Kapal Motor (< 5 GT) 901 buah, (5 – 10 GT) 153 buah, ( > 10 GT) 4 buah, ( > 20 GT) 1 buah Motor Tempel 1.174 buah dan perahu tanpa motor 100 buah. Tabel 4.3. Perkembangan Jumlah Nelayan dan Armada Tangkap Per Kecamatan di Kabupaten Bangka No. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. B. 1. 2. 3. 4. 5. C. 1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Sungailiat > 20 GT > 10 GT 5 – 10 GT < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) Belinyu > 10 GT 5 – 10 GT < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) Riau Silip > 10 GT 5 – 10 GT < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM)
Tahun 2011 Armada Nelayan 1.179 3.246 4 12 149 447 640 1.914 386 873 644 928 4 12 136 272 486 626 18 18 134 134 114 114 20 20
Tahun 2012 Armada Nelayan 1.180 3.250 1 8 4 20 149 596 640 2240 386 386 644 928 4 16 136 408 486 486 18 18 134 134 114 114 20 20
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
26
No. D. 1. 2. 3. 4. 5. E. 1. 2. 3. 4. . F. 1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Merawang > 10 GT 5 – 10 GT < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) Puding Besar > 10 GT 5 – 10 GT < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) Mendo Barat > 10 GT 5 – 10 GT < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) JUMLAH
Tahun 2011 Armada Nelayan 77 83 3 9 74 74 92 182 36 126 56 56 206 421 86 258 58 101 62 62 2.332 4.994
Tahun 2012 Armada Nelayan 77 83 3 9 74 74 92 182 36 126 56 56 206 150 86 30 58 58 62 62 2.333 4.727
Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012
Jumlah alat tangkap pada tahun 2012 adalah 2.799 unit dengan jenis dominan pancing sebesar 55%, bubu (12%), jaring insang tetap (10%) dan sisanya adalah pukat cincin, payang, bagan dan jermal. Ikan tangkapan yang dihasilkan sesuai dengan jenis alat tangkap yaitu Tongkol, Kembung, Tenggiri, Manyung, Selar, Sarden, bawal, pari, bambangan dan lainnya (BPS Kabupaten Bangka, 2012). Produksi perikanan Kabupaten Bangka tahun 2012 sebanyak 24.616.420 ton diusahakan melalui penangkapan di laut dan perairan umum sebanyak 23.793.100. Total produksi tersebut belum termasuk asumsi jumlah ikan yang dikonsumsi nelayan/masyarakat secara langsung tanpa di jual ke pasar, jumlah ikan yang dijual langsung oleh nelayan/pengusaha ke luar daerah tanpa melalui lelang dahulu, termasuk penjualan ke penampungan di tengah laut. Sedangkan volume produksi ikan yang dilelang di TPI kurang dari 10% dari total produksi. Tabel 4.4. Produksi Penangkapan Berdasarikan Komoditas Dominan di Kabupaten Bangka Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Ikan Pari Kembang Bawal Hitam Selar Kuning Tetengkek Tembang Lemuru Kembung
Volume (Kg)
Nilai Jual (Rp. 000)
4.628,71 1.037,48 1.837,03 1.494,62 1.716,09 1.634,02 802,57
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
64.538.856 25.543.131 31.635.159 26.899.231 9.224.144 17.865.437 18.888.507 27
No. 8. 9. 10. 11.
Jenis Ikan
Volume (Kg)
Kerapu Karang Kurisi Dellah Lain-Lain JUMLAH
Nilai Jual (Rp. 000)
985,11 1.373,98 977,66 9.476,11
25.709.742 31.341.361 17.336.116 208.246.308
24.616,420
454.460.247
Budidaya di Kabupaten Bangka terdiri dari budidaya air laut, payau dan air tawar. Produksi budidaya pada tahun 2012 sebanyak 90,4419 ton didominasi oleh budidaya air tawar (kolam/ keramba apung) dengan jumlah pembudidaya sebanyak 331 orang. Pemanfaatan lahan dari potensi air tawar sebesar 4.330 Ha, saat ini mencapai 13,6400 Ha atau 0,32%, dengan total produksi 90,4419 ton dan terdapat diantaranya di lokasi tersebar pada 8 kecamatan di Kabupaten Bangka berupa kolam, kerambah jaring apung di kolong ex galian timah. Meskipun potensinya besar tetapi pemanfaatannya belum maksimal. Pemanfatan kolong bekas penambangan timah yang berjumlah sebanyak 241 buah dengan potensi seluas 380,23 Ha, hingga saat ini pemanfaatannya kurang lebih tercatat 11,90 Ha atau sekitar 0,04%. Adapun jenis yang umum dibudidayakan adalah Ikan Nila, Bawal, Patin, Lele, Gurami. Budidaya air payau potensi sebanyak 31.902,64 Ha, pemanfaatannya sebanyak 18 Ha (0,06%). Potensi Budidaya air laut seluas 4 mil laut (sesuai dengan kewenangan daerah) guna menumbuhkan minat para petani ikan untuk mengabungkan budidaya perikanan baik air tawar, payau dan laut, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka terus berupaya semaksimal mungkin. Tabel 4.5. Produksi dan Nilai Perikanan Budidaya Menurut Jenis di Kabupaten Bangka Tahun 2012 Luas areal (Ha)
Produksi/ tahun (Ton)
Sungailiat
2,2813
15,1492
2.
Riau Silip
0,5691
3,9504
3.
Belinyu
2,6518
17,6136
4.
Merawang
1,6146
10,7276
5.
Puding Besar
0,6640
4,4124
6.
Bakam
0,3867
2,2379
No.
Jenis Budidaya
1.
Nilai/ Tahun (Rp. 000)
Keterangan
275.652,106 Nila, Lele, Bawal, Patin, Gurami 71.880,573 Nila, Lele, Bawal, Patin, Gurami 320.495,033 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 195.198,621 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 80.288,622 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 40.721,334 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
28
Luas areal (Ha)
Produksi/ tahun (Ton)
Mendo Barat
2,3976
15,9284
Pemali
3,0750
20,4224
13,6400
90.4419
No.
Jenis Budidaya
7. 8.
Jumlah
Nilai/ Tahun (Rp. 000)
Keterangan
289.830,385 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 371.602,780 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 1.645.669,454
Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012
Pengusaha pengumpul ikan di Kabupaten Bangka saat ini mencapai 135 orang dengan total volume pemasaran satu tahun sebesar 1.898,30 ton dengan jenis produksi yang dipasarkan berupa ikan, rajungan, udang, kepiting. Pemasaran hasil perikanan tersebut sebagian besar adalah untuk konsumsi lokal dengan konsentrasi pengusaha/ pengumpul di antaranya Sungailiat, Belinyu dan melalui TPI Sungailiat dan daerah lainnya namun di tahun 2011 tidak ada dan ekspor antar pulau juga tidak ada, Pengusaha pengolahan saat ini baru mencapai 180 orang tersebar di 6 Kecamatan dengan total produksi 1,898.30 ton selama tahun 2012. Produksi yang dihasilkan meliputi produk khas olahan Kabupaten Bangka yaitu Kerupuk, Kemplang, Abon Ikan, Surimi, Daging Rajungan, Pengolahan Produk Segar, Otak-otak dan lain-lain. Produk tersebut merupakan produk jadi dengan pengemasan bisa dilakukan oleh pengolah sendiri atau dikirim ke Jakarta, Lampung. Pemasarannya selain untuk konsumsi lokal juga antar pulau dan ada yang diekspor dan lain sebagainya. Tabel 4.6. Jumlah Pengolah Per Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun 2012 No.
Kecamatan
Jumlah Volume/ Pengolah Tahun (Ton)
1.
Sungailiat
26
730,53
2.
Belinyu
28
928,15
3.
Merawang
14
33,87
4.
Mendo Barat
25
108,81
5. 6.
Riau Silip Pemali
40 87
96,94
Pemasaran (Ton)
Keterangan
Sungailiat, Pangkalpinang, Kelapa Belinyu, Sungailiat, Pangkalpinang, Jebus, Mentok, Kelapa
Kemplang, Kerupuk, Otak-otak Kemplang, Kerupuk, Abon Ikan, Surimi, Pengolahan Produk segar, otak-otak, siput gonggong Pangkalpinang, Kemplang, Kerupuk, Merawang Surimi Pangkalpinang, Medo Kemplang, Kerupuk, Barat, Jakarta, Medan Daging Rajungan Sungailiat, Pemali Kerupuk/ Kemplang, Surimi, Fermentasi
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
29
No.
Kecamatan
7.
Puding Besar
8.
Bakam JUMLAH
Jumlah Volume/ Pengolah Tahun (Ton) -
-
220
1.898,30
Pemasaran (Ton)
Keterangan
Pangkalpinang, Puding Kerupuk, Kemplang Besar -
Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012
Lembaga Pengelola Energi Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Kabupaten Bangka adalah PT.PLN (persero) Rayon Sungai Liat dengan cakupan wilayah kerja adalah Kabupaten Bangka (induk) dan sekitarnya. Sumber energi yang digunakan PLN adalah Solar (PLTD). Pada lokasi Kecamatan Belinyu masih ditemukan wilayah yang belum teraliri listrik. Masyarakatnya masih mengandalkan penggunaan genset dengan bahan bakar solar Bangka
PLN Diesel
Mandiri Masyarakat PLTU&G
Diesel
Masyarakat Gambar 4.2. Pengelolaan listrik di Kabupaten Bangka Penggunaan solarcell sebagian sudah mulaidikenalkan dan digunakan oleh masyarakat sebagai penerangan rumah pribadi. Program ini dilakukan antara propinsi dengan pusat. Hingga tahun 2010, sudah kenalkan penggunaan solarcell. Kendala yang didapati adalah listrik yang dihasilkan masih terbatas sekedar penerangan rumah, dan belum bisa menghasilkan listrik yang besar. Selain itu, tempat penyimpan listrik (aki) dirasakan menjadi masalah bagi masyarakat penerima bantuan, terutama pada saat aki megalami kerusakan. Rasio elektrifikasi untuk desa sudah menjangkau 100%, namun untuk cakupan wilayah sudah mencapai 74%. PLN menggunakan berbagai sumber energi untuk menghasilkan listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel berada di desa Merawang, PLTU berada di kecamatan Merawang dan solarcell di bagian bangka selatan diberikan kepada individu.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
30
Tabel 4.7. Lokasi Pembangkit Listrik di Bangka Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Merawang Mentok Jebus Koba Toboali PLTU Air Anyir PLTU Tempilang
Wilayah
Daya Pembangkit
Kabupaten Bangka Kabuapeten Bangka Barat Kabuapeten Bangka Barat Kabuapeten Bangka Tengah Kabuapeten Bangka Selatan Bangka Bangka Tengah
59.000 kW 9600 kW 4500 kW 8000 kW 8800 kW 2 x 30 Mega swasta
Sumber: Data primer (diolah), 2013
Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa pelanggan listrik tebesar adalah dari kalangan rumah tangga sebanyak 27.303 pelanggan (92,61%), diikuti bisnis 1.362 pelanggan (4,62%), badan sosial 525 pelanggan (1,78%), pemerintah sebanyak 197 pelanggan (0,67%) dan penerangan jalan sebanyak 76 unit (0,25%). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan jika wilayah bangka bukanlah merupakan wilayah industri, namun merupakan wilayah rumah tangga. Tabel 4.8. Jumlah Pelanggan Listrik di Bangka 2011 Klasifiaksi Badan Rumah Bisnis Industri Sosial tangga Jumlah 525 27303 1362 17 Pelanggan
Pemerintahan Penerangan Multiguna jalan 197 76 0
Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012
B. Kabupaten Gresik, Jawa Timur Kabupaten Gresik terletak pada posisi wilayah 112° – 113° Bujur Timur dan 7°–8° Lintang Selatan. Keseluruhan Wilayah Kabupaten Gresik mencapai 1.191,5 Km² terdiri dari 996,14 Km² luasan daratan yang terbagi atas Pulau Jawa dan 196,11 Km² Pulau Bawean, sedangkan luas perairan adalah 5.773,80 Km² yang sangat potensial untuk perikanan laut. Secara administrasi pemerintahan, wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari 18 kecamatan, 330 Desa dan 26 Kelurahan. batas-batas wilayah Kabupaten Gresik adalah: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Selat Madura
Sumber: BPS Kabupaten Gresik, 2012
Gambar 4.3. Peta Kabupaten Gresik
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
31
Sebelah Selatan : Kab. Sidoarjo, Kab.Mojokerto, Kota Surabaya Sebelah Barat : Kab. Lamongan Jumlah penduduk sebanyak 1.237.675 jiwa yang terdiri atas 623.141 jiwa adalah laki-laki dan 614.534 jiwa adalah perempuan. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan Ujungpangkah. Sedangkan Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak berada di Pulau Bawean. Jumlah lembaga sekolah dasar tahun 2011 ialah 442 buah, sedangkan jumlah murid seluruhnya sebanyak 77.710 siswa, dengan jumlah terbanyak pada kelompok umur 7 - 12 tahun yaitu 70.327 siswa atau sebesar 90,50 persen. Jumlah lembaga sekolah menengah, yaitu 98 buah untuk SMP dan 48 untuk SMA. Lembaga SMP memiliki jumlah murid sebanyak 30.283 siswa, sedangkan untuk lembaga SMA muridnya sejumlah 17.254 siswa. Untuk SMK jumlah lembaga sekolah seba-nyak 38 buah dengan jumlah murid 13.916 siswa. Perkembangan produksi perikanan dalam Tahun 2011 secara menyeluruh mengalami kenaikan produksi ikan sebesar 7.706,53 ton, yaitu dari 58.939,68 ton pada tahun 2010 menjadi sebesar 66.646,21 ton pada tahun 2011 atau naik 13,08%. Perkembangan Produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Perkembangan Produksi Perikanan Tahun 2011 No.
1. 2. 3. 4. 5.
Cabang Usaha
Penangkapan di Laut Penangkapan di perairan umum • Sungai • Waduk Budidaya Tambak Payau Budidaya Tambak Tawar Budidaya Kolam JUMLAH
Jumlah Produksi
Prosentase naik/turun (%)
2010
2011
16.671,68
19.492,84
16,92
115,70 294,56 21.431,39 20.381,30 45,05 58.939,68
105,60 244,83 24.032,03 22.714,26 56,65 66.646,21
(8,73) (16,88) 12,13 11,45 25,75 13,08
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012
Dengan memperhitungkan hasil produksi perikanan di Kabupaten Gresik, pemasukan ikan dari luar Kabupaten Gresik kemudian dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2010, maka tingkat konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Gresik tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 0,06 kg atau 0,24% menjadi 24,87 kg/kapita/tahun. Perkembangan konsumsi ikan rata-rata per kepala setiap tahun dalam enam tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi cenderung rendah karena pertumbuhannya hanya 0,12% per tahun. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
32
Usaha penangkapan Ikan di laut banyak dilakukan oleh nelayan kecil dengan menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor sedang kapal motor banyak dilakukan oleh nelayan pendatang dari luar daerah. Fishing Ground para nelayan sebagian besar berada di laut Jawa dan ada juga sebagian yang andon ke luar daerah antara lain ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jumlah armada penangkapan ikan secara secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Perahu Tanpa Motor
No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Cerme Manyar Kebomas Gresik Ddk.Sampeyan Bungah Sidayu Panceng Dukun Uj.Pangkah Benjeng Sangkapura Tambak
191 8 66 82 50
JUMLAH
Perahu Bermotor Luar/Tempel 3-5 GT
5- 77 10 GT GT
1020 GT
Kapal Motor 20>30 30 GT GT
Jml
<1 GT
1-3 GT
204 10 10 29 15 762 64
66 56 649 305 140 17 371 55 171
164 349 524 -
2 60 30 -
-
-
28 -
-
461 74 659 566 222 454 940 817 285
397 1.094 1.830
1.037
92
-
-
28
-
4.478
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012
Nelayan penangkap ikan di laut terdiri dari nelayan pemilik yaitu nelayan yang memiliki perahu mesin dan alat penangkap ikan dan juga dibantu oleh nelayan buruh atau pandega dengan sistem bagi hasil. Jumlah nelayan di Kabupaten Gresik dapat dilihat pada Tabel 4.11. Dalam upaya mencari ikan di laut berbagai macam alat penangkapan ikan yang digunakan antara lain Purse Seine, Payang, Gill Net dan lain sebagainya. Dilihat dari jumlahnya, alat tangkap yang paling banyak digunakan adalah gillnet (26%), pancing tonda (21%), trammel net (17%), pancing rawai (10%), dan payang (7%).
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
33
Tabel 4.11. Jumlah Nelayan di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nelayan di Laut No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kecamatan
Pemilik
Cerme Manyar Kebomas Gresik Ddk.Sampeyan Bungah Sidayu Panceng Dukun Uj.Pangkah Benjeng Sangkapura Tambak JUMLAH
238 57 659 450 129 430 940 752 237 3.892
Pandega 6 44 1.386 900 354 1.070 1.021 486 745 6.012
Andon
Nelayan Perairan Umum
400 67 467
264 60 132 107 50 613
Jumlah 508 161 2.045 1.482 590 1.900 50 2.028 1.238 982 10.984
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012
Usaha Penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan di Perairan umum ini banyak dilaksanakan di sungai-sungai dengan menggunakan alat tangkap seperti jala, susuk, tadongan, seser dan lain sebagainya. Di samping itu penangkapan ikan di perairan umum juga dilakukan di waduk-waduk yang memang sengaja ditebari benih ikan dan pada saat air waduk semakin habis dilakukan pemanenan. Sungai Bengawan Solo dan Kali Lamong merupakan tempat untuk menangkap ikan oleh para nelayan perairan umum di samping itu juga mencari ikan pada saluransaluran tambak. Produksi yang berasal dari cabang usaha penangkapan ikan di laut pada Tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 2.821,16 ton bila dibandingkan dengan Tahun 2010 atau mengalami kenaikan sebesar 16,92%. Pada tahun 2011 sektor penangkapan mengalami kenaikan, hal ini disebabkan karena pengaruh musim kondusif dimana gelombang laut tidak terlalu tinggi seperti pada tahun sebelumnya sehingga jumlah trip para nelayan meningkat. Tabel 4.12. Jenis Ikan, Volume dan Nilai Harga Ikan Hasil Penangkapan di Laut No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Ikan Manyung Bambangan Kerapu Kakap Kurisi Cucut Pari
Volume (Ton) 2411,27 685,22 372,36 212,17 204,72 486,12 463,94
Nilai (Rp.000) 22.907.065,00 12.333.960,00 14.894.400,00 2.652.125,00 1.433.040,00 2.916.720,00 2.319.700,00
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
34
No. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22
Jenis Ikan Bawal Layang Belanak Teri Tembang Kembung Tenggiri Layur Tongkol Udang Udang lainnya Cumi-cumi Rajungan Kepiting Lain-lain (Juwi,Bello,Sumbal, Laosan,rajungan,kepiting, Golok, kerang, dll) JUMLAH
Volume (Ton) 298,45 1.141,17 1.497,87 1.753,20 1.679,19 930,40 980,66 1.164,85 1.167,10 1.149,82 1.227,04 742,49 17,39 43,95 863,46
Nilai (Rp.000) 8.356.600,00 6.847.020,00 14.229.765,00 10.519.200,00 10.075.140,00 6.978.000,00 12.258.250,00 10.134.195,00 16.339.400,00 45.992.800,00 7.362.240,00 14.849.800,00 434.750,00 1.230.600,00 4.749.030,00
19.492,84
229.813.800,00
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012
Produksi hasil tangkapan dari perairan umum sungai tercatat sebesar 93,03 ton di mana ikan tertangkap dengan menggunakan jala, bubu, jaring nylon, tadongan dan lain sebagainya. Perairan umum waduk yang ada di Kabupaten Gresik hampir semuanya dibudidayakan dengan ditebari jenis ikan tawes, tombro dan bandeng dengan jumlah produksi sebesar 257,40 ton. Ikan dipanen apabila volume air di waduk telah berkurang dan penangkapan dilakukan dengan menggunakan waring. Tabel 4.13. Jenis, Volume dan nilai harga ikan hasil penangkapan di perairan umum No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Jenis Ikan Mujair Nila Lele Mas Tawes Patin Jambal Udang Grago Udang Galah Udang Tawar Siput Kodok Lain-lain JUMLAH
Volume (Kg) 72.269,35 68.133,05 14.022,92 13.740,72 70.230,47 31.390,44 9.153,68 24.388,59 19.665,10 22.041,46 3.211,70 2.177,83 350.425,31
Nilai (Rp.) 505.885.450,00 476.931.350,00 126.206.280,00 82.444.320,00 421.382.820,00 376.685.280,00 109.844.160,00 231.691.605,00 471.962.400,00 462.870.660,00 32.117.000,00 16.333.725,00 3.314.355.050,00
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012
Kegiatan usaha budidaya perikanan yang dilaksanakan antara lain budidaya di tambak air payau dengan komoditi ikan bandeng, udang windu, kepiting bakau, udang vanamae dan ada
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
35
sebagian udang putih. Budidaya tambak di air tawar atau tambak sawah dengan komoditi ikan bandeng, ikan tawes, ikan tombro,dan sebagian udang windu dan udang vanname dan juga dibudidayakan oleh petani jenis ikan nila. Budidaya kolam dengan komoditi ikan tawes, ikan tombro dan ikan lele. Budidaya pantai dengan komoditi ikan kerapu. Disamping budidaya yang dilakukan di tambak juga dilakukan budidaya di laut dengan komoditi kerang hijau yang ada di perairan laut Kecamatan Ujungpangkah dan Panceng. Dalam kegiatan usaha budidaya tambak dilaksanakan dengan cara dikerjakan sendiri dan ada juga yang dikerjakan pengelolaannya oleh pandega dengan cara bagi hasil. Jumlah pembudidaya ikan/udang selaku pemilik berjumlah 17.743 orang dan pandega berjumlah 6.036 orang. Hasil produksi tambak secara keseluruhan yang meliputi tambak air payau maupun tambak air tawar dapat di lihat pada Tabel 4.14 berikut. Tabel 4.14. Produksi Tambak Air Payau dan Tambak Air Tawar Tahun 2011 Produksi Tambak Payau Tambak Tawar JUMLAH
Volume (Ton)
Nilai (Rp.000)
24.032,03 22.714,26 46.746,29
312.416.390,00 332.077.544,50 644.493.934,50
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012
Usaha Pengolahan ikan merupakan usaha lanjutan dari usaha budidaya dan usaha penangkapan ikan. Hal ini perlu dilakukan mengingat karakteristik produksi sumberdaya dan penangkapan ikan yang mudah rusak. Untuk meningkatkan nilai tambah sebelum terjadi penurunan mutu dan nilai jual, usaha pengolahan perlu dilakukan oleh pembudidaya ikan/udang ataupun nelayan. Beberapa perlakuan pengolahan hasil produksi perikanan antara lain dengan cara pengeringan/penggaraman, pindang, es-esan, pembekuan serta dalam bentuk lain seperti petis, terasi, kerupuk ikan, kecap ikan dan sebagainya. Dari jumlah produksi ikan tahun 2011 sebagian besar dipasarkan dalam bentuk segar sejumlah 62.562,46 ton dan sebagian kecil diolah sebanyak 4.083,75 ton. Kegiatan pengolahan hasil perikanan yang dilakukan di Kabupaten Gresik sebagian besar masih bersifat tradisional baik caranya maupun peralatannya. Produksi dan nilai produksi menurut jenis olahan adalah sebagaimana pada Tabel 4.15.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
36
Tabel 4.15. Volume produksi olahan menurut jenisnya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Olahan Pengeringan/Pengasinan Pemindangan Es-esan Trasi Petis Kerupuk Ikan Pengasapan Tepung ikan Lain-lain JUMLAH
Volume (Ton) 149,82 19,92 56,35 67,76 1.765,24 1.022,00 68,23 934,43 31,54 4.115,29
Nilai Harga (Rp) 1.648.020.000 398.400.000 1.070.650.000 3.862.320.000 88.262.000.000 20.440.000.000 1.023.450.000 14.016.450.000 315.400.000 131.036.690.000
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012
Lembaga Pengelola Energi Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Pulau Bawean adalah PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Timur Area Gresik. Wilayah cakupan kerja adalah Kabupaten Gresik dan Kecamatan Bawean (Pulau Bawean). Jika diambil garis lurus, jarak antara Kabupaten Gresik di daratan hingga ke Pulau Bawean mencapai 80 mil laut (120 km). Jauhnya jarak yang dimiliki menjadikan solar sebagai sumber listrik yang digunakan oleh PLN untuk menggerakkan mesin diesel (PLTD). Penggunaan solar untuk mengaliri listrik di Pulau Bawean mencapai 400 KL pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 500 KL. Tren kebutuhan pasokan solar terlihat meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini pengiriman solar menggunakan kapal pengangkut yang secara rutin berlayar memasok solar langsug dari pangkalan di Surabaya menuju Bawean. Penggunaan mesin diesel dan solar sebagai sumber energi listrik dipilih PLN karena merupakan salah satu alternatif yang memungkinkan (feasible) untuk dilakukan. Walaupun demikian, penggunaan solar dapat berdampak terhadap pengeluaran yang tinggi bagi PLN. Hal ini dikarenakan harga solar yang diterima oleh PLN adalah harga industri, sedangkan harga jual yang diterapkan untuk masyarakat di kepulauan (Bawean)adalah harga subsidi. Sebagai contoh , jika menggunakan pembangkit listrik tenaga surya, harga listrik yang didapatkan adalah Rp 3000/kwh, sedangkan jika menggunakan solar (diesel) biaya yang dibutuhkan 2900/ kWh, sedangkan harga jual kepada masyarakat sebesar Rp 700/kWh. Sehingga untuk mencapai titik biaya impas pada kegiatan listrik oleh PLN di Bawean akan sangat sulit untuk diterapkan. Jika penggunaan solar diubah dengan menggunakan kabel bawah laut, PLN (Pemerintah) terkendala dengan jauhnya jarak tempuh lokasi. Hal ini akan berdampak terhadap tingginya biaya
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
37
investasi. Selain itu akan menimbulkan resiko permasalahan yang lebih besar terkait aspek keamanan pelayaran mengingat Gresik-Bawean adalah rute perjalanan laut lepas. Mesin diesel berada di Pulau Bawean dan sudah dioperasikan selama 24 jam, untuk wilayah tersebut. Pada Tabel 4.16 terlihat bahwa Pulau Bawean sudah mulai teraliri sejak tahun 1980, walaupun wilayah cakupan masih terbatas di Kecamatan Sangkapura. Pada tahun 1986, listrik sudah mampu menyala selama 12 jam dan mencapai dua kecamatan, yaitu Sangkapura dan Tambak, walaupun belum 100% wilayah yang teraliri listrik. Pada tahun 2010, listrik mulai menyala selama 24 jam. Pada tahun 2014, Pemerintah pusat berencana mengalihkan penggunaan solar sebagai bahan bakar penghasil listrik (mesin diesel) dan akan digantikan dengan Gas (pembangkit listrik tenaga gas mesin). Pemakaian gas untuk diubah menjadi salah satu sumber energi listrik masyarakat merupakan kebijakan pemerintah pusat guna menekan biaya produksi akibat penggunaan BBM (solar). Tabel 4.16. Sejarah Perkembangan Listrik di Pulau Bawean, Gresik-Jatim Tahun 1980 1984 1986 s/d 1999
Jam Operasi Jumlah Pelanggan 5 jam operasi pada ± 600-800 malam hari 5 jam operasi pada menjadi 1000 malam hari 12 jam operasi pada + 1000 malam hari
Keterangan Listrik hanya di Kecamatan Sangkapura Kegiatan Pengembangan. Listrik sudah mencakup Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak Karena tingginya biaya BBM.
pada ± 2000
2000
12 jam operasi malam hari 24 jam beroperasi
2005
24 jam beroperasi
± 8.000
2007 2009 2010
18 jam operasi
2013
24 jam operasi
± 9.000 ± 9.657 Pra bayar 8000, Listrik di Kecamatan Sangkapura Paska bayar 8000 dan Kecamatan Tambak 16000 Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak
24 jam operasi
Sumber : Data primer (diolah), 2013
Pemadaman listrik juga kerap ditemui di Pulau Bawean. Hal ini dikarenakan beberapa kendala yaitu kerusakan mesin diesel sehingga mengganggu terganggunya pasokan listrik yang dihasilkan. Selain itu dikarenakan kerusakan jaringan yang diakibatkan faktor alam, seperti tersambar petir, tersangkut kelelawar yang biasanya muncul pada musim buah-buahan.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
38
Pengelolaan energi Listrik di Bawean dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: pengelolaan oleh PLN dan pengelolaan oleh masyarakat yang dilakukan secara mandiri. Pengelolaan oleh PLN terdapat di Pulau Bawean, yaitu di Kecamatan Sangkapura dan Tambak. Sedangkan di Pulau Gili, pengelolaan listrik dilakukan oleh masyarakat secara mandiri (Gambar 4.4). Bawean, Gresik
PLN
Mandiri /Masyarakat
Diesel
Diesel
Masyarakat Gambar 4.4. Pengelolaan Listrik di Bawean Pengelolaan listrik oleh PLN kepada pelanggan di Pulau Bawean sama seperti yang dilakukan kepada pelanggan (masyarakat) di daratan. Pelanggan listrik masyarakat dibedakan menurut kelas pemakaian, yaitu 450 VA, 900VA, 1300VA hingga P.3 TR dan pola pembayaran listrik oleh PLN dibedakan menjadi pelanggan pra bayar dan paska bayar. Pada Tabel w terlihat bahwa mayoritas pelanggan listrik di Bawean adalah pada kategori 450 VA (72,55%), 1300 VA (13,99%) dan 900 VA(12,28%). Hal ini menunjukkan bahwa lokasi Bawean bukanlah pusat kegiatan industri melainkan wilayah perumahan penduduk. Tabel 4.17. Data Kelistrikan Rayon Bawean bulan Januari 2013 Daya (VA) 450 900 1300 2200 s.d 5500 6.600 s.d 200 kVA TM > 200 kVA P.3 TR
Jumlah Pelanggan 11469 1941 2211 120 62 2 4
% 72,55 12,28 13,99 0,76 0,39 0,01 0,03
Sumber: PLN Rayon Bawean, 2013
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
39
C. Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Kabupaten Raja Ampat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong dan termasuk salah satu dari 14 kabupaten baru di Tanah Papua. Saat ini, Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Provinsi Irian Jaya Barat yang terdiri dari 4 pulau besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool, dan lebih dari 600 pulau-pulau kecil. Pusat pemerintahan berada di Waisai, Distrik Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari Kota Sorong. Kepemerintahan di kabupaten ini baru berlangsung efektif pada tanggal 16 September 2005. Secara geografis, Raja Ampat
berada
pada
koordinat 2°25’LU-4°25’LS & 130°-132°55’BT Luas
wilayah
dengan Kepulauan
Raja Ampat adalah 46.108 Sumber: www.migas.bisbak.com
Gambar 4.5. Peta Wilayah Kabupaten Raja Ampat
km2, terbagi menjadi 10 distrik, 86 kampung, dan empat
dusun.
Secara
geoekonomis dan geopolitis, Kepulauan Raja Ampat memiliki peranan penting sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah luar negeri. Pulau Fani yang terletak di ujung paling utara dari rangkaian Kepulauan Raja Ampat, berbatasan langsung dengan Republik Palau. Secara administratif batas wilayah Kabupaten Raja Ampat adalah sebagai berikut: • Sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Seram Utara, Provinsi Maluku. • Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. • Sebelah timur berbatasan dengan Kota Sorong dan Kabupaten Sorong, Provinsi Irian Jaya Barat. • Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Republik Federal Palau. Sampai dengan tahun 2011, jumlah penduduk Kabupaten Raja Ampat sebanyak 43.435 orang dengan komposisi penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Penduduk laki-laki berjumlah 23.142 orang atau 53% dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 20.293 orang atau 47% dari jumlah penduduk keseluruhan. Berdasarkan kelompok umur, komposisi penduduk didominasi oleh penduduk usia muda karena penduduk lebih terdistribusi ke dalam kelompok umur muda atau terjadi pelebaran pada alas piramida penduduk. Penduduk pada kelompok umur 0-4 tahun jumlahnya lebih besar dari pada penduduk usia yang lebih tua yaitu 5-9, 10-14 tahun dan seterusnya. Hal ini mengakibatkan nilai dependency ratio (rasio ketergantungan) yang cukup besar. Komposisi penduduk ini menyebabkan jumlah angkatan kerja Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
40
berfluktuasi dimana pada tahun 2010 terjadi penurunan, tetapi naik kembali di tahun 2011 yang berjumlah 31.542 orang. Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Kabupaten Raja Ampat dapat dilihat pada Tabel 4.17. Sarana fisik bangunan sekolah tersedia hampir di semua distrik mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) hanya terdapat di Waisai (Waigeo Selatan), Waigama (Misool), dan Fafanlap (Misool Timur Selatan). Karena kondisi ini maka banyak anak usia sekolah SMP dan SMA yang bersekolah ke Sorong. Tabel 4.18 Jumlah Sarana Pendidikan, Murud dan Guru di Kabupaten Raja Ampat, Tahun 2011 Tingkat Pendidikan TK SD SMP SMU SMK Jumlah
Jumlah Sekolah 12 97 31 12 2 154
Jumlah Murid 304 10.154 2.280 1.172 196 14.106
Jumlah Guru 49 378 174 117 36 754
Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012
Jumlah fasilitas kesehatan berupa rumah sakit di Raja Ampat sampai tahun 2011 hanya berjumlah 2 unit. Rumah sakit ini semuanya berada di Distrik Kota waisai. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan lain seperti Puskesmas dan puskesmas pembantu ada hampir di seluruh distrik di wilayah Raja Ampat. Dari total 24 distrik di Raja Ampat, jumlah puskesmas mencapai 18 unit. Idealnya jumlah puskesmas dalam satu kecamatan minimal harus ada satu unit puskesmas, namun ternyata kondisi ini belum sepenuhnya terpenuhi. Begitu juga dengan fasilitas puskesmas pembantu yang jumlahnya belum setara dengan jumlah kelurahan/desa di Raja Ampat, dimana jumlah kelurahan/desa mencapai 121, jumlah pustu hanya 47 unit. Terkait dengan infrastruktur penerangan, penduduk Kabupaten Raja Ampat dapat dikatakan hampir separohnya belum merasakan penerangan listrik, baik itu listrik dari PLN maupun dari PLTD Waisai yang merupakan salah satu BUMMD di Kabupaten Raja Ampat. Sampai pada tahun 2011 hanya 59,14 persen penduduk yang menggunakan penerangan listrik, yang terdiri dari 49,91 persen diantaranya menggunakan listrik dari PLTD Waisai dan sisanya sebesar 9,23 persen penerangan listrik PLN. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya persentase rumah tangga yang menggunakan listrik mengalami penurunan, hal ini diduga karena gardu listrik PLN yang berada di Desa Kabare, Distrik Waigeo Utara tidak beroperasi lagi.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
41
Akses terhadap air bersih merupakan salah satu kebutuhan mendasar untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk di suatu wilayah. Persentase Rumah tangga dengan sumber air minum dari sumur pada tahun 2011 adalah sebesar 60,72 persen, dari angka tersebut sekitar 41,63 persen bersumber dari sumur yang tidak terlindungi. Pada tahun 2011 ini juga terdapat sekitar 18,24 persen rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari air hujan, kemudian 11,90 persen rumah tangga dengan sumber air minum yang berasal dari sungai, 5,08 berasal dari air hujan serta sisanya 4,06 persen dari sumber air isi ulang. Rumah tangga yang sumber air minumnya berasal dari isi ulang semuanya berada di Ibu kota Kabupaten, Distrik Kota Waisai. Sektor perikanan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Raja Ampat. Hal ini karena 86% wilayah Kabupaten Raja Ampat terdiri dari laut oleh sebab itu mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah sebagai nelayan disamping bercocok tanam, bahkan di banyak pulau kecil, nelayan sebagai mata pencaharian satu-satunya yang dapat dilakukan oleh penduduk di Kabupaten Raja Ampat. Nelayan di Kabupaten Raja Ampat merupakan nelayan tradisional dengan armada dan alat tangkap yang masih tergolong tradisional sehingga hasil yang diperoleh pun hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri dan dijual dalam jumlah kecil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sampan dayung tanpa mesin masih mendominasi armada penangkapan nelayan, meskipun sudah cukup banyak yang menggunakan kapal ketinting dan longboat. Alat tangkap yang digunakan nelayan yaitu pancing tradisional serta ada di beberapa kampung khususnya di Kawasan Teluk Mayalibit menggunakan serok untuk menangkap Ikan Kembung (Rastrilliger spp) atau biasa disebut oleh masyarakat lokal dengan nama Ikan Lema. Kegiatan pemanfaatan hasil laut oleh masyarakat Kampung Sawinggrai dilakukan dalam dua bentuk, pertama sebagai pengolah atau penangkap biota laut (ikan, cumi-cumi/sotong/gurita dan jenis moluska) dan sebagai pengumpul hasil tangkapan (penampung). Selain itu ada pula yang mengumpulkan produk olahan berupa ikan kering. Kegiatan kios atau warung lebih dominan dikelola oleh kaum perempuan. Isi kios/warung adalah barang-barang kelontongan atau keperluan rumah tangga.
Lembaga Pengelola Energi Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Kabupaten Raja Ampat adalah PLN, BUMD. Wilayah cakupan kerja adalah Kabupaten Raja Ampat (Gambar 4.6). Wilayah kerja BUMD baru melingkupi ibukota kabupaten, yaitu Waisai, sedangkan PLTS yang dikelola PLN
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
42
secara komunal baru terdapat di Pulau Saonek. Pada level masyarakat, penggunaan PLTS hanya digunakan untuk perorangan. Raja Ampat, Papua Barat
BUMD
PLN
Diesel
Diesel
Mandiri Masyarakat
Solarcell
Diesel
Masyarakat Gambar 4.6. Pengelolaan listrik di Raja Ampat PLTD berada di pulau Waisai (ibukota kabupaten). Listrik yang dihasilkan dari PLTD digunakan untuk kegiatan pemerintah, masyarakat, dan pariwisata. Sumber listrik PLTD berasal dari solar yang mendapatkan subsidi BUMD (badan usaha milik daerah). Tahun 2006-2007, PLTD dikelola dinas pertambangan kabupaten Raja Ampat, sedangkan pada tahun 2012 (Januari) dikelola oleh BUMD. Jumlah pelanggan PLTD yang mampu terlayani saat ini adalah 1642 KK, sedangkan pada tahun 2011, jumlah pelanggan kurang dari
< 1000 KK. Harga investasi
pembangkit PLTD 2,2 M (5 unit) dan mampu menghasilkan 2.200.000 watt dan tidak memiliki cadangan. Strategi perawatan yang dilakukan untuk mencegah kerusakan adalah melakukan 1 service dan 4 beroperasi. Keberadaan mesin PLTD masih belum mencukupi kebutuhan pelanggan. Oleh sebab itu, pada tahun 2014 ditargetkan penambahan mesin diesel sebanyak 1 unit. Pada tahun 2011 sudah mencapai 800 pelanggan, khusus di kota Waisai. Tahun 2013, priode bulan Januari-April, sudah ada 400 pengajuan penambahan baru. Pada tabel 4.19 dapat dilihat proporsi penggunaan listrik. Sebagian besar masyarakat menggunakan listrik 1300 sebanyak 50%, peringkat kedua sebanyak 30%.Sedang pada tipe 2200, mencapai 10% dan 3500 dan 4400, masing-masing sebanyak 5%. Tabel 4.19. Proporsi Penggunaan Listrik di Pulau Waisai Tahun 2011 Kapasitas (watt) Persentase (%) 900 30 1300 50 2200 10 3500 5 4400 5 Sumber: Data primer (diolah), 2013
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
43
Kebutuhan solar di Kabupaten Raja Ampat untuk menyalakan mesin diesel sebesar 180 ton solar/bln dengan harga industri. Pola pengiriman dilakukan tiap bulan dengan jumlah pengiriman 1-2 kali. Kendala pengelolan listrik di antaranya adalah kendala yang terkait masalah teknis (pohon tumbang), suplai BBM terhalang cuaca, dan mesin overhaul. Strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan pemadaman bergilir selama 6 jam. Masyarakat juga memiliki sumber energi sendiri berupa solarcell, namun energi listrik yang dihasilkan terlampau sedikit sehingga hanya mampu digunakan untuk lampu/penerangan. Kendala yang didapat adalah daya listrik yang tidak kontinyu, sehingga tidak bisa menghidupkan mesin/ barang dengan listrik tinggi. Tabel 4.20. Lokasi PLTD dan PLTS di Raja Ampat Lokasi
Jumlah Unit
1. 2. 3. 4. 5.
Kalobo Saonek Waigama Samate Kabare
1 1 1 1 1
1.
Saonek
1
1.
Waisai
Daya Terpasang (KW) PLTD 100 40 40 40 40 PLTS 42 PLTD 1 2500
Kemampuan Mampu (KW)
Beban Puncak (KW)
80 40 40 40 40
63 (78,75%) 30 (75%) 26 (65%) 16 (40%) 24 (60%)
42
2500
1800 (72%)
Sumber : PLN Wilayah X Cabang Sorong , BPS 2012
Pada Tabel 4.20, dapat dilihat bahwa penggunaan solar (PLTD) sebagai sumber penghasil energi tersebar merata dan penggunaan PLTS hanya terdapat di Saonek. Daya terpasang terbesar (PLTD) terdapat di Waisai sebesar 2500 kW, sedangkan di Kalobo sebanyak 100 kW. Sedangkan PLT diesel dan solarcell berkisar antara 40-42 KW. Jika dilihat berdasarkan capaian beban puncak, PLTD Kalobo meraih capaian tertinggi (78,75%). Jika melihat beban yang tersisa, maka PLTD Samate yang memiliki nilai terbesar (60%) yang berarti kapasitas listrik yang dihasilkan dapat ditingkatkan seiring dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Pada Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa proporsi pelanggan terbesar adalah kalangan rumah tangga sebanyak 91,59% dengan konsumsi listrik terbesar mencapai 88,05%, dan kelompok pelanggan sosial 5,07% dengan proporsi pemakaian mencapai 5,84% . Pada tabel tersebut dapat dilihat proporsi kelompok pelanggan usaha hanya terdapat 1,15%. Hal ini dapat diartikan bahwa wilayah Raja Ampat masih merupakan wilayah perumahan dan perkantoran dan belum menjadi tujuan usaha.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
44
Tabel 4.21. Distribusi Pelanggan dan Penjualan Listrik Menurut Kelompok Pelanggan 2011 Kelompok Pelanggan 1. Sosial 2. Rumahtangga 3. Usaha 4. Industri 5. Kantor Pemerintah 6. Penerangan Jalan, dll Jumlah / Total
Jumlah Pelanggan 44 795 10 19 868
Persentase 5,07 91,59 1,15 2,19 100
Penjualan Listrik (KWH) 13.233 199.502 5.480 8.365 226.580
Persentase (%) 5,84 88,05 2,42 3,69 100
Sumber : PLN Wilayah X Cabang Sorong
D. Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali Secara geografis, Kabupaten Klungkung terletak di antara 115°21’28” - 115°37’43” Bujur Timur dan 008°27’37” - 008°49’00” Lintang Selatan dengan luas 31.500 Ha. Wliayah Kabupaten Klungkung sepertiganya (11.216 Ha) terletak di Pulau Bali dan dua pertiganya (20.284 Ha) terletak di Kepulauan Nusa Penida. Kabupaten Klungkung berbatasan dengan:
Sebelah Utara: Kabupaten Bangli
Sebelah Timur: Kabupaten Karangasem
Sebelah Selatan: Samudra India
Sebelah Barat: Kabupaten Gianyar
Kapubaten Klungkung memiliki panjang pantai sekitar 97,6 km yang terdapat di Klungkung daratan sepanjang 14,10 km dan di Kepulauan Nusa Penida sepanjang 83,50 km. Kondisi ini menyebabkan Kabupaten Klungkung memiliki potensi perekonomian laut dengan kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan budidaya rumput laut. Penduduk Kabupaten Klungkung pada tahun 2011 tercatat sebanyak 186.488 jiwa yang tersebar tidak merata di empat kecamatan dimana sebagian besar (74%) penduduk berada di daratan Klungkung, sedangkan sebagian kecilnya (26%) berada di Kepulauan Nusa Penida (Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan). Berbeda dengan lokasi penelitian lainnya, jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Klungkung sedikit lebih rendah dibandingkan penduduk perempuan dengan rasio 97% di tahun 2011. Komposisi penduduk laki-laki adalah 49% terhadap jumlah penduduk Kabupaten Klungkung seluruhnya, sedangkan sisanya adalah penduduk perempuan. Berdasarkan lapangan pekerjaan, porsi angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian sebesar 29%, di sektor perdagangan, hotel dan rumah makan sebesar 23%, sektor industri 16%, sektor jasa 14% dan sektor lainnya yang masing-masing tidak lebih dari 10%.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
45
Kegiatan usaha perikanan yang terdapat di Kabupaten Klungkung adalah penangkapan di laut, budidaya laut dan budidaya kolam air tenang. Jumlah rumah tangga perikanan untuk perikanan tangkap laut pada tahun 2011 sebanyak 1.070 unit, budidaya laut sebanyak 3.053 unit, budidaya kolam air tenang sejumlah 206 unit serta UPR dan BBI masing-masing 1 unit. Kegiatan usaha perikanan tangkap laut sebagian besar dilakukan dengan menggunakan perahu motor tempel sebanyak 1.062 unit pada tahun 2007 dan sedikit meningkat menjadi 1.065 unit tahun 2008 – 2010, kemudian meningkat lagi menjadi 1.070 unit di tahun 2011. Alat tangkap yang dominan adalah jaring insang dan pancing sebanyak 2.158 pada tahun 2007, tetapi menurun jumlahnya menjadi 2.130 unit di tahun 2008 – 2010 dan kembali bertambah di tahun 2011 sejumlah 2.971 unit. Tabel 4.22. menampilkan jumlah alat tangkap di Kabupaten Klungkung tahun 2012. Tabel 4.22. Jumlah Alat Penangkapan Ikan (Unit) di Kabupaten Klungkung Tahun 2012 Kecamatan No Sarana Nusa Penida Banjarangkan Klungkung Dawan 1 3 2
Jaring Insang Hanyut Pancing tonda Pancing Ulur Jumlah
831 831 831 1,662
17 17 36
14 14
224 221 442
Jumlah 1,086 831 1,069 2,986
Sumber: BPS Kabupaten Klungkung, 2012
Produksi ikan pada tahun 2011 tercatat sebanyak 1.731,6 ton yang didominasi oleh ikan tongkol, tembang, ikan karang, cakalang, cucut dan ikan lainnya (Tabel 4.23) Tabel 4.23. Produksi Ikan Laut Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Klungkung Tahun 2007 - 2011 Jenis ikan Tongkol Tembang Ikan Karang Cakalang Cucut Ikan lainnya
2007 (ton) 1628 311.3 28.5 426
2008 (ton) 1172.9 343.1 304.3 26.8 321.1
2009 (ton) 1223.1 113.3 453.1 249.2 226.5
2010 (ton) 1105.4 301.5 502.5 100.5
2011 (ton) 936.8 7.3 787.5
Sumber: BPS Kabupaten Klungkung, 2012
Kegiatan budidaya yang berjalan adalah usaha pembesaran dan pembenihan yang tersebar di empat kecamatan, seperti budidaya laut berpusat di Kecamatan Nusa Penida karena wilayahnya sangat cocok untuk usaha budidaya rumput laut. Sebaliknya, budidaya kolam air tanah tersebar di tiga kecamatan, kecuali Nusa Penida. Untuk kegiatan pembenihan dilakukan oleh UPR dan BBI yang berlokasi di Kecamatan Dawan dan Kecamatan Banjarangkan. Luas lahan budidaya yang dimanfaatkan terlihat pada Tabel 4.24.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
46
Tabel 4.24. Luas Usaha Budidaya (Ha) di Kabupaten Klungkung Tahun 2012 No. 1.
2.
Jenis Kegiatan
Kecamatan Jumlah Nusa Penida Banjarangkan Klungkung Dawan
Perikanan Laut 1.1 Budidaya Perikanan Darat 2.1 Budidaya - Kolam Air Tenang 2.2 Pembenihan - UPR - BBI JUMLAH
211.30
-
-
-
211.30
-
2.31
4.68
1.51
8.50
-
-
-
0.80
0.80
211.30
9.60 11.91
4.68
2.31
9.60 230.20
Sumber: BPS Kabupaten Klungkung, 2012
Jumlah produksi perikanan darat hanya disumbang oleh kegiatan perikanan budidaya kolam sebesar 7,9 ton pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 9,6 ton. Peningkatan produksi yang cukup tajam terjadi pada tahun 2010 menjadi 20,7 ton atau meningkat hampir dua kali lipat dan terus meningkat lagi menjadi 21,9 ton pada tahun 2011. Sementara itu, produksi rumput laut pada tahun 2007 mencapai 91,32 ton dan terus meningkat menjadi 101,21 ton dan 103,204 ton masing-masing untuk tahun 2008 dan 2009. Tingkat produksi sempat mengalami penurunan pada tahun 2010, tetapi meningkatk kembali menjadi 106,952 ton pada tahun 2011. Lembaga Pengelola Energi Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Nusa Penida adalah PT.PLN (persero) Rayon Klungkung, Sub Rayon Nusa Penida. Wilayah cakupan kerja adalah Pulau Nusa Besar, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Jika diambil garis lurus, jarak antara Kota Kabupaten Klungkung (semarapura) hingga ke Pulau Nusa penida mencapai 25 km. Akses menuju Nusa penida menggunakan sarana transportasi laut. Pengelolaan energi listrik di Nusa Penida dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pengelolaan oleh PLN dan pengelolaan oleh masyarakat yang dilakukan secara mandiri. Sumber listrik PLN berasal dari diesel dengan bahan bakar solar (Gambar 4.7).
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
47
Nusa Penida, Bali
PLN
Diesel
Mandiri Masyarakat
Solarcell
Angin
Masyarakat Gambar 4.7. Pengelolaan Listrik di Bawean Rasio elektrifikasi di Nusa Penida berbasis dusun. Pada saat ini, semua desa sudah semua teraliri, namun masih ada beberapa dusun di dalam desa yang belum teraliri. Dusun yang belum teraliri adalah dusun yang merupakan daerah proses perluasan jaringan (dalam hal ini belum semua dusun di desa yang teraliri listrik. Di antaranya di dusun Anta (desa Tanglad), dusun Bucang (Desa Sakti), dusun Subyan (desa Sakti). Saat ini rasio elektrifikasi 75% dusun terlistriki. Hambatan pengembangan listrik di Nusa Penida adalah letak geografis (jaringan listrik) dan pemukiman penduduk yang menyebar. Sejak Tahun 1993, pasokan listrik nusa penida mengunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel. Pada tahun 2009, PLN sudah bisa mengaliri listrik selama 24 jam dengan kebutuhan mencapai 2 Mega untuk ketiga pulau. Kebutuhan solar untuk mampu mengaliri listrik di Nusapenida mencapai 350KL per bulan. Selain itu, di Nusa Penida juga terdapat pembangkit listrik tenaga angin (PLTB) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Kedua jenis pembangkit ini merupakan pembangkit energi terbarukan. Pada bulan April 2013, Nusa Penida sudah dialiri listrik kabel bawah laut (base power) dalam hal ini pasokan listrik sudah tidak menjadi permasalahan karena tidak hanya mengandalkan penggunaan PLTD yang berbahan bakar solar. Beban puncak saat ini untuk 3 pulau berkisar 2,5 Mega Watt (2,2-2,4 MW). Dengan jam puncak pada malam hari 7-10 (4jam). Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) berada di puncak Mundi (Nusa besar). Tiap unit PLTB mampu menghasilkan listrik sebesar 50 kW. Kelemahan dalam oprasionalisasinya adalah faktor kelembaban/humidity sehingga sering mengalami kerusakan karena berkarat. Solusinya adalah dengan melakukan Schedule Maintenance. Saat ini terdapat 11 unit PLTB dengan rincian 3 unit berasal dari PLN dan 8 unit berasal dari pemerintah pusat (esdm) dan sudah diserahkan kepada Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
48
kabupaten Klungkung. Oleh Kabupaten, pengelolaannya diserahkan kepada koperasi. Kegiatan pengkajian pada saat akan membangun PLTSurya dan Bayu diakukan oleh pemerintah pusat. Asetnya di serahkan kepada PEMDA. Pemda mencari pengelola yang cocok (koperasi), kemudian hasil listrik yang didapat dijual kembali ke PLN. Pada akhirnya, PLN menjual kepada masyarakat. Sebagian pelanggan di wilayah Jungud Batu, Desa Lembongan merupakan pelanggan listrik kategori bisnis. Hal ini dikarenakan pada wilayah tersebut merupakan wilayah pariwisata dengan fasilitas resort yang dimiliki. Pada awalnya PLN hanya mengandalkan penggunaan PLTD untuk memasok listrik. Namun karena sering padam, dan berdampak buruk terhadap pariwisata maka timbul keinginan dari PLN untuk membuat kabel bawah laut. Keberadaan PLTD dianggap tidak efisien karena menimbulkan suara bising dan asap. Selain itu biaya BBM yang besar karena menggunakan BBM non subsidi (300 KL), kelebihannya adalah proses pembangunan instalasi dapat dilakukan dengan cepat. Proses inisiasi awal untuk memutuskan penggunaan kabel memakan waktu 2 tahun. Dasar pembangunan Kabel bawah laut adalah karena faktor keandalan, diantaranya listrik tidak mudah mati yang diakibatkan pembangkit sedang down, tidak memiliki kendala akibat mesin rusak atau kendala dalam penyaluran solar (suplay BBM), Sejak di bangun, belum ada gangguan yang signifikan. Untuk rencana kedepan, ada rencana membangun kabel bawah laut lagi, untuk jaga-jaga jika kabel 1 mengalami kerusakan. Tarif listrik untuk masyarakat (PLTD dan kabel bawah laut) sama sesuai dengan tarif nasional. Rekening yang mendapatkan subsidi adalah pelanggan dengan 450 dan 900 watt. Pada wilayah Jungud Batu, sebagian pelanggan melakukan pembayaran listrik dengan sistem pra bayar. Sedangkan pada wilayah Nusa Besar, pelanggan listrik pra bayar baru mencapai 40%. Saat ini masyarakat melakukan pembayran rekening tagihan listrik melalui bank. Desa wilayah pesisir Nusa Penida , sebelah barat: Toyopakeh, sakti (dusun penida), Ped (dusun sental, dusun tanah bias, dusun bodong), Kutampi (dusun telage, dusun buyuk, dusun mentigi). Sebelah Utara: Desa Sampalan (dusun Kutapang), Desa Batu Mulapan, sebelah Timur: Desa Suane (dusun karang sari, Semaye, Karang, Pejakutan). Terdapat rumah dalam dusun yang menempel listrik dengan desa lain, karena letaknya yang berdekatan. Pada Tabel 4.25 dapat dilihat sebaran pelanggan di desa-desa yang terdapat di Nusa Penida. Pelanggan terbesar adalah golongan R1-450 sebesar 44,13% (3.808 pelanggan), R1-900 sebesar 43,84% (3.783 pelanggan), R1 1300 sebesar 9,44% (815 pelanggan), R1 2200 sebesar 2,6% (224 pelanggan).
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
49
Tabel 4.25. Data Kelistrikan Nusa Penida tahun 2013 (Juni) Desa (jumlah pelanggan) Tipe R1 450 R1 900 R1 1300 R1 2200 Tipe R1 450 R1 900 R1 1300 R1 2200
Sakti
Kutampi Kaler
Toya Pakeh
Pejukutan
Ped
Suana
Batumadeg
Tanglad
287
297
104
255
276
288
274
205
201
125
144
137
206
222
246
288
35
45
36
28
39
25
21
63
6
17
9
7
16
10
8
16
Jungut batu
Lembongan
Desa (jumlah pelanggan) Batu Kutampi Batu nunggul kandik
Sekartaji
Klumpu
Bunga mekar
154
234
258
356
306
256
154
104
266
288
244
291
249
279
308
289
45
56
70
92
102
34
56
68
9
11
16
26
19
8
21
25
Sumber: PLN Rayon Nusa Penida, 2013
E. Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Kabupaten Flores timur memiliki batas dengan Laut Flores di sebelah Utara; Laut Sawu di sebelah selatan, Kabupaten Sikka di sebelah Barat; dan Kabupaten Lembata disebelah Timur. Kabupaten Flores Timur terletak antara 08°04’ - 08°40’ LS dan 122°38’ - 123°57’ BT. Luas wilayah daratan 1.812,85 km2 tersebar di 17 pulau (3 pulau yang dihuni dan 14 pulau yang tidak dihuni). Secara administrasi, Flores Timur terdiri dari Kecamatan 19, Kelurahan: 21, Desa: 232. Wilayah ini memilki 4 gunung berapi, yaitu Gunung Lewotobi Laki-laki, Gunung Lewotobi Perempuan, Gunung Leraboleng serta Gunung Boleng. Jumlah penduduk Flores Timur dari hasil Sensus Penduduk 2010 tercatat sebanyak 232 605 jiwa dengan kepadatan 128,31 jiwa per Km2 . Jika ditinjau dari penyebarannya, dari total penduduk Flores Timur paling banyak berada di Kecamatan Larantuka (16,06%) disusul Kecamatan Adonara Timur (11,25%) sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan Demon Pagong (1,84%). Angkatan kerja penduduk berkisar Usia 15 Tahun Ke Atas, 71,12% di antaranya merupakan Angkatan Kerja. Dari angkatan kerja tersebut 69,32% di antaranya bekerja dan sisanya 1,79% aktif mencari pekerjaan.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
50
Sarana pendidikan yang terdapat di Larantuka dari tingkat sekolah dasar hingga SMU/SMK. Jika dibandingkan antara guru dan sekolah, pada tingkat SD mendapat nilai 11. Hal ini berarti 1 sekolah SD terdapat 11 orang guru. Rasio perbandingan pada tingkat SMP adalah 14, artinya 14 guru untuk satu sekolah. Rasio SMU adalah 24, satu sekolah dengan 24 guru dan Rasio perbandingan SMK 21, satu sekolah dengan 21 guru. Tabel 4.26. Jumlah Sarana Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Flores Timur Tahun 2011 Tingkat Pendidikan
Jumlah Sekolah 292 69 18 10
SD SMP SMU SMK
Jumlah Murid 39.483 11.603 5.488 2.092
Jumlah Guru 3.090 954 430 206
Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Flores Timur, 2012
Pada Tabel 4.27. terlihat bahwa mayoritas sarana penangkapan berupa sampan/jukung. Tahun 2009 sampan mendominasi sarana penangkapan sebanyak 31,22% disusul dengan kapal motor 12,07%. Pada tahun 2010, sampan/jukung mencapai 29,36% dan kapal motor 15,03% demikian halnya pada tahun 2011, sampan/perahu (32,38%)dan kapal motor (15,50%). Jika dilihat jumlah tanpa perahu sejak tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan, disisi lain jumlah sampan/jukung mengalami peningkatan sejak tahun 2009 hingga tahun 2011. Tabel 4.27. Sarana Penangkapan di Flores Timur Jenis Sarana Penangkapan Tanpa Perahu Sampan/Jukung Perahu Papan Motor Tempel Kapal Motor Jumlah
2009 657 2100 657 492 812 6727
% 9,77 31,22 9,77 7,31 12,07 100
Tahun ( Unit ) 2010 % 672 9,58 2059 29,36 672 9,58 547 7,80 1054 15,03 7014 100
2011 399 2223 399 770 1064 6866
% 5,81 32,38 5,81 11,21 15,50 100
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur, 2012
Pada tahun 2009, alat tangkap yang mendominasi adalah pancing ulur (27%), Gill Net multifilament (17,17%), dan Gill net monofilament (11,88%). Pada tahun 2010, alat tangkap yang mendominasi adalah pancing ulur (32,80%), Gill Net multifilament (14,43%), dan Gill net monofilament (11,88%). Pada tahun 2011, alat tangkap yang mendominasi adalah pancing ulur (29,60%), Gill Net multifilament (12,66%), dan Gill net monofilament (12,11%). Alat tangkap Gillnet monofilament, dan pancing tonda memiliki kenaikan jumlah di tiap tahun.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
51
Tabel 4.28. Jenis Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Flores Timur 2012 Jenis Alat Tangkap Purse Seine Pukat Tarik Bagan 1 Perahu Gill Net Multifilament Gill Net Monofilament Pole and Line Long Line Rawai Dasar Pancing Tonda Pancing Ulur Bubu Rumpon
2009 102 84 98 1301 900 57 202 138 424 2053 127 81
% 1,35 1,11 1,29 17,17 11,88 0,75 2,67 1,82 5,60 27,10 1,68 1,07
Tahun ( Unit ) 2010 % 94 1,08 84 0,97 68 0,78 1255 14,43 1000 11,50 56 0,64 202 2,32 138 1,59 721 8,29 2852 32,80 116 1,33 102 1,17
2011 97 78 65 1335 1277 58 454 138 1400 3122 157 355
% 0,92 0,74 0,62 12,66 12,11 0,55 4,30 1,31 13,27 29,60 1,49 3,37
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur, 2012
Usaha budidaya yang dilakukan di Kabupaten Flores Timur adalah budidaya kerang mutiara. Usaha budidaya kerang mutiara tersebar diperairan antar Pulau Adonara dan P.Solor. Kegiatan budidaya mutiara berkembang cukup pesat mengingat masih baiknya kondisi perairan di lokasi. Setidaknya terdapat lima usaha budidaya kerang mutiara, yaitu di Pulau Adonara (1 unit), Pulau Konga (1 unit), Tanjung bunga (2 unit), Kawalelo (1 unit). Usaha-usaha tersebut sebagian besar dimiliki oleh perusahaan asing (PMA). Selain potensi budidaya, di Flores Timur juga memiliki potensi rumput laut. Kegiatan usaha pengolahan ikan di Larantuka sebagian besar berupa olahan tuna dan cakalang. Ikan tuna diolah menjadi loyin, berupa daging yang dipotong dan dikemas beku. Ikan ini dipasarkan dengan tujuan ekspor ke USA. Sedangkan ikan cakalang dipasarkan dalam bentuk utuh. Pada Tabel 4.29. terlihat bahwa sebagian besar perusahaan olahan menggunakan tuna dan cakalang sebagai bahan baku dikarenakan lokasi penangkapan memiliki stok sumberdaya ikan tuna yang masih besar. Tabel 4.29. Perusahaan Pengolahan Nama Perusahaan PT. Jasa Putra Abadi UD. Sang Surya PT.Okishin Flores PT.Primo Indo Ikan
Jenis Olahan Tuna Loyin dan Cakalang Tepung Ikan Tuna Loyin dan Cakalang Tuna Loyin dan Cakalang
Alamat Kl.Weri Kl.PT Wangin Bao Waibalun Ds. Waimana II
Sumber: Data primer (diolah), 2013
Proses pengiriman yang dilakukan menggunakan akses darat dan laut. Proses pengiriman dilakukan berulang kali dari larantuka menuju Maumere, mengingat fasilitas pengantar ikan beku Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
52
terbatas. Ikan yang sudah diantar untuk sementara dikumpulkan di kontainer pendingin.Ikan yang sudah diolah dibekukan dan dikirim menggunakan mobil berpendingin ke Pelabuhan Maumere yang berjarak tiga jam perjalanan. Setelah itu, proses pengiriman ikan dilakukan menggunakan kapal melalui surabaya. Pabrik pengolahan dan pabrik es sudah tersedia di lokasi, namun terkadang terkendala dengan pasokan listrik yang sering mengalami gangguan. Pabrik sudah mengantisipasi kendala listrik dengan cara menggunakan genset pribadi, namun pasokan solar untuk industri hanya tersedia di Maumere. Lembaga Pengelola Energi Listrik Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Kabupaten Flores Timur adalah PLN. Wilayah cakupan kerja berada di Pulau Solor, Pulau Adonara dan Pulau Flores. Saat ini sebagian besar sumber energi PLN berasal dari PLTD-Solar. Pada wilayah Kecamatan Tanjung Bunga, masyarakat (perikanan) masih belum mendapatkan pasokan listrik. Pada Gambar 4.8. dapat dilihat bahwa di Flores Timur sumber energi dapat dibedakan menjadi dua, PLN dan masyarakat. Sumber listrik PLN berasal dari diesel, dengan bahan bakar solar dan penggunaan solarcell di pulau Solor. Mekanisme pembayaran listrik bagi masyarakat mengikuti pola pembayaran pada umumnya, dengan harga yang sama. Sedangkan energi yang digunakan oleh masyarakat berasal dari energi diesel pribadi dan solarcell. Penggunaan diesel secara pribadi dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan listrik karena dibeberapa lokasi jaringan PLN belum ada. Demikian halnya dengan penggunaan solarcell untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan akan listrik, walaupun listrik yang dihasilkan hanya sebatas manyalakan lampu. Flores Timur
PLN
Solar cell
Mandiri / Masyarakat
Diesel
Diesel
Solar cell
Masyarakat Gambar 4.8. Pengelolaan Energi Listrik di Flores Timur
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
53
Saat ini pemerintah sedang meminimalisir penggunaan solar untuk digunakan sebagai bahan bakar. Hal ini menyebabkan kebijakan pengadaan mesin genset untuk memenuhi kebutuhan listrik tidak menjadi hal yang menarik. Sebagai gantinya , pemerintah mulai mengenalkan penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pengganti solar, berupa PLTGb (Pembangkit Listrik Tenaga Gas-Batubara). PLN Kabupaten Flores Timur, berencana membangun PLTGb untuk membantu menyuplai pasokan listrik dari diesel yang selama ini digunakan. Namun, karena kebijakan pembangunan PLTG tidak mendapatkan respon positif oleh pemerintah setempat dan masyarakat, maka rencana pembangunannya dialihkan ke wilayah Maumere. Namun demikian, listrik yang dihasilkan tetap dapat dialirkan ke Larantuka. Kebutuhan listrik pada saat malam hari di Larantuka mencapai 4 MW. Penggunaan solar sebagai bahan bakar sebanyak 530 KL/bulan. PLTS di Pulau Solor sudah mulai beroperasi pada tanggal 27 Oktober 2013 dan mampu beroperasi selama 24 jam. Sedangkan pada pulau Adonara, listrik mampu beroperasi selama 24 jam sejak tahun 2011. Pada kedua pulau tersebut juga mengandalkan penggunaan solar sebagai bahan bakar. Kebutuhan solar untuk diesel di Pulau Adonara sebanyak 400 KL menghasilkan 3100 kW, Pulau Solor sebanyak 120 KL menghasilkan 800 kW. PLTS di Pulau Solor memiliki kapasitas 60 kW dan mampu menghasilkan listrik penerangan untuk tiga desa. Pulau Solor mulai mendapatkan pasokan listrik dari PLN pada tahun 90-an dengan target sasaran tiga desa. Pada tahun 2012 telah dilakukan jaringan interkoneksi antara wilayah solor di bagian timur dan barat. Pada tahun 2013 bulan oktober, pasokan listrik mulai beroperasi selama 24 jam. Listrik di Pulau Adonara mulai beroperasi pada tahun 1985an dengan sasaran 1 kecamatan. Pada tahun 2011, pasokan listrik sudah mencakup seluruh kecamatan dengan waktu operasi selama 12 jam. Sejak tahun 2013, listrik mulai beroperasi selama 24 jam. Di lokasi daratan, PLTD mulai beroperasi pada tahun 1970an dengan mencakup beberapa bagian di 7 kecamatan. Pada tahun 1980-an, listrik sudah beroperasi selama 24 jam. Saat ini masih terdapat 1 kecamatan di Timur (tanjung Bunga) dan 1 kecamatan di wilayah barat (Titihena) yang belum mendapatkan pasokan listrik. Pembangkit listrik (Diesel) di Larantuka memiliki kapasitas daya 3.800 kW dengan beban puncak 3.700 kW, sedangkan di wilayah Wolonggita di wilayah perbatasan kabupaten mencapai 360 kW dengan beban puncak mencapai 350 kW. Pembangkit di Pulau Adonara memiliki kapasitas 3.400 kW dengan beban puncak mencapai 3.100 kW. Pembangkit di Pulau Solor memiliki kapasitas 1.000 kW dengan beban puncak mencapai 800 kW. Pembangkit dari PLTS mulai beroperasi pada tahun 2013 dengan kapasitas 2x30 kW dengan beban mencapai 25 kW. Hasil listrik dari PLTS dimanfaatkan untuk tiga desa di Kecamatan Adonara Barat, yaitu Titihena, Lamawalang, Kalelu dan
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
54
mampu menerangi 200 rumah. PLTS di lokasi dikelola oleh PLN sehingga masyarakat yang mendapatkan listrik membayar iuran kepada PLN. Tabel 4.30. Banyaknya Pelanggan, Produksi, Daya Terjual danTerpasang Listrik PLN Menurut Ranting dan Sub Ranting Tahun 2011 Ranting PLN Boru Lewolaga Waiklibang Larantuka Ritaebang Menanga Adonara barat Adonara Timur
Jumlah Pelanggan 1352 224 929 10.691 675 2580 1849 2727
Produksi
kWh Terjual
801.985 98.642 383.312 1.655.9231 172.044 139.0540 104.1071 8.226.079
Dipakai sendiri
827.719 96,511 284.013 15.583.667 163.821 156.392 1.259.921 1.027.633 3.033.805 169.924
Sumber: PT PLN (persero) Unit Bisnis Cab. Merauke Ranting Larantuka
4.2. Analisis Kelembagaan A. Aspek Regulatif Pengelolaan Energi Berdasarkan penelusuran data, dari kelima kabupaten yang dijadikan lokasi riset, terdapat tiga kabupaten yang memiliki SKPD khusus untuk menangani energi (Dinas ESDM), yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Bangka. Sedangkan pada kabupaten lainnya, SKPD yang menangani energi digabungkan dengan SKPD lain, sebagai contoh di Kabupaten Klungkung, bagian yang menangani energi berada didalam BAPPEDA. Pada Kabupaten Flores Timur, pengelolaan energi terdapat dalam SKPD PU-TAMBEN (Pekerjaan Umum dan Pertambangan dan Energi). Kabupaten Raja Ampat merupakan kabupaten yang cenderung baru berdiri dan merupakan pecahan dari Kabupaten Sorong. Pada Kabupaten Raja Ampat terdapat BUMD yang menangani secara langsung pemenuhan listrik masyarakat melalui pembangkit listrik tenaga diesel, namun jangkauannya baru terbatas pada Kota Waisai (ibukota) kabupaten dan belum mampu melayani seluruh wilayah di kepulauan. Aspek regulatif dalam konteks ini adalah adanya aturan formal yang terdapat ditingkat kabupaten yang mengatur secara langsung pengelolaan energi (PERDA). Pada Tabel 4.31 dapat dilihat bahwa aspek regulatif dari sisi pemerintah terkait pengelolaan energi yang tertinggi terdapat pada Kabupaten Gresik dengan tingkat capaian sebesar 40%. Sedangkan Kabupaten lainnya memiliki persentasi tingkat capaian yang merata, yaitu sebesar 20 %. Capaian 40% menunjukkan bahwa di Kabupaten Gresik sudah memiliki aturan daerah (PERDA) tentang pengelolaan energi
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
55
yang dapat dijadikan landasan membuat kebijakan pengelolaan energi, termasuk didalamnya pengelolaan energi baru dan terbarukan. Tabel 4.31. Aspek Regulatif dan Dukungan Pengelolaan Energi
Lokasi
Nilai capaian Maksimal
Aspek Regulatif dan Dukungan PEMDA dalam Pengelolaan Energi Regulatif Dukungan Nilai yang dicapai
Persen (%) tingkat capaian
Nilai yang dicapai
Persen (%) tingkat capaian
Nilai RataRata yang dicapai
Persen (%) Nilai Rata-Rata tingkat Capaian
Raja Ampat (Selat Manswar)
5
1
20
1,5
30
1,25
25
Nusa Penida
5
1
20
2,75
55
1,88
37,5
Bangka (Teluk Klabat)
5
1
20
1,75
35
1,38
27,5
Gresik (Bawean)
5
2
40
1,5
30
1,75
35
Flores Timur (Larantuka)
5
1
20
2,5
50
1,75
35
Sumber: Data Diolah 2013
Capaian 20% dapat diartikan bahwa belum ditemukan aturan khusus di tingkat Kabupaten yang mengatur secara spesifik pengelolaan energi, termasuk pengelolaan energi terbarukan. Belum adanya PERDA khusus terkait pengelolaan energi dapat diartikan bahwa sumber energi di lokasi belum dijadikan prioritas dalam kegiatan pembangunan atau daerah tidak memiliki potensi energi yang besar dan membutuhkan peraturan khusus. Salah satu bentuk dukungan pemerintah lainnya terkait energi terbarukan adalah memiliki kewajiban membeli listrik yang dihasilkan dari sumber energi tersebut. Dalam hal ini, energi listrik yang dihasilkan dijual kepada PLN, kemudian PLN menjual kembali kepada masyarakat. Berdasarkan aspek implementasi dukungan, capaian terbesar (55%) terdapat pada Kabupaten Nusa Penida, Flores Timur (50%), Bangka (35%), Raja Ampat (30%) dan Gresik (30%). Pada kabupaten Nusa Penida sudah memiliki bentuk pengelolaan energi terbarukan berupa pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dan PLTS di Puncak Mundi Nusa Penida. Kabupaten Bangka akan sedang membangun PLTU dari gas bumi. Pada Kabupaten Flores Timur, memberikan dukungan perhatian yang besar pada saat sedang etrjadi ujicoba pemasangan teknologi arus laut di Selat Larantuka. Pemerintah setempat memberikan dukungan berupa keterlibatan sebagai tim teknis pada saat kegiatan pengukuran arus. Sedangkan pada Kabupaten Gresik dan Raja Ampat,
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
56
pemda setempat sudah memfasilitasi kegiatan pembangkit listrik tenaga surya PLTS untuk sebagian masyarakat. Walaupun demikian, jika dilihat dari aspek jumlah, bantuan PLTS belum mencukupi dan jika dilihat dari aspek keberlangsungan teknologi, tidak seluruhnya berhasil untuk dipertahankan. Peraturan derah yang mengatur tentang penggunaan laut sebagai sumber energi belum ada. Namun demikian, terdapat peluang dilakukannya pengembangan energi laut dapat diadopsi berdasarkan aturan daerah diatasnya (tingkat propinsi) yang memiliki kaitan dengan isu energi. Pada pemerintah daerah Gresik sudah memberikan dukungan berupa pengembangan energi baru. Dukungan ini diantaranya terdapat pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Sumber Energi Dan Ketenagalistrikan dan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 TAHUN 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik Tahun 2010 - 2030. Kedua peraturan daerah ini menyentuh keberadaan energi terbarukan dan sektor pengembangan sumberdaya penghasil energi. Pada Bab II pasal kedua tentang wewenang dan tanggung jawab (PERDA No 14 tahun 2002), disebutkan bahwa Bupati memiliki wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sumber energi dan ketenaga listrikan daerah, diantaranya adalah melakukan inventarisasi potensi sumber energi dan ketenagalistrikan. Pada pasal ketiga disebutkan bahwa Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksploritasi pengumpulan dan pengolahan data sumber energi dan ketenagalistrikan. Hasil inventarisasi dijadikan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan sumber energi dan ketenagalistrikan atau rencana umum sumber energi dan ketenagalistrikan. Pada lampiran XIII Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor: 8 Tahun 2011 (Tanggal: 15 Juli 2011) disebutkan program utama pemenuhan sumber energi baru di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak pada rentang tahun 2014-2019. Adapun instansi yang tercantum untuk terlibat pada kegiatan tersebut adalah ESDM, PLN dan Swasta. Keberadaan laut sebagai sumber energi (gelombang laut) belum tercantum di dalam peraturan daerah tersebut, namun peluang untuk melakukan pengembangan masih terbuka. Pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011—2031, dimana Kabupaten Gresik termasuk di dalamnya, tercantum adanya pengembangan sistem jaringan. Pada Pasal 11 ayat 3 disebutkan pengembangan diversifikasi sumber energi baru dan terbarukan, antara lain: energi mikrohidro, energi angin, energi surya, energi air, energi panas bumi, energi gelombang laut, energi biogas, dan energi biomassa. Sayangnya pada pasal 39 ayat 2 point (f), Kabupaten Gresik tidak disebutkan sebagai salah satu wilayah penghasil energi gelombang melainkan Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Tuban, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Kondisi ini menunjukkan potensi adanya gelombang laut di Kabupaten
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
57
Gresik (Pulau Bawean) belum muncul dan masuk ke dalam prioritas kegiatan di Pemerintahan Jawa Timur. Di lokasi penelitian (Pulau Bawean), Kecamatan Sangkapura dan Tambak, belum di dapati informasi terkait adanya aturan pengembangan energi , terutama energi terbarukan yang berasal dari gelombang laut.
Pengusahaan Sumber Daya Energi e
a
b
c
d
Perorangan atau kelompok usaha yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia dengan mengutamakan masyarakat setempat
Badan Usaha yang berbadan Hukum
Badan Usaha Milik Daerah
Badan Usaha Milik Negara
e Badan Usaha Swasta yang didirikan sesuai dengan Perundang-undangan RI berkedudukan di Indonesia mempunyai pengurus yang berkewarganegaraan Indonesia dan mempunyai lapangan usaha di bidang energi dan ketenaga listrikan
h
g
f
Perusahaan modal asing sesuai dengan Peraturan yang berlaku
Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara dan atau Propinsi/Kabupaten/Kota/Badan Usaha Milik Daerah disatu pihak dengan perorangan, atau Badan Usaha Swasta dipihak lain
Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara disatu pihak dengan Kabupaten/Kota atau perusahaan Daerah pihak lain
Sumber: PERDA Kab Gresik No.14
Gambar 4.9. Pengusahaan Sumber Energi PEMDA Kabupaten Gresik sudah mengeluarkan regulasi terkait pengusahaan sumber daya energi. Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa pemda memprioritaskan pengusahaan energi pada usaha masyarakat setempat yang berkewarganegaraan Indonesia, usaha perorangan atau kelompok usaha. Dalam hal ini, pengelolaan sumber energi gelombang dimungkinkan untuk dikelola oleh kelompok masyarakat atau bisa juga dikelolaa dalam bentuk koperasi. Namun demikian, jika kelompok masyarakat belum memungkinkan untuk mengelola dikarena keterbatasan SDM ataupun finansial, pengusahaan sumber daya energi dapat dilakukan oleh badan usaha milik
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
58
daerah (BUMD), BUMN ataupun Swasta. Pada regulasi yang dibuat oleh pemda juga membuka peluang pengusahaan energi dilakukan dengan modal patungan antara BUMN, BUMD, Propinsi, Kabupaten/Kota, Swasta. Bahkan dibuka peluang pengusahaan sumberdaya energi dilakukan oleh perusahaan asing. Namun demikian, pelaksanaannya menggunakan syarat dan ketentuan yang berlaku. Pada Pulau Bawean, pelaksanaan pengusahaan sumberdaya listrik dengan mesin diesel dilakukan oleh PLN yang bekerjasama dengan badan usaha yang berbadan hukum serta koperasi. Pada (draft) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klungkung Tahun 2011-2031, keberadaan energi baru dan terbarukan sudah tercantum pada Kecamatan Nusa Penida berupa Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTb) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Sedangkan peluang pengembangan energi yang berasal dari gelombang laut terdapat dalam draft tersebut pada paragraf pertama sistem jaringan energi Pasal 25. Namun, bahasan terkait potensi pengembangan energi laut masih terbatas. Pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029, keberadaan energi yang berasal dari laut belum disinggung, tetapi didalamnya memberikan peluang pengembangan keberadaan energi terbarukan. Selain itu, pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Bali Tahun 2005-2025 telah disebutkan kebijakan diversifikasi energi untuk pembangkit listrik, seperti panas bumi, mikrohidro, gas, dan batu bara, juga dapat diterapkannya pembangkit listrik tenaga surya, angin dan gelombang. Pada laporan rencana tata ruang Kabupaten Flores, Bab II Kebijakan dan Potensi Permasalahan, pengembangan energi yang berasal dari arus laut belum disinggung. Sedangkan pengembangan energi yang diprioritaskan adalah Energi Panas Bumi, Energi Angin, Energi Surya dan Energi Mikro Hidro. Namun pada Bab III Skenario pengembangan wilayah, penggunaan energi terbarukan sudah disebutkan secara spesifik, termasuk di dalamnya pemanfaatan energi gelombang. Pada bahasan strategi pengembangan energi, pengembangan energi yang berasal dari arus laut dimungkinkan karena merupakan salah satu sumber pengembangan prasarana listrik dengan sumber alternatif. Dalam hal ini, pengembangan energi arus laut harus mampu mempertimbangkan pengembangkan sumberdaya energi secara optimal dan efisien, memanfaatkan sumber energi domestik,
energi yang bersih, ramah lingkungan dan teknologi yang efisien.
Sehingga hadirnya sumber energi yang berasal dari arus laut diharapkan mampu menghasilkan nilai tambah untuk pembangkitan tenaga listrik yang sudah ada sehingga terjamin ketersediaan tenaga listrik yang diperlukan. Pada RTRW Flores Timur di bagian Sasaran Pembangunan infrastruktur untuk lima tahun ke depan yakni tahun 2008-2013, PEMDA Flores Timur sudah memberikan dukungan pengembangan energi terbarukan, yaitu peningkatan pembangunan prasarana dan sarana
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
59
kelistrikan dan mengembangkan sumber energi yang berkelanjutan, walaupun tidak disebutkan secara spesifik energi yang berasal dari laut. Pada RPJMD 2012-2016, PEMDA Flores Timur sudah menginventarisir permasalahan pasokan energi. Permasalahan pada aspek infrastruktur listrik dan energi adalah (1) sebagian besar desa di Flores Timur belum mendapatkan aliran listrik yang bersumber dari PLN. (2) Penyediaan sumber-sumber energi alternatif seperti Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Surya masih sangat terbatas, sedangkan potensi energi alternatif lainnya seperti PLT Arus Laut masih dalam taraf uji coba, dan Panas Bumi di Kecamatan Demon Pagong masih dalam taraf penelitian. Pada RTRW Kabupaten Bangka, bahasan yang terkait dengan energi terdapat pada Paragraf 2-Sistem Jaringan Energi Wilayah Kabupaten (Pasal 19), disebutkan bahwa (1) Sistem jaringan energi wilayah Kabupaten terdiri dari : a. pembangkit listrik tenaga diesel di Belinyu, Sungailiat, Puding Besar dan Merawang; b. pembangkit listrik tenaga uap di Merawang dan Riau Silip; c. pembangkit listrik sumber energi lainnya dikembangkan di seluruh kecamatan; d. jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik yang tersebar di seluruh kecamatan. Pada pasal 55 (b) disebutkan perwujudan pengembangan sistem prasarana energi. Perwujudan pengembangan sistem prasarana energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b dilakukan melalui: a. optimalisasi pembangkit listrik; b. peningkatan pasokan daya listrik yang bersumber dari energi terbarukan; c. pemanfaatan batubara sebagai sumber energi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan; d. pembangunan jaringan transmisi dan distribusi listrik sampai tingkat desa; e. Pembangunan gardu Induk. Dalam hal ini potensi pengembangan energi yang berasal dari laut tidak disebutkan secara spesifik, namun demikian sudah dibuka peluang pengembangannya. Pada Gambar 4.10 dapat dilihat capaian rata-rata aspek regulatif dan dukungan pada pengembangan energi terbarukan. Kabupaten Nusa Penida mencapai nilai 37,5%. Kabupaten Gresik dan Flores Timur masing-masing mencapai 35%, Kabupaten Bangka mencapai 27,5% dan Kabupaten Raja Ampat mencapai 25%. Nilai ini di dapat dari menggabungkan capaian nilai aspek regulasi dengan bentuk dukungan pemerintah daerah. Semakin tinggi nilai yang dicapai menunjukkan semakin besar perhatian dan dukungan pemerintah terkait dengan peluang pengembangan energi terbarukan (energi laut)
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
60
Nilai (%) Rata-rata capaian Aspek Regulatif dan Dukungan 37,5
40 35 30 25 20 15 10 5 0
35
27,5
25
1,25
35
1,875
Raja Ampat (Selat Manswar)
Nusa Penida
Nilai Rata-Rata yang di capai
1,75
1,375 Bangka (Teluk Kalabat)
1,75
Gresik (Bawean)
Flores Timur (Larantuka)
Persen (%) Nilai Rata-Rata tingkat Capaian
Sumber: data diolah 2013
Gambar 4.10. Grafik Nilai Rata-rata Aspek Regulatif dan Dukungan B. Aspek Normatif Pengelolaan Energi Pada aspek normatif-Implementasi Energi Baru Terbarukan akan dikaitkan dengan aturanaturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan dalam pengelolaan energi. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi, tidak ditemukan aturan lokal/adat yang menangani laut secara khusus dan memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi. Namun demikian, hampir di semua lokasi terdapat pengelolaan energi yang dilakukan oleh masyarakat. Pada Tabel 4.32 dapat dilihat capaian aspek normatif di setiap lokasi penelitian. Capaian terbesar terdapat di kabupaten Nusa Penida dan Flores Timur, masing-masing memiliki nilai capaian 45%, Kabupaten Raja Ampat 40%, Gresik 34% dan Bangka 20%. Makin tinggi nilai capaian mengindikasikan aspek normatif pengelolaan energi makin baik. Tabel 4.32. Aspek Normatif Pengelolaan Energi Aspek Normatif Pengelolaan Energi
Nilai Capaian Maksimal
Nilai yang di capai
Raja Ampat (Selat Meosmansar)
5
2
Persen (%) tingkat Capaian 40
Nusa Penida Bangka (Teluk Kalabat)
5 5
2,25 1
45 20
Gresik (Pulau Bawean) Flores Timut (Larantuka)
5 5
1,75 2,25
35 45
Lokasi
Sumber: Data Primer Diolah 2013
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
61
Pada lokasi penelitian, terdapat pola pengelolaan energi oleh masyarakat setempat. Pengelolaan tersebut dilakukan oleh masyarakat sebagai strategi pemenuhan energi, terutama energi listrik. Hampir di seluruh wilayah kabupaten memiliki pengelolaan listrik yang dilakukan oleh masyarakat, sedangkan pada Kabupaten Bangka, di wilayah pesisir yang belum teraliri listrik (Tanjung Penyusup) pemenuhan kebutuhan listrik dilakukan secara pribadi oleh masyarakat dan tidak dilakukan secara komunal. Hal ini dilakukan karena hampir sebagian besar masyarakat memiliki diesel di rumah masing-masing yang digunakan untuk menghasilkan listrik. Adapun genset yang digunakan berasal dari membeli ataupun merupakan bantuan yang diberikan oleh PT Timah. Pada siang hari, genset dirumah-rumah penduduk tidak diaktifkan. Sehingga aktivitas yang menggunakan listrik, praktis hanya menyala pada malam hari. Genset mulai diaktifkan untuk mengaliri listrik pada pukul 5 sore hingga 12 malam, selebihnya genset dimatikan untuk meminimalisir pengeluaran. Adapun kebutuhan bensin yang dibutuhkan untuk satu rumah sebanyak 3 liter dengan kisaran harga ditingkat eceran mencapai Rp 7.500-8000/liter. Kapasitas genset yang digunakan mampu menyalakan TV, dan beberapa lampu pada malam hari. Sedangkan warga yang menggunakan mesin air, hanya melakukan proses pengisian air sebanyak dua kali, dipagi hari dan sore hari. Pada tahun 2010, di Pulau Bawean, terutama Pulau Gili, sudah diimplementasikan energi baru terbarukan berupa penggunaan energi solar panel. Keberadaan sumber energi ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang belum memiliki sumber energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan dari solar panel individu hanya mampu mencapai 30 watt/rumah dan digunakan untuk kegiatan penerangan di malam hari dengan jangka waktu yang terbatas. Kegiatan ini menemukan banyak kendala dan tidak bisa berjalan lama. Kendala-kendala tersebut di antaranya adalah adanya keterbatasan teknologi dan masyarakat belum sepenuhnya menguasai transfer teknologi. Sebagai contoh, aki yang digunakan untuk menyimpan energi listrik tidak mampu bertahan lama, memiliki sifat mudah terkena korosif karena terkena udara yang kering dan lembab (air laut) dan membutuhkan perawatan secara rutin. Disisi lain, Wilayah Pulau Bawean merupakan wilayah kepulauan yang memiliki keterbatasan akses, terutama pada musim ombak tinggi yang menyebabkan kegiatan penyeberangan transportasi menjadi terhambat. Selain itu belum adanya fasilitas (bengkel) yang bisa memperbaiki aki yang rusak dan sulitnya membeli peralatan cadangan pada saat terjadi kerusakan. Jika ingin membeli di Gresik daratan, seringkali masyarakat terkendala dengan angkutan penyeberangan/biaya. Hal-hal seperti ini mengkondisikan masyarakat penerima bantuan kesulitan untuk melakukan perbaikan secara mandiri karena tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki peralatan yang rusak dan sulitnya membeli komponen pengganti, hal ini membuat masyarakat berfikir secara praktis, yaitu
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
62
beralih kepada penggunaan energi lain (solar) dan adapula yang memanfaatkan keberadaan alat tersebut sebagai sumber modal dengan cara menjualnya pada saat membutuhkan. Pada kasus Pulau Gili-Bawean di Kabupaten Gresik, pernah dilakukan pengelolaan energi listrik berbasis kelompok atau masyarakat setempat. Pada awalnya (tahun 2006), pemerintah setempat memberikan bantuan berupa mesin genset yang digunakan sebagai penghasil energi listrik bagi masyarakat pulau Gili dan untuk dikelola secara bersama-sama. Pengelolaan bantuan ini dilakukan oleh masyarakat dengan membentuk pengurus yaitu ketua, sekretaris dan bendahara yang ditugaskan untuk menangani pengelolaan diesel tersebut. Keberadaan diesel tersebut dirasakan sangat membantu bagi masyarakat, karena permasalahan kebutuhan energi listrik sedikitnya sudah mampu teratasi. Pada tahap awal, pengelolaan listrik oleh kelompok masyarakat mengalami keuntungan, salah satu penyebab keuntungan adalah kebutuhan masyarakat akan energi listrik tergolong tinggi dengan tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk mau membayar iuran yang telah ditetapkan secara bersama, selain itu alat mesin genset merupakan bantuan sehingga tidak ada biaya investasi yang dikeluarkan untuk membelinya. Setidaknya masyarakat dan pengelola bisa merasa bangga karena mereka bisa memiliki uang kas dari keuntungan yang didapat dari pengelolaan listrik. Seiring dengan waktu, terjadi kesalahan dalam manajemen pengelolaan listrik oleh pengurus. Kesalahan ini cukup berdampak besar sehingga menyebabkan pengelolaan energi tersebut tidak berjalan karena masyarakat melakukan kesepakan bersama (pembiokotan) tidak mau untuk membayar iuran listrik. Hal ini berdampak terhadap cadangan uang kas yang terpakai untuk membeli kebutuhan solar. Puncak dari kegiatan ini adalah masyarakat di Pulau Gili tidak mendapatkan pasokan listrik selama 7 bulan karena kekurangan biaya operasional. Kondisi ini tentu saja memberikan dampak yang besar bagi masyarakat, sehingga bagi beberapa orang yang mampu, membeli genset untuk dioperasikan secara pribadi menjadi salah satu solusinya. Genset yang tidak beroperasi lama membutuhkan poerawatan yang tidak sedikit dan biaya operasional yang cukup besar dalam pengelolaannya. Untuk memutus kebuntuan tersebut, saat ini pengelolaan genset di Pulau Gili tidak dkelola oleh kelompok, melainkan dikelola secara pribadi oleh mantan pengurus dengan komitmen biaya operasional dan perawatan menjadi tanggung jawabnya. Hal ini berdampak bahwa segala pengeluaran biaya ditanggung secara pribadi, demikian halnya dengan keuntungan yang didapat menjadi milik pribadi. Untuk mendapatkan aliran listrik di Pulau Gili, pada tahap awal pemasangan masyarakat dikenakan dengan membayar iuran sebanyak Rp250.000 yang akan digunakan untuk membeli kabel dan sekring ditiap rumah. Listrik hidup hanya selama 4 jam dari jam 6 seore hingga jam 10 malam. Iuran yang dikenakan kepada masyarakat yang mendapatkan listrik adalah sebesar Rp
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
63
70.000 untuk rumah dengan TV dan 1 lampu (20 watt). Untuk rumah yang memiliki TV dan 3 unit lampu diknakan biaya Rp 135.000/bulan dan jika memiliki mesin air, iuran yang ditetapkan sebanyak Rp150.000/KK. Kebuatuhan BBM per hari diprediksi sebanyak 20 liter dengan jangka waktu menyala selama 4 jam. Namun ada pula masyarakat yang membeli dan mengelola genset secara pribadi. Kebutuhan BBM untuk mengalisi listrik sebanyak 4 rumah adalah 3-5 liter dengan waktu hidup dari jam 6 sore hingga pukul 12 malam. Adapun masyarakat yang tinggal di Pulau Bawean sudah mendapatkan pasokan listrik secara rutin 24 jam dari PLN yang menggunakan Pembangkit Litsrik Tenaga Diesel. Dalam hal ini masyarakat membayar listrik dengan cara paska bayar ataupun menggunakan pulsa. Pada Kabupaten Flores Timur, masih terdapat wilayah pesisir yang belum teraliri listrik. Wilayah tersebut berada di sebelah timur Selat Larantuka, tepatnya berada di Desa Kolaka Kecamatan Tanjung Bunga. Pada kedua desa tersebut terdapat dua wilayah yang berbeda dalam melakukan pengelolaan energi (menghasilkan listrik), yaitu dusun koledata (lingkungan 1-2) dan dusun laka (lingkungan 3-4). Dusun yang warganya dominan sebagai nelayan adalah dusun laka sedangkan pada susun koledata, dominan matapencaharian warganya adalah petani dan berkebun, sedangkan menjadi nelayan hanya dilakukan sebagain warganya. Pada desa ini, jaringan listrik oleh PLN belum ada, namun menurut penuturan warga, saat ini proses penyambungan listrik dari PLN sudah mulai dilakukan. Untuk mendukung proses tersebut, sudah dibentuk kepanitian tingkat lokal untuk membantu menyelkesaikan proses administratif pengurusan listrik secara kolektif. Informasi yang didapat, litrik akan beroperasi pada tahun 2014. Sumber listrik pada kedua dusun berasal dari penggunaan solarcell dan diesel. Solar cell hanya digunakan oleh sebagian warga dan merupakan bantuan dari pemerintah. Dari 20 unit bantuan PLTS pada dusun koledata, hanya 5 unit yang masih berfungsi. Sedangkan pada dusun laka, dari 10 unit bantuan, PLTS yang masih berfungsi hanya 50%. Kendala terbesar yang dikeluhkan adalah biaya perawatan aki. Dalam hal ini aki hanya mampu bertahan 2-3 tahun dengan perawatan harus mengisi air aki, jika aki tidak dirawat maka akan berdampak terhadap tidak berfungsinya PLTS. Listrik yang dihasilkan oleh PLTS hanya mampu menerangi lampu 3 unit dengan daya masing-masing 10 watt dan digunakan pada malam hari. Sedangkan pada siang hari digunakan untuk mengisi akki. Uniknya, terdapat warga yang juga menggunakan PLTS dengan cara membeli menggunakan modal sendiri. Warga yang membeli tersebut terlihat lebih memiliki perhatian lebih dalam merawat PLTS yang dimiliki dan tingkat keawetan/masih berfungsinya alat dengan lebih lama. Pengelolaan listrik menggunakan mesin diesel di dusun kolaka dilakukan secara komersil dan kepemilikan pribadi. Genset yang dikomersilkan sebanyak 2 unit dengan masing-masing
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
64
kapasitas 10 Kilowatt dengan menggunakan bahan bakar solar (harga per liter Rp 5500). Satu unit genset dioperasikan oleh satu rumah dan mampu mengaliri rumah disekitarnya sebanyak 20 unit. Sehingga jika terdapat 2 genset maka jumlah yang mendapat pasokan listrik sebanyak 40 rumah. Biaya yang dikenakan untuk emndapatkan listrik sebesar Rp 60.000/bulan dengan hanya menggunakan lampu. Sedangkan jika warga memiliki TV, Lampu dan tape maka dikenakan iuran sebesar Rp 75.000/bln. Adapun jangka waktu listrik menyala mulai pukul 18.30-21.30, selebihnya warga menggunakan pelita sebagai sumber penerangan. Kebutuhan minyak tanah untuk menyalakan pelita sebanyak 1 liter untuk 2 malam dengan harga Rp5500/liter. Selain penggunaan genset secara komersil, ada juga warga yang menggunakan genset secara pribadi sebanyak 9 orang. Selain solar, ada juga genset yang menggunakan bensin, dengan harga eceran 15.000/liter. Pada dusun Laka, pengelolaan energi dilakukan secara komunal atau bersama. Beberapa waktu silam (5-6 tahun yang lalu), di dusun pernah melakukan pengelolaan listrik secara kolektif untuk satu desa. Pola pengelolaannya adalah setiap rumah secara bergiliran menyumbangkan bahan bakar. Penyaluran listrik yang dihasilkan menggunakan kabel permanen yang dipasang ketiap rumah. Kendala yang didapatkan adalah tidak adanya biaya yang disiapkan untuk operasional kegiatan berupa upah penjaga sekaligus operator diesel dan biaya perbaikan. Ketika sering terjadi kerusakan mesin, yang tersedia adalah solar hasil iuran warga. Namun terdapat kendala waktu dan biaya dalam proses konversi solar untuk dijadikan uang untuk membiayai perawatan, sehingga menyebabkan listrik sering padam. Pada titik tertentu, masyarakat yang merasakan kebutuhan listrik yang tinggi untuk keperluan sehari-hari berinisiatif membeli mesin pembangkit sendiri. Walaupun demikian, pola pengelolaan energi masih dilakukan secara gotong royong. Pada dusun Laka, terdapat 4 unit genset dengan kapasitas mesin 15 PK yang difungsikan sebagai pembangkit listrik. Satu unit genset dapat menyalakan listrik untuk 3-10 unit rumah. Untuk pasokan listrik tersebut, dapat digunakan untuk menyalakan TV, dan lampu sebanyak 3 unit dengan kapasitas 10 watt/unit. Adapun kebutuhan solar berkisar 2 liter untuk mampu menyalakan 3 rumah. Waktu menyalakan listrik dimulai pada saat magrib hingga pukul 10 malam. Sedangkan waktu selebihnya, warga yang membutuhkan penerangan menggunakan pelita yang berbahan bakar minyak tanah. Suasana pada malam hari sudah terlihat terang benderang karena sumber listrik yang ada, namun terdapat suara yang khas berupa mesin diesel yang saling saut-menyaut diantara rumah. Pola pembayaran listrik cukup unit dan terlihat unsur kebersamaannya, sebagai contoh jika satu mesin diesel membutuhkan pasokan listrik sebanyak 3 liter setiap malam, maka rumah yang ikut mendapatkan listrik membayar secara bergilir sebanyak solar yang digunakan di tiap malam.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
65
Dalam hal ini, warga yang mendapatkan pasokan listrik tidak dikenakan biaya penyambungan atau sewa genset dari pemilik rumah. Mereka berpendapat tetangga sudah dianggap seperti saudara sehingga tidak ingin mengambil keuntungan dari peluang yang ada. Pada Kabupaten Klungkung, Nusa Penida terdapat pembangkit listrik yang berasal dari energi terbarukan berupa PLTS ((pembangkit listrik tenaga Surya/Solarcell) dan PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu/angin). PLTB mulai diinisiasi pada tahun 2005. Kegiatan ini merupakan program listrik pedesaan hasil kerjasama antara kementrian ESDM (energi sumberdaya mineral), PLN (perusahaan listrik negara) Rayon Bali dan PEMDA sebagai penyedia lahan. Setelah tahap kegiatan selesai dilakukan, pihak Kementrian ESDM menyerahkan teknologi yang telah diintroduksikan kepada PEMDA Klungkung. Berbekal pengalaman yang ada, sekaligus inghin melibatkan masyarakat dalam pengelolaan energi baru dan terbarukan, PEMDA mencari pihak yang pas untuk mengelola keberadaan sumber energi tersebut. Berdasarkan berbagai pertimbangan, maka dipilih koperasi yang memiliki performa terbaik di lokasi. Koperasi mengelola pembangkit tersebut pada tahun 2007. Pada tahun 2007, juga terdapat penambahan 4 unit PLTB & 2 unit PLTS (dari UNCC dan ESDM) dan diserahkan untuk dikelola oleh koperasi pada pertengahan tahun 2010. Kapasitas yang dihasilkan dari PLTB mencapai 80 kW/unit. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit memiliki sistem interconeksitas-listrik, yaitu listrik yang dihasilkan langsung disambungkan pada jaringan yang dimiliki (dijual) ke PLN. Listrik yang dihasilkan tidak hanya dikonsumsi oleh konsumen di dekat sumber energi, tetapi diserahkan kepada PLN untuk didistribusikan kepada jaringan konsumen yang ada. Kendala yang dialami oleh koperasi adalah gangguan teknis berupa rawan akan sambaran petir, tingginya biaya pemeliharaan dan perawatan, sukucadang peralatan banyak yang dibeli melalui import sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam perbaikan. Saat ini sudah ada beberapa unit PLTB yang dimatikan untuk sementara karena menunggu proses perbaikan dengan sparepart yang berasal dari Inggris. Kondisi ini berdampak terhadap biaya penyediaan sparepart yang tinggi ataupun perawatan yang tinggi. Menurut penuturan manajer koperasi, keberadaan pembangit listrik tersebut bagi keuangan koperasi tidaklah terlalu menguntungkan. Manajer tersebut mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan dengan listrik yang didapatkan bisa dibilang impas jika tidak mau dikatakan rugi. Keberadaan PLTB masih berjalan dan dikelola oleh koperasi dikarenakan andanya tanggung jawab moral “manajer koperasi” untuk mempertahankan kelangsungan sumber energi tersebut. Dalam hal ini, nusa penida (puncak mundi) merupakan simbol PLTB yang masih berjalan di Indonesia. Selain itu, PLTB juga dijadikan tempat magang dan penelitian bagi mahasiswa atau peneliti.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
66
Pada Kabupaten Raja Ampat, wilayah yang melakukan pengelolaan listrik secara komunal berada di wilayah Kapisawar di dekat Selat Manswar. Pada desa tersebut terdapat diesel yang dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan listrik desa. Diesel yang dimiliki sebanyak dua unit, yaitu diesel dengan kapasitas 7 Kw (bantuan APBD I) dan diesel dengan kapasitas 15 kw (Program PNPM), adapun informasi harga diesel dengan kapasitas 15 kw mencapai 50 juta/unit . Kedua diesel tersebut dioperasikan secara bergiliran. Warga mendirikan bangunan yang agak jauh dari perumahan warga dengan tujuan mengurangi kebisingan akibat suara yang ditimbulkan. Jam operasi mesin diberlakukan mulai pukul 18 sore hingga pukul 20 malam, dan terkadang hingga pukul 01 dini hari jika ada ada kegiatan khusus. Pada jangka waktu tersebut dibutuhkan solar sebanyak 4-5 liter/malam dengan harga solar Rp10.000/lt dibeli didesa sebelah, Sawingray. Adapun listrik yang dihasilkan mampu dialirkan kepada 22 rumah dan dapat digunakan untuk menyalakan TV, lampu penerangan rumah dan parabola. Jika ada upacara kematian atau pernikahan, listrik bisa beroperasi sampai pagi. Dalam hal ini, pihak yang memiliki kepentinganlah yang menyumbang solar untuk menyalakan genset. Pola pembayaran dilakukan melalui sistem iuaran. Besarnya jumlah iuran ditetapkan berdasarkan musyawarah pengelola listrik. Besaran iuran yang ditetapkan kepada warga sebesar Rp 2.000-10.000/hari/ rumah tergantung dengan banyaknya solar yang digunakan dan dibagi sejumlah warga. Untuk memudahkan kegiatan operasional, dana iuran listrik dikumpulkan dan dikoordinir melalui sekertaris desa. Dalam hal ini, kantor desa tidak dibebankan dalam pembayaran listrik. Di lokasi, tidak ada aturan untuk membuat tabungan energi, masyarakat hanya dibebankan iuran BBM. Terkadang, masyarakat meminta bantuan BBM kepada rombongan wisatawan yang menggunakan kapal pesiar (cruise) yang melakukan penyelaman di sekitar lokasi mereka. Jika terjadi kerusakan mesin, masyarakat mengandalkan penggunaan dana yang berasal dari pemerintah seperti dana Otonomi Khusus (OTSUS), APBN/D, ataupun PNPM. Dana OTSUS digunakan masyarakat untuk kegiatan yang terkait dengan kampung/desa seperti pembangunan jalan, pembelian motor tempel membuat tembok pantai, rumah tinggal layak huni/rehab, mengadakan kabel dan tiang listrik. Sedangkan dana APBD dan PNPM terkait dengan kegiatan masyarakat. C. Aspek Kognitif Pengelolaan Energi Keberadaan potensi energi baru terbarukan yang berasal laut (arus dan gelombang), secara umum mendapat dukungan dari PEMDA dan masyarakat, namun bentuk dukungan tersebut disesuaikan dengan pengetahuan dan kebijakan pemerintah di masing-masing lokasi. Pengetahuan PEMDA dan Masyarakat akan pengembangan energi kelautan masih terbatas karena belum
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
67
mendapatkan gambaran utuh, menyeluruh dan konkret terkait sumber energi terbarukan yang berasal dari laut (arus dan gelombang). Seberapa besar potensi yang dimiliki, apakah potensi pasokan energi tersebut dapat menyuplai listrik di lokasi, seberapa besar biaya yang dibutuhkan, apakah rumit pemeliharaan alatnya, ataupun seberapa besar dampaknya pada kegiatan pelayaran ataupun penangkapan ikan. Nilai aspek kognitif tentang pengelolaan energi terbesar dari pandangan pemerintah terdapat di Kabupaten Nusa Penida (60%), Flores Timur (55%), Gresik (50%), Bangka (45%) dan Raja Ampat 40%. Sedangkan aspek kognitif tertinggi dari pandangan masyarakat/pandangan adalah Flores timur (45%)
dan
Nusa Penida (45%). Sedangkan Raja Ampat dan Gresik
mendapatkan (35%) (Tabel 4.28). Sedangkan dari pandangan masyarakat, persepsi masyarakat di Kabupaten Klungkung dan Flores Timur mencapai 45%, tertinggi jika dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini berarti persepsi tingkat pengetahuan masyarakat akan energi baru terbarukan sudah cukup baik. Untuk Kabupaten Klungkung, pengetahuan PEMDA terkait dengan energi terbarukan sudah lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya pembangkit tenaga listrik dengan sumber energi terbarukan PLTS dan PLTB di Nusa Penida. Kedua pembangkit listrik tersebut belum mampu menyuplasi semua kebutuhan masyarakat akan listrik, namun keberadaannya dapat dijadikan leasson learn bagi pihak lain yang ingin melakukan pengembangan energi terbarukan. Masyarakat di lokasi sudah mengetahui akan manfaat energi terbarukan, salah satu indikasinya adalah dilibatkannya masyarakat dalam mengelola pembangkit listrik tersebut melalui koperasi. Sedangkan pada Kabupaten Flores Timur, Pemerintah setempat dan masyarakat sudah memiliki pengetahuan lebih tentang pengembangan energi arus laut. Hal ini dikarena pada lokasi tersebut, sudah pernah dilakukan ujicoba alat pembangkit listrik dari tenaga arus dan masyarakat sudah melihat bahwa arus mampu menyalakan instalasi percobaan yang ada. Pada saat itu, PEMDA setempat sangat antusias merespon ujicoba yang dilakukan mengingat pasokan listrik untuk masyarakat di Larantuka masih terbatas sehingga harapannya adalah pembangkit tersebut dapat mengatasi pasokan listrik bagi masyarakat. Kegiatan ujicoba alat dilakukan oleh BBPT Surabaya pada tahun 2010.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
68
Tabel 4.33. Aspek Kognitif Pengelolaan Energi Aspek Kognitif Energi Terbarukan Lokasi
Nilai Capaian Maksimal
Pemerintah Nilai yang dicapai
Persen (%) tingkat capaian
Masyarakat Nilai yang dicapai
Persen (%) tingkat capaian
Raja Ampat (Selat Meosmansar)
5
2
40
1,75
35
Klungkung (Nusa Penida)
5
3
60
2,25
45
Bangka (Teluk Kalabat)
5
2,25
45
1,5
30
Gresik (Bawean)
5
2,5
50
1,75
35
Flores Timut (Larantuka)
5
2,75
55
2,25
45
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Pada Kabupaten Gresik, persepsi pengetahuan pemerintah daerah terkait energi terbarukan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya perda khusus yang menangani energi dan adanya program penggunaan energi terbarukan (PLTS) di Pulau Gili Bawean. Jika keberadaan potensi energi gelombang dapat diimplementasikan, maka listrik yang dihasilkan akan sangat mambantu pasokan listrik kepada masyarakat, terutama di Pulau Gili. Pulau Gili adalah salah satu pulau berpenduduk di dekat Pulau Bawean yang sampai saat ini belum teraliri listrik oleh PLN. Pemenuhan listrik di Pulau Gili dilakukan oleh masyarakat secara kolektif menggunakan mesin diesel dan hanya dinyalakan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pasokan listrik di Pulau Bawean sepenuhnya mengandalkan pasokan listrik yang berasal dari PLN dengan teknologi mesin diesel berbahan bakar solar. Adapun solar dipasok secara rutin untuk dapat menggerakkan mesin diesel. Saat ini, pasokan listrik kepada masyarakat di Pulau Bawean sudah mencapai 24 jam. Pengetahuan masyarakat dan pemerintah terkait energi laut, terutama energi gelombang laut masih rendah. Unsur pemerintah daerah dan PLN sudah sedikit memiliki informasi terkait potensi yang dapat dihasilkan dari energi laut, namun untuk implemntasi di Kabupaten Gresik informasi yang didapat belum sempurna. Ketidaksempurnaan informasi tersebut seperti ketidaktahuan seberapa besar potesi energi listrik yang dapat dihasilkan, terutama dari gelombang laut dan lokasi ideal penempatan teknologi tersebut. Selain itu juga belum diketahui jenis teknologi yang akan ditempatkan di Kabupaten Gresik (Pulau Bawean). Sejalan dengan informasi tersebut, unsur masyarakat setempat juga belum mengatahui potensi yang dihasilkan dari energi laut, terlebih dengan energi gelombang. Masyarakat baru mengetahui bahwa energi yang digunakan di Pulau Bawean sebagai sumber energi berasal dari solar dan dikelola oleh PLN.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
69
Belum optimalnya pengetahuan di tingkat pemerintah dan masyarakat terkait potensi energi gelombang di Kabupaten Gresik (Pulau Bawean) terbilang wajar. Hal ini dikarenakan belum adanya sosialisasi yang dilakukan secara menyeluruh oleh pihak terkait sebagai penyedia teknologi listrik yang berasal dari energi gelombang dengan sistem bandulan. Informasi yang didapatkan adalah teknlogi tersebut baru akan diuji cobakan di wiayah ini. Pemilihan sumber teknologi gelombang di Pulau Bawean salah satunya adalah gelombang memiliki potensi menghasilkan energi listrik, Pulau Bawean terkenal dengan pulau yang memiliki akses gelombang yang tinggi untuk sampai kesana. Kondisi ini dapat dilihat dari seringnya kegiatan kapal penyeberangan (Gresik-Bawean) yang tertunda tidak bisa menyebrang dikarenakan faktor cuaca, yaitu gelombang yang tinggi. Gelobang yang tinggi di perairan menuju Pulau Bawean dijadikan alasan pihak penyebrangan untuk mengijinkan kapal penyeberangan untuk berlayar. Jika ketinggian gelombang masih dibawah 2 Meter, kapal masih diijinkan untuk berlayar. Pada Kabupaten Bangka, pengetahuan ditingkat pemda terkait energi baru terbarukan sudah ada. Hal ini dapat dilihat dari rencanan pemerintah setempat untuk membuat pembangkit listrik tenaga uap yang berasal dari panas bumi. Namun, jika dikaitkan dengan potensi arus laut untuk dijadikan energi listrik, pengetahuan yang dimiliki masih terbatas. Demikian halnya pada level masyarakat, masyarakat di wilayah pesisir belum memahami bahwa arus laut yang terdapat di lokasi dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik. Pada prinsipnya masyarakat mendukung keberadaan teknologi tersebut untuk diimplementasikan, namun persyaratan yang diminta adalah keberadaan teknologi tersebut tidak berbenturan dengan kepentingan nelayan dalam menangkap ikan. Pada kabupaten Raja Ampat, Pemda setempat sudah memiliki perhatian terhadap pengembangan energi terbarukan. Salah satu dasarnya adalah lokasi Kabupaten Raja Ampat terdiri dari kepulauan dengan jumlah penduduk yang tersebar di beberapa lokasi. Bentuk perhatian yang diberikan berupa introduksi PLTS di beberapa wilayah sehingga masyarakat setempat mampu mendapatkan listrik bersumber dari energi yang tersedia di lokasi, dalam hal ini sumber energi surya. Di Pulau Saonek, yang memiliki jarak tidak terlalu jauh dengan ibukota kabupaten, pemerintah daerah (PLN) sudah membuat PLTS secara komunal yang mampu menghasilkan listrik untuk satu pulau yang diimbangi dengan PLTD. Masyarakat dilokasi sudah mampu mendapatkan listrik sepanjang hari. Bagi masyarakat di Pulau Saonek, masyarakat tidak mengelola PLTS, namun hanya sebagai konsumen dari energi yang dihasilkan. Namun, bagi masyarakat yang tinggal di lokasi Sawingray, Kapisawar, PLTS yang ada merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah dan dikelola secara langsung ditiap rumah. Kendala yang dialami oleh masyarakat yang memiliki PLTS adalah minimnya kemampuan untuk merawat alat tersebut dan jauhnya jarak jangkauan ke ibukota kabupaten, sehingga jika terjadi kerusakan, masyarakat tidak terlalu aktif untuk
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
70
memfungsikan teknologi tersebut. Pada lokasi sawingray, pada awal tahun 2013 telah dilakukan pengukuran arus dan potensi pembangkit listrik tenaga arus oleh P3GL-Bandung. Kegiatan pengukuran yang dilakukan melibatkan masyarakat setempat, sehingga secara tidak langsung menjadi media sosialisasi akan potensi pengembangan energi arus.
Nilai rata-rata Capaian Aspek Kognitif 60
52,5
50
50 37,5
40
42,5
37,5
30 20 10
1,875
2,625
1,875
2,125
2,5
0 Raja Ampat (Selat Manswar)
Klungkung Bangka(Teluk (Nusa Penida) Kalabat)
Nilai Rata-Rata yang di capai
Gresik (Bawean)
Flores Timut (Larantuka)
Persen (%) Nilai Rata-Rata tingkat Capaian
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Gambar 4.11. Nilai Rata-rata Aspek Kognitif Jika aspek kognitif antara pemerintah dan masyarakat digabungkan (Gambar 4.11), maka dapat dilihat bahwa nilai tertinggi (52,5%) terdapat pada Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Flores Timur (50%). Kedua lokasi ini memiliki tingkat pengetahuan yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan kabupeten lainnya, Gresik, Raja Ampat dan Bangka.
4.3. Prioritasi Wilayah Pengembangan Energi Laut A. Wilayah Prioritas Pengembangan Energi Laut Parameter untuk pengembangan energi terbarukan yang perlu dilihat adalah potensi energi gelombang dan arus, potensi konsumen, komitmen Pemda, subsidi/hibah, dan parameter lainnya. Pada awalnya banyak parameter yang dimasukan, tapi ada beberapa parameter yang tidak bisa dijawab oleh responden, sehingga ada beberapa parameter yang tidak dimasukan dalam model prioritas wilayah pengembangan energy terbarukan. Hasil analisis mengindikasikan dari 5 wilayah yang disurvei, wilayah yang menjadi prioritas pengembangan energy gelombang dan arus laut dari prioritas tertinggi sampai terendah adalah Raja Ampat, Larantuka, Bawean, Nusa Penida, dan Kabupaten Bangka.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
71
0,8
0,7 0,6 0,5
0,4 0,3 0,2 0,1 0
Raja Ampat
Bali
Bangka
Bawean
Larantuka
Gambar 4.12. Wilayah Prioritas Pengembangan Energi Terbarukan Secara potensi, Larantuka memiliki potensi arus yang cukup besar dimana kecepatan arus mencapai (4 m/detik) menurut Irwandi (2010). Tapi Raja Ampat (0,11 m/det) menjadi prioritas karena meskipun secara potensi lebih kecil ketimbang Larantuka, komitmen Pemda, potensi konsumen dan Subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung aplikasi pengembangan energi laut cukup besar. Pemerintah Raja Ampat sudah memasukkan pengembangan energy terbarukan dalam program BUMD, dimana salah satu BUMD ada yang mengelola energi terbarukan secara komersial. Kesiapan Raja Ampat secara kelembagaan dan kesiapan pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan dalam bentuk subsidi membuat Raja Ampat menjadi wilayah prioritas. Larantuka selain didukung oleh potensi arus, juga didukung oleh tingkat pengetahuan/kesiapan masyarakat dalam aplikasi energy terbarukan dari kelautan.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
72
0,2 0,18 0,16
0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 Potensi energi
Raja Ampat
Komitmen pemda Bali
Partisipasi masyarakat Bangka
Potensi konsumen Bawean
Subsidi
Larantuka
Gambar 4.13. Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan Sedangkan wilayah yang menjadi kurang prioritas dalam pengembangan energi terbarukan adalah Kabupaten Bangka, di Kecamatan Belinyu. Hal ini disebabkan dari sisi potensi arus tidak masuk dalam Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang berpotensi untuk pengembangan energi arus, dari sisi komitmen pemda dan kesediaan pemerintah untuk melakukan subsidi sangat kecil sekali dibanding 4 wilayah lain. Nusa Penida didukung oleh faktor kelembagaan atau komitmen pemerintah dalam pengembangan energy terbarukan, dimana wilayah tersebut sudah ada kelembagaan koperasi yang sudah berpengalaman dalam implementasi energi terbarukan. Pengalaman ini didukung oleh banyaknya implementasi energi terbarukan di wilayah ini, seperti energi angin. Bawean menjadi pengembangan energi terbarukan, karena memiliki gelombang yang cukup besar, tapi juga didukung oleh faktor aksesibilitas pulau tersebut yang terpencil dibanding wilayah lain. Hal ini menyebabkan keengganan PLN untuk membangun kabel bawah laut. Selama ini PLN mengandalkan sumber energi dari diesel. B.
Potensi Arus dan Gelombang Untuk Pengembangan Energi Terbarukan Lokasi yang dikunjungi (Raja Ampat) memiliki potensi energi terbarukan yang bersumber
dari arus, dimana dua lokasi penelitian memiliki potensi arus. Berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pusat Pengembangan Teknologi dan Pusat Penelitian PLN potensi arus antara Nusa Penida dan Lembongan mampu menghasilkan listrik sebesar 20 KW (kilo watt). Potensi arus tersebut jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk investasi pengembangan energy terbarukan adalah tidak sebanding. Hal ini dikarenakan daya yang dihasilkan hanya 20 KW, dimana menurut Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
73
wawancara dengan pihak PLN di lokasi penelitian, daya tersebut hanya mampu mengaliri listrik untuk 30 KK (Kepala Keluarga) dengan spesifikasi untuk kategori pemakaian daya paling
konsumen R1 (kategori
kecil yang masih diberikan subsidi oleh pemerintah).
Berdasarkan
kesimpulan dari wawancara, pengembangan energy terbarukan dari arus laut di Nusa Penida cukup berat, karena antara kebutuhan investasi dan arus yang dihasilkan tidak sepadan. Tabel 4.34. Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Raja Ampat Keterangan Potensi Energi Komitmen Pemda Partisipasi Masyarakat Potensi Konsumen subsidi/hibah
Saonek Kecil Tinggi Rendah
Kapisawar Sedang Tinggi Tinggi
Sawingray Besar Tinggi Tinggi
Sapokren Sedang Tinggi Tinggi
Yenwaobner Sedang Tinggi Tinggi
Kecil ada
Besar ada
Besar ada
Besar ada
Besar ada
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Berdasarkan uji lapang yang dilakukan oleh tim PPGL-ESDM DAN ITB pada tahun 2009 di Nusa Lembongan (Nusa Penida), arus yang dihasilkan dari turbin yang dikembangkan oleh tim tersebut adalah masuk dalam kategori skala kecil karena hanya menghasilkan energy 5.000 watt. Dengan asumsi efisiensi turbin sebesar 0,593 dan menggunakan kecepatan arus rata-rata selama satu periode pasang surut (residual current) untuk tidal constant M2, potensi daya listrik di beberapa tempat di selat Bali pada kedalaman 12 meter, kondisi pasang perbani, dapat mencapai 300 kW bila menggunakan daun turbin dengan diameter 10 meter (Setiawan, F, et al, 2011). 0,1400 0,1200 0,1000 Saonek
0,0800
Kapisawar Sawinggray
0,0600
Sapokren 0,0400
Yenwapnor
0,0200 Potensi energi
Komitmen Partisipasi Potensi pemda masyarakat konsumen
Subsidi
Gambar 4.14. Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Raja Ampat Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
74
Berdasarkan laporan penelitian tim PPGL-ESDM DAN ITB yang diunduh oleh Humas Ristek, maka hasil uji lapangan disampaikan bahwa lokasi penempatan turbin arus pada lokasi perairan sisi timur Nusa Lembongan dengan jarak dari lokasi ke perumahan penduduk tidak terlalu jauh mempunyai morfologi relatif landai dengan kedalaman ±20 meter, dan masih dilalui arus cukup kuat. Berdasarkan harga kecepatan arus yang ada, durasi kecepatan arus yang lebih dari 1,5 m/detik dan distribusi kecepatan arus terhadap kedalaman kolom air, maka lokasi ini cukup representatif untuk rencana pemasangan pembangkit listrik tenaga arus. Namun, secara skala ekonomi, pengembangan energi arus laut ini masih cukup berat. Apalagi untuk bagian tengah Selat Toyapakeh yang kondisi karakteristik pantai dan morfologi dasar lautnya mempunyai kemiringan lereng yang terjal dengan kemiringan hingga 700 dan kedalaman mencapai lebih dari 200 meter sehingga kurang sesuai untuk pemasangan turbin, meskipun secara distribusi kecepatan arus memenuhi syarat untuk pengembangan energi terbarukan dari arus laut.
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Saonek
Kapisawar
Sawinggrai
Sapokren
Yenwapnor
Gambar 4.15. Nilai Prioritas Pengembangan Energi di Kabupaten Raja Ampat Potensi energi arus di Raja Ampat berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Kajian Litbang ESDM, cukup besar, dimana terpusat di sekitar pulau Sawiray dan pulau Kapisawar. Berdasarkan laporan yang dibuat oleh Coremap II (2008), kecepatan rata-rata arus di Perairan Raja Ampat sekitar 0,11 m/det . Arus diperkirakan kencang pada saat duduk tengah pasang atau duduk tengah surut. Daerah-daerah yang diperkirakan mempunyai arus pasang surut yang deras antara lain Selat Mansuar, Selat Kabui, dan Selat Sagawin.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
75
Tabel 4.35. Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bali Keterangan Potensi Energi Komitmen Pemda Partisipasi Masyarakat Potensi Konsumen Subsidi/hibah
Nusa Besar Besar Cukup Tinggi Sedang Ada
Nusa Lembongan Besar Cukup Tinggi Rendah Ada
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Rencananya, Puslitbang ESDM akan membangun proyek energi arus di selat Mansuar yang terletak antara Pulau Sawiray dan dan Pulau Kapisawar.
Artinya, Puslitbang ESDM
menggunakan arus laut yang dipengaruhi oleh pasang Surut. Berdasarkan laporan dari Mambrisaw, et al (2006), didapatkan bahwa arus di Perairan Raja Ampat didominasi oleh pengaruh angin, namun untuk wilayah teluk dan pulau-pulau kecil yang berdekatan pola arusnya lebih dipengaruhi oleh pasang surut. Nilai kecepatan arus permukaan lemah pada saat air laut duduk surut atau duduk pasang, sedangkan arus diperkirakan kencang. pada saat duduk tengah pasang atau duduk tengah surut. Berdasarkan laporan Coremap II, kisaran tinggi pasang surut (tidal range) atau perbedaan antara tinggi air pada saat pasang maksimum dan tinggi air pada saat surut minimum berkisar antara 1,15 -1,80 meter. 0,200 0,180 0,160 0,140 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 -
Nusa Besar Nusa Lembongan
Gambar 4.16. Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Nusa Penida Berdasarkan laporan dari Coremap II, sesuai dengan letaknya, pola arus di perairan Raja Ampat dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Pasifik yang bergerak dari arah timur menuju barat laut (North West) dan sejajar dengan daratan Papua bagian utara. Ketika arus tiba di Laut Halmahera
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
76
atau bagian utara Kepulauan Raja Ampat arus tersebut sebagian bergerak ke selatan dan sebagian berbalik menuju Samudera Pasifik. Arus yang dikenal sebagai Halmahera Eddie ini, kemudian sebagian memasuki perairan Kepulauan Raja Ampat. Hal ini berarti bahwa, arus laut di Raja Ampat termasuk pada Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang diprediksi mampu menghasilkan daya listrik yang cukup kuat. 0,9 0,8 0,7
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Nusa Besar
Nusa Lembongan
Gambar 4.17. Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Bali Menurut (Setiawan, F, et al, 2011) Arlindo adalah suatu sistem di perairan Indonesia di mana terjadi lintasan arus yang membawa massa air dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia. Massa air Pasifik tersebut terdiri atas massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan. Terjadinya arlindo terutama disebabkan oleh bertiupnya angin pasat tenggara di bagian selatan Pasifik dari wilayah Indonesia. Angin tersebut mengakibatkan permukaan bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan Hindia bagian timur. Hasilnya terjadinya gradien tekanan yang mengakibatkan mengalirnya arus yang kuat dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia. Arus lintas Indonesia selama Muson Tenggara umumnya lebih kuat dari pada di Muson Barat Laut. Tabel 4.36. Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bangka Keterangan Potensi Energi Komitmen Pemda Partisipasi Masyarakat Potensi Konsumen Subsidi
Berok Kecil Kurang Rendah Sedikit Kurang
Batudinding (Tanjung Gudang) Sedang Kurang Sedang Sedikit Kurang
Tanjung Penyusuk Kecil Kurang Tinggi Besar Kurang
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
77
Diprediksi
nilai-nilai kecepatan arus di Arus Lintas Indonesia (Arlindo) ini adalah
mempunyai nilai minimal kecepatan arus ~5 an maksimal ~24 dengan rata-rata ~15. Bahkan di sekitar Laut Seram dan Laut Banda arus Arlindo melimpah dari 1250 m (Setiawan, F, et al, 2011). Diperkirakan potensi arus disepanjang Arlindo adalah 5,6-9 terrawatt berdasarkan hasil proyek Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Apabila dikonversikan menjadi listrik, arus laut Indonesia bisa mencapai 30.000 hingga 50.000 kali lipat dari kapasitas PLTA Jatiluhur 187 MW. Selain itu pola arus di Perairan Raja Ampat dipengaruhi oleh Arus Khatulistiwa Utara dan Arus Khatulistiwa Selatan. Arus Khatulistiwa Utara, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke arah barat sejajar dengan garis khatulistiwa dan ditimbulkan serta didorong oleh angin pasat timur laut, sedangkan Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan atau didorong oleh angin pasat tenggara. Artinya, energy arus di Raja Ampat selain didukung dari arus Fasifik juga didukung oleh arus Katulistiwa Utara dan Selatan.
Sumber: Setiawan, F, et al, 2011
Gambar 4.18. Arus Laut Indonesia (Arlindo) Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Energi Arus C. Potensi Konsumen Pengembangan Energi Terbarukan (Gelombang dan Arus) Salah satu hal yang menjadi kendala dalam pengembangan energi arus ini, adalah masih adanya subsidi listrik dari pemerintah, sehingga pengembangan energi arus dalam hal ini energi terbarukan tidak layak secara ekonomis, selama energi listrik masih disubsidi pemerintah. Hal ini
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
78
dikarenakan untuk pengembangan energi dari arus laut membutuhkan investasi yang cukup besar. Padahal jika dilihat dari potensi konsumen baik dari RTP dan maupun konsumen untuk usaha skala kecil (homestay) maka pengembangan energi terbarukan layak dilakukan, misalnya didua lokasi Penelitian, terutama untuk Raja Ampat sangat memiliki potensi yang cukup besar. Karena rasio elektrifikasi di Raja Ampat masih rendah yaitu baru 70%. Potensi konsumen baik dari RTP dan maupun konsumen untuk usaha skala kecil (homestay) maka pengembangan energi terbarukan layak dilakukan didua lokasi Penelitian, terutama untuk Raja Ampat sangat memiliki potensi yang cukup besar. Karena rasio elektrifikasi di Raja Ampat masih rendah yaitu baru 70%. Sedangkan rasio elektrifikasi di Nusa Penida sudah 90%, apalagi tahun ini di Nusa Penida sudah dibangun kabel bawah laut. Potensi konsumen dari skala UKM hanya terbatas pada kebutuhan Homestay, karena usaha yang berkembang adalah usaha wisata. 0,200 0,150 0,100 0,050
Berok Tanjung Gudang
-
Tanjung Penyusuk
Gambar 4.19. Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Bangka Di Raja Ampat pemenuhan kebutuhan listrik homestay diperoleh dengan menggunakan diesel terutama pulau-pulau kecil, energi terbarukan seperti energi surya hanya mampu mengaliri listrik untuk lampu kamar. Tapi ada juga homestay yang menggunakan energi surya. Namun sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka pulau wisata yang mampu memiliki potensi arus hanya di Pulau Kapisawar dan Pulau Sawiray. Salah satu yang menjadi kendala dalam hal potensi konsumen adalah masalah keberlanjutan pemeliharaan hasil bantuan alat dari energi terbarukan. Meski, secara konsumen ada potensinya, namun jika masyarakat tidak merawat alat tersebut, karena menganggap program tersebut hanya hibah, maka pengembangan energi terbarukan tidak optimal, artinya sangat diperlukan partisipasi masyarakat dari sejak awal proyek ini diberikan. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
79
D. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Energi Terbarukan Salah satu hal yang menjadi kendala dalam pengembangan energi terbarukan di Raja Ampat termasuk energi arus adalah partisipasi masyarakat. Dalam hal ini partisipasi masyarakat terhadap program pembangunan sangat rendah, karena ketergantungan mereka terhadap Status Otda yang menyebabkan mereka terbuai dengan dana pemerintah untuk pemenuhan dan pengembangan energi terbarukan. Bahkan banyak panel surya yang sudah diberikan Pemda tidak berfungsi karena keenggan masyarakat untuk merawat alat tersebut. Faktor inilah yang menjadi kendala dalam keberlanjutan program pengembangan energi terbarukan, termasuk salah satunya energi arus.
0,60 0,50 0,40 0,30 0,20
0,10 Berok
Tanjung Gudang
Tanjung Penyusuk
Gambar 4.20. Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Bangka Belajar dari pengalaman pengembangan energi terbarukan lainnya seperti energi surya, keberlanjutan program terkendala karena kemauan masyarakat untuk merawat alat yang diberikan cukup rendah, termasuk juga faktor ketergantungan masyarakat terhadap dana pemerintah dalam hal program pembangunan termasuk pemarataan energi. Kemauan masyarakat yang rendah untuk pengembangan energi terbarukan masih rendah karena perawatan peralatan yang cukup rumit dan ketergantungan mereka terhadap bantuan pemerintah yang cukup tinggi karena status Otda dan status ekonomi mereka yang masuk kategori desa swadaya. Teknologi yang dikembangan harus disederhanakan untuk memudahkan perawatan mesin bantuan untuk keberlanjutan program.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
80
Dalam mengimplementasikan energi terbarukan hendaknya masyarakat diikutkan keterlibatannya. Untuk Kabupaten Raja Ampat, memiliki anggaran yang cukup besar untuk pemerataan wilayah. Tidak hanya mengembangkan energi surya, tapi juga memberikan bantuan diesel untuk kebutuhan listrik setiap pulau. Bahkan di Kapisawar untuk kebutuhan solar dari diesel tersebut diambilkan dari dana adat yang diperoleh dari retribusi kapal pesiar yang masuk ke wilayah tersebut, dimana masing-masing kapal pesiar wajib menyediakan 100 liter solar setiap masuk ke wilayah Raja Ampat. Namun untuk pengembangan energi arus pihak Pemda belum mengetahui potensi yang dimiliki Raja Ampat, meskipun untuk Raja Ampat sudah ada BUMD yang mengurus masalah penyedian kebutuhan energi dan pengembangan energi terbarukan. PLN misalnya, sudah menjadikan energi surya sebagai sumber energi terbarukan mereka dengan membangun banyak panel surya di Pulau Saonek. E. Komitmen Pemerintah Daerah (Subsidi/Hibah/Program) Untuk Pengembangan Energi Terbarukan Komitmen/subsidi/hibah untuk pemenuhan kebutuhan energy dan pengembangan energi terbarukan tergantung kebijakan masing-masing wilayah dan potensi energi terbarukan yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Di Nusa Penida misalnya, karena memiliki potensi arus energi yang cukup besar, maka pada tahun 2009 sudah diberi insentif terhadap pengembangan energi arus dalam bentuk penyedian turbin untuk energi arus. Selain itu, dari beberapa lembaga penelitian dan pengembangan sudah mulai melakukan identifikasi untuk pengembangan energi arus di Nusa Penida. Adapun lembaga penelitian tersebut adalah dari BPPT, Litbang ESDM, dan Litbang Teknologi Kelautan KKP. Namun insentif tersebut baru pada tahap identifikasi pengembangan energi arus, memang sudah ada bentuk penyediaan turbin, tapi saat ini sudah tidak bisa digunakan lagi. Tabel 4.37. Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bawean Keterangan Potensi Energi Komitmen Pemda Partisipasi Masyarakat Potensi Konsumen Subsidi
Sidogedungbatu Besar Cukup Sedang Besar Ada
X Sedang Kurang Rendah Sedikit Ada
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Komitmen pemerintah pusat dalam hal pengembangan energi arus baru sebatas pada tahap penelitian di Nusa Penida, namun komitmen Pemda untuk pengembangan energi arus tidak ada. Komitmen Pemda baru sebatas pemenuhan kebutuhan listrik dari PLN di Nusa Lembongan
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
81
untuk kebutuhan wisata. Pada tahun 2013 sudah dipasang kabel bawah laut untuk pemerataan distribusi pada pulau-pulau kecil dan pengembangan wisata. Hal ini berarti, selama masih ada komponen subsidi pada PLN maka pengembangan energi terbarukan khususnya energi arus masih sulit dilakukan. Sedangkan komitmen Pemda untuk pemenuhan kebutuhan listrik di Raja Ampat cukup besar baik itu pengembangan energy solar atau energy terbarukan lainnya (Surya) jika dibandingkan dengan Nusa Penida. Misalnya untuk pengembangan energi surya, Pemda sudah mengembangkan energi surya dengan memberikan bantuan panel surya pada masing-masing pulau yang menjadi lokasi Penelitian.
0,200 0,180 0,160 0,140 0,120 0,100 0,080
Sidogedong Batu
0,060
Sungai Teluk
0,040 0,020 -
Gambar 4.21. Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Gresik Besarnya
komitmen
pemerintah
terhadap
pemenuhan
kebutuhan
energi
dan
pengembangan energi terbarukan tidak terlepas dari status Otonomi Daerah yang disandang Raja Ampat, dimana mereka memiliki anggaran yang cukup besar untuk pemerataan wilayah. Tidak hanya mengembangkan energi surya, tapi juga memberikan bantuan diesel untuk kebutuhan listrik setiap pulau. Bahkan di Kapisawar untuk kebutuhan solar dari diesel tersebut diambilkan dari dana adat yang diperoleh dari retribusi kapal pesiar yang masuk ke wilayah tersebut, dimana masingmasing kapal pesiar wajib menyediakan 100 liter solar setiap masuk ke wilayah Raja Ampat. Namun untuk pengembangan energy arus pihak Pemda belum mengetahui potensi yang dimiliki Raja Ampat, meskipun untuk Raja Ampat sudah ada BUMD yang mengurus masalah penyedian Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
82
kebutuhan energy dan pengembangan energy terbarukan. PLN misalnya, sudah menjadikan energy surya sebagai sumber energy terbarukan mereka dengan membangun banyak panel surya di Pulau Saonek. 1,00
0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30
0,20 0,10 Sidogedong Batu
Sungai Teluk
Gambar 4.22. Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Gresik Tingginya kepedulian Pemda Raja Ampat terhadap pemenuhan kebutuhan energy masyarakat dan pengembangan energy terbarukan juga disebabkan
status sosial ekonomi
masyarakat di masing-masing lokasi penelitian di Raja Ampat masih berstatus desa swadaya. Secara ekonomi masyarakat di desa yang dikunjungi untuk Kecamatan Waigieo Selatan masih masuk kategori desa kategori 1 yaitu masih termasuk desa swadaya. Ada pun desa yang dikunjungi adalah desa Saonek, Yenbeser, dan Saporkren. Desa swadaya berbeda statusnya dengan desa swasembada atau desa swakarya, dimana program pembangunan masih tergantung dengan dana pemerintah. Berdasarkan definisi dari Badan Pusat Statistik Raja Ampat (2012), Desa Swadaya adalah Desa yang memiliki potensi tertentu tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya, dengan ciri daerahnya terisolir dengan daerah lainya, penduduknya jarang, mata pencaharian bersifat homogen, masyarakat memegang teguh adat, sarana dan prasarana sangat kurang. Ada pun status desa tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
83
Tabel 4.38. Status Kemandirian Ekonomi Desa Terkait Subsidi Pemerintah di Kecamatan Waigio Selatan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Desa
Swadaya √ √ √ √ √ 5
Saonek Friwen Yenbesar Saprokren Wawiyai JUMLAH
Swakarya − − − − − −
Swasembada − − − − − −
Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012
Ketergantungan ekonomi masyarakat pada bantuan bisa terlihat jumlah bantuan yang diberikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dimana ini menguatkan definisi kalau desa yang dikunjungi di Waigeo Selatan adalah baru masuk pada kategori swadaya dimana secara ekonomi untuk membangun infrastrukturnya masih tergantung penuh pada dana Pemda, termasuk salah satunya pemenuhan kebutuhan energy dan pengembangan energy terbarukan. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan pada tingkat Desa di Kecamatan Waigeo Selatan termasuk salah satunya adalah pemerataan energy dan pengembangan energy terbarukan, setiap tahun diturunkan bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Hal inilah yang menyebabkan perhatian Pemda Papua terhadap pemenuhan kebutuhan energy dan pengembangan energy terbarukan lebih besar ketimbang di Nusa Penida. Tabel 4.39. Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di NTT Keterangan Potensi Energi Komitmen Pemda Partisipasi Masyarakat Potensi Konsumen Subsidi
Lamahala Sedang Cukup Sedang Rendah Ada
Kolaka Tinggi Cukup tinggi Tinggi Ada
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Hal ini untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa betapa besarnya perhatian pemerintah atas pembangunan yang ada di Desa (BPS Raja Ampat, 2012). Nilai bantuan yang diterima pada tahun 2011 disajikan seperti pada Grafik diatas. Dimana penggunaan bantuan tersebut salah satunya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan listrik dan pengembangan energi terbarukan dengan menyediakan diesel dan panel surya di masing-masing pulau. Namun untuk pengembangan energi arus Pemda belum mengetahui potensi arus, bukan berarti tidak ada komitmen dari Pemda untuk pengembangan energi arus. Jika dilihat dari komitmen Pemda terhadap pengembangan energi terbarukan, maka komitmen Pemda terhadap pengembangan energi arus cukup besar.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
84
3000
3000 1967,6
2500 2000 1500 1000 500 0 2010
2011
Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012
Gambar 4.23. Subsidi Pemerintah Untuk Pembangunan Infratsruktur di Kecamatan Waigio Selatan Begitu pun desa lokasi penelitian yang ada di Kecamatan Meosmansar, secara ekonomi masyarakat di desa yang dikunjungi untuk Kecamatan ini masih masuk kategori desa kategori 1 yaitu masih termasuk desa swadaya. Ada pun desa yang dikunjungi adalah desa Kapisawar dan dan desa Sawingray. Artinya, program pembangunan termasuk program pemerataan energy dan pengembangan energy terbarukan masih tergantung dengan dana pemerintah di desa Kapisawar dan Sawingray, ada pun status desa tersebut terlihat pada Tabel 4.40. Tabel 4.40. Status Kemandirian Ekonomi Desa Terkait Subsidi Ekonomi di Kecamatan Meosmansar No. 1. 2. 3. 4. 5.
Desa Saonek Friwen Yenbesar Saprokren Wawiyai JUMLAH
Swadaya √ √ √ √ √ 5
Swakarya − − − − − −
Swasembada − − − − − −
Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012
Sama halnya dengan Kecamatan Waigio Selatan, lokasi penelitian di Kecematan Meosmansar masih ketergantungan ekonomi pada bantuan bisa terlihat jumlah bantuan yang diberikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dimana ini menguatkan definisi kalau desa yang dikunjungi di Meosmansar adalah baru masuk pada kategori swadaya. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan salah satunya pemenuhan kebutuhan energi dan pengembangan energi terbarukan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
85
pada tingkat Desa di Meosmansar, setiap tahun terjadi peningkatan jumlah bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Artinya, komitmen pemerintah dalam memberikan insentif dan hibah untuk pengembangan energi terbarukan cukup besar, tapi untuk pengembangan energi arus belum ada, hal ini disebabkan ketidaktahuan Pemda terhadap potensi arus di Raja Ampat.
5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2010
2011
Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012
Gambar 4.24.Subsidi Pemerintah Untuk Pembangunan Infrastruktur di Kecamatan Meosmansar Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan infrastruktut termasuk pemenuhan infrastruktur listrik sesuai dengan status Otonomi Khusus yang diberikan kepada Propinsi Papua Barat. Hal ini juga untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa betapa besarnya perhatian pemerintah atas pembangunan yang ada di Desa (BPS Raja Ampat, 2012) termasuk salah satunya pengembangan energi terbarukan. Nilai bantuan yang diterima pada tahun 2011 disajikan pada Grafik diatas. Banyak penelitian yang mengungkapkan potensi energi terbarukan namun banyak yang lupa untuk menyiapkan kebijakan untuk optimalisasi pengembangan energi terbarukan arus dan gelombang laut. Padahal potensi energi terbarukan tidak cukup sebagai dasar untuk pengembangan energi terbarukan jika tidak ada komitmen daerah untuk keberlanjutan pengembangan tersebut. Guna mengoptimalkan potensi energi terbarukan seperti gelombang dan arus laut maka pemerintah harus mengambil tindakan.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
86
0,200 0,180 0,160
0,140 0,120 0,100
Lamahala
0,080
Kolaka
0,060 0,040 0,020 Potensi energi
Komitmen Partisipasi Potensi pemda masyarakat konsumen
Subsidi
Gambar 4.25. Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Kabupaten Flores Timur Pemerintah harus mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan seperti energi arus dan gelombang laut, karena selama harga BBM lebih rendah dari harga energi terbarukan maka pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. Selain itu perlunya partisipasi masyarakat dalam hal pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut), hal ini penting terutama untuk status keberlanjutan pengembangan energi terbarukan (belajar dari pengalaman pengembangan energi solar di Raja Ampat). Selama partisipasi masyarakat rendah, maka pengembangan energi terbarukan hanya betrsifat hibah.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
87
0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 Lamahala
Kolaka
Gambar 4.26. Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Kabupaten Flores Timur Tingginya kepedulian Pemda Raja Ampat terhadap pemenuhan kebutuhan energi masyarakat dan pengembangan energi terbarukan juga disebabkan
status sosial ekonomi
masyarakat di masing-masing lokasi penelitian di Raja Ampat masih berstatus desa swadaya, dimana semua kegiatan pembangunan masyarakat semua dananya berasal dari dana pemerintah. Hal ini juga yang menjadi salah satu kelemahan dari program pengembangan energi terbarukan di pulau-pulau kecil seperti Raja Ampak dan Nusa Penida. Kelemahan tersebut adalah secara teknis dan potensi masing-masing wilayah memiliki potensi, namun secara kebijakan yang mempertibangkan aspek keberlanjutan program tersebut terutama dari aspek perawatannya pasca hibah dari alat yang diberikan tidak dipikirkan. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam pengembangan energi terbarukan adalah pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut) diharapkan secara teknis mudah dilaksanakan oleh masyarakat (kalau bisa teknologi yang digunakan harus disederhanakan), hal ini berkaitan dengan perawatan pasca pengembangan energi terbarukan terutama di pulau-pulau kecil. Kelebihan dari masing-masing wilayah adalah dari segi potensi, misalnya di Raja Ampat dan Nusa Lembongan. Namun jika potensi tersebut dibandingkan biaya investasi dan biaya perawatan tidak sebanding, apalagi mengingat kebijakan pemerintah yang masih memberikan subsidi terhadap BBM. Selama kebijakan subsidi terhadap BBM masih ada pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif.
Berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pusat Pengembangan
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
88
Teknologi dan Pusat Penelitian PLN potensi arus antara Nusa Penida dan Lembongan mampu menghasilkan listrik sebesar 20 KW (kilo watt). Potensi arus tersebut jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk investasi pengembangan energi terbarukan adalah tidak sebanding. Hal ini dikarenakan daya yang dihasilkan hanya 20 KW, dimana menurut wawancara dengan pihak PLN di lokasi penelitian, daya tersebut hanya mampu mengaliri listrik untuk 30 KK (Kepala Keluarga) dengan spesifikasi untuk kategori konsumen R1 (kategori pemakaian daya paling
kecil yang masih diberikan subsidi oleh
pemerintah). Berdasarkan kesimpulan dari wawancara, pengembangan energi terbarukan dari arus laut di Nusa Penida cukup berat, karena antara kebutuhan investasi dan arus yang dihasilkan tidak sepadan. Lesson learned yang harus diambil ketika ada hibah bantuan energy terbarukan adalah Partisipasi masyarakat dibutuhkan ketika hibah peralatan sudah dilaksanakan, hal ini untuk menentukan keberlanjutan dari program pengembangan energi terbarukan. Dari Pengalaman di Lapang (Raja Ampat dan Bali), banyak hibah energi terbarukan terbengkalai karena kurangnya partisipasi masyarakat. Belajar dari pengalaman pengembangan energi terbarukan lainnya seperti energi surya, keberlanjutan program terkendala karena kemauan masyarakat untuk merawat alat yang diberikan cukup rendah, termasuk juga faktor ketergantungan masyarakat terhadap dana pemerintah dalam hal program pembangunan termasuk pemarataan energi. Kemauan masyarakat yang rendah untuk pengembangan energi terbarukan masih rendah karena perawatan peralatan yang cukup rumit dan ketergantungan mereka terhadap bantuan pemerintah yang cukup tinggi karena status Otda dan status ekonomi mereka yang masuk kategori desa swadaya. 4.4. Analisis Keberlanjutan Dalam rangka memformulasikan rekomendasi kebijakan yang dapat mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan secara berkelanjutan, maka diperlukan strategi pengelolaan yang memperhatikan atribut-atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan. Strategi pengembangan, dimulai dengan mengurut prioritas dimensi dan atribut prioritas dalam setiap dimensi yang perlu diperbaiki. Untuk mengetahui prioritas yang perlu diperbaiki, maka dilakukan penentuan prioritas dimensi dengan melakukan pengurutan nilai dari indeks keberlanjutan dari masing-masing dimensi, kemudian dimensi yang memiliki nilai indeks lebih rendah dianggap sebagai dimensi yang harus dikelola atau diperbaiki
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka atribut-atribut dari ke lima dimensi selanjutnya disusun berdasarkan urutan prioritas dengan indikator nilai RMS. Prioritas urutan dimulai dari atribut yang memiliki nilai RMS yang paling besar. Selanjutanya strategi yang dilakukan adalah intervensi terhadap masingKajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
89
masing atribut yang disusun dalam tindakan berdasarkan prioritas jangka waktu, yaitu jangka pendek-menengah dan jangka panjang. Penentuan rentang waktu tersebut, untuk jangka pendek dan menengah adalah 1-5 tahun dan 6-10 tahun. Pertimbangan tersebut didasarkan kepada lamanya kepemimpinan dari kepala pemerintah daerah. Ketentuan perubahan atribut adalah untuk atribut yang diinterfensi sebagai prioritas
jangka pendek-menengah, skor dari atribut yang
diinterfensi meningkat satu skala dan 2 skala atau maksimal untuk prioritas jangka menengah. Intervensi atau perbaikan tersebut merupakan strategi yang akan dilakukan dalam bentuk kebijakan operasional yang mungkin bisa dilakukan dan disesuaikan dengan pertimbangan rasionalitas, ketersediaan biaya, ketersediaan SDM dan dapat dengan mudah untuk dilakukan. Dalam kajian ini dilakukan penentuan indeks keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang ditetapkan pada 6 (enam) dimensi keberlanjutan, yaitu: ekologi, politik, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum – kelembagaan. Nilai indeks keberlanjutan untuk 6 dimensi di lokasi penelitian secara rinci disajikan pada Tabel 4.41. Tabel 4.41. Nilai Indeks Keberlanjutan untuk Enam Dimensi di Lokasi Penelitian Dimensi
Raja Ampat
Ekologi Ekonomi Politik Sosial Teknologi Hukum-Kelembagaan
50.50 54.05 38.48 56.69 44.52 33.18
Lokasi Penelitian Nusa Penida Gresik Bangka 79.99 39.87 49.82 57.05 41.34 58.11
63.10 39.87 45.31 47.51 37.04 43.63
74.23 46.01 31.82 49.11 41.68 16.44
Flores Timur 73.02 82.61 45.29 52.94 51.10 9.80
Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Nilai indeks keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan untuk ke-6 dimensi divisualisasikan dalam bentuk diagram layang (kite diagram). Secara visual nilai indeks keberlanjutan yang ditunjukkan pada Gambar 4.27.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
90
HukumKelembagaan
Ekologi 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 -
Ekonomi
Raja Ampat Nusa Penida Gresik Bangka
Teknologi
Politik
Flores Timur
Sosial
Gambar 4.27. Diagram Layang Nilai Indeks Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian, 2013 Untuk mengetahui atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan pada setiap dimensi dilakukan analisis leverage. Atribut yang sensitif ini merupakan faktor pengungkit dalam setiap dimensi, sehingga bila dilakukan perbaikan pada atribut tersebut akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan setiap dimensinya secara keseluruhannya. Berikut disajikan hasil analisis status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan terhadap berbagai dimensi yaitu: ekologi, politik, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. A. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekologi di Kabupaten Raja Ampat, Gresik, Bangka dan Flores Timur menunjukkan bahwa kondisi ekologi sumber energi baru terbarukan cukup berkelanjutan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Hal berbeda terjadi di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dimana nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekologi sudah berkelanjutan. Status keberlanjutan dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian dilihat pada Tabel. 4.42. Tabel. 4.42. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian No. Kabupaten Nilai Indeks Keberlanjutan Status Keberlanjutan 1. Raja Ampat 50.50 Cukup berkelanjutan 2. Nusa Penida, Klungkung 79.99 Berkelanjutan 3. Bawean, Gresik 63.10 Cukup berkelanjutan 4. Bangka 74.23 Cukup berkelanjutan 5. Flores Timur 73.02 Cukup berkelanjutan Sumber: Data Primer Diolah (2013) Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
91
Secara detil nilai indeks status keberlanjutan dimensi ekologi pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.28.
RAPFISH Ordination Up
Other Distingishing Features
60 40 20
Bad
Good
Real Fisheries
0 0
50
100
150
Reference anchors Anchors
-20 -40 -60
Down Fisheries Status
Gambar 4.28. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan Atribut yang berpengaruh dalam dimensi ekologi ada 6 (enam) atribut, yaitu: 1) Potensi sumberdaya EBT; 2) Tingkat kesulitan penggalian potensi EBT; 3) Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT; 4) Kontinuitas pasok EBT; 5) Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan; dan 6) Konflik pemanfaatan EBT versus pengguna lain. Berdasarkan analisis leverage terhadap 6 atribut tersebut diperoleh atribut-atribut yang sensitif pada pengembangan energi baru dan terbarukan di setiap lokasi penelitian yang disajikan pada Tabel 4.43 dan Gambar 4.29 sampai Gambar 4.33. Tabel 4.43. Atribut Sensitif Pada Dimensi Ekologi Keberlanjutan Pengembangan Energi Terbarukan di Lokasi Penelitian Kabupaten Faktor Sensitif (Leverage Factor) Raja Ampat 1 Kontinuitas pasok EBT 2 Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT Nusa Penida, 1 Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan Klungkung 2 Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain Bawean, Gresik 1 Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan 2 Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT Bangka 1 Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan 2 Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain Flores Timur 1 Kontinuitas pasok EBT 2 Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain
Baru dan RMS 15,70 15,57 11.30 8.71 11,12 9,00 18,00 12,11 16,77 8,19
Sumber: Data Primer Diolah (2013) Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
92
Atribut “Kontinuitas pasok EBT” dan “Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Kabupaten Raja Ampat. Selanjutnya, atribut sensitif terhadap pengembangan energi laut pada dimensi ekologi di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung adalah atribut “Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan” dan “Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain”. Atribut “Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan” dan “Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Atribut “Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan” dan “Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Teluk Bangka, Kabupaten Bangka. Atribut “Kontinuitas pasok EBT” dan “Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
Leverage of Attributes Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain
Attribute
Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan Kontinuitas pasok EBT Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT Tingkat kesulitan penggalian potensi EBT Potensi sumberdaya EBT 11,5 12 12,5 13 13,5 14 14,5 15 15,5 16 Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.29. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
93
Leverage of Attributes Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain
Attribute
Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan Kontinuitas pasok EBT Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT Tingkat kesulitan penggalian potensi EBT Potensi sumberdaya EBT
0
2
4
6
8
10
12
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.30. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung
Leverage of Attributes Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain
Attribute
Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan Kontinuitas pasok EBT Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT Tingkat kesulitan penggalian potensi EBT Potensi sumberdaya EBT 0
2
4
6
8
10
12
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.31. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
94
Leverage of Attributes Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain
Attribute
Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan Kontinuitas pasok EBT Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT Tingkat kesulitan penggalian potensi EBT Potensi sumberdaya EBT 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.32. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka
Leverage of Attributes Konflik pemanfaatan EBT vs pengguna lain
Attribute
Dampak pemanfaatan EBT terhadap kondisi lingkungan Kontinuitas pasok EBT Dukungan iklim terhadap ketersediaan EBT Tingkat kesulitan penggalian potensi EBT Potensi sumberdaya EBT 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.33. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
95
18
B. Status Keberlanjutan Dimensi Politik Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi politik di semua lokasi penelitian (Kabupaten Raja Ampat, Klungkung, Gresik, Bangka dan Flores Timur) menunjukkan bahwa kondisi politik kurang berkelanjutan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Status keberlanjutan dimensi politik pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian dilihat pada Tabel 4.44. Tabel 4.44. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Politik Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian No. Kabupaten Nilai Indeks Keberlanjutan Status Keberlanjutan 1. Raja Ampat 38.48 Kurang berkelanjutan 2. Nusa Penida, Klungkung 49.82 Kurang berkelanjutan 3. Bawean, Gresik 45.31 Kurang berkelanjutan 4. Bangka 31.82 Kurang berkelanjutan 5. Flores Timur 45.29 Kurang berkelanjutan Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Secara detail nilai indeks status keberlanjutan dimensi politik pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.34.
RAPFISH Ordination 60
Up
Other Distingishing Features
40 20 Good
Bad
Real Fisheries
0 0
20
40
60
80
100
120
Reference anchors Anchors
-20 -40 -60
Down Fisheries Status
Gambar 4.34. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Atribut yang berpengaruh dalam dimensi politik ada 5 (lima) atribut, yaitu: 1) Kebijakan pemerintah pusat terkait EBT; 2) Sikap investor terhadap EBT; 3) Kepedulian politisi lokal terhadap
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
96
EBT; 4) Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT; dan 5) Persepsi LSM terhadap EBT. Berdasarkan analisis leverage terhadap lima atribut tersebut diperoleh atribut-atribut dalam dimensi politik yang sensitif pada pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.45 dan Gambar 4.35 sampai Gambar 4.39. Tabel 4.45. Atribut Sensitif Pada Dimensi Politik Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Kabupaten Faktor Sensitif (Leverage Factor) RMS Raja Ampat 1 Kepedulian politisi lokal terhadap EBT 6.98 2 Sikap investor terhadap EBT 6.51 Nusa Penida, 1 Sikap investor terhadap EBT 0,51 Klungkung 2 Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT 0,43 Bawean, Gresik 1 Sikap investor terhadap EBT 6,79 2 Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT 2,69 Bangka 1 Kepedulian politisi lokal terhadap EBT 8,68 2 Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT 8,25 Flores Timur 1 Sikap investor terhadap EBT 6,79 2 Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT 2,69 Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Atribut “Sikap investor terhadap EBT” dan “Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT” merupakan atribut sensitif pada dimensi politik terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Kabupaten Klungkung, Gresik dan Flores Timur. Selanjutnya, atribut sensitif terhadap pengembangan energi laut pada dimensi politik di Kabupaten Raja Ampat adalah atribut “Kepedulian politisi lokal terhadap EBT” dan “Sikap investor terhadap EBT”. Kemudian atribut “Kepedulian politisi lokal terhadap EBT” dan “Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Teluk Bangka, Kabupaten Bangka.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
97
Leverage of Attributes Persepsi LSM terhadap EBT
Attribute
Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT Kepedulian politisi lokal terhadap EBT Sikap investor terhadap EBT Kebijakan pemerintah pusat terkait EBT 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.35. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat
Leverage of Attributes Persepsi LSM terhadap EBT
Attribute
Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT
Kepedulian politisi lokal terhadap EBT Sikap investor terhadap EBT Kebijakan pemerintah pusat terkait EBT
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
0,6
Gambar 4.36. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
98
Leverage of Attributes Persepsi LSM terhadap EBT
Attribute
Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT Kepedulian politisi lokal terhadap EBT Sikap investor terhadap EBT Kebijakan pemerintah pusat terkait EBT 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.37. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik
Leverage of Attributes Persepsi LSM terhadap EBT
Attribute
Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT Kepedulian politisi lokal terhadap EBT Sikap investor terhadap EBT Kebijakan pemerintah pusat terkait EBT 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.38. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
99
10
Leverage of Attributes Persepsi LSM terhadap EBT
Attribute
Kebijakan pemerintah daerah terkait EBT Kepedulian politisi lokal terhadap EBT Sikap investor terhadap EBT Kebijakan pemerintah pusat terkait EBT 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.39. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur
C. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekonomi di Kabupaten Klungkung, Gresik, dan Bangka menunjukkan bahwa aspek ekonomi kurang berkelanjutan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Hal berbeda terjadi di Kabupaten Raja Ampat yang menunjukkan bahwa dukungan ekonomi cukup berkelanjutan. Dan berkelanjutan di Kabupaten Flores Timur. Status keberlanjutan dimensi politik pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian dilihat pada Tabel 4.46. Tabel 4.46. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Politik Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian No. Kabupaten Nilai Indeks Keberlanjutan Status Keberlanjutan 1. Raja Ampat 54.05 Cukup berkelanjutan 2. Nusa Penida, Klungkung 39.87 Kurang berkelanjutan 3. Bawean, Gresik 39.87 Kurang berkelanjutan 4. Bangka 46.01 Kurang berkelanjutan 5. Flores Timur 82.61 Berkelanjutan Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Secara detil nilai indeks status keberlanjutan dimensi ekonomi pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.40.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
100
RAPFISH Ordination 60
Up
Other Distingishing Features
40
20 Bad
Good
Real Fisheries
0 0
50
100
150
Reference anchors Anchors
-20 -40 -60
Down Fisheries Status
Gambar 4.40. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Atribut yang berpengaruh dalam dimensi ekonomi ada 7 (tujuh) atribut, yaitu: 1) Penyerapan tenaga kerja; 2) Dampak terhadap kesejahteraan masyarakat setempat; 3) Peningkatan pendapatan asli daerah; 4) Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi energi; 5) Nilai pembebasan lahan dari perusahaan; 6) Penghasilan penduduk dari adanya energi listrik; dan 7) Tersedianya lembaga keuangan. Berdasarkan analisis leverage terhadap 7 atribut tersebut diperoleh atributatribut dalam dimensi ekonomi yang sensitif pada pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.47 dan Gambar 4.41 sampai Gambar 4.45. Tabel 4.47. Atribut Sensitif Pada Dimensi Ekonomi Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Kabupaten Faktor Sensitif (Leverage Factor) RMS Raja Ampat 1 Nilai pembebasan lahan dari perusahaan 9,03 2 Peningkatan pendapatan asli daerah 8,19 Nusa Penida, 1 Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi energi 5,78 Klungkung 2 Nilai pembebasan lahan dari perusahaan 5,16 Bawean, Gresik 1 Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi energi 5,78 2 Nilai pembebasan lahan dari perusahaan 5,16 Bangka 1 Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi energi 4,54 2 Nilai pembebasan lahan dari perusahaan 1,23 3 Peningkatan pendapatan asli daerah 1,23 Flores Timur 1 Nilai pembebasan lahan dari perusahaan 10,58 2 Tersedianya lembaga keuangan 6,63 Sumber: Data Primer Diolah (2013) Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
101
Atribut “Nilai pembebasan lahan dari perusahaan” dan “Peningkatan pendapatan asli daerah” merupakan atribut sensitif pada dimensi ekonomi terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Kabupaten Raja Ampat. Selanjutnya, atribut sensitif terhadap pengembangan energi laut pada dimensi ekonomi di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dan Bawean, Kabupaten Gresik adalah atribut “Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi energi” dan “Nilai pembebasan lahan dari perusahaan”. Kemudian atribut “Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi energi”” dan “Nilai pembebasan lahan dari perusahaan” serta “Peningkatan pendapatan asli daerah” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka. Atribut “Nilai pembebasan lahan dari perusahaan” dan “Tersedianya lembaga keuangan” merupakan atribut sensitif pada dimensi ekonomi terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
Leverage of Attributes Tersedianya lembaga keuangan
Attribute
Penghasilan penduduk dari adanya energi… Nilai pembebasan lahan dari perusahaan Nilai ekonomi sumberdaya di dekat… Peningkatan pendapatan asli daerah
Dampak terhadap kesejahteraan… Penyerapan tenaga kerja 0
2
4
6
8
10
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.41. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
102
Leverage of Attributes Tersedianya lembaga keuangan
Attribute
Penghasilan penduduk dari adanya energi… Nilai pembebasan lahan dari perusahaan Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi… Peningkatan pendapatan asli daerah Dampak terhadap kesejahteraan… Penyerapan tenaga kerja 0
1
2
3
4
5
6
7
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.42. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung
Leverage of Attributes Tersedianya lembaga keuangan
Attribute
Penghasilan penduduk dari adanya energi… Nilai pembebasan lahan dari perusahaan Nilai ekonomi sumberdaya di dekat potensi… Peningkatan pendapatan asli daerah Dampak terhadap kesejahteraan… Penyerapan tenaga kerja 0
1
2
3
4
5
6
7
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.43. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
103
Leverage of Attributes Tersedianya lembaga keuangan
Attribute
Penghasilan penduduk dari adanya energi… Nilai pembebasan lahan dari perusahaan Nilai ekonomi sumberdaya di dekat… Peningkatan pendapatan asli daerah Dampak terhadap kesejahteraan… Penyerapan tenaga kerja 0
1
2
3
4
5
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.44. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka
Leverage of Attributes Tersedianya lembaga keuangan Penghasilan penduduk dari adanya energi…
Attribute
Nilai pembebasan lahan dari perusahaan Nilai ekonomi sumberdaya di dekat…
Peningkatan pendapatan asli daerah Dampak terhadap kesejahteraan… Penyerapan tenaga kerja 0
2
4
6
8
10
12
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.45. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
104
D. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi sosial di Kabupaten Raja Ampat, Klungkung, dan Flores Timur) menunjukkan bahwa kondisi sosial cukup berkelanjutan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi sosial di Kabupaten Gresik dan Bangka menunjukan kurang berkelanjutan. Status keberlanjutan dimensi sosial pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian dilihat pada Tabel 4.48. Tabel 4.48. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian No. Kabupaten Nilai Indeks Keberlanjutan Status Keberlanjutan 1. Raja Ampat 56.69 Cukup berkelanjutan 2. Nusa Penida, Klungkung 57.05 Cukup berkelanjutan 3. Bawean, Gresik 47.51 Kurang berkelanjutan 4. Bangka 49.11 Kurang berkelanjutan 5. Flores Timur 52.94 Cukup berkelanjutan Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Secara detail nilai indeks status keberlanjutan dimensi sosial pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.46.
RAPFISH Ordination 60
Up
Other Distingishing Features
40
20 Good
Bad 0 0
Real Fisheries
55,93 20
40
60
80
100
120
Reference anchors Anchors
-20
-40
-60
Down Fisheries Status
Gambar 4.46. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
105
Atribut yang berpengaruh dalam dimensi sosial ada 8 (delapan) atribut, yaitu: 1) Peran peneliti dan akademisi terhadap EBT; 2) Pengaruh keberadaan sumber listrik dari EBT terhadap nilai nilai sosial-budaya; 3) Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar sumberdaya EBT; 4) Peran LSM terhadap teknologi EBT; 5) Kesadaran masyarakat tentang manfaat EBT; 6) Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan; 7) Interaksi masyarakat dengan lingkungan lokasi sumber EBT; dan 8) Jarak lokasi sumber EBT dengan komunitas masyarakat yang ada. Berdasarkan analisis leverage terhadap 8 atribut tersebut diperoleh atribut- atribut dalam dimensi sosial yang paling sensitif pada pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.49 dan Gambar 4.47 sampai Gambar 4.51. Tabel 4.49. Atribut Sensitif Pada Dimensi Sosial Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Kabupaten Faktor Sensitif (Leverage Factor) RMS Raja Ampat 1 Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar 6,45 sumberdaya EBT 2 Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitar SD 6,21 EBT 3 Interaksi masyarakat dengan lingkungan lokasi sumber 4,33 EBT Nusa Penida, 1 Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitar SD 3,81 Klungkung EBT 2 Pengaruh keberadaan sumber listrik dari EBT terhadap 2,55 nilai nilai sosial-budaya Bawean, Gresik 1 Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar 4,43 sumberdaya EBT 2 Pengaruh keberadaan sumber listrik dari EBT terhadap 3,22 nilai nilai sosial-budaya Bangka 1 Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar 3,61 sumberdaya EBT 2 Pengaruh keberadaan sumber listrik dari EBT terhadap 2,10 nilai nilai sosial-budaya Flores Timur 1 Peran LSM terhadap teknologi EBT 5,27 2 Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar 4,51 sumberdaya EBT Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Atribut “Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar sumberdaya EBT”; “Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitar SD EBT” dan “Interaksi masyarakat dengan lingkungan lokasi sumber EBT” merupakan atribut sensitif pada dimensi sosial terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Kabupaten Raja Ampat. Selanjutnya, atribut sensitif terhadap pengembangan energi laut pada dimensi sosial di Kabupaten Klungkung adalah atribut “Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitar SD EBT” dan “Pengaruh keberadaan sumber listrik dari EBT terhadap nilai nilai sosial-budaya”.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
106
Kemudian atribut “Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar sumberdaya EBT” dan “Pengaruh keberadaan sumber listrik dari EBT terhadap nilai nilai sosial-budaya” merupakan atribut sensitif pada dimensi sosial terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik dan Teluk Bangka, Kabupaten Bangka. Atribut “Peran LSM terhadap teknologi EBT” dan “Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar sumberdaya EBT” merupakan atribut sensitif pada dimensi sosial terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
Leverage of Attributes Jarak lokasi sumber EBT dengan komunitas masyarakat yang ada Interaksi masyarakat dengan lingkungan lokasi sumber EBT
Attribute
Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan Kesadaran masyarakat tentang manfaat EBT Peran LSM terhadap teknologi EBT Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar sumberdaya EBT Pengaruh keberadaan sumber listrik dari EBT terhadap nilai nilai sosial-budaya Peran peneliti dan akademisi terhadap EBT 0 1 2 3 4 5 6 Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
7
Gambar 4.47. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
107
Leverage of Attributes Jarak lokasi sumber EBT dengan… Interaksi masyarakat dengan lingkungan…
Attribute
Kesadaran masyarakat terhadap… Kesadaran masyarakat tentang manfaat… Peran LSM terhadap teknologi EBT Pengetahuan masyarakat terhadap… Pengaruh keberadaan sumber listrik… Peran peneliti dan akademisi terhadap… 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.48. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung
Leverage of Attributes Jarak lokasi sumber EBT dengan komunitas… Interaksi masyarakat dengan lingkungan…
Attribute
Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan Kesadaran masyarakat tentang manfaat EBT Peran LSM terhadap teknologi EBT Pengetahuan masyarakat terhadap… Pengaruh keberadaan sumber listrik dari… Peran peneliti dan akademisi terhadap EBT
0
1
2
3
4
5
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.49. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
108
Leverage of Attributes Jarak lokasi sumber EBT dengan… Interaksi masyarakat dengan lingkungan…
Attribute
Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan Kesadaran masyarakat tentang manfaat EBT Peran LSM terhadap teknologi EBT Pengetahuan masyarakat terhadap… Pengaruh keberadaan sumber listrik dari… Peran peneliti dan akademisi terhadap EBT 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.50. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka
Leverage of Attributes Jarak lokasi sumber EBT dengan… Interaksi masyarakat dengan lingkungan…
Attribute
Kesadaran masyarakat terhadap… Kesadaran masyarakat tentang manfaat… Peran LSM terhadap teknologi EBT Pengetahuan masyarakat terhadap… Pengaruh keberadaan sumber listrik dari… Peran peneliti dan akademisi terhadap EBT 0
1
2
3
4
5
6
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.51. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
109
E. Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi teknologi di Kabupaten Raja Ampat, Klungkung, Gresik, dan Bangka menunjukkan bahwa dukungan aspek teknologi kurang berkelanjutan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Hal berbeda terjadi di Kabupaten Flores Timur dimana dimensi teknologi menunjukan sudah cukup berkelanjutan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan meskipun nilai indeks keberlanjutannya mendekati kurang berkelanjutan. Sehingga jika tidak dikelola dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi lainnya. Status keberlanjutan dimensi teknologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian dilihat pada Tabel 4.50. Tabel 4.50. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Teknologi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian No. Kabupaten Nilai Indeks Keberlanjutan Status Keberlanjutan 1. Raja Ampat 44.52 Kurang berkelanjutan 2. Nusa Penida, Klungkung 41.34 Kurang berkelanjutan 3. Bawean, Gresik 37.04 Kurang berkelanjutan 4. Bangka 41.68 Kurang berkelanjutan 5. Flores Timur 51.10 Cukup berkelanjutan Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Secara detail nilai indeks status keberlanjutan dimensi teknologi pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.52.
RAPFISH Ordination
Other Distingishing Features
60
Up
40 20 Good
Bad
Real Fisheries
0
0
50
100
150
Reference anchors Anchors
-20 -40 -60
Down Fisheries Status
Gambar 4.52. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
110
Atribut yang berpengaruh dalam dimensi teknologi ada 6 (enam) atribut, yaitu: 1) Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik; 2) Teknologi pembangkitan energi listrik; 3) Teknologi penyaluran energi listrik; 4) Teknologi pengelolaan energi listrik perikanan; 5)
Teknologi
pemanfaatan energi listrik; dan 6) Keterjangkauan lokasi potensi EBT. Berdasarkan analisis leverage terhadap 6 atribut tersebut diperoleh atribut-atribut dalam dimensi teknologi yang sensitif pada pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian yang disajikan pada Tabel 4.51 dan Gambar 4.53 sampai Gambar 4.57. Tabel 4.51. Atribut Sensitif Pada Dimensi Teknologi Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Kabupaten Faktor Sensitif (Leverage Factor) RMS Raja Ampat 1 Teknologi penyaluran energi listrik 5.40 2 Teknologi pengelolaan energi listrik 1.69 Nusa Penida, 1 Teknologi penyaluran energi listrik 6.62 Klungkung 2 Teknologi pengelolaan energi listrik 3.65 Bawean, Gresik 1 Teknologi penyaluran energi listrik 7.68 2 Teknologi pengelolaan energi listrik 6.57 Bangka 1 Teknologi penyaluran energi listrik 8.18 2 Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik 5.55 Flores Timur 1 Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik 1.62 2 Keterjangkauan lokasi potensi EBT 1.55 Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Atribut “Teknologi penyaluran energi listrik” dan “Teknologi pengelolaan energi listrik” merupakan atribut sensitif pada dimensi teknologi terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Kabupaten Raja Ampat, Klungkung, dan Gresik. Selanjutnya, atribut sensitif terhadap pengembangan energi laut pada dimensi teknologi di Kabupaten Bangka adalah atribut “Teknologi penyaluran energi listrik” dan “Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik”. Kemudian atribut “Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik” dan “Keterjangkauan lokasi potensi EBT” merupakan atribut sensitif pada dimensi teknologi terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
111
Leverage of Attributes Keterjangkauan lokasi potensi EBT
Attribute
Teknologi pemanfaatan energi listrik Teknologi pengelolaan energi listrikperikanan Teknologi penyaluran energi listrik
Teknologi pembangkitan energi listrik Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik 0 1 2 3 4 Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
5
6
Gambar 4.53. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat
Leverage of Attributes Keterjangkauan lokasi potensi EBT
Attribute
Teknologi pemanfaatan energi listrik Teknologi pengelolaan energi listrikperikanan Teknologi penyaluran energi listrik Teknologi pembangkitan energi listrik Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik 0
1
2
3
4
5
6
7
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.54. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
112
Leverage of Attributes Keterjangkauan lokasi potensi EBT
Attribute
Teknologi pemanfaatan energi listrik Teknologi pengelolaan energi listrikperikanan
Teknologi penyaluran energi listrik Teknologi pembangkitan energi listrik Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.55. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik
Leverage of Attributes Keterjangkauan lokasi potensi EBT
Attribute
Teknologi pemanfaatan energi listrik Teknologi pengelolaan energi listrikperikanan Teknologi penyaluran energi listrik
Teknologi pembangkitan energi listrik Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.56. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
113
Leverage of Attributes Keterjangkauan lokasi potensi EBT
Attribute
Teknologi pemanfaatan energi listrik Teknologi pengelolaan energi listrikperikanan Teknologi penyaluran energi listrik Teknologi pembangkitan energi listrik Teknologi konversi EBT menjadi energi listrik 0
0,2 0,4 0,6 0,8
1
1,2 1,4 1,6 1,8
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.57. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur
F. Status Keberlanjutan Dimensi Hukum - Kelembagaan Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi hukum-kelembagaan di (Kabupaten Raja Ampat dan Gresik menunjukkan bahwa aspek hukum dan kelembagaan kurang berkelanjutan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Namun di Kabupaten Klungkung aspek ini menunjukkan cukup berkelanjutan. Kondisi tidak berkelanjutan teridentifikasi di Kabupaten Bangka dan Flores Timur. Status keberlanjutan dimensi politik pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian dilihat pada Tabel 4.52. Tabel 4.52. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Hukum-Kelembagaan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian No. Kabupaten Nilai Indeks Keberlanjutan Status Keberlanjutan 1. Raja Ampat 33.18 Kurang berkelanjutan 2. Nusa Penida, Klungkung 58.11 Cukup berkelanjutan 3. Bawean, Gresik 43.63 Kurang berkelanjutan 4. Bangka 16.44 Tidak berkelanjutan 5. Flores Timur 9.80 Tidak berkelanjutan Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Secara
detail
nilai
indeks
status
keberlanjutan dimensi
hukum-kelembagaan
pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.58.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
114
RAPFISH Ordination 60
Up
Other Distingishing Features
40
20
Good
Bad
Real Fisheries
0 0
20
40
60
80
100
120
Reference anchors Anchors
-20
-40
-60
Down Fisheries Status
Gambar 4.58. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Atribut yang berpengaruh dalam dimensi hukum-kelembagaan ada 8 (sembilan) atribut, yaitu: 1) Perangkat hukum yang mendukung EBT; 2) Substansi lingkungan dalam kelembagaan dan kearifan lokal; 3) Kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan; 4) Tradisi kebersamaan dalam pengelolaan EBT; 5) Track record masyarakat dalam pengembangan organisasi sosial; 6) Pengawasan instansi terkait pada perusahaan pembangkit listrik; 7) Adanya instansi lokal untuk pengelolaan listrik dari sumberdaya EBT; dan 8) Adanya tanggung jawab instansi terkait dalam pelestarian lingkungan. Berdasarkan analisis leverage terhadap 8 atribut tersebut diperoleh atributatribut dalam dimensi hukum-kelembagaan yang sensitif pada pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.53 dan Gambar 4.59 sampai Gambar 4.63. Tabel 4.53. Atribut Sensitif Pada Dimensi Hukum-Kelembagaan Keberlanjutan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Kabupaten Faktor Sensitif (Leverage Factor) RMS Raja Ampat 1 Pengawasan instansi terkait pada perusahaan 10.09 pembangkit listrik 2 Kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan 8.30 Nusa Penida, 1 Track record masyarakat dalam pengembangan 5.69 Klungkung organisasi sosial 2 Pengawasan instansi terkait pada perusahaan 5.09 pembangkit listrik
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
115
Kabupaten Bawean, Gresik
1 2
Bangka
1 2
Flores Timur
1 2
Faktor Sensitif (Leverage Factor) Substansi lingkungan dalam kelembagaan dan kearifan lokal Adanya instansi lokal untuk pengelolaan listrik dari sumberdaya EBT Pengawasan instansi terkait pada perusahaan pembangkit listrik Substansi lingkungan dalam kelembagaan dan kearifan lokal Substansi lingkungan dalam kelembagaan dan kearifan lokal Track record masyarakat dalam pengembangan organisasi sosial
RMS 2.22 2.22 7.55 6.07 4.53 2.08
Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Atribut “Pengawasan instansi terkait pada perusahaan pembangkit listrik” dan “Kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan” merupakan atribut sensitif pada dimensi hukumkelembagaan terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Kabupaten Raja Ampat. Selanjutnya, atribut sensitif terhadap pengembangan energi laut pada dimensi hukumkelembagaan di Kabupaten KLungkung adalah atribut “Track record masyarakat dalam pengembangan organisasi sosial” dan “Pengawasan instansi terkait pada perusahaan pembangkit listrik”. Kemudian atribut “Substansi lingkungan dalam kelembagaan dan kearifan lokal” dan “Adanya instansi lokal untuk pengelolaan listrik dari sumberdaya EBT” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan pada dimensi hukum-kelembagaan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Atribut “Pengawasan instansi terkait pada perusahaan pembangkit listrik” dan “Substansi lingkungan dalam kelembagaan dan kearifan lokal” merupakan atribut sensitif pada dimensi hukumkelembagaan terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di Teluk Bangka, Kabupaten Bangka. Kemudian atribut “Substansi lingkungan dalam kelembagaan dan kearifan lokal” dan “Track record masyarakat dalam pengembangan organisasi sosial” merupakan atribut sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan pada dimensi hukumkelembagaan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
116
Leverage of Attributes Adanya tanggung jawab instansi… Adanya instansi lokal untuk…
Attribute
Pengawasan instansi terkait pada… Track record masyarakat dalam… Tradisi kebersamaan dalam… Kesadaran masyarakat terhadap… Substansi lingkungan dalam… Perangkat hukum yang mendukung EBT 0
2
4
6
8
10
12
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.59. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat
Leverage of Attributes Adanya tanggung jawab instansi terkait… Adanya instansi lokal untuk pengelolaan…
Attribute
Pengawasan instansi terkait pada… Track record masyarakat dalam… Tradisi kebersamaan dalam pengelolaan… Kesadaran masyarakat terhadap… Substansi lingkungan dalam… Perangkat hukum yang mendukung EBT 0
1
2
3
4
5
6
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.60. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
117
Leverage of Attributes Adanya tanggung jawab instansi terkait… Adanya instansi lokal untuk pengelolaan…
Attribute
Pengawasan instansi terkait pada… Track record masyarakat dalam… Tradisi kebersamaan dalam pengelolaan… Kesadaran masyarakat terhadap… Substansi lingkungan dalam kelembagaan… Perangkat hukum yang mendukung EBT 0
0,5
1
1,5
2
2,5
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.61. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik
Leverage of Attributes Adanya tanggung jawab instansi terkait… Adanya instansi lokal untuk pengelolaan…
Attribute
Pengawasan instansi terkait pada… Track record masyarakat dalam… Tradisi kebersamaan dalam pengelolaan EBT Kesadaran masyarakat terhadap… Substansi lingkungan dalam kelembagaan… Perangkat hukum yang mendukung EBT 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.62. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
118
Leverage of Attributes Adanya tanggung jawab instansi… Adanya instansi lokal untuk…
0,902887354 0,149859425
Attribute
Pengawasan instansi terkait pada…
1,676903693
Track record masyarakat dalam…
2,082453758
Tradisi kebersamaan dalam…
1,962266935
Kesadaran masyarakat terhadap…
1,852485652
Substansi lingkungan dalam…
4,530221967
Perangkat hukum yang mendukung…
1,978056935 0
1
2
3
4
5
Root Mean Square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)
Gambar 4.63. Peran Masing-masing Atribut Dalam Dimensi Hukum – Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur
G. Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS Uji validitas dengan analisis Monte Carlo, memperhatikan hasil analisis Monte Carlo dan analisis MDS pada taraf kepercayaan 95% diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian menunjukkan adanya selisih nilai rata-rata kedua analisis tersebut sangat kecil. Ini berarti bahwa model analisis MDS yang dihasilkan memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Perbedaan nilai yang sangat kecil ini menunjukkan bahwa kesalahan dalam proses analisis dapat diperkecil atau dihindari. Kesalahan yang disebabkan pemberian skoring pada setiap atribut. Variasi pemberian skoring yang bersifat multidimensi karena adanya opini yang berbeda relatif kecil, proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang relatif stabil, dan kesalahan dalam melakukan input data dan data yang hilang dapat dihindari (Fauzi et al. 2005). Analisis Monte Carlo ini juga dapat digunakan sebagai metoda simulasi untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak/galat (random error) dalam analisis statistik yang dilakukan terhadap seluruh dimensi (Kavanagh dan Pitcher, 2004). Evaluasi pengaruh galat (Error) acak dengan menggunakan analisis Monte Carlo bertujuan untuk mengetahui: (a) pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut, (b) pengaruh variasi pemberian skor, (c) stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang, (d) kesalahan pemasukan atau hilangnya data (missing data), dan (e) nilai stress dapat diterima apabila <20%. Secara rinci hasil analisis Monte Carlo keenam dimensi disajikan pada Tabel 4.54. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
119
Tabel 4.54. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis Rapfish Dengan Analisis Monte Carlo Lokasi Penelitian Analisis MDS Analisis Monte Carlo Perbedaan (MDS-MC) Dimensi Ekologi Raja Ampat 50.50 50.94 (0.44) Nusa Penida, Klungkung 79.99 77.95 2.04 Bawean, Gresik 63.10 62.35 0.75 Bangka 74.23 73.03 1.20 Flores Timur 73.02 70.36 2.66 Dimensi Politik Raja Ampat 38.48 38.90 (0.42) Nusa Penida, Klungkung 49.82 49.76 0.06 Bawean, Gresik 45.31 45.11 0.19 Bangka 31.82 33.21 (1.39) Flores Timur 45.29 45.20 0.09 Dimensi Ekonomi Raja Ampat 54.05 52.95 1.10 Nusa Penida, Klungkung 39.87 40.43 (0.57) Bawean, Gresik 39.87 39.85 0.02 Bangka 46.01 46.03 (0.02) Flores Timur 82.61 80.42 2.19 Dimensi Sosial Raja Ampat 56.69 56.17 0.52 Nusa Penida, Klungkung 57.05 57.05 (0.01) Bawean, Gresik 47.51 47.88 (0.37) Bangka 49.11 49.29 (0.18) Flores Timur 52.94 52.88 0.07 Dimensi Teknologi Raja Ampat 44.52 44.44 0.08 Nusa Penida, Klungkung 41.34 41.67 (0.33) Bawean, Gresik 37.04 38.75 (1.71) Bangka 41.68 42.26 (0.58) Flores Timur 51.10 51.02 0.08 Dimensi Hukum-Kelembagaan Raja Ampat 33.18 34.66 (1.48) Nusa Penida, Klungkung 58.11 57.89 0.21 Bawean, Gresik 43.63 43.70 (0.07) Bangka 16.44 18.75 (2.32) Flores Timur 9.80 12.50 (2.70) Sumber: Hasil Analisis (2013)
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
120
H. Uji Ketepatan Analisis MDS (Goodness of Fit) Dari hasil analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan di Nusa Penida diperoleh koefisien determinasi (R2) antara 94% -95% atau lebih besar dari 80% atau mendekati 100% berarti model pendugaan indeks keberlanjutan baik dan memadai digunakan (Kavanagh, 2001). Nilai stress antara 0,13 – 0,17 atau selisih nilai stres sebesar 0,01. Nilai determinasi ini mendekati nilai 95-100% dan nilai stress 0,13 - 0,17 lebih kecil dari 0,25 atau 25%, sehingga model analisis MDS yang diperoleh memiliki ketepatan yang tinggi (goodness of fit) untuk menilai indeks keberlanjutan pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian (Fisheries, 1999). Di dalam Rapfish, nilai stress dikatakan baik apabila nilainya di bawah 0,25 (Malhotra, 2006), berarti nilai goodness of fit dalam MDS, yang menyatakan bahwa konfigurasi atribut dapat mencerminkan data asli nilai stress. Secara rinci nilai stress dan koefisien determinasi hasil analisis Rapfish pengembangan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.55 berikut ini. Tabel 4.55. Nilai Stress dan Koefisien Deteminasi Analisis Rapfish Dengan Analisis Monte Carlo Nilai indeks Dimensi Stress R2 Iterasi keberlanjutan Dimensi Ekologi Raja Ampat 50.50 0.14 0.95 2 Nusa Penida, Klungkung 79.99 0.14 0.95 2 Bawean, Gresik 63.10 0.14 0.95 2 Bangka 74.23 0.14 0.95 2 Flores Timur 73.02 0.14 0.93 2 Dimensi Politik Raja Ampat 38.48 0.16 0.94 3 Nusa Penida, Klungkung 49.82 0.19 0.93 3 Bawean, Gresik 45.31 0.15 0.94 3 Bangka 31.82 0.16 0.94 3 Flores Timur 45.29 0.15 0.94 3 Dimensi Ekonomi Raja Ampat 54.05 0.14 0.95 2 Nusa Penida, Klungkung 39.87 0.15 0.95 2 Bawean, Gresik 39.87 0.15 0.95 2 Bangka 46.01 0.16 0.94 5 Flores Timur 82.61 0.14 0.95 2 Dimensi Sosial Raja Ampat 56.69 0.14 0.95 2 Nusa Penida, Klungkung 57.05 0.15 0.95 2 Bawean, Gresik 47.51 0.14 0.95 2 Bangka 49.11 0.15 0.95 2 Flores Timur 52.94 0.14 0.95 2 Dimensi Teknologi
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
121
Dimensi
Raja Ampat Nusa Penida, Klungkung Bawean, Gresik Bangka Flores Timur
Raja Ampat Nusa Penida, Klungkung Bawean, Gresik Bangka Flores Timur
Nilai indeks Stress keberlanjutan 44.52 0.17 41.34 0.15 37.04 0.14 41.68 0.15 51.10 0.17 Dimensi Hukum-Kelembagaan 33.18 0.13 58.11 0.14 43.63 0.15 16.44 0.13 9.80 0.13
R2
Iterasi
0.94 0.95 0.94 0.95 0.94
2 2 2 2 2
0.94 0.95 0.95 0.95 0.95
2 2 5 2 2
Sumber: Hasil Analisis (2013)
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
122
V. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN DALAM MENDUKUNG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
5.1 Kebijakan Nasional Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa implikasi positif berupa dorongan atau motivasi besar bagi pengambil kebijakan tingkat nasional untuk mengembangkan kebijakan implementatif yang berpihak pada energi alternatif, khususnya energi laut. Terlepas dari adanya berbagai tantangan yang harus dihadapi, potensi besar dan kebutuhan besar untuk memanfaatkannya merupakan alasan mendasar yang mendorong dan motivasi tersebut. Tiga jenis produk dari penelitian ini dapat diharapkan untuk memberikan arah yang lebih baik tentang sejumlah hal penting di antaranya prioritasi pengembangan (berdasarkan analisis prioritasi), strategi pemecahan masalah (berdasarkan hasil analisis keberlanjutan), dan penanganan aspek-aspek sosekbud (berdasarkan hasil pemetaan sosekbud). Selanjutnya, apabila terdapat kebijakan implementatif yang berjalan efektif berpihak pada energi alternatif, khususnya energi laut, diperkirakan akan muncul motivasi yang lebih besar kepada dua kelompok pemangku kepentingan. Kedua kelompok tersebut adalah (1) komunitas kelitbangan (R & D) dan (2) dunia usaha. Bagi masyarakat kelitbangan, keberpihakan kebijakan yang mengarah pada kompetitifnya harga energi laut dipandang sebagai sebuah benchmarking bagi kegiatankegiatan libang yang mereka laksanakan. Program-program litbang dapat diarahkan pada targettarget yang lebih spesifik, yang manfaat langsungnya adalah (1) komunitas litbang dapat lebih terpadu membidik target yang sama dan (2) komunitas litbang secara bersama-sama maupun secara terpisah di institusinya masing-masing dapat mengembangkan dan melaksanakan perencanaan litbang yang lebih konkret, baik dalam pentahapannya, penentuan target-target sasarannya maupun pendekatan, manajemen dan mobilisasi inputnya. Sementara itu, bagi masyarakat dunia usaha, keberpihakan kebijakan pada energi laut dipandang sebagai peluang baru untuk memperoleh margin keuntungan yang memadai dari komersialisasi usaha di bidang energi laut. Implikasi yang terjadi pada komunitas litbang dan masyarakat dunia usaha akan merupakan awal yang sangat baik untuk terjadinya efek bola salju positif dalam konteks pembangunan ekonomi pada sektor kelautan dan perikanan. Sejumlah contoh kasus yang teramati di lapangan selama proses pelaksanaan penelitian ini mendemonstrasikan bagaimana bola salju tersebut dapat terbentuk melalui berkembangnya kelistrikan di wilayah potensial yang tersebar di pesisir dan pulaupulau kecil. Apabila kelistrikan di wilayah-wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut dapat Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
123
direalisasikan, kemungkinan besar perkembangan energi laut dan andilnya terhadap pembangunan kelautan dan perikanan dapat signifikan, bahkan melampaui target yang dipatok dalam perencanaan di kementerian yang menangani sektor tersebut. Perkembangan ekonomi di wilayah-wilayah yang rata-rata terbelakang tersebut dapat diharapkan akan memperbaiki kondisi kesejahteraan dan aspek-aspek kehidupan laainnya di dalam masyarakat. Kemudian, kinerja ekonomi yang lebih baik pada masyarakat akan memotivasi dan memberikan kesempatan bagi mereka tersebut untuk menghindari cara-cara pemanfaatan alam yang menyebabkan terganggunya fungsi layanan alam. Selanjutnya, penumbuhan kegiatankegiatan ekonomi masyarakat pada gilirannya berimbas pada kehidupan sosial. Pangamatan lapang dalam proses pelaksanaan penelitian ini mengilustrasikan keterkaitan ini dengan mengungkapkan sebuah ilustrasi yang mengacu pada hasil penelitian tentang projek kelistrikan Pandansimo, yang menampilkan fakta bahwa bahwa konflik sosial yang sebelumnya sering terjadi di antara anggota masyarakat terkait distribusi air menjadi sangat berkurang beberapa tahun setelah berjalannya projek tersebut. Ketersediaan listrik berlebih di lokasi projek sebagian dimanfaatkan untuk menggerakkan pompa air sehingga ketersediaan air pun menjadi lebih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik untuk kebutuhan primer rumah tangga maupun untuk kegiatan ekonomi produktif termasuk kegiatan-kegiatan pertanian, perikanan maupun layanan jasa wisata bahari yang juga ikut berkembang. Keamanan merupakan salah satu aspek berikutnya yang mendapatkan pengaruh positif berangkai yang terpicu oleh pengembangan kelistrikan di suatu wilayah. Mengacu pada studi kasus yang sama tersebut di atas, tersedianya kesempatan-kesempatan atau lapangan pekerjaan baru yang difasilitasi oleh keberadaan sistem kelistrikan terbukti mampu menyerap sebagian dari penganggur yang sebelumnya sering melakukan aktivitas-aktivitas kontra produktif / mengganggu keamanan masyarakat. Kelompok masyarakat yang di masa lalu tidak tertampung dalam struktur perekonomian yang ada kala itu, pada saat ini dapat terakomodasikan dalam berbagai bentuk usaha yang banyak bermunculan di wilayah mereka. 5.2. Kebijakan pada Tingkat Regional/Daerah Di tingkat regional / daerah, terutama di wilayah-wilayah dimana penelitian ini dilakukan, implikasi dari penelitian ini, apabila diimplementasikan akan lebih besar. Ketersediaan informasi rinci yang mengacu pada data-data terkini pada lokasi-lokasi tesebut merupakan landasan yang kuat untuk melakukan perencanaan pembangunan di lokasi-lokasi tersebut. Strategi pengembangan didasarkan dengan hasil analisis mencakup karakterisasi sosek dan budaya, kelembagaan, prioritasi wilayah dan keberlanjutan yang mempertimbangkan enam dimensi Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
124
dan atribut prioritas dalam setiap dimensi yang perlu diperbaiki. Banyak penelitian yang mengungkapkan potensi energi terbarukan namun banyak yang lupa untuk menyiapkan kebijakan untuk optimalisasi pengembangan energi terbarukan arus dan gelombang laut. Padahal potensi energi terbarukan tidak cukup sebagai dasar untuk pengembangan energi terbarukan jika tidak ada komitmen daerah untuk keberlanjutan pengembangan tersebut. Guna mengoptimalkan potensi energi terbarukan seperti gelombang dan arus laut maka disusun beberapa rekomendasi kebijakan seperti yang dibawah ini : 1. Pemerintah harus mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan seperti energi arus dan gelombang laut, karena selama harga BBM lebih rendah dari harga energi terbarukan maka pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. 2. Perlunya partisipasi masyarakat dalam hal pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut), hal ini penting terutama untuk status keberlanjutan pengembangan energi terbarukan (belajar dari pengalaman pengembangan energi solar di Raja Ampat). Selama partisipasi masyarakat rendah, maka pengembangan energi terbarukan hanya betrsifat hibah. 3. Pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut) diharapkan secara teknis mudah dilaksanakan oleh masyarakat (kalau bisa teknologi yang digunakan harus disederhanakan), hal ini berkaitan dengan perawatan pasca pengembangan energi terbarukan terutama di pulaupulau kecil.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
125
VI. SIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Sektor kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan kelimpahan energi terbarukan yang bersumber dari laut. Energi laut dapat ditambang dalam berbagai bentuk di antaranya tenaga angin, tenaga surya, tenaga arus, tenaga gelombang, tenaga pasang surut, dan perbedaan suhu air laut. Namun demikian, sampai saat ini potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan ketergantungan pada energi fosil tetap berlanjut. Fakta menunjukkan bahwa kemajuan optimalisasi sumberdaya laut sangat lambat. Oleh karena itu, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpeluang menjadi lumbung energi nasional karena besarnya potensi energi yang terkandung di perairan-perairan sekitarnya. Di sisi lain, sejauh ini wilayahwilayah tersebut merupakan kantung-kantung kemiskinan, salah satunya karena keterbatasan pasok energi. Hasil analisis survei di lokasi-lokasi penelitian memperlihatkan bahwa masyarakatnya sebagian besar bergerak di sektor kelautan dan perikanan terutama nelayan, pembudidaya dan pengolah hasil perikanan. Meskipun ada juga yang berkerja di sektor bukan perikanan. Salah satu sifat usaha perikanan yang sangat menonjol adalah bahwa keberlanjutan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Keadaan ini mempunyai implikasi yang sangat penting bagi kondisi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, terutama di Indonesia. Kondisi masyarakat pesisir itu menjadi sangat bergantung pada kondisi lingkungan sekaligus sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan, khususnya pencemaran, karena limbah-limbah industri maupun domestik dapat mengguncang sendi-sendi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir. Karakteristik lain yang sangat mencolok di kalangan masyarakat pesisir, terutama masyarakat nelayan, adalah ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini akan semakin besar pada nelayan kecil. Pada musim penangkapan, para nelayan akan sangat sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim peceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur. Hal ini menunjukkan bahwa, pendapatan nelayan memang sangat berfluktuasi dari hari ke hari. Demikian pula halnya dengan pemenuhan kebutuhan listrik atau penerangan. Untuk pemenuhan kebutuhan listrik lebih banyak menggunakan mesin diesel sebagai pembangkit listrik, dan hanya sebagian kecil yang hanya memanfaatkan energi angin dan matahari. Pembangkit listrik tenaga surya merupakan merupakan sistem pembangkit yang sangat cocok untuk digunakan pada wilayah terpencil karena hanya membutuhkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. Namun tidak berlanjut karena kemampuan masyarakat untuk melakukan perawatan terbatas.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
126
Hasil analisis kelembagaan pengelolaan dan pengembangan energi baru dan terbarukan dalam hal ini energi laut dilakukan menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulatif, normatif, dan kognitif. Aspek regulatif dalam penelitian ini adalah adanya aturan formal yang terdapat ditingkat kabupaten yang mengatur secara langsung pengelolaan energi (PERDA). Berdasarkan penelusuran data, dari kelima kabupaten yang dijadikan lokasi penelitian, terdapat tiga kabupaten yang memiliki SKPD khusus untuk menangani energi (Dinas ESDM), yaitu: Kabupaten Gresik, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Bangka. Pada aspek normatif untuk pengembangan energi laut dikaitkan dengan aturan-aturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan dalam pengelolaan energi. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi, tidak ditemukan aturan lokal/adat yang menangani laut secara khusus dan memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi. Namun demikian, hampir di semua lokasi terdapat pengelolaan energi yang dilakukan oleh masyarakat yang merupakan strategi pemenuhan energi, terutama energi listrik. Aspek kognitif terkait pengembangan energi laut dilihat dari dukungan pemda dan masyarakat terhadap keberadaan potensi energi baru terbarukan yang berasal laut (arus dan gelombang). Di lapangan, bentuk dukungan tersebut disesuaikan dengan pengetahuan dan kebijakan pemerintah di setiap lokasi penelitian. Aspek kognitif teramati paling tinggi di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Flores Timur. Hasil analisis skala prioritas wilayah pengembangan energy terbarukan mengindikasikan dari 5 wilayah yang disurvei, wilayah yang menjadi prioritas pengembangan energy gelombang dan arus laut dari prioritas tertinggi sampai terendah dengan skala prioritas masing-masing (0.76, 0.67, 0.65, 0.61, 0.51) adalah Raja Ampat , Larantuka, Bawean, Nusa Penida, dan Kabupaten Bangka. Secara potensi, Larantuka memiliki potensi arus yang cukup besar dimana kecepatan arus mencapai (4 m/detik) menurut Irwandi (2010). Tapi Raja Ampat (0,11 m/det) menjadi prioritas karena meskipun secara potensi lebih kecil ketimbang Larantuka, komitmen Pemda, potensi konsumen dan Subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung aplikasi pengembangan energy terbarukan cukup besar. Sedangkan wilayah yang menjadi kurang prioritas dalam pengembangan energy terbarukan adalah Kabupaten Bangka, di Kecamatan Belinyu. Hal ini disebabkan dari sisi potensi arus tidak masuk dalam Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang berpotensi untuk pengembangan energi arus. Status keberlanjutan pengembangan energi laut di Raja Ampat, Gresik dan Bangka saat ini secara multidimensi (ekologi, ekonomi, politik, sosial, hukum – kelembagaan dan teknologi) adalah kurang berkelanjutan, sedangkan di Nusa Penida dan Flores Timur adalah cukup berkelanjutan. Strategi pengembangan energi laut di setiap lokasi penelitian ditentukan oleh peran atribut sensitif yang memberikan peningkatan nilai indeks keberlanjutan. Guna mengoptimalkan potensi energi terbarukan seperti gelombang dan arus laut maka disusun beberapa rekomendasi kebijakan seperti yang di bawah ini:
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
127
1. Pemerintah harus mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan seperti energi arus dan gelombang laut, karena selama harga BBM lebih rendah dari harga energi terbarukan maka pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. 2. Perlunya partisipasi masyarakat dalam hal pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut), hal ini penting terutama untuk status keberlanjutan pengembangan energi terbarukan. 3. Pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut) diharapkan secara teknis mudah dilaksanakan oleh masyarakat (kalau bisa teknologi yang digunakan harus disederhanakan), hal ini berkaitan dengan perawatan pasca pengembangan energi terbarukan terutama di pulaupulau kecil.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
128
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Ocean Energy.http://www.renewableenergyworld.com/rea/tech/ocean-energy. Diakses tanggal 19 Juni 2013. Ackerman, F., N.R. Goodwin, L. Dougherty and Gallagher. 2000. The Political Economy of Inequality. Island Press, Washington D.C. Asosiasi Energi Laut Indonesia. 2011. Lokakarya Penghitungan Sumberdaya Energi Laut Indonesia. Kerjasama ASELI dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. Tanggal 19 Juli 2011. Asosiasi Energi Laut Indonesia. 2013. Rancangan Peta Jalan Regulasi Energi Laut (Draft Version). Disusun oleh ASELI, Asisten Deputi Jaringan Penyedia dengan Lembaga Regulasi Deputi Jaringan IPTEK Kementerian Riset dan Teknologi. Jakarta. Bappenas. 2012. Laporan Akhir Policy Paper Keselarasan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Direktorat Sumberdaya Energi, Mineral dan Pertambangan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Jakarta. BPS Kabupaten Bangka. 2012. Bangka Dalam Angka 2012. Bangka: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka. BPS Kabupaten Flores Timur. 2012. Flores Timur Dalam Angka 2012. Flores Timur: Badan Pusat Statistik Kabupaten Flores Timur. BPS Kabupaten Gresik. 2012. Gresik Dalam Angka 2012. Gresik: Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik. BPS Kabupaten Klungkung. 2012. Klungkung Dalam Angka 2012. Klungkung: Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung. BPS Kabupaten Raja Ampat. 2012. Raja Ampat Dalam Angka 2012. Raja Ampat: Badan Pusat Statistik Kabupaten Raja Ampat. Dahril, T. 2012. Penelitian dan Pengembangan Energi Terbarukan berdasarkan Sumberdaya Lokal di Propinsi Riau. Disampaikan pada Annual Forum Energy and Enviromental Partnership, Pekanbaru 30–31 Oktober2012. Dewan Energi Nasional [DEN]. 2013. Draft Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Kebijakan Energi Nasional. Tanggal 31 Mei 2013.DEN, Jakarta. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur. 2012. Laporan Tahunan 2012. Flores Timur: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur. Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik. 2012. Laporan Tahunan 2012. Gresik. Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik. Escotto Jr, M.T. 2013. Status of Ocean Renewable Energy in the Philippines. Slides presented at SEACOR Conference. Nanyang Technological University. Singapore, Feb 25, 2013.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
129
Federal Energy Management Program. 2009. Ocean Energy Technology Overview. The U.S. Department of Energy Office of Energy Efficiency and Renewable Energy Federal Energy Management Program. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air.Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 2008. Sekretariat Kabinet, Jakarta. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air.Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2011. Sekretariat Kabinet, Jakarta. Karimah, R. 2009. Peluang Pengembangan Budidaya Hidroponik di Pandansimo, Bantul. Laporan Teknis Penelitian Lembaga Bangun Desa, Yogya. Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1991 tentang Konservasi Energi. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 September 1991. Sekretariat Negara, Jakarta. Lubis, S. dan A. Yuningsih. 2010. Prospek Arus Laut sebagai Energi. Diunduh dari http://www.mgi.esdm.go.id/search/node/energi%20laut pada tanggal 20 Juni 2013. Lim, C.M. and Sathyajith.2013.Status of Ocean Renewable Energy in Brunei Darussalam. Slides presented at SEACOR Conference. Nanyang Technological University. Singapore, Feb 25, 2013. Lwin, M. 2013. Status of Ocean Renewable Energy in Myanmar. Slides Presented at SEACOR Conference. Nanyang Technological University. Singapore, Feb 25, 2013. Hardianto, N. dan Y. Almaadin.2010.Analisa Potensi Energi Arus Laut sebagai Pembangkit Listrik di Dunia dan di Indonesia. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Selupuh Nopember. Surabaya. Hilal, A. 2009.Potensi-Potensi Ekonomi Rumah Tangga Pesisir di Kabupaten Sikka.Yayasan Lentera Bahari, Kupang. Mukhtasor. 2011. Strategi Pengembangan Energi Laut di Indonesia. Disampaikan dalam Workshop Pengembangan Energi Laut yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM di Jakarta.Pada Tanggal 30 Nopember 2011. Mukhtasor. 2013. Workshop Penyusunan Road Map Energi Laut. Disampaikan dalam FGD Penyusunan Road Map Regulasi Energi Laut.Kerjasama Asisten Deputi Jaringan Penyedia IPTEK dengan Lembaga Regulasi Kementerian Riset dan Teknologi dengan ASELI.Tanggal 8 Mei 2013 di Hotel Grand Seriti, Bandung. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Neuman, W.L. 1997. Social Research Methods: Qualitative and quantitative Approaches, 3rd Edition. Boston: Allyn and Bacon. p.560. Nuarsa, I.M. 2008. Penangkap Energi Gelombang Laut. Volume 9 No. 2, Desember 2008. Pararto, S.D. 2012. Dampak Kebijakan Subsidi Listrik terhadap Perekonomian dan Kemiskinan di Indonesia.Disertasi yang Tidak Dipublikasikan.Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
130
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Sumber Energi dan Ketenagalistrikan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 TAHUN 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik Tahun 2010 - 2030. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011—2031, Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 7 Tahun 2010 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. Ditetapkan di Jakarta pada Tanggal 30 Juni 2010. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 30 Tahun 2012 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. Ditetapkan di Jakarta pada Tanggal 21 Desember 2012. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Energi.Ditetapkan di Jakarta pada Tanggal 29 Mei 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi.Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 November 2009. Jakarta. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2006. Jakarta. Pham, H.L. 2013. Status of Ocean Renewable Energy in Vietnam. Slides presented at SEACOR Conference. Nanyang Technological University. Singapore, Feb 25, 2013. Pitcher, T.J. and D. Preikshot. 2001. RAPFISH: P. Rapid A.ppraisal Technique to Evaluate the Suistainabili of Status of Fisheries. Flshelies Researcn 49(3): 255-270. Fisheries Center University of British Columbia. Vancouver. PLN. 2012. Statistik PLN 2011. Jakarta: Sekretariat Perusahaan PT PLN (Persero) Rohana dan Rimbawati. 2010. Kebijakan Energy Mix dan Potensi Energi Terbarukan di Indonesia. Seminar Nasional Fakultas Teknik-UR.Hotel Pangeran Pekanbaru, 29-30 Juni 2010.ISBN 978-602-96729-0-9. Santosa, J. dan Yudiartono. 2005. Analisis Prakiraan Kebutuhan Energi Nasional Jangka Panjang di Indonesia. Dalam Strategi Penyediaan Listrik Nasional dalam Rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batubara Skala Kecil, PLTN, dan Energi Terbarukan.Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. ISBN 979-95999-5-4. Soepardjo, A.H. 2005. Potensi dan Teknologi Energi Samudera Dalam Eksplorasi Sumberdaya Budaya Maritim.Departemen Kelautan dan Perikanan – Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia. Jakarta. 125 – 132. Surinati, D. 2007. Pasang Surut dan Energinya. Oseana Volume XXXII Nomor I Tahun 2007: 15 – 22. ISSN 0216-1877.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
131
Syahyuti. 2013. Kelembagaan dan Lembaga dalam Pengembangan Agribisnis Pedesaan, diunduh dari http://websyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-dan-lembaga-dalam.html pada tanggal 7 Februari 2013. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Energi.Ditetapkan di Jakarta pada Tanggal 10 Agustus 2007. Sekretariat Negara, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025.Ditetapkan di Jakarta pada Tanggal 5 Februari 2007. Sekretariat Negara, Jakarta. Wahyudi, A. 2012. Pertumbuhan Tenaga Listrik Diproyeksi 8,46% per Tahun, diunduh dari http://www.jaringnews.com/ekonomi/sektor-riil/29419/pertumbuhan-tenaga-listrik-diproyeksiper-tahun pada tanggal 8 Februari 2012. Wave Energy Center. 2007. Ocean Energy Glossary. Prepared by The Wave Energy Centre with Support of TheCo-ordinated Action of Ocean Energy EU Funded Project (CA-OE)withinA Collaborative Action with TheImplementing Agreement on Ocean Energy Systems (IEA-OES). Yaakob, O. 2013.Status of Ocean Renewable Energy in Malaysia. Slides presented at SEACOR Conference. Nanyang Technological University. Singapore, Feb 25, 2013. Yuningsih, A. dan A. Masduki.2011.Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Kawasan Pesisir Flores Timur, NTT. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vo. 3, No. 1: 13 – 25, Juni 2011. Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB. Bogor.
Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP
132