LAPORAN AKHIR PENERAPAN IPTEKS
PELATIHAN PEMBUATAN MAJALAH DINDING (MADING) BERBAHASA BALI PADA GURU DAN SISWA SMA/SMK DI KECAMATAN GIANYAR
OLEH DRA. SANG AYU PUTU SRIASIH, M. PD. IDA AYU SUKMA WIRANI, S.S., M.PD. IDA BAGUS PUTRA MANIK ARYANA, S.S. M. Si. IDA BAGUS RAI, S.S. M. PD. Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 187/UN48.15/LPM/2014 tanggal 5 Maret 2015 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA BALI FAKULTAS BAHASA DAN SENI LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNDIKSHA TAHUN 2015 1
2
RINGKASAN
Salah satu bentuk implementasi dari kegiatan ekstrakurikuler di SMA/SMK adalah kegiatan jurnalistik yang ujung-ujungnya melahirkan sebah majalah sekolah dan atau majalah dinding/mading. Hal ini sangat tepat dalam mengakomodasikan harapan Kurikulum 2013 yang berbasis teks dan pendekatan saintifik. Artinya, pemberdayaan majalah dinding dapat membangkitkan kreativitas siswa sebagai penyaluran ide-ide, gagasan-gagasan inovatif ke dalam sebuah teks yang dapat dimuat di majalah dinding. Kegiatan ini ada di sekolah-sekolah bahkan sering menjadi ajang lomba. Namun, sangat sayang mading berbahasa Bali belum pernah tersentuh. Bahkan belakangan ini berdasarkan pengamatan sekilas di beberapa sekolah muncul fenomena mulai meredupnya keberadaan majalah dinding (mading). Secara umum, madingmading yang ada tidak terurus dengan baik bahkan sering terlihat kosong, atau bahkan ada yang hanya menempelkan potongan-potongan koran atau hasil karya orang lain. Ada banyak alasan yang dikatakan sebagai penyebab. Satu di antaranya adalah faktor kejenuhan. Kenyataan ini perlu ditangani dengan mengadakan pelatihan dan peremajaan pengetahuan guru dan siswa. Selama ini pelatihan mading berbahasa Bali belum pernah dilakukan. Melalui kegiatan pelatihan dan penyusunan mading berbahasa Bali tentu akan merupakan suatu variasi kegiatan yang dapat memotivasi guru dan siswa sesuai dengan misi melestarikan budaya dan bahasa daerah khususnya bahasa Bali. Pelestarian bahasa Bali lewat pengungkapan gagasan/ide/pikiran ke dalam sebuah mading mutlak perlu dibina di tengah-tengah wacana kematian penggunaan bahasa Bali. Dengan demikian, melalui metode informatif, tanya-jawab, yang dilanjutkan dengan pelatihan secara langsung oleh para siswa, dan dipandu oleh dua orang instruktur diharapkan pengetahuan dan keterampilan guru dan siswa bertambah luas; dan pada akhirnya mereka dapat memproduk sebuah mading berbahasa Bali yang berkualitas. Demikian pula selanjutnya, aktivitas pembuatan majalah dinding dapat dilanjutkan di sekolah masing-masing. Kata-kata kunci: majalah dinding, bahasa Bali
3
PRAKATA
Dengan usaha maksimal tanpa mengenal lelah, penulis akhirnya mampu menyelesaikan laporan pengabdian ini. Dengan rasa bakti dan penuh syukur ke hadapan-Nya, penulis berterima kasih atas segala karunia-Nya dan sinar kasih-Nya. Laporan yang penulis susun berikut pertanggungjawaban yang agak ribet disertai upload yang menguras tenaga, waktu pagi, siang, malam telah dapat dilalui meskipun agak tertatih-tatih. Laporan ini tidak dapat terwujud secara sempura tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan berharga ini penulis menyampaikan terima kasih secara tulus semoga amal baik kalian mendapat imbalan yang setimpal. Adapun pihak-pihak yang berkontribusi dalam kegiatan P2M ini yang layak diberikan penghargaan adalah sebagai berikut. 1) Prof. Dr. I Ketut Suma, M.S. selaku Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat, Undiksha, yang telah banyak memberikan kemudahan, mengarahkan, serta memotivasi penulis dalam melaksanakan kegiatan ini. 2) Drs. I Gusti Ngurah Suasta, Kabid Dikmenum yang telah banyak membantu pelaksanaan P2M ini Kabupaten Gianyar. 3) Ibu /Bapak Guru dan para siswa peserta pelatihan di Kabupaten Gianyar yang telah ikut menyukseskan pelatihan ini. 4) Tim Pengabdian masyarakat Jurusan Pendidikan Bahasa Bali yang telah menyukseskan kegiatan ini, dan nara sumber I Made Astika, S.Pd., M.A yang telah memberikan pencerahan; terima kasih banyak semoga ke depan kita bisa lebih produktif. Akhir kata, semoga kegiatan ini banyak memberikan manfaat khususnya bagi peserta pelatihan; demikian juga laporan ini dapat berkontribusi positif dan dapat membangkitkan apresiasi pembaca untuk lebih mengkreasi kegiatan-kegiatan sejenis yang terkait dengan pemakaian bahasa Bali dalam berbagai ranah kehidupan. Sebagai manusia biasa tentu ada hal-hal yang kurang sempurna di luar jangkauan penulis. Untuk itu, mohon kritik dan sumbang saran dari pembaca. Terima kasih, rahayu.
Singaraja, Oktober 2015 Penulis
4
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN………………………………
i
RINGKASAN..........................................................................
ii
PRAKATA ..............................................................................
iv
DAFTAR ISI ...........................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi................................................................
1
1.2 Identifiksai dan Perumusan Masalah ..............................
3
1.3 Tujuan Kegiatan..............................................................
4
1.4 Manfaat Kegiatan ...........................................................
4
BAB II TARGET DAN LUARAN 2.1 Target ..............................................................................
5
2.2 Luaran .............................................................................
5
BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Metode Pelaksanaan……………………………………
6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kegiatan ……………………………………… …
8
4.2 Pembahasan…………………………………………….
12
BAB V PENUTUP 6.1 Simpulan .........................................................................
15
6.2 Saran................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN a. Daftar Hadir Peserta b. Foto-foto kegiatan c. Peta lokasi
5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Bahasa Bali sering dipandang secara sepele oleh para pemegang kebijakan. Di satu sisi, para pemegang kebijakan menyatakan bahwa bahasa Bali memang penting namun di sisi lain perhatian ke arah pemeliharaan dan pembinaan bahasa Bali yang benar-benar intensif dan berkualitas terasa sangat kurang. Padahal, bahasa Bali sebagai salah satu perwujudan kearifan lokal telah diyakini berkontribusi bagi jati diri manusia Bali termasuk terhadap para siswa di sekolah sebagai generasi muda sebagai pengemban amanah budaya Bali ke depan. Kenyataan bahwa bahasa Bali memiliki posisi formal secara eksplisit termuat dalam Pergub Bali No. 20 Tahu 2013 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Daerah Bali pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Pembentukan mental dan karakter siswa tidak hanya dengan pemberian dan pemenuhan ilmu pengetahuan lewat pembelajaran di kelas. Pembinaan-pembinaan keterampilan dan sikap lewat berbagai kegiatan ektrakurikuler sangat membantu pembentukan disiplin, moral, mental, kerja sama, kejujuran, tanggung jawab siswa, dll. Hasil penelitian Goleman dalam (Amri, dkk, 2011) menyatakan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan 20 % ditentukan oleh kecerdasan IQ. Pendapat ini memang perlu dikaji lebih jauh, dalam kenyataan di masyarakat, kecerdasan memang perlu tetapi keterampilan dalam berbagai hal lebih diperlukan lagi. Salah satu bentuk implementasi dari kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan jurnalistik yang ujung-ujungnya melahirkan majalah sekolah dan atau majalah dinding/mading. Hal ini sangat tepat dalam mengakomodasikan harapan Kurikulum 2013 yang berbasis teks dan pendekatan saintifik. Artinya, pemberdayaan majalah dinding dapat membangkitkan kreativitas siswa sebagai penyaluran ide-ide, gagasan-gagasan inovatif ke dalam sebuah teks yang dapat dimuat di majalah dinding. Kegiatan ini ada di sekolah-sekolah bahkan sering menjadi ajang lomba, yakni lomba majalah sekolah dan atau majalah dinding yang dimotori oleh perguruan tinggi yang peduli akan keberadaan mading sebagai saudara kandung dari majalah sekolah. Majalah sekolah sebagai salah satu sarana pengembangan kreativitas siswa belum tumbuh dan belum berkembang dengan baik. Perhatian ke arah itu, terutama dari para siswa, juga kurang baik. Berdasarkan kenyataan yang ada dapat dihitung dengan jari, sekolah-sekolah 6
yang tradisi majalah sekolahnya berkembang dengan baik.Bahkan tidak jarang, malahan mungkin lebih banyak sekolah yang tidak memiliki majalah sekolah, kalau toh ada tetapi jarang terbit alias kosong. Disadari atau tidak, fenomena yang tampak adalah beberapa sekolah yang sudah memiliki majalah sekolah atau majalah dinding pun, keberadaannya cukup memprihatinkan. Penerbitannya tidak kontinyu. Sering juga asal terbit. Kualitas cetaknya sangat rendah. Penataan tampilannya kurang, ilustrasi seadanya, apalagi menyangkut ide dan pemaparan isinya. Secara singkat, isi, organisasi isi, dan penataan perwajahan atau tampilan dari majalah tersebut kurang; apalagi majalah dinding berbahasa Bali sangat jarang dan hampir belum pernah dilakukan oleh sekolah-sekolah. Padahal berbicara tentang budaya dan ipteks dengan menggunakan bahasa Bali sangat menarik dan banyak menyentuh dan terkait dengan pendidikan karakter. Penyebab lain ketidakkontinyuitasan penerbitan majalah dinding dan atau majalah sekolah kemungkinan kekurangan materi, ada kejenuhan baik di kalanagn siswa maupun pada guru pembina; demikian juga disebabkan oleh berbagai kesibukan. Apapun alasannya, terlepas dari semua kondisi di atas, siswa sebenarnya cukup antusias untuk menulis, berekspresi ataupun beraktivitas. Hanya sayang, mereka kurang mendapat bimbingan yang intensif terkait pengembangan kreativitasnya untuk melahirkan sebuah majalah. Secara jujur, guru-guru bahasa Bali SMA/SMK di Kecamatan Gianyar mengakui bahwa mereka sangat kurang mendapat perhatian dari berbagai kalangan utamanya dari perguruan tinggi yang ada di Bali. Kondisi seperti ini sebenarnya merupakan kondisi umum dalam pembinaan pembelajaran bahasa Bali, yang tidak bisa terus dibiarkan apalagi dalam konteks meningkatkan kualitas ekspresi dan kreativitas siswa dalam berbahasa Bali. Berdasarkan beberapa alasan di atas, perlu diadakan kegiatan pengabdian berupa pelatihan pembuatan majalah dinding berbahasa Bali pada guru dan siswa SMA/SMK di Kecamatan Gianyar. Pengabdian tahun anggaran ini mengambil lokasi di Kecamatan Gianyar dengan peserta guru dan siswa SMA/SMK negeri dan swasta yang ada di wilayah ini. Pelatihan ini diarahkan kepada hal-hal yang berkaitan dengan isi, organisasi isi, dan tampilan (perwajahan) majalah dinding sekolah yang sekarang acuannya adalah memuat pendidikan karakter sebagaimana yang sedang digencarkan oleh pemerintah.
7
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Terdapat banyak pilihan dalam komunikasi sosial sejalan dengan perkembangan ipteks. Surat-menyurat sebagai bentuk keterampilan menulis secara perlahan sudah mulai ditinggalkan meskipun itu masih tetap penting. Sejalan dengan perkembangan handphone, komunikasi tertulis lebih banyak dilakukan melalui SMS, WhatsApp, Istagram, Path, Chatting, Email, dan lain-lain. Pilihan-pilihan tersebut menyebabkan kekurangan perhatian terhadap hal-hal yang menjadi tradisi baik di sebuah sekolah. Sebagai contoh, majalah dinding tidak tumbuh dalam tradisi yang baik. Perhatian ke arah itu pun nyaris tidak banyak, apalagi majalah dinding berbahasa Bali. Dengan demikian, dapat dipastikan banyak sekolah yang majalah dindingnya sering tidak terbit secara rutin. Kalaupun terbit, kualitas maupun kuantitas terbitannya belum baik. Secara kuantitas, kontinyuitas penerbitan majalah dinding menjadi persoalan. Secara kualitas, tampak jelas terlihat sangat kurang. Isinya sering sangat klise, pengorganisasian ide dalam wacanawacananya juga kurang memenuhi kekohesifan dan kekoherenan sebuah wacana. Demikian juga, masalah tampilan atau perwajahan beserta ilustrasinya tampak sangat miskin kreativitas. Pendek kata secara umum majalah dinding belum terbentuk secara baik, bahkan isinya sering petikan dari beberapa media lain, siswa hanya menempelkan saja. Kejenuhan siswa untuk berekspresi di dalam majalah dinding dengan media berbahasa Indonesia dapat dimodifikasi dengan menggunakan bahasa Bali, sehingga ada penyegaran baik di kalangan siswa maupun pada guru-guru yang berpotensi, bersemangat membina siswa dalam mengelola majalah dinding. Masalah yang paling urgen, tampaknya terletak pada tiga hal yaitu isi, pengorganisasian ide, dan perwajahan/tampilan. Secara spesifik masalah tersebut adalah (1) rendahnya keragaman tulisan dalam mading di sekolah-sekolah, (2) lemahnya kemampuan siswa menyajikan ide yang dimiliki menjadi sebuah artikel, berita, dan lain-lainnya yang menarik, (3) kurangnya kemampuan mengatur halaman majalah, mengatur ilustrasi, tampilan muka, dan lainlainnya sehingga daya tarik dan kebermaknaan sebuah majalah dinding menjadi rendah. Itu beberapa permasalahan yang tampaknya sangat mendesak untuk dipecahkan.
8
1.3 Tujuan Kegiatan Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bekal kepada para guru dan siswa dalam pemberdayaan sebuah majalah dinding berbahasa Bali dengan mengupdate pengetahuan dan keterampilannya. Guru perlu diikutsertakan dalam pelatihan ini karena guru-guru atau sekolahsekolah selama ini belum pernah tersentuh pelatihan mading berbahasa Bali. Harapannya adalah pembinaan ini dapat dilakukan secara berkelanjutan di sekolah-sekolah tersebut sehingga keberadaan majalah dinding bisa bangkit kembali dan eksis. Setelah pelatihan, peserta diharapkan memiliki kemampuan minimal dalam tiga hal yang berkaitan dengan majalah dinding. Ketiga hal tersebut adalah kemampuan memilih isi majalah dinding yang cocok dimuat, kemampuan untuk mengorganisasikan idenya dalam bentuk tulisan yang layak dimuat dalam majalah dinding, kemampuan melakukan kavling ruang, menata perwajahan, dan ilustrasi dari suatu majalah dinding. Ketiga hal ini bukan masalah sepele tetapi perlu pembinaan dan pelatihan secara serius sehingga tujuan dapat tercapai.
1.4 ManfaatKegiatan Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi: 1) siswa peserta pelatihan karena mereka mendapatkan bekal: a) untuk mengadakan atau membuat majalah dinding atau memberdayakan mading yang sudah ada di sekolahnya sendiri, b) untuk mendapatkan pekerjaan jika mereka nantinya sudah terjun ke dunia kerja karena kemampuan tulis-menulis yang dimiliki sangat penting dalam kehidupan, lebih-lebih penulis bahasa Bali yang cenderung kurang peminat atau sangat langka; 2) guru-guru, tempat para siswa menuntut ilmu karena dengan kemampuan yang dimilikinya akan lebih menggairahkan kegiatan ekstrakurikuler, khususnya yang terkait dengan mading. Kemajuan ini akan ikut mendongkrak prestise dan prestasi sekolah tersebut.
9
BAB II TARGET DAN LUARAN 2.1 Target Kegiatan Sejalan dengan tujuan di atas, minimal ada tiga target yang ingin dicapai dalam pelatihan ini, yakni sebagai berikut. a. Meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan guru-guru SMA dan SMK Negeri Gianyar dalam hal mengelola keberadaan majalah dinding. b. Meningkatkan kemampuan para siswa dalam mengorganisasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan yang layak dimuat dalam majalah dinding. c. Meningkatkan kemampuan dan kreativitas para siswa dalam mewujudkan majalah dinding berbahasa Bali yang baik dan benar.
2.2 Luaran Luaran dalam pelatihan pembuatan majalah dinding ini adalah diperoleh beberapa majalah dinding yang terdokumentasikan untuk sekolah-sekolah sebagai panutan dalam mereka melakukan kegiatan di sekolahnya masing-masing. Di samping itu, luaran dalam pengabdian ini berupa laporan P2M dan artikel yang siap dimuat dalam jurnal P2M UNDIKSHA.
10
BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan ini diikuti 32 orang siswa dan delapan orang guru yang berasal dari delapan sekolah (SMAN dan SMK N) yakni (1) SMAN 1 Gianyar, (2) SMKN 1 Gianyar, (3) SMAN 1 Tegalalang, (4) SMK N 1 Tampaksiring, (5) SMAN 1 Blahbatuh, (6) SMKN 1 Ubud, (7) SMAN 1 Mas Ubud, dan (8) SMKN 2 Sukawati. Pemilihan sekolah berdasarkan skala prioritas dan efektivitas sehingga peserta tidak terlalu banyak sesuai dengan tujuan utama. Untuk sekolah yang belum mendapat kesempatan sebagai peserta diharapkan pada kesempatan berikutnya dapat ikut bila ada proyek baru. Peserta pelatihan yang berasal dari siswa diupayakan mereka yang duduk di organisasi OSIS sehingga setelah pelatihan mereka dapat menalarkan kepada rekanrekan di sekolahnya. Jadi, sampel siswa menggunakan teknik sampel wilayah (area sampling) dan sampel “purposive” karena sampel terpilih harus memiliki kriteria berupa (1) anggota sampel harus dapat menyebarluaskan hasil pelatihan kepada siswa lainnya, (2) anggota sampel harus juga ada yang mampu menjadi supervisor bagi siswa lainnya. Hal ini diperlukan, mengingat arah kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kegairahan mengadakan/pemberdayaan majalah dinding yang berbahasa Bali yang nota bene tergolong baru, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas majalah dinding yang diadakan. Untuk peserta guru, setiap sekolah ditetapkan minimal satu orang guru bahasa Bali atau maksimal 2 orang guru bahasa Bali. Dalam praktik penyusunan majalah dinding, siswa dibagi menjadi empat kelompok. Setiap kelompok beranggotakan kira-kira 7-10 orang, sehingga dalam waktu yang singkat setiap kelompok dapat menghasilkan sebuah majalah dinding yang berkualitas. Sejalan dengan pemecahan masalah yang ditempuh, kegiatan ini menggunakan beberapa metode. Pertama, metode presentasi/pemaparan materi, yakni nara sumber pertama presentasi yang terkait dengan materi majalah dinding; nara sumber kedua membawakan materi ragam hias dalam majalah dinding. Kedua, memberikan kesempatan tanya jawab untuk menguji pemahaman peserta; ketiga metode pelatihan dan menyusun majalah dinding dengan menggunakan sistem kelompok sehingga setiap peserta mempunyai tugas masing-masing; dan keempat sebagai kegiatan terakhir presentasi hasil oleh para siswa (penanggung jawab kelompok) dan dilakukan evaluasi oleh para nara sumber. 11
Secara sederhana, metode yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut. Metode presentasi, nara sumber memaparkan secara gamlang teori-teori, konsep, contoh-contoh, dll yang dapat menarik perhatian pserta. Dalam pelatihan ini ada dua orang nara sumber yakni I Made Astika, S.Pd., M.A. dan Ida Bagus Putra Manik Aryana, S.S., M.Si. Narasumber pertama mempresentasikan tentang materi atau substansi mading yang terkait dengan kejurnalistikan (teori dan praktik), fungsi mading, pembentukan struktur organisasi, rubrikasi mading, penulisan berita, tata letak, dan lain-lain. Narasumber kedua mempresentasikan tentang ragam hias bahwa majalah dinding bagaimanapun bagus isinya tidak menarik untuk dipandang tanpa dilengkapi dengan hiasan-hiasan yang memiliki berbagai ornamen. Pelaksanaan kegiatan inti ini dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, dilakukan presentasi makalah tentang konsep dan teori yang diperlukan, juga contoh-contoh pendukungnya yang disajikan oleh para pakar yang dalam hal ini pertama, oleh yang telah lama berkicimpung dalam tulis-menulis dalam hal pengadaan dan pemberdayaan majalah dinding yang berkualitas juga menulis di media massa lokal; yang kedua oleh yang juga seorang penulis dan juga pernah sebagai pembina/redaktur dalam sebuah media cetak di Denpasar. Setelah itu, dilanjutkan dengan tanya-jawab untuk pemahaman dan kejelasan arah kegiatan yang ditempuh, dilanjutkan dengan praktik menyusun bagian-bagian dari majalah dinding oleh siswa, dan terakhir siswa menyusun sebuah majalah dinding dengan disain dan tema yang ditetapkan oleh setiap kelompok peserta. Dalam kegiatan ini, selain narasumber, panitia juga menyiapkan instruktur sebanyak dua orang yakni I Putu Andika Adi Priana dan I Made Wira Wartana, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Bali semester VI yang siaga secara berkeliling membina para siswa dalam kelompok baik mengenai substansi mading, maupun masalah bahasa, terutama para siswa yang kesulitan dalam menemukan padanan katakata dalam bahasa Bali. Dengan demikian, para siswa dapat bekerja dengan penuh kenyamanan dan sangat antusias. Setelah majalah dinding berhasil disusun dilanjutkan presentasi hasil oleh para peserta yang diikuti penilain dan komentar oleh para nara sumber. Dalam presentasi, ketua kelompok menyampaikan tema yang diusung pada mading yang dibuatnya. Mereka juga menjelaskan sub-sub pendukung madingnya. Pada umumnya mereka sangat menikmati dan kendala sedikit muncul terkait dengan penguasaan bahasa Bali. Bagaimanapun penyusunan mading berbahasa Bali perlu penguasaan bahasa Bali secara aktif, dalam arti penggunaan bahasa Bali yang benar sesuai konteks keilmuan sedangkan selama ini boleh dikatakan siswa cenderung menggunakan bahasa Bali asal-asalan (asal komunikatif). 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pelatihan pembuatan majalah dinding untuk guru dan siswa yang penyelenggaraannya bertempat di SMA N 1 Gianyar dilaksanakan pada hari Kamis, 4 Juni 2015. Pelatihan ini dilaksanakan sehari dengan total peserta 40 orang yang terdiri atas 32 orang siswa dan delapan orang guru SMAN dan SMKN di kabupaten Gianyar. Pelatihan dimulai pk 09.00-15.30. Kegiatan yang berwujud pelatihan ini tepat pk 09.20 diawali dengan presensi oleh para peserta yang dilanjutkan dengan pembukaan kegiatan oleh pewara dan doa bersama yang dipimpin oleh pewara pula. Acara dilanjutkan dengan laporan ketua pengabdian masyarakat khususnya tentang latar belakang dan tujuan pentingnya pelaksanaan pengabdian ini, pendanaan yang diperoleh dari dana DIPA UNDIKSHA, dan harapan-harapan yang ingin dicapai setelah kegiatan ini, dll. Selanjutnya, sambutan diberikan oleh Drs. I Gusti Ngurah Suasta, Kabid Dikmen Disdikpora, yang mewakili Kadisdikpora Gianyar, yang tengah-tengah kesibukannya masih bisa hadir dan sekaligus membuka kegiatan ini Kabupaten Gianyar. Dalam sambutannya, Kabid Disdik sangat bangga dan berterima kasih karena bahasa Bali yang selama ini kurang mendapat perhatian baik dalam pemenuhan fasilitas maupun pengadaan guru-guru dengan dilaksanakan pengabdian ini ada angin segar sejalan dengan upaya pelesteraian bahasa Bali. Lebih-lebih dalam upaya pengembangan dan pembangkitan kreativitas siswa dalam berbahasa Bali selayaknya ini perlu terus dipupuk dan dikembangkan. Dalam hal ini, pelatihan pembuatan majalah dinding berbahasa Bali perlu dan sangat urgen dilakukan di tengah-tengah gejolak gempuran pemakaian bahasa nasional maupun bahasa-bahasa asing lainnya. Tentunya pelatihan seperti ini tidak berhenti sampai di sini, tetapi dilanjutkan dengan kegiatan serupa untuk lebih menyegarkan pengetahuan guru-guru dalam hal pengajaran bahasa Bali sehingga bahasa Bali tidak tersingkir di rumahnya sendiri tetapi tetap disenangi oleh para siswa yang sejalan pula dengan penguasaan bahasa-bahasa lainnya. Satu hal yang sangat memprihatinkan menurut Kabid Dikmen adalah minimnya perhatian pemerintah khususnya dalam pengadaan sumber daya manusia (SDM) guru-guru bahasa Bali dalam berbagai tataran lembaga pendidikan sehingga pengajaran bahasa tidak bisa maksimal seperti pengajaran-pengajaran bahasa lainnya. 13
Selanjutnya, acara inti pelatihan diawali dengan presentasi materi oleh dua orang pembicara sebagaimana yang sudah disebutkan di depan. Pembicara satu menyampaikan konsepkonsep tentang mading yang disertai tanya-jawab sehingga membangkitkan kingintahuan siswa. Materi tentang mading, fungsi mading, rubrikasi mading, media massa sebagai bagian jurnalistik mini dalam penyaluran informasi, para siswa penting menjadi jurnalis kecil sehingga mempunyai kemampuan menulis (punya rasa ingin tahu), memahami karakrakter sekolah yang akan membaca, terampil berbahasa, mampu menggunakan sumber informasi, memiliki pengetahuan yang luas, disiplin, dan lain-lainnya. Setelah itu dilanjutkan oleh pembicara kedua yang berbicara tentang ragam hias yang dapat mempercantik mading yang dibuat, jenis-jenis ragam hias, fungsi, dan penamaan. Tahapan presentasi ini berjalan sangat komunikatif karena siswa dan guru begitu serius menyimak karena merasa mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk peningkatan kemampuannya dalam pembuatan majalah dinding. Pk 10.40 dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah sbb. No. Pertanyaan 1. Pak Dewa Yoga (SMA N 1 Blahbatuh): Mading dikembangkan sejak dulu mengapa tadi dikatakan ruangan mading sering kosong ? lalu dalam mading bahasa Bali angahungguhing basa mana yang dipakai?
2.
Galuh Prabaningrum (SMA N 1 Gianyar) Bagaimana ketentuan pengisian rubrik, media ini terbatas, apakah semua harus terisi? Dan apa bisa dipindah-pindah?
Jawaban Mading kosong banyak sebabnya: pertama desiplin penerbitan, kurangnya pembina secara berkala yang seharusnya ada rapat redaksi untuk selalu memacahkan masalah. Perekrutan yang terjadi tidak secara berkesinambungan. Masalah lainnya, sumber informasi… hanya mengambil potongan-potongan dari media lain. Harus ada komitmen para guru bahasa bersinergi dengan guru-guru lainnya. Jangan berpikir tulisan dibuat itu baik atau tidak baik tetapi tulisan itu harus jadi. Setelah itu baru dievaluasi. Tentang anggah-ungguhing basa pakailah anggahungguhing yang efektif yang penting informatif. Jika terlalu formal namun tidak dibaca dan lebih-lebih tidak dimengerti percuma juga. Mading itu seharusnya tetap/for teble tempatnya pasti jangan dibongkar pasang, yang bisa dibongkar pasang adalah tulisan-tulisannya. Sebaiknya di dalam kaca terkunci sehingga tidak mudah dirusak. Mengenai rubrik pengisiannya sebaiknya lengkap/wajib: salam redaksi (pengaksama), staf redaksi (prajuru), Berita (gatra): laporan utama/ laporan khusus, editorial (murda wakya), opini (pepineh), profil (selampah laku), dan hiburan (lelanguan). 14
Pk 11.30 dilanjutkan dengan kegiatan pelatihan setelah diberikan pengarahan umum bagi para peserta dan mereka dibagi dalam kelompok-kelompok kecil 6-8 orang. Para peserta dibagikan beberapa perlengkapan alat tulis-menulis yakni kertas warna-warni, ballpoint, lem, gunting, kertas manila/karton, spidol warna, dan lain-lainnya. Setiap kelompok dibantu/dipandu oleh seorang instruktur. Di tengah-tengah kesibukannya, para siswa ada yang memikirkan nama untuk majalah, tema yang akan diangkat, memikirkan judul, ada yang mengembangkan tulisan, ada yang memikirkan humor, ada yang membuat berita, karya sastra, dan lain-lainnya. Pada tahapan ini mereka benar-benar bekerja memperoleh pengalaman langsung mulai menemukan konsep, mendiskusikan, mengembangkan tulisan, hingga mereka dapat menata tulisan secara apik. Para guru tidak banyak ikut campur, mereka hanya memantau dari belakang, siswa dibiarkan dipandu oleh para instruktur. Tanpa disadari saking asyiknya mereka bekerja ternyata sudah pukul 13.00 sehingga penyusunan mading dihentikan sejenak untuk rehat makan siang selama 30 menit. Para siswa sangat antusias mengerjakan tugas-tugasnya. Pk 13.30 pelatihan dilanjutkan kembali. Mereka melanjutkan bekerja; tampak segar dan penuh semangat hingga mereka menunjukkan hasil. Hal-hal yang dibuat ada yang menyempurnakan tulisannya, ada yang menanyakan padanan kata-kata dalam bahasa Indonesia ke bahasa Bali, dan yang tidak kalah penting ada yang membuat ornamen-ornamen pinggiran mading yang dapat menarik perhatian. Bahkan tidak jarang siswa meminta hal-hal yang di luar persiapan panitia seperti korek dan dupa yang digunakan untuk membuat hiasan-hiasan pada setiap tulisannya. Tidak terlihat ada siswa yang merasa bosan. Metode pelatihan yang menggiring siswa untuk lebih banyak bekerja daripada ceramah tentang teori tampaknya sangat tepat untuk kondisi pelatihan semacam ini. Keantusiasan pun sangat tampak ketika mereka disuruh makan siang pk 12.30 tidak ada yang mau beranjak. Begitu juga ketika pelatihan diakhiri pk 14.30, mereka belum puas mengakhiri mading yang disusunnya. Waktu pun cepat berlalu, karena waktu yang ditentukan sudah habis, waktu pembuatan mading pun diakhiri. Selanjutnya, pk 14.30 para siswa berkemas-kemas, kegiatan dilanjutkan dengan presentasi hasil. Dalam hal ini dilakukan penilaian terhadap karya-karya siswa. Setiap kelompok diwakili tiga orang, satu orang mempresentasikan dan dua orang lagi sebagai pendamping yang memegangi mading. Masing-masing kelompok dengan gaya dan kemampuannya mereka secara antusias, penuh rasa bangga mempresentasikan karya-karyanya dengan menggunakan bahasa 15
Bali. Setelah presentasi dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan oleh dewan juri yang berasal dari para nara sumber. Mereka secara sigap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, bahkan kerap diselingi dengan bahasa Indonesia. Setiap jawaban dari kelompok penyaji diberikan gemuruh tepuk tangan karena penyaji secara menggebu-gebu menjawabnya. Dewan juri cukup puas. Sungguh di luar dugaan dalam waktu yang cukup singkat mereka mampu menghasilkan mading secara sederhana. Itu artinya, jika mereka dibina dengan baik sesungguhnya mereka mampu melahirkan mading yang lebih bagus dan lebih variatif. Kegiatan pelatihan dan penyusunan majalah dinding tidak cukup sampai di sini. Panitia perlu mengetahui tindak lanjutnya. Oleh karena itu, sebelum kegiatan diakhiri, panitia menyebarkan angket terhadap siswa dan guru untuk mengetahui respon mereka terkait dengan kegiatan pelatihan pembuatan majalah dinding. Dari dua belas angket yang disebarkan kepada siswa, secara umum mereka menyukai pelajaran bahasa Bali; selama ini mereka mengatakan belum pernah mengikuti kegiatan seperti ini (belum ada pihak yang menyelenggarakan); mereka juga sangat tertarik terhadap kegiatan ini karena kegiatan ini merupakan sesuatu yang sudah biasaa namun dikemas dengan cara yang baru yakni menggunakan bahasa Bali yang belakangan ini pemakaian bahasa Bali sudah sangat jauh dari jangkauan siswa dan ini perlu dilanjutkan dan dikembangkan; secara umum mereka mengatakan bahwa kegiatan ni sangat bermanfaat; mereka sangat senang dengan model pengabdian ini; materi-materi yang disampaikan juga sangat cocok menurut mereka, teori dan teknik yang disampaikan juga cukup bervariasi; dan mereka juga menyatakan pasti ikut jika ada lomba mading berbahasa Bali antar sekolah. Jadi, secara umum respon para siswa sangat positif. Demikian juga kesan-kesan mereka agar kegiatan seperti ini dilanjutkan lagi karena kegiatan ini sangat memotivasi aktivitas siswa dalam pengembangan bahasa Bali. Selama ini siswa belum tersentuh kegiatan atau pelatihan-pelatihan sejenis ini. Itu sebabnya, besar harapan mereka agar perguruan tinggi lebih sering melakukan hubungan dengan sekolah-sekolah. Respon guru terhadap angket yang disebarkan dapat diungkapkan sebagai berikut. Pertama, ketika ditanyakan apakah mereka pernah mengikuti kegiatan seperti ini sebelumnya; seratus persen guru-guru menjawab bahwa mereka belum pernah mengikuti kegiatan seperti ini. Mereka juga mengatakan bahwa kegiatan semacam ini sangat bermanfaat baik bagi guru maupun bagi siswa apalagi dalam pengembangan bahasa Bali yang sangat jarang mendapat sentuhan pakar atau instansi terkait; menurut para guru, sajian materi oleh nara sumber sudah sangat baik 16
dan cukup menarik, setelah pelatihan ini para guru berharap dapat membimbing para siswa dalam pembuatan majalah dinding dan mereka dapat melahirkan sebuah majalah dinding. Ketika ditanyakan pendapatnya tentang kegiatan ini, para guru berharap agar kegiatan ini dapat dilanjutkan lagi dalam bentuk pembinaan kepada guru-guru dalam penyusunan majalah dinding. Demikian juga, agar kegiatan ini dapat melibatkan seluruh sekolah SMA/SMK bukan sekolah tertentu saja karena siswa dan guru sangat merindukan kegiatan-kegiatan seperti ini.
4.2 Pembahasan Suatu hasil dari sebuah kegiatan bagaimanapun kadarnya harus didiskusikan atau diulas secara kritis dengan melibatkan suatu teori untuk mempertajam, menentukan posisinya, atau mengaitkan dengan temuan lainnya, sehingga pada akhirnya dapat ditarik suatu simpulan. Berangkat dari hasil yang diperoleh selama pelatihan, ada hal-hal yang sangat penting dibahas sebagai tindak pikiran kritis dari pelatihan ini. Baik guru maupun siswa sangat antusias dan termotivasi untuk mengikuti pelatihan ini. Ini ditunjukkan sejak kedatangan mereka. Mereka datang tepat waktu, presensi, dan masuk ruangan mereka sudah siap mengikuti kegiatan. Mereka sangat antusias karena pelatihan majalah dinding berbahasa Bali baru pertama kali diselenggarakan di Kabupaten Gianyar. Selama ini ada kesan bahwa bahasa Bali itu sangat sulit, tetapi ada rekomendasi longgar yang disampaikan oleh nara sumber bahwa para siswa harus berani berbicara dan menulis dengan bahasa Bali tidak peduli benar atau salah. Hal ini sangat beralasan karena bahasa harus digunakan, kalau takut menggunakan apalagi takut salah maka tujuan siswa mampu berkomunikasi atau mampu berbahasa tidak akan pernah tercapai. Bahasa Bali memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Sebagai bahasa ibu, saat ini bahasa Bali mulai jarang dipakai di kalangan anak-anak. Anak-anak nyaris tidak mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Bali yang dipakai oleh guruguru di sekolah. Hal ini disebabkan oleh faktor keluarga yang mulai jarang menggunakan bahasa Bali, atau beberapa tahun terakhir ini secara pelan tapi pasti anak-anak Bali mulai beralih menggunakan bahasa Bali ke bahasa Indonesia, dan kenyataan ini memang umum terjadi. Bahwa bahasa Bali memiliki keunikan terutama dalam anggah-ungguhing basa menyebabkan siswa kesulitan menggunakan bahasa Bali yang baik dan benar. Penggunaan bahasa Bali yang benar sesuai dengan anggah-ungguhing basa dirasakan sulit oleh sebagain besar siswa yang belajar 17
bahasa Bali. Oleh karena itu, dalam pelatihan pembuatan majalah dinding siswa harus betul-betul dibina sehingga sesuatu yang ingin disampaikan dalam mading dapat mewakili konsep yang ingin dimaksudkan. Keantusiasan siswa saat mengikuti pelatihan ini tampaknya menjadi sebuah temuan yang sangat menarik untuk dibahas. Mengapa siswa begitu antusias dan memiliki motivasi yang tinggi? Hal ini tampaknya didorong oleh beberapa hal. Pertama, pelatihan penyusunan majalah dinding berbahasa Bali yang mengarah kepada keterampilan semacam ini baru pertama kali dilakukan. Jika benar demikian, maka ini membuktikan bahwa siswa kita bukan siswa yang kurang aktif. Mereka menjadi kurang aktif karena kurangnya rangsangan untuk berkarya secara nyata. Mungkin cara-cara pendidikan kita selama ini lebih banyak menyentuh dan menanamkan pemahaman tentang teori yang verbalistik, tanpa adanya realisasi dalam kehidupan siswa. Ruangan-ruangan majalah dinding yang kosong selama ini karena belum banyak disentuh dengan variasi pelatihan. Selama bertahun-tahun siswa hanya dilatih dan diarahkan pada pembuatan majalah dinding berbahasa Indonesia sehingga hal semacam ini dapat menimbulkan kejenuhan. Kedua, siswa tampaknya merasa bahwa segala yang mereka dapatkan dalam pelatihan ini bermanfaat langsung untuk kehidupannya, baik sebagai siswa maupun sebagai anggota masyarakat atau pencari kerja kelak. Ini berarti prinsip kebermaknaan dan keterkaitan pelajaran dengan kehidupan nyata siswa sangat menopang antusias dan motivasi siswa belajar. Pelatihan ini adalah salah satu bentuk pembelajaran juga. Hanya saja bedanya dengan pembelajaran di kelas adalah dalam pelatihan ini siswa belajar secara alami seperti mereka alami dalam kehidupannya di masyarakat, sedangkan dalam pembelajaran di kelas, mereka belajar secara sangat formal dan terikat oleh begitu banyak aturan yang justru menjadi tekanan bagi perkembangan aktivitas dan kreativitasnya. Pelatihan ini juga memberikan satu model pembelajaran yang tampaknya menarik minat serta menggugah keberanian siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam pembuatan majalah dinding. Model itu adalah model pemecahan masalah dengan presentasi disertai langsung tanya jawab yang intens dan menyenangkan. Siswa secara tegar mempresentasikan dan menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan para juri. Siswa tampak menikmati pembelajaran seperti ini. Mereka dihadapkan langsung dengan permasalahan yang nyata mereka hadapi, kemudian langsung juga dipecahkan sesuai jenis persoalan dengan tetap mengaitkan dengan substansi masalah dan lingkungan atau konteksnya. Inilah model pembelajaran yang dituntut oleh KTSP. 18
Aplikasi pembelajaran yang benar-benar kontekstual. Jadi, proses yang bagus terlihat dari aktivitas yang meningkat secara positif sehingga hasilnya pun tampak secara nyata. Karya-karya yang dihasilkan dibawa ke sekolahnya masing-masing sebagai bukti hasil pelatihan. Karya-karya yang dibawa ke sekolahnya akan menjadi acuan, atau minimal injeksi untuk pengembangan majalah dinding selanjutnya di sekolah itu. Di sinilah peranan guru untuk menalarkan kegiatan seperti ini kepada siswa-siswi lainnya. Siswa akan senang jika mereka langsung dapat melihat hasil karyanya. Ini adalah teori yang sudah cukup lama, tetapi sering dilupakan dalam pembelajaran. Dalam pelatihan ini, teori ini tampaknya muncul. Dengan langsung dapat melihat hasil kerjanya, mereka tampak lebih tertantang dan giat untuk belajar sampai-sampai waktu pun mereka lupakan. Karya siswa, bagaimana pun jeleknya, adalah perwujudan dari jati diri siswa. Hal ini perlu disadari, bahwa pengakuan dan penghargaan terhadap jerih payah siswa perlu dilakukan. Pemberian reward kepada mutlak perlu diberikan baik secara verbal maupun nonverbal. Siswa adalah sosok yang masih perlu waktu banyak untuk mengembangkan dirinya dan kesempatan seperti itu harus dibuka selebar-lebarnya tanpa membesar-besarkan kekurangan dari hasil kerjanya. Untuk selanjutnya, perlu perencanaan sehingga ke depan pelatihan-pelatihan yang lebih efektif dapat diwujudkan.
19
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Pengabdian masyarakat ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan pembuatan majalah dinding pada guru dan siswa SMA/SMK. Berdasarkan pelatihan yang telah dilaksanakan, simpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut. 1. Secara umum baik guru maupun siswa sangat antuasias mengikuti pelatihan dan mereka juga sama sekali belum pernah mengikuti pelatihan sejenis ini. Keantusiasan itu terlihat dari kerja sama para siswa dalam mengerjakan tugasnya masing-masing dan para guru sampai kegiatan berakhir tidak beranjak dari tempat duduknya. 2. Siswa dapat dengan mudah memahami kegiatan pelatihan karena sesungguhnya mereka sudah memiliki pengetahuan tentang mading namun kurang dibina dengan baik dan kurang intensif. 3. Pelatihan mading dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para siswa dalam penyusunan mading sehingga mereka dalam waktu yang begitu pendek dapat mewujudkan sebuah mading sederhana. 4. Pelaksanaan pelatihan baru pertama kali mereka dapatkan. Hal ini betul-betul merupakan motivator di tengah-tengah terpuruknya image pengajaran bahasa Bali yang juga disebabkan gonjang-ganjing Kurikulum 2013.
5.2 Saran-saran Berkaitan dengan simpulan yang disampaikan di atas, beberapa saran dipandang layak untuk disampaikan. 1. Pelatihan secara berkesinambungan perlu dilakukan oleh para guru, dalam hal ini Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS) mengingat potensi itu sangat besar. Dengan demikian, pengembangan majalah dinding dapat ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. 2. Para guru pendamping sebaiknya mengembangkan majalah dinding yang ideal karena majalah dinding sangat bermanfaat bagi siswa sebagai wahana komunikasi dan 20
berekspresi. Majalah dinding sebagai sumber belajar dan implementasi kemampuan tulismenulis yang bila ditekuni dengan baik dapat memberikan sumber kehidupan. 3. Pelatihan yang dialami siswa dalam kegiatan ini merupakan pembelajaran yang alami tanpa tekanan sehingga mereka dengan leluasa mencari topik, mengembangkan topik, dan tanpa terikat oleh banyak aturan. 4. Dalam kurun waktu yang sangat singkat, dengan kerja keras mereka para siswa telah memperoleh hasil atau hasil karya langsung dapat disaksikan. Dengan hasil karya secara langsung mereka termotivasi untuk berkarya lebih serius dan lebih bagus lagi. Ini merupakan sinyal bagi para pembina untuk memberikan curahan perhatian lebih banyak lagi karena sesungguhnya mereka berpotensi dan mampu, cuma kemampuan itu belum digali, belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, kerja sama pihak sekolah sangat bagus jika kegiatan seperti ini dilanjutkan dalam ruang lingkup yang lebih luas sehingga majalah dinding yang berkualitas dapat terwujud sesuai dengan harapan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan, dkk. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pusaka. Ardika, I Gede. 2006. Kebijakan, Strategi, dan Revitalisasi Bahasa Bali: Makalah dalam Kongres Bahasa Bali VI di Denpasar, 10-23 Oktober 2006. Artika. 2002. Pembinaan Majalah Sekolah. Singaraja: Institut Keguruan Ilmu Pendidikan. Astika, I Made. 2015. Yuk, Membuat Mading (Power Point). Gianyar. Gubernur Bali. Pergub Bali. No. 20 Tahun 2013 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Daerah Bali pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Ibrahim, Gufran Ali. 2011. Bahasa Terancam Punah: Fakta, Sebab-Musabab, Gejala, dan Perawatannya. Linguistik Indonesia: Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Jakarta. Sriasih, Sang Ayu Putu. 2011. Bahasa Bali antara Pelestarian dan Keterdesakan dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Daerah, kerja sama Jurusan Pendidikan Bahasa Bali Undiksha dengan Jurusan Bahasa Daerah UPI Bandung.
22
SMA N
Beberapa foto kegiatan
23
24
25
26
27