LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN GOOD VILLAGE GOVERNANCE AND CLEAN GOVERNMENT DI KECAMATAN SAWAN KABUPATEN BULELENG Oleh I Gusti Ayu Purnamawati, SE, M.Si, Ak (Ketua) NIP. 197911042008122003 Ni Ketut Sari Adnyani, S.Pd, M.Hum (Anggota) NIP. 198202042009122004 Nyoman Dini Andiani, S.St.Par., M.Par. (Anggota) NIP. 198304052008122001 Ni Putu Rai Yuliartini, S.H, M.H. (Anggota) NIP. 198307162008122003 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: /UN48.15/PM/2016 Tanggal 25 Februari 2016 JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM DIPLOMA III FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2016 1
2
DAFTAR ISI Cover Halaman Pengesahan……………………………………………………… i Daftar Isi………………………………………………………………….. ii Abstrak……………………………………………………………………. iii BAB I 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. 1.8. 1.9.
PENDAHULUAN Latar Belakang ....……………………………………….................. 5 Analisis Situasi.……………………………………………………. 9 Identifikasi dan Perumusan Masalah……………………………….14 Tinjauan Pustaka…………….……………………………………...15 Tujuan Kegiatan………….…………………………………………19 Manfaat Kegiatan………….………………………………………..19 Kerangka Pemecahan Masalah …………………………………….20 Khalayak Sasaran………….………………………………………. 21 Keterkaitan ……………….………………………………………. 21
BAB II METODE PELAKSANAAN 2.1. Kerangka Pemecahan Masalah...…………………………………...21 2.2. Metode Pelaksanaan Program.……………………………………..22 2.3. Rancangan Evaluasi...................…………………………………...21 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil..................................................................................................27 3.2. Pembahasan......................................................................................29 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan.......................................................................................27 4.2. Saran.................................................................................................29
3
ABSTRAK Latar belakang Program Pengabdian Masyarakat ini adalah dalam era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good governance dan clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik. Pengelolaan keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab. Selama ini pembangunan di Desa dapat dikatakan “dipandang sebelah mata” atau dilaksanakan “setengah hati” oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Ini terlihat dengan minimnya keahlian dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), kurang optimalnya pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan sedikitnya nilai tambah Sumber Daya Ekonomi (SDE) serta akses infrastruktur yang sekedarnya. Adanya hal tersebut membawa masalah tidak hanya pada Desa, tetapi juga pada kota. Secara umum program pengabdian masyarakat ini bertujuan memberikan pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan profesionalisme para aparatur pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dalam mempelajari secara teknis ketentuan dan tata cara penatausahaan administrasi keuangan desa karena anggaran yang turun ke desa sangat besar yang harus di kelola desa sehingga diperlukan penguatan SDM terutama kepada bendahara Desa yang memang ranahnya pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-undang yang berlaku agar menghindari kesalahan serta kerugian anggaran negara. Kegiatan ini memiliki keterkaitan yang sangat mutualis dengan pihak Badan Pemberdayaan dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Buleleng. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode praktik langsung dimana materi atau soal-soal telah disesuikan dengan kondisi kegiatan desa sehari-hari. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi para Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng sehingga mampu untuk menerapkan dalam pelaksanaannya. Luaran kegiatan ini adalah: panduan penatausahaan (pengelolaan) keuangan Desa serta artikel ilmiah. Adapun materi yang diberikan selama pelatihan dan pendampingan meliputi : (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa dengan pokok pembahasan pelaksanaan pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Pada kegiatan pelatihan ini, Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai akhir kegiatan serta akan dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan kegiatan, ikut serta dalam pelatihan sampai pada tahap uji coba produk pelatihan. Kata Kunci: Good Village Governance, Pengelolaan Keuangan Desa
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sistem pemerintahan Indonesia terus mengalami perkembangan dari masa
ke masa. Indonesia pada awalnya menganut sistem sentralisasi lalu mulai beralih ke sistem desentralisasi. Salah satu bentuk penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah penyerahan wewenang untuk mengatur keuangan pemerintah daerah berdasarkan atas prakarsanya sendiri atau yang dikenal dengan istilah desentralisasi fiskal. Daerah berhak untuk mengoptimalkan potensi daerahnya guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Seiring dengan perkembangan sistem pemerintahan yang berlaku, desentralisasi fiskal juga mulai diberikan kepada pemerintah desa. Desa dapat melaksanakan pembangunan desa berdasarkan atas prakarsa dan potensi desanya. Selama ini pembangunan di Desa dapat dikatakan “dipandang sebelah mata” atau dilaksanakan “setengah hati” oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Ini terlihat dengan minimnya keahlian dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), kurang optimalnya pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan sedikitnya nilai tambah Sumber Daya Ekonomi (SDE) serta akses infrastruktur yang sekedarnya. Adanya hal tersebut membawa masalah tidak hanya pada Desa, tetapi juga pada kota. Masalah tersebut berupa adanya urbanisasi orang Desa ke Kota, Desa bukan lagi sebagai penopang dan penunjang Kota, ketimpangan antara Desa dan Kota serta berbagai masalah lainnya. Adanya alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan kepada Desa dengan anggaran yang cukup besar mau tidak mau dilirik oleh semua pihak. Berbagai pihak tersebut, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten serta berbagai lembaga negara lainnya dan lembaga swasta harus menjalin kerjasama yang sinergis, selaras dan berkelanjutan (Yabbar dan Hamzah, 2015: 4). Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good governance dan 5
clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik. Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas dari aspek pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan manajemen yang baik pula. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan Desa (atau dengan nama lain) sebagai sebuah pemeintahan yang otonom. Untuk melaksanakan fungsinya, Desa diberikan dana oleh Pemerintah melalui pemerintahan atasan Desa. Good governance dalam pengelolaan keuangan desa meliputi: (1) Penyusunan APBDes dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat; (2) Informasi tentang keuangan desa secara transparan dapat diperoleh oleh masyarakat; (3) APBDes disesuaikan dengan kebutuhan desa; (4) Pemerintah Desa bertanggungjawab penuh atas pengelolaan keuangan; (5) Masyarakat baik secara langsung maupun lewat lembaga perwakilan melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah desa. Diterbitkannya Permendagri No.37/2007 tentang pengelolaan keuangan desa memberikan landasan bagi semakin otonomnya desa secara praktik, bukan hanya sekedar normatif. Rilis aturan ini kemudian diikuti dengan rilis Permendagri No.66/2007
tentang perencanaan pembangunan desa, sehingga terdapat
kesinambungan antara aturan mengenai perencanaan dengan pengelolaan 6
keuangan desa. Beberapa pertanya kemudian muncul berkaitan dengan substansi, urgensi, dan relevansi kedua aturan tersebut yaitu apakah aparatur Desa, terutama Sekretaris Desa dan Bendahara, akan mampu melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban sesuai dengan yang diatur dalam Permendagri No.37/2007 tsb? Keterbatasan SDM dan kebiasaan yang berjalan selama ini harus dirubah dan diperbaikan sehingga kultur good village governance (3G) dapat merasuk ke dalam administrasi dan birokrasi desa (Syukri, 2008). Dalam kaitan ini maka responsibilitas, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa diartikan sebagai bagian dari suatu sistem pengelolaan keuangan daerah yang menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui laporan keuangan pemerintah secara periodik (Surya, 2013:3). Beberapa persoalan lain akan muncul mengingat sangat beragamnya karakteristik Desa di Daerah. Dalam hal penentuan besaran ADD, misalnya. Apabila Pemerintah Kabupaten tidak bijak, dapat menimbulkan konflik antara Pemerintah Desa-Pemkab atau antar-Desa sendiri. Beberapa Pemerintah Daerah telah menyusun peraturan daerah (Perda) tentang pengelolaan keuangan desa. Untuk mewujudkan Desa yang mandiri, sejahtera dan partisipatoris maka diperlukan keterlibatan semua pihak dalam menyelenggarakan tata kelola Pemerintahan Desa yang baik. Sebagai langkah awalnya yaitu dengan meningkatkan keahlian dan kompetensi SDM di Desa, membenahi sistem administrasi dan regulasi di Desa serta penataan kelembagaan Desa. UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah diterjemahkan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara sebagai petunjuk pelaksanaannya telah menjadi payung hukum buat perangkat desa dalam melakukan pengelolaan dana desa. Untuk pengelolaan dana desa bukanlah hal yang mudah, namun memerlukan sistem yang juga harus dibuat secara profesional. Mulai dari segi 7
perencanaan, desa harus membentuk musyawarah desa untuk menentukan belanja bagi dana desa pada periode ke depan. Penatausahaannya pun harus menggunakan sistem
yang
telah
memanfaatkan
teknologi
informasi.
BPKP
telah
mengembangkan aplikasi SIMDA DESA dalam membantu perangkat desa melakukan penatausahaan keuangan desa yang tidak hanya bersumber dari APBN (dana desa), tetapi juga yang berasal dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. Tidak hanya sistem, Sumber Daya Manusia atau perangkat penyelenggara desa pun harus memiliki kapabilitas dalam mengelola dana tersebut. Bukan pekerjaan yang mudah dan cepat, mempersiapkan SDM desa agar kapabel dan profesional. Hal itu memerlukan waktu, dana, tenaga, dan komitmen semua pihak terkait. BPKP sebagai Auditor Presiden, siap membantu meningkatkan kapabilitas Aparat Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP) dalam mengawal keuangan desa. APIP menjadi sangat berperan penting untuk memberikan asurrance dan konsultansi bagi akuntabilitas dan pengelolaan keuangan desa. APIP harus dapat melihat dimana titik kritis yang mungkin timbul dalam pengelolaan dana desa. Dengan adanya dana desa yang tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu, serta dikelola dengan efisien, efektif, dan ekonomis, diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat dengan cepat terutama bagi masyarakat desa dalam peningkatan kesejahteraannya. Untuk menunjang pelayanan prima kepada masyarakat di tingkat desa, dibutuhkan Kepala Desa serta perangkatnya yang mampu dalam melayani kebutuhan masyarakat khususnya di bidang administrasi. Pengetahuan administrasi di tingkat desa memang sangat minim, terutama masalah administrasi anggaran bantuan sosial dan pembangunan desa. Arti penting dari program pengabdian pada masyarakat ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama kepada Bendahara dan Aparatur Desa yang terkait di Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng untuk memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran dalam pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-undang yang berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government.
8
1.2.
Analisis Situasi Kabupaten Buleleng terletak di belahan utara pulau Bali memanjang dari
barat ke timur dan mempunyai pantai sepanjang 144 km, secara geografis terletak pada posisi 8° 03’ 40” – 8° 23’ 00” lintang selatan dan 114° 25’ 55” – 115° 27’ 28” bujur timur, terdiri dari 9 kecamatan dengan 129 desa definitif dan 19 kelurahan (https://wordpress.com/gambaran-umum-wilayah-kabupaten-buleleng/). Sawan adalah sebuah Kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng. Secara Topografi Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng merupakan daerah landai dengan ketinggian 0 s/d 50 meter diatas permukaan laut, curah hujan relatif sedang. Secara umum, kecamatan Sawan memiliki wilayah yang mencakup 13 Desa.
Dua
diantaranya
yaitu
Desa
Kerobokan
dan
Desa
Sinabun.
Desa Kerobokan mempunyai luas Desa : 248 Ha. Batas wilayah administratif yaitu: sebelah utara: laut Bali, sebelah selatan: Desa Sinabun, sebelah Barat Kelurahan Penarukan, sebelah Timur: Desa Sangsit. Kepala Desa Kerobokan adalah Putu Wisnu Wardana. Desa Kerobokan terdiri dari 3 (tiga) Banjar Dinas yakni: Banjar Dinas Dalem: Kelian Banjar Dinasnya: Made Sudarma; Banjar Dinas Baleagung: Kelian Banjar Dinasnya: Ketut Ardika, Banjar Dinas Kloncing: Kelian Banjar Dinasnya: Gusti Nyoman Wijana. Kepala Desa Sinabun adalah Nyoman Somenada. Jarak Pemerintahan Desa Kerobokan ke Pusat kegiatan Pemerintahan adal ah sebagai berikut : jarak Desa Kerobokan ke Kecamatan: 1 Km, jarak Desa kerobokan ke Kabupaten: 7 Km, Jarak Desa Kerobokan ke Ibu Kota Provinsi: 89 Km. Luas Wilayah Desa Kerobokan 2,48 Km (http://sawan.bulelengkab.go.id). Jarak Pemerintahan Desa Sinabun ke Pusat kegiatan Pemerintahan adalah sebagai berikut: jarak Desa Sinabun ke Kecamatan: 2 Km, jarak Desa Sinabun ke Kabupaten: 8 Km, Jarak Desa Sinabun ke Ibu Kota Provinsi: 90 Km. Luas Wilayah Desa Sinabun 333.000 m2 Km dengan jumlah penduduk 5.334 Jiwa. (http://sawan.bulelengkab.go.id). Menurut observasi awal dan wawancara yang dilakukan ke Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng melalui Sekretaris Desa yaitu I Gusti Ketut Arnawa mengatakan bahwa Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng memiliki sistem pengelolaan dan penataausahaan administrasi yang belum disertai dengan 9
penerapan teknologi yang memadai. Dimana masih terdapat kekurangan dan sistem pengelolaan keuangan dan administrasi Desa terutama dalam kaitannya dengan penerapan Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah diterjemahkan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Sehingga selama ini masih ada saja terdapat kendala dan kekurangan dalam hal penyusunan laporan pertanggung jawaban yang diakibatkan kurangnya penerapan teknologi dan pemahaman mengenai pengelolaan atau penatausahaan keuangan Desa. Padahal keuangan desa itu sendiri merupakan segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Seluruh pendapatan desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas desa dan penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa. Sebagai wujud akuntabilitas atas pengelolaan keuangan, kepala desa diwajibkan menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APB Desa kepada kepala daerah Tk.II. Pengelolaan kekayaan desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kekayaan milik Desa. Dengan model pengelolaan keuangan desa yang ada saat ini, pemeriksaan/ evaluasi dan pengawasan hasil penggunaan keuangan desa masih ditemukan berbagai permasalahan, seperti sulitnya dalam melakukan pemeriksaan keuangan desa karena hilangnya bukti fisik administrasi (kwitansi, nota, dan lain-lain). Kehilangan ini disebabkan oleh bukti tersebut masih diarsipkan secara manual oleh pihak desa. Berdasarkan latar belakang, dasar hukum dan karateristik pengelolaan keuangan di Pemerintah maka diperlukan akuntabilitas melalui pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan di tingkat Desa, terutama di Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng. Pemberian dana ke desa yang begitu besar, jumlah pelaporan yang beragam serta adanya titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa tentunya menuntut tanggung jawab yang besar pula oleh Aparat Pemerintah Desa di Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng. Oleh karena itu, Pemerintah Desa 10
harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintah Desa Kerobokan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai ketentuan sehingga terwujud Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Baik (Good Village Governance). Pemerintah desa yang telah mewujudkan Good Village Governance, memiliki indikator, antara lain: pertama, tata kelola keuangan desa yang baik. Kedua, perencanaan desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan perencanaan daerah dan nasional. Ketiga, berkurangnya penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan yang mengakibatkan permasalahan hukum. Keempat, mutu pelayanan kepada masyarakat meningkat. Untuk dapat menerapkan prinsip akuntabilitas tersebut diperlukan berbagai sumber daya dan sarana pendukung, diantaranya SDM yang kompeten serta dukungan sarana teknologi informasi yang memadai dan dapat diandalkan (Kurnia, 2015: 17). Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran penting dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa baik dari sisi Assurance maupun Konsultansi dengan melakukan identifikasi titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa dalam rangka menentukan langkah pengawalan sesuai peran masing-masing. Hingga 25 September 2015, secara nasional pemerintah telah menyalurkan Dana Desa ke kabupaten/kota sebesar Rp16,69 triliun, atau sekitar 80 persen. Namun demikian, baru sekitar 29 persen atau Rp2,45 triliun Dana Desa yang telah disalurkan ke desa. Dari 189 kabupaten/kota, baru Rp2,45 triliun Dana Desa yang telah disalurkan ke desa, atau 29 persen dari jumlah Dana Desa yang telah diterima di rekening kas kabupaten/kota (Menteri Keuangan, Sosialisasi Kebijakan Dana Desa di Kabupaten Buleleng, Bali, Jumat (25/9)). Ada beberapa faktor yang menyebabkan lambatnya penyaluran Dana Desa dari kabupaten/kota ke Desa, antara lain karena belum disampaikannya Peraturan Desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) oleh desa kepada kabupaten/kota. Mengingat pelaksanaan tahun anggaran 2015 tinggal beberapa bulan, maka untuk mempercepat penyaluran dan penggunaan Dana Desa tahun 2015, Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah 11
Tertinggal dan Transmigrasi. Sesuai dengan SKB yang ditetapkan pada 15 September 2015 tersebut,
bupati/walikota, diminta untuk paling tidak
melaksanakan tiga hal. Pertama, membantu/membimbing desa dalam menyusun APBDes, RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) dan RKPDes (Rencana Kerja Pembangunan Desa). Kedua, segera menetapkan peraturan bupati/peraturan walikota mengenai pengelolaan keuangan desa. Terakhir, segera menyalurkan Dana Desa ke rekening kas Desa apabila Desa sudah mempunyai Perdes APBDes. Sementara, kepala desa diminta untuk segera menyusun dan menetapkan APBDes dan membuat laporan realisasi penggunaan Dana Desa semester I dengan menggunakan contoh format sederhana yang telah diberikan (http://www.kemenkeu.go.id). Pagu anggaran Dana Desa yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan bagian dari anggaran Transfer ke Daerah dan Desa: (1) Dana Desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah Desa; (2) Dana Desa dialokasikan berdasarkan: a. alokasi dasar; dan b. alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan greogafis desa setiap kabupaten/kota; (3) Tingkat kesulitan ditunjukkan oleh indeks kemahalan konstruksi; (4) Data jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks kemahalan konstruksi bersumber
dari
kementerian
yang
berwenang,
dan/atau
lembaga
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik; (5) Dana Desa setiap kabupaten/kota ditetapkan dalam peraturan presiden mengenai rincian APBN. Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap pada tahun berjalan dengan ketentuan: a. Tahap I bulan April sebesar 40% (empat puluh persen); b. tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh persen); dan tahap III pada bulan Oktober (sebelumnya November) sebesar 20% (dua puluh persen). Bagi Bupati/Wali Kota dapat memberikan sanksi administratif jika SiLPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) sebesar 30 persen berupa pemotongan Dana Desa pada tahun berikutnya. Hal itu sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) PP Nomor 22/2015. Dana Desa dalam APBN diberikan secara bertahap dengan mekanisme sbagai berikut: a. Tahun Anggaran 2015 paling sedikit sebesar 3% (tiga per seratus); b. Tahun Anggaran 2016 paling sedikit 6% (enam per seratus); dan Tahun Anggaran 12
2017 dan seterusnya sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari anggaran Transfer ke Daerah. Dalam hal APBN belum dapat memenuhi alokasi anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud, alokasi anggaran Dana Desa ditentukan berdasarkan alokasi anggaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya atau kemampuan keuangan negara (Warta Pengawasan, 2015: 11). Penelitian Surya (2013) mengenai Evaluasi Penerapan Kebijakan Kepala Desa Dalam Pengelolaan Administrasi Keuangan Desa Empunak Tapang Keladan Kecamatan Ketungau Hulu Kabupaten Sintang melalui kegiatan yang meliputi: Tahap Perencanaan Penganggaran, Tahap Pelaksanaan APBDes, Tahap Pelaporan APBDes, dan Tahap Pertanggungjawaban APBDes dilihat dari Azas Umum Pengelolaan Keuangan Desa (Azas Transparan, Azas Akuntabel dan Azas Partisipatif). Metode Penelitian yang digunakan adalah Kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengelolaan APBDes dalam Perencanaan Penganggaran belum dilibatkan masyarakat melalui kegiatan Musyawarah Desa untuk menentukan Program kerja yang akan dilaksanakan dari dana APBDes. Pelaksanaannya pada Pembangunan infrastruktur Desa sudah ada, hasilnya belum memuaskan. Pelaporan secara Akuntabel sudah dilaksanakan walaupun masih terdapat beberapa kekeliruan pada Pembukuannya, Transparan Belum adanya pemberitahuan yang dilakukan secara Fisik melalui papan Pengumuman pada Kantor Desa kepada Masyarakat. Pertanggungjawaban Hanya di laporkan ke Pemerintah Sedangkan ke Masyarakat Belum terlaksana buktinya tidak ada penyampaian Penggunaan Dana APBDes
Melalui Musyawarah Kepada
Masyarakat. Penelitian Lestari, dkk (2014) mengenai Membedah Akuntabilitas Praktik Pengelolaan
Keuangan
Desa
Pakraman
Kubutambahan,
Kecamatan
Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif Pada Organisasi Publik Non Pemerintahan) menunjukkan bahwa 1) Proses pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan di Desa Pakraman Kubutambahan tidak melibatkan seluruh Krama Desa Pakramannya melainkan hanya melalui perwakilan. 2) Akuntabilitas pengelolaan keuangan berlangsung secara konsisten setiap bulan dengan menggunakan sistem akuntansi sederhana (sistem tiga kolom, yaitu debet, kredit dan saldo). 3) Dengan adanya modal sosial khususnya 13
kepercayaan, Pengurus Desa Pakraman Kubutambahan menyadari bahwa akuntansi merupakan instrumen akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan di Desa Pakraman. Penelitian Manopo (2014) mengenai Pelaksanaan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa (Studi Di Desa Warisa, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara) menunjukkan bahwa Akuntabilitas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat atas berbagai pengelolaan dan pelaksanaan pemerintahan di desa dirasakan masih lemah, hal ini salah satunya terlihat pada tingkat informasi yang diterima oleh masyarakat tentang berbagai penyelenggaraan pemerintahan di Desa Warisa masih rendah. Hambatan atau kendala dalam mewujudkan akuntabilitas pemerintahan desa yang sempurna juga menjdai faktor penyebab lemahnya akuntabilitas pemerintahan di Desa Warisa. Atasnya penelitian akan menggali lebih jauh mengenai prinsip akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan Desa, di Desa Warisa Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara. Pelaksanaan atau pengelolaan anggaran dan pembangunan telah menerapkan prinsip akuntabilitas, permasalahannya masih sebatas pertanggungjawaban fisik, sedangkan sisi administrasi masih belum sepenuhnya dilakukan dengan sempurna. Kompetensi sumber daya manusia pengelola merupakan kendala utama.
1.3.
Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan analisis situasi dan kondisi empirik di atas, maka
permasalahan yang dialami oleh Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng adalah: minimnya pengetahuan administrasi di tingkat Desa, padahal hal ini sangat penting bagi Kepala Desa dan aparaturnya dalam memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran dalam pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-undang yang berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government. Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut, maka permasalahan pokok yang hendak dicarikan solusi dalam pengabdian masyarakat ini adalah: “bagaimanakah caranya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan 14
Sawan Kabupaten Buleleng dalam pengelolaan keuangan Desa sebagai upaya mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government?”. Melalui pelatihan dan pendampingan ini diharapkan para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dapat membuat (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud seperti: (1) Program dan Kegiatan pada RPJMDes, RKPDes, dan APB Des tidak sesuai aspirasi/kebutuhan masyarakat desa; (2) Kegagalan menyelenggarakan Siklus Pengelolaan Keuangan Desa yang sehat. (3) Kegagalan atau keterlambatan penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa, termasuk Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes. (4) Pengelolaan Aset Desa yang tidak efisien dan efektif. (5) Penggunaan Kas Desa secara tidak sah (Theft of Cash on Hand). (6) Mark up dan atau Kick Back pada Pengadaan Barang/Jasa. (7) Penggunaan Aset Desa untuk kepentingan pribadi Aparat Desa secara tidak Sah (misuse atau larceny)
15
BAB II METODE PELAKSANAAN
2.1.
Tujuan Kegiatan Berdasarkan analisis siatuasi dan rumusan masalah di atas, maka yang
menjadi tujuan utama dalam program pegabdian pada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dalam pengelolaan keuangan Desa sebagai upaya mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government. Secara rinci tujuan program pengabdian masyarakat ini adalah untuk: 4.2.1.1. Memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dalam membuat penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, 4.2.1.2. Memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dalam penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) 4.2.1.3. Melalui pelatihan dan pendampingan pengelolaan keuangan Desa diharapkan nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud dan resiko Bisnis dalam pengelolaan keuangan Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. 2.2.
Manfaat Kegiatan Berdasarkan tujuan program pengabdian masyarakat di atas, maka secara
realistik implementasi pelatihan dan pendampingan pengelolaan Keuangan Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1.
Bendahara dan Aparatur Desa yang terkait di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dapat memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran dalam pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-undang yang berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village 16
Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government.
2.
Dengan model pengelolaan keuangan desa berdasarkan prinsip-prinsip good village governance maka nantinya pemeriksaan/ evaluasi dan pengawasan hasil penggunaan keuangan desa dapat memudahkan Inspektorat Kabupaten Buleleng, sehingga berbagai permasalahan yang ada dapat diminimalisir, seperti sulitnya dalam melakukan pemeriksaan keuangan desa karena hilangnya bukti fisik administrasi (kwitansi, nota, dan lain-lain). Kehilangan ini disebabkan oleh bukti tersebut masih diarsipkan secara manual oleh pihak desa.
3.
Masyarakat Desa Melalui pengelolaan keuangan Desa yang baik, maka diharapkan masyarakat Desa khususnya di Desa yang ada di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dapat merasakan peningkatan dalam hal pelayanan publik dari aparatur pemerintah Desa, sehingga nantinya dapat pula meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat.
2.3.
Kerangka Pemecahan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana
program ini akan dilaksanakan, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang saat ini dihadapi yaitu minimnya pengetahuan administrasi di tingkat Desa, padahal hal ini sangat penting bagi Kepala Desa dan Aparaturnya dalam memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran dalam pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan undangundang yang berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government. Melalui pelatihan dan pendampingan ini diharapkan para aparatur Desa di Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng dapat membuat (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang
17
akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud Pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan dalam rangka mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government, akan diawali dengan orientasi lapangan, dilanjutkan dengan identifikasi masalah, studi literatur, dan oprasionalisasi kegiatan. Orintasi lapangan dan identifikasi masalah adalah cara untuk lebih mengenali masalah yang dihadapi oleh para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, sehingga dari sana bisa dicarikan alternatif pemecahan masalahnya. Kegiatan selanjutnya adalah mencari solusi terhadap permasalahan yang dialami oleh para Aparatur Pemerintah Desa melalui studi literatur. Terakhir adalah pelaksanaan program sebagaimana telah disepakati bersama. Untuk memperlancar pelatihan dan Pendampingan, maka para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng yang terdiri dari Bendahara dan Sekretaris Desa akan mendapatkan paket pelatihan dengan materi yang disertai dengan soft copy Dokumen-dokumen pendukungnya.
2.4.
Khalayak Sasaran Khalayak sasaran strategis dalam kegiatan ini adalah para Aparatur
Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng yang terdiri atas Bendahara Desa dan Sekretaris Desa. Bendahara Desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa
untuk
menerima,
menyimpan,
menyetorkan,
menatausahakan,
membayarkan, dan mempertanggungjawabkan keuangan Desa dalam rangka pelaksanaan APB Desa. Bendahara wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Sedangkan Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) tentang pertanggungjawaban Pelaksanaan APB Desa dan Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pertanggungjawaban Kepala Desa. Sekretaris Desa menyampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas bersama BPD.
18
2.5.
Keterkaitan Kegiatan ini memiliki keterkaitan yang sangat mutualis dengan pihak
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Buleleng.
2.6.
Metode Kegiatan Sesuai dengan fokus masalah dan tujuan dari kegiatan ini, maka metode
yang digunakan adalah Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode praktik langsung dimana materi atau soal-soal telah disesuikan dengan kondisi kegiatan desa sehari-hari. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi para Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng sehingga mampu untuk menerapkan dalam pelaksanaannya. Adapun materi yang diberikan selama pelatihan dan pendampingan meliputi : (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa dengan pokok pembahasan pelaksanaan pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Pada kegiatan pelatihan ini, Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng akan dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai akhir kegiatan serta akan dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan kegiatan, ikut serta dalam pelatihan sampai pada tahap uji coba produk pelatihan. Program pelatihan dan pendampingan yang dilakukan secara demokratis, yang diawali dengan pengenalan pengetahuan dan keterampilan tentang pengeloaan keuangan Desa, kemudian dilanjutkan dengan praktek langsung membuat dokumen pendukungnya dengan tutor dari Undiksha Singaraja (Ahli Akuntansi), kemudian kepada mereka akan dikondisikan untuk bisa membuat penatausahaan keuangan Desa secara mandiri dengan tetap didampingi oleh tim pelaksana/tutor. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 6 (enam) bulan
yang dimulai dari tahap
pengajuan proposal, perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi dengan melibatkan Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten 19
Buleleng. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini.
20
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng adalah: minimnya pengetahuan administrasi di tingkat Desa, padahal hal ini sangat penting bagi Kepala Desa dan aparaturnya dalam memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran dalam pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-undang yang berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government. Melalui pelatihan dan pendampingan ini diharapkan para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dapat membuat (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud seperti: (1) Program dan Kegiatan pada RPJMDes, RKPDes, dan APB Des tidak sesuai aspirasi/kebutuhan masyarakat desa; (2) Kegagalan menyelenggarakan Siklus Pengelolaan Keuangan Desa yang sehat. (3) Kegagalan atau keterlambatan penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa, termasuk Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes. (4) Pengelolaan Aset Desa yang tidak efisien dan efektif. (5) Penggunaan Kas Desa secara tidak sah (Theft of Cash on Hand). (6) Mark up dan atau Kick Back pada Pengadaan Barang/Jasa. (7) Penggunaan Aset Desa untuk kepentingan pribadi Aparat Desa secara tidak Sah (misuse atau larceny) Pelatihan dan Pendampingan kegiatan P2M tersebut dilakukan pada bulan Juni di Desa Kerobokan Kecamatan Sawan dengan mendatangkan tim pakar dari Universitas Pendidikan Ganesha, khususnya pakar pembukuan dari jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi. Adapun alur pelatihan Pengelolaan Keuangan Desa dimulai dari,
21
1) Tahap persiapan, yang terdiri dari tahap : (a) penyiapan bahan administrasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pelatihan, (b) melakukan koordinasi dengan para aparatur pemerintah desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, (c) menyiapkan materi pelatihan,
(d) menyiapkan narasumber yang
memiliki kompetensi sesuai dengan target dan tujuan pelatihan (pakar Akuntansi), dan (e) menyiapkan jadwal pelatihan selama 1 hari efektif, 2) tahap pelaksanaan, yang terdiri dari : (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud, 3) tahap evaluasi, yang terdiri dari (a) persentasi hasil pelatihan, (b) koreksi dari pakar, dan (c) memberikan hasil membuat pembukuan serta laporan keuangan. Pada pelatihan pengelolaan Keuangan Desa terlebih dahulu diberikan pemahaman mengenai pentingnya penggunaan pembukuan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa. Jika dilihat dari fenomena yang ada maka sebagian besar aparatur pengelola keuangan desa belum memiliki kualitas Sumber daya Manusia yang memadai dalam pengelolaan keuangan. Jika dilihat secara teoritis, pembukuan merupakan proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan suatu perusahaan atau organisasi. Pencatatan itu meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca , dan laporan laba rugi untuk periode tahun fiskal tersebut. Pembukuan dapat digunakan sebagai alat kontrol keuangan usaha. Kita dapat mengetahui biaya-biaya mana yang tidak perlu, biaya mana yang merupakan pemborosan (inefisiensi). Sehingga biaya tersebut dipotong dan akan mengefisienkan usaha dengan lebih baik. Tanpa adanya pembukuan, hal tersebut tidak akan mungkin bisa dilakukan, karena secara nyata angka itu tidak pernah tercatat. Pembukuan dapat dijadikan alat pengambilan
keputusan.
Mengapa
demikian?
Karena
dengan
melihat
perkembangan keuangan dari tahun ke tahun, kita dapat melihat, haruskah perusahaan berinvestasi kembali ke alat-alat produksi misalnya (jika memiliki 22
banyak uang kas), atau fokus pada pemasaran (jika angka penjualan turun) atau keputusan-keputusan lainnya, yang didasarkan pada kondisi keuangan saat ini. Dengan melakukan pembukuan berarti kita sudah berperan sebagai warga negara yang baik, yaitu dengan melaporkan pajak hasil usaha yang dilakukan. Perhitungan pajak didasarkan pada laporan keuangan usaha yaitu dari neraca dan laporan laga rugi. Pembukuan usaha, yang nantinya berakhir ke dalam bentuk laporan keuangan dapat digunakan sebagai dasar, layak tidaknya usaha tersebut jika menerima tambahan modal dari pihak lain seperti investor, pihak perbankan, dan perusahaan ventura. Dasar laporan keuangan ini merupakan ketentuan wajib bagi lembaga keuangan untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, karena laporan keuangan ini menunjukkan baik tidaknya kondisi perusahaan, dilihat dari untungrugi, efisien-boros, dan pengelolaan aset usaha. Kendala-kendala yang dihadapi oleh aparatur desa dalam pengelolaan keuangan di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng yaitu (1) Kurangnya Sumber Daya manusia yang ada dalam Pengelolaan Keuangan Desa, dimana rata-rata memiliki pemahaman yang kurang mengenai penyusunan laporan keuangan dan kurangnya pemahaman mengenai aturan-aturan yang ada, (2) Dana yang dikucurkan ke Desa jumlahnya sangat besar, sedangkan Sumber Daya Manusia yang menangani hanya satu orang saja dan belum memahami mengenai teknik penghitungan pajaknya, (3) beberapa bukti transaksi yang diterima belum seluruhnya dilengkapi seperti surat kerjasama dengan rekanan, dan lain-lain, (4) kurangnya pemahaman pengelola keuangan desa mengenai cara penyusunan Rancangan Anggaran Biaya (RAB). Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan Desa. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan
keseluruhan
pengelolaan
keuangan desa.
Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD 23
adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 (satu) tahun. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disingkat RPJMDes adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 (lima) tahun. APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD, dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Fungsi APBDesa adalah: (1) Fungsi otorisasi: APBDesa menjadi target fiskal yang menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan sebagai dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja desa pada tahun yang bersangkutan. (2) Fungsi perencanaan: APBDesa merupakan pernyataan kebijakan publiksebagai pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. (3) Fungsi pengawasan: APBDesa menjadi pedoman pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.(4) Fungsi alokasi: APBDesa harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian desa. (5) Fungsi distribusi: kebijakan APBDesa harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan masyarakat. (6) Fungsi akuntabilitas: APBDesa memberi landasan penilaian kinerja pemerintah desa. Pemberian dana ke desa yang begitu besar, jumlah pelaporan yang beragam serta adanya titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa tentunya menuntut tanggung jawab yang besar pula oleh Aparat Pemerintah Desa. Oleh karena itu, Pemerintah Desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintah Desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa 24
sesuai ketentuan sehingga terwujud Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Baik (Good Village Governance). Pemerintah desa yang telah mewujudkan Good Village Governance, memiliki indikator, antara lain: pertama, tata kelola keuangan desa yang baik. Kedua, perencanaan desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan perencanaan daerah dan nasional. Ketiga, berkurangnya penyalahgunaan kekuasaan/ kewenangan yang mengakibatkan permasalahan hukum. Keempat, mutu pelayanan kepada masyarakat meningkat. Untuk dapat menerapkan prinsip akuntabilitas tersebut diperlukan berbagai sumber daya dan sarana pendukung, diantaranya SDM yang kompeten serta dukungan sarana teknologi informasi yang memadai dan dapat diandalkan. Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan Desa harus menetapkan Bendahara Desa. Penetapan Bendahara Desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan Kepala Desa. Bendahara adalah perangkat Desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan, dan mempertanggungjawabkan keuangan Desa dalam rangka pelaksanaan APB Desa. Bendahara wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Penatausahaan penerimaan wajib dilakukan oleh bendahara Desa dengan menggunakan: (a) Buku kas umum. (b) Buku kas pembantu kegiatan. (c) Buku
kas
pembantu
pajak.
(d)
Buku
bank.
Bendahara
Desa
wajib
mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui laporan pertanggung jawaban penerimaan kepada Kepala Desa setiap bulan
dan
paling
lambat
tanggal
10
bulan
berikutnya.
Laporan
pertanggungjawaban penerimaan tersebut, dilampiri dengan: (a) Buku kas umum. (b) Buku kas pembantu kegiatan. (c) Buku kas pembantu pajak. (d) Buku bank. (e) Bukti penerimaan lainnya yang sah. Penatausahaan pengeluaran wajib dilakukan oleh bendahara Desa dengan menggunakan: (a) Buku kas umum. (b) Buku kas pembantu kegiatan. (c) Buku
pembantu
pajak.
(d)
Buku
bank.
Bendahara
Desa
wajib
mempertanggungjawabkan pengeluaran uang yang menjadi tanggung jawabnya
25
melalui laporan pertanggung jawaban pengeluaran kepada Kepala Desa setiap bulan dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Setelah diberikan pelatihan dan pendampingan para aparatur pemerintah desa yang ada di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng mengakui mereka memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam membuat pertanggungjawaban yang digunakan untuk menghitung aliran masuk dan keluarnya dana. Adapun hasil dari kegiatan pelatihan pengelolaan keuangan desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, yaitu: sebagian besar para aparatur pemerintah desa dapat membuat: (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud seperti: (1) Program dan Kegiatan pada RPJMDes, RKPDes, dan APB Des tidak sesuai aspirasi/kebutuhan masyarakat desa; (2) Kegagalan menyelenggarakan Siklus Pengelolaan Keuangan Desa yang sehat. (3) Kegagalan atau keterlambatan penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa, termasuk Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes. (4) Pengelolaan Aset Desa yang tidak efisien dan efektif. (5) Penggunaan Kas Desa secara tidak sah (Theft of Cash on Hand). (6) Mark up dan atau Kick Back pada Pengadaan Barang/Jasa. (7) Penggunaan Aset Desa untuk kepentingan pribadi Aparat Desa secara tidak Sah (misuse atau larceny).
Tabel 2. Indikator Keberhasilan Kegiatan No
1.
Jumlah Aparatur Desa 12 Orang
2.
12 Orang
Indikator
Pengetahuan dan keterampilan para Aparatur Desa Keterampilan para Aparatur Desa
Target Keberhasilan Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan dan keterampilan para Aparatur Desa Terjadinya perubahan yang positif terhadap keterampilan para
Instrumen
Produk
Pedoman wawancara
Modul tentang pengelolaan dana desa
Pedoman wawancara dan format observasi
Buku Kas Umum, Buku Pajak, 26
Aparatur Desa 3.
12 orang
Pengetahuan dan keterampilan para Aparatur Desa
Terjadinya perubahan kemampuan dan keterampilan para aparatur desa
Pedoman wawancara dan format observasi
Buku Bank, RAB, SPJ Buku Kas Umum, Buku Pajak, Buku Bank, RAB, SPJ
Table 3. Catatan Kegiatan P2M No
Tanggal
Kegiatan
1
1 Maret 2016
2
3 Juni 2016
Menandatangani Surat Perjanjian Kerja Pengabdian Kepada Masyarakat Melakukan koordinasi (observasi) ke Desa Kerobokan Kecamatan Sawan (tempat dilaksanakannya kegiatan) Transport Observasi 3 Orang @ Rp 110.000 = Rp 330.000
3
10 Juni 2016
4
11 Juni 2016
Negosiasi ijin pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat pada Kepala Desa Kerobokan Kecamatan Sawan (penjajakan tempat dilaksanakannya kegiatan) Transport Penjajakan 2 Orang @ Rp 110.000 = Rp 220.000 Persiapan Koordinasi dengan tim pelaksana mengenai jadwal serta sarana dan prasarana yang akan digunakan untuk kegiatan P2M Transport Persiapan 3 Orang @ Rp 110.000 = Rp 330.000 Pembelian ATK sejumlah: Rp 2.760.000,- yang terdiri atas: Kertas A4 70 gr 5 Rim @ Rp 38.000 = Rp 190.000 Kertas F4 70 gr 5 Rim @ Rp 40.000 = Rp 200.000 Chatridge Canon PG 811 (B) 2 Buah @ Rp 250.000 = Rp 500.000 Chatridge Canon PG 811 (C) 2 Buah @ Rp 250.000 =Rp 500.000 Flashdisk 8 GB 3 Buah @ Rp 150.000 = Rp 450.000 CDRW Verbatim 8 Buah @ Rp15.000 = Rp 120.000 Ballpoint 20 Buah @ Rp 3.000 = Rp 60.000 Block Note 20 Buah @ Rp 8.000 = Rp 160.000 Pensil 20 Buah @ Rp 2.000 = Rp 40.000 Penghapus 20 Buah @ Rp 1.000 = Rp 20.000 Penggaris 20 Buah @ Rp 2.000 = Rp 40.000 27
5
17 Juni 2016
6
18 Juni 2016
7
24 Juni 2016
8
1 Juli 2016
9
15 Juli 2016
Map Plastik 20 Buah @ Rp 5.000 = Rp 100.000 Stipo 10 Buah @ Rp 6.500 = Rp 65.000 Amplop 1 Box @ Rp 20.000 = Rp 20.000 Staples Kenko HD 50 1 Box @ Rp 85.000 = Rp 85.000 Isi Staples Max No. 3 3 Box @ Rp 70.000 = Rp 210.000 Spanduk 2 buah @ Rp 250.000 = Rp 500.000 Melaksanakan pelatihan pertama: Pelatihan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya Mewujudkan Good Village Governance And Clean Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Konsumsi Pelatihan: Snack 30 Kotak @ Rp 10.000 = Rp 300.000,Nasi 15 Kotak @ Rp 25.000 = Rp 375.000,Air Mineral @ Rp 3.000 = Rp 45.000,Total Konsumsi Pelatihan = Rp 720.000,Melaksanakan pelatihan kedua: Pelatihan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya Mewujudkan Good Village Governance And Clean Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Melakukan pendampingan pertama: Pendampingan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya Mewujudkan Good Village Governance And Clean Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Konsumsi Pendampingan: Snack 30 Kotak @ Rp 10.000 = Rp 300.000,Nasi 15 Kotak @ Rp 25.000 = Rp 375.000,Air Mineral @ Rp 3.000 = Rp 45.000,Total Konsumsi Pendampingan = Rp 720.000,Melakukan pendampingan kedua: Pelatihan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya Mewujudkan Good Village Governance And Clean Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Melakukan evaluasi terhadap kemampuan dan keterampilan para pengelola Keuangan Desa Dalam Upaya Mewujudkan Good Village Governance And Clean Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Konsumsi Evaluasi: Snack 30 Kotak @ Rp 10.000 = Rp 300.000,28
11
18 Juli 2016
12
9 Agustus 2016
13
19 Agustus s/d 30 September 2016
14
1 Oktober s/d 9 Oktober 2016
Nasi 15 Kotak @ Rp 25.000 = Rp 375.000,Air Mineral @ Rp 3.000 = Rp 45.000,Total Konsumsi Evaluasi = Rp 720.000,Menyusun Laporan Kemajuan Kegiatan P2M beserta penggunaan anggaran (70%) Mengunggah Laporan Kemajuan Kegiatan P2M beserta penggunaan anggaran (70%) Menyusun laporan pengabdian kepada masyarakat tentang Pelatihan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya Mewujudkan Good Village Governance And Clean Government di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Mengunggah laporan pengabdian kepada masyarakat tentang Pelatihan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya Mewujudkan Good Village Governance And Clean Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng
29
BAB IV PENUTUP
4.1.
Kesimpulan Pelatihan dan Pendampingan kegiatan P2M tersebut dilakukan pada bulan
Juni di Desa Kerobokan Kecamatan Sawan dengan mendatangkan tim pakar dari Universitas Pendidikan Ganesha, khususnya pakar pembukuan dari jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi. Adapun alur pelatihan Pengelolaan Keuangan Desa dimulai dari, 1) Tahap persiapan, yang terdiri dari tahap : (a) penyiapan bahan administrasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pelatihan, (b) melakukan koordinasi dengan para aparatur pemerintah desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, (c) menyiapkan materi pelatihan,
(d) menyiapkan narasumber yang
memiliki kompetensi sesuai dengan target dan tujuan pelatihan (pakar Akuntansi), dan (e) menyiapkan jadwal pelatihan selama 1 hari efektif, 2) tahap pelaksanaan, yang terdiri dari : (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud, 3) tahap evaluasi, yang terdiri dari (a) persentasi hasil pelatihan, (b) koreksi dari pakar, dan (c) memberikan hasil membuat pembukuan serta laporan keuangan. Setelah diberikan pelatihan dan pendampingan para aparatur pemerintah desa yang ada di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng mengakui mereka memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam membuat pertanggungjawaban yang digunakan untuk menghitung aliran masuk dan keluarnya dana. Adapun hasil dari kegiatan pelatihan pengelolaan keuangan desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, yaitu: sebagian besar para aparatur pemerintah desa dapat membuat: (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud seperti: (1) Program dan Kegiatan pada RPJMDes, RKPDes, dan 30
APB Des tidak sesuai aspirasi/kebutuhan masyarakat desa; (2) Kegagalan menyelenggarakan Siklus Pengelolaan Keuangan Desa yang sehat. (3) Kegagalan atau keterlambatan penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa, termasuk Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes. (4) Pengelolaan Aset Desa yang tidak efisien dan efektif. (5) Penggunaan Kas Desa secara tidak sah (Theft of Cash on Hand). (6) Mark up dan atau Kick Back pada Pengadaan Barang/Jasa. (7) Penggunaan Aset Desa untuk kepentingan pribadi Aparat Desa secara tidak Sah (misuse atau larceny).
4.2.
Saran Berdasarkan pada proses pelatihan dan pendampingan yang dilakukan
pada pengelolaan keuangan desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, ada beberapa hal yang bisa dijadikan rekomendasi dari pelaksanaan pengabdian masyarakat ini yaitu: 1. Pemberian dana ke desa yang begitu besar, jumlah pelaporan yang beragam serta adanya titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa tentunya menuntut tanggung jawab yang besar pula oleh Aparat Pemerintah Desa. Pengelolaan keuangan tersebut hendaknya dilakukan oleh Sumber Daya Manusia yang memiliki pemahaman dan pengetahuan mengenai hal tersebut untuk menghindari terjadinya fraud. Oleh karena itu, Pemerintah Desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan
desa,
dimana
semua
akhir
kegiatan
penyelenggaraan Pemerintah Desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai ketentuan sehingga terwujud Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Baik (Good Village Governance). 2. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran penting dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa baik dari sisi Assurance maupun Konsultansi dengan melakukan identifikasi titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa dalam rangka menentukan langkah pengawalan sesuai peran masing-masing.
31
DAFTAR PUSTAKA Abdillah, T., dan Tuloli, M, S. 2014. Rancang Bangun Aplikasi Kontrol Pengelolaan Keuangan Desa. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Gorontalo. Hamzah, A. 2013. Perspektif Kritis-Konsep dan Aplikasi Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis PP Nomor 71 Tahun 2010 beserta Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik, pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Surabaya: CV Pustaka. Kurnia, B. 2015. Waspadai Titik Kritis, Wujudkan Good Village Governance. Warta Pengawasan 14 VOL XXII/ Edisi HUT ke -70 RI/ 2015 hal 16-17. Lestari, A, K, D., Atmadja, A, T., dan Adiputra, I, M, P. 2014. Membedah Akuntabilitas Praktik Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif Pada Organisasi Publik Non Pemerintahan). e-Journal Vol: 2 No:1 Tahun 2014. Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 Manopo, D, C. 2015. Pelaksanaan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa (Studi Di Desa Warisa, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara). Download: http//www.google.com. Simanjuntak, B, H. 2015. Standar Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Dorong Akuntabilitas Desa. Warta Pengawasan 14 VOL XXII/ Edisi HUT ke -70 RI/ 2015 hal 14-15. Surya, K., Tomas, Y., dan Genjik, B. 2013. Evaluasi Penerapan Kebijakan Kepala Desa Dalam Pengelolaan Administrasi Keuangan Desa Empunak Tapang Keladan. Artikel Penelitian Universitas Tanjungpura Pontianak. Yabbar, R., dan Hamzah, A. 2015. Tata Kelola Pemerintahan Desa-Dari Peraturan di Desa Hingga Pengelolaan Badan Usaha Milik DesaDari Perencanaan Pembangunan Desa Hingga Pengelolaan Keuangan Desa. Surabaya: Pustaka. https://wordpress.com/gambaran-umum-wilayah-kabupaten-buleleng http://sawan.bulelengkab.go.id https://syukriy.wordpress.com/2008/06/16/pengelolaan-keuangan-desa-apa-yangbaru/
32
LAMPIRAN-LAMPIRAN
33
34
35
36
37