LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
MINIMALISASI TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI DESIMINASI UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK, DI DESA KALIBUKBUK KABUPATEN BULELENG
Oleh: Drs. I Nyoman Pursika, M.Hum. (Ketua Pelaksana) NIP: 196412221991021001 Ratna Artha Windari, S.H., M.H. (Anggota) NIP: 198312152008122003 Drs. I Wayan Landrawan, M.Si. (Anggota) NIP: 196012311986031018 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha SPK Nomor: 023.04.2.552581/2015 Revisi 1 tanggal 5 Pebruari 2015
JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2015
PRAKATA Puji syukur dan segala hormat dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan karunia-Nya sehingga laporan kemajuan program pengabdian kepada masyarakat dengan judul “Minimalisasi Tindak Kekerasan Terhadap Anak Melalui Desiminasi UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Desa Kalibukbuk Kabupaten Buleleng” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Pendidikan Ganesha
yang telah mempercayai program ini untuk dibiayai dan masyarakat Desa
Kalibukbuk yang telah menjadi mitra yang sangat baik bagi terlaksananya program ini, serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan program ini. Adapun laporan ini sangatlah kurang sempurna secara tata penulisan yang kemungkinan besar belum dapat mewakili apa yang telah kami lakukan dalam pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat di Desa Kalibukbuk Kabupaten Buleleng, besar harapan kami adanya saran dan masukan membangun bagi kesempurnaan laporan ini yang nantinya akan dikembangkan menjadi laporan akhir.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ...............................................................................................
i
Halaman Lembaran Pengesahan..................................................................
ii
Prakata ............................................................................................................
iii
Daftar Isi .........................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1
1.1. Analisis Situasi......................................................................................
1
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah ....................................................
3
BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN KHALAYAK SASARAN ................................................................
5
2.1. Kerangka Pemecahan Masalah .............................................................
5
2.2. Khalayak Sasaran ..................................................................................
6
BAB III METODE PELAKSANAAN .........................................................
7
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................
7
3.2. Prosedur Pelaksanaan ...........................................................................
7
3.3. Rancangan Evaluasi .............................................................................
8
BAB IV HASIL YANG DICAPAI................................................................
10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
15
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
16
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Analisis Situasi Kalibukbuk merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Buleleng Kabupaten
Buleleng Propinsi Bali, berjarak sekitar 10 kilometer di sebelah Barat kota Singaraja. Desa Kalibukbuk sebagai sebuah desa wisata yang dikenal dengan pantainya yang berbentuk teluk dan lautnya yang memiliki ombak relatif tenang sepanjang tahun. Berkah geografis inilah yang selanjutnya menjadikan desa Kalibukbuk sebagai salah satu destinasi wisata yang dikenal dengan wisata pantai Lovina, dan tentunya berdampak pada pesatnya pertumbuhan serta pembangunan sarana pariwisata. Berdasarkan data statistik Desa Kalibukbuk tercatat luas wilayah desa yakni 295.025 Ha. dengan mata pencaharian penduduknya antara lain sebagai petani, pedagang, nelayan, dan pegawai negeri sipil (Sumber: Kecamatan Buleleng Dalam angka 2012–BPS Kab.Buleleng). Namun secara faktual masyarakat Desa Kalibukbuk yang awalnya merupakan masyarakat petani dan nelayan beralih pekerjaan ke sektor pariwisata. Perkembangan pembangunan di desa Kalibukbuk, khususnya pembangunan sarana kepariwisataan dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup pesat. Keadaan ini terlihat setelah dirintisnya sarana pariwisata oleh A.A Ketut Gothama pada tahun 1975 dengan cara memanfaatkan sebagian bangunan yang ada di Puri milik keluarga sebagai penginapan dengan nama Ayodia Accommodation. Nama Ayodia Accommodation pernah mencuat diorbitkan oleh beberapa penulis buku guide antara lain Tony Wheeler yang sangat menyanjung dengan sebutan "the best small hotel in the world" bersama Bill Dalton dengan menyinggung juga desa Kalibukbuk sebagai tujuan wisata. Mulai tahun 1979 wisatawan mancanegara semakin banyak berdatangan ke desa Kalibukbuk dan sekitarnya (Sumber: Situs resmi Buleleng.com). Di sisi lain, dampak negatif dari pesatnya perkembangan pariwisata di daerah tersebut adalah munculnya berbagai problematika sosial seperti terjadinya kesenjangan ekonomi antara pemodal besar dan masyarakat setempat. Kurangnya minat generasi muda untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi karena iming-iming pekerjaan yang tersedia di wilayah pariwisata, serta meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak akibat terbukanya wilayah tersebut dari berbagai pendatang dan wisatawan dengan berbagai karakteristik individu yang ingin bermukim di desa Kalibukbuk atau yang lebih dikenal dengan daerah wisata Lovina.
Kendatipun Indonesia telah memiliki berbagai regulasi terkait perlindungan anak, namun penegakan hukum terhadap tindak kekerasan tersebut belum berjalan maksimal. Menurut P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) propinsi Bali, Kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Buleleng menduduki urutan tertinggi setelah Kabupaten Karangasem. Sejak tahun 2001 hingga 2005, tercatat 20 orang anak menjadi korban korban berasal dari berbagai desa di sekitar Lovina. Dari Dusun Lebah, Desa Kaliasem 6 orang, Dusun Njung Sanghyang, Dusun Kayu Putih, Kecamatan Sukasada 1 orang, Dusun Banyualit, Desa Kalibukbuk 5 orang. Selanjutnya pada tahun 2013 kembali terjadi Kasus pedofilia di kawasan Lovina desa Kalibukbuk Kabupaten Buleleng yang dilakukan oleh Seorang warga negara Belanda, Jan Jacobus Vogel (55). Kasus tersebut melibatkan empat warga negara asing sebagai tersangka (detiknews.com, “Pedofilia di Bali semua pelaku orang asing” accessed 11 september 2014). Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam penegakan hukum terhadap perlindungan anak adalah faktor penegak hukumnya sendiri. Secara ideal bangsa Indonesia telah memiliki beberapa ketentuan pokok terkait peranan penegak hukum dalam menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat seperti Undang-Undang Kepolisian Negara, UndangUndang Pokok Kejaksaan
dan juga tentang kekuasaan Kehakiman. Sayangnya sebagian
besar kasus yang diangkat terkait kekerasan terhadap anak
hanyalah kasus-kasus yang
sebelumnya telah diekspos besar-besaran oleh media cetak dan elektronik, dimana pengaruh ”interest groups” dan juga ”public opinion” sangat kuat disini. Realitas yang ada sebenarnya masih banyak kasus menyangkut kekerasan terhadap anak yang terjadi di daerah-daerah khususnya di desa Kalibukbuk yang cenderung tertutup dan belum tersentuh oleh hukum. Untuk itu sangat diperlukan adanya peran aktif masyarakat. Selain kurangnya peran penegak hukum, dalam kasus kekerasan pada anak tidak jarang kita jumpai bahwa aktor utama yang cukup berperan disini adalah masyarakat dan lingkungan. Kurangnya perhatian masyarakat akan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak-anak akan menyuburkan praktek
tersebut. Hal ini terbukti dari tingginya angka
kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya atau oleh lingkungan tempat tinggal sang anak terutama bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan baik dari segi ekonomi maupun mental. Budaya hukum yang baik akan menciptakan suatu tatanan masyarakat yang baik pula. Seringkali paradigma seperti ini tidak dipahami dan diresapi oleh masyarakat, apalagi yang memiliki latar belakang pendidikan rendah. Pengabaian hak-hak anak terutama hak untuk memperoleh perlindungan seringkali muncul dari budaya ketidak tahuan akan hukum dan
budaya kekerasan yang timbul sebagai akibat dari pemahaman sempit masyarakat dan lingkungan yang menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak mampu bertindak sendiri sehingga dalam prakteknya hak-hak anak sering terabaikan dan bahkan dimanfaatkan sebagai akibat berbedanya kemauan atau keinginan dari orang tua maupun lingkungan masyarakat terhadap anak tersebut. Dengan demikian, menjadi sangat urgen untuk memberikan pemahaman hukum bagi seluruh komponen masyarakat desa Kalibukbuk dalam meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap anak melalui desiminasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mengingat adanya ketentuan dalam undang-undang tersebut bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial.
1.2.
Identifikasi dan Perumusan Masalah Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan
emosional, atau pengabaian terhadap anak. Ada empat kategori utama tindak kekerasan terhadap
anak,
yakni
pengabaian, kekerasan
fisik, pelecehan
emosional/psikologis,
dan pelecehan seksual anak. Permasalahan yang seringkali terjadi adalah keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama bagi tumbuh kembang anak justru menjadi tempat terjadinya tindak kekerasan itu sendiri. Tidak sedikit kasus kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti ayah, ibu, kakak, atau anggota keluarga dimana si anak bertempat tinggal. Hal ini muncul sebagai implikasi kurangnya pemahaman akan pengertian kekerasan terhadap anak dan dampaknya bagi tumbuh kembang serta psikologis anak. Disamping itu, orang tua, keluarga, maupun masyarakat juga sangat sedikit menaruh perhatian terhadap kondisi anak yang mengalami perubahan sikap pasca mengalami kekerasan. Masyarakat cenderung bersikap pasif dalam melakukan pengawasan terhadap berbagai tindak kekerasan yang dialami anak dan seringkali hanya mengandalkan pemerintah untuk mengatasi kondisi tersebut. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan kasus kekerasan terhadap anak selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terlebih di daerah-daerah wisata yang memiliki dinamika sosial begitu tinggi serta lingkup pergaulan yang sangat luas. Kasus kekerasan
terhadap anak di daerah wisata tidak hanya kekerasan yang bersifat verbal, melainkan juga bersifat fisik dan psikis seperti kekerasan seksual yang dilakukan oleh para pedofil. Padahal kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan perlindungan terhadap anak telah tercantum secara tegas dalam Pasal 20 UU No.23 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa “Negara,
pemerintah,
masyarakat,
keluarga,
dan
orang
tua
berkewajiban
dan
bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman masyarakat Desa Kalibukbuk sebagai salah satu desa wisata yang memiliki daftar kasus kekerasan terhadap anak cukup tinggi tentang hak-hak anak untuk memperoleh perlindungan dari tindak kekerasan dan perlindungan hukumnya, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam pengabdian masyarakat ini adalah: bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan
untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat desa Kalibukbuk terhadap regulasi yang mengatur tentang perlindungan anak guna meminimalisir tindak kekerasan terhadap anak (UU No. 23 Tahun 2004).
BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN KHALAYAK SASARAN
2.1. Kerangka Pemecahan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana program pengabdian masyarakat, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang saat ini dihadapi oleh masyarakat Desa Kalibukbuk, khususnya menyangkut tingginya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi pada masyarakat Desa Kalibukbuk yang berimplikasi pada rendahnya perlindungan terhadap anak dan rusaknya tumbuh kembang anak. Hal ini mengindikasikan belum dipahaminya ketentuan hukum yang mengatur tentang perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan, sehingga menyebabkan munculnya kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Salah satu alternatif yang dipandang cukup visibel untuk dilakukan adalah melaksanakan desiminasi UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak kepada masyarakat desa Kalibukbuk sebagai salah satu desa wisata yang rentan terjadi kasus kekerasan terhadap anak, sehingga permasalahan tersebut dapat diminimalisir. Secara skematis alur kerja pemecahan masalah dalam kegiatan ini, dapat dijabarkan sebagai berikut: Orientasi Lapangan Identifikasi Masalah Studi Literatur
Ceramah Desiminasi
Internalisasi
Masyarakat Sadar Hukum
2.2. Khalayak Sasaran Khalayak sasaran strategis yang dituju dalam pengabdian masyarakat ini adalah Masyarakat desa Kalibukbuk Kecamatan Buleleng. Adapun rasionalnya adalah: (1) Anak merupakan subyek utama yang rentan mengalami
tindak kekerasan baik di lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, maupun di dalam pergaulan; (2) Orang tua dan keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama tumbuh kembang anak, program pengabdian masyarakat ini akan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka tentang pentingnya kesadaran dalam melaksanakan kewajiban, tanggung jawab, serta memberikan perlindungan kepada anak sebagaimana diatur dalam UU No.23 Tahun 2002, dan
(3)
Masyarakat dan aparat desa selaku bagian dari proses terbentuknya sikap dan prilaku anak dalam lingkungan bermasyarakat sekaligus sebagai pengayom di lingkungan tempat tumbuh kembang anak, program pengabdian masyarakat ini akan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka tentang kewajiban dan tanggungjawabnya dalam melakukan pengawasan serta sigap memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang terindikasi mengalami tindak kekerasan. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dan dipandang cukup visibel untuk diberikan desiminasi adalah masyarakat Desa Kalibukbuk Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan, dimulai dari 05 Maret sampai dengan 30 Nopember 2015. Tempat pelaksanaan kegiatan di Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.
3.2. Prosedur Pelaksanaan Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan yang berkaitan dengan maraknya kasus kekerasan terhadap anak sebagai salah satu dampak lemahnya kesadaran dan pengawasan seluruh komponen masyarakat dari derasnya arus pariwisata di desa setempat. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistem jemput bola, dimana tim pelaksana akan menyelenggarakan program peningkatan pengetahuan dan wawasan masyarakat di Desa Kalibukbuk Kecamatan
Buleleng dalam memahami peraturan hukum tentang perlindungan anak dari tindak kekerasan (UU No. 23 Tahun 2002). Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistem pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau perguruan tinggi. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan
yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi dengan melibatkan anak-anak, orang tua, keluarga, perangkat desa, dan masyarakat yang ada di Desa Kalibukbuk Kecamatan Buleleng, yang masing-masing banjar (4 banjar adat) akan diwakili 10 orang dengan proporsi berimbang dan seluruh perangkat desa, sehingga jumlah pesertanya sebanyak 50 orang. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Melalui program ini, diharapkan masyarakat dan aparat Desa Kalibukbuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang jelas tentang UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta dapat menyebarluaskannya pada masing-masing banjar yang ada di Desa Kalibukbuk dan desa-desa sekitar.
3.3. Rancangan Evaluasi Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja. Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjustifikasi tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 01. Indikator Keberhasilan Program No Jenis Data 1.
Pengetahuan tentang perlindungan hukum secara umum
2.
Pengetahuan tentang Hak-hak Anak dan perlindungan hukum dari
Sumber Data Masyara kat, Aparat Desa.
Indikator
Masyara kat, Aparat Desa.
Pengetahuan Masyarakat dan Aparat Desa Kalibukbuk
Pengetahuan Masyarakat dan Aparat Desa Kalibukbuk
Kriteria Keberhasilan Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan tentang perlindungan hukum Terjadinya perubahan yang positif pengetahuan Masyarakat dan
Instrumen Tes obyektif
Pedoman wawancara dan format observasi
tindak kekerasan menurut UU. No 23 Tahun 2002
Aparat Desa tentang Hak-hak Anak dan perlindungan hukum dari tindak kekerasan
BAB IV HASIL YANG DICAPAI Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat “Minimalisasi Tindak Kekerasan Terhadap Anak Melalui Desiminasi UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Desa Kalibukbuk Kabupaten Buleleng” sampai pada bulan Oktober 2015 telah dilaksanakan 100% program yaitu: Identifikasi dan Analisis masalah terkait tindak kekerasan terhadap anak di daerah sasaran, Pengembangan model dan alur birokrasi dengan perangkat desa setempat, pelaksanaan desiminasi UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak kepada masyarakat desa Kalibukbuk sebagai salah satu desa wisata yang rentan terjadi kasus kekerasan terhadap anak, sehingga permasalahan tersebut dapat diminimalisir, dan terakhir yakni tahap internalisasi dalam bentuk melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD). Pada tahap awal pelaksanaan program dilaksanakan kegiatan berupa perancangan desain dan kegiatan desiminasi, persiapan
tutor, persiapan sarana dan prasarana, dan
sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Kegiatan desiminasi dilaksanakan bersama tim pengusul didasari oleh analisis situasi yang dibuat berdasarkan identifikasi masalah yang terdapat di Desa Kalbukbuk. Perancangan ini dilaksanakan pada akhir bulan Maret dan awal Mei 2015 yang juga melibatkan
peran serta aktif peserta program pengabdian kepada
masyarakat. Perencanaan ini berjalan dengan sangat baik berkat peranan aktif tim pelaksana dan peserta yang menjadi mitra program. Tahap persiapan dilaksanakan pada awal kegiatan untuk mematangkan kembali program yang akan dilaksanakan kepada masyarakat, sehingga terjadi sinergi yang baik dalam kegiatan ini. Persiapan ini meliputi: koordinasi awal dengan pihak desa setempat, observasi kesiapan masyarakat Desa Kalibukbuk, dan persiapan bahan diseminasi. Dalam rangka penyamaan persepsi dan waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Desa Kalibukbuk, maka dilaksanakan kegiatan sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Hal ini dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan waktu dalam pelaksanaan program, sangat disyukuri peserta kegiatan sangat antusias dalam menerima sosialisasi program sehingga tidak ada halangan yang berarti dalam pelaksanaan kegiatan ini. Diseminasi UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dilaksanakan pada tanggal 08 Mei 2015, bertempat di aula Pura Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali. Dalam pelaksanaan diseminasi ini tidak ditemukan kendala yang berarti karena respon yang sangat bagus dari peserta dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan
ini. Peserta yang hadir dari berbagai kalangan, antara lain para perangkat desa, kelian banjar, ketua PKK beserta anggotanya, muda-mudi desa yang tergabung dalam kelompok Bhakti Yowana, dan masyarakat setempat. Dalam kegiatan diseminasi tersebut, disampaikan berbagai hal terkait perlindungan anak, cara meminimalisir dan sanksi atau penegakan hukum terhadap tindak kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak dan dampaknya bagi tumbuh kembang anak dapat dikelompokkan sebagai berikut. a) Kekerasan Anak Secara Fisik Kekerasan secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Hal ini umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, memecahkan barang berharga. Dampak: Anak menjadi agresif, setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anakanaknya, Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia b) Kekerasan Anak Secara Psikis Kekerasan secara psikis meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takut bertemu dengan orang lain. Dampak: Kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol. c) Kekerasan Anak Secara Seksual Kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism), maupun
perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual). Dampak: Mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simptom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit. d) Kekerasan Anak Secara Sosial Kekerasan secara sosial mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.
Adapun faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak diakibatkan karena (1) Kurangnya kasih sayang terhadap anak, (2) Perilaku kekerasan dari orang tuanya diwariskan kepada anak sebagai model perilaku mereka sendiri, (3) Tekanan ekonomi dalam rumah tangga, (4) Lepasnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menemukan jati diri di luar rumah, (5) Sistem dan peraturan sekolah yang tidak memiliki perspektif melindungi anakanak. Untuk itu diperlukan tindakan konkrit guna meminimalisir tindak kekerasan terhadap anak melalui 9 (Sembilan) pengetahuan dalam memberikan perlindungan anak menurut UU No.23 Tahun 2002 (Sumber: Promkes Kementerian kesehatan RI, 2015): 1. Setiap anak harus mempunyai kesempatan untuk tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Setiap anak mempunyai hak untuk mempunyai nama dan kewarganegaraan. Pencatatan kelahiran (akte kelahiran) anak membantu kepastian hak anak untuk mendapat pendidikan, kesehatan serta layanan-layanan hukum, sosial, ekonomi, hak waris, dan hak pilih. 3. Anak perempuan dan anak laki-laki harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi. 4. Anak-anak harus mendapat perlindungan dari semua pekerjaan yang membahayakan.
5. Anak perempuan dan laki-laki berisiko mengalami pelecehan seksual dan eksploitasi di rumah, sekolah, tempat kerja atau masyarakat. 6. Anak-anak rentan terhadap perdagangan orang jika tidak ada perlindungan yang memadai 7. Anak yang menjadi korban dan saksi tindakan kriminal harus mendapatkan prosedur yang ramah anak. 8. Dukungan dana dan pelayanan kesejahteraan sosial, dapat membantu keutuhan keluarga dan anak-anak yang tidak mampu untuk tetap bersekolah serta mendapatkan akses pelayanan kesehatan. 9. Semua anak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan usianya, didengarkan dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka Disamping itu, masyarakat memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap perlindungan anak yang dilaksanakan baik secara perorangan maupun kelompok melalui berbagai kegiatan penyelenggaraan perlindungan anak. Sedangkan kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua adalah: a) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Selanjutnya pada tanggal 12 September 2015 dilaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan evaluasi program sebagai tahap internalisasi dengan indikator keberhasilan program meliputi: 1. Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan tentang perlindungan hukum 2. Terjadinya perubahan yang positif perihal pengetahuan Masyarakat dan Aparat Desa tentang Hak-hak Anak dan perlindungan hukum dari tindak kekerasan Setelah diberikan diseminasi dan sosialisasi oleh tim pakar hukum dari Undiksha Singaraja, masyarakat di Desa Kalibukbuk dapat memahami dengan jelas UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Bahkan para peserta dapat mengetahui bahwa undang-undang tersebut akan mengikat semua masyarakat, termasuk anggota keluarga yang melakukan kekerasan terhadap anak. Para peserta juga mengetahui jenis-jenis kekerasan terhadap anak dan akibat hukumnya, khususnya bagi para pelaku, walapun itu anggota keluarga. Hal ini dapat dilihat dari hasil diskusi dan evaluasi yang dilakukan terhadap pengetahuan dan keterampilan peserta. Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa para peserta yang mengikuti desiminasi UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak memiliki pengetahuan yang konsisten mengenai hakekat kekerasan terhadap anak, jenis-jenis
kekerasan terhadap anak beserta dampaknya dan minimalisasi kekerasan terhadap anak serta akibat hukumnya. Dengan demikian, sesuai dengan kriteria keberhasilan program desiminasi ini, maka kegiatan ini akan dinilai berhasil apabila mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan peserta dalam meminimalisir tindak kekerasan terhadap anak melalui pemahaman terhadap UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat “Minimalisasi Tindak Kekerasan Terhadap Anak Melalui Desiminasi UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Desa Kalibukbuk Kabupaten Buleleng”, adalah: 1. Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra program pengabdian kepada masyarakat memberikan dampak positif bagi pelaksanaan program, terlihat dari diseminasi UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dapat berjalan dengan baik. 2. Setelah diberikan desiminasi oleh tim P2M, masyarakat Desa Kalibukbuk memiliki pengetahuan yang jelas dan utuh mengenai (a) hakekat kekerasan terhadap anak, (b) para peserta desiminasi memahami bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap anak, baik dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau kekerasan sosial, (c) upaya meminimalisir kekerasan terhadap anak, (d) sanksi hukum bagi yang melakukan kekerasan terhadap anak, dan (e) implikasi perilaku kekerasan terhadap anak. 3. Pelaksanaan program mampu menghasilkan luaran-luaran yang diharapkan oleh program pengabdian kepada masyarakat ini, termasuk pada saat pelaksanaan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan evaluasi program.
5.2. Saran Tingginya partisipasi dan animo masyarakat dan perangkat desa di Desa Kalibukbuk Kabupaten Buleleng, perlu terus dipupuk dengan pendampingan masyarakat dan perangkat desa akan terus tanggap dan selalu melakukan pengawasan terhadap berbagai indikasi terjadinya tindak kekerasan terhadap anak di wilayah setempat demi menjaga ketentraman, keamanan dan tumbuh kembang anak-anak yang ada di Desa Kalibukbuk.
DAFTAR PUSTAKA
Ardika, Wayan. (1993). Penelitian Arkeologi di Kawasan Wisata Lovina dan Sekitarnya. Denpasar. Pusat Penelitian UNUD. Bawa Atmaja, Nengah, (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif : (Makalah) disampikan Pada Pelatihan Dosen Muda Lemlit Undiksha Singaraja. Data Kecamatan Buleleng Dalam angka 2012–BPS Kab.Buleleng Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan Pada Anak. Bandung: Penerbit Nuansa Ratna, Windari. 2011. ”Penegakan Hukum Terhadap Perlindungan Anak Di Indonesia (Kajian Normatif Atas Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat)”. Jurnal Media Komunikasi FIS, Vol 10 No. 1 April 2011. Severe, Sal. 2001. Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Bersikap Baik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Soekamto, Soerjono. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Suyanto, Bagong dan Sanituti Hariadi, Sri. 2002. Krisis dan Child Abuse Kajian Sosiologis Tentang Kasus Pelanggaran hak Anak dan Anak-anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (Children in Need of Special Protection). Surabaya: Airlangga University Press. The freedictionary.com. "Child abuse - definition of child abuse by the Free Online Dictionary, Thesaurus and Encyclopedia", accessed 15 September 2014. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. www.detiknews.com, “Pedofilia di Bali semua pelaku orang asing” accessed 11 september 2014 www.detiknews.com/ berita/ kamis,18 Juli 2013. www.metronews.com/ humaniora/ Jumat, 11 Januari 2013. www.buleleng.com/kalibukbuk.htm, accessed 15 September 2014. www.p2tp2a.org/kasus pedofilia di kabupaten Buleleng/ accessed 15 September 2014.