LAPORAN AKHIR PENERAPAN IPTEKS
PENDAMPINGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN 5M BAGI GURU MATEMATIKA KELAS VIII SMPN 6 SINGARAJA
Dr. Gede Suweken, M.Sc./196111111987021001 Dr. I Wayan Puja Astawa, M.Stat.Sci./ I Gusti Nyoman Yudi Hartawan, M.Sc./198405252008121008 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor 76/UN48.16/PM/2016 Tanggal 25 Februari 2016
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2016
26 | P a g e
RINGKASAN Dari tanggal 16 Juli sampai dengan tanggal 30 Agustus 2016 telah dilakukan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (P2M) dengan judul “Pendampingan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Untuk Mengimplementasikan 5M Bagi Guru Matematika Kelas VIII SMPN 6 Singaraja” Peserta dari kegiatan P2M tersebut adalah guru-guru matematika di SMPN 6 Singaraja. Kegiatan ini dipandang penting dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Kegiatan pendampingan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berupa pengembangan soal-soal problem solving yang sesuai bagi pembelajaran berorientasi PBM dan pengembangan RPP. Sedangkan bagian kedua berupa pelksanaan pembelajaran matematika berorientasi PBM. Teori pengembangan masalah yang digunakan adalah metode 3C3R dilengkapi dengan teknik menentukan kualitas masalah dengan metode Richness Index. Beberapa soal telah berhasil dikembangkan melalui kegiatan ini. Kegiatan tentang bagaimana mengintegrasikan Teknologi Informasi (IT) dalam PBM juga dibahas. Kegiatan ini dimasudkan untuk memperkaya masalah PBL dengan mengintegrasikan IT ke dalamnya. Kegiatan hari itu akhirnya dilanjutkan dengan penyusunan RPP berorientasi PBM. Pokok bahasan yang hendak digunakan sebagai materi pembelajaran diserahkan kepada masing-masing guru. Pada pertengahan Agustus kegiatan mulai memasuki tahap implementasi di kelas. Selama lima kali penulis mendampingi guru dalam pembelajaran. Saat pembelajaran inilah kita menjadi sadar bahwa sulit sekali untuk mengajak siswa berpikir dalam pembelajaran matematika. Hal ini mungkin disebabkan karena selama ini siswa belajar matematika secara procedural saja, mengikuti atau mencontoh apa yang sudah ditunjukkan oleh guru. Pembelajaran berbasis masalah dimana masalah yang menjadi pendorong pembelajaran, yang memaksa siswa harus menggunakan penalaran, higher order thinking, berpikir non-rutin, serta mencari dan memahami sendiri materi yang diperlukan benar-benar sulit bagi siswa. Walaupun PBM yang dilakukan sebenarnya tidak benar-benar PBM, dalam artian konsep-konsep yang digunakan dalam memecahkan masalah sebenarnya sudah dibelajarkan sebelumnya (dalam minggu berjalan). Jadi, PBM yang dilakukan lebih tepat disebut problems of the week. Kegiatan ini telah berhasil meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan masalah matematika dan menyelenggarakan pembelajaran berorientasi PBM. Hal ini terbukti dari diskusi yang intens selama kegiatan pengembangan masalah serta diskusi konstruktif selama kegiatan praktek. Kata kunci: kualitas pembelajaran, PBL, Masalah dalam PBL, 3C3R, Richness Index.
iii
28 | P a g e
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas rahmat Beliaulah kegiatan P2M yang berjudul “Pendampingan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Untuk Mengimplementasikan 5M Bagi Guru Matematika Kelas VIII SMPN 6 Singaraja” ini dapat terlaksana dengan baik. Selama perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pemulisan laporan hasil kegiatan P2M ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan rendah hati, ijinkan kami mengucapkan terima kasih kepada: 1) Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Undiksha yang telah berkenan menyediakan dana untuk kegiatan ini, 2) Bapak dan Ibu Guru Matematika SMP Kecamatan Buleleng yang telah aktif terlibat dalam kegiatan ini, 3) MGMP Matematika Kabupaten Buleleng yang telah memfasilitasi baik guru maupun tempat untuk terselenggaranya kegiatan ini, 4) Teman-tema dosen yang terlibat dalam kegiatan ini, 5) Semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu demi satu. Akhirnya penulis berharap semoga laporan kegatan P2M ini bermanfaat bagi kita semua dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
Singaraja, Oktober 2016, Penulis.
iv
29 | P a g e
DAFTAR ISI Halaman Kulit
i
Lembar Pengesahan
ii
Ringkasan
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
v
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
PENDAHULUAN
iv
1
A. Analisis Situasi
1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
3
C. Tujuan Kegiatan
4
D. Manfaat Kegiatan
4
E. Khalayak Sasaran
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
5
B. Tahap-tahap PBM
7
C. Eksplorasi Mathlet
9
D. Metode 3C3R dalam Pengembangan Masalah PBM
9
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
12
A. Khalayak Sasaran
12
B. Metode Pelaksanaan Kegiatan
12
C. Rancangan Evaluasi
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
A. Hasil Pelaksanaan
14
B. Pembahasan
20
SIMPULAN DAN SARAN
22
A. Simpulan
22
5.2 Saran-saran
22
Lampiran-lampiran
30 | P a g e
BAB I PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi Gong pemberlakuan kurikulum 2013 di seluruh Indonesia sudah ditabuh. Jutaan guru sudah dilatih, belum lagi ribuan yang di PLPG-kan. Apakah semua usaha ini sudah cukup? Apakah selepas pelatihan atau PLPG guru memahami esensi 5M (Mengamati, Menanya, Mencoba, Menalar, dan Membuat Jaringan)? Apakah selepas pelatihan dan PLPG, guru memahami bagaimana mewujudkan 5M tersebut? Perubahan mind-set memberikan informasi bahwa kreativitas lebih penting dari kecerdasan, dan berita baiknya adalah bahwa kreativitas bisa ditingkatkan memalui pembelajaran, asalkan pembelajaran dilakukan dengan cara yang benar, yakni dengan pendekatan 5M. Bagaimana 5M bisa meningkatkan kreativitas? Apakah instruktur telah mencari lebih jauh tentang myelin, tentang innovators DNA? Dua artikel ini membahas bagaimana 5M akan meningkatkan kreativitas seseorang, namun jika pengetahuan tentang hal ini tidak diperolehguru, motivasi mereka dalam melaksanakan 5M tidak akan maksimal, karena kekurangmengertian mereka. Penulis yakin bahwa para guru belum sepenuhnya memahami 5M, mengapa? Pemahaman mereka hanya bersifat tekstual, belum konseptual apalagi praktikal. Ketika pelaksanaan PPT waktu PLPG yang lalu, semua guru belum menunjukkan kemampuan melaksanakan 5M, banyak guru yang proses belajarnya sama saja dengan yang konvensional (bukan 5M) hanya dilengkapi dengan gambar, chart, atau alat peraga lainnya. Ada guru yang asesmennya sangat sesuai untuk pelaksanaan 5M, namun pembelajarannya tetap saja konvensional. Berikut adalah contoh real dari ketidak-pahaman tersebut dalam pembelajaran matematika. Seorang guru hendak menyampaikan materi luas permukaan bangun datar (prisma dan limas) saat PLPG yang lalu. Ia membawa chart berisi gambar seperti di bawah ini. Namun seperti yang telah dinyatakan di atas, gambar yangia bawa tidak pernah ia manfaatkan untuk mengembangkan luas permukaan limas maupun prisma. Luas permukaan limas dan prisma kembali didekati dengan menggunakan jarring-jaring bangun ruang yang konvensional. Dari sini
1|P a ge
tampak bahwa guru masih belum mampu merealisasikan 5M dalam pembelajaran, walaupun secara tekstual ia tahu apa itu 5M.
Gambar 1: Prisma dan limas dalam kenyataan Mengapa guru tadi tidak memanfaatkan chart tadi untuk membantu siswa mengembangkan pertanyaan tentang banyaknya genteng yang dibutuhkan untuk membangun atap? Mengapa ia tidak membantu siswa sehingga mampu mempertanyakan luas kain yang diperlukan untuk membuat tenda kemah? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu akan membawa kajian kita kepada luas permukaan bagun ruang. Seorang guru SMA hendak menampilkan pembelajaran Barisan Geometri. Guru tadi memulai pembelajaran dengan sangat inspiratif dengan cara mengajak siswa melipat selembar kertas menjadi dua bagian sama, lalu empat bagian sama, delapan bagian sama, demikian seterusnya. Tapi, lagi-lagi proses terhenti di sini, dan guru tadi kembali dengan pembahasan tentang rasio, dan rumus suku ke-n secara konvensional yang abstrak dan tak intuitif. Mengapa ia tidak menyuruh siswa untuk menalar tentang banyaknya lipatan setelah 10 kali melipat? Setelah 100 kali melipat? Apakah bukan ini yang dimaksudkan dengan Mengamati, Menanya, dan Menalar dalam konsep 5M? Hasil diskusi dengan salah seorang pendamping implementasi kurikulum 2013 untuk guru matematika SMP juga menunjukkan hal yang sama. Banyak guru matematika SMP yang ketika hendak menjelaskan himpunan hanya menggunakan materi yang ada di buku, yaitu himpunan negara peserta Piala Dunia Sepak Bola, tanpa pernah mempertimbangkan apakah para siswa senang dengan sepak bola atau tidak. Karena gurunya juga kurang paham dengan sepak bola, maka penggunaan piala dunia sepak bola sebagai pemicu pembelajaran himpunan menjadi kurangmampu merealisasikan proses 5M.Anehnya, kata pendamping tadi, mengapa guru-guru
2|P a ge
menggunakan contoh yang ada di buku tersebut, bukan menggunaan masalah yang mereka pahami dengan baik. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa para guru matematika SMP masih belum memahami apa sebenarnya 5M dan bagaimana mengimplementasikannya. Sebenarnya kurikulum 2013 sudah mengisyaratkan bagaimana mengimplementasikan 5M, yakni melalui pendekatan pembelajaran PBM, Discovery, atau Inquiry. Namun lagi-lagi tidak banyak instruktur yang tahu bagaimana melaksanakan pendekatan pembelajaran ini. Karena itu tim P2M Undiksha pada tahun 2015 telah melakukan pelatihan tentang pembelajaranPBM dalam rangka implementasi 5M ini bagi guru-guru matematika SMP. Melalui kegiatan pelatihan ini diharapkan para guru matematika akan memahami alasan pentingnya penggunaan 5M dalam pembelajaran dan bagaimana PBM bisa mencapai tujuan tersebut. Sambutan dan keterlibatan guru dalam kegiatan P2M tersebut sangat menggembirakan. Banyak pertanyaan dan saran muncul, banyak ide dan rancangan masalah matematika yang menarik diajukan guru. Karena itu akan sangat disayangkan jika antusiasme guru tersebut tidak ditindak-lanjuti. Dengan alasan itulah proposal P2M dengan judul “Pendampingan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Untuk Mengimplementasikan 5M Bagi Guru Matematika Kelas VIII SMPN 6 Singaraja” ini diusulkan.
B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH Dari analisis situasi di atas, jelas bahwa guru-guru matematika SMP masih belum mampu mengimplementasikan 5M melalui berbagai model pembelajaran yang disarankan, baik itu PBM, Discovery Learning, maupun Inquiry Learning. Oleh karenanya, perlu diselenggarakan suatu kegiatan pelatihan (workshop) dan pendampingan sehingga mereka dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, yaitu menggunakan Scientific Approach dengan proses 5M-nya melalui PBM. Secara ringkas, permasalahan yang dihadapi para guru matematika dapat dirumuskan sebagai berikut : ”Kemampuan guru-guru matematika SMP Kelas VIII dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan scientific approach dengan proses 5M-nya masih belum optimal”, dan dalam proposal P2M yang diusulkan ini, penulis mengusulkan untuk menggunakan pembelajaran PBM sebagai model pembelajaran dalam mengimplementasikan proses 5M tersebut. Pemilihan PBM ini dilakukan mengingat, model manapun yang dipakai, baik discovery, maupun inquiry selalu diawali dengan 3|P a ge
adanya masalah. Jadi PBM bersifat lebih umum dibandingkan dengan discovery dan inquiry. Juga, dalam PBM dimungkinkan untuk menggunakan masalah yang kontekstual, walaupun tidak real, karena dalam matematika kadang-kadang agak sulit merumuskan masalah yang sifatnya real (aplikatif).
C. TUJUAN KEGIATAN Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan guru-guru matematika SMP Kelas VIII SMPN 6 Singaraja
dalam mengembangkan soal-soal untuk PBM, dan
merencanakan dan melaksanakan PBM dalam rangka implementasi K13 dengan 5M-nya. D. MANFAAT KEGIATAN Manfaat dari kegiatan ini adalah : 1) Bagi Pemda Buleleng, khususnya Dinas Pendidikan, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika SMP sesuai harapan kurikulum 2013, 2) Bagi
guru,
kegiatan
ini
akan
menambah
kemampuan
mereka
dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013. Kemampuan ini akan meningkatkan keprofesionalan seorang guru yang belakangan ini menjadi tuntutan mutlak. 3) Bagi pelaksana kegiatan, dalam hal ini LPM Undiksha Singaraja, kegiatan ini akan memberikan pengalaman kepada para pelaksana tentangcara membina guru-guru, kendala yang mungkin dihadapi dan bagaimana cara pemecahannya. Mengingat bermanfaatnya kegiatan ini, pelaksanaannya oleh LPM Undiksha akan memberikan citra positif kepada Undiksha di kalangan masyarakat khusunya para guru matematika SMP. E. Khalayak Sasaran Secara umum kegiatan P2M ini bertujuan untuk meningkatkan keprofesionalan guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya melalui peningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam merancang dan menyelenggarakan pembelajaran berorientasi PBM. Sehubungan dengan hal ini, maka khalayak sasaran yang strategis adalah guru-guru, terutama guru-guru matematika
yang
masih
sangat
terbatas
kemampuannya
dalam
merancang
dan
menyelenggarakan pembelajaran yang inovatif seperti PBM. Mengingat terbatasnya biaya, maka P2M ini diselenggarakan bagi guru-guru matematika SMP Negeri 6 Singaraja.
4|P a ge
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dikembangkan sekitar tahun 1970-an di McMaster University Canada (Marinick, 2006). H.S Barrows (dalam Amir 2009) sebagai pakar PBM menyatakan bahwa “PBM adalah sebuah model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru.” Saat ini model PBM sudah merambah ke berbagai fakultas di berbagai lembaga pendidikan di dunia. Keunggulan PBM menyebabkan jenjang pendidikan yang rendah pun sudah mulai menggunakan model pembelajaran ini. Dengan perkembangan yang pesat, rumusannya pun beragam. Salah satunya adalah rumusan yang diungkapkan Dutch (dalam Amir 2009). PBM merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar”, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. PBM mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai. Kemudian Arends (dalam Trianto, 2007:68) menyatakan bahwa “PBM merupakan suatu model pembelajaran yang berfokus pada siswa dengan menggunakan masalah dalam dunia nyata yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan siswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan mengembangkan keterampilan berpikir siswa dalam pemecahan masalah”. Dari rumusan para ahli tersebut, terlihat bahwa materi pembelajaran PBM bercirikan adanya masalah. Masalah yang diberikan haruslah dapat merangsang dan memicu siswa untuk menjalankan pembelajaran yang baik. Masalah yang disajikan oleh pendidik dalam proses PBM yang baik, memiliki ciri khas seperti berikut (Wee Kek, dalam Amir 2009): 1.
Asli seperti dunia nyata. Masalah yang disajikan sedapat mungkin memang merupakan cerminan masalah yang dihadapai di dunia nyata. Dengan demikian, siswa bisa memanfaatkannya nanti pada dunia nyata,
2.
Dibangun dengan memperhitungkan pengetahuan sebelumnya. Masalah yang dirancang dapat membangun kembali pemahaman siswa atas pengetahuan yang telah didapat 5|P a ge
sebelumnya. Jadi, sementara pengetahuan-pengetahuan baru didapat, siswa bisa melihat kaitannya dengan bahan yang ditemukan dan dipahami sebelumnya, 3.
Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Masalah dalam PBM akan membuat siswa terdorong melakukan pemikiran yang metakognitif. Siswa disebut melakukan metakognitif saat siswa menyadari tentang pemikirannya. Artinya mencoba berefleksi seperti apa pemikiran pembelajaran atas satu hal. Siswa menjalankan proses PBM sembari menguji pemikarannya, mempertanyakannya, mengkritisi gagasannya sendiri, sekaligus mengeksplor hal yang baru. Itu pula yang dilakukannya pada gagasan orang lain (misalnya teman dalam kelompok atatu dari kelompom lain, atau dari pendidik). Siswa juga terus melakukan refleksi dan memperbaiki proses yang dijalankannya. Jika pemikirannya seperti ini, maka sembari siswa mencari pemecahan masalah, mencari dan menemukan informasi yang terkait, maka sebenarnya siswaakan memahami sebuah pengetahuan secara konstruktif. Artinya pemahaman-pemahaman itu siswa bangun sendiri dengan pemikiran yang metakognitif tadi dengan mencari sumber-sumber informasi lain,
4.
Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Dengan rancangan masalah yang menarik dan menantang, siswaakan tergugah untuk belajar. Bila relevansinya tinggi dengan saat nanti praktik, biasanya siswaakan terangsang rasa ingin tahunya dan bertekad untuk menyelesaikan masalahnya. Diharapkan siswa yang tadinya tergolong pasif bisa tertarik untuk aktif, dan
5.
Melingkupi konsep-konsep yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran di sekolah. Ciri khas masalah yang dikemukan Wee Kek (dalam Amir, 2009) menggambarkan bahwa
penyajian sebuah masalah dapat membantu siswa lebih baik dalam belajar. Ini adalah salah satu bedanya PBM dengan metode belajar konvensional. Bahwa yang namanya belajar tidak hanya sekedar: mengingat (menghafal), meniru, mencontoh. Begitu pula dalam PBM, yang namanya masalah tidak sekedar latihan yang diberikan setelah contoh-contoh soal disajikan. Memperhatikan ciri khas masalah yang dikemukan Wee Kek , Tan (dalam Amir, 2009) mengemukakan fitur masalah PBM yang disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.1 Fitur Masalah dalam PBM Fitur dari masalah Karakteristik
Hal-hal yang harus diperhatikan Relevansinya dengan sasaran RPP Relevansinya dengan dunia nyata 6|P a ge
Tingkat kompleksitas dan kesulitannya Penyelesaiannya menuntut pemahaman satu topik atau menuntut integrasi multitopik atau bahkan multidisplin ilmu Solusi masalahnya Konteksnya Masalah cukup “mengambang” (ill-structured) Masalahmengundang rasa ingin tahu Masalah menantang dan menciptakan motivasi Masalah membuat siswa harus memanfaatkan pengetahuan terdahulunya (prior knowledge) dan mendapatkan informasi baru Lingkungan belajar Masalah dapat menstimulasi kerja sama kelompok dan sumber materi Perlu adanya tuntutan mendapatkan sumber materi “isyarat” atau “petunjuk” yang disisipkan di setiap masalah Data/informasi yang dituntut dari sumber materi adalah perpustakaan atau cari ke sumber langsung atau internet Pelaporan dan Skenario penyelesain masalah presentasi Rincian laporan dan presentasi yang harus dibuat Format presentasi dan diskusi (dimodifikasi dari Amir, 2009) Dengan fitur PBM seperti di atas, pendidik dapat menyesuaikan masalah yang dirancangnya dengan berbagai situasi, karakter, dan konteks yang dihadapi. Pendidik bisa saja mengambil materi yang ada di sumber seperti buku, internet, atau majalah, tetapi sebaiknya dikombinasikan dengan rancangan sendiri karena harus tetap memperhatikan RPP. B. Tahap-Tahap Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Pembelajaran PBM akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dan lain-lain). Siswa pun harus sudah memahami prosesnya. Adapun proses PBM itu adalah: Tahap 1: Mengklarifikasi istilah atau konsep yang belum jelas Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Tahap pertama bertujuan agar setiap siswa memiliki pemahaman yang sama terhadap masalah yang dihadapi.
Tahap 2: Brainstorming Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah yang diberikan. Diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah) dan 7|P a ge
juga informasi yang ada dalam pikiran anggotaakan terjadi pada tahap ini. Menganalisis masalah menjadi sub-sub masalah. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini. Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana menjelaskan, melihat alternatif atau meruuskan hipotesis yang sesuai. Tahap 3: Menata gagasan dan secara sistematis menganalisisnya secara mendalam Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan; mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya. Pada tahap ini, siswa bisa merasakan ada pengetahuan sebelumnya yang bermanfaat. Mereka juga menjadi sadar bahwa ada informasi atau pengetahuan yang belum diketahui. Tahap 4: Memformulasikan tujuan Dari kesenjangan yang dialami pada tahap 5, siswa akan menyadari kebutuhan untuk mengkonstruksi pengetahuan baru. Pengetahuan inilah yang menjadi tujuan pelajaran saat itu yang harus dicapai siswa. Tahap 5: Mencari informasi tambahan dari sumber lain (di luar diskusi kelompok) Untuk mencapai tujuan yang telah disadari pada tahap sebelumnya, tentu saja diperlukan informasi yang lebih banyak. Informasi yang diperlukan ini bisa diperoleh dari berbagai sumber. Pada tahap ini, setiap anggota harus mampu belajar sendiri secara efektif dalam rangka mendapatkan informasi yang relevan.Siswa harus memilih, meringkas sumber pembelajaran itu dengan kalimatnya sendiri. Keaktifan setiap anggota akanterbukti dari laporan yang harus mereka susun dengan penuh rasa tanggung jawab. Laporan ini harus disampaikan dan dibahas di pertemuan kelompok berikutnya. Tahap 6: Mengkonstruksi pengetahuan baru Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam tahappembelajaran sebelumnya, selanjutnya siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan
merumuskan
solusi
dari
permasalahan
kelompok.
Dari
laporan-laporan
individu/subkelompok yang dipresentasikan dihadapan anggota kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru. Anggota yang mendengar laporan akan mengkritisi laporan yang disajikan. Kadang-kadang laporan yang dibuat menghasilkan pertanyaanpertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok. 8|P a ge
C. Eksplorasi Mathlet Selain dengan penyajian masalah, khususnya dalam matematika, masalah untuk PBM juga bisa dipicu melalui eksplorasi alat peraga baik yang real maupun yang virtual. Masalah menentukan banyaknya genteng yang diperlukan untuk membuat atap adalah masalah yang sangat real, namun masalah menentukan panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku bisa saja dibangkitkan melalui eksplorasi terhadap suatu media pembelajaran virtual seperti berikut:
Gambar 2: Eksplorasi Teorema Pythagoras Eksperimen/eksplorasi dalam rangka menentukan hubungan yang ada diantara panjang sisi-sisi segitiga siku-siku di atas adalah sumber masalah yang sangat genuine bagi siswa. D. Metode 3C3R dalam Pengembangan Masalah PBM Problem
adalah
tugas
atau
aktivitas
dimana
siswa
belum
memiliki
aturan/rumus/algoritma/ metode untuk menyelesaikannya. Menurut John van de Walle (2009), problem harus memenuhi beberapa persyaratan: 1. It must Begin where students are, 2. The problematic or engaging aspect of the problem must be due to the mathematics that the students are to learn, 3. It must require justifications and explanations for answers and methods. Sementara Linda Torp dan Sara Sage menyatakan bahwa masalah untuk PBL harus memenuhi:
9|P a ge
1. Mudah dimengerti oleh sebagian besar siswa, walaupun tidak mudah dipecahkan dengan segera, 2. Bisa dipecahkan dengan banyak cara, 3. Dalam proses penyelesaiannya, siswa bisa merasakan kapan telah terjadi progress, 4. Solusinya tidak diperoleh dengan segera, 5. Penyelesaiannya akan membuat siswa lebih matang dalam matematika. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan masalah PBL adalah metode 3C3R. Metode ini sebenarnya merupakan singkatan dari Content, Context, Connection, Researching, Reasoning, dan Reflecting. Secara diagramatik, metode ini bisa digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3: Metode 3C3R Metode ini lebih lanjut dikembangkan menjadi ceklist yang dengan mudah bisa digunakan dalam mengembangkan masalah untuk PBL. Tabel 1: Ceklist pengembangan masalah Apakah Materi sudah sesuai? Sumber-sumber belajar tersedia secara mencukupi? Problem yang dikembangkan sudah: • Sesuai dengan taraf perkembangan siswa? • Sesuai dengan pengalaman siswa? • Sesuai dengan kurikulum? • Memungkinkan pembelajaran yang variatif? • Ill structured? Motivasinya sesuai? Masalahnya terfokus? Evaluasinya sesuai?
Sudah
Belum
10 | P a g e
Persyaratan yang lebih penting lagi yang harus dipenuhi oleh masalah PBL adalah bahwa masalah PBL harus rich. Kita sudah sering mendengar bahwa problem solving adalah roh dari pembelajaran matematika. Soal-soal untuk problem solving dapat diperoleh dari buku-buku pelajaran, dimodifikasi/dikembangkan dari soal-soal yang ada pada buku-buku pelajaran, atau dibuat dari fresh from the scratch. Ada beberapa kreteria yang harus dipenuhi oleh soal-soal problem solving yang baik. Pertama-tama tentu saja soal tersebut adalah soal problem solving, yaitu soal yang sifatnya non-routine, soal yang belum pernah diajarkan/dikerjakan siswa. Tidak menjadi masalah jika tidak semua siswa dapat menyelesaikan soal tersebut saat itu, walaupun soal problem solving seharusnya bisa dikerjakan oleh setiap siswa pada kelas tertentu. Persyaratan kedua dari suatu soal problem solving adalah bahwa soal tersebut harus accessible, artinya setiap siswa bisa memahaminya dan bisa paham langkah awal yang harus dilakukan, walaupun pada saat yang bersamaan soal problem solving harus menarik, menantang dan kaya. Ini berarti sebuah soal problem solving harus memiliki banyak kemungkinan untuk dieksplorasi, dikembangkan (extended), digeneralisasi, dan banyak kaitan dengan soal lain. Tingkat kekayan (Richness Degree) sebuah soal diskor dari 1 sampai dengan 16. Ada 4 faktor yang mempengaruhi the richness dari suatu soal, yaitu (i) banyaknya metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya, (ii) banyaknya kaitan dengan soal-soal yang sudah pernah dikerjakan, (iii) banyaknya konsep yang terkait dengan soal tersebut, dan (iv) memiliki kemungkinan untuk digeneralisasi. Setiap faktor tadi memberikan kontribusi skor maksimum 4 kepada the richness degree dari soal tersebut, sehingga total skor dari richness degree sebuah soal adalah 16; 1 point untuk setiap metode yang digunakan untuk menyelesaikannya, 1 point untuk setiap soal yang berkaitan dan berbeda dengannya, 1 point untuk setiap konsep yang berkaitan, dan 1 point untuk setiap generalisasi yang mungkin dicapai. The richness degree diperoleh dengan cara menjumlahkan semua skor yang diperoleh dari sub-sub ini. Sebuah soal problem solving yang baik akan memiliki richness degree ≥ 8. Tentu saja banyak soal yang bisa memenuhi kreteria di atas, baik yang sudah ada maupun yang harus dikonstruksi, termasuk juga puzzle, teka-teki, paradox, dan lain-lain yang berlabel mathematics for fun. 11 | P a g e
BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH A. Khalayak Sasaran Khalayak sasaran dari kegiatan ini adalah guru-guru matematika SMP Kelas VIII SMPN 6 Singaraja. Seluruh guru matematika di SMPN 6 Singaraja akan dilibatkan dalam kegiatan ini. B. Metode Pelaksanaan Kegiatan P2M iniakan dilakukan di SMPN 6 Singaraja. 1. Metoda Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan akan dilakukan dalam bentuk pendampingan langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pendampingan akan dilakukan untuk 2-3 pokok bahasan. 2. Kerangka pemecahan masalah 1. Ketua Pelaksana, Gede Suweken, sudah memiliki pengetahuan yang sangat memadai tentang pembelajaran matematika dan medianya. Selain itu, juga memiliki pengalaman yang cukup dalam pembuatan masalah matematika OSN yang sangat sesuai untuk digunakan dalam
PBM. Yang bersangkutan juga memiliki pengalaman yang sangat
memadai dalam pembuatan media pembelajaranvirtual berbasis GeoGebra yang sangt cocok dijadikan masalah eksloratif dalam PBM. Karena itulah penyaji utama dalam kegiatan ini adalah Pak Suweken. Adapun materi yang akan diberikan adalah: a)
Pembelajaran PBM dan contoh-contohnya.
b)
Alat peraga (konvensional maupun virtual) sebagai pemicu PBM,
c)
Contoh PBM dengan alat peraga,
2. I Wayan Puja Astawa memiliki pengalaman dalam pembelajaran matematika. Ia juga memiliki pengetahuan yang memadai tentang matematika sekolah, karena itu yang bersangkutan akan difungsikan sebagai pendamping dalam kegiatan pelatihan ini. 3. I Gusti Nyoman Yudi Hartawan memiliki pengalaman dalam pembelajaran matematika terutama statistika. C. Rancangan Evaluasi Evaluasi yang dilaksanakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :
12 | P a g e
1. Evaluasi dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran PBM. Keberhasilan dapat dilihat
dari kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran dengan model
PBM. 2. Evaluasi Produk (static), berupa RPP dengan model pembelajaran PBM,lengkap dengan berbagai perangkatnya. 3. Evaluasi Dinamik berupa pelaksanaan pembelajaran dengan model PBM, dan 4. Pada akhir kegiatan peserta juga diberi angket untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari pelaksanaan pelatihan yang telah dilaksanakan.
13 | P a g e
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Masalah PBM Pelaksanaan kegiatan P2M ini dilakukan
di SMP Negeri 6 Singaraja. Pelaksanaan
kegiatan dibagi dalam 2 periode. Periode I dilaksanakan pada saat liburan semester semester genap, yaitu pada bulan Juli 2016. Tujuan utama kegiatan periode I ini adalah untuk memperoleh masalah dan RPP yang akan digunakan dalam pembelajaran nanti pada kelas VIII semester ganjil. Sebelum kegiatan utama, yaitu pengembangan masalah dan RPP, kegiatan diawali dengan mereview kembali tentang: (1) Sejarah PBM, (2) Teori PBM yang menyangkut Apa, Mengapa, dan Bagaimana PBM diselenggarakan di kelas, (3) Metode 3C3R untuk mengembangkan masalah untuk PBM, dan (4) Teknik menentukan Richness Index suatu masalah. Kendala utama dari kegiatan pada periode ini adalah sulitnya mengembangkan masalah yang yang relevan bagi PBM. Banyak masalah yang dikembangkan masih terlalu sederhana, kurang problematik, kurang kontekstual, atau hanya menyasar pada satu konsep saja (kurang illstructured) . Seperti misalnya, ada masalah yang hanya sekedar menanyakan “banyaknya kue donat yang diterima setiap siswa pada suatu ulang tahun, jika pada saat itu hadir 10 siswa dan yang berulang tahun membeli 5 lusin kue donat.” Walaupun demikian, ada juga masalah menarik yang diajukan oleh salah seorang guru, yaitu: Misalkan seorang ayah ingin mewariskan sebidang tanah kepada anak-anaknya. Tanahnya berbentuk seperti gambar di bawah ini.
Gambar 1: Pembagian Warisan Sebagai Masalah PBL 14 | P a g e
Bagaimanakah cara membagi tanah tersebut agar setiap anak mendapatkan bagian yang sama luasnya, jika Ayah tadi memiliki: (a) 2 anak, (b) 4 anak, atau (c) 3 anak? Ternyata masalah ini cukup sulit, bahkan bagi guru sendiri. Disamping itu, masalahnya sangat menantang, menarik, dan kontekstual sehingga setiap siswa akan tertarik untuk memecahkannya. Masalahnya juga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi masalah yang sifatnya interdisipliner, misalnya dengan mengaitkan pelajaran Agama, IPS, atau Ekonomi. Karena sulitnya mengembangkan masalah yang baik bagi PBM, akhirnya diputuskan untuk mengkaji buku matematika untuk siswa SMP yang dikembangkan dengan menggunakan kurikulum 2013. Seperti yang kita ketahui, buku matematika SMP yang dikembangkan dengan kurikulum 2013 sangat kaya dengan soal-soal yang sulit. Karena itu kita kaji dan pilih soal-soal yang ada pada buku siswa kelas VIII, lalu kita kembangkan atau modifikasi agar sesuai sebagai masalah PBM. Berikut adalah beberapa masalah yang berhasil dikembangkan dari buku matematika siswa kelas VIII K-13. Masalah 1:
Berapa sebenarnya banyaknya buku yang dibeli Pak Agus? Pak Budi? Nyatakan jawabanmu dalam bentuk Aljabar dan jelaskan.
Masalah 2:
15 | P a g e
1 Jika x = 1 km dan y = 2 km, berapa panjangkah route a dan route b? (Nyatakan jawabanmu dalam bentuk aljabar).
Jalur angkutan umum
Masalah 3:
Harus diganti dengan berapa bolakah tanda tanya merah “?” pada gambar (b) agar timbangan tetap setimbang?
16 | P a g e
Jelaskan metode yang kamu gunakan.
Masalah 4:
Dengan hasil yang kamu peroleh sebelumnya, berapa kotak dan bolakah yang bersesuaian dengan tanda tanya merah “?” pada gambar (b)? Jelaskan metodemu. Jelaskan metode yang kamu gunakan. Masalah 5:
Kelompok siswa penggemar matematika (KSP-Mat) mengirimkan masalah berikut: KSP-Mat akan pergi bersama menonton film “Laskar Pelangi”. Sebanyak 28 orang akan pergi, termasuk Bapak dan Ibu guru. Banyaknya Bapak guru lebih banyak dari banyaknya Ibu guru. Harga tiket Rp. 7000,- untuk dewasa dan Rp. 3000,- untuk anak-anak. Jika KSPMat membayar total Rp. 108000,- berapakah banyaknya Bapak dan Ibu guru yang ikut dalam rombongan tersebut?
17 | P a g e
Masalah 6:
Lima tahun yang lalu perbandingan antara umur ayah dan umur kakak adalah 5 : 1. Tahun depan umur mereka akan berbanding sebagai 7 : 2. Umur kakak sekarang adalah...? Kemungkinan penggunaan Teknologi Informasi (TI) dalam PBM juga disinggung. . Terutama yang dibahas adalah bagaimana mengintegrasikan penggunakan GeoGebra dalam PBM. Sebagai contoh misalnya bagaimana GeoGebra bisa digunakan untuk menentukan tinggi tugu Singa Ambara Raja, tentu saja tanpa memanjatnya.
Masalah 7:
C A Jika pada gambar di atas jarak dari titik C ke titik A adalah 100m, berapakah tinggi patung Singanya saja? Gambar 3: Pemanfaatan GeoGebra untuk Menentukan Tinggi Suatu Bangun
Masalah 8:
18 | P a g e
Penggunaan persegi pada sisi-sisi suatu segitiga siku-siku untuk menunjukkan kebenaran Teorema Pythagoras sudah biasa kita lihat. Jika persegi-persegi tersebut kita ganti dengan bangun lain, apakah rumus Pythagoras tetap berlaku?
Unusual Pythagoras Masalah 9: Berapakah panjang minimum sebuah cermin agar kita bisa melihat seluruh tubuh kita di cermin tersebut?
19 | P a g e
B. Hasil Pelaksanaan Pada putaran berikutnya, masalah-masalah yang telah dikembangkan tersebut diimplementasikan dalam pembelajaran. Sejauh ini masalah 1 dan masalah 2 sudah dicobakan pada siswa kelas VIII. Hasilnya sangat mengejutkan, tidak satupun siswa yang bisa menyelesaikannya dengan baik. Pada soal pertama misalnya, memahami percakapan diantara Pak Agus dan Pak Budi saja, ternyata siswa sulit sekali. Beberapa dari mereka tahu apa itu variable, bahkan menyatakan definisinya hampir sempurna. Namun siswa hanya hapal saja, tanpa paham bagaimana menggunakannya dalam pembuatan model matematika. Pada soal 2, gambar yang diberikan ternyata tidak digunakan siswa sama sekali. Mereka tidak tahu bagaimana gambar yang diberikan tersebut harus digunakan dalam menjawab soal. Hanya dengan bimbingan yang cukup banyak siswa bisa menjawab soal tersebut. Untuk soal 3, siswa menjawabnya secara intuitif saja. Karena pada sebelah kiri ada sebuah kotak dan 3 bola, sementara di sebelah kana nada 12 bola, maka 1 kotak nilainya 9 bola. Sehingga tanda tanya merah nilainya 18 bola. Walaupun demikian beberapa siswa juga tak mampu menjawab soal ini. Sangat kelihatan bahwa selama ini siswa mempelajari matematika tanpa menggunakan akal sehat mereka, semua serba procedural tanpa makna. Untuk soal ini, sama sekali tidak ada siswa yang memberikan jawabannya dengan menggunakan variable. Model matematis yang diharapkan untuk soal ini adalah x + 3 = 12, dengan x adalah banyaknya bola pada kotak. Namun sayang sekali tak ada siswa yang melakukan ini. Untuk soal-soal lainnya belum sempat disampaikan ke siswa karena materinya memang belum sampai pada materi tersebut.
C. Pembahasan Dilihat dari soal-soal yang dihasilkan guru, nampaknya pelatihan telah berhasil membuat guru paham bagaimana membuat soal yang cocok untuk PBM. Content, Context, Connectionnya sudah cukup bagus. Begitu pula halnya Researching, Reasoning, dan Reflecting sudah cukup bagus. RPP yang dibuat guru relatif sama dengan yang biasa digunakan. Namun, dalam PBM, pembelajaran diawali dengan masalah. Dalam pelaksanaan, tidak setiap pembelajaran matematika menggunakan PBM. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa agak sulit 20 | P a g e
membelajarkan siswa dengan PBM tanpa membekali mereka dengan konsep-konsep yang diperlukan secara cukup. Dengan kualitas siswa seperti yang sudah diketahui guru, guru merasa takut bahwa ketuntasan belakar tidak akan tercapai jika siswa terus-menerus dibelajarkan dengan menggunakan PBM. Dalam pelaksanaan pembelajaran, walau gurunya sudah cukup baik menyelenggarakan pembelajarannya, pembelajaran tidak terlalu berhasil. Kemungkinan besar karena siswa belum terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan penalaran, pemikiran kritis, dan bersifat tidak rutin. Siswa yang terlalu biasa dengan soal-soal prosedural, tinggal mengeksekusi apa yang sudah dicontohkan, menjadi sulit untuk menyelesaikan soal-soal PBM yang sifatnya tidak rutin, memerlukan penalaran, pemikiran kreatif, dan kemandirian mencari dan memahami informasinya dari buku-buku. Beberapa siswa sebenarnya siap dibelajarkan dengan pendekatan PBM, namun secara umum pelaksanaan PBM mungkin harus dimodifikasi menjadi sejenis Problems of the week, atau Problems of the month. Dari kesan yang diperoleh selama berinteraksi dengan guru, penulis merasa bahwa kegiatan yang teah dilakukan bermanfaat bagi guru, terutama dalam pengembangan soal problem solving yang sesuai dengan pendekatan PBM. Penghitungan richness degree sebuah soal juga merupakan yang baru bagi guru yang bermanfaat dalam meningkatkan kualutas soal-soal yang mereka (guru) kembangkan.
21 | P a g e
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat berbentuk pendampingan terhadap guru dalam pengembangan soal-soal untuk PBM, dan dalam merencanakan serta melaksanakan PBM dapat disimpulkan hal-hal berikut: 1. Guru sudah cukup mampu mengembangkan soal-soal yang sesuai untuk PBM, 2. Guru sudah mampu memhuat RPP untuk pembelajaran berorientasi PBM, 3. Guru sudah mampu melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PBM.
B. Saran Berdasarkan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan P2M ini disarankan: 1. Guru senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan soal-soal berkualitas, 2. Guru senantiasa berusaha meningkatkan kualitas pembelajarannya, diantaranya dengan mengimplementasikan PBM,
Lampiran 1: Daftar Pustaka 1. Amir, M.Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana. 2. Briggs, Mary and Alan Pritchard. 2005. Using ICT in Primary Mathematics Teaching. Exeter UK: learning Matters Ltd. 3. Cuoco, Albert A., E. Paul Goldenberg, and Jane Mark. 1995. Technology Tips. Constructions and investigations with dynamic geometry software.Technology in Perspective. No. 87. pp. 450 – 452 4. Dyer, Jeff, et.all. 2011. The Innovator’s DNA. Boston: Harvard Bussiness Review. 5. Gadanidis, George. 2000. The Effect of Interactive Applet in Mathematics Teaching. Faculty of Education, University of Western Ontario.Diakses tgl. 5 Nopember 2008. 6. Klotz, E.A. 1991. “Visualization in Geometry: A Case Study of Multimedia Mathematical Education Project.” Dalam Walter Zimmerman and Steven Cunningham.Visualization in Teaching and Learning Mathematics. USA: MAA 22 | P a g e
7. Mulyanto, Agus, dkk. 2005. Matematika Untuk Kelas VIII SMP Jilid 2. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama. 8. Oon-Seng Tan. 2003. Pembelajaran Berbasis Masalah Innovation : Using Problems to Power Learning in 21st Century. Singapore : Cengaged Learning. 9. Silverman, L.K. 1998. Guidelines for Teaching Visual-Spatial Learners (VSL). www.visualspatial.org Diakses tanggal 1 Desember 2006. 10. Suwarsono, 1998. Peranan Strategi Visual dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “PendidikanMatematika dalam Era Globalisasi” yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana IKIPMalang 4 April 1998. 11. Suweken, Gede. 2011. Pengembangan Mathlet Matematika Eksploratif Untuk Meningkatkan Kompetensi Matematika Siswa SMP Kelas VIII di Singaraja. Undiksha: Laporan Penelitian HB 12. Suweken, Gede. 2013. Pelatihan Program Aplikasi GeoGebra Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Keprofesionalan Guru SMP di Kecamatan Buleleng. Undiksha: Laporan P2M 13. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta : Prestasi Pustaka. 14. Undiksha. 2014. Materi PLPG 2014. Singaraja: Undiksha.
Lampiran 2: Foto-foto kegiatan
23 | P a g e
24 | P a g e
25 | P a g e