LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN MUDA
JUDUL
REKAYASA SISTEM PENGERINGAN PRODUK PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA YANG DIKOPEL DENGAN PEMBAKARAN LIMBAH PERTANIAN
Oleh: TEGUH WIYONO. ST, NIK: 1595.088 Drs. BURHAN IBNU M. ST. MPd
NIP : 131 619 535
DiBiayai Oleh Kopertis Wilayah VI Propinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN POLITEKNIK PRATAMA MULIA SURAKARTA TAHUN 2010 1
ABSTRAK The goverment had planned tomake a coal briquette stove in order to help the poor. Who can not afford. But this still did non obtain comminuty responses, becaues the coal briquettes still contain some weakness,in the existence of air pollution, especially the Smell an smoke, in addition to time depending on the quality of the coal briquetess to light it after a large fire burning a little too unruly. One way to overcome this is to organize and create system so that combustion produces combustion. Combustion, in addition to significantly reducing emissions, will also make the performance and efficiency of energy og energy use to be optimal. And one solution is to modify a coal furnace that already exist in the market today using conventional gasification
BAB I PENDAHULUAN
Hingga saat ini padi masih merupakan produk utama pertanian di negara agraris, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa beras yang merupakan hasil olahan dari padi merupakan bahan makanan pokok. Proses pengeringan yang merupakan salah satu proses pasca panen, merupakan proses yang amat krusial bagi para petani karena akan menentukan mutu hasil pertanian dan akan berujung pada harga penjualan hasil panen mereka, bila kadar bair tidak memenuhi persyaratan harga hasil panen mereka akan jatuh dan akan berimbas pada ketersediaan modal untuk musim tanam berikutnya. Namun sayangnya, proses pengeringan di tingkat petani selama ini, terlalu bergantung pada alam, yaitu sinar matahari, sehingga bila tidak ada sinar matahari maka petani tidak bias mengeringkan hasil panennya, hal tersebut sangat merugikan petani, terlebih lagi saat ini dimana keadaan cuaca sulit untuk diramalkan, sehingga semakin berat beban petani. Berbagai upaya telah diupayakan, dengan memperkenalkan berbagai bentuk alat pengering mulai dari yang sederhana dengan menggunakan efek rumah kaca sampai yang paling canggih dengan menggunakan sinar ultra merah, namun sayangnya pengenalan alat tersebut kurang mendapat respon dari kalangan petani karena dirasakan kurang realibel dan terlalu canggih sehingga sulit mengoperasikan. Padahal apabila dicermati, dari hasil limbah pertanian berupa sekam padi memiliki kandungan energi yang relatif besar yang murah dan melimpah. Sekam padi merupakan salah satu produk sampingan dari proses penggilingan padi, selama ini hanya menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sekam padi lebih sering hanya digunakan sebagai bahan pembakar bata merah atau dibuang begitu saja. sehingga apabila limbah pertanian tersebut digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pengeringan apalagi dikombinasikan dengan sinar matahari akan dapat menjadi sebuah proses pengeringan hasil panen yang murah dan sederhana. Oleh karena itu, dengan melihat permasalahan diatas, tim peneliti merencanakan penelitian mengenai upaya pengeringan panen hasil pertanian dengan sistem kombinasi antara pembakaran limbah pertanian dan energi surya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori Tentang Energi Matahari Sopian Dan Othman (1992). Menyatakan bahwa penggunaan energi matahari untuk berbagai aplikasi tengah meningkat. Energi matahari adalah suatu pilihan sehat untuk memanaskan dan mendingin seperti untuk pemanasan air, mengeringkan hasil agrikultur dan lain-lain. Selain itu, banyak negara-negara di dunia menyadari akan banyaknya kebutuhan energi mereka. Mereka menyimpulkan bahwa diperlukan penelitian untuk menyelidiki sumber energi alternatif sehingga ketergantungan atas bahan bakar fosil seperti minyak tanah dan batubara dapat dikurangi.
2.2. Kajian Teori Tentang Sekam Padi Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi, yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986). Jika produksi gabah kering giling (GKG) menurut press release Badan Pusat Statistik 1 November 2005 sekitar 54 juta ton maka jumlah sekam yang dihasilkan lebih dari 10,8 juta ton. Pemanfaatan sekam memang masih sangat terbatas, antara lain sebagai media tanaman hias, pembakaran bata merah, alas pada peti telur, dan keperluan lokal yang masih sangat sedikit. Oleh karena itu, gunungan sekam menjadi pemandangan yang biasa di sekitar lokasi penggilingan padi dan diduga dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitar.
2.3. Kajian Teori Tentang Pengeringan. Pengeringan adalah suatu proses penguapan kandungan air dari suatu produk, sampai mencapai kandungan air kesetimbangan. Air yang diuapkan tersebut, merupakan air bebas yang terdapat pada permukaan produk maupun air terikat yang berada dalam produk. Pengeringan bisa diartikan juga proses pemindahan/pengeluaran kandungan air bahan hingga mencapai kandungan tertentu agar kecepatan kerusakan bahan dapat diperlambat. Pada proses penguapan air tersebut, membutuhkan energi. Dengan
meningkatnya energi dalam wadah pengeringan produk, maka terjadi penguapan yang diikuti dengan pengikatan kandungan air pada udara pengering. Pada prinsipnya, pengeringan dipengaruhi oleh kecepatan udara pengering, suhu udara pengering dan kelembaban udara. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran yang memanfaatkan sinar matahari atau dengan cara buatan. Pengeringan buatan di samping untuk mengatasi pengaruh cuaca, kelembaban nisbi yang tinggi sepanjang tahun juga dimaksudkan untuk meningkatkan mutu hasil pengeringan.
2.4. Kajian Tentang Penelitian Damarjati dkk. (1992) menyatakan bahwa proses pengeringan hasil panen dengan sumber panas sinar matahari mempunyai potensi untuk dikembangkan, namun tingkat adopsinya masih terhambat karena energi sinar matahari berfluktuasi terhadap musim. Rachmat dkk. (1992) menyatakan bahwa kelembaban udara didalam media atau ruang pengering berpengaruh terhadap kecepatan proses pengeringan hasil pertanian. Ichsani dkk. (2001) dalam penelitiannya mengenai proses pengeringan tembakau dengan menggunakan energi panas gabungan dari energi surya dan penukar panas menyatakan bahwa proses pengeringan dengan system gabungan tersebut lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan pengeringan dengan energi sinar matahari saja dan pengeringan dengan penukar kalor saja, letak keunggulannya adalah dalam sisi realibilitas yang tiodak tergantuing waktu dan pada biaya yang relatif murah. Srzednicki dkk. (2001) yang melakukan penelitian mengenai pengeringan dengan sistem in store ( dengan menggunakan penukar panas) menyatakan bahwa sistem tersebut lebih menguntungkan karena menghasilkan kualitas yang bagus namun dengan biaya yang agak lebih mahal. Rachmat dkk. (2001) dalam penelitiannya mengenai pengeringan dengan dengan sistem in store dengan menggunakan zeolit menayakan bahwa dengan pengeringan tersebut proses pengeringan tidak tergantung biaya dan hasil beras yang didapatkan lebih bagus. Rusdiansjah dan Warjo (2004) meneliti mengenai masalah pengeringan keladi sistem aliran udara yang dipanaska dalam pemanas listrik sebesar 300 watt konstan mendapatkan hasil bahwa waktu pengeringan tergantung pada ketebalan keladi.
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meninjau efektifitas alat pengering hasil pertanian berbahan bakar limbah pertanian dan tenaga surya. Sehingga secara khusus tujuan penelitian tahap ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui parameter-parameter penting dalam proses pengeringan hasil pertanian. b. Mengetahui sistem pengering dengan dasar kerja kombinasi antara pembakaran limbah pertanian dengan energi surya untuk proses pengeringan hasil pertanian. c. Mengetahui suhu-suhu yang dihasilkan dari masing-masing tahap. d. Mengetahui laju pengurangan kadar air hasil pertanian bahan uji. Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pengeringan semua hasil hasil panen hasil pertanian sehingga memiliki prospek secara ekonomi yang besar disamping itu prospek ekonomi yang lain adalah penghematan konsumsi bahan bakar dengan menggunakan bahan bakar dari limbah pertanian.
3.2. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan dalam semua proses pengeringan produk pertanian dalam mewujudkan pertanian yang berwawasan lingkungan sehingga mampu memberikan nilai tambah pada produk pertanian karena adanya penghematan biaya dalam proses pengeringan sekaligus memberikan nilai tambah pada limbah pertanian..
BAB IV METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Motor Bakar Program Studi Teknik Mesin Politeknik Pratama Mulia. Adapun langkah-langkah penelitian yang direncanakan secara garis besar dapt diterangkan sebagai berikut :
Persiapan
Pembuatan kolektor panas energi surya serta tempat hasil panen dikeringkan
Pengumpulan bahan baku hasil panen yang akan dikeringkan
Uji coba alat
Pengambilan data proses pengeringan (laju pengeringan)
Uji fisis hasil pengeringan
Uji kimia hasil pengeringan
Uji reliabilitas di kalangan pengguna
Analisa ekonomi kemungkinan pembuatan secara massal dan perbaikan desain
Pembuatan laporan hasil penelitian dan diseminasi hasil melalui seminar dan pembuatan artikel
Sedangkan metodologi penelitian adalah sebagai berikut : 1. Tahap pembuatan kolektor panas energi surya serta tempat hasil panen dikeringkan dalam tahap ini, dilakukan pembuatan kolektor panas energi surya dengan sistem dua laluan dengan menggunakan penutup kaca ganda dan bahan penyerap panas adalah pasir dan kerikil serta bahan isolasi termalnya adalah glasswool. sedangkan untuk tempat hasil panen yang dikeringkan terbuat dari kayu. 2. Pengumpulan bahan baku Kemudian bahan baku berupa hasil panen dikumpulkan, sampel bahan baku ini diambil di daerah pertanian di Kabupaten Boyolali, untuk hasil panen diuji kadar airnya sebagai acuan dasar. 3. Uji coba alat Setelah alat jadi dan bahan baku terkumpul maka dilakukan perangkaian alat, alat-alat tersebut disusun . Setelah semua tersusun, maka dilakukan uji coba alat 4. Pengambilan data Selanjutnya setelah uji coba alat selesai maka proses pengambilan data dilakukan, secara singkat proses pengambilan data dapat dijelaskan sebagai berikut, udara diisap masuk kedalam blower dengan diatur kecepatannya dengan menggunakan pengaturan katup, sampai dalam satu kondisi yang steady kecepatan tersebut dicatat, kemudian udara tersebut dilalukan kedalam kolektor panas energi surya, pada alat ini temperatur udara masuk dan udara keluar kolektor dicatat, setelah itu udara dilalukan kedalan tempat hasil panen dikeringkan, temperatur udara masuk dan keluar dicatat, setiap 10 menit dilakukan pengontrolan temperatur ruang pengeringan agar konstan dan kadar air dari sampel yang dikeringkan dicatat. Demikian seterusnya sampai waktu 2 jam. Dan penelitian dilanjutkan untuk kecepatan udara yang lain. 5. Uji fisis dan kimia sampel yang dikeringkan Tahap ini dilakukan setelah batas waktu pengeringan dinyatakan selesai, pada tahap ini dilakukan pengamatan dan pencatatan terhadap kondisi fisik sampel (ukuran, keutuhan, warna ,bau) dan sifat kimianya 6. Uji reliabilitas di kalangan pengguna
Tahapan ini dilkaukan dengan mengundang petani untuk memberikan masukan mengenai cara kerja alat tersebut, sehingga diharapakan tahapan ini merupakan tahapan feed back untuk reliabilitas pemakaian sehingga bila digunakan dikalangan petani
dapat dioperasikan dan tidak menimbulkan
keluhan yang berarti. 7. Analisa ekonomi pembuatan secara massal dan perbaikan desain Dalam tahap ini, dilakukan proses analisa ekonomi kemungkinan pembuatan secara massal sehingga diketahui harga jualnya dan harga operasionalnya serta dalam tahapn ini pula dilakukan perbaikan desain hasil masukan dari kalangan pengguna sewaktu tahap uji reliabilitas pemakaian . 8. Pembuatan laporan Hasil penelitian akan dipublikasikan ke dalam Majalah Ilmiah
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengolahan Data dan Pembahasan Dari hasil pengamatan diperoleh beberapa data yang di antaranya berat hasil pertanian yang pada awal sebelum dikeringkan seberat 100 gram, setelah mengalami proses pengeringan, berat berkurang menjadi sekitar 80 gram, kadar air awal pada padi dan jagung adalah 40 %, maka kadar air akhir diperoleh sekitar 30 %, kadar kandungan air yang ideal pada padi dan jagung setelah mengalami proses pengeringan adalah 12 % - 16 %, hal ini menunjukkan kadar air yang terkandung dalam padi dan jagung belum mencapai kadar air yang ideal. Maka dapat diambil sebagai kesimpulan awal bahwa proses pengeringan belum berjalan sempurna, masih ada kekurangan yang harus diperbaiki seperti adanya kebocoran pada dinding kolektor atau oven yang menyebabkan adanya udara panas yang hilang. Dalam hal ini perlu dibuat desain oven pengering yang dapat bekerja lebih efektif dan efisien agar proses pengeringan dapat dikontrol terutama terhadap kadar air yang terkandung dalam biji
Suhu oven rak bawah dan atas (Derajat Celcius)
padi dan jagung.
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Rak bawah Rak atas
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.1. Grafik hubungan antara suhu rata-rata oven rak bawah dan atas dengan waktu Grafik di atas menunjukkan kenaikan suhu udara rata-rata dimulai pada awal proses pengambilan data, yaitu pada pukul 11:10 dan terus mengalami peningkatan hingga
mencapai suhu udara maksimum pada pukul 13:00 dan 13:10, yaitu suhu 46.5°C pada rak tingkat bawah, pada rak tingkat atas mengalami peningkatan suhu dari awal proses hingga mencapai suhu maksimum pada pukul 13:50, yaitu 44.75°C. Namun setelah melewati waktu puncak cenderung tetap bahkan kemudian menurun lagi seiring dengan penurunan intensitas radiasi surya meskipun tidak cukup signifikan. Suhu udara yang mengalir dari rak bawah dan rak atas akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya beban pengeringan, adanya kebocoran pada dinding oven, dan beban plat dinding oven, kenaikan suhu juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya radiasi matahari yang diterima oleh kolektor. Pada oven, dari ruang dasar ke rak tingkat bawah. Suhu udara pada saat melewati beban pengeringan rak tingkat bawah akan lebih panas dari pada beban pengeringan pada tingkat atas. Tetapi pada grafik di atas, pada tingkat bawah suhu udara lebih tinggi pada pukul 12:40, yaitu 48°C pada rak
Berat rata-rata rak bawah (gram)
bawah, dan pada rak atas suhu udara lebih tinggi pada pukul 13:50, yaitu 44,75 °C. 120 100 80 Jagung
60
Padi
40 20 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.2. Grafik hubungan berat rata-rata jagung dan padi dengan waktu tingkat bawah
Berat rata-rata rak atas (gram)
120 100 80 Jagung
60
Padi
40 20 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.3. Grafik hubungan berat rata-rata jagung dan padi dengan waktu Tingkat atas Dari grafik di atas dapat dilihat penurunan berat rata-rata jagung dan padi yang dikeringkan. Tetapi proses pengeringan belum mendapatkan hasil yang diinginkan karena dari 40 % kandungan air hanya 18 % kandungan air yang hilang, berarti produk pertanian tersebut masih mengandung air 22 %. Pengeringan dilakukan agar jumlah air yang terkandung di dalam padi dan jagung tersebut mencapai jumlah kandungan air yang diinginkan yaitu sekitar 12 % sampai 16 % dalam waktu yang cepat. Kandungan air yang berlebih akan menyebabkan padi menjadi kemerahan setelah dua atau tiga bulan penyimpanan, sedangkan kandungan air yang kurang akan menyebabkan padi tersebut menjadi beras patah setelah digiling.
Pengurangan kadar air tingkat bawah (%)
Prosentase Pengurangan Kadar Air Dalam Produk Pertanian 20 18 16 14 12 10 8
Jagung Padi
6 4 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.4. Grafik pengurangan kadar air dalam produk pertanian rak tingkat bawah
Pengurangan kadar air tingkat atas (%)
20 18 16 14 12 10 8
Jagung Padi
6 4 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.5. Grafik pengurangan kadar air dalam produk pertanian rak tingkat atas Grafik di atas merupakan hasil perhitungan terhadap prosentase pengurangan kadar air pada tiap pengambilan data yang diambil setiap 10 menit sekali, terlihat bahwa prosentase pengurangan kadar air pada tiap jangka waktu semakin meningkat, baik pada rak tingkat bawah maupun rak tingkat atas. Pada oven rak tingkat bawah prosentase pengurangan kadar air setelah mengalami pengeringan selama 3 jam pengurangan kadar air jagung mencapai 16,78 %, sedangkan pada padi pengurangan kadar air mencapai 18,34 %. Pada rak tingkat atas pengurangan kadar air jagung mencapai 17,19 %, sedangkan pengurangan kadar air padi mencapai 18,36 %. Dari grafik dan data di atas dapat dilihat bahwa pada pengeringan yang dilakukan dalam model oven pengering sistem rak, pengurangan kadar air lebih cepat terjadi pada rak tingkat atas, pada rak tingkat bawah suhu yang masuk hasil pemanasan kolektor surya masih tinggi dan belum digunakan, sedangkan pada tingkat atas suhu udara pemanasan merupakan sisa dari pemakaian pada tingkat bawah. Pada percobaan terjadi pada rak tingkat atas mengalami pengurangan kadar air lebih banyak, hal ini dapat disebabkan oleh tebal dan luas hamparan padi dan jagung. Sedangkan dilihat dari produk pertanian pengurangan kadar air dapat lebih maksimal pada padi dibandingkan pada jagung. Hal ini dapat diartikan bahwa model oven ini lebih cocok digunakan untuk pengeringan padi.
Kadar Air Dalam Produk Pertanian
Kadar air tingkat bawah (%)
45 40 35 30 25
Jagung
20
Padi
15 10 5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.6. Grafik kadar air dalam produk pertanian rak tingkat bawah
Kadar air tingkat atas (%)
45 40 35 30 25
Jagung
20
Padi
15 10 5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.7. Grafik kadar air dalam produk pertanian rak tingkat atas
Kadar air yang terkandung dalam padi dan jagung yang telah dipanen adalah 40 % dari berat total, jadi dalam berat 100 gram padi atau jagung kandungan air di dalamnya adalah seberat 40 gram, hal itu dapat ditentukan berdasarkan pernyataan dari sumber refrensi yang didapat. Kadar air pada padi atau jagung dalam pengeringan akan diturunkan hingga 12 % sampai 16 %, kalau lebih atau kurang dari harga kandungan air tersebut maka kualitas padi atau jagung akan menurun. Pada grafik di atas dapat diketahui bahwa kadar air pada padi dan jagung turun mencapai 22 %, berarti kadar air dalam padi atau jagung belum mencapai harga kandungan air yang ideal, dalam pengeringan hal itu perlu diperhatikan karena akan merusak kualitas
padi atau jagung jika kandungan air tidak sesuai dengan ukuran yang ideal. Penurunan kadar air mencapai penurunan hingga 23,23 gram untuk jagung dan 21,67 gram untuk padi pada rak tingkat bawah, sedangkan pada rak tingkat atas kadar air turun mencapai 22,82 gram untuk jagung dan 21,65 gram untuk padi, hal itu dapat terjadi karena kehilangan udara melalui dinding yang menyerap panas dan terjadi kebocoran pada dinding (pintu).
Kalor Untuk Memanaskan Udara Dalam Oven Dalam penelitian yang dilakukan, pengeringan hasil pertanian (padi dan jagung) menggunakan udara panas sebagai komponen utama pengeringan. Udara panas tersebut dipanaskan oleh kolektor energi surya dan dihembuskan oleh blower melalui pipa udara
Laju perpindahan kalor proses pemanasan udara (kJ/s)
panas masuk ke oven. 8 7 6 5 4 3 2 1 0 10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
Gambar 5.8. Grafik laju perpindahan kalor pada proses pemanasan udara dalam oven dalam rentan waktu 0 – 180 menit. Dalam penelitian oven pengering produk pertanian, udara panas pada bagian dasar oven merupakan udara panas yang berasal dari kolektor surya sehingga laju perpindahan kalor untuk pemanasan udara tersebut yang diasumsikan sebagai kalor yang digunakan untuk pemanasan udara pada model oven pengering model rak tingkat bawah dan rak tingkat atas. Udara panas tersebut kemudian diteruskan ke tingkat bawah melewati hamparan padi dan jagung rak tingkat bawah dan selanjutnya ke tingkat atas melalui hamparan padi dan jagung rak tingkat atas dan kemudian keluar melewati lubang-lubang kecil di atas oven dan bercampur dengan udara luar. Laju perpindahan kalor berfluktuasi setiap saat, untuk pemanasan udara selama 3 jam dalam percobaan yang dilakukan, maka kalor yang dibutuhkan pada setiap pengambilan data
adalah laju perpindahan kalor rata-rata tiap pengambilan data dikalikan dengan jarak waktu pengambilan data (t= 10 menit = 600 s).
Kalor pemanasan udara (kJ)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
Gambar 5.9 Kalor yang digunakan untuk memanaskan udara dalam oven setiap pengambilan data Kalor untuk Penguapan Air Produk Pertanian Dalam pengeringan hasil pertanian (padi dan jagung) udara panas digunakan untuk menguapkan air yang terdapat dalam padi atau jagung, dalam proses tersebut terdapat nilai
Kalor pemanasan uap air tingkat bawah (kJ)
kalor yang digunakan untuk menguapkan air setiap waktu. 100.0000 90.0000 80.0000 70.0000 60.0000
Jagung
50.0000 40.0000
Padi
30.0000 20.0000 10.0000 0.0000 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.10. Grafik kalor untuk penguapan air dalam produk pertanian rak tingkat bawah
Kalor pemanasan uap air oven tingkat atas (kJ)
100.0000 90.0000 80.0000 70.0000 60.0000
Jagung
50.0000 40.0000
Padi
30.0000 20.0000 10.0000 0.0000 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.11. Grafik kalor untuk penguapan air dalam produk pertanian rak tingkat atas
Kalor yang diserap jagung dan padi rak bawah (J/s)
Kalor yang Diserap Produk Pertanian 35.00 30.00 25.00 20.00
Jagung
15.00
Padi
10.00 5.00 0.00 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.12. Grafik kalor yang diserap produk pertanian rak tingkat bawah
Kalor yang diserap jagung dan padi rak atas (J/s)
18.00 16.00 14.00 12.00 10.00
Jagung
8.00
Padi
6.00 4.00 2.00 0.00 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.13. Grafik kalor yang diserap produk pertanian rak tingkat atas
Grafik penyerapan kalor oleh padi dan jagung di atas adalah penyerapan kalor setiap detik yang diambil pada setiap 10 menit sekali, yang terjadi secara konduksi dengan suatu asumsi bahwa hamparan padi dan jagung menutup rapat rak tingkat atas dan bawah model oven pengering. Kalor yang diserap oleh padi lebih tinggi dari pada jagung baik pada rak tingkat bawah dan rak tingkat atas, hal ini terjadi karena ketebalan hamparan atau permukaan padi lebih tipis yang dipengaruhi hubungan antara ketebalan (L) dengan laju perpindahan kalor (q). Laju penyerapan kalor mendapatkan nilai maksimal pada menit-menit terakhir pengeringan pada rak tingkat bawah, hal ini terjadi karena pada menit-menit terakhir suhu model oven tinggi. Sedangkan pada rak tingkat atas, terjadi peningkatan kalor pada pertengahan proses, hal ini disebabkan oleh peningkatan udara panas dalam oven yang tidak menentu. Dari grafik di atas dapat dilihat juga adanya fluktuasi penyerapan kalor oleh produk pertanian, hal ini terjadi karena mengikuti fluktuasi dari suhu model oven rak tingkat
20.00 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00
Jagung Padi
180
170
160
150
140
130
120
110
90
100
80
70
60
50
40
30
20
4.00 2.00 0.00 10
Kalor yang diserap jagung dan padi rak bawah setiap 10 menit (kJ)
atas dan rak tingkat bawah.
Waktu (menit)
Gambar 5.14. Grafik kalor yang diserap produk pertanian rak tingkat bawah setiap 10 menit
Kalor yang diserap jagung dan padi rak atas setiap 10 menit (kJ)
10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00
Jagung Padi
3.00 2.00 1.00 0.00 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.15. Grafik kalor yang diserap produk pertanian rak tingkat atas setiap 10 menit
Kalor yang diserap dinding oven perdetik (kJ/s)
Kalor yang Diserap Dinding Oven 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00
q dinding
30.00 20.00 10.00 0.00 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Waktu (menit)
Gambar 5.16. Grafik kalor yang diserap dinding oven per detik Grafik di atas menunjukan tentang fluktuasi laju perpindahan kalor ke dinding atau bisa disebut nilai kalor yang diserap dinding oven per detik. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa penyerapan kalor oleh dinding semakin meningkat dari waktu ke waktu dan maksimal terjadi pada menit-menit terakhir pengeringan, hal itu terjadi karena fluktuasi temperatur udara panas pengeringan semakin meningkat pada menit-menit akhir, sehingga dapat disimpulkan bahwa jika temperatur udara semakin meningkat maka penyerapan kalor oleh dinding akan semakin tinggi.
Kalor yang diserap dinding oven (kJ)
45.00 40.00 35.00 30.00 25.00
q dinding
20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 waktu (menit)
Gambar 5.17. Grafik kalor yang diserap dinding oven setiap 10 menit
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan tentang perpindahan panas yang terjadi dalam oven pengering produk pertanian model rak bawah dan rak atas dengan membandingkan
percobaan kolektor energi surya yang terkopel dengan tungku pembakaran sekam padi dan kolektor energi surya 1. Pada penelitian menggunakan kolektor energi surya dan tungku pembakaran, menghasilkan suhu antara 40 oC – 55 oC pada oven, suhu lingkungan 30 oC. Sedangkan peningkatan panas yang dihasilkan kolektor energi surya tanpa tungku pembakaran adalah antara 31 oC – 45 oC pada oven, suhu lingkungan 30 oC, berfluktuasi tergantung pada kondisi radiasi matahari yang diterima. 2. Nilai kalor yang digunakan untuk pemanasan udara menggunakan kolektor energi surya dan tungku pembakaran yang masuk ke oven pengering adalah jumlah dari laju perpindahan kalor yang terjadi pada tiap detik selama 3 jam pengeringan yang mempunyai nilai 976,21 kJ, dan nilai kalor yang diserap oleh dinding bernilai 959,88 10 3 kJ. Pada percobaan tanpa tungku pembakaran, nilai kalor pemanasan udara
mempunyai nilai 462,28 kJ, nilai kalor yang diserap oleh dinding bernilai 638,13 10 3 kJ, hal ini disebabkan karena dinding oven tidak diisolasi sehingga banyak panas yang terbuang. 3. Nilai kalor untuk penguapan air adalah nilai kalor yang digunakan untuk menguapkan air yang terkandung dalam produk pertanian selama 3 jam menggunakan pemanasan kolektor energi surya dan tungku pembakaran mempunyai nilai 349,44 kJ. Pada pengeringan tanpa menggunakan tungku pembakaran, nilai kalor untuk penguapan air 200,63 kJ. Karena produk pertanian yang dikeringkan terlalu sedikit, maka nilai kalor untuk penguapan air jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kalor untuk pemanasan udara. 4. Model oven pengering sistem rak bawah dan rak atas yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan penelitian lebih efisien jika digunakan untuk pengeringan padi, karena kadar air padi turun lebih cepat dari pada jagung. 5. Jika dilihat dari waktu pengeringan, maka pengeringan dengan menggunakan kolektor energi surya yang terkopel dengan tungku pembakaran sekam padi lebih cepat karena menghasilkan kalor lebih tinggi sehingga proses pengeringan produk pertanian lebih cepat. Dilihat dari segi tenaga manusia yang mengoperasikan alat, pengeringan produk pertanian menggunakan kolektor energi surya tanpa menggunakan tungku pembakaran jauh lebih efisien.
6.2. Saran
1. Perlu diadakan perubahan desain pada oven agar udara panas dapat langsung terpakai dan dinding oven pengering harus diisolasi agar kalor udara tidak banyak yang hilang. 2. Pada penerapan model oven pengering ini di lapangan, jumlah produk pertanian yang akan dikeringkan dan lamanya waktu pengeringan harus diperhatikan agar proses pengeringan menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. 3. Suhu udara pada proses pengeringan harus dibuat merata sehingga sebaran udara bertemperatur dapat menghasilkan kualitas produk pertanian yang baik dengan cara merubah konstruksi pipa saluran udara panas.
DAFTAR PUSTAKA
Surdia Tata, Shinriku Saito, 1985, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta. Suhirman,Wahid, 1997, Ilmu Pengetahuan Bahan, FTI- ITS Surabaya Syamsir Muin, Ir, 1989,
Dasar-dasar Perancangan Perkakas Dan Mesin-mesin Perkakas,
Rajawali Pers, Jakarta Terheyden, V, 1981, Alat-alat Perkakas 2, Binacipta, Bandung
Triyono Joko, 2004, Pengaruh Bahan filler terhadap kekuatan geser sambungan brazing pahat bubut Carbide tip, Gema teknik III, hal 11 Vianco PT. dkk October 2002. Aging of Brazed joint-interface reaction in base couples part I, AWS and WRC
LAMPIRAN Alat yang digunakan
Gambar 1. Kolektor energi surya
Gambar 2. Pipa
Gambar 3.
Gambar 4. Blower
Oven
Gambar 5. Tungku
Gambar 6. Anemometer
Gambar 7. Termokopel
Gambar 8. Timbangan digital
DAFTAR RIWAYAT HIDUP KETUA PENELITI
1. Nama Lengkap dan gelar akademik
: Teguh Wiyono, ST
2. NIK
: 1595.088
3. Tempat dan Tanggal Lahir
: Sukoharjo, 2 Desember 1963
4. Fakultas/ Jurusan/ Program Studi/ PT
: Teknik Mesin/ Politeknik Pratama Mulia Surakarta
5. Alamat Kantor
: Jln Haryo Panular No. 18. A .Surakarta Pos 57147.
Telepon/ Faksimili
: (0271) 712637,/727710
Kode
6. Pendidikan Terakhir
: Sarjana Teknik (S1)
Tempat Pendidikan
: Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Tahun Lulus
: 1992
7. Pengalaman Penelitian dan Pengabdian Masyarakat : No
Judul kegiatan
Tahun
Sumber dana
1
Pengabdian pada masyarakat Alat Emposan tikus
2008
Diknas Propinsi
bagi petani padi disukoharjo 2
Briket Blotongan Sebagai bahan bakar alternatif
2008
Politama
3
Pengabdian pada masyarakat Mesin Perajang kain
2007
Politama
4
Penelitian Air Conditioning Pada Ruang Kuliah
2006
Majalah Idea UTM
5
Anggota Tim Servis gratis Kendaraan Bermotor
2005
Politama
Surakarta, 10 Mei 2010 Ketua Peneliti
Teguh Wiyono,ST
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PENELITI
1. Nama Lengkap dan gelar akademik
: Drs. Burhan Ibnu Mubtadi, ST, MPd
2. NIK
: 131 619 535
3. Tempat dan Tanggal Lahir
: Purwodadi, 16 Desember 1957
4. Fakultas/ Jurusan/ Program Studi/ PT
: Teknik Mesin/ Politeknik Pratama Mulia Surakarta
5. Alamat Kantor
: Jln Haryo Panular No.18.A.Surakarta Kode Pos 57147.
Telepon/ Faksimili
: (0271) 712637,/727710
E- Mail
: Poltek @ politama ac.id
6. Pendidikan Terakhir
: Sarjana Teknik (S1)
Tempat Pendidikan
: IKIP SEMARANG 1984 UNIVA MEDAN
2000
S2 IKIP JAKARTA 1995 Tahun Lulus
: 2006
7. Pengalaman Penelitian dan Pengabdian Masyarakat :
No
Judul kegiatan
Tahun
Sumber dana
1
Anggota Tim Servis gratis Kendaraan Bermotor
2004
Politama
2
Pengaruh variasi putaran mesin terhadap emisi
2005
DIKNAS
gas buang terhadap tingkat kebisingan
Surakarta, 10 Mei 2010 Anggota Peneliti
Drs. Burhan Ibnu Mubtadi, ST, MPd