LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PENELITI MUDA
POTENSI DAN PELAKSANAAN SANKSI HARTA ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH KABUPATEN TANAH DATAR
STA I N BAT US ANG K AR
OLEH : DR. ALIMIN, LC., M.AG.
DILAKSANAKAN ATAS BIAYA DIPA STAIN BATUSANGKAR SESUAI SURAT PERJANJIAN KONTRAK PENELITIAN NOMOR: Sti.02/IX/TL.00/
/2014 TANGGAL
2014
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BATUSANGKAR 2014
LAPORAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL PENELITIAN 1. a. Judul Penelitian
: Potensi dan Pelaksanaan Sanksi Harta atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran di Lembaga Keuangan Syariah Kabupaten Tanah Datar
b. Nomor Kontrak
: Sti.02/IX/TL.00/
.n / 2014
c. Program Penelitian : Peneliti Muda c. Jenis Penelitian
: Individu
2. Peneliti a. Nama Lengkap
: Dr. Alimin, Lc., M.Ag.
b. Jenis Kelamin
:L
c. NIP
: 19720505 200212 1 004
d. Bidang Ilmu
: Perbankan Syariah
e. Pangkat/Golongan : Lektor/IIIc f. Jurusan / Prodi
: Muamalat (Ekonomi Islam)/Perbankan Syariah
g. Alamat
: Jalan Angkasa Puri II/4 Tunggul Hitam Padang
h. Telp
: 081363449205
i.
:
[email protected]
Email
3. Anggota Tim Peneliti : 4. Lokasi Penelitian
: Kabupaten Tanah Datar
5. Waktu Penelitian
: 15 September 2014 s/d 15 November 2014
6. Biaya
: Rp. 7.500.000,-
7. Sumber Biaya
: STAIN Batusangkar
Mengetahui, Kepala P3M STAIN Batusangkar
Batusangkar, 5 November 2014 Peneliti,
Ulya Atsani, M.Hum.
Dr. Alimin, Lc., M.Ag.
Nip. 19750303 199903 1 004
NIP. 19720505 200212 1 004
1
I. Abstrak Penelitian ini membahas tentang bagaimana potensi dan pelaksanaan denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang pada lembaga keuangan syariah di Kabupaten Tanah Datar. Penelitian ini difokuskan untuk: 1) mendeskripsikan bagaimana lembaga keuangan syariah yang ada di Kabuaten Tanah Datar melaksanakan denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang, 2) mendeskripsikan potensi denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang sebagai fungsi dan media sosial bagi lembaga keuangan syariah, 3) menjelaskan pandangan hukum ekonomi Islam dan teori manajemen keuangan Islam terhadap pelaksanaan denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang, 4) merekomendasikan solusi untuk memberdayakan potensi sangsi denda untuk pengembangan lembaga keuangan syariah. Manfaat utama dari penelitian ini adalah memberikan penjelasan dan arahan bagi pemikir dan stakeholder lembaga keuangan syariah tentang efisiensi pelaksanaan denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang dari segi aplikasi dan teoritis. Penelitian ini menemukan bahwa penerapan sangsi ini diterapkan secara bervariasi pada LKS yang terdapat di Tanah Datar, dari 9 semua LKS hanya setengah yang menerapkannya sedangkan sebab dari variasi penerapan ini mempunyai alasan tersendiri dari masing-masing LKS mulai dari alasan strategi promosi sampai alasan praktis lapangan. LKS yang tidak menerapkan sangsi ini umumnya LKS mikro. Besarnya sangsi dan metode pelaksanaan yang diterapkan juga bervariasi antar LKS. Adapun jumlah dana yang terkumpul dari keseluruhan LKS yang terdapat di Tanah Datar masih relatif rendah yaitu Rp. 8.800.000,- per tahun,
sedangkan
potensi
dana
secara
keseluruhan
jika
semua
menerapkannya, akan terkumpul dana sebesar 26,5 juta rupiah.
LKS
Dari sisi
pengetahuan dan pemahaman nasabah terhadap aturan dan pemberlakuan sangsi masih belum maksimal. Selanjutnya peneliti tidak menemukan hambatan hukum fikih dalam pelaksanaan ini kecuali dari aspek penyaluran dana sangsi.
2
KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti haturkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat
dan
hidayah-Nya
kepada
penulis
sehingga
dapat
menyelesaikan penelitian berjudul Potensi dan Pelaksanaan Sanksi Harta atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran di Lembaga Keuangan Syariah Kabupaten Tanah Datar karena di hadapan berbagai rintangan yang begitu komplek dan waktu yang terbatas, maka berkat rahmat Allah swt jualah pekerjaan yang penulis anggap begitu berat ini dapat terselesaikan. Selanjutnya, Penulis mengirimkan shalawat dan salam buat suri teladan terbaik umat muslim, Nabi Muhammad saw. yang dalam munasabah ini, mewariskan petunjuk dalam menyelesaikan urusan ekonomi umat manusia yang tak terbantahkan hingga zaman modern ini. Penghargaan dan terimakasih penulis sanjungkan pada Bapak Ketua STAIN Batusangkar yang berkenan mengalokasikan bantuan dana sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan untuk selanjutnya diolah dan dimanfaatkan mahasiswa dan masarakat. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan pada Kepala P3M STAIN Batusangkar, Bapak Ulya Atsani, M.Hum., yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini, yang telah memberikan arahan dan kesempatan bagi peneliti sehingga penelitian ini terselesaikan. Secara khusus penulis penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah ikut berkontribusi aktif dalam penyelesaian penelitian ini, khususnya para pengurus lembaga keuangan syariah yang telah memberikan waktu dan ruang guna mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini. Tidak lupa penulis ucapankan terimakasih pada segenap teman yang telah banyak memberikan petunjuk dan arahan bagi penelitian ini guna kesempurnaan penelitian ini. Sebenarnya petunjuk Allah SWT sampai pada peneliti melalui lidah dan petunjuk mereka.
3
Penulis
menyadari
bahwa
penelitian
ini
masih
memerlukan
pengembangan yang mendalam yang tidak mungkin dituangkan dalam ruang yang terbatas ini. Penulis mohon, jika dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan di sana sini karena Allah SWT lah pemilik kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis bermohon taufiq dan 'inayah pada Allah SWT dan berdoa semoga mereka yang sudah berkontribusi dalam penyelesaian penelitian mendapat pahala dan ganjaran baik dunia dan akhirat dari Allah SWT. Amin.
Batusangkar, 5 November 2014 Peneliti,
Dr. Alimin, Lc., M.Ag.
4
DAFTAR ISI Bab I : Pendahuluan............................................................................ 8 A. Latar Belakang.....................................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah.............................................
13
C. Tujuan Penelitian..................................................................
13
D. Definisi Operasional................................. ...........................
13
Bab II: Landasan Teori............ .......................................................... 14 A. Panduan Islam dalam Utang Piutang
14
B. Sangsi Harta (Al-Gharamah Al-Maliyah) terhadap
20
Keterlambatan Membayar Utang............. ............ ............ ....... C. Pentingnya Denda dalam Bisnis Keuangan........ ............ ..........
25
Bab III : Metode Penelitian.......... ............ ............ ............................. 27
Bab IV : Hasil Penelitian Dan Pembahasan...................................... 30 A. Penerapan Sangsi Atas Keterlambatan Pembayaran Utang ........
31
B. Besar Sangsi yang Diterapkan............................ ......................... 36 C. Penggunaan Dana Sangsi ............................ ............................ ... 39 D. Potensi Besarnya Dana Sangsi............................ ........................
41
E. Pengetahuan Nasabah terhadap Sangsi............................ ............ 42
Bab V: Kesimpulan Dan Saran............ ............ ................................ 44 A. Kesimpulan............ ............ ............ ............ ............ ..........
44
B. Saran............. ........... ............ ............ ............ .....................
45
Daftar Pustaka …………………………………………………………
47
Lampiran 1: Daftar Riwayat Hidup…………………………................. 49 Lampiran 2: Instrumen Penelitian …………………………………......
51
Lampiran 3: Contoh Klausul Tentang Sangsi Keterlambatan.................
53
5
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Produk perbankan Islam hendaklah yang taat asas (syariah compliant) dan sekaligus memenuhi tuntutan pasar (hemat biaya, kompetitif dari sisi harga, rendah resiko, dan tidak rumit). Dari segi tuntutan ketaatan syariah, semua produk lembaga keuangan syariah tidak boleh keluar dari hukum ekonomi syariah, sedangkan dari sisi tuntutan pasar, manajemen keuangan lembaga keuangan syariah harus dapat mempertanggungjawabkan pengelolaannya di hadapan pada stakeholders (pihak manajemen, pemegang saham, pendana dari pihak ketiga, pemerintah, dan masarakat). Jika mempertimbangkan kedua aspek tersebut, maka lembaga keuangan syariah akan kehilangan kepercayaan ditengah-tengah masarakat yang merupakan penopang lembaga keuangan syariah itu sendiri.1 Lembaga keuangan syariah disamping mempunyai fungsi ekonomi dan bisnis, juga mempunyai mempunyai fungsi sosial dalam bentuk penyaluran infak, sedekah dan zakat. Dari sisi ekonomi dan bisnis, lembaga keuangan syariah dapat mengembangkan ekonomi masarakat secara adil dan ril dari segala
segmen
masarakat, sedangkan dari sisi sosial dapat mengembangkan ekonomi masarakat lemah melalui saluran infak, sedekah dan zakat. Salah satu pemasukan dari dana infak, sedekah dan zakat adalah denda keterlambatan pembayaran utang atas nasabah yang mampu. Dari segi teori manajemen lembaga keuangan syariah, denda atas keterlambatan pembayaran utang harus dilaksanakan guna mendisiplinkan nasabah karena sumber dana lembaga keuangan syariah dana masarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh lembaga keuangan. Namun dalam pelaksanaan penerapan denda keterlambatan pembayaran tidak boleh dilakukan sembarangan 1
Tulisan Omar Mustafa Ansari and Faizan Ahmed Memon, Artikel: Is Islamic Banking Really ‘Islamic’? (Merely a change in name?), Majalah Islamic Finance News (The World’s Global Islamic Finance News Provider), Malaysia, Vol. 5, Terbitan ke-12, 28 Maret 2008, hal. 9. www.islamicfinancenews.com
6
karena dapat menurus kepada praktik ribawi. Maka, berbeda dengan lembaga keuangan konvensional yang menjadikan denda sebagai salah satu pendapat lembaga keuangan, lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai salah satu sumber penyaluran dana yang berfungsi sosial. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia No. 17 tahun 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran dinyatakan bahwa denda keterlabatan pembayaran utang tidak boleh menjadi salah satu sumber pendapatan lembaga keuangan syariah, namun wajib diserahkan kepada kepentingan sosial. Demikian juga yang terdapat dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Standar Syariah Dewan Syariah AAOIFI No. 36.2 Solusi yang diberikan AAOIFI hanya berupa sangki moril ditambah langsung menuntut dipengadilan yang dapat berakibat penyitaan. Fatwa AAOIFI tersebut memang berbeda dengan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran, yang menyatakan: "Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial." Penggalan "nasabah mampu" dalam fatwa DSN MUI No. 17 juga perlu mendapat tempat pada penelitian untuk menemukan bagaimana masing-masing lembaga keuangan syariah menerapkan kata "mampu" tersebut, atau bagaimana kriteria yang diterapkan. Kata "sosial" juga memiliki penafsiran dan penerapan yang berbeda pada tataran praksis.
Kepentingan sosial dimaksud dalam fatwa-fatwa tersebut di atas masih bersifat umum, maka penggunaannya sangat fleksibel dan bahkan dapat ditafsirkan untuk manfaat yang berdimensi promosi bagi keuangan syariah terkait. 2
Standar Syariah AAOIFI No.36, tentang al-'Awâidh al-Thâri'ah 'Ala al-Iltizâm.
7
Sejak lahir bank Islam pertama pada tahun 1967 di Propinsi Daqhaliya Mesir, berbagai produk keuangan Islam terus berkembang sesuai dengan tuntutan pasar dan tuntunan hukum mu'amalat Islamiyah. Perkembangan, perubahan, revisi, modifikasi, dan penghapusan produk pernah terjadi dalam sejarah produk keuangan Islam. Maka, denda atas keterlambatan pembayaran utang merupakan salah satu produk sosial lembaga keuangan syariah yang masih mendapatkan perhatian melalui penelitian agar dari segi teori maupun praktis dapat dilaksanakan secara efektif (taat asas dan berhasil guna). Kebanyakan produk keuangan Islam yang bersumber dari fatwa berbagai lembaga fatwa Islam baik berasal dari lembaga fatwa global seperti Majma' Fiqh al-Islami OKI dan AAOIFI Bahrain, sampai pada lembaga fatwa domestik seperti DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Indonesia ataupun SAC (Shariah Advisory Council) Malaysia, mengalami dilema dari dua sisi: yaitu memenuhi kesesuaian syariah (syariah compliant) atau memenuhi selera pasar (market demand). Semua produk lembaga keuangan syariah masa kini merupakan produk-produk inovatif rekayasa keuangan Islam modern yang diaplikasikan pada sektor perbankan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemasukan denda atas keterlambatan pembayaran utang yang berdimensi sosial merupakan pembeda yang cukup siginifikan
antara
lembaga
keuangan
syariah
dan
lembaga
keuangan
konvensional. Maka negative image atau stigma negatif terhadap bank syariah bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional dapat ditepis melalui salah satu produk ini. Potensi denda keterlambatan pembayaran di lembaga keuangan syariah sangat besar karena perkembangan keuangan yang sangat pesat. Pada tahun 2007 total aset lembaga keuangan syariah mencapai Rp 38 triliun, kemudian pada tahun 2012 total aset mencapai Rp 247 triliun. Aset perbankan syariah saat ini sudah mencapai Rp.179 Triliun (4,4 % dari asset perbankan nasional). Dan hingga akhir 2012 terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS), dan 156 BPRS dengan jaringan kantor sebanyak 2.574 lokasi atau tumbuh sebesar 25,31%. Sampai akhir tahun 2011, unit koperasi secara umum berjumlah 187,598 unit dimana 71,365 unit
8
diantaranya merupakan unit koperasi simpan pinjam, dan kurang lebih 5,500 unit diantaranya adalah BMT. (per 17 Desember 2012). Sampai dengan Oktober 2013 terdapat penambahan 764 investor syariah, 22 reksadana syariah baru dengan ratarata pertumbuhan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar 30 persen. Selanjutnya berdasarkan data statistik di Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) per Maret 2013, perkembangan penerbitan sukuk (obligasi syariah) meningkat tajam, yaitu sebesar Rp 11,29 triliun dari 37 emisi yang masih beredar dibanding periode tahun 2012 yang hanya Rp 9,79 triliun.3 Dari data tersebut, terlihat jumlah denda yang akan terkumpul, karena menurut analisa penulis, hampir semua produk lembaga keuangan syariah terkait dengan transaksi utang piutang, mulai dari perbankan syariah sampai pada lembaga keuangan syariah non bank seperti pegadaian syariah, syariah finance, dan pasar modal modal syariah, utamanya pada produk sukuk.4
Sebagai data sementara, dapat dilihat pada Koperasi Syariah STAIN Batusangkar sebagai sebuah koperasi internal lembaga pendidikan dimana nasabahnya adalah anggota dari koperasi tersebut terdapat potensi dana denda keterlambatan pembayaran utang rata-rata sejumlah Rp. 300 ribu perbulan, atau sebanyak Rp. 3 juta 6 ratus ribu pertahun, dan jika dikalikan dengan jumlah lembaga keuangan syariah yang terdapat di Tanah Datar, maka jumlah tersebut akan lebih banyak lagi, yaitu 10 lembaga keuangan syariah diperkirakan jumlahnya akan mencapai 50 juta rupiah pertahun. Perbedaan modal dan mobilisasi dana yang terdapat pada masing-masing lembaga akan memberikan data yang berbeda secara ril lapangan.
3
Dr. Mulya E. Siregar (Directorate of Islamic Banking - Bank Indonesia), Makalah: Recent Development Of Islamic Banking In Indonesia, Islamic Finance News Roadshow, Jakarta, 22nd March 2011, dan http://www.bi.go.id/web/en; http://www.cbcindonesia.com/about_us.shtml 4 Alimin, Desertasi: Aplikasi Pasar Sukuk Dalam Perspektif Syariah (Studi Analisis Kesesuaian Syariah Terhadap Aplikasi Pasar Sukuk Domestik Dan Global), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, hal. 177.
9
Besarnya potensi dan pentingnya shariah compliant dalam penerapan denda atas keterlambatan pembayaran utang ini perlu mendapat suatu penelitian tersediri. Dan penelitian ini akan memperlihatkan kepada kita bahwa lembaga keuangan syariah secara sistem akan memberikan kontribusi sistemik bagi kemajuan ekonomi masarakat secara umum. Karena pentingnya masalah sangsi atas keterlambatan pembayaran utang oleh nasabah mampu ini, dan langkanya kajian tentang masalah yang secara khusus membahas tentang masalah ini, maka penulis melihat pentingnya masalah ini untuk dijadikan obyek penelitian khusus.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Mengingat banyaknya permasalahan, aspek, dan faktor yang dapat diteliti pada penelitian ini, maka penelitian ini difokuskan untuk menemukan jawaban terhadap beberapa masalah pokok, yaitu: 1.
Bagaimana lembaga keuangan syariah yang ada di Kabuaten Tanah Datar melaksanakan denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang karena sangsi harta tidak hanya terkait satu akad saja, tapi dalam berbagai bentuk akad, maka pada penelitian ini difokuskan pada akad yang terkait utang saja.
2.
Berapa besar potensi denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang sebagai fungsi dan media sosial bagi lembaga keuangan syariah dimana disini keunikan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dibanding lembaga keuangan konvensional. Di sini LKS semakin menekankan peranannya sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sosial lebih besar.
3.
Bagaimana pandangan hukum ekonomi Islam dan teori manajemen keuangan Islam terhadap pelaksanaan denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang. Berdasarkan fokus masalah tersebut penulis merumuskan fokus masalah
ini dengan "Bagaimana pelaksanaan pemungutan denda atas keterlambatan utang pada lembaga-lembaga keuangan syariah di Kabupaten Tanah Datar?"
10
C. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap judul penelitian, perlu peneliti jelaskan maksud dari beberapa kata yang terdapat pada judul penelitian ini, yaitu: 1. Potensi bermaksud berapa jumlah dana yang terakumulasi pada berbagai lembaga keuangan syariah di Kabupaten Datar dan bagaimana khidmah sosial yang dapat dilakukan untuk melalui dana yang berasal dari denda tersebut. 2. Pelaksanaan bermaksud bagaimana lembaga keuangan syariah di Tanah Datar mengaplikasikan fatwa DSN MUI sesuai dengan mekanisme yang kondusif bagi masing-masing lembaga keuangan. 3. Sanksi Harta atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran bermasuk sanksi berupa sangsi seperti uang ataupun barang yang dibebankan pada nasabah yang ingkar janji dalam menepati waktu-waktu pembayaran utang yang sudah ditetapkan oleh lembaga keuangan dalam berbagai produk. 4. Lembaga Keuangan Syariah yang penulis maksud adalah lembaga keuangan syariah perbankan, BMT (Baitul Mal Wat Tamwil) dan Koperasi Syariah yang terdapat di Tanah Datar. Dengan demikian, maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti bagaimana pelaksanaan pemungutan dan penyaluran denda atas keterlambatan pembayaran utang pada lembaga keuangan syariah di Kabupaten Tanah Datar.
D. Sasaran, Tujuan, dan Manfaat Penelitian Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi bagaimana lembaga keuangan syariah sanksi denda harta sesuai dengan teori hukum dan teori manajemen keuangan Islam sehingga dapat dijadikan sebagai
panduan
bagi
praktisi
dan
pemikir
ekonomi
Islam
untuk
mengembangkan kegiatan berupa penerapan denda atas keterlambatan pembayaran kewajiban nasabah mampu ini. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan penjelasan dan arahan bagi pemikir dan stakeholder lembaga keuangan syariah tentang efisiensi
11
pelaksanaan denda atas nasabah mampu yang menunda pembayaran utang dari segi aplikasi dan teoritis.
E. Kajian Riset Sebelumnya Kajian-kajian mendalam ataupun sederhana tentang penerapan denda atas keterlambatan pembayaran utang sudah ada dilakukan oleh para peneliti namun belum banyak, baik secara teori maupun praktis, namun dari potensi dan ragam pelaksanaannya, penulis belum menemukannya. Diantara makalah yang cukup popoler di luar negeri tentang masalah ini adalah tulisan Muhammad ibn Abdul Aziz al-Yamani, desertasi: asy-Syuruth alJazai'y wa Atsaruhu fi al-'Uqud al-Mu'ashirah (Pengaruh Sangsi Harta dalam Kontrak Terhadap Akad-akad Kontemporer), Universitas Malik Sa'ud, Saudi Arabia, 1436 H. Tulisan setebal 439 halaman ini membahas berbagai teori penerapan sangsi harta atas keterlambatan utang secara mendalam, namun sesuai judulnya tidak terdapat pembahasan mengenai potensi dan bagaimana lembaga keuangan menerapkan. Selanjutnya terdapat pula suatu penelitian menarik dari Desertasi Muhammad Syarif al-'Umariy dengan judul ad-Duyun al-Muta'ttsirah fi al-Bunuk al-Islamiyyah wa Kaifa 'Ilajuha min Khilal Tajribati al-Bunuk al-Islamiyyah alMalayziyyah (Utang-utang yang Macet pada Bank-bank Islam serta Solusinya, Studi pada Bank-bank Islam Malaysia), Universitas Islam Internasional Malaysia. Tahun 2012. Dari penelitian ini terdapat bahasan cukup mendalam tentang bagaimana ragam pelaksanaan penerapan denda keterlambatan utang di banyak bank Islam Malaysia. Skripsi Yetty Nur Indah Sari dari Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah dengan judul "Denda Murabahah dalam Pandangan Islam (Studi Kasus di Bank Syariah Mega Indonesia)" tahun 2008. Penelitian ini lebih fokus pada kajian pelaksanaan di salah satu lembaga keuangan syariah, maka tidak menyentuh sisi potensi dalam sampel yang lebih besar dan juga ragam pelaksanaannya. Penelitian serupa juga terdapat pada Skripsi Erma Winarti, berjudul Infak Sebagai Ganti Rugi Atas
12
Keterlambatan Angsuran Di BMT (Studi Kasus di BMT Subulussalam Sleman), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2012. Demikian juga dengan juga dengan Skripsi, Heni Taslimah, dengan judul Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan Denda pada Pembiyaan Bermasalah di KSU BMT MultazamYogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tahun 2008. Dengan demikian, dari sisi kebaruan, penelitian ini diperlukan karena belum terdapat penelitian khusus yang sama dengannya.
13
BAB II KAJIAN TEORI
Masalah sangsi atas keterlambatan utang mempunyai kaitan masalah mendasar dengan aturan utang piutang dalam Islam, oleh karena itu kajian teori peneliti
bagi menjadi dua bagian yaitu tentang panduan utang piutang dalam
Islam dan masalah pembebanan sangsi atas keterambatan membayar utang. A. Panduan Islam dalam Utang Piutang Teori tentang denda atas keterlambatan pembayaran utang terkait erat dengan erat dengan teori riba karena apapapun nama riba yang diterapkan namun jika substansinya sama dengan riba, ia akan tetap dianggap sebagai perbuatan riba, apakah pungutan tersebut disebut sebagai jasa, atau bunga, ataupun sangsi, dan ataupun denda. Pada dasarnya jika pihak kreditur menerapkan suatu denda terhadap debitur, maka hal ini dapat disamakan dengan riba karena riba jahiliyah pada hakikatnya adalah tambahan utang (denda utang) karena terlambat membayar utang pokok.5 Sedangkan hukuman atas keterlambatan waktu itu dianggap tidak ada, maka sangsi harta dalam utang karena sama dengan imbalan dengan suatu hal tidak dihargai. 6
ٍﺎﻝﺎﻝٍ ﺑِﻤﺔِ ﻣﺿﺎﻭﻌﺽٍ ﻓِﻲ ﻣﺎﻝٍ ﺑِﻼﹶ ﻋِﻮﻞﹸ ﻣﻓﹶﻀ
Kelebihan yang didapat dari suatu harta tanpa ada imbalan atau padanan (‘iwadh) dalam akad saling tukar. Pertambahan tersebut dapat terjadi pada barang yang sama karena perpanjangan waktu dalam berhutang (riba nasâ’i) atau pada pertukaran langsung seperti menukar uang 1000 rupiah dengan 2000 rupiah (riba fadhl). Terlihat bahwa praktek riba fadhal adalah suatu perbuatan yang tidak masuk akal dan sangat merugikan diri sendiri, namun tujuannya adalah mendapatkan utang yang 5
Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuhu, (Beirut: Dâr al-Fikri, 1989), Jilid 4, h. 672 6 Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuhu, (Beirut: Dâr al-Fikri, 1989), Jilid 4, h. 668-669
14
akan dibayar pada masa datang. Sedangkan tujuan praktek riba nasi’ah juga untuk mendapatkan utang meskipun nantinya harus membayar lebih dari yang dipinjam. Kemudian daripada itu, ketika Islam mengharamkan riba sebenarnya pada saat yang sama, Islam melarang adanya ekspoloitasi terhadap kebutuhan orang lain karena secara ekonomis orang-orang yang meminjam dengan membayar riba tersebut dalam keadaan terdesak secara ekonomis. Maka, Islam melarang keras perbuatan riba dan bahkan menjadi suatu dosa besar sebagaimana dalam firman Allah SWT:
ﻥﹶﻮﻈﹾﻠﹶﻤﻻﹶﺗﻥﹶ ﻭﻮﻈﹾﻠِﻤ ﻻﹶﺗﺍﻟِﻜﹸﻢﻮ ﺃﹶﻣﺱﻭﺅ ﺭ ﻓﹶﻠﹶﻜﹸﻢﻢﺘﺒﺇِﻥﹾ ﺗﻟِﻪِ ﻭﻮﺳﺭ ﺍﷲِ ﻭﺏٍ ﻣِ ﻦﺮﺍ ﺑِﺤﻮﺍ ﻓﹶﺄﹾﺫﹶﻧﻠﹸﻮﻔﹾﻌ ﺗﻓﹶﺈِﻥﹾ ﻟﹶﻢ (279 :)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ Maka jika kamu tidak berbuat demikian (meninggalkan sisa riba yang belum dipungut), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kamu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka-ambillah-untukmu harta pokokmu,-dalam keadaan demikian-kamu tidak melakukan kezaliman dan tidak pula dizalimi. (QS. al-Baqarah: 279) Oleh karena itu, menerapkan sangsi denda atas akad utang piutang sangat sensitif berhadapan dengan perbuatan yang menjurus kepada riba. Namun demikian berbeda hanya dengan akad-akad yang terjadi pada era kontemporer akad utang piutang sudah menyebar sedemikian luas, baik untuk konsumsi maupun untuk produksi, sesuai pula dengan sistim keuangan (moneter system) modern. Lembaga keuangan perbankan syariah modern sebagai sebuah lembaga keuangan, pada hakekatnya mencari melalui berbagai akad-akad ril, yang kemudian secara dominan menjadikan akad jual beli tangguh (al-bai' al-âjil) atau jual beli cicilan (al-bai' bi at-taqsith) sebagai salah satu sumber pendapatan utamanya. Oleh itu, masalah penyelesain utang menjadi sangat serius dalam lembaga keuangan syariah. Maka, merujuk kepada fatwa-fatwa fikih yang tidak menghadapi masalah sebagaimana yang dihadapi oleh muslim modern akan membuat transaksi kontemporer menjadi sulit. Oleh karena itu, para ulama kontemporer mencari solusi bagaimana agar masalah pembayaran utang oleh debitur dapat dilaksanakan dengan baik, dan agar berbagai kerugian dapat
15
dihindarkan atas kreditur, khususnya terkait adanya pihak debitur yang tidak disiplin dalam melunasi utangnya. Sera umum syariah Islam sudah memberikan berbagai solusi dalam penyelesaian utang sebagai berikut: 1. Mengutangi orang lain adalah perbuatan mulia, dan sangat dianjurkan dalam Islam. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
ِﺔﻨﺎﺏِ ﺍﻟﹾﺠﻠﹶﻰ ﺑ ﺑِﻲ ﻋﺮِﻱﻠﹶﺔﹶ ﺃﹸﺳ ﻟﹶﻴﺖﺃﹶﻳ ﺭ: ﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻬﻢ ﻋﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺻﺳ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ: ﺎﻟِﻚٍ ﻗﹶﺎﻝﹶﻦِ ﻣﺲِ ﺑ ﺃﹶﻧﻦﻋ . ِﻗﹶﺔﺪ ﺍﻟﺼﻞﹸ ﻣِﻦﺽِ ﺃﹶﻓﹾﻀﺎﻝﹸ ﺍﻟﹾﻘﹶﺮﺎ ﺑﺮِﻳﻞﹸ ﻣﺎ ﺟِﺒ ﻳ: ﻓﹶﻘﹸﻠﹾﺖ.ﺮﺸﺔﹶ ﻋﺎﻧِﻴ ﺑِﺜﹶﻤﺽﺍﻟﹾﻘﹶﺮﺎ ﻭﺜﹶﺎﻟِﻬﺮِ ﺃﹶﻣﺸﻗﹶﺔﹸ ﺑِﻌﺪﺎ ﺍﻟﺼﻮﺑﻜﹾﺘﻣ (ﺟﺔٍ )ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ ﺎ ﺣ ﺇِﻟﱠﺎ ﻣِﻦﻘﹾﺮِﺽﺘﺴ ﻟﹶﺎ ﻳﻘﹾﺮِﺽﺘﺴﺍﻟﹾﻤ ﻭﻩﺪﻋِﻨﺄﹶﻝﹸ ﻭﺴﺎﺋِﻞﹶ ﻳ ﻟِﺄﹶﻥﱠ ﺍﻟﺴ: ﻗﹶﺎﻝﹶ Dari Anas ibn Malik ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Pada malam Isra’, aku menyaksikan sebuah tulisan di pintu sorga yang berbunyi “Sedekah dibalas dengan sepuluh kali lipat dan menghutangkan dibalas dengan 18 kali lipat”. Aku bertanya: “Wahai Jibril, mengapa menghutang lebih baik daripada sedekah? Jibril menjawab: “Karena peminta-minta akan meminta walaupun ia punya, sedangkan seorang peminjam tidak akan mau meminjam kecuali ia lagi membutuhkan.” (HR. Ibnu Majah) Meskipun hadits di atas dhaif jiddan (lemah sekali) sebagaimana dinyatakan banyak ahli hadits seperti al-Albâniy, namun ia dikuatkan oleh hadits lain yang shahih yang diriwayatkan oleh ath-Thabrâniy dan al-Baihaqiy yang berbunyi:
ﺮﺸﺔﹶ ﻋﺎﻧِﻴ ﺑِﺜﹶﻤﺽﺍﻟﹾﻘﹶﺮﺎ ﻭﺜﹶﺎﻟِﻬﺮِ ﺃﹶﻣﺸﻗﹶﺔﹸ ﺑِﻌﺪﺎ ﺍﻟﺼﺎﺑِﻬﻠﹶﻰ ﺑﺎ ﻋﺑﻮﻜﹾﺘﺃﹶﻯ ﻣﺔﹶ ﻓﹶﺮﻞﹲ ﺍﹾﳉﹶﻨﺟﻞﹶ ﺭﺧﺩ Seorang laki-laki masuk kedalam sorga, lalu ia menemukan tulisan di pintu sorga yang berbunyi “Sedekah dibalas dengan sepuluh kali lipat dan menghutangkan dibalas dengan 18 kali lipat”. Hadits ini diriwayatkan oleh para periwayat tsiqah dan marfu’ muttashil diriwayatkan dengan satu sanad. 2. Seorang Muslim yang Mampu dilarang menunda-nunda pembayaran hutang Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
16
( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲﻪﺘﻘﹸﻮﺑﻋ ﻭﻪﺿﺤِﻞﱡ ﻋِﺮﺍﺟِﺪِ ﻳ ﺍﻟﹾﻮ ﻟﹶﻲ.ﻡ.ﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺹﺳ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ: ﺃﹶﺑِﻴﻪِ ﻗﹶﺎﻝﹶﻦﺮِﻳﺪِ ﻋﻦِ ﺍﻟﺸﺮِﻭ ﺑﻤﻋ Dari Amru ibn asy-Syarid dari Ayahnya, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sikap menunda-nunda hutang orang yang mampu membayar hutangnya menyebabkan (pihak berwenang/pemerintah) melanggar kehormatannya dan memberinya hukuman.” (HR. an-Nasa'i) Hadits ini menunjukkan bahwa haram hukumnya untuk menunda-nunda pembayaran hutang yang sudah jatuh tempo sedangkan yang terhutang mampu membayar hutang tersebut. Penunda hutang jenis ini juga dibenarkan untuk kena hukuman pisik (penyitaan atau penjara) maupun psikis (ucapan keras dan peringatan) agar ia jera dengan perbuatan tersebut. Pihak “kreditor” berhak menuntut “debitor” jenis ini sampai hutang terbayar secara formal (pengadilan) maupun
informal
(langsung).
Selanjutnya,
pihak
berwenang
(pengadilan/pemerintah) berhak menjatuhkan hukuman yang bersifat melanggar kehormatan penunda jenis ini (pengumuman pada publik atau penyitaan atau pembatasan haknya dalam penggunaan hartanya) atau pisiknya (pemenjaraan), baik oleh sebab sengaja menunda atau karena bankrut.7 3. Seorang muslim wajib membayar hutang Ini merupakan peringatan bagi orang yang berhutang. Semestinya memperhatikan kewajiban untuk melunasinya. Allah SWT memerintahkan agar kita menunaikan amanah. Hutang merupakan amanah di pundak penghutang yang baru tertunaikan (terlunaskan) dengan membayarnya. Allah SWT berfirman:
ﻌِﻈﹸﻜﹸﻢﺎ ﻳﻝِ ﺇِﻥﱠ ﺍﷲَ ﻧِﻌِﻤﺪﺍ ﺑِﺎﻟﹾﻌﻮﻜﹸﻤﺤﺎﺱِ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ ﺍﻟﻨﻦﻴ ﺑﻢﺘﻜﹶﻤﺇِﺫﹶﺍ ﺣﺎ ﻭﻠِﻬﺎﻧﺎﹶﺕِ ﺇِﱃﹶ ﺃﹶﻫﺍ ﺍﹾﻷَﻣﻭﺩﺆ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻛﹸﻢﺮﺄﹾﻣﺇِﻥﱠ ﺍﷲَ ﻳ ﺮﺍﹰﺼِﻴﺎ ﺑﻤِﻴﻌﺑِﻪِ ﺇِﻥﱠ ﺍﷲَ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺳ "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimnya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
7
Sebagaimana yang dilakukan atas Muadz pada saat ia bangkrut.
17
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (QS. An-Nisa: 58) Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah bersabda Rasulullah:
ﺎﺒﺪٍ ﺫﹶﻫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻟِﻰ ﻣِﺜﹾﻞﹸ ﺃﹸﺣ » ﻟﹶﻮ- ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ِﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ- ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ- ﺓﹶﺮﻳﺮﻮ ﻫﻗﹶﺎﻝﹶ ﺃﹶﺑ (ﻦٍ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱﻳ ﻟِﺪﻩﺻِﺪﺀٌ ﺃﹸﺭﻰ ﺇِﻻﱠ ﺷ، ٌﺀﻰ ﺷﻪﺪِﻯ ﻣِﻨﻋِﻨ ﺛﹶﻼﹶﺙﹲ ﻭﻠﹶﻰ ﻋﺮﻤﻧِﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﻻﹶ ﻳﺮﺴﺎ ﻳ ﻣ، “Sekalipun aku memiliki emas sebesar gunung Uhud, aku tidak akan senang jika tersisa lebih dari tiga hari, kecuali yang aku sisihkan untuk pembayaran hutang.” (HR. al-Bukhariy) 4. Seorang muslim sunnah melebihkan dalam membayar utang ْ ﻓَﻘَ ﺪِﻣَﺖْ ﻋَﻠَﯿْ ﮫِ إﺑِ ﻞٌ ﻣِ ﻦ، وَﻋَﻦْ أَﺑِﻲ رَاﻓِﻊٍ رَﺿِﻲَ اﻟﻠﱠﮫُ ﻋَﻨْﮫُ أَنﱠ اﻟﻨﱠﺒِﻲﱠ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﮫُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ اﺳْﺘَﺴْﻠَﻒَ ﻣِﻦْ رَﺟُﻞٍ ﺑَﻜْﺮًا أَﻋْﻄِ ﮫِ إﯾﱠ ﺎهُ ﻓَ ﺈِنﱠ:َ ﻓَﻘَ ﺎل، ﻟَ ﺎ أَﺟِ ﺪُ إﻟﱠ ﺎ ﺧِﯿَ ﺎرًا رَﺑَﺎﻋِﯿً ﺎ:َ ﻓَﻘَ ﺎل، ُ ﻓَﺄَﻣَﺮَ أَﺑَﺎ رَاﻓِﻊٍ أَنْ ﯾَﻘْﻀِﻲَ اﻟﺮﱠﺟُ ﻞَ ﺑَﻜْ ﺮَه، ِإﺑِﻞِ اﻟﺼﱠﺪَﻗَﺔ (ٌﺧِﯿَﺎرَ اﻟﻨﱠﺎسِ أَﺣْﺴَﻨُﮭُﻢْ ﻗَﻀَﺎءً ) رَوَاهُ ﻣُﺴْﻠِﻢ Diriwayatkan dari Abu Rafi' bahwa Rasulullah saw meminjam dari seorang lakilaki seorang seekor onta muda berumur dua tahun, kemudian Beliau saw menerima sejumlah onta dari pendapatan zakat, maka Beliau saw memerintahkan Abu Rafi' untuk membayar utang onta tersebut, lalau ia kembali pada Nabi SAW dan berkata: "Saya tidak menemukan onta muda pada harta zakat, yang ada hanya onta tua," Nabi SAW memerintahkan, "Bayarkan onta berumur tujuh tahun yang terbaik kualitasnya (khiyâran rubâ'iyyan) padanya karena sebaik-baik manusia adalah orang paling baik dalam membayar kewajibannya." (HR. Para Periwayat Hadits selain al-Bukhari)8 Dia telah memperoleh kebaikan dari yang memberi pinjaman, maka seharusnya dia membalasnya dengan kebaikan yang setimpal atau lebih baik. Hal seperti ini, bukan saja dapat mempererat jalinan persaudaraan antara keduanya, tetapi juga memberi kebaikan kepada yang lain, yaitu yang sama membutuhkan seperti dirinya. Artinya, dengan pembayaran tersebut, saudaranya yang lain dapat merasakan pinjaman serupa.
8
Shahîh Muslim bi Syarh an-Nawawiy, 11:36; Imam Mâlik, al-Muwattha', 2:680; dan: 'Aun al-Ma'bûd Syarh Sunan Abi Dâud, 9:196.
18
Dari Jabir bin Abdullah RA ia berkata.
(ﻧِﻲ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱﺍﺩﺯﺎﻧِﻲ ﻭ ﻓﹶﻘﹶﻀﻦﻳﻪِ ﺩﻠﹶﻴﻛﹶﺎﻥﹶ ﻟِﻲ ﻋﺠِﺪِ ﻭﺴ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻤﻮﻫ ﻭﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴ ﻋﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺻﺒِﻲ ﺍﻟﻨﺖﻴﺃﹶﺗ “Aku mendatangi Nabi SAW di masjid, sedangkan beliau mempunyai hutang kepadaku, lalu beliau membayarnya dam menambahkannya”. (HR. al-Bukhariy)9 7. Seorang muslim harus menunggu masa kelapangan ekonomi debitur. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
(281 :ﻮﻥﹶ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻠﹶﻤﻌ ﺗﻢ ﺇِﻥ ﻛﹸﻨﺘ ﻟﹶّﻜﹸﻢﺮﻴّﻗﹸﻮﺍﹾ ﺧﺪﺼﺃﹶﻥ ﺗﺓٍ ﻭﺮﺴﻴﺓﹲ ﺇِﻟﹶﻰ ﻣﻈِﺮﺓٍ ﻓﹶﻨﺮﺴﺇِﻥ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺫﹸﻭ ﻋﻭ Dan jika al-muqtarid (debitur)
adalah orang yang dalam kesukaran dan
kesempitan, maka tangguhkanlah tempoh bayaran hingga dia berkelapangan dan mendapat kemudahan. Sedangkan, jikalau kamu menyedekahkan sebagian atau semua hutang itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui -ganjaran dan akibatnya yang baik. (QS. Al-Baqarah: 281) Oleh karena itu al-Muqrid (kreditur) dianjurkan menggugurkan semua hutang atau sebahagiannya jika dia mau. Sebagaimana saran Nabi saw kepada Ka’ab dalam sabdanya:
ﻨِﻚﻳ ﺩ ﻣِﻦﻄﹾﺮﻊِ ﺍﻟﺸﺿ Gugurkanlah separuh dari hutangmu. (HR. al-Bukhariy) Berdasarkan pedoman di atas, seorang muslim dilarang mengambil riba karena utang, namun dilain pihak si terhutang juga diwajibkan membayar utangnya, bahkan jika debitur mampu tetap menunda-nunda utangnya, maka hukuman boleh dijatuhkan kepadanya.
B. Sangsi Harta (Al-Gharamah Al-Maliyah) terhadap Keterlambatan Membayar Utang Berdasarkan kajian di atas tentang keutamaan menghutangi orang lain dan kewajiban membayar utang yang ditekankan agama Islam serta adanya larangan riba yang pada hakikatnya sama dengan denda atas keterlambatan membayar
9
Shahih Bukhari, kitab Al-Istiqradh, no. 2394
19
utang, kemudian di lain pihak sistim ekonomi medern sarat dengan transaksi utang piutang, bahkan berutang untuk investasi juga menguntungkan pada zaman modern ini, maka pihak kreditur pun harus dilindungi dari niat-niat tidak baik pada debitur mampu tapi menunda-nunda pembayaran utangnya. Setelah melalui berbagai usaha ijtihadiyah pada ulama kontemporer sudah menemukan suatu jalan tengah dalam mengatasi masalah ini, yaitu dengan tetap menerapkan utang atas keterlambatan membayar utang oleh nasabah mampu. Fatwa ini utamanya sudah dikemukan Hai'ah Kibar al-'Ulama Saudi Arabia pada keputusan fatwanya dalam majlis fatwa pada tahun 1394 H sebagaimana yang sudah dimuat dalam kumpulan fatwa Hai'ah Kibar al-'Ulama Saudi Arabia dalam buku khusus Majallah al-Buhuts al-Islamiyah, edisi 2 halaman pertama,yang berbunyi: … oleh karena itu, majlis memutuskan dengan suara bulat bahwa syarat sangsi yang sudah disyaratkan dalam berbagai akad adalah sah dan diakui serta wajib diikuti selama tidak terdapat disana alasan yang dapat diterima sehingga pihak lain melanggar janjinya yang diakui secara syara''. Dan jika syarat-syarat sangsi banyak dan sudah mentradisi dimana dimana yang dimaksud dengannya adalah ancaman keselamatan harta, sedangkan ia jauh dari apa-apa yang dikehendaki syara', maka para pihak hendaklah merujuk pada keadilan sesuai dengan luputnya suatu manfaat atau tertimpa suatu bahaya, dan perkiraan kerugian itu diserahkan hakim syariat melalui musyawarah dengan para ahli dalam bidang terkait sesuai dengan firman Allah dalam an-Nisa' ayat 58 "dan jika kamu menghukum, hendaklah kamu menghukum dengan adil", dan al-Maidah ayat 8: "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
20
Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Dan Sabda Rasulullah saw: "Tidak boleh ada bahaya dan tindakan membahaykan".10 Keputusan Majlis Ulama Senior Saudi Arabia tersebut mengundang banyak perdebatan karena fatwanya masih bersifat umum, namun fatwa tersebut tidak dapat dijadikan alasan dalam menerapkan sangsi dalam transaksi utang piutang, karena hal tersebut sama dengan riba. Karena sesuai pula dengan kaidah ushul fikih bahwa suatu kaidah umum ditafsirkan kepada yang khusus jika pelaksanaan yang umum tidak dapat diterapkan sesuai keumumannya. Jika diperhatikan Syeikh Abdullah ibn Abdul Aziz ibn Baz adalah ketua Hai'ah Kibar al-'Ulama Saudi Arabia, dan beliau juga ketua al-Majma' al-Fiqh al-Islami yang melarang sangsi atas keterlambatan pembayaran utang. Demikian juga dengan beberapa lainnya yang terdapat dalam Hai'ah Kibar al-'Ulama Saudi Arabia. Teori utama yang akan mendukung pembahasan penelitian ini fatwa-fatwa mutakhir tentang denda keterlambatan pembayaran utang. Di Indonesia, sudah terdapat fatwa Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI) no. 17 tahun 2000. Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran yang berbunyi: Pertama : Ketentuan Umum: 1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada
nasabah
yang
mampu
membayar,
tetapi
menunda-nunda
pembayaran dengan disengaja. 2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. 3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. 4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
10
Pusat Umum Penelitian Ilmiah dan Fatwa Saudi Arabia, Majallah al-Buhuts alIslamiyah, jilid. 2, hal 336.
21
5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. 6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial. Kedua: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Ketiga Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian
hari
ternyata
terdapat
kekeliruan,
akan
diubah
dan
disempurnakan sebagaimana mestinya. Sedangkan pada fatwa dari lembaga fatwa luar negeri terdapat Majma' alFiqh al-Islami Organisasi Konferensi Islam yang berpusat di Jeddah pada fatwa no. 109 tahun 2000 dengan judul asy-Syarth al-Jaza'iy dengan tujuh keputusan penting yang menyangkut semua akad yang terdapat dalam lembaga keuangan syariah. Secara ringkas fatwa ini berbunyi: Setelah melewati diskusi tentang sanksi harta pada lembaga keuangan syariah, dan setelah diskusi bersama anggota majlis fatwa dan pada ahli ekonomi Islam, maka majlis memutuskan: Kedua: …Majlis menguatkan fatwa sebelumnya (fatwa no. 85) bahwa tidak boleh adanya penerapan sanksi harta atas keterlambatan penyerahan komoditi salam, dan tidak boleh dilakukan penambahan atas utang karena keterlambatan pembayaran. Dan (fatwa no. 65): dalam akad istishna' boleh diterapkan sangsi harta sesuai kesepakatan selama tidak terdapat keadaan memaksa," dalam akad jual beli tangguh…… Keempat: Dalam semua akad maliyah dibolehkan diterapkan sangsi harta selain dari akad yang terkait harta benda, karena hal ini merupakan praktik riba secara jelas. Ketujuh:
22
Pengadilan dapat melakukan perobahan atas jumlah sangsi harta jika terdapat alasan yang dibenarkan. Pada akhir fatwa, majlis merekomendasikan diadakan seminar khusus yang membahas syarat-syarat dan manajemen strategi agar bank-bank Islam dalam melindungi dan menjamin keamanan piutangnya. Jika ditinjau dari teori tersebut terlihat bahwa terdapat banyak aspek yang akan diperhatikan dalam pelaksanaan denda, karena tidak hanya terkait dengan satu bentuk akad saja tapi hampir semua akad, tapi dalam berbagai bentuk akad, maka pada penelitian ini difokuskan pada akad yang terkait utang saja Secara teori, maka teori yang akan terlibat dalam penelitian ini akan meliputi: 1. Teori tentang kajian fatwa lembaga-lembaga fatwa tentang sangsi keterlambatan pembayaran utang secara umum, dan pada lembaga keuangan syariah secara khusus. 2. Teori yang dihasilkan oleh penelitian-penelitian terdahulu sehingga memudahkan peneliti dalam meneliti dan menganalisis masalah yang dibahas. 3. Teori manajemen pembiyaan keuangan Islam yang berguna untuk efektifitas penerapan dari sisi faktor penerapan sangsi harta, jumlah sangsi yang diterapkan, dan efektifitas penyaluran dana sangsi. Dengan demikian, menurut hemat kami, penelitian ini layak untuk dikaji guna memberikan kontribusi bagi semua pemerhati ekonomi syariah, baik sarjana hukum ekonomi Islam maupun praktisi lembaga keuangan Islam dan bahkan masarakat pengguna jasa keuangan syariah guna memberikan jalan yang lebih luwes bagi perkembangan produk keuangan syariah.
C. Pentingnya Denda dalam Bisnis Keuangan Pembiyaan adalah suatu proses, mulai dari analisis kelayakan pembiyaan sampai realisasinya. Namun realisasi pembiyaan bukanlah tahap akhir dari proses pembiyaan. Setelah realisasi pembiyaan, maka pejabat bank perlu melakukan
23
pemantauan dan pengawasan pembiyaan. Aktifitas ini memiliki tujuan, media, dan penanganan tertentu.11 Lembaga keuangan menjual jasa-jasa likuiditas yang unik, mengurangi biaya likuiditas bagi nasahahnya. Ketidakpastian arus kas unit usaha perusahaan dan individu-individu, akan membahayakan kondisi mereka bila tidak dalam keadaan likuid saat kas sangat dibutuhkan, sehingga dapat dikenakan denda (penalty cost). Dengan demikian, penerapan denda akan berguna dalam mengatasi risiko yang akan menimpa bank misalnya saat terjadi keterlambatan pembayaran akan mengurangi risiko bank. Namun bagi bank syariah tujuan mengatasi risiko bank karena kemacetan ini tidak dapat diterima karena akan menyebabkan jatuh kedalam riba. Suatu pembiyaan dalam bank syariah harus diperhitungkan risikonya karena ketika transaksi murabahah sudah terjadi antara bank syariah dengan nasabah, maka yang muncul setelah itu adalah akad utang piutang, maka belajar pada manajemen risiko pada bank konvbensional akan memberikan manfaat lebih bagi bank syariah dari aspek manajemen keuangan. Pada bank konvensional, bunga kredit dan denda dapat sejalan dimana denda akan menjadi pendapatan dari bank, sedangkan pada bank digunakan aspek penjeraan dari denda bukan pendapatan. Maka dalam hukum perjanjian kredit bank adalah12 perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku ke dalam blanko/formulir mengenai jumlah pinjaman/kredit, tujuan kredit, bentuk kredit, batas izin tarik, besar bunga pinjaman, jaminan/agunan kreit, bunga/denda pinjaman keterlambatan angsuran, dan memuat hubungan hukum antara bank dan debitur. Maka dalam bank konvensional dijelaskan bahwa denda memang sudah menjadi hal yang lumrah, disamping mendisiplinkan nasabah debitur tapi juga
11
Muhammad, Manajemen Lembaga Keuangan Bank Syariah, (Jogjakarta: UPP YKPN, 2002), hal. 266 12 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia : Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : PT. Alumni, 2006), hlm.19-20
24
menjadi pemasukan bagi bank. Maka denda harus dibayar oleh pihak kreditur bila terdapat tunggakan angsuran ataupun bunga.13 Menurut Ch. Gatot Wardoyo dalam Muhamad Djumhana ada beberapa klausul yang selalu, dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu diantaranya Klausul mengenai denda (Penalty Clause). Klausul ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pungutan baik mengenai besarnya maupun kondisinya.14 Dengan demikian dalam teori bank konvensional, pada dasarnya penerapan denda (penalty) adalah berguna untuk penyelamatan kredit yang disalurkan namun masuk dalam account pendapatan bank. Maka, denda (penalty) kredit adalah imbalan yang harus dibayar oleh debitur atas keterlambatan pokok dan atau bunga atau kewajiban lainnya, diakui sebagai pendapatan operasional lainnya.15
13
Hasanudin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 159 14
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti 2000), hal. 392 15
Tim Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat-Bank Indonesia dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat, (Jakarta: BI, 2010), bab IV, hal.32
25
BAB III METODE PENELITIAN
Dilihat dari segi metode penelitian, penelitian ini adalah kajian lapangan (field research) dalam kerangka penelitian kualitatif melalui metode analisis domain karena penulis akan membahas berbagai aspek masalah terkait penerapan sangsi atas keterlambatan pembayaran utang yang akan interpretasikan melalui teori-teori efektifitas penerapan hukum dan manajemen keuangan Islam. Jadi, penelitian ini dimulai dari penyusunan teori prinsip-prinsip penerapan sangsi keterlambatan pembayaran utang, lalu dilanjutkan dengan usaha atau analisa lapangan untuk menguji apakah praktek lapangan sudah sesuai dengan prinsipprinsip penerapan sangsi atas keterlambatan pembayaran utang. Dari sisi klasifikasi bidang bahasan, penelitian ini adalah penelitian keagamaan-ekonomi dan lebih tepatnya, kajian fiqih mu’amalat (hukum ekonomi Islam)
yang
dikombinasikan
dengan
mekanisme
atau
produk
ekonomi
kontemporer. Sesuai dengan karakter kajian ekonomi Islam, penelitian tidak akan terlepas dari norma-norma dan nilai-nilai terkait, namun untuk menerapkan norma agama
yang
sejalan
dengan
kebutuhan
kontemporer
diperlukan
pengkombinasiannya dengan mekanisme ekonomi kontemporer pula. Obyek penelitian adalah semua lembaga keuangan syariah yang terdapat di Kabupaten Tanah, dan obyek penelitian diteliti melalui survey dengan data sensus (semua anggota populasi penelitian). Namun selama mencari data ke lapangan terdapat satu LKS yang tidak berhasil peneliti wawancarai karena sulitnya melakukan wawancara. Namun demikian dari 9 LKS yang penulis wawancarai sudah dapat memberikan gambaran umum bagi peneliti bagaimana umumnya
LKS
di
Kabupaten
Tanah
Melaksanakan
sangsi harta
atas
keterlambatan pembayaran utang atas nasabah mampu ini. Sedangkan subyek penelitian adalah pihak manajemen Lembaga Keuangan Syariah, khususnya bagian marketing termasuk manajer dan direktur lembaga keuangan syariah yang menjadi obyek penelitian.
26
Sumber-sumber data-data lapangan yang akan diolah dan dianalisa adalah: 1. Data primer, yang akan diambil dari pihak manajemen lembaga-lembaga keuangan terkait. Dari pihak manajemen lembaga keuangan, akan ditemukan data tentang kebijakan pihak manajemen terhadap sanksi kemudian kebijakan penerapan atau penyaluran dana serta kendalakendala lapangan yang ditemukan dalam penerapannya. 2. Data sekunder, yaitu berupa contoh akad tentang sangsi keterlambatan pembayaran utang atau klausul yang memuatnya dari lembaga keuangan syariah sehingga akan nampak jelas potensi dan penyaluran dari dana tersebut. 3. Data penguat atau validitas data, yaitu berupa data-data penguat data primer dan sekunder. Sumber data penguat ini adalah nasabah-nasabah yang pernah kena sangsi, atau dibebaskan dari sangsi karena alasan tertentu oleh pihak manajemen. Data-data tentang aplikasi lapangan yang terdiri dari data kualitatif dianalisa dengan menggunakan teori-teori dalil-dalil hukum syariah dan teori hukum muamalat serta manajemen keuangan lembaga keuangan syariah. Obyek penelitian yang akan diteliti adalah lembaga-lembaga keuangan yang langsung terkait dengan pelaksanaan produk syariah yaitu Perbankan Syariah Umum, Bank Pembiyaan Syariah, dan Baitul Mal. Adapun kasus yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah terfokus pada hubungan utang piutang antara lembaga keuangan syariah dengan nasabah terkait pelanggaran nasabah dalam melakukan pembayaran sesuai dengan masa yang ditentukan. Adapun teknik pengumpulan data lapangan dilakukan dengan metode pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam, pengumpulan dokumen terkait khususnya contoh akad, dan juga observasi tentang pihak penerima dana. Secara umum, tahap-tahap penelitian adalah: 1. Mengumpulkan dan menyusun berbagai teori dan informasi yang berkaitan dengan sanksi berupa denda atas keterlambatan membayar utang dari sisi hukum Islam dan manajemen keuangan, berupa fatwa-fatwa, jurnal penelitian,
27
skripsi, tesis, desertasi, makalah-makalah, dan buku-buku yang sudah ditulis oleh para pemikir Islam kontemporer, koran, majalah, dan internet. Data-data pustaka yang sudah terkumpul itu diklasifikasikan sesuai kaitan bagian masing-masing. Dari klasifikasi tersebut diharapkan lahir atau nampak konsep yang jelas tentang skim syariahnya. 2. Selanjutnya disusun instrumen penelitian berupa panduan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. 3. Penelitian lapangan ke lembaga-lembaga keuangan yang menjadi populasi penelitian, yaitu semua lembaga keuangan syariah yang terdapat di Kabupaten Tanah Datar. 4. Data lapangan akan dibahas dengan melalui teori yang sudah diajukan. Yaitu teori kesesuaian syariah dan efektifitas manajemen pembiyaan terhadap pelaksanaan sanksi atas keterlambatan pembayaran utang oleh lembaga keuangan syariah. 5. Terakhir disusun Laporan penelitian.
28
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Sangsi Atas Keterlambatan Pembayaran Utang 1. Hasil Penelitian Lapangan Dari delapan lembaga keuangan syariah yang peneliti wawancarai 4 dari LKS tersebut menerapkan sangsi atas keterlambatan pembayaran, sedangkan yang 4 LKS lainnya tidak menerapkan sangsi atas keterlambatan pembayaran. Secara deteil, daftar LKS yang diwawancarai adalah sebagai berikut: No.
Kode
Kategori
LKS* 1
LKS1
Jumlah
Penerapan
Responden (12) LKS Mikro
1 (Marketing)
Menerapkan, tapi tidak terlaksana
2
LKS2
LKS Mikro
2 (Marketing dan
Tidak menerapkan, tapi
Manajer)
pernah menerapkan dan terjadi sekali
3
LKS3
LKS Mikro
1 (Manajer)
Tidak Menerapkan
4
LKS4
LKS Mikro
1 (Marketing)
Tidak Menerapkan
5
LKS5
LKS Mikro
2 (Manajer dan
Menerapkan
Marketing) 6
LKS9
LKS Mikro
1 (Manajer)
Menerapkan, tapi tidak terlaksana
7
LKS8
LKS Mikro
1 (Marketing)
Menerapkan
8
LKS6
LKS Makro
1 (Marketing)
Menerapkan
9
LKS7
LKS
2 (Manajer dan
Menerapkan
Menengah
Marketing)
* Nama LKS sengaja dikode sesuai dengan permintaan LKS agar tidak memuat nama LKS secara langsung, namun bagi pihak pemeriksa terhadap penelitian ini, dapat menanyakan langsung kepada peneliti. Di sini peneliti menjaga etika penelitian.
29
Namun terdapat 3 LKS yang tidak memasukkan klausul sangsi dalam akad pembiyaan yang mereka sediakan kepada nasabah. Hal demikian dilakukan karena LKS tersebut sudah pernah menerapkan sangsi ini namun mendapat keluhan dari nasabah sehingga LKS enggan memasukkan klausul tersebut. 4 LKS (LKS5, LKS6, LKS7, dan LKS8) yang menerapkan sangsi ini secara konsisten, mempunyai variasi dalam intensitasnya. LKS6 menerapkan sangsi cukup konsisten, yaitu menerapkan sangsi sesuai dengan kontrak yang sudah dibuat sejak awal. Namun LKS6 pernah mengembalikan dana sangsi kepada nasabah selama beberapa bulan (4 bulan) karena berobahnya software yang terdapat pada LKS tersebut. Adapun LKS7 menerapkan sangsi ini secara cukup konsisten, namun pernah merobah besarnya sangsi yang diterapkan, yaitu yang mulanya 1% dari total angsuran per bulan, kemudian sekarang (sejak triwulan kedua tahun 2014) dirobah menjadi 2,5% per angsuran yang default.
Sebab-sebab 4 LKS tidak menerapkan sangsi atas keterlambatan pembayaran adalah sebagai berikut: 1.
Pihak manajemen LKS khawatir akan dinilai sama dengan LK konvensional yang menerapkan denda serupa. Dalam wawancara lanjutan diketahui bahwa LKS sendiri kurang memahami bahwa hal tersebut boleh dilakukan dan juga LKS tidak dapat menjelaskan bahwa dana tersebut disalurkan kepada kepentingan sosial [infak/sadaqah].
2.
Pernah ada nasabah yang mengeluh karena adanya sangsi ini, dan mengkritik aspek kesyaria'ahannya. (karena tidak LKS sendiri tidak mengetahui bahwa hal tersebut boleh dilakukan; LKS juga tidak dapat menjelaskan bahwa dana tersebut disalurkan kepada kepentingan sosial [infak/sadaqah])
3.
Umumnya LKS mikro lebih mengetahui keadaan keuangan nasabah, sehingga tidak menemukan jalan untuk menerapkan sangsi terhadap nasabah terkait.
4.
LKS merasa bahwa penerapan sangsi akan mengurangi nilai promosi LKS, karena membebani nasabah, sedangkan LKS relatif baru berdiri di masarakat.
2. Analisa terhadap Penerapan Lapangan
30
Umumnya LKS yang tidak menerapkan sangsi adalah LKS mikro, sedangkan LKS menengah dan makro sudah menerapkan dengan cukup baik. Namun menurut analisa peneliti, LKS mikro tidak menerapkan sangsi dikarenakan mereka langsung berhubungan dengan nasabah atau sangat mengenal nasabah karena tempat domisili mereka dekat LKS mikro tersebut. LKS tingkat menengah pun menerapkan sangsi ini secara terbatas. Berdasakan data lapangan, peneliti melihat bahwa kata-kata "Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran" yang terdapat pada fatwa DSN MUI no.17 lebih mudah diterapkan pada LKS makro karena mereka secara lebih mudah melihat tingkat "kemampuan" nasabah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan dua LKS (LKS1 dan LKS3) yang menerapkan sangsi ini namun mereka tidak menemukan alasan yang tepat untuk menerapkan sangsi karena tidak terlihat adanya usaha sengaja menghinda atau niat tidak baik dari nasabah dalam melunasi utangnya. Sehingga kedua LKS tersebut tidak pernah menerapkan sangsi atas keterlambatan pembayaran. Terdapat juga dua LKS (LKS2 dan LKS4) yang kurang memahami aturan dan pelaksanaan dari penerapan sangsi ini sehingga mereka menjadi ragu dalam penerapan sangsi. Mereka khawatir jika penerapan sangsi ini dilaksanakan, mereka akan menyalahi aturan syariah. Maka dalam hal ini, peneliti menyarankan kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari LKS secara umum untuk lebih mengarahkan LKS terkait tentang aturan dan pelaksanaan sangsi ini. Bila ditinjau dari teori atau fatwa DSN MUI No. 17 tahun 2000 tentang sangsi atas keterlambatan pembayaran utang, maka penerapa sangsi ini bersifat tidak diwajibkan tapi dibolehkan. Jika demikian maka LKS mendapat pilihan untuk menerapkan ataupun tidak menerapkan sangsi ini. Suatu aspek yang menjadi pertanyaan di sini, dari sisi fatwa mana yang lebih mengaplikasikan sangsi ini dari pada tidak menerapkan? Memang sangsi atas keterlambatan utang adalah hal yang baru dalam kajian fikih muamalat, bahkan hal ini sangat tabu dalam wacana fikih klasik, sedangkan fatwa fikih kontemporer sudah memberikan kelonggaran dengan mengarahkan atau menyalurkan dana sangsi tersebut untuk kepentingan sosial. Namun tidak
31
melaksanakan sangsi ini juga berdampak buruk dalam pengelolaan utang bagi lembaga keuangan syariah dimana laba memang didapatkan dari hasil jual beli bittsaman âjil karena tidak menerapkan sangsi akan mengurangi tingkat kedisiplinan nasabah dalam pelunasan utangnya. Maka hal penting yang perlu ditekankan di sini adalah melaksanakan analisa maksimal tentang faktor "ketidakmampuan" nasabah dalam melunasi utangnya. Selanjutnya apa yang menjadi indikator ketidakmampuan nasabah? Dari hasil wawancara peneliti dengan LKS-LKS tersebut, ditemukan bahwa semua LKS tidak mempunyai indikator jelas tentang "keadaan tidak mampu". LKS mikro dan menengah melihat bahwa hampir nasabah yang
terlambat dalam
melakukan pembayaran angsura disebabkan oleh kesulitan ekonomi yang dialami nasabah, lalu LKS mikro merasa "kasihan" terhadap nasabah (sesuai ungkapan 5 responden dalam analisa lapangan). Kesulitan ekonomi dimaksud misalnya gagal panen, adanya kebutuhan pokok mendesak, atau datangnya musibah terhadap nasabah tersebut sehingga menggalami kesulitan ekonomi, namun LKS melihat bawah secara umum nasabah tersebut mempunyai niat baik dalam pelunasan. Jika dikembalikan kepada teori fikih, indikator tidak mampu juga bertingkat-tingkat, dan sayangnya juga masarakat tidak diberitahu oleh fatwa DSN MUI tentang indikator tidak mampu yang dimaksud. Ketidakjelasan indikator "tidak mampu" berpotensi perselisihan di kalangan masarakat kreditur dan debitur. Jika dilihat dari sebab-sebab LKS tidak menerapkan sangsi atas keterlambatan pembayaran angsuran dapat dianalisa berdasar alasan tidak diterapkannya sangsi ini, yaitu: 1. Jika Pihak manajemen LKS khawatir akan dinilai sama dengan LK konvensional yang menerapkan denda serupa. Dan ternyata dalam wawancara lanjutan diketahui bahwa LKS sendiri kurang memahami bahwa hal tersebut boleh dilakukan dan juga LKS tidak dapat menjelaskan bahwa dana tersebut disalurkan kepada kepentingan sosial [infak/sadaqah]. Di sini peneliti melihat bahwa terapat kelemahan pada diri LKS sendiri dalam memahami tentang aturan pelaksanaan denda ini sesuai aturan DSN
32
MUI. Di sini, peneliti menyarankan agar DPS (Dewan Pengawas Syariah) kembali menjelaskan penekanan pada LKS tentang aturan sangsi ini. 2. Pernah ada nasabah yang mengeluh karena adanya sangsi ini, dan mengkritik aspek kesyaria'ahannya. Dan wawancara lanjutan diketahui bahwa LKS tidak mengetahui bahwa hal tersebut boleh dilakukan dan LKS juga tidak dapat menjelaskan bahwa dana tersebut disalurkan kepada kepentingan sosial [infak/sadaqah]) Masalah Kasus ini sama dengan serupa dengan masalah pertama di atas, namun pada masalah nomor dua ini, peneliti menyarankan agar LKS benar-benar menjelaskan kepada nasabah tentang perlunya aturan ini dan bahwa dana sangsi akan disalurkan pada kepentingan sosial. Dengan menjelaskan hal ini, nampaknya nasabah akan dapat memahami dan menerima sangsi ini sehingga rasa keberatan dan khawatir terjerumus ke dalam syubhat riba atau dianggap sama dengan lembaga keuangan konvensional dapat dihindari atau minimal ditekan. 3. Umumnya LKS mikro lebih mengetahui keadaan keuangan nasabah dibanding LKS Makro, sehingga tidak menemukan jalan untuk menerapkan sangsi terhadap nasabah terkait. Menurut analisa peneliti, terlihat bahwa LKS mikro tersebut dapat secara maksimal menerapkan kata-kata "nasabah mampu" sebagaimana yang terdapat dalam fatwa DSN MUI no.17 dibanding LKS Makro karena kedekatannya dengan nasabah. Demikian juga dengan kata-kata "menundanunda pembayaran dengan sengaja", lebih diketahui dan lebih dipahami oleh LKS mikro, maka LKS yang belum menerapkan sangsi meskipun sudah terdapat dalam kontrak awal, nampaknya lebih mempertimbangkan kata-kata tersebut, apalagi hal ini diperkuat lagi dengan butir dua dari fatwa DSN tersebut yang berbunyi "Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi". Di sinilah letak kelebihan LKS mikro dari LKS makro karena lebih dekat dengan nasabahnya.
33
4. LKS merasa bahwa penerapan sangsi akan mengurangi nilai promosi LKS, karena membebani nasabah, sedangkan LKS relatif baru berdiri di masarakat. Dari segi strategi promosi, tidak diterapkannya sangsi tersebut dan bahkan ada LKS mikro yang tidak memasukkan dalam klausul kontrak akad awal dapat diterima atau alasan yang cukup rasional karena rata-rata LKS relatif baru dikenal oleh masarakat muslim sehingga berbagai kegiatan yang terkesan mencurigakan tentang kesamaannya dengan lembaga keuangan konvensiona dapat ditekan semaksimal mungkin. Ditambah lagi dengan kondisi rata-rata nasabah yang tinggal di pedesaan belum memahami dengan baik hakikat lembaga keuangan syariah. Tidak adanya sangsi juga akan membuat masarakat nasabah semakin dekat LKS yang akan memberikan kesan "ramah" dalam bermu'amalah. Ramah dalam bermuamalah dianjurkan oleh Rasulullah saw sebagaimana dalam sabdanya:16 ( وَإِذَا اﻗْﺘَﻀَﻰ )رواه اﻟﺒﺨﺎرى، وَإِذَا اﺷْﺘَﺮَى، َرَﺣِﻢَ اﻟﻠﱠﮫُ رَﺟُﻼً ﺳَﻤْﺤًﺎ إِذَا ﺑَﺎع Allah merahmati seseorang yang toleran dalam menjual, dan toleran dalam membeli, dan toleran dalam menuntur hak. (HR. al-Bukhari) Memang suatu kebaikan akan mendatangkan suatu kebaikan baru, sikap toleran seorang pebisnis akan memberikan ia ruang yang lebih dalam memperluas rezkinya. Namun demikian, berhubung Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga bisnis yang mendapat laba dari jual beli cicilan atau jual beli tangguh, maka menurut hemat peneliti sebaiknya LKS tetap menerapkan sangsi, namun diusahkan dalam jumlah yang kecil sesuai dengan tujuan ta'zir maliy dalam pemberlakuan sangsi ini.
B. Besar Sangsi yang Diterapkan 1. Data Lapangan tentang Besarnya Sangsi Besarnya sangsi yang diterapkan juga bervariasi, yaitu: 16
Kitab Shahih al-Bukhari, jilid 7, halaman 469
34
1. Ada yang menerapkan 1% dari jumlah angsuran per bulan (LKS8), 2. ada yang awalnya menerapkan 1% dari angsuran per bulan lalu merobah menjadi 2,5% dari jumlah angsuran perbulan (LKS7), dan 3. ada juga yang menerapkan 0,00069 (69/100000) dari jumlah angsuran per hari (by default) namun jika hari yang dihitung tersebut adalah hari libur maka sangsi tidak diterapkan, tapi dengan menggunakan dana angsuran awal yang terblokir. Dana angsuran awal yang terblokir yaitu dana yang sengaja dibayarkan nasabah saat pencairan pembiyaan sebagai dana cadangan jika nasabah terlambat membayar angsura yang disebabkan oleh tanggal merah atau hari libur. Manfaat dari "dana terblokir" adalah agar software LKS secara otomatis mencatat nasabah bukan termasuk nasabah yang menunggak. Pada LKS ini lama jatuh tempo adalah 10 hari, dimana jika masa awal pembayaran tanggal 5 Januari maka sangsi baru akan berlaku pada tanggal 11 Januari, yang berarti bahwa masa tenggang pembayaran angsuran adalah selama sepuluh hari, yaitu dari tanggal 5 Januari sampai tanggal 10 Januari. 4. Ada pula yang menerapkan sangsi sebesar 10% dari jumlah angsuran (LKS5). Terkadang LKS hanya menerapkan sangsi 10 ribu rupiah atau hanya 20 ribu rupiah setiap terjadi keterlambatan pembayaran yang dihitung perbulan (bukan per hari) karena kecilnya pembiyaan. 2. Analisa Terhadap Besarnya Sangsi yang Diterapkan Dilihat dari kacamata fikih, khususnya fatwa DSN MUI no.17 tahun 2000, perbedaan besarnya sangsi yang diterapkan oleh LKS tidak bermasalah karena hal tersebut tergolong dalam hukuman ta'zir dimana sangsi tersebut tergantung dari pertimbangan LKS terkait, baik pertimbangan eksternal maupun internal. Yang paling penting sangsi tersebut dapat mencapai tujuan ta'zir mâliy yaitu penjeraan nasabah namun juga tidak memberatkan nasabah, karena penerapan sangsi yang berat akan mengurangi tingkat promosi dari LKS itu sendiri. Adapun tentang LKS7 yang menerapkan sangsi ini secara cukup konsisten, lalu merobah besarnya sangsi yang diterapkan, yaitu yang mulanya 1% dari total angsuran per bulan, kemudian sekarang (sejak triwulan kedua tahun
35
2014) dirobah menjadi 2,5% per angsuran yang default, disebabkan untuk meningkatkan
disiplin
nasabah
dalam
melakukan
pembayaran.
LKS7
membuktikan bahwa sangsi 1% dari jumlah angsuran sering tidak diacuhkan oleh nasabah, maka LKS meningkatkan jumlah sangsi. LKS5 adalah LKS tertinggi dalam menerapkan sangsi, yaitu 10%, karena LKS tersebut merupakan LKS mikro dimana jumlah angsuran nasabah perbulan tidak begitu besar, maka keterlambatan pembayaran kurang diacuhkan oleh nasabah. Terkadang LKS hanya menerapkan sangsi 10 ribu rupiah atau hanya 20 ribu rupiah setiap terjadi keterlambatan pembayaran yang dihitung perbulan (bukan per hari). Ini berarti bawah tidak adanya bedanya dari sisi sangsi antara nasabah yang terlambat membayar 1 dengan 25 hari. Demikian juga halnya dengan nasabah yang menerapkan sangsi perbulan. Ada juga yang menerapkan 0,00069 (69/100000) dari jumlah angsuran per hari (by default) namun jika hari yang dihitung tersebut adalah hari libur maka sangsi tidak diterapkan, tapi dengan menggunakan dana angsuran awal yang terblokir. Dana angsuran awal yang terblokir yaitu dana yang sengaja dibayarkan nasabah saat pencairan pembiyaan sebagai dana cadangan jika nasabah terlambat membayar angsura yang disebabkan oleh tanggal merah atau hari libur. Manfaat dari "dana terblokir" adalah agar software LKS secara otomatis mencatat nasabah bukan termasuk nasabah yang menunggak, maka hal ini akan membantu nasabah secara finansial dan juga secara kemuliaan pribadi. Dengan menerapkan angka sangsi 0,00069 (69/100000) dari jumlah angsuran per hari, bukan perbulan juga dapat mendisiplinkan nasabah secara efektif karena semakin lama nasabah mengundur pembayaran angsuran utangnya maka sangsi akan semakin besar. Misalnya jika angsuran nasabah perbulan adalah Rp. 1 juta, maka besarnya sangsi dapat dilihat pada tabel berikut: Prosentase Sangsi 0,00069 0,00069 0,00069 0,00069
Angsuran Per Bulan (Rp.) 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
Lama Keterlambatan pembayaran dalam (hari) 1 2 3 4
Besarnya Sangsi (Rp.) 690 1.380 2.070 2.760
36
0,00069 1.000.000 10 6.900 0,00069 1.000.000 15 10.350 0,00069 1.000.000 20 13.800 0,00069 1.000.000 25 17.250 0,00069 1.000.000 30 20.700 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa angsuran satu juta rupiah perbulan hanya dikenakan Rp.690,- sedangkan ketika keterlambatan sudah berjumlah 25 hari maka sangsi akan menjadi Rp.17.250,-
C. Penggunaan Dana Sangsi 1. Data Lapangan tentang Penggunaan Sangsi Sesuai dengan fatwa DSN MUI no.17 tahun 2000, semua LKS yang sudah menerapkan sangsi mengetahui bahwa dana tersebut digunakan untuk kepentingan sosial. Dari hasil wawancara penggunaan dana sangsi ini cukup variatif, diantaranya: 1. Beasiswa pelajar dan mahasiswa. 2. Bantuan acara-acara keagamaan. 3. Bantuan terhadap fakir miskin setempat. 4. Membantu nasabah yang mengalami masalah keuangan serius, namun dalam hal terdapat dua variasi bantuan, yaitu: a. Menyalurkannya dalam bentuk al-Qardhul Hasan (pinjaman murni), namun tetap menggunakan agunan. b. Menyalurkan dana kepada nasabah yang mengalami masalah keuangan serius dalam bentuk akad hibah, sehingga nasabah tersebut dalam melanjutkan angsuran kepada LKS. c. Menyalurkan dana sangsi kepada nasabah yang sudah tidak diketahui lagi alamatnya dalam bentuk akad hibah sehingga utang nasabah tersebut dapat dilunasi. 2. Analisa Terhadap Penggunaan Dana Sangsi Kepentingan sosial dapat ditafsirkan dalam banyak kegiatan, seperti sedekah kepada kaum fakir miskin, beasiswa untuk pelajar atau mahasiswa tak
37
mampu, dana bergulir bagi nasabah tak mampu, memberikan dana bagi nasabah yang tak mampu membayar utang, pembiayaan al-qardhul hasan. Menyalurkan dana sangsi dalam bentuk al-Qardhul Hasan (pinjaman murni), namun tetap menggunakan agunan dibolehkan karena pada akad alQardhul Hasan tetap boleh menerapkan rahn sebagai yang dilakukan Kementerian Wakaf di Mesir dimana Wizarah al-Auqaf memberikan pinjaman al-Qardhul Hasan sedangkan masarakat peminjam diminta menyerahkan jaminan dalam bentuk emas.17
Masalah akan muncul ketika dana tersebut digunakan oleh LKS untuk kegiatan-kegiatan yang masih bersifat sosial, namun terkait dengan kepentingan LKS, seperti menyalurkan dana kepada nasabah-nasabah yang benar-benar tidak mampu membayar angsurannya karena nasabah mengalami kesulitan finansial serius sehingga nasabah tergolong kaum fakir miskin. Dari satu aspek, kegiatan tersebut sudah sesuai dengan fatwa DSN MUI karena menyalurkan dana sangsi untuk kepentingan sosial, namun dari aspek lainnya LKS sudah mengambil suatu manfaat dari dana tersebut untuk kepentingannya. Jika kita kembali kepada kaidah umum ushul fiqh bahwa segala hal dapat dilakukan kecuali yang dilarang atau pada kaidah umum bahwa lafazh umum yang tidak spesifikkan dapat dipahami dan dilaksanakan sesuai keumumannya, maka fatwa DSN MUI No. 17 masih bersifat umum. Maka secara umum, penggunaan LKS terhadap penyaluran dana di atas dapat dibenarkan karena untuk kepentingan sosial, karena nasabah yang mengalami masalah keuangan serius (dzu 'usrah) termasuk dalam kategori sosial, misalnya karena gagal panen, terkena musibah terhadap hartanya atau badannya atau orang-orang yang dalam tanggungannya. Namun terdapat satu masalah ketika LKS Menyalurkan dana sangsi kepada nasabah yang masih mempunyai utang terhadap LKS tersebut tapi sudah tidak diketahui lagi alamatnya dalam bentuk akad hibah sehingga utang nasabah 17
https://www.egypt.gov.eg/Services dan www.islamport.com/b/2/alfeqh/fatawa/
38
tersebut dapat dilunasi. Peristiwa ini pada hakikat adalah musibah terhadap LKS, dan yang perlu dipertanyakan dalam masalah ini adalah siapa yang terbantu dalam penyaluran ini? Apakah LKS ataukah nasabah? Masalah ini memerlukan juga kajian mendalam, misalnya apakah nasabah tersebut adalah orang miskin yang mengajukan pembiyaan untuk pengobatan, ataukah nasabah itu seorang pelajar yang kehabisan uang sehingga ia mengajukan pembiyaan untuk pelunasan SPP (Sumbangan Pendidikan dan Pembangunan). Jika demikian, maka pelunasan itu mungkin masih dapat dibenarkan, meskipun perubahan ekonomi keadaan nasabah tersebut belum dapat dipastikan karena bisa jadi ia sekarang sudah sudah tidak miskin lagi. Namun jika nasabah tersebut sebenarnya bukan orang miskin, tapi benar-benar lalai dalam melunasi kewajibannya atau memang berniat tidak baik, maka penggunaan dana sangsi keterlambatan pembiyaan nasabah tidak dapat digunakan karena sudah jelas membantu LKS.
D. Potensi Besarnya Dana Sangsi 1. Data Lapangan tentang Potensi Sangsi Besarnya potensi dana sangsi bervariasi antar LKS yang menerapkan. Ada LKS yang dana sangsinya mencapai 3 sampai 5 juta rupiah pertahun (LKS8 dan LKS7), jadi rata-rata 4 juta pertahun. Ada pula LKS yang dana sangsinya 800 ribu rupiah pertahun. Selain dari 3 LKS tersebut memang terdapat dana sangsi ini namun sangat kecil karena LKS-LKS tersebut menerapkan sangsi ini secara sangat terbatas. 2. Analisa Terhadap Potensi Sangsi Jika dijumlah secara rata-rata semua sangsi yang didapatkan oleh LKS di Kabupaten Tanah Datar, maka didapatkan jumlah senilai delapan juta delapan ratus ribu (Rp. 8.800.000,-) pertahun. Lalu jumlah tersebut disumbangkan kepada berbagai kepentingan sosial. Ini berarti bahwa LKS-LKS Kabupaten Tanah Datar sudah memberikan dana sebanyak 8,8 juta untuk kepentingan masarakat miskin di Kabupaten Tanah Datar karena dana tersebut tergolong pada "pendapatan non halal" bagi LKS, namun hal bagi kaum fakir miskin atau pihak yang memberlukan
39
bantuan dalam masarakat. Dana ini jelas tidak masuk dalam dana CSR (Corporate Social Responsibility) atau dana sosial perusahaan. Jumlah 8,8 juta rupiah tersebut tergolong kecil jika dibandingkan dengan potensi yang sebenarnya, karena tiga LKS yang menerapkan sangsi ini memberikan toleran yang tinggi terhadap para nasabahnya. Dalam prediksi peneliti, berdasarkan data yang sudah, jika semua LKS tersebut menerapkan sangsi ini secara konsisten sesuai dengan akad yang dibuat, maka maka angka dana sangsi akan cukup besar dengan asumsi, tujuh LKS mikro dapat menerima dana sangsi sebesar satu juta rupiah (Rp. 1.500.000,-), sedangkan 1 LKS menengah menerima dana sangsi sebesar 4 juta rupiah, selanjutnya 2 LKS makro menerima dana sangsi sebesar 6 juta rupiah. Jika semua dana tersebut dijumlahkan maka akan didapatkan hasil 26,5 juta rupiah dengan perincian: (7 X 1,5 juta) + (1 X 4 juta) + (2 X 6 juta) = 26,5 juta rupiah. Semua dana tersebut disalurkan untuk kepentingan sosial di Kabupaten Tanah Datar. Dengan demikian, LKS akan dapat membuktikan bahwa LKS berbeda dengan lembaga keuangan konvensional yang menjadikan dana sangsi sebagai pendapat sah bagi lembaganya. Sekaligus LKS telah berperan dalam pengentasan kemiskin serta meningkatkan ekonomi masarakat.
E. Pengetahuan Nasabah terhadap Sangsi 1. Data Lapangan Pada beberapa LKS, nasabah tidak mengetahui tentang aturan terkait dengan sangsi khusus tentang tujuan sangsi dan sasaran penyaluran sangsi. Hal tersebut disebabkan oleh karena memang nasabah tidak diberitahu oleh LKS tentang aturan sangsi. Dari hasil wawancara peneliti dengan nasabah LKS yang sudah terkena sangsi keterlambatan pembayaran angsuran, terlihat bahwa memang nasabah tersebut tidak tahu bahwa dana tersebut digunakan untuk kepentingan sosial. Ketidaktahuan nasabah terhadap sangsi ini umumnya terdapat pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah, sedangkan Lembaga Keuangan Makro Syariah menerapkan sangsi ini secara transparan, bahkan LKS makro (LKS6)
40
memberikan laporan kepada nasabah terkait tentang besarnya denda dan data penghapusan denda jika ada. 2. Analisa terhadap Pengetahuan Nasabah terhadap Sangsi Sebenarnya terjadi keluhan nasabah terhadap adanya sangsi disebabkan oleh banyak faktor, hal utama adalah kurang adanya keseriusan dari pihak manajemen LKS dalam menerapkan sangsi, khususnya LKS mikro yang merasa bahwa penerapan sangsi tidak begitu penting karena berbagai alasan yang peneliti kemukakan sebelum. Namun dari perolehan data lapangan juga dapat disimpulkan bahwa memang nasabah tidak mengetahui latar belakang dan penggunaan dana sangsi apalagi jika terkait dengan fatwa DSN MUI no. 17 tahun 2000. Peneliti melihat bahwa semua pihak harus diberdayakan, mulai dari DPS, pengurus LKS, sampai nasabah dalam menerapkan sangsi ini. Berhubungan dengan nasabah, bagaimana mungkin nasabah diharapkan akan dapat mengetahui, memahami, dan menerima sangsi ini jika pihak manajemen LKS sendiri kurang berpengetahuan dalam masalah ini.
41
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan tentang potensi dan pelaksanaan sangsi keterlambatan pembayaran utang nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran utangnya pada lembaga keuangan syariah di Kabupaten Tanah Datar, maka peneliti menghasilkan kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1. Kesimpulan a. Dalam penerapan sangsi, ditemukan bahwa terdapat 3 variasi dalam penerapan sangsi keterlambatan pembayaran utang, yaitu: 1) menerapkan sangsi keterlambatan pembayaran utang secara konsisten, 2) menerapkan sangsi keterlambatan pembayaran utang dengan tingkat toleransi tertentu, dan 3) tidak menerapkan sangsi keterlambatan pembayaran. Secara umum, 50% LKS menerapkan sangsi keterlambatan pembayaran utang, 50% LKS lainnya tidak menerapkan sangsi keterlambatan pembayaran utang. LKS yang tidak menerapkan sangsi ini hampir semua LKS mikro (BMT atau Baitul Mal wa at-Tamwil). Bahkan ada dua LKS mikro yang tidak memasukkan ketentuan sangsi ini dalam kontrak akad. Sebab tidak menerapkan ketentuan sangsi ini adalah karena menjaga nama baik lembaga keuangan syariah. b. Terdapat juga dua manajemen LKS dari 9 LKS yang kurang memahami aturan dan pelaksanaan dari penerapan sangsi ini sehingga mereka menjadi ragu dalam penerapan sangsi. Disamping itu, juga terlihat bahwa Dewan Pengawas Syariah kurang aktif dalam mengarahkan LKS untuk melaksanakan aturan tentang sangsi ini. c. Karena lebih dekat dengan nasabah, Lembaga Keuangan Syariah Mikro lebih mampu dalam memantau dan menganalisa kondisi ekonomi nasabah sehingga lebih mudah menerapkan fatwa DSN MUI No. 17 tahun 2000 tentang menentukan "nasabah tidak mampu" dan "nasabah mampu yang sengaja menunda-menuda pembayaran utang. Oleh karena itu, 3 LKS mikro yang menerapkan sangsi hampir terdapat sangsi karena LKS
42
menilai bahwa nasabah tersebut memang dalam kondisi ekonomi yang sulit. d. Fatwa DSN MUI terlihat belum lengkap ketika diaplikasikan di lapangan karena tidak merinci beberpa hal mesti dirinci seperti indikator nasabah tidak mampu dan apa saja penyaluran dana untuk kepentingan sosial dimaksud? Terutama ketika kepentingan sosial bercampur dengan kepentingan LKS, sehingga LKS mendapat manfaat langsung ataupun tidak langsung dari dana sangsi tersebut. e. Penerapan besarnya dana sangsi juga berbeda antar LKS yang menerapkan sangsi ini, mulai dari 1% dari jumlah angsuran perbulan sampai 10%. Namun ada juga yang menerapkan sangsi perhari sebesar 0,00069 dari jumlah angsuran perbulan. f. Dari sisi analisa hukum fikih sesuai pula dengan fatwa DSN MUI no. 17 variasi pelaksanaan sangsi dan besarnya tidak bermasalah secara hukum, namun dalam penyaluran dapat menimbulkan masalah ketika LKS menggunakan itu untuk kepentingan sosial tapi terkait dengan kepentingan LKS. g. Karena tidak semua LKS melaksanakan sangsi ini secara konsisten dan sangat bervariasi, maka kondisi saat ini jumlah dana sangsi di Kabupaten Tanah Datar relatif masih rendah, yaitu delapan juta delapan ratus ribu (Rp. 8.800.000,-) pertahun. Dan jika prediksi berdasarkan data awal, potensi dana sangsi keterlambatan yang terdapat di Kabupaten Tanah Datar dapat mencapai 26,5 juta rupiah. h. Diperkirakan bahwa rata-rata nasabah tidak mengetahui aturan tentang sangsi ini, dan bahkan sebagian pihak manajemen LKS kurang memahami aturan tentang teori dan penerapan sangsi keterlambatan pembayaran oleh nasabah-nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran utangnya. 2. Saran a. Agar Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari LKS secara umum untuk lebih mengarahkan manajemen LKS terkait tentang aturan dan pelaksanaan sangsi ini, misalnya tentang indikator nasabah tidak mampu dan ketentuan
43
penyaluran dana dana sosial, karena hal tersebut debatable pada kalangan masarakat. b. Agar LKS benar-benar menjelaskan kepada nasabah tentang perlunya aturan ini dan bahwa dana sangsi akan disalurkan pada kepentingan sosial. Dengan demikian diharapkan nasabah akan dapat memahami dan menerima sangsi ini sehingga rasa keberatan dan khawatir terjerumus ke dalam syubhat riba atau perasaan dianggap sama dengan lembaga keuangan konvensional dapat dihindari atau minimal ditekan. c. Kepada pembuat software lembaga keuangan syariah agar dapat memasukkan kategori nasabah mampu dan tidak mampu saat mereka terlambatan melakukan pembayaran, karena dalam beberapa software yang ada, software mencatat sangsi secara otomatis ketika nasabah terlambat dalam melakukan pembayaran kewajibannya.
44
III BAGIAN PENUTUP A. Daftar Pustaka Erma Winarti, Skripsi: berjudul Infak Sebagai Ganti Rugi Atas Keterlambatan Angsuran Di BMT (Studi Kasus di BMT Subulussalam Sleman), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2012. Heni Taslimah, Skripsi: Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan Denda pada Pembiyaan Bermasalah di KSU BMT Multazam Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, tahun 2008. Fatwa Syariah AAOIFI Bahrain, Standar Syariah No.36, tentang al-'Awâidh alThâri'ah 'Ala al-Iltizâm. Fatwa Majma' al-Fiqh al-Islami Organisasi Konferensi Islam, No. 109, Jeddah, tahun 2000 tentang asy-Syarth al-Jaza'iy Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majlis Ulama Indonesia, No: 17/DSNMUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang MenundaNunda Pembayaran, Jakarta, tahun 2000 Muhammad ibn Abdul Aziz al-Yamani, desertasi: asy-Syuruth al-Jazai'y wa Atsaruhufi al-'Uqud al-Mu'ashirah (Pengaruh Sangsi Harta dalam Kontrak Terhadap Akad-akad Kontemporer), Universitas Malik Sa'ud, Saudi Arabia, 1436 H. Muhammad Syarif al-'Umariy, Desertasi: ad-Duyun al-Muta'ttsirah fi al-Bunuk al-Islamiyyah wa Kaifa 'Ilajuha min Khilal Tajribati al-Bunuk alIslamiyyah al-Malayziyyah (Utang-utang yang tersebar pada Bank-bank Islam serta Solusinya, Studi pada Bank-bank Islam Malaysia), Universitas Islam Internasional Malaysia. 'Ali Muhammad al-Husain as-Shawa, Makalah: asy-Syuruth al-Jaza'iy fi adDuyun: Dirasah Fiqhiyyah Muqaranah (Sangsi Harta dalam Utang: Studi Banding Fikih), Universitas Yordan, Fakultas Syariah. 'Iyad ibn 'Isaf ibn Muqbil al-'Itriy, Desertasi: Asy-Syuruth at-Ta'widhiyyah fi alMu'amalat al-Maliyyah (Syarat-syarat Kompensasi Harta dalam Hukum
45
Keuangan Islam), Universitas Muhammad ibn Sa'ud, Fakultas Syariah, Jurusan Fikih, Saudi Arabia, tahun 1427 H Omar Mustafa Ansari and Faizan Ahmed Memon, Artikel: Is Islamic Banking Really ‘Islamic’? (Merely a change in name?), Majalah Islamic Finance News (The World’s Global Islamic Finance News Provider), Malaysia, Vol. 5, Terbitan ke-12, 28 Maret 2008 Yetty Nur Indah Sari, Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Muamalat
Konsentrasi Perbankan Syariah, Skripsi: "Denda
Murabahah dalam Pandangan Islam (Studi Kasus di Bank Syariah Mega Indonesia)" tahun 2008. www.islamicfinancenews.com Salman ibn Shalih ad-Dakhil, Makalah: at-Ta'widh 'an al-Adhrar al-Mutarattabah 'ala al-Mumathalah fi ad-Duyunfi (Ganti Rugi atas Bahaya yang Ditimbulkan Oleh Penundaan Membayar Utang), Risalah 56 halaman. Abû Dawud, Sunan Abû Dawud. Mesir: Mathba`aħ Mustafa al-Bâbiŷ al-Halabiŷ. 1952. az-Zuhaili, Wahbah. 1989. al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu. Beirut: Daarul Fikri. Mahmud Abdul Karim Ahmad Irsyid, asy-Syamil fi Mu'amalat 'Amaliyyat alMasharif al-Islamiyyah, (Yordan: Dar an-Nafais, 2001), cet. 1 Muhammad 'Utsman Syabir, al-Mu'amalat al-Maliyyah al-Mu'ashirah, (Yordan: Dar an-Nafais, 1999), cet. 3 Program Maktabah Syamilah Versi. 3.
46
B. Lampiran: 1. Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup CURRICULUM VITAE Nama : Dr. Alimin, Lc., M.Ag. Nomor Peserta :102104313300007 NIP/NIK :19720505 200212 1 004 Tempat dan Tanggal Lahir : Agam 5 Mei 1972 Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Kawin Agama : Islam Golongan / Pangkat : Penata/III/c Jabatan Akademik : Lektor Perguruan Tinggi : STAIN Batusangkar Alamat : Jl.Sudirman No.137 Batusangkar Telp./Faks. : (0752) 71150 Alamat Rumah : Jl. Angkasapuri II No.4 RT.01/01 Dadok Tunggul Hitam Padang, Sumatera Barat Telp./Faks. : Hp. 081363449205 dan (0751) 461812 Alamat e-mail :
[email protected] PENGALAMAN PENELITIAN Tahun
Judul Penelitian
Ketua/anggota Tim
Sumber Dana
2005
Efektifitas Bantuan Pemda Tanah Datar thd Koperasi Mesjid di Kab. Tanah Datar Aplikasi Pasar Sukuk dalam Perspektif Syariah (Studi Analisis Kesesuaian Syariah terhadap Aplikasi Pasar Sukuk Domestik dan Global) Peluang Investasi Dengan Skim Syariah Untuk Pembiayaan Sektor Pembangunan Publik Pada
Anggota
Pemda Tanah Datar
Desertasi
Desertasi – UIN Jakarta
Penelitian Individual
DIPA STAIN Batusangkar
2010
2010
47
2011
2011
2012
2013
Propinsi Sumatera Barat (Studi Analisis Peluang Penerapan Sukuk Daerah di Propinsi Sumatera Barat) Perbandingan Konsep Sukuk dan Incorporated Cash Waqf Turki Usmani dengan Model Akad Pagang Gadai Rumah dalam Adat Minangkabau (Suatu Studi Analisis Penggalian Rekayasa Keuangan Islam Melalui Kearifan Lokal) Peluang Produk Ijarah Khadamat Fi Dzimmah Untuk Mengatasi Tunggakan Spp Mahasiswa Stain Batusangkar (Suatu Studi Peramalan Prospek Produk Baru Melalui Riset Pasar) Penelitian Pemberdayaan Masarakat: Pemberdayaan Masarakat Nelayan Miskin Pantai Danau Singkarak Melalui Manajemen Profesional Islami Aplikasi Akad Berganda Dalam
Anggota
Penelitian Kompetitif 2011 Departemen Agama Republik Indonesia, Tahun 2011
Individu
Proyek Penelitian pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar
Anggota
Penelitian Pemberdayaan Kompetitif 2012, Departemen Agama Republik Indonesia, Tahun 2012
Individu
Proyek Penelitian pada Sekolah
48
Lembaga Keuangan Syariah Ditinjau Dari Perspektif Fikih Muamalat
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar
2. Lampiran 2 : Instrumen Penelitian / Panduan Wawancara
Penelitian Dosen STAIN Batusangkar:
POTENSI DAN PELAKSANAAN SANKSI HARTA ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH KABUPATEN TANAH DATAR
Assalamualaikum, ww. Responden yang Terhormat, Saya adalah dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar. Saya sedang melakukan penelitian mengenai Potensi dan
Pelaksanaan Sanksi Harta atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran di Lembaga Keuangan Syariah Kabupaten Tanah Datar. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka melaksanakan salah satu tugas dosen pada Tridarma Perguruan Tinggi dalam tahun 2014. Saya ucapkan banyak terima kasih atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu/Saudara dalam menjawab pertanyaan wawancara ini. Semoga Allah SWT memberkati kita semua. Wassalamualaikum ww., Hormat saya,
Dr. H. Alimin, Lc., M.Ag.
Nomor ID responden : __________ Lokasi : _______________________ Petunjuk Pengisian: Isilah jawaban pada titik-titik, serta berilah tanda silang [X] pada jawaban yang sesuai di bawah ini.
49
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama
:……………………………………
2. Umur
:……………………………………
3. Jenis kelamin
: a. Laki-laki
b. Perempuan
B. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Berhubungan dengan adanya sangsi atas keterlambatan pembayaran angsuran nasabah, bagaimana kebijakan LKS ini dalam melaksanakannya? a. Selalu Mengenakan sangsi sesuai aturan yang berlaku. b. Memberikan dispensasi atas pertimbangan tertentu. 2. Apakah LKS ini menerapkan sangsi atas nasabah yang terlambat dalam melakukan angsuran atas utang-utangnya terhadap LKS? a. Jika iya, sejak kapan diterapkan? 3. Apakah nasabah mengetahui bahwa mereka dikenakan sangsi atas keterlambatan pembayaran kewajiban mereka? 4. Apakah nasabah mengetahui bahwa dana dari sangsi keterlambatan tersebut akan disalurkan kepada kepentingan sosial? 5. Bagaimana sikap nasabah saat dikenakan sangsi tersebut? (menerima dengan baik, mempertanyakan, atau memberikan komentar tertentu, dan lain sebagainya) 6. Berapa rata-rata jumlah dana yang terkumpul dari sangsi atas keterlambatan pembayaran ini per tahun? 7. Untuk apa saja dana tersebut digunakan? (infak kepada lembaga dakwah Islam [mesjid/pesantrean/sekolah],
bantuan
infak
pendidikan
santri/siswa,
bantuan/sedekah kepada fakir miskin, bantuan kepada nasabah yang dalam ekonomi sulit, dan lain-lain) Responden,
(
)
50
3. Lampiran 3: Contoh Klausul Tentang Sangsi Keterlambatan Pembayaran
51
52
53