LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA TAHUN 2013
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GENDER BUDGETING DI TINGKAT LOKAL (KAJIAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA STRUKTUR APBD PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2011-2012)
TIM PENELITI Tedi Erviantono, S.IP, M.Si Ni Made Ras Amanda G. S.Sos M.Si Imron Hadi Tamim S.S. MA Ni Nyoman Dewi Pascarani, S.S, M.Si Dibiayai dari dana PNBP Universitas Udayana TA-2013 Dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 74.73/UN 14.2/PNL.01.03.00/2013, tanggal 16 Mei 2013
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2013
HALAMAN PENGESAHAN : Implementasi Kebijakan Gender Budgeting di Tingkat Lokal (Kajian Anggaran Responsif Gender pada Struktur APBD Provinsi Bali Tahun Anggaran 2011-2012) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------2. Ketua Peneliti a. Nama lengkap dengan gelar : Tedi Erviantono, S.IP, M.Si b. Pangkat/Gol/NIP : Penata Muda Tk I/III b / 197605022009121002 c. Jabatan Fungsional/Struktural : Asisten Ahli/Dosen d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV) e. Program Studi/Jurusan : Administrasi Negara f. Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik g. Alamat Rumah/HP :Penamparan Gg.Lely No. 4 Dpsr / 0817537730 i. E-mail :
[email protected] ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------3. Jumlah Tim Peneliti :3 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------4. Pembimbing a. Nama lengkap dengan gelar : Dr. Dra. Ni Luh Kebayantini, M.Si b. Pangkat/Gol/NIP : Pembina / IV a / 195701051986012001 c. Jabatan Fungsional / Struktural : Pembina d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV) e. Program Studi / Jurusan : Sosiologi f. Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------5. Lokasi Penelitian : Pemerintah Provinsi Bali ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------6. Kerjasama (kalau ada) a. Nama Instansi :b. Alamat :------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------7. Jangka waktu penelitian : 6 bulan ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------8. Biaya Penelitian : Rp.7.475.000 (Tujuh Juta Empat Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Denpasar, 29 Oktober 2013 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ketua Peneliti,
1. Laporan Akhir Penelitian
Dr. Gst. Pt. Bagus Suka Arjawa, M.Si NIP.196407081992031003
Tedi Erviantono, S.IP, M.Si NIP. 197605022009121002
Mengetahui. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana
Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT NIP 19640717 198903 1 001
RINGKASAN Abstrak Penelitian ini membahas mengenai kebijakan alokasi penganggaran publik berbasis gender pada struktur APBD Provinsi Bali tahun anggaran 2011-2012. Kenyataan minimnya alokasi anggaran yang berbasis pengarustaramaan gender, karena selain masih sedikitnya perempuan pada eselon strategis, para pengambil keputusan, termasuk top manajemen (kepala daerah) cenderung masih berpikir sektoral dalam penanganan persoalan kesetaraan gender maupun pemberdayaan perempuan. Padahal pengelolaan atas persoalan ini sifatnya harus holistik yang diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 yang menetapkan gender sebagai isu lintas bidang yang terintegrasi dalam semua bidang pembangunan. Kata Kunci : Kebijakan, Gender, Lokal Abstract This study discusses the public policy of gender-based budgeting allocation in Bali provincial budget structures fiscal year 2011-2012. Lack of reality-based budget allocation pengarustaramaan gender, because in addition to the small number of women in strategic echelon, decision makers, including top management (head area) tend to still think cutting in handling issues of gender equality and women's empowerment. Though the management of this issue should be holistic nature mandated Presidential Regulation No. 5 of 2010 concerning the 20102014 RPJMN define gender as cross-cutting issues are integrated in all areas of development. Key words : Policy, Gender, Local
PRAKATA Om Swastiastu, Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga Laporan Hasil Penelitian berjudul Implementasi Kebijakan Gender Budgeting di Tingkat Lokal, telah terselesaikan. Laporan hasil penelitian disusun dengan harapan dapat membantu penyebarluasan informasi terkait salah satu penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu hasil penelitian kepada mahasiswa, dosen dan pimpinan serta masyarakat. Penelitian ini bersumber dari dana PNBP Universitas Udayana Tahun Anggaran 2013. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak antara lain Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD; Ketua LPPM Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT; Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, Dr. Gst. Pt. Bagus Suka Arjawa, M.Si; beberapa narasumber Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali, Dra. Terry Yuliandra, M.Si dan Dra. Luh Margarani, M.Si, serta Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Denpasar, Dra. I Gusti Agung Sri Wetrawati; serta pembimbing penelitian Dr. Dra. Ni Luh Kebayantini, M.Si. Kami berharap agar laporan hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi Pemerintah Provinsi Bali maupun mendukung proses belajar mengajar bagi mahasiswa, dosen maupun masyarakat luas. Om Santih Santih Santih Om
Denpasar, 29 Oktober 2013 Peneliti,
Tedi Erviantono, S.IP, M.Si NIP. 197605022009121002
DAFTAR ISI RINGKASAN.........................………….................................................................................... PRAKATA ..........................................……........……….......................................................... DAFTAR ISI ........................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….................……………................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............…………………........................................................ BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN …...…......................................................... BAB IV METODE PENELITIAN..........................……………………………………………… BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......…………..…..………………………………….. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...........……................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...........................................……............................................................ LAMPIRAN ..............................................……....................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Pendahuluan Perhatian pemerintah lokal dalam mewujudkan kesetaraan HAM yang berkeadilan dalam pembangunan masih cenderung bias dan kurang optimal. Salah satu aspek kesetaraan HAM pada konteks ini termasuk kesetaraan gender. Kesenjangan tersebut seringkali terimplementasi pada ragam kebijakan publik berprespektif gender yang mana cara pandang pemerintah saat melakukan pengalokasian penggunaan anggaran masih jauh dari aspek berkeadilan gender. Gambaran umum yang terjadi dalam implementasi proses penyusunan anggaran, pemerintah daerah masih jarang memiliki pola kesadaran berperspektif gender. Proses penjaringan kebutuhan penganggaran, --semisal musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan)--,
hingga pada tahap penetapannya, masih disandarkan pada sistem
pengalokasian keuangan yang sifatnya hanya mengakomodasi kebutuhan pembangunan secara parsial dengan mengesampingkan faktor manusia yang berinteraksi pada ranah sosial dan budaya-nya. Kondisi ini yang secara umum menyiratkan pola implementasi kebijakan penganggaran pembangunan oleh pemerintah daerah yang cenderung masih bias (Mundayat, 2006 : 3). Pada kenyataannya, dalam kerangka kendali pelaksanaan otonomi daerah yang bertanggungjawab, Pemerintah Pusat telah menetapkan standar regulasi untuk menekan pola implementasi kebijakan penganggaran di daerah yang bias gender. Pemerintah Pusat dengan pendekatan intensif dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, mendesak komitmen implementasi kebijakan penganggaran di tingkat lokal lebih memperhatikan sekaligus merealisasikan Anggaran Responsif Gender (ARG) yang regulasinya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 dan diperkuat pula oleh instrumen regulasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104 tahun 2010. Kedua regulasi nasional ini mengatur penerapan anggaran yang responsif gender . Pada regulasi tersebut terjabarkan ragam program dan kegiatan di beberapa kementerian yang
ditargertkan melaksanaan komitmen anggaran responsif gender, termasuk dalam pelaksanaan program dekonsentrasi di level pemerintah daerah. Praktek yang dijalankan oleh beberapa pemerintah daerah hingga kurun waktu tahun 2013 masih menunjukkan trend yang tidak beranjak maju dalam mengakomodasi kepentingan penganggaran berkeadilan gender (gender budgeting) meski sudah terdapat pedoman regulasi di tingkat pusat. Beberapa level pemerintah daerah, -- baik Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Kota--, belum mengoptimalkan implementasi kebijakan anggaran yang responsif gender pada program dan kegiatan yang ada dan berjalan. Regulasi di tingkat nasional cenderung terabaikan dan terkesan sulit terimplementasikan
karena pemikiran berkeadilan gender masih belum banyak
dimiliki para aktor perumus kebijakan anggaran di level daerah dan kepentingan gender masih jauh dari kalkulasi kebutuhan mendasar dalam kebijakan perumusan anggaran pembangunan pemerintah lokal. Berangkat dari kondisi ini maka sangat penting diadakan penelitian dalam mengkaji anggaran responsif gender dalam anggaran pemerintah daerah. Pada penelitian ini difokuskan pada kebijakan anggaran di level Pemerintah Provinsi, yaitu Pemerintah Provinsi Bali. Ada karakteristik menarik untuk mencermati kebijakan anggaran responsive gender di Bali mengingat pemerintah provinsi ini menduduki peringkat keempat terbaik nasional dalam Indeks Governance Indonesia dengan perolehan skor 5,87 (Kemitraan, 2010). Faktor terukur di dalam indkes ini antara lain aspek akuntabilitas, kesetaraan/keadilan dan transparansi. Hanya saja kontras dengan hal tersebut, indeks pembangunan gender Pemerintah Provinsi Bali menduduki peringkat paling bawah diantara capaian pemerintah provinsi lainnya di Indonesia dengan perolehan skor 1,94 (Kemitraan, 2010). Tentunya kondisi ini sangat menarik dicermati untuk mengetahui pola sebaran kebijakan penganggaran responsif gender yang selama ini dilaksanakan Pemerintah Provinsi Bali. Implementasi kebijakan penganggaran yang dijadikan fokus pada penelitian ini adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2011/2012. Hal ini mengingat pada Kebijakan
anggaran
tahun
2011/2012
sudah
dapat
terlihat
dokumen
siklus
penganggarannya, yaitu dari proses penetapan dokumen anggaran oleh eksekutif, perubahan penjabaran dokumen anggaran oleh legislatif dan eksekutif, dan kembali pada
bentuk pelaporan realisasi dokumen pihak eksekutif yang dipertanggungjawabkan di hadapan legislatif. Pada proses yang terjabar pada siklus ini secara komprehensif akan dapat terlihat jangkauan komitmen anggaran responsif gender dalam proses penganggaran publik yang dilakanakan Pemerintah Provinsi Bali. Tinjauan dalam penelitian ini sekaligus akan menjadi masukan bagi pelaksanaan anggaran responsif gender dalam proses penganggaran publik pada tahun-tahun berikutnya di Provinsi Bali.
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah bentuk implementasi kebijakan gender budgeting yang teraplikasi pada struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali pada Tahun Anggaran 2011/2012? 2. Dukungan dan hambatan umum apa sajakah yang mempengaruhi proses penyusunan kebijakan gender budgeting pada struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali?
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian terkait kebijakan responsif gender dalam konteks penganggaran publik di tingkat lokal memang masih belum banyak dilakukan. Hal ini selain mindset kesetaraan gender masih tidak begitu banyak dipahami oleh para aktor (stakeholder) pengambil kebijakan anggaran, regulasi nasional terkait gender budgeting juga masih relatif baru sehingga pemahaman praktis atas hal ini juga masih berproses. Gender merupakan hasil kontruksi sosial yang menegaskan perbedaan fungsi, peran, hak dan behavioral differences (perbedaan perilaku), antara laki-laki dan perempuan, yang terwujud pada relasi gender, seperti, pembagian fungsi, peran dan status di dalam masyarakat (Umar, 2005 : 28). Tercatat beberapa publikasi penelitian terkait penyusunan kebijakan responsif gender (gender budgeting). Penelitian dari lembaga Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Jakarta mencatatkan dua nama penelitinya, yaitu Rostanty (2005) dalam judul Membedah Ketimpangan Anggaran (Studi Kasus APBD Kota Tanggerang, Kota Semarang dan Kota Surakarta) serta Ardhyanti (2007) dalam judul Anggaran Responsif Gender. Keduanya menempatkan konsep anggaran responsif gender (gender budgeting) sebagai proses penganggaran yang mencakup penilaian anggaran berbasis gender (genderbased assessment of budgets) pada setiap tingkat dalam proses penganggaran sekaligus merestrukturisasi pendapatan dan belanja dalam rangka mempromosikan kesetaraan gender. Anggaran responsif gender digunakan sebagai analisis yang mendorong terwujudnya anggaran yang berpihak kepada masyarakat baik terhadap perempuan maupun laki-laki (Ardyanti, 2007 : 2). Konsepsi sebagian besar aktor pengambil kebijakan masih menganggap gender menunjuk pada kepentingan perempuan secara parsial, padahal gender budget tidak terbatas pada target pengalokasian anggaran yang mempromosikan perempuan melainkan meliputi keseluruhan komponen dalam struktur anggaran dan pendapatan belanja di level nasional maupun lokal (baca : daerah).
Tipologi pendekatan yang dilakukan pemerintah di level nasional maupun lokal dalam melakukan anggaran responsif gender lebih disandarkan pada beberapa hal, antara lain (Rostanti, 2005 ; 23) : 1. Welfare Approach (pendekatan kesejahteraan) seperti program peringatan hari-hari besar, pemberian bantuan pangan dan tunai, pelatihan ketrampilan. Pendekatan ini dilakukan secara dekonsentrasi (top-down system); 2. Equity Approach (Pendekatan Kesetaraan) mengarahkan pada pengakuan atas hak perempuan dan anak seperti perlindungan terhadap kekerasan kepada perempuan, dan hak yuridis perempuan; 3. Poverty Approach (Pendekatan Kemiskinan) seperti program anti kemiskinan yang diarahkan pada peningkatan pendapatan (income generating) untuk perempuan seperti pemberian bantuan modal. Tujuan dari anggaran responsif gender (gender budgeting) antara lain (Rostanti, 2005 : 25) : 1. Akuntabilitas, mengingat gender budget merupakan mekanisme kesetaraan gender yang diterjemahkan dalam komitmen anggaran. Gender budget merupakan instrumen penting pada setiap level kebijakan untuk diterjemahkan dalam komitmen anggaran yang membuat pemerintah akuntabel. 2. Partisipasi dan transparansi, karena laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan setara dalam perencanaan, implementasi maupun monitoring anggaran yang menjamin adanya transparansi. 3. Penjamin berlangsungnya good governance, mengingat anggaran responsif gender merupakan strategi mencapai kesetaraan kewarganegaraan sekaligus pendistribusian sumber daya yang adil dalam menghilangkan ketimpangan dan mereduksi kemiskinan. Pada penelitian Ardyanti (2007 : 5) ditegaskan bahwa anggaran responsif gender terdapat upaya penyeimbangan antara keinginan politik di level perumusan hingga penetapan kebijakan dengan kepentingan birokrasi, baik mencakup ketersediaan sumber daya manusia dan anggaran. Pada aspek kepentingan birokrasi inilah, secara spesifik Nurhaeni dan Hastuti (2011) dalam penelitian Evaluasi Anggaran Responsif Gender (Studi Alokasi Anggaran Responsif Gender dalam Anggaran Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2008-2010) menekankan definisi
anggaran responsif gender menurut Budlender (dalam Hastuti, 2011), sebagai penentuan dampak kebijakan pendapatan dan belanja pemerintah pada perempuan dan laki-laki. Inisiatif anggaran responsif gender beranekaragam tergantung negara dan daerah, dimana konteks politik, sosial, dan kondisi institusi yang mengaplikasikannya. Kategori anggaran responsif gender dalam alokasi belanja pemerintah pada penelitian ini lebih mengarah pada struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang terdiri atas komponen pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Pada konteks penelitian ini, kategorinya lebih diarahkan pada definisi Budlender, Mastuti, dan Sumbullah (dalam Nurhaeni dan Hastuti, 2011 : 4) sebagai berikut : 1. Indikator kategori anggaran spesifik gender (gender specific) meliputi alokasi anggaran bagi kebutuhan spesifik gender tertentu seperti kebutuhan perempuan, kebutuhan laki-laki, kebutuhan anak, bayi dan balita atau kebutuhan lansia; 2. Indikator kategori alokasi anggaran untuk meningkatkan kesempatan setara dalam pekerjaan (affirmative action) meliputi alokasi anggaran program yang meringankan beban ganda perempuan, alokasi anggaran program dalam rangka mengurangi diskriminasi laki-laki maupun perempuan, alokasi anggaran program dalam rangka mengurangi deprivasi baik laki-laki maupun perempuan, dan alokasi anggaran program dalam rangka mengurangi marginalisasi baik laki-laki maupun perempuan; 3. Indikator kategori alokasi anggaran umum yang mainstream meliputi anggaran alokasi umum yang memiliki tendensi terhadap keadilan gender. Kerangka analisis dalam memahami kebijakan publik adalah dengan melihat kebijakan sebagai sistem hukum (system of law) yang terdiri dari aspek isi hukum (content of law), tata laksana hukum ( structure of law), dan budaya hukum (culture of law). Fadhillah Putra (2003 : 19) menekankan formulasi kebijakan makro yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, keberhasilan implementasinya dipengaruhi kebijakan mikro yaitu pelaksana kebijakan dan kebijakan operasional serta kelompok sasaran dalam mencermati lingkungan. Pada tataran tersebut, apabila diaplikasikan dalam model kebijakan anggaran responsif gender maka beberapa faktor dalam implementasi yang perlu diperhatikan, yaitu (dalam Nurhaeni dan Hastuti, 2011 : 4) : ketetapan kebijakan, pelaksana kebijakan (struktur maupun kelembagaan), serta lingkungan tempat kebijakan tersebut diterapkan (termasuk budaya masyarakat).
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui ragam implementasi kebijakan responsif jender (gender budgeting) yang teraplikasi pada struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali pada Tahun Anggaran 2011/2012; 2. Untuk mengetahui
bentuk dukungan dan hambatan yang mempengaruhi proses
penyusunan kebijakan responsif gender (gender budgeting) pada struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali.
B. Manfaat Penelitian Manfaat Akademis 1.
Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang
sosial, khususnya memberikan kontribusi pada mata kuliah yang diajarkan di Program Studi Administrasi Negara, yaitu Administrasi Keuangan Publik serta Desentralisasi dan Otonomi Daerah (Mata Kuliah Wajib Program Studi Administrasi Negara Semester III dan IV). 2.
Hasil penelitian ini sekaligus dijadikan studi awal rencana pengembangan
Laboratorium Program Studi Administrasi Negara yang nantinya salah satu visinya diproyeksikan bagi pengembangan studi kebijakan dan di Provinsi Bali. Manfaat Praktis 1.
Hasil penelitian dapat dijadikan rekomendasi yang bisa diakomodasi pihak
Pemerintah Daerah terkait peningkatan kebijakan responsif gender terutama dalam aspek penganggaran publik. 2.
Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi Bali terkait tingkat hambatan
dan dorongan implementasi kebijakan gender budgeting dalam struktur APBD di level pemerintahan provinsi.
BAB IV METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif mengikuti prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif , yaitu berupa kata-kata tertulis dari perilaku yang diamati (Moleong, 2005:16).
Penelitian ini diarahkan pada penggambaran obyek
penelitian secara holistik (menyeluruh). Untuk memperoleh data secara holistik, maka teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah melalui : a.
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui tanya jawab secara langsung
dimana pihak penanya (interviewer) berhadapan langsung secara fisik dengan pihak yang ditanyai (interviewee). Metode wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview) dengan berpedoman pada daftar wawancara yang sudah dibuat / dipersiapkan sebelumnya (interview guide). Wawancara mendalam pada suatu penelitian bertujuan menghimpun keterangan tentang fenomena dalam masyarakat (Melly, 1994:129). Penggunaan teknik wawancara ini dimaksudkan mendapatkan data primer mengenai upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali, dalam hal ini beberapa Satuan Kinerja Pemerintah Daerah (SKPD) salah satunya Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dalam menilai implementasi kebijakan gender budgeting pada APBD Provinsi Bali. b.
Studi dokumen yaitu kegiatan melakukan analisis terhadap dokumen-
dokumen atau data tertulis yang berhubungan dengan penelitian dalam hal ini dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali Tahun Anggaran 2011/2012 yang mencakup dokumen Penetapan APBD dan Realisasi APBD oleh pihak eksekutif yang dipertanggungjawabkan di hadapan legislative; dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD pada beberapa SKPD/Dinas yang sebagian besar program dan kegiatannya terkait langsung dengan implementasi kebijakan gender budgeting selama Tahun Anggaran 2011/2012.
Lokasi penelitian dilakukan pada beberapa SKPD (Badan dan Dinas) di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali dan beberapa LSM yang konsisten bergerak dalam bidang advokasi hak-hak perempuan di Bali. Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling, yaitu mereka dipandang memiliki pengetahuan sesuai dengan topik penelitian. Penyajian penelitian ini dilakukan dengan cara menggabungkan pengolahan data yang diperoleh dari hasil interview informan serta dokumentasi yang diperoleh, baik yang maupun informasi dari media pendukung lainnya (buku, internet, dll).
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Anggaran pada Struktur APBD Provinsi Bali 2011 Mengenai beberapa pos anggaran yang terbaca dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Realisasi Provinsi Bali Tahun Anggaran 2011 antara lain sebagai berikut : N o
Badan/Dinas
No Rek
Nama Program & Kegiatan
1
Kod e Unit 1.01
Dinas Pendidikan
1.010.1.01.01.12.0 3
2.
1.02
Dinas Kesehatan
1.02.1.02.01.32
3.
1.11
Dinas Pemberdayaa n Perempuan dan Perlindungan Anak
1.11.1.11.01.01.25
Peningkatan Kompetensi Wanita Melalui Ketrampilan Spa Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaa n Gender dan Anak Program Peningkatan Kualitas dan Perlindungan Perempuan Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender dalam
1.11.1.11.01.16
1.11.1.11.01.17
1.11.1.11.01.18
Anggaran setelah Perubahan 60.000.000
Realisasi
59.024.000
Pencapa ian Target 98,37 %
120.000.000
96.138.900
80,12 %
116.601.000
84.546.000
72,51 %
104.955.000
100.715.000
95,96 %
244.891.700
210.144.450
85,81 %
379.390.630
362.709.280
95,60 %
1.11.1.11.01.22.03
1.11.1.11.01.22.04
1.11.1.11.01.22.05
1.11.1.11.01.23
4.
1.22
Dinas Pemberdayaa n Masyarakat Desa
1.12.1.22.01.19
Pembangunan Fasilitasi Pusat pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Pendataan dan Evaluasi Organisasi Perempuan Bidang Keagamaan, LSM, Profesi, Swasta dan Sospol Pelatihan Manajemen Bagi Organisasi Perempuan Bidang Keagamaan, LSM, Profesi, Swasta dan Sospol Program Perlindungan Perempuan dan Anak Program Promosi Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak Melalui Kelompok Kegiatan di Masyarakat TOTAL
123.718.000
123.718.000
100 %
31.701.000
31.401.000
99,05 %
31.182.000
31.182.000
100 %
370.728.000
298.106.050
80,41 %
400.000.000
398.122.700
99.53 %
1.983.167.330
1.640.644.480
Cakupan anggaran diatas memang masih relatif kecil. Patut diingat disini bahwa APBD Realisasi merupakan pemakaian riil atas pelaksanaan program yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Bali. Sebaran komitmen anggaran pro gender hanya tersebar pada beberapa SKPD antara lain : Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pemberdayaan Masyarakat Desa. Komitmen pengarusutamaan gender belum tersirat pada program di SKPD lainnya.Apabila melihat makna struktur anggaran secara keseluruhan diatas, maka program pengarusutamaan gender banyak diarahkan pada program pendekatan ekonomi dan kesejahteraan, bukan optimal pada aspek pemberdayaan yang mengedepankan aspek penghargaan hak asasi perempuan. Kondisi ini dikemukan oleh
narasumber pertama penelitian ini, Luh Margarani selaku Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali sebagai berikut : Sebagian besar birokrat dan pimpinan daerah kita belum punya pemahaman gender budgeting secara baik. Kenyataannya persoalan penganggaran yang berkomitmen pada kesetaraan gender harus berbenturan dengan pemahaman aturan sistem yang serba maskulin dan tidak pro gender, termasuk sistem penganggarannya akibat tiadanya daya
dukung regulasi
penganggaran daerah yang pro gender pula. Guna memeriksa konsistensi relasi antara struktur APBD dengan komitmen kepala daerah bisa dilihat dari Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Provinsi Bali Tahun 2011. Pada komponen pembangunan gender tertulis sebagai berikut : Jabaran program : 1)
Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan dengan kegiatan : a)
Fasilitasi Program Terpadu Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS).
b)
Pembinaan Peningkatan Peran Perempuan Dalam Kerukunan Antar Umat Beragama.
c)
Sosialisasi Undang-Undang dan Perda.
d)
Sosialisasi
dan
Advokasi
Perlindungan
Perempuan,
Lansia
dan
Penyandang Cacat. 2)
Program Perlindungan Perempuan dan Anak a)
Fasilitasi Penanganan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Traficking dan Anak.
3)
b)
Peringatan Hari Anak Nasional.
c)
Peringatan Hari Ibu
Program
Peningkatan
Peran
Serta
dan
Kesetaraan
Gender
Dalam
Pembangunan. a)
GSI-B Kecamatan dan rumah Sakit serta Evaluasi Pengelola BKB Tingkat Kab/ Kota.
b)
Monitoring KKG di Kabupaten/Kota se-Bali.
c)
Pelatihan ARG bagi Focal Point dan perencana di SKPD.
d)
Penjaringan Tokoh Perempuan di 9 Kabupaten/ Kota.
e)
Sosialisasi Kedudukan Perempuan Bali dalam Keluarga Menyangkut Perkawinan Pada gelahang, Perceraian dan Warisan.
4)
Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak. a)
Monitoring dan Evaluasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
5)
b)
Updating Data Profil dan Data Statistik Gender.
c)
Evaluasi Desa Percontohan KKG di Desa Tembok dan Desa Ban.
Program Penguatan Lembaga Masyarakat a)
Forum Anak Daerah dan Mimbar Anak.
b)
Fasilitasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
c)
Pendataan dan Evaluasi Organisasi Perempuan Bidang Keagamaan, LSM, Profesi Swasta dan Sospol.
d)
Pelatihan Manajemen Bagi Organisasi Perempuan Bidang Keagamaan, LSM, Profesi Swasta dan Sospol.
e)
Pelatihan Konselor Penanganan Kasus KDRT dan anak.
Realisasi pelaksanaan beberapa program diatas adalah sebagai berikut : 1) Program Peningkatan Kwalitas Hidup Dan Perlindungan Perempuan, dengan jumlah anggaran Rp. 244.891.700,00
realisasi fisik 100%, dan realisasi
keuangan Rp. 210.144.450,00 (85,81%) a)
Fasilitasi Program Terpadu Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat
dan
Sejahtera
(P2WKSS)
dengan
jumlah
anggaran
Rp.
110.550.000,00 realisasi fisik 100% dan realisasi keuangan Rp. 82.167.750,00 (74,33%). b)
Pembinaan Peningkatan Peran Perempuan Dalam Kerukunan Antar Umat Beragama dengan jumlah anggaran
Rp. 30.500.000,00
realisasi fisik 100% dan realisasi keuangan Rp. 30.200.000,00 (99,02%). c)
Sosialisasi Undang-Undang dan Perda dengan jumlah anggaran Rp. 64.189.000,00
realisasi fisik 100% dan realisasi keuangan Rp.
62.104.000,00 (96,75%).
d)
Sosialisasi
dan
Advokasi
Perlindungan
Perempuan,
Lansia
dan
Penyandang Cacat dengan jumlah anggaran Rp. 39.652.700,00 realisasi fisik 100% dan realisasi keuangan Rp. 35.672.700,00 (89,96%). 2) Program Perlindungan Perempuan dan Anak, dengan jumlah anggaran Rp. 370.728.000,00 realisasi fisik 100% dan realisasi keuangan Rp. 298.106.050,00 (80,41%). a) Fasilitasi Penanganan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Traficking dan Anak dengan jumlah anggaran
Rp. 109.919.000,00 realisasi
fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 73.958.050,00 (67,28%). b) Peringatan Hari Anak Nasional dengan jumlah anggaran
Rp.
77.949.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan
Rp.
77.013.000,00 (98,8%) c) Peringatan Hari Ibu dengan jumlah anggaran 182.860.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 147.135.000,00 (80,46%) 3) Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender Dalam Pembangunan dengan jumlah total anggaran Rp. 379.390.630,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 362.709.280,00 (95,60%). a) GSI-B di Kecamatan dan rumah Sakit serta Evaluasi Pengelola BKB Tingkat Kab/ Kota dengan jumlah anggaran
Rp.
204.075.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan
Rp.
189.737.750,00 (92,97%) b) Monitoring KKG di Kabupaten/Kota se-Bali dengan jumlah anggaran Rp. 24.954.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 24.384.900,00 (97,72%) c) Pelatihan ARG bagi Focal Point dan perencana di SKPD dengan jumlah anggaran Rp. 45.851.080,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 45.201.080,00 (98,58%). d) Penjaringan Tokoh Perempuan di 9 Kabupaten/ Kota dengan jumlah anggaran Rp. 76.000.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 75.400.000,00 (99,21%).
e) Sosialisasi Kedudukan Perempuan Bali dalam Keluarga Menyangkut Perkawinan Pada gelahang, Perceraian dan Warisan dengan jumlah anggaran Rp. 28.510.550,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 27.985.550,00 (98,16%). 4) Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak dengan jumlah total anggaran Rp. 104.955.000,00 realisasi fisik 100% dan realisasi keuangan Rp. 100.715.000,00 (95,96%). a) Monitoring dan Evaluasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan jumlah anggaran Rp. 39.855.000,- realisasi fisik 100% realisasi keuangan Rp. 37.815.000,- (94,88%) b) Updating Data Profil dan Data Statistik Gender dengan jumlah anggaran Rp. 30.000.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 29.225.000,00 (97,42%). c) Evaluasi Desa Percontohan KKG di Desa Tembok dan Desa Ban dengan jumlah anggaran Rp. 35.100.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 33.675.000,00 (95,54%). 5) Program Penguatan Lembaga Masyarakat dengan jumlah anggaran Rp. 291.585.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan
Rp.
278.835.400,00 (95,63%) a) Forum Anak Daerah dan Mimbar Anak dengan jumlah anggaran Rp. 73.900.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 65.415.000,00 (88,52%) b) Fasilitasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dengan jumlah anggaran Rp. 123.718.000,00 realisasi fisik 100% realisasi keuangan Rp. 123.718.000,00 (100%). c) Pendataan dan Evaluasi Organisasi Perempuan Bidang Keagamaan, LSM, Profesi Swasta dan Sospol dengan jumlah anggaran Rp. 31.701.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 31.401.000,00 (99,05%). d) Pelatihan Manajemen Bagi Organisasi Perempuan Bidang Keagamaan, LSM, Profesi Swasta dan Sospol dengan jumlah anggaran Rp.
31.182.000,00 realisasi fisik 100%, realisasi keuangan Rp. 31.182.000,00 (100%). e) Pelatihan Konselor Penanganan Kasus KDRT dan anak dengan jumlah anggaran Rp. 31.084.000,00 realisasi fisik 100% realisasi keuangan Rp. 27.119.400,00 (87,25%).
Pada LKPJ Gubernur Bali dikemukakan pula aspek permasalahan yang ditemui. Beberapa diantaranya adalah terdapatnya tiga kegiatan yang realisasi fisiknya harusnya 100%, namun realisasi keuangannya di bawah 85%. Program tersebut antara lain: a) Fasilitasi Penanganan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Traficking dan Anak, dengan realisasi keuangan sebesar 67,28% disebabkan penanganan kasus tahun 2011 yang membutuhkan visum terapi sedikit. b) Fasilitasi Program Terpadu Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) dengan realisasi keuangan sebesar 74,33% yang disebabkan adanya efisiensi dalam Pejalanan Dinas Dalam Daerah. c) Peringatan Hari Ibu dengan realisasi keuangan sebesar 80,46% yang disebabkan pementasan Kesenian Media Tradisional (Wayang Cenk Blonk) batal karena jadwal pementasan untuk bulan Desember penuh.
B. Persoalan Hambatan Struktural dan Pemahaman Implementasi kebijakan anggaran publik di Provinsi Bali yang didasarkan pada aspekpengarusutamaan gender (PUG) kondisinya masih belum optimal. Hal ini seperti dikemukakan salah satu narasumber kedua penelitian ini,
Terry Yuliandra dari Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali, yang menyatakan : “Hambatan kami di birokrasi terutama dalam proses penganggaran (baca : APBD) yang pro gender baik saat proses perencanaan maupun implementasinya. Masih ditemui ketidakoptimalan alokasi APBD untuk persoalan perempuan. Pos anggaran APBD kebanyakan untuk pos-pos lain di luar kepentingan perempuan, apalagi alokasi dana Pengarus Utamaan Gender masih banyak belum berpihak pada kepentingan kesetaraan gender seratus persen. Kami tidak bisa mengatakan ini karena tiadanya dukungan sistem, sebab terkadang yang dihadapi adalah personal-personal di dinas / badan pemerintahan sendiri. Salah satunya BAPPEDA, lembaga yang dominan dalam proses perancangan anggaran. Meski
didukung gubernur maupun komisi IV DPRD, namun kami senantiasa menemui situasi ketidak berdayaan. Ini yang diperjuangkan, meski kami harus sendirian”, ungkapnya. Pada penilaian ini, narasumber mengaitkannya minimnya aspek pengarusutamaan gender dalam struktur anggaran APBD, termasuk pada tahun anggaran 2011, dengan timpangnya pengakomodasian suara PNS perempuan di eselon strategis yang masih rendah. Dari kondisi ini terlihat kehadiran PNS perempuan pada eselon strategis birokrasi masih sebatas presence (fisik). Secara umum, birokrat memandang urusan menyangkut perempuan adalah persoalan yang bisa di-nomor duakan, termasuk dengan sandaran alasan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merupakan SOTK (Satuan Organisasi Tata Kerja) yang masih relatif baru dibentuk yaitu melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali tertanggal 8 Juli 2008, sehingga tidak perlu anggaran yang besar. Lebih lanjut, narasumber Terry Yuliandra, menegaskan semenjak program/kegiatan yang dilaksanakan merupakan kelanjutan atas pergeseran Biro Kesejahteraan dan Pemberdayaan Perempuan (BKPP) di Sekretariat Daerah Provinsi Bali, urusan-urusan terkait persoalan perempuan volumenya cukup tinggi, yang seharusnya membutuhkan dukungan anggaran yang mencukupi, nyatanya masih rendah pada komponen struktur anggaran 2011. Pada
tingkatan penyusunan maupun implementasi, karena proses pengusulan anggaran
yang bersangkutan tidak mendapatkan pengawalan (musrenbang, jaring asmara, dll), --selain terdapat pula dana sharing (dekonsentrasi) dari pemerintah pusat--, maka anggaran yang teralokasi untuk persoalan perempuan masih minim. Di Bali, “masih minim” regulasi (perda/pergub/perbup/perwali) mengenai pemberdayaan atau penuntasan persoalan yang mengarah pada pengarusutamaan gender, meski aturan holistik mengenai kesetaraan gender terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 yang menetapkan isu gender sebagai salah satu isu lintas bidang yang terintegrasi dalam semua bidang pembangunan. Kondisi penganggaran publik yang kurang berkomitmen pro-gender lebih dimaknakan pada bentuk kepatuhan pengambilan keputusan pada atasan (yang notabene bisa mengarah pada jenis kelamin laki-laki) merupakan gambaran betapa PNS perempuan telah termodifikasi pada keputusan-keputusan yang serba maskulin. Seperti dikemukakan Hester dan Einstein (2000)
bahwa mekanisme yang memihak laki-laki telah menyatu dalam birokrasi, seperti pada proses rekruitmen pegawai, definisi pekerjaan dan prosedur lengkap yang mengarah pada penyusunan anggaran publik, semuanya di institusionalkan dengan akses yang identik dengan kekuasaan lakilaki. Lebih lanjut, Robbins (1990) menyatakan bahwa birokrasi memang memiliki kecenderungan dalam beberapa hal, seperti pengambilan keputusan terkosentrasi pada beberapa orang saja. Akibatnya, keputusan yang diambil bisa saja bukan mencerminkan kepentingan semua pegawai, apalagi kalangan perempuan hanya sebagai minoritas. Terkait dengan persoalan akses, penjaringan aspirasi terhadap persoalan penganggaran publik yang berkomitmen pada kesetaraan gender seharusnya menjadi tugas utama anggota legislatif. Lebih digarisbawahi disini adalah fungsi tugas utama anggota dewan adalah di bidang penganggaran. Hanya saja, dari hasil wawancara terhadap narasumber menekankan informasi bahwa komunikasi antara pihak eksekutif dengan legislatif, termasuk legislatif berjenis kelamin perempuan dari DPRD Provinsi sifatnya parsial dan personal. Narasumber Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali, Terry Yuliandra berpendapat bahwa forum yang menggali suara persoaan perempuan dari badan legislatif sebagai pembuat kebijakan penganggaran hanya dilakukan secara personal. Artinya anggota legislatif memang sempat datang berkunjung ke badan pemberdayaan perempuan beberapa kali. Namun, mereka sekedar bertanya tentang persoalan-persoalan perempuan yang terakomodasi di badan ini. Namun setelah itu tidak ada lagi. Sampai saat ini memang tidak ada forum komunikasi khusus antara eksekutif maupun legislatif yang langsung mewadahi pemetaan persoalan perempuan apa saja yang tertampung di eksekutif yang kemudian bisa ditindaklanjuti sebagai perencanaan kebijakan penanggaran di legislatif. Harapan digantungkan pada fasilitasi keberadaan kaukus perempuan perempuan, dimana diharapkan nantinya pihak legislatif bisa bersinergi dengan eksekutif akan bisa merumuskan agenda publik terkait pemberdayaan perempuan termasuk persoalan minimnya penganggaran publik yang didasarkan pada kesetaraan gender di Bali. Penjaringan aspirasi mengenai persoalan perempuan oleh kalangan DPRD, termasuk dari kalangan anggota dewan perempuan jarang dilakukan. Mereka berkunjung di awal sesaat di lantik untuk hearing dan memetakan persoalan perempuan. Setelah itu tidak kelihatan lagi. Padahal forum penjaringan aspirasi ini menjadi titik tolak bagaimana perencanaan anggaran berbasis gender bisa diperjuangkan oleh anggota legislatif yang bersangkutan. Secara faktual,
penjaringan hanya banyak berdiskusi dengan pimpinan saja (kepala badan pemberdayaan perempuan), itupun pendekatan secara personal. Pihak birokrasi yang merumuskan dan menjabarkan anggaran publik yang pro gender lebih nampak menjadi badan yang terputus interkonekesinya dengan badan/dinas/biro lainnya, bahkan dengan pimpinan daerahnya sendiri. Karena selain belum ada lembaga yang mewadahi aspirasi tersebut juga tidak ada forum yang dianggap mempertemukan benang merah kebutuhan anggaran pro gender kepada lembaga dewan. Salah satu lembaga yang menjadi tumpuan adalah kaukus perempuan parlemen, yang notabene masih relatif baru dibentuk di Provinsi Bali.
C. Pengawalan Partisipasi Anggaran Berbasis Gender Memang amatlah sulit menelisik bagaimana program-program di tingkat Provinsi yang terjabar dalam APBD berasal dari partisipasi yang mengakomodasi kepentingan kesetaraan gender. Hal ini mengingat selain APBD melaksanakan sebagian besar tugasnya dekonsentrasi, juga sifatnya yang mensupport pendanaan program yang ada di Kabupaten / Kota. Hanya saja di sisi yang sama, bagaimanapun dalam struktur APBD Provinsi Bali harus berhadapan dengan tuntutan nilai dalam pengarusutamaan gender yaitu keikutsertaan/suara masyarakat, terutama kelompok perempuan dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan. Untuk melihat proses ini, peneliti melihat salah satu prosesi jaminan pelaksanaan prinsip itu pada salah satu unit wilayah di bawah koordinasi Pemerintah Provinsi Bali, yaitu Pemerintah Kota Denpasar. Pada level Pemerintah Kota Denpasar misalnya disebutkan bahwa pengakomodasian partsipasi perempuan dalam pengganggaran yang berprespektif pengarustamaan gender dilakukan dengan pengawalan di tingkat grass root, yaitu melalui forum musrenbang. Hal ini seperti dinyatakan narasumber ketiga,
Dra. I Gusti Agung Sri Wetrawati, bahwa pelembagaan partisipasi
masyarakat perempuan sudah dilibatkan pada forum di tingkatan paling bawah, seperti musrenbang dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, hingga sampai ke provinsi (APBD Provinsi) bahkan nasional (APBN). “Kami sudah memulai dengan mengirimkan surat ke setiap kecamatan saat mereka akan menggelar musrenbang di tingkat kecamatan harus menghadirkan 30% peserta perempuan warga kecamatan setempat. Kami akui seperti yang terjadi di kecamatan Denpasar Selatan, kehadiran perempuan hanya sebatas hadir secara fisik belaka. Namun di kecamatan lain, justru dari kalangan perempuan-lah yang banyak memberikan pendapat, meski pendapatnya tidak sebatas kepentingan domestik perempuan. Ruang gerak mereka berpendapat tidak sebatas hanya di PKK, namun
juga terlembagakan dalam musrenbang ini. Ini yang senantiasa kami dampingi saat musrenbang di setiap kecamatan, meski kondisi ini belum terlembagakan dalam mekanisme aturan/ketentuan regulasi lainnya seperti perwali, dll. Ini menunjukkan perempuan masih butuh banyak space / ruang untuk berpendapat khususnya yang terkait dengan kebijakan publik”. Diharapkan dengan pengawalan ini, perempuan mendapatkan porsi dalam partisipasi penganggaran publik. Kenyataan minimnya alokasi anggaran yang berbasis pengarustaramaan gender, karena selain masih sedikitnya perempuan pada eselon strategis, para pengambil keputusan, termasuk top manajemen (kepala daerah) cenderung masih berpikir sektoral dalam penanganan persoalan kesetaraan gender maupun pemberdayaan perempuan. Padahal pengelolaan atas persoalan ini sifatnya harus holistik yang diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 yang menetapkan gender sebagai isu lintas bidang yang terintegrasi dalam semua bidang pembangunan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kenyataan minimnya alokasi anggaran yang berbasis pengarustaramaan gender, karena selain masih sedikitnya perempuan pada eselon strategis, para pengambil keputusan, termasuk top manajemen (kepala daerah) cenderung masih berpikir sektoral dalam penanganan persoalan kesetaraan gender maupun pemberdayaan perempuan. Padahal
pengelolaan
atas
persoalan
ini
sifatnya
harus
holistik
yang
diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 yang menetapkan gender sebagai isu lintas bidang yang terintegrasi dalam semua bidang pembangunan. Implementasi kebijakan anggaran publik di Provinsi Bali yang didasarkan pada aspekpengarusutamaan gender (PUG) kondisinya masih belum optimal. Masih ditemui ketidakoptimalan alokasi APBD untuk persoalan perempuan. Pos anggaran APBD kebanyakan untuk pos-pos lain di luar kepentingan perempuan, apalagi alokasi dana Pengarus Utamaan Gender masih banyak belum berpihak pada kepentingan kesetaraan gender seratus persen. Minimnya aspek pengarusutamaan gender dalam struktur anggaran APBD pada tahun anggaran 2011 terkait dengan timpangnya pengakomodasian suara PNS perempuan di eselon strategis yang masih rendah. Kondisi penganggaran publik yang kurang berkomitmen pro-gender lebih dimaknakan pada bentuk kepatuhan pengambilan keputusan pada atasan (yang notabene bisa mengarah pada jenis kelamin laki-laki) merupakan gambaran betapa PNS perempuan telah termodifikasi pada keputusan-keputusan yang serba maskulin. Terkait dengan persoalan akses, penjaringan aspirasi terhadap persoalan penganggaran publik yang berkomitmen pada kesetaraan gender seharusnya menjadi tugas utama anggota legislatif. Lebih digarisbawahi disini adalah fungsi tugas utama anggota dewan adalah di bidang penganggaran. Hanya saja, komunikasi antara pihak eksekutif dengan legislatif, termasuk legislatif berjenis kelamin perempuan dari DPRD Provinsi sifatnya parsial dan personal, termasuk dalam mengawal penganggaran berprespektif kesetaraan gender.
B. Saran Pemerintah Provinsi Bali hendaknya tetap berkomitmen mengedepankan proses penganggaran yang memegang teguh paradigma bahwa kesetaraan gender adalah sebuah upaya keberpihakan dalam bidang Hak Asasi Manusia. Keberhasilan proses ini akan menentukan tingkat kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Selain itu, Pemerintah Provinsi Bali melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak harus senantiasa mengedepankan pengawalan terhadap penganggaran berprespektif gender. Pemimpin daerah harus senantiasa memotivasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di wilayahnya mulai peka dan konsisten menyusun, menjabarkan dan melaksanakan program pembangunan yang berorientasi pada kesetaraan gender. Hal ini mengingat penganggaran berbasis gender adalah bentuk komitmen ini mengacu pada regulasi yang ada di Pemerintah Pusat. Setiap unit kinerja yang ada di level pemerintah daerah harus senantiasa berkomitmen pada upaya ini. Kuncinya pula, pemimpin daerah (baca : Gubernur dan Wakil Gubernur) memahami betul apa esensi dan pentingnya penyusunan anggaran berbasiskan gender.
Lampiran Penggunaan Biaya Penelitian No
Kegiatan
1
Biaya Honorarium Peneliti
2
3
Satuan (Rp)
Volume
a. HR Ketua Peneliti
1
Org
x
6
Bln
b. HR Anggota Peneliti
2
Org
x
6
Bln
c. HR Pembimbing Pajak Honor Personil
1 15%
Org
x
6
Bln
Jumlah (Rp) 3,300,000
150,000 100,000 200,000
Biaya Habis Pakai Bahan dan Peralatan
900,000 1,200,000 1,200,000 (-) 495,000 945,000
a. Kertas
4
Rim
x
b. CD Rewritable
10
Buah
x
c. Tinta Printer Black & Colour
1
Buah
x
d. Sewa Komputer
1
Buah
x
e. Sewa Printer
1
Buah
x
30,000
120,000
10,000
100,000
200,000
225,000
300,000
300,000
200,000
200,000
Biaya Habis Pakai Pengumpulan Data Material Penelitian
2,405,000
a. Kaset Rekaman
2
Unit
b. Block Note
6
Buah
3
org
x
50
Hari
50
Liter
x
3
Org
100,000 5,000
200,000 30,000
Konsumsi Konsumsi
10,000
1,500,000
Transportasi / Perjalanan 1. Bensin
4
6500
Biaya pengolahan data dan Penyusunan Laporan
675,000 850,000
Penyusunan draft laporan
Paket
x
Penyiapan materi seminar
1
Paket
x
Penyusunan laporan final
1
Paket
x
Penggandaan laporan
1
Paket
x
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
250,000
250,000
JUMLAH TOTAL
7,500,000
Daftar Pustaka Ardhyanti, Ermi Sri. 2007. Anggaran Responsif Gender. Magelang : Pattiro Budlender, Debbie. ett.all. 2002. Gender Budgets Make Cents (Understanding Gender Responsif Budgets). London: Commonwealth Secretariat Fadillah Putra. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik: Perubahan dan Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kemitraan, Indeks Governance Indonesia, Jakarta : Kemitraan Partnership Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Bandung : Rosdakarya; Mundayat, Aris, dkk. 2006. Studi Dampak Advokasi Anggaran Berkeadilan Gender. Jakarta: Women Research Institute. Nurhaeni, Ismi Dwi Astuti, Dwi Hastuti. 2011. Evaluasi Anggaran Responsif Gender (Studi Alokasi Anggaran Responsif Gender dalam Anggaran Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2008-2010). Surakarta : UNS Rostanty, Maya, dkk. 2005. Membedah Ketimpangan Anggaran (Studi Kasus APBD Kota Tanggerang, Kota Semarang dan Kota Surakarta). Jakarta: Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Sumbullah, Umi. 2008. Gender dan Demokrasi. Malang: Averoes Press Bekerjasama Dengan Program Sekolah Demokrasi PlaCID’s Umar, Narasuddin. 2002. Tantangan Keadilan Gender. Yogyakarta: Gama Madia Agung Sri Wetrawati, Luh Margarani, Terry Yuliandra, Wawancara, 2013
Logbook/Catatan Kegiatan Penelitian IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GENDER BUDGETING DI TINGKAT LOKAL
Tanggal Tempat Kegiatan Hasil Pelaksana
: 08-08-2013 : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali : Wawancara tentang hambatan dan tantangan penganggaran pro gender. : Teridentifikasi ragam hambatan dan tantangan dalam penganggaran pro gender di Provinsi Bali. : Tedi Erviantono dan Imron Hadi Tamim
Mengetahui Ketua Tim Peneliti,
(Tedi Erviantono, S.IP, M.Si) NIP.197605022009121002
Pelaksana Kegiatan,
(Imron Hadi Tamim, S.S, M.A) NIP. 19821010200912 1 002
Logbook/Catatan Kegiatan Penelitian IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GENDER BUDGETING DI TINGKAT LOKAL
Tanggal Tempat Kegiatan Hasil Pelaksana
: 14-08-2013 : Bappeda Pemerintah Provinsi Bali : Permintaan data LKPJ Gubernur Bali dan APBD Perubahan dan Realisasi Tahun Anggaran 2011 : Dokumen LKPJ Gubernur Bali dan APBD Tahun Anggaran 2011 : Tedi Erviantono dan Ni Nyoman Dewi Pascarani
Mengetahui Ketua Tim Peneliti,
(Tedi Erviantono, S.IP, M.Si) NIP.197605022009121002
Pelaksana Kegiatan,
(Ni Nyoman Dewi Pascarani, S.Sos, Msi) NIP. 198204212010122003
Logbook/Catatan Kegiatan Penelitian IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GENDER BUDGETING DI TINGKAT LOKAL
Tanggal Tempat Kegiatan
Hasil Pelaksana
: 08-09-2013 : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali : Wawancara tentang persepsi terhadap program penjaringan aspirasi terkait penganggaran publik berbasis gender : Identifikasi persepsi : Tedi Erviantono dan Ni Made Ras Amanda
Mengetahui Ketua Tim Peneliti,
(Tedi Erviantono, S.IP, M.Si) NIP.197605022009121002
Pelaksana Kegiatan,
(Ni Made Ras Amanda Gelgel, S.Sos, Msi) NIP. 19800713200812 2 001