LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PENELITI MUDA PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota)
Peneliti: KHAIRINA, SH, MH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR 2014
LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PENELITI MUDA PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota)
Peneliti: KHAIRINA, SH, MH
DILAKSANAKAN ATAS BIAYA DIPA STAIN BATUSANGKAR SESUAI SURAT PERJANJIAN KONTRAK PENELITIAN NOMOR: Sti.02/IX/TL.00/1000.a/2014
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR 2014
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN PENINGKATAN KEGIATAN PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH DOSEN
PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
(Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota)
Peneliti: KHAIRINA, SH, MH
DILAKSANAKAN ATAS BIAYA DIPA STAIN BATUSANGKAR SESUAI SURAT PERJANJIAN KONTRAK PENELITIAN NOMOR: Sti.02/IX/TL.00/1000.a/2014
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR 2014
IDENTITAS 1.
a. Judul Penelitian
:Pelaksanaan Pola Pembinaan
Narapidana Anak
Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota) b. Nomor Kontrak
: Sti.02/IX/TL/00/1000.a/2013
c. Program Penelitian
: Peneliti Muda
d. Jenis Penelitian
: Individu
2. Peneliti a. Nama Lengkap
: Khairina, SH.MH
b. Jenis Kelamin
: Perempuan
c. NIP
: 197306251999032002
d. Bidang Ilmu
: Ilmu Hukum
e. Pangkat/Golongan
: Penata Tk.I/III/d
f. Jurusan/Prodi
: Syari’ah dan Ekonomi Islam/ As
g. Alamat
: Permata Rizano blok C/4 Cubadak Lima Kaum
h. Telp
: 08126741436
i. Email
:
[email protected]
3. Waktu Penelitian
: 23 Oktober s/d 23 Desember 2014
4. Biaya Penelitian
: Rp. 7.500.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
5. Sumber Biaya
: STAIN Batusangkar Batusangkar, Desember 2014
Mengetahui, Ka.P3M STAIN Batusangkar
Ulya Atsani,SH.M.Hum
Peneliti
Khairina, SH.MH
NIP.197503031999031004
NIP.197306251999032002
PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Kecamatan Harau Kabupaten Limah Puluh Kota) Abstrak Masalah pokok dalam penelitian ini adalah mengungkap pelaksanaan pembinaan narapidana anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya serta solusi mengatasinya dan terakhir membahas tentang efektifitas pembinaan yang telah dilakukan terhadap perubahan prilaku anak. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi atau pengamatan secara langsung, wawancara semi terstruktur dengan pihak/pejabat yang berwenang serta napi anak dan dokumentasi. Analisa dilakukan dengan analisis kualitatif. Berdasarkan penelitian dan wawancara yang penulis lakukan dengan pihak terkait ,dapat disimpulkan bahwa: Pertama, pembinaan yang dilaksanakan terhadap narapidana anak di Lapas Anak Tanjung Pati belum seluruhnya terlaksana secara maksimal, karena dalam bidang-bidang pembinaan tertentu belum dapat dilaksanakan. Seperti bidang pembinaan kecerdasan dan intelektual melalui pendidikan secara formal tidak terlaksana. Bagi narapidana anak tidak ada dilaksanakan pendidikan Paket A, Paket B maupun Paket C. Hal ini disebabkan penghuni lapas yang ada tidak memenuhi kuota untuk bisa terlaksananya pendidikan paket karena penghuni Lapas sering berganti-ganti sesuai dengan hukuman yang mereka terima. Sehingga menyebabkan pendidikan yang mereka terima tidak tuntas, karena mereka sudah mendapat kebebasan sebelum pendidikan berakhir. Dan untuk pembinaan bidang mengintegrasikan diri dengan masyarakat hanya dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam Lapas saja. Anak tidak pernah dibawa keluar Lapas dengan tujuan untuk pembauran diri dengan masyarakat luas. Alasannya adalah karena kurangnya aparat keamanan untuk mengawasi dan menjaga mereka di luar. Petugas Lapas harus berhati-hati karena pada tahun 2013 pernah terjadi kaburnya lima orang narapidana dari Lapas ini dan sampai sekarang belum bisa ditemukan. Untuk itu pembinaan bidang penintegrasian diri dengan masyarakat hanya di lakukan di dalam Lapas. Pada bidang pembinaan kemandirian berupa keterampilan-keterampilan yang diberikan pada penghuni Lapas masih kurang bervariasi. Kedua, Upaya yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan di bidang pelaksanaan pendidikan formal adalah dengan mengusulkan pada kementrian pendidikan dan kebudayaan untuk bisa mengadakan pendidikan paket khusus bagi anak- anak penghuni lapas yang pelaksanaannya tidak tergantung pada
jumlah peserta atau kuota yang harus dipenuhi. Pada pembinan bidang kemandirian dengan mengadakan tambahan pendidikan latihan dan keterampilan yaitu pelatihan design computer grafis dalam rangka pembuatan merek sablon dan spanduk. Ketiga, efektifitas pelaksanaan pembinaan yang telah dilaksanakan di Lapas ini menurut Ka Lapas sudah tepat sasaran, karena nampak dari prilaku anak-anak dalam kehidupan mereka sehari-hari. Baik itu dalam hal menjalankan ibadah, menjaga keamanan dan ketertiban, serta kedisiplinan dan dalam hubungan pergaulan baik antara sesama penghuni Lapas dan para petugas Lapas itu sendiri.Walaupun kadangkala terjadi masalah pada anak-anak tapi itu dapat di atasi. Kecuali dalam hal kaburnya lima orang anak binaan yang sampai sekarang belum ditemukan.Namun sampai sekarang pihak kami masih tetap berusaha menemukan dengan kerjasama yang dilakukan bersama jajaran kepolisian.
KATA PENGANTAR Segala Puji bagi Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah memberikan kekuatan kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “ Pelaksanaan Pola Pembinaan Narapidana Anak Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan” (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota) Shalawat beserta salam penulis kirimkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW pemimpin besar dan teladan bagi umat di seluruh dunia. Penyelesaian laporan penelitian ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Ketua STAIN Batusangkar, Bapak DR. Kasmuri Slamet, MA yang telah memberi kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian ini. 2. Wakil Ketua I Bidang Akademik yang telah membantu penulis dalam penyelesaian administrasi penelitian. 3. Kepala P3M beserta Sekretaris P3M dan seluruh jajarannya yang telah memberi kesempatan untuk melakukan penelitian ini dan membantu seluruh administrasi dalam pelaksanaan penelitian ini. 4. Kepala Lapas Anak Tanjung Pati yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian ini, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan banyak bantuan dalam memberikan informasi utuk pengambilan data penelitian ini. 5. Dan semua pihak yang telah memberikan saran, pendapat dalam penelitian ini yang tidak bisa dituliskan satu persatu. Akhirnya peneliti merasakan masih banyak terdapat kekurangan dari hasil penelitian ini, untuk itu peneliti berharap sumbangan pemikiran dan ide-ide lain
dari para pihak yang membaca tulisan ini untuk mendapatkan hasil lebih baik dan bisa memberi manfaat kepada semua pihak serta dapat dipergunakan sebagai masukan untuk pengkajian lebih lanjut.
Batusangkar, Desember 2014
Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………….. i KATA PENGANTAR …………………………………………………… .ii DAFTAR ISI ………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………………………………………………. ... 1 B. Batasan Masalah ………………………………………………….. 4 C. Rumusan Masalah ………………………………………………… 5 D. Sasaran ……………………………………………………………. 5 E. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 5 F. Definisi Operasional ……………………………………………… 5 G. Kajian Riset Sebelumnya ………………………………………..
7
BAB II KERANGKA TEORI A. Anak dan Anak Didik Pemasyarakatan …………………………. .8 1. Pengetrian Anak……………………………………………… 8 2. Pengertian Anak Didik Pemasyarakatan………………………10 B. Sistim Pembinaan Pemasyarakatan ……………………………….11 C. Ruang Lingkup Pembinan……………………………………….. 16 D. Teori – Teori Pemidanaan ……………………………………… 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……………………………………………………24 B. Sumber Data……………………………………………………… 24 C. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….. 24 D. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data…………………………… 25
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati……….27 B. Pelaksanan
Pembinaan
Terhadap
Narapidana
Anak
di
Lembaga
Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati …………………………………….32 C. Kendala Dalam Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati dan Upaya Mengatasinya………….43 D. Efektifitas
Pembinaan
Terhadap
Narapidana
Anak
di
Lembaga
Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Dihubungkan Dengan Kepribadian Anak …………………………………………………………………… 47 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………………… 52 B. Saran …………………………………………………………………53
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia sedang berlangsung perubahan tata nilai dan social budaya. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap pola prilaku masyarakat dan juga pada proses perkembangan anak1. Hal ini kemudian memerlukan sebuah kecermatan dan perhatian yang ekstra terhadap posisi dan eksistensi anak agar perkembangan anak tetap dalam koridor yang diharapkan dan dapat dihindarkan dari pengaruh negative pertumbuhan, perkembangan dan perubahan yang terjadi pada saat ini. Namun, apabila melihat fenomena yang terjadi saat ini memperlihatkan bahwa prilaku anak telah menjurus kepada tindak pidana kejahatan, seperti pencurian, pemerkosaan, pencabulan, perkelahian antar pelajar, bahkan sampai pada tindakan pembunuhan dan lainnya. Perbuatan ini kebanyakan biasanya dilakukan oleh anak-anak yang tumbuh dalam sebuah lingkungan kehidupan atau keluarga yang kurang beruntung dalam semua sisi baik ekonomi, sosial agama maupun pendidikan yang bisa juga dikatakan sebagai anak nakal2. Kondisi ini kemudian menyebabkan anak tersebut diharuskan berhadapan dengan proses hukum yang disamakan dengan orang dewasa.
1
. Pengertian : 1. Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapanbelas) tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. Pasal 1 angka (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2. Anak adalah orang yang berada dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Pasal 1angka (1) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 3. Anak Pidana adalah :anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas anak paling lama sampai berumur 18 (delapanbelas) tahun. Pasal 1 angka 8 (b) UU No. 12 tahun 1995 tentangPemasyarakatan. 2 Anak Nakal adalah : 1. Anak yang melakukan tindak pidana 2. Anak yang melakukanperbuatan yang dinayatakan terlarang bagi anak, baikmenurutperaturanperundang-undanganmaupunmenurutperaturanhukum lain yang hidupdanberlakudidalammasyarakat yang bersangkutan. Pasal 1 angka (2) UU No. 3 tahun 1997 tahun 1997
1
Bagi negara Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila pemikiranpemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sebagai penjeraan, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi3 dan resosialisasi4 warga binaan pemasyarakatan yang kemudian melahirkan suatu sistem pembinaan5 yang dinamakan dengan sistem pemasyarakatan6 usaha ini dilaksanakan secara terpadu antara Pembina7, yang dibina dan juga masyarakat agar dapat meningkatkan warga binaan pemasyarakatan dengan tujuan akhir agar warga binaan menyadari kesalahan, dapat memperbaiki diri, dan juga tidak mengulangi tindakan-tindakan pidana dimasa yang akan datang. Banyak lembaga peradilan yang memilih alternative pengenaan sanksi pidana sebagai upaya penanganan dan penyelesaian anak yang melakukan tindak pi dana setelah melalui proses peradilan. Dengan adaanya UU No. 12 Tahun 1995 tentang
3
Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntuttan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tampa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Bab I Pasal 1 point 23 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 4 Resosialisasi ialah suatu proses interaksi antara narapidana, petugas Lemabaga Pemasyarakatan dan masyarakat, dan kedalam proses interaksi mana termasuk mengubah sistem nilai-nilai dari pada narapidana, sehingaa ia akan dapat dengan baik dan efektif mereadaptasi norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Resosialisasi ini bertujuan mengembalikan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan motivasi seseorang narapidana sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. Inti dari proses Rasionalisasi ini adalah merubah tingkah laku narapidana agar sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat bebas pada umumnya Lihat dalam Romli Attmasasmita, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai, Bandung: Amirco, 1983, hal. 44-53 5 Pembinaan adalah: Kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan prilaku, Profesional, Kesehatan Jasmani dan Rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Lihat Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan 6
Penjelasan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Negara menjadikan penjara sebagai tempat penghukuman bagi orang yang dinyatakan pengadilan bersalah. Penjara juga menjadi lembaga rehabilitasi pesakitan bagi narapidana itu sendiri. Oleh karena itu, otoritas penjara bukan hanya semata melaksanakan hukuman, melainkan jauh lebih mulia yaitu mengembalikan para narapidana ke dalam kehidupan masyarakat. 7 Pembina adalah: a. Pegawai pemasyarakatan yang melakukan pembinaan secara lansung terhadap napi, anak negara dan tahanan (intramural treatment) b. Mereka yang terdiri dari perorangan, kelompok atau organisasi yang secara lansung maupun tidak lansung ikut melakukan atau mendukung pembinaan napi, anak negara dan tahanan (intramural treatment)
2
Pemasyarakatan dan UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak diharapkan dapat memberi jaminan yang lebih baik dalam pengambilan keputusan yang adil, arif, dan bijak anak pelaku tindak pidana. Lapas bukan tempat untuk menghukum anak, tetapi tempat mendidik anak. Bukan pula berfungsi sebagai tempat pembinaan anak karena melanggar hukum, karena semestinya bentuk pembinaan Narapidana anak sama dengan anak lainnya yang tengah berada ditengah masyarakat dalam rangka memelihara masa depan anak tersebut. Tapi saat ini walaupun telah diadakan berbagai perbaikan mengenai tatanan pemidanaan,terhadap narapidana anak namun pada dasarnya sifat pemidanaan masih bertolak dari asas pengayoman8dan sistem pemenjaraan, karena sistem kepenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan. Sehingga institusi yang digunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi narapidana9. System peradilan anak sangat berbeda dengan system peradilan orang dewasa, dimulai dari perlakuan khusus daripihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan sampai pada Lapas sebagai institusi yang melaksanakan pembinaan terhadap narapidana anak.Sehingga dalam pembinaan narapidana anak sangat diperlukan penanganan khusus yang sebaiknya dilakukan oleh petugas yang terdidik atau yang memahami tentang anak nakal kemudian juga dengan tetap memperhatikan pendidikan pendidikan formal ataupun non formal si anak. Hal ini sesuai dengan apa yang diamatkan oleh UU No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan terutama asas system pemasyarakatan. Selain itu dasar pemberian pendidikan pada system pemasyarakatan juga tertuang dalam pasal 31 Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yaitu” setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, pasal 65 tentang Peraturan Penjara 8
. Asas Sistem Pembinaan Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas: a. Asas Pengayoman b. Asas Persamaan Perlakuan dan pelayanan c. Asas Pendidikan d. Asas Pembimbingan e. Asas Penghormatan harkat dan martabat manusia f. Asas kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan g. Asas terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-oarang tertentu Pasal 5 UU No. 12 tahun 1997 tentangPemasyarakatan 9 Penjelasan Undang-undang Nomor. 12 Tahun 1995, Ibid
3
tentang“pemberian pelajaran agama dan pemberian pendidikan terhadap orang – orang terpenjara” Berdasarkan data awal yang penulis dapatkan, bahwa di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Tanjung Pati Lima Puluh Kota rata-rata dihuni oleh anak yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai 18 (delapan belas tahun), yang masih membutuhkan pembinaan di segala bidang baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian. Berdasarkan latar belakang di atas maka mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang PELAKSANAAN POLA PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota) B. Batasan Masalah Banyak hal yang kemudian bisa diidentifikasi sebagai masalah dalam melihat pelaksanaan pola pembinaan narapidana anak berdasarkan UU No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Namun untuk lebih terarahnya pembahasan sesuai dengan judul, maka penulis memberikan batasan permasalahan yang akan dibahas, adapun batasan masalahnya adalah: 1. Pelaksanaan pola pembinaan terhadap narapidana anak berdasarkan UU No. 12
tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan Anak TanjungPati. 2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pola pembinaan terhadap
narapidana Anak berdasarkan UU No. 12 tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati dan Upaya mengatasinya. 3. Efektivitas
pelaksanaan
pola
pembinaan
terhadap
narapidana
Anak
berdasarkan UU No. 12 tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati .
4
C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas dapat dirumuskan masalah yang diteliti, bagaimanakah pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana anak berdasarkan UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
di Lembaga Pemasyarakatan Anak
Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota.
D. Sasaran Sasaran penelitian adalah kepala LAPAS Anak Tanjung Pati, Kepala sub Bimbingan Kerja, Pembina lapangan dan Narapidana Anak.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menguraikan pelaksanaan pembinaan terhadap
narapidana anak berdasarkan UU No. 12 tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan AnakTanjung Pati. 2. Untuk mengetahui dan menguraikan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
pembinaan terhadap narapidana Anak berdasarkan UU No. 12 tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan Anak TanjungPati dan Upaya mengatasinya. 3. Untuk mengetahui dan menjelasan
efektivitas pelaksanaan pembinaan
terhadap narapidana Anak berdasarkan UU No. 12 tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan Anak TanjungPati
F. Defenisi Operasional Sesuai dengan judul diatas maka perlu dibuatkan defenisi operasionalnya yaitu:
a. Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata dasar “laksana” jika digunakan sebagai kata sifat, maka mempunyai arti perbuatan. Kemudian awalan “pe” dan akhiran
5
“an” yang melekat pada kata dasar “laksana ” menjadi kata kerja yang berarti proses, cara, perbuatan melaksanakan.10 b.
Pola
Pola adalah sistem, cara kerja, bentuk/struktur tetap.11 c. Pembinaan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, perilaku, profesional, kesehatan jasmani rohani narapidana, dan anak didik pemasyarakatan” d. Narapidana Narapidana adalah: Orang yang sedang menjalani Pidana dan Hukuman dalam Penjara (Lembaga Pemasyarakatan); orang tahanan.12 e. Anak Anakadalahseorang
yang
belumberusia
18
(delapanbelas)
tahun,
termasukanak yang masihberadadalamkandungan.13
f. Sistem pemasyarakatan Dalam bab I ketentuan umum, pasal 1 butir ke 2 Undang-undang Nomo 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Disebutkan bahwa Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
KBBI Dalam Jaringan, http://pusatbahasa.diknas.go.id, Diakses pada hari Jum’at, 11 Januari 2012. Jam 09.00 Wib. 11 http://kamusbahasaindonesia.org/Pola 12 Soesilo Prajo, Kamus Hukum Internasional dan Indonesia (Dilengkapi Dengan Penjelasan dan Kaitannya Dengan KUHP &KUHAP, KUHPerdata serta KUHD), Wacana Intelektual, 2007,hal. 311 10
13
Pasal 1 angka (1) UU No. 23 tahun 2002 tentangPerlindunganAnak
6
pembinaan warga binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga, dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan akatif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab
G. Kajian Riset sebelumnya
Berdasarkan tinjauan yang penulis lakukan terhadap riset yang pernah dilakukan sebelumnya, peneliti menemukan riset dengan judul“ Pembinaan Kepribadian di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Tanjung Pati Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota” yang ditulis oleh Ayuni Fitri Mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Batusangkar. Dalam penulisan ini lebih dititik beratkan kepada pola pembinaan kepribadian saja. Sedangkan penelitian ini akan mengkaji bagaimana pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana anak baik itu pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian yang sekaligus akan mengkaji kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan tersebut serta upaya untuk mengatasinya.
7
BAB II KERANGKA TEORI
A. Anak dan Anak Didik Pemasyarakatan. 1. Pengertian Anak Ditinjau aspek yuridis maka pengertian anak dimata hukum positif Indonesia diartikan sebagai orang yang belum dewasa baik secara fisik maupun psikologis, orang yang di bawah umur atau anak yang masih di bawah pengawasan wali. Maka bertitik tolak kepada aspek tersebut ternyata hukum positif Indonesia tidak mengatur adanya unifikasi hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan kriteria batasan umur seorang anak.1 Berikut ini merupakan pengertian anak dalam batasan umur dalam hukum positif Indonesia: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 ( delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1: Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 ( delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2: Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
1
Lilik Muliyadi, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia teori, praktek dan permasalahannya, Bandung : Mandar Maju, Hlm. 4
8
Dalam penjelasan menyebutkan : Batas usia 21 (dua puluh satu) tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan kepentingan usaha sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia tersebut. Selanjutnya dijelaskan pula : Batas usia 21 (dua puluh satu) tahun tidak mengurangi ketentuan batas usia dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak pula mengurangi kemungkinan anda melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku.2 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 5: Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Perkawinan. Pasal ayat 1 ayat 1 : Undang-undang ini menyatakan bahwa, seorang hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Otomatis mereka yang belum mencapai ketentuan yang berlaku dan belum menikah masih dikategorikan sebagai anak. 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Perburuhan Pasal 1 angka 1 : Anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 tahun kebawah. 7. Hukum Perdata
2
Agung Wahjono, 1993, Tinjauan tentang Peradilan Anak di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, Hlm. 19
9
Pasal 330 KUHPerdata : Orang yang belum dewaa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. 8. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Dalam ketentuan Pasal 45 KUHP : Batasan anak adalah orang yang berumur di bawah 16 (enam belas) tahun.3 KUHP juga mengatur anak sebagai korban pidana yaitu orang yang belum berumur 15 (lima belas) tahun dan sebagai mana yang diatur dalam Pasal 285, 287, 290, 292, 293, 294, 295 dan 297 Pasal –pasal ini tidak mengklasifikasikan
sebagai
tindak
pidana
apabila
dilakukan
dengan/terhadap orang dewasa, akan tetapi sebaliknya menjadi tindak pidana apabila dilakukan terhadap anak yang belum berumur 15 (lima belas) tahun.4 Dalam Pasal 1 Convention on the Right of the Child anak adalah setiap orang di bawah usia 18 tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh sebelumnya. 2.
Anak Didik Pemasyarakatan
Menurut Pasal
1 butir 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyrakatan, Anak Didik Pemasyarakatan adalah: a.
Anak Pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
3
Ibid. Hlm. 20 Darwan Prints, 2003, Hukum Anak Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, Hlm.4
4
10
b.
Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
c.
Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
B. Sistem Pembinaan Pemasyarakatan
Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyrakatan menyebutkan: Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan prilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:5 1. Asas
pengayoman
adalah
perlakuan
terhadap
warga
binaan
pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyaraakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna dalam masyarakat 2. Asas persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan tampa memebda-bedakan orang 3. Asas Pendidikan adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan pancasila, antara lain penanaman: a. Jiwa kekeluargaan b. Keterampilan c. Pendidikan kerohania
5
Dwidja Prayitno, Op Cit, hal 106-107
11
d. Kesempatan untuk menunaikan ibadah 4. Asas penghormatan harkat dan martabat manusia adalah bahwa sebagai orang yang tersesat warga binaan peamsayarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia 5. Asas kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan adalah warga
binaan
pemasayarakatan
harus
berada
dalam
lembaga
pemasyarakatan dalam waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya karena selama di lembaga pemasyarakatan warga binaan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olah raga dan keterampilan. Dengan adanya pemikiran tentang pembaharuan sistem perlakuan terhadap narapidana yang menjadikan hukum sebagai pengayoman, maka pemikiran tentang sistem perlakuan terhadap narapidana mulai mengalami perkembangan negara yang baru merdeka dan berkembang pada saat itu, menjadikan Indonesia berkeinginan untuk menciptakan suatu sistem baru di segala bidang termasuk bidang kepenjaraan. Munculnya sistem pemasyarakatan juga dikarenakan situasi diatas dan merupakan pencerminan keadaan yang terjadi pada saat itu.6 Pemikiran tentang perlakuan yang manusiawi terhadap orang yang menjalani pidana penjara yang muncul pada tahun 1963 kemudian disempurnakan oleh Keputusan Konferensi Dinas Pimpinan Kepenjaraan pada Tanggal 27 April 1964. Konferensi tersebut memutuskan bahwa pelaksanaan pidana penjara di Indonesia dilaksanakan dengan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan ini disamping sebagai arah tujuan pidana penjara, juga menjadi prinsip pokok dalam membimbing dan membina narapidana. 6
Romli Atmasasmita, 1982, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum Di Indonesia, Bandung: Alumni, hal.9.
12
Yang menajdi dasar hukum dalam sistem pemasayarakatan sesuai dengan Konsepsi yang terkandung di dalam pemasyarakatan adalah sebagai berikut:7 1. Undang-undang Dasar 1945, terutama sekali perwujudan dari pasal 31 ayat (1) “ setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” 2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 15 tentang pelepasan bersyarat. 3. Peraturan Penjara, Pasal 65 tentang Pemberian Pelajaran Agama dan Pemberian Pendidikan Terhadap Orang-orang terpenjara 4. Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 5. Surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Pemasyarakatan Depertemen Kehakiman Republik Indonesia. 6. Surat Edaran Direktorat Pemasyarakatan yang berwujub Pemasyarakatan sebagai proses yaitu Surat Edaran Nomor. KP. 10.13/3/1 tanggal 8 Febuari 1965. Mengenai struktur sistem pemasyarakatan terjadi perubahan orientasi, dimana pada sistem pemasyarakatan lebih berorientasi pada pengayoman dan pembinaan.8 Dengan lahirnya sistem pemasyarakatan ini, maka Indonesia telah memasuki era baru dalam proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Dalam era baru ini narapidana dan anak didik pemasyarakatan mendapat pengayoman untuk tercapainya tujuan pemasyarakatan. Hal ini berarti bahwa narapidana dan anak didik pemasyarakatan dibina, dibimbing serta dituntut untuk menjadi warga masyarakat yang berguna. Sistem pemasyarakatan di Indonesia pada saat ini mengacu kepada UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Dalam Penjelasan Umum undang-undang tersebut dinyatakan bahwa bagi negara Indonesia yang berdasarkan
7
Idral, Op Cit. hal 30-35 G.Suyanto, 1981, Seluk Beluk Pemasyarakatan, Jakarta : BPHN Departemen Kehakiman RI, hal.7.
8
13
kepada Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi dipandang sekedar bentuk penjeraan melainkan juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan. Pasal 2 UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakannya sistem pemasyarakatan adalah dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga kemudian dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan mempunyai tanggung jawab. Dari tujuan tersebut tergambar bahwa usaha yang harus dilakukan dalam pembinaan adalah bagaimana memperlakukan narapidana melalui pendekatan secara manusiawi yang mengarah kepada upaya memasyarakatkannya. Pada Tahun 1976 Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam pembukaan rapat kerja terbatas Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga menandaskan kembali prinsip pembimbingan dan pembinaan yang ada pada sistem pemasyarakatan sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pada tahun 1964. Ada 10 (sepuluh) rumusan prinsip-prinsip pembimbingan dan pembinaan yaitu :9 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas dendam dari negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat dari pada ia masuk lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
9
Dwidja Priyatno, Op.Cit, hal.98-99.
14
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja, pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila. 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat tidak boleh ditujukan kepada narapidana bahwa itu penjahat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10. Sarana fisik bangunan lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Prinsip tersebut terlihat memberikan perlakuan yang lebih baik terhadap seorang narapidana melalui pembinaan. Bentuk penyiksaan dan pembalasan yang ada pada sistem kepenjaraan sengaja dihindari dalam prinsip tersebut. Pendekatan keamanan sangat bertentangan dengan sistem pemasyarakatan sebab dalam komponennya kemasyarakatan telah mengubah tujuannya dengan binaan dan bimbingan. Dalam sistem pemasyarakatan kalsifikasi masih sipergunakan hampir semua yang terdapat atau yang diberlakukan dalam sistem kepenjaraan masih dipergunakan dalam sistem pemasyarakatan. Namun dalam pengawasannya para narapidana terbagi dalam tiga klasifikasi yaitu: 1. Maxsimum Security diberikan kepada narapidana dalam klasifikasi B1, resedivis, narapidana karena kasus subversi, pembunuhan berencana, perampokkan, pencurian dengan kekerasan, beberapa narapidana yang dianggap berbahaya dan membahayakan lembaga pemasyarakatan 2. Medium Security diberikan kepada narapidana yang lebih ringan pidananya atau yang masuk kategori pidana berat, tetapi telah mendapatkan pembinaan dan menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik selama dalam lembaga pemasyarakatan.
15
3. Minimum security adalah narapidana yang telah mendapatkan pembinaan secara khusus dan telah dinyatakan baik untuk mendapatkan pengawasan ringan.
C. Ruang lingkup pembinaan Rung lingkup pembinaan dapat dibagi kedalam dua bidang yaitu:10 1. Pembinaan Kepribadian, yang meliputi: a. Pembinaan Kesadaran Beragama Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibatakibat dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbuatan yang salah. b. Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Benegara Hal ini dilaksanakan melalui P4, termasuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang dapat berbakti kepada negara dan bangsa, perlu disadarkan bahwa berbakti kepad abangsa dan negara adalah sebagianj dari Iman (taqwa) c. Pembinaan Kemampuan Intelektual (Kecerdasan) Usaha ini dilakukan agar pengetahuan dan kemampuan berfikir warga binaan
pemasyarakatan
semakin
meningkat
dan
sehingga
dapat
menunjang kegiatan-kegiatan positif dan diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan intelektual (kecerdasan) dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan formal diselenggarakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada 10
KEPMEN RI No. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
16
yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan semua warga binaan pemasyarakatan. Pendidikan non formal, diselenggarankan sesuai dangan kebutuhan dan kemampuan melalui kursus-kursus, latihan keterampilan dan sebagainya, Bentuk pendidikan non formal yang paling mudah dan paling murah ialah kegiatan-kegiatan ceramah umum dan membuka kesempatan yang seluasluasnya untuk memperoleh informasi dari luar, misalnya membaca koran/ majalah, menonton TV, mendengar radio dan sebagainya. Untuk mengajar ketinggalan dibidang pendidikan baik formal maupun nan formal agar diupayakan cara belajar melalui Program Kejar Paket A, B dan C d. Pembinaan Kesadaran Hukum Pembinaan kesadaran hukum warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat, mereka menyadari hak dan kewajibannya dalam rangka turut menegakkan hukum dan keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum dan terbentuknya prilaku setiap warga negara Indonesia yang taat kepada hukum. Penyuluhan hukum bertujuan lebih lanjut untuk membentuk keluarga sadar hukum (KADARKUM) yang dibina selama berada dalam lingkungan pembinaan mampuan
setelah
berada
kembali
ditengah-tengah
masyarakat.
Penyuluhan hukum diselenggarakan secra lansung yakni penyuluhan berhadapan lansung dengan sasaran yang disuluh dalam TEMU SADAR HUKUM dan sambung rasa, sehingga dapat bertatap muka lansung, misalnya melalui ceramah, diskusi, sarasehan, temuwicara, peragaan dan simulasi hukum.
17
Metode pendekatan yang diutamakan ialah metode persuasif, edukatif, komunikatif dan akomodatif (PEKA) e. Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat Pembinaan dibidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan, yang tujuan utamanya adalah agar bekas narapidana mudah diterima kembali dalam masyarakat lingkungannya. Untuk mencapai ini kepada narapidana selama dalam Lapas dibina terus untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial secara gotong royong. 2. Pembinaan Kemandirian. Pembinaan kemandirian diberikan melalui program-program: a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, minsalnya kerajinan tangan, industri rumah tangga, reperasi mesin dan alat-alat elektronika dan sebagainya. b. Keterampilan yang disesuaikan dengan bakat minsalnya pengolahan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan jadi, contoh: mengolah rotan menjadi perabot rumah tangga, pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan batu bata, genteng dan abatako. c. Kerampilan yang disesuaikan dengan bakat masing-masing. Hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakatnya itu. Minsalnya mempunya i bakat dan kemampuan dibidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan kepada kelompok-kelompok atau perekumpulan seniman untuk dapat mengembangkan bakat sekaligus mendapatkan nafkah.
18
d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian ( perkebunan) dengan menggunkan teknologi madya atau teknologi tinggi, minsalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil, industri minyak atsiri dan usaha tambak udang. D. Teori Pemidanaan 1. Teori Relatif atau tujuan Secara prinsip teori ini mengajarkan bahwa, penjatuhan pidana dan pelaksanaanya setidaknya harus berorientasi pada upaya mencegah terpidana (special prevention) dari kemungkinan mengulangi kejahatannya lagi di masa yang mendatang, serta mencegah masyarakat luas pada umumnya (general prevention) dari kemungkinan melakukan kejahatan baik seperti kejahatan yang telah dilakukan terpidana maupun lainnya.11 Semua orientasi pemidanaan tersebut adalah dalam rangka menciptakan dan mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat. Secara umum ciri-ciri pokok atau karakteristik teori relatif ini adalah sebagai berikut:12 1. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention) 2. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejateraan masyarakat; 3. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja (minsalnya karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana. 4. Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan 5. Pidana melihat ke depan (bersifat propektif); pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejateraan masyarakat.
11 12
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal 190 Ibid 191
19
Di indonesia, mengenai teori yang menjadi dasar sistem pemasyarakatan dapat dilihat melalui dua pendapat. Pendapat pertama pendapat yang menyatakan bahwa teori yang mendasari sistem pemasyarakatan adalah teori relatif. Teori ini disampaikan oleh Sudarto yang menyatakan bahwa “tidak sulit untuk mengatakan, bahwa sistem itu termasuk teori yang memandang pidana sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang bermanfaat, jadi jelas tidak dapat digolongkan kedalam teori pembalasan”.13
Pendapat ini dapat dibenarkan karena pelaksanaan sistem
pemasyarakatan melalui pembinaan pada Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari maksud untuk mencapai tujuan sistem pemasyatakatan14. Sehingga dengan maksud tersebut, diupayakan perlakuan-perlakuan yang mengarah kepada tujuan yang akan dicapai. Kedua pendapat yang menyatakan bahwa teori yang mendasari sistem pemasyarakatan adalah teori integratif. Pendapat ini dikemukakan oleh Muladi, dengan alasan bahwa pada saat ini masalah pemidanaan menjadi permasalahan yang sangat kompleks. Hal ini sehubungan dengan perhatian yang lebih banyak terhadap hak asasi manusia serta keinginan untuk menjadikan pidana bersifat operasional dan fungsional. Sehingga pilihan terhadap teor integratif ini menghendaki adanya pendekatan multidimensi terhadap dampak pemidanaan.15 Pendapat ini menekankan kepada suatu maksud bahwa di dalam sistem pemasyarakatan tersebut tidak sematamata mengutamakan tujuan yang akan dicapai dan melepaskan diri sepenuhnya dari maksud pengimbalan atas perbuatan pelaku tindak pidana.
13
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Ed.1. Cet. Ke 4, PT. Alumni, Bandung, 2010, hal. 99 Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak menulanginya tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secar wajar sebagai warga yang baik. Yang berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Lihat Pasal 2 dan 3 sUU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 15 Muladi, Lembaga Pidana Bersayarat, PT. Alumni. Bandung, 2004, hal. 53 14
20
Sistem pemasyarakatan merupakan penyempurnaan dari sistem kepenjaraan yang berangkat dari pemikiran perlunya perlakuan yang lebih baik terhadap narapidana.
Meskipun
pada
dasarnya
pelaksanaan
sistem
pemasyarakatan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan, namun unsur pembalasan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh narapidana tetap saja tidak dapat dipisahkan dalam pemikiran tujuan tersebut. Pendapat yang disampaikan oleh Muladi tersebut lebih tepat dan dapat diterima sebagai teori yang mendasari sistem pemasyarakatan di Indonesia. Dimana, teori integratif ini lebih jauh mempertimbangkan tujuan penjatuhan pidana dari berbagai aspek termasuk mengenai hak-hak asasi manusia. Di dalam teori integratif tersebut terkandung maksud pembalasan dan tujuan yang hendak dicapai. Unsur teori retributif terlihat dengan adanya upaya untuk mengekang kebebasan seseorang yang bersalah dalam jangka waktu tertentu sebagai balasan atas perbuatannya. Pengekangan kebebasan tersebut dilakukan pada LAPAS Tertutup atau RUTAN dengan sistem maksimum security. Namun, pengekangan kebebasan tersebut tidak semata-mata hanya sebagai bentuk pembalasan terhadap perbuatan narapidana tetapi hal tersebut diselenggarakan untuk mencapai tujuan sistem pemasyarakatan sebagai salah satu unsur teori relatif. Kedua hal ini termasuk kedalam pandangan dari teori integratif, hanya saja unsur-unsur teori yang lebih lebih dominan muncul didalam penerapannya akan tergantung kepada tahap-tahap pembinaan yang dilaksanakan pada sistem pemasyarakatan.
2. Teori Gabungan Teori ini menurut Andi Hamzah bervariasi juga, ada yang menitik beratkan kepada pembalasan dan ada pula yang menginginkan supaya unsur pembalasan seimbang dengan unsur pencegahan.16 Van Bemmelen sebagai salah satu tokoh teori gabungan ini mengatakan bahwa “pidana bertujuan membalas kesalahan dan 16
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal.31 .
21
mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan. Jadi, pidana dan tindakan keduanya bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana kedalam kehidupan masyarakat”.17 Teori gabungan ini mengkombinasikan dua tujuan pemidanaan yaitu pembalasan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku dan sebagai bentuk perlindungan terhadap masyakat. Dari ketiga teori pemidanaan tersebut terlihat bahwa pemikiran tentang tujuan pemidanaan itu bergerak kearah yang lebih baik. Munculnya teori absolut dengan sifat yang tegas terhadap perilaku jahat dirasa sangat keras dan tidak memberi peluang terhadap tujuan lebih besar yang ingin dicapai dalam menjatuhkan pidana. Sehingga melalui teori relatif dimunculkan konsep tujuan yang ingin dicapai dari pemidanaan. Kemudian disempurnakan lagi dengan munculnya teori gabungan dengan menekankan tujuan pemidanaan yang seimbang. Sehingga dengan teori ini akan terangkum semua tujuan yang ada pada masing-masing teori sebelumnya. Muladi mengelompokkan teori-teori tentang tujuan pemidanaan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu, teori absolut (retributif), teori teleologis, dan teori retributif teleologis.18 Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan seseorang sehingga teori ini berorientasi kepada unsur perbuatan dan terletak pada telah dilakukannya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan. Sanksi ini merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan. Teori teleologis (tujuan) memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi merupakan sarana mencapai tujuan yang bermanfaat guna melindungi masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni
17 18
Ibid, hal.32. Muladi, Op Cit, hal.49-51.
22
untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka sanksi bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan. Teori yang ketiga yaitu teori retributif-teleologis yang memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural. Sifat plural dari teori tersebut terlihat karena teori ini menggabungkan prinsip-prinsip teleologis (tujuan) dan retributif sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter retributif sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab suatu tindakan yang salah dan menyimpang. Sedangkan karakter teleologisnya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu perubahan perilaku terpidana di kemudian hari. Teori retributif-teleologis menganjurkan adanya kemungkinan untuk mengadakan artikulasi terhadap teori pemidanaan yang mengintegrasikan beberapa fungsi sekaligus. Pencegahan dan sekaligus rehabilitasi kesemuanya dilihat sebagai sasaran yang harus dicapai oleh suatu rencana dalam melakukan pemidanaan.
23
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis (empiris), yaitu suatu penelitian yang menggunakan bahan kepustakaan atau data sekunder sebagai data awalnya kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan.1 Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menguraikan objek penelitiannya, atau penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal didaerah tertentudan pada saat tertentu.2 B. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini yang menjadi adalah : 1. Primer Yaitu data yang langsung di peroleh dari Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati seperti: Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak, Kepala Sub Bimbingan Kerja, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Narapidana Anak. 2. Sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan buku-buku yang relevan dengan penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan Data yang digunakan adalah: a. Observasi Yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan cermat untuk memperhatikan
permasalahan
yang
dibahas
tentang
pelaksanaan
1
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2004, hal. 133 2 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Siar Grafika, Jakarta, 2002, hal 8.
24
pembinaan narapidana anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. b.
Wawancara
Wawancara adalah kegiatan pengumpulan data primer yang bersumber lansung dari responden penelitian di lapangan wawancara dilakukan terhadap pimpinan LAPAS, Petugas yang terkait dan narapidana Anak. Wawancara dilakukan dengan wawancara secara bebas.
c. Studi Dokumen Studi dokumen diperoleh data dari lapangan yaitu data dari Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati seperti data narapidana Anak yang menjalani pembinaan.
D. Teknik Pengolahan dan Analisa Data a. Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data dilapangan sehingga siap dipakai untuk dianalisis,3 dalam penelitian ini setelah data yang diperlukan berhasil diperoleh, maka peneliti melakukan pengolahan terhadap data tersebut. Dengan cara editing yaitu dengan cara meneliti
kembali
terhadap
catatan-catatan,
berkas-berkas,
informasi
dikumpulakn oleh pencari data yang diharapkan akan dapat meningkatkan mutu reliabilitas data yang hendak dianalisis.4 b. Analisa Data Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data, untuk dapat memecahkan dan menguraikan masalah yang akan diteliti berdasarkan bahan hukum yang diperoleh, Setelah didapatkan data-data yang diperlukan, maka
3
Bambang Waluyo, Op Cit hal. 72 Amirudin dan Zainal Asikin, Op Cit, hal. 168-169
4
25
peneliti melakukan analisis kualitatif,5 yakni dengan melakukan penilaian terhadap data yang didapatkan dilapangan denga bantuan literatur-literatur atau bahan-bahan terkait dengan penelitian, kemudian ditarik kesimpulan yang dijabarkan dalam penulisan deskriptif tentang pelaksananaan pembinaan terhadap narapidana anak di LAPAS Anak Tanjung Pati
5
Bambang Waluyo, Op Cit, hal. 77
26
DAFTAR KEPUSTAKAAN A. Buku Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legis Prudence), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004 Andi Hamzah, Suatu Tinjauan Ringkas Tentang Sistem Pemidanaan di Indonesia, Jakarta: Akademi Pressindo, 1983 ---------------- Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2002 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2009 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum Edisi II, Ed.1 Cet.5, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dan Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Yogjakarta: Genta Publising, 2010 Djisman Samosir, Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Bandung: Bina Cipta. 1992 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung: PT Rafika Aditama. 2006 G. Suyatno, Seluk Beluk Pemasyarakatan, Jakarta: BPHN Depertemen Kehakiman RI, 1981 Idral, Penerapan Sistem Pemasyarakatan Dalam Proses Pembinaan Narapidana, Padang, Universitas Bung Hatta, 2008 Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sitem Peradilan Pidana: Kumpulan Karangan Buku Ketiga, Universitas Indonesia: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum. 1994 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1998 ---------- Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: PT.Alumni, 2004
27
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003 Muchamad Iksan, Dasar-dasar Kebijakan Hukum Pidana dilihat dari Perspektif Pancasila, 2009 Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2011 P.A.F. Lumintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1983 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prada Media Grup. 2007 Petrus, Irwan Pandjaitan dkk, Pembaharuan Pemikiran Dr. Saharjo Mengenai Pemasyarakatan Narapidana, Jakarta: CV Indhil CO. 2008 Romli Attmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam onteks Peneggakan Hukum di Indonesia, Bandung: Alumni 1982 ------------------------- Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai, Bandung: Amirco. 1983 --------------------------- Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta: Putra Bardin, 1996, Soleman B.Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum Dalam Masyarakat,Ed.1, Cet.1, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993 Suharjo, “ Pohon Beringin Pengayoman Hukum Indonesia”, Jakarta, Djambatan. 1995 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: penerbit Universitas indonesia, 2006 Soesilo Prajo, Kamus Hukum Internasional dan Indonesia (Dilengkapi Dengan Penjelasan dan Kaitannya Dengan KUHP &KUHAP, KUHPerdata serta KUHD), Wacana Intelektual, 2007 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Ed.1. Cet .ke 4, Bandung: PT. Alumni, 2010 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Edisi Refisi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011
28
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Sains (Edisi Lengkap), Surabaya: Gita Media Press, 2006 Tim Peneliti MAPPI FHUI, KRNH dan LBH Jakarta, Menunggu Perubahan dari Balik Jeruji ( Studi Awal Penerapan Konsep Pemasyarakatan), Jakarta: Patnership For Governance Reform, 2007 Umi Chulsum, Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.1,: Jakarta: Kashiko, 2006 B. Perundang-undangan UUD 1945 Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Lembaran Negara R.I Tahun 1995 Nomor 77 Peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia C. Website KBBI Dalam Jaringan, http://pusatbahasa.diknas.go.id http://kangmoes.com/artikel.defenisi/pengertian:pendidikan.html http://kamusbahasaindonesia.org/Kepribadian http://kamusbahasaindonesia.org/Pola
29
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II B Tanjung Pati Latar belakang didirikannya Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada tanggal 30 Desember 1995 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Pada Bab III Bagian Kedua tentang Anak
Didik Pemasyarakatan, Paragraf 1 tentang Anak Pidana Pasal 18 ayat (1) berbunyi: Anak Pidana ditempatkan di LAPAS Anak. Kemudian, berdirinya LAPAS Anak Tanjung Pati ini didasarkan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yang disahkan pada tanggal 3 Januari 1997. Pada Bab ke IV tentang Lembaga Pemasyarakatan Anak Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) menyebutkan: (1) Anak Didik Pemasyarakatan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang harus terpisah dari orang dewasa. (2) Anak yang ditempatkan di lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan kemampannya serta hak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menyahuti kedua peraturan di atas maka pemerintah mendirikan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak di seluruh Indonesia yang berada di bawah naungan Kementrian Kehakiman yang sekarang disebut dengan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.1 Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati merupakan satu-satunya Lembaga Pemasyarakatan untuk Anak-Anak yang ada di Sumatera Barat yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan HAM 1
Wawancara dengan Agus Rahmatamin, Kepala LAPAS Anak Tanjung Pati tanggal 3 Nopember 2014
27
Sumatera Barat. Lembaga Pemasyarakatan Anak ini terletak di Kabupaten Lima Puluh Kota tepatnya di Jorong Ketinggian Nagari Sarilamak Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jarak tempuh lebih kurang 140 km dari Padang ibu kota Propinsi Sumatera Barat. LAPAS Anak Tanjung Pati diresmikan pada tahun 1999, yang berdiri di atas tanah seluas lebih kurang 4 (empat) hektar. LAPAS ini terdiri dari bangunan kantor dan blok hunian serta pekarangan dan rumah dinas sebanyak 16 unit. LAPAS Anak Tanjung Pati terdiri dari 26 kamar untuk narapidana anak yang bisa menampung 160 0rang, 4 (empat) ruangan kelas, 1 (satu) ruangan guru, 1 bengkel motor dan las, 1 (satu) bengkel pertukangan kayu, 1 (satu) poliklinik, 1 (satu) ruangan untuk pelanggar tata tertib, 1 (satu) dapur dan 1 (satu) Musholla serta 1 (satu) ruangan aula tempat berkumpul untuk hiburan. Sekarang ini LAPAS Anak Tanjung Pati mempunyai 25 (dua puluh lima ) orang pegawai tetap dan tiga orang pegawai nota dinas. Sedangkan untuk pejabat struktural berjumlah 12 (dua belas) orang, yang terdiri dari:2 1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati: Agus Rahmatamin, BC.IP.SH 2. Kasubag Tata Usaha : Yulmadi, SH.MH a. Kaur Kepegawaian/Keuangan : Zuadril, SE b. Kaur Umum : Gono, S.Sos 3. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan: Darisman, SH 4. Kasi Administrasi keamanan dan ketertiban : Agusman, SH. a. Kasubsi Keamanan : Misno, SH b. Kasubsi Pelaporan atau LAPTIB : Farida SH 5. Kasi Pembinaan dan kegiatan kerja /Binagiatja : Masri Fabrar A.KJ a. Kasubsi kegiatan kerja; Eva Usman S.Sos b. Kasubsi Reg Bim Kemas : Herman S.Sos c. Kasubsi Watnapi : Dwi Darma, SH
2
Wawancara dengan Yulmadi, Kasubag TU Lapas Anak Tanjung Pati, tanggal 3 Nopember 2014
28
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati KEPALA LP Kasubag. TU
Kepeg./Keu.
Ka. KPLP
Regu 2 Pengaman
Kasi Binagiatja
Kasubsi Regbimkemas
Kasubsi Kg Kerja
Kaur Umum
Adm. Kamtib
Kasubsi Watnapi
Kasubsi Keamanan
Kasubsi Laptib
Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati: VISI “Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan anak didik sebagai individu , anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa” MISI 1. Mewujudkan sistim yang menumbuhkan rasa aman bagi anak didik baik secara fisik maupun psikis, dan bebas dari gangguan internal maupun eksternal. 2. Melaksanakan perawatan, pelayanan, pendidikan dan pembimbingan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak di masa pertumbuhannya.
29
3. Menumbuhkembangkan ketaqwaan, kecerdasan, kesatuan dan keceriaan anak agar dapat menjadi manusia yang mandiri dan bertanggungjawab. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati sampai bulan Nopember ini dihuni oleh 15 (lima belas) orang Narapidana Anak. Anak-anak penghuni LAPAS ini masuk karena berbagai tindak pidana yang dilakukan, seperti: tindak pidana pencabulan, tindak pidana pencurian/perampokan tindak pidana narkotika dan tindak pidana pembunuhan sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.3
Tabel 1. Data Penghuni Lapas Anak Tanjung Pati Pada Nopember 2014 No
Nama
Umur
Tindak Pidana
Hukuman
Ekspirasi
15 Th
Pasal 170 KUHP/
5 Tahun
24-09-2019
2 Th 6 Bln
27-09-2015
3 Th 3 Bln
28-01-2015
5 Tahun
20-12-2016
10 Tahun
06-02-2023
3 Tahun
23-03-2017
1 Th 2 Bln
21-11-2014
Kelompok B I 1
Riski Mulianto
Penganiayaan 2
Darmawan
17 Th
Saputera 3
Dodi Mahendra
UU No.23/2002/ Pencabulan
14 Th
UU No.23/2002/ Pencabulan
4
Rizki Saputera
15 Th
UU No.23/2002/ Pencabulan
5
Rahmat Ilahi
17 Th
Pasal 340 KUHP/ Pembunuhan
6
Fiki Fitria
17 Th
UU No.35/1999/ Narkotika
7
M. Akhda Sekta
17 Th
UU No.23/2002/ Pencabulan
3
Wawancara dengan Herman, Kasubsi Regbinkemas, tanggal 3 Nopember 2014
30
8
Yogi Agustian
15 Th
Pasal 368 KUHP/
1 Th 6 Bln
09-03-2016
3 Bulan
23-12-2014
10 Bulan
09-02-2015
5 Bulan
08-02-2015
1 Tahun
30-04-2015
1 Tahun
29-05-2015
1 Tahun
29-05-2015
Pemerasan Kelompok B.IIa 9
Pardamean
18 Th
Dalimente 10
UU No.23/2002/ Pencabulan
Vengki Ardo
17 Th
Pasal 363 KUHP/ Pencurian
11
Rian Nofrianto
17 Th
Pasal 363 KUHP/ Pencurian
12
Andre Saputera
17 Th
Pasal 363 KUHP/ Pencurian
13
Eko Roberto
17 Th
Pasal 363 KUHP/ Pencurian
14
Ihsan
Pajri 18 Th
Pratama
Pasal 363 KUHP/ Pencurian
Titipan Kejaksaan 15
M.Ridwan,
17 Th
Pasal 363 KUHP / Belum di pencurian
putus pengadilan
Sumber : Data Kasubsi Reg Bim Kemas
Keterangan tabel: - Kelompok B I adalah tindak pidana yang ancaman hukumannya di atas 1 (satu) tahun. - Kelompok B.II a adalah tindak pidana yang ancaman hukumannya 1 (satu) tahun ke bawah Dari data di atas terlihat 1 (satu) orang melakukan tindak pidana kekerasan yang melanggar Pasal 170 KUHP) , 5 (lima orang) melakukan tindakan pencabulan yang melanggar UU Nomor 23 Tahun 2003, 1 (satu) orang melakukan tindak pidana pembunuhan yang melanggar Pasal 340 KUHP, 1 (satu) orang melanggar UU No.35 31
Tahun 1999 tentang Tidak Pidana Narkotika dan I (satu) orang melakukan tindak pidana pemerasan yang melanggar Pasal 368 KUHP. Dan 6 (enam) orang melakukan tindak pidana pencurian yang melanggar Pasal 363 KUHP. Menurut Pasal 61 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan: (1) Anak pidana yang belum selesai menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Anak dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan. (2) Anak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum berumur 21 tahun ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan secara terpisah dari yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih Berdasarkan bunyi Pasal di atas, anak pidana yang telah lebih berumur 18 tahun harus dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan bersama dengan orang dewasa lainnya. Dari data di atas terdapat dua orang anak yaitu RI dan FF, yang nanti akan di pindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan orang dewasa untuk menghabiskan sisa hukmannya karena umur mereka melebihi dari 18 (delapan belas) tahun.4
B. Pelaksanaan Pembinaan Terhadap Narapidana Anak
di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati
Pembinaan terhadap narapidana anak di LAPAS Anak Tajung Pati diselenggarakan di bawah naungan Kasi Pembinaan dan Bimbingan Kerja yang di kepalai oleh Bapak Masri Fabrar. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan beliau, pembinaan yang dilakukan terhadap anak didik pemasyarakatan selalu diusahakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Pemasyarakatan. Dalam penyelenggaraan pembinaan dan bimbingan terhadap warga binaan, Lapas Anak 4
Wawancara dengan Herman, Kasubsi Regbinkemas, tanggal 3 Nopember 2014
32
Tanjung Pati mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah terkait di Kabupaten lima Puluh Kota, antara lain Kementrian Agama, Kementrian Pertanian, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian sosial, Ketenagakerjaan serta Industri. 5 Ruanglingkup pembinaan dan pembimbingan meliputi: 1. Pembinaan Kepribadian, antara lain: a. Pembinaan Kesadaran Beragama Pembinaan kesadaran beragama bertujuan untuk meningkatkan iman para
anak binaan dengan jalan mengajarkan ajaran-ajaran agama
kemudian mengajak mereka untuk selalu menjalankan ajaran agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Masri Fabrar, kegiatan pembinaan kesadaran beragama diselenggarakan melalui kerjasama dengan Kementrian Agama Kabupaten Lima Puluh Kota. Kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan kesadaran beragama antara lain adalah: (1) Memberikan pelajaran dan bimbingan ibadah-ibadah wajib seperti shalat lima waktu kemudian anjuran untuk melaksanakannya seharisehari dan tidak meninggalkannya serta sampai pada tingkat penerapan shalat berjamaah. Juga mengajarkan tentang ibadah puasa wajib pada bulan Ramadhan. (2) Memberikan pelajaran dan bimbingan tentang ibadah-ibadah sunat lainnya yang sangat penting dalam mendukung ibadah wajib, seperti ibadah halat-shalat sunat , puasa-puasa sunat (3) Mengajarkan tulis baca al-Quran yang dimulai dengan belajar Iqra’ dan mempelajari baca al-quran dan memberi anjuran untuk selalu membacanya setelah shalat maghrib. Dalam hal ini anak-anak binaan di bagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok belajar Iqra’ dan kelompok belajar al-Quran
5
Wawancara dengan Masri Fabrar, Kasi Binabiatja, tanggal 5 Nopember 2014
33
(4) Melaksanakan ceramah atau wirid pengajian pada hari senin dan kamis dan pada hari-hari besar peringatan Islam seperti tahun baru Hijriyah, hari Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj dan lain-lain. Wirid atau ceramah yang diadakan tujuannya adalah untuk memberi pemahaman tentang benar dan salah dalam kehidupan ini. Diharapkan mereka menyadari semua kesalahan yang telah mereka lakukan dan menyesali semua perbuatan tersebut supaya apabila telah bebas nanti mereka menjadi manusia bersih seperti bayi yang baru dilahirkan dan bisa diterima di tengah-tengah masyarakat.
b. Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara Bidang penyelenggaraan pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara Lapas Anak Tanjung Pati mengadakan kerjasama dengan pihak Korem dan pada bulan September kemarin ini acara yang diadakan adalah ceramah dengan tema atau materi yang berkaitan dengan Pancasila, UUD 1945, dan wawasan pengetahuan tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kegiatan ini kemudian divariasikan dengan pelaksanaan simulasi dan juga diselingi dengan mengadakan out bond untuk menarik minat anak binaan. Diharapkan dengan cara ini anak binaan dapat mendalami pengetahuan bagaimana harus menumbuhkan rasa kesadaran yang tinggi dalam berbangsa dan bernegara serta menanamkan nilai-nilai bagaimana harus cinta pada tanah air, nusa dan bangsa Indonesia. Dan terakhir harus selalu ikut serta membela bangsa dan negara serta senantiasa menjaga keamanan , keutuhan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Di samping itu materi lainnya adalah menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila serta bagaimana pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Materi lainnya adalah yang berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara, bagaimana menjadi seorang warga negara yang baik.
34
c. Pembinaan Kemampuan Intelektual (Kecerdasan) Penyelenggaraan pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan) pada saat ini hanya dengan melaksanakan pendidikan non formal melalui kegiatan membaca di perpustakaan, dan pendidikan melalui kursus-kursus serta latihan keterampilan. Latihan keterampilan yang pernah diadakan adalah: -
Latihan keterampilan menyablon dan design komputer
-
Latihan menjahit
-
Latihan membuat kerajinan dari tempurung
Sementara untuk pendidikan formal seperti paket A, dan paket B semenjak akhir tahun 2012 tidak pernah lagi terlaksana. Dalam rangka pembinaan kecerdasan ini penyelenggaraannya adalah melalui kerjasama yang dilakukan dengan kementrian pendidikan. Namun sekarang ini kerjasama tersebut tidak terlaksana disebabkan oleh sulitnya menerapkan program paket tersebut. Selanjutnya tentang masalah ini akan dibahas pada poin kendala dalam pelaksanaan pembinaan.
d. Pembinaan Sikap dan Prilaku Pembinaan bidang ini adalah merupakan pembinaan yang juga tidak kalah pentingnya dengan pembinaan sebelumnya. Pembinaan sikap dan prilaku inilah nanti yang akan mengubah watak dan karakter anak binaan yang selama ini mungkin lebih banyak tidak terkontrol. Pembinaan sikap dan prilaku secara umum melalui bimbingan konseling yang dilakukan oleh petugas Lapas melalui nasehat-nasehat, arahan dan bimbingan serta menanamkan dan selalu memegang teguh serta melaksanakan nilai-nilai kebaikan dalam hidup. Pembinaan bidang ini sebetulnya merupakan bagian dari pembinaan sebelumnya seperti
pembinaan
bidang
keagamaan
yang
juga
bertujuan
memperbaiki sikap dan prilaku anak binaan. Begitu juga dengan
35
pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara yang tujuan akhirnya juga berkenaan dengan perubahan sikap dan prilaku anak binaan. Bimbingan konseling yang dilakukan oleh petugas Lapas juga melalui berdiskusi atau mendengar keluhan-keluhan / curhat dari anak binaan. Dengan berdiskusi dan mendengar curhat mereka diharapkan semua masalah atau beban yang dirasakan bisa berkurang dan dapat menemukan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi. Sehingga kedepannya mereka mempunyai sikap dan prilaku yang tangguh dalam menghadapi masa depannya.
e.
Pembinaan Bidang Kesehatan Jasmani dan Rohani Penyelenggaraan pembinaan bidang kesehatan jasmani dan rohani dilaksanakan melalui kerjasama dengan Dinas Pemuda dan Olah Raga kabupaten Lima Puluh Kota. Adapun kegiatan yang dilaksanakan antara lain: -
Senam pagi setiap hari sabtu
-
Olah raga Volly Ball
-
Olah raga foot ball
-
Olah raga badminton
-
Olah raga sepak takraw
-
Dan olah raga tennis meja
Pembinaan bidang kesehatan jasmani dan rohani merupakan bidang pembinaan yang sangat diminati oleh anak-anak penghuni Lapas. Karena mereka pada umumnya sangat menyukai permainan olah raga yang diprogramkan. Setiap hari mereka bisa melaksanakan olah raga diwaktu tidak ada kegiatan rutin yang harus diikuti. Sehingga mereka tidak terlalu merasa terasing dalam kehidupan di dalam Lapas. Dengan kegiatan oleh raga yang mereka lakukan diharapkan hari-hari yang mereka lalui di Lapas tidak terasa lama dan kehidupan mereka tidak monoton.
36
f.
Pembinaan Kesadaran Hukum Penyelenggaraan pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan melalui
kerjasama
dengan
Kepolisian,
Kejaksaan
dan
pihak
Pengadilan. Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan melalui penyuluhan dan seminar-seminar hukum serta Sosialisasi Undangundang yang pelaksanaannya melalui ceramah, diskusi, temuwicara, peragan dan simulasi hukum.
Materi ceramah adalah pentingnya
setiap warga negara taat dan patuh pada hukum, menjunjung tinggi hukum sehingga terwujud nantinya masyarakat yang sadar hukum. Penyuluhan hukum yang diberikan bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi sebagai anggota masyarakat, mereka menyadari hak dan kewajibannya dalam rangka turut menegakkan hukum dan keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum dan terbentuknya prilaku setiap warga negara Indonesia yang taat pada hukum khususnya dalam hal ini anak binaan.
Materi penyuluhan lainnya
adalah sosialisasi tentang undang-undang tindak pidana narkotika. Dipilihnya materi ini adalah karena mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan kehidupan anak-anak remaja sekarang. Harapan akhir dari penyuluhan ini adalah semoga anak-anak yang berada di Lapas saat ini setelah bebas nanti tidak terjerumus
kembali pada
tindakan-tindakan melangar hukum yang bisa membawa mereka kembali ke Lapas ini. Selain itu pembinaan kesadaran hukum ini dilaksanakan melalui kegiatan Persatuan Baris Berbaris dan Pendidikan Kepramukaan. Tujuannya adalah untuk mendidik anak-anak binaan supaya dapat menanamkan dan menerapkan sikap disiplin dalam kehidupan pribadi mereka, sehingga apabila mereka telah menerapkan disiplin dalam kehidupan sehari-hari diharapkan akan dapat menanamkan kesadaran
37
hukum melalui taat dan patuh pada aturan hukum serta takut untuk melakukan pelanggaran hukum. Kegiatan lain dalam pembinaan kesadaran hukum adalah melalui bimbingan mental terhadap anak
yang dibina oleh petugas Lapas
dengan memberi nasehat pada saat setiap kali melaksanakan apel supaya mematuhi peraturan tata tertib di Lapas serta tidak mengganggu keamanan di Lapas. Apabila anak binaan melakukan kesalahan seperti berkelahi atau melanggar tata tertib dalam Lapas, maka petugas akan memberi peringatan dan menasehati agar tidak lagi melakukan perbuatan pelanggaran. Namun apabila masih mengulangi kesalahan maka akan dikenakan hukuman disiplin berupa tutupan sunyi selama satu minggu, dan apabila ia mengulangi dan mencoba melarikan diri maka akan ditempatkan di dalam ruangan yang berbentuk sel yang dinamakan ruangan introspeksi diri selama 2 (dua kali) 6 (enam) hari. Dan apabila telah menyadari kesalahan dengan menunjukkan rasa penyesalan serta berjanji tidak akan mengulangi lagi, maka ia dapat menjalankan kegiatan seperti biasanya.6 Hukuman tutupan sunyi yang diberikan pada anak pidana yang melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan Pasal 47 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan:7 (1) Kepala Lapas berwenang memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin terhadap warga binaan pemasyarakatan yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di lingkungan Lapas yang dipimpinnya. (2) Jenis hukuman disiplin yang dimaksud dalam ayat ( 1) dapat berupa : a. Tutupan sunyi paling lama 6 (enam) hari bagi Narapidana atau anak pidana; dan atau b. Menunda atau meniadakan hak tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
6 7
Wawancara dengan Darisman, Kepala Keamanan Lapas UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
38
(3) Bagi Narapidana atau anak pidana yang pernah dijatuhi hukuman tutupan sunyi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, apabila mengulangi pelanggaran atau berusaha melarikan diri dapat dijatuhi lagi hukuman tutupan sunyi paling lama 2 (dua) kali (enam) hari. g.
Pembinaan Mengintegrasikan Diri Dengan Masyarakat Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat dilakukan dengan cara membina lebih dalam lagi jiwa sosial kemasyarakatan anak binaan yang dilakukan melalui integrasi atau asimilasi agar masyarakat dapat mempercayai mereka setelah bebas dan kembali ketengah-tengah
masyarakat.
Bentuk-bentuk
pembinaan
yang
dilakukan adalah: -
Bakti sosial atau gotong royong dalam membersihkan rumah ibadah, dan pekarangan secara bersama-sama.
-
Memberikan bimbingan tentang sopan santun dalam berhubungan dengan orang lain seperti hormat dan patuh kepada orang yang lebih tua, menghargai sesama dan menyayangi yang lebih muda.
-
Integrasi dengan keluarga yang berkunjung
-
Integrasi dan asimilasi dengan seluruh karyawan dan karyawati Lapas.
Pembinan di bidang ini bertujuan agar bekas anak binaan Lapas dapat diterima
kembali
oleh
masyarakat
lingkungannya.
Karena
kecendrungan selama ini orang yang telah bebas dari Lapas akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan mereka akan sulit membaur
kembali
dengan
masyarakat
lingkungannya.
Untuk
menghindari hal tersebut maka diajarkanlah tata cara bergaul melalui materi akidah akhlak dalam segala hal di kehidupan ini.
2. Pembinaan Kemandirian Pembinaan kemandirian diberikan melalui pembinaan bakat dan keterampilan anak binaan, agar dapat kembali berperan sebagai anggota 39
masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Di Lapas Anak Tanjung Pati, pembinan kemandirian yang diberikan adalah berupa: a. Keterampilan sablon dan disain computer Pelaksanaan kegiatan ini merupakan kerja sama dengan kementrian tenaga kerja yang bertujuan untuk membekali anak binaan dengan keahlian b. Keterampilan menjahit c. Keterampilan membuat kerajinan dari tempurung d. Keterampilan dalam bidang pertanian dan perkebunan, dilaksanakan melalui bertanam cabe, tomat dan kacang di area belakang Lapas e. Keterampilan di bidang seni melalui latihan band. Pelaksanaan kegiatan ini merupakan kerja sama dengan kementrian tenaga kerja, kementrian pertanian dan dinas pemuda dan olah raga yang bertujuan untuk membekali anak binaan dengan keahlian khusus yang mereka miliki. Sehingga sekeluarnya mereka dari Lapas, mereka tidak canggung lagi dan bisa bertangung jawab untuk masa depan mereka masing-masing. Dengan modal keahlian yang mereka miliki dapat mempermudah untuk mereka kembali membaur di tengah-tengah masyarakat. Untuk lebih terarah, terprogram dan terorganisirnya pelaksanaan pembinaan di atas maka dibuatlah jadwal kegiatan sehari-sehari anak didik pemasyarakatan sebagaimana yang terlihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2: Jadwal Kegiatan Warga Binan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas II B Tanjung Pati No 1
2
JAM 06.30-08.00
08.00-11.30
SENIN Kegiatan
SELASA
RABU
Kegiatan
Kegiatan
individu dan individu
dan individu
sarapan pagi
sarapan pagi
-Pembinaan
-kegiatan kerja -Kegiatan
Agama Islam dan kerajinan
KAMIS Kegiatan dan individu dan
sarapan pagi
kerja
sarapan pagi -Pembinaan
dan agama Islam
40
(wirid)
-Pertanian dan kerajinan
- Belajar baca perkebunan
(wirid)
- pertanian dan -
al-Quran
-olah raga bola perkebunan
-Kerajinan
kaki dan volly -
tempurung
ball
dan sulaman
- membaca di -
Keterampilan
perpustakaan
tempurung
pelayanan -
kesehatan
bimbingan - olah raga
konseling
- Bimbingan konseling
perkebunan
bakat (latihan
-Bimbingan
band)
konseling
-bimbingan
bagi
konseling bagi
narapidana
narapidana
3
11.30-12.00
Makan Siang
4
12.00-13.00
Shalat Zuhur
5
13.00-15.30
Belajar paket A dan B
6
15.30-16.00
Shalat Ashar
7
16.00-17.30
Pembinaan sikap mental dan kepribadian
8
17.30-18.00
Makan Malam
9
18.00-6.30
Di dalam kamar
JAM
1
06.30-08.00
2
08.00-11.30
JUMAT Kegiatan
SABTU
MINGGU
Kegiatan
Kegiatan
individu dan individu
dan individu
dan
sarapan pagi
sarapan pagi
-Kegiatan
-kegiatan kerja -Olah
raga
kerja
dan kerajinan
kaki,
dan
kegiatan
pertanian
pertanian dan -pembinaan
No
Kerajinan
sarapan pagi
bola
kerajinan -Pertanian dan volly ball. perkebunan
-pembinaan
41
keterampilan
-olah raga bola bakat
berupa
-Shalat Jumat
kaki dan volly latihan band
- bimbingan ball konseling
- membaca di perpustakaan -
Bimbingan
konseling - Senam Pagi
3
11.30-12.00
Makan siang
4
12.00-13.00
Shalat Zuhur
5
13.00-15.30
Belajar paket A dan B
6
15.30-16.00
Shalat Ashar
7
16.00-17.30
Pembinaan sikap mental dan kepribadian
8
17.30-18.00
Makan Malam
9
18.00-6.30
Di dalam kamar
Sumber: Data Kasi Binagiatja Berdasarkan jadwal kegiatan di atas terlihat seluruh kegiatan pembinaan dan pembimbingan di Lapas ini. Secara umum pembinaan dilaksanakan secara maksimal. Untuk kegiatan malam hari di mulai dari pukul 18.00 sampai 6.30 pagi berada dalam kamar. Selama waktu tersebut tentu mereka berada di bawah pengawasan petugas piket. Sesuai dengan jadwal di atas yang belum tercapai sepenuhnya adalah dalam hal pembinaan bidang kecerdasan intelektual yaitu melalui pendidikan formal program pendidikan paket A dan paket B. Padahal kita ketahui pendidikan formal seharusnya diberikan karena penghuni Lapas Anak ini adalah merupakan anak dalam usia sekolah. Pembinaan lain yang belum terlaksana tampak pada bidang mengintegrasikan diri dengan masyarakat dimana kegiatan ini dilakukan dengan mengajak anak binaan 42
untuk berinteraksi dan asimilasi dengan masyarakat luar, misalnya melalui kegiatan pertandingan olah raga, peringatan hari besar nasional seperti acara 17 (tujuh belasan) dalam rangka hari kemerdekan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus dan peringatan hari nasional lainnya. C. Kendala Dalam Pelaksanaan Pembinaan di Lapas Anak Kelas II B Tanjung Pati dan Solusi mengatasinya. Setiap program yang dilaksanakan betapapun bagusnya tentu tidak mudah saja untuk terlaksana secara maksimal sesuai dengan yang di harapkan. Apalagi menyangkut pembinaan terhadap anak-anak penghuni Lapas yang dalam artian mereka dapat digolongkan kepada anak nakal. Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan: Anak Nakal adalah: 8 a. anak yang melakukan tindak pidana, atau b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Selanjutnya yang dimaksud anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. (Pasal 1 bagian 1 UU Nomor 23 Tahun 1997). Hal di atas senada dengan yang diungkapkan oleh Bapak Masri Fabrar (Kasi Binagiatja) dalam wawancara yang peneliti lakukan. Menurut beliau selama ini pembinan yang dilakukan di Lapas Anak Tanjung Pati tidak terlepas dari kendala atau hambatan-hambatan dalam pelaksanannya. Beberapa kendala yang sering ditemui antara lain:9
8 9
UU Nmor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Wawancara dengan Masri Fabrar, Kasi Binabiatja, tanggal 5 Nopember 2014
43
1. Bidang pembinaan kesadaran beragama, yang sering terjadi selama ini sulitnya menanamkan ajaran agama terhadap beberapa anak binaan. Misal dalam hal pelaksanaan shalat lima waktu, setelah diberi pembinaan oleh pembina rohani tentang bagaimana pentingnya mendirikan shalat yang bahkan diberi pembinaan mulai dari dasar sekali baik tentang bacaan shalat, tata cara shalat, rukun shalat tetapi dalam prakteknya masih ada mereka yang tidak
mau melaksanakan shalat dan masih ada yang
shalatnya bolong-bolong. Apalagi dalam hal ajakan untuk melaksanakan shalat jamaah sangat sulit terlaksana. Menurut Bapak masri, kita juga bisa maklum karena yang dibina adalah anak-anak yang masih sulit untuk bisa dengan mudah menyerap apa yang diajarkan ditambah lagi dengan latar belakang mereka sebelumnya dan pengaruh lingkungan. Kemudian dalam pelaksanaan wirid setiap minggunya, masih ada dintara anak binaan yang mengikutinya dengan malas-malasan atau rasa terpaksa, sehingga dengan sendirinya sulit untuk mengambil manfaat dari apa yang telah diberikan. Dalam hal pembinaan membaca dan menulis al-Quran, baik untuk kelompok Iqra’ maupun kelompok al-Quran kendala yang dihadapi sama dengan pelaksanan pembinaan shalat. Yaitu masih ada diantara anak-anak didik yang kurang serius untuk belajar baca tulis al-Quran. Sehingga hasil yang didapatkan kurang maksimal. Sungguhpun demikian menurut Bapak Masri Fabrar, kendala-kendala yang dihadapi ini selalu diupayakan untuk mengatasi dan mencarikan jalan keluarnya, seperti dalam pendidikan dan pelaksanaan shalat tetap selalu diadakan pembinaan, diajak untuk melaksanakan dan tidak meninggalkan shalat. Pembina rohani dan petugas piket tidak bosanbosannya untuk selalu mengingatkan mereka tentang pentingnya ibadah shalat wajib, bahkan seringkali mereka ditanyai satu persatu apakah mereka ada melakukan shalat lima waktu, siapa yang shalatnya tidak penuh dan siapa yang tidak shalat sama sekali. Namun semuanya itu tentu terpulang lagi pada diri mereka masing-masing, kami di sini hanya
44
melakukan pembinaan untuk beberapa waktu saja selama mereka berada di Lapas. Kami selalu berharap dengan pembinaan yang telah kami berikan akan memberi manfaat bagi mereka, sehingga apabila mereka bebas nanti dapat diterapkan dalam kehidupan mereka. Apalagi kehidupan yang akan mereka jalani masih sangat panjang, masa depan menunggu mereka.
2. Tidak terlaksananya pendidikan secara formal bagi anak binaan di bidang pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan) Pendidikan formal yang dapat diberikan kepada anak binaan lembaga pemasyarakatan adalah melalui pendidikan Kejar Paket A dan Paket B, Menurut Bapak Masri Fabrar, kendala yang ditemui dalam pelaksanaan ini adalah disebabkan karena terdapat keberagaman usia anak binaan di Lapas Anak Tanjung Pati yang menyebabkan tidak terpenuhinya kuota pelaksanan pendidikan yang telah ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan. Disamping itu penyebab lain adalah sering bergantinya penghuni Lapas yang menyebabkan tidak maksimalnya pelaksanan pendidikan. Anak binaan ada yang dijatuhi hukuman di bawah satu tahun atau dalam hitungan bulan dan ada yang hukumannya satu tahun atau lebih tetapi tidak memenuhi kuota untuk dikelompokkan dalam pendidikan Paket A,dan B, karena sedikitnya penghuni Lapas. Terbukti sekarang ini hanya dihuni sebanyak (15) lima belas orang yang usianya beragam. Sebaliknya menurut Bapak Masri Fabrar upaya untuk mengatasi kendala ini adalah dengan meminta kerja sama dari Kementrian Pendidikan untuk tahun 2015 mengadakan pendidikan Paket E yaitu pendidikan formal khusus yang diberikan kepada anak binaan tanpa di dasarkan pada kuota peserta. Setiap anak bisa mendapatkan pendidikan Paket E walaupun dalam kelompok usianya dia hanya sendiri dan tidak tergantung pula dengan waktu. Sehingga lamanya hukuman yang diberikan kepada anak binaan tidak mempengaruhi pendidikan khusus tersebut.
45
Selanjutnya menurut Bapak Masri Fabrar, sebenarnya sangat sayang untuk tidak memberikan pendidikan formal pada anak-anak binaan, karena akan mengakibatkan mereka tidak mengetahui tentang ilmu pengetahuan yang bertujuan
untuk
mencerdaskan
mereka.
Ilmu
pengetahuan
yang
seharusnya menjadi makanan mereka sehari-hari dalam usia yang memang usia wajib belajar atau usia pendidikan. Untuk itu mudah-mudahan program Paket E dapat terlaksana pada tahun 2015 mendatang. Tentu harapan ini juga tertumpang pada Kementrian Pendidikan melalui Dinas Pendidikan di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya Kecamatan Harau.
3. Tidak berjalannya program pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat luar. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat terdiri dari dua yaitu pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat dalam lingkungan Lapas dan pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat luar. Pembinaan Mengintegrasikan diri dengan masyarakat selama ini hanya dilakukan di dalam lingkungan Lapas Anak Tanjung Pati yaitu integrasi dengan sesama penghuni Lapas, berintegrasi dengan para petugas Lapas,
baik dalam bentuk gotong royong membersihkan
lingkungan Lapas, maupun dalam semua kegiatan pembinaan dalam Lapas. Dan juga pembinaan mengintegrasikan diri dengan para keluarga yang berkunjung ke Lapas Anak Tanjung Pati. Sedangkan untuk pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat luar belum dapat di laksanakan. Menurut Bapak Masri Fabrar kendala yang ditemui dalam pelaksanaan pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat luar adalah berhubungan dengan tidak terjaminnya keamanan anak binaan apabila di bawa keluar dari Lapas. Hal ini disebabkan karena kurangnya tenaga petugas keamanan yang akan mengawal mereka melakukan
aktifitas
bersama
dengan
masyarakat
luar.
Tidak
terlaksananya program ini disebabkan antisipasi yang diterapkan petugas
46
Lapas, karena ada kejadian kaburnya lima orang penghuni dari Lapas Anak Tanjung Pati yang sampai sekarang tidak bisa dilacak keberadaan mereka. Dengan peristiwa ini maka pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat luar tidak dapat dilaksanakan. Upaya untuk mengatasi kendala ini adalah dengan meningkatkan pembinaan mengintegrasikan diri dengan lingkungan masyarakat di dalam Lapas saja dengan jalan memberikan pendidikan tentang akhlak dan budi pekerti, sopan santun, kasih sayang, saling harga menghargai, hormat menghormati dan bagaimana bersosialisasi dengan orang lain.
4. Kendala lainnya adalah dalam pembinaan kemandirian dalam bentuk latihan atau kursus keterampilan yang diberikan selama ini kurang banyak variasi. Seperti hanya kerampilan kerajinan mengolah tempurung, keterampilan menjahit dan keterampilan menyulam untuk anak didik perempuan. Tapi hal ini sudah mulai ada peningkatan dengan diadakannya pelatihan sablon dan disain komputer. Yang mana keterampilan ini sangat memberi manfaat bagi anak binaan karena merupakan modal keahlian bagi mereka untuk dibawa ke tengah masyarakat apabila mereka bebas dan keluar dari Lapas Anak nantinya.
D. Efektifitas Pembinaan terhadap Narapidana Anak di Lapas Anak Tanjung Pati dihubungkan dengan prilaku anak.
Pembinaan yang diberikan kepada para penghuni lapas anak atau anak binaan adalah bertujuan untuk memperbaiki diri atau pribadi anak yang bersangkutan. Anak yang menghuni Lapas adalah anak yang telah melakukan perbuatan pidana atau perbuatan lainnya yang bertentangan dengan Undangundang yang berlaku maupun dengan kebiasaan yang ada di dalam masyarakat bersangkutan. Pembinaan terdiri dari pembinan kepribadian dan pembinaan
47
kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan watak dan mental untuk menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa dan bertangung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan kepada pembinaan bakat dan keterampilan warga binaan agar dapat kembali berperan sebagai angota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Untuk melihat efektifitas ini, peneliti telah melakukan wawancara dengan Bapak Kepala Lapas dan Kepala Keamanan Lembaga Pemasyarakatan Anak. Menurut Kepala Lapas Bapak Agus Rahmatamin secara umum pembinaan yang dilaksanakan selama ini sudah tepat sasaran dan dapat diterima oleh anak binaan. Terbukti dengan sikap dan tingkah laku yang mereka tunjukkan selama berada dalam Lapas ini.10 Namun selanjutnya beliau mengatakan, bahwa pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan hanyalah sebagian dari proses yang harus dilewati oleh anak binaan sebelum kembali ke masyarakat. Sebaik apapun bentuk pembinan dalam Lapas jika nanti masyarakat tidak mendukung tetap saja mantan anak binaan ini sulit untuk berasimilasi. Jadi memang sangat diharapkan peran serta penuh dari keluarga, lingkungan dan masyarakat untuk membantu memperbaiki anak binaan yang telah bebas dari Lapas. Untuk pembinaan yang kami lakukan di Lapas ini menurut Bapak Darisman sudah dirasa cukup efektif. Anak binaan sudah bisa melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus meeka laksanakan, seperti mematuhi tata tertib yang ada di Lapas. Di sini jarang terjadi perkelahian antar anak binaan, kalaupun ada hanyalah perkelahian kecil saja. Dalam hal mematuhi disiplin dan tata terib boleh dikatakan cukup terlaksana walaupun kadangkala terjadi pelanggaran kecil yang mereka lakukan seperti tidak ikut melaksanakan gotong royong. Tentang pelaksanaan ibadah shalat secara umum sudah baik, walaupun masih ada yang tidak mengerjakan shalat lima waktu kalaupun ada tapi itu bisa di hitung dengan jari. Ini merupakan suatu pertanda bahwa pembinaan yang mereka terima dapat mengarahkan mereka kepada kepribadian yang lebih baik.11 10 11
Waancara dengan Agus Rahmatamin, Kepala Lapas Anak Tanjung Pati, tanggal 5 Nopember 2014 Wawancara dengan Darisman, Ketua Keamanan Lapas, pada tanggal 5 Nopember 2014
48
Hal senada juga dikemukakan oleh pembimbing rohani, bahwa kebanyakan anak-anak yang dibina di sini dapat menerima program pembinaan yang diberikan walaupun secara berangsur-angsur. Misalnya kalau dulunya tidak pernah mengenal shalat lima waktu dengan pembinaan yang dilakukan di sini mereka sudah mulai melaksanakan shalat lima waktu walaupun belum sepenuhnya mereka lakukan. Berkaitan dengan akhlak dan moral sudah banyak perubahan. Kalau dulunya sewaktu baru menghuni Lapas ini banyak sikap dan prilaku yang tidak baik mereka tunjukkan, seperti berkata-kata kotor, kasar dan selalu memperlihatkan sikap permusuhan dengan penghuni lainnya. Namun semua ini membutuhkan proses yang bertahap, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Proses ini juga membutuhkan kesabaran, dan ketegasan para petugas yang terkait dalam pelaksanaan pembinaan.12 Mengenai efektifitas ini, peneliti juga melakukan wawancara dengan anak binaan VA yang melakukan tindak pidana pencurian dan diberi hukuman 10 bulan. VA mengakui selama menjalani pembinaan di Lapas ini dia merasakan perubahan secara berangsur-angsur bagi dirinya sendiri. Kalau dahulunya dia jarang sekali melaksanakan shalat lima waktu namun sekarang sudah mulai melaksanakan shalat lima waktu. Begitu juga dengan membaca al-Quran. Dengan pelajaran agama serta wirid yang diadakan dua kali dalam seminggu sedikit banyaknya memberi pengaruh pada ketentraman jiwanya.13 Hal senada juga diungkapkan oleh RS pelaku tindak pidana pencabulan dengan hukuman selama 5 tahun. Menurutnya sebelum menghuni Lapas ini saya seperti seorang yang tidak punya tujuan hidup dan masa depan. Pekerjaan seharihari nongkrong dengan teman-teman, hura-hura dan hidup bebas. Tapi setelah menghuni Lapas ini baru merasakan menyesal selama ini telah menyia-nyiakan hidup dan masa depannya. Di dalam Lapas inilah sekarang saya mencoba untuk memperbaiki diri secara berangsur-angsur dengan mematuhi semua tata tertib
12
Wawancara dengan pembina rohani, pada tanggal 5 Nopember 2014
13
Wawancara dengan VA anak binaan, tanggal 7 Nopember 2014
49
dan peraturan di Lapas, kemudian mengikuti semua pembinaan yang diberikan dengan sebaik-baiknya dengan harapan dia bisa berubah dan melupakan kehidupannya yang dulu. Dibidang pembinaan keagamaan sekarang saya selalu mencoba untuk melaksanakan shalat lima waktu dan terus belajar al-Quran.14 Menurut RI yang melakukan tindak pidana pembunuhan dan dijatuhi hukuman selama 10 tahun, pada awalnya sangat takut sekali membayangkan kehidupan tinggal di Lapas tapi setelah menjalaninya dengan pembinaan – pembinaan yang diberikan terasa memberi pengaruh pada dirinya. Walaupun RI menyadari bahwa dialah yang paling lama nanti menjalani hari-hari di lapas tapi tetap berusaha untuk bisa menjalaninya dengan tenang. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan secara umum penghuni lapas cukup puas dengan pembinaan, pembimbingan dan pelatihan yang
mereka
terima. Dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan membantu mereka untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang-bidang tertentu.
Apalagi kalau sering diadakan kegiatan oleh raga dan latihan band, mereka sangat antusias mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan pembinaan dalam bentuk pelatihan keterampilan juga merupakan suatu kesempatan yang di tunggu. Seperti baru-baru ini diadakan pelatian keterampilan sablon dan disain komputer, mereka sangat antusias mengikuti karena keterampilan ini bisa dijadikan modal keahlian untuk mereka terjuni secara langsung setelah kebebasan mereka peroleh nanti. Namun mereka menyayangkan belum adanya pendidikan formal berupa pendidikan paket A dan B
yang mereka jalani. Padahal mereka juga
membutuhkan ilmu pengetahuan layaknya seperti anak-anak lain pada umumnya. Namun kegiatan ini mereka ganti dengan membaca di perpustakaan dan menonton televisi. Sejalan dengan yang di katakan oleh Kepala Lapas sebelumnya, sebagus apapun pembinaan yang dilaksanakan di dalam Lapas sangat membutuhkan dukungan yang sangat besar dari masyarakat luas nantinya setelah anak binaan 14
Wawancar dengan RS anak binaan, tanggal 7 Nopember 2014
50
mendapatkan kebebasan. Dukungan penuh sangat dibutuhkan terutama oleh keluarga, lingkungan dan masyarakat luas, karena kalau hal itu tidak terlaksana bisa jadi pembinaan yang mereka dapatkan selama dalam Lapas tidak berarti sama sekali setelah mereka kembali ke masyarakat. Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk bisa menerima mereka kembali apa adanya tanpa melihat perbuatan jahat yang telah mereka lakukan. Seharusnya mereka tetap diperlakukan sama dengan anak-anak lain dan menganggap mereka bersih seperti bayi yang baru dilahirkan. Perlu adanya penerimaan dan pengakuan serta perlakuan yang baik terhadap anak binaan yang telah bebas dalam rangka upaya mempercepat pemulihan kesadaran mereka dengan kepercayaan serta penghargan yang diberikan secara kemanusiaan. Dengan jalan ini diharapkan mantan anak pidana menyadari sepenuhnya kesalahan yang telah dilakukan dan berusaha dengan sungguh untuk tidak mengulangi kembali. Hal ini sejalan dengan konsep utama dari pembinaan itu sendiri yaitu, suatu upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi masyarakat yang baik, tat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.
51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat di simpulkan: 1. Pelaksanaan pembinaan terhadap anak binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Pati secara umum terlaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun ada bidang-bidang pembinaan tertentu yang belum terlaksana seperti: pelaksanaan pendidikan formal melalui pendidikan kejar Paket A, Paket B dan Paket C. Padahal pendidikan formal untuk anak-anak binaan di Lapas adalah merupakan hal sangat penting, karena mereka semua masih merupakan anak-anak usia pendidikan. Dan dalam pembinaan berdasarkan azas pendidikan yang di syaratkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Kemasyarakatan Pasal 5 belum terlaksanan. Kemudian pelaksanaan bidang mengintegrasikan diri dengan masyarakat yang seharusnya dilaksanakan melalui dua kegiatan yaitu pengintegrasian diri dengan masyarakat dalam lingkungan Lapas dan dengan masyarakat luar, juga belum terlaksana secara maksimal. Karena hanya melalui pengintegrasian dengan masyarakat dalam Lapas yang sudah terlaksana. Sedangkan dengan masyarakat luar belum terlaksana mengingat keamanan anak binaan apabila dibawa keluar tidak bisa terjamin. 2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan ini adalah; sulitnya melakukan pembinaan bidang keagaman kepada beberapa anak binaan tertentu. Mereka kadang tidak serius dan malas-malasan dalam menjalankan ibadah shalat lima waktu, dan kegiatan lain seperti mendengarkan ceramah wirid serta belajar tulis baca al-quran. Selain itu belum terlaksananya pendidikan formal bagi anak binaan melalui pendidikan Paket A, B maupun C karena sulitnya untuk melaksanakan program tersebut. Hal ini disebabkan sering bergantinya penghuni Lapas yang menyebabkan sulit untuk terbentuknya kelompok belajar Paket karena tidak memenuhi
52
kuota. Kendala lainnya adalah kurangnya petugas keamanan untuk menjaga anak binaan apabila melakukan kegiatan mengintegrasikan diri dengan masyarakat luar. 3. Efektifitas pelaksanaan pembinaan menurut Kepala Lapas Bapak Agus Rahmatamin, sudah bisa dibilang tepat sasaran. Namun tentulah untuk mencapai tingkat sempurna atau maksimal belum dapat tercapai, setidaknya dalam
bidang-bidang
pembinaan
tertentu
sangat
berpengaruh
bagi
pembentukan serta perubahan pribadi dan prilaku anak. Seperti pembinaan bidang keagamaan, bidang sikap dan prilaku sedikit banyaknya dapat merubah kebiasaan jelek selama ini. Dulunya tidak pernah shalat sekarang sudah mencoba untuk shalat, begitu pula membaca alqur’an yang dulunya tidak bisa sekarang sudah berangsur-angsur walaupun dimulai dengan belajar iqra’. Kalau dulunya sering melakukan perbuatan jahat dan tercela dengan pembinaan yang diterima di Lapas mereka berusaha untuk bisa berobah ke arah yang lebih baik. Saran 1. Kepada kementrian Hukum dan HAM melalui Kepala Lapas perlu meningkatkan lagi kerjasama dengan pihak yang terkait dalam pelaksanaan pembinaan anak-anak di Lapas, sehingga dapat memberikan hasil yang optimal, terutama kerjasama dengan Kementrian Pendidikan dalam rangka pelaksanan pembinaan kecerdasan intelektual melalui pendidikan formal yang belum terlaksana. 2. Kepada anak-anak penghuni Lapas diharapkan mengikuti seluruh kegiatan pembinaan, agar dapat menyadari semua kesalahan dan kekeliruan yang pernah dilakukan sebagai bekal untuk melakukan perubahan pada diri dan prilaku.
53