LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA
ANALISIS KESALAHAN KONSEP LEVEL MIKROSKOPIS YANG DIALAMI MAHASISWA TINGKAT AKHIR PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FKIP UNSYIAH PADA MATERI PERSAMAAN REAKSI SRI WINARNI, S.Pd., M.Pd Drs. SYAHRIAL, M.Si Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementrian Pendidikan Nasional, sesuai deangan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2011 Nomor: 2159/H11/LK-PNBP/2011 Tanggal 18 Mei 2011
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA NOVEMBER, 2011
RINGKASAN ANALISIS KESALAHAN KONSEP LEVEL MIKROSKOPIS YANG DIALAMI MAHASISWA TINGKAT AKHIR FKIP PRODI.KIMIA UNSYIAH PADA MATERI PERSAMAAN REAKSI
SRI WINARNI DAN SYAHRIAL Secara umum konsep kimia mempunyai dua aspek, yaitu makroskopis dan mikroskopis. Hasil pembelajaran akan optimal jika metode pembelajaran yang diajarkan mengacu pada kedua aspek ini, sehingga siswa mendapatkan pemahaman yang utuh tentang suatu konsep (Fajaroh, 2002). Aspek makroskopis ini merupakan fenomena yang dapat diindera oleh mata melalui eksperimen atau pengalaman sehari-hari, misalnya perubahan wujud zat, korosi besi, dan lain-lain. Dalam pendekatan mikroskopis, konsep yang ditetapkan oleh para pakar digunakan untuk menjelaskan suatu peristiwa abstrak, misalnya proses ionisasi, interaksi antar molekul, dan lain-lain. Konsep yang bersifat mikroskopis cenderung lebih sulit dipahami dibandingkan dengan konsep makroskopis. Ini disebabkan karena untuk memahami konsep abstrak diperlukan kemampuan intelektual yang tinggi, yang oleh Piaget disebut sebagai kemampuan berpikir formal. Penelitian yang dilakukan oleh Nakhleh (1992) menunjukkan bahwa kesalahan konsep terjadi pada hampir semua pokok bahasan materi kimia. Kesalahan konsep itu terutama terjadi pada konsep-konsep yang abstrak seperti sifat partikel materi, perubahan fase, perubahan kimia, kesetimbangan, gaya antarmolekuler dan persamaan kimia. Persamaan reaksi menurut Sidauruk (2006) merupakan jembatan untuk mempelajari seluruh konsep kimia. Hal ini berarti persamaan reaksi adalah salah satu konsep dasar kimia yang diperlukan dalam memahami konsep-konsep kimia yang lebih kompleks. Kesalahan konsep yang terjadi pada siswa dapat berasal dari berbagai sumber. Sehubungan dengan penjelasan sebelumnya, penelitian ini menjadi perlu karena kesalahan konsep yang dialami oleh seorang calon guru memberi dampak ii
iii
domino. Apabila seorang calon guru mengalami satu kesalahan konsep, maka kesalahan tersebut akan ditularkan kepada siswanya di kemudian hari. Kesalahan konsep yang dialami siswa tidak cukup diperbaiki hanya dengan membaca buku, meskipun dalam waktu lama. Proses munculnya kesalahan konsep pada seseorang merupakan akibat dari proses panjang yang bersifat konsisten dan psikologis. Oleh karena itu proses perbaikannya membutuhkan waktu lama. Memperhatikan begitu besar akibat yang ditimbulkan oleh dan sulitnya memperbaiki kesalahan konsep, maka pilihan terbaik sesungguhnya adalah langkah pencegahan yang dilakukan sedini mungkin. Langkah tersebut dapat dimulai dari institusi pendidikan tenaga keguruan melalui upaya identifikasi kesalahan konsep pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unsyiah. Upaya ini juga termasuk dalam rangkaian mempersiapkan industri hulu pendidikan diharapkan lebih berhasil guna dalam meningkatkan
yang
kualitas pendidikan di
Indonesia dan di Aceh khususnya. Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui kesalahan konsep mahasiswa pada materi persamaan reaksi level mikroskopis, maka penelitian ini menggunakan rancangan penelitian diskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Kajian Masalah Pembelajaran Kimia sebanyak 25 mahasiswa. Instrumen Tes yang digunakan tersusun atas pertanyaan-pertanyaan konseptual. Jenis tes adalah obyektif berbentuk pilihan ganda dengan 2 bagian. Bagian pertama jawaban konseptual dan bagian kedua adalah jawaban gambaran mikroskopis. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas ditetapkan berdasarkan penilaian dan pertimbangan 2 dosen bidang studi kimia FKIP Unsyiah. yaitu Drs. Rusman, M.Si dan Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Dari perhitungan diperoleh rata-rata persentase skor 2 sebesar 92,86%. Oleh karena itu instrument penelitian dinyatakan valid dan layak digunakan. Pemberian skor 2 untuk setiap butir soal yang susunan kalimatnya sudah komunikatif dan mengandung konsep yang akan diukur.
iv
Uji reliabilitas dilakukan pada tanggal 3 dan 4 Nopember September 2011 pada mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Kajian Buku Ajar Kimia 2, sebanyak 3 kelas. Metode yang digunakan untuk mengetahui reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah belah dua genap ganjil. Hasil korelasi menggunakan rumus produk moment adalah 0,82. Harga rxy = 0,800 – 1,00 adalah sangat tinggi (Riduwan, 2003:228) Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun mahasiswa ditemukan yang mengalami kesalahan konsep pada persamaan reaksi setara ini. Akan tetapi 66% mahasiswa ternyata belum memahami konsep persamaan reaksi setara ini dan hanya 44% yang telah paham. Soal yang digunakan untuk mengetahui kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep ini adalah soal nomor 1 dan 8. Pada konsep persamaan ion lengkap, tidak ditemukan adanya mahasiswa yang salah konsep. Mahasiswa yang belum paham ditemukan 54% dan 46% sudah paham. Soal yang digunakan untuk mengetahui kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep ini adalah soal nomor 2 dan 9. Pada konsep persamaan ion bersih ditemukan satu mahasiswa yang mengalamai kesalahan konsep tingkat mikroskopis. Soal yang digunakan adalah soal nomor 3 dan 10. Mahasiswa yang bersangkutan menggambarkan 2 ion H+ saling berimpit sebagaimana layaknya penggambaran H2. Berikut ini gambaran yang dipilih oleh mahasiswa dan gambaran yang benar. : jawaban benar untuk penggambaran ion 2H+ : jawaban mahasiswa 74% mahasiswa ditemukan belum memahami konsep dan hanya 22% yang telah paham konsep persamaan ion bersih. Mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep tingkat mikroskopis pada konsep koefisien reaksi ada 2 orang (8%). Pada soal nomor 4 dan 11 ini, mereka menggambarkan molekul O2 sebagai dua atom yang terpisah, padahal seharusnya digambarkan secara berhimpit. : jawaban benar untuk penggambaran molekul O2
v
: jawaban mahasiswa Pada konsep ini ditemukan sebanyak 54% mahasiswa belum paham dan hanya 38% mahasiswa yang sudah paham. Soal yang menguji kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep namanama zat yang terlibat reaksi adalah soal nomor 5 dan 12. Mahasiswa yang sudah paham dan yang belum paham sama besar yaitu masing-amsing 50%. Kesalahan konsep tentang
ukuran kation diuji dengan menggunakan soal
nomor 6 dan 13. Pada konsep ukuran kation ini, ditemukan sebanyak 2 (8%) mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep level mikroskopis. Kesalahan konsep terjadi dalam penggambaran ukuran kation. Secara mikroskopis mahasiswa menjawab ukuran kation sama dengan ukuran atom-nya. Padahal seharusnya ukuran kation lebih kecil dari pada ukuran atomnya karena kation telah melepas elektron (Chang, 2005). Justru 76% mahasiswa tidak paham dengan konsep ukuran kation dan hanya 16% mahasiswa yang sudah paham. Kesalahan konsep tentang ukuran anion diuji dengan soal nomor 7 dan 14. Tidak satupun mahasiswa mengalami kesalahan konsep level mikroskopis. Pada konsep ini 66% mahasiswa belum paham dan 34% mahasiswa sudah paham. Dari hasil penelitian diketahui bahwa hanya 5 mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep tingkat mikroskopis. Konsep yang salah dipahami oleh para mahasiswa yaitu Koifisen Reaksi, Ukuran Kation, dan Persamaan Ion Bersih. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan permasalahan bagaimana mengatasi kesalahan konsep yang terjadi pada mahasiswa calon guru.
SUMMARY Misconception of Microscopic Level on Equation of Chemical Reaction On The University Chemical Students at Final Year in Faculty of Teacher Training and Education UNSYIAH SRI WINARNI & SYAHRIAL In general chemical concepts have two aspects, namely the macroscopic and microscopic. Learning outcomes are optimal when referring to teaching methods taught on both these aspects, so that students gain a thorough understanding of a concept (Fajaroh, 2002). Macroscopic aspect of this is a phenomenon that can be sensed by the eye through experiment or experience of everyday life, such as changes in states of matter, iron corrosion, and others. In the microscopic approach, a concept defined by the experts used to describe an abstract event, such as the ionization process, the interaction between molecules, and others. The concept of a microscopic nature tend to be more elusive than the macroscopic concepts. This is because to understand abstract concepts required high intellectual ability, which Piaget called formal thinking abilities. In fact, many students who successfully solve mathematical problems but do not understand the concept of chemical due to just memorize the formula (Smith and Metz: 1996)). Students tend to memorize only the overview (level) microscopic descriptions are abstract in the form of words. As a result, students are unable to imagine how the process and structure of a substance that has a reaction. This suggests that some students fail to understand the concepts at the microscopic level. Research conducted by Sholehudin, et al (2009) proved that there is a strong and positive relationship between enhancement of understanding the microscopic level with an increase in students' concept. The higher the students' understanding of the microscopic level the higher the mastery of the concept Research conducted by Nakhleh (1992) showed that the concept of error occurs in almost all of the subject matter of chemistry. Misconception that mainly occurs in the abstract concepts such as particle properties of matter, phase changes, chemical changes, equilibrium, force antarmolekuler and chemical equations. vi
vii Sidauruk according to equation (2006) is a bridge to learn the whole concept of chemistry. This means the equation is one of the basic concepts of chemistry needed to understand the concepts of chemistry that is more complex. Errors that occur in students' concepts can be derived from various sources. In connection with the previous explanation, this study became necessary because of the misconception that experienced by a prospective teacher domino effect. If a prospective teacher has a conceptual errors, then the error will be passed on to students at a later date. Misconception experienced by students is not enough serviced only by reading books, though in a long time. The process of emergence of the concept in a person's mistake was the result of a long process that is consistent and psychologically. Therefore, the improvement process takes a long time. Noting the impact was so great and the difficulty of fixing an error by the concept, then the best option is actually the preventive measures undertaken as early as possible. These measures can be started from the education of teacher training institutions through the means of identifying student misconceptions on Chemical Education Studies Program FKIP Unsyiah. This effort also included in the upstream industry to prepare a series of education expected to be more effective in improving the quality of education in Indonesia and in Aceh in particular. In accordance with the purpose of research, namely to determine student misconceptions at the microscopic level of matter equation, then this study used a qualitative descriptive study design. The subject of this study were students who are taking courses Study of Problems of Chemical Education 25 students. The test instrument that is used consist of conceptual questions. Types of tests are objective multiple-choice form with two parts. The first section answers the conceptual and the second part is the answer to a microscopic picture.
Validity
used in this study is the validity of the content. Validity determined based on the assessment and consideration of two professors of chemistry FKIP Unsyiah field of study. namely Drs. Rusman, and Dr. M. Si. Ibn Khaldun, M.Sc. Calculations obtained from the average percentage score of 2 for 92.86%. Therefore, the research instrument is valid and fit for use. Giving a score of 2 for each item about the
viii composition of the sentence already contains a communicative and concepts to be measured. Reliability test conducted on November 3 and 4 September 2011 at students who are taking courses Chemistry Textbook Study 2, a total of 3 classes. The method used to determine the reliability of the test in this study are two even-odd split. The results of product moment correlation formula is 0.82. Price rxy = 0.800 to 1.00 is very high (Riduwan, 2003:228) The results showed that none of the students found the experience concept of error in this balanced equation. However, 66% of students had not yet understand the concept of balanced equation of this and only 44% that has been understood. Questions used to determine the microscopic level the concept of error for this concept is all about number 1 and 8. On the concept of a complete ionic equation, there were no student misconceptions. Students who do not get found 54% and 46% were already understood. Questions used to determine the microscopic level the concept of error for this concept is all about numbers 2 and 9. On the concept of net ionic equation is found one student misconception that experiencing a microscopic level. Problem in use is a matter of numbers 3 and 10. The student describes two H+ ions coincide with each other as appropriate depiction of H2. Here is a picture chosen by the student and a true picture. : Correct answers for the depiction of 2H + ions : Answers to student 74% of students found to have not understood the concept and only 22% who had understood the concept of net ionic equation. Students who have misconceptions on the concept of the microscopic level there is a reaction coefficient of 2 people (8%). In question number 4 and 11, they describe the molecular O2 as two separate atoms, when they should be depicted
ix coincide. : Correct answers for the depiction of O2 molecules
: Answers to student In this concept has been found as much as 54% of students do not understand and only 38% of students who already understand. Questions test the concept of error microscopic level to the concept of the names of the substances involved the reaction is a matter of numbers 5 and 12. Students who already know and who do not understand as much of their amsing 50%. Misconceptions about the size of the cations were tested using about number 6 and 13. On the concept of the size of these cations, found as many as 2 (8%) of students who have misconceptions microscopic level. Error occurs in the depiction of the concept of cation size. In the microscopic size of the cation of students answered the same as its atomic size. When it should be the size of the cation is smaller than the size of the atom as a cation has released electrons (Chang, 2005). Precisely 76% of students are not familiar with the concept of cation size and only 16% of students who already understand. Misconceptions about the size of the anions tested with the question number 7 and 14. None of the students had misconceptions microscopic level. In this concept 66% of students do not understand and 34% of the students already understand. From the survey results revealed that only 5 students who have misconceptions microscopic level. The concept is one that is understood by students Coefisien reaction, Cation Size, and Net Ion Eq. Further research needs to be done with the problems of how to resolve errors that occur in students the concept of prospective teachers.
PRAKATA
Inti dari ilmu kimia adalah reaksi kimia. Reaksi kimia dikomunikasikan dalam persamaan reaksi. Berdasarkan pertimbangan ini, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang: ANALISIS KESALAHAN KONSEP LEVEL MIKROSKOPIS YANG DIALAMI MAHASISWA TINGKAT AKHIR FKIP PRODI.KIMIA UNSYIAH PADA MATERI PERSAMAAN REAKSI. Melalui penelitian ini diharapkan teridentifikasi kesalahan konsep level mikroskopis dari mahasiswa calon guru.
Untuk selanjutnya, dapat direncanakan cara mengatasi kesalahan konsep
tersebut. Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada: 1. Pengelola DIPA Unsyiah yang telah mendanai penelitian ini melalui anggaran penelitian dosen muda 2. Rektor Universitas Syiah Kuala, Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan Ketua Program Studi Kimia yang telah memfasilitasi peneliti. 3. Berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian pelaksanaan penelitian. Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian yang tertuang dalam laporan ini masih belum sempurna atau sesuai dengan harapan pembaca. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan di masa akan datang.
November 2011 Peneliti
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................
i
RINGKASAN .....................................................................................................
ii
SUMMARY ........................................................................................................
vi
PRAKATA ……………………………………………………………………..
x
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… xiii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… xiv BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………… ....
1 1
BAB II PERUMUSAN MASALAH ..................................................................
4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1 Kesalahan Konsep Dalam Pembelajaran Ilmu Kimia..................... 2.2 Materi Persamaan Reaksi................................................................ 2.3 Penyetaraan Reaksi Kimia .............................................................. 2.4 Persamaan Ion................................................................................. 2.5 Pereaksi pembatas (Limiting Reagent) ...........................................
6 6 7 18 18 20
BAB IV TUJUAN PENELITIAN ......................................................................
22
BAB V METODE PENELITIAN.......................................................................
23
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
26
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 6.1 Simpulan ......................................................................................... 6.2 Saran ...............................................................................................
29 29 29
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
30
LAMPIRAN........................................................................................................
30
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Tes.........................................................................
xiii
24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Instrumen Penelitian ......................................................................
31
Lampiran 2 Curriculum Vitae .............................................................................
39
Lampiran 3 Rincian Penggunaan Dana...............................................................
47
Lampiran 4 Buku Catatan Harian Penelitian……….. ........................................
49
Lampiran 5 Posiding Seminar Hasil Penelitian .................................................
57
Lampiran 6 Draft Artikel Penelitian ...................................................................
58
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemahaman merupakan salah satu faktor penting dalam belajar. Menurut Nakhleh (1992:191) kesulitan-kesulitan dalam memahami konsep-konsep dasar akan menghambat siswa dan mahasiswa dalam mengkaitkan konsep-konsep dasar tersebut dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Kondisi ini memungkinkan timbulnya pemahaman yang salah terhadap suatu konsep. Kesalahan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat konsisten disebut
kesalahan konsep
(misconception) (Berg, 1991). Secara umum konsep kimia mempunyai dua aspek, yaitu makroskopis dan mikroskopis. Hasil pembelajaran akan optimal jika metode pembelajaran yang diajarkan mengacu pada kedua aspek ini, sehingga siswa mendapatkan pemahaman yang utuh tentang suatu konsep (Fajaroh, 2002). Aspek makroskopis ini merupakan fenomena yang dapat diindera oleh mata melalui eksperimen atau pengalaman sehari-hari, misalnya perubahan wujud zat, korosi besi, dan lain-lain. Dalam pendekatan mikroskopis, konsep yang ditetapkan oleh para pakar digunakan untuk menjelaskan suatu peristiwa abstrak, misalnya proses ionisasi, interaksi antar molekul, dan lain-lain. Konsep yang bersifat mikroskopis cenderung lebih sulit dipahami dibandingkan dengan konsep makroskopis. Ini disebabkan karena untuk memahami konsep abstrak diperlukan kemampuan intelektual yang tinggi, yang oleh Piaget disebut sebagai kemampuan berpikir formal. Pada kenyataannya, banyak siswa yang berhasil memecahkan soal matematis tetapi tidak memahami konsep kimianya karena hanya menghafal rumusnya (Smith dan Metz: 1996)). Siswa cenderung hanya menghafal gambaran (level) mikroskopik yang bersifat abstrak dalam bentuk deskripsi kata-kata. Akibatnya, siswa tidak mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa gagal memahami konsep pada level mikroskopis. Penelitian yang dilakukan oleh Sholehudin, dkk (2009) membuktikan bahwa ada hubungan yang kuat dan positif antara peningkatan pemahaman level mikroskopik dengan peningkatan konsep siswa. Semakin tinggi
1
2 pemahaman level mikroskopik siswa akan semakin tinggi pula penguasaan konsepnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nakhleh (1992) menunjukkan bahwa kesalahan konsep terjadi pada hampir semua pokok bahasan materi kimia. Kesalahan konsep itu terutama terjadi pada konsep-konsep yang abstrak seperti sifat partikel materi, perubahan fase, perubahan kimia, kesetimbangan, gaya antarmolekuler dan persamaan kimia. Persamaan reaksi menurut Sidauruk (2006) merupakan jembatan untuk mempelajari seluruh konsep kimia. Hal ini berarti persamaan reaksi adalah salah satu konsep dasar kimia yang diperlukan dalam memahami konsep-konsep kimia yang lebih kompleks. Kesalahan konsep yang terjadi pada siswa dapat berasal dari berbagai sumber. Menurut Osborne dan Wittrock (dalam Pikoli, 2003) sebelum siswa mendapatkan materi pelajaran di sekolah, mereka telah memiliki konsepsi atau gagasan-gagasan tentang peristiwa alamiah, tetapi masih bersifat sebagai pengetahuan sehari-hari yang belum menunjukkan pengetahuan ilmiah. Jika terjadi kesalahan dalam interpretasi pada gagasan-gagasan tersebut, dan terjadi secara terus menerus kemungkinan dapat menimbulkan kesalahan konsep. Kesalahan konsep yang cenderung terjadi dalam ilmu kimia dapat menyebabkan siswa kurang berhasil dalam menerapkan konsep tersebut pada situasi baru yang cocok, yang pada akhirnya siswa gagal dalam mempelajari konsep-konsep kimia. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin pencapaian hasil belajar kimia yang tidak optimal di Indonesia, khususnya di Aceh, disebabkan berkembangnya kesalahan konsep di lingkungan siswa dan belum adanya upaya menyeluruh untuk memperbaiki keadaan tersebut. Sehubungan dengan penjelasan sebelumnya, penelitian ini menjadi perlu karena kesalahan konsep yang dialami oleh seorang calon guru memberi dampak domino. Apabila seorang calon guru mengalami satu kesalahan konsep, maka kesalahan tersebut akan ditularkan kepada siswanya di kemudian hari. Kesalahan konsep yang dialami siswa tidak cukup diperbaiki hanya dengan membaca buku, meskipun dalam waktu lama. Proses munculnya kesalahan konsep pada seseorang
3 merupakan akibat dari proses panjang yang bersifat konsisten dan psikologis. Oleh karena itu proses perbaikannya membutuhkan waktu lama. Memperhatikan begitu besar akibat yang ditimbulkan oleh dan sulitnya memperbaiki kesalahan konsep, maka pilihan terbaik sesungguhnya adalah langkah pencegahan yang dilakukan sedini mungkin. Langkah tersebut dapat dimulai dari institusi pendidikan tenaga keguruan melalui upaya identifikasi kesalahan konsep pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unsyiah. Upaya ini juga termasuk dalam rangkaian mempersiapkan industri hulu pendidikan diharapkan lebih berhasil guna dalam meningkatkan Indonesia dan di Aceh khususnya.
yang
kualitas pendidikan di
BAB II PERUMUSAN MASALAH 2.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dikemukakan masalah penelitian sebagai berikut. 1. Apakah jenis kesalahan konsep materi persamaan reaksi level mikroskopis yang terjadi pada mahasiswa tingkat akhir? 2. Berapa persentase mahasiswa tingkat akhir program studi pendidikan kimia FKIP Unsyiah yang mengalami kesalahan konsep materi persamaan reaksi level mikroskopis? 2.2 Asumsi dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan berpijak pada asumsi sebagai berikut: 1.
Dalam pelaksanaan tes, mahasiswa menjawab dengan sungguh-sungguh dan bekerja sendiri-sendiri.
2.
Waktu yang diberikan cukup untuk mengerjakan tes.
3.
Kemampuan mahasiswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan menunjukkan pemahaman mereka tentang materi ikatan kimia Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kesalahan konsep materi persamaan reaksi level mikroskopis 2. Materi dibatasi pada konsep-konsep Persamaan reaksi yang meliputi hukumhukum dasar kimia. 2.3 Penegasan Istilah Beberapa istilah yang perlu mendapat keseragaman cara pandang dan pemahamannya pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Konsep adalah merupakan suatu abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir (Berg, 1991)
4
5 2.
Kesalahan konsep adalah kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh (maha)siswa yang memiliki sumber-sumber tertentu dalam menafsirkan konsep, hubungan konsep atau penerapan konsep yang terjadi karena adanya perbedaan pemahaman konsep dengan yang dimaksud oleh buku acuan atau para ahli/masyarakat ilmiah yang terjadi secara konsisten (Ibnu, 1989)
3.
Persamaan reaksi merupakan cara penulisan dalam bentuk penyederhanaan suatu perubahan kimia atau reaksi kimia menggunakan rumus kimia berdasarkan azas kesetaraan (Chang, 2005)
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Kesalahan Konsep Dalam Pembelajaran Ilmu Kimia Sebagian besar dari konsep-konsep dalam ilmu kimia bersifat abstrak dan sangat kompleks seperti konsep tentang atom, molekul, ion, dan ikatan kimia. Menurut Middlecamp dan Kean (1985) karakteristik dari ilmu kimia antara lain adalah bersifat abstrak, konsep-konsepnya disederhanakan dari yang sebenarnya dan konsep-konsepnya saling berkaitan serta berurutan. Oleh karena itu untuk mempelajari konsep kimia yang lebih kompleks atau lebih rumit diperlukan penguasaan terhadap konsep yang mendasarinya. Griffith dan Preston (1992) berpendapat bahwa kegagalan siswa dalam memahami ikatan kimia disebabkan karena ketidakmampuan siswa dalam memahami konsep yang lebih dasar yaitu konsep atom dan molekul. Penelitian tentang kesalahan konsep telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Griffith dan Preston (1992) menemukan kesalahan konsep untuk konsep atom dan molekul pada siswa dalam hubungannya dengan struktur, komposisi, ukuran, massa, ikatan dan energi molekul. Dalam penelitiannya, air digunakan sebagai sampel. Birk dan Kurtz (1999) menemukan salah konsep untuk konsep stuktur molekul dan ikatan pada mahasiswa lulusan jurusan kimia. Smith dan Metz dan (1996) menemukan kesalahan konsep untuk larutan pada level mikroskopis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Garnett, Peterson dan Treagust (1989) menemukan adanya kesalahan konsep yang dialami siswa untuk materi struktur dan ikatan kovalen dan hubungannya dengan kepolaran ikatan, bentuk molekul, kisi, gaya antarmolekul dan aturan oktet. Di dalam negeri ditemukan beberapa penelitian tentang kesalahan konsep materi ikatan kovalen. Dinihari (2004) melaporkan adanya kesalahan konsep pada siswa menengah atas tentang ikatan kovalen polar dan ikatan kovalen nonpolar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Erman (1998) juga melaporkan adanya kesalahan konsep yang dialami mahasiswa pada materi ikatan kovalen. Sidauruk (2006) menuliskan adanya kesalahan konsep pada materi persamaan reaksi pada siswa SMA.
6
7 Persamaan reaksi adalah salah satu konsep dasar dalam ilmu kimia yang diperlukan dalam memahami konsep yang lebih kompleks. Hal ini mengingat bahwa inti dari ilmu kimia adalah reaksi kimia. Reaksi kimia dinyatakan dalam persamaan kimia. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama ini, dapat diduga bahwa kesalahan konsep materi persamaan reaksi kimia level mikroskopis juga dialami oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Unsyiah. Kegagalan mahasiswa dalam menerangkan konsep- sifat fisika dan sifat kimia suatu zat secara benar dan tepat dapat menjadi indikasi adanya kesalahan konsep. Oleh karena itu identifikasi kesalahan konsep dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembelajaran dan sebagai dasar dalam upaya perbaikannya. 3.2 Materi Persamaan Reaksi Zat-zat yang terlibat sebelum dan sesudah reaksi kimia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dinyatakan dalam persamaan reaksi. Persamaan reaksi juga berarti cara penulisan dalam bentuk penyederhanaan suatu perubahan kimia atau reaksi kimia menggunakan rumus kimia berdasarkan azas kesetaraan.
Jumlah atom sebelum reaksi sama dengan jumlah atom setelah reaksi. Hal ini menunjukkan berlaku hukum kekekalan massa. Pada prinsipnya, reaksi kimia adalah suatu perubahan yang melibatkan pemutusan dan pembentukan ikatan kimia. Reaksi kimia merupakan proses zat tertentu menjadi zat baru.
Reaksi kimia secara
sederhana dikomunikasikan melalui persamaan reaksi. Dapat dikatakan bahwa persamaan reaksi adalah standar untuk menggambarakan reaksi kimia. Ilmu kimia tidak lepas dari eksperimen dan laboratorium. Ilmu kimia berasal dari eksperimen yang dilakukan di laboratorium. Hasil ekperimen disebut fakta.
8 Fakta-fakta hasil eksperimen yang teratur dirumuskan dalam kalimat singkat disebut hukum ilmiah. Misalnya, jika seseorang menjatuhkan sebuah batu, maka batu itu akan jatuh ke bawah. Hal ini dapat diperkirakan dari hukum grivitasi. Paparan umum yang mencoba menjelaskan mengapa percobaan tertentu bisa berhasil disebut hipotesis. Ketika hipotesis diterima kebenarannya oleh komunitas ilmiah, maka hipotesis itu disebut teori (Goldberg, 2004: 7). Jadi untuk menjelaskan hukum ilmiah diperlukan suatu teori ilmiah. A. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier, 1783) Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama. Hal ini berarti massa total reaktan sama dengan massa total produk. Hukum kekekalan massa dapat dilihat pada reaksi pembentukan H2O berikut. 2H2(g)
1 gram
+
O2(g)
+
4 atom H
2H2O(l)
8 gram
9gram
2 atom O setara 4 atom H 2 atom O
Dari data di atas massa molekul hidrogen dan massa molekul oksigen sebagai reaktan mempunyai massa yang sama dengan massa H2O pada produk. Kekekalan massa mempunyai makna yang sejalan dengan ungkapan materi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Achmad (1996: 2) memberikan ungkapan lain tentang kekekalan massa dalam versi modern yaitu perubahan massa tidak dapat dideteksi dalam setiap reaksi kimia. Hukum kekekalan massa juga dapat terlihat pada setiap persamaan reaksi. Dalam persamaan reaksi kimia menyatakan zat-zat yang terlibat sebelum dan sesudah reaksi kimia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dinyatakan. Hal ini
9 menunjukkan bahwa pada prinsipnya, reaksi kimia adalah suatu perubahan materi yang melibatkan pemutusan dan pembentukan ikatan kimia. Contoh Soal dan Penyelesaiannya Seorang siswa memanaskan 112 g serbuk besi dengan 70 g serbuk belerang. Ia mendapati bahwa senyawa besi sulfida yang terbentuk adalah 176 g, sedangkan sisanya adalah besi yag tidak bereaksi sebanyak 6,0 g. Tunjukkan
dengan
perhitungan apakah eksperimen tersebut memenuhi hukum kekekalan massa. Jawab Persamaan Reaksi: Fe (s) + S (s)
FeS (s), benarkah padat dengan padat dapat
bereaksi? Massa sebelum reaksi Besi (g) Belerang (g) 112 70
Massa Sesudah reaksi Besi sulfida Zat sisa 176 6
Massa total sebelum reaksi = 182 g Massa total setelah reaksi = 182 g Kesimpulan : Massa zat-zat sebelum bereaksi sama dengan massa zat-zat sesudah reaksi. Jadi pada eksperimen di atas menunjukkan hukum kekekalan massa. Kesalahan konsep materi hukum kekekalan massa pernah terjadi pada siswa SMA ditemukan oleh Sidauruk (2006 : 136). Pertama, sebagian siswa memaknai hukum kekekalan massa dengan jumlah molekul sebelum dan sesudah reaksi selalu sama. Kedua, sebagian siswa memaknai hukum kekekalan massa dengan jumlah koefisien reaksi sebelum dan sesudah reaksi selalu sama. B. Hukum perbandingan tetap (Hukum Proust, 1799) Hukum Proust menyatakan pada setiap reaksi kimia, massa zat yang bereaksi dengan sejumlah tertentu zat lain, selalu tetap, atau suatu senyawa murni selalu terdiri atas unsur-unsur yang sama, yang tergabung dalam perbandingan tertentu. Hal ini berarti perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa selalu tetap. Ini dikenal dengan hukum perbandingan tetap. Berikut Tabel yang menunjukkan perbandingan H dan O dalam air selalu tetap
10 Massa zat sebelum reaksi (g) Massa gas H2 Massa gas O2 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
8,0 12,0 16,0 20,0 24,0
Massa zat hasil reaksi (H2O) 9,0 13,5 18,0 22,5 27,5
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa perbandingan massa Hidrogen dan Oksigen dalam H2O selalu tetap yaitu 1:8. Contoh Soal dan penyelesaiannya Air terbentuk dari unsur hidrogen dan oksigen dengan perbandingan massa 1:8. Apabila tersedia 4,0 g hidrogen, berapa gram oksigen yang diperlukan agar seluruh hidrogen habis bereaksi membentuk air? Jawab : Agar 4 g H habis bereaksi dengan O, maka Oksigen yang dibutuhkan ℎ
=8
4
=
1 4 = 8
= 32 g
C. Hukum kelipatan perbandingan/hukum perbandingan berganda (hukum Dalton) Hukum Dalton menyatakan untuk 2 jenis unsur/lebih yang dapat membentuk lebih dari 1 senyawa, jika massa salah satu unsur tetap maka perbandingan massa unsur lainnya dalam senyawa-senyawanya merupakan bilangan bulat dan sederhana Berikut adalah contoh dari hukum kelipatan perbandingan
11 Senyawa
CO CO2 SO2 SO3 NO N2O
Perbandingan massa unsur-unsur Perbandingan massa unsur-unsur yang berbeda 12 g karbon 16 g oksigen OI: OII = 16 : 32 = 1: 2 12 g karbon 32 g oksigen 32 g sulfur 32 g oksigen OI: OII = 32 : 48 = 2: 3 32 g sulfur 48 g oksigen 14 g nitrogen 16 g oksigen NI: NII = 14 : 28 = 1:2 28 g nitrogen 16 g oksigen
Contoh 1 Soal dan penyelesaiannya Karbon monoksida dan karbon dioksida, keduanya merupakan senyawa yang hanya terdiri dari atom karbon dan oksigen. Dalam CO mengandung 1,00 g karbon dan 1,33 g oksigen, sedangkan dalam CO2 mengandung 1,00 g karbon dan 2,66 g oksigen. Tunjukkan data ini sesuai dengan hukum Dalton Jawab Senyawa CO CO2
Perbandingan massa unsurunsur 1 g karbon 1,33 g oksigen 1 g karbon 2,66 g oksigen
Perbandingan massa unsurunsur dalam 2 senyawa OI: OII = 1,33: 2,66 = 1: 2
Dari tabel di atas perbandingan unsur oksigen dalam dua senyawa berbanding sederhana dan bulat. Hal ini berarti sesuai dengan hukum Dalton Contoh 2 dan penyelesaiannya Tunjukkan data berikut sesuai dengan hukum Dalton Senyawa Unsur 1 Senyawa 1 29,1% Senyawa 2 32,4% (GoldBerg, 2001 : 37)
Unsur 2 40,5% 22,6%
Unsur 3 30,4% 45,0%
Penyelesaiannya Pertama kita harus membuat asumsi bahwa massa setiap senyawa 100 g, sehingga setiap persen unsur sama dengan massa unsur tersebut. Kemudian jadikanlah satu unsur pada kedua senyawa mempunyai massa yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membagi massa semua unsur dalam senyawa yang sama dengan salah
12 satu massa unsur, umumnya dibagi dengan massa unsur yang paling kecil. Untuk lebih jelasnya, pahamilah tabel penyelesaian berikut. Senyawa 1
Unsur 1
Unsur 2
Unsur 3
29,1 g/29,1= 1,00 g
40,5 g/29,1 = 1,39 g
30,4 g/29,1 = 1,04 g
22,6 g/32,4 =0,698 g
45,0 g/32,4 = 1,39 g
Senyawa 2 32,4g/32,4=1,00 g
Perbandingan massa unsur 2 pada kedua senyawa adalah 1, 39 g : 0,698 g = 2 : 1. Perbandingan unsur 3 pada keduan senyawa adalah 1, 04 : 1,39 = 0,75 : 1 atau
:1
= 3 : 4. Jadi hal ini memenuhi hukum perbandingan Dalton D. Hukum Perbandingan Timbal-Balik (Ritcher, 1792) Jika unsur A dan B masing-masing bereaksi dengan unsur C yang massanya sama membentuk AC dan BC, maka perbandingan massa A dan massa B dalam membentuk AB adalah sama dengan perbandingan massa A dan massa B ketika membentuk AC dan BC atau kelipatan dari perbandingan ini. Contoh Soal dan Penyelesaiannya Dalam metana 75 g C bereaksi dengan 25 g H Dalam karbon monoksida 42,86 g C bereaksi dengan 57,14 g O. Tunjukkan data ini sesuai dengan hukum perbandingan timbale-balik (Achmad dan Tupamahu, 1996: 8) Jawab Senyawa CH4 CO
Massa unsur-unsur penyusun senyawa 75 g C
25 g H
42,86 C
14, 287 g H
42,86 g C
57,14 g O
75 g C
99,99 g O
Cara 1 : Jika pada senyawa CO massa C-nya 75 g, maka massa oksigen dalam senyawa CO tersebut adalah 75 ( 42, 86 (
)
ℎ )
× 57,14
(
ℎ )
13
= 99,99 g O Sehingga diperoleh perbandingan massa hidrogen (CH4) dan oksigen (CO), dengan massa C 75 g adalah H : O = 25 : 99,99 = 1: 4 Dalam H2O perbandingan massa H dan massa O adalah 11,11 : 88,89 = 1 : 8 (sesuai hukum Proust). Rasio 1: 4 dan 1: 8 merupakan suatu kelipatan dengan faktor pengali 2. 1 1 =2 × 4 8
Jadi data di atas sesuai dengan hukum perbandingan timbale- balik. Cara 2: Jika massa C pada kedua senyawa di atas dijadikan 42, 8 g maka akan diperoleh hasil yang sama. Massa hidrogen pada CH4 dengan massa C 42,8 g adalah 42,86 ( 75 (
= 14,287 g
ℎ )
)
× 25
(
ℎ )
Sehingga diperoleh perbandingan massa hidrogen (CH4) dan oksigen (CO), dengan massa C 42,86 g adalah H (CH4) : O (CO) = 14,287 : 57,14 = 1: 4 Dalam H2O perbandingan massa H dan massa O adalah 11,11 : 88,89 = 1 : 8 (sesuai hukum Proust) atau H(H2O) : O(H2O) = 1:8 Rasio 1: 4 dan 1: 8 merupakan suatu kelipatan dengan faktor pengali 2. 1 1 =2 × 4 8
14 Jadi data di atas sesuai dengan hukum perbandingan timbale- balik. Berdasarkan data di atas, hukum perbandigan timbale balik dapat diungkapkan: Jika dua unsur H dan O masing-masing bereaksi dengan unsur C yang massanya sama membentuk CH4 dan CO, maka perbandingan massa H dan massa O dalam membentuk H2O adalah sama dengan perbandingan massa H dan massa O ketika membentuk CH4 dan CO atau kelipatan dari perbandingan ini. E. Hukum Perbandingan Setara Dasar hukum perbandingan setara adalah hukum perbandingan timbale balik dan pengertian massa ekivalen. Jika suatu unsure bergabung dengan unsure lain, maka perbandingan kedua unsure tersebut adalah sebagai perbandingan massa ekivalennya atau suatu kelipatan sederhana daripadanya. Massa ekivalen (berat ekivalen) suatu unsure adalah massa unsure tersebut yang bereaksi dengan 8,000 g oksigen atau setara dengan ini misalnya 1,008 g hydrogen atau 35,5 g klor. H2O Ingat: H2 + ½ O2 H2O2 Ingat: H2 + O2
H2O H2O2
Perbandingan massa unsure-unsur dalam senyawa H O 1,008 8,000 H 2,016 g 0,5049 (
1,008)
O 32 g 8,000
Dalam H2O, perbandingan massa H : O = 1,008 : 8,000. Ketika Hidrogen dan Oksigen bereaksi membentuk higrogen peroksida maka perbandingan H : O adalah 0,5049 : 8,000. Diketahui 0,5049 merupakan ( adalah 1,008, karena 1,008
1,008). Massa ekivalen unsure H
g hydrogen dapat bereksi dengan 8,000 g oksigen
membentuk H2O. Massa ekivalen ekivalen unsure O adalah 8,000, karena 8,000 g oksigen dapat bereaksi dengan 1,008 g H membentuk molekul air. Perbandingan massa unsure-unsur dalam senyawa CO2
C
O
Ingat:
12,012 g
32 g
3,003
8,000
C
+ O2
CO2
15 CO
C
O
Ingat:
12,012 g
16 g
C+
O2
CO
6,005 (2
3,003)
8,000
Dalam CO2 perbandingan massa C : O = 3,003 : 8,000. Ketika karbon dan Oksigen bereaksi membentuk karbonmonoksida maka perbandingan C : O adalah 6,005 : 8,000. Diketahui 6,005 merupakan (2 adalah 3,003, karena 3,003
1,008). Massa ekivalen unsure C
g karbon dapat bereaksi dengan 8,000 g oksigen
membentuk CO2. Perbandingan massa unsure-unsur dalam senyawa CH4 C2H4
C
H
3,003
1,008
C
H
6,005 (2 C2H2
3,003)
C 12,010 (4
1,008 H
3,003)
1,008
Dalam CH4 perbandingan massa C : H = 3,003 : 1,008. Ketika karbon dan hydrogen bereaksi membentuk asetilena maka perbandingan C : H adalah 6,005 : 1,008. Diketahui 6,005 merupakan (2
1,008). Massa ekivalen unsure C adalah
3,003, karena 3,003 g karbon dapat bereaksi dengan 1,008 g hidrogen membentuk metana. Massa ekivalen unsure C adalah 6,005, karena 6,005
g karbon dapat
bereaksi dengan 1,008 g hidrogen membentuk etilena. Massa ekivalen unsure C adalah 12,010, karena 12,010 g karbon dapat bereaksi dengan 1,008 g hidrogen membentuk asetilena. Contoh Soal dan Penyelesaiannya Suatu logam sebanyak 2, 040 g dilarutkan ke dalam asam nitrat sehingga membentuk garam nitrat. Larutannya yang diperoleh diuapkan sampai kering kemudian dipijar sehingga memperoleh 2,535 g oksidanya. Hitung massa ekivalen logam tersebut.
16 Jawab Massa oksida
2,535 g
Massa logam
2,040 g
Massa oksigen
0,495 g
Massa ekivalen logam adalah banyaknya logam yang bereaksi dengan 8 g oksigen Massa ekivalen logam =
,
× 2,040 = 32,9
F. Hukum Penyatuan Volum (Gay Lussac, 1808) Pada keadaan tekanan dan temperature sama, perbandingan volume gas-gas pereaksi dan gas-gas produk reaksi merupakan bilangan bulat dan sederhana. Hal ini dapat dipahami pada gambar berikut: 2H2(g)
2 volum
+
O2(g)
+
2H2O(g)
1 volum
2 volum
Dalam hal ini 2 volum hydrogen bereaksi dengan 1 volum oksigen menghasilkan 2 volum air Contoh Soal dan penyelesaiannya Amonia dapat dibuat melalui reaksi N2(g) + 3H2(g)
2NH3(g)
Jika 60 liter gas nitrogen direaksikan dengan 240 liter gas hydrogen yang diukur pada tekanan dan suhu sama, maka volume gas ammonia yang dihasilkan adalah Jawab Sesuai dengan hukum Gay Lussac dan persamaan reaksi perbandingan volum gas nitrogen, gas hydrogen dan gas ammonia adalah 1 : 3 : 2 Sehingga untuk 60 liter gas nitrogen akan tepat bereaksi dengan 180 liter gas hydrogen menghasilkan 120 liter gas ammonia. Hasil ini dapat diihat dari perhitungan berikut: Gas hydrogen yang dapat bereaksi dengan 60 liter gasa nitrogen adalah
17 =
× 60
= 180
Gas ammonia yang dihasilkan adalah = × 180
= 120
G. Hukum Avogadro ( 1811) Pada temperature dan tekanan yang sama, volum yang sama dari semua gas mengandung jumlah molekul yang sama. Hal ini dapat dipahami dari gambar berikut. 2H2(g)
+
2 volum
O2(g)
+
2 molekul
+
2H2O(g)
1 volum 1 molekul
2 volum 2 molekul
HukumAvogadro sebelumnya dikenal dengan hipotesis Avogadro (1811), setelah hampir setengah abab yaitu pada tahun 1858, hipotesis ini dapat diterima dan menyumbangkan berbagai gagasan untuk perkembangan massa atom realtif dan massa molekul realatif, sehingga sejak itu dikenal dengan hukum Avogadr (Achmad dan Tupamahu, 1996: 12). Dari hipotesis Avogadro dapat diketahui: 1. Gas –gas yang umum adalah diatomik. Pada tahun 1827 telah dibuktikan bahwa kebanyakan gas adalah diatomic seperti H2, N2, O2, F2, dan Cl2. Pada tahun yang sama Jean Baptise Dumas membuktikan bahwa uap merkuri adalah monoatomik (Hg) dan uap belerang adalah oktaatomik (S8). 2. Massa molekul relative (berat molekul) suatu gas kira-kira dua kali rapat uapnya. Rapat uap =
18
Massa molekul =
= Jadi menurut hipotesis Avogadro, Rapat uap =
Massa molekul realatif = 2 × Mr = 2
RH
3.3 Penyetaraan Reaksi Kimia Persamaan reaksi dikatakan setara apabila jenis dan jumlah atom zat-zat yang direaksikan (reaktan) sama dengan jenis dan jumlah atom hasil reaksi (produk). Untuk persamaan ion, selain jumlah dan jenis atom jumlah muatan merupakan hal yang harus diperhatikan dalam azas kesetaraan persamaan reaksi. Dapat disimpulkan secara lengkap bahwa dalam persamaan reaksi yang setara terdapat jenis dan jumlah atom serta muatan yang sama pada reaktan dan produk serta produk yang terbentuk stabil. Untuk reaksi kimia sederhana dapat dilakukan sebagai berikut. Pilihlah zat dengan rumus kimia paling kompleks. Tentukan nilai koefisien reaksinya sama dengan satu. Kemudian tentukan koefisien senyawa-senyawa berikutnya. Misalnya pada persamaan reaksi no. 1 yang dinggap palng kompleks CH4 maka untuk CH4 diberi koefisien 1 selanjutnya menyesuaikan. Untuk persamaan reaksi no.2 adalah persamaan reaksi ion (akan dibicarakan pada bagian setelah ini). Untuk persamaan reaksi no.3 merupakan persamaan reaksi redoks (akan dibicarakan berikutnya). 3.4 Persamaan Ion Reaksi dalam larutan elektrolit dapat dituliskan dalam bentuk persamaan ion. Dalam persamaan ion bersih, hanya spesi yang mengalami perubahan yang dituliskan. Ion-ion yang tidak mengalami perubahan disebut ion penonton. Dalam menuliskan persamaan ion, hanya elektrolit kuat yang ditulis sebagai ion-ion yang
19 terpisah. Zat padat, cairan murni, senyawa dalam wujud gas, dan elektrolit lemah tidak dituliskan sebagai ion-ion yang terpisah. Dalam persamaan ion ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: (Catatan hanya untuk pelarut air) 1. Zat elektrolit kuat terurai dalam air secara sempurna 2. Semua garam, kecuali yang sukar larut dalam air 3. Untuk asam lemah atau basa lemah dianggap tidak terurai dalam air Misalnya, Tuliskan persamaan ion lengkap dan ion bersih berikut: CO2(g) + NaOH(aq) Na2CO3(aq) + H2O(l) NaOH, tergolong elektrolit kuat, dituliskan sebagai ion-ion yang Na2CO3 terpisah. Persamaan ion lengkap: CO2(g) + 2Na+(aq) + 2OH-(aq)
2 Na+(aq) + CO3 2-(aq) + H2O(l)
Persamaan ion bersih: CO2(g) + 2OH-(aq) Ion Na+
CO3 2-(aq) + H2O(l)
terdapat dalam reaktan dan produk
disebut sebagai ion
spectator
(penonton). Ion Penonton dalam persamaan ion bersih dapat dihiliangkan atau tidak ditulis. Manfaat persamaan ion membantu mempermudah mengingat jumlah ion
dalam hitungan kimia,
terkadang berbeda dengan jumlah senyawanya. Untuk
senyawa ion yang tidak dapat larut dalam air tidak ditulis sebagai ion-ion secara terpisah dalam persamaan ion. Misalnya AgCl, Hg2Cl2, PbCl2, CuCl,
BaSO4,
PbSO4, SrSO4 dan sebagian oksida basa. Daftar kelarutan dalam air berbagai jenis garam dan basa pada
20 Tabel 1 Kelarutan Garam dan Basa dalam Air NO Senyawa Dari 1 Hidroksida, OH- (basa)
Pada Umumnya Sukar larut
2
Karbonat, CO32-
Sukar larut
3
Fosfat, PO43-
Sukar larut
4
Sulfida, S2-
Sukar larut
5 6 7
Nitrat, NO3Asetat, CH3COOKlorida, Cl-
Mudah larut Mudah larut Mudah larut
8 9
Sulfat, SO42Natrium, kalium, dan ammonia
Mudah larut Mudah larut
Kecuali Semua logam alkali, Ca(OH)2, Sr(OH)2, dan Ba(OH)2 Na2CO3, K2CO3, dan (NH4)2CO3 Na3PO4, K3 PO4, dan (NH4)3PO4 Semua sulfida dari unsur golongan IA dan IIA (Kecuali Be), (NH4)2S AgCl, Hg2Cl2, PbCl2, dan CuCl BaSO4, SrSO4, dan PbSO4 -
3.5 Pereaksi pembatas (Limiting Reagent) C3H8(q) + O2(g) (berlebih) C2H4(q)
CO2(g) + H2O(l)
+ 2O2(g) (jumlah terbatas)
CO(g)
+
H2O(l)
Reaktan yang pertama kali habis digunakan pada reaksi kimia, lawannya: pereaksi berlebih (Excess reagent) 2NO(g)
+ O2(g)
2NO2(g)
Diketahui awalnya, awalnya NO = 8 mol, O2 = 7 mol Satu cara untuk menentukan yang mana dari kedua reaktan tersebut yang merupakan pereaksi pembatas yaitu dengan menghitung mol NO2 (produk) yang terbentuk berdasarkan jumlah mol pada keadaan awal NO dan O2. Berdasarkan definisi, kita ketahui bahwa hanya pereaksi pembatas yang akan menghasilkan produk dalam jumlah yang lebih kecil. Dimulai dengan 8 mol NO.
21
= =
Dimulai dengan 7 mol O2
=
= 14 Karena NO menghasilkan NO2 dalam jumlah yang lebih kecil, jadi yang menjadi pereaksi pembatas adalah senyawa NO. Dalam stoikiometri pereaksi pembatas adalah tahap 1. Selanjutnya penentuan jumlah reaktan dan produk. Karena NO menghasilkan NO2 dalam jumlah yang kecil, pastilah NO sebagai pereaksi pembatas. Dalam stoikiometri ini adalah tahap pertama selanjutnya baru jumlah reaktan dan produk. Ketika satu pereaksi telah habis bereaksi, reaksi berhenti dan tidak ada lagi produk yang bisa bertambah maka pada keadaan tersebut pereaksi disebut pereaksi pembatas. Pereaksi lain yang masih ada pada akhir reaksi disebut pereaksi berlebih (Goldberg, 2001:62). Langkah-langkah penyelesaian Pereaksi Pembatas 1. Tuliskan persamaan reaksi secara setara 2. Nyatakan semua zat pada reaktan dan produk dalam mol 3. Pilih salah satu reaktan sebagai dasar reaksi, jika bisa reaksi berlangsung dan zat itu yang habis terlebih dahulu maka zat tersebut disebut pereaksi reaksi pembatas. Dalam menyelesaikan hitungan kimia kita menggunakan sejumlah mol pereaksi pembatas untuk menghitung jumlah mol reaksi yang akan terjadi. Perlu diingat bahwa pada persamaan reaksi kimia yang setara menunjukkan perbandingan mol pada keadaan reaksi bukan pada keadaan awal (mula-mula) sebelum reaksi.
BAB IV TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
4.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalahsebelumnya,maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui kesalahan konsep levelmikroskopis yang dialami mahasiswa tingkat akhir pendidikan kimia FKIP Unsyiah pada materi persamaan reaksi kimia
2.
Mengetahui persentase mahasiswa tingkat akhir pendidikan kimia FKIP Unsyiah yang mengalami kesalahan konsep level mikroskopis pada materi persamaan reaksi kimia
4.2 Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi peneliti, memberikan masukan, hendaknya memperhatikan kesalahan konseplevel mikroskopis pada persamaan reaksi kimia dan berusaha untuk memperbaikinya dengan selalu memperhatikan perkembangan ilmu kimia.
2.
Bagi mahasiswadan dosen, sebagai masukan untuk memperkuat pemahaman konsep materi persamaan reaksi kimia khususnya pada tingkat mikroskopis.
22
BAB V METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian diskriptif
kualitatif.
Rancangan deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan kesalahan konsep materi ikatan pada mahasiswa yang diidentifikasi dengan menggunakan tes tertulis. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Kajian Masalah Pembelajaran Kimia sebanyak 25 orang. Instrumen Tes yang digunakan tersusun atas pertanyaan-pertanyaan konseptual. Jenis tes adalah obyektif berbentuk pilihan ganda dengan 2 bagian. Bagian pertama jawaban konseptual dan bagian kedua adalah jawaban gambaran mikroskopis. Format tes seperti ini dikenal juga dengan tes diagnostik yang bertujuan mengungkap kesalahan konsep yang dialami
siswa dan mahasiswa (
Peterson et al, 1986: 41). Tes semacam sudah banyak digunakan oleh beberapa peneliti. Peterson et al (1986: 40-48) menggunakan tes disgnostik untuk mengungkap kesalahan konsep materi ikatan kovalen. Selain itu, tes diagnostis digunakan oleh Treagust (1988:159-169) untuk analisis kesalahan konsep dalam pelajaran IPA. Birk dan Kurtz (1999: 124-129) menggunakan tes diagnostik untuk analisis kesalahan konsep struktur molekul dan ikatan. Dalam kesempatan lain Pinarbasi et al (2009) menggunakan tes diagnostik untuk mengetahui kesalahan konsep guru pada sifat koligatif larutan khususnya kenaikan titik didih dan penurunan titik beku pada larutan.
23
24 Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Tes
Konsep
Nomor Soal
Kemungkinan Jawaban benar
jawaban miskonsepsi
1
cIII
aI/bII
8
bII
cI/aIII
2
aI
bII/cIII
9
cII
aIII/bI
3
bIII
aII/cI
10
aII
bIII/cI
4
aIII
bII/cI
11
bI
aII/cIII
Nama-nama zat yang
5
bIII
aII/cI
terlibat reaksi
12
cIII
aI/bII
6
bII
aIII/cI
13
aIII
bI/cII
7
aI
bIII/cII
14
cIII
aII/bI
Persamaan reaksi setara
Persamaan ion lengkap
Persamaan ion bersih
Koefisien reaksi
Ukuran kation
Ukuran anion
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas ditetapkan berdasarkan penilaian dan pertimbangan 2 dosen bidang studi kimia FKIP Unsyiah. yaitu Drs. Rusman, M.Si dan Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Dari perhitungan diperoleh rata-rata persentase skor 2 sebesar 92,86%. Oleh karena itu instrument
25 penelitian dinyatakan valid dan layak digunakan. Pemberian skor 2 untuk setiap butir soal yang susunan kalimatnya sudah komunikatif dan mengandung konsep yang akan diukur. Uji reliabilitas dilakukan pada tanggal 3 dan 4 Nopember
2011 pada
mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Kajian Buku Ajar Kimia 2, sebanyak 3 kelas. Metode yang digunakan untuk mengetahui reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah belah dua genap ganjil. Hasil korelasi menggunakan rumus produk moment adalah 0,82. Harga rxy = 0,800 – 1,00 adalah sangat tinggi (Riduwan, 2003:228) Tes identifikasi kesalahan konsep yang diberikan pada mahasiswa FKIP Unsyiah pada tanggal 11 Nopember 2011.
jam 14.00- 15.00 WIB. Analisis
dilakukan untuk mengetahui kesalahan konsep yang dialami oleh mahasiswa pada level mikroskopis. Apabila mahasiswa menjawab benar pada bagian pertama (option) dan menjawab salah pada bagian kedua secara konsisten untuk beberapa soal dengan konseptual yang sama maka mahasiswa tersebut dapat diidentifikasi sebagai mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep khususnya pada materi persamaan reaksi level mikroskopis (Peterson et al, 1986).
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini membahas tentang tingkat kesalahan konsep level mikroskopis materi persamaan reaksi pada mahasiswa tingkat akhir program studi pendidikan kimia tahun perkuliahan 2011/2012. Konsep yang diteliti meliputi persamaan reaksi setara, persamaan ion lengkap, persamaan ion bersih, koefisien reaksi, nama-nama zat yang terlibat reaksi, ukuran kation, dan ukuran anion. Berikut ini tinjauan terhadap lima konsep yang diteliti. 1.
Persamaan Reaksi Setara Tidak satupun mahasiswa ditemukan yang mengalami kesalahan konsep pada
persamaan reaksi setara ini. Akan tetapi 66% mahasiswa ternyata belum memahami konsep persamaan reaksi setara ini dan hanya 44% yang telah paham. Soal yang digunakan untuk mengetahui kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep ini adalah soal nomor 1 dan 8. 2.
Persamaan Ion Lengkap Sama halnya dengan konsep pertama, maka pada konsep ini juga tidak ditemukan
adanya mahasiswa yang salah konsep. Mahasiswa yang belum paham ditemukan 54% dan 46% sudah paham. Soal yang digunakan untuk mengetahui kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep ini adalah soal nomor 2 dan 9. 3.
Konsep Persamaan Ion Bersih Pada konsep ketiga ini ditemukan satu mahasiswa yang mengalamai kesalahan
konsep tingkat mikroskopis. Soal yang digunakan adalah soal nomor 3 dan 10. Mahasiswa yang bersangkutan menggambarkan 2 ion H + saling berimpit sebagaimana layaknya penggambaran H2. Berikut ini gambaran yang dipilih oleh mahasiswa dan gambaran yang benar. : jawaban benar untuk penggambaran ion 2H +
26
27 : jawaban mahasiswa 74% mahasiswa ditemukan belum memahami konsep dan hanya 22% yang telah paham konsep persamaan ion bersih. 4. Konsep Koefisien Reaksi Mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep tingkat mikroskopis pada konsep ini ada 2 orang (8%). Pada soal nomor 4 dan 11 ini, mereka menggambarkan molekul O2 sebagai dua atom yang terpisah, padahal seharusnya digambarkan secara berhimpit. : jawaban benar untuk penggambaran molekul O 2 : jawaban mahasiswa Pada konsep ini ditemukan sebanyak 54% mahasiswa belum paham dan hanya 38% mahasiswa yang sudah paham. 5.
Konsep Nama-Nama Zat yang Terlibat Reaksi Soal yang menguji kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep adalah
soal nomor 5 dan 12. Mahasiswa yang sudah paham dan yang belum paham sama besar yaitu masing-amsing 50%. 6.
Konsep Ukuran Kation Kesalahan konsep tentang ukuran kation diuji dengan menggunakan soal nomor 6
dan 13. Pada konsep ukuran kation ini, ditemukan sebanyak 2 (8%) mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep level mikroskopis. Kesalahan konsep terjadi dalam penggambaran ukuran kation. Secara mikroskopis mahasiswa menjawab ukuran kation sama dengan ukuran atom-nya. Padahal seharusnya ukuran kation lebih kecil dari pada ukuran atomnya karena kation telah melepas elektron (Chang, 2005). Justru 76% mahasiswa tidak paham dengan konsep ukuran kation dan hanya 16% mahasiswa yang sudah paham.
28 7.
Konsep Ukuran Anion Kesalahan konsep tentang ukuran anion diuji dengan soal nomor 7 dan 14. Tidak
satupun mahasiswa mengalami kesalahan konsep level mikroskopis. Pada konsep ini 66% mahasiswa belum paham dan 34% mahasiswa sudah paham
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini membahas tentang tingkat kesalahan konsep level mikroskopis materi persamaan reaksi pada mahasiswa tingkat akhir program studi pendidikan kimia tahun perkuliahan 2011/2012. Konsep yang diteliti meliputi persamaan reaksi setara, persamaan ion lengkap, persamaan ion bersih, koefisien reaksi, nama-nama zat yang terlibat reaksi, ukuran kation, dan ukuran anion. Berikut ini tinjauan terhadap lima konsep yang diteliti. 1.
Persamaan Reaksi Setara Tidak satupun mahasiswa ditemukan yang mengalami kesalahan konsep pada
persamaan reaksi setara ini. Akan tetapi 66% mahasiswa ternyata belum memahami konsep persamaan reaksi setara ini dan hanya 44% yang telah paham. Soal yang digunakan untuk mengetahui kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep ini adalah soal nomor 1 dan 8. 2.
Persamaan Ion Lengkap Sama halnya dengan konsep pertama, maka pada konsep ini juga tidak ditemukan
adanya mahasiswa yang salah konsep. Mahasiswa yang belum paham ditemukan 54% dan 46% sudah paham. Soal yang digunakan untuk mengetahui kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep ini adalah soal nomor 2 dan 9. 3.
Konsep Persamaan Ion Bersih Pada konsep ketiga ini ditemukan satu mahasiswa yang mengalamai kesalahan
konsep tingkat mikroskopis. Soal yang digunakan adalah soal nomor 3 dan 10. Mahasiswa yang bersangkutan menggambarkan 2 ion H + saling berimpit sebagaimana layaknya penggambaran H2. Berikut ini gambaran yang dipilih oleh mahasiswa dan gambaran yang benar. : jawaban benar untuk penggambaran ion 2H +
26
27 : jawaban mahasiswa 74% mahasiswa ditemukan belum memahami konsep dan hanya 22% yang telah paham konsep persamaan ion bersih. 4. Konsep Koefisien Reaksi Mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep tingkat mikroskopis pada konsep ini ada 2 orang (8%). Pada soal nomor 4 dan 11 ini, mereka menggambarkan molekul O2 sebagai dua atom yang terpisah, padahal seharusnya digambarkan secara berhimpit. : jawaban benar untuk penggambaran molekul O 2 : jawaban mahasiswa Pada konsep ini ditemukan sebanyak 54% mahasiswa belum paham dan hanya 38% mahasiswa yang sudah paham. 5.
Konsep Nama-Nama Zat yang Terlibat Reaksi Soal yang menguji kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep adalah
soal nomor 5 dan 12. Mahasiswa yang sudah paham dan yang belum paham sama besar yaitu masing-amsing 50%. 6.
Konsep Ukuran Kation Kesalahan konsep tentang ukuran kation diuji dengan menggunakan soal nomor 6
dan 13. Pada konsep ukuran kation ini, ditemukan sebanyak 2 (8%) mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep level mikroskopis. Kesalahan konsep terjadi dalam penggambaran ukuran kation. Secara mikroskopis mahasiswa menjawab ukuran kation sama dengan ukuran atom-nya. Padahal seharusnya ukuran kation lebih kecil dari pada ukuran atomnya karena kation telah melepas elektron (Chang, 2005). Justru 76% mahasiswa tidak paham dengan konsep ukuran kation dan hanya 16% mahasiswa yang sudah paham.
28 7.
Konsep Ukuran Anion Kesalahan konsep tentang ukuran anion diuji dengan soal nomor 7 dan 14. Tidak
satupun mahasiswa mengalami kesalahan konsep level mikroskopis. Pada konsep ini 66% mahasiswa belum paham dan 34% mahasiswa sudah paham
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Dari hasil penelitian diketahui bahwa hanya 5 mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep tingkat mikroskopis. Konsep yang salah dipahami oleh para mahasiswa yaitu Koifisen Reaksi, Ukuran Kation, dan Persamaan Ion Bersih. 7.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan permasalahan bagaimana mengatasi kesalahan konsep yang terjadi pada mahasiswa calon guru. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Pengelola DIPA Unsyiah yang telah mendukung biaya penelitian ini, Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala sebagai fasilitator, Drs. Rusman, M.Si sebagai validator sekaligus pengampu mata kuliah micro teaching, Dr. Ibnu Khaldun, M.Si sebagai validator, Rudi Firmayanto sebagai mahasiswa yang terlibat penuh dalam penelitian ini serta semua pihak yang telah membantu peneliti menyelesaikan penelitian ini.
29
DAFTAR RUJUKAN Birk, J.P. & Kurtz, M.J. 1999. Effect of Experience on Retention and Elimination of Misconceptions about Molecular Structure and Bonding. Journal of Chemical Education, 76(1): 124-128. Chang, R., 2005. Chemistry. Boston, MgGraw Hill Higher Education. Effendy. 2006. Teori VSEPR Kepolaran, dan Gaya Antarmolekul Edisi 2. Malang: Bayumedia Effendy. 2008. Ikatan Ionik dan Cacat – cacat pada Kristal Ionik edisi 2. Malang: Bayumedia Gabel, D.L , Samuel, K.V. & Hunn. 1987. “ Understanding the Particulate Nature of Matter”. Journal of Chemical Education, 64(8): 695-697. Nakhleh, M.B. 1992. Why Some Students Don’t Learn Chemistry. Journal of Chemical Education, 69(3):191-195. Peterson, R.F., Treagust, D.F & Garnett, P. 1986. Identification of Secondary Students’ Misconceptions of Covalent Bonding and Structure Concepts Using a Diagnostic Instrument. Research in Science Education, 16: 40-48. Pikoli, M. 2003. Kajian Kesalahan Konsep dalam Materi Ikatan Kovalen Mahasiswa Program Studi pendidikan Kimia FKIP Universitas Haluoleo. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Pinarbasi,T., Sozbilir, M. & Canpolat, N. 2009.Prospective Chemistry Teachers’ Misconceptions about Colligative Properties: Boiling Point Elevation and Freezing Point Depression, Chem.Educ.Res.Pract.10, 273-280 Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistik. Bandung: Alfabeta. Treagust, D.F. 1988. Development and Use of Diagnostic tests to Evaluate Students’ Misconceptions in Science. International Journal of Science Education, 10(2): 159-169.
30