LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA
PEMANFAATAN PAPAN PARTIKEL LIMBAH KAYU MERANTI DENGAN PEREKAT DAMAR SEBAGAI PANEL ALTERNATIF PENYERAP BUNYI
OLEH
SABRI, ST., MT AKRAM, ST., MT Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2014 Nomor : 427/UN11/S/LK-PNBP/2014 Tanggal 05 Mei 2014
TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA NOVEMBER, 2014
ii
RINGKASAN
Karakteristik suatu material penyerap bunyi dinyatakan dengan besarnya nilai koefisien absorbsi untuk tiap frekuensi eksitasi. Pada umumnya material penyerap bunyi memiliki tingkat penyerapan pada rentang frekuensi tertentu saja. Dalam penelitian ini, akan diteliti karakteristik akustik dari papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar yaitu untuk menggantikan serat sintetis seperti rockwool dan glasswool yang selama ini telah digunakan sebagai material penyerap bunyi secara meluas. Penggunaan serat alam terbuang, seperti limbah kayu memiliki banyak keuntungan. Beberapa diantaranya adalah mudah untuk mendapatkan bahan baku, rendahnya biaya produksi, dan yang terpenting adalah untuk pelestarian lingkungan. Unsur pembentuk papan partikel adalah serbuk kayu meranti dengan perekat damar. Sampel uji ini dibuat dengan komposisi variasi serbuk kayu. Perbandingan komposisi serbuk kayu dan perekat damar adalah 85:15. Pengujian akustik akan dilakukan berdasarkan standar ISO 354-2003 yaitu untuk mendapatkan komposisi optimum dari masingmasing sampel. Dari variasi komposisi optimum yang diperoleh, diharapkan papan partikel tersebut dapat digunakan sebagai dinding partisi interior di rumah-rumah dan juga kantor. Peningkatan kebisingan lingkungan saat ini banyak disebabkan oleh aktivitas manusia seharihari. Untuk mengurangi kebisingan, dapat digunakan material yang berfungsi sebagai penyerap dan isolasi bunyi. Pada umumnya material penyerap bunyi memiliki tingkat penyerapan pada rentang frekuensi tertentu saja. Dalam penelitian ini, akan diteliti nilai koefisien serapan bunyi dari papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar. Sasaran khusus penelitian ini adalah untuk mendapatkan data nilai koefisien serapan bunyi berdasarkan variasi ukuran partikel serbuk kayu. Ukuran partikel yang digunakan ada tiga jenis, yaitu halus, kasar, dan acak tanpa pengayakan. Penentuan nilai koefisien serapan bunyi dilakukan berdasarkan standar ISO 354-2003 di ruang dengung Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai rata-rata koefisien serapan bunyi pada pita frekuensi jalur 1/3 oktaf adalah 0,3 untuk partikel halus, 0,7 untuk partikel kasar, dan 0,6 untuk ukuran partikel acak/ tanpa pengayakan. Berdasarkan nilai koefisien serapan bunyi yang didapat, maka papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar layak menjadi panel akustik alternatif.
iii
SUMMARY
Characteristics of sound absorbing material is expressed by the value of the absorption coefficient for each frequency of excitation. In general, the sound absorbing material has a degree of absorption at a particular frequency range. In this study, will be examined acoustic characteristics of meranti wood waste particle board with an adhesive resin that is to replace synthetic fibers such as rockwool and glasswool which had been used as a sound-absorbing material widely. The use of natural fiber waste, such as wood waste has many advantages. Some of them are easy to obtain raw materials, low production costs, and most importantly for the preservation of the environment. Elements forming the particle board is meranti wood powder with resin adhesive. The test sample was made with the composition variation of sawdust. Comparison of the composition of sawdust and resin adhesive is 85:15. Acoustic testing will be performed based on the standard ISO 354-2003, which is to obtain the optimum composition of each sample. From the variation of the optimum composition obtained, it is expected that particle board can be used as an interior partition walls in homes and offices. Increasing the current environmental noise is mostly caused by human activity daily. To reduce noise, can be used to function as an absorbent material and sound insulation. In general, the sound absorbing material has a degree of absorption at a particular frequency range. In this study, will be examined sound absorption coefficient of meranti wood waste particle board with an adhesive resin. Specific targets of this research is to obtain data based on the value of the sound absorption coefficient of variation of the particle size of sawdust. The particle size used, there are three types, namely smooth, rough, and randomly without sieving. Determination of sound absorption coefficient is based on the International standard ISO 354-2003 at the reverberation chamber, Faculty of Engineering, UNSYIAH. The results show that the average value of the sound absorption coefficient at filter 1/3 octave centered frequency is 0.3 for fine particles, coarse particles of 0.7 for and 0.6 for random particle size (without sieving). Based on the sound absorption coefficient is obtained, then the waste particle board with adhesive resin meranti worthy alternative acoustic panels.
iv
PRAKATA
Tiada kata yang pantas terucap selain ucapan puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami telah dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. Laporan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban peneliti terhadap lembaga yang telah memberikan dana, yaitu lembaga penelitian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dalam skim dosen muda. Pada penelitian dengan skim dosen muda ini, kami telah melakukan pemanfaatan limbah kayu meranti untuk pembuatan papan partikel yang digunakan sebagai panel penyerap bunyi alternatif. Kajian ini bertujuan untuk pengembangan material penyerap bunyi alternatif yang berasal dari limbah untuk menggantikan serat sintetik seperti glasswool atau rockwool yang memiliki tingkat penyerapan suara paling optimum, tetapi mahal dalam proses pengadaannya. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada: 1. Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala yang telah membiayai kegiatan penelitian skim dosen muda, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2014 Nomor : 427/UN11/S/LK-PNBP/2014 Tanggal 05 Mei 2014. 2. Bapak Muhammad Tajuddin., ST., M.Eng.Sc, Dr Ir. Husni., M. Eng.Sc, dan Ir. Zulfian Dipl-Soton yang telah memberikan fasilitas laboratorium untuk pembuatan dan pengujian papan partikel. 3. Bapak Prof Dr. Ir. Khairil., MT yang bertindak sebagai reviewer dan telah memberikan masukan dan saran-saran yang sangat berguna. Serta semua pihak yang telah membantu, demi selesainya penelitian ini. Semoga Allah mengkaruniakan kebaikan selalu dan mengganti segala sesuatunya lebih baik dari yang pernah diberikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terjadi kekurangan dalam pengerjaan penelitian ini, untuk itu saran dan kritik tetap dan sangat diharapkan agar selanjutnya dapat menjadi lebih baik lagi. Tiada kebahagiaan yang begitu besar kecuali ini semua dapat memberikan manfaat dan tidak membawa kesia – siaan, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
v
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN
ii
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN RINGKASAN SUMMARY PRAKATA DAFTAR ISI
iii iv v vi
BAB I. PENDAHULUAN
1
BAB II. PERUMUSAN MASALAH
3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Papan Partikel 3.1.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel 3.3.2 Mutu Papan Partikel 3.2 Kayu Meranti 3.3 Perekat Damar 3.4 Proses Pembuatan Papan Partikel 3.5 Sifat Fisis Papan Partikel 3.6 Sifat Akustik Papan Partikel
3 3 3 5 6 7 8 9 9
BAB IV. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
13
BAB V. METODE PENELITIAN 5.1 Waktu dan Tempat 5.2 Bahan dan Sampel Uji 5.3 Peralatan Pembuatan dan Pengujian Akustik Papan Partikel 5.4 Kondisi Pngukuran 5.5 Pelaksanaan Pengujian 5.6 Tahapan Penelitian
13 13 13 14 16 18 19
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variasi Ukuran Partikel terhadap Nilai Serapan Suara 6.2 Pengaruh Variasi Densitas Sampel terhadap Penyerapan Suara
22 22 24
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
25
DAFTAR PUSTAKA
25 vi
UCAPAN TERIMAKASIH
26
LAMPIRAN
27
B. DRAF ARTIKEL ILMIAH
vii
BAB I. PENDAHULUAN
Salah satu industri yang banyak mengeksploitasi kayu adalah industri meubel. Masyarakat sekarang ini, terutama dalam industri kerajinan yang bergerak dibidang industri kayu meubel, real estate, souvenir, kurang menyadari bahwa eksploitasi ini dapat mengakibatkan ekosistem hutan menjadi terganggu serta dapat mengakibatkan kelangkaan kayu. Industri meubel ini menggunakan kayu sebagai bahan utama, sehingga kegiatan industri ini dapat menghasilkan limbah kayu seperti: limbah akar pohon, ranting kayu/ cabang, hasil potongan penggergajian, serbuk gergaji, dan kulit kayu. Sisa-sisa kayu oleh masyarakat setempat biasanya, sering digunakan untuk kayu bakar, bahan bakar industri untuk dapur batu bata, dan keramik, bahkan ada juga yang dibuang percuma. Padahal apabila dilakukan pemanfaatan limbah kayu tersebut atau material kerajinan seni yang berasal dari kayu, maka akan dapat diperoleh nilai tambah secara ekonomis. Dengan memanfaatkan disiplin ilmu desain, maka bahan kayu limbah tadi dapat dibuat menjadi bahan alternatif dalam rancangan aneka produk. Misalnya; produk dalam bentuk souvenir, papan triplek, panel dinding partisi, dan bentuk karya seni lainnya seperti patung, mainan anak-anak, alat olah raga, alat terapi kesehatan, dan sebagainya. Namun kebutuhan akan kayu sekarang tidak diimbangi dengan persediaan. Penebangan terus menerus tanpa diimbangi penanaman kembali menjadikan kayu semakin sulit dicari. Akibatnya harga kayu meningkat dan membuat segolongan besar masyarakat tidak mampu untuk membeli kayu yang berkualitas baik. Alternatif pembuatan kayu telah dilakukan melalui pembuatan dan pemanfaatan serbuk kayu sisa olahan, diproses kembali melalui proses kempa di dalam media panas sehingga didapatkan kayu yang memiliki kekuatan hampir menyamai kekuatan kayu yang langsung diperoleh dari sumbernya. Papan partikel yang beredar dipasaran selama ini dibuat dari hasil pencampuran perekat sintetik yaitu jenis urea formaldehyde, melamine formaldehyde dan phenol formaldehyde. Sedangkan perekat alamiah yang berasal dari tumbuh - tumbuhan yaitu pati dan soya glue, serta dari binatang, seperti yang berasal dari tulang, casein dan blood albumin yang masih jarang digunakan. Perekat sintetik cenderung tidak ramah terhadap kelestarian lingkungan, karena mengandung senyawa kimiawi yang tidak mampu terdegradasi oleh alam dan penggunaan perekat alamiah merupakan salah satu cara untuk melestarikan alam. Beberapa penelitian baru masih menggunakan perekat buatan dan memvariasikan pengisi ke dalam jenis partikel dan serat lain, seperti sabut kelapa, sekam padi, dan lainnya.
1
Guna menciptakan papan partikel yang kuat dan memiliki karakteristik akustik yang baik, maka dalam penelitian ini, akan dilakukan pembuatan papan partikel yang berasal dari batang kayu meranti menggunakan perekat tumbuhan, yaitu getah damar. Adapun produksi getah damar sangat banyak terdapat dipesisir barat dan selatan Provinsi Aceh. Material tersebut selama ini digunakan untuk melapisi perahu nelayan yang bocor dan juga bahan sambungan antar papan pada dinding perahu tradisional. Selain mampu tahan terhadap air, perekat tersebut sangat mudah untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan bahan baku yang lain. Adapun partikel kayu yang digunakan berupa partikel halus seragam (Φ 0,1 – 1,9 mm), kasar seragam (Φ 1,9 - 4 mm) dan partikel acak tanpa pengayakan, dipadukan dengan prosentase perekat yaitu damar sebanyak 15 % berat. Tekanan yang diberikan adalah sama untuk semua sampel uji yaitu sebesar 20 ton dan ditekan dalam kondisi panas dengan temperatur 1200 C. Ukuran cetakan yang digunakan adalah 100 cm x 100 cm x 3,5 cm dan akan menghasilkan papan partikel dengan dimensi ukuran sebesar 100 cm x 100 cm x 2,5 cm. Penelitian ini sangat menarik untuk dilakukan dikarenakan efektifitas damar yang mampu merekat kuat dan tahan terhadap rembesan air, sehingga memungkinkan untuk dibentuk menjadi produk-produk papan partikel yang berasal dari sisa kayu gergaji untuk diolah menjadi berbagai produk dinding partisi dan juga plafon. Data yang akan didapatkan akan menjadi modal berharga untuk penelitian lanjutan dan dapat digunakan untuk pembangunan industri pengolahan sisa-sisa kayu olahan. Hal ini akan membantu pemerintah daerah dalam mengurangi penebangan liar yang semakin marak terjadi dan membantu masyarakat mengolah sisa kayu olahan menjadi produk yang lebih berguna dan bernilai ekonomi tinggi. Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah adanya terobosan baru dibidang rekayasa material yaitu produk papan partikel berperekat damar yang memiliki karakteristik akustik yang baik. Diharapkan produk tersebut akan mampu meningkatkan mutu produk-produk jenis papan partikel, yang dapat diterapkan langsung di lapangan guna mengantisipasi kekurangan produk yang berasal dari kayu. Hal ini akan memacu pemanfaatan limbah kayu terbuang untuk diolah menjadi papan partikel yang bermutu baik dari segi kekuatan dan juga serapan suaranya.
2
BAB II. PERUMUSAN MASALAH Papan partikel merupakan hasil pemampatan sisa buangan kayu olahan yang direkat dan dipadatkan melalui proses kempa panas (hot press). Adapun perumusan masalah pada penelitian ini meliputi: 1. Bahan perekat yang digunakan berasal dari getah tumbuhan yang dikenal dengan nama damar. 2. Partikel kayu yang digunakan berasal dari serbuk kayu meranti. 3. Ukuran partikel yang digunakan ada 3 jenis, yaitu halus seragam (Φ 0,1 - 1,9 mm), kasar seragam (Φ 1,9 - 4 mm) dan partikel acak tanpa pengayakan, dengan komposisi perekat damar sebesar 15 % berat. 4. Perlakuan yang dilakukan adalah pemberian tekanan panas (hot press) sebesar 20 ton pada temperatur 1200 Celcius. 5. Pengujian yang dilakukan meliputi; pengukuran koefisien serapan suara di ruang dengung (reverberation room), Laboratorium Akustik Fakultas Teknik Unsyiah. 6. Data yang ingin didapatkan meliputi; densitas material dan koefisien serapan suara.
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Papan Partikel Papan partikel merupakan suatu produk yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan suatu perekat organik serta bahan pelengkap lainnya yang dibuat dengan cara pengempaan mendatar dengan dua lempeng datar (SNI 03-2105-2006). Menurut Bowyer (2003) papan partikel merupakan produk panel yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Sementara itu Maloney (1993) mendefinisikan papan partikel sebagai salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikelpartikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan menggunakan perekat sintetis atau perekat lainnya dan dikempa panas. Menurut ASTM D-1037-93 (1993), tipe-tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah chips, curls, fibers, flake, shaving, slivers, strand, dan wood wool. Sedangkan berdasarkan kerapatannya, papan partikel tersebut dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 3
1. Papan partikel berkerapatan rendah (low density particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan < 0,4 g/cm3 2. Papan
partikel
berkerapatan
besar
(medium
density
particleboard),
yaitu
papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4 - 0,8 g/cm3, dan 3. Papan parikel berkerapatan tinggi (high density particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan > 0,8 g/cm3.
Lebih
lanjut, Streptiardi (1998) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi sifat papan partikel, diantaranya adalah binder, aditif, particle alignment, dan homogenitas partikel. Untuk pembuatan papan partikel, bahan pengisi yang digunakan dapat berupa partikel kayu dalam bentuk serat ataupun serbuk. Perekat dapat langsung ditambahkan dalam keadaan kering dengan tujuan untuk memaksimalkan proses pencampuran antara pengikat dengan partikel kayu. Hal tersebut menjadikan seluruh partikel kayu tertutupi oleh perekat sehingga proses pembentukan dapat dilakukan secara maksimal. Namun menurut Haygen & Bowyer (1996) papan partikel memiliki kelemahan yaitu stabilitas dimensi yang rendah. Hal ini dapat diketahui dari nilai pengembangan tebal papan partikel sekitar 10 - 25% pada kondisi kering ke kondisi basah. Ini melebihi pengembangan kayu utuhnya serta pengembangan liniernya hingga 0,35%. Sedangkan pengembangan panjang dan tebal papan partikel sangat besar pengaruhnya pada pemakaian terutama bila digunakan sebagai bahan bangunan .
3.1.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu sebuah papan partikel menurut Sutigno (1994) adalah; berat jenis kayu, zat ekstraktif kayu, jenis kayu, campuran jenis kayu, ukuran partikel, kulit kayu, dan perekat yang digunakan. Hal ini dapat dijelaskan seperti di bawah ini:
a.
Berat jenis kayu Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat jenis kayu
harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel menjadi baik.
b.
Zat ekstraktif kayu
4
Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik dibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan.
c.
Jenis kayu Jenis kayu (misalnya Meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi
formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya Meranti merah). Masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau pengaruh zat ekstraktif atau pengaruh keduanya.
d.
Campuran jenis kayu Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada diantara keteguhan lentur
papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan partikel struktural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis kayu.
e.
Ukuran partikel Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari serbuk
karena ukuran total lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan partikel struktural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar.
f.
Kulit kayu Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan partikelnya makin kurang baik
karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10 %.
g.
Perekat Macam partikel yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel. Penggunaan perekat
eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan, misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partikel. Sebagai contoh, penggunaan perekat urea formaldehida yang kadar formaldehida-nya tinggi akan menghasilkan papan partikel yang keteguhan lentur dan keteguhan rekat internalnya lebih baik tetapi emisi formaldehida-nya lebih jelek.
3.1.2. Mutu Papan Partikel 5
Badan Standardisasi Nasional (1996) menerangkan bahwa mutu papan partikel meliputi cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis, dan sifat kimia. Dalam standar papan partikel yang dikeluarkan oleh beberapa negara masih mungkin terjadi perbedaan dalam hal kriteria, cara pengujian, dan persyaratannya, Walaupun demikian, secara garis besarnya adalah terdiri dari cacat dan ukuran. Cacat menurut Pembagian mutu papan partikel terdapat 4 mutu tampilan papan partikel, yaitu : A, B, C, dan D. Cacat yang dinilai adalah partikel kasar di permukaan, noda serbuk, noda minyak, goresan, noda perekat, rusak tepi dan keropos. Sedangkan Ukuran dinilai menurut panjang, lebar, tebal dan siku yang terdapat pada semua standar papan partikel. Dalam hal ini, dikenal karena adanya toleransi yang tidak selalu sama pada setiap standar. Namun dalam hal toleransi telah dibedakan untuk papan partikel yang dihaluskan kedua permukaannya, dihaluskan satu permukaannya dan tidak dihaluskan permukaannya.
3.2. Kayu Meranti Meranti adalah nama sejenis kayu pertukangan yang populer dalam perdagangan. Berbagai jenis kayu meranti dihasilkan oleh marga Shorea dari suku Dipterocarpaceae.
a.
Sifat-sifat kayu Meranti tergolong kayu keras berbobot ringan sampai berat sedang. Berat jenisnya
berkisar antara 0,3 – 0,86 g/cm³ pada kandungan air 15% (berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni, air murni bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³). Kayu terasnya berwarna merah muda pucat, merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan merah tua kecoklatan. Berdasarkan berat jenisnya, kayu ini dibedakan lebih lanjut atas meranti merah muda yang lebih ringan dan meranti merah tua yang lebih berat. Namun terdapat tumpang tindih diantara kedua kelompok ini, sementara jenis-jenis Shorea tertentu terkadang menghasilkan kedua macam kayu itu. Menurut kekuatannya, jenis-jenis meranti merah dapat digolongkan dalam kelas kuat II – IV, sedangkan keawetannya tergolong dalam kelas III - IV. Kayu ini tidak begitu tahan terhadap pengaruh cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk penggunaan di luar ruangan dan yang bersentuhan dengan tanah. Namun kayu meranti merah cukup mudah diawetkan dengan menggunakan campuran minyak diesel dengan kreoso (Standar PKKI-NI-5 1961)
b.
Pemanfaatan Meranti merah merupakan salah satu kayu komersial terpenting di Asia Tenggara. Kayu
ini lazim dipakai sebagai kayu konstruksi, panel kayu untuk dinding, loteng, sekat 6
ruangan, bahan meubel atau perabot rumah tangga, mainan, peti mati dan lain-lain. Kayu meranti merah-tua yang lebih berat biasa digunakan untuk konstruksi sedang sampai berat, balok, kasau, kusen pintu-pintu dan jendela, papan lantai, geladak jembatan, serta untuk membuat perahu. Meranti merah baik pula untuk membuat kayu olahan seperti papan partikel, harbor, dan venir untuk kayu lapis. Selain itu, kayu ini cocok untuk dijadikan bubur kayu, bahan pembuatan kertas. Beberapa jenis Meranti merah menghasilkan buah yang mengandung lemak serupa kacang, yang dikenal sebagai tengkawang. Pada musim-musim tertentu setiap beberapa tahun sekali, buah- buah tengkawang ini dihasilkan dalam jumlah yang berlimpah-ruah, yaitu pada musim yang dikenal sebagai musim raya buah-buahan di hutan hujan tropika. Di musim raya seperti itu, masyarakat Dayak di pedalaman Pulau Kalimantan sibuk memanen tengkawang yang berharga tinggi (Standar PKKI-NI-5 1961).
c.
Pengolahan. Kayu meranti mudah diolah menjadi produk pertukangan berupa kusen pintu jendela, dan
lain-lain. Kayu meranti sebagai kayu yang dapat dikerjakan sangat mudah dan halus serat teksturnya. Sebagian kayu meranti yang sudah diperdagangkan tidak sesuai dengan standar baku ukurannya, biasanya sering mendapatkan ukuran panjang (misal 4 m) tidak didapat sesuai dengan ukurannya, sehingga menyulitkan bagi pertukangan untuk mengatur kayu dalam pembuatan seperti kusen pintu dan jendela. Selain itu harga kayu meranti yang tidak begitu mahal menjadi pilihan bagi masyarakat sebagai bahan pembuatan kusen pintu dan jendela (Standar PKKI-NI-5 1961).
3.3. Perekat Damar Menurut Tsoumis (1991) perekat terdiri dari dua macam, yaitu perekat alami dan perekat sintetis. Perekat alami berasal dari tumbuhan (pati dan soya glue) dan dari binatang (perekat berasal dari tulang, casein, dan blood albumin). Perekat sintetis disebut juga resin sintetis. Resin sintetis dibagi menjadi dua, yaitu termoseting dan termoplastis. Perekat termoseting merupakan perekat yang tergantung pada tipe kondensasi dari reaksi polimerisasi dimana unsur air dihilangkan. Perekat ini mengalami perubahan kimia dan fisika yang berlangsung satu arah yang mengubahnya menjadi tidak larut. Contoh dari perekat ini adalah diphenil methane diisocyanate (MDI), Urea Formaldehyde (UF), Melamine formaldehyde (MF), Phenol formaldehyde (PF), dan Recolchynol formaldehyde (RF). Sedangkan perekat termoplastis terpolimerisasi dan terbentuk melalui kehilangan pelarut dan tidak melalui reaksi 7
kimiawi sehingga bisa berubah-ubah dan dapat menjadi lunak akibat pemanasan, contohnya PVAc (Polyvinyl Acetate). Perekat merupakan material antara serat atau partikel. Perekat berfungsi untuk melindungi, menahan dan membagi serta mempengaruhi kekuatan particleboard. Umumnya perekat mempunyai densitas, kekerasan dan kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan serat atau partikel penyusunnya Hull, Derek, 1981. Dalam dunia perdagangan, dikenal banyak jenis damar. Di antaranya damar batu, damar kopal, damar agatis, dan damar mata kucing. Damar mata kucing paling tinggi harganya, karena pemanfaatannya juga paling luas. Mulai untuk kosmetik, parfum, bahan pelapis (vernis) dll. Sementara damar batu banyak digunakan sebagai pelapis dan penyekat antar kayu pada konstruksi kapal. Banyaknya jenis damar, disebabkan oleh banyaknya jenis pohon yang dapat menghasilkan damar, yang semuanya termasuk famili Dipterocarpaceae. Famili Dipterocarpaceae terdiri dari 17 genera, dan sekitar 500 spesies tumbuhan, yang umumnya berupa pohon. Bahan perekat yang digunakan untuk penelitian ini adalah perekat damar yang mempunyai sifat tidak mudah larut dengan air atau tahan air. Damar adalah hasil dari sekresi (getah) dari pohon shorea sp, vatica sp, dryobalanops sp, dan lain-lain dari suku MerantiMerantian atau Dipterocarpaceae. Di dalamnya termasuk damar mata kucing dan damar gelap. tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getah atau hars-nya. Getah damar ini diolah untuk dijadikan kopal.Perekat tersebut mudah digunakan dalam proses spray-up dan hand-up serta memiliki kemampuan yang baik di lingkungan air. Bentuknya seperti tepung dan mencair pada akhir proses, sehingga pada proses manufakturnya atau proses pengolahannya dapat dibentuk dengan cara pengadukan, pengaliran dan penyemprotan. Ikatan yang bekerja pada suatu material terdiri dari dua ikatan, yaitu: Ikatan adhesi dan kohesi. Ikatan adhesi merupakan ikatan yang bekerja untuk menghubungkan dua material yang berbeda bentuknya sedangkan ikatan kohesi merupakan ikatan yang bekerja untuk menghubungkan dua material yang serupa bentuknya. Selain itu damar dimanfaatkan dalam pembuatan korek api (untuk mencegah api membakar kayu terlalu cepat), plastik, plester, vernis, dan lak. Damar biasanya tumbuh di daerah dataran tinggi atau pegunungan terutama di daerah pegunungan bukit barisan pulau sumatera khususnya daerah pesisir barat dan selatan Aceh.
3.4. Proses Pembuatan Papan Partikel Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel pengolahan primer adalah papan partikel yang dibuat melalui proses pembuatan partikel, pembentukan hamparan dan pengempaan 8
yang menghasilkan papan partikel. Papan partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari papan partikel pengolahan primer misalnya dilapisi venir indah, dilapisi kertas aneka corak. Proses produksi papan partikel berlangsung secara otomatis. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan yang dapat mengurangi mutu papan partikel. Sebagai contoh, kadar air hamparan (campuran partikel dengan perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berat jenis kayu harus lebih dari satu yaitu 1,3 kayu yang tidak berminyak menghasilkan papan partikel yang baik. Papan partikel yang baik terbuat dari serbuk dan serat, semakin banyak kulit kayu semakin kurang baik mutunya, karena mengganggu dalam proses perekatan. Perekat urea formaldehida dengan kadar formadehida yang tinggi akan menghasilkan papan partikel yang bagus.
3.5. Sifat Fisis Papan Partikel Kualitas papan partikel merupakan fungsi dari beberapa faktor yang berinteraksi dalam proses pembuatan papan partikel tersebut. Metode pengujian sifat fisik dan mekanis papan partikel mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh SNI 03-2105-2006. Beberapa sifat mekanik dan sifat fisik dari papan partikel adalah; kadar air, kerapatan, pengembangan tebal, kuat lentur, modulus elastisitas, dan kekuatan tarik.
3.6 Sifat Akustik Papan Partikel Akustik yang baik dalam suatu ruang tertutup dipengaruhi oleh faktor obyektif dan subyektif yang saling berkaitan. Faktor obyektif dipengaruhi oleh berbagai teori akustik dengan diawali oleh teori waktu dengung (reverberation time) yang merupakan teori terpopuler yang diperkenalkan oleh W. C. Sabine pada abad ke-19. Waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan tingkat tekanan suara sebesar 60 dB setelah sumber suara dihentikan tiba-tiba. Sabine menyatakan bahwa, waktu dengung tidak tergantung pada lokasi di dalam ruang. Dengan kata lain, waktu dengung merupakan karakter menyeluruh dari suatu ruangan. Suatu suara tidak lantas hilang begitu saja setelah sumber suara dihentikan, namun akan terus didengar untuk beberapa saat akibat refleksi oleh dinding, langit-langit atau permukaan lainnya. Secara empiris, Sabine menyatakan persamaan waktu dengung seperti pada persamaan (3.1).
T
0,16 V A
.............................................................................................. (3.1)
9
dimana: T = Waktu dengung (detik), V = Volume ruangan (m3), A = Luas bidang serap (m2)
Dalam suatu perencanaan akustik, baik perencanaan akustik ruangan maupun peredaman bising, data-data mengenai besarnya koefisien absorbsi suara () dari bahan-bahan yang digunakan sangat diperlukan. Koefisien absorbsi adalah perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan terhadap energi suara yang datang pada permukaan bahan. Koefisien absorbsi () menyatakan efektifitas bahan absorber. Bila suatu bahan dikatakan memiliki = 65 % berarti bahwa sebanyak 65 % energi suara diserap dan sisanya dipantulkan. Meski demikian suatu bahan yang sama dapat memiliki koefisien absorpsi yang berbeda tergantung dari frekuensi suara yang datang pada bahan. Sehingga suatu koefisien absorbsi selalu dinyatakan sebagai fungsi frekuensi dengan filter 1/1 atau 1/3 oktaf. Besarnya juga bergantung pada sudut datang suara pada permukaan bahan. Koefisien absorbsi dinyatakan () sebagai perbandingan antara energi bunyi yang diserap oleh bahan tersebut bunyi yang datang atau:
=
Wa ............................................................................................... Wi
(3.2)
dimana : Wa : daya bunyi yang diserap, Wi : daya bunyi yang tiba pada permukaan bahan. Ada dua macam koefisien absorbsi suara, yaitu : a. Koefisien absorbsi normal dengan simbol αn, yaitu koefisien absorbsi suara untuk sudut datang suara tegak lurus bahan. b. Koefisien absorbsi Sabine dengan simbol αs atau α, yaitu harga rata-rata koefisien absorbsi suara untuk semua sudut. Pada kenyataannya suara datang pada suatu permukaan tidak selalu tegak lurus, tetapi mungkin datang pada sudut-sudut antara 00 dan mendekati 900. Jika medan suara adalah difus, maka sudut datang pada semua arah memiliki peluang yang sama. Demikian yang diharapkan terjadi di dalam ruang dengung, sehingga koefisien absorbsi suara yang terukur adalah koefisien absorbsi suara Sabine. Besarnya koefisien absorbsi suatu bahan ditentukan oleh beberapa kriteria yaitu: a. frekuensi suara sumber/ frekuensi eksitasi artinya harga α suatu bahan akustik berbeda-beda untuk setiap frekuensinya. 10
b. Densitas dan ketebalan bahan. c. Suatu bahan dari jenis dan ketebalan atau kerapatan yang sama akan menghasilkan nilai yang berbeda, jika diletakkan atau diinstalasi pada bahan lain yang berbeda karakteristiknya. d. Harga suatu bahan akan mengalami perubahan jika diberikan perlakuan terhadap permukaannya, misalnya dicat semprot atau cat poles. e. Harga suatu bahan juga akan mengalami perubahan jika dipasang rongga udara di belakang bahan tersebut (air cavity).
Selain itu, besarnya koefisien absorbs suara juga tergantung pada sudut datang suara pada permukaan bahan. Bila sudut datang tegak lurus pada bahan maka koefisien disebut Koefisien Absorbsi Normal (n). Sedang bila medan suara adalah difus di mana sudut datang pada semua titik memiliki peluang yang sama maka koefisien disebut Koefisien Absorbsi Sabine (S) yang merupakan harga rata-rata koefisien disemua sudut datang. Secara umum, koefisien absorbsi suatu bahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a.
Metode Ruang Dengung (Reverberation Room) Salah satu metode untuk menentukan tingkat daya suara suatu sumber suara adalah
dengan metode ruang dengung. Metode ini dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang didesain sehingga memiliki dinding- dinding yang reflektif dengan koefisien absorbsi suara bahan pembentuk dinging lebih kecil dari 0,06). Dalam ruang dengung, energi suara akan terdifusi seluruhnya ke ruangan sehingga tingkat tekanan suara pada semua titik di ruangan tersebut akan sama besar. Penentuan tingkat daya suara dengan metode ruang dengung dilakukan dengan pengukuran waktu dengung dan tingkat tekanan suara dalam ruang dengung. Ruang dengung adalah ruangan yang didesain dengan menutup seluruh dinding, lantai dan langit-langit dengan bahan yang sangat keras dan nyaris tak berpori sehingga semua suara yang datang dapat dipantulkan seluruhnya kembali, bahkan dipantulkan berulang-ulang. Dengan demikian, suara akan merambat ke segala arah dengan kuantitas dan probabilitas yang sama. Dengan kondisi ini maka ruang dengung diasumsikan memiliki medan difus. Untuk menghitung besarnya α di dalam ruangan dengung, data yang diperlukan adalah : a. Waktu dengung ruang dalam keadaan tanpa sampel uji (T1) b. Waktu dengung ruang dengan adanya sampel uji di dalamnya (T2) 11
Persamaan yang sering digunakan untuk menghitung waktu dengung suatu ruangan adalah persamaan 5.3, yaitu:
T
55,3V ...................................................................................... (3.3) c(4mV S a)
dimana: V = Volume ruang dengung (m3), c = Cepat rambat suara di udara (m/s), m = Koefisien atenuasi energi suara oleh udara (m-1), S = Luas total permukaan ruangan (m2), = Koefisien absorbsi rata-rata.
Karena medan suara dalam ruang dengung adalah difus, maka besaran yang terukur adalah koefisien absorpsi Sabine. Dari persamaan di atas, harga koefisien absorbsi suara dapat ditentukan menjadi:
55,3V cS b
1 1 ............................................................................... (3.4) T2 T1
Persamaan 3.4 ini merupakan persamaan yang akan peneliti gunakan untuk menghitung koefisien absorbsi suara dari papan partikel yang dibuat.
b. Metode Tabung Impedansi Metode ini digunakan untuk mengukur koefisien absorbsi suara normal dari suatu sampel uji. Benda uji yang digunakan harus diletakkan tegak lurus terhadap permukaan sumber suara, sehingga koefisien absorbsi yang terukur adalah koefisien absorbsi suara normal, n, persamaan 3.5, yaitu:
1 R ................................................................................................. (3.5) 2
R
H 12 e jks j 2 k ( L s ) e ........................................................................... (3.6) e jks H 12
dimana: R = faktor refleksi, H12 = fungsi transfer antara dua mikrofon, k = bilangan gelombang, L = jarak permukaan sampel uji dengan mikrofon pertama, S = jarak antara dua mikrofon
Metode ini menjadi tidak tepat untuk keseluruhan pengukuran koefisien serapan suara karena batasan-batasannya. Metode ini mengabaikan bahwa gelombang suara dalam ruang 12
menumbuk bahan penyerap dari berbagai sudut. Selanjutnya ukuran dan cara pemasangan bahan uji akan berbeda dengan kondisi pengerjaan sebenarnya.
BAB IV. TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya nilai koefisien absorbsi suara papan partikel yang berasal dari limbah kayu meranti dengan variasi ukuran serat. Hal ini berguna untuk mendapatkan papan partikel yang berkualitas baik. Selain itu manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah adanya terobosan baru dibidang rekayasa material yaitu produk papan partikel berperekat damar yang kuat dan memiliki nilai serapan suara yang tinggi. Diharapkan produk tersebut akan mampu bersaing dengan produk-produk papan partikel lainnya yang telah ada dipasaran. Hal ini akan memacu pemanfaatan limbah kayu terbuang untuk diolah menjadi papan partikel yang bermutu baik.
BAB V. METODE PENELITIAN
5.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 di Laboratorium Rekayasa Material dan Laboratorium Akustik Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
5.2. Bahan dan Sampel Uji Adapun bahan baku yang digunakan adalah serbuk kayu meranti yang telah dilakukan dipilah-pilah untuk mendapatkan ukuran: a. halus seragam (Φ 0,1 – 1,9 mm), b. kasar seragam (Φ 1,9 - 4 mm), dan c. acak tanpa pengayakan.
Kemudian perekat yang digunakan adalah jenis perekat yang berasal dari pohon kayu meranti yang dikenal dengan nama damar. Spesimen uji dibuat berdasarkan standar SNI 03-21052006 dan diuji di Laboratorium Akustik berdasarkan standar ISO 354-2003.
13
5.3. Peralatan Pembuatan dan Pengujian Akustik Papan Partikel Untuk membuat papan partikel pada penelitian ini dibutuhkan beberapa peralatan. Peralatan- peralatan tersebut meliputi: 1. Mesin hot-press, seperti diperlihatkan pada gambar 5.1 dengan spesifikasi: Merk
: Wabash
Tahun pembuatan
: 2012
Buatan
: Amerika
Kapasitas tekan maksimum
: 150 ton.
Gambar 5.1. Mesin hot-press
2. Cetakan bawah Panjang
: 100 cm
Lebar
: 100 cm
Tinggi
: 4 cm
Bahan
: HSS
Alat ini berfungsi untuk wadah penampungan hasil pencampuran dan pengadukan partikel kayu meranti dengan perekat damar, dan tempat terjadinya pemadatan yang akan merubah dimensi ketebalan dan kerapatan campuran antar material tersebut. Bentuk cetakan dapat dilihat pada gambar 5.2.
14
Gambar 5.2. Cetakan bawah
3. Cetakan tekan atas: Panjang
: 100 cm
Lebar
: 100 cm
Tinggi
: 4 cm
Bahan
: HSS
Gambar 5.3. Cetakan tekan atas
Alat ini merupakan alat penumpu utama pada cetakan spesimen. Karena alat ini yang langsung menekan campuran partikel meranti dengan perekat damar yang belum padat menjadi memiliki kepadatan lebih tinggi, sehingga ikut merubah dimensi cetakan tersebut. Bentuk dimensi cetakan tekan atas dapat dilihat pada gambar 5.3.
15
B. Pengujian Akustik Pengujian ini akan dilakukan di ruang dengung (reverberation room), Laboratorium Akustik Fakultas Teknik Unsyiah. Adapun alat-alat yang digunakan dalam pengujian adalah sebagai berikut: 1. Real Time Analizer 840-2 2. Condenser microphone 1236 ½″ 3. Preamplifier norsonik 1204 ½″ 4. Piston phone norsonik 1251 (114 dB – 1 KHz) 5. Loudspeaker Dodecahedron Nor-223 6. Standar tripod 7. Alat ukur temperatur dan kelembaban udara
Gambar 5.4 Real time analizer 840-2 dan piston phone norsonik 1251
5.4 Kondisi Pengukuran Berdasarkan standar ISO 354-2003, pengukuran temperatur, kelembaban, serta set up alat ukur adalah sebagai berikut:
Volume ruangan dengung adalah 72,1 m3, kalibrasi mikrofon dilakukan pada level 114 dB dan frekuensi 1000 Hz.
Sketsa variasi titik-titik pengukuran:
16
Gambar 5.5 Sketsa titik ukur waktu dengung (T1) tanpa sampel uji
Gambar 5.6 Sketsa titik ukur waktu dengung (T2) dengan sampel uji
Keterangan simbol :
adalah loudspeaker
adalah mikrofon
adalah sampel uji papan partikel
17
Reverberation Room
Loudspeaker Loudspeaker Dodecahedron Microphone
Material Sample
Sampel Uji
Power Amplifier
Analyzer
Gambar 5.7 Denah posisi alat ukur dan sampel uji di dalam ruang dengung
5.5. Pelaksanaan Pengujian Pengujian koefisien absorbsi suara akan dilaksanakan di Laboratorium Akustik, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala berdasarkan standar ISO-354-2003. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut: 1. Sebelum melakukan pengujian terlebih dahulu dilakukan kalibrasi terhadap mikrofon dengan menggunakan Calibrator piston phone Nor-1251. 2. Kemudian juga dilakukan pengukuran temperatur dan kelembaban dari ruang dengung. 3. Penempatan mikropon pada posisi titik ukur yang telah ditentukan dengan jarak minimal 1 meter dari sumber maupun dinding ruangan.
18
4. Pengukuran waktu dengung ruang kosong (tanpa sampel uji) dengan menggunakan filter frekuensi jalur 1/3 oktaf dengan rentang frekuensi 125 Hz – 6,3 kHz pada setiap titik ukur. 5. Pengukuran waktu dengung dari ruang dengung dengan adanya sampel uji serta atur posisi mikropon, loudspeaker dan bahan uji sesuai dengan titik ukur yang telah ditentukan. Mulai Studi Kepustakaan Persiapan bahan baku Pencampuran dan Pengadukan Penekanan Tidak
Berhasil Pengujian akustik dan evaluasi
Penulisan laporan
Selesai
Gambar 5.8. Diagram alir pembuatan papan partikel dan pengujian akustik
5.5. Tahapan penelitian Penelitian ini adalah langkah dari proses pengembangan pembuatan papan partikel dari awal dengan menggunakan serbuk kayu meranti sebagai penguatnya dan perekat damar sebagai pengikatnya. Lalu dikombinasikan dengan ukuran serat/ partikel yang berbeda untuk masing-masing sampel uji. Langkah berikutnya adalah melakukan pengujian akustik yang bertujuan untuk mendapatkan nilai koefisien serapan suara dari papan partikel kayu meranti dan perekat damar. Kemudian tahapan berikutnya yang harus dipersiapkan adalah: studi 19
literatur; studi ini dilakukan untuk mempelajari lebih detil tentang papan partikel bertipe interior, berperekat tahan air dan diproses dengan sistem kempa panas. Adapun besarnya papan partikel yang akan dibuat berukuran 100 cm x 100 cm x 2,5 cm dengan kerapatan yang ditargetkan 0,35 - 0,80 g/cm3. Tahapan selanjutnya dalam pembuatan papan partikel adalah:
1. Tahap Pengadukan Tahap ini merupakan tahap pencampuran antara perekat damar dengan limbah partikel kayu jenis meranti berdasarkan variasi pelapisan campuran partikel kayu dan perekat damar yang telah direncanakan.
2. Tahap Pencetakan Pada tahapan proses pencetakan dilakukan dengan cara pemadatan partikel kayu menjadi papan yang terdiri atas satu lembaran papan yang terdiri dari lapisan serat halus seragam (Φ 0,1 – 1,9 mm), kasar seragam (Φ 1,9 - 4 mm) dan acak tanpa pengayakan. Pada tahap ini, kedua plat cetakan yang digunakan memiliki ketebalan volume penampang 100 x 100 cm x 3,5 cm.
Gambar 5.9 Papan partikel sebelum dilakukan penekanan 20 ton
20
Gambar 5.10. Papan partikel setelah diberikan penekanan 20 ton
Setelah proses pengadukan antara partikel kayu yang telah divariasikan lapisannya dengan perekat damar selesai dilakukan penekanan, maka diharapkan akan didapat bentuk seperti pada gambar 5.11.
Gambar 5.11. Variasi lapisan papan partikel setelah ditekan
Tabel 5.1 Komposisi papan partikel No
Bahan
(%) Berat
Jumlah
1
Partikel Kayu Meranti (partikel halus seragam) : Perekat Damar
85 : 15
5
2
Partikel Kayu Meranti (serat kasar seragam) : Perekat Damar
85 : 15
5
3
Partikel Kayu Meranti (acak) : Perekat Damar
85 : 15
5
21
3. Tahap Penekanan Pembuatan papan partikel merupakan proses bertahap dari proses pembentukan hingga penekanan. Proses penekanan menggunakan tekanan sebesar 20 ton. Penekanan dilakukan dengan mesin tekan panas (hot press) kapasitas maksimum 150 ton, pada temperatur 120 0C selama 15 menit, sedangkan ukuran papan partikel hasil cetakan adalah 100 x 100 cm dengan ketebalan 2,5 cm.
4. Tahap Penyempurnaan Pada tahap akhir pembuatan papan partikel akan dilakukan pengampelasan. Selain untuk mengatur ketebalannya, perlakuan ini dimaksudkan untuk mendapatkan permukaan papan partikel yang lebih halus. Kemudian, setelah dilakukan proses pembentukan dan penekanan, papan partikel hasil cetakan dibiarkan di ruangan selama 7 hari, lalu siap untuk dibuat tahapan pengujian.
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Pengaruh variasi ukuran partikel terhadap nilai serapan suara Dimensi dari papan partikel yang dibuat adalah 100 cm x 100 cm. Sedangkan ketebalannya sama untuk semua variasi ukuran serat yaitu 2,5 cm. Hal ini bertujuan untuk mengkondisikan konstanta ketebalan papan partikel terhadap variabel ukuran serat. Sebanyak 10 sampel uji untuk masing-masing variasi ukuran serat telah dibuat. Hasil pengujian koefisien serapan suara diperlihatkan pada gambar 6.1. Dari hasil tersebut didapatkan, nilai koefisien serapan suara tertinggi untuk jenis partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm) sebesar 0,73, yang terjadi pada frekuensi 4000 Hz (di daerah frekuensi tinggi). Sedangkan pada daerah frekuensi rendah (125 Hz – 500 Hz) dan menengah (500 Hz – 1000 Hz) terlihat besarnya nilai penyerapan suara hampir merata untuk setiap frekuensi, yaitu rata-rata sebesar 0,1. Untuk jenis partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm), nilai serapan suara tertinggi terjadi dalam rentang frekuensi yang lebih lebar, yaitu 1000 Hz sampai 5000 Hz dengan nilai puncak terjadi pada frekuensi 1250 Hz, 1600 Hz, dan 2500 Hz, sebesar 0,99.
22
1
Koefisien Serapan Suara
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3
Partikel Halus
0,2
Partikel Kasar
0,1
Partikel Acak
0 125 160 200 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000 Frekuensi (Hz)
Gambar 6.1. Kurva koefisien serapan suara untuk partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm), kasar (Φ 1,9 – 4 mm), dan acak/ tanpa pengayakan.
Sedangkan untuk jenis partikel acak (tanpa pengayakan), puncak grafik terjadi pada frekuensi 2000 Hz dengan nilai koefisien serapan suara sebesar 94%. Dari ketiga jenis ukuran partikel, ternyata papan partikel dengan ukuran partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm) lebih efektif dalam menyerap suara, hal ini disebabkan oleh banyaknya porositas dari papan tersebut. Porositas dari panel akustik, terbukti memberikan kontribusi yang besar terhadap penyerapan suara pada frekuensi tinggi. Tabel 6.1 menunjukkan nilai koefisien serapan suara minimum dari suatu material untuk dapat dikategorikan sebagai peredam suara berdasarkan standar ISO 11654 (1997).
Tabel 6.1. Nilai Koefisien Serapan Suara Standar berdasarkan ISO 11654 (1997) Kelas A B C D E
250 0,70 0,60 0,40 0,10 0
500 0,90 0,80 0,60 0,30 0,17
Frekuensi (Hz) 1000 0,90 0,80 0,60 0,30 0,17
2000 0,90 0,80 0,60 0,30 0,17
4000 0,80 0,70 0,50 0,20 0,05
Dari data pada tabel 6.1, papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar yang dibuat telah memenuhi syarat ISO 11654 (1997), sehingga layak menjadi panel akustik alternatif. 23
4.2 Pengaruh variasi densitas sampel terhadap penyerapan suara Perhitungan densitas dari sampel uji dilakukan dengan cara menimbang massa sampel serta mengukur volumenya, hasil perhitungannya ditunjukkan pada tabel 6.2.
Tabel 6.2. Penentuan Densitas dari Sampel Uji Jenis partikel penyusun/ sampel uji Densitas (g/cm3) Partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm)
0,35
Partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm)
0,75
Partikel acak
0,65
1
Koefisien Serapan Suara
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
Partikel Halus Partikel Kasar Partikel Acak Serabut Kelapa Serat Rami
0,3 0,2 0,1 0
125 160 200 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000
Frekuensi (Hz)
Gambar 6.2. Kurva koefisien serapan suara untuk partikel halus ρ = 0,75 gr/cm3, partikel kasar ρ = 0,65 gr/cm3, partikel acak/ tanpa ρ = 0,38 gr/cm3, serabut kelapa ρ = 0,57 gr/cm3, dan serat rami ρ = 0,33 gr/cm3.
Adapun pengaruh densitas sampel terhadap kemampuan serapan suaranya, ditunjukkan pada gambar 6.2. Dari gambar tersebut didapatkan bahwa dengan bertambahnya densitas dari sampel uji, nilai koefisien serapan suara meningkat secara signifikan hampir pada semua frekuensi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ballag (1996), “Acoustical Properties of Wool”. Sebagai data pembanding, pada gambar 6.2 disajikan kurva perbandingan koefisien 24
serapan suara dari papan partikel limbah kayu meranti yang berperekat damar dengan dua jenis bahan lainnya yaitu serabut kelapa dan serat rami.
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisa data dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Panel papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar sudah memenuhi kriteria standar ISO 11654 (1997), untuk dapat diklassifikasikan sebagai bahan penyerap suara. 2. Konfigurasi yang paling ideal sebagai bahan penyerap suara adalah papan partikel dengan partikel penyusunnya berupa partikel kasar dengan diameter 1,9 mm – 4 mm. 3. Peningkatan densitas sampel uji akan menyebabkan kenaikan koefisien serapan suaranya. 4. Nilai rata-rata koefisien serapan suara untuk masing-masing sampel uji adalah 0,3 untuk partikel halus, 0,7 untuk partikel kasar, dan 0,6 untuk ukuran partikel acak tanpa pengayakan. 5. Berdasarkan nilai koefisien serapan suara yang diperoleh, papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar layak menjadi panel akustik alternatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Salim. (2007): Pemanfaatan Limbah Kayu Menjadi Alternatif Desain Aneka Produk dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Jepara, Tesis S2, Program Magister Institut Teknologi Bandung. 2. Akram (2012): Kualitas Papan Partikel Berbasis Perekat Damar Menggunakan Serbuk Kayu Meranti, Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI) 2012, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 3. Akram (2013), Penggunaan Serbuk Kayu Meranti sebagai Filler menggunakan matriks Damar untuk Pembuatan Papan Komposit, Prosiding SNYuBe, Vol 2, No. 4. 4. Badan Standardisasi Nasional [BSN] (2006): Papan Partikel SNI No: 03-2105-2006, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. 5. Badan Standardisasi Nasional [BSN]. (1996): Mutu Papan Partikel SNI 03-21051996, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. 25
6. Badan Standarisasi Nasional [BSN] (1991): Papan Partikel Data SNI No: 2105-91-A, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. 7. Ballagh KO (1996), Acoustical Properties of Wool, Applied Acoustic Journal, Vol 48, No 2. Elsevier Science Ltd. 8. Firda Aulia Syamani, Kurnia Wiji Prasetyo, Ismail Budiman, Subyakto, Bambang Subianto. (2008): Sifat Fisis Mekanis Papan Partikel dari Serat Sisal atau Serat Abaka setelah Perlakuan Uap, Jurnal Tropical Wood Science and Technology Vol.6 No.2. 9. Hull, Derek. (1991): An Introduction to Composites Materials, Cambridge University Press, Cambridge. 10. ISO 11654 (1997), Acoustical Sound Absorbers for Use in Buildings-Rating of Sound Absorption. 11. ISO 354 (2003), Acoustic – Measurement of Sound Absorption in a Reverberation Room. 12. Khairati Ainie, dkk (2006), Desain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya. 13. Restu Kristiani, dkk (2014), Kinerja Serapan Bunyi Komposit Ampas Tebu berdasarkan Variasi Ketebalan Quater Wavelength Resonator terhadap Kinerja Bunyi, Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol 10, No 1. 14. Sabri (2005), Evaluasi Kinerja Akustik Serat Alam sebagai Material Alternatif Pengendali Kebisingan, Tesis S2, Program Magister Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung. 15. Irfan Asmadi (2012): Papan Partikel, Papan Semen, dan Komposit Polimer Kayu, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makasar.
UCAPAN TERIMAKASIH
Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Universitas Syiah Kuala, melalui Lembaga Penelitian Unsyiah yang telah mendanai penelitian dengan skim Dosen Muda tahun 2014.
26
LAMPIRAN
PERSONALIA TENAGA PENELITIAN
CURRICULUM VITAE 1.
Nama Lengkap
: Sabri, ST., MT
2.
Tanggal Lahir/ Umur
: 2 Mei 1972/ 42 tahun
3.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
4.
Alamat
: Komplek Perumahan Dosen dan Karyawan Unsyiah Blok A no. 45, Blang Krueng, Aceh Besar
5.
NIP
: 19720502 199802 1 001
6.
Pangkat/Golongan
: Penata/IIIc
7.
Jabatan Fungsional
: Lektor
8.
Jurusan/ Prodi
: Teknik Mesin
9.
Riwayat Pendidikan
:
No 1.
Pendidikan
Tahun Tamat
S1 - Teknik Mesin Unsyiah
1997
Spesialisasi Teknik
Konstruksi
dan
Perancangan Mesin
2.
S2 – Teknik Penerbangan, ITB
2003
Teknik Konstruksi Penerbangan
10. Pengalaman Penelitian (5 tahun terakhir) No
Tahun
Judul
Sumber Biaya
1.
2009
Studi Karakteristik Penyerapan Suara pada Sampel
Mandiri
Uji Karton Telur (Egg Carton)
11.Publikasi (5 tahun terakhir) No
Tahun
Judul
1.
2013
Analisis Kebisingan pada Kawasan “Compressor House Urea-1” PT Pupuk Iskandar Muda, Krueng Geukueh, Aceh Utara, Seminar Nasional Yusuf Benseh (SNYuBe 2013), Politeknik Negeri Lhokseumawe. 27
2.
2014
Pemanfaatan Papan Partikel Limbah Kayu Meranti dengan Perekat Damar sebagai Panel Alternatif Pengendali Kebisingan, Seminar Nasional hasil Riset dan Standardisasi Industri IV, Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh (Baristand Industri).
Banda Aceh, 21 November 2014
( Sabri., ST., MT ) NIP. 19720502 199802 1 001
28
CURRICULUM VITAE
1. Nama Lengkap
: Akram, ST., MT
2. Tanggal Lahir/Umur
: 1 Juni 1976/ 37 tahun
3. Jenis kelamin
: Laki-laki
4. Alamat
: Komplek Perumahan Dosen dan Karyawan Unsyiah B3 Dusun Sederhana, Kopelma Darussalam, Banda Aceh
5. NIP
: 19760601 200604 1 003
6. Pangkat / Golongan
: Penata muda/ IIIa
7. Jabatan Fungsional
: Asisten Ahli
8.Jurusan/ Prodi
: Teknik Mesin
9. Riwayat Pendidikan
:
No
Pendidikan
Tahun Tamat
Spesialisasi
1.
S1 - Teknik Mesin Unsyiah
2002
Teknik Pembentukan Material
2.
S2 - Teknik Mesin Unsyiah
2013
Teknik Pembentukan & Manufaktur
10. Pengalaman Penelitian (5 tahun terakhir) No
Tahun
Judul
Sumber Biaya
1.
2012
Pembuatan dan Pengujian Sifat Mekanis Papan
Unsyiah
Partikel Limbah Kayu Meranti Menggunakan Perekat Damar
11. Publikasi (5 tahun terakhir) No
Tahun Judul
1.
2012
Kualitas Papan Partikel Berbasis Perekat Damar Menggunakan Serbuk Kayu Meranti, Jurnal Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI 2012).
2.
2013
Penggunaan Serbuk Kayu Meranti Sebagai Filler Menggunakan Matrik Damar Untuk Pembuatan Papan Komposit, Seminar Nasional Yusuf Benseh (SNYuBe 2013), Politeknik Negeri Lhokseumawe. 29
3.
2014
Pengembangan Papan Partikel Dari Limbah Kayu Meranti Menggunakan Perekat Damar, Jurnal Teknik Mesin Unsyiah, Vol 2, No. 4, Juni 2013.
Banda Aceh, 21 November 2014
( Akram., ST., MT ) NIP. 19760601 200604 1 003
30
Langkah - Langkah Pembuatan Papan Partikel 1)
Partikel kayu Meranti murni
Partikel kayu Meranti yang dicampur dengan Damar
2) Serbuk kayu Meranti yang telah bercampur dengan Damar diletakkan ke dalam cetakan, kemudian ditekan dengan alas plat besi tebal
3) Setelah diletakkan di dalam mesin press, partikel kayu Meranti dan perekat Damar diberi tekanan sebesar 20 ton
31
Produk yang dihasilkan
32
Ruang Dengung (Reverberation Room)
33
B. ARTIKEL ILMIAH
PEMANFAATAN PAPAN PARTIKEL LIMBAH KAYU MERANTI DENGAN PEREKAT DAMAR SEBAGAI PANEL ALTERNATIF PENYERAP BUNYI Utilization of Meranti Waste Wood Particle Board with Adhesive Resin as Sound Absorbing Alternative Panels Sabri*, Akram Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh * e-mail:
[email protected] Abstrak Peningkatan kebisingan lingkungan saat ini banyak disebabkan oleh aktivitas manusia sehari-hari. Untuk mengurangi kebisingan, dapat digunakan material yang berfungsi sebagai penyerap dan isolasi bunyi. Karakteristik suatu material penyerap bunyi dinyatakan dengan besarnya nilai koefisien absorbsi untuk tiap frekuensi eksitasi. Pada umumnya material penyerap bunyi memiliki tingkat penyerapan pada rentang frekuensi tertentu saja. Dalam penelitian ini, akan diteliti nilai koefisien serapan bunyi dari papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar. Sasaran khusus penelitian ini adalah untuk mendapatkan data nilai koefisien serapan bunyi berdasarkan variasi ukuran partikel serbuk kayu. Ukuran partikel yang digunakan ada tiga jenis, yaitu halus, kasar, dan acak tanpa pengayakan. Penentuan nilai koefisien serapan bunyi dilakukan berdasarkan standar ISO 354-2003 di ruang dengung Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai rata-rata koefisien serapan bunyi pada pita frekuensi jalur 1/3 oktaf adalah 0,3 untuk partikel halus, 0,7 untuk partikel kasar, dan 0,6 untuk ukuran partikel acak/ tanpa pengayakan. Berdasarkan nilai koefisien serapan bunyi yang didapat, maka papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar layak menjadi panel akustik alternatif. Kata kunci: damar, koefisien serapan bunyi, papan partikel, serbuk kayu meranti
Abstract Increasing the current environmental noise caused by many human activities. To reduce noise, acoustic panel can be used as absorbent panel and sound insulation. Characteristics of a sound absorbing material declared by the value of absorption coefficient for each frequency of excitation. In general, the sound absorbing material has a degree of absorption at a particular frequency range. In this study, will be examined sound absorption coefficient of meranti wood waste particle board with adhesive resin. Specific objectives of this study are to obtain data based on the value of the sound absorption coefficient of the sawdust particle size variation. There are three types of particle size used; smooth, rough, and randomly without sieving. Determination of sound absorption coefficient is done based on ISO 354-2003 standard in a reverberation chamber, Acoustic Laboratory, Syiah Kuala University. The results showed that the average value of sound absorption coefficient at 1/3 octave band center frequency is 0.3 for fine particles, 0.7 for coarse particles and 0.6 for random particle size (without sieving). Based on the sound absorption coefficient values were obtained, the meranti wood waste particle board with adhesive resin, worthy alternative acoustic panels. Keywords: resin, meranti wood dust, particle board, sound absorption coefficient
34
1. PENDAHULUAN Salah satu industri yang banyak mengeksploitasi kayu adalah industri meubel. Masyarakat sekarang ini, terutama dalam industri kerajinan yang bergerak dibidang industri kayu meubel, real estate, dan souvenir kurang menyadari bahwa eksploitasi ini dapat mengakibatkan ekosistem hutan menjadi terganggu serta dapat mengakibatkan kelangkaan kayu. Industri meubel ini menggunakan kayu sebagai bahan utama, sehingga kegiatan industri tersebut dapat menghasilkan limbah kayu seperti: limbah akar pohon, ranting kayu, hasil potongan penggergajian, serbuk gergaji, dan kulit kayu. Sisa-sisa kayu oleh masyarakat setempat biasanya sering digunakan untuk kayu bakar, bahan bakar industri untuk dapur batu bata dan keramik, bahkan ada juga yang dibuang. Padahal apabila dilakukan pemanfaatan limbah kayu tersebut akan dapat diperoleh nilai tambah secara ekonomis. Dengan memanfaatkan disiplin ilmu desain dan manufaktur, maka bahan kayu limbah tadi dapat dibuat menjadi bahan alternatif dalam rancangan aneka produk. Misalnya; produk dalam bentuk souvenir, papan partikel, dan panel dinding partisi untuk peredam kebisingan. Saat ini telah banyak usaha yang dilakukan untuk dapat mereduksi kebisingan pada suatu ruangan yaitu dengan menggunakan material peredam dan penyerap suara. Material tersebut dalam suatu bangunan biasanya berperan sebagai panel akustik yang dipasang menjadi dinding partisi dan plafon. Material yang telah diketahui dan banyak digunakan sebagai penyerap dan peredam suara antara lain glasswool, rockwool, dan bahan-bahan berlignoselulosa. Bahan berlignoselulosa yang diketahui memiliki sifat penyerapan yang baik adalah sabut kelapa, serat rami, sepah tebu, sekam padi, dan jerami. Penelitian Sabri (2005) menunjukkan bahwa material peredam suara dari serat sabut kelapa dan serat rami memiliki mutu sebaik glasswool sebagai bahan peredam suara yang telah lama digunakan masyarakat. Alternatif pembuatan kayu telah dilakukan melalui pembuatan dan pemanfaatan serbuk kayu sisa olahan, diproses kembali melalui proses kempa di dalam media panas sehingga didapatkan kayu yang memiliki kekuatan hampir menyamai kekuatan kayu yang langsung diperoleh dari sumbernya. Papan partikel yang beredar dipasaran selama ini dibuat dari hasil pencampuran perekat sintetik yaitu jenis urea formaldehyde, melamine formaldehyde dan phenol formaldehyde. Sedangkan perekat alamiah yang berasal dari tumbuh - tumbuhan yaitu pati dan soya glue, serta dari binatang, seperti yang berasal dari tulang, casein dan blood albumin yang masih jarang digunakan. Perekat sintetik cenderung tidak ramah terhadap kelestarian lingkungan, karena mengandung senyawa kimiawi yang tidak mampu terdegradasi oleh alam. Penggunaan perekat alami merupakan salah satu cara untuk melestarikan alam. Guna menciptakan papan partikel yang kuat dan memiliki karakteristik akustik yang baik, maka dalam penelitian ini, akan dilakukan pembuatan papan partikel yang berasal dari batang kayu meranti menggunakan perekat tumbuhan, yaitu getah damar. Adapun produksi getah damar, sangat banyak terdapat di pesisir barat dan selatan Provinsi Aceh. Material tersebut selama ini digunakan untuk melapisi perahu nelayan yang bocor dan juga bahan sambungan antar papan pada dinding perahu tradisional. Selain tahan terhadap air, perekat tersebut sangat mudah untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan bahan baku yang lain. Papan Partikel Papan partikel merupakan suatu produk yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan suatu perekat organik serta bahan pelengkap lainnya yang dibuat dengan cara pengempaan mendatar dengan dua lempeng datar (SNI 03-2105-2006). Menurut Bowyer (2003) papan partikel 35
merupakan produk panel yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Sementara itu Maloney (1993) mendefinisikan papan partikel sebagai salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan menggunakan perekat sintetis atau perekat lainnya dan dikempa panas. Menurut ASTM D-1037-93 (1993), tipe-tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah chips, curls, fibers, flake, shaving, slivers, strand, dan wood wool. Sedangkan berdasarkan kerapatannya, papan partikel tersebut dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: Papan partikel berkerapatan rendah, yaitu papan yang mempunyai kerapatan < 0,4 g/cm3 Papan partikel berkerapatan sedang, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4 - 0,8 g/cm3, dan Papan parikel berkerapatan tinggi, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan > 0,8 g/cm3. Kayu Meranti Meranti adalah nama sejenis kayu pertukangan yang populer dalam perdagangan. Berbagai jenis kayu meranti dihasilkan oleh marga sorea dari suku dipterocarpaceae. Meranti tergolong kayu keras berbobot ringan sampai berat sedang. densitasnya berkisar antara 0,3 – 0,86 g/cm³ pada kandungan air 15% (berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni). Kayu terasnya berwarna merah muda pucat, merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan merah tua kecoklatan. Berdasarkan berat jenisnya, kayu ini dibedakan lebih lanjut atas meranti merah muda yang lebih ringan dan meranti merah tua yang lebih berat. Namun terdapat tumpang tindih diantara kedua kelompok ini, sementara jenis-jenis shorea tertentu terkadang menghasilkan kedua macam kayu itu. Damar Bahan perekat yang digunakan untuk penelitian ini adalah perekat damar yang mempunyai sifat tidak mudah larut dalam air atau tahan air. Damar adalah hasil dari sekresi (getah) dari pohon shorea sp, vatica sp, dryobalanops sp, dan lain-lain dari suku MerantiMerantian atau Dipterocarpaceae. Di dalamnya termasuk damar mata kucing dan damar gelap. tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getah atau hars-nya. Getah damar ini diolah untuk dijadikan kopal. Perekat tersebut mudah digunakan dalam proses spray-up dan hand-up serta memiliki kemampuan yang baik di lingkungan air. Bentuknya seperti tepung dan mencair pada akhir proses, sehingga pada proses pengolahannya dapat dibentuk dengan cara pengadukan, pengaliran, dan penyemprotan. 2. METODOLOGI Proses Pembuatan Papan Partikel Papan partikel dibuat melalui tiga proses tahapan, yaitu; pengadukan, pencetakan, dan penekanan. Pada tahap pengadukan, serbuk kayu dicampur dengan perekat damar dengan perbandingan 85 : 15 (persen berat). Kemudian, dilakukan pemadatan di dalam media cetakan, dan tahapan terakhir adalah pemberian tekanan serta panas yang dilakukan oleh mesin hot-press, agar didapatkan lembaran papan partikel. Ada tiga jenis partikel kayu yang digunakan yaitu; (a) partikel halus seragam (Φ 0,1 – 1,9 mm), (b) kasar seragam (Φ 1,9 – 4 mm), dan (c) partikel acak tanpa pengayakan, yang 36
dipadukan dengan perekat damar sebanyak 15 % berat. Tekanan yang diberikan adalah sama untuk semua sampel uji yaitu sebesar 20 ton/m2 serta ditekan dalam kondisi panas dengan temperatur 1200C. Ukuran cetakan yang digunakan adalah 100 cm x 100 cm x 3,5 cm dan akan menghasilkan papan partikel dengan ukuran 100 cm x 100 cm x 2,5 cm. Sifat Akustik Papan Partikel Akustik yang baik dalam suatu ruang tertutup dipengaruhi oleh faktor obyektif dan subyektif yang saling berkaitan. Faktor obyektif dipengaruhi oleh berbagai teori akustik dengan diawali oleh teori waktu dengung yang merupakan teori terpopuler yang diperkenalkan oleh W. C. Sabine pada abad ke-19. Waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan tingkat tekanan suara sebesar 60 dB setelah sumber suara dihentikan tiba-tiba. Sabine menyatakan bahwa, waktu dengung tidak tergantung pada lokasi di dalam ruang. Dengan kata lain, waktu dengung merupakan karakter menyeluruh dari suatu ruangan. Suatu suara tidak lantas hilang begitu saja setelah sumber suara dihentikan, namun akan terus didengar untuk beberapa saat akibat refleksi oleh dinding, langit-langit atau permukaan lainnya. Secara empiris, Sabine menyatakan persamaan waktu dengung sebagai berikut:
T
0,16 V ................................................................................................... (1) A
dimana: T = waktu dengung (detik), V = volume ruangan (m3), A = Luas bidang serap (m2) Dalam suatu perencanaan akustik, baik perencanaan akustik ruangan maupun peredaman bising, data-data mengenai besarnya koefisien serapan suara () dari bahan-bahan yang digunakan sangat diperlukan. Koefisien serapan adalah perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan terhadap energi suara yang datang pada permukaan bahan. Koefisien serapan () menyatakan efektifitas bahan absorber. Bila suatu bahan dikatakan memiliki = 65 % berarti bahwa sejumlah 65 % energi suara diserap dan sisanya dipantulkan. Meski demikian suatu bahan yang sama dapat memiliki koefisien absorpsi yang berbeda tergantung dari frekuensi suara yang datang pada bahan. Sehingga suatu koefisien serapan selalu dinyatakan sebagai fungsi frekuensi dengan filter 1/1 atau 1/3 oktaf. Besarnya juga bergantung pada sudut datang suara pada permukaan bahan. Salah satu metode untuk menentukan tingkat serapan suara dari suatu bahan adalah dengan metode ruang dengung. Metode ini dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang didesain sehingga memiliki dinding- dinding yang reflektif dengan koefisien serapan suara bahan pembentuk dinding lebih kecil dari 0,06. Dalam ruang dengung, energi suara akan terdifusi seluruhnya ke ruangan sehingga tingkat tekanan suara pada semua titik di ruangan tersebut akan sama besar. Dengan demikian, suara akan merambat ke segala arah dengan kuantitas dan probabilitas yang sama. Dengan kondisi ini maka ruang dengung diasumsikan memiliki medan diffus. Untuk menghitung besarnya α di dalam ruang dengung, data yang diperlukan adalah; waktu dengung ruang dalam keadaan tanpa sampel uji (T1) dan waktu dengung ruang dengan kehadiran sampel uji di dalamnya (T2). Persamaan yang sering digunakan untuk menghitung waktu dengung suatu ruangan adalah persamaan (2), yaitu:
T
55,3V ....................................................................................... (2) c(4mV S a) 37
dimana: V = Volume ruang dengung (m3), c = Cepat rambat suara di udara (m/s), m = Koefisien atenuasi energi suara oleh udara (m-1) ,S = Luas total permukaan ruangan (m2), = Koefisien serapan rata-rata. Karena medan suara dalam ruang dengung adalah diffus, maka besaran yang terukur adalah koefisien serapan Sabine. Dari persamaan di atas, harga koefisien serapan suara dapat ditentukan menjadi:
55,3V cS b
1 1 ......................................................................... (3) T2 T1
Persamaan (3) ini, merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung koefisien serapan suara dari papan partikel yang dibuat. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Desain dan Manufaktur serta laboratorium Akustik Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Adapun bahan baku yang digunakan adalah serbuk kayu meranti yang telah dilakukan pengayakan untuk mendapatkan ukuran: d. halus seragam (Φ 0,1 – 1,9 mm), e. kasar seragam (Φ 1,9 – 4 mm), dan f. acak tanpa pengayakan. Kemudian perekat yang digunakan adalah jenis perekat yang berasal dari pohon kayu meranti yang dikenal dengan nama damar. Spesimen uji dibuat berdasarkan standar SNI 032105-2006 dan pengujian di laboratorium Akustik dilakukan berdasarkan standar ISO 354 (2003).
Gambar 1. Ruang dengung laboratorium Akustik Universitas Syiah Kuala. 38
Gambar 1, memperlihatkan panel papan partikel sedang diuji di dalam ruang dengung. Peralatan pengakuisisi data yang digunakan adalah real time analizer NOR-840 yang dikombinasikan dengan loudspeaker NOR-223 dan microphone NOR1236-½”. Pengujian dilakukan dengan mengukur waktu dengung tanpa adanya panel papan partikel (T0) dan dengan adanya panel papan partikel (T1) pada rentang frekuensi 125 Hz hingga 4000 Hz. Kemudian dilakukan proses perhitungan dengan menggunakan formula Sabine, sehingga didapatkan besarnya nilai penyerapan suara pada panel papan partikel tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh variasi ukuran partikel terhadap nilai serapan suara Dimensi dari papan partikel yang dibuat adalah 100 cm x 100 cm. Sedangkan ketebalannya sama untuk semua variasi ukuran serat yaitu 2,5 cm. Hal ini bertujuan untuk mengkondisikan konstanta ketebalan papan partikel terhadap variabel ukuran serat. Sebanyak 10 sampel uji untuk masing-masing variasi ukuran serat telah dibuat. Hasil pengujian koefisien serapan suara diperlihatkan pada gambar 2. 1
Koefisien Serapan Suara
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3
Partikel Halus
0,2
Partikel Kasar
0,1
Partikel Acak
0 125 160 200 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000 Frekuensi (Hz)
Gambar 2. Kurva koefisien serapan suara untuk partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm), kasar (Φ 1,9 – 4 mm), dan acak/ tanpa pengayakan. Dari hasil tersebut didapatkan, nilai koefisien serapan suara tertinggi untuk jenis partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm) sebesar 0,73, yang terjadi pada frekuensi 4000 Hz (di daerah frekuensi tinggi). Sedangkan pada daerah frekuensi rendah (125 Hz – 500 Hz) dan menengah (500 Hz – 1000 Hz) terlihat besarnya nilai penyerapan suara hampir merata untuk setiap frekuensi, yaitu rata-rata sebesar 0,1. Untuk jenis partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm), nilai serapan suara tertinggi terjadi dalam rentang frekuensi yang lebih lebar, yaitu 1000 Hz sampai 5000 Hz dengan nilai puncak terjadi pada frekuensi 1250 Hz, 1600 Hz, dan 2500 Hz, sebesar 0,99. Sedangkan untuk jenis partikel acak/ tanpa pengayakan, puncak grafik terjadi pada frekuensi 2000 Hz dengan nilai koefisien serapan suara sebesar 94%. Dari ketiga jenis ukuran partikel, ternyata papan partikel dengan ukuran partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm) lebih efektif dalam menyerap suara, hal ini disebabkan oleh banyaknya porositas dari papan tersebut. Porositas dari panel akustik, terbukti memberikan kontribusi yang besar terhadap penyerapan suara pada frekuensi tinggi [3]. Tabel 2 menunjukkan nilai koefisien serapan suara minimum dari 39
suatu material untuk dapat dikategorikan sebagai peredam suara berdasarkan standar ISO 11654 (1997). Tabel 2. Nilai Koefisien Serapan Suara Standar berdasarkan ISO 11654 (1997) Frekuensi (Hz) Kelas 250 500 1000 2000 4000 A 0,70 0,90 0,90 0,90 0,80 B 0,60 0,80 0,80 0,80 0,70 C 0,40 0,60 0,60 0,60 0,50 D 0,10 0,30 0,30 0,30 0,20 E 0 0,17 0,17 0,17 0,05 Dari data pada tabel 2, papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar yang dibuat telah memenuhi syarat ISO 11654 (1997), sehingga layak menjadi panel akustik alternatif. Pengaruh variasi densitas sampel terhadap penyerapan suara Perhitungan densitas dari sampel uji dilakukan dengan cara menimbang massa sampel serta mengukur volumenya, hasil perhitungannya ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Penentuan Densitas dari Sampel Uji Jenis partikel penyusun/ sampel uji Densitas (g/cm3) Partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm) 0,35 Partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm) 0,75 Partikel acak 0,65 1
Koefisien Serapan Suara
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
Partikel Halus Partikel Kasar Partikel Acak Serabut Kelapa Serat Rami
0,3 0,2 0,1 0
125 160 200 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000
Frekuensi (Hz)
Gambar 3. Kurva koefisien serapan suara untuk partikel halus ρ = 0,75 gr/cm3, partikel kasar ρ = 0,65 gr/cm3, partikel acak/ tanpa ρ = 0,38 gr/cm3, serabut kelapa ρ = 0,57 gr/cm3, dan serat rami ρ = 0,33 gr/cm3. 40
Adapun pengaruh densitas sampel terhadap kemampuan serapan suaranya, ditunjukkan pada gambar 2. Dari gambar tersebut didapatkan bahwa dengan bertambahnya densitas dari sampel uji, nilai koefisien serapan suara meningkat secara signifikan hampir pada semua frekuensi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ballag (1996), “Acoustical Properties of Wool” [3]. Sebagai data pembanding, pada gambar 3 disajikan kurva perbandingan koefisien serapan suara dari papan partikel limbah kayu meranti yang berperekat damar dengan dua jenis bahan lainnya yaitu serabut kelapa dan serat rami [8].
4. KESIMPULAN 1. Panel papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar sudah memenuhi kriteria standar ISO 11654 (1997), untuk dapat diklassifikasikan sebagai bahan penyerap suara. 2. Konfigurasi yang paling ideal sebagai bahan penyerap suara adalah papan partikel dengan partikel penyusunnya berupa partikel kasar dengan diameter 1,9 mm – 4 mm. 3. Peningkatan densitas sampel uji akan menyebabkan kenaikan koefisien serapan suaranya. 4. Nilai rata-rata koefisien serapan suara untuk masing-masing sampel uji adalah 0,3 untuk partikel halus, 0,7 untuk partikel kasar, dan 0,6 untuk ukuran partikel acak/ tanpa pengayakan. 5. Berdasarkan nilai koefisien serapan suara yang diperoleh, papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar layak menjadi panel akustik alternatif.
DAFTAR PUSTAKA 1. Akram (2013), Penggunaan Serbuk Kayu Meranti sebagai Filler menggunakan matriks Damar untuk Pembuatan Papan Komposit, Prosiding SNYuBe, Vol 2, No. 4. 2. Baheramsyah Alam, dkk (2009), Studi Pemanfaatan Pencampuran Jerami dan Sabut Kelapa Sebagai Bahan Dasar Sekat Absorpsi Bunyi Antar Ruangan di Kapal. 3. Ballagh KO (1996), Acoustical Properties of Wool, Applied Acoustic Journal, Vol 48, No 2. Elsevier Science Ltd. 4. ISO 11654 (1997), Acoustical Sound Absorbers for Use in Buildings-Rating of Sound Absorption. 5. ISO 354 (2003), Acoustic – Measurement of Sound Absorption in a Reverberation Room. 6. Khairati Ainie, dkk (2006), Desain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya. 7. Restu Kristiani, dkk (2014), Kinerja Serapan Bunyi Komposit Ampas Tebu berdasarkan Variasi Ketebalan Quater Wavelength Resonator terhadap Kinerja Bunyi, Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol 10, No 1. 8. Sabri (2005), Evaluasi Kinerja Akustik Serat Alam sebagai Material Alternatif Pengendali Kebisingan, Tesis S2, Program Magister Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung.
41