LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA
PENGARUH THERMAL PRE-TREATMENT PADA LIMBAH TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI BIOGAS SEBAGAI ENERGI TERBARUKAN DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR MESOPHILIC OLEH
KETUA ANGGOTA
: DARWIN, S.TP, M.Sc : SUSI CHAIRANI, S.TP, M.Eng
DIBIAYAI OLEH UNIVERSITAS SYIAH KUALA, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, SESUAI DENGAN SURAT PERJANJIAN PENUGASAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PENELITIAN DOSEN MUDA TAHUN ANGGARAN 2014 NOMOR: 427/UN11/S/LK-PNBP/2014 TANGGAL 05 MEI 2014.
UNIVERSITAS SYIAH KUALA NOVEMBER 2014
RINGKASAN
Limbah tanaman jagung adalah limbah biomassa lignoselulosa yang terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Hemiselulosa dan selulosa merupakan polimer yang dapat dikonversikan menjadi biogas. Penelitian ini dilakukan pada limbah tanaman jagung yang diberikan thermal pre-treatment; dan anaerobik digesi dilakukan dengan reaktor mesophilic. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh thermal pre-treatment terhadap produksi biogas dan melihat hubungan antara durasi pre-treatment, serta kondisi mesophilic digester terhadap efisiensi proses digesi serta kualitas kandungan nutrisi pada digestate yang dihasilkan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah limbah tanaman jagung yang sudah digiling ± 2 mm dilakukan thermal pre-treatment dengan durasi disesuaikan dengan perlakuan percobaan yaitu 20 menit. Proses anaerobik yang dilakukan yaitu pada konsentrasi 3% total solids. Reaktor yang sudah diisikan dengan substrat, yang meliputi reaktor yang hanya berisi inoculums, reaktor yang berisi inoculums dan limbah jagung yang tidak diberikan pretreatment, serta inoculums dan limbah jagung yang diberikan thermal pretreatment diletakkan di dalam thermostatic waterbath yang suhunya dipertahankan pada kondisi mesophilic (30-32 oC). Pengukuran produksi biogas dilakukan setiap hari dengan mencatat peningkatan level gas pada gas meter. Total produksi biogas tertinggi selama 47 hari proses digesi yaitu pada substrat limbah jagung yang tidak diberikan pre-treatment yaitu sebesar 15.969,5 mL. Produksi biogas harian tertinggi terjadi pada substrat yang diberikan thermal pre-treatment 25 menit, dengan produksi biogas tertinggi pada hari ke 9 dengan rata-rata produksi sebesar 915 mL. Substrat yang diberikan pre-treatment 15 menit juga memproduksi biogas jauh lebih tinggi (772,5 mL) pada hari ke-9 jika dibandingkan dengan substrat tanpa diberikan pre-treatment yang hanya memproduksi biogas sebesar 405 mL. Kata kunci: Limbah tanaman jagung, thermal pre-treatment, biogas.
ii
SUMMARY
Corn stover is lignocellulose biomass waste which consists of lignin, cellulose, and hemicellulose. Hemicellulose and cellulose are polymers that can be converted into biogas. This research was conducted by using corn stover which given thermal pre-treatment; and digestion anaerobic which conducted by using a mesophilic reactor. The aim of the research is to find out the influence of thermal pre-treatment towards the biogas production and to find out the relationship between duration of treatment, as well as the digester mesophilic condition towards the efficiency of digestion process and the quality of nutrient content on resulted digestate. Method used in this research was the grinded corn stover ± 2 mm, thermal pre-treatment of duration adjusted with 20 minutes treatment. An aerobic process was done on 3% concentration of total solids. The reactor was filled by substrate, had inoculums only. The reactor which had inoculums and corn stover was not given pretreatment. Meanwhile, the inoculums and corn stover which were given thermal pretreatment, put in a thermostatic waterbath which its temperature was maintained in a mesophilic condition (30-32 oC). The measurement of biogas production was conducted in everyday by recording the increment of gas level on the gas meter. The highest total of biogas production during 47 days of digestion process was on corn stover substrate which was not given pre-treatment was15.969,5 mL. The highest total of biogas production daily occurred on substrate which was given a 25 minute of thermal pre-treatment. The highest biogas production happened on the 9th day with the average of production was 915 mL. The substrate which was given a 15 minute of thermal pre-treatment also produced a much higher biogas (772,5 mL) on the 9th day than the substrate given without pre-treatment, which produced biogas of 405 mL. Keywords: corn stover, thermal pre-treatment, biogas.
iii
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil ‘alamiin. Wasshalatu wassalamu ‘ala anbiya iwal mursaliin. Wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in. Amma ba’du. Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah Subhana huwa Ta’ala yang telah memberikan nikmat Islam, Iman, dan Kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir kegiatan penelitian dosen muda ini. Tak lupa shalawat beriring salam, penulis haturkan keharibaan junjungan Nabi Penghulu Alam, Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam yang berilmu pengetahuan. Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Universitas Syiah Kuala yang telah membiayai penelitian Dosen Muda ini melalui dana PNBP, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat di dunia dan akhirat. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.
Banda Aceh, 27 November 2014
Tim Penulis
iv
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................i
A.
LAPORAN HASIL PENELITIAN
RINGKASAN .....................................................................................................ii SUMMARY ........................................................................................................iii PRAKATA ..........................................................................................................iv DAFTAR ISI .......................................................................................................v DAFTAR TABEL ...............................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................viii BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................1 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN .............................................................5 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT KEPUSTAKAAN ...................................12 BAB 4. METODE PENELITIAN.......................................................................13 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................17 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................24 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................25 LAMPIRAN
B.
DRAF ARTIKEL ILMIAH
v
PENGARUH THERMAL PRE-TREATMENT PADA LIMBAH TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI BIOGAS SEBAGAI ENERGI TERBARUKAN DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR MESOPHILIC Darwin dan Susi Chairani Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Email:
[email protected],
[email protected] Abstrak Limbah tanaman jagung adalah limbah biomassa lignoselulosa yang terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Hemiselulosa dan selulosa merupakan polimer yang dapat dikonversikan menjadi biogas. Penelitian ini dilakukan pada limbah tanaman jagung yang diberikan thermal pretreatment; dan anaerobik digesi dilakukan dengan reaktor mesophilic. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh thermal pre-treatment terhadap produksi biogas dan melihat hubungan antara durasi pre-treatment, serta kondisi mesophilic digester terhadap efisiensi proses digesi serta kualitas kandungan nutrisi pada digestate yang dihasilkan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah limbah tanaman jagung yang sudah digiling ± 2 mm dilakukan thermal pretreatment dengan durasi disesuaikan dengan perlakuan percobaan yaitu 20 menit. Proses anaerobik yang dilakukan yaitu pada konsentrasi 3% total solids. Reaktor yang sudah diisikan dengan substrat, yang meliputi reaktor yang hanya berisi inoculums, reaktor yang berisi inoculums dan limbah jagung yang tidak diberikan pretreatment, serta inoculums dan limbah jagung yang diberikan thermal pretreatment diletakkan di dalam thermostatic waterbath yang suhunya dipertahankan pada kondisi mesophilic (30-32 oC). Pengukuran produksi biogas dilakukan setiap hari dengan mencatat peningkatan level gas pada gas meter. Total produksi biogas tertinggi selama 47 hari proses digesi yaitu pada substrat limbah jagung yang tidak diberikan pre-treatment yaitu sebesar 15.969,5 mL. Produksi biogas harian tertinggi terjadi pada substrat yang diberikan thermal pre-treatment 25 menit, dengan produksi biogas tertinggi pada hari ke 9 dengan rata-rata produksi sebesar 915 mL. Substrat yang diberikan pre-treatment 15 menit juga memproduksi biogas jauh lebih tinggi (772,5 mL) pada hari ke-9 jika dibandingkan dengan substrat tanpa diberikan pretreatment yang hanya memproduksi biogas sebesar 405 mL. Kata kunci: Limbah tanaman jagung, thermal pre-treatment, biogas.
51
THE INFLUENCE OF THERMAL PRE-TREATMENT ON CORN (Zea mays) STOVER TOWARDS THE INCREAMENT OF BIOGAS PRODUCTION AS A RENEWABLE ENERGY BY USING MESOPHILIC REACTOR Darwin and Susi Chairani Study Program of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, Syiah Kuala University, Banda Aceh Email:
[email protected],
[email protected]
Abstract Corn stover is lignocellulose biomass waste which consists of lignin, cellulose, and hemicellulose. Hemicellulose and cellulose are polymers that can be converted into biogas. This research was conducted by using corn stover which given thermal pre-treatment; and digestion anaerobic which conducted by using a mesophilic reactor. The aim of the research is to find out the influence of thermal pre-treatment towards the biogas production and to find out the relationship between duration of treatment, as well as the digester mesophilic condition towards the efficiency of digestion process and the quality of nutrient content on resulted digestate. Method used in this research was the grinded corn stover ± 2 mm, thermal pre-treatment of duration adjusted with 20 minutes treatment. An aerobic process was done on 3% concentration of total solids. The reactor was filled by substrate, had inoculums only. The reactor which had inoculums and corn stover was not given pretreatment. Meanwhile, the inoculums and corn stover which were given thermal pretreatment, put in a thermostatic waterbath which its temperature was maintained in a mesophilic condition (30-32 oC). The measurement of biogas production was conducted in everyday by recording the increment of gas level on the gas meter. The highest total of biogas production during 47 days of digestion process was on corn stover substrate which was not given pre-treatment was15.969,5 mL. The highest total of biogas production daily occurred on substrate which was given a 25 minute of thermal pre-treatment. The highest biogas production happened on the 9th day with the average of production was 915 mL. The substrate which was given a 15 minute of thermal pre-treatment also produced a much higher biogas (772,5 mL) on the 9th day than the substrate given without pre-treatment, which produced biogas of 405 mL. Keywords: corn stover, thermal pre-treatment, biogas.
52
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
perkebunan jagung yang sangat luas yang tersebar dari beberapa kabupaten diantaranya yaitu Aceh Selatan dengan luas lahan sekitar 10.161 hektar dan Kutacane yang memiliki luas lahan sekitar 21.989 hektare. Pada tahun 2012 diperkirakan bahwa luas panen jagung yaitu sebesar 32.474 ha, dengan produksi jagung sebesar 123.292 ton. Pada tahun 2013 diperkirakan bahwa produksi jagung di provinsi Aceh sebesar 3,8 ton/hektar (BPS Aceh, 2012). Dengan kondisi seperti ini dapat diketahui bahwa limbah tanaman jagung setelah panen sangat melimpah. Limbah hasil panen jagung sangat sedikit sekali yang dimanfaatkan oleh masyarakat, biasanya petani jagung menggunakan sebagian kecil limbah tanaman jagung untuk pakan ternak dan sisanya hanya dibuang atau dibakar. Pembakaran sisa-sisa hasil panen produk pertanian dalam jumlah yang besar merupakan tindakan yang harus dihindari; hal ini karena proses pembakaran limbah pertanian dalam jumlah yang besar juga akan menghasilkan polusi yang berupa pasokan emisi karbon ke atmosfir. Aktifitas ini sangat berbahaya apabila terus dibiarkan karena akan menyebabkan penumpukan emisi karbon di atmosfir yang pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan iklim dan pemanasan global. Penelitian dan pengembangan pemanfaatan limbah hasil pertanian sebagai substrat untuk menghasilkan energi terbarukan mutlak harus dilakukan karena dapat mendukung program pemerintah dan dunia dalam rangka pengembangan dan penemuan sumber energi terbarukan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil (Xie et al.,2011). Adanya kecenderungan peningkatan harga bahan bakar fosil dunia yang signifikan maka penelitian dan pengembangan energi alternatif sangat penting dilakukan oleh tiap-tiap negara untuk mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Meskipun teknologi anaerobik digesi telah diketahui sekitar ratusan tahun yang lalu, saat ini masyarakat di seluruh dunia khususnya di negara-negara maju kembali aktif dan intensif dalam melakukan penelitian dan pengembangan teknologi anaerobik digesi untuk meningkatkan produksi energi
53
terbarukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil (Xiao et al., 2010).
1.2
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh thermal pre-treatment
terhadap produksi biogas dan melihat hubungan antara durasi pre-treatment, serta kondisi mesophilic digester terhadap efisiensi proses digesi serta kualitas kandungan nutrisi pada digestate yang dihasilkan.
1.3
Manfaat Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
dapat
meningkatkan
pengetahuan
serta
keterampilan para petani khususnya petani jagung serta para pengusaha dalam memanfaatkan limbah hasil panen tanaman jagung untuk dikonversikan menjadi biogas sebagai energi alternatif dan digestate sebagai pupuk tanaman. Thermal pre-treatment dilakukan pada limbah tanaman jagung bertujuan untuk meningkatkan jumlah produksi biogas, dan menghasilkan digestate yang berkualitas untuk dapat digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman. Penelitian
ini
juga
diharapkan
dapat
berkontribusi
untuk
mengurangi
ketergantungan petani desa terpencil terhadap sumber energi dari bahan bakar fosil serta mengurangi ketergantungan mereka terhadap penggunaan pupuk kimia.
II.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Jagung Jagung (Zea mays L) merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam
jenis rumput-rumputan atau graminae yang mempunyai batang tunggal, meskipun ada kemungkinan munculnya cabang anakan pada genotype dan lingkungan tertentu (Subekti et al., 2013). Sebagai tanaman serealia yang paling produktif di dunia, jagung dapat ditanam di wilayah bersuhu tinggi dan proses pematangan tongkol jagung sangat ditentukan oleh jumlah panas yang diterima oleh tanaman (Iriany et al., 2008). Dowswell et al. (1996) mengungkapkan bahwa tanaman jagung memiliki kemampuan beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan. Tanaman jagung
54
dapat tumbuh dan berkembang di wilayah tropis hingga 50 oLU san 50o LS, dari dataran rendah sampai dengan ketinggian mencapai 3000 m diatas permukaan laut (dpl). Dowswell et al. (1996) juga menambahkan bahwa jagung dapat tumbuh pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi, sedang hingga curah hujan rendah yang hanya berkisar 500 mm per tahun. Tanaman jagung memiliki batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris yang terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Tunas yang berkembang menjadi tongkol dapat ditemui pada buku ruas. Pada dua tunas bagian teratas akan berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang jagung terdiri dari beberapa komponen yang terdiri dari kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). Genotipe jagung yang memiliki batang kuat mengandung banyak lapisan jaringan sklerenkim yang berdinding tebal di bawah bagian epidermis batang dan di sekeliling jaringan pembuluh (Paliwal, 2000; Subekti, 2013). Subandi et al. (1988) menyatakan bahwa tanaman jagung akan tumbuh dengan optimal pada pH tanah yang berkisar antara 5,7 sampai 6,8 dengan suhu rata-rata 26 sampai 30 oC. Sebagai negara yang beriklim tropis Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan produk jagung sebagai komoditi andalannya. Pada tahun 2012, produksi jagung nasional sebesar 19,39 juta ton pipilan kering dimana adanya peningkatan produksi sebesar 1,74 juta ton (9,88 %) dibandingkan tahun 2011. Pada tahun 2013 produksi jagung nasional diperkirakan mencapai 18,84 juta ton pipilan kering dimana adanya sedikit penurunan produksi sebesar 0,55 juta ton (2,83%) dibandingkan tahun 2012. Penurunan produksi jagung terjadi karena adanya pengurangan luas panen sebesar 66,62 ribu hektar (1,68%) yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas sebesar 0,57 kuintal/ha atau sekitar 1,16 % (BPS, 2013).
55
Gambar 1. Tanaman Jagung 2.2
Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung (corn stover) merupakan biomassa lignoselulosa
yang terdiri dari beberapa komponen penyusunnya yaitu lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Cheng et al. (2010) mengungkapkan bahwa sebagai biomassa
lignoselulosa limbah tanaman jagung terdiri dari 7-8% lignin, 35-40% selulosa, dan 17-35% hemiselulosa. Sebagai biomassa lignoselulosa, limbah tanaman jagung memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku (feedstock) pada proses produksi bioenergi. Hal ini sangat menguntungkan karena produksi bioenergi dengan menggunakan limbah tanaman jagung sebagai bahan bakunya tidak akan mempengaruhi produksi, pasokan, serta ketersediaan bahan pangan nasional (Klingenfeld et al., 2008).
56
Gambar 2. Limbah Hasil Panen Tanaman Jagung 2.3
Anaerobik Digesi dan Produksi Biogas Proses
penguraian secara
anaerobik adalah
suatu
proses
dimana
mikroorganisme dapat hidup, tumbuh, berkembang dan memperoleh energi dengan melakukan metabolisme bahan-bahan organik pada lingkungan tanpa oksigen dan menghasilkan biogas. Biogas merupakan suatu produk yang diperoleh dari hasil proses penguraian bahan-bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme (Waish et al., 1988). Osho (2010) menyebutkan bahwa fermentasi dari limbah biologi serta manure dari proses peternakan pada tempat tertutup tanpa adanya udara yang menghasilkan gas sebagai hasil dari aktivitas mikroorganisme disebut dengan biogas. Hal ini berarti bahwa biogas merupakan produk akhir dari fermentasi mikrobiologi atau produk dari proses metabolisme yang dilakukan oleh bakteri methanogenic (Nagy and Szabó, 2011). Waish et al. (1988) menyatakan bahwa biogas yang diproduksi dari anaerobic digester menghasilkan kandungan methane yang tinggi dibandingkan dengan biogas yang dihasilkan dari tumpukan sampah dan limbah yang ada di lapangan. Selama proses anaerobic digesi, ada beberapa jenis gas yang dihasilkan. Komposisi biogas yang dihasilkan dari proses anaerobic digesi terdiri dari 60% sampai 70% methane, 30% sampai dengan 40% karbon dioksida, serta gas-gas lainnya seperti hydrogen sulfide dan ammonia (Hansen, 2003).
57
Dalam hal temperature, anaerobic digesi dapat dilakukan dengan beberapa jenis kondisi, diantaranya yaitu psychrophilic (10-20 oC), mesophilic (25 – 40 C), dan thermophilic (50 – 60 oC). Anaerobik digesi pada kondisi mesophilic
O
memerlukan volume reactor yang lebih kecil. Anaerobik digesi pada kondisi mesophilic juga merupakan kondisi yang baik; hal ini karena proses anaerobic digesi pada kondisi ini lebih tahan terhadap perubahan yang terjadi dalam digester selama proses anaerobic berlangsung (Cheng, 2010). Anaerobic co-digesi dapat meningkatkan proses digesi dari beberapa limbah yang mengandung protein dan lemak yang mungkin tidak dapat terurai dengan mudah (Mondragón et al., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Crolla et al. (2011) mengungkapkan bahwa anaerobic digesi yang dilakukan dengan beberapa jenis co-substrat seperti limbah batang jagung, limbah tanaman gandum, switchgrass, dan limbah minyak mampu meningkatkan produksi biogas dan methan dengan jumlah yang signifikan. Penambahan 30% co-substrat mampu meningkatkan metan yield sekitar 1,2 sampai 1,6 kali lipat dibandingkan dengan anaerobic digesi dari limbah manure sapi (Crolla et al., 2011). 2.4
Pre-treatment Rubia et al. (2011) menyatakan bahwa bakteri hidrolisis menguraikan
substrat sangat lambat selama proses anaerobic digesi yang disebabkan oleh adanya struktur kimia dan fisika yang sangat keras dari bahan-bahan biomassa lignoselulosa. Untuk menghindari penyumbatan pada digester serta mengurangi resiko kegagalan pada proses anaerobic digesi karena sulitnya mikro-organisme memecahkan dan menghancurkan substrat dari biomassa lignoselulosa maka perlu dilakukan pengecilan ukuran dari feedstock yang akan digunakan. Faktor utama yang mempengaruhi produksi bio-methane pada proses anaerobic digesi biomassa lignoselulosa yaitu sifat-sifat intrinsic dari biomassa itu sendiri serta aktivitas mikro-organisme yang terdapat di dalam digester. Proses pre-treatment terhadap biomassa lignoselulosa sangat penting dilakukan sebelum bahan tersebut dimasukan ke dalam digester anaerobic. Hal ini penting dilakukan untuk memecahkan rantai polimer menjadi molekul yang lebih kecil sehingga memudahkan mikro-organisme untuk mengakses dan mengkonversinya menjadi biogas (Wang and Schmidt, 2010). 58
Dengan demikian, pre-treatment terhadap biomassa lignoselulosa sangat penting dilakukan sebelum memasukannya ke dalam digester karena hal ini akan mendorong peningkatan produksi methane. Dengan melakukan pre-treatment maka struktur dari biomassa lignoselulosa akan dipecahkan sehingga komponen dari biomassa yang mengandung gula akan mudah diakses oleh mikro-organisme anaerobic (Wang et al., 2009). Zhang (1999) menyebutkan bahwa pengecilan ukuran secara mekanis dapat membantu peningkatan proses biodegradasi oleh mikroorganisme dimana dengan melakukan pengecilan ukuran dinding sel dari biomassa akan dipecahkan sehingga komponen-komponen biodegradable akan lebih mudah diakses oleh mkro-organisme. Pre-treatment terhadap feedstock sebelum dimasukan ke dalam digester juga dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi biogas. Pre-treatment yang dapat dilakukan pada feedstock diantaranya yaitu hidrolisis bakteri, pre-treatment mekanis,
kimia,
dan
biologi,
pre-treatment
alkali,
thermal
explosion,
hydrothermal pre-treatment dan ultrasonic pre-treatment. Akan tetapi, ada beberapa pre-treatment yang dapat menurunkan efisiensi produksi metan diantaranya yaitu wet explosion and wet oxidation pre-treatment (Esposito et al., 2012).
III. METODE PENELITIAN 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Unsyiah. Sebelumnya dilakukan penelitian pendahuluan yang meliputi pengeringan limbah tanaman jagung yang telah diperoleh; untuk mengetahui kandungan nutrisi yang dibutuhkan pada proses anaerobik digesi untuk menghasilkan biogas dilakukan beberapa pengujian diantaranya yaitu kadar air, total solids, volatile solids, kandungan organik karbon dan kandungan nitrogen. Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, mulai bulan Maret 2014 sampai dengan November 2014.
59
3.2
Alat dan Bahan Bahan-bahan yang dipergunakan adalah limbah tanaman jagung yang
diperoleh dari perkebunan rakyat di Desa Lambeugak, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, dan inoculums. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pH meter, oven, furnace, hammer mill, gasmeter, thermostatic waterbath, corong (funnel), anaerobik digester berukuran 2 liter, gelas ukur plastic, syringe, serta alat penunjang penelitian lainnya.
3.3
Metode Penelitian Metode penelitian dapat dilihat pada Diagram Alir berikut ini. Limbah Hasil PanenTanaman Jagung Pengeringan Pengecilan ukuran ± 2mm Thermal pre-treatment (15 dan 25 menit) Anaerobik reaktor
pre-treatment 15 menit
Mesophilic (30-32oC)
pre-treatment 25 menit
tanpa pretreatment
Manure
Proses Anaerobik digesi
Analisis Produksi biogas Analisis influent & effluent (pH, total solids, volatile solids, total kjedahl nitrogen) Analisis efisiensi digesi (volatile solids reduction) Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
60
D. Pengamatan dan Analisis Parameter anaerobik digesi yang diamati yaitu produksi biogas per hari, pengukuran pH, total solids (TS), volatile solids (VS), total kjedahl nitrogen (TKN) terhadap bahan yang dimasukkan (influent) dan bahan yang dikeluarkan (effluent) setelah selesainya proses anaerobik digesi yang ditandai dengan berhentinya produksi biogas. Rangkaian reaktor mesophilic dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Reaktor Sistem Anaerobik Digesi
Keterangan: 1. Digester 2. Selang gas penghubung 3. Tabung gas meter 4. Tabung air
61
IV.
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Biogas Produksi biogas rata-rata dengan 4 perlakuan dan dua kali ulangan setiap
harinya selama penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.
Manure Tanpa Pre Treatment Pre Treatment 15 menit Pre Treatment 25 menit 18000
Produksi Biogas (mL)
16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 Waktu (hari)
Gambar 5. Produksi Biogas dari Tiap-tiap Substrat
Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa produksi biogas dari manure, tanpa penambahan feedstock limbah tanaman jagung sangat sedikit dibandingkan dengan produksi biogas dari campuran manure dan imbah tanaman jagung (codigesi). Pada penelitian yang sudah dilakukan dapat kita lihat bahwa produksi rata-rata biogas kumulatif dari manure selama 48 hari mengalami peningkatan yang signifikan, dimana pada hari ke-0 jumlah produksi biogasnya adalah 0 mL dan pada hari ke-47 adalah 887,5 mL.
62
B. Parameter Anaerobik Digesi Tabel 1. Analisis Parameter Influent Parameter No 1 2
3
4
Substrat Manure Sapi Manure Sapi + Limbah Jagung Tanpa Pre treatment Manure Sapi + Limbah Jagung Pre treatment 15 menit Manure Sapi + Limbah Jagung Pre treatment 25 menit
pH
TDS (ppt)
TS (%)
VS (%)
TKN (mg/L)
6.55
1.05
1.133 ± 0.12
56.794 ± 0.788
155.06
5.83
1.68
4.441 ± 0.184
78.794 ± 3.061
462.16
6.72
1.38
2.813 ± 0.078
76.161 ± 0.331
386.87
6.5
1.4
2.731 ± 0.128
75.418 ± 0.53
474.24
Tabel 2. Analisis Parameter Effluent No
1
2
3
4
Substrat
Manure Sapi Manure Sapi + Limbah Jagung Tanpa Pre treatment Manure Sapi + Limbah Jagung Pre treatment 15 menit Manure Sapi + Limbah Jagung Pre treatment 25 menit
TDS pH (ppt) 6.945 1.74 ± ± 0.021 0.014 6.76 2.24 ± ± 0.042 0.028 1.975 6.73 ± ±0 0.035 6.85 2.02 ± ± 0.028 0.028
Parameter TS (%) VS (%) 0.976 30.879 ± ± 12.0957 0.0226 1.3485 60.48 ± ± 4.4123 0.0869 1.118 57.3315 ± ± 4.2688 0.065 1.312 63.237 ± ± 6.5379 0.2616
TKN (mg/L) 231 ± 40.531 412.535 ± 11.575 447.24 ± 141.167 484.475 ± 98.987
Berdasarkan Tabel 1 dan 2, secara keseluruhan proses anaerobik digesi yang dilakukan pada penelitian ini berjalan dengan stabil. Hal ini dapat diketahui dari nilai pH dari kedua proses digesi yang mendekati pada rentang pH optimum untuk produksi biogas melalui proses anaerobik digesi. Berdasarkan literature, pH optimum untuk produksi biogas terjadi pada rentang pH 6.4 dan 7.2 (Dinamarca et al., 2013; Cheng, 2010). Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa pH influent culture dari anaerobik co-digesi limbah jagung dan manure sapi cukup rendah yaitu 5.83. Hal ini terjadi karena pada saat ditambahkan limbah jagung sebagai co-substrate akan
63
meningkatkan keasaman pada culture tersebut. Lebih lanjut peningkatan keasaman disebabkan meningkatnya produksi volatile fatty acids pada culture setelah mengalami proses hidrolisis. Setelah beberapa hari melalui proses anaerobik digesi volatile fatty acids tersebut terurai menjadi acetic acids, hidrogen dan karbondioksida, yang selanjutnya pada tahap akhir proses anaerobik digesi yaitu tahapan methanogenesis dimana acetic acids dari hasil proses acetogenesis dikonversikan menjadi biogas yang terdiri dari methane, dan karbon dioksida. Hal ini juga dapat dilihat pada Tabel 2, dimana pH effluent dari anaerobik co-digesi limbah jagung dan manure sapi meningkat menjadi 6.76 dimana pH ini termasuk pada pH optimum untuk produksi biogas. Meskipun anaerobik digesi manure sapi memiliki pH optimum untuk produksi biogas, akan tetapi anaerobik digesi yang hanya menggunakan manure sapi tidak memiliki cukup nutrisi yang dibutuhkan bakteri anaerobik untuk menghasilkan biogas. Hal ini dapat terlihat dari rendahnya kandungan total solids (TS) dan volatile solids (VS) dari manure sapi yaitu sebesar 1.13 % TS dan 56.79 % TS. Sedangkan anaerobik co-digesi limbah jagung dan manure sapi memiliki kandungan total solids dan volatile solids lebih tinggi dari anaerobik digesi dengan manure sapi yaitu sebesar 4.44 % TS dan 78.79 % VS. Pada substrat yang diberi thermal pre-treatment 15 menit, kandungan total solids dan volatile solidnya yaitu 2.813 %TS dan 76.161 % VS. Pada substrat yang diberi thermal pre-treatment 25 menit TS dan VSnya yaitu 2.731 % TS dan 75.418 % VS. Total dissolved solids (TDS) pada keempat proses anaerobik digesi juga terjadi peningkatan dari influent dan effluent. Hal ini terjadi karena pada proses anaerobik digesi terjadinya proses penguraian senyawa organik kompleks menjadi molekul-molekul sederhana yang larut dalam air yang selanjutnya digunakan untuk proses produksi biogas. TDS dari anaerobik co-digesi limbah tanaman jagung dan manure sapi juga lebih tinggi dibandingkan dengan anaerobik digesi manure sapi (Tabel 1 dan 2). Untuk total kjedahl nitrogen (TKN) pada anaerobik digesi manure sapi terjadi peningkatan dari 155.06 ppm menjadi 231.03 ppm. Hal ini terjadi karena anaerobik digesi yang hanya menggunakan manure sapi memiliki kapasitas buffer yang rendah, sehingga akumulasi ammonia dapat terjadi pada proses anaerobik
64
digesi yang pada akhirnya juga dapat menghambat proses anaerobik digesi untuk menghasilkan biogas. Hal yang berbeda terjadi pada anaerobik co-digesi limbah jagung dan manure sapi, dimana kandungan TKN terjadi sedikit penurunan dari 462.16 ppm menjadi 412.53 ppm. Hal ini terjadi karena pada proses anaerobik digesi dengan menggunakan limbah jagung sebagai co-substrat mampu memberikan kapasitas buffer selama proses sehingga dapat menstabilkan proses anaerobik digesi untuk mengurangi resiko kegagalan proses akibat akumulasi ammonia di dalam reaktor anaerobik sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produksi biogas. Perbedaan terjadi juga pada substrat yang diberikan thermal pretreatment dimana TKN dari kedua substrat yang telah diberikan thermal pretreatment mengalami sedikit kenaikan setelah proses anaerobik digesi. Hal ini terjadi karena proses penguraian substrat sangat cepat terjadi di awal-awal proses anaerobik digesi yang ditandai dengan peningkatan produksi biogas (Gambar 4), yang kemudian diikuti dengan penurunan produksi biogas per harinya setelah lebih dari 10 hari proses digesi. Hal ini terjadi akibat berkurangnya jumlah nutrisi yang tersedia akibat tingginya laju penguraian nutrisi di awal-awal proses anaerobik digesi. Peningkatan TKN pada substrat yang diberikan thermal pretreatment juga diikuti dengan meningkatnya nilai pH dari kedua substrat yang diberikan thermal pre-treatment. Dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa proses anaerobik co-digesi mampu memberikan keunggulan dalam memproduksi biogas karena adanya nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan mikroorganisme methanogen untuk menghasilkan biogas serta anaerobik co-digesi juga memberikan peningkatan kapasitas buffer selama proses digesi di dalam reaktor sehingga proses anaerobik yang terjadi sangat stabil. Hal ini juga terlihat dari Tabel 1 dan 2, dimana pengurangan kandungan volatile solids dari anaerobik co-digesi limbah jagung dan manure sapi yaitu lebih besar (78.79 % VS influent - 6.48 % VS effluent) daripada penurunan kandungan volatile solids dari anaerobik digesi manure sapi (56.79 % VS influent - 30.88 % VS effluent). Berdasarkan Tabel 1 dan 2, efisiensi proses digesi juga dapat diketahui dengan melihat persentase pengurangan kandungan volatile solids (volatile solids reduction). Persentase pengurangan kandungan volatile solids dari proses
65
anaerobik co-digesi limbah jagung dan manure sapi yaitu sebesar 98.14%, sedangkan persentase pengurangan volatile solids dari anaerobik digesi manure sapi yaitu hanya sebesar 66.01 %. Pada substrat yang diberikan pre-treatment 15 menit, persentase pengurangan kandungan volatile solidsnya hanya sekitar 57.94%, dan untuk substrat yang diberikan pre-treatment 25 menit persentase pengurangan kandungan volatile solidsnya yaitu hanya 43.93%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa proses anaerobik co-digesi limbah jagung memiliki efisiensi proses digesi yang lebih baik jika dibandingkan dengan efisiensi proses dari anaerobik digesi manure sapi dan limbah jagung yang diberikan thermal pre-treatment.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KESIMPULAN
1.
Total produksi biogas dari anaerobik limbah jagung tanpa pre-treatment lebih tinggi daripada anaerobik digesi dari substrat yang diberikan thermal.
2.
Thermal pre-treatment 15 menit
dan
25 menit pada limbah tanaman
jagung, tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dalam produksi biogas. 3.
Produksi biogas dari substrat yang diberikan thermal pre-treatment lebih tinggi di awal proses anaerobik digesi yaitu pada hari pertama sampai hari ke 20.
4.
Laju produksi biogas dari limbah jagung lebih rendah di awal proses digesi dikarenakan rendahnya laju penguraian kandungan lignoselulosa menjadi biogas.
5.2
SARAN
Perlu dilakukannya penelitian lanjutan dengan menambahkan komponen pengaduk pada bioreaktor sehingga efisiensi proses digesi dapat ditingkatkan.
66
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2014 Nomor: 427/UN11/S/LK-PNBP/2014 Tanggal 05 Mei 2014.
DAFTAR PUSTAKA BPS Aceh. 2012. Berita Resmi Statistik, Produksi Padi dan Palawija Provinsi Aceh. Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. Banda Aceh. BPS. 2013. Berita Resmi Statistik, Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Ramalan I Tahun 2013). Badan Pusat Statistik. Jakarta. Cheng, J., Z. Wang, and D.R. Keshwani. 2010. Biomass to Renewable Energy. CRC Press, Taylor and Francis Group. USA. Crolla, A., C. Kinsley, T. Sauve, and K. Kenedy. 2011. Anaerobic Digestion of Manure with Various Co-substrates. Ontario Rural Waste Water Centre: 1-3. Dowswell, C.R. R.L.Paliwal, and R. P.Cantrell. 1996. Maize in The Third World. Westview Press. Esposito, G., L. Frunzo, A.Giordano, F.Liotta, A. Panico, F. Pirozzi. 2012. Review in Environmental Science and Bio/Technology 11 (4): 325-341. Hansen, R.W. 2003. Methane Generation From Livestock Wastes, Equipment 5: (2). Colorado: Colorado State University, Fort Collins. Iriany, R. Neni. M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M. 2008. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Sulawesi Selatan. Klingenfeld, D., H. Lee. M. Toft. 2008. Corn Stover As A Bioenergy Feedstock: Identifying And Overcoming Barriers For Corn Stover Harvest, Storage, And Transport. National Commission on Energy Policy, Washington, DC. USA. Nagy, V., and Szabó, E. 2011. Biogas from organic wastes. Studia Universitatis“Vasile Goldis”, Seria Stiin_ele Vie_ii 21 (4): 887-891.
67
Osho. A. 2010. Green solution to blackouts: investigating the use of banana waste for biogas production in india. Master of Science thesis. School of engineering department of offshore, process and energy engineering. Cranfield university. Paliwal. R.L. 2000. Tropical maize morphology. In: tropical maize: improvement and production. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Italy. Rubia, M.A.D., V. Fernández-Cegrí., F. Raposo., and R. Borja. 2011. Influence of particle size and chemical composition on the performance and kinetics of anaerobic digestion process of sunflower oil cake in batch mode. Biochemical Engineering Journal 58– 59: 162– 167. Subandi, I. Manwan, and A. Blumenschein. 1988. National Coordinated Research Program: Corn. Central Research Institute for Food Crops. Bogor: 83. Subekti, N.A., Syafruddin, R. Efendi, dan S. Sunarti. 2013. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Serealia, Maros. Sulawesi Selatan. Waish, J.L., Ross, C., Smith, M.S.,Harper, S.R.,and W.Allen. 1988. Handbook on biogas utilization. Atlanta, Georgia: The Environment, Health, and Safety Division. Georgia Tech Research Institute. Wang, G., and Schmidt, J.E. 2010. Biogas production from energy crops and agriculturalresidues: a review. Information Service Department Risø National Laboratory for Sustainable Energy. Technical University of Denmark. Wang. G., Gavala. H.N., Skiadas. I.V., Ahring, B.K. 2009. Wet explotion of wheat straw and codigestion with swine manure: Effect of methane productivity. Waste Management 29: 2830-2835. Xie, S., P.G. Lawlor., J.P. Frost., Z. Hu., and X. Zhan. 2011. Effect of pig manure to grass silage ratio on methane production in batch anaerobic co-digestion of concentrated pig manure and grass silage. BioresourceTechnology 102 (10): 5728 – 5733.
68