Kunjungan Kerja Fiktif DPR Rugikan Negara Rp945 M
www.nasional.sindonews.com
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dari hasil audit tahunan dan uji petik (sampling) di DPR, bahwa sejumlah Anggota DPR melakukan kunjungan kerja (kunker) fiktif yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp945 miliar. Banyak diantaranya laporan
hasil
Kunker
Anggota
DPR
yang
tidak
dapat
dibuktikan
kebenarannya.
"Itu (audit kunker DPR) masuk dalam bagian audit yang sedang kita kerjakan, yang kita audit dari 1 Januari sampai 31 Desember 2015," kata Ketua BPK Harry Azhar Azis di Jakarta, kemarin. Harry menjelaskan, audit kunker DPR itu merupakan bagian dari audit tahunan lembaga DPR, termasuk juga audit keuangan DPR yang hasilnya akan diserahkan ke DPR pada bulan Juni 2016 mendatang. Namun, dirinya mengaku belum tahu jumlah potensi kerugiannya. "Saya tidak tahu angka berapa, karena itu sedang diaudit," tutupnya. Sebelumnya, hasil audit BPK ini pertama kali diketahui dari beredarnya surat Fraksi PDI Perjuangan tertanggal 10 Mei 2016 kepada seluruh Anggotanya untuk membuat laporan hasil kunker secara lengkap. Hal ini didasarkan atas ketentuan Peraturan No. 1/2014 tentang Tata Tertib (Tatib) DPR RI Pasal 211 Ayat 6 dan Surat Sekretariat Jenderal (Setjen) Setjen DPR RI tentang diragukannya keterjadiannya Kunjungan Kerja Perorangan Anggota DPR RI dalam melaksanakan tugasnya, sehingga potensi negara dirugikan Rp945.465.000.000,-. Surat tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno. Dia mengatakan, surat fraksi tersebut didasarkan atas hasil audit dan uji petik BPK dan ditemukan potensi kerugian negara
Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Rp945 miliar yang mana, ada laporan hasil kunker yang tidak memenuhi persyaratan dan sulit dibuktikan kebenarannya. "Kadang-kadang ada foto yang sama digunakan berkali-kali, kemudian staf yang sama, menurut BPK akuntabilitasnya tidak memadai," imbuhnya saat dihubungi. Hendrawan menceritakan, Fraksi PDIP dalam rapat Jumat (30/4) sebelum masuk reses membuat format laporan untuk dipenuhi seluruh anggota fraksi. Dan pada Senin (10/5) kemarin, Sekretaris Fraksi Bambang Wuryanto mengingatkan kembali supaya dalam satu tahun terakhir, semua laporan kunker akan disusun ulang. "Jadi artinya, aktivitas anggota dewan itu menurut audit BPK, tidak bisa dipertanggungjawabkan lah secara keuangan," jelasnya. Namun demikian, Hendrawan menilai, hasil audit BPK itu baik karena menekankan pada pentingnya kegiatan dalam kunker tersebut sehingga Anggota DPR dapat memanfaatkan momentum kunker itu dengan sebaik-baiknya dengan melakukan kegiatan real di lapangan. Sumber : http://nasional.sindonews.com/read/1108132/13/kunjungan-kerja-fiktif-dpr-rugikan-negararp945-m-1463093557, 13 Mei 2016 http://www.merdeka.com/politik/skandal-kunjungan-kerja-fiktif-rp-945-m-guncang-dpr.html Catatan: 1. Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pada bagian umum BPK diberi kewenangan melakukan 3 jenis pemeriksaan yaitu: a. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. b. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigative. 2. Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, hasil pemeriksaan BPK adalah : (1) “Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.” (2) “Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.” (3) “Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.” (4) “Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan. 3. Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima. 4. Menurut Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang dimaksud dengan Kerugian Negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 5. Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara : (1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. (2) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan
keuangan dari pemerintah daerah.
Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur
(3) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan
pula
kepada
Presiden/gubernur/
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya. (4) Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. (5) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. (6) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan
pula
kepada
Presiden/gubernur/
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya. (7) Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya. 6. Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara: (1) Ikhtisar hasil pemeriksaan semester disampaikan kepada lembaga perwakilan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan. (2) Ikhtisar hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/ walikota selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan. 7. Pasal 211 angka 6 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib menyebutkan Hasil kunjungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara tertulis oleh Anggota kepada Fraksi masing-masing. 8. Pasal 211 angka 1 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib menyebutkan Pelaksanaan kunjungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) dilakukan untuk menyerap aspirasi, transparansi pelaksanaan fungsi, dan pertanggungjawaban kerja DPR kepada masyarakat di daerah pemilihan Anggota. 9. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib yang dimaksud fraksi adalah pengelompokan Anggota berdasarkan konfigurasi partai politik hasil pemilihan umum.
Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur
10. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib yang dimaksud Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja.
Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur