KERANGKA ACUAN TEKNIS KUNJUNGAN KERJA KOMISI XI DPR RI DALAM RANGKA RUU PERBANKAN KE KOREA SELATAN I.
PENDAHULUAN Komisi XI DPR RI merupakan salah satu Alat Kelengkapan DPR RI yang salah satu tugasnya membidangi Keuangan Negara dan Perbankan. Saat ini, Komisi XI DPR RI diberi mandat oleh DPR RI untuk melakukan pembahasan RUU tentang Perbankan. Perubahan terhadap Undang-Undang Perbankan ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015 yang diusulkan oleh Komisi XI DPR RI, dengan judul “RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan”.
Pada saat ini, tren perkembangan perbankan di Indonesia sudah semakin pesat dari waktu ke waktu yang ditandai dengan perkembangan berbagai jenis usaha perbankan seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Hal ini bisa dilihat dari inovasi yang dilakukan oleh kalangan perbankan dengan mengunakan teknologi informasi yang dapat memberikan dampak efesiensi dan efektifitas yang sangat luar biasa. Sebagai contoh banyak terdapat produk e - banking seperti Anjungan Tunai Mandiri, Kartu Kredit, Kartu Debet, Internet Banking, SMS/mobile banking, phone banking, Branchless Banking dan lainlain. Selain itu juga terjadi perubahan mendasar pada industri perbankan dan sektor jasa keuangan diantaranya proses globalisasi sistem keuangan, inovasi dibidang keuangan, perkembangan Teknologi Informasi dan konglomerasi keuangan. Kondisi ini mendorong layanan perbankan menjadi tidak terbatas baik dari sisi waktu maupun dari sisi jangkauan geografis yang pada akhirnya dapat meningkatkan volume dan nilai nominasi transaksi keuangan.
-2-
Perkembangan perbankan di Indonesia terlihat dari peningkatan jumlah dana pihak ketiga yang dapat dihimpun, penyaluran dana/kredit kepada masyarakat, jumlah aset maupun jumlah kantor bank yang melayani nasabah di Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir. Sebagai contoh, pada tahun 2006 total dana yang telah disalurkan oleh bank umum mencapai 1.380 triliun rupiah dan yang berhasil disalurkan oleh Bank Perkreditan Rakyat mencapai 21 triliun rupiah. Jumlah ini meningkat sangat pesat jika dibandingkan dengan periode Januari 2015, dimana dana yang disalurkan oleh bank umum mencapai 5.504 triliun dan Bank Perkreditan Rakyat berhasil menyalurkan dana kemasyarakat mencapai 87 triliun rupiah.
Jika melihat perkembangan perbankan yang semakin pesat, maka tantangan yang dihadapi oleh perbankan juga semakin kompleks dengan tingkat ketidakterdugaan yang semakin tinggi terhadap bisnis keuangan di Indonesia dan seluruh dunia. Sebagai contoh adalah kerugian besar yang tak terduga yang dialami berbagai bank di Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan Australia akibat dari krisis subprime mortgage di tahun 2007. Inovasi pembiayaan melalui skema-skema subprime walaupun pada suatu sisi terlihat aktraktif, mudah dijual dan menghasilkan imbalan yang besar namun pada sisi lain juga mempunyai tingkat resiko yang sangat tinggi. Sedangkan dalam tataran lokal, perbankan Indonesia mengalami ujian dengan munculnya berbagai kasus tindak pidana kejahatan di bidang keuangan dan perbankan yang terjadi beberapa waktu yang lalu
Selain perkembanganan dunia perbankan itu sendiri yang menuntut adanya suatu aturan dan ketentuan yang mendukung iklim perbankan yang kondusif, keadaan politis di dalam negeri juga menunjukkan suatu perkembangan baru bagi dunia perbankan. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah adanya perubahan kelembagaan kewenangan pengawasan perbankan yang semula berada di bawa otoritas Bank Indonesia, beralih kepada otoritas lembaga baru yang disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perubahan ini secara legal telah berlaku sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Setidaknya terdapat 30 pasal dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
-3-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang terkait dengan fungsi, tugas,
dan
wewenang
Bank
Indonesia
perlu
dilakukan
perubahan/penyesuaian sebagai konsekuensi berlakunya UU No. 21 Tahun 2011 tersebut.
Perkembangan
dinamika
legislasi
nasional
juga
memberikan
dampak
perubahan bagi dunia perbankan, sebagai contoh, dengan diberlakukannya Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
2010
tentang
Pencegahan
dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sedikitnya telah menimbulkan adanya kebutuhan penyesuaian terhadap ketentuan yang mengatur tentang perbankan.
Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dipandang sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat dan perlu diganti dan disempurnakan dengan UndangUndang yang baru yang mengatur kembali ketentuan di bidang keuangan dan perbankan karena perkembangan perekonomian senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju khususnya pada era globalisasi. Penyempurnaan Undang-Undang Perbankan yang berlaku pada saat ini diperlukan guna memenuhi tuntutan agar Undang-Undang Perbankan dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi perkembangan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, dimana hal ini sangat diperlukan dalam menjawab tantangan industri perbankan dimasa depan, penguatan peran dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan serta upaya peningkatan kemandirian keuangan dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional bersama dengan sektor industri keuangan lainnya.
-4-
Sebagai bagian dari proses pembahasan terhadap Rancangan UndangUndang
Tentang
Perbankan,
serta
guna
memperoleh
informasi
dan
perbandingan praktek penerapannya di negara lain seperti di negara Korea Selatan, Panja RUU tentang Perbankan Komisi XI DPR RI berencana untuk melakukan pertemuan dengan instansi terkait di negara tersebut guna mengumpulkan informasi dan penjelasan serta masukan dari beberapa instansi yang berwenang mengatur bisnis Keuangan dan Perbankan. Kunjungan ini bertujuan untuk melihat bagaimana negara lain mengatur sistem Perbankannya yang dalam pengalamannya mengelola serta melakukan kebijakan terhadap bisnis bank sehingga menjadi masukan para anggota Panja dalam proses pembahasan dengan Pemerintah.
Negara Korea Selatan dipilih karena menurut hasil review yang dilakukan oleh lembaga rating Standard and Poor’s (S&P) melalui Banking Industry Country Risk Assessment (BICRA) yang di publikasikan pada bulan April 2012 dengan memberikan penilaian terhadap 87 sistem perbankan di seluruh dunia, dimana hasil review yang dilakukan oleh S&P dengan menggunakan metodologi BICRA, negara Korea Selatan masuk dalam kategori kelompok 3 bersama dengan negara Selandia Baru dan Inggris. Metodologi BICRA yang digunakan oleh S&P mengunakan skala 1 – 10, dimana negara yang masuk dalam kelompok 1 merupakan negara yang memiliki sistem perbankan dengan tingkat resiko rendah dan negara yang masuk dalam kelompok 10 merupakan negara yang memiliki sistem perbankan dengan tingkat resiko tinggi.
Menurut S&P, Perbankan di Korea memiliki tingkat resiko yang moderat dengan sistem operasi yang stabil dan distorsi pasar yang terbatas dengan keberadaan dari Bank Milik Pemerintah maupun persaingan usaha dengan Industri Keuangan Non Bank. Tingkat profitabilitas sektor perbankan sedikit lebih tidak stabil jika dibandingkan dengan tingkat profitabilitas dari sektor usaha lainnya di Korea Selatan. Perbankan Korea selatan telah meningkatkan eksposure pembiayaan di sektor konstruksi dan properti termasuk dalam pembiayaan real estate pada saat pertumbuhan ekonominya meningkat yang pada akhirnya meningkatkan tingkat profitabilitas sektor perbankan. Namun
-5-
pada saat pasar properti mengalami penurunan, bank menangung beban biaya kredit yang relatif tinggi. Namun demikian, pertumbuhan aset perbankan sangat rendah dengan tingkat profitabilitas perbankan yang sudah cukup stabil dalam beberapa tahun terakhir dengan terbatasnya produk perbankan yang komplek dan beresiko di pasar keuangan Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan sangat mendukung dalam menyediakan kebutuhan dana bagi kepentingan sektor perbankan jika dibutuhkan.
Dalam hal pengawasan perbankan, struktur pengawasan yang digunakan di Korea Selatan sedikit mengalami perubahan pada tahun 2008, namun tetap pada bentuk pengawasan terintegrasi yang telah diterapkan sejak tahun 1999. Sebelum tahun 2008, sistem pengawasan terintegrasi dibawah Financial Supervisory Commisions (FSC) dan Ministry of Finance and Economy. Sebagai sebuah lembaga negara, FSC bertanggung jawab kepada Perdana Menteri, dan independen dari Menteri Keuangan. FSC membawahi Securities and Futures Commision (SFC) dan Financial Supervisory Services (FSS) yang kemudian membawahi seluruh lembaga keuangan. Namun pada 2008, posisi chairman
FSC
dan
Gubernur
FSS
secara
tegas
dipisahkan
untuk
meningkatkan efisiensi dan untuk membedakan secara jelas antara pembuat kebijakan dengan pengawasan pasar keuangan. Selain itu, FSC juga berubah nama dari Financial Supervisory Commisions menjadi Financial Services Commisions.
Output yang diharapkan dari RUU ini adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. 2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional. 3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko. 4. Menciptakan Good Corporate Governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.
-6-
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat. 6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.
II.
PROFIL NEGARA KOREA SELATAN Nama Resmi Bentuk Negara Ibu Kota Luas Wilayah Lagu Kebangsaan Populasi
: Taehan-min'guk Republik Korea : Republik : Seoul : 100.460 Km2 :A e g u k g a : 50,2 juta (Des 2014 est.) Kristen 26,3% (Protestan 19,7%, Katolik 6,6%), Budha Agama : 23.2%, dan lainnya 1.3%, Tidak beragama 49.3% Bahasa Nasional : Korea [Hangeul] Bendera Nasional : T a e g e u k g i Mata Uang : Won Hari Nasional : Liberation Day, 15 Agustus 1945 Kepala Negara : Presiden Park Geun Hye (sejak 25 Februari 2013) Kepala : PM Lee Wan-koo ( Tahun 2015 ) Pemerintahan Menteri Luar : Yoon Byung-se Negeri Demokrasi, Presiden dipilih langsung untuk satu kali masa Sistem Politik : jabatan 5 tahun. Kekuasaan dibagi menjadi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Partai yang : Saenuri Party Memerintah GDP : US$ 1.34 trilyun GDP Perkapita : US$ 26.200 (2014 est.) Semikonduktor, peralatan komunikasi nirkabel, kendaraan Komoditas Ekspor : bermotor, komputer, besi, kapal, petrokimia, kapal laut, Utama tekstil, pakaian jadi, dan hasil laut. Komoditas Impor Minyak dan gas bumi, barang dan perlengkapan elektronik, : Utama minyak, baja, perlengkapan transportasi. ADB, AfDB (nonregional member), APEC, APT, ARF, Keikutsertaan dalam Organisasi ASEAN (dialogue partner), Australia Group, BIS, CP, EAS, Internasional EBRD, FAO, G-20, IADB, IAEA, IBRD, ICAO, ICC, ICCt, ICRM, IDA, IEA, IFAD, IFC, IFRCS, IHO, ILO, IMF, IMO, : IMSO, Interpol, IOC, IOM, IPU, ISO, ITSO, ITU, ITUC, LAIA, MIGA, NEA, NSG, OAS (observer), OECD, OPCW, OSCE (partner), PCA, PIF (partner), SAARC (observer), UN, UNCTAD, UNESCO, UNHCR, UNIDO, UNIFIL, UNMIL, UNMIS, UNMOGIP, UNOMIG, UNWTO, UPU,
-7-
WCL, WCO, WFTU, WHO, WIPO, WMO, WTO, ZC
III.
TUJUAN. Tujuan utama dari Panja RUU Perbankan Komisi XI DPR berkunjung ke Korea Selatan adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan pelajaran dan pengalaman dari negara lain dalam membuat Kebijakan sektor Perbankan. 2. Memahami kebijakan negara lain dalam mengatur bank sehingga tercipta struktur perbankan yang sehat. 3. Mempelajari
kebijakan
yang
berhubungan
dengan
pembentukan
infrastruktur perbankan yang lengkap agar industri perbankan di Indonesia bisa lebih sehat. 4. Mendapatkan pengalaman dari negara yang dikunjungi dalam pengaturan bank serta langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh mereka terkait masalah perbankan. 5. Berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan negara yang dikunjungi dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik di sektor perbankan. Data dan Informasi yang terkumpul selama kunjungan ini akan digunakan dan dianggap sebagai masukan yang berharga oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk penyempurnaan RUU Perbankan.
IV.
JADWAL Pelaksanaan kunjungan
teknis ke Korea Selatan ini akan dilakukan pada
tanggal 25 .April sampai dengan 1 Mei 2015, dengan rancangan kegiatan sebagai berikut : NO
HARI, TANGGAL
1.
Sabtu, 25 April 2015
KEGIATAN Tim Menuju Korea Selatan
2.
Minggu, 26 April 2015 Pkl. 19.00
Silaturahmi dengan KBRI dan masyarakat Indonesia
-8-
NO
HARI, TANGGAL
3.
Senin, 27 April 2015
4.
5.
Pkl. 15.00 - 16.00
Pertemuan Chairman of National Policy Committee, National Assembly
Pkl. 18.30
Pertemuan dengan Sekjen National Assembly
Selasa, 28 April 2015 Pkl. 14.00
Pertemuan dengan Woori Bank
Pkl. 15.00 – 16.00
Pertemuan dengan Gubernur Financial Supervisory Services
Rabu, 29 April 2015 Pkl. 10.00 – 11.00
6.
7.
KEGIATAN
Pertemuan dengan Director General of Financial Stability, Bank of Korea
Kamis, 30 April 2015 Pkl. 10.00 – 11.00
Pertemuan dengan Chairman of Strategy and Finance Committee, National Assembly
Pkl. 14.30
Pertemuan dengan Financial Service Commission (FSC)
Jumat, 1 Mei 2015 Kembali ke Jakarta
V.
DELEGASI Jumlah Anggota Delegasi adalah berjumlah 7 (tujuh) orang Anggota Komisi XI DPR RI dan didampingi oleh 2 (dua) Sekretaris Delegasi.
VI.
OTORITAS LOKAL YANG DIKUNJUNGI Jadwal kunjungan ini akan disesuaikan dengan Kesiapan dari lembaga yang akan dikunjungi di negara tersebut. Selama waktu kunjungan, delegasi dari Komisi XI DPR RI berharap dapat melakukan pertemuan dengan beberapa otoritas lokal seperti: 1.
Parlemen Korea Selatan
2.
Otoritas Jasa Keuangan (Financial Supervisary Services dan )
3.
Bank Sentral (Bank of Korea)
4.
Perbankan Korea Selatan
5.
Masyarakat Indonesia
-9-
VII. KESIMPULAN Panitia Kerja yang dibentuk oleh alat kelengkapan DPR beranggotakan tidak lebih dari setengah jumlah anggota alat kelengkapan DPR tersebut yang melakukan tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR. Didalam UUD 1945 Republik Indonesia disebutkan pada pasal 20 dan 21 yang pada dasarnya memberikan hak dan kewewenang kepada anggota DPR untuk mengajukan Rancangan Undang Undang dan menetapkan Undang-Undang. Kunjungan teknis ke negara lain ini adalah salah satu proses pembelajaran dengan cara Learning By Doing bagi Anggota Parlemen untuk menambah wawasan dalam pembuatan dan penyempurnaan Undang Undang tentang Perbankan. Hasil kunjungan teknis diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi anggota delegasi dalam proses pembuatan Undang Undang yang lebih baik di Indonesia. Hal ini disebabkan karena adanya Transfer of Knowledge dari Negara yang dikunjungi anggota delegasi. Selama kunjungan teknis ini tugas Panja Komisi XI DPR RI adalah mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari negara yang dikunjungi. Panja Komisi XI DPR RI membutuhkan banyak informasi dari otoritas lokal dan hasil dari kunjungan ini akan dilaporkan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia di Jakarta. Informasi dan data yang dikumpulkan dari kunjungan ini akan dimasukkan dalam laporan dan dikirimkan ke semua fraksi untuk digunakan sebagai pandangan atau pendapat yang diperlukan dalam proses menjadi undang-undang baru. Mudah-mudahan, kunjungan ini dapat dilakukan sesuai jadwal berdasarkan informasi yang dikirimkan sebelum hari keberangkatan ke negara yang akan dikunjungi..
Panja RUU PERBANKAN Komisi XI DPR RI