REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN
KOORDINASI STRATEGIS KETERKAITAN KOTA-DESA TAHUN 2016
DIREKTORAT DAERAH TERTINGGAL, TRANSMIGRASI, DAN PERDESAAN BAPPENAS 2016
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa yang telah dilaksanakan pada Tahun 2016. Kegiatan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa ini berfungsi untuk mendukung pemenuhan salah satu sasaran RPJMN 2015 - 2019 yakni percepatan peningkatan keterkaitan kota-desa. Berdasarkan hal tersebut disusunlah laporan akhir pelaksanaan koordinasi strategis keterkaitan kota-desa. Kegiatan ini menjadi katalisator untuk pengembangan keterkaitan kota-desa tahun 2016. Laporan ini terdiri dari 5 (tiga) bab. Laporan dimulai dengan BAB 1 Pendahuluan, BAB 2 Arah Kebijakan dan Strategi Keterkaitan Kota-Desa; BAB 3 Pendekatan dalam Pencapaian Sasaran Kebijakan Keterkaitan Kota-Desa; BAB 4 Pelaksanaan Kerja Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa, dan BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi. Penyusunan laporan ini telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, kami menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan masukan yang membangun sangat kami butuhkan demi penyempurnaan laporan.
Jakarta, Desember 2016 Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan
Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
i
DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 1.1
LATAR BELAKANG .................................................................................................. 1
1.2
TUJUAN ................................................................................................................. 2
1.3 1.4
SASARAN ............................................................................................................... 2 RUANG LINGKUP .................................................................................................... 3
1.4.1
Persiapan ............................................................................................................ 3
1.4.2
Rapat Forum Stakeholder Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa ..................... 3
1.4.3
Pemantauan Bersama dan Focus Group Discussion (FGD) Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa di 6 Kabupaten/ Kota pada 6 Provinsi .................................. 3
1.4.4
Koordinasi dengan Lembaga Internasional ............................................................ 4
1.4.5
Seminar / Workshop ............................................................................................ 4
1.4.6 Penyusunan Laporan ........................................................................................... 4 1.5 KELUARAN ............................................................................................................. 4 1.6
MANFAAT .............................................................................................................. 4
1.7
METODE PELAKSANAAN ......................................................................................... 4
1.8
PELAKSANA KEGIATAN ........................................................................................... 5
1.9
JADWAL KEGIATAN ................................................................................................ 5
1.10 PEMBIAYAAN ......................................................................................................... 6 BAB II. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETERKAITAN KOTA-DESA ..................................... 7 2.1
ARAH KEBIJAKAN KETERKAITAN KOTA-DESA ........................................................... 7
2.2
STRATEGI KETERKAITAN KOTA-DESA ..................................................................... 9
2.3
SASARAN KEBIJAKAN KETERKAITAN KOTA-DESA ................................................... 18
BAB III. PENDEKATAN DALAM PENCAPAIAN SASARAN KEBIJAKAN KETERKAITAN KOTADESA ................................................................................................................................ 20 3.1
KETERKAITAN ANTAR KAWASAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH ...................... 20
3.2
ARAH INTERVENSI PADA PUSAT PERTUMBUHAN KETERKAITAN KOTA-DESA ........... 21
3.3 FORUM STAKEHOLDER PUSAT KOORDINASI STRATEGIS KETERKAITAN KOTADESA 22 BAB IV. PELAKSANAAN KERJA TIM KOORDINASI KETERKAITAN KOTA-DESA ........................ 25 4.1. PERSIAPAN .......................................................................................................... 25 4.2. RAPAT FORUM STAKEHOLDER KOORDINASI STRATEGIS KETERKAITAN KOTADESA 26 4.3. PEMANTAUAN BERSAMA TIM KOORDINASI KETERKAITAN KOTA-DESA ................... 31 4.4.
KERJASAMA DENGAN LEMBAGA DONOR INTERNASIONAL ...................................... 38
4.5.
PENYEMPURNAAN INDEKS KETERKAITAN KOTA-DESA............................................ 42
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................................... 44 5.1. 5.2.
KESIMPULAN ....................................................................................................... 44 REKOMENDASI ..................................................................................................... 44
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Jadwal Kegiatan ..................................................................................................... 6 Tabel 2. Rincian Pusat Pertumbuhan Keterkaitan Kota-Desa 2015-2019 ................................ 19 Tabel 3. Lokasi Prioritas Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016 .............................. 25
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Potret Pembangunan Perkotaan dan Perdesaan .................................................... 7 Gambar 2. Peta Sebaran Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa Tahun 2014 ............... 8 Gambar 3. Persandingan Visi Misi dan Nawa Cita ................................................................... 9 Gambar 4. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Wilayah Kepulauan Maluku ............................................................................................................. 10 Gambar 5. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Wilayah Nusa Tenggara ................................................................................................................. 11 Gambar 6. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Wilayah Sulawesi ........................................................................................................................... 13 Gambar 7. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Wilayah Kalimantan ....................................................................................................................... 14 Gambar 8. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Wilayah Kalimantan ....................................................................................................................... 16 Gambar 9. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Wilayah Sumatera.......................................................................................................................... 17 Gambar 10. Keterkaitan Antar Kawasan .............................................................................. 20 Gambar 11. Keterpaduan Lintas Sektor dalam Kebijakan Keterkaitan Kota-Desa .................... 21 Gambar 12. Lingkup Intervensi pada Pusat Pertumbuhan KKD ............................................. 22 Gambar 13. Peran Strategis Tim Koordinasi KKD ................................................................. 23 Gambar 14. Stakeholder Mapping Pelaksana Kebijakan Keterkaitan Kota-Desa....................... 24
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pembangunan nasional periode 2015-2019 yang tertuang dalam arah kebijakan pembangunan tahap tiga RPJPN 2005-2025, ditujukan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas, serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Untuk melaksanakan arah kebijakan tersebut, telah dirumuskan visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019), yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong. Saat ini pelaksanaan RPJMN 2015-2019 telah memasuki tahun kedua dan dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2015 dan RKP 2016. Berdasarkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 168, Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan (Direktorat DTTP) memiliki tugas melaksanakan pengoordinasian, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta pemantauan, evaluasi, dan pengendalian perencanaan pembangunan nasional di bidang daerah tertinggal, kawasan perbatasan, rawan bencana, transmigrasi, dan perdesaan. Adapun mitra kerja Direktorat DTTP diantaranya adalah Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes DTT), Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KKP), Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPera), dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kemen ATR). Merujuk pada tahapan pembangunan dalam RPJPN 2005-2025, pembangunan jangka menengah di tahap yang ke-3 diarahkan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan kepada pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta kemampuan IPTEK. Dalam Dimensi Pembangunan Pemerataan dan Kewilayahan dokumen RPJMN 2015-2019, peningkatan keterkaitan kotadesa merupakan salah satu fokus pembangunan yang juga merupakan amanat dari sub agenda Nawacita Pemerataan Pembangunan Antar Wilayah Terutama di Kawasan Timur Indonesia. Kebijakan keterkaitan kota-desa pada hakekatnya ditujukan dalam rangka pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah, yang salah satunya antar wilayah perkotaan dan perdesaan. Kebijakan nasional yang direncanakan diharapkan dapat menghasilkan pembangunan yang adil dan sama-sama menguntungkan, baik bagi kota sebagai pusat pertumbuhan dan desa sebagai kawasan produksinya, hal ini karena selama ini ada banyak pendapat yang menyatakan desa terlalu banyak dieksploitasi untuk kebutuhan kota, karena segala proses pengolahan yang bernilai tambah dilakukan di kotakota besar. Kebijakan keterkaitan kota-desa diharapkan dapat menghasilkan pusat-pusat pertumbuhan baru yang dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat luas untuk mendapatkan akses pelayanan dasar yang lebih baik dan lebih dekat, serta dapat dijadikan tempat industri Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
1
pengolahan skala kecil sehingga dapat membawa dampak ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat sekitarnya. Berdasarkan arah kebijakan yang tercantum di dalam dokumen RPJMN 2015-2019, kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa dilakukan untuk mendorong keterpaduan program prioritas lintas sektor, khususnya melalui 4 (empat) program pengembangan kawasan utama, yaitu program pengembangan kawasan berbasis pertanian (agropolitan), program pengembangan kawasan berbasis kelautan dan perikanan (minapolitan), program pengembangan kawasan ketransmigrasian termasuk Kawasan Perkotaan Baru (KPB), dan program pengembangan kawasan berbasis pariwisata. Dalam upaya sinkronisasi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan keterkaitan kota-desa, Bappenas bekerjasama dengan beberapa kementerian/lembaga, diantaranya: Kemenko PMK, khususnya Asisten Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Perdesaan sebagai koordinator pelaksana; Kemendes DTT, khususnya yang menangani ketransmigrasian; Kementan, khususnya yang menangani kawasan agropolitan; Kemen KKP, khususnya yang menangani kawasan minapolitan; Kemenpar, khususnya yang menangani kawasan pariwisata; Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kemen PUPera; Kemen ATR; dan Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) Kemendes DTT, khususnya yang menangani fasilitasi penyusunan masterplan kawasan. Selain dengan kementerian/ lembaga, pengembangan KKD juga dilakukan oleh dunia usaha, masyarakat, dan lembaga donor internasional. Banyaknya pihak yang berinisiatif untuk melakukan peningkatan KKD, mendorong adanya upaya sinkronisasi dan koordinasi yang lebih baik dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan keterkaitan kota-desa. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan koordinasi strategis peningkatan keterkaitan kota-desa. 1.2
TUJUAN
Adapun tujuan dari kegiatan koordinasi strategis peningkatan keterkaitan kota-desa adalah: 1. Meningkatkan koordinasi perencanaan pembangunan nasional di bidang peningkatan keterkaitan kota-desa dengan berbagai pemangku kepentingan, yaitu pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, serta lembaga internasional; 2. Meningkatkan sinkronisasi program dan kegiatan, serta lokasi-lokasi prioritas penguatan pusat pertumbuhan keterkaitan kota-desa baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; 3. Meningkatkan komitmen dan inisiatif daerah dan juga kementerian/lembaga di tingkat pusat dalam mewujudkan fasilitasi peningkatan keterkaitan kota-desa dalam rangka mempercepat tercapainya target sebagaimana yang tertuang dalam dokumen RPJMN 2015-2019; 4. Menyempurnakan penyusunan indikator keterkaitan kota-desa yang akan digunakan dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan di bidang keterkaitan kota-desa. 1.3
SASARAN Adapun sasaran dari kegiatan koordinasi strategis peningkatan keterkaitan kota-desa
adalah: Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
2
1. Terlaksananya koordinasi perencanaan pembangunan nasional di bidang peningkatan keterkaitan kota-desa dengan berbagai pemangku kepentingan, yaitu pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, serta lembaga internasional; 2. Tersusunnya hasil sinkronisasi program dan kegiatan, serta lokasi-lokasi prioritas penguatan pusat pertumbuhan keterkaitan kota-desa baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; 3. Terlaksananya fasilitasi oleh Forum Stakeholder Koordinasi Strategis KKD bersama mitra lain seperti lembaga internasional kepada daerah-daerah yang memiliki lokasi prioritas KKD; 4. Penyempurnaan penyusunan indikator keterkaitan kota-desa yang akan digunakan dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan di bidang keterkaitan kotadesa; 5. Tersusunnya informasi pusat-pusat pertumbuhan peningkatan keterkaitan kota-desa dalam bentuk draft masterplan kawasan perdesaan prioritas nasional yang difasilitasi penyusunannya hingga akhir tahun 2016; 6. Terlaksananya kegiatan pemantauan dan evaluasi bersama pelaksanaan pembangunan di bidang peningkatan keterkaitan kota-desa khususnya pada lokasi-lokasi pilot yang telah disepakati bersama. 1.4
RUANG LINGKUP
1.4.1 Persiapan Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilaksanakan diantaranya adalah: (1) pembentukan tim pelaksana; dan (2) penyusunan Rencana Kerja Awal, termasuk di dalamnya rencana pelaksanaan Pemantauan Bersama, Kick-Off Meeting dan Seminar/Workshop. 1.4.2 Rapat Forum Stakeholder Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Rapat Forum Stakeholder Koordinasi Strategis KKD dilaksanakan untuk sosialisasi kebijakan dan strategi keterkaitan kota-desa dalam RPJMN 2015-2019 sebagai upaya pengurangan kesenjangan wilayah baik di pusat dan di daerah dan sinkronisasi perencanaan lintas sektor, lintas pelaku, serta pusat-daerah dalam pengembangan keterkaitan kota-desa dalam rangka pencapaian sasaran 39 (tiga puluh sembilan) lokasi prioritas nasional dalam RPJMN 2015-2019. Pelaksanaan kegiatan ini mengikutsertakan perwakilan kementerian/lembaga lain yang merupakan anggota dari forum stakeholder dan beberapa narasumber yang diperlukan. 1.4.3 Pemantauan Bersama dan Focus Group Discussion (FGD) Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa di 6 Kabupaten/ Kota pada 6 Provinsi Kegiatan Pemantauan Bersama Tim Koordinasi KKD dilakukan melalui Kunjungan Lapangan dan Focus Group Discussion (FGD) di 6 kabupaten/kota pada 6 provinsi dalam rangka pengembangan lokasi-lokasi prioritas KKD. Kabupaten/kota yang dikunjungi meliputi Kota Bandung (Provinsi Jawa Barat), Kota Gorontalo (Provinsi Gorontalo), Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Mojokerto), Provinsi Sulawesi Utara (Kota Manado), Kota Pontianak (Provinsi Kalimantan Barat), dan Kota Banda Aceh (Provinsi Aceh). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk sosialisasi kebijakan KKD, FGD sinkronisasi program dan kegiatan terkait KKD,
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
3
pengumpulan data dan informasi terkait KKD, dan pengembangan kawasan di sekitar pusat pertumbuhan KKD.
kunjungan
ke
lokasi-lokasi
1.4.4 Koordinasi dengan Lembaga Internasional Dalam rangka pelaksanaan fasilitasi KKD, baik di pusat dan daerah, juga dilakukan kerjasama dengan lembaga internasional, yaitu (1) GIZ melalui Sustainable Regional Economic Growth & Investment Programme (SREGIP) dan (2) Global Affairs Canada (GAC) melalui Program National Support for Local Investment Climate (NSLIC)/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSELRED). 1.4.5 Seminar / Workshop Kegiatan ini direncanakan akan dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 1 kali yang dilaksanakan menjelang akhir tahun dengan bentuk pelaksanaan fullboard. Namun demikian, karena adanya kebijakan pemotongan anggaran pada Kementerian PPN/Bappenas, kegiatan seminar ini tidak jadi dilaksanakan. 1.4.6 Penyusunan Laporan Penyusunan laporan terdiri dari 3 buah laporan, yaitu: (1) Laporan Pelaksanaan Koordinasi Strategis KKD; (2) Laporan Pemantauan Bersama fasilitasi peningkatan keterkaitan kota-desa yang dilaksanakan di 6 kabupaten/ kota pada 6 provinsi dalam upaya peningkatan keterkaitan kota-desa; dan (3) Laporan Penyempurnaan Indeks KKD Tahun 2016. 1.5 KELUARAN Keluaran dari kegiatan ini adalah (1) tersosialisasikannya mekanisme fasilitasi yang akan dilaksanakan oleh Forum Stakeholder Koordinasi Strategis KKD dalam rangka pelaksanaan failitasi kepada daerah, termasuk mekanisme pemantauan bersama setiap tahunnya; (2) teridentifikasinya kebutuhan program dan kegiatan dalam pengembangan keterkaitan kota-desa; dan (3) tersusunnya profil lokasi prioritas KKD dalam bentuk masterplan Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional Tahun 2016 yang akan terus diupdate secara berkala setiap tahunnya. 1.6
MANFAAT
Manfaat dari Kegiatan koordinasi strategis KKD adalah sebagai berikut: (1) Sebagai wadah untuk melakukan koordinasi strategis lintas Kementerian/ Lembaga terkait, Pemerintah Daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya dalam upaya mendorong percepatan peningkatan keterkaitan kota-desa melalui pembentukan Tim Koordinasi KKD; (2) Sebagai rujukan seluruh stakeholder dalam melaksanaan program dan kegiatan berdasarkan hasil sinkronisasi perencanaan lintas sektor, lintas pelaku, serta pusat-daerah dalam pengembangan keterkaitan kota-desa dalam rangka pencapaian sasaran 39 (tiga puluh sembilan) lokasi prioritas nasional RPJMN 2015-2019; dan (3) Sebagai sarana dalam melakukan pemantauan bersama terhadap pelaksanaan program-program pembangunan masing-masing K/L terkait serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota secara terpadu. 1.7
METODE PELAKSANAAN
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
4
Metode pelaksanaan yang akan digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut: (1) pengumpulan data sekunder dari K/L teknis terkait, baik di pusat, maupun di daerah tentang lokasi prioritas KKD dan jenis intervensi yang direncanakan selama 5 tahun ke depan; (2) rapat/konsinyiring/FGD di tingkat pusat dan daerah dalam rangka sinkronisasi lokasi dan intervensi; dan (3) pengumpulan data primer melalui kunjungan lapangan ke pusat-pusat lokasi KKD untuk melihat gambaran kemajuan pelaksanaan program dan kegiatan yang sudah dilakukan. 1.8
PELAKSANA KEGIATAN
Adapun penanggungjawab kegiatan (UKE II) koordinasi strategis pembangunan keterkaitan kota-desa adalah Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi dan Perdesaan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan cara semi-swakelola, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut: •
Unsur Organik Unsur organik merupakan tim yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: (1) 1 orang penanggung jawab kegiatan, yang memiliki jabatan minimal Eselon-I, tugasnya adalah bertanggung jawab atas berlangsungnya keseluruhan kegiatan, dan juga memberikan masukan dan saran untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan ini; (2) 1 orang ketua tim pelaksana, yang memiliki jabatan minimal Eselon-II, tugasnya adalah melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi terhadap keseluruhan kegiatan ini; (3) 1 orang sekretaris tim pelaksana, yang memiliki jabatan minimal Eselon-III, tugasnya adalah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh ketua tim pelaksana dan juga melakukan monitoring dan evaluasi jalannya kegiatan sehari-hari; (4) 25 orang anggota tim pelaksana, yang minimal memiliki pangkat/golongan III/a, tugasnya adalah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh ketua tim pelaksana; (5) 5 orang tenaga pendukung, yang minimal memiliki pangkat/golongan II/a, tugasnya adalah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh penanggung jawab kegiatan dan juga tim pelaksana.
•
Unsur Non-Organik Unsur non-organik merupakan tim yang berasal dari non-PNS atau merupakan tenaga ahli pusat (TA). Dalam hal ini TA yang dibutuhkan adalah sebanyak 2 orang, yaitu TA Senior yang dikontrak selama 8 bulan dan TA Junior yang akan dikontrak selama 12 bulan, yang akan berdomisili di provinsi DKI Jakarta. Adapun kualifikasi 2 TA tersebut harus memiliki keahlian dalam bidang pengembangan ekonomi lokal/perencanaan wilayah/ekonomi pembangunan, atau ekonomi statistik dengan latar belakang pendidikan minimal S-1 serta memiliki pengalaman di bidangnya minimal 2 tahun. Adapun tugas utamanya adalah membantu tugas-tugas yang diberikan oleh tim pelaksana, sedangkan tugas rincinya akan diuraikan di dalam Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) tersendiri.
1.9
JADWAL KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan, terhitung dari bulan Januari 2016 sampai dengan Desember 2016 dengan jadwal sebagai berikut:
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
5
Tabel 1. Jadwal Kegiatan BULAN KE- DI TAHUN 2016 NO.
KEGIATAN
1. 2.
Persiapan Workshop Kick-Off Meeting Rapat Rutin Tim Koordinasi Kunjungan Lapangan Rapat lintas sektor termasuk dengan donor FGD dengan para ahli Penyusunan Laporan
3. 3. 4. 5. 6.
1.10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 2
11
PEMBIAYAAN
Pembiayaan pelaksanaan kegiatan ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibebankan kepada RKA-KL Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tahun anggaran 2016, dengan total biaya yang direncanakan sebesar Rp. 1.100.000.000,- (satu milyar seratus juta rupiah).
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
6
BAB II. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETERKAITAN KOTA-DESA
2.1
ARAH KEBIJAKAN KETERKAITAN KOTA-DESA
Kesenjangan antar wilayah perkotaan dan perdesaan ditunjukkan melalui laju urbanisasi mencapai angka 2,18 persen pertahun, yang merupakan di atas rata-rata pertumbuhan penduduk nasional yaitu sebesar 1 persen. Dengan luas wilayah perkotaan yang tidak mencapai 10 persen dari luas wilayah nasional, kota-kota di Indonesia mampu menyumbang 40 persen dari total pendapatan nasional. Di samping itu, desa semakin tidak berdaya tarik. Sebanyak 26 persen desa berada pada kategori desa tertinggal yang menghadapi masalah kemiskinan dan kerentanan ekonomi, keterbatasan pelayanan dasar minimum, serta belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup di perdesaan. Berdasarkan gambar berikut, 52 persen penduduk tinggal di wilayah perkotaan, dengan 80 persennya tersebar di wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI), kesenjangan wilayah terjadi dimana 26 persen wilayah Indonesia merupakan desa tertinggal yang sebagian besar tersebar di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Gambar 1. Potret Pembangunan Perkotaan dan Perdesaan
Apabila dilihat dari sebaran lokasi desa di seluruh wilayah Indonesia, tampak terlihat adanya kesenjangan antar wilayah-wilayah KBI dan KTI, dimana sebagian besar KTI memiliki desa-desa tertinggal yang sangat banyak dibandingkan dengan wilayah KBI. Hal ini terlihat dari peta gambar di bawah ini.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
7
Gambar 2. Peta Sebaran Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa Tahun 2014
Indeks Pembangunan Desa (IPD) tahun 2014, mengklasifikasikan desa menjadi 3 kategori, yaitu : 1. Desa Tertinggal, yaitu desa yang belum terpenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) pada aspek kebutuhan sosial, infrastruktur dasar, sarana dasar, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan; 2. Desa Berkembang, yaitu desa yang telah terpenuhi SPM-nya, tetapi secara pengelolaan belum menunjukkan keberlanjutan; 3. Desa Mandiri, yaitu desa yang telah terpenuhi SPM-nya dan secara kelembagaan telah memiliki keberlanjutan. Berdasarkan data menurut IPD tersebut, wilayah Papua dan Maluku masih didominasi oleh desa-desa tertinggal, sedangkan wilayah Kalimantan, Sumatera, dan Nusa Tenggara juga didominasi oleh desa-desa tertinggal dan berkembang serta persentase Desa Mandiri terbesar berada di wilayah Jawa-Bali. Tujuan pembangunan perkotaan dan perdesaan pada hakekatnya adalah mengurangi kesenjangan antar wilayah pembangunan perkotaan dan perdesaan, dimana tujuan ini dicapai melalui pemerataan pembangunan namun juga tetap menjaga momentum pertumbuhan. Berdasarkan tahapan pembangunan dalam RPJPN 2005-2025, pembangunan jangka menengah di tahap yang ke-3 diarahkan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan kepada pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta kemampuan IPTEK. Dalam Dimensi Pembangunan Pemerataan dan Kewilayahan dokumen RPJMN 2015-2019, peningkatan keterkaitan kotadesa merupakan salah satu fokus pembangunan yang juga merupakan amanat dari sub agenda Nawacita Pemerataan Pembangunan Antar Wilayah Terutama di Kawasan Timur Indonesia, sebagaimana terlihat dari gambar di bawah ini.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
8
Gambar 3. Persandingan Visi Misi dan Nawa Cita
2.2
STRATEGI KETERKAITAN KOTA-DESA
Sasaran peningkatan keterkaitan desa-kota berdasarkan RPJMN 2015-2019 adalah terwujudnya 39 pusat pertumbuhan baru, mencakup: 27 pusat tersebar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan 12 pusat tersebar di Kawasan Barat Indonesia (KBI). Arah Kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa adalah menghubungkan keterkaitan fungsional antara pasar dan kawasan produksi, yang dilakukan melalui strategi: 1. Perwujudan konektivitas antara kota sedang dan kota kecil, antara kota kecil dan desa, serta antar pulau dengan: (a) mempercepat pembangunan sistem, sarana dan prasarana transportasi yang terintegrasi antara laut, darat, dan udara untuk memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal; (b) menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi antar wilayah; (c) mempercepat pemenuhan suplai energi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan industri; 2. Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desa-kota melalui pengembangan klaster khususnya kawasan agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi yang dilakukan melalui: (a) meningkatkan hasil pertanian dan perikanan, serta mengembangkan industri pengolahannya yang berbasis koperasi dan usaha kecil dan menengah; (b) menyediakan sarana dan prasarana yang menunjangkegiatan agribisnis di sektor pertanian dan perikanan/kelautan serta pengembangan kawasan pariwisata; (c) mengembangkan lembaga keuangan di daerah untuk meningkatkan akses terhadap modal usaha khususnya di sektor pertanian dan perikanan/kelautan serta sektor lain yang mendukung; (d) menerapkan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri pengolahan dan jasa; Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
9
3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan kota-desa dengan: (a) mengembangkan sistem perdagangan antar daerah yang efisien; (b) Meningkatkan peran Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah; (c) mengembangkan kerjasama antardaerah khususnya di luar Jawa-Bali dan kerjasama pemerintah-swasta; (d) mengembangkan forum dialog antar stakeholder yang mendorong perwujudan kerjasama; (e) mengembangkan pendidikan kejuruan untuk memperkuat kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal. Peningkatan keterkaitan kota-desa, dilakukan melalui penguatan terhadap pusatpusat pertumbuhan baru sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) pada 39 Pusat Pertumbuhan Baru yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu 5 tahun ke depan melalui pengembangan kawasan agropolitan, minapolitan, pariwisata dan transmigrasi. Arah Kebijakan Per Pulau Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa di Wilayah Kepulauan Maluku Peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Maluku diarahkan dengan memperkuat sedikitnya 3 pusat pertumbuhan, yaitu kawasan Morotai dan sekitarnya (Provinsi Maluku Utara), Maba dan sekitarnya (Provinsi Maluku Utara), serta Bula dan sekitarnya (Provinsi Maluku). Kawasan-kawasan ini mencakup kawasan transmigrasi, kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata. Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Maluku adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Wilayah Kepulauan Maluku
1. Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa, serta antar pulau, melalui: a. Mempercepat pembangunan sistem transportasi terpadu antar gugus-gugus pulau untuk memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal. b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan Lintas Kepulauan Maluku, pelabuhan Subaim, serta angkutan penyebrangan yang melayani antar gugus pulau Maluku; c. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi antar wilayah; d. Mempercepat pemenuhan suplai energi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan industri, dengan prioritas pengembangan PLTMG Seram. 2. Perwujudan Keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi Hulu dan Hilir Desa-Kota melalui pengembangan klaster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi, melalui:
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
10
a. Mengembangkan sentra produksi dan pengolahan hasil pertanian di Kawasan Maba dan Bula, serta sentra produksi dan pengolahan hasil perikanan/kelautan di Kawasan Daruba; b. Meningkatkan akses desa-desa produksi menuju pusat pertumbuhan dan simpulsimpul transportasi, pengembangan pasar, dan toko sarana dan prasarana produksi; c. Mengembangkan daya tarik wisata bahari dan kepulauan di Kawasan Pariwisata Morotai dan sekitarnya melalui peningkatan promosi dan ketersediaan infrastruktur penunjang, meliputi perbaikan dermaga dan akses jalur darat, laut, dan antar pulau menuju obyek wisata, peningkatan kualitas homestay dan rumah makan, serta fasilitas umum wisata bahari; d. Membangun bank pertanian dan perikanan untuk meningkatkan akses terhadap modal usaha di sektor pertanian dan perikanan; e. Mengembangkan Techno Park berbasis pertanian dan perikanan/kelautan rakyat yang mendukung penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri pengolahan dan jasa. 3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota a. Meningkatkan peran Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah; b. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan dan penyelenggaraan kerjasama antar daerah dalam tata kelola ekonomi lokal; c. Mengembangkan pendidikan kejuruan untuk memperkuat kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal di sektor pertanian dan perikanan/ kelautan; d. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat mengenai kelestarian laut dan pesisir serta mitigasi bencana, terutama di Kawasan Perdesaan Pesisir Daruba, Maba, dan Bula. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Nusa Tenggara Gambar 5. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan Peningkatan keterkaitan dan Perdesaan Wilayah Nusa Tenggara desa-kota di Wilayah Nusa Tenggara diarahkan dengan memperkuat sedikitnya 5 pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu Kawasan Praya dan sekitarnya (Provinsi NTB), Sumbawa Besar dan sekitarnya (Provinsi NTB), Raba dan sekitarnya (Provinsi NTB), Labuhan Bajo dan sekitarnya (Provinsi NTT), serta Kawasan Ende dan sekitarnya (Provinsi NTT). Kawasan-kawasan ini mencakup kawasan transmigrasi, kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata. Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa kota di Wilayah Nusa Tenggara adalah sebagai berikut:
1. Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa, serta antar pulau, melalui: Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
11
a. Mempercepat pembangunan sistem transportasi terpadu antar gugus-gugus pulau untuk memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal. b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan Lintas Nusa Tenggara, pelabuhan yang melayani Kawasan Lombok Timur, Sumbawa Besar, Labuhan Bajo, dan Ende, bandara internasional c. Lombok (Praya), bandara Komodo serta angkutan penyeberangan yang melayani kepulauan Nusa Tenggara untuk mendorong poros maritim; d. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi antar wilayah; e. Mempercepat pemenuhan suplai energi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan industri, dengan prioritas pada pengembangan PLTU Lombok Timur. 2. Perwujudan Keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi Hulu dan Hilir Desa-Kota melalui pengembangan klaster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi, melalui: a. Mengembangkan sentra produksi dan pengolahan hasil pertanian di Kawasan Praya, Sumbawa Besar, Raba, dan Ende, serta sentra produksi dan pengolahan hasil perikanan/ kelautan di Kawasan Praya dan Sumbawa Besar; b. Meningkatkan akses desa-desa produksi menuju pusat pertumbuhan dan simpulsimpul transportasi, pengembangan pasar, dan toko sarana dan prasarana produksi; c. Mengembangkan daya tarik wisata Taman Nasional dan sejarah di Kawasan Pariwisata Rinjani melalui peningkatan promosi dan ketersediaan infrastruktur penunjang, meliputi perbaikan akses menuju obyek wisata, peningkatan kualitas hotel, rumah makan, dan fasilitas umum. d. Meningkatkan daya tarik wisata Taman Nasional dan bahari di Kawasan Pariwisata Komodo melalui peningkatan kapasitas dan kualitas penerbangan menuju ke Bajo dan Ruteng, pengembangan dan peningkatan kapasitas, rute, dan fasilitas pelayaran dan jalur darat menuju destinasi wisata, peningkatan fasilitas pendukung wisata trekking dan hiking, wisata pantai dan bahari, serta wisata pedesaan. e. Mengembangkan daya tarik wisata Taman Nasional dan bahari di Kawasan Pariwisata Ende-Kelimutu melalui peningkatan ketersediaan promosi dan ketersediaan infrastruktur penunjang, meliputi pengembangan dan peningkatan fasilitas pelayaran dan jalur darat menuju destinasi wisata, pengembangan akomodasi wisata ecolodge, toko souvernir, restauran dan rumah makan tradisional. f. Membangun bank pertanian dan perikanan untuk meningkatkan akses terhadap modal usaha di sektor pertanian dan perikanan; dan g. Mengembangkan Techno Park berbasis pertanian dan perikanan rakyat yang mendukung penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri pengolahan dan jasa. 3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota a. Mengembangkan sistem perdagangan antar daerah yang efisien; b. Mengembangkan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah; c. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan dan penyelenggaraan kerjasama antar daerah dan kerjasama antar pemerintah-swasta dalam tata kelola ekonomi lokal; d. Mengembangkan pendidikan kejuruan untuk memperkuat kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal di sektor pertanian dan perikanan; e. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat mengenai kelestarian laut dan pesisir serta mitigasi bencana, terutama di Kawasan Perdesaan Pesisir Praya, Sumbawa, Raba, dan Ende;
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
12
Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Sulawesi Peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Sulawesi diarahkan dengan memperkuat sedikitnya 9 pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu Kwandang dan sekitarnya (Kab. Prov. Gorontalo), Buol dan sekitarnya (Prov. Sulteng), Poso dan sekitarnya (Prov. Sulteng), Kolonedale dan sekitarnya (Prov. Sulteng dan Prov Sulsel), Mamuju dan sekitarnya (Prov. Sulbar), Pinrang dan sekitarnya (Prov. Sulsel), Barru dan sekitarnya (Prov. Sulsel), Raha dan sekitarnya (Prov. Sultra), serta Wangi-Wangi dan sekitarnya (Prov. Sultra). Kawasan-kawasan ini mencakup kawasan transmigrasi, kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata. Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Sulawesi adalah sebagai berikut: Gambar 6. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan 1. Perwujudan Konektivitas Dan Perdesaan Wilayah Sulawesi antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa, serta antar pulau, melalui: a. Mempercepat pembangunan sistem transportasi yang terintegrasi antara laut, darat, dan udara untuk memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal; b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan Lintas Sulawesi, pelabuhan pelabuhan Garongkong (Kab. Barru), Raha, dan Matohara (Kab. Wakatobi), bandar udara Jalaludin (Kab. Gorontalo) dan Morowali, serta angkutan penyeberangan yang melayani Kawasan Poso, Mamuju, Barru, Raha, dan Wakatobi; c. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi antar wilayah; dan d. Mempercepat pemenuhan suplai energi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan industri, meliputi pengembangan PLTG/PLTMG dan PLTA.
2. Perwujudan Keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi Hulu dan Hilir Desa-Kota melalui pengembangan klaster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi, melalui: a. Mengembangkan sentra produksi dan pengolahan hasil pertanian di Kawasan Kwandang, Buol, Poso, Kolonedale, Mamuju, Pinrang, Barru, dan Raha, serta sentra produksi dan pengolahan hasil perikanan dan/atau kelautan di Kawasan Kwandang, Kolonedale, Mamuju, Pinrang, dan Raha; b. Meningkatkan akses desa-desa produksi menuju pusat pertumbuhan dan simpulsimpul transportasi, pengembangan pasar, dan toko sarana dan prasarana produksi; c. Mengembangkan daya tarik wisata bahari di Kawasan Pariwisata Wakatobi, Kepulauan Togean, dan sekitarnya melalui peningkatan promosi dan ketersediaan infrastruktur penunjang, meliputi peningkatan kapasitas dan kualitas penerbangan Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
13
menuju ke Kendari-Wakatobi, peningkatan kualitas jalan menuju tempat wisata, pembangunan dermaga kapal pesiar, pengembangan “Green Resort” di kawasan Tanjung Kelayang, serta peningkatan kualitas dan ketersediaan jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih, dan energi ramah lingkungan; d. Membangun bank pertanian dan perikanan untuk meningkatkan akses terhadap modal usaha di sektor pertanian dan perikanan; dan e. Mengembangkan Techno Park berbasis pertanian dan perikanan rakyat yang mendukung penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri pengolahan dan jasa. 3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota a. Mengembangkan sistem perdagangan antar daerah yang efisien; b. Meningkatkan peran Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah; c. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan dan penyelenggaraan kerjasama antar daerah dan kerjasama antar pemerintah-swasta dalam tata kelola ekonomi lokal; d. Mengembangkan forum dialog antar stakeholder yang mendorong perwujudan kerjasama; e. Mengembangkan pendidikan kejuruan untuk memperkuat kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal di sektor pertanian dan perikanan; f. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan kawasan ekonomi khusus dan kawasan ekonomi terpadu, serta kerjasama di wilayah-wilayah perbatasan; dan g. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat mengenai kelestarian laut dan pesisir serta mitigasi bencana, terutama di Kawasan Pawonsari, Kwandang, Kolonedale, Mamuju, Suppa, Pinrang, Barru, Raha, Muna Wakatobi, dan Togean. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Kalimantan Gambar 7. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan Peningkatan keterkaitan Dan Perdesaan Wilayah Kalimantan desa-kota di Wilayah Kalimantan diarahkan dengan memperkuat 7 pusat pertumbuhan, yaitu kawasan Sambas dan sekitarnya (Prov. Kalbar), Rasau Jaya dan sekitarnya (Prov. Kalbar), Gerbang Kayong dan sekitarnya (Prov. Kalbar), Pangkalan Bun dan sekitarnya (Prov. Kalteng), Marabahan dan sekitarnya (Prov. Kalsel), Sangata dan sekitarnya (Prov. Kaltim), serta Kawasan Tanjung Redeb dan sekitarnya (Prov. Kaltim). Kawasan-kawasan ini mencakup kawasan transmigrasi, kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata. Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Kalimantan adalah sebagai berikut:
1. Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa, serta antar pulau, melalui: Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
14
a. Mempercepat pembangunan sistem transportasi yang terintegrasi antara laut, darat, dan udara untuk memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal; b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan Lintas Kalimantan, pelabuhan Sintete Lintas (Sambas), Kumai, dan Pangkalan Bun, Pelabuhan Internasional Maloy, bandar udara yang melayani Tanjung Redeb, serta angkutan penyeberangan yang melayani Tanjung Redeb; c. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi antar wilayah; d. Mempercepat pemenuhan suplai energi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan industri, dengan prioritas pada pengembangan PLTU Kalimantan Barat. 2. Perwujudan Keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi Hulu dan Hilir Desa-Kota melalui pengembangan klaster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi, melalui: a. Mengembangkan sentra produksi dan pengolahan hasil pertanian di Kawasan Sambas, Rasau Jaya, Sukadana, Pangkalan Bun, Marabahan, Sangata, dan Tanjung Redeb, serta serta sentra produksi dan pengolahan hasil perikanan dan/atau kelautan di Kawasan Sambas, Sukadana, Pangkalan Bun, dan Marabahan. b. Meningkatkan akses desa-desa produksi menuju pusat pertumbuhan dan simpulsimpul transportasi, pengembangan pasar, dan toko sarana dan prasarana produksi; c. Mengembangkan daya tarik wisata Taman Nasional dan bahari di Kawasan Pariwisata Tanjung Puting dan sekitarnya, melalui peningkatan promosi dan ketersediaan infrastruktur penunjang, meliputi peningkatan kapasitas dan kualitas penerbangan menuju ke Palangka Raya-Tanjung Puting, peningkatan akses jalur laut dan perbaikan jalur darat menuju destinasi wisata, serta pengembangan resort di sekitar kawasan. d. Mengembangkan daya tarik wisata bahari di Kawasan Pariwisata Derawan dan sekitarnya melalui peningkatan promosi dan ketersediaan infrastruktur penunjang, meliputi peningkatan kapasitas dan kualitas penerbangan menuju ke Derawan-Kayan Mentarang, pengembangan fasilitas wisata kapal yacht, hotel, resort dan rumah makan, serta pengembangan produk kerajinan lokal; e. Membangun bank pertanian dan perikanan untuk meningkatkan akses terhadap modal usaha di sektor pertanian dan perikanan; f. Mengembangkan Techno Park berbasis pertanian dan perikanan rakyat yang mendukung penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri pengolahan dan jasa. 3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota a. Mengembangkan sistem perdagangan antar daerah yang efisien; b. Meningkatkan peran Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah; c. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan dan penyelenggaraan kerjasama antar daerah dan kerjasama antar pemerintah-swasta dalam tata kelola ekonomi lokal; d. Mengembangkan forum dialog antar stakeholder yang mendorong perwujudan kerjasama; e. Mengembangkan pendidikan kejuruan untuk memperkuat kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal di sektor pertanian dan perikanan; f. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat mengenai kelestarian sungai, laut dan pesisir, tanah dan hutan, serta mitigasi bencana, terutama di Kawasan Perdesaan Pesisir Sambas, Rasau Jaya, Sukadana, Pangkalan Bun, Marabahan, Sangatta, dan Tanjung Redeb.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
15
Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Jawa-Bali Peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Jawa-Bali diarahkan dengan memperkuat sedikitnya 4 pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu kawasan Cibaliung dan Sekitarnya (Prov. Banten), Pamekasan dan sekitarnya (Prov. Jawa Timur), Banyuwangi dan sekitarnya (Prov. Jawa Timur), serta Tabanan dan sekitarnya (Prov. Bali). Kawasan-kawasan ini mencakup kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata.
Gambar 8. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Wilayah Kalimantan
Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa kota di Wilayah Jawa-Bali adalah sebagai berikut: 1. Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa, serta antar pulau, melalui: a. Mempercepat pembangunan sistem transportasi yang terintegrasi antara laut, darat, dan udara untuk memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal; b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan Lintas Selatan Pulau Jawa, Jalan Lintas Pulau Madura, Jalan Lintas Pulau Bali, jalan bebas hambatan dan jaringan kereta api di Pulau Jawa, Pelabuhan Regional Banyuwangi, Bandara Banten Selatan dan Banyuwangi, serta angkutan penyebrangan yang melayani Pulau Madura dan Pulau Bali; c. Meningkatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi antar wilayah. 2. Perwujudan Keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi Hulu dan Hilir Desa-Kota melalui pengembangan klaster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi, melalui: a. Mengembangkan sentra produksi dan pengolahan hasil pertanian di Kawasan Cibaliung, Pamekasan, dan Tabanan-Bali, serta sentra produksi dan pengolahan hasil perikanan dan kelautan di Kawasan Banyuwangi; b. Meningkatkan akses desa-desa produksi menuju pusat pertumbuhan dan simpulsimpul transportasi, pengembangan pasar, dan toko sarana dan prasaran produksi; c. Mengembangkan Pengembangan daya tarik wisata bahari dan sejarah di Kawasan Pariwisata Kuta-Sanur-Nusa Dua melalui peningkatan ketersediaan infrastruktur penunjang; d. Membangun bank pertanian dan perikanan untuk meningkatkan akses terhadap modal usaha di sektor pertanian dan perikanan; e. Mengembangkan Techno Park berbasis pertanian dan perikanan rakyat yang mendukung penerapan teknologi dan inovasi untuk Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri pengolahan dan jasa.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
16
3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota a. Mengembangkan sistem perdagangan antar daerah yang efisien; b. Meningkatkan peran Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah; c. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaandan penyelenggaraan kerjasama antar daerah dan kerjasama antar pemerintah-swasta dalam tata kelola ekonomi lokal; d. Mengembangkan forum dialog antar stakeholder yang mendorong perwujudan kerjasama; e. Mengembangkan pendidikan kejuruan untuk memperkuat kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal di sektor pertanian dan perikanan; f. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat mengenai kelestarian daerah resapan serta mitigasi bencana, terutama di Kawasan Perdesaan Cibaliung, Pamekasan, Banyuwangi, dan Tabanan. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Sumatera Gambar 9. Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Kawasan Perkotaan Peningkatan keterkaitan Dan Perdesaan Wilayah Sumatera desa-kota di Wilayah Sumatera diarahkan dengan memperkuat 8 pusat pertumbuhan, yaitu Kawasan Peureulak dan sekitarnya (Provinsi Aceh), Sidikalang dan sekitarnya (Provinsi Sumatera Utara), Tapan dan sekitarnya (Provinsi Sumatera Barat), Batik Nau dan sekitarnya (Provinsi Bengkulu), Baturaja dan sekitarnya (Provinsi Sumatera Selatan), Mesuji dan sekitarnya (Provinsi Lampung), Tanjung Siapi-api dan sekitarnya (Provinsi Sumatera Selatan), serta Toboali dan sekitarnya (Provinsi Bangka Belitung). Kawasan kawasan ini mencakup kawasan transmigrasi, kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata. Kebijakan untuk meningkatkan keterkaitan desa-kota diarahkan untuk mendukung pengembangan kawasan perdesaan menjadi pusat pertumbuhan baru terutama di desa-desa mandiri. Adapun prioritas strategi yang dilaksanakan sebagai berikut:
1. Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa, serta antar pulau, melalui: a. Mempercepat pembangunan sistem transportasi yang terintegrasi antara laut, darat, dan udara untuk memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal; b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan Lintas Sumatera, Pelabuhan Tanjung Siapi-Api dan Tanjung Pandan, bandar udara Tanjung Pandan, serta angkutan penyebrangan yang melayani Kawasan Batik Nau dan Bangka Belitung; c. Meningkatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi antar wilayah; d. Meningkatkan kualitas suplai energi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan industri, dengan prioritas pada pengembangan PLTU dan PLTG/MG di Bangka Belitung.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
17
2. Perwujudan Keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi Hulu dan Hilir Desa-Kota melalui pengembangan klaster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi, melalui: a. Mengembangkan sentra produksi dan pengolahan hasil pertanian di di Kawasan Peureulak, Sidikalang, Tapan, Batik Nau, Baturaja, Mesuji, Tanjung Siapi-api, dan Batu Betumpang sentra produksi dan pengolahan hasil perikanan di Kawasan Peureulak, Tapan, Tanjung Siapi-Api, dan Tanjung Pandan; b. Meningkatkan akses desa-desa produksi menuju pusat pertumbuhan dan simpulsimpul transportasi, pengembangan pasar, dan toko sarana dan prasaran produksi; c. Mengembangkan daya tarik wisata alam dan sejarah di Kawasan Pariwisata Danau Toba melalui peningkatan promosi, perbaikan dermaga wisata, perbaikan jalur darat dan peningkatan signage menuju destinasi wisata, pengembangan wisata air dan wisata budaya suku batak, peningkatan kualitas penginapan, rumah makan, dan cafe outdoor; d. Membangun bank pertanian dan perikanan untuk meningkatkan akses terhadap modal usaha di sektor pertanian dan perikanan; e. Mengembangkan Techno Park berbasis pertanian dan perikanan rakyat yang mendukung penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri pengolahan dan jasa. 3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota a. Mengembangkan sistem perdagangan antar daerah yang efisien; b. Mengembangkan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah; c. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan dan penyelenggaraan kerjasama antar daerah dan kerjasama antar pemerintah-swasta dalam tata kelola ekonomi lokal; d. Mengembangkan forum dialog antar stakeholder yang mendorong perwujudan kerjasama; e. Mengembangkan pendidikan kejuruan untuk memperkuat kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal di sektor pertanian dan perikanan; f. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat mengenai kelestarian daerah resapan, pesisir, serta mitigasi bencana, terutama Kawasan Perdesaan Pesisir Peureulak, Tappan, Tanjung Siapi-Api, dan Toboali. 2.3
SASARAN KEBIJAKAN KETERKAITAN KOTA-DESA
Berdasarkan dokumen RPJMN Tahun 2015-2019, kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa memiliki sasaran untuk memperkuat pusat-pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan target 39 kawasan yang direncanakan selama kurun waktu 5 tahun ke depan. Apabila dikaitkan dengan target sasaran RPJMN 2015-2019 bidang pembangunan perdesaan, maka diharapkan terdapat sejumlah desa di dalam kawasan peningkatan keterkaitan kota-desa yang juga merupakan target pencapaian penurunan desa tertinggal sampai dengan 5000 desa dan peningkatan desa berkembang menjadi desa mandiri sebanyak 2000 desa. Berdasarkan data yang ada saat ini terdapat 357 Desa tertinggal dan 90 desa berkembang yang telah ditetapkan sebagai bagian target pencapaian keterkaitan kota dan desa yang juga merupakan target pembangunan perdesaan. Adapun rincian lokasi pusat pertumbuhan KKD adalah sebagai berikut.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
18
Tabel 2. Rincian Pusat Pertumbuhan Keterkaitan Kota-Desa 2015-2019 No 1.
Wilayah Pulau Papua
2.
Maluku
3.
Sulawesi
4.
Kalimantan
5. 6.
Nusa Tenggara Jawa-Bali
7.
Sumatera Jumlah
Jumlah Lokasi Prioritas 4
Rincian Kelompok Kawasan
1 KPB, 5 Kws. Transmigrasi, 6 Kws. Agropolitan, 7 Kws. Minapolitan, 1 Kws. Pariwisata 3 1 KPB, 3 Kws. Transmigrasi, 3 Kws. Agropolitan, 1 Kws. Minapolitan, 1 Kws. Pariwisata 9 6 KPB, 8 Kws. Transmigrasi, 9 Kws. Agropolitan, 6 Kws. Minapolitan, 1 Kws. Pariwisata 7 5 KPB, 10 Kws. Transmigrasi, 5 Kws. Agropolitan, 4 Kws. Minapolitan, 3 Kws. Pariwisata 4 5 Kws. Transmigrasi, 5 Kws. Agropolitan, 3 Kws. Minapolitan, 2 Kws. Pariwisata 4 6 Kws. Agropolitan, 1 Kws. Minapolitan, 1 Kws. Pariwisata 8 7 KPB, 8 Kws. Transmigrasi, 14 Kws. Agropolitan, 2 Kws. Minapolitan, 1 Kws. Pariwisata 39 Lokasi Prioritas Peningkatan Keterkaitan Desa-Kota dengan Memperkuat Pusat Pertumbuhan untuk meningkatkan keterkaitan desakota
Adapun kawasan-kawasan yang merupakan pusat pertumbuhan peningkatan keterkaitan kota-desa adalah sebagai berikut: (1) Barru; (2) Arso; (3) Batik Nau; (4) Banyuwangi; (5) Labuan Bajo; (6) Baturaja; (7) Daruba; (8) Misool; (9) Buol; (10) Kolonedale; (11) Sidikalang; (12) Ende; (13) Kwandang; (14) Tanjung Redep; (15) Mamuju; (16) Wangi-wangi; (17) Maba; (18) Pangkalan Bun; (19) Manokwari; (20) Peureulak;(21) Merauke; (22) Pinrang; (23) Mesuji; (24) Raha; (25) Pamekasan; (26) Praya; (27) Sambas; (28) Sukadana; (29) Rasau Jaya; (30) Sumbawa Besar; (31) Tanjung Pandan; (32) Raba; (33) Sangata; (34) Tabanan; (35) Tanjung Siapi-api; (36) Bula; (37) Cibaliung; (38) Marabahan; (39) Poso; (40) Tapan.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
19
BAB III. PENDEKATAN DALAM PENCAPAIAN SASARAN KEBIJAKAN KETERKAITAN KOTA-DESA
3.1
KETERKAITAN ANTAR KAWASAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
Keterkaitan antar kawasan dalam pengembangan wilayah, khususnya dalam konteks kawasan perkotaan dan perdesaan memiliki hubungan yang sangat kuat, dimana desa dan kawasan perdesaan dipandang sebagai wilayah produksi yang menyuplai barang-barang primer bagi kota dan kawasan perkotaan yang terkait secara fungsi dengan desa tersebut. Keterkaitan antar kawasan tersebut dapat digambarkan melalui ilustrasi di bawah ini. Gambar 10. Keterkaitan Antar Kawasan
Pu
m tu er P t sa
n ha bu
ru Ba
Kebijakan keterkaitan kota-desa pada hakekatnya ditujukan dalam rangka pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah, yang salah satunya antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Kebijakan nasional yang direncanakan diharapkan dapat menghasilkan pembangunan yang adil dan sama-sama menguntungkan, baik bagi kota sebagai pusat pertumbuhan dan desa sebagai kawasan produksinya. Hal ini disebabkan karena selama ini ada banyak pendapat yang menyatakan desa terlalu banyak dieksploitasi untuk kebutuhan kota, sehingga segala proses pengolahan yang bernilai tambah dilakukan di kota-kota besar. Kebijakan keterkaitan kota-desa diharapkan dapat menghasilkan pusatpusat pertumbuhan baru yang dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat luas untuk mendapatkan akses pelayanan dasar yang lebih baik dan lebih dekat, serta dapat dijadikan tempat industri pengolahan skala kecil sehingga dapat membawa dampak ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat sekitarnya. Berdasarkan arah kebijakan yang tercantum di dalam dokumen RPJMN 2015-2019, kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa dilakukan untuk mendorong keterpaduan program prioritas lintas sektor, khususnya melalui 4 (empat) program pengembangan Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
20
kawasan utama, yaitu program pengembangan kawasan berbasis pertanian (agropolitan), program pengembangan kawasan berbasis kelautan dan perikanan (minapolitan), program pengembangan kawasan ketransmigrasian termasuk Kawasan Perkotaan Baru (KPB), dan program pengembangan kawasan berbasis pariwisata. Gambar 11. Keterpaduan Lintas Sektor dalam Kebijakan Keterkaitan Kota-Desa
Berdasarkan gambar di atas, keterpaduan program lintas sektor tersebut dilakukan pada suatu pusat pertumbuhan yang telah terpilih, di mana paling tidak terdapat sedikitnya 2 (dua) pengembangan kawasan pada lokasi yang berdekatan atau masih dalam covered area pada pusat pertumbuhan tersebut. 3.2
ARAH INTERVENSI PADA PUSAT PERTUMBUHAN KETERKAITAN KOTADESA
Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahwa pendekatan dalam pelaksanaan kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa dilakukan melalui penguatan pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki program-program pengembangan kawasan berbasis pertanian, perikanan dan kelautan, pariwisata, dan transmigrasi. Di dalam kawasan-kawasan yang akan dikembangkan tersebut terdapat desa-desa dengan tingkat pembangunan yang berbeda-beda, baik itu desa tertinggal, desa berkembang, atau desa mandiri, sebagaimana terlihat pada gambar berikut. Desa-desa tersebut tersebar di dalam masing-masing kawasan, ataupun di luar kawasan, tetapi masih di dalam covered area pusat pertumbuhan. Pada saat terdapat desa tertinggal atau berkembang di dalam suatu kawasan, maka intervensi pada desa-desa tersebut dapat digunakan untuk mencapai target penguatan pusat pertumbuhan pengembangan keterkaitan kota-desa dan sekaligus mencapai target pembangunan perdesaan untuk penurunan 5000 desa tertinggal dan peningkatan 2000 desa mandiri. Arah intervensi program dan kegiatan pembangunan dalam rangka penguatan pusat pertumbuhan untuk meningkatkan keterkaitan kota-desa dapat digambarkan sebagai berikut.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
21
Gambar 12. Lingkup Intervensi pada Pusat Pertumbuhan KKD
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan target pembangunan bidang perdesaan, maka kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa juga memiliki kontribusi untuk pengentasan desa tertinggal sejumlah 357 desa tertinggal untuk menjadi desa berkembang, dan pencapaian 90 desa berkembang menjadi desa mandiri. Seiring dengan berkembangnya waktu, melalui serangkaian rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kemenko PMK, istilah pusat pertumbuhan peningkatan keterkaitan kota-desa berubah menjadi Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN). Hingga tahun 2016 ini diharapkan dapat diselesaikan 14 masterplan pengembangan kawasan. Masterplan tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat, pemerintah daerah, maupun non-pemerintah untuk melakukan intervensi pada kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai lokasi prioritas dalam RPJMN 2015-2019. 3.3
FORUM STAKEHOLDER PUSAT KOORDINASI STRATEGIS KETERKAITAN KOTA-DESA
Dalam rangka mendorong kinerja pengembangan keterkaitan kota-desa yang merupakan sinergi dan kerja sama lintas sektor, lintas pelaku, dan pusat-daerah, diperlukan upaya sinkronisasi dan koordinasi yang lebih baik dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan keterkaitan kota-desa. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian PPN/Bappenas telah menginisiasi pembentukan forum stakeholder pusat terkait dengan pengembangan ekonomi daerah dalam bentuk Tim Koordinasi Pengembangan Ekonomi Daerah (TKPED) sejak tahun 2010 dan ditetapkan melalui Keputusan Menteri PPN/ Kepala Bappenas setiap tahunnya hingga tahun 2014. Dengan adanya RPJMN 2015-2019, TKPED mengalami perubahan pendekatan, yang sebelumnya fokus pada pengembangan komoditas unggulan, berkembang menjadi
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
22
lebih fokus pada pengembangan ekonomi kawasan melalui peningkatan keterkaitan kotadesa. Oleh karena itu, sejak tahun 2015 Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa dibentuk. Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa (KKD) yang diinisiasi Bappenas ini memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka pelaksanaan proram-program pembangunan untuk mencapai sasaran yang diamanatkan di dalam RPJMN 2015-2019. Adapun peran strategis yang diharapkan dapat dijalankan Tim Koordinasi KKD adalah membangun sinergi dan kerjasama lintas sektor dalam rangka sinkronisasi lokasi-lokasi prioritas dan intervensi program pembangunan sebagaimana terlihat pada gambar berikut. Gambar 13. Peran Strategis Tim Koordinasi KKD
Sejak tahun 2016, koordinator pelaksana untuk mencapai 39 pusat pertumbuhan keterkaitan kota-desa dilakukan oleh Kemenko PMK dengan target lokasi pada Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN). Untuk memperkuat kelembagaan di tingkat pusat, atas inisiasi Kemenko PMK, selanjutnya akan diterbitkan Peraturan Presiden Tentang Tim Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Preseiden tersebut akan menjelaskan bahwa tim koordinasi dapat membentuk Kelompok Kerja yang salah satunya adalah Kelompok Kerja Pemantauan dan Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat, Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. Dalam pemetaan stakeholder yang lebih luas, tentunya terdapat sejumlah kementerian/lembaga dan SKPD daerah, serta stakeholder lain seperti Perguruan Tinggi, Perbankan, Sektor Swasta, NGOs, maupun lembaga donor internasional yang dapat menyediakan berbagai sumber daya yang diperlukan. Tantangannya adalah bagaimana mengoptimalkan berbagai sumber daya ini agar dapat digunakan secara efektif dan efisien dalam suatu konsep pembangunan kewilayahan secara utuh yang saling bersinergi dan mendukung, khususnya dalam mencapai sasaran pembangunan RPJMN 2015-2019. Hingga saat ini terdapat beberapa lembaga internasional yang mendukung pelaksanaan kebijakan KKD, diantaranya adalah GIZ –Jerman dengan program SREGIP, dan GAC-Canada dengan program NSLIC/NSELRED. Adapun pemetaan stakeholder yang lebih lengkap dapat dilihat dari gambar berikut.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
23
Gambar 14. Stakeholder Mapping Pelaksana Kebijakan Keterkaitan Kota-Desa
Forum Stakeholder Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa diharapkan memiliki rencana kerja bersama dalam hal: 1. Melakukan fasilitasi penyusunan masterplan kawasan perdesaan prioritas nasional untuk kemudian ditetapkan oleh Bupati/Walikota. 2. Menyusun Rencana Tindak (Action Plan) bersama untuk masing-masing kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah (Provinsi/Kab/Kota) berdasarkan masterplan kawasan perdesaan prioritas nasional. 3. Melaksanakan Intervensi Program Pembangunan, baik berupa fisik, maupun non-fisik (fasilitasi, pendampingan, dan lain-lain) kepada lokasi-lokasi prioritas KKD. 4. Melaksanakan Pemantauan dan Evaluasi Bersama pada setiap lokasi pusat pertumbuhan untuk melihat kemajuan pelaksanaan pembangunan dan mengidentifikasi kebutuhankebutuhan lain untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. 5. Kontribusi Sumberdaya dalam Fasilitasi Bersama di lokasi-lokasi prioritas KKD.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
24
BAB IV. PELAKSANAAN KERJA TIM KOORDINASI KETERKAITAN KOTA-DESA
4.1.
PERSIAPAN
Tahap persiapan pelaksanaan kerja Tim Koordinasi KKD dilaksanakan dengan identifikasi anggota tim pelaksana koordinasi keterkaitan kota dan desa, serta penyusunan rencana kerja awal. Berdasarkan hasil identifikasi awal, tim koordinasi KKD beranggotakan perwakilan dari (1) Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan, Bappenas, (2) Asisten Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Perdesaan, Kemenko PMK; (3) Direktorat Perencanaan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, KemendesDTT; (4) Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, KemenPUPera; dan (5) Direktur Penataan Kawasan, Direktorat Jenderal Tata Ruang, KemATR. Untuk tahun 2016, direncanakan akan disusun masterplan pengembangan kawasan dalam mendukung keterkaitan kota-desa di 14 kawasan. Rincian lokasi 14 kawasan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Lokasi Prioritas Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016 No 1
Wilayah Pulau Papua
Kawasan Merauke
2
Papua
Misool
3
Maluku
Daruba
4
Maluku
Maba
5
Maluku
Bula
6
Sulawesi
Pinrang
7
Sulawesi
Poso
8
Kalimantan
Rasau Jaya
9
Sumatera
Sidikalang
10
Sumatera
Tanjung Siapiapi
Rincian Lokasi Kab. Merauke (Prov. Papua) Kab. Raja Ampat (Prov. Papua Barat) Kab. Pulau Morotai (Prov. Maluku Utara) Kab. Halmahera Timur (Prov. Maluku Utara) Kab. Maluku Tengah dan Kab. Seram Bagian Timur (Prov. Maluku) Kab. Pinrang (Prov. Sulawesi Selatan) Kab. Poso (Prov. Sulawesi Tengah) Kab. Kubu Raya dan Kab. Mempawah (Prov. Kalimantan Barat) Kab. Pakpak Bharat dan Kab. Toba Samosir (Prov. Sumatera Utara) Kab. Banyuasin (Prov. Sumatera Selatan)
Komoditi Unggulan Padi, Kelapa Sawit Ikan Kerapu, Rumput Laut, Wisata Taman Nasional Laut, Wisata Bahari Perikanan Tangkap, Wisata Bahari Kepulauan Padi, Jagung, Sagu Cengkeh, Palawija, Kakao Udang, Padi Jagung, Cengkeh, Padi, Kakao, Kepala Dalam, Rumput Laut, Udang, Wisata Bahari, Perikanan Tangkap Padi, Kelapa Padi, Karet, Kopi, Wisata Bentang Alam, Wisata Budaya Kedelai, Perikanan Tangkap
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
25
No
Wilayah Pulau Nusa Tenggara
11
Kawasan Laboan Bajo
12
Nusa Tenggara
Praya
13
Jawa-Bali
Tabanan
14
Jawa-Bali
Banyuwangi
Rincian Lokasi Kab. Manggarai Barat (Prov. Nusa Tenggara Timur) Kab. Lombok Tengah dan Kab. Lombok Timur (Prov. Nusa Tenggara Barat) Kab. Tabanan (Prov. Bali) Kab. Banyuwangi (Prov. Jatim)
Komoditi Unggulan Wisata Taman Nasional, Wisata Bahari Perikanan Tangkap, Padi, Wisata Taman Nasional, Wisata Sejarah Padi, Sapi, Wisata Bahari, Wisata Sejarah Perikanan Tangkap
Selain itu, Bappenas merencanakan penyelenggaraan workshop sebagai kick-off pelaksanaan kerja forum stakeholder pusat untuk sosialisasi substansi kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen RPJMN 2015-2019. Akan tetapi, karena di awal tahun ada kebijakan pemotongan anggaran, maka kegiatan workshop ini tidak jadi dilaksanakan. Proses sosialisasi kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa dalam RPJMN 2015-2019 dilakukan pada saat rapat-rapat koordinasi dengan mitra kerja baik di tingkat pusat, maupun yang dilaksanakan di daerah. 4.2.
RAPAT FORUM STAKEHOLDER KOORDINASI STRATEGIS KETERKAITAN KOTA-DESA
Dalam rangka sinkronisasi lokasi prioritas dan intervensi program pembangunan, dilakukan rapat koordinasi dengan melibatkan Kementerian/Lembaga sektoral terkait peningkatan keterkaitan kota-desa melalui inisiasi Bappenas, maupun rapat koordinasi yang dipimpin Kemenko PMK. 4.2.1. Rapat Koordinasi Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, 10 Februari 2016 Rapat Koordinasi ini dilaksanakan oleh Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Desa dan Kawasan, Kemenko PMK. Rapat koordinasi ini merupakan pertemuan awal bagi Kementerian/Lembaga termasuk Bappenas, terkait dengan pelaksanaan program pembangunan dalam rangka pencapaian target pembangunan kawasan perdesaan prioritas nasional, yang pelaksanaannya di koordinasikan oleh Kemenko PMK.
• •
Adapun tujuan pelaksanaan rapat koordinasi ini adalah: Identifikasi Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional Koordinasi dan sinkronisasi Program K/L dalam bentuk Daftar Program intervensi K/L
Pelaksanaan Diskusi: • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyediakan lahan kawasan hutan tahun 2016 seluas 12,7 juta ha untuk dikelola masyarakat sekitar hutan. Hak kelola selama 35 tahun. Permasalahan yang dihadapi masyarakat Lampung yang mengelola 300.000 ha hutan adalah terjebak oleh sistem ijon. Hal ini karena tidak adanya pendampingan. Sekitar 9.800 desa di Indonesia berada di pinggir hutan. Untuk itu perlu sinergi dengan kementerian/lembaga terkait untuk pengelolaan kawasan hutan.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
26
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Badan Informasi Geospasial (BIG) siap membantu untuk menyusun peta dengan citra satelit. Data citra satelit yang telah ada di BIG sebanyak 30 Kabupaten. Untuk keperluan kawasan perdesaan perlu data lengkap untuk dapat dioverlay. Direktorat Penataan Administrasi Pemerintah Desa, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan bahwa dalam satuan pemerintah desa, dokumen perencanaan desa dijadikan sebagai acuan pembangunan kawasan perdesaan. Selanjutnya, diperlukan adanya kelembagaan antar desa atau daerah melalui Tim Koordinasi dengan tujuan untuk keberlanjutan pembangunan. Dalam keterkaitan daerah, Kemendagri perlu dilibatkan untuk pembinaan kelembagaan sebagai keberlanjutan program. Penyerahan kawasan hutan oleh KLHK harus dilakukan melalui Pemerintah Desa, tidak langsung kepada masyarakat. Terkiat hal tersebut, Kemendagri siap untuk bersinergi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengharapkan adanya data potensi daerah dalam rangka pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan di daerah. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki Program Desa Pesisir Tangguh (PDPT) untuk membangun Indonesia dari pinggir, penyusunan profil pulaupulau 3T, membantu desa dalam penyusunan RPJMDes, dan pendampingan yaitu 1 desa 1 orang pendamping. Beberapa program selama ini tumpang tindih dengan Kemendes PDTT. Ada 15 central business di wilayah pesisir. Program dibantu dari IFAD. Program PDPT bencana dan iklim ada di 47 kawasan dan setiap kawasan ada 3 desa. Bappenas telah mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan. Ada 39 pusat pertumbuhan terdiri dari minapolitan, agropolitan, transmigrasi dan pariwisata. Rekomendasi kawasan perdesaan disarankan untuk dapat disampaikan pada Musrenbang (bulan April 2016) yang dihadiri seluruh kementerain/lembaga, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hasil rancangan pembangunan kawasan perdesaan diharapkan dapat disepakati dan dimasukkan dalam RKP dan menjadi agenda Musrenbang Desa pada bulan Juni 2016. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memiliki mandat untuk membangun Kampung Keluarga Berencana (KB) di semua provinsi. Kampung KB mendapatkan program ekonomi untuk kepesertaan yang ber-KB. BKKBN membutuhkan data daerah tertinggal. Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kemen ATR menyampaikan bahwa di tahun 2015 telah menangani tata ruang di kabupaten Nunukan (kawasan perdesaan perbatasan Sebatik) dengan melibatkan beberapa kementerian/lembaga. Di tahun 2016 intervensi dilakukan di Pulau Sebatik, Danau Toba, Borobudur, Luwu Utara, Bangka Belitung, Krayan, Wakatobi. Selanjutnya, penataan Kawasan Perdesaan agar disatukan dalam kawasan pembangunan. Program lain KemenATR adalah legalisasi aset yaitu Program Akses Permodalan melalui Sertifikat Hak Atas Tanah. Perlunya koordinasi antar kementerian/lembaga untuk meningkatkan akses reform terkait dengan kelembagaan dan ekonomi. BPIW, KemenPUPera. Tupoksi BPIW adalah mengintegrasikan program pembangunan infrastruktur. Pengembangan strategi prioritas nasional perlu mengintegrasikan perencanaan. Kerjasama yang sedang dilakukan dengan World Bank adalah mengembangkan 10 lokasi pariwisata (pada bulan April 2016 akan melakukan identifikasi di Tanjung Lesung, Morotai, Danau Toba dan Mandailing). Masih dimungkinkan penambahan lokasi bila diperlukan. Diharapkan segera disepakati kawasan yang akan digarap bersama antar kementerian/lembaga. Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi, Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti). Pada dasarnya sumber daya manusia kita cukup untuk membantu pembangunan kawasan perdesaan. Ada sekitar 4 juta mahasiswa siap diturunkan ke desa. Potensi ini perlu dikoordinasikan dengan Perguruan
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
27
•
•
•
•
•
• •
•
•
•
Tinggi untuk menyediakan mahasiswa sebagai pendamping masyakat. Kemenristekdikti memiliki program 100 Desa Inovasi. Untuk implementasi program ini diperlukan data potensi desa, antara lain infrastruktur pengembangan energi, ekonomi dan komoditas yang dapat masuk pasar dan supply chain antar desa. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memiliki program fasilitasi dan revitalisasi lapangan di 1.000 desa. Program ini dan juga program-program lain perlu disinergikan dengan kementerian/lembaga terkait untuk pembangunan pemuda di desa. Anggaran masing-masing program di desa antara Rp 50-100 juta. Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan, Kemenko PMK menyatakan bahwa data kemiskinan ada di Kementerian Sosial. Dalam pembangunan kawasan perdesaan perlu diperhatikan pemberdayaan penduduk miskin. Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian menyatakan bahwa sebagian besar program/kegiatan Kementerian Pertanian ada di desa. Kegiatan yang cukup besar adalah pengembangan areal sawah dan perkebunan dengan konsep pemberdayaan dan stimulan alat pertanian sebanyak 50.000 alat pertanian. Untuk efisiensi program diharapkan kawasan yang digarap oleh KemendesDTT di lokasi yang berbeda. Direktorat Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan perlu bersinergi dan berkoordinasi dalam pemberdayaan kawasan perdesaan terutama terkait pembangunan pelabuhan dan penyeberangan. Asisten Deputi Destinasi Pariwisata Budaya, Kemenpar memiliki program wisata perdesaan berdasarkan prioritas 10 lokasi. Selanjutnya, diharapkan dapat dilaksanakan di desa yang lain. Pariwisata tidak dapat dibangun secara sendiri, tetapi harus bersamasama dalam satu kesatuan kawasan. Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki program Desa Broadband terpadu di 100 titik (lokasi belum ditentukan). Kementerian Kesehatan memiliki program TPKB (Tim Pelayanan Kesehatan Bergerak) di daerah prioritas, Program Nusantara Sehat sesuai dengan Permenkes 23/2015 (penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim). Penugusan tenaga kesehatan selain menurunkan tenaga dokter, perlu disesuaikan dengan daerah tersebut dan perlu untuk memberdayakan masyarakat/kader dalam transfer knowledge. Badan Nasional Pengelola Perbatasan memiliki tugas fungsi di 13 provinsi yang berbatasan negara tetangga. Koordinasi antar kementerian/lembaga diperlukan dalam pembangunan di kawasan perbatasan. Kementerian Ketenagakerjaaan memiliki program Desa Produktif dengan pendekatan community development. Fokus pada desa potensial dan mencetak fasilitator desa. Program ini dapat dimanfaatkan oleh kementerian/lembaga terkait. Badan Pusat Statistik melakukan pemutakhiran data basis terpadu untuk setiap desa yang telah dirangking dalam satu kabupaten. Data telah diserahkan ke TNP2K. Data ini dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan kawasan perdesaan
Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut • Peserta Rapat Koordinasi yang terdiri dari 20 kementerian/lembaga menyambut baik upaya Kemenko PMK untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program/kegiatan kementerian/lembaga agar tidak tumpang tindih dan lebih efisien. • Rapat Koordiansi dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi Teknis di setiap sektor kawasan perdesaan, dengan jadwal disesuaikan masing-masing kementerian/lembaga penanggungjawab. Pelaksanaan Rapat Koordinasi Teknis bertempat di kementerian/lembaga yang menjadi leading sector. • Setelah Rapat Koordiansi Teknis akan dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi tingkat Eselon I. Rapat Koordinasi tersebut diharapkan menghasilkan rekomendasi kawasan perdesaan prioritas nasional dan konsep koordinasi, serta sinergi pemberdayaan kawasan perdesaan untuk disampaikan pada forum Musrenbang. Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
28
4.2.2. Rapat Koordinasi Penyusunan Masterplan Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional, 21 Juni 2016 Rapat Koordinasi ini dilaksanakan oleh Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, Kemenko PMK. Rapat koordinasi ini merupakan pertemuan dalam rangka membahas lingkup susbtansi yang akan dituangkan ke dalam masterplan kawasan perdesaan prioritas nasional.
• •
Adapun tujuan pelaksanaan rapat koordinasi ini adalah: Penyamaan Persepsi Substansi Penyusunan Masterplan/RPKP Arah pengembangan infrastruktur, tata ruang, potensi pertanian, potensi kelautan dan perikanan, potensi pariwisata dalam penyusunan Masterplan/RPKP di KPPN.
Pelaksanaan Diskusi: • Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, Kemenko PMK menyatakan bahwa perlu adanya penyamaan Persepsi Substansi Penyusunan Masterplan/RPKP yang di dalamnya memuat arah pengembangan infrastruktur, tata ruang, potensi pertanian, potensi kelautan dan perikanan, potensi pariwisata dalam penyusunan Masterplan/RPKP di KPPN. • Direktur Perencanaan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Ditjen PKP, KemendesDTT memaparkan konsep petunjuk teknis Pembangunan Kawasan Perdesaan yang sedang disusun oleh KemendesDTT sebagai turunan dari PermendesDTT No 5. Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Perdesaan. Petunjuk teknis ini meliputi aspek pengusulan dan penetapan kawasan, perencanaan, pelaksanaan, kelembagaan, serta monev dan pelaporannya. • BPIW Kemen PU Pera menyampaikan tentang sistem perencanaan infrastruktur dalam rangka penyusunan masterplan Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional. • Ditjen Penataan Ruang, Kementerian ATR menyampaikan tentang konsep peningkatan kualitas tataruang dalam pengembangan kawasan perdesaan. • Biro Perencanaan, Kementan menyampaikan tentang arah pengembangan potensi pertanian dalam mendukung pengembangan kawasan perdesaan. • Bappenas menyampaikan bahwa diperlukan pendekatan dan standar yang sama dalam penyusunan masterplan kawasan perdesaan prioritas nasional. Perlu disusun lingkup susbtansi apa saja yang diperlukan sebagai acuan bersama bagi kementerian/lembaga yang memfasilitasi penyusunan masterplan sebelum ditetapkan oleh pimpinan daerah kabupaten/kota. Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut • Kemenko PMK dan Bappenas secara bersama-sama akan mereviu pedoman penyusunan kawasan perdesaan yang sudah ada, sekaligus melihat contoh-contoh masterplan yang telah disusun apakah sudah memenuhi lingkup substansi dalam rangka mendukung capaian prioritas nasional. • Akan ada pertemuan lanjutan untuk membahas hasil review terhadap sejumlah pedoman yang dijadikan acuan dalam penyusunan masterplan. • Dalam pelaksanaan intervensi programnya, kementerian/lembaga terkait harus mengacu pada lokasi-lokasi prioritas yang telah ditetapkan di dalam RPJMN 2015-2019. 4.2.3. Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, 10 November 2016 Tujuan pelaksanaan rapat koordinasi ini adalah:
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
29
a. Pemaparan perkembangan pelaksanaan fasilitasi penyusunan masterplan yaitu 8 masterplan oleh KemendesDTT, 4 masterplan oleh KemenPuPera, dan 2 masterplan oleh Kemen ATR. b. Tanggapan dari KemenkomPMK dan Bappenas terhadap bahan masterplan yang dipaparkan. c. Menyusun rencana tindaklanjut yang diperlukan untuk perbaikan. Pelaksanaan Diskusi: • Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, Kemenko PMK mengingatkan kembali tentang kesepakatan dalam rakor-rakor sebelumnya, bahwa sudah ditugaskan kepada KemendesDTT, Kemen PUPera, dan Kemen ATR untuk dapat menyelesaikan fasilitasi penyusunan masterplan kawasan perdesaan prioritas nasional sampai dengan akhir tahun 2016. • Direktur Perencanaan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Ditjen PKP, KemendesDTT memaparkan perkembangan pelaksanaan fasilitasi penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Perdesaan (RPKP) pada KPPN: Banyuwangi, Bula, Maba, Poso, Tanjung Siapi-api, Pinrang, Rasau Jaya, dan Merauke. • BPIW KemenPUPera memaparkan perkembangan pelaksanaan fasilitasi penyusunan masterplan dan pra DED, pada KPPN: Tabanan, Labuan Bajo, Daruba, dan Keruak Praya. • Ditjen Penataan Ruang, KemATR memaparkan perkembangan pelaksanaan fasilitasi penyusunan Rencana Induk Kawasan Perdesaan pada KPPN: Misool, dan Toba. • Bappenas menyatakan bahwa diperlukan pendekatan dan standar yang sama dalam penyusunan masterplan kawasan perdesaan prioritas nasional. Perlu disusun lingkup susbtansi apa saja yang diperlukan sebagai acuan bersama bagi kementerian/lembaga yang memfasilitasi penyusunan masterplan sebelum ditetapkan oleh pimpinan daerah kabupaten/kota. Matriks multi sektor setiap masterplan kawasan perdesaan harus memiliki format yang standar dan diharapkan dapat dipenuhi kelengkapan informasinya, diantaranya meliputi: kebutuhan intervensi, existing development, rencana pemenuhan intervensi tahunan, kesesuaian dengan dokumen perencanaan dan tata ruang, serta analisis hulu-hilir ekonomi kawasan. Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut • Kemendes, BPIW-KemenPUPera, dan KemATR akan menindaklanjuti segala masukan dari Kemenko PMK dan Bappenas dan akan melaporkan perkembangan penyempurnaan masterplannya pada rapat koordinasi selanjutnya. Adapun penyempurnaan difokuskan pada pengisian matriks multi sektor setiap masterplan kawasan perdesaan, diantaranya pada pemenuhan kelengkapan informasi yang meliputi: kebutuhan intervensi, existing development, rencana pemenuhan intervensi tahunan, kesesuaian dengan dokumen perencanaan dan tata ruang, serta analisis hulu-hilir ekonomi kawasan. 4.2.4. Rapat Evaluasi Penyusunan Masterplan/RIK/RPKP Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional , 13 Desember 2016 Tujuan pelaksanaan rapat koordinasi ini adalah: a. Melakukan evaluasi terhadap hasil sementara draft masterplan/RIK/RPKP 14 KPPN 2016. b. Menyusun rencana tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka internalisasi program dan kegiatan pada matriks multi sektor ke dalam RKP 2018. Pelaksanaan Diskusi: • Keasdepan Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, Kemenko PMK. Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
30
Terdapat sejumlah Masterplan Kawasan Perdesaan yang disusun oleh 3 kementerian/lembaga berada di luar lokasi-lokasi prioritas dalam RPJMN 2015-2019. Terdapat perbedaan standar isi lingkup substansi yang dibahas pada masing-masing masterplan. Penyempurnaan masterplan memiliki keterbatasan dalam hal biaya yang diperlukan, maupun waktu penyelesaiannya apabila didorong untuk selesai akhir 2016.
-
•
Direktorat DTTP, Bappenas - Perlu ada surat dari Kemenko PMK kepada 3 kementerian/lembaga untuk menyampaikan informasi program dan kegiatan matriks multi sektor terkini. Matriks ini akan digunakan oleh Kemenko PMK dalam melakukan pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan kementerian/lembaga terkait untuk tahun mendatang. - 3 kementerian/lembaga penyusun masterplan sedapat mungkin melakukan penyempurnaan masterplan, karena ini akan menjadi pertimbangan Bappenas untuk melakukan skala prioritas dalam penyusunan RKP 2018. - Perlu membentuk kelembagaan yang lebih baik dalam rangka menjalankan proses monitoring, evaluasi dan pengendalian KPPN.
Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut • Kemenko PMK akan mengirim surat kepada 3 kementerian/lembaga yang menyusun Masterplan Kawasan Perdesaan untuk menyampaikan informasi program dan kegiatan matriks multi sektor terkini.
4.3.
PEMANTAUAN BERSAMA TIM KOORDINASI KETERKAITAN KOTA-DESA
Dalam upaya mendorong percepatan pengembangan keterkaitan kota-desa, Bappenas melalui Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan melakukan inisiasi untuk mengadakan kegiatan Pemantauan bersama Tim Koordinasi Keterkaitan KotaDesa untuk memantau pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan dalam rangka penguatan pusat-pusat pertumbuhan pada lokasi-lokasi prioritas keterkaitan kota-desa tahun 2016. Tujuan Tujuan dari kegiatan Pemantauan Bersama Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan koordinasi perencanaan pembangunan nasional dalam mengembangkan keterkaitan kota-desa dengan berbagai pemangku kepentingan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat, dan lembaga donor internasional. 2. Meningkatkan sinkronisasi program dan kegiatan dalam upaya penguatan pusat-pusat pertumbuhan keterkaitan kota-desa di lokasi-lokasi prioritas terpilih. 3. Mendorong komitmen lintas pelaku dalam pengembangan keterkaitan kota-desa sesuai dengan potensi unggulan daerah. Keluaran Keluaran dari kegiatan Pemantauan Bersama Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi kebijakan RPJMN 2015-2019 dalam pengembangan keterkaitan kota-desa. 2. Identifikasi kebutuhan program dan kegiatan dalam pengembangan keterkaitan kotadesa. Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
31
3.
Identifikasi potensi unggulan daerah dalam pengembangan keterkaitan kota-desa.
Ruang Lingkup Dan Mekanisme Kegiatan Kegiatan ini dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) di Provinsi Jawa Barat (Kota Bandung), Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Mojokerto), Provinsi Sulawesi Utara (Kota Manado), Provinsi Aceh (Kota Banda Aceh), Provinsi Gorontalo (Kota Gorontalo), dan Provinsi Kalimantan Barat (Kota Pontianak) dengan melibatkan stakeholder kunci terkait dan dilanjutkan dengan melihat langsung ke lokasi pusat pertumbuhan keterkaitan kotadesa. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka koordinasi, monitoring, dan evaluasi program/kegiatan yang terkait dengan upaya percepatan peningkatan keterkaitan kotadesa, baik yang diinisiasi oleh pemerintah, maupun lembaga donor internasional. Pelaksanaan Kegiatan A. Pemantauan Kegiatan Keterkaitan Kota-Desa yang diinisiasi oleh Pemerintah
Rapat Pemantauan di Provinsi Jawa Barat Rapat Pemantauan Bersama Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan pada 27 – 29 Juli 2016 di Kota Bandung. Agenda dari rapat pemantauan ini adalah pembahasan tentang arah kebijakan pembangunan ketransmigrasian dan hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan permukiman transmigrasi tahun 2016. Peserta dari rapat pemantauan ini meliputi perwakilan dari Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Bappenas, Dinas Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi Provinsi di seluruh Indonesia, dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten di seluruh Indonesia. Dalam upaya mendorong tercapainya sasaran RPJMN 2015-2019 bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, khususnya dalam meningkatkan keterkaitan kota-desa, pembangunan ketransmigrasian menjadi salah satu bagian penting dalam mencapai sasaran tersebut. Oleh karena itu, pemantauan pembangunan ketransmigrasian diperlukan dalam rangka mempercepat keterkaitan kota-desa. Pembangunan kawasan transmigrasi merupakan salah satu instrumen untuk mendorong pembangunan desa dan kawasan perdesaan, serta peningkatan keterkaitan kota-desa, khususnya di daerah tertinggal dan perbatasan, pulau-pulau terluar, kepulauan, dan pesisir. Hal ini dilakukan dengan upaya penataan kembali kawasan perdesaan, melalui kegiatan penempatan transmigran, baik transmigran lokal, maupun transmigran dari daerah lain. Dalam upaya mempercepat pemenuhan pelayanan dasar dan pemerataan kesejahteraan masyarakat di kawasan transmigrasi, pembangunan transmigrasi membutuhkan koordinasi lintas sektor, baik di tingkat pusat, maupun di tingkat daerah, untuk dapat segera memenuhi pelayanan dasar dan pemerataan kesejahteraan. Dalam rangka meningkatkan keterkaitan desa dan kota, pembangunan ketransmigrasian juga dilakukan dengan menghubungkan kawasan transmigrasi sebagai pusat produksi primer dan industri pengolahan ringan dengan kota kecil di sekitarnya sebagai pusat industri pengolahan tersier dan pemasaran. Hal ini dilakukan dengan mempersiapkan pembangunan dan pengembangan Kawasan Perkotaan Baru (KPB) atau Kota Terpadu Mandiri (KTM) sebagai embrio kota kecil. Hingga Juli 2016, potret dalam penyelesaian pembangunan permukiman adalah sebagai berikut: a. RTJK sebanyak 1423 unit (28,33%) dari target sebanyak 5.135 unit, b. Jalan poros/penghubung sepanjang 12,55 Km (12,54%) dari target 100,04 Km; c. Jalan desa sepanjang 36,20 Km (20,35%) dari target 177,83 Km; Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
32
d. Fasilitas Umum sebanyak 18,84 unit (15,97%) dari target 118 unit; e. Pembukaan lahan seluas 1522,72 Ha (28,33%) dari target 5.375,35 Ha. Sehubungan dengan hasil pelaksanaan pembangunan permukiman transmigrasi hingga Juli 2016 tersebut, komitmen dari semua stakeholder untuk memenuhi target tahun 2016 sangat diperlukan. Kualitas dari kegiatan yang dihasilkan juga harus tetap dijaga agar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Apabila terdapat perubahan spesifikasi untuk menyesuaikan dengan keadaan di lapangan, maka perlu dikonsultasikan terlebih dahulu ke unit teknis yang membidanginya. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksana fisik dari Supervisor/Pengawas Teknis.
Rapat Pemantauan di Provinsi Jawa Timur Rapat Pemantauan Bersama Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa di Provinsi Jawa Timur dilaksanakan pada 4 Agustus 2016 di Kabupaten Mojokerto. Agenda dari rapat pemantauan ini adalah pembahasan tentang keterkaitan kota-desa di Kabupaten Mojokerto secara spasial dan ekonomi. Peserta dari rapat pemantauan ini meliputi perwakilan dari Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan, Bappenas dan SKPD terkait di Kabupaten Mojokerto. Kondisi keterkaitan kota-desa di Kabupaten Mojokerto berdasarkan indeks keterkaitan kota-desa dapat dilihat di sepanjang jalan arteri dan kolektor. Kecamatan Sooko menjadi pusat pengembangan wilayah Kabupaten Mojokerto dalam rangka meningkatkan keterkaitan kota dan desa. Terpilihnya Kecamatan Sooko sebagai pusat pengembangan wilayah karena lokasi Kecamatan Sooko yang berbatasan langsung dengan Kota Mojokerto dan dilalui oleh jalan utama antarkabupaten dan rel kereta api. Pola perkembangan perkotaan yang terbentuk pada keterkaitan kota-desa di Kabupaten Mojokerto dan sekitarnya adalah pola linear. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mojokerto pada tahun 2014 adalah Rp. 53.357.245,70 juta atau sebesar Rp. 44.320.656,40 juta menurut harga konstan 2000. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar pada PDRB Kabupaten Mojokerto. Pada tahun 2014, sektor industri pengolahan menyumbang 53,03 persen pada PDRB Kabupaten Mojokerto. Namun demikian, kontribusi PDRB sektor industri pengolahan pada tahun 2010-2014 mengalami tren pelambatan. Pelambatan ini diduga akibat pengaruh krisis pada tahun 2008, yang berakibat pada menurunnya permintaan terhadap barangbarang industri. Sektor industri pengolahan di Kabupaten Mojokerto terletak pada kecamatan Ngoro dan Kecamatan Jetis. Sedangkan, industri kecil atau usaha ekonomi masyarakat tercatat paling banyak ada di Kecamatan Pacet dan Kecamatan Kemlagi dengan total kelompok 20 kelompok. Sedangkan, pada tahun 2014 Kecamatan Kemlagi merupakan kecamatan dengan total aset terbesar yaitu sebanyak Rp. 6.947.903.357,00 yang disusul oleh Kecamatan Dlanggu yaitu sebanyak Rp. 3.698.778.137,00.
Rapat Pemantauan di Provinsi Sulawesi Utara Rapat Pemantauan Bersama Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa di Provinsi Sulawesi Utara dilaksanakan pada 4 Agustus 2016 di Kota Manado. Agenda dari rapat pemantauan ini adalah pembahasan tentang perkembangan KSN KAPET Manado-Bitung dan keterkaitan kota-desa di KSN KAPET Manado-Bitung. Peserta dari rapat pemantauan ini meliputi perwakilan dari Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan, serta
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
33
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas, Bappeda Provinsi Sulawesi Utara, dan SKPD terkait di Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035, KSN KAPET Manado-Bitung telah ditetapkan sebagai Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI). Materi teknis Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di sekitar Kawasan Industri Bitung sudah disusun oleh Kementerian Perindustrian, sehingga dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah untuk ditetapkan peraturan perundang-undangannya. Pemerintah Korea juga sudah menyusun masterplan pengembangan Kawasan Industri Bitung. Oleh karena itu, keterpaduan antara RDTR yang telah disusun oleh Kementerian Perindustrian dengan master plan yang telah disusun oleh Pemerintah Korea perlu dijaga. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pariwisata Nasional (RIPARNAS) tahun 2010-2025, Kota Manado, Bunaken, dan sekitarnya telah ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Nasional (DPN). Saat ini Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara sedang menyusun Rencana Induk Pariwisata Daerah (RIPARDA) sebagai turunan dari Rencana Induk Pariwisata Nasional (RIPARNAS), mencakup pariwisata budaya, alam dan buatan. Penyusunan RIPARDA mengacu pada Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota terkait. Akan tetapi, pemanfaatan ruang pada alur laut belum diatur di RTRW sehingga penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil (RZWP3K) perlu dipercepat sehingga dapat menjadi acuan. Pembangunan KSN KAPET Manado-Bitung dapat mendukung pengembangan keterkaitan kota-desa, khususnya untuk kawasan Kwandang di Provinsi Gorontalo dan kawasan Buol di Provinsi Sulawesi Tengah. Penetapan KSN KAPET Manado-Bitung sebagai kawasan WPPI, DPN, KEK Bitung, KSN Kawasan Perbatasan Negara, KEK Bitung, KSN Konservasi dan Wisata DAS Tondano, dan Kawasan Perkotaan Bimindo, dapat mendorong pemasaran produk-produk yang dihasilkan dari kawasan Kwandang dan Buol. Kawasan Kwandang memiliki potensi produk unggulan yaitu udang, lobster, kerapu, padi, dan jagung. Kawasan ini mencakup desa-desa berkembang dan tertinggal di Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, dan Kabupaten Gorontalo Utara. Desa-desa tersebut terdiri dari Desa Raharja, Desa Tri Rukun, Desa Tanjug Harapan (Kabupaten Boalemo), Desa Sukamaju, Desa Satria, Desa Pilomonu, Desa Ombulo Tango, Desa Lakeya, Desa Molohu (Kabupaten Gorontalo), Desa Dudepo, Desa Langge, Desa Putiana, Desa Tutuwoto, Desa Ilangata, Desa Ibarat, Desa Ombulodata, Desa Bualemo, Desa Molinggapoto (Kabupaten Gorontalo Utara). Sedangkan, kawasan Buol memiliki potensi produk unggulan yaitu padi, pakawuja, cengkeh, dan kelapa dalam. Kawasan ini mencakup desa-desa berkembang dan tertinggal di Kabupaten Buol. Desa-desa tersebut terdiri dari Desa Potugu, Desa Soraya, Desa Pajeko, Desa Monggonit, Desa Air Terang, dan Desa Panilan Jaya.
Rapat Pemantauan di Provinsi Aceh Rapat Pemantauan Bersama Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa di Provinsi Aceh dilaksanakan pada 23 Agustus 2016 di Kota Banda Aceh. Agenda dari rapat pemantauan ini adalah pembahasan tentang arah kebijakan pemberdayaan kawasan perdesaan dan potensi pengembangan kawasan perdesaan di Kabupaten Aceh Timur. Peserta dari rapat pemantauan ini meliputi perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bappenas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Kementerian Dalam Negeri, dan SKPD terkait di Provinsi Aceh. Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
34
Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menjelaskan tentang konsep pengembangan kawasan perdesaan. Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) Pasal 1, Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pada UU Desa Pasal 83, Pembangunan Kawasan Perdesaan dijelaskan sebagai pembangunan antar desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif yang dilaksanakan pada kawasan perdesaan tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/ Walikota. Tujuan dari pembangunan kawasan perdesaan adalah untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pengembangan ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif dengan mengintegrasikan berbagai kebijakan, rencana, program, dan kegiatan para pihak pada kawasan yang ditetapkan. Acuan dari kegiatan pengembangan kawasan perdesaan ini adalah Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan (RPKP) dan Rencana Tata Ruang. Sedangkan, pelaksana dari kegiatan pengembangan kawasan perdesaan ini adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, Pemerintah Desa, Masyarakat, dan Swasta. Koordinasi pengembangan kawasan perdesaan dilakukan dengan fokus pada pengembangan kawasan perdesaan yang memiliki potensi pengungkit, terutama dalam meningkatkan desa berkembang menjadi desa mandiri. Berdasarkan RPJMN 2015-2019, sedikitnya ada 39 kawasan pusat pertumbuhan yang dijadikan sebagai prioritas pengembangan kawasan perdesaan dalam upaya meningkatkan keterkaitan kota-desa. Salah satu Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) yang menjadi target dalam RPJMN 2015-2019 adalah Kawasan Pereulak di Kabupaten Aceh Timur. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Idi Rayeuk, Kecamatan Peunaron, Kecamatan Pereulak, Kecamatan Peureulak Barat, Kecamatan Peureulak Timur, dan Kecamatan Rantau Pereulak. Kabupaten Aceh Timur memiliki keragaman spasial geografis ekonomi dan sumber daya alam. Kabupaten Aceh Timur dalam jejaring kawasan pembangunan yang berdimensi ruang (spasial), memiliki daerah inti pembangunan yang berpotensi sebagai kawasan inti yaitu Idi (Pusat Pemerintahan dan Ibu Kota Kabupaten Aceh Timur). Idi, sebagai Ibukota Kabupaten Aceh Timur, memiliki potensi sebagai pusat pertumbuhan (central place) yang dapat memberikan kontribusi utama pada pembangunan daerah penyangga disekitarnya. Oleh karena itu, pembangunan fasilitas sarana dan prasarana di Idi, seperti peningkatan status pelabuhan Idi dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) menjadi Pelabuhan Samudera dan jalan penghubung Peureulak – Lokop – Pinding (Gayo Lues), diharapkan dapat memacu pengembangan kawasan. B. Pemantauan Kegiatan Keterkaitan Kota-Desa yang diinisiasi oleh Lembaga Donor Internasional
Rapat Pemantauan di Provinsi Gorontalo Rapat Pemantauan Bersama Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa di Provinsi Gorontalo dilaksanakan pada 4 Agustus 2016 di Kota Gorontalo. Agenda dari rapat pemantauan ini adalah sosialisasi dan penjelasan tentang Proyek NSLIC/NSELRED dan pemilihan kabupaten/kota pelaksana Proyek NSLIC/NSELRED di Provinsi Gorontalo. Peserta dari rapat pemantauan ini meliputi perwakilan dari Direktorat Daerah Tertinggal, Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
35
Transmigrasi, dan Perdesaan, Bappenas, Global Affair Canada (GAC), Tim Proyek NSLIC/NSELRED, Bappeda Provinsi Gorontalo, dan Bappeda Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo. Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019 untuk mempercepat pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di daerah dan meningkatkan keterkaitan kota dan desa, Pemerintah Indonesia melalui BAPPENAS bekerjasama dengan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC) untuk melaksanakan Proyek National Support for Local Investment Climate (NSLIC)/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSELRED) selama enam tahun dengan nilai hibah sebesar 17,3 juta CND. Tujuan proyek adalah peningkatan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, melalui pengembangan iklim usaha dan pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Proyek ini diharapkan dapat mendukung upaya-upaya untuk (a) mengatasi hambatan peraturan/ perizinan terkait Koperasi dan UMKM; (b) promosi kerjasama antar daerah dan kerjasama pemerintah dan swasta; (c) memperkuat dukungan nasional dalam pengembangan ekonomi di daerah; dan (d) peningkatan akses pelayanan bagi pengembangan koperasi dan UMKM. Proyek NSLIC/NSELRED diharapkan dapat mempercepat pengembangan ekonomi kawasan untuk mendorong keterkaitan kota-desa. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Proyek NSLIC/NSELRED sesuai dengan beberapa strategi RPJMN 2015-2019 dalam peningkatan keterkaitan kota-desa, yaitu (1) pengembangan kerjasama antardesa, antardaerah, Badan Usaha Milik Antar Desa, dan kerjasama pemerintah-swasta, (2) pengembangan lembaga keuangan mikro di daerah, (3) penerapakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi, dan (4) penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing, termasuk peningkatan iklim investasi. Proyek NSLIC/NSELERD dilaksanakan di tingkat pusat dan daerah. Berdasarkan rapat koordinasi di tingkat pusat yang dilaksanakan pada tanggal 12 April 2016 oleh Bappenas, GAC, dan Tim NSLIC, daerah percontohan terpilih untuk melaksanakan proyek ini adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Gorontalo. Sebagai tindak lanjut dari pemilihan provinsi pelaksana proyek tersebut, maka dilakukan kegiatan seleksi pemilihan Kabupaten/Kota pelaksana proyek NSLIC/NSELRED, khususnya di Provinsi Gorontalo. Peserta kegiatan seleksi pemilihan Kabupaten/Kota pelaksana proyek NSLIC/NSELRED di Provinsi Gorontalo terdiri dari 6 kabupaten/kota yang telah mengirimkan proposal minat untuk bergabung Proyek NSLIC dengan mengacu surat pemberitahuan Pemerintah Provinsi Gorontalo kepada seluruh kab/kota di Gorontalo. Kabupaten/kota tersebut meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango, dan Kabupaten Pohuwato. Masing-masing kabupaten/kota memaparkan arah dan minat pengembangan ekonomi lokal melalui Proyek NSLIC/NSELRED kepada Tim Seleksi. Tim Seleksi terdiri dari perwakilan Bappenas, perwakilan Bappeda Provinsi Gorontalo, dan perwakilan Tim NSLIC/NSELRED. Pemaparan masing-masing kabupaten/kota tersebut direviu berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, mencakup kriteria kuantitatif dan kualitatif. Kriteria kuantitatif mencakup (1) kesesuaian lokasi kabupaten/kota dengan lokasi pusat pertumbuhan RPJMN 2015-2019, (2) integrasi antara RPJMD kabupaten/kota dengan RPJMD Provinsi, (3) pengalaman kegiatan pengembangan ekonomi lokal dan daerah, (4) lokasi prioritas RPJMN 2015-2019, (5) tingkat kemiskinan, (6) Indeks Pembangunan Manusia Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
36
(IPM), dan (7) minimal umur pembentukan kabupaten/kota adalah 5 tahun. Sedangkan, kriteria kualitatif meliputi (1) tersedianya peraturan-peraturan yang mendukung pengembangan ekonomi lokal, (2) pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), (3) pembentukan forum stakeholder, (4) potensi berkolaborasi dengan proyek/program lain, (5) tersedianya peraturan-peraturan yang mendukung pelestarian lingkungan, (6) tersedianya peraturan-peraturan yang mendukung kesetaraan gender, dan (7) tingkat komitmen Pemerintah Daerah. Berdasarkan hasil seleksi, telah disepakati 5 kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo yang akan melaksanakan Proyek NSLIC/NSELRED. Kabupaten/kota tersebut adalah Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, dan Kabupaten Pohuwatu.
Rapat Pemantauan di Provinsi Kalimantan Barat Rapat Pemantauan Bersama Tim Koordinasi Keterkaitan Kota-Desa di Provinsi Kalimantan Barat dilaksanakan pada 16 Agustus 2016 di Kota Pontianak. Agenda dari rapat pemantauan ini adalah penjelasan tentang Proyek SREGIP dan pengembangan keterkaitan kota-desa melalui fasilitasi pemasaran lada di Provinsi Kalimantan Barat. Peserta dari rapat pemantauan ini meliputi perwakilan dari Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan, Bappenas, Kementerian Pertanian, Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Perdagangan Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Perkebunan beberapa kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, Tim SREGIP GIZ, komunitas lada internasional, kelompok tani dari Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas, PT Aman Jaya, dan PT Supa. Proyek Sustainable Regional Economic Growth and Investment Programme (SREGIP) merupakan proyek kelanjutan dari Proyek Regional Economic Development (RED) dengan durasi proyek 2,5 tahun dimulai sejak tahun 2015 dan akan berakhir pada bulan Juni 2017. Tujuan utama dari Proyek SREGIP adalah untuk meningkatkan daya saing daerah, khususnya daerah pilot, melalui peningkatan nilai tambha, pemerataan dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Untuk mencapai hal tersebut, terdapat dua outcomes utama yang diharapkan yaitu (1) meningkatnya iklim dunia usaha, dan (2) meningkatnya jumlah usaha yang berkelanjutan dan berdaya saing. Proyek ini dilaksanakan melalui dua program yaitu (1) sustainable agribusiness, dan (2) sustainable tourism. Program sustainable agribusiness dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat dengan fokus pada pengembangan komoditas lada dan karet. Sedangkan, program sustainable tourism dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan fokus pada pengembangan pariwisata, khusunya untuk pengembangan local supply chains, lingkungan bersih, dan pengembangan sumber daya manusia. Beberapa komponen proyek SREGIP yaitu (1) fasilitasi dan bantuan teknis dalam penyusunan kerangka kebijakan untuk peningkatan investasi daerah, (2) fasilitasi untuk UMKM dan koperasi di daerah percontohan, (3) kerjasama antardaerah dan kerjasama antarstakeholder, (4) penerapan inovasi dan teknologi untuk peningkatan nilai tambah produk unggulan daerah, (5) fasilitasi dalam penyusunan regulasi yang mendukung penguatan iklim dunia usaha, baik di pusat, maupun daerah, dan (6) dukungan untuk pengembangan lembaga fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah. Komponenkomponen proyek tersebut sesuai dengan beberapa strategi RPJMN 2015-2019 dalam upaya pengembangan ekonomi kawasan untuk mendorong pengembangan pusat pertumbuhan dan keterkaitan kota-desa, yaitu (1) pengembangan kerjasama antardesa, antardaerah, Badan Usaha Milik Antar Desa, dan kerjasama pemerintah-swasta, (2) pengembangan lembaga keuangan mikro di daerah, (3) penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
37
(TIK) untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi, dan (4) penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing, termasuk peningkatan iklim investasi. Di tingkat nasional, proyek SREGIP bekerjasama dengan Bappenas. Selain itu, pada implementasinya, proyek ini juga melibatkan kementerian/lembaga lain, antara lain Kementerian Pariwisata, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan lain-lain. Sedangkan, di tingkat daerah, beberapa pihak yang aktif terlibat antara lain Bappeda Provinsi, Bappeda Kabupaten/Kota, SKPD terkait, Balai Latihan Kerja (BLK), Universitas, Lembaga Penelitian, Pelaku Usaha, dan lain-lain. Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019 untuk meningkatkan keterkaitan kota dan desa, Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat bersama-sama dengan Tim dari Proyek SREGIP GIZ melakukan workshop untuk menjembatani sektor publik dan swasta dalam rantai nilai lada. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghubungkan kelompok tani lada dengan potensi mitra sektor swasta. Selain itu, tujuan lain dari workshop fasilitasi pemasaran lada ini adalah penyemapian beberapa informasi pasar dan situasi terkini pasar lada di pasar internasional. Acara ini membahas beberapa isu penting dan mendesak dalam rangka menjaga keberlanjutan rantai nilai lada di provinsi Kalimantan Barat. Isu-isu tersebut diantaranya adalah (1) perlunya dukungan keberpihakan pemerintah dalam rangka menjaga rantai nilai komoditas lada, dan (2) perlunya dukungan pemerintah untuk meningkatkan promosi lada di pasar-pasar internasional. 4.4.
KERJASAMA DENGAN LEMBAGA DONOR INTERNASIONAL
Kegiatan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa juga dilaksanakan dalam rangka meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga donor internasional, yaitu GIZ melalui program Sustainable Regional Economic Growth and Investment Programme (SREGIP) dan Department of Foregin Affairs, Trade and Development of Canadian Government melalui program National Support for Local Investment Climate (NSLIC)/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSELRED). Program-program tersebut dilaksanakan untuk fasilitasi pelaksanaan kebijakan terkait KotaDesa dalam RPJMN 2015-2019. 4.4.1. Proyek Sustainable Programme (SREGIP)
Regional
Economic
Growth
and
Investment
Gambaran Umum Proyek Sustainable Regional Economic Growth and Investment Programme (SREGIP) merupakan proyek kelanjutan dari Proyek Regional Economic Development (RED) dengan nilai sebesar 4,4 juta Euro dan berdurasi selama 2,5 tahun dimulai sejak tahun 2015 dan akan berakhir pada bulan Juni 2017. Tujuan utama dari Proyek SREGIP adalah untuk meningkatkan daya saing daerah, khususnya daerah pilot, melalui peningkatan nilai tambha, pemerataan dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Untuk mencapai hal tersebut, terdapat dua outcomes utama yang diharapkan yaitu (1) meningkatnya iklim dunia usaha, dan (2) meningkatnya jumlah usaha yang berkelanjutan dan berdaya saing.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
38
Proyek ini dilaksanakan melalui dua program yaitu (1) sustainable agribusiness, dan (2) sustainable tourism. Program sustainable agribusiness dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat dengan fokus pada pengembangan komoditas lada dan karet. Sedangkan, program sustainable tourism dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan fokus pada pengembangan pariwisata, khusunya untuk pengembangan local supply chains, lingkungan bersih, dan pengembangan sumber daya manusia. Beberapa komponen proyek SREGIP yaitu (1) fasilitasi dan bantuan teknis dalam penyusunan kerangka kebijakan untuk peningkatan investasi daerah, (2) fasilitasi untuk UMKM dan koperasi di daerah percontohan, (3) kerjasama antardaerah dan kerjasama antarstakeholder, (4) penerapan inovasi dan teknologi untuk peningkatan nilai tambah produk unggulan daerah, (5) fasilitasi dalam penyusunan regulasi yang mendukung penguatan iklim dunia usaha, baik di pusat, maupun daerah, dan (6) dukungan untuk pengembangan lembaga fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah. Dukungan pengembangan lembaga fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah termasuk dukungan terhadap sekretariat Tim Koordinasi Pengembangan Ekonomi Daerah yang sudah diinisiasi sejak tahun 2010 yang kemudian dilanjutkan dengan sekretariat Tim Koordinasi Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa (KKD) pada tahun 2015. Komponen-komponen proyek tersebut sesuai dengan beberapa strategi RPJMN 2015-2019 dalam upaya pengembangan ekonomi kawasan untuk mendorong pengembangan pusat pertumbuhan dan keterkaitan kota-desa, yaitu (1) pengembangan kerjasama antardesa, antardaerah, Badan Usaha Milik Antar Desa, dan kerjasama pemerintah-swasta, (2) pengembangan lembaga keuangan mikro di daerah, (3) penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi, dan (4) penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing, termasuk peningkatan iklim investasi. Di tingkat nasional, proyek SREGIP bekerjasama dengan Bappenas. Selain itu, pada implementasinya, proyek ini juga melibatkan kementerian/lembaga lain, antara lain Kementerian Pariwisata, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan lain-lain. Sedangkan, di tingkat daerah, beberapa pihak yang aktif terlibat antara lain Bappeda Provinsi, Bappeda Kabupaten/Kota, SKPD terkait, Balai Latihan Kerja (BLK), Universitas, Lembaga Penelitian, Pelaku Usaha, dan lain-lain. Kemajuan Pelaksanaan Dalam konteks kebijakan nasional, SREGIP bertujuan untuk mendukung pencapaian target dalam RPJMN 2015-2019 melalui upaya pengurangan desa-desa tertinggal dan peningkatan keterkaitan Desa-Kota. Selain itu, dalam pemilihan lokasi proyek mengikuti target dalam RPJMN. Sasaran utama di tingkat petani atau pelaku usaha sebagai penerima manfaat dengan adanya program SREGIP adalah: 1) Petani/pelaku usaha dapat menghasilkan lebih banyak output dengan kualitas yang tinggi, 2) Petani/pelaku usaha mendapatkan nilai tambah, 3) Penciptaan lapangan kerja baru, 4) Peningkatan pendapatan, 5) Pengurangan kemiskinan. Oleh sebab itu penyusunan standarisasi menjadi sangat penting dalam pencapaian sasaran tersebut. Beberapa progres pelaksanaan proyek diantaranya:
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
39
1. Fasilitasi Sustainable Agriculture di Provinsi Kalimantan Barat Beberapa kegiatan yang menjadi fokus utama dalam fasilitasi sustainable agriculture di Provinsi Kalimantan Barat adalah (1) peningkatan kapasistas petani melalui berbagai pelatihan, (2) penguatan forum dialog antara sektor publik dan privat, dan (3) peningkatan dan penguatan kelompok petani, UPPB dan Koperasi. Pada tahun 2015, SREGIP sudah melaksanakan berbagai pelatihan untuk 800 orang petani karet dan 700 petani lada, sehingga diperkirakan pada tahun 2017 akan mencapai target 3500 petani karet dan 1500 petani lada. Semua pelatihan dilaksanakan bekerjasama dengan mitra di pemerintahan dan swasta sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Terdapat 9 modul pelatihan yang sudah distandarisasi, dikembangkan dan diuji, yang berfokus pada (1) peningkatan kualitas dan produktiitas pada level petani, dan (2) fasilitasi pengembangan kelompok tani agar dapat terhubung dengan pasar. Pada tahun 2016, kegiatan ini ditingkatkan di 12 lokasi terpilih di 6 Kabupaten di Kalimantan Barat dengan menggunakan Champion Area Development Approach (CADA). The Champion Area Development Approach (CADA) dilaksanakan dalam 2 tahap denagn output tersusunnya modul-modul pelatihan. Tahapan CADA tersebut adalah sebagai berikut: a.
Fase Pertama (Mei-September 2016): Technical Training and Organisational Development: 1) Dimulai di 4 Champion Area 2) Technical Farmer Training 3) Pengembangan organisasi kelompok petani 4) Inisiasi dan proses awal pengembangan kerjasama antara petani dan industri pengolahan
b.
Fase Kedua (Oktober 2016-Maret 2017): Expansion and Replication 1) Dimulai di 12 Champion Area 2) Replikasi Technical Farmer Training 3) Replikasi pengembangan kerjasama antara petani dan industri pengolahan
2.
Fasilitasi Sustainable Tourism di Nusa Provinsi Tenggara Barat
Pariwisata yang berkelanjutan memberikan penambahan nilai kepada pengusaha kecil dan menengah serta petani kecil di sektor pariwisata dan juga untuk meningkatkan inklusivitas serta keberlanjutan lingkungan. Beberapa pihak yang terlibat di dalam kegiatan ini diantaranya: Bappenas, Kementerian Pariwisata, Kementerian KKUKM, Bappeda Provinsi NTB, Disbudpar Prov. NTB, Dinas Koperasi Prov. NTB, Bank NTB, OJK, PHRI BPPD, UNRAM, LHA, AHM, Dinas Pertanian, BKPM, PHRI, LHA, Destination Management Organization (DMO) Rinjani, dan ASITA. Dalam pelaksanaan program SREGIP di Provinsi NTB, terdapat 10 bidang kegiatan yang menjadi fokus utama dengan output antara lain tersusunnya SMPT, tersusunnya Rencana Indusk Pariwisata Daerah (RIPARDA), tersusunnya guideline Desa Wisata Hijau, dan tersusunnya modul-modul pelatihan. 10 bidang kegiatan yang menjadi fokus utama tersebut yaitu: a. Penyusunan Rencana Induk Pariwisata yang berkelanjutan/Sustainable Tourism Masterplan (STMP) melalui perbaikan, penyelesaian akhir dari naskah STMP, dan sosialisasi Dasar Hukum STMP (Peraturan Gubernur), penyusunan Rencana Aksi berdasarkan keperluan/permintaan untuk tahun 2016 dengan mempertimbangkan rekomendasi dari hasil kajian dasar pariwisata yang berkelanjutan di Pulau Lombok NTB sebagai bahan pertimbangan dan juga sebagai persyaratan penganggaran, dan Upscaling pada tingkat nasional. b. Training Keuangan yang berkelanjutan. Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
40
c. Pemasaran dan Promosi melalui riset potensi pasar pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di NTB (domestik dan internasional), Regional marketing dan branding, pengembangan website pariwisata (e-marketing platform), partisipasi dalam pameran pariwisata internasional, roadshows, survei kepuasan wisatawan. d. Penyusunan Regulasi yang kondusif melalui pembentukan Forum Pariwisata Daerah. Forum beroperasi di bawah payung Pengembangan Ekonomi Daerah (PEL). e. Linkage farmers/hotels dengan mempromosikan pemasok lokal dengan menghubungkan petani dengan hotel. f. Desa Wisata Hijau (DWH) melalui dukungan pengembangan produk pariwisata, Pengenalan produk hijau, seperti solar panel, bio gas, pertanian organik, pengelolaan sampah, bank sampah, dll. g. Standar Berkelanjutan melalui Standardisasi/sertifikasi untuk daerah tujuan pariwisata yang berkelanjutan atau operator pariwisata (misalnya: akomodasi, diving, trekking, wisata desa, dll), mengembangkan konsep skema eco-label Indonesia, memperkenalkan skema sertifikasi pariwisata yang berkelanjutan di Lombok, dan dukungan bagi pengembangan standar GSTC nasional. Terkait dengan hal itu, saat ini Kementerian Pariwisata sudah menetapkan Peraturan Menteri terkait standarisasi pariwisata yang juga sudah diakui secara internasional. h. Program Efisiensi Sumber Daya melalui pengenalan program efisiensi energi, energi terbarukan dan pengelolaan sampah pada hotel dan masyarakat lokal, penyelenggaraan workshop tentang efisiensi energi dan energi terbarukan serta identifikasi kebutuhan pelatihan pada hotel Implementasi beberapa percontohan efisiensi energi dan energi terbarukan pada hotel dan masyarakat lokal, pengelolaan sampah, termasuk daur ulang sampah kertas menjadi produk yang bernilai. i. Kapasitas Inovasi melalui pengembangan program dukungan bagi komunitas lokal, dengan tujuan sosialisasi untuk memulai inisiatif yang berkelanjutan, model bisnis dan kesempatan kerja, dukungan kepada perusahaan individu, peningkatan kapasitas bagi DMO, pengembangan kapasitas bagi asosiasi sektor swasta dan jaringannya (industri pariwisata hijau), pelatihan dan kampanye kesadaran lainnya untuk masyarakat lokal, memberdayakan masyarakat untuk dapat menghadapi dampak negatif dari pengembangan pariwisata. j. Penyusunan Exit Strategy melalui pembentukkan sebuah jaringan Inisiatif Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia dan penyiapan Lombok sebagai UNWTO Global Observatory on Sustainable Tourism (GOST). 4.4.2. Proyek National Support for Local Investment Climate (NSLIC)/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSELRED) Gambaran Umum Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019 untuk mempercepat pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di daerah dan meningkatkan keterkaitan kota dan desa, Pemerintah Indonesia melalui BAPPENAS bekerjasama dengan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC) untuk melaksanakan Proyek National Support for Local Investment Climate (NSLIC)/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSELRED) selama enam tahun dengan nilai hibah sebesar 17,3 juta CND. Tujuan proyek adalah peningkatan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, melalui pengembangan iklim usaha dan pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 2 (dua) outcomes utama yang diharapkan yaitu (1) meningkatnya iklim dunia usaha, dan (2) meningkatnya jumlah usaha yang Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
41
berkelanjutan dan berdaya saing. Proyek ini dapat mendukung upaya-upaya untuk (a) mengatasi hambatan peraturan/ perizinan terkait Koperasi dan UMKM; (b) promosi kerjasama antar daerah dan kerjasama pemerintah dan swasta; (c) memperkuat dukungan nasional dalam pengembangan ekonomi di daerah; dan (d) peningkatan akses pelayanan bagi pengembangan koperasi dan UMKM. Proyek NSLIC/NSELRED diharapkan dapat mempercepat pengembangan ekonomi kawasan untuk mendorong keterkaitan kota-desa. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Proyek NSLIC/NSELRED sesuai dengan beberapa strategi RPJMN 2015-2019 dalam peningkatan keterkaitan kota-desa, yaitu (1) pengembangan kerjasama antardesa, antardaerah, Badan Usaha Milik Antar Desa, dan kerjasama pemerintah-swasta, (2) pengembangan lembaga keuangan mikro di daerah, (3) penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi, dan (4) penerapan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing, termasuk peningkatan iklim investasi. Proyek NSLIC/NSELERD dilaksanakan di tingkat pusat dan tingkat daerah. Di tingkat pusat, proyek NSLIC diharapkan dapat mendukung penguatan iklim investasi dan pengembangan forum stakeholder tingkat nasional. Sedangkan, di tingkat daerah, proyek NSLIC diharapkan dapat mendukung penguatan iklim investasi daerah, promosi kerjasama antardaerah dan kerjasama pemerintah-swasta, serta peningkatan akses pelayanan bagi pengembangan koperasi dan UMKM. Kemajuan Pelaksanaan Proyek NSLIC/NSELERD dilaksanakan di tingkat pusat dan daerah. Berdasarkan hasil seleksi daerah pelaksana Proyek NSLIC/NSELRED, daerah percontohan terpilih untuk melaksanakan proyek ini adalah (1) Provinsi Sulawesi Tenggara, meliputi Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Bombana, dan (2) Provinsi Gorontalo, meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwatu. Beberapa kabupaten/kota percontohan tersebut telah mendapatkan fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah sejak tahun 2011 yaitu (1) Kota Kendari dengan produk unggulan pengolahan perikanan, (2) Kabupaten Wakatobi dengan produk unggulan rumput laut, dan (3) Kabupaten Boalemo dengan produk unggulan jagung. Pada tanggal 15 November 2016, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Deputi Pengembangan Regional, Bappenas dan Pemerintah Kanada yang diwakili oleh Director/Counselor (Development) Indonesia and ASEAN, Global Affairs Canada (GAC) telah menyetujui Rencana Pelaksanaan Proyek (Project Implementation Plan – PIP) dan Rencana Kerja Tahunan Proyek (Annual Work Plan – AWP). Selanjutnya pada tanggal 8 Desember 2016 telah dilaksanakan peluncuran proyek NSLIC/NSELRED di Provinsi Gorontalo dan tanggal 15 Desember 2016 telah dilaksanakan peluncuran proyek NSLIC/NSELRED di Provinsi Sulawesi Tenggara.
4.5.
PENYEMPURNAAN INDEKS KETERKAITAN KOTA-DESA
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
42
Penyempurnaan indeks keterkaitan kota desa 2016 dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki laporan indeks keterkaitan kota desa yang disusun pada 2015. Penyempurnaan tersebut dinilai perlu, sebab pada indeks KKD sebelumnya, variabel yang digunakan terlalu banyak, dan dilihat sebagai kelemahan oleh pakar, karena kurang fokus. Indeks keterkaitan kota desa, diperlukan sebagai alat ukur ketercapaian salah satu sasaran RPJMN 2015-2019, untuk menumbuhkan pusat pertumbuhan baru. Kemajuan Pelaksanaan Pada penyempurnaan indeks keterkaitan kota desa, dilakukan pula identifikasi wilayah berciri perkotaan. Identifikasi tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Hasilnya semakin menguatkan, hasil analisis indeks sebelumnya bahwa, wilayah kota cenderung berkembang melebihi batas administratifnya. Dalam bidang ilmu pembangunan wilayah dikenal sebagai fenomena aglomerasi dan konurbasi. Ini menguatkan simpulan analisis indeks KKD terdahulu bahwa pembangunan saat ini, tidak direncanakan dibatasi atas spesialisasi tertentu, tidak seperti yang ditekankan oleh konsep klaster. Analisis penyempurnaan indeks keterkaitan kota desa, yang salah satu aspeknya dimensi transportasi, menguatkan ketimpangan yang terjadi antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Dalam dimensi ekonomi, dari lima aspek yang diukur, hanya ada tiga aspek yang dinyatakan signifikan untuk dilanjutkan pada analisis kualitatif sebaran data secara spasial. Ketiga aspek tersebut adalah (1) bahan dan industri kayu, (2) bahan dan industri makanan, dan (3) bahan dan industri kain. Sesuai dengan rencana kerja pemerintah 2016, telah ditetapkan 14 lokasi keterkaitan kota desa. Dari seluruh lokasi keterkaitan kota desa 2016, hanya ada dua lokasi yang dinyatakan memiliki keterkaitan kota desa tingkat sedang, yaitu kawasan Bula dan Tabanan. Dua kawasan ini memiliki karakteristik, wilayah yang mengklaster antara kegiatan hulu sampai hilir telah terhubung dengan adanya jalan sekelas kolektor atau arteri, serta klaster bahan produksi dan industri pengolahan yang terbentuk letaknya berdekatan.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
43
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1.
KESIMPULAN
Pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Strategis Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan arah kebijakan yang tercantum di dalam dokumen RPJMN 2015-2019, kebijakan peningkatan keterkaitan kota-desa dilakukan untuk mendorong keterpaduan program prioritas lintas sektor, khususnya melalui 4 (empat) program pengembangan kawasan utama, yaitu program pengembangan kawasan berbasis pertanian (agropolitan), program pengembangan kawasan berbasis kelautan dan perikanan (minapolitan), program pengembangan kawasan ketransmigrasian termasuk Kawasan Perkotaan Baru (KPB), dan program pengembangan kawasan berbasis pariwisata. 2. Pelaksanaan kerja Tim Koordinasi KKD adalah dalam rangka mendukung pencapaian sasaran penguatan 39 pusat pertumbuhan sebagaimana yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019. 3. Dalam rangka sinkronisasi lokasi dan jenis intervensi pembangunan yang mendukung pencapaian sasaran KKD, telah dilakukan serangkaian kegiatan utama seperti sosialisasi kebijakan dan strategi, serta rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.. 4. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi bersama ke daerah, dapat disimpulkan bahwa sinkronisasi program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh lintas pelaku, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat, dan lembaga donor internasional juga dibutuhkan untuk meningkatkan keterkaitan kota-desa di pusat-pusat pertumbuhan. 5. Kegiatan Koordinasi Strategis KKD juga dilaksanakan dalam rangka meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga donor internasional, yaitu GIZ melalui program Sustainable Regional Economic Growth and Investment Programme (SREGIP) dan Department of Foregin Affairs, Trade and Development of Canadian Government melalui program National Support for Local Investment Climate (NSLIC). 6. Peyempurnaan terhadap Indeks Keterkaitan Kota-Desa (IKKD) masih dalam proses penyusunan dan memerlukan masukan berbagai pihak. Penyempurnaan terutama dilakukan pada metode, unit analisis, dan indikator yang lebih difokuskan. Hasil analisis 14 kawasan RKP 2016, menunjukkan hanya ada dua wilayah yang keterkaitan kota desa dari hulu sampai hilir cukup baik, yaitu Bula dan Tabanan. 5.2.
REKOMENDASI
Rekomendasi yang dapat diberikan pada kegiatan Koordinasi Strategis Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa adalah sebagai berikut: 1. Diperlukan reviu untuk memverifikasi draf masterplan KPPN sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah, yang nantinya digunakan sebagai pertimbangan intervensi lintas sektor terkait. 2. Segera menyelesaikan penyusunan masterplan KPPN lain sesuai target RPJMN 20152019 sehingga dapat dijadikan acuan lintas sektor secara utuh, termasuk pada RKP Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
44
2018. 3. Diperlukan koordinasi dan sinkronisasi lebih lanjut bersama dengan kementerian/lembaga mitra mengenai penajaman program dan kegiatan dalam mencapai sasaran RPJMN 2015-2019 bidang KKD, diantaranya melalui penyempurnaan masterplan termasuk di dalamnya matriks multi sektor. 4. Mengupayakan agar hasil sinkronisasi tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan rencana kerja kementerian/lembaga terkait. 5. Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan informasi terkait lokasi desa-desa prioritas, kebutuhan intervensi pada lingkup kawasan baik yang bersumber dari dana pemerintah (pusat dan daerah), maupun non pemerintah. 6. Pemerintah Pusat perlu memperkuat koordinasi lintas sektor sebagai upaya sinkronisasi program dan kegiatan pelaksanaan masterplan KPPN (melalui Koordinator Menko PMK). Diperlukan kelembagaan teknis termasuk didalamnya penyusunan kerja bersama untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kerja selama melakukan monitoring, evaluasi, dan pengendalian KPPN. 7. Hasil penyempurnaan indeks KKD menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah antara KBI dan KTI, nyata adanya. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan tingkat keterkaitan wilayah pada kawasan timur indonesia, dapat meningkatkan nilai variabel keterkaitan contohnya dimensi transportasi. 8. Hasil penyempurnaan indeks KKD menunjukkan, bahwa dari 14 kawasan KKD yang disepakati ditangani di tahun 2016, hanya ada dua wilayah yang sudah cukup baik tingkat keterkaitannya, dalam arti integrasi dan hubungan mulai hulu bahan produksi sampai hilir pemasaran. Untuk itu, diperlukan suatu pembangunan di masing-masing wilayah yang terencana, baik melalui rencana tata ruang atau rencana pembangunan, utamanya mengatur dalam konteks lokasi, waktu atau pun volume pembangunan.
Laporan Akhir Pelaksanaan Koordinasi Strategis Keterkaitan Kota-Desa Tahun 2016
45