FORUM MANAJEMEN
Vol. 03 No. 3
KOORDINASI PENYELENGGARAAN DIKLAT Oleh : Gunawan Hendro Cahyono., S.Kom.
ABSTRAK Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) dalam prosesnya tentu melibatkan banyak pihat yang saling kait-mengkait, antara lain : Penyelenggara, pengajar, instansi pengajar (bila menggunakan pengajar dari luar instansi), calon peserta diklat dan instansi calon peserta diklat bila ada peserta yang berasal dari luar instansi penyelenggara diklat. Dengan banyaknya pihak/bagian yang terkait tersebut tentunya permasalahan yang timbul juga akan banyak, namun ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara diklat sehingga tujuan dan proses penyelenggaraan diklat ini dapat berjalan dengan baik dan memuaskan. I.
PENDAHULUAN
Pusat Pendidikan dan Pelatihan dalam lingkup Perminyakan dan Gas Bumi sebagai instansi pemerintah yang memiliki tugas pokok dan fungsi antara lain sebagai instansi pemerintah yang bertugas untuk mendidik dan melatih Aparatur Pemerintah dan juga tenaga teknik khusus dalam lingkup Perminyakan dan Gas Bumi. Dalam menunjang suksesnya kegiatan kediklatan tersebut, maka peran koordinasi penyelenggaraan diklat memegang peranan yang sangat penting, karena calon peserta yang diharapkan dapat mengikuti kegiatan kediklatan tersebut tidak hanya berasal dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral saja namun juga dimungkinkan berasal dari Kementerian yang lainnya yang sesuai dengan judul diklat yang akan dilaksanakan. Mengingat hal tersebut, maka koordinasi merupakan faktor yang sangat dominan didalam mensukseskan program tersebut. Koordinasi harus dijalankan terus menerus dan berkesinambungan, mengingat pihakpihak yang terlibat dalam penyelenggaraan diklat cukup banyak, baik itu di internal instasi/Pusdiklat Migas dan pihak ekternal. Seringkali koordinasi hanya merupakan wacana saja, sementara pada pelaksanaaannya masing-masing bagian terkait berjalan sendiri-sendiri. Kalau hal ini terjadi, maka tidak akan tercapai tujuan dari diklat tersebut, padahal sebenarnya
organisasi telah mengatur sistem koordinasi internal maupun ekternal. II.
KONSEP DASAR KOORDINASI
“Koordinasi” adalah satu suku kata yang sangat mudah untuk diucapkan, akan tetapi seringkali terasa sulit untuk dilaksanakan, mengingat koordinasi yang berarti hubungan timbal balik baik itu hubungan personal maupun antar bagian. Berbicara koordinasi tidak lepas kaitannya dengan organisasi, dimana didalam organisasi/instansi pasti terjadi hubungan yang saling kait-mengkait dalam menyelesaikan tugas pokok dan fungsinya. Maksud dari organisasi oleh DR. Sondang P.Siagian : 1“Setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan dimana terdapat seseorang/beberapa orang yang disebut bawahan” Selanjutnya menurut Prof. DR. Prayudi A. mengemukakan bahwa organisasi adalah : 2 “Struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang-orang pemegang posisi yang bekerja sama secara tertentu untuk 1
Sondang P.Siagian, DR, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta. 2 Prajudi Admosoedirdjo, Prof. DR., Dasar-dasar Administrasi Manajemen, Jakarta, 1976.
FORUM MANAJEMEN
bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu.” Dari kedua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa unsurunsur yang terdapat dalam organisasi antara lain : sekelompok manusia (dua orang atau lebih), ada kerjasama, memiliki wadah, ada tujuan bersama yang ingin dicapai, ada hubungan kerja dan koordinasi, dan ada orang yang mengkoordinasikan tata hubungan tersebut. Dari pengertian Organisasi tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa agar organisasi bisa bekerja dengan baik dan sukses, maka bagian-bagian dari organisasi tersebut harus terintegrasi/terhubung dengan baik, sehingga semua bisa bekerja sesuai dengan tugasnya dengan tuntas dan dalam komando seorang pimpinan yang selalu memantau jalannya organisasi sehingga bilamana terdapat ketidak sesuaian atau kendala, maka merupakan tugas pimpinan untuk membimbing bawahan sehingga pekerjaan tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penyelenggaraaan diklat diperlikan suatu kegiatan koordinasi secara efektif dan efisien agar tujuan diklat dapat tercapai dengan baik. Dalam hal ini koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari proses perumusan jenis diklat dalan artian penilaian kebutuhan pelatihan atau training needs assesment (TNA), penentuan tujuan diklat, perencanaan program diklat, pelaksanaan kegiatan diklat serta monitoring dan evaluasi diklat yang menyangkut evaluasi program, evaluasi penyelenggaraan maupun evaluasi purna diklat. Berdasarkan lingkupnya maka koordinasi dibedakan dua yaitu : 1. Koordinasi intern yaitu koordinasi yang terjadi dalam suatu unit organisasi/ instansi, misalnya koordinasi diantara penyelenggara diklat, yaitu antara kepala seksi penyelenggaraan diklat dengan pimpinan pelatihan, atau antara pimpinan pelatihan dengan widyaiswara/pengajar, bagian sarana prasarana diklat yang meliputi mess / asrama calon peserta diklat, ruang kelas
Vol. 03 No. 3
dan kelengkapannya, bagian transportasi yang melayani peserta diklat saat berangkat dan pulang diklat dan lain sebagainya. 2. Koordinasi ekternal, yaitu koordinasi yang terjadi dari berbagai organisasi, misalnya antara Pusdiklat Migas dengan instansi pembina diklat seperti Lembaga Administrasi Negara (LAN). Dalam beberapa penyelenggaraan diklat, dimana diklat tersebut dilaksanakan diluar kota, dimana calon pesertanya semua berasal dari daerah yang dimaksud, maka koordinasi diklat harus lebih intensif dilaksanakan dan persiapan yang cukup panjang, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman antar instansi, dimana terjadi cukup banyak perbedaan dalam berorganisasi karena di Kementerian yang berbeda, meskipun sama-sama sebagai Aparatur Negara-nya. Berdasarkan SANRI, 1997 dikatakan bahwa koordinasi dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Koordinasi Hierarkhis (Koordinasi Vertikal) adalah koordinasi yang dilakukan oleh seseorang pejabat/pimpinan dalam suatu instansi pemerintah terhadap pejabat atau pegawai atau instansi dibawahnya. Disini setiap pimpinan wajib untuk mengkoordinasikan kegiatan bawahannya. Contohnya Kepala Bidang Diklat berkewajiban mengkoordinasikan kegiatan kediklatan pada Kepala Seksi Penyelenggaraan Dikan dan Kepala Seksi Evaluasi Diklat. 2. Koordinasi fungsional adalah koordinasi yang dilakukan oleh seseorang pejabat suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang memiliki tugas saling berkaitan berdasarkan azas fungsionalisasinya. Dalam koordinasi fungsional ini dapat dibedakan sebagai berikut : a. Koordinasi fungsional horisontal adalah koordinasi yang dilakukan oleh seseorang pejabat atau instansi terhadap pejabat/instansi lain yang
FORUM MANAJEMEN
Vol. 03 No. 3
setingkat, baik didalam instansi ataupun dengan instansi lain. b. Koordinasi fungsional Diagonal yaitu koordinasi yang dilakukan oleh seseorang pejabat/instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah. c. Koordinasi fungsional Teritorial, yaitu koordinasi yang dilakukan oleh pejabat/instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang berada dalam wilayah/teritorial tertentu, dimana diwilayah tersebut menjadi wewenang atau tanggungjawabnya. 3. Koordinasi instansional adalah koordinasi terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang berkaitan.
mencegah pemborosan baik itu berupa dana, waktu, dan tenaga (Sondang P.Siagian, M.Ph. Ph.D) 3. Memastikan kesatuan gerak dalam organisasi yang semakin kompleks, membuat kesadaran diantara para pejabat anggota organisasi saling berkomunikasi dan saling membantu satu dengan lainnya. IV.
PRINSIP-PRINSIP KOORDINASI DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT
Sebagai pedoman dalam melaksanakan koordinasi, berikut ini beberapa prinsip koordinasi dalam penyelenggaraan diklat sebagai berikut : 1.
Adanya wewenang koordinator/pimpinan
2.
Adanya saling menghormati wewenang antara pemimpin unit dengan koordinator serta antar pimpinan yang melakukan kerjasama.
Kenapa koordinasi diperlukan dalam setiap pelaksanaan tugas dan fungsi?, seperti yang sudah kita bahas diatas, bahwa setiap organisasi/instansi memiliki tugas dan fungsinya masing-masing, sudah pula dibatasi kewenangan dari masing-masing instansi, bagian maupun sub bagian yang ada dalam organisasi tersebut. Namun semua tugas dan fungsi tersebut tentunya memiliki kendala-kendala yang berbedabeda antara satu dengan yang lainnya, karenanya koordinasi diperlukan disini, sehingga kita dapat meminimalisasi kendala yang ada dengan adanya koordinasi dan komunikasi yang efektif dan efisien sehingga kita sudah bisa memprediksikan permasalahana yang ada dan yang mungkin akan timbul. Ada beberapa pendapat yang mengatakan tentang tujuan koordinasi diantaranya adalah :
3.
Sedini mungkin dilakukan yaitu sejak dimulainya Analisis Kebutuhan Diklat (AKD), perumusan tujuan pelatihan, disai diklat, perencanaan pelaksanaan diklat, penyelenggaraan diklat, serta pelaksanaan monitoring, pengendalian dan evaluasi yang mana memerlukan koordinasi dengan mengajak semua pihak untuk menelaah bersama serta menyesuaikan pelaksanaan rencana tersebut dengan rencana unitnya masing-masing.
4.
Terbuka saling berkomunikasi dalam menyampaikan dan menerima informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan rencana termasuk masalah-masalah yang ada untuk bisa ditangani bersama.
5.
Memiliki alat dan metoda koordinasi, agar koordinasi bisa efektif.
1. Menjamin segala sesuatu terjadi pada waktu dan tempat yang sama dan dalam urutan yang benar (Vernon A Musselman – John H.Jackson)
6.
Didukung oleh sumber daya yang ada secara tepat.
7.
Semua pihak harus berpegang pada fungsi dan wewenangnya masingmasing.
4. Koordinasi Territorial adalah koordinasi terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu. III.
TUJUAN KOORDINASI
2. Mencegah konflik dan kontradiksi, mencegah persaingan yang tidak sehat,
formal
dari
FORUM MANAJEMEN
Koordinasi harus dimulai sejak awal mulai dari penetapan sasaran, penentuan kebijakan, perencanaan maupun penjadwalan pelaksanaan. 9. Koordinasi harus dilakukan secara berkala dan terus menerus. 10. Pedoman tata laksana koordinasi harus dirumuskan secara tertulis sebagai pedoman bisa dalam bentuk Standard Operating Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan bersama.
Vol. 03 No. 3
8.
V.
TEKNIK KOORDINASI DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT
Teknik adalah suatu cara atau metoda untuk dipergunakan dalam melaksanakan kegiatan. Sedangkan teknik koordinasi adalah tatacara dan prosedur dalam melakukan atau meningkatkan koordinasi, teknik tersebut meliputi aspek sarana koordinasi, pola koordinasi dan pedoman yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan koordinasi. 1. Sarana koordinasi, adalah merupakan alat untuk berkoordinasi yang meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Kebijaksanaan, merupakan pedoman pelaksanaan tindakan-tindakan tertentu. Kebijaksanaan dalam penyelenggaraan diklat memberikan arah tujuan yang harus dicapai oleh segenap instansi atau unit-unitnya, yang merupakan pegangan atau bimbingan untuk mencapai kesepakatan sehingga tercapai keterpaduan, keselarasan dalam pencapaian tujuan bersama. b. Rencana, rencana digunakan sebagai alat koordinasi dan hubungan kerja karena didalam rencana yang baik akan tertuang secara jelas sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, prasyarat peserta dan lokasi pelaksanaan. c. Rapat, untuk menyamakan pendapat dan saling pengertian mengenai sasaran yang ingin dicapai dalam melaksanakan koordinasi. Didalam penyelenggaraan diklat, rapat dipakai untuk saling mengingatkan kesiapan dan kebutuhan diklat yang akan
dilaksanakan, sehingga kekurangankekurangan yang ada dapat segera diselesaikan, kalau perlu melibatkan bagian lain untuk bersama-sama menyelesaikannya. 2. Pola koordinasi penyelenggaraan diklat, pola yang sering digunakan dalam penyelenggaraan diklat meliputi antara lain : a. Forum, atau bisa juga dalam bentuk rapat-rapat pertemuan yang diselenggarakan dalam rangka koordinasi persiapan dan lain-lain baik secara formal maupun non formal untuk membahas suatu permasalahan, biasanya dalam forum akan dibahas permasalahan tentang : Tenaga Pengajar / Widyaiswara, persiapan sarana prasarana, akomodasi dan konsumsi, serta proses pemanggilan peserta diklat oleh penyelenggara diklat, Penjadwalan diklat, persiapan tentang pembukaan dikalt dan lain sebagainya. b. Tim / Panitia, pada beberapa lembaga diklat / pusdiklat masih menerapkan tim-tim khusus yang akan menangani satu pelaksanaan diklat, dimana tim ini akan bertugas mulai dari awal persiapan diklat sampai akhir pelaksanaan diklat dan menghasilkan laporan akhir pelaksanaan diklat. Namun ada juga lembaga diklat yang tidak menerapkan pola ini, karena pembagian tugas dalam organisasi telah diatur/ditata sesuai tugas yang melekat seperti pada tugas Tim, sehingga masing-masing bagian tadi akan terlibat dalam semua penyelenggaraan diklat yang ada pada instansinya. VI.
KENDALA KOORDINASI PENYELENGGARAAN DIKLAT
Kendala atau hambatan dalam proses koordinasi penyelenggaraan diklat, secara umum ada dua yaitu : 1. Alat koordinasi, disini yang terjadi adalah adanya pekerjaan yang berlebihan, tidak adanya pendelegasian
FORUM MANAJEMEN
pekerjaan, sehingga beban pekerjaan tertumpu pada salah satu bagian saja. Hal ini bisa terjadi bila rumusan tugas dan fungsi dari masing-masing bagian kurang/tidak jelas. Bisa juga terjadi kalau proses alur informasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga pekerjaan yang sifatnya berantai tidak terselesaikan karena tidak adanya informasi yang berkelanjutan. Yang paling parah adalah bilamana terjadi ego sektor yaitu rasa ingin lebih kelihatan ber”prestasi”, ingin lebih menonjol diantara bagian-bagian yang ada dalam satu organisasi/instansi. 2. Aspek Manusia, bilamana suatu instansi telah memiliki prosedur-prosedur dalam menjalankan organisasinya, maka yang biasa terlupakan adalah menjaga agar sumberdaya manusia yang menjalankan prosedur tersebut, bahkan seringkali pula kita melupakan dan mengangap sepele hal-hal yang sudah biasa dilakukan sehari-hari. Didalam ISO pada instansi yang telah menerapkan terdapat klausul yang menyatakan bahwa bilamana terdapat perubahan dalam didalam isi prosedur ataupun ada pegawai baru atau mutasi pegawai, maka diwajibkan dilakukan pelatihan, agar prosedur tersebut dipahami oleh yang bersangkutan. VII. PENUTUP Melihat pentingnya koordinasi diklat dalam penyelenggaraan pelaksanaan diklat seperti yang telah kita bicarakan diatas, maka kegiatan koordinasi ini harus tetap dilaksanakan dengan cara yang maksimal. Suatu organisasi atau instansi pemerintah pasti telah memiliki tata kerja dari masingmasing instansinya, baik itu mengatur tata kelola hubungan kedalam / internal dalam organisasi, sehingga organisasi tadi dapat bekerja secara efektif dan efisien. Dan tata kelola tersebut secara umum telah ditetapkan dalam bentuk SOP (Standard Operating Prosedur) bahkan banyak pula instansi yang telah meng-ISO-kan dalam ISO 9001 tentang Mutu Penyelenggaraan Diklat. Dengan telah memiliki sertifikat ISO ini, maka diharapkan mutu pelayanan
Vol. 03 No. 3
dalam penyelenggaraan diklat ini dari waktu ke waktu memiliki tingkat pelayanan/penyelenggaraan yang sama, sehingga diharapkan kepercayaan dari publik dapat semakin tinggi. Namun, ada banyak kendala yang mungkin terjadi dalam internal instansi tersebut, baik itu kendala dari aspek alat koordinasi yang merupakan pengaturan tatakelola administrasi/organisasi didalam pembagian tugas pokok dan fungsinya, sehingga tidak saling tumpang tindih, sehingga akan menghambat proses koordinasi. Pada model ISO, diterapkan pula pola “perbaikan yang berkelanjutan”, artinya disini dimungkinkan untuk dilakukan perubahan dalam pola pembagian/pembebanan kerja. Pada beberapa kasus, kadang kita mengalami kendala dalam proses pelaksanaan/penyelenggaran diklat, khususnya pada penyelenggaraan yang dilaksanakan di luar kota, dimana mau tidak mau akan melibatkan pihak eksternal baik dalam satu Kementerian ataupun dengan Kementerian yang lain seperti dengan Kementerian Dalam Negeri, khususnya dengan Dinas-Dinas yang terkait dengan penyelenggaraan diklat. Disini terjadi koordinasi lintas Kementerian, sehingga koordinasi yang dilaksanakan mestinya berkesinambungan, sehingga hasil akhirnya akan memuaskan semua pihak, karena pada proses penyelenggaraan yang diluar kota dan melibatkan Kementerian lain, maka potensi konflik/persepsi yang bisa berbeda. Sedangkan aspek manusia yang mungkin terjadi adalah tidak cukupnya pengetahuan dari pegawai yang bersangkutan saat dipindahkan ke bagian lain, sehingga yang bersangkutan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan penyesuaian dalam lingkup kerjanya bisa segera beradaptasi, untuk itu peran dari bagian personalia diharapkan untuk berperan dalam proses pemutasian pegawai. Selain daripada itu, maka peran pimpinan yang terlibat dalam proses penyelenggaraan diklat harus aktif dalam memantau dan mensinergikan bawahan sehingga bawahan tidak bekerja sendiri-
FORUM MANAJEMEN
sendiri apalagi muncul ego bagian dan tidak terbuka yang pada akhirnya akan
Vol. 03 No. 3
mengganggu proses diklat tersebut.
penyelenggaraan
DAFTAR PUSTAKA 1. Atmosudjirdjo, Prayudi, Prof. DR., Dasar-dasar Administrasi Manajement, Jakarta, 1976. 2. Lembaga Adminstrasi Negara, Koordinasi Penyelenggaraan Diklat, Jakarta, 2003. 3. Sondang P.Siagian, DR, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta.