ISSN 2086 - 7352
JURNAL
KONSTRUKSIA VOLUME 4 NOMER 2
JUNI 2013
STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON Arief Eko Supriyadi / Nadia
METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT Tanjung Rahayu
ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG Abdul Muiz / Trijeti
TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Rusmadi Suyuti
PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG Yamin Susanto
POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR Achirwan / Yusuf Latief / Ismeth Abidin
ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS Ihsanuddin / Haryo Koco
ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON Dwi Novi Setiawati / Andi Maddeppungeng
TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 4 Nomor 2 Halaman 1 – 102 Juni 2013
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013
JURNAL
KONSTRUKSIA REDAKSI Penanggung Jawab
: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE.
Pemimpin Redaksi
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Mitra Bestari
: Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD. DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi
Staf Redaksi
: Ir. Nadia, MT. Ir. Trijeti, MT. Ir. Iskandar Zulkarnaen Andika Setiawan Farid Aulia
Seksi Umum
: Ir. Saifullah Imam Susandi
Disain Kreatif
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Administrator Web
: Riyadi, ST
Terbit
: Per Semester – Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun )
Alamat Redaksi
: Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Ilustrasi cover diambil dari: http://www.newsgol.com/images/stories/images/politik/ilustrasijakarta.jpg
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 4 Nomor 2 Juni 2013
Diterbitkan oleh: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 4 Nomor 2 Juni 2013
PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 4 Nomer 2 di bulan Juni 2013 ini. Pada penerbitan sebelumnya, telah menerima berbagai macam masukan dan kritikan yang bersifat membangun, dengan harapan akan membuat Jurnal ini menjadi semakin baik. Salah satunya, Jurnal terbitan ini, mencoba menjalin networking dengan berbagai Institusi. Pada edisi ini sangat variatif, baik tema maupun peminatan dalam Teknik Sipil. Tema Mekanika Tanah, Manajemen Konstruksi, Stuktur Gedung dan Manajemen Transportasi disajikan dari dalam konteks kekinian dan menarik untuk dikembangkan menjadi artikel-artikel ilmiah lain yang membangun. Salah Satu Judul yang menarik pada Jurnal ini adalah: PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG yang disajikan oleh Yamin Susanto. Menariknya adalah menyajikan metoda membuat analisis resiko terhadap prediksi lentur struktur. Penerbitan yang telah tujuh perioda ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu tonggak untuk dapat terakreditasi. Aamiin Jakarta, Juni 2013
Pemimpin Redaksi
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 4 Nomor 1 Desember 2012
DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON …………………………………………………….…..………………
1 – 11
METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT DI JAMBI ………………………………………………………………………
13 – 24
ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG ….…………..…………………………………………………
25 – 38
TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA .......
39 – 44
PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG ….
45 – 57
POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR …………………………………
59 – 73
ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS ……………………………………………………
75 – 87
ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON ………………………………………
89 – 102
Halaman Advertising
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON Arief Eko Supriyadi YARSI Divisi Pembangunan Nadia Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK : Penggunaan beton sebagai bahan bangunan semakin meningkat, karena sifatnya yang mudah dibentuk dan memliki kuat tekan tinggi. Masalah yang sering terjadi dan berpengaruh pada beton adalah adanya keropos yang dapat menyebabkan turunnya kuat lentur balok beton. Keropos sangat dipengaruhi oleh Pelaksanaan pekerjan Pengecoran. Supaya keropos beton pada balok bisa di minimalisir perlu di perhatikan metode pelaksanaan pekerjaan pengecoran. Keropos pada beton dapat ditanggulangi dengan pelaksanaan pekerjaan grouting. Dalam penelitian ini dianalisa kuat lentur beton yang dihasilkan perbaikan keropos menggunakan Sika Grout (215) New dan Sikaclim, dibandingkan dengan beton dalam kondisi normal dan dengan beton dalam kondisi keropos. Target mutu beton yang ingin di capai adalah Kuat Tekan K 225, dan target slump adalah 6 ± 2cm. Dari hasil penelitian didapatkan Tergangan lentur rata-rata beton untuk benda uji balok dalam keadaan normal adalah adalah sebesar 0,483 Mpa,Sedangkan untuk benda uji balok dalam keadaan keropos didapat Tegangan lentur rata-rata 0,400 Mpa dan untuk benda uji balok dalam keadaan perbaikan dengan Grouting Tegangan lentur yang didapat adalah 0,433 Mpa. Untuk perbandingan Tegangan lentur antara benda uji balok dalam akibat keropos terhadap benda uji dalam kondisi normal mengalami penurunan sebesar 17,24 %, sedangkan dengan kondisi perbaikan dengan grouting terhadap benda uji balok dalam kondisi normal mengalami penurunan sebesar 10,34 % dan untuk benda uji balok dengan perbaikan grouting terhadap benda uji balok mengalami peningkatan sebesar 6,9 %. Kata kunci : Beton,Kuat lentur, keropos, Grouting, SNI 03-4431-1997 ABSTRACT: The use of concrete as a building material is increasing, because it iseasily shaped and possess high compressive strength. The problem that often occurs and the effect on concrete is a porous can cause a drop in flexural strength of concrete beams. Brittle is strongly influenced by the implementation of jobs Foundry. So porous concrete beams can be minimized to note the method implementation foundry work. Porous concrete can be overcome by the implementation of the grouting work. In this study analyzed the resulting flexural strength of concrete repair using Sika Grout loss (215) New and Sikaclim, compared with concrete under normal conditions and under conditions of porous concrete. Target concrete quality that you want to achieve is Strong Press K 225, and the target slump was 6 ± 2cm. From the results of research in getting the average bending stress to the concrete beam specimens are normally amounted to 0,483 Mpa, while for beam specimen under bending stress obtained porous state average of 0,400 Mpa and for specimen beam in a state of repair Grouting bending stress obtained was 0,433 Mpa. For comparison between the bending stress in the beam specimen to specimen due to loss under normal conditions has decreased by 17.24%, while the state of repair by grouting the beam specimen under normal conditions has decreased by 10.34% and for the beam specimen with improved grouting the beam specimen increased by 6.9 %.
1|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2012
Keywords: Concrete, Strong pliable, porous, Grouting, SNI 03-4431-1997
LATAR BELAKANG Teknik yang diperlukan pada saat pengecoran beton bergantung pada elemen struktur beton yang akan digunakan ,misalnya untuk kolom, balok, dinding, slab, pondasi, bendung beton atau sambungan suatu beton yang beda waktu pelaksanaan pengecorannya. Beton harus selalu dicor dengan lapisan-lapisan horizontal dan setiap lapisan dipadatkan dengan vibrator berfrekuensi tinggi. Pada waktu pelaksanaan pekerjaan pengecoran biasa terjadi pemadatan yang kurang sempurna, sehingga campuran beton akan menjadi tidak homogen. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya rongga-rongga didalam beton yang menyebabkan beton menjadi keropos Pada pengecoran struktur balok, keropos sering diakibatkan oleh: 1. Pemadatan pada waktu pengecoran yang tidak maksimal 2. Jarak waktu pencampuran dan pencetakan / pengecoran beton cukup lama. Pada struktur balok, keropos ini dapat terjadi dibeberapa tempat, salah satunya adalah di tumpuan. Untuk itu akan diteliti, bagaimana pengaruh keropos pada tumpuan balok beton ini terhadap kuat lenturnya. Dan apakah grouting dapat menyelesaikan masalahnya (dapat kembali kuat lenturnya seperti balok beton yang tidak keropos) IDENTIFIKASI MASALAH PERUMUSAN MASALAH
2|K o n s t r u k s i a
DAN
Pelaksanaan pengecoran beton pada struktur balok, merupakan pekerjaan yang mudah tetapi perlu kecepatan, ketepatan, ketelitian dan kehati-hatian. Hal ini disebabkan oleh waktu setting atau kekerasan beton yang relative cepat. Waktu yang singkat inilah yang banyak menyebabkan kekeroposan beton akibat pengecoran. Keropos pada beton, merupakan perlemahan struktur yang dalam hal ini dapat mengurangi kekakuan / kekuatan beton itu sendiri, sehingga akan mempengaruhi kuat lenturnya. Cara-cara umum yang dilakukan untuk mengisi rongga-rongga pada beton yang keropos adalah dengan grouting. Namun apakah grouting ini dapat mengembalikan fungsi beton itu sendiri jika dibandingkan dengan beton tanpa keropos? Dengan demikian terdapat beberapa hal yang perlu siteliti, yaitu sebagai berikut: Berapa besar kuat lenturnya, jika pada beton tidak terjadi keropos, beton keropos pada tumpuan, dan beton keropos setelah di grouting? BATASAN MASALAH 1. Mutu beton K225 (Fc 19,3 Mpa). 2. Semen yang digunakan adalah semen portland biasa type l merk Semen Gresik. 3. Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah (split) dengan diameter maksimum 20 mm ex Rumpin. 4. Agregat halus berupa pasir alam ex Bangka yang menembus ayakan 4,8 mm. 5. Air yang digunakan berasal dari PDAM.. 6. Benda uji berbentuk balok dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 60 cm sebanyak 12 buah.
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
7. Semen grouting yang digunakan adalah merk Sika Grout 215. 8. Semen grouting digunakan merk Sika Cim. 9. Besaran keropos yang direncanakan 5% dari volume balok beton. 10. Umur pengujian uji kuat lentur beton adalah 28 hari. 11. Metode pengujian kuat lentur menggunakan SNI 03-4431-1997 dengan nama Metode Pengujian Kuat Lentur Dengan Dua Tititk Pembebanan. 12. Grouting dilaksanakan setelah bekisting dibuka. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengaruh keropos diposisi tumpuan balok terhadap kuat lentur. 2. Untuk meng-evaluasi kuat lentur balok yang keropos maupun yang sudah digrouting. HIPOTESIS 1. Kuat lentur balok yang mengalami keropos diperkirakan lebih rendah 5 % apabila dibandingkan dengan Kuat lentur pada balok yang tidak mengalami keropos (kondisi normal). 2. Kuat lentur balok yang di grouting diperkirakan lebih tinggi 2% apabila dibandingkan dengan Kuat lentur pada balok yang tidak mengalami keropos (kondisi normal). 3. Kuat lentur balok yang mengalami keropos diperkirakan lebih rendah 3 % apabila dibandingkan dengan Kuat Lentur pada balok yang sudah mengalami perbaikan grouting. LANDASAN TEORI Beton
Beton adalah campuran semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat. Beton dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar (batu pecah atau kerikil), udara dan kadang-kadang campuran tambahan lainnya. Campuran yang masih plastis ini dicor kedalam acuan dan dirawat untuk mempercepat reaksi hidrasi, yang menyebabkan pengerasan beton.Bahan yang terbentuk ini mempunyai kekuatan tekan yang tinggi dan ketahanan tarik yang rendah , atau kira-kira kekuatan tariknya 0,1 kali kekuatan terhadap tekan. MATERIAL PENYUSUN BETON Semen Semen mengandung unsur silikat (silicates) dan kapur (lime). Semen ini bila dicampur dengan air (hydration) akan membentuk massa yang mengeras. Beton yang dibuat dengan semen portland umumnya membutuhkan waktu 14 hari untuk mencapai kekuatan yang cukup, agar acuan dapat dibongkar dan agar bebanbeban mati dalam kontruksi dapat dipikul. Kekuatan dari beton yang optimum dicapai dalam waktu minimal 28 hari . Bahan baku pembentuk semen adalah: 1. Kapur (CaO) – dari batu kapur. 2. Silika (SiO₄) – dari lempung. 3. Alumina (Al₂O₃) – dari lempung. Agregat Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam menentukan kekuatan / kekerasan beton.. Pada beton biasanya terdapat sekitar 60% sampai 80% volume agregat. Agregat ini bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa 3|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada diantara agregat yang berukuran besar. Dua jenis agregat adalah: 1. Agregat kasar (kerikil, batu pecah, atau pecahan-pecahan dari blast furnace), Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butiran tertinggal di atas ayakan dengan lubang berdiameter 4,8 mm, tetapi lolos ayakan dengan lubang berdiameter 40mm. 2. Agregat halus (pasir alami dan buatan).⁽⁸⁾ Agregat halus adalah agregat yang butirannya menembus ayakan dengan lubang berdiameter 4,8 mm.
Sedang pada saat keras, beton memiliki kekuatan yang cukup untuk menerima beban. Sifat beton segar yang baik sangat mempengaruhi kemudahan pengerjaan sehingga menghasilkan beton dengan berkualitas baik.
Karena agregat biasanya menempati sekitar 75% dari total beton, maka sifatsifat agregat ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku dari beton yang sudah mengeras. Sifat agregat bukan hanya mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga mempengaruhi ketahanan (durbility) dari beton. Air Air yang bersih dan tidak mengandung minyak, asam, alkali, garam, zat organik atau bahan lain yang dapat merusak beton atau tulangan. Dalam hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum.
Lentur Pada Balok Beton. Beban beban yang bekerja pada struktur ,baik yang berupa grafitasi, maupun bebanbeban lain ,seperti beban angin, beban karena susut dan beban karena perubahan temperatur ,menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya atau bertambahnya retak lentur disepanjang bentang balok. Bila bebannya semakin bertambah, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya mencapai kapasitas elemen. Taraf pembebanan demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur. Karena itulah perencana harus mendesain penampang balok sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak yang berlebihan pada saat beban bekerja, dan masih mempunyai keamanan yang cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan beban dan tegangan tanpa mengalami keruntuhan.
Sifat-Sifat Beton Sifat-sifat beton perlu diketahui untuk mendapatkan mutu beton yang diharapkan sesuai tuntutan konstruksi dan umur bangunan yang bersangkutan. Pada saat segar atau sesaat setelah dicetak, beton bersifat plastis dan mudah dibentuk.
Jika suatu balok terbuat dari material yang elastis linier, isotropis, dan homogen, maka tegangan lentur maksimumnya dapat diperoleh dengan rumus lentur balok, yaitu f=Mc/I. Pada keadaan beban batas, balok beton bertulang bukanlah material yang homogen, juga tidak elastis sehingga rumus
4|K o n s t r u k s i a
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
lentur balok tersebut tidak dapat digunakan untuk menghitung tegangannya. Untuk memperhitungkan kemampuan dan kapasitas dukung komponen struktur beton terlentur (balok plat,dinding dan sebagainya), sifat utama bahwa bahan beton kurang mampu menahan tegangan tarik akan menjadi dasar pertimbangan. Pada saat beton struktur bekerja menahan beban – beban yang dipikulnya, salah satu tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik akibat lenturan pada serat tepi bawah Pada balok dengan tumpuan sederhana. Hampir semua balok yang langsing mengalami tegangan akibat lentur. Kekuatan lentur merupakan kekuatan beton dalam menahan lentur yang umumnya terjadi pada balok struktur. Kuat lentur dapat diteliti dengan membebani balok pada tengah-tengah bentang atau pada tiap sepertiga bentang dengan beban titik. Beban ditingkatkan sampai kondisi balok mengalami keruntuhan lentur, dimana retak utama yang terjadi terletak pada sekitar tengah-tengah bentang. Besarnya momen akibat gaya pada saat runtuh ini merupakan kekuatan maksimal balok beton dalam menahan lentur. Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, sampai benda uji patah. Satuan dinyatakan dalam gaya per satuan luas (MPa) Rumus-rumus perhitungan yang digunakan dalam metode pengujian kuat lentur beton adalah sebagai berikut: 1. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) di
bagian tarik dari beton, maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan :
2. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) di bagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan :
Dimana : σ= Kuat Lentur benda uji (MPa) P = Beban yang menyebabkan terbelahnya balok L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm) b = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm) d = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm) a= Jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang (m).
Gambar 1. Uji Lentur dengan Dua Titik Pembebanan
5|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
d. Bahan pembentuk gas (gas forming agent).
Gambar 2 Garis-garis perletakan dan pembebanan Grout Grout adalah slurry semen yang diinjeksikan ke dalam retak–retak, pipapipa, dan lubang lubang lainnya. Atau disamping bangunan beton sebagai pelindung yang tidak tembus air. Dapat dipakai pasir bila volumenya besar. Admixture mineral, seperti abu terbang dan bentonite, sering dipakai untuk menambah kecairan. Admixture kimiawi ditambahkan untuk mengurangi kadar air, menambah daya lekat dan mengendalikan waktu pengikatan. Admixture juga bisa ditambahkan untuk melawan susut. Penerapan grout yang penting misalnya pada metode prepacke agregat. Bahan – Bahan Campuran Yang termasuk bahan campuran yang lain adalah a. Bahan pengikat (bonding admixture). b. Bahan pengisi (grouting admixture). c. Bahan untuk mempercepat pengikatan (quick setting admixture). 6|K o n s t r u k s i a
Bonding Admixture Umumnya emulsi air dan material organik seperti karet, polyvinyl klorida, polyvinyl acetat, acrylics, dan dan butadiene-styrene copolymer. Mereka ditambahkan kedalam campuran semen atau dikuaskan pada permukaan beton lama untuk menambah kekuatan lekatan antara beton lama dan baru. Umumnya ditambahkan dalam proporsi 5 -20 % berat semen, jumlah tergantung kondisi dilapangan dan jenis bahannya. Dapat menyebabkan beberapa pertambahan kandungan udara. 1. Jenis non - reemulsifiable adalah tahan terhadap air, lebih cocok untuk penerapan eksterior, dan dipakai di mana ada kelengasan. Hasil optimum hanya sebaik permukaan yang dilapisi. Permukaan harus bersih, kering, baik (sound), bebas dari kotoran, debu, cat dan oli. 2. Kegunaan dari bonding admixture adalah untuk meningkatkan daya lekat pasta semen, mortar dan beton. Komposisi : Polyvinyl acetate (PVA) Styrene butadine (SDR) atau acrylic. Grouting Admixture Digunakan untuk mencegah terjadinya susut dan menunda set. Karenanya digunakan untuk menstabilkan fondasi, mengisi retak dan sambungan. Menyemen sumur minyak, megisi lubang (cores) dan tembok bata, grout pada tendon dan bautbaut angker dan prepalaced-agregate, menutup lubang-lubang angker pada fondasi, memperbaiki retak-retak dan
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
keropos, mengisi tendon baja pada beton pratekan. Grouting admixture tidak dapat susut dan mempunyai kekuatan yang tinggi. Bentuknya encer sehingga mudah di injeksikan kedalam beton. Tidak mengandung klorida sehingga dapat dipakai pada beton bertulang, dan tidak menimbulkan korosi pada baja tulangan. Hanya saja harganya jauh lebih mahal dari pada semen portland biasa (10 kali lipat). Komposisi : a. Material seperti gel, clays, pregelatine starch, methyl cellulose yang berfungsi untuk mencegah kecepatan hilangnya air dan grouting admixtures. b. Betonite clays : berfungsi untuk mengurangi slurry density. c. Material seperti barite dan iron filings yang berfungsi meningkatkan berat jenis. d. Natural gums ditambahkan untuk mencegah susut dari grouting tersebut. Pekerjaan grouting yang sangat cocok untuk daerah perbaikan yang sulit. Jenis kerusakan ini timbul karena pengerjaan beton yang kurang baik, agregat terlalu kasar, kurangnya butiran halus yang termasuk semen, faktor air semen tidak tepat, pemadatan yang tidak sempurna karena rapatnya tulangan, pasta semen keluar dari cetakan yang tidak rapat dan lain-lainnya. Kerusakan semacam ini biasanya disebabkan oleh cetakan (bekisting) yang tidak rapi atau rapat. Hal ini menyebabkan pasta semen mengalir keluar, yang mengakibatkan beton keropos. Dengan menginjeksi bahan grouting yang relatif cair ke dalam cetakan, ikatan antara tulangan dan beton kembali seperti
semula dan betonpun dianggap masif. Tekanan injeksi beton untuk perbaikan retakan dan grouting untuk perbaikan dimensi beton . Pengujian Hipotesis Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan/asumsi sebagai suatu hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data hasil observasi.⁽¹³⁾ Distribusi t Distribusi t selain digunakan untuk menguji suatu hipotesis juga untuk membuat pendugaan (interval estimate). Biasanya, distribusi t digunakan untuk menguji hipotesis mengenai nilai parameter, paling banyak 2 populasi (lebih dari 2, harus digunakan F), dan dari sample yang kecil (small sample size), misalnya n < 100, bahkan seringkali n ≤ 30. Untuk n yang cukup besar ( n ≥ 100, atau mungkin cukup n >30) dapat digunakan distribusi normal, maksudnya tabel normal dapat digunakan sebagai pengganti tabel t. HASIL PENELITIAN Pengujian Berat Jenis SSD Agregat Kasar (Kerikil) Dari hasil pemeriksaan berat isi agregat kasar yang dilakukan didapatkan nilai berat jenis agregat kasar. Nilai BJ agregat kasar tersebut adalah 2,635.
7|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Pengujian Berat Jenis SSD Agregat Halus (Pasir) Dari hasil pemeriksaan berat isi agregat halus yang dilakukan didapatkan nilai berat jenis agregat halus. Nilai BJ agregat halus tersebut adalah 2,51 Hasil pengujian kuat tekan yang telah di konversi ke 28 hari dengan factor pembagi 0,65; Nilai rata – rata hasil kuat tekan adalah 25,295 N/mm2 Pengujian Benda Uji Setelah umur 28 hari benda uji diangkat dari bak perendaman dan didiamkan
selama 24 jam untuk selanjutnya dilaksanakan pengujian kuat lentur . Hasil pengujian Kuat Lentur Pengujian kuat Lentur yang akan dilaksanakan: a. Kuat Lentur untuk benda uji dalam kondisi Normal b. Kuat Lentur untuk benda uji dalam kondisi Keropos c. Kuat Lentur untuk benda uji dalam kondisi keropos sudah perbaikan dengan menggunakan sika grout.
Hasil Tes Kuat lentur Benda Uji Kondisi Normal Benda uji A1 A2 A3 A4
Tgl pembuatan
Tgl pengetesan
20/11/2012 20/11/2012 20/11/2012 20/11/2012
20/12/2012 20/12/2012 20/12/2012 20/12/2012
Kuat lentur beton normal dihitung dengan persamaan :
8|K o n s t r u k s i a
Hasil pengetesan 7 7,5 7 7.5
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
Hasil Tes Kuat Lentur Benda Uji kondisi Keropos Benda uji B1 B2 B3 B4
Tgl pembuatan 29/11/2012 29/11/2012 29/11/2012 29/11/2012
Tgl pengetesan 27/12/2012 27/12/2012 27/12/2012 27/12/2012
Hasil pengetesan 6 6 6 6,5
Hasil Tes Kuat Lentur Benda Uji kondisi perbaikan dengan grouting Benda Uji Tgl pembuatan Tgl Grouting Tgl pengetesan C1 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 C2 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 C3 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 C4 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 Sumber : Hasil Pengujian di Laboratorium Teknik Sipil UMJ
Hasil Test 7 6,5 6,5 6,5
ANALISIS DATA Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Normal NO
P (KN)
1 3.5 2 3.75 3 3.5 4 3.75 Rata-rata
L (mm)
b (mm)
d (mm)
σP (KN/mm2)
σP (MPa)
450 450 450 450
150 150 150 150
150 150 150 150
0.00047 0.00050 0.00047 0.00050
0.466667 0.500000 0.466667 0.500000 0.483
9|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Keropos NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) 1 3 450 150 150 2 3 450 150 150 3 3 450 150 150 Rata-rata
σP (KN/mm2) 0.00040 0.00040 0.00040
σP (MPa) 0.400 0.400 0.400 0.400
Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Perbaikan dengan Grouting NO
P (KN)
2 3.25 3 3.25 4 3.25 Rata-rata
L (mm)
b (mm)
d (mm)
σP (KN/mm2)
σP (MPa)
450 450 450
150 150 150
150 150 150
0.00043 0.00043 0.00043
0.433 0.433 0.433 0.433
Gambar Grafik perbandingan benda uji
Kondisi keropos = Kondisi grouting= Kondisi normal=
10 | K o n s t r u k s i a
0,400 0,483 0,433 0,483 0,483 0,483
X 100 = X 100 X 100 =
82,76% = 89,66% 100 %
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
KESIMPULAN Dari Hasil Penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kondisi Tegangan Lentur akibat terjadi Keropos Beton pada tumpuan mengalami penurunan 17,24 % terhadap Tegangan Lentur akibat beton kondisi Normal. 2. Kondisi Tegangan Lentur akibat beton Kondisi perbaikan dengan grouting mengalami penurunan 10,34 % terhadap Tegangan Lentur akibat beton kondisi Normal. 3. Kondisi Tegangan Lentur akibat beton Kondisi perbaikan dengan grouting mengalami peningkatan 6,9 % terhadap tegangan Lentur akibat beton kondisi Keropos. 4. Kondisi yang mengalami keropos dan sudah mengalami perbaikan dengan grouting tetap hasil tegangan lenturnya lebih rendah terhadap beton kondisi normal. . DAFTAR PUSTAKA (1) ASTM C 33-03, Standart specification for concrete agregat 2003. (2) BADAN STANDARISASI NASIONAL, SNI 03-4154-1996, Metode Pengujian Kuat Lentar Beton dengan Balok Uji Sederhana yang Dibebani Terpusat Langsung. (3) BADAN STANDARISASI NASIONAL, SNI 03 – 6821 2002, SPESIFIKASI AGREGAT RINGAN
BATU CETAK BETON PASANGAN DINDING. (3) CHU-KIA WANG, CHARLES G. SALMON, BINSAR HARIANDJA, DISAIN BETON BERTULANG, Jilid 2, edisi keempat, Penerbit Erlangga, th 1989 (4) CHU-KIA WANG, CHARLES G. SALMON, BINSAR HARIANDJA, DISAIN BETON BERTULANG, Penerbit Erlangga Jilid 1, edisi keempat, th 1993 (5) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, SNI 03-2834-2002, Tata cara pembuatan rencana beton normal. YAYASAN LPMB BANDUNG (6) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, SK-SNI T – 15 -1991-03, TATA CARA PERHITUNGAN STRUKTUR BETON UNTUK BANGUNAN GEDUNG. YAYASAN LPMB BANDUNG (7) DR Edward G.Nawy,P.E, BETON BERTULANG SUATU PENDEKATAN DASAR. Penerbit PT ERESCO BANDUNG, th 1990 (8) PBI 71, Peraturan Beton Bertulang Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum 1971. (9) Prof.DR. Sudjana M.A., M. Sc, METODA STATISTIKA, Edisi ke 6, Penerbit TARSITO BANDUNG, th 1996. (10) J. SUPRANTO , M A. STATISTIK TEORI DAN APLIKASI, Edisi kelima, jilid 2, Penerbit ERLANGGA, th 1992 Sika Product Catalogue, 3rd Edition @ 2012.
11 | K o n s t r u k s i a
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT DI JAMBI Tanjung Rahayu Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK : Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut Jambi dengan melakukan percobaan konsolidasi dan analisa data. Percobaan konsolidasi dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat uji oedometer digital dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metoda Mikasa-Wilson. Tahapan pembebanan pada percobaan konsolidasi dilakukan dengan rasio penambahan beban sebesar 1, dengan beban awal 0,05 kg/cm2 dan beban akhir 6,4 kg/cm2. Tiap tahapan beban diberikan selama 24 jam, kecuali untuk dua tahap beban di sekitar tekanan prakonsolidasi yaitu 0,4 kg/cm2 dan 0,8 kg/cm2, beban diberikan selama 7 x 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva pemampatan tanah gambut Jambi dengan metoda Mikasa-Wilson menunjukkan bahwa nilai parameter c membesar dengan meningkatnya beban di atas tekanan prakonsolidasi. Hasil analisis data dengan metoda Mikasa-Wilson, memberikan nilai regangan didapat di laboratorium untuk waktu percobaan 24 jam dan 7x24 jam.
Kata Kunci : tanah gambut, konsolidasi sekunder, Mikasa-Wilson
ABSTRACT: This study was conducted to study the behavior of secondary compression on peat soil consolidation Jambi to conduct experiments and data analysis. Consolidation experiments conducted in the laboratory using a digital oedometer test equipment and data analysis was performed by using the method of Mikasa-Wilson. Stages of loading on consolidation experiments carried out with the addition of load ratio of 1, with an initial load of 0.05 kg/cm2 and 6.4 kg/cm2 load end. Each phase of the load is given for 24 hours, except for a two-stage load around the preconsolidation pressure of 0.4 kg/cm2 and 0.8 kg/cm2, the burden administered for 7 x 24 hours. The results showed that the peat soil compression curves Jambi with Mikasa-Wilson method shows that the value of the parameter c enlarged with increasing load on the preconsolidation pressure. Results of data analysis methods Mikasa-Wilson, gave strain values obtained in the laboratory for 24 hours and the time trial 7x24 hours.
Keywords: peat, secondary consolidation, Mikasa-Wilson
LATAR BELAKANG Gambut yang lebih dikenal dengan nama peat, adalah campuran dari fragmenfragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Tanah gambut mempunyai sifat yang tidak menguntungkan bagi konstruksi bangunan sipil, sebab mempunyai kadar air yang tinggi, daya dukung rendah, dan
kemampatan tinggi. Oleh sebab itu, tanah gambut termasuk tanah yang kurang baik untuk suatu konstruksi bangunan sipil. Penelitian mengenai tanah gambut masih jarang dilakukan di Indonesia sehingga pengetahuan tentang tanah gambut sangat terbatas. Keadaan seperti ini tidak boleh terjadi, sebab lahan gambut di Indonesia sangat luas. Lahan gambut terbesar 13 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
terdapat di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Irian Jaya. Perilaku tanah gambut, misalnya konsolidasi, berbeda dengan perilaku tanah lainnya. Dengan demikian, analisisanalisis pada tanah lain seperti lempung tidak dapat digunakan begitu saja pada tanah gambut. Pada tanah lempung, penurunan tanah tidak akan terjadi setelah konsolidasi sekunder selesai atau proses disipasi tekanan air pori selesai. Pada tanah gambut, penurunan masih dapat terjadi setelah disipasi tekanan air pori selesai karena adanya pemampatan pada butiran-butiran tanah. Untuk mendapatkan metoda yang benar dan tepat pada pelaksanaan konstruksi teknik sipil di atas tanah gambut, harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik dan perilaku tanah gambut. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dalam pelaksanaan rekayasa sipil pada tanah gambut. IDENTIFIKASI MASALAH 1) Bagaimana bentuk kurva pemampatan tanah gambut Jambi? 2) Metoda apa yang cocok untuk menganalisis pemampatan tanah gambut Jambi? TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut dengan melakukan analisis-analisis terhadap data-data yang diperoleh dari percobaan di laboratorium. Analisis dilakukan dengan menggunakan metoda Gibson-Lo dan metoda Mikasa-Wilson. Dari analisis-analisis tersebut akan diperoleh : 1) Bentuk kurva pemampatan tanah gambut Jambi? 2) Kurva hubungan antara penurunan waktu, angka pori – waktu, regangan – waktu, regangan – log waktu, dan kecepatan perubahan angka pori – waktu. 14 | K o n s t r u k s i a
3) Parameter-parameter model reologi a, b, , b1, 1, c, dan . 4) Metoda yang cocok untuk menganalisis pemampatan tanah gambut Jambi TINJAUAN PUSTAKA 1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari campuran fragmenfragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Menurut ASTM D2607-69, istilah gambut hanya berhubungan dengan bahan organik yang berasal dari proses geologi selain batubara, dibentuk dari tumbuhan yang telah mati, berada di dalam air, dan hampir tidak ada udara di dalamnya, terjadi di rawa-rawa, dan mempunyai kadar abu tidak lebih dari 25 % berat keringnya. Parameter-parameter tanah yang dapat memberi gambaran fisik dari tanah gambut adalah : a. Kadar air Tanah gambut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk menyerap dan menyimpan air. b. Angka pori Angka pori untuk tanah gambut sangat besar, yaitu berkisar 5 – 15. Bahkan pernah ada tanah gambut berserat yang mempunyai angka pori 25 (Hanrahan,1954). c. Berat jenis Berat jenis tanah gambut lebih besar dari 1. Menurut MacFarlene (1969), nilai berat jenis rata-rata adalah 1,5 atau 1,6. d. Berat volume Berat volume tanah gambuat sangat rendah. Untuk gambut yang mempunyai kandungan organik tinggi dan terendam air, berat volumenya kira-kira sama dengan berat volume air (MacFarlene, 1969). Hasil studi dari beberapa peneliti yang dirangkum oleh
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
e.
f.
g.
h.
MacFarlene menunjunkkan bahwa nilai berat volume tanah gambut berkisar antara 0,9 – 1,25 t/m3. Susut Apabila tanah gambut dikeringkan maka tanah tersebut akan menyusust dan menjadi keras. Menurut Colley (1950), penyusutan yang terjadi dapat mencapai 50 % dari volume awal. Tanah gambut yang telah mengalami penyusutan tidak akan mampu untuk menyerap air seperti pada kondisi awal. Volume air yang dapat diserap kembali hanya berkisar antara 33 – 55 % dari volume air semula (Feustel dan Byers,1930). Koefisien permeabilitas Nilai koefisien permeabilitas tanah gambut berkisar antara 10-6 – 10-3 cm/dt (Colley, 1950, dan Miyakawa, 1960). Untuk tanah gambut berserat (fibrous peat), koefisien permeabilitas arah horisontal lebih besar daripada arah vertikal. Keasaman (acidity) Air gambut (peaty water) yang pada umumnya bebas dari air laut mempunyai pH antara 4 – 7 (Lea, 1960). Tingkat keasaman tanah gambut berfluktuasi tergantung pada musim dan cuaca. Nilai pH tertinggi terjadi setelah hujan lebat yang diikuti dengan musim panas yang kering. Kadar abu dan kadar organik Kadar abu tanah gambut dapat ditentukan dengan cara memasukkan tanah gambut (yang telah dikeringkan pada temperatur 105oC) ke dalam oven pada temperatur 440oC (metoda C) atau temperatur 750oC (metoda D) sampai contoh tanah tanah menjadi abu (ASTM D 2974-87).
2. Konsolidasi dan Pemampatan Tanah Gambut Terzaghi (1943) menyatakan bahwa konsolidasi adalah proses
berkurangnya kadar air pada lapisan tanah jenuh tanpa penggantian tempat air oleh udara. Holtz dan Kovacs menyatakan jika tanah lempung menerima beban, karena permeabilitasnya yang kecil, maka pemampatannya ditentukan dari kecepatan keluarnya air dari pori-pori tanah. Proses ini dinamakan konsolidasi dengan respons teganganregangan-waktu. Proses berkurangnya volume dalam konsolidasi dapat disebabkan karena : a. deformasi partikel-partikel tanah (bending) b. perubahan jarak antar partikel c. keluarnya air dan udara dari poripori tanah Konsolidasi tanah dapat dibagi menjadi konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder, dimana konsolidasi sekunder terjadi setelah proses konsolidasi primer selesai. Pertambahan beban pada tanah, pertama kali akan diterima oleh air sehingga menimbulkan kenaikan tekanan air pori (excess pore pressure). Pada konsolidasi primer, tekanan air pori akan berkurang akibat keluarnya air dari pori-pori tanah, kemudian dilanjutkan dengan konsolidasi sekunder dengan tekanan air pori konstan. Pada tanah inorganik, konsolidasi primer merupakan komponen terbesar dari penurunan total (settlement), sedangkan pada tanah organik konsolidasi sekunder merupakan komponen terbesar. Pemampatan tanah gambut dapat diamati dengan melihat kurva regangan terhadap log waktu. Komponen-komponen pemampatan tanah gambut terdiri dari : a. regangan seketika (instantaneous strain, i) Terjadi dengan segera setelah beban diberikan karena tertekannya rongga udara. 15 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
b. Regangan primer (primary strain, p) Terjadi pada waktu yang relatif singkat sampai waktu tp dengan kecepatan pemampatan yang tinggi karena disipasi tekanan air pori. c. Regangan sekunder (secondary strain,s) Terjadi pada waktu yang relatif lama sampai waktu ts dengan kecepatan pemampatan yang lebih rendah akibat pemampatan butiran tanah. d. Regangan tersier (tertiery strain,t) Terjadi secara terus-menerus sampai seluruh proses pemampatan berakhir. Teori konsolidasi Terzaghi umumnya digunakan untuk memperkirakan pemampatan tanah, namun teori ini tidak dapat digunakan pada tanah gambut karena: a. Koefisien permeabilitas berkurang dengan cepat Pemampatan awal sangat cepat terjadi dan kofisien permeabiltas berkurang, sedangkan teori konsolidasi Terzaghi digunakan pada tanah yang mempunyai koefisien permeabilitas konstan. b. Daya mampat tinggi Pemampatan serat terjadi karena butiran tanah memampat, sedangkan pada teori konsolidasi Terzaghi butiran tanah tidak termampatkan.
konsolidasi primer dan mvs akibat konsolidasi sekunder.
dimana : = waktu dari awal pembebanan sampai berakhirnya konsolidasi primer = waktu sampai konsolidasi sekunder berhenti = koefisien perubahan volume akibat konsolidasi sekunder sampai suatu waktu t
Gambar 1. Koefisien perubahan volume Jika diasumsikan proses penurunan keseluruhan termasuk konsolidasi sekunder dianggap cv dan proses penurunan untuk konsolidasi primer cvp, hasilnya adalah:
3. Metoda Mikasa – Wilson Metoda Mikasa menganalisis perilaku pemampatan sekunder berdasarkan percobaan oedometer dan analisis untuk menentukan titik akhir rangkak (creep) menggunakan metoda Wilson. 3.1. Koefisien konsolidasi sekunder Koefisien perubahan volume mv diasumsikan terdiri dari mvp akibat 16 | K o n s t r u k s i a
dimana : = koefisien permeabilitas pada konsolidasi primer = koefisien permeabilitas dalam proses penurunan keseluruhan Karena sulit untuk memahami perubahan koefisien permeabilitas sejalan waktu secara numerik, diambil
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
ks untuk koefisien permeabilitas pada konsolidasi sekunder dan k untuk koefisien permeabilitas pada proses keseluruhan.
metoda Wilson,dkk. Besarnya perubahan angka pori di waktu tertentu pada tahap konsolidasi sekunder adalah : (27)
sehingga (28)
(34) Dianggap
adalah
koefisien
permeabilitas sebelum konsolidasi dimulai, adalah koefisien permeabilitas pada akhir konsolidasi, dan . Dengan mensubstitusi , akan diperoleh persamaan berikut :
dimana : c = nilai
saat t = 1 menit
= kemiringan garis lurus pada tahap konsolidasi sekunder dalam kurva
yang didapat dari percobaan konsolidasi (29) Pada kasus , nilai dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
3.1. Penentuan titik akhir konsolidasi sekunder Jika besarnya perubahan angka pori akibat konsolidasi primer dinyatakan dengan , akibat konsolidasi sekunder
, dan angka pori pada
tahap konsolidasi sekunder berakhir , maka rasio konsolidasi sekunder adalah
Penentuan titik akhir konsolidasi sekunder dapat dicari dari persamaan dengan mv dan cv yang lebih akurat, namun metoda ini tidak dapat digunakan untuk kasus . Dari substitusi persamaan diperoleh persamaan berikut :
akan (30) (31)
Substitusi persamaan, maka : (32)
Jika nilai dapat ditentukan, maka titik akhir konsolidasi sekunder dapat diketahui. Nilai dapat ditentukan tanpa menunggu sampai konsolidasi sekunder selesai pada percobaan konsolidasi dengan menggunakan
Dengan demikian, koefisien perubahan (33) volume dan koefisien konsolidasi yang meliputi konsolidasi sekunder dapat dinyatakan sebagai berikut :
17 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
dimana : = pertambahan tegangan aksial efektif dan pada persamaan (39), diasumsikan
METODE PENELITIAN Benda Uji Benda uji untuk percobaan konsolidasi ini diambil dari Jambi. Contoh gambut yang digunakan adalah contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample). Contoh tanah diambil pada kedalaman 1 m dengan tabung berdiameter 7 cm dan panjang 60 cm. Tanah gambut yang telah masuk ke dalam tabung dilapisi oleh aluminium foil dan lilin agar tidak merubah kondisi asli. Benda uji yang masih berada di dalam tabung dikeluarkan dengan alat pendorong vertikal secara perlahan-lahan dan langsung dimasukkan ke dalam cincin percobaan. Benda uji yang digunakan dalam percobaan berdiameter 6 cm dan tinggi 2 cm. Prosedur penelitian di laboratorium Kegiatan percobaan dilakukan di Balai Geoteknik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Ujungberung, Bandung. Jenis kegiatan yang dilaksanakan adalah : 1. Percobaan berat jenis berdasarkan ASTM D 854 2. Percobaan kadar air berdasarkan ASTM D 2974 3. Percobaan konsolidasi dengan oedometer berdasarkan ASTM D 2435 : a) Test 1 Memberikan beban secara bertahap dengan waktu pembebanan 24 jam untuk beban : 18 | K o n s t r u k s i a
0,05kg/cm2;0,1 kg/cm2;0,2 kg/cm2; 0,4 kg/cm2 ;0,8 kg/cm2;1,6 kg/cm2 ; 3,2 kg/cm2;6,4 kg/cm2 ; Jumlah benda uji adalah 1 buah. b) Test 2 Memberikan beban secara bertahap dengan : - waktu pembebanan 24 jam untuk beban 0,05kg/cm2;0,1kg/cm2;0,2kg/cm2; 1,6 kg/cm2;3,2 kg/cm2;6,4 kg/cm2 - waktu pembebanan 24 jam untuk beban 0,4 kg/cm2 dan 0,8 kg/cm2; Jumlah benda uji adalah 1 buah. Peralatan percobaan konsolidasi Peralatan yang digunakan untuk melakukan percobaan konsolidasi tanah gambut adalah oedometer yang disambungkan dengan amplifier dan seperangkat komputer. Dengan adanya amplifier dan komputer tersebut, maka pembacaan penurunan akan lebih baik dan dapat direkam secara otomatis oleh komputer. Sistem ini terdiri dari : 1. Perangkat keras a) mesin percobaan : alat konsolidasi yaitu oedometer pembebanan b) alat pengukur : amplifier pengukur linier c) komputer : komputer dan layar monitor untuk pengukuran dan pemrosesan data
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
Amplifier konsolidasi Pengukur linier
Counter
komput er
interface display
Pengukuran Data
Data Input Manual untuk Dokumen
File Pengukuran Data
File Dokumen untuk Laporan Hasil
Gambar 2. Skema perangkat keras
Output
Layar monitor komputer
Gambar 5. Skema aliran data
Komputer
Pengukur linier
plotte r amplifier
oedomete r
Gambar 3. Skema amplifier pada percobaan konsolidasi
.
Amplifier pada percobaan konsolidasi terdiri dari : a) penghitung (counter), berfungsi untuk menghitung jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor b) layar LCD (LCD display), berfungsi untuk menunjukkan besarnya deformasi c) interface, berfungsi untuk mengubah jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor menjadi suatu besaran yang dapat direkam oleh komputer CH 1
1.15
CH 2
0.23
CH 3
0.55
CH 4
0.05
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Sifat fisik yang dimiliki oleh tanah gambut Jambi adalah : 1) 2) 3) 4)
kadar air : 271,9 % berat volume: 1,08 t/m3 berat jenis : 1,67 angka pori : 4,7571
Hasil percobaan konsolidasi dengan metoda Mikasa-Wilson Kurva yang diperlukan untuk menganalisis data dengan metoda Mikasa-Wilson adalah kurva . Dari kurva tersebut akan diperoleh nilai yaitu besarnya kemiringan garis pemampatan sekunder.
Gambar 4. Contoh layar LCD 2.
Perangkat lunak a) pengukuran b) pemrosesan data c) perekaman dalam disket 19 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Gambar 5. Kurva untuk tekanan 0,8 2 kg/cm (test 1)
Gambar 6. Kurva angka pori – waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2(test 1)
Gambar 7. Kurva untuk tekanan 0,4 2 kg/cm - 1 hari (test 2)
Gambar 8. Kurva angka pori – waktu untuk tekanan 0,4 kg/cm2– 1 hari (test 2) 20 | K o n s t r u k s i a
Gambar 7. Kurva untuk tekanan 0,4 2 kg/cm - 1 minggu (test 2)
Gambar 8. Kurva angka pori – waktu untuk tekanan 0,4 kg/cm2– 1 minggu (test 2)
Gambar 9. Kurva untuk tekanan 0,8 2 kg/cm - 1 hari (test 2)
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
Gambar 10. Kurva angka pori – waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2– 1 hari (test 2)
Gambar 12. Kurva angka pori – waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2– 1 minggu (test 2)
Gambar 11. Kurva untuk tekanan 0,8 kg/cm2- 1 minggu (test 2) Tabel 1. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah gambut Jambi (test 1) Tekanan (kg/cm2)
c
0,05
0,0192
-
1,2859
0,1
0,01422
-
1,1867
0,2
0,0237
-
1,2001
0,4
0,03555
-
1,2148
0,8
0,06635
-
1,2892
1,6
0,0746
-
1,2789
21 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Tabel 2. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah gambut Jambi (test 2) Tekanan (kg/cm2)
c
0,05
0,04836
-
1,2937
0,1
0,00920
-
0,954
0,2
0,02648
-
1,1186
0,4
0,00691
-
0,8005
0,8
0,03109
-
1,0322
1,6
0,04260
-
1,0966
3,2
0,05757
-
1,1409
7,4
0,07139
-
1,1718
Tabel 3. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah Gambut Jambi (test 2) dengan masa pembebanan bervariasi Tekanan (kg/cm2)
Parameter
Waktu
Mikasa-Wilson
1 hari
3 hari
7 hari
c
0,00691
0,00691
0,00691
-
c
0,03109
-
0,4
0,8
22 | K o n s t r u k s i a
0,8005
1,0322
-
0,8181
0,03109 -
1,0322
0,8368 0,03109 -1,0322
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
Pembahasan Metoda Mikasa-Wilson
maka penurunan yang akan terjadi dalam waktu 1 tahun dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Analisis penurunan pada waktu 1 tahun (cm) Tekanan 0.05 0.1 0.2 0.4 (1 hari) 0.4 (3 hari) 0.4 (7 hari) 0.8 (1 hari) 0.8 (3 hari) 0.8 (7 hari) 1.6 3.2 6.4
Gambar 13. Kurva parameter c Parameter c adalah nilai kecepatan perubahan angka pori pada waktu 1 menit. Dari gambar 48 terlihat bahwa analisis data dengan metoda Mikasa-Wilson menunjukkan nilai parameter c bertambah besar sejalan dengan meningkatnya tekanan. Analisis regangan Untuk tanah gambut Jambi, persentase pertambahan regangan pada waktu 1 tahun relatif kecil karena nilai yang sangat kecil (mendekati nol) seperti ditunjukkan oleh grafik untuk = 0. Penjelasan mengenai masalah ini telah dikemukakan oleh B. Juszkiewicz – Bednarczyk dan M. Werno (1981).
KESIMPULAN 1.
2.
3.
Gambar 14. Grafik (B. Juszkiewicz – Bednarczyk dan M. Werno,1981). Untuk mendapat gambaran, apabila terdapat lapisan tanah gambut setebal 10 m
Metode Mikasa – Wilson Test 1 Test 2 21.2157 40.667 17.624 35.285 29.304 46.727 42.532 92.621 80.067 69 66.059 94.263 94.263 94.263 110.94 140.232 160.395
4. 5.
Bentuk kurva regangan – waktu (skala log) yang diperoleh menyerupai kurva pemampatan tipe I dan II pada hasil studi yang telah dilakukan Lo (1961). Nilai parameter a pada metoda GibsonLo akan mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori sehingga aliran air pori dari makropori menjadi semakin sulit untuk keluar. Nilai parameter b pada metoda GibsonLo semakin mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori dan mikropori sehingga aliran air pori dari mikropori ke makropori semakin sulit. Nilai parameter 1/ pada metoda Gibson-Lo semakin besar dengan meningkatnya beban. Periode pembebanan mempengaruhi nilai parameter a, b, 1/. Dengan makin lamanya periode pembebanan maka nilai a, b, 1/ semakin besar. 23 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
6. 7.
8.
Nilai parameter c pada metoda MikasaWilson membesar pada tekanan 0,8 kg/cm2. Analisis regangan baik dengan metoda Gibson-Lo maupun metoda MikasaWilson memberikan nilai regangan yang hampir sama dengan nilai regangan yang diperoleh dari percobaan konsolidasi di laboratorium dengan alat oedometer untuk waktu pembebanan 24 jam dan 7x24 jam. Analisis regangan untuk waktu 1 tahun menunjukkan bahwa nilai regangan berdasarkan metoda Mikasa-Wilson sedikit lebih besar daripada metoda Gibson-Lo, sebab ada perbedaan waktu konsolidasi primer menurut kedua metoda tersebut.
9. 10. 11. 12.
13. 14.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3. 4. 5.
6.
7. 8.
Andersland, O.B. dan Al-Khafaji, A.W.N. (1980), Organic Material and Soil Compressibility, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol 106, no. GT7, pp. 749-758. ASTM, American Society for Testing & Material, Philadelpia, USA. Barden, L. (1968), Primary and Secondary Consolidation of Clay and Peat, Geotechnique, 18. Bednarczyk, J.B. dan Werno, M. (1981), Determination of Consolidation Parameters. Berre, T. & Iversen, K. (1972), Oedometer Tests with Different Speciment Heights on a Clay Exhibiting Large Secondary Compression, Geotechnique, vol. 22, no. 1. Berry, P.L. dan Vickers, B. (1975), Consolidation of Fibrous Peat, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol. 101, no. GT8, pp.741-753. Das, B.M, Advanced Soil Mechanics, International Student Edition, Singapore. Edil, T.B., Termaat, Ruud, dan Han, Evert den, Advances in Understanding
24 | K o n s t r u k s i a
15.
16. 17. 18.
19.
and Modelling the Mechanical Behavior of Peat, A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield. Edil, T.B., Soft Soil Engineering, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke-3. Holtz, R.D., dan Kovacs, W.D., An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice Hall Inc. Irsyam, M., Mekanisme dan Penanggulangan Tanah Mengembang, diktat kuliah Perilaku Tanah. Irsyam M., Studi Kasus Perbaikan Tanah pada Tanah Lunak dan Gambut, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke-3. Lambe, T.W., dan Whitman, R.V., Soil Mechanics, SI Version, John Wiley & Sons, Inc. Lo, K.Y. (1961), Secondary Compression of Clays, Journal of the Soil Mechanics and Foundation Division, vol. 87, No. SM 4, pp 61-87. Mac Farlane, I.C., Muskeg Engineering Handbook, National Research Council of Canada, University of Toronto, Canada. Pradoto, Suhardjito dan As’ad Munawir, Analisis dan Perilaku Pemampatan Gambut Palembang. Suklje, Lujo, Rheological Aspect of Soil Mechanics, Wiley-Interscience, John Wiley & Sons Ltd. Wahls, H.E. (1962), Analysis of Primary and Secondary Consolidation, Journal of the Soil Mechanics and Foundations Division, vol. 88, no. SM6, pp. 207-231. Yamanouchi, Toyotoshi dan Yasuhara, Kazuya, (March, 1975), Secondary Compression of Organic Soil, Soils and Foundations, vol. 15, no. 1, pp. 69-79
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG Abdul Muis Trijeti Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK : Bekisting merupakan suatu sarana pembantu untuk mencetak beton dengan ukuran, bentuk rupa ataupun posisi serta aligment yang dikehendaki. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan bekisting metode semi sistem dengan metode sistem pada balok dan plat lantai pekerjaan bangunan gedung di lantai 2 dan 3 terhadap biaya dan waktu. Analisa harga satuan mengacu pada SNI 2008 (Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan Pekerjaan Beton) dengan harga material , alat dan upah tahun 2012. Biaya antara pekerjaan bekisting metode sistem lebih mahal dibandingkan dengan bekisting metode semi sistem. Waktu pekerjaan bekisting metode sistem lebih cepat penyelesaiannya dibandingkan metode semi sistem. Jadi bekisting metode sistem dipakai atau dipilih apabila proyek konstruksi dituntut untuk lebih cepat dan perusahaan mendapatkan proyek yang sama / berulang-ulang. Kata Kunci : bekisting semi-sistem, bekisting sistem, analisa harga satuan ABSTRACT: Formwork is a concrete means of helpers to print to the size, shape or appearance and position of the desired alignment. Analysis is conducted to compare methods of semi formwork system with the method on a system of beams and slab building work on floors 2 and 3 of the cost and time. Analysis unit price refers to the ISO 2008 (Construction Cost Analysis of Building and Housing Concrete Work) at a price of materials, equipment and wages in 2012. Costs between jobs formwork system method is more expensive than the semi method formwork system. Time jobs formwork system faster method than the method of semi-completion system. So formwork system method used or selected if required for construction projects more quickly and the company gets the same project / repetitive. Keywords: semi-formwork system, formwork system, the unit price analysis
PENDAHULUAN Bangunan gedung bertingkat memiliki karakteristik yang spesifik khususnya dalam teknologi pelaksanaan seperti urutan pekerjaan, jenis pekerjaan, kegiatan pengangkutan vertikal, keselamatan kerja, keterbatasan lokasi dan air tanah. Metode pelaksanaan konstruksi yang terdiri dari pekerjaan persiapan, dewatering, struktur bawah, struktur atas dan finishing perlu
direncanakan sebelum pelaksanaan pekerjaan. Pelaksanaan struktur atas beton pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan berbagai metode : Cast inplace/cast insitu, komponen struktur dicor ditempatnya. Termasuk metode konvensional ; Campuran precast dan Cast inplace, digunakan dengan berbagai macam kombinasi antara balok, plat dan kolom ; Precast, komponen struktur dicor dipabrik 25 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
(plant), kemudian dibawa kelokasi proyek lalu dipasang. Formwork atau cetakan beton sering juga disebut bekisting merupakan suatu sarana pembantu untuk mencetak beton dengan ukuran, bentuk rupa ataupun posisi serta aligment yang dikehendaki. Bekisting terdiri dari beberapa bagian yang dirangkai menjadi suatu kesatuan konstruksi tertentu dengan system yang praktis. Artinya sesuai dengan sifatnya hanya merupakan struktur sementara yang mendudukung beratnya sendiri dan berat beton basah, konstruksi bekisting harus mudah dikerjakan dan mudah pula untuk dibongkar serta tidak mudah rusak sehingga dapat dipakai berulang kali. Hal yang perlu diperhitungkan adalah bekisting harus mampu menahan beban-beban yang ada. Bekisting semi sistem adalah bekisting yang bahan dasarnya disesuaikan dengan konstruksi beton, sehingga pengulangannya dapat dilakukan lebih banyak apabila konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi perubahan bentuk maupun ukuran. Adapun bekisting sistem adalah bekisting yang mengalami perkembangan lebih lanjut kesebuah bekisting universal yang dengan segala kemungkinannya dapat digunakan pada berbagai macam bangunan, penggunaan bekisting sistem bertujuan untuk penggunaan ulang pakai. LANDASAN TEORI Dalam menghitung anggaran biaya, perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Semua bahan untuk penyusunan anggaran biaya dikumpulkan dan diatur dengan rapih ; Gambar-gambar rencana/gambar bestek dan penjelasan atau keterangan yang tercantum dalam 26 | K o n s t r u k s i a
peraturan dan syarat-syarat ; Membuat catatan sebanyak mungkin yang penting, baik mengenai gambar.; Menentukan system yang tepat dan teratur yang akan dipakai dalam perhitungan. Penyusunan anggaran biaya dilaksanakan dengan cara pembuatan daftar-daftar sebagai berikut : Daftar Harga Bahan
Analisa Koefisien
Harga Satuan Pekerjaan
Daftar Upah Tenaga
Volume Pekerjaan
X
Harga Satuan Pekerjaan
=
Harga Pekerjaan
Waktu pelaksanaan proyek konstruksi merupakan salah satu elemen hasil perencanaan, yang dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek konstruksi dalam hal kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga kerja, peralatan, dan material serta rencana durasi proyek dan progress waktu untuk penyelesaian proyek konstruksi. Bekisting disebut juga acuan dan perancah. Acuan yaitu bagian dari konstruksi bekisting yang berfungsi untuk membuat cetakanX beton sesuai yang diinginkan. Suatu konstruksi acuan yang telah dibuat dan akan dipakai harus kuat untuk menahan beban yang masih basah dan liat. Konstruksi acuan sendiri terdiri dari papan cetakan dan pengaku cetakan. Dalam sebuah konstruksi acuan dibagi dalam 2 (dua) macam :Acuan tetap adalah acuan yang dipasang untuk tidak dibongkar lagi dan acuan tersebut tidak mengurangi kekuatan dan tidak berpengaruh buruk
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
pada konstruksi bangunan. Acuan tidak Tetap adalah acuan yang dipasang dan dapat dibongkar setelah beton cukup kuat untuk menahan bebannya sendiri. Contoh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan acuan sementara adalah papan kayu, kayu balok, plywood, panel-panel baja, fiberglass, dan lain-lain. Bekisting semi sistem Bekisting semi sistem adalah bekisting yang bahan dasarnya disesuaikan dengan konstruksi beton, sehingga pengulangannya dapat dilakukan lebih banyak apabila konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi perubahan bentuk maupun ukuran. Pertimbangan penggunaan bekisting semi sistem adalah pada konstruksi yang cukup tinggi pengulangan penggunaan bekisting pada suatu pekerjaan cetakan sistem ini terbuat dari material kayu lapis atau plat, sedangkan perancah penopangnya terbuat dari baja yang dipabrikasi. Bekisting semi sistem merupakan perkembangan dari bekisting konvesional, peningkatan kualitas dari bekisting konvesional menjadi bekisting semi sistem terletak pada penggunaan ulang bekisting itu sendiri. Material yang dibutuhkan untuk bekisting semi sistem adalah : Scaffolding (perancah)
,U-Head , Vertical support tube , Horizontal support tube , Jack base , Joint pin , Alat-alat pendukung Bekisting sistem Bekisting sistem atau disebut juga bekisting full system adalah bekisting yang mengalami perkembangan lebih lanjut kesebuah bekisting universal yang dengan segala kemungkinannya dapat digunakan pada berbagai macam bangunan, penggunaan bekisting sistem bertujuan untuk penggunaan ulang pakai. Pelaksanaan bekisting sistem lebih cepat dibandingkan dengan bekisting konvensional dan semi sistem karena komponen-komponen bekisting sistem sudah ada ukuran standarnya. Pembiayaan bekisting sistem pada awalnya dapat dikatakan mahal, tetapi dengan adanya pelaksanaan yang relatif singkat dan penggunaan berulang kali, maka penambahan biaya tidak terlalu mengikat. Alat bekisting balok : Hollow 50.50 , Double siku Tie rod T dan Wing nut , Suri Hollow , Batang horizontal, Jack base, Double wing Komponen bekisting plat lantai : Plywood phenolic 15 mm, Hollow 50.50, U-head, Batang horizontal , Batang vertical , Batang vertikal joint , Jack base.
27 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Rakapitulasi Material & Peralatan. Material
Peralatan Bekesting NO Bekisting metode Bekisting metode semis sistem semi sistem sistem & sistem Plywood phenolic 15 1 Kaso 5/7 Excavator mm 2 Plywood 9 mm Kaso 5/7 Theodolite 3 Plywood 12 mm Hollow 50.50 Waterpass 4 Kawat baja/bendrat Balok 6/12 Tower Crane Air 5 Minyak Bekisting Double siku compressor 6 Paku 5 cm - 12 cm Tie rod T 7 Scaffolding standart Suri Hollow 8 Balok 6/12 Double wing 9 Sekur horizontal Batang horizontal 10 Sekur vertikal Batang vertikal 11 Jack base Jack base 12 U-head 13 Sekur joint PEMBAHASAN Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting balok metode semi sistem dan metode system yang ditinjau pada bangunan gedung lt.2 dan lt.3. Perhitungan kuantitas bekisting balok metode sistem, lantai satu dan lantai dua sama atau tipikal. Metode perhitugan kuantitas bekisting balok :
28 | K o n s t r u k s i a
Tipe balok dalam mili meter (mm) , Ukuran balok dalam mili meter (mm) : Lebar x Tinggi , Lebar balok dalam meter (m) , Tinggi balok dalam meter (m) : Tinggi – Tebal pelat lantai , Panjang balok dalam meter (m), Jumlah balok, Kuantitas pengecoran dalam meter kubik (m³) , Luas dalam meter persegi (m²) :
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting balok metode semi sistem lt.2. N o
Beam Type
1 ..
G-1 ...
30
B-10
Measuremen t (mm) 350
150
×
×
600
600
Widt h (m) 0.35
High (m) (t1) (t2) 0.4 0.4 8 8
0.15
0.4 8
0.4 8
Lengt h (m)
Tota l
Wide
7.6
3
29.87
1.441
2
3.20 716.3 5
Perhitungan kuantitas bekisting balok metode semi sistem lt. 3. Widt Lengt h High (m) h N Beam Measureme Tota o Type nt (mm) l (t2 (m) (t1) (m) ) 3 0.4 3 G-1 350 × 600 0.35 0.48 8 7.6 3 6 7
B-32
350 × 600
0.35
0.48
0.4 8
19.874
1
Perhitungan kuantitas bekisting balok lt. 2 atau lt. 3 metode sistem. Beam Measurement Width High (m) Length No Total Type (mm) (m) (t1) (t2) (m) 1 B1 350 × 700 0.35 0.58 0.58 86.331 1 ... .... 21 BW2 250 × 400 0.25 0.28 0.28 9.845 1
(m2)
Wide (m2) 29.87
Informatio n Main Beam
Inform ation Main Beam
26.03 988.5 0
Wide (m2) 130.36
Information
7.97 1,015.25
Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem lt.2 dan lt.3. Luas dalam meter persegi (m²) :
29 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai lt. 2 metode semi sistem. Pelat Length Wide Dimension No lantaie Total Information (m) (m) (m²) Type Floor Pelat 1 S-1 2.83 x 0.12 3 8 47.56 lantaie 2 S-1 2.9 x 0.12 7.6 9 95.58 t = 120 mm .. .... 35 S-2 1.2 x 0.12 2.8 1 4.12 557.83 Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai lt. 3 metode semi sistem. Pelat Length Wide Dimension No lantaie Total Information (m) (m) (m²) Type Pelat lantai 7.6 36 S-1 2.95 x 0.12 18 192.06 Lantai 37 S-1 2.95 x 0.12 7.1 2 20.34 t = 120 mm .. .... 55 S-2 1.2 x 0.12 2.8 1 4.12 579.03 Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai metode sistem zone 1.
No 1 ..
Tipe plat S1 .. S4
Dimensi Luas Jumlah (mm) pekerjaan (buah) (m²) p l 5850 2625 5 76.78 800 3172 JUMLAH
1
2.54 373.82
Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai metode sistem zone 2.
No 1 ..
Tipe plat S1 .... S4
Dimensi (mm) p
l
Jumlah (buah)
2625
5850
5
1434
700 JUMLAH
1
Luas pekerjaan (m²) 76.78 1 617.6
Jadi jumlah kuantitas bekisting pelat lantai, lt.2 atau lt.3 metode sistem adalah 991,4 m². Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem lt.2 dan lt.3. 30 | K o n s t r u k s i a
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok metode semi sistem lt.2. Pekerjaan Balok Lantai 2 Kuantita Satua Harga / Upah Jumlah 1 m² Pekerjaan s n Bekisting Balok Pemasangan Bekisting Balok a. Bahan 1 Kaso 5/7 1.000 btg Rp 40,000.00 Rp 40,000.00 Paku, baut-baut, dan 2 0.400 kg Rp 10,000.00 Rp 4,000.00 kawat 3 Minyak Bekisting 0.200 ltr Rp 28,000.00 Rp 5,600.00 4 Balok 6/12 1.000 btg Rp 70,000.00 Rp 70,000.00 180,000.0 5 Plywood tebal 9 mm 0.350 Lbr Rp Rp 63,000.00 0 Scaffolding standart 1 150,000.0 150,000.0 6 1.000 unit Rp Rp set 0 0 b. Tenaga Kerja 1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00 2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00 3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00 4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00 Pembongkaran Bekisting Balok a. Tenaga Kerja 1 Mandor 0.0133 Oh Rp 80,000.00 Rp 1,064.00 2 Kepala Tukang 0.0399 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,793.00 3 Tukang 0.1997 Oh Rp 65,000.00 Rp 12,980.50 4 Pekerja 0.3993 Oh Rp 47,000.00 Rp 18,767.10 Alat 200,000.0 1 Tower Crane 4 Hr Rp Rp 1,572.65 0 Σ= Rp 427,197.2 Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok lt.3 metode semi sistem adalah : 426.977,9,- (beda di tower crane )
Ket
Rp.
31 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok metode sistem lt.2. Pekerjaan Balok Lantai 2 Kuantita Satua 1 m² Pekerjaan s n Bekisting Balok Pemasangan Bekisting Balok a. Bahan Plywood phenolic 15 1 0.35 m³ mm 2 Kaso 5/7 1 btg 3 Hollow 50.50 1 btg 4 Balok 6/12 1 btg 5 Double siku 1 set 6 Tie rod T 1 set 7 Suri Hollow 1 set 8 Double wing 1 set 9 Sekur horizontal 1 set 1 Sekur vertikal 1 set 0 1 Jack base 1 set 1 b. Tenaga Kerja 1 Mandor 0.033 Oh 2 Kepala Tukang 0.033 Oh 3 Tukang 0.330 Oh 4 Pekerja 0.660 Oh Pembongkaran Bekisting Balok a. Tenaga Kerja 1 Mandor 0.0133 Oh 2 Kepala Tukang 0.0399 Oh 3 Tukang 0.1997 Oh 4 Pekerja 0.3993 Oh Alat
Harga / Upah
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
370,000.0 0 40,000.00 84,000.00 70,000.00 26,000.00 25,000.00 30,000.00 30,000.00 54,500.00
Rp
Jumlah
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
129,500.0 0 40,000.00 84,000.00 70,000.00 26,000.00 25,000.00 30,000.00 30,000.00 54,500.00
25,000.00
Rp
25,000.00
Rp
25,000.00
Rp
25,000.00
Rp Rp Rp Rp
80,000.00 70,000.00 65,000.00 47,000.00
Rp Rp Rp Rp
2,640.00 2,310.00 21,450.00 31,020.00
Rp Rp Rp Rp
80,000.00 70,000.00 65,000.00 47,000.00
Rp Rp Rp Rp
1,064.00 2,793.00 12,980.50 18,767.10
Rp
Rp
Ket
200,000.0 Rp 21,999.04 0 Rp 654,023.6 Σ= Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok lt.3 metode sistem adalah : Rp. 683.523,6,(beda di sekur vertikal) 1
Tower Crane
3
Hr
Rp
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem lt.2.
32 | K o n s t r u k s i a
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
Pekerjaan Pelat Lantai Lantai 2 1 m² Pekerjaan Bekisting Pekerjaan Pelat Lantai Pemasangan Bekisting Plat a. Bahan 1 Kaso 5/7 Paku, baut-baut, dan 2 kawat 3 Minyak Bekisting 4 Balok 6/12 5 Plywood tebal 9 mm Scaffolding standart 6 1 set b Tenaga Kerja . 1 Mandor 2 Kepala Tukang 3 Tukang 4 Pekerja
a. 1 2 3 4 1
Kuantita s
Satua n
1.000
btg
Rp
40,000.00
Rp
40,000.00
0.400
kg
Rp
10,000.00
Rp
4,000.00
0.200 1.000 0.350
ltr btg Lbr
Rp Rp Rp
28,000.00 70,000.00 180,000.00
Rp Rp Rp
1.000
unit
Rp
150,000.00
Rp
5,600.00 70,000.00 63,000.00 150,000.0 0
0.033 0.033 0.330 0.660
Oh Oh Oh Oh
Rp Rp Rp Rp
80,000.00 70,000.00 65,000.00 47,000.00
Rp Rp Rp Rp
2,640.00 2,310.00 21,450.00 31,020.00
Oh Oh Oh Oh
Rp Rp Rp Rp
80,000.00 70,000.00 65,000.00 47,000.00
Rp Rp Rp Rp
1,064.00 2,793.00 12,980.50 18,767.10
Hr
Rp
Rp
1,711.63
Pembongkaran Bekisting Plat Tenaga Kerja Mandor 0.0133 Kepala Tukang 0.0399 Tukang 0.1997 Pekerja 0.3993 Alat Tower Crane
4
Harga / Upah
200,000,000.0 0 Σ=
Jumlah
Ket
Rp 427,336.2
Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting lantai, lt.3 metode semi sistem adalah : 425.270,6,- (beda di tower crane)
Rp.
33 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai metode sistem lt.2. Pekerjaan Pelat Lantai Lantai 2 Sat Kuantit ua Harga / Upah Jumlah 1 m² Pekerjaan as n Bekisting Pelat Lantai Pemasangan Bekisting Plat a. Bahan Plywood phenolic 15 1 0.040 m³ Rp 370,000.00 Rp 14,800.00 mm 2 Hollow 50.50 1 btg Rp 84,000.00 Rp 84,000.00 3 U-head 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00 4 Sekur horizontal 1 set Rp 54,500.00 Rp 54,500.00 5 Sekur vertikal 1 set Rp 54,500.00 Rp 54,500.00 6 Sekur joint 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00 7 Jack base 1 set Rp 25,000.00 25,000.00 b. Tenaga Kerja 1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00 2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00 3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00 4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00 Pembongkaran Bekisting Plat a Tenaga Kerja . 1 Mandor 0.0122 Oh Rp 75,000.00 Rp 915.00 2 Kepala Tukang 0.0366 Oh Rp 65,000.00 Rp 2,379.00 3 Tukang 0.1831 Oh Rp 60,000.00 Rp 10,986.00 4 Pekerja 0.3661 Oh Rp 45,000.00 Rp 16,474.50 Alat 200,000,00 1 Tower Crane 2 Hr Rp Rp 21,999.04 0.00 Σ= Rp 392,973.5
Ket
Jadi harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai, lt.3 metode sistem adalah : Rp. 392.973,5,Rencana anggaran biaya per-m2 pekerjaan bekisting metode semi sistem & sistem pada lt.2 dan lt.3.
34 | K o n s t r u k s i a
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
1
Work Description Balok Lantai 2
2
No
Unit
Unit Price
Unit Price
m²
Rp
427,197.25
Rp
654,023.638
Balok Lantai 3
m²
Rp
426,977.95
Rp
683,523.638
3
Plat Lantai 2
m²
Rp
427,336.23
Rp
392,973.538
4
Plat Lantai 3
m²
Rp
425,270.64
Rp
392,973.538
Σ=
Rp
1,706,782.06
Rp
2,123,494.353
Analisa waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting balok metode semi sistem (SS) dan metode sistem (s) lt.2 dan lt.3. SS lt.2 S lt. 2 SS lt.3 S lt. 3 Time Time Time Time NO. Description (menit) (menit) (menit) (menit) 1 Loading time Siapkan material dan peralatan. 285.3 238.3 305.3 245.4 2 Installing time Pemasangan landasan jack base 264.2 217.2 304.2 224.4 Pemasangan jack base 267.3 246.3 307.3 228.5 Pemasangan scaffolding 384.2 337.2 414.2 345.3 Pemasangan cross brace 271.3 224.3 301.3 232.5 Pengaturan scaffolding sesuai marking 298.7 258.7 338.7 258.9 Penguat/ di paku posisi kaki jack base 242.2 231.5 282.2 213.4 pada landasan Pasang pipe support 274.0 226.0 304.0 235.0 Pemasangan U-head 263.2 211.7 303.2 222.5 Pemasangan skur horizontal 266.4 255.8 306.4 266.7 Pemasangan skur diagonal 268.7 247.6 308.7 238.8 Pemasangan landasan untuk bekisting 264.0 223.0 304.0 225.0 balok Pemasangan cetakan / form work balok 440.3 390.1 480.3 400.3 Pengecekan elevasi dengan alat theodolite 277.4 216.3 317.4 237.5 3 Opening time Pelepasan cetakan / form work balok 256.2 201.1 306.2 212.3 Pelepasan landasan untuk bekisting balok 252.4 201.3 302.4 213.4 Pelepasan skur diagonal 262.4 211.3 212.4 224.5 Pelepasan skur horizontal 274.6 253.3 224.6 265.5 Pelepasan U-head 259.2 208.1 219.2 219.2 Pelepasan pipe support 262.6 251.1 282.6 262.5 Pelepasan cross brace 282.6 231.5 272.6 242.7 Pelepasan jack base 263.2 212.1 313.2 245.6 Pelepasan landasan jack base 259.4 208.3 309.4 259.5 35 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
4 -
Repairing and clearing Time Perbaikan Pembersihan Total (menit) Waktu yang dibutuhkan per-m2 (menit)
255.2 241.7 6936.7
205.1 201.6 5908.8
305.2 291.7 7616.7
217.2 213.7 6150.3
8.1
5.8
8.9
6.1
Analisa waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem lt.2 dan lt.3. SS lt.2 S lt. 2 SS lt.3 S lt. 3 Time Time Time Time NO. Description (menit) (menit) (menit) (menit) 1 Loading time Siapkan material dan peralatan. 175.3 223.1 225.3 231.1 2 Installing time Pemasangan landasan jack base 154.2 203.6 204.2 205.7 Pemasangan jack base 167.3 205.2 217.3 221.6 Pemasangan scaffolding 274.2 326.4 364.2 314.0 Pemasangan cross brace 161.3 214.6 251.3 227.4 Pengaturan scaffolding sesuai marking 188.7 235.8 238.7 235.1 Penguat/ di paku posisi kaki jack base 132.2 197.3 182.2 214.3 pada landasan Pasang pipe support 164.0 215.0 214.0 212.8 Pemasangan U-head 153.2 204.8 203.2 204.1 Pemasangan skur horizontal 156.4 246.7 206.4 273.8 Pemasangan skur diagonal 158.7 206.5 208.7 236.1 Pemasangan landasan untuk bekisting 154.0 208.0 204.0 208.2 balok Pemasangan cetakan / form work balok 330.3 386.4 280.3 381.5 Pengecekan elevasi dengan alat theodolite 167.4 203.5 117.4 204.1 3 Opening time Pelepasan cetakan / form work balok 146.2 196.5 196.2 251.6 Pelepasan landasan untuk bekisting balok 142.4 196.9 192.4 191.5 Pelepasan skur diagonal 152.4 205.4 102.4 201.6 Pelepasan skur horizontal 164.6 245.1 114.6 242.9 Pelepasan U-head 149.2 195.2 199.2 188.1 Pelepasan pipe support 152.6 247.8 9.6 231.7 Pelepasan cross brace 172.6 220.6 122.6 232.4 Pelepasan jack base 153.2 209.3 103.2 202.3 Pelepasan landasan jack base 149.4 196.2 99.4 198.2 4 Repairing and clearing Time Perbaikan 145.2 187.4 135.2 194.2 36 | K o n s t r u k s i a
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
-
Pembersihan Total (menit) Waktu yang dibutuhkan per-m2 (menit)
Analisa tenaga kerja pada pelaksanaan pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem lt.2 dan lt.3. Pada analisa tenaga kerja ini, untuk mendapatkan hasil tenaga kerja yang dibutuhkan, antara kuantitas bekisting semi sistem dijumlah dengan vkuantitas bekisting sistem lalu dirata-ratakan. Bekisting balok lt. 2 Kuantitas pekerjaan balok : Bekisting metode semi sistem = 716,35 m² ; Bekisting metode sistem = 1.015,25 m² Rata-rata kuantitas yang di butuhkan = ((716.35 + 1.015,25) / 2) = 865,80 m² Waktu effetif / hari : 8 jam Waktu yang di butuhkan : Bekisting metode semi sistem = 8.1 menit/m2; Bekisting metode sistem = 5.8 menit/m2 Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((8,1 + 5,8) / 2) = 6,9 menit/m2 x 865,80 m² = 6017,3 menit = 100,28 jam Produktivitas tenaga kerja pekerjaan bekisting balok = 0,77 m2/orang/jam Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting balok adalah : 865,80 : 0,77 : 100,28 = 11,2 ~ 12 orang Bekisting balok lt. 3 - Kuantitas pekerjaan balok : Bekisting metode semi sistem = 988,50 m² ; Bekisting metode sistem = 1.015,25 m²
131.7 4196.7
181.4 5558.7
101.7 4493.7
183.5 5687.8
7.4
5.6
7.9
5.7
- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan = ((988.50 + 1.015,25) / 2) = 1001,80 m² - Waktu effetif / hari : 8 jam - Waktu yang di butuhkan : Bekisting metode semi sistem = 8.9 menit/m2; Bekisting metode sistem = 6,1 menit/m2 - Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((8,9 + 6,1) / 2) = 7,5 menit/m2 x 1001,80 m² = 7513,5 menit = 125,2 jam - Produktivitas tenaga kerja pekerjaan bekisting balok = 0,77 m2/orang/jam - Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting balok adalah : 1001,80 : 0,77 : 125,2 = 10,39 ~ 11 orang Bekisting pelat lantai lt. 2 Kuantitas pekerjaan pelat lantai : Bekisting metode semi system = 557,83 m² ; Bekisting metode sistem = 991,4 m² Rata-rata kuantitas yang di butuhkan ((557,83 + 991,4) / 2) = 774,6 m² Waktu effektif / hari : 8 jam Waktu yang di butuhkan : Bekisting metode semi sistem = 7,4 menit/m2 ; Bekisting metode sistem = 5,6 menit/m2 Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((7,4 + 5,6) / 2) = 6,5 menit/m2 x 774,6 m² = 5034,9 menit = 83,9 jam Produktivitas tenaga kerja pekerjaan bekisting pelat lantai : 1,11 m2/orang/jam Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat
37 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
lantai adalah : 774,6 : 1,11: 83,9 = 8,3 ~ 9 orang pelat lantai lt. 3 Kuantitas pekerjaan pelat lantai : Bekisting metode semi system = 579,03 m² ; Bekisting metode sistem = 991,4 m² Rata-rata kuantitas yang di butuhkan : ((579,03 + 991,4) / 2) : 785,21 m² Waktu effektif / hari : 8 jam Waktu yang di butuhkan : Bekisting metode semi sistem = 7,9 menit/m2 ; Bekisting metode sistem = 5,7 menit/m2 Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((7,9 + 5,7) / 2) = 6,8 menit/m2 x 785,21 m² = 5339,4 menit = 88,9 jam Produktivitas tenaga kerja pekerjaan bekisting pelat lantai : 1,11 m2/orang/jam Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat lantai adalah : 785,21 : 1,11: 88,9 = 7,9 ~ 8 orang Kebutuhan tenaga kerja.
38 | K o n s t r u k s i a
KESIMPULAN Biaya antara pekerjaan bekisting metode sistem lebih mahal dibandingkan dengan bekisting metode semi sistem. Waktu pekerjaan bekisting metode sistem lebih cepat penyelesaiannya dibandingkan metode semi sistem. Jadi bekisting metode sistem dipakai atau dipilih apabila proyek konstruksi dituntut untuk lebih cepat dan perusahaan mendapatkan proyek yang sama / berulang-ulang. DAFTAR PUSTAKA 1. Husen, A. 2009. Manajemen Proyek Perencanaan, Penjadwalan, & Pengendalian Proyek, Yogyakarta : ANDI. 2. Ibrahim, B. 2007. Rencana dan Estimate Real of Cost, Jakarta : Bumi Aksara. 3. M. Novian, suryoreso. 1997. Efesiensi pekerjaan Acuan dan perancah pada Industri Konstruksi. Politeknik ITB: Bandung. 4. SNI. 2008. Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan Pekerjaan Beton, Bandung : BSN. 5. Soedrajat, A. 1984. Analisa Anggaran Biaya Pelaksanaan, Bandung : Nova. 6. Wigbout, F.Ing, 1992. Pedoman Tentang Bekisting (Kotak Cetak). Erlangga. Jakarta.
Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)
TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Rusmadi Suyuti Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi – BPPT e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di DKI Jakarta termasuk di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas adalah melalui aplikasi teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS).Tulisan ini memberikan potensi penerapan teknologi RTTIS di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dalam jangka pendek.Tujuan penerapan teknologi RTTIS adalah untuk mengoptimalkan volume lalu lintas pada suatu ruas jalan. Dengan mengetahui asal-tujuan perjalanan, maka pelaku perjelanan dapat memperoleh informasi rute terbaik yang dapat dilaluinya. Teknologi RTTIS memerlukan input berupa volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata secara real time yang dapat diperoleh dari sistem smart camera. Selanjutnya data diproses dan didiseminasikan kembali kepada pengguna jalan melalui berbagai perangkat, seperti variabel massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centre, in-car tv, internet. Pendekatan RTTIS dalam mengatasi kemacetan lalu lintas diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Jasa Margadalam meningkatkan pelayanan transportasi di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dan juga untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.Disamping itu manfaat yang diperoleh masyarakat adalah meningkatnya waktu tempuhuntuk mencapai tujuan perjalanan Implementasi RTTIStersebut juga harus dibarengi dengan upaya lain untuk mengatasi kemacetan lalu lintas seperti penerapan sistem angkutan umum massal, peningkatan kapasitas jaringan jalan tol serta kebijakan pendukung lainnya. Kata Kunci: intelligent transport system, pemodelan transportasi, matriks asal-tujuan, metode estimasi
ABSTRACT: Traffic congestion is now a major problem that occurred in Jakarta including the Urban Toll Road segment Jakarta. One effort to reduce the level of traffic congestion is through the application of technology Real Time Traffic Information System (RTTIS.) This paper provides a potential application of the technology in the segment RTTIS In Jakarta Toll Road pendek.Tujuan term technology implementation RTTIS is to optimize the traffic volume on a road segment. By knowing the origin-destination trip, then the offender perjelanan can obtain the best information that can be passed. RTTIS technology requires input in the form of traffic volume and average vehicle speed in real time which can be obtained from the smart camera system. Furthermore, the data is processed and disseminated back to road users through a variety of devices, such as variable massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centers, in-car tv, internet. RTTIS approach in addressing traffic congestion is expected to be utilized by the Service Margadalam improve transportation services in Jakarta Urban Toll Road and also to reduce the level of congestion lintas.Disamping it benefits society is the increased travel time tempuhuntuk achieve RTTIStersebut implementation must also be accompanied by another attempt to address traffic congestion as the application of mass transportation systems, increased network capacity highways and other supporting policies. Keywords: intelligent transport system, transport modeling, origin-destination matrix, estimation methods
39 | K o n s t r u k s i a
Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)
PENDAHULUAN Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia termasuk di DKI Jakarta. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada tahun 2010 besaran kerugian akibat kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta telah mencapai Rp. 45,2 trilyun per tahun.
mengatasi hal tersebut dalam jangka pendek.
Penyebab utama terjadinya kemacetan lalu lintas adalah karena tidak seimbangnya demand dan supply yaitu pertumbuhan jumlah kendaraan dengan kapasitas prasarana transportasi (jaringan jalan dan jaringan angkutan umum) yang ada. Sebagai contoh pertumbuhan panjang jalan di DKI Jakarta rata-rata sebesar 0,01% per tahun sedangkan pertumbuhan kendaraan bermotor mencapai 9,5% per tahun. Pertambahan kendaraan bermotor pada tahun 2012 adalah sebesar 1.117 per hari (terdiri dari 220 mobil dan 897 motor).
KONDISI LALU LINTAS TOL DALAM KOTA JAKARTA SAAT INI Jalan Tol Dalam Kota atau JakartaIntra Urban Tollways, mulai dioperasikan oleh Jasa Marga secara bertahap semenjak tahun 1987, melalui ruas CawangSemanggi. Jalan Tol ini dibangun seiring dengan pertumbuhan Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis, dimana mobilitas orang dan barang makin meningkat pula.
Selain di jalan arteri, kemacetan lalu lintas juga terjadi di ruas Jalan Tol dalam Kota Jakarta yang merupakan ruas jalan utama yang melewati pusat Kota Jakarta dan menghubungkan Kota Jakarta dengan kota-kota yang ada disekitarnya. Saat ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta serta khususnya di ruas Jalan Tol Dalam Kota, diantaranya melakukan: penambahan kapasitas, penambahan gerbang tol, law-enforcement maupun pemberlakuan contra-flow. Meskipun demikian, kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota masih cukup tinggi sehingga diperlukan upaya lain untuk
Tujuan tulisan ini adalah menyampaikan pendekatan teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS)sebagai salah satu solusi jangka pendek untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta.
Jalan Tol sepanjang ini menghubungkan wilayah Timur Jakarta yaitu Cawang hingga wilayah Barat Kota Jakarta hingga Pluit. Jalan Tol sepanjang 23,55 Km ini saat ini terintegrasi dengan 4 (empat ) jalan tol yang menuju ke berbagai wilayah yaitu, Jalan Tol Jagorawi, Jalan Tol JakartaCikampek, Jalan Tol Tangerang-Merak, Serta Jalan Tol Prof Dr. Ir. Sedyatmo. Sementara itu pada tahun 1996 saat selesainya pembangunan ruas GrogolPluit, Jalan tol ini menjadi sebuah lingkaran yang tak berujung bersama ruas Cawang-Tanjung Priuk-Pluit yang dioperasikan oleh PT Citra Marga Nushapala Persada. Dengan demikian jalan tol ini menjadi salah satu infrastruktur penting Nasional dan menjadi urat nadi trasportasi yang penting menghubungkan dari wilayah Tangerang menuju Cikampek 39 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
serta kota-kota lain di Pantai Utara Jawa (Pantura). 2. Saat ini Jalan tol Dalam Kota memiliki 3 x 2 jalur dan kerap dipadati oleh lalu lintas pada jam-jam tertentu khususnya pada saat jam sibuk pagi dan sore hari.
3. 4. Sumber: www.jasamarga.com Gambar 1. Volume Lalu Lintas Harian
5.
Jalan Tol Dalam Kota Jakarta 6. Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan jumlah volume transaksi tol di ruas Jalan Tol Dalam Kota selama 5 (lima) tahun terakhir.
PERMASALAHAN LALU LINTAS TOL DALAM KOTA JAKARTA SAAT INI Permasalahan lalu lintas yang utama terjadi pada ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta adalah tingginya kemacetan lalu lintas. Saat ini kemacetan lalu lintas tersebut tidak hanya terjadi pada saat jam sibuk pagi atau sore hari, tetapi hampir terjadi sepanjang hari. Beberapa penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota diantaranya adalah: 1. Volume lalu lintas yang tinggi dan tidak sebanding dengan kapasitas ruas jalan yang ada, sehingga menimbulkan 40 | K o n s t r u k s i a
7.
kemacetan lalu lintas (volume lalu lintas melebihi kapasitas ruas jalan. Antrian di off ramp jalan tol yang berdekatan dengan persimpangan sebidang (traffic light). Kemacetan lalu lintas yang terjadi di simpang sebidang menimbulkan antrian sampai dengan jalan tol, sehingga mengurangi kapasitas ruas jalan tol. Contohnya di lokasi off-ramp kuningan, semanggi khususnya pada saat jam sibuk pagi hari. Kendaraan berat yang berjalan lambat terutama di tanjakan dan interchange Terjadinya kecelakaan lalu lintas atau kendaraan mogok yang berakibat berkurangnya kapasitas jalan. Kapasitas jumlah lajur kurang (contohnya di Interchange Cawang dan Interchange Tomang) Perilaku pengemudi yang tidak tertib (menggunakan bahu jalan, memotong lajur lalu lintas, dll) Keberadaan kendaraan prioritas/pejabat yang memerlukan pengawalan VIP sehingga mengorbankan kendaraan lain
Permasalahan lalu lintas tersebut di atas berujung kepada timbulnya kemacetan lalu lintas. Untuk itu diperlukan solusi yang tepat dan mendasar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Solusi yang ditawarkan juga bukan berupa solusi instan yang hanya dapat mengatasi permasalahan secara sesaat dan hanya berlangsung sementara dan jangka pendek.
Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)
SOLUSI MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Solusi mengatasi kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dapat dilakukan pada jangka pendek dan jangka panjang. Rekomendasi penanganan lalu lintas yang diusulkan pada jangka pendek adalah berupa rekomendasi “dominimum”. Penanganan tersebut secara umum adalah berupa manajemen lalu lintas, pembenahan sistem marka dan penegakan hukum (law enforcement) dan penerapan teknologi baru. Rekomendasi penanganan lalu lintas yang diusulkan pada jangka pendek diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Percepatan waktu transaksi di gerbang tol. Hal tersebut sudah dilakukan saat ini diantaranya melalui: pelayanan transaksi mobile (petugas “jemput bola”), penggunaan gardu khusus kendaraan kecil, penggunaan e-toll card dan e-toll pass. Sistem E-toll card bertujuan mempercepat transaksi pembayaran di gardu tol dengan menggunakan sistem touch and go yang tanpa menggunakan bantuan petugas pengumpul tol.
Sumber: www.jasamarga.com Gambar 2.e-Toll card system di Jalan Tol
2. 3. 4.
5.
6.
7.
Pembatasan jam operasi kendaraan berat untuk melewati jalan tol Pemindahan lokasi gerbang tol Pemidahan lokasi off-ramp jalan tol yang berdekatan dengan lokasi persimpangan sebidang. Tujuannya adalah menghilangkan antrian di jalan tol pada saat terjadi kemacetan lalu lintas di persimpang sebidang. Penutupan gerbang tol masuk jalan tol pada saat tertentu. Pada saat lalu lintas di dalam jalan tol sudah sangat padat dan tidak bergerak, maka disarankan agar menutup gerbang tol sehingga tidak menambah kemacetan di jalan tol Pembuatan lokasi off-ramp dan onramp baru untuk meningkatkan akses keluar-masuk jalan tol Penutupan lokasi off-ramp dan onramp yang keberadaannya menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Sedangkan rekomendasi penanganan lalu lintas yang diusulkan untuk jangka panjang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pembangunan jalan layaing khusus busway/BRT sepanjang Jalan Tol Dalam Kota Jakarta, sehingga mengurangi volume angkutan umum yang berada di jalan tol 2. Peningkatan kapasitas simpang susun (interchange) 3. Penanganan fisik lain sesuai master plan transportasi Jakarta. Disamping usulan tersebut di atas, penulis mengusulkan penggunaan teknologi Real- Time Traffic Information System (RTTIS) untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. Prinsip dari penggunaan teknologi tersebut adalah 41 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
memberikan informasi kepada calon pengguna jalan tol, tentang kondisi lalu lintas jalan tol secara real time. Dengan adanya informasi tersebut, maka pengguna jalan dapat menentukan pilihan apakah akan menggunakan jalan tol atau jalan arteri untuk mencapai tujuan perjalanannya. Informasi tersebut dapat diakses secara mudah oleh pengguna jalan, baik melalui media internet, Variable Massage Sign (VMS), cellular phone, dll. Saat ini sebenarnya PT. Jasa sudah mulai menggunakan teknologi tersebut meskipun implementasinya belum optimal. Hal tersebut dikarenakan: a. Informasi yang disampaikan tidak real-time b. Informasi diberikan di dalam ruas jalan tol sehingga pengemudi tidak bisa menentukan pilihan dan beralih ke jalan arteri c. Informasi hanya diberikan melalui VMS dan tidak menggunakan media lain TEKNOLOGI “REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK SOLUSI MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TOL Teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS) memanfaatkan data volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata yang saat ini sudah ada untuk diolah menjadi suatu sistem informasi kondisi lalu lintas bagi pengguna jalan. Dengan sistem ini pengguna jalan akan dapat mengetahui rute mana yang terbaik untuk dilalui sepanjang perjalanannya. Proses diseminasi dapat dilakukan dalam bentuk Variable Message Sign (VMS), melalui mobile tv, telepon seluler 42 | K o n s t r u k s i a
maupun lewat call centre dan sms. Aplikasi ini disajikan dalam Website yang dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan (baik numerik maupun grafis) sehingga dapat langsung diakses dan digunakan oleh para pengguna melalui fasilitas internet. Tahapan dari proses untuk memperoleh data Real Time Traffic Information System tersebut adalah: 1. Data volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata diperoleh dari smart camera di ruas jalan tol. Untuk itu diperlukan penempatan beberapa smart camera di lokasi-lokasi tertentu sepanjang ruas tol Dalam Kota Jakarta. Smart Camera merupakan kamera khusus yang selain berfungsi sebagai CCTV, juga mempunyai kemampuan untuk menghitung volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata. Saat ini PT. Jasa Marga sudah menempatkan sejumlah CCTV sepenjang Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. CCTV tersebut dapat ditambahkan suatu alat sehingga dapat berfungsi sebagai smart camera yang dapat merekam jumlah volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata. 2. Data dari smart camera tersebut selanjutnya di transfer melalui internet ke pusat pengelolaan data lalu lintas (Traffic Management Data Centre). 3. Di dalam pusat pengelolaan data lalu lintas dilakukan suatu data processing untuk mengubah informasi data dari smart camera menjadi informasi volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata secara realtimepada setiap segmen ruas jalan.
Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)
4.
5.
Disamping itu juga dapat dilakukan suatu proses untuk membuat matriksasal-tujuan (O-D Matrices) secara realtime. Data tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk real-time database. Tahap selanjutnya adalah menampilkan output berupa data volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata di tiap segmen ruas jalan secara real-time. Output tersebut bisa berupa tulisan (text output) yang ditampilkan pada lokasi dimana Variable Message Sign (VMS) berada. Disamping itu, output juga bisa berupa tampilan gambar (peta) yang menunjukkan kodisi kemacetan lalu lintas di tiap ruas jalan tertentu. Proses output yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya, perlu didesiminasi melalui beberapa jenis perangkat (media). Untuk keperluan tersebut,juga dilakukan proses tranferring information data via internet. Media yang dapat digunakan untuk menampilkan data output berupa tulisan (text) ataupun gambar/grafik diantaranya adalah: Variable Message Sign (VMS), Cellular Phone, Internet, In-Car TV, Call Centre, SMS, dll.
Gambar 3.Teknologi Real Time Traffic Information System Gambar 4 ini menunjukkan kondisi kecepatan kendaraan rata-rata realtime di ruas jalan tol dalam kota Jakarta dan ruas-ruas jalan di sekitarnya yang ditampilkan dalam bentuk indikator titik warna yang dioverlay dengan peta. Titik merah menunjukkan kecepatan kendaraan rendah, orange menunjukkan kecepatan sedang dan hijau pada kecepatan tinggi.
Gambar 4. Kecepatan Kendaraan
Gambar 3 ini menunjukkan alur kegiatan untuk mendapatkan data Real Time Traffic Information System.
Rata-Rata di Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta 6.
Untuk kedepannya, sistem tersebut dapat digunakan untuk memberikan sistem informasi bagi pengguna jalan di seluruh jaringan jalan wilayah Jabodetabek dengan memberikan informasi rute terbaik secara real-
43 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
time baik menggunakan ruas jalan tol maupun jalan arteri. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi Real Time Traffic Information System merupakan solusi yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Tujuan teknologi tersebut adalah untuk mengoptimalkan penggunaan ruas jalan tol. Jika jalan tol sudah padat, maka pengguna jalan akan beralih ke jalan arteri, begitu pula sebaliknya. Pada suatu titik tertentu akan dicapai kondisi equilibrium dimana volume lalu lintas akan mencapai titik optimal. DAFTAR PUSTAKA 1. PT. Anugerah Kridapradana. (2012) Kondisi Lalu Lintas Pada Koridor Cawang – Pluit, Jakarta. 2. Suyuti, R. (2006) Estimasi Model Kebutuhan Transportasi Berdasarkan Informasi Data Arus Lalu Lintas Pada Kondisi Pemilihan Rute Keseimbangan. Disertasi Doktor Institut Teknologi Bandung (ITB). 3. Tamin, O.Z. (1988) The Estimation of Transport Demand Models From Traffic Counts. PhD Dissertation of the University of London, University College London. 4. Tamin, O.Z. and Willumsen, L.G. (1988) Transport Demand Model Estimation From Traffic Counts. Journal of Transportation, UK. 5. Tamin, O.Z., Sjafruddin, A. dan Hidayat, H (1999) Dynamic OriginDestination (O-D) Matrices Estimation From Real Traffic Count Information. 3rd EASTS Conference 44 | K o n s t r u k s i a
Proceeding, Taipei 15 – 17 September 1999, hosted by Chinese Institute of Transportation, Taipei. 6. Tamin, O.Z. (2000) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi 2, Penerbit ITB, Bandung. 7. Tamin, O.Z. etal (2001) Dynamic Origin-Destination (OD) Matrices Estimation From Real Time Traffic Count Information, Laporan Akhir, Graduate Team Research Grant, Batch IV, University Research for Graduate Education (URGE) project. 8. Tamin, O.Z. (2005) Pengembangan Sistem Informasi Arus Lalu Lintas Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Transportasi di Kota Bandung, Laporan Akhir Program Riset ITB. 9. Willumsen, L.G. (1981) An Entropy Maximising Model for Estimating Trip Matrices From Traffic Counts, PhD Thesis, Department of Civil Engineering, University of Leeds. 10. www.jasamarga.com
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG Yamin Susanto Structural Engineer Y. S. Chua Engineering, Jakarta Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Struktur, Universitas Tarumanagara, Jakarta. Email:
[email protected]
ABSTRAK: Makalah ini menyajikan sebuah metode sederhana untuk prediksi sifat kekakuan lentur dukungan sederhana balok dengan tulangan beton di bawah anggota pendek waktu pembukaan. The lentur kekakuan anggota struktural biasanya dianggap sebagai produk dari modulus elastisitas E, yang merupakan properti dari bahan dibuat, dan momen inersia I yang merupakan tergantung pada anggota bentuk fisik properti. Dalam banyak penelitian menunjukkan bahwa kekakuan lentur dari anggota beton bertulang dapat mendapatkan bentuk dua komponen di atas yang dihitung secara terpisah, dan metode ini telah diadopsi oleh ACI 318 dan SNI 03-2847 kode. Dalam metode ini telah dikembangkan dan disempurnakan untuk mencapai kedua kesederhanaan dalam penggunaan dan representasi perilaku aktual yang serealistis mungkin. Hasil dari metode ini adalah lebih konservatif daripada ACI 318 dan SNI 03-2847. Kata kunci: kekakuan lenturnya, pembebanan seketika, modulus elastisitas Dan momen inersia. ABSTRACT: This paper present a simple method to prediction of the flexural rigidity properties of simple support reinforced concrete member beams under short-time loading. The flexural rigidity of structural member is normally thought of as the product of the modulus of elasticity E, which is a property of a fabricated material, and the moment of inertia I which is a property dependent upon the physical shape member. In many research is shown that flexural rigidity of reinforced concrete member can be get form two components above which is calculated separately, and the method has been adopted by the ACI 318 and SNI 03-2847 code. In this method has been developed and refined to achieve both simplicity in use and a representations of actual behavior that is as realistic as possible. The result of this method is more conservative than the ACI 318 and SNI 03-2847. Keywords: bending stiffness, instantaneous loading, the modulus of elasticity and moment of inertia.
PENDAHULUAN Dalam perancangan setiap komponen struktur risiko keruntuhan/kegagalan yang disebabkan oleh ketidakpastian (uncertainties) dalam proses perancangan itu sendiri tidak dapat dihindari, betapapun kecilnya risiko tersebut. Hal ini disebabkan hamper semua perancangan struktur harus dilakukan tanpa informasi yang lengkap (sempurna), sehingga faktor risiko selalu terkait didalamnya. Model atau metoda
yang digunakan dlam perancangan komponen struktur biasanya berupa penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya. Terutama pada perencanaan komponen struktur beton bertulang yang sifat mekanika bahannya heterogen, anisotropic serta berprilaku nonlinear. Oleh sebab itu, diperlukan suatu modifikasi (pendekatan) dari prinsip-prinsip dasar mekanika bahan dalam melakukan analisis strutur tersebut.
45 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Dalam perancangan struktur maupun komponen struktur beton bertulang pada suatu bangunan terdapat beberapa limit state yang membatasinya, antara lain: pembatasan kekuatan (strength limit state) dan pembatasan kemampuan layan (serviceability limit state). Pada pembatasan kekuatan, struktur dirancang agar memiliki kekuatan yang cukup untuk mendukung beban aksi dari luar. Pada kondisi ini fokusnya hanya pada kemampuan struktur atau komponen struktu melawan gaya dari luar. Sering terjadi bahwa struktur tersebut sudah terlihat memadai untuk mendukung aksi dari gaya luar, tetapi belum tentu memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Keadaan ini terjadi karena struktur tersebut kurang kaku. Kekurang kakukan struktur ini dapat terjadi karena pengaruh metoda analisi yang diterapkan maupun kualitas material yang dipakai. Metoda analisis kekuatan batas maupun kualitas material yang digunakan dapat menampilkan ukuran penampang struktur (balok maupun kolom) jauh lebih kecil dibandingkan metoda kekuatan kerja [1,2,3 dan 4]. Dengan semakin kecil penampang beton akan membawa konsekuensi bahwa batang tersebut semakin langsing dan kurang kaku. Akibat yang timbul adalah defleksi yang dihasilkan menjadi lebih besar, struktur akan terasa begetar saat dibebani oleh beban bergerak, kemungkinan keretakan struktur menjadi semakin besar. Oleh karena itu, kontrol dengan metoda kemampuan layan menjadi sangat penting, sehingga berguna untuk mencegah terjadinya kerusakan pada elemen struktur itu sendiri maupun elemen non-struktur yang berada dibawah balok struktur tersebut. Kerusakan elemen nonstruktur ini (tembok) dapat terjadi karena 46 | K o n s t r u k s i a
adanya konsentrasi gaya pada daerah balok yang mengalami lendutan yang kemudian ditransfer ke tembok, karena kemampuan menahan tembok lemah maka terjadi keretakan pada tembok tersebut. Pada Gambar 1 diperlihatkan sebuah tembok retak akibat defleksi balok diatasnya.
Gambar 1. Retak Tembok akibat defleksi Balok Lantai TEORI KEKAKUAN LENTUR Teori kemampuan layan atau serviceability limit state pertama kali dirumuskan oleh matematikawan Swiss, James Bernoulli tahun 1694. Sejak saat itu sampai kini, teori tersebut telah berulang kali disempurnakan, antara lain oleh Washa dan Fluck tahun 1950-an, Yu dan Winter pada akhir 1950-an [5], Branson [6,7] pada tahun 1971, El-Metwally dan Chen [8] dan Duan dkk. [9] keduanya pada tahun 1989. Dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para peneliti tersebut, Bernoulli menyajikan prosedur analitik yang paling sederhana, sedangkan yang lainnya mengemukakan cara analisis defleksi dengan pendekatan numerik (pendekatan computer). Secara teoritis rumus yang diberikan oleh Bernoulli memberikan hasil
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
yang akurat, sedangkan untuk penerapan dibutuhkan berbagai penyesuaian, seperti pengaruh material dan bentuk pada kekakuan lentur (EI) batang, agar dapat memberikan nilai yang mendekati nilai eksak. Dengan demikian, terlihat bahwa semua formulasi yang dihasilkan selalu mengandung faktor ketidakpastian. Formulasi model yang sangat rumit sekalipun masih tetap mengadung parameter-parameter ketidakpastian. Studi ini menawarkan suatu cara pendekatan sederhana untuk memprediksi nilai kekakuan lentur (EI) balok beton bertulang secara langsung dengan tingkat keandalan (reliability) tinggi. Formula tersebut berdasarkan hasil penelitian yang diusulkan oleh Duan dkk. [9].
3.
Seluruh penampang seragam/homogen untuk sepanjang batang struktur.
4.
Balok tersebut sekurang-kurangnya memiliki satu bidang simetri longitudianal/memanjang (longitudianal plane of symmetry).
5.
Keseluruhan beban dan reaksi-reaksi adalah tegak lurus pada sumbu balok dan terletak pada bidang yang sama, yang mana berupa bidang simetri longitudianal.
6.
Balok memiliki panjang yang proposional terhadap tingginya, misalnya: untuk balok metal potongan kompak nilai perbandingan antara bentang dengan tinggi adalah 8 atau lebih, untuk balok-balok yang badannya relatif tebal nilai perbandingannya 15
7.
atau lebih, dan untuk balok-balok kayu persegi nilai perbandingannya 24 atau lebih.
8.
Balok memiliki lebar yang proposional.
9.
Tegangan maksimum yang timbul tidak boleh melebihi batas proposional.
Anggapan-Anggapan dalam Perumusan Teori Kekakuan Lentur Untuk memudahkan dalam studi studi perlu dilakukan beberapa anggapan, hal ini untuk memperoleh kesederhanaan dalam perhitungan. Tanpa penyederhanaan, persoalan akan menjadi terlalu rumit atau kadang-kadang malah tidak dapat diperoleh solusi eksaknya. Dalam studi kekakuan lentur ini dipakai anggapan-anggapan sebagai berikut [10]: 1.
Balok beton bertulang berupa material homogen yang memiliki modulus elastisitas yang sama dalam keadaan tarik maupun tekan.
2.
Balok tetap pada bidang atau mendekati bidang apabila melengkung/bengkok, kelengkungannya adalah dalam bidang lentur dan jari-jari kelengkungan kirakira 10 kali tinggi balok.
Gambar 2. Hubungan momen-kurvatur pada penampang balok beton bertulang 47 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Kekakuan Lentur pada Penampang Balok Persegi Perhatikan sebuah grafik hubungan momen-kurvatur tipikal pada penampang beton bertulang, seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa hubungan momenkurvatur balok beton saat baja tarik leleh berupa garis lengkung. Untuk memudahkan dalam perhitungan, diperlukan suatu idealisasi terhadap kurvatur tersebut. Momen-kurvatur tersebut dapat diidealisasi menjadi sebuah hubungan trilinear, yaitu: pada posisi pertama, diperoleh momen leleh ( M y ). Kedua, didapatkan momen ultimit ( M u ), dan ketiga, dicapainya momen nominal ( M n ).
Gambar 3. Idealisasi perhitungan untuk tegangan nominal, M n
Untuk menganalisis balok pada permulaan retak dapat didekati secara akurat dengan kurva trilinear tersebut. Berdasarkan teori linear elastik klasik, kekakuan balok lentur Bd* (yaitu: E c I e ) dapat diperoleh saat tulangan baja tariknya pelelehan pertama, My Bd* (1)
y
dimana,
48 | K o n s t r u k s i a
mengalami
Bd** kekakuan lentur penampang saat
My
tulangan baja tariknya mengalami pelelehan pertama, momen lentur penampang saat
tulangan baja tariknya mengalami pelelehan pertama, y kurvatur penampang saat tulangan baja tariknya mengalami pelelehan pertama, Persamaan (1) menunjukkan bahwa kekakuan lentur balok beton bertulang tergantung pada tingkat momennya. Pada tingkat momen yang lebih tinggi akan terjadi penambahan keretakan pada betonnya, sehingga mengurangi kekakuan lentur penampangnya. Penurunan kekakuan ini akan lebih besar pada penampang yang tulangannya sedikit bila dibandingkan dengan penampang yang bertulangan banyak. Dari penyelidikan para ahli hingga saat ini bahwa untuk mendapatkan momen leleh secara akurat pada struktur beton masih sangat sulit, sehingga dalam perhitungan defleksi akibat pembebanan seketika biasanya dipergunakan momen nominal ( M n ) sebagai penganti momen leleh ( M y ), dengan demikian Pers (1) menjadi, M Bd n (2)
y
Agar Pers. (2) dapat digunakan pada tingkat momen yang berbeda-beda, maka diperlukan suatu faktor modifikasi kekakuan, . Faktor ini sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan dan workmanship. Berdasarkan data hasil eksperimental laboratorium yang dilakukan oleh Duan, dkk. [9] dengan sampel data 434 balok beton bertulang, faktor modifikasi tersebut diusulkan sebagai berikut:
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
0.75 0.5
M max Mn
As' adalah luas tulangan baja tekan.
(3)
dengan M max adalah momen maksimum balok akibat beban kerja. Tegangan
lentur
nominal,
dapat
Mn
didekati dengan menggunakan formula Whitney, yaitu: dalam perencanaan distribusi tegangan akhir dapat diganti dengan sebuah blok persegi ekivalen yang mempunyai tinggi a dan tegangan tekan rata-rata sebesar 0.85 f c' [6,11 dan 12], seperti ditunjukkan oleh Gambar 3, besarnya a adalah d yang ditentukan oleh nilai sedemikian hingga luas blok persegi ekuivalen kurang lebih sama dengan blok tegangan yang berbentuk parabola. Nilai 0.85 f c' untuk tegangan rata-rata dari blok tegangan persegi ekuivalen ini ditentukan berdasarkan hasil percobaan pada beton berumur lebih dari 28 hari. Dan regangan maksimum yang diizinkan adalah 0.003 in/in. Metoda blok persegi ekivalen usulan Whitney ini telah diterima oleh Peraturan ACI 318 [13] dan juga telah diadopsi oleh SNI 03-2847 [14]. Perhatikan Gambar 3, jika semua tulangan baja pada penampang seimbang diasumsikan leleh, dimana f s f y dan
f s' f y (dengan f s adalah tegangan pada baja tarik dan f s' adalah tegangan baja tekan, dan f y adalah tegangan baja leleh) maka resultante gaya internal tekan pada beton adalah, C c 0.85 f c' bd tekan pada baja adalah, C s As' f y
Tarik pada baja adalah, T As f y
(6)
Berdasarkan hukum keseimbangan gaya antara sisi tekan dan tarik, Cc C s T (7a)
0.85 f c' bd As' f y As f y
(7b)
sehingga,
( As As' ) f y 0.85 f c' bd
0.68
(8a)
atau, a 0.68 (8b) d Dengan demikian momen lentur nominal penampang balok beton bertulang persegi dapat diperoleh berdasarkan persamaan dibawah ini, a M n C c (d ) C s (d d ' ) (9a) 2
dengan memasukkan Pers. (4), (5) dan Pers. (8b) ke dalam Pers. (9a) dan disusun kembali, maka momen nominalnya adalah
M n 0.85 f c' b d 2 (1 ) As' f y (d d ' ) (9b) 2 dimana adalah faktor tinggi relatif pada
bagian penampang tekan (lihat Gambar 3), b adalah lebar penampang persegi, d adalah tinggi efektif (jarak dari tepi serat tekan ekstrim hingga pusat berat baja tarik), d ' adalah jarak dari tepi serat tekan ekstrim hingga pusat berat tulangan baja tekan. Nilai a juga dapat diperoleh dengan pendekatan 1 c , dimana nilai 1 = 0.85
(4)
(5)
dimana, f c' adalah kuat tekan beton rencana,
untuk beton dengan f c' 30 MPa dan telah ditentukan secara eksprimental nilainya berkurang 0.05 untuk setiap kenaikan 7 MPa dari f c' yang melebihi 30 MPa .
49 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Namun nilai 1 terkecil tidak boleh diambil lebih kecil dari 0.65 [6, 11, 12, 13 dan 14]. Dari penelitian Duan dkk [9] bahwa hubungan nilai kurvature leleh ( y ) dengan faktor tinggi relatif daerah tekan dapat diekspresikan dalam bentuk hubungan aljabar linier, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4. Pada Gambar 4, dapat kita temui dua garis linear, garis putus-titikputus diterapkan dalam Peraturan Perancangan Struktur Beton Bertulang China 1974 (TJ10-74), sedangkan garis tebal diusulkan untuk dipergunakan pada peraturan ACI dan SNI 03-2847, karena SNI 03-2847 merupakan adopsi dari ACI. Garis grafik putus-titik-putus diperoleh berdasarkan hasil pengujian dengan kubus beton, sedangkan grafik usulan untuk diterapkan dalam peraturan ACI dikonversikan ke dalam kekuatan silinder beton. Karena terdapat perbedaan pemakaian sampel uji beton, maka dalam menentukan persamaan kekuatan lentur Pers. (2) antara kedua peraturan tersebut terdapat perbedaan dalam pemakaian nilai intensitas blok persegi ekivalen, yaitu pada TJ10-74 nilai intensitas blok adalah 0.875 f cu' ( f cu' = tegangan tekan kubus beton), sedangkan ACI 318 atau SNI 032847 menggunakan 0.85 f c' ( f c' = tegangan tekan silinder beton, dimana besarnya adalah 0.8 f cu' hingga 0.85 f cu' ). Disamping itu juga terdapat variasi tingkat gaya internal terhadap tegangan-tegangan tekan ekuivalen.
50 | K o n s t r u k s i a
Gambar 4. Hubungan antara kurvatur leleh dengan tinggi daerah desak relatif [9] Secara umum, bila nilai kecil pengaruh terhadap M n juga kecil, hanya bila mendekati max pengaruh terhadap nilai
Mn
akan terlihat lebih nyata. Karena
perhitungan nilai M n pada TJ10-74 dan ACI 318 memiliki karakter yang hampir sama, maka Dr. Duan dkk [9] mengusulkan Pers. (2) untuk diterapkan di ACI 318. Apabila nilai ini dihitung berdasarkan peraturan ACI
ACI
318, maka diperoleh nilai 1.25TJ 10 . Bila kurvatur leleh initial
antara ACI dan TJ 10 dianggap sama, maka hubungan antara kurvatur leleh, y , dan nilai tinggi relatif daerah tekan pada TJ10-74 dapat dimodifikasi menjadi, fy y d (0.7 2.8 ) 10 3 (10) Es dimana, E s adalah modulus elastisitas baja yang besarnya 2 10 5 MPa . Kekakuan Lentur pada Penampang-T, Tterbalik dan I. Dari penelitian Duan dkk. [9] diperoleh bahwa kekakuan lentur pada penampang-T, T-terbalik dan I jauh lebih besar dibandingkan dengan penampang persegi
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
pada jumlah tulangan, kuat tekan beton dan dimensi badan sama. Dengan demikian, nilai M n yang diperoleh juga lebih besar, sedangkan nilai dan y lebih kecil dari penampang persegi, hal ini dipengaruhi oleh lebar sayap tekannya. Pers. (2) dapat juga diterapkan dalam menghitung kekuatan lentur penampang-T, sedangkan untuk penampang T-terbalik dan I Pers (2) perlu dimodifikasi, yaitu dengan memasukkan pengaruh sayap tarik , Bd' (1 0.3 ) Bd (1 0.3 )
Mn
y
(11)
dimana, (bi b)h f (12) bd bi adalah lebar sayap tarik dan h f adalah tebal sayap tarik. Pers. (11) dapat memperkirakan secara memadai nilai kekakuan lentur ( E c I e ) pada penampang-T, T-terbalik, I dan persegi untuk tulangan tunggal maupun tulangan ganda pada pembebanan sesaat. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Untuk menguji teori di atas maka pada bagian berikut ini disajikan sebuah perbandingan hitungan defleksi balok beton bertulang antara formulasi ACI 318 dengan formulasi Pers. (11). Kasus 1. Defleksi Balok Persegi. Hitung defleksi seketika (immediate deflection) akibat beban mati dan hidup pada balok seperti diperlihatkan pada Gambar 5a hingga c. Pembebanannya merata seluruh balok, balok tertumpuh sederhana dengan bentang 22 m harus mendukung momen beban layan maksimum sebesar 407 kN-m akibat beban mati dan 680 kN-m akibat beban hidup.
Mutu beton direncanakan sebesar
f c' =
30 MPa dengan nilai n = 8 dan tegangan baja leleh, f y = 300 MPa . Dimensi balok tersebut adalah sebagai berikut: lebar balok, b = 460 mm, tinggi balok, h = 1000 mm, tinggi efektif, d = 901 mm tulangan yang dipakai adalah 12 - #35M (12 x 1000 = 12000 mm2). 1. Solusi didasarkan pada formula ACI 318 [13] dan SNI 03-2847 [14]. Prosedur perhitungan dengan metoda ACI 318 dan SNI 03-2847 secara detail dapat dilihat pada Park dan Paulay [6], Branson [7], Wang; Salmon dan Pincheira [11] dan Nawy [12]. (a). Langkah pertama, Cek terhadap tinggi minimum untuk mengetahui apakah defleksi perlu diperhitungkan l 22000 > h 1100 mm 20 20 1000mm perhitungan defleksi disyaratkan. (b). Langkah kedua, hitung momen inersia brutto dan momen inersia penampang retak, 1 1 4 I g bh 3 (460)(1000) 3 38333333333.33 mm 12
12
Dengan menggunakan nilai perbandingan elastisitas n = 8, maka posisi garis netral untuk penampang retak tertransformasinya adalah 460 x 2 96000(901 x) 2 x 2 417.4 x 376077.4 0 x 439 mm 1 I cr (460)(439) 3 96000(901 439) 2 33463316913.33 3
mm4 (c). Langkah ketiga, hitung momen inersia efektif, I e yang tergantung pada momen lentur
M cr
yang
menyebabkan retak pada sisi serat tarik, 51 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
f r 0.62 f c' 0.62 30 3.396 MPa
(d). Penampang balok T-terbalik
(a). Balok tumpuan sederhana yang mendukung aksi momen mati dan hidup
.
(e). Penampang retak balok Tterbalik
Gambar 5. Balok untuk contoh hitungan berdasarkan metoda ACI 318 [13] dan SNI 02-2847 [14] fr I g
3.396(38333333333.33) 1 yt (1000) 2 M cr 260.36 kN m M cr
Catatan: nilai y t adalah h 2 , h adalah tinggi (b). Penampang balok tengah balok persegi.
balok. M cr 260.36 (untuk beban mati saja ) M max 407
M cr 0.640 M max 3
(c). Penampang retak balok persegi
52 | K o n s t r u k s i a
;
M cr 0.262 M max Dari Pers (9-8) ketentuan ACI atau SNI 032847 Pers.(12), momen inersia efektifnya adalah, 3 M 3 M cr I g 1 cr I cr I e M max M max
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto) I e 0.262(38333333333.33) (1 0.262)(33463316913.33) I e 34739261215.37 mm
2.
4
Ec 0.043wc1.5 f c' 0.043(2400)1.5 30 Ec 27691.47 MPa dimana,
adalah berat jenis beton
wc
bertulang yang besarannya 2400 kg / m 2 . (d). Langkah keempat, hitung defleksi seketika akibat beban mati adalah,
i D
5ML2 5(407)(10 6 )(22 1000) 2 48Ec I e 48(27691.47)(34739261215.37)
( i ) D 21.33 mm
(e). Langkah kelima, hitung momen maksimum yang disebabkan oleh beban layan mati dan hidup,
M max 680 407 1087 kN m M cr 260.36 (beban mati hidup ) 0.240 M max 1087
M cr M max
;
3
0.014
I e 0.014(38333333333.33) (1 0.014)(33463316913.33) I e 33531497143.21 mm 4
(f). Langkah keenam, hitung defleksi seketika akibat beban mati tambah beban hidup, 2 i D L 5ML 48Ec I e 5(1087)(10 6 )(22 1000) 2 48(27691.47)(33531497143.21) 59.02 mm
i D L i D L
(g). Langkah ketujuh. hitung seketika akibat beban hidup,
defleksi
L 22000 61.11 mm 360 360 i D 59.02 21.33
i Lijin i D L
( i ) D L 37.69 mm
Solusi didasarkan pada Persamaan (11). (a). Langkah pertama, hitung faktor tinggi relatif blok persegi ekivalen dengan Pers. (8a) dan momen nominal dengan Pers. (9b),
12000(300) 0.341 0.85(30)(460)(901)
M n 0.85(30)(460)(0.341)(901) 2 (1
0.341 ) 2
M n 2693.51 kN m
(b). Langkah kedua, hitung hubungan antara kurvatur leleh dan tinggi relatif blok tekan dengan Pers. (10),
y d [0.7 2.8(0.341)](10 3 )
300 200000
y d 0.0031548 dan hitung faktor modifikasi nilai kekakuan balok beton bertulang akibat beban mati berdasarkan Pers. (3),
0.75 0.5
407 0.826 2693.51
(c). Langkah ketiga, hitung kekakuan lenturnya. Karena baloknya merupakan penampang persegi, sehingga efek sayap tariknya adalah nol sehingga Pers. (11) sama dengan Pers. (2).
Ec I c
2693.51 10 6 (901) 0.826(0.0031548)
E c I c 9.313041 1014 mm 2 N dan hitung defleksi seketika akibat beban mati.
i D
5ML2 48E c I e
i D
5(407)(10 6 )(22 1000) 2 48(9.313041 1014 ) 22.03 mm
i D
( i ) Lijin
53 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
(d). Langkah keenam, hitung defleksi seketika akibat beban hidup dan mati dengan menggunakan prosedur diatas,
0.75 0.5
1087 0.952 2693.51
dan,
Ec I c
2693.51 10 6 (901) 0.952(0.0031548)
E c I c 8.08043 1014 mm 2 N
i D L
5ML2 48E c I e
i D L
5(1807)(10 6 )(22 1000) 2 48(8.08043 1014 ) 67.82 mm
i D L
h1 900 200 700 mm
(e). Langkah ketujuh, hitung seketika akibat beban hidup.
i L i D L i D i L 67.82 22.03 i L 45.79 mm
defleksi
( i ) L ijin
Solusi didasarkan pada formula ACI 318 [13] dan SNI 03-2847 [14]. Prosedur perhitungan dengan metoda ACI 318 dan SNI 03-2847 secara detail dapat dilihat pada Park dan Paulay [6],
54 | K o n s t r u k s i a
700 200 800(200)( 700) 2 2 ya 400(700) 800(200) y a 513.64 mm 400(700)
yb 900 513.636 386.36 mm be 800 400 400 mm 1 1 200 2 I g (400)(513.64 3 386.36 3 ) (400)(200 3 ) (400)(200)(386.36 ) 3 12 2
Kasus 2. Defleksi Balok T-terbalik. Semua data yang digunakan untuk menghitung defleksi seketika (immediate deflection) pada balok T-terbalik ini sama dengan kasus 1. Lebar sterm bw = 400 mm, lebar sayap sisi tarik b = 800 mm. Tinggi balok h = 900 mm, tebal pelat tarik tf = 200 mm dan tinggi efektif d = 850 mm. Tulangan yang dipakai adalah 4 - #35M (4 x 1000 = 4000 mm2) pada sisi tekan dan pada sisi tarik dipakai 8 - #35M (8 x 1000 = 8000 mm2), untuk lebih lengkapnya lihat Gambar 5d dan e. 2.
Branson [7], Wang; Salmon dan Pincheira [11] dan Nawy [12]. (a). Langkah pertama, Cek terhadap tinggi minimum untuk mengetahui apakah defleksi perlu diperhitungkan l 22000 h 1100 mm > 900 mm 20 20 perhitungan defleksi disyaratkan. (b). Langkah kedua, hitung momen inersia brutto dan momen inersia penampang retak dimana
I g 32584848490.667 mm 4
Dengan menggunakan nilai perbandingan elastisitas n = 8, maka posisi garis netral untuk penampang retak tertransformasinya adalah 400 x 2 (8 1)(4000)( x 50) 8(8000)(850 x) 2 x 2 460 x 279000 0 x 346.10 mm 1 I cr (400)(346.1) 3 64000(850 346.1) 2 (8 1)(4000)(346.1 50) 2 3 I cr 24233167477467 mm 4
(c). Langkah ketiga, hi tung momen inersia efektif, I e yang tergantung pada momen lentur M cr yang menyebabkan retak pada sisi serat tarik, f r 0.62 f c' 0.62 30 3.396 MPa
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
M cr
fr I g
M cr 286.4 (beban mati hidup ) 0.263 ; M max 1087
yt
3.396(32584848490.667) 386.36 286.40 kN m
M cr M max
M cr M cr
M cr 286.4 (untuk beban mati saja ) M max 407 M cr 0.703 M max
3
0.018
I e 0.018(32584848490.667) (1 0.018)(24233167477.467) I e 24385096639.979 mm 4
;
3
M cr 0.347 M max Dari Pers (9-8) ketentuan ACI atau SNI 032847 Pers.(12), momen inersia efektifnya adalah,
(f). Langkah keenam, hitung defleksi seketika akibat beban mati tambah beban hidup,
i D L
5ML2 48Ec I e
i D L
i D L
5(1087)(10 6 )(22 1000) 2 48(27691.47)(24385096639.979) 81.15 mm
M (g). Langkah ketujuh. hitung defleksi I g 1 cr I cr seketika akibat beban hidup, M max 22000 i L7.ijin467) L 2713478305 61.11 mm4 I e 0.347(32584848490.667) (1 0.262)(2423316747 360 360 0.529 mm 3
M I e cr M max
Ec 0.043w
1.5 c
3
f 0.043(2400) ' c
1.5
i D L i D 30 27691 MPa .47 i D L i D
dimana, wc adalah berat jenis beton bertulang 2400 kg / m 2 .
yang
besarannya
(d). Langkah keempat, hitung defleksi seketika akibat beban mati adalah,
i D
i D
i D
5ML2 48Ec I e
5(407)(10 6 )(22 1000) 2 48(27691.47)(27134783050.529) 27.30 mm
(e). Langkah kelima, hitung momen maksimum yang disebabkan oleh beban layan mati dan hidup, M max 680 407 1087 kN m
3.
81.15 27.30 53.85 mm
( i ) L ijin
Solusi didasarkan pada Persamaan (11). (a). Langkah pertama, hitung faktor tinggi relatif blok persegi ekivalen dengan Pers. (8a) dan momen nominal dengan Pers. (9b), (8000 4000)(300) 0.138 0.85(30)(400)(850)
M n 0.85(30)(400)(0.138)(850) 2 (1
0.138 ) 4000(300)(850 50) 2
M n 1909.41 kN m
(b). Langkah kedua, hitung hubungan antara kurvatur leleh dan tinggi relatif blok tekan dengan Pers. (10), 300 y d [0.7 2.8(0.138)](10 3 ) 200000 y d 0.002588
55 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
(c). Langkah ketiga, hitung faktor modifikasi nilai kekakuan balok beton bertulang akibat beban mati berdasarkan Pers. (3), 407 0.75 0.5 0.857 1909.41 (d). Langkah keempat, hitung kekakuan lenturnya. Karena baloknya merupakan penampang T-terbalik, maka efek saysehingga efek sayap tarik harus diperhitungkan sesuai Pers. (11), (800 400)(200) 0.235 400(850)
Ec I c [1 0.3(0.235)]
1909.41 10 6 (850) 0.857(0.002588)
Ec I c 7.839 1014 mm 2 N (e). Langkah kelima, hitung defleksi seketika akibat beban mati.
i D
i D
i D
5ML2 48Ec I e
5(407)(10 6 )(22 1000) 2 48(7.839 1014 ) 26.17 mm
(f). Langkah keenam, hitung defleksi seketika akibat beban hidup dan mati dengan menggunakan prosedur diatas, 1087 0.75 0.5 1.035 1909.41 dan,
Ec I c [1 0.3(0.235)]
1909.41 10 6 (850) 1.035(0.002588)
Ec I c 6.490 1014 mm 2 N
i D L
i D L
i D L
5ML2 48E c I e
5(1807)(10 6 )(22 1000) 2 48(6.490 1014 ) 84.44 mm
(g). Langkah ketujuh, hitung defleksi seketika akibat beban hidup. 56 | K o n s t r u k s i a
i L i D L i D i L 88.44 26.17 i L 58.27 mm
( i ) L ijin
Dari analisis di atas, dapat diketahui bahwa langkah-langkah perhitungan dengan Pers.(11) jauh lebih sederhana dibanding dengan cara ACI 318 atau SNI 03-2847. Hasil perhitungan defleksi sesaat akibat beban hidup untuk penampang persegi berdasarkan formulasi ACI 318 dan SNI 032847 adalah 37.69 mm, sedangkan berdasarkan Pers. (11) adalah sebesar 45.79 mm. Untuk balok T-terbalik defleksi sesaat akibat beban hidup adalah 53.85 mm berdasarkan metode ACI 318 dan SNI 032847, sedangkan berdasarkan Pers. (11) diperoleh 58.27 mm. Kedua metode ini masih memperlihatkan bahwa defleksi sesaat akibat beban hidup yang timbul masih dibawah yang diijinkan. Hasil hitungan defleksi berdasarkan Pers. (11) pada penampang persegi memperlihatkan 21.49% lebih besar dari metoda ACI 318 atau SNI 03-2847, demikian juga untuk balok penampang Tterbalik Persamaan (11) memberikan 8.21% lebih besar dari hasil hitungan menurut ketentuan ACI 318 atau SNI 032847. Hasil analisis memperlihatkan bahwa Pers. (11) memberikan nilai lebih konservatif, dengan demikian sangat tepat digunakan untuk mengestimasi besarnya defleksi yang timbul pada balok beton bertulang akibat beban luar yang beraksi. Karena defleksi yang berlebihan yang terjadi pada balok beton bertulang dapat menyebabkan kerusakan pada elemen nonstruktural. Dengan nilai defleksi yang terperediksi lebih konservatif dapat mencegah terjadinya kerusakan pada elemen-elemen non-struktural, dan juga sekaligus mengatisipasi risiko yang timbul
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
akibat faktor-faktor ketidapastian dalam perancangan. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil studi perbandingan di atas terlihat bahwa kekakuan lentur yang diperlihatkan pada Pers, (11) jauh lebih praktis dalam aplikasi dan nilai defleksi yang diperoleh lebih konservatif dibandingkan dengan ACI 318 dan SNI 032847. Hal ini dapat mengantisipasi faktorfaktor ketidakpastian yang timbul pada penggunaan metode kekuatan batas. Karena pada penggunaan metode kekuatan batas dapat menghasilkan elemen struktur balok beton bertulang yang langsing, dengan demikian kontrol terhadap kemampuan layan (serviceability limit state) dengan hasil konservatif sangatlah dianjurkan. Semakin konservatif nilai yang diberikan akan memberikan tingkat kenyamanan yang lebih tinggi bagi para pemakainya. REFERENSI 1. Morisco. (1986). “Inelastic Behavior of Steel Beam-Columns.” Ph.D. Thesis, City University, London. 2. Morisco. (1990). “Distribusi Tegangan Tekan Balok Beton pada Beban Batas.” Makalah Seminar Permasalah Mekanika Bahan di Indonesia, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 12-13 Pebruari. 3. Morisco. (1990). “Metoda Analisis Kuat Batas Batang Tekan.” Makalah Kursus Singkat Mekanika Bahan Lanjutan, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 4-17 Juli. 4. Chen, W. F. dan Atsuta, T. (1977). Theory of Beam-Columns, Vol. 2. Space
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Behaviour and Design. McGraw-Hill, New York. Espion, B dan Halleux, P. (1990). “Longterm Deflection of Reinforced Concrete Beams: Reconsiderations of Their Variability.” ACI Structural Journal, 87(2), Mar-Apr, hal. 232-236. Park, R dan Paulay, T. (1975). Reinforced Concrete Structures, John Wiley & Sons, New York. Bronson, D. E. (1977). Deformation of Concrete Structures. McGraw-Hill Inc. New York. El-Metwally dan Chen, W. F. (1989). “Load-Deformation Relations for Reinforced Concrete Sections.” ACI Structural Journal, 86(2), Mar-Apr., hal.163-167. Duan, L.; Wang. F. M., dan Chen, W. F. (1989). “Flexural Regidity of Reinforced Concrete Members.” ACI Structural Journal, 86(4), Jul-Aug., hal. 419-427. Roark, R. J. dan Young, W.C. (1975). Formulas for Stress and Strain. 5th edition, McGraw-Hill Kogakusha, Japan. Wang, C.K.; Salmon, C.G. dan Pincheira, J. A. (2007). Reinforced Concrete Design. 7th edition, John Wiley & Sons, Inc. Nawy, E. G. (1985). Reinforced Concrete – A Fundamental Approach. PrenticeHall, Inc. ACI Committee 318 (2011). “Building Code Requirement for Structural Concrete (ACI 318M-11) and Commentary (ACI 318MR-11).” American Concrete Institute. Farmington Hills, Mich. 2011. 503 pp. Standar Nasional Indonesia “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 2847 – 2002).” ITS Press. Surabaya.
57 | K o n s t r u k s i a
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR Achirwan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
[email protected] Yusuf Latief Ismeth S Abidin Dosen Tetap Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Indonesia
[email protected]
ABSTRAK : Pengendalian kinerja biaya proyek agar tetap berjalan sesuai dengan rencana adalah penting. Penelitian ini membahas mengenai pola hubungan antara kinerja biaya proyek dengan dampak penyimpangan biaya proyek dengan pendekatan indikator cost overrun, terutama pada pengelolaan sub kontraktor, studi dikhususkan pada proyek gedung bertingkat terutama dikota Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi. Berdasar dari bahan hasil penelitian yang sebelumnya, didapat 4 indikator cost overrun pada pengelolaan sub kontraktor, yang masing masing atau kombinasi diantaranya sebagai ukuran dari dampak yang menyebabkan turunnya kinerja proyek, dari indikator tersebut akan dikaji dengan menggunakan perangkat pengolah data SPSS, pada bagian mana penyebab paling significant mempengaruhi penurunan kinerja biaya. Dari dampak yang significant selanjutnya diindentifikasi penyebabnya, untuk kemudian dilakukan corrective action (langkah perbaikan). KATA KUNCI : kinerja biaya proyek, gedung bertingkat, subkontraktor, indicator cost overrun, dampak, penyebab, tindakan koreksi.
ABSTRACT : Managing project cost performance in order to run the schedule on time is very important.This research paper conducts relationship between project cost performance and the impact of project cost overrun with cost overrun as an approach indicator mainly for sub contractor management. This study is focused on high rise buildings for the area of Jakarta, Bogor, Tangerang and Bekasi. Referring to the previous research there are four cost overrun indicators on sub contractor management where all of them or combination among them can be classified as measured impact which will cause the decrease of project performance. Using SPSS software to find most significant impact that affects the decrease of Project Performance will further assess those indicators. From those significant impacts the cause can then be identified and be given some corrective actions Keywords: project cost performance, high rise building, sub contractor, indicator cost overrun, impact, corrective action PENDAHULUAN Latar belakang masalah Salah satu indikator keberhasilan suatu proyek adalah memberikan keuntungan finansial yang memadai bagi
kontraktor, untuk itu selama pelaksanaan proyek perlu dikendalikan pembiayaan proyek atau cost control yang ketat. Permasalahan yang ada ialah sulitnya mengetahui indikator 59 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
penyimpangan biaya yang berdampak terhadap penurunan kinerja proyek. Bila mengetahui dengan cepat dan tepat indicator cost overrun dan penyebab sumber penyimpangan biaya proyek maka corrective action dapat dilakukan dengan efektif. Dari hasil survey, dan wawancara dengan para ahli (Levi. 2002)(¹) serta literatur lainnya, telah dikumpulkan dan dikelompokkan dampak dan penyebab penyimpangan biaya proyek. Untuk itu dengan menggunakan pengolah data statistik, diharapkan akan diketahui dampak dampak yang significant. Menurut (Zhan ,1998)(²) variabel yang harus dikendalikan dan dikontrol yaitu: material, tenaga kerja, peralatan subkontrak, overhead dan kondisi umum. Pengendalian sub kontraktor perlu dilakukan karena 80 sampai 90 % anggaran proyek berada di pengelolaan sub kontraktor ( Hinze dan Tracey, 1994)(³) Memanfaatkan subkontrak adalah dalam rangka mengalihkan resiko, memanfaatkan spesialisali keahlian yang ada pada subkon dan memudahkan pengendalian dilapangan (Clough,1986).(4) Menurut (Clough) kembali, tahap tahap dalam pengendalian subkontrak, adalah :
pemilihan subkontraktor
tahap negosiasi
tahap pengesahan
persiapan kontraktor
tahap pengawasan dan tahap pembayaran
kemudian hal lain yang juga penting adalah komunikasi, koodinasi, dan integrasi. Pengendalian merupakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan proyek yaitu selesainya proyek sesuai dengan mutu, waktu dan biaya yang telah ditetapkan. Pengendalian bertujuan untuk memonitor dan mengkoordinasi secara teratur hasil kerja dari pelaksanaan yang dibandingkan dengan rancangan/ perencanaan. Apabila terjadi penyimpangan maka rencana dapat diubah atau dimodifikasi. Dalam pengendalian terdapat tiga langkah proses, 60 | K o n s t r u k s i a
yaitu : mengukur kemajuan yang dicapai, mengevaluasi bilamana terjadi varians/ penyimpangan, tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan (Kerzner, 1995). (5)Dalam pengendalian biaya ada beberapa variabel yang harus dimonitor dan dikendalikan yaitu : tenaga kerja, material, peralatan, subkontrak, general condition dan overhead (Zhan, 1998). Biaya dari keenam variabel tersebut merupakan bagian dari keseluruhan biaya proyek. Salah satu variabel pengendalian biaya pada saat pelaksanaan konstruksi yaitu subkontrak. Subkontrak merupakan suatu kebijakan untuk mengikutsertakan atau menggunakan sumber daya pihak lain (outsourcing) dengan beberapa pertimbangan yaitu efisiensi sumber daya milik sendiri serta menyerahkan suatu pekerjaan kepada spesialis (Clough, 1986), (Asiyanto, 2001).(6) Maksud diadakannya penelitian ini untuk mengkaji berbagai faktor dampak penyimpangan biaya pada pengelolaan sub kontraktor Tujuannya untuk mengetahui faktor faktor dampak yang significant, atau berpengaruh terhadap penurunan kinerja biaya proyek. Pendekatan penelitian diawali dari studi perpustakaan untuk menyajikan teori tentang pengendalian proyek secara umum, kemudian pengendalian biaya proyek, dan lebih mendalam tentang pengendalian sub kontraktor. Subkontraktor yang dimaksud pada penelitian ini adalah subkontraktor yang dipilih oleh kontraktor utama, bukan merupakan NSC (Nominated Sub-Contractor)/ subkontraktor yang ditunjuk owner. Sedangkan kebijakan subkontrak ditinjau berdasarkan pengelolaannya oleh kontraktor utama. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk digunakan ;
dapat
1. Bahan pertimbangan bagi seorang manajer bila pada proyek yang ditanganinya khususnya proyek gedung bertingkat pada bidang sub kontraktor, terlihat menurun
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
kinerja biaya proyeknya, maka dapat diambil tindakan tindakan pengendalian dengan pertimbangan hasil penelitian ini. 2. Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pengelolaan subkontrak sejak tahap awal.
Tujuan pengendalian biaya pada perusahaan konstruksi itu sendiri adalah (9) :
PENGENDALIAN BIAYA PROYEK PEGENDALIAN PROYEK KONSTRUKSI Organisasi ahli rekayasa mengakui bahwa menurunnya kinerja dari fungsi manajemen proyek dapat disebabkan karena hilangnya produktivitas dan beberapa pengeluaran yang disebabkan (7): penggunaan
pengendalian yang efektif. Tujuan utama dari manajemen proyek pada negara berkembang lebih kepada pengendalian biaya dari pada jadwal dan kualitas (8) Untuk kontraktor, pengendalian biaya akan membantu kontraktor dalam mengendalikan biaya proyek
1.
Tidak efisiennya teknis.
personil
2.
Macam-macam keterlambatan yang tidak sesuai dengan yang telah direncanakan.
3.
Tidak adanya komunikasi.
4.
Perubahan lingkup pekerjaan yang tidak terdokumentasi dan masalah–masalah teknis.
5.
Koordinasi antara fungsionaris organisasi yang tidak efektif.
6.
Pengeluaran yang tidak sah.
7.
Manajemen yang tidak proaktif tetapi reaktif.
8.
Kecilnya keuntungan karena kesalahan pembiayaan yang diulang-ulang.
9.
Penambahan biaya dari penggunaan kontraktor untuk mengatur proyek.
Karena masalah-masalah tersebut diatas maka pada pelaksanaannya sangat diperlukan pengendalian proyek agar penyimpangan yang terjadi dapat ditekan menjadi sekecil mungkin. Pengendalian Biaya proyek Di negara berkembang dan negara yang belum berkembang, tingkat pendidikan personil proyek biasanya masih terbatas. Penambahan sumber daya yang terbatas ini dapat dicegah dengan manajer-manajer yang punya teknik
1.
Mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan selama masa konstruksi.
2.
Memperkirakan terjadinya penyimpangan antara anggaran dengan pelaksanaan sehingga diambil tindakan koreksi jika diperlukan.
3.
Melakukan efisiensi dalam perusahaan.
4.
Merekam informasi penggunaan sumber daya, biaya, dan produktivitas untuk perencanaan yang akan datang.
METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif.,(10) Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan menyebarkan questioner. Kemudian tabulasi serta analisa statistik , (dengan alat program SPSS) yang dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan. Penelitian ini untuk membangun suatu struktur yang dapat memberikan rekomendasi tindakan koreksi terhadap penyimpangan biaya proyek pada pengelolaan subkontrak. Berdasarkan pendekatan utama dari penelitian ini adalah pengendalian biaya proyek dan penyimpangannya, sub-nya adalah masalah pengelolaan subkontrak. Sedangkan knowledge acquisition berdasarkan kepada penyebab, dampak, serta rekomendasi tindakan koreksi. Penyebab serta dampak tersebut merupakan variabel. Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1998).(11)
61 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Berdasarkan beberapa literatur yang mendukung tentang tahap-tahap pada pengelolaan subkontrak, penyebab terjadinya penyimpangan tersebut dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) hal utama dalam pengelolaan subkontrak yaitu : 1. Perencanaan, 2.
Kontraktual,
3.
Pengorganisasian
4. Kinerja subkontraktor, 5.
Jadwal pelaksanaan,.
6. Tuntutan pembayaran 7. Pekerjaan tambah kurang 8. Faktor eksternal, 9. pengawasan dan pengendalian, Untuk mendapatkan data tersebut, digunakan jenis pertanyaan yang sesuai dengan metode penelitian Yin (1994),(12) yaitu pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: ‘Apa’ saja dampak-dampak yang mempunyai tingkat resiko signifikan/tinggi yang dapat menurunkan kinerja biaya pengelolaan subkon. ‘Berapa besar‘ probabilitas terjadinya cost overrun pada biaya pengelolaan subkon bila dampak-dampak tersebut terjadi dalam suatu proyek gedung bertingkat. Penetapan teknik analisa dan pengolahan data. Dalam penelitian ini teknik analisa data ditetapkan dengan menggunakan 2 (dua) metode yaitu metode tingkat resiko (risk level) untuk menentukan tingkat resiko dari masingmasing dampak dan dilanjutkan dengan metode matematik statistik yaitu analisa korelasi untuk menentukan dampak negatif, dan analisa regresi untuk pembentukan model matematis, yang dalam prosesnya menggunakan alat bantu yaitu software SPSS 11.0. Dari analisa tingkat resiko (risk level) akan diketahui tingkat resiko dari masing masing dampak berdasarkan indikator cost overrun dan kombinasinya. Kriteria dampak yang akan 62 | K o n s t r u k s i a
diambil untuk dilakukan pembentukan model dengan analisa statistik adalah dampakdampak cost overrun yang mempunyai tingkat resiko signifikant (S) dan high (H). Adapun proses selanjutnya yaitu pembentukan model dengan analisa statistik dapat dilihat pada gambar 1
KLARIFIKASI / VALIDASI Setelah proses penentuan tingkat resiko dengan metode risk level dan keluar dampak-dampak yang mempunyai resiko tinggi dan signifikan, maka diadakan klarifikasi / validasi yang dilakukan dengan cara pembuatan kuisioner untuk kemudian dilakukan wawancara dengan pokok pertanyaan berdasarkan variabel dampak yang mempunyai tingkat resiko tinggi dan signifikan untuk mendapat tanggapan dan penjelasan dari pakar, sebelum dilanjutkan ke proses berikutnya yaitu : PEMBENTUKAN MODEL DAN PENENTUAN PROBABILITAS. Penelitian ini adalah pengembangan dari metode analisa yang digunakan yaitu dengan analisa tingkat resiko (risk level) untuk mencari dampak-dampak yang mempunyai resiko yang signifikan/tinggi dengan pendekatan indikator cost overrun, untuk kemudian dicari pemodelannya dengan analisa statistik, dengan tujuan agar apabila dampak-dampak tersebut terjadi dalam suatu proyek maka dapat diperkirakan berapa besar penurunan kinerja biaya yang akan terjadi, khususnya biaya subkon. Cara pengumpulan data dilakukan dengan 3 cara. Pertama dengan melakukan studi lapangan yaitu dengan melakukan survei kepada perusahan-perusahaan konstruksi. Kedua dengan cara melakukan studi literatur yang termuat didalam buku-buku, jurnal dan berbagai media. Ketiga dengan cara melakukan wawancara kepada para pakar. Pengumpulan data dilakukan dalam 2 tahap.
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
Data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Febrizal (Levi), yaitu terdiri dari : Data tentang penyebab, dampak dan indikator cost overrun pada biaya Subkon yang diperoleh dari wawancara yang ditujukan kepada para pakar manajemen peralatan dan berbagai studi literatur. Data tentang tingkat pengaruh masing-masing dampak dan frekuensi terjadinya dampak pada suatu proyek, yang diperoleh dari penyebaran kuisioner yang ditujukan kepada pimpinan proyek. Data tentang rekomendasi tindakan koreksi yang diperoleh dari wawancara yang ditujukan kepada para pakar manajemen Subkon. Data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner dan wawancara pakar yang terdiri dari : Data verifikasi terhadap besarnya sumber resiko pada masing-masing indikator cost overrun. Data validasi terhadap indikator cost overrun dan dampak signifikan hasil penelitian berdasarkan tingkat resiko yang signifikan/tinggi yang ditujukan kepada para pakar dan untuk mengetahui alternatif lain dari rekomendasi tindakan koreksi sebelumnya.
PENENTUAN TINGKAT RESIKO (RISK LEVEL) Penentuan tingkat resiko atau Risk Level dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko dari masing-masing dampak. Analisa ini dipengaruhi oleh dua kriteria yaitu: tingkat pengaruh dampak dan frekuensi terjadinya dampak. Skala tingkat pengaruh ini merupakan hasil olahan yang didapat dari penilaian kriteria dampak akibat terjadinya penyimpangan biaya pada manajemen proyek mengacu pada Kerzner (1995): 1.
Proyek berjalan sesuai dengan rencana (jadwal dan biaya)
2.
Proyek berjalan sesuai dengan rencana, tetapi ada perubahan spesifikasi
3.
Proyek tidak berjalan sesuai rencana, tetapi ada perubahan desain dan metode
4.
Proyek tidak berjalan sesuai dengan rencana, tetapi ada perubahan desain dan metode yang mempengaruhi kinerja
5.
Proyek berhenti.
Kriteria frekuensi dari dampak yang terjadi dalam penelitian ini merupakan kombinasi antara teknik evaluasi kualitatif standart New Zealand mengenai manajemen resiko (AS 43601995) dengan penaksiran nilai resiko RAMP (Risk Analysis and managemen for Project) yang telah dikombinasi, yaitu : 1.
Tidak pernah
2.
Jarang
3.
Kadang kadang
4.
Sering
5.
Selalu.
Analisis tingkat resiko atau Risk Level dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko dari data hasil survei melalui kuisioner. Analisis tingkat resiko atau Risk Level dapat dilakukan secara kualitatif dengan membuat matrik tingkat resiko (Soemardi 2002) (12) dari kriteria tingkat pengaruh dampak dan frekuensi terjadinya dampak.
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN Adapun populasi dari penelitian ini adalah perusahaan konstruksi yang proyeknya berlokasi di Jabotabek, Riau dan Lampung. Jenis data yang digunakan ada 2 yaitu : 1.
Data secondair yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Levi (2000), dan Ridwan 2001, yaitu terdiri dari : a) Data tentang indikator cost overrun berdasarkan penyebab dan dampak 63 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
penyimpangan biaya pengelolaan subkon yang diperoleh dari wawancara yang ditujukan kepada para pakar manajemen pengelolaan subkon. b) Data tentang tingkat pengaruh masingmasing dampak dan frekuensi terjadinya dampak pada suatu proyek yang diperoleh dari penyebaran kuisioner yang ditujukan kepada pimpinan proyek.
2.
Data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner dan wawancara pakar yang terdiri dari : a) Data validasi terhadap dampak signifikan hasil penelitian berdasarkan tingkat resiko yang ditujukan kepada para pakar dan untuk mengetahui tindakan koreksi yang harus dilakukan dari dampak signifikan tersebut.
Untuk data mengenai dampak, penyebab, tindakan koreksi dan indikator cost overrun diatas, responden dari penelitian sebelumnya terdiri dari 5 sampel sedangkan responden untuk validasi indikator Cost Overrun terdiri dari 25 sampel Hasil pengisian indikator cost overrun dari 5 sampel dari penelitian sebelumnya, hasil validasi kepada 25 sampel dan penggabungan keduanya berdasarkan banyaknya prosentase sumber resiko terhadap masing-masing indikator. Tabel 4.1 Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa sumber resiko cost overrun yang telah diidentifikasi mempunyai prosentase paling besar pada indikator biaya Subkontrak Finishing(Arsitektur) Sedangkan untuk data tingkat pengaruh dan frekwensi terjadinya dampak cost overrun yang didapat melalui penyebaran kuisioner, responden terdiri dari gabungan 29 dan 34 sampel. Untuk analisa statistik, dari 63 sampel tersebut, data yang digunakan adalah data yang 64 | K o n s t r u k s i a
masuk dalam layer, sedangkan untuk analisa tingkat resiko, data digunakan semuanya yaitu 63 sampel. Adapun profil data respondennya dapat dilihat pada tabel 4.2 yaitu profil data 29 perusahaan dan tabel 4.3 yaitu profil data proyek yang dilaksanakan. Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden paling banyak adalah jenis perusahaan swasta yaitu 20 perusahaan, sedangkan menurut jenis kualifikasinya sebagian besar yaitu 16 perusahaan termasuk kualifikasi A. Berdasarkan jumlah proyek yang dikerjakan 11 perusahaan kurang dari 10 proyek dan 13 perusahaan lebih dari 10 proyek per tahun. Untuk sistem mutu perusahaan sebagian besar sudah menggunakan ISO 9000 yaitu 10 perusahaan.
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
Tabel 4.1 Prosentase Indikator berdasarkan sumber resiko (%) Penelitian Sebelumnya
(%) Validasi
(%) Penggabungan
1
Anggaran Biaya Subkontrak Finishing
60.07%
26.317%
43.19 %
2
Anggaran Biaya Subkontrak Struktur Bawah
21.91 %
23.48%
22.695 %
3
Anggaran Biaya Subkontrak M /E
9.89 %
24.79%
17.34 %
4
Anggaran Biaya Subkontrak Struktur Atas
8.13 %
25.41%
16.77%
NO.
Indikator Biaya
Sumber : Hasil olahan data Tabel 4.3 Data Umum Profil Perusahaan No. Uraian Kegiatan Jumlah sampel A
Jenis Perusahaan :
B
C
D
Pemerintah Swasta Kerjasama
8 20 -
Kualifikasi Perusahaan : Kualifikasi A Kualifikasi B
16
Jumlah Proyek / tahun : < 10 proyek / tahun > 10 proyek / tahun
11
10
13
Sistem Mutu Perusahaan : 10 4 ISO 9000 5 Belum memiliki sertifikat 18
65 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Tabel 4.4 Data Umum Profil Perusahaan No. Uraian Kegiatan Jumlah sampel 1
Proyek Gedung bertingkat, jumlah lantai : a) 5 - 8 b) diatas 8
2
Lokasi a) Jabotabek
16
b) Lampung c) Riau 3
4
Waktu Pelaksanaan a) kurang dari enam bulan
9
b) lebih dari enam bulan
16
Nilai Proyek a) 1 - 3 milyar
8
b) lebih dari 3 milyar
19
66 | K o n s t r u k s i a
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
Untuk data umum proyek dapat dilihat dari tabel 4.3 yaitu proyek semuanya adalah gedung bertingkat lokasinya 16 proyek di Jabotabek sisanya di Lampung dan Riau, nilai proyek ratarata cukup besar yaitu sejumlah 19 proyek lebih dari 6 miliar.
ANALISIS RISK LEVEL Risk level disini maksudnya adalah analisa kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat resiko dari masing-masing dampak cost overrun yang terjadi dalam suatu proyek konstruksi gedung bertingkat khususnya dalam manajemen peralatan. Penentuan tingkat resiko didasarkan pada tabel matrik seperti yang terlihat pada tabel
Tabel 4.5Matrik tingkat resiko berdasarkan tingkat pengaruh dan frekwensi kejadian (1) Frekwensi
(3)
(4)
(5)
Jarang
Kadang -kadang
Sering
Selalu
L
L
M
S
L
L
M
S
S
M
M
S
S
Tidak perna h
(2)
Tingkat Pengaruh
1. Proyek berjalan sesuai rencana 2. Proyek berjalan sesuai rencana, ada perubahan spesifikasi
L
3. Proyek tidak berjalan sesuai rencana, ada perubahan desain dan metode 4. Proyek tidak berjalan sesuai rencana, ada perubahan desain dan metode yang mempengaruhi kinerja 5. Proyek berhenti
S
S
H
H
H
H
S
H H H H Sumber : Hasil modifikasi dari Soemardi, Tresna, P. (2002), Bahan Kuliah Biaya dan Manajemen Resiko, Magister Teknik, Kekhususan Manajemen Konstruksi, Universitas Indonesia, Jakarta
67 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa resiko yang dibagi menjadi 4 kategori yaitu : L (low), M (medium), S (Signifikant) dan H (high). Maksud dari masing-masing ketegori tersebut adalah sebagai berikut : L : Resiko rendah, ditangani oleh prosedur rutin. M : Resiko sedang, tanggung jawab manajemen perlu dijelaskan. S : Resiko yang berarti, diperlukan perhatian manajemen senior.
H : Resiko yang tinggi, Penelitian yang rinci dan manajemen diperlukan pada tingkat senior. Penentuan Modus. Modus adalah nilai yang paling sering keluar. Artinya dari 63 responden, nilai tingkat pengaruh dan nilai frekwensi berapakah yang paling banyak dipilih.. Dari tabel 4.11 dapat dilihat pilihan responden yang terbanyak adalah yang diarsir warna abu-abu. Pada tabel diberikan contoh pada indikator arsitektur yang mendapat nilai resiko M dan S
Tabel 4.6 Penentuan Tingkat Resiko Pada Indikator 3 ( Arsitektur), Level M dan S no
no Coding
Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat
Urut var Dampak Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Pengelolaan Subkon
Modus Tingkat
Tingkat
Tingkat
Pengaruh Frekuens Resik
A. PERENCANAAN 1. Kesalahan dalam menentukan jenis-jenis pekerjaan yang akan disubkontrakkan 1
1 A,1,1
3
2
M
2
2 A,1,2
3
2
M
2. Kesalahan dalam menentukan kuantitas pekerjaan yang akan disubkontrakkan 3
3 A,2,1
2
3
M
4
4 A,2,2
3
2
M
3. Kesalahan dalam memprediksi kondisi lapangan dan kejadian yang akan datang 5
5 A,3,1
3
2
M
6
6 A,3,2
3
2
M
7
7 A,3,3
3
2
M
3
2
M
4. Gambar kerja dan spesifikasi yang kurang jelas 8
8 A,4,1
6. Estimasi biaya pekerjaan subkontraktor yang kurang tepat/ kurang realistis
68 | K o n s t r u k s i a
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
9 12 A,6,2
3
2
M
2
3
M
11 18 A,9,1
3
2
M
12 19 A,9,2
3
2
M
7. Pengaturan waktu dan lahan yang kurang baik untuk pekerjaan subkontraktor yang akan bekerja 10 13 A,7,1 9. Kesalahan dalam pemilihan subkontraktor
10. Data dan informasi tentang kinerja subkontraktor yang kurang lengkap 13 20 A,10,1
3
2
M
14 21 A,10,2
3
2
M
3
2
M
B. KONTRAKTUAL 1. Kurang lengkapnya klausul-klausul subkontrak 15 22 B,1,1
n
3. Tidak adanya pengaturan tentang perselisihan dan penyelesaiannya antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek 16 27 B,3,1
3
2
M
berlarut no
no Coding
Urut var Dampak
Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat
Modus
Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada
Tingkat
Tingkat
Tingkat
Pengelolaan Subkon
Pengaruh Frekuens Resik
17 28 B,3,2
3
2
M
18 29 B,3,3
3
2
M
2
M
4. Tidak adanya pengaturan tentang pemutusan subkontrak 19 30 B,4,1
3
C. PENGORGANISASIAN 1. Komunikasi dan koordinasi yang kurang
69 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
baikantara kontraktor utama dan subkontraktor 21 34 C,1,1
3
2
M
2
M
efektif 7. Kurang tegasnya kontraktor utama dalam pemberian sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh subkontraktor 22 46 C,7,1
3
D. KINERJA SUBKONTRAKTOR 1. Kurangnya pengetahuan subkontraktor mengenai karakteristik proyek 23 48 D,1,1
3
2
M
2. Kurangnya kemampuan subkontraktor dalam hal pendanaan/ finansial 24 51 D,2,1
3
2
M
25 52 D,2,2
3
2
M
3
2
M
2
M
2
M
4. Kurangnya produktivitas lapangandarisubkontraktor 26 55 D,4,1
5. Teknologi yang dimiliki subkontraktor ternyata kurang memadai 27 56 D,5,1
3
E. JADWAL PELAKSANAAN 1. Kegiatan yang sebelumnya (predecessor) terjadi keterlambatan 28 58 E,1,1
3
3. Terjadinya rework/ kerja ulang akibat hasil kerja yang tidak sesuai standar 29 62 E,3,1
2
3
M
30 63 E,3,2
3
2
M
G. CHANGE ORDERS (PEKERJAAN TAMBAH KURANG) 1. Tidak adanya klausul dalam subkontrak yang menjelaskan tentang pekerjaan tambah kurang (change orders)
70 | K o n s t r u k s i a
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
31 70 G,1,1
han
3
2
M
32 75 G,3,2
3
2
M
33 76 G,3,3
3
2
M
34 79 H,1,1
4
2
S
35 80 H,1,2
3
2
M
36 81 H,1,3
4
1
S
3. Terjadinya perubahan design
H. FAKTOR EKSTERNAL 1. Terjadi force majeur : bencana alam, krisisekonomi, politik, hankam, dll (bila tidak terdapat dalam kontrak)
2. Kondisi cuaca dan iklim yang tidak baik (bila tidak terdapat dalam kontrak) 37 83 H,2,2
3
2
M
38 85 H,3,1
4
2
S
39 86 H,3,2
3
2
M
3
2
M
pelaksanaankegiatankontruksi 3. Perubahan peraturan pemerintah dan perundangundangan (bila tidak terdapat dalam kontrak)
40 87 H,3,3 no
rofit kontraktor berkurang
no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat
Urut var Dampa Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada k Pengelolaan Subkon
Modus Tingkat
Tingkat
Tingkat
Pengaruh Frekuens Resik
I. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN 1. Penyelenggaraan rapat koordinasi yang sangat kurang 41 90 I ,1,3
3
2
M
71 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
6. Kurangnya pengawasan pekerjaan subkontraktor di lapangan 42 98 I,6,2
3
2
M
3
2
M
7. Penempatan pengawas yang tidak sesuai dengan kualifikasi 43 99 I,7,1 efektif 8. Kurang baiknya pengendalian kemajuan pekerjaan subkontraktor 44 10 I,8,1 0
KESIMPULAN 1. Dari 4 indikator cost overrun pada pengelolaan Subkontrak yaitu biaya pengelolaan subkon untuk, sub struktur, upper structure,arsitektur, dan mekanikal elektrikal, didapati variabel dampak resiko cost overrun paling besar terdapat pada indikator biaya pengelolaan subkon arsitektur 2. Dari hasil analisa tingkat resiko yang telah dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, diperoleh dampak–dampak yang mempunyai tingkat resiko pada indikator 3 (arsitektur) yaitu Significant (S), 3 buah, dan Medium (M), 41 buah, dari 101 variabel, ini dapat juga disimpulkan 50 % dampak berkelas medium, tidak ada satupun dampak yang mempunyai tingkat resiko High (H). 3. Hasil analisa tingkat resiko berdasarkan kombinasi indikator cost overrun pada pengelolaan subkon menunjukkan bahwa indikator 3 (biaya pengelolaan subkon arsitek) mempunyai dampak-dampak signifikan terbanyak yaitu 44 variabel dampak dan seiring dengan jumlah indikator yang dikombinasi maka jumlah dampak yang signifikan semakin kecil, dan yang paling kecil ada pada indikator 2 dan
72 | K o n s t r u k s i a
3
4.
5.
6.
2
M
kombinasi indikator 8 ( indikator 2 dan 3) sebanyak 8 variabel Setelah dilakukan analisa regresi berdasarkan output dampak hasil analisa tingkat resiko maka tidak semua dampak yang mempunyai tingkat resiko signifikan dapat dimodelkan. Dari 44 variabel hasil analisa resiko, 37 variabel yang mempunyai dua atau satu bintang, atau tingkat significant 5 % atau 1 %, kemudian dari 37 variabel, hanya 24 yang mempunyai nilai distribusi,(Anderson Darling), dari 24 variabel , hanya 19 variabel yang mempunyai nilai pada model yang terbentuk. Dampak-dampak yang mempunyai tingkat resiko signifikan dan dapat membentuk model matematis membuktikan hipotesa awal yaitu “Terjadinya dampak-dampak yang beresiko signifikan/tinggi pada biaya pengelolaan subkon dalam suatu proyek konstruksi mengakibatkan turunnya kinerja biaya, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya cost overrun”. Dari hasil validasi pakar diperoleh alternatif rekomendasi tindakan koreksi yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja biaya pengelolaan subkon.
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
Daftar Pustaka [1] Ariany Frederika, “ Journal Ilmiah Teknik Sipil”, Denpasar 2010 [2] Budi Santoso , “ Manajemen Proyek “, Surabaya, 2003 [3] Bachtiar Ibrahim, “Rencana dan Estimate Real Of Cost”, Jakarta, 1993 [4] Harold Kerzner, “Project Management : A System Approach to Planning , Scheduling, and Controlling (8th Ed.ed)”,Wiley, 2003 [5] Iman Soeharto , “ Manajemen Proyek ”, Jakarta, 1995 [6] Iman Soeharto, “Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasiona”, Jakarta, 1999
[7] Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, “Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur ”, Jakarta 2004 [8] Patrick,S.W.F dan Mingen,Li (2004). “Risk Assessment Model of Tendering for Chinese Building Projects. Journal of Constructions Engineering and Management”, ASCE. 2004. [9] Paulus Nugraha, ”Manajemen Konstruksi 2”,Surabaya, 1985 [10] Susapto, “Manajemen Konstruksi 3”, Malang, 2001 [11] Wahana Komputer, “Panduan Praktis Microsoft Project”, Yogyakarta, 2010 [12] Wulfram I Ervianto, “Manajemen Proyek Konstruksi”, Yogyakarta, 2002
73 | K o n s t r u k s i a
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS Ihsanuddin PT. Glitterindo Pratama
[email protected] Haryo Koco Buwono Dosen Tetap Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
[email protected] ABSTRAK : Dengan makin maraknya bisnis pergudangan, mendorong para investor atau owner untuk dapat mengembangkan usahanya. Salah satu diantaranya adalah pembangunan gudang, yang mana dari usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau profit yang cukup menjanjikan. Untuk itu para investor atau owner berbondong – bondong membangun gudang di area kawasan pergudangan. Maksudnya adalah mengevaluasi pekerjaan konstruksi kuda-kuda baja dengan system truss dan honeycomb dengan bentang 40 m’ yang dilaksanakan di PT Multisarana Bahtera, yang beralamat di Marunda Center dan penanggung jawab desain oleh PT Glitterindo Pratama. Tujuannya adalah mendapatkan desain struktur kuda-kuda baja dengan bentang panjang yang efektif, efesien dan ekonomis, agar dapat digunakan sebagai bahan rujukan dunia industri. Gable Frame biasanya digunakan sebagai struktur industri. Suatu gable frame mempunyai berbagai macam komponen yang berperan dalam menunjang kekuatan strukturnya secara keseluruhan, yaitu antara lain: rafter, kolom, base plate, haunch dan stiffener. Struktur Truss adalah suatu struktur yang terdiri dari elemen-elemen batang yang disambung sama lain, yang mana elemen-elemen tersebut dalam analisis dapat dimodelkan sebagai 1D, yang mana gabungan – gabungan elemen 1D dapat membentuk elemen 2D dan elemen 3D (Space). Konstruksi kuda-kuda system Honeycomb lebih berat 25,84% dibandingkan sistem Truss. Efek atau reaksi torsi dari system Truss lebih besar 20,18% dibandingkan Honeycomb. KATA KUNCI : gable, honeycomb, truss, rafter, 2D, 3D
ABSTRACT : With the increasing proliferation of warehousing business, encouraging investors or owner to be able to expand its business. One of them is the construction of the warehouse, which of these businesses can make a profit or profit is quite promising. For the investor or owner throng - throng to build warehouses in the area of warehouse area. The point is to evaluate the construction work horses and steel with honeycomb truss system with span 40 m 'are implemented in PT Multisarana Ark, which is located in Marunda Center and the person in charge of the design by Glitterindo Pratama PT. Its objective was to design structural steel horses with long spans of effective, efficient and economical, so that it can be used as reference material industry. Gable Frame is usually used as industrial structure. A gable frame have various components that play a role in supporting the overall strength of the structure, among other things: rafter, column, base plate, haunch and stiffener. Truss structure is a structure consisting of rod elements which are connected with each other, which of these elements in the analysis can be modeled as 1D, which combined - combined 1D elements can form 2D elements and 3D elements (Space). Construction horses Honeycomb system 25.84% heavier than Truss system. Effect or reaction torque of a larger system Truss 20.18% compared to Honeycomb. Keywords: gable, honeycomb, truss, rafter, 2D, 3D 75 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
PENDAHULUAN Dengan makin maraknya bisnis pergudangan, mendorong para investor atau owner untuk dapat mengembangkan usahanya. Salah satu diantaranya adalah pembangunan gudang, yang mana dari usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau profit yang cukup menjanjikan. Untuk itu para investor atau owner berbondong – bondong membangun gudang di area kawasan pergudangan. Para investor atau owner mengharapkan suatu gudang yang tidak memiliki banyak kolom di dalam gudang, guna memaksimalkan luas dari gudang tersebut untuk dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan. Oleh karena itu dibangunlah suatu gudang dengan bentang kuda-kuda yang panjang, dengan sistem kuda – kuda truss atau honeycomb. Dengan sistem kuda – kuda tersebut, yang cukup mampu mengcover dari berbagai beban yang timbul, antara lain berat sendiri, beban angin dan lain – lain. MAKSUD DAN TUJUAN Maksudnya adalah mengevaluasi pekerjaan konstruksi kuda-kuda baja dengan system truss dan honeycomb dengan bentang 40 m’ yang dilaksanakan di PT Multisarana Bahtera, yang beralamat di Marunda Center dan penanggung jawab desain oleh PT Glitterindo Pratama. Tujuannya adalah mendapatkan desain struktur kuda-kuda baja dengan bentang panjang yang efektif, efesien dan ekonomis, agar dapat digunakan sebagai bahan rujukan dunia industri.
76 | K o n s t r u k s i a
PEMODELAN KONSTRUKSI
Gambar 1. Portal Gable System Honeycomb
Gambar 2. Portal Gable System Truss
STRUKTUR GABLE FRAME Gable Frame biasanya digunakan sebagai struktur industri. Suatu gable frame mempunyai berbagai macam komponen yang berperan dalam menunjang kekuatan strukturnya secara keseluruhan, yaitu antara lain: rafter, kolom, base plate, haunch dan stiffener (gambar 2.4 : Gable frame dan komponennya). Dalam perhitungan atau pemodelan struktur, beberapa komponen tersebut sering kali diabaikan / tidak diperhitungkan. Demikian juga halnya dengan haunch (untuk selanjutnya disebut pengaku). Dalam pelaksaan di lapangan, gable frame biasanya diberi pengaku, yang berfungsi sebagai alat penyambung baut dan mencukupi kekuatan sambungan. Pengaku sebagai salah satu komponen gable frame mempunyai pengaruh terhadap kekuatan struktur secara keseluruhan.(Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No.2 th Ke IV-Juli/1998). Dalam analisis struktur gable frame digunakan bantuan program SAP 2000,
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
untuk mendapatkan gaya – gaya dalam dan lendutan yang terjadi.
dijelaskan tentang kelebihan-kelebihan dari space truss, antara lain sebagai berikut: 1.
Ringan, efisien secara stuktural dan penggunaan material optimal.
2.
Mudah dibentuk. Dibuat dipabrik dengan jumlah banyak, sehingga lebih murah, bentuk dan ukuran sesuai standard an dapat dengan mudah dirakit ditempat oleh pekerja semiskilled.
3.
Komponennya kecil-kecil sehingga mudah dibawa dan ditransportasikan.
4.
Bentuknya elegan dan ekonomis untuk struktur terbuka yang bebas kolom.
Gambar 3. Gable frame dan komponennya Sumber : Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No.2 th Ke IV-Juli/1998 STRUKTUR TRUSS Struktur Truss adalah suatu struktur yang terdiri dari elemen-elemen batang yang disambung sama lain, yang mana elemenelemen tersebut dalam analisis dapat dimodelkan sebagai 1D, yang mana gabungan – gabungan elemen 1D dapat membentuk elemen 2D dan elemen 3D (Space). Pada struktur truss cenderung diarahkan bagaimana gaya-gaya luar yang bekerja pada struktur tersebut dialihkan ke tumpuan dan gaya – gaya luar tersebut dialihkan melalui perilaku aksial pada elemen 1D. Struktur truss mempunyai bentuk tersendiri yaitu berupa suatu rangka yang terdiri dari segitiga tertutup.(sumber www.wiryanto.wordpress.com) Prof. S. R. Satish Kumar dan Prof. A. R. Santha Kumar menjelaskan pula pengertian tentang space truss dalam jurnalnya tentang Design of Steel Structures , yaitu rangka tiga dimensi yang terdiri dari batang-batang yang saling menyambung. Space truss memiliki sifat khas yaitu tidak menerima gaya momen atau torsi. Semua member hanya dapat memikul gaya aksial tekan dan tarik. Dalam jurnal tersebut, juga
Konsep Pembebanan Konstruksi Kuda Kuda Baja Pada Struktur Gable Dalam menentukan bentuk dan ukuranukuran dari sebuah konstruksi baja, kita diharuskan menurut kepada ketentuan – ketentuan dan peraturan – peraturan yang berlaku di Indonesia. Dengan ketentuan – ketentuan dan peraturan – peraturan tersebut, dapat dijadikan dasar atau pedoman untuk merencanakan suatu konstruksi dari hal material / bahan yang digunakan, beban – beban / gaya luar yang bekerja pada suatu konstruksi, serta tegangan – tegangan yang diizinkan. Besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur diatur pada Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, 1983 sedangkan masalah kombinasi dari beban-beban yang bekerja telah diatur dalam SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2. Beban dari suatu konstruksi Bangunan baja dapat dibedakan sebagai berikut : a.
Beban Mati
Beban mati/tetap adalah berat dari semua bagian suatu konstruksi yang bersifat tetap selama masa layan struktur tersebut, 77 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian – penyelesaian yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konstruksi. Untuk menentukan beban mati dalam perencanaan kuda-kuda baja ini, ada beberapa beban mati yang harus diperhitungkan antara lain : -
berat kuda-kuda baja sendiri
-
berat atap yang digunakan
-
berat gording
-
berat trekstang
-
berat bracing / ikatan angin dan
- berat penyambung kuda-kuda seperti plat sambungan, baut dan mur b.
Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang bekerja pada struktur dalam masa layannya, dan timbul akibat penghunian atau penggunaan suatu konstruksi. Yang termasuk beban ini adalah berat manusia, perabotan yang dapat berpindah-pindah dan barang-barang lainnya. c.
Beban Angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada suatu konstruksi yang disebabkan oleh tekanan-tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat tergantung dari lokasi bangunan dan ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan tiup angin minimum 25 kg/m2. Tekanan tiup untuk lokasi dilaut atau tepi laut (sampai jauh 5 km dari pantai) minimum 40 kg/m2. Untuk daerah-daerah dekat laut dan daerah lain dimanaa kecepatankecepatan angin mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar daripada yang di tentukan maka tiup harus ditentukan dengan menggunakan rumus : 78 | K o n s t r u k s i a
P= V2 / 16 (kg/cm2), dimana V adalah kecepatan angin Beban angin dibedakan atas 2 jenis yaitu beban angin datang (positip) dan beban angin hisap (negatif). Beban angin datang adalah beban angin yang searah dengan gravitasi bumi sedangakan angin hisap adalah beban angin yang berlawanan dengan gravitasi bumi. Beban angin menjadi hisap berdasarkan sudut yang dibentuk antara kolom dan kuda-kuda bangunan (sisi atap). Koefisien beban angin yang diberikan pada struktur kuda-kuda adalah 0.02 - 04. Selain itu untuk beban angin hisap sudah mendapat faktor reduksi seperti rumusan yang di atas. d.
Beban Khusus
Beban khusus adalah semua beban yang bekerja pada suatu konstruksi yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan, pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya – gaya tambahan yang berasal dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari keran, gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal dari mesin – mesin serta pengaruh – pengaruh khusus lainnya. Beban Gempa pada perhitungan ini tidak termasuk dalam evaluasi. METODE ANALISIS Kondisi yang terjadi dilapangan adalah bahwa gudang lama dan gudang baru yang dibangun mempunyai bentang kuda-kuda 40 m’, tinggi bangunan 7 m’ yang terdiri dari beton pedestal tinggi 1m’ dan kolom baja tinggi t 6 m’ , sudut kemiringan atap 15º, bahan penutup atap menggunakan galvalume tebal 0,4 mm, gordingnya menggunakan CNP 125x50x20x2.3 mm, tapi yang membedakan antara gudang lama dan gudang baru adalah model konstruksi
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
kuda-kudanya, gudang lama menggunakan kuda-kuda system honeycomb dan gudang baru menggunakan system truss. Hal inilah yang menjadikan dasar penulis untuk mengevaluasi struktur kuda-kuda baja tersebut. ANALISA KONSTRUKSI KUDA-KUDA BAJA PADA STRUKTUR GABLE DENGAN SISTEM HONEYCOMB Penutup Atap Penutup atap yang di gunakan adalah zincalume, type F. 714 ex. Fumira dengan spesifikasi sebagai berikut : • Tebal = 0.40 mm • Tinggi gelombang atap = 30 mm • Berat atap = 4 kg/m² Dibawah atap di gunakan insulasi sebagai penghambat panas matahari yang terdiri dari : • Roofmesh 1 lapis • Aluminium foil 2 lapis • Glaswoll 1 inci • Total berat insulasi = 1 kg/m2 Data Struktur • Bentangan kuda-kuda = 40 m • Kemiringan kuda-kuda = 15 derajat • Jarak antar kuda-kuda = 6 m • Jarak miring antar gording = 1.2 m • Tekanan angin di ambil = 40 kg/m2 berdasarkaSNI 03 – 1729 – 2002 pasal 2.2 karena jarakLokasi bangunan ketepi laut kurang dari 5km • Trestang di pasang 2 bh setiap satu gording Spesifikasi bahan Dalam pembahasan analisis ini,digunakan bahan konstruksi sebagai berikut : 1. Beton
Mutu karakteristik beton kubus yang didasarkan atas kekuatan beton pada umur 28 hari yakni : a. Pedestal : K-300 2. Besi Tulangan Jenis dan tegangan leleh (fy) besi tulangan yang digunakan : a. Besi Polos : 240 Mpa (BJTP 24) untuk Ø ≤ 10 mm b. Besi ulir : 400 Mpa (BJTD 40) untuk Ø ≥ 13 mm c. Angkur : ASTM A-36, tegangan tarik batas (Ultimate Tensile Strenght) 400 – 500 Mpa dan tegangan leleh (Yield Strenght) minimum 240 Mpa 3. Baja Struktural Jenis dan tegangan leleh (fy) baja yang digunakan : a. Jenis Baja BJ37 fy: 240 Mpa fu : 370 Mpa 4. Baut Mutu baut untuk konstruksi baja terdiri dari 2 jenis, yaitu : a. Untuk sambungan gording dan non structural element : baut hitam ASTM A307/ST 37 (Tensile Strenght = 55 ksi = 386 Mpa) b. Untuk element struktur: baut HTB ASTM A325 (Tensile Strenght =120 ksi =843 Mpa) Kombinasi Pembebanan untuk Hanycomb dan Truss Berdasarkan peraturan baja Indonesia, SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2 sebagai berikut : 1. COMB1 = 1 (DL + SDL + LL) 2. COMB2 = 1,4 (DL + SDL) 3. COMB3 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL 4. COMB4 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL + 0,8 Wka 5. COMB5 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL + 0,8 Wkr
79 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
6. COMB6 = 1,2 (DL+SDL) + 1,3Wka + 0,5LL 7. COMB7 = 1,2 (DL+SDL) +1,3 Wkr + 0,5 LL
Kontrol terhadap momen dan aksial Lkx= Lky = L kuda – kuda = 20,705 m L 0,65.20705 x kx 72,142 cm ix 28,70
DL = DEAD LOAD, beban mati dari material konstruksi sendiri SDL = Super Dead Load, beban mati tambahan yang terdiri dari penutup atap, gording, trekstang, ikatan angin insulasi dan beban instalasi. LL = Live Load, beban hidup Orang W = Beban Tekanan Angin
N crbx
2 .E x Ag x 2
2 . 2,0 . 10 6
x 100,12 = 379344,48 kg 72,14 2 Lky 0,8.690 y 108,24 cm iy 5,1
N crby
2 .E x Ag y 2
2 . 2,0 . 10 6
x 100,24 = 168512,97 kg 108,24 2 x<yy menentukan 108,24 cm
c
.
fy E
108,24
.
2400 3,776 2,0.10 6
c> 1,2 = 1,25 c2 = 1,25 x 3,7762 = 4,72 Pn = 0,85 Ag fy/ = 0,85 . 100,12 . 2400/4,72 = 54090,25 kg Pu = 3549,59 kg (diperoleh dari SAP) Pu < Pn 3549,59 kg <54090,25 kg …ok! Pu 3549,59 0,065 0,2 pakai Pn 54090,25 rumus 2 Mux = bx . Mntx
Gambar 4. Modelisasi HoneyComb
80 | K o n s t r u k s i a
1859,72 Cm 0,6 0,4 0,52 1 8622,01 Cm 0,52 = = 0,54 bx Nu 3440,24 1 1 N 78430,77 crby bx dipakai 1 Mux = bx . Mntx = 1 . 8622,01 = 8622,01 kg.m bx dipakai 1 Mux = bx . Mntx = 1 . 8916,76 = 8916,76 kg.m
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
Kontrol Local Buckling bf 170 Pelat sayap : 2.tf fy Badan :
Kontrol Sambungan Pelat
h 1680 tw fy
295 5,5
149 170 2.8 240 1680
240 9,31 < 10,97 53,8 < 108,44 Penampang kompak Mnx = Mpx
Kontrol Lateral Bucling Mp = Zx . fy = 1856,1 . 2400 = 4454640 kg.cm = 44546,4 kgm Mnx = Zx . fy = 1856,1 . 2400 =4454640 kgcm = 44546,4kgm Mny = Zy . fy = 174 . 2400 = 417600 kgcm = 4176 kgm Mmux = 13623 kg.m (diperoleh dari SAP) Kontrol Interaksi Tekan dan Momen Lentur
M uy Pu M ux 1 2 . . Pn . M nx . M ny
3549,59 13623 0 2 . 54090,25 0,9 . 44546,40 0,372< 1 ………..ok !!!
Dipakai profil kuda kuda Honeycomb 600 200 813 Dari hasil SAP didapat : Pu = 15562,24 kg Mu = 7580,90 kg.m Baut tipe tumpu & ulir tidak pada bidang geser, t plat penyambung = 12 mm A baut = 1/4 . . 2,22 = 3,8 cm2 , BJ 41 fu = 410 Mpa Kekuatan sambungan baut ( metode titik putar ) 1. Kuat geser baut, Vd = . r1 . fub . Ab . m = 0,75 . 0,5 . 4100 . 3,81 = 5842,5 kg 2. Kuat tumpu baut, Rd = . 2,4 . db . tp . fu = 0,75. 2,4 . 2,2 . 0,8 . 3700 = 11721,6 kg > Vd 3. Kuat tarik baut, Td = . 0,75 . fu . Ab = 0,75 . 0,75 . 4100 . 3,8 = 8763,75 kg Akibat Geser Sentris Pu =15562,24 kg Direncanakan jumlah baut 14 buah Sehingga 1 baut menerima beban (Vu):
81 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Vu = Pu 15562,24 1111,58kg Vd (5842,5kg) n
14
Kontrol interaksi geser & tarik Vu f UV 0,5 fu Ab Vu 1111,58 fuv = 292,52kg / cm 2 < 0.75 x Ab 3,8 0,5x4100 = 1537,5 kg/cm2 ft = ( 1,3 . fub – 1,5 . fuv ) = ( 1,3 . 4100 – 1,5 . 292,52 ) = 4891,22 kg/cm2> 4100 kg/cm2 maka digunakan ft = 4100 kg/cm2 Td = . ft . Ab = 0,75 . 4100 . 3,8 = 11685 kg y2 = 2.(112 + 222 + 382 + 542 + 702 + 862) = 34522 cm2 Tumax= M . Y 758090.86 u
max
y2
34522
Perencanaan RangkaBatang Batang Bawah Kontrol pada batang section no.24 dengan menggunakan T-Beam T150x150x6,5x9 mm. Dari hasil analisa dengan program SAP 2000 di dapat : Pu = 7253,74 kg L = 120 cm Property penampang - B = 150 mm - H = 150 mm
1888,52 kg Td 11685 kg...Ok!
Kontrol Kuat Beban Tarik Baut Beban yang sejajar dengan sumbu baut (Tarik) : Tn = 0,75. fu. Ab = 0,75. 4100. 3,8 = 11685 kg Td = ø. Tn = 0,75. 11685 = 8763,75 kg …………………ok !!
ANALISA KONSTRUKSI KUDA-KUDA BAJA PADA STRUKTUR GABLE DENGAN SISTEM TRUSS
Perencanaan Batang Truss Batang direncanakan menggunakan Beam dan Equal Angle (siku).
T-
-
- t1= 6,5 mm - t2 = 9 mm - r = 13 mm - tw1 = 10 mm - Af = 23.39 cm2 - Ix = 463 cm4 - Iy = 254 cm4 - rx = 4.45 cm - ry = 3.29 cm - Zx = 33.7 cm3 Zy = 29.6 cm3 Fu = 370 MPa = 3700 kg/cm2 Fy = 240 MPa = 2400 kg/cm2 E = 2 x 106 kg/cm2
Kontrol Aksial Kontrol kelangsingan penampang : Berdasarkan SNI 03-1729-2002 bahwa untuk penampang komponen struktur harus memenuhi sebagai berikut : <p Tekuk lokal pada sayap (flens) : 250 bf = 2.tf p =
82 | K o n s t r u k s i a
fy
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
Tekuk lokal pada badan (web) : 335 H = tw p =
fy
2400 . 23,39 Pn = = 1 = 56136 kg Pu < ϕ Pn 7253,74 kg < 0,85 x 56136 kg = 47715,6kg...........(ok) Pu 7253,74 .Pn 47715,6 = 0,152< 1 ............Aman
fy
bf 250 fy Pelat sayap : 2.tf 150 250 2*9 240
Cek kelangsingan struktur arah sumbu y : Lky = Kcy . L 0,65 . 1200 = 780 mm Lky 780
8,33< 16,14.....Aman
y
h 335 tw fy Pelat Badan : 150 335 6,5 240 23,07<21,62.....Tidak Aman Kondisi tumpuan jepit-jepit, faktor panjang tekuk k=0,65 Kontrol Kelangsingan komponen Struktur Tekan Berdasarkan SNI 03-1729-2002 Pasal 7.6.4 mensyaratkan : k.L x
=
. Ag
r <200
= ry = 32,9 = 23,7
2 . E . Ag Ncrsy = 821150,6
2
Ncrsx = 1502627,42 cx
2
=
17,52 2
=
17,52 2400 fy . . 2,0.10 6 = 0,193 = E =
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 9.1 no 4.24a : untuk c<0,25maka = 1 Pu = 7253,74 kg (diperoleh dari SAP)
=
1,43 1,2= 1,6 0,67 . cx 1,43 1,0029 = 1,6 0,67 . 0,26
(diperoleh dari SAP)
2400 . 23,39 1 , 003 Pn = = = 55968,09 kg Pu < ϕ Pn 7253,74 kg < 0,85 x 55968,09 kg = 47572.8kg...........(ok) Pu 7253,74 .Pn 47572,8 = 0,152< 1 ............Aman fy
2 . 2,0 . 10 6 . 23,39
2 . E . Ag
23,7 2
=
23,7 2400 fy . . 2,0.10 6 = 0,26 cy = E = Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 9.1 no 4.24b : c = 0,26 ; maka 0,25 <c<
Pu = 7253,74 kg Cek kelangsingan struktur arah sumbu x : k.Lx = k.Lx = 0,65 . 1200 = 780 mm k.Lkx 780 x = rx = 44,5 = 17.52
2 . 2,0 . 10 6 . 23,39
. Ag
Batas Leleh : Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Pasal 10.1 adalah : Pu < ϕ Pn=0,9 . Ag . fy 7253,74<0,85 . 23,39 . 2400 = 47715,6 kg .........(ok)
83 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Batas Putus : Ae=0,75 . A = 0,75 . 23,39 = 17,54 Pu < ϕ Pn=0,75 . Ae . Fu 7253,74<0,75 . 17,54 . 3700 = 48673,5 kg .........(ok) Jadi profil T-Beam T150x150x6,5x9 mm dapat dipakai sebagai batang bawah pada kuda-kuda Truss.
Batang Diagonal Kontrol pada batang section no.167 dengan menggunakan profil Equal Angle baja siku sama kaki 50x50x5 mm (Batang Ganda) Dari hasil analisa dengan program SAP 2000 di dapat : Pu = 2676,80 kg = 2,67 ton L = 192,09 cm
Ag = 480,2 mm2 ex = 19,30 mm Ix = Iy = 11,10 x 104 mm4 rmin = 15,2 mm r = 9,8 mm tp = 6 mm b = 50 mm t = 5 mm
Kondisi Leleh
Kondisi Fraktur
; U=0,85
Batang Tegak (Vertikal) Kontrol pada batang section no.159 dengan menggunakan profil Equal Angle baja siku sama kaki 50x50x5 mm (Batang Ganda) Dari hasil analisa dengan program SAP 2000 di dapat : Pu = 2160,86 kg = 2,16 ton L = 150 cm
Cek Kelangsingan 84 | K o n s t r u k s i a
Ag = 480,2 mm2 ex = 19,30 mm Ix = Iy = 11,10 x 104 mm4 rmin = 15,2 mm r = 9,8 mm
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
tp = 6 mm b = 50 mm t = 5 mm
Kondisi Fraktur
Cek Kelangsingan U=0,85
Kondisi Leleh Berdasarkan hasil perhitungan analisis di atas dapat disampaikan perbandingan antara sistem Honeycomb dan Truss :
85 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan : 1. Dalam mendesain portal gable untuk bangunan gudang harus ditinjau dengan model 2D dan 3D. 2. Konstruksi kuda-kuda system Honeycomb lebih berat 25,84% dibandingkan sistem Truss. 3. Luas cat kuda-kuda system Truss lebih besar 21,52% dibandingkan system Honeycomb. 4. Efek atau reaksi torsi dari system Truss lebih besar 20,18% dibandingkan Honeycomb. 86 | K o n s t r u k s i a
5. Beban Lateral system Honeycomb lebih besar 36,62% dibandingkan dengan sistem Truss. 6. Kebutuhan jumlah baut kesambungan kolom dan antar kuda-kuda, sistem Honeycomb lebih banyak 7,55% dibandingkan system Truss. 7. Dalam struktur modeling2D material kolom WF-400x20x8x13 aman, tetapi setelah ditinjau dengan modeling 3D tidak aman, perlu dirubah menjadi kolom Kingkross WF-400x200x8x13. 8. Gaya axial untuk kolom pada kudakuda sistem Honeycomb lebih besar 8,84% dibandingkan kolom pada kudakuda sistem Truss.
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
9. Berat baja untuk konstruksi kuda-kuda sistem Honeycomb adalah 27826 kg untuk tujuh pasang kuda-kuda. 10. Luas kebutuhan cat untuk konstruksi kuda-kuda system Honeycomb adalah 683,52 m2 untuk tujuh pasang kudakuda. 11. Berat baja untuk konstruksi kuda-kuda sistem Truss adalah 20636,5 kg untuk tujuh pasang kuda-kuda. 12. Luas kebutuhan cat untuk konstruksi kuda-kuda sistem Truss adalah 871.02 m2 untuk tujuh pasang kuda-kuda. 13. Tinggi pemanfaatan ruangan untuk konstruksi kuda-kuda sistem Truss lebih rendah 90 cm dibanding sistem Honeycomb. 14. Besarnya beban angin untuk desain konstruksi dipengaruhi oleh jarak laut terhadap lokasi bangunan yang ditinjau, semakin dekat dengan laut beban angin semakin besar, begitu juga sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Departemen
Pekerjaaan
Umum,
“Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung –SKBI1.3.53”, Jakarta, 1987 2.
Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD oleh Agus setiawan
3.
Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No.2 th Ke IV-Juli/1998
4.
Jurnal
tentang
Design
of
Steel
Structures oleh Prof. S. R. Satish Kumar dan Prof. A. R. Santha Kumar 5.
SNI-03-1729, 2002 tentang TATA CARA PERENCANAAN
STRUKTUR
BAJA
UNTUK BANGUNAN GEDUNG
87 | K o n s t r u k s i a
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON Dwi Novi Setiawati Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan AgengTirtayasa Email:
[email protected] Andi Maddeppungeng Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan AgengTirtayasa Email:
[email protected] ABSTRAK : Proyek pembangunan pabrik Krakatau Posco merupakan salah satu proyek yang besar dengan bentuk permukaan tanah yang kurang rata, dimana pada pelaksanaan pematangan didominasi oleh penggunaan alat berat. Permasalah yang timbul dalam penggunaan alat berat ini yaitu pengoperasian dan pengkombinasian alat-alat berat yang salah dengan kondisi alat. Penurunan produktivitas alat berat ini juga disebabkan oleh kondisi peralatan, keterampilan operator, waktu siklus, jenis material, kondisi kerja, tata laksana dan kondisi cuaca. Sehingga diperlukan pemilihan dan penentuan komposisi alat yang tepat agar alat berat tersebut dapat bekerja secara optimal dan pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dengan biaya sehemat mungkin. Penelitian ini merupakan metode perhitungan produksi kapasitas alat berat secara aktual. Analisis yang dilakukan yaitu perhitungan perhitungan produktivitas masing-masing alat berat yang digunakan, dengan menentukan waktu siklus alat, penentuan factor koreksi alat, perhitungan produksi persiklus, produksi perjam, produksi perhari, besarnya harga sewa alat perjam, besarnya biaya dan waktu yang dibutuhkan selama alat bekerja, menentujan harga satuan pekerjaan dan penentuan komposisi alat berat yang tepat. Besarnya produktivitas alat berat dengan biaya dan waktu paling efektif dan efisien menggunakan komposisi alat alternatif ke-3 yaitu 8 unit excavator 609,6384 m3/jam, 5 unit bulldozer 571,2079 m3/jam, 5 unit vibration roller 469,665 m3/jam, 22 unit dump truck 612,1302 m3/jam, 1 unit motor grader 987,84 m2/jam dan 5 unit wheel loader 446,135 m3/jam dengan biaya total Rp.37.547.895.680 dan total waktu pelaksanaan 1760 jam atau 220 hari . KATA KUNCI : Alat berat, Produktivitas, Biaya, Waktu
ABSTRACT : Krakatau Posco’s project is one of the major projects with an uneven surface, the land clearing is dominated by the use of equipment. The Problems that appeared from using of the equipment are wrong combining and using equipment even though the condition of the equipments. The selection and determination of right equipment composition is needed so that, the equipment can work optimal and it can be completed on time with economical costs. The composing of this research is an actual calculation of production capacity’s method. The analysis was productivity of each equipment by the cycle equipments time, correction equipment’s factor, a cycle calculation, an hour production, a day production, a equipment rental price per hour, cost and time that is required for equipments work, unit price work and the exact composition of equipment. The productivity of the equipment with the most effective and efficient cost and time used the third alternative composition’s equipment. They were eight units of excavator 609.6384 m3/hour, five units of 89 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
bulldozer 571.2079 m3/hour, 5 units of vibration roller 469.665 m3/hour, 22 units of dump truck 612.1302 m3/hour, 1 unit of motor grader 987.84 m2/hour, and 5 units wheel loaders 446.135 m3/hour with total cost Rp.37.547.895.680 and the total of construction duration was1760 hours or 220 days. Keywords: Equipment, Productivity, Cost, Duration
LATAR BELAKANG Pelaksanaan Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau Posco, khususnya pada pekerjaan tanah yaitu pematangan lahan didominasi oleh penggunaan alat berat. Penyelesaian suatu pekerjaan atau bagian pekerjaan proyek tertentu diperlukan pemilihan alat dimana pemilihan alat-alat berat tergantung pada karakteristik masingmasing alat dan kondisi medan. Hal ini diperlukan agar alat tersebut dapat bekerja secara optimum sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dengan biaya sehemat mungkin. Selain itu pelaksanaan suatu proyek konstruksi juga selalu terdapat kendala-kendala, baik kendala yang sudah diperhitungkan maupun diluar perhitungan perencana. Mengingat bahwa kendala-kendala tersebut dapat menjadi penyebab terhambatnya pekerjaan proyek dan pekerjaan proyek tidak berlangsung dengan lancar, maka dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi selalu ada kemungkinan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek akan melebihi waktu yang telah ditentukan dalam kontrak pekerjaan. Begitu pula Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau Posco yang mengalami kendala seperti pada pekerjaan penimbunan tanah, alat-alat berat tidak bekerja secara optimal, kondisi medan yang kurang baik bahkan cuaca yang kurang mendukung, oleh karena itu peran aktif manajemen merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pengelolaan proyek yaitu dalam peninjauan jadwal proyek untuk menentukan langkah perubahan mendasar agar keterlambatan 90 | K o n s t r u k s i a
penyelesaian proyek dapat dihindari atau dikurangi. TUJUAN Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kombinasialat berat yang digunakan dalam pelaksanaan proyek ini. 2. Untuk menghitung produktifitas kerja masing-masing alat berat yang digunakan. 3.Untuk menganalisis biaya dan durasi proyek yang paling efektif dan efisien dengan pemilihan alternatif yang murah dan cepat pada proyek ini. BATASAN MASALAH Dalam penulisan ini, proyek yang ditinjau yaitu Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau Posco di kawasan industri Krakatau steel. Adapun batasan masalah yang di tinjau dalam penelitian ini meliputi: 1.
Studi kasus pada lokasi yang terletak di kota Cilegon, yaitu proyek pembangunan Pabrik Krakatau Posco di kawasan industri Krakatau Steel yang mendukung pergerakan perindustrian baja khususnya di kawasan industri
2.
Pekerjaan tanah yang ditinjau adalah, pemindahan, perataan, dan pemadatan tanah pada pekerjaan tanah.
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
3.
Perhitungan jumlah kebutuhan peralatan dihitung berdasarkan volume pekerjaan.
4.
Menentukan harga satuan pekerjaan berdasarkan jenis alat yang digunakan.
5.
Jam kerja alat berat yang ditinjau adalah jam kerja normal dengan waktu 8 jam
6.
Kondisi alat baik
7.
Alat berat yang dipakai adalah excavator,bulldozer,motor grader,wheel loader, vibro roller dan dump truck
8.
Standar perhitungan harga satuan pekerjaan yang digunakan adalah peraturan Derektorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 2008, Panduan Analisis Harga Satuan.
PENGETAHUAN KONSTRUKSI
ALAT-ALAT
BERAT
Berdasarkan konsep teknik, produktivitas adalah rasio dari output yang dihasilkan dari tiap sumber daya yang digunakan (input) dibandingkan menjadi sebuah rasio yang pada suatu waktu dengan kualitas sama atau meningkat. Penelitian ini menggunakan tinjauan beberapa pendapat para pakar di bidang konstruksi, dan beberapa penelitian mengenai alat berat antara lain: a. Muhammad Rusli Rasyid (2008) Analisis Produktifitas Alat-Alat Berat Proyek Studi Kasus Proyek Pengembangan Bandar Udara Hasanuddin Maros, Makassar. b. Sentosa Limanto Analisis produktivitas pemancangan Tiang Pancang Pada Bangunan Tinggi
Apartemen Seminar Nasional 2009Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra. c. Yusep Depyudin Analisis Produktivitas Alat-Alat Berat Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan Antartika II di Kawasan Industri Krakatau Steel, Cilegon. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa penentuan kombinasi alat berat yang baik dapat mempercepat target waktu yang diharapkan dan dapat menekan biaya lebih efisien, yang kadang kala kurang dimaksimalkan pengoprasian atau pun pengelolaanya. Alat berat yang dikenal di dalam ilmu Teknik Sipil adalah alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu infrastruktur dalam bidang konstruksi. Alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek terutama proyek-proyek konstruksi dengan skala yang besar. Tujuan alat-alat berat tersebut untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah pada waktu yang relative lebih singkat dan diharapkan hasilnya akan lebih baik.(Susy Fatena Rostiyanti. 1:2002). Menurut Djoko Wilopo, 6:2009, menyatakan bahwa, keuntungankeuntungan yang di peroleh dengan menggunakan alat berat antara lain : 1. Waktu pengerjaan lebih cepat Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, terutama pada pekerjaan ang sedang dikejar target penelesaiannya. 2. Tenaga besar
91 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Melaksanakan jenis pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan oleh manusia. 3. Ekonomis Karena alasan efisiensi, keterbatasan tenaga kerja, keamanan dan faktorfaktor ekonomis lainnya. 4. Mutu hasil kerja lebih baik Dengan memakai peralatan berat, mutu hasil kerja menjadi lebih baik dan presisi SIFAT-SIFAT TANAH 1. Keadaan asli sebelum diadakan pengerjaan, ukuran tanah demikian biasanya dinyatakan dalam ukuran alam, Bank Measure ( BM ), ini digunakan sebagai dasar perhitungan jumlah pemindahan tanah 2. Keadaan lepas, yakni keadaan tanah setelah diadakan pengerjaan (disturb), tanah demikian misalnya terdapat di depan dozer blade, diatas truk, di dalam bucket dan sebagainya. Ukuran volume tanah dalam keadaan lepas biasanya dinyatakan dalam loose measure ( LM ) yang besarnya sama dengan BM + % swell x BM (swell=kembang). Faktor swell ini tergantung dari jenis tanah, dapat dimenerti bahwa LM mempunyai nilai yang lebih besar dari BM. 3. Keadaan padat, ialah keadaan tanah setelah ditimbun kembali kemudian dipadatkan. Volume tanah seetelah diadakan pemadatan, mungkin lebih besar atau mungkin juga lebih kecil dari volume keadaan Bank, hal ini tergantung usaha peadatan yang kita lakukan. MANAJEMAN ALAT Manajemen pemilihan dan pengendalian alat berat adalah proses merencanakan, mengorganisir, memimpin dan 92 | K o n s t r u k s i a
mengendalikan alat berat untuk mencapai tujuan pekerjaan yang ditentukan. Menurut Susy Fatena Rostiyanti. 4:2002i, menjelaskan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan alat berat, sehingga kesalahan dalam pemilihan alat dapat dihindari, antara lain adalah : 1. Fungsi yang harus dilaksanakan. 2. Kapasitas peralatan. 3. Cara operasi. 4. Pembatasan dari metode yang dipakai. 5. Ekonomi. 6. Jenis proyek. 7. Lokasi proyek. 8. Jenis dan daya dukung tanah 9. Kondisi lapangan. FUNGSI DAN CARA KERJA ALAT BERAT 1. Excavator/Backhoe Excavator adalah alat yang bekerjanya berputar bagian atasnya pada sumbu vertikal di antara sistem roda-rodanya, sehingga excavator yang beroda ban (truck mounted), pada kedudukan arah kerja attachment tidak searah dengan sumbu memanjang sistem roda-roda, sering terjadi proyeksi pusat berat alat yang dimuati berada di luar pusat berat dari sistem kendaraan, sehingga dapat menyebabkan alat berat terguling. Untuk mengurangi kemungkinan terguling ini diberikan alat yang disebut out-triggers. Excavator/backhoe dikhususkan untuk penggalian yang letaknya di bawah kedudukan backhoe itu sendiri. 2. Bulldozer Alat ini merupakan alat berat yang sangat kuat untuk pekerjaan pekerjaan: mendorong tanah, menggusur tanah (dozer), membantu pekerjaan alat-alat muat, dan pembersihan lokasi (land clearing).(Ronald C.Smith 42:1986
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
Principles and Construction)
Practices
of
Heavy
Kegunaan Buldoser sangat beragam antara lain untuk: Pembabatan atau penebasan (cleraring) lokasi proyek, merintis (pioneering) jalan proyek, gali/ angkut jarak pendek, Pusher loading, menyebarkan material, penimbunan kembali, trimming dan sloping, ditching, menarik, memuat. 3. Vibration roller Pemadatan tanah merupakan proses untuk mengurangi adanya rongga antar partikel tanah sehingga volume tanah menjadi lebih kecil. Pada umumnya proses ini dilakukan oleh alat pemadat khususnya roller. Akan tetapi, dengan adanya lalulintas di atas suatu permukaan maka secara tidak langsung material diatas permukaan tersebut menjadi lebih padat, apalagi yang melewati permukaan tersebut adalah alat berat. 4. Dump Truck Dumptruck adalah alat angkut jarak jauh, sehingga jalan angkut yang dilalui dapat berupa jalan datar, tanjakan dan turunan. Untuk mengendarai dumptruck pada medan yang berbukit diperlukan keterampilan operator atau sopir. Operator harus segera mengambil tindakan dengan memindah gigi ke gigi rendah bila mesin mulai tidak mampu bekerja pada gigi yang tinggi. Hal ini perlu dilakukan agar dumptruck tidak berjalan mundur karena tidak mampu menanjak pada saat terlambat memindah pada gigi yang rendah. Untuk jalan yang menurun perlu juga dipertimbangkan menggunakan gigi rendah, karena kebiasaan berjalan pada
gigi tinggi dengan hanya mengandalkan pada rem (brakes) sangat berbahaya dan dapat berakibat kurang baik. 5. Motor Grader Motor grader adalah alat besar yang berfungsi sebagai pembentuk permukaan tanah atau perataan tanah. Blade dari motor grader ini dapat diatur sedemikian rupa, sehingga fungsinya bisa diubah angle dozer atau tilting dozer ini jelas lebih flexible dari pada jenis dozer. Variasi posisi blade ini tidak berarti bahwa motor grader termasuk dari jenis dizer, karena dalam pekerjaan penggusuran tanah, bulldozer jauh lebih efektif dari pada grader, hal ini disebabkan tenaga yang tersedia dan juga letak sentroid (titik berat) pada blade bulldozer. 6. Wheel Loader Wheel Loader adalah alat berat mirip dozer shovel, tetapi beroda karet (ban), sehingga baik kemampuan maupun kegunaannya sedikit berbeda yaitu : hanya mampu beroperasi didaerah yangkeras dan rata, kering tidak licin karena traksi di daerah basah akan rendah, tidak mampu mengambil tanah bank sendiri atau tanpa dibantu lebih dulu oleh bulldozer (Ronald C.Smith 42:1986 Principles and Practices of Heavy Construction).Metode pemuatan pada alat pemuat/loader baik track shovel maupun wheel loader ada 3 macam : 1. I shape/cross loading 2. V shape loading 3. Pass loading EFISIENSI KERJA ALAT BERAT Produktifitas alat berat pada kenyataannya di lapangan tidak sama jika dibandingkan dengan kondisi ideal alat dikarenakan hal93 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
hal tertentu seperti topografi, keahlian operator, pengoperasian dan pemeliharaan alat. Produktifitas per jam alat yang harus diperhitungkan dalam perencanaan adalah produktifitas standart alat pada kondisi ideal dikalikan suatu faktor yang disebut efisiensi kerja. Besarnya nilai efisiensi kerja ini sulit ditentukan secara tepat tetapi berdasarkan pengalaman-pengalaman dapat ditentukan efisiensi kerja yang mendekati kenyataan. Bagaimana efektivitas alat tersebut bekerja tergantung dari beberapa hal yaitu : 1. Kemampuan operator pemakai alat. 2. Pemilihan dan pemeliharaan alat, 3. Perencanaan dan pengaturan letak alat, 4. Topografi dan volume pekerjaan, 5. Kondisi cuaca, 6. Metode pelaksanaan alat. METODE PERHITUNGAN PRODUKSI ALAT BERAT 1. Excavator/Backhoe Produksi excavator dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini (Rochmanhadi 20:1982 Kapasitas dan Produksi Alat-Alat Berat ; Ronald C.Smith 38:1986): . Keterangan : 3
Q = Produksi per jam (m /jam) q1 = kapasitas bucket (m3) K = Faktor pengisian bucket Cm = Waktu siklus dalam detik E = Kondisi Manajemen dan medan kerja ( Faktor koreksi) Rumus waktu siklus Excavator dapat dihitung dengan persamaan berikut : Cm = t1 + (2 x t2)+ t3 (detik) Keterangan : t1 = waktu gali / waktu muat bucket 94 | K o n s t r u k s i a
t2 t3
= waktu swing = waktu buang
2. Bulldozer Kapasitas produksi alat dengan menggunakan persamaan dibawah ini (Rochmanhadi 41:1992 Kapasitas dan Produksi Alat-Alat Berat): Rumus kapasitas produksi : KP=PMTxFK Keterangan : KP = kapasitas produksi (m3/jam) PMT = produksi maksimum teoritis (efisiensi 100%) /jam FK = Faktor koreksi Rumus mencari produksi maksimum teoritis:PMT=KBxT Keterangan: KB = kapasitas blade, T = jumlah trip per jam 3. Vibration Roller Untuk menghitung produksi alat dapat digunakan persamaan sebagai berikut (Djoko Wilopo, 44:2009 dalam Buku Metode Konstruksi dan Alat-Alat Berat): KP = Keterangan : KP = Luas permukaan lapisan yang dipadatkan (m2/jam) LK = Lebar efektif drum pada gilas (m) F = Kecepatan compactor (km/jam) H = Ketebalan material yang di padatkan untuk setiap jalur yang di padatkan (m) FK = Faktor koreksi dari: N = Jumlah lintasan (pass) yang diperlukan untuk mencapai kemampatan yang dikehendak 4. Dump Truck Produksi per jam total dari beberapa dump truck yang mengerjakan pekerjaan
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
yang sama secara simultan dapat dihitung dengan rumus berikut ini (Rochmanhadi 34:1982 dalam buku Kapasitas dan Produksi Alat-Alat Berat) : P= Keterangan: P = Produksi per jam (m3/jam) Cm = Waktu siklus dump truck (menit) E = Efisiensi kerja 5. Motor Grader Waktu produksi motor grader diperhitungkan sbb (Rochmanhadi, 107:1992 Alat-alat berat dan penggunaanya) : T= (
(menit)
dimana: df = jarak lurus pergi per siklus (meter) dr = jarak kembali dalam grading berikutnya (meter) Vf = kecepatan rata-rata pergi (m /menit) Vy = kecepatan rata-rata kembali (m /menit) N = jumlah pass E = effisiensi Perhitungan Luas Operasi per jam (m²/jam) (Rochmanhadi, 46:1992 kapasitas dan produksi alat-alat berat) Qa = V x (Le - Lo) x 1000 x E Dimana: Qa = Luas operasi per jam (m²/jam) V = Kecepatan kerja (km/jam) Le = Panjang blade effektif (m) Lo = lebar tumpang tindih/overlap (cm) E = effisiensi 6. Wheel Loader Produktivitas Alat Secara umum, produktivitas suatu alat berat,dihitung dengan menggunakan rumus
(Rochmanhadi, 84:1992 Alat-alat berat dan penggunaanya) : Q=qx60xE Cm dimana : Q = produksi per-jam (m3/jam) q = produksi persiklus (m3) E = effisiensi kerja Cm = waktu siklus (menit) KOMPONEN BIAYA ALAT BERAT Biaya Kepemilikan Biaya kepemilikan adalah biaya kepemilikan alat yang harus diperhitungkan selama alat yang bersangkutan dioperasikan, apabila alat tersebut milik sendiri. a) Biaya pasti (pengembalian modal dan bunga) setiap tahun dihitung sebagai berikut: 1) Nilai Sisa Alat (c) C=10%xB 2) Faktor angsuran/ Pengembalian modal D= 3) Biaya Pasti Perjam (a) Biaya Pengembalian Modal G= (b) Biaya Asuransi dan lain-lain F= b) Biaya Operasi dan Pemeliharaan 1) Biaya Bahan Bakar H=(12,5s/d17,5)%xHPxMs 2) Biaya Pelumas (I) I=(1s/d2)%xHPxM 3) Biaya Perbaikan dan Perawatan (K) K=(12,5s/d17,5)%x 4) Biaya Oprator L=1orang/jamxU
95 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Biaya Penyewaan Alat Perhitungan biaya dilakukan dengan mengalikan biaya sewa dengan jumlah peralatan dan lama waktu sewa. Total biaya= Dimana : V = Volume pekerjaan N = Jumlah unit Q = Produktivitas per jam Waktu Kerja 1. Waktu Kerja Normal Waktu kerja normal adalah waktu kerja pada setiap hari kerja senin sampai dengan sabtu ditetapkan selama 8 jam per hari dengan upah kerja sebesar upah kerja normal 2. Waktu Kerja Lembur Waktu kerja lembur dihitung dari lama waktu kerja yang melebihi batas waktu kerja normal (8 jam/hari). Waktu kerja lembur dilaksanakan diluar jam operasi normal untuk setiap hari kerja atau penambahan jumlah hari kerja per minggu. PERHITUNGAN HARGA SATUAN PEKERJAAN Harga satuan pekerjaanbiaya yang dihitung dalam suatu analisis harga satuan suatu pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung (tenaga kerja, bahan dan peralatan) dan biaya operasional atau tidak langsung (biaya umum atau over head, dan keuntungan) sebagai mata pembayaran suatu jenis pekerjaan tertentu. termasuk pajak-pajak. Perhitungan Harga Satuan Alat per m3 Harga satuan dasar alat adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen biaya alat yang meliputi biaya pasti, biaya tidak pasti atau operasi, biaya bengkel dan 96 | K o n s t r u k s i a
biaya upah, biaya perbaikan dan biaya operatornya Harga satuan alat per m3 dapat dihitung dengan mengalikan koefisien alat dan harga alat sewa, dengan rumusan dibawah ini. (Panduan Analisis Harga Satuan No 008/BM/2008, 31:2008 Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum) a. Koef alat=1/Q b. Harga Alat = Koef.Alat x Harga sewa alat perjam Harga Satuan Bahan per m3 Harga Satuan Bahan adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen bahan untuk memproduksi satu satuan pengukuran pekerjaan tertentu. Perhitungan Harga Satuan Dasar Tenaga Pekerja Harga satuan dasar tenaga pekerja per jam dapat dihitung dengan mengalikan koefisien tenaga dan upah perjam, dengan rumusan dibawah ini. (Panduan Analisis Harga Satuan No 008/BM/2008, 31:2008, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum) a. Koef Tenaga= 1 x jam kerja (7 jam)/Q b. Harga satuan tenaga= Koef.Alat x Upah(Rp/jam)
METODOLOGI PENELITIAN Pengumpulan Data 1. Pengumpulan data primer Pengumpulan data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asli baik itu melakukan wawancara maupun observasi/survei langsung di lapangan. Wawancara, yaitu dengan melakukaan tanya jawab langsung dengan narasumber yang
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
terkait untuk mendapatkan data yang diperlukan. Pada penelitian analisis produktivitas alat berat ini narasumber yang penulis jumpai dan melakukan tanya jawab langsung kepada Pimpinan Proyek dan bagian Divisi Alat Berat perusahaan penyedia jasa selaku kontrktor pelaksana. Data-data yang diperlukan yaitu berupa data-data tentang proyek yang di tinjau trutama mengenai data alat berat yang di gunakan, meliputi : a. Data lokasi Meliputi peta lokasi yang menunjukkan lokasi penelitian yang akan dilakukan yaitu pada proyek pembangunan yang akan ditinjau. Kontur tanah lokasi proyek dan gambar site plan, dan lain lain.
untuk mendapatkan gambaran mengenai teori yang dapat dipakai dalam penelitian ini sehingga hasil yang didapatkan bersifat ilmiah. Data – data yang di peroleh dalam penelitian ini yaitu : a. Literatur mengenai teori – teori dan cara kerja mengenai alat berat yang digunakan pada penelitian ini. b. Data lokasi Meliputi peta lokasi yang menujukan lokasi penelitian yang akan dilakukan yaitu pada proyek pembangunan yang akan ditinjau. c. Gambar kerja, meliputi : 1) Gambar site plan 2) Kontur tanah d. Dokumentasi / foto-foto pekerjaan e. Data – data kuesioner ( responden)
b. Data-data Alat berat Data-data alat berat yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu : 1) Jenis alat berat yang digunakan 2) Umur alat berat yang digunakan 3) Jenis tanah 4) Merk alat berat 5) Oprator/pengemudi alat berat 6) Volume pekerjan dan data-data lain yang diperukan 7) Waktu pelaksanaan
ANALISIS DATA PRODUKTIVITAS ALAT BERAT Analisis data merupakan pengolahan terhadap data-data yang telah dikumpulkan baik itu data primer maupun data skunder. Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode perhitungan produktivitas kapasitas alat berat secara aktual yaitu analisis mengenai topik yang menyangkut tentang produktivitas alat berat pada pekerjaan sipil dibidang pematangan lahan,baik pekerjaan galian, timbunan maupun pemadatan tanah pada lokasi yang ditinjau yaitu proyek pebangunan pabrik Krakatau Posco zone IV di cilegon. Analisis yang akan dilakukan yaitu perhitungan produktivitas pada masing-masing alat berat yang digunakan, Excavator, Bulldozer, Vibration Roller, Dump Truck, Motor Grader, Wheel Loader.
2. Pengumpulan data sekunder Data sekunder, berupa data yang diperoleh dari referensi tertentu atau literatur-literatur yang berkaitan dengan alat berat. Pengumpulan data sekunder bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data mengenai teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diperoleh dari literatur-literatur, bahan kuliah, media internet dan media cetak lainnya. Selain itu semua literatur yang diperoleh tersebut digunakan
97 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Proyek Volume pekerjaan timbunan tanah dihitung berdasarkan gambar tata letak (layout) . Dari lampiran gambar tata letak (layout) berbentuk trapesium.Volume penimbunan yang dihitung pada zone IV dengan luas daerah 187646,9 m2 dari hasil perhitungan. Volume timbunan tanah pada proyek pembangunan Krakatau Posco Zone IV yang terdiri dari 25 pembagian dengan luas daerah pematangan lahan adalah 187646,9 m2, dan volume timbunan tanah urugan V=750587,5 m3 dan volume timbunan tanah pasir V=281470,35 m3 dan total volume timbunan adalah 1032057,85 m3.
2.
b. Faktor angsuran/ Pengembalian modal c. Biaya Pasti Perjam Biaya Asuransi dan lain-lain Biaya Operasi dan Pemeliharaan a. Biaya Bahan Bakar b. Biaya Pelumas (I) c. Biaya Perbaikan dan Perawatan (K) d. Biaya Operator
Tabel 2
Perhitungan Produksi Alat Berat dan Durasi Pekerjaan. Tabel 1
Perhitungan Harga Satuan Sewa Alat Berat dan Biaya Pekerjaan Mengguakan Alat Berat Biaya kepemilikan adalah biaya kepemilikan alat yang harus diperhitungkan selama alat yang bersangkutan dioperasikan, apabila alat tersebut milik sendiri.Perhitungan harga satuan sewa alat berat perjam dihitung berdasarkan biaya kepemilikan yang terdiri dari: 1. Biaya pasti (pengembalian modal dan bunga) setiap tahun dihitung sebagai berikut: a. Nilai Sisa Alat (c)
98 | K o n s t r u k s i a
Tabel 2. Diatas merupakan rekapitulasi hasil produktivitas masing-masing alat berat, durasi waktu dan besarnya biaya oprasional pada kondisi optimal disesuaikan dengan kondisi yang ada dilapangan. Antara lain : 9 unit Exavator dengan hasil produksi perjam 685,843m3/jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1504 jam dan biaya operasional Rp.6.109.210.580, 9 unit Bulldozer dengan hasil produksi perjam 1027,871m3/jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1008 jam dan biaya operasional Rp. 7.202.654.667, 7 unit Vibro Roller dengan hasil produksi perjam 657,5 m3/jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1144 jam dan biaya operasional Rp.2.635.048.081, 25 unit Dump Truck dengan hasil produksi perjam 682,1m3/jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1504 jam dan biaya operasional Rp. 25.832 013.100, Motor Grader dengan hasil produksi perjam 987,84 m2/jam durasi pekerjaan yang diperlukan 197 jam dan biaya operasional Rp. 90.556.352,14unit
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
Wheel Loader dengan hasil produksi perjam 446,135 m3/jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1680 jam dan biaya operasional Rp. 3.421.062.345 dengan keseluruhan total biaya Rp.45.290.545.130,14 PERHITUNGAN HARGA SATUAN PEKERJAAN Harga satuan pekerjaanbiaya yang dihitung dalam suatu analisis harga satuan suatu pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung (tenaga kerja, bahan dan peralatan) dan biaya operasional atau tidak langsung (biaya umum atau over head, dan keuntungan) sebagai mata pembayaran suatu jenis pekerjaan tertentu. termasuk pajak-pajak.Perhitungan kebutuhan biaya tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk mendapatkan harga satuan satu jenis pekerjaan tertentu. Perhitungan Harga Satuan Alat per m3 Harga satuan alat per m3 dapat dihitung dengan mengalikan koefisien alat dan harga alat sewa, dengan rumusan dibawah ini (Panduan Analisis Harga Satuan No 008/BM/2008, 31:2008 Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum).
Harga Satuan Bahan per m3 Tabel 4
Tabel 4 diatas merupakan harga satuan bahan per m3 berdasarkan buku panduan analisis harga satuan bahan dinas pekerjaan umum tahun 2008.
Tabel 3
Tabel 3. Diatas merupakan rekapitulasi harga satuan alat per m3 berdasarkan kapasitas produksiperjam alat berat dan harga sewa alat berat perjam. Antara lain : Exavator dengan hasil produksi perjam 76,2048
0,0131 dan harga satuan alat Rp. 5.896/m3, Bulldozer dengan hasil produksi perjam 114,208 m3/jam dengan koefisien alat 0,0088 dan harga satuan alat Rp. 6.925/m3 , Vibration Roller dengan hasil produksi perjam93,933 m3/jam dengan koefisien alat 0,0106 dan harga satuan alat Rp. 3.503/m3, Dump Truck dengan hasil produksi perjam 27,8242m3/jamdengan koefisien alat 0,0359 dan harga satuan alat Rp. 24.692/m3, Motor Grader dengan hasil produksi perjam 987,84 m2/jam durasi dengan koefisien alat 0,001 dan harga satuan alat Rp. 450/m3,Wheel Loader dengan hasil produksi perjam 89,2279 m3/jam dengan koefisien alat 0,0112 dan harga satuan alat Rp. 4.544/m3dengan keseluruhan harga satuan alat per m3Rp.46.010
3
m /jamdengan
koefisien
alat
Perhitungan Harga Satuan Dasar Tenaga Pekerja Harga satuan dasar tenaga pekerja per jam dapat dihitung dengan mengalikan koefisien tenaga dan upah perjam, dengan rumusan dibawah ini (Panduan Analisis Harga Satuan No 008/BM/2008, 31:2008 Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum).
99 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Tabel 5 Harga Satuan dasar Tenaga Pekerja
Tabel 6
Tabel 5 Diatas merupakan rekapitulasi harga satuan dasar tenaga kerja berdasarkan kapasitas produksi perjam dan upah tenaga per jam. Antara lain : Exavator dengan hasil produksi perjam
Pada tabel 6 di atas adalah hasil dari harga bahan ditambah harga satuan alat ditambah harga satuan dasar tenaga pekerja dikalikan pajak 10% maka menghasilkan Exavator harga satuan pekerjaannya adalah Rp. 30.837 m3, Bulldozer harga satuan pekerjaannya adalah Rp. 31.296 m3, Vibration Roller harga satuan pekerjaannya adalah Rp. 27.882 m3, Dump Truck harga satuan pekerjaannya adalah Rp. 55.026 m3, Motor Grader harga satuan pekerjaannya adalah Rp. 22.981 m3,Wheel Loader harga satuan pekerjaannya adalah Rp. 29.054 m3, dan jumlah keseluruhan per m3 adalah Rp.197.016.
3
76,2048m /jam dengan koefisien tenaga pekerja 0,0919 dan harga satuan tenaga/jam Rp.1.836/jam, Bulldozer dengan hasil produksi perjam 114,208 m3/jam dengan koefisien tenaga pekerja 0,0613 dan harga satuan tenaga/jam Rp. 1.226/jam , Vibration Roller dengan hasil produksi perjam 93,933 m3/jam koefisien tenaga pekerja 0,0745 dan harga satuan tenaga/jam Rp. 1.490/jam, Dump Truck dengan hasil produksi perjam 27,8242 m3/jamdengan koefisien tenaga pekerja 0,2516 dan harga satuan tenaga/jam Rp. 5.032, Motor Grader dengan hasil produksi perjam 987,84 m2/jam durasi dengan koefisien tenaga pekerja 0,0088 dan harga satuan tenaga/jam Rp. 142/jam,Wheel Loader dengan hasil produksi perjam 89,2279 m3/jam dengan koefisien tenaga pekerja 0,0785 dan harga satuan tenaga/jam Rp. 1.569/jam. Dibawah ini merupakan hasil rekapitulasi harga satuan alat,harga satuan bahan,harga satuan dasar tenaga kerja dengan pajak 10% yang di sebut dengan harga satuan pekerjaan.
100 | K o n s t r u k s i a
Gambar 1 Grafik hubungan antara waktu dan biaya pada masing-masing alternatif komposisi alat berat (Sumber : Analisis data penulis 2012)
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan produktivitas alat berat dapat disimpulkan : 1. Exavator produksi perjam76,204 m3/jam, Bulldozer produksi perjam 114,207 m3/jam, Vibration Roller produksi perjam 93,928 m3/jam,Dump Truck produksi perjam 27,284 m3/jam, Motor Grader produksi perjam 987,84 m2/jam , Wheel Loader produksi perjam 89,227 m3/jam. 2. Harga satuan pekerjaannya Exavator Rp. 30.837/m3, Bulldozer Rp. 31.296/m3, Vibration Roller Rp. 27.882/m3, Dump Truck Rp. 55.026/m3, Motor Grader Rp. 22.981/m3, Wheel Loader Rp. 3 29.054/m , dan jumlah keseluruhan harga satuan per m3 adalah Rp.197.016. 3. Alternatif III yang paling efektif dan efisien, dengan waktu pelaksanaan 1760 jam atau 220 hari dan biaya Rp.37.852.116.440.Kombinasi adalah 8 unit excavator, 5 unit bulldozer, 5 unit vibration roller, 22 unit dump truck, 1 unit motor grader dan 5 unit wheel loader. DAFTAR PUSTAKA 1. Caterpillar performance Handbook. Edition 35.. Caterpillar Inc, Peoria Illinois, USA. Oktober 2004 2. Derektorat Jendral Bina Marga., , Panduan Analisis harga Satuan No. 028/T/BM/1995, Derektorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. 1995 3. Derektorat Jendral Bina Marga., , Panduan Analisis harga Satuan No028/T/BM/1995, Derektorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. 1995 4. Komatsu specification and application performance Handbook. Edisi 27. Agustus 2006
5. Limanto, santoso.. Analisis Produktivitas Pemancangan Tiang Pancang pada Bangunan Tinggi Apartement. Seminar Nasional 2009 Jurusan Teknik Sipil. Surabaya : Universitas Kristen Petra. 2009 6. Peurefoy-Scheknayder-Shapira, Construction Planning, Equipment, and Methods, seventh Edition. Mc Graw-Hill. 2006 7. Robert L. Peurifoy and Garold D. Oberlender. Estimating Construction Costs, Fifth edition,Penerbit Mc. Graw Hill, tahun 2004 8. Rochmanhadi, Alat-Alat Berat dan Penggunaannya: Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta, 1982. 9. Rochmanhadi, Kapasitas dan Produksi alat-Alat Berat.: Departemen Pekerjaan Umum Jakarta,1983 10. Rochmanhadi, Pemindahan Tanah Mekanis. : Departemen Pekerjaan Umum .Jakarta. 1983 11. Rochmanhadi, Pemindahan Tanah Mekanis. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum, 2000 12. Rostiayanti, Susy Fatena. Alat Berat Untuk Proyek Konstruksi, Rineka Cipta,Jakarta 13. Rusli Rasyid Muhammad Analisis Produktifitas Alat-Alat Berat Proyek Studi Kasus Proyek Pengembangan Bandar Udara Hasanuddin, Maros, Makassar, Tugas Akhir Strata 1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.,2008 14. Smith Ronald.C, Principles and Practies Of Heavy Construction Third Edition.,1986. Englewood, New Jersey Wedhanto, Sony. 2009. 15. Wigroho, H.Y dan Suryadharma, H.. Pemindahan Tanah Mekanis.
101 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 1993 16. Wilopo, Djoko. .Metode konstruksi dan Alat Berat, Jakarta : Universitas Indonesia, 2009
102 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan. 2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan April dan Desember. 3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan. 4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan. 5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat : a. Judul b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika ada) 6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10. 7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out dan soft copy (CD).
Alamat redaksi : Jurnal KONSTRUKSIA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat. Telp. 42882505, Fax. 42882505 Website: www.konstruksia.org
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013
ISSN 2086-7352
HALAMAN ADVERTISING
BEASISWA MAHASISWA SIPIL umj BERPRESTASI
JURNAL KONSTRUKSIA WEBSITE
WWW.KONSTRUKSIA.ORG
ISSN 2086 - 7352