ISSN 2086 - 7352
JURNAL
KONSTRUKSIA VOLUME 6 NOMOR 2
APRIL 2015
STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH PEDESAAN SISTEM GRAFITASI MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET 2.0 Restu Wigati /Andi Maddeppungeng / Ivan Krisnanto
EPC OR TURNKEY CONTRACT LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENTS Sarwono Hardjomuljadi
PERBANDINGAN HASIL MUTU BETON DENGAN UPVT DENGAN HAMMER TEST DAN CORE DRILL Faisal Ridho – Heri Khoeri
STUDI KUAT TEKAN BETON DENGAN ABU GUNUNG KELUD SEBAGAI BAHAN ADITIF PENGANTI SEMEN Faisal Rizky / Nadia
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN PADA CURTAIN WALL Revmen / Trijeti
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER PADA PELAKSANAN PROYEK KONSTRUKI Ade Nurmala / Sarwono Hardjomuljadi
PENYEBAB KETERLAMBATAN PADA JALAN BEBAS HAMBATAN TANJUNG PRIUK Sri Budiyani / Aripurnomo Kartohardjono
BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA Andika Setiawan & Team / Haryo Koco Buwono
SIMULASI NUMERIK & UJI EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE-KOMPRESI DAN LATERAL PADA PASANGAN BATA TRIPLET
M. Aswanto TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 6 Nomor 2| Halaman 1 – 106 April 2015
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 2 | April 2015
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA REDAKSI Penanggung Jawab
: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE.
Pemimpin Redaksi
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Mitra Bestari
: Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD. DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi
Staf Redaksi
: Ir. Nadia, MT. Ir. Trijeti, MT. Ir. Iskandar Zulkarnaen Tanjung Rahayu, ST., MT. Basit Al Hanif, ST Andika Setiawan, ST
Seksi Umum
: Ir. Saifullah Imam Susandi
Disain Kreatif
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Administrator Web
: Riyadi, ST
Terbit
: Per Semester – Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun )
Alamat Redaksi
: Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Website
: www.konstruksia.org (E-ISSN : 2443-308X)
Email
:
[email protected]
Ilustrasi cover diambil dari: http://www.techfemina.com/wp-content/uploads/2014/09/Construction-Management.jpg
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 2 | April 2015
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 6 Nomor 2 April 2015
Diterbitkan oleh: Divisi Jurnal, Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 2 | April 2015
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 6 Nomor 2 April 2015
PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 6 Nomer 2 di bulan April 2015 ini. Pada edisi ini mendapatkan beberapa penulis dari kalangan profesional, praktisi dan mahasiswa. Adapun materi yang disampaikanpun sangat beragam, mulai dari manajemen konstruksi, kontrak, hingga aplikasi beton dengan penggunaan ban kendaraan bermotor. Dengan semakin beragamnya materi mautun penulis yang mengisi dalam jurnal ini diharapkan dapat menaikkan khasanah penelitian dikalangan pendidik maupun praktisi. Penerbitan ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu tonggak untuk dapat segera terakreditasi. Aamiin.
Jakarta, April 2015
Pemimpin Redaksi
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 2 | April 2015
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 6 Nomor 2 April 2015
DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi
STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH PEDESAAN SISTEM GRAVITASI MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET 2.0 .........................................................................................
1–9
EPC / TURNKEY CONTRACT LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENTS ........
11 – 23
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT METODE INDIRECT TERHADAP MUTU BETON HASIL HAMMER TEST DAN CORE DRILL ………………………….. .... ..............
25 – 39
STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD SEBAGAI BAHAN ADITIF PENGGANTI SEMEN …………………………………………… ... ..............
41 – 47
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN RANGKA FACADE CURTAIN WALL SISTEM UNITIZIED...................................................................................
49 – 62
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI ……………………………………………………...………………...…................ ........
63 – 77
PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI JALAN BEBAS HAMBATAN AKSES TANJUNG PRIUK ..……………………………………………….
79 – 89
BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA ………………………………………………. ............
91 – 97
SIMULASI NUMERIK & UJI EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE-KOMPRESI DAN LATERAL PADA PASANGAN BATA TRIPLET ..........................................
99 - 106
STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu – Andi - Irvan)
STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH PEDESAAN SISTEM GRAVITASI MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET 2.0 Oleh : Restu Andi Maddeppungeng2), Irvan Krisnanto3), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jln Jenderal Sudirman KM 3 Kota Cilegon Banten Indonesia
[email protected] ;
[email protected] Wigati1),
Abstrak : Saat ini sebagian wilayah di desa Taman Sari belum mendapatkan air bersih walaupun terdapat sumber mata air yang dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan seharihari. Masalah yang ada yaitu sistem distribusi untuk menyalurkan air dari sumber mata air sampai ke tempat yang mudah di jangkau oleh masyarakat. Sistem jaringan air bersih direncanakan dapat memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah studi sampai tahun 2033. Kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk yang pertumbuhannya dianalisis dengan menggunakan analisa regresi. Dari hasil perhitungan analisis kebutuhan air bersih di desa Taman Sari pada tahun 2033 dengan jumlah penduduk 3875 jiwa mencapai 3,245 liter/detik. Sistem distribusi menggunakan sistem gravitasi, dengan hasil perhitungan manual didapat diameter pipa distribusi bervariasi dari 2 inch sampai 4 inch, sedangkan perhitungan Epanet 2.0 didapat 25 mm, 50 mm, 75 mm dan 100 mm. Untuk mendesain sistem penyediaan air bersih digunakan software EPANET 2.0. Kata Kunci : air bersih, gravitasi, Epanet 2.0 Abstract : Currently some areas in the taman sari village not get clean water although there are a source of the springs can be used by the community for their daily needs. A problem is distribution system to channel water from springs up to place in reach by the community. A system of clean water network planned able to meet the need of clean water in the study areas until the year 2033. Clean water needs projections calculated based on population growth analyzed using regression analysis. From the calculation of the analysis clean water needs in Taman Sari village in the year 2033 with a population of people 3875 reached 3,245 liters/second. Distribution system uses a gravitational system, by the calculation of manual acquired diameter pipe of varying from 2 inch to 4 inch, while calculation Epanet 2.0 they reached 25 mm, 50 mm, 75 mm, and 100 mm. To design a system of clean water supply used software Epanet 2.0. Keywords : clean water, gravitational, Epanet 2.0
1. Pendahuluan Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup baik untuk memenuhi kebutuhannya maupun menopang hidupnya secara alami. Kegunaan air yang sangat bersifat universal atau menyeluruh dari setiapa aspek kehidupan menjadi semakin berharganya air baik jika dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Semakin tinggi taraf kehidupan seseorang, maka kebutuhannya akan air pun akan meningkat (Unus S,1996).
Dengan demikian untuk mengantisipasi masalah air bersih di Desa Taman Sari, maka perlu dicarikan sebuah solusi agar masalah air bersih di desa tersebut dapat teratasi dengan baik. Dalam penelitian ini penulis mengusulkan alternatif penanganan masalah air bersih dengan merencanakan sistem distribusi air bersih yang dibantu dengan software Epanet 2.0. Sistem distribusi akan dimodelkan dalam software Epanet 2.0 untuk mengetahui apakah sumber air dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan sampai tahun yang direncanakan. 1|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
A.
Perhitungan Kebutuhan Air Bersih
Dalam perhitungan, kebutuhan air didasarkan pada kebutuhan air rata-rata. Kebutuhan air rata-rata dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kebutuhan air rata-rata harian dan kebutuhan harian maksimum. Kebutuhan air total dihitung berdasarkan jumlah pemakai air yang telah diproyeksikan 20 tahun mendatang dan kebutuhan rata-rata setiap pemakai setelah ditambah 30 % sebagai faktor kehilangan air (kebocoran). Kebutuhan total ini dipakai untuk mengecek apakah sumber air yang dipilih dapat memenuhi kebutuhan air baku yang direncanakan. Kebutuhan Air Rata-rata Harian (Qrh) adalah banyaknya air yang dibutuhkan selama satu hari. Qrh =Pxq (1) dengan : P = Jumlah penduduk (jiwa) q = Kebutuhan air penduduk (liter/detik) Kebutuhan Air Maksimum (Qhm) adalah banyak yang dibutuhkan terbesar pada satu hari. Qhm = Fhm x Qrh (2) dengan : Fhm = Faktor kebutuhan air harian maksimum (1,05-1,15) Qrh = Kebutuhan air rata-rata (liter/detik) Besarnya kebutuhan air harian maksimum ini digunakan untuk menentukan dimensi pipa induk distribusi. Analisis kebutuhan air dapat dilakukan dengan memperhitungkan jumlah penduduk dan kebutuhan lainnya. Kebutuhan air domestik (berdasarkan jumlah penduduk) dapat diproyeksikan dengan beberapa metode, adapun metode yang digunakan yaitu Metode Regresi Linier. Rumus yang digunakan adalah : y = a + bx (3) dengan: 2|K o n s t r u k s i a
y = jumlah penduduk yang diproyeksikan a,b = konstanta x = pertambahan tahun yang di proyeksikan a=
(4)
b=
(5)
dengan korelasi persamaan berikut: r=
menggunakan
dengan : n = jumlah data r = koefisien korelasi X = selisih jumlah penduduk pengambilan data dengan hasil perhitungan metode Y = Proyeksi jumlah penduduk B. Analisis Hidrolika Dalam perencanaan sistem penyediaan air baku dengan perpipaan, analisis hidraulika terutama dimaksudkan untuk menentukan dimensi bangunan dan fasilitas yang direncanakan. a. Prinsip Dasar Aliran Dalam pipa Menurut Triatmojo (2008) aliran dalam pipa merupakan aliran tertutup di mana air kontak dengan seluruh penampang saluran. Jumlah aliran yang mengalir melalui lintang aliran tiap satuan waktu disebut debit aliran, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Q = A x V ( m2 x m/det = m3/ det) (6) 1) Persamaan kontinuitas Pada setiap aliran di mana tidak ada kebocoran maka untuk setiap penampang berlaku bahwa debit setiap potongan selalu sama. V1 x A1 = V2 x A2 atau, (7) Q= A x V = Konstan (8)
STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu – Andi - Irvan)
H=z+ + Z1 + Gambar 1. Saluran Pipa Dengan Diameter Berbeda Sumber : Triatmodjo, 1995
Menurut Triatmojo (2008) untuk pipa bercabang berdasarkan persamaan kontinuitas, debit aliran yang menuju titik cabang harus sama dengan debit yang meninggalkan titik tersebut, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Q1 = Q2 + Q3 atau, (9) A1 x V1 = A2 x V2 + A3 x V3 (10) dengan : Q = Debit aliran (m3/detik) A = Luas penampang (m2) V = Kecepatan aliran (m/s)
3)
+
(14) + hf = z1 +
+
+ hf
(15)
Persamaan Hazen-Williams V= 0,3545 x C x D0,63 x S0,
(16) dengan : V = Kecepatan aliran (m/det) C = Koefisien kekasaran D = Diameter pipa (m) S = Slope pipa = beda tinggi/panjang pipa (m/m) Tabel 1. Nilai Koefisien C Hazen Williams
No Jenis Pipa 1. New Cast Iron Concrrete or Concrete 2. lined 3. Galvanized Iron 4. Plastic 5. Stell 6. Vetrivield Clay
Nilai C 130 – 140 120 – 140 120 140 – 150 140 – 150 110
Sumber : Epanet 2, User manual
C. Gambar 2. Persamaan Kontinuitas Pada Pipa Bercabang (Sumber : Triatmodjo, 1995)
2) Persamaan Bernoulli Menurut Bernoulli Jumlah tinggi tempat, tinggi tekan dan tinggi kecepatan pada setiap titik dari aliran air selalu konstan. Persaman Bernoulli dapat dipandang sebagai persamaan kekekalan energi mengingat, z = energi potensial cair tiap satuan berat. ≈ (11) ≈ Tenaga potensial tekanan zat cair ≈p
≈
(12)
= Tenaga kinetik ≈
(13)
Dengan neraca massa energi yang masuk sama dengan yang keluar energi di A = energi di B sehingga,
Aplikasi EPANET 2.0 Dalam Sistem Penyediaan Air Bersih EPANET adalah program komputer yang menggambarkan simulasi hidrolis dan kecenderungan kualitas air yang mengalir di dalam jaringan pipa. Jaringan itu sendiri terdiri dari Pipa, Node (titik koneksi pipa), pompa, katub, dan tangki air atau reservoir. EPANET menjajaki aliran air di tiap pipa, kondisi tekanan air di tiap titik dan kondisi konsentrasi bahan kimia yang mengalir di dalam pipa selama dalam periode pengaliran. Sebagai tambahan, usia air (water age) dan pelacakan sumber dapat juga disimulasikan. EPANET di design sebagai alat untuk mencapai dan mewujudkan pemahaman tentang pergerakan dan nasib kandungan air minum dalam jaringan distribusi. Juga dapat digunakan untuk berbagai analisa berbagai aplikasi jaringan distribusi. Sebagai contoh untuk pembuatan design, kalibrasi model hidrolis, analisa sisa khlor, dan analisa pelanggan. EPANET dapat membantu dalam memanage 3|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
strategi untuk merealisasikan qualitas air dalam suatu system. Semua itu mencakup : a. Alternatif penggunaan sumber dalam berbagai sumber dalam satu sistem b. Alternatif pemompaan dlm penjadwalan pengisian/pengosongan tangki. c. Penggunaan treatment, misal khlorinasi pada tangki penyimpan d. Pen-target-an pembersihan pipa dan penggantiannya. Dijalankan dalam lingkungan windows, EPANET dapat terintegrasi untuk melakukan editing dalam pemasukan data, running simulasi dan melihat hasil running dalam berbagai bentuk (format), Sudah pula termasuk kode-kode yang berwarna pada peta, tabel data-data, grafik, serta citra kontur. 1) Kelebihan Epanet 2.0 Fasilitas yang lengkap serta pemodelan hidrolis yang akurat adalah salah satu langkah yang efektif dalam membuat model tentang pengaliran serta kualitas air. EPANET adalah alat bantu analisis hidrolis yang didalamnya terkandung kemampuan seperti : a) Kemampuan analisa yang tidak terbatas pada penempatan jaringan. b) Perhitungan harga kekasaran pipa menggunakan persamaan Hazen-Williams, Darcy Weisbach, atau Chezy-Manning. c) Temasuk juga minor head losses untuk bend, fitting, dsb. d) Pemodelan terhadap kecepatan pompa yang konstant maupun variable e) Menghitung energi pompa dan biaya (cost). f) Pemodelan terhadap variasi tipe dari valve termasuk shitoff, check, pressure regulating, dan flow control valve. 4|K o n s t r u k s i a
g) Tesedia tangki penyimpan dengan berbagai bentuk (seperti diameter yang bervariasi terhadap tingginya). h) Memungkinkan dimasukkannya kategori kebutuhan (demand) ganda pada node, masing-masing dengan pola tersendiri yang bergantung pada variasi waktu. i) Model pressure yang bergantung pada pengeluaran aliran dari emitter (Sprinkler head). j) Dapat dioperasikan dengan system dasar pada tangki sederhana atau kontrol waktu, dan pada kontrol waktu yang lebih kompleks. 2) Kegunaan Epanet 2.0 Kegunaan program Epanet 2.0 dalam simulasi sistem penyediaan air bersih antara lain : a) Didesain sebagai alat untuk mengetahui perkembangan dan pergerakan air serta degradasi unsur kimia yang ada dalam air pipa distribusi. b) Dapat digunakan sebagai dasar analisa dan berbagai macam sistem distribusi, detail desain, model kalibrasi hidrolik, analisa sisa khlor dan berbagai unsur lainnya. c) Dapat membantu menentukan alternatif strategis manajemen dan sistem jaringan pipa distribusi air bersih seperti : 1) Sebagai penentuan alternatif sumber / instalasi, apabila terdapat banyak sumber / instalasi. 2) Sebagai simulasi dalam menentukan alternatif pengoperasian pompa dalam melakukan pengisian reservoir maupun injeksi ke sistem distribusi. 3) Digunakan sebagai pusat treatment seperti dalam hal melakukan proses khlorinasi,
STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu – Andi - Irvan)
baik di instalasi maupun dalam sistem jaringan. 4) Dapat digunakan sebagai penentuan prioritas terhadap pipa yang akan dibersihkan / diganti 3) Input dan Output Data dalam Epanet 2.0 Dalam operasi Epanet 2.0 dibutuhkan data masukan (input data) yang digunakan untuk simulasi jaringan air bersih. Data ini sangat penting artinya dalam memulai analisa jaringan air bersih dan mendapatkan output data yang diinginkan. Adapun input data yang dibutuhkan adalah peta jaringan, node / junction / titik dari komponen distribusi, elevasi, panjang pipa, diameter pipa, jenis pipa yang digunakan, umur pipa, jenis sumber (mata air, sumur bor, IPA, dan lain – lain), spesifikasi pompa (bila menggunakan pompa), bentuk dan ukuran reservoir, beban masing – masing node (besarnya tapping), faktor fluktuasi pemakaian air, dan konsentrasi khlor pada sumber. Sedangkan output data yang dihasilkan adalah hidrolik head masing-masing titik, tekanan dan kualitas air. 2. Metodologi Penelitian A. Pengolahan Data Pengolahan data pada penelitian ini berisi tentang perhitungan data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mencakup data jumlah penduduk, data kebutuhan air masyarakat dan data-data lainnya yang mendukung penelitian ini. Data-data tersebut diolah untuk menganalisis kebutuhan air bersih di perdesaan jangka panjang dari beberapa mata air lalu di buat sistem jaringan air bersih untuk distribusinya dengan menggunakan software EPANET 2.0. B. Penyajian Hasil Pengolahan Data Dalam merealisasikan tahapan yang direncanakan, maka perlu dibuat bagan alir (flowchart) yang menunjukan langkah-langkah dalam melaksanakan
penelitian. Gambar berikut merupakan bagan alir penelitian :
ini
Gambar 3 . Bagan Alir Penelitian Sumber: Analisis Penulis, 2014
3. A.
Analisis dan Pembahasan Survei dan Analisis Perkembangan Penduduk Jumlah penduduk Desa Taman Sari di dapat dari BPS (Badan Pusat Statistik) yang ada di Kabupaten Serang. Untuk melakukan proyeksi jumlah penduduk dibutuhkan data-data dari tahun-tahun sebelumnya. Data yang dipakai untuk mengetahui proyeksi jumlah penduduk 20 tahun yang akan datang di pakai data proyeksi yang sudah dilakukan BPS kabupaten Serang dari tahun 2012-2020 dan analisis tambahan hingga 2033. Untuk memproyeksikan jumlah pertumbuhan penduduk Desa Taman Sari sampai Tahun 2033 digunakan Analisis Regresi Linier. Proyeksi jumlah penduduk Desa Taman Sari dari tahun 2013 sampai tahun 2033 yang dihitung menggunakan persamaan Y= a + bx = 2642,833 + 56x, dapat dilihat pada Gambar 4.
5|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Gambar 4. Pertambahan jumlah penduduk sampai tahun 2033 (Sumber : Analisis Penulis, 2014)
B. Analisis Kebutuhan Air Bersih Dari hasil survey akan dapat diketahui karakteristik Desa Taman Sari serta taraf hidup masyarakat sehingga besarnya kebutuhan air bersih rata-rata perkapita dapat diprediksi. Tabel 2. Analisa Kebutuhan Air Bersih
b. Tinggi hilang akibat lubang inlet dan outlet serta sambungan pipa dari rumus kehilangan tenaga akibat gesekan (Hazen-Williams) c. Perhitungan dimensi pipa dengan asumsi pipa dianggap lurus: 1) Bak Penangkap mata air (A) sampai sambungan (B) Pipa utama : tinggi elevasi hulu : 226 m tinggi elevasi hilir : 220 m beda tinggi : 6 m diameter pipa : 4 inch debit rencana(Q3875) : 4 liter/detik Kontrol untuk mengetahui apakah pipa yang direncanakan dapat mengalirkan debit air sesuai yang di tentukan. Berikut adalah perhitungannya : L = 600 m D = 4” = 0,1016 m Q = 4 liter/det = 0,004 m3/det = 140 =
x
=
x 600
= 1,689 m Kontrol, Hf < H H = 6 m (beda tinggi elevasi hulu dan hilir) 1,689 m < 6 m ... ok! V= 0,3545 x x x =
Qhm = Fhm x Qrh = 1,15 x 3,245 liter/detik =3,732 liter/det≈ 4 liter/detik C.
Desain Sistem Penyediaan Air Bersih Sistem penyediaan air bersih dalam perencanaannya sangat dibutuhkan desain atau pola sebagai gambaran agar sumber air yang tersedia dapat di gunakan semaksimal mungkin dalam pelaksanaanya. a. Jika tidak sangat terpaksa, pada pipa utama jangan dibuat berbelok tajam (90º), karena hal ini akan menambah head lost (tinggi hilang) 6|K o n s t r u k s i a
=
= 0,00282
V = 0,3545 140 = 0,492 m/det Q = V x A = 0,492 x (3,14 x 0,05082) = 3,987 x 10-3 m3/det Qtotal = 3,987 x 10-3 x (60x60x24) = 344,4678 m3/hari = 344467,8 l/hari Untuk 3875 orang, didapat = 344467,8 : 3875 = 88,897 l/o/h (ok) Dari hasil analisis, pipa yang direncanakan dengan diameter 4 inch dari sumber air ke sambungan (C) mampu untuk mengalirkan air sebesar 4 liter/det dan mampu memenuhi kebutuhan yang di perlukan 60 l/o/h.
STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu – Andi - Irvan)
D. Simulasi Distribusi EPANET 2.0
Air
dengan
Simulasi distribusi air dengan Epanet 2.0 digunakan untuk mengetahui dan membandingkan hasil dari sistem distribusi air bersih yang sudah direncanakan dengan perhitungan manual. Sehingga perbedaan dari besar atau kecilnya pipa yang efektif dapat di ketahui.
U
Gambar 6. Output debit, hidrolik head dan kualitas air dengan Epanet 2.0 (Sumber : Epanet 2.0, 2014)
Gambar 7. Grafik perbandingan kebutuhan air, perhitungan manual dengan Epanet 2.0 (Sumber : Analisis Penulis, 2014)
Gambar 5. Simulasi Distribusi Air bersih dengan Epanet 2.0 (Sumber : Analisis Penulis, 2014)
1. Data yang dihasilkan dari setiap junction, tanks dan reservior a) Debit air b) Pressure c) Kualitas Air (analisis khlor secara kimia)
Debit yang dihasilkan dari program Epanet 2.0 menyatakan bahwa sumber mata air cikaludan dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat yang di bandingkan dengan perhitungan manual. Tabel 3. Perbandingan kecepatan air pada pipa distribusi
Hasil Manual Node Kecepatan Air (V) l/det A 10,000 B 0,492 C 0,250 D 0,313 E 0,307 F 0,175
Hasil Epanet 2.0 Kecepatan Air (V) l/det 14,020 4,000 1,130 1,470 1,400 0,800 7|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 D5 E1 E2 F1 F2 F3
0,153 0,153 0,153 0,153 0,153 0,153 0,153 0,153 0,153 0,153 0,153 0,140 0,140 0,140
0,470 0,470 0,470 0,570 0,750 0,750 0,750 0,750 0,750 0,800 0,800 0,370 0,370 0,370
Sumber : Epanet 2.0 dan Analisis Penulis, 2014
Kecepatan air yang di hasilkan Epanet 2.0 lebih besar dibandingkan dengan perhitungan manual yang berarti air yang mengalir pada pipa dapat mengalirkan air yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Tamn Sari.
Gambar 9. Grafik perbandingan kecepatan air pada pipa, perhitungan manual dengan Epanet 2.0 (Sumber : Epanet 2.0, 2014)
Kecepatan air yang dihasilkan dari program Epanet 2.0 menyatakan bahwa pipa dapat mengalirkan air dari sumber mata air sampai ketempat masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan air di Desa Taman Sari. E. Analisa Kualitas Air Tabel 4. Hasil pengujian sampel air
Parameter
2. Data yang dihasilkan dari pipa distribusi air bersih a) Debit air b) Kecepatan air c) Tinggi hilang ( headloss)
Bau TDS pH Kesadahan (Ca2+) Besi (Fe2+) Nitrat (NO3)
Standar Peraturan Unit Result Menteri Kesehatan Tahun 2010 Tidak Tidak berbau berbau mg/L 95 500 7,5 5,5 - 8,5 mg/L 77 mg/L 0,18
300 0,3
mg/L 11,2
50
Sumber : Lab.Teknik Kimia Untirta, 2014
4. A. 1.
Gambar 8. Output debit, hidrolik head dan kualitas air pada pipa (Sumber : Epanet 2.0, 2014)
8|K o n s t r u k s i a
2.
Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Potensi ketersediaan air yang terdapat di Desa Taman Sari yaitu mata air Cikaludan dengan debit sesaat sebesar 10 liter/det dan jarak terdekat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Taman Sari. Kebutuhan air bersih untuk Desa Taman Sari meningkat dari 2,315 liter/det pada Tahun 2013 menjadi 3,245 liter/det pada Tahun 2033.
STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu – Andi - Irvan)
3.
Dari hasil analisis diperoleh menggunakan perhitungan manual, dengan rumus Hazen-Williams didapat ukuran pipa utama yaitu 2 inch, 3 inch dan 4 inch. Sedangkan dengan menggunakan software Epanet 2.0 didapat ukuran pipa yang bervariasi yaitu 25 mm, 50 mm, 75 mm dan 100 mm.
B.
Saran Sistem penyediaan air bersih yang direncanakan akan dapat berfungsi dengan baik apabila operasi dan pemeliharaan instalasi dilakukan dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Harus dilakukan usaha perlindungan terhadap sumber air melalui upaya konservasi di kawasan sumber air tersebut. 2. Harus diadakan lembaga pengelola sistem penyediaan air baku untuk air bersih dan kepada pengurusnya diberi pelatihan manajemen dan teknik operasi dan pemeliharaan instalasi. 3. Serta dapat dijadikan sebagai penghasil air minum kemasan kedepannya jika point 1 dan 2 dapat terlaksana dengan baik. 4. Sebaiknya dapat diberikan tindakan alternatif untuk air yg terus mengalir saat hidran umum penuh,seperti menambah hidran umum baru, penampungan air (bak), atau bisa juga di alirkan ke sistem irigasi. 5. Daftar Pustaka Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 196728.1-2002 (Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 1: Sumber daya air spasial). Hal 10-14
BPS (Balai Pusat Statistik) Kabupaten Serang. Data penduduk Desa Taman Sari tahun 2013. Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Buku Utama Sistem Jaringan Pipa. Badan Penerbit Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. 1998. Petunjuk Teknis Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Bersih Perdesaan. Badan Penerbit Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Fredik S, Marvy. 2013. Sistem Penyediaan Air Bersih di Kelurahan Tinoor. Jurnal Tugas Akhir. Universitas Sam Ratulangi. Linsley,R.K dan Fransini, J.B, 1991, Teknik Sumber Daya Air jilid 1 & 2, Erlangga, Jakarta Naway, Ridwan. 2013. Pengembangan Sistem Pelayanan Air. Jurnal Tugas Akhir. Universitas Sam Ratulangi. Pedoman/Petunjuk Teknik Dan Manual Bagian 6: Air Minum Perkotaan, Kimpraswil Sutrisno, Totok.C. Suciastuti, Eny, 1987, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Bina Aksara, Jakarta Sudirman, Andry. 2012. Analisa Pipa Jaringan Distribusi Air bersih Di Kabupaten Maros Dengan Menggunakan Software Epanet 2.0. Jurnal Tugas Akhir. Universitas Hasanuddin. Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidraulika II. Beta offset. Yogyakarta. Triatmadja, Radianta, 2007, Sistem Penyediaan Air Minum Perpipaan, Yogyakarta
9|K o n s t r u k s i a
EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)
EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENTS Oleh : Sarwono Hardjomuljadi
[email protected] Civil Engineering Department,Faculty of Engineering, University of Mercu Buana Jakarta, Indonesia Abstract : The most important thing before starting the construction project is deciding the type of contract will be used for the project’s implementation. In order to get the proper decision, the understanding on various conditions of contracts are required. In Indonesia there are many project using the so called “modified” FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project, but with the incorrect understanding on the reasons of using EPC/Turnkey Contract, so instead of solving the problem it may caused bigger problems in practice, many problems raised during the execution due to such incorrect understanding of the spirit of EPC/Turnkey Contract. Most of Employers, in this case the government institution or state owned enterprises in Indonesia, choose the EPC/Turnkey Contract with minimum understanding of the essence of the EPC/Turnkey Contract. Their reasons of choosing the EPC/Turnkey Contract was the “tied schedule” and the “higher certainty of cost”. FIDIC EPC/Turnkey Contract based on the discussion in this paper, instead of fit the Employer’s need only, the EPC/Turnkey Contract still give chance to the contractor to submit their claim (Clause 20) and even the price is fixed, payment could be made once the claim is accepted (Sub-Clause 17.4) means that additional to the contract price can be done. One of the important noteworthy thing is that if there is additional cost it should be “added to the contract price”, while in the conventional contract it should be “included in the contract price”, so the final price will be the same (Sub-Clause 14.1). Keyword: EPC/Turnkey Contract, tied schedule, higher certainty of cost, added, included.
MATERIALS AND DISCUSSION 1.General The claims and disputes occurred in the construction of State Electricity Corporation’s coal power plants in Indonesia were mostly due to the lack of deeper understanding on the spirit of EPC/Turnkey Contract as the conditions of contract to be used and were not due to the use of certain conditions of contract itself. However, many Indonesian higher ranking officials think that the use of standardized conditions of contract such as FIDIC Conditions of Contract in this case the FIDIC CC for Construction is the main causal factor of the claim and using the such FIDIC Conditions of Contract is more the
contractor’s advantages. This misperception makes them hesitate to use the FIDIC Conditions of Contract for Construction and move to FIDIC Conditions of Contract EPC/Turnkey Project which is in their opinion will be more fix in term of contract price. Most of decision makers in Indonesia State Electricity Corporation (PLN) have only a little or even no knowledge on the spirit of FIDIC EPC/Turnkey Contract. That is why they choose to develop coal power plant in Indonesia by using their own standard conditions of contract which is actually the modified FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project.
11 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
2. FIDIC GCC for EPC/Turnkey Project and FIDIC GCC for Construction. Clauses related to the difference between EPC and Construction Contract are as follows: 2.1. The Contract Price Sub-Clause 14.1 The Contract Price (Silver Book) Unless otherwise stated in the Particular Conditions: (a) payment of the Works shall be made on the basis of the lump sum Contract Price, subject to adjustments in accordance with the Contract; and (b) the Contractor shall pay all taxes, duties and fees required to be paid by him under the Contract, and the Contract Price shall not be adjusted for any of these costs, except as stated in Sub-Clause 13.7 [Adjustments for Changes in Legislation]. (Conditions of Contract for EPC/Turnkey Projects -1999) Sub-Clause 14.1 The Contract Price (Red Book) (a) the Contract Price shall be agreed or determined under Sub-Clause 12.3 [Evaluation] and be subject to adjustment in accordance with the Contract. (b) the Contractor shall pay all taxes, duties and fees required to be paid by him under the Contract and the Contract Price shall not be adjusted for any of these costs except as stated in Sub-Clause 13.7 [Adjustment for Changes in Legislation]; (c) any quantities which may be set out in the Bill of Quantities or other Schedules are estimated quantities and are not to be taken as the actual and correct quantities:
12 | K o n s t r u k s i a
(i) of the Works which the Contractor is required to execute, or (ii) for the purposes of Clause 12 [Measurement and Evaluation]; and (Conditions of Contract for Construction-1999 and MDB Harmonised Edition-2006) The above clauses show that the “spirit” of EPC Contract (Silver Book) is a fixed “lump sum” contract price, while the Construction Contract (Red Book) is a “dynamic” contract price. 2.2. Consequences of Employer Risks (Silver Book) Sub-Clause 17.4 Consequences of Employer Risks If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost from rectifying this lost or damage, the Contractor shall give a further notice to the Employer and shall be entitled subject to Sub Clause 20.1 [Contractor’s Claim] (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub clause 8.4 [Extension of Time for Completion]; and (b) payment of any such Cost, which “shall be added to” the Contract Price. (Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project-1999)
Sub-Clause 17.4 Consequences of Employer Risks (Red Book) If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost from rectifying this lost or damage, the Contractor shall give a further notice to the Employer and shall be entitled subject to Sub Clause 20.1 [Contractor’s Claim] (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub clause 8.4
EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)
[Extension of Time for Completion]; and (b) payment of any such Cost, which “shall be included in” the Contract Price, in the case of sub-paragraph (f) and (g) of Sub-Clause 17.3 [Employer’s Risk], reasonable profit on the Cost shall also be included. (Conditions of Contract for Construction-1999 and MDB Harmonised Edition-2006) The above sub-clause shows that the Contract Price in FIDIC CC for EPC/Turnkey Contract is “fixed contract price”, means that in case there are some works necessary to be done on completing the Work, such cost “shall be added to the contract price” and not “shall be included in the Contract Price” as for the cost of additional work in the FIDIC CC for Construction. It means that both Conditions of Contract allow the additional contract price, only the way to include that additional in the contract price is treated in different way. 2.3. Right to Vary 9 (Silver Book) Sub-Clause 13.1 Right to Vary Variations may be initiated by the Employer at any time prior to issuing the taking Over Certificate for the Works, either by an instruction or by request for the contractor to submit a proposal. A Variation shall not comprise the omission of any work which is to be carried out by others. The Contractor shall execute and be bound by each Variation, unless the Contractor promptly gives notice to the Employer stating (with supporting particulars) that (i) the Contractor cannot readily obtain the Goods required for the Variation, (ii) it will reduce the safety or suitability of the
Works, or (iii) it will have an adverse impact on the achievement of the Performance Guarantees. Upon receiving this notice, the Employer shall cancel, confirm or vary the instruction. (Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project-1999). Sub-Clause 13.1 Right to Vary (Red Book) Variations may be initiated by the Employer at any time prior to issuing the taking Over Certificate for the Works, either by an instruction or by request for the contractor to submit a proposal. The Contractor shall execute and be bound by each Variation, unless the Contractor promptly gives notice to the Employer stating (with supporting particulars) that the Contractor cannot readily obtain the Goods required for the Variation. Upon receiving this notice, the Employer shall cancel, confirm or vary the instruction. Each Variation may include: (a) changes in the quantities of any item of work included in the Contract (however, such change do not necessarily constitute a Variation), (b) changes to the quality and other characteristics of any item of work, (c) changes to the level, positions and/or dimension of any parts of the Works, (d) omission of any work unless it is to be carried out by others, (e) any additional works, Plant, Materials or services necessary for the Permanent Works, including any associate Test on Completion, boreholes and other testing and exploratory work or, (f) changes to the sequence or timing of the execution of the Works. 13 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
(Conditions of Contract Construction-1999 and Harmonised Edition-2006)
for MDB
It could be seen that the spirit of FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project (Silver Book) is fixed price providing that there is no change, in the form of instruction or approval in the construction drawings and/or the method of working proposed by the contractor when they aubmit the revised drawing for implementing the activities, it should be understood that in both, FIDIC Conditions of Contract for Construction (Red Book) of FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project (Silver), there is possibility of changes in most activities or part of the works. As an illustration, once the employer paid to the contractor for the additional volume for example the pile foundation, it means the employer indirectly agreed that a variation to the work was instructed, whereas in EPC/Turnkey Contract, there should not be an additional to the Contract Price without changing order to the scope of work or design change. In the implementation, the approval on construction working drawing menas the instruction to proceed the work, since without such approval the work is not allowed to be started. 3. EPC/Turnkey Contract for power plants in Indonesia The reasons of using EPC/Turnkey Contract for most projects in Indonesia are: 1. Time constraint to complete the project on time since the delay in completion may affect the operation of the premises and 14 | K o n s t r u k s i a
consequently will delay collecting of the revenue.
the
2. No design available at that time. By using the EPC/Turnkey Contract, the Employer thought that they already shift the risks to the contractor side, but EPC/Turnkey Contract with too limited information or too simple basic design would create many problems in the course of the work. The condition might be worsen since most of conditions of contract for public sector and private sector construction work in Indonesia was “tailor-made” and was not standardized. Instead of controlling the contract price, a modified EPC/Turnkey Contract would create more problems and finally everything became uncontrollable. A “tailor made” contract by deleting and replacing some clauses in the FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project by newly made clauses for the employer’s sake was mostly than none creating the disputes in the future since the contractor would obviously try to minimize the loss. With such misunderstanding, the owner, in this case the Indonesia State Electricity Corporation constructed their coal power plant projects using the modified FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project, mostly by deleting the clauses of the employer’s obligation and attaching unit prices in the civil works part without any remarks.
EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)
Table 1 Coal Power Plant Projects using EPC/Turnkey Contract in Indonesia (Java Island) NO
PROJECT NAME
1
REMBANG CPP, CENTRAL JAVA
2
LABUAN CPP, BANTEN
2 X 300
3
INDRAMAYU CPP, WEST JAVA
3 X 330
4
PAITON CPP, EAST JAVA SURALAYA CPP, BANTEN
1 X 660
ORIGINAL CONTRACT REMARK USD IDR 353,793,444 2,565,638,698,812 Claim for additional pile foundation for construction jetty. 373,427,613 1,538,121,618,046 Claim/ for additional length of break water and jetty. 766,407,863 1,647,300,023,978 Potential claim for delay of L/C opening (EOT). 428,127,137 777,293,309,275
1 X 625
367,903,081
PACITAN CPP, EAST JAVA PELABUHAN RATU CPP, WEST JAVA
2 X 315
379,469,024 1,353,549,015,500
3 X 350
8
TELUK NAGA (LONTAR) CPP, BANTEN
3 X 315
9
TANJUNG AWAR-AWAR CPP, EAST JAVA
2 X 350
623,683,413 2,425,583,521,260 Potential claim for delay of L/C opening (EOT). 588,789,989 2,079,145,339,700 Claim for project safety and damage about incident with local people. 480,776,540 1,495,162,036,192 Potential Claim for additional length of
5
6 7
CAPACITY (MW) 2 X 315
951,677,973,128
Claim for additional work for coal yard and coal handling.
15 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
10
ADIPALA CILACAP CPP, CENTRAL JAVA
1 X 660
pile foundation for jetty construction 605,296,555 2,446,311,697,151 Potential Claim for additional length of pile foundation for jetty construction
Table 2 Coal Power Plant Projects using EPC/Turnkey Contract in Indonesia (Sumatera Island) ORIGINAL CONTRACT USD IDR 160,910,505 795,022,169,563
N O 1
PROJECT NAME NAGAN RAYA CPP, NANGROE ACEH DARUSSALA M
CAPACIT Y (MW) 2 X 110
2
PANGKALAN SUSU CPP, NORTH SUMATERA
2 X 220
270,819,993,7 3
3
BENGKALIS CPP, RIAU SELAT PANJANG CPP, RIAU TANJUNG BALAI KARIMUN CPP KEPULAUAN RIAU LAMPUNG CPP, LAMPUNG
2 X 10
10,911,169,50
2X7
12,001,083
144,098,063,800
2X7
8,251,281,50
92,170,796,317,50
2 X 100
154,273,163
595,100,000,000
4
5
6
16 | K o n s t r u k s i a
REMARK
Potential Claim for additional length of pile foundatio n. 1,010,461,264,161,2 Potential 5 Claim for additional length of pile foundatio n. 171,444,999,913
Potential claim (change jetty design). Potential Claim for additional length of pile foundatio n.
EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)
7
SUMATERA BARAT CPP, WEST SUMATERA
2 X 112
179,024,152
673,609,315,309
8
No.3 BANGKA BELITUNG CPP, PANGKAL PINANG, BANGKA No 4 BANGKA BELITUNG CPP, BELITUNG LABUHAN ANGIN CPP, NORTH SUMATERA
2 X 30
29,700,000
410,138,467,860
2 X 16,5
30,933,801,8
184,008,788,665,5
9
10
The above tables show that problem occurred in most of the project was similar, i.e. claim on the additional cost due to the “unforeseeable physical condition” (contractor’s opinion) where it was only the less significant additional volume that should actually be considered by the Contractor before submitting the bid (employer’s opinion). Most of the claim was caused by additional length of the foundation, which actually being done based on the approved working drawing prepare by the Contractor and approved by the Employer. “Unforeseeable physical conditions” is the contractor’s favorite clause: The term ”Unforeseeable Physical Conditions (UPC)” and the like, is a contractual term specifically used in
Potential Claim for additional length of pile foundatio n.
Claim for additional length of pile foundatio n.
most of Standard General Conditions of Contract. The spirit of clause related to “Unforeseeable Physical Conditions” requires the contractor to observe the site condition from time to time so he is able to find that condition timely As an illustration, the length of the pile foundation was 5 meter based on the design (Contractor’s own design, but based on the information given by the employer at the time of tender and/or pre bid conference), but in the implementation, the length of the pile foundation have to be constructed 10 meter deep. In the contractor’s opinion this could be classified as UPC, because their expectation while signing the EPC Contract was exactly 5 meter.
17 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Additional volume: There were two arguable opinions. The lawyer’s opinion saying that the additional length of the pile foundation in the above illustration was due to something unforeseeable might be correct. Another opinion saying that it was just a less significant additional volume might be also correct, but no matter what it was, there was no doubt that as the contract was signed it meant that it was understood and agreed by both parties as stipulated in the Sub-Clause 4.12 Unforeseeable Difficulties of the FIDIC CC EPC/Turnkey Project. Case 1: In the implementation of EPC/Turnkey Contract for a Coal Power Plant Project P, the Contractor was responsible to construct the pier for unloading the coal. Based on the original design, the length of the pier was X meter but based on the supporting data of the sea level, Contractor A in his bid proposed to reduce the pier length into Y meter, where Y < X meter which was then agreed by the Employer. Due to that, the bid price submitted by Contractor A was lower than the other contractors. After the price and technical evaluation, Contractor A was then appointed as the Contractor for the Coal Power Plant Project P to conduct the design, engineering, procurement and construction works including the pier. During the construction, the actual sea water level was lower than predicted by the contractor when preparing the design. The ship was consequently unable to unload and the coal supply would be disrupted. 18 | K o n s t r u k s i a
The Contractor had the schedule of rates and prices attached to the contract, so in order to avoid further failure, the Employer instructed the Contractor to use the former Employer’s design. The final price of the pier then became even higher than the original price of the pier with the length of X meter Case 2: In the construction of a Coal Power Plant Q, the foundation was originally designed using pile foundation with a certain depth, say X meter, but during the execution of the work the hard rock was found deeper, say Y meter where Y > X. In the contract, there was schedule of rates and prices attached to the contract for foundation works. It meant that the payment for this work would be based on such unit price. This showed that the Employer did not fully understand the spirit of an EPC/Turnkey Contract which was actually a Lump Sum Fixed Price Contract as they also included Unit Price work in the Contract. The final Contract Price increased since the substantive principle of an EPC/Turnkey Contract had been abandoned due to the lack of understanding on EPC/Turnkey Contract. FIDIC Conditions of Contract is an engineered conditions of contract required by the international lending institution, unfortunately there is a misperception in the employer side that the use of FIDIC Conditions of Contract facilitates the contractor in submitting their claims which used to create disputes. In the writer’s opinion the spirit of equality between
EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)
employer and contractor should not allow such misperception. The clause allowing the contractor to submit claim and the clause of Unforeseeable Physical Conditions and the like are the entry gate for the contractor to recover their loss. 4. Unforeseeable Conditions The term ”Unforeseeable Physical Conditions (UPC)” and the like, is a contractual term specifically used in most of Standard General Conditions of Contract. The spirit of clause related to “Unforeseeable Physical Conditions” requires the contractor to observe the site condition from time to time so he is able to find that condition timely. Sub-Clause 4.12 Unforeseeable Difficulties Except as otherwise stated in the Contract: (a) the Contractor shall be deemed to have obtained all necessary information as to risks, contingencies and other circumstances which may influence or affect the Works; (b) by signing the Contract , the Contractor accepts total responsibility for having foreseen all difficulties and costs of successfully completing the Works; and (c) the Contract Price shall not be adjusted to take account of any unforeseen difficulties or costs. (Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project-1999) In Clause 4.12 of Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project1999, it is clear that principally no “unforeseen conditions” is allowed
since once the contract is signed then Sub-Clause 4.12(b) becomes valid. The decision makers think that the UPC clauses are the main causal factor of claims and therefore suggest that the clauses to be eliminated, whereas the existence of clauses emphasizing adjustment of the contract price and/or extension of time if unexpected circumstances occurred would reduce the contingency costs or hidden risk taking into account by the contractor in his tender calculation. Those clauses are based on the assumption that if the contractor obtains adjustment of the contract price and/or extension of time when encountering the Unforeseeable Physical Conditions (UPC), the contractor should not consider the risk allocation in their tender price. Since the risks allocated by every contractor vary largely, it will be easier in evaluating the submitted tender if the risk allocations are not included and therefore the price submitted will be a realistic one. The hesitation to allow the UPC Clauses makes the EPC/Turnkey Contract the employer’s first choice, considering that all risks will be fully shifted to the contractor. There is a tendency in Indonesia using the EPC/Turnkey Contract instead of the Conventional Construction Contract. Example clauses related to Unforeseeable Physical Conditions from some General Conditions of Contract are as follows: Clause 12.2. Not Foreseeable Physical Obstruction or Conditions. If however, during the execution of the Works the Contractor encounters physical obstruction or physical 19 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
conditions, other than climatic conditions on the Site, which obstruction or conditions were, in his opinion, not foreseeable by an experienced contractor, the Contractor shall forthwith give notice thereof to the Engineer.................,” (FIDIC General Conditions of Contract for Works of Civil Engineering 4th Edition, 1987, amended 1992) Clause 4.12 Unforeseeable Physical Conditions In this Sub-Clause “physical conditions” means natural physical conditions and man made and other physical obstructions and pollutants, which the Contractor encounters at the Site when executing the Works, including sub-surface and hydrological conditions but excluding climatic conditions. If the Contractor encounters adverse physical conditions which he considers to have been Unforeseeable, the Contractor shall give notice to the Engineer as soon as practicable. (FIDIC General Conditions of Contract for Construction, 1st Edition 1999 and MDB Harmonised Edition 2006) Clause 12.1 Latent Conditions Latent conditions are: Physical conditions on the Site and its near surrounds, including artificial things but excluding weather conditions, which differ materially from the physical conditions which should reasonably have been anticipated by a competent Contractor at the time of the Contractor’s tender, if the Contractor has inspected: a) all written information made available by the principal to the contractor for the purpose of tendering b) all information influencing the risk allocation in the Contractor’s tender and reasonably obtainable by the
20 | K o n s t r u k s i a
making of reasonable enquiries; and c) the site and its near surrounds (Standards Australia: General Conditions of Contract AS 4000-1997, amendment 3-2005) Clause 5.2 Adverse Physical Condition If the Contractor shall encounter adverse physical conditions (other than weather conditions or effects due to weather conditions on the Site) in the course of carrying out sub-surface works, which adverse physical conditions could not have been reasonably foreseen by an experienced contractor and the Contractor is of the opinion that additional cost will be incurred………….” (Building and Construction Authority of Singapore: Public Sector Standard Conditions of Contract for Construction Works 5th Edition, 2006) Clause 4.3.4 Claims for Concealed or Unknown Conditions If conditions are encountered at the site which are (1) subsurface or otherwise concealed physical condition which differ materially from those indicated in the Contract Document or (2) unknown physical conditions of an unusual nature, which differ materially from those ordinarily found to exist and generally recognized as inherent in construction activities of the character provided for in the Contract Document …………..” (American Institute of Architect: General Conditions of the Contract for Construction A201-1997) There are “unforeseen conditions” in many contracts with their own definition respectively, but for the EPC/Turnkey, Sub-Clause 4.12 is bound. So no claim on the unforeseeable physical conditions are
EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)
allowed. But, the contractor still possible to receive additional payment if there are instruction and/or approval on the variations proposed by the contractor. It should be noted that the contract price while using the EPC/Turnkey Contract might be higher than using the Construction Contract, but in case that the allocation of time and cost are limited EPC Contract might be the best. Another reason for using EPC in Indonesia is the certainty of cost which is better than the uncertain cost with huge additional cost and in order not to be suspected especially by the Anti Corruption Committee, the government super body to fight against the corruption. By using EPC Contract the chance to submit the claim is very limited. Once the contractor signed the contract means they accept any site conditions and the Contract Price shall not be adjusted to take account of any unforeseen difficulties or costs. Eventhough there is no adjustment to the Contract Price in the Conditions of Contract EPC/Turnkey Project, there is still chance for the contractor to submit claim in accordance to Clause 20 and by the existence of Sub-Clause 13.1 Right to Vary, where mentioned variations may be initiated by the Employer at any time prior to issuing the Taking Over Certificate for the Works, either by an instruction or by request for the contractor to submit a proposal and Sub-Clause 17.4 Consequences of Employer Risks where mentioned that that the contractor shall be entitled subject to Sub Clause 20.1 [Contractor’s Claim], for an extension of time for any such delay, if completion is or will be
delayed, under Sub clause 8.4 [Extension of Time for Completion]; and payment of any such Cost, which “shall be added to” the Contract Price. FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project could be categorized as the fair conditions of contract not only for the contractor but also for the employer. On choosing the EPC/Turnkey Contract, employer should realize that since there are more risks allocated to the Contractor, the contractor will require more data on site conditions site including subsurface condition and need more time to study the risks before submitting the tender. Learning from the experiences in Indonesia the use of “tailor made” EPC/Turnkey Contract by modifying several clauses should be avoided, but it should be mandatory of using the original version of FIDIC Condition of Contract EPC/Turnkey Project along with the translation from the English version to Bahasa Indonesia which is published under FIDIC license as the supporting tools to deeply understand the spirit of FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project. Another advantage for the employer by using the EPC/Turnkey Contract is that the owner only needs to put in minimum efforts in his project as the cost is already known at the beginning of the project. Market cost fluctuation has an important influence to the contractor side as there is no price escalation clause in an EPC Contract. That is why the contractor has to pay attention to the currency exchange and price variation of materials and labor in the market. All variations in cost are considered as the contractor’s risks since by an EPC Contract means 21 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
that both parties have committed a fixed price and it will be free from variation of the market prices. It should be considered an arrangement of a re-agreement between the contractor and the suppliers in order to protect the contractor’s performance. The Employer should rember that the Conditions of Contract for EPC/Turnkey Projects are not suitable for use in the following circumstances: o If there is insufficient time or information for tenderers to scrutinise and check the Employer's Requirements or for them to carry out their designs, risk assessment studies and estimating (taking particular account of Sub-Clauses 4.12 and 5.1). o If construction will involve substantial work underground or work in other areas which tenderers cannot inspect. o If the Employer intends to supervise closely or control the Contractor's work, or to review most of the construction drawings. o If the amount of each interim payment is to be determined by an official or other intermediary CONCLUSION 1. Both FIDIC CC for EPC/Turnkey and FIDIC CC for Construction allowed the additional contract price. 2. FIDIC CC for EPC/Turnkey not suitable for underground works 3. In FIDIC CC for EPC/Turnkey the issuance of construction working drawings mean the instruction, so if there are differences from the original drawings, it could be classified as variation order.
22 | K o n s t r u k s i a
References 1. American Institute of Architect: “General Conditions of the Contract for Construction A201”, 1997 2. Building and Construction Authority of Singapore: “Public Sector Standard Conditions of Contract for Construction Work” 5th Edition, 2006 3. Bunni, Nael G., “The FIDIC Forms of Contract”, Blackwell Publishing, 3rd Edition, 2008 4. Chow, Kok Fong, ”Construction Contracts Dictionary”, Sweet & Maxwell Asia, 1st Edition, Singapore, 2006 5. FIDIC, “General Conditions of Contract for Civil Engineering Works”, 4th Edition, Geneva, 1987, amended 1992 6. FIDIC, “General Conditions of Contract for Construction”, 1st Edition, Geneva, 1999 7. FIDIC, “General Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project, 1st Edition, Geneva, 1999 8. FIDIC, “General Conditions of Contract for Construction, MDB Harmonised Edition, 1st Edition, Geneva, 2006 9. Garner, Bryan A., “Black’s Law Dictionary”, Thomson West, St. Paul , 2004 10. Hardjomuljadi, Sarwono, “Pre Contract Strategy for Minimizing Construction Claims Impact on Hydro Electric Power Plant Projects in Indonesia” , Tarumanagara University, Jakarta, 2009 11. Hardjomuljadi, Sarwono, “The Metamorphosis of FIDIC GCC Clauses and the Main Causal Factors of Construction Claims in Indonesia”, Paper Presented at FIDIC Asia-Pacific Contract Users’ Conference, Hong Kong, 29-30 June 2009 12. Hardjomuljadi, Sarwono; Abdulkadir, Ariono and Takei,
EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)
13.
Masaru, “Construction Claim Strategy based on FIDIC Conditions of Contract”, ISBN:97997749-2-6, Polagrade, Jakarta, 2006. Indonesia State Electricity Corporation, Projects Information, 2010
14.
15.
Martin, Elizabeth A. and Law, Jonathan, “Dictionary of Law”, Oxford University Press, New York, 2007 Standards Australia: “General Conditions of Contract AS 40001997”, amendment 3-2005
23 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT METODE INDIRECT TERHADAP MUTU BETON HASIL HAMMER TEST DAN CORE DRILL Oleh : Faisal Ridho Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email:
[email protected] Heri Khoeri Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK : Pengujian mutu kuat tekan beton saat ini diperlukan dalam upaya penyeragaman mutu slab beton landasan udara sebelum dilakukan perbaikan mutu kuat tekan betonnya. Pengujian mutu kuat tekan beton eksisting secara umum terbagi atas pengujian destructive(merusak) dan non destructive (tidak merusak). Umumnya metode pengujian kuat tekan beton yang bersifat non destructive digunakan metode Hammer Test dan Ultrasonic Pulse Velocity Test. Sedangkan pengujian mutu kuat tekan beton yang bersifat merusak(destructive) digunakan metode Core Drill. Pada penelitian ini dilihat perbandingan mutu dari ketiga metode pengujian mutu kuat tekan beton tersebut dan didapatkan faktor atau nilai koefisien pengali untuk persamaan mutu hasil uji ketiga metode uji. Perbandingan nilai mutu ini diambil dari sampel-sampel beton yang telah lulus uji kurva t dimana terdapat ketentuan-ketentuannya. Didapatkan mutu hasil hammer test dan ultrasonic pulse velocity memliki mutu yang hampir sama karena pengujiannya terletak pada permukaan slab beton dan terlihat perbedaan mutu dengan metode Core Drill yang menguji sampel beton bagian intinya dimana kondisi beton bagian inti terlihat dari tampilan visualnya dalam kondisi baik(tidak terdapat rongga). Dari hasil pengujian didapatkan mutu uji hasil ulrasonic pulse velocity memiliki mutu uji paling rendah sedangkan mutu hasil uji Core Drill memiliki mutu paling besar. Berikut adalah nilai korelasi dari ketiga metode uji: UPVT = 0,93 HT; UPVT = 0,6 CD; HT = 0,64 CD Kata Kunci : beton, hammer test, ultrasonic pulse velocity, core drill
ABSTRACT : Testing of compressive strength concrete quality are needed in the uniformity of quality of the runway concrete quality before the improvement of slab concrete quality. In generally, the testing of concrete quality is devided destructive test and non destructive test. In generally the non destructive test used the hammer test and ultrasonic pulse velocity test. And for destrcutive test is used to core drill test with crushing strength test in laboratory. In this study is shown the comparison of three methods of testing the quality of the concrete compressive strength and obtained the factor or multiplier coefficient value for the quality equation of three result methods test The comparison of quality concrete is taken from the samples of concrete that have passed the test of the t-curve which have term and conditions. The result of the testing methods obtained nearly the same quality between the hammer test and ultrasonic pulse velocity because both of the test is located on the surface of the concrete slab. and look difference to the quality of the Core Drill test method because it take the core section of the concrete samples where the condition of the concrete core section is shownby the visual appearance is in good condition(have no micro cavity). Based on the result of testing quality is obtained the lowest concrete quality is ulrasonic pulse velocity test method. And for the highest concrete quality is Core Drill test method. There are the correlation value of the three methods below: UPVT = 0,93 HT; UPVT = 0,6 CD; HT = 0,64 C. Keywords : concrete, hammer test, ultrasonic pulse velocity, core drill
25 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
PENDAHULUAN Adanya rencana DED(detail engineering design) overlay landasan bandara udara Soekarno-Hatta membutuhkan penyeragaman mutu beton yang akan di overlay. Untuk menyeragamkan mutu beton perlu dikethui terlebih dahulu mutu ksisting dari slab beton tersebut. Untuk megetahui mutu beton eksisting dilakukan pengujian mutu beton. Secara umum pengujian mutu beton eksisting terbagi 2 yaitu pengujian bersifat merusak (destructive) dan tidak merusak (non destructive). Pengujian destructive umumnya digunakan metode core drill sedangkan untuk pengujian non destructive mneggunakan metode Hammer test dan Ultrasonic Pulse Velocity Test (UPVT) Indirect. Dari ketiga metode ini akan dihasilkan mutu kuat tekan beton eksisting dan dilihat perbandingan mutu yang dihasilkan dari ketiga metode tersebut terhadap pengujian slab beton landasan udara. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah 1. Melihat hasil dari mutu beton yang dihasilkan dari uji UPVT metode Indirect terhadap mutu uji hasil Hammer Test, apakah hasilnya memiliki nilai yang linier? 2. Lalu bagaimana perbandingan mutu beton hasil UPVT metode Indirect terhadap mutu beton hasil uji Core drill di lokasi uji yang sama? 3. Dari hasil perbandingan nilai mutu beton hasil uji ketiganya bagaimanakah bentuk hubungan yang memperlihatkan korelasi dari ketiganya?. 4. Berapakah nilai faktor pengali yang mengkorelasikan nilai mutu UPVT
26 | K o n s t r u k s i a
metode Indirect terhadap mutu aktual beton (hasil crushing core)?. Batasan Masalah a. Tinjauan pengujian terhadap mutu kuat tekan 15 titik slab beton landasan (runway utara) bandara SoekarnoHatta. b. Metode pengujian UPVT menggunakan Pundit lab plus PL02-003-115. c. Metode pengujian Hammer test menggunakan Hammer Schmitd NJ 80 dan digital hammer HT 225. d. Sample uji Core drill dengan perbandingan dimensi dan tinggi yaitu 1 :2 dan di teliti oleh laboratorium Sofoco e. 15 sampel uji diambil random dan diseleksi dengan metode statistika distribusi T untuk metode Hammer dan UPVT Indirect f. Perbandingan terbatas hanya pada mutu kuat tekan beton yang dihasilkan. Maksud dan Tujuan Penelitian a. Mengetahui nilai mutu beton dari hasil UPVT metode Indirect. b. Mengetahui hubungan dari hasil uji Non Destructive Test (NDT) dengan Destructive Test (DT) c. Mengetahui pemakaian alat uji UPVT d. Mengetahui hubungan dari cepat rambat gelombang terhadap mutu kuat tekan beton. e. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari ketiga metode uji beton (Hammer, UPVT, Coredrill) dilihat dari hasil mutu yang dihasilkan dan pengaruh terhadap struktur yang diuji
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)
Diagram Fish Bone Mutu Hasil UPVT
Pengambilan Sampel Hammer Test
Pengambilan Sampel Core Drill
Mutu Hasil Hammer Test
Mutu Hasil Core Drill
Pundit Lab + (UPVT) Schimdt Hammer NJ
Konversi Mutu Hammer Test
Pengambilan Sampel UPVT
Core Drill Machine
Perbandingan Mutu Beton
Konversi Mutu Uji Sampel Core Drill
Konversi Mutu Uji Sampel UPVT
Hipotesis a. Terdapat hubungan linier antara nilai mutu kuat tekan beton hasil Hammer test dengan nilai mutu kuat tekan beton hasil UPVT metode Indirect, dimana semakin besar nilai mutu kuat tekan hasil uji Hammer maka nilai kuat tekan hasil UPVT semakin besar juga, dan begitupun sebaliknya. b. Mutu kuat tekan hasil uji Hammer test memiliki nilai terbesar daripada mutu kuat tekan hasil uji UPVT dan coredrill untuk lokasi titik uji yang sama. c. Mutu kuat tekan hasil coredrill memiliki nilai terkecil dari ketiga uji (Hammer, UPVT, coredrill). d. Adanya indikasi kerusakan (rongga mikro) pada slab beton yang diuji dengan UPVT metode Indirect yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang ultrasonic yang rendah dari nilai rata –rata cepat rambat gelombang di titik – titik lokasi uji yang lainnya e. Faktor pengali hammer dengan UPVT , dimana mutu UPVT= 0.8 x Mutu Hammer Test
random sampling
15 Sampel Beton Runway utara
Metode distribusi T
f.
Faktor pengali Core drill dengan UPVT , dimana mutu Core drill = 0.9x Mutu UPT.
LANDASAN TEORI Beton Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat lain yang di campur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Kadang satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan. (Mc Cormac, 2003). Beton memiliki kekuatan tekan yang merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan luas(Teknologi Beton, Ir. Tri Mulyono, MT, 2004). Menurut Prof. Lorrain, (1991), klasifikasi beton berdasarkan kekuatannya, dapat dibagi dalam tiga kelas yaitu a. Beton Normal : Kuat tekan karakteristiknya 200-500 kg/cm2 27 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
dan disebut Normal Strength Concrete (NSC) b. Beton Mutu tinggi : Kuat tekan karakteristiknya 500–800 kg/cm2 dan disebut High Sterngth Concrete (HCS) c. Beton Sangat Tinggi : Kuat tekan karakteristiknya lebih dari 800 kg/cm2 dan disebut Very High Strength Concrete (VHSC) Ultrasonic Pulse Velocity Test Ultrasonic Pulse Veocity Test (UPVT) adalah cara untuk memperkirakan kekerasan beton yang didasarkan pada hubungan kecepatan gelombang UPV melalui media beton dengan kekuatan tekan beton itu. (International Atomic Energy Agency, 2002). Cara kerja Pundit yaitu dengan memberikan getaran gelombang longitudinal lewat transducer elektro – akustik, melalui cairan perangkai yang berwujud gemuk atau sejenis gel, yang dioleskan pada permukaan belon sebelum test dimulai, cairan ini berfungsi untuk menutup udara dari luar diantara permukaan transducer dengan permukaan beton yang di uji. Saat gelombang merambat dalam medium berbeda, yaitu gel dan beton, pada batas beton dan gel akan terjadi pantulan gelombang yang merambat dalam bentuk gelombang transversal dan longitudinal. Gelombang transversal merambat tegak lurus lintasan, dan gelombang longitudinal merambat sejajar lintasan. Pertama kali yang mencapai transducer penerima adalah gelombang longitudinal. Oleh transducer, gelombang ini diubah menjadi sinyal gelombang elektronik yang dapat dideteksi oleh transducer penerima, sehingga waktu tempuh gelombang dapat diukur. Waktu tempuh T yang dibutuhkan untuk merambatkan gelombang pada lintasan beton sepanjang L dapat diukur, sehingga
28 | K o n s t r u k s i a
kecepatan gelombang dapat dicari dengan rumus (Lawson dkk, 2011) V= L / T Keterangan : V = Kecepatan gelombang longitudinal (m/detik) L = Panjang lintasan beton yang dilewati (m) T = Waktu tempuh gelombang ultrasonik sepanjang lintasan L (detik) Metode uji ultrasonic memiliki beberapa fungsi lain selain memperkirakan mutu beton (International Atomic Energy Agency, 2002), yaitu: a. Mengetahui keseragaman kualitas beton b. Mendeteksi kedalaman retak beton c. Honeycomb atau void atau kerusakan lain pada beton d. Modulus elastis beton e. Mengetahui kualitas beton setelah umur beberapa tahun f. Mengetahui kekuatan tekan beton UPVT Metode Indirect Metode Langsung (Direct Transmision) yaitu dimana pengukuran dilakukan dengan cara receiver transducer dan transmitter transducer diletakan saling berhadapan.
Gambar. 1Metode Direct
UPVT Metode Semi Direct Metode semi langsung (Semi Direct) yaitu dimana receiver tranducer dan transmitter tranducer diletakan pada posisi axial, satu bidang tegak lurus dan satu bidang mendatar.
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)
Gambar. 2Metode Semi Direct
UPVT Metode Indirect Metode tidak langsung (Indirect) yaitu dimana receiver transducer dan transmitter receiver diletakkan dalam satu bidang datar.
Core Drill Pengujian Core drill atau pemboran beton inti merupakan salah satu pengujian beton yang bersifat merusak (destructive test). Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan nilai actual dari beton yang akan di uji. Pengujian ini menggunakan suatu alat yang memiliki mata bor yang biasa disebut Diamond Drill Bit. Alat ini dapat mengebor dan menembus beton bertulang dengan diameter 5 – 15 cm. Metode ini berdasarkan SNI 03-2492-1991 tentang metode pengambilan Benda Uji Beton Inti dan juga ASTM C 42.
Gambar. 3Metode Indirect
Hammer Test Hammer test adalah pengujian mutu permukaan beton yang bersifat tidak merusak. Metode penggunaan alat ini yaitu dengan memberikan suatu impuls (tumbukan) pada permukaan beton yang di uji dengan suatu massa yang diaktifkan dengan memberikan energi tertentu. Setelah suatu massa tersebut di tumbukkan akan memberikan pantulan massa energy yang membuat indikator nilai pukulan. Nilai indikator pantulan pukulan inilah yang selanjutkan akan dikonversikan menjadi nilai kuat tekan. Hammer test yang umunya digunakan adalah Hammer jenis Schmidt Rebound Hammer. Hammer test berguna untuk memperkirakan keseragaman nilai kuat tekan beton.
Metodologi Penelitian Secara umum metodologi penelitian ini terbagi menjadi 3 tahapan utama : 1. Tahap Persiapan a. Persiapan studi literatur b. Persiapan lapangan 2. Tahap Pengujian sampel beton a. Hammmer Test b. UPVT Indirect c. Core Drill 3. Tahap Analisa Analisis data hasi luji dan penyaringan data untuk dianalisis perbandingan mutu kuat tekan.
Gambar. 4Prinsip kerja Hammer 29 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Identifikasi masalah Pengujian sampel Beton Runway Utara random sampling
Core Drill
TIDAK
YA
UPVT Metode Indirect
Hammer Test Pengujian T student data hasil uji
Pengujian T student data hasil uji
Verifikasi Data sampel
Analisis Perbandingan Hasil Uji
Selesai
Pembahasan Analisis Core drill Pengujian mutu kuat tekan slab beton dengan menggunakan metode Core drill di uji pada slab beton runway utara yang dipilih 15 lokasi titik uji yang dipilih secara random. Berikut adalah tahapan pengeboran pada area uji sampel slab beton Core Drill: a. Tempatkan mesin bor beton berikut tempat dudukannya dekat dengan titik pengambilan benda uji beton inti yang telah ditentukan. b. Atur tempat dudukan mesin bor agar mesin bor beton tidak bergoyang pada waktu dilakukan pengeboran. c. Atur mesin bor tersebut agar posisi mata bor tegak lurus pada bidang yang akan diambil beton intinya. d. Sambungkan keran air yang ada pada mesin bor dengan slang ke sumber air terdekat. e. Hidupkan mesin bor beton. 30 | K o n s t r u k s i a
f. Buka keran air. g. Mulai lakukan pengeboran beton keras. h. Hentikan pengeboran, apabila panjang beton inti telah mencapai seperti yang diinginkan. i. Tutup keran air. j. Keluarkan mata bor dari tempat pengeboran. k. Patahkan beton inti pada bagian alasnya dengan memasukkan baji baja ke dalam celah beton ditempat pengeboran dengan dipukul perlahan-lahan. l. Ambil beton inti yang telah dipatahkan pada bagian alasnya dari lubang pengeboran dengan bantuan kawat baja. m. Periksa beton inti terhadap cacat berat atau kerusakan lainya yang disebabkan pada waktu dilakukan pengambilan benda uji. n. Apabila terdapat cacat berat pada beton inti sehingga tidak dapat digunakan sebagai benda uji, lakukan pengambilan benda uji beton inti yang baru pada titik pengambilan sedekat mungkin dengan titik pengambilan lama yang tidak membahayakan struktur beton. o. Apabila pada pemeriksaan beton inti tidak terdapat kelainan-kelainan, ukur panjang beton inti dan tebal plester, kemudian tentukan dapat tidaknya digunakan sebagai benda uji. p. Apabila dari hasil pemeriksaan dan pengukuran beton inti tersebut dapat digunakan sebagai benda uji, lakukan penandaan pada beton inti dan catat data serta lokasi titik pengambilannya. q. Bungkus beton inti yang sudah diberi tanda nomor kode dengan kain penyerap yang basah atau masukkan kedalam kantong plastik yang berisi air, lalu kirimkan ke Laboraturium. r. Tutup lubang bor bekas pengambilan benda uji beton inti dengan adukan mortar dari semen Fosroc type Pathroc SP.
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)
Gambar. 7 Perbandingan H/D untuk uji kuat tekan Gambar. 5Pelaksanaan Core Drill
Mutu hasil pengujian Core Drill Sampel – sampel beton yang diambil dari slab beton dilapangan memiliki kedalaman atau ketinggian sampai dengan tanah dasarnya. Tetapi untuk diuji kuat tekannya sampel-sampel beton tersebut diambil bagian intinya(tengah) dan disesuaikan dengan ketentuan H/D=2. Berikut mutu beton hasil uji dilaboratorium: Gambar. 6 Sampel hasil Core Drill
Setelah sampel beton hasil Core Drill didapat, sampel – sampel dibawa ke laboratorium Sofoco untuk diuji kuat tekannya. Adalah dimensi sampel yang diuji kuat tekan adalah: H/D = 2 Keterangan: H= Tinggi D= Diameter. Jika perbandingan H/D ≠1, maka akan dikalikan dengan koefisien tertentu menurut tabel ASTM 42 : Tabel 1 Correction factor H/D
Tabel 2 Mutu beton hasil Core Drill Samples Dimension Location Test 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Runway 09.03b.188 Runway 09.03a.188 Runway 09.03b.187 Runway 09.03a.184 Runway 09.03c.182 Runway 09.03b.181 Runway 09.03c.131 Runway 09.02.126 Runway 09.03c.115 Runway 09.04.88 Runway 09.03c.88 Runway 09.02.76 Runway 09.03c.76 Runway 09.03c.13 Runway 09.04.13
H
D
H/D
(cm)
(cm)
ratio
10 10 10 10 10 10 15 15 15 15 15 15 15 15 15
5 5 5 5 5 5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5
2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00
Weight (gram)
Load (kN)
Compressive Strength (Mpa)
631 650 635 630 626 647 647 1524 1590 1660 1580 1626 1608 1620 1638
100 95 100 105 80 100 90 165 155 205 150 195 190 205 200
48,14 45,74 48,14 50,55 38,52 48,14 43,33 35,97 33,79 44,69 32,70 42,51 41,42 44,69 43,60
Analisis Hammer Test Metode pelaksanaan uji sampel hammer test di landasan runway utara dilakukan di 15 titik uji berdasarkan lokasi yang sama dengan lokasi uji Core Drill. Adapun ketentuan dalam pengujian sampel beton slab ini mengacu pada ASTM C 805-2,
31 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
dengan beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Elemen struktur beton yang akan diuji harus memiliki ketebalan minimal 100 mm dan terkoneksi erat dengan struktur bangunan area uji berdiameter 150 mm. b. Untuk permukaan yang bertekstur atau dilapisi plester atau mortar harus diratakan dengan menggunakan gerinda pada saat pengukuran, diambil sembilan pembacaan dari setiap area uji. c. Jarak pembacaan antar titik uji minimal 25 mm. d. Hasil uji dengan menggunakan alat Hammer Test tergantung kepada rata dan tidaknya permukaan, basah keringnya bidang uji dan sudut inklinasi. e. Selisih nilai rebound dalam sembilan kali pembacaan ±6.Jika terdapat nilai dengan selisih lebih dari 6 maka pengambilan nilai rebound di ulang atau pindah posisi. Beton landasan runway utara yang diuji di bagi menjadi 3 slab yang dimana masing – masing slab berukuran 15 meter x 15 meter. Dimana khusus untuk slab beton tengah pengujian dibagi menjadi 3 titik pengujian, hal ini dikarenakan slab beton tengah mengalami pembebanan paling besar dibanding slab beton bagian pinggir.
Berdasarkan gambar diatas, lebar landasan terbagi menjadi 5 slab yaitu : a. Slab 09.01.xx, dengan lebar 7,5 m (tidak diuji). b. Slab 09.02.xx, dengan lebar 15 m (diuji). c. Slab 09.03.xx dengan lebar 15 m (diuji) dibagi menjadi 3 titik uji, kode 03A (dekat slab 02), kode 03B( tengah) dan kode 03C (dekat slab 04). d. Slab 09.04.xx dengan lebar 15 m (diuji). e. Slab 09.05.xx dengan lebar 15 m (tidak diuji). Pengujian dilakukan dengan 2 tipe hammer yaitu hammer schmidt NJ 80 dan digital hammer HT 225. Berikut data hasil pengukuran dilapangan:
Tabel 3 Data nilai rebound Hammer No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lokasi Uji Runway 09.03b.188 Runway 09.03a.188 Runway 09.03b.187 Runway 09.03a.184 Runway 09.03c.182 Runway 09.03b.181 Runway 09.03c.131 Runway 09.02.126 Runway 09.03c.115 Runway 09.04.88 Runway 09.03c.88 Runway 09.02.76 Runway 09.03c.76 Runway 09.03c.13 Runway 09.04.13
Hammer Rebound 29 31 32 36 32 40 42 31 35
29 35 34 30 29 42 43 37 33,8
31 34 31 36 33 40 40 33 34
32 33 29 32 30 39 38 35 35,2
31 32 33 32 28 39 38,1 35 39
33 33 32 31 29 40 43 32 35,1
32 30 29 31 29 45 40 34 39
35 35 32 30 29 40 39 32 35,9
36
32
32
32
32
39
34
33
31
34,9 32 35,4 30
33 31 39,1 27
32,4 36 36 25
41,1 33 39 30
36,9 31 34,9 27,9
30,1 33 40 25,3
41,4 37 36,7 30
34,9 35 40,5 25,4
34,4 33 32,6 32
26
28
32
32
31
31
25
26
30
Keterangan: Warna hijau menggunakan Hammer Test type NJ-80 Warna kuning menggunakan digital hammer HT 225.
Gambar. 8 Pembagian layer slab beton uji
32 | K o n s t r u k s i a
30 30 29 32 30 39 38 33 38,8
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)
Dari data nilai rebound diatas akan diseleksi menggunakan kurva t dengan ketentuan sebagai sebagai berikut : a. Untuk nilai α (tingkat signifikansi) adalah 20%. b. Wilayah kritis atau nilai tabelnya adalah t tabel = (t 0,20). c. Data yang diterima untuk masingmasing titik lokasi uji minimal 2 nilai rebound yang diterima oleh kurva t. d. Nilai rebound yang diterima kemudian dirata-ratakan untuk selanjutnya di sandingkan lokasi uji yang diterima dengan lokasi uji UPVT dan Core Drill.
Berikut adalah data hammer test yang telah diseleksi melalui kurva t diatas: Tabel 4 Lokasi Hammer Test hasil seleksi kurva t Data Diterima T1 (09.03b.188) T2 (09.03a.188) T4 (9.03a.184) T5 (09.03c.182) T6 (09.03b.181) T7 09.03c.131) T8 (09.02.126) T10 (09.04.88) T11 (09.03c.88)
Data Ditolak T3 (09.03b.187) T9 (09.03c.115) T13 (09.03c.76) T14 (09.03c.13) T15 (09.04.13)
T12 (09.02.76)
Semua data hammer Test di 15 lokasi setelah diseleksi akan dikonversikan kedalam mutu kuat tekan beton(Mpa) sesuai dengan kurva dari masing-masing jenis hammer yang digunakan.
Gambar. 9 Kurva T untuk Hammer Test
Tabel 5 Konversi Mutu Hammer Test
ID T1 T2 T4 T5 T6 T7 T8 T10 T11 T12
Test Location Runway 09.03b.188 Runway 09.03a.188j Runway 09.03a.184 Runway 09.03c.182 Runway 09.03b.181 Runway 09.03c.131 Runway 09.02.126 Runway 09.04.88 Runway 09.03c.88 Runway 09.02.76
Rebound Hammer 31 33 32 30 40 40 33
31 32 32 30 40 40 34
34
33
33 32 40 33
34,9 34,9 34,4 33 33 33
40
Average 31 32,67 32 30 40 40 33,33 33,5 34,73 33
Equivalent Compressive Strength, fck 26,5 29,25 28,54 25,48 40,77 48,1 30,21 30,45 36,47 29,56
33 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Gambar. 10 Kurva konversi mutu NJ 80
Gambar. 11 Kurva konversi mutu Digital Hammer HT 225
Analisis UPVT Indirect Ultrasonic Pulse Velocity Test (UPVT) memanfaatkan perambatan gelombang ultrasonic yang dibantu oleh medium gel atau couplant ke dalam medium padat (beton) dan menghasilkan suatu nilai kecepatan rambat gelombang yang nantinya akan dikonversikan kedalam mutu uat tekan beton. Pada penelitian ini pengukuran UPVT menggunakan 1 set alat Pundit Lab +. Berikut adalah langkahlangkah pengujian dengan UPVT pada slab beton runway utara: a. Bersihkan lokasi titik uji.
34 | K o n s t r u k s i a
b. Ukur jarak antar transmitter (b=20cm dan 2b = 40 cm) c. Ratakan couplant pada transmitter dan titik yang akan diuji. d. Letakan transmitter transducer pada titik awal dan pastikan kedap udara dan transmitter receiver pada jarak b = 20 cm. e. Setalah waktu awal didapat, pindahkan transmitter receiver pada titik 2b = 40 cm dari transmitter transducer samapi di dapat waktu kedua dan dihasilkan kecepatan rambat gelombang ultrasonic. f. Setelah didapatkan kecepatan rambat gelombang ultrasonic selanjutnya dikonversikan ke dalam kuat tekan beton (Mpa).
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)
ID 1
2
3
Gambar. 12 Pundit lab +
4
5
6
7
Tabel 6 Data kecepatan UPVT Measure ment Velocity Time 1 Time 2 Distance Name Type [m/s] [µs] [µs] [m] RUNWAY UTARA Surface 3.527,00 72,7 129,4 0,200 SLAB Surface 2.928,00 59,9 128,2 0,200 09.03b.188Surface 2.941,00 60,1 128,1 0,200 Surface 3.063,00 62,4 127,7 0,200 Surface 3.053,00 62,9 128,4 0,200 RUNWAY UTARA Surface 2.681,00 62,2 137,2 0,200 SLAB Surface 2.797,00 86,9 158,4 0,200 09.03a.188Surface 2.448,00 64,9 146,6 0,200 Surface 2.724,80 65,1 138,5 0,200 Surface 2.534,90 63,9 142,8 0,200 RUNWAY UTARA Surface 2.564,00 64,4 142,4 0,200 SLAB Surface 2.522,00 55,9 135,2 0,200 09.03b.187Surface 2.571,00 59,9 137,7 0,200 Surface 2.631,60 60,9 136,9 0,200 Surface 2.487,60 55,5 135,9 0,200 RUNWAY UTARA Surface 3.431,00 76,1 134,4 0,200 SLAB Surface 3.361,00 44,6 104,1 0,200 09.03b.184Surface 3.322,00 53,9 114,1 0,200 Surface 3.389,80 48,9 107,9 0,200 Surface 3.355,70 50,8 110,4 0,200 RUNWAY UTARA Surface 2.096,00 65,2 160,6 0,200 SLAB Surface 2.004,00 69,1 168,9 0,200 09.03c.182Surface 2.030,00 80,2 178,7 0,200 Surface 2.089,90 70,2 165,9 0,200 Surface 2.014,10 65,6 164,9 0,200 RUNWAY UTARA Surface 3.861,00 66,1 117,9 0,200 SLAB Surface 3.906,00 66,7 117,9 0,200 09.03B.181Surface 3.521,00 43,6 100,4 0,200 Surface 3.992,00 50,1 100,2 0,200 Surface 3.502,60 48,4 105,5 0,200 RUNWAY UTARA Surface 3.976,00 59,9 110,2 0,200 SLAB Surface 3.656,00 48,7 103,4 0,200 09.03c.131Surface 3.690,00 63,2 117,4 0,200 Surface 3.724,40 46,8 100,5 0,200 Surface 3.831,40 58,1 110,3 0,200
Gambar. 13 Metode Pelaksanaan UPVT Indirect
35 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
ID 8
9
10
11
12
13
14
15
Measure ment Name Type RUNWAY UTARA Surface SLAB Surface 09.02.126 Surface Surface Surface RUNWAY UTARA Surface SLAB Surface 09.03c.115Surface Surface Surface RUNWAY UTARA Surface SLAB Surface 09.04.88 Surface Surface Surface RUNWAY UTARA Surface SLAB Surface 09.03c.88 Surface Surface Surface RUNWAY UTARA Surface SLAB Surface 09.02.76 Surface Surface Surface RUNWAY UTARA Surface SLAB Surface 09.03c.76 Surface Surface Surface RUNWAY UTARA Surface SLAB Surface 09.03C.13 Surface Surface Surface RUNWAY UTARA Surface SLAB Surface 09.04.013 Surface Surface Surface
Velocity Time 1 Time 2 Distance [m/s] [µs] [µs] [m] 3.478,00 52,4 109,9 0.200 2.326,00 53,2 139,2 0.200 3.540,00 53,4 109,9 0.200 3.584,00 53,4 109,2 0.200 3.008,00 52,9 119,4 0.200 2.729,00 78,1 151,4 0,200 2.762,00 60,7 133,1 0,200 2.789,00 57,9 129,6 0,200 2.832,90 55,1 125,7 0,200 2.684,60 56,1 130,6 0,200 3.268,00 64,2 125,4 0,200 3.263,00 46,6 107,9 0,200 3.295,00 46,2 106,9 0,200 3.174,60 47,5 110,5 0,200 3.372,70 50,1 109,4 0,200 2.500,00 84,6 164,6 0,200 2.522,00 59,6 138,9 0,200 2.548,00 58,2 136,7 0,200 2.574,00 58,1 135,8 0,200 2.469,10 57,5 138,5 0,200 3.226,00 55,4 117,4 0.200 3.350,00 54.7 114.4 0.200 3.205,00 50.7 113.1 0.200 3.185,00 50.9 113.7 0.200 3.101,00 111.9 176.4 0.200 3.976,00 73,9 124,2 0.200 3.490,00 57.9 115.2 0.200 3.717,00 59.1 112.9 0.200 3.774,00 47.4 100.4 0.200 4.494,00 56.4 100.9 0.200 2.035,00 93,6 191,9 0.200 2.193,00 72.7 163.9 0.200 2.083,00 72.4 168.4 0.200 2.151,00 87.9 180.9 0.200 1.905,00 75.1 180.1 0.200 3.540,00 53,4 109,9 0.200 3.571,00 53,4 109,4 0.200 3.559,00 52,7 108,9 0.200 3.591,00 53,4 109,1 0.200 3.636,00 53,4 108,4 0.200
Data kecepatan dari 15 lokasi uji kemudian di seleksi dengan menggunakan metode statistik yaitu kurva t, dengan ketentuan kurva t sebagai berikut: 36 | K o n s t r u k s i a
a. Untuk nilai α (tingkat signifikansi) adalah 20%. b. Wilayah kritis atau nilai tabelnya adlah t tabel = (t 0,20). c. Data yang diterima untuk masingmasing titik lokasi uji minimal 2 nilai rebound yang diterima oleh kurva t. d. Kecepatan gelombang yang diterima kemudian dirata-ratakan untuk selanjutnya di sandingkan lokasi uji yang diterima dengan lokasi uji Hammer Test dan Core Drill.
Gambar. 14 Kurva T untuk seleksi data UPVT
Berikut adalah data lokasi uji hasil seleksi statistik kurva t: Tabel 7 Data lokasi UPVT hasil seleksi kurva t Data Diterima T1 (09.03b.188) T3 (09.03b.187) T10 (09.04.88) T12 (09.02.76) T13 (09.03c.76)
Data Ditolak T2 (09.03a.188) T4 (9.03a.184) T5 (09.03c.182) T6 (09.03b.181) T7 09.03c.131) T8 (09.02.126) T9 (09.03c.115) T11 (09.03c.88) T14 (09.03c.13) T15 (09.04.13)
Lokasi yang lulus uji seleksi statistik kurva t selanjutnya dikonversikan kedalam mutu kuat tekan beton (Mpa). Dikarenakan belum adanya standard persamaan UPVT di Indonesia dan tidak sesuai jika menggunakan persamaan hasil negara luar Indonesia yang memiliki karakteristik bahan berbeda dengan di Indonesia, maka
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)
pada penelitian ini persaman yang digunakan adalah persamaan hasil penelitian sebelumnya yang menggunakan
500 sampel beton dengan mengacu pada British standard mengenai pengujian sampel.
Gambar. 15 Kurva konversi mutu UPVT
𝑌 = 8,31364𝑒 0,000369𝑥
Keterangan: Y = mutu kuat tekan(Mpa) X = kecepatan gelombang(m/s) Tabel 8 Mutu hasil konversi kecepatan UPVT ID T1 T3 T10
T12
T13
Name RUNWAY UTARA 09.03b.188 RUNWAY UTARA 09.03b.187 RUNWAY UTARA 09.04.88 RUNWAY UTARA 09.02.76 RUNWAY UTARA 09.03c.76
Measuremen Velocity t Type [m/s] Surface Surface Surface Surface Surface Surface Surface Surface Surface Surface Surface
3.063,00 3.053,00 2.564,00 2.571,00 3.268,00 3.263,00 3.295,00 3.226,00 3.205,00 3.976,00 3.774,00
Time 1 [µs] 62,4 62,9 64,4 59,9 64,2 46,6 46,2 55,4 50.7 73,9 47.4
Time 2 [µs] 127,7 128,4 142,4 137,7 125,4 107,9 106,9 117,4 113.1 124,2 100.4
Distance [m] 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Average Compressive Compressive Strength Strenght [MPa] (Mpa) 25,74 25,65 21,41 21,47 27,77 27,71 28,04 27,34 27,13 36,05 33,47
25,7 21,44
27,84 27,23 34,76
37 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Perbandingan Mutu Hasil UJi Perbandingan mutu hasil uji ketiga metode uji kuat tekan beton dilakukan untuk lokasi uji yang telah lulus uji kurva t dan sampel yang memiliki lokasi uji yang sama sehingga bisa didapatkan nilai hubungan dari perbandingan mutu ketiga metode uji ini. Berikut adalah irisan lokasi uji yang sama dari ketiga medote uji(Core Drill, Hammer Test dan UPVT Indirect): Tabel 9 Irisan mutu hasil uji Lokasi Slab Beton
Hammer Test (Mpa)
UPVT Indirect (Mpa)
Core Drill (Mpa)
26,50 30,45
25,70 27,84
T12 (09.02.76)
29,56
27,23
48,14 44,69 42,51
Rata - rata
28,84
26,92
45,11
Dengan membandingkan nilai rata-rata antar metode uji untuk lokasi yang sama berikut adalah nilai perbandingan yang didapat: 𝑈𝑃𝑉𝑇 26,92 = 𝐻𝑎𝑚𝑚𝑒𝑟 𝑇𝑒𝑠𝑡 28,84 26,92 𝐻𝑎𝑚𝑚𝑒𝑟 𝑇𝑒𝑠𝑡 28,84
𝑈𝑃𝑉𝑇 = 0,93 𝐻𝑎𝑚𝑚𝑒𝑟 𝑇𝑒𝑠𝑡
Dari persamaan diatas didapatkan nilai korelasi untuk mendapatkan hubungan mutu antar mutu UPVT Indirect terhadapa mutu Hammer Test dengan tingkat signifikansi (α) yaitu 20%(t 0,20). Dengan menggunakan cara sama, didapatkan juga nilai hubungan antara UPVT Indirect terhadap mutu Core Drill dengan lokasi yang sama. 𝑈𝑃𝑉𝑇 26,92 = 𝐶𝑜𝑟𝑒 𝐷𝑟𝑖𝑙𝑙 45,11 38 | K o n s t r u k s i a
26,92 𝐶𝑜𝑟𝑒 𝐷𝑟𝑖𝑙𝑙 45,11
𝑈𝑃𝑉𝑇 = 0,6 𝐶𝑜𝑟𝑒 𝐷𝑟𝑖𝑙𝑙
Selanjutnya dari perbandingan mutu Core Drill dengan Hammer Test didapatkan nilai korelasi sebagai berikut: 𝐻𝑎𝑚𝑚𝑒𝑟 𝑇𝑒𝑠𝑡 28,84 = 𝐶𝑜𝑟𝑒 𝐷𝑟𝑖𝑙𝑙 45,11 𝐻𝑎𝑚𝑚𝑒𝑟 𝑇𝑒𝑠𝑡 =
T1 (09.03b.188) T10 (09.04.88)
𝑈𝑃𝑉𝑇 =
𝑈𝑃𝑉𝑇 =
28,84 𝐶𝑜𝑟𝑒 𝐷𝑟𝑖𝑙𝑙 45,11
𝐻𝑎𝑚𝑚𝑒𝑟 𝑇𝑒𝑠𝑡 = 0,64 𝐶𝑜𝑟𝑒 𝐷𝑟𝑖𝑙𝑙
Kesimpulan 1. Melihat mutu hasil irisan metode UPVT Indirect dengan metode Hammer Test terdapat hubungan linier antara kedua mutu hasil uji. Dimana saat mutu UPVT rendah maka mutu Hammer Test juga rendah dan saat mutu UPVT mulai naik nilainya mutu hasil Hammer juga ikut meningkat nilainya. Maka hasil penelitian sesuai dengan hipotesis 1. 2. Mutu hasil uji Core Drill memiliki nilai rata-rata mutu kuat tekan terbesar dari 2 metode lainnya yaitu 45,11 Mpa. Penyebab mutu beton hasil Core Drill yang besar disbanding kedua mutu dari metode UPVT dan Hammer Test adalah karena pengujian kuat tekan sampel beton Core Drill yaitu bagian tengah atau inti (core) beton dimana kondisi bagian tengah slab beton masih dalam kondisi bagus dan padat seperti terlihat pada sampel beton Core Drill yang diambil sampai bagian tanah dan dipotong untuk diambil bagian sampel yang terbaik untuk diuji. Sedang untuk pengujian pada Hammer Test dan UPVT Indirect
PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)
pengujian terletak pada permukaan slab beton dimana pada bagian ini sering mendapatkan beban dari pesawat yang membuat bagian permukaan beton rusak atau berkurang kekuatannya. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis kedua. 3. Sedangkan untuk mutu kuat tekan beton terkecil dari ketiga metode uji (Core Drill, Hammer test dan UPVT Indirect), mutu hasil uji UPVT Indirect memiliki mutu kuat tekan beton terendah dengan rata-rata nilainya adalah 26,92 Mpa. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis ketiga. 4. Indikasi penyebab mutu hasil UPVT Indirect memiliki mutu terendah adalah tidak ratanya permukaan beton yang diuji sehingga ada ruang udara atau celah antara permukaan beton dengan permukaan transducer Pundit Lab Plus yang menyebabkan perambatan gelombang ultrasonic menjadi lambat dan juga karena berkurangnya kekuatan dari permukaan beton karena seringnya diberikan beban pesawat yang melintasi permukaan slab beton tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis keempat. 5. Indikasi perbedaan mutu yang cukup jauh antara Core Drill dengan mutu Hammer Test dan UPVT Indirect disebabkan oleh sampel beton yang diuji oleh metode Core Drill adalah bagian intinya sedangkan untuk Hammer test dan UPVT Indirect adalah bagian permukaan sampel beton. 6. Nilai hubungan yang didapat antar metode uji adalah sebagai berikut: UPVT = 0,93 HT UPVT = 0,6 CD HT = 0,64 CD Keterangan: UPVT = Mutu beton Ultrasonic Pulse Velocity Test (Mpa HT = Mutu beton Hammer Test (Mpa) CD = Mutu beton Core Drill (Mpa)
Hasil persamaan yang didapatkan berbeda dengan hipotesis kelima dan keenam. Daftar Pustaka 1. Bueche R.J. 1986. Introduction to Physics for Scientists and Engineers.New York:Mc Graw-Hill. 2. International Atomic Energy Agency. 2002. Guidebook on non-destructive testing of concrete structure. Viena. 3. Lawson, K.A. Danso, H.C. Odoi, C.A. Adjei, F.K. Quashie, I.I. Mumuni, dan I.S. Ibrahim. 2011. Non Destructive Evaluation of Concrete using Ultrasonic Pulse Velocity Research. Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology 3(6), h: 499-504, 2011.ISSN: 2040-7467. Maxwell Scientific Organization. 4. Manual book schmidt hammmer NJ-80. 5. Manual book digital hammer HT 225. 6. Mulyono,Tri. 2005. Teknologi Beton. Yogyakarta:ANDI. 7. Nisfiannoor,Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.ISBN:978-979-17492-4-4. 8. SOP UPVT HESA 2014. 9. SNI 03-2492-1991. Metode Pengambilan Benda Uji Beton Inti. 10. WSDOT, 2013 .Materials Manual M 4601.15 ASTM C 805. Hammer Rebound.
39 | K o n s t r u k s i a
STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD (Faisal - Nadia)
STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD SEBAGAI BAHAN ADITIF PENGGANTI SEMEN Oleh : Faizal Rizki Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] Nadia Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] Abstrak : Untuk menanggulangi bencana akibat erupsi Gunung Kelud, dilakukan rekonstruksi sejumlah bangunan yang rusak dengan berfokus pada rumah warga dengan pembangunan rumah sederhana massal. Salah satu material penting untuk struktur Bangunan tersebut adalah beton yang mana campurannya antara lain pasir, kerikil, air dan semen. Abu vulkanik dari erupsi Gunung Kelud juga dicoba dipakai sebagai bahan aditif lokal pengganti sebagian semen dan diharapkan dapat menghemat biaya dari pengurangan berat semen dalam campuran beton normal. Pada penelitian ini variasi penggunaan abu Gunung Kelud adalah 0%, 10%, 15%, dan 20% dari berat semen dengan jumlah benda uji per-sampel sebanyak 4 buah berbentuk silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Mutu beton rencana yang dipakai adalah f’c= 18,7 Mpa atau setara dengan K-225. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur beton mencapai 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan terbesar (optimum) adalah varian 0% abu G. Kelud yaitu sebesar f’c= 28,20 MPa dan dengan campuran abu Gunung Kelud dengan proporsi 10%, 15% dan 20% dari berat semen, kuat tekan beton pada umur beton 28 hari mengalami trend penurunan yaitu sebesar 4,87%, 6,33%, dan 26,63% dari kuat tekan beton dengan campuran abu Gunung Kelud 0%. Tetapi terhadap mutu rencana f’c=18,7 Mpa penambahan abu Gunung Kelud 10%, 15% dan 20% dapat menaikkan mutu beton sampai 43,80%, 41,82% dan 19,89%. Kata kunci : beton, abu Gunung Kelud, kuat tekan. Abstract : To overcome disasters caused by eruption mount of kelud, do the reconstruction of houses demage by focusing on a houses by housing construction simple mass. One of material important for structure of building is concrete that which mixtures among other sand, gravel, water and cement. Volcanic ash from mount kelud eruption also attempted used additive as a substitute for some local cement and is expected to save the cost of the reduction of heavy cement in a mixture of concrete normal. To research this variation the use ash mountain kelud is 0%, 10%, 15%, 20% of the weight of a cement with the number of test objects as many as 4 pieces of cylindrical 15 cm in diameter and height of 30 cm. Design concrete plan used is f’c = 18.7 MPa or equivalent to K-225. Testing strong press concrete done at thr age of concrete at 28 days. The result showed that biggest stong press (optimize) there is a varian 0% ash mount kelud is as much as f’c = 28.20 MPa and with mixture ash mount kelud with proportion 10%, 15% and 20% of the weight a cement, strong press concrete for a age 28 days experience a trend decline is as much as 4.87%, 6,33%, dan 26,63% for strong press concrete with mixture ash mount kelud 0%. But for design plan f’c = 18.7 MPa addition ash mount kelud 10%, 15% and 20% could raise the quality of concrete until 43,80%, 41,82% dan 19,89%. Keyword : concrete, ash mount kelud, strong press 41 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Latar Belakang Salah satu bahan limbah yang berupa abu letusan G. Kelud, dapat digunakan sebagai bahan aditif lokal pengganti semen. Telah banuak diteliti,bahwa bahan yang ,mengandung Silika,efektif untuk menaikkan mutu beton. Letusan Gunung Kelud dapat berupa abu yang salah satu senyawanya adalah Silika. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk campuran beton sebagai pengganti semen produksi lokal untuk menghemat biaya. Hal ini terutama dapat dimanfaatkan untuk pembangunan rumah2 dampak letusan G. Kelud. Identifikasi Masalah 1. Apakah abu alami akibat letusan Gunung Kelud dapat meningkatkan mutu beton ? 2. Bagaimana pengaruh persentase abu G. Kelud tersebut terhadap kenaikan mutu Beton? 3. Berapa kenaikan maximum mutu beton terhadap persentase jumlah abu G.Kelud (sebagai pengganti Semen)? Batasan Masalah 1. Agregat kasar (batu pecah) dari Sukabumi, ukuran 20 mm – 40 mm. 2. Agregat halus (Pasir) dari Bangka ukuran < 5 mm. 3. Semen yang digunakan adalah semen Gresik tipe I. 4. Air yang digunakan adalah air PDAM. 5. Bahan aditif yang digunakan adalah abu vulkanik dari erupsi Gunung Kelud. 6. Mutu beton rencana adalah fc’ = 18 ,7 MPa atau K-225. 42 | K o n s t r u k s i a
7. Mix Design menggunakan ketentuan SK-SNI-T-15-199003 8. Variasi sebagian semen terhadap abu Gunung Kelud adalah 0%, 10%, 15%, 20% dari berat semen. 9. Cetakan beton ukuran 15 cm x 30 cm 10. Perawatan (perendaman beton) selama 28 hari PERUMUSAN MASALAH Abu vulkanik akibat erupsi G.Kelud merupakan bahan limbah yang masih dapat dimanfaatkan untuk campuran beton sebagai pengganti sebagian Semen. Campuran Beton tersebut, disamping mengurangi Semen, juga kemungkinan dapat menaikkan mutu Beton. Hal ini disebabkan karena abu vulkanik ini mengandung senyawa Silika yang sangat baik digunakan untuk campuran beton. Dengan penambahan abu G. Kelud pada campuran beton sebesar 10%, 15% dan 20%, maka diharapkan dapat mengurangi jumlah semen dan meningkatkan mutu beton. Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Untuk pemanfaatan abu G.Kelud, agar dapat digunakan untuk pengganti sebagian semen pada Bangunan Gedung. 2. Untuk memanfaatkan abu G. Kelud sebagai limbah, menjadi sesuatu yang berguna. 3. Untuk menambah referensi penelitian2 Ilmiah. Hipotesis 1. Penambahan abu Gunung Kelud sebagai bahan aditif pengganti semen akan
STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD (Faisal - Nadia)
meningkatkan kuat tekan beton. 2. Dengan penambahan bahan aditif abu Gunung Kelud, maka akan menghasilkan nilai kuat tekan terbesar (optimum). TINJAUAN PUSTAKA Beton adalah bahan yang diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut bilamana dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen, yang berlangsung selama waktu yang panjang,dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. Semen Portland Kandungan semen portland adalah kapur, silika, dan alumina. Ketiga bahan tadi dicampur dan dibakar dengan suhu 1550oC dan menjadi klinker. Setelah itu kemudian dikeluarkan, didinginkan, dan dihaluskan sampai halus menjadi halus seperti bubuk. Biasanya klinker digiling halus secara mekanis sambil ditambahkan gips atau kalsium sulfat (CaSO4) kira-kira 2-4% sebagai bahan pengontrol waktu pengikatan. Bahan tambah lain kadang ditambahkan untuk membentuk semen khusus..
Agregat Kasar Sifat yang paling penting dari suatu agregat kasar adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan. Agregat halus Terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir-butirnya harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari AbramHarder (dengan larutan NaOH). Abu Gunung Kelud Abu Gunung Kelud adalah abu vulkanik yang berasal dari letusan Gunung Kelud yang terbawa oleh angin dan tersebar di udara, air maupun permukaan tanah. Abu vulkanik itu nyatanya juga memiliki dampak positif dan manfaat pada sisi lain diantaranya bisa memperbaiki sifat fisika tanah dan mempunyai kemampuan mengikat air. Bahkan, abu vulkanik ini juga bisa dijadikan bahan bisa digunakan untuk bahan konstruksi, juga untuk bahan campuran membuat adonan semen. Campuran adonan semen dengan abu vulkanik ini bisa mengurangi bahan dari semennya sendiri sampai 10 persen. Dan hasil campurannya juga cukup bagus, hingga bisa memiliki kekuatan 150 kg persatuan beban. 43 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Abu Kelud ini juga memiliki kandungan Fe (besi), Mn (mangan), Si (silikat), Al (aluminium), Ca (kalsium), K (kalium), dan P(fosfor). (Sumber Umur Beton Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton akan naiknya secara cepat (linier) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya akan kecil. Kekuatan tekan beton pada kasus-kasus tertentu terus akan bertambah sampai beberapa tahun dimuka. Biasanya kekuatan tekan
rencana beton dihitung pada umur 28 hari. Faktor Air Semen (FAS) Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah untuk kekuatan beton. Namun drmikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas hal ini. Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun.
Gambar 1. Hasil Pengujian Abu Gunung Kelud dari Laboratorium PT. Sucofindo
44 | K o n s t r u k s i a
STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD (Faisal - Nadia)
METODOLOGI PENELITIAN MULAI
DATA PRIMER
DATA SEKUNDER
PENGUJIAN BAHAN AGREGAT KASAR
AGREGAT HALUS
KADAR AIR AGREGAT
1. ANALISASARINGAN 2. BERAT JENIS SSD DAN PENYERAPAN
1. ANALISA SARINGAN 2. BERAT JENIS SSD DAN PENYERAPAN
STUDI LITERATUR
DATA PENGUJIAN BAHAN TRIAL MIX
PERBAIKAN KOMPOSISI
KUAT TEKAN 18,7 MPa?
TIDAK
CAMPURAN
YA PERHITUNGAN MIX DESAIN PROPORSI CAMPURAN
ABU GUNUNG
ABU GUNUNG
ABU GUNUNG
ABU GUNUNG
KELUD 0%
KELUD 10%
KELUD 15%
KELUD 15%
PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI PENGUJIAN KUAT TEKAN
UJI STATISTIK STUDENT T ANALISIS REGRESI
ANALISIS KORELASI
PERBANDINGAN DENGAN PENELITIAN SEBELUMNYA
SELESAI
Gambar 2 Flowchart metodologi penelitian 45 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
HASIL PENELITIAN Persentase Abu Kuat Tekan Gunung (MPa) Kelud (%) 0
28,20
10
26,89
15
26,52
20
22,27
Grafik perbandingan kuat tekan beton dengan persentase abu Gunung Kelud Perbandingan kuat tekan hasil analisis penelitian terhadap kuat tekan rencana (f’c= 18,7 MPa) Kuat Persentase Tekan Kuat Abu Persentase Hasil Tekan Gunung kenaikan Analisis Rencana Kelud (%) Penelitian (MPa) (%) (MPa)
Grafik Korelasi kadar abu Gunung Kelud dengan kuat tekan Nilai korelasi R2 = 0,932 adalah kategori sangat baik (terdapat korelasi antara penambahan abu Gunung Kelud terhadap kuat tekan beton mutu f’c= 18,7 MPa atau setara K-225. Persamaan yang dapat digunakan akibat penelitian ini adalah : f’c = −0,22 (ak)2 + 0,167 ak + 28,08 dimana : f’c = kuat tekan beton (MPa) ak = kadar abu Gunung Kelud (%)
46 | K o n s t r u k s i a
0
28,20
50,80
10
26,89
15
26,52
41,82
20
22,27
19,09
18,7
KESIMPULAN 1. Campuran abu Gunung Kelud dengan proporsi 10%, 15% dan 20% dari berat semen, kuat tekan beton pada umur beton 28 hari mengalami trend penurunan yaitu sebesar 4,87%, 6,33%, dan 26,63% dari kuat tekan beton dengan campuran abu Gunung Kelud 0%. 2. Dengan mengurangi semen 10%, 15% dan 20% atau menggantinya dengan 10%, 15% dan 20% abu Gunung Kelud dapat dicapai mutu beton diatas f’c= 18,7 MPa (K-225).
43,80
STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD (Faisal - Nadia)
3. Terhadap mutu rencana f’c=18,7 MPa atau setara K-225 penambahan abu Gunung Kelud 10%, 15% dan 20% dapat menaikkan mutu beton sampai 43,80%, 41,82 dan 19,89%. 4. Untuk mutu beton f’c=18,7 MPa atau setara K-225, penambahan abu Gunung Kelud sebesar 20% dari berat semen dapat menghemat biaya akibat dari pengurangan berat semen. 5. Dari hasil perhitungan perencanaan campuran untuk mutu beton f’c=18,7 MPa (K-225) untuk 1 m3 , semen yang diperlukan adalah 402 kg. Dengan pengurangan 20%, maka berat semen untuk 1 m3 adalah: 402 kg – (20% x 402 kg) = 321,6 kg. Jika harga semen di pasaran Rp. 60.000,- per zak nya (1 zak= 40 kg), harga semen per kg = Rp. 60.000,- / 40 kg = Rp. 1.500,-
DAFTAR PUSTAKA 1. Djedjen, Achmad. Drs. ST. MSi, 1990. Diktat Pengujian Bahan Laboratorium Pengujian Bahan Jurusan Teknik Sipil Politeknik Universitas Indonesia. Depok : Politeknik Universitas Indonesia. 2. Djedjen, Achmad. Drs. ST. MSi, 2008. Jobsheet Pengujian Bahan II. Depok : Politeknik Negeri Jakarta. 3. Eva Zahra Lativa. 2003. Teknologi Bahan II, Depok. Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Jakarta 4. Eva Zahra Lativa..1999. Diktat Pengujian Bahan Laboratorium Pengujian Bahan, Depok. Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Jakarta. 5. Muhtarom Riyadi dan Amalia.2005.Teknologi Bahan I, Depok. Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Jakarta. 6. Tjokrodimuljo Kardiyono.2007.Teknologi Beton,Yogyakarta.Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada.
47 | K o n s t r u k s i a
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN RANGKA FACADE CURTAIN WALL SISTEM UNITIZED Oleh : Revmen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] Trijeti Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK :Perkembangan teknologi facade curtain wall dan pengaplikasiannya pada suatu bangunan tidak terlepas dari disiplin ilmu arsitektur dan ilmu teknik sipil, walaupun secara kecenderungan lebih berpihak pada bidang ilmu arsitektur, namun dalam prakteknya tidak dapat berdiri sendiri tanpa keterlibatan bidang ilmu teknik sipil khususnya dalam metode pelaksanaan dan analisa struktur. Facade curtain wall merupakan salah satu komponen dari suatu gedung yang pertama menerima pengaruh dari luar gedung baik dari beban angin, hujan, suhu dan cahaya. Proses pengerjaan facade curtain wall mulai dari proses disain, fabrikasi, dan proses pemasangan di lapangan haruslah menjadi perhatian khusus untuk mencapai hasil yang diinginkan dari sistim facade curtain wall, jika tidak hal ini akan menyebabkan kerusakan pada sestim facade curtain wall yang mengakibatkan kebocoran air dan udara yang masuk ke area interior gedung dan kerusakan dari material komponen facade curtain wall juga dapat menyebabkan keruntuhan yang membahayakan jiwa di area bawah gedung. Salah satu faktor dari kerusakan facade curtain wall adalah faktor defleksi dari rangka curtain wall yang tidak memenuhi syarat yang di tentukan. Selain kerusakan dari rangka facade curtain wall itu sendiri, hal ini berdampak terhadap kerusakan material lainya yang menempel langsung terhadap rangka facade curtain wall diantaranya material silicon sealant, gasket dan kaca yang nantinya akan menyebabkan potensi penyebab kebocoran air hujan yang masuk ke dalam area gedung . Upaya untuk mengatasi hal ini, dengan tidak merubah luas penampang dari profil rangka aluminium facade curtain wall yaitu dengan memperpendek bentangan untuk rangka vertical ( mullion male dan female ) dengan menambahkan steel bracing pada area backing spandrel sehingga defleksi yang disyaratkan dapat tercapai. Pemeliharaan facade curtain wall baik dalam proses konstruksi dan setelah proyek diserah terimakan kepada pemilik gedung ( owner ) sangatlah penting. Pengetahuan akan sistem dari façade curtain terutama sekali bagi pihak maintanace pemilik gedung yang akan melakukan pengecekan secara berkala. Kata Kunci :Facade curtain wall, Sistem unitized , Kekuatan rangka
ABSTRACT :The development of technology on a facede curtain wall and application in a building cannot be separated from a discipline of architecture and civil engineering, although the tendency in the science of architecture, but in practice could not stand alone without the involvement of the civil engineering especially in the methods of implementation and analysis of the structure. Facade curtain wall one of the component parts of a building first receiving the influence of outside the house both of the wind, the rain, the temperature and light. The process manufacturing from the facede curtain wall starting a design, fabrication, and process of the installation in building of special attention must be to achieve desirable results from the facade curtain wall system, if not this will cause demage in the facade curtain wall system that resulted in a leak in water and air into the interior of building area and demage components material facade curtain wall also can cause the collapse that harm the soul in the area building. One factor of the facade curtain wall is the deflection from frame curtain wall not eliginle to figure out. In addition to damages from frame facade curtain wall, this in an impact on order material damage that attaches directly to order frame façade curtain wall are sealant silicon materials, gasket, and glass that will cause the potential of leakage of rain water that goes into the building. Efforts to overcome this, with not change broad cross section of the profile of the frame aluminium façade curtain wall is to order by shortening the expanse of vertical synchronization (nullion male and female) byadding steel bracing in the area required deflection spandrel backing that can be achieved. Maintenance facade curtain wall in the process of 49 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015
construction and after the project handover to owner building is important. The knowledge of system façade curtain wall especially once for maintance of the building owner that will check at regular intervals. Keywords : façade curtain wall, system unitized, strong frame
PENDAHULUAN Semakin berkembang bangunan tinggi terutama sekali di kota Jakarta, maka semakin diperlukan penguasaan terhadap teknologi facade curtain wall. Perkembangan teknologi facade curtain wall dan pengaplikasianya pada suatu banguan tidak terlepas dari disiplin ilmu arsitektur dan ilmu teknik sipil, walaupun secara kecenderungan lebih berpihak pada bidang ilmu arsitektur, namun dalam prakteknya tidak dapat berdiri sendiri tanpa keterlibatan bidang ilmu teknik sipil khususnya dalam metode pelaksanaan dan analisa struktur. Berdasarkan jenisnya facade curtain wall dapat dikategorikan menjadi stick sytem dan unitized system. Facade curtain wall merupakan salah satu komponen dari suatu gedung yang pertama menerima pengaruh dari luar gedung baik dari beban angin, hujan, suhu dan cahaya. Proses pengerjaan facade curtain wall mulai dari proses disain, fabrikasi, dan proses pemasangan di lapangan haruslah menjadi perhatian khusus untuk mencapai hasil yang diinginkan dari sistim facade curtain wall, jika tidak hal ini akan menyebabkan kegagalan pada sestim facade curtain wall yang mengakibatkan kebocoran air dan udara yang masuk ke area interior gedung.Kebocoran air juga menyebabkan bangunan menjadi tidak layak untuk digunakan dan dinyatakan tidak dapat diakses,dan apabila dibiarkan untuk waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan struktural juga, akibatnya menimbulkan kerugian biaya yang sangat besar dalam mengatasi kebocoran. 50 | K o n s t r u k s i a
Kegagalan pada facade cutain wall diantaranya adalah faktor kebocoran air, udara dan kegagalan dari komponen material facade curtain wall tersebut, untuk mengantisipasi masalah maka perlu diketahui :Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya kegagalan facade curtain wall yang menyebabkan kebocoran air yang masuk ke dalam area gedung dan lagkah apa yang diambil untuk mengatasi hal tersebut ; Faktor apa saja yang menyebabkan komponen komponen dari material unit facade curtain walllepas dari dudukan semula dan langkah apa yang diambil untuk mengatasi hal tersebut ; Langkah – langkan apa yang harus di ketahui dalam pemeliharaan facade curtain wall untuk jangka panjang. BATASAN MASALAH Metode pelaksanaan dan analisa akibat kerusakan rangka pada pekerjaan facade curtain wallunitized systems.Analisis dilakukan padaproyek gedung beringkat hanya pada lantai typical yaitu lantai 2 nd floor – 26 th floor diantaranya :Proses extrusi aluminium tidak dibahas ; Proses pembuatan kaca tidak dibahas ; Aspek manajemen biaya tidak dibahas ; Pengaruh beban gempa terhadap curtain wall tidak dibahas ; Kinerja termal pada facade curtain wall tidak dibahas; Pengujian unit facade curtain wall tida dibahas; Keselamatan kerja dalam proses fabrikasi dan pelaksanaan di lapangan tidak dibahas; Manajemen waktu pelaksanaan hanya membahas faktor penyebab keterlambatan pekerjaan ; Pembahasan komponen material facade
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)
curtain wall meliputi Rangka aluminium, Kaca , Silicon selanat, Seting block dan gasket , Anchor, bracket dan fastener ; Pembahasan metode fabrikasi dilaksanakan di pabrik hanya meliputi Perakitan (assembling) unit facade curtain wall , Proses pemasangan kaca, Proses pemasangan silicon selanat, Packing unit curtain wall ; Pembahasan metode pemasangan di lapangan hanya meliputi Pengukuran / marking, Pemasangan embeded anchor (Halfen system embeded), Transport unitized ke terminal ke tiap 5 lantai , Pemasangan bracket fastener , Pemasangan dan penyetelan unit facade curtain wall, Pemeriksaan (Quality Control) ;Analisa struktur material curtain wall meliputi Perhitungan beban angin , Perhitungan kekuatan rangka vertical (mullion male) , Perhitungan kekuatan rangka vertical (mullion female) , Perhirungan kekuatan rangaka horizontal (transome) ,Analisis perhitungan kekuatan rangka facade curtain wall menggunakan metode perhitungan manual,Analisis
Shanghai World Financial Center-Cina
perhitungan kekuatan rangka facade curtain wall untuk mengatasi permasalahan yang timbul menggunakan software SAP 2000.V12 LANDASAN TEORI Kata “facad” atau “façade” berasal dari bahasa latin yaitu “facies” yang berari wajah utama atau tampak dari bangunan yang dapat dilihat dari jalan atau area public lainya. Elemen - elemen façade dapat bermacam - macam bagian mulai dari permukaan dinding, struktur, pengaturan bukaan dan ornamentasi. Dapat diartikan juga kulit luar bangunan (building covered), pembungkus bangunan, bentuk dinding tirai (curtain wall) atau dinding jendela (window wall). Pada umumnya facade curtain wall terdiri dari frame aluminium dengan bahan pengisi kaca, aluminium composite panel atau material lain seperti beton pra cetak, batu alam dan plat metal lain.
Bakri Tower - Indonesia
BNI 46 Tower - Indonesia
Gambar 1.Facade curtain wall unitiez sestim gedung bertingkat tinggi Sumber . www.google.comfacade curtain wall Ketentuan - ketentuan dominan metode pelaksanaan dan analisa struktur rangka facade curtain wallyang dapat menyebabkan kegagalan antara lain Integritas struktural ,Beban mati , Beban angin
Komponen dari material facade curtain wall yang menerima beban mati dan beban angin : Rangka vertical (mullion male dan female), menerima beban angin ; Rangka horizontal (transome), memerima beban mati akibat berat kaca 51 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015
dan beban angin ; Kaca, meneriama beban angin ; Anchor (embeded, fastener dan bracket) meneriama beban akibat gaya yang bekerja pada mullion dan transome Steel bracing, menerima beban agin dan gaya yang bekerja padaaluminium mullion dan transome Kegagalan Facade curtain wall : Tingkat kebocoran urada dan air, Material kaca pecah , Komponen material facade curtain walllepas dari dudukan semula Komponen material facade curtain wall : Rangka Aluminium
Tabel 1.Bidang penggunaan atau pemakaian panduan aluminium untuk extrusi,Sumber. SII 0695-82 Hal 5 Komponen utama dari facade curtain wall yang menggunakan bahan aluminium adalah :Rangka vertical facade curtain wall (mullion male dan female), Rangka Horizontal facade curtain wall(transome).Area penerima beban angin pada rangka vertical dan horizontal facade curtain wall (gambar 2).
1.Mullion
2.Transome
1.Mullion
2.Transome
Gambar 2. Area penerima beban angin pada modul facade curtain wall.Sumber. Lembaga Pendidikan dan Pengujian Façade Fakultas Teknik Universitas Indonesia Lendutan rangka mullion akibat beban angina (wind pressured) Untuk facade curtain wall dengan kaca rangkap tertutup, lenturan tersebut tidak boleh melebihi ℓ/175 panjang bebas frame tersebut.
52 | K o n s t r u k s i a
Besarnya defleksi (δ) yang terjadi adalah : Tegangan pada rangka vertical dan horizontal facade curtain wall Tegangan bending yang diijinkan (Allowable bending stress ( ) )= 1600 kg/cm2, untuk beberapa material yang
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)
biasa dipergunakanAluminium Ekstrusi ( E = 7 x 105 kgf/cm2 ) [1]
max
M Z
max
5. . 4 384 EI
Perhitungan kekuatan transome akibat beban kaca : Dalam sistem curtain wall perhitungan kekuatan transome lebih dititik beratkan pada perhitungan beban vertikal (beban akibat material kaca) dibandingkan dengan beban horizontal (beban angin ). Defleksi ( ) dan tegangan ( ) yang terjadi pada transome tidak boleh lebih besar dari pada defleksi dan tegangan yang diijinkan. Kondisi tersebut dapat ditulis sebagai berikut :<al ;
glass bahan sama dengan silicon sealat dengan karekter kekuatan pada daya rekat yang tinggi disebut structure sealant atau structur glased. Sedangkan penutup pada sambungan beton dengan aluminium biasanya digunakan jenis sealant polysulphide sealant dimana daya muainya duakali lipat. Sedangkan sealant yang dipakai penutup sambungan aluminium antara horizontal dan vertical pada bagian belakan adalah jenis polysulphide sealant yang mempunyai karakter sangat melekat tetapi tidak mengering yang penggunaanya untuk mencegah kebocoran air pada sambungan tersebut. Berikut dalah pengaplikasian silicon sealant menurut jenis dan kareakternya. Seting block Modifikasi pemasangan facade curtain wall di lapangan tentunya akan menyebabkan kegagalan pada sistim curtain wall dan juga berpengaruh kepada kinerja material yang berhubungan langsung dengan material tersebut. Salah satunya adalah pemasangan seting block yang berfungsi sebagai dudukan kaca terhadap rangka aluminium transome., seringkali ditemukan pemasangan yang tidak memenuhi persyaratan yang telah di tentukan. Sistem Anchor:Anchor curtain wall terdiri dari embeded dan bracket fastener. Material ini merupakan material yang sangat penting dalam komponen facade cutrain wall yaitu sebagai bahan pengikat unit - unit curtain wall dengan struktur utama bangunan. Type aluminium facade curtain wall - Stick system :Karakteristik dari sistim ini adalah relatif murah dari segi biaya akan tetapi memiliki kelemahan dalam pencapaian hasil yang maximal yaitu dari segi 53 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015
penyesuaian dengan kondisi lapangan ( struktur bangunan ) dan akurasi dimensi yang kurang
sempurna, di sisi lain sistim ini juga membutuhkan banyak tenaga dalam pemasangan di lapangan.
Gambar 3. Sistem stick mulion facade curtain wall. Sumber: Facade Principales of contruction Unitized sestim : Untuk teknologi modern curtain wall unitized system ini diciptakan untuk digunakan pada curtain wall gedung bertingkat tinggi . Sistem ini seluruhnya terdiri dari unit bingkai besar pra-dirakit di pabrik. Dimana tiang curtain wallyang merupakan anggota vertikal (mullion)dan bagian horizontal tenaga cenderung lebih sedikit di bandingkan dengan sistim stick mullion .
(transomen) berikut kaca atau aluminium composite panel dan pemasangan material pendukung (gasket, silicon sealant, bacing spandrel) di lakukan di pabrik. Semua produksi seluruh unit curtain wall di kendalikan di pabrik dimana semua proses produksi dapat di periksa dengan hati - hati, dan pemakaian
[12]
Gambar 4. Facade curtain wall unitized sistim. Sumber : Facade Principales of contruction
54 | K o n s t r u k s i a
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)
DATA &ANALISA : Kekuatan material rangka ( frame ) aluminium facade curtain wall
Berikut data proyek aluminium facade curtain wall pada gedung pada Tower 2. - Denah lantai typical gedung lantai 2nd floor – 26 th floor dengan ketinngian antar lanta 4, 2 meter
Gambar 5 :Denah lantai typical gedung lantai 2nd floor – 26 th floor
2 bangunan 100 meter dari - Tinggi lantai ground floor – top roof area yang dianalisa hanya pada lantai typical 2nd floor – 26 th floor). - Sistem façade yang digunakan adalah sitem unitized - Tinggi dari lefel finish lantai ( FFL ) terhadap plafon 2,8 meter - Jarak antar modul vertical adalah 1,6 meter dan terdapat empat modul horizontal dengan jarak antar modul horizontal.
( - ) 90,29 kg/m2 sedangkan beban angin yang di syaratkan oleh pihak perencana 120 kg/m2 dan dalam perhitungan analisis kekuatan rangka facade curtain wall menggunakan beban angin Wind Pressured 120 kg/m2. Spesifikasi material rangka alumunium facade curtain wall yang digunakan pada lantai typical 2nd floor – 26 th floor. 2
Yield Stress for 6063-T6 (σallow) = 1600 Kg/cm Weight of glass, 14 mm (w) =
Analisis beban angin - Lokasi bangunan = Jakarta (kategori 4, sesuai SII 064982) - Tinggi bangunan = 100 meter - Kecepatan angina = 30 m/dt (SII 6049-82, hal 29-30) - Koefesien beban angin ( c ) = 1,13 (SII 6019-82, hal 30)
2
35 Kg/m
Aluminium Deflection = 1 / 175 L or max 2.0 cm ( ASTM E 330-02 ) Glass Deflection = 1/90 L
( ASTM E 330 )
Shear Factor Female = Ix Female / (Ix Female + Ix Male) = 119 / (119 + 134) = 0,471 Shear Factor Male = Ix Male / (Ix Female + Ix Male) = 134 / (134 + 119) = 0,529 Modulus Elasticity (Ealuminium) =
Dari hasil analisis untuk beban angin positif Wind Pressured ( + ) 60,19 kg/m2 dan beban angina negative Wind Pressured
( LP2FUI )
700000
2
kg/cm
Analisis perhitungan kekuatan rangka vertical( mullion male) akibat beban angin. 55 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015
4200
Gambar6 : Bidang area pada facade curtain wall( mullion male) yang menerima beban angin Bending Momen & Joint Reaction
Strength Calculation of of Male Mullion Without Bracing Strength Calculation Male Mullion Without Bracing
Calculation Wind Load (WL) = WP x Sf x m
Dimention Properties Dimention Properties 2 2 Negative Press (WP) = 120 kg/m Negative Press (WP) = 120 kg/m→ →kg/cm² kg/cm² Modul (m)(m) = = 160 cmcm Modul 160 Shear Factor (Sf)(Sf) = = Shear Factor H mullion (h)(h) = = H mullion
= x x 160 =
0,90 kg/cm
Joint Reaction
0,471 0,471 420 cmcm 420
Joint at top bracket = WL x h / 2 (Ja) = 1 x 420 / 2 =
Dimention of of Mullion = Male Mullion Dimention Mullion = Male Mullion 2 Yield Stress = = 1600 kg/cm Yield Stress 1600 kg/cm2
189,9 kg →
Momen max (Mmax) = WL x h2 / 8
4 4 Inertia x axis (Ix)(Ix) = = 133,91 cmcm Inertia x axis 133,91 3 3 Modulus Sect (Zx) = = 15,94 cmcm Modulus Sect (Zx) 15,94
Mullion = 1 x 420 ^2 / 2 =
79742,7 kg.cm
Stress yield = Mmax / Zx = 79.743 / 16 =
5003,94 kg/cm2
< 1.600kg/cm²
NOT OK!!
Max defl yield = Hb / 175 = 420 / 175 =
1,68 cm or max 2cm 4
Max Deflection = 5 x Wl x h / 384 x E x Ix = 5 x 1^4 / 384 x 700000 x 134 =
3,91 cm
Analisis perhitungan kekuatan rangka horizontal ( transome ) akibat beban angin dan beban mati.
Daerah yang di ditinjau
Gambar7 : Bidang area pada facade curtain wall( transome ) yang menerima beban angin 56 | K o n s t r u k s i a
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti) Dimention Properties
Akibat beban angin
120 kg/m2 → kg/cm²
Wind Pressure (Wp) = Modul (m) =
160 cm
Trans to Trans (Tt) =
130 cm
Thick of glass (Tg) =
1,4 cm (8 + 6) Double Glass
Exentricity (e) =
Calculation Joint Reaction effect = 1/2 x WL x m
3,3 cm
Wind Load = 1/2 x 2 x 160
Dimention of Trans = Transome 70 x 81
=
124,8 kg
1600 kg/cm2
Yield Stress = Inertia x axis (Ix) =
39,25 cm4
Inertia y axis (Iy) =
39,43 cm4
Modulus Sect (Zx) =
11,22 cm
Modulus Sect (Zy) =
8,76 cm3
2
Mmax effect WL = WL x m x / 8 = 2 x 160^2 x / 8
3
=
Load Calculation
4992 kg.cm
Yield Stress = Mmax WL / Zy effect WL = 4.992 / 9
Wind Load (WL) = WP x Tt =
2
=
= x 130
445,12 kg/cm
< 1.600kg/cm²
OK!!
1,56 kg/cm
Max defl yield = Hb / 175 Dead Load (DL) = 25 x Tg / 10000 x Tt
effect WL = 130 / 175
= 25 x 1 / 10000 x 130 =
=
0,455 kg/cm
0,74 cm
max Deflection = Wl x hb4 x 185 x E x Iy
Akibat beban mati ( berat material kaca )
effect WL 2 x 130^4 / 185 x 700000 x 39 Joint Reaction effect = 1/2 x DL x m x e
=
0,09 cm < 1cm
OK!!
Dead Load = 1/2 x x 160 x 3 =
120,12 kg 2
Mmax effect DL = DL x e x m x / 8 = x 3 x 160^2 x / 8 =
4804,8 kg.cm
Stress yield = Mmax effect DL / Zx effect DL = 4.805 / 11 =
2
428,43 kg/cm
< 1.600kg/cm²
OK!!
4
max Deflection = DL x e x hb x 185 x E x Ix effect DL x 3 x 160^4 / 185 x 700000 x 39 =
0,19 cm < 0.2 cm
OK!!
Hasil analisis rangka vertical ( mulion male & female ) dan rangka horizontal ( transome ) dapat disimpulkan : Syarat Material
Gambar
Hasil Analisis
Kesimpulan
Stress yield ( σ )
Deflection ( δ )
Stress yield ( σ )
Deflection ( δ )
kg/cm²
L/ 175 cm
kg/cm²
cm
Mullion Male ( Wind Load )
1600,00
1,68
5003,94
3,91
Not ok
Mullion Female ( Wind Load )
1600,00
1,68
5553,50
4,39
Not ok
Transome ( Wind Load )
1600,00
0,74
445,12
0,09
Ok
Transome( Dead Load )
1600,00
0,74
428,43
0,19
Ok
Tabel 2:Hasil analisis perhitungan kekuatan rangka facade curtain wall
57 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015
Hasil analisis menunjukan bahwa untuk rangka vertical ( mullion male & female ) tidak memenuhi syarat yang di tentukan. Upaya untuk mengatasinya dengan tidak merubah profil aluminium rangka vertical ( mullion male & female ) dengan memperpendek bentangan. Pelaksanaan facade curtain wall di lapangan Dalam proses instalasi di lapangan banyak hal - hal yang mempengaruhi kegagalan facade curtain wall baik yang berhubungan dengan lingkup pekerjaan lain yang terkait terutama sekali struktur utama gedung diantaranya :Toleransi dengan struktur utama gedung (Pemasangan embeded anchor yang tidak tepat ; Pemasangan unit curtain wall yg kurang sempurna; Penyetelan unit facade curtain wall ; Penasangan silicon sealant); Sistim modifikasi facade curtain wall akibat penyesuain dengan kondisi struktur utama gedung
maximal yang di syaratkan . Salah satu upaya untuk mengatasi hal ini dengan tidak merubah profil alumunium adalah dengan memperpendek bentangan rangka vertical (mullion male & female) dengan menambahkan steel bracingdengan material besi L 50.50.5 mm pada area bacing spandrel. Perhitungan kekuatan rangka vertical (mullionmale) akibat beban angin dengan menambahkan steel bracing, analisis menggunakan sortware SAP 2000.V12 : Diperoleh tegangan maximal = 202,91 kg/cm2 dan defleksi maximal = 0,909 cm (Mullion male) Perhitungan kekuatan rangka vertical (mullionfemale) akibat beban angin dengan menambahkan bracing analisis menggunakan sortware SAP 2000 : Diperoleh tegangan maximal = 179,05 kg/cm2 dan defleksi maximal = 0.900 cm (Mullion Female)
-
-
Upaya Mengatasi Kegagalan Facade curtain wall Mengatasi kegagalan kekutan rangka vertical :Rangka vertical (mullion male & female) tidak memenuhi syarat yang ditentukan untuk tegangan dan lendutan
Hasil analisis rangka vertical (mulion male & female) memperpendek bentangan dengan menambahkan steel bracing dapat disimpulkan :
Syarat Material
Gambar
Hasil Analisis
Kesimpulan
Stress yield ( σ )
Deflection ( δ )
Stress yield ( σ )
Deflection ( δ )
kg/cm²
L/ 175 cm
kg/cm²
cm
Mullion Male ( Wind Load )
1600,00
1,33
202,91
0,91
Ok
Mullion Female ( Wind Load )
1600,00
1,33
179,05
0,90
Ok
Tabel 3 :Hasil analisis kekuatan rangka vertical445,12 (mullion 0,09 male & female) Transome ( Wind Load ) 1600,00 0,74 Ok memperpendek bentangan dengan menambahkan steel bracing. Transome( Dead Load )
1600,00
Mengatasi kegagalan pelaksanaan facade curtain wall dalam proses pemasangan di lapangan
58 | K o n s t r u k s i a
0,74
428,43
0,19
Ok
1. Kegagalan pemasangan embeded anchor ( gambar 4.9 ) pada lantai 22 th floor – 25 th floor, maka embeded anchor terdebut tidak dapat
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)
digunakan , sebaiknya mengganti dengan sistem chemical anchor yang telah di perhitungkan sebelumnya.
Gambar8 : Sistem chemical anchor 2. Pihak kontraktor facade curtain wallharus mengikuti proses pengecoran berlangsung dan mengontrol pemasangan embedded anchor secara berkelanjutan. 3. Pemasangan unit curtain wall sambungan nat antar unit curtain wall pada lantai 16 – 19 th floor tidak sesuai dengan shop drawing = 10 mm, dalam hal ini salah satu dari unit curtain wall tersebut harus diganti untuk mendapatkan nat yang diharapkan dan tidak dibenarkan menambah material pemutup celah kekurangan nat tersebut karena akan menyebabkan kebocoran air dan udara. Untuk pemasangan sealant pada sambungan unit curtain wall harus sempurna danmengikuti prosedur dari produsen material silicon sealant yang digunakan. 4. Penyetelan unit facade curtain wall terapat Locing pin yang tidak di pasang lantai typical 25 th floor, dalam hal ini perlunya pemeriksaan dari pihak quality control dari pihak kontraktor maupun dari pihak managemen konstruksi ( MK ) 5. Pemasangan silicon sealant yang tidak sempurna pada lantai typical
17 th floor – 20 th floor, perlunya pemeriksaan dari pihak quality control dari pihak kontraktor maupun dari pihak managemen konstruksi ( MK ) dan pemahaman akan sistem pemasangan silicon sealant oleh pekerja pemasangan. 6. Sistim modifikasi pemasangan bracket fastener yang tidak sesuai dengan standar pemasangan, upaya untuk mengatasinya dengan mengisi celah antara level lantai dengan elevasi bracket fastener dengan material yang disyaratkan seperti semen grouting yang telah di rekomendasikan
Semen Grouting
Gambar9 : Pemasangan semen grouting Mengatasi Kegagalan Facade curtain wal
Pemeliharan
Pemeliharaan facade curtain wall baik dalam proses konstruksi dan setelah masa operasional gedung sangatlah penting, untuk memastikan sistem dari facade curtain wall dapat berfungsi secara maximal. Pada area pemasangan unit curtain wall selanjutnya ( gambar 4.14 ) lantai 20 th floor harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran seperti sampah plastik dan adukan beton yang menempel, jika tidak maka hal ini akan merusak sistem drain facade curtain wall yang menyebabkan kebocoran air dari area luar gedung. Untuk jangka panjang 59 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015
pemeliharaan facade curtain wall sebaiknya dilakukan pengecekan secara teratur oleh pemilik gedung. Hal yang sering di temukan dalam proses pemeliharaaan diantaranya : Tanda air dan karat yang menempel pada rangka facade curtain wall bagian dalam gedung. Kelembaban yang muncul di area bagian belakang facade curtain wall. Perubahan bentuk, warna dan terhadi retak pada silicon sealant dan terjadi keretakan hal ini di pengaruhi oleh merk dan type silicon sealant yang digunakan dan metode pelaksanaan yang kurang sempurna.
Kondisi silicon sealant yang sudah rusak
Gambar 10 :Kondisi silicon sealant yang sudah rusak akibat factor cuaca -
-
Metode perbaikan silicon sealant dengan melepas material silicon sealant yang rusak dan mengganti dengan material silicon sealant yang baru. Gasket yang longar bahkan pelas dari dudukan rangka facade curtain wall untuk Untuk material gasket yang longgar atau lepas dari dudukan semula sebaiknya mengganti dengan material gasket yang baru.
60 | K o n s t r u k s i a
Kondisi gasket yang lepas dari rangka façade curtain wall
Gambar 11 :Gasket kaca lepas dari dudukan rengka facade curtain wall KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis kegagalan facade curtain wall pada gedung bertingkat tinggi yang didapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut : Berdasarkan analisa, bahwa salah satu faktor dari kegagalan facade curtain wall adalah faktor defleksi dari rangka curtain wall yang tidak memenuhi syarat yang di tentukan. Selain kegagalan dari rangka facade curtain wall itu sendiri, hal ini berdampak terhadap kegagalan material lainya yang menempel langsung terhadap rangka facade curtain wall diantaranya material silicon sealant, gasket dan kaca yang nantinya akan menyebabkan potensi penyebab kebocoran air hujan yang masuk ke dalam area gedung . Upaya untuk mengatasi hal ini, dengan tidak merubah luas penampang dari profil rangka aluminium facade curtain wall yaitu dengan memperpendek bentangan untuk rangka vertical ( mullion male dan female ) dengan menambahkan steel bracing pada area backing spandrel sehingga defleksi yang disyaratkan dapat tercapai. Proses pemasangan facade curtain wall di lapangan yang tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan diantaranya, kegagalan pemasangan embeded anchor, pemasangan dan
TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)
penyetelan unit curtain wal yang tidak sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan, pemasangan silicon sealan yang tidak sempurna dan modifikasi sistem pemasangan facade curtain wall. Jika hal ini diabaikan dan tidak diatasi, merupakan faktor utama yang mempengaruhi tidak berjalanya sistem dari facade curtain wall terhadap kebocoran air dan kegagalan konstruksi facade curtain wall. Dalam hal ini perlunya pemeriksaan dan pengecekan secara berkala dan continue. Kegagalan pemasangan embeded pada lantai 22 th floor – 25 th floor, maka embeded anchor terdebut tidak dapat digunakan , sebaiknya mengganti dengan sistem chemical anchor yang telah di perhitungkan sebelumnya. Pemasangan unit curtain wall sambungan nat antar unit curtain wall pada lantai 16 – 19 th floor tidak sesuai dengan shop drawing = 10 mm, dalam hal ini salah satu dari unit curtain wall tersebut harus diganti untuk mendapatkan nat yang diharapkan dan tidak dibenarkan menambah material pemutup celah kekurangan nat tersebut karena akan menyebabkan kebocoran air dan udara. Untuk pemasangan sealant pada sambungan unit curtain wall harus sempurna danmengikuti prosedur dari produsen material silicon sealant yang digunakan. Sistim modifikasi pemasangan bracket fastener yang tidak sesuai dengan standar pemasangan, upaya untuk mengatasinya dengan mengisi celah antara level lantai dengan elevasi bracket fastener dengan material yang disyaratkan seperti semen grouting yang telah di rekomendasikan
Pemeliharaan facade curtain wall baik dalam proses konstruksi dan setelah proyek diserah terimakan kepada pemilik gedung ( owner) sangatlah penting, untuk memastikan sistem dari facade curtain wall dapat berfungsi secara makimal. Pengetahuan akan sistem dari facade curtain wall sangatlah penting terutama sekali bagi pihak maintanace pemilik gedung yang akan melakukan pengecekan secara berkala
DAFTAR PUSTAKA 1.
Building Exterior Sulution, AMY M. PEEVEY, RRO, PE, CDT 2. Common Instalation Problem for aluminium framed curtain wall systims AMY M. PEEVEY, RRO, PE, CDTBUILDING EXTERIOR SOLUTIONS, LLC 3. Disertation Curtain Wall Wong_Wan_Sie_2007 4. Facade Principales of contruction byUlrich Knaack, Tillmann Klein, Marcel Bilow, Thomas Auer 5. Glass and Aluminium Curtain wall Systems by Rick Quirouette, B. Arch. 6. LeassonLearned From Curtain wall Failure investigation ‘’Water Leakage In Glazes Curtain Wall Systems: Cause Efect & Cure ” by William De Smith 7. Journal Preventing and Treating Failure in Glazed Curtain Wall SystemsRussell M. Sanders, AIA and Craig A. Hargrove, AIA LEED AP 8. LeassonLearned From Curtain wall Failure investigation ‘’Water Leakage In Glazes Curtain Wall Systems: Cause Efect & Cure ” by William De Smith 9. Lembaga Pendidikan dan Pengujian Façade Fakultas Teknik Universitas Indonesia ( LP2FUI ) 10. Russell M. Sanders, AIA dan Craig A. Hargrove, AIA, LEED AP 61 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015
11. Review of curtain wall, fungsing on design problem and solution, Karolkazmierczak 12. Standar Industri Indonesia ( SII ) 13. The Role of the Building Façade Curtain WallsDudley McFarquhar, Ph.D, P.E.
62 | K o n s t r u k s i a
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. – Sarwono.)
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI Oleh : Ade Nurmala Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] Sarwono Hardjomuljadi Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK : Variation order dapat disebabkan dari berbagai pihak yang terkait pada pelaksanaan proyek konstruksi. Hal ini yang menyebabkan perubahan perencanaan sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan perencanaan awal dan biaya yang telah ditentukan. Untuk mengetahui penyebab variation order dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner kepada pihak-pihak yang terkait pada pelaksanaan konstruksi. Analisa data kuisioner menggunakan program SPSS 19.0 for Windows dengan metode analisis deskriptif dan analisis rangking. Dari hasil penelitian didapatkan urutan rangking faktor-faktor yang menjadi penyebab variation order. Dampak variation order dikaji pada data dokumen kontrak addendum untuk mengetahui berapa besar penambahan biaya yang terjadi akibat adanya variation order yang dituangkan dalam bentuk tabel dan grafik dengan menggunakan Microsoft Excel untuk mempercepat perhitungan dan penjumlahan. Kata Kunci : variation order, penyebab, dampak. ABSTRACT : Variation order can be caused from various related parties in a construction project implementation. These things that cause to change planning so that the implementation of the work is not in accordance with advance planning and the money that has been determined. To determine the cause of variation order done by means of a questionnaire to the spread of related stakeholders during the implementation of construction. Data available for analysis kuisioner using program for SPSS 19.0 windows with the method of analysis descriptive and analysis ranking. Of research results obtained an order of ranking factors variation be the cause of the order. The impact of variation order examined data on documents addendum contract to know how much the addition of the cost of occurring due to the presence of variation new orders were carried out through the table and charts by using microsoft excel to hasten calculation and a summation. Keyword : variation order, couse, impact
PENDAHULUAN Pelaksanaan proyek konstruksi secara umum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu untuk menghasilkan produk yang kriteria mutunya telah ditentukan dengan jelas. Dalam proses pelaksanaan sebuah proyek konstruksi sering dihadapkan pada permasalahan yaitu terjadinya perubahan-
perubahan selama masa kontrak konstruksi dimana perubahan itu dapat disebabkan dari berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Hal ini menyebabkan perubahan perencanaan awal sehingga terjadi perubahanperubahan desain atau perubahan spesifikasi yang biasa disebut variation order. Variation Order dalam proyek konstruksi bisa berupa penambahan atau pengurangan 63 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak, penambahaan atau pengurangan jenis pekerjaan, dan perubahan spesifikasi teknis sesuai dengan kebutuhan lapangan. Perubahan-perubahan yang terjadi ini mengakibatkan perubahan penjadwalan pekerjaan proyek dan pembengkakan biaya (cost overruns). Dari latar belakang tersebut diuraikan permasalahan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya variation order pada proyek konstruksi ? 2. Dampak apa yang terjadi akibat adanya variation order pada proyek konstruksi ? 1. Proyek Konstruksi Proyek Konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang di bedakan atas dua jenis yaitu kegiatan rutin dan kegiatan proyek, kegiatan rutian yaitu suatu kegiatan yang terus menerus berlangsung dan berlangsung lama. Kegiatan proyek yaitu suatu kegiatan yang hanya dilaksanakan satu kali dan umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek atau dengan kata lain kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu. 2. Variation Order (VO) Variation order merupakan hal yang sering terjadi dalam pelaksanaan proyek konstruksi gedung maupun sipil. Variation order ini merupakan bentuk penyempurnaan design yang sudah ada di dalam sebuah kontrak pekerjaan. Secara singkat variation order dapat didefinisikan sebagai modifikasi dari original kontrak (Schaulfelbeger & Holm, 2002). Menurut Fisk (2006) variation order merupakan 64 | K o n s t r u k s i a
suatu kesepakatan antara pemilik dan kontraktor untuk menegaskan adanya perubahan-perubahan rencana dan jumlah kompensasi biaya kepada kontraktor yang terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi, setelah penandatanganan kerja antara pemilik dan kontraktor. Tujuan Variation Order antara lain : 1. Untuk mengubah rencana kontrak dengan adanya metode khusus dalam pembayaran. 2. Untuk mengubah spesifikasi pekerjaan, termasuk perubahan pembayaran dan waktu kontrak dari sebelumnya. 3. Untuk persetujuan tambahan pekerjaan baru, dalam hal ini termasuk pembayaran dan perubahan dalam kontrak. 4. Untuk tujuan administrasi dalam menetapkan metode pembayaran kerja extra maupun penambahannya. 5. Untuk mengikuti penyesuaian terhadap harga satuan kontrak bila ada perubahan spesifikasi. 6. Untuk pengajuan pengurangan biaya insentif proposal bila ada perubahan proposal value engineering. 7. Untuk menyesuaikan schedule proyek akibat perubahan. 8. Untuk menghindari perselisihan antara pihak kontraktor dengan pemilik. 3. Penyebab Timbulnya VO Akibat adanya perubahan pekerjaan seringkali menimbulkan masalah di pihak penyedia jasa terlebih kedalam pekerjaan yang menjadi semakin rumit. Berikut ini faktor-faktor penyebab dari perubahan pekerjaan menurut beberapa ahli.
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. – Sarwono.)
Tabel 4.1 No
Penyebab Variation Order
1
Perubahan Desain
2
Desain yang tidak sempurna
3
Referensi A B C D E F G x
x x
Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat
x
(tidak up to date)
4
Investigasi yang tidak bagus/akurat
5
Spesifikasi yang tidak lengkap
6
Perubahan spesifikasi material
7
Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan
x
8
Pertimbangan keamanan dilapangan kerja
x
9
Penafsiran yang berbeda dari pihak perencana
10
Penundaan pekerjaan
x
x
11
Percepatan pekerjaan
x
x
12
Penambahan scope pekerjaan
x
13
Pengurangan scope pekerjaan
x
14
Keterbatasan akses dilapangan
15
Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan
x x x
x
x x
x
x
16
Perubahan peraturan pemerintah
x
17
Kontrak yang tidak lengkap
x
18
Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak
x
19
Ekskalasi harga
x
20
Faktor cuaca ekstrem
x
65 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Keterangan Tabel 4.1 : A. Hsieh, Lu & Wu (Murni, 2003) B. Barrie & Paulso (1992) C. Schaufelberger & Holm (Murni, 2007) D. Levy, Sidney M (2002) E. Soeharto (Murni,2007) F. Fisk, Edard (1992) G. Sarwono Hardjomuljadi. Dr, Ir, Msc, MSBA, MPA, MDBF, ACIArb, ACPE (2014)
4.
Dampak Variation Order terhadap Kinerja Waktu Proyek Dalam usaha mencapai tujuan proyek telah ditentukan batasan, sebagai parameter penting bagi penyelenggaran proyek (soeharto, 1995), yakni dikenal dengan triple constrain, terdiri dari biaya/anggaran, jadwal/waktu dan mutu/kualitas. Untuk batasan jadwal/waktu ini mengharuskan suatu proyek dilaksanakan sesuai kurun waktu dan tanggal akhir yang telah ditentukan. Waktu penyelesaian konstruksi merupakan salah satu keberhasilan proyek konstruksi (Henry, 2005) O’Brien dan Zilly (1991) menjelaskan bahwa jumlah perubahan yang besar dapat mempunyai suatu pengaruh yang komulatif dan mengganggu. Apabila dampak ini tidak dikompensasi dalam variation order dapat menurunkan kinerja waktu pekerjaan. Perubahan atas terjadinya variation order terhadap kinerja waktu bisa dengan adanya penambahan waktu, sehingga waktu penyelesaian pekerjaan konstruksi proyek secara keseluruhan menjadi lebih lambat dari jadwal kontrak. Perubahan termin waktu proyek karena adanya penambahan waktu sebagai dampak dari timbulnya permintaan perubahan pekerjaan, dapat menjadikan suatu proyek mengalami 66 | K o n s t r u k s i a
penundaan (delay) Untuk itu variation order mejadi salah satu penyebab utama dari penundaan proyek, selain menjadi sumber dari beberapa perselisihan (dispute) pada industri konstruksi saat ini (Othman, Hassan, & Pasquire, 2004). Perubahan yang disebabkan adanya modifikasi kontrak, modifikasi desain dan perubahan pada meterial serta spesifikasi oleh pemilik proyek, karena adanya perbedaan dengan kondisi site selama konstruksi proyek berlangsung, kesalahan dan tidak selesainya desain oleh perencana dan kesalahan melakukan survey atau investigasi terhadap site, menjadi penyebab utama terjadinya penundaan konstruksi proyek bangunan (El Razek, Bassoni & Mobarak, 2008). 5.
Tahapan Proses Variation Order Semakin jauh kemajuan proyek, akan semakin besar dampak yang diakibatkan oleh perubahan lingkup kerja. menurut Fisk dan Reynold (2006) terdapat 4 (empat) tahapan dasar berkaitan dengan pelaksanaan proses perubahan pekerjaan, yaitu : 1. Permintaan perubahan pekerjaan oleh initiator (bisa pihak kontraktor, arsitek-engineer) untuk memperoleh persetujuan dari pemilik proyek atau arsitek-engineer. 2. Selama permintaan persetujuan dari initiator, diskusikan dengan pihak kontraktor dan naskah dokumen dari proposal variation order untuk mengetahui dampak dari perubahaan dalam kontrak waktu dan biaya. 3. Pihak kontraktor mengajukan proposal perubahan pekerjaan yang telah ditandatangani kepada pemilik proyek, yang menunjukan semua biaya dan waktu tambahan yang diminta.
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. – Sarwono.)
4.
Pemilik proyek menerima proposal yang telah ditanda tangani dan memerintahkan untuk pelaksanaan pekerjaan yang telah disebutkan.
6. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian hanya terdiri dari 3 proyek konstruksi bangunan yaitu bangunan hotel, bangunan perkantoran, dan bangunan pusat perbelanjaan, penelitian ini akan difokuskan untuk membahas penyebab dan dampak Variation Order (VO), untuk mengidentifikasi penyebab variation order dilakukan dengan studi literatur yang dikaji ulang dengan menggunakan kuesioner, responden untuk kuesioner adalah pihakpihak yang berpentingan (stake holder) antara lain pengguna jasa dan penyedia jasa pada masing-masing proyek yang di tinjau,
sedangkan untuk dampak variation order yang ditinjau hanya terbatas pada penambahan biaya, tidak termasuk dampak pada metode pelaksanaan dan perubahan jadwal proyek, untuk mengidentifikasi dampak variation order digunakan data sekunder, data sekunder adalah data yang berasal dari hasil studi literatur, atau data publikasi lainnya data sekunder yng digunakan untuk mengetahui dampak variation order adalah literatur yang terkait,dokumen addendum dan nilai kontrak dari masing-masing proyek konstruksi. 7. Gambaran Umum Responden Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di masing-masing proyek, di peroleh data responden sebagai berikut :
Data pribadi total responden dari segi gender Jenis Kelamin
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Laki-laki
24
80.0
80.0
80.0
Perempuan
6
20.0
20.0
100.0
Total
30
100.0
100.0
Laki-laki
25
83.3
83.3
83.3
Perempuan
5
16.7
16.7
100.0
Total
30
100.0
100.0
Laki-laki
22
73.3
73.3
73.3
Perempuan
8
26.7
26.7
100.0
Proyek 1 Valid
Proyek 2 Valid
Proyek 3 Valid
67 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Jenis Kelamin
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Laki-laki
24
80.0
80.0
80.0
Perempuan
6
20.0
20.0
100.0
Total
30
100.0
100.0
Proyek 1 Valid
Berdasarkan hasil pada tabel 4.2 Data pribadi total responden ketiga proyek dari segi gender diperoleh hasil adalah jumlah responden pegawai laki-laki sebanyak 71 orang sedangkan jumlah responden
pegawai wanita sebanyak 19 orang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut , menunjukan bahwa responden laki-laki lebih banyak dari responden wanita yaitu sebesar 78.9 %.
Data pribadi total responden dari segi pendidikan Pendidikan
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
D3
4
13.3
13.3
13.3
Strata 1
24
80.0
80.0
93.3
Strata 2
2
16.7
16.7
100.0
Total
30
100.0
100.0
D3
2
6.7
6.7
6.7
Strata 1
23
76.7
76.7
83.4
Strata 2
5
16.6
16.6
100.0
Total
30
100.0
100.0
D3
2
6.7
6.7
Proyek 1 Valid
Proyek 2 Valid
Proyek 3 Valid
68 | K o n s t r u k s i a
6.7
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. – Sarwono.)
Strata 1
22
73.3
73.3
80
Strata 2
6
20.0
20.0
100.0
Total
30
100.0
100.0
Data pribadi total responden ketiga proyek dari segi pendidikan diperoleh hasil sebagai berikut D3 adalah 8 orang, Strata 1 (S1) adalah 69 orang, Strata 2 (S2) adalah 13 orang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut , menunjukan bahwa tingkat pendidikan Strata 1 (S1) yang paling banyak sebesar 76.7 %. 8. Uji Validitas Untuk pembahasan ini dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05 atau signifikansi 5%. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r-hitung dengan rtabel untuk degredd of freedom (df) = n – k, dimana n adalah jumlah sampel dan k merupakan jumlah butir pertanyaan dalam
suatu variabel. Pada riset ini, jumlah sample (n) = 90 orang dan besarnya df dapat dihitung 90 – 20 = 70, dengan df =70 dan alpha 0,05 didapat r- tabel = 0,232 (lihat tabel pada df = 70 dengan uji dua sisi). Untuk menguji apakah masing-masing indikator butir pertanyaan valid atau tidak, dapat dilihat dari tampilan output Item – Total Statistic pada kolom Corrected Item – Total Correlation, bandingkan dengan hasil perhitungan r-tabel = 0,232. Jika r – hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item – Total Correlation lebih besar dari r – tabel maka butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat validitas.
Hasil Uji Validitas Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001
72,3000
208,954
,631
,925
VAR00002
72,3778
204,665
,685
,924
VAR00003
72,7333
193,748
,775
,922
VAR00004
72,6667
212,135
,449
,928
VAR00005
72,7111
190,005
,834
,920
VAR00006
72,4333
203,192
,593
,926
VAR00007
72,7333
203,793
,660
,924
69 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
VAR00008
72,6444
204,614
,587
,926
VAR00009
72,5889
206,245
,627
,925
VAR00010
72,5778
210,494
,493
,927
VAR00011
72,7444
201,810
,729
,923
VAR00012
72,4444
200,182
,758
,922
VAR00013
72,8444
208,088
,582
,926
VAR00014
72,5667
207,619
,556
,926
VAR00015
72,9000
204,720
,604
,925
VAR00016
72,7667
207,394
,553
,926
VAR00017
72,8667
208,027
,501
,928
VAR00018
72,8667
207,330
,557
,926
VAR00019
72,7556
212,794
,485
,928
VAR00020
72,7667
214,743
,399
,929
Pada kolom r-hitung atau Corrected ItemTotal Correlation tersebut menunjukan semua butir pertanyaan 1 – 20 (V1 sampai V20) dapat digunakan karena memiliki nilai r – hitung > r – tabel atau nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,232 , sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat validitas.
jika nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6. Hasil Uji Reabilitas Reliability Statistics Cronbach's Alpha
9. Uji Reabilitas Pengujian reliabilitas dengan melakukan perhitungan koefisien reliabilitas mempergunakan Cronbach’s Alpha. Hasil – hasil dari perhitungan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Dengan alat bantu software SPSS versi 19.0 berikut merupakan angka koefisien Cronbach’s Alpha dari masing-masing variabel pada pengukuran yang digunakan oleh penelitian ini. Pada program SPSS, metode ini dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha, dimana suatu kuisioner dikatakan relliabel
70 | K o n s t r u k s i a
,929
N of Items 20
Dapat dilihat bahwa koefisien Cronbach’s Alpha dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Jadi semua item pertanyaan / variabel yang digunakan adalah reliabel, artinya semuanya pertanyaan reliabel / berkesinambungan karena memiliki Cronbach’s Alpha sebesar 0,929 (>0,6). Nilai ini menunjukan bahwa indicator-indicator yang digunakan mempunyai ketepatan, keakuratan, kestabilan, atau konsistensi yang tinggi.
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. – Sarwono.)
10. Nilai rata-rata (mean) penyebab Variation Order
Penyebab Variation Order
No
Mean
Proyek 1 Skala 4 3 2 1
5
Mean
Proyek 2 Skala 4 3 2 1
5
Mean
1
Perubahan Desain
4,90
4,93
4,63
2
Desain yang tidak sempurna
4,53
4,33
4,47
3
Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat
4,20
3,77
4,03
4
Investigasi yang tidak bagus/akurat
3,43
3,10
3,60
5
Spesifikasi yang tidak lengkap
4,33
3,77
4,17
6
Perubahan spesifikasi material
4,70
3,97
4,23
7
Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan
2,70
3,10
3,90
8
Pertimbangan keamanan kerja dilapangan
2,40
2,60
2,70
9
Penafsiran yang berbeda dari pihak perencana
2,33
2,83
2,93
10
Penundaan pekerjaan
3,57
3,43
3,70
11
Percepatan pekerjaan
4,27
3,47
4,13
12
Penambahan scope pekerjaan
4,77
3,87
4,10
13
Pengurangan scope pekerjaan
4,50
4,03
4,20
14
Keterbatasan akses dilapangan
3,20
3,40
3,37
15
Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan
3,63
3,50
3,83
16
Perubahan peraturan pemerintah
2,77
2,80
2,77
17
Kontrak yang tidak lengkap
3,33
3,07
3,40
18
Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak
2,87
3,00
3,07
19
Ekskalasi harga
3,03
2,93
2,83
20
Faktor cuaca ekstrem
2,03
1,97
1,83
Proyek 3 Skala 4 3 2 1
71 | K o n s t r u k s i a
5
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
1.
2.
11.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden pada proyek 1 diketahui bahwa ke 20 (dua puluh) variabel tersebut memiliki nilai rata-rata (mean) antara 2,03 sampai dengan 4,90 atau ke 20 variabel tersebut digambarkan memiliki dampak tingkat pengaruh terhadap penyebab variation order pada proyek konstruksi antara tidak setuju sampai sangat setuju. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden pada proyek 2 diketahui bahwa ke 20 (dua puluh) variabel tersebut memiliki nilai rata-rata (mean) antara 1,97 sampai dengan
3.
4,93 atau ke 20 variabel tersebut digambarkan memiliki dampak tingkat pengaruh terhadap penyebab variation order pada proyek konstruksi antara tidak setuju sampai sangat setuju. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden pada proyek 3 diketahui bahwa ke 20 (dua puluh) variabel tersebut memiliki nilai rata-rata (mean) antara 1,83 sampai dengan 4,63 atau ke 20 variabel tersebut digambarkan memiliki dampak tingkat pengaruh terhadap penyebab variation order pada proyek konstruksi antara tidak setuju sampai sangat setuju.
Analisa Penentuan Ranking Penyebab Variation Order
Jenis Proyek
Ranking Penyebab Variation Order Proyek 1 Urutan Ranking
Penyebab Variation Order
Mean
1
Perubahan Desain
4,90
2
Penambahan scope pekerjaan
4,77
3
Perubahan spesifikasi material
4,70
4
Desain yang tidak sempurna
4,53
5
Pengurangan scope pekerjaan
4,50
6
Spesifikasi yang tidak lengkap
4,33
7
Percepatan pekerjaan
4,27
8
Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat (tidak up to date)
4,20
9
Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan
3,63
10
Penundaan pekerjaan
3,57
11
Investigasi yang tidak bagus/akurat
3,43
12
Kontrak yang tidak lengkap
3,33
13
Keterbatasan akses dilapangan
3,20
14
Ekskalasi harga
3,03
Proyek 1
72 | K o n s t r u k s i a
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. – Sarwono.)
Dari tabel diatas didapatkan hasil analisis pada proyek 1 terdapat 14 penyebab variation order dari 20 penyebab variation order yang ada, dimana perubahan desain merupakan ranking pertama, kedua adalah Jenis Proyek
Proyek 2
penambahan scope pekerjaan,ketiga perubahan spesifikasi material, keempat desain yang tidak sempurna, selanjutnya pengurangan scope pekerjaan.
Ranking Penyebab Variation Order Proyek 2 Urutan Penyebab Variation Order Ranking
Mean
1
Perubahan Desain
4,93
2
Desain yang tidak sempurna
4,33
3
Pengurangan scope pekerjaan
4,03
4
Perubahan spesifikasi material
3,97
5
Penambahan scope pekerjaan
3,87
6
Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat (tidak up to date)
3,77
7
Spesifikasi yang tidak lengkap
3,77
8
Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan
3,50
9
Percepatan pekerjaan
3,47
10
Penundaan pekerjaan
3,43
11
Keterbatasan akses dilapangan
3,40
12
Investigasi yang tidak bagus/akurat
3,10
13
Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan
3,10
14
Kontrak yang tidak lengkap
3,07
15
Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak
3,00
73 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Dari tabel diatas didapatkan hasil analisis pada proyek 2 terdapat 15 penyebab variation order dari 20 penyebab variation order yang ada, dimana perubahan desain merupakan ranking pertama, kedua adalah
Ranking Penyebab Variation Order Proyek 3
Jenis
Urutan
Proyek
Ranking
Proyek 3
Desain yang tidak sempurna, ketiga .pengurangan scope pekerjaan, keempat perubahan spesifikasi material, selanjutnya penambahan scope pekerjaan.
Penyebab Variation Order
Mean
1
Perubahan Desain
4,63
2
Desain yang tidak sempurna
4,47
3
Perubahan spesifikasi material
4,23
4
Pengurangan scope pekerjaan
4,20
5
Spesifikasi yang tidak lengkap
4,17
6
Percepatan pekerjaan
4,13
7
Penambahan scope pekerjaan
4,10
8
Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat (tidak up to date)
4,03
9
Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan
3,90
10
Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan
3,83
11
Penundaan pekerjaan
3,70
12
Investigasi yang tidak bagus/akurat
3,60
13
Kontrak yang tidak lengkap
3,40
14
Keterbatasan akses dilapangan
3,37
15
Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak
3,07
74 | K o n s t r u k s i a
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. – Sarwono.)
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil analisis pada proyek 3 terdapat 15 penyebab variation order dari 20 penyebab variation order yang ada, dimana perubahan desain merupakan ranking
pertama, kedua adalah Desain yang tidak sempurna, ketiga perubahan spesifikasi material, keempat pengurangan scope pekerjaan, selanjutnya spesifikasi yang tidak lengkap.
12. Dampak Variation Order Tabel rekapitulasi nilai akhir pekerjaan proyek 1 Item
Rupiah
Nilai kontrak awal
38.725.000.000
Nilai tambah/ kurang struktur +arsitektur
2,363,337,000
Total kontrak termasuk persetujuan perubahan pekerjaan
41,088,337,565
Persentase (%) nilai perubahan pekerjaan
6.10%
terhadap kontrak awal
Dari Tabel diatas menunjukan bahwa pada pelaksanaan pembangunan hotel (Proyek 1) mengalami kenaikan anggaran biaya
akibat adanya variation order sebesar 6.10% dari nilai kontrak awal.
Tabel rekapitulasi nilai akhir pekerjaan proyek 2 Item
Rupiah
Nilai kontrak awal
38,800,000,000
Nilai tambah/ kurang struktur+arsitektur 2,296,184,034 Total kontrak termasuk persetujuan perubahan pekerjaan Persentase (%) nilai perubahan pekerjaan terhadap kontrak awal
41,096,184,034
5.92%
75 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada pelaksanaan pembangunan perkantoran (proyek 2) yang paling besar mengalami
penambahan anggaran biaya akibat adanya variation order terjadi pada pekerjaan arsitektur yaitu sebesar 1,655,129,947.
Tabel rekapitulasi nilai akhir pekerjaan proyek 3 Item
Rupiah
Nilai kontrak awal
143.430.161.159
Nilai tambah/ kurang struktur+arsitektur
9.859.696.842
Total kontrak termasuk persetujuan perubahan 153.289.858.361
pekerjaan
Persentase (%) nilai perubahan pekerjaan
6.87%
terhadap kontrak awal
Dari Tabel diatas menunjukan bahwa pada pelaksanaan pembangunan Pusat Perbelanjaan (proyek 3) mengalami kenaikan anggaran biaya akibat adanya variation order sebesar 6.87% dari nilai kontrak awal. 13.
Kesimpulan Penyebab Variation Order a. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden pada proyek 1 diketahui bahwa ke 20 (dua puluh) variabel tersebut memiliki nilai ratarata (mean) antara 2,03 sampai dengan 4,90. Dari 20 penyebab variation order, 14 diantaranya merupakan penyebab variation order pada proyek 1, dimana perubahan desain merupakan ranking pertama, kedua adalah penambahan scope pekerjaan,ketiga
76 | K o n s t r u k s i a
b.
perubahan sesifikasi material, keempat desain yang tidak sempurna, selanjutnya pengurangan scope pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden pada proyek 2 diketahui bahwa ke 20 (dua puluh) variabel tersebut memiliki nilai ratarata (mean) antara 1,97 sampai dengan 4,93. Dari 20 penyebab variation order , 15 diantaranya merupakan penyebab variation order pada proyek 2, dimana perubahan desain merupakan ranking pertama, kedua adalah Desain yang tidak sempurna, ketiga .pengurangan scope pekerjaan, keempat perubahan spesifikasi material, selanjutmya
PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. – Sarwono.)
c.
penambahan scope pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden pada proyek 3 diketahui bahwa ke 20 (dua puluh) variabel tersebut memiliki nilai ratarata (mean) antara 1,83 sampai dengan 4,63. Dari 20 penyebab variation order , 15 diantaranya merupakan penyebab variation order pada proyek 3, dimana perubahan desain merupakan ranking pertama, kedua adalah Desain yang tidak sempurna, ketiga perubahan spesifikasi material, keempat pengurangan scope pekerjaan, selanjutmya spesifikasi yang tidak lengkap pada proyek konstruksi antara tidak setuju sampai sangat setuju
Dampak Variation Order a. Berdasarkan hasil penelitian pada proyek 1 dampak dari variation order yaitu adanya penambahan anggaran biaya sebesar 2.363.337.000 atau sebesar 6.10 % dari nilai harga kontrak pelaksanaan. b. Berdasarkan hasil penelitian pada proyek 2 dampak dari variation order yaitu adanya penambahan anggaran biaya sebesar 2.296.184.034 atau
c.
14.
sebesar 5.92 % dari nilai harga kontrak pelaksanaan. Berdasarkan hasil penelitian pada proyek 3 dampak dari variation order yaitu adanya penambahan anggaran biaya sebesar 9.859.696.842 atau sebesar 6.87 % dari nilai harga kontrak pelaksanaan.
Daftar Pustaka Soeharto, Imam. 1995. Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasiona. Jakarta : Penerbit ; Erlangga. Fisk, Edward R. & Reynold, Wayne D. 2006. Contruction Project Administration’ Eight Edition. New Jersey. Pentice Hall Inc. Nazarkhan Yasin. 2003. Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Nazarkhan Yasin. 2004. Mengenal Klaim Konstruksi & Penyelesaian Sengketa Konstruksi. Gramedia Pustaka Utama. Sikan, Hasyim. 1999. Variation Order in Construction Contract. Jurnal Alam Bina. Nugroho, Agung Bhuono. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Andi Yogyakarta. Hardjomuljadi Sarwono. 2008. Strategi Pra Kontrak untuk Mengurangi Dampak Klaim Konstruksi pada Proyek Pusat Listrik Tenaga Air di Indonesia, Sinopsis Disertasi Universitas Tarumanagara.
77 | K o n s t r u k s i a
PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)
PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI JALAN BEBAS HAMBATAN AKSES TANJUNG PRIOK Oleh : Sri Budiyani Staff Kementrian Pekerjaan Umum Email :
[email protected]
Aripurnomo Kertohardjono Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] Abstrak : Pembangunan infrastruktur jalan memperlancar arus distribusi barang dan jasa, serta berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu gerbang perekonomian nasional yang terletak di Jakarta Utara sangat menunjang persendian ekonomi secara menyeluruh. Sangat dibutuhkan sarana infrastruktur yang memadai guna mencapai pelabuhan Tanjung Priok tanpa kemacetan dan penumpukan barang di dalam pelabuhan yaitu Jalan Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Pada pekerjaan proyek konstruksi biasanya terjadi kendala pada pengerjaan proyek tersebut, baik kendala yang memang sudah diperhitungkan maupun kendala yang di luar perhitungan perencana. Kendala tersebut menjadi penyebab terlambatnya penyelesaian proyek, sehingga proyek tersebut tidak berlangsung sesuai dengan rencana. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan atau mengetahui faktor-faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan konstruksi Jalan Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok. Penelitian ini dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner kepada responden dan wawancara kepada pihak konsultan dan pihak pemerintah. Pengolahan data kuisioner menggunakan program SPSS 15.0 for Windows dengan metode analisis deskriptif. Dari hasil penelitian didapatkan urutan rangking faktor yang menjadi penyebab keterlambatan penyelesaian proyek. Kata kunci: penyebab keterlambatan, rangking Abstract : The development of road infrastructure easing current of of the distribution of goods and services , as well as a role in improved quality of life and welfare of humans. Tanjung priok port as the gates of the national economy which is located in north jakarta very support joints overall economy. Very much needed means of adequate infrastructure in order to reach a port tanjung priok without congestion and accumulation of goods in the port is the freeway access tanjung priok as one alternative to solve the problem. On the project construction usually occurring obstacles on the project , both the obstacle has been calculated and obstacles in the planner beyond calculation. The obstacles to the cause of delays the settlement project , so that the project was it is not going according to plan. This research is done as an effort to get or know the factors causing delays in the construction of a motorway access tanjung priok. The study is done by means of a questionnaire to the spread of respondents and interview to the consultants and the government. Data processing questionnaire using SPSS 15.0 program for windows with descriptive analysis method. Of research results obtained an order of ranking of factors that cause delay the completion of projects. Keyword : the cause of delay, ranking
PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu gerbang perekonomian nasional terletak di Jakarta Utara sangat menunjang persendian ekonomi secara menyeluruh. Sangat
dibutuhkan sarana infrastruktur yang memadai guna mencapai Pelabuhan Tanjung Priok tanpa kemacetan dan penumpukan barang di pelabuhan. Kondisi jalan eksisting non-tol disekitar Pelabuhan Tanjung Priok sudah tidak mampu menampung arus lalu lintas yang 79 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
didominasi oleh 48% kendaraan berat dari dan menuju ke Pelabuhan Tanjung Priok sehingga sering terjadi kemacetan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum terus mengupayakan kelancaran akses jalan menuju Tanjung Priok dengan membangun akses jalan tol. Jalan tol atau jalan bebas hambatan akses Tanjung Priok sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Jalan Akses Tanjung Priok dibangun untuk memenuhi akses langsung dari dan ke Pelabuhan Internasional Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan terbesar ke-24 di dunia dalam aktivitas volume penanganan container. Mengingat pentingnya Jalan bebas hambatan ini nantinya akan meningkatkan kapasitas jaringan jalan di wilayah metropolitan Jakarta dan menyiapkan fungsi jalan pintas untuk menguragi kepadatan lalu lintas ibu kota, maka diharapkan konstruksi jalan tersebut dapat selesai dengan cepat atau tepat waktu sesuai dengan rencana. Namun pada kenyataannya pelaksanaan pekerjaan proyek fisik selalu mendapatkan kendala, baik kendala yang sudah diperhitungkan, maupun yang di luar perhitungan perencanaan. Kendala itu menjadi penyebab terhambatnya pekerjaan proyek. Perumusan permasalahan pada tugas akhir ini adalah : 1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan konstruksi Jalan bebas Hambatan Akses Tanjung Priok. 2. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya keterlamatan pelaksanaan konstruksi Jalan Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok. Dengan demikian diharapkan dapat diketahui faktor yang paling mempengaruhi keterlambatan proyek konstruksi tersebut.
80 | K o n s t r u k s i a
DASAR TEORI Pengertian proyek Konstruksi Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu (bangunan/konstruksi) dalam batasan waktu, biaya dan mutu tertentu. Setiap kegiatan proyek dalam mencapai tujuan serta sasaran mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu proyek yaitu faktor ekonomi, teknik dan manusia. Ketiga faktor tersebut saling bepengaruh dan terkait. (Soeharto,I., 1995). Sasaran proyek yang dimaksud dalam pernyataan di atas adalah unsur anggaran atau anggaran (cost), mutu (quality) dan waktu (time) atau yang biasa dikenal dengan TQC. Ketiga sasaran proyek tersebut merupakan tiga kendala (triple Constraint) sebagai berikut (Soeharto,1., 1995) Pengertian Keterlambatan pada Proyek Konstruksi Ervianto (2004) menyatakan pengertian dari keterlambatan (delay) sehubungan dengan konstruksi adalah sebagian waktu pelaksanaan yang tidak dapat dimanfaatakan sesuai dengan rencana, sehingga menyebabkan beberapa kegiatan yang mengikuti tertunda atau tidak dapat diselesaikan tepat sesuai jadwal yang direncanakan. keterlambatan proyek konstruksi erat kaitannya dengan waktu atau rencana kerja, keterlambatan terjadi manakala item pekerjaan tidak dapat diselesaikan sesuai dengan rencana kerja yang disusun dan disepakati para pihak sebagaimana tertuang dalam kontrak.
Penyebab Keterlambatan Proyek Menurut Levis dan Atherley dalam Langford (1996) mengelompokkan
PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)
penyebab-penyebab keterlambatan dalam suatu proyek menjadi tiga bagian yaitu : 1. Excusable Non-Compensable Delays, penyebab keterlambatan yang paling sering mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek pada keterlambatan tipe ini, adalah : a. Act of God, seperti gangguan alam antara lain gempa bumi, tornado, letusan gunung api, banjir, kebakaran dan lain-lain. b. Forse majeure, termasuk didalamnya adalah semua penyebab Act of God, kemudian perang, huru hara, demo, pemogokan karyawan dan lain lain. c. Cuaca, ketika cuaca menjadi tidak bersahabat dan melebihi kondisi normal maka hal ini menjadi sebuah faktor penyebab keterlambatan yang dapat dimaafkan(Excusing Delay). 2. Excusable Compensable Delays, keterlambatan ini disebabkan oleh Owner client, kontraktor berhak atas perpanjangan waktu dan claim atas keterlambatan tersebut. Penyebab keterlambatan yang termasuk dalam Compensable dan Excusable Delay adalah : a. Terlambatnya penyerahan secara total lokasi (site) proyek b. Terlambatnya pembayaran kepada pihak kontraktor c. Kesalahan pada gambar dan spesifikasi No. 1. 2. 3.
Variabel
d. Terlambatnya pendetailan pekerjaan e. Terlambatnya persetujuan atas gambar-gambar fabrikasi 3. Non-Excusable Delays, Keterlambatan ini merupakan sepenuhnya tanggung jawab dari kontraktor, karena kontraktor memperpanjang waktu pelaksanaan pekerjaan sehingga melewati tanggal penyelesaian yang telah disepakati, yang sebenarnya penyebab keterlambatan dapat diramalkan dan dihindari oleh kontraktor. Dengan demikian pihak owner client dapat meminta monetary damages untuk keterlambatan tersebut. Adapun penyebabnya antara lain : a. Kesalahan mengkoordinasikan pekerjaan, bahan serta peralatan b. Kesalahan dalam pengelolaan keuangan proyek c. Keterlambatan dalam penyerahan shop drawing/gambar kerja d. Kesalahan dalam mempekerjakan personil yang tidak cakap Faktor keterlambatan yang diteliti dalam penelitian ini adalah faktor-faktor keterlambatan yang diuraikan oleh Assaf dan Hejj (2006), Wibowo (2008) dan Girsang (2009). Maka untuk faktor- faktor penyebab yang akan dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah faktor- faktor yang diangap sesaui dengan lokasi penelitian, diidentifikasi sebanyak 14 (empat belas) variabel yang menjadi penyebab keterlambatan proyek jalan Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok. Referensi
Keterlambatan memberikan lokasi proyek pada Assaf dan Hejj (2006) dan penyedia jasa/ Keterlambatan izin lahan Wibowo (2008) Spesifikasi dan gambar yang kurang detail Assaf dan Hejj (2006) dan Wibowo (2008) Permintaan perubahan atas pekerjaan (CCO) Assaf dan Hejj (2006),
81 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
13. 14.
Wibowo (2008) dan Girsang (2009) Penundaan pekerjaan oleh pengguna jasa Assaf dan Hejj (2006) dan Girsang (2009) Komunikasi dan koordinasi yang buruk oleh Assaf dan Hejj (2006) pengguna jasa dengan pihak lain Metode Pelaksanaan yang tidak benar dari Assaf dan Hejj (2006) dan penyedia jasa Wibowo (2009) Keterlambatan pekerjaan akibat subpenyedia Assaf dan Hejj (2006) dan jasa Girsang (2009) Adanya pekerjaan yang diulang karena cacat Assaf dan Hejj (2006) dan Girsang (2009) Kemampuan Teknis Penyedia Jasa yang kurang Assaf dan Hejj (2006) dan berkualitas Girsang (2009) Hal-hal yang tidak terduga terjadi selama masa Assaf dan Hejj (2006), konstruksi (bencana alam, politik, dll) Wibowo (2009) dan Girsang (2009) Kondisi cuaca yang tidak mendukung Assaf dan Hejj (2006), Wibowo (2009) dan Girsang (2009) Birokrasi yang berbelit Girsang (2009) Kurangnya koordinasi dengan pihak-pihak / Assaf dan Hejj (2006), insansi terkait Wibowo (2008) dan Girsang (2009)
METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan teknik yang digunakan. Terdapat 2 (dua) jenis data yang dikumpulkan selama proses penelitian berlangsung, yaitu data primer yaitu data yang secara langsung diambil
82 | K o n s t r u k s i a
dari objek penelitian (data yang didapat langsung melalui kuisioner dan wawancara dan sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian (didapat dengan melihat melihat dokumen yang berhubungan dengan penelitian).
PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)
Bagan Alir Penelitian
Data yang diperoleh dari para responden melalui angket/kuesioner. Selanjutnya jawaban tersebut dikuantitatifkan dengan skor yang sudah ditentukan berdasarkan pedoman skala Likert. Pada peneleitian ini data yang diperoleh masih merupakan data mentah, sehinggga perlu diolah dengan metode tertentu agar data tersebut dapat digunakan sebagai data yang valid dalam proses penelitian, beberapa metode yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah analisis uji validitas, analisis reliabilitas dan analisis deskriptif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Responden Untuk penentuan sampel ini, responden dikelompokkan menurut deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin, lama bekerja dan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 35 responden menunjukan hasil tanggapan responden sebagai berikut :
Metode Pengolahan Data Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas metode angket/instrument dan metode wawancara. Tabel 4.1 Berdasarkan Jenis Kelamin Valid Cumulative Frequency Percent Percent Percent Valid Laki-laki 25 71.4 71.4 71.4 Perempuan 10 28.6 28.6 100.0 Total 35 100.0 100.0 Sumber : Hasil Olahan Data dengan SPSS v 15, 2014.
83 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Gambar 4.1 : Diagram Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Berdasarkan Lama Bekerja
Valid 0 Thn s.d 3 Thn 4 Thn s.d 7 Thn 8 Thn s.d 11 Thn 12 Thn s.d 15 Thn 16 Thn < ........ Total
Frequency
Percent
4 17 8 1 5 35
11.4 48.6 22.9 2.9 14.3 100.0
Valid Percent 11.4 48.6 22.9 2.9 14.3 100.0
Cumulative Percent 11.4 60.0 82.9 85.7 100.0
Gambar 4.2 : Diagram Berdasarkan Lama Bekerja Tabel 4.3 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Valid Percent Valid SLTA 2 5.7 5.7 Strata 1 20 57.1 57.1 Strata 2 13 37.1 37.1 Total 35 100.0 100.0 Sumber : Hasil Olahan Data dengan SPSS v 15, 2014. Frequency
84 | K o n s t r u k s i a
Percent
Cumulative Percent 5.7 62.9 100.0
PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)
Diagram 4.3 : Diagram Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden, maka perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dari pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner ini diambil dari beberapa jurnal penelitian yang sudah dipublikasikan serta dari textbook. Hal ini tentu memberi keyakinan bahwa item-item pertanyaan tersebut mempunyai landasan teori yang benar. Uji coba kuesioner juga dilakukan terhadap beberapa responden yang diyakini mempunyai pengetahuan sehubungan dengan isi dari kuesioner. Uji signifikan dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n-k, dalam hal ini n adalah banyak observasi sendangkan k banyaknya variabel. 1 Pada kasus uji reliabilitas dan validitas dalam penelitian ini jumlah n = 35, k = 14 dan besarnya df dapat dihitung 35-14 = 21, dengan df = 21 dan alpha 0,05 didapat r = 0,413 (lihat tabel pada df = 21 dengan uji
dua sisi) 2. Bandingkan nilai Correlated item – Total Correlation baik dengan hasil perhitungan r tabel = 0,413. Jika r hitung lebih besar dari r table dan nilai positif maka butir atau pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid3 Pada pengujian validitas dilakukan terhadap 35 responden dan perhitungan diolah dengan menggunakan software SPSS v. 15.0. Berikut ini adalah tabel untuk pengujian validitas butir pertanyaan variabel penyebab utama keterlambatan pelaksanaan konstruksi:
2
1
Bhuono Agung Nugroho,SE,M.Si.,Akt, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Yogyakarta, 2005, Hal. 141
Bhuono Agung Nugroho,SE,M.Si.,Akt, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Yogyakarta, 2005, Hal. 141 3 Bhuono Agung Nugroho,SE,M.Si.,Akt, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Yogyakarta, 2005, Hal. 72
85 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
No Butir Pertanyaan
Corrected ItemTotal Correlation (r hitung)
r tabel (df=21)
Hasil
Pertanyaan No.1 Pertanyaan No.2 Pertanyaan No.3 Pertanyaan No.4 Pertanyaan No.5 Pertanyaan No.6 Pertanyaan No.7 Pertanyaan No.8 Pertanyaan No.9 Pertanyaan No.10 Pertanyaan No.11 Pertanyaan No.12 Pertanyaan No.13 Pertanyaan No.14
0,769 0,685 0,771 0,721 0,430 0,575 0,769 0,717 0,613 0,788 0,458 0,529 0,468 0,736
0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413 0,413
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 4.4 Uji Validitas Butir Pertanyaan Variabel Pelaksanaan Konstruksi Jalan Bebas Hambatan
Penyebab Utama Keterlambatan
Berdasarkan data tabel di atas, untuk variabel penyebab utama keterlambatan pelaksanaan konstruksi jalan bebas hambatan (X) diketahui semua item pertanyaan yang ada adalah valid karena semua nilai rhitung (hasil uji validitas) lebih besar dari rtabel = 0,413 (rhitung > rtabel). Sehingga semua item pernyataan penyebab keterlambatan pelaksanaan konstruksi jalan bebas hambatan (X) yaitu sebanyak 14 item dipergunakan untuk penelitian.
pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 maka reliabel dan Jika nilai Cronbach’s Alpha < 0,60 maka tidak reliabel
Uji Reliabilitas Kuesioner yang sudah diyakini valid selanjutnya dilakukan uji reabilitas. Reliabilitas adalah keandalan/konsistensi alat ukur, sehingga reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk
Analisis Deskriptif Nilai Rata-Rata (Mean) Berdasarkan data-data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner terhadap 35 responden. Nilai mean menunjukan ratarata penilaian responden terhadap pertanyaan yang diajukan, sedangkan
86 | K o n s t r u k s i a
Reliability Statistics Cronbach's N of Items Alpha .921
14
PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)
standar deviasi mengambarkan besarnya penyimpangan terhadap rata-rata dari pertanyaan dalam kueioner penelitian. Maka dapat diuraikan analisis deskriptif
untuk nilai rata-rata (mean) masing-masing pernyataan sebagai berikut: Nilai Rata-rata Penyebab Keterlambatan
Tabel 4.5 Nilai Rata-rata Penyebab Keterlambatan
Pertanyaan 1
35
3
5
4.63
Std. Deviation .55
Pertanyaan 2
35
1
5
3.54
.98
Pertanyaan 3
35
2
5
3.57
.81
Pertanyaan 4
35
1
5
3.34
.91
Pertanyaan 5
35
1
5
3.26
1.04
Pertanyaan 6
35
1
5
3.51
.95
Pertanyaan 7
35
2
5
4.00
.97
Pertanyaan 8
35
1
5
3.69
1.02
Pertanyaan 9
35
1
5
3.46
1.01
Pertanyaan 10
35
1
5
3.54
1.04
Pertanyaan 11
35
1
5
3.06
1.41
Pertanyaan 12
35
1
5
3.14
1.14
Pertanyaan 13
35
1
5
3.49
1.07
Pertanyaan 14
35
1
5
3.57
1.12
N
Minimum Maximum
Mean
Analisa Penentuan Ranking Penyebab keterlambatan Pelaksanaan Konstruksi Berikut adalah urutan rangking penyebab keterlambatan konstruksi akses Tanjung Priok Tabel 4.6 Rangking No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan Keterlambatan memberikan lokasi proyek pada penyedia jasa/ penyediaan lahan bebas Spesifikasi dan gambar yang kurang detail Permintaan perubahan pekerjaan (CCO) Pengambilan keputusan yang lambat oleh penguna jasa Penundaan pekerjaan oleh penguna jasa Komunikasi dan koordinasi yang buruk oleh penguna jasa dengan pihak lain Metode Pelaksanaan yang tidak benar dari penyedia jasa Keterlambatan pekerjaan akibat subpenyedia jasa Adanya pekerjaan yang diulang karena cacat
Rata-rata (Mean)
Urutan Rangking
4,63
1
3,54 3,57 3,34 3,26
6 5 11 12
3,51
8
4,00
2
3,69 3,46
3 10 87 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
10 11 12 13 14
Kemampuan Teknis penyedia jasa yang kurang berkualitas Hal-hal yang tidak terduga terjadi selama masa konstruksi (bencana alam, politik, dll) Kondisi cuaca yang tidak mendukung Birokrasi yang berbelit Kurangnya koordinasi dengan pihak-pihak / insansi terkait
3,54
7
3,06
14
3,14 3,49
13 9
3,57
4
Gambar 4.18 : Diagram Penyebab Keterlambatan
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pengolahan data dari semua jawaban responden dan penelitian faktor yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan konstruksi Jalan Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 35 responden diketahui bahwa ke 14 (empat belas) variabel tersebut memiliki nilai rata-rata (mean) antara 3,06 sampai dengan 4,63, dimana keterlambatan memberikan lokasi proyek pada penyedia jasa/ penyediaan lahan bebas merupakan rangking pertama, rangking kedua adalah metode pelaksanaan yang tidak benar dari penyedia jasa dan rangking ketiga 88 | K o n s t r u k s i a
adalah keterlambatan pekerjaan akibat sub penyedia jasa, dengan demikian menunjukan bahwa aspek tersebut berpotensial menjadi penyebab utama keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi. 2. Dari kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran yang mungkin akan bermanfaat bagi peneliti selanjutnya : Dalam mengidentifikasi faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek, diharapkan mengevaluasi secara lebih mendalam pengaruh keterlambatan yang disebabkan dari sisi pengguna jasa dan penyedia jasa yang akhirnya secara keseluruhan akan menyebabkan terlambatnya pelaksanaan proyek tersebut.
PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)
Peneliti ini hanya merupakan studi kasus penyebab keterlambatan pelaksanaan konstruksi, diharapkan untuk peneliti selanjutnya bukan hanya melakukan penelitian penyebab keterlambatan melainkan dampak dari keterlambatan pelaksanaan konstruksi. Pada pelaksana proyek konstruksi sangat disarankan agar memperhatikan variabel-variabel yang dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan, untuk dijadikan alat kendali dalam mengantisipasi dan memitigasi terjadinya keterlambatan pelaksanaan konstruksi.
Suharto, I, 1995, Manajemen Proyek dari Konseptual sampai dengan Operasional , Erlangga, Jakarta. http://16nl.blogspot.com/Qs 16 An-Nahl: 15 http://finance.detik.com
DAFTAR PUSTAKA Bhuono Agung Nugroho, SE, M.Si., Akt, 2005, Stategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Andi, Yogyakarta. Dwi Priyatno, 2014, SPSS 22 Pengolah Data Terpraktis, Andi, Yogyakarta. Ervianto, W.I., 2005, Manajemen Proyek Konstruksi, Andi, Yogyakarta . Istimawan Dipohusodo, 1996, Manajemen Proyek dan Konstruksi jilid 1 dan 2, Kanisius, Yogyakarta. Ricky R.H. Mulyadi, 2011, Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan pada Proyek konstruksi Pemerintah, Tesis, Kementerian Pekerjaan UmumUniversitas Katolik Parahyangan; Bandung. Sarwono Hardjomuljadi, Strategi Pra kontrak untuk Mengurangi Dampak Klaim Konstruksi pada proyek Pusat listrik tenaga Air di Indonesia, Sinopsis Disertasi Universitas Tarumanagara.
89 | K o n s t r u k s i a
BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA (Andika & Team – Haryo)
BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA Oleh : Andika Setiawan, Arief Bayu Risman, Juliyatna, Reza Fathurachman, Silva Octaviani S. Pemenang Hibah PKM – Penelitian Dikti 2013 Jurusan Teknik Sipil Universutas Muahmmadiyah Jakarta Haryo Koco Buwono Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK : Beton sebagai bahan dasar dalam pembuatan gedung bertingkat dan juga perkuatan pada struktur gedung. Selain itu bahan penyusun beton yang mudah didapatkan yaitu semen, agregat halus dan kasar dan air. Tetapi penggunaan semen sudah menimbulkan masalah karena adanya gas karbon dioksida yang dilepaskan ke udara saat produksi semen. Hal ini menyebabkan pemanasan global. Untuk mengurangi penggunaan semen maka dibuat agregat atau geopolimer yang ramah lingkungan. Akan dilakukan penelitian mengenai geopolimer yang menggunakan abu serabut kelapa. Hasil kuat tekan geopolimer menunjukkan tidak adanya peningkatan mutu yang signifikan antara beton geopolimer dengan beton normal. Dengan penambahan geopolimer bisa meningkatkan kuat tekan beton tetapi jika penambahan abu serabut kelapa berlebihan maka menyebabkan penurunan mutu beton. Korelasi yang terjadi dengan persamaan f’c = -76838.x2 + 1388.x + 228.4 Kata Kunci: geopolimer, abu serabut kelapa, beton ABSTRACT : The concrete as basic material in making buildings and also bracing on the structure of the building. In addition the constituent material concrete that was easy to get namely cement , the aggregate fine and coarse and water. But the use of cement has caused problems because of the gas carbon dioxide released into the air when the production of cement. This causes global warming. To reduce its use of cement then made an aggregate or geopolimer environmentally friendly. Will be carried out research on geopolimer who uses ashes coconut fibers. Yields strong press geopolimer shows no significant increase in the quality of the concrete geopolimer with concrete normal. With the addition of geopolimer can raise strong press concrete but if the addition of the ashes of coconut fibers excessive and cause the decline in quality of concrete A correlation in which happened to the equation Keyword : geopolimer, ashes of coconut fibers, concrete
Latar Belakang Masalah Melihat perkembangan teknologi dibidang rekayasa struktur di Indonesia dan juga penggunaan beton sebagai perkuatan pada struktur bangunan masih banyak digunakan. Selain itu bahan penyusun beton mudah didapatkan seperti semen, agregat, dan air. Akan tetapi penggunaan semen akhir–akhir ini banyak dipertanyakan terutama oleh ahli lingkungan karena produksi semen banyak menimbulkan masalah yaitu adanya gas karbondioksida yang dilepaskan ke udara pada saat produksi semen yang dapat mengakibatkan pemanasan global. Banyaknya gas
karbondioksida sebanding dengan produksi semen. Dapat dibayangkan makin banyak semen diproduksi maka semakin banyak pula gas karbondioksida diproduksi. Untuk mengurangi produksi semen maka dibuat bahan pengikat agregat yang ramah lingkungan. Bahan pengikat tersebut yaitu Geopolimer. Bahan utama dari geopolimer yaitu abu serabut kelapa. Serabut kelapa yang mudah didapatkan bisa menjadi bahan yang baik untuk pembuatan beton geopolimer. Beberapa kandungan abu serabut kelapa yang mendukung perkuatan dalam beton dan karena limbah ini bisa menjadi beton yang ramah lingkungan. 91 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Beberapa bahan dicampurkan agar bias mengikat antara agregat dan abu serabut kelapa tersebut. Perumusan Masalah Dari uraian di atas timbul permasalahan yang menarik untuk diteliti: 1) Bahan dasar geopolimer menggunakan abu sabut kelapa. 2) Mutu beton geopolimer menggunakan abu serabut kelapa bisa lebih tinggi dibandingkan beton normal. Tujuan Program Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan kuat tekan antara beton normal dengan beton geopolimer. Abu serabut kelapa sebagai bahan utama pengganti semen bisa menjadi beton yang ramah lingkungan. Abu sabut kelapa yang mudah ditemukan sehingga memudahkan dalam pembuatan menjadi abu atau bahan geopolimer. Hipotesis Dengan beton geopolimer ini bisa meningkatkan mutu 10% dari beton normal. Efisiensi harga dari geopolimer ini sebesar 30% dari beton normal. Tinjauan Pustaka Beton Kata beton dalam bahasa indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa belanda. Kata concrete dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin concretus yang artinya tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Beton adalah material komposit yang rumit. Beton dapat dibuat dengan mudah bahkan oleh mereka yang tidak punya pengertian sama sekali tentang beton teknologi, tetapi pengertian yang salah dari kesederhanaan ini sering menghasilkan persoalan pada produk, antara lain reputasi jelek dari beton sebagai materi bangunan. Dalam SNI beton adalah 92 | K o n s t r u k s i a
campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk massa padat. Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi (2200 – 2500) kg/m3 menggunakan agregat alam yang dipecah. Geopolimer Beton geopolimer adalah sebuah senyawa silikat alumino anorganik yang disintesiskan dari bahan – bahan produk sampingan seperti abu terbang (fly ash) abu sekam padi (risk husk ash) dan lain – lain, yang banyak mengandung silicon dan aluminium (Davidovits, 1997) Geopolimer merupakan produk beton geosintetik dimana reaksi pengikatan yang terjadi adalah reaksi polimerisasi. Dalam reaksi polimerisasi ini Alumunium (Al) dan Silika (Si) mempunyai peranan penting dalam ikatan polimerisasi (Davidovits, 1994). Beton geopolymer memiliki sifat-sifat sebagai berikut : a. Pada beton segar (fresh concrete) Memiliki waktu setting 10 jam pada suhu -20°C, dan mencapai 7 – 60 menit pada suhu 20°C, Penyusutan selama setting kurang dari 0.05%, Kehilangan masa dari beton basah menjadi beton kering kurang dari 0.1%. b. Pada beton keras (hardened concrete) Memiliki kuat tekan lebih besar dari 90 Mpa pada umur 28 hari, Memiliki kuat tarik sebesar 10-15 Mpa pada umur 28 hari, Memiliki water absorption kurang dari 3%. Beton geopolymer memiliki berberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu: a. Kelebihan-kelebihan beton geopolymer (Frantisek Skvara,dkk, 2006) :
BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA (Andika & Team – Haryo)
b.
Tahan terhadap api, Tahan terhadap lingkungan korosif, Tahan terhadap reaksi alkali silica. Tidak menggunakan semen sebagai bahan perekatnya, maka dapat mengurangi polusi udara. Mempunyai rangkak susut yang kecil. Kekurangan-kekurangan beton geopolymer : Pembuatan beton geopolymer lebih rumit dibandingkan beton semen, karena membutuhkan alkaline activator, Belum ada rancang campuran yang pasti.
Abu Serabut Kelapa Seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian bahan-bahan additive dalam pembuatan beton, maka teknologi sederhana ini dapat dijadikan suatu alternatif yang murah dan tepat guna. Pemanfaatan limbah untuk bahan konstruksi disamping akan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan lingkungan juga akan dapat meningkatkan mutu bahan konstruksi. Satu hal yang merupakan nilai tambah dalam panggunaan limbah ini dapat menciptakan pekerjaan. Pada umumnya, limbah Abu Serabut Kelapa terdiri dari unsur organik seperti serat cellolusedan lignin. Disamping itu, limbah ini juga mengandung mineral yang terdiri dari silika, aluminia dan oksida oksida besi. SiO2 dalam abu sabut kelapa merupakan hal yang paling penting karena
dapat bereaksi dengan kapur dan air. Dalam komposisi abu serabut kelapaini hipotesisnya bisa digunakan sebagai bahan tambah dalam pembuatan beton. Pengolahan abu sabut kelapa sangat mudah. Cukup dibakar dengan panas tertentu hingga membantuk abu – abu lalu disaring hingga mendapatkan abu yang benar - benar halus. Berikut hasil uji abu serabut kelapa yang dilakukan oleh sucofindo.
Gambar 1 Hasil pengujian kandungan pada abu serabut kelapa
93 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Metodologi Penelitian
Gambar 2 Flow chart HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut komposisi agregat – agregat yang digunakan untuk pembuatan beton geopolimer. Penggunaan Abu serabut kelapa sebesar 1% No Jenis Kebutuhan 1 Pasir 2 Kerikil 3 Semen (dikurangi 1%) 4 Air 5 Abu Serabut Kelapa (1%)
Banyak Silinder 4 4 4 4 4
Volume Silinder (m3) 0.0053 0.0053 0.0053 0.0053 0.0053
Kebutuhan (kg) Keterangan 17.6 26.4 8.6 kg 8.7 156.4 Gram 5.2 86.9 Gram 0.1
Penggunaan Abu serabut kelapa sebesar 2% No Jenis Kebutuhan 1 Pasir 2 Kerikil 3 Semen (dikurangi 2%) 4 Air 5 Abu Serabut Kelapa (2%)
Banyak Silinder 4 4 4 4 4
Volume Silinder (m3) 0.00530 0.00530 0.00530 0.00530 0.00530
Kebutuhan (kg) Keterangan 17.6 26.4 8.5 kg 8.7 156.4 5.2 173.8 Gram 0.2
Penggunaan Abu serabut kelapa sebesar 3% No Jenis Kebutuhan 1 Pasir 2 Kerikil 3 Semen (dikurangi 3%) 4 Air 5 Abu Serabut Kelapa (3%)
Banyak Silinder 4 4 4 4 4
Volume Silinder (m3) 0.00530 0.00530 0.00530 0.00530 0.00530
Kebutuhan (kg) Keterangan 17.6 26.4 8.4 kg 8.7 156.4 5.2 260.7 Gram 0.3
Tabel 1 Komposisi kebutuhan pembuatan beton geopolimer. 94 | K o n s t r u k s i a
BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA (Andika & Team – Haryo)
Pada tabel tersebut dilakukan pengurangan beton dan pengurangan tersebut digantikan oleh abu serabut kelapa. Besarnya pengurangan dan penambahannya sebesar 1%, 2% dan 3%.
Hasil kuat tekan pada beton abu serabut kelapa telah dilakukan dan berikut hasil pengujian kuat tekan tersebut.
Presentase Kuat Tekan Konversi ke kg Luas Silinder Hasil sementara Konversi ke-28 Hasil Akhir Abu Serabut (kN) (x 100) cm2 kg/cm2 (x) 0.70 K - …. (x) 260 26000 147.205 210.292 285 28500 161.359 230.513 0% 176.625 0.70 320 32000 181.175 258.821 265 26500 150.035 214.336
1%
280 258 290 215
28000 25800 29000 21500
2%
380 245 420 395
38000 24500 42000 39500
3%
230 500 330 360
23000 50000 33000 36000
176.625
158.528 146.072 164.190 121.727
176.625
215.145 138.712 237.792 223.638
176.625
130.219 283.086 186.837 203.822
1.00
158.528 146.072 164.190 121.727
1.00
215.145 138.712 237.792 223.638
1.00
130.219 283.086 186.837 203.822
Tabel 2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Normal dan Beton Geopolimer.
Dari hasil kuat tekan pada abu serabut kelapa maka dilakukan analisis dengan menggunakan student-t untuk menentukan data yang akan digunakan pada analisis korelasi dan regresi. Dari hasil student-t ini
akan diambil rata-rata pada setiap presentase abu serabut kelapa yang digunakan pada penelitian beton ini. Berikut data yang digunakan setelah melalui student-t.
95 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
X 210.292 230.513 258.821 214.336 158.528 146.072 164.190 121.727 215.145 138.712 237.792 223.638 130.219 283.086 186.837 203.822
X rata-rata X-Xrata-rata X-Xrata-rata^2
228.491
-18.198 2.022 30.331 -14.154
147.629
10.899 -1.557 16.561 -25.902
203.822
11.323 -65.110 33.970 19.816
200.991
-70.771 82.095 -14.154 2.831
331.180 4.089 919.946 200.344 1455.558 118.784 2.424 274.250 670.931 1066.389 128.220 4239.272 1153.980 392.674 5914.146 5008.592 6739.562 200.344 8.014 11956.511
S
t
t = 0.005
22.0269
-1.652 0.184 2.754 -1.285
2.920
18.8537
1.156 -0.165 1.757 -2.748
44.4002
0.510 -2.933 1.530 0.893
63.1308
-2.242 2.601 -0.448 0.090
Penerimaan Oleh Kurva Diterima Diterima Diterima Diterima
2.920
Diterima Diterima Diterima Diterima
2.920
Diterima Ditolak Diterima Diterima
2.920
Diterima Diterima Diterima Diterima
Tabel 3 Hasil pengujian dengan student-t Dari data tersebut terdapat beberapa data yang dapat digunakan dan yang tidak dapat digunakan. Dari data ini hanya digunakan data yang diterima oleh student t. Dari hasil
tersebut digunakan untuk analisa regresi dan korelasi. Sehingga didapat sebaran data yang dibuat seperti berikut.
Gambar 3 Korelasi Dan Regresi Pada Kuat Tekan Beton Geopolimer Dari hasil grafik tersebut tidak terdapat korelasi yang baik dan untuk mencari korelasi yang baik dicoba dengan mencari pendekatan dengan menghapus data secara
96 | K o n s t r u k s i a
bertahap. Pertama dengan menghilangkan data 1% dan didapat grafik korelasi sebagai berikut.
BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA (Andika & Team – Haryo)
Gambar 4 Korelasi Dan Regresi Pada Kuat Tekan Beton Geopolimer Setalah 1% dihilangkan Setelah menghilangkan data 1% maka mendapatkan korelasi yang baik. Seharusnya nilai korelasi yang baik untuk 1 % sebesar 234.59. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan : 1. Hasil kuat tekan geopolimer menunjukkan tidak adanya peningkatan mutu antara beton geopolimer dengan beton normal. 2. Dengan penambahan geopolimer semakin mengurangi mutu kuat tekan beton. 3. Korelasi yang terjadi dengan persamaan f’c = -76838.x2 + 1388.x + 228.4 Saran : 1. Perlu adanya pembuktian mengenai penambahan geopolimer 1% yang menyebabkan mutu kuat tekan beton sangat jauh dari perencanaan. 2. Perlu adanya pengecekan presentase geopolimer antara 1% dan 0% dan antara 1% dengan 2% akibat perubahan mutu kuat tekan beton secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Nugraha Paul, Antoni, 2007, “ Teknologi Beton dari Material, Pembuatan, Ke beton Kinerja Tinggi“, Penerbit Andi dan LPPM Universitas Kristen Petra, Yogyakarta. Santosa, Bing, 2009, Pemanfaatan Abu Sabut kelapa sebagai pengganti semen dengan Bahan tambah Silikament, LN , Jurusan Teknik Sipil, Universitas Janabadra, Yogyakarta. SNI 03 – 2834 – 2002, 2002, Tata Cara pembuatan rencana beton normal, Jakarta.
97 | K o n s t r u k s i a
UJI NUMERIK & EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE KOMPOSISIS DAN LATERAL (M.Aswanto)
SIMULASI NUMERIK & UJI EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE-KOMPRESI DAN LATERAL PADA PASANGAN BATA TRIPLET oleh: M. Aswanto Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
[email protected]
ABSTRAK : Kajian ini mencoba menggunakan kapabilitas perangkat lunak elemen hingga untuk melakukan analisis struktur pasangan bata triplet. Diantaranya penggunaan, aplikasi kriteria keruntuhan pada Elemen Concrete (William & Warnke), pada bata merah. Perangkat lunak yang digunakan ANSYS. Parameter mekanik sebagai input, diambil dari test individual terhadap masing-masing material penyusun. Sebagai pembanding adalah test uji pembebanan pasangan bata triplet dengan beban prekompresi dan lateral. Bata merah dipakai jenis bata tradisional dari Cikarang. Kata kunci : Bata Triplet, elemen hingga, kompresi, lateral
ABSTRACT: This study attempted to use the software capability to perform finite element analysis of masonry structures triplet. Including the use, application criteria collapse in Concrete Elements (William and Warnke), the red brick. ANSYS software is used. Mechanical parameters as input, taken from the test individually to each constituent material. For comparison is loading test test masonry triplet with prekompresi and lateral loads. Red brick used traditional brick type of Cikarang. Keywords: Brick Triplet, finite element, compression, lateral
PENDAHULUAN Konstruksi batu bata mendominasi hampir kebanyakan material konstruksi yang digunakan di Indonesia. Konstruksi perumahan rata-rata penduduk Indonesia menjadikan batu-bata merah sebagai elemen utama struktur. Baik sebagai struktur pemikul maupun sebagai dinding.Walaupun demikian riset-riset di negara kita yang menyelidiki sifat dan karakteristik mekaniknya masih terasa kurang. Termasuk simulasi numerik dengan menggunakan perangkat lunak elemen hingga (MEH) untuk memodelisasi pasangan bata merah. Kesulitannya adalah ketidaktersediaan parameter-parameter mekaniknya.
Sebagai subyek penelitian ini adalah Simulasi Numerik perilaku model-model ekperimen pasangan bata Triplet ketika mendapat beban Prekompresi dan Lateral. Besaran Input parameter mekanik bata dan mortar didapatkan dari hasil eksperimental.
Model Elemen Hingga Permodelan pasangan Triplet dengan pendekatan hubungan interface (antar muka) bata dan mortar yang kontinyu sebagai Solid3D, yaitu elemen bata dan mortar menggunakan nodal yang sama.
99 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Tegangan/stress diantara dua solid kontinyu, dan meshing harus dibuat sama diantara dua bagian solid tersebut.Hal ini diterapkan untuk memodelkan triplet dalam kondisi batas bond strength belum terlewati, sehingga triplet merupakan satu kesatuan material solid gabungan antara bata dan mortar yang utuh. Gambar 1 : Geometri Struktur Aktual dan Diskritisasi Elemen Hingga.
stress MPa 27
E = 882.08
20
E = 1013,31 compression region 0.0019 0.6
tension region
0.03061 strain 0.01974
Grafik1 : Hubungan Stress-Strain Mortar.[file: gambar aniso.xls]
stress MPa
E = 460
6
Untuk itu permodelan geometri bentuk asli struktur kedalam bentuk elemen hingga harus dapat mempresentasikan dengan baik nodal-nodal, elemen-elemen, konektivitas nodal dan elemen, material properti, kondisi batas dan berbagai besaran enginering lain yang merupakan presentasi dari kondisi fisikal struktur. Secara khusus, pembuatan model elemen hingga adalah mendefinisikan nodal dan elemen struktur yang akan membentuk geometri struktur aktual (gambar 1).
Modelisasi Material Perilaku material didasarkan atas hubungan kurva tegangan-regangan dan berbagai parameter mekanik yang didapatkan dari uji tes tekan dan tarik, yang dilakukan mahasiswa UI dan dari studi Literatur. 100 | K o n s t r u k s i a
compression region 0.015
tension region
strain 0.6
0.01338
Grafik 2 : Hubungan Stress-Strain Bata Merah.[file: gambar aniso.xls]
Untuk mendapatkan data input parameter mekanik, dilakukan pengujian di laboratorium terhadap material penyusun Pasangan Triplet.Yaitu Mortar dan Bata. Guruh Sakti [2], melakukan pengujian mortar untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas, kuat tekan dan tarik, hubungan tegangan regangan dan tegangan maksimum tekan tarik.
UJI NUMERIK & EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE KOMPOSISIS DAN LATERAL (M.Aswanto)
DB. Satrio [3], melakukan pengujian bata merah untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas, kuat tekan dan tarik, hubungan tegangan regangan dan tegangan maksimum tekan tarik. Material propertiseperti sudut geser dalam (θ), kohesi (c) didapatkan dari studi literatur [4,5]. Hasil yang diperoleh dari tes laboratorium diatas, dijadikan sebagai parameter input untuk permodelan Numerik. Selengkapnyaparameter mekanik material dapat dilihat pada Tabel 1.
Kriteria Keruntuhan Kriteria keruntuhan yang digunakan dan sudah terprogramasi dalam perangkat lunak (ANSYS) yaituelemen yang dapat mengakomodasi perilaku material nonduktile.Elemen yang mempunyai kapabilitas memodelkan crack dan crush ini disebut SOLID65. Dalam formulasinya elemen ini menggunakan kriteria keruntuhan William KJ & Warnke ED. Elemen ini dapat digunakan untuk memprediksi kapan terjadinya crack dan propagasinya. Secara visual, crack ditandai dengan bulatan pada titik integrasi elemen.
Warna merah mengindikasikan crack pertama (initial crack). Hijau sebagai crack kedua. Biru sebagai crack ketiga. Tanda silang sebagai crack yang tertutup kembali. Crushing ditandai dengan bentuk hexagonal merah di titik integrasi. Kriteria ini awalnya digunakan untuk model respon non-linier darireinforcement concrete ketika mendapat beban statik. Model ini memodelkan retak/crack yang diakibatkan oleh kelemahan beton dalam menahan kekuatan tarik, dan algoritma plasticitylaw ( bertambahnya regangan pada kondisi tegangan yang tetap) ketika crush dalam kondisi lingkungan tekan dan dalam diskripsi orientasi dari masing-masing bidang crack dan crush. Ansys [11], menyediakan elemen khusus 3 dimensi 8 nodal solid isoparametrik, untuk memodelkan respon non linier material brittle berdasarkan model konstitutif dari perilaku uji triaksial material beton oleh William KJ & Warnke ED.
Tabel 1 : Modelisasi Material dan Nilai Batas Kriteria Keruntuhan Linier Material Propeties
Bata
Mortar
Elastic ModuliCompresive (uji destruktif)
460[3]
1013,3[2]
Elastic ModuliTensile (uji destruktif)
39[3]
314[2]
0,15[1]
0,23[1]
Non Ductile Material Model(kriteria keruntuhan William KJ & Warnke ED)
Bata
Mortar
Shear Transfer Coefficients for open crack
0,1
0,3
Major Poisson Ratios
101 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Shear Transfer Coefficients for closed crack
0,5
0,7
Ultimate uniaxial tensile strength
0,6[3]
0,75[2]
Ultimate uniaxial compressive strength
6[3]
20[2]
Ultimate biaxial compressive strength(1.2 fc)
7,2
24
Ambient Hydrostatic Stress State (31/2 fc)
10,392
34,641
8,7
29
10,35
34,5
0,6
0,6
Ultimate compressive strength for a state of biaxial compression superimposed on hidrostatik stress state (1.45 fc) Ultimate compressive strength for a state of uniaxialcompression superimposed on hidrostatik stress state (1.725 fc) Stiffness multiplier for cracked tensile condition (0.6)
Tiap elemen mempunyai 8 titik integrasi yang akan dievaluasi apakah terjadi crackcrush ditiap titik tersebut selama beban diberikan. Dalam rutin-rutin programnya, dapat dilakukan modifikasi relasi teganganregangan ketika terjadi crack (Bab II, 2.5.1), sehingga bisa dilakukan penyesuaian shear transfer pada bidang crack. Dengan variasi antara full shear transfer sampai no shear transfer. Setelah crack awal terjadi, bila masih ada tegangan tangensial kearah bidang crack, dapat menyebabkan timbulnya crack kedua dan ketiga, yang dievaluasi pada titik-titik integrasi.
Prosedur Test Eksperimental Uji test pembebanan pasangan bata triplet (dengan variasi warna-warna bata, mutu komposisi mortar dan beban prekompresi) di Lab, dilakukan dengan memberikan beban pra-tekan yang konstan dan beban lateral yang semakin meningkat sampai tercapai keruntuhan triplet.
Kapabilitas elemen diatas, diterapkan dalam kajian ini untuk memprediksi keruntuhan material britel, khususnya bata dan mortar dalam pasangan Triplet. Gambar 2. Pengujian Pasangan Bata Triplet [file metodologi.doc]
102 | K o n s t r u k s i a
UJI NUMERIK & EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE KOMPOSISIS DAN LATERAL (M.Aswanto)
Penulisan ini mengaplikasikan itensitas beban 5 kg/cm2 , yang dianggap mewakili ketinggian pasangan dinding bata lebih dari 4 m, maka beban prekompresi yang diberikan jack kepada Triplet adalah : 5 kg/cm2x 10 cm x 10 cm = 500 kg.
Pola Sekuen Pembebanan 600 500
Beban kgf
Beban pra-tekan merepresentasikan beban veritikal yang bekerja pada dinding bata.Nilai-nilai beban pra-tekan yang diberikan diperoleh dari perhitungan beban yang bekerja pada pasangan dinding bata merah dalam struktur gedung. Umumnya pasangan bata merah memiliki tinggi 4 m dengan tebal pasangan 90 mm – 100 mm. Maka beban yang bekerja per 1 m’ adalah sebesar 250 kg/m2 x 4 m x 1 m = 1000 kg. Luas bidang permukaan atas pasangan bata adalah sebesar 1000 mm x 100 mm = 100000 mm2. Oleh karena itu beban yang bekerja dalam luasan pasangan bata tersebut sebesar 0.01 kg/mm2 = 1 kg/cm2.
prekompresi
400 300 200
lateral
100 0 0
2
4
6
8
10
Time Step - Load Step
Gambar 3. Pola Pembebanan, Kondisi Batas dan Dimensi Triplet. [file metodologi.doc] Sedangkan beban lateral merepresentasikan beban geser/horizontal yang bekerja pada pasangan dinding bata. Beban ini diberikan dengan kenaikan (increment) per 100 kg meningkat sampai pasangan bata tersebut runtuh (failure).
Hasil Eksperimental Displacement Test pembebanan triplet di Lab. menghasilkan data-data perpindahan (displacement) pada berbagai titik dipemukaan Triplet. Tinjauan ini lebih ditujukan pada titik pengukuran LVDT 6 dan 5 seperti dalam gambar 3.
Beban Prekompresi
100 cm
Beban Lateral 40 cm
Simulasi numerik dilakukan dengan pola pembebanan, kondisi batas dan material yang diasumsikan mendekati kesamaan dengan kondisi test Lab. Hasil dari simulasi berupa pola displacement, dan pada lokasi titik-titik yang sama dibandingkan dengan hasil pengukuran LVDT. Hasil perbandingan ini diplotkan bersama dalam satu grafik (Grafik 3). Bila diamati dari grafik tersebut, perbandingan
103 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
hasill komputasi numerik dengan uji test,
kekurang
maka displacement hasil uji test Lab
Laboratorium, juga fenomena fissure lossing
menunjukkan riwayat perpindahan yang
(pemampatan rongga pada bata ketika
cukup
mulai
numerik.
jauh Hal
dibandingkan ini
komputasi
disebabkan
selain
akurasian
mendapat
peralatan
beban)
uji
belum
terakomodasi.
titik pengukuran
Grafik 3 : Hubungan Stress-Strain Bata Merah.[file: gambar aniso.xls]
Gambar 4 : Awal crush pada bagian depan pada bata, ditunjukkan dengan munculnya bulatanhexagonal merah pada titik-titik integrasi. Kondisi (1) pada Grafik 3.
Gambar 5 : Keruntuhan aktual pada bagian depan bata pada pengujian pasangan bata Triplet. 104 | K o n s t r u k s i a
UJI NUMERIK & EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE KOMPOSISIS DAN LATERAL (M.Aswanto)
Hasil prediksi keruntuhan menunjukkan bahwa pada saat penambahan beban lateral mencapai 750 kgf (1.7544 MPa), akan terjadi crushing pada muka bata triplet bagian tengah (hidung). Saat keruntuhan tercapai, program akan berhenti karena konvergensi numerik
tidak tercapai. Keruntuhan triplet terjadi saat beban lateral mencapai sekitar 1700 kgf (3,9766 MPa). Keruntuhan ini sesuai dengan beberapa hasil uji laboratorium seperti ditunjukkan pada rekaman LVDT berikut ini.
Grafik 6 : Batas Keruntuhan Berkisar 17.000 N atau 1700 kgf
105 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
Gambar 7 : Titik Keruntuhan
Kesimpulan 1. Hasil prediksi keruntuhan menunjukkan bahwa pada saat penambahan beban lateral mencapai 750 kgf (1.7544 MPa), akan terjadi crushing pada muka bata triplet bagian tengah (hidung). 2.
3.
Saat keruntuhan tercapai, program akan berhenti karena konvergensi numerik tidak tercapai. Keruntuhan triplet terjadi saat beban lateral mencapai sekitar 1700 kgf (3,9766 MPa). perbandingan hasill komputasi numerik dengan uji test, maka displacement hasil uji test Lab menunjukkan riwayat perpindahan yang cukup jauh dibandingkan komputasi numerik.
Daftar Pustaka (1)
ACI 212-3R-4, Chemical Admixture For Concrete, 2004
(2)
ACI 363R-92, State of the Art Report on High Strength Concrete, 1997
(3)
ASTM C 150-02a, Standart Specification For Portland Cement,
106 | K o n s t r u k s i a
2002 (4)
ASTM C 33-03, Specification For Aggregat, 2003
Standart Concrete
(5)
ASTM C 494/C494M-99a, Standart Specification For Chemical Admixtures For Concrete, 1999
(6)
Digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-10030-Paper.pdf
(7)
Edward G. Nawy, Concrete Construction Engineering 2n Handbook, d ed., Ch. 12. Longman, United Kingdom, 2008.
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan. 2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan Juni dan Desember. 3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan. 4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan. 5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat : a. Judul b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika ada) 6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10. 7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out atau soft copy (CD) atau email ke
[email protected].
Alamat redaksi : Jurnal KONSTRUKSIA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat. Telp. 42882505, Fax. 42882505 Website: konstruksia.umj.ac.id Email:
[email protected]
ISSN 2086 - 7352