ISSN 2086 ‐ 7352
JURNAL
KONSTRUKSIA VOLUME 3 NOMER 2
APRIL 2012
ANALISIS KELAYAKAN KEBUTUHAN PELABUHAN DAN KESELAMATAN PELAYARAN PELABUHAN BIAN KABUPATEN MERAUKE Hermawati / Haryo Koco Buwono
IMPLEMENTASI “INTELLIGENT TRANSPORTATION SYSTEM (ITS)” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI DKI JAKARTA Rusmadi Suyuti
ANALISIS LENDUTAN DAN DISTRIBUSI GAYA LATERAL AKIBAT GAYA LATERAL MONOTONIK PADA PONDASI TIANG KELOMPOK Irza Ahmad
ANALISIS PENGARUH BETON DENGAN BAHAN ADMIXTURE NAPHTALENE DAN POLYCARBOXILATE TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL Seti Aprilianti / Nadia
CONFINING PRESSURE CONFINING PRESSURE TIANG MERUNCING PADA TANAH TIANG MERUNCING PADA TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASI OVERBURDEN Heru Dwi Jatmoko
PERBAIKAN DAN PERKUATAN STRUKTUR PADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA Agung Nusantoro Agung Nusantoro
TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 3 Nomor 2 Halaman 1 – 74 April 2012
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomor 2 | April 2012
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA REDAKSI
Penanggung Jawab Pemimpin Redaksi Dewan Redaksi
Staf Redaksi
Seksi Umum
Disain Kreatif Terbit Alamat Redaksi
: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE. : Ir. Haryo Koco Buwono, MT. : Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD. DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi : Ir. Nadia, MT. Ir. Trijeti, MT. : Ir. Saifullah Imam Susandi : Ir. Haryo Koco Buwono, MT. Imam Susandi : Per Semester ( Dua Kali Setahun ) : Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Ilustrasi cover diambil dari: http://www.atagar.com/blenderModels/images/portOrig.jpg
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomor 2 | April 2012
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 3 Nomor 2 April 2012
Diterbitkan oleh: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomor 2 | April 2012
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 3 Nomer 2 pada Bulan April 2012 ini. Pada Penerbitan saat ini kontribusi positif dari Alumni Teknik Sipil UMJ mulai terasa. Mulai memberikan Sponsorship terhadap keberlangsungan Jurnal, juga telah mencoba menggalang Alumni untuk memasukkan tulisannya di Jurnal ini. Edisi ini menyajikan artikel / makalah tentang Pondasi Tiang yang dibawakan oleh Irza dan tentang Tiang Meruncing oleh Heru, Pelabuhan Bian di Merauke oleh Hermawati dan Haryo, Penelitian bahan admixture oleh Seti dan Nadia dan masih banyak lagi yang lain. Pada Edisi ini juga kami memajang sponsor untuk terbitnya Jurnal ini yang kami tempatkan di halaman belakang halaman belakang. Semoga pada penerbitan yang kelima ini, dapat memberikan khasanah ilmu, sliaturahmi dan kepustakaan. Aamiin Jakarta, April 2012 Pemimpin Redaksi
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomor 2 | April 2012
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi ANALISIS KELAYAKAN KEBUTUHAN PELABUHAN DAN KESELAMATAN PELAYARAN PELABUHAN BIAN KABUPATEN MERAUKE ……………………….…..………………………… IMPLEMENTASI ”INTELLIGENT TRANSPORTATION SYSTEM (ITS)” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI DKI JAKARTA …………………………………............................
1 – 16
17 – 26
ANALISA LENDUTAN DAN DISTRIBUSI GAYA LATERAL AKIBAT GAYA LATERAL MONOTONIK PADA PONDASI TIANG KELOMPOK ………………………..…………..……… 27 – 40 ANALISIS PENGARUH BETON DENGAN BAHAN ADMIXTURE NAPHTALENE DAN POLYCARBOXILATE TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL ................................... 41 – 50 CONFINING PRESSURE TIANG MERUNCING PADA TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASI OVERBURDEN ……………………… 51 – 61 PERBAIKAN DAN PERKUATAN STRUKTUR PADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA ……………………………………………
63 – 74
Analisis Kelayakan Kebutuhan Pelabuhan dan Keselamatan Pelayaran (Hermawati dan Haryo)
ANALISIS KELAYAKAN KEBUTUHAN PELABUHAN DAN KESELAMATAN PELAYARAN PELABUHAN BIAN KABUPATEN MERAUKE Oleh: Hermawati Konsultan PT. Formasi Empat Pola Selaras Email:
[email protected] Haryo Koco Buwono Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK: Dalam mendukung langkah MP3EI yang bertujuan menempatkan Indonesia sebagai Negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14,250 –USD 15,500 dengan nilai total PDB berkisar antara USD 4,0-4,5 trilyun yang akan dibarengi dengan penurunan inflasi dari sebesar 6,5% menjadi 3,0% pada tahun 2025. (sumber: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025). Lokasi Pelabuhan Bian terletak pada 8o 06’ 05”LS dan 139o 59’ 30” BT ini, memiliki kondisi Topografi yang cenderung landai terhadap tepi sungai dan masih terkena pengaruh pasang surut, maka diperlukan pematangan (Reklamasi). Kedalaman untuk area BIAN mulai dari ambang luar, sampai dengan rencana lokasi Pelabuhan Bian tidak ada kendala, mengingat alur ini duduk tengahnya berada pada 3,4 meter (LWS), dengan Air pasang tertinggi adalah 5.0 meter, sehingga Kapal Kargo 5000 DWT dengan Draft 6.8 meter, dapat melaluinya, dengan syarat pada saat air pasang sekurang kurangnya 4.4 meter. Pasang surut di daerah Merauke bersifat harian, maka kapal dapat menunggu saat terjadinya air pasang pada hari yang sama. Kondisi delay kapal dapat diprediksi karena posisi pasang lebih sering terjadi dibandingkan saat surutnya. Kata Kunci: kelayakan kebutuhan fasilitas, kelayakan keselamatan, bian, merauke, pelabuhan ABSTRACT: In supports mp3ei to put indonesia as a developed country in 2025, income per capita ranging from usd 14,250 - usd 15,500 with a total value of around usd 4,0-4,5 trillion of the gross domestic product gdp which will be followed by from the inflation rate at 6.5 % to 3,0 % in the end of 2025. (source: the acceleration and expansion of Indonesian economic development 2011-2025). Situated at the Port of Bian 8o 06’ 05”LS and 139o 59’ 30” BT, having the condition of topography tend to declivous on the bank of the river and still affected by the influence of tidal, then required reclamation development (Reclamation) . The depth to areas Bian start from the outside , with the plan until the Port of Bian there is no problem, considering this was in the Mean sea level 3.4 meters , pairs with the water is highest 5.0 meters , so 5,000 dwt with a cargo ship draft 6.8 meters , got it past , on the condition that at the time of the wave lack of 4.4 meters . Tides are daily, Merauke in the region of then a vessel can be waiting for the occurrence of high tide on the same day. The condition of a delay of a ship can be predicted for the position of pairs occur more often than during the ebb. Keywords: the feasibility of the facility, eligibility requirements, safety, port of Merauke, bian
1|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
PENDAHULUAN Dalam rangka mendukung penerapan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah maka sebagai konsekuensinya dari penerapan peraturan tersebut perlu membagi kewenangan kepada Pemerintah Daerah baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembagian kewenangan berupa desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, kewenangan tersebut juga dimaksud dan agar setiap daerah berusaha mengejar ketertinggalannya dari daerah lain yang lebih maju dan agar dapat berkembang sesuai kemampuannya. Hal tersebut di atas elaras pula dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 serta sejalan dengan visi dari program pemerintah yang disebut Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yaitu “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam mendukung langkah MP3EI yang bertujuan menempatkan Indonesia sebagai Negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14,250 –USD 15,500 dengan nilai total PDB berkisar antara USD 4,0-4,5 trilyun yang akan dibarengi dengan penurunan inflasi dari sebesar 6,5% menjadi 3,0% pada tahun 2025. (sumber: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025). Suksesnya pelaksanaan Percepatan, Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (Intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Oleh karena itu pembangunan pelabuhan di Indonesia dalam lingkup Sub sektor Perhubungan Laut akan terus dilaksanakan dalam rangka menunjang perluasan konektivitas sebagaimana diamanatkan dalam MP3EI. LINGKUP Cakupan Studi dalam rangka Pembangunan Pelabuhan Laut, meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Pendataan daerah hinterland (potensi wilayah belakang-sekitar) dan forecasting, serta potensi hinterland terhadap permintaan transportasi laut; 2) Analisis traffic projection dengan menggunakan model statistik, yang mencakup lalu lintas barang dan penumpang untuk jangka pendek (5 Tahun) dan Jangka menengah (10 Tahun); 3) Kajian teknis terhadap kebutuhan prasarana pelabuhan untuk mendapatkan hasil rancang bangun yang belum optimal dan analisis perkiraan kebutuhan fasilitas; 4) Analisis terhadap tata ruang wilayah studi; 5) Analisis keselamatan pelayaran terhadap wilayah studi; 6) Analisis Kelayakan ekonomi terhadap wiayah studi; 2|K o n s t r u k s i a
Analisis Kelayakan Kebutuhan Pelabuhan dan Keselamatan Pelayaran (Hermawati dan Haryo)
7) 8) 9) 10)
Analisis kelayakan finansial terhadap wilayah studi; Analisis kelayakan teknis terhadap wilayah studi; Analsisis kelayakan lingkungan terhadap wilayah studi; dan Rangkuman hasil analisis dan rekomendasi
KELUARAN Keluaran dari pekerjaan Studi Kelayakan Dalam Rangka Pembangunan Pelabuhan Laut meliputi : 1. 2. 3. 4. 5.
Hasil analisis kelayakan dan rekomendasi dari aspek tata ruang Hasil analisis kelayakan dan rekomendasi dari Aspek sosial budaya Hasil analisis kelayakan dan rekomendasi dari aspek keselamatan pelayaran Hasil analisis kelayakan dan rekomendasi dari aspek ekonomi Hasil analisis kelayakan dan rekomendasi dari aspek finansial pembangunan pelabuhan 6. Hasil analisis kelayakan dan rekomendasi dari aspek teknis pembangunan pelabuhan 7. Hasil analisis kelayakan dan rekomendasi dari aspek lingkungan WILAYAH KAJIAN Wilayah kajian dari pekerjaan ini, secara adminstratif berada di wilayah Kabupaten Merauke Provinsi Papua (Gambar 1.1).
Gambar 1. Lokasi Wilayah Kajian
3|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
FOKUS PENELITIAN Fokus penelitian yaitu perlunya membangun suatu “Model Dalam Penentuan Pelabuhan Pada Wilayah Merauke serta perancangan sistem tatanan kepelabuhanan”. Dalam melakukan studi ini terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis dengan memperhatikan aspek teknis, ekonomis dan keuangan serta bagaimana menyusun sistem kepelabuhanan di kawasan tersebut serta sistem transportasi wilayah pada kawasan tersebut. Secara spesifik pertanyaan tersebut dapat dijabarkan dalam beberapa pertanyaan yang lebih detail sebagai berikut : a. b. c. d. e. f.
apa dan bagaimana cara dalam menentukan pelabuhan terpilih pada kawasan studi ? Bagaimana bentuk pemikiran dari pengambil keputusan dalam menetapkan pelabuhan terpilih tersebut secara agregat? Unsur-unsur apa saja yang berinteraksi dan dipertimbangkan dalam penentuan pelabuhan terpilih tersebut? Unsur-unsur apa yang dominan dalam penetapan penentuan pelabuhan terpilih tersebut? Variabel – variabel apa dalam unsur yang dipertimbangkan dalam penentuan pelabuhan terpilih tersebut? Bagaimana merancang sistem transportasi hirarki, peran dan fungsi wilayah di kawasan tersebut?
HIPOTESIS 1)
Permasalahan
Perlu dilakukan suatu solusi yang dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak terhadap penentuan lokasi pelabuhan tersebut, dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomi. Alternatif
Alternatif
Pelabuhan
Pelabuhan Pelabuhan Terpilih
Alternatif
Alternatif
Pelabuhan
Pelabuhan
Gambar 2. Permasalahan Pada Hipotesis
4|K o n s t r u k s i a
Analisis Kelayakan Kebutuhan Pelabuhan dan Keselamatan Pelayaran (Hermawati dan Haryo)
2)
Analisa Kebutuhan Penelitian
Perlu dilakukan suatu solusi yang dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak terhadap penentuan lokasi pelabuhan tersebut, dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.
Pelabuhan Terpilih
Kepentingan Seluruh Kabupaten
Aspek Non Teknis
Aspek Teknis
Gambar 3. Penyelesaian Pada Hipotesis
METODE PENELITIAN Pada prinsipnya, pelaksanaan studi dibagi dalam 4 (empat) tahap pekerjaan, yaitu : (i) tahap persiapan, (ii) tahap pengumpulan data, (iii) tahap analisis serta (iv) tahap perumusan. Masing-masing tahap akan mencakup beberapa kegiatan (task) sedangkan tahap yang membutuhkan perhatian khusus adalah: Tahap Survei 1 2 2.1
: : :
Pengumpulan Data Sekunder Survey Lapangan 1 Survey Pola Perjalanan penumpang maupun barang
2.1 2.1
: :
2 3
3 4
: :
Kondisi Pelabuhan di sekitar wilayah studi Penetapan alternatif rencana lokasi pelabuhan
Survey Land Use Survey Lingkungan
Tahap Analisis Data 1 2 3
: : :
Analisis Proyeksi Lalu Lintas penumpang dan barang Analisis Tata Ruang Analisis pemilihan lokasi pelabuhan 5|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
4 5 6 7
: : : :
Analisis Lingkungan Analisis Keamanan dan Keselamatan Pelayaran Analisis Kebutuhan Pelabuhan dan fasilitasnya Penentuan alternatif lokasi terpilih
8
:
Analisis prakiraan biaya pembangunan pelabuhan
ANALISIS KEBUTUHAN FASILITAS PELABUHAN HASIL PROYEKSI KUNJUNGAN KAPAL Berdasarkan analisis proyeksi MIFEE kunjungan kapal General Cargo, yaitu menggunakan acuan ukuran standar jenis 5000 DWT:
Panjang seluruh (LOA)
Lebar (B)
15.4 m
Tinggi (H)
8.4 m
Full Draft
6.8 m
103 m
Referensi: Standar Size of Ship Dan data tersebut, memberikan proyeksi kunjungan kapal penumpang di pelabuhan sampai dengan tahun 2026 dapat dilihat pada tabel 10.1 (merujuk pada tabel 9.22). Tabel 1. Proyeksi Kunjungan Kapal Penumpang di Pelabuhan Sampai Dengan Tahun 2026 Kegiatan
Data Awal
Proyeksi(T/th)
2006
2011
Bongkar
MIFEE (Ton/Tahun) 2014
2016
2021
2026
431,250
513,626
577,110
648,440
728,588
314,127
374,130
420,373
562,554
752,824
1,521,788
1,521,788
4,385,559
5,511,833
314,127
1,895,919
1,942,161
4,948,113
6,264,657
745,377
2,409,544
2,519,271
5,596,553
6,993,244
322,255 Muat 234,734 Muat (MIFFE) MIFEE = Muat + Muat MIFEE
234,734
Total = Bongkar + MIFEE
556,989
Analisa Perhitungan Produksi akibat MIFEE Kebutuhan Kapasitas Angkut untuk Kapal 5000 DWT dihitung 80% dari kapasitas angkutnya, adalah sebagai berikut:
6|K o n s t r u k s i a
Analisis Kelayakan Kebutuhan Pelabuhan dan Keselamatan Pelayaran (Hermawati dan Haryo)
Tabel 2. Proyeksi Analisa Kebutuhan Dermaga Sampai Dengan Tahun 2026 Tahun
2011
2014
2016
2021
2026
Kapasitas angkut kapal (T/th/80%Kapal 5000DWT)
186
602
630
1399
1748
1
2
2
4
5
BOR (%)
60
60
60
70
70
Gang
1
1
1
2
2
10
10
10
16
16
Jam Kerja Efektif
14
14
14
14
14
Kebutuhan Dermaga
1
1
1
2
2
Jumlah Kapal per hari (Terhitung jumlah kerja 350 hari)
Kapasitas (Ton/Jam)
Alat
Analisa Kebutuhan Jumlah Dermaga Akibat MIFEE Untuk memenuhi kebutuhan BOR tersebut, dibuat skenario, bahwa pada awal layanan dermaga, digunakan Kapal Perintis dengan kapasitas 1000 DWT.
ANALISA FASILITAS PERAIRAN PELABUHAN 1.
AREAL TEMPAT BERLABUH
Rumus yang digunakan dalam analisa areal tempat berlabuhnya kapal adalah sebagai berikut ini: R
= L + 6D + 30 meter
R
: Jari-jari areal untuk labuh per kapal
L
: Panjang kapal yang berlabuh = 103 m
D
: Kedalaman air = 6.8 m
Luas areal Labuh = Jumlah Kapal x x R2 Maka didapatkan luas arealnya adalah : R
= 103 + 6 (6.8 ) + 30 meter = 173.8 meter
Luas areal labuh = 1 x x 173.82 = 94848.22 m2. 7|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
2.
AREAL ALIH MUAT KAPAL
Rumus yang digunakan dalam analisa alih muat kapal adalah sebagai berikut ini: R
= L + 6D + 30 meter
R
: Jari-jari areal untuk labuh per kapal
L
: Panjang kapal yang berlabuh = 103 m
D
: Kedalaman air = 6.8 m
Luas areal Labuh = Jumlah Kapal x x R2 Maka didapatkan luas arealnya adalah : R
= 103 + 6 (6.8 ) + 30 meter = 173.8 meter
Luas areal labuh = 1 x x 173.82 = 94848.22 m2.
Gambar 4. Masterplan Pelabuhan Sungai Bian
3.
AREAL TEMPAT SANDAR KAPAL
Rumus yang digunakan dalam analisa tempat sandar kapal adalah sebagai berikut ini: A
= 1,8L x 1,5L
A
: Luas perairan untuk tempat sandar kapal per 1 kapal 8|K o n s t r u k s i a
Analisis Kelayakan Kebutuhan Pelabuhan dan Keselamatan Pelayaran (Hermawati dan Haryo)
L
: Panjang Kapal = 103 m
Luas areal tempat sandar kapal = jumlah kapal x A Maka didapatkan; A
= 1,8 (103) x 1,5 (103) = 28644.3 meter persegi
Luas areal tempat sandar kapal = 1 x 28644.3 = 28644.3 meter persegi
4.
AREAL KOLAM PUTAR
Analisa areal kolam putar ini sangat erat kaitannya dengan Panjang Kapal yang akan berlabuh. D
= 2L
D
: Diameter areal kolam putar
L
: Panjang kapal maksimum = 103 m
Luas areal Kolam Putar = Jumlah kapal x ( x D2)/4 D
= 2 (103) = 206 meter
Luas areal kolam putar = 1 x ( x 2062)/4 = 33312.26 meter persegi
ANALISA FASILITAS PELABUHAN SISI DARAT 1. PANJANG JETTY (PANJANG BERTH) Analisa Panjang Dermaga ini sangat erat kaitannya dengan “panjang kapal’ (LOA) yang akan berlabuh (Kapal 5000 DWT). Panjang kapal juga menentukan DWT dari kapal tersebut sehingga dampaknya pada kebutuhan kedalaman terhadap LWS. L berth = n x Loa + ( n - 1 ) 15,00 + (2 x 25 ,00) n
= Jumlah Kapal (Tahun 2011 berjumlah 1 berth)
Loa = Panjang Kapal (Kapal 5000 DWT : 103 m) Maka: L berth = 1 x 103 + (1 – 1)*15.00 + (2*25.00) = 153 meter Panjang Berth yang dibutuhkan 153 meter.
2. LEBAR JETTY (LEBAR BERTH) Analisa Lebar Dermaga ini sangat erat kaitannya dengan lebar truk dan jarak aman yang digunakan. 9|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
B berth = (2 x Lebar Truk) + (3 x Jarak Aman) Lebar Truk = 2,3 m Jarak Aman = 0.5 m Maka: B berth = (2 x 2.3) + (3 x 0.5) = 6.1 m Lebar Berth yang dibutuhkan minimal 6.1 meter. Digunakan 10 m 3. DIMENSI TRESTLE Trestle adalah penghubung antara Cosway ke dermaga. Panjang trestle sangat dipengaruhi oleh garis sungai saat surut ke arah sungai, yaitu 200 m. Sedangkan lebar Trestle menggunakan acuan lebar dermaga yaitu 10 m. 4. DIMENSI COSWAY Cosway adalah penghubung antara tepi darat ke tepi Sungai. Panjang Cosway adalah 200 m. Sedangkan lebar Cosway menggunakan acuan lebar dermaga yaitu 10 m. 5. GUDANG Gudang digunakan sebagai tempat penyimpanan. Pada Pelabuhan ini membutuhkan Gudang dengan ukuran standar minimal gudang yaitu lebar gudang 60 meter dengan panjang sama 60 meter. Dibuat dalam 2 unit, sehingga Total 120 x 60 m2. 6. LAPANGAN PENUMPUKAN Lapangan penumpukan digunakan sebagai tempat Penumpukan Cargo sebelum dan sesudah Bongkar Muat. Pada Pelabuhan ini membutuhkan lapangan Bongkar Muat dengan ukuran Luas yaitu 15.000 m2. 7. KANTOR ADMINISTRASI Kantor administrasi memerlukan bangunan yang terpisah atau mandiri, menggunakan ukuran panjang 120 m dan lebar 60 meter. 8. LAPANGAN PARKIR Lapangan Parkir ini diperlukan untuk Parkir Truk pengangkut, kendaraan pegawai dan pemilik cargo (pengunjung), maka dibutuhkan ukuran panjang 240 m dan lebar 40 m.
10 | K o n s t r u k s i a
Analisis Kelayakan Kebutuhan Pelabuhan dan Keselamatan Pelayaran (Hermawati dan Haryo)
9. PRASARANA: JALAN DALAM PELABUHAN, LAMPU PENERANGAN, BAK PENAMPUNGAN, PAGAR PENGAMAN, TALUD, DRAINASE DAN POS KEAMANAN Kebutuhan prasarana ini diperlukan dalam mempermudah akses, keamanan dan kenyamanan didalam kompleks pelabuhan.
Gambar 5. Modelisasi Pelabuhan Sungai Bian, Merauke
ANALISIS KELAYAKAN LINGKUNGAN Kelayakan pembangunan pelabuhan dilihat dari aspek lingkungan adalah bahwa pelaksanaan pembangunan suatu pelabuhan dan pengoperasiannya tidak mengganggu lingkungan. Lingkungan dapat berupa lingkungan alam (biotis dan abiotis), lingkungan sosial dan ekonomi. Untuk itu, kajian kelayakan pelabuhan ditinjau dari aspek lingkungan perlu difokuskan pada isu-isu lingkungan seperti yang disebutkan berikut ini :
Perusakan Hutan (deforestation) Penggundulan Lahan (Land Desertification) Penurunan Kualitas Lahan/Degradasi Lahan dan Rendahnya Produksi Pertanian Hilangnya Keanekaragaman Hayati (Loss of Biodiversity) Polusi Udara dan Suara Masalah Pembuangan Limbah Menurunnya Sumber-sumber Energi Urbanisasi Tanah Longsor, Bencana Banjir dan Kekeringan Penurunan Sumberdaya Laut dan Pantai Polusi Laut. Perusakan dan Penggundulan hutan
11 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS 1. TOPOGRAFI DAN BATHIMETRI Lokasi Pelabuhan Bian terletak pada 8o 06’ 05”LS dan 139o 59’ 30” BT ini, memiliki kondisi Topografi yang cenderung landai terhadap tepi sungai dan masih terkena pengaruh pasang surut, maka diperlukan pematangan (Reklamasi). Kedalaman untuk area BIAN mulai dari ambang luar, sampai dengan rencana lokasi Pelabuhan Bian tidak ada kendala, mengingat alur ini duduk tengahnya berada pada 3,4 meter (LWS), dengan Air pasang tertinggi adalah 5.0 meter, sehingga Kapal Kargo 5000 DWT dengan Draft 6.8 meter, dapat melaluinya, dengan syarat pada saat air pasang sekurang kurangnya 4.4 meter. 2. GELOMBANG Berdasarkan data angin yang direkam secara berkala, parameter gelombang permuakaan merupakan hasil analisis tinggi gelombang signifikan dari gaya yang ditimbulkan oleh angin. Pada bulan januari tinggi gelombang di sepanjang pantai selatan Papua berkisar antara 0.2-1.2 m, sedangkan di perairan lepas pantai tinggi gelombang signifikan dapat mencapai 1.8 m. Secara umum tinggi gelombang signifikan pada musim barat dan timur lebih tinggi bila dibandingkan dengan musim pancaroba. Pada bulan juni awal musim timur tinggi gelombang signifikan cukup tinggi dapat mencapai 2.0 m. Daerah Pelabuhan Bian ini relatif aman terhadap terjangan ombak mengingat ada halangan Gosong +2.1 m dan lokasi Pelabuhan yang jauh dari bibir pantai, dari hilir masuk lebih kurang 2 km. 3. GEMPA Kabupaten Merauke sendiri termasuk daerah yang tergolong aman dari gempa bumi atau kategori lemah hingga stabil bersama dengan Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fak Fak dan bagian tubuh kepala burung bagian selatan, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Mappi. Berdasarkan peraturan gempa Indonesia (SNI.03-1726-2002), lokasi Merauke ini terletak pada zona gempa 1, atau zona 6 (SKBI – 1.3.53. 1987) yang sering disebut Zona Nol (Tidak pernah terjadi Gempa). Konstruksi pelabuhan di Sungai Bian menjadi sangat aman. 4. ANGIN
Sumber: Data Iklim BMKG Merauke 12 | K o n s t r u k s i a
Analisis Kelayakan Kebutuhan Pelabuhan dan Keselamatan Pelayaran (Hermawati dan Haryo)
13 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
Pada musim timur (Juni, Juli dan Agustus), angin bertiup secara tegas dari arah tenggara. Diantara dua musim tersebut, Musim peralihan satu (Maret, April dan Mei) dan Peralihan dua (September, oktober dan November), arah angin terlihat bervariasi. Kondisi Angin yang memiliki pola yang ditunjukkan Windrose itu dapat digunakan sebagai referensi pelayaran. Angin dengan kecepatan 6 Knot ini tercatat pada area perairan laut. Angin terbesar hanya ditunjukkan pada bulan-bulan tertentu yaitu April dan bulan September. Pada lokasi Pelabuhan Bian, tidak berpengaruh besar, terutama saat kapal sandar, karena lokasi yang jauh dari pergerakan angin ekstrim yang ditunjukkan di Laut Arafura. 5. PASANG SURUT DAN ARUS Kedalaman untuk area BIAN mulai dari ambang luar, sampai dengan rencana lokasi Pelabuhan Bian tidak ada kendala, mengingat alur ini duduk tengahnya berada pada 3,4 meter (LWS), dengan Air pasang tertinggi adalah 5.0 meter, sehingga Kapal Kargo 5000 DWT dengan Draft 6.8 meter, dapat melaluinya, dengan syarat pada saat air pasang sekurang kurangnya 4.4 meter. Di lepas pantai Laut Arafura arus bergerak ke barat-barat daya setelah bertemu dengan massa air dari Laut Arafura bagian utara. Di beberapa lokasi terlihat terbentuk arus pusaran (eddys). Arus pasang surut paling cepat terlihat di celah yang terbentuk oleh daratan utama Papua dan Kepulauan Aru. Namun besarnya arus laut ini hanya berpengaruh pada terbentuknya beberapa Gosong yang terletak di muara sungai, namun tidak mengganggu alur pelayaran karena gosong cenderung tetap. 6. ABRASI, SEDIMENTASI DAN BANJIR Rencana Pelabuhan Merauke di Sungai Bian ini terletak jauh dari tepi pantai, dimana pola abrasinya cenderung menyisir pantai, sehingga relatif aman sebagai lokasi Pelabuhan. Faktor sedimentasi tersebut diperkirakan tidak terlalu tinggi, mengingat di daerah hulu tidak ada kegiatan penebangan hutan berkapasitas tinggi dan kondisi alur yang ada adalah hasil kegiatan alami, sehingga letak Gosong tidak berpindah dari tahun ke tahun. Lokasi Bian ini menjadi relatif aman bagi pelayaran akibat pendangkalan alur. 7. GEOLOGI Komposisi bahan induk batuan yang terkandung di wilayah Kabupaten Merauke didominasi oleh lapisan batuan Alluvium yang terdapat sebesar 61.5% atau 2.859.935,53 ha yang tersebar di bagian Barat, Tengah dan Selatan Kabupaten Merauke. Dominasi berikutnya adalah bahan induk batuan sedimen yaitu seluas 1.319.190,98 ha atau 28,4% dari total kandungan bahan induk di wilayah Kabupaten Merauke. Lapisan induk batuan sedimen ini terdapat di bagian tengah dan Utara Kabupaten Merauke. Kandungan bahan induk organik sisanya seluas 472.217,35 ha atau 10,2% terletak di antara sedimen dan Aluvium. Dari uraian tersebut karena tanah cenderung aluvial dan tanah lunak, maka tidak 14 | K o n s t r u k s i a
Analisis Kelayakan Kebutuhan Pelabuhan dan Keselamatan Pelayaran (Hermawati dan Haryo)
ada calon pembentuk karang pada tepi pantai atau tepi sungai. Kondisi tersebut cenderung aman bagi pelayaran.
ANALISIS KEAMANAN DAN KESELAMATAN PELAYARAN Merujuk pada UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Bab VIII Pasal 116 yang membahas tentang Keselamatan dan Keamanan Pelayaran disebutkan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan angkutan perairan, pelabuhan serta perlindungan lingkungan maritim. Selanjutnya yang berkaitan dengan keselamatan pelabuhan adalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam menguji kelayakan keselamatan pelabuhan dalam rencana pembangunan pelabuhan di Kabupaten Merauke ini. Dalam Pasal 120 tentang Keselamatan dan keamanan Pelabuhan mengamanatkan bahwa pembagunan dan pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan tetap memperhatikan keselamatan dan keamanan kapal yang beroperasi di pelabuhan, bongkar muat barang dan naik turun penumpang serta keselamatan dan keamanan pelabuhan.
KESIMPULAN Dari hal tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa lokasi rencana pelabuhan di Kabupaten Merauke ini mampu memenuhi persyaratan tersebut yaitu antara lain terpenuhinya poinpoin pada aspek teknis yang secara langsung mengacu kepada aspek keselamatan dan keamanan pelayaran. Selain itu kondisi alam yang dapat dikatakan layak memenuhi aspek keselamatan dan keamanan pelayaran terlihat pada beberapa poin penting di bawah ini: a.
Kedalaman perairan di dermaga terhadap LWS, yaitu dengan kedalaman -3.4 m LWS yang berjarak 200 meter dari garis sungai. Mengingat draft kapal rencana untuk kapal 5000 DWT dengan 6,80 meter (full load draft), maka Kapal memasuki perairan pelabuhan pada saat pasang sekurang-kurangnya 4,4 meter. Pasang surut di daerah Merauke bersifat harian, maka kapal dapat menunggu saat terjadinya air pasang pada hari yang sama. Kondisi delay kapal dapat diprediksi karena posisi pasang lebih sering terjadi dibandingkan saat surutnya.
b.
Ketinggian ombak/gelombang tidak berpengaruh langsung pada saat kapal sandar, mengingat lokasi 2 km dari garis pantai menuju hulu.
c.
Faktor sedimentasi tersebut diperkirakan tidak terlalu tinggi, mengingat di daerah hulu tidak ada kegiatan penebangan hutan berkapasitas tinggi dan kondisi alur yang ada adalah hasil kegiatan alami, sehingga letak Gosong tidak berpindah dari tahun ke tahun.
d.
Berdasarkan peraturan gempa Indonesia (SNI.03-1726-2002), lokasi Merauke ini terletak pada zona gempa 1, atau zona 6 (SKBI – 1.3.53. 1987) yang sering disebut 15 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
Zona Nol (Tidak pernah terjadi Gempa). Konstruksi pelabuhan di Sungai Bian menjadi sangat aman. e.
Tanah cenderung aluvial dan tanah lunak, maka tidak ada calon pembentuk karang pada tepi pantai atau tepi sungai. Kondisi tersebut cenderung aman bagi pelayaran.
f.
Kondisi Angin yang memiliki pola yang ditunjukkan Windrose itu dapat digunakan sebagai referensi pelayaran. Angin dengan kecepatan 6 Knot ini tercatat pada area perairan laut. Angin terbesar hanya ditunjukkan pada bulan-bulan tertentu yaitu April dan bulan September. Pada lokasi Pelabuhan Bian, tidak berpengaruh besar, terutama saat kapal sandar, karena lokasi yang jauh dari pergerakan angin ekstrim yang ditunjukkan di Laut Arafura.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lokasi rencana pelabuhan di Sungai Bian, Kabupaten Merauke ini layak secara keamanan dan keselamatan pelayaran.
DAFTAR PUSTAKA Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Theusen Fabrycky, Engineering Economy, 1995 Departemen Perhubungan, Transport in Indonesia, 1999 Schweyer H.E, Process Engineering Economics, 1998
16 | K o n s t r u k s i a
Implementasi “Intelligent Transportation System (ITS)” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi S.)
IMPLEMENTASI ”INTELLIGENT TRANSPORTATION SYSTEM (ITS)” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI DKI JAKARTA Oleh: Rusmadi Suyuti PusatTeknologiIndustridanSistemTransportasi – BPPT dan Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK: Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di DKI Jakarta. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas adalah melalui aplikasi teknologi Intelligent Transportation System (ITS).Tulisan ini memberikan beberapa potensi penerapan teknologi ITS di DKI Jakarta dalam jangka pendek. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap strategi untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta dan aplikasi bidang sistem informasi di beberapa aspek, maka usulan penerapan teknologi ITS pada jangka pendek ditujukan untuk melakukan integrasi dan optimasi terhadap aplikasi yang sudah ada saat ini. Pendekatan ITS dalam mengatasi kemacetan lalu lintas diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat serta stakeholder terkait dengan transportasi (Dinas Perhubungan, Kepolisian, Dinas Pekerjaan Umum, Perguruan Tinggi, dll) dalam meningkatkan pelayanan transportasi di wilayahnya dan juga mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.Implementasi ITS tersebut juga harus dibarengi dengan upaya lain untuk mengatasi kemacetan lalu lintas seperti penerapan sistem angkutan umum massal, peningkatan kapasitas jaringan transportasi serta kebijakan pendukung lainnya. Katakunci: estimasi
intelligent transport system, pemodelan transportasi, matriks asal-tujuan, metode
ABSTRACT: Traffic congestion is the main problem occured in DKI Jakarta. One of the solution to reduce the level of congestion is using application of Intelligent Transportation System (ITS) Technology. This paper gives several options for applying ITS technology in DKI Jakarta for short time application. Based on review for traffic congestion strategy in Jakarta and information system application for several aspects, the ITS application technology proposed is dedicated for integration and optimation of the existing ITS application. ITS approach for solving traffic congestion hopefully can be used by people, road user and involved stakeholder (Communication Agency, Police, Public Works Agency, University, etc) in order to improve transportation services in their respective region. ITS implementation should be integrated with other tools for solving traffic congestion such as: mass transportation system implementation, transportation network capacity expansion and other supporting transportation policy. Keywords : intelligent transport system, transportation modelling, origin-destinantion matrix, estimation method
PENDAHULUAN Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia termasuk di DKI Jakarta. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta
17 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
pada tahun 2010 besaran kerugian akibat kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta telah mencapai Rp. 45,2 trilyun per tahun. Penyebab utama terjadinya kemacetan lalu lintas adalah karena tidak seimbangnya demand dan supply yaitu pertumbuhan jumlah kendaraan dengan kapasitas prasarana transportasi (jaringan jalan dan jaringan angkutan umum) yang ada. Sebagai contoh pertumbuhan panjang jalan di DKI Jakarta sebesar 0,01% per tahun sedangkan pertumbuhan kendaraan bermotor mencapai 9,5% per tahun. Pertambahan kendaraan bermotor sebesar 1.117 per hari (220 mobil dan 897 motor). Upaya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas tersebut menurut Pola Transportasi Makro DKI Jakarta dapat dilakukan melalui 3 (tiga) strategi, yaitu: pengembangan sistem angkutan umum massal, pembatasan lalu lintas (seperti: 3-in-1, electronic road pricing, dll) dan peningkatan kapasitas jaringan (seperti: pengembangan jaringan jalan, ATCS, dll). Teknologi Intelligent Transportation System (ITS) merupakan teknologi yang baru berkembang beberapa tahun terakhir untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di beberapa negara maju. Aplikasi ITS di DKI Jakarta saat ini masih dilakukan secara parsial dan belum terintegrasi menjadi satu kesatuan sistem yang utuh. Tujuan tulisan ini adalah menyampaikan beberapa prospek penerapan ITS di DKI Jakarta yang dapat dilakukan dalam jangka pendek untuk mengurangi kemacetan lalu lintas. Untuk tahap awal, usulan aplikasi ITS yang dapat dilakukan adalah melalui integrasi terhadap sistem yang telah ada.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INTELLIGENT TRANSPORTATION SYSTEM (ITS) Secara umum, teknologi ITS yang telah berkembang di dunia terdiri dari: 1. Advance Navigation System/Advanced Traveller Information System Tujuannya adalah untuk panduan kendaraan untuk mendapatkan rute jalan yang optimal. Umumnya berbentuk peta digital berbasis Geographic Information System (GIS). Beberapa contoh aplikasi adalah sebagai berikut:
Bus Information System On Board GPS Gambar 1. GPS dan BIS 18 | K o n s t r u k s i a
Implementasi “Intelligent Transportation System (ITS)” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi S.)
2. Advance Traffic Management System Aplikasi ini memberikan informasi real time tentang lalu lintas kepada pengguna jalan. Disamping itu juga memberi informasi jika terjadi hambatan/kecelakaan pada rute yang ditempuh. Input data diperoleh dari: CCTV, traffic analyzer, traffic counter, dsb. Sedangkan outputnya melalui: Variable Message Sign (VMS), radio, call centre, dsb. Beberapa contoh aplikasi adalah sebagai berikut:
VMS
CCTV
Mendeteksi Arus Lalu Lintas
Gambar 2. Traffic Management System 3. Incident Management System Aplikasi ini digunakan untuk mendeteksi kejadian darurat seperti kecelakaan, longsor/bencana lainnya. Sensor pada traffic management system akan memberikan informasi berupa tingkat kecelakaan, jumlah ambulan yang diperlukan, tenaga medis yang harus dikirim, dsb. Informasi duteruskan otomatis ke rumah sakit, pemadam kebakaran, dsb. Contoh aplikasi adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Incident Management System
19 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
4. Electronic Toll Collection Aplikasi ini bertujuan untuk mempersingkat waktu transaksi pembayaran pengguna sarana transportasi. Pembayaran secara elektronis tanpa menggunakan uang tunai. Contoh aplikasi adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Penggunaan System E-toll Card 5. Advance For Save driving Pada aplikasi ini kendaraan dilengkapi sejumlah sensor yang mengarahkan pengemudi berkendara dengan aman. Manfaat dari sensor dan komputer pada kendaraan adalah memberitahukan kepada pengemudi apabila tanpa sengaja pengemudi melakukan hal-hal: jarak dengan kendaraan lain terlalu dekat, berada di lajur jalan yang salah, kecepatan terlalu tinggi.
Gambar 5. Tampilan Advance For Save Driving
6. Advanced Bus Information System Aplikasi ini dapat memberikan informasi waktu kedatangan bus. Disamping itu juga dapat mengendalikan sistem angkutan umum secara terpusat (fleet management). 20 | K o n s t r u k s i a
Implementasi “Intelligent Transportation System (ITS)” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi S.)
Gambar 6. Advance BIS
RENCANA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DI DKI JAKARTA UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS Rencana pengembangan transportasi di DKI Jakarta telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomer 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro. Didalam Pergub tersebut disebutkan bahwa perencanaan pengembangan sistem transportasi terdiri dari: a.
Pengembangan sistem angkutan umum bus;
b.
Pengembangan sistem angkutan umum massal;
c.
Pengembangan sistem jaringan jalan;
d.
Pengembangan sistem angkutan jalan rel;
e.
Pengembangan sistem transportasi alternatif berupa pengembangan angkutan sungai;
f.
Pengembangan kebijakan pendukung.
Pelaksanaan pengembangan kebijakan pendukung dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a.
Penerapan Transportation Demand Management (manajemen permintaan lalu lintas);
b.
Pengembangan sistem informasi dan kendali lalu lintas;
c.
Pengembangan fasilitas pejalan kaki (pedestrianisasi).
Didalam Pergub tersebut tidak disebutkan secara khusus penanganan transportasi di DKI Jakarta melalui pendekatan Intelligent Transportation System (ITS). Penerapan Transportation Demand Management dan sistem informasi lalu lintas memang merupakan bagian dari ITS, tetapi sebaiknya pengembangan ITS harus dilakukan secara terintegrasi dalam suatu sistem. Sehingga perlu dibuat secara khusus tentang road map dan grand 21 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
strategy pengembangan ITS yang merupakan kebijakan pendukung bagi pola transportasi makro di DKI Jakarta. Aplikasi ITS selain berkaitan dengan aspek supply (sistem jaringan transportasi) juga terkait dengan aspek demand (TDM). ITS DI DKI JAKARTA Beberapa aplikasi ITS telah dilakukan di wilayah DKI Jakarta meskipun baru secara parsial dan belum terintegrasi dalam suatu sistem. Aplikasi-aplikasi tersebut diantaranya adalah: 1. Sistem GPS pada Taksi Sistem GPS pada taksi telah dioperasikan oleh beberapa operator taksi di DKI Jakarta. Salah satu diantaranya adalah oleh perusahaan taksi blue bird. Aplikasi sistem GPS untuk blue bird dilakukan untuk keperluan taxi dispatch dan taxi distribution. Proses taxi dispatch dapat dilakukan melalui telepon seluler untuk melihat posisi pengguna jasa dan ketersedian taxi yang berada di sekitar lokasi.
Gambar 7. Aplikasi Sistem GPS Pada Taxi Dispatching dan Taxi Distribution Sistem informasi taksi tersebut dapat dikembangkan aplikasinya menjadi sistem informasi kecepatan lalu lintas rata-rata pada suatu ruas jalan. Informasi yang bisa didapat pada sistem GPS adalah data kecepatan, dengan data posisi taksi yang tersebar ke seluruh wilayah kota, maka bisa diperoleh kecepatan rata-rata pada tiap ruas jalan di wilayah kota tersebut. 2. Sistem GPS Pada Bus TransJakarta Sebagian besar Bus Transjakarta yang beroperasi di DKI Jakarta saat ini sudah dilengkapi dengan sistem GPS. Hanya saja pemanfaatan GPS tersebut belum optimal digunakan dalam meningkatkan pelayanan bus TransJakarta. Sistem GPS yang ada belum dimanfaatkan untuk fleet management bus transjakarta.
22 | K o n s t r u k s i a
Implementasi “Intelligent Transportation System (ITS)” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi S.)
Gambar 8. Aplikasi Sistem GPS Pada Bus Transjakarta 3. Area Traffic Control System (ATCS) pada beberapa Simpang ATCS digunakan sebagai sistem kendali lalu lintas dipersimpangan yang mengintegrasikan waktu siklus pada beberapa persimpangan di suatu wilayah perkotaan sehingga dapat menghasilkan delay yang minimum. ATCS sudah dioperasikan di DKI hanya saja masih terdapat kendala diantaranya input lalu lintas masih berupa manual dan belum melihat kondisi lalu lintas secara real time.
Gambar 9. Area Traffic Control System (ATCS) 4. Traffic Management Centre di Kepolisian dan Instansi Terkait Lainnya Saat ini beberapa instansi di DKI Jakarta telah menerapkan sistem pemantau lalu lintas, seperti: Kepolisian, Bappeda DKI, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, PT. Jasa Marga sebagai pengelola jalan tol serta pihak swasta lainnya. Kondisi saat ini sistem tersebut belum terintegrasi satu sama lain. Disamping itu fungsi yang digunaka hanya sebagai kamera pemantau (CCTV) kondisi lalu lintas. Seharusnya
23 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
sistem itu dapat dikembangkan menjadi suatu sistem informasi kondisi arus lalu lintas real time yang terintegrasi antar instansi terkait. 5. E-toll card untuk transaksi pembayaran di jalan tol E-toll card saat ini juga sudah diimplementasikan oleh PT. Jasa Marga pada beberapa ruas jalan tol di Jabodetabek. Sistem ini bertujuan mempercepat transaksi pembayaran di gardu tol dengan menggunakan sistem touch and go yang tanpa menggunakan bantuan petugas pengumpul tol.
Gambar 10. e-Toll card system di Jalan Tol Kondisi saat ini sistem tersebut sering rusak sehingga tujuan utamanya untuk mengurangi waktu transaksi pembayaran belum sepenuhnya tercapai. REKOMENDASI IMPLEMENTASI ITS DI DKI JAKARTA Berdasarkan kendala yang dihadapi serta kondisi aplikasi yang sudah ada saat ini, maka penulis mengusulkan beberapa aplikasi ITS yang mungkin bisa diterapkan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta. Penerapan teknologi ini tidak memerlukan biaya yang mahal karena aplikasi dasarnya sudah diterapkan saat ini. Beberapa aplikasi ITS yang direkomendasikan di DKI Jakarta adalah meliputi: 1. Real-Time Traffic Information System (RTTIST) Teknologi RTTIS memanfaatkan data dari ATCS yang saat ini sudah ada untuk diolah menjadi suatu sistem informasi kondisi lalu lintas bagi pengguna jalan. Dengan sistem ini pengguna jalan akan dapat mengetahui rute mana yang terbaik untuk dilalui sepanjang perjalanannya. Proses diseminasi dapat dilakukan dalam bentuk Variable Message Sign (VMS), melalui mobile tv, telpon seluler maupun lewat call centre dan sms. Aplikasi ini disajikan dalam Website yang dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan (baik numerik maupun grafis) sehingga dapat langsung diakses dan digunakan oleh para pengguna (Bappeda, DLLAJ, Konsultan, Bina Marga, Departemen Perhubungan, Polantas, dan instansi terkait lainnya) melalui fasilitas internet.
24 | K o n s t r u k s i a
Implementasi “Intelligent Transportation System (ITS)” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi S.)
Gambar 11. Teknologi Real Time Traffic Information System 2. Advanced Bus Information System Aplikasi advanced bus information system dilakukan melalui integrasi terhadap sistem GPS pada bus transjakarta yang saat ini sudah diinstall di sebagian besar bus. Sistem GPS tersebut perlu dihubungkan satu sama lain dan bermuara pada suatu public transport control centre. Aplikasi yang bisa dilakukan adalah berupa fleet management terhadap bus transjakarta, informasi lama waktu kedatangan bus berikutnya baik melalui papan pengumuman / display pada halte atau melalui telepon seluler. 3. Parking Space Information System Beberapa pengelola gedung parkir khususnya di pusat perbelanjaan / mall saat ini sudah menggunakan sistem informasi ketersediaan ruang parkir. Hanya saja saat ini sistem informasi tersebut saat ini belum terintegrasi antara satu gedung dengan gedung lainnya. 25 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Dengan menyusun sistem informasi ketersediaan ruang parkir yang terintegrasi, ada beberapa manfaat yang diperoleh, yaitu: mengurangi panjang perjalanan pengguna jalan, mengurangi kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan di sekitar lokasi pusat perbelanjaan. 4. Electronic-Law Enforcement Aplikasi ini dapat digunakan diantaranya untuk melakukan penindakan secara elektronik bagi pelanggaran lampu lalu lintas, pelanggaran jalur busway, pelanggaran yellow box, dsb. Proses ini juga mengurangi terjadinya transaksi ”damai” dalam proses penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas karena prosesnya dilakukan secara elektronik. DAFTAR PUSTAKA 1. Suyuti, R. (2006) Estimasi Model Kebutuhan Transportasi Berdasarkan Informasi Data Arus Lalu Lintas Pada Kondisi Pemilihan Rute Keseimbangan. Disertasi Doktor Institut Teknologi Bandung (ITB). 2. Tamin, O.Z. (1988) The Estimation of Transport Demand Models From Traffic Counts. PhD Dissertation of the University of London, University College London. 3. Tamin, O.Z. and Willumsen, L.G. (1988) Transport Demand Model Estimation From Traffic Counts. Journal of Transportation, UK. 4. Tamin, O.Z., Sjafruddin, A. dan Hidayat, H (1999) Dynamic Origin-Destination (OD) Matrices Estimation From Real Traffic Count Information. 3rd EASTS Conference Proceeding, Taipei 15 – 17 September 1999, hosted by Chinese Institute of Transportation, Taipei. 5. Tamin, O.Z. (2000) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi 2, Penerbit ITB, Bandung. 6. Tamin, O.Z. etal (2001) Dynamic Origin-Destination (OD) Matrices Estimation From Real Time Traffic Count Information, Laporan Akhir, Graduate Team Research Grant, Batch IV, University Research for Graduate Education (URGE) project. 7. Tamin, O.Z. (2005) Pengembangan Sistem Informasi Arus Lalu Lintas Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Transportasi di Kota Bandung, Laporan Akhir Program Riset ITB. 8. Willumsen, L.G. (1981) An Entropy Maximising Model for Estimating Trip Matrices From Traffic Counts, PhD Thesis, Department of Civil Engineering, University of Leeds.
26 | K o n s t r u k s i a
Analisa Lendutan dan Distribusi Gaya Lateral Monotonik Pada Pondasi Tiang Kelompok (Irza A.)
ANALISA LENDUTAN DAN DISTRIBUSI GAYA LATERAL AKIBAT GAYA LATERAL MONOTONIK PADA PONDASI TIANG KELOMPOK
Oleh: Irza Ahmad Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Negeri Jakarta E-mail :
[email protected] ABSTRAK: Dalam penelitian ini diawali dengan pembahasan tiang tunggal karena merupakan dasar untuk interaksi dua tiang yang akan dikembangkan menjadi analisa pondasi tiang kelompok, dengan menggunakan metode Elastis dan metode Penyederhanaan Perhitungan Gaya Horisontal. Kedua metode ini digunakan untuk beban dan jarak antar tiang yang bervariasi. Kesimpulannya bahwa tiang pada sudut menanggung beban lebih besar dari yang di tengah dan distribusi gaya untuk masingmasing tiang semakin merata serta lendutan yang terjadi makin kecil dengan bertambahnya jarak antar tiang. Kata Kunci: lendutan, monotonik, gaya lateral, pondasi tiang ABSTRACT: This research begins with the discussion on single pile because it is basic interaction of inter two piles. The research will be developed to analyze the pile foundation group by using elastic and simplified methods. Both methods are applied for different load and different distances. It can conclude that : (1) the pile on the corner gels greater load than the one in the middle (2) the distribution of force for each pile will be the same and the deflection will become smaller. Keyword: deflection, monotonic, lateral force, pile foundation
PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk bangunan tinggi perlu dijamin keamanannya baik itu kestabilan konstruksi bangunan maupun pondasi bangunan tersebut. Khusus untuk bangunan tinggi pondasi Dangkal tidak mungkin lagi, sehingga digunakan pondasi tiang pancang sebagai alternatif pemilihan pondasi yang harus memenuhi syarat kestabilan suatu konstruksi yang ditinjau dari pembebanan vertikal, lateral dan momen yang bekerja pada pondasi tersebut. Untuk perencanaan pondasi tiang pancang terhadap gaya lateral, kriteria perencanaan tidak saja terletak pada kapasitas gaya lateral dan mutu dari tiang pancang tersebut, tetapi yang paling penting adalah maksimum lendutan horisontal yang akan menjadi masalahnya. Besarnya lendutan horisontal tergantung pada model struktur di atasnya, dimana lendutan horisontal bertoleransi lebih besar pada bangunan yang tidak terlalu tinggi tetapi toleransi akan lebih kecil untuk bangunan yang lebih tinggi, karena semakin tinggi bangunan maka efek gaya horisontal semakin berpengaruh. Pada konstruksi bangunan tinggi, kemampuan dari pondasi tiang dan tanah sebagai media untuk menahan beban horisontal dan momen sering menjadi faktor utama yang menentukan kestabilan atau kegagalan dari bangunan di 27 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
atasnya. Jadi interaksi tanah terhadap tiang akibat gaya horisontal merupakan salah satu faktor utama. Adapun secara teoritis diketahui bahwa kegagalan suatu pondasi tiang terhadap beban lateral dan momen pada umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu : 1.
Beban yang bekerja menyebabkan kegagalan strukturil pondasi tiang itu sendiri (terjadi momen maksimum yang lebih besar dari momen kapasitas tiang). (Poulos, 1980)
2.
Beban lateral yang bekerja mengakibatkan kegagalan tanah di sekitar pondasi tiang tersebut, yang mengakibatkan timbulnya lendutan lateral yang melampaui batas ijin, kegagalan ini disebabkan terlampauinya daya dukung tanah terhadap gaya horisontal.
Sifat-sifat parameter tanah ini sangat beraneka ragam, mempunyai kelakuan khusus dan berbeda terhadap masing-masing jenis pondasi tiang seperti : tiang pancang baja, tiang bor, tiang prestres dan lain-lain, maka kita harus menganalisa pondasi tiang dan tanah satu kesatuan sistem yang saling berinteraksi. Secara umum pondasi tiang pemikul beban lateral pada pondasi tiang kelompok ini, dalam penelitian ini pondasi dalam bentuk kelompok tiang dengan didahului pembahasan tentang tiang tunggal, yang merupakan analisa awal terhadap dua tiang dan ini dijadikan pedoman superposisi untuk tiang yang lebih banyak. Identifikasi Berdasarkan latar belakang permasalahan yaitu pondasi tiang kelompok maka dapat didefinisikan beberapa masalah sebagai berikut:
Bagaimana pendistribusian gaya literal yang terjadi pada masing-masing tiang dalam kelompok tiang?
Bagaimana lendutan horizontal yang terjadi akibat beban horizontal secara monotonic pada pondasi tiang gabungan?
Apakah ada pengaruh lendutan horisontal yang terjadi akibat perubahan jarak antara tiang pada pondasi tiang gabungan?
Pembatasan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah diidentifikasikan di atas maka penganalisaan tentang pondasi tiang gabungan ini akan dibatasi kepada:
Penganalisaan ini hanya dilakukan dengan dua metode yaitu: metode elastis dan metode penyederhanaan (gabungan metode elastis dengan metode kurva P-Y)
Pembahasan hanya pada pondasi tiang gabungan 3 x 3 (9 buah tiang yang masingmasing jaraknya sama)
28 | K o n s t r u k s i a
Analisa Lendutan dan Distribusi Gaya Lateral Monotonik Pada Pondasi Tiang Kelompok (Irza A.)
Pondasi tiang gabungan ini hanya menerima beban horisontal statik yang bertambah sedikit demi sedikit, bukan beban dinamik.
Pondasi tiang gabungan dianggap kuat untuk menahan beban vertikal.
Pondasi tiang yang di analisa adalah tiang dengan kepala terjepit.
Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka perumusan masalah adalah : 1.
Bagaimana hubungan antara pembebanan dengan lendutan tiang gabungan yang disebabkan oleh pembebanan gaya horizontal secara mononik
2.
Apakah dengan merubah jarak antara tiang pada pondasi tiang gabungan yang akan didapat grafik seperti point 1 dan 2 pondasi tersebut masih dapat memenuhi syarat.
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR Gaya Lateral Terhadap Tiang Pancang Analisa gaya lateral pada pondasi tiang merupakan salah satu analisa yang dibutuhkan dalam mengoreksi lendutan horisontal pada pondasi tiang, jadi pada analisa ini gaya lateral dan momen yang terjadi pada kepala tiang bukanlah menjadi masalah yang utama, melainkan lendutan akibat gaya lateral dan momen yang diperhitungkan sehingga diharapkan lendutan yang terjadi cukup kecil. Pada analisa ini diperhitungkan terjadi pada : 1.
Macam-macam kondisi kepala tiang.
Kepala tiang merupakan kepala terjepit (fixed headed piles). Dimana kepala-kepala tiang ini diikat pada poer sehingga menjadi satu kesatuan, lendutan yang terjadi pada seluruh tiang adalah sama.
Kepala tiang merupakan kepala bebas (free head piles) Dalam analisa pondasi tiang gabungan ini kepala tiang bebas tidak dibahas.
2.
Kondisi tanah yang ada :
Tanah seragam (uniform)
Tanah tidak seragam (non uniform)
Mekanisme keruntuhan tiang akibat gaya lateral pada Pondasi tiang pada tanah kohesif. Untuk tiang pada tanah kohesif Brom (1964) memberikan beberapa asumsi sebagai dasar penyederhanaan hitungan, yaitu :
Tekanan tanah ultimit yang terjadi adalah: Pu = 9 Cu
29 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Distribusi tekanan tanah dari muka tanah sampai pada kedalaman 1.5 d, diasumsikan = 0, dan dibawah kedalaman ini mempunyai harga yang konstan yaitu : 9 Cu.
Daya dukung tanah pada ujung bawah tiang diabaikan.
Analisa Gaya Literal pada Tiang Tunggal Pada analisa tuang tunggal ini dibahas metode Elastis, metode Kurva p – y, metode Penyederhanaan. Pada analisa ini yang menjadi dasar pembahasan gaya literal pada pondasi tiang adalah persamaan deferensial momen (Timoshenko dan Mac Cullough, 1949), persamaan itu adalah sebagai berikut: (EI)
d²y M dx ²
dimana : E
=
Modules elastis balok
I
=
Momen inersia balok
y
=
Lendutan literal balok
x
=
Jarak sepanjang aksial balok
M
=
momen balok terhadap sumbu x
Persamaan di atas dirumuskan dimana balok terletak pada pondasi elastis tanah, sehingga didapat persamaan sebagai berikut:
d4y p (EI) dx 4 dimana : p
=
Reaksi tanah persatuan panjang balok
Metode Elastis Analisa tiang pancang dengan metode Elastis ini, tanah diasumsikan sebagai media homogen, isotropis yang terdiri dari material elastis. Dimana tiang tersebut diasumsikan sebagai tiang vertikal yang tipis dengan lebar d dan panjang L, dengan menganggap bahwa seluruh tiang yang tertanam di bagi menjadi elemen-elemen, setiap elemen dengan panjang S, kecuali ujung atas dan ujung bawah adalah sepanjang ½. Diperlihatkan pada gambar 1
30 | K o n s t r u k s i a
Analisa Lendutan dan Distribusi Gaya Lateral Monotonik Pada Pondasi Tiang Kelompok (Irza A.)
Gambar 1 Gaya yang terjadi pada tiang tunggal dibebani gaya horisontal (Paolos 1980)
Sedangkan lendutan yang terjadi diasumsikan di tengah elemen besarnya adalah :
ys
d ( I s ){ p} Es
dimana : ys
=
Matrik kolom (n + 1,1) dari lendutan horisontal tanah
P
=
Gaya horisontal yang bekerja
Is
=
Matrik (n + 1, n + 1) dari faktor pengaruh lendutan tanah
Es
=
Modulus young tanah
Elemen Iij dan Is dihitung dari integral dari seluruh ruas tiang dengan cara Madlin. Persamaan ini dapat digunakan dalam perhitungan untuk Es = konstan maupun tidak konstan. Untuk Es tidak kontan, Es diambil dari setiap titik-titik elemen yang dihitung dari titik 2 sampai titik n, dengan persamaan.
Analisa Interaksi Dua Tiang Dua buah tiang yang identik, sama-sama dibebani dan tiap-tiap tiang dibagi atas elemenelemen dengan panjang , sebagaimana yang telah diterapkan pada analisa tiang tunggal, jarak antara tiang adalah S dan sudut yang dibentuk oleh garis gaya dengan garis tiang adalah . Untuk gaya dan tekanan yang bekerja pada interaksi dua tiang (Paolos, 1980) dapat dilihat pada gambar 2, kemudian tekanan yang bekerja pada tanah (Paolos, 1980) dilihat pada gambar 3. 31 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Gambar 2 Gaya dan tekanan yang bekerja pada interaksi dua tiang (Paolos, 1980)
Gambar 3. Tekanan yang bekerja pada tanah (Paolos, 1980) Untuk kondisi elastis berlaku displesmen horisontal pada tiang dan tanah adalah sama Pada analisa interaksi yang diperhitungkan adalah pergerakan horisontal dari satu tiang akibat pergerakan tiang yang lain, beban dan pergerakan berada pada arah yang sama. Defleksi tanah sepanjang tiang pertama dapat ditulis : 32 | K o n s t r u k s i a
Analisa Lendutan dan Distribusi Gaya Lateral Monotonik Pada Pondasi Tiang Kelompok (Irza A.)
Ys
d ( I 1 I 2 ) {P} Es
Karakteristik dari pondasi tiang 1.
Semua harga menurun dengan seiring bertambahnya jarak dan besarnya sudut dimana = 0 sampai dengan = 90.
2.
Semua harga bertambah seiring dengan bertambahnya L/d.
3.
Semua harga bertambah seiring dengan bertambahnya faktor kekakuan tiang Kr
4.
Untuk tiang kepala bebas faktor interaksi untuk momen adalah lebih kecil daripada untuk beban horizontal
Pengaruh modulus tanah bertambah secara linier dengan kedalaman yang semakin bertambah pula, pada interaksi dua tiang, faktor interaksi cenderung berkurang untuk Ws bertambah secara linier dari pada Es konstan dalam gambar dapat dipergunakan dengan anggapan Kr = Kn. Hipotesis 1.
Tiang-tiang luar pada pondasi tiang kelompok akan mendapat beban terbesar dan tiang tengah akan mendapat beban terkecil akibat beban horisontal yang diberikan pada pondasi tiang gabungan tersebut.
2.
Distribusi beban akibat beban horisontal tersebut akan semakin merata dan bertambah seiring dengan bertambahnya jarak antar tiang dalam pondasi tiang gabungan tersebut.
3.
Semakin besar gaya lateral yang diberikan atau yang ditanggung oleh pondasi tiang gabungan tersebut maka lendutan yang terjadi akan semakin besar pula.
METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian ini merupakan pengolahan data-data yang diperoleh dari contoh-contoh soal yang didapat dari buku-buku referensi yang mendekati keadaan di lapangan dan kemudian dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin agar tercapai tingkat ketelitian yang tinggi. Untuk memperoleh besarnya lendutan horisontal yang terjadi dengan menggunakan metode-metode perhitungan yang telah dibahas, kemudian dibandingkan untuk mengetahui perbedaan yang didapat dari kedua metode di atas.
33 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
DESKRIPSI DATA DAN HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Dalam deskripsi data ini dilakukan perhitungan untuk lendutan pada tanah lempung dan pada tanah pasir. Tipe tanah lempung Pondasi adalah tiang beton (40 cm x 40 cm) Panjang tiang 20 meter dan ujung atas terjepit. Lebar tiang 40 cm. 'bk
=
500 kg/cm²
Es
=
170 kg/cm²
Ep
=
19000 x (’bk) = 4.25 x 105 kg/cm²
Cu
=
0.25 kg/cm²
Su
=
0.8 kg/cm²
50
=
0.01 kg/cm²
m
=
0.683 dan n = -0.22
Vs
=
0.5, F = 1.0
Beban lateral adalah : 20 ton; 40 ton, 60 ton, 80 ton, 100 ton. Jarak antar tiang adalah : 1.0 m, 1.5 m, 2.0 m.
HASIL PERHITUNGAN. Hasil perhitungan lendutan tiang diperoleh dengan dua cara seperti yang diuraikan pada teori yaitu teori Elastis dan teori Penyederhanaan Perhitungan Gaya Horisontal. Hasil perhitungan yang telah didapat pada analisa ini akan dibuat dalam bentuk tabel, dan kemudian digambarkan kedalam bentuk grafik, Penulis memberikan beban adalah : 20 ton, 40 ton, 60 ton, 80 ton dan 100 ton sedangkan jarak antar pondasi adalah : 1.0 meter, 1.5 meter dan 2.0 meter.
34 | K o n s t r u k s i a
Analisa Lendutan dan Distribusi Gaya Lateral Monotonik Pada Pondasi Tiang Kelompok (Irza A.)
Kelompok A (tiang 1, 3, 7 dan 9) Kelompok B (tiang 2 dan 8) Kelompok C (tiang 4 dan 6) Kelompok D (tiang 5)
Pada penulisan ini yang ditampilkan hanya pada tanah lempung, sedangkan untuk pasir metodenya sama
Tabel 1. Lendutan pada Tanah Lempung dengan Cara Elastis No
Lendutan yang terjadi (cm)
Beban Horisontal
S = 1.0 m
S = 1.5 m
S = 2.0 m
1
0
0
0
0
2
20.000
0.252
0.208
0.178
3
40.000
1.798
1.488
1.274
4
60.000
11.62
9.578
8.234
5
80.000
24.267
20.004
17.195
6
100.000
58.5
47.822
41.216
35 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Grafik 1. Lendutan pada Tanah Lempung dengan Cara Elastis
Tabel 2. Lendutan pada Tanah Lempung dengan Cara Penyederhanaan No
Beban Horisontal
Lendutan yang terjadi (cm) S = 1.0 m
S = 1.5 m
S = 2.0 m
1
0
0
0
0
2
20.000
0.368
0.234
0.164
3
40.000
1.108
0.533
0.409
4
60.000
1.75
1.007
0.781
5
80.000
2.63
1.581
1.28
6
100.000
3.917
2.53
1.909
36 | K o n s t r u k s i a
Analisa Lendutan dan Distribusi Gaya Lateral Monotonik Pada Pondasi Tiang Kelompok (Irza A.)
Grafik 2. Lendutan pada Tanah Lempung dengan Cara Penyederhanaan Analisa Distribusi Gaya Dalam analisa distribusi gaya pada masing-masing tiang maka dapat dikategorikan atas empat kelompok kecil bang ymtu -
Kelompok tiang A (tiang 1, 3, 7 dan 9)
-
Kelompok tiang B (tiang 2 dan 8)
-
Kelompok tiang C (tiang 4 dan b)
-
Kelompok tiang D (tiang 5 }
37 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Untuk distribusi gaya yang diterima oleh masing-masing tiang untuk tiap kelompok adalah sama. Hasil Perhitungan Hasil perhitungan distribusi beban pada pondasi tiang kelompok ini akan dibuat dalam bentuk tabel dan digambarkan kedalam bentuk grafik, sehingga dapat dilihat perbedaan dan distribusi gaya yang terjadi pada masing-masing tiang menurut pembeban dan perubahan jarak antar tiang. Tabel 3. Distribusi Gaya Tiang pada Tanah Lempung untuk S = 1.0 m No
Beban yang Bekerja (kg)
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
1
Gaya Tiang A (kg)
0
3210.6
6421.3
9631.9
12842
15312.8
2
Gaya Tiang B (kg)
0
1368.3
2736.6
4104.9
5473.4
7770.1
3
Gaya Tiang C (kg)
0
2115
4230.2
6345.2
8460.2
10929.4
4
Gaya Tiang D (kg)
0
190.6
381.1
571.7
762.3
1349.8
Grafik 3. Distribusi Gaya Tiang pada Tanah Lempung untuk S = 1.0 m
38 | K o n s t r u k s i a
Analisa Lendutan dan Distribusi Gaya Lateral Monotonik Pada Pondasi Tiang Kelompok (Irza A.)
Tabel 4. Distribusi Gaya Tiang pada Tanah Lempung untuk S = 1.5 m No
Beban yang Bekerja (kg)
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
1
Gaya Tiang A (kg)
0
2974.8
6014.3
8919.4
11932
14913.7
2
Gaya Tiang B (kg)
0
1484.2
2023.4
4427.2
5895.5
7367.1
3
Gaya Tiang C (kg)
0
2373.5
4456.3
7019.3
9481.3
11085
4
Gaya Tiang D (kg)
0
385
982.99
1429
1516.4
1095.5
Grafik 4. Distribusi Gaya Tiang pada Tanah Lempung untuk S = 1.5 m
39 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2 | April 2012
KESIMPULAN 1.
Tiang-tiang sudut menanggung beban lebih besar dari tiang-tiang lainnya.
2.
Tiang tengah mendapat beban yang paling kecil.
3.
Distribusi beban akan semakin merata dengan bertambahnya jarak antara tiang dalam pondasi gabungan.
4.
Lendutan semakin kecil dengan bertambahnya jarak antara tiang dalam pondasi bang gabungan.
5.
Jarak yang ideal adalah apabila lendutan yang terjadi tidak melebihi persyaratan yang telah diizinkan.
DAFTAR PUSTAKA Bowless, J.E, Foundations Analysis and Design, McGraw Hill, 1968 Paolos, H.G, Behavior of Laterally Loaded Piles, J.S.M.F.D, ASCE vol 97, 1971 Paolos, H.G, Load Deflections Prediction for Laterally Loaded Piles, Australian Geomekanies, Journal, 1973. Paolos, H.G. & Davis, E.H., Pile Foundation Analysis and Design, McGraw Hill, 1980.
40 | K o n s t r u k s i a
Analisis Pengaruh Beton Dengan Bahan Admixture Naphtalene (Seti dan Nadia)
ANALISIS PENGARUH BETON DENGAN BAHAN ADMIXTURE NAPHTALENE DAN POLYCARBOXILATE TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL Oleh: Seti Aprilianti Alumni Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta E‐mail:
[email protected] Nadia Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta E‐mail :
[email protected] ABSTRAK: Penggunaan Beton sebagai bahan bangunan semakin meningkat, karena sifatnya yang mudah dibentuk dan memiliki kuat tekan yang tinggi. Masalah yang sangat berpengaruh pada beton adalah adanya porositas yang dapat menyebabkan turunnya kuat tekan beton. Porositas sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai faktor air semen (fas). Agarporositas kecil, diperlukan fas yang rendah. Untuk menghasilkan beton dengan fas rendah namun tetap mudah dikerjakan, dibutuhkan bahan tambah, salah satunya adalah menggunakan admixture superplasticizer. Dalam penelitian ini dianalisa kuat tekan beton yang dihasilkan dengan menggunakan superplasticizer type Napthalene dan Polycarboxilate dibandingkan dengan beton normal tanpa menggunakan admixture. Target mutu beton rencana adalah 35 MPa, dosis admixture yang digunakan sebesar 1% dari berat semen, dan
target slum adalah 12 2 cm. Hasil penelitian didapatkan bahwa kuat tekan beton normal tanpa admixture adalah sebesar 40,2 MPa, kuat tekan Beton + Napthalene sebesar 43,13 MPa dan kuat tekan Beton + Polycarboxilate sebesar 64,99 MPa. Superplasticizer jenis Napthalene mampu mengurangi air sebesar 24,88 %, sedangkan jenis Polycarboxilate dapat mengurangi air sebesar 40,98 %. Dengan kemampuan mengurangi penggunaan air yang lebih tinggi, campuran beton dengan bahan tambah Polycarboxilate mampu menghasilkan kuat tekan beton yang lebih tinggi dibandingkan dengan Napthalene. Kata Kunci: Napthalene, Polycarboxilate, superplasticizer, beton normal ABSTRACT: The use of Concrete as a building material, because of its easy to set up and has a strong high press. A problem that is very influential on concrete is the presence of porosity that can lead to a strong decline in press concrete. Porosity was strongly influenced by the size of the value factors of water‐cement (fas). Agarporositas small, needed a low VAT To produce concrete with low but still easy fas are done, add chemicals, one of them is using superplasticizer admixture. In this research analyzed the strong press generated concrete using superplasticizer type Napthalene and Polycarboxilate compared to normal without the use of concrete admixture. The Target quality of the concrete plan is 35 MPa, admixture dosages are used by 1% of the weight of cement, and slum target is 12 2 cm. research results obtained that strongly press the normal concrete without admixture of 40.2 MPa, is a strong Concrete press of Napthalene 43,13 MPa and powerful press Polycarboxilate for 64.99 MPa Concrete. Napthalene is capable of reducing type Superplasticizer water of 24.88%, whereas the type Polycarboxilate can reduce the water of 40,98%. With the ability to reduce the use of water is higher, concrete mix with added ingredients capable of producing strong Polycarboxilate press concrete are higher compared to Napthalene. Keyword: Napthalene, Polycarboxilate, superplasticizer, normally concrete 41 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan beton sebagai bahan bangunan semakin meningkat, hal ini dikarenakan beton memiliki sifat mudah dibentuk sesuai dengan keinginan. Kualitas beton tergantung pada bahan‐bahan penyusunnya. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas campuran beton adalah dengan menggunakan bahan tambah seperti chemical admixture maupun mineral admixture. Bahan tambah tersebut bertujuan untuk mengubah sifat‐sifat beton atau pasta semen agar menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk tujuan ekonomis. Salah satu jenis Chemical Admixture adalah Superplastisizer. Dan dari beberapa type yang ada, ada 2 type yang akan dibandingkan pengaruhnya terhadap kuat tekan Beton, yaitu jenis Naphtallene dan Polycarboxilate. Identifikasi Masalah 1
Apakah penambahan bahan admixture Napthaline dan Polycarboxilate dapat menaikkan kuat tekan Beton?
2
Berapa kenaikan kuat tekan Beton dengan penambahan bahan admixture Napthaline dan Polycarboxilate?
3
Berapa kenaikan kuat tekan Beton dengan admixture Napthaline & Polycarboxilate dibandingkan dengan beton normal?
Batasan Masalah 1.
Mutu beton rencana adalah Fc’= 35 MPa
2.
Semen yang digunakan adalah semen portland type I merk “Holcim” .
3.
Agregat kasar adalah batu pecah (split) dengan diameter maksimum 20 mm ex. Rumpin
4.
Agregat halus berupa pasir alam ex. Galunggung
5.
Air yang digunakan berasal dari sumur Bor daerah Gunung Putri‐Bogor
6.
Bahan admixture yang digunakan pada beton adalah Superplasticizer type Sulphonate Napthalene Formaldehyde Condansates (Naphtalene) dari Sikament NN dan Polycarboxilate Ethers menggunakan Viscocrete 10 (Polycarboxilate) ex. PT. Sika Nusa Pratama
7.
Dosis admixture yang digunakan adalah sebanyak 1% dari berat semen.
8.
Benda uji berbentuk silinder dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm
42 | K o n s t r u k s i a
Analisis Pengaruh Beton Dengan Bahan Admixture Naphtalene (Seti dan Nadia)
Perumusan Masalah Untuk dapat menghasilkan beton dengan fas rendah namun tetap mudah di kerjakan (workable), maka di gunakan superplasticizer. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan superplasticizer, jenis superplasticizer pun semakin bermacam‐macam berdasarkan bahan dasar yang di gunakan. Jenis bahan dasar yang digunakan akan mempengaruhi karakteristik yang di hasilkan oleh superplasticizer tersebut. Diantara bahan dasar yang umum di gunakan pada superplasticizer adalah Sulphonate Napthalene Formaldehyde Condansates (type N) dan Polycarboxilate Ethers (type P). Kedua jenis superplasticizer ini sama‐sama dapat mengurangi prosentase penggunaan air, namun menghasilkan workability dan mutu beton yang berbeda. Dalam penelitian ini akan di cari perbedaan kuat tekan yang di hasilkan oleh kedua superplasticzer tersebut apabila menggunakan dosis dan target slump yang sama. Maksud dan Tujuan 1.
Untuk mengetahui pengaruh Superplasticizer terutama type N (Napthaline) dan type P (Polycarboxilate) pada campuran Beton terhadap Kuat Tekannya.
2.
Untuk dapat memilih kedua type Superplasticizer dalam penggunaan yang sesuai dengan kebutuhan Konstruksi.
3.
Sebagai referensi campuran beton dengan bahan additive Napthaline dan Polycarboxilate.
Hipotesa Dengan menggunakan dosis yang sama, superplasticizer Polycarboxilate akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi daripada Napthalene. Hal ini disebabkan Polycarboxilate mempunyai kemampuan mengurangi penggunaan air lebih tinggi daripada Napthalene. Dengan menggunakan jumlah air yang lebih sedikit, maka akan memperkecil nilai f.a.s sehingga meningkatkan kuat tekan beton. Kuat tekan beton yang menggunakan superplasticizer baik Napthalene maupun Polycarboxilate, akan lebih tinggi daripada beton normal tanpa menggunakan Superplasticizer. LANDASAN TEORI. Definisi beton adalah campuran antara semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk massa padat. Beton mempunyai kuat tekan yang besar sementara kuat tariknya kecil. Tetapi sebelum material beton mengeras, campuran beton merupakan campuran yang plastis, sehingga keadaan ini sering kita sebut dengan kelecakan beton.
43 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
Secara umum, beton normal adalah beton yang menggunakan bahan dasar agregat, semen dan air. Sedangkan beton yang menggunakan admixture di beri nama yang lebih spesifik, misalnya beton mutu tinggi, beton mengalir (self compacting concrete ) atau biasa di sebut beton SCC. Semen Semen Portland memiliki beberapa senyawa kimia yang masing‐masing memiliki sifat sendiri‐sendiri. Senyawa kimia tersebut adalah : 1.Trikalsium Silikat (Ca3SiO5 atau 3CaO.SiO2), disingkat C3S 2.Dikalsium Silikat (Ca2SiO4 atau 2CaO.SiO2), disingkat C2S 3.Trikalsium Aluminat (Ca3Al2O6 atau 3CaO.Al2O3), disingkat C3A 4.Tetrakalsium Aluminoferrit (Ca4Al2Fe10 atau 4CaO.Al2O3Fe2O3), disingkat C4AF 5.Gypsum (CaSO4.2H2O) C3S dan C2S merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen. Bila semen terkena air, C3S segera berhidrasi dan menghasilkan panas. Agregat a.
Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang butirannya menembus ayakan dengan lubang 4,8 mm. Menurut British Standar (BS) yang juga dipakai Indonesia saat ini. Kekasaran pasir dapat dibagai menjadi 4 (empat) kelompok zone. b. Agregat Kasar : Agregat kasar yaitu agregat dengan butiran‐butiran tertinggal di atas ayakan dengan lubang 4,8mm, tetapi lolos ayakan 40mm. Air Tujuan utama dalam penggunaan air untuk pengecoran adukan beton adalah agar terjadi proses hidrasi, yaitu suatu proses kimia antara semen dan air,sehingga mengakibatkan campuran menjadi mengeras. Karena pengerasan beton berdasarkan reaksi kimia antara semen dan air, maka sangat diperlukan proses pemeriksaan terhadap mutu air, apakah air tersebut telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Air yang dapat dipakai adalah air yang bersih dan tidak mengandung minyak, asam, alkali, garam, zat organik atau bahan lain yang dapat merusak beton atau tulangan dalam hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum
44 | K o n s t r u k s i a
Analisis Pengaruh Beton Dengan Bahan Admixture Naphtalene (Seti dan Nadia)
Admixture Concrete Admixture adalah salah satu bahan baku beton yang ditambahkan kedalam campuran beton sebelum atau selama pencampuran untuk mengubah sifat‐sifat beton, baik beton segar maupun beton yang telah mengeras untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau tujuan dari campuran beton. Dan juga untuk tujuan ekonomi yang dapat memungkinkan pengurangan semen ,terutama digunakan dalam industri beton siap pakai ( ready mix concrete) dan juga beton pracetak ( precast ). a.
Chemical Admixture (Additive)
Chemical admixture bersifat kimiawi dan dapat larut dalam air. Ada beberapa jenis bahan admixture, diantaranya adalah Superplasticizer. Kegunaan superlasticizer (High Range Water Reducer) pada beton dapat mengurangi penggunaan air, tanpa harus kehilangan kelecakannya. Jenis‐jenis superplasticizer berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu 1.
Sulfonated Melamine Formaldehyde Condensates (MSF)
2.
Sulfonated Naphthalene Formaldehyde Condensates (NSF)
3.
Modified Lignosulfonates
4.
Polycarboxilate Ethers
METODOLOGI PENELITIAN Alur Penelitian
45 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
Perencanaan Campuran (mix design) Berdasarkan DOE (Departement of Environment) Perencanaan Campuran beton (mix design) menggunakan pedoman DOE (Department of Environment). berasal dari Inggris (The British Mix Design Methode). Di Indonesia cara ini dikenal dengan DOE. Perencanaan dengan cara DOE dipakai sebagai standar perencanaan oleh Departemen Pekerjaan Umum di Indonesia dan dimuat dalam buku standar SK SNI T – 15 – 1990‐03 ("Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal"). HASIL DAN ANALISA Proporsi campuran adukan beton normal di gunakan untuk membuat beton dengan menggunakan superplasticizer jenis Napthalene dan Polycarboxilate, hanya saja penggunaan airnya di batasi sampai didapatkan slump 10 ± 2 cm. Hasil Proporsi Adukan Beton Material (Kg)
Slump
Pengurangan Air
Beton Semen
Air
Agg. Halus
Agg. Kasar
SP (1%)
(cm)
(%)
Normal
482
205
653
1000
‐
11
‐
Napthalene
482
154
653
1000
4,82
13
24,88
Polycarboxilate
482
121
653
1000
4,82
14
40,98
Hasil Penelitian Data hasil penelitian yaitu berupa nilai Pmax, di bagi dengan luas permukaan benda uji yang di tekan, menghasilkan kuat tekan beton (F = P/A) a.
Kuat Tekan Beton Normal Kuat Tekan (Mpa)
3 hari
7 hari
14 hari
28 hari
25,998
30,134
38,996
39,587
23,634
27,179
37,224
40,178
25,407
26,589
35,451
40,769
23,043
25,407
34,270
43,132
46 | K o n s t r u k s i a
Analisis Pengaruh Beton Dengan Bahan Admixture Naphtalene (Seti dan Nadia)
b. Beton dengan Napthalene Kuat Tekan (Mpa) 3 hari
7 hari
14 hari
28 hari
33,088
35,451
38,406
43,723
31,906
33,679
40,178
39,587
30,906
34,270
38,996
42,542
30.133
33,088
37,224
41,951
c.
Beton dengan Polycarboxilate Kuat Tekan (Mpa) 3 hari
7 hari
14 hari
28 hari
43,132
55,540
59,676
63,222
46,087
50,814
60,267
65,585
43,132
54,359
60,858
66,176
44,314
52,586
57,904
62,631
d. Kuat Tekan Rata‐Rata Beton Beton Normal Umur Uji
Kuat tekan (Mpa)
rata‐rata
3 hari
25,998
23,634
25,407
‐
24,521
7 hari
27,179
26,589
25,407
‐
26,392
14 hari
37,224
35,451
34,270
‐
35,648
28 hari
39,587
40,178
40,769
‐
40,178
Napthalene Umur Uji
Kuat tekan (Mpa)
rata‐rata
3 hari
33,088
31,906
31,906
‐
32,300
7 hari
33,679
34,270
33,088
‐
33,679
14 hari
38,406
38,996
‐
‐
38,701
28 hari
43,723
42,542
‐
‐
43,132 47 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
Polycarboxilate Umur Uji
Kuat tekan (Mpa)
rata‐rata
3 hari
43,132
43,132
44,314
‐
43,526
7 hari
55,540
54,359
52,586
‐
54,162
14 hari
59,676
60,267
60,858
‐
60,267
28 hari
63,222
65,585
66,176
‐
64,994
Pola kenaikan kuat tekan beton dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. Perbandingan Kuat Tekan Beton Analisis Regresi Linier Analisis regresi linier sederhana dilakukan untuk memperoleh suatu model regresi yang menggambarkan hubungan antara satu variable bebas dan satu variable terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variable bebas (X) adalah umur pengujian dan variable terikat (Y) adalah kuat tekan beton.
48 | K o n s t r u k s i a
Analisis Pengaruh Beton Dengan Bahan Admixture Naphtalene (Seti dan Nadia)
Dari persamaan regresi linier diatas menunjukkan peningkatan kuat tekan beton yang didasarkan pada umur pengujian. Peningkatan kuat tekan yang paling tinggi terjadi pada beton dengan campuran Polycarboxilate, yaitu setiap umur pengujian bertambah, akan meningkatkan kuat tekan beton sebesar (75,95% x umur pengujian) + 45,86. Sedangkan beton dengan Napthalene hanya sebesar (44,37% x umur pengujian) + 31,185. Koefisien determinasi R2 menunjukkan pengaruh umur pengujian terhadap nilai kuat tekan beton. Campuran beton dengan Napthalene mempunyai nilai R2 yang lebih tinggi dibandingkan Polycarboxilate dan beton normal, yaitu sebesar 0,9681. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh umur pengujian terhadap kuat tekan beton adalah sebesar 96,81%. Sedangkan pengaruh‐pengaruh yang lain terhadap kuat tekan hanya sebesar 3,19%. KESIMPULAN 1.
Dari hasil analisis regresi linier, menunjukkan bahwa campuran beton menggunakan superplasticizer Polycarboxilate mempunyai peningkatan kuat tekan lebih tinggi di banding superplasticizer Napthalene.
2.
Kuat tekan beton yang menggunakan superplasticizer baik Napthalene maupun Polycarboxilate akan lebih tinggi daripada beton normal tanpa superplasticizer
3.
Superplasticizer jenis Polycarboxilate mampu mengurangi air lebih banyak, sampai dengan 40,98%, sedangkan Napthalene mampu mengurangi penggunaan air sebesar 24,88%, sehingga Polycarboxilate menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi.
4.
Campuran beton yang menggunakan superplasticizer baik Napthalene maupun Polycarboxilate mempunyai kuat tekan awal yang tinggi di bandingkan dengan beton Normal. 49 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia |Volume 3 Nomer 2| April 2012
DAFTAR PUSTAKA (1) ACI 212‐3R‐4, Chemical Admixture for Concrete, 2004. (2) ACI 363R‐92, State of the Art Report on High Strength Concrete, 1997 (3) Adam M. Neville, Properties of Concrete, United Kingdom, 1981 (4) Antoni, Handoko Sugiarto, Kompatibilitas Antara Superplasticizer Polycarboxilate daan Napthalene dengan Semen Lokal, Yogyakarta, 2007.
Type
(5) ASTM C 33‐03, Standart Specification For Concrete Agregat, 2003. (6) ASTM C 150‐02a, Standart Specification for Portland Cement, 2002. (7) ASTM C 494/C49M‐99a, Standart Specification For Chemical Admixture For Concrete, 1999. (8) Edward G. Nawy, Fundamentals of High‐Performance Concrete, 1st ed.Ch.12. Longman, United Kingdom, 1996. (9) PBI 71, Peraturan Beton Bertulang Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, 1971 (10) SK‐SNI 03‐1990‐03, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, Yayasan LPMB, Bandung, 1990.
50 | K o n s t r u k s i a
Confining Pressure Tiang Meruncing Pada Tanah Lempung Dengan Variasi Overburden (Heru D)
CONFINING PRESSURE TIANG MERUNCING PADA TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASI OVERBURDEN
Oleh: Heru Dwi Jatmoko Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Purworejo Email:
[email protected] ABSTRAK: Keruncingan tiang adalah parameter yang belum banyak dipelajari terhadap peningkatan kapasitas dukungnya. Perilaku distribusi gaya yang terjadi disepanjang tiang merupakan satu hal yang penting. Penelitian dilakukan dengan tiang berukuran kecil berbentuk meruncing dan seragam sebagai pembanding. Ukuran tiang meruncing diameter atas 5 cm dan bawah 4 cm sedang untuk tiang seragam berdiameter luar 4,5 cm masing-masing dengan panjang efektif 20 cm serta ketebalan tiang 0,3 cm. Sebagai batasan tanah uji pengujian dilakukan di dalam mould dengan diameter 30 cm. Untuk mengetahui perilaku distribusi gaya maka dipasang strain gauge pada tiang dan mould dengan 3 posisi. Media tanah digunakan tanah asli, lempung tak organik dengan plastisitas tinggi (CH) yang diambil dari Desa Kedung Sari, Sentolo, Kulonprogo, DIY, yang dijenuhkan pada berat volume kering, d = 10,9 kN/m3 dan kadar air, w = 52%. Untuk mengkondisikan kedalaman tiang tanah diberikan tekanan vertikal, v sebesar 163 kN/m2, 326 kN/m2 dan 489 kN/m2. Setelah tiang diposisikan dan tanah dimasukan dalam mould pengujian geser dilakukan sampai runtuh. Analisa dilakukan tentang perilaku distribusi gaya dan displacement Hasil pengujian menunjukan dengan bertambahnya takanan vertikal, confining pressure akan naik, pada tiang seragam diperoleh tekanan confining pressure lebih besar dari tiang meruncing. Saat uji geser (P) akan terjadi peningkatan confining pressure, walaupun pada awalnya cofining pressure pada tiang meruncing lebih kecil namun dengan bertambahnya gaya gesek (P) akan terjadi peningkatan lebih besar sehingga melebihi confining pressure pada tiang seragam, hal ini terjadi karena proses pemampatan akibat keruncingan tiang. Kata Kunci: Confining pressure, overburden, Tanah Kohesif, Tiang Meruncing
ABSTRACT: Sharped Pile is parameters that have not been much studied for capacity building supports. Distribution behaviors that occur along the pile type is one thing that is important. Research conducted with small pillar shaped tapered and uniform as a comparison. Pole top diameter size tapered 5 cm and bottom 4 cm are uniform in diameter out to a pole 4,5 cm each with the effective length of 20 cm and a thickness of 0.3 cm pole as a limitation of land test test done in the mould with a diameter of 30 cm. to know the distribution behavior of strain gauge force then mounted on poles and mould with 3 position. Media land used the original land, an organic clays with high plasticity (CH) taken from the village of Paul Sari, Sentolo, Kulon Progo, DIY, which saturated on weight dry volume, d = 10,9 kN/m3 and water content, w = 52%. To condition of depth pile, soil given pressure vertically v as 163 kN/m2; 326 kN/m2 and 489 kN/m2 . After Pile on position, has to be included in the land and mould retractable testing be performed up to come tumbling down. Do analysis about the behavior of the distribution of styles and displacement test results showing pressure increasing with the vertical axis , confining pressure will go up , obtained by pressure on the gallows uniform confining pressure greater than Sharped Pile. When the Shear observation (P) there will be increasing confining pressure, although initially cofining pressure on the sharped pile smaller but with the extension of the Friction Forced (P) there will be 51 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012 increasing bigger and exceed confining pressure on the Pile of Uniform, this happens because the process of solid sharping due to the sharped pile. Keyword: Confining pressure, overburden, cohesive soil, Sharped Pile
LATAR BELAKANG Kapasitas dukung dukung fondasi tiang berasal dari dua tinjauan yang berbeda yaitu tahanan ujung tiang (point bearing piles) dan tahanan gesek tiang-tanah (friction piles). Fondasi tiang dengan tekanan overburden pada tanah sekitar akan mengakibatkan confining pressure pada tiang yang bekerja kearah lateral. Akibat overburden juga akan mengakibatkan tahanan ujung meningkat. Dari dua komponen ini fondasi tiang akan mempunyai kapasitas dukung tiang lebih tinggi. Suwono (2004) melaporkan bahwa koefisien gesek tanah kelempungan terhadap sesuatu permukaan bahan mempunyai hubungan yang unik dengan index plastisitas tanahnya. Penentuan hambatan lekat tanah terhadap suatu tiang fondasi berdasarkan koefisien gesek akan lebih mendekati nilai sebenarnya bilamana diketahui riwayat tegangan tanah serta index properties-nya. Supardi (2006) hasil pengujian yang dilakukan pada pasir dengan gradasi buruk diperoleh hasil bahwa akibat diameter tiang yang meruncing, Fw tidak terus bertambah dengan bertambahnya tekanan overburden, nilai Fw dengan tekanan overburden 180 kN/m2, 360 kN/m2 dan 540 kN/m2 berkisar antara 1,21 – 1,58. Kenaikan tahanan gesek satuan pada tiang dipengaruhi oleh pertambahan tekanan lateral (confining pressure). Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang mempunyai ukuran kurang dari 0,002 mm (=2 mikron) (Das, 1995). Hal ini disebabkan karena terjadinya proses kimiawi yang mengubah susunan mineral batuan asalnya yang disebabkan oleh air yang mengandung asam atau alkali, oksigen dan karbondioksida. Ditinjau dari segi mineralnya lempung didefinisikan sebagai tanah yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila tanah tersebut dicampur dengan air. Susunan kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substitusi isomorf.
TINJAUAN PUTAKA Menurut Hardiyatmo (2002d) fondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan apabila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Fondasi tiang juga dapat digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama pada bangunanbangunan tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat beban angin. Tiang52 | K o n s t r u k s i a
Confining Pressure Tiang Meruncing Pada Tanah Lempung Dengan Variasi Overburden (Heru D)
tiang juga digunakan untuk menahan gaya-gaya lateral yang diakibatkan oleh gaya-gaya horisontal. Susunan tanah terdiri atas butiran padat dan rongga pori. Pada tanah tak jenuh rongga pori akan terisi air dan udara, sedangkan tanah dalam keadaan jenuh maka seluruh pori – pori tanah akan terisi oleh air. Dua kondisi ini akan mempunyai perilaku yang sangat berbeda pada tanah lempung. Derajat kejenuhan (S) didefinisikan sebagai parameter tanah untuk mengukur tingkat kejenuhan dimana pengendali utama dari derajat kejenuhan ini adalah kadar air (w) dan berat volume kering tanah ( d). Tanah jenuh sempurna dapat didefinisikan sebagai kondisi batas maksimum (S=1) seluruh rongga tanah telah terisi oleh air. Pada kondisi ini berat volume dalam keadaan zero air void (sav) yang dirumuskan sebagai berikut :
sav
Gs.w 1 w.Gs
(1)
1) Sifat mekanis tanah Tahanan gesek satuan adalah gaya yang mampu ditahan oleh satu satuan luas bidang kontak, sebagai reaksi terhadap beban kerja aksial (P) yang ditahan : 1) Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak bergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser. 2) Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Mohr (1910) dalam Das (1995) mengatakan keruntuhan suatu bahan terjadi oleh akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Hubungan fungsi antara tegangan normal dan tegangan geser pada bidang runtuhnya, dinyatakan oleh persamaan :
( )
(2.2)
dengan : τ : tegangan geser pada saat terjadinya keruntuhan atau kegagalan (failure)
: tegangan normal pada saat kondisi runtuh atau gagal (failure) Kekuatan geser tanah (τ) disuatu titik pada suatu bidang tertentu dikemukakan oleh Coulomb (1776) dalam Hardiyatmo (2002a) sebagai :
c .tg
(2.3)
dengan : 53 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
τ : kuat geser tanah (kN/m2) c : kohesi tanah (kN/m2)
: sudut gesek dalam tanah atau sudut gesek internal (...) : tegangan normal pada bidang runtuh (kN/m2) 2) Sifat – sifat tanah lempung dipadatkan Salah satu pengaruh dari pemadatan tanah adalah terjadinya perubahan sifat – sifa fisis tanah kuat geser, permeabilitas dan berat volume tanah kering. Secara teknis sifat - sifat tanah lempung setelah pemadatan tergantung dari cara atau usaha pemadatan, jenis tanah dan kadar airnya. Pemadatan pada tanah lempung yang dilakukan menunjukan bahwa pemadatan pada sisi kering optimum susunan tanah tidak akan tergantung pada macam pemadatannya. (Seed dan Chan, 1959). Pemadatan pada kadar air basah optimum akan mempengaruhi susunan, kuat geser serta sifat kemampatan. 3) Fondasi tiang pada tanah lempung Kapasitas dukung ultimate fondasi tiang pada tanah kohesif adalah jumlah tahanan gesek dinding dan tahanan ujungnya. Besar tahanan gesek tiang tergantung dari bahan dan bentuk tiang. Umumnya bila tanah homogen tahanan gesek dinding tiang yang berupa adhesi antara dinding tiang dan tanah akan berpengaruh besar pada kapasitas ultimitnya. Perhitungan kapasitas dukung tiang pada tanah lempung dilakukan pada tinjauan analisis tegangan total atau digunakan kuat geser undrainasi (cu) dengan u = 0. Parameter kuat geser tanah dapat diperoleh dari uji tri aksial atau uji tekan bebas. 4) Tahanan gesek dinding ultimit Tinjauan kapasitas gesek tiang pada tanah kohesif maka persamaan tahanan gesek tiang adalah :
Qs cd. As
(2.4)
Dengan, Qs
= tahanan gesek dinding ultimit (kN)
cd
= adhesi antara dinding dan tanah disekitar tiang (kN/m2)
As
= luas selimut tiang (m2)
Adhesi antara dinding tiang dan tanah didefinisikan sebagai :
cd ad.cu Dengan ad adalah factor adhesi dan cu adalah kohesi tak terdrainasi.
54 | K o n s t r u k s i a
(2.5)
Confining Pressure Tiang Meruncing Pada Tanah Lempung Dengan Variasi Overburden (Heru D)
5) Faktor Keruncingan Dan Kapasitas Dukung Tiang Keruncingan pada tiang akan dapat meningkatkan kapasitas dukung tiang, hal ini terjadi karena sebagian luas tampang tiang yang terdistribusikan menjadi tahanan gesek tiang. Penelitian yang telah dilakukan akibat keruncingan pada tiang maka akan meningkatkan daya dukung tiang sebesar Fw = 1,2 dibandingkan dengan tiang yang polos pda tanah kohesif (Simons dan Menzies, 1977) dalam Hardiyatmo (2002d), sehingga persamaan tahanan gesek ultimit tiang untuk tiang dengan diameter tidak seragam(meruncing), adalah :
Qs Fw.ad .cu. As
(2.6)
Dengan, Fw
= Faktor pengali terhadap tahanan gesek tiang meruncing, yang besarnya 1 untuk tiang berdiameter seragam dan 1,2 untuk tiang berdiameter meruncing.
Faktor adhesi antar tiang pancang dengan tanah (ad) kondisinya pada tanah lempung lunak akan mendekati 1, namun untuk lempung kaku diperoleh nilai yang berbeda – beda tergantung dari celah yang terbentuk saat pemancangan tiang. Hal tersebut berdasar dari penelitian yang telah dilakukan oleh Peck (1958) Woodward, Nordlund, Boitona (1961) dalam Hardiyatmo (2002d). Pada tanah lempung lunak dan lanau lunak sangat sensitif terhadap pengaruh perubahan bentuk akibat pemancangan tiang. Sehingga tergantung dari tingkat sensitifitas lempung maka kuat gesernya akan turun pada daerah disekitar tiang berkibat pada menurunnya tahanan gesek tiang Hardiyatmo (2002d).
METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan bahan sebagai berikut: 1). Tanah lempung hitam diambil dari Desa Kedung Sari, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2). Fondasi tiang baja mini dengan ketebalan 3 mm, diameter 5 cm pada ujung atas dan 4 cm pada ujung bawah serta dengan tinggi interface 20 cm. 3). Fondasi tiang baja mini dengan ketebalan 3 mm, diameter seragam 4,5 cm dengan tinggi interface 20 cm. 4). Bahan baja yang digunakan adalah baja mutu Bj-41. 5). Air dari laboratorium Mekanika Tanah Universitas Gadjah Mada
55 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
B. Alat Dalam penelitian ini, semua pengujian dilaksanakan di laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Adapun peralatan yang digunakan adalah : 1. Alat Utama Tiang sebagai model fondasi terdiri dari pipa diameter seragam 45 mm dan pipa meruncing dengan sudut keruncingan 1,900 . Panjang model tiang fondasi 300 mm dengan panjang efektif 200 mm yang dibuat dari baja dengan mutu bahan yang sama dengan mould. Gambar 1 tipikal bentuk tiang yang dipergunakan dalam penelitian.
Gambar 1. Tipikal bentuk tiang seragam dan tiang meruncing 2.
Strain Gauge
Untuk mengukur regangan yang terjadi pada model fondasi tiang skala kecil dan mould akibat gaya yang bekerja, maka dapat dipakai suatu transducer yang disebut strain gauge. Strain gauge dipasang pada sisi luar mould 3 (tiga) buah arah radial, dan 3 (tiga) buah arah vertikal dan radial pada sisi dalam disepanjang tiang yang ditempatkan dengan jarak 50 mm dari posisi strain gauge satu dengan yang lain . 3.
Strain Indicator
Untuk membaca respon regangan pada saat pengujian, strain gauges yang telah dipasang pada model yang diuji perlu dihubungkan secara benar melalui kabel – kabel khusus ke strain indicator yang didalamnya telah dilengkapi dengan Wheasthone Bridge System dan perlengkapan elektrik tambahan sehingga nilai regangan yang terukur pada strain gauges langsung dapat dibaca melalui layar pada strain indicator tersebut secara digital. 4.
Load cell dan tranducer
Gaya yang berupa beban yang bekerja pada model diukur dengan secara langsung pada posisinya dengan menggunakan load cell yang dibaca pada tranducer. Alat ukur gaya / beban ini terdiri dari sebuah silinder terbuat dari bahan logam yang didindingnya dipasangi strain gauges sedemikian rupa membentuk sircuit full bridge dalam system 56 | K o n s t r u k s i a
Confining Pressure Tiang Meruncing Pada Tanah Lempung Dengan Variasi Overburden (Heru D)
Wheatstone Bridge-nya. Secara skematis tampak luar load cells dan transducernya disajikan dalam Gambar 2
Gambar 2. Load cell dan tranducer untuk pengukuran gaya C. Tahapan Penelitian Seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini dilakukan seperti bagan alir pada Gambar 3,
Gambar 3. Bagan alir kegiatan Penelitian 57 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Pengujian Utama a) Pemberian overburden pada muka tanah dilakukan dengan cara tekanan hydraulic jack. Tekanan hydraulic jack yang diberikan untuk masing-masing penggeseran adalah 11,417 kN; 22,834 kN dan 34,251 kN beban tersebut akan mengakibatkan tekanan kurang lebih sebesar 163,099 kN/m2; 326,198 kN/m2 dan 489,297 kN/m2. b) Pembacaan load cell pada strain control system akan diperoleh nilai dan dikonversikan ke gaya yang diperlukan untuk setiap penggeseran tertentu. Pembacaan dilakukan pada penggeseran sampai dengan terjadi keruntuhan atau termobilisasi sebesar 5 mm (Bjerrum, 1977) dalam Jamin (2005) dipilih yang lebih dulu terjadi. c) Pengujian penggeseran model fondasi tiang dengan media tanah. Penggeseran dilaksanakan dengan cara kedua yaitu stress control yaitu memberikan beban dengan berat secara bertahap dari kecil ke besar, dengan interval pembebanan 10 kg. d) Langkah selanjutnya adalah penyambungan kabel penghubung strain gauge ke strain indicator dan penyambungan load cell ke tranducer untuk pembacaan oleh beban hidraulic jack. e) Tahapan pemberian beban geser (stress controlled) dilakukan dengan selisih penambahan beban sebesar 10 kg, sampai kondisi runtuh atau termobilisasi sebesar 5 mm (Bjerreum, 1977) dalam Jamin (2005). Pada setiap penambahan beban geser untuk mengetahui perilaku confining pressure, maka dilakukan pembacaan melalui strain indicator. f) Pencatatan besar tegangan dari pembacaan pada tranducer untuk kemudian dilakukan analisa
ANALISA DAN PEMBAHASAN Pencatatan pendataan kemudian dinyatakan dalam bentuk grafik yang menghubungkan korelasi antara besarnya penurunan (displacement) dan besarnya confining pressure. Diperoleh hasil sebagai berikut seperti terlihat pada gambar 4.
58 | K o n s t r u k s i a
Confining Pressure Tiang Meruncing Pada Tanah Lempung Dengan Variasi Overburden (Heru D)
450
Confining pressure , kN/m2
400 350 Tiang seragam 183 kN/m2
300 Tiang seragam q 326 kN/m2
250 Tiang seragam q 489 kN/m2
200 Tiang meruncing q 183 kN/m2
150 Tiang meruncing q 326 kN/m2
100 Tiang meruncing q 489 kN/m2
50 0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Displacement , mm Gambar 4.Perbandingan displacement dan confining pressure pada tiang seragam dan meruncing saat uji gesek dengan tekanan overburden 163 kN/m2, 326 kN/m2 dan 489 kN/m2. Perilaku distribusi gaya pada tiang saat beban (P) bekerja dapat dilihat pada Gambar.4 hubungan antara displacement dan confining preessure yang terjadi pada tiang. Pada tiang diameter seragam maupun meruncing dengan bertambahnya displacement tiang akibat beban kerja (P) maka confining pressure akan semakin bertambah. Pada kondisi mula mula sebelum adanya beban kerja (P), tekanan confining pressure pada tiang diameter meruncing lebih kecil dari pada tiang diameter seragam, tetapi dengan bertambahnya beban kerja (P) terlihat bahwa confining pressure pada tiang meruncing meningkat hingga melebihi confining pressure pada tiang diameter seragam. Fenomena ini terjadi karena selama proses pembebanan (P) terjadi perlawanan arah lateral tanah pada tiang sejalan degan mampatnya tanah.
59 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
KESIMPULAN 1.
Confining pressure tiang meruncing pada awalnya lebih kecil dari pada tiang seragam, tetapi dengan bertambahnya beban terlihat bahwa confining pressure pada tiang meruncing menjadi lebih besar dari pada tiang seragam. Hal ini dimungkinkan terjadii karena adanya proses pemampatan oleh tiang meruncing sehingga tekanan air pori pada tanah akan semakin tinggi sejalan dengan bertambahnya beban aksial.
2.
Tanah disekitar tiang fondasi dengan bentuk meruncing akan memadat sehingga mengakibatkan tekanan lateral ke arah tiang semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA Abdrabbo, F.M, and Abouseeda,H.M., EI-Wakil A-Z., 2001, Testing of Pile in Laboratory using O-Cell, 5th International Conference on Deep Foundation Practice incorporation Piletalk:4-6 April 2001, Singapore. Abdrabbo, F.M., and Gaaver, K.E., 2001, Experimentral Study of Skin Friction of Bored Piles Soeketed into Cemented Sand, 5th International Conference on Deep Foundation Practice Incorporation Piletalk: 4-6 April 2001, Singapore. Anonim, 2003, Annual Book of ASTM Standards, section 4, Volume 04 08, Philadelphia, USA. Bowles, J.E., 1991, Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Edisi Kedua, Brosur Polcon, Polcon Material Baru Untuk Konstruksi serta Perawatan Jalan Jembatan dan Bangunan, PT. Cita Dimensi Kotrindo, Jakarta. Bowles, J.E., 1997, Foundation Analysis and Design, 14th Edition, Mc Graw Hill Book Company. New York. Coduto,D.P., 1994, Foundation Design Principles and Practices, Prentice Hall International, Inc. Chen, F.H., 1975, Foundation on Expansive Soils, Development in Geotechnical Engineering, Elsevier Scientific Publication Company, New York. Das,B.M., 1995, Principles of Foundation Engineering, Third Edition, PWS Publishing Co, 20 Park Plaza, Boston, MA 02116. Hardiyatmo, H.C., 1999, Perilaku Fondasi Cakar Ayam pada Model di Laboratorium Kontribusi Untuk Perancangan, Proceding Seminar Nasional Geoteknik, 1999, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Hardiyatmo, H.C., 2002a, Mekanika Tanah I, Edisi ketiga, Gadjah Mada University Press, Bulaksumur , Yogyakarta, Indonesia.
60 | K o n s t r u k s i a
Confining Pressure Tiang Meruncing Pada Tanah Lempung Dengan Variasi Overburden (Heru D)
Hardiyatmo, H.C., 2002b, Mekanika Tanah II, Edisi ketiga, Gadjah Mada University Press, Bulaksumur Yogyakarta, Indonesia. Hardiyatmo, H.C., 2002c, Teknik Fondasi I, Edisi kedua, Beta Offset, Perum Seturan FT-UGM Seturan, Yogyakarta, Indonesia. Hardiyatmo, H.C.. 2002d, Teknik Fondasi II, Edisi kedua, Beta Offset, Perum Seturan, FTUGM Seturan,. Yogyakarta. Indonesia. Jamin, M, 2005, Pengaruh Tekanan Overburden Terhadap Tahanan Gesek Dinding Tiang Pada Tanah Pasir, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kusrin, 2002, Perilaku Tiang Tunggal Mendukung Beban Lateral Dalam Tanah Granuler Pada Uji Laboratorium, Seminar Penelitian Tugas Akhir, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Mitchell, J.K., 1993, Fundamentals of Soil Behavior, second edition, John Wiley & Sons, Inc., New York. Supardi, 2006, Studi Eksperimental Distribusi Gesek Dinding Tiang Meruncing Pada Tanah Granuler Di Laboratorium, Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Suwono, 2004, Koefisien Geek Tanah Kelampungan Berdasarkan Indeks Platisitasnya, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra, Surabaya Seed H.D. and C. K. Chan, 1959, Struktur and Strength Characteristics Of Compacted Clays, Journal of Soil Mechanics and Foundation Devision, ASCE, Vol 85, No SM5, PP 87 – 128.
61 | K o n s t r u k s i a
Perbaikan Dan Perkuatan Struktur Pada Bangunan Cagar Budaya (Agung N)
PERBAIKAN DAN PERKUATAN STRUKTUR PADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA
Oleh: Agung Nusantoro Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Purworejo Email:
[email protected]
ABSTRAK: Indonesia represent one of the region which is gristle to earthquake disaster. Damage earthquke event generate loss through physical and also non physical. This physical damage and losses also affect at cultural pledge building which spread over in Indonesia. Hence require to strive strength and repair at the culture pledge building so that building history value can be defended. Cultural pledge building in this study is limited at the building made from brick wall. Effort strength and report in this study conducted at building element like sloof, wall, column, ring balk and roof. We expected with effort this strength and repair, cultural pledge building structure become strongerly than before. Kata Kunci: Perbaikan, Perkuatan, Bangunan, Cagar Budaya ABSTRACT: Indonesia mewakili salah satu daerah yang rawan bencana gempa bumi. Kerusakan earthquke acara menghasilkan kerugian fisik dan juga non fisik. Kerugian dan kerusakan fisik ini juga mempengaruhi pada budaya janji bangunan yang tersebar di Indonesia. Oleh karena itu memerlukan berjuang kekuatan dan perbaikan pada janji budaya membangun sehingga membangun nilai sejarah dapat dipertahankan. Budaya janji membangun dalam studi ini terbatas pada bangunan yang terbuat dari tembok. Kekuatan usaha dan laporan dalam studi ini dilakukan di bangunan elemen seperti sloof, dinding, kolom, cincin balk dan atap. Kami diharapkan dengan usaha ini kekuatan dan perbaikan, budaya janji membangun struktur menjadi strongerly daripada sebelumnya. Keywords: Maintenance, Strengthening, Building, Cultural Pledge
PENDAHULUAN Latar Belakang Gempa bumi masih merupakan masalah besar bagi banyak negara karena gempabumi dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan, infrastruktur serta korban jiwa yang menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian, sosial dan budaya. Secara geologis, struktur lapisan bumi wilayah Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Indo_australia, Eurasia dan lempeng Pasifik yang bergerak relatif satu terhadap yang lainnya, sehingga terjadilah tumbukan. Akibatnya wilayah Indonesia mempunyai risiko tinggi terhadap bencana gempa bumi (Waluyo, 2009). Gempa bumi Yogyakarta pada tahun 2006 merupakan contoh dari gempa merusak yang kerap menjadi latar belakang penelitian oleh beberapa peneliti. Gempa tersebut 63 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
mengakibatkan kerugian yang besar bagi masyarakat DIY dan sekitarnya. Akibat gempabumi ini banyak bangunan cagar budaya yang rusak. Bangunan cagar budaya dengan menggunakan bahan bata banyak tersebar di wilayah Indonesia. Bangunan cagar budaya memiliki nilai penting dari sisi kebudayaan dan sejarah bangsa. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya khusus untuk menjaga eksistensi bangunan cagar budaya tersebut sehingga tetap menjadi bagian dari bukti sejarah. Namun bahan bata yang sebagian besar digunakan pada bangunan cagar budaya tersebut merupakan material yang rentan akan pelapukan dan kerusakan. Terlebih untuk bangunan cagar budaya yang berada di daerah yang rawan terhadap bencana gempabumi. Penanganan konservasi bangunan pasangan bata sangat bervariasi tergantung pada tingkat kerusakan dan pelapukan materialnya. Prinsip konservasi harus menggunakan teknik dan bahan yang efektif dan efisien secara teknis, ekonomis, tahan lama, serta aman bagi lingkungan. Bangunan cagar budaya dengan bahan bata yang biasa dijumpai adalah bangunan museum yang berisi benda-benda bersejarah. Maksud dan Tujuan Kajian ini bersifat tinjauan pustaka yang dimaksudkan untuk mengindentifikasi cara perbaikan dan perkuatan struktur bangunan cagar budaya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja bangunan cagar budaya. Pembatasan Kajian Kajian ini bersifat tinjauan pustaka yang masih terbatas pada bangunan cagar budaya yang menggunakan bahan bata sebagai bahan konstruksinya. TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Perbaikan Perbaikan adalah semua langkah yang dimaksudkan untuk mengembalikan kekuatan struktur bangunan yang hilang karena gempa ke keadaan semula. Contoh dari langkah ini diantaranya adalah menambal dinding retak, menambal keretakan dengan “stitching“ dengan baja (Jawa: sopak), “grouting” (suntik) dengan semen atau bahan perekat lain yang lebih kuat. Perkuatan Perkuatan adalah semua langkah untuk meningkatkan ketahanan terhadap gempa pada suatu bangunan yang telah jadi. Contoh perkuatan adalah membuat sabuk tahan gempa, mengurangi kelemahan bangunan, menghilangkan massa yang terkonsentrasi (terlalu besar di bagian atas misalnya), menambah dinding geser (shear walls), menambah kolom, perkuatan struktur atap dan lantai, memperkuat hubungan antara atap, dinding dan pondasi dll.
64 | K o n s t r u k s i a
Perbaikan Dan Perkuatan Struktur Pada Bangunan Cagar Budaya (Agung N)
Proses Perbaikan / Perkuatan Proses perbaikan dan perkuatan bangunan cagar budaya bahan bata meliputi: (1) Perbaikan dan perkuatan sloof; (2) Perbaikan dan perkuatan dinding; (3) Perbaikan dan perkuatan kolom; (4) Perbaikan dan perkuatan balok ring; (5) Perbaikan dan perkuatan bukaan pada dinding; (6) Perbaikan dan perkuatan gunungan. Perbaikan dan perkuatan elemen-elemen bangunan ini disesuaikan dengan sebuah panduan perbaikan dan perkuatan rumah tinggal pasangan bata agar aman terhadap gempa yang dikeluarkan oleh SNS (Sar Nevesht Saz) International Yogyakarta dengan modifikasi. 1. Perbaikan dan Perkuatan Sloof Fungsi utama dari sloof adalah sebagai penahan beban dari dinding dan sebagai pengikat antar kolom. Penambahan sloof pada bangunan cagar budaya sama pentingnya dengan rumah tinggal bahan bata lainnya, yaitu untuk memperkuat dinding, sehingga apabila terjadi gempa dinding tidak akan mengalamai retak dan runtuh. Perbaikan/perkuatan sloof dapat dilakukan dengan pemasangan besi tulangan serta kawat strimin. Besi tulangan diukur sepanjang ukuran sloof (di dalam dan luar ruangan) dengan tambahan stek sepanjang 40D, kemudian besi tulangan dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan. Dilakukan pengeboran di sepanjang atas pondasi yang akan diberi perkuatan dengan jarak ± 30 cm untuk memasukkan kawat ikatan besi tulangan, pasang besi tulangan di tempat yang telah ditentukan, kemudian ikat tulangan dengan 3 utas kawat putih D3mm (2 utas dari dalam dan 1 utas dari luar ruangan atau sebaliknya.
Gambar 1. Proses perkuatan sloof
65 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Untuk pemasangan kawat strimin, dilakukan pengeboran dinding sepanjang atas pondasi yang akan diberi perkuatan dengan jarak ± 30 cm untuk memasukkan kawat ikatan pada kawat strimin. Pasang kawat strimin sepanjang tulangan, di sebelah dalam dan luar dengan lebar minimum ± 30 cm. Kemudian ikat kawat strimin (luar dan dalam) dengan menggunakan 2 utas kawat D2mm masing-masing 1 utas dari dalam dan luar ruangan. Terakhir tutup dengan mortar. 2. Perbaikan dan Perkuatan Dinding Perbaikan dinding pada bangunan cagar budaya dengan berbahan bata adalah : 1. Untuk plesteran yang sudah rapuh, plesteran yg rapuh harus dikelupas semua dan diganti dengan plesteran baru dengan campuran 1 semen : 3 pasir dengan ketebalan 1 – 1,5 cm. 2. Retak kecil pada dinding, untuk retak kecil yang mempunyai lebar celah antara 0,075 s/d 0,6 cm, maka plesteran disekitar retak dikupas kemudian diisi dengan air semen. Setelah celah tertutup rapat kemudian diplester kembali dengan adukan spesi 1:3. 3. Retak besar pada dinding, retak yang lebih dari 0,6 cm, maka dapat dilakukan mengupas plesteran disekitar retak dan celah diisi air semen sampai tertutup. Setelah tertutup rapat pada bagian bekas retak dipasang kawat anyaman atau kawat strimin dan dipaku yang kuat. Setelah itu dinding diplester kembali dengan campuran spesi 1:3.
Gambar 2. Pemasangan kawat strimin pada dinding retak 4. Lebar retakan dinding < 1 cm dapat juga dilakukan dengan dijahit pada lokasi retakan dengan menggunakan besi tulangan, dan bila cara “jahit” melubangi bagian pinggir dari retakan, jahitan berada tegak lurus dengan arah retakan, pada celah tersebut dapat dilakukan grouting dan selanjutnya seluruh dinding dilapisi kawat strimin dan diplester.
66 | K o n s t r u k s i a
Perbaikan Dan Perkuatan Struktur Pada Bangunan Cagar Budaya (Agung N)
Gambar 3. Perkuatan dinding dengan “jahit” 5. Untuk retakan dinding yang > 1 cm maka sebaiknya dibongkar dan dibuat tembok baru. Perkuatan yang dimaksud adalah pada dinding dengan luasan lebih 9 m² yang rentan mengalami kerusakan akibat goncangan gempa serta dinding dengan kualitas pasangan bata dan plesteran yang buruk yang akan mudah runtuh apabila terkena goncangan gempa. Perkuatan dapat dilakukan dengan pemasangan besi tulangan dan kawat strimin. Besi tulangan dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan sebanyak 4 batang (masing-masing 2 batang untuk bagian dalam dan luar). Dilakukan pengeboran dinding yang akan dipasang tulangan kolom sepanjang tulangan dengan jarak ± 30 cm untuk memasukkan ikatan. Besi tulangan yang telah dipotong dipasang pada tempat yang telah ditentukan kemudian diikat dengan 3 utas kawat putih D3mm. Pemasangan kawat strimin dilakukan dengan pengeboran daerah yang akan dipasang kolom untuk mengikat kawat strimin dengan jarak ± 30 cm. kawat strimin dipasang sepanjang tulangan, di sebelah dalam dan luar dengan lebar minimal ± 45 cm. Kemudian kawat strimin diikat (luar dan dalam) dengan menggunakan 2 utas kawat D2mm. Terakhir ditutup dengan mortar. Pada perkuatan dinding dapat juga diberi bracing dengan besi tulangan atau kanvas. Pelaksanaannya plesteran dinding dikupas arah diagonal dengan lebar 30 cm, kemudian diberi tulangan dan diikat dengan kawat dengan cara tembok dibor. Ujung-ujung tulangan diagonal dikaitkan pada kolom praktis.
Gambar 4. Bracing dengan tulangan dan Bracing dengan kanvas Setelah itu diberi kawat strimin kemudian diplester kembali dengan campuarn 1:3.
67 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
3. Perbaikan dan Perkuatan Kolom Kolom harus ada karena dinding tanpa kolom mudah rusak saat terjadi gempa dan membuat bangunan menjadi lemah. Pada bangunan cagar budaya kolom terbuat dari batu bata uang yang disusun dan dimensinya lebih besar dari tembok.
Gambar 5. Beban horizontal Dari gambar diatas tampak bahwa sebuah struktur diberi beban gempa horisontal, maka kolom-kolom sangat berpengaruh dalam menahan gaya gempa tersebut Perkuatan kolom dapat dilakukan dengan pemasangan besi tulangan dan kawat strimin. Besi tulangan dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan sebanyak 4 batang (bagian dalam dan luar masing-masing 2 batang). Dilakukan pengeboran dinding yang akan dipasang tulangan kolom sepanjang tulangan dengan jarak ± 30 cm untuk memasukkan ikatan. Pengeboran dinding dilakukan pada bagian spesi. Kemudian pasang besi tulangan yang telah dipotong di tempat yang telah ditentukan dan ikat tulangan dengan 3 utas kawat putih D3mm. Untuk pemasangan kawat strimin, dilakukan pengeboran di daerah yang akan dipasang kolom untuk mengikat kawat strimin dengan jarak ± 30 cm. pasang kawat strimin sepanjang tulangan di sebelah dalam dan luar dengan lebar minimum ± 45 cm. Kemudian ikat kawat strimin (luar dan dalam) dengan menggunakan 2 utas kawat D2mm. Terakhir ditutup dengan mortar.
68 | K o n s t r u k s i a
Perbaikan Dan Perkuatan Struktur Pada Bangunan Cagar Budaya (Agung N)
Gambar 6. Proses perkuatan kolom Selain itu dapat pula dibuat kolom baru dengan cara membongkar pada kolom lama yang terbuat dari batu bata. Kemudian perlu ditambahkan pondasi dibawah kolom. Pada pemasangan atau perakitan kolom dilakukan sesuai aturan yang ada, dan diberikan angkur ke arah tembok.
Gambar 7. Pembuatan kolom baru
69 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Pada kolom bangunan kuno terbuat dari bata yang ukurannya lebih besar dengan tembok. Perkuatannya diberi tulangan dari luar maupun dalam kemudian diikat dengan kawat, lalu diberi kawat strimin dan langkah terakhir diplester.
Kawat Strimin Besi tulangan dia. 100 mm Kawat Tembok
Plesteran 1:3
4. Perbaikan dan Perkuatan Balok Ring Balok ring berfungsi untuk mengikat dinding sehingga rangka bangunan menjadi satu kesatuan yang kaku. Tidak adanya balok ring menyebabkan dinding bangunan mudah runtuh pada saat terjadi gempa. Pada bangunan cagar budaya ring balk tidak ada, maka perlu diperkuat dengan ring balk tambahan. Seperti halnya perbaikan/perkuatan elemen bangunan yang telah dibahas sebelumnya, perbaikan/perkuatan balok ring juga dapat menggunakan besi tulangan dan kawat strimin. Besi tulangan diukur sepanjang ukuran ring balok yang dibutuhkan dan tambahkan stek sepanjang 40D kemudian dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan. Dilakukan pengeboran pada daerah yang akan dipasang ring balok sepanjang tulangan dengan jarak ± 30 cm untuk memasukkan ikatan. Pengeboran dilakukan pada bagian spesi. Pasang besi tulangan di tempat yang telah ditentukan dan ikat dengan 3 utas kawat putih D3mm. Bor daerah yang akan dipasang balok ring untuk mengikat kawat strimin dengan jarak ± 30 cm. Kemudian pasang kawat strimin sepanjang tulangan, di sebelah dalam dan luar dengan lebar minimum ± 30 cm. Ikat kawat strimin dengan menggunakan 2 utas kawat D2mm masing-masing 1 utas dari dalam dan luar ruangan. Terakhir ditutup dengan mortar.
70 | K o n s t r u k s i a
Perbaikan Dan Perkuatan Struktur Pada Bangunan Cagar Budaya (Agung N)
Gambar 8. Proses perkuatan balok ring Selain itu dapat pula dilakukan dengan membuat ring balk baru diatas tembok yang sudah ada. Dan pada atas tembok diberi angkur dengan cara mengebor tembok lama. Kemudian dipasang ring balk. Pada pemasangan ring balk perlu dipikirkan bahwa atap yg sudah ada diangkat terlebih dahulu dengan dongkrak kemudian ditopang oleh penyanngga atau steger yang telah disiapkan. Setelah selesai pembuatan ring balk baru kemudian atap diturunkan lagi dengan bantuan dongkrak dan diturunkan perlahan-lahan dan bersamaan, seperti pada waktu pengangakatan diawal. 5. Perbaikan dan Perkuatan Bukaan Pada Dinding Perlu adanya perkuatan pada area bukaan karena pada banyak kasus kerusakan akibat gempa sering terjadi kerusakan pada daerah sudut bukaan. Perbaikan dan perkuatannya juga bisa menggunakan besi tulangan dan kawat strimin. Besi tulangan diukur sepanjang ukuran bukaan yang dengan panjang sambungan lewatan 40D (luar dan dalam ruangan), kemudian dilakukan pengeboran dinding yang akan dipasang tulangan (pada sisi atas, bawah dan samping bukaan) dengan jarak ± 30 cm untuk memasukkan ikatan. Pengeboran dilakukan pada bagian spesi. Pasang tulangan di tempat yang telah ditentukan kemudian ikat tulangan dengan 3 utas kawat putih D3mm.
71 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Gambar 8. Kerusakan pada sudut bukaan Pemasangan kawat strimin dilakukan dengan pengeboran daerah di samping bukaan untuk mengikat kawat strimin dengan jarak ± 30 cm. pasang kawat strimin melingkari bukaan di sebelah dalam dan luar bukaan dengan lebar ± 30 cm. ikat kawat strimin menggunakan 2 utas kawat D2mm masing-masing 1 utas dari dalam dan luar ruangan. Terakhir ditutup dengan mortar. Untuk pemasangan tulangan baja keliling bukaan dilakukan dengan memotong baja tulangan sepanjang keliling bukaan dengan posisi as dari lebar kawat strimin (ideal 45 cm, minimum 30 cm) dari tepi kusen, panjang ini ditambah 40 x diameter baja tulangan di kedua sisi. Kemudian baja tulangan dibengkokkan membentuk huruf U mengelilingi bukaan, pasang di kedua sisi dinding dan diikat dengan kawat ikat. Pasang baja tulangan lintel menempel dengan baja tulangan keliling bukaan, kemudian diikat secara bersamasama.
Gambar 9. Proses perkuatan bukaan pada dinding
72 | K o n s t r u k s i a
Perbaikan Dan Perkuatan Struktur Pada Bangunan Cagar Budaya (Agung N)
Untuk mengikat kawat strimin keliling bukaan dilakukan dengan memotong kawat ikat diameter 2 mm sepanjang 35 cm lalu ditekuk di tengah-tengahnya sehingga menjadi 17.5 cm. ambil sebanyak 2 utas kemudian dimasukkan secara bersama-sama dari dua arah-sisi dalam dan sisi luar dinding masing-masing 1 utas kawat ikat. Selanjutnya diikat dengan cara dipuntir menggunakan tang. Pada kedua sisi ujung kawat sebelum dipuntir diberi paku ukuran 5 atau 7 cm untuk mendapatkan tahanan kawat strimin lebih dari satu buah agar kawat strimin tidak rusak. Kawat strimin harus dipasang tumpang tindih (overlap) untuk arah horisontal dan arah vertikal pada pertemuannya. 6. Perbaikan dan Perkuatan Gunungan Pada gunungan diperlukan balok miring, karena apabila pada gunungan tidak terdapat balok miring dapat mengakibatkan keruntuhan bagian atas bangunan jika terkena goncangan gempa. Perbaikan/perkuatan gunungan juga dapat menggunakan besi tulangan dan kawat strimin. Besi tulangan dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan, kemudian dilakukan pengeboran pada dinding yang akan dipasang tulangan dengan jarak ± 30 cm untuk memasukkan ikatan. Pengeboran dilakukan pada bagian spesi. Dilakukan pemasangan besi tulangan yang telah dipotong di tempat yang telah ditentukan dan ikat tulangan dengan 3 utas kawat putih D3mm. Dilakukan pengeboran daerah yang akan dipasang gunungan untuk mengikat kawat strimin dengan jarak ± 30 cm. Kemudian pasang kawat strimin sepanjang tulangan di sebelah dalam dan luar dengan lebar minimal ± 45 cm dan ikat kawat strimin menggunakan 2 utas kawat D2mm masing-masing 1 utas dari dalam dan luar ruangan. Terakhir ditutup dengan mortar.
Gambar 10. Proses perkuatan Gunung-gunung Besi tulangan balok miring harus dibengkokkan searah dengan arah tegak lurus dinding (tidak hanya berhenti sebidang dengan gunungan) agar didapat kuat tahanan yang lebih baik. Pemasangan kawat strimin dan plesteran harus mengikuti dan menyelimuti tulangan tersebut. Untuk pemasangan besi tulangan dan kawat strimin pada sopi-sopi gunungan dapat dilakukan dengan cara membuat perancah dengan bambu/kayu hingga ketinggian balok ring. Pastikan perancah mampu menahan kira-kira berat 3 orang (± 250 kg) di atasnya. 73 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomer 2 | April 2012
Kemudian pasang benang dari as balok ring sebelah kiri kira-kira 15 cm ke arah as gunungan, dan tarik ke puncak gunungan, paku benang kira-kira 15 cm di bawah nok. Tarik ke bawah ke arah as balok ring kanan simetri dengan posisi awal benang ditarik. Ukur besi tulangan sesuai panjang benang ditambah bengkokan tepi sepanjang 40 x diameter tulangan kanan dan kiri. Pasang besi tulangan dan bengkokkan mengikuti mal benang. Dipasang untuk kedua sisi gunungan bolak-balik. Besi tulangan dan strimin diikat tiap jarak ± 30 cm.
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bangunan cagar budaya dengan berbahan batu bata, contoh museum, yang usianya cukup lama dan menyebabkan bahan konstruksinya juga akan berkurang kekuatannya. Pada plesteran tembok perlu dikupas semua dan diganti dengan yang baru dengan ditambah kawat strimin. Dan pada konstruksinya perlu diberi perkuatan baru misalnya pada kolom, sloof, ring balk, dan gunungan. Pada pelaksanaan perbaikan atau perkuatan diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam memilih cara perkuatan konstruksinya.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Nahar Cahyandaru, Konservasi BCB Bata dan Permasalahannya, www.purbakalajambi.budpar.go.id, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, 2004
2.
___________, Rencana Tindak Pemulihan Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah Pasca Bencana Gempa Tektonik -27 Mei 2006, , Yogyakarta, 5 Juni 2006.
3.
___________, Petunjuk Rekonstruksi Bangunan Tahan Gempa dan Lingkungan yang Berkelanjutan (Versi 1),Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta,2006.
4.
SNS , Panduan Perbaikan dan Perkuatan Rumah Tinggal Pasangan Bata Agar Aman Terhadap Gempa, ISBN 978-979-1131-08-7,2009.
5. Green, P.S., Veltri, P., Sputo, T.A., Visualization Tool for Teaching Structural Steel Connection Design, ASEE Southeast Section Conference. 6. Laporan Akhir (2006), Inventarisasi Kerusakan Cagar Budaya Akibat Gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Tim Pengabdian Kepada Masyarakat, Jurusan Arkeologi FIB UGM
74 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomor 2 | April 2012
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi‐ inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan. 2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan April dan Januari. 3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan. 4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan. 5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat : a. Judul b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika ada) 6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7‐10. 7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out dan soft copy (CD). Alamat redaksi : Jurnal KONSTRUKSIA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat. Telp. 42882505, Fax. 42882505 Website: www.konstruksia.org
Jurnal Konstruksia | Volume 3 Nomor 2 | April 2012
ISSN 2086‐7352
JURNAL KONSTRUKSIA Volume 3 Nomer 2 disponsori oleh:
General Trading Kantor: Jl. RE. Martadinata No. 400 E Kota Bengkulu
ISSN 2086 ‐ 7352