ISSN 2086 - 7352
JURNAL
KONSTRUKSIA VOLUME 4 NOMER 1
DESEMBER 2012
PENGARUH TERJADINYA FIRST CRACK TERHADAP LAJU PENINGKATAN MOMEN NEGATIF TUMPUAN PADA BALOK BETON
Abdul Rokhman
ANALISIS PENGGUNAAN ADMIXTURE BERBAHAN DASAR NAPHTHALENE TERHADAP PENGGUNAAN PASIR PUTIH DAN PASIR HITAM DITINJAU DARI SETTING TIME
Iwan Mulyadin / Nadia
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS DARI MATERIAL LETUSAN GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA PADA PERMEABILITAS BETON MUTU TINGGI Haryo Koco Buwono
ANALISIS PERTUKARAN WAKTU DAN BIAYA DENGAN METODE TIME COST TRADE OFF (TCTO) PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DI JAKARTA Bagus Budi / Trijeti
ANALISIS PEMINDAHAN LOKASI PELABUHAN SINGKAWANG AKIBAT RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN
Aripurnomo Kartohardjono / Haryo Koco Buwono
KAJIAN KAPASITAS SERAP BIOPORI DENGAN VARIASI KEDALAMAN DAN PERILAKU RESAPANNYA Umar Abdul Aziz
ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER PADA TANAH GAMBUT JAMBI DENGAN METODA GIBSON-LO
Tanjung Rahayu
TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 4 | Nomor 1 | Halaman 1 – 69 | Desember 2012
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 1 | Desember 2012
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA REDAKSI
Penanggung Jawab
Pemimpin Redaksi
Dewan Redaksi Staf Redaksi Seksi Umum Disain Kreatif
: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE.
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
: Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD. DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi
: Ir. Nadia, MT. Ir. Trijeti, MT. Ir. Iskandar Zulkarnaen
: Ir. Saifullah Imam Susandi
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Administrator Web
: Riyadi, ST
Alamat Redaksi
: Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Terbit
: Per Semester ( Dua Kali Setahun )
Ilustrasi cover diambil dari: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/4/42/Xbloc-Concrete-Block.gif
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 1 | Desember 2012
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 4 Nomor 1 Desember 2012
Diterbitkan oleh: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 1 | Desember 2012
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 4 Nomor 1 Desember 2012
PENGANTAR
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, JURNAL KONSTRUKSIA volume 4 Nomor 1 dapat terbit pada Bulan Desember 2012 ini. Jurnal KONSTRUKSIA mencoba memberikan wawasan ilmiah dan menjunjung pengetahuan tanpa keberpihakkan, independen dan mencerahkan. Saya selaku alumni Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Angkatan 1979 sangat mengapresiasi atas terbitnya Jurnal ini dimana hingga saat ini telah terbit sebanyak 6 kali. Jurnal ini telah berusia 3 tahun, usia ini relatif muda untuk sebuah jurnal ilmiah terutama dalam mengembangkan dirinya dan mencari bentuk ideal untuk sebuah Jurnal, namun keberanian Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta dalam mengupayakan Jurnal ini patut diapresiasi. Kami selaku alumni juga berharap pasca 6 kali terbitnya Jurnal Konstruksia ini diharapkan dapat dilanjutkan untuk proses akreditasi Jurnal. Hal tersebut berkaitan dengan eligibleitas Jurnal dimata Peneliti dan Insan pendidikan lainnya, serta praktisi yang berkecimpung di dunia konstruksi. Terlebih lagi, Jurnal ini dapat mendukung penilaian / angka Akreditasi Jurusan. Setelah Kami baca isi dari jurnal Konstruksia volume 4 nomor 1 ini, cukup menarik karena berisi antara lain : Pengaruh Terjadinya First Crack Terhadap Laju Peningkatan Momen Negatif Tumpuan Pada Balok Beton yang ditulis dari Dosen SST PLN, ANALISIS PEMINDAHAN LOKASI PELABUHAN SINGKAWANG AKIBAT RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN dari guru Kami Bapak Aripurnomo dan Haryo serta masih banyak yang lain yang cukup menarik berisi pengetahuan era masa kini.
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 1 | Desember 2012
ISSN 2086-7352
Pada Edisi ini, saya juga bersyukur atas kontribusi yang telah diberikan oleh rekan-rekan alumni yang tulus ikhlas membantu dengan pikiran dan materiil semoga apa yang kita kerjakan bersama senantiasa mendapat Rahmat dari Allah SWT..
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Jakarta, Desember 2012 Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Ir. H. Iskandar Muda Baharuddin Lopa
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 1 | Desember 2012
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 4 Nomor 1 Desember 2012
DAFTAR ISI
Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi
PENGARUH TERJADINYA FIRST CRACK TERHADAP LAJU PENINGKATAN MOMEN NEGATIF TUMPUAN PADA BALOK BETON ……………………….…..………… ANALISIS PENGGUNAAN ADMIXTURE BERBAHAN DASAR NAPHTHALENE TERHADAP PENGGUNAAN PASIR PUTIH DAN PASIR HITAM DITINJAU DARI SETTING TIME ……………………………………………………………………………………
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS DARI MATERIAL LETUSAN GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA PADA PERMEABILITAS BETON MUTU TINGGI ………………………..……………………………………………………
ANALISIS PERTUKARAN WAKTU DAN BIAYA DENGAN METODE TIME COST TRADE OFF (TCTO) PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DI JAKARTA ......
ANALISIS PEMINDAHAN LOKASI PELABUHAN SINGKAWANG AKIBAT RENCANAPENGEMBANGAN KAWASAN ……………………………………………………. KAJIAN KAPASITAS SERAP BIOPORI DENGAN VARIASI KEDALAMAN DAN PERILAKU RESAPANNYA ……………………………………………………………………
ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER PADA TANAH GAMBUT JAMBI DENGAN METODA GIBSON-LO …………………………………………………………………… Halaman Advertising
1–7 8 – 16 17 – 25 27 – 35 37 – 48 49 – 54 55 – 68
Pengaruh Terjadinya First Crack Terhadap Laju Peningkatan Momen (Abdul Rokhman)
PENGARUH TERJADINYA FIRST CRACK TERHADAP LAJU PENINGKATAN MOMEN NEGATIF TUMPUAN PADA BALOK BETON Abdul Rokhman Jurusan Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknik – PLN email :
[email protected]
ABSTRAK: Struktur balok beton bertulang relatif memiliki nilai kekakuan struktur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis struktur balok dari material yang lain. Dengan nilai kekakuan yang tinggi ini menyebabkan defleksi struktur balok akibat beban yang bekerja mempunyai nilai yang relatif kecil. Apabila pada suatu struktur balok beton dilakukan pembebanan yang terus meningkat maka pada suatu saat modulus of rupture beton akan terlampaui sehingga berakibat terjadinya retak awal (first crack) pada beton. Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan tiga buah model balok beton bertulang dengan dimensi balok 150 mm x 200 mm dengan panjang balok tengah 2250 mm. Agar terjadi nilai first crack yang berbeda dilakukan perbedaan variasi penulangan balok yang digunakan yaitu dengan membedakan sambungan lewatan ( lap splice) pada tulangan tarik tengah bentang yang masing masing bernilai 1,0 l d (500 mm), 0,5 l d (250 mm), dan balok referensi dengan menggunakan tulangan tanpa sambungan. Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan beban statis terpusat pada tengah bentang dengan memberikan kekangan pada kedua ujung tumpuannya sehingga akan didapatkan selain momen positif lapangan juga momen negatif tumpuan. Hasil penelitian dari ketiga model balok menunjukkan bahwa momen negatif tumpuan baru akan terjadi atau mempunyai peningkatan nilai yang cukup signifikan jika pada balok telah terjadi retak awal (first crack). Dengan terjadinya retak awal tersebut berakibat pada penambahan nilai momen negatif akan lebih besar dibandingkan dengan penambahan momen positif lapangan dalam hal ini telah terjadi redistribusi momen dari lapangan ke tumpuan. Kata Kunci : Sambungan lewatan, First crack, Momen negatif tumpuan, Redistribusi momen ABSTRACT: Reinforced concrete beam structure have higer stiffness than structure of beam from other material. The high of stiffness cause the deflection of structure concrete beam as effect of external load has small deflection. If the reinforced concrete beam conducted increasing loading hence at one time of modulus of rupture concrete will be skipp over so that cause early first crack on concrete. This research use three models of beam reinforced concrete with the beam dimension is 150 mm x 200 mm longly at the middle beam 2250 mm. Variation of bar reinforced used relate to the splice length at mid span of beam with values 1,0 ld ( 500 mm), 0,5 ld ( 250 mm), and beam reference by using bar reinforced without splices. This experiment conducted with using static load centrally at mid span by giving constraints at the support of the beam. The result of experiment from third model of beam indicated that the negative moment at the support will be happened or have the significant value after first crack happened at the concrete. With the first crack of concrete cause add the negative moment at support will be more than the positif moment at span. .In this case have been happened the moment redistribution. Keywords : Lap splices, First crack, Moment of support, Moment redistribution
PENDAHULUAN Keretakan (cracks) pada struktur beton dapat disebabkan oleh dua hal yaitu retak akibat beban luar yang mengakibatkan terjadinya lentur atau geser atau kombinasi keduanya pada elemen beton dan yang kedua retak sebagai akibat dari proses pengeringan beton yang tidak seragam atau yang sering disebut retak susut (shrinkage crack). Struktur beton bertulang relatif memiliki kekakuan struktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
struktur yang lain misalnya baja atau kayu. Dengan nilai kekakuan yang tinggi ini menyebabkan defleksi struktur pada beton bertulang akibat beban yang bekerja mempunyai nilai yang relatif kecil. Pada struktur beton, nilai kuat tarik beton hanya sekitar 10% dari kuat tekannya sehingga apabila beban luar dinaikkan sampai melebihi batas nilai tegangan tarik beton (modulus of rupture), maka beton pada daerah sisi tarik akan mulai terlihat terjadi retak awal (first crack). Dengan adanya first crack ini berakibat 1|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
pada nilai kekakuan beton yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya defleksi struktur.
Pada struktur balok dengan tumpuan berupa jepit, pembesaran momen negatif tumpuan akibat beban yang bekerja tidak berbanding lurus dengan pembesaran momen positif lapangan. Hal tersebut dikarenakan sebelum terjadi first crack, rotasi pada sisi tumpuan terkekang oleh adanya jepit sehingga mengurangi besaran nilai momen negatif. Dengan adanya perbedaan nilai momen tumpuan dan lapangan ini akan menimbulkan terjadinya redistribusi momen pada balok beton.
TINJAUAN PUSTAKA Retak Beton
Carino N.J. (1995) membagi fase keretakan balok beton menjadi tiga macam yaitu fase belum retak (uncracked), fase retak pada kondisi elastik (cracked with elastic range), dan yang terakhir fase retak pada kondisi ultimit. Kondisi uncracked terjadi pada saat tegangan akibat beban masih berada di bawah tegangan tarik ijin (modulus of rupture) di mana pada fase ini beton belum mengalami keretakan.
Redistribusi Momen Bondy (2003) menyatakan redistribusi momen adalah suatu keadaan yang menggambarkan perilaku batang beton bertulang statis tak tentu setelah terjadinya kelelehan pertama pada suatu tampang batang. Jika beban yang dikenakan pada batang dinaikan secara bertahap, respon awal yang terjadi mulai dari elastik, dan jika beban dinaikan akan terjadi respon rotasi inelastic pada tampang yang mengalami leleh tetapi tidak merubah besarnya momen pada titik tersebut. Bersamaan dengan kejadian tersebut pada tampang yang lain akan mengalami kelelehan awal dan menaikkan momen pada tampang tersebut. Pada saat itulah terjadi redistribusi momen dari suatu titik tampang ke titik tampang yang lain yang masih dalam kondisi elastik. 2|K o n s t r u k s i a
Gambar 1. Perilaku balok beton bertulang saat menerima beban lentur (Carino N.J. 1995)
Purwono dkk (2007) menyatakan redistribusi momen tergantung dari daktilitas yang cukup di daerah sendi plastis. Daerah sendi plastis ini terbentuk di titik momen maksimum dan mengakibatkan pergeseran pada diagram momen elastis.
Mafizul (2002) meneliti secara numerik dengan menggunakan program komputer untuk menganalisis balok dua bentang dan pelat satu arah. Dari hasil analisisnya menyatakan bahwa redistribusi momen tidak hanya tergantung dari parameter garis netral (k u ), tetapi juga dipengaruhi oleh rasio parameter garis netral antara daerah tumpuan dan lapangan (k u -/k u +), ultimate steel strain (ε su ) dan kuat tekan beton (f’ c ). Nilai k u -/k u + yang semakin kecil maka momen yang dapat diredistribusikan akan semakin besar. Semakin tinggi nilai kuat tekan beton akan menurunkan nilai redistribusi momen. Dalam penelitiannya Cagney dan Wong (2004) menyatakan bahwa semakin besar nilai rasio antara panjang bentang dan tinggi balok (L/d) maka besar redistribusi momen yang terjadi akan berkurang. Penambahan tulangan pada daerah lapangan tidak hanya meningkatkan kapasitas momen tetapi juga menaikkan kekakuan lenturnya.
Pengaruh Terjadinya First Crack Terhadap Laju Peningkatan Momen (Abdul Rokhman)
Maghsoudi dan Bengar (2009) meneliti tentang pengaruh penggunaan CFRP (Carbon Fiber Reinforced Polymer) pada balok menerus RHSC (Reinforced High Strength Concrete) terhadap perilaku redistribusi momen dan daktilitas yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah lapisan CFRP akan menurunkan tingkat redistribusi momen secara signifikan. Maghsoudi dan Bengar (2009), menyatakan bahwa rasio redistribusi momen (β) dihitung dengan rumus : ……………
(1)
Nilai M e merupakan nilai failure moment yang dihitung berdasarkan analisis elastis sedang M E adalah nilai momen hasil eksperimen.
Diagram hubungan beban dan momen (P-M) dapat digunakan untuk mengilustrasikan konsep redistribusi momen seperti yang terlihat pada gambar 2.2.
Gambar 2 menerus
Redistribusi momen pada balok
LANDASAN TEORI Analisis Plastis Balok Beton Bertulang Analisis plastis untuk penampang beton bertulang dapat digunakan untuk menentukan sudut kelengkungan (curvature) dan momen penampang pada kondisi first crack, leleh dan ultimitnya seperti terlihat dalam gambar 3.
Gambar 3. Distribusi tegangan pada tampang beton bertulang
Gambar 3.a menggambarkan kondisi saat retak pertama. Diasumsikan garis netral terletak pada titik berat penampang beton, dan tegangan tarik beton terluar telah mencapai tegangan tarik maksimum beton (f cr ), sehingga didapatkan momen dan kelengkungan pada retak pertama. …………… (2) atau
…………… (3)
Jika kuat tarik beton (f ct ) dari hasil uji tarik belah silinder diketahui, maka besarnya modulus runtuh beton dapat dihitung dengan persamaan (SNI 03-2847-2002) : . MPa ………….. (4) Kelengkungan pada kondisi first crack (
dihitung dengan menggunakan persamaan : …………… (5) (6)
…………… (7)
…...……… (8)
METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian 1. Baja Tulangan yang digunakan terdiri dari baja ulir berdiameter 10 mm untuk penulangan lentur balok dan baja tulangan polos berdiameter 8 mm untuk penulangan gesernya. 2. Beton menggunakan mix design (rancang campur) sendiri dengan mutu beton yang ditargetkan memiliki nilai kuat tekan minimal 25 MPa, nilai slump sekitar 102 cm.
Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan : Tahap ini meliputi pengadaan bahan dan persiapan peralatan yang akan digunakan untuk pembuatan benda uji. 2. Pengujian Agregat : Pengujian agregat meliputi kadar air, berat jenis, berat satuan dan gradasi pada agregat halus (pasir) dan agregat kasar (split). 3|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
3. Pengujian Tarik Baja : Pengujian tarik baja dilakukan untuk mengetahui secara pasti kuat tarik baja yang akan dipakai sebagai tulangan. 4. Perakitan Benda Uji penelitian ini dibuat tiga buah benda uji berupa struktur balok. Balok pertama adalah balok referensi (tulangan utuh tanpa penyambungan), balok kedua dengan panjang lewatan 0,50 l d (250 mm) dan balok ketiga dengan panjang lewatan tulangan 1,0 l d (500 mm).
Setting-up dan Instrumentasi Pengujian
gradasi menunjukkan bahwa pasir termasuk ke dalam zona II (agak kasar) dengan nilai modulus halus butir (mhb) pasir sebesar 2,60. Batas nilai berat jenis untuk agregat normal yaitu antara 2,5 sampai 2,7.
b. Agregat Kasar Hasil pemeriksaan terhadap kerikil dari batu pecah (split) asal Kulon Progo menunjukkan berat jenis kerikil pada kondisi jenuh kering muka (SSD) dan nilai serapan air berturutturut 2,62 gr/cm3 dan 3,49 %, modulus halus butir (mhb) 6,92. Berat satuan kerikil dengan pemadatan dan tanpa pemadatan masing-masing 1,392 gr/cm3 dan 1,275 gr/cm3.
c. Mix design beton
Tabel 2. Berat bahan susun beton Gambar 4. Setting up pengujian
Selama proses pembebanan dilakukan seluruh data direkam. Setiap ada kenaikaan sebesar 0,1 mm sampai dengan 0,2 mm pada blok tumpuan, maka dilakukan setting tumpuan dengan cara mengembalikan blok tumpuan ke titik awal dengan cara melakukan jacking pada blok tumpuan tersebut. Tabel 1. Spesifikasi Model
HASIL PENELITIAN Bahan Susun Beton a. Agregat Halus (pasir) Berat jenis pasir pada kondisi jenuh kering muka (SSD) dan nilai serapan air berturutturut 2,81 gr/cm3 dan 4,99 %. Pada analisis 4|K o n s t r u k s i a
Volume Beton
Faktor air semen
Semen kg)
Pasir (kg)
Kerikil (kg)
Air (kg)
0,6 m3
0,53
232,2
427,8
642
123
1 m3
0,1 m3
0,53 0,53
387
38,7
713
71,3
1070 107
205
20,5
Pengujian Beton Dari pengujian memberikan hasil berat volume beton rata-rata sebesar 23,49 KN/m3. Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 3.14, maka beton tersebut termasuk dalam klasifikasi beton normal yaitu mempunyai berat satuan antara 22 KN/m3 sampai dengan 25 KN/m3. Kuat tekan rata-rata yang dihasilkan sebesar 29,01 N/mm2. Dari pengujian kuat tarik belah didapatkan nilai rata-rata sebesar 2,58 N/mm2. Modulus Elastisitas beton diambil sesuai rumus dalam SNI 03-2847-2002 Pasal 10.5.1 yaitu atau sebesar 25314,638 sebesar Ec = N/mm2.
Hasil Pengujian Balok Hubungan beban – defleksi Dari Gambar 5 terlihat bahwa pada saat awal pembebanan dari ketiga balok menunjukkan grafik yang linier sampai pada batas
Pengaruh Terjadinya First Crack Terhadap Laju Peningkatan Momen (Abdul Rokhman)
kemampuan menahan retak. Setelah terjadi retak pertama (first crack), grafik baru akan mengalami perubahan gradient yang menandakan bahwa pada balok mulai terjadi peningkatan defleksi yuang sinifikan dengan disertai peningkatan nilai momen negatif tumpuan.
Gambar 5. Grafik hubungan beban – defleksi tengah bentang
Pada gambar 6. diperlihatkan pada saat beban yield defleksi pada model B-25 dan B-50 mempunyai nilai yang relatif sama yaitu 12,47 mm dan 12,68 mm sedang untuk model B-0 mempunyai nilai yang lebih kecil yaitu 7.75 mm. Hal ini disebabkan dengan adanya slip tulangan berakibat memperbesar nilai defleksi balok dan dalam pengujian ditunjukkan dengan adanya lebar retak yang cukup besar.
Gambar 6. Perbandingan defleksi saat kondisi first crack, yield, ultimate Redistribusi momen Hubungan momen – beban untuk ketiga model balok disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik hubungan momen – beban P 1 Balok B-0, B-25 dan B-50
Pada saat awal pembebanan semua model balok menunjukkan momen lapangan lebih dahulu terjadi, sampai pada beban saat first crack terjadi baru akan timbul momen negatif tumpuan. Pada ketiga model balok menunjukkan bahwa momen negatif pada daerah tumpuan (ujung balok) baru terjadi jika telah tercapai beban yang mengakibatkan terjadinya first crack pada daerah tengah bentang. Hal tersebut terjadi karena pada saat beton belum mengalami retak (first crack) maka pada balok masih memiliki nilai kekakuan yang sangat tinggi, sehingga defleksi yang terjadi pada balok di daerah tengah bentang relatif sangat kecil berakibat pergerakan vertikal pada sisi luar blok tumpuan juga sangat kecil. Kenaikan pembesaran momen negatif tumpuan lebih besar dari pada kenaikan momen potitif lapangan. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 7 dengan kemiringan garis (gradien) pada momen tumpuan yang lebih besar dari momen lapangan. Pada akhir pembebanan, besarnya momen lapangan lebih besar dibanding momen pada tumpuan, hal ini dikarenakan pada 5|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
pengujian ini tipe pengekangan tumpuan yang terjadi tidak sepenuhnya menghasilkan kekangan berupa jepit sempurna. Ujung balok kiri
tengah bentang
Ujung balok kanan
Retak ujung balok kiri Retak lapangan
Retak ujung kanan
Retak ujung balok kiri
Retak ujung kanan
Gambar 9. Retak pada beberapa bagian model Balok B-0
Gambar 10. Retak pada beberapa bagian model balok B-25
Retak lapangan
Gambar 11. Retak pada beberapa bagian model Balok B-50. KESIMPULAN
Gambar 8. Perbandingan momen pada kondisi tumpuan jepit penuh, dan hasil pengujian
6|K o n s t r u k s i a
1. Balok dengan tulangan utuh (model balok B0) memberikan nilai defleksi saat ultimit yang paling minimum yaitu sebesar 25,65 mm, bila dibandingkan dengan model balok B-25 dan B-50 yaitu masing-masing sebesar 30,88 mm dan 33,95 mm. 2. Adanya sambungan tulangan pada tengah bentang berakibat adanya konsentrasi retak di sekitar ujung sambungan tulangan tersebut. 3. Momen negatif akibat beban eksternal pada daerah tumpuan balok baru terjadi jika pada balok telah terjadi first crack di daerah tengah bentang. 4. Laju kenaikan momen negatif tumpuan lebih besar dari kenaikan momen lapangan hal ini disebabkan pada balok telah terjadi redistribusi momen dari momen lapangan ke momen tumpuan.
Pengaruh Terjadinya First Crack Terhadap Laju Peningkatan Momen (Abdul Rokhman)
DAFTAR PUSTAKA Bondy, K.B., 2003, “Momen Redistribution : Principal and Practice Using ACI 318-02”, PTI Journal. Cagney BR. and Wong, KW., 2004, “The Effect of Detailing Steel in the Compression Regions of Internal Supports on the Ductility of Reinforced Concrete Beams”, Electronic Journal of Structural Engineering (EJSE), 4, 45 - 54. Carmo dan Lopes, 2005, “Ductility and Linear Analysis with Moment Redistribution in Reinforced High-Strength Concrete Beams”, Can. J. Civ. Eng. 32: 194–203 Carino N.J., and Clifton J.R., 1995, “Prediction of Cracking in Reinforced Concrete Structure”, Building and Fire Research, National Institute of Standars and Technologi Gaithensberg. Mafizul .M., 2002, “Moment Redistribution in Concrete Beams and One-Way Slabs Using 500 MPa Steel, Thesis Curtin University of Technology. Maghsoudi. A, Bengar A., 2009, “Moment redistribution and ductility of RHSC continuous beams strengthened with CFRP”, Turkish Journal Eng. and Environment Science, 33 (2009) 45 – 59. Purwono, R. dkk, 2007, “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002) ”, itspress.
7|K o n s t r u k s i a
Analisis Penggunaan Admixture Berbahan Dasar Naphtalene (Iwan Mulyadin - Nadia)
ANALISIS PENGGUNAAN ADMIXTURE BERBAHAN DASAR NAPHTHALENE TERHADAP PENGGUNAAN PASIR PUTIH DAN PASIR HITAM DITINJAU DARI SETTING TIME Oleh : Iwan Mulyadin Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Nadia Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK: Dalam industri beton pracetak kecepatan waktu yang dibutuhkan untuk mengangkat sebuah produk sangat berpengaruh terhadap ketepatan penyelesaian suatu proyek. Kecepatan produk mencapai kuat tekan angkat sangat dipengaruhi oleh kualitas campuran dan kualitas material yang digunakan. Pasir merupakan salah satu material yang digunakan dalam penyusunan material beton tentunya memiliki peran sangat penting dalam menghasilkan kualitas beton yang diharapkan. Perbedaan karakter pasir akan menghasilkan karakter beton yang berbeda pula termasuk dalam mencapai kuat tekan angkat. Sedangkan Napthalene adalah bahan admixture yang umumnya mampu mempercepat pengerasan beton tergantung dari jenis pasir dan kandungan organiknya. Hasil yang dicapai dalam campuran beton ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kuat tekan angkat pada beton yang menggunakan Pasir Putih lebih lama 4 jam dari beton yang menggunakan Pasir Hitam. Kata Kunci : Napthalene, Pasir putih (Pasir Silica), Pasir Hitam (Pasir Vulkanic), Setting Time. ABSTRACT: In the precast concrete industry speed the time it takes to raise a significant influence on the accuracy of product completion of a project. Speed lift the product reaches the compressive strength is strongly influenced by the quality of the mix and quality of material used. Sand is one of the materials used in the preparation of the concrete material must have a significant role in generating the expected quality of the concrete. The difference in the character of the sand will produce different characters including concrete compressive strength in achieving lift. While Napthalene Admixture is a material that is generally able to speed up concrete hardening depends on the type of sand and organic content. The results achieved in the concrete mix is the time required to achieve lift the compressive strength of concrete using White Sands longer 4 hours of concrete using the Vulcanic Sand. Keywords : Napthalene, Silica Sand, Vulkanic Sand, Setting Time
LATAR BELAKANG Dewasa ini industri konstruksi beton precast/pracetak sudah banyak menjadi pilihan para designer. Pada beton precast mempunyai karakter yang sedikit berbeda dengan beton cast in situ /ready mix, salah satunya adalah pada beton pracetak harus memperhitungkan waktu setting guna kebutuhan finishing dan pengangkatan (striping) dari produk beton pracetak tersebut. Pasir sebagai salah satu material dalam pembuatan beton, tentunya sangat berpengaruh terhadap kualitas beton yang dihasilkan. Dipasaran dikenal 2 jenis pasir yang biasa digunakan didalam campuran beton yaitu
Pasir Putih (pasir silica) dan Pasir Hitam (pasir vulkanic). Kedua jenis pasir ini tentunya memiliki karakteristik yang berbeda baik secara kimia maupun secara fisik sehingga mempengaruhi terhadap karakteristik beton yang dihasilkan IDENTIFIKASI MASALAH Adapun karakteristik pasir yang dapat mempengaruhi kualitas dari beton diantaranya adalah: 1. 2.
Kandungan silica mempengaruhi kuat tekan dan kuat tarik beton. Kadar Organik mempengaruhi setting time beton. 9|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
3. 4. 5.
6.
Kadar Lumpur mempengaruhi kuat tekan dan susut beton. Gradasi atau kadar kehalusan mempengaruhi kebutuhan jumlah semen yang digunakan dan susut beton. Penyerapan mempengaruhi kebutuhan jumlah air pengaduk dan slump lost. Kekerasan mempengaruhi kuat tekan.
BATASAN MASALAH Agar penelitian ini lebih terarah maka diperlukan batasan-batasan, yaitu sebagai berikut : 1.
Mix design menggunakan metode ACI Modifikasi. 2. Target Kuat tekan beton adalah Fc’ 33 Mpa atau setara dengan K-400 Kg/cm2. 3. Semen yang digunakan adalah Ordinary Portland Cement (OPC) type I merek “Tiga Roda” sebanyak 400 Kg per m3 beton segar. 4. Water Ratio (W/C) yang digunakan adalah 42%. 5. Pasir Putih yang digunakan adalah pasir yang berasal dari tulang bawang, lampung dengan ukuran maksimal 4 mm. 6. Pasir Hitam yang digunakan adalah pasir yang berasal dari Merapi, jawa tengah dengan ukuran maksimal 4 mm. 7. Kerikil yang digunakan berasal dari Sidamanik, Jawa Barat dengan ukuran maksimal adalah 20 mm. 8. Air yang digunakan adalah Air tanah yang berasal dari pondok ungu bekasi dengan sumur bor. 9. Admixture yang digunakan dalam campuran adalah jenis larutan sulphonated naphthalene formaldehyde condensates type High Range water Reducer Superplasticizers dengan nama produk “Conplast SP 430” produksi Fosroc dengan dosis 1 liter per 100 kg berat semen yang digunakan. 10. Pengujian setting time dilakukan dengan cara melakukan uji kuat tekan pada usia beton masih muda yaitu pada usia 16 jam, 18 jam, 20 jam dan 24 jam. 10 | K o n s t r u k s i a
11. Sebagai kontrol pada mix composition maka dilakukan pengujian kuat tekan pada usia beton sudah mencapai 7 hari. 12. Pada setiap pengujian di buat 4 sampel sehingga total dibuat 40 sampel kubus 15 x 15 x 15 Cm.
PERUMUSAN MASALAH Pada industri beton pracetak ketepatan pemilihan material pasir dan admixture sangat dibutuhkan karena selain kuat tekan di 28 hari, lama waktu setting juga harus di pertimbangkan, guna pengangkatan produk beton precast. Pada beberapa kasus penambahan admixture khususnya yang berbahan dasar naphthalene tidak selamanya dapat mempercepat pengerasan, yang kemungkinan disebabkan dari kandungan kadar organik pada pasir.
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah: 1. 2.
3.
Untuk mengetahui efektifitas material yang digunakan ditinjau dari waktu pengangkatan produk beton pracetak. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh admixture jenis High Range water Reducer Superplasticizers berbahan dasar naphthalene terhadap Pasir Putih dan Pasir Hitam sebagai campuran beton ditinjau dari kuat workability dan setting time. Sebagai bahan referensi bagi engineer beton dalam menentukan material yang akan digunakan untuk campuran beton.
LANDASAN TEORI Umum
Beton merupakan batuan yang dihasilkan dari campuran agregat kasar, agregat halus dengan semen sebagai bahan pengikat yang merupakan hasil reaksi hidrasi dengan air dengan atau tanpa bahan tambah. Di dunia konstruksi dikenal beberapa jenis beton yang dibedakan berdasarkan:
Analisis Penggunaan Admixture Berbahan Dasar Naphtalene (Iwan Mulyadin - Nadia)
1. 2. 3. 4.
Berat Jenis(8) a. Beton Ringan b. Beton Normal c. Beton Berat Berdasarkan kelas(12) a. Beton Kelas I b. Beton kelas II c. Beton kelas III Berdasarkan sifat plastis. a. Beton normal b. Beton Self Compacting Concrete (SCC) Berdasarkan pembuatannya. a. Beton cast in situ b. Beton precast/pracetak
SIFAT-SIFAT BETON Sifat-sifat beton perlu diketahui untuk mendapat kualitas beton seperti yang diharapkan. Adapun sifat-sifat beton yang perlu diketahui adalah sebagai berikut: 1. Workability adalah merupakan sifat beton pada kondisi plastis, yang pengukurannya berdasarkan tingkat kemudahan pada saat dikerjakan. 2. Bleeding adalah pengeluaran air dari adukan beton yang disebabkan oleh pelepasan air dari pasta semen. 3. Segregasi adalah kecenderungan pemisahan bahan-bahan pembentuk beton. 4. Kuat tekan adalah kemampuan beton menerima gaya tekan per satuan luas. 5. Kuat tarik yaitu berkisar 10% - 15% dari kuat tekannya. 6. Keawetan (Durability) merupakan lamanya waktu suatu struktur yang menggunakan material beton untuk dapat melayani atau menahan beban yang bekerja pada struktur tersebut dalam waktu yang telah direncanakan. 7. Penyusutan adalah penurunan volume elemen beton ketika kehilangan kelembaban karena proses penguapan pada saat pengeringan yang kemungkinan besar dapat menyebabkan retak pada beton. 8. Rangkak (Creep) perubahan bentuk pada suatu konstruksi karena beban yang berkelanjutan.(8).
KELEBIHAN BETON(10) : 1. Beton memiliki nilai ekonomis. 2. Beton memiliki kuat tekan yang baik. 3. Beton memiliki keawetan yang cukup tinggi. 4. Beton dapat di bentuk sesuai dengan keinginan perencana. 5. Beton segar memungkinkan untuk dipompakan sehingga dapat ditempatkan pada tempat yang sulit. 6. Beton tahan terhadap aus dan terhadap kebakaran. KEKURANGAN BETON(10) :
1.
2. 3. 4.
Beton memiliki kuat tarik yang rendah sehingga penggunaannya pada struktur harus dibantu dengan menggunakan material baja pada daerah yang mengalami kuat tarik. Beton mengalami muai susut karena perubahan suhu sehingga perlu dibuatkan Expansion Joint untuk mencegah terjadinya retakan. Untuk mendapatkan beton sempurna harus dilakukan dengan pengerjaan yang teliti dan pengawasan yang ketat. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan diteliti secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.
MATERIAL 1. Semen Portland Semen adalah suatu zat pengikat yang dihasilkan dari proses pembakaran kapur. Semen terbagi kedalam 2 jenis, yaitu semen hidrolis dan semen non hidrolis. Semen Portland termasuk kedalam jenis semen hidraulis. ASTM C 150 mendefinisikan semen portland sebagai "semen hidrolik yang dihasilkan oleh penghancuran klinker dasarnya terdiri dari kalsium silikat hidrolik, biasanya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai tambahan tanah". 11 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
2.
3.
Air Dalam suatu campuran beton, air digunakan sebagai bahan untuk membuat reakasi hidrasi dengan semen sehingga campuran tersebut dapat mengikat semua komponen yang ada dalam campuran yang direncanakan. Pada umumnya air tawar yang dapat diminum dapat pula dijadikan campuran beton. Agregat Bahan penyusun beton yang paling banyak adalah agregat yaitu sekitar 75%. Oleh karena itu sifat agregat memiliki pengaruh besar terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan(8). Agregat adalah material butiran yang bersifat keras dan kaku. Agregat penyusun beton dibagi kedalam dua jenis yaitu agreggat halus (pasir) dan agreggat kasar (Split) Fungsi Agregat dalam beton adalah : 1. Menghasilkan beton yang murah 2. Menghemat penggunaan bahan perekat 3. Mengurangi susut pada beton sehingga membuat volume beton lebih stabil. 4. Meningkatkan kekuatan 5. Mengendalikan kemudahan dikerjakan 6. Dengan gradasi yang baik akan menjadikan beton padat. Sifat-sifat agregat yang paling penting adalah(8):
4.
1. Gradasi atau ukuran butiran agregat 2. Bentuk permukaan agregat 3. Porositas, serta reaktivitas dengan semen. 4. Bersih yaitu agregat bebas dari kotoran seperti garam, tanah liat, kotoran, atau benda asing. Admixture Admixture adalah bahan tambah beton yang ditambahkan pada saat beton itu masing dalam proses pencampuran. Penambahan bahan tambah beton bertujuan untuk merubah sifat-sifat beton baik itu sifat beton segar tapi juga beton keras, sehingga mencapai tujuan
12 | K o n s t r u k s i a
pencampuran beton baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi struktur yang diantaranya adalah meningkatkan kemampuan kita untuk mengontrol waktu kerja, kemampuan kerja, kekuatan, dan ketahanan dari beton semen portland(11). Admixture dibagi kedalam 2 golongan yaitu: a. Mineral Admixture(11) Material cementitious Material pozzolanic Material pozzolanic dan cementitious Material inert b. Chemical Admixture Air-Entraining (AEA) Water-Reducing High Range water Reducer Superplasticizers (HRWR) Permeability Reducing
ASTM membagi Admixture beberapa golongan yaitu(5):
kedalam
1. Type A, mengurangi air (Water Reducer ) 2. Type B, memperlambat pengikatan (Retarder ) 3. Type C, mempercepat pengikatan ( Accelerator ) 4. Type D, mengurangi air dan memperlambat pengikatan (A+B) 5. Type E, mengurangi air dam mempercepat pengikatan (A+C) 6. Type F, mengurangi air pencampur untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu (Superplasticizer) 7. Type G, mengurangi air pencampur untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan memperlambat pengikatan beton.
BETON PRACETAK Beton pracetak adalah beton siap pakai yang biasanya di produksi secara pabrikasi/manufacturing. Adapun langkahlangkah membuat/memproduksi beton pracetak secara garis besar adalah: 1. Pembersihan meja dan cetakan/mould 2. Pemasangan Cetakan
Analisis Penggunaan Admixture Berbahan Dasar Naphtalene (Iwan Mulyadin - Nadia)
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Oiling/Aplikasi Minyak Mould Setting pembesian dan Aksesoris Pengecoran Finishing Beton Bongkar Cetakan/Demolding Pengangkatan dan Penyetokan
1.
Pasir Putih
PENCAMPURAN BETON
Dalam merancang campuran beton diperlukan 2 (dua) kelompok data, yaitu(1) : 1.
2.
Kelompok Data Pengguna dan Sifat Beton, data ini biasanya didapat dari perencana yang membuat bangunan atau struktur beton tersebut. Kelompok Data Mengenai Bahan.
Secara umum dalam menyusun bahan campuran beton dikenal 2 metode, yaitu(1):
1. 2.
2. Pasir Hitam
Cara yang disusun oleh ACI 211.1-91 (Standard Practice for Selecting Proportions for Normal, Heavyweight, and Mass Concrete) Cara yang disusun berdasarkan metode Inggris (British Method Departement of the Environment Revised in 1988 (DoE) / SK SNI T – 15 – 1990-03.
HASIL PENGUJIAN
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap agregat yang akan digunakan dan dengan menggunakan metode pencampuran ACI 211.1-91, maka diperoleh komposisi campuran (material dalam kondisi SSD) sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengujian pada sampel yang telah dibuat, maka diperoleh data sebagai berikut:
ANALISIS DATA PASIR PUTIH Interval Keyakinan
13 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
Nilai Sampel
Regresi Linier
Regresi Linier
PASIR HITAM
Interval Keyakinan
Nilai Sampel
Uji hipotesis a. Workability Hipotesa awal adalah Pasir Putih menghasilkan campuran dengan workability lebih bagus dari Pasir Hitam. Dari hasil pengukuran slump pada saat trial mix diperoleh: - Slump untuk Pasir Putih adalah 14 Cm. - Slump untuk Pasir Hitam adalah 13 Cm Maka terjadi selisih tinggi slump 1 cm, dimana campuran yang menggunakan Pasir Putih menghasilkan workability lebih baik 1 cm daripada campurang yang menggunakan Pasir Hitam.
b. Waktu Setting Hipotesa awal adalah Pasir Putih menghasilkan waktu setting yang lebih lama dibandingkan dengan Pasir Hitam. Kuat Tekan yang dibutuhkan untuk (13) Pengangkatan Kuat Tekan Angkat =
40 % Kuat Tekan Rencana
Kuat Tekan Angkat =
160,00 Kg/Cm2
Kuat Tekan Angkat =
40% x 400 Kg/Cm2
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kuat tekan angkat, Dari grafik regresi linear diperoleh:
14 | K o n s t r u k s i a
- Campuran yang menggunakan Pasir Putih untuk mendapatkan kuat tekan 160 kg/Cm2 membutuhkan waktu 50 jam.
Analisis Penggunaan Admixture Berbahan Dasar Naphtalene (Iwan Mulyadin - Nadia)
- Campuran yang menggunakan Pasir Hitam untuk mendapatkan kuat tekan 160 kg/Cm2 membutuhkan waktu 46 jam
Maka terjadi selisih waktu angkat 4 jam dimana campuran yang menggunakan Pasir Hitam dapat di angkat lebih cepat 4 jam dari campuran yang menggunakan Pasir Putih.
c. Kuat Tekan Hipotesa awal adalah Kuat Tekan Pasir Putih menghasilkan kuat tekan umur 28 hari lebih baik dibandingkan dengan Pasir Hitam.
Dari hasil pengujian kuat tekan pada usia 7 hari diperoleh kuat tekan untuk masingmasing campuran adalah: - Campuran yang menggunakan Pasir Putih adalah 378,53 Kg/Cm2. - Campuran yang menggunakan Pasir Hitam adalah 375,567 Kg/Cm2. Berdasarkan peraturan PBI ’71 tabel 4.1.4 tentang kuat tekan beton, bahwa kuat tekan beton pada usia 7 hari adalah 65% dari kuat tekan umur 28 hari, maka diperoleh:
- Kuat tekan pada umur 28 hari untuk campuran yang menggunakan Pasir Putih adalah
Kg/Cm2.
- Kuat tekan pada umur 28 hari untuk campuran yang menggunakan Pasir Hitam adalah Kg/Cm2.
Terdapat selisih kuat tekan, dimana campuran yang menggunakan Pasir Putih menghasilkan kuat tekan lebih tinggi 4,555 Kg/Cm2.
KESIMPULAN Setting Time Produksi Beton Pracetak
Pada industri beton pracetak untuk mencapai kuat tekan minimum pengangkatan produk penggunaan Pasir Hitam membutuhkan waktu lebih cepat 4 jam dibandingkan dengan penggunaan Pasir Putih, sehingga produk dengan campuran beton yang menggunakan
Pasir Hitam bisa diangkat lebih cepat 4 jam dari pada produk dengan campuran yang menggunakan Pasir Putih. Workability
Selisih workability yang dihasilkan oleh kedua campuran dengan pengujian slump adalah 1 Cm, dimana Pasir Putih menghasilkan workability lebih baik dari pada Pasir Hitam.
Kuat Tekan Beton Campuran beton yang menggunakan Pasir Putih menghasilkan kuat tekan 28 hari lebih tinggi 4,555 Kg/Cm2 dari pada campuran yang menggunakan Pasir Putih, dimana kuat tekan yang dihasilkan oleh kedua campuran adalah: 1. Pasir Putih
2. Pasir Hitam
Kg/Cm2.
Kg/Cm2.
DAFTAR PUSTAKA (1) A. Subagdja, Ir. MT, Rancangan Campuran Beton Normal Metode ACI dan DoE Revised, Agustus 2004 (2)
ACI 212-3R-4, Chemical Admixture For Concrete, 2004
(4)
ASTM C 150-02a, Standart Specification For Portland Cement, 2002
(3)
(5) (6) (7) (8) (9)
(10)
ACI 363R-92, State of the Art Report on High Strength Concrete, 1997
ASTM C 33-03, Standart Specification For Concrete Aggregat, 2003 ASTM C 494/C494M-99a, Standart Specification For Chemical Admixtures For Concrete, 1999 Digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-10030-Paper.pdf
Edward G. Nawy, Concrete Construction Engineering Handbook, 2nd ed., Ch. 12. Longman, United Kingdom, 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Naphthal ene http://rumahdangriya.blogspot.com/2
15 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
(11) (12) (13) (14)
011/07/bagaimana-cara-membuatbeton-iii-sifat.html
http://sasonov.wordpress.com/2008/0 2/02/teknologi-additive-danadmixture/
PBI 71, Peraturan Beton Bertulang Indonsia, Departement Pekerjaan Umum, 1971 SK-SNI 03-1990-03, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal , Yayasan LPMB, Bandung, 1990
Supranto, J, Statistik. Teori dan Aplikasi. Jilid 2 Ed. 5, Erlangga Jakarta 1988
16 | K o n s t r u k s i a
Analisis Pengaruh Penggunaan Agregat Halus Dari Material Letusan (Haryo Koco Buwono)
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS DARI MATERIAL LETUSAN GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA PADA PERMEABILITAS BETON oleh : Haryo Koco Buwono Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadyah Jakarta email:
[email protected]
ABSTRAK: Beton adalah bahan bangunan yang terdiri dari komposisi pasir, kerikil atau batu pecah yang disatukan dengan bahan pengeras berupa pasta cair (semen dan air). Dengan proporsi yang tepat campuran tersebut menjadi bentuk plastis, akibat campuran terjadi panas hidrasi semen dan air, beton menjadi keras seperti batu. Pemanfaatan material Gunung Merapi pasca letusan yang mengakibatkan pendangkalan pada Sungai Krasak, Jogjakarta. Material Halus atau sering disebut agregat halus adalah bagian dari pembentuk beton. Sudah selayaknya bila dalam pemanfaatannya bisa membantu mengurangi dampak pendangkalan sungai yang bisa mengurangi pula dampak banjir disekitar sungai. Permeabilitas adalah rongga pori yang terjadi akibat panas hidrasi dalam beton, sehingga air yang tidak memproses dengan semen, berakibat bleeding ke permukaan beton atau terperangkap dalam beton. Banyaknya rongga udara dalam beton semakin melemahkan kekuatan beton. Permeabilitas banyak dipengaruhi oleh Pasta semen (tekstur kehalusan butir), water per cement ratio, dan derajat hidrasi. Permeabilitas gel adalah 1/1000 dari jumlah pasta. Gel pores tidak mengkontribusi permeabilitas beton, tetapi capillary cavaties sangat berpengaruh. Hasil Analisa Agregat Halus Material letusan Gunung Merapi ini didapatkan: Modulus Halus Butir 3,034, Gradasi Golongan II, berat Jenis SSD 2,71, Kadar Lumpur 0,5 dan absorbsi 2,60. Dari hasil ini dengan kombinasi w/c dan s/c pada mix desain didapatkan: penggunaan Agregat Halus dari Material Letusan Gunung Merapi dapat mengurangi absorbsi pada air yang digunakan sehingga permeabilitas dapat membantu meningkatkan kinerja beton. Makin tinggi faktor air semen dalam adukan, makin tinggi koefisien permeabilitasnya. Kata Kunci: Beton, agregat halus, permeabilitas, absorbsi, material letusan merapi ABSTRACT: Concrete is a construction material that consists of the composition of sand, gravel or crushed stone held together with a paste of liquid hardener materials (cement and water). With the right proportions to form the plastic mixture, this occurs due to heat of hydration of cement and water, the concrete becomes hard as stone. Utilization of material post-eruption of Mount Merapi, which resulted in siltation in the river of Krasak, Jogjakarta. Fine material is often called the fine aggregate is part of forming concrete. It is appropriate when its use can help reduce the impact of siltation of the river which could also reduce the impact of flooding around the river. Permeability is the pore cavities that occur due to heat of hydration in concrete, so water does not process the cement, resulting in bleeding into the concrete surface or trapped in the concrete. The number of air voids in concrete increasingly weaken the strength of concrete. Permeability is much influenced by the cement paste (the texture fineness of grain), water per cement ratio, and degree of hydration. Permeability of the gel is 1 / 1000 of the amount of pasta. Gel pores do notcontribute to the permeability of concrete, but the capillary cavaties are very influential. Results Analysis of Fine Aggregate Materials eruption of Mount Merapi is obtained: 3.034 Modulus of Fine Grain, Gradation of Class II, Type SSD weight of 2.71, 0.5 and absorption levels Mud 2.60. From these results with the combination of w/c and s/c in the mix design obtained: the use of Fine Aggregate Materials eruption of Mount Merapi may reduce the absorption of the water used so that the permeability can help improve the performance of concrete. The higher the water factor in the cement slurry, the higher the coefficient of permeability. Keyword: Concrete, agregate, concrete strength, SiO2
LATAR BELAKANG Beton adalah bahan bangunan yang terdiri dari komposisi pasir, kerikil atau batu pecah yang
disatukan dengan bahan pengeras berupa pasta cair (semen dan air). Dengan proporsi yang tepat campuran tersebut menjadi bentuk plastis, akibat campuran terjadi panas hidrasi 19 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 November 2012
semen dan air, beton menjadi keras seperti batu[1].
Beton mempunyai 3 katagori utama yaitu beton konvensional (normal), beton ringan, dan beton mutu tinggi. Beton Mutu Tinggi adalah beton normal yang ditambahkan bahan aditif untuk meningkatkan mutu beton. Di Indonesia, bahan aditif yang sering digunakan adalah silicafume dan fly ash. Prinsip dari penambahan bahan aditif adalah bertambahnya kandungan silica (s/c) dalam volume beton akan meningkatkan kuat tekan beton (f’c). Sedangkan hubungan beton terhadap w/c (faktor air semen) adalah semakin bertambahnya w/c dalam volume beton, kuat tekan beton semakin menurun[1]. Sebagaimana Sifat beton adalah: 1. Sifat mudah dikerjakan berarti harus menambahkan banyak air dalam volume beton (suatu komposisi), 2. Sifat meningkatkan mutu beton berarti harus mengurangi komposisi air dalam volume beton,
Pemanfaatan material Gunung Merapi pasca letusan yang mengakibatkan pendangkalan pada Sungai Krasak, Jogjakarta. Material Halus atau sering disebut agregat halus adalah bagian dari pembentuk beton. Sudah selayaknya bila dalam pemanfaatannya bisa membantu mengurangi dampak pendangkalan sungai yang bisa mengurangi pula dampak banjir disekitar sungai.
BETON Beton adalah secara luas merupakan material bangunan dalam ketekniksipilan, karena beton sangat kuat dan cukup keras untuk pembangunan struktur yang baik terutama gedung[6]. Beton terbagi menjadi 3 yaitu: a. Beton Biasa (Normal) yang mempunyai kekuatan antara 2000 sampai 6000 psi (13 sampai 40 MPa)[6][7]. 20 | K o n s t r u k s i a
b.
Beton Berkinerja Tinggi mempunyai kekuatan antara lain di atas 6000 psi (40 MPa)[7] disebut beton bermutu tinggi (CEB/FIP 60 MPa), 80 MPa disebut beton bermutu sangat tinggi, dan 120 MPa beton bermutu ultra tinggi[8].
Beton Berkinerja Tinggi sebagai bahan yang tahan korosi dan bagan kimia, maka digunakan pada struktur bangunan tinggi, beton prategang dan bangunan lepas pantai. Beton ini pada akhirnya rendah perawatan korelasinya rendah biaya bangunan.[4]
Beton sangat terpengaruh oleh bahan dasarnya yaitu Semen, Agregat Kasar, Agregat Halus dan Air. Dua dekade terakhir, telah dikembangkan jenis bahan tambah (admixtures dan additives) untuk meningkatkan kinerja beton untuk semakin lebih mudah dikerjakan, lebih cepat dan atau lebih tinggi mutunya[9].
Faktor-faktor yang mempengaruhi beton bermutu baik: [9][10][11][12] 1. Karaskteristik semen dan jumlahnya, 2. w/c (water per cement) rasio, 3. Kualitas agregat dan interaksinya dengan pasta semen, 4. Tambahan bahan kimia yang digunakan, 5. Tambahan material yang digunakan, 6. Pemilihan prosedur dan waktu pencampuran bahan susun beton, 7. Quality control.
Disamping kuat tekan, beton dapat diperhatikan permasalahan tentang workability, durability, pumpability dan permeabilitas[3]. Dalam penelitian ini yang diulas adalah kuat tekan dan permeabilitasnya.
PERMEABILITAS BETON Pengertian permeabilitas adalah kemudahan dalam melewatkan gas atau cairan di dalam beton[13]. Permeabilitas digunakan untuk pengecekan beton pada struktur air (misalnya bendung, DAM, Dermaga, dan lain-lain), dimana beton selalu dalam kondisi terendam air.
Analisis Pengaruh Penggunaan Agregat Halus Dari Material Letusan (Haryo Koco Buwono)
Permeabilitas tidak dapat dilepaskan dari panas hidrasi yang terjadi saat terjadinya beton (pengerasan pasta semen berakibat gel pores dan capillary cavities[14].
Gambar 3. Pengurangan permeabilitas dari pasta semen dengan progress dari hidrasi dengan water per cement ratio = 0,7[13]
Gambar 1. Hubungan antara koefisien permeabilitas dengan kapilar porositas dari pasta semen[13].
Permeabilitas adalah rongga pori yang terjadi akibat panas hidrasi dalam beton, sehingga air yang tidak memproses dengan semen, berakibat bleeding ke permukaan beton atau terperangkap dalam beton. Banyaknya rongga udara dalam beton semakin melemahkan kekuatan beton [15][16].
Permeabilitas banyak dipengaruhi oleh Pasta semen (tekstur kehalusan butir), water per cement ratio, dan derajat hidrasi. Permeabilitas gel adalah 1/1000 dari jumlah pasta. Gel pores tidak mengkontribusi permeabilitas beton, tetapi capillary cavaties sangat berpengaruh. Rumus permeabilitas (hukum Darcy) adalah sebagai berikut ini.[14][17]
dQ k .∆h. A = .............................................(2.1) dt L
Gambar 2. Hubungan antara permeabilitas dan water per cement ratio dari semen pasta mature[13].
dengan, dQ = Debit air yang dikumpulkan (m3/detik) dt = waktu yang dikumpulkan untuk berkumpulnya air (detik) k = koefisien permeabilitas (m/detik) ∆h = tinggi air (m) A = luas penampang melintang benda uji (m2) L = tebal benda uji sejajar arah aliran (m) 21 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 November 2012
Dalam mendapatkan harga permeabilitas diperlukan pada umur curring diatas 28 hari, tetapi jika menggunakan sample berupa silinder 7 hari dapat dilaksanakan[18]. Rumus tersebut untuk mendapatkan koefisien yang terjadi akibat penelitian permeabilitas. Sebagai gambaran adalah berupa table perkembangan umur terhadap koefisien permeabilitas pada w/c = 0.7 sebagai berikut ini.
d) Tergantung pada volume change yang menyebabkan dalam beton dihitung dari alasan variasi minor. e) Eksistensi udara terperangkap tergantung pada cara pemadatannya.
Tabel 1. Koefisien permeabilitas terhadap umur beton, w/c = 0,7[14] Umur dalam hari Fresh
Koefisien permeabilitas, K (m/detik)
5
4 x 10-10
8
4 x 10-11
6 13 24
Ultimate
2 x 10-4
1 x 10-10
5 x 10-12
1 x 10-12
6 x 10-13
Sumber: Concrete Technology, M.S. Shetty, table 9.1, page: 344 Permeabilitas dipengaruhi oleh pemadatan beton, porositas beton yang diakibatkan oleh adanya rongga udara, kapilaritas, viskositas dan tekanan dari cairan yang tertahan. Derajad permeabilitas diukur dari kemampuan cairan atau air untuk melewati beton dengan perbedaan tekanan hidrolik antara permukaan yang berlawanan pada elemen beton [12]
Permeabilitas yang tinggi pada mortar atau beton mempunyai alasan-alasan sebagai berikut ini.[12] a) formasi dari micro-crack tergantung pada long-term drying shrinkage, b) Ikatan permukaan antara agregat dan pasta semen terhadap ketidaksamaan thermal stress, c) Retakan secara keseluruhan berakhir pada structural stresses, 22 | K o n s t r u k s i a
Gambar 4. skema penggambaran dari material beton: (a) permeabilitas tinggi – pipa kapiler besar menghubungkan antar pori. (b) permeabilitas rendah – pipa kapiler kecil menghubungkan antar pori.[14]
Tabel 2. Harga tipical dari permeabilitas beton yang digunakan pada bendungan[14] Kadar semen w/c rasio Permeabilitas (kg/m3) (10-12) m/detik 156
0.69
138
0.75
151 223
8
0.74
24
0.46
28
35
Sumber: Concrete Technology, MS Shetty, Table 9.3, page 346
Analisis Pengaruh Penggunaan Agregat Halus Dari Material Letusan (Haryo Koco Buwono)
Pori beton dapat dikatagorikan sebagai berikut [12]
1.
2.
3.
4.
5.
Small Air Voids, pori terperangkap dengan ukuran 0,003 – 0,004 in (0,07 – 0,10 mm), Large Air Voids, pori yang terperangkap dalam beton dengan diameter kurang lebih 0,5 in (12,7 mm) Capillary voids, yaitu celah berbentuk pipa kapiler Semakin besar w/c semakin besar kapilaritas. Hal tersebut disebabkan kandungan semen yang diikat oleh air sedikit, sisa air yang tidak terikat masih ada karena tidak bereaksi maka bleeding. Ukuran kapiler w/c rendah berkisar 3 – 5 micron meter. Gel pores, yaitu pori yang terjadi pada gel yang terdapat pada beton yang sudah mengeras. Gel merupakan hasil dari proses hidrasi semen. Hidrasi semen ke dalam yang tidak sempurna menyebabkan Gel Pores. Ukuran antara 5 – 20 Anstrom. Aggregate pores, yaitu agregat pembentuk beton yang porus, menyebabkan beton berpori.
Dalam beton yang menggunakan pozzolanic material (misal: Silicafume) dapat mereduksi permeabilitas dengan optimal. Hal ini tergantung pada konversi dari kalsium hidroksida[14].
METODE PENGUJIAN PERMEABILITAS Pengujian permeabilitas dilakukan di Balai Penelitian Bahan Bangunan Teknik (B4T) Bandung. Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui daya rembes beton umur 56 hari terhadap tekanan air. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut ini[11]. 1. Benda uji berupa balok dengan ukuran 20x20x12 cm2, dikeluarkan dari tempat curring setelah umur 56 hari. 2. Kasarkan permukaan sampel menggunakan alat bentuk lingkaran pada bagian tengah dengan diameter 10 cm,
3. 4. 5. 6. 7. 8.
yang kemudian dilapisi dengan vaseline, untuk melindungi beton yang telah kasar. Letakkan benda uji pada alat uji permeabilitas dengan permukaan yang kasar menempel pada tabung yang akan diisi air bertekanan. Operasikan alat uji permeabilitas dengan tekanan awal 1 bar, ditahan selama 24 jam dan catat jumlah air yang turun dari tabung ukur. Naikkan tegangan pada tabung menjadi 3 bar, dan ditahan selama 24 jam dan catat jumlah air yang turun. Tambahkan tekanan hingga mencapai 7 bar, kemudian di tahan selama 48 jam. Catat jumlah air yang keluar, yang merupakan jumlah air komulatif. Angkat benda uji setelah melewati pengujian 96 jam dan potong dengan alat potong beton. Ukur penetrasi yang terjadi pada penampang benda uji tanpa memperhatikan luas tampang permeabilitas yang terjadi.
PEMERIKSAAN AGREGAT HALUS
Agregat halus yang digunakan adalah Pasir Kali Krasak, Kulon Progo, Yogyakarta, dari akibat material letusan Merapi. Pengujian agregat halus dilaksanakan di Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta, dengan hasil sebagai berikut ini. Tabel 3. Analisa Agregat Halus Analisa Agregat Halus
Modulus Halus Butir Gradasi Pasir
Berat Jenis Solid Berat Jenis SSD
Kadar Lumpur pasir Absorbsi
Satuan
Hasil
Syarat
-
3.034
1.5 - 3.8
-
Gol. II
Gol I – II
g/mL
2.71
-
g/mL %
%
2.70 0.5
2.60
-
Sumber: Penelitian Lab. Bahan Jurusan Sipil UMJ (lampiran)
23 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 November 2012
HASIL PENGUJIAN PERMEABILITAS Pengujian Permeabilitas dan belah beton dilaksanakan di laboratorium B4T Bandung. Hasil Permeabilitas beton sebagai berikut ini. Tabel 4. Hasil Permeabilitas beton Sample 1
w/c
s/c
Perembesan (ml)
0.3
15
5
1
3
10
10
14
0
12
25
5
0.4
15 10 5
0.5
0
15 10 5
0.6
0
15 10 5 0
12 12 14 14 13 12 38 10 15 10 4 9
17
7
Penetrasi (cm)
19
1.0
7
10
22
26
16 20 23 21 18 51
30 24 54 46 78 50
1.0
Perembesan (ml) 1
14
23
28
2.0
14
3.7 5.5 5.8 9.8 6.0
14 13 13 14 13
tembus
12
9
44
4.7
7
20 28
89 95
3.9
11.3 11.2 11.8
Sumber: Data hasil penelitian di B4T Bandung
36 5
10 14 19
Dari hasil di atas terdapat kejanggalan hasil penetrasi dimana ada data yang gagal (tembus) dan bentukan data cukup variatif.
Berdasarkan Formulasi Darcy untuk mencari koefisien permeabilitas (k) yaitu[14][46], k = [dl/dh] Q/(A.t) dimana: k = koefisien Permeabilitas, cm/det Q = Total air permeable, cm3 A = luas penampang benda uji, cm2 dh = P/(ρ.g), dengan P = 7 bar, ρ = 1 gr/cm3, g = 980.665 cm/det2, cm dl = penetrasi, cm 24 | K o n s t r u k s i a
2.0
2.0
8
130 85
23
18
65 16
7
10
Tembus
36
3
Penetrasi (cm)
5
73
22
Sample 2
13 30
40
18
28
21
40
20
64
25
85
22
74
49
1.5 3.0 3.2 2.6 4.0 7.0 10
7.3
83
Tembus
50
120
Tembus
14
70
8.1
24
38
17
78
28
72
24
90
t
4.0 9.2
10.0 11.5
= waktu yang diperlukan dalam mencapai penetrasi, det
didapatkan harga k sebagai berikut ini
Tabel 5. harga k 2 masing-masing sample w/c 0.3
s/c
k (10-09) cm/s (1)
k (10-09) cm/s (2)
10
17.4732
42.3036
15 5 0
9.19643 47.8214 102.080
24.8304 77.2500 117.714
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 November 2012 0.4
15
44.1429
66.9500
5
245.361
412.000
10
273.134
0
0.5
781.696
275.893
10
805.607
5
1434.64
15
[4] [5]
521.437
916.700
0
139.786 659.936
190.182
5
[3]
1324.29
883.317
10
496.791 915.964
129.118
0
0.6
147.143
702.975
15
[2]
662.143
1030.92
951.830
[6]
0.0000016 0.0000014 0.0000012
[7]
0.000001 0.0000008 0.0000006 0.0000004 0.0000002 0 -1
3
1
5
7
9
11
13
w/c = 0.3
w/c = 0.4
w/c = 0.5
w/c = 0.6
Linear (w/c = 0.5)
Linear (w/c = 0.4)
Linear (w/c = 0.3)
Linear (w/c = 0.6)
15
Gambar 5. Grafik Hasil Koefisien Permeabilitas
KESIMPULAN
Hasil yang dapat disimpulkan adalah dari koefisien permeabilitas dibandingkan dengan s/c dan w/c, yang diuraikan sebagai berikut ini. a.
b.
Penggunaan Agregat Halus dari Material Letusan Gunung Merapi dapat mengurangi absorbsi pada air yang digunakan sehingga permeabilitas dapat membantu meningkatkan kinerja beton . Makin tinggi faktor air semen dalam adukan, makin tinggi koefisien permeabilitasnya.
DAFTAR PUSTAKA [1]
R.S. Varshney BSc. BE (hons)(civil) ME,Ph.D “Concrete Technology”, 1982
6|K o n s t r u k s i a
[8]
[9]
Francois de Larrard, “A Method for Proportioning High-Strength Concrete Mixtures”, Cement, Concrete and Agregates, CCAGDP, Vol. 12 No. 2, pp.4752, Summer 1990
FX. Supartono, DR. Ir., “Design Considerations For Concrete Mixes”, Bahan Kuliah, 1998
M.J. Shannag, “High Strength Concrete Containing Natural Pozzolan and Silica Fume”, Jordan University of Science and Technology, June 2000
Departemen Pekerjaan Umum, “Metode Pengujian Kuat Tekan Beton SKSNI T15-1990-03”, Penerbit Yayasan LPMB, Bandung, 1991 Gary R. Mass, “Guide for Selecting Proportions for High-Strength Concrete with Portland Cement and Fly Ash”, ACI 211.4B, Title no 90-M31, May-June 1993
F.X. Supartono, DR. Ir., “Beton Berkinerja Tinggi”, Seminar HAKI, Jakarta Agustus 1998 F. Papworth, “Production and Use of Microsilica”, Pennsylvania, March 1990
FX. Supartono, DR. Ir., “Rancang Campur Beton Mutu Tinggi Berdasarkan Formulasi Feret yang Diidentifikasikan pada Kondisi Lokal”, Jurnal Teknologi No.1, Tahun X, pp. 52-58, Maret 1996
[10] FX. Supartono, DR. Ir., “Korelasi Model Eksponensial untuk Rangkak Beton dengan Formulasi Empiris CEB-FIP”, Jurnal Teknologi No. 4, Tahun X, Desember 1996
[11] FX. Supartono – Haifani Eka Y., “Effect of Silica Content in Silicafume on The Performance on High Strength Concrete”, International Seminar High Performance Concrete & Underwater concreting, March 2001. [12] Edward G. Nawy, “Fundamentals of High Strength Performance Concrete”, Longman, 1996. [13] M.S. Shetty, “Concrete Technology – Teory and practice”, S. Chand, 2001.
Analisis Pertukaran Waktu dan Biaya Dengan Metode Time Cost Trade Off (Bagus Budi -Trijeti)
ANALISIS PERTUKARAN WAKTU DAN BIAYA DENGAN METODE TIME COST TRADE OFF (TCTO) PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DI JAKARTA Oleh : Bagus Budi Setiawan Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Trijeti Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK: Dalam pelaksanaan pembangunan proyek perlu perencanaan yang baik sehingga pelaksanaan pembangunan dapat berjalan sesuai dengan jadwal. Keterlambatan pekerjaan proyek dapat diantisipasi dengan melakukan percepatan pelaksanaan dengan mempertimbangkan faktor biaya. Salah satu metode yang dapat digunakan disebut juga dengan istilah Time Cost Trade Off[1] atau pertukaran waktu dan biaya. Metode ini dapat dilakukan dengan metode pelaksanaan kerja dengan menambah group kerja, menambah peralatan, dan menambah jam kerja atau lembur. Kata Kunci : Proyek, waktu, Biaya ABSTRACT: In the implementation of development projects need good planning so that the implementation can be run in accordance with the construction schedule. Delays in project work can be anticipated with the acceleration of the implementation by considering the cost factor. One method that can be used is also called Time Cost Trade Off or the exchange time and cost. This method can be carried out by the method of execution of work by increasing the working group, add equipment, and increase working hours or overtime. Keywords : Project, Time, Cost
PENDAHULUAN Perkembangan pusat dunia jasa konstruksi telah ditandai dengan adanya pembangunan gedung-gedung dan fasilitas lainnya yang semakin besar dan kompleks. Hal ini merupakan peluang bisnis sekalipun tantangan bagi masyarakat dunia usaha khususnya usaha jasa konstruksi. Dalam pembangunan proyek konstruksi berbagai hal dapat terjadi yang dapat menyebabkan bertambahnya waktu pelaksanaan dan membengkaknya biaya pelaksanaan. Penyebab keterlambatan dalam proyek ini diakibatkan oleh pengaruh cuaca, kurangnya kebutuhan pekerja, suplai material yang kurang / terganggu dan peralatan yang digunakan kurang mencukupi, dan pengaruh dari pihak owner sendiri (keterlambatan supply material besi). LANDASAN TEORI
Ciri pokok proyek adalah : Memiliki tujuan yang khusus berupa hasil kerja akhir ; Jumlah biaya, susunan jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan sudah ditentukan ; Bersifat sementara, artinya apabila proyek selesai maka sesuatu yang berhubungan proyek tersebut ikut selesai ;Non rutin, tidak berulang-ulang, jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Didalam proses pencapaian tujuan telah ditentukan sasaran yaitu besarnya biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal kegiatan serta mutu yang harus dipenuhi. Mutu
Anggaran
Jadwal
Gambar 1. Tiga sasaran proyek 27 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
Ketiga batasan tersebut bersifat tarik menarik, artinya ketiga sasaran tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena ketiga sasaran tersebut saling mempengaruhi. Dari segi teknis, ukuran keberhasilan proyek diukur sejauh mana ketiga sasaran tersebut dapat dipenuhi.
Penyusunan urutan aktifitas adalah penentuan urutan aktifitas kerja yang akan dilaksanakan pada proyek dilapangan. Urutan aktivitas ini diperlukan untuk menggambarkan hubungan antara aktifitas yang akan dikerjakan dilapangan. Yang perlu diperhatikan dalam menyusun aktifitas : Predecessor yaitu aktifitas sebelum atau yang mendahului aktifitas yang bersangkutan ; Sucessor / Followers yaitu semua aktifitas sesudah atau yang terjadi setelah aktifitas yang bersangkutan ; Concurrent yaitu aktifitas-aktifitas yang dapat terjadi atau berlangsung bersamaan dengan aktifitas bersangkutan.
Gambar 2. Hubungan antar aktifitas proyek dapat dinyatakan dengan finish to start, start to start, finish to finish Lag adalah jumlah waktu diantara mulai atau selesainya aktifitas A dan mulai atau selesainya aktifitas B, yang dapat bernilai positif atau negative. Durasi aktifitas adalah lamanya waktu dari permulaan sampai penyelesaian suatu aktifitas, sementara durasi proyek adalah lamanya waktu 28 | K o n s t r u k s i a
dari permulaan sampai penyelesaian suatu proyek secara keseluruhan.
Estimasi durasi dari waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tiap-tiap aktifitas, yang telah diidentifikasikan pada tahap awal, adalah fungsi dari volume pekerjaan yang harus diselsaikan dengan produktivitas kerja tiap satuan waktu.
Metode Precedence diagram merupakan penyempurnaan dari CPM (Critical Path Methode) karena pada prinsipnya CPM hanya menggunakan satu jenis hubungan aktifitas yaitu akhir-awal dimana kegiatan dapat dimulai bila kegiatan yang dahulu telah selesai. Kegiatan dalam Precedence Diagram Method (PDM) digambarkan oleh sebuah lambang segi empat karena letak kegiatan ada di bagian node sehingga sering disebut juga Activity On Node (AON). Kelebihan Presedence Diagram Method dibandingkan dengan Arrow Diagram adalah : ES (earliest start) ; EF (earliest finish) ; LS (latest ellowable start) ; LF (latest allowable finish ; D (duration). Tujuan utama dari program mempersingkat waktu adalah memperpendek jadwal penyelesaian kegiatan atau proyek dengan kenaikan biaya yang paling optimal / minimal. Untuk menganilasa lebih lanjut hubungan antara waktu dan biaya kegiatan dipakai definisi berikut : • Kurun Waktu Normal adalah kurun waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan sampai selesai, dengan cara yang efisien tetapi di luar pertimbangan adanya kerja lembur dan usaha – usaha khusus lainnya, seperti menyewa peralatan yang lebih canggih. • Biaya Normal adalah biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaiakan kegiatan dengan kurun waktu normal.
Analisis Pertukaran Waktu dan Biaya Dengan Metode Time Cost Trade Off (Bagus Budi -Trijeti)
• Kurun Waktu dipersingkat (Crash Duration) adalah waktu tersingkat untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang secara teknis masih mungkin. Disini dianggap sumber daya bahan merupakan hambatan. • Biaya untuk waktu dipersingkat (Crash Cost) adalah jumlah biaya langsung untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu tersingkat. Biaya
B (Titik Dipe rs ingka t) B (titik dipe rs ingka t)
Bia ya untuk Wa ktu dipe rs ingka t
Bia ya Norma l
A (Titik Norma l) Waktu Wa ktu dipe rs ingka t
Wa ktu Norma l
Gambar 3. Hubungan Waktu – Biaya Normal dan Biaya Dipersingkat Dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Dengan kata lain pengertian dari Cost Slope (slope biaya) adalah pertambahan biaya langsung untuk mempercepat suatu aktivitas persatuan waktu.
Konsep cost slope bisa digunakan untuk menentukan waktu paling efisien untuk menyelesaikan proyek, dihubungkan dengan biayanya. Langkah – langkah untuk melakukan minimasi biaya (pada umur paling efisien) bisa ditentukan setelah jaringan kerja, perkiraan waktu didapat. Langkah – langkah tersebut adalah : • Biaya langsung (direct cost) : Menentukan ongkos normal (Cn), ongkos crash (Cc), waktu normal (Tn), dan waktu crash (Tc) ; Menentukan ongkos minimal untuk pengurangan umur proyek dengan satu unit
waktu (hari/minggu). Ini dilakukan untuk kegiatan – kegiatan yang berada dalam lintasan kritis dengan perwaktu minimal ; Lakukan proses yang sama untuk mengurangi umur proyek untuk unit waktu yang kedua ; Ulangi proses sampai proyek benar – benar menghasilkan selisih waktu normal dan waktu crash untuk pekerjaan yang kritis (berada dalam lintasan kritis) • Biaya tidak langsung (indirect cost) : Tentukan ongkos tidak langsung proyek untuk waktu normal dan waktu crash dan untuk waktu antara keduanya. • Ongkos total (total cost) : Tambahkan ongkos tidak langsung ke ongkos langsung untuk mencari ongkos total pada beberapa waktu yang ada ; Tentukan pada umur berapa biaya proyek minimal.
Kompresi hanya dilakukan pada aktifitasaktifitas yang berada pada lintasan kritis. langkah-langkah kompresi pada suatu pekerjaan : Menyusun jaringan kerja proyek, mencari lintasan kritis dan menghitung cost slope setiap aktifitas; Melakukan kompresi pada setiap aktifitas yang berada pada lintasan kritis dan mempunyai nilai cost slope terendah; Menyusun kembali jaringan kerja; Mengulangi langkah kedua dengan berhenti jika terjadi penambahan lintasan kritis dan bila terdapat lebih dari satu lintasan kritis maka dilakukan kompresi semua pada semua aktifitas pekerjaan dan perhitungan cost slope dijumlahkan; Langkah keempat dihentikan apabila terdapat lintasan kritis dimana aktifitas-aktifitasnya telah jenuh seluruhnya (tidak mungkin dikompres lagi sehingga akan didapat biaya yang optimum.
PEMBAHASAN Data bangunan : Jumlah lantai Apartemen Tower C 26 lantai ; Luas Bangunan Lantai 8 – 27 (19 lantai) 27.225 ,10 m2 ; Lantai 28 – 32 (5 Lantai) 5.992,25m2 ; Lantai 33 (1 lantai) 672,01 m2 ; Lantai Ruang Mesin 267,28 m2 ; Total Luas Bangunan 34.156,64 m2 Aktifitas Proyek 29 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
• Pekerjaan Struktur Lantai 8 : Kolom (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Shearwall (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Balok,kolom separator,balok intermediate (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Tangga (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) • Pekerjaan Struktur Lantai 8A : Pelat & Balok (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Kolom (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Shearwall (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Balok,kolom separator,balok intermediate (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Tangga (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) • Pekerjaan Struktur Lantai R.Mesin : Pelat& Balok (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Kolom (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Shearwall (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) ; Balok,kolom separator,balok intermediate (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) • Pekerjaan Struktur Lantai Atap : Pelat & balok (Bekisting, Pembesian, Pengecoran) Penentuan Network Diagram
Berikut contoh daftar hubungan antar aktifitas dan durasi untuk lantai 8 :
perhitungan durasi proyek dipakai asumsi sebagai berikut :
Jam kerja normal yang dipakai adalah 8 jam/hari ; Dalam 1 minggu dipakai 7 hari kerja.
Perhitungan Biaya Proyek Untuk biaya dari keseluruhan pelaksanaan pembangunan proyek Apartemen Tower C Season City sebesar Rp.78.382.000.000. Tetapi tinjauan hanya sampai pada pekerjaan struktur utama saja terdiri dari bahan dan tenaga kerja maka didapat biaya total Rp.18.080.739.494.
Penentuan Normal Cost : Normal Cost adalah biaya langsung yang diperlukan untuk penyelesaian proyek dalam kondisi waktu normal. Biaya ini terdiri dari biaya Material,Tenaga, dan Alat. Perhitungan Biaya Bahan : Biaya Pengecoran Beton Kolom Lantai 8; Bahan Beton = Vol.pekerjaan x Harga satuan Bahan = 66.63 x 550.000 = Rp. 36.646.500. Biaya Upah pengecoran dengan TC : Upah Beton = Vol.pekerjaan x Harga satuan upah = 66.63 x 24.000 = Rp. 1.591.200. Jadi total biaya normal untuk pengecoran (upah+bahan) adalah biaya bahan beton ditambah biaya upah cor beton 36.646.500 + 1.591.200 = Rp.38.237.700 Time Crash dan Alternatif Percepatan
Setelah waktu pelaksanaan dan hubungan antar aktifitas diperoleh langkah berikutnya yaitu membuat jaringan kerja dengan menggunakan Microsoft Project sehingga durasi proyek dan aktifitas kritis dapat diketahui. Dalam 30 | K o n s t r u k s i a
• Perhitungan durasi crash dilakukan pada pekerjaan yang berada dalam lintasan kritis berdasarkan dari output Network Diagram dari program Microsoft Project. Pekerjanpekerjaan yang berada pada lintasan kritis tersebut akan dilakukan percepatan dengan alternatif: Penambahan jam kerja 3 jam (kerja lembur) : Waktu kerja lembur di asumsikan rata-rata baik proyek berjalan normal atau lambat adalah 3 jam per hari; Upah pekerja untuk setiap 7 jam lembur pertama sebesar 2 kali upah sejam atau 200% dari harga upah pekerja saat normal ; Harga peralatan tidak mengalami perubahan ;Produktifitas kerja pada saat jam kerja lembur diperhitungkan 75 % dari
Analisis Pertukaran Waktu dan Biaya Dengan Metode Time Cost Trade Off (Bagus Budi -Trijeti)
produktifitas kerja pada saat normal untuk 3 jam pertama dan 50% untuk jam berikutnya (informasi dari proyek) ; Jam kerja normal 8 jam/hari, dengan 1 minggu kerja sebanyak 5 hari dan 8 jam kerja hari sabtu dan minggu.
• Penambahan pekerja pada Group Kerja : Penambahan group tenaga kerja dipakai 25% dari total group tenaga kerja yang sudah ada ; Penambahan Group kerja hanya pada pekerjaan Pembesian dan bekisting saja karena lebih efektif. Untuk pekerjaan pengecoran kurang efektif bila dilakukan penambahan tenga kerja / group kerja dikarenakan pekerjakan pengecoran dilakukan dengan menggunakan bantuan Tower crane. Berikut pembagian group pekerja pada masing-masing pekerjaan data diambil dari informasi proyek.
• Jam kerja normal 8 jam/hari, dengan 1 minggu kerja sebanyak 5 hari dan 8 jam kerja hari sabtu dan minggu ; Harga untuk penambahan tenaga kerja sama dengan harga normal ; Untuk kapasitas dan harga peralatan berat tidak mengalami perubahan karena diasumsikan peralatan yang dipakai merupakan peralatan bantu yang dipakai masing-masing pekerja; Penambahan group tenaga kerja hanya pada aktifitas pekerjaan yang berada pada lintasan kritis saja. • enambahan Kapasitas Alat : Penambahan alat Concrete Pump / Long Boom ;Harga untuk penambahan alat diambil dari harga normal yaitu didapat dari data kontrkator lapangan (termasuk harga sewa perbulan, harga BBM, harga mob demob peralatan) ;
Harga satuan alat diasumsikan dihitung harian ;Penambahan kapasitas alat hanya pada aktifitas pekerjaan yang berada pada lintasan kritis saja ; Jumlah tenaga kerja tetap tidak ada penambahan ;Jam kerja sesuai jam kerja normal yaitu 8 jam/hari ; Penambahan kapasitas alat hanya pada pekerjaan pengecoran balok dan plat lantai saja; Penggunaan alat diasumsikan normal tanpa ada kendala mesin mati / rusak. Jadi dalam perhitungan tidak diperhitungkan faktor resiko dari mesin sendiri. Dari data kegiatan normal yang sudah diolah menggunakan Microsoft Project didapat kegiatan-kegiatan yang berada pada jalur lintasan kritis adalah sebagai berikut : Pekerjaan Persiapan pada Pekerjaan Lantai 8 : Pekerjaan pembesian shear wall ; Pekerjaan bekisting shear wall ; Pekerjaan pengecoran shear wall dan Pekerjaan Lantai 8A : Pekerjaan Bekisting Plat ; Pekerjaan Pembesian Plat ; Pekerjaan Pengecoran Plat ; Pekerjaan Pembesian shear wall ; Pekerjaan bekisting shear wall ; Pekerjaan pengecoran shear wall. Untuk pekerjaan lantai 9 – lantai R.Mesin urutan aktifitas pada lintasan kritis sama dengan pekerjaan pada setiap tahap urutan diatas : Pekerjaan Lantai Atap ; Pekerjaan Bekisting Plat ; Pekerjaan Pembesian Plat; Pekerjaan Pengecoran Plat Contoh Perhitungan durasi dan biaya akibat crashing :
• Pembesian Shearwall lantai 8 : a. Volume Besi Beton = 24538.44 ; b.Biaya (upah + bahan)= 840 ; c.Normal Duration = 4 ; Normal Cost = 20,612,287.82 • Crash Duration : e. Produktivitas harian (a/c) = 6134.609 ; f. produktifitas tiap jam (e/8)= 766 ; g. Produktifitas harian setelah crash (8 x f) + (3 x f x 75%) = P 7851.5 ; h.Jadi Crash Time a/g =3 Analisa Time Cost Trade Off (TCTO) Penambahan jam kerja Lembur : Contoh perhitungan Crash Cost dan Cost Slope untuk alternatif 1 penambahan jam kerja lembur 31 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
dilakukan berdasarkan asumsi – asumsi diatas pada pekerjaan pembesian shearwall.
• Normal Cost : a. Volume =24.538,44 kg ; b. Upah pekerja = Rp.840 ; c. Biaya Alat = Rp.0 ; d. Durasi Normal = 4 ; e. Normal cost (a x (b+c))) = 20.612.287,82 • Crash Duration : f. Produktifitas harian (a/d) = 6134.609 ; g. Produktifitas per jam (f/8jam) = 766.83 ; h. Produktifitas harian setelah = 7859.97 ; Crash (8xg)+(3xgx0.75) ; i. Crash duration (a/h) = 3 • Crash Cost : j. Upah normal /jam (g x b.upah) = 644.133 ; k. Biaya lembur /jam (2xa) = 1.288.267.99 ; l. Crast cost /hari (8xa)+(3xbx0.75) = 8.051.674.93 ; m. Crash cosh total (i x l) = 24.155.024.79 ; n. Cost slope( m-e)/(d-i) = 3.542.736.97 Penambahan Grup Kerja : Contoh perhitungan Crash Cost dan Cost Slope untuk alternatif 2 penambahan group kerja dilakukan berdasarkan asumsi – asumsi diatas pada pekerjaan pembesian shearwall.
• Normal Cost : a. Volume =24.538,44 kg ; b. Upah pekerja = Rp.840 ; c. Biaya Alat = Rp.00 ; d. Durasi Normal = 4 ; e. Normal cost (a x (b+c))) = 20.612.287,82 ; f. Jumlah orang/group = 2 group( ± 6 orang) • Crash Duration : g. Produktifitas harian (a/d) = 6134.609 ; h. Penambahan pekerja kerja 25% dari group = 0,5 group (asumsi ± 2 orang) ; i. Produktifitas penambahan kapasitas (g+(g/f) = 9201.95 ; ; j. Crash duration (a/i) = 2.6 ~ 3 • Crash Cost : k. Upah setelah penambahan/ hari (i x b.upah) = 7.729.607.93 ; l. Total Crash (e + ( b x i)) cost = 23.188.823.8 ; Cost slope ( l-e)/(d-j) = 2.576.535.98 Penambahan kapasitas alat : Alternatif yang ke 3 adalah dengan menambah kapasitas alat bantu kerja. Untuk penambahan alat bantu yang memungkinkan hanya pada pekerjaan pengecoran dan pembesian yaitu dengan penambahan Long Boom Concrete Pump atau dilapangan dikenal pompa Kodok . 32 | K o n s t r u k s i a
Berikut perhitungan proporsional jumlah total peralatan yang akan dipakai pada pekerjaan struktur : Total Nilai Kontrak Struktur dan Arsitektur : 78.382.000.000 ; Total Pekerjaan Struktur yang ditinjau : 18.080.739.494 ; Prosentase pekerjaan struktur Terhadap kontrak : 0.23 % ; Total Pekerjaan persiapan : 8.665.020.000 ; Total pekerjaan peralatan Struktur dan arsitektur : 3.797.840.000 ; Jadi total peralatan struktur : 873.503.200 ; Total asumsi yang digunakan tiap lantai : 33.596.000
Untuk perhitungan penambahan peralatan concrete pump mengacu asumsi data yang didapat dari proyek sbb : a. Sewa Concrete Pump per bulan : 55.000.000 ; b. Mobilisasi dan demobilisasi : 5.000.000 ; c. Kapasitas concrete pump /jam : ± 28 m3 /jam ; d. Jam kerja : 8 jam/hari ; e. Biaya bahan bakar minyak : 12 ltr/ jam ; Asumsi (4.500 /litr) Berikut perhitungan biaya penggunaan 1 unit concrete pump Diasumsikan 1 bulan 30 hari : f. Jumlah pengecoran balok dan Pelat lantai : 8352.23 m3 ; g. Rata-rata pengecoran per hari (c x d) : 224 m3 ; h. Total hari yang dibutuhkan (f / g) : 37 hari ; i. Kebutuhan BBM per hari(e x d) x 4500 : 96 liter x 4500 = 432.000 ; h :432.000 x 37 = 13.824.000 ; j. Biaya sewa per hari (a / 30) : 1.900.000 ; k. Total Biaya Sewa : 67.900.000 ; l. Total biaya sewa keseluruhan (k + i + b ) : 86.800.000. Jadi biaya yang dibutuhkan dalam penambahan kapasitas alat concrete pump(biaya peralatan normal + biaya akibat penambahan) adalah Rp.960.300.000. Dari total tersebut dapat diasumsikan kebutuhan peralatan untuk tiap – tiap lantai sebesar Rp.36.900.000. Dari data diatas dapat kita hitung crash cost dan cost slope pada alternatif 3 ini yaitu penambahan kapasitas alat. Berikut contoh perhitungan crash cost cost slope pada pekerjaan pengecoran pelat lantai dan balok :
• Normal Cost : a. Volume =337.64 m3 ; b. Upah pekerja = Rp.25.000 ; c. Biaya Alat = Rp.33.596.000 ; d. Durasi Normal = 6 ; e.
Analisis Pertukaran Waktu dan Biaya Dengan Metode Time Cost Trade Off (Bagus Budi -Trijeti)
Normal cost (a x (b))) +c = 42.037.000 ; f. Jumlah orang/group = 2 group( ± 6 orang) • Crash Duration : f. Produktifitas harian (a/d) = 56.27 ;g. Kapasitas per jam = 28 m3/jam ; h. kapasitas per hari = 224 m3 ; i. Crash duration (a/h) = 1.507 ~ 2 hari • Crash Cost : j. Biaya alat setelah pertambahan = 36.636.000 ; k. upah pekerja (a x b) = 8.441.000 ; l. Crash cosh total = 45.077.000 ; m.Cost slope (l-e)/(d-i) = 760.000 Perhitungan Durasi dan Biaya setelah kompresi
• Contoh perhitungan kompresi 1 Untuk Alternatif 1 : a. Cost slope = 3.349.496 ; b. Durasi normal = 4 ; c. Crash Durasi = 3 ; d. Total crash = 1 ; e. Komulatif total crash = 1 ; f. Total Durasi Proyek = 180-1 = 179 hari ; g. tambahan Biaya (a x e) = 3.349.496 x 1 = 3.349.496 ; h. komulatif tambahan biaya = 3.349.496 ; i. Total cost = 3.349.496 • Contoh perhitungan kompresi 1 Untuk Alternatif 2 : a. Cost slope = 2.576.535 ; b. Durasi normal = 4 ; c. Crash Durasi = 3 ; d. Total crash = 1 ; e. Komulatif total crash = 1 ; f. Total Durasi Proyek = 180-1 = 179 hari ; g. tambahan Biaya (a x e) = 2.576.535 x 1 = 2.576.535 ; h. komulatif tambahan biaya = 2.576.535 ; i. Total cost = 2.576.535 • Contoh perhitungan kompresi 1 Untuk Alternatif 3 : a. Cost slope = 760.000 ; b. Durasi normal = 6 ; c. Crash Durasi = 2.1 ~ 2 ; d. Total crash = 4 ; e. Komulatif total crash = 4 ; f. Total Durasi Proyek = 180-4 = 176 hari ; g. tambahan Biaya (a x e) = 760.000 x 4 = 3.040.000 ; h. komulatif tambahan biaya = 3.040.000 ; i. Total cost = 3.040.000
Penambahan Jam Kerja (Alternatif 1) a. Rekapitulasi Biaya Langsung
b. Grafik hubungan Biaya dan Durasi
Dari Rekapitulasi hasil analisa dengan metode TCTO maka didapat waktu pelaksanaan setelah dikompresi yaitu pada kompresi 1 (lantai 8) sampai kompresi 28 (lantai atap) maka diperoleh waktu pelaksanaan kompresi 315 hari mengalami pengurangan dari waktu normal 355.5 hari. Dengan biaya yang didapat setelah kompresi ini sebesar Rp.18.468.332.992 mengalami kenaikan dari biaya awal sebesar Rp.18.080.739.494.
33 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
Penambahan Group Kerja (Alternatif 2) a. Rekapitulasi Biaya Langsung
b. Grafik hubungan Biaya dan Durasi
Dari Rekapitulasi hasil analisa dengan metode TCTo maka didapat waktu pelaksanaan setelah dikompresi yaitu pada kompresi 1 (lantai 8) sampai kompresi 28 (lantai atap) maka diperoleh waktu pelaksanaan kompresi 321 hari mengalami pengurangan dari waktu normal 355.5 hari. Dengan biaya yang didapat setelah kompresi ini sebesar Rp.18.320.211.614 mengalami kenaikan dari biaya awal sebesar Rp.18.080.739.494.
34 | K o n s t r u k s i a
Penambahan Kapasitas Alat Kerja (Alternatif 3 )
a. Rekapitulasi Biaya Langsung
b. Grafik hubungan Biaya dan Durasi
Dari Rekapitulasi hasil analisa dengan metode TCTo maka didapat waktu pelaksanaan setelah dikompresi yaitu pada kompresi 1 (lantai 8) sampai kompresi 28 (lantai atap) maka diperoleh waktu pelaksanaan kompresi 302.5 hari mengalami pengurangan dari waktu normal 355.5 hari. Dengan biaya yang didapat setelah kompresi ini sebesar Rp.18.166.643.494 mengalami kenaikan dari biaya awal sebesar Rp.18.080.739.494. Grafik Perbandingan Biaya dan Waktu Antara Kondisi Normal dengan Kondisi Setelah Percepatan dengan 3 Alternatif
Setelah didapat grafik dari masing-masing alternatif percepatan maka selanjutnya adalah
Analisis Pertukaran Waktu dan Biaya Dengan Metode Time Cost Trade Off (Bagus Budi -Trijeti)
membandingkan ke 3 alternatif tersebut dengan kondisi normal dalam sebuah grafik sebagai berikut :
Kesimpulan • Dari segi waktu didapatkan penyelesaian pelaksanaan untuk : Alternatif 1 : 315 hari terjadi pengurangan 40 hari ; Alternatif 2: 321 hari terjadi pengurangan 34 hari ; Alternatif 3: 302.5 hari terjadi pengurangan 53 hari ; Dari waktu pelaksanaan riil lapangan 355.5 hari • Perubahan biaya total proyek yang terjadi akibat percepatan pelaksanaan pekerjaan : Alternatif 1 : Rp.18.468.332.922 ; Alternatif 2: Rp.18.424.417.006 ; Alternatif 3: Rp.18.166.643.494. Dari segi biaya terjadi peningkatan akibat pelaksanaan dari ke 3 alternatif tersebut. • Berdasarkan hasil analisa diatas disimpulkan semua alternatif mengalami penambahan biaya, Kontraktor mempunyai pilihan 3 alternatif yang sesuai dengan pertimbangan antara biaya, waktu dan kondisi yang lain. • Hasil evaluasi analisis dengan menggunakan metode Time Cost Trade Off ini ini dilaksanakan pada proyek pembangunan Apartemen Tower C Seson City yang telah selesai dilaksanakan.
Daftar Pustaka [1] Ariany Frederika, “ Journal Ilmiah Teknik Sipil”, Denpasar 2010 [2] Budi Santoso , “ Manajemen Proyek “, Surabaya, 2003 [3] Bachtiar Ibrahim, “Rencana dan Estimate Real Of Cost”, Jakarta, 1993 [4] Harold Kerzner, “Project Management : A System Approach to Planning , Scheduling, and Controlling (8th Ed.ed)”,Wiley, 2003 [5] Iman Soeharto , “ Manajemen Proyek ”, Jakarta, 1995 [6] Iman Soeharto, “Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasiona”, Jakarta, 1999 [7] Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, “Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur ”, Jakarta 2004 [8] Patrick,S.W.F dan Mingen,Li (2004). “Risk Assessment Model of Tendering for Chinese Building Projects. Journal of Constructions Engineering and Management”, ASCE. 2004. [9] Paulus Nugraha, ”Manajemen Konstruksi 2”,Surabaya, 1985 [10] Susapto, “Manajemen Konstruksi 3”, Malang, 2001 [11] Wahana Komputer, “Panduan Praktis Microsoft Project”, Yogyakarta, 2010 [12] Wulfram I Ervianto, “Manajemen Proyek Konstruksi”, Yogyakarta, 2002
35 | K o n s t r u k s i a
Analisis Pemindahan Lokasi Pelabuhan Singkawang Akibat Rencana Pengembangan (Aripurnomo / Haryo)
ANALISIS PEMINDAHAN LOKASI PELABUHAN SINGKAWANG AKIBAT RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN Aripurnomo Kartohardjono Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Jakarta email :
[email protected]
Haryo Koco Buwono Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Jakarta email :
[email protected]
ABSTRAK: Pelabuhan Singkawang terletak di Muara Sungai Singkawang (+ 500 meter), sehingga merupakan Pelabuhan Pantai. Pelabuhan ini merupakan Pelabuhan Umum yang dibangun pada tahun 1940 dengan Konstruksi Dermaga dari Kayu Belian/Ulin/Besi yang mempunyai kapasitas sandar 2 (dua) kapal dengan ukuran isi kotor kurang dari 200 ton. Pada saat ini Pelabuhan tersebut dikelola oleh PT. (Persero) Pelindo II cabang Pontianak di bawah pengawasan Administrator Pelabuhan (ADPEL) Sintete Wilayah Kerja (Wilker) Singkawang. Aktifitas kegiatan bongkar di Pelabuhan ini rata-rata 600 t/m3 per bulan dan muat rata-rata 400 t/m3 per bulan. Terminal Pelabuhan Sedau ini diharapkan beroperasi selama 365 hari dalam setahun dan dibagi dalam efektif kerja 2 shift per hari (1 shift dinyatakan dalam 8 jam) artinya bisa bekerja 1 gank saja tiap kapal sandar,mengingat kapal yang ada adalah kapal yang berukuran kecil. Proyeksi dalam pernyataan Berth Occupancy Ratio (BOR) adalah 50%, berdasarkan jumlah maksimum kunjungan kapal per hari, rata-rata 2 kapal. Kunjungan kapal terbesar yang merapat di pelabuhan Sintete adalah kapal cargo yang mempunyai LOA=45 Meter dengan Lebar 15 Meter dan bobot 276 DWT (draft 3 meter). Berdasarkan data-data yang ada, digunakan sebagai proyeksi untuk mencari kebutuhan panjang dermaga (berth) yang diharapkan dalam 5 tahun kedepan. Kawasan Terminal Sedau, Singkawang, yang merupakan Terminal pengembangan dari Pelabuhan (Kuala) Singkawang, terletak di Sungai Sedau, adalah memiliki peran strategis dalam pengembangan wilayah sesuai konsep Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota Singkawang. Potensi sebagai daerah Hinterland sangat mendukung pengembangan kawasan dimasa mendatang, utamanya dalam pengembangan Ekonomi Singkawang. Kata Kunci : Singkawang, BOR, kawasan, pelabuhan, pengembangan ABSTRACT: Singkawang seaport located on River Estuary Singkawang (500 + meters), so it is a harbor beach. This port is the Port of Common built in 1940 with the construction of Wood Wharf Belian / Ulin / Iron that has berthing capacity of 2 (two) ships with the content size of less than 200 gross tons. At this port is managed by PT. (Limited) Pelindo II Pontianak branch under the supervision of the Port Administrator (ADPEL) Sintete Working Area (Wilker) Singkawang. Unloading activities in the port activity is an average of 600 per month t/m3 and fit t/m3 average of 400 per month. Sedau Port Terminal is expected to operate for 365 days per year and divided by the effective working 2 shifts per day (1 expressed in 8 hour shift) means it can only work 1 gank each tanker berth, given the existing ship is a small ship. Projections in a statement Berth Occupancy Ratio (BOR) is 50%, based on the maximum number of ship visits per day, an average of 2 vessels. Visit the largest ship is docked at the port Sintete cargo ship that has LOA = 45 meters with 15 meters width and weighs 276 DWT (draft 3 meters). Based on existing data, is used as a projection to find needs long dock (berth) is expected in the next 5 years. Sedau terminal region, Singkawang, which is the development of the Port Terminal (Kuala) Singkawang, situated on the River Sedau, is to have a strategic role in the development of the region according to the concept of Spatial Planning and Regional Governance Singkawang. Potential as Hinterland region strongly support the future development of the region, especially in economic development Singkawang. Keywords : Singkawang, BOR, distric, harbour, develop
37 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
LATAR BELAKANG Pentingnya peran pelabuhan dalam suatu sistem transportasi mengharuskan setiap pelabuhan memiliki suatu kerangka dasar rencana pengembangan dan pembangunan pelabuhan. Kerangka dasar tersebut tertuang dalam suatu rencana pengembangan keruangan yang kemudian dijabarkan dalam suatu tahapan pelaksanaan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Hal ini diperlukan untuk menjamin kepastian usaha dan pelaksanaan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang dan untuk menjamin kepastian usaha dan pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang terencana, terpadu, efisien dan berkesinambungan. Kerangka dasar rencana pengembangan dan pembangunan suatu pelabuhan tersebut diwujudkan dalam suatu rencana induk pelabuhan yang menjadi bagian dari tata ruang wilayah, dimana pelabuhan tersebut berada, untuk menjamin sinkronisasi antara rencana pengembangan pelabuhan dengan rencana pengembangan wilayah. Agar sebuah Rencana Induk Pelabuhan dapat digunakan dan diterapkan, perlu ditetapkan yang mengacu pada standar perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan. MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD
a. Sebagai pedoman dalam pengembangan dan pembangunan dan operasional kegiatan kepelabuhanan. b. Sebagai alat pengendalian dan pengawasan segala kegiatan kepelabuhanan dalam rangka pembangunan, pengembangan dan operasionalnya agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan untuk kepentingan wilayah pelabuhan dan sekitarnya. c. Sebagai alat pengatur kepelabuhanan, dari segi pembangunan, pengembangan dan operasional untuk saat kini maupun saat yang akan datang 38 | K o n s t r u k s i a
d. Sebagai alat untuk mencapai tujuan/sasaran yang hendak dicapai dari fungsi dan peran pelabuhan di masa mendatang. TUJUAN
a. Menetapkan rencana penetapan fungsi kegiatan pokok dan penunjang pelabuhan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. b. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan fasilitas dan utilitas pelabuhan pada lokasi yang dinilai memenuhi syarat. c. Menyusun rencana pengelolaan lingkungan dan arahan jenis-jenis penanganan lingkungan. d. Menyusun rencana pelaksanaan tahapan pembangunan dan pengembangan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. e. Menyusun rencana kebutuhan dan pemanfaatan ruang daratan (land use) dan perairan (water use)
KONDISI EKSISTING Seberapa besar nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009, struktur perekonomian Kota Singkawang masih di dominasi sektor perdagangan, hotel dan restoran; diikuti oleh sektor jasa dan sektor pertanian; selanjutnya sektor industri dan sektor angkutan serta sektor bangunan.
Menurutnya berdasarkan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009, struktur perekonomian Kota Singkawang masih di dominasi sektor perdagangan, hotel dan restoran; diikuti oleh sektor jasa dan sektor pertanian; selanjutnya sektor industri dan sektor angkutan serta sektor bangunan. Hasil pertumbuhan PDRB selama tahun 2008 s/d tahun 2009 atas dasar Harga Konstan tahun 2000 terhadap 9 sektor ekonomi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran mencapai 5,97 % atau meningkat 0,89 poin dari
Analisis Pemindahan Lokasi Pelabuhan Singkawang Akibat Rencana Pengembangan (Aripurnomo / Haryo)
tahun sebelumnya yang hanya mencapai 5,08 %. Disusul sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mencapai 5,07 %, mengalami peningkatan 1,5 poin dari tahun sebelumnya hanya mencapai yaitu 3,57 %.
Urutan ketiga adalah sektor jasa dengan pertumbuhan sebesar 5,47%, kemudian sektor bangunan sebesar 5,24%; sektor pengangkutan & komunikasi sebesar 4,96%; dan selanjutnya secara berturut-turut disusul sektor industri pengolahan dengan pertumbuhan mencapai 4,89%; Sektor listrik & air minum mencapai 4,36%; Sektor pertambangan & penggalian sebesar 3,98%; dan terakhir sektor pertanian mencapai pertumbuhan sebesar 1,74%. Berdasarkan kontribusi pertumbuhan ekonomi per sektor PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 diperoleh Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kota Singkawang tahun 2009 sebesar 5,69%. Artinya, terjadi peningkatan sebesar 0,67 poin dari persentase tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 sebesar 5,02 %.
Secara umum perekonomian di Kota Singkawang ini meliputi jenis kegiatan dan produksinya. Kegiatan perdagangan di Kota Singkawang secara dominan terpusat di Kecamatan Singkawang Tengah bagian barat dan Singkawang Barat bagian timur. Fasilitas perdagangan yang tersedia berupa pasar umum, pertokoan dan toko/warung yang menampung dan memasukkan berbagai jenis barang produksi, baik produksi yang datang dari kelurahan dalam wilayah Kota Singkawang maupun dari Kabupatn Sambas dan Bengkayang. Selain itu juga menampung dan mendistribusikan barang-barang yang tidak di produksi di Kota Singkawang, Kabupaten Sambas dan Bengkayang, seperti barang-barang sandang, alat-alat pertanian dan lain-lainnya.
Selain perdagangan lokal, kegiatan perdagangan di Kota Singkawang sebagai pusat kegiatan wilayah bagi Kabupaten Sambas dan Bengkayang, juga ditandai dengan kegiatan perdagangan antar pulau melalui Pelabuhan
Singkawang. Dari data yang diperoleh dari Kantor Administrator Pelabuhan Wilayah Kerja Singkawang, tercatat tidak kurang 12 komoditas yang di bongkar-muat di Pelabuhan Singkawang. Barang-barang tersebut umumnya berupa bahan pokok keperluan sehari-hari seperti sembilan bahan pokok, sperpart mesin, elpiji, kendaraan roda 2 dan empat, kopra, cengkeh, lada, kelapa, bahan bangunan, galon air mineral, mebel, kertas, bahan-bahan keperluan rumah tangga dan lain-lain. Sedangkan jenis produksi serta nilai infestasi industri yang berkembang terdiri dari industri kerajinan, industri furniture, industri makanan dan minuman. KONDISI PELABUHAN SINGKAWANG
Pelabuhan Singkawang terletak di Muara Sungai Singkawang (+ 500 meter), sehingga merupakan Pelabuhan Pantai. Pelabuhan ini merupakan Pelabuhan Umum yang dibangun pada tahun 1940 dengan Konstruksi Dermaga dari Kayu Belian/Ulin/Besi yang mempunyai kapasitas sandar 2 (dua) kapal dengan ukuran isi kotor kurang dari 200 ton. Pada saat ini Pelabuhan tersebut dikelola oleh PT. (Persero) Pelindo II cabang Pontianak di bawah pengawasan Administrator Pelabuhan (ADPEL) Sintete Wilayah Kerja (Wilker) Singkawang. Aktifitas kegiatan bongkar di Pelabuhan ini rata-rata 600 t/m3 per bulan dan muat rata-rata 400 t/m3 per bulan.
Pelabuhan Singkawang atau lebih dikenal sebagai Kuala Singkawang termasuk Pos Pelabuhan yang diusahakan. Dalam Tantanan Kepelabuhanan Nasional (TKN), Pelabuhan (Kuala) Singkawang merupakan Pelabuhan Nasional. Pada kenyataannya bahwa Singkawang mempunyai 2 (dua) area yang melayani angkutan perairan yaitu Kuala Singkawang dan Terminal Sedau/Singkawang yang berjarak 3 mil dari Kuala Singkawang. Selanjutnya pelabuhan Kuala Singkawang merupakan pelabuhan yang terbuka terhadap 39 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
Lautan China Selatan, sehingga kapal-kapal kecil merasakan kesulitan untuk keluar/masuk muara sungai Singkawang, terutama pada waktu berada pada breaking zone, yang sangat beresiko bagi kapal kecil/perahu-perahu. Selain kesulitan keluar/masuk pada muara sungai Singkawang, juga cenderung tingkat sedimentasinya yang tinggi, sehingga pelabuhannya dangkal. Kapal-kapal yang keluar/masuk harus memperhitungkan terhadap pasang/surut, sehingga hampir tidak ada kegiatan, yang berarti roda perekonomian lewat periaran menurun drastis daqn hampi tidak berfungsi. Dalam hal demikian, Pemerintah Daerah berinisiatif untuk memberikan kemudahan akses bagi transportasi perairan, dengan mengembangkan pembangunan Terminal Sedau/Singkawang.
Secara geografis Kota Singkawang terletak antara 108° 52’ 14.19” sampai dengan 109° 09’ 46.22” BT dan 00° 44’ 57.57” sampai dengan 01° 00’ 48.65” LU berjarak + 135 Km dari Ibu Kota Propinsi (Pontianak) dapat dicapai melalui laut dan darat. Secara administrative Kota Singkawang terbagi dalam 5 (lima) wilayah Kecamatan yang meliputi 26 kelurahan, luas total wilayah 50.400 Ha dengan batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Semalatan Kabupaten Bengkayang. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna. Pelabuhan Singkawang merupakan Pelabuhan yang diusahakan atau dikelola oleh PT. (Persero) Pelindo II Cabang Pontianak, Pengembangan pelabuhan Kuala Singkawang bagi kapal-kapal niaga berukuran besar diarahkan ke daerah Sintete yang merupakan pengembangan dari pelabuhan Pemangkat. 40 | K o n s t r u k s i a
Namun karena pelabuhan Sintete sering terjadi pendangkalan, sehingga kapal niaga besar, tidak sepenuhnya dimasuki kapal, Keberadaannya hingga sekarang belum memiliki Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP). Sedang kapal-kapal kecil, yang mengangkut penumpang dan kebutuhan hidup sehari-hari dari pulau Tambelan, Serasan, Tarempa, Letung, Midai, Sedanau dan lain-lain, banyak mengarah ke Terminal Sedau/Singkawang, karena akses daratnya lebih dekat dan lebih murah biayanya ke kota Singkawang. Kebanyakan masyarakat dari pulau seberang, tujuannya adalah ke kota, dan kebanyakan penumpangnya adalah pelajar dan pekerja musiman, yang tujuannya ke kota (Singkawang). Sehingga tujuan tersebut lebih dekat melalui Pelabuhan (Terminal) Sedau dari pada ke pelabuhan Sintete, apalagi melalui pelabuhan Pemangkat. Dalam kondisi demikian, maka PEMDA berinisiatif untuk mengembangkan Sedau menjadi Terminal (Pelabuhan) yang dikoordinasikan atau di bawah kendali Pelabuhan (Kuala) Singkawang. Pengembangan Pelabuhan (Kuala) Singkawang, diarahkan ke Terminal Sedau yang terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat diantara 0°44’55,85” 0°53’51"LS 108°51’47,6”-109°3’22”BT tepatnya di Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan Kota Singkawang Propinsi Kalimantan barat. Secara geografis Terminal Sedau/ Singkawang, sangat menguntungkan, karena hanya berjarak 3 mil dari Pelabuhan Kuala Singkawang melalui perairan atau sekitar 5 km dari jalan darat. Selain hal tersebut, keuntungan lain yaitu berada dekat dengan kehidupan masyarakat atau berada langsung terhadap kehidupan masyarakat/pasar. Saat ini Pelabuhan (Kuala) Singkawang telah melayani kegiatan bongkar muat kapal. Data - data kunjungan kapal seperti pada tabel berikut:
Analisis Pemindahan Lokasi Pelabuhan Singkawang Akibat Rencana Pengembangan (Aripurnomo / Haryo)
Tabel 1 Jumlah Kapal Tiba/Berangkat di Pelabuhan (Kuala) Singkawang Tahun 2004 – 2008 Uraian
2004
2005
2006
2007
2008
Muatan Bongkar (ton)
9.116
8.784
7.843
8.725
7.556
5.221
5.133
5.495
5.438
5.554
-
-
-
-
-
Unit Kapal
Muatan Berangkat (ton)
Penumpang
166
114
72
78
170
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Singkawang
Tabel 2 Jumlah Kapal Tiba di Pelabuhan (Kuala) Singkawang menurut bulan, Tahun 2008 Bulan
Januari
Pebruari Maret
Tiba /
GT
Muatan
1.531
807.205
8
1.843
681.300
8
1.471
Datang
(kotor)
4
441
9
April
11
Juni
7
Mei Juli
10
September
8
Agustus
Oktober
Nopember Desember
8 5 6 9
2.317 1.407 1.634 1.441 1.519 1.110 1.174 1.799
(ton)
335.950 929.100 684.150 562.600 804.300 574.400 698.400 344.950 433.300 680.000
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Singkawang
Tabel 3 Jumlah Kapal Berangkat tiap bulan di Pelabuhan (Kuala) Singkawang, Tahun 2008 Bulan
Januari
Pebruari
Berangkat 6 6
GT
Muatan
1.188
458.200
(kotor) 626
(ton)
246.050
Maret
9
1.954
722.050
6
1.080
405.150
April
11
Juni
9
Mei Juli
Agustus
September Oktober
Nopember Desember
7 9 5 7 8 7
2.317 1.644 1.023 1.600 1.063 1.346 1.519 1.515
775.325 630.055 458.965 526.825 253.000 485.300 498.690 231.900
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Singkawang
KONDISI PELABUHAN TERDEKAT PELABUHAN SINTETE Pelabuhan Sintete dibangun pada tahun 1974 dan diresmikan pada tanggal 25 April 1977 oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Secara historis Pelabuhan Sintete merupakan pengembangan dan peningkatan dari Pelabuhan Pemangkat, karena sebelum Pelabuhan Sintete dibangun kegiatan kunjungan kapal, bongkar muat barang serta pelayanan fasilitas kepelabuhanan/ kesyahbandaran dipusatkan pada Pelabuhan Pemangkat. Namun karena faktor alam Muara Sungai Pemangkat semakin dangkal dan arus di muara sangat deras serta pada musim angin barat Pelabuhan Pemangkat terkena pengaruh ombak sehingga sebagai pelabuhan alternatif dipindahkan ke Pelabuhan Sintete.
Karakteristik Umum 1). Lokasi Umum : Sintete, Kec. Semparuk, Kab. Sambas Provinsi Kalimantan Barat. 2). Alamat : Jl. Pelabuhan No. 1 Sintete. 3). S S B : Stasiun Pelabuhan Sintete, Frekuensi 6926 KHz. 4). Letak Geografis : 01° 12’ 03” LU 109° 04’ 00” BT
5). Daerah Lingkup Kerja Pelabuhan : ☼ Perairan: 40.000,00 Ha
41 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
☼ Daratan: 38.200,00 m2 (yang dikuasai) 26.900,00 m2 (hak pengelolaan) 11.300,00 m2 (hak pakai) 6). Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan – Perairan : 60 Ha
Pelabuhan Sintete merupakan pelabuhan yang diusahakan, adalah pelabuhan yang bernaung dan di kelola oleh PT. (Persero) Pelindo II Cabang Sintete, dan merupakan Pelabuhan terbesar kedua di Kalimantan Barat setelah Pelabuhan Pontianak. Status Pelabuhan Sintete merupakan Pelabuhan Internasional dan Pelabuhan Laut yang terbuka untuk Perdagangan Luar Negeri, Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan dan Menteri keuangan : Nomor: 669/KPB/XI/79; KM.323/HK.101/Phb79; 484/KMK-05/1979 tentang Pelabuhan Laut Internasional dan Nomor 885/KPB/VII/1985; KM. 139/HK.205/Phb-85; 667/KMK.05/1985 Tanggal 26 Juli 1985 tentang Pelabuhan Laut dan Bandar Udara yang terbuka untuk Perdagangan Luar Negeri.
Sebagai Pelabuhan Internasional tempat keluar masuk barang, penumpang dan jasa dari Luar Negeri, Pelabuhan Sintete merupakan kawasan Custom, Imigration and Quaranten (CIQ Area yang didukung oleh Instansi Bea dan Cukai, Imigrasi dan Karantina di dalam kawasan Pelabuhan. Daerah hinterland Pelabuhan Sintete adalah daerah-daerah Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan daerah Kabupaten Sintete diantaranya daerah-daerah yang berpotensi menghasilkan hasil-hasil hutan dan perkebunan serta industri. LOKASI ALTERNATIF
Alternatif lokasi untuk dibangunnya sebuah pelabuhan hanya ada 2 pilihan untuk kota Singkawang: 1. Kuala, 2. Sedau 42 | K o n s t r u k s i a
Masing-masing lokasi memiliki karakteristik untuk dibangunnya sebuah pelabuhan.
Gambar 1 RTRWK Singkawang
KUALA Panjang alur pelayaran kurang lebih 1 mile, dengan lebar alur kurang lebih 20 meter. Kedalaman saat air pasang tertinggi adalah 3,00 Meter, saat pasang sedang mencapai 1,80 Meter, dan saat pasang terendah 1,20 Meter. Kondisi tanah pada alur dengan dasar tanah lumpur berpasir.
Kedalaman depan dermaga saat air pasang tertinggi mencapai 3,40 meter, sedang saat terendah adalah 2,00 meter, dengan kondisi tanah ”lumpur berpasir”. Kelas Jalan adalah kelas III (Flexible Pavement Aspal), dengan dimensi: Lebar jalan 8,00 Meter dan Panjang 1,5 Km (jalan raya s/d batas masuk pelabuhan).
Di Kelurahan Kuala terdapat pelabuhan yang umumnya digunakan sebagai pelabuhan kapal barang dengan fasilitas pelabuhan yang cukup memadai. Pelabuhan Singkawang yang merupakan pelabuhan “diusahakan” ini terletak kira-kira ± 500 m dari muara pada posisi : 00o – 55’ – 30” U 108o–57’ - 45” BT. Pantai sekitar Pelabuhan Singkawang landai, dasar lautnya berlumpur, dengan panjang alur ± 1,5 mil dan lebar ± 25 meter.
Analisis Pemindahan Lokasi Pelabuhan Singkawang Akibat Rencana Pengembangan (Aripurnomo / Haryo)
Kedalaman Alur (Ambang Muara) bila air pasang tertinggi : 2,00 M dan dalam keadaan air pasang sedang: 1,80 m. Saat air pasang terendah kedalaman alur mencapai 0,50 m.
surut. Kondisi sebaliknya bagi kapal kecil harus hati-hati apabila masuk ke pelabuhan Kuala, mengingat adanya breaking zone atau area ombak pecah, sehingga merupakan hal yang riskan bagi kapal-kaal kecil yang belum berpenglaman keluar/masuk di daerah ini, Maka pelabuhan Kuala menjadi sulit bila suatu saat perlu di kembangkan. Tabel 4. Bobot Kapal Terbesar Yang Pernah Melewati Alur Pelayaran
Gambar 2 Sungai Kuala Singkawang
Pelabuhan ini terhubung dengan pusat bisnis Kota Singkawang melalui Jalan Yos Sudarso dengan lebar perkerasan ± 6 meter aspal. Kapal maksimum yang dapat masuk pelabuhan hanya kapal berukuran panjang 30 meter dengan draft 2,50 meter, dapat masuk pelabuhan saat pasang tertinggi.
Fasilitas dermaga yang ada terdiri dari dermaga tempat sandar dengan panjang 70 meter, lebar 4 meter berada pada kedalaman air 3,50 meter dengan konstruksi kayu. Tidak ada peralatan untuk bongkar muat dan fasilitas lain seperti penyediaan air bersih, buoy, depot bahan bakar. Namun pelabuhan ini dilengkapi dengan gudang dan lapangan penimbunan meskipun kondisinya cukup memprihatinkan. Kemampuan bongkar/muat pelabuhan ini adalah 11 ton/ gang/jam didukung oleh 52 orang tenaga kerja b/m pelabuhan. Kondisi perairan ini cukup riskan terhadap pendangkalan alur, karena posisinya langsung berhadapan dengan Laut Natuna, yang mempunyai karakteristik, arus lautnya adalah menyusur sepanjang pantai. Dampaknya sedimentasi dari sisi pantai terbawa menuju muara atau menuju alur pelayaran ke pelabuhan. Pada areal labuh ini kondisinya terbuka terhadap laut lepas (Laut Natuna) maka sulit bagi kapal yang mempunyai DWT besar untuk masuk ke areal ini bila kondisi
Dermaga di Pelabuhan Singkawang yang telah tersedia pada saat ini dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :
Tabel 5. Fasilitas Dermaga di Pelabuhan Singkawang
Gudang Penumpukan di Pelabuhan Singkawang yang telah tersedia pada saat ini dapat dilihat pada Tabel di bawah ini : Tabel 6. Fasilitas Gudang Penumpukan di Pelabuhan Singkawang
43 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
Lapangan Penumpukan di Pelabuhan Singkawang yang telah tersedia pada saat ini seluas 1000 M2.
Tabel 9. Arus Barang Berdasarkan Distribusi di Pelabuhan Singkawang
Data Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Singkawang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2005 s/d 2009) dapat dilihat pada Tabel dan Grafik di bawah ini :
Tabel 7. Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Singkawang
Data Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Singkawang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2005 s/d 2009) dapat dilihat pada Tabel di bawah ini : Tabel 10. Arus Barang Berdasarkan Jenis Kemasan di Pelabuhan Singkawang
Data Ralisasi Arus Barang berdasarkan Perdagangan di Pelabuhan Singkawang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2005 s/d 2009) dapat dilihat pada Tabel dan Grafik di bawah ini :
Tabel 8. Realisasi Arus Barang berdasarkan Perdagangan di Pelabuhan Singkawang
Data Arus Barang Berdasarkan Distribusi di Pelabuhan Singkawang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2005 s/d 2009) dapat dilihat pada Tabel F.3 di bawah ini : 44 | K o n s t r u k s i a
SEDAU (TERMINAL SEDAU) Di Sedau belum terdapat fasilitas pelabuhan permanen (beton atau baja), namun telah tersedia pelabuhan semi permanen yang terbuat dari konstruksi kayu. Bila kota Singkawang melakukan pengembangan pada lokasi ini, relatif lebih baik. Tinjauan baik disini adalah lokasi tersebut mempunyai prospek bagi masa mendatang, karena sangat dekat dengan jalan (propinsi) dan mudah untuk melanjutkan ke moda transportasi umum darat (Angkutan Kota), sehingga akses, pelayanan untuk dari dan menuju pelabuhan menjadi lebih mudah.
Analisis Pemindahan Lokasi Pelabuhan Singkawang Akibat Rencana Pengembangan (Aripurnomo / Haryo)
Pada sisi pantai, Sungai Sedau, di sisi selatan berjarak 1,7 Km, terdapat “tanjung” wilayah Pasir Panjang, sehingga mengurangi hempasan gelombang dari sisi selatan, sedangkan dari sisi utara untuk pengembangan selanjutnya diperlukan adanya penghalang gelombang terutama pada musim barat. Tingkat sedimentasi Sedau yang relatif lebih rendah dibandingkan Kuala (berdasar data Laporan Survey Hidrografi Penyelidikan Tanah dan Desain Dalam Rangka Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Kuala dan Muara Sungai Sedau Singkawang, Departemen Perhubungan Pos dan Telekomunikasi PemKot Singkawang, 2008)
kecil. Proyeksi dalam pernyataan Berth Occupancy Ratio (BOR) adalah 50%, berdasarkan jumlah maksimum kunjungan kapal per hari, rata-rata 2 kapal.
Kunjungan kapal terbesar yang merapat di pelabuhan Sintete adalah kapal cargo yang mempunyai LOA=45 Meter dengan Lebar 15 Meter dan bobot 276 DWT (draft 3 meter). Berdasarkan data-data yang ada, digunakan sebagai proyeksi untuk mencari kebutuhan panjang dermaga (berth) yang diharapkan dalam 5 tahun kedepan. BTP =
D xO x H x A xG ton / m '/ .tahun LOA
dengan peramalan cargo di masa mendatang menggunakan perumusan:
C f =C fo (1 + r ) n ton
sehingga:
Panjang dermaga yang dibutuhkan
Kebutuhan dermaga =
Gambar 11. Singkawang
Sungai
Sedau
Kabupaten
ANALISIS KEBUTUHAN DERMAGA Data yang muncul dari 2 (dua) lokasi pelabuhan: Sintete dan Singkawang diperoleh, arus kargo untuk Singkawang sebesar 12.936 ton, sedangkan untuk Sintete sebesar 163.238 Ton. Dipertimbangkan dari Pelabuhan Sintete dimungkinkan terserap sebanyak 25% mengingat Singkawang merupakan kota perdagangan yang tergolong pesat dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%. Dengan demikian arus barang yang masuk ke Terminal Sedau/Singkawang adalah sebesar 94.555 Ton. Terminal Pelabuhan Sedau ini diharapkan beroperasi selama 365 hari dalam setahun dan dibagi dalam efektif kerja 2 shift per hari (1 shift dinyatakan dalam 8 jam) artinya bisa bekerja 1 gank saja tiap kapal sandar,mengingat kapal yang ada adalah kapal yang berukuran
=
Cf BTP
meter.
Panjang dermaga yang dibutuhkan LOA
keterangan: BTP = Berth Through Put (ton/m’/year); D = Hari (day) = 365 hari/Tahun; O = Berth Occupancy Ratio (%) = 50%; H = Jam kerja effektif (hour) = 2 shift = 14 jam; A = Kapasitas peralatan (ton/jam) = 10 ton/jam; G = Kelompok kerja (Gank) = 1 Gank; LOA = Panjang keseluruhan kapal (Length Over All / LOA) = 45 m; Cf = Arus cargo (cargo flow); Cf o = Arus cargo awal (cargo flow awal) = 53.745 ton/tahun; r = Nilai pertumbuhan ekonomi (%) = 6%; n = Tahun ke- = 5 tahun
45 | K o n s t r u k s i a
berth
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
dalam pernyataan Berth Occupancy Ratio (BOR) adalah 50%, berdasarkan jumlah maksimum kunjungan kapal per hari, rata-rata 2 kapal.
dari data-data tersebut di atas, didapatkan:
BTP =
365 x0.5 x14 x10 x1 = 567,78 ton / m '/ .tahun 45
sedang untuk peramalan cargo yang akan dioperasionalkan C f =53745 (1 + 0,06) 5 ton = 71.923 ton
Panjang dermaga yang dibutuhkan =
71.923 meter = 126.67 meter . 56,78
126.67 45
berth = 2.81 ≈ 3 berths
Kebutuhan dermaga =
ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN Data yang muncul dari 2 (dua) lokasi pelabuhan: Sintete dan Singkawang diperoleh, arus kargo untuk Singkawang sebesar 12.936 ton, sedangkan untuk Sintete sebesar 163.238 Ton. Dipertimbangkan untuk Pelabuhan Sintete dimungkinkan terserap sebanyak 25% mengingat Singkawang merupakan kota perdagangan yang tergolong pesat dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%. Dengan demikian arus barang yang masuk ke Terminal Sedau, Singkawang adalah sebesar 94.555 Ton.
Terminal Pelabuhan Sedau ini diharapkan beroperasi selama 365 hari dalam setahun dan dibagi dalam efektif kerja 2 shift per hari (1 shift dinyatakan dalam 7 jam) artinya bisa bekerja 1 gank saja tiap kapal sandar,mengingat kapal yang ada adalah kapal kecil. Proyeksi 46 | K o n s t r u k s i a
Kunjungan kapal terbesar yang merapat di pelabuhan Sintete adalah kapal cargo yang mempunyai LOA=45 Meter dengan Lebar 15 Meter dan NT 276 (draft 3 meter). Berdasarkan data-data yang ada, digunakan sebagai proyeksi untuk mencari kebutuhan panjang dermaga (berth) yang diharapkan dalam 5 tahun kedepan. BTP =
D xO x H x A xG ton / m '/ .tahun LOA
perhitungan peramalan cargo dimasa mendatang.
C f =C fo (1 + r ) n ton
sehingga:
Cf meter. BTP Panjang dermaga yang dibutuhkan Kebutuhan dermaga = berth LOA Panjang dermaga yang dibutuhkan
=
keterangaan: BTP = Berth Through Put (ton/m’/yer); D = Hari (day) = 365 hari/Tahun; O = Berth Occupancy Ratio (%) = 50%; H = Jam kerja effektif (hour) = 2 shift = 14 jam; A = Kapasitas peralatan (ton/jam) = 10 ton/jam; G = Kelompok kerja (Gank) = 1 Gank; LOA = Panjang keseluruhan kapal (Length Over All / LOA) = 45 m; Cf = Arus cargo (cargo flow); Cf o = Arus cargo awal (cargo flow awal) = 53.745 ton/tahun; r = Nilai pertumbuhan ekonomi (%) = 6%; n = Tahun ke- = 5 tahun
didapatkan:
Analisis Pemindahan Lokasi Pelabuhan Singkawang Akibat Rencana Pengembangan (Aripurnomo / Haryo)
BTP =
365 x0.5 x14 x10 x1 = 567,78 ton / m '/ .tahun 45
C f =53745 (1 + 0.06) 5 ton = 71.923 ton Panjang dermaga dibutuhkan =
Kebutuhan dermaga =
126.67 45
71.923 meter = 126.67 meter 567,78 berth = 2.81 ≈ 3 berths
2.
Tabulasi Kebutuhan Dermaga berdasar analisis Jangka Pembangunan:
3.
Berdasarkan analisis Kebutuhan dermaga 5 tahun membutuhkan 3 Berth dengan panjang total dermaga 126,67 m, untuk 10 tahun dibutuhkan 5 Berth dengan panjang 211,90 m sedangkan untuk jangka panjang (25 tahun) dibutuhkan 13 Berth dengan panjang total 580,37 m.
Panjang total 580,37 meter adalah masih memenuhi atas tinjauan panjang sungai dan titik awal pembangunan dermaga yaitu dekat dengan kolam putar atau dekat dengan jembatan tempat terminal angkot menuju Sedau.
KESIMPULAN Berikut ini adalah hasil analisis terhadap pengembangan kawasan untuk tujuan Rencana induk pelabuhan, berkesimpulan: 1. Kawasan Terminal Sedau, Singkawang, yang merupakan Terminal pengembangan dari Pelabuhan (Kuala) Singkawang, terletak di Sungai Sedau, adalah memiliki peran strategis dalam pengembangan
wilayah sesuai konsep Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota Singkawang. Potensi sebagai daerah Hinterland sangat mendukung pengembangan kawasan dimasa mendatang, utamanya dalam pengembangan Ekonomi Singkawang. Tersedianya areal lahan dan perairan yang memadai sebagai kawasan Pelabuhan dan pengembangan Perikanan dan Industri Lokal. Tinjauan dari jangka pendek, jangka menengah hingga jangka panjang, waterfront sungai Sedau ini sangat realible untuk dibuat kawasan pelabuhan, sebagai arah pengembangan dari Pelabuhan Singkawang. Hasil analisa pemilihan lokasi, bahwa Sungai Sedau ini memiliki faktor keselamatan pelayaran yang baik, a. Tingkat sedimentasi yang relatif rendah dibandingkan Kuala (berdasar data Laporan Survey Hidrografi Penyelidikan Tanah dan Desain Dalam Rangka Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Kuala dan Muara Sungai Sedau Singkawang, Departemen Perhubungan Pos dan Telekomunikasi PemKot Singkawang, 2008), b. Tinggi gelombang yang baik, karena terhalang oleh tanjung disisi kiri dan arus utara yang cenderung menurun sebelum memasuki daerah muara sungai Sedau. c. Lebar alur pelayaran yang cukup. d. Kebutuhan pada kolam putar bisa disediakan, e. Kedalaman alur yang cukup untuk kapal NT 276
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3.
Undang-undang Nomor 36 tahun 2000 tentang Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas. Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang 47 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
4. 5.
6.
7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14.
15.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah Otonomi. Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2000 tentang ke Navigasian Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 83 tahun 1998 tentang pedoman Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 24 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pemanduan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 54 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan.
16. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota 17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 18. Theusen Fabrycky, Engineering Economy, 1995 19. Departemen Perhubungan, Transport in Indonesia, 1999 20. Schweyer H.E, Process Engineering Economics, 1998 48 | K o n s t r u k s i a
Kajian Kapasitas Serap Biopori Dengan Variasi Kedalaman Dan Perilaku Resapannya (Umar Abdul)
KAJIAN KAPASITAS SERAP BIOPORI DENGAN VARIASI KEDALAMAN DAN PERILAKU RESAPANNYA Umar Abdul Aziz Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Purworejo email : ABSTRAK: Akibat dari adanya pembangunan yang kurang memperhatikan keseimbangan lingkungan serta semakin banyaknya penggundulan hutan sehingga menyebabkan aliran infiltrasi menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan daerah run off. Sebagai salah satu usaha untuk mengurangi potensi banjir serta untuk menjaga air tanah agar tetap seimbang maka dibuatlah lubang resapan biopori buatan (LRB). Penelitian yang dilaksanakan di lapangan Garnizun bertujuan untuk menganalisa perilaku resapan pada variasi kedalaman LRB kedalaman 25 cm, 50 cm, dan 75 cm dengan cara mengadakan pengujian properties tanah di laboratorium serta melaksanakan penelitian utama di lapangan untuk mengetahui volume resapan, debit pada masing-masing variasi kedalaman LRB serta mencari luasan penyebaran per- 10 cm pada kedalaman 50 cm. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa semakin lama tinjauan waktunya maka daya resap air semakin kecil karena tanah mengalami proses penjenuhan. Pada kondisi tanah yang relatif homogen maka semakin dalam galian LRB maka semakin banyak daya resapnya, karena pengaruh beda tinggi serta luas tampang resapan semakin besar. Pada kondisi tanah yang relatif homogen maka semakin dalam tinjauan kedalaman LRB maka debit air yang dihasilkan akan semakin besar karena beda tinggi energi yang terjadi pada LRB 25 cm, 50 cm dan 75 cm. Hal ini ditunjukan dengan data debit yang terjadi pada masing-masing variasi kedalaman. Dari kedalaman 10 cm menuju 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm, maka tekanan semakin besar, kecepatan resapannya ikut meningkat sehingga luasan penyebarannya semakil luas. Hasil penelitian menunjukan bahwa luasan resapan yang terjadi pada kedalaman 10 cm adalah 427.4 cm2, 20 cm adalah 645.1cm2, 30 cm adalah 1474.1 cm2, 40 cm adalah 2068.6 cm2, 50 cm adalah 2763.5 cm2. Kata Kunci : Biopori, LRB, kedalaman, infiltrasi ABSTRACT: As a result of the development environment and the lack of attention to balance the increasing deforestation causing infiltration flow becomes less than the run-off area. As one of the efforts to reduce the potential for flooding as well as to keep the ground water to stay balanced then made holes biopori artificial recharge (LRB). The research conducted in the field to analyze the behavior garrison infiltration at depth variation LRB depth of 25 cm, 50 cm, and 75 cm by conducting tests in a laboratory soil properties and conduct primary research in the field to determine the volume of recharge, discharge at each variation seek depth and extent of the spread of LRB-10 per cm at a depth of 50 cm. From research conducted in mind that the longer review time for the power of absorbing water is getting smaller due to soil saturation undergo. In a relatively homogeneous soil conditions, the more the excavation LRB resapnya the more power, the influence of the height difference and the wider catchment look bigger. In a relatively homogeneous soil conditions, the more in depth review LRB then discharge the water produced will be greater because of the height difference of energy that occurs in LRB 25 cm, 50 cm and 75 cm. This is evidenced by the data flow that occurs at each depth variation. From a depth of 10 cm into 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm, the greater the pressure, the speed increases so resapannya join semakil broad distribution area. The results showed that the extent of absorption occurs at a depth of 10 cm was 427.4 cm2, 20 cm is 645.1cm2, 30 cm is 1474.1 cm2, 40 cm is 2068.6 cm2, 50 cm is 2763.5 cm2. Keywords : Biopori, LRB, depth, infiltration
49 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
LATAR BELAKANG Air hujan yang jatuh ke bumi seharusnya meresap kedalam tanah menjadi air tanah dan sebagian diikat oleh akar-akar tanaman. Air tanah tersebut dapat digunakan oleh manusia melalui sumur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta untuk melakukan aktivitas lainnya. Sedangkan air hujan sebagian akan mengalir ke sungai. Namun seiring dengan semakin padatnya penduduk di suatu daerah, menyebabkan semakin luasnya tanah yang tertutup beton serta banyak terjadi penggundulan hutan. Perlu diperhatikan bahwa kondisi di atas pada akhirnya menyebabkan pada saat musim kemarau akan terjadi kekeringan serta semakin sedikit air yang dapat ditampung oleh tanah sedangkan pada musim hujan dapat menyebabkan terjadinya banjir. Hal tersebut terjadi salah satunya oleh tanah yang tertutup beton serta penggundulan hutan sehingga menyebabkan air hujan akan terhambat masuk kedalam tanah serta menyebabkan makin sedikitnya akar-akar tanaman yang dapat mengikat air dalam tanah. Salah satu upaya untuk menjaga agar fungsi air tanah tetap terjaga dengan baik maka dapat kita lakukan mulai dari diri kita sendiri seperti melakukan penghijauan kembali area sekitar kita, serta membuat area resapan rumah tangga, salah satunya dengan cara membuat sumur resapan agar dapat menjadi tampungan sementara air hujan serta dapat menjaga kelembaban tanah sehingga pada saat musim kemarau diharapkan tidak akan terjadi kekeringan, begitu pula pada saat musim hujan dapat meminimalisir terjadinya banjir. PENGUJIAN PROPERTIES LABORATORIUM
TANAH
DI
Hasil pengujian properties tanah disajikan kedalam bentuk tabel seperti di bawah ini: 50 | K o n s t r u k s i a
Tabel 1. Hasil pengujian properties tanah di laboratorium untuk sample I termasuk tanah silty clay brown (tanah liat coklat berlumpur).
Tabel 2. Hasil pengujian properties tanah di laboratorium untuk sample II termasuk tanah silty clay brown (tanah liat coklat berlumpur).
Tabel 3. Hasil pengujian properties tanah di laboratorium untuk sample III termasuk tanah sandy clay brown (tanah liat coklat berpasir).
Sistem klasifikasi tanah diatas berdasarkan A.S.T.M. standard sieve sizes (American Society for Testing and Materials (standar pengukuran Amerika)) yang berdasarkan pengujian laboratorium tentang penentuan karakteristik ukuran butiran.
Kajian Kapasitas Serap Biopori Dengan Variasi Kedalaman Dan Perilaku Resapannya (Umar Abdul)
KORELASI ANTARA KEDALAMAN DENGAN VOLUME AIR AWAL PADA KAPASITAS LRB
KORELAS I ANTARA WAKTU DENGAN VOLUME PADA KEDALAMAN 25 cm, 50 cm, DAN 75 cm 7,0 6,4 6,0 VOLUME AIR (liter)
Tabel 4. Hubungan antara kedalaman dengan volume pada air awal di kedalaman 25 cm, 50 cm, dan 75 cm.
5,0 4,4 4,0
3,7
3,7
3,0 2,6 2,0
2,0
1,9 1,1
1,0
0,9
0,0 5 MENIT I
5 MENIT II
5 MENIT III
TINJAUAN WAKTU VOLUME AIR KEDALAMAN 25 cm
VOLUME AIR KEDALAMAN 50 cm
VOLUME AIR KEDALAMAN 75 cm
KORELASI ANTARA KEDALAMAN DENGAN VOLUME PADA AIR AWAL DI KEDALAMAN 25 cm, 50 cm, DAN 75 cm 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
Gambar 2. Grafik korelasi antara waktu dengan volume pada kedalaman 25 cm, 50 cm, dan 75 cm
Tabel 5. Hubungan antara waktu dan volume pada kedalaman 25 cm, 50 cm, dan 75 cm.
Tabel 6. Hubungan antara kedalaman LRB 25 cm, LRB 50 cm,LRB 75 cm dengan volume.
VOLUME (liter)
Gambar 1. korelasi antara kedalaman dengan volume pada air awal di kedalaman 25 cm, 50 cm, dan 75 cm.
Dari hasil pengujian korelasi antara volume resap LRB kedalaman 25 cm, 50 cm, 75 cm dengan waktu peresapan yaitu pada 5 menit ke 1, 2 dan ke 3 menunjukkan bahwa masingmasing kedalaman mempunyai sifat yang sama yaitu volume yang ditampung oleh lubang tersebut akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena pada awalnya pori-pori yang kosong, seiring berjalannya waktu yang telah ditentukan terisi air uji (tanah menuju penjenuhan) sehingga daya resap LRB berkurang.
8,8
5,5 3,2
25 cm VOLUME AIR RAT A-RAT A
50 cm
75 cm
KEDALAMAN (cm)
KORELASI WAKTU DENGAN VOLUME PADA KEDALAMAN 25, 50, DAN 75CM.
KORELASI KEDALAMAN LRB 25CM, LRB 50CM, 75CM DENGAN VOLUME
51 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
KORELASI ANTARA KEDALAMAN LRB 25 cm, LRB 50 cm, LRB 75 cm DENGAN VOLUME AIR 7,0 6,4 VOLUME AIR (liter)
6,0 5,0
Tabel 8. Hasil debit air terhadap waktu dan kedalaman pada lubang resapan biopori dengan penambahan waktu
4,4 4,0
3,7
3,7
3,0 2,0
1,9
1,0
1,1 0,9
2,6 2,0
0,0 25 cm
50 cm TINJAUAN KEDALAMAN (cm)
VOLUME AIR PADA TINNJAUAN 5 MENIT I
75 cm
VOLUME AIR PADA TINJAUAN 5 MENIT II
VOLUME AIR PADA TINJAUAN 5 MENIT III
Gambar 3. korelasi antara kedalaman LRB 25 cm, LRB 50 cm,LRB 75 cm dengan volume air.
Dari percobaan berdasarkan kedalaman LRB 25 cm, LRB 50 cm, LRB 75 cm dengan volume air ternyata semakin dalam lubang yang digunakan volumenya semakin banyak. Hal ini dikarenakan semakin dalam lubang LRB maka luas tampang resapannya makin luas maka semakin banyak pula daya resap LRB. Begitu pula dengan tinggi energi yang semakin tinggi maka volume air yang masuk kedalam tanah juga akan meningkat.
Luas tampang resapan yang terjadi semakin banyak, semakin tinggi pula beda tinggi energi yang terjadi maka akan mempengaruhi banyaknya debit air yang diserap oleh LRB. KORELASI PANJANG TITIK PENYEBARAN Tabel 9. Hasil panjang titik penyebaran
KORELASI ANTARA POLA RESAPAN LRB PADA KEDALAMAN 50 cm DENGAN TINJAUAN INTERVAL 10 cm
KORELASI ANTARA DEBIT AIR TERHADAP WAKTU DAN KEDALAMAN PADA LRB
2763,5 LUASAN RESAPAN (cm2)
Tabel 7. Hasil debit air terhadap waktu dan kedalaman pada lubang resapan biopori tanpa penambahan waktu
3000,0 2500,0 2068,6
2000,0 1474,1
1500,0 1000,0 645,1 427,4
500,0 0,0 0
50 30 40 20 TINJAUAN INTERVAL (cm ) LUASAN RESAPAN PADA KEDALAMAN 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm 10
Sumber : Hasil perhitungan data penelitian utama
Gambar 4. korelasi pola resapan LRB pada kedalaman 50 cm dengan tinjauan interval 10 cm
52 | K o n s t r u k s i a
Dari hasil pengujian telah diperoleh luasan resapan dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm semakin luas juga penyebarannya. Hal ini terjadi diakibatkan oleh beda tinggi yang dimiliki oleh LRB bersangkutan, jika kedalaman dari 10 cm menuju 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm
Kajian Kapasitas Serap Biopori Dengan Variasi Kedalaman Dan Perilaku Resapannya (Umar Abdul)
tekananpun ikut bertambah besar, hal ini yang menyebabkan luasan resapan LRB akan semakin membesar dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm seperti dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini.
4.
5. Gambar 5. Pola resapan LRB arah horisontal pada kedalaman yang berbeda. KESIMPULAN Dari hasil analisa dan pembahasan diambil kesimpulan : 1. Kondisi tanah di lapangan garnizun sebagai lokasi penelitian LRB memiliki daya resap yang baik terhadap air karena dipengaruhi oleh rongga pori yang baik pula di lokasi tersebut. 2. Lubang resapan biopori (LRB) buatan yang paling baik untuk digunakan adalah LRB dengan kedalaman 75 cm karena dapat menampung dan menyerap air lebih banyak serta memiliki beda tinggi energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan LRB pada kedalaman 25 cm dan 50 cm. Pada kedalaman 75 cm memiliki pori- pori tanah yang lebih banyak. 3. Dari hasil penelitian tentang hubungan antara volume resap LRB kedalaman 25 cm, 50 cm, 75 cm dengan waktu peresapan yaitu pada 5 menit ke 1, 2 dan ke 3 menunjukkan bahwa masing-masing kedalaman mempunyai sifat yang sama yaitu volume yang ditampung oleh lubang tersebut akan
6.
7.
semakin sedikit. Hal ini terjadi karena pada awalnya pori-pori yang kosong, seiring berjalannya waktu yang telah ditentukan terisi air uji (tanah menuju penjenuhan), sehingga daya resap LRB berkurang. Dari percobaan berdasarkan kedalaman LRB 25 cm, LRB 50 cm, LRB 75 cm dengan volume air ternyata semakin dalam lubang yang digunakan volumenya semakin banyak. Hal ini dikarenakan semakin dalam galian lubang LRB maka luas tampang resapannya makin membesar sehingga semakin banyak pula daya resap LRB. Begitu pula dengan tinggi energi semakin tinggi maka volume air yang masuk kedalam tanah juga akan meningkat. Dengan kedalaman lubang yang berbeda yaitu 25 cm, 50 cm, dan 75 cm maka debit air akan semakin meningkat, karena Luas tampang resapan semakin luas serta semakin tinggi beda tinggi energi yang terjadi maka semakin besar pula debit air pada LRB. Tetapi jika dilihat dari segi waktu yaitu 5 menit I, 5 menit II, dan 5 menit III debit air yang ditampung akan semakin turun. Hal ini terjadi disebabkan semakin lama tinjauan waktu yang terjadi maka akan semakin kecil daya resap LRB, karena proses penjenuhan yang terjadi sehingga aliran air melalui pori terhambat. Dari hasil pengujian telah diperoleh luasan resapan dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm semakin luas juga penyebarannya. Hal ini terjadi diakibatkan oleh beda tinggi energi yang dimiliki oleh LRB tersebut, jika kedalaman dari 10 cm menuju 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm tekanannya ikut bertambah besar, sehingga berefek pada kecepatan resapan yang semakin meningkat. Hal ini yang menyebabkan luasan resapan LRB akan semakin membesar dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm. Dari uji properties yang diperoleh dari Laboratorium Universitas Gajah Mada berdasarkan klasifikasi A.S.T.M. standard sieve sizes (American Society for Testing and Materials (standar pengukuran Amerika)) 53 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
yang berdasarkan pengujian laboratorium tentang penentuan karakteristik ukuran butiran. Tanah dari lapangan Garnizun adalah : silty clay brown; silty clay brown; sandy silt brown. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
Das, M. Braja, 1995. Mekanika Tanah, Jakarta; Erlangga. Daruslan, H, 1995. Mekanika Tanah II, Yogyakarta; KMTS FT UGM. Hardiyatmo, C H, 1992. Mekanika Tanah, Jakarta; Gramedia. Prodjopangarso, H, 1987. Drainase Perkotaan, Yogyakarta; KMTS FT UGM. Sudjarwadi, 1987, Teknik Sumber Daya Air, Balai Penerbit Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. www.biopori.com BIOPORI Teknologi Tepat Guna Ramah Lingkungan www.google.evaporasi.com . siklus hidrologi
54 | K o n s t r u k s i a
Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu)
ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER PADA TANAH GAMBUT JAMBI DENGAN METODE GIBSON-LO Tanjung Rahayu Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Jakarta email :
[email protected]
ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut Jambi dengan melakukan percobaan konsolidasi dan analisa data. Percobaan konsolidasi dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat uji oedometer digital dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Metode Gibson-Lo.Tahapan pembebanan pada percobaan konsolidasi dilakukan dengan rasio penambahan beban sebesar 1, dengan beban awal 0,05 kg/cm2 dan beban akhir 6,4 kg/cm2. Tiap tahapan beban diberikan selama 24 jam, kecuali untuk dua tahap beban di sekitar tekanan prakonsolidasi yaitu 0,4 kg/cm2 dan 0,8 kg/cm2, beban diberikan selama 7 x 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva pemampatan tanah gambut Jambi menyerupai kurva pemampatan tipe I dan II menurut Lo (1961). Hasil analisis data dengan Metode Gibson-Lo menunjukkan bahwa nilai parameter a dan b mengecil dengan meningkatnya beban, sedangkan nilai 1/λ membesar dengan meningkatnya beban. Kata Kunci : tanah gambut, konsolidasi sekunder ABSTRACT: This research was conducted to study the behavior of secondary compression of peat soils Jambi by experimenting consolidation and analysis of data. Consolidation experiments conducted in the laboratory using digital oedometer test equipment and data analysis is done by using the method of Gibson-Lo.Tahapan loading on consolidation experiments conducted with the addition expense ratio of 1, with an initial load of 0.05 kg/cm2 and load end of 6.4 kg/cm2. Each stage of the load is given for 24 hours, except for a two-stage load around prakonsolidasi pressure is 0.4 kg/cm2 and 0.8 kg/cm2, the load given for 7 x 24 jam. The results showed that the compression curve resembles peat in Jambi compression curve of type I and II according to Lo (1961). The results of the analysis of the data by the method of Gibson-Lo showed that the value of the parameters a and b decreases with increasing load, while the value of 1 / λ enlarged with increasing load. Keywords : peat soils, secondary consolidation
LATAR BELAKANG Gambut yang lebih dikenal dengan nama peat, adalah campuran dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuhtumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Tanah gambut mempunyai sifat yang tidak menguntungkan bagi konstruksi bangunan sipil, sebab mempunyai kadar air yang tinggi, daya dukung rendah, dan kemampatan tinggi. Oleh sebab itu, tanah gambut termasuk tanah yang kurang baik untuk suatu konstruksi bangunan sipil. Penelitian mengenai tanah gambut masih jarang dilakukan di Indonesia sehingga
pengetahuan tentang tanah gambut sangat terbatas. Keadaan seperti ini tidak boleh terjadi, sebab lahan gambut di Indonesia sangat luas. Lahan gambut terbesar terdapat di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Irian Jaya.
Perilaku tanah gambut, misalnya konsolidasi, berbeda dengan perilaku tanah lainnya. Dengan demikian, analisis-analisis pada tanah lain seperti lempung tidak dapat digunakan begitu saja pada tanah gambut. Pada tanah lempung, penurunan tanah tidak akan terjadi setelah konsolidasi sekunder selesai atau proses disipasi tekanan air pori selesai. Pada tanah gambut, penurunan masih dapat terjadi setelah 55 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
disipasi tekanan air pori selesai karena adanya pemampatan pada butiran-butiran tanah.
Untuk mendapatkan metode yang benar dan tepat pada pelaksanaan konstruksi teknik sipil di atas tanah gambut, harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik dan perilaku tanah gambut. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dalam pelaksanaan rekayasa sipil pada tanah gambut. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut dengan melakukan analisis-analisis terhadap data-data yang diperoleh dari percobaan di laboratorium. Analisis dilakukan dengan menggunakan Metode Gibson-Lo. Dari analisis-analisis tersebut akan diperoleh :
1) Bentuk kurva pemampatan tanah gambut Jambi? 2) Kurva hubungan antara penurunan waktu, angka pori – waktu, regangan – waktu, regangan – log waktu, dan kecepatan perubahan angka pori – waktu. 3) Parameter-parameter model reologi a, b, λ, b 1 , dan λ 1 . KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT
Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari campuran fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Menurut ASTM D2607-69, istilah gambut hanya berhubungan dengan bahan organik yang berasal dari proses geologi selain batubara, dibentuk dari tumbuhan yang telah mati, berada di dalam air, dan hampir tidak ada udara di dalamnya, terjadi di rawa-rawa, dan mempunyai kadar abu tidak lebih dari 25 % berat keringnya. Parameter-parameter tanah yang dapat memberi gambaran fisik dari tanah gambut adalah : 56 | K o n s t r u k s i a
a. Kadar air Tanah gambut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk menyerap dan menyimpan air. b. Angka pori Angka pori untuk tanah gambut sangat besar, yaitu berkisar 5 – 15. Bahkan pernah ada tanah gambut berserat yang mempunyai angka pori 25 (Hanrahan,1954). c. Berat jenis Berat jenis tanah gambut lebih besar dari 1. Menurut MacFarlene (1969), nilai berat jenis rata-rata adalah 1,5 atau 1,6. d. Berat volume Berat volume tanah gambuat sangat rendah. Untuk gambut yang mempunyai kandungan organik tinggi dan terendam air, berat volumenya kira-kira sama dengan berat volume air (MacFarlene, 1969). Hasil studi dari beberapa peneliti yang dirangkum oleh MacFarlene menunjunkkan bahwa nilai berat volume tanah gambut berkisar antara 0,9 – 1,25 t/m3. e. Susut Apabila tanah gambut dikeringkan maka tanah tersebut akan menyusust dan menjadi keras. Menurut Colley (1950), penyusutan yang terjadi dapat mencapai 50 % dari volume awal. Tanah gambut yang telah mengalami penyusutan tidak akan mampu untuk menyerap air seperti pada kondisi awal. Volume air yang dapat diserap kembali hanya berkisar antara 33 – 55 % dari volume air semula (Feustel dan Byers,1930). f. Koefisien permeabilitas Nilai koefisien permeabilitas tanah gambut berkisar antara 10-6 – 10-3 cm/dt (Colley, 1950, dan Miyakawa, 1960). Untuk tanah gambut berserat (fibrous peat), koefisien permeabilitas arah horisontal lebih besar daripada arah vertikal. g. Keasaman (acidity) Air gambut (peaty water) yang pada umumnya bebas dari air laut mempunyai pH antara 4 – 7 (Lea, 1960). Tingkat keasaman tanah gambut berfluktuasi tergantung pada musim dan cuaca. Nilai pH tertinggi terjadi
Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu)
setelah hujan lebat yang diikuti dengan musim panas yang kering.
h. Kadar abu dan kadar organik Kadar abu tanah gambut dapat ditentukan dengan cara memasukkan tanah gambut (yang telah dikeringkan pada temperatur 105oC) ke dalam oven pada temperatur 440oC (Metode C) atau temperatur 750oC (Metode D) sampai contoh tanah tanah menjadi abu (ASTM D 2974-87).
KONSOLIDASI DAN PEMAMPATAN TANAH GAMBUT Terzaghi (1943) menyatakan bahwa konsolidasi adalah proses berkurangnya kadar air pada lapisan tanah jenuh tanpa penggantian tempat air oleh udara. Holtz dan Kovacs menyatakan jika tanah lempung menerima beban, karena permeabilitasnya yang kecil, maka pemampatannya ditentukan dari kecepatan keluarnya air dari pori-pori tanah. Proses ini dinamakan konsolidasi dengan respons tegangan-regangan-waktu. Proses berkurangnya volume dalam konsolidasi dapat disebabkan karena :
Pemampatan tanah gambut dapat diamati dengan melihat kurva regangan terhadap log waktu. Komponen-komponen pemampatan tanah gambut terdiri dari :
a. regangan seketika (instantaneous strain, ε i ) Terjadi dengan segera setelah beban diberikan karena tertekannya rongga udara. b. Regangan primer (primary strain, ε p ) Terjadi pada waktu yang relatif singkat sampai waktu t p dengan kecepatan pemampatan yang tinggi karena disipasi tekanan air pori. c. Regangan sekunder (secondary strain, ε s ) Terjadi pada waktu yang relatif lama sampai waktu t s dengan kecepatan pemampatan yang lebih rendah akibat pemampatan butiran tanah. d. Regangan tersier (tertiery strain, ε t ) Terjadi secara terus-menerus sampai seluruh proses pemampatan berakhir.
a. deformasi partikel-partikel tanah (bending) b. perubahan jarak antar partikel c. keluarnya air dan udara dari pori-pori tanah
Konsolidasi tanah dapat dibagi menjadi konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder, dimana konsolidasi sekunder terjadi setelah proses konsolidasi primer selesai. Pertambahan beban pada tanah, pertama kali akan diterima oleh air sehingga menimbulkan kenaikan tekanan air pori (excess pore pressure). Pada konsolidasi primer, tekanan air pori akan berkurang akibat keluarnya air dari pori-pori tanah, kemudian dilanjutkan dengan konsolidasi sekunder dengan tekanan air pori konstan. Pada tanah inorganik, konsolidasi primer merupakan komponen terbesar dari penurunan total (settlement), sedangkan pada tanah organik konsolidasi sekunder merupakan komponen terbesar.
Gambar 1. Kurva regangan – log waktu pada tanah gambut dengan beban 25 kPa (Edil dan Dhowian, 1980)
Teori konsolidasi Terzaghi umumnya digunakan untuk memperkirakan pemampatan tanah, namun teori ini tidak dapat digunakan pada tanah gambut karena: a. Koefisien permeabilitas berkurang dengan cepat Pemampatan awal sangat cepat terjadi dan kofisien permeabiltas berkurang, 57 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
b.
sedangkan teori konsolidasi Terzaghi digunakan pada tanah yang mempunyai koefisien permeabilitas konstan. Daya mampat tinggi Pemampatan serat terjadi karena butiran tanah memampat, sedangkan pada teori konsolidasi Terzaghi butiran tanah tidak termampatkan.
METODE GIBSON – LO
Pemampatan sekunder dengan kurva tipe I dan II R.E. Gibson dan K.Y. Lo (1961) merumuskan teori konsolidasi satu dimensi dengan menggunakan model reologi dua elemen, yaitu pegas Hooke yang dihubungkan dengan elemen Kelvin.
Hasil studi yang dilakukan Lo (1961) membagi kurva angka pori – log waktu menjadi beberapa bentuk : a.
b.
c.
Kurva tipe I, yang mempunyai bentuk cekung ke atas yang bagus, kecepatan pemampatan sekunder berkurang sejalan waktu dan kurva menjadi horisontal saat mencapai penurunan maksimum. Kurva tipe II, mempunyai karakteristik yang digambarkan dengan bagian lurus pada kurva dengan pendekatan logaritma untuk waktu yang cukup lama. Kecepatan pemampatan berkurang cepat mendekati tahap akhir dan menjadi nol saat penurunan maksimum tercapai. Kurva tipe III, mempunyai bentuk cekung ke bawah, kecepatan pemampatan sekunder meningkat sejalan waktu, kemudian berkurang perlahan-lahan sampai selesai (IIIb) atau tiba-tiba (IIIa).
Gambar 2. Tipe pemampatan sekunder (Lo) 58 | K o n s t r u k s i a
Gambar 3. Model reologi Gibson - Lo
Saat beban luar yang diberikan bekerja pada tanah, pegas (spring) Hooke memampat seketika tetapi pemampatan elemen Kelvin b-λ tertahan oleh peredam (dashpot) Newton λ. Akibat rendahnya permeabilitas yang dimiliki tanah gambut, tegangan efektif σ’(t) meningkat secara perlahan sejalan waktu dari nol sampai sama besar dengan tegangan yang diberikan. Dengan demikian, pemampatan pegas a juga terjadi dengan perlahan dan memampat secara penuh hanya jika tegangan efektifnya sama besar dengan tegangan yang diberikan. Dengan bertambahnya tegangan efektif secara perlahan, elemen Kelvin mulai memampat. Pada mulanya, seluruh beban diterima oleh peredam Newton λ, kemudian ditransfer ke pegas Hooke b, dan memulai pemampatan. Peristiwa pemindahan beban tersebut berhubungan dengan proses konsolidasi sekunder yang terjadi pada tegangan efektif konstan. Setelah waktu yang cukup lama, seluruh tegangan efektif
Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu)
diterima oleh a dan b, peredam λ tidak memikul beban lagi. Peristiwa konsolidasi terdiri dari dua proses yang merupakan fungsi waktu, yaitu disipasi tekanan air pori dan rangkak (creep) dalam kerangka tanah pada tegangan efektif konstan. Hubungan tegangan efektif – regangan untuk model seperti ini (dengan mengasumsikan regangan nol, ε = 0, pada t = t 0 = 0) dapat dinyatakan dalam bentuk rumus Gibson-Lo sebagai berikut :
(1)
dimana : ε = regangan pemampatan a = kemampuan pemampatan primer (kPa-1) b= kemampuan pemampatan sekunder (kPa-1) t = waktu setelah pemberian beban
Pada teori Gibson-Lo, disipasi tekanan air pori diasumsikan akan ditentukan oleh persamaan dasar konsolidasi satu dimensi : (2) Substitusi
dengan mengambil k =
konstan dan i 0 = 0 pada persamaan (2) :
(3)
Dari kombinasi persamaan (1) dan (2), diperoleh persamaan konsolidasi satu dimensi yang dinyatakan dengan tegangan efektif σ’ :
Kondisi batas dan awal adalah sebagai berikut : -
0 < z < H ; σ’ = 0 ; untuk t = 0
0 < t < ∞ ; σ’ = σ(t) untuk z = 0 (5) 0 < t ≤ ∞ ; dσ’ /dz = 0 ; untuk z = H
-
dimana H adalah ketebalan lapisan tanah dan tekanan σ(t) merupakan fungsi waktu.
Penurunan relatif lapisan didefinisikan sebagai berikut :
tanah (6)
Persamaan tersebut diselesaikan dengan spesifikasi fungsi beban sebagai berikut : σ(t) = 0 σ(t) = σ0
-
untuk t < 0 untuk t ≥ 0
(7)
Penurunan dalam fungsi waktu mempunyai bentuk sebagai berikut :
dimana : α
=
β
=
R
=
a
(8)
=
= kemampuan pemampatan primer (kPa -1 ) b = kemampuan pemampatan sekunder (kPa -1 ) k = koefisien permeabilitas (m/s) 1/λ = kekentalan (kPa-s)
Pemodelan seperti ini memerlukan empat parameter yaitu koefisien permeabilitas (4) (k), kekentalan struktur tanah (1/λ), kemampuan pemampatan primer (a), dan kemampuan pemampatan sekunder (b). Dua parameter pertama menentukan 59 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
waktu rata-rata pemampatan sekunder (b). Dua parameter pertama menentukan waktu rata-rata pemampatan primer dan sekunder, sedangkan dua parameter berikutnya digunakan untuk perhitungan penurunan akhir.
Gibson dan Lo merumuskan sebuah Metode pendekatan untuk menentukan parameter tanah yang relevan dari data eksperimen berdasarkan asumsi bahwa untuk waktu jangka panjang penurunan total tanah (gambar 3) sama dengan jumlah dari penurunan total pegas a dan penurunan gabungan elemen b-λ : dimana Persamaan konsolidasi (4) menjadi :
Persamaan ini diselesaikan dengan memperhatikan kondisi (5) dan (7) sehingga fungsi pendekatan untuk penurunan menjadi : (11) Pada limit
Persamaan (11) dapat ditulis dalam bentuk lain :
Metode yang digunakan untuk menentukan parameter-parameter pada persamaan ini digambarkan pada gambar 4.
60 | K o n s t r u k s i a
Gambar 4. Penentuan parameterparameter konsolidasi Gibson dan Lo apabila regangan akhir diketahui. Penggambaran
dengan (9) waktu (t) membentuk garis lurus BD. Garis OB menunjukkan kemampuan pemampatan b : OB
dan kemiringan garis BD menunjukkan kekentalan 1/λ :
(10) Apabila regangan akhir belum diketahui, dan dapat diaplikasikan penggambaran dengan
konstan.
Penggambaran dengan
mengambil (15)
menghasilkan kemiringan dan
koefisien
pemampatan b dari pegas b dapat dihitung (12) dari intercept
Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu)
Pemampatan sekunder dengan kurva tipe IIIa dan IIIb
Gambar 5. Gibson-Lo
Penyederhanaan
Metode
Parameter-parameter reologi dapat juga ditentukan dari kurva log kecepatan – regangan (Edil danDhowian).
Gambar 6. Kurva log kecepatan regangan – waktu Kemampuan pemampatan primer (a) dapat dicari dari persamaan (11) untuk titik A (gambar 4). atau Regangan dan penurunan tanah yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
(18)
(19)
Gambar 6. Model reologi (Lo, 1961)
Model reologi di atas sama dengan dua buah seri gambar (3) yang disambungkan dengan elemen S. Dibawah nilai tegangan atau regangan kritis, elemen S kaku sehingga menahan tegangan σ’(t) dari elemen b-λ tanpa memindahkannya ke elemen b 1 -λ 1 . Namun ketika nilai kritis tersebut terlampaui, elemen S akan kehilangan kekakuannya dan σ’(t) menggerakkan elemen b 1 -λ 1 untuk : 0 < t < tk t ≥ tk
σ 1 ’(t) = 0 σ 1 ’(t) = σ 1 ’(t)
Setelah kerusakan (breakdown) struktur tanah terjadi (t ≥ t k ), penurunan regangan untuk jangka panjang serupa dengan persamaan (8). Dengan koefisien kekentalan peredam λ 1 maka persamaan tersebut menjadi : (17)
(21) Kerusakan struktur tanah pada waktu t k ditandai dengan adanya perubahan tibatiba pada kurva konsolidasi. (22)
61 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
a)
Test 1 Memberikan beban secara bertahap dengan waktu pembebanan 24 jam untuk beban : 0,05 kg/cm2 ; 0,1 kg/cm2 ; 0,2 kg/cm2; 0,4 kg/cm2 ; 2 0,8 kg/cm ; 1,6 kg/cm2 ; 3,2 kg/cm2; 6,4 kg/cm2 ; Jumlah benda uji adalah 1 buah. b) Test 2 Memberikan beban secara bertahap dengan : - waktu pembebanan 24 jam untuk beban 0,05 kg/cm2 ; 0,1 kg/cm2 ; 0,2 kg/cm2; 1,6 kg/cm2 ; 3,2 kg/cm2; 6,4 kg/cm2 ; - waktu pembebanan 24 jam untuk beban 0,4 kg/cm2 dan 0,8 kg/cm2; Jumlah benda uji adalah 1 buah.
(23)
Penggambaran sisi sebelah kiri persamaan di atas yaitu dengan akan menghasilkan
intercept
kemiringan METODE PENELITIAN
(24)
BENDA UJI Benda uji untuk percobaan konsolidasi ini diambil dari Jambi. Contoh gambut yang digunakan adalah contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample). Contoh tanah diambil pada kedalaman 1 m dengan tabung berdiameter 7 cm dan panjang 60 cm. Tanah gambut yang telah masuk ke dalam tabung dilapisi oleh aluminium foil dan lilin agar tidak merubah kondisi asli.
Benda uji yang masih berada di dalam tabung dikeluarkan dengan alat pendorong vertikal secara perlahan-lahan dan langsung dimasukkan ke dalam cincin percobaan. Benda uji yang digunakan dalam percobaan berdiameter 6 cm dan tinggi 2 cm. Prosedur penelitian di laboratorium Kegiatan percobaan dilakukan di Balai Geoteknik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Ujungberung, Bandung. Jenis kegiatan yang dilaksanakan adalah : 1.
2.
3.
Percobaan berat jenis berdasarkan ASTM D 854 Percobaan kadar air berdasarkan ASTM D 2974 Percobaan konsolidasi dengan oedometer berdasarkan ASTM D 2435 :
62 | K o n s t r u k s i a
Peralatan percobaan konsolidasi Peralatan yang digunakan untuk melakukan percobaan konsolidasi tanah gambut adalah oedometer yang disambungkan dengan amplifier dan seperangkat komputer. Dengan adanya amplifier dan komputer tersebut, maka pembacaan penurunan akan lebih baik dan dapat direkam secara otomatis oleh komputer. Sistem ini terdiri dari : 1.
Perangkat keras a) mesin percobaan : alat konsolidasi yaitu oedometer pembebanan b) alat pengukur : amplifier pengukur linier c) komputer : komputer dan layar monitor untuk pengukuran dan pemrosesan data
Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu)
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Sifat fisik yang dimiliki oleh tanah gambut Jambi adalah :
Gambar 7. Skema perangkat keras
Gambar 8. Skema amplifier pada percobaan konsolidasi Amplifier pada percobaan konsolidasi terdiri dari : a)
b) c)
2.
penghitung (counter), berfungsi untuk menghitung jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor layar LCD (LCD display), berfungsi untuk menunjukkan besarnya deformasi interface, berfungsi untuk mengubah jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor menjadi suatu besaran yang dapat direkam oleh komputer Perangkat lunak a) pengukuran b) pemrosesan data c) perekaman dalam disket
Gambar 9. Skema aliran data
1) 2) 3) 4)
kadar air berat volume berat jenis angka pori
: : : :
271,9 % 1,08 t/m3 1,67 4,7571
HASIL PERCOBAAN KONSOLIDASI DENGAN METODE GIBSON-LO Kurva angka pori – log waktu pada percobaan konsolidasi tanah gambut Jambi selama 1 hari dan 1 minggu dengan pembebanan bervariasi menunjukkan kurva tipe I dan II menurut Lo. Kurva tipe I mempunyai bentuk cekung ke atas yang bagus, kecepatan pemampatan sekunder berkurang sejalan waktu, dan kurva menjadi horisontal pada saat penurunan maksimum terjadi. Kurva tipe II mempunyai karakteristik yang digambarkan dengan bagian lurus pada kurva dengan pendekatan logaritma untuk waktu yang cukup lama. Kecepatan pemampatan berkurang cepat mendekati tahap akhir dan menjadi nol saat penurunan maksimum tercapai. Dengan demikian, analisis data konsolidasi sekunder dengan Metode Gibson-Lo menggunakan rumus-rumus untuk pemampatan sekunder dengan kurva tipe I dan II.
Gambar 10. Kurva
waktu untuk tekanan 0,8
kg/cm2
dan
(test 1)
63 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
Gambar 11. Kurva regangan – waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2 (test 1)
Gambar 12. Kurva
dan
waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2 – 1 hari (test 2)
Gambar 13. Kurva regangan – waktu untuk tekanan 0,4 kg/cm2 – 1 hari (test 2)
64 | K o n s t r u k s i a
Gambar 14. Kurva
dan
waktu untuk tekanan 0,4 kg/cm2 – 1 minggu (test 2)
Gambar 15. Kurva regangan – waktu untuk tekanan 0,4 kg/cm2 – 1 minggu (test 2)
Gambar 16. Kurva
waktu untuk tekanan 0,8 2)
kg/cm2
dan
– 1 hari (test
Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu)
Tabel 2. Parameter-parameter Gibson-Lo untuk tanah gambut Jambi (test 2) Tekanan (kg/cm2)
a (cm2/kg)
b (cm2/kg)
0,1
0,1163006
0,0806306
0,05 0,2
Gambar 17. Kurva regangan – waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2 – 1 hari (test 2)
0,4 0,8 1,6 3,2 6,4
0,6220426 0,1471326 0,0423547 0,0621536 0,0452528 0,0307686 0,0166745
1/λ (kg min/cm2)
0,1223771
2,955 . 103
0,0513570
16,891 . 103
0,0220757
19,646 . 103
0,0300123 0,0124337 0,0062087 0,0031067
5,382 . 103
14,451 . 103 34,965 . 103
69,930 . 103
138,889 . 103
Tabel 3. Parameter-parameter Gibson-Lo untuk tanah Gambut Jambi (test 2) dengan masa pembebanan bervariasi
Gambar 18. Kurva
dan
waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2 – 1 minggu (test 2)
Dari hasil analisis data dengan Metode GibsonLo, diperoleh nilai regangan untuk setiap waktu. Pembahasan Metode Gibson-Lo
Gambar 19. Kurva regangan – waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2 – 1 minggu (test 2)
Tabel 1. Parameter-parameter Gibson-Lo untuk tanah gambut Jambi (test 1) Tekanan (kg/cm2)
a (cm2/kg)
b (cm2/kg)
0,1
0,1206053
0,0377659
0,05 0,2 0,4 0,8 1,6
0,3681775 0,0977921 0,7994722
0,0648381 0,0473696
1/λ (kg min/cm2)
0,0444631
12,195 . 103
0,0259119
13,966 . 103
0,0153674 0,0111764 0,0085153
10,449 . 103 28,249 .
103
32,362. 103
Perbandingan nilai regangan hasil analisis dengan Metode Gibson-Lo dengan hasil percobaan di laboratorium menunjukkan perbedaan sedikit lebih besar pada awal pemampatan sampai kurang lebih menit ke sembilan puluh dibandingkan dengan waktu lainnya. Hal ini disebabkan waktu berakhirnya konsolidasi primer menurut Metode Gibson-Lo berkisar antara 50 – 240 menit tergantung pada beban yang diberikan dan waktu pembebanan. Waktu berakhirnya konsolidasi primer adalah waktu dimana garis lurus konsolidasi sekunder berhimpit dengan garis percobaan laboratorium pada kurva
- waktu (gambar 20).
46,296 . 103
65 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
Gambar 20. Penentuan parameter konsolidasi dengan Metode Gibson-Lo (Sumber : Jurnal B. Juszkiewicz – Bednarczyk dan Werno, 1981)
Gambar 21. Kurva parameter a
Dari gambar 21 dapat dilihat bahwa nilai parameter a pada umumnya mengecil dengan meningkatnya tekanan. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan serat, dimana pemampatan akibat keluarnya air dari makropori sangat dipengaruhi oleh kandungan serat dalam contoh tanah. Dengan adanya pembebanan pada tanah maka akan terjadi pemampatan yang dapat menyebabkan makropori mengecil sehingga air pori semakin sulit untuk mengalir keluar (gambar 43). Dengan demikian, nilai parameter a akan mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini sesuai dengan penelitian Noor Endah M. dan Eding Iskak I. (1999).
66 | K o n s t r u k s i a
Gambar 22. Kurva parameter a (penelitian Noor Endah M. dan Eding Iskak I., 1999)
Parameter b merupakan fungsi dari kecepatan aliran air dari mikropori ke makropori (Adams, 1965). Analisis data menunjukkan bahwa nilai parameter b akan mengecil dengan meningkatnya tekanan (gambar 22), berarti pemampatan akibat rangkak (creep) makin berkurang dengan meningkatnya beban. Setelah pemampatan yang terjadi cukup besar, ruang makropori dan mikropori semakin kecil sehingga aliran air dari mikropori ke makropori semakin sulit (gambar 23).
Gambar 23. Kurva parameter b
Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu)
Dari gambar 26 terlihat bahwa nilai parameter 1/λ cenderung untuk membesar sejalan dengan meningkatnya beban. Hal ini sesuai dengan penelitian K.Y. Lo.
Gambar 24. Kurva parameter b (penelitian Noor Endah M. dan Eding Iskak I., 1999)
Gambar 27. Kurva (penelitian K.Y. Lo)
parameter
1/λ
Gambar 28. Kurva parameter a dengan waktu pembebanan
Gambar 25. Pemampatan pada tanah gambut
Gambar 29. Kurva parameter b dengan waktu pembebanan Gambar 26. Kurva parameter 1/λ
Dari gambar 28 dan 29 terlihat bahwa nilai parameter a dan b semakin membesar dengan meningkatnya waktu pembebanan. Hal ini disebabkan karena proses 67 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 1 Desember 2012
keluarnya air dari makropori dan mikropori semakin besar dengan semakin lamanya waktu pemampatan.
lamanya periode pembebanan maka nilai a, b, 1/λ semakin besar. DAFTAR PUSTAKA 1.
Gambar 30. Kurva parameter 1/λ dengan waktu pembebanan
Dari gambar 30 terlihat bahwa parameter 1/λ semakin membesar karena tanah semakin termampatkan dengan semakin lamanya waktu pemampatan sehingga kekentalan (viskositas) tanah semakin besar.
KESIMPULAN 1. 2.
3.
4. 5.
Bentuk kurva regangan – waktu (skala log) yang diperoleh menyerupai kurva pemampatan tipe I dan II pada hasil studi yang telah dilakukan Lo (1961). Nilai parameter a pada Metode Gibson-Lo akan mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori sehingga aliran air pori dari makropori menjadi semakin sulit untuk keluar. Nilai parameter b pada Metode Gibson-Lo semakin mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori dan mikropori sehingga aliran air pori dari mikropori ke makropori semakin sulit. Nilai parameter 1/λ pada Metode GibsonLo semakin besar dengan meningkatnya beban. Periode pembebanan mempengaruhi nilai parameter a, b, 1/λ. Dengan makin
68 | K o n s t r u k s i a
Andersland, O.B. dan Al-Khafaji, A.W.N. (1980), Organic Material and Soil Compressibility, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol 106, no. GT7, pp. 749-758. 2. ASTM, American Society for Testing & Material, Philadelpia, USA. 3. Barden, L. (1968), Primary and Secondary Consolidation of Clay and Peat, Geotechnique, 18. 4. Bednarczyk, J.B. dan Werno, M. (1981), Determination of Consolidation Parameters. 5. Berre, T. & Iversen, K. (1972), Oedometer Tests with Different Speciment Heights on a Clay Exhibiting Large Secondary Compression, Geotechnique, vol. 22, no. 1. 6. Berry, P.L. dan Vickers, B. (1975), Consolidation of Fibrous Peat, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol. 101, no. GT8, pp.741-753. 7. Das, B.M, Advanced Soil Mechanics, International Student Edition, Singapore. 8. Edil, T.B., Termaat, Ruud, dan Han, Evert den, Advances in Understanding and Modelling the Mechanical Behavior of Peat, A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield. 9. Edil, T.B., Soft Soil Engineering, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke-3. 10. Holtz, R.D., dan Kovacs, W.D., An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice Hall Inc. 11. Irsyam, M., Mekanisme dan Penanggulangan Tanah Mengembang, diktat kuliah Perilaku Tanah. 12. Irsyam M., Studi Kasus Perbaikan Tanah pada Tanah Lunak dan Gambut, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke-3.
Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu)
13. Lambe, T.W., dan Whitman, R.V., Soil Mechanics, SI Version, John Wiley & Sons, Inc. 14. Lo, K.Y. (1961), Secondary Compression of Clays, Journal of the Soil Mechanics and Foundation Division, vol. 87, No. SM 4, pp 61-87. 15. Mac Farlane, I.C., Muskeg Engineering Handbook, National Research Council of Canada, University of Toronto, Canada. 16. Pradoto, Suhardjito dan As’ad Munawir, Analisis dan Perilaku Pemampatan Gambut Palembang. 17. Suklje, Lujo, Rheological Aspect of Soil Mechanics, Wiley-Interscience, John Wiley & Sons Ltd. 18. Wahls, H.E. (1962), Analysis of Primary and Secondary Consolidation, Journal of the Soil Mechanics and Foundations Division, vol. 88, no. SM6, pp. 207-231. 19. Yamanouchi, Toyotoshi dan Yasuhara, Kazuya, (March, 1975), Secondary Compression of Organic Soil, Soils and Foundations, vol. 15, no. 1, pp. 69-79.
69 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 1 | Desember 2012
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Kriteria Penulisan
1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan. 2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan April dan Desember. 3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan. 4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan. 5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat : a. Judul b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika ada) 6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10. 7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out dan soft copy (CD).
Alamat redaksi : Jurnal KONSTRUKSIA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat. Telp. 42882505, Fax. 42882505 Website: www.konstruksia.org
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 1 | Desember 2012
ISSN 2086-7352
HALAMAN ADVERTISING
BEASISWA MAHASISWA SIPIL umj BERPRESTASI
JURNAL KONSTRUKSIA WEBSITE
WWW.KONSTRUKSIA.ORG
ISSN 2086 - 7352