ISSN 2086 - 7352
JURNAL
KONSTRUKSIA VOLUME 5 NOMER 1
DESEMBER 2013
PERAN ENJINIR TERHADAP TERJADINYA KLAIM KONSTRUKSI DI PROYEK INFRASTRUKTUR PINJAMAN LUAR NEGERI (DENGAN REFERENSI FIDIC MDB 2006) Marlia Dyah Salindri / Sarwono Hardjomuljadi
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI YANG MENGGUNAKAN FIDIC CONDITIONS OF CONTRACT FOR PLANT AND DESIGN BUILD Galih Adya Taurano / Sarwono Hardjomuljadi
STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN BETON TINJAUAN DAERAH LAPANGAN Firmansyah / Nadia
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA Henrico / Anton Soekiman
KINERJA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL II DALAM PENGELOLAAN JALAN DI SUMATERA BARAT Rika Julitasari / Anton Soekiman
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Abdul Mutholib / Andreas Franskie Van Roy
PENGARUH VARIASI PANJANG SAMBUNGAN LAS TERHADAP KAPASITAS KUAT TARIK BAJA TULANGAN Abdul Rokhman / Adi Supriatna
STUDI PENGARUH JARAK TIANG PANCANG PADA KELOMPOK TIANG TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI PILE CAP Dona Dwi Saputro / Haryo Koco Buwono
TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 5 Nomor 1| Halaman 1 – 92 Desember 2013
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomor 1 | Desember 2013
JURNAL
KONSTRUKSIA REDAKSI Penanggung Jawab
: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE.
Pemimpin Redaksi
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Mitra Bestari
: Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD. DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi
Staf Redaksi
: Ir. Nadia, MT. Ir. Trijeti, MT. Ir. Iskandar Zulkarnaen Basit Al Hanief, ST Andika Setiawan Farid Aulia
Seksi Umum
: Ir. Saifullah Imam Susandi
Disain Kreatif
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Administrator Web
: Riyadi, ST
Terbit
: Per Semester – Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun )
Alamat Redaksi
: Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Website
: www.konstruksia.org
Email
:
[email protected]
Ilustrasi cover diambil dari: http://2.bp.blogspot.com/turnkey1.jpg
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomor 1 | Desember 2013
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 5 Nomor 1 Desember 2013
Diterbitkan oleh: Divisi Jurnal, Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomor 1 | Desember 2013
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 5 Nomor 1 Desember 2013
PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 5 Nomer 1 di bulan Desember 2013 ini. Pada edisi ini mendapatkan respons positif dalam rangka menunjang keputusan menteri tentang Lulusan Magister diwajibkan telah menulis di Jurnal Ilmiah Nasional. Adapun yang sudah menangkap respon tersebut, salah satunya adalah dari Magister Teknik Sipil, Universitas Parahyangan Bandung. Adapun tema yang ditampilkan sangat beragam, mulai dari Kontrak manajemen, hingga pengujian bahan material struktur. Hal ini tidak lepas dari peran serta jalinan hubungan baik antar institusi agar membantu lulusannya untuk dapat segera terjun ke masyarakat atas gelar yang disandangnya. Penerbitan ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu tonggak untuk dapat segera terakreditasi. Aamiin
Jakarta, Desember 2013
Pemimpin Redaksi
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomor 1 | Desember 2013
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 5 Nomor 1 Desember 2013
DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi PERAN ENJINIR TERHADAP TERJADINYA KLAIM KONSTRUKSIDI PROYEK INFRASTRUKTUR PINJAMAN LUAR NEGERI (DENGAN REFERENSI FIDIC MDB 2006)
1 – 11
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI YANG MENGGUNAKAN FIDIC CONDITIONS OF CONTRACT FOR PLANT AND DESIGN BUILD .....…………………………………………………………………………
13 – 24
STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN BETON TINJAUAN DAERAH LAPANGAN …………………………………..
25 – 32
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA …………………………
33 – 47
KINERJA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL II DALAM PENGELOLAAN JALAN DI SUMATERA BARAT ………………………………………………………
49 – 58
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM …................
59 – 75
PENGARUH VARIASI PANJANG SAMBUNGAN LAS TERHADAP KAPASITAS KUAT TARIK BAJA TULANGAN …………….……………………………………………………………….
77 – 83
STUDI PENGARUH JARAK TIANG PANCANG PADA KELOMPOK TIANG TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI PILE CAP …………….…………………………………………………………….
85 – 92
Peran Enjinir Terhadap Terjadinya Klaim Konstruksi Di Proyek Infrastruktur (Marlia Dyah - Sarwono)
PERAN ENJINIR TERHADAP TERJADINYA KLAIM KONSTRUKSI DI PROYEK INFRASTRUKTUR PINJAMAN LUAR NEGERI (DENGAN REFERENSI FIDIC MDB 2006) Marlia Dyah Salindri Hardjito Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Email :
[email protected] Sarwono Hardjomuljadi Dosen Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Email:
[email protected] ABSTRAK : Klaim didunia konstruksi adalah suatu tuntutan dari pihak yang merasa hak-haknya belum diterima sehingga meminta kompensasi baik itu berupa uang atau tambahan waktu yang mana belum dituliskan dalam kontrak. Untuk meminimalisasi terjadinya klaim, penulis bermaksud untuk melihat pengaruh dari peran enjinir yaitu wewenang, tugas dan tanggung jawab yang dominan apa saja didalam FIDIC MDB 2006 terhadap terjadinya klaim konstruksi di proyek infrastruktur pinjaman luar negeri. Hasil penelitian menunjukkan dari 66 peran enjinir didapatkan 7 peran enjinir yang dominan dan berpengaruh terhadap terjadinya klaim konstruksi yaitu : (a) melakukan verifikasi data atas klaim yang diajukan oleh kontraktor (b) melakukan perhitungan terhadap pekerjaan yang diselesaikan oleh kontraktor sampai dengan terjadinya force major dan menerbitkan Berita Acara Pembayaran (c) melakukan perhitungan terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh kontraktor terkait dengan pemutusan kontrak (d) melakukan penetapan sesuai dengan kontrak atas permintaan kontraktor (e) menetapkan sertifikat pembayaran sementara yang diajukan oleh kontraktor (f) menerbitkan gambar rencana sesuai waktu tertentu yang wajar (g) melakukan peninjauan terhadap usulan perpanjangan waktu penyelesaian oleh kontraktor. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya klaim konstruksi akibat peran enjinir adalah: (a) Perusahaan konsultan menyediakan personil sesuai dengan kualifikasi yang tertera di kontrak (b) dalam pengadaan konsultan supervisi, pengguna jasa dapat menggunakan metoda lelang QBS (Quality Base Selection) dengan konsukuensi nilai kontrak menjadi lebih tinggi dan melakukan tes kemampuan personil (c) disarankan adanya revisi sub-klasula 3.1(c) yaitu penambahan sanksi kepada enjinir apabila enjinir lalai (d) di dalam kontrak antar pemilik proyek dan konsultan perlu ditambahkan sanksi berupa biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan konsultan bukan hanya sanksi berupa penundaan pembayaran Kata kunci : Enjinir, Kontraktor, Klaim, FIDIC MDB 2006, Pinjaman Luar Negeri ABSTRACT: Claim construction is a demand in the world of those who feel their rights have not been well received thus require compensation in the form of money or extra time which has not been written in the contract . To minimize the occurrence of a claim , the author intends to look at the effect of the role of engineer is the authority , duties and responsibilities of any dominant FIDIC MDB in 2006 against the claim construction in infrastructure projects overseas loans . The results showed than 66 roles available 7 engineer dominant role and influence on the construction claim are: ( a) consulting firm providing qualified personnel in accordance with that stated in the contract ( b ) in the procurement of consultant supervision , employeer can use the auction method of QBS ( Quality Base Selection ) where the the auction method is more in priority on the quality of personnel with konsukuensi contract value to be higher and to test to determine the ability of personnel trial period ( c ) Engineer perform the calculations of the work that already done by the contractor related to the termination of the contract ( d ) Engineer make the determination in accordance with the contract at the request of the contractor ( e )Engineer establish interim payment certificate submitted by the contractor ( f ) Engineer publish design on the time plan reasonable given ( g )Engineer carry out a review of the proposed extension of time of completion by the contractor. 1|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Efforts should be made to minimize the effect of construction claims enjinir role is: (a) consulting firm providing qualified personnel in accordance with the contract (b) employeer can use the auction method of QBS (Quality Base Selection),the consequences of a higher contract value and doing test to determine the ability of personnel (c) suggested a revision of the sub-klasula 3.1 (c) is the addition to the sanctions if engineer negligent (d) in the contract between the project employeer and the consultant should be added sanction of costs to be borne by the consulting firm not only sanctions by withholding payment Keywords: Engineer, Contractor, Claim, FIDIC MDB edition 2006, Loan.
LATAR BELAKANG Pemerintah Indonesia dalam hal pembangunan konstruksi di Indonesia tidak terlepas dari adanya campur tangan investor ataupun pendanaan yang berasal dari pinjaman luar negeri dan seiring meningkatnya pinjaman luar negeri di Indonesia (gambar 1.1) menyebabkan pertumbuhan jumlah perusahaan kontraktor dan konsultan asing di Indonesia semakin meningkat yaitu dilihat dari lima tahun terakhir pertambahan konsultan dan kontraktor asing di Indonesia sangat besar sejak pencanangan MP3EI naik hingga 22,2% sehingga akumulasi jumlah sampai dengan tahun 2012 mencapai 255 perusahaan [akhmad suraji , 2012]
Gambar .1 Pinjaman Luar negeri Kementerian Pekerjaan Yang Berdasarkan Pemberi Pinjaman Desember 2012 Namun pada pelaksanaannya, penyerapan pinjaman luar negeri rendah dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam kontrak. Perubahan didalam kontrak dapat menyebabkan tambahan pekerjaan sehingga waktu dan biaya juga ikut 2|K o n s t r u k s i a
bertambah dan apabila tuntutan tambahan waktu dan biaya tidak dipenuhi maka akan terjadi klaim kontruksi. Pelaku jasa konstruksi dalam hal ini Pengguna Jasa, Kontraktor dan Konsultan mempunyai andil sampai terjadinya perubahan di dalam kontrak. PERMASALAHAN UTAMA Proyek Infrastruktur Pinjaman Luar Negeri, sebagian besar kontraknya berbasiskan FIDIC MDB 2006. Di dalam FIDIC MDB 2006 dijelaskan enjinir mempunyai peran yaitu wewenang, tugas dan tanggung jawab untuk setiap pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang ditunjuk oleh pemilik royek bertindak sebagai enjinir untuk kepentingan kontrak. Setiap peranan yang dilakukan enjinir baik itu instruksi, pemeriksaan dan pengambilan keputusan mempunyai dampak terhadap pelaksanaan proyek yang bisa berakibat terjadinya klaim konstruksi atau terjadinya klaim konstruksi. Peran enjinir yang mempunyai pengaruh besar terhadap terjadinya klaim konstruksi tidak di tunjang dengan tanggung jawab enjinir berupa sanksi yang tertulis di dalam kontrak antara konsultan dan pengguna jasa apabila enjinir melakukan suatu kelalaian. Salah satu contoh isi kontrak konsultan supervisi proyek pinjaman luar negeri klausula 2.8 “The Client may, by written notice of suppension to the consultant, suspend all payments to the consultant hereunder if the consultant fails to perform any of its
Peran Enjinir Terhadap Terjadinya Klaim Konstruksi Di Proyek Infrastruktur (Marlia Dyah - Sarwono)
obligations under this Contract…”. (sumber: Contract Of Technical Assitance For Western Indonesia Road Improvement Project-WINRIP). Dari kutipan klausula bisa disimpulkan sanksi yang diberlakukan kepada perusahaan konsultan apabila enjinirnya melakukan kesalahan adalah hanya menunda pembayaran. Hal ini tidak seimbang apabila terjadinya klaim konstruksi yang diakibatkan oleh kelalaian enjinir. Kelalainan enjinir dapat merugikan pihak pengguna jasa dan kontraktor dari segi materi dan non-materi RUMUSAN MASALAH Melihat kenyataan diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan suatu penelitian mengenai peranan enjinir yang dominan didalam klasula - klausula FIDIC MDB 2006 terhadap terjadinya klaim konstruksi. MAKSUD DAN TUJUAN Mengidentifikasi dan menganalisis peranan enjinir yang dominan apa saja pada klausula-kalusula FIDIC MDB 2006 yang berpengaruh terhadap klaim konstruksi di Proyek Infrastruktur Pinjaman Luar Negeri. LANDASAN TEORI Pengertian Enjinir Berikut ini beberapa definisi enjnir menurut peneliti, jurnal dan dokumen penawaran: Orang yang di tunjuk oleh pemilik proyek untuk bertindak sebagai enjinir untuk kepentingan kontrak dan disebutkan dalam data kontrak atau orang lain yang di tunjuk oleh pemilik proyek dari waktu ke waktu dan di beritahukan kepada kontraktor bedasarkan sub klausula 3.4 (Penggantian Enjinir) [FIDIC MDB 2006]
Enjnir adalah seorang penasehat ahli dan perwakilan dari klien dan diminta untuk bertidak independen, adil dan tidak memihak pihak manapun. Enjinir juga mempunyai peranan yang penting dalam adminitrasi kontrak dan memiliki banyak tugas untuk melakukan atau memberikan arahan kepada kontraktor melalui penilaian pekerjaan, untuk mengeluarkan sertifikat dan jadwal pembayaran, yang semuanya harus dilakukan tanpa adanya keterlambatan (Abernethey.M, 2007) Seseorang yang disebutkan dalam kontrak (atau orang lain yang berkompeten yang ditunjuk oleh pemilik proyek dan diberitahukan kepada kontraktor untuk bertindak dalam penggantian manajer proyek) yang bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan dan adminitrasi kontrak (Standard Bidding Documents, The African Development Bank , 2007) orang yang ditunjuk oleh pemilik proyek dari waktu ke waktu secara tertulis yang dinyatakan didalam klausula 5 sebagai pengawas dan adanya pemberitahuan secara tertulis kepada kontraktor oleh pengguna jasa (AS 4000,1997) orang atau badan usaha yang di identifikasikan sebagai seorang enjinir dalam perjanjian dan disebutkan didalam dokumen kontrak (AIA, 2007) Pengertian Klaim : adalah Suatu tindakan seseorang untuk meminta sesuatu, dimana hak seseorang tersebut telah hilang sebelumnya, karena yang bersangkutan beranggapan mempunyai hak untuk mendapatkan kembali (Hardjomuljadi S, 2009) adalah permintaan yang sah untuk kompensasi tambahan )biaya dan/atau
3|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2012
waktu) karena perunahan dalam syaratsyarat kontrak (Wideman, R, M.,1990) adalah tindakan seseorang untuk meminta sesuatu, dimana hak seseorang tersebut hilang sebelumnya, karena yang bersangkutan beranggapan mempunyai hak untuk mendapatkan kembali (Hardjomuldjadi S, et al.,2006) adalah merupakan suatu upaya dari salah satu pihak yang terlibat dalam suatu proyek atau kegiatan untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya yang disertai dengan bukti yang daat mendukung permintaan tersebut (Rahmah, E, E.,2012) METODA PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan respondennya adalah pelaku jasa yaitu pemilik proyek, kontraktor dan konsultan. Pelaksanaan penelitian: 1. Menyusun Instrumen Penelitian. Melakukan identifikasi terhadap peran enjinir di dalam klausula - klausula FIDIC MDB 2006 yang mendasari terjadinya Klaim Konstruksi. Peran enjinir di kategorikan berdasarkan wewenang, tugas dan tanggung jawab. Terdapat 65 peran enjinir yang berpengaruh terhadap terjadinya klaim konstruksi. 2. Klarifikasi terhadap pakar. Melakukan klarifikasi instrumen penelitian kepada pakar sebanyak 5 orang dengan pengalaman > 7 tahun guna mendapatkan instrumen yang valid 3. Penyusunan Kuisoner. Penyebaran kuisoner kepada pelaku jasa konstruksi berdasarkan pada instrumen yang sudah di setujui oleh pakar. Syarat responden adalah pengalaman >3 tahun.
4|K o n s t r u k s i a
4.
Pengumpulan dan pengolahan data. Pengumpulan dilakukan dengan menyebarkan secara langsung, email dan data diolah dengan menggunakan piranti lunak SPSS 17.
Data diolah secara deskriptif, korelasi dan regresi. Kuisoner menggunakan skala pengukuran likert dengan rincian skala 1 (tidak mempengaruhi), skala 2 (sedikit berpengaruh), 3 (berpengaruh), 4 (berpengaruh besar), 5 (berpengaruh sangat besar). ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil validasi terhadap pakar, didapatkan penambahan indikator dari 65 indikator menjadi 66 indikator yaitu penambahan indikator mengenai kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan di dalam dokumen kontrak. Jumah responden adalah 68. Analisa Deskriptif Analisa deskriptif mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran data dari nilai mean dan median fungsinya untuk mendapatkan gambaran kualitatif atas pengaruh peranan enjinir di dalam klausula FIDIC MDB 2006 terhadap terjadinya klaim konstruksi di proyek infrastruktur Pinjaman Luar Negeri. Tabel 1 dan Gambar 2 menunjukkan prosentase responden memilih skala 4 (berpengaruh besar) yaitu 57,4% dibandingkan dengan skala lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden sepakat bahwa adanya pengaruh yang besar antara peranan enjinir terhadap terjadinya klaim konstruksi di proyek infrastruktur pinjaman luar negeri.
Peran Enjinir Terhadap Terjadinya Klaim Konstruksi Di Proyek Infrastruktur (Marlia Dyah - Sarwono)
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif Variabel B Frek
Valid
Valid (%)
%
Cumm. (%)
Sedikit Berpengaruh
4
5,9
5,9
5,9
Berpengaruh
14
20,6
20,6
26,5
Berpengaruh besar
39
57,4
57,4
83,8
Berpengaruh sangat besar
11
16,2
16,2
100,0
Total
yang artinya korelasi antara variabel A dan B mempunyai hubungan yang kuat. Tabel 2 menyajikan hasil korelasi Spearman’s dengan tingkat probabilitas <0.01 dengan parameter >0,5 Tabel 2. Korelasi Spearman’s dengan level of Significant < 0,05 (**) Koef. No
68
100,0
100,0
1
Gambar 2. Histogram Variabel B Analisis Korelasi Analisa korelasi bertujuan untuk mengetahui dan menemukan ada tidaknya hubungan antara variabel peran enjinir didalam klausula-klausula FIDIC MDB 2006 dengan variabel klaim konstruksi. Referensi parameter yang digunakan menurut sugiyono (2001) adalah 0 – 0,025 (korelasi sangat lemah) ; 0,25 – 0,50 (korelasi cukup) ; 0,50 – 0,75 (korelasi kuat) ; 0,75 – 100 (korelasi sangat kuat), dengan teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Spearman’s. Hipotesis statistik : Ho : ρ = 0 Ha : ρ ≠ 0 Dasar pengambilan keputusan : Jika probabilitas < 0,05, maka Ho diterima Jika probabilitas > 0,05, maka Ho ditolak Dari 66 variabel didapatkan 53 variabel yang memiliki tingkat probabilitas < 0,01
2
3
4
5
Korelasi thd B
0,657 **
0,629**
0,627**
0,625**
0,598**
Kode
A29
A56
A57
A59
A20
Variabel
Melakukan perhitungan terhadap pekerjaan yang diselesaikan oleh kontraktor sampai dengan terjadinya force major dan menerbitkan Berita Acara Pembayaran (SubKlausula 19.6) Melakukan perhitungan jumlah yang akan di bayarkan kepada kontraktor akibat penyesuaian perubah biaya (Sub-Klausula 13.8) Enjinir mengeluarkan Berita Acara Pembayaran Akhir yang menyatakan jumlah akhir yang harus di bayarkan kepada kontraktor (Sub-Klausula 14.13) Melakukan perhitungan terhadap Pekerjaan,barang-barang dan dokumen kontraktor serta biaya lain yang menjadi hak kontraktor akibat pemutusan oleh Pengguna Jasa (SubKlausula 15.3) Menanggapi dengan persetujuan atau penolakan terhadap usulan variasi oleh kontraktor (Sub-Klausula 13.3)
5|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2012
6
7
8
9
10
11
12
13
0,529**
0,529**
0,522**
0,519**
0,510**
0,508**
0,507**
0,502**
A16
A50
A30
A35
A12
A19
A55
A36
Menginstruksikan pengujian ulang kepada konraktor terhadap pekerjaan cacat mutu (Sub-Klausula 11.6) Melakukan perhitungan terhadap denda keterlambatan yang diakibatkan oleh kontraktor (Sub-Klausula 8.7) Menanggapi baik itu menerima atau menolak klaim yang diajukan oleh kontraktor (Sub-Klausula 20.1) Pemeriksaan atas perubahan atau pengurangan terhadap harga kontrak yang mempengaruhi nilai jaminan pelaksanaan (Sub-Klausula 4.2) Memberikan instruksi kepada kontraktor guna mempercepat pekerjaan (Sub-Klausula 8.6) Melakukan peninjauan terhadap perubahan yang mengakibatkan pengurangan nilai kontrak untuk menyetujui atau menentukan bayaran yang akan dimasukan ke dalam kontrak (Sub-Klausula 13.2) Melakukan peninjauan terhadap harga kontrak dengan mengevaluasi setiap item pekerjaan (Sub-Klausula 12.3) Memberitahu kepada kontraktor terhadap tanda-tanda batas (titik, garis dan ketinggian referensi yang dinyatakan dalam kontrak) (SubKlausula 4.7)
Sumber : Data Olahan SPSS 17
6|K o n s t r u k s i a
Tabel 3. Variabel Entered/Removed Model
1
2
3
4
5
6
7
Variables Entered
A29
A59
A30
A26
A33
A3
A49
Variables Removed
Method
.
Stepwise (Criteria: Probability-of-Fto-enter <= ,050, Probability-of-Fto-remove >= ,100).
.
Stepwise (Criteria: Probability-of-Fto-enter <= ,050, Probability-of-Fto-remove >= ,100).
.
Stepwise (Criteria: Probability-of-Fto-enter <= ,050, Probability-of-Fto-remove >= ,100).
.
Stepwise (Criteria: Probability-of-Fto-enter <= ,050, Probability-of-Fto-remove >= ,100).
.
Stepwise (Criteria: Probability-of-Fto-enter <= ,050, Probability-of-Fto-remove >= ,100).
.
Stepwise (Criteria: Probability-of-Fto-enter <= ,050, Probability-of-Fto-remove >= ,100).
.
Stepwise (Criteria: Probability-of-Fto-enter <= ,050, Probability-of-Fto-remove >= ,100).
Sumber : Data Olahan SPSS 17
Peran Enjinir Terhadap Terjadinya Klaim Konstruksi Di Proyek Infrastruktur (Marlia Dyah - Sarwono)
Sumber : Data Olahan SPSS 17 Gambar 3. Korelasi Regresi Berdasarkan perhitungan komposisi data koefisien, dapat ditentukan persamaan model regresi sebagai berikut : B =
0,084 + 0,319A29 + 0,242A59 + 0,517A30 – 0,179A26 + 0,226A33 – 0,229A3 + 0,132A49
Keterangan : B = Klaim Konstruksi A29 = Menetapkan nilai pekerjaan yang diselesaikan oleh kontraktor sampai dengan terjadinya force major dan menerbitkan Berita Acara Pembayaran (Sub-Klausula 19.6) A59 = Melakukan perhitungan terhadap Pekerjaan,barang-barang dan dokumen kontraktor serta biaya lain yang menjadi hak kontraktor akibat pemutusan oleh Pengguna Jasa (Sub-Klausula 15.3) A30 = Memutuskan untuk menerima/ menolak klaim berdasarkan catatan kontraktor yang
A26
=
A33
=
A3
=
A49
=
diberikan kepada enjinir (SubKlausula 20.1) Melakukan peninjauan kembali terhadap klaim kontraktor akibat biaya yang di keluarkan kontraktor disebabkan oleh penghentian pekerjaan (SubKlausula 16.1) Menerbitkan gambar rencana sesuai waktu tertentu yang layak (Sub-Klausula 1.9) Melakukan penetapan/persetujuan sesuai dengan kontrak atas permintaan kontraktor (Sub-Klausula 3.5) Melakukan evaluasi terhadap usulan perpanjangan waktu penyelesaian oleh kontraktor (Sub-Klausula 8.4)
Uji Test Koefesien Penentu atau (R2) Test Setelah melakukan regresi perlu dilakukan analisa koefesien determinasi untuk mengetahui tepat apa tidaknya penggunaan persamaan regeresi atau tepat tidaknya variabel-variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat. Pada lampiran 1 nilai adjusted r square bernilai 0,787. Nilai tersebut mempunyai arti ketujuh variabel independen mampu mejelaskan variasi dari variabel dependen ( klaim konstruksi) sebesar 78,7% sementara sisanya mampu dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model. Uji Koefesien Regresi (Uji F) F test digunakan untuk mengetahui apakah ketujuh variabel independen secara bersama – sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (B). Dari hasil output SPSS 17 didapatkan F hitung 36,306. Dari tabel nilai untuk 7|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2012
distribusi F dengan df = 7 (regression) dan df = 60 (residual) maka diperoleh F hitung sebesar 3,30 dengan level signifikan 0,05. F hitung > F tabel (36,306 > 3,30) = Ha ditolak artinya terdapat pengaruh cukup signifikan antara peran enjinir terhadap terjadinya klaim konstruksi. Uji Autokorelasi Dalam dunia statistik , Uji Durbin Watson adalah sebuah test yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi pada nilai residual (prediction errors) dari sebuah analisis regresi. Uji Autokorelasi juga bisa dikatakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Syarat yang harus dipenuhi adalah adanya autokorekasi dalam model regresi dan metoda yang dipakai adalah Uji Durbin Watson. Dari Hasil Output SPSS 17 didapatkan nilai DW dari hasil regresi adalah 1,870 sementara dari tabel DW dengan signifikan 0,05 dan jumlah data (n) = 66 , serta k = 1 diperoleh nilai dL = 1,5704 dan dU = 1,6318.
DW 1,870 dL
dU
4-dU
4-dL
1,5704
1,6318
2,3682
2,4296
Gambar 4 Uji Durbin Watson Karena nilai DW adalah 1,80 berada diantara dU dan 4-dU, dapat disimpulkan
8|K o n s t r u k s i a
bahwa tidak ada autokorelasi pada model regresi yang dihasilkan sehingga model dapat diterima PEMBAHASAN Analisa regresi linear dilakukan untuk mendapatkan tingkat signifikan pengaruh variabel peran enjinir yang berdampak pada terjadinya klaim konstruksi. Dari hasil regresi yang dilakukan didapatkan 7 variabel peran enjinir yang berpengaruh terhadap terjadinya klaim konstruksi seperti yang tertulis pada persamaan diatas. Konstanta sebesar 0,084 menyatakan bahwa jika enjinir tidak melakukan wewenang dan tangung jawab seperti yang di tuliskan untuk setiap variabel diatas maka klaim konstruksinya sebesar 0,084. Koefesien regeresi 0,319; 0,242; 0,517; 0,226 dan 0,312 menunjukkan bahwa setiap tugas dan tanggung jawab enjinir bertambah + 1 point, maka klaim konstruksinya akan bertambah 0,319; 0,242; 0,517; 0,226 dan 0,312 . Tanda (+) dapat di interpretasikan (-) karena dapat menyebabkan terjadinya klaim konstruksi. Secara kualitatif tidak ada tugas dan tanggung jawab enjinir yang “minus” tetapi lebih kepada kelalaian enjinir dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Sementara itu koefesien regeresi -0,179 dan - 0,229 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan koefesien regresi variabel untuk (A.26) dan (A.3) mengalami kenaikan 1%, maka klaim konstruksi akan mengalami penurunan sebesar -0,179 dan 0,229. Tanda (-) pada persamaan (4.1) dapat di interpretasikan (+) karena mengurangi terjadinya klaim konstruksi. Variabel A.26 dan A.3 menununjukkan wewenang enjinir untuk melakukan penetapan atas semua pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor. Dalam melakukan penetapan, enjinir mengacu
Peran Enjinir Terhadap Terjadinya Klaim Konstruksi Di Proyek Infrastruktur (Marlia Dyah - Sarwono)
pada sub-klausula 3.5 yaitu “enjinir harus berkonsultasi dengan masing-masing pihak dalam usahanya mencapai kesepakatan. Apabila tidak terjadinya kesepakatan, enjinir harus melakukan penetapan secara adil sesuai dengan kontrak dengan memperhatikan hal-hal yang dianggap terkait” ”. Berdasarkan kutipan diatas jelas enjinir sebelum menetapkan secara sepihak, enjinir diharuskan melakukan kesepakatan antara pelaku jasa konstruksi dalam hal ini adalah pengguna jasa dan kontraktor untuk memungkinkan agar tidak terjadinya ketidakadilan sehingga tidak menimbulkan kerugian. Dengan tidak adanya kerugian dari pihak pelaku jasa konstruksi maka tidak adanya tuntutan klaim yang diajukan oleh masing-masing pelaku jasa konstruksi sehingga dapat mengurangi klaim konstruksi. 3. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya klaim konstruksi adalah sebagai berikut : 1. Semaksimal mungkin mencegah terjadinya pergantian personil di dalam struktur organisasi konsultan supervisi khususnya enjinir dan tenaga ahli di lapangan karena berakibat terlambatnya atau tertundanya pekerjaan terutama terhambatnya proses pembayaran Money Certificate (MC). Untuk mencegah terjadinya pergantian personil, perusahaan konsultan supervisi selayaknya menyediakan personil sesuai dengan kualifikasi yang tertera di dalam kontrak. 2. Minimnya sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan atau kompetensi yang layak baik dari segi teknis maupun dari sisi administrasi kontrak karena proyek pinjaman luar negeri banyak mengandung klasula yang dibatasi oleh waktu sehingga
4.
setiap keterlambatan dalam proses peninjauan atau persetujuan dapat menjadi peluang bagi kontraktor untuk mendapatkan tambahan keuntungan dari sisi segi non materi. Perlu mendapatkan seorang enjinir yang memang paham benar dengan teknis dan dokumen kontrak sehingga tidak terjadinya kesalahapaham dalam pembacaan isi kontrak sehingga terhindar dari kesalahan pengambilan keputusan khususnya proyek pinjaman luar negeri. Dalam pengadaan konsultan supervisi, pengguna jasa dapat menggunakan metoda lelang QBS (Quality Base Selection) dimana pada metoda ini lelang lebih di utamakan pada kualitas personil dengan konsukuensi nilai kontrak menjadi lebih tinggi. Didalam buku FIDIC MDB 2006 tidak membahas mengenai sanksi bagi enjinir apabila enjinir lalai dan dapat mengakibatkan terjadinya klaim konstruksi baik itu dari sisi pengguna jasa dan kontraktor. Di tuliskan dalam sub-klausula 3.1 (c) “tidak akan membebaskan kontraktor dari tanggung jawab yang dimiliki berdasarkan kontrak, termasuk tanggung jawab atas kekeliruan, pengabaian dan ketidaksesuaian”. Menurut kutipan diatas, kesalahan enjinir baik dari segi kekeliruan, pengabaian dan ketidaksesuaian yang dilakukan oleh enjinir merupakan tanggung jawab kontraktor. Disarankan adanya revisi sub-klausula 3.1 (c) yaitu penambahan sanksi kepada enjinir apabila enjinr lalai dalam melakukan tugasnya. Seperti yang dicantumkan di dalam kontrak antara konsultan supervisi dan pengguna jasa pada identifikasi masalah. Disarankan bukan hanya 9|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2012
sanksi berupa penundaan pembayaran tetapi juga sanksi berupa biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan konsultan akibat kelalaian enjinirnya sehingga menyebabkan timbulnya klaim. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan setelah melalui analisa sebelumnya, dapat diambil kesimpulan : 1. Hasil analisa deskriptif, 57,4% responden memilih peran enjinir mempunyai peran mempunyai pengaruh besar terhadap terjadinya klaim konstruksi. 2. Hasil analisa korelasi didapatkan 13 variabel yang mempunyai pengaruh kuat dengan parameter > 0,5 dari 53 variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya klaim konstruksi dengan nilai signifikansi diatas 99% . 3. Masing-masing pelaku jasa konstruksi memiliki pandangan yang berbeda mengenai urutan peringkat peran enjinir terhadap terjadinya klaim konstruksi. Pengguna jasa memiiki pandangan bahwa wewenang enjinir untuk memutuskan nilai pekerjaan kontraktor akibat force major sebagai urutan teratas sementara itu kontraktor menganggap wewenang enjinir untuk menerima variasi dari kontraktor sebagai urutan teratas. Konsultan berasumsi bahwa tugas enjinir untuk mengingatkan kepada pengguna jasa akan cacat mutu atau pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi sebagai peringkat teratas. 4. Dari persamaan regresi didapatkan 7 faktor peran enjinir yang dominan dan berpengaruh terhadap klaim konstruksi .Variabel dimulai dari nilai koefesien regresi yang paling besar yaitu variabel A.30 : tugas enjinir 10 | K o n s t r u k s i a
5.
melakukan verifikasi data atas klaim yang diajukan oleh kontraktor, urutan kedua yaitu A.29 yaitu tugas enjinir untuk melakukan pehitungan nilai pekerjaan kontraktor akibat force major, urutan ketiga yaitu A.59 yaitu tugas enjinir melakukan perhitungan terhadap pekerjaan kontraktor akibat putus kontrak, urutan keempat yaitu A.3 wewenang enjinir untuk melakukan penetapan sesuai dengan kontrak atas permintaan kontraktor urutan ke lima yaitu A.33 tugas enjinir menerbitkan gambar rencana sesuai waktu tertentu yang wajar, urutan ke enam yaitu A.26 tugas enjinir untuk menetapkan sertifikat pembayaran sementara yang diajukan oleh kontraktor dan yang mempunyai nilai koefesien paling kecil adalah variabel A.49 yaitu tugas enjnir untuk melakukan peninjauan terhadap perpanjangan waktu Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya klaim konstruksi akibat peran enjinir adalah (a) Perusahaan konsultan menyediakan personil sesuai dengan kualifikasi yang tertera di kontrak (b) dalam pengadaan konsultan supervisi, pengguna jasa dapat menggunakan metoda lelang QBS (Quality Base Selection) dimana pada metoda ini lelang lebih di utamakan pada kualitas personil dengan konsukuensi nilai kontrak menjadi lebih tinggi dan melakukan tes kemampuan personil secara tertulis untuk menentukan masa percobaan personil konsultan (c) Perlu adanya revisi sub-klsusula 3.1.c yaitu penambahan sanksi kepada enjinir apabila enjinir lalai dalam melakukan tugasnya (d) Sanksi berupa biaya yang harus ditanggung perusahaan konsultan harus di cantumkan di dalam
Peran Enjinir Terhadap Terjadinya Klaim Konstruksi Di Proyek Infrastruktur (Marlia Dyah - Sarwono)
kontrak apabila melakukan kelalaian
personil
nya
DAFTAR PUSTAKA 1. Abernethey,M. (2007), “The Role of The Engineer” Technical Advisor, New Zealand Contractors Federation, Contractor Vol.31 No.6 July 2007 2. ADB : Standard Bidding Document Procurement of Work Medium Value Contract. (January, 2007), The African Development Bank, Africa 3. AIA : General Condition of The Contract For Reconstruction. (2007), American Institute of Architect, America 4. AS 4000-1997 : General Condition of Contract. (1997), Australian Standard, Australia 5. Badan Pembinaan Konstruksi. (2012), “Membangun Struktur Industri Konstruksi nasional Yang Kokoh, Andal dan Beradayasaing Serta memberikan Kesempatan Kepada Para pelaku Usaha Tumbuh dan Berkembang Secara Adil Melalui Restrukturisasi Sistem” , Buletin Dwi Wulan badan Pembinaan Konstruksi kementerian Pekerjaan Umum, edisi IV 6. Biro Perencanaan dan Kerajasama Luar Negeri (2012), “Laporan Bulanan Monitoring Proyek-Proyek PHLN di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum Desember 2012” Sekretariat Jenderal Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri 7. FIDIC MDB 2006: Condition of Contract For Construction MDB Harmonised Edition For Building And Engineering Work Designed By The Employer, Internasional Federation Of Consulting Engineers, Switzerland 8. Hardjomuldjadi S, et al. (2006). Strategi Klaim Berdasarkan FIDIC Condition of Contract. Pola Grade, Jakarta, Indonesia
9.
Rahmah, E, E. (2012), “ Analisa klausula – klausula FIDIC General Condition Of Contract For Construction MDB Harmonised Edition”, Tesis Fakultas Pasca Sarjana Manajemen Proyek Konstruksi, Tesis Universitas Katolik Parahyangan, Bandung 10. The Government of The Republic of Indonesia Ministry of Public Works et al : Contract Consulting Services for Design and Supervision Consultant (DSC) For Western Indonesia National Road Improvment Project –WINRIP (2013), Indonesia 11. Wideman, R, M. (1990). “Construction Claims Identification, Communication & Record Keeping”. A Paper Presented to a TUNS/Revay Seminar ; Vancouver 12. http://junaidichaniago.wordpress.com -Tabel Durbin Watson (tanggal unduh 8 agustus 2013)
11 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI (Galih Adya - Sarwono)
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI YANG MENGGUNAKAN FIDIC CONDITIONS OF CONTRACT FOR PLANT AND DESIGN BUILD Galih Adya Taurano Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Bandung email:
[email protected] Sarwono Hardjomuljadi Dosen Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Email :
[email protected] ABSTRAK : Dalam proyek konstruksi diperlukan ikatan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa sebagai dasar hukum yang berbentuk kontrak konstruksi dan salah satu kontrak konstruksi yang dipergunakan di Indonesia yaitu FIDIC yang merupakan persyaratan umum kontrak yang didorong oleh institusi internasional pemberi pinjaman. Salah satu tipe kontrak FIDIC yaitu FIDIC Conditions of Contract for Plant and Design Build dimana penyedia jasa menyiapkan desain dan melaksanakan pembangunan sesuai desain dengan batasan persyaratan/kebutuhan pengguna jasa dan pengguna jasa menempatkan enjinir sebagai wakilnya dalam pengawasan pelaksanaan proyek, tipe kontrak ini digunakan dengan alasan tidak siapnya desain pada saat dilakukan tender dan dengan harapan bahwa risiko di pihak pengguna jasa akan mengecil. Dalam kontrak terkadang terjadi perbedaan baik interpretasi ataupun hal-hal lain sehingga menyebabkan tuntutan atau klaim yang bisa berlanjut ke dalam sengketa/dispute. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab timbulnya klaim pada proyek yang menggunakan tipe kontrak ini. Telah diidentifikasi sebanyak 71 (tujuh puluh satu) faktor penyebab timbulnya klaim berdasarkan klausula dengan kajian pustaka yang kemudian dirancang dalam bentuk kuesioner yang dibagikan kepada pihak pengguna jasa dan penyedia jasa serta konsultan yang terlibat dalam pelaksanaan proyek dengan tipe kontrak ini. Melalui metode analisis faktor menggunakan piranti lunak SPSS didapatkan 7 (tujuh) faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya klaim pada proyek dengan tipe kontrak ini yaitu Faktor kelalaian Pengguna Jasa yang berkaitan dengan pembayaran, Faktor kegagalan Kontraktor memperbaiki cacat mutu, Faktor hal yang mempengaruhi kemajuan pekerjaan, Faktor kegagalan menyelesaikan pekerjaan karena faktor keuangan para pihak, Faktor terkait Enjinir, Faktor administrasi kontrak dan item yang disiapkan Pengguna Jasa dan Faktor pelanggaran prosedur. Kata kunci : FIDIC, kontrak, klaim, analisis faktor
ABSTRACT: In a construction project required working ties between employers and contractors as a legal basis in the form of construction contract and one of the construction contracts used in Indonesia is FIDIC, which is a contracts are driven by international institutional lenders. One type of the FIDIC contracts is FIDIC Conditions of Contract for Plant and Design Build services where contractors prepare design and carry out development in accordance with the design constraints employers requirements and employers put enjinir as its deputy in supervising the implementation of the project, the type of this contract is used to reason where the design unprepared at the time of the tender and the hope that risk on behalf of employers will shrink. Sometimes there is a difference in either contract interpretation or other things that causes the claim that could lead to the dispute. This study was conducted to determine the factors that cause the onset of the project claim that using this type of contract. Has identified as many as 70 (seventy one) factors causing a claim under clause with the study of literature who later designed in the form of a questionnaire distributed to the users of employers, contractors and consultants involved in the project with this type of contract.
13 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Through factor analysis method using the software SPSS obtained 7 (seven) major factors which causes claims on the project with this type of contract. Keywords: FIDIC, contract, claim, factor analysis
PENDAHULUAN Industri konstruksi merupakan salah satu faktor yang menjadi penyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam proyek konstruksi diperlukan adanya sebuah ikatan kerja antara pengguna jasa dengan penyedia jasa yang digunakan sebagai dasar hukum, berbentuk kontrak konstruksi. Di Indonesia, kontrak konstruksi yang dipergunakan antara lain, yaitu: Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 & Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, FIDIC, JCT, AIA, SIA. Untuk meningkatkan kompetensi pelaku jasa konstruksi nasional agar lebih mampu bersaing di pasar global, Kementerian Pekerjaan Umum mendorong kontraktor menggunakan kontrak sesuai standar Federation Internationale des Ingeniuer Conseils (FIDIC) yang merupakan standar internasional, bahwa melalui FIDIC antara penyedia dan pengguna memiliki kepastian karena kontrak konstruksi biasanya masa pelaksanaan, kompleksitas, dan ukurannya serta harga yang disepakati dan lingkup pekerjaan dapat berubah sejalan dengan pelaksanaan proyek. Klausula dalam kontrak konstruksi harus menyediakan tiga aturan dasar untuk: risk sharing, variation, dispute resolution dan FIDIC mengakomodir hal tersebut. Salah satu jenis kontrak FIDIC yaitu Conditions of Contract for Plant and Design-Build,. Pada persyaratan umum kontrak ditetapkan batas waktu untuk penyampaian klaim begitu pula klausula di FIDIC yang mengatur tata cara klaim. Klaim dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, oleh karena itu klaim adalah sesuatu yang wajar dan lumrah dan bukanlah sesuatu yang 14 | K o n s t r u k s i a
tabu atau menakutkan sehingga tidak disukai, namun harus dilayani dan dipenuhi agar tidak menjadi perselisihan/sengketa. Kontrak FIDIC for Plant and Design-Build akhir-akhir ini banyak dipakai karena kontrak jenis ini dapat mengalihkan risiko ke penyedia jasa karena yang membangun dan merancang adalah penyedia jasa. Kontrak jenis ini dipakai karena memiliki kelebihan yaitu pemilik proyek membuat kontrak tunggal untuk pekerjaan perancangan dan pelaksanaan proyek dengan satu kontraktor yang memiliki kemampuan tersebut sehingga Overlap antara pekerjaan perancangan dan pelaksanaan dapat menjadikan durasi proyek menjadi lebih singkat dibanding jika perancangan harus selesai dahulu baru kemudian diikuti dengan pelaksanaan. Kajian tentang penyebab munculnya klaim sudah banyak dilakukan tetapi yang spesifik membahas jenis kontrak Plant and Design Build masih kurang. Pemahaman bagi para pihak pelaku jasa konstruksi tentang klaim pada jenis kontrak ini diperlukan untuk mengurangi terjadinya klaim tersebut. LANDASAN TEORI Kontrak Konstruksi kontrak konstruksi adalah seperangkat kriteria atau harapan yang mengikat para pihak dalam kontrak. dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang memuat persetujuan bersama secara sukarela antara pihak kesatu dan pihak kedua. Pihak kesatu berjanji untuk memberikan jasa dan menyediakan material untuk membangun proyek bagi pihak kedua. Pihak kedua
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI (Galih Adya - Sarwono)
berjanji untuk membayar sejumlah uang sebagai imbalan jasa dan material yang telah digunakan.
SUBYEK KONTRAK KONSTRUKSI
PENGGUNA JASA
PERJANJIAN/KONTRAK
PENYEDIA JASA
LAYANAN JASA KONSTRUKSI
PERENCANAAN
PELAKSANAAN
Subyek kontrak adalah Para Pihak, yaitu orang perseorangan, atau badan hukum (Ps. 14 UUJK : pengguna jasa dan penyedia jasa)
PENGAWASAN
Obyek dari kontrak adalah Prestasi yaitu: kewajiban untuk memberikan/menyerahkan sesuatu, dan berbuat/tidak berbuat sesuatu
Gambar 1. Subyek dan Obyek Kontrak Konstruksi Klaim Konstruksi Begitu banyak definisi tentang klaim dan intinya adalah tentang sebuah permintaan. Perbedaan interpretasi/pandangan/sudut pandang ataupun perubahan substansisubstansi yang sebelumnya telah disetujui oleh para pihak dapat menyebabkan perselisihan yang berakibat pada munculnya klaim. Di negara Barat yang industri jasa konstruksinya sudah maju dengan para pelaku industri jasa konstruksi yang menyadari betul arti sebuah klaim, maka klaim menjadi suatu hal yang biasa. Jadi sebagaimana dengan perubahan pekerjaan, klaim dapat berasal dari mana saja. Walaupun munculnya klaim dapat disebabkan oleh beberapa hal, tetapi hampir semuanya berasal dari salah satu
pihak dalam kontrak, namun dapat juga terjadi oleh sebab-sebab dari pihak ketiga, tindakan/keinginan Tuhan, atau hal lain yang menyebabkan pihak yang mengajukan klaim menderita rugi. Penyebab klaim antara lain Desire atau Interest dan Chance. Desire atau Interest timbul dari dalam organisasi kontraktor. Terdapat keinginan mendapat keadilan untuk menghindari kerugian maupun keinginan mendapatkan keuntungan lebih. Sedangkan Chance adalah adanya kesempatan untuk mendapatkan 'sesuatu' yang dimungkinkan oleh sistem yang ada. Kesempatan ini dapat mendorong seseorang yang sebelumnya tidak berniat mengajukan klaim, namun terdorong melakukan klaim karena dimungkinkan oleh sistem. Dalam klaimklaim konstruksi yang terjadi, bila salah satu pihak mengajukan klaim maka pihak yang lain harus secepat mungkin berusaha untuk menyelesaikan klaim karena akibat dari klaim adalah penambahan biaya, penambahan waktu dan penurunan kredibilitas. Perselisihan & Sengketa Sengketa (dispute) atau perselisihan adalah pertentangan atau ketidaksesuaian antara para pihak yang akan dan sedang mengadakan hubungan atau kerjasama. Perselisihan dapat terjadi antara dua pihak atau lebih. Dalam pekerjaan di industri konstruksi umumnya membutuhkan waktu yang amat panjang dan mempunyai kompleksitas yang tinggi. Walaupun para pihak telah saling setuju untuk saling mengikatkan diri dalam perjanjian namun dalam perjalanannya para pihak sering menemukan kesulitan atau permasalahan. Permasalahan yang timbul apabila tidak ditangani dengan baik maka mungkin akan memunculkan perselisihan atau sengketa antar pihak. Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan 15 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak tersebut dalam suatu kontrak konstruksi. Sumber penyebab klaim
Informasi desain tidak tepat Informasi desain tidak sempurna Investigasi lokasi tidak sempurna Reaksi klien yg terlambat Komunikasi yg buruk Sasaran waktu yg tidak realistis Administrasi kontrak yg tdk sempurna Kejadian eksternal yg tidak terkendali Informasi tender yg tidak lengkap Alokasi risiko yg tdk jelas Keterlambatan pembayaran Keterlambatan waktu pelaksanaan Keterlambatan kedatangan material
Tuntutan atau Klaim (Claim) Tidak disetujui Perselisihan atau sengketa (Dispute)
Gambar 2. Mekanisme terjadinya perselisihan (sengketa) Indonesia dalam mengatasi masalah sengketa khususnya di bidang konstruksi mengenal penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, arbitrase, dan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Alternative Dispute Resolution – ADR). Untuk alternatif penyelesaian sengketa dapat berbentuk negosiasi, mediasi dan konsiliasi. FIDIC & Metoda Rancang Bangun Pada Pameran Eksibisi Dunia tahun 1913, sejumlah konsultan teknik bertemu untuk membahas kemungkinan membentuk federasi global. Pertemuan itu sukses membuat konstitusi resmi pada tanggal 22 Juli 1913 yaitu FIDIC, Fédération Internationale des Ingénieurs Conseils atau yang dikenal dengan Federasi Internasional Konsultan Teknik. Menerapkan prinsip 16 | K o n s t r u k s i a
Kualitas, Integritas dan Berkelanjutan. Sesungguhnya kontrak konstruksi FIDIC melingkupi empat dokumen utama yaitu (1) Agreement/Contract Agreement, (2) Form of Tender, (3) General Conditions dan (4) Conditions of Particular Application. Kelebihan dan keuntungan dari kontrak FIDIC: Balanced. Membagi secara adil risiko, hak dan kewajiban antara pihak terkait Well tried. Accepted. Dikenal karena penggunaannya secara luas sebagai kontrak internasional Supported. Direkomendasikan oleh development banks, ISPA, dll Effective. Kondisi lengkap, batasan waktu dan ketentuan untuk putusan hakim. Metoda rancang bangun sama dengan metoda kontrak umum hanya saja profesi konsultan dan kontraktor dirangkap oleh satu (organisasi) perusahaan yang memang mempunyai kemampuan keduanya. Oleh karena dalam metoda ini perancangan dan pelaksanaan dilakukan oleh satu (organisasi) perusahaan maka pelaksanaan sebagian pekerjaan dapat mulai dilaksanakan tanpa menunggu disain selengkapnya selesai. Salah satu standar/sistem kontrak yang dikeluarkan FIDIC yaitu Conditions of Contract for Plant and Design-Build for Electrical and Mechanical Plant and for Building and Engineering Works Designed by the Contractor: The Plant and DesignBuild Contract. Desain oleh kontraktor, semuanya harus memenuhi kebutuhan pengguna jasa, enjinir mengatur kontrak, memonitor hasil dan pelaksanaan dilapangan atau pekerjaan konstruksi dan memastikan pembayaran.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI (Galih Adya - Sarwono)
Employer Contractor Engineer
Gambar 3. Skema FIDIC Conditions of Contract for Plant and Design-Build
Tanggung Jawab desain dari kontraktor Tetapi beberapa desain boleh di buat oleh Employer ( Engineering Personell) Pemilik Proyek memberikan draft list untuk kebutuhan/ keinginan dan kontraktor mendesainnya Administrasi kontrak , supervisinya, dan sertifikasinya oleh Engineer
STATISTIK DALAM PENELITIAN Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak kita ukur. Realibilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Dengan kata lain, suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Analisis Faktor merupakan salah satu dari analisis ketergantungan (interdependensi) antar variabel. Pada dasarnya tujuan analisis faktor adalah untuk melakukan data summarization untuk variabelvariabel yang dianalisis, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar
variabel, juga data reduction yakni setelah melakukan korelasi, dilakukan proses membuat sebuah variable set baru yang dinamakan factor, atau dengan kata lain mencari seminimal mungkin faktor dengan prinsip kesederhanaan atau parsimoni yang mampu menghasilkan korelasi diantara indikator-indikator yang diobservasi. Seluruh proses pengolahan data mempergunakan alat bantu SPSS. Tahapan analisis faktor adalah sebagai berikut: 1. Tabulasi data pada data view (tabulasi hasil angket/kuesioner ke dalam komputer (SPSS)). 2. Pembentukan matrik korelasi. Matriks yang memuat koefisien korelasi dari semua penelitian ini. Digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variable penelitian. Nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis faktor Menentukan besaran nilai Barlett Test of Sphericity, yang digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi yang signifikan antar variable Keiser-Meyers-Oklin (KMO) Measure of Sampling Adequacy, digunakan untuk mengukur kecukupan sampel dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya Menurut Santoso angka MSA berkisar antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk interpretasi adalah sebagai berikut: a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lainnya. b. Jika MSA lebih besar dari setengah (>0,5) maka variabel tersebut masih 17 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
dapat diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut. c. Jika MSA lebih kecil dari setengah ( < 0,5 ) dan atau mendekati nol (0), maka variabel tersebut tidak dapat di analisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya. Tabel 1. Ukuran Keisers-Meyers-Oklin Ukuran KMO
Rekomendasi
≥ 0,90 ≥ 0,80 ≥ 0,70 ≥ 0,60 ≥ 0,50 Di bawah 0,50
Baik Sekali Baik Sedang Cukup Kurang Di Tolak
3. Ekstraksi faktor. Dilakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu melakukan ekstraksi terhadap sekumpulan variabel yang ada KMO > 0,5 sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Metode yang digunakan untuk maksud ini adalah Principal Component Analysis 4. Rotasi faktor. Matrik faktor ditransformasikan ke dalam matrix yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah diinterpretasikan. Metode Varimax. Interpretasi hasil dilakukan dengan melihat faktor Loading yaitu angka yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variabel dengan faktor satu, faktor dua, faktor tiga, faktor empat atau faktor lima yang terbentuk. Proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor yang mana, dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris di dalam setiap tabel 5. Penamaan faktor yang terbentuk. diberikan nama-nama faktor yang telah terbentuk berdasarkan faktor loading suatu variabel terhadap faktor 18 | K o n s t r u k s i a
terbentuknya. Sehingga didapatkanlah beberapa faktor baru dari variabelvariabel yang ada METODE PENELITIAN Yang pertama adalah identifikasi faktorfaktor penyebab klaim berdasarkan referensi/kajian pustaka yang telah dihimpun dan dibreakdown sesuai dengan Klausula FIDIC CC for Plant and DesignBuild. Dengan sampel/responden pihak Pengguna Jasa dan Kontraktor pelaksana kontrak Plant and Design-Build di Indonesia lingkup Pemerintah, BUMN dan swasta. Dilakukan uji validitas, pengujian dengan menggunakan pendapat para ahli (expert judgement) kepada responden yang dianggap Pakar untuk diminta pendapatnya tentang variabel yang telah disusun. Data dari hasil uji coba tersebut digunakan untuk validasi instrumen kemudian dilanjutkan uji realibilitas terhadap pertanyaan yang valid saja, pengujian menggunakan piranti lunak SPSS 20. Setelah mendapatkan variabel yang valid dan reliabel lalu disebarkan sesuai sampel dan responden dengan memberikan skala tingkat pengaruh pada tiap-tiap variabel yang ada, lalu dengan metoda Analisis Faktor menggunakan SPSS 20 dilakukan pengelompokkan variabel-variabel yang terkait menjadi sebuah faktor baru yang selanjutnya dilakukan penamaan faktor tersebut. HASIL PENELITIAN Uji Validitas dilakukan dengan menguji coba kuesioner kepada responden yang dianggap pakar, pakar yang dimaksud disini yaitu responden dengan pengalaman lebih dari 5 tahun dalam proyek konstruksi yang menggunakan Kontrak Plant and Design Build dan dengan pendidikan minimal
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI (Galih Adya - Sarwono)
tingkat Strata 1. Didapatkan sampel responden sejumlah 15 (lima belas) yang berarti N = 15. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai rtabel Product Moment dengan tingkat kesalahan 5% dengan N = 15 didapat rtabel sebesar 0,514
Tabel 3. Output Uji Reliabilitas
Case Processing Summary N Valid Cases
Tabel 2. Output Uji Validitas
N
Cases
Excludeda Total
15
100.0
0
.0
15
100.0
Excludeda Total
Case Processing Summary
Valid
%
Listwise deletion based variables in the procedure.
% 15
100.0
0
.0
15
100.0
on
all
Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha
Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha .939
71
Instrumen dinyatakan valid jika Corrected Item – Total Correlation > rtabel (0,514) dan instrumen tidak valid sebaliknya. Didapatkan 31 (tiga puluh satu) variabel yang valid dan 40 (empat puluh) variabel tidak valid sehingga tidak digunakan dalam penelitian ini. Uji Reliabilitas Perhitungan uji reliabilitas dilakukan dengan memperhatikan nilai koefisien αCronbach setiap variabel, dimana jika nilai koefisien α-Cronbach lebih besar dari pada 0,6 maka variabel dinyatakan reliabel untuk digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini
.959
31
Setelah dilakukan uji realibilitas terdapat 2 (dua) variabel yang nilai Corrected ItemTotal Correlation nya lebih kecil dari nilai rtabel (0,514) jadi dinyatakan tidak reliabel. Sehingga butir-butir variabel penelitian yang digunakan dalam kuesioner sebanyak 29 (dua puluh sembilan) variabel. ANALISIS FAKTOR Nilai KMO Kuesioner dengan 29 (dua puluh sembilan) variabel tersebut disebarkan kepada 120 (seratus dua puluh) responden yang berasal dari pihak Pengguna Jasa serta Kontraktor baik BUMN maupun swasta juga konsultan pelaksana. Kuesioner yang diisi dan dikembalikan serta layak untuk digunakan sebagai data dalam penelitian ini adalah sebanyak 97 (sembilan puluh tujuh) kuesioner. Hal ini berarti bahwa tingkat tanggapan terhadap kuesioner yang disebar dan dikembalikan (response rate) adalah sebesar 81 %.
19 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Kemudian data jawaban dimasukkan ke dalam software SPSS for Windows Version 20. Hasil komputasi menunjukkan KaiserMeyer Olkin mengenai measure of sampling adequacy (KMO MSA) sebesar 0,810 dengan signifikansi sebesar 0,000. Nilai MSA sebesar 0,810 berada diatas 0,5 maka dapat dianalisis lebih lanjut. Hasil komputasi seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini Tabel 4. Tabel KMO and Bartlett’s Test Ujicoba 1
Pada Tabel Anti Image Matrices pada kolom dan baris Anti Image Correlation (AIC) ada kode ‘a’ yang artinya tanda untuk MSA dan ditemukan satu variabel dengan MSA dibawah 0,5. Selanjutnya yaitu mengeluarkan variabel tersebut. Setelah dikeluarkan maka jumlah variabel yang tersisa sebanyak 28 (dua puluh delapan) variabel, dan dianalisis kembali. Hasil komputasinya seperti terdapat dalam tabel dibawah ini Tabel 5. Tabel KMO and Bartlett’s Test Ujicoba 2
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa nilai KMO MSA sebesar 0,820 lebih besar dari 20 | K o n s t r u k s i a
0,5 maka dapat dianalisis lebih lanjut. Pada Tabel Anti Image Matrices pada kolom dan baris Anti Image Correlation (AIC) tidak ada lagi variabel dengan nilai MSA kurang dari 0,5 maka selanjutnya mengekstraksi faktor dan merotasi faktor. Ekstraksi dan Rotasi Faktor Ekstraksi menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Dalam penelitian ini, meskipun pada mulanya variabel-variabel yang dianalisis telah dikelompokkan secara teoritis ke dalam sejumlah faktor tertentu, namun untuk penentuan jumlah faktor yang dianalisis dan diinterpretasi selanjutnya akan didasarkan pada hasil analisis tahap ini. Pada menu Factor Analysis: Extraction aktifkan screen plot dan Unrotated factor solution. Merotasi faktor dengan mengaktifkan Varimax pada menu Rotation Method. Maka hasilnya dapat dilihat seperti berikut ini Tabel 6. Output Ekstraksi dan Rotasi Faktor
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI (Galih Adya - Sarwono)
korelasi yang tinggi. Diagonal faktor (component) 1, dan 2 menunjukkan angka dibawah 0,5 yang menunjukkan component lain pada masing-masing faktor yang mempunyai korelasi cukup tinggi. Dengan demikian terbentuknya Faktor 3, Faktor 4, Faktor 5, Faktor 6 dan Faktor 7 sudah tepat karena mempunyai korelasi yang tinggi. Faktor 1 dan Faktor 2, mempunyai korelasi yang rendah sehingga masih ada korelasi dengan faktor yang lain atau dengan kata lain cenderung terjadi interkorelasi antara ketdua faktor tersebut.
Gambar 4. Output Ekstraksi dan Rotasi Faktor Tabel 7. Component Transformation Matrix
Pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pada diagonal faktor (component) 3, 4, 5, 6 dan 7 jatuh diatas angka 0,5 (0,591; 0,728 ; -0,722 ; 0,907 ; -0,884) membuktikan bahwa kelima faktor (component) yang terbentuk sudah tepat karena mempunyai
Interpretasi Faktor Dari output komputasi telah terbagi menjadi 7 faktor (component), langkah selanjutnya adalah interpretasi faktor. Dimana interpretasi merupakan pendefinisian variabel yang mempunyai bobot yang terbesar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian diinterpretasikan dengan kata-kata. Tahapan interpretasi faktor dapat dilakukan dengan memeriksa matrik faktor (rotated component matrixa), dimana dipilih variabel yang mempunyai bilangan yang paling besar yang menunjukkan dalam faktor mana setiap variabel tersebut berada, dengan demikian dapat diketahui variabel mana saja yang masuk ke dalam faktor. Lalu setelah itu tiap variabel disusun berdasarkan faktor mana dia berada dan diberi nama Faktor 1, dengan 5 variabel yaitu H8, M1, M2, O1, P1 dinamakan Faktor kelalaian Pengguna Jasa yang berkaitan dengan pembayaran Faktor 2, dengan 4 variabel yaitu K1, K2, K3, N2 dinamakan Faktor kegagalan Kontraktor memperbaiki cacat mutu 21 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Faktor 3, dengan 6 variabel yaitu D13, E3, F2, G1, G2, H1 dinamakan Faktor hal yang mempengaruhi kemajuan pekerjaan Tabel 8. Hasil Analisis Tabel Interpretasi Faktor Nilai
Kolom
Terbesar
component 6
6
B2
0,686 0,623
6
6
B4
0,517
5
5
C1
0,478
5
5
C3
0,621
C4
0,752
5 5
5 5
D4
0,639
7
7
D5
0,427
6
6
D12
0,419
6
6
D13
0,421
3
3
E3
0,550
3
3
F2
0,573
3
3
G1
0,819
3
3
G2
0,734
3
3
H1
0,573
3
3
H8
0,480
1
1
K1
0,828
2
2
K2
0,840
2
2
K3
0,731
2
2
M1
0,854
1
1
M2
0,770
1
1
N2
0,532
2
2
N3
0,489
4
4
N4
0,542
7
7
N5
0,883
4
4
O1
0,757
1
1
O3
0,834
4
4
P1
0,598
1
1
Variabel A1
Faktor
Faktor 4, dengan 3 variabel yaitu N3, N5, O3 dinamakan Faktor kegagalan 22 | K o n s t r u k s i a
menyelesaikan pekerjaan karena faktor keuangan para pihak Faktor 5, dengan 4 variabel yaitu B4, C1, C3, C4 dinamakan Faktor terkait Enjinir Faktor 6, dengan 4 variabel yaitu A1, B2, D5, D12 dinamakan Faktor administrasi kontrak dan item yang disiapkan Pengguna Jasa Faktor 7, dengan 2 variabel yaitu D4, N4 dinamakan Faktor pelanggaran prosedur
KESIMPULAN Dari hasil analisis didapatkan 7 faktor penyebab timbulnya klaim berdasarkan kontrak FIDIC Plant and Design Build, yaitu: 1. Faktor kelalaian Pengguna Jasa yang berkaitan dengan pembayaran, yang terdiri dari : penghentian pekerjaan oleh enjinir, pengguna jasa terlambat/ingkar membayar, terkait pembayaran akhir, keterlambatan pemberitahuan tanggal mulai pekerjaan oleh enjinir kepada kontraktor, kelalaian dalam pemberian ganti rugi. 2. Faktor kegagalan Kontraktor memperbaiki cacat mutu, yang terdiri dari : Pekerjaan yang cacat mutu, Kegagalan menangani cacat mutu, Kewajiban kontraktor membersihkan lapangan, Kontraktor mengabaikan pekerjaan. 3. Faktor hal yang mempengaruhi kemajuan pekerjaan, yang terdiri dari : Kontraktor tidak menyampaikan laporan kemajuan pekerjaan, Desain & Spesifikasi yg tidak sesuai Standar Teknis & Peraturan, Ketersediaan tenaga kerja, Pengguna jasa gagal mematuhi ketentuan pembayaran, Masalah Inspeksi oleh Personil Pengguna Jasa, Teknis pekerjaan tidak sesuai kontrak. 4. Faktor kegagalan menyelesaikan pekerjaan karena faktor keuangan para
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PROYEK KONSTRUKSI (Galih Adya - Sarwono)
pihak, yang terdiri dari : Kontraktor gagal melanjutkan pekerjaan, Kontraktor jatuh pailit/dilikuidasi, Pengguna jasa jatuh pailit/dilikuidasi. 5. Faktor terkait Enjinir, yang terdiri dari : Pengaturan keuangan pengguna jasa, Manajemen enjinir yg kurang baik, Personil enjinir, Penggantian enjinir (tidak kurang dari 42 hari). 6. Faktor administrasi kontrak dan item yang disiapkan Pengguna Jasa, yang terdiri dari : Administrasi kontrak yang kurang memadai, Pengguna jasa lambat terhadap izin & persetujuan, Item yang disiapkan oleh Pengguna Jasa, Jaminan Kualitas yang disampaikan kepada enjinir(p.jasa tidak terlibat). 7. Faktor pelanggaran prosedur, yang terdiri dari : Tidak mematuhi ketentuan prosedur keselamatan dan Mensubkontrakkan seluruh pekerjaan. Dari ketujuh faktor tersebut pada faktor 1 dan 5 masuk kelompok domain Pengguna Jasa, pada faktor 2 dan 7 masuk kelompok domain Penyedia Jasa (Kontraktor), pada faktor 3 dan 6 masuk kelompok domain gabungan Pengguna Jasa – Penyedia Jasa (Kontraktor)
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. DAFTAR PUSTAKA 1. Abdurrasyid, Priyatna (2002), Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa; Suatu Pengantar, PT. Fikahati Aneska dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI); Jakarta 2. Adebayo, Oladapo dan Babajide, Onabando (2009), A Study of the Causes and Resolution of Disputes in The Nigerian Construction Industry, RICS COBRA Research Conferencel Nigeria 3. Alwie, Syamsul Adnan (2004), Identifikasi Indikator Potensial Perselisihan Konstruksi, Tesis Teknik Sipil Universitas Indonesia; Depok
11.
12.
13.
An American National Standart. (2004), A Guide to the Project Management Body of Knowledge (PMBOK® Guide) Third Edition, Project Management Institute; USA Arditi, David dan Bhupendra, K Patel (2006), Expert System for Claims Management in Construction Projects. Butterworth & Co. Ltd, vol. 7 No.3 Agustus 1989 Bristow, D dan Vasilopoulous, R (1995), The new CCDC2: Facilitating Disputes Resolution of Construction Projects, Construction Law Journal vol. 11 no. 2 hal. 95-117 Briefing Paper 2 Part A Built to Resist Earthquakes, ATC/SEAOC Joint Venture Training Curriculum B.W. Totterdill (1991), Does the Construction Industry Need Alternative Dispute Resolution? The Opinion of an Engineer, Construction Law Journal, vol.7, no.3, hal. 189-199 Diekman, J., Girald, M., and Hadi, Abdul (1994), Disputes Potential Index; a study into the Predictability of Contract Disputes, Construction Industry Institute, Source Dociment 101. Univ Texas; Austin Driscoll, Thomas J (1971. “Claims” In Contractors Management Handbook, Chapter 16. Edited by James J. O’Brien and R.G.Zilly. New York : McGraw-Hill Fauchier, Dan (2001) Construction Claims: How to Manage so Disputes are Completely Hardjomuljadi, Sarwono, Abdulkadir, Ariono dan Takei, Masaru (2006), Strategi Klaim Konstruksi berdasarkan FIDIC Conditions of Contract, Pola Grade; Jakarta Hewitt, John (1991), Winning Construction Disputes-Strategic Planning for Major Litigation, in Love, Peter ED 23 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
14. Johnson&Bhatttacharyya (2010). Statistics Principles and Methods, Second Edition. Madison: John Wiley &Sons, Inc 15. Kumarswamy, Mohan M. (1997), Common Categories and Causes of Construction Claims. Construction Law Journal. Vo. 13 no. 1 hal.21-34 16. Killian, J (2003) A Forensic Analysis of Construction Litigation, US Naval Facilities Engineering Command, Unpublished Master Thesis, Texas University; Austin 17. Nazarkhan Yasin (2004), Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 18. Pasal 22 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi 19. P. Sheridan (2003), Claim and Disputes in Construction, Construction Law Journal. Vo. 12, no.1, hal 3-13 20. P. Brooker (2002), Construction Lawyers, Construction Law Journal vol. 8 no. 2 hal. 97-116 21. Rhys, Jones, S (1994), How Constructive is Constructon Law? In Construction Law Journal, vol. 10, no. 1, hal 28-38 22. Semple, Cheryl., HartmanF., dan Jergeas, George (1994), Construction Claims and Disputes: Causes and Cost/Time Overruns, ASCE Journal of Construction Engineering and Management, vol. 120, no. 4, hal 785795 23. Spearman, C (1904). “ ‘General Intelligence Objectivity’, Objectively Determined and Measured, American Journal of Psychology, Vol. 15, No.1, 201-293 24. Sykes, J (1996), Claims and Disputes in Construction, Construction Law Journal, vol. 12, no.1, hal.95-117
24 | K o n s t r u k s i a
25. Spittler, J.R. dan Jentzen G.H. (1992), Disputes Resolution: Managing Construction Conflict with Step Negotiations, AACE International Transactions hal. D.9.1-D.9.10 26. Thomas, Reg (2001) Construction Contract Claims Second Edition 27. Watts, V.M and Scrivener, J.C. (1993), Review of Australian Building Disputes Settled by Litigation-Comparasion of Australian and UK Practices, Building Research and Information, vol. 23 no.1 hal. 31-38 28. Waldron, Blake Dawson (2006), Scope for improvement: A Survey of Pressure Point in Australian Construction and Infrastructure Projects. A Report Prepared for Australian Constructor, Sydney; Australia 29. Wilson, Clark (2002), An Overview of Construction Claims: How They Arise and How to Avoid Them 30. Wulfram I. Ervianto (2005), Manajemen Proyek Konstruksi, Yogyakarta: Andi Offset 31. Yates, D.J. (1998), Conflict and Disputes in the Development Process: A transaction Cost Economic Perspective 32. Zaneldin, Essam K. (2006), Construction claims in United Arab Emirates: Type, Causes and Frequency, International Journal of Project Management vol. 24, hal. 453-459
STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN (Firmansyah - Nadia)
STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN BETON TINJAUAN DAERAH LAPANGAN Firmansyah Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Nadia Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected]
ABSTRAK : Beton adalah bahan bangunan yang paling penting dalam setiap pembangunan, terutama dalam hal-hal kemudahan pengerjaanya dan juga pelaksanaanya serta perawatannya.Tap idalam pelaksanaan pengecoran, penuangan kecetakannya dan pemadatan yang tidak sempurna, maka campuran beton tidak akan menjadi homogen. Hal ini yang mengakibatkan rongga-rongga didalam beton yang menyebabkan beton menjadi keropos.Maka dari itu akan diteliti, bagaimana pengaruh keropos pada posisi didaerah lapangan balok beton ini terhadap kuat lenturnya. Dan apakah grouting dapat menyelesaikan masalah ini. Berdasarkan hasil dari sejumlah pengujian, dengan SNI 03-4431-1997, Metode Pengujian Kuat Lentur Normal dengan Dua Titik Pembebanan. analisis dan pembahasan di dapatkan Tegangan lentur pada balok beton keropos mengalami penurunan kuat lentur sebesar 20% terhadap kuat lentur balok yang tanpa mengalami keropos (normal). Tegangan lentur pada balok beton yang sudah di-grouting mengalami penurunan kuat lentur sebesar 13.33% terhadap kuatlenturbalok yang tanpa mengalami keropos (normal).Tegangan lentur pada balokbeton yang keropos mengalami penurunan kuat lentur sebesar 6.67% terhadap kuatl entu rbalok yang sudah di-grouting. Kata kunci : Beton, SNI, Keropos, grouting, Kuat Lentur, Normal
ABSTRACT: Concrete is the most important building material in any construction, especially in matters of convenience works and implementation and maintenance. But the implementation of the foundry, casting and solidification formwork imperfect, then mix concrete will not be homogeneous. This is a result of cavities within the concrete causing the concrete to become brittle. Thus it will be observed, the influence of loss on the position of Concrete Beams Field area is strong against bending. And if grouting can solve this problem. Based on the results of a test, with SNI 03-4431-1997, Flexural Strength Testing Methods Normal With Two final two points.analysis and discussion on the bending stress get the concrete beam flexural strength loss decreased by 20% compared to the beam flexural strength without experiencing loss (normal). Bending stress in the beam is in the grouting concrete flexural strength decreased by 13.33% of the beam flexural strength without experiencing loss (normal). Bending stress in the porous concrete beam flexural strength decreased by 6.67% against the beam flexural strength already in the grouting. Keywords: Concrete, SNI, Brittle, in Grouting, flexible Strong, Normal
PENDAHULUAN Beton adalah salah satu bahan bangunan yang paling penting dalam setiap pembangunan, terutama dalam hal kemudahan pengerjaanya, pelaksanaanya
dan perawatannya. Tapi dalam pelaksanaan pengecoran, penuangan kedalam cetakan (bekisting) dan pemadatan yang tidak sempurna, campuran beton bisa tidak homogen. Hal ini yang mengakibatkan 25 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
terdapat rongga didalam beton (beton keropos). Pada waktu pengecoran struktur balok, keropos sering diakibatkan oleh: Pada struktur balok, keropos ini dapat terjadi dibeberapa posisi, salah satunya adalah posisi di lapangan (titik antara 2 tumpuan).
Beton normal adalah beton yang mempunyai berat sisi antara 2200 sampai dengan 2500 kg/m3 dengan bahan penyusun air, pasir, semen portland danbatu alam baik yang dipecah atau tidak, tanpa menggunakan bahan tambahan(SNI 03-2834-1992).
RUMUSAN MASALAH Keropos pada beton, merupakan perlemahan struktur yang dalam hal ini dapat mengurangi kekakuan / kekuatan beton, sehingga akan mempengaruhi kuat lenturnya. Cara-cara umum yang dilakukan untuk mengisi rongga-rongga udara pada beton keropos adalah dengan cara grouting. Namun apakah grouting ini dapat mengembalikan fungsi beton itu sendiri seperti beton asli (tanpa keropos)? Dengan demikian kondisi balok beton yang keropos, tidak keropos maupun setelah digrouting perlu diteliti pengaruhnya terhadap kuat lenturnya.
Beton dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, agregatkasar (batu pecah / kerikil), udara dan kadangkadang campuran tambahan lainnya.Campuran yang masih plastis ini dicor ke dalam acuan dan dirawat untuk mempercepatreaksi.Hidrasi campuran airsemen yang menyebabkan pengerasan beton. Bahan yang terbentuk ini mempunyai kekuatan tekan tinggi dan ketahanan tarik yang rendah, atau kira-kira kekuatan tariknya 0,1 kali kekuatan terhadap tekan. Maka penguatan tarik atau geser harus diberikan pada daerah tarik dari penampang untuk mengatasi kelemahan pada daerah tarik dari elemen beton bertulang (Edward G. Nawy).
MAKSUD DAN TUJUAN 1.
2.
Untuk mengetahui pengaruh keropos diposisi daerah lapangan balok terhadap kuat lentur beton. Untuk mengetahui pengaruh keropos setelah digrouting diposisi daerah lapangan balok terhadap kuat lentur beton.antara para pihak tersebut dalam suatu kontrak konstruksi.
LANDASAN TEORI Beton Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahantambahan yang membentuk massa padat (SNI 03-28472002).
26 | K o n s t r u k s i a
Dari pemakaiannya yang begitu luas maka dapat diduga bahwa struktur beton mempunyai banyak keunggulan dan kelemahandibandingkan materi struktur yang lain (Antonio dan Nugraha Semen (Portland Cement) Portland cement merupakan bahan pengikat utama untuk adukan beton dan pasangan batu yang digunakan untuk menyatukan bahan menjadi satu kesatuan yang kuat. Jenis atau tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton. Agregat Pada beton biasanya terdapat sekitar 70% sampai 80 % volumeagregat terhadap
STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN (Firmansyah - Nadia)
volume keseluruhan beton, karena itu agregatmempunyai peranan yang penting dalam propertis suatu beton (Mindesset al). Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehinggaseluruh massa beton dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh,homogen, rapat, dan variasi dalam perilaku (Edward G. Nawy). Dua jenis agregat adalah : A. Agregat halus (pasir alami dan buatan) Agregat halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian, atau dari hasil pemecahan batu. Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih kecil dari 4,75 mm (ASTM C 125–06). Agregat yang butir-butirnya lebih kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus, sedangkan butir-butir yang lebihkecil dari 0,075 mm disebut silt, dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay (SK SNI T-15-1991-03).Persyaratan mengenai proporsiagregat dengan gradasi ideal yang direkomendasikan terdapat dalam standar (ASTM C 33-03) “Standard Spesification for ConcreteAggregates”. B. Agregat kasar Menurut (ASTM C 33–03) dan (ASTM C 125–06), agregat kasar adalahagregat dengan ukuran butir lebih besar dari 4,75 mm. Persyaratan mengenai proporsi gradasi saringan untuk campuran beton berdasarkan standar yang direkomendasikan (ASTM C 33-03) “Standard Spesification for Concrete Aggregates”.
Air Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur dan pengaduk
antara semen dan agregat. Pada umumnya air yang dapat diminum memenuhi persyaratan sebagai air pencampur beton, air ini harus bebas dari padatan tersuspensi ataupun padatan terlarut yang terlalu banyak, dan bebas dari material organik (Mindesset al). Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan penggunaannya harus memenuhi syarat menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI-1982), antara lain: Bahan additive Bahan tambah (additive) ditambahkan pada saat pengadukan dilaksanakan. Bahan tambah (additive) lebih banyak digunakan untuk penyemenan (cementitious), jadi digunakan untuk perbaikan kinerja.Menurut standar (ASTM C 494/C494M – 05a), accelerating admixtures Lentur pada balok beton Beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa grafitasi (berarah vertikal) maupun beban-beban lain, seperti beban angin (dapat berarah horisontal), atau juga beban karena susut dan beban karena perubahan temperature, menyebabkan adanya lentur. Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi lentur didalam balok tersebut pada kejadian momen lentur positif, tegangan tekan akan terjadi dibagian atas dan tegangan tarik terjadi dibagian bawah dari penampang. Tegangan-tegangan tersebut harus ditahan oleh balok, yaitu tegangan tekan disebelah 27 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
atas dan tegangan tarik disebelah bawah. Jika beban bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan tegangan tambahan yang mengakibatkan bertambahnya retak lentur pada balok. Bila beban semakin bertambah, pada akhirnya terjadi keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya mencapai kapasitas elemen. Karena itu penampangnya harus di-design sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak berlebihan pada saat beban bekerja serta masih mempunyai kekuatan cadangan untuk menahan beban dan tegangan tanpa mengalami keruntuhan, untuk memperhitungkan kemampuan dan kapasitas dukung komponen struktur beton terlentur (balok, plat, dinding dan sebagainya), sifat utama bahwa bahan beton kurang mampu menahan tegangan tarik akan menjadi dasar pertimbangan. Apabila bebannya bertambah, maka pada balokterjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya (atau bertambahnya) retak lentur disepanjang balok.
yang langsing mengalami tegangan akibat lentur (Yatna Supriyatna). Kekuatan lentur merupakan kekuatan beton dalam menahan lentur yang umumnya terjadi pada balok struktur.Kuat lentur dapat diteliti dengan membebani balok pada tengah-tengah bentang atau pada tiap sepertiga bentang dengan beban titik.Beban ditingkatkan sampai kondisi balok mengalami keruntuhan lentur, dimana retak utama yang terjadi terletak pada sekitar tengah-tengah bentang. Besarnya momen akibat gaya pada saat runtuh ini merupakan kekuatan maksimal balok beton dalam menahan lentur. Benda uji untuk pengujian kuat lentur beton mempunyai dimensi standar lebar 15 cm, tebal 15 cm, panjang 53 cm. Secara matematis kuat lentur beton dihitung dengan persamaan metode pengujian kuat lentur normal dengan dua titik pembebanan (SNI 03-4431-1997):
Tegangan-tegangan lentur merupakan hasil dari momen lentur luar.Tegangan ini hampir selalu menentukan dimensi geometris penampang beton bertulang. Proses design yang mencakup pemilihan dan analisis penampang biasanya dimulai dengan pemenuhan persyaratan terhadap lentur. Gambar 1. Dengan dua titik pembebanan Pada saat beton struktur bekerja menahan beban-beban yang dipikulnya, balok beton akan tegangan-tegangan pada badannya. Salah satu tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik akibat lenturan dari pada serat tepi bawah pada balok dengan tumpuan sederhana.Hampir semua balok
28 | K o n s t r u k s i a
STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN (Firmansyah - Nadia)
Gambar 2. Penampang benda uji dengan sistem dua titik pembebanan
Gambar 4. Benda uji patah diluar 1/3 bentang dan garis > 5% Grouting Pekerjaan injeksi beton dan grouting sangat cocok untuk daerah perbaikan yang sulit. Jenis kerusakan ini timbul karena pengerjaan beton yang kurang baik, agregat terlalu kasar, kurangnya butiran halus yang termasuk semen, faktor air semen tidak tepat, pemadatan yang tidak sempurna karena rapatnya tulangan, pasta semen keluar dari cetakan yang tidak rapat dan lain-lainnya.
Untuk Pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) di bagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan maka kuat lentur betondihitung menurut persamaan:
Kerusakan semacam ini biasanya disebabkan oleh cetakan (bekisting) yang tidak rapi atau rapat.Hal ini menyebabkan pasta semen mengalir keluar, yang mengakibatkan beton keropos. Dengan menginjeksi bahan grouting yang relatif cair ke dalam cetakan, sehingga ikatan antara tulangan dan beton kembali seperti semula dan betonpun dianggap masif. Tekanan injeksi beton untuk perbaikanretakan dan grouting untuk perbaikan dimensi beton (ASTM C-1107).
Untuk benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik betondan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasilpengujian tidak dipergunakan.
HASIL PENELITIAN Hasil Pengujian Kuat Lentur Beton Kuat lentur adalah kemampuan beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji yang diberikan padanya sampai benda uji tersebut patah.(SNI 034431-1997).
Gambar 3. Benda uji patah pada 1/3 bentang
29 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Tabel 2. Benda uji kondisi keropos Dari hasil kuat lentur balok beton ukuran 150x150x600mm pada umur beton 28 hari dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Gambar 5. Pengujian kuat lentur yang telah dilaksanakan a. Kuat lentur untuk benda uji dalam kondisi normal b. Kuat lentur untuk benda uji dalam kondisi keropos c. Kuat lentur untuk benda uji dalam kondisi keropossudah di-grouting (perbaikan) dengan menggunakan sika grout 215. Data pengujian di Laboratorium Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Hasil penge tesan
Umu r pera wata n
Tgl pembuatan
B1
28
28/11/2012
27/12/2012
6
B2
28
28/11/2012
27/12/2012
6
B3
28
28/11/2012
27/12/2012
6,5
B4
28
28/11/2012
27/12/2012
6
Bend a uji
Tgl pengetesan
(KN)
Tabel 3. Benda uji kondisi telah di-grouting Ben da uji
C1 C2 C3 C4
Tgl pembuatan
Tgl grouting
Tgl pengetesan
28
21/11/2012
20/12/2012
27/12/2012
6,5
28
21/11/2012
20/12/2012
27/12/2012
7
28
21/11/2012
20/12/2012
27/12/2012
6,5
28
21/11/2012
20/12/2012
27/12/2012
6,5
(KN)
Tabel 1. Benda uji kondisi normal Ben da uji
Umur pera wata n
Tgl pembuatan
Tgl pengetesan
Hasil penge tesan (KN)
A1
28
21/11/2012
20/12/2012
7,5
A2
28
21/11/2012
20/12/2012
7,5
A3
28
21/11/2012
20/12/2012
7,5
A4
28
21/11/2012
20/12/2012
7
ANALISIS RATA – RATA PERBANDINGAN Tabel 4. Rata-rata perbandingan Benda Uji Kondisi
Tegangan lentur
normal
0,5
keropos
0,4
grouting
0,433
Maka dari tersebut kita harus menghitung nilai perbandingannya dengan cara sebagai berikut :
30 | K o n s t r u k s i a
Hasil pengete san
Um ur pera wat an
STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN (Firmansyah - Nadia)
Tabel 5. Perhitungan Benda Uji Kondisi
Perhitungan % reduksi
normal
100.00
Keropos ke normal
80.00
Grouting ke normal
86.67
Keropos ke grouting
92.31
tengah (daerah lapangan) mengalami penurunan kuat lentur sebesar 13.33% terhadap kuat lentur balok yang tanpa mengalami keropos (normal). 3. Tegangan lentur pada balok beton yang keropos posisi di tengah-tengah (daerah lapangan) mengalami penurunan kuat lentur sebesar 6.67% terhadap kuat lentur balok yang sudah di-grouting. 4. Kondisi balok yang mengalami keropos di posisi lapangan dengan luas berkisar 5% kuat lenturnya mengalami penurunan sebesar 20 % terhadap kondisi beton normal. 5. Kondisi beton yang mengalami keropos dan sudah mengalami perbaikan dengan di-grouting tetap hasil tegangan lenturnya lebih rendah terhadap beton kondisi normal.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 6. Hasil pengujian kuat lentur beton KESIMPULAN 1. Tegangan lentur pada balok beton yang keropos posisi di tengah-tengah (daerahlapangan) mengalami penurunan kuat lentur sebesar 20% terhadap kuat lentur balok yang tanpa mengalami keropos (normal). 2. Tegangan lentur pada balok beton yang sudah di-grouting posisi di tengah-
1. Antonidan Paul Nugraha, Teknologibeton, Andi Offset, Yogyakarta 2003 2. ASTM C 33-03, Standart Specification For Concrete Aggregat, 2003 3. ASTM C 125-03, StandartTerminology Relating to Concrete and Concrete Aggregat, 2003 4. ASTM C 150-05, Standart Specification For Portland Cement, 2005 5. ASTM C 494/C 494M-05, Standart Specification for Chemical Admixtures for Concrete2005 6. ASTM C 1107-05, Standart Specification for Packaged Dry, Hydrolic-Cement Grout 2005 7. Mulyono,Tri. Teknologi Beton. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta 2003 8. Mindess, S., Young, J.F., and Darwin, D., Concrete second edition, New Jersey: Prentice Hall 2003
31 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
9. Sjafe iAmri,Teknologi Beton A-Z.Yayasan John Hi-tech Idetama Jakarta 2004 10. Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta, Bandung 2006
32 | K o n s t r u k s i a
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK (Henrico - Anton)
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA Henrico Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Email :
[email protected] Anton Soekiman Dosen Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Email:
[email protected] ABSTRAK : Ketimpangan komposisi kontraktor kecil yang bersifat spesialis di Indonesia sangat ditentukan oleh pasar jasa konstruksi subkontrak terhadap usaha spesialis. Sebagai salah satu langkah awal mendorong pelaksanaan subkontrak konstruksi kepada kontraktor spesialis adalah dengan mengetahui perilaku kontraktor utama dalam pelaksanaan subkontrak konstruksi termasuk didalamnya faktor-faktor yang terkait keputusan kontraktor utama melakukan subkontrak konstruksi, aspek dominan yang menjadi dasar dalam pemilihan subkontraktor, metode pemilihan subkontraktor, metode pembayaran subkontraktor, serta persepsi kontraktor terhadap kinerja subkontraktor. Selain itu, juga diperlukan suatu identifikasi alternatif kebijakan sebagai upaya untuk mendorong pelaksanaan subkontrak konstruksi. Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap 37 project manager, project engineer, project supervisor dari 8 kontraktor besar di Indonesia, memberikan informasi bahwa faktor ketersediaan kontraktor lokal yang memiliki pengalaman dan peralatan yang sesuai adalah faktor dominan bagi kontraktor utama dalam memutuskan akan mensubkontrakkan suatu pekerjaan. Namun demikian, hasil analisa korelasi terhadap tingkat subkontrak dari pekerjaan-pekerjaan dalam lingkup proyek bangunan gedung, memberikan indikasi bahwa minimnya kontraktor lokal yang memiliki kemampuan dan kapasitas khususnya dalam hal pengalaman dan kepemilikan peralatan menjadi salah satu faktor keengganan kontraktor utama melakukan subkontrak konstruksi di Indonesia. Oleh sebab itu, upaya mendorong pelaksanaan subkontrak konstruksi harus lebih fokus diarahkan kepada pengembangan kemampuan dan daya saing (competitivenes) kontraktor kecil dilevel lokal dibandingkan dengan kebijakan yang mewajibkan kontraktor utama melakukan subkontrak konstruksi. Selain itu, berdasarkan 3 responden ahli yang disurvey dengan menggunakan metode Analytical Hiearracy Process (AHP) menghasilkan alternatif kebijakan prioritas antara lain pengaturan yang mewajibkan peserta lelang untuk mencantumkan rencana pengguna subkontraktor dalam dokumen penawaran, memberikan pelatihan kepada penanggungjawab teknik kontraktor kecil serta meningkatkan akuntabilitas proses sertifikasi dan registrasi kontraktor. Kata kunci : Subkontrak konstruksi, Kebijakan, Daya saing, Kontraktor Spesialis
ABSTRACT: Inequality in composition of small contractors who are specialists in Indonesia is largely determined by the market of construction services subcontracted to specialist businesses. As one of the initial steps to encourage the implementation of the construction subcontract to specialist contractor is to study the behavior of the prime contractor in the execution of construction subcontracts including dominan factors related to the decision made by the main contractor to subcontract some of the construction work, what is the dominant aspect in the selection of subcontractors, subcontractor selection methods, payments methods of the subcontractor, as well as perceptions of the performance of the contractor against the subcontractor. Moreover, it also required an identification of policy alternatives in an effort to encourage the implementation of the construction subcontract. Based on a survey conducted on 37 project manager , project engineer , project supervisor of 8 major contractor in Indonesia, providing information that the availability of 33 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
local contractors who have the experience and the proper equipment is the dominant factor in deciding the prime contractor will subcontract some of the construction work . Nevertheless, the results of correlation analysis of the level of subcontracting of the construction work within the scope of the building project, the dominant factor was not significantly correlated with the level of subcontracting especially for work related to structure work and architectural work. This gives an indication that the lack of local contractors who have the ability and capacity, especially in terms of experience and ownership of the equipment to be one factor that prime contractor reluctance to subcontract some of construction works in Indonesia . Therefore, efforts to encourage the implementation of construction subcontracts should be focused on capacity building and competitiveness at the level of local small contractors compared to the policy that requires prime contractors to subcontract some of the construction work . Based on survey conducted to 3 experts respondents using Hiearracy Analytical Process ( AHP ) generating alternatives include setting policy priorities that require bidders to include subcontracting plan in bidding documents , provide technical training to managers of small contractors and increase the accountability of contractor certification and registration process. Keywords: Construction Subcontract, Construction Policy, Competitiveness, Specialist Contractors
PENDAHULUAN Struktur usaha yang kokoh, sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, diimplementasikan dalam bentuk tercapainya kerjasama yang sinergis antara Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) kualifikasi besar, menengah dan kecil serta BUJK Umum, Spesialis dan Keterampilan Tertentu. Dari data Badan Pembinaan Konstruksi (2011) diketahui 88 % kontraktor di Indonesia merupakan kontraktor kecil, dan 99.95 % diantaranya adalah kontraktor kecil yang bersifat umum. Bila dibandingkan dengan komposisi kontraktor umum-spesialis pada negara lain seperti Inggris yang merupakan salah satu satu negara maju dibidang jasa konstruksi dimana kontraktor dengan kualifikasi kecil cenderung untuk menjadi kontraktor yang bersifat spesialis. Kontraktor kecil di Indonesia yang cenderung bersifat umum salah satunya disebabkan oleh struktur usaha yang dibentuk karena adanya regulasi pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menyatakan pekerjaan 34 | K o n s t r u k s i a
konstruksi dibawah Rp 2.5 Milyar diperuntukkan untuk usaha kecil sehingga secara jumlah paket pekerjaan, akan lebih banyak paket pekerjaan yang diperuntukkan bagi kontraktor kecil. Namun secara total nilai paket, berdasarkan data paket pekerjaan konstruksi di 3 provinsi misalnya yakni Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan Banten yang bersumber dari APBN/APBD pada tahun 2011 menunjukkan 92 % dari total nilai paket pekerjaan konstruksi yang bersumber dari dana APBN dan 70 % total nilai paket pekerjaan konstruksi yang bersumber dari APBD merupakan paket yang diperuntukkan untuk usaha non-kecil. Paket pekerjaan yang diperuntukkan bagi usaha non-kecil tersebut, sesungguhnya didalamnya terkandung pasar bagi subkontrak konstruksi terhadap kontraktor kecil yang bersifat spesialis. Namun demikian, besar pasar subkontrak kepada kontraktor spesialis tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku kontraktor utama dalam pelaksanaan subkontrak konstruksi.
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK (Henrico - Anton)
RUMUSAN MASALAH Sebagai salah satu upaya untuk dapat mendorong kontraktor kecil menjadi kontraktor yang bersifat spesialis adalah dengan mengetahui perilaku kontraktor utama dalam pelaksanaan subkontrak konstruksi termasuk didalamnya faktorfaktor yang terkait keputusan kontraktor utama melakukan subkontrak konstruksi, aspek dominan yang menjadi dasar dalam pemilihan subkontraktor, metode pemilihan subkontraktor, metode pembayaran subkontraktor, serta persepsi kontraktor terhadap kinerja subkontraktor. Selain itu, identifikasi alternatif kebijakan yang dapat dilakukan Pemerintah untuk mendorong kontraktor utama melakukan subkontrak konstruksi juga perlu dilakukan. MAKSUD DAN TUJUAN Melakukan analisa perilaku kontraktor utama dalam pelaksanaan subkontrak konstruksi di Indonesia serta mengidentifikasi dan menganalisa alternatif-alternatif kebijakan yang menjadi prioritas dalam rangka mendorong pelaksanaan subkontrak konstruksi di Indonesia.
kontrak utama dengan kinerja tertentu (bussinesdictionary.com, 2013). Salah satu proses yang harus dilakukan oleh kontraktor sebelum fase mobilisasi adalah menentukkan bagian pekerjaan yang akan disubkontrakkan (Bennet, 2003). Ketika kontraktor memutuskan untuk menentukkan bagian pekerjaan yang akan disubkontrakkan, maka beberapa pertimbangan seperti keuntungan dan kerugian melakukan subkontrak untuk bagian pekerjaan tersebut harus dievaluasi (Bennet, 2003). Faktor –faktor yang mempengaruhi keputusan kontraktor utama melakukan subkontrak berserta referensi sumber dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Faktor Keputusan Subkontrak Referensi
Input dari perencanaan pengadaan proyek antara lain:
PMBOK, 2004
LANDASAN TEORI Penerapan subkontrak di industri konstruksi telah menjadi praktik yang biasa dilakukan oleh kontraktor utama dimana kontraktor utama hanya berperan dalam melaksanakan manajemen dan aktivitas koordinasi. Subkontrak secara definisi merupakan suatu perjanjian, perintah pesanan atau instrumen legal lainnya, dibawah kontrak utama, antara kontraktor utama dengan pihak ketiga yakni subkontraktor untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau produksi atau jasa yang merupakan bagian tertentu dari lingkup
Faktor Subkontrak
Moschuris, 2007
Madras Management Training Institute
1. Faktor Lingkungan Perusahaan (ketersediaan supplier) 2. Aset Proses Perusahaan (Prosedur, Panduan, Kebijakan) 3. Ruang Lingkup Proyek 4. WBS 5. Daftar Risiko Proyek 6. Estimasi kebutuhan sumber daya aktivitas 7. Estimasi Biaya 8. Jadwal Induk Proyek Isu dari keputusan melakukan subkontrak dipicu oleh: 1. Kualitas; 2. Biaya; 3. Kapasitas sumber daya dari perusahaan; 4. Kinerja supplier; 5. Fluktuasi penjualan; 6. Teknologi baru Faktor pekerjaan tertentu disubkontrakkan: 1. Lebih murah 2. Keahlian tidak tersedia atau
35 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
(MMTI), 2008
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2011
BPKSDM, 2009
Iwantono, 2004
BPKSDM, 2004
O’Brien dan Marakas,2009)
tidak ada 3. Volume pekerjaan terlalu kecil 4. Lebih efesien 5. Transfer risiko 6. Ketersediaan subkontraktor 7. Tim proyek dapat fokus kepada pekerjaan lain Pekerjaan bukan merupakan bukan pekerjaan utama
1. Kontraktor utama melakukan subkontrak karena adanya pengaturan dimana untuk proyek besar, peserta tender diwajibkan untuk mencatumkan daftar kontraktor spesialis/ keterampilan sebagai mitra kerjanya. 2. Kontraktor utama melakukan subkontrak karena adanya pengaturan dari Pemerintah yang mendorong pengguna jasa untuk menggunakan nominated subcontractor pada proyek besar. Pemberian insentif kepada kontraktor utama dalam hal melakukan subkontrak dengan usaha kecil. 1. Kontraktor utama melakukan subkontrak sebagai bagian dari mitigasi risiko kepemilikan peralatan dan keahlian. 2. Kontraktor utama melakukan subkontrak karena bagian dari kebijakan Corporate Social Responsibility Perusahaan 3. Kontraktor utama melakukan subkontrak karena memiliki anak/cabang perusahaan yang memiliki sifat spesialis/keterampilan ketersediaan sistem informasi database subkontraktor secara nasional.
36 | K o n s t r u k s i a
Selain faktor-faktor keputusan subkontrak, perilaku lain dalam subkontrak hasil dari studi literatur yang dilakukan antara lain seperti dapat dilhat pada tabel 2. Tabel 1 Perilaku Kontraktor Utama Dalam Subkontrak. Variabel Perilaku
Subvariabel Perilaku
Jenis Pekerjaan Yang Disubkontrakkan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sistem Pengadaan Subkontraktor Waktu Pemilihan Subkontraktor
Aspek Evaluasi Subkontraktor
Metode Pembayaran
Jenis Subkontrak
Proses Pengambilan Keputusan subkontrak dan pelaksanaan pengadaan subkontraktor
Persepsi Terhadap Kinerja Subkontraktor
Pekerjaan lahan (sitework) Pekerjaan Struktural Pekerjaan Arsitektural Pekerjaan Mekanikal Pekerjaan Elektrikal; Pekerjaan fasilitas eksterior bangunan 7. Pekerjaan interior 1. Metode pelelangan terbuka dengan Prakualifikasi atau Pasca Kualifikasi. 1. Penunjukkan subkontraktor yang dilakukan sebelum kontraktor utama melakukan penawaran 2. Penunjukkan subkontraktor yang dilakukan setelah kontraktor utama melakukan penawaran 1. Aspek Pengalaman 2. Aspek Tenaga Ahli dan/atau terampil serta kesesuaian kompetensi dengan lingkup pekerjaan 3. Aspek beban kerja dari subkontraktor yang sedang berjalan 4. Aspek kemampuan finansial 5. Aspek teknis penawaran 6. Aspek harga penawaran 1. Secara bertahap sesuai progress dengan uang muka. 2. Pembayaran yang dilakukan jika pengguna jasa sudah melakukan pembayaran untuk pekerjaan yang dilaksanakan oleh subkontraktor. 1. Subkontrak tenaga kerja 2. Subkontrak tenaga kerja, material, maupun peralatan. 3. Subkontrak Peralatan 1. Keputusan subkontrak dan penunjukkan subkontraktor diserahkan sepenuhnya kepada organisasi proyek. 2. Keputusan subkontrak dan penunjukkan subkontraktor diserahkan sepenuhnya kepada manajemen pusat. 3. Keputusan subkontrak dan penunjukkan subkontraktor tergantung kepada nilai proyek Kinerja Mutu, Kinerja Waktu, Kinerja Keselamatan Kerja dan Kinerja Kepedulian lingkungan
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK (Henrico - Anton)
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Perilaku Kontraktor Utama Dalam Pelaksanaan Subkontrak Profil responden yang melakukan pengisian kuisioner perilaku subkontrak dapat dilihat pada gambar 1. profil responden kuisioner perilaku subkontrak.
Tabel 3 Uji validitas dan reliabilitas kuisioner
Correcte d Item
No.
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
1
57.19
251.55
0.62
0.32
0.93
Valid
2
57.08
254.52
0.58
0.32
0.93
Valid
3
57.00
252.06
0.62
0.32
0.93
Valid
4
57.49
258.09
0.55
0.32
0.93
Valid
5
57.49
259.09
0.49
0.32
0.93
Valid
6
57.08
254.35
0.65
0.32
0.92
Valid
7
57.43
252.64
0.63
0.32
0.92
Valid
8
57.35
259.62
0.51
0.32
0.93
Valid
9
56.84
267.20
0.36
0.32
0.93
Valid
10
57.03
255.30
0.59
0.32
0.93
Valid
11
56.46
250.64
0.67
0.32
0.92
Valid
12
56.22
248.56
0.69
0.32
0.92
Valid
13
56.32
249.89
0.72
0.32
0.92
Valid
14
56.70
253.94
0.61
0.32
0.93
Valid
15
56.43
253.09
0.69
0.32
0.92
Valid
16
56.46
253.26
0.66
0.32
0.92
Valid
17
56.57
252.64
0.60
0.32
0.93
Valid
18
56.86
257.45
0.56
0.32
0.93
Valid
19
56.62
255.19
0.59
0.32
0.93
Valid
20
57.54
260.09
0.44
0.32
0.93
Valid
21
56.97
248.25
0.73
0.32
0.92
Valid
Profil Responden Berdasarkan Besar Proyek Pengalaman
-Total Correlati on
nilai R tabel product moment
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Profil Responden Berdasarkan Jabatan
Profil Responden Berdasarkan Lama Pengalaman
Gambar 1 Profil Responden Kuisioner Perilaku Subkontrak Dari hasil pengisian kuisioner perilaku subkontrak dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan SPSS versi 20 sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3. dimana setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas seluruh item pertanyaan dalam kuisioner dapat dianggap valid dan reliabel
Diolah SPSS 20 Setelah dilakukan uiji validitas dan reliabilitas, dapat dilihat pada tabel 4 Analisa Deskriptif Faktor-Faktor Subkontrak.
37 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Tabel 2 Analisa Subkontrak
Deskriptif
Faktor Mean
Indikator
Statistic
Std. Error
Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman yang sesuai
3.5405
Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki peralatan yang sesuai
3.4324
.20335
Ketersediaan subkontraktor mitra yang memiliki pengalaman yang sesuai
3.3243
.19005
Penawaran harga pekerjaan yang lebih murah dibanding kan estimasi biaya pekerjaan mandiri oleh kontraktor utama
3.2973
.21176
Ketersediaan subkontraktor mitra yang memiliki Peralatan yang sesuai
3.2973
.19707
Ketersediaan subkontraktor mitra yang memiliki SDM yang sesuai
3.1892
.21864
Regulasi penggunaan subkontraktor
3.1351
.20195
Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki SDM Lokal yang sesuai
3.0541
.20484
Nominated subcontractor
2.8919
.19291
Memiliki cabang perusahaan
2.8108
.18518
Tersedianya sistem informasi
2.7838
.21272
Pekerjaan membutuhkan teknologi baru
2.7568
.21715
Kelancaran arus kas
2.7297
.20003
Mitigasi risiko kepemilikan alat
2.6757
.19005
perusahaan tidak memiliki basis peralatan dilokasi proyek
2.6757
.20887
Utilisasi peralatan yang dimiliki perusahaan sudah maksimal
2.5676
.22104
Program CSR
2.4054
.18768
Mitigasi risiko SDM
2.3243
.20887
Utilisasi SDM Terampil sudah maksimal
2.2703
.20003
Utilisasi SDM Ahli sudah maksimal
2.2703
.18844
Insentif pegguna jasa
2.2162
.20916
.22123
Adapun 5 faktor paling dominan yang menjadi pertimbangan ketika kontraktor utama akan melakukan subkontrak konstruksi adalah: 1. Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman yang sesuai. 2. Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki peralatan yang sesuai. 3. Ketersediaan subkontraktor mitra yang memiliki pengalaman yang sesuai. 4. Penawaran harga pekerjaan yang lebih murah dibanding kan estimasi biaya pekerjaan mandiri oleh kontraktor utama. 5. Ketersediaan subkontraktor mitra yang memiliki Peralatan yang sesuai. Berdasarkan data pendukung lain yang berhasil didapat, maka perilaku kontraktor utama dalam pelaksanaan subkontrak juga dapat secara spesifik dilihat pada tabel 5. Informasi Perilaku Subkontrak. Tabel 5 Informasi Perilaku Subkontrak Nama
PerilakuTerkait Dengan Penggunaan Subkontraktor
PT Hutama Karya
Subkontrakor yang bekerja di PT Hutama Karya adalah subkontraktor yang memiliki pengalaman dan sudah diseleksi oleh kantor wilayah. Subkontraktor yang sudah memenuhi persyaratan akan masuk kedalam suatu Daftar Rekanan Tetap (DRT). Pada setiap pelaksanaan: 1.
38 | K o n s t r u k s i a
Project
Manager
akan
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK (Henrico - Anton)
mengajukan rencana penggunaan subkontraktor yang ada dalam DRT. 2. Site Engineering Manajer akan melakukan penilaian terhadap subkontraktor, baik subkontraktor badan usaha maupun subkontraktor perorangan serta melaporkan sesuai dengan standard operating procedur (SOP) “Prosedur Pengadaan Jasa dan Prosedur Pengendalian Operasional Subkontraktor” 3. Site Engineering Manajer akan melaporkan ke tingkat wilayah daftar subkontraktor terpakai yang diambil dari DRT. Subkontraktor yang dipilih pada setiap proyek PT. Total Bangun Persada, merupakan subkontraktor yang sudah melewati tahap seleksi baik kinerja maupun performanya, sehingga mutu dan kualitasnya terjamin. Berdasarkan kebijakan mutu TOTAL yang berbunyi “Bermitra kerja dengan Pemasok / Subkontraktor pilihan yang dikelola secara efektif”, TOTAL menjaga hubungan baik dengan pemasok/ subkontraktor dengan cara melaksanakan pelatihan spesifik yang intensif (training) untuk personil di lapangan dan pemasok/ Subkontraktor.
PT. Total Bangun Persada
Sumber: Kinerja Proyek Konstruksi, 2013 Sedangkan untuk tingkat subkontrak dari item pekerjaan dalam lingkup proyek bangunan gedung menurut persepsi para responden adalah sebagaimana dapat dilihat pada tabel 6. Tingkat subkontrak item pekerjaan Tabel 6 Pekerjaan
Tingkat
Subkontrak
Item
Descriptive Statistics
Mean
Statistic Pekerjaan Lahan
2.567
Std. Error .18801
Std. Deviation
Variance
Statistic
Statistic
1.14359
1.308
Pekerjaan Struktur
2.027
.17962
1.09256
1.194
Pekerjaan Arsitektur
2.405
.19552
1.18929
1.414
Pekerjaan Mekanikal
3.8108
.18518
1.12640
1.269
Pekerjaan Elektrikal
3.7838
.19810
1.20497
1.452
Pekerjaan fasilitas eksterior bangunan
3.1944
.20633
1.23796
1.533
Pekerjaan Interior bangunan
3.2973
.21874
1.33052
1.770
Pada tabel 6. Tingkat subkontrak item pekerjaan, dapat dilihat bahwa pekerjaan yang dominan disubkontrakkan adalah pekerjaan mekanikal, pekerjaan elektrikal serta pekerjaan interior bangunan. Secara umum, perilaku dominan kontraktor utama dalam pelaksanaan subkontrak hasil dari pengisian kuisioner dapat dilihat pada tabel 7. Perilaku Dominan Terkait Subkontrak Tabel 7 Perilaku Subkontrak Variabel Perilaku
Dominan
Terkait
Perilaku Dominan
Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman yang sesuai Pekerjaan Disubkontrakkan 2. Ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki peralatan yang sesuai 3. Ketersediaan subkontraktor mitra yang memiliki pengalaman yang sesuai Aspek Pemilihan 1. Aspek pengalaman 2. Aspek Harga Penawaran Subkontraktor 3. Aspek Peralatan Faktor
Pekerjaan Dominan Yang Disubkontrakkan
1.
1. Pekerjaan Mekanikal 2. Pekerjaan Elektrikal 3. Pekerjaan Interior bangunan
39 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Metode Pemilihan
Waktu Pemilihan
Metode Pembayaran
Persepsi Mengenai Kinerja
Pelelangan Umum bukan merupakan metode umum yang digunakan dalam pemilihan subkontraktor dan cenderung kepada metode pelelangan terbatas atau penunjukkan langsung Pemilihan subkontraktor cenderung dilakukan setelah Kontraktor Utama memasukkan penawran kepada Pengguna Jasa Metode pembayaran Kepada Subkontraktor Sesuai Kemajuan Proyek Dengan Uang Muka lebih cenderung dilakukan dibandingkan metode pay when paid
Tabel 3 Responden Identifikasi Alternatif Kebijakan No.
Nama Responden
1. 1.
Dr. Putut Marhayudi
2.
Ir. H. Ruslan Rivai, M.M 2.
1. 2. 3.
40 | K o n s t r u k s i a
2.
1.
Subkontraktor cenderung memiliki kinerja kepedulian lingkungan dan keselamatan dan kesehatan kerja yang masih minim.
Identifikasi Alternatif Kebijakan Subkontrak Konstruksi Seperti telah disebutkan sebelumnya, pada penelitian ini juga dilakukan identifikasi dan pemilihan alternatif kebijakan yang dapat mendorong pelaksanaan subkontrak konstruksi. Responden yang merupakan pengambil kebijakan atau praktisi yang memiliki pengalaman dibidang jasa konstruksi akan melakukan penilaiai terhadap kriteria penilaian alternatif kebijakan serta penilaian terhadap alternatif kebijkan secara perbandingan berpasangan dengam responden pada tabel 8. Responden Identifikasi Alternatif Kebijakan
Pengalaman
Ir. Suryanto
3.
4.
Wakil Ketua LPJKN bidang sertifikasi dan registrasi Kepala Bidang Regulasi dan Perizinan Usaha Jasa Konstruksi Anggota Pengurus LPJKN Nasional Dari Kelompok Unsur Asosiasi Perusahaan. Wakil Sekretaris Jendera I BPP GAPENSI periode 2008-2013. Mantan Direksi PT. Hutama Karya Pengurus Asosiasi Kontraktor Indonesia Salah Satu Tenaga Ahli Restrukturisasi Usaha Jasa Konstruksi Juri Penilaian Lomba Kinerja Proyek Konstruksi Indonesia
Adapun hasil dari pemilihan kebijakan dengan menggunakan AHP oleh responden tersebut dihasikan peringkat alternatif kebijakan sebagai mana pada tabel 9. Peringkat Alternatif Kebijakan. Tabel 4 Peringkat Alternatif Kebijakan Resp.3
Resp.1
Resp.2
Ratarata
Meningkatkan akuntabilitas proses sertifikasi dan registrasi.
0.095
0.168
0.153
0.139
Pendidikan dan Pelatihan bagi Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Kecil
0.172
0.203
0.174
0.183
Pemberian insentif pajak bagi kontraktor kecil yang bersifat spesialis/keterampilan
0.031
0.039
0.059
0.043
Alternatif Kebijakan
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK (Henrico - Anton)
Memberikan akses pendanaan yang lebih mudah bagi kontraktor spesialis/keterampilan
0.259
0.062
0.056
0.126
Kewajiban menggunakan nominated subcontractor pada proyek besar dengan nilai tertentu
0.067
0.056
0.166
0.096
Pengaturan yang mewajibkan peserta lelang untuk mencantumkan rencana pengguna subkontraktor dalam dokumen penawaran
0.218
0.204
0.234
0.219
Pengaturan pemberian insentif bagi kontraktor yang menggunakan subkontraktor pada proyek besar dengan nilai tertentu
0.074
0.075
0.110
0.086
Pengembangan sistem informasi yang meliputi database kontraktor spesialis/keterampilan termasuk sumber daya yang dimiliki, pengalaman, serta sebarannya untuk setiap daerah di Indonesia
0.083
0.188
0.044
0.105
PEMBAHASAN Dalam rangka pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan kontraktor utama melakukan subkontrak konstruksi, maka dilakukan analisa korelasi spearman’s dengan hipotesis statistik dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: Jika probabilitas < 0,05, maka Ho diterima Jika probabilitas > 0,05, maka Ho ditolak
Adapun hasil dari analisa korelasi spearman’s terhadap 5 faktor dominan yang mempengaruhi keputusan subkontrak beserta korelasinya dengan persepsi responden terhadap tingkat subkontrak masing-masing pekerjaan sebagaimana dapat dililhat pada lampiran 1. Analisa Korelasi Dari Faktor-Faktor Dominan Keputusan Subkontrak Terhadap Tingkat Subkontrak Pekerjaan. Berdasarkan lampiran 1. Analisa Korelasi Dari Faktor-Faktor Dominan Keputusan Subkontrak Terhadap Tingkat Subkontrak Pekerjaan, dari 5 faktor dominan yang menurut responden penting bagi kontraktor utama dalam memutuskan suatu pekerjaan akan disubkontrakkan atau tidak, 2 faktor pertama adalah faktor yang terkait dengan kemampuan kontraktor lokal yakni faktor ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman yang sesuai dan ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki peralatan yang sesuai. Namun demikian dilihat hasil korelasi antara kedua faktor dominan tersebut dengan tingkat subkontrak masing-masing pekerjaan secara statistik tidak cukup signifikan. Faktor ketersediaan subkontraktor yang memiliki pengalaman hanya berkorelasi secara signifikan dengan pekerjaan interior bangunan dan faktor ketersediaan subkontraktor yang memiliki peralatan hanya berkorelasi signifikan secara statistik dengan pekerjaan mekanikal dan elektrikal. Hal ini memberikan informasi bahwa faktor yang menurut kontraktor utama paling penting ketika memutuskan akan mensubkontrakkan pekerjaan yakni faktor yang terkait dengan kemampuan kontraktor lokal, belum menjadi faktor yang secara riil menjadi alasan kontraktor utama melakukan subkontrak pekerjaan konstruksi, yang artinya, keengganan kontraktor utama dalam melakukan subkontrak konstruksi lebih cenderung
41 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
disebabkan oleh ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman dan peralatan masih sangat terbatas atau dengan kata lain subkontraktor yang memiliki kemampuan yang sesuai masih sangat minim. Sedangkan pada aspek pemilihan subkontraktor, kontraktor utama juga cenderung menjadikan aspek pengalaman menjadi aspek yang paling penting ketika akan memiliki subkontraktor. Dari hasil ini, terlihat bahwa sesuai dengan karakteristik jasa konstruksi dimana aspek-aspek terkait kepercayaan (bussiness trust) masih menjadi dasar bagi kontraktor utama untuk menjalin kerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan sebagian pekerjaan dalam suatu proyek. Hal ini dapat dipahami karena ketika sebagian pekerjaan tersebut terlambat atau mutu pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pengguna jasa, maka risiko tersebut akan ditanggung oleh kontraktor utama. Lebih jauh lagi, kontraktor utama juga melihat jika suatu pekerjaan dilakukan oleh subkontraktor lokal memiliki beberapa keuntungan seperti pengetahuan (knowledge) terhadap akses material dan peralatan lokal dengan harga yang kompetitif serta sumber daya manusia lokal yang pasti lebih baik dibandingkan dengan subkontraktor non-lokal. Selain itu, dengan bekerjasama dengan subkontraktor lokal, kontraktor utama dapat menjadikan hal itu sebagai bagian dari kebijakan Corporate Social Responsibillity (CSR) dengan tujuan mengembangkan perekonomian lokal dan membantu untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas kontraktor lokal. Apalagi dengan kondisi dimana kontraktor lokal melalui asosiasi kontraktor yang meminta untuk mendapatkan pekerjaan dari kontraktor utama yang bekerja diwilayahnya. Namun demikian, meskipun kontraktor utama melihat bahwa bekerjasama dengan 42 | K o n s t r u k s i a
subkontraktor lokal memiliki keuntungan yang lebih dibanding dengan bekerjasama dibandingka non-lokal atau bahkan dibandingkan dengan melakukan pekerjaan secara swakelola, kontraktor utama masih sangat berhati-hati untuk bekerja sama dengan subkontraktor yang belum mendapatkan aspek kepercayaan (bussiness trust) dari kontraktor utama atau dengan kata lain, kontraktor utama tidak mau mengambil risiko memberikan pekerjaan kepada subkontraktor lokal dengan alasan hanya memberdayakan dan ingin mengembangkan kontraktor lokal. Hal ini yang menjadi informasi penting juga bagi pengambil kebijakan, bahwa usaha untuk meningkatkan kemitraan sinergis sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi harus dengan upaya yang serius untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan kontraktor lokal. Upaya yang cenderung memaksakan agar kontraktor utama melakukan subkontrak konstruksi tanpa diikuti dengan pengembangan kemampuan kontraktor lokal, akan membuat pelaksanaan konstruksi akan menjadi tidak efisien karena kontraktor utama akan cenderung membawa subkontraktor mitranya yang bukan berasal dari wilayah tempat proyek berlangsung atau melaksanakan pekerjaan secara swakelola. Selain itu, sesuai dengan pendapat ahli dari Kepala Pusat Penyelenggaraan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dalam Focus Group Discussion (FGD) Rekonstruksi Struktur Usaha Jasa Konstruksi, yang menilai kontraktor utama masih sangat berhati-hati untuk melakukan subkontrak konstruksi karena adanya pengaturan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah dimana pekerjaan yang termasuk kedalam pekerjaan utama atau pekerjaan inti dilarang untuk disubkontrakkan meskipun terdapat kalimat selanjutnya yang menyatakan
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK (Henrico - Anton)
bahwa subkontrak sebagaian pekerjaan utama masih diperkenankan dengan catatan pekerjaan tersebut diberikan kepada kontraktor spesialis. Hal ini juga ditekankan oleh perwakilan dari PT. Waskita Karya yang menyatakan perlu diberikan ruang gerak yang lebih kepada kontraktor utama untuk melakukan subkontrak termasuk didalamnya melakukan subkontrak pekerjaan utama dengan catatan adanya regulasi yang memberikan wewenang kepada pengguna jasa untuk melakukan pengawasan yang lebih terkait dengan penggunaan subkontraktor. Terkait perjanjian kerjasama subkontrak, seperti yang diutarakan oleh Dr, Sarwono Hardjomuljadi, perlu adanya suatu standar kontrak untuk ikatan kerjasama subkontrak konstruksi yang dapat menjamin kesetaraan antara kontraktor utama dengan subkontraktor, terutama untuk mengantisipasi berlakunya pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015, dimana kontraktor nasional kemungkinan akan cukup banyak yang menjadi subkontraktor bagi kontraktor asing. Contohnya terkait dengan metode pembayaran oleh kontraktor utama yang dilakukan secara pay if paid bukan pay when paid, dalam terminologi pay if paid, kontraktor utama melakukan pembayaran apabila pengguna jasa telah melakukan pembayaran terkait dengan pekerjaan yang dilakukan oleh subkontraktor, namun demikian waktu pembayaran tidak dijelaskan secara pasti kapan kontraktor utama harus melakukan pembayaran tersebut, berbeda dengan terminologi pay when paid dimana ada unsur kepastian waktu yang jelas, yakni ketika pengguna jasa melakukan pembayaran terkait dengan pekerjaan yang dilakukan oleh subkontraktor, maka ketika itu juga kontraktor utama harus melakukan pembayaran kepada subkontraktor untuk pekerjaan tersebut.
Namun demikian, untuk melakukan analisa yang lebih mendalam terkait dengan metode pembayaran oleh kontraktor utama serta praktik riil nya dilapangan diperlukan penelitian khusus membahas mengenai hal tersebut. Aspek perilaku subkontrak lainnya adalah terkait dengan jenis subkontrak, dimana subkontrak tenaga kerja juga cukup signifikan menjadi praktik dilapangan, meskipun responden menyatakan bahwa subkontrak terima jadi masih dominan dilakukan namun dari penelitian ini juga dapat dilihat bahwa subkontrak tenaga kerja dilakukan oleh kontraktor utama dengan frekuensi yang cukup tinggi. Namun demikian, sesuai dengan pernyataan dari Prof. Rizal Tamin yang menjadi responden dalam FGD Rekonstruksi Struktur Usaha Jasa Konstruksi, bahwa kecenderungan subkontraktor yang hanya men-supply tenaga kerja tidak memiliki entitas hukum yang jelas, yang membuat subkontraktor tenaga kerja tersebut tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bernegosiasi terkait dengan hal-hal dalam pelaksanaan pekerjaan dan pembayaran oleh kontraktor utama. Selain itu, responden tersebut juga menyatakan bahwa subkontrak tenaga kerja memiliki keuntungan tersendiri bagi kontrkator utama terkait dengan pembayaran pajak, dimana subkontrak terima jadi yang biasanya dilakukan kepada subkontraktor dengan entitas hukum yang jelas, maka setiap kerjasama dan transaksi pembayaran didalamnya menjadi objek pajak yang akan membuat biaya pekerjaan konstruksi menjadi lebih besar bila pekerjaan tersebut tidak disubkontrakkan. Hal ini juga diidentifikasi menjadi salah satu kengganan kontraktor utama melakukan subkontrak untuk pekerjaan yang bernilai besar.
43 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Pembahasan Kebijakan Konstruksi
Pengembangan Alternatif Pendorong Subkontrak
Hasil dari pengembangan alternatif kebijakan mendorong subkontrak konstruksi juga searah dengan perilaku kontraktor utama dalam pelaksanaan subkontrak konstruksi, dimana menurut para responden terdapat 2 alterrnatif kebijakan prioritas adalah yang terkait dengan pengembangan kontraktor kecil yang bersifat spesialis. 3 Alternatif kebijakan dengan nilai tertinggi hasil penilaian perbandingan berpasangan oleh para responden adalah sebagai berikut: 1.
2.
Pengaturan yang mewajibkan peserta lelang untuk mencantumkan rencana pengguna subkontraktor dalam dokumen penawaran. Kebijakan ini memang sudah tercantum didalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Oleh Pemerintah, sehingga dari kriteria keselarasan dengan peraturan perundangan ketiga responden berpendapat dari seluruh alternatif kebijakan, yang paling selaras dengan peraturan perundangan adalah alternatif ini. Selain itu, alternatif ini juga dianggap memiliki akseptabilitas yang cukup baik bagi pelaku usaha serta efisien dalam segi penggunaan sumber daya dalam penerapannya. Memberikan pelatihan bagi penanggung jawab teknik kontraktor kecil yang bersifat spesialis. Kebijakan ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas kontraktor kecil yang bersifat spesialis dengan cara memberikan pelatihan terkait kemamuan manajerial manajemen proyek. Diharapkan dengan memberikan pelatihan ini, kontraktor kecil yang bersifat spesialis dapat lebih memiliki kemampuan melaksanakan pekerjaan tepat waktu dan tepat mutu.
44 | K o n s t r u k s i a
3.
Proses Sertifikasi dan registrasi yang akuntabel dan bertanggung jawab. Proses sertifikasi dan registrasi kontraktor yang keluarannya adalah Sertifikat Badan Usaha (SBU) sebetulnya dapat dijadikan dasar bagi kontraktor utama untuk melakukan subkontrak konstruksi dengan subkontraktor lokal. Namun demikian, perilaku kontraktor utama lebih dominan untuk membuat suatu daftar rekanan internal perusahaan dengan mengesampingkan kepemilikan SBU. Artinya, kontraktor utama memandang bahwa SBU belum bisa dijadikan jaminan kemampuan dan kapasitas kontraktor sehingga lebih cenderung hanya percaya kepada pengalaman yang dapat ditunjukkan oleh calon subkontraktor. Oleh sebab itu, proses sertifikasi dan registrasi untuk mendapatkan SBU perlu dievaluasi oleh pengambil kebijakan. Saat ini memang sudah terjadi perubahan tata cara sertifikasi dan registrasi dimana proses sertifikasi dilakukan oleh unit sertifikasi yang independen. Pengawasan dari Pemerintah selaku pembina jasa konstruksi terhadap proses sertifikasi dan registrasi ini perlu dilakukan secara ketat, agar SBU betul-betul dapat menjadi jaminan dan cerminan kemampuan suatu kontraktor, dengan demikian kontraktor utama ketika ingin melakukan subkontrak, calon subkontraktor tidak harus ada dalam daftar rekanan milik kontraktor utama namun cukup dibuktikan dengan kepemilikan SBU, namun ketika evaluasi penawaran, aspek pengalaman memang tetap harus menjadi salah satu aspek yang dinilai oleh kontraktor utama, namun dengan tujuan hanya memastikan bahwa calon subkontraktor memiliki pengalaman
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK (Henrico - Anton)
mengerjakan suatu pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaan yang akan disubkontrakkan oleh kontraktor utama. Setelah melakukan pengolahan data dan pembahasan tersebut diatas, maka dapat dibuat suatu tabulasi upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pelaksanaan subkontrak dalam rangka kemitraan sinergis di sektor jasa konstruksi berdasarkan hasil analisa perilaku kontraktor utama dalam melakukan subkontrak, hasil perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh responden terhadap alternatif kebijakan serta hasil dari data pendukung yang berhasil didapat serta wawancara yang telah dilakukan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 10 Tabulasi Upaya Mendorong Subkontrak Konstruksi Tabel 10 Tabulasi Upaya Mendorong Subkontrak Konstruksi Alternatif Kebijakan
Hasil Kuisioner Perilaku
Upaya mendorong pelaksanaan subkontrak konstruksi di Indonesia sebagai bagian kemitraan sinergis harus difokuskan kepada usaha meningkatkan kemampuan dan daya saing kontraktor kecil yang bersifat spesialis di tingkat lokal. Prioritas kebijakan:
Hasil AHP dari Alternatif Kebijakan
Data Pendukung Lain (hasil wawancara dan FGD
1. Pengaturan yang mewajibkan peserta lelang untuk mencantumkan rencana pengguna subkontraktor dalam dokumen penawaran 2. Memberikan pelatihan bagi penanggung jawab teknik kontraktor kecil yang bersifat spesialis. 3. Proses Sertifikasi dan registrasi yang akuntabel dan bertanggung jawab. 1. Merubah regulasi subklasifikasi dan subkualifikasi. 2. Memberikan ruang yang lebih kepada kontraktor utama untuk dapat mensubkontrakkan sebagian pekerjaan utama. 3. Insentif pajak bagi pelaksanaan
subkontrak konstruksi. 4. Meningkatkan azas nyata SBU 5. 5. Mendorong terbentuknya BANK Konstruksi untuk pinjaman pendanaan pelaksanaan proyek
Pada tabel 10, hasil analisa perilaku kontraktor utama dalam melakukan subkontrak konstruksi, upaya untuk mendorong pelaksanaan subkontrak harus difokuskan kepada upaya yang dapat meningkatkan kemampuan dan daya saing kontraktor kecil yang bersifat spesialis ditingkat lokal. Upaya ini dapat dilakukan dengna melibatkan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pembina jasa konstruksi didaerah. Namun demikian, sampai dengan saat ini, peran Pemerintah Daerah untuk melakukan pembinaan jasa konstruksi masih dirasakan sangat terbatas sehingga, upaya pembinaan jasa konstruksi lebih banyak dilakukan ditingkat nasional yang belum dapat menyentuk tingkat daerah secara optimal. Beberapa upaya lain seperti dari hasil dari FGD Restrukturisasi Usaha Konstruksi, yang menyatakan agar regulasi diubah agar dapat memberikan ruang yang lebih sehingga kontraktor utama dapat melakukan subkontrak konstruksi untuk pekerjaan utama memerlukan studi mendalam lebih lanjut. Karena dengna memberikan ruang yang lebih sehingga kontraktor utama dapat mensubkontrakkan pekerjaan utama, maka akan ada kecenderungan kontraktor utama hanya akan menjadi agen dalam pelaksanaan proyek konstruksi namun tidak memiliki kompetensi inti (core competencies). Upaya lain seperti perubahan regulasi subklasifikasi dan subkualifikasi juga memerlukan studi yang mendalam, mengingat pengaturan subklasifikasi dan
45 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
subkualifikasi sudah dibuat dengan mempertimbangkan kondisi jasa konstruksi nasional dan disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku serta klasifikasi yang berlaku secara internasional dalam rangka mempersiapkan pelaku konstruksi nasional dalam menghadapi perjanjian perdagangan bebas antar negara dan antar regional yang diikuti oleh Indonesia. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat diambil hasil dari penelitian ini antara lain: 1. Faktor dominan bagi kontraktor utama dalam memutuskan akan mensubkontrakkan suatu pekerjaan adalah ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman dan peralatan yang sesuai dengan lingkup pekerjaan. 2. Aspek dalam pemilihan subkontraktor yang paling memiliki tingkat kepentingan yang tinggi adalah aspek pengalaman, peralatan dan harga penawaran. 3. Perilaku lain dari kontraktor utama dalam pelaksanaan subkontrak konstruksi adalah: a. Jenis pekerjaan yang paling sering disubkontrakkan adalah pekerjaan mekanikal, elektrikal dan interior b. Metode pemililhan subkontraktor yang paling serig dilakukan adalah dengan melakukan pelelangan terbatas kepada subkontraktor yang ada dalam daftar rekanan perusahaan c. Pemilihan subkontraktor cenderung dilakukan setelah kontraktor utama memasukkan penawaran kepada pengguna jasa d. Metode pembayaran yang paling sering digunakan adalah pembayaran secara bertahap sesuai 46 | K o n s t r u k s i a
4.
5.
tingkat kemajuan pekerjaan disertai dengan uang muka e. Kinerja subkontraktor yang dianggap masih kurang baik adalah kinerja keselamatan kerja dan kepedulian lingkungan. Tingkat subkontrak untuk pekerjaan struktur dan arsitektural masih terbilang cukup rendah (terutama untuk pekerjaan struktur dengan hasil jarang atau 20 -40 % disubkontrakkan) dan berdasarkan analisa korelasi yang telah dilakukan, hal ini terindikasi disebabkan oleh ketersediaan subkontraktor lokal yang memiliki pengalaman dan peralatan yang masih terbatas. Alternatif kebijakan yang perlu mendapatkan prioritas untuk mendorong pelaksanaan subkontrak antara lain: a. Pengaturan yang mewajibkan peserta lelang untuk mencantumkan rencana pengguna subkontraktor dalam dokumen penawaran. b. Memberikan pelatihan bagi penanggung jawab teknik kontraktor kecil yang bersifat spesialis c. Meningkatkan akuntabilitas proses sertifikasi dan registrasi sehingga SBU dapat menjadi azas nyata kemampuan kontraktor.
DAFTAR PUSTAKA 1. Abduh, Muhamad., Soemardi, Biemo. W., dan Wirahadikusumah, Reini. D. (2007), “Sistem Informasi Kinerja Industri Konstruksi Indonesia: Kebutuhan Akan Benchmarking dan Integrasi Informasi”, Konferensi Nasional Teknik Sipil I-Universitas Atmajaya, Yogyakarta. Pp. 265-274.
ANALISA PERILAKU KONTRAKTOR UTAMA DALAM MELAKUKAN SUBKONTRAK (Henrico - Anton)
2.
Benton, W.C. dan McHenry, Linda. F. (2010), Construction Purchasing And Supply Chain Management. 1st Ed. Mcgraw Hill, New York, NY. 3. Bennett, Lawrence. F. (2003), The Management Of Construction: A Project Lifecycle Approach. ButterworthHeinemann, Burlington, MA. 4. Susilawati dan Wirahadikusuma, Reini. D. (2006), “Kajian Pengadaan Oleh Kontraktor Pelaksana Bangunan Gedung”, Jurnal Teknik Sipil ITB. Bandung, 133-150. 5. Humphreys, Paul., Matthews, Jason. dan Kumaraswamy, Monan. (2003), “Pre-Construction Project Partnering: From Adversial To Collaborative Relationship”, Supply Chain Management: An International Journal. Volume 8, pp.166-178. 6. Kementerian Pekerjaan Umum (2012), “Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil: Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum”, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta. 7. Moschuris, Socrates. J. (2007), “Triggering Mechanisms In Make or Buy Decisions: An Emperical Analysis”, Journal Of Supply Chain Management, pp 40-49. 8. Madras Management Training Institute (2008), Project Management Professional Examination Preparation. Madras Management Training Institute, Madras. 9. Orczyk, Joseph (1993), “Subcontractor Management For Public Buildings”, Transactions of AACE International, pg. G.7.1 10. Peterson, Steven. J. (2009), Construction Accounting And Financial Management. 2nd Ed. Prentice Hall, New Jersey.
11. Project Management Institute (2004), A Guide To The Project Management Body Of Knowledge.3th Ed. Project Management Institute, Four Campus Boulevard, Newtown Square, PA. 12. Pemerintah Republik Indonesia (1999), “Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi” , Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta. 13. Pemerintah Republik Indonesia (2010). “Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 Tentang Peran dan Usaha Masyarakat Jasa Konstruksi”, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta. 14. Smith, Jason. G. dan Hinze, Jimmy. (2010), Construction Management: Subcontractor Scopes Of Work. CRC Press, New York, NY. 15. Yik, F.W.H., Lai, J.H.K., Chan, K.T. dan Yiu, E.C.Y. (2006), “ Problems With Specialist Subcontracting In The Construction Industry”, Building Service Engineering. Res. Technology. 27,3. pp. 183-193
47 | K o n s t r u k s i a
KINERJA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL II (Rika - Anton)
KINERJA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL II DALAM PENGELOLAAN JALAN DI SUMATERA BARAT Rika Julitasari Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Email:
[email protected] Anton Soekiman Dosen Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Email:
[email protected]
ABSTRAK : Parameter keberhasilan suatu instansi pemerintah adalah dengan tercapainya produk-produk yang dihasilkan oleh instansi tersebut. Kinerja instansi pemerintah merupakan prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam menjalankan tugastugas yang dibebankan. Peningkatan kinerja merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi dalam upaya peningkatan produksi atau hasil yang ingin dicapai. Tujuan penelitian ini adalah adalah untuk menganalisis gambaran kinerja yang diterapkan di BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat; menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja BBPJN II; dan menganalisis tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat. Data yang dianalisis berasal dari penyebaran kuesioner kepada pegawai BBPJN II dan masyarakat yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat sudah memiliki tingkat kinerja yang tinggi sebesar 75,38%; dan untuk keempat aspek faktor yang mempengaruhi kinerja BBPJN II yaitu aspek substansi kebijakan, aspek implementasi kebijakan, aspek lingkungan internal, dan aspek lingkungan eksternal, semuanya memiliki nilai pengaruh yang tinggi; sedangkan untuk tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat berada pada interval sedang, yaitu sebesar 62,60%. Kata kunci : instansi pemerintah, kinerja, jalan, sumatera barat, bbpjn II
ABSTRACT: Parameters success was a government institution with the products produced by institutions. Government institutions are working performance; accomplishment the work, the employment or the work done by a government institution in conducting duties levied. The performance was an absolutely required by an organization in order to increase the production or result is to be achieved. The aim of this research has analyzed the performance applied on road management BBPJN II in West Sumatera; analyzing the factors influence of BBPJN II performance; and analyzed levels of satisfaction BBPJN II towards the people in the street in West Sumatera. The analyzed data derived from the spread of a questionnaire to employees BBPJN II and society which made the sample in this experiment. The result showed that the level of performance BBPJN II in the street in West Sumatera have a high level of performance 75,38 %; and the four aspects of factors affect the BBPJN II aspect, namely: the substance of policy, the implementation of the policy, the internal and the external environment, they have an impact on high; while for the public satisfaction towards the BBPJN II in the street in West Sumatera is at intervals being, 62,60 %. Keywords: Government institution, performance, the road, west sumatera, bbpjn II
49 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
PENDAHULUAN Saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada krisis kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance. Birokrasi pemerintah Indonesia sebagai salah satu penggerak dari organisasi sektor publik tidak lepas dari citra yang sangat buruk, khususnya dari sisi kinerja. Parameter keberhasilan suatu instansi pemerintah adalah dengan tercapainya produk-produk yang dihasilkn oleh instansi tersebut. Seperti misalnya Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional II (BBPJN II) yang sangat erat hubungannya dengan proyek-proyek jalan nasional. Disini masyarakat dapat menilai kinerja dari BBPJN II dari produk proyek yang dihasilkan, apakah proyek tersebut dapat berfungsi dan bermanfaat dengan baik serta memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila semua itu sudah terpenuhi,maka masyarakat menyimpulkan bahwa kinerja dari BBPJN II sudah baik dan begitu sebaliknya. Kenyataan dilapangan masih ada ditemukan proyek-proyek jalan yang bermasalah, seperti yang terjadi di Sumatera Barat yang selanjutnya akan dijadikan studi kasus dalam penulisan ini. Gambaran bahwa pegawai dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya mengalami berbagai faktor kendala, baik itu berkaitan dengan faktor internal maupun faktor eksternal. Hal ini dirasa menarik diteliti untuk mengetahui bagaimana kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan khususnya di wilayah Sumatera Barat apakah sudah berjalan dengan baik atau belum dalam upaya untuk mencapai produk atau outcome yang diharapkan oleh masyarakat.
50 | K o n s t r u k s i a
Permasalahan secara umum yang akan diangkat dalam penulisan ini adalah meneliti kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat , dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja BBPJN II, serta pengukuran tingkat kepuasan dari masyarakat sebagai pengguna jalan. Sehingga penelitian ini diharapkan menjadi info yang berguna khususnya dalam peningkatan kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat, dalam upaya mencapai tujuan proyek dan mencapai semua harapan dari pengguna produk. RUMUSAN MASALAH Konsep Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik sampling untuk menentukan responden dari BBPJN II. Teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability berupa sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pokok utama pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metoda kuesioner, dimana objek pengambilan data di lapangan adalah pegawai yang bekerja di lingkungan BBPJN II. Dan yang berhak memberikan penilaian kinerja adalah Kepala Balai yang memberikan penilaian pada kinerja Kepala Bidang, Kepala Bidang memberikan penilaian pada Kepala Seksi, dan Kepala Seksi memberikan penilaian pada kinerja staf. Jumlah sampel yang ada di BBPJN II adalah 13 responden. Sedangkan teknik sampling yang digunakan untuk menentukan responden dari masyarakat adalah nonprobability berupa sampling aksidental yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik, maka orang tersebut dapat digunakan sebagai responden. Pengambilan
KINERJA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL II (Rika - Anton)
sampel dibatasi sebanyak 30 orang dari masyarakat. Instrumen Penelitian a. Instrumen yang berhasil disusun kedalam bentuk kuesioner dengan lingkup pertanyaan tentang kinerja BBPJN II, dapat dilihat pada Tabel 1. b. Instrumen yang berhasil disusun kedalam bentuk kuesioner dengan rumusan dan lingkup permasalahan yang mempertanyakan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat, dapat dilihat pada Tabel 2. c. Instrumen yang berhasil disusun kedalam bentuk kuesioner dengan rumusan dan lingkup permasalahan yang mempertanyakan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat, dapat dilihat pada Tabel 3.
6
7
8
9 10
11
12
13
14
Tabel 1. Lingkup Materi Instrumen Kinerja BBPJN II dalam Pengelolaan Jalan di Sumatera Barat No.
1
2
3
4
5
LINGKUP MATERI INSTRUMEN Dalam proyek jenis dan intensitas kegiatan mengalami perubahan yang cepat, untuk itu pengelola harus cepat tanggap terhadap perubahan yang terjadi. Apakah anda sudah melakukan hal tersebut? Metoda pemantauan dan pengendalian yang sensitif sangat dibutuhkan, agar tidak terjadi penyimpangan yang parah. Apakah anda sudah melakukan hal tersebut? Dalam setiap pelaksanaan pekerjaan, apakah anda sudah melakukan perencanaan dan pengendalian secara terpadu? Karena sifat kegiatan yang nonrutin dengan sasaran jelas dan waktu terbatas, apakah ada perhatian khusus oleh tim yang berdedikasi? Apakah ada individu yang diserahi tanggung jawab sepenuhnya untuk mengelola kegiatan pekerjaan?
Karena sifat kegiatan pekerjaan yang bermacam-macam dan meliputi berbagai keahlian, sedangkan waktu datangnya proyek bersamaan. Agar lebih efisien, apakah penggunaan sumber daya dilakukan pemakaian bersama? Salah satu sifat proyek adalah multikompleks, untuk itu dibutuhkan hubungan dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Apakah pernah diadakan rapat koordinasi atau kontak bentuk lain dengan pihak-pihak yang berkepentingan? Apakah dibentuk panitia ad-hoc untuk setiap kegiatan pekerjaan dengan anggota dari wakil organisasi yang berkepentingan? Apakah juga dibuat prosedur dan peraturan kerjasama? Apakah membuat rencana kerja dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan? Karena kegiatan berlangsung dengan kadar resiko tinggi, apakah dilakukan pengkajian yang menyoroti semua aspek kelayakan proyek, sebelum memasuki tahap implementasi? Apakah pengkajian dilakukan tahap demi tahap? Untuk menghindari kesalahan, apakah dibuat perencanaan pekerjaan seteliti mungkin dengan memakai metoda sesuai keperluan? Pada suatu proyek, peserta mempunyai multi sasaran yang seringkali berbeda bahkan berlawanan, apakah anda menggunakan pendekatan sistem agar hal tersebut tidak terjadi sehingga terwujud suatu prioritas tunggal, yaitu kepentingan proyek?
Tabel 2. Lingkup Materi Instrumen Faktorfaktor yang Menpengaruhi Kinerja BBPJN II dalam Pengelolaan Jalan di Sumatera Barat No.
LINGKUP MATERI INSTRUMEN
A. SUBSTANSI KEBIJAKAN 1
Apakah kebijakan yang ada merespon secara tepat permasalahan birokrasi secara komprehensif?
B. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 2
Apakah kebijakan yang ada dalam implementasinya dilaksanakan secara konsisten?
C. LINGKUP INTERNAL 3 4
Apakah kompetensi SDM berpengaruh terhadap kinerja? Apakah penempatan SDM berpengaruh terhadap kinerja pegawai?
51 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
5 6
7 8
Apakah kelemahan manajemen berpengaruh terhadap kinerja? Apakah reward dan punishment yang tidak jalan dengan baik berpengaruh terhadap kinerja? D. LINGKUP EKSTERNAL Apakah intervensi kekuatan politik berpengaruh terhadap kinerja? Apakah intervensi kekuatan pengusaha berpengaruh terhadap kinerja?
Tabel 3. Lingkup Materi Instrumen Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap Kinerja BBPJN II dalam Pengelolaan Jalan di Sumatera Barat No.
LINGKUP MATERI INSTRUMEN
1
2
3 4
5
6
7
8
9 10
A. KINERJA TEKNIS Dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, apakah mutu pekerjaan sudah sesuai dengan acuan/kontrak yang sudah disusun dan disetujui? Kuantitas/volume yang dikerjakan dalam proyek, apakah sudah sesuai dengan acuan/kontrak yang sudah disusun dan disetujui? Apakah proyek yang ada dapat difungsikan dengan baik? Apakah proyek yang ada dapat memberikan manfaat atau dapat mensejahterakan masyarakat? B. KINERJA MANAJEMEN PROYEK Dalam pelaksanaan pekerjaan, apakah sudah sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan? Apakah disebutkan nilai/biaya dari proyek yang dikerjakan dalam papan nama proyek? C. KINERJA KEUANGAN Dalam pelaksanaan pekerjaan, apakah biaya yang dianggarkan dengan produk pekerjaan yang dihasilkan sudah sesuai? Apakah pekerjaan yang ada sudah efektif, ditinjau dari besaran dana yang dikeluarkan? D. KINERJA ORGANISASI Dalam suatu pelaksanaan pekerjaan, apakah masyarakat dilibatkan pada tahap konseptual dan perencanaan? Apakah masyarakat dilibatkan dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan?
Skala Pengukuran Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran dengan skala interval. Keuntungan dari skala interval adalah dapat mengetahui
52 | K o n s t r u k s i a
nilai rata-rata dari jawaban responden terhadap suatu pertanyaan. Biasanya digunakan skala 1 s/d 5, dengan pertimbangan bahwa interval ini dapat memberikan gambaran lebih jelas terhadap sikap atau tanggapan responden. Skala interval yang telah dikembangkan adalah skala Likert, yang digunakan untuk mengukur pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena obyek yang diteliti. Skala Likert mempunyai gradasi dari yang sangat negatif sampai sangat positif, yaitu sebagai berikut: 1= sangat jarang 2= jarang 3= kadang-kadang 4= sering 5= sangat sering
atau
1 2 3 4 5
= sangat tidak setuju = tidak setuju = ragu-ragu = setuju = sangat setuju
Pengujian Item Instrumen Sebelum disebarkan kepada responden, daftar isian kuesioner (item istrumen) yang berhasil dikumpulkan, terlebih dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya. Hal ini dilakukan karena dari banyaknya item pertanyaan yang terkumpul belum tentu semuanya dapat terpakai, mengingat kemungkinan adanya pertanyaan yang tidak atau kurang relevansinya atau biasa dinyatakan sebagai nilai korelasi yang rendah. Jumlah pertanyaan yang disebar untuk uji masing-masing instrumen adalah: 14 (empat belas) butir pertanyaan untuk kinerja BBPJN II di Sumatera Barat, 8 (delapan) butir pertanyaan tentang faktorfaktor yang berpengaruh pada kinerja BBPJN II, dan 10 (sepuluh) butir pertanyaan untuk tingkat kepuasan masyarakat. Jumlah responden untuk semua uji instrumen adalah sebanyak 10 (sepuluh) orang. Hasil dari pengujian validitas dapat dilihat pada Tabel 4 s/d Tabel 6.
KINERJA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL II (Rika - Anton)
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Item Instrumen Kinerja BBPJN II di Sumbar Item Instrumen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Koefisien Korelasi (r) 0,675 0,728 0,571 0,751 0,724 0,807 0,622 0,706 0,659 0,643 0,650 0,785 0,800 0,720
Harga thitung
Harga ttabel
Keputusan
2,585 3,004 1,968 3,215 2,971 3,871 2,245 2,818 2,479 2,373 2,418 3,588 3,768 2,933
1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86 1,86
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
5 6 7 8 9 10
1 2 3 4 5 6 7 8
Harga ttabel
Keputusan
Item Instrumen
3,208
1,86
Valid
1
0,835
4,290
1,86
Valid
2
0,636
2,332
1,86
Valid
3
0,617
2,216
1,86
Valid
4
0,667
2,534
1,86
Valid
5
0,835
4,290
1,86
Valid
6
0,812
3,928
1,86
Valid
7
0,636
2,332
1,86
Valid
8 9
Tabel 6. Hasil Uji Validitas Item Instrumen Tingkat Kepuasan Masyarakat Item Instrumen 1 2 3 4
Koefisien Korelasi (r) 0,633
1,86
Valid
0,828
4,184
1,86
Valid
0,586
2,047
1,86
Valid
0,564
1,932
1,86
Valid
0,586
2,047
1,86
Valid
0,722
2,951
1,86
Valid
Tabel 7. Hasil Uji Reliabilitas Item Instrumen Kinerja BBPJN II
Harga thitung
Koefisien Korelasi (r) 0,750
2,220
Dari Tabel 4 s/d Tabel 6, dapat terlihat hasil uji validitas item instrumen menunjukkan semua valid, ini ditandai dengan thitung > ttabel. Untuk hasil dari pengujian reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 7 s/d Tabel 9.
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Item Instrumen Faktor yang Mempengaruhi Kinerja BBPJN II di Sumbar Item Instrumen
0,617
10
Harga thitung
Harga ttabel
Keputusan
11
2,311
1,86
Valid
12
0,554
1,882
1,86
Valid
13
0,758
3,291
1,86
Valid
14
0,835
4,291
1,86
Valid
Koefisien Korelasi (r) 0,675
Harga rhitung
Harga rtabel
Keputusan
0,806
0,707
Riliabel
0,728
0,843
0,707
Riliabel
0,571
0,727
0,707
Riliabel
0,751
0,858
0,707
Riliabel
0,724
0,840
0,707
Riliabel
0,807
0,893
0,707
Riliabel
0,622
0,767
0,707
Riliabel
0,706
0,828
0,707
Riliabel
0,659
0,795
0,707
Riliabel
0,643
0,783
0,707
Riliabel
0,650
0,788
0,707
Riliabel
0,785
0,880
0,707
Riliabel
0,800
0,889
0,707
Riliabel
0,720
0,837
0,707
Riliabel
53 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Tabel 8. Hasil Uji Reliabilitas Faktor yang Mempengaruhi Kinerja BBPJN II Item Instrumen 1 2 3 4 5 6 7 8
Koefisien Korelasi (r) 0,750
Harga rhitung
Harga rtabel
Keputu san
0,857
0,707
Riliabel
0,835
0,910
0,707
Riliabel
0,636
0,778
0,707
Riliabel
0,617
0,763
0,707
Riliabel
0,667
0,800
0,707
Riliabel
0,835
0,910
0,707
Riliabel
0,812
0,896
0,707
Riliabel
0,636
0,778
0,707
Riliabel
adalah analisa uji statistik paremetris, yaitu menggunakan skala Likert untuk mengetahui tingkat kinerja BBPJN II serta faktor-faktor yang paling berpengaruh, dan akan dianalisis juga tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja BBPJN II di Sumatera Barat dalam pelaksanaan pekerjaan jalan. Langkah-langkah analisis dalam skala Likert adalah sebagai berikut: 1. Hasil item-item pertanyaan yang cukup banyak dikumpulkan, kemudian dihitung skor masing-masing skala dari yang terbesar sampai terkecil. Dengan rumus sebagai berikut: Skala tertinggi x Jumlah responden x Jumlah pertanyaan
Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap BBPJN II Item Instrumen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Koefisien Korelasi (r) 0,633
Harga rhitung
Harga rtabel
Keputusan
0,775
0,707
Riliabel
0,554
0,713
0,707
Riliabel
0,758
0,863
0,707
Riliabel
0,835
0,910
0,707
Riliabel
0,617
0,764
0,707
Riliabel
0,828
0,906
0,707
Riliabel
0,586
0,739
0,707
Riliabel
0,564
0,721
0,707
Riliabel
0,586
0,739
0,707
Riliabel
0,722
0,8385
0,707
Riliabel
Dari Tabel 7 s/d Tabel 9, dapat terlihat hasil uji reliabilitas item instrumen menunjukkan semua riliabel, ini ditandai dengan rhitung> rtabel. 3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk menganalisis data hasil kuesioner 54 | K o n s t r u k s i a
2.
Mengukur persepsi responden, dengan rumus sebagai berikut: Persepsi responden = x 100%
3.
4.
Dari jawaban atau persepsi responden, kemudian ditotal berdasarkan kelompok responden dan dibuat persentasenya dengan membuat skala interval tingkat kinerja BBPJN II, faktor-faktor yang berpengaruh, dan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan. Langkah terakhir, menganalisis hasil yang telah didapat untuk mengetahui item-item mana yang sangat nyata batasan antara skor kriterium rendah dengan skor kriterium tinggi dalam skala total. Kriteria interpretasi skor dapat dilihat pada Tabel 10.
KINERJA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL II (Rika - Anton)
Tabel 10. Kriteria Interpretasi Skor 1≤ x ≤ 1,8
1,8< x ≤ 2,6
2,6< x ≤ 3,4
3,4< x ≤ 4,2
4,2 < x ≤ 5
Sangat rendah 20% ≤ x ≤ 36%
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
36% < x ≤ 52%
52% < x ≤ 68%
68% < x ≤ 84%
84% < x ≤ 100%
Tingkat Kinerja BBPJN II Untuk menilai tingkat kinerja BBPJN II dalam pelaksanaan pekerjaan jalan di Sumatera Barat, digunakan skala 5, 4, 3, 2, 1 dengan pemberian bobot sebagai berikut: Skala 5 = 5 x 13 x 14 = 910 kriterium (skor tertinggi) Skala 4 = 4 x 13 x 14 = 728 Skala 3 = 3 x 13 x 14 = 546 Skala 2 = 2 x 13 x 14 = 364 Skala 1 = 1 x 13 x 14 = 182 Tingkat Kinerja BBPJN II = =
Pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa item pertanyaan 4 memiliki tingkat kinerja sedang, dan untuk item pertanyaan 8 memiliki tingkat kinerja yang rendah. Itemitem tersebut adalah sebabgai berikut: 1) Item 4, disini mempertanyakan tentang perhatian khusus oleh tim yang berdedikasi. 2) Item 8, disini terkait tentang pembentukan panitia ad-hoc, dengan anggota terdiri dari wakil organisasi yang berkepentingan. Kedua item tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus, disamping item-item yang lain yang sudah berada pada interval tinggi dan sangat tinggi guna melakukan perbaikan kinerja berkesinambungan di masa-masa yang akan datang. Tabel 11. Bobot Penilaian Item Pertanyaan untuk Tingkat Kinerja BBPJN II
= 75,38 %
Nilai 686 diatas diperoleh dari data jawaban responden sebanyak 13 (tiga belas) orang, sedangkan nilai 910 merupakan skor total tertinggi pada tingkat penerapan 100% (skala 5). Tingkat kinerja sebesar 75,38% di atas berdasarkan penilaian tingkat kinerja dan interen BBPJN II, yang terdiri dari 14 (empat belas) pertanyaan. Ini berarti ratarata BBPJN II di Sumatera Barat berada pada tingkat kinerja yang tinggi (68% < x ≤ 84%). Walaupun berada pada tingkat kinerja yang tinggi, hal ini masih dapat ditingkatkan lagi sesuai dengan prinsip perbaikan yang berkesinambungan dengan cara mencari aspek-aspek atau dari item pertanyaan yang memiliki bobot nilai rendah.
Item Pertanyaan
Rata-rata
Tingkat Kinerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
4,231 4,538 3,923 2,667 3,923 3,538 3,385 1,846 3,923 3,923 4,154 4,462 4,308 4,077
Tinggi Sangat Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Tinggi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
BBPJN II Faktor yang mempengaruhi = =
= 71,73%
55 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Nilai 373 diatas diperoleh dari data jawaban responden sebanyak 13 (tiga belas) orang, sedangkan nilai 520 merupakan skor total tertinggi pada tingkat penerapan 100% (skala 5).
Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Kinerja BBPJN II
Tingkat pengaruh kinerja sebesar 71,73% di atas berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja, yang meliputi beberapa aspek, yaitu aspek substansi kebijakan, aspek implementasi kebijakan, aspek lingkungan internal, dan aspek lingkungan eksternal. Ini berarti bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja BBPJN II dari aspek-aspek yang berada pada interval tinggi (68% < x ≤ 84%).
=
Pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa keempat aspek yaitu, substansi kebijakan, implementasi kebijakan, lingkup internal, dan lingkup eksternal memiliki nilai yang tinggi dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat. Pengaruh yang tinggi, artinya bahwa faktor-faktor ini akan memberikan dampak yang negatif pada kinerja BBPJN II atau dengan kata lain kinerja menjadi rendah. Tabel 12. Bobot Penilaian Item Pertanyaan untuk Faktor yang Mempengaruhi Kinerja BBPJN II Item Pertanyaan
Ratarata
1 2 3 4 5
2,967 2,967 3,533 4,300 3,300
6
3,900
Tinggi 3,600
7 8 9 10
2,967 3,033 2,267 2,067
Sedang 3,000 Rendah 2,167
56 | K o n s t r u k s i a
Tingkat Kinerja
Tingkat Kepuasan
Tinggi
Kinerja Teknis
3,442 Kinerja Manajemen Proyek Kinerja Keuangan Kinerja Organisasi
Tingkat Kepuasan Masyarakat = = 62,60%
Nilai 939 diatas diperoleh dari data jawaban responden sebanyak 30 (tiga puluh) orang, sedangkan nilai 1500 merupakan skor total tertinggi pada tingkat penerapan 100% (skala 5).Tingkat kepuasan sebesar 62,60% di atas berdasarkan penilaian tingkat kinerja BBPJN II dari berbagai aspek, yang terdiri dari 10 (sepuluh pertanyaan). Dari analisis di atas, maka dapat di identifikasi secara umum tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja BBPJN dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat berada pada tingkatan yang sedang. Namun apabila ditinjau dari aspek-aspek yang mempengaruhi tingkat kepuasan masyarakat, maka masih ditemukan aspekaspek dengan bobot < 3,4 atau dengan kata lain masih dalam interval rendah. Pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa aspek kinerja organisasi memiliki tingkat kepuasan paling rendah dengan nilai 2,167, ini berarti bahwa aspek kinerja organisasi harus mendapatkan prioritas utama dalam perbaikan kinerja BBPJN II yang ditinjau dari opini masyarakat. Selain aspek kinerja organisasi, aspek lain yang masih berada pada interval sedang dan perlu mendapatkan perhatian adalah aspek kinerja keuangan. Sedangkan untuk aspek kinerja teknis dan kinerja manajemen proyek berada pada interval yang tinggi, namun tetap dibutuhkan perbaikan secara berkesinambungan di masa-masa yang
KINERJA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL II (Rika - Anton)
akan datang, guna mendapatkan produk jalan yang lebih baik. Tabel 13. Bobot Penilaian Item Pertanyaan untuk Tingkat Kepuasaan Masyarakat terhadap Kinerja BBPJN II
Item Pertanyaan
Ratarata
Tingkat Kinerja
Tingkat Kepuasan
1 2 3
2,967 2,967 3,533
Tinggi
Kinerja Teknis
4
4,300
3,442
5
3,300
6
3,900
7 8 9 10
2,967 3,033 2,267 2,067
Tinggi 3,600
Kinerja Manajemen Proyek
Sedang 3,000
Kinerja Keuangan
Rendah 2,167
Kinerja Organisasi
4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian didapatkan bahwa, kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat sudah memiliki tingkat kinerja yang tinggi sebesar 75,38% (68% < x ≤ 84%). Namun dilihat dari item-item pertanyaan yang ada, terdapat beberapa item yang masih memiliki kinerja rendah dan sedang, yaitu item yang terkait tentang pembentukan panitia ad-hoc dengan anggota terdiri dari wakil organisasi yang berkepentingan dan perhatian khusus oleh tim berdedikasi. Dan untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat, terdiri dari keempat aspek yaitu, aspek substansi kebijakan, aspek implementasi kebijakan, aspek lingkungan internal, dan aspek lingkungan eksternal. Dari keempat aspek tersebut, semuanya memiliki nilai pengaruh yang tinggi dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat, dengan masing-masing bobot nilai sebesar 3,654 untuk aspek lingkungan internal; 3,577 untuk aspek lingkungan eksternal; dan 3,462 untuk aspek implementasi
kebijakan; serta 3,429 untuk aspek substansi kebijakan. Sedangkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja BBPJN II dalam pengelolaan jalan di Sumatera Barat berada pada interval sedang (52% < x ≤ 68%) dengan persentase sebesar 62,60%. Namun apabila dilihat dari aspek-aspek yang dijadikan ukuran tingkat kepuasan, dimana aspek secara garis besar dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu aspek kinerja teknis, aspek kinerja manajemen proyek, aspek kinerja keuangan, dan aspek kinerja organisasi. Dari keempat aspek yang ada, aspek kinerja organisasi memiliki nilai tingkat kepuasaan yang rendah sebesar 2,167; aspek kinerja keuangan dengan kepuasaan masyarakat dalam tingkat sedang sebesar 3,0; kemudian aspek kinerja teknis dan kinerja manajemen proyek sudah berada pada tingkat kepuasan yang tinggi yaitu sebesar 3,442 dan 3,60. DAFTAR PUSTAKA 1. Asosiasi Pengusaha Indonesia. (2005) “Laporan Pelatihan Manajemen Kinerja”. 2. Direktorat Aparatur Negara. (2006) “Manajemen yang Berorientasi pada Peningkatan Kinerja Instansi Pemerintah (Suatu Profil)”, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 3. Flippo, Edwin B. Masud Moh (alih bahasa),1990.Manajemen Personalia. Edisi Keenam. Jilid Kedua. Jakarta : Erlangga. 4. Frecilia, Nanda. 2012 “The Influence Of Leadership Style and Communication Effectivity To The Employee Performance Of Badan Promosi Dan Perizinan Penanaman Modal Daerah ( BP3MD ) Province Of South Sumatera”. Artikel Ilmiah. Universitas Sriwijaya. 57 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. 12.
13.
14.
15.
Handoko, Hani T, Dr.MBA dan Reksohadiprodjo Sukanto, Dr. M.Com.1996. Organisasi Perusahaan. Edisi kedua Yogyakarta : BPFE. Ibrahim, Budi. (1997), TQM (Total Quality Management) : Panduan Menghadapi Persaingan Global”, Djambatan, Jakarta. Kepmen Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M.PAN/2/2004, tentang “Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah”. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (2007), “Laporaan Akhir Kajian Cepat terhadap Program-program Pengentasan Kemiskinan Pemerintah Indonesia : Program Infrastruktur Pedesaan (PPIP, PMPD, dan P2MPD”. Mathis, Robert L dan John H Jackson, 2001.Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku 2 Jilid Pertama. Jakarta : Salemba Empat. Oka, Bagus. 2009. “Kinerja DPU dalam Pengelolaan Proyek Konstruksi di Bali”.Tesis. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan. Riduwan. (2004), “Metode dan Teknik menyusun Tesis”, Alfabeta. Bandung. Sedarmayanti. 2009. “Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Demokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil”. Cetakan ketiga. Bandung : PT. Refika Aditama. Soeharto, Imam. (1997). “Manajemen Proyek : Dari Konseptual sampai Operasional”, Erlangga. Jakarta. Zainum, D, 2002. “Sistem Manajemen Kinerja”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. www.pu.go.id, “Kondisi Ruas Jalan Nasional BBPJN II”.
58 | K o n s t r u k s i a
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Abdul Mutholib Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Email:
[email protected] Andreas Franskie Van Roy Dosen Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
ABSTRAK : Evaluasi teknis merupakan tahapan yang penting dalam proses pemilihan konsultan, karena hasil dari evaluasi tersebut akan menghasilkan peringkat teknis yang kemudian digunakan dalam menentukan konsultan pemenang. Didasari oleh kepedulian dan rasa ingin tahu terhadap proses pemilihan jasa konsultansi khususnya pada tahap evaluasi teknis maka dilakukan penelitian guna mengetahui faktorfaktor penilaian berdasarkan peraturan yang berlaku dan juga fakta yang terjadi di lapangan. Disamping itu penelitian ini juga membandingkan antara hasil evaluasi teknis yang telah dilakukan oleh panitia pengadaan dilapangan dengan metode pengambilan keputusan yang berdasar pada pedoman evaluasi yang berlaku. Penelitian ini dilakukan dengan data evaluasi teknis yang telah dilakukan oleh panitia pengadaan khususnya pada direktorat jenderal penataan ruang, kementerian pekerjaan umum. Data tersebut dianalisis dengan metode pengambilan keputusan yaitu AHP (analytical hierarcy process) dan TOPSIS (Technique For Others Reference by Similarity to Ideal Solution). Kata kunci : Evaluasi Teknis, Pemilihan Konsultan, Metode Pengambilan Keputusan, AHP, TOPSIS
ABSTRACT: Technical evaluation is an important stage in the process of selecting a consultant, because the results of these evaluations will result in technical ratings are then used to determine the winner consultant. Based on the concern and curiosity about the selection process consulting services, especially at the stage of technical evaluation conducted research to determine the factors assessment based on state laws and also the fact that occur in the field. Besides, this study also compared the results of technical evaluations that have been conducted by procurement committee in the field with decision-making method based on the evaluation of the applicable guidelines. This research was conducted with the technical evaluation of the data was done by the procurement committee, in particular the directorate general of spatial planning, ministry of public works. The data were analyzed by the method of decision-making that is AHP (Analytical Hierarcy process) and TOPSIS (Technique For Others Reference by Similarity to Ideal Solution). Keywords: Technical Evaluation, Selection Consultant, Decision Making Methods, AHP, TOPSIS
LATAR BELAKANG Saat ini sebagian panitia pengadaan dan penyedia jasa konsultansi belum dapat dikatakan sepenuhnya memahami metode pemilihan dan tata cara evaluasi penawaran jasa konsultansi, hal ini ditunjukkan oleh seringnya sanggahan atau keberatan penyedia jasa terhadap panitia
pengadaan hal ini dapat terlihat dengan jumlah sanggahan yang diterima panitia pengadaan relatif meningkat dari tahun ke tahun, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1. :
59 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Gambar 1. Jumlah Sanggahan Kementerian Pekerjaan Umum 2009 - 2013 Sumber : Bidang Penyelenggaraan Sistem Jaringan dan Aplikasi, Pusat Pengolahan Data, Kementerian Pekerjaan Umum Umumnya sanggahan yang diajukan oleh penyedia barang/jasa berisi tentang ketentuan dan prosedur yang digunakan oleh panitia pengadaan berdasar pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah serta ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh panitia pengadaan dalam dokumen pengadaan barang/jasa. Sanggahan yang berisikan tentang ketentuan dan prosedur menggambarkan bahwa adanya perbedaan pandangan antara penyedia jasa selaku peserta pengadaan dan panitia pelelangan selaku tim penilai peserta pengadaan. Hal ini disebabkan karena belum adanya peraturan atau pedoman yang mengatur ketentuan dan prosedur pengadaan barang/jasa secara jelas dan rinci sehingga antara penyedia jasa dan panitia pengadaan tidak memiliki pandangan yang sama terhadap ketentuan dan prosedur pengadaan barang/jasa.
60 | K o n s t r u k s i a
Dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah sanggahan/keberatan penyedia jasa telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 khususnya pada pasal 81 tertuang bahwa peserta pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang merasa dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya dapat mengajukan sanggahan secara tertulis apabila menemukan: a. Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang diatur dalam Peraturan Presiden ini dan yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan Barang/Jasa; b. Adanya rekayasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat; dan/atau c. Adanya penyalahgunaan wewenang oleh ULP dan/atau Pejabat yang berwenang lainnya. Merujuk pada gambar 1.1 dan pada tiga point diatas terlihat bahwa kecurigaan penyedia jasa terhadap panitia pengadaan yang ”memihak” dan atau perbedaan pandangan antar penyedia jasa dan panitia pengadaan dalam proses pemilihan penyedia jasa cenderung meningkat. Di dalam metode pemilihan penyedia jasa, terdapat hal penting yang harus diperhatikan yaitu metode evaluasi penawaran. Evaluasi penawaran merupakan kegiatan panitia pengadaan dalam meneliti dan menilai semua dokumen penawaran yang disampaikan oleh penyedia jasa. Evaluasi penawaran merupakan tahapan krusial dalam proses pengadaan barang/jasa. Untuk itu adalah menjadi sangat penting bila panitia pengadaan mengerti dan memahami tentang tata cara evaluasi penawaran. Jika tata cara evaluasi penawaran tidak dipahami dengan baik maka kualitas dari
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
evaluasi itu sendiri sangat diragukan tingkat keakuratannya, hingga pada gilirannya dapat dipertanyakan tingkat keabsahannya. Kriteria yang digunakan dalam proses pemilihan konsultan merupakan kriteria yang majemuk/multi kriteria. Kriteria majemuk ini ditujukan untuk mengukur kemampuan konsultan dari berbagai sisi sesuai dengan kebutuhan proyek yang ditenderkan. Kriteria disusun berdasarkan peraturan yang berlaku tentang pemilihan konsultan. Terdapat 3 (tiga) kriteria utama yaitu pengalaman perusahaan, pendekatan dan metodologi serta kualifikasi tenaga ahli. Masing-masing kriteria utama tersebut memiliki kriteria turunan. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria yang digunakan dalam proses pemilihan konsultan merupakan kriteria yang majemuk dan berjenjang. Dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan pemenang dengan kriteria yang majemuk dan berjenjang tersebut tentunya bukan perkara mudah. Pada kondisi ini tingkat objektivitas menjadi sesuatu yang mudah dipertanyakan. Penentuan bobot dari masing-masing kriteria menjadi sesuatu yang krusial. Seringkali tanpa metode yang jelas bobot ditentukan dengan pendekatan subjektif. Upaya meminimalisir tingkat subjektivitas adalah sebuah usaha yang sudah sewajarnya dilakukan. Atas adanya fenomena-fenomena yang menggambarkan kendala-kendala tersebut serta adanya peluang Teknik pengambilan keputusan (TPK) dapat mengatasi kendalakendala yang ada, maka dirasa perlu melakukan kajian terhadap implementasi proses pemilihan penyedia jasa dilapangan. Kajian bertujuan untuk mengukur sejauh
mana keberhasilan panitia pengadaan dalam memilih penyedia jasa sesuai dengan kriteria pemilihan yang telah ditetapkan, sekaligus memberikan gambaran tingkat pemahaman panitia pengadaan terhadap peraturan yang berlaku. Disamping itu kajian ini juga diharapkan dapat membantu panitia pengadaan dalam menentukan pembobotan kriteria pemilihan konsultan karena pada saat ini tidak ada peraturan atau pedoman yang mengatur mengenai pembobotan kriteria evauasi penawaran secara jelas dan rinci. Kajian ini juga dapat membantu panitia pengadaan dalam menentukan konsultan pemenang tender sesuai dengan peraturan perundang undangan yang ada. Untuk itu penggunaan teknik pengambilan keputusan yang cocok dapat digunakan sebagai alat untuk menstrukturkan kriteria yang majemuk dan kompleks serta memudahkan panitia pengadaan dalam proses meneliti dan menilai penawaran penyedia jasa. RUANG LINGKUP PENELITIAN Pembatasan ruang lingkup pada pembahasan penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Prosedur pengadaan jasa konsultansi metode 2 (dua) sampul dengan kontrak lumpsum, tidak membahas tentang pengadaan barang/jasa dengan metode pasca kualifikasi; 2. Kriteria-kriteria evaluasi penawaran pada pembahasan ini hanya memfokuskan pada evaluasi penawaran jasa konsultansi pada kementerian Pekerjaan Umum, khususnya di Direktorat Jenderal Penataan Ruang mulai tahun 2009 s/d tahun 2013 dengan jumlah proyek sekitar 50 (lima puluh) paket kegiatan; 3. Evaluasi penawaran teknis jasa konsultansi yang ada di Direktorat 61 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Jenderal Penataan Ruang dengan peraturan perundang-undangan yang ada; 4. Pemodelan dengan 2 (dua) metode pengambilan keputusan yang dikhususkan pada evaluasi penawaran panitia pengadaan jasa konsultansi di Direktorat Jenderal Penataan Ruang; 5. Perbandingan antara metode-metode pengambilan keputusan dengan hasil evaluasi penawaran yang telah di lakukan oleh panitia pengadaan di Direktorat Jenderal Penataan Ruang. RUMUSAN MASALAH Seringnya sanggahan atau keberatan penyedia jasa terhadap panitia pengadaan menunjukkan adanya rasa ketidakpercayaan penyedia jasa karena menganggap panitia pengadaan bersikap subjektif dalam proses evaluasi teknis. Untuk mencegah dan mengurangi hal tersebut maka perlu diadakan kajian ilmiah terhadap proses evaluasi teknis, karena penentuan pemenang pelelangan ditentukan pada tahapan evaluasi teknis ini. Pada sisi lain pihak panitia pengadaan seringkali merasa kesulitan dalam melakukan penilaian dikarenakan harus mengkuantifikasikan dokumen penawaran teknis penyedia jasa yang bersifat kualitatif. bila ditarik sedikit lebih kebelakang panitia pengadaan juga merasa kesulitan melakukan pembobotan terhadap kriteriakriteria pemilihan konsultan, karena kriteria-kriteria pemilihan konsultan merupakan kriteria yang majemuk dan kompleks, sehingga pada saat melakukan pembobotan kriteria timbul tindakan subjektif panitia. Kajian ini diharapkan dapat memberikan sebuah alternatif penyelesaian permasalahan panitia
62 | K o n s t r u k s i a
pengadaan dengan menggunakan metode teknik pengambilan keputusan. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengindentifikasi prosedur dan kriteria evaluasi proses pengadaan jasa konsultansi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada; 2. Mengindentifikasi prosedur dan kriteria evaluasi proses pengadaan jasa konsultansi yang digunakan panitia pengadaan jasa konsultansi; 3. Mengevaluasi dengan membandingkan kriteria yang digunakan panitia pengadaan jasa konsultansi dengan kriteria-kriteria evaluasi penawaran pengadaan jasa konsultansi berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada dalam rangka mencari persamaan atau perbedaan antara kriteria panitia dengan kriteria peraturan dan perundang-undangan yang ada; 4. Melakukan pembobotan kriteria pemilihan konsultan dengan menggunakan metode AHP; 5. Membandingkan hasil evaluasi penawaran yang telah dilakukan oleh panitia dengan metode AHP dan TOPSIS. LANDASAN TEORI Prosedur Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah pada prinsipnya harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Beberapa ketentuan tentang prosedur pengadaan barang/jasa metode 2 (dua) sampul dengan kontrak lumpsum
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
yang diatur dalam Perpres No. 70 Tahun 2012 adalah sebagai berikut : a. Metode evaluasi kualitas, metode dua sampul yang meliputi kegiatan: 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi; 3) pemberian penjelasan (apabila diperlukan); 4) pemasukan dan evaluasi Dokumen Kualifikasi; 5) pembuktian kualifikasi; 6) penetapan hasil kualifikasi; 7) pemberitahuan/pengumuman hasil kualifikasi; 8) sanggahan kualifikasi; 9) undangan; 10) pengambilan Dokumen Pemilihan; 11) pemberian penjelasan; 12) pemasukan Dokumen Penawaran; 13) pembukaan dokumen sampul I; 14) evaluasi dokumen sampul I; 15) penetapan peringkat teknis; 16) pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis; 17) sanggahan; 18) sanggahan banding (apabila diperlukan); 19) undangan pembukaan dokumen sampul II; 20) pembukaan dan evaluasi dokumen sampul II; 21) undangan klarifikasi dan negosiasi; 22) klarifikasi dan negosiasi; 23) pembuatan Berita Acara Hasil Seleksi. b. Metode evaluasi kualitas dan biaya, metode dua sampul yang meliputi kegiatan: 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi;
3) pemberian penjelasan (apabila diperlukan); 4) pemasukan dan evaluasi Dokumen Kualifikasi; 5) pembuktian kualifikasi; 6) penetapan hasil kualifikasi; 7) pemberitahuan/pengumuman hasil kualifikasi; 8) sanggah kualifikasi; 9) undangan; 10) pengambilan Dokumen Pemilihan; 11) pemberian penjelasan; 12) pemasukan Dokumen Penawaran; 13) pembukaan dokumen sampul I; 14) evaluasi dokumen sampul I; 15) penetapan peringkat teknis; 16) pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis; 17) undangan pembukaan dokumen sampul II; 18) pembukaan dan evaluasi sampul II; 19) penetapan pemenang; 20) pemberitahuan/pengumuman pemenang; 21) sanggahan; 22) sanggahan banding (apabila diperlukan); 23) undangan klarifikasi dan negosiasi; 24) klarifikasi dan negosiasi; 25) pembuatan Berita Acara Hasil Seleksi. EVALUASI TEKNIS 1) Evaluasi teknis dilakukan terhadap peserta yang memenuhi persyaratan administrasi. 2) Unsur-unsur yang dievaluasi harus sesuai dengan yang ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan. 3) Evaluasi penawaran teknis dilakukan dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap kriteria yang dinilai dan bobot yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan, kemudian 63 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
membandingkan jumlah perolehan nilai dari para peserta, dengan ketentuan: (a) unsur-unsur pokok yang dinilai adalah: pengalaman perusahaan, pendekatan dan metodologi, serta kualifikasi tenaga ahli; (b) penilaian dilakukan sesuai pembobotan dari masing-masing unsur yang telah ditentukan dalam Dokumen Pemilihan; (c) acuan yang digunakan untuk pembobotan sebagai berikut: i. pengalaman perusahaan (10 – 20 %); ii. pendekatan dan metodologi (20 – 40 %); iii. kualifikasi tenaga ahli (50 – 70 %); iv. jumlah (100 %); v. penetapan bobot yang digunakan untuk masingmasing unsur, dalam rentang tersebut di atas didasarkan pada jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan. (d) untuk jasa studi analisis perlu diberikan penekanan kepada pengalaman perusahaan dan pendekatan metodologi, sedangkan untuk jasa supervisi dan perencanaan teknis, penekanan lebih diberikan kepada kualifikasi tenaga ahli. 4) Pengalaman Perusahaan, penilaian dilakukan atas: (a) pengalaman perusahaan peserta dalam melaksanakan pekerjaan sejenis dengan pekerjaan yang dipersyaratkan dalam KAK untuk 10 (sepuluh) tahun terakhir; (b) pengalaman kerja di lokasi kegiatan mendapat tambahan nilai;
64 | K o n s t r u k s i a
(c) pengalaman tersebut diuraikan secara jelas dengan mencantumkan informasi: nama pekerjaan yang dilaksanakan, lingkup dan data pekerjaan yang dilaksanakan secara singkat, lokasi, pemberi tugas, nilai, dan waktu pelaksanaan (menyebutkan bulan dan tahun); (d) penilaian juga dilakukan terhadap jumlah pekerjaan yang sedang dilaksanakan oleh peserta, disamping untuk mengukur pengalaman juga dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan/ kapasitas peserta yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya; (e) pengalaman perusahaan peserta dilengkapi dengan referensi/kontrak sebelumnya, yang menunjukkan kinerja perusahaan peserta yang bersangkutan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir dan dapat dibuktikan kebenarannya dengan menghubungi penerbit referensi/PPK/pemiik pekerjaan. Apabila referensi dari pengguna jasa dipersyaratkan, pengalaman perusahaan peserta yang tidak memiliki referensi, tidak diberi nilai. Sub unsur yang dinilai, antara lain: i. pengalaman melaksanakan kegiatan sejenis; ii. pengalaman melaksanakan di lokasi kegiatan; iii. pengalaman manajerial dan fasilitas utama; iv. kapasitas perusahaan dengan memperhatikan jumlah tenaga ahli tetap.
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
5) Pendekatan dan Metodologi, penilaian dilakukan atas: (a) pemahaman perusahaan peserta atas lingkup pekerjaan/jasa layanan yang diminta dalam KAK, pemahaman atas sasaran/tujuan, kualitas metodologi, dan hasil kerja, sub unsur yang dinilai antara lain: i. pemahaman atas jasa layanan yang tercantum dalam KAK, penilaian terutama meliputi: pengertian terhadap tujuan kegiatan, lingkup serta jasa konsultansi yang diperlukan (aspek-aspek utama yang diindikasikan dalam KAK), dan pengenalan lapangan; ii. kualitas metodologi, penilaian terutama meliputi: ketepatan menganalisa masalah dan langkah pemecahan yang diusulkan dengan tetap mengacu kepada persyaratan KAK, konsistensi antara metodologi dengan rencana kerja, tanggapan terhadap KAK khususnya mengenai data yang tersedia, uraian tugas, jangka waktu pelaksanaan laporan-laporan yang disyaratkan, program kerja, jadwal pekerjaan, jadwal penugasan, organisasi dan kebutuhan fasilitas penunjang; iii. hasil kerja (deliverable), penilaian meliputi antara lain: analisis, gambar-gambar kerja, spesifikasi teknis, perhitungan teknis, dan laporan-laporan. (b) peserta yang mengajukan gagasan baru yang meningkatkan kualitas keluaran yang diinginkan dalam KAK diberikan nilai lebih.
6) Kualifikasi Tenaga Ahli, penilaian dilakukan atas: (a) tenaga ahli yang diusulkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan memperhatikan jenis keahlian, persyaratan, serta jumlah tenaga yang telah diindikasikan di dalam KAK; (b) sub unsur yang dinilai pada tenaga ahli, antara lain: i. tingkat pendidikan, yaitu lulusan perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah lulus ujian negara atau yang telah diakreditasi, atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi, dibuktikan dengan salinan ijazah; ii. pengalaman kerja profesional seperti yang disyaratkan dalam KAK. Bagi tenaga ahli yang diusulkan sebagai pemimpin/wakil pemimpin pelaksana pekerjaan (team leader/co team leader) dinilai pula pengalaman sebagai pemimpin/wakil pemimpin tim; iii. sertifikat keahlian/profesi yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang mengeluarkan, sesuai dengan keahlian/profesi yang disyaratkan dalam KAK, seperti sertifikat ahli arsitek yang dikeluarkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia. Apabila sertifikat keahlian/profesi dipersyaratkan, tenaga ahli yang tidak memiliki sertifikat keahlian/profesi, tidak diberi nilai; iv. lain-lain: penguasaan bahasa Inggris, bahasa Indonesia 65 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
(bagi konsultan Asing), bahasa setempat, aspek pengenalan (familiarity) atas tata-cara, aturan, situasi, dan kondisi (custom) setempat. Personil yang menguasai/memahami aspek-aspek tersebut di atas diberikan nilai secara proporsional. (c) tingkat pendidikan tenaga ahli yang kurang dari tingkat pendidikan yang dipersyaratkan dalam KAK diberi nilai 0 (nol). (d) kualifikasi dari tenaga ahli yang melebihi dari kualifikasi yang dipersyaratkan dalam KAK tidak mendapat tambahan nilai. 7) Hasil evaluasi teknis harus melewati ambang batas nilai teknis (passing grade) yang ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan. 8) Peserta yang lulus ambang batas nilai teknis dengan peringkat terbaik akan diundang untuk menghadiri acara pembukaan Dokumen Sampul II dengan ketentuan : (a) tidak ada sanggahan dari peserta; (b) sanggahan terbukti tidak benar; atau (c) masa sanggah berakhir. 9) Apabila hanya ada 1 (satu) atau 2 (dua) peserta yang lulus evaluasi teknis, maka proses seleksi tetap dilanjutkan; dan 10) Apabila tidak ada peserta yang lulus evaluasi teknis, Seleksi dinyatakan gagal.
66 | K o n s t r u k s i a
AHP (Analytical Hierarchy Process) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1980 dalam bukunya “The analytic hierarchy process”. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat dipakai pada teknis pengambilan keputusan dengan memperhatikan itemitem persepsi, pengalaman dan intuisi. AHP mampu menggabungkan aspek-aspek penilaian pribadi ke dalam satu cara yang mampu dibuktikan secara ilmiah (logis). AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambil keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistic akurat bahkan tidak ada sama sekali (Suryadi dan Ramdhani,2002,h.131). Menurut Suryadi dan Ramdhani (2002,h.131) kelebihan AHP dibanding metode lain, diantaranya sebagai berikut.: 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria yang paling dalam. Kriteria menjadi level kedua setelah sasaran (goal), yakni pemilihan alternatif. Penentuan kriteria dilakukan berdasarkan kebijakan lembaga atau institusi yang menyelenggarakan. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. Konsistensi setiap level diperiksa, baik level kriteria (kriteria pemilihan) maupun level alternatif. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Selain itu,
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multiobjektif dan multikriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi darisetiap elemen dalam hirarki. Jadi, model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif. Menurut Suryadi dan Ramdhani (2002,h.131-132) pada dasarnya langkahlangkah dalam metode AHP , adalah sebagai berikut. 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum,kriteria/komponen yang dinilai dan alternatif-alternatif pada tingkatan yang paling bawah. Struktur hirarki yang dimaksud dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Struktur Hirarki dalam AHP 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan dan kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan “judgement” dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibanding elemen lainnya. Matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada gambar 3
Gambar 3. Matriks Perbandingan Berpasangan 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n × [ (n-1) /2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Apabila terdapat 5 kriteria yang diperbandingkan maka kita harus melakukan judgement perbandingan berpasangan sebanyak 10 kali. 6. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulang. 7. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 8. Menghitung vector eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.Nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintensis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 9. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilai lebih dari 10 persen maka penilaian data judgement harus diperbaiki. Menurut Suryadi dan Ramdhani (2002,h.132-133) secara naluri, manusiadapat mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu Saaty (1980) menetapkan skala kuantitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan 67 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
suatu elemen terhadap elemen lain. Skala kuantitatif menurut Saaty dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Skala Kuantitatif TOPSIS (Technique For Others Reference by Similarity to Ideal Solution) Permasalahan pengambilan keputusan merupakan proses pencarian opsi terbaik dari seluruh alternative fisibel. Multiple criteria decision making merupakan bagian dari problem pengambilan keputusan yang relatif kompleks, yang mengikutsertakan beberapa orang pengambil keputusan, dengan sejumlah kriteria yang beragam yang harus dipertimbangkan, dan masingmasing kriteria itu memiliki nilai bobot tertentu, dengan tujuan untuk mendapatkan solusi optimal atas suatu permasalahan. Salah satu metode yang digunakan untuk menangani permasalahan ini, adalah Technique for Order Performance by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Metode TOPSIS dikembangkan oleh Hwang and Yoon (1981), prinsip dasarnya adalah alternatif yang dipilih harus memiliki jarak terpendek dari positif solusi ideal (PIS) dan jarak terjauh dari negatif solusi ideal (NIS). Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat 68 | K o n s t r u k s i a
dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi negatif-ideal terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut. TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif. Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai. Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan. Berikut adalah metode TOPSIS: 1.
langkah-langkah
dari
TOPSIS dimulai dengan membangun sebuah matriks keputusan. Matriks keputusan X mengacu terhadap m alternatif yang akan dievaluasi berdasarkan n kriteria. Matriks keputusan X dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Matix Keputusan X dimana a i ( i = 1, 2, 3, . . . , m ) adalah alternatif-alternatif yang mungkin, x j (
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
j = 1, 2, 3, . , n) adalah atribut dimana performansi alternatif diukur, x ij adalah performansi alternatif a i dengan acuan atribut x j .
, dengan i = (1,2,3, . . . , m)
={ 2.
Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi. Persamaan yang digunakan untuk mentransformasikan setiap elemen x ij adalah
dengan i = 1, 2, 3, . . . , m; dan j = 1, 2, 3, . . . , n; dimana rij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai R, xij adalah elemen dari matriks keputusan X. 3.
Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot. Dengan bobot wj = (w1 , w2 , w3 , . . . , w n ), dimana wj adalah bobot dari kriteria ke-j dan ∑_(j=1)^n▒ w_j =1, maka normalisasi bobot matriks V adalah v_ij= w_(j ) r_ij dengan i = 1, 2, 3, . . . , m; dan j = 1, 2, 3, . . . , n. Dimana vij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai terbobot V, wj adalah bobot dari kriteria ke j, rij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai R. Menentukan matriks solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Solusi ideal positif dinotasikan A+ , sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan A-. Berikut ini adalah persamaan dari A+ dan A- :
, dengan i = (1,2,3, . . . , m}
={
}
}
J = { j = 1, 2, 3, . . . , n dan J merupakan himpunan kriteria keuntungan (benefit criteria)}. J’ = { j = 1, 2, 3, . . . , n dan J’ merupakan himpunan kriteria biaya (cost criteria)}. dimana vij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai terbobot V, ( j =1, 2, 3, . . . , n ) adalah elemen matriks solusi ideal positif, ( j =1, 2, 3, . . . , n ) adalah elemen matriks solusi ideal negatif. 5.
Menghitung separasi. a. S+ adalah jarak alternatif dari solusi ideal positif didefinisikan sebagai: , dengan i = 1, 2, 3, . . . , m S- adalah jarak alternatif dari solusi ideal negatif didefinisikan sebagai: , dengan i = 1, 2, 3, . . . , m Dimana adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal positif, adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal negatif, adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisai terbobot V, adalah elemen matriks solusi ideal positif, adalah elemen matriks solusi ideal negatif.
69 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
6.
Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif. Kedekatan relatif dari setiap alternatif terhadap solusi ideal positif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
dengan i = 1, 2, 3, . . . , m dimana adalah kedekatan relatif dari alternatif ke-i terhadap solusi ideal positif, adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal positif, adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal negatif. 7. Merangking Alternatif. Alternatif diurutkan dari nilai C+ terbesar ke nilai terkecil. Alternatif dengan nilai C+ terbesar merupakan solusi yang terbaik. HASIL ANALISA Perbandingan Kriteria Evaluasi Teknis Kriteria-kriteria evaluasi teknis yang telah dilakukan oleh panitia pengadaan dalam proses tender pada tahun 2009 s/d 2013 disandingkan dengan faktor penilaian menurut Permen PU No. 07/PRT/M/2011 seperti yang terlihat pada tabel 1. Merujuk pada tabel 1. hampir setiap tahun terdapat perbedaan faktor-faktor penilaian dalam meneliti dokumen pengadaan penyedia jasa. Perbedaan ini menggambarkan bahwa setiap tahun pandangan panitia pengadaan terhadap peraturan perundangan yang mengatur tentang tata cara evaluasi teknis selalu berubah, katakanlah kriteria evaluasi untuk “fasilitas pendukung” kriteria tersebut digunakan oleh panitia pengadaan dalam
70 | K o n s t r u k s i a
rentang waktu 2009 s/d 2012 kriteria tersebut digunakan sebagai salah satu kriteria untuk mengukur kemampuan penyedia jasa karena kriteria tersebut diatur dalam peraturan akan tetapi pada tahun 2013 kriteria tersebut tidak lagi digunakan dalam mengukur kemampuan penyedia jasa. Hal ini disebabkan karena belum adanya peraturan atau pedoman yang mengatur ketentuan dan prosedur pengadaan barang/jasa secara jelas dan rinci sehingga antar panitia pengadaan atau bahkan sesama panitia pengadaan memiliki pandangan yang sama terhadap peraturan perundangan yang berlaku. Menjadi sangat penting untuk diperhatikan bahwa pedoman evaluasi dokumen penawaran jasa konsultansi yang tertuang dalam Peraturan Menteri PU No. 07/PRT/M/2011 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi merupakan produk peraturan yang untuk seluas-luasnya di ketahui oleh penyedia jasa pada umumnya dan jasa konsultansi pada khususnya, hal tersebut menjadi dasar para penyedia jasa untuk melakukan penawaran. Terhadap faktor-faktor tersebut, dilakukan penilaian penyedia jasa tentang Pengalaman perusahaan, kualitas dan metodologi serta kualifikasi tenaga ahli yang ditawarkan oleh penyedia jasa. Ketiga kriteria tersebut beserta turunannya akan dikuantifikasikan oleh panitia pengadaan berdasarkan penilaian objektif panitia pengadaan, selanjutnya penilaian-penilaian tersebut akan dibobotkan sesuai dengan bobot masing-masing faktor, setelah itu seluruh faktor akan dijumlahkan untuk
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
mendapat nilai akhir dari masing-masing penyedia jasa. Tabel 1. Perbandingan Kriteria Kriteria, Sub Kriteria dan Sub-sub Keriteria PENGALAMAN PERUSAHAAN Pengalaman Pekerjaan Sejenis Pengalaman di Lokasi Yang Sama Pengalaman Manajerial Jumlah pekerjaan/tahun selama 10 tahun Ketersediaan fasilitas utama
Peraturan
2009
2010
2011
2012
2013
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √ √
Jumlah pengalaman sebagai Lead Firm Nilai Kontrak Tertinggi √
√
√
√
√
√
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
√
√
√
√
√
√
Pemahaman Pekerjaan Pemahaman tujuan Pemahaman lingkup Pemahaman Keluaran
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√
Deskripsi lapangan Kualitas Metodologi
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√
Uraian dan Proses Pekerjaan Uraian sub-stansi pelapor-an
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
Data & Analisis vs rencana kerja
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √ √
Kapasitas Penyedia Jasa
Metodologi vs penugasan TA Apresiasi Terhadap Inovasi Kebutuhan Fasilitas Penunjang Inovasi
√
√
√
√
√
Hasil kerja Fasilitas pendukung
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√
KUALIFIKASI TENAGA AHLI
√ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
Kesesuaian Pendidikan Pengalaman Profesional Profesi/Keahlian Pengalaman Profesional Sejenis Pengetahuan Bahasa
√
Perbandingan Pembobotan Kriteria Terdapat perbedaan yang mendasar pada pembobotan kriteria evaluasi teknis panitia pengadaan dan penyedia jasa yaitu pada 3 (tiga) kriteria utama Pengalaman perusahaan, pendekatan dan metodologi serta kualifikasi tenaga ahli. Pada panitia pengadaan pembobotan pengalaman perusahaan sebesar 32,1%, sedangkan pada penyedia jasa sebesar 50,1%, dan pendekatan metodologi sebesar 31,3% pada panitia pengadaan sedangkan pada penyedia jasa sebesar 26,5%, serta perbedaan otomatis terjadi pada kriteria kualifikasi tenaga ahli yaitu pada panitia sebesar 36,7% sedangkan pada penyedia jasa sebesar 23,3%. Pembobotan kriteria evaluasi teknis pada panitia dan penyedia jasa tergambar bahwa panitia pengadaan
hampir memandang ketiga kriteria utama (Pengalaman perusahaan, pendekatan dan metodologi serta kualifikasi tenaga ahli) dengan bobot yang seimbang yang berturut diberikan pembobotan sebesar (32,1%, 31,3%, 36,7%), hal ini berbeda dengan penyedia jasa yang memandang bahwa pengalaman perusahaan lebih prioritas dibandingkan dengan kedua kriteria utama lainnya yaitu pendekatan dan metodologi serta kualifikasi tenaga ahli, penyedia jasa memberikan pembobotan pada tiga kriteria utama (Pengalaman perusahaan, pendekatan dan metodologi serta kualifikasi tenaga ahli) dengan bobot yang berturut sebesar (50,1%, 26,5%, 23,3%). Pembobotan pada tiga kriteria utama teralah diatur oleh peraturan maupun pedoman pelaksanaan evaluasi teknis, yaitu dalam rentang 10% – 20% untuk pengalaman perusahaan, 20% – 40% untuk pendekatan dan metodolodi serta 50% – 70% untuk kualifikasi tenaga ahli. Akan tetapi hasil analisis pembobotan panitia pengadaan dan penyedia jasa berkata lain, katakan saja untuk pengalaman perusahaan yang diberikan rentang sebesar 10%-20%, akan tetapi hasil analisis pembobotan panitia pengadaan memberikan pembobotan sebesar 32,1% sedangkan penyedia jasa memberikan pembobotan sebesar 50,1%, kedua hasil ini tidak sependapat dengan peraturan maupun pedoman evaluasi teknis, hasil ini menunjukkan bahwa seharusnya pedoman memberikan rentang pembobotan yang lebih besar pada pengalaman perusahaan. Disisi lain pada kualifikasi tenaga ahli peraturan dan pedoman evaluasi teknis memberikan rentang sebesar 50%-70%, akan tetapi hasil analisis pembobotan panitia pengadaan dan penyedia jasa memberikan pembobotan sebesar 36,7%
71 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
untuk panitia pengadaan dan 23,3% untuk penyedia jasa, kedua hasil ini juga menunjukkan perbedaan pandangan antara peraturan dan pelaku jasa konsultansi dilapangan yang berpendapat bahwa peraturan dan pedoman evaluasi teknis memberikan pembobotan yang terlalu besar seharusnya kualifikasi tenaga ahli diberikan pembobotan yang lebih kecil. Tabel 2. Kriteria
Perbandingan
Pembobotan
dan penyedia jasa berturut-turut yaitu sebesar 31,3% dan 26,5%, hal ini menunjukkan sependapatnya panitia pengadaan dan penyedia jasa dengan peraturan dan pedoman evaluasi teknis pada pendekatan dan metodologi yang diberi rentang sebesar 20%-40%. Seperti yang terlihat pada tabel 2. HASIL ANALISIS PERINGKAT TEKNIS DENGAN METODE AHP-TOPSIS VERSI PANITIA PENGADAAN
Berdasarkan analisis peringkat teknis yang dilakukan dengan metode AHP-TOPSIS bahwa telah terjadi perbedaan peringkat antara perhitungan metode AHP-TOPSIS dengan fakta perhitungan panitia dilapangan.
Disamping dua perbedaan pandangan pada pembobotan dua kriteria utama (Pengalaman perusahaan dan kualifikasi tenaga ahli) yang telah digambarkan diatas, terdapat satu kriteria utama (pendekatan dan metodologi) yang antara peraturan dan pedoman serta panitia pengadaan dan penyedia jasa berpandangan sama yaitu rentang pembobotan yang diberikan pada pedoman dan peraturan evaluasi teknis pada pendekatan dan metodologi sebesar 20%–40%, hal ini sesuai dengan hasil analisis pembobotan panitia pengadaan
72 | K o n s t r u k s i a
Pada tahun 2009 terjadi 18,33% perubahan peringkat
Pada tahun 2010 terjadi 36,36% perubahan peringkat
Pada tahun 2011 terjadi 10,81% perubahan peringkat
Pada tahun 2012 terjadi 37,18% perubahan peringkat
Pada tahun 2013 perubahan peringkat
terjadi
8,16%
* Prosentase diatas dihitung berdasarkan perubahan peringkat metode AHP-TOPSIS versi panitia pengadaan terhadap fakta lapangan dibagi dengan jumlah penyedia jasa yang diteliti.
Bila dirata-rata maka perubahan peringkat selama 5 (lima) tahun terakhir sebesar
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
22,17%. Detail perubahan peringkat dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 dibawah ini:
Pada tahun 2013 perubahan peringkat
Tabel 3. Perubahan Per Tahun Anggaran Versi Panitia Pengadaan
* Prosentase diatas dihitung berdasarkan perubahan peringkat metode AHP-TOPSIS versi panitia pengadaan terhadap fakta lapangan dibagi dengan jumlah penyedia jasa yang diteliti.
Tabel 4. Perubahan Per Peringkat Per Tahun Anggaran Versi Panitia Pengadaan
terjadi
26,53%
Bila dirata-rata maka perubahan peringkat selama 5 (lima) tahun terakhir sebesar 36,39%. Detail perubahan peringkat dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6 dibawah ini: Tabel 5. Perubahan Per Tahun Anggaran Versi Penyedia Jasa
Hasil Analisis Peringkat Teknis Dengan Metode Ahp-Topsis Versi Penyedia Jasa
Tabel 6. Perubahan Per Peringkat Per Tahun Anggaran Versi Panitia Pengadaan
Berdasarkan analisis peringkat teknis yang dilakukan dengan metode TOPSIS bahwa perubahan atau perbedaan peringkat antara perhitungan metode AHP-TOPSIS dengan fakta perhitungan panitia dilapangan juga terjadi pada versi penyedia jasa, berikut adalah prosentase perubahan peringkat yang terjadi : Pada tahun 2009 perubahan peringkat
terjadi
45,00%
Pada tahun 2010 perubahan peringkat
terjadi
43,18%
Pada tahun 2011 perubahan peringkat
terjadi
10,81%
Pada tahun 2012 perubahan peringkat
terjadi
56,41%
73 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
KESIMPULAN Penelitian ini menggambarkan bahwa adanya perbedaan yang mendasar antara peraturan perundangan yang ada dengan fakta lapangan yang terjadi sehingga menimbulkan hasil yang bias yang dapat diragukan tingkat keabsahannya, hal ini menjadi sangat mudah terjadi apabila tidak ada peraturan ataupun pedoman yang mengatur secara rinci dan jelas tentang sesuatu yang teknis pada umumnya dan pada evaluasi teknis pada khususnya. Perbedaan-perbedaan mendasar tersebut antara lain : 1. Perbedaan kriteria; Bila kita sandingkan antara fakta lapangan dengan peraturan perundangan yang ada seperti yang terlihat pada Tabel 1. Perbandingan Kriteria dengan Faktor Penilaian Menurut Permen PU No. 07/PRT/M/2011, perbedaan tersebut lebih kepada penambahan kriteria minimal sebagaimana yang telah diatur oleh Permen PU No. 07/PRT/M/2011. Pada dasarnya penambahan kriteria sah-sah saja akan tetapi hal ini dapat menjadi pertanyaan terutama penyedia jasa jika penambahan kriteria tersebut berubah-ubah setiap tahunnya. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu panitia pengadaan dalam menentukan kriteria sekaligus membantu penyedia jasa agar dapat menilai perusahaan mereka sendiri sebelum menentukan paket kegiatan yang diminati. 2. Perbedaan Pembobotan; Pembobotan kriteria evaluasi teknis menjadi suatu hal yang tidak kalah penting dibandingkan dengan kriteria 74 | K o n s t r u k s i a
evaluasi teknis itu sendiri, seperti halnya kriteria evaluasi teknis perbedaan pembobotan ini terjadi pula dikarenakan tidak detailnya peraturan perundangan yang mengatur tentang pemilihan konsultan terlebih pada evaluasi teknis. Menjadi sangat penting apabila terdapat penelitian tentang pembobotan kriteria evaluasi teknis karena hal ini dapat menjadi masukan kepada seluruh stakeholder yang ada dalam lingkungan jasa konsultansi, baik itu panitia pengadaan, penyedia jasa maupun pemerintah sebagai bahan masukan dalam menyempurnakan peraturan maupun pedoman tentang pemilihan konsultan yang berlaku saat ini. Sebagai turunan dari kedua perbedaan mendasar diatas, yaitu perbedaan kriteria dan perbedaan pembobotan lahirlah perbedaan peringkat teknis. Selama ini panitia pengadaan dalam meneliti dokumen penawaran penyedia jasa tidak menggunakan metode yang ilmiah yang telah teruji tingkat ke-validannya dan telah diakui didunia akademisi, oleh sebab itu setelah diuji dengan metode teknik pengambilan keputusan peringkat teknis yang telah digunakan panitia pengadaan menjadi berubah. Hal ini perlu menjadi perhatian, mengingat setiap tahunnya panitia pengadaan memilih penyedia jasa pemenang berdasarkan hasil penelitian mereka terhadap dokumen penawaran penyedia jasa, disamping itu metode ilmiah dapat juga mengurangi tindakan subjektif panitia pengadaan yang dikarenakan oleh tidak adanya peraturan yang mengatur pembobotan evaluasi teknis yang jelas. Maka dari itu penelitian ini diharapkan dapat membantu panitia pengadaan dalam
KAJIAN DAN EVALUASI PEMILIHAN KONSULTAN DI LINGKUNGAN PENATAAN RUANG (Mutholib - Andreas)
menentukan konsultan yang tepat dan berkompeten sesuai dengan harapan pengguna jasa.
implementasi konsep pengambilan keputusan”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
PUSTAKA 1. Hwang, C. L., & Yoon, K. (1981). Multiple attribute decision making: Methods and applications. New York: SpringerVerlag. 2. Kementerian Pekerjaan Umum (2011), Peraturan Menteri PU No. 07/ PRT /M/ 2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, Jakarta. 3. Kementerian Pekerjaan Umum (2011), Peraturan Menteri PU No: 13/SE/M/2011 tentang Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/ Jasa Pemerintah Secara Elektronik (eProcurement), Jakarta. 4. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (2012), Peraturan Kepala LKPP No. 14 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jakarta. 5. Pemerintah Repubik Indonesia (2010), Peraturan Presiden No. 54 Tentang Pengadaan barang/jasa pemerintah, Jakarta. 6. Pemerintah Republik Indonesia (2012), Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jakarta. 7. Saaty, Thomas. L, (1980), “The analytic hierarchy process”, McGraw-Hill, New York. 8. Suryadi, K dan Ramdhani, M.A, (2002), “Sistem Pendukung Keputusan : Suatu wacana struktur idealisasi dan 75 | K o n s t r u k s i a
PENGARUH VARIASI PANJANG SAMBUNGAN LAS TERHADAP KAPASITAS KUAT TARIK (Abdul - Adi)
PENGARUH VARIASI PANJANG SAMBUNGAN LAS TERHADAP KAPASITAS KUAT TARIK BAJA TULANGAN Abdul Rokhman Dosen Jurusan Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknik – PLN email :
[email protected] Adi Supriatna Jurusan Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknik - PLN
ABSTRAK : Pada proses suatu konstruksi bangunan sering menggunakan adanya sambungan tulangan baja terutama untuk struktur dari beton bertulang. Sambungan yang sudah umum dilakukan yaitu dengan memakai sambungan lewatan dengan mengikuti aturan panjang lewatan sebesar 14D dari tulangan yang dipakai. Dengan pemasangan sambungan seperti ini berakibat akan terjadi pemborosan tulangan yang dipakai sebagai akibat adanya panjang lewatan tersebut. Alternatif sambungan yang dipakai yaitu dengan pengelasan antara tulangan baja yang disambung. Penelitian ini menggunakan tiga buah model untuk setiap sampel panjang pengelasan. Variasi panjang pengelasan yang digunakan masing masing bernilai 6 cm, 8 cm,, 10 cm, 12 cm, 16 cm, 20 cm dan tulangan referensi dengan tanpa sambungan. Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan beban statis terpusat pada tengah bentang dengan memberikan kekangan pada kedua ujung tumpuannya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hampir semua benda uji menunjukkan daerah leleh terjadi pada daerah tulangan utuhnya bukan pada sambungan las namun ada satu benda uji yaitu pada panjang pengelasan 6 cm mengalami kegagalan pada sambungan lasnya. Kata kunci : Sambungan Las, Kapasitas Tarik Baja Tulangan
ABSTRACT: In the construction process of a building often use the presence of steel reinforcement connection especially for reinforced concrete structures . The connection is already commonly done is by using the connection throughput by following the rules of long passes 14D of reinforcement used . With this kind of connection would result in wastage of reinforcement is used happens as a result of the lap splices . Alternative connections are used by welding between steel reinforcement to be joined.This study uses three models for each sample length welding . Variations in length are used welding each worth 6 cm , 8 cm , 10 cm , 12 cm , 16 cm , 20 cm and reinforcement without reference to the connection . Tests were performed using a static load concentrated at midspan to provide restraints on both ends of the pedestal . The results show that almost all the area of the test specimen showed melting occurs in areas not on the reinforcement intact but there is a weld test specimen is at 6 cm length of weld failure on welding connection . Keywords: Weld connection, tension strength of rebar
LATAR BELAKANG Pada proses suatu konstruksi bangunan sering digunakan sambungan tulangan baja terutama untuk struktur yang terbuat dari beton bertulang. Elemen struktur yang
sering dijumpai adanya sambungan tulangan di daerah tengah bentang misalnya pada elemen struktur kolom, dan dinding geser. Sambungan yang sudah umum dilakukan yaitu dengan memakai 77 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
sambungan lewatan dengan mengikuti aturan panjang lewatan sebesar 14D dari tulangan yang dipakai. Dengan pemasangan sambungan seperti ini berakibat akan terjadi pemborosan tulangan yang dipakai sebagai akibat adanya panjang lewatan tersebut. Alternatif sambungan yang dipakai yaitu dengan pengelasan antara tulangan baja yang disambung. Pengelasan dilakukan dengan memberikan alat sambung tulangan dengan panjang tertentu dan diameter yang sama dengan tulangan yang disambung dengan memanfaatkan sisa dari pemotongan tulangan yang ada sehingga dapat mengurangi waste tulangan. TINJAUAN PUSTAKA Panjang Penyaluran Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 3.36, yang dimaksud dengan panjang penyaluran adalah panjang tulangan tertanam yang diperlukan untuk mengembangkan kuat rencana tulangan pada suatu penampang kritis. SNI 03-2847-2002 Pasal 14.2.1 menyatakan panjang penyaluran ld, dinyatakan dalam diameter db untuk batang ulir dan kawat ulir dalam kondisi tarik, harus ditentukan sesuai Tabel 1 atau Persamaan 2.1, tetapi ld tidak boleh kurang dari 300 mm. Untuk batang ulir atau kawat ulir, l_d/d_b harus diambil: ………………. (2.1) Dengan nilai
tidak boleh lebih besar
dari 2,5. ……………… (2.2)
78 | K o n s t r u k s i a
Tabel 1 Panjang penyaluran batang ulir ulir (SNI 03-2847-2002 Pasal 14.2.2 ) Batang D-19 dan lebih kecil atau kawat ulir
Batang D-22 atau lebih besar
Spasi bersih batangbatang yang disalurkan atau disambung tidak kurang dari db, selimut beton bersih tidak kurang dari db, dan sengkang atau sengkang ikat yang dipasang melingkupi ld tidak kurang dari persyaratan minimum sesuai peraturan atau spasi bersih batangbatang yang disalurkan atau disambung tidak kurang dari 2db dan selimut beton bersih tidak kurang dari db. Kasus-kasus lain
Sambungan Lewatan Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 14.15.1, panjang minimum sambungan lewatan tulangan tarik diambil berdasarkan persyaratan kelas yang sesuai tetapi tidak kurang dari 300 mm. Ketentuan masingmasing kelas sambungan tersebut adalah : Sambungan Kelas A ……………….. 1,0 ld Sambungan Kelas B ……………….. 1,3 ld ld adalah panjang penyaluran tarik untuk kuat leleh fy. Thompson et.al. (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh sambungan lewatan tulangan tarik dengan tipe tulangan berkepala pada ujungnya (headed reinforcement) yang diterapkan pada balok. Penelitian ini memfokuskan pengaruh variasi pada ukuran / bentuk kepala tulangan, panjang lewatan, jarak (spasi Sb) antar tulangan, konfigurasi lewatan tulangan dan tipe pengekangan pada daerah sambungan.
PENGARUH VARIASI PANJANG SAMBUNGAN LAS TERHADAP KAPASITAS KUAT TARIK (Abdul - Adi)
Gambar 1 Konfigurasi sambungan lewatan (Thompson et.al. 2003) Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar nilai panjang lewatan yang digunakan akan memperbesar kapasitas momen lentur yang terjadi. Semakin kecil spasi tulangan yang terpasang akan menurunkan kapasitas dari sambungan. Bentuk dan ukuran kepala tulangan tidak mempengaruhi mekanisme transfer tegangan (Gambar 1).
Sambungan Las Salmon G dan Jhonson E., (1994) Proses Pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi. Empat jenis las yang umum adalah las tumpul, sudut, baji ( slot ), dan pasak ( plug ). Setiap jenis las memiliki keuntungan tersendiri yang menentukan jangkauan pemakaiannya. Secara kasar, persentase pemakaian keempat jenis tersebut untuk kontruksi las adalah sebagai berikut : Las Tumpul 15 %, Las Sudut 80 %, dan sisanya terdiri dari las baji, las pasak dan las khusus lainnya. Kemungkinan pengelasan baja beton tergantung dari komposisi kimia baja. Dalam hal ini unsur karbon memainkan peranan penting tetapi tidak menentukan sifat-sifat mekanis baja. Bila kadar karbon menanjak, maka kuat tarik menurun tetapi kegetasan baja akan naik pula. Selain unsur
karbon (C) unsur-unsur yang lain juga mempengaruhi perubahan struktur. Unsurunsur ini adalah : Mangan (Mn), Nikel (Ni), Molibden (Mo), Vanadium (V), Tembaga (Cu), dan Khrom (Cr). Menurut Welding Handbook, Proses Pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga akan yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi. Beberapa proses pengelasan dipakai khusus untuk logam dan dipengaruhi oleh ketebalan. Macam-macam proses pengelasan adalah sebagai berikut: Bidang Las Efektif Luas Bidang Efektif Las Tumpul atau Sudut sama dengan hasil kali tebal efektif tedan panjang las. Dimensi tebal efektif las sudut adalah jarak nominal terpendek dari titik siku ke muka las. Dengan menganggap las sudut memiliki panjang kaki nominal yang sama dengan a, tebal efektif te. adalah 0,707 a. Pembatasan pada ukuran dan panjang las sudut maksimum dan minimum berhubungan dengan pertimbangan perencanaan praktis. Syarat tersebut berkaitan dengan ukuran las yang sesungguhnya dibuat. Namun bila kita meninjau kekuatan, ukuran las tentunya tidak boleh direncanakan dengan tegangan yang lebih besar dari tegangan ijin bahan dasar didekatnya. METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian 1. Baja Tulangan yang digunakan terdiri dari baja berdiameter 10 mm polos. 2. Sambungan yang digunakan dengan diameter tulangan yang sama dengan tulangan yang disambung. 3. Metode pengelasan dengan menggunakan las listrik. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan meliputi pengadaan bahan dan persiapan peralatan yang akan digunakan untuk pembuatan benda uji. 2. Pemotongan benda uji untuk sambungan yang akan di las antara lain untuk 79 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
panjang sambungan 6 cm, 10 cm, 12 cm, 16 cm, 20 cm. 3. Pengujian tarik baja dengan pengujian tarik baja dilakukan untuk mengetahui secara pasti kuat tarik baja yang akan dipakai sebagai tulangan. 4. Pengelasan benda uji sesuai dengan variasi panjang yang telah ditentukan.
pengamatan terlihat benda uji putus di daerah tengah panjang benda uji seperti yang ditunjukkan gambar 3.
Gambar 3 Hasil pengujian tarik benda uji tanpa sambungan
Gambar 2. Benda uji dengan variasi panjang pengelasan
HASIL PENELITIAN Hasil Pengujian Benda Uji Dari hasil pengujian didapatkan bahwa bendaa uji tulanganbaja yang dipakai mempunyai tegangan leleh adalah seperti yang tercantum dalam tabel 2. Tabel 2 Hasil pengujian kuat tarik baja tulangan (benda uji tanpa sambungan) P leleh
P putus
(N)
(N)
1
29000
44000
2
28000
3
29000
Benda uji
Tegangan Leleh
Tegangan Putus
(MPa)
(MPa)
78,5
369,4
560,5
42000
78,5
356,7
535,0
43000
78,5
369,4
547,8
365,1
547,8
Nilai rata-rata
A (mm2)
Hasil pengujian tarik tulangan utuh tanpa sambungan, maka didapatkan tegangan leleh rata-rata 365,1 MPa dan tegangan putus rata-rata 547,8 MPa. Dari
80 | K o n s t r u k s i a
Pada pengujian benda uji yang divariasikan sambungan, untuk panjang variasi 6 mm dari ketiga benda uji menunjukkan tegangan leleh terjadi pada nilai 369 MPa, sedangkan tegangan putusnya untuk dua benda uji terjadi pada nilai 535 MPa, dan satu benda uji memiliki tegangan putus sebesar 471 MPa. Adanya perbedaan tegangan putus ini dikarenakan oleh terjadi kegagalan atau terlepasnya lasan pada sambungan. Peristiwa ini terjadi dikarenakan kekuatan las dengan panjang sambungan sebesar 6 mm sudah mendekati kekuatan kuat putus baja tulangannya. Sedang untuk dua benda uji lainnya terjadi putus pada bahan dasarnya artinya kekuatan sambungan las lebih besar dari kuat bahan dasarnya. Tabel 3 Hasil pengujian kuat tarik baja tulangan (variasi sambungan 6 cm) P leleh
P putus
(N)
(N)
1
29000
42000
2
29000
3
29000
Benda uji
Tegangan Leleh
Tegangan Putus
(MPa)
(MPa)
78,5
369
535
42000
78,5
369
535
37000
78,5
369
471 *)
369
535
Rata-rata
A (mm2)
*) Benda uji ke tiga mengalami putus pada sambungan las.
PENGARUH VARIASI PANJANG SAMBUNGAN LAS TERHADAP KAPASITAS KUAT TARIK (Abdul - Adi)
Gambar 4 Hasil pengujian tarik benda uji variasi sambungan 6 cm Pada pengujian benda uji variasi panjang sambungan 8 cm, dari hasil pengujian pengujian menunjukkan tegangan leleh rata-rata terjadi pada 365 MPa dan tegangan putus rata-rata terjadi pada nilai 535 MPa. Pada pengujian ini semua benda uji putus pada material dasar, karena kekuatan las dengan panjang sambungan 8 cm mempunyai kekuatan yang lebih besar dengan kuat putus bahan dasarnya. Tabel 4 Hasil pengujian kuat tarik baja tulangan (variasi panjang sambungan 8 cm) P leleh
P putus
(N)
(N)
1
29000
42000
2
28000
3
29000
Benda uji
Tegangan Leleh
Tegangan Putus
(MPa)
(MPa)
78,5
369
535
42000
78,5
357
535
42000
78,5
369
535
365
535
Rata-rata
A (mm2)
pengujian tegangan leleh rata-rata terjadi pada nilai 365 MPa dengan tegangan putus rata-rata 539,3 MPa. Pada pengujian ini, semua benda uji putus pada material dasar, hal ini dikarenakan kekuatan sambungan dengan panjang pengelasan sebesar 10 cm sudah melebihi dari kekuatan putus dari bahan dasarnya. Dari gambar 6 terlihat bahwa dua dari tiga benda uji mengalami putus pada bahan dasar di daerah tepi sambungan lasnya. Hal ini disebabkan karena adanya konsentrasi tegangan yang sangat besar terjadi di daerah tepi sambungan las tersebut. Tabel 5 Hasil pengujian kuat tarik baja tulangan (variasi sambungan 10 cm) P leleh
P putus
(N)
(N)
1
28000
43000
2
29000
3
29000
Benda uji
Tegangan Leleh
Tegangan Putus
(MPa)
(MPa)
78,5
357
548
42000
78,5
369
535
42000
78,5
369
535
365
539,3
Rata-rata
A (mm2)
Gambar 6 Hasil pengujian tarik benda uji variasi sambungan 10 cm
Gambar 5 Hasil pengujian tarik benda uji variasi sambungan 8 cm Pada pengujian benda uji dengan variasi panjang pengelasan 10 cm, dari hasil
Pada pengujian benda uji dengan variasi panjang pengelasan 12 cm, dari hasil pengujian tegangan leleh rata-rata terjadi pada nilai 369 MPa dengan tegangan putus rata-rata 535 MPa. Pada pengujian ini, semua benda uji putus pada material dasar, hal ini dikarenakan kekuatan sambungan dengan panjang pengelasan sebesar 12 cm 81 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
sudah melebihi dari kekuatan putus dari bahan dasarnya. Tabel 6 Hasil pengujian kuat tarik baja tulangan (variasi panjang sambungan 12 cm) Benda uji
P leleh
P putus
A (mm2)
Tegangan Leleh
Tegangan Putus
(MPa)
(MPa)
(N)
(N)
1
29000
42000
78,5
369
535
2
29000
42000
78,5
369
535
3
29000
42000
78,5
369
535
369
535
Rata-rata
Tabel 7 Hasil pengujian kuat tarik baja tulangan (variasi panjang sambungan 16 cm) P leleh
P putus
(N)
(N)
1
29000
42000
2
29000
3
29000
Benda uji
Tegangan Leleh
Tegangan Putus
(MPa)
(MPa)
78,5
369
535
41000
78,5
369
522
41000
78,5
369
522
369
526,3
Rata-rata
A (mm2)
Gambar 8 Hasil pengujian tarik baja benda uji variasi panjang sambungan 16 cm
Gambar 7 Hasil pengujian tarik benda uji variasi sambungan 12 cm
Pada pengujian benda uji dengan variasi panjang pengelasan 16 cm, dari hasil pengujian tegangan leleh rata-rata terjadi pada nilai 369 MPa dengan tegangan putus rata-rata 526,3 MPa. Pada pengujian ini, semua benda uji putus pada material dasar, hal ini dikarenakan kekuatan sambungan dengan panjang pengelasan sebesar 16 cm sudah melebihi dari kekuatan putus dari bahan dasarnya.
82 | K o n s t r u k s i a
Pada pengujian benda uji dengan variasi panjang pengelasan 20 cm, dari hasil pengujian tegangan leleh rata-rata terjadi pada nilai 369,3 MPa dengan tegangan putus rata-rata 539,3 MPa. Pada pengujian ini, semua benda uji putus pada material dasar, hal ini dikarenakan kekuatan sambungan dengan panjang pengelasan sebesar 20 mm sudah melebihi dari kekuatan putus dari bahan dasarnya. Dari gambar 9 terlihat bahwa semua mengalami putus pada bahan dasar dengan posisi putus jauh tepi sambungan lasnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh kekuatan sambungan las yang besar sehingga konsentrasi tegangan berada jauh dari titik sambuungan.
PENGARUH VARIASI PANJANG SAMBUNGAN LAS TERHADAP KAPASITAS KUAT TARIK (Abdul - Adi)
Tabel 8 Hasil pengujian kuat tarik baja tulangan (variasi panjang sambungan 20 cm) Benda uji
P leleh
P putus
A (mm2)
Tegangan Leleh
Tegangan Putus
(MPa)
(MPa)
(N)
(N)
1
30000
43000
78,5
382
535
2
29000
42000
78,5
369
548
3
28000
43000
78,5
357
535
369,3
539,3
2.
3.
4.
Rata-rata
5.
6.
Gambar 9 Hasil pengujian tarik benda uji variasi sambungan 20 cm
(Berdasarkan SNI 03- 1729-2002, Penerbit Erlangga Jakarta. Charles G. Salmon , Jhon E Jhonson, Wira , 1990 , Desain dan Perilaku , Erlangga , Jakarta Chu- Kia Wang , Charles G. Salmon , Binsar Hariandja. 1989 , Desain Beton Bertulang Edisi Keempat Erlangga , Jakarta . James M Gere, Stephen P Timoshenko , Hans J Wospakrik , 1987 , Mekanika Bahan, Edisi Kedua Versi Si Erlangga , Jakarta Purwono, R. dkk. (2007, “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002) ”. ITSpress. Thompson M.K. et all, 2003, “Anchorage Behavior of Headed Reinforcement”, Research Report 1855-3, Center For Transportation Research Bereau of Engineering Research The University of Texas at Austin.
KESIMPULAN 1. Hasil pengujian kuat tarik baja tulangan , menunjukkan bahwa mutu baja yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai nilai tegangan leleh fy = 365,1 MPa dan fu = 547,8 MPa. . 2. Variasi panjang sambungan las 6 cm menghasilkan kekuatan sambungan las sudah mendekati kekuatan bahan dasarnya. 3. Variasi panjang sambungan las 20 cm benda uji akan mengalami putus pada titik yang jauh terhadap posisi sambungan. DAFTAR PUSTAKA 1. Agus Setiawan, 2008, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRDF 83 | K o n s t r u k s i a
STUDI PENGARUH JARAK TIANG PANCANG PADA KELOMPOK TIANG (Dona – Haryo K)
STUDI PENGARUH JARAK TIANG PANCANG PADA KELOMPOK TIANG TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI PILE CAP Dona Dwi Saputro Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta email :
[email protected] Haryo Koco Buwono Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta email:
[email protected]
ABSTRAK : Pile cap adalah suatu elemen struktur yang menyatukan satu atau beberapa pondasi tiang terhadap kolom atau elemen struktur lain di atasnya. Pile cap berfungsi menerima beban dari kolom yang kemudian disebarkan ke tiang pancang. Dalam suatu perencanaan, pile cap memiliki beragam bentuk modelisasi. Pada suatu pekerjaan pondasi, bentuk pile cap akan berbeda tergantung dari jumlah tiang pancang yang dikelompokkan dalam satu pile cap. Pondasi merupakan bagian bangunan yang menghubungkan bangunan dengan tanah, yang menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban berguna dan gaya-gaya luar terhadap gedung seperti tekanan angin dan gempa bumi, menurut Heinz Frick, 2001. Berdasarkan analisis perhitungan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara jarak antar tiang 2D, 2,5D dan 3D dengan tebal pile cap, menunjukkan grafik linear. Persamaan Korelasi antara Tebal Pile Cap dan jarak antar tiang dengan trend Linear Negatif. Berdasarkan analisis, rumusan yang dihasilkan tPC = -23,571(Lt) + 1371,4 untuk 3 pile, sedang untuk 6 pile adalah tPC = -25(Lt) +1375, dimana tPC adalah tebal pile cap, dan Lt adalah Jarak antar tiang. Analisis pengaruh jarak antar tiang pancang terhadap luasan pile cap, disimpulkan bahwa semakin panjang jarak antar tiang, luasan pile cap akan semakin besar. Pada analisis pengaruh jarak antar tiang pancang terhadap tebal pile cap, disimpulkan bahwa semakin panjang jarak antar tiang, tebal pile cap akan semakin kecil. Kata kunci : pile cap, tiang pancang, kelompok tiang, jarak antar tiang
ABSTRACT: Pile cap is an element of the structure which unites one or several columns or pillars foundation of the elements of another structure on it.And serves to receive a stamp from the then whispered in piles.In a planning, pile cap models have various shapes. On a foundation work the pile cap would be different depending on the number of piles are grouped in one pile cap. Are the foundations of buildings that connects building with the ground that ensures stability, a building on its own weight the use and many forces outside the building as the wind an earthquake, and the frick, heinz 2001. Based on the analysis that has been done can be concluded that the relationship between the gap between the 2D, 2,5D and 3D with thick pile cap, showing graphically the linear.A correlation between thick pile cap and a linear distance between the negative trend. Based on the analysis, the act that results tPC = -23,571 (Lt) + 1371,4 for 3 piles, and tPC = -25 (Lt) + 1375 for 6 piles, where the tpc is thick pile cap, and Lt the gap between the pile. The analysis between gap the piles against area pile cap, conclude that the long distance between the pile cap the huge area. In an analysis of the gap between piles against the thick pile cap, conclude that the long distance between the tree thick pile cap getting smaller. Keywords: pile cap, pile, pile group, gap of pile
85 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
LATAR BELAKANG Pile cap adalah suatu elemen struktur yang menyatukan satu atau beberapa pondasi tiang terhadap kolom atau elemen struktur lain di atasnya. Pile cap berfungsi menerima beban dari kolom yang kemudian disebarkan ke tiang pancang. Dalam suatu perencanaan, pile cap memiliki beragam bentuk modelisasi. Pada suatu pekerjaan pondasi, bentuk pile cap akan berbeda tergantung dari jumlah tiang pancang yang dikelompokkan dalam satu pile cap. Pada studi kasus ini, ditemukan bentuk pile cap yang berbeda sesuai dengan kebutuhan jumlah tiang pancang dalam satu pile cap dan juga adanya perbedaan jarak antar tiang dalam satu pile cap terhadap pile cap lainnya.
Pondasi merupakan suatu komponen yang memiliki fungsi sebagai kekuatan struktur ke zona yang berdekatan dengan tanah atau batuan (Geotechnical Engineering Foundation Design – John N. Cernica). Pondasi atau pandemen ialah suatu konstruksi, guna menjamin kedudukan bangunannya. Pandemen meneruskan berat bangunan dengan muatan-muatannya kepada tanah dibawahnya (Iman Subarkah, 1956 : 70). Pile Cap/Kepala Tiang Pile cap merupakan pelat beton bertulang yang digunakan untuk menyalurkan beban konstruksi yang berada di atasnya, untuk selanjutnya diteruskan ke tiang pancang. Perencanaan pile cap harus dilakukan dengan teliti agar tidak terjadinya kegagalan struktur.
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari penelitian ini adalah agar dapat membandingkan efisiensi tebal pile cap terhadap perubahan jarak antar tiang pancang yang telah menerima beban konstruksi perencanaan. Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui efisiensi tebal pile cap dari jarak efektif antar tiang pancang, yaitu 2D; 2,5D; dan 3D 2. Untuk mengetahui perbedaan dimensi luas pile cap untuk jarak efektif antar tiang pancang, yaitu 2D; 2,5D; dan 3D 3. Mendapatkan grafik perbandingan antara tebal pile cap terhadap jarak antar tiang pancang. LANDASAN TEORI Pondasi Pondasi merupakan bagian bangunan yang menghubungkan bangunan dengan tanah, yang menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban berguna dan gaya-gaya luar terhadap gedung seperti tekanan angin dan gempa bumi (Heinz Frick, 2001 : 40).
86 | K o n s t r u k s i a
Tampak Atas
Tampak Samping
Gambar 1 Pile Cap Perhitungan Daya Dukung Aksial Tiang Pancang Daya dukung aksial merupakan kekuatan tiang pancang dalam menerima beban maksimal. Sedangkan daya dukung aksial ijin merupakan kekuatan maksimal tiang pancang dalam menerima beban yang kemudian dikalikan dengan faktor reduksi guna mengurangi risiko keruntuhan. Pada prinsipnya, ada tiga kategori dalam perhitungan daya dukung aksial tiang pancang. Diantaranya dengan cara statis, dinamis dan loading test.
STUDI PENGARUH JARAK TIANG PANCANG PADA KELOMPOK TIANG (Dona – Haryo K)
Pada perhitungan cara statis, pondasi tiang pancang memperoleh daya dukungnya dari dua tahanan, yaitu : 1. Tahanan ujung tiang (end bearing pile), dimana daya dukung ini dipengaruhi tahanan ujung tiang yang umumnya berada pada zona tanah lunak di atas lapisan tanah keras. 2. Tahanan gesek tiang (friction pile), dimana daya dukung ini ditentukan oleh gaya gesek tiang dengan dinding tanah di sekitarnya. Berdasarkan Data Bahan Perhitungan daya dukung aksial berdasarkan data bahan, dihitung sesuai dengan PBI 1971 dimana kuat tekan beton dikali dengan faktor reduksi yaitu sebagai berikut :
dimana : Pn = daya dukung nominal tiang pancang (KN) Ap = luas penampang tiang (m2) fc ’ = kuat tekan beton tiang pancang (KPa) L = panjang tiang pancang (m) Wp = berat tiang pancang (KN) Wc = berat beton bertulang (KN/m3) Berdasarkan Data Sondir Perhitungan daya dukung aksial berdasarkan data sondir dihitung dengan menggunakan metode Meyerhof, yaitu sebagai berikut :
dimana : Pn = daya dukung nominal tiang pancang (kg) qc = nilai konus (kg/cm2) Ap = luas penampang tiang (cm2) JHL = jumlah hambatan lekat (kg/cm) Ka = keliling selimut tiang (cm)
Berdasarkan Data SPT Perhitungan daya dukung aksial berdasarkan data SPT dihitung dengan menggunakan metode Meyerhof (1976), yaitu sebagai berikut :
dimana : Pn = daya dukung nominal tiang pancang (KN) Ap = luas penampang tiang pancang (m2) Nb = nilai N-SPT rata-rata pada elevasi dasar tiang pancang Nb = (N1+N2)/2 N1 = SPT pada kedalaman 3D pada ujung tiang ke bawah N2 = SPT pada kedalaman 8D pada ujung tiang ke atas Ñ = nilai SPT rata-rata di sepanjang tiang As = luas selimut tiang (m2) L = panjang tiang (m) Hasil perhitungan berdasarkan data SPT harus memenuhi syarat dimana :
Daya Dukung Tiang Kelompok Dalam menentukan daya dukung, tidak cukup hanya dengan meninjau daya dukung satu tiang (single pile). Sebab daya dukung kelompok tiang belum tentu sama dengan daya dukung satu tiang dikalikan dengan jumlah tiang. Terdapat dua cara dalam menentukan daya kelompok tiang (Pondasi Tiang Pancang – Ir. Hardjono HS), yaitu : 1. Berdasarkan cara pemindahan beban 2. Berdasarkan beban yang diijinkan di atas satu tiang 3. Berdasarkan efisiensi kelompok tiang Berdasarkan Cara Pemindahan Beban Perhitungan daya dukung kelompok tiang ditinjau dari cara pemindahan beban dilakukan berdasarkan acuan yang bersumber pada buku Pondasi Tiang Pancang Jilid 1 – Ir. Sardjono HS, yaitu sebagai berikut: a. Point Bearing Piles
87 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Dimana : Png = daya dukung kelompok tiang (KN) Pn = daya dukung tiang tunggal/single pile (KN) pile = jumlah tiang pancang
dimana : Pn = daya dukung single pile / tiang tunggal (KN) pile = jumlah tiang pancang
b.
2.
Friction Piles (faktor keamanan 3)
Dimana : Png = daya dukung yang kelompok tiang ijin (KN) c = kekuatan geser tanah Nc = faktor daya dukung ang dapat diperoleh dari grafik menurut “Skempton” A = luas kelompok tiang B = lebar kelompok tiang Y = panjang kelompok tiang L = panjang tiang Berdasarkan Beban yang Diijinkan di Atas Satu Tiang Perhitungan daya dukung kelompok tiang ditinjau dari beban yang diijinkan di atas satu tiang dilakukan berdasarkan acuan yang bersumber pada buku Pondasi Tiang Pancang Jilid 1 – Ir. Sardjono HS, yaitu sebagai berikut :
dimana : Epg = nilai efisiensi kelompok tiang m = jumlah baris n = jumlah tiang dalam satu baris = d = diameter tiang (m) s = jarak antar tiang (m) 3.
Berdasarkan Efisiensi Kelompok Tiang Perhitungan daya dukung kelompok tiang ditinjau dari efisiensi kelompok tiang dilakukan berdasarkan acuan yang bersumber pada buku Pondasi Tiang Pancang Jilid 1 – Ir. Sardjono HS, yaitu sebagai berikut: 1. Metode Feld
88 | K o n s t r u k s i a
Seiler – Kenny
dimana : Epg = nilai efisiensi kelompok tiang s = jarak antar tiang (m) m = jumlah baris n = jumlah tiang dalam satu baris Perhitungan Dimensi Pile Cap Perencanaan dimensi pile cap yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Pile Design and Construction Practice – Fifth Edition, Michael Tomlinson & John Woodward, yaitu sebagai berikut : 1. a.
Jadi daya dukung tiap tiang menurut Feld :
Los Angeles Group – Action Formula
dimana : Epg = Nilai efisiensi kelompok tiang n = jumlah tiang dalam satu baris m = jumlah baris d = diameter tiang (m) s = jarak antar tiang (m) 4.
Diimana : Qpg = daya dukung kelompok tiang (KN) Pn = daya dukung tiang tunggal/single pile (KN) pile = jumlah tiang pancang
Uniform Building Code (AASHO)
Pile Cap dengan Tiga Tiang Panjang Pile Cap
dimana : lw = panjang pile cap (mm)
STUDI PENGARUH JARAK TIANG PANCANG PADA KELOMPOK TIANG (Dona – Haryo K)
k = variabel jarak pile cap D = diameter pile (mm) b.
Lebar Pile Cap
dimana : bw = lebar pile cap (mm) k = variabel jarak pile cap D = diameter pile (mm)
Gambar 2. Pile Cap dengan Tiga Tiang 2. a.
Pile Cap dengan Enam Tiang Panjang Pile Cap
dimana : lw = panjang pile cap (mm) k = variabel jarak pile cap D = diameter pile (mm) b.
HASIL ANALISIS Perhitungan Daya Dukung Tiang Pada analisis perhitungan daya dukung tiang pancang, terdapat tiga bentuk tinjauan perhitungan. Diantaranya adalah daya dukung aksial tunggal, daya dukung aksial kelompok dan daya dukung lateral tiang. Berikut adalah data yang dipergunakan dalam perhitungan daya dukung tiang pancang : Bentuk tiang pancang: Bujur sangkar Diameter tiang pancang (D): 250 mm Panjang tiang pancang (L): 9 m Berat beton bertulang (Wc): 24 KN/m3 Kuat tekan beton tiang pancang (fc’): 37 Mpa Nilai konus (qc): 125 kg/cm2 Jumlah Hambatan Lekat (JHL): 1.275 kg/cm Daya Dukung Lateral Tiang Perhitungan daya dukung lateral dihitung berdasarkan defleksi toleransi (Broms). Berikut adalah langkah-langkah yang harus dihitung dalam perhitungan daya dukung lateral :
1. Momen Inersia Analisis perhitungan momen inersia, yaitu sebagai berikut :
Lebar Pile Cap
dimana : bw = lebar pile cap (mm) k = variabel jarak pile cap D = diameter pile (mm)
Gambar 3. Pile Cap dengan Enam Tiang
2. Modulus Elastis Tiang Analisis perhitungan modulus elastis tiang, yaitu sebagai berikut :
3. Koefisien Defleksi Tiang Analisis perhitungan koefisien defleksi tiang, yaitu sebagai berikut : 89 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Gaya Aksial dengan Enam Tiang Perhitungan gaya aksial untuk satu tiang pancang, yaitu sebagai berikut :
Cek , jika nilai Qu lebih besar dari Pn maka tidak memenuhi syarat.
4. Tiang Panjang dengan Ujung Jepit syarat untuk klasifikasi tiang berdasarkan panjang tiang, yaitu sebagai berikut :
memenuhi syarat untuk jarak 2D memenuhi syarat untuk jarak 2,5D memenuhi syarat
5. Daya Dukung Nominal Lateral Analisis perhitungan daya dukung nominal lateral, yaitu sebagai berikut :
Perhitungan Gaya Aksial Tiang Beban aksial terfaktor kolom pada perhitungan gaya aksial tiang baik pada 3 pile dan 6 pile bersumber pada perencanaan awal gedung. Dimana pada pile cap dengan 3 pile sebesar 1.470 KN dan pile cap dengan 6 pile sebesar 2.900 KN. Gaya Aksial dengan Tiga Tiang Perhitungan gaya aksial untuk satu tiang pancang sebagai berikut :
Cek
, jika nilai
lebih besar dari
maka tidak memenuhi syarat. memenuhi syarat
untuk jarak 3D Perhitungan Gaya Lateral Tiang Beban lateral pada perhitungan gaya lateral tiang baik pada 3 pile dan 6 pile bersumber pada perencanaan awal gedung. Dimana pada pile cap dengan 3 pile untuk arah X sebesar 2.265,81 kg dan arah Y sebesar 262,68 kg. Sedangkan pada pile cap dengan 6 pile untuk arah X sebesar 981,45 kg dan arah Y sebesar 4.132,17 kg. Gaya Lateral dengan Tiga Tiang Langkah-langkah perhitungan gaya lateral untuk satu tiang pancang yaitu sebagai berikut :
1. Gaya Lateral Arah X Perhitungan gaya lateral arah X dihitung berdasarkan persamaan 2.25, yaitu sebagai berikut :
2. Gaya Lateral Arah Y Perhitungan gaya lateral arah Y dihitung berdasarkan persamaan 2.26, yaitu sebagai berikut :
untuk jarak 2D memenuhi syarat untuk jarak 2,5D memenuhi syarat untuk jarak 3D 90 | K o n s t r u k s i a
3. Gaya Lateral Maksimum Perhitungan gaya lateral maksimum dihitung berdasarkan persamaan 2.27 dan
STUDI PENGARUH JARAK TIANG PANCANG PADA KELOMPOK TIANG (Dona – Haryo K)
harus
memenuhi
syarat
persamaan 2.28 dimana sebagai berikut :
berdasarkan , yaitu
Cek
memenuhi
syarat Gaya Lateral dengan Enam Tiang Langkah-langkah perhitungan gaya lateral untuk satu tiang pancang yaitu sebagai berikut : 1. Gaya Lateral Arah X Perhitungan gaya lateral arah X dihitung berdasarkan persamaan 2.25, yaitu sebagai berikut :
2. Gaya Lateral Arah Y Perhitungan gaya lateral arah Y dihitung berdasarkan persamaan 2.26, yaitu sebagai berikut :
Analisis Pengaruh Jarak antar Tiang Terhadap Efisiensi Tebal Pile Cap Perhitungan efisiensi tebal pile cap dimaksudkan untuk merencanakan suatu pile cap guna memperhitungan jumlah volume beton yang digunakan maupun jumlah tulangannya jika ditinjau dari perbedaan jarak antar tiang dalam satu pile cap. Berikut adalah hasil analisis perhitungan efisiensi tebal pile cap yang ditinjau dari segi jarak antar tiang : Tabel 1 Spesifikasi Perencanaan Pile Cap dengan Tiga Tiang Tiga Tiang Spesifikasi Pile Cap 2D
2,5D
3D
Panjang Pile Cap (mm)
1.150
1.175
1.300
Lebar Pile Cap (mm)
1.070
1.090
1.200
Tebal Pile Cap (mm)
1.350
1.325
1.225
Tulangan Bawah Arah X
D16 – 70
D16 – 70
D16 – 80
Tulangan Bawah Arah Y
D16 – 70
D16 – 70
D16 – 80
Tulangan Atas Arah X
D16 – 150
D16 – 150
D16 – 170
Tulangan Bawah Arah Y
D16 – 160
D16 – 170
D16 – 190
Tabel 2. Spesifikasi Perencanaan Pile Cap dengan Enam Tiang Enam Tiang Spesifikasi Pile Cap
3. Gaya Lateral Maksimum Perhitungan gaya lateral maksimum dihitung berdasarkan persamaan 2.27 dan harus memenuhi syarat berdasarkan persamaan 2.28 dimana sebagai berikut :
, yaitu
2D
2,5D
3D
Panjang Pile Cap (mm)
1.750
1.800
2.050
Lebar Pile Cap (mm)
1.150
1.175
1.300
Tebal Pile Cap (mm)
1.350
1.325
1.200
Tulangan Bawah Arah X
D16 – 70
D16 – 70
D16 – 90
Tulangan Bawah Arah Y
D16 – 80
D16 – 80
D16 – 90
Tulangan Atas Arah X
D16 – 160
D16 – 170
D16 – 190
Tulangan Bawah Arah Y
D16 – 170
D16 – 180
D16 – 190
cek
memenuhi
syarat 91 | K o n s t r u k s i a
Tebal Pile Cap
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
Jarak Antar Tiang (mm) 2D
2,5D
3D
Gambar 4 Grafik Hubungan Tebal Pile Cap dengan Jarak Antar Tiang pada Tiga Tiang
Terkait grafik hubungan tebal pile cap dengan jarak antar tiang, baik tiga tiang dan enam tiang, dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada analisis pengaruh jarak antar tiang pancang terhadap luasan pile cap, disimpulkan bahwa semakin panjang jarak antar tiang, luasan pile cap akan semakin besar. 2. Pada analisis pengaruh jarak antar tiang pancang terhadap tebal pile cap, disimpulkan bahwa semakin panjang jarak antar tiang, tebal pile cap akan semakin kecil.
Tebal Pile Cap
DAFTAR PUSTAKA
Jarak Antar Tiang (mm) 2D
2,5D
3D
Gambar 5. Grafik Hubungan Tebal Pile Cap dengan Jarak Antar Tiang pada Enam Tiang KESIMPULAN Berdasarkan analisis perhitungan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara jarak antar tiang dengan tebal pile cap, menunjukkan grafik linear. Persamaan Korelasi antara Tebal Pile Cap dan jarak antar tiang dengan trend Linear Negatif adalah sebagai berikut: 1.
Kondisi 3 Tiang tPC = -23,571(Lt) + 1371,4
2.
Kondisi 6 Tiang tPC = -25(Lt) +1375 tPC = tebal pile cap (Lt) = Jarak antar tiang
92 | K o n s t r u k s i a
1. Bowles, J.E. 1986. Analisa Dan Desain Pondasi Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2. Bowles, J.E. 1991. Analisa Dan Desain Pondasi Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. 3. Bowles, J.E. 1992. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Jakarta: Penerbit Erlangga. 4. Das, B.M. 1994. Mekanika Tanah, Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknik. Jakarta: Penerbit Erlangga. 5. Nakazawa, S. 2000. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi. Jakarta: Penerbit PT.Pradnya Paramita. 6. Smith, M.J. 1992. Mekanika Tanah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan. 2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan Juni dan Desember. 3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan. 4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan. 5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat : a. Judul b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika ada) 6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10. 7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out atau soft copy (CD) atau email ke
[email protected].
Alamat redaksi : Jurnal KONSTRUKSIA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat. Telp. 42882505, Fax. 42882505 Website: www.konstruksia.org Email:
[email protected]
ISSN 2086 - 7352