ISSN 2086 - 7352
JURNAL
KONSTRUKSIA VOLUME 5 NOMER 2
AGUSTUS 2014
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI (FIDIC CONDITIONS OF CONTRACT MDB HARMONISED EDITION) Sarwono Hardjomuljadi ANALISA PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJA BANGUNAN GEDUNG PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Dwi Handoko / Sony Sunaryo / Indung Soedarso ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN PERUMAHAN Mahgrizal Aris Nurwega / Andi Maddeppungeng / Irma Suryani ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK TINJAUAN DAMPAK STRUKTUR BAWAH Tri Setiyono / Heri Khoeri PENGARUH PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON Yoppi Juli Priyono / Nadia
ANALISIS BIAYA PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BRACKET PADA KONSTRUKSI PIER-HEAD JEMBATAN Asmar Diansyah / Trijeti
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG AKIBAT GEMPA DINAMIS Basit Al Hanif / Haryo Koco Buwono
TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 5 Nomor 2| Halaman 1 – 106 Agustus 2014
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomor 2 | Agustus 2014
JURNAL
KONSTRUKSIA REDAKSI Penanggung Jawab
: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE.
Pemimpin Redaksi
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Mitra Bestari
: Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD. DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng.
Staf Redaksi
: Ir. Nadia, MT. Ir. Trijeti, MT. Ir. Tanjung Rahayu, MT Ir. Iskandar Zulkarnaen Basit Al Hanif, ST
Seksi Umum
: Ir. Saifullah Imam Susandi
Disain Kreatif
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Administrator Web
: Riyadi, ST
Terbit
: Per Semester – Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun )
Alamat Redaksi
: Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Website
: www.konstruksia.org
Email
:
[email protected]
Ilustrasi cover diambil dari: http://mechanical-engineers.regionaldirectory.us/mechanical-engineer-720.jpg
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomor 2 | Agustus 2014
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 5 Nomor 2 Agustus 2014
Diterbitkan oleh: Divisi Jurnal, Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomor 2 | Agustus 2014
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 5 Nomor 2 Agustus 2014
PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 5 Nomer 2 di bulan Agustus 2014 ini. Pada edisi ini mendapatkan respons positif dalam rangka menunjang keputusan menteri tentang Lulusan Sarjana dan Magister diwajibkan telah menulis di Jurnal Ilmiah Nasional. Adapun yang sudah menangkap respon tersebut, salah satunya adalah dari Magister Teknik Sipil, Institut Teknologi Surabaya, Universitas Mercu Buana dan Universitas Ageng Tirtayasa. Adapun tema yang ditampilkan juga sangat beragam, mulai dari Kontrak manajemen, Struktur, hingga pengujian bahan material struktur. Hal ini tidak lepas dari peran serta jalinan hubungan baik antar institusi agar membantu lulusannya untuk dapat segera terjun ke masyarakat dengan memantaskan pada gelar yang disandangnya. Penerbitan ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu tonggak untuk dapat segera terakreditasi. Aamiin
Jakarta, Agustus 2014
Pemimpin Redaksi
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomor 2 | Agustus 2014
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 5 Nomor 2 Agustus 2014
DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI (FIDIC CONDITIONS OF CONTRACT MDB HARMONISED EDITION)......................................
1 – 16
ANALISA PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJA BANGUNAN GEDUNG PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM ...............................…………………………………………………………………………
19 – 36
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN PERUMAHAN ……………………………………………...…………………………………..
37 – 50
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK TINJAUAN DAMPAK STRUKTUR BAWAH ………………………………………………………………………………………………
51 – 60
PENGARUH PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON ………………..…………………………………………………………
61 – 67
ANALISIS BIAYA PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BRACKET PADA KONSTRUKSI PIER-HEAD JEMBATAN ………………...…................
69 – 83
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG AKIBAT GEMPA DINAMIS …………….……………………………………………………………….
87 – 106
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI ( Sarwono)
Analisis “Extension of Time” dan Dampaknya pada Kontrak Konstruksi (FIDIC Conditions of Contract MDB Harmonised Edition) Sarwono Hardjomuljadi Lektor Kepala Aspek Hukum dan Admionistrasi Proyek Konstruksi Fakultas Perencanaan dan Desain, Departemen Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK : Dalam pelaksanaan suatu proyek terdapat dua dampak atas klaim yang diajukan oleh komntraktor, yaitu tambahan harga kontrak dan perpanjangan waktu penyelesaian. Tambahan harg akontrak dan perpanjangan waktu disebabkan oleh adanya suatu kejadianseperti perubahan desain, inefisiensi dan hambatan, perintah perubahan konstrukktif, perintah perubahan lisan oleh pengguna jasa, kepemilikan lahan perubahan hukum dan peraturan,. Sebagai kompensasi atas kejadian di atas, kontraktor mempunyai hak untuk mendapat kompensasi dari pengguna jasa dalam bentuk tambahan harga kontrak dan perpanjangan waktu. Pada kesempatan ini penulis akan mencoba melakukan analisis perpanjangan waktu sebagai salah satu dampak atas klaim konstruksi, apakah kejadian fisik yang menyebabkannya di samping klauaula-klausula terkait dalam persyaratan Umum Kontrak FIDIC dan apakah dampak dari perpanjangan waktu itu sendiri. Kata kunci: perpanjangan waktu, Persyaratan Umum Kontrak FIDIC, klaim, tambahan harga kontrak. ABSTRAK : In the implementation of construction project there were two impact of claim submitted by the contractor, i.e. additional contract price and extension of time. Additional contract price and extension of time were caused by some incidents such as changes in design, inefficiency and disruption, constructive change order, oral change order by employer, possession of site and availability, changes in law and legislation. As compensation to the above incidents, contractor have right to get compensation from the employer in the form of additional contract price and/or extension of time.In this occasion writer will try to analyse the extension of time as one of the impact of construction claim, what are the physical happenings which may caused, what are the FIDIC contract’s clauses related, what are the impact of extension of time. Key word: extension of time, FIDIC conditions of contract, claim, additional cost.
PENDAHULUAN Extension of time (EOT) atau perpanjangan waktu pelaksanaan konstruksi adalah sesuatu yang hampir pasti terjadi pada suatu proyek konstruksi. Umumnya terjadi karena pengguna jasa telah gagal memenuhi janjinya yang berkibat kontraktor
mengajukan klaim, seperti kelambatan kepemilikan lahan atau possession of site, terjadinya beberapa gangguan akibat faktor eksternal, keadaan alam yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, adanya perubahan peraturan perundangan dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan terjadinya “inefficiency and disruption” atas kegiatan kerja kontraktor. EOT ini juga dapat terjadi 1|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
karena adanya pekerjaan tambah yang diperintahkan oleh Pengguna Jasa kepada Kontraktor. Beberapa pendapat pakar dapat dilihat pada apa yang dikatakan oleh Shapiro (2004)1: “The major project risk that we are all too familiar include the following: cost escalations, time for completion and delays, change the scope, geotechgnical and site related problems, negligence both in design and construction”. Pendapat penulis bahwa klaim “unforeseen physical conditions” atau akibat kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya adalah lebih sebagi pintu masuk bagi rekan kita ‘lawyer’ dan bukan penyebab klaim, tampaknya sejalan dengan yang 2 disampaikan Corbett (1991) : “The Engineer may be reluctant to grant time or costs for such good fortune but if the Contractor had to bring to site different equipment to replace the rock blasting arrangements he had prepared, these may nevertheless be a claim”. Perlu dipahami, bahwa yang dapayt dijadikan dasar dari suatu klaim adalah sesuatu yang mempengaruhi upaya kontraktor dalam melaksanakan kewajibannya sesuai kontrak, sebagai contoh pada pekerjaan galian tanah, macam atau kelas tanah meskipun berbeda dengan apa yang dinyatakan saaat pemberian informasi kepada peserta tender, tidaklah dapat dijadikan suatu klaim, karena sulit untuk dikuantifikasi. Sebaliknya jika peralatan 1
Shapiro, Bryan (2004): “Construction Claims and Contracting Strategies”, a paper presented at Saphiro Hankinson & Knutson Project Management Wisdom Joint Seminar, Vancouver 2 Corbett, E.C.(1991); “FIDIC 4th , A Practical Legal Guide”, Sweet & Maxwell, hal 121 2|K o n s t r u k s i a
sesuai dengan kontrak ternyata tidak efisien untuk dipergunakan dan perlu diganti dengan alat lain yang lebih canggih, akibat adanya perbedaan keadaan alam, maka hal itu dapat dijadikan dasar pengajuan klaim, karena dalam hal ini diperlukan upaya lebih dari pihak kontraktor untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai kontrak. Berdasarkan ketentuan dalam FIDIC Conditions of Contract diberikan peluang kepada kontraktor untuk mengajukan klaim dengan tata urutan sesuai dengan Klausula 20 tentang Klaim, Seengketa dan Arbitrase yang didasari dengan ketentuan tentang apa dan bilamana klaim terkait perpanjangan waktu dan/atau penambahan biaya dapat dan diajukan sebagai klaim. extension of time dan/atau additional cost Pada suatu pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan berdasarkan kontrak antara pengguna jasa dengan kontraktor, perpanjangan waktu penyelesaian/ extension of time (EOT) diberikan oleh pengguna jasa kepada kontraktor dengan berbagai alasan, di mana alasan/dasar pemberian adalah sesuai dengan apa yang tertulis pada klausula-klausula dalam FIDIC Conditions of Contract for Construction MDB Harmonised Edition 2006. Tulisan ini akan mendalami extension of time (EOT), dasar pemberian perpanjangan waktu penyelesaian dan dampaknya. Penyebab EOT dengan menggunakan ke 12 penyebab yang dinyatakan dalam klausula-klausula FIDIC Conditions of Contract, dengan responden 20 orang dari pihak pengguna ajasa, konsultan dan kontraktor yang menangani proyek-proyek jalan di lingkuingan direktorat jenderal Bina
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI ( Sarwono)
Marga yang dilaksanakn dengan memanfaatkan bantuan luar negeri dari multilateral development bank, seperti world bank, JICA, ADB, AusAid dsb., sedangkan dampak akan dikaji dari analisis klausula dalam FIDIC Conditions of Contract yang mencantumkan dalam klausula tersebut kewajiban memberi perpanjangan waktu. STUDI LITERATUR Extension of time (EOT) atau perpanjangan waktu, adalah merupakan suatu hak bagi pihak kontraktor untuk diajukan sebagai klaim konstruksi, seperti dinyatakan dalam FIDIC Conditions of Contract adalah dalam hal pengguna jasa gagal memenuhi kewajibannya, diantaranya keterlambatan pelaksanaan penyerahan lahan kerja (possession of site), dan 11 klausula yang lainnya (FIDIC 2006)..
(liquidated damages) untuk keseluruhan atau sebagian dari periode yang terlewati. Agar dapat memperolehnya kembali, kontraktor harus mencari klausula lain di dalam kontrak. Jenis-jenis keterlambatan (a)
Keterlambatan yang disebabkan oleh kontraktor: kontraktor tidak memperoleh biaya ekstra; tidak memperoleh perpanjangan waktu; harus membayar ganti rugi. (b) Keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian yang bersifat netral : kontraktor tidak memperoleh biaya ekstra tetapi memperoleh perpanjangan waktu dan terbebas dari kewajiban pembayaran ganti rugi (liquidated damages). Keterlambatan yang disebabkan oleh misalnya kelainan keadaan cuaca masuk dalam kategori ini.
Chow (2006) mendefinisikan extension of time sebagai: “The additional period of time granted to a contractor to complete a construction project on the occurrence of specified events or causes”.
(c) Keterlambatan yang disebabkan oleh pengguna jasa (employer) atau konsultan (engineer): kontraktor memperoleh tambahan biaya; perpanjangan waktu dan terbebas dari kewajiban pembayaran ganti rugi (liquidated damages).
Hubungan antara waktu dan biaya
Keterlambatan semacam ini meliputi keterlambatan pembebasan tanah, pekerjaan tambah, dll.
Banyak kontraktor yang beranggapan bahwa pemberian perpanjangan waktu secara otomatis akan menyebabkan mereka berhak memperoleh pembayaran yang berhubungan dengan pekerjaan awal (preliminary items) dan biaya operasi di lapangan (site overheads) untuk periode perpanjangan waktu tersebut, tetapi kenyataannya tidaklah begitu. Tujuan utama dari klausula perpanjangan waktu adalah untuk menghindarkan Kontraktor dari pembayaran ganti rugi
Keterlambatan berlapis. Tidak dapat dihindari, bila keterlambatan kontraktor disebabkan oleh dua sebab yang saling mempengaruhi, yang satu merupakan tanggung jawab kontraktor dan yang satunya merupakan tanggung jawab Pengguna Jasa (Employer) atau Konsultan (Engineer).Dalam hal seperti ini, kadang-kadang sulit untuk menentukan apakah kontraktor berhak 3|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
atas perpanjangan waktu dan/atau biaya ekstra. Kasus-kasus berikut ini adalah contoh keterlambatan berlapis ditinjau dari hukum Inggris. Prinsip umumnya adalah “kerugian berada/terletak di tempat jatuhnya”. Kasus 1 Keterlambatan yang satu merupakan tanggung jawab kontraktor di mana kontraktor tidak berhak memperoleh perpanjangan waktu misalnya memperbaiki kerusakan dan keterlambatan yang lain memberikan hak untuk memperoleh perpanjangan waktu dan penggantian biaya, misalnya keterlambatan penerbitan gambar. Dalam kasus ini, pengguna jasa (employer) tidak boleh melakukan pemotongan sebagai ganti rugi karena ia penyebab keterlambatan dan kontraktor tidak seharusnya dibayar ekstra untuk kerugian yang mungkin diderita akibat pekerjaan memperbaiki bagian yang rusak. Oleh karena itu, perpanjangan waktu patut diberikan tetapi tidak ada pembayaran ekstra. Kasus 2 Keterlambatan yang satu merupakan tanggung jawab kontraktor (tidak berhak memperoleh apa-apa) dan keterlambatan yang lain memberikan hak untuk memperoleh perpanjangan waktu saja (misalnya kelainan kondisi cuaca yang tidak biasa). Prinsip umum di sini adalah pihak yang terikat kontrak tidak boleh memperoleh keuntungan dari kekurangan/kelemahannya sendiri. Alasan perpanjangan waktu bukanlah 4|K o n s t r u k s i a
karena kesalahan pengguna jasa (employer) dan dapat disimpulkan bahwa dasar perpanjangan waktu adalah semata-mata untuk kepentingan kontraktor dan karena ia juga penyebab keterlambatan ia tidak dapat mengklaim sehingga tidak ada perpanjangan waktu. Kasus 3 Keterlambatan yang satu memberikan hak untuk memperoleh perpanjangan waktu saja dan keterlambatan yang lain memberikan hak untuk memperoleh perpanjangan waktu dan biaya ekstra. Ini merupakan tipe tersulit untuk dipecahkan, tetapi jawaban yang tampaknya paling pantas adalah dengan membagi rata kedua keterlambatan tersebut.
EOT terkait Sub-Clause 4.7 Setting Out If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost from executing work which was necessitated by an error in these items of reference, and an experienced contractor could not reasonably have discovered such error and avoided this delay and/or Cost, the Contractor shall give notice to the Engineer and shall be entitled subject to Sub- Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and (b) payment of any such Cost plus profit, which shall be included in the Contract Price. Kontraktor harus memasang tanda-tanda batas Pekerjaan sesuai dengan titik-titik, garis dan ketinggian referensi yang
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI ( Sarwono)
dinyatakan dalam Kontrak atau diberitahukan oleh Enjinir. Kontraktor harus bertanggung jawab atas ketepatan posisi semua bagian Pekerjaan, dan harus memperbaiki semua kesalahan posisi, ketinggian, ukuran atau jalur dari Pekerjaan, sebaliknya Pengguna Jasa harus bertanggung jawab atas kesalahankesalahan pada spesifikasi atau pemberitahuan titik referensi, tetapi Kontraktor harus berusaha secara bersungguh-sungguh untuk menguji keakuratan informasi sebelum dipergunakan. Apabila Kontraktor mengalami keterlambatan dan/atau menanggung Biaya karena melaksanakan pekerjaan yang diakibatkan oleh kesalahan informasi titik-titik referensi, dan Kontraktor yang berpengalaman sekalipun tidak mampu menemukan kesalahan tersebut dan menghindari keterlambatan dan/atau Biaya, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir dan berhak berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim Kontraktor] untuk: (a) perpanjangan waktu untuk keterlambatan, apabila penyelesaian akan mengalami keterlambatan, berdasarkan Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Penyelesaian], dan (b) pembayaran atas Biaya ditambah keuntungan, yang akan dimasukkan ke dalam Harga Kontrak. Setelah menerima pemberitahuan, Enjinir harus melanjutkan berdasarkan SubKlausula 3.5 [Penetapan] dengan menyetujui atau menetapkan: apakah dan (oleh karenanya) sebatas apa (secara wajar) kesalahan tidak dapat ditemukan, dan hal-hal yang dinyatakan dalam sub-
paragraf (a) dan (b) di atas sesuai dengan batas tersebut. EOT akibat Sub Clause 4.12 Unforeseeable Physical Conditions
If and to the extent that the Contractor encounters physical conditions which are Unforeseeable, gives such a notice, and suffers delay and/or incurs Cost due to these conditions, the Contractor shall be entitled subject to notice under Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and (b) payment of any such Cost, which shall be included in the Contract Price.
Dalam Sub-Klausula ”keadaan fisik” berarti keadaan fisik alami dan buatan manusia dan hambatan fisik dan polutan, yang ditemui Kontraktor di Lapangan saat melaksanakan Pekerjaan, termasuk kondisi di bawah permukaan tanah dan kondisi hidrologis tetapi tidak termasuk keadaan iklim. Apabila Kontraktor menemui kondisi fisik yang merugikan yang olehnya dianggap tidak dapat diperkirakan sebelumnya, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir sesegera mungkin. Pemberitahuan ini harus menyebutkan kondisi fisik yang dihadapi, sehingga dapat diinspeksi oleh Enjinir, dan harus menyatakan alasan mengapa Kontraktor menganggapnya sebagai tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
5|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Kontraktor harus tetap melanjutkan pelaksanaan Pekerjaan, dengan mengambil langkah-langkah yang wajar dan sesuai dengan kondisi fisik, dan mengikuti instruksi yang mungkin diberikan oleh Enjinir. Bila suatu instruksi merupakan suatu Variasi, Klausula 13 [Variasi dan Penyesuaian] harus diberlakukan. Apabila dan sebatas Kontraktor menemui kondisi fisik yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, menyampaikan pemberitahuan, dan mengalami keterlambatan dan/atau menanggung Biaya akibat kondisi tersebut, Kontraktor berhak, dengan pemberitahuan, berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim Kontraktor] untuk: (a) suatu perpanjangan waktu untuk setiap keterlambatan, apabila penyelesaian terlambat atau akan terlambat, berdasarkan Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Penyelesaian], dan (b) pembayaran atas Biaya, yang akan dimasukkan ke dalam Harga Kontrak. Setelah menerima pemberitahuan dan menginspeksi dan/atau menyelidiki kondisi fisik tersebut, Enjinir harus melanjutkan sesuai dengan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] untuk menyetujui atau menetapkan: apakah dan (oleh karenanya) sebatas apa kondisi fisik ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya, dan hal-hal yang dinyatakan dalam subparagraf (a) dan (b) di atas berkaitan dengan batas-batas ini. Akan tetapi, sebelum tambahan biaya akhirnya disetujui atau ditetapkan berdasarkan sub-paragraf (ii), Enjinir juga dapat meninjau kembali apakah kondisi fisik pada bagian lain Pekerjaan yang 6|K o n s t r u k s i a
serupa (bila ada) lebih menguntungkan daripada ”dapat diperkirakan sebelumnya” ketika Kontraktor memasukkan Penawaran. Apabila dan sebatas kondisi yang lebih menguntungkan ini ditemui, Enjinir dapat melanjutkan sesuai dengan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] untuk menyetujui atau menetapkan pengurangan Biaya yang berlaku untuk kondisi ini, yang akan dimasukkan (sebagai pengurangan) dalam Harga Kontrak dan Sertifikat Pembayaran. Akan tetapi, akibat bersih dari seluruh penyesuaian berdasarkan sub-paragraf (b) dan seluru pengurangan, untuk seluruh kondisi fisik yang ditemui pada bagian lain Pekerjaan yang serupa, harus tidak mengakibatkan pengurangan bersih atas Harga Kontrak. Enjinir harus mempertimbangkan seluruh bukti kondisi fisik yangdiperkirakan sebelumnya oleh Kontraktor ketika memasukkan Penawaran, data tersebut harus disediakan oleh Kontraktor, tetapi tidak terikat pada interpretasi Kontraktor atas bukti-bukti tersebut. EOT akibat Sub Clause 4.24 Fossils The Contractor shall, upon discovery of any such finding, promptly give notice to the Engineer, who shall issue instructions for dealing with it. If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost from complying with the instructions, the Contractor shall give a further notice to the Engineer and shall be entitled subject to Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI ( Sarwono)
(b) payment of any such Cost, which shall be included in the Contract Price Seluruh fosil, uang logam, barang berharga atau antik, dan struktur dan peninggalan lain atau benda-benda geologis atau arkeologis yang ditemukan di Lapangan harus ditempatkan di bawah pengawasan dan penguasaan Pengguna Jasa. Kontraktor harus melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah Personil Kontraktor atau orang lain memindahkah atau merusak temuantemuan tersebut. Kontraktor harus, setelah penemuan temuan-temuan tersebut, memberitahukan kepada Enjinir, yang akan mengeluarkan instruksi untuk menanganinya. Bilamana Kontraktor mengalami keterlambatan dan/atau menanggung Biaya karena mengikuti instruksi tersebut, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan lanjutan kepada Enjinir dan berhak berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim oleh Kontraktor] atas: (a) perpanjangan waktu atas keterlambatan, apabila penyelesaian terlambat atau akan terlambat, berdasarkan Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Penyelesaian], dan (b) pembayaran atas Biaya, yang akan dimasukkan dalam Harga Kontrak. Setelah menerima pemberitahuan lanjutan, Enjinir harus menindakanjuti berdasarkan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] untuk menyetujui atau menetapkan hal-hal tersebut. EOT akibat Sub Clause 7.4 Testing If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost from complying with these instructions or as a result of a delay for
which the Employer is responsible, the Contractor shall give notice to the Engineer and shall be entitled subject to Sub- Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and (b) payment of any such Cost plus profit, which shall be included in the Contract Price. Sub-Klausula ini diberlakukan bagi semua pengujian yang ditetapkan dalam Kontrak, selain Pengujian setelah Penyelesaian (apabila ada). Kecuali apabila dinyatakan lain dalam Kontrak, Kontraktor harus menyediakan semua peralatan, bantuan, dokumen dan informasi lain, listrik, pelengkapan, bahan bakar, bahan yang habis terpakai, instrumen, tenaga kerja, bahan, dan staf yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, sebagaimana diperlukan untuk melaksanakan pengujian secara efisien. Kontraktor harus mencapai kesepakatan, dengan Enjinir, mengenai waktu dan tempat pengujian yang ditetapkan untuk setiap bagian Instalasi Mesin, Bahan dan bagian lain dari Pekerjaan. Enjinir dapat, berdasarkan Klausula 13 [Variasi dan Penyesuaian], mengubah lokasi dan detail pengujian yang ditetapkan, atau menginstruksikan Kontraktor untuk melakukan pengujian tambahan. Apabila perubahan atau pengujian tambahan itu menunjukkan bahwa Instalasi Mesin, Bahan atau Cara Pengerjaan yang diuji tidak sesuai dengan Kontrak, biaya pelaksanaan Perubahan ini 7|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
menjadi tanggungan Kontraktor, meskipun ada ketentuan lain dalam Kontrak. Enjinir harus memberitahukan kepada Kontraktor dalam waktu tidak kurang dari 24 jam tentang keinginan Enjinir untuk menghadiri pengujian. Apabila Enjinir tidak hadir pada waktu dan tempat yang disepakati, Kontraktor dapat melanjutkan pengujian, kecuali apabila diinstruksikan oleh Enjinir, dan selanjutnya pengujian dianggap dilaksanakan dengan kehadiran Enjinir. Apabila Kontraktor mengalami keterlambatan dan/atau mengeluarkan Biaya akibat mengikuti instruksi tersebut atau sebagai akibat dari suatu keterlambatan yang merupakan tanggung jawab Pengguna Jasa, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir dan mendapatkan hak berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim Kontraktor] atas: (a) perpanjangan waktu untuk setiap keterlambatan, apabila penyelesaian terlambat atau akan terlambat, berdasarkan Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Penyelesaian], dan (b) pembayaran atas setiap Biaya ditambah dengan keuntungan, yang akan ditambahkan ke dalam Harga Kontrak. Setelah menerima pemberitahuan ini, Enjinir harus menindaklanjutinya berdasarkan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] untuk menyetujui atau menetapkan hal-hal tersebut. Kontraktor harus dengan segera menyampaikan kepada Enjinir berita acara pengujian yang telah disahkan. Apabila pengujian telah lulus sesuai spesifikasi, Enjinir harus mengesahkan 8|K o n s t r u k s i a
berita acara pengujian, atau mengeluarkan sertifikat bagi Kontraktor, untuk tujuan tersebut. Apabila Enjinir tidak menghadiri pengujian, Enjinir dianggap telah menerima hasil pengujian sebagai benar adanya. EOT akibat Sub Clause 8.4 Extension of Time for Completion The Contractor shall be entitled subject to Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to an extension of the Time for Completion if and to the extent that completion for the purposes of Sub-Clause 10.1 [Taking-Over of the Works and Sections] is or will be delayed by any of the following causes: (a) a Variation (unless an adjustment to the Time for Completion has been agreed under Sub-Clause 13.3 [Variation Procedure]) or other substantial change in the quantity of an item of work included in the Contract, (b) a cause of delay giving an entitlement to extension of time under a SubClause of these Conditions, (c) exceptionally conditions,
adverse
climatic
(d) Unforeseeable shortages in the availability of personnel or Goods caused by epidemic or governmental actions, or (e) any delay, impediment or prevention caused by or attributable to the Employer, the Employer’s Personnel, or the Employer’s other contractors. If the Contractor considers himself to be entitled to an extension of the Time fo Completion, the Contractor shall give
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI ( Sarwono)
notice to the Engineer in accordance with Sub- Clause 20.1 [Contractor’s Claims]. When determining each extension of time under Sub-Clause 20.1, the Engineer shall review previous determinations and may increase, but shall not decrease, the total extension of time. Kontraktor berhak berdasarkan SubKlausula 20.1 [Klaim oleh Kontraktor] atas perpanjangan Waktu Penyelesaian jika dan sebatas bila penyelesaian berdasarkan Sub-Klausula 10.1 [Serah Terima Pekerjaan atau Bagian Pekerjaan] terlambat atau menjadi terlambat oleh sebab-sebab berikut ini: (a) suatu Perubahan (kecuali apabila penyesuaian Waktu Penyelesaian telah disepakati berdasarkan SubKlausula 13.3 [Prosedur Variasi] atau perubahan mendasar dalam kuantias suatu jenis pekerjaan yang termasuk dalam Kontrak, (b) suatu penyebab keterlambatan yang memberikan hak perpanjangan waktu berdasarkan suatu SubKlausula dari Persyaratan ini, (c) kelainan keadaan cuaca yang sangat buruk, (d) kekurangan yang tak dapat diperkirakan sebelumnya dalam ketersediaan personil atau BarangBarang akibat wabah atau kebijakan pemerintah, atau (e) keterlambatan, kesulitan atau hambatan yang disebabkan atau diakibatkan oleh Pengguna Jasa, Personil Pengguna Jasa atau Kontraktor lain yang dipekerjakan Pengguna Jasa.
Apabila Kontraktor menganggap dirinya berhak atas perpanjangan waktu penyelesaian, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim oleh Kontraktor]. Ketika menentukan perpanjangan waktu berdasarkan Sub-Klausula 20.1, Enjinir harus meninjau penetapan sebelumnya dan boleh menambah tetapi tidak boleh mengurangi perpanjangan waktu secara keseluruhan. EOT akibat Sub Clause Consequences of Suspension
8.9
If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost from complying with the Engineer’s instructions under Sub-Clause 8.8 [Suspension of Work ] and/or from resuming the work, the Contractor shall give notice to the Engineer and shall be entitled subject to Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and (b) payment of any such Cost, which shall be included in the Contract Price. Apabila Kontraktor mengalami keterlambatan dan/atau menanggung Biaya akibat memenuhi instruksi Enjinir berdasarkan Sub-Klausula 8.8 [Penghentian Pekerjaan] dan/atau dari melanjutkan pekerjaan, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir dan berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim oleh Kontraktor] berhak atas: (a) suatu perpanjangan waktu untuk setiap keterlambatan, apabila penyelesaian terlambat atau menjadi 9|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
terlambat, berdasarkan Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Penyelesaian], dan (b) pembayaran atas setiap biaya, yang akan dimasukkan ke dalam Harga Kontrak. Setelah menerima pemberitahuan, Enjinir harus menindak lanjutinya berdasarkan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] dengan menyetujui atau menetapkan hal-hal tersebut. EOT akibat Sub Clause 10.3 Interference with Tests on Completion If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost as a result of this delay in carrying out the Tests on Completion, the Contractor shall give notice to the Engineer and shall be entitled subject to Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and (b) payment of any such Cost plus profit, which shall be included in the Contract Price
Apabila Kontraktor dihalangi, lebih dari 14 hari, untuk melaksanakan Pengujian Selesainya Pekerjaan oleh suatu sebab yang merupakan tanggungjawab Pengguna Jasa, maka Pengguna Jasa harus dianggap sebagai telah mengambil alih Pekerjaan atau Bagian Pekerjaan (bila hal ini terjadi) terhitung sejak tanggal Pengujian pada Akhir Pekerjaan seharusnya diselesaikan. Enjinir selanjutnya harus menerbitkan Berita
10 | K o n s t r u k s i a
Acara Serah Terima, dan Kontraktor harus segera melaksanakan Pengujian pada Akhir Pekerjaan sesegera mungkin, sebelum tanggal berakhirnya Masa Pemberitahuan Cacat Mutu. Enjinir akan meminta Pengujian Selesainya Pekerjaan untuk dilaksanakan dengan memberikan pemberitahuan 14 hari dan sesuai dengan ketentuan terkait dalam Kontrak. Apabila Kontraktor mengalami keterlambatan dan/atau menanggung Biaya akibat keterlambatan pelaksanaan Pengujian pada Akhir Pekerjaan, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir dan berhak berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim Kontraktor] atas: (a) suatu perpanjangan waktu untuk setiap keterlambatan, apabila penyelesaian terlambat atau menjadi terlambat, berdasarkan Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Penyelesaian], dan (b) pembayaran atas Biaya ditambah keuntungan, yang akan dimasukkan ke dalam Harga Kontrak. Setelah menerima pemberitahuan, Enjinir harus menindak lanjutinya berdasarkan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] dengan menyetujui atau menetapkan hal-hal tersebut. EOT akibat Sub Clause 13.7 Adjustments for Changes in Legislation If the Contractor suffers (or will suffer) delay and/or incurs (or will incur) additional Cost as a result of these changes in the Laws or in such interpretations, made after the Base Date, the Contractor shall give notice to the Engineer and shall
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI ( Sarwono)
be entitled subject to Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and (b) payment of any such Cost, which shall be included in the Contract Price.
Nilai Kontrak harus disesuaikan dengan memperhitungkan penambahan ataupun pengurangan biaya akibat perubahan Hukum di negara tersebut (termasuk pengenalan Hukum baru dan pencabutan atau perubahan Hukum yang ada) atau dalam penjelasan hukum atau penjelasan Pemerintah atas Hukum tersebut, yang dibuat setelah Tanggal Dasar, dan mempengaruhi Kontraktor dalam pelaksanaan kewajibannya berdasarkan Kontrak. Apabila Kontraktor mengalami (atau akan mengalami) kelambatan dan/ atau mengeluarkan (atau akan mengeluarkan) biaya tambahan akibat perubahan Hukum atau dalam penafsiran, yang dikeluarkan setelah Tanggal Dasar, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir dan berhak sesuai dengan SubKlausula 20.1 [Klaim oleh Kontraktor] atas: (a) suatu perpanjangan waktu pelaksanaan akibat keterlambatan, tersebut, apabila penyelesaian terlambat atau menjadi terlambat, berdasarkan Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Penyelesaian Pekerjaan], dan
(b) pembayaran atas biaya tersebut, yang akan dimasukkan ke dalam Harga Kontrak. Setelah menerima pemberitahuan, Enjinir harus menindaklanjutinya berdasarkan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] untuk menyetujui atau menetapkan hal tersebut. Meskipun telah ditetapkan sebelumnya, Kontraktor tidak berhak atas perpanjangan waktu apabila keterlambatan telah diperhitungkan dalam perpanjangan waktu sebelumnya dan Biaya tersebut juga tidak akan dibayar secara terpisah apabila hal serupa telah diperhitungkan dalam penyusunan komponen untuk tabel penyesuaian berdasarkan ketentuan Sub-Klausula 13.8 [Penyesuaian akibat Perubahan Biaya]. EOT akibat Sub Clause 16.1 Contractor’s Entitlement to Suspend Work If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost as a result of suspending work (or reducing the rate of work) in accordance with this Sub-Clause, the Contractor shall give notice to the Engineer and shall be entitled subject to Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] (a)
an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and
(b)
payment of any such Cost plus profit, which shall be included in the Contract Price.
Jika Enjinir gagal untuk mensahkan sesuai dengan Sub-Klausula 14.6 Penerbitan Berita Acara Pembayaran Sementara] atau Pengguna Jasa gagal memenuhi SubKlausula 2.4 [Pengaturan Keuangan 11 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Pengguna Jasa] atau Sub-Klausula 14.7 [Pembayaran], Kontraktor, dapat, sesudah menyampaikan pemberitahuan tidak kurang dari 21 hari kepada Pengguna Jasa, menghentikan pekerjaan (atau menurunkan kecepatan pekerjaan), kecuali dan hingga Kontraktor menerima Berita Acara Pembayaran, bukti yang dapat diterima atau pembayaran, sebagaimana yang mungkin terjadi dan sebagaimana dinyatakan dalam pemberitahuan. Sekalipun demikian, apabila Bank telah melakukan penghentian pembayaran di bawah pinjaman atau kredit di mana pembayaran kepada Kontraktor dilakukan, baik seluruhnya maupun sebagian, untuk pelaksanaan Pekerjaan, dan tidak ada alternatif pendanaan yang tersedia sebagaimana dinyatakan dalam Sub-Klausula 2.4 [Pengaturan Keuangan Pengguna Jasa], Kontraktor dapat melalui pemberitahuan menghentikan pekerjaan atau menurunkan kecepatan pekerjaan kapan saja, tetapi tidak kurang dari tujuh hari sesudah Penerima Pinjaman (Borrower) menerima pemberitahuan penghentian dari Bank. Tindakan Kontraktor harus tidak merugikan haknya atas biaya bunga berdasarkan Sub-Klausula 14.8 [Keterlambatan Pembayaran] dan pemutusan berdasarkan Sub-klausula 16.2 [Pemutusan oleh Kontraktor]. Apabila Kontraktor setelah itu menerima Berita Acara Pembayaran, bukti atau pembayaran (sebagaimana dinyatakan dalam Sub-Klausula terkait dan dalam pemberitahuan di atas) sebelum memberikan pemberitahuan penghentian, Kontraktor harus melanjutkan pekerjaan secara normal sesegera dapat dilaksanakan. 12 | K o n s t r u k s i a
Jika Kontraktor mengalami keterlambatan dan/atau mengeluarkan Biaya sebagai akibat dari penghentian pekerjaan (atau mengurangi kecepatan pekerjaan) sesuai dengan Sub-Klausula ini, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir dan berhak menurut SubKlausula 20.1 [Klaim oleh Kontraktor] atas: (a) suatu perpanjangan waktu untuk kelambatan apa saja, apabila penyelesaian terlambat atau akan terlambat, berdasarkan Sub-Klausula 8.4. [Perpanjangan Waktu Penyelesaian Pekerjaan], dan (b) pembayaran atas semua Biaya ditambah keuntungan, yang akan dimasukkan dalam Harga Kontrak. Sesudah menerima pemberitahuan, Enjinir harus menindaklanjuti sesuai dengan Sub-Klausula 3.5. [Penetapan] untuk menyetujui atau menetapkan hal ini. EOT akibat Sub Clause 17.4 Consequences of Employer’s Risks If the Contractor suffers delay and/or incurs Cost from rectifying this loss or damage, the Contractor shall give a further notice to the Engineer and shall be entitled subject to Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and (b) payment of any such Cost, which shall be included in the Contract Price. In the case of sub-paragraphs (f) and (g) of Sub-Clause 17.3 [Employer’s Risks ], Cost plus profit shall be payable.
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI ( Sarwono)
Jika dan sampai sebatas bahwa resiko yang tercantum dalam Sub- Klausula 17.3 di atas mengakibatkan kehilangan dan kerusakan Pekerjaan, Barang-barang, atau Dokumen Kontraktor, Kontraktor harus segera menyampaikan pemberitahuan kepada Enjinir dan harus mengganti kehilangan atau memperbaiki kerusakan sampai batas yang ditentukan oleh Enjinir. Jika Kontraktor mengalami keterlambatan dan/atau mengeluarkan Biaya untuk mengganti kehilangan atau memperbaiki kerusakan, Kontraktor harus menyampaikan pemberitahuan lebih lanjut kepada Enjinir dan akan berhak berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim Kontraktor] atas: (a) suatu perpanjangan waktu untuk keterlambatan, jika penyelesaian terlambat atau menjadi terlambat menurut SubKlausula 8.4. [Perpanjangan Waktu Penyelesaian]; dan (b) pembayaran atas Biaya, yang akan dimasukkan dalam Harga Kontrak. Dalam hal sub-paragraf (f) dan (g) dari Sub-Klausula 17.3 [Resiko Pengguna Jasa], Biaya ditambah dengan keuntungan akan dibayarkan.
Setelah menerima pemberitahuan ini Enjinir harus menindak lanjuti sesuai Sub-Klausula 3.5 [Pemutusan] untuk menyetujui atau menetapkan hal ini. EOT akibat Sub Clause Consequences of Force Majeure
19.4
If the Contractor is prevented from performing its substantial obligations under the Contract by Force Majeure of which notice has been given under Sub-
Clause 19.2 [Notice of Force Majeure], and suffers delay and/or incurs Cost by reason of such Force Majeure, the Contractor shall be entitled subject to Sub-Clause 20.1 [Contractor’s Claims] to: (a) an extension of time for any such delay, if completion is or will be delayed, under Sub-Clause 8.4 [Extension of Time for Completion], and (b) if the event or circumstance is of the kind described in sub-paragraphs (i) to (iv) of Sub-Clause 19.1 [Definition of Force Majeure] and, in the case of subparagraphs (ii) to (iv), occurs in the Country, payment of any such Cost, including the costs of rectifying or replacing the Works and/or Goods damaged or destructed by Force Majeure, to the extent they are not indemnified through the insurance policy referred to in Sub-Clause 18.2 [ Insurance for Works and Contractor’s Equipment ]. Jika Kontraktor terhambat dalam pelaksanaan kewajiban mendasarnya menurut Kontrak yang pemberitahuannya telah disampaikan menurut Sub-Klausula 19.2 [Pemberitahuan Keadaan Kahar], dan mengalami keterlambatan dan/atau mengeluarkan Biaya akibat Keadaan Kahar, Kontraktor akan berhak berdasarkan Sub-Klausula 20.1 [Klaim oleh Kontraktor] atas: (a) suatu perpanjangan waktu untuk keterlambatan, jika penyelesaian terlambat atau akan menjadi terlambat, menurut Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Pelaksanaan], dan (b) jika kejadian atau keadaan adalah jenis yang tercantum dalam sub13 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
paragraf (i) sampai (iv) dari SubKlausula 19.1[Definisi Keadaan Kahar] dan, dalam hal sub-paragraf (ii) sampai (iv) terjadi di dalam wilayah Negara, pembayaran Biaya, termasuk biaya untuk memperbaiki atau mengganti Pekerjaan dan/atau Barang-barang yang rusak oleh Keadaan Kahar, sampai sebatas bahwa mereka tidak diganti melalui polis asuransi berdasarkan SubKlausula 18.2 [Asuransi untuk Pekerjaan dan Peralatan Kontraktor]. Setelah menerima pemberitahuan ini, Enjinir harus menindaklanjuti sesuai dengan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] untuk menyetujui atau menetapkan halhal ini. Merujuk ke Sub-klausula 19.2 , jika suatu Pihak terhambat atau akan terhambat dalam melakukan kewajiban mendasarnya menurut Kontrak oleh Keadaan Kahar, selanjutnya ia harus menyampaikan pemberitahuan kepada Pihak lain mengenai kejadian atau keadaan yang merupakan Keadaan Kahar dan harus menentukan kewajibannya, kinerja pelaksanaan yang terhambat atau akan terhambat. Pemberitahuan ini harus disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah Pihak tersebut menyadari atau seharusnya menyadari, kejadian atau keadaan terkait yang merupakan Keadaan Kahar.Pihak tersebut harus, setelah menyampaikan pemberitahuan, dibebaskan dari kewajiban kinerja pelaksanaan selama Keadaan Kahar menghalanginya untuk melaksanakan kewajibannya.
14 | K o n s t r u k s i a
Tanpa memperhatikan ketentuan lain Klausula ini, Keadaan Kahar tidak berlaku untuk kewajiban melakukan pembayararan oleh salah satu Pihak kepada Pihak lain. EOT menurut Klausula 20 If the Contractor considers himself to be entitled to any extension of the Time for Completion and/or any additional payment, under any Clause of these Conditions or otherwise in connection with the Contract, the Contractor shall give notice to the Engineer, describing the event or circumstance giving rise to the claim. The notice shall be given as soon as practicable, and not later than 28 days after the Contractor became aware, or should have become aware, of the event or circumstance. If the Contractor fails to give notice of a claim within such period of 28 days, the Time for Completion shall not be extended, the Contractor shall not be entitled to additional payment, and the Employer shall be discharged from all liability in connection with the claim. Dari kedua alinea di atas, terlihat bahwa pengajuan klaim dari pihak kontraktor, harus diawali dengan pemberitahuan akan adanjay pengajuan klaim (notification for claim) yang menjadi sangat penting, karena jika pengajuan klaim melewati batas waktu tertentu yang ditetapkan, maka kontraktor akan kehilangan haknya atas kompensasi waktu dan biaya yang diajukan. Prosedur dan waktu yang diperlukan untuk tiap aktivitas terkait dengan klaim, dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini
ANALISIS “EXTENSION OF TIME” DAN DAMPAKNYA PADA KONTRAK KONSTRUKSI ( Sarwono)
Gambar 1 Tahapan pengakuan klaim dari kontraktor (FIDIC Conditions of Contract for construction MDB Harmonised Klausula 20 KESIMPULAN Saat ini hampir tidak ada proyek konstruksi yang penyelesaiannya tepat waktu, kelambatan penyelesaian suatu proyek sudah menjadi suatu keniscayaan. Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, yaitu sengketa, maka dua hal yang harus didalami oleh kedua pihak adalah: pemahaman kontrak secara utuh dan yang kedua pencatatan kejadian yang rapih, lengkap dan teratur (contemporary record). Klaim perpanjangan waktu (extension of time) bilamana disetujui, dalam hal tertentu mempunyai konsekuensi tambahan harga kontrak, meskipun tidak dikatakan demikian dalam klausula kontrak, karena perpanjangan waktu secara tidak langsung membuktikan atau merupakan pengakuan atas tangung jawab akibat kesalahan pengguna jasa. Kurangnya kesadaran pihak pengguna jasa bahwa penyelesaian proyek adalah tujuan bersama, bukannya kalah menang pada sengketa yang timbul. Pengguna jasa selama ini sangat tertarik pada proses konstruksi, tapi pada saat yang
bersamaan mengabaikan kewajibannya yang tertuang dalam kontrak. Di samping itu selama ini perpanjangan waktu dianggap suatu hal yang menguntungkan kontraktor, karena akan terbebas dari ganti rugi akibat kelambatan (liquidated damages) dan dalam halk tertentu memberi peluang tambahan harga kontrak. Sebenarnya perpanjangan waktu adalah upaya yang menguntungkan kedua belah pihak, karena pengguna ajsa juga akan diuntungkan terkait dengan dapat diselesaikannya proyek, karena jika tidak diberikan perpanjanagan waktu maka proyek akan terhenti dan akhirnya akan menunda pemasukan (revenue) bagi pengguna jasa, dalam hal proyek merupakan suatu asset yang akan dipoerasikan misalnya jalan tol, pusat listrik dsb.. Dalam hal proyek infrastruktur milik pemerintah, misalnya jalan umum, penyelesaian proyek akan memberi nilai tambah dari sisi ekonomi bagi rakyat.
15 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
REFERENSI Chow, Kok Fong (2006): Construction Contracts Dictionary, Sweet& Maxwell Asia, Singapore. FIDIC (2006): General Conditions of Contract for Construction, Multilateral Harmonised Edition, Federation Internationale des Ingenieur Conseils, Geneva, Switzerland, Fisk, Edward R (2003): Construction Project Administration, Prentice-Hall International, Columbus-Ohio Garner, Brian A (1999): Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, West Group, St.Paul-Minnesota Godfayl, Greg (2006): Construction Contract Administration, UNSW Press, Sydney, page 7 Hardjomuljadi, Sarwono (1999), The Importance of Management Deciusions in the application of FIDIC Conditions of Contract for Civil Construction Works, Pikitring Sumut and Aceh, Medan. Hardjomuljadi Sarwono et al (2007): Persyaratan Kontrak Untuk Pekerjaan Konstruksi, (terjemahan dengan lisensi dari FIDIC), Federation Intrnationale Des IngenieursConseils, Geneva. Hardjomuljadi S, Abdulkadir, A, Takei M (2008a): Strategi Klaim Konstruksi Berdasarkan FIDIC Conditions of Contract, Polagrade, Jakarta Hardjomuljadi,Sarwono (2010): Fair and balanced Conditions of Contract, a key success in the construction of hydro electric power plants in Indonesia, paper presented, Third International Conference on Water Resources and Renewable Energy Development in
16 | K o n s t r u k s i a
Asia, paper presented, March 29 - 30, Kuching, Malaysia.. Hardjomuljadi, Sarwono (2011a), The Development of New Edition FIDIC for Construction, MDB Harmonised Edition, paper presented, Workshop, Federation Internationale des Ingenieur Conseils, January 27-28, Brussels, Belgium Hardjomuljadi, Sarwono (2011b), Comparisons between FIDIC Conditions of Contract 1999 and MDB Harmonised 2006, paper presented, 3rd FIDIC Asia-Pacific Contract User’s Conference, FIDIC-Informa, June 24-25, Singapore Hardjomuljadi, Sarwono (2013b), Challenge and Problem Solving in using FIDIC MDB: From Commencement to Termination of the Works, paper presented, World Centenial Conference of Federation Internatiomale des Ingenieur Conseils, September 15-18, Barcelona, Spain Martin, Elizabeth A, Law, Jonathan (2006): “Oxford Dictionary of Law”, Oxford University Press
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
ANALISA PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJA BANGUNAN GEDUNG PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Dwi Handoko Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sony Sunaryo Indung Soedarso Dosen Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK: Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering terabaikan terutama pada pelaksanaan pembangunan bidang pekerjaan umum dengan konstruksi bangunan sederhana, hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja pada penyelenggaraan konstruksi, tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil evaluasi terdapat beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan kerja, antara lain tidak dilibatkan ahli teknik konstruksi, penggunaan metoda pelaksanaan yang tepat, lemahnya pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya melaksanakan peraturan-peraturan menyangkut K3 yang telah ada, lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3, kurang memadainya baik dalam kualitas dan kuantitas ketersediaan alat pelindung diri (APD), faktor lingkungan sosial ekonomi dan budaya pekerja dan kurang disiplinnya para tenaga kerja didalam mematuhi ketentuan mengenai K3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepatuhan dan pengawasan terhadap kesadaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan pengujian hipotesis, sedangkan subjek penelitian ini adalah pekerja bangunan Gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum yang dijadikan sampel penelitian. Teknik pengumplan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis menggunakan regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan bantuan program statistik SPSS, namun sebelum dilakukan pengujian regresi berganda terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak kontraktor dan kementerian Pekerjaan Umum dalam upaya meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja dalam proses pelaksanaan kontruksi. Kata Kunci:Peraturan, Pengawasan, Kesadaran K3 ABSTRACT: K3 general problem in Indonesia is still often over looked, especially in the execution of public works construction with simple building construction, as shown by the high number of accidents on the implementation of construction work, employment inthe construction sector covers about 7-8% of total work force in all sectors, and accounted 6:45% of GDP in Indonesia. Construction sector is one of the sectors most at risk of work place accidents. Based on the evaluation results, there are several factors that cause work place accidents, among others, were excluded expert construction techniques, the use of appropriate methods of implementation, lack of supervision in the field of construction, not yet fully implement regulations concerning existing K3, K3 implementation of weak supervision, less in a dequate both in quality and quantity of availability of personal protective equipment (PPE), environmental factors, socio-economic and cultural workers and the lack of discipline in the work force to comply with the K3. This study aims to determine how much influence the awareness of compliance
17 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
and over sight of Occupational Health and Safety (K3). The research method used in this study is a quantitative method to test the hypothesis, while the subject of this study is the construction workers building campus Spatial Planning Ministry of Public Works that the research sample. Data collecting using questionnaires. Datawere analyzed using multiple linear regression with the method of Ordinary Least Square (OLS) using a statistical program SPSS, but prior to the first regression testing conducted validity and reliability testing. The results oft his study are expected to help the contractor and the Ministry of Public Works in an effort to minimize the occurrence of occupational accidents in the construction process of implementation. Keywords: Regulation, Control, Awareness K3
LATAR BELAKANG Kementerian Pekerjaan Umum sesuai bidang tugasnya menyelenggarakan urusan pembangunan di bidang pekerjaan umum.Kementerian Pekerjaan Umum disamping dalam menyelenggarakan urusan pembangunan di bidang pekerjaan umum juga terus berupaya meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), untuk membantu Presiden dalam penyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam upaya Kementerian Pekerjaan Umum meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hal ini dikuatkan dengan diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.09/PRT/M/2008 tanggal 01 Juli 2008 tentang pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) konstruksi bidang pekerjaan umum. Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering terabaikan terutama pada pelaksanaan pembangunan bidang pekerjaan umum dengan konstruksi bangunan sederhana, hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerjapada penyelenggaraan konstruksi,tenagakerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja diseluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disampingsektor utama 18 | K o n s t r u k s i a
lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Jumlahtenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% diantaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkansekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formalapapun (Iman Kurniawan Wicaksono dan Moses L. Singgih, 2011).
Gambar 1. Statistik Kecelakaan Kerja di Indonesia dari Tahun 2007-2011 Berdasarkan data grafik diatas dari tahun 2007-2011 terjadi peningkatan kecelakaan kerja di Indonesia setiap tahunnya. Dari tahun 2007 sejumlah 83.714 orang, tahun 2008 sejumlah 94.736 orang, tahun 2009 sejumlah 96.314 orang, tahun 2010 sejumlah 98.711 orang, tahun 2011 sejumlah 99.491 orang (Yustiawan, Anas, 2012). Menurut teori efek domino H.W Heinrich juga bahwa kontribusi terbesar penyebab
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
kasus kecelakaan kerja adalah berasal dari faktor kelalaian manusia yaitu sebesar 88%. Sedangkan 10% lainnya adalah dari faktor ketidaklayakan properti/aset/barang dan 2% faktor lainlain. Hasil evaluasi kejadian-kejadian kecelakaan kerja selama ini dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka disebabkan tidak dilibatkan ahli teknik konstruksi, penggunaan metoda pelaksanaan yang tepat, lemahnya pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya melaksanakan peraturan-peraturan menyangkut K3 yang telah ada, lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3, kurang memadainya baik dalam kualitas dan kuantitas ketersediaan Alat Pelindung Diri(APD), faktor lingkungan social ekonomi dan budaya pekerja dan kurang disiplinnya para tenaga kerja didalam mematuhi ketentuan mengenai K3, antara lain pemakaian APD kecelakaan kerja (Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, 2007). Berkaitan dengan hal tersebut diatas untuk mengetahui lebih jauh, maka Peneliti melakukan penelitian mengenai pelaksanaan K3padaPekerja Bangunan Gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan UmumJalan Pattimura No. 20, Jakarta Selatan. PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Ingin mengetahui seberapa besar pengaruh (peraturan, prosedur, peralatan, pengarahan, menetapkan sasaran, memantau pelaksanaan) terhadap kesadaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)Pekerja Bangunan Gedung
Penataan Ruang Umum?
Kementerian Pekerjaan
BATASAN MASALAH Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada AnalisaPengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerja Bangunan Gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan UmumJalan Pattimura No. 20, Jakarta Selatan.
Manfaat Penelitian Penelitian mengenai AnalisaPengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerja Bangunan Gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umumini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, baik secara teoritis maupun praktis terutama : 1. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terutama bagi mereka yang menaruh minat untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengambil variabel penelitian yang berbeda dan dengan pendekatan yang berbeda pula. 2. Bagi kalangan akademisi,hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan administrasi publik, khususnya mengenai pengaruh K3 pada Pekerja Bangunan Gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. 3. Bagi Konsultan Perencana, hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat masukan dalam dokumen pelaksanaan untuk meningkatkan K3. 4. Bagi Kontraktor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti untuk meningkatkan K3 pada Pekerja Bangunan Gedung
19 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. LANDASAN TEORI Pengertian Kepatuhan Kepatuhan pada peraturan keselamatan menggambarkan aktivitas inti yang harus dilaksanakan oleh seseorang untuk memelihara keselamatan tempat kerja (Neal & Griffin, 2002 dalam Prihatiningsih dan Sugiyanto, 2010). Lebih lanjut, dikatakan bahwa kepatuhan keselamatan meliputi kepatuhan terhadap peraturan keselamatan,mengikuti prosedur yang benar, dan menggunakan peralatan yang tepat. Pada penelitian ini tentang kepatuhan menggunakan teori Neal dan Griffin (2002) dalam Prihatiningsih dan Sugiyanto (2010) dengan indikator peraturan, prosedur, dan peralatan. Digunakannya teori Neal dan Griffin (2002) tersebut dikarenakan, ketiga indikator yang digunakan memiliki kesesuaian dengan obyek penelitian ini. Pengertian Pengawasan Black (1994:9) dalam Rapina dan Friska (2011:15) mengungkapkan pengawasan merupakan tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, dengan hasil yang bermutu dalam batas waktu yang telah ditetapkan. Agus (2001:3) dalam Rapina dan Friska (2011:15) menyatakan pengawasan merupakan kegiatan yang mengkoordinasikan tugas pelaksanaan tugas melalui pengarahan dan umpan balik (feedback) yang efektif dan efisien. Hasil studi Kozlowski dan Doherty (1989) yang dikutip dari studi O’Driscoll dan Beehr (1994) dalam Rapina dan Friska (2011:16) menunjukkan bahwa pengawasan merupakan pihak yang paling dekat dengan konteks kerja seseorang karena melalui 20 | K o n s t r u k s i a
mereka tercermin budaya atau iklim organisasi. Dengan kata lain, supervisor mempunyai pengaruh langsung terhadap perilaku bawahannya. Pada penelitian ini tentang pengawasan menggunakan teori Agus (2001:3) dalam Rapina dan Friska (2011:15) dan Hasil studi Kozlowski dan Doherty (1989) yang dikutip dari studi O’Driscoll dan Beehr (1994) dalam Rapina dan Friska (2011:16) dengan indikator pengarahan, menetapkan sasaran, memantau pelaksanaan. Digunakannya teori Agus (2001:3) dalam Rapina dan Friska (2011:15) dan Hasil studi Kozlowski dan Doherty (1989) yang dikutip dari studi O’Driscoll dan Beehr (1994) dalam Rapina dan Friska (2011:16) tersebut dikarenakan, ketiga indikator yang digunakan memiliki kesesuaian dengan obyek penelitian ini.
Pengertian Keselamatan Kerja Adapun penyebab dasar kecelakaan di tempat kerja: kejadian karena ada kemungkinan, kondisi yang tidak aman, dan tindakan yang tidak aman dari pihak karyawan. Kejadian karena ada kemungkinan berkontribusi terhadap kecelakaan, tetapi kurang lebih berada di luar kendali manajemen (Dessler, 2007:278). 1. Kondisi yang Tidak Aman dan Faktor Lain yang Berhubungan dengan Pekerjaan Kondisi yang tidak aman adalah salah satu penyebab utama kecelakaan. Hal ini termaksuk hal-hal seperti (Dessler, 2007:278): a. Peralatan yang tidak terjaga dengan baik. b. Peralatan yang rusak.
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
c. Prosedur berbahaya di dalam, pada, atau di sekitar mesin atau peralatan. d. Penyimpanan yang tidak aman, kepadatan, kelebihan beban. e. Penerangan yang tidak tepat, cahaya yang menyorot, atau tidak cukup. f. Ventilasi yang tidak baik, pertukaran udara yang tidak cukup sumber udara yang tidak murni. 2. Penyebab Tindakan yang Tidak Aman Tindakan yang tidak aman dapat merusak upaya terbaik untuk meminimalkan kondisi yang tidak aman, tetapi sayangnya tidak mudah menjawab pertanyaan tentang apa yang menyebabkan hal tersebut. Karenanya, meskipun sebagian orang yakin bahwa hampir semua orang yang mudah celaka adalah orang yang implusif (Dessler, 2007:282). Pada peraktiknya, pencegahan kecelakaan bermula dari dua aktifitas dasar: (1) mengurangi kondisi yang tidak aman dan (2) mengurangi tindakan yang tidak aman. Disebagian besar fasilitas, kepala petugas keamanan bertanggung jawab untuk kegiatan ini (Dessler, 2007:282). 1. Mengurangi Kondisi yang Tidak Aman Mengurangi kondisi yang tidak aman dengan merancang pekerjaan dengan baik dan memiliki manajer yang mengawasi bahaya selalu harus merupakan pilihan pertama.Kemudian pengendalian administratif, seperti rotasi pekerjaan untuk mengurangi keterbukaan jangka panjang terhadap bahaya.Baru kemudian peralatan perlindung pribadi. Mengurangi tindakan yang tidak aman melalui penyaringan, pelatihan, atau program insentif, adalah cara dasar untuk mengurangi kecelakaan (Dessler, 2007:278).
2. Mengurangi Tindakan Tidak Aman dengan Menekankan Keamanan Menciptakan iklim keamanan yang tepat bukan hanya bersifat akademis.Studi menemukan bahwa (1) karyawan memang mengembangkan persepsi konsisten mengenai praktik keamanan penyediaan, dan (2) persepsi iklim keamanan ini memprediksikan catatan keamanan di bulan-bulan setelah survei tersebut.Amatlah penting untuk memperlihatkan baik dengan perkataan dan perbuatan bahwa keamanan adalah sangat penting. Sebagai contoh, penyelia harus (Dessler, 2007:284): a. Menguji karyawan saat mereka memilih perilaku yang aman. b. Mendengar saat karyawan menawarkan usulan, kekhawatiran, atau keluhan. c. Menjadi contoh yang baik, misalnya dengan mengikuti setiap aturan keamanan dan prosedur. d. Mengunjungi daerah pabrik secara teratur. e. Memelihara komunikasi keamanan yang terbuka, misalnya dengan memberitahu karyawan sebanyak mungkin tentang aktifitas keamanan seperti menguji alarm dan mengubah peralatan atau prosedur keamanan. f. Menghubungkan bonus manajer dengan perbaikan keamanan. 3. Mengurangi Tindakan Tidak Aman Melalui Seleksi dan Penempatan Penyaringan adalah cara lain untuk mengurangi tindakan tidak aman. Disini tujuannya adalah untuk mengisolasi sifat (seperti keterampilan visual) yang dapat memprediksikan kecelakaan pada pekerjaan yang bersangkutan, kemudian menyaring kandidat berdasarkan sifatnya.Studi menyatakan bahwa tes seperti Employee Reliability Inventory 21 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
(ERI)/ Daftar Keandalan Karyawan dapat membantu pengusaha mengurangi tindakan yang tidak aman di tempat kerja.Pada intinya ERI mengukur dimensi keandalan seperti kematangan emosional, kehati-hatian, kinerja pekerjaan aman, dan kinerja kehati-hatian (Dessler, 2007:274).
6. Keamanan Berdasarkan Perilaku Keamanan berdasarkan perilaku berarti mengidentifikasi perilaku pekerja yang berkontribusi pada kecelakaan dan kemudiaan melatih pekerja untuk menghindari perilaku ini (Dessler, 2007:287).
4. Mengurangi Tindakan Tidak Aman Melalui Pelatihan Pelatihan keamanan adalah cara lain untuk mengurangi tindakan tidak aman. Hal ini sangatlah tepat bagi karyawan baru.Anda harus menginstruksikan mereka dalam praktik dan prosedur keamanan, memperingatkan mereka tentang potensi bahaya dan bekerja dengan mengembangkan perilaku yang menyadari keamanan (Dessler, 2007:275).
7. Menggunakan Partisipasi Karyawan Partisipasi karyawan dapat diterapkan dalam beberapa bentuk. Manajemen membentuk tim gabungan keamanan tenaga kerja menajemen untuk setiap departemen. Paling tidak ada dua alasan untuk melibatkan karyawan dalam menyusun program keamanan karyawan. Pertama, mereka adalah sumber ide terbaik pihak manajemen berkaitan dengan ide tentang apa masalah potensial dan bagaimana solusinya. Kedua, lebih mudah membuat karyawan menerima dan secara antusias mengikuti program keamanan bila mereka berperan serta dalam penyusunannya (Dessler, 2007:287).
5. Mengurangi Tindakan Tidak Aman Melalui Motivasi: Poster, Program Insentif, dan Penguatan Positif Poster keamanan juga membantu mengurangi tindakan tidak aman.Namun, poster bukanlah pengganti bagi program keamanan komprehensif, pengusaha harus mengkombinasikan mereka dengan teknik lainnya untuk mengurangi kondisi dan tindakan tidak aman, dan juga sering mengubahnya (Dessler, 2007:286). Program insentif juga telah berhasil mengurangi luka-luka tempat kerja. Satu pilihan adalah dengan menekankan insentif “nontradisional” misalnya, dengan memberikan penghargaan pengakuan kepada karyawan karena menghadiri pertemuan keamanan, karena mengenali bahya, atau karena memperlihatkan kemahiran mereka dalam hal keamanan dan kesehatan (Dessler, 2007:286).
22 | K o n s t r u k s i a
8. Melakukan Inspeksi dan Audit Keamanan dan Kesehatan Manajer dapat mempercepat proses audit keamanan dengan menggunakan bantuan digital personal seperti Palm Pilot. Untuk menggunakan aplikasi ini, manager atau petugas keamanan memberikan nama audit keamanan, memasukan pertanyaan audit, dan daftar jawaban yang mungkin. Penyelia dan para karyawan lalu menggunakan Palm Pilot untuk mencatat audit tersebut untuk secara otomatis mengirimkannya ke bagian keamanan perusahaan (Dessler, 2007:288). 9. Mengendalikan Biaya Kompensasi Pekerja Pada saat kecelakaan benar-benar terjadi, karyawan mungkin beralih pada asuransi
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
pekerja pengusaha untuk menutupi biaya dan kehilangannya. Sebaliknua, kompensasi premium pekerja memiliki pengusaha merefleksikan jumlah dan ukuran klain yang diajukan.Oleh karena itu, terdapat dorongan menusiawi dan keuangan untuk mengurangi tuntutan tersebut (Dessler, 2007:288). Pada penelitian ini tentang kesadaran keselamatan kerja menggunakan teoriFlin et al. (2000), dan Dessler (2007) dengan indikator sikap, perilaku, komitmen, pelatihan, dan kompetensi. Penelitian ini menggunakan teori yang dikembangkan oleh Flin et al. (2000), dan Dessler (2007) karena terdapat indikator dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang memiliki kesesuaian dengan obyek penelitian ini. PEMBAHASAN Kerangka Pemikiran Berdasarkan pemaparan teori mengenai Peraturan, Prosedur, Peralatan, Pengawasan, Menetapkan Sasaran, Memantau Pelaksanaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari para peneliti dan ahli terdahulu, maka dapat dibuatkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:
merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Pengujian instumen biasanya terdiri dari uji validitas dan reliabilitas. Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur. Dengan demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Pengujian validitas menggunakan program SPSS dengan metode Pearson Correlation, yaitu mengkorelasikan tiap item dengan skor total item kuisioner.Dasar pengambilan keputusan uji validitas sebagai berikut: (Alhusin, 2003) - Jika rhitung> rtabel, maka butir pertanyaan dinyatakan valid. - Jika rhitung< rtabel, maka butir pertanyaan dinyatakan tidak valid. Nilai r table dapat dilihat pada table statistik r dengan N=100 atau df = n-2 = 98 dan dengan signifikansi 0,05 maka didapat nilai r tabel = 0,197. Hasil uji validitas disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Item Variabel
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Uji Validitas Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data
Peratura n (X11)
Item
r hitung
r kritis
Kepu tusan
Item1
0,705
0,197
Valid
Item2
0,671
0,197
Valid
Item3
0,797
0,197
Valid
23 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Item4
0,790
0,197
Valid
Item9
0,536
0,197
Valid
Item1
0,617
0,197
Valid
Item10
0,662
0,197
Valid
Item2
0,752
0,197
Valid
Item11
0,667
0,197
Valid
Item3
0,778
0,197
Valid
Item12
0,656
0,197
Valid
Item4
0,747
0,197
Valid
Item13
0,640
0,197
Valid
Item1
0,661
0,197
Valid
Item14
0,677
0,197
Valid
Item2
0,742
0,197
Valid
Item15
0,579
0,197
Valid
Item3
0,784
0,197
Valid
Item16
0,633
0,197
Valid
Item4
0,718
0,197
Valid
Item17
0,684
0,197
Valid
Item1
0,692
0,197
Valid
Item18
0,669
0,197
Valid
Item2
0,689
0,197
Valid
Item19
0,649
0,197
Valid
Item3
0,714
0,197
Valid
Item20
0,508
0,197
Valid
Item4
0,692
0,197
Valid
Item1
0,734
0,197
Valid
Item2
0,713
0,197
Valid
Item3
0,777
0,197
Valid
Item4
0,651
0,197
Valid
Item1
0,672
0,197
Valid
Memantau Item2 pelaksanaa n (X23) Item3
0,641
0,197
Valid
0,797
0,197
Valid
Item4
0,698
0,197
Valid
Item1
0,522
0,197
Valid
Item2
0,687
0,197
Valid
Item3
0,649
0,197
Valid
Item4
0,682
0,197
Valid
Item5
0,586
0,197
Valid
Item6
0,633
0,197
Valid
Item7
0,582
0,197
Valid
Item8
0,585
0,197
Valid
Prosedur (X12)
Peralata n (X13)
Pengarah an (X21)
Menetapk an sasaran (X22)
Kesadara n keselamat an dan kesehatan Kerja (Y)
24 | K o n s t r u k s i a
Sumber: Data diolah, 2014 Dari tabel di atas dapat diketahui semua item nilai korelasi lebih dari r table 0,197. Dengan ini maka dapat disimpulkan bahwa item-item kuisioner tersebut valid. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi.Pengujian reliabilitas yang digunakan adalah dengan menggunakan metode Cronbach Alpha. Metode Cronbach Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya merupakan rentangan dari beberapa nilai atau berbentuk skala. Dasar pengambilan keputusan untuk pengujian reliabilitas adalah sebagai berikut: (Ghazali, 2005) - Jika nilai Cronbach Alpha> 0,60, maka kuesioner yang diuji dinyatakan reliabel.
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
- Jika nilai Cronbach Alpha< 0,60, maka kuesioner yang diuji dinyatakan tidak reliabel. Setelah dihitung dengan bantuan program SPSS maka dapat diketahui nilai reliabilitas (cronbach’s alpha) adalah sebagai berikut:
Analisis deskriptif statistk Analisis ini untuk mengetahui deskripsi data seperti mean, nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi. Berikut ini disajikan statistik deskriptif tentang
variable-variabel penelitian yaitu sebagai berikut: Dari tabel di atas dapat diketahui deskripsi statistik tentang skor total dari variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini. Skor total adalah penjumlahan skor dari
item pertanyaan 1 sampai item terakhir untuk masing-masing variabel. Untuk variable Peraturan jumlah data 100, nilai minimum 13, nilai maksimum 26, rata-rata 20,61, dan standar deviasi 3,101. Untuk variable Prosedur jumlah data 100, nilai minimum 13, nilai maksimum 26, rata-rata 21,08, dan standar deviasi 3,177. Untuk variable Peralatan jumlah data 100, nilai minimum 12, nilai maksimum 27, rata-rata 20,66, dan standar deviasi 3,207. Untuk variable Pengarahan jumlah data 100, nilai minimum 13, nilai maksimum 26, rata-rata 20,76, dan standar deviasi 3,009. Untuk variable Menetapkan sasaran jumlah data 100, nilai minimum 12, nilai maksimum 25, rata-rata 20,70, dan standar deviasi 3,211. Untuk variable Memantau pelaksanaan jumlah data 100, nilai minimum 13, nilai maksimum 26, rata-rata 20,37, dan standar deviasi 3,090. Dan untuk variable Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja jumlah data 100, nilai minimum 69, nilai maksimum 120, rata-rata 102,66, dan standar deviasi 13,929. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik ini bertujuan untuk menguji kelayakan atas model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat multikolinieritas dan heteroskedastisitas serta untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2011). a. Uji Normalitas Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai residual terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang terdistribusi secara normal.
25 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Cara untuk mendeteksinya adalah dengan melihat penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik NormalP-P Plotof regression standardized sebagai dasar pengambilan keputusannya. Jika menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal maka model regresi tersebut telah normal dan layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas dan sebaliknya.
Pengujian ada tidaknya gejala multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Apabila nilai VIF berada dibawah 10,00 dan nilai Tolerance lebih dari 0,100, maka diambil kesimpulan bahwa model regresi tersebut tidak terdapat masalah multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas disajikan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Uji Normalitas (Grafik Normal P-P Plot)
Tabel 4.4 Hasil uji Multikolinearitas Coefficientsa Collinearity Statistics Model
Tolerance VIF
1 (Constant)
Sumber : Data diolah, 2014 Dari gambar grafik di atas dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal, maka model regresi tersebut telah normal dan layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi yang tinggi, maka dinamakan terdapat masalah multikolonieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang tinggi diantara variabel independen.
26 | K o n s t r u k s i a
Peraturan (X11)
.569
1.757
Prosedur (X12)
.282
3.548
Peralatan (X13)
.305
3.284
Pengarahan (X21)
.330
3.030
Menetapkan sasaran (X22)
.425
2.350
Memantau pelaksanaan (X23)
.496
2.015
Dependent Variable: Kesadaran keselamatan dan kesehatan Kerja (Y) Sumber : Data diolah, 2014 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF kurang dari 10,00 dan Tolerance lebih dari 0,100 untuk ke enam variabel independen, maka dapat disimpulkan
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
bahwa model regresi tidak terjadi masalah multikolinearitas. c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi(Priyatno, 2009). Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah heteroskedastisitas. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, hal ini disebut Homoskedastisitas, namun jika variansnya berbeda, disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dengan melihat pola titik-titik pada scatterplots regresi. Jika titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada output Regression pada gambar Scatterplot:
Gambar 4.2 Hasil uji Heteroskedastisitas
Dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi. Analisis Regresi Linier dan Uji Hipotesis a. Persamaan Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun secara simultan. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda dengan empat variabel independen yaitu sebagai berikut: Y = a + ß11X11 + ß12X12 + ß13X13 + ß21X21 + ß22X22 + ß23X23 + e Dimana : Y
=
Kesadaran Keselamatan Kesehatan Kerja a = Konstanta ß = Koefisien regresi X11 = Peraturan X12 = Prosedur X13 = Peralatan X21 = Pengarahan X22 = Menetapkan sasaran X23 = Memantau pelaksanaan e = error (tingkat kesalahan)
dan
Hasil yang diperoleh setelah data diolah dengan bantuan program SPSS disajikan dalam tabel berikut ini:
Sumber : Data diolah, 2014 27 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Tabel 4.5 Analisis Regresi Linear Berganda
Sumber : Data diolah, 2014 Persamaan regresinya sebagai berikut: Y = 2,687 + 1,321X11 + 0,909X12 + 0,724X13 + 0,732X21 + 0,577X22 + 0,563X23 - Konstanta sebesar 2,687; artinya jika peraturan, prosedur, peralatan, pengarahan, menetapkan sasaran, dan memantau pelaksanaan nilainya adalah 0, maka besarnya kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja (Y) nilainya sebesar 2,687. - Koefisien regresi variabel Peraturan (X11) sebesar 1,321; artinya setiap peningkatan peraturan sebesar 1 satuan, maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja sebesar 1,321 satuan, dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap. - Koefisien regresi variabel Prosedur (X12) sebesar 0,909; artinya setiap peningkatan prosedur sebesar 1 satuan, maka akan meningkatkan kesadaran 28 | K o n s t r u k s i a
keselamatan dan kesehatan kerja sebesar 0,909 satuan, dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap. - Koefisien regresi variabel Peralatan (X13) sebesar 0,724; artinya setiap peningkatan peralatan sebesar 1 satuan, maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja sebesar 0,724 satuan, dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap. - Koefisien regresi variabel Pengarahan (X21) sebesar 0,732; artinya setiap peningkatan pengarahan sebesar 1 satuan, maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja sebesar 0,732 satuan, dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap. - Koefisien regresi variabel Menetapkan sasaran (X22) sebesar 0,577; artinya setiap peningkatan menetapkan sasaran sebesar 1 satuan, maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja sebesar 0,577 satuan, dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap. - Koefisien regresi variabel Memantau pelaksanaan (X23) sebesar 0,563; artinya setiap peningkatan memantau pelaksanaan sebesar 1 satuan, maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja sebesar 0,563 satuan, dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap. b. Uji t (uji koefisien regresi secara parsial) Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variable dependen atau tidak. Hasil uji t yang diperoleh disajikan sebagai berikut: Tabel 4.6
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
Hasil uji t (uji secara parsial) Coefficientsa
Model
t
Sig.
1
(Constant)
.519
.605
Peraturan (X11)
4.876
.000
Prosedur (X12)
2.420
.017
Peralatan (X13)
2.023
.046
Pengarahan (X21)
1.996
.049
Menetapkan 1.907 sasaran (X22)
.060
Memantau pelaksanaan (X23)
.056
1.932
a. Dependent Variable: Kesadaran keselamatan dan kesehatan Kerja (Y) Sumber : Data diolah, 2014 a Pengujian terhadap koefisien variabel Peraturan(b11) Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif Ho : b11= 0 Peraturan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja) Ha : b11 0 Peraturan secara parsial berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. 2. Menentukan t hitung
Berdasarkan tabel di atas diperoleh t hitung sebesar 4,876 3. Menentukan t tabel dengan menggunakan = 0,05 Tabel distribusi t dapat dilihat pada tabel t statistik dengan signifikansi = 0,05 : 2 = 0,025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 1006-1 = 93. Dengan pengujian 2 sisi hasil diperoleh untuk ttabel sebesar 1,986 / 1,986,. 4. Kriteria pengujian - Ho diterima bila -t hitung -t tabel atau t hitung ≤ t tabel - Ho ditolak bila -t hitung -t tabel atau t hitung> t tabel 5. Membandingkan thitung dengan ttabel Nilai thitung> ttabel (4,876 > 1,986), maka Ho ditolak 6.Membuat kesimpulan Oleh karena nilai thitung> ttabel (4,876 > 1,986), maka Ho ditolak, artinya bahwa Peraturan secara parsial berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Nilai t hitung positif, artinya berpengaruh positif, yaitu semakin meningkat peraturan maka akan meningkatkan Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. b Pengujian terhadap koefisien variabel Prosedur(b12) Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif Ho : b12 = 0 Prosedur secara parsial tidak berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja)
29 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Ha : b12 0 Prosedur secara parsial berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. 2. Menentukan t hitung Berdasarkan tabel di atas diperoleh t hitung sebesar 2,420 3. Menentukan t tabel dengan menggunakan = 0,05 Tabel distribusi t dapat dilihat pada tabel t statistik dengan signifikansi = 0,05 : 2 = 0,025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 1006-1 = 93. Dengan pengujian 2 sisi hasil diperoleh untuk ttabel sebesar 1,986 / 1,986,. 4. Kriteria pengujian - Ho diterima bila -t hitung -t tabel atau t hitung ≤ t tabel - Ho ditolak bila -t hitung -t tabel atau t hitung> t tabel 5. Membandingkan thitung dengan ttabel Nilai thitung> ttabel (2,420 > 1,986), maka Ho ditolak 6. Membuat kesimpulan Oleh karena nilai thitung> ttabel (2,420 > 1,986), maka Ho ditolak, artinya bahwa Prosedur secara parsial berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Nilai t hitung positif, artinya berpengaruh positif, yaitu semakin meningkat prosedur maka akan meningkatkan Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. c Pengujian terhadap koefisien variabel Peralatan(b13) Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
30 | K o n s t r u k s i a
Ho : b13 = 0 Peralatan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja) Ha : b13 0 Peralatan secara parsial berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. 2. Menentukan t hitung Berdasarkan tabel di atas diperoleh t hitung sebesar 2,023 3. Menentukan t tabel dengan menggunakan = 0,05 Tabel distribusi t dapat dilihat pada tabel t statistik dengan signifikansi = 0,05 : 2 = 0,025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 100-6-1 = 93. Dengan pengujian 2 sisi hasil diperoleh untuk ttabel sebesar 1,986 / -1,986,. 4. Kriteria pengujian - Ho diterima bila -t hitung -t tabel atau t hitung ≤ t tabel - Ho ditolak bila -t hitung -t tabel atau t hitung> t tabel 5. Membandingkan thitung dengan ttabel Nilai thitung> ttabel (2,023 > 1,986), maka Ho ditolak 6. Membuat kesimpulan Oleh karena nilai thitung> ttabel (2,023 > 1,986), maka Ho ditolak, artinya bahwa Peralatan secara parsial berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Nilai t hitung positif, artinya berpengaruh positif, yaitu semakin meningkat peralatan maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. d Pengujian terhadap koefisien variabel Pengarahan (X21) Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif Ho : b21 = 0 Pengarahan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja) Ha : b21 0 Pengarahan secara parsial berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. 2. Menentukan t hitung Berdasarkan tabel di atas diperoleh t hitung sebesar 1,996 3. Menentukan t tabel dengan menggunakan = 0,05 Tabel distribusi t dapat dilihat pada tabel t statistik dengan signifikansi = 0,05 : 2 = 0,025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 100-6-1 = 93. Dengan pengujian 2 sisi hasil diperoleh untuk ttabel sebesar 1,986 / -1,986,. 4. Kriteria pengujian - Ho diterima bila -t hitung -t tabel atau t hitung ≤ t tabel - Ho ditolak bila -t hitung -t tabel atau t hitung> t tabel 5. Membandingkan thitung dengan ttabel Nilai thitung> ttabel (1,996 > 1,986), maka Ho ditolak 6. Membuat kesimpulan Oleh karena nilai thitung> ttabel (1,996 > 1,986), maka Ho ditolak, artinya bahwa Pengarahan secara parsial berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Nilai t hitung positif, artinya berpengaruh positif, yaitu semakin meningkat pengarahan maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. e Pengujian terhadap koefisien variabel Menetapkan sasaran (X22)
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif Ho : b22 = 0 Menetapkan sasaran secara parsial tidak berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja) Ha : b22 0 Menetapkan sasaran secara parsial berpengaruh terhadap kesadaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja. 2. Menentukan t hitung Berdasarkan tabel di atas diperoleh t hitung sebesar 1,907 3. Menentukan t dengan tabel menggunakan = 0,05 Tabel distribusi t dapat dilihat pada tabel t statistik dengan signifikansi = 0,05 : 2 = 0,025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 100-6-1 = 93. Dengan pengujian 2 sisi hasil diperoleh untuk ttabel sebesar 1,986 / -1,986,. 4. Kriteria pengujian - Ho diterima bila -t hitung -t tabel atau t hitung ≤ t tabel - Ho ditolak bila -t hitung -t tabel atau t hitung> t tabel
5. Membandingkan thitung dengan ttabel Nilai thitung< ttabel (1,907 < 1,986), maka Ho diterima 6. Membuat kesimpulan Oleh karena thitung< ttabel (1,907 < 1,986), maka Ho diterima, artinya bahwa Menetapkan sasaran secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. f Pengujian terhadap koefisien variabel Memantau pelaksanaan (X23) Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
31 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif Ho : b23 = 0 Memantau pelaksanaan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja) Ha : b23 0 Memantau pelaksanaan secara parsial berpengaruh terhadap kesadaran terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pekerja . 2. Menentukan t hitung
Berdasarkan tabel di atas diperoleh t hitung sebesar 1,932 3. Menentukan t tabel dengan menggunakan = 0,05 Tabel distribusi t dapat dilihat pada tabel t statistik dengan signifikansi = 0,05 : 2 = 0,025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 100-6-1 = 93. Dengan pengujian 2 sisi hasil diperoleh untuk ttabel sebesar 1,986 / -1,986,. 4. Kriteria pengujian - Ho diterima bila -t hitung -t tabel atau t hitung ≤ t tabel - Ho ditolak bila -t hitung -t tabel atau t hitung> t
keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. c. Uji F (uji koefisien regresi secara bersama-sama) Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen atau tidak. Hasil uji F yang diperoleh setelah data diolah disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Hasil Uji F (Koefisien Regresi Secara Bersama-sama) a. Predictors: (Constant), Memantau pelaksanaan (X23), Peraturan (X11), Menetapkan sasaran (X22), Peralatan (X13), Pengarahan (X21), Prosedur (X12) b. Dependent Variable: Kesadaran keselamatan dan kesehatan Kerja (Y)
tabel
5. Membandingkan thitung dengan ttabel Nilai thitung< ttabel (1,932 < 1,986), maka Ho diterima 6.Membuat kesimpulan Oleh karena thitung< ttabel (1,932 < 1,986), maka Ho diterima, artinya bahwa Memantau pelaksanaan secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kesadaran 32 | K o n s t r u k s i a
Tahap-tahap untuk melakukan uji F sebagai berikut: a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya Ho = 0 Artinya peraturan, prosedur, peralatan, pengarahan, menetapkan sasaran, dan memantau pelaksanaan secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. Ha 0Artinya peraturan, prosedur, peralatan, pengarahan, menetapkan sasaran, dan memantau pelaksanaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja) b. Menentukan F hitung Berdasarkan tabel di atas diperoleh F hitung sebesar 65,092 c. Menentukan F tabel F tabel dapat dilihat pada lampiran table statistik, dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05, dengan df 1 (jumlah variabel –1) atau 7-1 = 6 dan df 2 (n-k-1) atau (100-6-1) = 93. Hasil diperoleh untuk F tabel sebesar 2,198. d. Kriteria pengujian - Ho diterima bila F hitung ≤ F tabel - Ho ditolak bila F hitung> F tabel e. Membandingkan thitung dengan ttabel. Nilai F hitung> F tabel (65,092 > 2,198), maka Ho ditolak f. Membuat kesimpulan Karena F hitung> F tabel (65,092 > 2,198), maka Ho ditolak, artinya bahwa peraturan, prosedur, peralatan, pengarahan, menetapkan sasaran, dan memantau pelaksanaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. d. Analisis koefisien determinasi (Adjusted R Square) Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar prosentase model regresi mampu menjelaskan variabel dependen. Batas nilai R2 adalah 0 ≤ R2 ≥ 1 sehingga apabila R2 sama dengan nol (0) berarti variabel tidak bebas tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas secara serempak,
sedangkan bila R2 sama dengan 1 berarti variabel bebas dapat menjelaskan variabel tidak bebas secara serempak. Hasil analisisdeterminasi Adjusted R2 yang diperoleh setelah data diolah disajikan dalam tabel berikut ini:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai Adjusted R2 sebesar 0,795 (79,5%). Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel independen yang digunakan dalam model (peraturan, prosedur, peralatan, pengarahan, menetapkan sasaran, dan memantau pelaksanaan) mampu menjelaskan sebesar 79,5% variasi variabel kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. KESIMPULAN Dari hasil analisis data pada bab pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:Peraturan secara parsial berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini ditunjukkan oleh uji t yang didapat nilai thitung> ttabel (4,876 > 1,986), sehingga Ho ditolak. Nilai t hitung positif, artinya berpengaruh positif, yaitu semakin meningkat peraturan maka akan meningkatkan Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. 1. Prosedur secara parsial berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini ditunjukkan oleh uji t yang didapat thitung> ttabel (2,420 > 1,986), sehingga Ho ditolak. Nilai t hitung positif, artinya berpengaruh positif, yaitu semakin meningkat
33 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
2.
3.
4.
5.
prosedur maka akan meningkatkan Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. Peralatan secara parsial berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini ditunjukkan oleh uji t yang didapat nilai thitung> ttabel (2,023 > 1,986), sehingga Ho ditolak. Nilai t hitung positif, artinya berpengaruh positif, yaitu semakin meningkat peralatan maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. Pengarahan secara parsial berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini ditunjukkan oleh uji t yang didapat nilai nilai thitung> ttabel (1,996 > 1,986), sehingga Ho ditolak. Nilai t hitung positif, artinya berpengaruh positif, yaitu semakin meningkat pengarahan maka akan meningkatkan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja. Menetapkan sasaran secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini ditunjukkan oleh uji t yang didapat nilai nilai thitung< ttabel (1,907 < 1,986), sehingga Ho diterima. Memantau pelaksanaan secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini ditunjukkan oleh uji t yang didapat nilai nilai thitung< ttabel (1,932 < 1,986), sehingga Ho diterima.
34 | K o n s t r u k s i a
6. peraturan, prosedur, peralatan, pengarahan, menetapkan sasaran, dan memantau pelaksanaan secara bersamasama berpengaruh terhadap kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini ditunjukkan oleh uji F yang didapat nilai F hitung> F tabel (65,092 > 2,198), sehingga Ho ditolak. Keterbatasan Penelitian Beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini dan perlu diperhatikan oleh peneliti yang akan datang adalah sebagai berikut : Penelitian ini hanya terbatas pada jumlah sampel yaitu sebanyak 100 responden dan terbatas pada pekerja bangunan gedung Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum saja, sehingga kurang akuratnya hasil penelitian jika ditujukan pada pekerja yang lain. Saran Setelah melakukan analisis dan pengamatan terhadap semua keterbatasan yang ada, peneliti memberikan saran sebagai berikut: Untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan sampel yang lebih banyak, misal 200 responden dan pada pekerja yang lain, sehingga hasil penelitian akan lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Buku: 1. Ahmadi.(1999). Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Jakarta. 2. Alhusin, Syahri, “Aplikasi Statistik Praktis dengan Menggunakan SPSS 10 for Windows”, Edisi Kedua, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003.
ANALISA PENGARUH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Dwi – Sony – Indung)
3. Arikunto, Suharsimi, “Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek”, Edisi Revisi V, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002. 4. Azwar, Saifuddin. (2001). Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 5. Cooper, D.R., dan Schindler, P.S. (2011). Business Research Methods, McGraw-Hill, New York. 6. David, Fred R. (2005). Strategic Management, Concept & Cases, 10th edition, Prentice Hall, New Jersey. 7. Dessler, Garry. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, PT.Indeks, Jakarta. 8. Ghazali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Menggunakan Program SPSS, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta. 9. Ghazali, Imam, 2011, Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program IBM SPSS 19, Cetakan kelima, Universitas Diponegoro, Yogyakarta. 10. Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta. 11. Malhotra, N.K. (2004). Marketing Research, Person International Edition, New Jersey. 12. Moliono et al.(1990).Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 13. Nunnaly, J.C., “Psychometric Theory”, 2nd edition, New Delhi: Tata McGraw Hill, 1981. 14. Priyatno, Duwi, “5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17”, Cetakan Kedua, Yogyakarta: ANDI, 2010. 15. Saifuddin, Azwar, 2004, Reabilitas dan validitas, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta., cetakan kelima 16. Santoso, Singgih. 2001. BukuLlatihan SPSS Statistik Parametrik. PT.ELEK Media Komputindo. Jakarta. 17. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business: Metodologi
Penelitian untuk Bisnis, Penerbit Salemba Empat. 18. Sekaran, Uma. (2003). Research Methods for Business a Skill Building Approach, John Wiley & Sons, Inc.,New York. 19. Soekidjo, Notoatmodjo. (1997). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta. 20. Sugiyono, “Metode Penelitian Bisnis”, Bandung: CV. Alfabeta, 2007. 21. Sugiyono (2009), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Penerbit Alfabeta, Bandung. 22. Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat Arti dan Interprestasi, PT. Asdi Mahasatya, Jakarta. 23. Umar, H. (2003). Metodelogi Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis, PT. Gramedia Pusaka, Jakarta. Jurnal: 1. Flin, R., Mearns, K., O'Connor, P., dan Bryden, R. (2000). Measuring Safety Climate: Identifying the Common Features. Safety Science, Vol. 34, pp. 177-192. 2. Prihatiningsih., dan Sugiyanto. (2010). Pengaruh Iklim Keselamatan dan Pengalaman Personal terhadap Kepatuhan pada Peraturan Keselamatan Pekerja konstruksi. Jurnal Psikologi, Vol. 37, No. 1, hal. 82-93. 3. Rapina dan Friska, Hana.(2011). Pengaruh Komitmen Organisasi dan Tindakan Supervisi Terhadap Kepuasan Kerja Auditor Junior.Jurnal Ilmiah Akuntansi Akurat, No. 6. 4. Thompson, J.E. et al. (2017). Using the ISBAR handover tool in junior medical officer handover: a study in an Australian tertiary hospital.Postgraduate medical journal, Vol. 87, no. 1027, hal. 340–4.
35 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
5. Wicaksono, Iman Kurniawan.m dan Singgih, Moses L. (2011).Manajemen Risiko K3 (Keselamatan Dan Kesehatan Kerja) Pada Proyek Pembangunan Apartemen
36 | K o n s t r u k s i a
Puncak Permai Surabaya.Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII.
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN (Maghrizal - Andi - Irma)
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN PERUMAHAN Mahgrizal Aris Nurwega Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
[email protected] Andi Maddeppungeng dan Irma Suryani, Dosen Teknik Sipil, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ABSTRAK : Keterlibatan berbagai pelaku pada kegiatan pengembangan perumahan membentuk suatu pola hubungan yang disebut rantai pasok. Maka dilakukan penerapan konsep supply chain management untuk mengetahui pola jaringan supply chain dan kinerja supply chain terhadap indikator – indikator penilaian kinerja yang mengandung konsep value, conversion, dan flow. Metode yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan data kualitatif dan data kuantitatif pada lokasi studi kasus. Data kualitatif berupa hasil wawancara dan kuesioner yang mendeskripsikan bentuk pola supply chain. Data kuantitatif berupa catatanatau arsip data yang ada di lapangandigunakan untuk mengukur kinerja supply chain. Hasil penelitian, dari 10 (sepuluh) perumahan diperoleh pola jaringan umum dan khusus dimana aktifitas pengembang menentukan jaringan supply chain, yang dipengaruhi oleh metoda kontrak yang digunakan, aktivitas dibidang konstruksi, serta strategi pengadaan yang dilakukan oleh pengembang dan kontraktor. Kemudian dari 15 (lima belas) indikator terkait konsep conversion, flow, dan value, diperoleh kinerja supply chain proyek perumahan Citra Garden BMW dapat dikatakan baik terhadap pemahaman dan penerapan konsep (conversion) dengan adanya usaha penerapan cooperative partnership. Konsep aliran (flow) juga telah diterapkan dengan melakukan manajemen pengadaan yang baik pada pelaksanaan pekerjaan. Untuk konsep nilai (value) pemahaman kontraktor masih kepada kesesuaian antara perencanaan/ design dengan hasil pekerjaan yang dilaksanakan, hanya menyangkut mutu dari pekerjaan. Kata Kunci : supply chain, kinerja, bangunan perumahan, konversi, aliran, nilai. ABSTRACT Residential development activities involve many interrelated actors, ranging from the earliest supplier until to the final consumers, i.e. the owner of the house. The involvement of various actors in the housing development activities form a pattern called a supply chain relationship. Referring to the matter, we perform the application of the concept of supply chain management to know the pattern of supply chain network and supply chain performance against indicators of assessment which contains the concept of value, conversion, and flow. The method used is to collect quantitative and qualitative data on the location of the case study. Qualitative data such as interviews and questionnaires that describe the form of the pattern of supply chain. Quantitative data in the form of notes or archive data in the field is used to measure supply chain performance. The results of the study, from 10 (ten) housing obtained general and specific patterns of network activity in which developers determine the supply chain network, which is affected by the contract method is used, the activity in the field of construction, and procurement strategies undertaken by developers and contractors. Then, from 15 (fifteen) indicators related to the concept of conversion, flow, and value, is obtained the performance of the supply chain Citra Garden BMW can be said both to the understanding and application of concepts (conversion) with the application of cooperative partnership effort. The concept of flow (flow) has also been applied by doing good procurement management on execution of work. For the concept of value (value) the contractor understanding is still dependent on the suitability between the planning / design with the results of work carried out, only about the quality of the work. Keywords: supply chain, performance, residentialbuilding, conversion, flow, value.
37 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Pendahuluan Proyek pengembangan perumahan memiliki karakteristik yang sama dengan proyek konstruksi pada umumnya sehingga sama halnya seperti dalam industri konstruksi, maka di dalamnya terjadi keterlibatan berbagai pihak dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda dalam hal pengadaan barang dan jasa. Pada pengembangan perumahan, pengembang (sebagai pemilik proyek) bukan merupakan konsumen akhir (end-customer), pihak paling akhir dari rantai pasok pengembangan perumahan adalah pemilik rumah, karena produk akhir pengembangan perumahan akan diserahkan kepada pemilik rumah. Sedangkan pada proyek konstruksi gedung pemilik proyek merupakan konsumen akhir (end- customer).
Berdasarkan uraian diatas, Konsep supply chain dalam dunia konstruksi sangatlah berpengaruh terhadap peningkatan kinerja proyek. Dengan desain pola rantai pasok yang tepat, diharapkan setiap pelaku rantai pasok dapat memberikan kontribusi yang besar bagi efisiensi dan produktivitas pelaksanaan kegiatannya sehingga dapat membantu industri jasa konstruksi perumahan yang sedang mengalami tingkat persaingan yang sangat ketat. Namun demikian belum ada yang melakukan penelitian yang mengungkapkan pola rantai pasok dan pengukuran kinerja dari pola rantai pasok pengembangan perumahan tersebut. Hal ini menjadi latar belakang penulis dalam melakukan penelitian tentang analisis pola supply chain dan pengukuran kinerja pola supply chain proyek konstruksi bangunan pengembangan perumahan.
Kegiatan pengembangan perumahan melibatkan banyak pelaku yang saling berhubungan, mulai dari pemasok paling awal hingga konsumen paling akhir yaitu pemilik rumah. Keterlibatan berbagai pelaku pada kegiatan pengembangan perumahan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan satu pelaku sebagai salah satu mata rantai dalam rangkaian kegiatan untuk menghasilkan perumahan yang disebut sebagai rantai pasok / supply chain pengembangan perumahan. Supply chain itu sendiri merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi mutu, waktu dan biaya yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Rumusan Masalah Pertama, Seperti apa bentuk pola jaringan supply chain dan yang mempengaruhinya. Kedua, gambaran kinerja dari supply chain yang di pengaruhi bentuk pola jaringannya.
38 | K o n s t r u k s i a
Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan mengidentifikasi pola supply chain pengembangan perumahan sehingga dapat diketahui pola supply chain pengembangan perumahan itu seperti apa bentuknya dan mengidentifikasi kinerja supply chain terhadap indikator – indikator penilaian kinerja yang mengandung konsep value, conversion, dan flow yang telah teridentifikasi.
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN (Maghrizal - Andi - Irma)
Tinjauan Pustaka a. Ery Radya Juarti (Institut Teknologi Bandung, 2008) Melakukan penelitian tesis tentang “Kajian Pola Rantai Pasok Pengembang Perumahan”. Dari penelitiannya dapat disimpulkan bahwa rantai pasok pengembangan perumahan yang terjadi memiliki pola -pola yang berbeda, dimana tiap pola tersebut menggambarkan terjadinya hubungan pasokan barang dan/ jasa serta hubungan kontrak. Dalam hubungan pasokan barang dan/ jasa yang terjadi pada tahap desain / perancangan perumahan diperoleh suatu kesimpulan bahwa desain / perancangan perumahan pada umumnya dilakukan oleh pengembang. Dalam hubungan pasokan barang dan/ jasa yang terjadi pada tahap pelaksanaan konstruksi perumahan diperoleh suatu kesimpulan bahwa pihak pengembang pada umumnya hanya melakukan sebagian lingkup pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan. b. Betty Susanti (Institut Teknologi Bandung, 2007)Melakukan penelitian tesis tentang “IdentifikasiRisikoKontraktor Dalam Rantai Pasok Pengembangan Perumahan”. Dari penelitiannya dapat disimpulkan risiko kontraktor yang terjadi dalam rantai pasok pengembangan perumahan disebabkan oleh kegiatan pasokan dan hubungan antara kontraktor dengan pemasok material, pemasok peralatan,
pemasok tenaga kerja, serta subkontraktor. Penyebab – penyebab risiko tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya risiko negatif terhadap kontraktor yang meliputi menurunnya produktivitas, menurunnya mutu pekerjaan, serta meningkatnya pengeluaran biaya bagi kontraktor yang memberikan dampak terhadap menurunnya keuntungan kontraktor. c. Rohaesih Yuliatin (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2013) Melakukan penelitian tugas akhir tentang “Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung (Studi Kasus Proyek Pembangunan Hotel)”. Dari penelitiannya dapat disimpulkan bahwa bentuk jaringan pola supply chain dipengaruhi oleh : a. Metoda Kontrak yang Digunakan, b. Lingkup Bisnis Owner, c. Strategi pengadaan oleh kontraktor. Kemudian untuk kinerja supply chain pada proyek studi kasus dapat dikatakan baik terhadap konsep conversion, flow, dan value. Rekomendasi yang ditawarkan yaitu dengan menerapkan sistem informasi dan koordinasi yang baik antar pihak - pihak yang terlibat dalam proses produksi dengan cara pembentukan hubungan kerjasama jangka panjang antar pihak kontraktor, subkontraktor, dan supplier.
39 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Metode Penelitian
Data primer digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk menganalisis pembentukan pola supply chain perumahan, dan juga digunakan sebagai alat pengumpulan data analisis kinerja supply chain perumahan, kuesioner dan wawancara ini dilakukan untuk mengetahui secara mendalam permasalahan - permasalahan yang sering terjadi tercakup dalam indikator indikator pengukuran, seperti mengapa permasalahan itu sering terjadi, apa penyebabnya, dan bagaimana tindakan yang dilakukan manajemen proyek dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.. 2. Pengumpulan Data Sekunder
1. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer merupakan data yang diperoleh langsung berhubungan dengan responden, tanpa melalui perantara atau pihak lain, misalnya dari suatu badan statistik atau referensi data lainnya. Pada penelitian ini kuesioner dan wawancara diadakan langsung dengan pihak yang diwawancarai yaitu General manager, Kepala produksi, Project manager atau Site manager perumahan. 40 | K o n s t r u k s i a
Pengumpulan data sekunder berupa data yang diperoleh dari referensi tertentu atau literature – literature yang berkaitan dengan kinerja supply chain.Pengumpulan data sekunder bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data mengenai teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diperoleh dari berbagai penelitian yang berkaitan langsung dengan supply chain, baik itu penelitian tugas akhir, tesis, maupun jurnal dan literaturliteratur bahan kuliah dari berbagai perguruan tinggi yang berkaitan dengan pokok bahasan, media internet dan media cetak lainnya. 3. Teknik Analisis Teknik analisis yang akan digunakan pada penelitian ini dilakukan melalui eksplorasi / mengkaji secara mendalam terhadap indikator – indikator yang telah dikembangkan dalam penelitian sebelumnya. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian pola supply chain pada prinsipnya adalah dengan
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN (Maghrizal - Andi - Irma)
teknik perbandingan. Teknik perbandingan merupakan metode penelitian kualitatif yang berangkat dari penggalian data berupa pandangan responden dalam bentuk cerita rinci atau informasi asli mereka dari lapangan, kemudian para responden bersama peneliti memberi penafsiran sehingga menciptakan konsep sebagai temuan untuk memahami makna dari data yang ada. Adapun perbandingan yang dilakukan terhadap sepuluh perumahan yang terbagi berdasarkan klasifikasinya. Akan diperoleh temuan gambaran mengenai jaringan yang terdapat pada proyek perumahan yang diteliti, dalam hal ini hasil survei kuesioner dan wawancara yang telah disebar yang menjadi kajian dalam pembentukan pola jaringan supply chain pada proyek konstruksi perumahan. Analisis ini dilakukan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja pola supply chain yang ada berdasarkan indikator-indikator kinerja yang telah teridentifikasi melaluimetode penelitian kuantitatif dan kualitatif yang nantinya akan dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan teknik analisis yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan data wawancara dan hasil pengamatan. Data wawancara yang dikumpulkan tersebut diolah dengan Software Microsoft Excel dan akan disajikan dalam bentuk gambar dan tabel yang berisi presentase dan nilai – nilai dari setiap indikator – indikator yang telah di analisis. Pada akhirnya, hasil dari analisis pola dan kinerja supply chain pada proyek konstruksi tersebut akan menggambarkan kondisi nyata terhadap tinggi rendahnya pencapaian efisiensi yang telah dilakukan pada pekerjaan proyek konstruksi perumahan
tersebut. Analisis deskriptif yaitu analisis dengan menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlakuuntuk umum atau generalisasi (Sugiyono,2012, p. 147). 1. Analisis dan Pembahasan A. Pola Supply Chain Proyek Pengembangan Perumahan. Proyek yang menjadi penelitian merupakan proyek konstruksi perumahan yang dikembangkan diatas lahan secara horizontal (landed house) namun berbeda karakteristiknya yaitu perumahan kelas sederhana, perumahan kelas menengah dan perumahan kelas mewah dengan jumlah perumahan yang ditinjau untuk studi kasus penelitian ini adalah sebanyak 10 (sepuluh) perumahan, yang terdiri dari 3 perumahan kelas sederhana, 3 perumahan kelas menengah dan 4 perumahan kelas mewah yang terletak di Kota Serang. Kontrak yang digunakan pada setiap perumahan berbeda-beda ada yang bersifat lumpsum fixed price dan unit price. Metoda kontrak yang dilakukan pada proyek ini yaitu metoda kontrak terpisah, karena developer melakukan pemecahan kontrak terhadap beberapa pengadaan barang dan jasa. Dari 10 (sepuluh) perumahan yang diteliti didapatkan 5 pola yang berbeda, terdiri dari 4 pola umum dan 1 pola khusus yang memiliki kesamaan bentuk pola, berikut identifikasi : Berdasarkan kerangka penyusunan pola rantai pasok yang dibuat susilawati,2005 dan berdasarkan hasil survei pengadaan barang dan jasa dari proyek pengembangan perumahan yang ditinjau, maka pola rantai pasok 41 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
pengembangan perumahan yang terjadi dari semua proyek perumahan yang telah ditinjau dapat dikelompokkan
menjadi beberapa pola, seperti dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan Pekerjaan Oleh Pola Pengembang Rantai Pasok PM PP PTK KS Pola 1 a √ √ √ Pola 1 b √ √ √ Pola 1 c √ √ Pola 2 a Pola 2 b Pola 3 a Pola 3 b Pola 4 a Pola 4 b Pola 5 a Pola 5 b Sumber : Betty Susanti, 2007 Keterangan : PM PP PTK KS SK SKS √*
Pekerjaan Oleh Kontraktor PM √ √ √ dan √* √ √ √ √ √ dan √*
PP √ √ √* √ -
PTK √ √ √ √ √ √ √ √
SK √ -
SKS √ √* √*
= Pemasok Material = Pemasok Peralatan Berat dan Operator = Pemasok Tenaga Kerja = Kontraktor Spesialis = Subkontraktor = Subkontraktor Spesialis = Ditunjuk Langsung Oleh Pengembang
Bentuk Pola Umum Supply Chain Pengembangan Perumahan 1. Terdapat pada 6 (enam) pola umum dari beberapa perumahan yang ditemukan pada perumahan Kota Serang, berikut identifikasi pola umum supply chain perumahan yang ditinjau :
42 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN (Maghrizal - Andi - Irma)
Pola umum yang terbentuk, dapat diidentifikasi bahwa pada pola umum, hubungan pasokan barang dan jasa dari pelaku hulu kepada pelaku hilir dari rantai pasok pengembangan perumahan berlangsung sejalan dengan hubungan kontrak antar pelaku. Hubungan pasokan dan hubungan kontrak antar pelaku berlangsung secara hirarkis, dimana pelaku rantai pasok yang menjadi organisasi tingkat empat memasok dan mengadakan
hubungan kontrak langsung dengan organisasi tingkat tiga, pelaku rantai pasok yang menjadi organisasi tingkat tiga memasok dan mengadakan hubungan kontrak langsung dengan organisasi tingkat dua, sedangkan pelaku rantai pasok yang menjadi organisasi tingkat dua memasok dan mengadakan hubungan kontrak langsung dengan organisasi tingkat satu.
Gambar 2. Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan X1
43 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
2. Bentuk Pola Khusus Supply Chain Pengembangan Perumahan Terdapat pada 4 (empat) pola khusus yang sama dari beberapa perumahan yang ditemukan pada perumahan Kota Serang, berikut identifikasi pola khusus supply chain perumahan yang ditinjau : Pola Khusus Keempat yang terbentuk, dapat diidentifikasi bahwa pada pola khusus ini, terdapat hubungan pasokan barang dan jasa dari rantai pasok pengembangan perumahan yang berlangsung tidak sejalan dengan hubungan kontrak antar pelaku. Dimana pengembang juga melakukan beberapa bagian dari pekerjaan pengembangan perumahan, pola ini
menunjukkan hubungan kegiatan pasokan yang terjadi serta mempertimbangkan hubungkan kontrak langsung antara pengembang sebagai organisasi tingkat dua dengan pemasok barang dan jasa yang menjadi organisasi tingkat tiga. Pemasok yang dimaksud pada pola ini meliputi pemasok material yang juga menyediakan peralatan, tenaga kerja, serta instalasi materialnya kepada pengembang. Karena memiliki hubungan kontrak langsung dengan pengembang, pemasok material ini menjadi kontraktor spesialis bagi pengembang.
Gambar 3.. Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan X2
B. Indikator Pengukuran Kinerja Supply Chain Pengelolaan supply chain di tingkat proyek, merupakan usaha yang sangat penting dalam membentuk suatu jaringan hubungan kerjasama yang efektif dan efisien antar pihak-pihak 44 | K o n s t r u k s i a
yang terlibat dalam suatu jaringan supply chain pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi demi terwujudnya tujuan bersama, yaitu dapat tercapainya value yang maksimal yang pada akhirnya dapat memberi kepuasan
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN (Maghrizal - Andi - Irma)
terhadap pihak pengguna jasa konstruksi, dengan waste minimal bagi customer (Cut Zukhrina, 2008). Maka dari itu dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap ke 3 (tiga) prinsip utama yang terkandung didalam konsep pada penelitian ini, yaitu conversion, flow, dan value,
merupakan suatu hal yang penting didalam pengelolaan industri konstruksi. Pengukuran dilakukan hanya pada perumahan mewah, dikarenakan data yang dibutuhkan hanya didapat pada proyek perumahan Citra Garden BMW.
Tabel 2. Jenis Indikator dan Rumus Penilaian Kuantitatif No Indikator Rumus Penilaian Kuantitatif Intensitas Perubahan/ Revisi 1. # revisi Terhadap Rencana Kerja. Intensitas Constraint Selama 2. # kendala Pelaksanaan Pekerjaan. 3.
Intensitas Rapat Koordinasi Antar Pihak yang Terlibat.
4.
IntensitasDefect Pekerjaan
5.
Kinerja Supplier dalam Memenuhi Jadwal Pengiriman Material.
6.
Waktu Tenggang (Lead Time) antara Pemesanan (Order) dan Pengiriman (Deliver).
7.
Intensitas Kejadian Reject Material
8.
Inventory Material.
9. 10. 11.
12.
13. 14. 15.
Keikutsertaan Developerdalam Perencanaan proyek Perumahan. Keikutsertaan Developerdidalam Pelaksanaan proyek Perumahan. Keikutsertaan Subkontraktor dalam Pelaksanaan proyek perumahan. Intensitas Complaints dari Developer Kepada Kontraktor dan dari Kontraktor Kepada Supplier. Keterlambatan Developerdalam Pembayaran Proyek. Keikutsertaan Developerdalam Menentukan Supplier. Kinerja Supplier Alat Berat
# masing – masing jenis rapat
Ada/Tidak ada Ada/Tidak ada Ada/Tidak ada
# Complaint
# Keterlambatan Ada/Tidak ada Tepat Waktu/Mengalami Keterlambatan 45 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
dalam Memenuhi Jawdal Penyewaan Sumber : Analisis Penulis, 2014
C. Kinerja Supply Chain pada Proyek Studi Kasus a. Konsep konversi Pengontrolaan dan pengelolaan conversion adalah bentuk optimalisasi penggunaan sumber daya yang yang terlibat dalam suatu jaringan supply chain. Menurut Cut Zukhrina (2008), bahwa pengelolaan conversion di industri konstruksi diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan proses produksi di proyek konstruksi perumahan dapat berjalan dengan baik. Dari Tabel 3. Terlihat bahwa kinerja proyek studi kasus terhadap pemahaman indikator yang mengarah pada kontrol dan optimalisasi sumber daya sudah dilakukan.kinerja kontraktor proyek perumahan mewah Perumahan Citra Garden BMW ini telah berpengalaman dalam mengembangkan proyek perumahan, meskipun proyek perumahan memiliki tingkat kompleksitas dan lingkungan yang berbeda, namun kontraktor yang menjadi relasi pengembang karena
memiliki track record yang baik tetap konsisten dalam melaksanakan prosedur pelaksanaan konstruksi. Perusahaan konstruksi telah mulai menerapkan konsep cooperative partnership, artinya sudah ada usaha untuk melakukan hubungan kerjasama jangka panjang mengingat produksi proyek konstruksi yang singkat dan terbatas, maka menerapkan konsep cooperative partnership adalah salah satu usaha untuk memperlancar aliran pasokan yang dirasa strategis untuk proses produksi pada industri konstruksi dan standar mutu yang telah ditetapkan perusahaan akan tercapai sesuai dengan hasil pekerjaan, tentunya hal ini dapat terwujud dengan melakukan kerjasama dengan pihakpihak yang mempunyai kinerja yang baik dan terseleksi. Perusahaan konstruksi perumahan ini telah mulai menerapkan konsep partnering, artinya sudah ada usaha untuk melakukan hubungan kerjasama jangka panjang mengingat produksi proyek konstruksi yang sangat singkat dan terbatas.
Tabel 3. Kinerja Supply Chain pada Proyek Studi Kasus
No.
1 2 3a 3b 3c 3d
Indikator
Intensitas Perubahan/ Revisi Terhadap Rencana Kerja. Intensitas Constraint Selama Pelaksanaan Pekerjaan. Intensitas rapat rutin harian intern kontraktor Intensitas rapat rutin harian ekstern Intensitas rapat rutin mingguan dengan developer Intensitas rapat rutin mingguan keseluruhan
46 | K o n s t r u k s i a
Proyek Kontraktor Pola umum Perumahan Mewah 3 Kali 4 Kali 100 % 100 % 100 % 100 %
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN (Maghrizal - Andi - Irma)
4
Intensitas Defect Pekerjaan Kinerja Supplier dalam Memenuhi Jadwal Pengiriman 5 Material. Waktu Tenggang (Lead Time) antara Pemesanan (Order) dan 6 Pengiriman (Deliver). 7 Intensitas Kejadian Reject Material 8 Inventory Material. 9. Keikutsertaan Developer didalam Perencanaan Proyek. 10. Keikutsertaan Developer didalam Pelaksanaan Proyek. Keikutsertaan Subkontraktor didalam Perencanaan 11. Pelaksanaan. 12a Intensitas complaint dari developer-kontraktor 12b Intensitas complaint dari kontraktor-supplier 13 Keterlambatan Developer dalam Pembayaran Proyek. 14 Keikutsertaan Developer dalam Menentukan Supplier. Kinerja Supplier Alat berat dalam Memenuhi Jadwal 15 Penyewaan Alat berat. Sumber : Analisis Penulis, 2014
maka menerapkan konsep partnering adalah salah satu usaha untuk memperlancar aliran pasokan yang dirasa strategis untuk proses produksi pada industri konstruksi dan standar mutu yang telah ditetapkan perusahaan akan tercapai sesuai dengan hasil pekerjaan, tentunya hal ini dapat terwujud dengan melakukan kerjasama dengan pihak-pihak yang mempunyai kinerja yang baik dan terseleksi. a. Konsep flow Sistem perencanaan dan pengendalian proyek merupakan salah satu bentuk pengelolaan flowdalam pelaksanaan produksi. Pemesanan material yang baik dengan lead time yang cukup, merupakan salah satu cara terciptanya kelancaran pasokan material, sehingga supplier akan melakukan pemenuhan jadwal pengiriman material dengan baik. Hal ini dimungkinkan juga dengan adanya penerapan sistem kontrak payung terhadap beberapa material, sehingga kontraktor dapat memastikan kualitas material nomor satu, dengan demikian tidak akan ada material reject, jika pun ada kejadian reject material ini terjadi hanya terbatas pada kesalahan
8,9 % 100 % 100 % 6,2 % 20 % Ada Ada Tidak Ada 4 Kali 2 Kali Tidak Ada Ada Tepat Waktu
supplier dalam mengirim material dan perubahan jenis dan ukuran yang digunakan, dimana hal tersebut dapat digolongkan sebagai reject material tetapi hanya besifat return. Manajemen inventory yang dilakukan cukup baik, dan pengelolaannya pun berbeda untuk tiap – tiap kontraktor dalam proyek studi kasus yang diteliti ada 2 kontraktor yang menjadi tinjauan kinerja. Pada proyek perumahan Citra Garden BMW setiap kedatangan material di site selalu dilakukan pemeriksaan dan pencatatan, setelah selesai divisi logistik akan langsung menyerahkan material kepada para mandor sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan produksi unit rumah. Hal ini dilakukan supaya pihak mandor merasa bertanggung jawab terhadap material yang di supply langsung oleh kontraktor. b. Konsep value Penciptaan value yang sesuai dengan keinginan konsumen yang artinya memberikan kepuasan terhadap konsumen, merupakan prinsip dasar dari semua tahapan proses produksi suatu produk konstruksi. Menurut Cut Zukhrina (2008), Value merupakan nilai yang ditentukan 47 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
oleh konsumen, merupakan kebutuhan yang harus diterima secara spesifikasi, waktu, tempat, dan biaya yang telah ditentukan.Dari ke tiga indikator terlihat bahwa kegiatan dalam pengendalian defect (pekerjaan yang tidak sesuai secara kualitas dan kuantitas) telah biasa dilakukan dengan baik oleh kontraktor, setiap adanya defect yang ditemukan dalam pelaksanaan pemeriksaan biasanya akan langsung ditangani. Penanganan defect yang terjadi sangat bergantung kepada kebijakan dari kontraktor itu sendiri maupun dari pengembang. Pada proyek perumahan ini, biasanya pencatatan defect melalui pemeriksaan secara terpadu yang dilakukan pada saat akan melakukan serah terima pekerjaan, sedangkan selama proses pelaksanaan pekerjaan pencatatan defect hanya dilakukan secara intern kontraktor dan biasanya tidak ada catatan khusus tentang adanya defect yang terjadi namun hanya berupa pemberitahuan langsung kepada pihak yang bersangkutan untuk selanjutnya diadakannya perbaikan. Adanya ketidaksesuaian pekerjaan membuat pengembang akan menyampaikan complaint kepada pihak kontraktor, dengan adanya personil intern kontraktor yang bertugas sebagai Quality Control, yang salah satu tugasnya yaitu mengawasi jalannya proses produksi agar produk yang dihasilkan adalah produk yang memiliki kualitas sesuai dengan keinginan Developer. Kontraktor telah memperhatikan aspek complaint tersebut dan telah menunjukan bahwa pemahaman terkait definisi value yang harus disampaikan kepada pengembang sangat besar, namun pemahamannya hanya terbatas pada value yang harus disampaikan kepada pengembang hanya sebatas pada nilai kesesuaian hasil kerja dengan spesifikasi dan volume yang tercantum di dalam kontrak kerja. Tidak hanya menjadi tanggung jawab kontraktor, pengembangpun bertanggung 48 | K o n s t r u k s i a
jawab atas ketidak sempurnaan calon pemilik rumah akan menyampaikan complaint kepada pihak pengembang terhadap unit rumah yang sudah jadi dibuat, karena sebelum adanya serah terima rumah kepada pemilik rumah terlebih dahulu diadakan pengecekkan yang dilakukan oleh pengembang, apabila terjadi kerusakan dalam unit yang akan diserahkan maka akan di adakan perbaikan terlebih dahulu sebelum di adakan kembali serah terima kepada pemilik rumah. Dalam hal ini pengembang tidak ingin mengecewakan pemilik rumah yang menjadi konsumen. 2. Kesimpulan dan Saran Dari 10 perumahan yang menjadi studi kasus penelitian, terdapat pola yang berbeda dari setiap klasifikasi namun hanya diperoleh 2 pola yang terjadi dari keseluruhan perumahan, yaitu pola umum dan pola khusus keempat.
1. Jaringan supply chain perumahanpola umum dan pola khusus keempat yang diperoleh menunjukan hubungan kegiatan pasokan yang terjadi serta mempertimbangkan hubungan kontrak langsung secara hirarkis antar tingkatan organisasi yang dapat diidentifikasi sebagai berikut : a. Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam pola umum perumahan pada rantai pasok perumahan terdapat pada : 1. Perumahan Taman Banten Lestari 2. Perumahan The Green Beringin Residence Cluster 3. Perumahan Taman Graha Asri 4. Perumahan Puri Indah Residence 5. Perumahan The Grand Serang City 6. Perumahan Citra Garden BMW
b. Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam pola khusus pada rantai pasok perumahan terdapat pada : 1. Perumahan Taman Mutiara Indah
ANALISIS POLA DAN KINERJA SUPPLY CHAIN (Maghrizal - Andi - Irma)
2. Perumahan Banten Indah Permai 3. Perumahan Exclusive Residence Gedong Kaloran 4. Perumahan Graha Persada Residence c. 2. Kinerja supply chain pada proyek studi kasus dapat dikatakan baik terhadap konsep conversion, flow, dan value : a. Konsep conversion, dimana pemahaman dan penerapan yang dilakukan dilapangan sudah sangat baik, hal ini terlihat dengan telah dilakukannya hubungan jangka panjang, yang sudah dilakukan pengembang kepada kontraktor dan kontraktor dengan pihak supplier, sehingga pengadaan material-material dilakukan secara terpusat untuk memenuhi kebutuhan proyek-proyek yang sedang di tangani. Hal ini disadari sepenuhnya oleh kontraktor mengingat pentingnya hubungan kerjasama dapat memberikan nilai pada pengguna akhir. Kontraktor juga telah memahami pentingnya collaborative design, hal ini terlihat sudah adanya keikutsertaan pengembang dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan, sehingga tidak sempurnanya hasil desain dapat diminimalisir mengingat pekerjaan ini direncanakan dan dikerjakan oleh pemilik proyek. b. Penerapan konsep aliran (flow) sudah dilakukan dengan adanya usaha-usaha yang dilakukan dalam produksi pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Terkait dengan kelancaran pasokan material yang merupakan kebutuhan utama pada proses pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Kontraktor telah melakukan optimalisasi pengelolaan inventory melalui upaya pengelolaan dengan suatu manajemen yang cukup baik. Pengelolaan yang dilakukan dengan cara meminimalkan pemborosan material yang mungkin terjadi, pihak kontraktor menerapkan
system potongan harga untuk material yang di supply sendiri oleh kontraktor. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir waste yang biasa terjadi. Penerapan konsep value pada proyek sudah mulai dilakukan, hal ini dapat dilihat dengan pemahaman pihak yang terlibat untuk dapat menyampaikan nilai sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan oleh pengembang dan dilaksanakan oleh kontraktor. Namun pencapaian nilai yang dihasilkan hanya berdasarkan kesesuaian hasil pekerjaan yang menyangkut dengan mutu.
Saran Kekurangan yang ada dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya dalam melakukan kajian secara lebih mendalam untuk memperoleh pemahaman tehadap pola jaringan dan kinerja dari supply chain proyek konstruksi bangunan perumahan. Rekomendasi yang dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelusuran secara lebih mendalam kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi seperti pengaruh pemilik rumah yang menjadi mata rantai dalam rantai pasok perumahan, kemudian pengembang yang memiliki akivitas dibidang bisnisnya, kontraktor disetiap pekerjaan dan supplier yang terlibat. Sehingga diharapkan akan dapat memberikan gambaran bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan kontribusinya untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi kinerja supply chain. 2. Perlu dilakukan penelusuran secara lebih mendalam mengenai pembentukan pola dari 1 (satu) klasifikasi agar dapat diketahui secara mendalam pembentukan pola disetiap klasifikasi. 3. Perlu dilakukan penelusuran secara lebih mendalam mengenai pengukuran 49 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
kinerja dari 1 (satu) klasifikasi agar dapat diketahui secara mendalam pengukuran kinerja supply chain disetiap klasifikasi. 4. Pengukuran kinerja dilakukan terhadap keseluruhan waktu pelaksanaan pekerjaan, dan keseluruhan jenis pekerjaan supaya kinerja proyek konstruksi dapat diketahui secara mendalam. 5. Diperlukan pengembangan terkait indicator penilaian yang mengandung konsep value, agar dapat diketahui kinerja dari jaringan supply chain.
Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.
Daftar Pustaka
Susilawati (2005), Studi Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung, Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.
Abduh, M. (2005), “Konstruksi Ramping: Memaksimalkan Value dan Meminimalkan Waste”, Prosiding 25 tahun Pendidikan Manajemen dan Rekayasa Konstruksi di Indonesia, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB Bennyardhi. D, Kuntoro. (2007). Analisis Supply System Pada Proyek Konstruksi Untuk Menuju Lean Construction. Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung. Christopher, M., (1992). Logistics and Supply Chain Management: Strategies for Reducing Costs and Improving Service. Pitman Publishing, London. Juarti, Radya. Ery., (2008) Kajian Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan, Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung. Mutia, Nila. (2009). Usulan Rancangan Kinerja Perusahaan. Universitas Indonesia. Oktaviani, Zukhrina. Cut., (2008). Kajian Kinerja Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung, Tesis
50 | K o n s t r u k s i a
Sugiyono. (2012). Metode Kuantitatif, Kualitatif, dan Yogyakarta: Alfabeta.
Penelitian R & D.
Suryani, Irma., dkk. (2012). Pedoman Penulisan dan Penyusunan Tugas Akhir Mahasiswa. Cilegon: Jurusan Teknik Sipil UNTIRTA. Susanti, Betty., (2007) Identifikasi Risiko Kontraktor Dalam Rantai Pasok Pengembangan Perumahan, Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi.
Tucker,S.N., Mohamed, S., Johnston,D.R., McFallan,S.L. & Hampson,K.D. (2001). “Building and Construction Industries Supply Chain Project (Domestic)” Report for Department of Industry, Science and Resources, www.industry.gov.au, 27/7/ 2004. Vrijhoef, Ruben., & Koskela, Lauri., (1999, July 26-28). Roles of Supply Chain Management in Construction. Proceedings IGLC-7 , University of California, Berkeley, CA, USA. Yuliatin, Rohaesih., (2013). Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Yullianti., (2008). Pengembangan Indikator Penilaian Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung. Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK (Tri Setiyono – Heri Khoeri)
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK TINJAUAN DAMPAK STRUKTUR BAWAH Tri Setiyono Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta email:
[email protected] Heri Khoeri Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK : Pada Proyek Oil & Gas Plant biasanya terdapat struktur civil yang berfungsi sebagai penunjang sistem pemipaan, salah satu struktur tersebut yaitu Struktur Baja Pipe Rack.Perhitungan struktur baja Pipe Rack ini menganalisa perubahan struktur kolom baja pada struktur Pipe Rack, yang akhirnya akan berdampak pada struktur bawahnya. Perubahan struktur kolom baja Pipe Rack di modelkan dalam bentuk Model-1, Model-2 & Model-3. Dari analisa didapatkan bahwa perubahan penambahan dan pengurangan allowable stress rasio pada baja Pipe Rack sebesar 1.19%-80% per item Profil Baja, perubahan defleksi Kolom sebesar 1.14%, perubahan defleksi balok sebesar 61.7% dan berat struktur total mengalami perbahan sebesar 1.11%-5.91%.Dari analisa dampak pada tinjauan struktur bawah di dapat rasio tulangan pada kolom pedestal sebesar 1.14% atau masih sama dengan kondisi normal, akan tetapi terjadi penambahan penulangan pada balok tie-beam sebesar 40%, di tinjau dari struktur tiang pancang terjadi perubahan prilaku pada tiang pancang, yaitu terjadi defleksi tanah pada tiang pancang sebesar 1.35cm – 10.5cm. Dari semua analisa model struktur baja Pipe Rack dengan perubahan struktur kolom maka dapat ditinjau bahwa baja Pipe Rack yang di modelkan secara stabilitas strukturnya terhadap beban pipa dan stabilitas struktur terhadap struktur bawahnya. Kata kunci : Struktur Pipe Rack, Baja Pipe Rack, Baja ASD dan LRFD
ABSTRACT: In Project RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) RU IV Cilacap Pertamina are civil structure that serves as the supporting piping systems, one of these structures, namely Steel Pipe Structure Pipe Rack Rack. Calculation steel structure is to analyze changes in the structure of steel columns in Pipe Rack structure, which will ultimately have an impact on the underlying structure. Changes in the structure of steel columns Pipe Rack is modeled in the form of Model-1, Model-2 and Model-3. From the analysis it was found that the addition and subtraction changes the ratio of allowable stress in the steel Pipe Rack at 1:19% -80% per item Profile Steel, change column deflection at 1:14%, a change of 61.7% beam deflection and the total weight of the structure unchanged at 1:11% -5.91 % .From analysis of the impact on the bottom structure can review reinforcement ratio in columns or pedestals of 1:14% was the same as the normal conditions (model-1), but the addition of the tie-beam reinforcement in the beam by 40%, in the review of the structure of the pole stake there is a change of behavior on the pile, which occurs in the soil pile deflection of 1.35mm - 3.5mm. From all the analysis models of steel structures Pipe Rack with changes in the structure of the column can be reviewed that steel Pipe Rack Model-2 is better than Model-3 is the stability of the structure and stability of the structure of the pipe load to the structure underneath Keywords: Structure Pipe Rack, Steel Pipe Rack, Steel ASD & LRFD
51 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
PENDAHULUAN Seiring dengan majunya teknologi serta sistem perpipaan dalam dunia industri petrochemical, Oil & Gas, maka semakin luas pula penggunaan struktur civil sebagai penunjang sistem pemipaan tersebut. Struktur tersebut harus dapat menopang beban-beban pipa itu sendiri. Salah satu struktur penunjang sistem pemipaan tersebut yaitu Struktur Pipe Rack. Pada perencanaan suatu struktur Baja Pipe Rack, harus ditinjau kekuatan struktur tersebut pada tiga kondisi yaitu pada saat kondisi kosong (Empty), kondisi beroperasi (Operation) ataupun kondisi tes (Hydro test), dan pada saat instalasi pipa-pipa tersebut. Sehingga pada kondisi tersebut dapat dibuktikan bahwa struktur tesebut aman digunakan baik ditinjau secara kekuatan struktur itu sendiri (stress ratio) ataupun ditinjau stabilitas strukturnya terhadap beban pipa dan stabilitas struktur terhadap struktur bawahnya. Dalam konstruksi perencanaan struktur Baja Pipe Rack biasanya ditemukan beberapa kendala atau kasus di lapangan yang berdampak perubahan struktur pada baja Pipe Rack, dan salah satu contoh kendala atau kasus tersebut yaitu terdapat suatu kondisi dimana sistem perpipaan mengalami perubahan, sehingga keadaan pipa menabrak salah satu bagian kolom struktur baja Pipe Rack, sehingga berdampak pada struktur bawah yang kondisinya sudah di lakukan pemasangan pondasi. Dengan kondisi tersebut maka perlu di analisa kembali apakah kondisi struktur tersebut aman dengan tinjauan pondasi yang sekarang. Apabila struktur tersebut ditinjau secara kekuatan struktur itu sendiri (stress ratio) ataupun ditinjau stabilitasnya, struktur tersebut aman di gunakan untuk menunjang sistem 52 | K o n s t r u k s i a
perpipaan itu sendiri. Analisa perubahan kolom Struktur Baja Pipe Rack di modelkan dalam bentuk 3 model, sebagai berikut : 1. Kolom struktur Baja Pipe Rack Model-1 (Normal)
2. Kolom struktur Baja Pipe Rack Model-2 (Kolom Menumpu di atas Balok Tie-beam di tengah Bentang)
3. Kolom struktur Baja Pipe Rack Model-3 (Kolom Menumpu di atas Balok Tie-beam Cantilever)
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK (Tri Setiyono – Heri Khoeri)
LANDASAN TEORI Pipe Rack Menurut Drake, Richard M., P.E., S.E., SECB and Walter, Robert J., P.E., S.E. "Seismic Design of Structural Steel Pipe Racks", Structure Magazine. February 2012, Struktur Baja Pipe Rack adalah Rak Pipa yang terdiri dari serangkaian beam transversal yang berjalan sepanjang sistem pipa, berjarak pada interval seragam biasanya sekitar 20 ft.
Gambar 1. Konstruksi Baja Pipe Rack dengan Pipa Pembebanan Berikut pembebanan pada struktur Pipe Rack menurut pedoman perencanaan pembebanan untuk struktur Industri (Mohamed A. El-Reedy, Ph.D.) dan menurut ASCE (American Society of Civil Engineering). 1. Beban Mati (Dead Load) Beban mati adalah beban konstan yang disebabkan oleh berat struktur itu sendiri 2. Beban Hidup (Live Load) Beban hidup adalah beban gravitasi yang dihasilkan oleh penggunaan dan hunian Gedung-gedung dan struktur
3. Beban Angin (Wind Load) Beban angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan dari gerakan angin 4. Beban Gempa (Seismic Load) Beban Gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan arah vertikal maupun horizontal. Beban gempa berdasarkan peraturan UBC-97.
Gambar 2. Grafik Gempa UBC-97
Analisa Gempa pada UBC 97 sebagai berikut :
Tidak boleh lebih dari
Dan tidak boleh kurang dari Khusus untuk Zone 4, total base shear tidak boleh kurang dari :
Dimana : Cv, Ca =koefisient gempa berdasar pada zone dan type tanah. R =Struktur resistensi terhadap gempa 53 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
T
=Periode fundamental strukturn Method A atau Method B. Na, Nv =Near source factor. 5. Beban Pipa Beban mati untuk pipa yang dilakukan pada Pipe Rack diperkirakan dengan menggunakan pengukuran berikut, kecuali Jika informasi beban yang sebenarnya tersedia dan mengharuskan sebaliknya.
6. Beban Gesek Gaya gesek adalah gaya yang terjadi akibat dua permukaan benda yang saling bergesekan. Pada struktur baja Pipe Rack beban gesek disebabkan oleh geser pipa atau penukar panas arah horizontal karena ekspansi termal.
Pipa Kosong Di asunsikan beban terbagi rata dari 40 psf (1,9 kPa) untuk pipa, dan insulasi. Nilai ini setara dengan 40 pipa, 8 in (203 mm) diameter, penuh air, di 15-in. (381-mm) spasi. Pipa Beroperasi Di asumsikan 60% dari beban operasi pipa diperkirakan akan dikombinasikan dengan angin atau beban gempa. Pipa Test Pengujian beban mati atau berat kosong dari pipa ditambah berat dari media uji yang terkandung dalam satu set sistem perpipaan secara bersamaan diuji. Untuk setiap pipa yang lebih besar dari 12 inci (304 mm) diameter nominal, beban terkonsentrasi, termasuk berat pipa, produk, katup, fitting, dan insulasi, harus digunakan sebagai pengganti 40 - psf (1,9 - kPa) beban digunakan untuk 8-in pipa. Beban ini harus seragam didistribusikan ke daerah terkait pipa itu.
54 | K o n s t r u k s i a
Gambar 3. Ilustrasi Beban Gesek Baja dengan Pipa HASIL ANALISA PROFIL BAJA PIPE RACK Jenis material baja yang dianalisa pada struktur Piper Rack adalah JIS G3101 Grade SS400 dengan Fy : 2400 Kg/cm2, dan berat jenis baja di ketahui sebesar 7850 Kg/m3. Tabel 1. Item Profil Baja yang di Analis
PROFIL BAJA YANG DI ANALISA
DIMENSI
Kolom Utama
H 300x300x10
Balok Melintang
H 400x200x8
Balok Tengah
H 200x100x5.5
Balok membujur
H 250x125x6
Bracing Mendatar
T 125x125
Bracing Tegak Lurus
T 125x125
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK (Tri Setiyono – Heri Khoeri)
Analisa Stress Ratio Profil Baja Hasil analisis atau resume stress Ratio dari tiap-tiap profil baja yang dianalisa menggunakan softwer staad pro, akan di dapatkan nilai ratio baja tersebut, nilai ratio baja tersebut di ambil nilai maksimum atau terbesar dari keseluruh profil baja yang digunakan pada struktur Pipe Rack, dan batasan nilai Ratio tersebut yaitu tidak boleh melebihi angka 1 (Ratio Baja < 1). Tabel 2. Stress Rasio Pada Baja Pipe Rack STRESS RATIO PROFIL BAJA Model- Model- Model1 2 3 H 300x300x10 0.516 0.538 0.564 H 400x200x8 0.755 0.697 0.764 H 200x100x5.5
0.746
0.294
0.298
H 250x125x6
0.53
0.535
0.564
T 125x125 T 125x125 T 125x125
0.199 0.683 -
0.292 1.225 0.626
0.205 1.225 0.638
Pada Hasil analisis atau resume stress Ratio pada Tabel 2, terdapat satu item profil dimana Allowable stress ratio melebihi nilai dari allowable yang di izinkan pada model1, model-2 & model 3, sehingga profil tersebut harus di ganti dengan profil yang mempunya dimensi lebih besar dari profil sebelumnya. Jadi item profil baja yang di ganti yaitu Bracing tegak lurus T125x125 di ganti menjadi T175x175. Analisa Defleksi Balok dan Defleksi Kolom Baja Pipe Rack Hasil analisa atau resume terhadap Defleksi Balok dan Defleksi kolom pada struktur Baja Pipe Rack yang di analisa dengan sofwere staad pro berdasarkan peraturan ASCE (American Society of Civil Engineering) sebagai berikut: Defleksi Balok = Δmax < L/300 Defleksi Kolom = Δmax < L/150
Tabel 3. Analisa Defleksi Pada Baja Pipe Rack ANALISA DEFLEKSI (Δmax) Model-1 (mm)
(Δmax) Model-2 (mm)
(Δmax) Model-3 (mm)
Δmax<2000/300 = 6.7mm
3.14
5.08
5.08
Δmax<5500/150 = 36.7mm
28.9
29.23
29.62
BATASAN
Analisa Berat Struktur Baja Pipe Rack Dari analisi perubahan struktur kolom Baja Pipe Rack di dapat perubahan berat struktur baja Pipe Rack, berat struktur tersebut antara lain berat struktur total, volume struktur dan Berat index struktur. Struktur Baja Pipe Rack yang baik di tinjau dari desain struktur, mempunyai berat index antara 15 Kg/m3 sampai 25 Kg/m3. Tabel 4. Berat Struktur Baja pada Pipe Rack Item Berat Struktur Total (Kg) Volume Struktur (m3) Berat Index (Kg/m3)
Model-1
Model-2
Model-2
16272.3
16083.1
17235.3
792
792
792
20.54
20.31
21.761
HASIL ANALISA STRUKTUR BAWAH PIPE RACK TINJAUAN PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK Analisa Kolom Pedestal Pondasi Parameter untuk melakukan analisa pada kolom pedestal pondasi struktur Pipe Rack Model-1, Model-2 & Model-3 sebagai berikut : - Mutu Beton (Fc) - Width (B) - Depth (H)
= 23 Mpa = 0.51 m = 0.51 m
55 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
- Luas Penampang Area (A) = 0.26 m2 - Tinggi Pedestal (Lp) = 1.6 m WF Kolom
Pedestal LP
Pengecekan kelangsingan kolom pedestal berdasarkan ACI-318 R-08, dimana dengan nilai K = 2 di dapat sebagai berikut :
21.74 < 22 (OK) Dari Analisa Pedestal menggunakan softwere Staad pro yang hasil pembebananya melalu analisa transfer beban pada bawah pedestal, maka didapat besaran tulangan sebagai berikut : As Perlu = 2601 mm2 Rasio tulangan =1.44% > 1% (OK) Tulangan Utama = 12D19 Concrete Cover = 65 mm
Pada analisa kolom pedestal untuk struktur Pipe Rack Model-1, Model-2 & Model-3 di dapat Rasio tulangan 1.44%, artinya tidak terjadi perubahan pada kolom pedestal yang di tinjau dari dimensi ataupun rasio tulangan, akan tetapi pada model-2 & model 3 terjadi perpindahan posisi atau letak kolom pedestal mengikuti perubahan atau letak kolom Baja Pipe Rack. Analisa Balok Tie-Beam Pondasi Parameter untuk melakukan analisa pada Balok Tie-Beam struktur Pipe Rack Model1, Model-2 & Model-3 sebagai berikut : -
Panjang Tie Beam (L) Cover Concrete Mutu Beton (fc’) Mutu Baja (fy) Mutu Baja Stirrups (fy) Modulus Elastisitas (Ec) Jarak Effektif (d) Faktor Reduksi (Øf) (Øv) (ß)
= 8.9 m = 65 mm = 23 MPa = 400 MPa = 240Mpa = 22.540Mpa = 335 mm = 0.8 = 0.7 = 0.85
Balok Tie-Beam Pipe Rack Model-1 Di dapat nilai beban dalam dari Analisa pedestal dan struktur baja Pipe rack sebagai berikut : Pu.pd = 151.67 kN Mu.pd = 62.49 kN Sehingga dari Analisa beban tersebut di dapat dimensi balok Tie-beam dengan ukuran 300x400 dan konfigurasi penulangan pada balok tie-beam sebagai berikut :
Gambar 4. Modeling Kolom Pedestal
56 | K o n s t r u k s i a
TOP
3-D19
BOTTOM
3-D19
STIRRUPS
D10-150
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK (Tri Setiyono – Heri Khoeri)
Balok Tie-Beam Pipe Rack Model-3 Di dapat nilai beban dalam dari Analisa pedestal dan struktur baja Pipe rack sebagai berikut : Pu.pd = 151.67 kN Mu.pd = 62.49 kN
Gambar 5. Konfigurasi Penulangan Tie-beam Pipe Rack Model-1 Balok Tie-Beam Pipe Rack Model-2 Di dapat nilai beban dalam dari Analisa pedestal dan struktur baja Pipe rack sebagai berikut :
Sehingga dari Analisa beban tersebut di dapat dimensi balok Tie-beam dengan ukuran 400x500 dan konfigurasi penulangan pada balok tie-beam sebagai berikut : TOP
10-D19
BOTTOM
10-D19
STIRRUPS
D10-150
Pu.pd = 174.69 kN Mu.pd = 94.43 kN Sehingga dari Analisa beban tersebut di dapat dimensi balok Tie-beam dengan ukuran 300x400 dan konfigurasi penulangan pada balok tie-beam sebagai berikut : TOP
3-D19
BOTTOM
3-D19
STIRRUPS
D10-150
Gambar 7. Konfigurasi Penulangan Tie-beam Pipe Rack Model-2
Analisa Prilaku Tiang Pancang Akibat Perubahan Struktur Kolom Baja Pipe Rack Pengecekan pile ini menggunakan referensi melalui softwere Allpile v.7 yang datadatanya di dapatkan dari pengujian tanah di lapangan (Soil Investigation). Gambar 6. Konfigurasi Penulangan Tie-beam Pipe Rack Model-2
Adapun hasil Analisi prilaku tiang pancang akibat perubahan struktur kolom baja Pipe Rack sebagai Berikut :
57 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
tanah maksimum adalah sebesar 1 inch (2,54 cm).
Gambar 8. Analisa Tiang Pancang - Prilaku Tiang Pancang Pipe Rack Model-1 Beban axial yang di izinkan bekerja pada pile adalah 3265.537 kN lebih besar dari beban axial akibat struktur atas 141.70 kN. Sehingga pile pondasi secara kemampuan memikul beban axial dari struktur pipe rack di katagorikan aman. (Qallow > Q). Penurunan pile yang di izinkan adalah 2 cm yang setara dengan 2183.88 kN beban axial, sedangkan beban axial yang terjadi 141.70 kN setara dengan penurunan 0.13 cm. Sehingga pile pondasi secara penurunan akibat beban axial di kategorikan aman. (Xallow > Xsettlement).
- Prilaku Tiang Pancang Pipe Rack Model-2 Defleksi yang bekerja pada pile adalah 1.35 cm lebih kecil dari defleksi yang di izinkan (allowable deflection) 2.5 cm. Sehingga tiang pancang secara kemampuan menahan beban eksentrisitas axial dari perubahan kolom struktur Pipe Rack di kategorikan masih aman. Nilai maksimum defleksi yang di izinkan di dasarkan pada teori “Modulus Of Subgrade Reaction” Bowles, yang membahas mengenai konsep hubungan antara tekanan dan defleksi pada tanah. Di dalam teori ini Bowles merumuskan rumus “Modulus Of Subgrade Reaction” dengan nilai setlement
58 | K o n s t r u k s i a
- Prilaku Tiang Pancang Pipe Rack Model-3 Defleksi yang bekerja pada pile adalah 10.4 cm lebih besar dari defleksi yang di izinkan (allowable deflection) 2.5 cm. Sehingga tiang pancang secara kemampuan menahan beban eksentrisitas axial dari perubahan kolom struktur Pipe Rack di kategorikan tidak aman. Nilai maksimum defleksi yang di izinkan di dasarkan pada teori “Modulus Of Subgrade Reaction” Bowles, yang membahas mengenai konsep hubungan antara tekanan dan defleksi pada tanah. Di dalam teori ini Bowles merumuskan rumus “Modulus Of Subgrade Reaction” dengan nilai setlement tanah maksimum adalah sebesar 1 inch (2,54cm) PERBANDINGAN STRUKTUR PIPE RACK SEBELUM DAN SESUDAH PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM Perbandingan Allowable Stress Rasio Berikut tabel perbandingan Allowable Stress rasio Baja Pipe Rack dari hasil analisa studi yang di lakukan : Tabel 5. Persentase Allowable Stress Rasio Baja Pipe Rack Model-1 dengan Model-2. Allowable Stress Rasio Baja Dimensi
Model-1 (Existing)
Model-2
%
H 300x300x10
0.516
0.538
4.2
H 400x200x8
0.755
0.697
-7.6
H 200x100x5,5
0.746
0.294
-60.5
H 250x125x6
0.530
0.535
0.94
T 125x125
0.199
0.292
46.7
T 125x125
0.683
1.225
79.4
T 150x150
-
0.626
-
Tabel 6. Persentase Allowable Stress Rasio Baja Pipe Rack Model-1 dengan Model-3.
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR KOLOM BAJA PIPE RACK (Tri Setiyono – Heri Khoeri)
Tabel 10. Persentase Berat Struktur Total Model-1 dengan Model-2
Allowable Stress Rasio Baja Model-1 Model-3 % (Existing) 0.516 0.564 9.3
Dimensi H 300x300x10 H 400x200x8
0.755
0.764
1.19
H 200x100x5,5
0.746
0.298
-60.1
H 250x125x6
0.530
0.564
6.4
T 125x125
0.199
0.205
3
T 125x125
0.683
1.225
-67
T 175x175
-
0.638
-
Perbandingan Defleksi Balok dan Kolom Baja Pipe Rack Berikut tabel perbandingan Defleksi Balok dan Kolom Struktur Baja Pipe Rack dari hasil analisa studi yang di lakukan : Tabel 7. Persentase Defleksi Balok & Kolom Model-1 dengan Model-2
ITEM
HASIL ANALISA Model-1 Model-2 (Existing)
%
Defleksi Balok
3.14 mm
5.08 mm
61.7
Defleksi Kolom
28.90 mm
29.23mm
1.14
Tabel 8. Persentase Defleksi Balok & Kolom Model-1 dengan Model-3 HASIL ANALISA ITEM
Model-1 (Existing)
Model-3
%
Defleksi Balok
3.14 mm
5.08 mm
61.7
Defleksi Kolom
28.90 mm
29.62mm
2.45
Perbandingan Berat Struktur Total Baja Tabel 9. Persentase Berat Struktur Total Model-1 dengan Model-2 Item
Model-1 (existing)
Model-2
%
Berat Struktur Total (Kg)
16272.3
16083.1
-1.16
792
792
-
20.54
20.31
-1.11
Volume Struktur (m3) Berat Index (Kg/m3)
Item
Model-1 (existing)
Model-3
%
Berat Struktur Total (Kg)
16272.3
17235.3
5.91
Volume Struktur (m3)
792
792
-
Berat Index (Kg/m3)
20.54
21.76
5.93
KESIMPULAN Dari hasil analisa yang di lakukan didapatkan hasil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kinerja Struktur Baja Pipe Rack Setelah Pipe Rack mengalami perubahan pada struktur kolom, terjadi perubahan terhadap nilai allowable stress rasio dari yang di izinkan, sehingga berdampak pada berubahan terhadap salah satu item profil baja. Perubahan Penambahan dan pengurangan allowable stress rasio baja yang terjadi 1.19% - 80%. Dari Allowable stress rasio baja yang di peroleh dari hasil analisa studi dapat di simpulkan bahwa semakin panjang bentang suatu item profil baja pipe rack maka nilai allowable stress rasio semakin besar, begitu pun sebaliknya. Dari analisa pergeseran kolom yang terjadi dapat di simpulkan bahwa semakin kolom bergeser menjauhi kolom lainya, maka nilai allowable stress rasio dan nilai defleksi yang terjadi semakin besar, begitu pun sebaliknya. Dari analisa studi mengenai Perubahan defleksi balok dan kolom yang terjadi, maka dapat di 59 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
simpulkan bahwa persentase perubahan defleksi yang terjadi sebesar 1.14 % untuk kolom baja pipe rack dan 61.7% untuk balok baja pipe rack. 2. Kinerja Struktur Bawah (Pedestal & Balok Tie Beam) Berdasarkan hasil study perubahan struktur kolom baja pipe rack dapat di simpulkan, bahwa pedestal pondasi pun mengalami perubahan posisi sesuai kolom baja pipe rack. Dari hasil analisa perhitungan, kondisi kolom pedestal masih tetap dan tidak mengalami perubahan baik dimensi ataupun jumlah tulangan, dan nilai rasio tulangan yang terjadi masih sama, yaitu sebesar 1,44%. Berdasarkan hasil study perubahan struktur kolom baja pipe rack terjadi perubahan dimensi pada Balok tie-beam, dari kondisi 300x400 (model-1) menjadi 300x400 (model-2) dan 400x500 (model-3).
3.
Kinerja Struktur Tiang Pancang Berdasarkan hasil study tiang pancang yang dilakukan pada 3 model struktur pipe rack, di simpulkan perubahan pada struktur kolom Pipe Rack berpengaruh sangat besar pada prilaku Tiang pancang (pile).
Berdasarkan Analisa prilaku tiang pancang akibat perubahan struktur kolom baja Pipe Rack, di dapat perubahan prilaku tiang pancang Pipe Rack Model-2 & Model-3 yaitu terjadi Defleksi tanah pada tiang Pancang, besaran defleksi tanah pada tiang pancang sebesar 1.35 cm (Pipe Rack Model-2) dan 10.5 cm 60 | K o n s t r u k s i a
(Pipe Rack Model-3), sedangkan defleksi tanah yang di izinkan menurut Teori Bowles adalah sebesar 2.5 cm. Berdasarkan Analisa prilaku tiang pancang pada kondisi tanpa adanya perubahan struktur Pipe Rack (Model-1) yaitu tidak terjadi defleksi tanah pada tiang pancang, akan tetapi terjadi penurunan tiang pancang (settlement) sebesar 0.13 cm dari penurunan yang di izinkan yaitu 2 cm. DAFTAR PUSTAKA 1. Setiawan, Agus. 2008. “Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Berdasarkan SNI 03-1729-2002)”. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2. El-Reedy, Mohamed A. 2011. “Construction Management And Design of Industrial Concrete and Steel Structures”. New York : CRC Press Taylor and Francis Group 3. SNI 03-1729-2002. “Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung”. Departemen Pekerjaan Umum. 4. ANSI/AISC . 2005. “Specification for Structural Steel Buildings”. Chicago, IL : American Institute of Steel Construction. 5. ACI. 2002. “Building Code Requirements for Structural Concrete”’. Farmington Hills, MI : American Concrete Institute 6. SNI 03-2847-2002. “Tata Cara Pergitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung”. Surabaya: ITS Press. 7. http://en.wikipedia.org/wiki/Pipe_rac k 8. http://civilandstructure.wordpress.co m/2009/06/08/struktur-pre-castuntuk-pipe-rack-di-oilgas-plant/
PENGARUH PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR (Yoppi - Nadia)
PENGARUH PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON Yoppi Juli Priyono Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Nadia Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
ABSTRAK : Beton merupakan material yang umum digunakan untuk Struktur. Hal ini disebabkan karena Beton mempunyai banyak keunggulan jika dibandingkan dengan bahan bangunan lainnya. Namun demikian beton memiliki salah satu kelemahan yaitu berat jenisnya cukup tinggi sehingga beban mati pada suatu struktur menjadi besar. Beberapa metode dapat digunakan untuk mengurangi berat jenis beton ini, diantaranya adalah dengan memakai agregat ringan. Salah satu metode untuk menjadikan Beton ringan adalah dengan penambahan bahan limbah Styrofoam. Namun pengurangan berat jenis ini tidak diikuti dengan penambahan kuat tekan Beton, sehingga sampai saat ini beton ringan dengan menggunakan styrofoam hanya dipakai untuk bagian non Struktur. Untuk maksud tersebut, maka penelitian ini dibuat untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Styrofoam sebagai pengganti agregat kasar pada Beton Normal dengan persentase penambahan Styrofoam sebesar 1%, 2% dan 3% dari berat campuran Beton Normal. Hasil penelitian yang dilakukan didapat bahwa pada penambahan 1% stryofoam akan menurunkan berat volume beton rata-rata sebesar 12% dengan rincian campuran 1% (turun 13%) , 2% (turun 22%) , 3% (turun 32%). Selain hal tersebut penambahan stryofoam pada beton menurunkan kuat tekan beton normal. Untuk penambahan Styrofoamsebesar 1% terjadi penurunan 54%, 2% sebesar 57% dan 3% sebesar 87%. Kata kunci : Stryofoam, Berat volume Beton, Kuat Tekan ABSTRACT : Concrete is a common material used to structure. It is caused by concrete has a lot of excellence compared with the other buildings. However, concrete has one weakness is heavy its kind high enough so that the dead load on a structure to become larger. Some method can be used to reduce in weight this kind of concrete among the preparations are wearing light aggregate. One of the methods to make light concrete is by addition of waste styrofoam material. But the reduction of the specific gravity of this is not followed by the addition of strong press concrete, so until now light concrete by using styrofoam only worn to the non structure. To the research is made to know how big the influence of styrofoam as a substitute for an rough aggregate on concrete normal with the addition of styrofoam 1 %, 2 % and 3 % of the weight of a mixture of normal concrete. The research conducted by acquired that to adding 1 % stryofoam will lower heavy volume concrete reaching an average of 12 % with the details of a mixture of 1 % ( down 13 % ), 2 % ( down 22 % ), 3 % ( down 32 % ).In addition to this the addition of stryofoam on concrete lowering strong press concrete normal. For the addition of styrofoam 1 % decline in 54 %, 2 % of 57 % and 3 % of 87 %. Keywords: stryofoam, concrete weight volume, compression
61 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
PENDAHULUAN Kemajuan teknologi dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, mengarahkan pembangunan infrastruktur pada penggunaan Struktur dengan material ringan. Tetapi secara keseluruhan tidak berdampak pada peningkatan KekuatanStruktur.. Penggunaan material ringan sebagai bahan pembentuk struktur akan mengurangi berat total dari suatu bangunan, sehingga mengurangi bagian pendukung dan pondasi. Dalam beberapa campuran pembuatan Beton, salah satu bahan alternatif tambahan yang digunakan adalah Styrofoam. Beton yang dibuat dengan penambahan Styrofoam dapat disebut Beton-Styrofoam (Styrofoamconcrete) yang disingkat Styrocon. Styrofoam mempunyai berat jenis sangat kecil yaitu berkisar antara 13-16 kg/m3. Penggunaan Styrofoam dalam beton ringan dapat digunakan sebagai pengganti sebagian agregat kasar, atau sebagai pengganti sebagian agregat halus. Perkembangan konstruksi bangunan pada saat ini yang dipengaruhi dari tingginya pemanasan global, mengakibatkan issueyang cukup serius. Sehingga membuat para ahli konstruksi berlomba-lomba dalam mengusung konsep green building . Salah satu cara menerapkan konsep green building adalah dengan menggunakan kembali (reuse) material bekas atau sampah sebagai bahan bangunan. Dengan
62 | K o n s t r u k s i a
begitu akan mengurangi biaya dan dapat meningkatkan kegunaan sampah. Sampah juga menjadi salah satu masalah di perkotaan, dimana penduduknya dengan lifestyle sedemikian rupa memiliki tingkat konsumtif yang tinggi sehingga sampah yang dihasilkan juga tidak sedikit. Sampah/material juga terdiri atas bermacam jenis, salah satunya adalah sampah anorganik yang sulit terurai, antara lain styrofoam. Untuk menguraikannya perlu waktu jutaan tahun, ditambah lagi sampah baru maka kumpulan sampah itu akan tidak terkontrol. Untuk itu harus ada solusi bagaimana cara mengontrol sampah tersebut, salah satunya dengan menerapkan konsep 3R atau Reuse, Reduce, dan Recycle. Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untukfungsi yang sama ataupun fungsilainnya. Reduce berarti mengurangi segalas esuatu yang mengakibatkan sampah. Dan Recycle berarti mengolah kembali (daurulang) sampah menjadi barang ataup roduk baru yang bermanfaat. Produksi sampah pada tahun 2013 di Jakarta mencapai 6.500 ton/hari. Bagaimana jika sampah tersebut hanya tertimbun begitu saja tanpa ditanggulangi? Semakin lama kota Jakarta akan dipenuhi sampah.
PENGARUH PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR (Yoppi - Nadia)
Identifikasi masalah 1. Apakah dengan penambahan Styrofoam dapat mengurangi berat Beton pada Beton Normal? 2. Seberapa besar pengaruhnya Styrofoam ini terhadap penurunan Berat Jenis Beton Normal? Perumusan Masalah. Beton merupakan Bahan bangunan yang paling sering digunakan dalam Struktur Bangunan, sehingga ber-macam-2 inovasi dilakukan terhadap Beton ini untuk diteliti pengaruh dan manfaatnya. Sedangkan Bahan Styrofoam merupakan bahan limbah yang berat jenisnya kecil (beratnya sangat ringan) dan terutama sering digunakan untuk mencegah pengaruh panas dari luar. Oleh sebab itu, bagaimana jika kedua bahan ini dicoba untuk dicampurkan agar dapat mengambil manfaat demi menambah wawasan keilmuan, maupun manfaat industri konstruksi. Batasan Masalah 1. Kuat Tekan Beton Rencana adalah Beton Normal (K.225) 2. Butiran Styrofoam dengan variasi persentase sebesar 0%, 1%, 2%, 3% terhadap volume campuran. Diameter butiran Styrofoam yang digunakan
3.
4.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
Seberapa Besar pengaruhnya Styrofoam ini terhadap penurunan Kuat Tekan Beton Normal? Bagaimana hubungan antara penurunan Berat Jenis dan Kuat Tekan akibat penambahan Styrofoam pada Beton? berkisar antara 3-10 mm dengan berat satuan 22,89 kg/m3 Mix design menggunakan metode SNI 03-2834-2000. Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Jumlah benda uji adalah 4 buah untuk setiap variasi persentase penambahan Styrofoam. Semen Portland type I merk Tiga Roda Agregat kasar yaitu kerikil dari Gunung Sembung dengan ukuran< 20 mm dan agregat halus yaitu pasir dari Bangka dengan ukuran< 5 mm. Air yang digunakanadalah air PDAM Pengujian Kuat Tekan Beton dilakukan padaumur 28 hari.
63 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh nilai Kuat Tekan Beton dengan komposisi campuran Styrofoam.
2.
Untuk mengetahui hubungan nilai Kuat Tekan Beton dengan Berat Jenis Beton pada campuran Beton Normal.
Diagram Fish Bone
Hipotesis Penelitian. 1. Makin besar persentase penambahan bahan Styrofoam, maka Beton akan semakin berkurang Kuat Tekannya. 2. Makin besar persentase penambahan bahan Styrofoam, maka Beton akan semakin berkurang Berat Volume (Berat Jenis) nya atau akan semakin ringan. LANDASAN TEORI PengertianBeton Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI-03-28472002). Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan akan mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari. Beton dapat dibagi atas 3 jenis berdasarkan Berat volumenya, yaitu: 64 | K o n s t r u k s i a
a) Beton ringan : berat volume < 1.900 kg/m³ b) Beton normal : berat volume 2.200 kg/m³ – 2.500 kg/m³ : beratvoume> c) Beton berat 2.500 kg/m³ Styrofoam Styrofoam atau plastik busa masih termasuk golongan plastik. Umumnya Styrofoam (polystyrene foam) berwarna putih. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas, sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang baik. Sifat– sifat Styrofoam : a) Mempunyai berat jenis yang relatif ringan. b) Tahan terhadap asam, basa, dan zat korosif.
PENGARUH PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR (Yoppi - Nadia)
c) Mempunyai titik leleh pada suhu 10201060 C. d) Mampu menahan panas. memperlambat timbulnya e) Dapat panas hidrasi f) Dapat mengurangi beban gempa yang berkerja lebih kecil karena berat struktur beton berkurang.
pengaruh styrofoam sebagai pengganti agregat kasar pada kuat tekan beton. Adapun hasil dari pengujian yang telah dilakukan, dinyatakan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil pemeriksaan Berat volume rata-rata
METODOLOGI PENELITIAN
HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang dilaksanakan di Laboratorium. Hasil penelitian berupa data-data kasar, selanjutnya dianalisis untuk mengetahui
0%
Diamet er (cm) 15
Benda Berat Volume ratarata Tinggi (kg/m3 (cm) ) 30 2286,7
1%
15
30
1992,5
2%
15
30
1781,0
3%
15
30
1560,1
Jenis Benda Uji
Kadar styrofo am
BN BCS 1% BCS 2% BCS 3%
Ukuran Uji
Berat Volume Rata-Rata Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa berat volume beton terbesar terdapat pada variasi beton normal yaitu sebesar 2286,7 Kg/m3. Berat volume beton terkecil terdapat pada variasi beton variasi BCS 3% yaitu sebesar 1560,1 Kg/m3. Dari hasil-hasil tersebut terlihat bahwa berat volume beton yang ada sangat bervariasi, hal ini dikarenakan berat styrofoam lebih ringan dibandingkan dengan berat kerikil. Semakin bertambahnya Styrofoam maka semakin kecil berat volume beton. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh proporsi campuran beton dan proses pemadatan 65 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
beton pada saat pengecoran. Kekuatan beton yang lebih besar dapat dicapai dengan mempergunakan campuran yang lebih ”kaya” semen serta memadatkannya sampai berat volume beton yang lebih besar. Kuat Tekan Beton Kuat tekan setiap variasi dengan penggantian Styrofoam pada sebagian agregat kasar sebesar 1%, 2% dan 3% dari berat Beton. Hasil Pengujian rata-rata pada umur 28 hari
Hasilkorelasidenganmenghilangkancampur anStyrofoam 1%,:
1. f'c σ'kbk KodeBet Berat Volume Silinder (Kg/c on Beton (Kg/m3) (Mpa) m2) BN 2286,7 17,1 210,1 BCS-1% 1992,5 7,8 95,6 BCS-2% 1781,0 7,3 90,0 BCS-3% 1560,1 3,0 37,0 Grafik Kuat Tekan Beton Rata-Rata Dari Grafik dapat dilihat bahwa kuat tekan beton yang tertinggi terdapat pada Campuran Beton penggantian sebagian kerikil dengan Styrofoam 1% (BCS-1%) yaitu sebesar K=115,2 kg/cm2 dan kuat tekan beton yang terendah terdapat pada Campuran Beton penggantian sebagian kerikil dengan Styrofoam 3% (BCS-3%) yaitu sebesar K=44,5 kg/cm2
66 | K o n s t r u k s i a
2.
3.
KESIMPULAN Beton dengan campuran Styrofoam sebagai pengganti agregat kasar menghasilkan penurunan Kuat Tekan Beton. Penurunan Kuat Tekan Beton ini bertambah, dengan bertambahnya persentase jumlah Styrofoamnya. Setiap penambahan Styrofoam, dapat mengurangi bobot (berat) campuranBeton, sehingga Beton lebih ringan atau Berat volumenya berkurang. Makin besar jumlah Styrofoam, makin kecil Berat volumenya (makin ringan) Makin besar persentase penambahan bahan Styrofoam sebagai pengganti sebagian agregat kasar, beton makin ringan namun kuat tekannya berkurang.
PENGARUH PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR (Yoppi - Nadia)
4.
Penambahan Styrofoam pada beton tidak menghasilkan penurunan kuat tekan beton secara linier terhadap beton normal, namun dengan berupa persamaan garis lengkung sebagai berikut: y = 869,4x2 – 5796x + 210 .
DAFTAR PUSTAKA 1. Antono, A, 1995, BAHAN KONSTRUKSI TEKNIK SIPIL, Penerbit Universitas Atma Jaya, Yogyakarta 2. Antono, A, 1995, TEKNOLOGI BETON, Penerbit Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta. 3. Murdock, L. J., dan Brook, K. M., 1986, BAHAN DAN PRAKTEK BETON, 4. Samekto, W. dan Rahmadiyanto, C. 2001. TEKNOLOGI BETON, Kanisius, Yogyakarta 5. Tjokrodimulyo, Kardiyono, 1995, TEKNOLOGI BETON, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta 6. TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL , Jakarta 7. http://agoestanto.files.wordpress.com/ 2011/10/bab-vi.d.
67 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BARCKET (Asmar - Trijeti)
ANALISIS BIAYA PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BRACKET PADA KONSTRUKSI PIER-HEAD JEMBATAN Asmar Diansyah Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Trijeti Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email :
[email protected]
ABSTRAK : Pada Proyek New Access Road terdapat beberapa jenis konstruksi salah satunya adalah Jembatan pada STA 0+937,32 sampai dengan 1+173,123. Jembatan ini akan dibangun dengan ketinggian pier 22 meter dan terletak pada sungai yang rawan banjir. Terdapat 5 pier pada jembatan tersebut, namun hanya beberapa pier yang tingkat resiko dalam pengerjaan pier head-nya tidak terlalu besar, hanya bekerja di ketinggian saja, pihak kontraktor dapat mengatasinya dengan metode kerja sistem shoring, namun pada pier P4 dan P5 resikonya terlalu besar karena banjir yang akan terjadi ditakutkan akan menghanyutkan perancah shoring tersebut.Oleh karena itu pada pier tersebut digunakan sistem bracket untuk penopang bekisting pier head selama proses konstruksi berlangsung. Seiring perjalanan waktu, dibutuhkan analisa biaya dan waktu pelaksanaan yang tepat dari kedua metode yang dipakai, untuk kedepannya pada proyek-proyek berikutnya dapat dipakai metode kerja yang efisien dalam biaya dan efektif dalam waktu pelaksanaannya. Dari analisa didapatkan bahwa metode dengan sistem bracket lebih mahal yaitu sebesar Rp. 1.014.090.624 dibandingkan dengan sistem Shoring yaitu sebesar Rp. 955.918.664. Dengan selisih biaya sebesar Rp. 58.171.960, maka sistem Shoring memiliki efisiensi sebesar 5,74 % dibandingkan dengan sistem Bracket Truss Kata kunci : pierhead , shoring , bracket
ABSTRACT: On New Access Road there is some kind of a construction Bridge on one of them is STA 0+937,32 up to 1+173,123. This bridge will be built at a height of 22 meter pier and is situated on the river is prone to flooding. There are 5 pier on the bridge, but only some of the pier's level of risk in the workmanship of the pier head-not too big, just working at heights course, a Contracting Party could cope with the working method of shoring system, but on the pier P4 and P5 are the risks too great due to flooding that will occur will be feared washed away the scaffolding shoring.Therefore on the pier used for bracket cantilever formwork system pier head during the process of construction in progress. s time travel, needed analysis of the cost and time of the proper implementation of both methods used, for in the future at its next projects can be extrapolated method of working in the cost of an efficient and effective in time of its execution.He got that a method of analysis with a system of a bracket more expensive fund of Rp.1.014.090.624 compared with a system of shoring fund of Rp.955.918.664.To within a fee of Rp.58.171.960, then the system shoring having efficiency of 5.74 % compared with a system of a bracket truss. Keywords : pierhead , shoring , bracket
69 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
PENDAHULUAN Proyek New Access Road adalah proyek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari traffic padat yang terjadi disekitar lokasi karena berada di sekitar permukiman penduduk yang padat.Proyek ini akanmembangun jalan akses baru untuk jalur transportasi yang melayani distribusi produk dan aktifitas bisnis perusahaan di masa depan. Pada pekerjaan pengecoran pier head dibutuhkan suatu metode kerja untuk mengecor pier head yang berada di atas pier dengan dimensi pier yang ovalseperti pada pier 1 & 2 di jembatan 1 dan pier 4 & 5 di jembatan 2.Pier didesain dengan bentuk oval oleh pihak konsultan dengan tujuan untuk memecah aliran air sungai.Sungai di lokasi proyek memang sering sekali terjadi banjir dikarenakan curah hujan yang tinggi dan limpahan air sungai. Perancah merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan daripada struktur, seperti pada pengecoran pier head, perancah berfungsi sebagai penopang dan penyangga bekisting yang harus benar-benar kokoh dan kuat. Penentuan metode perancah harus benar-benar diperhitungkan secara cermat dan teliti karena hal ini menyangkut hasil pengecoran yang akan dilaksanakan, baik terhadap biaya, waktu dan mutu pekerjaan tersebut. Ketinggian pier jembatan pada proyek ini menjadi bahan pertimbangan atas keselamatan para pekerjanya, sehingga pemilihan perancah untuk membantu pelaksanaan pengecoran pier head sangat diperlukan. Pada desain jembatan 1, lokasi pier berada di tepi sungai dan penampang sungai juga memungkinkan untuk dibuat cofferdam sebagai akses kerja pier 70 | K o n s t r u k s i a
jembatan. Maka di awal proses tender untuk perencanaan metode kerja pengecoranpier head di jembatan 1, dipilih metode kerja sistem Shoring. Metode ini akan memanfaatkan metode bekisting sistem dengan perancah Periup, Main Beam, dan Cross Beam yaitu suatu sistem perancah dengan dua batang kaki perancah yang merupakan salah satu sistem dari negara Jerman, dimana untuk setiap kaki perancah dapat menahan
kapasitas maksimal beban sebesar 7 ton arah vertikal
Gambar 1. Ilustrasi jembatan 1 Untuk jembatan 2, metode pengecoran pier head ada sedikit penambahan dengan metode yang akan dipakai, untuk pier 1, 2 dan 3 masih memakai metode shoring tetapi untuk pier 4 & 5 dipilih metode bekisting gantung dengan sistem Bracket Truss. Pemilihan metode alternatif ini didasarkan kepada lokasi pier jembatan P4 & P5 yang berada di tengah dan tepi sungai yang memiliki penampang sungai sangat kecil. Sehingga apabila kita menutup aliran sungai sebagian dengan cofferdam maka peluang untuk terjadinya banjir akan sangat besar sekali. Oleh karena itu metode dengan sistem shoring dianggap kurang efektif karena perancah akan hanyut saat terjadinya banjir dan membuat bencana banjir terhadap lingkungan di sekitar proyek.
ANALISIS PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BARCKET (Asmar - Trijeti)
Gambar2. .Ilustrasi jembatan 2 Identifikasi Masalah : Pada awal tender proyek, pelaksanaan hanya menggunakan metode perancah dengan sistem Shoring untuk pengecoran pier head jembatan. Dalam perjalanan waktu pelaksanaan terjadi perubahan metode pelaksanaan dengan memakai sistem Bracket Truss sehingga belum dihitung analisa biaya. Batasan Masalah Studi kasus yang dibahas adalah proyekNew Access Road Tidak membahas dan menganalisa kekuatan bekisting, perancah dan struktur pier maupun jembatan. Metode kerja yang dibahas hanya metode sistem Shoring dan sistem Bracket Truss saja untuk pengecoran pier head jembatan. Analisa biaya berdasarkan kepada rencana anggaran biayaproyek New Access Road pada tahun 2012. Harga satuan, biaya pelaksanaan yang dipakai adalah harga satuan intern kontraktor. LANDASAN TEORI Jembatan dapat dibagi atas dua bangunan utama, yaitu :Bangunan bawah / Substructure(pondasi,kolom pier, abutment dan oprit) , Bangunan atas /
Superstructure (gelagar jembatan, bearing, expantion joint) Pada umumnya suatu bangunan jembatan terdiri dari enam bagian pokok, yaitu :Bangunan atas, Landasan,Bangunan bawah,Pondasi,Oprit,Bangunan pengaman jembatan. Klasifikasi Jembatan : Klasifikasi menurut kegunaannya : Jembatan jalan raya,Jembatan kereta api,Jembatan jalan air,Jembatan jalan pipa,Jembatan militer,Jembatan penyeberangan, dll. Klasifikasi menurut jenis materialnya : Jembatan kayu,Jembatan baja,Jembatan beton.Untuk jembatan beton dapat dibagi dua jenis menurut gelagarnya yaitu beton bertulang dan beton prategang. Klasifikasi menurut letak lantai jembatan : Jembatan lantai kendaraan di bawah, Jembatan lantai kendaraan di atas,Jembatan lantai kendaraan di tengah,Jembatan lantai kendaraan di atas dan di bawah (double deck bridge). Klasifikasi menurut daya dukung jembatan : Jembatan kelas I ( tekanan as = 7 ton ) , Jembatan kelas II (tekanan as = 5 ton) , Jembatan kelas III ( tekanan as = 3,5 ton) , Jembatan kelas IV (tekanan as = 2 ton ) Klasifikasi menurut bentuk struktur secara umum : Jembatan gelagar (girder bridge),Jembatan pelengkung/busur (Arch bridge),Jembatan rangka (Truss bridge),Jembatan portal (Rigid frame bridge),Jembatan gantung (Suspension bridge),Jembatan kabel (Cable-stayed bridge). Persyaratan umum yang harus dipenuhi bagi bekisting adalah :Mempunyai volume stabil sehingga dapat dihasilkan dimensi beton yang akurat, Dapat digunakan 71 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
berulang kali., Mudah dibongkar pasang serta dipindahkan, Rapat air sehingga tidak memungkinkan air agregat keluar dari cetakan, Mempunyai daya lekat rendah dengan beton dan mudah membersihkannya (Ervianto, 2006:126). Macam-macam bekesting : bekesting konvensional, bekesting pabrik, bekesting khusus (climbing formwork, Slip Form, Auto Jump Form, Traveler Form) Perancah merupakan konstruksi sementara yang memungkinkan pelaksanaan konstruksi permanen setelahnya.Dalam perkembangannya, C.J Wilshere (1983)menemukan bahwa perancah dapat digunakan mulai proyek kecil seperti bangunan rumah sederhana, hingga bangunan jembatan utama. Cara penyetelan perancah (scaffolding) : Menentukan letak dari scaffolding dengan mengatur jarak scaffolding misalnya as balok, pada pekerjaan bekisting balok. Memasang base plat (jack base) diatas landasan yang stabil. Menyetel rangka (frame). Dilanjutkan dengan pemasangan cross brace pada dua sisi agar elemen perancah dapat berdiri dengan baik. Selanjutnya menyusun frame vertikal berikutnya atau sesuai dengan pemasangan shoring head jika ketinggian perancah dianggap cukup, artinya ketinggian dapat dilakukan dengan mengukur jack base dan Uhead. Kemudian ketinggian perancah diatur sesuai dengan ketinggian bekisting yang telah direncanakan.
72 | K o n s t r u k s i a
Sistem Shoring :Kita sering salah pengertian antara bekisting, perancah, scaffolding, dan shoring. Menurut John F. Duntemann (1991:3) : Perancah adalah konstruksi sementara yang digunakan untuk menopang struktur permanen sampai struktur tersebut dapat menopang dirinya sendiri. Bekisting adalah struktur sementara atau cetakan yang digunakan untuk menahan cairan beton dalam bentuk yang direncanakan sampai beton mengeras. Scaffolding adalah suatu landasan kerja di ketinggian untuk menopang pekerja, material, dan peralatan tetapi tidak diperuntukkan untuk menopang struktur. Shoring adalah komponen dari perancah seperti horizontal, vertikal, atau batang penopang miring. Menurut Department of Transportation of Engineering Services Offices of Structure Construction, (2001:17), perancah jembatan bisa dibagi menjadi 2 tipe umumnya yaitu : Sistem konvensional dimana berbagai komponen (balok, tiang, kepala, bracing, dan lainnya) masing-masing dipasang secara terpisah untuk membentuk kesatuan sistem. Sistem shoring dimana komponen yang terbuat dari logam dirangkai menjadi unit modular yang dapat dirangkai di atas yang lainnya, untuk membentuk serangkaian menara yang terdiri dari sistem batang-batang beban dukung vertikal. Sistem Bracket : Dengan peningkatan beban dikaki perancah, metode dengan memanfaatkan dukungan pondasi pada shoring dengan daya dukung menengah dan shoring tower dengan beban besar
ANALISIS PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BARCKET (Asmar - Trijeti)
membuatnya menjadi lebih signifikan. Maka pondasi di bawahnya harus benarbenar diperhitungkan agar penurunan tanah dapat seragam di bawah kakikakinya. Untuk shoring dengan beban besar, ini memerlukan penggunaan bantalan beton atau pondasi tiang pancang, sebagai pengganti pijakan kayu. Pondasi tiang pancang dibutuhkan apabila kondisi lokasi tidak sesuai untuk penggunaan bantalan beton atau pijakan kayu, danbiasanya diperhitungkan untuk mendukung perancah pada struktur jembatan di atas air atau dimana bantalan pondasi konvensional tidak layak karena kondisi tanah yang buruk. Dalam beberapa kasus, beban konstruksi sementara didukung oleh bracket (perancah siku) yang dipasang di tubuh pier atau abutment. Perancah dengan sistem bracket sangat cocok dipakai bila di lokasi sekitar jembatan tidak memungkinkan untuk menggunakan perancah dengan sistem shoring. Sistem bracket ini mengandalkan kekuatan batang tie-rod yang bertumpu pada tubuh pier. Perancah dengan sistem bracket terinspirasi pada bekisting khusus pabrikan dengan sistem climbing formwork karena menopang bekisting pada tubuh struktur itu sendiri. Manajemen biaya proyek merupakan salah satu dari 9 lingkup pengetahuan dalam manajemen proyek. Manajemen biaya proyek diperlukan untuk memastikan bahwa perencanaan proyek sudah mencakup :Estimasi biaya untuk setiap resource ,Pengalokasian estimasi biaya setiap resource yang dibutuhkan oleh setiap work item. Dalam manajemen biaya proyek, terdapat beberapa proses yang dilibatkan dalam tujuan penyelesaian proyek sesuai dengan anggaran yang disediakan. Proses
tersebut yaitu estimasi, budgeting dan kontrol biaya. Menurut Abrar Husen (2011:61) kegiatan proyek perlu memiliki standar kinerja biaya proyek dengan cara membuat format perencanaan seperti : Kurva S, selain dapat mengetahui progres waktu proyek, kurva S berguna juga untuk mengendalikan kinerja biaya. Diagram Cash Flow, diagram yang menunjukkan rencana aliran pengeluaran dan pemasukan biaya selama proyek berlangsung. Kurva Earned Value, yang menyatakan nilai uang yang telah dikeluarkan pada baseline tertentu sesuai dengan kemajuan aktual proyek. Balance Sheet, yang menyatakan besarnya aktiva dan pasiva keuangan perusahaan selama periode satu tahun dengan keseluruhan proyek yang telah dikerjakan beserta aset-aset yang dimiliki perusahaan. Menurut Abrar Husen (2011:113) komponen biaya total proyek terdiri atas :Biaya Langsung (Direct Cost), merupakan biaya tetap selama proyek berlangsung seperti biaya tenaga kerja, material dan peralatan, Biaya Tak Langsung (Indirect Cost), merupakan biaya tidak tetap yang dibutuhkan guna penyelesaian proyek seperti biaya manajemen proyek, tagihan pajak, biaya perizinan, asuransi, administrasi serta keuntungan. Menurut Mansyur (2012:44) jenis-jenis biaya yang umumnya ditemukan pada sebuah proyek yaitu :Biaya langsung antara lain tenaga kerja, material, peralatan dan lainnya ; Biaya eksploitasi (overhead) proyek ; Biaya overhead umum dan administratif (General and Administrative).
73 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Kontraktor menyusun anggaran belanja dan aliran kas proyek berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang dialokasikan oleh pemilik proyek, lalu mengkaji ulang nilainya secara cermat sehingga dapat menyusun Rencana Anggaran Pelaksanaan Proyek (RAPP) dengan asumsi nilai pada RAB masih layak dan dapat dihemat (Abrar Husen, 2011:115). Pada perhitungan anggaran biaya, umumnya dibuat berdasarkan 5 komponen pokok, yaitu : Biaya material, diperoleh dengan mengetahui harga pembelian material, biaya transportasi dan biaya bongkar muat. Biaya peralatan, penentuan biaya peralatan pada umumnya didasarkan pada biaya produksinya. Biaya peralatan meliputi :Biaya pemilikan alat, Biaya operasional, Biaya sewa peralatan , Biaya transportasi peralatan, Biaya pemasangan dan pembongkaran peralatan. Biaya tenaga kerja, tenaga kerja proyek konstruksi dibedakan menjadi dua, yaitu :Tenaga kerja langsung (direct hire), Tenaga kerja borongan. Biaya tak terduga (overhead), dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :Biaya tak terduga umum, misalnya sewa kantor, peralatan kantor, air, listrik, telepon, dan lainnya ; Biaya tak terduga proyek, misalnya asuransi, telepon yang dipasang di lapangan, pengukuran (survey) dan lainnya. Keuntungan (profit), pada umumnya diperhitungkan dengan prosentase Konstruksi Pier dilaksanakan dalam 6 (enam) tahap :Tahap-1 (pier column) ; Tahap-2(pier column ) ; Tahap-3 (pier column ) ; Tahap-4(pier column) ; Tahap-5 (pier head)
74 | K o n s t r u k s i a
dari jumlah biaya total yang berkisar antara 8% - 15%, tergantung dari besarnya resiko pekerjaan dan cara pembayaran dari owner. DATA& ANALISA Untuk kolom pier yang akan dibuat perbandingannya adalah Pier P4 pada bangunan jembatan 2. Tabel 1. Data teknis Pier
Dimensi
Item
Pier column
Pier head
Panjang
5,00 m
9,00 m
Lebar
2,00 m
5,93 m
Tinggi
22,00 m
2,35 m
Mutu beton
K-350
K-350
Tabel 2. Volume pekerjaan Pier
NO.
ITEM
SATUAN
VOLUME
A
Pier column
1
Bekisting
m2
270,27
2
Pembesian
kg
41.038,00
3
Beton
m3
201,15
B
Pier head
1
Bekisting
m2
115,67
2
Pembesian
kg
15.586,00
3
Beton
m3
103,09
ANALISIS PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BARCKET (Asmar - Trijeti)
Tahapan pengecoran untuk pier sesuai gambar di bawah ini : Tahap-6
Tahap-5
Tahap-4
Tahap-3
Tahap-2
Tahap-1
Gambar 3. Tahapan pengecoran Pier
Tabel 3. Daftar harga satuan bahan
NO.
ITEM
1
Steel Formwork h = 6 m
2
Multiplex
3
SATUAN
HARGA SATUAN
m2
Rp
130.000,00
lembar
Rp
270.000,00
Kayu
m3
Rp
2.417.800,00
3
Paku
kg
Rp
9.300,00
4
liter
Rp
17.500,00
set
Rp
40.000,00
6
Minyak bekisting Tie Rod, wingnut dan aksesoris Form Tie, Washer, Cone
set
Rp
35.000,00
7
Perancah Scaffolding
m2
Rp
80.000,00
8
Shoring Peri-up
Ls
Rp
325.729,65
9
Ls
Rp
782.932,49
Ls
Rp
2.000,00
11
Bracket Truss Alat bantu untuk pek. Bekisting Baja Tulangan
kg
Rp
7.100,00
12
Kawat Beton
kg
Rp
9.800,00
13
Bar Cutter
jam
Rp
12.500,00
14
Bar Bender
jam
Rp
12.500,00
15
Beton Ready mix K-350
m3
Rp
660.000,00
16
Curing Compound
m2
Rp
15.000,00
5
10
75 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
17
Concrete Pump
jam
Rp
275.000,00
18
Concrete Vibrator
jam
Rp
20.000,00
19
Alat bantu untuk pengecoran
Ls
Rp
10.000,00
Tabel 4. Daftar upah pekerja NO.
ITEM
SATUAN
HARGA SATUAN
1
Mandor
jam
Rp
9.800,00
2
Tukang
jam
Rp
8.500,00
3
Pekerja
jam
Rp
5.800,00
Tabel 5. Harga satuan pekerjaan bekistingPier column (Shoring System)
NO.
A. 1 2 3
KOMPONEN
TENAGA Pekerja Tukang Mandor
SAT.
KOEF.
jam jam jam
0,4800 0,2400 0,1200
HARGA SATUAN (Rp)
5.800,00 8.500,00 9.800,00
JUMLAH HARGA TENAGA B. 1 2 3 4 5 6
BAHAN Steel Formwork h = 6 m Kayu Paku Minyak bekisting Tie Rod, wingnut dan aksesoris Perancah Scaffolding
D.
PERALATAN Alat bantu
2.784,00 2.040,00 1.176,00 6.000,00
m2
1,0000
130.000,00
130.000,00
m3 kg liter
0,0021 0,3163 0,1000
2.417.800,00 9.300,00 17.500,00
5.195,80 2.941,69 1.750,00
set
0,4000
40.000,00
16.000,00
m2
0,6000
80.000,00
48.000,00
JUMLAH HARGA BAHAN
C. 1
JUMLAH HARGA (Rp)
Ls
1,0000
2.000,00
203.887,50
2.000,00
JUMLAH HARGA PERALATAN
2.000,00
JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN ( A + B + C )
211.887,50
76 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BARCKET (Asmar - Trijeti)
E. F.
OVERHEAD & PROFIT 10,0 % x D HARGA SATUAN PEKERJAAN ( D + E )
21.188,75 233.076,25
Tabel 6. Harga satuan pekerjaan bekistingPier head (Shoring System) NO.
A. 1 2 3
KOMPONEN
TENAGA Pekerja Tukang Mandor
SAT.
KOEF.
jam jam jam
0,4800 0,2400 0,1200
HARGA SATUAN (Rp)
JUMLAH HARGA (Rp)
5.800,00 8.500,00 9.800,00
JUMLAH HARGA TENAGA B. 1 2 3 4 5 6
BAHAN Kayu Paku Multiplex Minyak bekisting Form Tie, Washer, Cone Shoring Peri-Up
6.000,00
m3 kg lembar liter
0,0175 0,3163 0,3163 0,1000
2.417.800,00 9.300,00 270.000,00 17.500,00
42.291,35 2.941,69 85.403,98 1.750,00
set
0,4167
35.000,00
14.583,33
Ls
1,0000
325.729,65
325.729,65
JUMLAH HARGA BAHAN C. 1
D. E. F.
PERALATAN Alat bantu
2.784,00 2.040,00 1.176,00
Ls
1,0000
472.700,01
2.000,00
2.000,00
JUMLAH HARGA PERALATAN
2.000,00
JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN ( A + B + C ) OVERHEAD & PROFIT 10,0 % x D HARGA SATUAN PEKERJAAN ( D + E )
480.700,01 48.070,00 528.770,01
Tabel 7. Harga satuan pekerjaan pembesian(Shoring System) NO.
A. 1. 2. 3.
KOMPONEN
TENAGA Pekerja Tukang Mandor
SAT.
KOEF.
jam jam jam
0,0600 0,0200 0,0200
HARGA SATUAN (Rp)
JUMLAH HARGA (Rp)
5.800,00 8.500,00 9.800,00
348,00 170,00 196,00
77 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
JUMLAH HARGA TENAGA B. 1. 2.
BAHAN Baja tulangan Kawat beton
Kg Kg
1,1000 0,0200
7.100,00 9.800,00
JUMLAH HARGA BAHAN C. 1 2
D. E. F.
PERALATAN Bar bender Bar cutter
Jam Jam
0,0100 0,0095
12.500,00 12.500,00
714,00
7.810,00 196,00 8.006,00
125,00 118,75
JUMLAH HARGA PERALATAN
243,75
JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN ( A + B + C ) OVERHEAD & PROFIT 10,0 % x D HARGA SATUAN PEKERJAAN ( D + E )
8.963,75 896,38 9.860,13
Tabel 8. Harga satuan pekerjaan beton(Shoring System) NO.
A. 1. 2. 3.
KOMPONEN
TENAGA Pekerja Tukang Mandor
SAT.
KOEF.
jam jam jam
2,1429 0,5714 0,1429
HARGA SATUAN (Rp)
5.800,00 8.500,00 9.800,00
JUMLAH HARGA TENAGA
B. 1. 2.
BAHAN Beton Ready mix Curing Compound
m3 m2
1,1000 1,0000
660.000,00 15.000,00
JUMLAH HARGA BAHAN C. 1 2 3
PERALATAN Concrete Pump Concrete Vibrator Alat bantu
Jam Jam Ls
0,1606 0,1606 1,0000
275.000,00 20.000,00 10.000,00
JUMLAH HARGA PERALATAN
78 | K o n s t r u k s i a
JUMLAH HARGA (Rp)
12.428,57 4.857,14 1.400,00 18.685,71
726.000,00 15.000,00 741.000,00
44.176,71 3.212,85 10.000,00 57.389,56
ANALISIS PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BARCKET (Asmar - Trijeti)
D. E. F.
JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN ( A + B + C ) OVERHEAD & PROFIT 10,0 % x D HARGA SATUAN PEKERJAAN ( D + E )
817.075,27 81.707,53 898.782,80
Tabel 9. Rekapitulasi harga satuan pekerjaan (Shoring System) NO.
ITEM
SATUAN
HARGA SATUAN PEKERJAAN
1
Pekerjaan Bekisting Pier
m2
Rp
233.076,25
2
Pekerjaan Bekisting Pier head
m2
Rp
528.770,01
3
Pekerjaan Pembesian
kg
Rp
9.860,13
4
Pekerjaan Beton
m3
Rp
898.782,80
Tabel 10. RAB konstruksi Pier (Shoring System) NO .
ITEM
SAT .
1
Pekerjaan Bekisting Pier
m2
2
Pekerjaan Bekisting Pier head
m2
3
Pekerjaan Pembesian
kg
4
Pekerjaan Beton
m3
270,27
HARGA SATUAN PEKERJAAN Rp 233.076,25
115,67
Rp 528.770,01
VOL.
56.624,0 0
TOTAL
304,24
Rp 9.860,13 Rp 898.782,80
JUMLAH HARGA
%
Rp62.993.004,03
6,59
Rp61.161.611,43
6,40
Rp558.319.718,0 0
58,41
Rp273.444.330,8 3
28,61
Rp955.918.664,2 8
100,0 0
Gambar 4.Grafik persentase RAB pekerjaan PierShoring system
79 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Tabel 11. Harga satuan pekerjaan bekistingPier head(Bracket System)
NO.
A. 1 2 3
KOMPONEN
TENAGA Pekerja Tukang Mandor
SAT.
KOEF.
jam jam jam
0,4800 0,2400 0,1200
HARGA SATUAN (Rp)
5.800,00 8.500,00 9.800,00
JUMLAH HARGA TENAGA B. 1 2 3 4 5 6
BAHAN Kayu Paku Multiplex Minyak bekisting Form Tie, Washer, Cone Bracket Truss
PERALATAN Alat bantu
2.417.800,00 9.300,00 270.000,00 17.500,00
42.291,35 2.941,69 85.403,98 1.750,00
set
0,4167
35.000,00
14.583,33
Ls
1,0000
782.932,49
782.932,49
Ls
1,0000
2.000,00
JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN ( A + B + C )
80 | K o n s t r u k s i a
6.000,00
0,0175 0,3163 0,3163 0,1000
JUMLAH HARGA PERALATAN D.
2.784,00 2.040,00 1.176,00
m3 kg lembar liter
JUMLAH HARGA BAHAN C. 1
JUMLAH HARGA (Rp)
929.902,85
2.000,00 2.000,00 937.902,85
ANALISIS PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BARCKET (Asmar - Trijeti)
E. F.
OVERHEAD & PROFIT 10,0 % x D HARGA SATUAN PEKERJAAN ( D + E )
93.790,28 1.031.693,13
Tabel 12. Rekapitulasi harga satuan pekerjaan(Bracket System) HARGA SATUAN PEKERJAAN
NO.
ITEM
SATUAN
1
Pekerjaan Bekisting Pier
m2
Rp
233.076,25
2
Pekerjaan Bekisting Pier head
m2
Rp
1.031.693,13
3
Pekerjaan Pembesian
kg
Rp
9.860,13
4
Pekerjaan Beton
m3
Rp
898.782,80
Rencana Anggaran Biaya Pelaksanaan Tabel 13. RAB konstruksi Pier (Bracket System)
NO.
ITEM
SAT.
1
Pekerjaan Bekisting Pier
m2
2
Pekerjaan Bekisting Pier head
m2
3
Pekerjaan Pembesian
kg
4
Pekerjaan Beton
m3 TOTAL
VOL.
270,27 115,67 56.624,00 304,24
HARGA SATUAN PEKERJAAN
JUMLAH HARGA
%
Rp
233.076,25
Rp
62.993.004,03
6,21
Rp
1.031.693,13
Rp
119.333.571,43
11,77
Rp
9.860,13
Rp
558.319.718,00
55,06
Rp
898.782,80
Rp
273.444.330,83
26,96
Rp 1.014.090.624,28
100,00
Gambar 5. Grafik persentase RAB pekerjaan PierBracket system
81 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Evaluasi Perbandingan Biaya dan Waktu Dari Rencana Anggaran Biaya yang telah dihitung maka didapat selisih harga untuk pekerjaan Pier menggunakan sistem Shoring Peri-Up dengan sistem Bracket Truss. JUMLAH HARGA NO.
ITEM SHORING SYSTEM
BRACKET SYSTEM
DEVIASI
1
Pekerjaan Bekisting Pier
Rp
62.993.004,03
Rp
62.993.004,03
2
Pekerjaan Bekisting Pier head
Rp
61.161.611,43
Rp
119.333.571,43
Rp 58.171.960,00
3
Pekerjaan Pembesian
Rp
558.319.718,00
Rp
558.319.718,00
Rp
-
4
Pekerjaan Beton
Rp
273.444.330,83
Rp
273.444.330,83
Rp
-
Rp
955.918.664,28
Rp 1.014.090.624,28
TOTAL
Rp
Rp 58.171.960,00
Tabel 14.Selisih biaya pekerjaan Pier antara sistem Shoring dengan sistem Bracket
Gambar 6. Grafik selisih biaya pelaksanaan
82 | K o n s t r u k s i a
-
ANALISIS PERBANDINGAN METODE KERJA SISTEM SHORING DENGAN SISTEM BARCKET (Asmar - Trijeti)
KESIMPULAN Dari hasil analisa didapatkan biaya pelaksanaan untuk pekerjaan 1 pier column + pier head dengan sistem Bracketlebih mahal, yaitu sebesar Rp. 1.014.090.624 (satu miliar empat belas juta sembilan puluh ribu enam ratus dua puluh empat rupiah), dibandingkan dengan sistem Shoringyaitu sebesar Rp. 955.918.664 (sembilan ratus lima puluh lima juta sembilan ratus delapan belas ribu enam ratus enam puluh empat rupiah). Dengan selisih biaya sebesar Rp. 58.171.960 (lima puluh delapan juta seratus tujuh puluh satu ribu sembilan ratus enam puluh rupiah), maka sistem Shoring memiliki efisiensi sebesar 5,74 % dibandingkan dengan sistem Bracket Truss.Hal tersebut dikarenakan metode kerja dengan sistem Bracket banyak menggunakan bahan baja untuk penopang konstruksi-nya. DAFTAR PUSTAKA Dipohusodo, I. (1988). Mengenal Acuan Beton Bertulang. Yogyakarta: Liberty. Ervianto, W. I. (2006). Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Gideon, K., Sagel, R., & Kole, P. (1993). Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Husen, A. (2011). Manajemen Proyek. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Institute, Project Management. (1996). A Guide to The Project Management Body of Knowledge. North Carolina: PMI Publishing Division. Iqbal, A. (t.thn.). Dasar-dasar Perencanaan Jembatan Beton Bertulang. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Mansyur. (2012). Manajemen Pembiayaan Proyek. Yogyakarta: Laksbang Pressindo. Mulyono, T. (2005). Teknologi Beton. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Nawy, E. G. (1998). Beton Bertulang. Bandung: PT. Refika Aditama. Struyk, H. J., & Veen, V. D. (1995). Jembatan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Supriyadi, B., & Muntohar, A. S. (2007). Jembatan. Yogyakarta: Beta Offset. US Department of Transportation . (1994). Falsework, Formwork and Scaffolding for Highway Bridge Structures. Virginia: US Department of Transportation. Widiasanti, I., & Lenggogeni. (2013). Manajemen Konstruksi. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
83 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG AKIBAT GEMPA DINAMIS Basit Al Hanif Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta email :
[email protected] Haryo Koco Buwono Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta email:
[email protected] ABSTRAK : Suatu bangunan tinggi sangatlah rentan terhadap gaya lateral. Gaya lateral yang terjadi pada bagunan, salah satunya adalah beban yang ditimbulkan akibat gempa. Beban gempa dihitung menggunakan perhitungan gempa statis atau gempa dinamis. Untuk kategori struktur tidak berarturan, gempa harus ditinjau menggunakan gempa dinamis. Dalam merencanakan suatu gedung yang sama fungsi dan lokasi, namun tidak menggunakan dan menggunakan shear wall, secara sistem gedung tersebut sudah berbeda. Dan gedung harus direncanakan dengan faktor reduksi gempa yang berbeda. Dan gerak ragam pertama haruslah dominan translasi. Salah satu struktur yang digunakan untuk menahan gaya lateral akibat gempa adalah struktur shear wall. Dengan adanya shear wall akan mempengaruhi kekakuan bangunan, sehingga gaya lateral tidak sepenuhnya dipikul oleh struktur rangka. Dengan adanya shear wall, gedung memliki kekakuan yang lebih dibanding gedung yang tidak direncanakan menggunakan shear wall. Kekauan lebih yang dimiliki gedung berdampak pada simpangan struktur. Simpangan layan dapat tereduksi, arah X 41,52% dan arah Y berkurang 10,36%. Untuk simpangan ultimit, simpangan arah X tereduksi sebesar 30,89%, sedangkan untuk arah Y bertambah 5,94%. Kata kunci : Shear wall, kinerja layan, kinerja ultimiit
ABSTRACT: A high building is very vulnerable to Lateral force. Lateral force that occur in building, one of them is a load that cause by earthquake. Earthquake load counted by Static Earthquake equation or Dynamic Earthquake. For Irregular Structure Catagories, must be reviewed using Dynamic Earthquake. In planning a building that have same function and location, but do not use and use a shear wall, that building already had a differences systematically. And the building must be planned with a different Earthquake Reduction Factor. And the First Range movement, the translation must be dominant. One of the structure that used to restrains the Lateral Force because of the earthquake are shear wall structure. With the existence of the Shear Wall will affecting stiffness of the building,so therefore the Lateral Force did not fully detained by the frame structure With the existence of the shear wall, the building more rigid compare to the building did not have a shear wall. A building that more stiffness will impact to structure deflection. Layan deflection can be reducted, 41,52% X-direction and 10.36% less for Y-direction. For the Ultimate deflection, reduce by 30.89 % for Xdirection, while in Y-direction rise by 5.94 % Key Word: Shear Wall, Layan Performance, Ultimate Performance
85 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
PENDAHULUAN Dengan melonjaknya penduduk yang tinggal di Jakarta, dan juga dengan lahan kosong yang tersedia. Hal inilah yang menjadi penyebab banyak dibangunnya gedung yang mengarah keatas dibandingkan yang membangung kearah samping. Gedung-gedung tinggi ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan penggunannya dalam kebutuhan pendukug berbagai aktifitas kegiatan seperti sekolah, rumah sakit dan perkantoran. Pada perencanaan suatu struktur gedung tinggi, gaya-gaya lateral sangat penting untuk diperhitungkan dalam perencanaan. Hal ini bertujuan agar bangunan tersebut dapat menahan gaya lateral yang bekerja pada gedung tersebut baik gaya akibat angin, maupun gaya gempa. Saat ini banyak gedung tinggi yang menggunakan shear wall sebagai struktur penahan gaya-gaya lateral tersebut. Shear wall adalah struktur berupa dinding vertikal yang berfungsi menahan pengaruhpengaruh gaya lateral dan gaya gravitasi serta memberikan stabilitas lateral kepada bangunan. Shear wall berperan sebagai bagian struktur pada bangunan yang dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Dinding memiliki kekakuan yang sangat besar di dalam bidangnya dan dalam arah tegak lurus bidang dindingnya. Karena kekakuan shear wall lebih besar di banding elemen-elemen struktur lainnya maka otomatis beban-beban lateral dan gravitasi yang terjadi akan lebih banyak diserap oleh shear wall sehingga dimensi daripada elemen-elemen struktur lain dapat diperkecil. Pada sebuah pembangunan gedung delapan lantai yang diperuntukan untuk sebuah sekolah yang terletak di Pantai Indah Kapuk Jakarta-Utara, struktur atas yang digunakan hanya sebatas kolom dan balok 86 | K o n s t r u k s i a
saja, tanpa adanya struktur pengaku seperti shear wall.
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan dilakukannya studi kasus ini adalah : 1. Agar mendapatkan letak ideal penempatan shear wall pada gedung sekolah delapan lantai tersebut. 2. Agar dapat mengetahui keefektifan shear wall dalam menahan gaya lateral yang terjadi pada gedung sekolah delapan lantai tersebut. 3. Dapat menjadi pertimbangan untuk penggunaan shear wall pada gedung bertingkat.
LANDASAN TEORI Bangunan tinggi dibuat biasanya sebagai untuk kebutuhan hunian atapun ekonomi. Dalam perhitungan struktur bangunan tinggi tidak sama seperti menghitung bangunan yang tidak tinggi. Hal penting pada struktur bangunan tinggi adalah stabilitas dan kemampuannya untuk menahan gaya lateral, baik yang disebabkan oleh angin atau gempa bumi (Juwana,2005). Beban angin lebih terkait pada dimensi ketinggian bangunan, sedangkan beban gempa lebih terkait pada masa bangunan. Kolom pada bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan sistem pangaku untuk dapat menahan gaya lateral, agar deformasi yang terjadi akibat gaya horizontal tidak melampaui ketentuan yang disyaratkan. Pengaku gaya lateral yang lazim digunakan adalah portal penahan momen, dinding geser atau rangka pengaku. Perencanaan struktur ini menggunakan pengaku gaya lateral berupa dinding geser (shear wall).
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
3. Beban Gempa Pembebanan Perencanaan pembebanan dalam perhitungan suatu gedung digunakan perencanaan beban mati (dead load) dan beban hidup (live load). Berikut definisi beban menurut Pedoman perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (SKBI – 1.353.1987). sedangkan untuk beban lateral, digunakan beban akibat gempa. 1. Beban Mati Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan , penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung itu.
Berdasarkan SNI-03-17262002,pengaruh gempa rencana harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung serta bebagai bagian dari peralatan secara umum. Akibat pengaruh gempa rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam ambang keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar probabillitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun. Besarnya beban gempa horizontal (V) diperoleh dari persamaan :
Dimana : C1 = Faktor respon gempa
2. Beban Hidup Beban hidup ialah semua beban yabg terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barangbarang yang dapat berpindah, mseinmesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat termasuk bbeban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan air jatuh (energi kinetik) butiran air. Ke dalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban gempa dan beban khusus.
I
= Faktor keutamaan I
Wt = Berat total gedung ( DL + LL ) R = Faktor representatif
reduksi
gempa
Dan beban geser dasar nominal V, meurut tinggi struktur gedung dapat dihitung dari persamaan :
Fi
Wi z i
V
n
W
i
zi
iI
Dimana : Wi = Berat lantai ke – i ( termasuk beban hidup ) Zi
= Ketinggian lantai ke – i
n = Nomor lantai tingkat paling atas V = Beban ekiuvalen
geser
dasar
nominal
87 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Kinerja Struktur Gedung 1. Kinerja Batas Layan Berdasarkan SNI 1726-2002, kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya peleslehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping untuk mencegah kerusakan non struktur dan ketidak nyamanan penghuni. Simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh gempa nominal yang telah dibagi faktor skala.
Simpangan antar tingkat harus dihitung daari simpangan struktur akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan faktor pengali sebagai berikut: Untuk struktur gedung beraturan :
0,7 R
untuk struktur beraturan :
yang tidak boleh melampaui
kali
tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil. 2. Kinerja Batas Ultimit Berdasarkan SNI 1726-2002, kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela delatasi). 88 | K o n s t r u k s i a
tidak
0,7 R FaktorSkala
Dimana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut dan faktor skala adalah
Untuk memenuhi kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung menurut SNI 1726-2002 pasal 8.1.1
gedung
.
Untuk memenuhi kinerja batas ultimit, struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpanga struktur gedung tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. Dinding Geser Dinding geser adalah adalah komponen struktur yang menigkatkan kekakuan struktur menahan gaya lateral (Analisis dan Desain Struktur Beton Bertulang – Amrinsyah Nasution). Bangunan tinggi tahan gempa umumnya meggunakan elemen-elemen struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen, dan gaya aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser yang kaku pada bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap dinding tersebut. (perencanaan Struktur gedung Beton Bertulang Tahan Gempa - Iswandi Imran & Fajar Hendrik)
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
Interaksi Dinding Geser Dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Berdasarkan SNI 1726-2002, dalam suatu sistem struktur yang terdiri dari kombinasi dinding geser dan rangka terbuka , beban geser dasar nominal akibat pengaruh gempa rencana yang dipikul oleh rangkarangaka terbuka tidak boleh kurang dari 25% dari beban geser nominal total yang bekerja dalam arah kerja beban gempa tersebut. Dinding geser selalu dihubungkan dengan sitem rangka pemikul momen (SRPM) pada gedung. Dinding struktural yang umum digunakan pada gedung tinggi adalah dinding geser kantilever. Menurut SNI1726-2002 pasal 3.1.4.1, dinding geser beton beton bertulang kantilever adalah suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa
rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya sendi plastis pada kakinya, dimana nilai momen lelehnya dapat mengalami peningkatan akibat pengerasan regangan. Rasio antara tinggi dan lebar dinding geser tidak boleh ≤ 2 dan lebar tersebut tidak boleh kurang dari 1,5 mm. Jika rangka bangunan direncanakan untuk menahan keseluruhan beban lateral yang terjadi pada suatu bangunan, momen akan meningkat pada kolom dan balok untuk menahan gaya lateral disetiap lantainya. Jika dinding geser dimaksudkan untuk menahan keseluruhan beban lateral yang terjadi pada suatu bangunan, besar beban yang diterimaoleh dinding akan berbeda pada setiap lantainya, semakin tinggi dinding geser, semakin besar defleksi yang terjadi.
Gambar Defleksi portal (a) dan portal dengan dinding geser (b) ANALISIS STRUKTUR GEDUNG TANPA SHEAR WALL Analisis Struktur Gedung Beban Mati (Dead Load)
Berat sendiri elemen struktur kolom, balok dan pelat lantai akan dihitung secara otomatis sebagai self weight oleh software ETABS. Selain berat sendiri dari elemen-elemen struktur juga ada bean mati dari elemenelemen arsitektur, yaitu : 89 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
1. Beban dinding setinggi 4 m : 3,9 KN
7. 1,2 DL + 1 LL – 1 SPECX – 0,3 SPECY
2. Beban lantai : 0,68 KN
9. 1,2 DL + 1 LL + 0,3 SPECX – 1 SPECY
3. Berat plafond : 0,2 KN
11. 1,2 DL + 1 LL – 0,3 SPECX – 1 SPECY
8. 1,2 DL + 1 LL + 0,3 SPECX + 1 SPECY 10. 1,2 DL + 1 LL – 0,3 SPECX + 1 SPECY
4. Berat ME : 0,2 KN Beban Hidup (Live Load) Beban hidup yang digunakan dalam analisis yaitu sebesar 2,5 KN, sedangkan pada lantai hall room digunakan sebesar 4,9 KN dan pada lantai tribun digunakan sebesar 3,9 KN. Kombinasi Pembebanan Struktur dan komponen struktur harus harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama kuat dengan perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi beban gaya terfaktor, dalam analisis kali konbinasi yang digunakan yaitu : 1. 1,4 DL 2. 1 DL + 1 LL 3. 1,2 DL + 1,6 DL
Faktor Keutamaan Struktur (I) Nilai faktor keutamaan struktur untuk gedung umum adalah 1, sesuai dengan tabel faktor keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (SNI-17262002). Faktor Reduksi Gempa Dikarenakan struktur gedung existing masuk dalam kategori Struktur Rangka Pemikul Momem Menengah (SRPMM), maka besarnya nilai faktor reduksi gempa (R) yang digunakan adalah 5,5, sesuai dengan tabel Faktor Reduksi Gempa (SNI1726-2002). Zona Wilayah Gempa Analisis gedung diasumsikan dengan diagram respon spektrum gempa rencana wilayah 3, hal ini berdasarkan pada peta wilayah gempa Indonesia (SNI-1726-2002). Dan gedung juga diasumsikan berada pada kondisi tanah lunak.
4. 1,2 DL + 1LL + 1 SPECX + 0,3 SPECY 5. 1,2 DL + 1 LL + 1 SPECX – 0,3 SPECY 6. 1,2 DL + 1 LL – 1 SPECX + 0,3 SPECY
Gambar Grafik gempa wilayah 3
90 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
Gambar Denah Gedung Tanpa Shear Wall
Karakteristik Dinamik Struktur Guna mengetahui karakteristik dinamik struktur yang terjadi pada gedung ini secara keseluruhan, dilakukan analisis vibrasi dengan komponen gerak ditentukan sesuai dengan arah sistem sumbu
koordinat (sumbu-x, sumbu-y dan sumbuz) yang dipilih. Waktu getar alamai dan pola gerak masingmasing untuk 3 ragam sebagai berikut :
Tabel Ragam pola gerak Nomor Ragam
Waktu Getar (s)
Ux
Uy
Rz
(% massa)
(% massa)
(% massa)
1
1.363777
70.8277
7.6517
0.1077
2
1.312096
9.3444
64.7915
1.7183
3
1.214295
0.3617
2.5857
62.7161
91 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Menurut SNI 1726-2002, waktu getar fundamental (pertama) di wilayah gempa 3 tidak boleh melampaui 0,18 kali jumlah tingkat. Berati untuk gedung dalam analisis ini T1 tidak boleh melampaui 0,18x12 = 2,16 detik. Melihat tabel ragam pola gerak, gedung ini memenuhi persyaratan waktu getar fundamental. Untuk mencegah terjadinya respons struktur terhadap gempa dominan dalam rotasi, paling tidak gerak ragam fundamental pertama harus dominan translasi. Dari tabel ragam gerak terlihat bahwa gerak ragam pertama adalah dominan arah X, gerak ragam kedua adalah dominan arah Y dan baru gerak ragam ketiga adalah dominan dalam rotasi. Dengan demikian karakteristik gedung ini sudah memenuhi persyaratan.
Syarat : Dimana : : Tinggi lantai ke (i) : Faktor reduksi gempa sesuai tabel 3 SNI 1726 - 2002 Perhitungan simpangan lantai pada lantai atap atas Syarat :
Kinerja Struktur Layan Gedung Arah X (Drift ∆sx) :
Kinerja Struktur Gedung 1. Kinerja Batas Layan (∆s) SNI 1726 – 2002 menetapkan kinerja batas layan untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping itu untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidak nyamanan penghuni. Dari hasil analisi tanpa shear wall ini di dapat hasil simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana dengan syarat yang telah ditentukan adalah sebagai berikut :
92 | K o n s t r u k s i a
Kinerja Struktur Layan Gedung Arah Y (Drift ∆sy) :
Perhitungan lantai selanjutnya tercantum pada tabel kinerja batas layan gedung.
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
Tabel Kinerja batas layan gedung (∆s)
Lantai Atap Atas Atap Lantai 8 Lantai 7 Lantai 6 Lantai 5 Lantai 4 Lantai 3 Lantai 2 Selasar Kolam Lantai 1 Lantai Kolam Basement
Tinggi lantai 2500 3000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 3500 500 1000 3000
ΣH
∆sx
37500 35000 32000 28000 24000 20000 16000 12000 8000 4500 4000 3000 0
61.325 60.051 58.996 55.212 51.673 45.67 35.168 21.651 8.2842 0.0373 0.0081 0.0355 0.00
Dari tabel kinerja batas layan diketahui bahwa simpangan antar tingkat yang terjadi akibat pengaruh gempa rencana terhadap gedung tanpa shear wall dikatakan memenuhi persyaratan. Dari tabel kinerja batas layan tertera bahwa simpangan yang terjadi pada arah X lebih besar dibanding arah Y. Berikut perbandingan yang terjadi pada simpangan setelah dipasang shear wall.
Drift ∆sx
∆sy
1.27 1.06 3.78 3.54 6.00 10.50 13.52 13.37 8.25 0.03 -0.03 0.04 0.00
58.005 57.555 54.705 51.135 46.333 40.525 31.024 19.29 7.5844 0.1596 0.0559 0.1009 0.00
Drift ∆sy 0.45 2.85 3.57 4.80 5.81 9.50 11.73 11.71 7.42 0.10 -0.05 0.10 0.00
syarat 13.64 16.36 21.82 21.82 21.82 21.82 21.82 21.82 19.09 2.73 5.45 16.36
Keterangan x y OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE
OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE
2. Kinerja Batas Ultimit (∆m) Guna membatasi kemungkinan terjadinya korban jiwa manusia dan batas ultimit dimana kondisi struktur gedung diambang keruntuhan, maka perlu untuk diketahuai apakah kinerja batas ultimit gedung memnuhi syarat yang diperlukan. Menurut SNI – 1726 – 2002, kinerja batas ultimit gedung ini ditentukan oleh simpangansimpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pebgaruh gempa rencana. Penghitungan simpangan maksimum yang terjadi dikalikan dengan suatu faktor pengali ( . Berikut adalah syarat dan kinerja batas ultimit gedung :
Simpangan layan batas gedung arah X lebih besar 5,4% dibanding simpangan layan arah Y. 93 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Dimana : = Faktor pengali R
= Faktor reduksi gempa
Dimana :
Kinerja ultimit gedung arah-y :
= Kinerja batas ultimit = Kinerja batas layan Syarat :
Perhitungan untuk lantai selanjutnya tercantum pada tabel kinerja batas ultimit gedung
Kinerja ultimit gedung arah-x :
Tabel Kinerja batas ultimit gedung
Lantai Atap Atas Atap Lantai 8 Lantai 7 Lantai 6 Lantai 5 Lantai 4 Lantai 3 Lantai 2 Selasar Kolam Lantai 1 Lantai Kolam Basement
94 | K o n s t r u k s i a
Tinggi lantai 2500 3000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 3500 500 1000 3000 0
ΣH
∆mx
37500 35000 32000 28000 24000 20000 16000 12000 8000 4500 4000 3000 0
236.10 231.20 227.13 212.56 198.94 175.83 135.40 83.36 31.89 0.14 0.03 0.14 0.00
Drift ∆mx
∆my
4.90 4.06 14.57 13.62 23.11 40.43 52.04 51.46 31.75 0.11 -0.11 0.14 0.00
223.32 221.59 210.61 196.87 178.38 156.02 119.44 74.27 29.20 0.61 0.22 0.39 0.00
Drift ∆my 1.73 10.97 13.75 18.49 22.36 36.58 45.17 45.07 28.59 0.40 -0.17 0.39
Syarat 50.00 60.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 70.00 10.00 20.00 60.00
Keterangan x y OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE
OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
Dari tabel kinerja batas ultimit, dinyatakan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan simpangan ultimit. Dari tabel kinerja batas ultimit gedung, tertera bahwa sebelum gedung dipasang sear wall, simpangan ultimit yang terjadi pada arah X lebih besar dibanding arah Y. Berikut perbandingan simpangan ultimit arah X dan Y sebelum dipasang shear wall :
= 174.78 mm
Simpangan ultimit arah X lebih besar 74,32% dibanding simpangan layan arah X. Perbandingan Arah Y Berikut adalah perbandingan kinerja batas layan dengan kinerja batas ultimit arah Y :
Simpangan ultimit arah Y lebih besar 74,02% dibanding simpangan layan arah Y. Simpangan ultimit arah X 5,4% lebih besar dibanding simpangan ultimit arah Y. Perbandingan Kinerja dengan Batas Ultimit Arah X
Batas Layan Perbandingan
Kiinerja batas layan arah yang ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh beban gempa rencana, dan kinerja batas ultimit yang terjadi akibat simpangan yang terjadi. Dimana simpangan mempengaruhi dari kinerja batas ultimit untuk kondisi struktur gedung diambang keruntuhan. Berikut adalah perbandingan kinerja batas layan dengan kinerja batas ultimit aray X :
ANALISIS GEDUNG DENGAN SHEARWAL Analisis gedung dengan menggunakan shear wall, memiliki data yang hampir sama pada analisis gedung sebelumnya (tanpa menggunakan shear wall). Namun dalam analisis gedung menggunakan shear wall ini ada bebrapa pembeda dengan analisis gedung tanpa menggunakan shear wall, yaitu terletak pada faktor reduksi gempa, penambahan struktur shear wall dan juga perubahan dimensi pada sebagian kolom yangada.
95 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Gambar Denah gedung dengan perencanaan Shear Wall Faktor Reduksi Gempa Dikarenakan struktur gedung ini masuk dalam kategori sistem ganda, yaitu yang menggunakan shear wall.Untuk dinding geser beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang, sesuai dengan tabel Faktor Reduksi Gempa (SNI-1726-2002). maka besarnya nilai faktor reduksi gempa (R) yang digunakan adalah 6,5. Shear Wall Shear wall diasumsikan sebagai dinding jepit vertikal, dimensi shear wall ditentukan sebagai berikut : Tinggi total (hw)
= 31,2 m
Panjang total
= 4,55 m
Tebal dinding
= 0,25 m
96 | K o n s t r u k s i a
Sesuai dengan peraturan SNI 1726 – 2002 (pasal 7.1.1), untuk struktur gedung tidak beraturan pengaruh gempa rencana harus ditentukan melalui analisis respons dinamik 3 dimensi. Untuk mencegah terjadinya respons struktur gedung terhadap pembebanan gempa yang dominan dalam rotasi, paling tidak gerak ragam pertama harus dominan arah translasi. Mengingat syarat pada SNI 1726 – 2002 yang mengharuskan ragam pertama harus dominan arah translasi, dari beberapa percobaan, maka shear wall dipasang mulai dari lantai basement sampai dengan lantai 8.
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
Hasil Analisis Gedung Karakteristik Dinamik Struktur Guna mengetahui karakteristik dinamik struktur yang terjadi pada gedung ini secara keseluruhan, dilakukan analisis
vibrasi dengan komponen gerak ditentukan sesuai dengan arah sistem sumbu koordinat (sumbu-x, sumbu-y dan sumbuz) yang dipilih. Waktu getar alamai dan pola gerak masingmasing untuk 3 ragam sebagai berikut :
Tabel Ragam pola gerak Nomor Ragam
Waktu Getar Ux (s) (% massa)
Uy
Rz
(% massa)
(% massa)
1
1.355925
0.4556
74.3315
0.0001
2
1.318713
42.4179
0.7281
19.993
3
0.9867
34.7824
0.0078
42.664
Menurut SNI 1726-2002, waktu getar fundamental (pertama) di wilayah gempa 3 tidak boleh melampaui 0,18 kali jumlah tingkat. Berati untuk gedung dalam analisis ini T1 tidak boleh melampaui 0,18x12 = 2,16 detik. Melihat tabel ragam pola gerak, gedung ini memenuhi persyaratan waktu getar fundamental. Dari tabel ragam gerak terlihat bahwa gerak ragam pertama adalah dominan arah Y, gerak ragam kedua adalah dominan arah X dan baru gerak ragam ketiga adalah dominan dalam rotasi. Dengan demikian karakteristik gedung ini sudah memenuhi persyaratan.
Dari hasil analisis gedung dengan shear wall ini di dapat hasil simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana dengan syarat yang telah ditentukan adalah sebagai berikut : Syarat :
Dimana : : Tinggi lantai ke (i) : Faktor reduksi gempa sesuai tabel 3 SNI 1726–2002 Perhitungan drift lantai atap atas
Kinerja Struktur Gedung 1. Kinerja Batas Layan (∆s)
Perhitungan drift lantai atap arah X :
SNI 1726 – 2002 menetapkan kinerja batas layan untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping itu untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidak nyamanan penghuni.
97 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Perhitungan drift lantai atap arah Y : Perhitungan untuk lantai selanjutnya tercantum pada tabel kinerja layan gedung. Tabel Kinerja batas layan gedung
Lantai
Tinggi lantai
ΣH
∆sx
Drift ∆sx
∆sy
Drift ∆sy
Atap Atas Atap Lantai 8 Lantai 7 Lantai 6 Lantai 5 Lantai 4 Lantai 3 Lantai 2 Selasar Kolam Lantai 1 Lantai Kolam Basement
2500 3000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 3500 500 1000 3000 0
37500 35000 32000 28000 24000 20000 16000 12000 8000 4500 4000 3000 0
35.86 34.70 34.82 32.40 28.27 23.96 18.11 10.88 4.12 0.04 0.01 0.03 0.00
1.16 -0.11 2.42 4.13 4.31 5.85 7.23 6.76 4.08 0.04 -0.02 0.03 0.00
52.00 49.43 46.73 44.01 40.45 35.34 26.67 16.76 6.67 0.14 0.04 0.09 0.00
2.57 2.70 2.73 3.56 5.11 8.67 9.91 10.09 6.54 0.09 -0.04 0.09 0.00
Simpangan arah X yang terjadi pada tiap lantai gedung sebelum dan setelah adanya penambahan shear wall, terdapat reduksi. Namun pada lantai 7 terjadi penambahan jumlah simpangan yang terjadi setelah gedung menggunakan shear wall, hal ini diakibatkan oleh karena pada lantai 7 terdapat void dengan ukuran 21 m x 18m. Simpangan antar lantai yang ditinjau akibat gempa arah –Y, terjadi reduksi simpangan antar lantai. Namun pada lantai atap atas terjadi penambahan simpangan, hal ini dikarenakan struktur shear wall yang dipasang tidak mencapai lantai tersebut yang mengakibatkan lantai tersebut tidak mempunyai kekakuan yang sama seperti lantai yang dipasangan shear wall. Dari tabel kinerja batas layan gedung, tertera bahwa setelah gedung dipasang sear wall, simpangan yang terjadi pada arah 98 | K o n s t r u k s i a
Syarat
Keterangan x y
13.64 16.36 21.82 21.82 21.82 21.82 21.82 21.82 19.09 2.73 5.45 16.36
OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE
OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE
X lebih kecil dibanding arah Y. Berikut perbandingan yang terjadi pada simpangan layan arah X dan Y setelah dipasang shear wall.
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
Simpangan layan batas gedung arah Y lebih besar 31,03% dibanding simpangan layan arah X. Dari tabel kinerja batas layan gedung, diketahui bahwa simpangan yang dialami gedung setelah dipasang shear wall memenuhi persyaratan. 2. Kinerja Batas Ultimit (∆m) Guna membatasi kemungkinan terjadinya korban jiwa manusia dan batas ultimit dimana kondisi struktur gedung diambang keruntuhan, maka perlu untuk diketahuai apakah kinerja batas ultimit gedung memnuhi syarat yang diperlukan. Menurut SNI – 1726 – 2002, kinerja batas ultimit gedung ini ditentukan oleh simpangansimpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pebgaruh gempa rencana. Penghitungan simpangan maksimum yang terjadi dikalikan dengan suatu faktor pengali ( . Berikut adalah
= Kinerja batas layan Cek kinerja batas ultimit gedung lantai atap atas. Syarat :
Kinerja ultimit gedung arah-x :
syarat dan kinerja batas ultimit gedung :
Kinerja ultimit gedung arah-y : Dimana : = Faktor pengali R
= Faktor reduksi gempa
Dimana : = Kinerja batas ultimit
99 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Perhitungan lantai selanjutnya tercantum pada tabel kinerja batas ultimit gedung. Tabel Kinerja batas ultimit gedung Lantai Atap Atas Atap Lantai 8 Lantai 7 Lantai 6 Lantai 5 Lantai 4 Lantai 3 Lantai 2 Selasar Kolam Lantai 1 Lantai Kolam Basement
Tinggi lantai 2500 3000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 3500 500 1000 3000 0
ΣH 37500 35000 32000 28000 24000 20000 16000 12000 8000 4500 4000 3000 0
∆mx 163.17 157.91 158.42 147.42 128.64 109.03 82.41 49.51 18.75 0.20 0.03 0.14 0.00
Drift ∆mx
∆my
Drift ∆my
5.26 -0.51 10.99 18.78 19.61 26.63 32.89 30.76 18.55 0.17 -0.11 0.14 0.00
236.58 224.90 212.64 200.23 184.04 160.81 121.35 76.27 30.37 0.62 0.20 0.40 0.00
11.68 12.26 12.41 16.19 23.23 39.45 45.09 45.90 29.74 0.42 -0.19 0.40 0.00
Syarat 50.00 60.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 70.00 10.00 20.00 60.00
Keterangan x y OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE
OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE OKE
Dari tabel kinerja batas ultimit gedung, tertera bahwa setelah gedung dipasang sear wall, simpangan ultimit yang terjadi pada arah X lebih kecil dibanding arah Y. Berikut perbandingan yang terjadi pada simpangan ultimit arah X dan Y setelah dipasang shear wall.
2. Perbandingan Kinerja dengan Batas Ultimit
Simpangan ultimit arah Y 31,03% lebih besar dibanding simpangan ultimit arah X.
Simpangan ultimit arah X lebih besar 53,723% dibanding simpangan layan arah X.
100 | K o n s t r u k s i a
Batas
Layan
Perbandingan Arah X Kinerja batas layan arah yang ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh beban gempa rencana, dan kinerja batas ultimit yang terjadi akibat simpangan yang terjadi. Dimana simpangan mempengaruhi dari kinerja batas ultimit untuk kondisi struktur gedung diambang keruntuhan. Berikut adalah perbandingan kinerja batas layan dengan kinerja batas ultimit arah X :
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
perbandingan Arah Y
Lantai 5
45.67
23.96
21.71
Berikut adalah perbandingan kinerja batas layan dengan kinerja batas ultimit arah Y :
Lantai 4
35.17
18.11
17.06
Lantai 3
21.65
10.88
10.77
Lantai 2
8.28
4.12
4.16
Selasar Kolam
0.04
0.04
0.00
Lantai 1
0.01
0.01
0.00
Lantai Kolam
0.04
0.03
0.01
Basement
0.00
0.00
0.00
Simpangan ultimit arah Y lebih besar 62,8% dibanding simpangan layan arah Y. PERBANDINGAN KINERJA STRUKTUR GEDUNG SEBELUM DAN SETELAH ADNYA STRUKTUR SHEAR WALL Perbandingan Kinerja Batas Layan (∆S)
Dari tabel perbandingan kinerja batas layan arah X terdapat reduksi simpangan layan gedung. Berikut reduksi simpangan gedung yang terjadi akibat adanya pemasangan shear wall :
Kinerja Batas Layan Arah – X Tabel Perbandingan simpangan layan arah X
Lantai
Tanpa Shear Wall (mm)
Dengan Shear Wall (mm)
Selisih (mm)
Atap Atas
61.32
35.86
25.46
Atap
60.05
34.70
25.35
Lantai 8
59.00
34.82
24.18
Lantai 7
55.21
32.40
22.81
Lantai 6
51.67
28.27
23.40
101 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Gambar Grafik perbandingan simpangan layan arah X Simpangan layan akibat gempa arah X setelah dipasang shear wall berkurang sebesar 41,52%. Kinerja Batas Layan Arah - Y Tabel Perbandingan simpangan layan arah Y
Lantai
Tanpa Shear Wall (mm)
Dengan Shear Wall (mm)
Selisih (mm)
Atap Atas
58.01
52.00
6.01
Atap
57.56
49.43
8.13
Lantai 8
54.71
46.73
7.97
Lantai 7
51.13
44.01
7.13
Lantai 6
46.33
40.45
5.88
Lantai 5
40.53
35.34
5.18
Lantai 4
31.02
26.67
4.35
Lantai 3
19.29
16.76
2.53
Lantai 2
7.58
6.67
0.91
Selasar Kolam
0.16
0.14
0.02
Lantai 1
0.06
0.04
0.01
Lantai Kolam
0.10
0.09
0.01
Basement
0.00
0.00
0.00
102 | K o n s t r u k s i a
Dari tabel perbandingan kinerja batas layan arah Y terdapat reduksi simpangan gedung. Berikut reduksi simpangan gedung yang terjadi akibat adanya pemasangan shear wall:
Simpangan layan akibat gempa arah Y setelah dipasang shear wall berkurang sebesar 10,36%.
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
Gambar Grafik perbandingan simpangan layan arah Y
Perbandingan (∆mx)
Kinerja
Batas
Ultimit
Kinerja Batas Ultimit Arah X Tabel Perbandingan simpangan ultimit arah X
Lantai
Tanpa Shear Wall (mm)
Dengan Shear Wall (mm)
Selisih (mm)
Atap Atas
236.10
163.17
72.93
Atap
231.20
157.91
73.29
Lantai 8
227.13
158.42
68.72
Lantai 7
212.56
147.42
65.14
Lantai 6
198.94
128.64
70.30
Lantai 5
175.83
109.03
66.80
Lantai 4
135.40
82.41
52.99
Lantai 3
83.36
49.51
33.84
Lantai 2 Selasar Kolam
31.89
18.75
13.14
0.14
0.20
-0.06
Lantai 1 Lantai Kolam
0.03
0.03
0.00
0.14
0.14
0.00
Basement
0.00
0.00
0.00
Dari tabel perbandingan kinerja batas ultimit arah X terdapat reduksi simpangan gedung. Berikut reduksi simpangan gedung yang terjadi akibat adanya pemasangan shear wall:
103 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
Simpangan ultimit akibat gempa arah X setelah gedung dipasang shear wall
berkurang sebesar 30,89 %.
Gambar Grafik perbandingan simpangan layan arah X Kinerja Batas Ultimit Arah Y Tabel Perbandingan simpangan ultimit arah Y
Lantai
Tanpa Shear Wall (mm)
Dengan Shear Wall (mm)
Selisih (mm)
Atap Atas
223.32
236.58
-13.26
Atap
221.59
224.90
-3.32
Lantai 8
210.61
212.64
-2.03
Lantai 7
196.87
200.23
-3.36
Lantai 6
178.38
184.04
-5.66
Lantai 5
156.02
160.81
-4.78
Lantai 4
119.44
121.35
-1.91
Lantai 3
74.27
76.27
-2.00
Lantai 2
29.20
30.37
-1.17
Selasar Kolam
0.61
0.62
-0.01
Lantai 1
0.22
0.20
0.01
Lantai Kolam
0.39
0.40
-0.01
Basement
0.00
0.00
0.00
104 | K o n s t r u k s i a
Dari tabel perbandingan kinerja batas ultimit arah Y terdapat penambahan simpangan gedung setelah dipasang shear wall. Berikut penambahan simpangan ultimit gedung yang terjadi akibat adanya pemasangan shear wall :
ANALISIS PENGARUH SHEAR WALL TERHADAP SIMPANGAN STRUKTUR GEDUNG (Basit - Haryo)
Gambar Grafik perbandingan simpangan ultimit arah Y Simpangan ultimit akibat gempa arah Y setelah gedung dipasang shear wall bertambah sebesar 5,94 %. Simpangan ultimit arah Y bertambambah dikarenakan shear wall lebih dominan menahan gempa arah X.
simpangan ultimit arah menjadi 5,94%.
Y bertambah
DAFTAR PUSTAKA Rahmat Purnowo. Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa edisi keempat. ITSPRESS.
KESIMPULAN
Iswandi Imran & Fajar Hendrik.
Kinerja Struktur Gedung Setelah gedung ditambah dengan shear wall terjadi perubahan simpangan, baik simpangan layan ataupun simpangan ultimit.
Perencanaan Struktur Gedung Beton Bertulang Tahan Gempa. Penertbit ITB. Amrinsyah Nasution. Analisis Dan Desain Struktur Beton Bertulang. Penerbit ITB.
Simpangan layan gedung : a) Akibat gempa 41,52%.
arah
X
berkurang
b) Akibat gempa 10,36%.
arah
Y
berkurang
Widodo Pawirodikromo. Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan. Penerbit Pustaka Pelajar.
Simpangan ultimit gedung : a) Simpangan ultimit arah X berkurang sebesar 30,89%. b) Simpangan ultimit arah Y bertambah 5,94%.
Bambang Budiono & Lucky Supriatna. Studi Kompirasi Desain Bangunan Tahan Gempa Dengan Menggunakan SNI 03-1726-2002 dan RSNI 03-1726-201x. Penerbit ITB.
Dikarenakan shear wall lebih dominan menahan gempa arah X, sehingga
105 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014
SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan
Wiratman Wangsadinata, Irawan Wibawa &
Beton Untuk Bangunan Gedung.
Budi Satriyo. Perencanaan Ketahanan
SNI 1726-2002. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung.
106 | K o n s t r u k s i a
Gempa Struktur Gedung Sudirman Place Jakarta. PT Wiratman & Associates.
Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 1 | Desember 2013
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan. 2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan Juni dan Desember. 3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan. 4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan. 5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat : a. Judul b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika ada) 6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10. 7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out atau soft copy (CD) atau email ke
[email protected].
Alamat redaksi : Jurnal KONSTRUKSIA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat. Telp. 42882505, Fax. 42882505 Website: www.konstruksia.org Email:
[email protected]
ISSN 2086 - 7352