Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA LEDAKAN KASUS MALARIA DI KECAMATAN CINEAM, KABUPATEN TASIKMALAYA PADA TAHUN 1998 Ramadhani Eka Putra1, Satrio Aribowo B. Wicaksono1 1 Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati – Institut Teknologi Bandung Abstrak Pada tahun 1998, kecamatan Cineam di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria dengan jumlah kasus mencapai 800 kasus sehingga Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) kecamatan Cineam berada pada stratifikasi High Case Incidence (HCI). Kondisi berbeda terjadi pada tahun 2009 dan 2010 dimana jumlah kasus yang terjadi adalah 15 dan 6 kasus, secara berurutan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang menyebabkan KLB malaria tahun 1998. Metoda pengambilan data dengan (1) pencuplikan nyamuk Anopheles menggunakan CO2 Trap di 5 dari 10 desa pada kecamatan Cineam untuk mengetahui populasi nisbi dari nyamuk vektor malaria dan (2) wawancara dengan petugas pemberantasan penyakit menular (P2M) yang bertugas pada PUSKESMAS kecamatan Cineam saat KLB pada tahun 1998. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dari 320 individu nyamuk Anopheles yang ditangkap, terdapat empat jenis nyamuk Anopheles dengan tingkat dominansi, Anopheles vagus (33,13%), Anopheles aconitus (28,75%), Anopheles barbirostris (23,75%), dan Anopheles kochi (14,38%) dimana hanya An. aconitus dan An. barbirostris yang merupakan vektor malaria. Keberadaan nyamuk Anopheles ini didukung oleh faktor klimat serta keadaan lingkungan setempat yang menyediakan feeding place, resting place, dan breeding site bagi nyamuk Anopheles. Walaupun demikian, keberadaan populasi nyamuk Anopheles bukan merupakan faktor utama penyebab KLB malaria, melainkan rendahnya pemahaman masyarakat pada penyakit ini. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya tingkat prevalensi malaria yang sangat rendah (Low Case Incidence) yaitu pada tahun 2009 dan 2010 (sebesar 0,44‰ dan 0,18‰ secara berurutan) setelah dilakukan penanggulangan penyebaran malaria dalam bentuk penyuluhan pada warga sejak KLB pada tahun 1998. Kata Kunci : Kejadian Luar Biasa, Malaria, Kecamatan Cineam, nyamuk Anopheles
84
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
PENDAHULUAN Malaria masalah
merupakan
kesehatan
salah
publik
satu
keras
penyakit
ini,
untuk termasuk
mengendalikan di
antaranya
di
Indonesia (Departemen Kesehatan, 2009).
sebagian besar negara tropis termasuk
Walaupun demikian data mengenai faktor-
Indonesia
faktor penyebab ledakan serangan malaria
dimana
utama
berupaya
model
terakhir
menunjukkan bahwa 105 juta penduduk
di
Indonesia beresiko terjangkit penyakit ini
terkonsentrasi pada daerah-daerah endemik
(The Global Health Group and the Malaria
klasik serta menyajikan data-data terkini
Atlas
global,
dengan sedikit melakukan evaluasi atas
dilaporkan terdapat antara 6-21 juta kasus
perubahan prevalensi penyakit. Evaluasi
medis melibatkan infeksi Plasmodium
dari Kejadian Luar Biasa (KLB) yang telah
falciparum, penyebab utama malaria (Hay
terjadi dapat memberikan suatu masukan
dkk.,
dalam
Project,
2011).
2010).
Secara
Penelitian
terkini
menunjukkan bahwa kurang lebih 11.000
Indonesia
relatif
terbatas
mengembangkan
dan
metoda
pengendalian malaria secara lebih efisien.
meninggal karena infeksi P. falciparum
Pada penelitian yang telah kami
(Murray dkk, 2012) dengan kurang lebih
lakukan, titik berat dari pembahasan adalah
3.000 kematian diduga terjadi di Indonesia
faktor-faktor apa yang menjadi pemicu
(WHO, 2011).
KLB malaria dengan mengambil daerah
Selain menimbulkan permasalahan
sampling Kecamatan Cineam, Tasikmalaya
kesehatan, malaria juga menyebabkan
berdasarkan
model
permasalahan bagi perkembangan suatu
menjelaskan
hubungan
negara. Serangan malaria bagi anak-anak
(manusia), agen (nyamuk), dan lingkungan
usia sekolah dapat menyebabkan kesulitan
dalam penyebaran penyakit (Gordon, 1954;
dalam
Soemirat, 2005).
belajar
dan
tingginya
tingkat
Gordon
yang
antara
inang
ketidak-hadiran anak di sekolah. Serangan
Malaria disebarkan oleh nyamuk
malaria bagi ibu hamil dapat menyebabkan
Anopheles. Dari total 24 spesies Anopheles
gangguan perkembangan janin, prematur,
yang ditemukan di Indonesia, sepuluh
dan terjadinya abortus (Cutler dkk., 2007).
diantaranya
Demikian buruknya dampak yang dapat
penyakit malaria (O’Connor dan Soepanto,
ditimbulkan
oleh
menyebabkan
beberapa
merupakan
vektor
bagi
penyakit
ini,
1989; Takken dkk., 1990; Laihad, 2000).
negara
yang
Setiap spesies ini memiliki pembagian
menjadi daerah reseptif atau daerah yang
habitat masing-masing (Ndoen dkk., 2010)
memungkinkan
penularan
yang spesifik dengan sifat morfologis dan
malaria, maupun daerah endemis malaria
kebutuhan mereka akan inang serta air
terjadinya
85
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
sebagai lokasi berkembang biak. Kondisi alam Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu udara relatif hangat serta kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun
menjadikan
penularan
penyakit
malaria terjadi dapat berlangsung secara optimal. Karena tidak semua nyamuk Anopheles merupakan vektor malaria maka diperlukan
pengetahuan
populasi
dan
keragaman dari spesies nyamuk yang terdapat pada daerah endemik. Faktor lain yang juga mendukung
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan
penyebaran dan penularan penyakit malaria
sampel
di Indonesia adalah kondisi demografi masyarakat
Indonesia
dimana
tingkat
edukasi atau pendidikan dan tingkat kesejahteraan
masyarakat
berpengaruh
terhadap
Alat dan Bahan CO2 Trap
dapat tingkat
keterjangkitan penyakit malaria di suatu wilayah (Cutler dkk., 2007).
Alat memerangkap
Waktu dan Lokasi Waktu penelitian kurang lebih selama 5 bulan, dimulai pada Oktober 2010 hingga bulan Februari 2011. Pencuplikan data nyamuk dilakukan pada 5 desa dari 10 desa yang terdapat di Kecamatan Cineam, yaitu Cineam, Ciampanan, Cijulang, Rajadatu, dan desa Pasirmukti (Gambar 1). Pada
digunakan
nyamuk
dewasa
untuk yang
beraktivitas di malam hari. Prinsip kerja alat
ini
nyamuk Metoda
ini
dengan
menarik
melalui
kedatangan
umpan
dengan
menggunakan dry ice, kemudian nyamuk yang mendekat dihisap masuk ke dalam perangkap melalui kipas yang dipasang di pangkal trap. Untuk meningkatkan kinerja alat ini dalam menangkap nyamuk, alat ini dapat diletakkan di sekitar kandang ternak. Penempatan trap di kandang juga lebih aman,
karena
power
supply
dapat
terlindung dari air, apabila terjadi hujan.
masing-masing desa pencuplikan dilakukan sebanyak satu kali dengan jumlah titik pencuplikan sebanyak 5 titik. 86
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911 dari dry ice akan terhisap oleh blower dan terkumpul pada dasar trap (Gambar 2). Pencuplikan dilakukan per satu desa dengan jumlah trap yang digunakan dalam setiap kali pencuplikan sebanyak 5 trap yang dipasang pada 5 titik di desa tersebut. Nyamuk
yang
menggunakan
tertangkap uap
dibunuh
kloroform
dan
dimasukkan ke dalam botol kaca kering hingga saat diidentifikasi. Identifikasi
Gambar 2. Skema CO2 Trap
Nyamuk Dry ice digunakan sebagai umpan untuk menarik kedatangan nyamuk. Dry ice merupakan CO2 yang didinginkan sehingga membeku, apabila diletakkan di udara terbuka akan mengalami sublimasi dan kembali menjadi gas CO2. Proses ini analog dengan proses bernapas yang dilakukan oleh hewan atau manusia sebagai stimulus yang
direspon
oleh
nyamuk
untuk
menandakan keberadaan sumber makanan. Nyamuk yang diperoleh selanjutnya dibius
pengamatan
diidentifikasi
melalui
morfologi
dengan
menggunakan Mikroskop stereo Nikon SMZ-2T yang dilengkapi dengan Optical Fiber Light Source, Nikon PSM-21520. Identifikasi
dilakukan
dengan
mencocokkan spesimen dengan Modul Pelatihan Pengamatan Serangga Penular Penyakit Depkes RI (1996) dan informasi dari situs The Walter Reed Biosystematics Unit. Data Populasi
menggunakan kloroform.
Data populasi digunakan untuk mengetahui jenis nyamuk Anopheles yang
Metode Kerja
terdapat
Pencuplikan Pencuplikan
di
kecamatan
Cineam
Data
populasi diperoleh melalui pencuplikan dilakukan
dengan
menggunakan trap dan dry ice. Trap dipasang menjelang malam hari sampai menjelang pagi hari. Dry ice dipasang di dekat lampu pada trap sebagai umpan. Nyamuk yang mendekat karena tertarik dengan CO2 yang dihasilkan oleh sublimasi
nyamuk dewasa. Data yang diperhitungkan adalah jumlah individu nyamuk Anopheles per
spesies
yang
diperoleh
melalui
pencuplikan dengan trap. Data Ekologi Data ekologi digunakan sebagai referensi daya dukung lingkungan dalam 87
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
menyediakan habitat yang ideal bagi
mengamati korelasi antara penyakit yang
nyamuk Anopheles di kecamatan Cineam.
terjadi dengan kondisi masyarakat di
Data ekologi yang digunakan meliputi data
kecamatan Cineam.
suhu rata-rata, curah hujan, kelembaban,
Analisis Data
dan tekanan udara di kecamatan Cineam
Data
populasi
nyamuk
yang
dan sekitarnya dari tahun 1998 hingga awal
diperoleh dikorelasikan dengan faktor
tahun 2011. Data tersebut diperoleh dari
lingkungan
DISBANGOPSAU bagian Meteorologi
lingkungan dalam menunjang kesintasan
stasiun
kabupaten
nyamuk Anopheles khususnya spesies yang
Tasikmalaya. Selain data klimatologi, data
diketahui sebagai vektor serta respon
ekologi juga dilengkapi dengan peta tata
individu dengan analisis menggunakan
guna lahan kecamatan Cineam.
metode Redundancy Analysis (RDA).
Data Demografi
Selain dihubungkan dengan data ekologi,
Lanud
Wiriadinata
untuk
melihat
pengaruh
data populasi juga dihubungkan dengan Data demografi penduduk meliputi data
jumlah
penduduk,
tingkat
kesejahteraan (tingkat pengangguran), dan tingkat
pendidikan.
Data
demografi
digunakan untuk mengetahui keadaan masyarakat
sebagai
acuan
kerentanan
masyarakat Cineam terhadap malaria. Tingkat kerentanan dihubungkan dengan prevalensi
malaria
yang
terjadi
penyakit tertentu yang terjadi selama periode waktu tertentu. Pada penghitungan prevalensi, seluruh kasus baik kasus baru maupun kasus lama diperhitungkan. Data jumlah
penderita
malaria pada tahun 1998 dengan penderita malaria yang ada tahun 2009 dan 2010. prevalensi
data-data
tersebut
dapat
diketahui
hubungan antara populasi nyamuk, kondisi lingkungan, dan keadaan masyarakat dalam terjadinya penularan malaria di kecamatan Cineam.
Populasi Nyamuk
Prevalensi merupakan jumlah kasus
Data
aktual. Melalui analisis terhadap korelasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Prevalensi
meliputi
yang terjadi pada tahun 1998 dan kondisi
di
kecamatan Cineam.
prevalensi
kondisi sosial penduduk serta kasus malaria
digunakan
untuk
Berdasarkan hasil pencuplikan di 5 desa yang dilanjutkan dengan sorting, diperoleh 320 individu Anopheles dengan rata-rata 64 individu per desa. Jumlah individu Anopheles yang diperoleh tersebut terdiri atas 4 jenis, yakni ; Anopheles vagus, Anopheles barbirostris, Anopheles kochi, dan Anopheles aconitus (gambar masingmasing jenis terlampir). Populasi nisbi dari 88
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
setiap desa dapat terlihat pada Tabel IV.1 di
daerah pertanian (Ndoen, 2010). Sementara
bawah ini.
An. kochi dan An. vagus tidak berperan sebagai vektor malaria walaupun populasi
Tabel 1. Hasil Pencuplikan Nyamuk Anopheles Dewasa di 5 Desa
A. vagus relative melimpah berkaitan dengan breeding site mereka yang beragam (Ndoen, 2010). Adapun jenis nyamuk Anopheles lain yang kemungkinan terdapat di kecamatan Cineam yaitu Anopheles annularis
dan
Anopheles
hyrcamus
(Komunikasi pribadi dengan petugas P2M Jika
dibandingkan
dengan
total
seluruh individu yang didapat, persentase
kecamatan
Cineam)
tidak
ditemukan
selama penelitian ini.
dominansi dari masing-masing spesies adalah sebagai berikut; An. vagus : 106 (33,13 %), An. aconitus : 92 (28,75 %), An.
Faktor Lingkungan Faktor Klimat Kehadiran
barbirostris : 76 (23,75 %), An. kochi : 46 (14,38 %). Dari keempat jenis nyamuk Anopeheles
yang
penelitian ini,
diperoleh
dalam
yang berperan sebagai
vektor malaria adalah (1) An. aconitus yang berperan sebagai vektor malaria pada daerah Jawa yang umumnya berkembang biak di daerah pertanian padi (Muir, 1963; O’Connor dan Arwati, 1974; Munif dan Sukirno, 1994; Ompusungu dkk., 1994, Barcus dkk., 2002; Mardiana dkk., 2005) dan (2) An. barbirostris yang diketahui
oleh
keadaan
nyamuk
dipengaruhi
lingkungan.
Nyamuk
membutuhkan kondisi lingkungan yang mendukung untuk dapat beraktivitas. Hal ini terutama dikarenakan nyamuk dewasa menghabiskan
sebagian
besar
masa
hidupnya untuk beraktivitas di udara, dengan demikian keadaan cuaca menjadi sangat berpengaruh terhadap aktivitas nyamuk
Anopheles,
termasuk
dalam
aktivitas foraging atau mencari makan (Friaraiyatini dkk., 2006).
sebagai vektor malaria pada daerah lain di Indonesia seperti NTT (Lee dkk., 1983), Sulawesi (Mardiana,
(Lien. 1990),
dkk.,
1977),
Kepulauan
Bali Seribu
(Maguire dkk., 2005), dan Lampung (Boesri, 1994) serta berkembangbiak pada 89
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911 (Gambar 3). Nilai kelembaban tersebut merupakan kelembaban yang ideal bagi nyamuk
untuk
kelembaban
beraktivitas
udara
dimana
minimum
yang
dibutuhkan adalah 60% (Friaraiyatini dkk., 2006). Berdasarkan hasil analisis dengan Monte-Carlo Permutation test dilanjutkan uji RDA dalam mendapatkan hubungan antara data klimatologi dan populasi Anopheles di Kecamatan Cineam, diketahui bahwa hanya curah hujan (P= 0,004) yang berperan Gambar 3. Rata-rata suhu udara, curah
paling
mempengaruhi
signifikan
jumlah
dalam
individu
dari
hujan, dan kelembaban udara pada
populasi jenis-jenis Anopheles yang ada.
Kecamatan Cineam tahun 1998-2011
Adapun faktor klimat yang lainnya yakni
(Sumber : DISBANGOPSAU)
suhu
ambien,
kelembaban
tekanan
nisbi
tidak
udara,
dan
mempunyai
Suhu udara rata-rata di Kecamatan
pengaruh yang signifikan terhadap respon
Cineam setiap tahunnya berkisar antara 24-
individu keempat jenis Anopheles (P >
26oC (Gambar 3). Suhu udara tersebut
0,05) (Gambar 4).
merupakan suhu yang ideal bagi penularan malaria dimana Plasmodium membutuhkan suhu lingkungan antara 20-30oC agar dapat berkembang dalam tubuh nyamuk dan suhu ideal
bagi
Anopheles
perkembangan berkisar
antara
nyamuk 25-27oC
(Friaraiyatini dkk., 2006; White, 2009). Curah hujan rata-rata di kecamatan Cineam antara tahun 1998 hingga awal 2011 berkisar antara 6-14 mm setiap tahunnya
Gambar 4. Hubungan antara populasi
(Gambar 3). Kelembaban nisbi udara di
Anopheles dengan beberapa faktor
kecamatan Cineam berkisar antara 80-88%
lingkungan pada Kecamatan Cineam 90
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 Pada
gambar
terlihat
bahwa
ISSN 1979-8911 An.
dan lahan non-pertanian. Lahan pertanian
barbirostris dan An. vagus memiliki
seluas 5.516 Ha meliputi sawah, kebun,
korelasi positif yang cukup besar dengan
ladang, perkebunan, hutan rakyat, kolam,
curah hujan. Adapun An. kochi masih
dan lahan penggembalaan. Lahan non-
memiliki sedikit koreasi positif terhadap
pertanian merupakan sisanya yakni seluas
curah hujan, sedangkan An. aconitus
2.204 Ha (Gambar 1).
hampir dapat dikatakan tidak berkorelasi
Sawah sebagai tempat yang dapat
positif dengan curah hujan. Berdasarkan
menjadi habitat bagi nyamuk Anopheles
grafik tersebut semakin tinggi curah hujan
untuk bertelur (breeding place) merupakan
maka semakin besar pula populasi nyamuk
faktor
An. vagus, An. barbirostris, dan An. kochi.
menentukan keberadaan nyamuk. Luas
Di sisi lain, semakin besar curah hujan
sawah di kecamatan Cineam diperkirakan
maka jumlah An. aconitus tidak semakin
seluas 713 Ha (9,2% luas keseluruhan
besar bahkan cenderung semakin kecil. Hal
wilayah) dimana tidak terjadi perubahan
ini berlawanan dengan penelitian yang
luas sejak tahun 1998.
dilakukan oleh Junkum (2007) yang
Selain breeding place, faktor lingkungan
menyatakan bahwa populasi nyamuk An.
yang
aconitus di Thailand semakin tinggi pada
adalah lokasi mencari makan (feeding
musim hujan dan berada pada puncaknya
place) dan tempat beristirahat (resting
pada saat musim hujan berakhir dan masuk
place). Nyamuk membutuhkan darah yang
musim peralihan. Hal ini berhubungan
mengandung adrenalin dan serotonin untuk
dengan breeding place yang semakin
merangsang produksi hormon gonatropin
meluas pada musim hujan, sehingga ketika
yang merangsang terjadinya ovulasi (Agoes
musim hujan berakhir, larva-larva yang
dkk., 2005), oleh karena itu nyamuk
berada
di
menyelesaikan
lingkungan
mendukung
yang
kehidupan
berperan
nyamuk
breeding
place
telah
mencari darah agar dapat bertelur sehingga
siklus
hidupnya
dan
permukiman dan kandang ternak seringkali
memasuki fase dewasa.
menjadi feeding place bagi nyamuk. Tempat yang biasa dijadikan oleh nyamuk
Ketersediaan Habitat
Anopheles untuk
beristirahat seperti
Luas wilayah kecamatan Cineam
kandang ternak, rerumputan, semak, dan
berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas
pepohonan di kebun yang teduh dan gelap
Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten
(Nurmaini, 2003). Di Kecamatan Cineam
Tasikmalaya diperkirakan seluas 7.720 Ha.
baik feeding place maupun resting place
Luas tersebut terbagi atas lahan pertanian
tersedia dalam jumlah yang cukup besar 91
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
dalam bentuk pohon salak mencapai
berdasarkan penelitian ini terungkap bahwa
5.019.745 pohon serta peternakan sapi
vektor, dalam hal ini nyamuk, bukan
potong sebanyak 230 ekor, kerbau 111
merupakan faktor yang paling utama dalam
ekor, kambing 584, dan domba 3.622 ekor
terjadinya wabah malaria.
(Bapeda Kabupaten Tasikmalaya, 2010).
Faktor
paling
terjadinya
utama
wabah
penyebab
malaria
adalah
keberadaan gametosit Plasmodium pada
Demografi Berdasarkan
wawancara
yang
daerah penduduk yang baru kembali dari
dilakukan dengan petugas Puskesmas yang
daerah endemi malaria. Nyamuk dapat
mengalami
1998,
menularkan malaria kepada orang yang
diketahui bahwa pada tahun 1998, banyak
sehat apabila nyamuk menghisap gametosit
dari penduduk kecamatan Cineam yang
dari orang yang telah terinfeksi. Gametosit
baru kembali bekerja dari berbagai daerah
tersebut
di Indonesia sebagai penambang emas
sporogonik
tradisional.
sporozoit dalam organ pencernaan nyamuk.
KLB
pada
Ketika
tahun
kembali
para
kemudian dan
mengalami
berkembang
menjadi
penambang emas tersebut telah terinfeksi
Sporozoit
tersebutlah
Plasmodium, penyebab utama penyakit
menjadi
sumber
malaria,
fase
ditransmisikan kepada orang yang sehat.
gametosit. Dengan keberadaan vektor di
Apabila nyamuk vektor menghisap darah
wilayah
terjadinya
seseorang namun tidak terdapat gametosit
penularan penyakit satu penduduk desa
dalam darah orang tersebut, maka nyamuk
kepada penduduk desa lainnya bahkan
tersebut tidak akan menularkan penyakit
menular ke penduduk desa lain.
malaria kepada orang lain.
yang
ini,
telah
memasuki
menyebabkan
Faktor
Evaluasi Kasus Endemi Malaria di
(KLB) Endemi malaria yang terjadi pada 12 silam
di
kecamatan
kemudian
penyakit
utama
ketika
berikutnya
yang
menyebabkan terjadinya Kasus Luar Biasa
Kecamatan Cineam
tahun
yang
fase
Cineam
disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya karena keberadaan nyamuk vektor malaria di sekitar permukiman penduduk Cineam. Nyamuk tersebut menularkan Plasmodium dari penduduk yang terinfeksi kepada penduduk lain. Meskipun demikian
Malaria
adalah
pemahaman
masyarakat yang rendah tentang penyebab penyakit mencegah,
malaria
terjadi,
menanganinya
bagaimana penyebaran
penyakit. Setelah dilakukan berbagai upaya yang integratif untuk menekan tingkat keterjangkitan
penyakit,
termasuk
di
dalamnya dengan membangun kesadaran masyarakat
untuk
waspada
terhadap 92
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
penyakit malaria, berhasil menurunkan
kurang tentang malaria. Pengetahuan ini
kasus malaria. Hal ini ditunjukkan dengan
dapat menjadi dasar bagi pengendalian
perbandingan data tahun 1998 kecamatan
penyakit menular di masyarakat tidak
Cineam dimana terjadi kasus lebih dari 800
hanya pada penyakit malaria akan tetapi
kasus sementara pada tahun 2009 sebesar
penyakit lainnya yang masih menjadi
15 kasus dan 6 kasus pada tahun 2010
endemic di Indonesia.
(Iskandar, 2009). Kondisi ini, Kecamatan Cineam berada pada stratifikasi Low Case
DAFTAR PUSTAKA
Insidence (LCI) dimana tingkat prevalensi
Agoes, R., H. Oehadian, N. Djaenudin.
kurang dari 1‰.
2005. Entomologi Medik. Edisi
Jumlah kasus yang sangat rendah
kedua.
Jatinangor.
Bagian
tidak berarti menjamin kecamatan Cineam
Parasitologi Fakultas Kedokteran
telah
Universitas Padjajaran.
bebas
dari
malaria.
Beberapa
komponen yang mempengaruhi terjadinya
Barcus, M.J., F. Laihad, M. Sururi, P.
wabah malaria di Kecamatan Cineam masih
Sismadi, H. Marwoto, M.J. Bangs,
memungkinkan penularan malaria terjadi.
J.K. Baird. 2002. Epidemic Malaria
Baik faktor agen, inang, lingkungan,
in the Menoreh Hills of Central
maupun vektor masih berinteraksi satu
Java. American Journal of Tropical
sama lain. Apabila upaya penanganan
Medicine and Hygene 66:287-292.
malaria tidak dilakukan secara kontinu,
Barodji, D.T.B., H. Boesri, Sudini dan
maka jumlah kasus malaria yang sudah
Sumardi. 2003. Bionomik Vektor
menurun saat ini, bukan tidak mungkin
dan Situasi Malaria di Kecamatan
akan kembali meningkat suatu saat (Barodji
Kokap,
dkk., 2003)
Yogyakarta.
Kabupaten
Kulonprogo,
Jurnal
Ekologi
Kesehatan. Vol 2 (2). pp: 209-216. Kesimpulan
Boesri, H. 1994. Spesies Anopheles dan
Dari penelitian yang telah dilakukan,
Peranannya sebagai Vektor Malaria
dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-
di Lokasi Transmigrasi Manggala,
faktor yang menyebabkan ledakan kasus
Lampung Utara. Cermin Dunia
malaria di Kecamatan Cineam 12 tahun
Kedokteran 94: 29-31.
silam adalah keberadaan nyamuk vektor
Cutler, David, W. Fung, M. Kremer, M.
malaria dan Plasmodium, keadaan cuaca
Singhal, and T. Vogl . 2007.
yang mendukung kehidupan vektor dan
Mosquitoes
agen, serta wawasan masyarakat yang
Effects of Malaria eradication in
:
The
Long-Term 93
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
India. Cambridge. National Bureau
Global
of Economic Research.
Plasmodium falciparum malaria in
Departemen Kesehatan R.I. 1996. Modul Pelatihan
Pengamatan
Serangga
Penular Penyakit. Depkes RI. Departemen
Kesehatan
R.I.
Keputusan
Menteri
Republik
Indonesia
2009
tentang
di
Indonesia.
Malaria
PLos
Burden
of
Medicine
7(6):
e1000290. doi:10.1371/journal.pmed.1000290
2009.
.
Kesehatan
Iskandar, T. 2009. Laporan Tahunan
Nomor
Program P2Malaria Puskesmas
28
Cineam Kabupaten Tasikmalaya
293/MENKES/SK/IV/2009 April
2007.
Clinical
Eliminasi
Tahun
2009.
Cineam.
Dinas
Jakarta:
Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya.
Direktorat Pemberantasan Penyakit
Junkum, A., B. Pitasawat, B. Tuetun, A.
Bersumber Binatang, Departemen
Saeung, E. Rattanachanpichai, N.
Kesehatan Indonesia.
Jatiyapan, N. Komalamisra, M.
Friaraiyatini, S. Keman, dan R. Yudhastuti.
Mogi, U. Chaithong, and W.
2006. Pengaruh Lingkungan dan
Choochote.
Perilaku
Abundance and Biting Activity of
Masyarakat
Terhadap
Kejadian Malaria di Kab. Barito
Anopheles
Selatan Tengah.
2007.
aconitus
Seasonal
(Diptera
:
Propinsi
Kalimantan
Culicidae) in Chiang Mai, Northern
Jurnal
Kesehatan
Thailand. The Southeast Asian
Lingkungan. Vol 2 (2) : 121-128
Journal of Tropical Medicine and
Gordon, J.E. 1954. Epidemiology in
Public Health. Vol 38 (1) : 215-223
Modern Perspective. Proceedings of
Laihad, F.J. 2000. Malaria di Indonesia
the Royal Society of Medicine
(Malaria in Indonesia), in Malaria,
47(7): 564-570.
Patogenesis, Manifestasi Klinis, &
Hay, S.I., C. A. Guerra, A.J. Tatem, A.M.
Penanganan.Edited by: Harijanto
Noor, and R.W. Snow. 2004. The
PN.
EGC
-
Penerbit
Buku
Global Distribution and Population
Kedokteran: Jakarta. pp. 17-25.
at Risk of Malaria : Past, Present,
Lee, V.H., S. Atmosoedjono, D.T. Dennis,
and Future. The Lancet Infectious
A. Suhaepi and A. Suwarta. 1983.
Diseases 4 : 327-473.
The
Anopheline
(Diptera:
Hay, S.I., E.A. Okiro, P.W. Gething, A.P.
Culicidae) Vectors of Malaria and
Patil , A.J. Tatem, C.A. Guerra and
Bancroftian Filariasis in Flores
R.W. Snow. 2010. Estimating the
Island,
Indonesia.
Journal
of 94
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
Medical Entomology 20(5): 577-
Kecamatan Mayong, Kabupaten
578.
Jepara,
Lien, J.C., B.A. Kawengian, F. Partono, B. Lami and J.H. Cross. 1977. A brief
Jawa
Muir, D.A. 1963. Observation of the Development
Sulawesi, Indonesia, with special reference
the
identity
of
Anopheles barbirostris (Diptera: Culicidae) from the Margolembo area.
Journal
of
Medical
Media
Litbang Kesehatan. 15 (2): 39-44
survey of the mosquitoes of South
to
Tengah.
and
Trend
Insecticide
Resistance
in
Important
Malaria
of Two
Vectors
in
Indonesia. WHO: Geneva. Munif, A. dan S. Sukirno. 1994. Penebaran Konidiospora
Metarrhizum
Entomology 13(6): 719-727.
anisopliae untuk Penanggulangan
Maguire, J.D., S. Tuti, P. Sismadi, I. Wiady,
Populasi Larva An. aconitus di
H. Basri, Krisin, S. Masbar, P.
Persawahan Rejasari, Banjarnegara.
Projodipuro, I.R. Elyazar, A.L.
Cermin Dunia Kedokteran 94:32-
Crowin and M.J. Bangs. 2005.
37.
Endemic coastal malaria in the
Murray, C.J, L.C. Rosenfeld, S.S. Lim,
Thousand Islands Distric, near
K.G. Andrews, K.J. Foreman, D.
Jakarta,
Tropical
Haring, N. Fullman, M. Naghavi, R.
Medicine and International Health
Lozano and A.D. Lopez. 2012
10(5): 489-496.
Global malaria mortality between
Mardiana.
1990.
Indonesia.
Tinjauan
Tentang
Penelitian Vector Malaria di Pantai.
1980 and 2010:
a systematic
analysis. Lancet. 379: 413–431.
In Tinjauan Penelitian Ekologi
Ndoen, E., C. Wild, P. Dale, N. Sipe and M.
Kesehatan di Indonesia (1969 -
Dale. 2010. Relationships Between
1989). Edited by: Soesanto SS,
Anopheline
Sukana B, Sudomo, Wasito S,
Topography in West Timor and
Sutomo S, Santoso SS. Jakarta:
Java, Indonesia. Malaria Journal 9:
National
Institute
242
Research
and
of
Health
Development,
Ministry of Health, RI
and
Nurmaini, 2003. Mentifikasi Vektor dan Pengendalian Nyamuk Anopheles
Mardiana, Yusniar, A. Nunik, S. Aminah, Yunanto. 2005. Fauna dan Tempat Perkembangbiakan
Potensial
Nyamuk
spp.
Anopheles
Mosquitoes
aconitus
Secara
Sederhana.
Medan.USU Digital Library.
di 95
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 O’Connor,
G.T.
and
Arwati.
ISSN 1979-8911
1974.
Network, 2011. San Francisco: The
Insecticide Resistance in Indonesia.
Global Health Group, Global Health
WHO: Geneva.
Sciences, University of California,
O’Connor, C. and A. Soepanto. 1989. Illustrated
key
to
female
San Francisco. The Walter Reed Biosystematics Unit.
Anophelines of Indonesia.Edited
Anopheles
by: Atmoesoedjono S, Bangs MJ.
Suitland.
Jakarta:
(http://wrbu.si.edu/speciespages_an
Directorate
of
aconitus Dapat
[online].
diakses
di
:
Communicable Disease, MoH and
o/ano_a-hab/anaco_hab.html).
US Naval Medical Research Unit
Diakses tanggal 04 November 2010
No. 2 Detachment. Ompusunggu,
S.
H.
Sulaksono,
S.
Suyitno,
The Walter Reed Biosystematics Unit. Marwoto,
S.T.
Atmosoedjono,
Moersiatno.
1994.
Anopheles vagus [online]. Suitland. Dapat
diakses
di
(http://wrbu.si.edu/SpeciesPages_A
Penelitian Pemberantasan Malaria
NO/ANO_A-
di Kabupaten Sikka. Penelitian
hab/ANvag_hab.html).
entomologi-2: tempat perindukan
tanggal 04 November 2010
Anopheles
sp.
Cermin
Dunia
Kedokteran 94(Malaria). Soemirat,
J.
2005.
Diakses
The Walter Reed Biosystematics Unit. Anopheles
Epidemiologi
:
Suitland.
barbirostris Dapat
[online].
diakses
di
:
Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
(http://wrbu.si.edu/SpeciesPages_A
Mada University Press.
NO/ANO_A-
Takken W., W.B. Snellen, J.P. Verhave,
hab/ANbar_hab.html).
Diakses
B.G.J. Knols and S. Atmosoedjono.
tanggal 12 Desember 2010.
1990 Environmental measures for
The Walter Reed Biosystematics Unit.
malaria control in Indonesia. A
Anopheles
historical
Suitland.
review
on
species
flavirostris Dapat
[online].
diakses
di
:
sanitation.
Wageningen:
(http://wrbu.si.edu/SpeciesPages_A
Wageningen,
Netherlands:
NO/ANO_A-hab/ANfla_hab.html).
Wageningen
Agricultural
Diakses tanggal 10 Oktober 2011.
University 1990.
The Walter Reed Biosystematics Unit.
The Global Health Group and the Malaria
Anopheles
ludlowae
Atlas Project: Atlas of the Asia
Suitland.
Pacific
(http://wrbu.si.edu/SpeciesPages_A
Malaria
Elimination
Dapat
[online].
diakses
di
: 96
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
Tropical Diseases. 22nd ed. China:
NO/ANO_Ahab/ANlud_hab.html).
ISSN 1979-8911
Diakses
tanggal 10 Oktober 2011.
Saunders Elsevier. pp. 1201-1279. World Health Organization (WHO). 2011.
White, N. J. 2009. Malaria. In: G. C. Cook
Global Malaria Programme: World
dan A. I. Zumla., eds. Manson’s
Malaria Report. Switzerland: WHO Press.
97