Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
APLIKASI PCR-RAPD DALAM IDENTIFIKASI FMA
Cecep Hidayat
[email protected]
Abstrak Identifikasi FMA berdasarkan karakteristik morfologi memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat mengungkap keragaman pada tingkat strain dalam suatu spesies, sehingga perlu memanfaatkan karakter molekular dan genetik berdasarkan DNA ribosom. Teknologi yang digunakan adalah Random Ampified Polymorphic DNA (RAPD) yang didasarkan pada metode Polimerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan primer rantai pendek yang dapat diterapkan pada mikroba yang tidak dapat dikulturkan seperti FMA, melalui amplifikasi genom dari spora tunggal, akar terinfeksi, atau sampel tanah langsung dari lapangan.Teknik PCR bisa berupa Nested PCR yang untuk memonitor spesies FMA dan kelimpahannya atau Competitive PCR untuk mendeteksi sekuen yang muncul dalam FMA pada akar yang dikumpulkan dari lapangan. Dengan teknik PCR genom DNA tersedia dalam jumlah memadai untuk keperluan identifikasi. Kata kunci : FMA, RAPD, PCR, DNA ribosom, identifikasi.
dibentuk
Pendahuluan Filum
Glomeromycota
dari
Mikoriza
sisa
spesies
arbuskula
fungi.
merupakan
merupakan kelompok biologis menarik
kelompok
karena semua anggotanya dikelompokan
yang mampu membentuk simbiosis
menjadi satu dari dua tipe asosiasi
dengan lebih dari 80% spesies tumbuhan
simbiotik.
yang
Satu
diantaranya
adalah
mikroorganisme
hidup
di
rhizosfir
darat,
famili Geosiphonaceae yang mempunyai
mengindikasikan
satu-satunya
evolusi dan diversifikasi dari kelompok
anggota
pyriformis
yang
simbiosis
khusus
Geosiphon
dapat
membentuk
yang
dinamakan
ini.
Dengan
kompleksitas
yang
fakta
tersebut
asal,
dapat
disimpulkan jenis fungi ini berperan
endocytobiosis dengan Cyanobacteria
penting
dalam
mempertahankan
yang termasuk ke dalam genus Nostoc
kestabilan ekositem tumbuhan darat dan
(Gehring et al., 1996). Tipe simbiosis
kemungkinan terlibat dalam menentukan
lain adalah mikoriza arbuskula yang
struktur komunitas tumbuhan. Sebagai 32
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
konsekuensinya bila terjadi perubahan
saat sampel diambil. Demikian juga
keanekaragaman FMA akan merubah
halnya dengan kenyataan bahwa spora
potensi rhizosfir dan kesuburan tanah.
dihasilkan di luar akar yang dapat
Sayang keanekaragaman FMA
menyebabkan pendugaan lebih rendah
dalam tanah hanya sedikit diketahui,
pada
khususnya
Redecker et al. (2003) produksi spora
yang
berkaitan
dengan
sampel
lapangan.
keanekaragaman genetik dan struktur
sangat
khususnya. Kelemahan ini disebabkan
fisiologis FMA dan lingkungan. Pada
oleh biotropy FMA yang tegas sampai
kondisi tertentu FMA memproduksi
kesulitan memperoleh materi fungi yang
banyak spora dan hal tersebut tampak
cukup, kurangnya pengetahuan sistem
mendominasi kolonisasi akar. Sementara
reproduksi, dan kecepatan mutasi FMA.
pada kondisi lain, tidak menghasilkan
Selanjutnya, spora FMA mengandung
spora
banyak nucleus dan terdapat varasi intra
dinamakan produksi spora terhadap
spora seperti pada Gigaspora margarita
kolonisasi akar berbeda diantara spesies.
yang diakibatkan oleh hifa anastomosis
Kelemahan lain identifikasi berdasarkan
yang tidak menimbulkan caryogamy
morfologi adalah spora yang dikoleksi
atau meiosis.
dari lapangan sering terkena parasit atau
Secara tradisional identifikasi FMA
mengalami kerusakan sehingga tidak
dilakukan berdasarkan sifat morfologi
dapat diidentifikasi. Untuk mengatasi
spora. Struktur spora memiliki informasi
masalah tersebut, banyak penelitian
taksonomi
akhir-akhir
penting
dan
pendekatan
bergantung
sama
pada
Menurut
sekali.
ini
kondisi
Selanjutnya,
memfokuskan
pada
morfologi dalam indentifikasi spesies
seleksi dan implementasi alat yang
bermanfaan
untuk
menduga
mampu mengidentifikasi FMA secara
biodiversitas,
namun
memiliki
akurat.
keterbatasan
dan
menyisakan
Penanda
molekuler
telah
kontroversi. Spora merupakan struktur
dikembangkan untuk keperluan deteksi
yang muncul pada kondisi lingkungan
dan
kurang
keakuratan mengagumkan. Cara ini juga
menguntungkan,
dimana
identifikasi
berhasil
patogen
digunakan
dengan
pemunculannya merupakan resultante
telah
untuk
dari kejadian masa lalu dan tidak
mendeteksi fungi. Selanjutnya sekuens
mencerminkan keadaan sebenarnya pada
yang digunakan ditargetkan pada gen 33
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
ribosom sehingga menjadi universal dan
mempertahankan sekuens yang sering
pada beberapa kasus tidak spesifik
digunakan pada gen rRNA (rDNA). Hal
spesies, tetapi berlaku pada kisaran
ini diorganisasikan pada daerah yang
genera atau taksonomi lebih tinggi
dilindungi (18S, 5.8S, dan 28S) dan
(SÜchbler et al, 2001a).
daerah lainnya. Primer universal yang
Teknik molekuler berbasis DNA
umum digunakan untuk amplifikasi
menawarkan banyak keuntungan, yaitu
rDNA dapat memperbanyak sekuens
akan merevolusi ekologi FMA karena
dari daerah ini (Zeze et al., 1996). Untuk
memungkinkan mengidentifikasi FMA
mengatasi
dari sampel akar tanpa memerlukan
terkontaminasi mikroorganisme lain,
spora. Pemahaman fungsi mikoriza pada
penggunaan primer dilakukan dengan
level molekular dapat dipergunakan
hati-hati dan Simon et al. (1992)
untuk
secara
mengambil rDNA yang berasal dari
berkelanjutan. Diluar kegunaan praktis,
spora yang dihasilkan secara axenic.
studi FMA molekular perlu dan penting,
Lanfranco et al. (1998) membuat primer
dimana
dan
spesifik Glomus mosseae dari fragmen
komunikasi molekular antara pasangan
RAPD untuk deteksi dan identifikasi
simbiosis mendasari adanya penelitian
fungi dalam jaringan akar.
dasar masa mendatang.
Karakteristik FMA
perbaikan
tanaman
fenomena
evolusi
masalah
spora
yang
Salah satu teknik identifikasi
Fungi mikoriza arbuskula (FMA)
FMA berbasis DNA adalah Random
merupakan jenis fungi yang fenomental
Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
karena
yang
asosiasi dengan 80 persen spesies
didasarkan
pada
metode
kemampuannya
Polymerase Chain Reaction (PCR),
tumbuhan
dimana dalam metode ini digunakan
tanaman kecuali Cruciferae. Disamping
primer pendek (biasanya 10 nukleotida)
berasosiasi
pada tiap-tiap sekuens. Adanya beragam
asosiasi
teknologi
peluang
menunjukan hal sama, dimana jenis
deteksi dan seleksi mikroorganisme
fungi ini ditemukan pada tumbuhan yang
yang
hidup di daerah kutub utara sampai
PCR
tidak
membuka
dapat
dikulturkan.
Amplifikasi
primer
untuk
umumnya
homologous,
PCR untuk
dan
membentuk
luas secara
kebanyakan
dengan
family
tumbuhan,
geografis
juga
tropis. Asosiasi juga terjadi dalam kisaran
ekoligis
yang
luas
dari 34
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 lingkungan
akuatik
sampai
Mayoritas
tanaman
hortikultura,
dan
gurun.
pertanian,
dimana
mikroba
ditumbuhkan
ini
tidak
secara
dapat
murni
di
yang
labolatorium tanpa kehadiran tanaman
family
inang dan masih terdapat kendala dalam
bermikoriza. Pengaruh positif FMA
perbanyakan sekala besar. Beberapa
terhadap pertumbuhan tanaman banyak
peneliti telah mencoba mengulturkan
dilaporkan,
diantaranya
pada medium auxenic, namun hasilnya
meningkatkan
serapan
termasuk
kehutanan
ISSN 1979-8911
kedalam
beragam
adalah
fosfor
pada
belum
menggembirakan.
Kedua,
tanah-tanah yang defisien unsur P dan
ketidaksediaan karakter yang dapat
peningkatan serapan unsur-unsur imobil
diandalkan untuk keperluan filogeni dan
lain, meningkatkan daya tahan terhadap
taksonomi karena jenis fungi ini tidak
kekeringan, resistensi terhadap patogen
memproduksi organ seksusal dan hanya
tular
tanah,
pertumbuhan,
stimulasi
hormon
muncul dalam keadaan tidak sempurna.
membantu
nodulasi
Studi
filogenik,
identifikasi
tanaman legume, membantu mengatasi
taksonomi
aklimatisasi, dan membatu pertumbuhan
morfologi dari organ aseksual (spora).
tanaman pada tanah-tanah rusak seperti
Apabila
lahan pasca tambang.
intradikal dapat dipergunakan untuk
Penelitian tentang FMA dirintis
level
didasarkan
tidak
famili.
ada
pada
dan
spora,
Ketiga,
sifat
struktur
identifikasi
oleh Mosse yang dibantu oleh Gardeman
mycosimbion dalam tanaman inang
dan Nocolson pada decade tahun 60-an.
menghadapi kendala adanya beragam
Ribuan makalah, ratusan artikel review,
spora FMA yang mengkolonisasi akar
dan proseding telah dipublikasikan sejak
tanaman secara berkesinambungan.
saat itu. Kebanyakan dari semua tulisan
Pendekatan molekular dilakukan
tersebut terfokus pada manfaat atau
berdasarkan
pengaruh ekofisiologi FMA terhadap
variasi genetik. Studi tentang genom
tanaman
yang
FMA telah menjadi tren, karena disadari
membahas masalah kemampuan kultur,
bahwa fungi ini memiliki banyak genom
filogeni,
dan
dibandingkan dengan zygomycetes lain,
karakteristik simbiotik mikroba ini.
yaitu berkisar 0.13 sampai 1.0 pg DNA
Kondisi ini disebabkan oleh pertama,
per nucleus (Hosni et al., 1998). Analisi
FMA
terhadap komposisi basa DNA sembilan
dan
hanya
aspek
merupakan
sedikit
taksonomi
simbion
obligat,
prinsip
mengeksploitasi
35
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 spesies
glomelian
ISSN 1979-8911
memperlihatkan
(16S) berbuah relative lambat dan
kandungan GC rendah dengan level
berguna untuk mempelajari jarak dari
tinggi methylcytisine (Hosni et al., 1997)
organisme berdekatan, sedangkan gen
dan genom memiliki sekuens DNA
rDNA mitokondria berubah lebih cepat
ulangan yang banyak.
dan dapat dipergunakan pada tingkat
Metode molekular telah berhasil
family.
dilakukan untuk mempelajari sekuens
ITS
adalah
sekuens
yang
rDNA dari FMA. Beberapa peneliti
berlokasi pada gen rRNA eukariotik
melaporkan spora individu FMA yang
antara daerah pengkodean 18S dan 5,8S
multinukleus,
tingkat
rRNA (ITS 2, gambar 1). Studi tentang
keragaman genetik tinggi dalam internal
variasi site restrikasi DNA ribosomal
transcribed spacer (ITS) dari gen
(rDNA)
mRNA inti. Analisis sekuense DNA
memperlihatkan
berbasis
pengkodean
menunjukan
ribosom
memperlihatkan
dari
suatu
populasi
bahwa
terlindungi,
daerah sedangkan
variasi genetik baik di dalam maupun
daerah spacer berlainan. Sekuens spacer
diantara spesies FMA (Clapp et al.,
ini berubah dengan kecepatan tinggi dan
1999). Lebih jauh, gen dari daerah ini
hadir dalan gen rRNA eukariotik. Semua
tersedia dalam copy yang banyak dan
faktor tersebut berguna dalam analisis
memiliki keawetan tinggi, yang akan
filogenik diantara spesies dan atau
memfasilitasi perbedaan taxa dalam
diantara populasi dalam satu spesies.
berbagai tingkatan. Sekuens rDNA SSU rDNA unit
IGS
rDNA unit
ITS-1 18S
IGS
rDNA unit
ITS-2 5.8S
28S
Gambar 1. Lokasi dan detail gen rDNA Keterangan : IGS : Intergenic space, ITS : Internal transcribed spacer Sumber : Redecker et al. (2000) DNA, PCR, dan RAPD 36
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
Deoxyribonucleic Acid (DNA),
melipatgandakan secara eksponensial
merupakan salah satu makro molekul
suatu sekuen nukleotida tertentu dengan
yang mempunyai peranan yang sangat
cara in vitro. Metode ini pertama kali
penting pada jasad hidup. DNA adalah
dikembangkan pada tahun 1985 oleh
polimer asam nukleat yang tersusun
Kary
secara
diperusahaan
sistematis
pembawa
informasi
dan
merupakan
genetik
yang
B.
Mullis,
seorang
CETUS
peneliti
Corporation.
Metode ini sekarang telah banyak
diturunkan kepada jasad keturunannya.
digunakan
Informasi genetik disusun dalam bentuk
manipulasi dan analisis genetik. Dengan
kodon yang berupa tiga pasang basa
menggunakan
nukleotida dan menentukan bentuk,
diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen
struktur, maupun fisiologis suatu jasad.
DNA (110 bp, 5 X 10-19mol) sebesar
Molekul DNA berbentuk double helix
200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus
(untai ganda) yang terpilin, pada masing-
reaksi selama 220 menit (Mullis dan
masing untaian terdapat asam fosfat dan
Faloon, 1989 dalam Yuwono, 2006).
deokxyribose, satu dari empat basa
Empat komponen utama pada proses
terikat secara kovalen, yaitu : adenin,
PCR adalah : (1) DNA cetakan, yaitu
atau guanine (purin), cytosine atau
fragmen
thymin (pirimidin). Basa-basa yang
dilipatgandakan,
terletak bersebrangan dalam dua untai
primer,
dihubungkan oleh ikatan hydrogen.
oligonukleotida pendek (15-25 basa
Konfigurasi basa tersusun sedemikian
nukleotida)
rupa sehingga adenin hanya berpasangan
mengawali sintesis rantai DNA, (3)
dengan thymin dan guanin dengan
deoxyribonukleotida trifosfat (dNTP),
cytosine. Daerah molekul DNA biasanya
terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP,
mengandung 500 sampai 1500 pasang
dan (4) enzim DNA polymerase, yaitu
basa, tetapi kadang-kadang lebih atau
enzim yang melakukan katalisis reaksi
kurang
sintesis rantai DNA. Komponen lain
bergantung
pada
gennya
(Yuwono, 2005). Reaksi
untuk
berbagai
analisis
DNA
yaitu
yang
PCR,
yang
(2)
macam
dapat
akan
oligonukleotida suatu
digunakan
sekuen
untuk
yang juga penting adalah senyawa buffer berantai
polymerase
(Polymerase Chain Reaction, PCR)
(Yuwono, 2006). Prinsip dasar PCR dapat dilihat pada Gambar 2.
adalah suatu metode enzimatis untuk 37
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
30
50 DNA + Primer + dNTP + DNA Polimerase
50
30 Denaturasi
50
30
II
I
Penempelan primer ( primer annealing) Diteruskan dengan polimerasi Produk ampilfikasi siklus ke-1
Denaturasi Penempelan primer ( primer annealing) Diteruskan dengan polimerasi kedua
Produk amplifikasi didenaturasi lagi dan diteruskan dengan siklus amplifikasi selanjutnya
Gambar 2. Skema raksi amplifikasi DNA dengan teknik PCR I san II : DNA DNA target yang diamplikasi Oligonukleotida primer DNA baru hasil amlokasi PCR-RAPD merupakan salah satu
teknik
molekuler
berupa
dengan kebutuhan. Tiap primer boleh jadi
berbeda
untuk
menelaah
penggunaan penanda tertentu untuk
keanekaragaman genetik kelompok yang
mempelajari keanekaragaman genetika.
berbeda. Penggunaan teknik RAPD
Dasar
memang
analisis
RAPD
adalah
memungkinkan
untuk
menggunakan mesin PCR yang mampu
mendeteksi polimorfisme fragmen DNA
mengamplifikasi sekuen DNA secara in
yang diseleksi dengan menggunakan
vitro. Teknik ini melibatkan penempelan
satu primer arbitrasi, terutama karena
primer tertentu yang dirancang sesuai
amplifikasi DNA secara in vitro dapat 38
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
dilakukan dengan baik dan cepat dengan
harus ditempuh dalan teknik molekular
adanya
penanda
(Tabel 1.). Dengan PCR memungkinkan
RAPD relatif sederhana dan mudah
mengamplifikasi genom atau bagian
dalam hal perparasi. Teknik RAPD
darinya yang berasal dari spora tunggal,
memberikan hasil yang lebih cepat
akar terkolonisasi, atau dari sampel
dibandingkan dengan teknik molekuler
tanah secara langsung.
PCR.
lainnya.
Penggunaan
Teknik
ini
juga
mampu
Terdapat tiga katagori dalam
menghasilkan jumlah karakter yang
penelitian FMA ,
relative tidak terbatas, sehingga sangat
ekspresinya,
membantu untuk keperluan analisis
genetik. Meskipun kloning gen dari
keanekaragaman organisme yang tidak
spesies FMA telah berhasil, namun
diketahui latar belakang genomnya.
belum menjelaskan ukuran dan struktur
Teknik RAPD sering digunakan untuk
gen. Kloning arbuskula dilaporkan oleh
membedakan organisme tingkat tinggi
Burleigh (2000). Zeze et al (1996)
(eucaryote). Namun demikian beberapa
mengklon EcoRI dari hancuran DNA
peneliti menggunakan teknik ini untuk
Scutellospora casanea kedalam pUC 18
membedakan organisme tingkat rendah
dan didapatkan sekitar 1000 rekombinan
(procaryote) atau melihat perbedaan
klon
organisme tingkat rendah melalui piranti
mengembangkan
organel sel seperti mitokondria.
Glomus
Penelitian
molekular
untuk
mengidentifikasi
keragaman
genetik
yaitu gen dan
genomik,
DNA.
Zeze
dan
et
al
pustaka
versiforme
variasi
dan
(1999) genomic
Gigaspora
margarita. Penelitian
molekular
memerlukan jumlah genom DNA yang
eksplorasi
memadai.
masalah
barvariasi dari sistematik dan taksonomi
ketidakmampuan mengkulturkan FMA
sampai ke pengembangan alat untuk
karena sifat simbion obligat dari fungi
kepentingan
ini, sehingga perlu upaya lain untuk
lapangan. Semua area penelitian yang
memperoleh
luas
Disisni
muncul
jumlah
DNA
guna
variasi
tersebut
genetic
tentang
identifikasi
tetap
FMA
sampel
memerlukan
keperluan teknik identifikasi molekular
amplifikasi
barbasis
dengan
menggunakan PCR, dengan pengkodean
memanfaatkan PCR. Amplifikasi dari
unit kecil (17S/18S). Dalam analisis
bagian DNA telah menjadi langkah yang
tersebut
DNA,
yaitu
sekuens
memerlukan
metode
rDNA
yang 39
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
mampu menelti kisaran luas loci dari genom dibandingkan locus gen tunggal dari rDNA (Redecker et al., 1997).
Tabel 1. Rincian Studi FMA Berbasis Molekuler-PCR Daerah
Maraka molekular
Primer
Organisme target
amplifikasi SSU rDNA
PCR
VANS1
Glomales
Genomic DNA
PCR-RADP
OPA-02 and OPA-04
Glomus versiforme, Gl.
OPA-18 and P124
mosseae
OPA-18 and P124
Gl.caledonium, Acaulospora leavis Gigaspora margarita, Scutellospora gregaria
SSU rDNA
PCR
VAS1 and NS21
G. intraradices
Genomic DNA
Competitive PCR
PO and M3
G. mosseae
ITS
PCR-RFLP
ITS1 and ITS4
Glomus
sp.,
Scutellospora
sp.,
Gigaspora sp., SSU 1492
PCR
NS71 and SSU1492
Gigaspora sp.
Partial rDNA
PCR-partial
SS38 and VANS1
Roots and spores
VANS1
Sctellospora
and
Glomus VAGIGA
Gigasporaceae
ITS1 and ITS2
PCR
ITS1 and ITS2
G.margarita
ITS
PCR
ITS1 and ITS4
G.
mosseae
and
Gigaspora magarita SSU rDNA
PCR-RFLP
LR1 amd FLR2
Subgroups of Glomales
PCR-nested
FLR2-5.23andFLR2-
G.
8.23
intraradices
mosseae,
LR1-23.46 40
G.
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911 G. roseae
28S rDNA
PCR-SSCPs
LSU-Primers
Glomus sp.
SSU rDNA
PCR
NS31 and AM1
Glomus sp.
SSU rDNA
PCR-SSCP
VANS1
Subgroups of Glomales
Nested – PCR
ITS, AM1
ITS
PCR-RFLP
ITS1 and ITS4
ITS
NestedPCR-SSCP
Eucaryotic
G. mosseae universal Glomus sp.
primer Glomus-specific ITS primer ITS
Nested-PCR
ITS5 and ITS4
Glomeromycota (excep
ITS
Archaeosporaceae- PCR
SSU-Glom/LSU-
Major groups within
Glom1
Glomeromycota
ITS5 and ITS4
Terdapat
beberapa
versi
FMA
(Glomales)
berasal
dari
pengembangan dari teknik dasar PCR.
Ordovician, yaitu bersamaan dengan
Nested-PCR, prosedur sangat sensitif
kolonisasi
yang menggunakan dua set primer untuk
tanaman darat. Bukti awal fosil arbuskul
memonitor spesies FMA dan untuk
ditemukan pada specimen Algaophyton
menentukan
pada
dari Devonia Rhynie Chert (Remy et al.,
tanaman dan tanah. Competitive PCR,
1994). Fosil spora dan hifa dari fungi
yang mengko-amplifikasi target cetakan
glomen yang dijumpai sekarang telah
dengan
ditemukan pada materi tanaman dari
kelimpahannya
standar
internal
juga
lingkungan
dikembangkan untuk mengkuantifikasi
lapangan
teknik PCR dengan tujuan mendeteksi
ternyata spora dan hifa Ordovician sama
perbedaan sekuens yang muncul diantara
dengan jenis Glomus saat ini. Penemuan
FMA pada akar yang dikumpulkan dari
ini membuktikan bahwa fungi glomalean
lapangan.
menjadi
Filogeni
suksesi pada awal okupasi daratan oleh
Dari catatan fosil dan data
ini.
daratan oleh
Setelah
pendukung
diobservasi
utaman
dalam
tumbuhan
molekular menunjukkan sejarah evolusi 41
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
Tabel 2. Primer untuk aplikasi gen RNA ribosom initi rRNA
Primer Gen
Product size (bp)*
Nuclear small NS1
5 GTAGTCATATGCTTGTCTC
555
NS2
5 GGCTGCTGGCACCAGACTTGC
NS3
5 GCAAGTCTGGTGCCAGCAGCC
NS4
5 GTTCCGTCAATTCCTTTAAG
NS5
5 AACTTAAAGGAATTGAGGGAAG
NS6
5 GCATCACAGACCTGTTATTGCCCTC
NS7
5 GAGGCAATAACAGTCCTGTGATGC
NS8
5 TCCGCAGGTTCACCTACGGA
ITS1
5 TCCGTAGGTGAACCTGCGG
290
ITS5
5 GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG
315
ITS2
5 GCTGCGTTCTTCTCGATGC
290
ITS3
5 GCATCGATGAAGAACGCAGC
330
ITSs4
5 TCCTCCGCTTCTTGTCTGC
580
ITS1F
5 CTTGGTCATTTCGACCAACTAA
700
ITS4B
5 CAGGAGACTTGTACACGGTCCAG
TW13
5 GGTCCGCTGTTCAAGACG
597
310
377
Nuclear
1200
Sumber : Reddy et al. (2005) Keterangan : * Ukran produk berdasarkan gen rRNA genes of Saccharomyces cerevisiae Perhatian khusus dalam kajian filogeni
FMA
adalah
Geosiphon
berkerabat
dengan
Glomus
dan
karenanya dimasukan sebagai FMA.
pyriformis, suatu fungi yang hidup
Suatu
studi
bersimbiosis dengan cyanobacterium,
membandingkan
yaitu Nostoc pinctiforme. Mollenhauer
ultrastruktural rinci spora Geosiphon
(1992) adalah orang pertama yang
dengan
berspekulasi
memperlihatkan
bahwa
Geosiphon
morfologis
yang
spesies-spesies kesamaan
dan
FMA diantara
keduanya (SchÜ𝛽ler, 1997). Analisis 42
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
sekuense SSU rRNA juga mendukung
memungkinkan dilakukan redefinisi taxa
kekerabatan tersebut. Pohon filogeni
dan membentuk hubungan filogenik
memperlihatkan bahwa dalam FMA
baru.
termasuk Geosiphon sebagai cabang
Taksonomi
dasar dan membentuk bagian yang tidak
Sampai saat ini terdapat sekitar
satu kelompok dengan Zygomycetes
150 spesies FMA yang terbagi dalam
lainnya.
penambahan
enam genera termasuk ke dalam kelas
hubungan keturunan dengan FMA.
Zygomycota dan ordo tunggal Glomales
SchÜ𝛽ler
et
(Tabel 3). Ordo ini terdiri dari subordo
argumen
kuat
Berdasarkan
al.
(2001)
untuk
memiliki
membuktikan
Glominae,
dengan
dua
family
baru.,
Glomaceae (Glomus dan Sclerocystis)
Glomeromycota untuk mengakomodasi
dan Acaulosporaceae (Acaulospora dan
monophyletic FMA dan fungi seperti
Entrophospora),
dan
subordo
Geosiphon. Dengan adanya data pada
Gigasporaneae,
dengan
family
tingkat DNA, tampaknya perlu ada
Gigasporaceae
redefinisi
Scutellospora)(70,ma). Sebagai bagian
pembentukan
filum
Glomales
untuk
dari
Menurut
(2000),
Archaeosporaceae dan Paraglomaceae,
menggunakan data sekuense baru dan
sebuah family baru Diversisporaceae
yang
rRNA,
dapat dibentuk berdasarkan sekuens gen
didapatkan sediktnya lima spesies fungi
SSU rRNA panjang-penuh. Identifikasi
glomelian berada di luar definisi family
Glomales sendiri telah lama didasrkan
yang berlaku selama ini dan telah
pada karakteristik morfologi spora.
menyimpang sejak awal evolusi. Juga
Namun terdapat kelemahan penggunaan
disarankan lebih lanjut bahwa spora
karakteristik
dimorfik memiliki hubungan keturunan
menyembunyikan
dan satu atau morfologi lain hilang
terjadi pada strain dalam satu spesies.
dalam berbagai garis umur. Data 5.8S
Sehingga karakter molekular dan genetik
rDNA
Scutelospora
baru perlu dicari untuk kepentingan
castaena baerasl dari Ascomycetes. Jadi,
sistematik mulai dari spesies, genus,
data molekular dari berbagai texa FMA
sampai ke family.
telah
ada
et
dari
menunjukan
al
18S
family
baru,
dan
mengakomodasi fungi non-mikoriza. Redecker
dua
(Gigaspora
morfologi, keragaman
yaitu
yakni yang
43
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
Tabel 3. Klasifikasi Ordo Glomales
Order :
Glomales Morton & Benny Suborder : Glominae Morton & Benny Family : Glomaceae Pirozynski & Dalpe Genus : Glomus Tulasna & Tulsane Genus : Scleorcystis (Barjekey & Broome) Almeida & Schenck Family : Acaolosporaceae Morton & Benny Genus : Acaulospora (Gardemann & Trappe) Berch Genus : Entrophospora Ames &Schneider Suborder : Gigasporineae Morton & Benny Family : Gigasporaceae Marton & Benny Genus : Gigaspora (Gerdemann & Trappe) Walker&Sanders Genus : Scutellospora Walker & Sanders
Sebagai bukti adanya kontroversi
mencerminkan konglomerasi fungi yang
yang muncul dari observasi berdasarkan
secara morfologi sukar untuk dipisahkan
morfologi, dapat dikemukakan contoh
dan mempunyai jarak genetik sebesar
spora Acaulospora gerdemanii dan
family
Glomus
diamati
Acaulosporaceae. Berdasarkan analisis
pembentukannya pada hifa yang sama,
sekuens SSU rDNA ringan, pengajuan
sehingga muncul dua tipe spora yang
klasifikasi FMA baru perlu mendapatkan
disebut Synanomorphs. Namun daru
pemikiran serius.
leptotrichum
sekuens 18S rDNA membuktikan bahwa
FMA
Gigasporaceae
Keragaman
intraspektif
dan
G.
organisme dimorfik ini tidak termasuk
mosseae yang diungkapkan oleh uji
ke dalam Glomus maupun Acaulospora,
inkompatibilitas
juga tidak ke dalam family yang ada.
dikonfirmasi oleh gambaran total protein
Sebagai gantinya, masuk kedalam satu
TS-RFLP. Studi menggunakan sekuens
dari beberapa turunan yang menyimpang
rDNA ITS menunjukan tingginya variasi
dari ordo Glomales. Genus Glomales
yang muncul pada populasi alami G.
telah dibatasi kurang memadai dan
mosseae, yang memerlukan pemisahan
vegetatif
telah
44
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
spesies ini. Pengelompokan Gigaspora
(1993).
berdasarkan penanda molekular enam
digunakan pada beberapa penelitian
nukleotida-panjang
dibuktikan
(Clapp et al., 1995 ; Di Bonito et al.,
oleh analisis SSU dan isozim. Analisis
1995), namun bila tersedia banyak
cetak jari AFLP dari isolate tiga genera
sekuens SSU, primer VANS 1 tidak
Glomus, Gigaspora, dan Scutallospora
dapat diawetkan dengan baik pada
mendukung penempatan Gigaspora dan
semua kelompok FMA. Dengan subunit
Scutellospora kedalam family yang
ribosom besar 28S (LSU), Van Tuinen et
sama.
al. (1998) merancang beberapa primer
Metode Identifikasi Molekuler
spesifik
telah
Hampir semua cara identifakasi FMA didasarkan pada DNA ribosom.
Primer
dengan
VANS
1
target
sering
daerah
D2
berbeda dari LSU, masing-masing untuk setiap spesies.
Gen dari daerah genom ini tersedia
Untuk mengidentifikasi FMA
dalam jumlah copy banyak dan memiliki
secara molekular dari
keawetan tinggi, yang membuka jalan
mengkolonisasi akar tanaman yang
untuk menunjukan perbedaan taxa pada
tumbuh
berbagai tingkatan. Analisis filogenetik
pertanaman berbeda seperti pertanian
berdasarkan
DNA
intensif, pertanian organik, dan padang
memungkinkan menyimpulkan secara
rumput semi alami dapat menggunakan
langsung sejarah evolusi dan hubungan
trap culture.
dalam taxa. Masalah adanya penghambat
Isolasi FMA
dalam
sekuens
mengembangkan
identifikasi
pada
FMA
berbagai
yang
ekosistem
Spora spesies FMA diperoleh
molekular berbasis DNA dapat diatasi
melalui
dengan PCR. Dengan kehadiran teknik
kulturpot, dikumpulkan per individu dan
ini, analisis terhadap jumlah kecil DNA
permukaannya
dari
dapat
diekstaksi, hasilnya sekitar 1-2 ng DNA
dikulturkan secara axenic seperti halnya
per spora. DNA kemudian diperbanyak
FMA, menjadi hal mudah.
dalam gel atau dengan metode mini
organisme
yang
tidak
Bagian dari gen ribosom menjadi target dalam identifikasi molekular. Tiga
penyaringan
basah
diseterilisasi.
dari
DNA
fluriometic. Skreening Sekuens Ulangan DNA
sekuens unit kecil 18S (SSU) dari DNA
Pustaka genom EcoR dari S.
ribosom ditemukan oleh Simon et al.
Castanea dalam pUC18 diskreening 45
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 untuk
sekuens
DNA
Total DNA (60 ng) dari spora
menggunakan metode gun cloning.
empat spesies yang mewakili genera
Sampel secara random 23 klon dari
FMA berbeda (Acaulospora laevis,
pustaka gen dipilih sebagai materi awal.
Gigaspora rosea, Glomus caledonium,
Plasmid
diekstraksi
menggunakan
S. Castanea) diencerkan dengan seri 1:3
prosedur
perebusan
dan
setelah
dan ditotolkan pada membran Bioprobe
penghancuran,
sisipan
Biohylon
mengalami
ulangan
ISSN 1979-8911
Z+.
Sisipkan
SCI
dipisahkan dari Puc18 dalam gel agarose
menggunakan prosedur squeeze-freeze
0,8%
membran
dan dilabel oleh primer acak dan
Broprobe Biophylon Z+. Hibridisasi
kemudian digunakan sebagai probe.
berlangsung seperti halnya Southern blot
Setelah
pada suhu 680C dengan total DNA dari
semalaman, filter dicuci dua kali selama
spora spesies-spesies yang diuji.
2 menit pada temperatur ruangan dalam
Hibridisasi Southern
2X SSC -0.1% SDS dan dua kali selama
dan
ditransfer
ke
DNA dari spora serta akar tanaman
bermikoriza
pada
680C
15 menit dalam 0,1 % SSC – 0,1% SDS.
tidak
DNA (1,5µg) dari spora empat spesies
bermikoriza masing-masing sebanyak
yang digunakan dalam percobaan blot
3,5 mg dihidrolisasi dengan perestriksi
dot dihidrolisis dengan endonuclease
endonucleases
EcoR1, dipisahkan dalam 0.8% gel
dan
dan
hibridisasi
electrophoresed
dalam gel agarosa 0.8%. hibridisasi
agarosa,
berlangsung pada suhu 680C dalam 5 X
Bioprobe Biohylon Z+ dan dihibridisasi
SSC (1x SSC adalah 1,5M NaCl + 0.015
dengan Scutellospora fragmen DNA
M Sodium Citrate) -reagen blocking- 2%
berlabel digoxigenin specific selama
sodium dodecyl sulphate (SDS) – 0,1%
semalam pada suhu 680C.
laury sarcocinate. Membran dicuci dua
Krakteristik Sekuens
kali pada temperatur kamar dalam 2 x
ditransfer
Sekuensing
ke
membran
fragmen
DNA
SSC – 0.1% SDS dan dua kali dalam
spesifik-Secutellospora
0.1% SSC – 0.1% SDS selama 20 menit.
Promega fmol Sequencing Kit dengan
Signal
primer label akhir 32P. Setelah persiapan
hibridisasi
dideteksi
dengan
menggunakan
system Chemiluminescence.
kecil dengan prosedur perebusan, klon
Seleksi Probe Spesifik Scutrllospora
yang telah disisipkan ke EcoRI dari pUC18 digunakan sebagai cetakan untuk 46
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
reaksi sekuensing pada setiap arah
selanjutnya dianilisis pada Partec CA ll
dengan
pUC18.
flow cytometer dan jumlah DNA diduga
Sekuens sempurna didapatkan dengan
dengan DAPI fluorescence nucleus
menggunakan autosequencer 373A.
relatif terhadap Gigaspora margarita
Aplikasi PCR
(0.77 pg) sebagai standar internal.
primer
universal
Reaksi campuran 50 µL yang
Cytometer
dikalibrasi
dengan
berisi tiap primer 0.05 µM 1 U Taq
erythrocytes ayam mengandung 2.33 pg
polymrase, 250 µM deoxynucleotide
DNA inti. Histogram pengukuran DAPI-
triphosphate, dan 1,5 mM MgCl2. Satu
DNA pada skala linier fluorescence
nanogram
intensity
plasmid
spesifik
(FL)
digunakan
untuk
Scutellodpora atau 5-10ng total DNA
menghitung jumlah DNA inti menurut
dari spora atau akar digunakan sebagai
persamaan kandungan DNA (picogram)
cetakan. Tiga pasang primer pCU 18,
= rata-rata sampel FL/rata-rata FL
SC1-1 dan SC1-2, primer universal 18 S
standar x kandungan standar DNA
rDNA, yakni NS 3 dan NS6. Untuk
(pictogram). Dari persamaan tersebut
reaksi
dapat diartikan bahwa fluorencence
amplifikasi
parameter siklus
ternal 950C selama dua menit untuk
komplek
denaturasi, penguatan selama 55 detik,
stoichiometric berkaitan dengan jumlah
dan pemanjangan pada 720C selama 1,5
DNA.
menit diikuti dengan 30 siklus bebeda
Permasalahan
dengan temperatur denaturasi 930C.
Molekuler FMA
DNA-DAPI
dalam
secara
Identifikasi
Untuk memahami permasalahan
Determinasi Jumlah Copy Sekuens Untuk menentukan jumlah copy
yang muncul dalam identifikasi FMA
SCI dari S. Castanea, kandungan DNA
secara molekular alangkah baiknya
per
flow
membandingkan dengan studi molekular
cytometry. Caranya nucleus diambil dari
fungi ektomikoriza yang telah terlebih
spora dengan menghancurkan spora
dahulu
dalam
menunjukkqn perbedaan dalam hal-hal
nucleus
buffer
diukur
dengan
berisi
DAP
(4’,6-
diamidino-2-phenylindole) berkonsentrasi
jenuh.
berkembang.
Kedua
sistem
kunci seperti yang terlihat pada tabel 4. Nukleus
Tabel 4. Perbedaan Sistem Biologis Identifikasi Molekuler Fungi Ektomikoriza dan FMA 47
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
Ektomikoriza
Mikoriza Arbuskula
Jaringan Fungi
Di luar dalam akar
Dalam akar
Rasio fungi/jaringan tanaman
Tinggi
Rendah
Jumlah kolonisasi
Satu fungi perujung akar
Multi kolonisasi, tidak dapat dipisah
Primer
Primer spesifik spesies
Primer spesifik FMA
rDNA
Monomorfik dalam spesies
Sangat
polimorfik
dalam
spora
tunggal Kuantifikasi
Jumlah atau berat kering ujung Jumlah klon dari PCR campuran, akar
multiple PCRs, kuantifikasi PCR
Sumber : Redacker et al. (2003) Ujung akar yang dikolonisasi
menyebabkan ekstraksi DNA lebih
ektomikoriza biasanya hanya ditempati
bermasalah (Reddy et al., 2005). Primer
oleh satu jenis fungi saja dan bagian
spesifik FMA diperlukan karena kalau
tersebut
mudah
tidak, sejumlah fungi pathogen dan
dipisahkan. Pada daerah ini, jenis fungi
saprofit akan ikut terdeteksi. Untuk
lain biasanya ditemukan tidak dalam
merancang primer bagi semua fungi
jumlah
fungi
glomelean dan fungi lain sulit, sehingga
ektomikoriza, sehingga primer spesifik
perlu diganti oleh primer spesifik grup.
fungi
DNA
Sepotong akar dapat dikolonisasi oleh
mencukupi. Jumlah ujung akar yang
beberap FMA dan banyak komponen
diduduki oleh satu spesies fungi atau
pengkolonisasi
berat
merupakan ukuran
menggunakan cloning produk PCR
kelimpahan relatif setiap spesies fungi
(Clapp et al, 1995 ; Van Tuinen et al,
terhadap spesies ektomikoriza dalam
1988). rDNA FMA sangat polimorfik
akar.
ektomikoriza
dalam
axenic
dibandingkan dengan banyak fungi lain
dapat
yang
sama
untuk
Beberapa hidup
dengan
mengeluarkan
keringnya
mampu
dengan
fungi secara
dan
spora
karenanya lebih mudah untuk diakses
sekuens
menggunakan
menunjukan
metode
molekular
(
Redacker et al, 2003).
lain
tunggal
rDNA
(mis,
kesamaan
dipisahkan
dan
ITS) dalam
bila
sering satu
spesies.
Jaringan fungi tertanaman dalam
DNA ribosom (rDNA) sangat
pada akar tanaman bermikoriza yang
polimorfik pada spora tunggal FMA. Hal 48
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
ini berbeda dengan jenis fungi lain,
dari
dimana setiap sekuens rDNA berbeda
mencermikan atau mewakili spesies
sering identik dalam satu spesies. Locus
berbeda.
tunggal rDNA berbeda sering identik
alur
lain
Penelitian
dan
karenanya
pada
dalam satu spesies. Lokus tunggal
coronatum,
(rDNA) tidak memberikan potongan
menyimpulkan
gambaran
keragaman
kemungkinan memiliki gen ribosom dari
genetik intra spesies dan daintara
morphospesies berbeda. Dalam banyak
spesies. Masalah ini muncul berkaitan
kasus isolat multi spora sering digunakan
dengan konsep spesies yang didasarkan
dan
pada genealogy gen. Dalam konsep
dengan mengekstrak DNA dari banyak
spesies secara biologis, spesies adalah
spora. Perlu juga dipahami dalam studi
suatu
interbreeding.
molekular komunitas FMA utamanya
molekular
bertujuan mengidentifikasi grup sekuens
unit
Metode
jelas
tentang
individu genetik
memungkinkan
mendapatkan
marka
Clepp
et
Glomus al
spora
analisis
genetik
dan bukan spesies. Grup inilah yang kemudian
jenis yang tidak dapat dikultivikasikan.
morphospesies atau grupnya.
konsep
yang
FMA
dilaksanakan
genetik untuk banyak fungi, termasuk
Karenanya,
(2001)
memiliki
keterkaitan
disebut
Masalah utama dalam penelitian
genealogical concordance phylogenetic,
FMA adalah fungi tidak dengan mudah
spesies recognition (GCPSR) ditemukan
dapat diidentifikasi dalam akar. Secara
untuk mendeteksi aliran gen yang
tradisional, spora dipergunakan untuk
disebabkan oleh interbreeding. Menurut
menentukan spesies yang terdapat dan
konsep ini perbedaan spesies dicirikan
aktif dalam akar, padahal pembentukan
oleh isolasi genetik (Taylor et al., 2002).
spora sangat tergantung pada parameter
Namun konsep spesies berdasarkan
fisiologis dan sering tidak berkolerasi
filogenetik masih dipertanyakan apakah
dengan kolonisasi akar. Jumlah spora
dapat diterapkan pada FMA. Dilaporkan
tidak mencerminkan spesies fungi yang
oleh Kuhn et al (2001) nucleus pada
mengkolonisasi akar secara fungsional
miselium coenocytic dan FMA berbeda
menjadi penting.
secara aseksual (klonal). GCPASR tidak
Struktur fungi dapat terdeteksi
dapat diaplikasikan pada alur klonal,
dalam
akar,
tetapi
morfologinya
sebab setiap jenis secara genetik diisolasi
memiliki kesamaan secara umum dan 49
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 tidak
memadai
untuk
ISSN 1979-8911
keperluan
identifikasi pada tingkat spesies. Untuk dapat
memahami
hubungan
antara
populasi fungi dalam tanah dan akar, perlu mengidentifikasi spesies atau isolat dalam ekologi
kompertemen niche.
berbeda
Disinilah
dari
urgensi
mengembangkan alat molekular untuk mengidentifikasi FMA in situ terbebas dari pembentukan spora. Dalam hal ini PCR sangat diperlukan. Primer yang digunakan ada yang memanfaatkan sekuens
random,
tetapi
umumnya
menggunakan pendekatan sistematik dengan membandingkan sekuens yang telah diketahui fungsinya sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 5. Rendom fragmen amplifikasi dari G. mosseae digunakan untuk spesifik primer spesies ini dan untuk mengembangkan PCR kuantitatif untuk mengukur kolonisasi akar. Clapp et al (1995) menampilkan hasil peneltian pertama tentang populasi lapangan FMA. Hasil PCR untuk spesies Acaulospora dan Scutellospora dengan pengukuran terdapat
jumlah
spora,
ketidaksesuaian
namun antara
kolonisasi akar kuat oleh Glomus dan ketiadaan sporulasi.
50
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
LSU
5’ATCGAAGCTACATTCCTC
7r3
C
Sekuens rDNA LSU Akar
LSU
5’GGGTATCCGTTGCAATCC
Bermikoriza
8r1
TC
LSU
5’TGGTCCGTGTTTCAAGAC
Tabel 5. Primer yang Digunakan untuk
LSU
5’AGCATATCAATAAGCGGA
0599
G
0061,
GGA
2
5’CATAGTTCACCATCTTTC
2
5’AGTTGTTTGGGATTGCAG
LSU
GG
LSU
C
0805
3f1
5’GGGAGGTAAATTTCTCCT
1,2
LSU
TAAGGC
4f1
5’AAATTGTTGAAAGGGAAA
Sumber : Redecker et al (2003)
LSU
CG
1Primers yang digunakan untuk squencing
6f1
5’ATTCGTTAAGGATGTTGA
2Primers yang digunakan untuk amplifikasi
LSU
CG
9f1
5’CCCTTTCAACAATTTCAC
LSU
G
PCR utama 3Primers yang digunakan untuk amplifikasi nested-PCR
1
5r
Jacquot et al (2000) menyarankan
menggunakan
primer
spesifik
dengan
primer
penggunaan nested-PCR dengan spesifik
VANSI
primer untuk memonitor pengaruh faktor
universal primer NS21. Competitive PCR
biotik dan abiotik dalam kompertemen
dapat digunakan untuk mengkuantifikasi
berbeda dari akar. Menggunakan kombinasi
kolonisasi G. Mosseae dalam akar dengan
primer NS31-AMI yang mengamplifikasi
akurasi dan sensitifitas tinggi. Competitive
sekuens gen SSU rDNA dari tiga family
PGR
Glomales,
(2001)
kelimpahan dan distribusi spasial populasi
memperbanyak dan mengembangkan cetak
campuran FMA dalam akar, yang membuka
jari spesies Glomus yang mengkolonisasi
jalan kearah penelitian interaksi spsifik.
Daniel
et
al
berpasangan
takson
juga
memberikan
informasi
tanaman. Dengan demikian keragaman FMA dalam tanah dapat dimonitor. Metode sederhana
untuk
mengkuantifikasi akar
spesies
mendeteksi G.intraradices tanaman
dan
KESIMPULAN
dalam
1. FMA merupakan jenis fungi yang
berlainan
mampu berasosiasi dengan 80% 51
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
spesies tumbuhan, berkembang biak
dalam
dengan
kepentingan identifikasi.
spora
yang
memiliki
jumlah
memadai
untuk
multinukleus, dan memperlihatkan
5. Penggunaan RAPD memungkinkan
variasi genetik di dalam maupun
mendeteksi polimorisme fragmen
diantara
rDNA FMA, dengan penanda relatif
spesies
berdasarkan
analisis sekuens DNA ribosom. 2. Identifikasi morfologi
FMA spora
lebih sederhana dan mudah dalam
berdasarkan
preparasi, serta memberikan hasil
memberikan
lebih
informasi
taksonomi
bermanfaat
untuk
dan
cepat
dan
menghasilkan
jumlah karakter tidak terbatas.
menduga
keanekaragaman, namaun memiliki kelemahan karena produksi spora berbeda untuk tiap spesies dan kondisi
lingkungan,
kemungkinan
serta
tidak
ada dapat
diidentifikasi akibat terkena parasit dan rusak. 3. Deteksi dan identifikasi FMA dapat dilakukan dengan metode yang memberikan hasil lebih akurat, yaitu teknik molekular barbasis DNA, menggunakan prinsip eksploitasi keragaman genetik, berdasarkan pada DNA ribosom yang memiliki copy gen banyak 4. Pemanfaatan
PCR
dalam
identifikasi FMA diperlukan untuk mengatasi
persoalan
simbion
obligat yang menyebabkan FMA tidak
dapat
dikulturkan
tanpa
kehadiran tanaman inang. Dengan teknik PCR, genom DNA tersedia
DAFTAR PUSTAKA
Clapp, J.P., Fitter, A.H. and Young, J.P.W., Ribosomal small subunit sequence variation within spores of an arbuscular
mycorrhizal
fungus
Scutellospora sp. Mol, Ecol., 1999, 8, 915-921. Clapp, J.P., Young, J.P.W., Merryweather, J. W. and Fitter, A.H., Diversity of fungal symbionts in arbuscular mycorrhizae
from
a
natural
community. New Phytol., 1995, 130, 259-265. Clapp, J.P., Odriguez, R.A. amd Odd, D. J. C., inter and intraisolater RNA large subunit variation in Glomus coronatum spores. New Phytol., 2001, 149, 539-554. Daniell, T. J., Husband, R., Fitter, A. H., and Young, J. P. W., Molekular diversity
of
arbuscular 52
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
mycorrhizal
fungi
ISSN 1979-8911
colonisisng
arable crops. FEMS Microbiol Ecol., 2001, 36, 203-209.
sewage sludge. Plant Soil, 2000, 226, 179-188. Lanfranco, L., Delpero, M. and Bonfante,
Di Bonito, R., Elliot, M. L. and Des Jardin,
P.,
Intrasporal
variability
E. A., Detection of an arbuscular
ribosomal
mycorrhizal fungus in roots of
endomycorrhizal
diferent plant spesies with the
Gigaspora margarita. Mol. Ecol.,
PCR. Appl. Environ. Microbiol.,
1999, 8, 37-45.
1995, 61, 2809-2810.
sequences
in
of the
fungud
Mollenhauer, D., Geosiphon pyriformis. In
Gehring, H., SchÜβler, A. And Kluge, M.,
Algae an Symbiosis : Plants,
Geoshiphon pyriforme, a fungus
Animals,
forming
with
Intraction Explored (ed. Reisser,
Nostoc (cyanabacteria) is an
W.), Biopress, Bristol. 1992, pp.
ancestral
339-351.
endocytobiosis
member
of
the
Glomales: Evidence of SSU
Fungi,
Viruses,
Redecker, D., Hijri, I., and Wiekmen, A.,
rRNA analysis. J. Mol. Ecol.,
Molekular
identification
of
1996,43, 71-81.
arbuscular mycirrhizal fungi in
Hosny, M., Gianinazzi-Pearson, V. And
root : Perspectives and problems.
Dulieu, H., Nuclear DNA contents
Folia Geobot., 2003, 38, 113-124.
of 11 fungal species in glomales.
Redecker, D., Kodner, R., and Graham, L.
Genome, 1998,41, 422-429.
E., Glomalean fungi form the
Hosny, M., Paris de Barros, J. GianinazziPearson, V. and Dulieu, H., Base comparison
of
DNA
Ordovician
Science,
2000,
289,1920-1921.
from
Reddy, S. R., Pavan, K., Pindi, and S. M.
Glomalean fungi : highamounts of
Reddy. Molekular methods for
methylated
reserch on arbuscular ,mycorrhizal
cytosine.
Fungal
Genet. Biol., 1997, 22, 103-111. Jasquot, E., Van Tuinen, D., Gianinazzi, S., and
Gianinazzi- Perason, V.,
fungi in India : problem and prospect. Current Science, 2005, 89,1669-1706.
Monitoring species of arbuscular
SchÜβler, A., Mollenhauer, D., Schnepf,
mycorrhizal fungi in planta and in
E., and Kluge, M., Geosiphon
soil by nested PCR : Amplification
pyriforme,
and
to the study ofthen impact of
association
of
endosymbiotic fungus
and 53
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
cyanobacteria: The spore structure
spacer of ribosomal DNA as tool for
resembles
arbuscular
species identification in different
mycorrhizal (AM) fungi. Bot.
genera of the order Glomales. App.
Acta, 1994, 107, 36-45.
Environ.
that
of
SchÜβler, A., Schwarzott, D., and Walker, C., A new fungal phylum, the
Microbial.,
1997,
63,
1756-1761. Zeze, A., Hosny, M., Tuinen D van,
Glomeromycota : Phylogeny and
Gianinazzi-
evolution. Mycol. Res., 2001, 105,
Dulieu, H., MYCDIRE a dispersed
1413-1421.
repetitive
Simon, L., Phylogeni of the Glomales : Deciphering the past to understand
arbuscular
Perason,
DNA
V.,
and
element
mycorrhizal
in
fungi.
Mycol. Res, 1999, 103, 572-576
the present. New Phytol., 1996, 133, 95-101. Taylor, J. W., Jacobson, D. J., Kroken, S., Kasuga, T., Geiser, D.M., Hibbet, D.
S.,
and
Fisher,
Phylogenetic
C.
A.,
species
recognitioned species concepts in fungi. Fungal Genet. Biol., 2000, 31, 21-32. Van Tuinen, D., jacquot, E., Zhao, B., Gollote,
A.,
and
Gianinazzi-
Perason, V., Characterization of root colonization
profiles
by
amicroscosm
community
of
arbuscular mycorrhizal fungi using 25rDNA-tergeted nested PCR. Mol Ecol., 1998, 7, 879-887. White, T. J., Bruns, T., Lee, S., and Tylor, J., In PCR Protocols : Redecker, D., Thierfelder, H., Walker, C., and Warner, D., Restiction analysis of PCR amplified internal transcribed 54