Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
MENGUATKAN KEMBALI PENDIDIKAN KEAGAMAAN DAN MORAL ANAK DIDIK
Yuningsih (Dosen Fakultas Sains dan Tekhnologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Abstaksi Pendidikan keagamaan menjadi salah satu solusi dalam usaha membendung terjadinya kondisi amoral yang tidak seharusnya terjadi belakangan ini, sehingga dengannya di harapkan adanya pembentukan kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Penguatan kembali akan pentingnya pendidikan keagamaan dan moral, salah satu memahaminya ialah dengan kesalahan persepsi dan kesalahan orientasi. Kata-kata kunci: Moral, Keagamaan, Anak Didik Abstract Religion education to be one solution in order to stem the occurrence of immoral conditions that should not have happened lately, so with the expected formation of personal piety and social piety. Reinforcement of the importance of religius and moral education, one way to understand it is to understand the meaning and fuction of religius education , so do not throw an error of perception and orientationj errors. Key Words: Moral,Religion,Children Educate
pelajaran agama Islam. Selama ini,
A. PENDAHULUAN Dewasa ini, pendidikan keagamaan
disekolah kita hanya mempelajari agama
sudah tidak lagi menjadi hal utama dalam
berdasarkan kurikulum yang ditetapkan
proses
khususnya
pemerintah untuk mencari angka dan
pendidikan agama Islam.Ditambahkan
nilai dalam waktu belajar 2 x 45 menit
lagi dengan tidak dimasukkannya mata
dalam satu minggu.
belajar
pelajaran
mengajar,
Pendidikan
Agama
Islam
Dalam pendidikan di sekolah, pada
dalam subjek ujian nasional (UN).Peserta
dasarnya
didik akan lebih mengutamakan enam
bertanggung
subjek UN dibandingkan mempelajari
membentuk sikap dan perilaku peserta
Pendidikan Agama Islam yang nantinya
didiknya menjadi baik, walaupun tidak
tidakl
mendukung
pencapain
angka
standar
terjadi salah persespi
–
angka
kelulusan.Disini dengan mata
semua
guru
jawab
terlibat dalam
dan upaya
mustahil selama ini guru agama yang dianggap
paling
berperan
dan
bertanggung jawab terhadap sikap dan 199
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
perilaku
anak
didik
ISSN 1979-8911
disekolah.
Persoalannya,bagaimana
Setiap
peserta
didik
harus
pendidikan
mengalami bahwa ia dihargai karena dia
agama di sekolah dapat menciptakan
sendiri bukan karena prestasi atau orang
suasana yang dapat memotivasi anak
tuanya. Mereka juga harus diarahkan
untuk gandrung (cinta) pada materi
untuk bersikap aktif, memikirkan apa
agama juga menciptakan kebiasaan hidup
yang dipelajari, kritis serta dewasa dalam
sehari-hari dengan akhlak mulia.
menilai masalah yang dihadapi. Peserta
Kebiasaan yang baik dimulai dari
didk
juga perlu diajak mencermati
sekolah. Ini akan menjadi kiat yang baik
problematika
dalam
sosial,politik,budaya,ekonomi dan hal-
mendidik
akhlak
si
anak.
Misalnya, di sekolah dibiasakan salat
hal
berjamaah,membaca Alquran sebelum
masyarakatnya agar tumbuh sikap dan
jam pelajaran,doa dan zikir bersama tiap
perilaku
minggu,diadakan
Dengan demikian, sistem pengajajaran
keagamaan
dan
lomba-lomba lainya.
Ini
dapat
yang
yang
terjadi
sosial
selama
dikelas
dan
ini
atau
humanismenya.
diterapkan
perlu
memotivasi anak untuk ikut andil dalam
dievaluasi. Mengingat anak sekarang
merubah pola pikir antiagama menjadi
lebih banyak menyerap input-input dari
cinta agama. Pendidikan kita dengan
bermacam-macam
sekolah
pengalaman
sebagai
diharapkan
ujung
yang
dan
berkembang.
menumbuhkan
Sementara metode dan penyajian materi
manusia berkepribadian sehingga dapat
yang diberikan oleh guru-guru kadang-
mengikis mentalitas masyarakat yang
kadang monoton tidak bisa memotivasi
semakin terkontaminasi budaya luar.
anak dalam belajar.
Untuk peserta
mampu
tombaknya
informasi
menumbuhkan didik
pembelajaran
kepribadian
dalam
kembali
kita
keagamaan jadikan
harus pelajaran
peran
penting,untuk mencegah dari tindakan
signifikan guru dan optimalisasi budaya
yang tidak sesuai dengan moral,nilai
sekolah.
hendaknya
yang berlaku, sehingga sikap anak didik
diarahkan untuk menemukan jati dirinya
menjadi sesuai dengan tujuan pendidikan
dan kemampuan intelektual maupun
keagamaan yang pada esensi utamanya
bakat-bakat yang dimilikinya,jadi tidak
ialah mengharapkan terbentuknya anak
sekedar menerima pelajaran.
didik yang iman dan taqwa.
Peserta
dibutuhkan
interaksi
Pendidikan
didik
200
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
terkejut
B. PEMBAHASAN
ketika
untuk
pertama
kali
mendapat anak kita yang masih belia Berbagai persoalan mengenai konsep
berani
melontarkan
kata-kata
kotor
dan aplikasi tentang nilai,moral,sikap dan
kepada guru atau orang tuanya sendiri.
keagamaan
merupakan
Mungkin pula anak yang tadinya manis
masalah yang sekarang ini sangat banyak
dan baik tiba-tiba mencuri uang dalam
menyita perhatian, terutama bagi para
jumlah
pendidik,ulama, pemuka masyarakat dan
sekelas,nyontek,
para orang tua. Terlebih tantangan zaman
merokok,memfitnah
yang semakin kuat, dengan adanya
membaca
globalisasi dan slogan Global Vilage
demikian normal?
anak
didik,
menjadikan para remaja mudah terbujuk oleh
gemerlapnya
dunia
hedonis,
besar,
memeras
teman belajar
buku
teman,atau porno.Apakah
hal
Meskipun saat ini semakin banyak anak terlibat kasus yang menyangkut
konsumeris dan dugem yang makin
moral,kita
menjauhkan anak dari nilai,moral,sikap
bahwa hal ini wajar. Pelanggaran moral
dan perilaku keagamaan tidak henti-
bukanlah hal yang dapat dianggap remeh.
hentinya kita mendengar berita tentang
Seyogyanyalah pelanggaran moral oleh
tindakan kriminalitas yang dilakukan
anak dikoreksi dan tidak dibiarkan begitu
oleh anak-anak didik.
saja. Semakin seriusnya perilaku tak
Secara maknawi, pemahaman moral
tidak
boleh
beranggapan
bermoral yang dilakukan anak yang
sama dengan etika, atau kesusilaan yang
masih
diciptakan
dan
semakin beratnya tantangan bagi orang
agama,yang memberikan norma tentang
tua dalam mendidik anak berperilaku
bagaimana
hidup.(
buruk?
Salah
Panuju,1995).Moral dapat diukur secara
adalah
karena
subyektif dan objektif. Apabila hati
kehadiran orang tua di rumah. Jumlah
nurani ingin membisikan sesuatu yang
yang dipakai orang tua untuk mengajar
benar, maka norma akan membantu
anak-anaknya hidup secara benar juga
mencari kebaikan moral. Anak yang
semakin
berusaha baik secara tekun dalam waktu
pengenalan anak terhadap kehidupan
lama dapat mencapai keunggulan moral
orang tuanya sendiri
yaitu bersikap batin dan berbuat lahir
sedikit. Padahal anak perlu menyaksikan
secara benar. Kita barang kali sangat
orang tuanya secara langsung untuk
oleh
kita
akal,adat
harus
muda
memberikan
satu
petunjuk
kemungkinannya
semakin
berkurang.
jarangnya
Akibatnya
juga semakin
201
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
memperoleh contoh nyata hidup yang
panduan oleh individu untuk menimbang
bermoral.
dan memilih alternatif keputusan dalam
Kesulitan bertambah ketika anak justru
memperoleh
yang
Spranger , kepribadian manusia terbentuk
kurang patut, baik melalu televisi, teman
dan berakar pada tatanan nilai-nilai dan
sekolah,maupun
dewasa
kesejarahan . Meskipun menempatkan
disekitarnya. Ketika perilaku buruk anak
konteks sosial sebagai dimensi nilai
terbentuk
dalam
,perilaku
pengajaran
situasi sosial tertentu. Dalam persepektif
dari
menjadi itu
orng
pola
sudah
kebiasaan
semakin
sulit
kepribadian
Spranger
tetap
manusia,
mengakui
tetapi
kekuatan
dibelokan lagi. Karena itu kita perlu
individu yang dikenal dengan istilah “
memanfaatkan
roh
waktu
sebaik-baiknya
subjektif
“
(subjective
spirit).
untuk membentuk perilaku moral anak-
Sementara itu,kekuatan nilai-nilai budaya
anak kita. Norma-norma lama sudah
merupakan “roh objektif” (objecttive
tidak meyakinkan lagi untuk menjadi
spirit
pegangan. Kenyataannya, anak tidak
kekuatan individual atau roh subjektif
dapat lari dari hati nuraninya,tapi hati
didudukan dalam posisi primer karena
nurani pun tidak berdaya menemukan
nilai-nilai
kebenaran,apabila
berkembang
biasanya
dipakai
norma-norma sebagai
yang
) Dalam
kacamata Spranger,
budaya dan
hanya bertahan
akan apabila
landasan
didukung dan dihayati oleh individu.
pertimbangan menjadi serba tidak pasti.
Spranger menggolongkan nilai ke dalam
Anak berhadapan dengan berbagai tipe
enam jenis, yaitu:
manusia,tutur
hidup,dan
1.
Nilai Teori/Nilai Keilmuan
tingkah laku moral yang bervariasi. Pola
2.
Nilai Ekonomi
kehidupan
semakin
3.
Nilai Sosial/Nilai Solidaritas
cenderung individualis, dengan kontrol
4.
Nilai Agama (A) dasar pertimbangan
kata,gaya
masyarakat
pun
sosial yang relatif longgar. Munculah
benar menurut ajaran agama,kontras
fenomena baru sebagai bagi anak yaitu
dengan nilai (I)
teman sepermainannya,atau tokoh-tokoh serial televisi. 1. Pengertian
5.
Nilai Seni (S) dasar pertimbangan rasa keindahan/rasa seni terlepas dari
Nilai,Moral,dan
Sikap
pertimbangan
material
,kontras
dengan nilai (E)
Menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan 202
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
6.
ISSN 1979-8911
Nilai Politik/Nilai Kuasa (K) dasar pertimbangan
kepentingan
diri/kelompok,kontgras dengan nilai
Nilai-nilai moral itu seperti seruan untuk baik kepada orang lain,memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orng
Sementara itu, istilah Moral berasal dari
kata
latin
Mores”,yang ,kebiasaan
“Mos
berarti
Moris adat
dan
istiadat
,peraturan/nilai-nilai
lain,larangan,berjudi,mencuri,berzina,me mbunuh
dan
meminum
Seseorang
dapat
khamar. dikatakan
atau
bermoral,apabila tingkah laku orang
tatacara dalam kehidupan. Moral pada
tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral
dasarnya merupakan
yang dijunjung tinggi oleh kelompok
rangkaian nilai
tentang berbagai macam perilaku yang
sosialnya.
harus dipatuhi/kaidah norma dan pranata
Sejalan dengan perkembangan moral
yang mengatur perilaku individu dalam
keagamaan
hubungannya dengan kelompok sosial
terdapat aturan-aturan perilaku yang
dan masyarakat. Sedangkan moralitas
boleh,.harus
merupakan kemauan untuk menerima
melakukannya. Aturan-aturan perilaku
dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan
yang boleh atau tidak boleh disebut
prinsip-prinsip moral /aspek kepribadian
moral.
yang
diperlukan
kaitannya
dengan
buruk
bahwa
terlarang
untuk
dalam
Proses penyadaran moral tersebut
kehidupan
sosial
berangsur tumbuh melalui interaksi dari lingkungannya
Moral juga diartikan sebagai ajaran dan
atau
disadari
seseorang
secara harmonis, adil dan seimbang.
baik
mulai
perbuatan
kelakuan,akhlak,kewajiban,
dimana
mendapat
ia
mungkin
larangan,suruhan
dan
,pembenaran,persetujuan,kecaman
dan
celaan,atau
merasakan
atau
akibat-akibat
sebagainya.Dalam moral diatur segala
tertentu yang mungkin menyenangkan
perbuatan yang nilai baik dan perlu
atau
dilakukan,dan
mengecewakan dari perbuatan-perbuatan
suatu
perbuatan
yang
dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan
memuaskan
mungkin
pula
yang dilakukan. Sedangkan sikap, menurut Fishbein
untuk membedakan antara perbuatan
(1985)
yang
kecenderungan)
emosional
yang
salah.Dengan demikian moral merupakan
dipelajari
merespons
secara
kendali dalam bertingkah laku.
konsisten terhadap suatu objek. Sikap
baik
dan
perbuatan
yang
ialah
untuk
predisposisi
(
203
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
merupakan
variabel
latent
yang
ISSN 1979-8911
c.
mendasari,mendireksi,dan mempengaruhi ke
kata/tindakan
hasil
dalam reaksi
kata-
dimana
individu
bagaimana
lain
memperlalukan
sesuai
dengan konsep Chaplin ( 1981 ) dalam “Dictionary
of
menyamakan pendiriaan.
sikap
)
sangat dipengaruhi oleh lingkungan
terhadap
Sedangkan
determinism
perkembangan sikap seseorang itu
objek,baik orang. Peristiwa, situasi dan sebagainya.
lingkungan
(environmentall perilaku.Sikap
diekspresikan
Determinisme
tinggal
dan
lingkungan individu
tersebut
(Mohammad Astori,2008:159-161 )
Psychology” yaitu
Menurutnya
dengan
Sikap
2. Pengertian Agama,Pendidikan
yaitu
Agama
predisposisi/kecenderungan yang relatif
dan
Pendidikan
Keagamaan
stabil dan berlangsung terus-menerus
Agama dari sisi etimologi berasal
untuk bertingkah laku/bereaksi dengan
dari bahasa Yunani
suatu cara tertentu terhadap orang,
tidak dan ‘gama” yang bermakna kacau
lembaga/peristiwa, baik secara positif
balau,carut marut,tak teratur. Sehingga
maupun
untuk
agama ialah suatu tatanan yang berfungsi
melakukan klarifikasi dan kategorisasi .
memberikan keteraturan. Sementara dari
Sedang Stephen
sisi terminologi, menurut Hendropuspito
negatif/predisposisi
R Cover ( 1989 )
mengemukakan tiga teori determinisme
(1983)
(faktor yang menentukan) yang diterima
Agama,menerangkan
secara luas,baik sendiri-sendiri maupun
ialah suatu jenis sistem sosial yang
kombinasi,untuk
dibuat oleh penganut –penganutnya yang
menjelaskan
sikap
manusia, yaitu: a.
b.
dalam
“a” yang berarti
bukunya
Sosiologi
bahwa
Agama
berporos pada kekuatan-kekuatan non
Determinisme Genetis
(genetic
empiris
determinism)
individu
didayagunakannya
untuk
ditirunkan oleh kakek – neneknya
keselamatan
diri
Determinisme
Psikis
(psychic
masyarakat luas umumnya. Sehingga
determinism)
sikap
individu
unsur-unsur agama memuat:
merupakan perlakukan,pola
sikap
hasil
dari
asuh/pendidikan
a.
yang
dipercayainya
bagi
dan
mencapai
mereka
dan
Agama disebut jenis sistem sosial. Menjelaskan bahwa agama adalah
orang tua yang diberikan kepada
fenomena
sosial,suatu
peristiwa
anaknya.
kemasyarakatan,suatu sistem sosial 204
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
b.
dapat dianalisis, karena terdiri atas
melihat agama sebagai sarana terakhir
suatu kompleks kaidah dan peraturan
yang
yang dibuat saling berkaitan dan
bilamana instansi lainnya
terarahkan kepada tujuan tertentu.
berdaya. Sedangkan aspek agama adalah
Agama berporos pada kekuatan-
menurut Joachim Wach ada tiga,yakni:
kekuatan
pertama unsur teoritisnya,bahwa agama
non
empiris,
hal
ini
sanggup
menolong
berurusan
kekuatan-
mengikat penganutnya. Ketiga aspek
kekuatan dari “dunia luar” yang di
sosiologisnya bahwa agama mempunyai
“huni” oleh kekuatan-kekuatan yang
sistem perhubungan dan interaksi sosial.
lebih tinggi dari kekuatan manusia
(Hendropuspita,1983:34-35).
yang
dipercayai
sebagai
sistem
gagal tak
adalah
dengan
suatu
manusia
menyatakan bahwa agama itu khas
dan
c.
ISSN 1979-8911
kaidah
yang
Sementara itu Pendidikan Agama
arwah,roh-roh dan roh tertinggi
dan Pendidikan Keagamaan definisinya
Manusia mendayagunakan kekuatan
sesuai
–kekuatan
untuk
Republik Indonesia Nomor 55 tahun
dan
2007 tentang Pendidikan Agama Islam
di
atas
kepentingannya masyarakat
sendiri sekitarnya.
Yang
dengan Peraturan Pemerintah
dan Keagamaan ,Bab
I Ketetntuan
dimaksud kepentingan (keselamatan)
Umum Pasal 1 Ayat 1 Pendidikan
ialah keselamatan di dalam dunia
Agama
sekarang ini dan keselamatan di
memberikan
“dunia lain” yang dimasuki manusia
membentuk
setelah kematian.
keterampilan
adalah
mengamalkan
pendidikan pengetahuan
sikap
kepribadian
peserta
didik
ajaran
dan dan dalam
agamanya.
Sedangkan
Ayat
agama sebagai pendayagunaan sarana-
Keagamaan
ialah
sarana supra empiris untuk maksud-
mempersiapkan peserta didik untuk dapat
maksud
supra
menjalankan peranan yang menuntut
empiris.Sementara itu,J Milton Yinger
penguasaan pengetahuan tentang ajaran
melihat
agama dan menjadi ahli ilmu agama dan
Thomas F.O Dea mendefinisikan
non
empiris
agama
atau
sebagai
sistem
kepercayaan dan praktek dengan mana
2
yang
“Pendidikan
pendidikan
yang
mengamalkan ajaran agamanya”.
suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga
menghadapi
masalah
terakhir dari hidup ini.Sedangkan Dunlop 205
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
3. Hubungan
antara
ISSN 1979-8911
Nilai,
Moral,Sikap dan Keagamaan
mengenai
objek/sekumpulan
tersebut
dan
selanjutnya
objek akan
mempengaruhi kecenderungannya untuk Nilai merupakam tatanan tertentu
bertindak
terhadap
objek/sekumpulan
atau kriteria di dalam diri individu yang
objek tersebut. Keagamaan ialah segala
dijadikan
mengevaluasi
sesuatu yang berkaitan dengan agama
suatu sistem tertentu. Pertimbangan nilai
baik nilai,moral,sikap maupun perilaku
adalah penilaian individu terhadap suatu
individu yang dilandasi nilai,morar,dan
objek/sekumpulan
sikap dalam ajaran agama.
dasar
untuk
objek
yang
lebih
mendasarkan pada sistem nilai tertentu
Dengan
demikian,
dapat
ditarik
daripada hanya sekedar karakteristik
kesimpulan bahwa nilai merupakan dasar
objek tersebut. Moral merupakan tatanan
pertimbangan
perilaku yang memuat nilai-nilai tertentu
melakukan
untuk
perilaku yang seharusnya dilakukan atau
dilakukan
individu
dalam
bagi
individu
sesuatu,moral
untuk
merupakan
hubungannya dengan individu dengan
dihindari,sedangkan
sikap
merupakan
lain/kelompok/masyarakat.
predisposisi/kecenderungan
individu
Moraritas
merupakan pencerminan dari nilai-nilai
untuk
dan idealitas seseorang. Dalam moraritas
objek/sekumpulan
terkandung
aspek-aspek
perwujudan dari sistem nilai dan moral
kognisi,efektif,dan perilaku, sedangkan
yang ada dalam dirinya, Sistem nilai
sikap merupakan predisposisi tingkah
mengarahkan pada pembentukan nilai-
laku/kecenderungan
nilai moral tertentu yang selanjutnya
yang
bertingkah
sebenarnya,juga
ekspresi/manifestasi individu
dari
merupakn
akan
menentukan
terhadap objek
suatu sebagai
sikap
individu
pandangan
sehubungan dengan objek dan nilai dan
suatu
moral tersebut. Dengan sistem nilai yang
Sikap
dimiliki,individu
terhadap
objek/sekumpulan
laku
merespon
objek.
akan
menentukan
merupakan sistem yang bersifat menetap
perilaku mana yang harus dilakukan dan
dari
dan
mana yang harus dihindari. Ini akan
konasi. Perubahan pengetahuan individu
nampak dalam sikap dan perilaku nyata
tentang
objek
sebagai perwujudan dari sistem nilai dan
dan
moral yang mendasarinya. Sedangkan
agama) akan menimbulkan perubahan
Keagamaan merupakan fundamental dan
perasaan individu yang bersangkutan
spirit bagi lahirnya sistem dan konsep
komponen
kognisi,afeksi,
objek/sekumpulan
(sistem/konsep
nilai,moral,sikap
206
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
nilai,moral dan sikap yang dimiliki
kekuasaan. (3) Autonomi yaitu anak
individu yang termanifes dalam perilaku
telah mempertimbangkan tujuan dan
individu terkait,dalam kehidupan sehari-
konsekuensi
harinya. (Mohammad Asrori, 2008:162 )
peraturan. Adapun Norman J.Bull (1996)
ketaatannya
berkesimpulan 4. Perkembangan
Pendidikan
kepada
bahwa
tahap
perkembangan moral itu adalah: (1) Anomi yaitu anak tidak merasa wajib
Moral dan Keagamaan
untuk menaati peraturan. (2) Heteronomi Konsep perkembangan pendidikan
yaitu anak
merasa bahwa yang benar
moral dapat kita cermati dari buah
adalah patuh kepada peraturan, dan
pikiran Piaget dan Norman J.Bull. Jean
merasa perlu menaati kekuasaan. (3)
Piaget ~ wakil Direktur Institute of
Sosionomi yaitu anak merasa bahwa
Education
Profesor
yang benar adalah patuh pada peraturan
Psikologi Eksperimental di Universitas
yang sesuai dengan peraturan kelompok.
of Geneve, yang dengan cara intensif
(4)
telah melakukan penelitian selama lebih
mempertimbangkan
dari 40 tahun terhadap “Perkembangan
ketaatannya pada peraturan.
Sciences
dan
Struktur Kognitif (Cognitive Structure) dan
Pertimbangan
Moral
(Moral
Autonomi
yaitu
anak
telah
konsekuensi
Dalam perkembangan moral itu titik heterotomi
dan
autonomi
lebih
Judgement)~, beliau berpendapat bahwa
menggambarkan proses perkembangan
pendidikan moral akan berhasil, apabila
dari pada totalitas mental individu.
pendidikan itu dilakukan sesuai dengan
Melalui
tahapan
mengembangkan
perkembangan
moral
anak.
pergaulannya
anak
pemahamannya
Dengan kata lain kedua ahli ini mencita-
mengenai tujuan dan sumber aturan.
citakan adanya strategi pendidikan moral
Sampai usia tujuh atau delapan tahun
yang disesuaikan dengan tahap-tahap
anak dikendalikan oleh seluruh aturan.
perkembangan
moral
anak.
Terhadap
mendefinisikan
tahap
perkembangan
luar,anak belum memiliki pengertian dan
moral sebagai berikut: (1) Pre~moral
motivasi untuk konsisten. Pada tahap
yaitu anak tidak merasa wajib untuk
autonomi anak menyadari akan aturan
mentaati peraturan. (2) Heteronomi yaitu
dan
anak merasa bahwa yang benar adalah
pelaksanaannya.Tahap berikutnya adalah
patuh pada peraturan yang harus menaati
pelaksanaan autonomi.
Piaget
aturan
yang
berasal
menghubungkannya
dari
dengan
207
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
5. Tahapan
ISSN 1979-8911
Sedangkan menurut Norman J. Bull
Perkembangan
Moral dan Keagamaan Anak
terdapat
empat tahap
perkembangan
moral yakni: Pertama-tama
moral
berkembang
1.
melalui adopsi terhadap norma-norma sosial.
Dalam
pengertian
ini
anak
Anatomi yaitu anak tidak merasa wajib untuk menaati peraturan.
2.
Heteronomi
yaitu
anak
merasa
mengambil norma yang dipakai oleh
bahwa yang benar adalah patuh
orang-orang dengan cara mencontoh.
kepada peraturan,dan merasa perlu
Oleh karena itu sebagai seorang guru
menaati kekuasaan.
hendaknya
memberi
contoh
pada
3.
Sosionomi yaitu anak merasa bahwa
muridnya untuk menanamkan norma
yang
yang sesuai. Perkembangan moral dapat
peraturan
juga
peraturan kelompok.
melalui
pemahaman
terhadap
norma. Pengalaman sosial ini didapat melalui
interaksi
dengan
4.
institusi
benar
adalah
yang
Autonomi
patuh
sesuai
yaitu
dengan
anak
mempertimbangkan
pada
telah
konsekuensi
sosial,sistem hukum yang berlaku dan
ketaatan pada peraturan.
hubungan
Sementara itu,Jean Piaget selain
interpersonal.
Bagaimana
tahapan perkembangan moral menurut
mengembangkan
pandangan berbagai tokoh Psikologi?
memperkenalkan
John
Dewey
perkembangan
mengemukakan
moral
dalam
tiga
tahap,yakni: 1.
3.
teori
kognitif,juga perkembangan
moral. Piaget membagi perkembangan moral atas 3 tahap yaitu: 1.
Pre Moral (0 sampai dengan 5
Tahap pra-moral; ini ditandai bahwa
tahun).
anak
tidak/belum merasa wajib untuk
belum
menyadari
keterikatannya pada aturan 2.
teori
Pada
tahap
ini
anak
menaati peraturan.
Tahap Konvensional; ini ditandai
2.
Heteronomous Morality (+ 5 sampai
dengan berkembangnya kesadaran
dengan
akan ketaatan pada kekuasaan
perkembangan
Tahap Otonom; ini ditandai dengan
memandang aturan-aturan sebagai
berkembang nya keterikatan pada
otoritas yang dimiliki Tuhan,orang
aturan
pada
tua dan guru, yang tidak dapat
yang
dirubah,dan harus dipatuhi dengan
yang
resiprositas sama).
didasarkan
(timbal
balik
10
tahun).
Pada
moral
tahap ini,anak
sebaik-baiknya. 208
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
3.
Autonomous
Morality
ISSN 1979-8911
of
konvensional.
Mengikuti
persyaratan
Cooperation 9usia 10 tahun ke atas).
yang dikemukakan Piaget untuk suatu
Moral
melalui
Teori Perkembangan Kognitif, adalah
dapat
sangat jarang terjadi kemunduran dalam
tumbuh
kesadaran,bahwa
orang
memilih pandangan yang berbeda
tahapan-tahapan
terhadap
tindakan
moral.
demikian,tidak ada suatu fungsi yang
Pengalaman
ini
tumbuh
berasa dalam tahapan tertinggi sepanjang
anak
waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk
terhadap suatu tingkah laku. Dalam
melompati suatu tahapan; setiap tahap
perkembangan
selanjutnya,anak
memiliki perspektif yang baru dan
berusaha mengatasi konflik dengan
diperlakukan,dan terintegrasi dibanding
cara-cara
paling
tahap sebelumnya.
mulai
Menurut
menjadi
dasar
akan penilaian
yang
menguntungkan, menggunakan
dan standar
keadilan
terhadap orang lain.
Gunarsa;
ini.
Kohlberg
Miller;
Feldman,1998)
Walaupun
(Crain,1992:
papilia,Old
ada
beberapa
tahap
perkembangan Menurut Piaget, pengalaman ini
dan
moral,
diantaranya:pre~conventionalmarality,m
menyadarkan anak bahwa norma bersifat
orality
flexible,merupakan
conformity,dan morality of autonomy
kesepakatan
of
sosial,yang dapat disesuaikan dengan
moral principle.
keinginan mayoritas. Lain halnya dengan
Tingkat
Kohlberg.
Lawrence
conventional
role
pra~konvensional
dari
Kohlberg,
penalaran moral umumnya ada pada
perkembangan
anak-anak,walaupun orng dewasa juga
kognitif dari Jean Piaget, sehinggga
dapat menunjukan penalaran dalam tahap
melahirkan teori perkembangan moral.
ini. Seseorng yang berada dalam tingkat
Melalui penelitian yang menggunakan
pra~konvensional menilai moralitas dari
pendekatan kuantitatif, akhirnya dapat
suatu
menyimpulkan
konsekuensinya
mengembangkan
teori
tahap
perkembangan
moral individu. Tahap perkembangan moral dari
tindakan
berdasarkan
langsung.
Tingkat
pra~konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan
Kohlberg dikelompokan ke dalam tiga
murni
melihat
tingkatan:
egosentris.
diri
dalam
bentuk
pra`konvensional,konvensional,dan pasca 209
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
Ketika
berada
dalam
suatu
ISSN 1979-8911
Fase
kedua,
Relativis
tekanan,maka individu akan menuruti
Instrumental/relativistic/hedonism/resipr
suatu
guna
ositas/minat pribadi,yakni ada faktor
menghindari hukuman (punishment) dan
pribadi yang bersifat relatif dan memiliki
ingin memperoleh suatu kaidah (reward).
prinsip kesenangan.Anak akan mematuhi
perintah/peraturan
Fase orientasi
pertama,individu
memiliki
suatu
kepatuhan
berusaha
membuat
dan
aturan,kalau
aturan
dirinya
tersebut
senang
atau
menghindari hukuman. Individu harus
menguntungkan dirinya. Pada fase kedua
patuh pada otoritas (orang tua). Agar
ini menempati posisi apa untungnya buat
menghindari hukuman.Dalam hal ini,
saya, perilaku yang benar didefinisikan
seorang
memiliki
dengan apa yang paling diminati .
kesadaran terhadap apa yang dilakukan.
Penalaran tahap dua kurang menunjukan
Kesadaran dan Pemahaman, nilai benar-
perhatian pada kebutuhan orang lain,
benar
oleh
hanya sampai tahap bila kebutuhan itu
(orang
juga berpengaruh terhadap kebutuhannya
individu
salah,
belum
amat
ditentukan
evaluasi penilaina orng lain
tua/orang dewasa). Dengan demikian
sendiri,seperti
“kamu
kepatuhan individu bersifat semu dan
punggungku,dan
akan
wajar, bila individu tidak akan patuh
punggungmu.”
kalau bertindak tanpa diketahui oleh
perhatian
orang lain. Dalam fase pertama ini,
didasari oleh loyalitas atau faktor yang
individu-individu memfokuskan diri pada
bersifat
konsekuensi langsung
persepektif tentang masyarakat dalam
dari tindakan
Dalam
kepada
orang
intrinsik.
garuk kugarung tahap
dua
lain
tidak
Kekuarangan
mereka yang dirasakan sendiri. Sebgai
tingkat
contoh, suatu tindakan dianggap salah
dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab
secara
semua
moral
bila
orang
yang
pra~konvensional,berbeda
tindakan
dilakukan
untuk
melakukannya dihukum. Semakin keras
melayani kebutuhan diri sendiri saja.Bagi
hukuman diberikan dianggap semakin
mereka dari tahap dua,perpektif dunia
salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia
dilihat sebagai sesuatu yang bersifat
tidak tahu bahwa sudut orang lain
relatif secara moral.
berbeda dari sudut pandang dirinya.
Fase ketiga, orientasi mengenai anak
Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis
yang baik, yakni agar menjadi anak yang
otoriterisme.
baik,maka sikap dan perbuatan individu harus diterima oleh masyarakat. Mau 210
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
tidak mau, seorang anak harus patuh dan
mempertahankan
taat terhadap aturan-aturan yang berlaku
tersebut. Oleh karena itu segala sikap dan
di masyarakat. Ketidakpatuhan hanya
tindakan dinilai dan diawasi oleh diri
akan mendatangkan cemoohan dan caci
sendiri
maki
sehingga
tindakan orang lain,agar sesuai dengan
memalukan diri sendiri atau menjatuhkan
norma sosial. Dalam fase ini, adalah
harga
penting
dari
orang
diri.
memasuki
lain,
Dalam
fase,
masyarakat
seseorang
serta
pentingnya
mengontrol
untuk
norma
tindakan-
mematuhi
hukum,
dan memiliki
keputusaan, dan konvensi sosial karena
peran sosial. Individu mau menerima
berguna dalam memelihara fungsi dari
persetujuan atau ketidaksetujuan dari
masyarakat. Penalaran moral dalam tahap
orang-orang lain karena hal tersebut
empat lebih dari sekedar kebutuhan akan
merefleksikan persetujuan masyarakat
penerimaan individual seperti dalam
terhadap peran yang dimilikinya. Mereka
tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus
mencoba menjadi seorang anak baik
melebihi kebutuhan
untuk memenuhi harapan tersebut,karena
utama sering menentukan apa yang benar
telah
gunanya
dan apa yang salah, seperti dalam kasus
melakukan hal tersebut. Penalaran tiga
fundamentalisme. Bila seseorang bisa
menilai moralitas dari suatu tindakan
melanggar hukum, mungkin orang lain
dengan mengevaluasi konsekwensinya
juga akan begitu sehingga ada kewajiban
dalam
hubungan
atau tugas untuk mematuhi hukum dan
interpersonal,yang mulai menyertakan
aturan. Bila seseorang melanggar hukum,
hal seperti rasa hormat,rasa terimakasih,
maka secara ia salah secara moral,
dan
sehingga celaan menjadi faktor yang
mengetahui
ada
bentuk
golden
rule.
Keinginan
untuk
mematuhi aturan dan otoritas ada hanya
signifikan
untuk membantu peran sosial yang
memisahkan yang buruk dari yang baik.
stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan
Fase
dalam
pribadi. Idealisme
tahap
ini
karena
kelima,
orientasi
terhadap
antar
dirinya
dengan
memainkan peran yang lebih signifikan
perjanjian
dalam penalaran, tahap ini ; ‘mereka
lingkungan sosial. Individu mempunyai
bermaksud baik’.
kesadaran dan keyakinan pribadi bahwa
Fase normaa menyadari
keempat, -
norma
mempertahankan
dengan berbuat baik, maka ia pun akan
sosial.
diperlukan dengan baik pula oleh orang
kewajiban
Individu
untuk
ikut
lain. Dan keyakinan ini timbul dari hati
melaksanakan norma yang ada dan
nurani. Dalam fase ini individu-individu 211
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
dipandang sebagai memiliki pendapat-
etika universal. Hukum hanya valid bila
pendapat dan nilai-nilai yang berbeda,
berdasar pada keadilan, dan komitmen
dan
mereka
terhadap keadilan juga menyertakan
dihormati dan dihargai tanpa memihak.
keharusan untuk tidak mematuhi hukum
Permasalahan
yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai
adalah
penting
yang
bahwa
tidak
dianggap
sebagai relatif seperti kehidupan dan
kontrak
pilihan jangan sampai ditahan atau
tindakan
dihambat.
dihasilkan secara kategoris dalam cara
Kenyataannya
tidak
ada
sosial
tidak
moral
deontis.
Keputusan
yang
memang anda siapa membuat keputusan
hipotetis secara kondisional. Hal ini bisa
kalau yang lain tidak . Sejalan dengan
dilakukan dengan membayangkan apa
itu, hukum dilihat sebagai kontak sosial
yang akan dilakukan seseorang saat
dan bukannya keputusan kaku. Aturan-
menjadi
aturan
mengakibatkan
memikirkan apa yang dilakukan bila
kesejahteraan sosial harus diubah bila
berpikir sama. Tindakan yang diambil
perlu
kebaikan
adalah hasil konsensus. Dengan cara ini,
sebanyak-banyaknya
tindakan tidak pernah menjadi cara tapi
orang. Hal tersebut diperoleh melalui
selalu menjadi hasil; seseorang bertindak
keputusan mayoritas, dan kompromi.
karena hal itu benar, dan bukan karena
Dalam
ada
tidak
demi
terbanyak
terpenuhinya
untuk
hal
ini,
pemerintahan
yang
dan
untuk
pilihan yang pasti benar atau absolut
yang
absolut
penting
orang
harapan,legal,atau
penalaran fase lima.
sebelumnya.
Dengan
keenam,
prinsip
semakin
berkembangnya
universal.
tumbuh
dan
norma-norma
etika
secara
lain,yang
maksud
demokratis tampak berlandaskan pada
Fase
bukannya
juga
pribadi,sesuai sudah
Walau
disetujui
Kohlberg
yakin
bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang
menggunakannya
secara
dalam dirinya, maka individu akan
konsisten.Tampaknya
menyesuaikan sikap dan tindakannya
kalupun ada, yang bisa mencapai tahap
agar sepadan dengan
enam
prinsip-prinsip
kebenaran yang diakui secara global. Jadi melampaui
batas-batas
dari
model
orang
Kohlberg
sukar,
ini.
(Mohamad Asrori,2008:158)
suku,
bangsa,agama, dan jenis kelamin. Dalam fase ini, penalaran moral berdasar pada
6.
Faktor-faktor Mempengaruhi
yang Pendidikan
penalaran abstrak menggunakan prinsip 212
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
Nilai,
Moral,
Sikap
dan
ISSN 1979-8911
mempengaruhi
perkembangan
nilai,moral,sikap dan perilaku keagamaan
Keagamaan Anak Didik
individu yang tumbuh dan berkembang Nilai, moral dan sikap serta perilaku
di dalamnya.
keagamaan adalah aspek-aspek yang
Remaja
berkembang pada diri individu melalui
berkembang
interaksi antara aktivitas internal dengan
keluarga,sekolah dan masyarakat yang
pengaruh
Pada
penuh rasa aman secara psikologis,pola
awalnya seorang anak belum memiliki
interaksi yang demokratis,pola asuh bina
nilai-nilai dan pengetahuan mengenai
kasih,dan
nilai moral tertentu atau tentang apa yang
berkembang
dipandang baik atau tidak baik oleh
memiliki nilai luhur,moralitas tinggi,serta
kelompok sosialnya, selanjutnya, dalam
sikap dan perilaku keagamaan yang
interaksinya dengan lingkungan, anak
terpuji. Sebaliknya,individu yang tumbuh
mulai belajar mengenai berbagai aspek
dan
kehidupan
dengan
psikologis yang penuh konflik, pola
nilai,moral dan sikap serta perilaku
interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang
keagamaanDalam konteks ini lingkunan
penuh otoriter dan permisif,dan kurang
merupakan
besar
religius, maka harapan agar anak dan
pengaruhnya bagi perkembangan nilai,
remaja berkembang menjadi individu
moral, sikap dan perilaku keagamaan
yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas
individu.
tinggi, sikap dan perilaku keagamaan
stimulus
yang
eksternal.
berkaitan
faktor
yang
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkambangan nilai,moral,sikap
yang di
dalam
religius
dapat
menjadi
berkembang
yang
tumbuh
terpuji
dan
lingkungan
diharapkan
remaja
dalam
menjadi
yang
kondisi
diragukan.
(Mohammad Asrori,2008:164-165)
dan perilaku keagamaan individu itu mencakup aspek psikologis,sosial,budaya
7. Proses Pembelajaran Untuk
dan fisik kebendaan,baik yang terdapat
membantu
dalam
sekolah
Nilai,Moral,Sikap,dan
Kondisi
Keagamaan Subjek Didik
maupun
lingkungan
keluarga,
masyarakat.
psikologis,interkasi,
pola
kehidupan
beragama, berbagi sarana rekreasi yang tersedia
dalam
Perkembangan
lingkungan
keluarga,sekolah dan masyarakat akan
Berdasarkan
sejumlah
hasil
penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai
terjadi
melalu
identifikasi 213
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
dengan orang-orang yang dianggapnya
tidak
sebagai model. Bagi mereka gambaran-
anaknya,hal ini disebabkan kurangnya
gambaran yang diidentifikasi adalah
pengetahuan
orang-orang
yang
dipengaruhi rasa ego. Ketidakkompakan
simpatik,orang-orang terkenal dan hal-
orang tua dalam mendidik anaknya
hal yang ideal yang diciptakan sendiri.
berakibat kurang baik terhadap moral
Syamsu Yusuf (2007: 133) Menyatakan
anak,biasanya
bahwa : “Perkembangan moral seorang
membedakan mana yang baik dan mana
anak
oleh
yang buruk, mana yang boleh dan mana
orang
yang tidak boleh, patuh pada aturan
dewasa
banyak
lingkungannya,
dipengaruhi terutama
dari
tuanya”.
kompak
dalam
orang
tua
mendidik
dan
mereka
juga
bingung
bapak atau patuh pada aturan ibu, dan
Dari
pernyataan
diatas
dapat
lain sebaginya. Maka sebaiknya ayah dan
dimengerti bahwa perkembangan moral
ibu
anak sangat dipengaruhi oleh faktor
memberikan didikan pada anak-anaknya.
lingkkungan
menyamakan
persepsi
dalam
sekitarnya,utamanya
keluarganya yang setiap hari berinteraksi dengan anak. Boleh jadi baik dan
2. Sikap orang tua dalam Keluarga
buruknya perkembangan moral anak tergantung pada baik dan buruk moral keluarganya. Agar
dengan
secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan
keagamaan
Sikap orang tua dalam keluarga
anak
baik
dapat
moral
berkembang
sebaiknya
keluarga
perkembangan proses
moral
peniruan
anak.
Melalui
(imitasi)
mereka
merekam sikap ayah pada ibu dan
utamanya ayah dan ibu memperhatikan
sebaliknya,sikap
orang
tua
pada
hal-hal sebagai berikut :
tetangga-teangga sekitarnya akan dengan mudah ditiru oleh anak. Sikap yang
1. Konsisten dalam mendidik
otoriter orang tua akan membuahkan sikap yang sama apada anak. Sebaliknya
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan
perlakuan
yang
sama
dalam
sikap
kasih
sayang,
keterbukaan,
musyawarah, dan konsisten, juga akan
melarang dan membolehkan tingkah laku
membuahkan
sikap yang sama pada
tertentu pada anak. Pada kenyataannya
anak, oleh karenanya sebaiknya orang
masih banyak kita jumpai orang tua yang
tua menberikan contoh (tauladan) moral 214
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
yang baik pada anak-anaknya, agar
berpengaruh
dimasa yang kan datang anak-anaknya
perkembangan moral keagamaan yang
menjadi orang yang berguna.
baik pada anak.
3.
penghayatan dan Pengamalan
Agama yang dianut Orang
positif
terhadap
C. PENUTUP Secara nasional, bangsa Indonesia
berkewajiban
kini sedang terjangkit penyakit bcareless
menanamkan ajaran-ajaran agama yang
society, masyarakat yang tidak peduli
dianutnya kepada anak, baik berupa
kepada
nasib
bimbingan-bimbingan maupun contoh
mereka
dirundung
implementasinya
kehidupan
moral. Generasi muda mudah tergiur
sehari-hari. Keteladanan orang tua dalam
narkoba,generasi tua dihinggapi KKN
menjalankan
keagamaan
kronis yang meluluhlantakan, sendi-sendi
merupakan cara yang paling baik dalam
perdaban masyarakat, sedangkan secara
menanamkan moral keagamaan anak.
global,
Dengan perkembangan moral keagamaan
tantangan baru negatif maupun positif
yang baik pada anak sudah barang tentu
bagi manusia. Jika hal-hal negatif tidak
akan dipengaruhi terhadap budi pekerti
segera diwaspadai dan diantisipasi, maka
atau tingkah laku anak pada masa yang
hal itu akan membuat lingkungan hidup
akan datang.
di muka planet Bumi kian tidak nyaman
Disamping
tua
dalam
moral
faktor
pengaruh
keluarga, faktor lingkungan masyarakat
kiri-kanan.
abad
Akibatnya
berbagi
ke-21
ini
penyakit
membawa
dihuni. Tanda-tanda ke arah itu cukup jelas.
dan pergaulan anak juga mempengaruhi
Kerusakan
perkembangan moral keagamaan anak,
bencana alam di mana-mana. Tindak
pada perkembangannya terkadang anak
kekerasan
lebih percaya kepada teman dekatnya
maupun kuantitasnya. Bom bunuh diri
dari pada pada orang tuanya,terkadang
dianggap wajar. Merajalela dan tidak
juga lebih mematuhi orang-orang yang
dapat dicegahnya tindak korupsi,kolusi,
dikaguminya
nepotisme, (KKN); kemiskinan tampak
seperti;
gurunya,artis
favoritnya, dan sebagainya.
begitu
lingkungan
kian
jelas,
hidup
bertambah
rapuhnya
dan
kualitas
kelembagaan
Keluarga dengan moral keagamaan
keluarga;penyalhgunaan obat terlarang,
yang baik dan lingkungan masyarakat
ketidaksalingpercayaan (mutual distrust)
yang
antarwarga,
baik,
secara
teoritis
akan
buruk
sangka
antar 215
Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2
ISSN 1979-8911
kelompok sosial, antar kelompok intern
System Pengajaran Modul. Bandung
umat
Rosdakarya.
beragama,antar-ekstern
beragama;melemahnya
umat
solidaritas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
kemanusian;dan banyak lagi penyakit
Nomor
sosial lainnya.
Pendidkan
Menghadapi situasi itu, pendidkan
55
Tahun
2007
Agama
dan
tentang:
Pendidikan
Keagamaan.
keagamaan moral,dan sikap menjadi
Santrock,John
salah satu usaha dalam membendung
Development, New york: McGraw~Hill
terjadinya
Publixhing Company.
keadaan
diharapkan
diatas.
adanya
Sehingga
pembentukan
W.
2004.
Child
Sobur. Alex (2003) Psikologi Umum .
kesalehan pribadi dan kesalehan sosial.
Bandung. Pustaka Setia
Oleh karena itu kita perlu menguatkan
Soeitoe.
kembali akan pentingnya pendidikan
pendidikan. Jakarta; Lembaga Penerbit
keagamaan dan moral, dan salah satu
Fakultas Ekonomi
cara memahaminya dengan arti dan
Sunarto.
fungsi
Agung.Dra.1999. Perkembangan Peserta
dari
pendidikan
keagamaan
Samuel.
1982.
Prof.Dr.H.
dan
Psikologi
Hartono,
tersebut, sehingga tidak menimbulkan
Didik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
kesalahan
Surya Brata. Sumadi (2002). Psikologi
persepsi
dan
kesalahan
orientasi.
Pendidikan . jakarta. Rajawali Press Syah,
Muhibbin
(1996)
Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
DAFTAR PUSTAKA Asrori, Muhammad, 2008. “Psikologi Pembelajaran”, Bandung: CV. Wacana Prima.Cet II, Juli 2008
Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Syarifudin Tatang (2006). Landasan Pendidikan . Bandung. UPI pers Yusuf
Syamsu
Perkembangan
(2007) Anak
dan
Psikologi Remaja.
Bee, Helen. 2006, The Develoving Child.
Bandung Rosdakarya.
U.S>A.: A Pearson Education Company.
Yusuf Syamsu. Juntika Nurihsan (2005)
Hurlock
Landasan Bimbingan Dan Konseling.
B
Elizabeth
(1980)
develomental Psycology, New York.
Bandung Rosdakarya.
Mc.Graw Hill Book Company.Inc.
Zulkifli. 2005. Psikologi Perkembangan.
Makmun Psikologi
Syamsuddin.
Abin
Kependidikan
(2007)
Bandung ; PT Remaja Rosdakarya.
Perangkat 216