ISSN 2086 ‐ 7352
JURNAL
KONSTRUKSIA VOLUME 2 NOMER 1
NOVEMBER 2010
PEMAHAMAN KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL TERHADAP TANTANGAN ERA GLOBALISASI Sarwono Hardjomuljadi
STUDI BANDING PENGARUH FAKTOR AIR SEMEN DAN KADAR FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN DAN PERMEABILITAS BETON RINGAN Hidayat Mughnie
PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA: MENATA ULANG PERAN PEMERINTAH DAN DUNIA USAHA SWASTA DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR Endy Arif Budyanto Endy Arif Budyanto
SEJARAH BATU BATA MERAH PEJAL Irza Ahmad
ANALISIS SAMBUNGAN SISTEM SARUNG SEBAGAI SOLUSI KEGAGALAN STRUKTUR AKIBAT PERBEDAAN SOLUSI KEGAGALAN STRUKTUR AKIBAT PERBEDAAN MATERIAL KONSTRUKSI Haryo Koco Buwono
MODEL KEBUTUHAN TRANSPORTASI MENGGUNAKAN DATA VOLUME LALU LINTAS Rusmadi Suyuti y
TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 2 Nomor 1 Halaman 1 – 62 November 2010
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomor 1 November 2010
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA REDAKSI
Penanggung Jawab Pemimpin Redaksi Dewan Redaksi
Staf Redaksi
Seksi Umum
Disain Kreatif Terbit Alamat Redaksi
: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE. : Ir. Haryo Koco Buwono, MT. : Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD. DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi : Ir. Nadia, MT. Ir. Trijeti, MT. : Ir. Saifullah Imam Susandi : Ir. Haryo Koco Buwono, MT. : Per Semester ( Dua Kali Setahun ) : Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Ilustrasi cover diambil dari: http://www.faqs.org/photo‐dict/photofiles/list/7485/10059legal_contract.jpg
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomor 1 November 2010
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA Volume 2 Nomor 1 November 2010
Diterbitkan oleh: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomor 1 November 2010
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 2 Nomer 1 di bulan November 2010 ini. Pada penerbitan yang pertama telah menerima berbagai macam masukan dan kritikan yang bersifat membangun, dengan harapan akan membuat Jurnal ini menjadi semakin baik. Pada edisi ini, cukup mewakili semua bidang keilmuan di Teknik Sipil, mulai dari Manajemen Kontrak dengan mengangkat tema PEMAHAMAN KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL TERHADAP TANTANGAN ERA GLOBALISASI YANG makalahkan oleh DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi, yang saat ini beliau menjabat di Staf Khusus Mentri PU. Manajemen Infrastruktur, PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA: MENATA ULANG PERAN PEMERINTAH DAN DUNIA USAHA SWASTA DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR. Kemudian dari teknologi bahan konstruksi, Sistem Transportasi hingga Analisa Konstruksi. Pemunculan jurnal ini sebagai pembelajaran dalam mengembangkan keilmuan di Teknik Sipil di Indonesia, khususnya Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta. Semoga pada penerbitan yang kedua ini dapat memberikan khasanah ketekniksipilan. Amiin Jakarta, November 2010 Pemimpin Redaksi
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomor 1 November 2010
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi PEMAHAMAN KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL TERHADAP TANTANGAN ERA GLOBALISASI ………………………… 1 – 8 STUDI BANDING PENGARUH FAKTOR AIR SEMEN DAN KADAR FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN DAN PERMEABILITAS BETON RINGAN ............................................................ 9 – 22 PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA: MENATA ULANG PERAN PEMERINTAH DAN DUNIA USAHA SWASTA DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR ………………………………..……… 23 – 30 SEJARAH BATU BATA MERAH PEJAL .................................................. 31 – 38 ANALISIS SAMBUNGAN SISTEM SARUNG SEBAGAI SOLUSI KEGAGALAN STRUKTUR AKIBAT PERBEDAAN MATERIAL KONSTRUKSI ……………………………………………………… 39 – 48 MODEL KEBUTUHAN TRANSPORTASI MENGGUNAKAN DATA VOLUME LALU LINTAS ………………………………………………… 49 – 62
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomor 1 November 2010
ISSN 2086‐7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi‐ inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan. 2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan April dan Januari. 3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan. 4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan. 5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat : a. Judul b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika ada) 6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7‐10. 7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out dan soft copy (CD). Alamat redaksi : Jurnal KONSTRUKSIA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat. Telp. 42882505, Fax. 42882505 Email.
[email protected]
Pemahaman Kontrak Konstruksi Internasional (Sarwono Hardjomuljadi)
PEMAHAMAN KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL TERHADAP TANTANGAN ERA GLOBALISASI1 oleh : Sarwono Hardjomuljadi Staf Khusus Kementrian Pekerjaan Umum dan Pemukiman/ email:
[email protected] ABSTRAK: Bidang konstruksi di indonesia diatur dengan Undang-Undang 18/1999, dimana salah satu butir tentang Tujuan pengaturan jasa Konstruksi adalah ”menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban”, yang merupakan juga tuntutan dalam bidang jasa konstruksi nasional maupun internasional. Saat ini di Indonesia untuk proyek-proyek dengan pendanaan dalam negeri banyak digunakan ”tailor made contract” yang merupakan ”unilateral contract” disiapkan oleh pengguna jasa dengan keberpihakan tentunya kepada pengguna jasa. Dalam menghadapi era globalisasi, apa yang sudah bisa dilakukan harus segera dilakukan, yaitu peningkatan pemahaman standar kontrak internasional yang merupakan suatu hal yang ”mandatory” dalam pelaksanaan konstruksi ke depan, upaya pendorong dukungan dari pemerintah adalah pemberlakuan standar kontrak nasional sebagai upaya pembelajaran bagi penyedia jasa nasional. Kata Kunci: Konstruksi, kontrak, jasa, undang-undang ABSTRACT: Construction sector in Indonesia is set by Law 18/1999, where one grain of goal setting is a construction services "ensure equality of status between the service user and service provider in the rights and obligations", which is also the demands in the field ofnational and international construction service. Currently in Indonesia for projects with funding in the country are widely used "tailor made contract" which is a "unilateral contract" prepared by the service user with the alignments of course the service user. In the era of globalization, what can be done must be done, namely to increase the understanding of international contractual standards is a matter that "mandatory" under construction to the front, driving the support of government efforts is the implementation of standard national contract as efforts to learning for service providers national. Keywords: Construction, contract, services, laws
UMUM Semua kegiatan dalam bidang konstruksi di Indonesia diatur dengan “Undang-Undang 18/ 1999 tentang Jasa Konstruksi” yang mengatur semua hal yang berkaitan dengan jasa konstruksi. Undang-undang ini pada Bab II Azas dan Tujuan, pasal 3, menyatakan bahwa pengaturan jasa konstruksi di Indonesia bertujuan untuk: a. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban,serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1
Knowledge Sharing Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta, 13 Juli 2010 1|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
c.
Mewujudkan peningkatan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi.
Dari tujuan tersebut di atas, dapat dijabarkan menjadi lima tujuan pokok, yaitu: 1. Mendorong arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi menjadi struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi. 2. Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. 3. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban. 4. Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Mewujudkan peningkatan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi.
Mewujudkan usaha yg kokoh dan berdaya saing tinggi
Mewujudkan kualitas yang baik
Mewujudkan kesetaraan dalam hak & kewajiban
Meningkatkan kepatuhan pada peraturan
Meningkatkan peran serta masyarakat
DIAGRAM 1: Tujuan Undang-Undang 18/ 1999 tentang Jasa Konstruksi Mengingat butir 3 sebenarnya merupakan dasar dari butir yang lain maka pembahasan selanjutnya akan dibatasi pada bagaimana melaksanakan butir 3 untuk mencapai tujuan pengaturan jasa konstruksi di Indonesia. Kesetaraan dalam hak dan kewajiban dapat dicapai jika kedua belah pihak yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa mempunyai itikad baik untuk itu, itikad saja tidak cukup, perlu adanya suatu perbaikan sistem, dalam hal ini ”kontrak yang berimbang dan tidak berat sebelah”. Pada saat ini di Indonesia untuk setiap proyek konstruksi dari pengguna jasa yang berbeda, biasanya disiapkan suatu “general conditions of contract” (syarat umum kontrak, ketentuan umum kontrak dsb) yang berbeda pula, bahkan dalam suatu institusi terkadang dibuat suatu Syarat Umum Kontrak yang “tailor made” untuk setiap kontrak, yang disiapkan oleh penyedia jasa konsultan yang tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Pembuatan “general conditions of contract” yang “tailor made” ini, sebenarnya memerlukan banyak “effort” dan menimbulkan biaya yang sebenarnya tidak perlu ada. Sebagai gambaran, untuk menyelesaikan suatu “general conditions of contract” yang “tailor made” pengguna jasa harus menunjuk penyedia jasa konsultan untuk menyiapkannya, di samping harus mengalokasikan SDM untuk memeriksa dan melakukan evaluasi akhir dari draft “general conditions of contract” yang disiapkan oleh konsultan tersebut. Kegiatan ini tentunya juga memerlukan banyak waktu untuk pembuatannya. Jadi penggunaaan 2|K o n s t r u k s i a
Pemahaman Kontrak Konstruksi Internasional (Sarwono Hardjomuljadi)
standard conditions of contract akan menghemat biaya dan waktu, seperti dinyatakan oleh Adriaanse (2007) 2 : ” Using standard form avoid the costs and time of individually negotiated contracts.” Dampak negatif yang mungkin timbul dalam kaitannya dengan klausula-klausula dalam kontrak adalah akan ditemuinya klausula kontrak yang terkesan berat sebelah dan tidak fair dan menguntungkan salah satu pihak, biasanya pihak pengguna jasa, hal ini jelas bertentangan dengan pasal 3 Undang Undang 18/1999 di atas, karena di situ jelas diatur bahwa kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus diwujudkan. Kontrak konstruksi yang adil dan berimbang (fair and balanced contract) adalah salah satu prasarana yang harus dikembangkan, karena tanpa itu maka semua tujuan pembinaan di bidang jasa konstruksi di Indonesia akan gagal CONDITIONS OF CONTRACT YANG SAAT INI DIGUNAKAN DI INDONESIA Syarat Umum Kontrak (General Conditions of Contract) untuk proyek-proyek di sektor publik (public sector project) yang dipergunakan di Indonesia pada saat ini sangat beragam, mulai dari Algemene Voorwarden Voor De Uitvoering Bij Aaneming Van Openbare Werken yang dikenal sebagai AV 41 3 (diterjemahkan dari Bahasa Belanda ke dalam Bahasa Indonesia oleh Soekarsono Malangjoedo) hingga FIDIC Conditions of Contract for Works of Civil Engineering Construction 4 yang diterbitkan oleh Federation Internationale des Ingenieurs-Conseils, yang berkedudukan di Geneva, Switzerland. Conditions of Contract bidang konstruksi di Indonesia untuk sektor publik, seperti disampaikan dimuka masih dibuat secara “tailor made” dan belum distandarisasi, hal ini juga terjadi pada sektor swasta. Pembuatan “tailor made conditions of contract” yang dibuat untuk kepentingan pengguna jasa, secara sekilas memang menguntungkan bagi pengguna jasa, tetapi dalam jangka panjang justru akan mengakibatkan timbulnya masalah baru, karena kontraktor nasional yang selalu diletakkan pada posisi sulit akan selalu merugi dan dampaknya jumlah kontraktor nasional yang mampu akan berkurang, atau paling tidak akan kehilangan daya saing dengan kontraktor asing yang sudah mulai masuk ke Indonesia dalam rangka globalisasi. Standar conditions of contract yang adil dan berimbang akan sangat mendukung perkembangan dunia jasa konstruksi terutama sebagai salah satu sarana pembinaan kontraktor dalam negeri. Penggunaan suatu standar conditions of contract pada kontrak konstruksi sektor publik di Indonesia akan menambah familiarity para pihak yang terkait, mengurangi banyak effort yang tidak berhasil guna pada proses pengadaan dan meningkatkan efisiensi pada kegiatan administrasi kontrak (contract administration). Dampak positif penggunaan standar conditions of contract tidak hanya di sisi pengguna jasa seperti disampaikan di atas, disisi penyedia jasa pun banyak mendapat dampak positif dari diberlakukannya suatu standar conditions of contract bagi semua kontrak konstruksi sektor publik di Indonesia. Penyedia jasa tidak perlu lagi membaca dan memelajari secara berulang setiap conditions of contract dari tiap proyek dengan pengguna jasa yang berbeda, karena semuanya mempergunakan standar conditions of contract yang sama. John Adriaanse (2007): “Construction Contract Law”, halaman 5 Soekarsono Malangjoedo (1941): Syarat-syarat Umum Untuk Pelaksanaan Bangunan Umum Yang Dilelangkan, 4 FIDIC (1992): Conditions of Contract for Works of Civil Engineering Construction, 4 th Edition, 1987 reprinted 1992 with further amendments. 3|K o n s t r u k s i a 2 3
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Singapura sebagai tetangga terdekat kita, telah menerbitkan untuk pertama kalinya The Public Sector Standard Conditions of Contract (PSSCOC)5 yang wajib digunakan untuk semua proyek sektor publik sejak 1995, yang dikembangkan dari FIDIC Conditions of Contract setelah sebelumnya menggunakan conditions of contract.tersebut secara utuh. Building and Construction Authority of Singapore tidak berhenti sampai di situ, tetapi selalu melakukan review dan mengembangkannya dengan menerbitkan edisi kedua pada Juli 1999, edisi ketiga pada Januari 2004 dan kemudian dijiwai dengan diterbitkannya Building and Construction Industry Security of Payment Act 2004, diterbitkan edisi keempat pada Maret 2005 dan edisi kelima pada Desember 2006. Australia saat ini mempergunakan standar AS4000-1997 6 “General Conditions of Contract suitable for wide variety of construction and building contracts including civil, mechanical, electrical and other types of engineering contracts” yang dilaksanakan secara paralel dengan standar terdahulu yang masih dipakai yaitu AS2124-1992 7 “General Conditions of Contract for wide variety of civil engineering, building, electrical and mechanical engineering and other types of construction contracts”. Jepang dengan adanya Reform of Bidding and Contracting Procedure for Public Works 8 dan kemudian dipertegas dengan adanya persetujuan dengan World Trade Organization9 maka untuk suatu batasan tertentu diharuskan adanya competitive bidding (tender terbuka) di Jepang, dengan konsekuensi harus dipergunakannya standar FIDIC Conditions of Contract sebagai suatu standar conditions of contract yang direkomendasikan oleh lender internasional seperti The World Bank, Japan Bank for International Cooperation, Asian Development Bank dsb. Hingga saat ini beberapa negara ASEAN untuk proyek-proyek sektor publik masih mempergunakan FIDIC Conditions of Contract secara utuh bagi semua proyek sektor publik di antaranya Filipina10, demikian juga Malaysia11 . Malaysia melalui CIDB (Construction Industry Development Board) telah membuat suatu standar “Form of Contract for Building Works” pada tahun 2000 yang dipergunakan pada proyek-proyek yang mempergunakan anggaran pemerintah Malaysia sendiri. Pada saat Indonesia sudah melaksanakan penyiapan pembuatan Standar Persyaratan Umum untuk Sub-kontrak yang telah disiapkan bahan bahasannya dan saat ini sedang dilaksanakan pembuatannya oleh suatu tim yang dibentuk oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) sesuai dengan penugasan Anggaran Dasar LPJKN. Kegiatan kontrak konstruksi sangat dinamis (dynamic) dan tak tentu (uncertain), bahkan resiko pada suatu proyek konstruksi terkadang sangat kompleks. Pada suatu proyek Building and Construction Authority of Singapore (2006): Public Sector Standard Conditions of Contract (PSSCOC) , 5th Edition 6 Council of Standard Australia (1997): General Conditions of Contract, AS 4000-1997 7 Council of Standard Australia (1992): General Conditions of Contract, AS 2124-1992 8 Central Council on Constructing Business of Japan (1994): Reform of Bidding and Contracting Procedure for Public Works. 9 World Trade Organization (1996): Agreement on Government Procurement in Japan 10 Department of Public Works and Highway of The Phillipines (2006): Procurement-Civil Works 11 Zurina Zainul Abidin (2007), HAPUA Meeting :Project No.4, Procurement Circle, 25-26 April, TNB, Kualalumpur. 4|K o n s t r u k s i a 5
Pemahaman Kontrak Konstruksi Internasional (Sarwono Hardjomuljadi)
infrastruktur skala besar secara teoritis resiko dan kewajiban harus dibagi secara adil diantara para pihak melaui pengaturan secara kontraktual, yang biasanya mempergunakan FIDIC General Conditions of Contract. Walaupun demikian untuk menghindari resiko yang tidak diperkirakan sebelumnya dan menghindari terjadinya sengketa selama pelaksanaan, kontraktor internasional harus menaruh perhatian pada karakteristik lokal dan praktekpraktek kontrak setempat .12 MASALAH YANG DIHADAPI PENYEDIA JASA KONSTRUKSI INDONESIA Pada saat ini seperti sudah penulis sampaikan terdahulu, kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang Conditions of Contract Internasional di kalangan penyedia jasa nasional di Indonesia. Penulis pernah menunjuk penyedia jasa nasional konsultan, pada TOR disyaratkan seorang dengan klasifikasi tertentu menyangkut posisi “contract engineer”, ternyata konsultan mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga tersebut dan akhirnya menunjuk personil ‘asing” dari salah satu negara Asean. Dana dalam negeri ini akhirnya terpaksa keluar ke personil asing. Penulis melihat pada kurikulum perguruan tinggi keteknikan, utamanya sipil dan arsitektur belum semua perguruan tinggi memasukkan pengetahuan tentang kontrak, yang hingga saat ini masih masuk sebagai bagian dari mk “aspek hukum kontrak”, baru pada beberapa perguruan tinggi diberikan mk “administrasi kontrak” dengan substansi yang tepat, karena banyak juga yang hanya mengajarkan bagaimana melakukan administrasi pekerjaan yang dikontrakkan yang sebenarnya lebih tepat merupakan bagian dari mk. manajemen proyek atau bahkan hanya diajarkan masalah yang terkait dengan hukum kontrak secara murni. Bagaimana kita akan mengahadapi pesaing global sejalan dengan globalisasi kelak, bahkan dengan adanya MRA (Mutual Recognition Agreement) antar negara ASEAN yang akan diratifikasi dalam waktu dekat, jika tidak dikelola dengan baik, maka justru akan merupakan masalah besar bagi tenaga profesional Indonesia. Apa yang disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan dikutip Kantor Berita nasional ANTARA, dibawah ini kami harapkan akan dapat merupakan pemacu kesadaran kita semua akan pentingnya pengetahuan mengenai standar kontrak internasional.
Jakarta, (ANTARA News) – The government will soon make it a rule that tenders for large-scale construction projects must meet the international standards of FIDIC (Federation Internationale Des Ingenieurs Conseils), Public Works Minister Djoko Kirmanto said. "By adhering to FIDIC standards, tenders can be participated in by all contractors, including contractors from other parts of the world," the Minister said here 12
Chotchai Charoenngam and Chien-Yuan Yeh (1999): Contractual risk and liability sharing in hydropower construction, International Journal of Project Management Vol 17, page 29-37, Elsevier. 5|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Thursday. He said at present only a few Indonesian contractors were able to meet international standards in project tenders but it was time that more and more of them acquired the ability so that they could also compete overseas. "We now live in a world that is becoming increasingly globalized so it is time that tenders for large-scale projects conform with FIDIC standards so that world-class players can also take part," he said. According to the minister, many infrastructure projects requiring huge investments would be implemented in Indonesia in the future and therefore tenders should increasingly be made to meet FIDIC standards so that interested world-class contractors would have no difficulty in making bids. On the other hand, by getting used to meeting international tender standards, Indonesian contractors would also be increasing their ability to take part in tenders in other countries, he said. So far, only very few Indonesian contractors were already accustomed to complying with international tender standards. Three of them were Waskita Karya, Wijaya Karya and Adhi Karya.(*) TANTANGAN BAGI PENYEDIA JASA KONSTRUKSI INDONESIA Melihat permasalahan yang kita hadapi khususnya dalam hal kemampuan konsultan Indonesia dalam bidang “administrasi kontrak” maka peningkatan kemampuan dalam bidang ini merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi. Dengan adanya MRA, konsultan dari negara ASEAN yang lain akan masuk dan “bermain” di lapangan Indonesia, apakah kita akan menjadi penonton atau bahkan penyedia jasa konsultan Indonesia akan menjadi pemberi tugas bagi para professional negara lain ? sungguh sangat ironis. Standar kontrak Internasional, mau tidak mau, suka tidak suka akan diberlakukan di Indonesia, utamanya karena kita harus membuka pasar global dan hingga saat ini kita tidak mempunyai cukup dana untuk melaksanakan pembangunan sendiri, seperti sudah diantisipasi oleh FIDIC dengan diterbitkannya Conditions of Contract for Design Build and Operate (2007), Conditions of Contract for EPC (1999) di samping kontrak konvensional yang disyaratkan oleh para opemberi pinjaman antaranya IBRD, ADB, JBIC dsb. yang kita semua sudah kenal, meskipun belum kita dalami yaitu Conditions of Contract for Construction (1999) dan kemudian Conditions of Contract for Construction MDB Harmonised Edition (2006) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan lisensi dari ©FIDIC (2008) oleh penulis bersama tim LPJKN dan Inkindo yang dapat diakses juga melalui website FIDIC. PENUTUP Demikian Insya Allah apa yang penulis paparkan di atas akan menjadi pendorong bagi kita semua untuk memahami semua persyaratan internasional, pemahaman akan pentingnya kontrak yang adil dan berimbang, seperti dinyatakan dalam Ar Rahmaan QS: 55.9 ”Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”. Pemahaman standar kontrak konstruksi internasional bukan hanya untuk bekerja ke luar negeri, tetapi juga untuk menjaga pangsa pasar di Indonesia bagi penyedia jasa konsultan 6|K o n s t r u k s i a
Pemahaman Kontrak Konstruksi Internasional (Sarwono Hardjomuljadi)
maupun kontraktor. Tentunya semua itu tidak hanya menunggu tetapi kita harus berusaha bersama, intinya kita harus saling mengisi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Intinya adalah “usaha”, seperti dinyatakan dalam An-Najm QS 53:39 yang merupakan pendorong bagi kita untuk berusaha, karena janji Allah SWT “…….seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang telah diusahakannya”. DAFTAR PUSTAKA American Institute of Architect: “General Conditions of the Contract for Construction A201”, 1997 2. Building and Construction Authority of Singapore: “Public Sector Standard Conditions of Contract for Construction Work” 5 th Edition, 2006 3. Bunni, Nael G., “The FIDIC Forms of Contract”, Blackwell Publishing, 3rd Edition, 2008 4. Chow, Kok Fong, ”Construction Contracts Dictionary”, Sweet & Maxwell Asia, 1 st Edition, Singapore, 2006 5. FIDIC, “General Conditions of Contract for Civil Engineering Works”, 4 th Edition, Geneva, 1987, amended 1992 6. FIDIC, “General Conditions of Contract for Construction”, 1 st Edition, Geneva, 1999 7. FIDIC, “General Conditions of Contract for EPC/Turnkey Project, 1 st Edition, Geneva, 1999 8. FIDIC, “General Conditions of Contract for Construction, MDB Harmonised Edition, 1 st Edition, Geneva, 2006 9. Garner, Bryan A., “Black’s Law Dictionary”, Thomson West, St. Paul , 2004 10. Hardjomuljadi, Sarwono, “Pre Contract Strategy for Minimizing Construction Claims Impact on Hydro Electric Power Plant Projects in Indonesia” , Tarumanagara University, Jakarta, 2009 11. Hardjomuljadi, Sarwono, “The Metamorphosis of FIDIC GCC Clauses and the Main Causal Factors of Construction Claims in Indonesia”, Paper Presented at FIDIC AsiaPacific Contract Users’ Conference, Hong Kong, 29-30 June 2009 12. Hardjomuljadi, Sarwono; Abdulkadir, Ariono and Takei, Masaru, “Construction Claim Strategy based on FIDIC Conditions of Contract”, ISBN:979-97749-2-6, Polagrade, Jakarta, 2006. 1.
7|K o n s t r u k s i a
Studi Banding Pengaruh Faktor Air Semen dan Kadar Fly Ash (Hidayat Mughnie)
STUDI BANDING PENGARUH FAKTOR AIR SEMEN DAN KADAR FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN DAN PERMEABILITAS BETON RINGAN oleh : Hidayat Mughnie Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadyah Jakarta email:
[email protected] ABSTRAK: Kadar air semen (w/c) sangat mempengaruhi kuat tekan beton, kadar air semen yang kecil menghasilkan kuat kuat tekan yang besar.. sebaliknya kadar air semen besar menghasilkan kuat tekan beton yang kecil. Abu terbang ( fly ash) dapat meningkatkan kuat tekan beton, karena fly ash mengandung Si02 yang tinggi, kekuatan beton meningkat karena butiran mikrosilika yang sangat hales bereaksi dengan air dan Ca(OH)2 (kapur) akan menghasilkan Massa yang padat, sehingga menghasilkan kekuatan yang lebih besar. Pada percobaan ini kuat tekan yang paling besar adalah. 50 Mpa yang dihasilkan oleh campuran denga perbandingan air semen ( w/c) =0.3 dan penambaban fly ash 30%. Kata Kunci: Fly Ash, Beton, w/c, Si O2 ABSTRACT: The water cement content (w / c) greatly affect the strength of concrete, a small water content produces a strong cement compressive strength is great water content of cement instead of concrete compressive strength result small. Fly ash can increase the strength of concrete, because the fly ash contains a high Si02, the concrete strength increases as grain mikrosilika very Hales react with water and Ca(OH)2 (lime) will produce a solid mass, resulting in power greater. In this experiment the greatest compressive strength is 50 Mpa produced by the mixture of premises water cement ratio (w / c) equal 0.3 and 30% flyash. Keywords: Fly Ash, Concrete, w/c, Si O2
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beton adalah bahan utama konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, karena bahan dasar beton mudah didapat, harganya relatif murah dan beton mudah dibentuk sesupi dimensi yang diperlukan, juga kekuatan beton dapat dibuat sesuai konstruksi yank akan dipakai. Dengan pesatnya perkembangan teknologi beton, maka telah diakukan bebmpa penelitian tentang beton, baik beton normal, beton mute tinggi maupun beton ringan. Yang kesemuanya itu tergantung, dari jenis material yang digunakan. Dengan mengetahui sifatsifat dari material bahan dasar beton, maka kombinasi yang tepat akan menambah kinerja beton. Penggunaan fly ash (abu terbang), sangat dimungkinkan karena fly as mempunyai sifat yang bisa memperbaiki kinerja beton, fly ash dapat dibuat agregat kasar sehinga menjadi agregat kasar yang ringan, yang akhimya bisa mengurangi berat dari beton. Disamping, itu juga serbuk fly ash bisa langsung dicampurkan pada waktu pembuatan beton, agar kinerja beton lebih baik seperti misalnya kekuatan, dan permeabilitynya meninakat. Bila nantinya banyak ditemukan teknologi beton yang menggunakan fly ash, mak4 bahan ini bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin, karena produksi fly ash sisa pembakaran batu barn pada pembangkit tenaga listrik di Indonesia setiap tahun sangat banyak, 9|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
TUJUAN PENELITIAN Maksud penelitian adalah untuk memanfaatkan abu terbang ( fly ash ) yang banyak sekah di hasilkan oleh pembangkit tenaga uap yang ada di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sejauh many pengaruh faktor air semen dan kadar fly ash terhadap kuat tekan dan permabilitas dan hasilnya akan dicari formulasi rancang campur beton ringan BATASAN MASALAH Penelitian ini difokuskan pada variasi factor air semen dan kadar fly ash, sifat mekanik beton yaitu kuat tekan, modulus elastisitas dan permeabilitas beton, sifat-sifat material pembentuk beton Sedangkan benda uji yang digunakan adalah silinder ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, silinder ukuran diameter 10 cm tinggi 20 cm dan benda uji persegi dengan ukuran 20 x 20 x 12 cm. HIPOTESA Dengan menggunakan factor air semen yang kecil, kekuatan beton akan meningkat, dan perambahan kadar fly ash tertentu juga akan meningkatkan kekuatan beton, permeabilitas beton yang menggunakan factor air semen yang kecil dan penambahan fly ash tertentu, permeasibilitasnya juga akan meningkat. TINJAUAN PUSTAKA BETON Beton adalah campuran pasta semen, agregat dan admixture. Pasta semen terdiri dari semen, air dan bahan additive, sedangkan agregat terdiri dari agregat halus ( pasir ), agregat kasar ( kerikil ) atau agregat lainnya. Beton dikatakan baik dan seragam bila memenuhi persyaratan Kekuatan (strength) beton mencapai kekuatan yang disyaratkan Keawetan (durability) beton memiliki keawetan yang cukup Ekonomi: beton yang ekonomis dan didalamnya termasuk workability. Yang mempengaruhi kekuatan beton adalah kualitas pasta semen, kualitas agregat serta kepadatan beton. Kualitas, pasta yang baik mempunyai air semen yang Tendah, perawatan yang cukup dan semen yang cukup. Kualitas agregat yang baik, mempunyai striWur yang baik, gradasi yang seragam serta bentuk texture yang baik sedangkan kepadatan beton yang baik bila air semen rendah, kandungan pdara rendah, plastis dan lecak serta pemadatan yang baik. Beton memiliki keawetan (durability ) yang cukup bila porositas kecil, permeabiltasnya kecil, tahan terhadap cuaca, kedap, air dan tahan terhadap abrasi, tahan terhadap serang sulfas, alkali dan zat-zat yang bisa merusak beton. Sedangkan beton yang ekonomis bila penggunaan bahan yang efektif (banyak, agregat besar pada batas maksimum, nilai slump minimum dan semen minimum), Operational yang efektif (peralatan yang sesuai, metode, yang efektif, (perencanaan operational, organisasi dan pemeriksaan yang baik), mudah untuk dilaksanakan. 10 | K o n s t r u k s i a
Studi Banding Pengaruh Faktor Air Semen dan Kadar Fly Ash (Hidayat Mughnie)
Beton ringan structural adalah beton yang memiliki agregat nngan atau campuran aggregat kasar ringan dan agregat halus alami dengan kekentalan tidak boleh melampaui berat isi maksimum beton 1850 kg/m3 dan harus. Memenuhi persyaratan kuat tekan dan kuat tank belah rata-rata untuk beton nngan structural ADMIXTURE BAHAN TAMBAH KIMIA Admixture adalah suatu bahan yang ditambahkan kedalam campuran beton selain semen, agregat dan air selama pengadukan untuk merubah atau piendapatkan sifat tertentu dari beton. Penambahan admixture pada adukan beton dapat mengurangi pemakaian air, selain itu jugs dapat mempercepat atau piemperlambat pengerasan adukan beton. Jenis bahan tambah chemical admixture ada beberapa macaw menurut ASTM C494[2] Menurut ASTM C494-92 ada 7 tipe bahan tambah kimia campuran beton yaitu 1). Tipe A "water reducing admixture", bersifat mengurangi jumlah air pencampur untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu. 2). Tipe B "retarding admixture", berfimgsi menghambat pengikatan beton. 3). Tipe C "accelerating admixture", berfungsi mempercepat pengikatan beton dan pengembangan kekuatan awal beton. 4). Tipe D "water reducing and retarding admixture", berftmgsi ganda mengurangi jumlah air pencampur untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan menghambat pengikatan beton. 5) Tipe E "water reducing and accelerating admixtures",berfungsi ganda mengurangi jumlah air pencampur untuk menghasilkan beton yang konsisitensinya tertentu dan mempercepat pengikatan beton. 6) Tipe F "water reducing, high range admixture", berfungsi mengurangi jumlah air pencampur untuk menghasilkan beton dengan konsisitensi tertentu sebanyak 12 %. 7). Tipe G "water reducing, high range and retarding admixture", berfungsi mengurangi jumlah air pencampur untuk menghasilkan beton dengan konsistensinya tertentu sebanyak 12% dan menghambat pengikatan beton. Kekuatan beton dapat ditingkatkan dengan mengurangi kadar rasio air semen, semakin kecil rasio air semen, kekuatan beton semakin meningkat, untuk itu dapat dipakai bahan tambah kimia jenis pereduksi air tipe F, yaitu superplastisizer yang berfungsi mendispresikan butiran-butiran semen sehingga tidak terjadi penggumpalan adukan dan kelecakan yang diinginkan dapat diperoleh dengan perbandingan air smeen sekecil mungkin. Penambahan superplastisizer dapat pengurangi kandungan air 20% - 30 % tanpa menurunkan kelecakan, KUAT TEKAN BETON Kekuatan tekan beton tergantung dari jenis campuran, sifat-sifat agregat, faktor air semen, tingkat kepadatan, lama dan kualitas perawatan dan faktor lain seperti bahan aditif Apabila beton diberi beban, maka sifat tegangan regangan dari beton tergantung dari pada kekuatan beton, umur saat dibebani, kecepatan pembebanan dan ukuran benda uji. Besarnya tegangan dihitung berdasarkan perbandingan antara besar beban aksial terhadap lugs bidang permukaan yang 4ibebam, dengan persamaan berikut : =
P A
……………………………………………………….
2.1 11 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Dimana:
= tegangan P = beton aksial A = luas bidang tekan
Sedangkan besarnya deformasi akibat gaya aksial yang bekerja pada suatu elemen adalah: L =
PxL AxE
Dimana: L
……………………………………….
2.2
= deformasi aksial E = modulus elastisitas L = panjang elemen.
Sedangkan regangan adalah perubahan panjang akibat beban aksial terhadap panjang elemen. =
L L
……………………………………….
2.3
Hubungan tegangan dengan regangan adalah =xE ……………………………………….. 2.4 Tegangan maksimum yang dicapai pada regangan tekan 0.002 sampai 0.0025, sedangkan regangan ultimit pada saat hancur beton antara 0.003 sampai 0.0008, tetapi dalam praktek biasanya diambil regangan 0.003 sampai 0.004. PERBANDINGAN AIR DAN SEMEN (WATER/CEMENT RATIO) Water/cement ratio sangat menentukan porositas awal dari pasta. porositas awal akan meningkat apabila perbandingan air dan semen meningkat. Hubungan antara, kekuatan pasta dan w/c ratio adalah sebagai berikut [7][9]: Menurut rumus Feret 2
fc =
c c w a
fc =
1 1 w / c a / c
Dimana: c
2.5
……………………………………
2.6
2
= semen w = air a = void
12 | K o n s t r u k s i a
…………………………………..
Studi Banding Pengaruh Faktor Air Semen dan Kadar Fly Ash (Hidayat Mughnie)
MODULUS ELASTISITAS Modulus elastistas beton ditentukan dan perubahan tegangan terhadap regangan dalam batas, elastisnya., modulus elastisitas ini adalah suatu, ukuran dari kekakuan (stiffeners) atau days tahan bahan terhadap deformasi Dalam pengujian dengan standard ASTM C46987,"C469-87a" Standard Test Method for Static Modulus of Elasticity and Poisson Ratio of Concrete in Compression ". Besarnya, modulus elastisitas ditentukan sebagai berikut-. Ec = atau E= Dimana: E
UnitStress (tegangan ) Unitregangan(regangan) S 2 S1 2 0.00005
…………………………..
2.11
………………………………….. 2.12
= modulus elastisitas (Mpa) S1 = tegangan pada saat 40% dari tegangan batas (Mpa) S2 = tegangan pada saat regangan 0.0005 (Mpa) 2 = regangan longitudinal akibat tegangan sebesar S2
Menurut SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.1.5 Untuk beton normal modulus elastisitasnya adalah : Ec = 4700fc’ (Mpa)
…………………………
2.13
Dengan mempertimbangkan berat isi beton, wc, maka modulus elastisitas: Ec = 0,043 wc 1.5 c’ (Mpa) Dimana: wc
…………………….
2.14
= berat isi (kg/m3) Ec = modulus elastisitas beton (Mpa)
Formula dari ACI 363-92 untuk beton mutu 21 Mpa < fx < 83 Mpa, maka Ec = 3320fc’+6900 (Mpa)
………………………………
2.15
………………………………
2.16
Menurut PBI 1971 ps. 10.9 ayat 2 Ec = 19000bm,h
bm,h = kuat tekan rata-rata umur h hari (kg/cm2) Menurut ACI 318 R-95 pasal 8.5 Modulus elastisitas beton adalah: Ec Ec
= 57000fc’ (psi) ……………………………… = 4700fc’ (Mpa)………………………………
2.17 2.18 13 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Dengan mempertimbangkan berat isi beton, wc, maka modulus elastisitas: Ec Ec
= 33 wc1.5fc’ (psi) = 0.043 wc 1.5 fc’ (Mpa)
………………………………. ……………………… 2.20
2.19
Dimana: wc = berat isi (90 – 155 lb/ft3 atau 1500 – 2500 kg/m3) PERMEABILITAS Permeabilitas beton diartikan sebagai ukuran kemudahan lolos air menembus, beton. Permeabilitas ini sangat penting terutama ditinjau dari keawetan (durability), karena dapat mengendalikan laju serangan agresif kimia dan pergerakan air. Salah satu parameter yang sangat mempengaruhi keawetan (durability) dari beton adalah perbandingan air dan semen. Bila perbandingan air dan semen dikurangi, maka porositas pasta ikut berkurang sehingga beton menjadi lebih kedap air. Permeabilitas beton dapat ditentukan dengan pengujian permeabilitas air yang dinyatakan dengan koefisien permabilitas yang dapat, dihitung dengan rumus Darcy [7] sebagai berikut :
1 dQ h k A dt L Dimana: dQ/dt
………………………………
2.21
= debit aliran air (cm3/detik) k = koefisien permeabilitas (cm/detik) L = ketebalan benda uji (cm) A = luas penampang benda uji (cm2) h = tinggi tekanan (cm)
Nilai permeabilitas beton [2] 1. Permeabilitas dari mature hardened paste adalah 0.10 x 10-12 cm / detik untuk water semen ratio yang berkisar 0.30 sampai dengan 0.70 2. Permeabilitas dari batuan ( rock) yang umumnya dipakai untuk campuran beton bervariasi antara 1.7x10-9 sampai dengan 3.5 x 10-13 3. Permeabilitas untuk beton yang berkualtias baik kurang 1 x 10-10 cm/detik HASIL STUDI EKSPRIMENTAL DAN ANALISA PENDAHULUAN Hasil yang diperoleh dari studi eksprimental di Laboartorium dianalisa untuk endapatkan gambaran tentang kuat tekan, formulasi, modulus elastisitas dan permeabilitas beton ringan dengan menggunakan agregat ringan buatan Hakagribb dan dengan memakai bahan additif fly ash. HASIL UJI SLUMP Pengujian slump adalah penting untuk mengetahui tingkat kelecakan dari adukan beton, tingkat kelecakan ini mempengaruhi terhadap kemudahan pengerjaan ( workability) dari 14 | K o n s t r u k s i a
Studi Banding Pengaruh Faktor Air Semen dan Kadar Fly Ash (Hidayat Mughnie)
beton. Pada kadar air yang kecil yaitu w/c = 0,3 untuk mendapatkan nilai slump yang besar, maka dipakai superplastisizer 2 %. Hasil uji slump dalam pembuatan campuran beton, pada w/c = 0,3 dengan memakai superplastisizer 2%, didapat nilai slump 20 cm. Pada w/c=0.4dan w/c=0.5 tanpa memakai admixture nilai slump 14 cm sampai 20 cm. Sedangkan pada w/c=0.6 dam w/c=0.7 didapat adukan beton yang flow. PERKEMBANGAN UJI KUAT TEKAN Untuk beton yang menggunakan fly ash, perkembangan kekuatan beton pada umur 28 hari keatas masih sangat besar, oleh karena proses hidrasinya lambat. Berikut ini disajikan grafik perkembangan kuat tekan beton pada umur 7,28,56 dan 90 hari. HASIL UJI KUAT TEKAN Hasil uji kuat tekan beton ringan yang pada penelitian ini, memakai agregat ingan Hakagribb seperti terlihat pada tabel.4.2 Berdasarkan hasil uji kuat tekan tersebut bahwa kadar air semen sangat mempengaruhi kekuatan beton, semakin kecil kadar air semen, hasil uji kuat tekan semakin besar. Ini disebabkan karena dengan perbandingan kadar air semen yang kecil, maka porositas yang yang terjadi pada past semen semakin kecil. Sehingga dengan berkurangnya porositas pada pasta semen, beton semakin padat dan akan menghasilkan kuat tekan beton yang besar. Juga penambahan mikrosilika, sangat mempengaruhi hasil kuat tekan, pada percobaan ini hasil uji kuat tekan yang memakai additif mineral (fly ash 15 %), nilainya, lebih kecil dari campuran beton fly ash 20%, sedangkan pernakaian fly ash sebanyak 30% menghasilkan uji kuat tekan yang paling besar. Penambahan mikrosilika pada campuan beton akan menghasilkan jumlah CSH gel lebih banyak, selain itu karena butir-butir mikro silika kecil sekali, sehingga mengisi poripori pasta semen dan mengisi pori-pori agregat , dan pasta semen semakin padat yang berarti porositas pasta berkurang dan kekuatan tekan beton akan meningkat. Hasil dari pengujian kuat tekan beton ditampilkan pada graft berikut ini. BERAT ISI BETON Pada kadar air semen 0.7, berat isi beton terlihat lebih ringan dari pada yang berkadar air semen 0.3, jugs pada campuran fly ash yang kecil berat isi beton lebih kecil dibandingkan dengan beton dengan campuran fly ash yang besar. Ini disebabkan karena pada kadar air semen yang kecil dan campuran fly ash yang besar, kepadatan dari beton cukup baik, sehingga pori nya kecil. Sehingga kuat tekan beton meningkat. Dari hasil percobaan didapat berat isi beton antara 1800 s/d 2083 kg/m3 MODULUS ELASTISITAS Nilai modulus elastisitas diambil berdasarkan pengujian kuat tekan aksial benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Hasil pengujian modulus elastisitas beton ringan Hakagribb pada umur 90-hari dengan yang diambil dari rata-rata duo bush benda uji untuk campuran beton dengan w/c=0.3 , w/c=0.4 dan w/c=0.5, menghasilkan nilai modulus elastisitas 28000 sampai 32000 Mpa. Pada percobaan ini dilkukan pengujian modulus lastisitas hanya pada w/c=0.3, w/c=0.4 dan w/c=0.5, dari variasi ketiga kadar air semen tersebut sudah dapat mewakili keseluruhan campuran. Hasil pengujian ini di bandingkan dengan rumusan berdasarkan SKSNI T-15-1991.03 dan ACI yang rumusnya adalah sebagai berikut Ec = 0.043.wc1.5 .
f ' c , dimana Ec adalah modulus elastisitas dalam Mpa, wc 15 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
adalah berat jenis beton dalam kg/m3 dan f c adalah kuat tekan beton Mpa. Hasil pengujian modulus elastisitas dibandingkan dengan rumus SKSNI T-151991.03 dan ACI adalah sebagai berikut Dari hasil penelitian terlihat bahwa besar nilai modulus elastisitas dipengaruhi oleh berat isi, berat isi meningkat modulus elastisitas jugs meningkat, sebaliknnya berat isi kecil, modulus elastisitas turun. Ini dikarenakan berat isi besar, kepadatan beton besar, kuat tekan besar, regangan kecil seperti yang terlihat pada Label grafik dibawah ini. Tabel 4.2. Hasil penujian modulus elastisitas dibandingkan dengan SKSNI/ACI w/c 0.3 0.4 0.5
Berat jenis (kg/m3) 2010 2020 2040 1960 1980 2010 1940 1950 1970
f/c 15% 20% 30% 15% 20% 30% 15% 20% 30%
fc (Mpa) 49.232 49.515 50.364 47.251 47.534 48.949 44.988 45.695 46.968
Modulus elastisitas Sample 1 Sample 2
Rata-rata (Mpa)
SKSNI/ACI (Mpa)
31258.37 31438.01 31976.95 30180.49 31078.72 31034.8 28563.68 28994.83 29821.2
31309.47 31493.355 31920.675 30163.625 31044.125 31216.11 28498.05 28937.07 29737.71
27188.56 27470.33 28117.31 25648.27 26125.21 27110.31 24644.46 25029.65 25767.29
31360.57 31548.70 31864.40 30146.76 31009.53 31397.42 28432.42 28879.31 29654.22
FORMULASI BERDASARKAN HASIL EKSPRIMEN Pada percobaan ini dan penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa faktor air semen sangat berpengaruh terhadap kuat tekan beton, dan pemakaian bahan tambah mineral akan meningkatkan kuat tekan beton, pada penelitian ini digunakan agregat ringan hakagribb, dengan memakai agregat ini, berat beton menjadi ringan dan berat isinya lebih kecil dari beton normal. Dalam menetapkan formulasi dari hasil percobaan ini, dipakai formulasi dasar dari formula Feret, dari formulasi dasar Feret dengan memperhatikan kadar air semen, kadar fly ash dan grafik yang ada, dengan cars trial dan error, maka didapatkan suatu rumusan empiris yang penulis usulkan dengan memberi nama. formulasi FeretSupartono Hidayat ( Feret – Fxh). f’cr =
k 1 w / c * e . f / c 1 w / c 2
fcr = k * Br Dimana :
w/c f/c f cr k Br
: : : : :
rasio air dan semen kadar mikrosilika yang ditambahkan kuat tekan beton ( Mpa ) konstanta identifikasi besaran dasar kuat tekan beton
Setelah dicoba-coba maka didapatkan nilai yang paling mendekati adalah =2.5 dan dengan regresi Tinier didapatkan nilai k = 90 (56 hari) dan k = 98.5 (90 hari) 16 | K o n s t r u k s i a
Studi Banding Pengaruh Faktor Air Semen dan Kadar Fly Ash (Hidayat Mughnie)
Sehingga didapat formulasi beton ringan dengan memakai agregat ringan buatan Hakagribb dan fly ash adalah sebagai berikut :
f’cr =
90 1 w / c * e 2.5. f / c 1 w / c 2
f’cr =
98.5 1 w / c * e 2.5. f / c 1 w / c 2
(untuk 56 hari)
(untuk 90 hari)
FORMULA FERET-MODIFIKASI Formulasi dasar dari Rene Feret, yang kemudian dikembangkan dan. dimodifikasi oleh Francois de Larrard, sehubungan dengan penggunaan mikrosilika pada campuran beton, dimana telah diformulasikan secara empiris antara kuat tekan beton dengan empat variabel yaitu ; rasio air semen, kadar mikrosilika yang ditambahkan, kuat tekan mortar semen sebagai pembentuk dasar beton berdasarkan material lokal dan agregat lokal dan kondisi lokal lainnya. Formulasi Feret yang telah di modifikasi de Larrard tersebut adalah sebagai berikut f’cm =
Kg * Rc 3,1w / c 1 1,4 0,4e 11s / c
2
Dimana : f cm : kuat tekan beton (Mpa) Bc : Besaran dasar kuat tekan beton Rc : kuat tekan mortar semen sebagai pembentuk dasar beton nilainya 46,36 ( sesuai dengan penelitian yang dilakukan di UNTAR) w/c : rasio air semen s/c : kadar mikrosilika yang ditambahkan Kg : Konstanta dasar campuran beton Dengan regresi Tinier, maka didapatkan fungsi yang mewakili semua bends uji sebagai berikut : Y = 2,7426 X (untuk umur 56 hari) Y = 2,9939 X (untuk umur 90 hari) Sehingga didapat konstanta identifikasi Feret-Modifikasi untuk material Hakagribb dan bahan tambah fly ash adalah sebagai berikut Kg = 2,7426 (untuk umur 56 hari). Kg = 2,9939 (untuk umur 90 hari). FORMULA ABRAMS –FXS Formulasi dasar dari Abrams, yang kemudian dikembangkan dan dimodifikasi dan dinamakan Formula Abrams-Fxs adalah sebagai berikut 17 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
f ' cr
A 1 0,551 e 18s / c Bw/ c
Logf ' cr LogA Log 1 0,55 1 e 18s / c LogB w / c
Logf ' cr LogA Log 1 e 18s / c LogA LogB w / c Log
f ' cr 18s / c 1 0,55 1 e
Log
f ' cr 18s / c 1 0,55 1 e
LogA LogB w / c
LogA w / c * LogB
Dimana: nilai konstanta dasar = 0,55 =18 A dan B adalah konstanta identifikasi Dengan cara regresi tinier, sehingga mendapatkan persamaan sebagai berikut Y=0,9164X+ Y Y = -0,9164 X + 1,7273 (untuk umur 56 hari) Y = -0.9469 X + 1,7788 (untuk umur 90 hari Sehingga didapatkan nilai A dan B sebagai beriku Log A = 1,7273 Log B = 0.9164 A= 53,37 B = 8,2489 (untuk 56 hari) Log A = 1,7788 Log B = 0,9469 A= 60.0896 B = 8,8491 (untuk 90 hari) Didapat Formula Abrams-Fxs dengan material Haagribb dan bahan tambah fly ash sebagai berikut :
f’cr =
53.4 1 0,551 e 18 f / c ( untuk 56 hari) 8.25 w / c
f’cr =
60 1 0,551 e 18 f / c 8.85 w / c
18 | K o n s t r u k s i a
( untuk 90 hari)
Studi Banding Pengaruh Faktor Air Semen dan Kadar Fly Ash (Hidayat Mughnie)
NILAI KUAT TEKAN (FORMULASI ABRAMS-FXS, FERET - MODILKASI, FERET-FXH DAN HASIL PERCOBAAN UMUR 56 HARI). Setelah didapat konstanta-konstanta dari rumusan formulasi Abrmas-Fxs, FeretModifikasi, Feret-Fxh, konsanta berdasarkan material agregat ringan Hakagribb dan fly ash pada umur 56 hari, maka didapat nilai kuat tekan untuk formulasi-formulasi tersebut, nilai ketiga rumusan tersebut dibandingkan dengan hasil eksprimen adalah seperti pada tabel berikut. Tabel 4.3. Perbandingan Kuat tekan antara Formulasi Abrams-Fxs, Formulasi FeretModifikasi, Formulasi yang didapat dari hasil percobaan (FeretFxh) dan Kuat tekan hasil percobaan (56 hari ) Fc f/c Fc Fc w/c f/c FeretAbrams-Fxs Feret-Fxh Exp Modifikasi 0.3 0.15 42.04 43.81 42.27 42.017 0.2 43.17 44.69 43.56 43.396 0.3 43.82 45.47 45.71 45.051 0.4 0.15 34.04 33.85 33.29 33.125 0.2 34.96 34.65 34.78 34.802 0.3 35.48 35.37 37.24 37.306 0.5 01.5 27.57 26.94 26.25 26.738 0.2 28.31 27.65 27.87 28.860 0.3 28.73 28.29 30.55 30.515 0.6 0.15 22.32 21.95 20.66 20.902 0.2 22.92 22.58 22.36 22.918 0.3 23.27 23.14 25.19 24.871 0.7 0.15 18.08 18.23 16.16 16.870 0.2 18.56 18.78 17.92 18.780 0.3 18.84 19.28 20.84 20.796 NILAI KUAT TEKAN (FORMULASI ABRAMS-FXS, FERET - MODIFKASI, FERET-FXH DAN HASIL PERCOBAAN UMUR (90 HARI). Setelah didapat konstanta-konstanta dari rumusan formulasi Abrmas-Fxs, FeretModifikasi, Feret-Fxh, konsanta berdasarkan material agregat ringan Hakagribb dan fly ash pada umur 90 hari, maka didapat nilai kuat tekan untuk formulasi-formulasi tersebut, nilai ketiga rumusan tersebut dibandingkan dengan hasil eksprimen adalah seperti pada Label berikut.
Tabel 4.4. Perbandingan Kuat tekan antara Formulasi Abrams-Fxs, Formulasi FeretModifikasi, Formulasi yang didapat dari hasil percobaan dan Kuat tekan hasil percobaan (90 hari ) Fc f/c Fc Fc w/c f/c FeretAbrams-Fxs Feret-Fxh Exp Modifikasi 0.3 0.15 46.25 47.80 46.27 46.091 0.2 47.50 48.76 47.68 47.577 0.3 48.21 49.62 50.02 49.02 19 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
0.4 0.5 0.6 0.7
0.15 0.2 0.3 01.5 0.2 0.3 0.15 0.2 0.3 0.15 0.2 0.3
37.19 38.19 38.76 29.91 30.71 31.17 24.05 24.69 25.06 19.34 19.86 20.15
36.94 37.81 38.59 29.40 30.17 90.87 23.95 24.64 25.26 19.89 20.49 21.04
36.44 38.06 40.72 28.72 30.50 33.44 22.61 24.47 27.57 17.69 19.61 22.81
36.721 37.985 40.956 28.86 31.513 33.104 23.661 24.934 27.056 17.825 19.523 22.197
Pada umur 56 hari, perbandingan kuat tekan antara Formulasi Abrms-Fxs, FeretModifikasi, Formulasi Feret-Fxh ( formulasi yang diusulkan hasil percobaan) dan Kuat tekan hasil eksprimen, untuk w/c=0,3 kuat tekan terbesar 45.71 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 42.017 Mpa pada hasil eksprimen dengan kadar fly ash 15%. Untuk w/c=0,4 kuat tekan terbesar 37.24 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 33.125 Mpa pada hasil eksprimen dengan kadar fly ash 15%. Untuk w/c=0,5 kuat tekan terbesar 30.55 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 26.25 Mpa pada hasil eksprimen dengan kadar fly ash 15%. Untuk w/c=0,6 kuat tekan terbesar 25.19 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 20.66 Mpa pada basil eksprimen dengan kadar fly ash 15%. Untuk w/c=0,7 kuat tekan terbesar 20.84 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 20.84 Mpa pada Feret-Fxh dengan kadar fly ash 15%. Pada umur 90 hari, perbandingan kuat tekan antara Formulasi Abrms-Fxs, FeretModifikasi, Formulasi Feret-Fxh ( formulasi yang diusulkan hasil percobaan) dan Kuat tekan hasil eksprimen, untuk w/c=0,3 kuat tekan terbesar 50.02 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 46.091 Mpa pada hasil eksprimen dengan kadar fly ash 15%. Untuk w/c=0,4 kuat tekan terbesar 40.956 Mpa pada formulasi hasil eksprimen dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 36.44 Mpa formulasi Feret-Fxh dengan kadar fly ash 15%. Untuk w/c=0,5 kuat tekan terbesar 33.44 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 28.72 Mpa pada formulasi FeretFxh dengan kadar fly ash 15%. Untuk w/c=0,6 kuat tekan terbesar 27.57 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 22.61 Mpa pada formulasi FeretFxh dengan kadar fly ash 15%. Untuk w/c=0,7 kuat tekan terbesar 22.81 Mpa pada formulasi Feret-Fxh dengan kadar fy ash 30%, sedangkan kuat tekan terkecil sebesar 17.69 Mpa pada Feret-Fxh dengan kadar fly' ash 15%. 20 | K o n s t r u k s i a
Studi Banding Pengaruh Faktor Air Semen dan Kadar Fly Ash (Hidayat Mughnie)
Pemilihan pada umur 56 hari dan 90 hari karena campuran beton yang menggunakan bagan tambah fly ash, kekuatan beton akan meningkat cukup signifikan pada umur tersebut, pada umur dibawah 28 hari peningkatan kuat tekan beton kecil, cenderung lebih kecil dari semen biasa seperti terlihat pada Gambar 2.5 PERMEABILITAS Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan ternyata ada kombinasi w/c yang tidak memenuhi syarat sebagai beton kedap air. Berdasarkan standar DIN 1045, bahwa apabila beton diberi tekanan 7 bar selama 4x24 jam dan kedalaman penetrasi kurang dari 5 cm, maka beton tersebut bisa dikategorikan beton kedap air. Pengujian kedap air menurut standar DIN. 1045, bahwa syarat standar penetrasi adalah kurang dari 5 cm. Pada percobaan ini yang tidak menuhi syarat kedap air adalah bends uji yang menggunakan campuran kadar air semen 0.7 dan fly ash 15 % dengan penetrasi air lebih dari 5 cm. Berdasarkan grafik yang didapat dari koefisien permeabilitas, bahwa utuk w/c=0.3 dan kadar fly ash 30% mempunyai koefisien permebilitas yang kecil yaitu, sedangkan pada w/c=0.7 dan fly ash 15% , mempunyai koefisien permebilitas yang besar. Pada pada w/c yang semakin besar, beton mempunyai lebih banyak (pori-pori porositas) lebih besar, sehingga permeabilitasnya juga besar. KESIMPULAN -Semakin kecil faktor air semen ( w/c ), kuat tekan beton semakin meningkat -Penambahan kadar fly ash 15 % dari berat semen, menunjukkan kuat tekan beton yang lebih kecil dibandingkan dengan penambahan kadar fly ash 20% dan 30%. -Faktor air semen 0.7 dan kadar fly ash 15%, menunjukkan kuat tekan yang paling kecil -Faktor air semen 0.3 dan kadar fly ash 30%, menunjukkan kuat tekan yang paling besar. -Faktor air semen 0.7 dan kadar fly ash 15%, menunjukkan permeabilitas yang paling besar. -Faktor air semen 0.3 dan kadar fly ash 30%, menunjukkan permeabilitas yang kecil. -Untuk faktor air semen 0,3 sampai 0,5 diketegorikan beton kedap air karena penetrasi air kurang dari 5 cm, untuk w/c=0.6 dan w/c=0.7 tidak kedap air karena penetrasi lebih dari 5 cm. -Berat Isi Beton Ringan dengan memakai agregat Hakagribb pada percobaan ini sebesar 1800 kg, /m3 – 2083 kg /m3 -Beton Ringan Hakagribb lebih ringan20% dari berat beton normal. -Modulus Elastisitas 28000 Mpa – 32000 MPa PUSTAKA [1] [2] [3] [4]
American Concrete Institute,"Building Code Requirements for Structural Concrete & Commentary (ACI 318-95 (ACI 318R-95)", Farmingthon Hils, MI 48333, 1995 "Annual Book of ASTM Standards", Vol. 04.02, Concrete and Aggregate, ASTM 100 Barr Harbor Drive, West Conshohochoken, PA 19428, 1996 Departemen Pekerjaan Umum, SK SNI T-16-1990-F"Spesifikasi Agregat Ringan untuk Beton StrukturaF, Yayasan LLPMB, Bandung 1990 Departemen Pekerjaan Umum, SK SNI T-15-1991-03 "Tatacara Perhitungan 21 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
[5] [6] [7] [8] [9] [10]
Struktur Beton untuk Bangunan Gedung", Yayasan LLPMB, Bandung 1991 Hutama Karya, P.T., "Spesifikasi HAKAGRIBB", Divisi Properti dan Produksi Neville ,A.M., Brooks, J.J., "Concrete Technologi", Longman Scientific & Technical, Jhon Willey and Sons, 1993 Neville ,A.M., "Properties of Concrete", The English Language Book Society and Pitman Publishing, Td Edition Supartono, F.X.,"Beton Berkinerja Tinggi Keunggulan dan permasalahannya", Seminar HAKI, Jakarta, Agustus 1998 Supartono, F.X.,"Rancang Campuran Beton Ringan Mutu Tinggi Berdasarkan Identifikasi Lokal Pada Formulasi Feret", Jumal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tarumanegara, No.2 tahin ke II, 1996 Supartono, F.X.,"Rancang Campuran Beton Bermutu Tinggi Berdasarkan Rumusan Abrams-FXS", Majalah Konstruksi, Edisi Tahun 2001
22 | K o n s t r u k s i a
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia (Endy Arif Budyanto)
PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA: MENATA ULANG PERAN PEMERINTAH DAN DUNIA USAHA SWASTA DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR oleh : Endy Arif Budyanto Dosen Tidak Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadyah Jakarta email:
[email protected] ABSTRAK: Setelah krisis ekonomi tahun 1998, Investasi infrastruktur di Indonesia turun menjadi hanya 1-2% dari Product Domestic Bruto (PDB), dan setelah itu secara berangsur terus meningkat di kisaran 2-3%. Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan kebutuhan investasi infrastruktur pada tahun 2010-2014 mencapai Rp 1.429 triliun atau sekitar 3% dari PDB, hal ini dalam rangka ‘mengejar’ agar angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5-7% per tahun dapat tercapai. Namun hal tersebut terkendala dengan terbatasnya kemampuan pendanaan Pemerintah, sehingga diproyeksikan bahwa sekitar 65% dari kebutuhan investasi tersebut diharapkan berasal dari swasta. Sebagai perbandingan, investasi infrastruktur di negara maju adalah 5-6% dari PDB. Perpres juga memberikan peluang bagi badan usaha swasta untuk mengajukan prakarsa proyek kerjasama di luar proyek yang diajukan pemerintah (unsolicited project) dengan tetap mengacu pada prosedur pengusulan proyek yang berlaku dan apabila diterima, akan tetap diproses melalui pelelangan umum secara terbuka dan kompetitif. Pemrakarsa proyek akan diberikan kompensasi antara lain dalam bentuk pemberian tambahan nilai atau pembelian prakarsa proyek termasuk Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang menyertainya. Kata Kunci: Infrastruktur, swasta, pendapatan ABSTRACT: After the 1998 economic crisis, infrastructure investment in Indonesia fell to only 12% ofGross Domestic Product (GDP), and then gradually increasing the range of 2-3%.National Development Planning Agency (Bappenas) has estimated infrastructureinvestment needs in the year 2010-2014 to reach USD 1429 trillion or about 3% of GDP, this in order to 'catch up' for the economic growth rate of 5-7% per year can beachieved. But it is constrained by the limited ability of government funding, which is projected that approximately 65% of the investment needs are expected to come from the private sector. In comparison, investment in infrastructure in developed countries is 5-6% of GDP. Regulation also provides an opportunity for private entities to propose initiatives outsidethe project cooperation projects proposed by the government (unsolicited project) with afixed reference to the applicable procedures for the project proposal and if accepted,will still be processed through a public tender in an open and competitive. Project proponent will be compensated in the form of additional value or the purchase of projectinitiatives including Intellectual Property Rights (IPR) that accompany it. Keywords: Connection, modelling, cantilever
LATAR BELAKANG Infrastruktur memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja dan mendorong potensi pertumbuhan daerah. Setiap 1 persen belanja infrastruktur akan menyumbang 0,21 persen pertumbuhan ekonomi domestic (LIPI). Bila dibandingkan dengan negara-negara di kawasan regional ketersediaan infrastruktur Indonesia saat ini masih jauh tertinggal. Menurut Global Competitiveness Report 2009-2010, peringkat daya saing infrastrukur Indonesia berada di peringkat 84 dari 133 negara. Sedangkan Thailand (40), Malaysia (26) dan Singapura (4).
23 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan ekonomi suatu negara banyak dipacu oleh kemantapan pembangunan infrastruktur di negara yang bersangkutan, namun tidak selalu bahwa pembangunan infrastruktur kemudian dapat sesegera memacu kemajuan ekonominya. Ada faktor keunggulan lokasi yang juga mempengaruhi. Begitu pun terjadi bagi daerah-daerah. Ada daerah-daerah yang sangat sensitif terhadap kebutuhan pembangunan infrastruktur, dan ada juga daerah-daerah yang geming saja sehingga pembangunan infrastruktur sering “under-utilized”. Indonesia adalah negara besar dan berpulau-pulau dengan spektrum geografi yang luas dan kultur beragam serta keunggulan lokasi yang heterogen. Tidak dapat dielakkan terjadinya kesenjangan antar wilayah akibat keunggulan wilayah-wilayah tertentu dan ketertinggalan banyak bagian wilayah lain. Diferensiasi wilayah ini juga menjadi tantangan dalam pembangunan infrastruktur dikarenakan “outcome” atas pembangunannya tidak berdampak sama. Dalam kontek investasi beberapa wilayah unggul mempunyai daya saing tinggi dan sebaliknya bagi wilayah-wilayah lain dengan daya saing yang tertatih-tatih. Di tingkat global. keunikan (keberagaman) wilayah Indonesia di satu pihak memberi peluang untuk dipacu pembangunan infrastrukturnya sehingga mampu menjadi jangkar dari kemajuan ekonomi nasional, sementara banyak wilayah lain yang harus dijaga agar tetap tumbuh dan menjadi bagian dari satuan nasional. Untuk itu Indonesia, memerlukan sebuah strategi yang tepat dalam pembangunan infrastruktur agar tidak tertinggal di kancah global. Setelah krisis ekonomi tahun 1998, Investasi infrastruktur di Indonesia turun menjadi hanya 1-2% dari Product Domestic Bruto (PDB), dan setelah itu secara berangsur terus meningkat di kisaran 2-3%. Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan kebutuhan investasi infrastruktur pada tahun 2010-2014 mencapai Rp 1.429 triliun atau sekitar 3% dari PDB, hal ini dalam rangka ‘mengejar’ agar angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5-7% per tahun dapat tercapai. Namun hal tersebut terkendala dengan terbatasnya kemampuan pendanaan Pemerintah, sehingga diproyeksikan bahwa sekitar 65% dari kebutuhan investasi tersebut diharapkan berasal dari swasta. Sebagai perbandingan, investasi infrastruktur di negara maju adalah 5-6% dari PDB (ptsmi.co.id). Kenyataan mengenai ketidakmampuan Pemerintah dalam membiayai investasi infrastruktur ini tentunya sangat sulit untuk diterima masyarakat dengan mengingat bahwa bagaimanapun juga Pemerintahlah yang berkewajiban untuk menyediakan pelayanan yang baik bagi masyarakat terutama dalam penyediaan infrastruktur sebagai bagian dari Public Service Obligation (PSO). Pemerintah sendiri memiliki kepentingan dalam pembangunan infrastruktur karena infrastruktur oleh Pemerintah tidak hanya dipandang sebagai public goods tetapi lebih kepada economic goods. Kebijakan PSO sendiri secara keseluruhan membebani APBN setiap tahunnya karena kebijakan ini menyerap hingga 15% dari keseluruhan APBN setiap tahunnya. PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya peningkatan 24 | K o n s t r u k s i a
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia (Endy Arif Budyanto)
perekonomian sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang negatif menunjukkan adanya penurunan. “A country’s economic growth as a long-term rise in capacity to supply increasingly diverse economic goods to its population, this growing capacity based on advancing technology and the institutional and ideological adjustments that it demands” (Simon Kuznets). Pertumbuhan ekonomi suatu negara juga dipengaruhi oleh akumulasi modal (investasi pada tanah, peralatan, prasarana dan sarana dan sumber daya manusia), sumber daya alam, sumber daya munusia (baik dalam jumlah maupun tingkat kualitasnya), kemajuan teknologi, akses terhadap informasi, keinginan untuk melakukan inovasi dan mengembangkan diri serta budaya kerja (Todaro, 2000). Selama ini, Pemerintah telah mengeluarkan banyak waktu, tenaga dan dana untuk pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Hasil pembangunan dapat dilihat di seluruh wilayah Indonesia meskipun terdapat ketimpangan yang menunjukkan adanya perbedaan kecepatan pembangunan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Peran Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur sudah sangat jelas, disamping sebagai regulator, Pemerintah juga adalah pelaksana dan pengelola infrastruktur. Besarnya peran Pemerintah pada pembangunan dan pengelolaan infrastruktur juga terjadi di banyak negara, bahkan di negara-negara maju sekalipun. Monopoli pembangunan dan pengelolaan infrastruktur adalah bagian strategi perekonomian dan menjaga stabilitas nasional suatu negara, karena bagaimanapun juga baik buruknya infrastruktur turut menentukan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. PERAN SWASTA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Karena kendala seperti sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, dengan demikian peran swasta baik itu swasta nasional maupun internasional sangat penting di dalam menunjang pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hal yang perlu disiapkan oleh Pemerintah adalah sebuah kerangka kerja yang jelas dalam keterlibatan pihak swasta ini, agar dikemudian hari tidak berdampak pada penguasaan hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, rambu-rambu yang mengatur keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur harus sudah dipersiapkan secara matang dan transparan, serta sudah dipetakan pada sektor-sektor infrastruktur mana saja yang dapat dikerjasamakan dengan pihak swasta. Bahkan untuk sektor-sektor infrastruktur yang menguasai hajat hidup orang banyak, peran swasta hanyalah sebagai investor, sedang pengelolanya tetap oleh Pemerintah. Payung hukum juga sangat diperlukan oleh swasta dalam keterlibatannya dalam pembangunan infrastruktur untuk memeberikan kenyamanan investasi dan kepastian hukum pada investor. Di Indonesia, keberhasilan peran swasta dalam pembangunan infrastruktur adalah pada sub-sektor telekomunikasi, dimana swasta tidak hanya diserahi sebagai investor dan pembangun, melainkan juga sebagai pengelola. Hasilnya dapat dilihat dan dinikmati saat ini, pertelekomunikasian di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dari contoh tersebut, kejelian Pemerintah dalam memilih sektor maupun sub-sektor mana yang akan diserahkan kepada swasta ditunjang dengan peraturan dan rambu-rambunya dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
25 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Walaupun Indonesia sudah memiliki pengalaman dalam melibatkan swasta, baik swasta domestik maupun asing, dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur, namun sebenarnya hal ini tidaklah mudah dan sederhana, minimal hal itulah diperoleh dari pengalaman negara-negara berkembang lainnya saat melaksanakan pembangunan proyekproyek infrastruktur yang melibatkan swasta. Meskipun pada tahap awal kelihatanya sukses, namun pada pelaksanaan selanjutnya banyak mengalami hambatan, terbengkalai dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini bukan hanya karena tidak tercukupinya sumber dana pembangunan, akan tetapi juga disebabkan oleh karena banyaknya permasalahan sulit dan kompleks yang harus dihadapi oleh pihak swasta dalam pembangunan proyek infrastruktur (Montek S Ahluwalia, 1996). Permasalah sulit dan kompleks ini karena menurut Imron Bulkin, 2005, karena pembangunan infrastruktur oleh swasta memiliki beberapa karakter khusus, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Memerlukan dana investasi yang sangat besar Memerlukan periode waktu cukup lama untuk penyelesaian konstruksi (bahkan sering di atas lima tahun) Memerlukan masa pengembalian investasi yang cukup panjang (di atas 20 tahun) Sering kali timbul permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan hidup (environment effects and clearances), contoh, pembebasan lahan Harus menghadapi banyak hambatan regulasi dari pemerintah, termasuk kontrol tarif (price control)
Karakter khusus ini juga menyebabkan proyek-proyek infrastruktur swasta sangat rentan (vulnerable) terhadap banyak risiko yang membuat pihak swasta enggan dan ragu untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, terutama di negara-negara berkembang yang mempunyai sedikit pengalaman dalam bekerja sama dengan pihak swasta untuk pembangunan infrastruktur. Untuk mengurangi risiko investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur, diperlukan pemenggalan (unbundling) terhadap risiko yang mungkin dihadapi dan mendorong partisipasi dari berbagai pihak untuk secara bersamasama memikul beban risiko tersebut. Pada proses pemenggalan risiko ini, perlu diupayakan pengurangan risiko sampai pada tahap di mana investor swasta masih mempunyai peluang keuntungan untuk mengembalikan ekuiti (ROE -Return On Equity) sehingga pemilik dana (lenders) merasa yakin dan aman terhadap dana yang dipinjamkan. Selain karakteristik yang unik, investasi infrastruktur oleh swasta juga memiliki beberapa resiko, yaitu antara lain: 1. RESIKO PENYESUAIAN TARIF OLEH PEMERINTAH Pada sektor maupun sub-sektor infrastruktur yang masih bersifat monopoli, besar kecilnya tarif sangat tergantung pada regulasi penentuan dan penyesuaian oleh Pemerintah. Padahal seharusnya besar kecilnya tarif ditentukan oleh keseimbangan antara ketersediaan dengan kemampuan daya beli pemakai (willingnes to pay). Berdasarkan penelitian oleh Asian Development Bank (ADB), bahwa keuntungan rata-rata pengembalian investasi yang masih dianggap reasonable untuk pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur adalah sekitar 22-25%. Besaran angka ini memang masih terus menjadi perdebatan dan kritikan karena dianggap oleh beberapa pihak terlalu tinggi, namun setidaknya besaran angka ini dapat dijadikan sebagai benchmark dalam menentukan besar kecilnya keuntungan yang dianggap layak secara umum. Adapun penetapan tarif untuk memberikan pelayanan bagi kelas ekonomi (masyarakat bawah) yang biasanya ditentukan 26 | K o n s t r u k s i a
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia (Endy Arif Budyanto)
di bawah harga pasar, perlu diberikan semacam kompensasi dari Pemerintah dalam rangka Public Service Obligation (PSO). Mengingat proyek infrastruktur merupakan proyek jangka panjang dan sangat terpengaruh oleh fluktuasi tingkat bunga, inflasi, dan nilai tukar rupiah, penyesuaian tarif setiap periode tertentu sangat diperlukan. Oleh karena itu, kerangka regulasi Pemerintah mengenai formula perhitungan penentuan dan penyesuaian tarif yang adil dan transparan menjadi sangat penting untuk dirumuskan. Perlu disadari bahwa besaran tarif merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengambilan keputusan layak atau tidaknya suatu proyek infrastruktur. Pengalaman di negara kita, penyesuaian tarif selalu tidak tegas, bahkan setiap akan dilakukan penyesuaian tarif selalu mendapatkan protes keras dari masyarakat serta badan legislatif, yang pada akhirnya penyesuaian tarif ditentukan bukan berdasarkan pertimbangan finansial, tetapi lebih pada pertimbangan politis. Oleh karena itu, apabila kondisi semacam ini tidak berubah, usaha untuk meningkatkan partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia akan sulit untuk direalisasikan. 2. RESIKO ADANYA DISTORSI PASAR Risiko pasar sangat terkait dengan kemungkinan tidak tepatnya proyeksi pemakai jasa infrastruktur (demand projection) yang diketahui pada saat proyek tersebut beroperasi. Risiko semacam ini harusnya dibebankan kepada pihak investor. Namun, untuk kasus tertentu, seperti pembangunan tenaga listrik, pihak swasta yang harus menjual hasilnya kepada distributor (PLN) secara monopoli, maka investor swasta biasanya akan meminta jaminan jumlah minimum pemakai jasa dari pemerintah. Hal yang sama bisa terjadi untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, dan telekomunikasi. Sebenarnya bisa juga permasalahan ini diselesaikan dengan penyesuaian tarif, tetapi ketidakpastian penyesuaian tarif di negara kita masih sangat besar. 3. RESIKO DAMPAK EKOLOGI Proyek-proyek infrastruktur biasanya memerlukan pembebasan lahan yang luas dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Permasalahan ini biasanya tidak sederhana, bahkan bisa sampai ke proses pengadilan, terutama apabila sudah melibatkan banyak pihak. Bila hal ini terjadi, pembangunan proyek akan mengalami keterlambatan cukup lama. Akibatnya, penyelesaian proyek tertunda, yang secara otomatis akan menimbulkan beban bunga (cost of money) yang sangat merugikan bagi investor. Oleh karena itu, pemerintah perlu memiliki regulasi mengenai mekanisme dan prosedur pembebasan lahan yang jelas, tegas, adil, dan transparan, termasuk tentang persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang harus dipenuhi oleh pihak investor. 4. RESIKO MASA KONSTRUKSI DAN SAAT OPERASI Proyek-proyek infrastruktur, khususnya untuk pembangkit tenaga listrik, pembangunan jalan tol, dan pelabuhan, memerlukan investasi besar dengan masa konstruksi yang sangat panjang. Konsekuensinya, proyek semacam ini mempunyai risiko tinggi pada masa konstruksi, yang antara lain ditunjukkan dengan makin lamanya waktu yang diperlukan 27 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
dalam penyelesaian konstruksi. Akibatnya, biaya yang diperlukan semakin membengkak (cost-over runs). Risiko semacam ini tidak perlu ditanggung oleh pihak investor, tetapi dapat dialihkan kepada pihak kontraktor yang mempunyai reputasi dan kredibilitas tinggi secara internasional melalui kontrak kerja dalam bentuk turnkey project. Upaya semacam ini perlu dilakukan untuk melindungi investasi dari risiko keterlambatan penyelesaian proyek, beban bunga, serta untuk mendapatkan semacam jaminan dan penalti terhadap kemungkinan terjadinya keterlambatan penyelesaian proyek. Meskipun cara ini memerlukan biaya konstruksi lebih mahal dan pada akhirnya akan direfleksikan pada besaran tarif, tetapi upaya semacam ini bisa dijadikan salah satu elemen untuk mengurangi risiko sehingga proyek tersebut menjadi layak secara finansial. Sementara pada tahap operasi, kinerja teknik pada proyek-proyek infrastruktur memiliki risiko relatif rendah. Meski demikian, resiko ini dapat dikurangi melalui pengaturan kontrak secara ketat dengan kontraktor pengoperasian dan pemeliharaan yang sudah cukup berpengalaman dalam pengoperasian dan pemeliharaan proyek. Untuk mengurangi tingkat resiko yang harus ditanggung oleh pihak swasta dan memberikan kepastian, Pemerintah harus dapat meyakinkan kepada investor, bahwa kerjasama penyediaan infrastruktur antara Pemerintah dengan swasta ini dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan yang adil, terbuka, transparan, bersaing, bertanggung-gugat, saling menguntungkan, saling membutuhkan, dan saling mendukung. Kerjasama tersebut dilaksanakan selain melalui perjanjian kerjasama atau izin pengusahaan namun juga dengan adanya regulasi yang mendukung dan melindungi investasi dan pengelolaan infrastruktur. Pemerintah dapat pula melakukan terobosan lainnya seperti menyederhanakan proses pengadaan kerjasama Pemerintah dengan badan usaha swasta dan menjamin bahwa proses pelaksanaannya berdasarkan pada prinsipprinsip transparansi, kompetisi, efisiensi, dan kesetaraan (level playing field). PERCEPATAN PEMBAGUNAN INFRASTRUKTUR Secara umum masyarakat Indonesia telah terbiasa menikmati struktur tarif yang disubsidi oleh Pemerintah sehingga tingkat ketergantungan inilah yang menyebabkan terjadinya keresahan di masyarakat saat Pemerintah menaikkan harga BBM. Tidak adanya tingkat kompetisi dan struktur tarif yang tidak mencapai tingkat keekonomian menjadi salah satu penyebab pembangunan infrastruktur di Indonesia menjadi lambat kemajuannya. Akibatnya pertumbuhan infrastruktur tidak sejalan dengan tingkat permintaannya (demand) dan dinamika kegiatan dari masyarakat. Masuknya swasta dalam usaha pembangunan infrastruktur di Indonesia secara jangka panjang juga akan mengubah paradigma masyarakat mengenai pembangunan dan pelayanan infrastruktur, bahkan secara lebih luas dapat pula menjadi pembelajaran kepada masyarakat, untuk lebih menghargai dan lebih menjaga fasilitas-fasilitas infrastruktur yang selama ini dinikmati. Untuk pengelola infrastruktur sendiri juga akan lebih berusaha lebih keras untuk lebih memuaskan konsumen atau pengguna. Selain itu, dalam rangka mewujudkan komitmen untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, pemerintah mengambil langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan swasta dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha yang sehat dengan tetap melindungi dan 28 | K o n s t r u k s i a
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia (Endy Arif Budyanto)
mengamankan kepentingan konsumen, masyarakat, dan badan usaha swasta. Komitmen tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang dikeluarkan pada tanggal 9 November 2005 sebagai pengganti Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur. Penerbitan Perpres pengganti tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasi perubahan paradigma dalam kerjasama pemerintah dengan badan usaha swasta dalam penyediaan infrastruktur saat ini, antara lain berupa penerapan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam rangka memastikan tingkat pengembalian investasi badan usaha swasta, Perpres No. 67 Tahun 2005 ini memberikan landasan bagi penentuan tarif awal dan penyesuaiannya melalui 2 (dua) cara, yaitu: 1.
2.
Penetapan tarif yang mencerminkan biaya investasi dan operasi serta keuntungan yang wajar. Dan apabila dikemudian hari hal ini tidak dapat terpenuhi maka penetapan tarif akan didasarkan pada tingkat kemampuan konsumen melalui pemberian kompensasi oleh pemerintah kepada badan usaha swasta Pengaturan besaran kompensasi pemerintah berdasarkan perolehan hasil kompetisi antar peserta lelang.
Perpres juga mengatur pengelolaan resiko dan dukungan Pemerintah kepada badan usaha swasta dalam penyediaan infrastruktur. Untuk menjamin efisiensi dan efektifitas, pengelolaan resiko investasi dialokasikan kepada pihak yang paling mampu mengendalikan resiko. Dukungan Pemerintah, apabila diperlukan, dapat diberikan antara lain dalam bentuk kerjasama investasi, subsidi, garansi, atau penghapusan pajak, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Terkait dengan pengelolaan resiko dan dukungan Pemerintah tersebut, pada tanggal 31 Oktober 2005 telah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 518/KMK.01/2005 tentang Pembentukan Komite Pengelolaan Resiko atas Penyediaan Infrastruktur. Perpres ini juga memberikan peluang bagi badan usaha swasta untuk mengajukan prakarsa proyek kerjasama di luar proyek yang diajukan pemerintah (unsolicited project) dengan tetap mengacu pada prosedur pengusulan proyek yang berlaku dan apabila diterima, akan tetap diproses melalui pelelangan umum secara terbuka dan kompetitif. Pemrakarsa proyek akan diberikan kompensasi antara lain dalam bentuk pemberian tambahan nilai atau pembelian prakarsa proyek termasuk Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang menyertainya. Hal-hal tersebut di atas secara bertahap akan mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, yang kesemuanya diawali dengan melakukan reformasi regulasi infrastruktur, dan bermuara pada penataan ulang peran Pemerintah dan swasta dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur. PUSTAKA 1) Asia Securities. Outlook Infrastruktur 2010. Desember 2009. 2) Australia Indonesia Partnership. Indonesia Infrastructure Initiative. August 2010. 29 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 518/KMK.01/2005 tentang Pembentukan Komite Pengelolaan Resiko atas Penyediaan Infrastruktur. 4) Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur. Pengaturan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur Melalui Penerbitan Perpres No.67 Tahun 2005. November 2005. 5) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2005 Tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyedian Infrastruktur. 6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. 7) Samiadji, Bambang T. Skenario Global Pengembangan Infrastruktur Bagi Peningkatan Daya Saing Nasional. 8) www.bappenas.go.id
30 | K o n s t r u k s i a
Sejarah Batu Bata Merah Pejal (Irza Ahmad)
SEJARAH BATU BATA MERAH PEJAL oleh : Irza Ahmad Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Jakarta email: -ABSTRAK: Peran baris batu digunakan pada waktu kuno. Baris batu dikeringkan di bawah sinar matahari atau dibakar. Selanjutnya, batu bata digunakan untuk pertama kalinya di Yunani kuno sampai sekarang. Cara membuatnya berubah dari waktu ke waktu, dari cara sederhana sampai cara manufaktur. Pekerja juga harus memenuhi standar mutu. Perubahan ukuran dari batu bata mulai dengan ukuran (65 x 85 x 4) cm dan sekarang, bata memiliki ukuran yang lebih besar. Cara membakarnya juga berubah untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik. Kata Kunci: Infrastruktur, swasta, pendapatan ABSTRACT: The role of row stone was used at ancient time. Row stone was dried under the sunshine or was burned. Here in after, brick was used for the first time at ancient Greek until now. The way of making it changed from time to time, from the simplest way until manufacturing way. Worker must also fulfill the quality standard. The changes of size of brick started with size (65 x 85 x 4) cm and now, brick has bigger size. The way of burning it also changed to get better quality. Keywords: Row stone, brick, quality
LATAR BELAKANG Pembangunan pada saat sekarang ini berkembang pesat, terutama pada sektor industri perumahan yang menyebabkan semakin meningkat pula kebutuhan akan bahan bangunan. Bahan bangunan yang ulama pada industri perumahan adalah batu bata merah. Hampir di seluruh bagian bangunan membutuhkan batu bata, terutama bangunanbangunan real estate dan gedung-gedung perkantoran, sehingga banyak tumbuh dan berkembang industri yang memproduksi batu bata merah. Bahan ini merupakan komoditi yang sudah lama dikenal oleh masyarakat untuk membuat dinding suatu bangunan. Pertumbuhan industri kecil ini atau para Pengrajin batu bata cukup pesat sekali tersebar seluruh tanah air. HaI ini disebabkan oleh banyaknya permintaan akan kebutuhan batu bata untuk perumahan.
SEJARAH DAN PERAN BATU BATA DI LUAR NEGERI Peran batu bata diawali pada zaman purbakala yang dikeringkan hanya di bawah sinar matahari saja atau dibakar. Di Mesir kira-kira 12000 tahun yang Ialu ditemui dindingdinding berat dari batu yang dibakar (Roesman, dkk) (5). Menentukan Iamanya dihitung berdasarkan tebalnya Iapisan lumper dari sungai NiI yang menempel menutupi dinding tersebut. Demikian juga di daerah antara sungai Eufrat dan T'igris di Irak, India, T'iongkok, Jepang dan Mexico pembakaran batu telah dilakukan sejak zaman dahulu. Bekas benda atau tembikar dari tanah yang dibakar terlihat dari pekerjaan penembokan dengan batu bata. Demikian juga dari bagian dalam piramida di Mesir yang terbuat dari batu bata. HaI 31 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
yang sama dilakukan oleh penduduk Assyria dan Babylon yang membuat bangunanbangunan dasar bertingkat dari batu bata yang dibakar. Monumental yang ada telah dibangun oleh bangsa Yunani dengan menggunakan batu alam pada dinding yang berat. Bendungan yang ada di kola Atinai telah dihubungkan oleh bendungan dari batu bata dengan kota Piraeus. Keahlian dari penduduk Yunani Kuno dalam membàkar batu bata menjadi meningkat dan selanjutnya mereka membuat genteng-genteng yang dibakar. Pemakaian batu bakar dengan luas terlihat pada pekerjaan bangsa Roma. kira-kira 2000 tahun yang lalu untuk bangunan goa (Roesman, dkk) (5). Bentuk bata Roma yang aneh dengan ukuran 65 cm dan 68 cm persegi memanjang dengan tebal 4 cm dan bahkan Iebih kecil lagi. Bentuk ini akan memerlukan tindakan istimewa dengan didirikannya Iapisanlapisan mortal yang tebal dan bahkan hampir sama dengan tebal batunya sendiri. Rancangan batu bata Roma ini diikuti oleh bangsa Byzantium, Arab dan Iran dengan membuat bangunan-bangunan besar dari batu bakar. Berbeda dengan Russia yang telah mengembangkan batu baku dengan menambahkan material non plastik dalam cara pemadatan dan pembakaran. Pembuatan produk batu baku telah ada dari zaman dulu. Seorang ilmuwan Russia M.V. Lomonosov dan D.I. Mendeleyev telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pengembangan keramik (Semyonov, S) (4). Bata merah yang diproduksi di luar negeri seperti di Rusia telah menggunakan ilmu dan teknologi, baik dalam percetakan maupun dalam proses pembakaran [Semyonov, 1962] [4] yang terbukti dari keawetannya sampai sekarang, yaitu pada bangunan tua di Roma. Di luar negeri seperti di Rusia, Cina dan Eropa pencetakan batu bata merah dalam jumlah yang banyak dengan mesin cetak khusus dan dikeringkan dalam tempat pengeringan sebelum dilanjutkan pada tungku pembakaran. Terlihat pada gambar 1 adalah alat penghancur tanah liat dan gambar 2 adalah alat pengering dan selanjutnya gambar 3 adalah Circular pembakaran.
Gambar 1. Alat penghancur tanah liat
32 | K o n s t r u k s i a
Sejarah Batu Bata Merah Pejal (Irza Ahmad)
Gambar 2. Alat pengering bata
Gambar 3. Circular pembakaran bata merah
SEJARAH DAN PERAN BATU BATA DI INDONESIA Penggunaan batu baku di Indonesia masih terlihat di Jawa, Bali dan Sumatera. Di Bali misalnya pada pekerjaan penambahan dengan batu beku dibuat patung-patung. Sedangkan di Jawa dan Sumatera terdapat candi-candi yang terbuat dari bata yang sampai saat ini masih terlihat seperti Candi Muara Takus serta bangunan tua yang masih bagus dari batu bata bakar yang dikeringkan. Dari batu baku ini dikembangkan menjadi batu bata merah yang saat ini banyak dimanfaatkan pada pembangunan perumahan. Industri bata merah tersebar di seluruh tanah air, karena mudahnya memperoleh bahan baku untuk membuat bata merah ini. Proses pembuatannya yang sangat sederhana dengan peralatan yang sederhana pula. Di bawah ini terdapat alat pengaduk tanah yang diberi bahan tambahan pengeras seperti pasir yang mudah digunakan. 33 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Gambar 4. AIat penggiling wals Begitu pula alat cetakan yang terbuat dari kayu atau plat baja yang masih sederhana dimana tiap cetakan dapat menghasilkan 2 buah bata (Gambar 5). Ini membuktikan suatu pekerjaan percetakan yang lambat untuk saat sekarang ini. Dengan kemajuan teknologu baik pembuatan batu maupun proses pembakarannya haruslah menghasilkan mutu bata yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI. 15-1328-1989) tentang syarat penerimaan bata merah pejal.
Gambar 5. Cetakan bata dari kayu Mutu bata juga dipengaruhi cara pengeringan yang di Indonesia masih dilakukan pada ruangan terbuka yang terlindung dari sinar matahari. Proses pembakaran yang tidak sempurna akan mempengaruhi mutu bata. Misalkan batu bata yang baik akan terdapat pada susunan batu batu yang tengah yaitu tidak terlalu dekat dengan kantong api. Padahal panas yang terjadi dalam tungku berkisar antara 600 oC 1200oC (Balai Penelitian Bahan, DKl) [2]. Untuk batu bata pada lapisan bawah yaitu paling menghasilkan bata yang paling keras dengan warna agak kehitaman. Lapisan atas dari susunan batu bata pada saat pembakaran menghasilkan bata yang lembek dan mudah patah.
34 | K o n s t r u k s i a
Sejarah Batu Bata Merah Pejal (Irza Ahmad)
Gambar 6. Tungku pembakaran batu bata
POSISI BATU BATA PADA KONSTRUKSI Pada umumnya dan yang paling banyak dipakai batu bata adalah sebagai dinding pada konstruksi, baik gedung maupun perumahan. Perumahan dengan dinding bata yang diplester bertujuan agar lebih alot dan tahan lama. Tentunya hal ini dilakukan karena batu batanya tidak mempunyai kualitas yang sama di samping pembuatannya oleh Pengrajin dengan menggunakan tangan. Jika tanpa plester, dinging bata ini dipilih dari bata yang kualitas terbaik dan bentuk permukaan yang rata dan warna yang sama.
A. POSISI BATU BATA SEBAGAI DINDING Sebagai dinding yang paling banyak dipergunakan batu bata merah ini, karena murah, dingan dan wama yang merata serta ukuran yang tidak besar seperti bata beton. Gambar 7 35 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
menunjukkan dinding bata dengan pemasangan bervariasi [Kreh, R.T.] [3] dan dengan tujuan keindahan struktur.
Gambar 7. Dinding bata dengan tambahan variasi Untuk pemasangan dinding bata dapat dengan posisi yang disesuaikan dengan kebutuhan seperti pada Gambar 8.
Gambar 8. Posisi pemasangan dinding bata Di samping sebagai dinding, batu batu dapat juga untuk pembuatan dinding yang berfungi sebagai kolom seperti Gambar 9 ataupun sebagai kolom perletakan plat untuk balok baja I profil.
36 | K o n s t r u k s i a
Sejarah Batu Bata Merah Pejal (Irza Ahmad)
Gambar 9.a. Dinding dengan kolom perkuatan, 9. b. Kolom sebagai perletakan Batu bata merah dapat juga dimanfaatkan sebagai pondasi, pada rumah sederhana ataupun untuk pondasi teras yang disebut rollah.
RINGKASAN Tidak dapat dipungkiri lagi, bagaimana penggunaan batu bata merah mulai zaman Yunani kuno sampai sekarang. Mulai dari pembuatan yang sederhana sampai yang telah dipabrikasi seperti di luar negeri. Demikian juga masalah standar mutu yang masih belum dipenuhi untuk Pengrajin tradisional. Sedangkan pembuatan batu bata yang telah menggunakan teknologi masih kurang memenuhi standard mutu. HaI ini disebabkan sistem pembakaran yang masih belum sempurna penyebaran temperaturnya di dalam tungku pembakaran, karena pembakaran masih dengan kayu bakar. Lain halnya di luar negeri yang masih menghasilkan pembuatan sampai pembakaran telah dilakukan dengan teknologi tinggi dengan sistem pabrikasi.
PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alan, E. A, Materials, B.T. Batsford Limited, London, 1978. Balai Penelitian Bahan DKI, Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Batu Merah Kreh. R.T. Sr, Masonry Skills, Delmar Publishers, Inc, Albany, New York, 1982. Semyonov. S, Building Materials, Higher School Publishing House, Moscow, 1962. Roesman. dkk, Bahan Bangunan, Terjemahan, Penerbit Buku Teknik, H. Stam, Jakarta, 1953. Sutopo E.W. dan Bakti Prabowo, Ilmu Bahan Bangunan 1, Departemen P dan K, Jakarta, 1977.
37 | K o n s t r u k s i a
Analisis Sambungan Sistem Sarung Sebagai Solusi (Haryo Koco Buwono)
ANALISIS SAMBUNGAN SISTEM SARUNG SEBAGAI SOLUSI KEGAGALAN STRUKTUR AKIBAT PERBEDAAN MATERIAL KONSTRUKSI oleh : Haryo Koco Buwono Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadyah Jakarta email:
[email protected] ABSTRAK: Konstruksi Beton bertulang memiliki kelebihan pada mudahnya membentuk ukuran sesuai dengan kapasitas layannya, dan ini berbeda dengan Baja. Baja adalah dibentuk berdasar Profil yang telah tersedia di pasaran. Bila kapasitas layan lebih besar 0.001 diatas dari kebutuhan Profil bajanya, maka dimensi harus dirubah, dan sangat mungkin dimensinya menjadi terlampau boros dibanding kapasitas yang akan dilayani. Hasil Pemeriksaan jumlah tulangan / pembesian terpasang untuk Balok Kantilever mempunyai tulangan atas sebanyak 6D32, dan tulangan bawah 5D32 dengan bentang balok kantilever sepanjang 3 m. Dimensi balok kantilever adalah 20 x 40 cm 2. Hasil pemeriksaan Tulangan Kolom adalah didasarkan dari Tulangan Kolom yang ditinjau dari lantai dasar yang menembus ke lantai Aula dengan cara diketrik (dikupas) untuk meninjau jumlah tulangannya. Hasilnya Tulangan Kolom adalah berjumlah 8D32 ditambah “tulangan ekstra” 4D16. Elemen Balok Kantilever Balkon eksisting sulit diangkur, bila di sisi depan dibuatkan sambungan, maka dibuat ide dengan Sambungan Sarung. Sambungan Sarung yang dimaksud adalah memberikan perkuatan sambungan antara konstruksi baja dan beton dari momen puntir, momen lentur (walau dalam modelisasinya sendi), dan tarik. Filosofi dari konstruksi seperti Gambar 3 dan 4 tersebut, adalah memiliki dampak tarik pada sambungan akibat dari beban vertikal maupun beban horisontal gempa. Kata Kunci: Sambungan, pemodelan, kantilever, sarung ABSTRACT: Reinforced concrete construction has advantages in size easily formed according to the capacity of maid, and is different from the Steel. Steel is formed based on profiles that have been available in the market. When the service life of greater capacity than demand over the 0,001. Profile in steel, then the dimensions must be changed, and quite possibly its dimensions become too wasteful than the capacity that will be served. Result of the number of bars / reinforced attached to cantilever beams have reinforcement of as much as 6D32, 5D32 and bottom reinforcement with long cantileverbeam spans 3 m. Cantilever beam dimensi ons are 20 x 40 cm2. The Assessment is based Column Reinforcement of Column Reinforcement in terms of penetrating the ground floor to the floor of the Hall by way creeping (peeled) to review the number of reinforcement. Column Reinforcement result is a total plus 8D32 "extra reinforcement" 4D16. Balcony existing cantilever beam element to do anchorage, is difficult, when on the front side made the connection, then created the idea with Connection Gloves. Connection Gloves in question is to give reinforcing the connection between steel and concrete construction of the torque, bending moment (though in modelization joints), and pull. The philosophy of the construction as shown in Figure 3 and 4, is having an impact tensile load in the joint result of vertical and horizontal earthquake load. Keywords: Connection, modelling, cantilever
UMUM Konstruksi bangunan identik dengan kemampuan konstruksi untuk mendukung beban yang harus dipikulnya. Beban tersebut adalah beban vertikal yang bisa meliputi beban fungsi dan beban konstruksi lain, dan yang tak kalah penting adalah beban Horisontal. Beban Horisontal ini adalah beban-beban yang berpengaruh pada konstruksi, utamanya adalah pada Kolom. Beban horisontal tidak berdampak langsung pada balok dan Pelat.
39 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Pada konstruksi renovasi untuk gedung Aula Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FT UMJ) tergolong unik, mengingat konstruksi Bangunan eksisting memiliki beton yang relatif Kokoh. Dikatakan kokoh karena memiliki mutu beton yang relatif baik yaitu K350 dan tulangan pokok untuk elemen balok, rata-rata mempunyai ukuran diameter 32 mm. Perubahan fungsi Balkon Aula FT UMJ menjadi ruangan kelas dengan ukuran standar untuk kapasitas 50 siswa. Penambahan 2 ruang pada balkon ini berdampak pada perubahan pada konstruksi utama. Konstruksi yang sebelumnya adalah berposisi sebagai kantilever berubah menjadi konstruksi portal. Tentunya hal ini juga berdampak pada beban yang berada di bawahnya. LATAR BELAKANG Konstruksi Beton bertulang memiliki kelebihan pada mudahnya membentuk ukuran sesuai dengan kapasitas layannya, dan ini berbeda dengan Baja. Baja adalah dibentuk berdasar Profil yang telah tersedia di pasaran. Bila kapasitas layan lebih besar 0.001 diatas dari kebutuhan Profil bajanya, maka dimensi harus dirubah, dan sangat mungkin dimensinya menjadi terlampau boros dibanding kapasitas yang akan dilayani.
Gambar 1. Balkon (Lantai 3) Fakultas Teknik UMJ yang akan berubah Fungsi Pemanfaatan terhadap beban konstruksi juga ikut memperngaruhi pemilihan material konstruksi yang digunakan. Pertimbangan utama dari kemampuan pondasi terhadap daya dukung tanah akibat beban tambah, dan konstruksi yang ada di bawahnya. Konstruksi Balkon berada pada lantai 3 dan konstruksi (portal)nya berada pada lantai 2 atau berada pada ruang Aula yang dimaksud.
40 | K o n s t r u k s i a
Analisis Sambungan Sistem Sarung Sebagai Solusi (Haryo Koco Buwono)
Gambar 2. Denah dan Potongan Rencana Perubahan Aula Aula, menurut Arsitekturnya, juga dimanfaatkan sebagai ruangan dengan fung si “ON-OFF”, artinya pada saat Aula dipakai sebagai ruang pertemuan besar maka ruangan tersebut dibuka (ON), sedang bila dipakai sebagai ruang kuliah maka Aula OFF. Pemanfaatan ruang dengan keterbatasan lahan yang dimiliki Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. MAKSUD TUJUAN Maksud dari penulisan ini adalah penggunaan dan analisis Konstruksi yang relatif ringan dengan memanfaatkan Konstruksi eksisting dengan Tujuan agar tidak mengganggu atau merubah konstruksi yang berada dibawahnya. Bahan material Konstruksi eksisting adalah beton bertulang dan bahan material pemanfaatan Ruangan Kuliah adalah Baja Profil. IDENTIFIKASI MASALAH a. b. c. d.
Konstruksi Eksisting Beton Bertulang, Konstruksi Pondasi Beton Bertulang model Pelat Setempat, Konstruksi Sambungan Model sambungan
PERUMUSAN MASALAH a. b. c. d.
Penetapan Konstruksi Sambungan/Perubah Ruangan, Penetapan Model Sambungan terhadap Konstruksi Eksisting dan Konstruksi Baru. Analisis Modelisasi Konstruksi, Analisis Modelisasi Sambungan.
BATASAN MASALAH a. b. c.
Material Baja Profil WF untuk Konstruksi Kolom, Material Baja Profil WF untuk Konstruksi Balok, Material Baja Pelat untuk Konstruksi sambungan, 41 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
d. e.
Modelisasi dan Perencanaan dengan Alat Bantu SAP 2000, Penghitungan Baja dengan Load Resistance factor Design (LRFD).
TEORI BETON Struktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen plat lantai, balok anak, balok induk dan kolom. Dasar – dasar perhitungan analisis beton : 1. Penampang yang semula rata akan tetap rata setelah terjadi deformasi atau perubahan bentuk sampai beton mengalami kehancuran. (Bernouli) 2. Ikatan antara beton dan tulangan akan tetap dipertahankan sampai saat kehancuran. Dalam hal ini berarti regangan yang terjadi di dalam beton sama dengan regangan yang terjadi di dalam baja tulangan εc = εs 3. Diagram tegangan – regangan beton sesuai pada grafik dan regangan maksimum yang terjadi di dalam beton, εec ( max. ) adalah 0,0003 4. Didalam perencanaan, kemampuan tegangan tarik beton dianggap nol ( 0 ). Segera setelah tegangan tarik hancur beton tercapai pada serat balok yang tertarik, retak rambut akan terbentuk diawali dari dasar balok dan menjalar sampai pada penampang netral. Kehancuran gelagar akan terjadi karena : 1. Regangan beton diserat teratas ( serat tertekan ) mencapai nilai maksimum 0.003. 2. Regangan tulangan sama εs dengan atau lebih besar dari εy dan tegangan ulangan sama dengan tegangan leleh fy. Pada saat beton dalam keadaan under reinforced dimana tulangan baja tarik kurang dari yang diperlukan maka εs yang diperoleh akan lebih besar dari regangan leleh atau kehancuran balok diawali dengan melelehnya tulangan. Pada kondisi over reinforced dimana tulangan baja tarik yang dipasang lebih besar dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan, letak garis netral bergeser ke bawah. Kehancuran beton pada kondisi over reinforced akan terjadi keruntuhan secara mendadak. Petak plat dibatasi oleh balok anak pada kedua sisi panjang dan balok induk pada kedua sisi pendek. Bila perbandingan balok tumpuan yang membatasi petak plat antara sisi panjang dengan sisi pendek lebih dari 2, maka plat dianggap hanya bekerja pada satu arah. Plat struktur satu arah didefinisikan sebagai plat yang didukung oleh kedua tepi yang berhadapan hingga lenturan yang timbul hanya dalam satu arah saja. Satu satuan lajur plat yang membentang diantara kedua tumpuan dianggap sebagai balok dengan lebar satu satuan dan tinggi h sesuai dengan tebal plat tersebut. Pembebanan disesuaikan dengan menjadi beban per satuan panjang lajur plat, dengan demikian gaya momen yang timbul merupakan gaya per lebar satuan plat. Pemasangan tulangan lentur sesuai dengan kelengkungan dan momen pada suatu balok yang membentang diantara dua tumpuan. Beton menyusut ketika adukan semen mengeras. Penyusutan tersebut dapat diperkecil dengan memakai beton berkadar air rendah dengan tetap memperhatikan kelecakan, kekuatan beton yang direncanakan dan proses pembasahan (curing) setelah pengecoran. Beton akan mengalami tegangan susut bila beton tidak mangalami kontraksi susut secara bebas. Perbedaan suhu relatif terhadap suhu pada saat pengecoran akan menimbulkan 42 | K o n s t r u k s i a
Analisis Sambungan Sistem Sarung Sebagai Solusi (Haryo Koco Buwono)
efek yang serupa dengan penyusutan. Tegangan susut dan tegangan temperatur pada beton dapat menimbulkan retak. Retak dapat diperkecil dengan memberikan tulangan susut. TEORI BAJA Ada 3 cara perhitungan yang dapat digunakan untuk merencanakan struktur baja, 1. Metode Elastis (ASD = Allowable Stress Design) 2. Metode Plastis (PD = Plastic Design) 3. Metode LRFD (Load Resistance Factor Design) Metode elastis menggunakan satu faktor keamanan (factor of safety), metode plastis menggunakan dua faktor beban (load factor = LF) untuk beban gravitasi LF = 1,7 dan beban sementara LF = 1,7. Sedangkan metode LRFD menggunakan ketidaksamaan sebagai berikut:
Semua beban Q dikalikan dengan faktor beban, g, dan semua tahanan R di-kalikan dengan faktor tahanan, f. Peraturan baja yang baru menggunakan sistim LRFD. DATA FISIK Hasil Mutu beton yang didapatkan dari menggunakan pengukuran kuat tekan non destruktif test, menghasilkan rata-rata K-350 (f’c = 300 kg/cm2). Pengujian dilaksanakan pemilihan secara acak elemen konstruksi di sekitar perubahan konstruksi Aulanya.
Gambar Tulangan Balok Balkon (Cantilever) Hasil Pemeriksaan jumlah tulangan / pembesian terpasang untuk Balok Kantilever mempunyai tulangan atas sebanyak 6D32, dan tulangan bawah 5D32 dengan bentang balok kantilever sepanjang 3 m. Dimensi balok kantilever adalah 20 x 40 cm 2. Hasil 43 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
pemeriksaan Tulangan Kolom adalah didasarkan dari Tulangan Kolom yang ditinjau dari lantai dasar yang menembus ke lantai Aula dengan cara diketrik (dikupas) untuk meninjau jumlah tulangannya. Hasilnya Tulangan Kolom adalah berjumlah 8D32 ditambah “tulangan ekstra” 4D16. PERANCANGAN Tahap perancangan adalah dimulai dari Desain konstruksi tambahan lantai yang nantinya akan membebani konstruksi eksisting. Konstruksi ini didesain dengan material konstruksi baja, seperti diuraikan sebelumnya agar beban tersebut lebih ringan mengingat berat jenis baja lebih ringan dibandingkan beton bertulang. Perletakan diasumsikan kondisi sendi (bukan terjepit). Asumsi dasarnya adalah input data primer hasil dari uji fisik bangunan eksisting, kemudian dilanjutkan dengan modelisasi konstruksi Balok Kantilever tersebut.
Gambar 3. Denah Konstruksi Tambahan yang terhubung dengan kantilever balkon
Gambar 4. Modelisasi Lantai Tambahan yang terhubung dengan kantilever balkon
44 | K o n s t r u k s i a
Analisis Sambungan Sistem Sarung Sebagai Solusi (Haryo Koco Buwono)
HASIL ANALISIS Elemen Balok Kantilever Balkon eksisting sulit diangkur, bila di sisi depan dibuatkan sambungan, maka dibuat ide dengan Sambungan Sarung. Sambungan Sarung yang dimaksud adalah memberikan perkuatan sambungan antara konstruksi baja dan beton dari momen puntir, momen lentur (walau dalam modelisasinya sendi), dan tarik. Filosofi dari konstruksi seperti Gambar 3 dan 4 tersebut, adalah memiliki dampak tarik pada sambungan akibat dari beban vertikal maupun beban horisontal gempa. Hasil hitungan tersebut menunjukkan bahwa, harus ditinjau sebagai sebelum dilakukan penyambungan untuk selanjutnya disebut sebagai Konstruksi eksisting dan pasca penyambungan dengan Kontruksi baja. Ide dasar: Kondisi Eksisting
Balok Beton 2 m
Pasca penambahan Konstruksi Portal Baja
Balok Beton 2 m
Balok Baja 6 m
Gambar 5. Eksisting dan pasca penyambungan dengan ilustrasi Mekanika Teknik
45 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
46 | K o n s t r u k s i a
Analisis Sambungan Sistem Sarung Sebagai Solusi (Haryo Koco Buwono)
Gambar 6. Pemasangan di lapangan dari hasil analisa perhitungan
47 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Gambar 7. Pemasangan di lapangan dari hasil analisa perhitungan KESIMPULAN 1. Untuk mengatasi kegagalan struktur akibat penggabungan Beton dan Baja, maka dibuat ide Sistem Sarung. Sistem Sarung adalah mengurangi efek tarik, geser dan puntir. 2. Muncul Sistem Sarung ini juga karena terdapat masalah dalam pemasangan angkur secara horisontal terhadap Balok Beton karena Balok tersebut memiliki tulangan yang relatif besar dan memenuhi penampang balok Beton tersebut. 3. Pemasangan ini jatuh pada Gaya Geser mendekati nol dan masih didaerah momen negatif yang artinya Tulangan Beton kantilever tersebut masih memiliki fungsinya untuk menerima momen negatif. PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002, 2002 Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI 03-1726-1989, 1989 Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002, 2002 Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, PPIUG-1983, 1983
48 | K o n s t r u k s i a
Model Kebutuhan Transportasi Menggunakan Data Volume Lalu Lintas (Rusmadi Suyuti)
MODEL KEBUTUHAN TRANSPORTASI MENGGUNAKAN DATA VOLUME LALU LINTAS oleh : Rusmadi Suyuti Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadyah Jakarta email:
[email protected] ABSTRAK: Masalah-masalah yang timbul di dalam sistem transportasi memerlukan Matriks AsalTujuan (MAT) sebagai input utama yang merepresentasikan pola perjalanan pada suatu wilayah perencanaan. Metode untuk mendapatkan MAT dapat dikelompokkan menjadi Metode Konvensional dan Metode berdasarkan data arus lalu lintas (biasanya disebut Metode Tidak Konvensional). Metode Tidak Konvensional merupakan suatu metode estimasi yang cukup efektif dan ekonomis karena data utama yang dibutuhkannya adalah data arus lalu lintas yang untuk memperolehnya membutuhkan biaya yang murah, banyak tersedia dan mudah didapat. MAT yang dihasilkan dari data arus lalu lintas selanjutnya dapat dibedakan menjadi dua kondisi yaitu MAT pada kondisi saat ini dan MAT yang diprediksi untuk masa mendatang. Estimasi MAT pada kondisi saat ini digunakan sebagai input dalam memprakirakan MAT di masa mendatang. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memodelkan perilaku kebutuhan transportasi di dalam wilayah studi. Tujuan penelitian ini adalah melanjutkan pengembangan metode estimasi model kebutuhan transportasi berdasarkan informasi data arus lalu lintas, dalam meninjau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keakurasian MAT. Model yang dikembangkan selanjutnya di uji menggunakan data Kota Bandung dan sekitarnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa MAT hasil estimasi menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi terhadap MAT hasil pengamatan. Metode uji statistik yang digunakan adalah: Root Mean Square Error (RMSE), Mean Absolute Error (MAE), Normalised Mean Absolute Error (NMAE) dan Koefisien Determinasi (R2 dan SR2). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model GO selalu menghasilkan arus lalu lintas hasil estimasi yang terbaik. Jika dipertimbangkan beberapa kriteria tambahan, maka secara keseluruhan metode estimasi yang terbaik adalah kombinasi antara model GR dengan metode estimasi KTB. Disamping itu, dari hasil yang diperoleh, penggunaan metode pemilihan rute keseimbangan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan penggunaan metode all-ornothing. Kata Kunci: model kebutuhan transportasi, arus lalu lintas, model estimasi, model gravity, model pemilihan rute ABSTRACT: The problems that arise in the transportation system requires a matrix of OriginDestination (OD) as the main input that represents the travel patterns in an areaof planning. Method to get the MAT can be grouped into the Conventional Method and Method based on traffic flow data (usually called Method Not Conventional). Conventional methods are not an estimation method is quite effective and economical because it needs the primary data is data traffic flows to obtain it requires low cost, widely available and easily obtainable. MAT generated from traffic flow data can be further divided into two conditions: MAT oncurrent conditions and predicted MAT for the future. Estimates of OD in the current condition is used as input in predicting the future of OD. One way that can be done is to model the behavior of transportation needs within the study area. The purpose of this research is to continue developing transportation demand model estimation method based on traffic flow data information, in reviewing the factors that influence the accuracy of MAT. The model was developed further in the test using the data of Bandung and its surroundings. The results showed that the OD estimation results indicate a high level of conformity of the MAT observations. Statistical methods used were: Root Mean Square Error (RMSE), Mean Absolute Error (MAE), Normalised Mean Absolute Error (NMAE) and coefficient of determination (R2 and SR2). The research concluded that the GO model always produces traffic flow estimation the best results. If you consider some additional criteria, the overall estimation method is best combined with the GR model estimation method KTB. In addition, the results obtained, the use of the balance of the route selection method has a 49 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010 significant effect when compared withthe use of all-or-nothing. Keywords: model of transportation demand, traffic flow, estimation model, gravity model, route choice model
PENDAHULUAN Pada hampir seluruh aplikasi perencanaan transportasi, input data yang paling sulit dan mahal diperoleh adalah matriks asal-tujuan (MAT). Metode yang telah dikembangkan untuk mendapatkan MAT secara garis besar dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu metode konvensional dan metode tidak konvensional. Metode konvensional untuk mendapatkan MAT dilakukan melalui survei wawancara rumah tangga atau survei wawancara di tepi jalan. Survei tersebut biasanya memerlukan biaya yang besar, tenaga surveyor yang banyak, ketelitian yang tinggi dalam pengolahan data, waktu yang lama serta umumnya mengganggu pengguna jalan. Untuk mengatasi kendala tersebut, telah dikembangkan metode lain yaitu metode tidak konvensional. Metode tersebut menggunakan informasi data arus lalulintas di ruas jalan untuk memperkirakan MAT. MAT yang dihasilkan dari informasi arus lalu lintas selanjutnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kondisi yaitu MAT yang ada pada kondisi saat ini dan MAT yang diprediksi untuk menggambarkan kondisi pergerakan di masa mendatang. Pada kasus pertama, MAT menggambarkan pola perjalanan pada kondisi yang berlaku saat ini. Sedangkan pada kasus kedua, prediksi tata guna lahan dan sosial ekonomi diperlukan untuk memprakirakan MAT di masa mendatang, dan selanjutnya untuk menghasilkan prakiraan arus lalu lintas di masa mendatang. Estimasi MAT pada kondisi saat ini diperlukan untuk menyelesaikan banyak tugas-tugas di bidang manajemen transportasi. Disamping itu MAT tersebut juga digunakan sebagai input dalam memprakirakan MAT di masa mendatang untuk keperluan perencanaan transportasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memprakirakan MAT masa mendatang adalah dengan memodelkan perilaku lalu lintas atau kebutuhan transportasi di dalam wilayah studi. Pada penelitian sebelumnya, Tamin (1988) dan Tamin et al, (2000) telah mengembangkan suatu metode estimasi model kebutuhan transportasi dengan menggunakan model sebaran pergerakan Gravity (GR) dan Gravity-Opportunity (GO). Sedangkan metode estimasi yang digunakan mengkalibrasi parameter model tersebut adalah metode Kuadrat-Terkecil (KT) dan Kemiripan-Maksimum (KM), Inferensi-Bayes (IB) dan Entropi-Maksimum (EM). Disamping itu juga ditinjau faktor-faktor pengaruh lainnya, seperti: lokasi terbaik data arus lalu lintas, jumlah optimum data arus lalu lintas, pengaruh tundaan di simpang, pengaruh fluktuasi arus lalu lintas serta kombinasi model Sebaran Pergerakan-Pemilihan Moda. Kedua metode terdahulu tersebut menggunakan teknik pemilihan rute proporsional, dimana proporsi pemilihan rute (
p idl ) tidak tergantung pada volume arus lalu lintas.
Contoh yang paling umum untuk jenis ini adalah pemilihan rute all-or-nothing. Metode tersebut membuat proses estimasi menjadi lebih sederhana karena nilai 50 | K o n s t r u k s i a
p idl dapat
Model Kebutuhan Transportasi Menggunakan Data Volume Lalu Lintas (Rusmadi Suyuti)
diestimasi sebelumnya dan secara tersendiri (independent). Meskipun demikian pada kondisi di wilayah perkotaan dimana sering terjadi kemacetan, teknik pemilihan rute proporsional tersebut menjadi kurang realistis. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk melanjutkan penelitianpenelitian terdahulu, khususnya dengan cara mengembangkan teknik pemilihan rute tidak proporsional seperti pemilihan rute keseimbangan (equilibrium assignment) untuk menentukan nilai
p idl . Dengan metode ini nilai p idl tidak dapat diestimasi sebelumnya,
karena merupakan fungsi dari arus lalu lintas. Penggunaan metode pemilihan rute tidak proporsional tersebut mengakibatkan proses iterasi menjadi lebih kompleks dan lebih lama.
METODOLOGI STUDI 1. Metodologi Penelitian Metodologi ini disusun agar setiap tahap kegiatan dari proses penelitian ini dapat berjalan dengan baik, sehingga dapat mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara umum, metodologi ini dapat dilihat dalam bagan alir pada Gambar 1 di bawah ini. INPUT DATA · Data arus lalulintas · Sistem Jaringan · Sistem Zona · Oi, Dd
Nilai Awal Parameter Pengaruh Model Sebaran Pergerakan : Gravity (GR) dan Gravity-Opportunity (GO) Matriks-Asal-Tujuan (MAT) Pengaruh Model Pemilihan Rute : All-Or-Nothing dan Equilibrium Assignment pidl Perubahan Nilai Parameter
Pengaruh Metode Estimasi Parameter Model : Kuadrat-Terkecil (KT), Kemiripan-Maksimum (KM), Inferensi-Bayes (IB), EntropiMaksimum (EM)
Volume Lalu Lintas
Estimasi Parameter, Fungsi Tujuan
tidak
Tes Konvergensi
ya
Selesai
Faktor Pengaruh Untuk Tiap Tahap Dari Proses Pemodelan
Estimasi Model Kebutuhan Transportasi Dengan Data Arus Lalu Lintas
Gambar 1. Metodologi Penelitian 51 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
2. Pengaruh Model Sebaran Pergerakan 2.1. Model Gravity (GR) Pada model gravity penyebaran pergerakan didasarkan pada aksesibilitas, bangkitan dan tarikan dari zona asal ke zona tujuan. Gambaran tingkat kemudahan dalam mencapai zona tujuan dalam model ini dinyatakan dalam fungsi biaya perjalanan atau fungsi hambatan (impedance function). Model ini diilhami oleh konsep hukum gravity Newton (Tamin, 2000). Persamaan model gravity adalah sebagai berikut:
Tid Oi . Dd . Ai .Bd . f (C id )
(1)
dimana :
Ai
1 Bd Dd f (C id )
(2)
i
Bd
1 Ai Oi f C id
(3)
d
Tid
= jumlah pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d
Ai ; B d
= faktor penyeimbang masing-masing untuk setiap asal i dan tujuan d
Oi
= total pergerakan dari zona asal i
Dd
= total pergerakan ke zona tujuan d
f(Cid)
= fungsi umum biaya perjalanan / fungsi hambatan
Persamaan fungsi hambatan diantaranya adalah : Fungsi Pangkat
:
f C id C id
(4)
Fungsi eksponensial
:
f (C id ) e Cid
(5)
Fungsi Tanner
:
f (C id ) C id .e Cid
(6)
52 | K o n s t r u k s i a
Model Kebutuhan Transportasi Menggunakan Data Volume Lalu Lintas (Rusmadi Suyuti)
2.2. Model Gravity-Opportunity (GO) Tamin (2000) menyatakan bahwa model Intervening-Opportunity telah dikembangkan oleh Stouffer pada tahun 1940, dengan mengasumsikan bahwa jumlah pergerakan dari suatu zona asal ke zona tujuan adalah berbanding lurus dengan jumlah kesempatan pada zona tujuan, dan berbanding terbalik dengan jumlah kesempatan-antara. Jadi, model Gravity kurang memperhatikan efek Intervening, sedangkan model Opportunity tidak memperhatikan efek aksesibilitas, sehingga secara logis, model yang ideal akan diperoleh dengan menggabungkan kedua efek tersebut dalam satu model, yaitu model Gravity-Opportunity (GO). Bentuk dasar model GR dan IO bisa didapat sebagai kasus khusus. Jadi pemilihan antara pendekatan model GR atau IO diputuskan secara empirik dan statistik dengan menggunakan batasan parameter yang mengontrol bentuk fungsi mekanisme penyebaran pergerakan. Tamin (2000) mengusulkan formulasi model GO sebagai berikut:
Tid Oi . Dd . Ai .Bd . f id
(7)
dimana: ·
Ai dan Bd didefinisikan sebagai persamaan (2) dan (3)
·
f id δ ijd1 .Fij
(8)
j
ε,μ
ε,μ
·
j j 1 Fij U ip U ip p p i Ω U ip exp 1 ε .α .Dp β .CipΦ
·
D ij δ ijd .Dd
·
(9)
(10) (11)
d
· · 2.2.1.
Parameter (Ω, Φ) dipilih terlebih dahulu, di luar proses kalibrasi (lihat Tabel 1) Transformasi (ε, µ) didefinisikan dengan Tabel 2 Spesifikasi Faktor Kesempatan
Spesifikasi faktor kesempatan merupakan pernyataan dari kombinasi faktor kesempatan dan faktor hambatan. Secara umum ada empat kombinasi yang biasa dipakai dalam perhitungan model gravity-opportunity, seperti yang terlihat pada tabel berikut. Parameter yang menentukan spesifikasi adalah Ω dan Φ. Ω merupakan parameter bagi spesifikasi fungsi kesempatan sedangkan Φ parameter bagi fungsi hambatan. Nilai 0 bagi parameter tersebut menandakan spesifikasi fungsi tersebut adalah jenis pangkat, sedangkan jika nilainya satu merupakan jenis eksponensial. 53 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Tabel 1. Spesifikasi Fungsi Kesempatan Ω
Φ
Ω
Φ
1
Kesempatan-Antara
Hambatan
exp β.C ipΦ
1
exp1 ε .α. D
0
0
D αpi1 ε
C ip β
1
0
exp 1 ε . . Dip
0
1
D αpi1 ε
exp 1 ε .α. DipΩ i p
exp β.C ip
C ip β
exp β.C ip
Uip
exp1 ε.α.D
exp 1 ε .α. DipΩ β.C ipΦ i p
β.C ip
Dαpi1ε .C ip β
exp1 ε.α. log
exp 1 ε . . Dip β.loge Cip e
Dip .Cip
Sumber : Wills (1986) seperti ditulis dalam Tamin (2000)
2.2.2.
Struktur Faktor Proporsi
Sebagaimana sebuah fungsi kontinyu pernyataan sebuah peluang selalu dinyatakan dari selisih dua buah peluang kumulatif. Dalam perhitungan model gravity-opportunity, struktur fungsi kesempatan dinyatakan sebagai kombinasi dari ε dan µ. Dari kombinasi dua parameter tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan 6 struktur fungsi yaitu: Logaritmic-Opportunity (LO), Direct-Opportunity (DO), Gravity (GR), Inverse-Opportunity (IO), Exponential-Opportunity (EO) dan Blended-Opportunity (BO).
54 | K o n s t r u k s i a
Model Kebutuhan Transportasi Menggunakan Data Volume Lalu Lintas (Rusmadi Suyuti)
Tabel 2. Spesifikasi Faktor Proporsi Bentuk
µ
ε
Cummulative Opportunities (Xij)
j U ip p
ε,μ
GO
0≤µ≤1
0 ≤ε≤ 1
LO
1
0
j log e U ip p ε
DO
1
0≤ε≤ 1
j U ip p
GR
0≤µ≤1
1
j U ip p 1/ε
IO
0
0≤ε≤1
j U ip p
EO
0
0
j exp U ip p
BO
0≤µ≤1
Faktor Proporsi (Fij)
j U ip p
ε,μ
j 1 U ip p
ε,μ
j j 1 log e U ip log e U ip p p j U ip p
ε
j 1 U ip p
ε
Uip
j U ip p
1/ε
j 1 U ip p
1/ε
j j 1 exp U ip exp U ip p p
j μ loge U ip p
j j 1 μ loge U ip loge U ip p p
j 1 μ exp U ip p
1 μ exp U ip exp U ip
0
j
j 1
p
Sumber: Wills (1986) seperti ditulis dalam Tamin (2000)
55 | K o n s t r u k s i a
p
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
3.
Pengaruh Metode Estimasi
3.1. Metode Estimasi Kuadrat-Terkecil (KT) Metode estimasi ini mencoba mengkalibrasi parameter model transportasi yang tidak diketahui sehingga meminimumkan jumlah perbedaan kuadrat antara arus lalulintas hasil estimasi dan hasil pengamatan. Secara matematis, masalah kalibrasi dari metode penaksiran kuadrat-terkecil dapat dinyatakan sebagai berikut dengan
= 1 untuk KT atau V = Vˆ untuk KuadratV l l l
Terkecil-Berbobot (KTB):
V Vˆ l l Minimum S V l 1 l L
2
(12)
dimana : Vl
Vˆ l
= jumlah arus di ruas hasil estimasi = jumlah arus di ruas hasil pengamatan
3.2. Metode Estimasi Kemungkinan-Maksimum (KM) Tamin (1988, 1999) juga sudah membangun metode estimasi yang mecoba untuk memaksimumkan kemungkinan yang tercantum pada persamaan di bawah. Kerangka kerja dari metode estimasi KM adalah berupa pemilihan hipotesis H yang memaksimumkan persamaan di bawah dengan batasan tertentu, yang nantinya menghasilkan sebaran Vl yang paling sesuai dengan data hasil survey ( Vˆl ). Fungsi obyektif dari kerangka kerja ini adalah: Memaksimumkan :
L c . pVll ˆ
(13)
l
Dengan batasan:
V
l
VˆT 0
(14)
l
Dimana :
VˆT = arus total lalu lintas hasil pengamatan c = konstanta, dimana
pl
Vl Vˆ
T
56 | K o n s t r u k s i a
Model Kebutuhan Transportasi Menggunakan Data Volume Lalu Lintas (Rusmadi Suyuti)
3.3. Metode Estimasi Inferensi-Bayes (IB) Tamin (1999) menyebutkan, metode ini menggunakan suatu probabilitas subyektif untuk mengukur tingkat kepercayaan tentang suatu keadaan. Pada metode ini, pertimbangan subyektif berdasarkan intuisi, pengalaman atau informasi yang tidak langsung, secara sistematis digabungkan dengan data pengamatan untuk mendapatkan suatu taksiran yang seimbang. Fungsi obyektif dari metode estimasi Inferensi-Bayes (IB) adalah : Maksimumkan
L N N IB τ lVl Vˆl loge Tid .pidl l 1 i d
(15)
3.4. Metode Estimasi Entropi-Maksimum (EM) Menurut Tamin (2000), metode estimasi entropi maksimum dikembangkan dari analogi fisika yaitu konsep tentang metode penyusunan mikro suatu sistem tertentu misalnya molekul gas. Pada model sebaran pergerakan diasumsikan bahwa pergerakan yang terjadi seperti molekul gas yang dapat bergerak bebas, sehingga menghasilkan sebaran maksimum. Dalam hal model sebaran perjalanan, pergerakan yang terjadi dapat dianggap sebagai molekul gas yang dapat bergerak bebas sehingga sebarannya maksimum atau distribusinya merata. Hal tersebut merupakan konsep dasar dari pengembangan metode estimasi entropi maksimum. Fungsi tujuan dari model estimasi entropi maksimum adalah sebagai berikut: Memaksimumkan
N N Tid .pidl L N N E1 Tid .pidl .loge i 1 d 1 Vˆl l 1 i 1 d 1
N N T .p l Vˆ id id l i 1 d 1
(16)
4. Pengaruh Metode Pemilihan Rute 4.1. Metoda Pemilihan Rute All-Or-Nothing Metode ini mengasumsikan bahwa proporsi pengendara dalam memilih rute yang diinginkan hanya tergantung pada asumsi pribadi, ciri fisik setiap ruas jalan yang akan dilaluinya, dan tidak tergantung pada tingkat kemacetan. Model ini merupakan model pemilihan rute yang paling sederhana, yang mengasumsikan bahwa semua pengendara berusaha meminimumkan biaya perjalanannya yang tergantung pada karakteristik jaringan jalan dan asumsi pengendara. Jika semua pengendara 57 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
memperkirakan biaya ini dengan cara yang sama, pastilah mereka memilih rute yang sama. Biaya ini dianggap tetap dan tidak dipengaruhi oleh efek kemacetan. 4.2. Metoda Pemilihan Rute Keseimbangan (Equilibrium Assignment) Jika seseorang mengabaikan efek stokastik dan menganggap batasan-kapasitas sebagai salah satu mekanisme proses penyebaran pergerakan dalam suatu jaringan, dia harus mempertimbangkan beberapa set model. Sebagai contoh: model batasan-kapasitas harus menggunakan fungsi yang mengaitkan pergerakan dengan waktu tempuh. Model ini menggunakan prinsip keseimbangan Wardrop (1952). Asumsi dasar pemodelan keseimbangan adalah, pada kondisi tidak macet, setiap pengendara akan berusaha meminimumkan biaya perjalanannya dengan beralih menggunakan rute alternatif. Bagi pengendara tersebut, biaya dari semua alternatif rute yang ada diasumsikan diketahui secara implisit dalam pemodelan. Jika tidak satupun pengendara dapat memperkecil biaya tersebut, maka sistem dikatakan telah mencapai kondisi keseimbangan.
ANALISIS DATA Untuk mencari validasi dari setiap metode estimasi digunakan data arus lalu lintas dari Kota Bandung. Model jaringan jalan dibentuk sebagai wakil suplai jaringan jalan terdiri dari 1238 ruas (total 2279 ruas jalan per arah) yang meliputi semua jalan arteri, kolektor dan beberapa ruas jalan local penting. Model sistem zona yang mewakili sisi permintaan perjalanan terdiri dari tota 125 zona dengan perincian 100 zona internal di wilayah Kota Bandung dan 25 zona eksternal di wilayah Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang. Uji statistik yang dilakukan adalah tes Root Mean Square Error (RMSE maupun %RMSE), Mean Absolute Error (MAE maupun NMAE) dan koefisien determinasi (R 2 dan SR2). 1. Pengaruh Model Sebaran Pergerakan 1.1. Model Sebaran Pergerakan Gravity (GR) Hasil estimasi parameter model kebutuhan transportasi yang dihasilkan untuk berbagai jenis model GR adalah ditunjukkan pada Tabel 3. Proses tersebut dilakukan dengan metode estimasi Kuadrat-Terkecil-Berbobot (KTB), fungsi hambatan eksponensial-negatif dan metode pemilihan rute keseimbangan (equilibrium assignment).
58 | K o n s t r u k s i a
Model Kebutuhan Transportasi Menggunakan Data Volume Lalu Lintas (Rusmadi Suyuti)
Tabel 3 Hasil Estimasi Parameter Model Transportasi Menurut Jenis Model GR Fungsi Eksponensial-Negatif
No
Model Gravity
1
Batasan-bangkitan
0,117298
167710,515
2
Batasan-tarikan
0,146357
245954,062
3
Batasan-bangkitan-tarikan
0,060252
58142,598
β
Fungsi Tujuan
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari ketiga jenis model GR, model GR dengan batasanbangkitan-tarikan menghasilkan tingkat keakurasian yang paling baik dibandingkan jenis model GR lainnya. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan nilai minimum dari fungsi tujuan dari metode estimasi KTB, dimana jenis batasan-bangkitan-tarikan nilainya paling kecil. Berdasarkan hasil estimasi untuk model batasan-bangkitan-tarikan, selanjutnya dilakukan estimasi parameter menurut jenis fungsi hambatan. Hasil estimasi parameter model kebutuhan transportasi yang dihasilkan untuk berbagai jenis fungsi hambatan adalah ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Estimasi Parameter Model Transportasi Menurut Jenis Fungsi Hambatan Batasan-Bangkitan-Tarikan
No
Fungsi Hambatan
1
Eksponensial-Negatif
-
0,060252
58142,5976
2
Pangkat
-
0,728481
50267,9843
3
Tanner
0,959449
-0,021262
44839,0234
α
β
Fungsi Tujuan
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil perbandingan antara tiap jenis fungsi hambatan menunjukkan bahwa fungsi hambatan Tanner memberikan tingkat kinerja yang terbaik. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan nilai minimum dari fungsi tujuan dari metode estimasi KTB. Setelah fungsi Tanner, urutan terbaik selanjutnya adalah fungsi pangkat. Fungsi ini kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan fungsi eksponensial-negatif. Jika dikombinasikan dengan jenis model GR seperti telah dibahas sebelumnya, maka kinerja terbaik ditunjukkan oleh jenis model GR batasan-bangkitan-tarikan (DCGR) dengan fungsi hambatan Tanner.
1.2. Model Sebaran Pergerakan Gravity-Opportunity (GO) 59 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
Dalam penerapan model ini, digunakan kombinasi nilai parameter Ω dan Φ sebagai berikut : Ω=1 dan Φ=1; Ω=1 dan Φ=0; Ω=0 dan Φ=1 serta Ω=0 dan Φ=0. Sedangkan parameter Box-Cox ε dan μ ditetapkan di luar proses kalibrasi utama. Dengan menentukan kombinasi dari ε dan μ, nilai fungsi tujuan dan parameter α dan β diestimasi berdasarkan nilai awal parameter α dan β. Hasil penerapan pada data Kota Bandung menunjukkan bahwa kombinasi parameter model GO dengan nilai fungsi tujuan yang optimum untuk masing-masing metode estimasi ternyata menuju pada satu nilai kombinasi, terutama pada kombinasi parameter ε dan μ di mana ε=0,9 dan μ=0,1. Sedangkan nilai α dan β yang diperoleh relatif berdekatan. Pada akhirnya, pengujian statistik arus estimasi untuk masing-masing metodepun menghasilkan nilai yang relatif berdekatan. Hasil estimasi parameter model kebutuhan transportasi yang dihasilkan dengan Model GO untuk berbagai jenis kombinasi fungsi kesempatan (nilai Ω dan Φ) adalah ditunjukkan pada Tabel 5. Proses tersebut dilakukan dengan metode estimasi Kuadrat-TerkecilBerbobot (KTB) dan metode pemilihan rute keseimbangan (equilibrium assignment). Tabel 5 Hasil Estimasi Parameter Model Transportasi Menurut Jenis Model GO No
Nilai Ω dan Φ
α
β
Fungsi Tujuan
1
Ω = 1, Φ = 1
- 0,004616
0,076779
51725,2539
2
Ω = 1, Φ = 0
0,010389
0,927236
51733,5078
3
Ω = 0, Φ = 1
2,100345
0,080499
54386,3632
4
Ω = 0, Φ = 0
0,910340
0,908528
51455,0078
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa keempat kombinasi spesifikasi fungsi kesempatan menunjukkan tingkat kinerja relatif hampir sama antara satu dengan lainnya. 1.3. Pengaruh Metode Estimasi Parameter Hasil estimasi parameter model kebutuhan transportasi yang dihasilkan untuk berbagai jenis metode estimasi adalah ditunjukkan pada Tabel 6. Proses tersebut dilakukan dengan model GR dengan batasan-bangkitan-tarikan, fungsi hambatan eksponensial-negatif dan metode pemilihan rute keseimbangan (equilibrium assignment). Model batasan-bangkitantarikan dipilih karena berdasarkan hasil simulasi pada bagian sebelumnya, menunjukkan kinerja yang terbaik jika dibandingkan dengan model batasan-bangkitan maupun batasantarikan.
Tabel 6 Hasil Estimasi Parameter Model Transportasi Menurut Jenis Metode Estimasi Pada 60 | K o n s t r u k s i a
Model Kebutuhan Transportasi Menggunakan Data Volume Lalu Lintas (Rusmadi Suyuti)
Kondisi Model GR Batasan-Bangkitan-Tarikan dan Pemilihan Rute Keseimbangan GR
No
Metode Estimasi
1
Kuadrat-Terkecil (KT)
0,060252
47349752,0000
2
Kuadrat-Terkecil-Berbobot (KTB)
0,068619
62175,1445
3
Kemiripan-Maksimum (KM)
0,067810
13279375,0000
4
Inferensi-Bayes (IB)
0,059928
13284560,0000
5
Entropi-Maksimum (EM)
0,063099
-24061,0330
β
Fungsi Tujuan
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa masing-masing metode estimasi menghasilkan parameter β yang nilainya hampir sama antara satu metode dengan metode yang lainnya. Untuk menentukan tingkat kinerja tidak bisa menggunakan parameter nilai fungsi tujuan, karena metode mencari fungsi tujuan berbeda antara satu metode dengan metode lainnya. 1.4. Pengaruh Metode Pemilihan Rute Hasil estimasi parameter model kebutuhan transportasi yang dihasilkan pada kondisi pemilihan rute keseimbangan (equilibrium assignment) dan pemilihan rute all-or-nothing untuk berbagai jenis metode estimasi adalah ditunjukkan pada Tabel 7. Proses tersebut dilakukan dengan model GR dengan batasan-bangkitan-tarikan, fungsi hambatan eksponensial-negatif serta metode estimasi KTB. Untuk model GO digunakan kombinasi fungsi kesempatan Ω=0 dan Φ=0, faktor proporsi ε=0,9 dan μ=0,1 serta metode estimasi KTB. Tabel 7 Hasil Estimasi Parameter Model Transportasi Menurut Jenis Pemilihan Rute GR
GO
N o
Metode Pemilihan Rute
1
Keseimbangan
0,068619
62175,14
0,910340
0,90853
51455,01
2
All-Or-Nothing
0,127845
144568,33
-0,004820
0,12795
130294,19
β
Fungsi Tujuan
α
β
Fungsi Tujuan
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa jika dibandingkan dari nilai fungsi tujuan, maka penggunaan metode pemilihan rute keseimbangan jauh lebih baik dari pada penggunaan metode pemilihan rute all-or-nothing.
61 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia Volume 2 Nomer 1 November 2010
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Penelitian ini bertujuan untuk meninjau tingkat keakurasian MAT yang dihasilkan dari informasi data arus lalulintas yang dipengaruhi oleh faktor-faktor:
· · ·
Metode Sebaran Pergerakan Gravity (GR) dan Gravity-Opportunity (GO) Metode Estimasi Kuadrat-Terkecil (KT), Kemiripan-Maksimum (KM), InferensiBayes (IB) dan Entropi-Maksimum (EM) Teknik Pemilihan Rute All-Or-Nothing dan Keseimbangan (Equilibrium Assignment)
Berdasarkan simulasi berbagai faktor-faktor pengaruh (model kebutuhan transportasi, metode estimasi parameter dan metode pemilihan rute) seperti telah diuraikan di atas, maka model yang menghasilkan tingkat keakurasian paling tinggi adalah metode GO yang dikombinasikan dengan metode estimasi KTB dan metode pemilihan rute keseimbangan (equilibrium assignment). Penggunaan model GO tersebut menghasilkan tingkat keakurasian yang hanya ’sedikit’ lebih baik jika dibandingkan menggunakan model GR. Jika digunakan model GR, maka kombinasi terbaik dihasilkan dengan metode estimasi KTB yang dikombinasikan dengan model batasan-bangkitan-tarikan (DCGR) dengan fungsi hambatan perjalanan Tanner. Jika dibandingkan antara tingkat keakurasian yang dihasilkan serta mempertimbangkan kriteria-kriteria lainnya seperti: kompleksitas perhitungan serta lamanya waktu proses menggunakan komputer, maka diusulkan untuk menggunakan model GR sebagai dasar untuk estimasi model kebutuhan transportasi. Dalam hal ini model GR yang diusulkan, dikombinasikan dengan metode estimasi KTB, dengan model batasan-bangkitan-tarikan (DCGR) dan dengan fungsi hambatan perjalanan Tanner.
PUSTAKA 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
Tamin, O.Z. (1988) The Estimation of Transport Demand Models From Traffic Counts. PhD Dissertation of the University of London, University College London. Tamin, O.Z. and Willumsen, L.G. (1988) Transport Demand Model Estimation From Traffic Counts. Journal of Transportation, UK. Tamin, O.Z., Sjafruddin, A. dan Hidayat, H (1999) Dynamic Origin-Destination (O-D) Matrices Estimation From Real Traffic Count Information. 3rd EASTS Conference Proceeding, Taipei 15 – 17 September 1999, hosted by Chinese Institute of Transportation, Taipei. Tamin, O.Z. (2000) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi 2, Penerbit ITB, Bandung. Tamin, O.Z. etal (2000) Dynamic Origin-Destination (OD) Matrices Estimation From Real Time Traffic Count Information, Laporan Tahap I, Graduate Team Research Grant, Batch IV, University Research for Graduate Education (URGE) project. Tamin, O.Z. etal (2001) Dynamic Origin-Destination (OD) Matrices Estimation From Real Time Traffic Count Information, Laporan Akhir, Graduate Team Research Grant, Batch IV, University Research for Graduate Education (URGE) project. Willumsen, L.G. (1981) An Entropy Maximising Model for Estimating Trip Matrices From Traffic Counts, PhD Thesis, Department of Civil Engineering, University of Leeds.
62 | K o n s t r u k s i a
ISSN 2086 ‐ 7352