Volume 2
Nomor 2 Juni 2013
ISSN : 2301-5970
RSI
M
AT
M
S
UN
VE
TA
I
JURNAL KEDOKTERAN UNRAM ARA
Hubungan Infeksi Cacing Usus Terhadap Anemia Defisiensi Besi Pada Siswa Sekolah Dasar Kelas V Dan Vi Di Desa Dasan Lekong Kecamatan Sukamulia Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011 Hubungan Antara Tuberkulosis Paru Milier Dengan Kejadian Anemia Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di RSUP NTB Perbandingan Efek Pemberian Air Kelapa Muda Dan Air Putih Terhadap Kecepatan Pemulihan Denyut Nadi Pada Pemain Futsal FK Unram Diare Rotavirus Di Mataram Implementation Of Nutrition Curriculum To Undergraduate Students In Faculty Of Medicine, Mataram University Peran Ekokardiografi Dalam Penegakan Diagnosis Dan Penilaian Severitas Stenosis Mitral The Effectiveness Of Exercise And Nutrition Intervention Programmes To Prevent And Manage Obesity Among Young Population
Jurnal Kedokteran Unram
Penasehat Prof. Mulyanto Editor
dr. Hamsu Kadriyan, SpTHT.,M.Kes.
dr. Yunita Sabrina, M.Sc.,Ph.D.
dr. Arfi Syamsun, SpKF., M.Si.Med.
Dewan Redaksi
dr. Doddy Ario Kumboyo, SpOG (K)
dr. Erwin Kresnoadi, M.Si.Med.,SpAn.
dr. Ima Arum Lestarini, M.Si.Med,SpPK
dr. I G N Ommy Agustriadi, SpPD
dr. Ida Ayu Eka Widiastuti, M.Fis.
dr. Bambang Priyanto, SpBS
dr. Ardiana Ekawanti, M.Kes.
dr. Seto Priyambodo, M.Sc.
dr. Nurhidayati, M.Kes.
dr. Pandu Ishak Nandana, SpU
dr. Arif Zuhan, SpB
dr. Dewi Suryani, M.Infectdis(MedMicro)
dr. Fathul Djannah, SpPA
dr. Marie Yuni Andari, SpM
Siti Rahmatul Aini, SF.Apt.,M.Sc.
dr. Yunita Hapsari, M.Sc.SpKK
dr. Akhada Maulana, SpU
dr. Monalisa Nasrul, SpM
dr. Joko Anggoro, M.Sc.,SpPD
Agriana Rosmalina H., M.Farm., Apt
Mitra Bestari
dr. I Made Jawi, M.Kes. (Bagian Farmakologi FK UNUD)
dr. Sofwan Dahlan, SpF (Bagian Bioetik FK UNDIP)
Sekretaris dr. Prima Belia Fathana
Layout dan Percetakan Syarief Roesmayadi
ISSN : 2301-5977 Jurnal Kedokteran Universitas Mataram Edisi 3 Volume 2, Juni 2013
DAFTAR ISI Hubungan Infeksi Cacing Usus Terhadap Anemia Defisiensi Besi Pada Siswa Sekolah Dasar Kelas V Dan Vi Di Desa Dasan Lekong Kecamatan Sukamulia Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011 Zunnurul Hayati, Joko Anggoro, Eka Arie Y................................................................................. 3 Hubungan Antara Tuberkulosis Paru Milier Dengan Kejadian Anemia Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di RSUP NTB Gede Wira Buanayuda, Prima Belia Fathana, Novia Andansari Putri........................................... 10 Perbandingan Efek Pemberian Air Kelapa Muda Dan Air Putih Terhadap Kecepatan Pemulihan Denyut Nadi PadaPemain Futsal FK Unram Ida Ayu Eka Widiastuti, Putu Aditya Wiguna ................................................................................ 19 Diare Rotavirus Di Mataram Sukardi W, Sulaksmana SP, Wahab A , Soenarto Y…...............................................................
26
Implementation Of Nutrition Curriculum To Undergraduate Students In Faculty Of Medicine, Mataram University Eustachius Hagni Wardoyo............................................................................................................ 34 Peran Ekokardiografi Dalam Penegakan Diagnosis Dan Penilaian Severitas Stenosis Mitral Basuki Rahmat ..............................................................…………................................................
42
The Effectiveness Of Exercise And Nutrition Intervention Programmes To Prevent And Manage Obesity Among Young Population Rifana Cholidah ..............................………................................................................................... 47 Petunjuk Penulisan Naskah .......................................................................................................
2
56
HUBUNGAN INFEKSI CACING USUS TERHADAP ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V DAN VI DI DESA DASAN LEKONG KECAMATAN SUKAMULIA KABUPATEN LOMBOK TIMUR TAHUN 2011
Zunnurul Hayati, Joko Anggoro, Eka Arie Y. Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Abstract The Background. Worm infection is a gastrointestinal disease that is characterized by the discovery of worms, worm eggs or larvae on someone which is the prevalence in Indonesia is still relatively high, especially in elementary school children. Worm infection often associated with the incidence of iron deficiency anemia is due to chronic bleeding. The Research Purposes. The purpose of this study was to determine the relationship of intestinal worm infections toward iron deficiency anemia in fifth and sixth grade elementary school student in the village of Dasan Lekong Sukamulia East Lombok District in 2011. Research Methods. This research was observationalstudy, with study design was cross sectional design. Research subjects were elementary school students in classes V and VI Dasan Lekong Village East Lombok District Sukamulia and willing to participate in the study. The subjects selected by Simple Random Sampling. Collecting data using a questionnaire, stool examination by direct methods, levels of hemoglobin and erythrocyte indices through a complete blood count. Data collected and presented in tabular/descriptive form. The Result and Conclusion. This study showed that there was no significant association between worm infection with the incidence of iron deficiency anemia in student of elementary school classes V and VI in the Village District Dasan Lekong Sukamulia East Lombok (p=0.091). Keyword:Worm infection, iron deficiency anemia, elementary school children. Abstrak Latar Belakang. Kecacingan adalah suatu penyakit gestrointestinal yang ditandai dengan ditemukannya cacing, telur, atau larva cacing pada seseorang yang prevalensinya di Indonesia masih tergolong tinggi, terutama pada anak sekolah dasar. Kecacingan seringkali dihubungkan dengan kejadian anemia defisiensi besi salah satunya akibat perdarahan menahun. Tujuan Penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan infeksi cacing usus terhadap anemia defisiensi besi pada siswa sekolah dasar kelas V dan VI di Desa Dasan Lekong Kecamatan Sukamulia Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian observasional, analitik dengan pendekatan secara cross sectional. Subjek penelitian adalah siswa sekolah dasar kelas V dan VI di Desa Dasan Lekong Kecamatan Sukamulia Kabupaten Lombok Timur dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Subjek penelitian dipilih dengan cara Simple Random Sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan feses dengan metode langsung, kadar hemoglobin dan indeks eritrosit melalui pemeriksaan darah lengkap. Data dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel dengan menggunakan bantuan. Hasil dan Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kecacingan dengan kejadian anemia defisiensi besi pada anak SD kelas V dan VI di Desa Dasan Lekong Kecamatan Sukamulia Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011 (p = 0,091). Kata kunci :Kecacingan, anemia defisiensi besi, anak sekolah dasar.
Pendahuluan
(Necator
americanus
duodenale)1.Cacingan
Di Indonesia masih banyak penyakit yang
dan
Ancylostoma ini
merupakan masalah kesehatan, salah satu
mengakibatkan
diantaranya
kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas
ialah
cacing
perut
yang
menurunnnya
dapat
ditularkan melalui tanahatau disebut soil
penderitanya
transmitted helminthesyakni Cacing gelang
banyak
(Ascaris
cambuk
menyebabkan kehilangan karbohidrat dan
(Trichuris trichiura), dan Cacing tambang
protein serta kehilangan darah, sehingga
lumbricoides),
Cacing
3
sehingga
menyebabkan
secara
kondisi
kerugian,
ekonomi karena
menurunkan kualitas sumber daya manusia. Upaya
pemberantasan
penyakit
cacingan
di
dan
Penelitian tentang anemia di Indonesia
pencegahan
Indonesia
masih difokuskan pada balita dan ibu hamil,
harus
karena sasaran prioritas dan program secara
dilakukan terlebih jika melihat prevalensi
nasional mencakup sasaran akhir, yaitu
cacingan di Indonesia pada umumnya masih
penurunan
2
sangat tinggi .
angka
kematian
ibu
dan
perbaikan malnutrisi pada anak.Kelompok
Di Indonesia, angka nasional prevalensi
remaja
dan
anak
usia
sekolah
yang
kecacingan pada tahun 1987 sebesar 78,6%
merupakan generasi penerus bangsa jarang
masih relatif cukup tinggi.Sejak tahun 2002
mendapat perhatian, padahal kelompok ini
hingga 2006, prevalensi penyakit kecacingan
menjadi semakin penting dimana mereka
secara berurutan adalah sebesar 33,3%,
menjadi bagian terbesar penduduk Indonesia
33,0%, 46,8%, 28,4% dan 32,6%
3
6
.Hasil
.Prevalensi anemia defisiensi besi pada
Survei Subdit Diare pada tahun 2002 dan
anak usia sekolah sebesar 25-35%. Nilai
2003 pada 40 sekolah dasar di 10 provinsi
persentase
menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2-
sedang yang perlu segera ditindaklanjuti 7.
96,3% 2.
tersebut
termasuk
kategori
Anemia kurang besi juga dipengaruhi oleh
Kabupaten Lombok Timur merupakan
konsekuensi dari infeksi kecacingan dengan
salah satu provinsi yang menjadi target
hilangnya
darah
pemberantasan dan pencegahan cacingan
kecacingan pada manusia baik oleh cacing
karena mengingat prevalensinya yang masih
gelang,
cukup tinggi serta jangkauannya yang masih
tambang dapat menyebabkan pendarahan
belum merata. Angka cacingan berdasarkan
yang menahun yang berakibat menurunnya
hasil pemeriksaan tinja pada survei cacingan
cadangan
anak sekolah dasar di Desa Sakra dan
menyebabkan timbulnya anemia kurang besi
Keruak pada tahun 2009 adalah 63,2% dan
4
32,9%. Hal ini memperlihatkan bahwa belum
kecacingan dapat disebabkan oleh adanya
semua kawasan di Kabupaten Lombok Timur
lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh
pernah dilakukan survei untuk mengetahui
karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri,
prevalensi cacingan tertutama pada anak
walaupun ini masih belum terjawab dengan
sekolah dasar yang merupakan salah satu
jelas termasuk berapa besar jumlah darah
target dalam pengupayaan pemberantasan
yang hilang dengan infeksi cacing ini 8.
cacing
besi
secara
cambuk
tubuh
kronis.Infeksi
maupun
dan
cacing
akhirnya
.Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi
dan pencegahan cacingan 2.
Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi
Anemia merupakan masalah kesehatan
diperberat keadaannya oleh investasi cacing,
yang paling sering dijumpai di seluruh
terutama
dunia.Diperkirakan 30%penduduk dunia yaitu
kecacingan dan anemia gizi merupakan
sekitar 4,5 miliar menderita anemia dan
masalah yang saling terkait dan dijumpai
sekitar 500 juta orang diantaranya diyakini
bersamaan dalam suatu masyarakat, yaitu
menderita anemia defisiensi besi,terutama
karena rendahnya sosialekonomi masyarakat
mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan
dan sanitasi lingkungan yang sangat tidak
menyusui.
2,4,5
.
oleh
cacing
tambang.Penyakit
memadai sehingga memudahkan terjadinya 4
penularan penyakit infeksi terutama infeksi
Sampling.Metode pengambilan data yakni
8
kecacingan .
dengan
kuesioner
dan
pemeriksaan
laboratorium (Tinja dan Darah).Pengolahan Metodologi Penelitian Penelitian
ini
data dilakukan secara analitik dengan teknik adalah
penelitian
analisis
chi-square antara
untuk
mengetahui
observasional, analitik dengan rancangan
hubungan
penelitian cross sectional .Penelitian ini
diteliti.
dilakukan di SDN yang ada di Desa Dasan
mengolah data-data yang diperoleh adalah
Lekong Kecamatan Sukamulia Kabupaten
dengan
Lombok Timur yang terdiri dari 6 sekolah
SPSS 17.
Analisis
variabel-variabel yang
menggunakan
digunakan
bantuan
yang untuk
software
dasar.Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V dan VI yang berjumlah 430 siswa
Hasil Penelitian
dengan sampel penelitian sebanyak 65
1. Karakteristik Responden
siswa.Sampel
yang
digunakan
dalam
Pada
penelitian,
distribusi
penelitian ini adalah sampel yang memenuhi
berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi
berjumlah35 (53,8%) responden untuk jenis
meliputi siswa kelas V dan VI yang terdaftar
kelamin
secara resmi di SD terkait pada saat
responden untuk jenis kelamin laki-laki.
dilakukan
tuanya
Sedangkan subjek penelitian berdasarkan
consent.
umur yakni masing-masing umur 10 tahun
Sedangkan kriteria ekslusi meliputi siswa
yang berjumlah 9 (13,8%) responden, umur
yang tidak mengumpulkan kuesioner, siswa
11 tahun berjumlah 34 (52,3%) responden,
yang tidak ikut pemeriksaan laboratorium
umur
dan siswa yang tidak hadir saat dilakukan
responden, dan umur 13 tahun berjumlah 5
penelitian. Penentuan unit sampel dilakukan
(7,7%) responden.
penelitian
menandatangani
dengan
dan
orang
informed
caraSimple
12
jenis
responden
perempuan
tahun
kelamin
dan
berjumlah
Random
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan umur
No
Umur (tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
1
10
9
13,8
2
11
34
52,3
3
12
17
26,2
4
13
5
7,7
Total
65
100
5
30
17
yakni
(46,2%)
(26,2%)
2. Penyakit Kecacingan
paling banyak menginfeksi adalah cacing
Adapun distribusi penyakit kecacingan
cambuk (Trichuris trichiura) yakni sebanyak 9
dari 65 sampel yang telah diteliti yakni 16
(56,3%)
(24,6%) responden positif kecacingan dan 49
(Ascaris lumbricoides) sebanyak 7 (43,8%)
(75,4%)
responden.
responden
lainnya
dinyatakan
responden
dan
cacing
gelang
negatif kecacingan dengan jenis cacing yang Tabel 2Distribusi jenis cacing
No
Jenis cacing
Frekuensi
Persentase (%)
1
Ascaris lumbricoides
7
43,8
2
Trichuris trichiura
9
56,2
3
Necator americanus & ancylostoma duodenal
0
0
4
Campuran (AL & TT)
0
0
16
100
Total *AL = Ascaris lumbricoides
TT = Trichuris trichiura
3. Anemia Defisiensi Besi Berdasarkan
penelitian
masing yang
3
(18,8%)
orang
berasal
dari
telah
responden yang positif infeksi cacing dan
dilakukan terhadap 65 orang responden,
sebanyak 2 (4,1%) orang berasal dari
didapatkan sebanyak 5 orang responden
responden negatif
(7,7%) memiliki kadar hemoglobin kurang
tidak didapatka hubungan yang bermakna
dari batas normal, dan dapat dimasukkan ke
antara
dalam kriteria anemia. Sedangkan sebanyak
defisiensi besi (Fisher’s Exact Test = 0,091
60 orang responden (92,3%) memiliki kadar
atau
hemoglobin dalam batas normal.
yangtidak mengalami anemia sebanyak 13 (81,3%)
4. Hubungan
Kecacingan
dengan
infeksi p
cacing
dengan
>0,05).Sedangkan
orang
positifinfeksi
Anemia Defisiensi Besi
infeksicacingsehingga
pada
cacing
anemia
responden
responden dan
sebanyak
47
(95,9%) orang pada responden yang tidak
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
terinfeksi cacing.
5 (7,7%) siswa yang anemia yang masingTabel 3 Hubungan kecacingan dengan anemia defisiensi besi
No
yang
Anemia defisiensi besi
Kejadian penyakit
Total
Kecacingan
Ya
Tidak
1
Positif
3
18,8%
13
81,3%
16
100%
2
Negatif
2
4,1%
47
95,9%
49
100%
Total
5
7,7 %
60
92,3%
65
100%
6
Pembahasan
mendapatkan hasil 37 (74%) siswa positif
Pada penelitian yang telah dilakukan, distribusi
responden
berdasarkan
jenis
kelamin
didapatkan
frekuensi
siswa
kecacingan
dari
50
penelitian
oleh
L
mendapatkan
sampel
sedangkan
Zulhirsan
hasil
46
(2011)
(30,3%)
siswa
perempuan yakni 35 (53,8%) respondendan
dinyatakan positif terinfeksi cacing dengan
siswa laki-laki sekitar 30 (46,2%) responden
subjek penelitian yakni semua siswa kelas 1
dengan usia hampir didominasi oleh siswa
SDN Banyumulek Kecamatan Kediri tahun
usia 11 tahun yang berjumlah 34 (52,3%)
201112.
responden.
Anemia
defisiensi
besi
(ADB)
dapat
Dari 65 sampel didapatkan hasil 16
didefinisikan sebagai suatu kondisi patologis
(24,6%) responden positif terinfeksi cacing
pada salah satu komponen darah yakni
dengan jenis cacing yang paling banyak
eritrosit,
menginfeksi adalah cacing gelang(Ascaris
besi.Keadaan ini selanjutnya menyebabkan
lumbricoides) dan cacing cambuk (Trichuris
penyediaan
besi
trichiura) yang masing-masing berjumlah 7
berkurang,
yang
(44%)
menyebabkan
dan9
(56%)responden
sedangkan
yang
diakibatkan
defisiensi
untuk
eritropoesis
pada
penurunan
akhirnya
jumlah
jenis cacing lainnya yakni cacing tambang
eritrosit.Sehingga
(Necator
Ancylostoma
laboratorium, didapatkan kadar hemoglobin
duodenal) maupun yang campuran (Ascaris
(Hb) yang rendah. Selain itu juga akan
lumbricoides&Trichuris
didapatkan
americanus
&
trichiura)tidak
pada
masa
keadaan
pemeriksaan
hipokromik,
yang
ditemukan. Pada penelitian lain mengenai
ditandai dengan penurunan MCV, MCH dan
kecacingan yang dilakukan oleh L. Zulhirsan
MCHC
(2011)
dan
Dedek
Manu
(2011)
juga
cacing
yang
paling
merupakan
sensitif untuk defisiensi besi
mendapatkan hasil yang sama mengenai jenis
yang
indikator
yang
13
.
Hasil penelitian pemeriksaan darah yang
banyak
dilakukan pada responden, sebanyak 5
didapatkanmelalui pemeriksaan feses.Hal ini
(7,7%) orang responden menderita anemia
karena kedua jenis cacing yakni Ascaris
yang
lumbricoides dan Trichuris trichiura memiliki
hemoglobindanindeks
cara infeksi dan temperatur optimal untuk
normal. Dari 5 orang responden tersebut,
tumbuh hampir sama yaitu di daerah tropis
sebanyak 3 (60%) orang responden berasal
dengan tingkat kelembaban cukup tinggi dan
dari responden yang positif terinfeksi cacing
suhu berkisar antara 250C-300C 9,10,11.
dan sebanyak 2 (40%) orang responden
Di Kabupaten Lombok Timur, persentase
berasal
angka cacingan pada anak sekolah dasar di
dari
dengan
kadar
eritrosit
dibawah
responden
yang
negatif
terinfeksi cacing.
Desa Sakra dan Keruak pada tahun 2009 adalah 63,2% dan 32,9%
ditandai
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi
2
. Selain itu,
dalam tubuh maka defisiensi besi dapat
Fatrahady (2007)
dibagi menjadi 3 tingkatan: 1) Deplesi besi
mengenai prevalensi kecacingan di SDN
(iron depleted state) yakni cadangan besi
Montong Buak desa Darmaji Kecamatan
menurun
Kopang
eritropoesis belum terganggu; 2) Eritropoesis
penelitian oleh Buly
Lombok
Tengah
tahun
2007 7
tetapi
penyediaan
besi
untuk
defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis)
yang sama juga terjadi untuk jenis cacing
yakni cadangan besi kosong, penyediaan
cambuk. Sedangkan jenis cacing gelang
besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi
lebih sering dengan mengambil makanan
belum timbul anemia secara laboratorik; dan
terutama karbohidrat dan protein 2, 3, 8.
3) Anemia defisiensi besi yakni cadangan
Pada
hasil penelitian, tidak didapatkan
besi kosong disertai anemia defisiensi besi
infeksi cacing tambang tapi hanya cacing
13
besar
gelang dan cacing cambuk sehingga untuk
responden tidak menderita anemia, namun
bisa menyebabkan anemia dibutuhkan waktu
tidak menutup kemungkinan jika responden
yang cukup lama atau infeksi kronis selain
tersebut masuk ke dalam tingkatan deplesi
dipengaruhi hal lain yakni status besi tubuh
besi ataupun eritropoesis defisiensi besi
dan gizi pejamu serta beratnya infeksi
sehingga
(jumlah
.
Pada
penelitian,
secara
sejumlah
laboratorik
belum
menunjukkan anemia. Untuk defisiensi
dan
jenis
cacing
dalam
usus
penderita).
mengetahui
kejadian
besi
responden
antara
anemia
Pemeriksaan
yang
yang
digunakan
untuk
mengetahui adanya infeksi cacing pada
terinfeksi cacing dengan responden yang
penelitian
tidak terinfeksi cacing, maka dilakukan uji
dengan metode langsung. Pemeriksaan tinja
statistik dengan menggunakan uji chi-square.
dengan cara ini memiliki kelemahan, yakni
Berdasarkan hasil analisa chi-square dengan
metode ini kurang sensitif
confidence interval 95%, didapatkan nilai p
keberadaan telur cacing sebab volume tinja
sebesar 0,091 (p>0,05), sehingga hipotesis
yang
nol (H0) diterima yang artinya tidak ada
terdapat tinja yang mengandung sedikit telur
hubungan yang bermakna antara kecacingan
cacing bisa memberi hasil negatif.Selain itu,
dengan kejadian anemia defisiensi besi.
penyebaran telur cacing pada feses yang
Beberapa teori mengungkapkan bahwa
ini
adalah
diperiksa
terinfeksi
tidak
pemeriksaan
lebih
mendeteksi
sedikit
merata.
tinja
Hal
sehingga
ini
dapat
untuk bisa menyebabkan anemia defisiensi
berpengaruh
pada
hasil
besi oleh infeksi cacing dibutuhkan waktu
pemeriksaan
feses
dalam penelitian
yang cukup lama atau infeksi cacing usus
hanya digunakan beberapa milligram feses,
yang kronis melalui perdarahan menahun
sehingga terdapat kemungkinan feses yang
dengan
di gunakan tidak mengandung telur cacing.
menghisap
darah,
mengganggu
absorbsi serta kehilangan besi, tergantung
penelitian.Pada
Pemeriksaan
ini
fesesyang
jenis cacing yang menginfeksi. Dari 3 jenis
bersifatkualititafini
cacing usus yang utama yakni cacing gelang
penelitian mengenai hubungan infeksi cacing
(Ascaris
dengan kejadian anemia defisiensi besi
lumbricoides),
cacing
cambuk
(Trichuris trichiura) dan cacing tambang
dimana
(Necator
feseshanya
americanus
&
Ancylostoma
akanmempengaruhi
interpretasi
hasil
berupa
atau
terinfeksi
anemia adalah cacing tambang karena jenis
intensitas
cacing inidisamping mengambil makanan
penyakit kecacingan dengan mengetahui
juga akan menghisap darah. Mekanisme
jumlah telur per gram tinja (EPG)
infeksi
tanpa
negatif
duodenal) yang paling sering menyebabkan
8
cacing
positif
pemeriksaan
atau
berat
menentukan ringannya
pada
setiap jenis cacing. Hal ini diperlihatkan denganlebih
banyaknya
siswa
yang
positifinfeksi cacing tanpa disertai anemia defisiensi
besi
dengan
3.
kemungkinan
responden baru terinfeksi cacing dan belum mempengaruhi kadar Hb responden. 4. Kesimpulan
5.
Berdasarkan pembahasan
hasil maka
penelitian dapat
dan
disimpulkan
6.
bahwa: 1.
Dari 65 sampel yang diambil, prevalensi cacingan yang ditemukan dari hasil pemeriksaan
feses
adalah
7.
24,6%
(sebanyak 16 responden yang terinfeksi cacingan) yangdidominasi oleh cacing cambuk (Trichuris trichiura) yakni 9
8.
(56%) responden. 2.
Dari 5 orang yang menderita anemia, 9.
kejadian anemia defisiensi besi lebih banyak pada responden dengan positif infeksi
cacing
dibandingkan
dengan
responden yang negatif terinfeksi cacing yakni
masing-masing
3
10.
(18,8%)
respondendan 2(4,1%) responden. 3.
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
infeksi
kecacingan
dengan 11.
anemia defisiensi besi pada siswa SD kelas V dan VI di Desa Dasan Lekong
12.
dengan p-value 0,091 lebih besar dari 0,05 (0,091> 0,05). Daftar Pustaka 1. FKUI.Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi IV. Editor: Sutanto, dkk. Jakarta: Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008 2. Depkes RI. Profil kesehatan Indonesia 2001. Jakarta; 2004
13.
9
------------ Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan Di Era Desentralisasi. Jakarta; 2004 Sumanto D.Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah (Studi Kasus Kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak). 2010 [cited 2011 Juni 20]. Available from: http://www.usus.co.id Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006 Weiss G, Goodnough LT. Anemia of Chronic Disease. Nejm. 2005; 352: 10111023 Mardika S.Hubungan Anemia Defisiensi Besi Dengan Tingkat Prestasi Belajar Siswa SD di Kota Mataram Tahun 2008. Fakultas Kedokteran Universitas Mataram; 2008 FAO/WHO.Vitamin and Mineral Requirements in Human Nutrition. 2004 [cited 2011 Juni 20]. Available from:http://whqlibdoc.who.int/publications /2004/9241546123_chap13.pdf. Rasmaliah. Anemia Kurang Besi dalam Hubungannya dengan Infeksi Cacing pada Ibu Hamil.2008 [cited 2011 Juni 20]. Available: http://www.usu.com Zulhirsan L. Status Gizi Anak Sekolah Dasar Negeri Yang Terinfeksi Kecacingan Di Banyumulek Kecamatan Kediri. Fakultas Kedokteran Universitas Mataram; 2011 Dedek M. Profil Kecacingan, Kadar HemoglobinDan Gambaran Pemeriksaan Apusan Darah TepiPada Perajin Gerabah Di Pengodongan Indah, Banyumulek, Kediri, Lombok Barat. Fakultas Kedokteran Universitas Mataram; 2011 Gandahusada S. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004 Fatrahady B.Hubungan Antara Pengetahuan Anak SD Mengenai Cacingan dengan Prevalensi cacingan pada Anak SD di SDN Montong Buak Desa Darmaji Kecamatan Kopang. Mataram: Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Mataram; 2007 Bakta IM. Pendekatan Terdahap Pasien Anemia.Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Editor: Aru W Sudoyo, dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009
HUBUNGAN ANTARA TUBERKULOSIS PARU MILIER DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADAPASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSUP NTB
Gede Wira Buanayuda, Prima Belia Fathana, Novia Andansari Putri Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Abstract Background :Tuberculosis represent one of the most important disease in human being history and until knowdays its still becoming a special human health problems because its impact to health status, social and economic status of human being.Indonesia was the third country represent infection of tuberculosis in the world after China and India. Purpose :To knowing the relationships between millier pulmonary tuberculosis with anemia in pulmonary tuberculosis patients addmitted in general hospital of Nusa Tenggara Barat Province. Method :This research use cross sectionaldesign.Researcher conduct observation for once time in January 2013 to medical record ofpulmonary tuberculosis patients who addmitted in general hospital of Nusa Tenggara Barat provincebetweenJanuary2011 untilDesember 2012. Data that have been collected will be processed bydescriptive method and result will be showed as table. Data analyzed by chi-square test using programe SPSS 17 with 95% confidence interval. Result : Total sampel in this research were 104 with 86 sampel (82,69 %) admitted caused by Pulmonary TB and suffering Anemia. Milliary pulmonal tuberculosis patient were 17 sample (16,35%) and 16 (94,12 %) within suffering anemia. From Chi-square test result there is no correlation between Milliary pulmonal tuberculosis with anemia in patient with pulmonary tuberculosis who admitted at General Hospital Of Nusa Tenggara Barat Province, showed by count of chi square (1,854) less than chi square table value (3,811) with 95 % confidence interval. Conclusion : There is no correlation between Milliary pulmonal tuberculosis with anemia in patient with pulmonary tuberculosis who admitted at General Hospital Of Nusa Tenggara Barat Province. Keywords :Milliary pulmonal tuberculosis, anemia Abstrak Latar Belakang : Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit penting dalam sejarah manusia dan masih tetap menjadi permasalahan utama pada kesehatan manusia sampai saat ini karena memiliki dampak yang besar terhadap status kesehatan, status sosial dan ekonomi manusia. Indonesia merupakan negara dengan urutan ke 3 terbanyak jumlah infeksi tuberkulosis di dunia setelah Cina dan India. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui adanya hubungan antara tuberkulosis paru milier dengan kejadian anemia pada pasien tuberkulosis paru di RSUP NTB. Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Peneliti melakukan observasi hanya sekali pada satu saat yang dilakukan pada bulan Januari 2013 terhadap data pasien tuberkulosis yang dirawat inap di RSUP NTB periode Januari 2011-Desember 2012. Hasil pengumpulan data diolah secara deskriptif berupa tabel serta analitik uji chi-square dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan tingkat kemaknaan 95%. Hasil : Pada penelitian ini total sampel sebanyak 104 dengan 86 sampel diantaranya pasien TB paru yang dirawat mengalami anemia yaitu sebesar 82,7%. Sebanyak 17 (16,3%) pasien TB paru milier diperoleh pada penelitian ini dan 16 (94,12%) diantaranya mengalami anemia. Dari uji statistik dengan Chi-square tidak didapatkan adanya hubungan antara tuberkulosis paru milier dengan kejadian anemia pada pasien tuberkulosis paru di RSUP NTB, hal ini ditunjukan dengan hasil Chi-square hitung (1.854) kurang dari nilai Chi-square tabel (3,811) pada tingkat kepercayaan 95% dan alpha 5%. Kesimpulan :Tidak terdapat hubungan antara tuberkulosis paru milier dengan kejadian anemia pada pasien tuberkulosis paru di RSUP NTB. Kata Kunci : TB Paru milier, anemia.
Latar Belakang
dapat diremehkan karena dalam sejarahnya
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu
telah membunuh jutaan orang dan memiliki dampak
masih tetap menjadi permasalahan utama
Gerakan “Global Emergency” tuberkulosis
pada kesehatan manusia sampai saat ini.
pada tahun 1992 telah dicanangkan oleh
Dampak dari penyakit tuberkulosis ini tidak
World Health Organization (WHO) yang 10
sosial
ekonomi
yang
besar. 1
penyakit penting dalam sejarah manusia dan
merupakan salah satu bentuk perlawanan
Kelainan anemia merupakan penyebab
terhadap penyakit ini. Pada tahu 2004
debilitas
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis
terhadap kesejahteraan sosial, ekonomi dan
yang dilaporkan oleh WHO dan menurut data
kesehatan fisik masyarakat. Anemia adalah
regional
kondisi dimana terjadinya penurunan jumlah
yang
dimiliki
WHO
kasus
kronis
yang
sehingga
tidak
besar
tuberkolosis paling besar terjadi di asia
massa
tenggara yaitu sebesar 33% dari seluruh
memenuhi fungsi untuk membawa oksigen
2
eritrosit
berdampak
dapat
kasus tuberkolosis di dunia. Sekitar 3 juta
yang cukup ke seluruh jaringan perifer jika
penderita TB meninggal setiap tahunnya dan
pendekatan anemianya secara fungsional,
terdapat sekitar 4 juta kasus penderita TB
sedangkan
baru
setiap
3
tahun
didunia .Prevalensi
dengan
pendekatan
secara
praktis maka anemia adalah suatu keadaan
tuberkulosis nomor 3 dunia dipegang oleh
terjadinya
Indonesia
dan
hematokrit atau hitung eritrosit. Anemia ini
India.Penyakit tuberkulosis dapat didiagnosis
bukan merupakan penyakit yang berdiri
melalui gejala klinis, kelainan fisik, radiologis
sendiri sering kali merupakan bagian dari
dan bakteriologis.Gejala klinis dapat berupa
gejala penyakit lain yang mendasarinya.
demam, batuk dan batuk darah, sesak, nyeri
Dengan
dada serta malaise.Pada pemeriksaan fisik
mendasarinya maka pengelolaan anemia
dapat ditemukan tanda anemia dan kelainan
akan lebih baik dan tuntas.4
mengekor
dari
Cina
penurunan
kadar
mengetahui
hemoglobin,
penyakit
yang
paru, sedangkan gambarang radiologis pada Tinjauan Pustaka
paru dapat berupa infiltrat, cavitas dan milier.
4
Definisi
Tuberkulosis
paru
milier
merupakan
Tuberkulosis
adalah
disebabkan
masif ke seluruh paru, hal ini dapat terjadi
Mycobakterium tuberkulosis komplek.Kuman
karena daya tahan tubuh penderita tidak
ini memiliki bentuk seperti batang yang lurus,
mampu
tidak memiliki spora dan tidak memiliki
infeksi
tuberkulosis.Penegakan
kuman diagnosis
kapsul.Struktur
infeksi
yang
penyakit tuberkulosis yang menyebar secara
menghadapi
oleh
penyakit
dinding
dari
kuman
kuman
tuberkulosis paru milier didasarkan dengan
tuberkolosis memiliki unsur penyusun yang
adanya gambaran klinis, radiologi khas milier
komplek sehingga menyebabkan bakteri ini
5
dan bakteriologi. Kelainan hematologi yang
bersifat
ditimbulkan oleh penyakit tuberkulosis dapat
dimaksudkan apabila kuman tuberkulosis
bervariasi antara lain dapat berefek pada
dilakukan pengecatan, maka akan tetap
eritrosit, leukosist, trombosit, dan sumsum
tahan terhadap upaya pelunturan zat warna
tulang.
yang digunakan dalam pengecatan yakni
Salah
satu
bentuk
kelainannya
hematologi
untuk yang
mempelajari
kelainan
Patogenesis
ditimbulkan
dengan
Berdasarkan
manifestasi klinik yang ada.
asam.
Tahan
asam
alkohol yang bersifat asam.3,7
adalah anemia, dimana masih diperlukan penelitian
tahan
6
proses
perkembangan
infeksi tuberkulosis maka patogenesis terdiri dari tuberkulosis primer dan pasca primer. 11
Tuberkulosis primer
kecil dan kemudian berkembang menjadi keadaan sebagai berikut.3,4,7:
Tuberkulosis primer adalah infeksi primer setelah
seseorang
tuberkulosis
yang
berkembang
menjadi
menghirup
kuman
kemudian
akan
afek
primer
1. Mengalami resorbsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
atau
2. Sarang
tersebut
meluas
dan
sarang primer. Afek primer ini merupakan
mengalami
kuman
jaringan fibrosis dan pengapuran.Sarang
tuberkulosis
nafas
yang
menginfeksi
kemudian
saluran
bersarang
pada
tersebut
penyembuhan
tetap
dapat
aktif
berupa
kembali
dan
jaringan paru sehingga membentuk suatu
membentuk jaringan keju. Jaringan keju
sarang peneumonik.Timbulnya sarang ini
ini
bisa terjadi dimana saja diseluruh bagian
penderita batuk.
akan
membentuk
kavitas
bila
lapang paru.Dari sarang primer infeksi dapat
3. Kavitas yang telah terbentuk awalnya
berlanjut ke bagian regonal yaitu saluran
memiliki dinding yang tipis kemudian
getah bening menuju hilus paru sehingga
menjadi lebih tebal yang disebut kaviti
terjadi
primer
sklerotik. Kavitas ini akan mengalami
dengan limfangitis regional ini disebutjuga
beberapa hal ini antara lain; a. meluas
limfangitis
kompleks primer.
regional.Sarang
3,4,7
dan menimbulkan sarang pneumonik yang baru; b. membentuk tuberkuloma
Tuberkulosis pasca primer
dengan
Tuberkulosis pasca primer merupakan
menebal
dirinya.
dan
membungkus
Tuberkuloma
ini
dapat
perkapuran
dan
sembuh
penyakit tuberkulosis yang muncul setelah
mengalami
peroide
hingga
serta bisa menjadi aktif kembali dan
tahunan dari infeksi primer. Tuberkulosis
mencair membentuk kavitas kembali; c.
pasca
akibat
kavitas akan mengalami penyembuhan
reaktifasi atau reinfeksi.Penuruan daya tahan
membentuk open healed cavity dan
tubuh dapat memicu terjadinya reaktifasi
dapat menciut seperti bentukan bintang
yaitu
(stellate shape).3,7
laten
primer
kuman
beberapa
ini
yang
dapat
bulan
muncul
selama
ini
dorman
bertahun-tahun setelah infeksi primer akan mengalami multiplikasi, sedangkan reinfeksi
Klasifikasi tuberkulosis
yaitu adanya infeksi ulang pada penderita
Secara garis besar infeksi tuberkulosis
yang sebelumnya mengalami infeksi primer.
3
dapat
diklasifikasikan
menjadi
dua
Bentuk tuberkulosis pasca primer inilah yang
berdasarkan organ yang terinfeksi oleh
menjadi
kuman tuberkulosis antara lain :
masalah
kesehatan
pada
Tuberkulosis paru
masyarakat akibat dari proses penularan 7
yang tinggi. Tuberkulosis pasca primer ini
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis
pada umumnya dimulai dari sarang dini yang
yang menyerang jaringan paru dan tidak
muncul pada segmen apikal, baik lobus
menyerang
superior maupun lobus inferior. Sarang dini
pleura.
sebagai berikut
awalnya berbentuk sarang pneumoni yang
12
3,7
:
Maka
pembagiannya
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
basil
hasil
pemeriksaan
kulturMycobakterium
tahan asam (BTA) pada dahak penderita
tuberculosisyang
maka tuberkulosis paru dibagi antar lain :
anatomi. Sedangkan untuk kasus yang sulit
1. Tuberkulosis
adalah
atau tidak dapat dilakukan pengambilan
minimal 2 dari 3 spesimen yang diperiksa
spesimen, maka dibutuhkan bukti klinis yang
dahaknya menunjukan hasil BTA (+);
kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru
atau hasil pemeriksaan satu spesimen
aktif.3,4,7
paru
BTA
(+)
positif
dan
patologi
positif dahak yang diperiksa BTA (+) dan Diagnosis Tuberkulosis dapat didiagnosis berdasar
kelainan radilogis menujukan gambaran radiologis positif tuberkulosis; atau satu
gejala klinik, pemeriksaan fisik, bakteriologik
spesimen positif dahak yang diperiksa
dan pemeriksaan penunjang.3
BTA (+) dan biakan Mycobakterium
a. Gejala klinis
tuberculosis menunjukan hasil positif.
Secara umum gejala klinis yang muncul
2. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah hasil pemeriksaan menujukan
3
spesimen
hasil
BTA
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
dahaknya
(-)
gejala lokal dan gejala sistemik.Gejala
disertai
lokal disesuaikan dengan organ yang
gambaran klinis dan radilogis yang positif menunjukan pemeriksaan
tuberkulosis; 3
spesimen
terkena infeksi, misalnya organ yang
hasil
terkena infeksi adalah paru, maka gejala
dahaknya
lokalnya
menujukan hasil BTA (-) disertai biakan Mycobakterium
tuberculosis
tipe
respiratorik.
dari 3 minggu, batuk darah, sesak dan nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat
pasien
maka
bervariasi
pembagiannya ditentukan oleh riwayat
tergantung
iritasi
beberapa tipe pasien tuberkulosis antara
pada
berikutnya
lain3,7 :
bagian batuk
mengeluarkan
1.
Kasus baru
2.
Kasus kambuh (relaps)
3.
Kasus drop out
4.
Kasus gagal
5.
Kasus kronik
6.
Kasus pindahan
dari
dari
luas
lesi.Gejala batuk disebabkan akibat dari
pengobatan sebelumnya, sehingga ada
Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis ekstra
gejala
Gejala respiratorik antara lain batuk lebih
yang
menunjukan hasil positif. Berdasarkan
berupa
berupa
bronkus
diperlukan
dahak.Gejala
demam,
malaise,
dan untuk
sistemik keringat
malam, anoreksia dan penurunan berat badan.
Gejala
pada
tuberkulosis
ekstraparu adalah menyesuaikan dengan organ yang terkena misalnya limfadenitis TB
maka
gejalanya
pembengkakan paru
adalah
pada
kelenjar
bening disertai rasa nyeri.
tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
berupa getah
3,4,7
b. Pemeriksaan fisik
selain pada paru, misalnya kulit, pleura,
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada
kelenjar getah bening, tulang, ginjal dan
tuberkulosis
hepar.Penegakan diagnosis didasarkan dari
organ yang terkena. Pada tuberkulosis
13
muncul
sesuai
dengan
paru maka kelainan yang akan muncul
posterior lobus atas paru serta segmen
tergantung dari luas dan strukutur paru
superior lobus bawah, kavitas yang
yang terkena. Pada infeksi awal kelainan
terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh
fisik mungkin saja tidak terlihat.Pada
bayangan opak berawan atau nodular,
umumnya kelainan paru terletak pada
bayangan bercak milier, efusi pleura
daerah lobus superior paru terutama
unilateral
pada
(jarang). Pada lesi TB inaktif akan
bagian
posterior,
apeks
dan
paru,
daerah
segmen
apeks
(umumnya)
lobus
ditemukan
gambaran
inferior. Pada pemeriksaan fisik paru
kalsifikasi,
schwarte
kelainan yang umum ditemukan antara
3,4,7
pleura.
atau
bilateral
seperti atau
fibrotik,
penebalan
lain suara nafas bronkial, ronkhi basah, Pengobatan Pengobatan tuberkulosis secara umum
tanda dari penarikan paru, diafragma dan mediastinum.3,4,7 c.
terdapat 2 fase yaitu fase intensif (sekitar 2-3
Pemeriksaan bakteriologik Pemeriksaan
bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan).
bakteriologik
dapat
Obat anti tuberkulosis (OAT) terdiri dari
dilakukan dengan pengambilan bahan dari
dahak,
cairan
pleura,
panduan obat utama dan tambahan antara
liquor
lain jenis obat utana (lini pertama) yang
cerebrospinalis, bilasan bronkus, bilasan
digunakan adalah rifampisin (R), Isoniazid
lambung, urine, feces dan biopsi jaringan untuk
menemukan
Mycobakterium
(H),
kuman
mikroskopik
dengan
dengan
(S),
Amikasin dan Quinolon.3,7 Pada pengobatan dengan OAT dikenal dua macam bentuk kemasan obat yaitu obat
juaga dapat digunakan untuk membiakan tuberkulosis
Streptomisin
kedua) yang digunakan adalah Kanamisin,
pewarnaan Ziehl-Nielsen. Bahan-bahan
kuman
(Z),
Etambutol (E); dan obat tambahan (lini
tuberculosis.Setelah
spesimen terkumpul, maka dilakukan pemeriksaan
Pirazinamid
tunggal yang merupakan obat yang disajikan
media
secara terpisah yang terdiri dari rifampisin
biakan yang sesuai misalnya egg base
(R), Isoniazid (H), pirazinamid (Z), Etambutol
media (Lowenstein-Jensen), agar base
(E) dan obat kombinasi dosis tetap (fixed
media (Middle brook).7
dosed
d. Pemeriksaan penunjang
combination/FDC)dimana
pada
kombinasi ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam
Pemeriksaan penunjang yang digunakan
3,7
satu tablet .
standar untuk mendiagnosa tuberkulosis adalah
pemeriksaan
dalam
bentuk
foto
radiologis
paru
rongten
torak
posterior-anterior.Pada radiologi tuberkulosis
paru pada
tuberkulosis
pemeriksaan
gambaran paru
Komplikasi Komplikasi yang timbul pada penyakit
memberikan
efusi
memberikan
gambaran
lain
batuk
darah,
pneumotoraks, gagal nafas, gagal jantung,
infeksi
pleura,
miliersampai
bentuk yang beragam. Lesi aktif TB paru akan
antara
kelainan dengan
hematologi, kematian3,7.
Tuberkulosis paru milier adalah infeksi paru
seperti
yang disebabkan oleh kuman Mikobakterium
bayangan berawan di segmen apikal dan 14
tuberkulosis yang telah menyebar ke seluruh
besi terjadi akibat dari pengikatan zat
bagian paru.Diagnosisnya didasarkan gejala
besi oleh laktoferin yang merupakan
klinis tuberkulosis dan gambaran radiologis
produk granulosit akibat dari proses
paru yang khas milier berupa nodul kecil dan
inflamasi yang kemudian terjadi proses
halus yang menyebar merata pada kedua
sekuestrasi zat besi pada limpa.6
bagian
paru.TB
paru
milier
dapat
2. Anemia makrositik
memberikan hasil pemeriksaan dahak BTA positif ataupun negatif.
Terjadinya
5
anemia
pada
pasien
tuberkulosis disebabkan defisiensi folat
Kelainan hematologis pada tuberkulosis
akibat asupan yang berkurang atau
dapat terjadi pada sel-sel hematopoesis,
peningkatan penggunaan folat akibat
maupun
aktifitas tuberkulosis.Walaupun jarang,
komponen
plasma.
Kelainanhematologis ini tentu saja akan
kemungkinan
menimbulkan kesulitan pengelolaan pasien
makrositikdisebabkan
tuberkulosis tersebut. Salah satu kelainan
malabsorpsi vitamin B12 pada penderita
hematologi
dengan tuberkulosis ileum.6
yang
tuberkulosis
timbul
pada
anemia.6Anemia
adalah
merupakan
suatu
penyakit
keadaan
terjadinya
anemia adanya
3. Anemia hemolitik
terjadinya
Anemia hemolitik autoimun bisa terjadi
penurunan kadar hemoglobin, hematokrit
pada
atau hitung eritrosit jika pendekatan yang
autoimun
digunakan secara praktis. Untuk keperluan
menimbulkan reaksi tes coombs positif.
penelitian lapangan maka WHO menetapkan
Hemolisis ini
nilai batas atau cut off point anemia adalah
penyakit
kurang dari 13 g/dl untuk laki-laki dewasa,
misalnya tuberkulosis milier dan akan
kurang dari 12 g/dl untuk wanita dewasa
menghilang dengan pengobatan.6
tidak hamil dan kurang dari 11 g/dl untuk wanita hamil.
penderita ini
tuberkulosis.Sifat
hanya
sementara
biasanya
tuberkulosis
dan
terjadi
pada
yang
berat
4. Anemia sideroblastik
4
Gangguan
Pada tuberkulosis,penyebab munculnya
metabolisme
vitamin
B6
sering ditemukan pada penggunaan OAT
anemia diperkirakan karena beberapa hal
jenis
6
isoniazid
dan
pirazinamid.Hal
berikut ini :
tersebut
1.
Anemia penyakit kronis
sideroblastik dengan pembentukan sel
Pada negara berkembang salah satu
sideroblas bentuk cincin. Terkadang sel
penyebab terjadinya anemia pada laki-
sideroblas
laki dewasa dan wanita tidak hamil
walaupun obat telah dihentikan tetapi
adalah
tanpa disertai terjadinya anemia.6
tuberkulosis.Anemia
penyakit
menimbulkan
bercincin
akan
anemia
menetap
kronis ini terjadi dengan mekanisme beberapa
berikut
adanya
Metode Penelitian Penelitian ini
depresi
eritropoesis dan menurunnya sensitifitas
studi
observasional dengan pengukuran variabel
terhadap eritropoietin, depresi produk eritropoietin, dan pemendekan
merupakan
secaracross-sectional.9,10
masa
Data-data
yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data
hidup eritrosit. Gangguan metabolisme 15
sekunder yang diperoleh dari catatan rekam
foto radiologis paru serta pasien tuberkulosis
medis
paru
Rumah
Sakit
Umum
Provinsis
yang
dilakukan
pemeriksaan
(RSUP)Nusa Tenggara Barat(NTB)periode
hemoglobin.
Januari
penelitian adalah pasien tuberkulosis paru
2011-Desember
2012.Penelitian
dilaksanakan di RSUPNTB bagian rawat inap
dengan
penyakit paru selama bulan Januari 2013.
HIV/AIDS,
Populasi pada penelitian ini merupakan
Sedangkan
komplikasi
penyakit
kehamilan,
tuberkulosis
paru
kriteria
eksklusi
keganasan,
malnutrisi,
dan
anak-anak.Pengambilan
populasi terjangkau yaitu pasien dengan
rekam data dilakukan pada bagian rekam
diagnosis tuberkulosis paru yang dirawat
medisbangsal paru RSUP NTB periode
inapdi RSUP NTB pada periode Januari
Januari 2011-Desember 2012 yang telah
2011-Desember
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
2012.Sampel
pada
penelitian ini adalah semua pasien yang
Hasil pengumpulan data akan diolah
terdiagnosis tuberkulosis paru di RSUP NTB
secara deskriptif berupa tabel frekuensi dan
bagian bangsal paru pada periode Januari
dilakukan analisis menggunakan metode
2011-Desember 2012 dan memenuhi kriteria
analitik uji chi-square dengan menggunakan
inklusi
serta
penelitian
eksklusi.
adalah
pasien
Kriteria
inklusi
program
SPSS
yang
sudah
kemaknaan 95%.
17.0
dengan
tingkat
terdiagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan sputum BTA dan Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian Tabel 1. Frekuensi Pasien TB Paru Milier dan TB Paru yang menjalani rawat inap di RSUP NTB Periode Januari 2011- Desember 2012.
Pada
KETERANGAN
JUMLAH (ORANG)
PERSENTASE (%)
TB Paru Millier
17
16,3
TB Paru
87
83,7
TOTAL
104
100
penelitian
jumlah
bougenville RSUP NTB periode januari 2011
sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan
- desember 2012. Dari 104 sampel tersebut
eksklusi
dari
diperoleh jumlah total pasien tuberkulosis
penelusuran data sekunder rekam medis
paru miler sebesar 16,3% yaitu 17 sampel
sebesar
ini
diperoleh
104
orang,
rawat inap pasien tuberkulosis pada bangsal
16
Tabel 2.Frekuensi Anemia Pada pasien TB Paru dan TB paru millier yang menjalani rawat inap di RSUP NTB Periode Januari 2011- Desember 2012.
KETERANGAN
JUMLAH (ORANG)
PERSENTASE (%)
Anemia
86
82,7
Tidak Anemia
18
17,3
TOTAL
104
100
Pada penelitian ini dari total sampel
millier) 86 (82,7%) diantaranya mengalami
sebesar 104 pasien (TB paru dan TB paru
anemia.
Tabel 3. Tabel Perbandingan Kejadian Anemia Pada Pasien TB Paru Milier dan TB paru yang menjalani rawat inap di RSUP NTB
ANEMIA KETERANGAN/ KATEGORI
TOTAL YA
TIDAK
TB PARU
YA
16
1
17
MILLIER
TIDAK
70
17
87
86
18
104
TOTAL
Pada hasil penelitian ini juga diperoleh
dapat
mempengaruhi
semua
dari 17 sampel TB Paru Milier terdapat 16
hematopoesis.Penurunan
sampel diantaranya mengalami anemia dan
anemia penyakit kronis, fibrosis sumsum
dari 87 sampel TB paru tidak milier (hanya
tulang, infiltrasi amiloid ke sumsum tulang
TB paru) sebanyak 70 sampel diantaranya
dan
mengalami anemia.
tuberkulosis yang kemudian menyebabkan
hipersplenisme
jumlah
seri
dapat
eritrosit,
terjadi
pada
ditemukan
terjadinya anemia.6 Hal tersebut sesuai
hubungan antara tuberkulosis paru milier
dengan hasil penelitian yang diperoleh, yaitu
dengan
pasien
didapatkan 82,7% penderita tuberkulosis
tuberkulosis paru di RSUP NTB sesuai
paru yang dirawat di RSUP NTB mengalami
dengan perhitungan SPSS 17 karena hasil
kejadian anemia.
Pada
penelitian
kejadian
ini
tidak
anemia
pada
Chi-square hitung (1.854) kurang dari nilai Chi-square
tabel
(3,811)
pada
Anemia penyakit kronis sering ditemukan
tingkat
pada
kepercayaan 95% dan alpha 5%.
pasien
tuberkulosis
paru
yang
mengalami infiltrasi ke derah sumsum tulang, dan akan lebih sering terjadi lagi pada
Pembahasan
tuberkulosis ekstraparu, TB paru milier dan
Tuberkulosis secara umum merupakan
diseminata. Pada prinsipnya anemia penyakit
salah satu penyebab tersering terjadinya
kronis ini terjadi karena adanya depresi
anemia pada laki-laki dewasa dan wanita
eritropoesis, depresi produksi eritropoetin,
tidak
pemendekan
hamil
di
negara
berkembang.Hal
tersebut dapat terjadi karena tuberkulosis
masa
hidup
eritrosit,
dan
gangguan metabolisme besi dimana besi 17
diikat
oleh
laktoferin
yang
dihasilkan
kelainan-kelainan hematologis, manifestasi
6
granulosit akibat inflamasi. Pada penelitian
klinis pada TB paru milier.
ini diperoleh 17 pasien TB paru milier dengan Daftar pustaka
16 pasien diantara TB paru milier yang mengalami anemia yaitu sebesar 94,12%. Tetapi secara statistik saat diuji dengan Chisquare tidak ditemukan adanya hubungan antara
tuberkulosis
paru
milier
dengan
kejadian anemia pada pasien tuberkulosis paru di RSUP NTB, hal ini ditunjukan dengan hasil Chi-square hitung (1.854) kurang dari nilai Chi-square tabel (3,811) pada tingkat kepercayaan
95%
dan
alpha
5%.
Hal
tersebut bisa saja terjadi karena anemia yang
terjadi
tidak
tuberkulosis paru
berkaitan
milier
dengan
melainkan
bisa
terjadi karena mekanisme lain misalnya pasien
mengalami
sebelum
terinfeksi
defisiensi TB
besi
paru,
sejak
terjadinya
malabsorpsi besi di usus, atau gangguan diluar mekanisme anemia pada tuberkulosis paru milier.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Terdapat 82,7% penderita TB paru yang dirawat inap di RSUP NTB mengalami kejadian anemia. 2. Tidak
terdapat
hubungan
antara
tuberkulosis paru milier dengan kejadian anemia pada pasien tuberkulosis paru di RSUP NTB Saran Perlu
penelitian
lebih
lanjut
dan
mendalam untuk mempelajari manifestasi
1. Chaisson R. E, and Nachega. Tuberculosis. In : Warrell D. A, Cox T. M, Firth J. D, Edward J. JR, and Benz M. D, editors. Oxford Textbook of Medicine. 4th ed. Oxford : Oxford Press; 2003. 2. Tuberkulosis dan Permasalahannya. Dalam : Aditama T. Y, Kamso S, Basri C, Surya A, editor. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2006. 3. Hasan H. Tuberkulosis Paru. Dalam : Alsagaff H, Wibisono M. J, dan Winariani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Gramik FK UNAIR; 2010. 4. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Dalam : Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata B. K, dan Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. 5. Arsyad Z, Syamsuri W. Tuberkulosis Milier. Majalah Kedokteran Andalas. Juli-Desember 1998. Vol 22; No 2. 6. Oehadian A. Aspek Hematologi Tuberkulosis. 2003. Pustaka UNPAD. Dikutip tanggal 26 Desember 2012. Diunduh dari : http://pustaka.unpad.ac.id/archives/33023/ 7. Anonim. Tuberkulosis “Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia”. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Dikutip tanggal 26 Desember 2012. Diunduh dari : http://www.klikpdpi.com/konsesus/tb/tb.pdf 8. Connell D.W, Berry M, Cooke G, and Kon O. M. Update on tuberculosis: TB in the early 21st century. Eur Respir Rev 2011;20: 120, 71-84. Dikutip tanggal 29 Desember 2012. Diunduh dari http://err.ersjournals.com/content/20/120/71.f ull 9. Ghazali M. V, Sastromihardjo S, Soedjarwo S. R, Soelaryo T, dan Pramulyo H. Studi Cross-sectional. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, editor. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta : Sagung Seto; 2002. 10. Nazir M. Metode Penelitian. Edisi I. Jakarta : Ghalia Indonesia; 2003.
18
PERBANDINGANEFEKPEMBERIANAIR KELAPA MUDADAN AIR PUTIHTERHADAPKECEPATANPEMULIHAN DENYUT NADIPADA PEMAIN FUTSAL FK UNRAM
Ida Ayu Eka Widiastuti, Putu Aditya Wiguna Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Abstract In physical activities, oxygen consumption, heart rate, body temperature and chemical compound in human body will alter transformation. Indirect method to measure workload can be done by measuring pulse during activities. Fluid loss in activities can be replaced by administering fluid that have good rehydration effect, among those are coconut water and drinking water. The aim of this study is to compare the effect of coconut water and drinking water consumption on pulse recovery time after exercise. This experimental study was conducted with randomized pre and posttest group design. Subject of this study is Mataram University Faculty of Medicine futsal team. Fourteen subjects were divided into two groups, each group consist of seven individuals. Coconut water was given to group 1 and drinking water was given to group 2 after treadmill exercise using Bruce Protocol for 15 minutes. The data were analyzed by using MannWhitney Test. Pulse recovery time average of group 1 that consumes coconut water was 157, 29 seconds or 2 minutes 62 seconds, while group 2 that consumes drinking water average was 282,86 seconds or 4 minutes 71 seconds. Mann-Whitney analysis shows that pulse recovery times after treadmill exercise were not significantly different (p > 0.05).Pulse recovery time average on group that consumed coconut water were better (28.5%) than group that consumed drinking water, but were not significantly different (p > 0.05). Keywords :Treadmill exercise, recovery time, coconut water, drinking water, futsal player
Pendahuluan
urea,
danseng3.
vitamin
Melakukanaktivitasfisikdanberolahragame
Kandunganpastidarikeringatinibervariasipada
rupakanbagiandaripolahidupsehat.Padasaatb
setiapindividudanpadatiapindividujugaakanbe
erolahraga,
rbedatergantungpadakondisi 3.
terlebiholahraga
yang
cukupberatdandalamjangkawaktucukup lama seringterjadikehilangancairan
Rehidrasisesudahlatihantidakhanyameme
yang
berakibatpadaterjadinya
rlukanpenggantiancairan
stress
yang
hilang,
tetapijugapenggantianelektrolit.Adanyatamba
termal.Kondisiinidapatmengganggufungsikog
hanelektrolit,
terutama
sodium
nisidankardiovaskuler
akanmembantudalammenjaga
rasa
mengakibatkanterjadinyakelelahandanmenur
hausdanselanjutnyaakanmenstimulasikitaunt
1
unkanperformalatihan . Berkeringat
yang
ukminum4.Permasalahan
yang
munculadalahbahwaminuman
yang
banyakselamaberolahragadapatmenyebabka
mengandung
nkehilangancairantubuhkuranglebih
dengankonsentrasitinggimemiliki rasa yang
1
liter 2
tiap
jam .
kurangenaksehinggamengakibatkanpembata sankonsumsi4.
Dalamkeringatterkandungberbagaielektrolit, seperti sodium (Na+), klorida (Cl-), dan potassium
+
(K )
dansedikitasam
sodium
Air
amino,
kelapamengandungberbagaimacamnutrisi,
-
bikarbonat (HCO3 ), karbondioksida (CO2),
termasuk vitamin, mineral, antioksidan, asam
tembaga, glukosa, hormon, besi, asamlaktat,
amino, enzim, factor pertumbuhandan lain-
2+
magnesium (Mg ), Nitrogen, fosfat
(PO42-),
lain.Air 19
kelapamerupakansumber
yang
baikuntuk
mineral
magnesium,
penting,
kalsiumdan
seperti
dapatdiketahuidarikembalinyadenyutnadiked
potassium.Air
enyutnadisebelumolahraga
kelapajugamengandungberbagaimacamtrace
(denyutnadipemulihan).
elements,
Penelititertarikmeneliti
mangan,
sepertiseng, boron,
lain.Semua
selenium,
molybdenum
mineral
yang
iodine,
dan
lain-
adadalam
air
kelapamudasebagaiminumanrehidrasi/pengg
air
anticairantubuh
yang
kelapaberupaelektrolitsehinggamudahdisera
hilangmelaluikeringatmengingat
polehtubuh.Dalamkaitannyadengannutrisiola
kelapamudamerupakanminumanalami
hragatelahdilaporkanbahwa
mengandungberbagaimacamelektrolitdansen
air
kelapadapatmemberikanefekhidrasi
yang
samadenganminumanolahraga
yang
yang
yawalain yang sangatpentingbagitubuh.
4,5
Metode Penelitian
mengandungkarbohidrat-elektrolit . Penelitiantentangrehidrasidenganmenggu nakan
Penelitianinimerupakanpenelitianeksperim
air
entaldenganrancanganpenelitian
kelapamudasegarpernahdilakukanolehSaat, M,et
air
al4menyimpulkanbahwaminum
yang
digunakanadalahRandomized Pre and Post
air
Test
Group
kelapamudasegardapatdijadikanminumanreh
Design.Populasipenelitianiniadalahsemuama
idrasikarenamemberikan
hasiswa FK Unram yang tergabungdalamtim
rasa
yang
lebihmanissehinggatidakterlalumenimbulkan
futsal
rasa mual, memberikan rasa kenyangtanpa
Unram.Sampeldiambildaripopulasipenelitian
rasa
yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (1)
tidaknyaman
di
FK
perutdanlebihmudahdikonsumsidalamjumlah
Bersediasebagaisubjekpenelitiandenganmen
besardibandingkandengan
andatanganisuratpersetujuankesediaanseba
air
putihbiasa.
Demikianjugapenelitian dilakukanAtmaja
yang
gaisampel, (2) berbadansehatdantidakcacat
6
berdasarkanpemeriksaandokter,
memberikanhasilbahwapemberian
(3)
air
jeniskelaminlaki-laki, (4) berusia 18-24 tahun
kelapamudalebihcepatmengembalikandenyut
dan (5) Indeks Massa Tubuh (IMT) normal.
nadisetelahaktivitasdibandingkanpocarisweat
Penetapansubjekpenelitiandilakukandengan
danteh
menggunakankuisioner.
manis.BerbedadenganpenelitianKalman, al
7
et
Subjek
penelitian
berjumlah
14
yang
orang, yang terbagi dalam dua kelompok
menunjukkanbahwatidakadaperbedaan yang
perlakuan dengan masing-masing kelompok
signifikanantarapemberian
air
terdiri dari 7 orang. Kelompok satu adalah
kelapamudadansport
kelompok yang diberikan air kelapa muda
dalamkemasan,
air
drinkterhadapperformafisiksetelahlatihanpad
setelah melakukan latihan treadmill selama
alaki-lakiterlatih.
15 menit dengan menggunakan Protokol
Pemberianminuman/cairansetelahmelaku
Bruce dan kelompok dua adalah kelompok
kanaktivitasatauberolahragaakanmempercep
yang diberikan air putih dalam kemasan.
attubuhkembalikekeadaansebelumberolahra ga,
Hasil
yang
yang
diperoleh
berupa
rerata
kecepatan pemulihan denyut nadi pada 20
masing-masing Dilakukan
kelompok analisis
perlakuan.
data
dengan
mempergunakan uji statistik non parametrik Mann-Whitney
Hasil
untuk
1. Karakteristik Subjek Penelitian
membandingkanefekdariperlakuan (variabel bebas)
Karakteristik subjek penelitian meliputi:
terhadapkecepatanpemulihandenyutnadi
umur, berat badan, tinggi badan dan indeks
setelahlatihan treadmill(variabel tergantung)
massa tubuh. Karakteristik subjek penelitian
di
sebelum mendapat perlakuan pada kedua
antarakeduakelompokperlakuan.
kemaknaanatau
Batas
tingkatkepercayaan
yang
kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.
digunakanadalah 95% (α = 0,05). Tabel 1 Data Deskriptif Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik
Rerata ± SB
Subjek
Kelompok 1
Kelompok 2
Umur (th)
19,57±0,53
19,43±0,98
0,161
Berat Badan (Kg)
62,28±4,27
62,43±5,44
0,417
Tinggi Badan (cm)
170,57±5,65
171,43±4,04
0,254
21,62±1,94
21,27±1,89
0,990
2
IMT (kg/m )
Tabel
1
memperlihatkan
p
2. Uji Normalitas dan Homogenitas Data
bahwa
karakteristik umur, berat badan, tinggi badan
Kecepatan Pemulihan Denyut Nadi
dan
kedua
Untuk menentukan uji statistik yang akan
kelompok sebelum perlakuan tidak terdapat
digunakan maka terlebih dahulu dilakukan uji
perbedaan yang bermakna (p > 0,05).
normalitas
Dengan demikian sampel penelitian yang
pengukuran kecepatan pemulihan denyut
berjumlah 14 orang yang terbagi dalam dua
nadi
kelompok memiliki karakter fisik yang sama
menggunakan Saphiro-Wilk Test sedangkan
sebelum diberikan perlakuan.
uji homogenitas menggunakan Levene Test,
indeks
massa
tubuh
dari
dan
setelah
homogenitas
perlakuan.
Uji
data
hasil
normalitas
tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Kecepatan Pemulihan Denyut Nadi Subjek Penelitian
Kecepatan
p. Uji Normalitas
Pemulihan Denyut
(Saphiro-Wilk Test)
Nadi (detik)
Kelompok 1
Kelompok 2
0,051
0,039 21
p. Homogenitas (Levene Test) 0,055
Hasil uji normalitas dengan Saphiro-Wilk
terhadap kecepatan pemulihan denyut nadi
Test menunjukkan bahwa pada kelompok 1
setelah melakukan latihan treadmill pada
nilai p> 0,05 sedangkan pada kelompok 2
subjek penelitian adalah uji non parametrik,
nilai p < 0,05. Dengan demikian data
yaitu Uji Mann-Whitney.
kecepatan pemulihan denyut nadi setelah melakukan
latihan
treadmill
berdistribusi normal.
3. Uji Komparasi Kecepatan Pemulihan
tidak
Denyut Nadi Setelah Perlakuan
Hasil
uji
dengan
Levene
Untuk membandingkan efek pemberian
Testmenunjukkan nilai p > 0,05, yang berarti
air kelapa muda dan air putih terhadap
data
kecepatan pemulihan denyut nadi setelah
homogenitas
kecepatan
pemulihan
denyut
nadi
setelah melakukan latihan treadmill adalah
melakukan
latihan
treadmilldigunakan uji
homogen. Berdasarkan hasil uji normalitas
statistik non parametrik, yaitu Uji Mann-
dan homogenitas ini, maka uji statistik yang
Whitney, yang disajikan dalam tabel 3 berikut
dipergunakan untuk membandingkan efek
ini.
pemberian air kelapa muda dan air putih Tabel 3 Perbandingan Rerata Beda Kecepatan Pemulihan Denyut Nadi Setelah Latihan Treadmill
Rerata Kec.
N
Kelompok
Pemulihan Denyut
(orang)
Nadi (detik) ± SB
1
7
157,29 ± 69,33
2
7
282,86 ± 145,64
Berdasarkan menggunakan
hasil uji
analisis
dengan
Mann-Whitney
p
subjek
(tidak
tersebut
0,064
secara
statistik
tidak
bermakna (p > 0,05).
berpasangan), seperti pada Tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa rerata beda kecepatan pemulihan denyut nadi pada kelompok 1 Pembahasan
(pemberian air kelapa muda) lebih cepat dibandingkan
dengan
kelompok
2
Subjek
penelitian
adalah
14
orang
(pemberian air putih). Efek pemberian air
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
kelapa muda terhadap kecepatan pemulihan
Mataram tahap akademik yang tergabung
denyut nadi 28,5% lebih baik atau lebih cepat
dalam tim futsal FK Unram. Subjek dipilih
dibandingkan dengan pemberian air putih.
dan ditentukan setelah memenuhi kriteria
Namun
penelitian yang ditetapkan.
demikian
perbedaan
kecepatan
pemulihan denyut nadi pada kedua kelompok
Rerata umur subjek penelitian adalah 19,57 tahun pada kelompok penelitian 1 dan 22
19,43 tahun pada kelompok penelitian 2.
denyut nadi istirahat dicatat untuk kemudian
Rerata berat badan subjek penelitian adalah
dilakukan analisis.
62,29 kg pada kelompok penelitian 1 dan
Berdasarkan analisis data terhadap rerata
62,43 kg pada kelompok penelitian 2. Rerata
kecepatan pemulihan denyut nadi pada
tinggi badan subjek adalah 170,57 cm pada
kelompok
kelompok 1 dan 171,43 cm pada kelompok
kelompok 1, yaitu kelompok yang diberikan
2. Rerata Indeks Massa Tubuh (IMT) subjek
minum air kelapa muda segera setelah
penelitian
adalah
2
21,62
kg/m
penelitian
didapatkan
bahwa
pada
melakukan latihan treadmill sebanyak 500 ml
kelompok penelitian 1 dan 21,27 kg/m pada
memiliki kecepatan pemulihan denyut nadi
kelompok penelitian 2. Indeks massa tubuh
yang
menggambarkan
seseorang.
kelompok 2, yaitu kelompok yang diberikan
Berdasarkan nilai rerata indeks massa tubuh
minum air putih 500 ml, sebesar 28,5%.
pada
Rerata waktu yang diperlukan oleh kelompok
2
status
kedua
menunjukkan
gizi
kelompok
bahwa
penelitian,
status
gizi
lebih
baik
dibandingkan
dengan
subek
yang diberi minum air kelapa muda untuk
penelitian berada dalam kategori normal.
kembali ke denyut nadi istirahatnya adalah
Dari hasil uji homogenitas, ditemukan bahwa
157,29
umur, berat badan, tinggi badan dan indeks
sedangkan rerata waktu untuk kelompok
massa tubuh (IMT) pada kedua kelompok
yang diberikan air putih adalah 282,86 detik
penelitian adalah homogen (p > 0,05).
atau 4 menit 71 detik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
detik
Olahraga
atau
2
menit
menyebabkan
62
detik
keluarnya
kondisi subjek penelitian kelompok 1 dan 2
keringat sehingga terjadi kehilangan cairan
sebelum perlakuan adalah sebanding.
tubuh. Berkeringat yang banyak selama
Semua subjek penelitian yang terbagi dalam
2
kelompok
melakukan
berolahraga dapat menyebabkan kehilangan
latihan
cairan tubuh kurang lebih 1 liter tiap jam (2).
treadmill secara bergantian. Latihan treadmill
Dalam keringat terkandung berbagai macam
dilakukan dengan menggunakan Protokol
elektrolit dan unsur lainnya, yang bervariasi
Bruce selama 15 menit, yang terbagi dalam 5
pada tiap individu dan pada tiap individu juga
tahap. Masing-masing tahap dalam latihan
akan berbeda tergantung pada kondisi (3).
treadmill dengan protokol ini dilakukan dalam
Penelitian menunjukkan bahwa kehilangan
waktu 3 menit. Untuk tiap-tiap tahapan
cairan yang setara dengan 2% massa tubuh
dilakukan
hal
dapat menyebabkan penurunan performa
inklinasi/sudut landasan dan kecepatan dari
dan kehilangan cairan sebesar 5-6% dari
treadmill.
latihan
berat badan akan meningkatkan denyut nadi.
treadmill, dilakukan pemeriksaan denyut nadi
Olahraga akan membuat peningkatan
perubahan
Sebelum
istirahat selama
dalam
melakukan
satu menit dan data ini
denyut
nadi
dipergunakan sebagai data awal dan setelah
berkurangnya
latihan
menjaga
dilakukan
pengukuran
terhadap
yang
disebabkan
konsumsi
stabilitas
aliran
oleh
oksigen.
Untuk
darah
dalam
kecepatan pemulihan denyut nadi ke denyut
menyuplai oksigen dan bahan bakar energi
nadi istirahat. Waktu yang diperlukan untuk
ke otot, maka kerja jantung secara otomatis
mengembalikan
akan meningkat. Pemberian cairan yang
denyut
nadi
latihan
ke 23
efektif akan memperkecil perubahan denyut
efektif
nadi sehingga akan menunda kelelahan dan
dehidrasi.
memperpendek
lama
periode
dan
lebih
cepat
memperbaiki
pemulihan
Untuk mengetahui perbandingan efek
denyut nadi . Beberapa jenis cairan rehidrasi
kedua jenis perlakuan dalam mempercepat
8
8
dapat diberikan selama latihan/olahraga .
kembalinya denyut nadi latihan ke denyut
Rehidrasi
nadi istirahat, dilihat melalui uji
sesudah
latihan
tidak
hanya
Berdasarkan
memerlukan penggantian cairan yang hilang,
Whitney.
tetapi juga penggantian elektrolit, terutama
Mann-Whitney,
sodium yang banyak keluar saat berkeringat.
pemulihan denyut nadi antara kelompok 1,
maka
hasil
Mann-
rerata
analisis
uji
kecepatan
6
yaitu kelompok yang diberikan minum air
menyimpulkan bahwa pemberian air kelapa
kelapa muda sebanyak 500 ml setelah
muda lebih cepat mengembalikan denyut
latihan
nadi setelah aktivitas dibandingkan dengan
kelompok 2, yang diberikan minum air putih
pemberian pocari sweat dan teh manis,
dalam kemasan sebanyak 500 ml setelah
Penelitian
yang
dilakukanAtmaja
7
treadmill
selama
15
menit
dan
sementaraKalman,et al menyatakan bahwa
latihan yang sama adalah tidak bermakna,
tidak ada perbedaan yang signifikan antara
yang dilihat dari nilai p yang lebih besar dari
pemberian air dalam kemasan, air kelapa
0,05 (p > 0,05), walaupun rerata kecepatan
muda dan sport drink terhadap performa fisik
pemulihan denyut nadi pada pemberian air
setelah latihan pada laki-laki terlatih.
kelapa muda lebih cepat 28,5%.
Air kelapa muda sebagai minuman yang Simpulan
terbentuk secara alami dapat memberikan efek hidrasi yang sama dengan minuman
Rerata kecepatan pemulihan denyut nadi
olahraga yang mengandung karbohidrat-
pada pemberian air kelapa muda adalah
elektrolit. Air kelapa mengandung berbagai
157,29 detik (2 menit 62 detik) sedangkan
macam nutrisi, termasuk vitamin, mineral,
pada air putih adalah 282,86 detik (4 menit
antioksidan, asam amino, enzim, faktor
71 detik).
pertumbuhan dan lain-lain. Semua mineral
Rerata kecepatan pemulihan denyut nadi
yang ada dalam air kelapa berupa elektrolit
antara pemberian air kelapa muda dibanding
sehingga mudah diserap oleh tubuh. Di sisi
air putih tidak berbeda bermakna (p > 0,05).
lain air kelapa muda memiliki rasa yang cukup manis sehingga tidak menimbulkan
Daftar Pustaka
rasa mual, memberikan rasa kenyang tanpa
1. Duvillard Von S, Arciero P, Tietjen-Smith T, Alford K. Sports drinks, exercise training and competition. Curr Sports Med Rep. 2008; 7(4): p. 202-208. 2. Costill D. Sweating : Its Composition and Effects on Body Fluids in the Marathon. Ann New York Academic Science. 1977; 301: p. 160-174. 3. Plowman , Sharon A, Smith DL. Exercise Physiology for Health, Fittness, and Performance. 2nd ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer
4,5
rasa tidak nyaman di perut . Sebagai minuman rehidrasi, air kelapa memiliki indeks rehidrasi yang lebih baik dibandingkan dengan minuman olahraga (sports stamina.
drink)
dan
Indeks
minuman
rehidrasi
penambah
lebih
tinggi
menunjukkan bahwa air kelapa muda lebih
24
Bisiness; 2008. 4. Saat M, Singh R, Sirisinghe R, Nawawi M. Rehydration after exercise with fresh young coconut water, carbohydrateelectrolyte beverage and plain water. Journal of Physiological Anthropology and Applied Human Science. 2002;: p. 93-103. 5. Ismail I, Singh R, RG S. Rehydration with sodium-enrichedcoconut water after exercise-induced dehydration. Southeast Asian Journal Tropical Medicine Public Health. 2007; 38(4): p. 769-785. 6. Atmaja IM. Pemberian Minuman Air Kelapa Muda Lebih Cepat Memulihkan Denyut Nadi daripada Pemberian Minuman Isotonik danTeh Manis pada Pesilat Siswa SMP Dwijendra Denpasar.(tesis). Denpasar: Universitas Udayana; 2009.
7. Kalman S, Fieldman S, Krieger D, Bloomer R. Comparison of coconut water and a carbohydrate-electrolyte sport drink on measures of hydration and physical performance inexercise-trained men. Journal of The International Society of Sports Nutrition. 2012. 8. Krisnawati D, Fatimah S, Kartini A. Efek cairan rehidrasi terhadap denyut nadi, tekanan darah dan lama periode pemulihan. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. 2011; 1(2): p. 133-138.
25
DIARE ROTAVIRUS DI MATARAM
Sukardi W*, Sulaksmana SP*, Wahab A **, Soenarto Y*** *Departements of Pediatrics.Faculty of Medicine,Universitas Mataram ,Mataram HospitalMataram,Indonesia. ** Departements of Community Health and Nutrition Research Laboratori, Faculty of Medicine,Universitas Gajah Mada , Yogyakarta.Indonesia ***Departements of Pediatrics, Faculty of Medicine,Universitas Gajah Mada ,Sardjito Hospital, Yogyakarta, Indonesia. Abstract Background: Rotavirus is the most common cause of severe diarrhea and dehydration among children aged <5 years(U5) in the industry and developed Countries, including Indonesia. Study reported prevalences of rotavirus diarrhea infection in Mataram are rarely documented. Objective: To determine the prevalence and characteristics of rotavirus diarrhea in children U5 with acute diarrhea Methods: A prospective study using "Generic protocol for rotavirus surveillance" WHO Publications, was conducted, in Mataram Hospital as a part of multi center study by "Indonesia Rotavirus Surveillance Network" (IRSN), for children U5, Those children were diagnosed as rotavirus diarrhea base on examination of stool samples using a technique of enzyme Immunoassay as published in the previous publication(Soenarto et al, 2009).They were admitted to the children's in Mataram General Hospital ward, in January-December 2010. Results: Of 329 children admitted with acute diarrhea, 210 (63.8%) rotavirus positive stool samples. Rotavirus diarrhea encountered during the year 2010, the incidence was highest in the month of January (86.4%). Rotavirus infections are found in less than 2 years of age (65.4%), the highest (68.5%) in the age group of 6 months-23 months. In addition to clinical symptoms of watery diarrhea are the most vomiting (67.8% vs32, 3%, P <0.05). The majority of G and P genotypes found that G1 (86%), G2 (12%), and P (4) 12.8%, P (6) 8%. Conclusion: Rotavirus infections are the most common cause of acute diarrhea in children aged <2 years. The increased frequency of vomiting and dehydration in rotavirus infection may pose challenges to the administration of oral rehydration salt and may increase realiance on intravenous fluid therapy, thus leading to higher treatment cost and mortality risk. Rotavirus immunization is needed to reduce morbidity and mortality. Keywords: diarrhea, rotavirus, immunoassay Abstrak Latarbelakang : Rotavirus masih merupakan penyebab utama diare akut pada anak usia < 5 tahun(balita) di Negara Industri dan berkembang, termasuk Indonesia. Data infeksi rotavirus di Mataram, NTB jarang dilaporkan. Tujuan : Mengetahui pravalensi dan karakteristik strain rotavirus pada anak diare akut Metode.: Penelitian prospektif menggunakan petunjuk “ Generic protocol for rotavirus Surveillance “publikasi WHO, yang diterjemahkan oleh “ Indonesia Rotavirus Surveillance Network” (IRSN)terhadap anak balita, yang dirawat di Bangsal Anak RSU Prov Mataram bulan januari-desember 2010 dengan diagnosis diare akut..Pemeriksaan sampel feses menggunakan teknik enzyme immunoassay (Dacopatts;Daco international). Semua sampel tinja rotavirus positif dilanjutkan pemeriksaan kharakteristik strain rotavirus di Laboratorium Mikrobiologi Fk, UGM, Yogyakarta. Hasil : Dari 329 anak diare akut yang dirawat, sebanyak 210(63,8%) sampel feses rotavirus positif. Kejadian diare rotavirus dijumpai sepanjang tahun 2010, insinden paling tinggai pada bulan januari(86,4%). Infeksi rotavirus banyak ditemukan pada usia kurang dari 2 tahun(65,4%), paling tinggi (68,5%) pada kelompok usia 6 bulan – 23 bulan. Selain diare cair gajala klinik yang paling banyak yaitu muntah (67,8%vs32,3%;P<0,05). Mayoritas genotipe G dan P yang ditemukan adalah G1(86%),G2(12%), dan P (8) 66%, P(4) 12,8%,P(6) 8% . Kesimpulan : Infeksi rotavirus merupakan penyebab terbanyak diare akut pada anak usia< 2 tahun . Gejala muntah dan dehidrasi pada diare rotavirus yang secara bermakna lebih tinggi dibanding dengan yang diare rotavirus negative,perlu mendapat perhatia, karena dapat menyebabkan gagalnya rehidrasi oral serta peningkatan pemakaian cairan intravena, tentu saja disamping resiko kematian semakin tinggi. Immunisasi rotavirus diperlukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. Kata kunci : diare, rotavirus,immunoassay
26
Pendahuluan
Masa inkubasi umunya berlangsung 24 – 72 jam.
Diare rotavirus merupakan salah satu
antara
Infeksi rotavirus
dapat
penyebab utama terjadinya diare yang berat
asimtomatik atau simtomatik. Gejala yang
dan kematian
timbul didahului oleh demam, muntah serta
pada anak balita baik di
Negara maju maupun berkembang.
Review
diare cair
yang menyebabkan dehidrasi
pada 1985 mendapatkan bahwa rotavirus
berat dan kematian .
bertanggung jawab terhadab 20-70% diare
berlangsung selama 4 – 7 hari dan
yang dirawat di rumah sakit dan 20% semua
kasus dapat disertai kejang.
Diare rotavirus 5%
3,5
kematian diare pada anak balita di seluruh dunia.1 Laporan
Global Surveillance Net
Angka kejadian diare rotavirus sama baik
work WHO 2009, menemukan bahwa dari
di Negara industri dan Negara berkembang,
43 negara yang berpartisipasi , infeksi
hal ini berarti perbaikan penyediaan air,
rotavirus
kebersihan
merupakan
penyebab
25-47%
diare akut pada anak usia kurang dari < 5 tahun.
sanitasi
mengotrol
2
Di
dan
rotavirus.
merekomendasikan Negara
berkembang
dapat WHO
pemberian imnunisasi
sedang
rotavirus untuk mencegah penyakit rotavirus
berkembang , angka kesakitan dan kematian
yang berat dan fatal.1,3,11,,12 Untuk maksud
penyakit rotavirus tinggi. Dilaporkan pada
tersebut data Surveillance Rotavirus sangat
daerah yang beriklim tropis diare rotavirus
diperlukan untuk mengetahui sirkulasi strain
berlangsung
rotavirus
sepanjang
dan
tidak
tahun
dan
puncaknya pada musim kering yaitu bulan 3
juli -
agustus. Data
Asian
di
masing-masing
daerah
di
ini
mengetahui
Indonesia.
yang diperoleh dari
Rotavirus
Surveillance
Penelitian
bertujuan
Network(ARSN), 45% anak dengan diare di
kharakteristik strain rotavirus dan manifestasi
wilayah
rotavirus,
klinik diare rotavirus Di RSU Prov.Mataram-
Sedangkan data yang dilaporkan Indonesia
Lombok, yang merupakan salah satu dari 6
Rotavirus Surveillance Network(IRSN) tahun
site
2006 menunjukan 60 %
Network (IRSN)
Asia
disebabkan
dari 2.240
diare yang dirawat inap ternyata
anak
Rotavirus
Survaillance
rotavirus Bahan Dan Methode
positif dan 41% yang dirawat jalan rotavirus positif. Angka ini
Indonesia
merupakan
kejadian
Penelitian
secara prospektif
rotavirus yang tertinggi diantara maju dan
petunjuk
berkembang. Sebagai penyebabkematian,
Surveillanceyang dipublikasi oleh WHO6dan
rotavirus menyebabkan 2% kematian anak
distandarisasi
balita di Indonesia dan menduduki peringkat
Suirveillance Network”(IRSN). Pupolasi anak
ke
usia < 5 tahun dengan diagnosis diare akut
5
sebagai
Negara
dengan
kematian terbesar akibat rotavirus.
angka
4,8,13
Generic
protocol “Indonesia
for
mengikuti rotavirus
Roptavirus
yang dirawat di RSU Prov. Mataram mulai bulan januari – desember 2010.(Gambar 1)
Rotavirus ditularkan secara oro-fekal dan
Definisi diare akut adalah buang air besar
diduga dapat ditularkan melalui droplets.
tiga kali atau lebih disertai atau tanpa lendir 27
atau darah yang berlangsung kurang dari 14
tertampung atau tidak memenuhi sarat dan
hari. Kriteria eksklusi
keluarga menolak mengikuti penelitian.
adalah anak usia
kurang 5 tahun yang sampel feses tidak
Indonesian Rotavirus Surveillance Network
Jakarta
Palembang
Yogyakarta Mataram Bandung Denpasar
Java Island 59% of Indonesian population
Gambar 1 : Map lokasi Rumah Sakit Umum Provinsi Mataram- Lombok Indonesia (Soenarto et al…. 2009)
Pada saat pasien masuk rumah sakit
positif
dicatat mengenai umur dan jenis kelamin, status
nutrisi,
gajala
penyakit,
kharakteristik strain rotavirus . Hasil
riwayat
Selama rentang waktu bulan januari –
pengobatan, satus dehidrasi dan diagnosis akhir
menggunakan form standar
Indonesdia
Rotavirus
Network(IRSN).
Sampel
dilanjutkan dengan pemeriksaan
dari
desember 2010 telah dirawat 329 anak usia
Surveillance
< 5 tahun dengan diagnosis diare akut. 328
feses
dari 329 anak bersedia mengikuti penelitian
yang
diperoleh disimpan dalam container steril
dan
o
1 anak dikeluarkan dari penelitian
pada suhu 4 – 8 C. selanjutnya dikirim ke
karena sampel feses tidak memenuhi sarat
Laboratorium
mikrobiologi
untuk dilakukan pemeriksaan
menggunakan
“
disimpan
Fk.
refrigerated
pada suhu –
UGM
box”
dan
Dari 328 sampel
o
70 C. Deteksi
rotavirus menggunakan teknik
laboratorium
enzyme
rotavirus.
feses yang diperiksa
dengan
teknik
emzyme
immunoassay, 210(63,8%) positif rotavirus
immunoassay(Dakopatts;Dako
dan 118(36,2%) rotavirus negatif. (table 1).
International). Semua sampel feses yang
Selama penelitian, tidak ada kematian karena diare.
28
Tabel 1: Caharacteristics and Clinical Symptoms of Hospitalized Children Age < 5 Years with RotavirusDiarrhea at Mataram hospital – Lombok, Indonesia 1 januari – 31 Desember 2010.
Characteristic
No (%) of Patients Enrolled (n =329)
No (%) of patientswith rotaviruspositivediarrhe a n=210(63,8%)
No (%) of patientswith rotavirusnegativediarrhe a n=118(36,2%)
odds ratio (95%Cl)
Male
179
113 (63,1%)
66 (36,9%)
0,92 (0,5681.481)
Female
149
97 (65,1%)
52 (34,9%)
1
00-05bl
48
29 (60,4%)
19 (39,6%)
1.53(0.8562.722)
06-11bl
113
71 (62,8%)
42 (37,2%)
1.78(1.2052.615)*
12-23bl
130
89 (68,5%)
41 (32,5%)
24-35bl
21
15 (71,4%)
6 (28,6%)
36-59bl
16
6 (37,5%)
10 (62,5%)
Vomiting
263
178 (67,7%)
85 (32,3%)
Fever
242
154 (63,6%)
88 (32,3%)
Dehydration
269
172 (63,9%)
97 (36,1%)
Sex
Age, month
2.17(1.4993.142)* 2.50(0.9706.443) 0.60(0.2181.651)
Clinical symptoms 2,23 (1.239 3.99)* 0,97 (0,559 1.660) 0,98 (0,5151.82 )
NOTE.Cl. Confidence interval*Statistically significant (P<.05)
Persentasi sampel feses rotavirus positif
negatif
pada masing masing kelompok umur cukup
lebih tinggi secara
ditemukan pada
kelompok
(OR,1,53:95%
CI,0.856-
2.722). ( table 1)
tinggi, namun demikian persentasi rotavirus positif
P>0,05
Secara umum jenis kelamin pasien diare
bermakna
akut yang kami rawat lebih banyak anak
anak usia 6
laki-laki
daripada
perempuan(54,4%
vs
bulan – 11 bulan (62,8%) dan 12 bulan – 23
45,6%), tetapi jenis kelamin tidak berbeda
bulan (68,5%) daripada rotavirus negatif
secara bermakna antara rotavirus positif-
P<0,05(OR,1.78;95%CI,1.205-2.615
negatif P>0,05.
OR,2.17;95%
CI,1.499-3.142).
temukan juga prevalensi tinggi
29/48(60,4%)
dan Kami
Manifestasi klinik infeksi rotavirus kami
rotavirus yang
temukan
pada anak usia < 6
lebih banyak
pada anak
secara bermakna
diare disertai muntah(67,7%)
bulan, tetapi secara statistik tidak berbeda
P<0,05
secara bermakna antara rotavirus positif-
sedangkan gejala lain seperti demam dan
29
(OR,2.23:95%
CI,1,239-3,99),
dehidrasi
walaupun
kasus
yang
Di site
Rotavirus Mataram Network,
kamitemukan banyak (63,6% vs 32,3% dan
infeksi rotavirus ditemukan sepanjang tahun
63,9% vs 36,1%), namun secara satatistik
2010, dengan puncaknya terjadi pada bulan
tidak
januari 86,4% kasus
berbeda
secara
bermakna
antara
rotavirus positis-negatif. P>0,05 ( tabel 1)
dan terus menurun
setiap bulan sampai bulan oktober 44,4% kasus (gambar 2 ).
100 90 80
86,4 78 68,4
70
73,3
65,2 61,5 65
68,8 56,5
60
44,4 47,5
50
51,9
total sampel diperiksa % rotavirus positive
40 30 20 10 0 jan feb mar apr mei jun
jul
ags sep okt nov des
Gambar 2 : Prevalence of rotavirus infection among children < 5 years at .Mataram hospital – Lombok,Indonesia 2010.
Pemeriksaan
biomolekuler
molekuler
kharakteristik strain untuk menentukan
, G2(12%) sampel dan 1(2%) sampel mixed
G
G1+ G2.
dan P genotye terhadap 210 sampel feses rotavirus positif
Dari
210 sampel feses 50 sampel
yang diperiksa dengan
terdeteksi P genotype masing-masing P(8)
teknik emzyme immunoassay. 50 dari 210
66%,P(4) 12% dan P(6) 8% dan Mixed P
sampel feses dapat dideteksi G genotype,
genotype
mayoritas kami temukan genotype G1(86%)
30
14%.(gambar
3
)
100% 90%
mixed P type
14%
P(8)
66%
80% 70% 60%
86%
G1
50% 40% 30% 20%
P(4)
10%
12%
0%
12%
G2
P(6)
2% G mixed type
8%
Gambar 3 : Distribution of G genotype and P genotype of rotavirus strains in Mataram,-Lombok, Indonesia 2010
Diskusi
rumah dan waktu berkunjung ke rumah sakit
Penelitian ini menujukkan bahwa infeksi rotavirus perupakan penyebab
sudah tidak diare lagi.
diare akut
Pada daerah
dengan empat musim ,
terbanyak pada anak usia < 5 tahun yang
umumnya
dirawat di RSU Provinsi Mataram. Rotavirus
musim
positif terdeteksi pada 63,8% dari 328 anak
beriklim tropis seperti
diare akut
rotavirus
dan hanya ( 36,2%) kasus
infeksi rotavirus terjadi pada
dingin.
Dilaporkan
berlangsung
pada
daerah
Indonesia infeksi sepanjang
tahun,
rotavirus negatif. Data ini lebih tinggi dari
dengan kejadian tertinggi pada musim panas
yang dilaporkan Sunarto dkk (IRSN) 2006,
yaitu sekitar bulan juli dan agustus 3,8. Pada
berkisar 60%, Global Surveillace network
penelitian ini, infeksi rotavirus
(WHO)2009 melaporkan berkisar
25-47%
sepanjang tahun 2010 dan puncaknya terjadi
Network 2004
pada bulan januari 86% dan persentasinya
dan
Asian Rotavirus
melaporkan bahwa 45% anak diare rotavirus dirawat di rumah sakit.
terus menurun setiap bulan
2,4,13
hingga
pada
bulan desember 44,4%.
Maria L dkk 1998, melaporkan bahwa di Brazil, diare rotavirus positif
dijumpai
Secara keseluruhan
mayoritas(65,4% )
yang dirawat
kasus diare rotavirus dijumpai pada anak
jalan 3 kali lebih banyak daripada anak yang
usia kurang dari 2 tahun dan paling bayak
7
rawat inap . Pada penelitian kami, data dan
pada anak usia 6 bulan- 23 bulan(66,4%).
sampel feses anak diare akut yang berobat
Persentasi rotavirus positif
jalan sangat sulit diperoleh, karena alamat
pada anak usia lebih dari 6 bulan dan anak
yang redah
usia lebih dari 23 bulan. Insidens diare 31
rotavirus positif yang rendah pada anak usia
serta gabungan P tipe 14%). Genotipe G9
kurang dari 6 bulan demungkinan anak pada
dalam penelitian ini tidak kami temukan.
usia tersebut mendapatkan antibodi
IgG
Angka kesakitan diare rotavirus yang
secara
tinggi pada anak usia < 2 tahun baik di
transplasenter
IgA pada anak yang masih
Negara maju dan berkembang , termasuk
mendapatkan
ASI
Indonesia
maternal
yang
diperoleh
eksklusif
dan
juga
dan
khususnya
di
Lombok,
beberapa komponen penting seperti musin
perbaikan penyediaan air,kebersihan dan
yang terbukti dapat menghambat reflikasi
sanitasi
4,8
tidak
dapat
1,2,3.
rotavirus
pada anak lebih besar
merekomendasikan agar semua program
yang
rendah
dapat
rotavirus
disebabkan
oleh
immunisasi
antibodi alamiah yang timbul akibat infeksi berulang dari rotavirus.
yang
Manifestasi klinik infesi rotavirus dapat
muntah
yang
vaksin
berat
dan
fatal.2,12,13Di
Indonesia,
Program Immunisasi Nasional yang diberikan
yang
dapat
secara oral pada anak usia 2 bulan, 4 bulan
dehidrasi
ringan
dan 6 bulan.1,3,5
berkembang
menjadi
sampai berat.
Pada penelitian ini, gejala Kesimpulan
muntah ditemukan sangat dominan( P<0,05) merupakan tantangan
memasukan
vaksin rotavirus baru dimasukan dalam
diare cair serta
frekuen
nasional
Tahun 2009, WHO
rotavirus untuk mencegah infeksi rotavirus
9
asimtomatik dan atau
Pada
infeksi
serta mengikat rotavirus , demikian juga insidens
.
mengontrol
untuk rehidrasi oral
Di
Mataram,
kejadian
diare
dan mungkin menyebabkan meningkatnya
ditemukan sepanjang tahun 2010,
penggunaan
rotavirus
cairan intravena
yang pada
masih
merupakan
akut infeksi
penyebab
akhirnya menjadi beban ekonomi, tentu saja
terbanyak diare akut pada anak usia< 2
disamping resiko kematian semakin tinggi.
tahun.
3,5,11
dominan selain diare cair( watery diarrhea)
Rotavirus grup A merupakan virus utama
adalah
Maniestasi
muntah-
klinik
muntah
yang
dan
sangat
dehidrasi.
penyebab mayoritas diare pada anak usia
Untuk mencegah infeksi rotavirus yang dapat
kurang dari 5 tahun. Berdasarkan
menjadi berat dan fatal diperlukan pemberian
protein
yang membungkus rotavirus , rotavirus grup
immusisasi
A
bulan sampai 6 bulan.
dibagi
menjadi
2
tipe
yaitu
tipe
rotavirus pada anak usia
2
G(glikoprotein) dan tipe P (protease sensitive protein).
Zaafrane
dkk
ditemukan
27
G
tipe
2011, dan
35
Acknowledgment
telah tipe
Kami ucapkan terimakasih pada : Staf.
P. Genotope yang paling banyak ditemukan
Laboratorium Mikrobiologi Fk.Univ Gajah
dari survaillans di Indonesia yaitu genotipe
Mada,
G9(30%)
Soenarto
Resesrach Office) Bagian Anak Fakultas
temukan
Kedokteran
10
dkk.2009). genotype
dan 4,8
G1
P(6)
56%
(
Di Mataram , kami (86%)
,
G2(12%)
Yogyakarta;
Staf
Universitas
PRO(Pediatric
Gajah
Mada,
serta
Yogyakarta, Staf, Bagian Anak Fakultas
G1+G2(2%) dan P8(66%),P4(12%),P6(8%)
Kedokteran Universitas Mataram, Direktur RSUProv. Mataram di Lombok dan semua 32
pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Daftar Pustaka 1. Subijanto M ,Fardah A, Ranuh G. Vaksinasi rotavirus pada anak. Dalam : Purnomo B,Karpan F,Sugeng S,Narendra M,M Noor,Oetomo T: Kumpulan Makalah Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair,2007;37: 149 2. CDC . Rotavirus Surveillance---Worldwide 2009.MMWR 2009;60;514-16. Diunduh dari: www.cdc
[email protected]. diakses, 20 agustus 2012 3. Firmansyah A,Soenarto Y. Rotavirus. Dalam :Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro S, Kartasasmita B, Ismoedijanto,Soedjatmiko, penyunting . Buku Pedoman Immunisasi Di Indonesia .ed 4, Satgas Immnunisasi IDAI, Jakarta: Badan penerbit IDAI;2011;31823 4. Soenaro Y. Diare Rotavirus Di Indonesia . Disampaikan pada acara Rakernas Himpunana Gastro-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia(PGHNAI), Bandung 2012 5. Hasibuan B, Nasution F, Guntur. Infeksi Rotavirus Pada Anak Usia di Bawah Dua Tahun. Sari Pediatri,2011;13:165-8. 6. WHO .Generic protocols for (i) hospitalbase surveillance to estimate the burden of rotavirus gastroentritis inchildren an(ii) a community –base servey on utilization of health care services for gastroenteritis
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
33
in children. Fild test version. Geneva: World Health Organization,2002. Diunduh dari :http://www.who.int/vacccinesducuments/DocsPDF02www698,pdf,diak ses 6 januari 2008. Lusia M, Gomes F. Epidemiological Aspects of Rotavirus Infections in Manas Garais, Brazil. Diunduh dari:www.infectoorg/bjid.htm,diakses.10 april 2012. Soenarto Y,Aman A,Bakri A,Waluya H,Firmansyah A Kadin MMartiza I,Prasetyo DMulyani N,Widowati T,Soetjiningsih,Karyana IP,Sukardi W, Bresee J, Widdowson Mc. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea in Indonesia.. J Infect.Dis;200 suppl 1: S 188-194. Tjitrasari T irmansyah A Chair I. Clinical Manifestations of Rotavirus diarrhea in the outpatient clinic of Ciptomangunkesumo Hospital, Jakarta. Paediatrica Indonesiana 2005;45:69-75. Zaafrane dkk . The molecular epidemiology of circulating rotaviruses: three-year suveillace in the region of monastir, Tunisia. BMC Infect Dis.2011;11:266. Wilopo SA dkk. Economic evaluation of routine rotavirus vaccination programe in Indonesia. Elsevier;2009. Monos dkk. The effect of rotavirus vaccine on diarrhea motality. Intern J Epidemol,2010;39:156-62. Breese dkk. First report form the Asian Rotavirus Surveillance Network. Emerg Infect Dis.2004;10(6).
IMPLEMENTATION OF NUTRITION CURRICULUM TO UNDERGRADUATE STUDENTS IN FACULTY OF MEDICINE, MATARAM UNIVERSITY
Eustachius Hagni Wardoyo Faculty of Medicine, Mataram University
Abstract Objective: To describe nutrition curriculum’s implementation to undergraduate students Faculty of Medicine Mataram University (FMMU) MethodsMajor part of nutritional sciences was placed in a Metabolism and Energy block and implemented to under graduate students. Nutrition curriculum was described in three processes, they are:development, implementation and internal evaluation. Every studentsparticipatingin this block were included in the study.A semi-structure questionnaire was conducted to explore student’s perception of nutrition curriculum’s implementation. ResultsForty hours nutrition curriculum was developed and implemented to undergraduate students. Nutrition and diseases was the topic with longest duration (14.5), followed by patophysiology (7), nutrition and community (5.5), nutritional well-being and prevention (4), and each 3 hours by histology, biochemistry and physiology. Tutorial was the longest duration learning activities (28), followed by lectures (5), skills lab (3), and field visit and laboratory class each 2 hours. Among 61 participants, 52 (85.24%) students perceived that nutrition curriculum implementation helped them constructing their understanding of the subject from the basic to clinical nutrition. Sixty (98.36%) students were passed Metabolism and Energy block’s assessment (cut off: 70). Among nutrition’s topic given, nutrition and diseases were favorite subjects by 43 (70.49%), followed by nutrition and community by 8 (13.11%), nutritional well being and prevention by 7 (11.47%), and patophysiology 3 (4.91%) students. Among learning activities given, 41 (67.21%) student choose field visit as their favorite followed by skills lab by 8 (13.11%), tutorial by 6 (9.83%), laboratory and lecture each 3 (4.92%) students. Among assessment methods, Student Oral Case Analysis (SOCA)waschosen as a favorite method of assessment to 52 (85.24%) students. ConclusionNutrition and diseases was topic and tutorial was learning activity with longest duration. Most of students perceived that implementation of nutrition curriculum helped them constructing their understanding of the subject from the basic to clinical nutrition. Nutrition and diseases was the most interesting topic. Field visit was the most favorite learning activity and SOCA was choose as favorite method of assessment Keywords: nutrition education, nutrition curriculum, problem-based learning, competence-based curriculum, medical education Abstrak Tujuan Mendeskripsikan pelaksanaan kurikulum nutrisi untuk mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram (FK Unram) Metode Pendidikan ilmu nutrisi untuk mahasiswa FK Unram sebagian besar dituangkan kedalam blok metabolisme dan energi. Penjabaran kurikulum nutrisi dilakukan mulai dari proses pengembangan kurikulum, pelaksanaan dan evaluasi internal. Setiap mahasiswa yang mengikuti blok Metabolisme dan Energi diikutkan dalam studi ini. Persepsi mahasiswa mengenai pelaksanaan kurikulum nutrisi digali melalui kuisioner. HasilKurikulum nutrisi dilaksanakan dalam 40 jam pembelajaran. Durasi topik terlama adalah nutrisi klinis (14,5), diikuti patofisiologi (7), nutrisi masyarakat (5,5), nutrisi untuk kesehatan dan pencegahan (4), kemudian masing-masing 3 jam oleh histologi, biokimia dan fisiologi. Tutorial merupakan aktivitas pembelajaran terlama (28), diikuti oleh kuliah (5), skills lab (3), kunjungan lapangan dan laboratorium masing-masing 2 jam. Diantara 61 peserta, 52 (85,24%) mahasiswa merasa bahwa pelaksanaan kurikulum nutrisi telah membantu pemahaman materi dari nutrisi dasar kepada nutrisi klinis. Enam puluh (98,36%) mahasiswa lulus blok Metabolisme dan Energi (nilai ambang: 70). Nutrisi klinis terpilih sebagai topik yang paling disukai oleh 43 (70,49%) diikuti oleh nutrisi masyarakat 8 (13,11%), nutrisi untuk kesehatan dan pencegahan penyakit oleh 7 (11,47%) dan patofisiologi oleh 3 (4,91%) mahasiswa. Sebanyak 41 (67,21%) mahasiswa memilih kunjungan lapangan sebagai aktivitas pembelajaran favorit, diikuti dengan keterampilan medik 8 (13,11%), tutorial 6 (9,83%), kelas laboratorium dan kuliah masing-masing oleh 3 (4,92%) mahasiswa. Student Oral Case Analysis (SOCA) dipilih sebagai metode penilaian terfavorit oleh 52 (85,24%) mahasiswa. KesimpulanNutrisi klinis merupakan topik dan tutorial merupakan aktivitas pembelajaran dengan durasi terlama.Sebagian besar mahasiswa merasa bahwa pelaksanaan kurikulum nutrisi telah membantu pemahaman materi dari nutrisi dasar kepada nutrisi klinis.Nutrisi klinis sebagai topik yang paling menarik, kunjungan lapangan merupakan aktivitas pembelajaran yang paling disukai dan SOCA terpilih sebagai metode penilaian yang terpopuler.
34
The traditional major emphasis of medical
individual centers, departments, and block
education programs has been the acquisition
developer.
of basic scientific knowledge and practical
Metabolism and energy block at FMMU
skills in well-defined subject areas. Lecture
was a fifth block and implemented to first
that used to be the main learning activities,
year undergraduate student. Metabolism and
now simply act only as instructional class
energy block was constructed in 5 weeks
assignment
or
objectives.
Changes
introduction
to
learning
plus a week of assessment or equivalent to
the
practice
40 hours nutrition education plus 3 hours
environment, the recognition that alternative
assessment.Allocation of time has allowed
instructional models may be desirable in
every medical faculty to develop nutrition
some cases, and the fact that instruction in
curriculum that fits to local consideration. The
the traditional subject areas does not prepare
study
students for all aspects of medical practice in
nutrition curriculum to undergraduate student
the near future have driven recent curricular
FMMU.
in
changes at many schools.
faculties
challenge to
develop
to
All student participate in metabolism and
many
energy block was eligible to the study
nutrition
curriculum, which put the integration of
Procedures
different knowledge and skills from basic to
Development of nutrition curriculum
clinical nutrition. As
medical
of
Participant
Nutrition education in competence-based
medical
implementation
Methods
an important part of medical education.
confers
described
1,2
Nutrition education to medical students is
curriculum
was
Nutrition curriculum was developed in the education
paradigm has
following steps: 1) determine specific ways
shifted to problem-based learning paradigm,
area of competencies are addressed in a
the National Academy of Science (NAS)
block theme; 2) develop learning objectives;
recommendation
nutrition
3) distribute learning objectives into learning
education in 1985 , recently has beyond
activities; 4) construct methods of student’s
expectation as a specialized nutrition theme.
assessment.
At FMMU, the specialized nutrition theme
Learning
of
25
hours
3
objectives
were
developed
called metabolism and energy block.It has
based on area of competence of the Medical
adopted theIndonesian medical council-wide
Doctor Standard of Competence issued by
plan in 2006 that specifies desired learning
the Medical Council of Indonesia (2006).
objectives and provides an instrument for
Topic of nutrition curriculum was consisted of
rating student achievement, but leaves the
histology,
specifics of implementing this plan to be
patophysiology, nutritional well being and
developed
prevention, nutrition and community, and
by
faculty
at
individual
1,4
biochemistry,
instructional sites. Meaning that methods
nutrition
for achieving these learning objectives were
subjects distributed in learning activities as
intentionally
follow: tutorial, lecture, field visit, skills lab
left
to
be
determined
by 35
and
diseases
(table
physiology,
1).Those
and laboratory class. Methods of student’s
and diet history taking. A semi-structure
assessment were student oral case analysis
questionnaire was conducted to explore
(SOCA), written test, student’s assignment,
student’s perception of nutrition curriculum’s
laboratory class, tutorial, student’s logbook
implementation.
Table 1. Topic of nutrition
Topic of nutrition Histology of GI tract Biochemistry Physiology Patophysiology Nutritional well being and prevention Nutrition and community Nutrition and diseases
Implementation of nutrition curriculum
been previously described.2Other methods of
Nutrition curriculum was implemented for 40
assessment were obtained during process of
hours consist of 28 hours tutorial, 5 hours
learning, such as student assignment for field
lecture, 3 hours skill lab, 2 hours field visit, 2
visit, laboratory class, tutorial, student’s
hours laboratory class. The faculty also
logbookand diet history taking for skill lab.
provided additional time for students to learn
Lecture was delivered by experts in clinical
by
student’s
nutrition, dietetics, biochemistry, histologyand
assessment consist of 20 minutes of student
community nutrition. Tutors had undergone
oral case analysis (SOCA), 2.5 hours written
training as tutor and SOCA examiner.
themselves.
Methods
of
test. Introduction of SOCA at FMMU has Tabel 2. Methods of assessment
Final assessment
Written test Student oral case analysis
Process assessment
Student assignment (field visit) Laboratory class Tutorial Student’s logbook Diet history taking (skill lab)
36
Result
Implementation of nutrition curriculum
Participant’s characteristic
Nutrition curriculum in the metabolism and
A number of 61 students: 43 (70.49%) women
and
18
(29.51%)
men.
energy block was implemented to students
All
who passed the previous block (infection and
participantsfulfilled 75% attendance of all
immunity).
learning activities in metabolism and energy blocks to undergo final assessment. Tabel 3. Topics distribution into learning activities and timeduration(hours); Box with grey shading shows the topics given in the specific learning activities
Learning activities Topics
Field
Time
Tutorial
Histology
1
1
-
-
1
3
Biochemistry
1
1
-
-
1
3
Physiology
-
3
-
-
-
3
Patophysiology
-
7
-
-
-
7
-
4
-
-
-
4
1.5
4
-
-
-
5.5
1.5
8
2
3
-
14.5
5
28
2
3
2
40
visit
Skill lab
Laboratory
Lecture
clas
Nutritional well being and prevention Nutrition and community Nutrition and diseases. Time
A number of learning activities indicate a
general hospital of Mataram. Two hours
number of learning objectives that should be
laboratory class consists of histology of
achieved by students in one topic. All 28
gastrointestinal tract and food biochemistry
hours tutorial was fulfilled. Seven scenarios
(Table 3).
were discussed in tutorial class.Scenario’s themes were consists of: nutritional well
Instrumentsof
being
implementation
and
community
prevention, and
nutrition
nutrition and
and
curriculum’s
disease.
Instruments were developed in order to
Experts gave lectures 5 hours fully. Three
monitor and evaluate implementation of
hours skill lab was filled by diet history taking
curriculum. The following instruments were
skill, 2 hours field visit to nutrition division of
tabulated in table 4.
37
Table 4. Instruments used in metabolism and energy block
Instruments
Corresponding instrument Specific learning activities schedule; ie: field visit,
Time schedule
expert consultations
Lecture checklist
-
Expert consultation list
List of expert and related field of expertise
Student logbook
Student logbook assessment manual
Laboratory manual
Laboratory assessment manual
Tutor’s manual
Tutorial assessment manual List of suggested references : textbook, intranet
Tutorial student’s manual
ebook
Skill lab student manual
-
Skill lab instructor manual
Skill lab assessment manual
Student’s assignment assessment manual SOCA examiner’s manual
SOCA’s component of assessment SOCA’s manual of scoring SOCA’s answering guidance manual
SOCA student’s manual
“How to perform SOCA” manual
Block Manager Phone Number
-
Final assessment manual
Resume of scores of all learning activities
The utilization of instruments is very
assessment (cut off: 70). Among nutrition’s
important to block’s team as both internal
subject given, nutrition and diseases were
and external evaluation. Instrument must be
favorite subjects by 43 (70.49%), followed by
checked routinely by block’s team. Block’s
nutrition and community 8 (13.11%) students,
coordinatoris responsible to whole process of
nutritional well being and prevention 7
implementation.
(11.47%) students, and patophysiology 3 (4.91%). Among learning activities given, 41
Perceptions of student
(67.21%) student choose field visit as their
A number of 61 students were met the
favorite followed by skills lab 8 (13.11%)
criteria to follow metabolism and energy
students, tutorial 6 (9.83%), laboratory and
block. Fifty two (85.24%) students perceived
lecture each 3 (4.92%) students. Among
that
implementation
assessment methods, SOCA was chosen as
helped them constructing their understanding
a favorite method of assessment to 52
of the subject from the basic to clinical
(85.24%) students, followed by student’s
nutrition.
logbook by 5 (8.19%) students.
nutrition
Sixty
curriculum
(98.36%)
students
were
passed Metabolism and Energy block’s
38
Figure
1.
Nutrition’s
topics
favored
by
students
Discussion
innovative teaching tools for effectiveness
Development
and
Implementation
of
and feasibility.
nutrition curriculum Nutrition implemented
In the study, nutritional assessments were
curriculum to
was
successfully
undergraduate
divided into: process assessment and final
student
assessment
(table
3).
There
are
five
FMMU. The curricula change was acceptable
criteriafor determining the usefulness of a
to the faculty and the students; although the
particular
obstacles of this change were obvious, more
reliability, 2) validity, 3) impact on future
administrative
human
learning and practice,4) acceptability to
resources deployed in. Limitations were
learners and faculty, and 5) costs. The needs
found during the process of curriculum
of those criteria seems not be identified
development: the experts were not able to
previously at the beginning of curriculum
get involved in most of critical processes and
development,
when the panel meeting was held to
implementation, a particular methods of
introduce the curriculum, the block team was
assessment needed to be evaluated based
not able to explore their expertise; due to
on those criteria.2 Metabolism and energy
absent or reluctant to share their opinion.
block’s team encounter great challenges in
Local content of nutritional problem in West
assessment part, especially in developing
Nusa
be
instruments, determine what was “a good
determined in this way. Also during the
process” meant (portfolio: student logbook)
implementation, the effort to explore any
and was it possible to establish “consensus”
feedback from experts found feedbacks not
cut off point passing grade which student
correspond to the curricula.
should achieved. Those challenges seems
works
Tenggara
and
province
more
should
method
but
of
at
assessment6:1)
the
end
of
need to be discussed between medical Methods of Assessment
faculties.
Pearson et al (2001) explain barriers in nutrition
education
at
medical
Innovative teaching tools include nutrition
school:
materials and instruments described above
absence of routine nutritional assessment in
are lack of effectiveness and feasibility
the current clinical setting and lack of
verification. Of these, author suggested those
39
barriers must be solved by national-wide
competencies (table 5) represent the effort to
nutrition education policy.
approach
the
Competencies Internal evaluation of curriculum
competencies itself
is
at
FMMU.
described
as
integration of knowledge, skills, attitude
Curriculum development is a critical partin
andbehavior in specific context. Furthermore,
education processes. In curriculum-based
Epstein (2007) describe competencies as 1)
competencies the expected outcome of
a habit of lifelong learning, 2) contextual;
education processes is learner would have
where s/he able to perform task in particular
several
situation, 3) developmental, meaninghabits of
designated
Documenting curriculum
the
relationships and
development
competencies,or outcome
competencies.
furthermore
representsone
of
the
between
mind and behaviorand practical wisdom are
learner’s
gained
through
experience.
7,8,9
practiceand
patient
reflection
biggest
curriculum evaluation takes further research
challenges and greatest opportunities in
on
deliberate
Therefore
with excellent infrastructure support.
curriculum development. Seven areas of Tabel 5. Specific ways area of competencies are addressed in metabolism and energy block
Discussion on tutorial session Effective communication:
Diet history taking on skill lab session Developing dietary plan in various conditions on SOCA session Use of clinical studies
Basic clinical skills:
Discussion of how to measure nutritional status Discussion of how blood biochemistry is modified by nutritional status Use of field visit study to nutrition division of General
Medical science as a scientific
Hospital
guidance:
Discussion of how information of subjective and objective data be used Student assignment of popular diet i.e. food combining,
Health problem management and
blood group diet.
solving:
Panel discussion with expert i.e. malnutrition, diabetic, renal failure, hepatic failure
Information management:
Self-awareness and personal growth:
Discussion of how to use suggested learning resources and search additional learning resources in the web Discussion of how nutrition status affected physical fitness in self Discussion of pattern of daily diet in self
40
Tabel 5. Specific ways area of competencies are addressed in metabolism and energy block(continuation from page 40)
Ethical issues on nutritional status of admitted patients in Ethical judgment, moral reasoning,
hospital
medico-legal, professionalism and
Discussion of how nutrition can modified drug absorption,
patient safety:
action and efficacy Being professional in diet history taking Recognition of the importance of informed choice
Conclusion
2. Wardoyo EH, BM Syahrizal, D Purnaning, IAE Widiastuti, A Ekawanti, and MF Wajdi. Introduction of Student Oral Case Analysis (SOCA) to assess student’s performance in pre-clinical setting in Faculty of Medicine, Mataram University, Cermin Dunia Kedokteran, Agust 2010; 37(6):434-436 3. Taren DL, CA Thomson, NA Koff et al.Effect of an integrated nutrition curriculum on medical education, student clinical performance, and student perception of medicalnutrition training. Am J Clin Nutr 2001;73:1107–12 4. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter. 2006. Jakarta 5. Pearson TA, EJ Stone, SM Grundy, PE McBride, L van Horn, and BW Tobin. Translation of nutritional sciences into medical education: the Nutrition Academic Award Program. Am J Clin Nutr 2001;74:164–70 6. VanDer Vleuten CPM. The assessment of professional competence: developments, research and practical implications. Adv Health Sci Educ 1996;1: 41-67 7. Collins J. Medical Education Research: Challenges and Opportunities. Radiology 2006; 240(3):639–647 8. Molenaar WM, A Zanting, P van Beukelen et al. A framework of teaching competencies across the medical education continuum. Medical Teacher. 2009; 31(5):390-396. 9. Epstein RM. Assessment in Medical Education.New England Journal of Medicine. 2007; 356(4):387-396
Nutrition and diseases was topic and tutorial was learning activity with longest duration. Most of students perceived that implementation of nutrition curriculum helped them constructing their understanding of the subject from the basic to clinical nutrition. Nutrition
and
diseases
was
the
most
interesting subject. Field visit was the most favorite learning activity and SOCA was choose as favorite method of assessment
Acknowledgement Author thanks to metabolism and energy block team: BM Syahrizal, D Purnaning, IAE Widiastuti, A Ekawanti, and MF Wajdi, and administration office team: S Roesmayadi, Angre, Priyanti, Martina and Muparihin at FMMU
References 1. Near JA, TR Bosin and JB Watkins III. Implementation of Competency-based Curriculum in Medical Pharmacology. Indiana University School of Medicine. 2003. Available at http://bl-mscinear.ads.iu.edu/nearlab/teaching%20pha rmacology%202002%20poster.ppt[Acces sed 21stNov 2010]
41
PERAN EKOKARDIOGRAFI DALAM PENEGAKAN DIAGNOSIS DAN PENILAIAN SEVERITAS STENOSIS MITRAL
Basuki Rahmat Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Abstract Mitral valve stenosis is the morbidity that is still prevalent in developing countries, including Indonesia. Mitral stenosis is one of the implications of rheumatic heart disease. Without the detection of early diagnosis and adequate treatment of mitral stenosis will cause heart failure. When heart failure has occurred then the morbidity and mortality in patients will increase. Early diagnosis will help us to provide the optimal treatment of the patient and prevent falls in the syndrome of heart failure Keywords: Echocardiography, Diagnosis, Mitral Stenosis Abstrak Stenosis katup mitral merupakan morbiditas yang masih banyak terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Stenosis mitral yang untuk selanjutnya kita sebut sebagai mitral stenosis (MS) merupakan salah satu implikasi dari penyakit jantung rematik. Tanpa pengenalan diagnosis sejak dini dan tatalaksana yang adekuat, stenosis katup mitral akan menyebabkan gagal jantung. Ketika gagal jantung telah terjadi maka morbiditas dan mortalitas pada pasien akan semakin meningkat. Penegakan diagnosis lebih dini akan membantu kita untuk memberikan tatalaksana yang optimal dan mencegah pasien jatuh dalam sindroma gagal jantung Kata kunci: Ekokardiografi, Diagnosis, Stenosis Mitral
Pendahuluan
negara berkembang periode laten tersebut
Penyebab tersering MS adalah penyakit
terjadi lebih cepat(Bonow, et al.,2006).
jantung rematik. Prevalensi penyakit jantung
Angka harapan hidup dalam 10 tahun
rematik telah menurun di Amerika Serikat.
pasien
Akan tetapi prevalensi tersebut tetap tinggi di
intervensi 50-60% tergantung gejala dan
negara
Indonesia.
manifestasi klinis. Pada pasien yang tidak
Secara epidemiologi MS terjadi 3-4 kali lebih
bergejala atau gejala ringan, survival lebih
sering pada wanita dibanding pria (Carabello,
80% pada 10 tahun setelah terdiagnosis dan
2004) dan 2 kali lebih sering pada wanita
60% pasien tersebut tidak terjadi progresi
menurut
of
gejala. Mortalitas pasien MS yang tanpa
Asscociation
intervensi disebabkan 60-70% perburukan
(ACC/AHA) tahun 2006. Periode laten MS
vaskular pulmonal dan kongesti sistemik, 20-
pada negara maju terjadi 20-40 tahun sejak
30% emboli sistemik, 10% emboli paru dan
terjadinya demam rematik, sedangkan pada
1-5% oleh karena infeksi (Bonow, 2006).
berkembang
seperti
American
Cardiology/American
College Heart
42
yang
terdiagnosis
MS
tanpa
Tabel 1. Prognosis pasien MS tanpa intervensi,
(sumber: Rahimtoola, 2002)
Hemodinamik Stenosis Mitral
masih baik. Sindrom low output
Pembukaan katup mitral saat diastolik
pada MS
murni disebabkan oleh kombinasi antara
2
normalnya adalah 4-5 cm . Setelah fase
penurunan
pengisian awal terpenuhi, maka segera
pengisian
diikuti fase diastasis yang cepat. Stenosis
afterload akibat systemic vascular resistance
mitral
gangguan
(SVR) yang meningkat sebagai kompensasi
hemodinamik ketika pembukaan maksimal
kondisi low output tersebut. Pada beberapa
saat diastolik atau disebut mitral valve area
pasien proses rematik terus berlangsung
akan
menyebabkan
2
preload ventrikel
akibat kiri
gangguan
dan
tingginya
(MVA) <1,5 cm sehingga gradien tekanan
secara agresif sehingga disfungsi miokard
antara
dapat kita jumpai. Walaupun kontraksi atrium
atrium
dan
ventrikel
meningkat.
Seiring dengan berkurangnya MVA saat
kiri
diastolik maka tekanan atrium kiri akan
terhadap pengisian ventrikel kiri, sebagian
semakin
akan
besar pengisian ventrikel kiri tersebut diawali
meningkatkan left ventricle diastolic pressure
oleh perbedaan gradien yang berasal dari
(LVEDP). Mitral valve area yang sempit akan
ventrikel
menyebabkan pengisian ventrikel kiri dan
pemikiran,
forward
vasokontriksi pulmonal akan menyebabkan
meningkat
flow
sehingga
menurun.
Penurunan
isi
(atrial
kick)
mempunyai
kanan
Hal
jika
MS
menimbulkan
menjadi
berat,
sekuncup bersamaan dengan peningkatan
pressure
tekanan atrium kiri akan menimbulkan gejala
meningkat
sindrom
berkembang menjadi hipertensi pulmonal
gagal
jantung
walaupun
kontraktilitas ventrikel kiri pada MS murni
overload
ini
kontribusi
dan
ventrikel
kanan
selanjutnya
akan
yang berat (Carabello, 2004)
43
Gambar 1. Perubahan hemodinamik pada stenosis mitral. (Sumber: Rahimtoola, 2002)
kiri
Derajat Keparahan
≥
18
mmHg,
edema
interstisial
menunjukkan tekanan atrium kiri ≥ 25 mmHg
Severitas MS dapat kita kenali melalui pemeriksaan fisik. Interval A2-OS (jarak
dan
antara penutupan katup aorta dan opening
mempresentasikan tekanan atrium kiri ≥ 35
snap) yang pendek dan murmur diastolik
mmHg. Tanda hipertensi pulmonal berupa
yang lama menunjukkan MS berat. Foto
P2 (penutupan katup pulmonal) mengeras
torak yang baik dapat memberikan informasi
dan adanya hipertropi ventrikel kanan tanpa
peningkatan tekanan atrium kiri. Kongesti
ada penyebab lainnya menunjukkan adanya
pulmonal
MS berat (Rahimtoola, et al., 2002).
menggambarkan tekanan atrium
edema
pulmonal
alveolar
Tabel 2. Stratifikasi derajat keparahan stenosis mitral.
(Sumber: Bonow, et al., 2006)
44
Ekokardiografi
prosedur yang cukup memberikan informasi
Pemeriksaan
ekokardiografi
memberikan
data
keparahan
MS
Tapi
berdasarkan
variasi
(TEE) seharusnya tetap dikerjakan untuk
perjalanan
alamiah
menyingkirkan trombus atrium kiri sebelum
menggunakan
BMV atau setelah episode emboli atau jika
mean mitral valve gradient (MVG), tekanan
TTE tidak memberikan informasi yang cukup
sistolik arteri pulmonalis, dan MVA (Bonow
pada anatomi dan MR. Panduan ESC 2007
et al., 2006). Ekokardiografi adalah modalitas
merekomendasikan TEE
utama untuk menilai derajat dan implikasi
terdapat spontaneus echo contras atau
hemodinamik MS. Derajat MS dikuantifikasi
pasien MS dengan diameter atrium kiri > 50
dengan planimetri 2D dan pressure half time
mm (kelas IIa, LoE C).
penyakit
(PHT)
dan
tersebut
yang
obyektif
pada tatalaksana rutin. (Vahanian, 2007).
derajat
hemodinamik
yang
dapat
dengan
merupakan
pendekatan
jelas,
planimetri
terpilih
untuk
jika pada TTE
pendekatan Kesimpulan
tambahan untuk menilai area katup. Jika tervisualisasi
transesophagealechocardiography
adalah
Penegakan diagnosis dini stenosis katup
mengevaluasi
mitral merupakan dasar
tatalaksana yang
terutama pada pasien setelah dilakukan
optimal stenosis mitral sehingga pasien tidak
balloon
(BMV).
jatuh dalam kondisi sindrom gagal jantung.
Pemeriksaan mean MVG dengan doppler
Evaluasi klinis berupa targeted anamnesis,
tergantung rate dan flow, tapi pemeriksaan
pemeriksaan fisik jantung, ekg, foto torak dan
ini penting untuk menilai konsistensi derajat
ekokardiografi merupakan standar prosedur
MS dengan planimetri maupun PHT.
dalam penegakan diagnosis stenosis mitral.
mitral
valvuloplasty
Stenosis mitral biasanya tidak memiliki konsekuensi
hemodinamik
saat
Ekokardiografi
adalah
modalitas
utama
istirahat
dalam menilai severitas stenosis mitral dan
pada MVA >1,5 cm , kecuali pada pasien
ada tidaknya trombus sebagai pertimbangan
dengan indek massa tubuh (IMT) tinggi.
dalam tatalaksana lebih lanjut, baik itu BMV
Pemeriksaan morfologi katup penting untuk
ataupun operasi.
2
menentukan kandidat pasien untuk dilakukan BMV, repair katup atau pergantian katup.
Daftar Pustaka
Sistem skoring wilkins merupakan penilaian
Bonow, R. O., Carabello, B. A., Chatterjee, K., et al., 2006, ACC/AHA 2006 Guidelines for the Management of Patients With Valvular Heart Disease A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the 1998 Guidelines for the Management of Patients With Valvular Heart Disease) Carabello, B. A., 2004, Indication for Mitral Valve Surgery, J. Cardiovasc Surg; 45: 407-18. Rahimtoola, S. H., 2008, Mitral Valve Stenosis. In Fuster, V., O’Rourke, R. A., Walsh, R. A.,and Wilson, P. P. (Ed),
morfologi katup untuk menilai penebalan, mobilitas katup, kalsifikasi dan deformitas subvalvar
dan
area
comisura
sebagai
prasyarat untuk dilakukan intervensi baik BMV maupun operasi. Ekokardiografi juga dapat digunakan untuk menilai tekanan arteri pulmonalis, adanya regurgitasi mitral dan penyakit katup lain yang menyertai serta ukuran
atrium
echocardiography
kiri. (TTE)
Transthoracal merupakan 45
Hurst’s 12th The Heart volume two, Mc Graw Hill. Rahimtoola, S. H., Durairaj, A., Mehra, A., Nuno, I., 2002, Current Evaluation and Management of Patients With Mitral Stenosis, Circulation.106:1183-1188. Vahanian, A., 1999, Late Results of Percutaneous Mitral Commissurotomy in a Series of 1024 Patients : Analysis of
Late Clinical Deterioration: Frequency, Anatomic Findings, and Predictive Factors Circulation;99;3272-3278 Vahanian, A., Baumgarther, H., Bax, J., et al., 2007, Guideline for The Management on Valvular Heart Disease of the European Society of Cardiology, Williams&Wilkins
46
THE EFFECTIVENESS OF EXERCISE AND NUTRITION INTERVENTION PROGRAMMES TO PREVENT AND MANAGE OBESITY AMONG YOUNG POPULATION
Rifana Cholidah Faculty of Medicine, Mataram University Abstract Background:Childhood obesity has become a central chronic disease in this modern era. Early prevention and effective treatment of obese children and adolescents is mandatory. Surprisingly, there are limited shortand long-term studies determining targeted interventions particularly physical activity and dietary intervention in preventing and treating obesity among the young population. Further, the efficacy of physical activity and nutritional strategies to prevent and treat pediatric obesity remains unclear. Objective: This review aims to evaluate the effect of physical activity and dietary interventions in preventing and treating obese children and adolescents. Results: There are five main studies involved in this review. Most of the reviewed studies found significant reductions on body weight, body mass index and body fat, and improvement on aerobic fitness and endurance time. Conclusion: The data shows the short- and long-term beneficial effects of physical activity alone and in combined intervention with dietary-behavioural approaches to treat obesity among young population. However, some studies have flawed study design such as small sample size and unmatched participants in control group. Additional research considering behavioural, dietary and physical intervention, and costeffective approach for primary and community care are required.
Introduction The
activity), psychosocial consequences (e.g
number
of
obese children
has
externality,
1
restraint
and
stress),
and
increased dramatically world-wide . World
socioeconomic status, are considered to
Health Organization states that more than
influence childhood obesity 4,6.
one billion adults throughout the world are
Childhood obesity is associated with
overweight, of whom around 300 million are obese
several
2
. Changes in lifestyles including
increased
caloric
intake
and
health
including
sedentary
risks
during
childhood
pre-diabetes,
diabetes,
cardiovascular, pulmonary, orthopaedic, and
activity are assumed to be related with this
gastrointestinal
3
health problem .
diseases
7
.
Another
consequence of obesity in young children is
Obesity is usually defined as excess
psychosocial problems. Obese children may
weight after adjusting for height resulting
get early and systemic discrimination. For
from energy intake greater than energy
instance, boys and girls aged 10 to 11 years
4
expenditure . Children with body mass index (BMI) 85
th
to less than 95
th
prefer thinner friends rather than overweight
percentile are
or obese peers. Also, obese adolescents
considered overweight, and children with BMI
may develop low self-image or self-esteem
equal to or greater than 95
th
percentile are
that appears to persist into adulthood
5
categorized as obese .
8
.
Obesity-related health problems seem to persist into adulthood 9.
Obesity is caused by the interaction of contributing components. Factors such as
Paediatric obesity is also associated with
genetics, physiological factors, behavioral
many adverse health outcomes in adulthood,
influences (e.g. food choices and physical
such
47
as
hyperlipidemia,
hypertension,
abnormal
glucose
tolerance,
resistance, and diabetes mellitus
insulin
supporting single-serving packaging in order
10
to reduce caloric intake. Published data
. In
addition, there are consistent reports that overweight
and
obese
youth
have
suggests
an
that
increased
portion
contributes to global obesity epidemic
increased risk to become overweight adults
size
17
.
Reducing mass marketing of unhealthy
11,12
. Based on current studies in adults, it
food to young population is another approach
has been suggested that lifestyle alteration
to prevent childhood obesity. Around 50% of
and weight control in childhood could reduce
the television advertising is for food, of which,
the risk of insulin resistance, type 2 diabetes,
about 91% are high in sugar, salt and fat
and cardiovascular diseases
13
.
16
.
Dietz and Gortmaker (2001) notes that
Early prevention and effective treatment
reducing television viewing is an essential
of childhood obesity are essential and must
preventive strategy since it influences both
3
start during childhood . However, changing
energy intake and energy expenditure, and
behaviour is difficult, particularly behaviours
therefore indicates a reasonable target for
that
Thus,
interventions. Current evidence indicates the
weight
importance of physical activity in obesity
management are mandated in the face of
prevention of young population. However, the
4
continuing obstacles . This essay aims to
optimum intensities, levels and modality of
review the effect of exercise and nutritional
physical activity in young population are
intervention programs to prevent andtreat
uncertain 14.
are
required
behavioural
for
daily life.
modification
and
childhood obesity. This review will focus
The WHO recommends environmental
mainly on studies of the exercise intervention
changes supporting physical activity, such as
to
walking and biking, rather than stimulating
treat
obesity
among
children
and
adolescents.
some vigorous activities Centers
Obesity prevention in young population
for
Disease
18
. Likewise, the
Control
addresses
several levels of physical activity promotion
The increased prevalence of obesity in
for youth integrating policy, health and
youth and its parallel health risks justify
physical education, environment, parental
extensive
efforts
toward
Parental
assistancessignificantly
children’s
food
attitude
prevention and
14
.
participation,
affect
extracurricular
programs,
personal training, community approaches and evaluation 19.
practices
particularly during early and middle childhood 15
. Based on several studies, it has been
The efficacy of dietary, behavioural and
suggested that food should not be presented
physical interventions for the treatment of
as a reward to young children since this
childhood and adolescent obesity
practice will influence preference of that food
Robinson (1999) carried out a randomized
16
.
controlled trial among elementary school One useful strategy is promoting portion
children in San Jose, Calif. The study
control. This can be performed by modifying
determined the effect of reduced sedentary
nutrition labels on marketplace products, and
activity by reducing television watching, video 48
tape and video games on changes adiposity,
pediatric obesity. However, I think a cost-
physical activity and dietary intake with body
effective program integrating the reduction in
mass
media use, increasing physical activity and
index as
the
main
outcome
of
measurement. The
controlling dietary intake (such as increased
researcher
involved
two
public
consumption of fruits and vegetables and
elementary schools in the same district. One
decreased intake of energy-dense foods)
school was randomly assigned to fulfil a
might result in more weight loss.
program to reduce television, videotape and
Since this experiment only involved two
video game use. The other school was
public
assigned as control. They measured BMI,
demographical diversity of participants was
self-reported media consumption, physical
not adequate to generalize the findings.
activity, dietary behaviour and reports from
Thus, further randomized studies involving
parents about child and family behaviour at
larger
baseline
varied samples integrating physical activity
and
intervention
after
the
completion
of
19
.
and
more
schools,
socio-
socio-demographically
and diet interventions are required.
The findings indicated that children in the intervention
elementary
group
had
a
In the same year, Gortmaker et al. (1999)
statistically
carried out a study called Planet Health on
significant reduction in BMI, triceps skinfold
obese girls and boys in grade 6 to 8. This
thickness, waist circumference, and waist-to-
randomized controlled field trial involved five
hip ratio compared with controls. In addition,
schools in intervention and control groups.
participants in the intervention group had
This 2-year school-based approach delivered
significantly reduced the number of meals
health sessions focused on decreasing of TV
while watching TV compared with controls.
viewing and high-fat food intake, increasing
Reducing television viewing, videotape, and
consumption of fruit and vegetables, and
video games can be a promising approach
increasing moderate to vigorous physical
on population-based strategy to prevent and
activity 20.
treat childhood obesity 19.
Planet Health was developed to reduce
This study observed the effect of media
obesity by improving energy expenditure and
use alone in adiposity, factors such as
promoting key dietary recommendation to
dietary intake and physical activity which
take fruits and vegetables 5 a day or more.
might also influence the results, have not
The findings showed that the prevalence of
been taken into account. This might lead bias
obesity
in interpreting intervention effects .
reducedsignificantly compared with control
among
intervention
girls
This interventions seem require a small
group, but not in the intervention boys.
budget, would be easily to do in large-scale
Among boys, the obesity was reduced in
samples and needs a few trained workers. It
both intervention and control group and there
seems that reducing media use such as
was no significant different was found. Author
television,
assumes that the different outcomes may be
among
video
young
games population
and can
videotape be
an
due to different causal factors between girls
alternative strategy to prevent and treat
and boys, however there is limited scientific 49
evidence
supporting
this
hypothesis.
posters and newspaper advertisement. This
Alternatively, girls may be more responsive
recruitment
and
recruitment’s bias since the participating
adjusted
to
the
diet
and
activity
interventions.
method
could
sample may be people
I appraise that this study has some
lead
to
who were highly
motivated and liked to read newspaper and
strengths. It used the school system to
watch television.
implement the interventions, in which there
Families
received
weight
are still limited studies in this area. The
education,
participating
implement
specific activity program, behavioural change
physical education (PE) curriculum in the
strategy and how to maintain the behavioural
classroom. Also, students spend a lot of time
changes.Participants in the physical activity
at school, because of that it is valuable to
group were encouraged to increase their
develop school-based interventions to reduce
physical activities both at school and home
the
childhood
while the sedentary activity group was
obesity. Moreover, this program involves a
assisted to reduce their targeted sedentary
large-scale and multi-ethnic study population.
activities (e.g TV viewing, videotape and
However, since this approach involve
video games use, and talking on the
many components (e.g schools, teachers,
telephone).They were followed up at 1 and 2
students, trainers and other professional
years21.
schools
increasing
should
prevalence
of
workers), this requires adequate funds to run
self-monitoring
control
introduction,
The main finding indicated that the
the program. A good partnership among
targeted
related institutions is also needed. But, this
sedentary behaviour and increased physical
program could be implemented if there
activity,
isgoodwill from policy makers, advantageous
percentage of overweight and body fat and
partnership from all related sectors and
increases aerobic fitness.
sufficient funds to operate this approach. Epstein
al.
(2000)
significantly
decreased
decreased
the
The strategies to increase physical activity and reduce sedentary activity might work in
randomized controlled outcome study in a
communities since this approach looks cost-
clinical setting comparing the effect of
effective and easy to implement. These
reduction in sedentary behaviour versus
factors makes this program
increased
the
successful compared with combined program
comprehensive treatment of obesity. The
involving many interventions which requires
study involved ninety obese children aged 8
substantial amount of funding, involvement of
to 12 years old and their family. The
several
participants were randomly assigned into
compliance of targeted population.
physical
activity
performed
either
a
increase
et
interventions,
activity
(n=45)
or
in
decrease
However,
sedentary (n=45) groups and treatment dose (low vs high)
professional
dietary
likely to be
workers
intake
and
high
was
not
measured in this study. I think it is important
21
to include participants’ dietary intake in the
.
Researchers recruited the participants
measurement. Whether the interventions
from physician recommendations, television,
might change their diet behaviour (reduced 50
or increased caloric intake). Furthermore,
caloric reduction of ~30% from reported
since not all sedentary activities and/or
intake, or intake 15% less than the estimated
physical
daily required intake.
activities
were
targeted,
it
is
interesting to determine which particular
This study is interesting and valuable
activity contribute to the most reduction of
since it applied a programme giving a
body fat and improve aerobic fitness. For
comprehensive intervention,
example, it might be possible to determine
approach and exercise program, with a wide-
which physical activities were most preferred
range
and most motivating.
anthropometric and nutritional measurement,
of
both dietary
assessments,
such
as
In 2005, Nemet et al. performed a study
habitual activity, fitness and serum lipid
determining the effect of the combined
analysis and all factors which may influence
approaches of diet, behaviour and physical
child obestity.
intervention in a short- and long-term period.
However, since this 3-month project only
By this study, researchers assessed dietary
involved 24 obese children and 22 obese
intake, body composition, anthropometric
participants matched in age and gender in
measurement, leisure time habits, fitness,
the
and lipid profile within obese Israeli young
respectively, it seems that the sample was
population.
too small and the time duration was too short
This
randomized
prospective
study
intervention
and
control
group
for the general judgement of the result in a
involved 24 obese children in the intervention
community
group and 22 obese participants matching in
researchers need a larger sample size,
age and gender in the control group.
longer duration,and to determine costs and
Researchers followed up the study in 3-
effects.
month and 1 year period. In
this
setting.
I
appraise
that
Meanwhile, many children are becoming
multidisciplinary
intervention
obese or overweight, and childhood obesity
studies, researchers engaged a 3-month
has
intervention programme for participants and
globally, any programmes to overcome this
parents. Both parents and subjects had 4
public
evening
classes
obesity,
effective, easy to do, and can be widely
general
nutrition,
nutritional
applied in young population. This program
intervention for an obese child, and the effect
seems too difficult to do in large-scale
of exercise on childhood obesity. Physicians
samples since it requires many professional
and dieticians were involved during the
workers, such as physicians, dieticians, and
programme.
professional
on
childhood
therapeutic
In the dietary intervention, parents and/or
achieved
health
an
epidemic
problem
coaches
proportion
should
for
be
sport
training
sessions. Also, this program involves several
subjects had 6 meeting times with the
interventions
dietician
compliance of participants to complete it.
during
the
3-month
cost
program.
which
require
a
high
Participants had a balanced hypocaloric diet
In addition, this program was costly since
contains around 5021 to 8368 kJ which
it required substantial funds for dietary and
depend on children’s age and weight, a
exercise interventions, professional workers 51
and
all
measurements
(nutritional
was larger sample size compared with the
habitual
study by Nemet et al. (2005) which may
lipid
contribute to the strength of the study.
measurements). All those factors made this
Conversely, it appears that the number of
program less cost effective.
sample in the intervention group and controls
assessment, activity,
anthropometric,
fitness
and
serum
Further, the project only involved 46
were not balance since only a small number
participants for both intervention and control
of participants were involved as controls.
group. Hence, the
This might lead to selection bias.
authors could easily
control and monitor samples. However, it
Furthermore, researchers identified some
seems that this setting approach might not
limitations on their study. This experiment
easily be applied in a larger group or
indicated only the short-term effects of
population
combined
funding,
as
several
human
factors
resources,
such
policy
as
dietary-behavioural-exercise
and
intervention while the long-term effects were
variable measurements may challenge this
not measured. Researchers noted that they
approach.
were unable to provide substantially matched
Eliakim et al. (2002) investigated the
control group. They reasoned that most
effect of a weight management program on
participants were interested to participate the
BMI, body weight and fitness among obese
combined intervention. However, I think there
children and adolescents. This combined
was no excuse for the willingness of
dietary- exercise study involved 177 children
participants and researcher could distribute
completing the 3 month intervention, of
them into intervention and control groups
whom 65 participants completed the 6 month
properly.
program. 25 children who were unable to join
researchers have to completely control their
this program due to some difficulties served
research and do not allow everyone else,
as controls .
including samples, to interfere their study.
In
a
robust
study
design,
For the dietary intervention, participants
Other aspect that needs to be considered
received some sessions with a dietician,
for the implementation of this combined
nutritional
dietary-behavioural-exercise
education
and
a
balanced
approach
in
hypocaloric diet. Moreover, they had 1 hour
large-scale participants is the cost. It seems
training sessions twice a week instructed by
that this intervention requires a lot of money
professional coaches. All variables were
in providing professional workers, such as
measured at baseline, 3 months and 6
dieticians, nutritionists, professional coaches
months. Researchers found that there was a
and
significant reduction on BMI and body weight,
Similarly, this program requires a high
and a significant increase in endurance
compliance of participants since they have to
22
following the 3 month program .
transportation
cost
of
participants.
consume a balanced hypocaloric diet, take
This study is quite similar with study
an hour sport session for twice a week and
carried out by Nemet et al. (2005). However,
visit the dietician once a month during the
one of the differences was this experiment
program.
52
Table. Summary of all reviewed studies
Main findings
Source
Type of Study
Participants
Interventions
Robinson (1999)
Randomized control trial
192 thirdand fourth students in two public elementary schools
↓ TV viewing and the use of videotape and video games
Children in intervention group had statistically significant reduction
Gortmaker et al. (1999)
Randomized controlled field trial
1295 tudents in gr-6 to -8 in the 10 elementary schools
↓TV viewing & high-fat food intake ↑PA &fruit, vegetables intake
Significant ↓of obesity in interventio n girls No difference among boys were found
Epstein et al. (2000)
Randomized control outcome study
90 obese children aged 8-12 years and their families
↓ sedentary activity and ↑PA
participants in both ↓ sedentary and ↑PA group significantly decrease in the % of obesity and body fat, and ↑aerobic fitness
Nemet el al. (2005)
Randomized prospective study
24 and 22obese children in intervention and control respectively
Short and long-term effects of of combined dietary, behavioural and PA
Beneficial shortand longterm effects of the combined intervention on changes body weight and fat percentage
53
+/(+) Evaluate the single effect of media use in adiposity Seems cost-effective & easily implemented in large-scale Need few professional workers (-) Did not measure PA and dietary intake may lead to bias in overestimating intervention effects Include 2 primary schools the diversity of samples was not enough to generalize the results (+) Large sample size Comprehensive interventions Involving school system and curriculum in the intervention (-) Seems not cost-effective Not easy to do without strong policy and a good partnership among all related sectors (+) Seems cost-effective & easily implemented in community (-) Recruitment method via newspaper, posters and TV may lead to recruitment bias Did not assessed dietary intake researchers should consider that interventions might change participant dietary intake (+) A complete intervention study (-) Seems sample was too small for generalizable results Too costly and difficult to do it in a large sample size Requires high compliance of participants
Table. Summary of all reviewed studies(continuation from page 53)
Source
Type of Study
Participants
Interventions
Eliakim et al. (2002)
Clinical experimental
177 children
Short-term intervention of combined dietary and
Conclusion
+/(+) A complete intervention study (-) Un-balanced sample numbers between intervention and control may lead to selection bias Too costly and difficult to do it in a large sample size Requires high compliance of participants
alone and/or in combination with increased
In conclusion, the data in this reviewed study
Main findings
shows
the
and
some
dietary
intervention such as reduced high-fat food
beneficial effects of physical activity alone
intake and increased consumption of fruit
and in combined intervention with dietary-
and vegetables result in similar outcomes. In
behavioural approaches to treat obesity
general, this program might easier in its
among young population. However, some
implementation. Also, all the studies have not
studies have flawed study design such as
determined the very long-term results (5
small
years or 10 year)
size
and
activity
long-term
sample
short-
physical
and
unmatched
participants in control group. Also, some
Additional
researches
other studies seemed require a lot of funding
behavioural,
to accomplish.
intervention, and cost-effective approach for
There are also several studies that seem
dietary
and
considering physical
primary and community care are required.
very ideal but honestly quite difficult for implementation community
of
setting
those due
studies to
in
References
a
some
1. Morrill, A. C., & Chinn, C. D. (2004). The obesity epidemic in the United States. Journal of Public Health Policy, 25, 3(4), 353-366. 2. World Health Organization. (2003). Global Strategy on Diet, Physical Acti vity and Health Fact Sheets. Retrieved June 19, 2011, fromhttp://www.who.int/dietphysicalac tivity/media/en/gsfs obesity.pdf 3. Nemet, D., Barkan, S., Epstein, Y., Friedland, O., Kowen, G., & Eliakim, A. (2005). Short-and long-term beneficial effects of a combined dietary–behavioral–physical activity intervention for the treatment of childhood obesity. Pediatrics, 115(4), e443.
circumstances such as too costly, required a very high motivation and compliance of the participants, and need a lot of professional workers (Eliakim et al., 2002; Nemet et al., 2005).
Not
all
studies
that
seem
comprehensive and ideal are applicable and effective to treat obese children in a large sample size. However, some other studies that look simple, but effective in reducing body weight by reducing media use and sedentary activity 54
4. Spuijt-Metz, D. (2011). Etiology, treatment, and prevention of obesity in childhood and adolescence: a decade in review. Journal of Research on Adolescence,21(1), 129152. 5. Centers for Disease Control and Prevention. (2011). BMI for childrenand teens. Retrieved at January 3, 2011 from: http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/bmi /bmi-for-age.htm. 6. Jebb, S. A. (1997). Aetiology of obesity. British Medical Bulletin, 53(2), 264. 7. Gahagan, S. (2004). Child and adolescent obesity. Curr Probl Pediatr Adolesc Health Care, 34(1), 6-43. 8. Dietz, W. H. (1998). Health consequences of obesity in youth: childhood predictors of adult disease. Pediatrics, 101(Supplement), 518. 9. Must, A., Jacques, P. F., Dallal, G. E., Bajema, C. J., & Dietz, W. H. (1992). Long-term morbidity and mortality of overweight adolescents. New England Journal of Medicine, 327(19), 1350-1355. 10. Berenson, G. S., Srinivasan, S. R., Bao, W., Newman, W. P., Tracy, R. E., & Wattigney, W. A. (1998). Association between multiple cardiovascular risk factors and atherosclerosis in children and young adults. New England Journal of Medicine, 338(23), 1650-1656. 11. Singh, A., Mulder, C., Twisk, J. W. R., Van Mechelen, W., & Chinapaw, M. J. M. (2008). Tracking of childhood overweight into adulthood: a systematic review of the literature. Obesity Reviews, 9(5), 474-488. 12. Whitaker, R. C., Wright, J. A., Pepe, M. S., Seidel, K. D., & Dietz, W. H. (1997). Predicting obesity in young adulthood from childhood and parental obesity. New England Journal of Medicine, 337(13), 869873. 13. Steinberger, J., & Daniels, S. R. (2003). Obesity, insulin resistance, diabetes, and cardiovascular risk in children. Circulation, 107(10), 14481453.
14. Goran, M. I., Reynolds, K. D., & Lindquist, C. H. (1999). Role of physical activity in the prevention of obesity in children. International Journal of Obesity, 23, 18-33. 15. Birch, L. L., & Davison, K. K. (2001). Family environmental factors influencing the developing behavioral controls of food intake and childhood overweight. Pediatric Clinics of North America, 48(4), 893. 16. Sothern, M. S. (2004). Obesity prevention in children: physical activity and nutrition. Nutrition, 20(78), 704-708. 17. Young, L. R., & Nestle, M. (2002). The contribution of expanding portion sizes to the US obesity epidemic. American Journal of Public Health, 92(2), 246. 18. World Health Organization. (2000). Obesity: preventing and managing the global epidemic. World Health Organization Technical Report Series(894). 19. Dietz, W. H., & Gortmaker, S. L. (2001). Preventing Obesity in Children and Adolescents 1. Annual review of public health, 22(1), 337353. 20. Gortmaker, S. L., Peterson, K., Wiecha, J., Sobol, A. M., Dixit, S., Fox, M. K., & Laird, N. (1999). Reducing obesity via a school-based interdisciplinary intervention among youth: Planet Health. Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine, 153(4), 409. 21. EPSTEIN, L. H., & GOLDFIELD, G. S. (1999). Physical activity in the treatment of childhood overweight and obesity: current evidence and research issues. Medicine & Science in Sports & Exercise, 31(11), S553. 22. Eliakim, A., Kaven, G., Berger, I., Friedland, O., Wolach, B., & Nemet, D. (2002). The effect of a combined intervention on body mass index and fitness in obese children and adolescents-a clinical experience. European journal of pediatrics, 161(8), 449-454.
55
PETUNJUK PENULISAN NASKAH
Tulisan didasarkan pada hasil penelitian empirik (antara lain dengan menggunakan strategi penelitian ilmiah termasuk survei, studi kasus, percobaan/eksperimen, analisis arsip, dan pendekatan sejarah), atau hasil kajian teoretis yang ditujukan untuk memajukan teori yang ada atau mengadaptasi teori pada suatu keadaan setempat, dan/ atau hasil penelaahan teori dengan tujuan mengulas dan menyintesis teori-teori yang ada. TEMA TULISAN Naskah berkaitan dengan perkembangan terkini dan “best practices” bidang ilmu pendidikan untuk dokter, dokter spesialis dan profesi kesehatan yang lain, serta pendidikan profesi berkelanjutan. Tema yang dapat ditulis antara lain: · Inovasi pembelajaran · Pengembangan kurikulum dan modul · Proses belajar mengajar · Manajemen pendidikan tinggi · Skills laboratory/ laboratorium keterampilan medik · Pendidikan klinik termasuk rumah sakit pendidikan · Media ajar · Evaluasi belajar mengajar · Evaluasi program pendidikan · Etika dan profesionalisme
Tema-tema lain yang terkait dengan bidang ilmu pendidikan kedokteran dan profesi kesehatan lain yang belum tercantum diatas tetap dapat diterima.
PANDUAN PENULISAN a. Jenis naskah : penelitian, studi kasus, tinjauan pustaka, resensi, dan korespondensi. b. Hasil penelitian merupakan hasil penelitian yang bersangkutan dan disetujui semua yang namanya tercantum sebagai penulis. c.
Naskah yang dikirim belum pernah dan tidak sedang dalam proses untuk publikasi di jurnal lainnya.
d. Menyertakan surat pernyataan BUKAN PLAGIAT dan bertanggung jawab apabila ada tuntutan plagiarisme dari ilmuwan lain. e. Menyertakan ethical clearance dari komisi etik yang bersangkutan, terutama untuk penelitian yang melibatkan manusia dan hewan sebagai sasaran dan tujuan penelitian. f.
Menyertakan surat persetujuan pasien atau keluarga; atau sekurang kurangnya surat pernyataan dari penulis tentang persetujuan pasien atau keluarga
56
g. Naskah publikasi dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris yang mengikuti aturan kaidah penulisan ilmiah. h. Naskah abstrak berbahasa Inggris dan Indonesia masing-masing tidak lebih dari 250 kata dengan susunan sebagai berikut : latar belakang, tujuan, metode (penelitian), hasil (penelitian), simpulan, kata kunci. i.
Panjang naskah berkisar antara 2500-5000 kata atau maksimal 15 halaman A4.
j.
Naskah berupa ketikan komputer, menggunakan perangkat lunak pengolah kata yang umum (MS Word) dan diserahkan dalam bentuk elektronik (melalui e-mail atau disket) maupun print out (rangkap 2). Naskah diketik dengan spasi 1,5 pada ukuran kertas A4 tidak bolak-balik, 1 kolom, menggunakan huruf Arial ukuran 12 pts. Naskah diketik rata kiri, antar paragraf ditandai dengan jarak satu (1) spasi. Sub-judul ditulis tanpa penomeran, rata kiri, menggunakan huruf kapital dan ditebalkan.
k.
Judul naskah tidak melebihi 20 kata yang menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
l.
Nama pengarang tidak disertai gelar, disertai dengan asal instansi dan alamat korespondensi, yang meliputi alamat surat, email dan nomer telepon. Pengarang lebih dari satu diurutkan berdasarkan besaran kontribusi dan salah satunya menjadi koresponden.
m. Tabel dan gambar harus diberi judul dan keterangan yang cukup, sehingga tidak tergantung pada teks. Judul tabel diletakkan diatas tabel. Judul gambar diletakkan di bawah gambar. Tabel dan gambar diletakkan pada badan tulisan sesuai dengan kepentingannya. n. Penulisan pustaka menggunakan sistem nomor (Vancouver style) sesuai dengan urutan penampilan
Naskah Dikirimkan dalam bentuk soft copy dan hard copy ke : Sekertariat Jurnal Kedokteran Unram Dengan alamat : Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram Jl. Pendidikan No. 37 Telpon (0370) 640874.Fax (0370) 641717 Mataram - NTB, Kode Pos : 83125 Korespondensi dapat melalui email :
[email protected]
57