Volume 4 Nomor 2, Juni 2015
ISSN : 2301 5977
JURNAL KEDOKTERAN
UNRAM
Diagnosis dan Tatalaksana Awal Kolik Intracerebral Hemmorage dan Diffuse Axonal Injury Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Photoaging Pada Mahasiswa Fk Unram Mioma Uteri Subserosa + Kista Endometriosis
UN AT
M
M
Fakultas Kedokteran UNRAM
RSI
S
Penerbit :
VE
TA
I
Gambaran Umum Kasus Apendisitis di RSUP NTB Periode Januari 2014 Sampai Dengan Mei 2015
ARA
Jurnal Kedokteran Unram
Penasehat Prof. Mulyanto
Editor dr. Hamsu Kadriyan, SpTHT.,M.Kes. dr. Yunita Sabrina, M.Sc.,Ph.D. dr. Arfi Syamsun, SpKF., M.Si.Med.
Dewan Redaksi dr. Ardiana Ekawanti, M.Kes. dr. Ima Arum Lestarini, M.Si.Med,SpPK dr. Dewi Suryani, M.Infectdis (MedMicro) dr. Rina Lestari, Sp.P
Mitra Bestari Prof. dr. Moch. Aris Widodo, MS., SpKF., Ph.D. Dr. dr. Susanthy Djajalaksana, Sp.P (K)
Sekretaris dr. Prima Belia Fathana
ISSN : 2301-5977 Jurnal Kedokteran Universitas Mataram Volume 4 Nomor 2, Juni 2015
DAFTAR ISI
Diagnosis dan Tatalaksana Awal Kolik Akhada Maulana, Diah Permatasari .............................................................................................
3
Intracerebral Hemmorage dan Diffuse Axonal Injury Wayan Subagiarta, Ni Komang Fraidayanti, Pandu Tridana Sakti .................................
13
Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Photoaging pada Mahasiswa Fk Unram Yuvita Dewi Priyatni, Yunita Hapsari ………………………... ……………………….……...
19
Mioma Uteri Subserosa + Kista Endometriosis
Gede Made Punarbawa, Harvey Alvin Hartono .............................................................
26
Gambaran Umum Kasus Apendisitis di RSUP NTB Periode Januari 2014 sampai dengan Mei 2015 Ria Dharma Patni, Arif Zuhan ……………………………………………................... 30 Petunjuk Penulisan Naskah .........................................................................................
2
34
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA AWAL KOLIK Akhada Maulana, Diah Permatasari Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Mataram / Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Mataram
Abstrak Kolik ureter atau kolik ginjal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilang-timbul (intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu hambatan. Penyebab tersering dari kolik tersebut adalah karena obstruksi akut di renal, pelvis renal atau ureter oleh batu . Di USA, pasien dengan kolik renal memegang andil dalam 1 juta kunjungan ke emergensi setiap tahun. Di Indonesia belum ada data epidemiologis tentang pasien yang datang dengan keluhan kolik renal, namun angka kejadian batu ginjal sebagai penyebab kolik renal pada tahun 2006 berdasarkan data yang dikumpulkan di rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan kematian adalah sebesar 378 orang. Pasien dengan kolik ginjal tampak gelisah, nyeri pinggang, selalu ingin berganti posisi dari duduk, tidur, kemudian berdiri guna memperoleh posisi yang dianggap tidak nyeri. Palpasi pada abdomen dan perkusi pada daerah pinggang akan terasa nyeri. Pemeriksaan sedimen urine sering menunjukkan adanya sel darah merah. Bila terdapat piuria perlu dicurigai kemungkinan adanya infeksi, dan didapatkannya kristal pembentuk batu (urat, kalsium oksalat, atau sistin) sehingga dapat diperkirakan jenis batu yang menyumbat saluran kemih. Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan foto polos, ultrasonografi dan pemeriksaan foto IVU. Penatalaksanaan pada kolik ginjal meliputi penatalaksanaan nyeri berupa medikamentosa, Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), dan endoneurologi serta tindakan operatif berupa bedah laparatomi dan bedah terbuka. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa: menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu, aktivitas harian yang cukup dan pemberian medikamentosa. Kata Kunci: Kolik ginjal, obstruksi akut, batu ginjal, batu ureter.
Pendahuluan
manusia seumur hidup. Kolik renal sering disertai
Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di renal, pelvis renal atau ureter oleh batu.
Nyeri ini timbul
akibat
dengan
mual
dan
muntah,
hematuria
dan
demam,bila disertai infeksi.
peregangan,
Di USA, pasien dengan kolik renal memegang
hiperperistaltis, dan spasme otot polos pada sistem
andil dalam 1 juta kunjungan ke emergensi setiap
pelvikalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk
tahun dan 1 dari 1000 pasien kolik renal dirawat
mengatasi obstruksi. Istilah kolik sebenarnya
inap. Disalah satu rumah sakit di Italia, kolik renal
mengacu pada sifat nyeri yang hilang timbul
di diagnosis pada 1% kasus, 21,6% diantaranya
(intermitten) dan bergelombang seperti pada kolik
merupakan kasus rekuren. Rasio antara pria
bilier dan kolik intestinal, namun padakolik renal
berbanding wanita sebesar 1,4 : 1. Insidensinya
nyeri biasanya bersifat konstan. Nyeri dirasakan di
lebih tinggi pada usia 25 hingga 44 tahun. Di
flank area yaitu daerah kostovertebra kemudian
Indonesia belum ada data epidemiologis tentang
dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke
pasien yang datang dengan keluhan kolik renal,
regio inguinal, hingga kearah kemaluan. Nyeri
namun angka kejadian batu ginjal sebagai
muncul tiba-tiba dan biasa sangat berat sehingga
penyebab kolik renal pada tahun 2006 berdasarkan
digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan
data yang dikumpulkan di rumah sakit di seluruh
Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru,
Batu kecil yang turun ke pertengahan ureter
dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang.
pada umumnya menyebabkan penjalaran nyeri ke
Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah
pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika
sebesar 19.018 orang, dengan kematian adalah
batu turun mendekati buli-buli biasanya disertai
sebesar 378 orang.
dengan keluhan lain yang mirip dengan gejala
Faktor pelayanan yang menjadi masalah utama
iritasi saluran kemih sebelah bawah, seperti urgensi dan disuria.2
dalam kasus renal kolik adalah minimnya pengetahuan petugas kesehatan dan kurang tersedianya sarana diagnostik yang memadai.
Epidemiologi
Petugas kesehatan kesulitan untuk mendiagnosis
Prevalensi urolitiasis diperkirakan sekitar 2-3%
batu ginjal pada pasien yang datang dengan
pada populasi umum dan diperkirakan resiko
keluhan renal kolik. Lokasi nyeri yang berpindah-
berkembangnya batu ginjal sekitar 12% dari pria
pindah berdasarkan letak batu dan menyebar ke
kulit putih. Diperkirakan sekitar 50% dari orangtua
bagian tubuh lain, disertai gejala seperti mual
dengan riwayat batu saluran kemih akan berulang
muntah serta hematuria dapat membingungkan
dalam waktu 10 tahun. Penyakit batu saluran
petugas kesehatan dalam mendiagnosis. Sehingga
kemih 2 sampai 3 kali lebih banyak menyerang
sering
seperti
laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini lebih
kolesistitis, pankreatitis, ruptur kista ovarium.
sering terjadi pada dewasa dibandingkan orang tua
Penunjang
dan anak-anak.4,5
terjadi
kesalahan
diagnostik
diagnosis
serta
pemeriksaan
laboratorik juga belum memadai dipusat pelayanan
Orang kulit putih lebih banyak terserang
primer, sehingga masalah ini sering tidak ditangani
dibandingkan dengan etnik Asia dan ras kulit
secara maksimal sehingga penyebabnya tidak
hitam. Kenyataannya urolithiasis lebih banyak
teratasi dan hanya sembuh secara simptomatik.
terjadi pada daerah panas, penurunan intake cairan
Padahal penyakit batu ginjal secara berulang
dan konsentrasi urin yang tetap merupakan faktor
(angka kekambuhan rata-rata 7% per tahun) dan
penting dalam pembentukan batu. Beberapa
dapat
pengobatan
menimbulkan
komplikasi
seperti
hidronefrosis, urosepsis, bahkan gagal ginjal.
seperti
triamterene
(Dyrenium),
indinavir (Crixivan) dan acetazolamide (Diamox) juga berhubungan dengan urolithiasis. Diet oxalate
Tinjauan Pustaka
merupakan penyebab lain tetapi diet kalsium lebih
Definisi Kolik Ureter atau Kolik Ginjal
belum jelas dan retraksi kalsium
tidak lagi
direkomendasikan.4,6
Kolik ureter atau kolik ginjal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilangtimbul (intermitten) yang terjadi akibat spasme
Nyeri Pada Genitourinaria
otot polos untuk melawan suatu hambatan.1,2,3
a. Nyeri Ginjal
Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan
Ginjal terletak di dalam rongga retroperitoneal
dapat menjalar ke seluruh perut, ke daerah
dengan pusat setinggi L2 tulang vertebra. Rasa
inguinal, testis, atau labium. Penyebab sumbatan
sakit ginjal disampaikan balik oleh segmen T10-L1
pada umumnya adalah batu, bekuan darah, atau
saraf spinal oleh saraf simpatik. Inervasi simpatik
debris yang berasal dari ginjal dan turun ke
di suplai oleh saraf preganglion dari T8-L1
ureter.
1,2
sedangkan nervus vagus memperlengkapi inervasi
4
parasimpatik ke ginjal. Nyeri yang berhubungan
Nyeri
ureter
juga
bersifat
kolik
dan
dengan ginjal disebabkan oleh distensi kapsul
berhubungan dengan nyeri pada ginjal. Adanya
ginjal secara tiba-tiba. Peregangan ini biasanya
batu, bekuan darah, atau benda asing pada ureter
dapat
pada
dapat menyebabkan terjadinya obstruksi. Ureter
pielonefritis akut yang akan menimbulkan edema
yang mengalami sumbatan atau obstruksi tersebut
pada ginjal, obstruksi saluran kemih di daerah
dengan mekanisme peristaltik
distal yang kemudian menyebabkan terjadinya
mendorong benda yang menyumbat ke arah distal.
terjadi
pada
keadaan
seperti
akan berusaha
1,2
Hiperperistaltik dari otot-otot proksimal sumbatan
pada sudut
tersebut begitu kuat sampai terjadi spasme yang
costovertebra dapat juga memberi karakteristik
hebat dan inilah yang menyebabkan rasa nyeri
nyeri ginjal. Lebih sedikit berhubungan dengan
yang hebat tersebut. Setelah kontraksi otot tersebut
obstruksi akut tetapi lebih pada pembesaran
mencapai puncak maksimalnya akhirnya akan
parenkim ginjal yang berasal dari pyelonephritis
relaksasi kembali dan nyeri akan hilang. Kalau
atau tumor. Kolik biasanya ditemukan
benda
hidronefrosis, serta pada tumor ginjal. Nyeri tumpul yang konstan
pada
yang
menyumbat
tersebut
belum
keadaan obstruksi akut, yang menyebabkan pasien
turun/hilang misalnya batu pada ureter, kontraksi
sering merasa gelisah dan tidak merasa nyaman
sampai spasme tersebut akan berulang kembali.
dengan posisi. Reflex mual dan muntah dapat
Dapat menyebabkan hiperistaltik dan spasme otot
menyertai sebagian besar pasien karena inervasi
polos ureter. Level obstruksi ureter menentukan
oleh
seberapa jauh penjalaran nyerinya.1,2
saraf
autonom
dan
sensoris
system
gastrointestinal dan system urologi. Nyeri yang
Dari penjalaran rasa nyeri ini kita dapat
menetap dirasakan di region costovertebralis
memperkirakan setinggi mana obstruksi ureter itu
akibat peregangan yang mendadak dari kapsul
terjadi :
propria ginjal misalnya pada pyeolonefritis akut
a. Batu ureter 1/3 proksimal : nyeri sampai ke
atau obstruksi ureter proksimal akut.
1,2
testis dan skrotum bahkan sampai paha bagian
b. Nyeri Ureter
medial
Ureter juga merupakan struktur retroperitoneal
b. Batu ureter 1/3 tengah kanan : nyeri biasannya
dan mempunyai inervasi simpatik dan nociceptive
sampai di daerah Mc.Burney hingga harus
projection kesaraf spinal yang nyaris sama yang
dibedakan
ada didalam ginjal. Segmen spinal ini juga
adnexitis kanan.
dengan
apendisitis
akut
atau
menyediakan inervasi somatic ke daerah lumbal,
c. Batu ureter 1/3 tengah kiri : nyeri biasannya
flank, area ilioinguinal, dan skrotum atau labia.
dampai ke daerah perut kiri bawah dan harus
Nyeri dari ginjal dan ureter berasal dari
dibedakan dengan diverticulitis kolon sigmoid
Saraf parasimpatik dari S2-4 serta saraf spinal
dan adneksitis kiri
yang mempersarafi ureter.1,2
d. Batu ureter 1/3 distal : gejala-gejalanya selain kolik biasanya seperti gejal-gejala sisititis.
5
Gambar 1. Perjalanan Nyeri yang disebabkan oleh Batu Ureter
c. Nyeri Buli-buli
segmen S2-4. Kondisi inflamasi pada prostat
Kandung kemih terletak di ruang retropubis
misalnya pada prostatitis dapat nampak dengan
danmenerima persarafan dari nervus simpatik yang
rasa ketidaknyamanan yang samar-samar di daerah
berasal dari T11-L2, yang mana mengatarkan rasa
perineal atau area rectal yang terasa kepenuhan.
sakit, sentuhan dansensasi suhu, sedangkan sensasi
Hal ini disebabkan oleh terjadinya edema dan
kandung
distensi dari kapsula prostat. Nyeri prostat juga
kemih
ditransmisikan
parasimpatik dari segmen S2-4. Nyeri
buli-buli
via
saraf
1,2
dapat terjadi pada prostatitis kronik kongestif
dirasakan
didaerah
akibat sensai seksual yang terus menerus tapi tidak
suprasimpisis. Nyeri ini terjadi karena adanya
pernah ada ejakulasi. Kadang-kadang penderita
distensi yang berlebihan pada buli-buli disebabkan
tidak dapat melokalisasi nyeri prostat ini, sebab
oleh retensi urin dimana terjadi peregangan dari
mungkin terasa sakit sampai genitalia eksterna,
otot-otot polos pada buli-buli dan pada keadaan
penis, testis, daerah lumbosakral bahkan sampai ke
inflamasi pada buli-buli. Inflamasi buli-buli
lipat paha. Kanker prostat jarang menyebabkan
dirasakan sebagai perasaan kurang menyenangkan
nyeri pada area perineal hingga stadium lanjut. 1,2
di daerah suprapubik. Nyeri muncul apabila buli-
e. Nyeri Testis
buli terisi penuh dan berkurang setelah miksi.
Sensasi testicular diantarkan ke bawah torakal
Meskipun demikian sebagian besar patologi vesika
dan atas segmen lumbal sedangkan persarafan
urinaria
traktus
sensorik dari skrotum berasal dari nervus kutaneus,
urinarius bagian bawah seperti frekuensi dan
yang mana dirancang ke segmen lumbosakral.
urgensi. 1,2
Nyeri testis dapat terjadi pada keadaan inflamasi,
bermanifestasi
pada
gejala
Sensasi sakit selain di suprapubis, juga
torsio, dan trauma.
menjalar sepanjang uretra sampai ujung meatus
Dalam
keadaan
inflamasi
misalnya
uretra dan terminal disuria yang hebat seperti pada
epididimitis gejala utama berupa tanda infeksi
keadaan sistitis akut. 1,2
akut, dimana epididimis membengkak sehingga
d. Nyeri prostat
terjadi peregangan dari kapsulnya, penderita
Prostat, penile uretra, dan penis juga menerima
merasa sangat nyeri yang mungkin dapat beralih
serabut simpatik dan parasimpatik dari T11-L2 dan
keperut, inguinal atau ke daerah ginjal. Pada torsio
6
testis terjadi terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat gangguan aliran darah pada testis
Diagnosis Banding dan Klinis
terganggu, sehingga testis mengalami hipoksia,
Urolithiasis harus selalu berhubungan dengan
edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis
diagnosis nyeri perut. Tanda klasik yang sering
akan mengalami nekrosis, adanya kerusakan
terlihat adalah kolik renal. Kolik renal adalah nyeri
jaringan inilah yang akhirnya akan menyebabkan
pinggang unilateral atau nyeri perut bagian bawah
timbulnya rasa nyeri hebat di daerah skrotum, yang
yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak berhubungan
sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan
dengan
pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut
pengobatan non-narkotik. Dapat disertai dengan
skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal
mual dan muntah yang merupakan stimulus
atau perut bagian bawah sehingga jika tidak
sekunder dari pleksus celiac, gejala gastrointestinal
diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis
biasanya tidak terlihat. 4,5
akut. 1,2
perubahan
posisi
ataupun
dengan
Nyeri pada kolik renal biasanya dimulai
f. Nyeri Penis
dengan nyeri pinggang. Pasien seringkali lupa
Nervus pudenda menyuplai sensasi rasa sakit
frekuensi
nyerinya.
Nyeri
yang
dirasakan
ke penis melalui dorsal penis.Rasa nyeri dan sakit
umumnya akibat obstruksi pada ureter yang
pada penis biasa pada penyakit-penyakit penis
menyebabkan nyeri. Nyeri seringkali menjalar
(balanitis)
pada abdomen bagian bawah dan ipsilateral
atau
urethretis.Nyeri
juga
dapat
merupakan nyeri alih dari penyakit-penyakit
selangkangan.
inflamasi pada mukosa buli-buli, nyeri alih dari
Turunnya
batu
berpindah ke medial dan lateral.
uretra, yang dirasakan pada meatus uretra
ureter,
nyeri
2
Batu pada uretra distal dapat bermanifestasi
eksternum. 1,2
pada instabilitas bladder, urinary frequency, disuria dan atau nyeri sampai ke penis atau labia
Manifestasi Klinis Kolik
dan vulva. Batu saluran kemih biasanya tidak
Pasien tampak gelisah, nyeri pinggang, selalu
bergejala pada pasien dan tanpa sengaja ditemukan
ingin berganti posisi dari duduk, tidur, kemudian
selama evaluasi mikrohematuria. Gejala yang
berdiri guna memperoleh posisi yang dianggap
sama seperti kolik renal dapat timbul pada kondisi
tidak nyeri. Denyut nadi meningkat karena
lain seperti pada wanita dengan torsio ovarium,
kegelisahan dan tekanan darah meningkat pada
kista ovarium, dan kehamilan ektopik terganggu.
pasien yang sebelumnya normotensi. Tidak jarang
Sedangkan
dijumpai adanya pernafasan cepat, dan grunting
epididimitis atau prostatitis dapat menyerupai
terutama pada saat puncak nyeri. Jika disertai
gejala batu uretra. Kondisi umum lain yang dapat
demam harus waspada terhadap adanya infeksi
menyebabkan nyeri perut antara lain, appendisitis,
yang serius atau urosepsis. Dalam keadaan ini
cholesistitis, divertikulitis, kolitis, konstipasi,
pasien secepatnya harus dirujuk ke tempat
hernia atau aneurisma arteri.6,7,8
pelayanan urologi karena mungkin memerlukan tindakan drainase urine. Palpasi pada abdomen dan perkusi pada daerah pinggang akan terasa nyeri.5,6,7
7
pada
laki-laki
terjadi
tumor,
Tabel 1. Hubungan Antara Lokasi Batu dengan gejala yang ditimbulkan
Lokasi Batu Ginjal Ureter Proximal Ureter Medial Ureter Distal
Gejala yang ditimbulkan Nyeri pinggang, hematuria Kolik renal, nyeri pinggang, nyeri perut bagian atas Kolik renal, nyeri pada ureter anterior abdomen, nyeri pinggang Kolik renal, disuria, urinary frequency, nyeri anterior abdomen, nyeri pinggang
Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Nyeri Kolik
Laboratorium Pemeriksaan
Radiologis sedimen
urine
sering
Adapun beberapa jenis pemeriksaan radiologis
menunjukkan adanya sel darah merah. Namun
yaitu pemeriksaan foto polos perlu ditujukan untuk
pada sumbatan total saluran kemih, 10% kasus
mencari adanya batu opak di saluran kemih, tetapi
tidak dijumpai adanya sel darah merah pada
hal ini seringkali tidak tampak karena tidak disertai
pemeriksaan sedimen urine. Ditemukannya piuria
persiapan
perlu dicurigai kemungkinan adanya infeksi, dan
Ultrasonografi dapat menilai adanya sumbatan
didapatkannya kristal pembentuk batu (urat,
pada ginjal berupa hidronefrosis. Setelah episode
kalsium oksalat, atau sistin) dapat diperkirakan
kolik berlalu dan sarat memenuhi, dilanjutkan
jenis batu yang menyumbat saluran kemih.1,4
dengan pemeriksaan foto IVU untuk mendeteksi
pembuatan
penyebab obstruksi.
8
foto
yang
baik.
•
Foto Polos Abdomen
oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan
dan paling sering dijumpai diantara batu jenis
untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-
lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium
opak (radio-lusen).
Tabel 1. Urutan Radio-Opasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
JENIS BATU Kalsium MAP Urat/Sistin •
RADIO-OPASITAS Opak Semiopak Non Opak
Pielografi Intra Vena (IVU)
inflammation drug/NSAID) dipakai secara luas
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan
menggantikan golongan narkotik. Narkotik mula
anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVU dapat
kerjanya (onset) cepat, tetapi dapat memicu mual,
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun
muntah, mempunyai efek sedasi dan menyebabkan
batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh
ketergantungan.1,8,9,10
foto polos perut. Jika IVU belum dapat
NSAID merupakan analgesik non-opioid yang
menjelaskan keadaan sistem disaluran kemih
cocok untuk nyeri yang berpangkal pada inflamasi,
akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
hal ini berbeda dengan cara kerja narkotik. Obat
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi
tersebut
retrograd.
1,2,3,7
adalah
suatu
inhibitor
enzim
siklooksigenase (COX), yaitu suatu enzim yang
• Ultrasonografi (USG)
merubah asam arakhidonat menjadi prostanoid
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin
(diantaranya
adalah prostaglandin,prostasiklin,
menjalani pemeriksaan IVU, yaitu pada
dan tromboksan).1
bahan
Prostaglandin ini dapat mempotensasi rasa
kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
nyeri, sehingga dengan menghambat aktivitas
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG
enzim COX, sintesis prostaglandin berkurang, hal
dapat menilai adanya batu ginjal atau di buli-
ini dapat mencegah potensiasi nosireseptor.
buli
echoic
NSAID mempunyai efek analgesik, antipiretik,
atau
anti-inflamasi, dan antitrombolitik dan harus lebih
keadaan-keadaan:
(yang
shadow),
alergi
ditunjukkan
hidronefrosis,
terhadap
sebagai pionefrosis,
berhati-hati akan kemungkinan timbulnya iritasi/
pengerutan ginjal. .1,2,3,7
perdarahan saluran cerna, pasien dengan gangguan Terapi
fungsi platelet, kelainan jantung dan insufisiensi
Penatalaksanaan Nyeri
ginjal.1,10
• Medikamentosa
Meningkatnya tekanan sistem kalises dan
Kolik adalah keluhan obstruksi akut yang
dinding ureter adalah mekanisme timbulnya kolik.
seringkali menyebabkan pasien datang berobat.
Oleh karena itu jika tekanan tersebut diturukan,
Untuk mengurangi keluhan itu, pertama diberikan
akan menurunkan nyeri kolik. NSAID ternyata
analgesik narkotik secara parenteral, sebagai
mampu
pilihan terapi lini pertama. Namun, saat ini obat
binatang coba hingga 25-58%, melalui mekanisme
non steroid antiinflamasi (Non steroid anti
penurunan RBF. Oleh sebeb itu sebaiknya tidak
9
menurunkan
tekanan
tersebut
pada
dipergunakan pada pasien insufisiensi ginjal,
mual muntah. Antibiotik jika ada infeksi saluran
karena dapat memperburuk kondisi ginjal dengan
kemih,
menurunnyya RBF.
ciprofloxacin,
dan
mempercepat
pengeluaran
Selektif inhibitor COX-2 bekerja secara spesifik terhadap
jaringan
yang
misalnya
ampicilin,
gentamicin,
levofloxacin. batu
Untuk dappat
mengalami
diberikanAlpha-receptor blocker seperti doxazosin
inflamasi, sehingga mengurangi terjadinya iritasi
dan terazosin atau Calcium channel blockers
lambung. Namun obat ini dapat menimbulkan
seperti nifedipin dapat mempercepat lewatnya batu
terjadi insufisiensi ginjal, serangan jantung,
saluran kemih dengan merelaksasikan otot polos
trombosis, dan stroke. Meskipun opioid lebih
tanpa
banyak menimbulkan efek samping yang tidak
blocker
diinginkan, tetapi obat ini dapat dipakai untuk
penggunaan analgesik.
mengobati kolik, jika dengan pemberian NSAID tidak memberi respon yang baik.
mengatasi
nyeri
ditanggulangi
kolik
renal
memiliki
dibandingkan
durasi
dengan
yang
lebih
analgesik
dapat
Alpha-receptor
mengurangi
nyeri
dan
ditawarkan
utnuk
pemasangan
kateter ureter double J (DJ Stent), yaitu suatu
dan
kateter yang ditinggalkan mulai dari pelvis renalis,
menunjukkan penurunan nyeri yang bermakna. NSAID
juga
peristaltik.
Jika pasien mengalami episode kolik yang sulit
1,9,10
NSAID merupakan pengobatan lini pertama untuk
mencegah
ureter hingga buli-buli.
lama •
opioid.
Diclofenac merupakan NSAID pilihan pertama
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
untuk mengatasi kolik renal. Dikatakan bahwa
Alat ESWL adalah pemecah batu yang
diclofenac memiliki efektifitas yang kuat, tersedia
diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
dalam berbagai sediaan, seperti oral dan injeksi.
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal,
Dosis diclofenac yaitu 75mg (3ml) injeksi,
batu ureter proksimal atau batu kandung kemih
Intramuskular dan diulangi satu kali pada 30 menit
tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa anestesi.
selanjutnya. Dapat juga dikombinasikan dengan
Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
diclofenac oral 75-150 mg per hari. Diclofenac
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran
dikontraindikasikan pada pasien dengan infark
kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang
miocard. Pada kondisi seperti ini, ibuprofen atau
sedang keluar menimbulkan nyeri kolik dan
naproxen dapat digunakan untuk mengatasi kolik
menyebabkan hematuria.
renal.
4,5,10
Persyaratan BSK yang ditangani dengan
Morfin 5-10 mg merupakan salah satu
ESWL :
alternatif pengobatan untuk pasien dengan kolik
a. Batu ginjal berukuran mulai dari 5mm hingga
renal. Antiemetik dapat diberikan untuk mencegah
20mm
mual dan muntah pada pasien. Setelah nyeri pada
b. Batu ureter berukuran 5mm hingga 10mm.
pasien terkontrol, dapat diberikan morfin jangka
c. Fungsi ginjal masih baik.
pendek yaitu 5-10 mg setiap 4 jam.
1,3,7
d. Tidak ada sumbatan distal dari batu.
Paracetamol dan opioid lemah seperti codein •
atau tramadol dapat diberikan untuk mengatasi
Endourologi
nyeri jika pemberian NSAID tidak berespon.
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif
Pemberian antiemetik (metoclorperamide) jika
minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih
10
yang terdiri atas memecah batu dan mengeluarkan
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup
dari saluran kemih melalui alat yang di masukkan
dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3
langsung ke dalam saluran kemih. Alat ini
liter per hari,
dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
2. Diet
pada kulit. Proses pemecahan batu dapat dilakukan
untuk
mengurangi
kadar
zat-zat
komponen pembentuk batu,
secara mekanik, dengan menggunakan energi
3. Aktivitas harian yang cukup, dan
hidroulik, energi gelombang atau laser.
4. Pemberian medikamentosa. Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi
Tindakan Operatif •
kekambuhan adalah: 1. Rendah protein, karena protein akan memacu
Bedah Laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil
ekskresi kalsium urine dan menyebabkan
batu saluran kencing saat ini sedang
suasana urine menjadi lebih asam,
berkembang.
Cara
ini
dipakai
2. Rendah oksalat,
untuk
3. Rendah garam karena natriuresis akan memacu
mengambil batu ureter. •
timbulnya hiperkalsiuri, dan
Bedah Terbuka memiliki
4. Rendah purin. Diet rendah kalsium tidak
fasilitas yang memadai untuk tindakan
dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
endourologi, laparoskopi maupun ESWL,
hiperkalsiuri absortif tipe II.
Di
klinik-klinik
yang
belum
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka, misalnya pielolitotomi
Daftar Pustaka
atau nefrolitotomi. Tidak jarang pasien harus
1. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012. 2. De Jong, Sjamsuhidajat. Buku ajar ilmu bedah edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2013. 3. Masarani M, Dinneen M. Ureteric Colic : new trends in diagnosis and treatment. Postgrad Med J 2007;83:469–472. doi: 10.1136/pgmj.2006.055913. 4. Portis AJ, Sundaram CP. diagnosis and initial management of kidney stones. april 1, 2001 / volume 63, number 7 www.aafp.org/afp. 5. Golzari SE, Soleimanpour H, et al. Therapeutic approaches for renal colic in the emergency departement : a review article. anest pain med. 2014 february; 4(1): e16222. DOI: 10.5812/aapm.16222. 6. Semins, M. J. & Matlaga, B. R. Nat. Rev. Urol. 11, 163–168 (2014); published online 11 February 2014; doi:10.1038/nrurol.2014.17. 7. Stoller ML. Bolton BM. Smith’s General Urology. Ed 17th. San Fransisco: Lange Medical Book/McGraw-Hill, 2004. 8. Roberts, James R. Emergency Medicine News. Treating the pain of renal colic. Vol.28-Issue5; p24-27. may 2006. 9. Turk C, et al. Guidelines on urolithiasis. European Association of urology. 2014.
menjalani
tindakan
nefrektomi
karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi menahun.
Pencegahan Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah
upaya
menghindari
timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa:9
11
10. Phillips E, Kieley S, Johnson EB, et al. Emergency room management of ureteral
calculi : current practice. J Endourol 2009 Jun;23(6):1021-4.
12
INTRACEREBRAL HEMMORAGE DAN DIFFUSE AXONAL INJURY Wayan Subagiarta, Ni Komang Fraidayanti, Pandu Tridana Sakti Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Mataram / Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Mataram
Abstrak Kerusakan aksonal difus (Diffuse axonal injury/DAI) adalah hasil akibat percepatan, perlambatan atau cedera rotasi dan sering menjadi penyebab kondisi vegetatif pada pasien. Lesi ini merupakan penyebab paling signifikan dari morbiditas pada pasien dengan cedera otak traumatis, terutama disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi. Laporan kasus: Seorang pasien laki-laki usia 16 tahun tidak sadarkan diri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien sempat sadar dan tidak dapat menggerakan seluruh kaki dan tangannya,muntah, berkeringat dingin dan sakit kepala. Dari pemerikasaan fisik, pasien dalam keadaan lemah, kesadaran koma dengan GCS E1V1M2. Tanda vital pasien didapatkan TD 140/80 mmHg, N 124 x/menit, RR 32 x/menit, T 39 ºC aksiler. Dari pemeriksaan lokalis didapatkan temuan sclera ikterus, pupil isokor, refleks pupil baik, terdapat otoraghia dan otorhea, halo sign pada aurikula sinistra, penggunaan otor stenokleidomastoideus aktif. Tatalaksana yang telah diberikan antara lain: pembebasan jalan napas, pemasangan oropharingeal tube dan suction berkala, pemberian O2 4 lpm, IVRL 20 tpm, NGT untuk pemberian nutrisi enteral, pemasangan kateter, dan head up 30o. Medikamentosa: injeksi Ceftriaxone 1 gr/hari, injeksi piracetam 3 gr/8 jam, injeksi citicolin 250 mg/8 jam, injeksi Asam Traneksamat 250 mg/8 jam, infus paracetamol 1 gr/8 jam, manitol 20% (loading 225 cc, kemudian dilanjutkan 110cc/4 jam, dan di tappering off hingga 5 hari). Pemberian diet berupa cairan sondase cukup kalori (2000 Kkal/hari). Keyword: trauma kepala, perdarahan intraserebral, diffuse axonal injury
Pendahuluan
menerima
gaya
akselerasi/deselerasi,
rotasi,
Kerusakan akson adalah salah satu gambaran
kompresi, distensi, akan terjadi cedera otak
patologis yang sering ditemukan pada cedera otak
primer adalah akibat cedera langsung dari
traumatis. Kerusakan yang terjadi dapat bersifat
kekuatan mekanik yang merusak jaringan otak
fokal maupun difus. Diffuse axonal injury (DAI)
saat trauma terjadi (hancur, robek, memar, dan
adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan
perdarahan).
koma bekepanjangan pasca trauma yang tidak
tengkorak, yang dapat memberi efek pada neuron,
berhubungan dengan lesi massa atau iskemia.1
glia,
Tekanan
dan
pembuluh
Kerusakan aksonal difus (Diffuse axonal
mengakibatkan
injury (DAI)) adalah hasil akibat percepatan,
4
ataupun difus.
itu
mengenai
darah,
kerusakan
dan
lokal,
tulang
dapat
multifokal
perlambatan atau cedera rotasi dan sering menjadi penyebab kondisi vegetatif pada pasien. Lesi ini
Laporan Kasus
merupakan penyebab paling signifikan dari
Seorang pasien laki-laki usia 16 tahun dengan
morbiditas pada pasien dengan cedera otak
nomor rekam medis 54-95-45, datang ke UGD
traumatis, terutama disebabkan oleh kecelakaan
RSUP Nusa Tenggara Barat pada 8 November
kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi.
2
2014 dalam keadaan tidak sadarkan diri. Pasien
Diffuse axonal injury (DAI) adalah salah satu
merupakan rujukan dari RSUD Selong dengan
patologi yang paling umum akibat deformasi
riwayat tidak sadarkan diri setelah mengalami
mekanik otak selama trauma.
3
Saat kepala
kecelakaan
13
lalu
lintas
pada
pukul
16.30
(8/11/2014). Menurut pengakuan saksi, pasien
MCHC
33,4
32-37 g/dL
sedang mengendarai sepeda motor dan ditabrak
WBC
23,86
4,0 – 11,0 [10^3/ µL]
PLT
362
150-400 [10^3/ µL]
dari arah samping dengan kecepatan tinggi ± 90 km/jam, tanpa menggunakan pengaman. Pasien saat itu pasien terlempar sejauh 5 meter, dengan
Parameter
Hasil Lab
Nilai Normal
GDS
154
<160
Kreatinin
0,6
L 0,9-1,3 P 0,6-1,1
dingin dan sakit kepala sehingga pasien sering
Ureum
21
10-50
berteriak. Pasien tidak pernah mengalami kejang.
SGOT
25
< 40
Kemudian setelah 1 hari dirawat (9/11/2014 pukul
SGPT
15
<41
kepala berada di sayap motor. Ketika sadar pasien juga mengeluhkan tidak dapat menggerakan seluruh kaki dan tangannya,muntah, berkeringat
12.30) pasien tidak sadarkan diri kembali. Dari
pemerikasaan
fisik,
pasien
dalam
keadaan lemah, kesadaran koma dengan GCS E1V1M2. Tanda vital pasien didapatkan 140/80 mmHg, nadi 124 x/menit, regular, kuat angkat, frekuensi nafas 32 x/menit, reguler, suhu 39 ºC aksiler.
Dari pemeriksaan lokalis didapatkan
temuan sclera ikterus (+/+), pupil isokor bulat ukuran 4mm, refleks pupil (+/+), terdapat otoraghia dan otorhea, halo sign (+) pada aurikula sinistra, penggunaan otor stenokleidomastoideus aktif. Dari pemeriksaan neurologis sulit dinilai karena pasien tidak sadar. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, didapatkan gambaran lesi hiperdens pada corpus Dari pemeriksaan yang telah dilakukan, pada
callosum, tanpa adanya midline shifting, tidak ada tanda edema serebri dari pemeriksaan CT scan
pasien
disuimpulkan
pada tanggal 8 November 2014, sehingga pasien
conciousness (diagnosis klinis), diagnosa topis
disimpulkan mengalami intraserebral hemmorage
pada Corpus callosum, dengan diagnosis etiologi
dan diffuse axonal injury grade II pada pasien.
yaitu ICH dan Diffuse Axonal Injury. Pada pasien diberikan
Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil
penatalaksanaan
pembebasan
sebagai berikut :
mengalami
oropharingeal
jalan tube
napas, dan
loss
umum dan
of
seperti
pemasangan
suction
berkala,
Parameter
Hasil Lab
Nilai Normal
HGB
14,3
11,5 – 16,5 g/dL
RBC
5,91
4,0 – 5,0 [10^6/µL]
HCT
42,8
37-45 [%]
dan head up 30o. medikamentosa yang diberikan
MCV
72,4
82-92 fL
seperti injeksi Ceftriaxone 1 gr/hari, injeksi
MCH
24,2
27-31 pg
piracetam 3 gr/8 jam, injeksi citicolin 250 mg/8
pemberian O2 4 liter per menit, pemasangan IV line RL 20 tpm, pemasangan NGT untuk pemberian nutrisi enteral, pemasangan kateter,
14
jam, injeksi Asam Traneksamat 250 mg/8 jam,
parenkim berupa kontusio, laserasi atau diffuse
infus paracetamol 1 gr/8 jam, manitol 20%
axonal injury (DAI), sedangkan cedera pembuluh
(loading 225 cc, kemudian dilanjutkan 110cc/4
darah berupa perdarahan epidural, subdural,
jam, dan di tappering off hingga 5 hari).
subarachnoid dan intraserebral yang dapat dilihat
Pemberian diet berupa cairan sondase cukup
Pada CT-scan. Cedera difus meliputi kontusio
kalori (2000 Kkal/hari).
serebri, perdarahan subarachnoid traumatik dan DAI. Sebagai tambahan sering terdapat perfusi iskemik baik fokal maupun global.4
Pembahasan Pada
trauma
kepala,
mekanisme
Untuk dapat mengidentifikasi kerusakan difus,
akselerasi dan deakselerasi. Mekanisme tersebut
harus dilakukan pemeriksaan histologi rinci pada
menyebabkan daerah otak yang tidak dapat
bagian otak yang lebih rentan terhadap cedera
bergerak atau area yang terbatas gerakannya
aksonal. Ini termasuk lobus frontal parasagittal
mengalami
mengakibatkan
substansia alba, lobus parietal (termasuk substansi
kerusakan pada pembuluh darah dan serabut-
alba), corpus calosum anterior, corpus callosum
serabut saraf. Selain itu juga dapat terjadi
posterior,
akselarasi rotatorik yang mengakibatkan putusnya
interna), serebelum dan pons. Diffuse axonal
akson maupun kerusakan intergritas akson pada
injury dibagi atas tiga derajat, yaitu : 6
regangan
terjadi
yang
o
nodus ranvier yang selanjutnya terjadi perubahan
ganglia
Derajat
basal
satu
(termasuk
kelainan
kapsula
terbatas
secara
arus atau aliran aksoplasma. Terlipatnya aksolema
histologik yaitu kerusakan akson sepanjang
akibat regangan akan diikuti dengan terputusnya
substansia alba tanpa penekanan fokal pada
aliran aksoplasmik, pembentukan edema lokal
corpus callosum maupun batang otak. o
akson dan akhirnya terjadi pemisahan akson menjadi bentuk bola retraksi, selanjutnya terjAdi degenerasi wallerian.
Derajat dua bila selain terdapat distribusi luas dari kerusakan aksonal, juga terdapat
1,2
lesi fokal pada corpus callosum. o
Diffuse axonal injury (DAI) adalah salah satu
Derajat tiga ditandai dengan kerusakan difus
patologi yang paling umum akibat deformasi
akson disertai dengan lesi fokal pada cospus
mekanik
callosum dan batang otak.
otak
selama
trauma.
Telah
dihipotesiskan bahwa masuknya kalsium ke
Pada
dalam akson memainkan peran utama dalam
penderita
trauma
serebri
yang
mengalami koma lebih dari 6 jam tanpa penyebab
3
patofisiologi DAI. Saat kepala menerima gaya
yang dapat diidentifikasi baik dengan CT-scan
akselerasi/deselerasi, rotasi, kompresi, distensi,
atau MRI dapat diasumsikan telah mengalami
akan terjadi cedera otak primer adalah akibat
adanya DAI. Penderita pasca trauma yang
cedera langsung dari kekuatan mekanik yang
mengalami DAI akan memperlihatkan gejala
merusak jaringan otak saat trauma terjadi (hancur,
klinis
robek, memar, dan perdarahan). Tekanan itu
maupun hilang kesadaran dan dapat disertai
mengenai tulang tengkorak, yang dapat memberi
ataupun tidak disertai gejala fokal.4 Pada DAI
efek pada neuron, glia, dan pembuluh darah, dan
yang berat dapat terjadi koma dalam yang
dapat mengakibatkan kerusakan lokal, multifokal
berkepanjangan dapat disertai gangguan fungsi
ataupun difus. Cedera otak dapat mengenai
otonom
parenkim otak dan / atau pembuluh darah. Cedera
hiperpireksia. Penderita biasanya memperlihatkan
15
yang
bervariasi
seperti
berupa
hipertensi,
kebingungan
hiperhidrosis,dan
tanda dekortikasi maupun deserebrasi, dan sering
jam setelah trauma atau dapat menetap lebih lama
pula cacat berat dan status vegetatif bila mereka
dan gambaran ini nampak jelas dengan teknik
bertahan hidup. Gejala-gejala defisit neurologis
impregnasi perak atau metode imunoperoksidase.
4
tergantung pada lokasi lesi. Pasien dalam kasus
Terdapat juga peningkatan jumlah mikroglia pada
ini
dan
daerah korteks serebri yang berhubungan dan
akhirnya mengalami penurunan kesadaran. Dari
selanjutnya dapat terjadi degenerasi serabut yang
hasil
dikenai.4
mengalami
kecelakaan
pemeriksaan
fisik
lalu
lintas
ditemukan
adanya
hipertensi, takikardi, hiperpireksia, dan takipnue.
Tidak ada penanganan khusus untuk penderita
Adanya halo sign dan otorrhea dan otorhagi
DAI. Penanganan penderita
adalah sama
mengindikasikan adanya fraktur basis kranii.
sebagaimana penderita trauma serebri pada
Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan
umumnya dimana disesuaikan dengan kondisi
sebuah skala dari 3 sampai 15 digunakan untuk
klinis yang ada. Penanganan awal adalah sama
menilai tingkat kesadaran pasien dan fungsi
dengan umumnya penderita pada unit gawat
neurologis, skor dinilai berdasarkan pada respon
darurat,
terbaik motorik, respon verbal terbaik, dan
pernapasan dan sirkulasi, selanjutnya penanganan
membuka mata (misalnya, mata terbuka terhadap
pada kondisi-kondisi khusus. Pada pasien yang
rasa sakit, terbuka untuk perintah).
2
yaitu ditujukan
pada jalan napas,
mengalami vase vegetative yang lama maka
CT scan dan MRI yang diambil pada awal
pasien beresiko mengalami penyakit lainnya,
terjadinya cedera sering memberikan gambaran
maka pasien dapat diberikan profilaksis terhadap
normal.
ulkus peptic, DVT, antibiotic. Pasien juga
Hanya
10%
dari
pasien
DAI
menunjukkan kelainan pada CT scan yang
diberikan
ditandai dengan petekie pada daerah corpus
peningkatan tekanan intakranial seperti dengan
calosum, persimpangan substansia alba-grisea
pemberian
sedasi
pada serebrum, dan persimpangan
neuromuskuler,
manitol
pontine-
4
untuk
mencegah
narkotik/blokade bolus
1
gram/kg,
maupun, fenitoin 18 mg/Kg.5
mesensefalik yang dekat dengan pedunkulus superior serebelum.
penanganan
Dari pemeriksaan CT-scan,
Jika melihat kondisi klinis dan pemeriksaan
selain adanya berdarahan pada korpus kalosum,
penunjang pada pasien, maka dapat disimpulkan
tidak ada kelainan tambahan pada potongan
bahwa prognosis pada apsien yaitu dubia et
kepala
pasien disimpulkan
malam. Pasien DAI yang mampu bertahan dapat
mengalami intraserebral hemmorage dan diffuse
beresiko mengalami gangguan defisit kognitif.
axonal injury grade II pada pasien.
Sekitar 87% pasien mengalami penurunan kinerja
Pada
pasien sehingga
pemeriksaan
histopatologis,
pada
pada tes dan penurunan memori untuk menerima
potongan koronal tampak pembesaran ventrikel
informasi baru sekitar 76%. Pasien yang dapat
oleh karena reduksi substansia alba. DAI ditandai
berkomunikasi
dengan udema axonal dengan distribusi asimetrik
memori baik mengenai pengalaman lamanya
yang luas. Gambaran ini nampak dalam beberapa
tetapi sulit untuk menerima pengalaman baru.
16
kembali
biasanya
memiliki 4
Gambar 5. Alogaritma tatalaksana cedera kepala. 7
1
Daftar Pustaka 1. Douglas H. Smith, David F. Meaney,. 2000. Axonal Damage In Traumatic Brain Injury. Volume 6, Number 6, 2000 Sage Publications, Inc. P483-95 2. Wasserman J.R., Smirniotopoulos J.G., 2014. Diffuse Axonal Injury Imaging. Accesesed At 12th November 2014. Available At http://Emedicine.Medscape.Com/Article/3399 12-Overview. 3. John A. Wolf, Peter K. Stys, Theresa Lusardi, David Meaney, Douglas H. Smith., 2001. Traumatic Axonal Injury Induces Calcium Influx Modulated by Tetrodotoxin-Sensitive Sodium Channels. The Journal of Neuroscience, March 15, 2001, 21(6):1923– 1930 4. Meythaler Jay M., Peduzzi Jean D., Eleftheriou Evangelos, Novack Thomas
A.,2001. Clinical Implications Of Basic Research: Current Concepts: Diffuse Axonal Injury–Associatedtraumatic Brain Injury. Arch Phys Med Rehabil Vol 82, October 2001. 1461-71 5. Douglas H. Smith, Ramona Hicks, John T. Povlishock,.2013. Review: Therapy Development For Diffuse Axonal Injury. Journal Of Neurotrauma 30:307–323 (March 1, 2013). Mary Ann Liebert, Inc. 6. Tibor Hortobágyi Et.Al., 2008. The Significance Of Diffuse Axonal Injury. Volume 8 Number 2. P16-18 7. Lanter P, Zink B. Traumatic Brain Injury In : Shah SM, Kelly KM. (ed). Emergency Neurology Principle and Practice. Cambridge University Press, New York.1999.
13
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PHOTOAGING PADA MAHASISWA FK UNRAM
20
21
22
23
24
25
MIOMA UTERI SUBSEROSA + KISTA ENDOMETRIOSIS Gede Made Punarbawa, Harvey Alvin Hartono Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram / Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Mataram
Abstrak Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Telah dilaporkan sebuah kasus di rumah sakit dengan pasien seorang wanita usia 37 tahun dan belum menikah datang ke Poli kandungan RSUP NTB rujukan dari puskesmas Cakranegara dengan suspek mioma. Pasien mengeluhkan terdapat benjolan di perut bagian bawah sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengaku benjolan tidak bertambah besar sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengakukan nyeri perut juga sejak timbul benjolan tersebut. Nyeri dirasakan di perut bagian benjolan tersebut menjalar ke bagian samping. Pasien mengaku terasa lebih nyeri saat haid. Dari pemeriksaan abdomen didapatkan teraba massa padat, kenyal, batas jelas, mobile ukuran 12 x 7 cm, Nyeri tekan (+), redup di regio hypogastrium. Pada pemeriksaan penunjang USG ditemukan tampak uterus membesar ukuran 12.1x 7.5 cm. terdapat massa padat kenyal di uterus dengan kesan mioma uteri (subserosa). Pasien didiagnosis dengan Mioma Uteri subserosa. Tatalaksana yang dilakukan pada pasien dalam kasus ini adalah laparotomi eksplorasi. Hasil Pemeriksaan histopatologi ditemukan Adenomyosis uteri dan Multipel folikel cyst ovarii bilateral tanpa adanya tanda keganasan. Kata Kunci: Mioma Uteri Subserosa, Nyeri perut, Massa padat di abdomen, Multipel folikel cyst ovarii PENDAHULUAN
kronik, menoragia, hingga infertilitas. Perdarahan
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang
hebat yang disebabkan oleh mioma merupakan
terbanyak pada organ reproduksi wanita. Mioma
indikasi
utama
histerektomi.
uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia
memberi
reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui
degenerasi ganas, dan torsi.
komplikasi
Mioma
seperti
dapat
perdarahan,
secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
Endometriosis adalah suatu penyakit yang
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh
lazim menyerang wanita di usia reproduksi.
hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi
Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang
selama usia reproduktif. Faktor risiko mioma uteri
menimbulkan keluhan nyeri haid, nyeri saat
antara lain usia penderita, hormon endogen,
senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.
riwayat keluarga, etnik, berat badan, diet,
Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal
kehamilan dan paritas, dan kebiasaan merokok.
dari lapisan uterus yaitu endometrium menyerang
Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan
organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana.
mioma masih belum diketahui pasti, namun telah
Jaringan endometrium yang salah tempat ini
diketahui bahwa
menyebabkan iritasi di rongga
hormon estrogen memang
menjadi prekursor pertumbuhan miomatosa. Bila terjadi
perubahan
pasokan
darah
selama
pelvis dan
menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas. Jaringan
endometriosis
memiliki
pertumbuhannya, maka mioma dapat mengalami
gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-
perubahan sekunder atau degeneratif. Walaupun
flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di
seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin
rongga pelvis. Flek-flek ini bisa berwarna bening,
ditimbulkan sangat bervariasi, seperti perut terasa
putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan
penuh dan membesar, metroragia, nyeri panggul
endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium
pelvis, peritoneum, dan organ-organ di rongga
04/01 2016
Nilai Normal
HGB
12
13,0 – 18,0 g/dL
bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi
RBC
4.37
[10^6/uL)
darah yang disebut sebagai kista endometriosis
HCT
35.7
40,0-50,0 [%]
atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat
WBC
6.18
PLT
237
berukuran kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh
GDS
82
< 160 mgl/dl
lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat
Kreatinin
0.6
0.6-1.1 mgl/dl
mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat
Ureum
25
10-15 mgl/dl
SGOT
29
< 40 mgl/dl
SGPT
19
< 41 mgl/dl
BT
2’00”
1-6 menit
CT
6’30”
<15 menit
pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang
Parameter
membentuk nodul-nodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang
4,0 – 11,0 [10^3/ µL] 150-400 [10^3/ µL]
karena terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa
menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya.
Laporan Kasus Penderita wanita usia 37 tahun dan belum menikah datang ke Poli kandungan RSUP NTB (19/01/2016) rujukan dari puskesmas Cakranegara
Pada pemeriksaan penunjang USG ditemukan
dengan suspek mioma. Pasien mengeluhkan
tampak uterus membesar ukuran 12.1x 7.5 cm.
terdapat benjolan di perut bagian bawah sejak 1
terdapat massa padat kenyal di uterus dengan kesan
tahun yang lalu, pasien mengaku benjolan tidak
mioma uteri (subserosa).
bertambah besar sejak 1 tahun yang lalu. Pasien
Pasien didiagnosis dengan Mioma Uteri
mengakukan nyeri perut juga sejak timbul benjolan
subserosa. Tatalaksana yang dilakukan pada pasien
tersebut. Nyeri dirasakan di perut bagian benjolan
dalam kasus ini adalah laparotomi eksplorasi.
tersebut menjalar ke bagian samping. Pasien
Operasi dilakukan tanggal 19 Januari 2016 dan
mengaku terasa lebih nyeri saat haid. Sebelumnya
didapatkan massa ukuran 15x10 cm perlengketan
pasien tidak pernah mengeluhkan nyeri saat haid.
dengan ovarium + uterus dengan kista coklat, oleh
Jumlah darah haid normal saat seperti sebelum
karena
timbul
+adeshiolisis+PA.
benjolan
di
perut.
Pasien
tidak
itu
dilakukan Hasil
TAH
+
BSO
Pemeriksaan
mengeluhkan adanya gangguan haid. Dalam
histopatologi ditemukan Adenomyosis uteri dan
sebulan siklus : teratur 30 hari sekali, lamanya haid
Multipel folikel cyst ovarii bilateral tanpa adanya
7 hari, flour albus (-). Pasien mengalami menarche
tanda keganasan. Terapi post operasi yang diberikan kepada
pada umur 13 tahun. Tidak didapatkan keluhan
pasein adalah Infus RL 20 tpm, Injeksi Ketorolac
dari organ lain, riwayat alergi disangkal. Dari pemeriksaan visik tanda vitas dalam batas
60 mg/ 8 jam, Injeksi ceftriaxon 1000 mg/ 12 jam,
normal. Dari pemeriksaan abdomen didapatkan
Vit.K 10 mg/ 8 jam, Transamin 250 ng/ 8 jam, dan
teraba massa padat, kenyal, batas jelas, mobile
melakukan Cek Hb, bila < 10 lakukan transfusi
ukuran 12 x 7 cm, Nyeri tekan (+), redup di regio
PRC.
hypogastrium.
27
Pembahasan
yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium
dan selama haid (dismenore) dapat pula terjadi
uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas,
pada pasien endometriosis. Sebab dari dismenore
mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter
ini
atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan
hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan
istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri. Kista
dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum
endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal
dan semasa haid.
tidak
diketahui
tetapi
mungkin
ada
dari jaringan endometrium. Ukuran kista bisa
Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan
bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika kista mengalami
status vital yang baik, yang berarti hemodinamik
ruptur, isi dari kista akan mengisi ovarium dan
pasien masih baik. Pada palpasi abdomen teraba
rongga pelvis.
massa berukuran 12x7 cm yang berkonsistensi
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu
padat, kenyal dan bersifat mobile. Konsistensi dari
kasus nona 37 tahun dengan diagnosa mioma uteri.
mioma bervariasi dari keras seperti batu hingga
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti
lembek, walaupun sebagian besar memiliki
mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
konsistensi kenyal seperti karet.
multifaktorial. Faktor predisposisi pada pasien
Pemeriksaan penunjang dengan USG pada
tersebut kemungkinan karena umur pasien 37
pasien ini didapatkan gambaran uterus yang
tahun dimana tumor ini paling sering memberikan
membesar dengan ukuran 12.1x 7.5 cm dengan
gejala klinis antara 35-45 tahun. Diperkirakan ada
kesan mioma uteri subserosa. Dapat ditarik
korelasi
kesimpulan diagnosis pasien tersebut adalah
antara
hormon
estrogen
dengan
pertumbuhan mioma. Pada awal menarke (usia di
mioma
bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko dan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan
penunjang yang dilakukan. Pada anamnesis yang
resiko untuk menderita mioma uteri. Pasien
menunjang
pertama kali mengalami menarche pada usia 13
didapatkan terdapat benjolan di perut di atas
tahun sehingga pasien tetap beresiko terpajan
simfisis, ditemukan ditemukan fundus uteri 1 jari
estrogen dalam waktu lama
di
Diagnosa mioma uteri ditegakan berdasarkan gejala yang timbul,
uteri
atas
dan
subserosa
diagnosis
simpisis
melalui
mioma
pubis.
uteri
Diagnosa
hasil
adalah
kista
endometriosis baru ditegakkan ketika melakukan
pemeriksaan fisik dan
laparotomy. Terdapat kista di kedua sisi ovarium
pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala-gejala
dan terjadi perlengketan dengan ovarium+uterus.
pada pasien tersebut antara lain timbul benjolan
Penatalaksanaan pasien ini dilakukan
dan terasa nyeri perut bagian bawah yang menjalar
konsul anastesi untuk mengevaluasi keadaan
hingga pinggang, terutama saat haid. Mioma tidak
pasien untuk operasi. Direncanakan laparatomi
menyebabkan nyeri pada uterus kecuali kemudian
elektif
terjadi gangguan vaskuler. Nyeri bisa terjadi saat
Histerektomi bilateral salpingo ooforektomi, dan
menstruasi. Nyeri lebih banyak terkait dengan
adhesiolisis untuk membebaskan perlengketan dan
proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah,
dilakukan pemeriksaan histopatologi. Tindakan ini
infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus
dilakukan diharapkan dengan alasan mencegah
sebagai
mioma
timbulnya karsinoma uteri. Pasien belum menikah
subserosa dari kavum uteri. Nyeri perut bawah
dan belum mempunyai anak, sehingga diberi
upaya
untuk
mengeluarkan
28
dan
tindakan
Total
Abdominal,
inform consent mengenai tindakan yang dilakukan
9/15576/1/mkn-sep2005-%20(9).pdf. Accessed February 6, 2016. 9. Ciarmela P, Islam MS, Reis FM, Gray PC, Bloise E, Petraglia F, et al. Growth factors and myometrium: biological effects in uterine fibroid and possible clinical implications. Hum Reprod Update, 2011 Nov-Dec; 17(6): 772-90. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/217882 81. Accessed February 6, 2016. 10. Schwartz PE, Kelly MG. Malignant transformation of myomas: myth or reality?. Obstet Gynecol Clin North Am, 2006 Mar; 33(1): 183-98. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/165048 15. Accessed February 6, 2016. 11. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2002. p.314-36 12. Lee BM, The Endometriosis cyst. http://ezinearticles.com/?Cyst-Endometriosis--Cyst-in-the-Walls-of-theWomb&id=1794678 Accessed February 6, 2016. 13. Wellbery C. Diagnosis and Treatment of Endometriosis 1999; http://www.aafp.org/afp/991015ap/contentsht ml Accessed February 6, 2016. 14. American Society. Endometriosis a guide for patient http://www.asrm.org/Patients/patientbooklets/ endometriosis.pdf Accessed February 6, 2016. 15. Endometriosis Research Foundation. Diagnosing endometriosis,. http://www.endometriosis.org/endometriosis.h tml Accessed February 6, 2016. 16. Stoppler MC, Endometriosis http://www.medicinenet.com/endometriosis/pa ge3.htm#tocg Accessed February 6, 2016. 17. Kapoor D, Davila. Endometriosis: Treatment & Medication. http//www.emedicine.com Accessed February 6, 2016. 18. Sud S, Tulandi T. Endometriosis http://www.obgyn.net/medical.asp?page=/engl ish/pubs/features/mcgill-studentprojects/endometriosis. london.1999 Accessed February 6, 2016.
dan pasien setuju karena tidak ada rencana untuk menikah dan mempunyai anak di kemudian hari.
Daftar Pustaka 1. A, Sylvia dan M, Lorraine S. 2006. “Gangguan Sistem Reproduksi”. Pathophysiology: Clinical Concepts od Disease Processes Ed.6. Jakarta: EGC. 2. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 3. Anwar A, Baziad A, Prabowo P. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. 4. Schwartz SM, Marshall LM, Baird DD. Epidemiologic contributions to understanding the etiology of uterine leiomyomata. Environ Health Perspect, 2000 Oct; 108 Suppl 5: 821-7. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/110359 89. Accessed February 6, 2016. 5. Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine myomas. Fertil Steril, 2007 Apr; 87(4): 725-36. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/174307 32. Accessed February 6, 2016. 6. Blake RE. Leiomyomata uteri: hormonal and molecular determinants of growth. J Natl Med Assoc, Oct 2007; 99(10): 1170-84. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM C2574407/. Accessed February 6, 2016. 7. Flake GP, Andersen J, Dixon D. Etiology and pathogenesis of uterine leimyomas: a review. Environ Health Perspect, Jun 2003; 111(8): 1037-54. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM C1241553/. Accessed February 6, 2016. 8. Hadibroto BR. Mioma Uteri. Maj Kedokt Nus, Sept 2005; 38(33): 255-60. Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678
29
GAMBARAN UMUM KASUS APENDISITIS DI RSUP NTB PERIODE JANUARI 2014 SAMPAI DENGAN MEI 2015 Ria Dharma Patni, Arif Zuhan Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Mataram / Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Mataram
Abstrak Latar Belakang: Apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan dan memerlukan tindakan bedah mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Tujuh persen penduduk di negara Barat menderita apendisitis dan terdapat lebih dari 200.000 apendektomi dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya. WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi. Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006, apendisitis menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia, gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistem cerna lain dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040. Kesulitan dalam mendiagnosis apendisitis masih merupakan masalah dalam bidang bedah. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dirancang secara Observatif Deskriptif dengan pengumpulan data bersifat Deskriptif Retrospektif dimana data yang digunakan berasal dari register rekam medik di RSUP NTB. Hasil dan Pembahasan: Jumlah seluruh pasien apendisitis di ruang operasi baik cito maupun elektif di RSUP NTB Periode Januari 2014 - Mei 2015 adalah 68 pasien dari seluruh kasus bedah yang ada di RSUP NTB. Di ruang operasi cito RSUP NTB terbanyak yaitu kasus diagnosis preoperatif apendisitis akut dengan temuan intraoperatif apendisitis akut dengan tindakan operasi laparotomi yaitu sebanyak 10 kasus (41,67%). Untuk kasus temuan intraoperatif apendisitis perforasi hanya ditemukan 3 kasus dari 24 kasus. Di ruang operasi elektif RSUP NTB terbanyak yaitu kasus diagnosis preoperatif apendisitis kronis dengan tindakan operasi apendektomi yaitu sebanyak 6 kasus (35,29%). Kesimpulan: Jumlah seluruh pasien apendisitis di ruang operasi baik cito maupun elektif di RSUP NTB Periode Januari 2014 - Mei 2015 adalah 68 pasien dari seluruh kasus bedah yang ada di RSUP NTB. Pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan. Kasus apendisitis yang terjadi lebih sedikit jumlahnya daripada kasus tahun-tahun sebelumnya, ini disebabkan mungkin karena adanya sistem BPJS yang diterapkan pemerintah dimana apendisitis dapat ditangani di rumah sakit tingkat kabupaten. Kata Kunci: Apendisitis, apendisitis perforasi, apendektomi, Laparotomi.
PENDAHULUAN
Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4,8% dan
Apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen
2,6% penduduk dari total populasi. Menurut
akut yang paling sering ditemukan dan memerlukan
Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006,
tindakan bedah mayor segera untuk mencegah
apendisitis menempati urutan keempat penyakit
komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini
terbanyak di Indonesia setelah dispepsia, gastritis
dapat dijumpai di semua usia, namun paling sering
dan duodenitis, dan penyakit sistem cerna lain
pada usia antara 20 sampai 30 tahun. Kejadian
dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak
apendisitis
28.040.3;4;5
1,4
kali lebih
tinggi pada
pria
dibandingkan dengan wanita.1;2
Kesulitan dalam mendiagnosis apendisitis masih
Tujuh persen penduduk di negara Barat
merupakan masalah dalam bidang bedah. Terdapat
menderita apendisitis dan terdapat lebih dari
beberapa pasien yang menunjukan gejala dan tanda
200.000 apendektomi dilakukan di Amerika Serikat
apendisitis yang tidak khas, sehingga dapat
setiap
Health
menyebabkan kesalahan dalam diagnosis dan
Organization) menyebutkan insidensi apendisitis di
keterlambatan dalam hal penanganannya. Kedua hal
tahunnya.
WHO
(World
tersebut dapat meningkatkan terjadinya perforasi,
Hasil Dan Pembahasan
morbiditas, dan negative apendectomy. Angka
Pengolahan data dilakukan secara deskriptif
negative apendectomy di Amerika Serikat sebesar
dalam bentuk tabulasi serta grafik sesuai dengan
15,3% pada apendisitis akut.2
umur, tempat tinggal, jenis apendisitis baik temuan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan
preoperasi maupun intraoperasi, jenis tindakan dan
dasar dalam diagnosis apendisitis dengan tingkat
apakah tindakan cito ataupun elektif. Kemudian data
akurasi sebesar 76-80%. Modalitas pencitraan
dianalisis untuk mendeskripsikan angka-angka yang
seperti Ultrasonography (USG) dan Computed
mencerminkan distribusi dari aspek-aspek yang
Tomography (CT) scan dapat meningkatkan akurasi
diteliti tersebut dengan menggunakan program
diagnosis hingga 90%, namun karena biayanya yang
pengolahan data statistic yaitu SPSS 16
mahal dan tidak semua unit pelayanan kesehatan
Windows.
for
memilikinya, pemeriksaan ini jarang digunakan.
Berdasarkan data Rekam Medis yang tercatat di
Gejala dan tanda apendisitis yang tidak khas akan
RSUP NTB selama periode Januari 2012 -
2;3
Desember 2012 ditemukan 68 kasus apendisitis
untuk
yang terdata di bagian rekam medis RSUP NTB.
mendapatkan gambaran bagaimana karakteristik
Dari 68 kasus apendisitis, 38 pasien menjalani
pasien apendisitis yang dirawat di RSUP NTB
operasi baik operasi cito maupun operasi elektif dan
selama periode Januari 2014 sampai dengan Mei
30
2015.
konservatif. Pasien yang menjalani operasi cito
menyulitkan dokter dalam menegakkan diagnosis. Oleh
karena
itu,
peneliti
tertarik
pasien
hanya
mendapatkan
perawatan
sebanyak 23 pasien, sedangkan pasien yang Metodologi Penelitian Penelitian
ini
menjalani operasi elektif sebanyak 15 pasien.
merupakan
penelitian
non
eksperimental yang dirancang secara Observatif Deskriptif dengan pengumpulan data bersifat
Konservatif
Cito
Elektif
Deskriptif Retrospektif. Data diperoleh dalam bentuk sekunder dengan mencatat apa yang telah
[]; []
tertulis pada rekam medis. Dari rekam medis
30, 44%
tersebut dicatat antara lain, nomor RM, jenis kelamin, umur, alamat tempat tinggal, diagnosis preoperasi
dan
diagnosis
23, 34%
intraoperasi,
tindakan/terapi, dan tindakan dilakukan cito atau elektif
Diagram 1. Distribusi responden yang mengalami apendisitis diikuti terapi pilihannya.
Dalam penelitian ini digunakan populasi seluruh pasien bedah yang menjalani rawat inap di RSUP NTB dan didiagnosis menderita apendisitis selama periode
tahun
2014
sampai
tahun
2015.
Tabel 1. Distribusi kejadian apendisitis berdasarkan jenis kelamin
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara total sampling dimana teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi terjangkau sebagai responden/sampel.
31
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah 36 32
Presentase 52.9% 47.1%
Total
68
100%
Tabel 2. Distribusi kejadian apendisitis berdasarkan usia
Usia (Tahun) <1 1-4 5-14 15-24 25-44 45-64 65+ Total
Jumlah 0 2 5 20 34 6 1 68
Tabel 3. Distribusi apendisitis berdasarkan demografi
Presentase 0% 2,95% 7,35% 29,5% 49,98% 8,83% 1,48% 100%
Daerah
Jumlah
Presentase
Mataram
26
38.2 %
Lombok Barat
26
38.2 %
Lombok Tengah
1
1.5 %
Lombok Utara
2
2,9 %
Lombok Timur
1
1.5 %
Sumbawa
8
11.8 %
Bima
4
5.9 %
Total
68
100%
Tabel 4. Distribusi Kasus Apendisitis di Ruang Operasi Cito Berdasarkan Diagnosis Preoperatif dan Intraoperatif, serta Tindakan Operasi yang Dilakukan
Diagnosis Preoperatif Apendisitis Akut
Diagnosis Intraoperatif Apendisitis Akut
Apendisitis Akut
Tindakan Operasi
Jumlah
Presentase
Apendektomi
8
3,33%
Apendisitis Akut
Laparotomi
10
41,67%
Apendisitis Akut
Apendisitis Perforasi
Laparotomi
3
12,5%
Apendisitis Akut
Apendisitis Gangrenosa Apendisitis Kronis
Apendektomi
1
4,17%
Laparotomi
2
8,33%
24
100%
Apendisitis Kronis Total
Tabel 5. Distribusi Kasus Apendisitis di Ruang Operasi Elektif Berdasarkan Diagnosis Preoperatif dan Intraoperatif, serta Tindakan Operasi yang Dilakukan
Diagnosis Preoperatif Apendisitis Kronis
Diagnosis Intraoperatif -
Apendisitis Kronis
Tindakan Operasi
Jumlah
Presentase
Apendektomi
6
35,29%
-
Laparotomi
6
35,29%
Apendisitis Kronis eksaserbasi Akut
-
Apendektomi
3
17,66%
Apendisitis Akut
-
Apendektomi
1
5,88%
PAI
-
Laparotomi
1
5,88%
17
100%
Total
32
Kesimpulan
sebelumnya, ini disebabkan mungkin karena
A. Jumlah seluruh pasien apendisitis di ruang
adanya sistem BPJS yang diterapkan pemerintah
operasi baik cito maupun elektif di RSUP NTB
dimana apendisitis dapat ditangani di rumah
Periode Januari 2014 - Mei 2015 adalah 68
sakit tingkat kabupaten.
pasien dari seluruh kasus bedah yang ada di RSUP NTB.
Saran
B. Jumlah kasus apendisitis paling banyak dialami
Perlu
dilakukan
evaluasi
dalam
sistem
oleh laki-laki yaitu sebanyak 36 orang (52,9%),
pencatatan buku registrasi pasien RSUP NTB di
dan sisanya 32 orang (41,7%) kasus apendisitis
semua bangsal serta ruangan operasi cito maupun
dialami oleh perempuan.
elektif agar dilakukan penulisan secara lengkap.
C. Pasien apendisitis terbanyak berusia 25-44 tahun yaitu sebanyak 34 orang (49,98%), dan pasien
Daftar Pustaka
apendisitis paling sedikit pada golongan usia 65
1. Sandy C. Acute appendicitis. New York: Emedicine; 2015. Tersedeia pada: http://emedicine.medscape.com/article/773895overview#showall (Diakses tanggal 14 Juli 2015). 2. Silen W. Acute appendicitis and peritonitis. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrisons’s principles of internal medicine. Edisi ke-16. New York: The McGraw Hill companies; 2005. 3. Doherty GM, Way LW. Current surgical diagnosis and treatment. 12th Ed. New York: The McGraw Hill companies; 2006. 4. WHO. Globlal burden disease. 2004. Tersedia pada: http://www.who.int/healthinfo/global_burden_d isease/BD_report_2004update_ AnnexA.pdf (Diakses tanggal 15 Juli 2015). 5. Pieter J, dkk. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Sjamsuhidajat, R & de Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC. 2013 : hlm.640-645. 6. Tjandra, J. The appendix and Meckel’s diverticulum. In: Tjandra, J., Clunie, G., Kaye, A. & Smith, J. Textbook of Surgery. Third Edition. Oxford: Blackwell Publishing. 2006 : pg. 179-181. 7. Brunicardi, FC., et.al. Schwartz’s Manual of Surgery. Eigth Edition. New York: McGraw Hill. 2006 : pg 784-799. 8. Townsend, et.al. Sabiston Textbook of Surgeryi. 18th Edition. New York: Sounders Elsevier. 2008
tahun ke atas yaitu sebanyak 1 orang (1,48%). D. Pasien apendisitis yang menjalani operasi terbanyak berusia 25-44 tahun yaitu sebanyak 21 orang (51,2%), dan pasien apendisitis paling sedikit pada golongan usia 65 tahun ke atas yaitu sebanyak 1 orang (2,44%). E. Pasien apendisitis di Bagian Bedah RSUP NTB terbanyak berasal dari Mataram dan Lombok Barat yaitu sebanyak 26 orang (38,2%). F. Di ruang operasi cito RSUP NTB terbanyak yaitu kasus diagnosis preoperatif apendisitis akut dengan temuan intraoperatif apendisitis akut dengan tindakan operasi laparotomi yaitu sebanyak 10 kasus (41,67%). Untuk kasus temuan intraoperatif apendisitis perforasi hanya ditemukan 3 kasus dari 24 kasus. G. Di ruang operasi elektif RSUP NTB terbanyak yaitu kasus diagnosis preoperatif apendisitis akronis dengan tindakan operasi apendektomi yaitu sebanyak 6 kasus (35,29%). H. Kasus apendisitis yang terjadi lebih sedikit jumlahnya
daripada
kasus
tahun-tahun
33
PETUNJUK PENULISAN NASKAH
Tulisan didasarkan pada hasil penelitian empirik (antara lain dengan menggunakan strategi penelitian ilmiah termasuk survei, studi kasus, percobaan/eksperimen, analisis arsip, dan pendekatan sejarah), atau hasil kajian teoretis yang ditujukan untuk memajukan teori yang ada atau mengadaptasi teori pada suatu keadaan setempat, dan/ atau hasil penelaahan teori dengan tujuan mengulas dan menyintesis teori-teori yang ada.
TEMA TULISAN Naskah berkaitan dengan perkembangan terkini dan “best practices” bidang ilmu pendidikan untuk dokter, dokter spesialis dan profesi kesehatan yang lain, serta pendidikan profesi berkelanjutan. Tema yang dapat ditulis antara lain: · Inovasi pembelajaran · Pengembangan kurikulum dan modul · Proses belajar mengajar · Manajemen pendidikan tinggi · Skills laboratory/ laboratorium keterampilan medik · Pendidikan klinik termasuk rumah sakit pendidikan · Media ajar · Evaluasi belajar mengajar · Evaluasi program pendidikan · Etika dan profesionalisme
Tema-tema lain yang terkait dengan bidang ilmu pendidikan kedokteran dan profesi kesehatan lain yang belum tercantum diatas tetap dapat diterima.
PANDUAN PENULISAN a. Jenis naskah : penelitian, studi kasus, tinjauan pustaka, resensi, dan korespondensi. b. Hasil penelitian merupakan hasil penelitian yang bersangkutan dan disetujui semua yang namanya tercantum sebagai penulis. c.
Naskah yang dikirim belum pernah dan tidak sedang dalam proses untuk publikasi di jurnal lainnya.
d. Menyertakan surat pernyataan BUKAN PLAGIAT dan bertanggung jawab apabila ada tuntutan plagiarisme dari ilmuwan lain. e. Menyertakan ethical clearance dari komisi etik yang bersangkutan, terutama untuk penelitian yang melibatkan manusia dan hewan sebagai sasaran dan tujuan penelitian. f.
Menyertakan surat persetujuan pasien atau keluarga; atau sekurang kurangnya surat pernyataan dari penulis tentang persetujuan pasien atau keluarga
34
g. Naskah publikasi dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris yang mengikuti aturan kaidah penulisan ilmiah. h. Naskah abstrak berbahasa Inggris dan Indonesia masing-masing tidak lebih dari 250 kata dengan susunan sebagai berikut : latar belakang, tujuan, metode (penelitian), hasil (penelitian), simpulan, kata kunci. i.
Panjang naskah berkisar antara 2500-5000 kata atau maksimal 15 halaman A4.
j.
Naskah berupa ketikan komputer, menggunakan perangkat lunak pengolah kata yang umum (MS Word) dan diserahkan dalam bentuk elektronik (melalui e-mail atau disket) maupun print out (rangkap 2). Naskah diketik dengan spasi 1,5 pada ukuran kertas A4 tidak bolakbalik, 1 kolom, menggunakan huruf Arial ukuran 12 pts. Naskah diketik rata kiri, antar paragraf ditandai dengan jarak satu (1) spasi. Sub-judul ditulis tanpa penomeran, rata kiri, menggunakan huruf kapital dan ditebalkan.
k.
Judul naskah tidak melebihi 20 kata yang menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
l.
Nama pengarang tidak disertai gelar, disertai dengan asal instansi dan alamat korespondensi, yang meliputi alamat surat, email dan nomer telepon. Pengarang lebih dari satu diurutkan berdasarkan besaran kontribusi dan salah satunya menjadi koresponden.
m. Tabel dan gambar harus diberi judul dan keterangan yang cukup, sehingga tidak tergantung pada teks. Judul tabel diletakkan diatas tabel. Judul gambar diletakkan di bawah gambar. Tabel dan gambar diletakkan pada badan tulisan sesuai dengan kepentingannya. n. Penulisan pustaka menggunakan sistem nomor (Vancouver style) sesuai dengan urutan penampilan
Naskah Dikirimkan dalam bentuk soft copy dan hard copy ke : Sekertariat Jurnal Kedokteran Unram Dengan alamat : Fakultas Kedokteran Univesitas Mataram Jl. Pendidikan No. 37 Telpon (0370) 640874. Fax (0370) 641717 Mataram - NTB, Kode Pos : 83125 Korespondensi dapat melalui email :
[email protected]
35