PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA OTONOMI KHUSUS, SELISIH LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN, PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING Oleh : PRABANDIKA HARCAHYO NIM : 232008179
KERTAS KERJA Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS
: EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013
i
ii
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang oleh karena penyertaan, kasih dan hikmatNya, kertas kerja penulis yang berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Otonomi Khusus, Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Pendapatan Daerah Terhadap Belanja Modal Dan IPM Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening” telah dapat diselesaikan tepat pada waktunya . Kertas kerja ini diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana S-1 pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Program Studi Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Pada kesempatan yang membahagiakan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak antara lain kepada: 1. Keluarga Tercinta: Papa, Mama, Billy, Dimas, Alya yang sudah mendukung selama perkuliahan, maupun saat penulisan kertas kerja ini. 2. Keluarga Besar Warsito. 3. Ibu Gustin Tanggulungan S.E., M.Akt selaku dosen pembimbing yang telah memberi ide, saran, dan kritik selama penyusunan kertas kerja ini. 4. Dr Marthen Luther Ndoen, S.E., M.A., Ph.D. selaku wali studi yang telah membantu selama proses perkuliahan hingga selesainya kertas kerja ini.
iv
5. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW yang sudah membimbing selama masa perkuliahan penulis, serta penyusunan kertas kerja ini secara langsung maupun tidak langsung. 6. Widy, Jody Jusnanto, Jerry Andrean, Dendy Setyogi, Andre, Franco S.E, Yusuf, Yosa, Andy Sudaryono, Jimmy Kurniawan, Evan, Jaga S.E, Codot, Brancong, Dewo, Dohar S.E, Angga S.E, Chindy Wibowo, Likin, Dimas Bawen S.E, Primbond S.E, Makole S.E, Ismail, Menyun, Anton, Weda, Ucok Mangapul, Marmot. 7. Teman-teman Kos Yos5, Team Futsal 2008 dan Semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. TerimaKasih. 8. Kakak angkatan dan adik angkatan yang pernah membantu dalam perkuliahan dalam keluh kesah. 9. Owner dan staff Kafe Rindang.
Salatiga, 12 Agustus 2013
Prabandika Harcahyo
v
DAFTAR ISI Halaman Judul…………………………………………………………..………… i Pernyataan Keaslian Karya Tulis Skripsi………………………………….……… ii Halaman Persetujuan Skripsi……………………………………………….…...... iii Ucapan Terimakasih……………………………………………………….……… iv Daftar isi………………………………………………………………………….. vi Daftar Tabel………………………………………………………………………. viii Daftar Gambar……………………………………………………………………. ix Daftar Lampiran………………………………………………………………...... x Abstract…………………………………………………………………....……… 1 Saripati……………………………………………………………………………. 2 Pendahuluan……………………………………………………………………… 3 Tinjauan Pustaka………………………………………………………………..... 7 Pengembangan Hipotesis…………………………………………………..….…. 17 Metode Penelitian………………………………………………………………… 22 Analisis Data Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap BM………………. 26 Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap IPM……………… 27 Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap IPM melalui BM Sebagai Variabel Intervening……...……………………………… 28 Pembahasan………………………………………………………………………. 29
vi
Kesimpulan…………………………………………………………………….…. 31 Implikasi.…………………………………………………………………………. 31 Saran……………………………………………………………………………… 32 Daftar Pustaka…………………………………………………………….………. 33 Lampiran………………………………………………………………………….. 36
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1
Hasil Statistik Deskriptif…………………………………….…...
Tabel 2
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap BM……….…. 27
Tabel 3
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM………..…. 28
Tabel 4
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap IPM Melalui BM sebagai variabel intervening……………………..…
viii
25
29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Model Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap BM…….. 23
Gambar 2
Model Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM….…. 23
Gambar 3
Model Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM Melalui BM……………………………………………………….... 24
ix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Uji Normalitas…………………………………………………….. 36
Lampiran 2
Uji Multikolonieritas……………………………………………… 37
Lampiran 3
Uji Autokorelasi………………………………………………….... 38
Lampiran 4
Uji Hetrokedesitas……………………………………………..…... 39
Lampiran 5
Anggaran Belanja ………………………………………………..... 41
Lampiran 6
Persentase Anggaran Belanja ……………………………..……..... 42
x
ABSTRACT When the province otonom has been started the government to long for the province government for solve the problem about the destitude infrastructure development and human resources. This study aimed to examine the direct effect of General Alocatiom Funds(DAU) , Spesial Autonomus Funds (DOK) , SiLPA and the Local Government Income (PAD) against Capital Expenditure (BM) and Human Development Index (IPM) also see indirect influence on IPM trough the BM as a variable intervening , The research data is secondary data APBD , the local government of province nangruh aceh darusallam from priode 2007 until 2011. Finding the test of DAU, SILPA and PAD effect on BM but not for DOK. Against the IPM shows DAU testing and PAD has effect . While the effect of DAU, DAK, SiLPA and PAD to IPM through BM as a variable intervening. effect to IPM whereas not for SILPA but SILPA has direct effect to IPM in BM Keyword: General Alocation Funds (DAU), Spesial Autonomus Funds (DOK), SiLPA, Local Government Income (PAD), Capital Expenditure (BM), Human Development Index (IPM),
1
SARIPATI Pelaksanaan Otonomi daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat menyelesaikan permasalahan kemiskinan, pembangunan infrastruktur dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh langsung DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap BM dan IPM, juga melihat pengaruh tidak langsung terhadap IPM melalui BM sebagai Variable Intervening. Data penelitian adalah data sekunder berupa data APBD pemerintah daerah di propinsi Nangruh Aceh Darussalam untuk periode tahun 2007-2011. Hasil pengujian menemukan bahwa DAU,SiLPA danPAD berpengaruh terhadap BM. Pengujian terhadap IPM hanya DAU dan PAD yang berpengaruh. Sedangkan terhadap IPM melalui Belanja Modal sedangkan DOK berpengaruh terhadap IPM tetapi melalui Belanja Modal sebagai variabel intervening.
Kata Kunci : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Otonomi Khusus (DOK), Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Pendapatan Asli Daerah (PAD),Belanja Modal (BM) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
2
PENDAHULUAN
Pemerintah daerah Provinsi Aceh memiliki banyak sumber dana untuk digunakan membiayai belanja. Sumber dana yang didapat Provinsi Aceh bisa bersumber dari bantuan Pemerintah pusat berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Otonomi Khusus (DOK), Efektifitas anggaran berupa Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Sumber Pendapatan daerah (PAD) dan bantuan dari pihak luar. DAU adalah dana ini diberikan kepada seluruh wilayah di Indonesia yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah pusat dan daerah (UU Nomer 31 Tahun 2004). SiLPA dapat pula digunakan untuk menambah anggaran belanja SiLPA dapat digunakan apabila APBD mengamalami defisit. Provinsi NAD juga dapat memanfaatkan dana yang berasal dari PAD peningkatan pendapatan dari PAD pemerintah dapat meningkatkan Belanja Daerah atau dapat menutupi kekurangan defisit Anggaran yang diberikan dari pemerintah pusat.Selain dari dana yang bersumber dari pemerintah pusat maupun efektifitas pengelolaan kekayaan daerah Provinsi Aceh masih memiliki bantuan dana melalui bantuan dari pihak luar baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang bantuan dari pihak luar mencapai 5 milyar (http://aceh.tribunnews.com) dana tersebut dapat digunakan untuk mempercepat pembangunan di NAD.Berbeda dengan Provinsi lain Provinsi Aceh yang mendapatkan status dengan kawasan khusus Provinsi Aceh mendapatkan dana tambahan berupa Dana Otonomi Khusus (DOK) yang diatur oleh UU Nomor 11 tahun 2006.
3
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur tentang kawasan khusus yaitu bagian wilayah dalam Provinsi atau Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat untuk menyelenggarakan fungsi Pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan Nasional. Kawasan khusus sendiri yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Provinsi NAD mendapat status otonomi khusus dengan banyaknya masalah dan bencana yang terjadi di Provinsi NAD. Pemerintah pusat menetapkan Provinsi NAD sebagai kawasan khusus melalui UU Nomor 11 tahun 2006 dengan tujuan mempercepat pembangunan ekonomi dan peningkataan kesejahteraan masyarakat. Dana Otonomi Khusus (DOK) menurut UU Nomor 11 Tahun 2006 dijelaskan bahwa Dana Otonomi Khusus ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pengentasan kemiskinan, serta pendidikan, sosial dan kesehatan. Pengelolaan DOK di NAD diatur menurut Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penggunaaan DOK. Sementara tentang pengalokasian DOK dijelaskan dalam Qanun Aceh Pasal 11 Nomor 2 Tahun 2008 yaitu Paling banyak 40% dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan Aceh dan paling sedikit 60% dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan Kabupaten/Kota. Dalam menyusun Anggaran Belanja Provinsi NAD harus memenuhi tujuan penggunaan dana yaitu untuk meningkatkan infrastruktur dan peningkatan pelayanan masyarakat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dan UU Nomor 11
4
Tahun 2006. Prov NAD diharapkan dapat menggunakan dana yang didapat untuk kegiatan belanja yang sifatnya mensejahterakan masyarakat seperti meningkatkan Belanja Modal (BM) seperti pembangunan jalan raya, tempat ibadah, pabrik dan lainlain. peningkatan Belanja Modal dapat mempercepat kemajuan Provinsi Aceh dan kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui Indikator Pembangunan Manusia di ukur dengan dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (UNDP, 2004). Semakin tinggi IPM suatu daerah maka semakin dekat dengan tujuan pemberian dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan banyaknya dana yang didapat oleh Provinsi NAD Pemerintah pusat mengharapkan Provinsi NAD dapat meningkatkan Anggaran Belanja sehingga dapat mempercepat kemajuan di daerah. Fenomena yang terjadi adalah kurangnya adanya transparansi penggunaan dana selain itu Provinsi yang mendapatkan status Otonomi Khusus cenderung belum bisa mengelola dengan baik dana yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk mempercepat kemajuan daerah dana yang didapat dari bantuan juga kurang diarahkan untuk peningkatan pembangunan. Belanja Provinsi NAD cenderung digunakan untuk Belanja Operasional bukan untuk BM dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini didukung oleh pernyataan Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) berpendapat bahwa dana bantuan program pembangunan masyarakat pedesaan secara langsung malah berkurang di 2012 kondisi ini berbanding terbalik dengan belanja pegawai yang semakin meningkat (http://economy.okezone.com). Menurut hasil kajian Analisis Belanja Publik Aceh 2011 yang dilakukan oleh Public
5
Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP) Pemerintah Aceh perlu mengawasi penggunaan dana (DOK) yang ditujukan untuk kemakmuran Aceh di masa depan. Pendapatan Aceh saat ini yang bersumber dari hasil sumber daya yang terbatas harus digunakan sebaik-baiknya untuk pembentukan modal (http://aceh.tribunews.com) sehingga memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat yang dilihat dari indikator kesejahteraan (IPM). Menurut BPS tahun 2011 IPM aceh berada pada posisi ke 18 dengan rata-rata 71.31 dari 33 Provinsi di Indonesia. Hal ini menunjukan IPM di NAD tergolong kriteria menengah tinggi hal ini mengindikasikan dana yang di dapat digunakan untuk pembangunan manusia oleh Prov NAD. Menurut Lameiherewe (2013) dana dari DOK di Provinsi Papua belum memiliki pengaruh terhadap IPM dan Belanja Modal. Berdasarkan fenemona di atas penulis ingin melihat apakah penggunaan dana DAU, DOK, SiLPA dan PAD di Provinsi NAD sudah memiliki pengaruh terhadap BM dan IPM. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengevaluasi manajemen keuangan pemerintah dan menjadi informasi bagi masyarakat dalam rangka pemenuhan hal publik untuk mengetahui pengelolaan keuangan oleh pemerintah (right to know).
6
Tinjauan Pustaka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Untuk mendukung terciptanya akuntanbilitas publik Pemda dalam rangka otonomi diperlukan sistem pengolahan keuangan daerah dan anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja (Mardiasmo, 2002). Anggaran yang merupakan blue print organisasi (Mahmudi, 2011) memberi gambaran tentang pengalokasian dan sumberdaya yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Anggaran sektor publik yang dipresentasikan dalam APBN dan APBD menggambarkan tentang realisasi anggaran yang terjadi mengenai jumlah pendapatan, belanja surplus/ defisit, pembiayaan, serta program kerja dan aktivitas yang akan dilakukan (Mahmudi, 2011). APBD merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disusun berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri serta berbagai pertimbangan lainya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi APBD mudah dilakukan. PP No. 58 Tahun 2005 Pasal 20 tentang pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa : APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari Pendapatan daerah, Belanja daerah, dan Pembiayan daerah. APBD harus diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, hal ini diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilias umum yang layak. Menggenjot belanja modal adalah perkara yang sangat penting karena meningkatkan produktifitas perekonomian, semakin banyak belanja modal semakin
7
tinggi pula produktifitas perekonomian, belanja modal berupa infrastruktur jelas berdampak pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja (Editorial Media Indonesia, 25 Agustus 2008 ). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa APBD adalah realisasi keuangan tahunan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan instruksi menteri dalam negeri serta berbagai pertimbangan lainya yang kemudian dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD untuk ditetapkan dengan peraturan daerah.Salah satu dana yang di dapat untuk menyusun APBD adalah dana Dana Alokasi Umum (DAU).
Dana Alokasi Umum DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga memberikan sumber pembiayaan daerah. Oleh karena itu DAU lebih banyak dialokasikan untuk daerah yang mempunyai kapasitas fiskal yang rendah. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 porsi DAU diterapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri atau Neto yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, proporsi pembagian DAU untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/ Kota. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti
8
penggunaanya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka otonomi daerah. DAU dihitung dengan menggunakan pendekatan celah fiskal (fiscal gap) yaitu selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity) daerah dan Alokasi Dasar AD berupa jumlah gaji PNS. Formula DAU tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: DAU = AD + CF Dimana: DAU = Dana Alokasi Umum AD
=Alokasi Dasar
CF
=Celah Fiskal
Alokasi Dasar (AD) dihitung berdasarkan realisasi gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah tahun sebelumnya (t-1) yang meliputi gaji pokok dan tunjangan-tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian PNS yang berlaku. Celah Fiskal (CF) merupakan selisih dari kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal (KbF-KpF). Dengan demikian, daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang tinggi dengan kebutuhan fiskalnya rendah maka perolehan Dana Alokasi Umum yang akan didapatkan jumlahnya akan kecil. Dan sebaliknya bagi daerah yang kepastian fiskalnya rendah, sementara kebutuhan akan fiskalnya tinggi, sudah dapat dipastikan Dana Alokasi Umum yang akan didapatkan jumlahnya benar.
9
Jika dalam perhitungan menghasilkan celah fiskal negatif maka jumlah DAU yang diterima oleh Pemda sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan dengan celah fiskalnya. Celah fiskal negatif atau kapasitas fiskal yang lebih besar dari kebutuhan fiskal menandakan bahwa pendapatan daerah yang berasal dari PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam dari Pemda tersebut sudah cukup tinggi sehingga daerah tersebut lebih sedikit atau tidak membutuhkan alokasi dari pusat untuk membiayai daerah.
Dana Otonomi Khusus DOK adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan daerah DOK adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Ada empat Provinsi yang memperoleh status otonomi khusus yaitu Provinsi DKI Jakarta (UU No.29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi DKI kota Jakarta sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia). Provinsi NAD (UU Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh) dan (UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh), Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ), dan Provinsi DIY (UU No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta). Provinsi DKI dan Provinsi DIY belum mendapatkan DOK mulai tahun anggaran 2013.
10
Alasan utama pemberian otonomi khusus kepada Provinsi Aceh menurut UUPA Nomor 11 Tahun 2006 adalah untuk menciptakan Aceh yang sejahtera. Sebelum UUPA Nomor 11 Tahun 2006 terjadi pertarungan politik di Aceh di bawah gerakan yang biasa disebut Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Oleh karena itu pemerintah pusat menerbitkan UU Nomor 11 Tahun 2006 yang disahkan pada tanggal 1 Agustus 2006 di dalam UU tersebut berisikan bahwa pemerintah daerah memberikan kekhususan bagi Aceh dalam mengurus rumah tangganya secara mandiri dengan kewenangan yang istimewa seperti yang disebutkan dalam Pasal 7 UUPA, sebagai berikut : Pemerintahan Aceh dan Kabupaten dan Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah. Kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan urusan tertentu dalam bidang agama. Secara umum ketentuan mengenai dana Otonomi Khusus disebutkan dalam Pasal 183 ayat (1),(2),(4),(5) UUPA Nomor 11 Tahun 2006 Sebagai berikut : DOK merupakan penerimaan Pemerintahan Aceh yang ditujukan untuk membiayai
pembangunan
terutama
pembangunan
rutin
dan
pemeliharaan
infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan sosial, dan kesehatan. DOK berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2%
11
(dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional. Program pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam program pembangunan provinsi dan kabupaten/kota di Aceh dengan memperhatikan keseimbangan kemajuan pembangunan antar kabupaten/kota untuk dijadikan
dasar
pemanfaatan
dana
otonomi
diadministrasikan pada Pemerintah Provinsi Aceh.
khusus
yang
pengelolaanya
Penggunaaan Dana Otonomi
Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk setiap tahun anggaran yang lebih lanjut dalam Quantum Aceh.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Pemendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu tahun periode anggaran. Menurut Permendagri No.13 tahun 2006 Pasal 137, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelemunya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk :Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi belanja. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban langsung. Mendanai kewajiban lainya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Menurut UU no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, SiLPA hanya dapat digunakan bila defisit APBN dan APBD
12
mencapai 3 persen. SiLPA adalah suatu indikator yang menggambarkan efisiensi pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi surplus pada APBD dan sekaligus terjadi pembiayaan neto yang positif, dimana komponen penerimaan lebih besar dari komponen pengeluaraan pembiayaan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah (Halim, 2002). PAD merupakan salah satu wujud dari desentralisasi fiskal untuk memberikan sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sesuai dengan potensinya (Kurniawan, 2010). Permendagri No 13/2006 tentang “Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah”, membagi jenis pendapatan atas : Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Undang-Undang No.33/2004 menyebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 menyebutkan salah satu kewenangan (otoritas) yang diberikan
13
berupa pemungutan hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial.Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari PAD lebih utama daripada sumber-sumber di luar PAD oleh karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah. Namun, secara umum pemda menghadapi permasalahan yang sama yakni terkait penggalian pajak dan retribusi daerah sebagai salah satu komponen PAD yang belum memberikan kontribusi signifikan terhadap PAD (Halim, 2009). Demikian pula kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal tersebut dapat mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Perananan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah yaitu kurang dari 10% dan 50%.
Belanja Modal Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah namun menimbulkan konsekuensi menambah biaya yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan (Halim, 2004). Dewi (2006) dan Syaiful (2008) juga mengutarakan hal yang senada bahwa belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya
menambah asset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas asset.
14
Menurut Rostow dan Musgrave dalam Hendramin (1997:171), model belanja pemerintah adalah: pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentasi investasi pemerintah terhadap total investasi adalah besar, karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti : pendidikan, kesehatan dan transportasi. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Pada tingkat ekonomi lebih lanjut dalam pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintahan beralih dari penyedia prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti : program kesejahteraan di hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah (Halim, 2002).
Indeks Pembangunan Manusia IPM adalah indeks komposit untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, baik dari aspek kesehatan,
pendidikan
maupun
ekonomi.
IPM
juga
digunakan
untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah Negara adalah Negara maju, Negara berkembang, atau Negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup (UNDP, 1996).
15
Menurut UNDP (2004) IPM memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia : panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standart hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/PPP, penghasilan). Indeks tersebut bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia. Sebagai contoh, IPM tidak menyertakan indikator-indikator penting seperti misalnya ketidaksetaraan dan sulit mengukur indikator-indikator seperti penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan politik. Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit antara penghasilan dan kesejahteraan. Indikator IPM merupakan salah satu indikator untuk mengukur taraf kualitas fisik dan non fisik penduduk. Kualitas fisik tercermin dari angka harapan hidup, sedangkan kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat yang tercermin dari nilai purchasing power parity index (PPP) (BPS, 2007). IPM mengukur pencapaian keseluruhan dari satu daerah/Negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan status standar hidup yang layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pengeluaran per kapita (Pambudi, 2011).
16
IPM mencoba untuk memberikan peringkat semua Negara dari skala 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 100 (tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi). Hal ini dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan suatu daerah atau Negara. BPS memberikan pemeringkatan dalam empat kriteria, dimana IPM tergolong kategori rendah jika IPM <50, IPM tergolong kategori menengah rendah jika nilai IPM antara 50-65, jika nilai IPM antara 66-80 maka tergolong kriteria menengah tinggi, nilai IPM tergolong tinggi jika di atas 80 (BPS,2006). Secara teknis, Perhitungan IPM dapat dirumuskan sebagai berikut (BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004) : IPM
= 1⁄3 ( indeks X1+ indeks X2 + indeks X3)
Dimana : X1
= indeks lamanya hidup (tahun)
X2
= indeks tingkat pendidikan
X3
= indeks pengeluaran riil per kapita (Rp 000)
Pengembangan Hipotesis Pengaruh DAU, DOK, SiLPA,PAD terhadap BM. DAU merupakan dana yang bersumber dari pemerintah yang bertujuan untuk pemerataan keuangan daerah yang digunakan untuk mendanai belanja daerah dengan proporsi yang berbeda untuk setiap daerah sesuai dengan kebijakan masing-masing
17
daerah. Transfer DAU ke daerah ditunjukan untuk belanja pemerintah daerah dan tidak jarang pemerintah daerah menetapkan rencana pendapatan daerah secara pesimis dan rencana belanja cenderung optimis agar transfer DAU yang diterima daerah lebih besar (http://www.Balipost.co.id). Di beberapa daerah peranan DAU sangat signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh jumlah DAU daripada PAD (Sidik 2002). Proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD (Adi, 2006). Dengan demikian DAU merupakan sumber dana yang signifikan untuk keuangan daerah dari Pemerintah. Penelitian terkait pengaruh DAU terhadap BM yang dilakukan oleh Harianto dan Adi (2007), Darwanto dan Yustikasari (2007), dan Putro (2011) menunjukan bahwa DAU sangat berpengaruh terhadap BM. Transfer DAU kepada Pemerintah daerah meningkatkan sumber pendapatan yang dapat dialokasikan untuk membiayai belanja modal (Putro,2011). Menurut Abdullah dan Halim (2006) orang akan lebih berhemat dalam membelanjakan pendapatan yang merupakan hasil effort-nya sendiri dibanding pendapatan yang diberikan pihak lain (seperti grant atau transfer). Hal ini menunjukan DAU lebih dulu digunakan untuk membiyai belanja modal dibanding dana yang didapat dari PAD oleh karena itu DAU memiliki pengaruh terhadap BM. Selain dari Dana Alokasi Umum, Pemerintah Aceh masih memiliki sumber dana lainya yaitu Dana Otonomi Khusus yang di dapat dari pemerintah sesuai dengan UU No 11 tahun 2006 Tentang pemberian Dana Otonomi Khusus dari pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh. Tujuan dari pemberikan dana tersebut adalah untuk
18
menciptakan Aceh yang lebih sejahtera. Secara khusus dana otonomi khusus diperuntukan bagi pengembangan pendidikan dan kesehatan rakyat. Dana Otonomi Khusus di Aceh diharapakan digunakan sesuai dengan Pasal 179 (2) yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat dalam bentuk pembangunan infrasktruktur dan pemeliharaan infrastruktur. Dengan dilaksanakanya pembangunan infrastruktur dan pemeliharaan infrastruktur diharapkan masyarakat dapat merasakan dampak adanya dana istimewa untuk masyarakat Aceh sehingga dapat mencapai masyarakat Aceh yang sejahtera sesuai dengan tujuan dari pemberian DOK kepada Aceh oleh karena itu DOK berpengaruh terhadap BM. SiLPA tahun sebelumnya adalah sumber penerimaan pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja.Pemda dapat menggunakan SiLPA tahun sebelumnya untuk tambahan anggaran belanja infrastruktur bagi kesejahteraan masyarakat daerah. Penelitian Ardhini (2011) di Kabupaten dan Kota Jawa Tengah menunjukan bahwa SiLPA berpengaruh positif terhadap Belanja modal. PAD adalah hasil upaya sendiri di daerah yang alokasi penggunaannya merupakan kewenangan murni di daerah. Pemda yang mengupayakan kesejahteraan masyarakatnya akan memilih belanja modal yang dapat meningkatkan fasilitas publik untuk kesejahteraan masyarakat. Penelitian Darwanto & Yustikasari (2007), Solikin (2007), maupun Putro (2011) menunjukkan bahwa PAD memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap belanja modal.
19
Ketersediaan DAU, DOK, SiLPA dan PAD akan memberikan
sumber
keuangan yang dapat digunakan pemda untuk melakukan belanja modal yang diperlukan oleh publik. Oleh karena itu disusun hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 1
: DAU berpengaruh positif terhadap BM
Hipotesis 2
: DOK berpengaruh positif terhadap BM
Hipotesis 3
: SiLPA berpengaruh positif terhadap BM
Hipotesis 4
: PAD berpengaruh positif terhadap BM
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia. DAU yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah bertujuan agar Pemerintah daerah mampu melayani masyarakat dan menciptakan kemakmuran di daerah tersebut. Wewenang untuk mengatur DAU oleh pemerintah daerah memungkinkan pemda dapat memilih program yang berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program pemerintah di bidang kesehatan dan pendidikan yang keberhasilannya dapat diukur pada dengan angka indeks pembangunan manusia (IPM). Penelitian Bau (2011) di Kabupaten dan Kota Yogyakarta menunjukan bahwa DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM. DOK kepada Aceh sebagaimana UU Nomor 11 Tahun 2006 bertujuan agar pemerintah Aceh dapat menyelesaikan masalah dan dapat menjadikan masyarakat Aceh lebih makmur. DOK yang tidak didapat oleh daerah non otonomi khusus memperbesar sumber pendanaan daerah penerima yang memungkinkannya
20
melakukan program pembangunan yang dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia. Sehingga DOK berpengaruh terhadap IPM. SiLPA tahun sebelumnya dapat digunakan untuk menutup kekurangan pendapatan pemerintah dalam rangka melakukan belanja program kesejahteraan masyarakat.Demikian halnya dengan PAD yang mana kebijakan penggunaannya adalah wewenang pemda sendiri. Penelitian Pambudi (2008) di Kab/Kota Provinsi Jawa Barat menunjukan bahwa, PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan uraian diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 5
: DAU berpengaruh positif terhadap IPM.
Hipotesis 6
: DOK berpengaruh positif terhadap IPM.
Hipotesis 7
: SiLPA berpengaruh positif terhadap IPM.
Hipotesis 8
: PAD berpengaruh positif terhadap IPM.
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap IPM melalui BM Sebagai variable Intervening. Dana perimbangan, SiLPA, dan dana PAD adalah sumber-sumber keuangan di daerah yang memungkinkan Pemda membangun infrastruktur yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Belanja infrastruktur tersebut dinyatakan dalam belanja modal. Belanja modal untuk aktivitas pendidikan dan kesehatan adalah belanja yang terkait langsung dengan ukuran kesejahteraan menurut UNDP yaitu IPM. Oleh karena itu diduga bahwa sumber-sumber keuangan tersebut mempengaruhi IPM
21
melalui belanja modal. Maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : Hipotesis 9
: DAU berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM
Hipotesis 10 : DOK berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM Hipotesis 11
: SiLPA berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM
Hipotesis 12 : PAD berpengaruh positif terhadap IPM melalui BM
Metode Penelitian Data penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari situs Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (http://www.djpkpd.go.id) berupa Laporan Realisasi Anggaran APBD Kabupaten/Kota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan data IPM dari BPS (http://www.aceh.bps.go.id) Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam untuk periode 2007 – 2011. Data penelitian telah lolos Uji Asumsi Klasik mencakup Uji Normalitas, Uji Multikorelasi, Uji autokorelasi dan Uji heterokedastisitas. Hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran.
22
Model Teoritis penelitian adalah sebagai berikut : Gambar 1.
Model Penelitian: Pengaruh DAU,DOK,SiLPA,PAD terhadap BM DAU
H1 DOK
H2 BM
H3 SiLPA
H4
PAD
Gambar 2.
Model Penelitian: Pengaruh DAU,DOK,SiLPA,PAD terhadap IPM DAU
H5 DOK
H6 IPM
H7 SiLPA
H8
PAD
23
Gambar 3 :
Model Pengaruh DAU,DOK,SiLPA, dan PAD terhadap IPM melalui
BM sebagai Variabel Intervening DAU
H9
DOK H10 BM
IPM
H11 SiLPA
PAD
H12
Data dan Analisis Analisis Dekskriptif Deskripsi Dana Alokasi Umum, Dana Otonomi Khusus, Selisih Lebih pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Indeks Pembangunan Manusia pada 23 Kabupaten dan Kota di Provinsi NAD untuk tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
24
Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel
N
Min
Max
Rata-Rata
Standar Deviasi
DAU
83
47 milyar
487 milyar
275 milyar
87 milyar
DOK
83
0
50 milyar
4 milyar
11 milyar
SiLPA
83
-17.4 milyar
89 milyar
24milyar
25 milyar
PAD
83
1.6 milyar
49 milyar
14 milyar
86 milyar
BM
83
19.9 milyar
236 milyar
87 milyar
30 milyar
IPM
83
67,08 %
77,00 %
71,29%
2.53721
Sumber: data sekunder 2007-2011 (diolah)
Kabupaten Aceh Pidie pada tahun 2010 mendapatkan DAU terkecil tahun 2011 Aceh Pidie mendapatkan dana terbesar DAU. Nilai rata-rata DAU dari setiap Kota/Kabupaten adalah 275 milyar dengan Standar deviasi 87 milyar hal ini menunjukan persebaran data DAU bervariasi karena Standart Deviasi lebih dari 20% dari nilai rata-rata. DOK di Provinsi NAD kurang di distribusi secara baik nilai DOK terbesar didapat Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2011. Nilai rata-rata DOK dari setiap Kota/Kabupaten adalah 4 milyar dengan Standar deviasi 11 milyar hal ini menunjukan persebaran data DOK bervariasi karena Standart Deviasi lebih dari 20% dari nilai rata-rata. Nilai SiLPA pada tahun defisit yang terjadi pada tahun 2011 karena jumlah pengeluaran lebih besar daripada pembiayaan. Nilai rata-rata SiLPA dari setiap Kota/Kabupaten adalah 24 milyar dengan Standar deviasi 25 milyar hal ini menunjukan persebaran data SiLPA bervariasi karena Standart Deviasi lebih dari 20%
25
dari nilai rata-rata. PAD terbesar diperoleh pada tahun 2008 oleh Kabupaten Aceh Tamiang hal ini menunjukan masyarakat Aceh Tamiang sangat produktif. Nilai ratarata PAD dari setiap Kota/Kabupaten adalah 14 milyar dengan Standar deviasi 86 milyar hal ini menunjukan persebaran data PAD bervariasi karena Standart Deviasi lebih dari 20% dari nilai rata-rata. Belanja Modal yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh adalah Kab Pidie Jaya pada tahun 2008. Nilai ratarata BM dari setiap Kota/Kabupaten adalah 87 milyar dengan Standar deviasi 30 milyar hal ini menunjukan persebaran data BM bervariasi karena Standart Deviasi lebih dari 20% dari nilai rata-rata. IPM Indonesia pada tahun 2011 berdasarkan UNDP berada di peringkat 123 dengan indeks 61.7 % IPM tertinggi di Indonesia adalah DKI Jakarta dengan indeks 77.6% sedangkan nilai rata-rata IPM di aceh 71.2 % oleh karena itu nilai IPM di Kabupaten/Kota di Provinsi NAD tergolong menengah tinggi. Anggaran Belanja Provinsi NAD berdasarkan lampiran 5 menunjukan bahwa Belanja Operasional masih menjadi belanja utama Provinsi NAD.
Analisis Statistik Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap BM Hasil Pengujian statistik pengaruh langsung DAU, DOK, SiLPA, dan PAD ter hadap BM pada 23 kabupaten dan kota di Provinsi NAD untuk tahun 2007 sampai 20 11 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
26
Tabel 2 Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD Terhadap BM Variabel
Koefisien
Independen
Standarized
t
Sig
DAU
0,315
2.986
0,004
0.099
DOK
-0.019
-0.174
0,862
0.008
SILPA
0.240
2.227
0,029
0.058
PAD
0,332
3.150
0,002
0.109
Sumber : Olahan SPSS
Hasil Output SPSS menunjukan bahwa DAU, SiLPA dan PAD memilik pengaruh yang signifikan terhadap BM sedangkan DOK tidak memiliki pengaruh terhadap BM. Hasil
menunjukan bahwa DAU memiliki pengaruh sebesar 9,9%, SiLPA
5,8%, PAD 10,9%.
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, PAD terhadap IPM Hasil Pengujian statistik pengaruh langsung DAU, DOK, SiLPA, dan PAD terhadap IPM pada 23 kabupaten dan kota di Provinsi NAD untuk tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
27
Tabel 3 Pengaruh DAU, DOK, SiLPA Terhadap IPM Variabel
Koefisien
Independen
Standarized
t
Sig
DAU
0.238
2.208
0.030
0.057
DOK
-0.038
-0.340
0.735
0.001
SILPA
0.196
1.802
0.075
0.039
PAD
0.600
6.756
0.000
0.360
Sumber : Olahan SPSS
Hasil Output SPSS yang menguji hubungan antara DAU,DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM menunjukan hanya DAU dan PAD yang memiliki nilai signifikansi dibawah 0.05. Dilihat dari tabel
DAU memiliki pengaruh sebesar 5,7%
dan PAD 36%.
Pengaruh DAU, DOK, SiLPA, dan PAD Terhadap IPM melalui BM sebagai Var iable Intervening. Hasil Pengujian statistik pengaruh langsung DAU, DOK, SiLPA, dan PAD ter hadap IPM melalui variable intervening pada 23 kabupaten dan kota di Provinsi NAD untuk tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
28
Tabel 4 Pengaruh DAU, DOK, SiLPA dan PAD terhadap IPM melalui BM sebagai variabel intervening
Koefisien
Koefisien
Standarized
Standarizez
(Langsung)
(tidak langsung)
DAU
0.238
0.007
0.093
Langusng
DOK
-0.038
-0.003
0.621
intervening
SILPA
0.196
0.010
0.181
Langsung
PAD
0.600
-0.068
0.000
Langsung
Variabel Independen
Pengaruh Sig
Hasil Output SPSS DOK tidak signifikan untuk berpengaruh terhadap IPM untuk nilai signifikansi dapat dilihat di lampiran 5. tetapi dilihat dari nilai koefisien standarize DOK mempengaruhi IPM melalui BM sebagai variabel intervening hal ini dilihat dari nilai koefisien tidak langsung lebih besar dari nilai koefisien langsung.
Pembahasan Dari hasil olahan statistik terlihat bahwa H1 dan H5 terdukung artinya DAU signifikan terhadap BM dan IPM namun H9 tidak terdukung artinya DAU yang digunakan untuk BM tidak signifikan untuk peningkatan IPM. Kesimpulan dari hasil olahan statistik diatas menunjukan bahwa DAU yang didapat oleh Prov NAD telah digunakan untuk BM dan IPM namun BM yang dilakukan belum mempengaruhi terhadap peningkatan pembangunan manusia di Provinsi NAD karena BM yang dilakukan Provinsi NAD cenderung kecil dibanding Belanja Operasional hal ini dapat
29
dilihat dari belanja Provinsi NAD (lampiran 5). Dari hasil olahan statistik terlihat bahwa H2 dan H6 tidak terdukung artinya DOK tidak signifikan terhadap BM dan IPM namun H10 tidak terdukung artinya DOK yang digunakan untuk BM tidak signifikan terhadap peningkatan IPM. Kesimpulan hasil olahan statistik menunjukan dana DOK di Provinsi NAD tidak berdampak untuk BM maupun untuk peningkatan IPM namun BM yang dilakukan dilakukan Provinsi Aceh berdampak terhadap peningkatan IPM. Dari hasil olahan statistik terlihat bahwa H3 terdukung artinya SiLPA signifikan terhadap BM namun H7 dan H11 tidak terdukung artinya SiLPA tidak signifikan terhadap IPM maupun melalui BM. Kesimpulan dari hasil statistik menunjukan penggunaan SiLPA di Provinsi NAD memiliki dampak
untuk BM
namun tidak berdampak terhadap peningkatan IPM secara langsung maupun melalui BM karena BM yang dilakukan oleh Provinsi NAD sangat kecil dibanding Belanja Operasinal (lampiran 5). Dari hasil olahan statistik terlihat bahwa H4 dan H8 terdukung artinya PAD signifikan terhadap BM dan IPM sementara H12 tidak terdukung artinya DOK tidak signifikan terhadap IPM melalui BM sebagai variabel intervening. Kesimpulan dari hasil statistik menunjukan penggunaan dana PAD telah digunakan untuk belanja modal dan untuk peningkatan kesejahteraan manusia yang diukur melalui Indikator Pembangunan Manusia (IPM) namun BM yang dilakukan oleh Provinsi NAD belum memberikan dampak terhadap IPM karena BM yang dilakukan oleh Provinsi NAD sangat kecil dibanding Belanja Operasional (lampiran 5).
30
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Kesimpulan DAU, SiLPA dan PAD Berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal sedangkan Dana Otonomi Khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan Dana Otonomi Khusus dan Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. DOK tidak signifikan terhadap IPM melalui BM sebagai variabel intervening tetapi menunjukan adanya pengaruh dilihat dari nilai koefisien.
Implikasi Hasil pengujian tentang pengaruh DAU terhadap BM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya Harianto dan Adi (2007), Darwanto dan Yustikasari (2007), dan Solikhin (2007) dan Putro (2011) bahwa BM pemerintah daerah ditentukan oleh besar kecilnya variabel DAU. Hasil pengujian tentang pengaruh DOK dan BM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Leimehrewe (2013) di Provinsi Papua bahwa DOK tidak berpengaruh terhadap BM. Hasil pengujian tentang pengaruh SiLPA terhadap BM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Ardhini (2011) dimana Variable SiLPA berpengaruh terhadap BM. Hasil pengujian tentang pengaruh PAD terhadap BM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh
31
Darwanto &
Yustikasari (2007), Solikin (2007) maupun Putro (2011) bahwa PAD memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap BM. Namun tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Abdullah & Halim (2006) yang menunjukan PAD tidak berpengaruh terhadap BM. Hasil pengujian tentang pengaruh DAU terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Bau Yunitha (2011) bahwa DAU Kabupaten/Kota Yogyakarta berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota di Propinsi DIY. Hasil pengujian tentang pengaruh DOK terhadap IPM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Laimeheriwa (2013) bahwa DOK Kabupaten/Kota Papua tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM di Papua. Hasil pengujian tentang pengaruh PAD terhadap IPM. Konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Pambudi (2008) di Kab/Kota Provinsi Jawa.
Saran Pemerintah NAD perlu mengevaluasi manajemen anggaran agar tujuan anggaran untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dapat dicapai.
32
Daftar Pustaka Abdullah, Syukriy & Halim, Abdul., 2006, Studi atas belanja modal pada anggaran pemerintah daerah dalam hubunganya dengan belanja pemeliharaan dan sumber pendapatan. Jurnal Akutansi Pemerintah, 2, 17-32. Abdullah, 2013, LSM Kritisi Dana Hibah Rp 4,5 T. http://www.tribunnews.com. 1 Maret 2013. Andaiyani, 2012, Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Operasional terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Barat. Skripsi Program S2 Magister Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura. Ardhini, 2011, Pengaruh rasio keuangan daerah terhadap belanja modal untuk pelayanan public dalam prespektif teori keagenan (studi pada kabupaten dan kota di jawa tengah). Skripsi Universitas Diponogoro Semarang. Bau, Yunitha, M., 2011, Pengaruh dana alokasi umum dan belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia kabupaten/kota di Provinsi DIY. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional. Biro Pusat Statistik, Statistik Indonesia, Nanggroe Aceh Darusallam, Indonesia Connolly,Sara and Alistair Munro, 1999. Economics of The Public Sector, New York : Prentice Hall Darwanto dan Yustikasari Yulia. 2007. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Hassanudin, Makasar, 26-28 Juli 2007. Dewi Adha, 2006, Kajian Penerapan Akuntansi Biaya pada Anggaran Belanja Daerah kota Singkawang. Universitas Islam Indonesia.Yogyakarta. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Realisasi Anggaran 2007-2011 Total SeProvinsi Nanggroe Aceh Darusallam dalam : . http://www.djpk.depkeu.go.id/ Harianto, David & Adi Hari, P., 2007, Hubungan antara dana alokasi umum, belanja modal.pendapatan asli daerah dan pendapatan per kapita. Simposium Nasional X, Makassar.
33
Halim Abdul, 2004.Akutansi Sektor Publik Akutansi Keuangan Daerah, Jakarta, Salemba Empat. Halim Abdul, 2009, Analisis Investasi, Edisi Pertama, Jakarta, Salemba Empat. Hafidh, 2013, Kebanyakan PNS Aceh http://economy.okezone.com , 03 Februari 2013
Terancam
Bangkrut,
Kurniawan, 2010, Pengaruh penerimaan pajak dan retribusi terhadap pendapatan asli daerah di Ponorogo. Skripsi Program Sarjana. Laimeheriwa Andre, HM.,2013. Pengaruh Dana Otonomi Khusus, DAU terhadap Belanja Modal dan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana Lembaran Negara Republik Indonesia.Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. __________.Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. __________.Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Dana Otonomi Khusus. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. __________.Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Mahmudi.2011, Akuntansi Sektor Publik.UII Press. Yogyakarta Mardiasmo.2002, Otonomi Daerah Sebagai Upaya Perekonomian Daerah.Artikel, Th. 1-No.4-Juni 2002.
Memperkokoh
Basis
Pradita Ratna, R., 2013, Pengaruh Pendapatan Asli daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur.Skirpsi Program S1 Fakultas Ekonomi Unviersitas Negeri Surabaya. Peraturan Pemerintah No 58 pasal 20 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 pasal 137 Tahun 2006 tentang Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
34
Putro, Nugroho, Suratmo. & Pamudji,Sugeng., 2011, Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap pengalokasian anggaran belanja Modal. . Pambudi Bagus, S., 2008, Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat.Skripsi Program S1 .Universitas Institut Pertanian Bogor. Priyo, 2013, Dana Otsus Harus Lebih Serius Diawasi, http://aceh.tribunnews.com. , 24 Agustus 2013. Triwidodo, Pambudi, 2007, Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Bali. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UII.Yogyakarta. UNDP United Nations Development Program,2006. Daftar Negara Menurut Indeks Pembangunan Manusia
35
Lampiran 1 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DAU
PAD
DOK
SiLPA
BM
IPM
83
83
83
83
83
83
Mean
27.6700
14.619 2
10.176
24.832 1
87.834 6
71.2877
Std. Deviation
.14935
.33645
.66376
.73974
.17983
2.53721
Absolute
.098
.120
.132
.144
.084
.073
Positive
.098
.120
.083
.144
.084
.073
Negative Kolmogorov-Smirnov Z
-.060 .897
-.101 1.096
-.132 .793
-.134 1.313
-.062 .764
-.053 .664
Asymp. Sig. (2-tailed)
.397
.181
.555
.064
.603
.769
N Normal Paramet ersa,,b
Most Extreme D ifferences
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
36
LAMPIRAN 2 Uji Multikolonieritas
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
Beta
Collinearity Statistics t
51,872,470,106.59 11,165,035,107.92
Sig. 4.65
0.00
Tolerance
VIF
DAU
.08
0.04
0.22
1.79
0.08
0.68
1.475
DOK
-.05
0.27
-0.02
-0.17
0.86
0.99
1.008
PAD
.54
0.40
0.17
1.36
0.18
0.66
1.511
SiLPA
.26
0.13
0.21
2.03
0.05
0.96
1.046
a. Dependent Variable: BM
37
LAMPIRAN 3 Uji Autokorelasi
38
LAMPIRAN 4 Uji Heteroskedastisitas
39
40
LAMPIRAN 5 ALOKASI SUMBER-SUMBER BELANJA PEMKOT DAN PEMKAB DI PROVINSI NAD TAHUN 2007-2011 Sumber : Anggaran Belanja 2007-2011 Provinsi NAD Belanja Tak Terduga 2008 2009 2010
2011
2007
2008
TOTAL
147.20 93.58 85.33 86.82 71.51 306.05 314.36 358.21 370.43 429.67 0.47 115.60 98.09 69.57 84.24 92.45 380.48 544.59 458.10 484.77 558.30 1.41 133.50 106.42 53.69 77.05 54.51 315.58 473.80 388.42 387.48 545.93 4.50 122.50 83.44 59.86 101.97 222.68 282.67 234.37 243.84 408.78 0.33 115.54 108.11 66.63 99.60 134.33 297.95 444.16 351.93 374.96 609.37 3.84 61.93 54.80 67.60 91.58 121.01 280.71 371.60 317.30 390.60 450.41 9.59 105.74 118.65 88.94 114.03 103.46 305.51 531.25 485.69 542.64 600.03 3.43 277.69 396.35 320.29 131.95 236.82 780.55 950.85 958.20 735.95 928.03 7.83 144.09 149.45 79.06 60.15 111.59 379.36 442.62 542.08 552.93 566.80 0.86 99.92 97.21 45.06 92.90 90.48 459.77 507.30 468.34 494.37 640.93 0.32 105.37 80.49 77.47 48.71 81.16 151.00 290.75 270.94 258.62 256.45 0.10 148.87 103.51 78.60 67.77 56.73 335.01 374.42 432.49 507.38 645.87 0.10 63.67 45.22 61.26 58.38 93.99 186.83 215.12 229.79 271.29 292.97 0.49 75.39 63.73 63.17 60.63 82.66 219.49 258.79 276.63 307.17 344.28 1.00 101.53 93.32 73.41 68.31 107.28 273.98 326.62 430.20 327.02 406.10 1.49 95.72 71.19 80.78 111.59 109.71 214.85 223.78 283.05 320.91 503.35 146.09 80.11 50.60 70.13 86.41 147.73 256.38 238.48 389.32 286.24 0.16 91.87 169.10 130.01 131.78 126.15 174.21 380.48 302.02 327.41 384.09 1.58 87.18 77.17 92.88 77.51 108.68 148.93 376.04 272.26 244.66 358.59 5.50 137.51 77.96 53.56 81.44 517.76 451.97 383.03 441.89 76.20 60.29 105.61 109.13 328.97 265.55 277.14 319.74 30.65 75.23 86.47 99.21 153.00 159.52 178.24 205.19 19.95 101.81 126.58 142.37 134.68 200.90 239.91 287.70 2239.39 2354.25 1899.66 1965.23 2403.05 5580.69 8700.00 8376.43 8610.08 10470.71 42.99
0.04 0.04 4.00 1.02 1.07 2.15 2.66 1.51 0.38 0.11 0.28 0.48 0.60 0.83 0.54 0.98 7.07 0.69 2.55 0.63 0.05 27.69
0.36 0.08 2.69 0.72 0.76 1.89 2.99 1.75 0.18 1.08 0.13 0.13 0.37 0.53 0.25 0.62 9.55 1.36 1.05 0.77 0.47 27.73
0.21 1.47 1.44 0.26 3.16 1.85 0.38 0.27 0.48 1.35 0.75 0.20 0.40 0.41 0.74 8.00 0.99 3.14 0.41 0.23 26.14
0.73 1.61 0.90 0.86 3.47 0.32 0.63 0.13 0.28 1.47 0.42 0.25 0.69 1.17 0.63 8.99 0.98 4.07 0.38 0.18 28.18
5.53 0.00 11.56 11.02 32.77 2.59 5.44 12.87 12.52 23.26 117.56
28.64 36.56 7.23 25.30 12.86 12.86 0.22 21.47 17.30 9.95 2.53 8.50 11.79 1.48 8.59 205.29
34.25 36.65 21.62 6.39 30.37 5.14 24.61 19.01 12.15 7.60 16.46 214.24
27.54 36.69 12.40 5.85 15.30 16.66 7.77 5.99 25.13 5.19 13.52 16.13 11.96 21.35 221.48
33.71 9.34 7.38 21.07 21.29 10.38 7.43 16.58 18.19 11.68 22.33 179.40
Persentase
28.06
0.25
0.26
0.24
0.22
1.47
1.82
2.04
2.05
1.37
DAERAH Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Utara Kab. Bireuen Kab. Aceh Pidie Kab. Simeuleu Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Tamiang Kab Bener Mariah Kab.Subulussalam Kab.Pidie Jaya
2007
2008
20.86
Belanja Modal 2009 2010
18.06
18.16
2011
18.37
2007
69.93
Belanja Operasional 2008 2009 2010
77.08
79.64
79.55
2011
80.04
41
2007
0.54
Belanja Transfer 2009 2010
2011
LAMPIRAN 6 PERSENTASE ALOKASI SUMBER-SUMBER BELANJA PEMKOT DAN PEMKAB DI PROVINSI NAD TAHUN 2007-2011
Sumber : Anggaran Belanja 2007-2011 Provinsi NAD
42