KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN BIRO PERENCANAAN – SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN KEHUTANAN JAKARTA, JANUARI 2007
Latar belakang Negosiasi Bilateral G-G, Oktober 2007 telah menyetujui program baru
dengan prioritas pada Climate Change. Kerjasama dalam suatu pendekatan program (2 Program: Environment & Climate Change, Forests & Climate Change). Jerman berkomitmen untuk melaksanakan kerjasama Teknis & Finansial untuk Forests & Climate Change dengan jumlah dana 27 juta EUR (FC+TC). Departemen Kehutanan sebagai Executing Agency. Lembaga pengembangan Jerman lainnya yang terlibat (GTZ, CIM, DED, InWEnt, KfW). Komitment saat ini adalah fokus pada dukungan Kalimantan untuk District-based approach. Koordinasi dengan lembaga bantuan internasional lainnya.
FORMULASI PROGRAM FORESTS AND CLIMATE CHANGE Langkah Pendekatan: Awal Program (TC-Module) Penempatan Ahli Terpadu DED di Tarakan, Pontianak, Putussibau, Samarinda (sedang berjalan) Februari
Juni
GTZ kick off rapat dengan
GTZ , Lokakarya Rencana Strategis pada tingkat nasional
BAPPENAS TC-Module Juli 07
November 07
Januari
April/Mei
Juli
November
Pertama, KfWGTZ Misi Fact Finding
Kedua, KfW-GTZ Misi Fact Finding
Misi PreAppraisal TCModule Keragaman hayati (HoB)
Misi Persiapan untuk TC Module
Bersama KfWGTZ-DED fase pertama Studi Kelayakan
Perjanjian pada Kerangka Program Formal
2007
2008
BersamaKfW-GTZ-DED fase kedua Studi Kelayakan dan persiapan program
2009
Persiapan FC Module Juni
Juli
Agustus
Penandatan gan MoM
Penandatangan perjanjian Finansial
Evaluasi Tender
Program Forests and Climate Change (FORCLIME)
Modul Kerjasama Teknis (TC)
Agensi Jerman terkait
Modul Kerjasama Finansial (FC)
KfW Konsultan untuk mengukur TC 3 TC-Modul Component 3 Program Baru
FORCLIME
Tujuan Strategis dari Keseluruhan Program Kerjasama (FC & TC): Mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan meningkatkan kehidupan masyarakat miskin pedesaan melalui penerapan strategi perlindungan hutan dan pengelolaan hutan secara lestari
Indikator: 1. Emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan di Kabupaten terpilih di Kalimantan berada dibawah kesepakatan Reference Emission Levels. 2. Sektor publik dan privat menanamkan investasi dalam mekanisme REDD di Indonesia. 3. Secara signifikan kawasan hutan yang lebih besar ditunjuk/ditetapkan sebagai kawasan hutan yang dikelola secara lestari dan kawasan perlindungan hutan. 4. Sebagian besar masyarakat yang hidup di kawasan REDD menyatakan bahwa kehidupannya makin baik melalui perlindungan hutan dan pengelolaan hutan lestari.
MODUL KERJASAMA TEKNIK
Tujuan Strategis dari Keseluruhan TC Module:
Pihak publik dan privat terkait dapat mengimplementasikan perbaikan kerangka institusi dan regulasi, cara dan pelayanan untuk pengelolaan hutan lestari, konservasi alam, dan pengurangan emisi GRK yang disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan. Indikator: 1. Kerangka kelembagaan telah dibentuk di tingkat nasional dan provinsi, juga di Kabupaten terpilih untuk penerapan reformasi sektor kehutanan dan pengurangan emisi GRK dari hutan. 2. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) Kabupaten berpartisipasi dalam kegiatan REDD. 3. Sejumlah pemegang konsesi hutan di Kalimantan menerapkan pengelolaan hutan lestari. 4. Setidaknya 3 (tiga) Kabupaten di Kalimantan mengimplementasikan RTRWP yang telah disetujui di tingkat provinsi dan nasional serta terdapat kejelasan/kepastian batas antara kawasan hutan dan non hutan. 5. Menurut survei yang dapat dipertanggungjawabkan yang dilakukan di atas area uji coba REDD, mayoritas penduduk, khususnya perempuan merasakan peningkatan kehidupan mereka (pendapatan, pekerjaan, infrastruktur), mendapatkan akses pemanfaatan sumber daya alam dan benefit lain dari mekanisme insentif REDD.
C1: Kebijakan kehutanan, rencana strategis dan pengembangan institusi
C2: Implementasi rencana strategis dalam rangka pengelolaan hutan lestari
C3: Konservasi alam dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB
• Tujuan: Peningkatan kapasitas bagi kerangka kelembagaan dan regulasi yang dibentuk oleh pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten dalam rangka penerapan pengelolaan hutan lestari dan penurunan GRK yang disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan.
• Tujuan:Aktor pada kabupaten uji coba menerapkan kerangka kerja yang telah disempurnakan untuk implementasi reformasi administrasi dalam rangka pengelolaan hutan lestari dan kegiatan REDD.
• Tujuan: Stakeholder menerapkan skema yang efektif untuk konservasi alam, pengelolaan sumber daya alam dan meningkatkan kondisi dasar kehidupan bagi masyarakat miskin atau masyarakat yang masih tergantung pada keberadaan hutan di wilayah HoB.
C2: Implementasi rencana strategis dalam rangka pengelolaan hutan lestari
Tujuan: • Aktor pada kabupaten uji coba menerapkan kerangka kerja yang telah disempurnakan untuk implementasi reformasi administari dalam rangka pengelolaan hutan lestari dan kegiatan REDD.
Dukungan untuk pengembangan “Kesiapan” strategis daerah untuk REDD di Kalimantan Dukungan untuk REDD terkait riset daerah. Dukungan untuk pelatihan dan pengembangan kapasitas REDD di tingkat daerah. Pembuatan referensi data sosial ekonomi untuk mengimplementasikan REDD di kabupatan terpilih. Dukungan untuk pengembangan regulasi daerah untuk FMU dan REDD di Kalimantan. Fasilitasi REDD di hutan produksi di hutan produksi yang belum berizin dengan memandang pengembangan FMU. Resolusi konflik pada lahan hak ulayat/lahan tradisional di wilayah FMU. Fasilitasi kejelasan batas di wilayah FMU di areal terpilih. Dukungan untuk wilayah konservasi atau wilayah yang dilindungi di hutan produksi. (e.g. HCVF).
MODUL KERJASAMA KEUANGAN
Gambaran Umum Nama Program: Forest Programme (FORCLIME FC
Module) Budget disepakati: 20 Juta Euro Durasi Program: 7 tahun (2010-2016) Channel Keuangan: KFW Tujuan: Implementasi konservasi hutan dan SFM guna pengurangan emisi gas rumah kaca dan perbaikan kondisi masyarakat sekitar hutan
Karakteristik Program Pendekatan berbasis kabupaten (district approach) Mempersiapkan kabupaten yang terseleksi untuk pasar
karbon nasional dan internasional Pemilihan kegiatan yang tepat Uji Coba implementasi REDD dengan berbagai partner (instansi pemerintah, masyarakat, LSM, swasta dan pemegang konsesi) Pengujian REDD dalam berbagai skenario kondisi lapangan (fungsi hutan, tutupan hutan, tingkat deforestasi, dll)
Tahapan Kegiatan dan Pemilihan DA Kesiapan tingkat nasional (pembentukan NPMU)
Mengembangkan mekanisme pembiayaan berkelanjutan Mengembangkan sistem distribusi pembayaran karbon
Kesiapan tingkat kabupaten (pembentukan DPMU) Penetapan REL tingkat kabupaten Pengembangan sistem monitoring emisi carbon
FS dan proses pemilihan DA
Pengujian metodologi dengan berbagai variasi partner proyek Pengembangan instentif untuk pemanfaatan lahan secara berkelanjutan Pengembangan ekonomi masyarakat lokal Konservasi biodiveristy Penurunan emisi melalui penanganan aspek-aspek utama penyebab degradasi/deforestasi pada kawasan APL, HP yang tidak/belum dikonsesiakan, hutan lindung, dan hutan konservasi Kabupaten terpilih: Kapuas Hulu (Kalbar), Malinau dan Berau (Kaltim)
Kegiatan teknis akan dituangkan dalam Separated Agreement, sedangkan penetapan
lokasi detail cakupan DA dan kegiatannya akan dikembangkan bersama antara Dephut, kabupaten, dan pihak konsultan.
Perkembangan sampai dengan saat ini
FS untuk penentuan 2 kabupatan DA telah diselesaikan bulan Pebruari
2009 Minutes of Meeting (MoM) telah ditandatangani Departemen Kehutanan, Bappenas, Departemen Keungan, dan KFW pada tanggal 16 Mei 2009 Tender pengadaan konsultan sudah dilaksanakan mulai bulan Juni 2009 Kontrak dengan konsultan telah ditandatangani tanggal 18 Desember 2009 Penandatanganan Financial Agreement (oleh Departemen Keuangan dan KFW) dan Separated Agreement (Departemen Kehutanan dan KFW dijadwalkan bulan Januari 2010 FS untuk kabupaten ke-3 (Berau) akan dilaksanakan mulai bulan Januari s/d Maret 2010 Komponen anggaran counterpart untuk pusat dan kabupaten telah disiapkan dalam DIPA 2010
Mengapa District-based approach? KONTRIBUSI UNTUK TARGET PENURUNAN EMISI NASIONAL DAN KREDIT DAPAT MENGHASILKAN: • Koordinasi kegiatan • Pendekatan strategis KELEBIHAN: • Lebih mudah dikelola • Lebih mudah di-monitor dan di-verifikasi METODOLOGI YANG KONSISTEN DI TINGKAT KABUPATEN DAN NASIONAL • Reference emission level kabupaten yang terpadu dengan national reference emission level (“baseline”) • Kabupaten dapat menjadi contoh bagi kabupaten lain (scaling-up) SUPERVISI DAN TRANSPARANSI YANG LEBIH BAIK SATU GARIS DENGAN STRUKTUR PEMERINTAH MENGURANGI BIAYA TRANSAKSI
REDD District-based Approach
Taman Nasional
Reference Emission Level
Pembentukan FMU
Mengurangi dampak penebangan di hutan produksi
Meng-update rencana pengunaan lahan
Carbon Reserve
Perbaikan patroli terhadap pelanggaran batas illegal logging Community forestry in buffer zone
Kebijakan baru mengenai pengembangan perkebunan kelapa sawit hanya pada lahan rusak Agroforestry/perkebunan karet daripada ladang berpindah
TERIMA KASIH