KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jln. Jenderal Gatot Subroto Kav 52-53, Telp/fax: 021 - 5252746, Jakarta Selatan 12950
PEDOMAN TEKNIS SISTEM MANAJEMEN INFORMASI ENERGI DAN EMISI (SMIEE) Dalam IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI CO2 DI SEKTOR INDUSTRI (FASE 1)
PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI (BPKIMI) 2011
PEDOMAN TEKNIS SISTEM MANAJEMEN INFORMASI ENERGI DAN EMISI (SMIEE) Dalam IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI CO2 DI SEKTOR INDUSTRI (FASE 1) PEMBINA Menteri Perindustrian M.S Hidayat
PENANGGUNG JAWAB Arryanto Sagala
TIM PENGARAH Tri Reni Budiharti Shinta D. Sirait
TIM PENYUSUN Ferry Yahya Fredi Basah Rafles Simatupang Hayat Sulaiman Imron Nurachman Heru Widiatmoko Didied Haryono Muhammad Hafiz Nugroho Adi Sasongko
TIM EDITOR Sangapan Denny Noviansyah Yuni Herlina Harahap Budiando Pangaribuan Rangga Maulana
DIKELUARKAN OLEH Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri DICETAK OLEH KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
PEDOMAN TEKNIS SISTEM MANAJEMEN INFORMASI ENERGI DAN EMISI (SMIEE) Dalam IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI CO2 DI SEKTOR INDUSTRI (FASE 1)
Edisi I. Jakarta : Kementerian Perindustrian, Januari 2011 vi + 26 hlm.
Disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Alamat Penerbit: Kementerian Perindustrian Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan 12950
ISBN:...............................
iii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Pedoman Teknis Sistem Manajemen Informasi Energi dan Emisi (SMIEE) dalam rangka Implementasi Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (Fase 1) ini dapat diselesaikan pada waktunya. Pedoman Teknis ini disusun untuk meningkatkan pengetahuan dalam pelaksanaan konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri yang telah dibahas oleh unsur pemerintah, tenaga ahli dan praktisi. Diharapkan Pedoman Teknis ini bermanfaat bagi para pihak yang berkepentingan dalam menerapkan konservasi energi dan pengurangan emisi CO2. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Pedoman ini. Jakarta, Januari 2011 Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri Kepala,
Arryanto Sagala
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN
1
1.1.
Latar Belakang
1
1.2.
Landasan Hukum
2
1.3.
Tujuan
4
1.4.
Sasaran
4
BAB II
METODOLOGI PEMBANGUNAN SMIEE
6
BAB III
TAHAPAN KEGIATAN
7
3.1.
Penyusunan Referensi Energi, Emisi dan Material
7
3.2.
Penetapan Pusat Biaya Energi
8
3.3.
Penetapan Nomor Kode (Kodifikasi) 1. Lokasi 2. Area 3. Proses 4. Sistem 5. Peralatan
9 10 11 11 11 12
3.4.
Inventarisasi Kebutuhan Peralatan Ukur
12
3.5.
Pengolahan Data A. Parameter Energi B. Parameter Emisi
13 13 15
3.6.
Akuntansi Energi dan Evaluasi
17
PELAPORAN DAN TAMPILAN SMIEE
21
4.1.
Laporan Konsumsi Energi Listrik
21
4.2.
Laporan Konsumsi Bahan Bakar
23
4.3.
Laporan Monitoring Material (Produksi dan Limbah)
24
4.4.
Laporan Gabungan
25
SISTEM PEMROGRAMAN SMIEE
27
BAB IV
BAB V
v
1.
Server
28
2. 3.
Database Jaringan Lokal / Internet
28 28
4.
Komputer Pengguna
28
DAFTAR PUSTAKA
29
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Tinjauan Umum Sistem manajemen informasi energi dan emisi (SMIEE) adalah sistem yang dibangun untuk memberikan kemudahan pengumpulan informasi penggunaan energi, produksi emisi GRK serta berbagai informasi perubahan atau inovasi yang terjadi di suatu industri yang dapat diakses oleh industri tersebut, Kementerian Perindustrian dan pihak terkait lainnya. Pembangunan SMIEE ini juga diharapkan akan mendorong pembentukan organisasi manajemen energi dan peningkatan kualitas dan fungsi manajemen energi di industri. SMIEE ini juga diharapkan dapat meminimalkan kegagalan pelaksanaan konservasi energi dan penurunan emisi CO2 terutama di bidang industri. Beberapa faktor yang menjadi penghalang besar terhadap investasi di bidang konservasi energi dan penurunan produksi emisi adalah: 1. Kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai penggunaan energi, produksi emisi dan hal yang secara teknik dimungkinkan untuk dilakukan. 2. Sikap top manajemen terhadap konservasi. 3. Metoda analisa keuangan yang tidak tepat.
Halaman 1 dari 27
Kurangnya informasi penggunaan energi dan produksi emisi kepada Top Manajemen, Manajer Produksi maupun seluruh staf industri secara langsung akan menimbulkan kurangnya inovasi dan implementasi konservasi energi dan pengurangan emisi GRK. 1.2 Tujuan SMIEE Tujuan dari implementasi SMIEE ini antara lain adalah: 1. Memperoleh gambaran / pola pemakaian energi, produksi, limbah produksi, emisi GRK yang tersimpan dalam suatu database yang mudah diakses oleh industry dan pihak-pihak terkait yang memerlukan (Kementerian Perindustrian). 2. Tersedianya baseline penggunaan energi/intensitas konsumsi energy serta faktor emisi sehingga perusahaan dapat melakukan pengendalian secara optimal dengan menetapkan target pencapaian yang terukur; 3. Memudahan untuk menemukan sumber-sumber inefisiensi yang selanjutnya akan dijadikan peluang penghematan energi yang dapat diimplementasikan; 4. Dapat mengetahui dampak biaya yang terjadi untuk tiap-tiap pusat biaya energi yang selanjutnya menjadi bahan evaluasi dan penetapan target penurunan intensitas biaya energi. 5. Mewujudkan pengelolaan energi yang efektif dan efisien melalui penerapan sistem manajemen Halaman 2 dari 27
informasi energi dengan sistem pemantauan dan pelaporan energi serta perhitungan energi. 6. Menumbuhkan budaya hemat energi bagi seluruh lapisan karyawan melalui program soialisasi dan inhouse training. Implementasi Sistem Manajemen Informasi Energi dan Emisi (SMIEE) di suatu industri membutuhkan beberapa tahapan kegiatan yang harus dilakukan secara bersama-sama mulai dari Top Manajemen sampai ke pegawai level terendah. Suatu industri yang telah memiliki organisasi energi, manajer energi dan unit-unit pelaksana konservasi energi akan lebih mudah untuk melakukan implementasi SMIEE. Petunjuk pembentukan organisasi energi dapat dilihat pada Pedoman Teknis Pembentukan Energy Action Team, Kemenperin-ICCTF 2011. 1.3 Mekanisme Kerja SMIEE Pengoperasian SMIEE ini memerlukan dua organisasi yaitu Kementerian Perindustrian dan pihak industri yang berkomitmen penuh dan konsisten yang bersama-sama menempatkan unit penanggungjawab mencakup pemasukan data, review data, evaluasi, pelaporan dan kordinasi. 1.3.1. Mekanisme Kerja SMIEE di Industri: 1. Tim Aksi Energi bertanggung jawab dalam sistem manajemen informasi energi dan emisi di industri. Halaman 3 dari 27
2. Dalam pelaksanaan kegiatannya seorang Manajer energi mengkoordinasikan pengumpulan data yang diperoleh dari unit-unit kerja yang akuntabel atau sebagai energy cost center. 3. Selanjutnya data yang terkumpul oleh Tim Aksi Energi tersebut diverifikasi, dievaluasi dan di analisa dalam suatu sistem pelaporan yang terpadu dan dibahas dalam rapat manajemen secara berkala. 4. Laporan hasil pemantauan ini memungkinkan identifikasi peluang penghematan dan apabila diperlukan menjadi dasar penetapan kelayakan investasi yang lebih akurat. 5. Organisasi Energi di bawah Kementerian Perindustrian akan melakukan pengawasan jarak jauh, analisis, evaluasi dan komunikasi dua arah dengan pihak industri. 6. Mekanisme dan implementasi tertuang dalam Pedoman Teknis Pembentukan EAT Kementerian Perindustrian-ICCTF 2011. 1.3.2. Mekanisme Kerja SMIEE di Kementerian Perindustrian: 1. Pokja Energi di Kementerian Perindustrian akan melakukan remote monitoring, analisis, evaluasi dan komunikasi dua arah dengan pihak industri. 2. Pemeliharaan SMIEE dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan kerahasiaan dan dimanfaatkan untuk mendukung daya saing industri secara nasional
Halaman 4 dari 27
BAB II METODOLOGI PEMBANGUNAN SMIEE
Metodologi yang digunakan dalam pembangunan SMIEE ini pada prinsipnya mengacu kesetimbangan energi dan kesetimbangan material dari setiap peralatan, sistem, proses hingga keseluruhan pabrik. Hal lain yang diperlukan adalah: Penyusunan bagan alir energi / emisi mulai dari sumber pasokan, konversi, distribusi sampai ke pengguna akhir. Penyusunan bagan alir material mulai dari bahan baku, produk akhir dan material sisa (limbah). Selanjutnya perlu dilakukan pengumpulan data historis penggunaan energi, konsumsi energi, produksi emisi GRK dan berbagai data lainnya yang dianggap perlu untuk dijadikan data acuan awal. Seluruh hasil penyusunan bagan alir energi, emisi, material, penyusunan pusat biaya energi dan data historis selanjutnya dimasukkan ke dalam SMIEE yang telah dilengkapi dengan perangkat lunak dan perangkat keras komputasi berbasis situs (web). Untuk memudahkan implementasi SMIEE di masingmasing Industri maka kegiatan bisnis perusahaan dikelompokkan berdasarkan lokasi pabrik. Pada masing-masing lokasi, kegiatan operasional dikelompokkan menjadi unit kerja. Metodologi pengelompokan dan kodifikasi dapat dilihat pada Bagian 3.3 Panduan Teknis ini.
Halaman 5 dari 27
BAB III TAHAPAN KEGIATAN
Prasyarat yang harus dipenuhi dalam rangka penyusunan sistem pemantauan energi adalah sebagai berikut: Penyusunan sistem referensi energi/emisi/material yang sesuai dengan kondisi aktual. Penetapan unit pemakai energi yang akan dipantau (pusat biaya energi , energy cost center) Tersedianya fasilitas peralatan ukur penggunaan energi yang memadai dan terkalibrasi. 3.1 Penyusunan Referensi Energi, Emisi Dan Material Referensi energi, emisi dan material merupakan bagan alir energi, emisi dan material mulai dari level peralatan sampai level perusahaan. Bagan alir ini disusun untuk dijadikan pedoman dalam menentukan pusat-pusat biaya energi serta untuk kemudahan penghitungan konsumsi dan intensitas energi serta produksi emisi GRK yang terjadi mulai dari level peralatan hingga level pabrik/industri. Dari penyusunan referensi energi, emisi dan material ini juga akan diperoleh beberapa informasi, yaitu: Kelengkapan dan kondisi metering energi (listrik, bahan bakar) dan metering material (flow meter, weight meter, dll).
Halaman 6 dari 27
Kelengkapan dan kondisi pencatatan dan pelaporan penggunaan energi pada masingmasing proses dan keseluruhan plant. Oleh karena itu, kelengkapan peralatan metering (digital atau analog) adalah salah satu faktor kunci efektivitas SMIEE. 3.2
Penetapan Pusat Biaya Energi
Pusat Biaya Energi (PBE) merupakan suatu kelompok pengguna energi yang biasanya berupa divisi, line proses ataupun penunjang produksi yang terdiri dari mesin-mesin produksi. Makin banyak jumlah PBE untuk proses yang sama akan semakin baik karena kinerja dari peralatan-peralatan semakin mudah dimonitor. Untuk peralatan-peralatan utama dengan tingkat konsumsi energi yang besar dapat dijadikan satu PBE sendiri. Tujuan penyusunan PBE pada prinsipnya membagi sistem atau proses menjadi kelompokkelompok pengguna energi untuk mempermudah memonitor dan analisis energi. Dari hasil analisis dapat diketahui adanya kemungkinan penyimpangan penggunaan energi sehingga dapat segera dilakukan tindakan yang diperlukan untuk menurunkan biaya energi. Beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam penetapan PBE antara lain adalah: Fungsi dari tiap kelompok peralatan/subsistem Jenis material produksi dalam tiap PBE Kemudahan pemantauan / monitoring dan pengembangan
Halaman 7 dari 27
Prosentasi pemakaian tidak kurang dari 5%, kecuali
dengan tujuan khusus seperti untuk mengerti kinerja dari peralatan tertentu. Dalam tiap PBE, mungkin terjadi penggunaan lebih dari satu jenis energi. Masing-masing energi akan dihitung biayanya dan dijumlah sebagai total biaya energi. Sedangkan nilai energi dari masing-masing jenis akan dikonversi kedalam satuan yang sama antara lain menggunakan satuan Kalori, TOE, MMBTU dan satuan lainnya 3.3
Penetapan Nomor Kode (Kodifikasi)
Untuk mempermudah pengenalan dan akses data, perlu dilakukan leveling yang disusun berdasarkan urutan komponen terkecil (peralatan) hingga komponen terbesar (total industri). Masing level diberikan nomor kode (account code). Berikut merupakan konsepsi penyusunan nomor kodifikasi SMIEE.
Halaman 8 dari 27
PT. HE
Gambar 1. Skema Konsepsi Pembangunan SMIEE
1. Lokasi Lokasi merupakan lokasi pabrik yang dimiliki oleh Industri bersangkutan. Jika sebuah Industri memiliki pabrik di beberapa tempat, maka dapat dilakukan monitoring dan evaluasi energi maupun emisi CO2 untuk masing-masing lokasi. Contoh, PT. Hemat Energi memiliki lokasi pabrik di Jakarta, Semarang dan Makassar. Maka lokasi Jakarta akan diberikan nomor kode 01, Semarang 02 dan Makassar 03. 2. Area Level area merupakan tingkatan area produksi yang terdapat di satu lokasi. Contoh, lokasi pabrik Jakarta memiliki beberapa pusat area produksi ; area timur, area barat dan area tenggara. Maka area timur akan diberi nomor kode 01.01, area barat 01.02, area tenggara 01.03 Halaman 9 dari 27
3. Proses Proses merupakan level kegiatan produksi yang terdapat di suatu area. Contoh, area timur memiliki beberapa proses; penyiapan bahan baku, peleburan, pencetakan dan finishing. Maka proses penyiapan bahan baku akan diberi nomor kode 01.01.01, peleburan 01.01.02, pencetakan 01.01.03 dan finishing 01.01.04. 4. Sistem Merupakan level sub proses produksi dari suatu level proses. Contoh, proses penyiapan bahan baku memiliki sub proses (sistem) pemotongan, pengepresan, pengangkutan. Maka sistem pemotongan akan diberi nomor kode 01.01.01.01, pengepresan 01.01.01.02, pengangkutan 01.01.01.03. 5. Peralatan Merupakan peralatan yang dipergunakan pada suatu sistem. Contoh, proses sistem pemotongan memiliki peralatan mesin potong las listrik, mesin potong las asitilen, mesin impact cutting. Maka peralatan mesin potong las listrik akan diberi nomor kode 01.01.01.01.01, mesin potong las asitilen 01.01.01.01.02, mesin impact cutting 01.01.01.01.03.
Halaman 10 dari 27
3.4.
Inventarisasi Kebutuhan Peralatan Ukur
Inventarisasi kebutuhan peralatan ukur dilakukan berdasarkan level monitoring yang akan dilakukan. Semakin detail proses monitoring semakin banyak peralatan ukur yang diperlukan. Peralatan ukur energi diperlukan untuk mengetahui berapa besar energi yang dikonsumsi pada peralatan pengguna energi atau pada sistem produksi. Peralatan ukur energi tidak terbatas pada listrik saja tetapi juga pada jenis energi lain (BBM, Panas, dll) jika diperlukan. Peralatan ukur juga diperlukan pada sisi aliran material (input/output) dari masing-masing line proses. Setidaknya Peralatan ukur material terpasang pada bagian-bagian aliran material sehingga dapat diketahui besaran Intensitas Konsumsi Energi (IKE) atau Konsumsi Energi Spesifik (KES) pada masing-masing level yang dijadikan PBE. 3.5.
Pengolah Data
3.5.1. Parameter Energi Seluruh data yang diterima dari peralatan ukur digital (on line metering) dan data yang dimasukkan secara manual ke database SMIEE selanjutnya akan diolah kedalam bentuk tabulasi, grafik atau diagram lainnya. Pengolahan data juga dilakukan untuk mendapatkan total penggunaan energi, besaran IKE atau KES, biaya energi dan besaran
Halaman 11 dari 27
lainnya yang dianggap perlu dimasing-masing level yang dimonitor. Metode penjumlahan mengacu pada leveling yang telah disusun mulai dari level peralatan hingga ke level pabrik/industri. Jika peralatan ukur hanya terdapat pada level area, maka hasil pengolahan data juga dimulai pada level area dengan syarat seluruh level area telah memiliki peralatan ukur energi dan material. Jika ada area yang belum memiliki peralatan ukur maka akan terdapat besaran energi tak terukur (unaccounted) di level lokasi. Area Tot,m 6.700MWh Plant timur 3.800 MWh
Jakarta Tot,m 10.000MWh Area,m 6.700MWh Area,un 3.300MWh
Plant barat 2.900 MWh Plant tenggara -
Gambar 2. Contoh diagram alir perhitungan konsumsi energi dari level area ke level lokasi dengan status 1 area tidak memiliki alat ukur (kasus 1)
Halaman 12 dari 27
Area Tot,m 6.700MWh Plant timur 3.800 MWh
Jakarta Tot,m 10.000MWh Area,m 6.700MWh Area,un 120MWh
Plant barat 2.900 MWh Plant tenggara 3.180 MWh
Gambar 3. Contoh diagram alir perhitungan konsumsi energi dari level area ke level lokasi dengan status seluruh area tidak memiliki alat ukur (kasus 2)
Terlihat bahwa masing-masing terdapat selisih konsumsi energi listrik. Pada kasus 1, akan dianggap besaran energi listrik tidak terukur merupakan konsumsi untuk area plant tenggara. Sedangkan pada kasus 2 besaran energi listrik tidak terukur akan menjadi fokus pertanyaan mengapa terjadi selisih besaran penggunaan energi. Metodologi penetapan baseline mengacu pada Pedoman Teknis Audit Energi Kementerian Perindustrian-ICCTF 2011. 3.5.2. Parameter Emisi Pada prinsipnya pengolahan data parameter emisi GRK sama dengan parameter energi. Perhitungan produksi total emisi akan memperhatikan seluruh sumber-sumber emisi yang terdapat di masing-masing level yang termonitor. Metode perhitungan emisi GRK mengacu pada Halaman 13 dari 27
Pedoman Teknis Perhitungan Emisi GRK di Industri Baja dan Industri Pulp dan Kertas, Kementerian Perindustrian-ICCTF, 2011. Data yang terkumpul dalam suatu periode (bulan atau tahun) selanjutnya juga akan diolah menjadi profil produksi emisi, faktor emisi dan deskripsi lainnya yang diaggap perlu untuk digunakan. Parameter-parameter yang terdapat pada periode yang lalu akan dijadikan acuan (baseline) khususnya besaran IKE/SEC. Metodologi penetapan baseline mengacu pada Pedoman Teknis Perhitungan Emisi GRK di Industri Baja dan Industri Pulp dan Kertas, Kementerian Perindustrian-ICCTF, 2011.
Gambar 4. Sumber-sumber emisi di sektor industri
Halaman 14 dari 27
3.6.
Akuntansi Energi dan Evaluasi Akuntansi energi merupakan produk evaluasi yang dihasilkan dari SMIEE. Laporan akuntansi energi dapat dijadikan indikator untuk melihat kinerja dari pusat-pusat biaya energi yang ada di tiap-tiap unit kerja. Berdasarkan laporan ini, manajemen yang diwakilkan oleh tim aksi energi (komite energi) dapat menentukan kebijakan energi perusahaan yang harus dilakukan pada waktu dekat atau waktu mendatang. Perbandingan antara realisasi penggunaan energi dengan acuan (target) akan menghasilkan selisih yang dikenal dengan varian. Nilai varian dapat positif atau negatif tergantung pada kondisi acuan. Jika acuan di bawah nilai realisasi maka akan dihasilkan varian positip alias kondisi berlebih (boros) dan jika acuan di atas nilai realisasi maka varian negatif alias kondisi berkurang (hemat). Nilai varian yang dihasilkan dari suatu perhitungan tidak murni menunjukkan bahwa nilai penggunaan energi yang dimaksud berlebih alias boros atau berkurang alias hemat. Akan tetapi nilai varian tersebut sangat dipengaruhi oleh kontribusi Perubahan Volume (PV), upaya Konservasi Energi (KE) dan Perubahan Harga (PH). Kondisi ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Diketahui kondisi sistem peleburan sebagai berikut: Kr = Konsumsi listrik realisasi (kWh) Ka = Konsumsi listrik acuan (kWh) Halaman 15 dari 27
Pr Pa SECr SECa Hr Ha
= Produksi billet aktual (Ton) = Produksi billet referensi (Ton) = Spesific Energy Consumption realisasi (kWh/Ton) = Referensi konsumsi energi spesifik (kWh/Ton) = Harga Energi realisasi (Rp) = Harga Energi referensi (Rp)
Maka akan dapat dihitung: a. Nilai varian pada konsumsi energi 1. Varian konsumsi energi = ∆K = Kr – Ka 2. PV = (Pr – Pa) * SECr 3. KE = (SECr – SECa) * Pa Maka varian konsumsi Energi = ∆K = Kr – Ka = PV + KE b. Nilai varian pada biaya energi 1. Varian biaya energi = ∆H = (Kr * Hr) – (Ka * Ha) 2. Perubahan biaya karena perubahan volume = PVh = PV * Ha 3. Perubahan biaya karena perubahan konservasi energi = KEh = KE * Ha 4. Perubahan biaya karena perubahan harga BBM = PH = (Hr – Ha) * Pr Maka varian biaya BBM = ∆H = (Kr * Hr) – (Ka * Ha) = PVh + KEh + PH
Halaman 16 dari 27
Hal di atas dapat dijabarkan pada gambar perbandingan penggunaan energi berikut ini : Realisasi (+)
KONSUMSI ENERGI
Acuan
SFCr
Kr
KE (-) PV
K a
SFC a Pa
Pr PRODUKSI / AKTIVITAS
Gambar 5. Perbandingan Penggunaan Energi Realisasi (+) dan Acuan Acuan
KONSUMSI ENERGI
SFC a
K a
Realisasi (-)
PV
Kr
KE (+)
SFCr
Pr
Pa
PRODUKSI / AKTIVITAS
Gambar 6. Perbandingan Penggunaan Energi Realisasi (-) dan Acuan
Halaman 17 dari 27
BAB IV PELAPORAN DAN TAMPILAN SMIEE
Laporan akuntansi energi yang dihasilkan terdiri atas laporan penggunaan listrik, laporan penggunaan BBM, laporan produksi dan laporan emisi CO2. Sementara untuk tampilan SMIEE secara umum adalah profil penggunaan energi, intensitas energi, laporan produksi material, produksi emisi CO2 dan faktor emisi CO2. Pada Tabel laporan akan disediakan masukan tanggal mulai dan tanggal akhir data. Jenis laporan yang terdapat pada aplikasi SMIEE ini berupa laporan bulanan, dan laporan tahunan. 4.1. Laporan Konsumsi Energi Listrik Laporan Konsumsi Energi Listrik merupakan informasi besaran penggunaan energi listrik telah disiapkan mulai dari level paling bawah (peralatan) sampai level pabrik/industri. Jika belum tersedia peralatan ukur pada level peralatan, maka peralatan tersebut tidak akan memiliki besaran konsumsi energi listrik (0), hal yang sama juga berlaku untuk level lainnya. Kondisi yang disajikan untuk hanya dalam satu periode tetapi untuk mengetahui konsumsi energi periode sebelumnya yaitu keadaan saat ini (realisasi) dan acuan secara detail dapat dilihat pada tampilan SMIEE untuk peralatan/sistem/proses/area, sehingga dapat diberikan pula variansinya. Contoh tampilan dapat dilihat pada Gambar 7. Laporan Konsumsi Energi listrik ini juga akan memberikan besaran konsumsi energi dan biaya Halaman 18 dari 27
penggunaan energi diseluruh pusat biaya energi pada periode berjalan yang dibandingkan dengan acuan (baseline), sehingga dapat diketahui kecenderungan tingkat penggunaan energi dan biaya energi relatif terhadap acuan. 4.2.
Laporan Konsumsi Bahan Bakar
Laporan Konsumsi Bahan Bakar merupakan suatu tabel yang menyajikan komparasi/ perbandingan angka Bahan Bakar (BBM, Batubara, Biomassa, Gas, dll) persatuan kerja berdasarkan laporan unit-unit proses. Laporan ini dimaksudkan untuk mengetahui variansi pemakaian bahan bakar berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh unit-unit. Selain itu laporan konsumsi bahan bakar ini juga memberikan gambaran mengenai tingkat konsumsi energi dan biaya penggunaan energi permasing-masing unit proses pada periode sekarang untuk dibandingkan dengan acuannya, sehingga dapat diketahui kecenderungan tingkat penggunaan bahan bakar. Contoh tampilan dapat dilihat pada Gambar 8. 4.3.
Laporan Monitoring Material (Produksi Dan Limbah)
Laporan monitoring produksi merupakan suatu tabel yang menyajikan laporan produksi dari masingmasing proses hingga produksi pabrik untuk periode bulanan. Jenis produksi yang dilaporkan dalam hal ini adalah jenis produksi final dan limbah material dari masingmasing level yang termonitor. Contoh tampilan dapat dilihat pada Gambar 9.
Halaman 19 dari 27
4.4.
Laporan Gabungan
Laporan gabungan SMIEE merupakan suatu tabel yang menyajikan pemakaian energi, total material produksi, dan produksi emisi secara keseluruhan yang terdapat di masing-masing lokasi ataupun untuk masing-masing industri obyek yang sudah masuk ke database. Selain itu juga terdapat pie chart distribusi penggunaan energi (listrik dan bahan bakar), pie chart sumber-sumber emisi dan pie chart produksi. Laporan ini juga dimaksudkan untuk mengetahui besaran pemakaian energi, produksi dan emisi GRK di masing-masing lokasi dan industri obyek. Contoh tampilan dapat dilihat pada Gambar 10.
Halaman 20 dari 27
IMPLEMENTATION O ENERGY CONSERVATION AND EMISSION REDUCTION INDONESIA CLIMATE CHANGE TRUST FUND & MINISTRY OF INDUSTRY REPUBLIC INDONESIA Lokasi PT. Hemat Energi Plant TIMUR
LAPORANENERGI, ENERGI,PRODUKSI PRODUKSIDAN DANEMISI EMISICO2 CO2 HEMAT ENERGI, JAKARTA LAPORAN PT.PT. HEMAT ENERGI, SEMARANG
Plant BARAT JAKARTA
Plant TENGGARA
JAKARTA
PLANT TIMUR /0101000000 Penyiapan Bahan Baku /0101010000 Pemotongan scrap /0101010100
Pengepresan /0101010200 Transport Bahan Baku /0101010300
249.6099.292 4.496.510 1.688.000 1.300 2.707.210
Peleburan /0101020000
198.600.890
EAF # 1 /0101020100
89.687.900
Gambar 7. Tampilan laporan penggunaan energi listrik Halaman 21 dari 27
IMPLEMENTATION O ENERGY CONSERVATION AND EMISSION REDUCTION INDONESIA CLIMATE CHANGE TRUST FUND & MINISTRY OF INDUSTRY REPUBLIC INDONESIA Lokasi JAKARTA Plant TIMUR
LAPORAN ENERGI, PRODUKSI DAN EMISI CO2 PT. HEMAT ENERGI, JAKARTA
Plant BARAT JAKARTA
Plant TENGGARA
PENGGUNAAN BAHAN BAKAR JAKARTA
MFO (Liter)
HSD (Liter) PLANT TIMUR /0101000000 Penyiapan Bahan Baku /0101010000
BATUBARA (Ton)
Bio Massa (Ton)
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL (TOE)
0 0
Pemotongan scrap /0101010100
0
0
0
0
0
Pengepresan /0101010200
0
0
0
0
0
Transport Bahan Baku /0101010300
0
0
0
0
0
Peleburan /0101020000
0
0
368,6
0,0
69,9
EAF # 1 /0101020100
0
0
198,7
0,0
88,7
Gambar 8. Contoh tampilan laporan konsumsi bahan bakar Halaman 22 dari 27
PENGGUNAAN BAHAN BAKAR PLANT SEMARANG B
SMELTING AREA
IMPLEMENTATION O ENERGY CONSERVATION AND EMISSION REDUCTION INDONESIA CLIMATE CHANGE TRUST FUND & MINISTRY OF INDUSTRY REPUBLIC INDONESIA Lokasi PT. Hemat Energi Plant TIMUR
LAPORAN ENERGI, PRODUKSI DAN EMISI CO2 PT. HEMAT ENERGI, JAKARTA Produksi Billet
Plant BARAT
JAKARTA
Plant TENGGARA
LAPORAN PRODUKSI Lokasi Kerja Periode
Jakarta
2010
AREA PELEBURAN
AREA PLANT TIMUR AREA PLANT BARAT AREA PLANT TENGGARA
Profil Produksi Billet 2010
Gambar 9. Contoh tampilan laporan monitoring produksi Halaman 23 dari 27
Plant TIMUR
Produksi
Konsumsi Energi
PT. HEMAT ENERGI JAKARTA
Emisi CO2
Plant BARAT Plant TENGGARA
IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND EMISSION REDUCTION INDONESIA CLIMATE CHANGE TRUST FUND & MINISTRY OF INDUSTRY REPUBLIC INDONESIA
Plant Semarang D LAPORAN PENGGUNAAN ENERGI, PRODUKSI DAN EMISI CO2 Emisi GRK
Total kWH
BBM (HSD, kL)
BBM (MFO, kL)
Batubara (Ton)
Biomassa (Ton)
CO2-e (Ton)
Produksi
Billet (Ton)
Plant TIMUR Plant BARAT Plant TENGGARA
Plant Semarang D
Gambar 10. Contoh tampilan laporan utama Penggunaan Energi dan Emisi Halaman 24 dari 27
BAB V SISTEM PEMROGRAMAN SMIEE
Sistem Pemrograman Aplikasi SMIEE secara prinsip disusun menggunakan aplikasi program berbasis internet (web based) dengan script PHP untuk pemasukan data dan penyimpanannya ke dalam sistem database. Script PHP juga digunakan untuk mengakses data dari database dan menuangkannya ke dalam bentuk laporan. Skematik diagram sistem pemrograman SMIEE dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Skematik Sistem Pemrograman Aplikasi SMIEE
1. Server Server berfungsi sebagai penyedia aplikasi SMIEE berbasis web, database server, akses data masukan Halaman 25 dari 27
manual / elektronik. Lokasi penempatan di gedung kantor Kementerian Perindustrian RI. 2. Database Database berfungsi sebagai penyimpan data dari alat ukur elektronik atau data masukan secara manual dengan program aplikasi yang digunakan berbasis script PHP. 3. Jaringan Lokal / Internet Jaringan lokal berfungsi sebagai sarana pengiriman masukan manual/elektronik dari komputer pengguna (workstation) dan sarana aplikasi SMIEE. 4. Komputer Pengguna Komputer pengguna berfungsi sebagai pengiriman data manual / elektronik, akses, display dan mencetak informasi yang diperlukan dalam implementasi SMIEE yang memanfaatkan komputer yang tersedia di masing-masing industri obyek. Akses program aplikasi berbasis web menggunakan browser internet. Lokasi penempatan komputer pengguna tetap berada di lokasi industri yang tersedia di masing-masing obyek industri.
Halaman 26 dari 27
DAFTAR PUSTAKA Kementerian ESDM. (2010) PP No.70/2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Konservasi Energi; BSNI. (2000). SNI 03 - 6196 - 2000 tentang Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung PT KONEBA (Persero). (1995). Manual Audit Energi di Sektor Industri. Jakarta. CIPEC. (2002). Energy Efficiency Planning And Management Guide, Natural Resource Canada, Ottawa. Bureau of Energy Efficiency (BEE). (2004). General Aspect of Energy Management and Audit Energy. New Delhi. PT. EMI (Persero). (2008). Prosedur dan Instruksi Kerja Audit Energi. Jakarta. Kementerian ESDM. (2009). Laporan Kegiatan Instalasi Sistem Monitoring Energi dan Air di Lingkungan Bangunan. Jakarta. Laporan Kegiatan Instalasi Sistem Manajemen Informasi Energi pada PT Tambang Bukit Asam Tbk 2010.
Halaman 27 dari 27
MINISTRY OF INDUSTRY Jln. Jenderal Gatot Subroto Kav 52-53, Telp/fax: 021 - 5252746, Jakarta Selatan 12950
TECHNICAL GUIDELINE for ENERGY AND EMISSION MANAGEMENT INFORMATION SYSTEM (EEMIS) In IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND CO2 EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL SECTOR (PHASE 1)
CENTER FOR GREEN INDUSTRY AND ENVIRONMENT ASSESSMENT AGENCY FOR INDUSTRIAL POLICY, CLIMATE AND QUALITY ASSESSMENT 2011 i
TECHNICAL GUIDELINE for ENERGY AND EMISSION MANAGEMENT INFORMATION SYSTEM (EEMIS) In IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND CO 2 EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL SECTOR (PHASE 1)
FOUNDER Minister of Industry M.S Hidayat
ADVISOR Arryanto Sagala
STEERING COMMITTEE Tri Reni Budiharti Shinta D. Sirait
AUTHORS Ferry Yahya Fredi Basah Rafles Simatupang Hayat Sulaiman Imron Nurachman Heru Widiatmoko Didied Haryono Muhammad Hafiz Nugroho Adi Sasongko
EDITORS Sangapan Denny Noviansyah Yuni Herlina Harahap Juwarso Gading Budiando Pangaribuan Rangga Maulana
PUBLISHED BY Center for Green Industry and Environment Assessment Agency for Industrial Policy, Climate and Quality Assessment
PRINTED BY MINISTRY OF INDUSTRY
ii
TECHNICAL GUIDELINE for ENERGY AND EMISSION MANAGEMENT INFORMATION SYSTEM (EEMIS) In IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND CO2 EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL SECTOR (PHASE 1) st
1 Edition. Jakarta : Ministry of Industry, January 2011 vi + 26 pg.
Version: Presented in Bahasa Indonesia and English
Publisher Address: Ministry of Industry Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan 12950
ISBN: .........................................
iii
FOREWORD Praise the Lord giving us His mercy and grace so this Technical Guideline for Energy and Emission Management Information System within the framework of Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction in Industrial Sector (Phase 1) can be finalized in time. This Technical Guideline is structured to enhance knowledge in implementation of energy conservation and reduction of CO2 emission and have been discussed by governments, experts and practitioners. This Technical Guideline is expected to be useful for the related parties to implement energy conservation and reduction of CO2 emission. Finally, we would like to thank all those who have participated in the preparation of this guideline.
Jakarta, January 2011 Head of Agency for Industrial Policy, Climate and Quality Assessment
Arryanto Sagala
iv
TABLE OF CONTENTS
FOREWORD .......................................................................... TABLE OF CONTENTS ......................................................... CHAPTER I. INTRODUCTION .......................................
iv v 1
1.1. General Overview ………………………….
1
1.2. Purposes of EEMIS ...................................
2
1.3. EEMIS Work Mechanism .......................... 1.3.1. 1.3.2.
3
CHAPTER II.
EEMIS METHODOLOGY
DEVELOPMENT 5
CHAPTER III.
PHASE OF ACTIVITIES ...........................
6
3.1. Compilation Of Energy, Emission And Material Reference …………………………
6
3.2. Energy Cost Center Determination ……….
7
3.3. Codification ………………………………… 1. Location .................................... 2. Area 3. Process 4. System 5. Equipment
8 8 9 9 9 10
3.4. Inventory of Measurement Tool Requirements
10
3.5. Data Processing A. Energy Parameter B. Emission Parameter
11 11 12
3.6. Energy Accounting and Evaluation
14
CHAPTER IV. EEMIS REPORTING AND DISPLAY
17 v
4.1. Electricity Comsumption Report
17
4.2. Fuel Comsumption Report
18
4.3. Material Monitoring Report (Production and Waste)
18
4.4. Combined Report
18
CHAPTER V.
EEMIS PROGRAMMING SYSTEM 1. Server 2. Database 3. Local Network / Internet 4. Computer User
24 24 25 25 25
REFERENCES
26
vi
CHAPTER I INTRODUCTION
1.1. General Overview Energy and Emission Management Information System (EEMIS) is a system which develop to simplify data collection for energy use, green house gasses (GHG) emission production and other information change or innovation that occurs in each industry, which is accessible to industry itself, Ministry of Industry and other stakeholders. Therefore, the development of EEMIS is expected to be able to encourage the establishment of energy management organization and enhance the function and quality of energy management in each industry. EEMIS is also expected to minimize failure in the implementation of energy conservation and CO2 emission reduction particularly in industrial sector. Several factors that become the major obstacles to investment in energy conservation and emission reduction sector include the following: 1. Lack of knowledge and information on energy use, emission production and other possible implementable technical factors. 2. Top management manners towards conservation. 3. Inappropriate financial analysis method
Page 1 of 26
In addition, the lack of information on energy use and emission production to top management, production manager and all industrial staff will be directly causing lack on innovation and implementation of energy conservation and GHG emission reduction. 1.2. Purposes of EEMIS The purposes of EEMIS implementation include: 1. To obtain an overview / pattern on energy use, production process, production waste, GHG emission which is stored in a database and accessible to industry and stakeholders (Ministry of Industry). 2. Availability of a baseline for energy use/energy consumption intensity and emission factor, so that a company is able to implement and optimize control by determining measurable achievement targets. 3. To simplify the method for identifying some inefficient sources which can be used as implementable energy saving opportunities. 4. To be able to identify the impact of costs incurred in each energy cost center which can be used as evaluation subject and target determination for energy intensity costs reduction 5. To create an effective and efficient energy management through the implementation of energy management information system with Page 2 of 26
energy monitoring and reporting as well as energy calculation. 6. To promote an energy saving culture for all levels of employee through socialization program and in house training. Implementation of Energy and Emission Management Information System (EEMIS) in each industry requires several activities phases that must be conducted simultaneously starting from top management to the lower level staff. Industries that already have energy organization, energy manager and energy conservation action units would be easier to implement the EEMIS. Guidance for mechanism formation of energy organization is provided in the Formation of Energy Action Team Technical Guidelines, ICCTF-MOI 2011 1.3 EEMIS Work Mechanism EEMIS operation requires two organizations namely Ministry of Industry and parties from Industry which must have full commitment and consistency, together with responsible unit in conducting data entry, data review, evaluation, reporting and coordination.
1.3.1. EEMIS Work Mechanism in Industry: 1. Energy Action Team is responsible for the energy and emission management information system in Industry. Page 3 of 26
2.
3.
4.
5.
6.
In the implementation of monitoring activities, Energy Manager is coordinating data collection obtained from accountable working units called energy cost centers. Furthermore, the collected data are verified, evaluated and analyzed in an integrated reporting system and discussed in the management regular meeting. This monitoring report allows the identification of saving opportunities, and if necessary it can be used as a baseline to accurately determine the viable investment. Energy Organization under the Ministry of Industry will conduct remote monitoring, analysis, evaluation and two-way communication with the industries. Maintenance of EEMIS is done by the principle of prudence and confidentiality and be used to support the nationwide competitiveness of Industries.
1.3.2. EEMIS working mechanism at Ministry of Industry: 1. Energy Working Group at Ministry of Industry will conduct remote monitoring, analysis, evaluation, and interactive communication with industry. 2. EEMIS maintenance is conducted in safety and confidentiality principles beneficial to support industrial competitiveness at national level
Page 4 of 26
CHAPTER II EEMIS DEVELOPMENT METHODOLOGY
The methodology used in EEMIS development principally derived from energy balance and material balance of all equipment, system, process and the entire plant. The other necessary requirements include the following: Designation of energy/emission flow chart (Energy/Emission Reference System) starting from source of supply, conversion, and distribution to the final users. Designation of material flow chart (Material Reference System) starting from raw materials, final product and waste. Furthermore, it is necessary to collect the historical data of energy use, energy consumption, GHG emission and other data that can be used as a baseline. All flow charts for energy, emission, material, and energy cost center as well as historical data will be inserted into EEMIS which has been equipped with web-based software and hardware. To simplify the implementation of EEMIS in each industry, the company’s business activities are grouped based on plant locations. At each location, operational activities are grouped into working units. Grouping methodology and codification are explained in section 3.3 of this technical guideline.
Page 5 of 26
CHAPTER III PHASE OF ACTIVITIES
Requirements that must be fulfilled to design the energy monitoring system include the following: Compiling energy / emission / material reference system according to the actual conditions. Determination of energy use units that will be monitored (energy cost center) The availability of sufficient calibrated energy measurement tools. 3.1 Compilation of Energy, Emission and Material Reference Reference for energy, emission and material constitute of energy, emission and material flow charts ranging from equipment level to company level. The flow chart is compiled and used as a guideline for determining the energy cost center and simplifying energy consumption calculation from equipment level to the industrial level/company level. The energy, emission and material reference provides the following information: Completeness and condition of energy metering (electricity, fuel) and material metering (flow meter, weight meter, etc.) Completeness and condition of recording and reporting in energy use for each process and the entire plant.
Page 6 of 26
Therefore, the completeness of metering tools (analog or digital) is one of key factors in developing EEMIS effectively. 3.2 Energy Cost Center Determination Energy Cost Center (ECC) is an energy users group such as a division, a process line or a production support which consists of production equipment. The more the energy cost center for the same process, the easier the equipment performance to be controlled. Meanwhile, energy cost center for the main equipment with high energy consumption level can be set as one ECC. The purpose of ECC is to divide the system or the process into energy users group to facilitate the monitoring and analysis of energy. From the analysis results, the energy consumption can be controlled to avoid inefficiency in energy consumption and reduce energy costs. The following factors should be considered in determining ECC: Function of each group of equipment/subsystem Type of production material in each energy cost center The simplicity of monitoring and development Percentage of energy use is not less than 5%, except for specific purpose such as understanding the performance of certain tools or equipments. In each energy cost center, there could be more than one of energy source. Each energy cost will Page 7 of 26
be calculated and summed as the total of energy consumption cost. In addition, it is necessary to convert energy measure for each energy source to common units such as calory, TOE, MMBTU, etc. 3.3.
Codification To simplify the introduction and data access, leveling and system arrangement from the smallest (equipment) to the largest components (industry) are required. Each level will have an account code based on the following EEMIS codification concept: PT. HE
Figure 1. Conception Schematic of EEMIS Development
1. Location Location is the site of a factory which is owned by industry. If industry has factories at several locations, then the energy and CO2 emission
Page 8 of 26
monitoring and evaluation can be conducted at each location. For example, factory of PT.Hemat Energi is situated in Jakarta, Semarang, and Makasar. Therefore, each location will be given a code as follow: Jakarta 01, Semarang 02, and Makasar 03. 2. Area Area level shows level of production area at a certain location. For example, a factory located in Jakarta has several production centers i.e. East Area, West Area, and South East area. Therefore, code for East area 01.01, West area 01.02, and South East Area 01.03 3. Process Process is a production activity level in an area. For example, East Area has several processes i.e. preparation of raw material, melting, molding, and finishing. Each process has a code as follows: preparation of raw material 01.01.01, melting 01.01.02, molding 01.01.03 and finishing 01.01.04. 4. System System represents a production sub process level from a process level. For example, preparation of raw material has cutting, compression, and transportation sub-processes. Therefore, each process has a code as follows: cutting system
Page 9 of 26
01.01.01.01, compression transportation 01.01.01.03.
01.01.01.02,
and
5. Equipment Equipment consists of tools which are used in a system. For example, cutting process has cutting machine, acetylene cutting tool, and impact cutting machine. Therefore, each tool would have code as follows: the cutting machine 01.01.01.01.01, acetylene-cutting tool 01.01.01.01.02, and impact cutting machine 01.01.01.01.03. 3.4.
Inventory of Measurement Tool Requirements
Inventory of measurement tool requirements is conducted based on monitoring level. The more detail the monitoring process, the more significantly increase the measurement tool requirements. Energy measurement tools are required to quantify energy use in equipment or a production system. The energy measurement tools do not only measure the electrical energy but also other forms of energy such as fuel, heat, etc. Measurement tools are also required in material flow (input/output) from each line process. At least the material measurement tool mounted on parts of material flow so that the measure of energy consumption index or specific energy consumption at each level can be identified and converted to ECC.
Page 10 of 26
3.5 Data Processing 3.5.1. Energy Parameter All data obtained from online or manual measurement will be inserted into EEMIS database and presented in table, graph or diagram. Data processing will be conducted to obtain total of energy consumption, energy consumption index, energy cost and other parameters required at each monitoring level. The summation method will be conducted according to the leveling system that has been arranged from equipment level to factory/industry level. If the measurement tool only installed at area level, then data processing results will be started at the same level with criteria that all area levels already equipped with material and energy measurement tools. If an area does not have any measurement tools, there will be unaccounted energy at location level. Area Tot,m 6.700MWh Plant timur 3.800 MWh
Jakarta Tot,m 10.000MWh Area,m 6.700MWh Area,un 3.300MWh
Plant barat 2.900 MWh Plant tenggara -
Figure 2. Example of Energy consumption flow chart from area level to location level with status one area does not have specific measurement tool (case 1) Page 11 of 26
Area Tot,m 6.700MWh Plant timur 3.800 MWh
Jakarta Tot,m 10.000MWh Area,m 6.700MWh Area,un 120MWh
Plant barat 2.900 MWh Plant tenggara 3.180 MWh
Figure 3. Example of energy consumption flow chart from area level to location level with status all areas do not have measurement tools
As can be seen, each plant has electrical consumption discrepancy. For case 1, it is assumed that the unaccounted electrical energy is amount of energy consumption at South east Plant. Otherwise, for case 2 the unaccounted electrical energy consumption will raise the question regarding discrepancy in energy use. The baseline design methodology refers to Audit Energy Technical Guideline- Ministry of IndustryICCTF 2011. 3.5.2. Emission Parameter Data processing for emission parameter is principally equal to energy parameter data processing. Calculation of total of emission production will consider all sources of emission at each monitored level. Calculation method of Green House Gas (GHG) emission refers to GHG Emission Calculation in Steel and Pulp & Paper Industry Technical Guidance Ministry of Industry-ICCTF, 2011.
Page 12 of 26
The collected data for a certain period (month or year) will be processed into emission production, emission factor and other necessary parameter profiles. All parameters from previous period can be used as a baseline, especially for energy consumption index. Methodology for baseline design refers to the Technical Guideline for GHG Emission Calculation in Steel and Pulp & Paper Industries, Ministry of Industry-ICCTF, 2011.
Figure 4. Emission Sources in Industrial Sector Page 13 of 26
3.6 Energy Accounting and Evaluation Energy accounting presents the evaluation results obtained from EEMIS. The energy accounting report can be used as an indicator for evaluating the performance of energy cost center at each work level. According to this report, a management that represented by energy action team (energy committee) can determine company energy policy that has to be implemented in near future. The comparison of energy use realization and its baseline will result in discrepancy so-called variance. Positive or negative variance will be depending on baseline condition. If the baseline (target) is below the realization value, the variance will be positive which represents inefficient condition. Otherwise, a negative variance shows an efficient condition. Variance depends strongly on contribution of volume change, energy conservation effort and price change. This condition can be explained as follows: The melting system has the following parameters : Kr = Electricity consumption realization (kWh) Ka = Electricity consumption baseline (kWh) Pr = Actual billet production (Ton) Pa = Billet production reference ( Ton) SECr = Realization of specific energy consumption (kWh/Ton)
Page 14 of 26
SECa = Spesific Energy Consumption reference (kWh/Ton) Hr = Energy realization cost (Rp) Ha = Energy cost reference (Rp) Therefore, energy variance can be calculated as follows: a. Variance of energy consumption 1. Variance of energy consumption = ∆K = Kr – Ka 2. PV = (Pr – Pa) * SECr 3. KE = (SECr – SECa) * Pa Therefore, energy consumption variance = ∆K = Kr – Ka = PV + KE b. Energy Cost variance 1. Energy cost variance = ∆H = (Kr * Hr) – (Ka * Ha) 2. Cost change due to volume change = PVh = PV * Ha 3. Cost change due to change in energy conservation = KEh = KE * Ha 4. Cost change due to change in fuel price PH = (Hr – Ha) * Pr Therefore, fuel cost variance = ∆H = (Kr * Hr) – (Ka * Ha) = PVh + KEh + PH The formulation above is described in Figure. 5, which shows the comparison of energy use.
Page 15 of 26
Realisasi (+)
KONSUMSI ENERGI
Acuan
SFCr
Kr
KE (-) PV
K a
SFC a Pa
Pr PRODUKSI / AKTIVITAS
Figure 5. Comparison of Energy Consumption Realization (+) and Baseline
Acuan
KONSUMSI ENERGI
SFC a
K a
Realisasi (-)
PV
Kr
KE (+)
SFCr
Pr
Pa
PRODUKSI / AKTIVITAS
Figure 6. Comparison of Energy Consumption Realization (-) and Baseline
Page 16 of 26
CHAPTER IV EEMIS REPORTING AND DISPLAY
Energy accounting report comprises electricity use report, fuel consumption report, production report, and CO2 emission report. Whereas, the EEMIS display generally consists of profiles of energy use, energy intensity, material production report, CO2 emission and emission factor. The report document provides tables with initial and final date for data input. The reports available on EEMIS consists of monthly and annual reports. 4.1 Electricity Consumption Report Electricity consumption report gives information on electrical energy consumption from the lowest level (equipment) to industrial level. If the measurement tools are not available at the equipment level, it means the system does not have electricity consumption (0). The same measurement methods also applied for other levels. The presented condition is only for one period. The realization and the target of energy consumption of equipment /system /process /area from previous period presented in detail on EEMIS, thus the variance can be determined. The example of display can be seen on figure 7. Electricity consumption report also gives information on energy consumption and energy use cost in all energy cost center (ECC) in a certain period. The result can be compared to the baseline so that the Page 17 of 26
tendency of energy use level and relative energy cost can be identified. 4.2 Fuel Consumption Report Fuel consumption report is presented in a table which gives the comparison of total amount of fuel (BBM, coal, Biomass, Gas, etc) per work force based on processing unit report. This report is compiled to quantify the variance of fuel consumption based on the report issued by all units. Moreover, fuel consumption report also describes the energy consumption level and energy use cost at each processing unit in current period to be compared to the baseline, so that can be seen the level of fuel use trends. The example of display can be seen on figure 8. 4.3. Material Monitoring Report (Production and Waste) Production monitoring report provides a table, which presents production report from each process of factory production in monthly period. Type of production presented in this report includes type of final production and material waste from the monitored level. The example of display can be seen on figure 9.
4.4 Combined Report EEMIS combined report is presented in a table which describes energy use, total of production material, and emission at each location or industrial object. Page 18 of 26
Moreover, all data are also presented in pie chart of energy use (electricity and fuel), emission sources, and production. This report is also intended to identify energy use, production, and GHG emission at each location and industrial object. The example of display can be seen on figure 10.
Page 19 of 26
IMPLEMENTATION O ENERGY CONSERVATION AND EMISSION REDUCTION INDONESIA CLIMATE CHANGE TRUST FUND & MINISTRY OF INDUSTRY REPUBLIC INDONESIA Lokasi PT. Hemat Energi Plant TIMUR
LAPORANENERGI, ENERGI,PRODUKSI PRODUKSIDAN DANEMISI EMISICO2 CO2PT.PT. HEMAT ENERGI, JAKARTA LAPORAN HEMAT ENERGI, SEMARANG
Plant BARAT JAKARTA
Plant TENGGARA
JAKARTA
PLANT TIMUR /0101000000 Penyiapan Bahan Baku /0101010000 Pemotongan scrap /0101010100
Pengepresan /0101010200 Transport Bahan Baku /0101010300
249.6099.292 4.496.510 1.688.000 1.300 2.707.210
Peleburan /0101020000
198.600.890
EAF # 1 /0101020100
89.687.900
Figure 7. Example of energy consumption report display Page 20 of 26
IMPLEMENTATION O ENERGY CONSERVATION AND EMISSION REDUCTION INDONESIA CLIMATE CHANGE TRUST FUND & MINISTRY OF INDUSTRY REPUBLIC INDONESIA Lokasi JAKARTA Plant TIMUR
LAPORAN ENERGI, PRODUKSI DAN EMISI CO2 PT. HEMAT ENERGI, JAKARTA
Plant BARAT JAKARTA
Plant TENGGARA
PENGGUNAAN BAHAN BAKAR JAKARTA
MFO (Liter)
HSD (Liter) PLANT TIMUR /0101000000 Penyiapan Bahan Baku /0101010000
BATUBARA (Ton)
Bio Massa (Ton)
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL (TOE)
0 0
Pemotongan scrap /0101010100
0
0
0
0
0
Pengepresan /0101010200
0
0
0
0
0
Transport Bahan Baku /0101010300
0
0
0
0
0
Peleburan /0101020000
0
0
368,6
0,0
69,9
EAF # 1 /0101020100
0
0
198,7
0,0
88,7
Figure 8. Example of Fuel Consumption Report Display Page 21 of 26
PENGGUNAAN BAHAN BAKAR PLANT SEMARANG B
SMELTING AREA
IMPLEMENTATION O ENERGY CONSERVATION AND EMISSION REDUCTION INDONESIA CLIMATE CHANGE TRUST FUND & MINISTRY OF INDUSTRY REPUBLIC INDONESIA Lokasi PT. Hemat Energi Plant TIMUR
LAPORAN ENERGI, PRODUKSI DAN EMISI CO2 PT. HEMAT ENERGI, JAKARTA Produksi Billet
Plant BARAT
JAKARTA
Plant TENGGARA
LAPORAN PRODUKSI Lokasi Kerja
Jakarta
2010
Periode
AREA PELEBURAN
AREA PLANT TIMUR AREA PLANT BARAT AREA PLANT TENGGARA
Profil Produksi Billet 2010
Figure 9. Example of Production Monitoring Report Display Page 22 of 26
Plant TIMUR
Produksi
Konsumsi Energi
PT. HEMAT ENERGI JAKARTA
Emisi CO2
Plant BARAT Plant TENGGARA
IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND EMISSION REDUCTION INDONESIA CLIMATE CHANGE TRUST FUND & MINISTRY OF INDUSTRY REPUBLIC INDONESIA
Plant Semarang D LAPORAN PENGGUNAAN ENERGI, PRODUKSI DAN EMISI CO2 Emisi GRK
Total kWH
BBM (HSD, kL)
BBM (MFO, kL)
Batubara (Ton)
Biomassa (Ton)
CO2-e (Ton)
Produksi
Billet (Ton)
Plant TIMUR Plant BARAT Plant TENGGARA
Plant Semarang D
Figure 10. Example of Energy Use and Emission Main Report Display Page 23 of 26
CHAPTER V EEMIS PROGRAMMING SYSTEM
EEMIS programming system is principally compiled using web- based program application with PHP script for database entry and saving. PHP script is also used to access all database files to be compiled into a report. The schematic diagram of EEMIS programming system is shown in Figure 11.
Figure 11. System Schematic for EEMIS Programming System
1. Server Server main function is to provide EEMIS application with web-based system, database
Page 24 of 26
server, and manual/ electronic data access. The server is located at Ministry of Industry office. 2. Database Database provides storage for all data received from electronic measurement tool or manual data entry using PHP script application. 3. Local Network/Internet Local Network provides a function to send manual or electronic data entry from computer user (workstation) and the EEMIS application. 4. Computer User User’s Computer functioned to transfer manual/electronic data, access, display and information needed to implement EEMIS by operating the existing computer at each industrial object. Internet browser provides the access of webbased program application. The user computer is located in existing industry at each industrial object.
Page 25 of 26
REFERENCES Kementerian ESDM. (2010) PP No.70/2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Konservasi Energi; BSNI. (2000). SNI 03 - 6196 - 2000 tentang Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung PT KONEBA (Persero). (1995). Manual Audit Energi di Sektor Industri. Jakarta. CIPEC. (2002). Energy Efficiency Planning And Management Guide, Natural Resource Canada, Ottawa. Bureau of Energy Efficiency (BEE). (2004). General Aspect of Energy Management and Audit Energy. New Delhi. PT. EMI (Persero). (2008). Prosedur dan Instruksi Kerja Audit Energi. Jakarta. Kementerian ESDM. (2009). Laporan Kegiatan Instalasi Sistem Monitoring Energi dan Air di Lingkungan Bangunan. Jakarta. Laporan Kegiatan Instalasi Sistem Manajemen Informasi Energi pada PT Tambang Bukit Asam Tbk 2010 Page 26 of 26