Kementerian Perindustrian
REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014
BIRO PERENCANAAN 2015
Ringkasan Eksekutif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung jawab semua instansi pemerintah dalam rangka
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance)
dengan
tingkat
kinerja
yang
selalu
meningkat.
Bentuk
perwujudan
pertanggungjawaban penyelenggaraan tersebut harus tepat, jelas dan nyata secara periodik. Salah satu bentuk pertanggungjawaban atas kinerja Kementerian Perindustrian pada tahun 2014 adalah melalui Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2014. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dimana pimpinan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya, diminta untuk membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada pimpinan yang lebih tinggi. Dalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014, telah dijabarkan Visi jangka menengah Kementerian, yakni
“Pemantapan daya
saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan”. Visi dimaksud telah dituangkan pada Misi, Tujuan, dan Sasaran yang akan dicapai pada tahun 2014. Selain mengemban misi tersebut, Kementerian Perindustrian juga memperoleh mandat dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014 untuk menjalankan program-program prioritas nasional sebagai berikut: 1. Prioritas Nasional (PN) 5: Ketahanan Pangan a. Revitalisasi Industri Pupuk b. Revitalisasi Industri Gula 2. Prioritas Nasional (PN) 7: Iklim Investasi dan Iklim Usaha Fasilitasi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
●●● i
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Ringkasan Eksekutif
3. Prioritas Nasional (PN) 8: Energi Pengembangan klaster industri berbasis migas, kondesat 4. Prioritas Nasional (PN) Lainnya 13: Bidang Perekonomian Pengembangan klaster industri berbasis pertanian, oleochemical. Secara
umum
gambaran
pencapaian
kinerja
Kementerian
Perindustrian disampaikan dalam uraian yang mencakup analisis kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), analisis kinerja makro sektor industri, analisis kinerja sasaran, analisis kinerja kelembagaan dan analisis kinerja keuangan. Sepanjang tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan pelbagai program pengembangan
industri
yang
menjadi
prioritas
nasional
sebagaimana
diamanahkan dalam RPJMN tahun 2010-2014. Program-program tersebut meliputi:
Revitalisasi
Industri
Pengembangan
Klaster
Pengembangan
Zona
pengembangan
klaster
pengembangan
Pupuk,
Industri Industri
di
industri
klaster
Hilir
Kelapa
Kawasan
berbasis
industri
Revitalisasi Sawit,
serta
Ekonomi
migas
berbasis
Industri
dan
Gula,
Fasilitasi
Khusus
(KEK),
kondensat
pertanian,
serta
oleochemical.
Permasalahan-permasalahan yang menjadi penghambat pelaksanaan tugas dan ketercapaian target yang telah ditetapkan telah diidentifikasi dan dianalisis untuk ditindaklanjuti dengan rekomendasi kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong percepatan pencapaian target kinerja. Dari aspek capaian kinerja makro, dilihat dari sisi pertumbuhan tahun 2014
(YoY),
5,61
persen,
sektor lebih
industri tinggi
pengolahan dibanding
non
migas
pertumbuhan
tumbuh
sebesar
ekonomi
sebesar
5,02 persen. Pertumbuhan Industri pengolahan non migas masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2013 sebesar 5,45 persen. Pada awal tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) memperbaharui data statistik dengan menggunakan
tahun
dasar
2010,
sehingga
sup-sektor
industri
yang
sebelumnya hanya terbagi menjadi 9 (Sembilan) lapangan usaha, menjadi 15 lapangan usaha. Pertumbuhan cabang industri non migas pada tahun 2014 yang tertinggi dicapai oleh industri makanan dan minuman sebesar 9,54 persen, industri pengolahan tembakau sebesar 8,85 persen, industri
●●● ii
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Ringkasan Eksekutif
mesin dan perlengkapan sebesar 8,80 persen, serta industri pengolahan lainnya sebesar 7,30 persen. Pada tahun 2014, nilai PDB nasional mencapai Rp. 10.542,69 triliun, dimana kontribusi sektor industri pengolahan non migas pada tahun 2014 adalah sebesar 17,87 persen dengan nilai Rp. 1.884,01 triliun. Kontribusi tersebut sedikit meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai sebesar 17,72 persen. Bila dilihat dari kontribusi masing-masing sektor industri terhadap pertumbuhan industri, 3 (tiga) industri yang memberikan peranan terbesar terhadap pertumbuhan industri yaitu industri makanan dan minuman sebesar 5,32 persen, industri alat angkutan sebesar 1,96 persen, dan industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik sebesar 1,87 persen. Selama tahun 2014, nilai ekspor produk industri pengolahan non migas mencapai US$ 117,33 miliar, yang memberikan kontribusi sebesar 66,55 persen dari total ekspor nasional. Nilai ekspor tersebut meningkat sebesar 3,66 persen dibandingkan dengan nilai ekspor produk industri pengolahan non migas tahun 2013 yang mencapai US$ 113,03 miliar. Peningkatan ekspor industri pengolahan non migas pada tahun 2014 secara umum disebabkan oleh membaiknya perekonomian global. Sasaran-sasaran strategis Kementerian Perindustrian dalam perspektif stakeholder sebagaimana ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja Kementerian
Perindustrian
tahun
2014
berhasil
dicapai
Kementerian
Perindustrian dengan nilai capaian sebagian besar indikator kinerja utama diatas 90 persen, bahkan lebih dari 100 persen. Nilai capaian ini sudah menggambarkan beberapa peningkatan dan perbaikan baik dalam hal penetapan indikator dan target maupun dalam pencapaian target kinerja. Pencapaian target-target sasaran strategis sebagaimana yang diuraikan dalam kinerja sasaran Kementerian Perindustrian tahun 2014 juga didukung oleh pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian lainnya yang terkait dengan kebijakan-kebijakan sebagai berikut: fasilitasi pemanfaatan Tax Holiday; fasilitasi pemanfaatan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP); pengamanan industri melalui Penetapan Obyek Vital Nasional Sektor Industri; perumusan SNI; penunjukan Lembaga Penguji Kesesuaian; penurunan Emisi
●●● iii
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Ringkasan Eksekutif
Gas Rumah Kaca; pemberian penghargaan industri hijau; penyusunan RUU Perindustrian; serta penghargaan P3DN. Selain itu, Kementerian Perindustrian juga memiliki beberapa prestasi dalam capaian Kinerja Kelembagaan, antara lain: mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas audit Laporan Keuangan tahun 2013, yang telah diraih secara berturut-turut selama 6 (enam) tahun sejak tahun 2009; kenaikan nilai akuntabilitas kinerja dari 72,19 pada tahun 2013, menjadi 73,11 di tahun 2014; sebagai Kementerian Terbaik Penerima DIPA 2014 Pertama; Penganugerahan E-Transparency Award 2014 menempati Ranking 1 (Pertama) dari 47 Kementerian/Lembaga; Pelayanan Publik versi Ombudsman dengan kategori hijau atau tingkat kepatuhan tinggi terhadap UU Pelayanan Publik; dari aspek Keterbukaan Informasi Publik masuk ke dalam 10 besar Badan Publik Pemerintahan Terbaik; dalam bidang Penerapan e-Government berhasil sebagai Kementerian Terbaik dalam Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) serta dalam acara Anugerah Media Humas (AMH) menjadi Pemenang Kedua Kategori Advertorial pada Lomba Anugerah Media Humas tahun 2013. Untuk
mendukung
percepatan
pencapaian
target
kinerja
yang
diamanatkan, maka rekomendasi kebijakan yang dapat direaliasasikan guna mencapai pertumbuhan sektor industri yang ditargetkan, antara lain: optimalisasi Insentif Fiskal: Tax Holiday, Tax Allowance, BMDTP, Pembebasan PPnBM, Bea Masuk; penyelesaian hambatan investasi; mencari pasar-pasar tujuan
ekspor
baru;
peningkatan
upaya
pengendalian
impor
melalui
kebijakan non-tariff barrier; pemberlakuan sanksi yang tegas kepada unit kerja dalam instansi pemerintah/BUMN/swasta yang tidak memenuhi persyaratan komponen lokal yang dipersyaratkan sehingga penerapan P3DN dapat lebih maksimal; memprioritaskan penyediaan infrastruktur; kebijakan penjaminan pasokan gas dan listrik untuk kebutuhan industri dalam negeri, baik sebagai bahan baku maupun energi; pembentukan Lembaga Pembiayaan Khusus IKM; menitikberatkan perjanjian Kerjasama Internasional pada Peningkatan Investasi; perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) dan Pemberlakuan penerapan secara wajib SNI; serta pemberian insentif untuk industri hijau.
●●● iv
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Ringkasan Eksekutif
Secara
garis
besar
Kementerian
Perindustrian
telah
berhasil
melaksanakan tugas, fungsi dan misi yang diembannya dalam pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2014. Beberapa sasaran yang ditetapkan dapat dicapai, meskipun belum semuanya menunjukkan hasil sebagaimana
yang
ditargetkan.
Keberhasilan
pencapaian
sasaran
Kementerian Perindustrian disamping ditentukan oleh kinerja faktor internal juga ditentukan oleh dukungan eksternal, seperti kerjasama dengan institusi terkait. Hasil lebih rinci secara keseluruhan tergambar dalam Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014.
●●● v
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Penutup
●●● viii
Daftar Isi Ringkasan Eksekutif
i
Kata Pengantar
vii
Daftar Isi
ix
Daftar Tabel
xi
Daftar Gambar Bab I.
xiv
Pendahuluan .......................................................................
1
A.
Tugas Dan Fungsi Kementerian Perindustrian .....................
1
B.
Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian ..................
1
C.
Peran Strategis Kementerian Perindustrian ..........................
6
D. Rencana Strategis Kementerian Perindustrian .....................
8
1.
Visi Kementerian Perindustrian ...................................
9
2.
Misi Kementerian Perindustrian ...................................
10
3.
Tujuan Kementerian Perindustrian ..............................
10
4.
Sasaran Kementerian Perindustrian .............................
10
5.
Arah Kebijakan dan Strategi ........................................
16
Perencanaan Kinerja ............................................................
17
A.
Perencanaan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 .....
17
B.
Rencana Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2014
19
Bab III.
Akuntabilitas Kinerja ...........................................................
21
A.
Capaian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 .....
21
Bab II.
1.
2.
Kinerja
Sasaran
Penetapan
Kinerja
Tahun
2014
Kementerian Perindustrian ..........................................
21
Kinerja Makro Industri Pengolahan Non Migas .............
51
●●● ix
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Daftar Tabel
3.
Kinerja
Program
Prioritas
Nasional
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 ........................................................ 4.
Kinerja Program Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian ...............................................................
5.
Kinerja
Kelembagaan
Kementerian
74
Perindustrian
Tahun 2014 ................................................................. B.
59
99
Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2014
106
Bab IV.
Penutup ...............................................................................
109
A.
Kesimpulan .........................................................................
109
B.
Permasalahan dan Kendala ..................................................
110
C.
Rekomendasi .......................................................................
111
●●● x
Daftar Tabel Tabel 2.1.
Penetapan Kinerja (TAPKIN) Perspektif Stakeholders ....
Tabel 2.2.
Pagu
Anggaran
Kementerian
Perindustrian
Tahun
2013 Menurut Unit Eselon I (dalam juta Rupiah) ......... Tabel 3.1.
18
19
Target dan Realisasi Tahun 2014 IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri ...........................................................
22
Tabel 3.2.
Capaian IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri ...........
23
Tabel 3.3.
Realisasi IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri ........
23
Tabel 3.4.
Pertumbuhan Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri (Persen) ............................................................
24
Tabel 3.5.
Peran Industri Terhadap PDB Nasional (Persen) ...............
25
Tabel 3.6.
Peran Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri (Persen) .........................................................................
Tabel 3.7.
Target
dan
Realisasi
Tahun
2014
IKU
dari
Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri ........ Tabel 3.8.
32
Capaian IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri ........................................................................
Tabel 3.12.
30
Target dan Realisasi Tahun 2014 IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri ..........................................
Tabel 3.11.
29
Realisasi IKU dari Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Negeri ....................................................................
Tabel 3.10.
29
Capaian IKU dari Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri ...................................................................
Tabel 3.9.
27
33
Realisasi IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri ........................................................................
33
●●● xi
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Daftar Tabel
Tabel 3.13.
Target
dan
Realisasi
Tahun
2014
IKU
dari
Tingginya Kemampuan dan Penguasaan Teknologi Industri ........................................................................ Tabel 3.14.
Capaian IKU Tingginya Kemampuan dan Penguasaan Teknologi Industri ........................................................
Tabel 3.15.
Target
dan
Realisasi
Tahun
2014
Realisasi IKU dari Kuat, Lengkap
40
dan Dalamnya
Struktur Industri ......................................................... Tabel 3.19.
39
Capaian IKU dari Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri ........................................................................
Tabel 3.18.
36
IKU
dari Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri .... Tabel 3.17.
35
Realisasi IKU Tingginya Kemampuan dan Penguasaan Teknologi Industri ........................................................
Tabel 3.16.
35
40
Target dan Realisasi Tahun 2014 dari Tersebarnya Pembangunan Industri .................................................
45
Tabel 3.20.
Realisasi IKU dari Tersebarnya Pembangunan Industri ..
45
Tabel 3.21.
Kontribusi sektor Industri Manufaktur di Jawa dan Luar Jawa (Dalam Persen) ............................................
Tabel 3.22.
Rasio Jumlah IKM di Pulau Jawa dan Luar Jawa Tahun 2010-2014 ........................................................
Tabel 3.23.
46
47
Target dan Realisasi Tahun 2014 dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri ........................................................................
Tabel 3.24.
Capaian IKU dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri ........................
Tabel 3.25.
50
Pertumbuhan PDB Berdasar Lapangan Usaha 20112014 Tahun Dasar 2010 ..............................................
●●● xii
49
Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri Tahun 2010-2014 ...................................................................
Tabel 3.27.
48
Realisasi IKU dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri ..........................
Tabel 3.26.
48
51
Tabel 3.28.
Pertumbuhan
Industri
Pengolahan
Non-Migas
Menurut Cabang-Cabang Industri Tahun Dasar 2010 .. Tabel 3.29.
Peran Tiap Cabang Industri terhadap PDB Sektor Industri Tahun 2014 Atas Tahun Dasar 2010 ..............
Tabel 3.30.
53
54
Perkembangan Ekspor Industri Non Migas s.d Okt 2014 ……………………………………………………………….
55
Tabel 3.31.
Perkembangan Impor Industri Non Migas s.d Okt 2014
56
Tabel 3.32.
Investasi PMDN Tahun 2010 - 2014 .............................
57
Tabel 3.33.
Investasi PMA 2010-2014 .............................................
58
Tabel 3.34.
Capaian
Prioritas
Nasional
Ketahanan
Pangan
Terkait Kementerian Perindustrian ............................... Tabel 3.35.
Capaian Prioritas Nasional iklim investasi dan iklim usaha terkait Kementerian Perindustrian .....................
Tabel 3.36.
Capaian
Prioritas
Nasional
Bidang
67
Energi
terkait Kementerian Perindustrian ............................... Tabel 3.37.
60
70
Capaian Prioritas Nasional Prioritas Lainnya Bidang Ekonomi Terkait Kementerian Perindustrian ................
73
Tabel 3.38.
Perkembangan Jumlah RSNI Tahun 2010 - 2014 .........
95
Tabel 3.39.
Jumlah Perusahaan yang Menerina Penghargaan ........
97
Tabel 3.40.
Perkembangan Nilai dan Predikat Akuntabilitas Kinerja Kementerian Perindustrian ...........................................
Tabel 3.41.
101
Laporan Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran 2014 Menurut Unit Eselon I (dalam juta Rupiah) .................................................................
Tabel 3.42.
Perbandingan
Pagu
dan
Realisasi
106
Anggaran
Kementerian Perindustrian Tahun 2010 – 2014 (dalam ribu rupiah) ..................................................................
107
●●● xiii
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Daftar Tabel
Daftar Gambar Gambar 1.1.
Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian .........
2
Gambar 1.2.
Peta Strategi Kementerian Perindustrian ....................
16
Gambar 3.1.
Perbandingan
Jumlah
Hasil
Penelitian
dan
Pengembangan yang Siap Diterapkan Tahun 2010 – 2014 .......................................................................... Gambar 3.2.
Perbandingan
jumlah
hasil
litbang
yang
siap
diterapkan Tahun 2013-2014 ..................................... Gambar 3.3.
Perkembangan
Jumlah
Hasil
penelitian
36
37
dan
pengembangan yang telah diterapkan Tahun 2013 – 2014 .......................................................................... Gambar 3.4.
Perkembangan Lembaga Pengujian Kesesuaian Tahun 2011 - 2014 ……………………………………………..........
Gambar 3.5.
Perkembangan
Pagu
dan
realisasi
96
Anggaran
Kementerian Perindustrian Tahun 2009 - 2014 ..........
●●● xiv
37
107
Bab I - Pendahuluan A. TUGAS DAN FUNGSI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia,
Kementerian
Perindustrian
berada
dibawah
dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Perindustrian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Perindustrian dipimpin oleh Menteri Perindustrian dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Menteri Perindustrian. Kementerian Perindustrian menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan,
penetapan,
dan
pelaksanaan
kebijakan
di
bidang
perindustrian. 2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian. 3. Pengawasan
atas
pelaksanaan
tugas
di
lingkungan
Kementerian
Perindustrian. 4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Perindustrian di daerah. 5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
B. STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Berdasarkan IND/PER/10/2010 Perindustrian,
Peraturan tentang
Kementerian
Menteri
Organisasi
Perindustrian dan
Perindustrian
Perindustrian, 9 (sembilan) unit
eselon I
Tata
terdiri dan
Nomor:
Kerja atas
105/M-
Kementerian
Wakil
Menteri
3 (tiga) Staf Ahli Menteri
sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1.
●●● 1
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
Gambar 1.1. Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian
Tugas Pokok masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut: 1. Wakil Menteri Perindustrian Mempunyai tugas membantu Menteri Perindustrian dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian. Wakil Menteri diangkat pada tanggal 10 November 2009 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111/M Tahun 2009 guna memperlancar tugas Menteri yang memerlukan penanganan khusus sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Namun sejak pemerintahan baru bulan Oktober 2014, kedudukan Wakil Menteri Perindustrian sudah ditiadakan. 2. Sekretariat Jenderal Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di Iingkungan Kementerian Perindustrian. Sekretariat Jenderal terdiri dari 5 (lima) biro, yaitu Biro Perencanaan, Biro Kepegawaian, Biro Keuangan, Biro Hukum dan Organisasi, serta Biro Umum. 3. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
●●● 2
standardisasi
teknis
di
bidang
basis
industri
manufaktur.
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu
Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri
Material Dasar Logam; Direktorat Industri Kimia Dasar; Direktorat Industri Kimia Hilir; dan Direktorat Industri Tekstil dan Aneka. 4. Direktorat Jenderal Industri Agro Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri agro. Direktorat Jenderal Industri Agro terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan; Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan; dan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau. 5. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi mempunyai tugas merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang industri unggulan berbasis teknologi tinggi. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Alat Transportasi Darat; Direktorat Industri Maritim, Kedirgantaraan, dan Alat Pertahanan; Direktorat Industri Elektronika dan Telematika; dan Direktorat Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian. 6. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri kecil dan menengah. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah I; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah II; dan Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah III.
●●● 3
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
7. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Direktorat
Jenderal
Pengembangan
Perwilayahan
Industri
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengembangan perwilayahan industri. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I; Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah II; dan Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III. 8. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kerja sama industri internasional. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Kerja Sama Industri Internasional Wilayah I dan Multilateral; Direktorat Kerja Sama Industri Internasional Wilayah II dan Regional; dan Direktorat Ketahanan Industri. 9. Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di Iingkungan Kementerian Perindustrian. Inspektorat Jenderal terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Inspektorat Jenderal; Inspektorat I; Inspektorat II; Inspektorat III; dan Inspektorat IV. 10. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, Dan Mutu Industri Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengkajian serta penyusunan rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan panjang, kebijakan pengembangan klaster industri prioritas serta iklim dan mutu industri. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, Dan Mutu Industri terdiri dari 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Badan; Pusat Standardisasi; Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri; Pusat Pengkajian Industri
●●● 4
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
Hijau dan Lingkungan Hidup; dan Pusat Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual. 11. Staf Ahli Menteri Adalah unsur pembantu Menteri di bidang keahlian tertentu, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Staf Ahli Menteri mempunyai tugas memberi telaahan kepada Menteri mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya, yang tidak menjadi bidang tugas Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan dan Inspektorat Jenderal. Staf Ahli Menteri terdiri atas Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri; Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri; dan Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi. Di samping itu, untuk menunjang pelaksanaan tugas Kementerian, terdapat 3 (tiga) unit eselon II (Pusat) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal, yaitu: 1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri (Pusdiklat Industri) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri yang selanjutnya disebut Pusdiklat Industri adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian melalui Sekretaris Jenderal. Pusdiklat Industri dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparatur dan sumber daya manusia industri. 2. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Pusat Data dan Informasi yang selanjutnya disebut Pusdatin adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. Pusdatin dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengelolaan sistem informasi, manajemen data, serta pelayanan data dan informasi industri.
●●● 5
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
3. Pusat Komunikasi Publik Pusat Komunikasi Publik adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian melalui Sekretaris Jenderal. Pusat Komunikasi
Publik
dipimpin
oleh
Kepala
dan
mempunyai
tugas
melaksanakan hubungan antar lembaga, pemberitaan, publikasi, dan informasi pelayanan publik. Dalam menunjang pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian untuk membangun dan memajukan sektor industri, dengan tercapainya sasaran strategis perspektif pelaksanaan tugas pokok dan perspektif Stakeholders dibutuhkan SDM. Untuk mewujudkan SDM Industri dan aparatur yang professional maka langkah-langkah yang dilakukan adalah meningkatkan penerapan kode etik dan peningkatan disiplin dan budaya kerja pegawai, melakukan pengembangan sistem rekruitmen pegawai,peningkatan kualitas kemampuan dan pengetahuan SDM Industri (kuantitas dan kualitas).
C. PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional tersebut tercermin dari dampak kegiatan ekonomi sektor riil bidang industri dalam komponen konsumsi maupun investasi. Dari hal ini sektor industri berperan sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor jasa keteknikan, penyediaan bahan baku, transportasi, distribusi atau perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Pembangunan sektor industri menjadi sangat penting karena kontribusinya terhadap pencapaian sasaran pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam pembentukan PDB sangat besar dan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (prime mover) karena kemampuannya dalam peningkatan nilai tambah yang tinggi. Selain itu industri juga dapat membuka peluang untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, yang berarti meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi kemiskinan. Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam pengembangan industri, namun dirasakan industri
belum
Pembangunan
●●● 6
tumbuh
Nasional
seperti
yang
sedang
yang
diharapkan.
dihadapi
bangsa
Permasalahan Indonesia
dan
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
memerlukan upaya penanganan yang terstruktur dan berkelanjutan, di antaranya meliputi: 1. Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. 2. Rendahnya pertumbuhan ekonomi. 3. Melambatnya perkembangan ekspor Indonesia. 4. Lemahnya sektor infrastruktur. 5. Tertinggalnya kemampuan nasional di bidang teknologi. Sedangkan dari sisi industri, berbagai permasalahan pokok yang sedang dihadapi dalam mengembangkan sektor industri, yaitu: Pertama, ketergantungan yang tinggi terhadap impor baik berupa bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi maupun komponen. Kedua, keterkaitan antara sektor industri dengan ekonomi lainnya relatif masih lemah. Ketiga, struktur industri hanya didominasi oleh beberapa cabang industri yang tahapan proses industrinya pendek. Keempat, lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi. Kelima, lebih dari 60 persen sektor industri terletak di Pulau Jawa. Keenam, masih lemahnya kemampuan kelompok industri kecil dan menengah. Dalam
mengatasi
permasalahan
dalam
mengembangkan
sektor
industri, isu-isu strategis hasil temu nasional di bidang perekonomian sebagai prioritas Kabinet Indonesia Bersatu II adalah: 1. Pembangunan Infrastruktur. 2. Ketahanan Pangan. 3. Ketahanan Energi. 4. Pengembangan UMKM. 5. Revitalisasi Industri dan Jasa. 6. Pembangunan Transportasi. Pembangunan sektor industri sebagai bagian dari pembangunan nasional dituntut mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi maupun sosial politik. Oleh karenanya, dalam penentuan tujuan pembangunan industri di masa depan, baik jangka menengah
maupun
jangka
panjang,
bukan
hanya
ditujukan
untuk
mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri, tetapi juga harus mampu mengatasi permasalahan nasional. Dengan memperhatikan masalah nasional dan masalah yang sedang dihadapi oleh sektor industri, serta untuk mendukung keberhasilan prioritas Kabinet Indonesia Bersatu, maka ●●● 7
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
telah ditetapkan proses yang harus dilakukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian dan yang dikelompokkan ke dalam:
1)
perumusan
kebijakan;
2)
pelayanan
dan
fasilitasi;
serta
3) pengawasan, pengendalian, dan evaluasi yang secara langsung menunjang pencapaian sasaran-sasaran strategis yang telah ditetapkan, disamping dukungan kapasitas kelembagaan guna mendukung semua proses yang akan dilaksanakan. Pada pembangunan sektor industri,
pemerintah berperan sebagai
fasilitator yang mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi aktivitas-aktivitas sektor swasta. Intervensi langsung Pemerintah dalam bentuk investasi dan layanan publik hanya dilakukan bila mekanisme pasar tidak dapat berlangsung secara sempurna. Arah kebijakan dalam Rencana Strategis mencakup beberapa hal pokok sebagai berikut: 1. Merevitalisasi sektor industri dan meningkatkan peran sektor industri dalam perekonomian nasional. 2. Membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai dengan prioritas nasional dan kompetensi daerah. 3. Meningkatkan kemampuan industri kecil dan menengah agar terkait dan lebih seimbang dengan kemampuan industri skala besar. 4. Mendorong pertumbuhan industri di luar pulau Jawa. Mendorong sinergi kebijakan dari sektor-sektor pembangunan yang lain dalam mendukung pembangunan industri nasional.
D. RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010-2014 Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014 dimaksudkan untuk merencanakan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010), Kebijakan Industri Nasional (Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Undang-Undang
Nomor
17
tahun
2007),
serta
disusun
antara
lain
berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra Kementerian Perindustrian periode 2005-2009, analisa terhadap dinamika perubahan ●●● 8
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
lingkungan strategis baik tataran daerah, nasional, maupun di tataran global, serta perubahan paradigma peningkatan daya saing dan kecenderungan pengembangan industri ke depan. 1. Visi Kementerian Perindustrian Visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) adalah Membawa Indonesia pada tahun 2025 untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia yang bercirikan: a). Industri kelas dunia. b). PDB sektor Industri yang seimbang antara Pulau Jawa dan Luar Jawa. c). Teknologi menjadi ujung tombak pengembangan produk dan penciptaan pasar. Untuk menuju Visi tersebut, dirumuskan Visi tahun 2020 yakni Tercapainya Negara Industri Maju Baru sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 antar para kepala Negara APEC.
Sebagai Negara Industri Maju Baru,
Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain: a). Kemampuan tinggi untuk bersaing dengan Negara industri lainnya. b). Peranan dan kontribusi sektor industri tinggi bagi perekonomian nasional. c). Kemampuan seimbang antara Industri Kecil Menengah dengan Industri Besar. d). Struktur industri yang kuat (pohon industri dalam dan lengkap, hulu dan hilir kuat, keterkaitan antar skala usaha industri kuat). e). Jasa industri yang tangguh. Berdasarkan
Visi
tahun
2020,
kemampuan
Industri
Nasional
diharapkan mendapat pengakuan dunia internasional, dan mampu menjadi basis kekuatan ekonomi modern secara struktural, sekaligus wahana tumbuhsuburnya ekonomi yang berciri kerakyatan. Visi tersebut di atas kemudian dijabarkan dalam visi lima tahun sampai dengan 2014 yakni:
“Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan”
●●● 9
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
2. Misi Kementerian Perindustrian Dalam
rangka
mewujudkan
visi
2025
di
atas,
Kementerian
Perindustrian sebagai institusi pembina Industri Nasional mengemban misi sebagai berikut: a). Menjadi wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. b). Menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional. c). Menjadi
pengganda
kegiatan
usaha
produktif
di
sektor
riil
bagi
masyarakat. d). Menjadi wahana memajukan kemampuan teknologi nasional. e). Menjadi wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat. f). Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa aman masyarakat. g). Menjadi andalan pembangunan industri yang berkelanjutan melalui pengembangan
dan
pengelolaan
sumber
bahan
baku
terbarukan,
pengelolaan lingkungan yang baik, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, misi tersebut dijabarkan dalam misi lima tahun sampai dengan 2014 sebagai berikut: a). Mendorong peningkatan nilai tambah industri. b). Mendorong peningkatan penguasaan pasar domestik dan internasional. c). Mendorong peningkatan industri jasa pendukung. d). Memfasilitasi penguasaan teknologi industri. e). Memfasilitasi penguatan struktur industri. f). Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa. g). Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB. 3. Tujuan Kementerian Perindustrian Pembangunan
industri
merupakan
bagian
dari
pembangunan
nasional, oleh sebab itu pembangunan industri harus diarahkan untuk menjadikan industri yang mampu memberikan sumbangan berarti bagi pembangunan ekonomi, sosial dan politik Indonesia. Pembangunan sektor industri,
tidak
hanya
ditujukan
untuk
mengatasi
permasalahan
dan
kelemahan di sektor industri yang disebabkan oleh melemahnya daya saing ●●● 10
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
dan krisis global yang melanda dunia saat ini saja, melainkan juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional, serta meletakkan dasardasar membangun industri andalan masa depan. Secara kuantitatif peran industri ini harus tampak pada kontribusi sektor industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB), baik kontribusi sektor industri secara keseluruhan maupun kontribusi setiap cabang industri. Maka dijabarkan tujuannya adalah kokohnya basis industri manufaktur dan industri andalan masa depan menjadi tulang punggung perekonomian nasional. 4. Sasaran Kementerian Perindustrian Dalam mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan upaya-upaya sistemik yang dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran strategis yang mengakomodasi perspektif
perspektif
pelaksanaan
pemangku
tugas
pokok,
kepentingan dan
perspektif
(stakeholder), peningkatan
kapasitas kelembagaan. Dari hasil evaluasi kinerja pada periode tahun 2010
–
2012,
terdapat
perbaikan
terhadap
sasaran
strategis
dan
indikator-indikator kinerja utama Kementerian Perindustrian. sasaran strategis dan indikator kinerja utama yang telah diperbaiki ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 114 Tahun 2013. Sasaran strategis dan indikator kinerja utama tersebut sebagaimana diuraikan berikut ini. a). Perspektif Pemangku Kepentingan (Stakeholder) 1). Sasaran Strategis I : Tingginya nilai tambah industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Laju pertumbuhan industri non migas.
ii.
Kontribusi industri pengolahan non migas terhadap PDB nasional.
2). Sasaran Strategis II : Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional.
ii.
Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri.
●●● 11
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
3). Sasaran Strategis III : Meningkatnya produktivitas SDM industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Tingkat produktivitas dan kemampuan SDM industri.
4). Sasaran Strategis IV : Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Jumlah hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan.
ii.
Jumlah
hasil
penelitian
dan
pengembangan
yang
telah
diimplementasikan.
5). Sasaran Strategis V : Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Jumlah investasi di industri hulu dan antara.
ii.
Tingkat kandungan lokal.
6). Sasaran Strategis VI : Tersebarnya pembangunan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa.
ii.
Perbandingan jumlah IKM di luar Pulau Jawa dan Jawa.
7). Sasaran Strategis VII : Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Meningkatnya kontribusi PDB IKM terhadap PDB industri.
b). Perspektif Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) 1). Sasaran Strategis I: Tersusunnya kebijakan dan iklim usaha dalam mendukung pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Rekomendasi kebijakan perpajakan dan tariff.
ii. Rekomendasi kebijakan nonfiskal dan moneter sektor industri. 2). Sasaran Strategis II: Tersusunnya usulan insentif yang mendukung pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Rekomendasi usulan insentif.
ii. Perusahaan industri yang memperoleh insentif.
●●● 12
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
3). Sasaran
Strategis
III:
Ditetapkannya
rencana
strategis
dalam
pengembangan industri prioritas dan industri daerah, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Jumlah Renstra & Renja.
ii. Jumlah peta panduan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan. 4). Sasaran Strategis IV: Berkembangnya R & D di instansi dan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Kerjasama R&D instansi dengan industri.
5). Sasaran Strategis V: Meningkatnya penerapan, pengembangan dan penggunaan Kekayaan intelektual, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Fasilitasi perlindungan HKI.
ii. Persentase pengaduan pelanggaran HKI yang dapat ditangani. 6). Sasaran Strategis VI: Meningkatnya akses pembiayaan dan bahan baku untuk meningkatkan kapasitas produksi, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Tingkat utilisasi kapasitas produksi.
ii. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber pembiayaan. iii. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber bahan baku. 7). Sasaran Strategis VII: Meningkatnya promosi industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Perusahaan yang mengikuti seminar/konferensi, pameran, misi dagang/investasi, promosi produk/jasa dan investasi industri.
8). Sasaran Strategis VIII: Meningkatnya kerjasama industri internasional, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Jumlah kesepakatan investasi industry.
ii.
Jumlah kesepakatan kerjasama industri internasional.
iii. Jumlah jejaring kerja internasional. 9). Sasaran Strategis IX: Meningkatnya usulan penerapan SNI, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Rancangan SNI yang diusulkan. ●●● 13
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
ii. SNI yang diberlakukan secara wajib. iii. Peningkatan
jumlah
jenis
produk
yang
sudah
bisa
diuji
di
laboratorium. iv. Satker yang terakreditasi untuk memberikan sertifikasi produk. 10).Sasaran Strategis X: Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Bertambahnya kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau.
ii.
Meningkatnya industri yang menerapkan industri hijau.
11).Sasaran Strategis XI: Meningkatnya kualitas pelayanan publik, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Tingkat kepuasan masyarakat.
ii.
Nilai indeks integritas dari KPK.
12).Sasaran Strategis XII: Meningkatnya kualitas
lembaga pendidikan dan
pelatihan serta kewirausahaan, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Sertifikasi profesi guru.
ii.
Sertifikasi profesi dosen.
iii. Sertifikasi assessor. iv. Program studi (prodi) pada unit pendidikan yang terakreditasi A dan B. v.
Terbentuknya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
vi. Terbentuknya Tempat Uji Kompetensi (TUK). vii. Terbentuknya sistem pendidikan berbasis kompetensi. viii. Jumlah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di sektor industri. 13).Sasaran Strategis XIII: Meningkatnya budaya pengawasan pada unsur pimpinan dan staf, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Terbangunnya Sistem Pengendalian Intern di unit kerja.
14).Sasaran Strategis XIV: Meningkatnya evaluasi pelaksanaan kebijakan dan efektifitas pencapaian kinerja industri, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
●●● 14
Jumlah rekomendasi perbaikan kebijakan industri.
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
c). Perspektif Peningkatan Kapasitas Kelembagaan 1). Sasaran Strategis I: Berkembangnya kemampuan SDM aparatur yang kompeten, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Standar kompetensi SDM aparatur.
ii.
SDM aparatur yang kompeten.
2). Sasaran Strategis II: Terbangunnya organisasi yang professional dan probisnis, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Penerapan sistem manajemen mutu.
3). Sasaran Strategis III: Terbangunnya sistem informasi yang terintegrasi dan handal, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Tersedianya sistem informasi online.
ii.
Pengguna yang mengakses.
4). Sasaran Strategis IV: Meningkatnya kualitas perencanaan dan pelaporan, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Tingkat
kesesuaian
pelaksanaan
kegiatan
dengan
dokumen
perancanaan. ii.
Tingkat ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan.
iii. Nilai SAKIP Kementerian Perindustrian. 5). Sasaran Strategis V: Meningkatnya sistem tata kelola keuangan dan BMN yang profesional, dengan Indikator Kinerja Utama: i.
Tingkat penyerapan anggaran.
ii.
Tingkat kualitas laporan keuangan (WTP).
●●● 15
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Pendahuluan
5. Arah Kebijakan dan Strategi Dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran-sasaran industri tahun 2010-2014, telah dibangun Peta Strategi Kementerian Perindustrian yang menguraikan peta-jalan yang akan ditempuh untuk mewujudkan visi 2014
sebagaimana
disebutkan
di
atas.
Peta
Strategi
Perindustrian tersaji pada Gambar 1.2 di bawah ini.
Gambar 1.2. Peta Strategi Kementerian Perindustrian
●●● 16
Kementerian
Bab II – Perencanaan Kinerja A. PERENCANAAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Perencanaan kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2014 ini disusun melalui 2 (dua) tahapan perencanaan, yaitu tahapan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014 dan tahapan penyusunan Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2014. Dokumen Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2014 disusun pada tahun anggaran 2013 dan dokumen Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2014 ditetapkan pada awal tahun anggaran 2014. Perencanaan kinerja yang disusun dalam dokumen Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2014 merupakan perencanaan yang sesuai dengan Peta Strategis Kementerian Perindustrian yang telah dituangkan dalam Rencana Strategis tahun 2010 - 2014 dan dokumen Peta Strategi serta Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 114 Tahun 2013 pada tanggal 27 Desember 2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama
Kementerian
Perindustrian.
Perindustrian
Perencanaan
mempertimbangkan
masukan
ini dari
dan
Unit
juga hasil
Eselon
telah evaluasi
I
Kementerian
disesuaikan kinerja
dan
Kementerian
Perindustrian tahun 2012 sebagaimana telah dilaporkan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Perindustrian Tahun 2012. Dokumen Rencana Kinerja ini disusun pada bulan Juni 2013, sehingga
belum
mengakomodir
hasil
evaluasi
kinerja
Kementerian
Perindustrian Tahun 2013. Dokumen Penetapan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 disusun berdasarkan hasil evaluasi kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2013
sebagaimana
diuraikan
dalam
dokumen
LAKIP
Kementerian
Perindustrian tahun 2013 dan beberapa penyesuaian dengan ketersediaan anggaran yang disetujui dan tertuang dalam DIPA Kementerian Perindustrian Tahun 2014. Hasil evaluasi dan beberapa penyesuaian ini berdampak pada ●●● 17
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Perencanaan Kinerja
sasaran strategis, indikator kinerja maupun target yang ditetapkan dalam dokumen
Penetapan
Kinerja
Kementerian
Perindustrian
Tahun
2014.
Penyesuaian ini didasari dengan pertimbangan ketersediaan data dukung pengukuran indikator kinerja, rasionalitas ketercapaian target sasaran dan indiaktor kinerja serta kesesuaian target dengan ketersediaan sumber daya baik sumber daya manusia, anggaran maupun sarana lain. Sasaran-sasaran strategis yang akan dicapai pada tahun 2014 dan ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 dengan penetapan anggaran sebagaimana dalam DIPA
Kementerian
Perindustrian Tahun
Anggaran 2014 adalah sebagaimana pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Penetapan Kinerja (TAPKIN) Perspektif Stakeholders Sasaran Strategis Tingginya nilai tambah industri
Indikator Kinerja
Target
Satuan
6,8
Persen
21,07
Persen
1.
Laju pertumbuhan industri nonmigas
2.
Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional
1.
Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional
66
Persen
2.
Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri
37
Persen
Meningkatnya produktivitas SDM industri
1.
Tingkat produktivitas SDM industri
250.000
Rupiah/ Tenaga kerja
Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi Industri
1.
Jumlah hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan
30
Hasil Litbang
2.
Jumlah hasil penelitian dan pengembangan yang telah diimplementasikan
10
Penelitian
1.
Jumlah investasi di industri hulu dan antara
850
Proyek
500
Produk
29,58 : 70,42
Rasio
Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri
Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri
2. Tersebarnya pembangunan industri
Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB industri
Produk industri dengan TKDN > 40%
1.
Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa
2.
Perbandingan jumlah IKM di Pulau Jawa dan luar Jawa
32 : 68
Rasio
1.
Meningkatnya kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri
34
Persen
Jumlah Anggaran Tahun 2014 : Rp. 2.922.255.470.000,00
●●● 18
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Perencanaan Kinerja
B. RENCANA ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Penetapan kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 dengan sasaran strategis, indikator kinerja utama dan pertargetan yang telah ditetapkan pada tahun 2014, didukung dengan pembiayaan APBN sebesar Rp. 2.922.255.470.000,00. Anggaran tersebut dirinci berdasarkan program. Secara lengkap anggaran tersebut disajikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Pagu Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2013 Menurut Unit Eselon I (dalam juta Rupiah) No.
Unit Kerja
Pagu
1.
Sekretariat Jenderal
738.512
2.
Ditjen. Industri Agro
268.303
3.
Ditjen. Basis Industri Manufaktur
299.400
4.
Ditjen. Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi
386.181
5.
Ditjen. Industri Kecil dan Menengah
452.868
6.
Inspektorat Jenderal
7.
Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri
8.
Ditjen. Pengembangan Perwilayahan Industri
93.927
9.
Ditjen. Kerjasama Industri Internasional
47.786
47.585
Total
587.688
2.922.255
●●● 19
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Perencanaan Kinerja
●●● 20
Bab III – Akuntabilitas Kinerja A. CAPAIAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Capaian kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2014 merupakan pencapaian
kinerja
seluruh
jajaran
Kementerian
Perindustrian
dalam
melakukan berbagai upaya melalui program dan kegiatan guna mencapai target yang telah ditetapkan pada tahun 2014. Capaian kinerja ini bukan hanya menguraikan capaian kinerja sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai kontrak kinerja Menteri Perindustrian dalam dokumen Penetapan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014, namun juga menguraikan capaian kinerja lain, yaitu kinerja makro sektor industri, kinerja program prioritas
nasional
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN), kinerja program Kementerian Perindustrian, kinerja kelembagaan dan kinerja keuangan. Analisis pencapaian dilengkapi dengan pembandingan capaian dengan tahun sebelumnya serta dengan kinerja lainnya. Namun terdapat beberapa sasaran strategis maupun indikator kinerja utama yang tidak dapat diperbandingkan. Hal
ini
dikarenakan pada
tahun
sebelumnya
tidak
ditetapkan sebagai sasaran strategis atau indikator kinerja utama yang sama, serta dikarenakan ketidaktersediaan data.
1. Kinerja Sasaran Penetapan Kinerja Tahun 2014 Kementerian Perindustrian Sebagaimana telah diperjanjikan dalam dokumen Penetapan Kinerja tahun 2014, kinerja sasaran yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2014 mencakup 7 (tujuh) sasaran strategis dalam perspektif Pemangku Kepentingan (Stakeholder) yang diukur melalui 12 (dua belas) indikator kinerja utama (IKU). Sebagaimana telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa pada sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen Penetapan Kinerja Tahun 2014 Kementerian Perindustrian ini
terjadi
beberapa perubahan target dikarenakan adanya penyesuaian dengan kondisi ●●● 21
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
yang lebih realistis berdasarkan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun sebelumnya. Demikian juga untuk data capaian kinerja yang disajikan dalam laporan kinerja tahun 2014 ini dimungkinkan adanya perbedaan penyajian angka capaian dan data kinerja pada tahun-tahun sebelumnya karena memang terjadi pembaharuan data berdasarkan data pembaharuan dari sumber yang berkompeten seperti Badan Pusat Statistik dan Pusdatin. a. Nilai Tambah Industri Nilai tambah industri dimaksud adalah nilai tambah dari hasil produksi yang merupakan selisih antara nilai output dengan nilai input. Sasaran strategis ini diukur melalui indikator kinerja utama: 1). Laju pertumbuhan industri dengan target tahun 2014 sebesar 6,8 persen. 2). Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional dengan target pada tahun 2014 sebesar 21,07 persen. Laju pertumbuhan industri, diukur melalui penghitungan pertumbuhan nilai tambah dihitung dengan melihat tingkat pertumbuhan sektor industri non migas sesuai data dari BPS. Bila ditemukan ada nilai tambah yang menggabungkan industri dari direktorat yang berbeda, lakukan kesepakatan untuk membagi nilai tambah tersebut (gunakan sampai 5 digit nilai ISIC). Kontribusi
industri
manufaktur
terhadap
PDB
nasional,
diukur
melalui
penghitungan besaran persentase kontribusi industri pengolahan non-migas terhadap PDB Nasional (diperoleh dari nilai ISIC number kepala 3) – agregasi dari 3 unit sektoral. Tabel. 3.1. Target dan Realisasi Tahun 2014 IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri Sasaran Strategis Tingginya Nilai Tambah Industri
●●● 22
IKU
2014
Satuan
Target
Realisasi
Capaian
Laju pertumbuhan industri
6,8
5,61
82,50
Persen
Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional
21,07
17,87
84,81
Persen
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel. 3.2. Capaian IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri Sasaran Strategis
Tingginya Nilai Tambah Industri
IKU Laju pertumbuhan industri Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional
2010
2011
2012
2013
2014
Satuan
102
111,97
94,81
85,43
82,50
Persen
90,09
89,44
104,25
98,33
84,81
Persen
Tabel. 3.3. Realisasi IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri Sasaran Strategis
Tingginya Nilai Tambah Industri
IKU Laju pertumbuhan industri Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional
2010
2011
2012
2013
2014
Satuan
5,12
6,74
6,40
6,10
5,61
Persen
21,51
20,92
20,85
20,76
17,87
Persen
Pencapaian target indikator laju pertumbuhan industri dari tahun 2010 sampai dengan 2014 terus mengalami penurunan. Begitu juga dengan angka realisasi pertumbuhan industri, yang berangsur-angsur turun dari sebesar 6,74 persen pada tahun 2011, menjadi sebesar 6,40 persen pada tahun 2012 dan kembali turun pertumbuhannya hanya sebesar 6,10 persen pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 turun lagi hanya tumbuh sebesar 5,61 persen. Kondisi yang sama terjadi pada indikator kinerja utama kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional. Penurunan ini dimungkinkan disebabkan oleh menurunnya laju pertumbuhan beberapa cabang industri yang memiliki kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan industri non manufaktur dan juga karena fluktuasi laju pertumbuhan dari masing-masing cabang industri dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, cabang-cabang
industri
dengan
kontribusi
tinggi
namun
mengalami
penurunan laju pertumbuhan adalah cabang industri cabang industri alat angkutan yang hanya tumbuh sebesar 3,94 persen pada tahun 2014, padahal pada tahun sebelumnya tumbuh sebesar 14,95 persen. Cabang industri alat angkutan ini memberikan kontribusi sebesar 10 persen terhadap industri manufaktur pada tahun 2014. Selain cabang industri ini, cabang industri lain ●●● 23
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
yang mengalami penurunan pertumbuhan adalah cabang industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik yang tumbuh sebesar 9,22 persen pada tahun 2013 menjadi hanya tumbuh sebesar 2,92 persen pada tahun 2014, kemudian cabang industri Logam Dasar tumbuh sebesar 11,63 persen pada tahun 2013 menjadi hanya tumbuh sebesar 4,21 persen pada tahun 2014. Cabang industri tekstil dan pakaian jadi hanya tumbuh sebesar 1,53 persen pada tahun 2014, padahal pada tahun sebelumnya tumbuh sebesar 6,58 persen. Hal ini kemungkinan terjadi akibat investasi yang masih tertahan serta kinerja industri yang masih tertahan mengingat kondisi stabilitas politik di tahun 2014 yang merupakan tahun pemilu. Cabang industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh sebesar 5,10 persen pada tahun 2013 menjadi hanya tumbuh sebesar 3,89 persen pada tahun 2014. Tabel. 3.4. Pertumbuhan Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri (Persen) No
Lapangan Usaha
2011
2012
2013*
2014**
1
Industri Makanan dan Minuman
10.98
10.33
4.07
9.54
2
Industri Pengolahan Tembakau
-0.23
8.82
-0.27
8.85
3
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
6.49
6.04
6.58
1.53
4
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
10.94
-5.43
5.23
5.51
5
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
-2.72
-0.80
6.19
6.07
6
Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
3.89
-2.89
-0.53
3.43
7
Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional
8.66
12.78
5.10
3.89
8
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
2.08
7.56
-1.86
1.16
9
Industri Barang Galian bukan Logam
7.78
7.91
3.34
2.39
10
Industri Logam Dasar
13.56
-1.57
11.63
5.89
11
Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
8.79
11.64
9.22
2.92
12
Industri Mesin dan Perlengkapan
8.53
-1.39
-5.00
8.80
13
Industri Alat Angkutan
6.37
4.26
14.95
3.94
14
Industri Furnitur
9.93
-2.15
3.64
3.58
15
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
-1.09
-0.38
-0.70
7.30
Industri Non Migas
7.46
6.98
5.45
5.61
PRODUK DOMESTIK BRUTO
6.17
6.03
5.58
5.02
Sumber: BPS diolah Kemenperin; * Data Sementara; ** Data sangat sementara
Meskipun
dari
pencapaian
target
dan
realisasi
mengalami
penurunan laju pertumbuhan, namun secara riil sektor industri tetap ●●● 24
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
mengalami perlambatan. Penurunan pertumbuhan yang secara umum terjadi pada industri kimia, tekstil dan aneka terjadi akibat penyesuaian terhadap kondisi eksternal yang melemah akibat Tapering Off yang dilakukan oleh The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) dan berpengaruh kepada
negara–negara
berkembang
seperti
Indonesia
sehingga
perekonomiannya tumbuh lebih lambat dibandingkan beberapa tahun terakhir, terutama karena tingkat pertumbuhan investasi dan ekspor yang sangat lemah sehingga berimplikasi pada defisit neraca perdagangan Industri di Indonesia, khususnya industri kimia dasar, semen dan produk semen, plastik, kosmetika, produk farmasi, besi baja, dan pengolahan aluminium. Meskipun begitu, selama kurun waktu tahun 2010 sampai dengan 2014, sektor industri manufaktur selalu menjadi kontributor terbesar terhadap PDB nasional. Tabel. 3.5. Peran Industri Terhadap PDB Nasional (Persen) No
Lapangan Usaha
2011
2012
2013*
2014**
1
Industri Makanan dan Minuman
5.24
5.31
5.14
5.32
2
Industri Pengolahan Tembakau
0.92
0.92
0.86
0.91
3
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
1.38
1.35
1.36
1.32
0.28
0.25
0.26
0.27
0.76
0.70
0.70
0.72
0.96
0.86
0.78
0.80
1.59
1.67
1.65
1.70
0.92
0.89
0.80
0.76
Industri Barang Galian bukan Logam
0.71
0.73
0.73
0.73
10
Industri Logam Dasar
0.80
0.75
0.78
0.78
11
Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
1.81
1.89
1.95
1.87
12
Industri Mesin dan Perlengkapan
0.30
0.29
0.27
0.31
13
Industri Alat Angkutan
1.98
1.93
2.02
1.96
14
Industri Furnitur
0.28
0.26
0.26
0.27
15
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
0.20
0.19
0.17
0.18
Industri Non Migas
18.13
17.99
17.72
17.87
Industri Pengolahan
21.76
21.45
20.98
21.02
4 5 6 7 8 9
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
Sumber: BPS diolah Kemenperin; * Data Sementara; ** Data sangat sementara
●●● 25
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Nilai kontribusi industri manufaktur yang selalu terbesar dibanding dengan lapangan usaha lain ini menjadi bukti pentingnya peranan sektor industri sebagai penggerak perekonomian nasional. Hal ini sekaligus menjadi pendorong bagi Kementerian Perindustrian untuk selalu fokus dan berkinerja secara maksimal dan terbaik. Lapangan usaha yang menjadi kontributor terbesar selanjutnya pada tahun 2014 adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 13,38 persen, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor
sebesar
13,38
persen,
sektor
konstruksi
sebesar
9,88 persen dan sektor pertambangan dan penggalian yang menyumbang sebesar 9,82 persen. Dari nilai kontribusi industri manufaktur sebesar 17,87 persen pada tahun 2014 terhadap PDB nasional, yang 5 (lima) cabang industri yang memberikan kontribusi terbesar secara berturut-turut adalah cabang industri makanan dan minuman sebesar 29,76 persen, disusul cabang industri alat angkutan 10,96 persen. Industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik memiliki kontribusi sebesar 10,46 persen terhadap PDB Nasional. Besarnya kontribusi industri logam di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan industri baja dalam negeri. Sebagai industri yang sebagian besar produknya digunakan pada sektor konstruksi (kurang lebih 70 persen), permesinan, transportasi, infrastruktur energi dan sektor kehidupan lainnya, industri baja memiliki peran yang cukup besar bagi perkembangan industri logam sehingga produksi baja kasar mengalami peningkatan namun belum mampu memenuhi kebutuhan baja nasional dimana kebutuhan baja nasional meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 9,52 persen dan cabang industri tekstil dan pakaian jadi menyumbang sebesar 7,37 persen. Kontribusi Industri Tekstil dan Aneka terhadap PDB Nasional
tidak
terlepas
dari
dukungan
program
Restrukturisasi
Mesin/Peralatan Industri Tekstil, Alas Kaki dan Penyamakan Kulit dan Penguatan dan Pengembangan Klaster Industri Tekstil dan Aneka.
●●● 26
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel. 3.6. Peran Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri (Persen) No
Lapangan Usaha
2010
2011
2012
2013*
2014**
23.83
24.08
24.77
24.50
29.76
1
Industri Makanan dan Minuman
2
Industri Pengolahan Tembakau
4.45
4.21
4.29
4.11
5.07
3
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
6.37
6.35
6.31
6.49
7.37
4
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
1.30
1.29
1.17
1.23
1.51
3.75
3.49
3.28
3.34
4.02
4.49
4.42
3.99
3.71
4.46
7.56
7.32
7.76
7.84
9.52
4.41
4.23
4.14
3.81
4.24
Industri Barang Galian bukan Logam
3.37
3.26
3.41
3.47
4.07
Industri Logam Dasar
3.60
3.69
3.49
3.72
4.34
Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
8.64
8.34
8.82
9.27
10.46
12
Industri Mesin dan Perlengkapan
1.57
1.37
1.34
1.27
1.74
13
Industri Alat Angkutan
8.88
9.09
9.00
9.61
10.96
14 15
Industri Furnitur Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
1.33
1.29
1.22
1.25
1.50
1.00
0.91
0.86
0.83
0.98
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
5
6
7 8 9 10 11
Industri Non Migas
Sumber: BPS diolah Kemenperin; * Data Sementara; ** Data sangat sementara
Faktor-faktor penyebab peningkatan pertumbuhan cabang industri yang masuk dalam cakupan industri agro tersebut diantaranya adalah: 1). Menurunnya impor bahan baku dan barang jadi makanan, minuman dan tembakau. 2). Meningkatnya permintaan pasar domestik karena adanya Pemilu 2014 serta pasar internasional karena menguatnya ekonomi negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. 3). Meningkatnya utilisasi produksi, kapasitas produksi dan produksi industri pengolahan kakao, industri pengolahan kopi, dan industri minyak goreng sawit. 4). Menurunnya ekspor kayu log sebagai bahan baku industri pengolahan kayu akibat diberlakukannya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). ●●● 27
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
5). Meningkatnya ekspor furniture kayu ke negara tujuan ekspor di Eropa dan Amerika Serikat serta RRC 6). Meningkatnya utilisasi produksi industri pengolahan kayu dan industri oleokimia. Upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi berbagai permasalahan pengembangan industri agro dilakukan melalui kebijakan-kebijakan dan program yang mendorong peningkatan daya saing industri agro, antara lain: 1). Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi di bidang industri hilir agro melalui promosi investasi dan usulan pemberian insentif untuk investasi di bidang industri agro tertentu maupun di daerah tertentu serta disinsentif (seperti BK kakao dan CPO serta larangan ekspor bahan baku rotan). 2). Mengurangi beban biaya logistik dan distribusi dengan berpartisipasi aktif mengusulkan perbaikan infrastruktur (pelabuhan dan jalan) dan efisiensi pelayanan (jasa pelabuhan, transportasi). 3). Mengingkatkan produktifitas SDM dan R&D industri agro baik dibidang teknologi proses, produk dan manajemen untuk efisiensi dan peningkatan daya saing industri agro. 4). Restrukturisasi permesinan melalui bantuan keringanan permodalan serta
pengembangan
iklim
usaha
dalam
rangka
mempertahankan
investasi industri yang ada dan mengembangkan atau menarik investasi baru di sektor industri agro. b. Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri Penguasaan pasar di dalam negeri yang dimaksudkan adalah untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri dibanding dengan seluruh pangsa pasar. Sedangkan penguasaan pasar di luar negeri dimaksudkan untuk
meningkatkan
nilai
ekspor
produk
industri
sehingga
dapat
meningkatkan rasio/perbandingan nilai ekspor industri terhadap nilai ekspor keseluruhan. Sasaran strategis ini diukur melalui indikator kinerja utama: 1). Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional dengan target pada tahun 2014 sebesar 66 persen. 2). Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri dengan target pada tahun 2014 sebesar 37 persen. ●●● 28
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional, diukur melalui penghitungan perbandingan nilai ekspor total produk industri terhadap nilai total ekspor nasional setiap tahunnya (data dari BPS). Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri, diukur melalui penghitungan nilai perbandingan pangsa produk industri nasional di dalam negeri. Tabel. 3.7. Target dan Realisasi Tahun 2014 IKU dari Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri 2014
Sasaran Strategis
Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri
IKU
Target Realisasi
Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional
66
66,48
Meningkatnya pangsa pasar ekspor produk industri nasional
Capaian 100,73
-
Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri
37
55,47
Satuan
Persen Persen
149,92
Persen
Ket: (-) Indikator pada tahun tersebut tidak digunakan lagi.
Tabel. 3.8. Capaian IKU dari Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri Sasaran Strategis
Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri
IKU
2011
Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional
2012
-
2013
2014
Satuan
96,78
100,73
Persen
Meningkatnya pangsa pasar ekspor produk industri nasional
29,20
43,53
-
-
Persen
Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri
63,95
121,91
140,11
149,92
Persen
Ket: (-) Indikator pada tahun tersebut tidak digunakan lagi
●●● 29
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel. 3.9. Realisasi IKU dari Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Negeri Sasaran Strategis
Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri
IKU
2011
2012
2013
2014
Satuan
Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional
60,18
61,21
61,94
66,48
Persen
Meningkatnya pangsa pasar ekspor produk industri nasional
10,22
6,53
-
-
Persen
Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri
38,37
42,67
50,44
55,47
Persen
Ket: (-) Indikator pada tahun tersebut tidak digunakan lagi.
Untuk indikator kinerja utama “meningkatnya pangsa pasar ekspor produk industri nasional” tidak digunakan sebagai IKU pada tahun 2013. IKU ini diperbaiki dengan menggunakan IKU “kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional”. Pada
tahun
2013
pencapaian
target
indikator
kinerja
utama
kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional tidak terlampaui hanya sebesar 96,78 persen, namun pada tahun 2014 terjadi peningkatan capaian menjadi 100,73 persen. Dari pencapaian target memang indikator ini tidak
bergerak
konsisten
ketercapaiannya,
namun
dari
sisi
realisasi
kontribusi produk ekspor industri terhadap ekspor nasional mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Nilai ekspor produk industri non migas pada tahun 2014 mencapai USD. 98,43 miliar (Januari-Oktober 2014), yang memberikan kontribusi sebesar 6,48 persen dari total ekspor nasional. Nilai ekspor tersebut mengalami peningkatan sebesar 5,60 persen dibandingkan dengan nilai ekspor produk industri non migas pada periode yang sama tahun 2013 yang mencapai USD. 93,21 miliar. Salah satu cabang industri adalah kontributor ekspor produk industri agro terhadap ekspor nasional mengalami peningkatan pada tahun 2014 yaitu dari 121,58 persen menjadi 287,84 persen. Selain cabang industri agro, kontributor besar terhadap ekspor industri adalah cabang industri yang masuk dalam produk Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT). Sejak periode 2009 sampai dengan 2013, ●●● 30
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
ekspor produk IUBTT terus mengalami peningkatan. Diperkirakan tren peningkatan ekspor produk IUBTT pada periode tersebut sebesar 8,62 persen. Tahun
2014
nilai
ekspor
produk
IUBTT
diproyeksikan
mencapai
USD. 24,2 miliar. Produk terpilih IUBTT yang menjadi kontribusi terbesar terhadap ekspor IUBTT yaitu: komponen elektronika, komponen KBM, elektronika konsumsi, KBM Roda 4, alat pemrosesan data (terutama printer), peralatan listrik rumah tangga, dan perkapalan. Sementara itu, hingga bulan Oktober 2014 industri kimia, tekstil dan aneka mengalami kinerja ekspor yang cenderung stagnan. Hal ini tidak terlepas dari kondisi resesi global yang dialami oleh hampir seluruh negara di dunia sehingga industri kimia hilir mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 12,27 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara itu industri kimia dasar mengalami peningkatan pertumbuhan yang moderat yaitu sebesar 3,3 persen. Kondisi yang sama juga dialami oleh industri tekstil, walaupun mengalami peningkatan pertumbuhan ekspor sebesar 3,27 persen (yoy) namun adanya masalah domestik seperti kebijakan pemerintah soal kenaikan upah buruh, tarif dasar listrik, dan gas, pengaruh tahun politik menjadi salah satu hambatan dalam kinerja ekspor industri tekstil dan aneka. Realisasi indikator kinerja utama nilai pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri adalah sebesar 55,47 persen. Peningkatan realisasi pangsa pasar produk industri nasional terhadap total
permintaan di pasar dalam negeri didukung oleh tingginya konsumsi
belanja rumah tangga yang merupakan kekuatan pasar dalam negeri yang diharapkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri. Hal ini didukung dengan data bahwa pada 2 (dua) tahun terakhir ini, penggerak terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia disumbang oleh konsumsi rumah tangga, yaitu pada tahun 2013 dominasi pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 54,20 persen dari total pengeluaran dan pada tahun 2014 sebesar 54,26 persen (Sumber: Berita Resmi Statistik BPS, 2015). Salah satu cabang industri yang memiliki pangsa pasar pasar dalam negeri yang besar adalah produk industri agro nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri, dibandingkan dengan capaian tahun 2013
●●● 31
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
juga mengalami peningkatan yaitu dari 147,04 persen menjadi 230,85 persen pada tahun 2014. Peningkatan pangsa pasar produk industri terhadap permintaan dalam negeri ini antara lain didukung oleh beberapa faktor berikut, yaitu: 1). Kuatnya konsumsi rumah tangga. 2). Fasilitasi dan koordinasi dengan instansi terkait (sektor on farm) untuk peningkatan produktifitas dan efisiensi on farm. 3). Adanya kebijakan-kebijakan penguatan daya saing produk industri dalam negeri serta kebijakan perdagangan untuk menjaga kestabilan harga, kelancaran arus barang serta menciptakan iklim usaha yang sehat. 4). Pembatasan ekspor produk primer. 5). Sosialisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) promosi baik domestik maupun internasional. c. Meningkatnya Produktivitas SDM Industri Produktivitas
SDM
industri
sebagai
faktor
penunjang
industri
nasional untuk mendukung tercapainya tujuan industri. Sasaran strategis ini diukur melalui indikator kinerja utama tingkat produktivitas SDM industri dengan target pada tahun 2014 sebesar Rp. 250.000,00 per tenaga kerja. Tingkat produktivitas SDM industri, diukur melalui penghitungan pembagian antara Nilai tambah dan jumlah Tenaga Kerja di sektor Industri yang bersangkutan, secara ekstrapolasi dari data 2 tahun lalu yang didekati dengan peningkatan pertambahan nilai tambah/jenis industri (data dari BPS). Tabel. 3.10. Target dan Realisasi Tahun 2014 IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri 2014 Sasaran Strategis
IKU
Target
Realisasi
Rupiah/TK Meningkatnya Produktivitas SDM Industri
Tingkat produktivitas SDM industri
250.000
Sumber: BPS, diolah Kemenperin Ket: - data produktivitas tenaga kerja terkini sampai dengan tahun 2013. - Untuk realisasi tahun 2014 belum dapat diukur.
●●● 32
n/a
Capaian Persen n/a
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel. 3.11. Capaian IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri Sasaran Strategis
IKU
2010
2011
2012
2013
2014
Satuan
Meningkatnya Produktivitas SDM Industri
Tingkat produktivitas SDM industri
5.506,8
8.788,8
5.627,6
13.012,2
n/a
Persen
Tabel. 3.12. Realisasi IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri Sasaran Strategis Meningkatnya Produktivitas SDM Industri
IKU Tingkat produktivitas SDM industri
2010
2011
2012
2013
13.767
21.972
14.069
32. 530
2014
Satuan
n/a
Ribu Rupiah/TK
Dilihat dari aspek pencapaian target, dari tahun 2010 dapat mencapai target yang sangat jauh melampaui. Dari target sebesar Rp. 250.000,00 per tenaga kerja, yang terjadi pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 peningkatan produktivitasnya mencapai lebih dari Rp. 10.000.000,- per tenaga kerja. Penghitungan indikator ini masih sampai dengan tahun 2013, karena
data
yang
diperlukan
masih
belum
tersedia
dari BPS.
Dan
penghitungan angka produktivitas tenaga kerja ini berbeda dengan angka yang
dilaporkan
dalam
laporan
kinerja
tahun
sebelumnya.
Hal
ini
dikarenakan adanya pembaharuan data dari BPS, dari angka sangat sementara menjadi angka yang lebih mendekati riil. Cabang industri yang mengalami peningkatan produktifitas, lebih dari Rp. 100.000.000,- diataranya adalah kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer dan alat angkutan lainnya, farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional, logam dasar. Peningkatan produktivitas ini didukung oleh meningkatnya nilai produksi cabang-cabang industri tersebut yang dimungkinkan sebagai dampak dari peningkatan penggunaan teknologi proses, peningkatan kemampuan dan keahlian SDM industri serta juga perubahan teknologi proses. Meski secara keseluruhan mengalami peningkatan produktivitas, namun
ada
beberapa
cabang
industri
yang
mengalami
penurunan
produktivitas pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2013. Cabangcabang industri tersebut adalah industri minuman; industri pakaian jadi; ●●● 33
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki; industri kayu, gabus (tidak termasuk furnitur) dan anyaman dari bambu, rotan; industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia; industri karet, barang dari karet dan plastik; industri barang galian bukan logam; industri mesin dan perlengkapan. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan tenaga kerja industri pada tahun 2014 namun tidak sejalan dengan pertumbuhan PDB Indonesia yang cenderung melambat dari tahun 2013. Dari aspek jumlah tenaga kerja industri, salah satu penyumbang peningkatan jumlah tenaga kerja industri yang cukup besar adalah berasal dari industri unggulan berbasis teknologi tinggi yaitu sub sektor industri elektronika dan telematika, sub sektor industri kelistrikan, sub sektor industri alat transportasi darat, sub sektor industri permesinan dan alat pertanian serta sub sektor industri maritim, kedirgantaraan dan alat pertahanan. Jumlah tenaga kerja IUBTT pada tahun 2014 sebanyak 1.150.724 orang, meningkat 2,23 persen atau 25.153 orang dibandingkan tahun 2013. d. Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Inovasi dimaksud adalah kreativitas untuk menciptakan produk baru sebagai hasil penelitian dan pengembangan teknologi terapan, dan penelitian dari berbagai sektor lainnya. Sasaran strategis ini diukur melalui indikator kinerja utama: 1). Hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan dengan target sebesar 30 penelitian. 2). Hasil penelitian dan pengembangan yang telah diterapkan dengan target 10 penelitian. Hasil
penelitian
dan
pengembangan
yang
siap
diterapkan,
diukur
melalui
penghitungan jumlah hasil penelitian dan pengembangan (khusus yang dikerjakan oleh Balai Besar dan Baristand Industri). Hasil penelitian dan pengembangan yang telah diterapkan, diukur melalui penghitungan jumlah teknologi sebagai hasil penelitian yang sudah diterapkan dan dimanfaatkan industri atau IKM dan telah masuk dalam skala pabrik/manufaktur. ●●● 34
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan, diukur melalui penghitungan jumlah hasil penelitian dan pengembangan (khusus yang dilakukan oleh Balai Besar dan Baristand Industri) yang merupakan hasil litbang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (tahun 2010 sampai dengan tahun 2014) yang telah dilakukan pilot project atau telah dihitung tekno meternya, atau telah memiliki mitra usaha/industri untuk menerapkan hasil litbang tersebut. Pada tahun 2014 terdapat 161 penelitian dan bila dijumlahkan selama 2010-2014 telah terdapat 1068 penelitian yang dilaksanakan oleh Balai Besar dan Baristand Industri. Dari jumlah tesebut hasil litbang yang siap diterapkan pada tahun 2014 adalah 62 penelitian. Tabel. 3.13. Target dan Realisasi Tahun 2014 IKU dari Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri 2014 Sasaran Strategis Tingginya kemampuan Inovasi dan penguasaan teknologi Industri
IKU
Satuan
Target
Realisasi
Capaian
Hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan
30
62
206,67
Peneli tian
Hasil penelitian dan pengembangan yang telah diterapkan
10
45
450,00
Peneli tian
Tabel. 3.14. Capaian IKU Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Sasaran Strategis Tingginya kemampuan Inovasi dan penguasaan teknologi Industri
IKU
2010
2011
2012
2013
2014
Satuan
Hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan
62,80
74,40
103,09
110,34
206,67
Persen
Hasil penelitian dan pengembangan yang telah diterapkan
198,00
38,00
103,13
95,56
370,00
Persen
●●● 35
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel. 3.15. Realisasi IKU Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Sasaran Strategis Tingginya kemampuan Inovasi dan penguasaan teknologi Industri
IKU
2010
2011
2012
2013
2014
Satuan
Hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan
157
186
200
96
62
Penelitian
Hasil penelitian dan pengembangan yang telah diterapkan
99
25
33
43
37
Penelitian
250 200
200 157
168
186
194
200
150 87
100
96 62
50
30
0 2010
2011
2012 Target
2013
2014
Capaian
Gambar 3.1. Perbandingan Jumlah Hasil Penelitian dan Pengembangan yang Siap Diterapkan Tahun 2010 – 2014
Selama 2010-2014 ditargetkan 1.068 penelitian dan telah dihasilkan 886 penelitian oleh Balai Besar dan Baristand Industri di lingkungan BPKIMI atau capainnya 82,96 persen. Pada tahun 2013, realisasi hasil litbang yang siap diterapkan sebesar 96 penelitian atau 110,34 persen dan padatahun 2014 realisasi sebesar 62 penelitian atau 206,67 persen. Untuk tahun 2014 jumlah hasil litbang yang siap diterapkan menurun dibandingkan tahun 2013, karena adanya penurunan volume pengembangan litbang yang disebabkan
berkurangnya
alokasi
anggaran.
Hal
ini
menyebabkan
pengembangan hasil litbang untuk sampai pada tahap “siap diterapkan” cenderung terhambat.
●●● 36
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
150 100
96
87
62
50
30
0 2013
2014
Target
Capaian
Gambar 3.2. Perbandingan jumlah hasil litbang yang siap diterapkan Tahun 2013-2014
Hasil penelitian dan pengembangan yang telah diterapkan, diukur melalui penghitungan hasil litbang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2010 s/d 2014) yang telah diterapkan pada dunia usaha/industri dan telah masuk dalam skala pabrik/manufaktur .
60
45
45
42
40 20
10
0 2013 Target
2014 Capaian
Gambar 3.3. Perkembangan Jumlah Hasil penelitian dan pengembangan yang telah diterapkan Tahun 2013 – 2014
Penerapan hasil litbang oleh industri pada tahun 2014 mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2013. Beberapa faktor yang mendorong adanya peningkatan tersebut antara lain karena: 1). Minat
industri/perusahaan,
terutama
IKM,
meningkat
untuk
mengaplikasikan hasil litbang tersebut; 2). Hasil litbang yang diciptakan sudah mempunyai nilai ekonomis sehingga dapat dikomersialisasikan; ●●● 37
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
3). Beberapa hasil litbang telah disepakati melalui MoU dengan industri untuk proses pengembangan penelitian ke tahap berikutnya; 4). Hasil litbang yang telah menyelesaikan permasalahan industri atau memenuhi kebutuhan industri; Pemanfaatan litbang oleh sektor industri sangat bergantung pada kualitas hasil litbang dan pemasaran/publikasi hasil litbang oleh Balai Besar dan Baristand Industri pada dunia industri. Selain itu, penelitian dan pengembangan perlu didorong untuk lebih aplikatif sampai dengan skala industri agar dapat memenuhi kebutuhan teknologi dunia usaha/industri. Tatangan
yang
dihadapi
dalam
mengembangkan
tingginya
kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri adalah: a. Keterbatasan sumber daya litbang (SDM, sarana, dan prasarana litbang); b. Masih kurangnya pelatihan di bidang teknologi yang sesuai dengan kebutuhan peningkatkan kompetensi SDM Peneliti di Balai. c. Masih terbatasnya dukungan peralatan laboratorium dari segi kapasitas, sedangkan usia peralatan yang ada rata-rata relatif sudah tua. d. Masih terbatasnya pemanfaatan hasil litbang di lingkungan masyarakat industri, bila dibandingkan jumlah litbang yang potensial diterapkan. e. Mayoritas pelaku industri masih tergantung teknologi dari luar negeri. f. Terbatasnya akses terhadap sumber-sumber informasi, teknologi, dan pelayanan litbang teknologi. g. Tidak adanya penjaminan resiko terhadap penerapan teknologi hasil litbang oleh indutsri sehingga menyebabkan kontribusi litbang terhadap pembangunan ekonomi masih kurang. h. Kerja sama atau kolaborasi litbang antar lembaga litbang pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Industri relatif masih rendah. i. Masih terdapat peneliti/perekayasa maupun pelaku industri yang belum memahami pentingnya HKI dan cara mendaftarkan HKI. Langkah-langkah yang telah dilakukan, antara lain : 1). Mempertajam fokus litbang lindustri yang berorientasipada pemetaan kebutuhan usaha; 2). Meningkatkan
kapasitas
dan
kapabilitas
litbang
industri
memperkuat SDM, kelembagaan intermediasi, dan sarana litbang;
●●● 38
dengan
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
3). Meningkatkan networking (jejaring) dengan lembaga/institusi dalam dan luar negeri serta pelaku industri; 4). Memperkuat kompetensi inti dan bersama Balai; 5). Penyusunan
penjaminan
resiko
atas
pemanfaatan
teknologi,
sebagaimanan diatur oleh Pada Undang-Undang No. 3 Th. 2014 tentang Perindustrian pada bagian Pengembangan Dan Pemanfaatan Teknologi Industri telah diatur; 6). Meningkatkan komersialisasi hasil litbang teknologi. e. Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri Struktur industri dimaksud adalah perimbangan antara industri hulu dan
industri
antara
serta
bagaimana
kemampuan
kandungan
lokal
digunakan dalam produksi. Sasaran strategis ini diukur melalui indikator kinerja utama: 1). Jumlah investasi baru di industri hulu dan antara dengan target pada tahun 2014 sebesar 850 proyek. 2). Produk industri dengan TKDN > 40 persen dengan target pada tahun 2014 sebanyak 500 produk. Jumlah investasi baru di industri hulu dan antara, diukur melalui penghitungan jumlah proyek yang dikerjakan di masing-masing sektor untuk mengisi (invest) pada industri -industri sebelum industri hilir. Produk industri dengan TKDN > 40 persen, diukur melalui penghitungan jumlah produk dengan nilai TKDN lebih dari 40 persen. Tabel. 3.16. Target dan Realisasi Tahun 2014 IKU dari Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri Sasaran Strategis Kuat, Lenkap dan Dalamnya Struktur Industri
2014 IKU
Satuan Target
Realisasi
Capaian
Jumlah investasi baru di industri hulu dan antara
850
4.017
472,59
Proyek
Produk industri dengan TKDN > 40 persen
500
710
142,00
Produk
●●● 39
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel. 3.17. Capaian IKU dari Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri Sasaran Strategis
Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri
IKU
2010
2011
2012
2013
2014
Satuan
Jumlah investasi baru di industri hulu dan antara
-
397,13
472,59
Persen
Produk industri dengan TKDN > 40 persen
-
201,40
142,00
Persen
142,50
-
-
Persen
96,66
-
-
Persen
Tumbuhnya Industri Dasar Hulu (Logam dan Kimia) Tumbuhnya Industri Komponen automotive, elektronika dan permesinan
136,00 384,12
76,25
109,38
Ket: (-) Indikator pada tahun tersebut tidak digunakan lagi.
Tabel. 3.18. Realisasi IKU dari Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri Sasaran Strategis Kuat, Lenkap dan Dalamnya Struktur Industri
IKU
2011
2012
2013
2014
Satuan
Jumlah investasi baru di industri hulu dan antara
2.349
2.428
4.552
4.017
Proyek
Produk industri dengan TKDN > 40 persen
-
-
719
710
Produk
Ket: (-) Indikator pada tahun tersebut tidak digunakan lagi.
Dilihat dari aspek pencapaian target, untuk kedua indikator ini dapat
melampaui
melampaui target.
target.
Realisasi
kedua
indikator
ini
sangat
jauh
Hal yang perlu dicermati adalah apakah pentargetan
terlalu rendah atau memang realisasinya meningkat secara signifikan. Dari 800 proyek investasi yang ditargetkan, pada tahun 2013 terealisasi sebesar 3.177 proyek yang mencakup investasi PMA dan PMDN. Begitu juga dengan tahun 2014, dari target sebesar 850 proyek terealisasi sebesar 4.017 proyek. Sedangkan untuk 2 indikator tumbuhnya industri dasar hulu (logam dan kimia) dan indikator tumbuhnya industri komponen automotive, elektronika
●●● 40
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
dan permesinan sudah tidak digunakan sebagai indikator pengukuran karena telah diperbaiki dengan 2 indikator sebelumnya. Investasi PMDN Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 15,37 persen dibandingkan dengan tahun 2013. Hal ini tentu menunjukkan perkembangan
positif
mengenai investasi
dalam negeri.
Peningkatan terbesar pada industri mineral non logam, yang mengalami peningkatan sebesar 53.03 persen diikuti oleh industri logam, mesin dan elektronik
sebesar
22,14
persen,
industri
karet
dan
plastik
sebesar
16,55 persen dan industri barang dari kulit dan alas kaki sebesar 10 persen serta industri kayu sebesar 49,73 persen. Namun diluar peningkatan investasi tersebut, terdapat beberapa sektor yang mengalami penurunan investasi yaitu industri instrumen kedokteran, presisi & optik & jam diikuti oleh industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain sebesar 75,88 persen, dan industri tekstil sebesar 40,66 persen. Peningkatan investasi ini disebabkan karena kondisi ekonomi Indonesia yang relatif stabil dan insentif fiskal yang diberikan oleh pemerintah berupa Tax Holiday untuk industri dengan investasi diatas 1 triliun rupiah. Hasil yang berbeda pada investasi PMA, dimana terjadi penurunan sebesar 17,9 persen pada tahun 2014 dibanding dengan tahun 2013. Penurunan investasi terbesar terjadi pada industri instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam disusul dengan industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain. Lebih lanjut meski terjadi penurunan pada beberapa sektor namun tahun 2014 juga menunjukkan peningkatan jumlah proyek investasi pada
beberapa
sektor
yaitu
pada
sektor
industri
tekstil
mengalami
pertumbuhan sebesar 52,7 persen, industri barang dari kulit dan alas kaki sebesar 50,55 persen, industri kimia dan farmasi sebesar 34,42 persen, industri karet dan plastik sebesar 49,35 persen, industri mineral non logam sebesar 21,01 persen, industri logam, mesin & alat elektronik sebesar 45,21 persen. Namun, yang menarik adalah walaupun jumlah proyek investasi PMA di Indonesia mengalami peningkatan, nilai investasi yang ditanamkan di Indonesia tersebut pada tahun 2014 justru mengalami penurunan. Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan proyek namun penurunan nilai tersebut adalah sektor industri tekstil dengan nilai investasi USD. 423 juta menurun hingga 43,72 persen, industri kimia dan farmasi nilai ●●● 41
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
investasi USD. 2.323 juta menurun hingga 26,06 persen, dan sektor industri logam, mesin dan elektronik nilai investasi USD. 2.472 juta menurun hingga 25,70
persen. Adanya
penurunan investasi
PMA di
beberapa
sektor
disebabkan karena beberapa hal, yang pertama perlambatan ekonomi di Eropa pada awal tahun 2014, yang kedua adalah melemahnya harga komoditas dunia, yang mengakibatkan beberapa investor menahan diri untuk melakukan ekspansi. Untuk industri yang termasuk dalam sektor IUBTT, Jumlah investasi di industri hulu dan antara yang tumbuh di tahun 2014 sebanyak 10 perusahaan dengan rincian : 1). PT. Nissan Motor Indonesia di Purwakarta untuk memproduksi KBH2 merek Datsun Go+. 2). PT. Krama Yudha Tiga Berlian Motors di Cibitung – Bekasi untuk pendirian KTB New Spare Part Center. 3). PT. Kawasaki Motor Indonesia di Kawasan Industri MM2100 – Bekasi untuk pendirian Pabrik ke-2 Perakitan Sepeda Motor. 4). PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia di Karawang untuk Pendirian Pabrik Engine ke-2. 5). PT. Ikuyo Indonesia untuk memproduksi komponen kendaraan bermotor roda empat. 6). PT Iseki di Jawa Timur untuk memproduksi traktor mini. 7). PT Caterpillar di Batam untuk memproduksi large mining truck dan hydrolic mining shovels. 8). PT Inti Global Optocal Communication di Bandung untuk memproduksi semi konduktor dan komponen elektronik lainnya serta kabel serat optik. 9). PT Siix Ems Indonesia di Jawa Barat untuk memproduksi semi konduktor dan komponen elektronik lainnya. 10).PT Sanyo Jaya Components Indonesia di Jawa Barat untuk memproduksi semi konduktor dan komponen elektronik lainnya. Dari sektor industri agro, realisasi investasi baru dan pengembangan bidang industri agro adalah sebanyak 1021 jumlah perusahaan yang terdiri dari 34 perusahaan di sektor industri hasil hutan dan perkebunan, 961 perusahaan di sektor industri makanan, hasil laut dan perikanan serta 26 perusahaan di sektor industri minuman dan tembakau.
●●● 42
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Melihat perkembangan investasi di sektor industri hasil hutan dan perkebunan cukup positif, untuk sektor industri pengolahan kayu tahun 2014 terdapat 18 perusahaan yang melakukan investasi baik untuk pembangunan pabrik baru maupun perluasan usaha, nilai investasi yang dapat diserap dari sector kayu adalah sebesar Rp. 548,7 Milyar rupiah, industri pulp dan kertas terdapat 14 perusahaan yang melakukan investasi baik pembangunan pabrik baru maupun perluasan dengan nilai 1,57 trilyun rupiah dan terakhir adalah investasi industri karet sebanyak 4 perusahan dengan nilai investasi Rp. 209 milyar. Sektor industri ini mampu menyerap investasi yang tinggi karena merupakan sektor industri yang padat modal. Secara keseluruhan jumlah investasi Industri hasil hutan dan perkebunan
mencapai
34
perusahaan
dengan
nilai
Investasi
Rp. 18,11 trilyun, lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebanyak 20 perusahaan. Selain itu kondisi investasi tahun 2014 juga lebih baik dari tahun 2013 dimana investasi untuk sektor industri pengolahan kayu sebanyak 23 perusahaan dengan nilai investasi Rp. 190,3 milyar dan sektor industri
hilir
kelapa
sawit
sebanyak
5
perusahaan
dengan
nilai
Rp. 6,1 trilyun sehingga secara keseluruhan ada 28 perusahaan dengan nilai investasi Rp. 6,29 trilyun, kedepan diharapkan dengan dukungan pemerintah dan penciptaan iklim usaha yang kondusif investasi di sektor industri hasil hutan dan perkebunnan semakin meningkat dan diharapkan dapat tumbuh 40 perusahan per tahun dalam jangka menengah ini. Pertumbuhan investasi di industri makanan, hasil laut dan perikanan pada tahun 2014 untuk PMDN sebanyak 295 perusahaan dengan nilai Rp. 13.934,3 Milyar, sedangkan pertumbuhan investasi PMA sebanyak 666 perusahaan senilai USD. 2.547,1 juta. Pertumbuhan investasi yang cukup besar ini disebabkan semakin meningkatnya permintaan produk industri makanan di dalam negeri dan juga sudah semakin kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Sementara itu di tahun 2014 jumlah perusahaan yang berencana melakukan investasi di bidang industri minuman dan tembakau di Triwulan III tahun 2014 mencapai 12 perusahaan dan meningkat menjadi sekitar 26 perusahaan melalui program MP3EI di triwulan IV. Perusahaan tersebut
●●● 43
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
diantaranya PT. Bogasari Flour Mills Indonesia, PT Multi Bintang Indonesia Tbk, PT. Indofood CBP Sukses Makmur dan PT. Yupi Indo Jelly Gum. Sedangkan untuk IKU produktifitas dengan TKDN > 40 persen sampai dengan tahun 2014 melampaui target yang diharapkan. dari target 500 produk terealisasi 710 produk dengan TKDN > 40 persen. Produk yang dihasilkan merupakan produk industri yang telah diverifikasi TKDN-nya oleh Kementerian Perindustrian. Hasil verifikasi ini kemudian akan ditetapkan secara formal oleh Kementerian Perindustrian. Capaian ini salah satunya didukung oleh program-program yang mendorong industri dan masyarakat melalui program P3DN. Kedua indikator ini baru ditetapkan pada tahun 2013–2014 menggantikan indikator tumbuhnya industri logam dasar, besi dan baja; dan tumbuhnya industri alat angkut, mesin, dan peralatannya. Dari sektor industri agro, jumlah produk dengan TKDN > 40 persen pada tahun 2014 adalah sebesar 18 produk, meningkat dari capaian pada tahun 2013. Industri Hasil Hutan dan Perkebunan mempunyai 18 produk yang sudah bersertifikasi TKDN dari Kementerian Perindustrian yang terdiri 14 produk industri pengolahan kayu dan 4 produk industri pengolahan kertas. Sedangkan untuk capaian tingkat kandungan lokal produk IUBTT pada tahun 2014 terealisasi sebanyak 107 sertifikat produk. Hal ini disebabkan adanya pelimpahan kewenangan dari Pusdatin ke Ditjen IUBTT baru dilaksanakan per tanggal 15 Oktober 2014 sesuai dengan Surat Sekjen Kemenperin No. 167/SJ-IND/Kep/10/2014. Pada
tahun
2014,
setidaknya
terdapat
689
sertifikat
produk
diantaranya 146 sertifikat produk dari kelompok industri pakaian dan perlengkapan kerja, 76 sertifikat kelompok industri olahraga dan pendidikan, sementara industri kimia hilir memiliki 122 produk yang telah tersertifikasi, dan sertifikasi produk industri kimia, tekstil dan aneka lainnya. f.
Tersebarnya Pembangunan Industri Perbandingan penyebaran industri di Jawa dan di luar Jawa. Sasaran
strategis ini diukur melalui indikator kinerja utama: 1). Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa dengan target pada tahun 2014 sebesar 29,58 : 70,42.
●●● 44
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
2). Perbandingan jumlah IKM di Pulau Jawa dan luar Jawa dengan target pada tahun 2014 sebesar 62 : 38. Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa, diukur melalui penghitungan perbandingan jumlah PDRB industri seluruh provinsi di luar Jawa dibandingkan dengan di Jawa setiap. Perbandingan jumlah IKM di Pulau Jawa dan luar Jawa, diukur melalui penghitungan perbandingan jumlah industri kecil dan menengah yang ada di luar Jawa dibandingkan dengan di Jawa setiap tahunnya. Tabel. 3.19. Target dan Realisasi Tahun 2014 dari Tersebarnya Pembangunan Industri Sasaran Strategis Tersebarnya Pembangunan Industri
2014
IKU
Satuan
Target
Realisasi
Capaian
Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa
29,58:70,42
27,36 : 72,64
92,49
Rasio
Perbandingan jumlah IKM di Pulau Jawa dan luar Jawa
62 : 38
62,17:37,83
99,55
Rasio
Ket: Pada IKU Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa, data terkini baru sampai dengan tahun 2013
Tabel. 3.20. Realisasi IKU dari Tersebarnya Pembangunan Industri Sasaran Strategis Tersebarnya pembangunan Industri
IKU
2010
2011
2012
2013
2014
Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa (rasio)
22,97:77,03
22,83:77,17
23,13:76,87
27,36:72,64
n/a
Perbandingan jumlah IKM di Pulau Jawa dan luar Jawa (rasio)
63,45:36,55
65,04:34,96
64,34:35,66
62,28:37,72
62,17:37,83
Sumber: BPS, diolah Kemenperin
Pencapaian target sasaran strategis ini hanya dapat tercapai untuk indikator Rasio PDRB industri di luar Pulau Jawa terhadap PDRB industri di Jawa. Namun dari sisi realisasi perbandingan jumlah IKM di luar pulau Jawa ●●● 45
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
tidak tercapai. PDB industri di luar pulau Jawa dari sebesar 23,13 persen pada tahun 2012 menjadi 27,36 persen pada tahun 2013, sedangkan jumlah IKM di luar pulau Jawa dari sebesar 37,72 persen pada tahun 2013, menjadi 37,83 persen di tahun 2014. Indikator kedua dari sasaran strategis ini diukur melalui rasio jumlah IKM di Jawa dan luar Jawa, dengan target sebesar 68:32 di tahun 2014. Target ini merupakan angka revisi setelah dilakukan evaluasi paruh waktu pada tahun 2012 (target awalnya adalah 60:40) karena hasil evaluasi tersebut menyatakan bahwa angka 60:40 terlalu tinggi dan tidak akan tercapai di tahun 2014. Dalam 3 tahun terakhir menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya peranan sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa. Kondisi yang diharapkan adalah secara perlahan-lahan kontribusi sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa meningkat sehingga dalam jangka panjang yaitu pada tahun 2025 kontribusinya menjadi sekitar 40 persen. Tabel 3.21. Kontribusi sektor Industri Manufaktur di Jawa dan Luar Jawa (Dalam Persen) Wilayah
Jawa Luar Jawa Nasional
2010
2011
2012
2013
2014
73,65
73,41
73,07
72,78
72,64
26,35
26,59
26,93
27,22
27,36
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Sumber : BPS, diolah Kemenperin
Tercapainya target untuk IKU Rasio PDB industri luar jawa terhadap PDB industri jawa disebabkan pertumbuhan sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti pembangunan infrastruktur yang memadai, energi gas dan
listrik
dan
ketersediaan
tenaga
kerja
yang
kompeten
sehingga
menyebabkan investasi investasi baru maupun lama khususnya di sektor industri manufaktur tumbuh secara bertahap dan beralih lokasi ke luar Pulau Jawa.
●●● 46
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Target tahun 2014 untuk jumlah unit usaha IKM di luar Jawa sebanyak 32 persen dari total unit usaha IKM, sedangkan realisasinya mencapai 37,83 persen. Dengan membandingkan antara realisasi dan target, maka capaian kinerja pada IKU ini adalah 99,55 persen. Rasio jumlah IKM di Jawa dan luar Jawa adalah 63,45:36,55 pada tahun 2010 dan bergerak menjadi 62,17:37,83 di tahun 2014. Artinya, jumlah unit usaha IKM selama lima tahun terus meningkat, yakni tumbuh 5,63 persen per tahun untuk IKM di Jawa dan 7,09 persen per tahun untuk IKM di luar Jawa. Meskipun demikian, akselerasi pertumbuhan IKM di luar Jawa harus ditingkatkan kembali agar sebaran IKM dapat seimbang dan sesuai harapan. Tabel. 3.22. Rasio Jumlah IKM di Pulau Jawa dan Luar Jawa Tahun 2010-2014 PERSENTASE IKM
2010
2011
2012
2013
2014
JAWA
63,45%
65,04%
64,34%
62,28%
62,17%
LUAR JAWA
36,55%
34,96%
35,66%
37,72%
37,83%
JUMLAH UNIT USAHA
2010
2011
2012
2013
2014
JAWA
1.750.172
1.954.014
2.080.273
2.128.959
2.179.090
LUAR JAWA
1.007.992
1.050.180
1.152.844
1.289.407
1.325.894
TOTAL
2.758.164
3.004.194
3.233.117
3.418.366
3.504.984
Sumber: BPS, diolah Kemenperin
Adapun upaya yang telah dilakukan Kementerian Perindustrian untuk menumbuhkan IKM di luar Jawa adalah melalui program penumbuhan wirausaha baru IKM. Selain untuk menumbuhkan wirausaha-wirausaha IKM, program ini juga bertujuan memperkuat kemampuan wirausaha IKM agar menjadi wirausaha yang mandiri dan profesional. Penumbuhan WUB IKM dilakukan melalui dua pendekatan, yakni by design dan fast track: 1). Pendekatan
By
Design
dilakukan
melalui
serangkaian
kegiatan
rekruitmen, pelatihan, magang, dan pemberian modal usaha sebelum orang menjadi wirausaha (Inkubator TI, Pengembangan TPL Beasiswa, Pengembangan Jasa Perbengkelan, Pengembangan WUB Wanita). 2). Pendekatan Fast Track dilakukan dengan membeli franchise industri sehingga seseorang dalam waktu singkat bisa menjadi wirausaha baru.
●●● 47
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Pendekatan Fast Track saat ini masih dalam persiapan karena diperlukan prasyarat bisnis franchise. g. Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri Sasaran ini adalah sasaran yang menunjukkan peran industri kecil dan menengah terhadap PDB selalu meningkat. Sasaran strategis ini akan dicapai melalui indikator kinerja utama kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri dengan target pada tahun 2014 sebesar 34 persen. Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri, diukur melalui penghitungan perbandingan PDB IKM terhadap PDB industri total secara nasional. Tabel. 3.23. Target dan Realisasi Tahun 2014 dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri 2014 Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB
IKU
Satuan Target
Realisasi
Capaian
34
34,56
101,65
Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri Penyebaran IKM Jawa dan luar Jawa
Sejak tahun 2013 menjadi IKU sasaran strategis “Tersebarnya pembangunan industri”
Persen Rasio
Sumber: BPS, diolah Kemenperin
Tabel. 3.24. Capaian IKU dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB
IKU
2010
2011
2012
2013
2014
Satuan
Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri
-
100,30
100,30
103,88
101,65
Persen
Sumber: BPS, diolah Kemenperin Ket: (-) Indikator pada tahun tersebut belum digunakan
●●● 48
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Dilihat dari aspek pencapaian target maupun realisasi, dibandingkan dengan tahun 2011 dan 2012, indikator ini mengalami peningkatan pada tahun 2013, dan kembali menurun di tahun 2014. Tabel. 3.25. Realisasi IKU dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB
IKU
Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri
2010
2011
2012
2013
2014
Satuan
33,91
33,65
33,97
34,28
34,56
Persen
Sumber: BPS, diolah Kemenperin
Untuk indikator pertama dari realisasi sebesar 33,91 persen pada tahun 2010, menjadi sebesar 33,65 persen pada tahun 2011, sebesar 33,97 pada tahun 2012 dan meningkat lagi menjadi sebesar 34,28 pada tahun 2013. Begitu juga pada tahun 2014, meningkat lagi menjadi 34,56 persen. Hal ini menunjukkan semakin efektifnya kebijakan-kebijakan yang ditetapkan Kementerian Perindustrian terkait pengembangan Industri Kecil dan Menengah. Saat ini Produk Domestik Bruto (PDB) industri sebagian besar masih merupakan sumbangan dari industri besar. Sedangkan industri kecil dan menengah yang jumlahnya sangat banyak masih belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB industri. Untuk itu, sasaran strategis yang akan dicapai Ditjen IKM adalah dengan meningkatkan peran industri kecil dan menengah terhadap PDB. Ukuran ketercapaian sasaran staregis ini (IKU) diukur melalui meningkatnya kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri. Sesuai dengan Renstra Ditjen IKM, dalam kurun waktu 5 tahun (2010-2014), kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri diharapkan meningkat dari 32 persen menjadi 34 persen. Secara spesifik, targetnya adalah 33 persen di tahun 2011-2012, dan 34 persen dicapai pada tahun 2013-2014.
●●● 49
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel. 3.26. Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri Tahun 2010-2014 Indikator
2010
2011
2012
2013
2014
PDB IKM (Rp triliun)
186,5
193,8
203,4
212,9
222,5
PDB Industri (Rp triliun)
549,8
576
598,6
621,2
643,8
% Kontribusi PDB IKM
33,91
33,65
33,97
34,28
34,56
Sumber: BPS, diolah Kemenperin
PDB IKM pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 186,5 triliun. Dengan laju pertumbuhan 4,83 persen per tahun, angka ini meningkat hingga mencapai Rp. 203,4 triliun di tahun 2012 (PDB industri Rp. 598,6 triliun) dan Rp. 212,9 triliun di tahun 2013 (PDB industri Rp. 621,2 triliun) atau sebesar 34,28
persen.
Memasuki
tahun
kelima,
PDB
IKM
naik
menjadi
Rp. 222,5 triliun, atau berkontribusi 34,56 persen dari PDB industri. Tercapainya target kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri tahun 2014 mengindikasikan adanya peningkatan daya saing pada produk-produk IKM. Hal ini sejalan dengan program pemberdayaan dan pengembangan IKM yang menjadi salah satu prioritas Kemenperin melalui kegiatan pelatihan, bimbingan teknis dan nonteknis, serta promosi di dalam dan luar negeri. Terlepas dari capaian target di atas, masih terdapat kendala dan permasalahan IKM yang kerap dialami IKM terkait peningkatan daya saing, di antaranya adalah kapabilitas SDM yang rendah atau stagnan, sulitnya menembus akses permodalan, dan penerapan teknologi modern belum dipandang perlu (masih mengandalkan metode tradisional). Solusi atas permasalahan tersebut salah satunya adalah melalui program restrukturisasi mesin/peralatan IKM dan pendampingan/bimbingan teknis kepada IKM agar memiliki sertifikat produk maupun kompetensi tenaga kerja.
●●● 50
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
2. Kinerja Makro Industri Pengolahan Non Migas a. Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2014 Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2014, sesuai PDB atas dasar harga konstan 2010 tumbuh sebesar 5,02 persen melambat dibanding tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,58 persen. Perlambatan pertumbuhan hampir pada semua lapangan usaha, meskipun ada beberapa lapangan usaha yang mengalami peningkatan dari tahun lalu namun tidak terlalu signifikan. Data selengkapnya tersaji pada tabel berikut: Tabel 3.27. Pertumbuhan PDB Berdasar Lapangan Usaha 2011-2014 Tahun Dasar 2010 (persen) No
Lapangan Usaha
2011
2012
2013*
2014**
1
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
3,95
4,59
4,20
4,18
2
Pertambangan dan Penggalian
4,29
3,02
1,74
0,55
3
Industri Pengolahan
6,26
5,62
4,49
4,63
a. Industri Migas
-0,33
-2,40
-1,70
-2,11
b. Industri Non Migas
7,46
6,98
5,45
5,61
5,69
10,06
5,23
5,57
4,73
3,34
4,06
3,05
9,02
6,56
6,11
6,97
9,66
5,40
4,71
4,84
8
Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan
8,31
7,11
8,38
8,00
9
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
6,86
6,64
6,80
5,91
10,02
12,28
10,39
10,02
4 5 6 7
10
Informasi dan Komunikasi
11
Jasa Keuangan dan Asuransi
6,97
9,54
9,09
4,93
12
Real Estate
7,68
7,41
6,54
5,00
13
9,24
7,44
7,91
9,81
6,43
2,13
2,38
2,49
15
Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan
6,68
8,22
8,20
6,29
16
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
9,25
7,97
7,83
8,01
17
Jasa lainnya
14
PRODUK DOMESTIK BRUTO
8,22
5,76
6,41
8,92
6,17
6,03
5,58
5,02
Sumber: BPS diolah Kemenperin *angka sementara **angka sangat sementara
Secara umum terjadi pertumbuhan di beberapa sektor lapangan usaha, namun berdasarkan analisa per sektor akan terlihat beberapa lapangan usaha mengalami perlambatan. Perlambatan beberapa lapangan
●●● 51
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
usaha ini dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya sebagai berikut: 1). Turunnya nilai mata uang rupiah kepada USD Melemahnya rupiah mengakibatkan beberapa sektor menjadi sulit untuk kompetitif khususnya yang tergantung pada produk-produk impor. Keuntungan yang harusnya diterima oleh para eksportir pun tidak dapat meningkatkan neraca transaksi berjalan akibat industri manufaktur yang belum efisien dan berdaya saing. 2). Turunnya harga komoditas dunia Melemahnya harga-harga komoditas dunia sebagai akibat melemahnya permintaan di China dan Negara-negara utama Eropa mengakibatkan industri yang mengandalkan harga komoditas mengalami pelemahan permintaan. 3). Pemberlakuan UU Minerba Pada 11 Januari 2014, presiden SBY menandatangani Pemerintah Nomor 1 tahun 2014. Peraturan itu merupakan tindaklanjut dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu
Bara.
perusahaan
Dimana tambang
undang-undang membangun
tersebut smelter
mewajibkan
dan
dilarang
semua untuk
mengekspor bahan mentah. Hal ini bertujuan untuk menaikkan nilai tambah berupa nilai ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Akibat dari kebijakan tersebut, sehingga terjadi perlambatan pada sektor industri migas sebesar 2,11 persen. b. Perkembangan Sektor Industri Non Migas Tahun 2014 Perkembangan
pertumbuhan
industri
non
migas
menunjukkan
peningkatan dibanding tahun sebelumnya setelah mengalami penurunan sejak tahun 2011, hal ini terlihat pada tabel 3.28 industri pengolahan non migas tumbuh sebesar 5,61 persen dibanding tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,45 persen. Selain itu, pertumbuhan industri pengolahan non migas lebih tinggi dibanding PDB yang tumbuh sebesar 5,02 persen.
●●● 52
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.28 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang-Cabang Industri Tahun Dasar 2010 (persen) No
Lapangan Usaha
2011
2012
2013*
2014**
1
Industri Makanan dan Minuman
10,98
10,33
4,07
9,54
2
Industri Pengolahan Tembakau
-0,23
8,82
-0,27
8,85
3
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
6,49
6,04
6,58
1,53
4
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
10,94
-5,43
5,23
5,51
5
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
-2,72
-0,80
6,19
6,07
6
Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
3,89
-2,89
-0,53
3,43
7
Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional
8,66
12,78
5,10
3,89
8
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
2,08
7,56
-1,86
1,16
9
Industri Barang Galian bukan Logam
7,78
7,91
3,34
2,39
13,56
-1,57
11,63
5,89
10
Industri Logam Dasar
11
Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
8,79
11,64
9,22
2,92
12
Industri Mesin dan Perlengkapan
8,53
-1,39
-5,00
8,80
13
Industri Alat Angkutan
6,37
4,26
14,95
3,94
14
Industri Furnitur
9,93
-2,15
3,64
3,58
15
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
-1,09
-0,38
-0,70
7,30
7,46
6,98
5,45
5,61
6,17
6,03
5,58
5,02
Industri Non Migas PRODUK DOMESTIK BRUTO Sumber: BPS diolah Kemenperin
Pertumbuhan
*angka sementara
ini
**angka sangat sementara
disebabkan
karena
meningkatnya
angka
pertumbuhan yang cukup signifikan pada sektor-sektor industri seperti Industri
makanan
perlengkapan;
dan
dan
minuman, pengolahan
pengolahan lainnya.
tembakau;
mesin
dan
Penurunan/peningkatan
pertumbuhan beberapa industri tersebut disebabkan karena menurunnya permintaan terhadap produk-produk industri tersebut sebagai akibat dari melemahnya perekonomian Eropa. Selain itu turunnya nilai rupiah belum mampu mendorong peningkatan daya saing dari industri tersebut, karena impor bahan baku bagi industri tersebut juga meningkat. Industri non migas tahun 2014 memberikan kontribusi sebesar 17,87 persen terhadap PDB. Bila dilihat dari lapangan usaha,
Industri
makanan dan minuman memberikan kontribusi terbesar yaitu 5,32 persen. Selanjutnya diikuti oleh industri alat angkutan sebesar 1,96 persen; industri barang logam sebesar 1,87 persen; dan industri industri kimia, farmasi dan ●●● 53
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
obat tradisional sebesar 1,70 persen. Hingga akhir tahun 2014, kedua industri ini tetap menjadi industri utama dalam hal kontribusinya. Lebih lanjut, secara umum angka-angka kontribusi tidak banyak berubah, namun penurunan kontribusi pada industri logam dasar besi dan baja menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, yaitu menunjukkan tren yang semakin menurun, untuk itu perlu dirancang insentif untuk penguatan pertumbuhan industri tersebut. Lebih lanjut bila kita lihat peran tiap cabang industri terhadap PDB sektor industri pada Tahun 2014 pada tabel berikut. Tabel 3.29. Peran Tiap Cabang Industri terhadap PDB Sektor Industri Tahun 2014 Atas Tahun Dasar 2010 (persen) No
Lapangan Usaha
2011
2012
2013*
2014**
1
Industri Makanan dan Minuman
5,24
5,31
5,14
5,32
2
Industri Pengolahan Tembakau
0,92
0,92
0,86
0,91
3
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
1,38
1,35
1,36
1,32
4
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
0,28
0,25
0,26
0,27
0,76
0,70
0,70
0,72
0,96
0,86
0,78
0,80
1,59
1,67
1,65
1,70
0,92
0,89
0,80
0,76
Industri Barang Galian bukan Logam
0,71
0,73
0,73
0,73
10
Industri Logam Dasar
0,80
0,75
0,78
0,78
11
Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
1,81
1,89
1,95
1,87
12
Industri Mesin dan Perlengkapan
0,30
0,29
0,27
0,31
13
Industri Alat Angkutan
1,98
1,93
2,02
1,96
14
Industri Furnitur
0,28
0,26
0,26
0,27
15
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
0,20
0,19
0,17
0,18
Industri Non Migas
18,13
17,99
17,72
17,87
Industri Pengolahan
21,76
21,45
20,98
21,02
5
6 7 8 9
Sumber: BPS diolah Kemenperin
●●● 54
*angka sementara
**angka sangat sementara
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
c. Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Non Migas Tahun 2014 Perkembangan Ekspor Industri Non Migas menunjukkan bahwa industri karet dan alat-alat listrik mengalami penurunan nilai yang besar. Dimana
industri
karet
mengalami
penurunan
nilai
ekspor
sebesar
21,10 persen dibanding nilai ekspor tahun 2013 untuk periode yang sama, sedangkan industri elektronika mengalami penurunan sebesar 7,07 persen dibanding nilai ekspor tahun 2013 untuk periode yang sama. Hal ini disebabkan karena turunnya harga karet dunia dan pelemahan permintaan di Eropa. Lebih lanjut, dari tabel tersebut menunjukkan bahwa industri kimia dasar, industri kelapa sawait dan pengolahan kayu mengalami peningkatan nilai ekspor yang cukup besar. Dimana industri pengolaan kelapa sawit naik sebesar 21,44 persen, industri kimia dasar mengalami peningkatan sebesar 20,34 persen, dan industri pengolahan kayu meningkat sbesar 12,43 persen. perkembangan ekspor dan impor industri non migas sampai dengan Oktober 2014 tersaji pada tabel berikut. Tabel 3.30. Perkembangan Ekspor Industri Non Migas s.d Okt 2014 (USD. Juta) No
URAIAN
1
Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit Besi Baja, Mesinmesin dan Otomotif
23.179,2
23.397,0
20.660,4
16.365,0
19.873,4
21,44
13.191,7
15.029,6
14.684,4
12.229,7
13.066,1
6,84
3
Tekstil
13.234,0
12.446,5
12.661,7
10.612,1
10.630,8
0,18
4
Pengolahan Karet
14.540,4
10.818,6
9.724,1
8.194,8
6.465,7 -21,10
5
Elektronika
9.536,1
9.444,1
8.520,1
7.211,3
6.730,1
-7,07
6
Pulp dan Kertas
5.769,4
5.518,0
5.644,0
4.660,6
4.610,2
-1,08
7
Pengolahan Tembaga, Timah dll
7.501,0
5.049,5
4.843,5
3.995,8
4.213,2
5,44
8
Kimia Dasar
6.119,9
4.870,5
5.083,5
4.101,5
4.935.7
20,34
9
Makanan dan Minuman
4.505,2
4.652,9
5.379,8
4.435,7
4.561,3
2,83
10
Pengolahan Kayu
4.475,0
4.539,9
4.727,7
3.867,2
4.347,8
12,43
11
Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/ Alas Kaki
3.450,9
3.561,7
3.933,1
3.227,3
3.313,5
2,67
12
Alat-alat Listrik
2.995,1
3.085,0
3.188,7
2.685,7
2.544,9
-5,24
Total 12 Besar Industri
108.497,9
102.413,2
99.050,9
81.586,7
85.292,8
4,54
Total Industri
122.188,7
116.125,1
113.029,9
93.214,1
98.432,2
5,60
2
2011
2012
2013
Jan-Okt 2013
%
2014
Sumber: BPS, diolah Kemenperin
●●● 55
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Perkembangan impor industri non migas menunjukkan penurunan nilai impor pada beberapa industri utama, yaitu pada industri alat-alat listrik sebesar 12,95 persen; industri besi baja, mesin dan otomotif turun sebesar 11,29 persen; industri elektronika sebesar 6,46 persen; dan industri pupuk turun sebesar 5,46 persen. Namun disisi lain ada industri yang mengalami peningkatan impor yang cukup besar yaitu industri makanan ternak sebesar 9,51 persen dan barang-barang kimia lainnya naik sebesar 3,03 persen. Dari tabel ekspor dan impor ini dapat dihitung apakah Indonesia dalam posisi surplus atau defisit untuk neraca perdagangan khususnya pada sektor industri. Tabel 3.31. Perkembangan Impor Industri Non Migas s.d Okt 2014 (USD. Juta) Jan-Okt No
URAIAN
2011
2012
2013
% 2013
2014
1
Besi Baja, Mesinmesin dan Otomotif
52.471,7
62.624,6
54.637,1
46,098.2
40.893,3
-11,29
2
Elektronika
16.116,6
16.702,5
16.564,5
13,946.6
13.045,5
-6,46
3
Kimia Dasar
15.413,3
16.077,1
16.387,9
13,809.3
13.899,3
0,65
4
Tekstil
6.735,2
6.805,5
7.116,2
5,923.7
5.918,4
-0,09
5
Makanan dan Minuman
6.851,9
6.158,4
5.801,3
4,802.9
4.802,8
0,00
6
Alat-alat Listrik
3.769,1
4.190,6
4.124,3
3,508.7
3.054,2
-12,95
7
Pulp dan Kertas
3.262,6
3.019,9
3.200,6
2,743.7
2.743,1
-0,02
8
Pupuk
2.707,0
2.918,4
1.941,6
1,695.9
1.603,3
-5,46
9
Makanan Ternak
2.220,5
2.799,7
3.044,5
2,596.5
2.843,4
9,51
10
Barang-barang Kimia lainnya
2.592,3
2.753,6
2.945,7
2,481.3
2.422,7
3,03
11
Plastik
-
-
2.376,9
1,991.8
1.961,7
-0,75
12
Pengolahan Tembaga,Timah dll
2.195,1
2.377,4
2.141,1
1,805.7
1.826,4
-0,11
116.271,9
128.400,8
120.281,6
101.404,3
95.013,8
-6,30
126.099,5
139.734,1
131.400,7
110.706,2
103.906,2
-6,14
Total 12 Besar Industri Total Industri
Sumber: BPS diolah Kemenperin
Berdasar angka pada kedua tabel tersebut, sektor industri non migas mengalami defisit neraca senilai Neraca ekspor-impor Hasil Industri Non Migas pada Januari-Oktober 2014 adalah USD. -5,47 milyar (neraca defisit). Defisit ini telah menurun 68,7 persen dibandingkan periode yg sama tahun 2013 yang sebesar USD. -17,49 milyar. Neraca defisit yang dihadapi oleh ●●● 56
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
perekonomian Indonesia berpengaruh terhadap nilai mata uang. Salah satu penyebab merosotnya nilai rupiah adalah defisit neraca berjalan tersebut, untuk mengatasi defisit tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan ekspor neraca barang dan jasa, namun kendala yang dihadapi saat ini adalah permintaan dari negara-negara eropa sedang menyusut sebagai akibat Jerman mengalami perlambatan ekonomi. Meski perkembangan investasi di Indonesia menunjukkan bahwa terjadi peningkatan investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tetapi terjadi penurunan investasi Penanaman Modal Asing (PMA), sebagaimana tersaji pada tabel Investasi PMDN dan Tabel Investasi PMA berikut. Tabel 3.32. Investasi PMDN Tahun 2010 - 2014 (Rp. Miliar) No
Sektor Sekunder
1
Industri Makanan
2
Industri Tekstil
3
Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki
4
Industri Kayu
5
Ind. Kertas dan Percetakan
6
2011 P
2012 I
2013
P
I
P
2014 I
P
%
I
258
7,940.9
222
11,166.7
434
15,080.9
320
19,596.4
29.94
52
999.2
51
4,450.9
101
2,445.9
98
1,451.5
-40.66
3
13.5
9
76.7
10
80.1
11
103.1
28.74
14
514.9
15
57.0
18
390.7
21
585.1
49.74
53
9,296.3
64
7,561.0
112
6,849.4
57
4,093.7
-40.23
Ind. Kimia dan Farmasi
106
2,711.9
94
5,069.5
153
8,886.5
142
13,314
49.82
7
Ind. Karet dan Plastik
81
2,295.7
110
2,855.0
145
2,905.2
169
2,117.5
-27.11
8
Ind. Mineral Non Logam
39
7,440.5
37
10,730.7
66
4,624.5
101
11,923.1
157.82
9
Ind. Logam, Mesin & Elektronik
76
6,787.0
81
7,225.7
131
7,567.5
160
5,292.6
-30.06
10
Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam
1
-
-
-
12
210.1
1
-
-100.00
11
Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain
16
529.1
21
664.4
31
2,068.5
28
490.1
-76.31
12
Industri Lainnya
7
4.8
10
31.5
12
61.8
16
68,1
10.23
706
38,533.8
714
49,888.9
1,225
51,171.1
942
59,034.7
15.37
Jumlah
Sumber: BPS diolah Kemenperin
Jumlah
proyek
Investasi
PMDN
Indonesia
pada
tahun
2014
mengalami peningkatan sebesar 15,37 persen dibandingkan dengan tahun 2013, hal ini tentu menunjukkan perkembangan positif mengenai investasi dalam negeri. Peningkatan terbesar pada industri mineral non logam, yang mengalami peningkatan sebesar 53,05 persen, industri logam, mesin dan ●●● 57
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
elektronik 16,55
sebesar
persen,
22,14
persen,
industri
barang
industri dari
karet
kulit
dan
dan
plastik
sebesar
kaki
sebesar
alas
10 persen.Walaupun mengalami peningkatan jumlah proyek, namun tidak semua sektor Industri di atas mengalami peningkatan nilai investasi, seperti pada Industri Karet dan Plastik yang mengalami penurunan nilai investasi sebesar 27,11 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dan industri logam, mesin dan elektronik yang nilai investasinya mengalami penurunan hingga 30,06 persen. Sektor lainnya yang mengalami penurunan investasi yaitu industri instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam diikuti oleh industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain sebesar 75,88 persen, dan industri tekstil sebesar 40,66 persen. Investasi dalam negeri yang cenderung stabil pada sebagian besar sektor industri ini ini disebabkan karena kondisi ekonomi Indonesia yang relatif stabil dan insentif fiskal yang diberikan oleh pemerintah berupa Tax Holiday untuk industri dengan investasi diatas 1 triliun rupiah. Tabel 3.33. Investasi PMA 2010-2014 (USD. Juta) No
Sektor Sekunder
1 2 3
2011
2012
2013
2014
%
P
I
P
I
P
I
P
I
Industri Makanan
308
1,104.6
347
1,782.9
797
2,117.7
640
3,139.6
48.25
Industri Tekstil
166
497.3
149
473.1
241
750.7
368
422.53
-43.72
Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki
59
255.0
73
158.9
91
96.2
137
210.69
118.94
4
Industri Kayu
29
51.1
38
76.3
59
39.5
61
63.7
61.17
5
Ind. Kertas dan Percetakan
42
257.5
57
1,306.6
103
1,168.9
87
706.5
-39.55
6
Ind. Kimia dan Farmasi
223
1,467.4
230
2,769.8
430
3,142.3
578
2,323.4
-26.06
7
Ind. Karet dan Plastik
148
370.0
147
660.3
231
472.2
345
543.9
15.18
8
Ind. Mineral Non Logam
46
137.1
48
145.8
138
874.1
167
916.9
4.89
9
Ind. Logam, Mesin & Elektronik
383
1,772.8
364
2,452.6
679
3,327.1
986
2,471.9
-25.70
Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam
5
41.9
4
3.4
12
26.1
11
7.2
-72.23
Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain
147
770.1
163
1,840.0
342
3,732.2
295
2,061.3
-44.77
10
11
12
Industri Lainnya Jumlah
87
64.7
94
100.2
199
111.7
168
151.8
35.90
1.643
6.789,6
1.714
11.770
3.322
15.858,8
3.075
13.019,3
-17,9
Sumber: BPS, diolah Kemenperin
●●● 58
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Hasil yang berbeda pada investasi PMA, dimana terjadi penurunan sebesar 17,9 persen pada tahun 2014 dibanding dengan tahun 2013. Penurunan investasi terbesar terjadi pada industri instrumen kedokteran, presisi & optik & jam disusul dengan industri kendaraan bermotor & alat transportasi lain, dan industri tekstil. Lebih lanjut meski terjadi penurunan pada beberapa sektor namun tahun 2014 juga menunjukkan peningkatan investasi pada beberapa sektor yaitu pada sektor industri barang dari kulit & alas kaki, industri kayu, dan industri makanan. Penurunan investasi PMA ini disebabkan karena beberapa hal, yang pertama perlambatan ekonomi di Eropa pada awal tahun 2014, yang kedua adalah melemahnya harga komoditas dunia, yang mengakibatkan beberapa investor menahan diri untuk melakukan ekspansi.
3. Kinerja Program Prioritas Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 Berdasarkan RPJMN Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian mendapatkan tugas untuk menjalankan 4 (empat) program prioritas nasional sebagai berikut: a.
Prioritas Nasional (PN) 5: Ketahanan Pangan, meliputi: Revitalisasi Industri Pupuk dan Revitalisasi Industri Gula
b. Prioritas Nasional (PN) 7: Iklim Investasi dan Iklim Usaha, yaitu fasilitasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) c.
Prioritas Nasional (PN) 8: Energi, yaitu pengembangan klaster industri berbasis migas, kondesat
d. Prioritas
Nasional
(PN)
Lainnya
13:
Bidang
Perekonomian,
yaitu
pengembangan klaster industri berbasis pertanian, oleochemical.
a. Prioritas Nasional (PN) 5 : Ketahanan Pangan Kebijakan pembangunan bidang ketahanan pangan diarahkan untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan serta kecukupan gizi masyarakat; melanjutkan dan meningkatkan revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan untuk mewujudkan daya saing produk pertanian dan perikanan;
dan
peningkatan
pendapatan petani;
serta
tetap menjaga
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Fungsi strategis
●●● 59
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Kementerian Perindustrian dalam mewujudkan ketahanan pangan ini adalah melalui program revitalisasi industri pupuk dan revitalisasi industri gula. 1). Revitalisasi Industri Pupuk
Revitalisasi
industri
pupuk
diarahkan
untuk
meningkatkan
produktivitas dan daya saing industri pupuk nasional sebagai penunjang pertanian pangan. Melalui revitalisasi industri pupuk, diharapkan dapat membantu
para
petani
dalam
menjalankan
kegiatan
pertanian
guna
mencapai ketahanan pangan nasional. Dalam rangka Revitalisasi Industri Pupuk,
Kementerian
Perindustrian
telah
menjalankan
kegiatan
restrukturisasi terhadap pabrik pupuk eksisting serta fasilitasi pendirian pabrik pupuk baru. Sesuai dengan target RPJMN, selama tahun 2010-2014 Kementerian Perindustrian ditargetkan untuk memfasilitasi restrukturisasi 5 (lima) pabrik pupuk urea baru dan 5 pabrik pupuk NPK. Secara khusus Program revitalisasi industri pupuk dimaksudkan untuk mengganti pabrik pupuk yang sudah tua dengan pabrik berteknologi maju yang lebih hemat tingkat konsumsi bahan baku maupun energi serta ramah lingkungan. Tabel 3.34. Capaian Prioritas Nasional Ketahanan Pangan Terkait Kementerian Perindustrian
No
2010
Substansi Inti/
Sasaran
2.
Revitalisasi Industri Pupuk
Fasilitasi Pembangunan restrukturisasi 5 pabrik pupuk urea baru dan 5 pabrik pupuk NPK
Revitalisasi Industri Gula
1.
2.
2013
2014
Persen Kemajuan
T
R
T
R
T
R
T
R
T
R
10
15
20
18
30
35
40
50
50
60
Terlaksananya restrukturisasi 3 perusahaan industri permesinan dalam negeri pendukung PG
Jumlah Pabrik
3
25
3
25
3
25
3
25
3
25
Fasilitasi pembangunan pabrik gula baru
Jumlah Pabrik
10
0
10
0
10
0
10
0
10
0
Ket.: T: Target; R: Realisasi
●●● 60
2012
Indikator
Kegiatan Prioritas 1.
2011
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Realisasi sesuai dengan tabel tersebut di atas merupakan hasil dari pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian Perindustrian khususnya dalam rangka memfasilitasi a) penyediaan gas sebagai bahan baku; b) Revitalisasi Industri Pupuk Urea serta, c) Pengembangan Pabrik Pupuk Organik. Secara terperinci hasil-hasil yang dicapai sejak tahun 2010 hingga 2014 adalah sebagai berikut: a). Penyediaan gas sebagai bahan baku industri pupuk Pada tahun 2010 Telah dicapai kesepakatan penyediaan bahan baku Phosphate dan Kalium untuk pabrik pupuk NPK dari negara Yordania, Tunisia, Maroko, Mesir dan Rusia, serta telah disusun Master Plan Pengembangan Industri Pupuk
NPK
melalui Permenperin Nomor 141/M-IND/PER/12/2010
tentang Rencana Induk (Master Plan) Pengembangan Industri Pupuk Majemuk/NPK dan Peta Potensi bahan baku pupuk organik di 41 Kabupaten/Kota. Pada tahun 2011 Telah ditandatangani Natural Gas Supply Agreement (NGSPA) antara PT. Pupuk Kaltim dengan KKKS Eastkal pada 20 Juni 2011 untuk pasokan gas pabrik Kaltim-5 sebesar 80 mmscfd dengan jangka waktu 10 tahun (2012-2021). Pada tahun 2012 i.
Sesuai penandatanganan LoA antara PT Petrokimia Gresik dengan ExxonMobile pada 26 April 2012 telah di alokasikan gas baru dari lapangan
MDA-MBH
di
Wilayah
Kerja
Madura
Strait
sebesar
85 mmscfd yang dioperasikan Husky CNOOC Madura Limited untuk pabrik amoniak-urea II PT. Petrokimia Gresik dan jadwal on stream gas pada akhir tahun 2016. ii.
Pada
20
Desember
2012
telah
ditandatangani
PJBG
dengan
Pertamina EP untuk tambahan pasokan gas pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd untuk jangka waktu 2014-2017. Saat ini progress pembangunan pabrik Pusri IIB sampai dengan 20 Oktober tahun 2013
sudah
mencapai
25,53
persen
dan
direncanakan
akan
beroperasi pada 2015. ●●● 61
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
iii. Jaminan tambahan pasokan gas untuk pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd untuk periode 2018-2022 berdasarkan surat Dirjen Migas No. 17112/10/DJM.B/2012 tanggal 30 November 2012. Pada tahun 2013 i.
Telah disetujui alokasi pasokan gas untuk Pabrik Amonia Urea II dari Lapangan MDA-MBH Husky sebesar 85 mmscfd sebagaimana Surat Menteri ESDM NOmor 7738/13/MEM.M/2013 Tanggl 21 Oktober 2013 perihal Alokasi gas bumi pabrik Aonia Urea II PT. Petrokimia Gresik (PKG II) dan PT. Pupuk Kujang Cikampek (PKC IC). Pada tahun 2013 sedang dipersiapkan proses lelang untuk pembangunan
pabrik.
Direncanakan
EPC
kontrak
akan
ditandatangani pada pertengahan 2014. Pabrik direncanakan akan beroperasi pada akhir 2016. ii. Telah diperoleh alokasi pasokan gas untuk pabrik Kujang IC dari Lapangan
Tiung
Biru
Jambaran
Cepu
sebesar
85
mmscfd
sebagaimana Surat Menteri ESDM Nomor 7738/13/MEM.M/2013 Tanggl 21 Oktober 2013 perihal Alokasi gas bumi pabrik Aonia Urea II PT. Petrokimia Gresik (PKG II) dan PT. Pupuk Kujang Cikampek (PKC IC). Saat ini sedang dilakukan kajian menyangkut kesiapan pembangunan pabrik Kujang IC di Bojonegoro. Pabrik direncanakan akan beroperasi pada akhir 2017. Pada tahun 2014 i.
Progress
pembangunan
pabrik
Pusri
IIB
sampai
dengan
20
september 2014 mencapai 67,78 persen dengan target akhir tahun 2014 mencapai 80 persen dan direncanakan akan beroperasi pada tahun 2015. dan jaminan tambahan pasokan gas untuk pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd untuk periode 2018-2022 berdasarkan surat Dirjen Migas No. 17112/10/DJM.B/2012 tanggal 30 November 2012. ii. Telah dilakukan pembicaraan mengenai GSA, masing-masing pihak telah sepakat dan telah dilaporkan ke SKK Migas. Selanjutnya menunggu persetujuan dari SKK Migas untuk kemudian dapat dilakukan penandatanganan. Pabrik direncanakan akan beroperasi pada akhir 2016.
●●● 62
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
iii. Khusus untuk pabrik urea revitalisasi, sudah diperoleh alokasi gas sebesar 85 mmscfd dari Lapangan Gas Bumi MDA-MBH KKKS HuskyCNOOC (Madura) Ltd. Penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara PKG dan Husky-CNOOC Madura Ltd. pada 13 Maret 2014. iv. Alokasi pasokan gas bumi untuk revitalisasi pabrik urea saat ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan yang meningkat menjadi
1.080
MMSCFD
setelah
revitalisasi
pabrik
Pusri
IIB
beroperasi pada tahun 2014. Kekurangan gas bumi pada pabrik Kaltim-5
akan
diganti
dengan
menggunakan
batubara
untuk
pembangkit energi/broiler, sedangkan alokasi pasokan gas bumi untuk revitalisasi 3 pabrik lainnya belum ada kepastian sampai saat ini. v.
Pembahasan HoA penyediaan gas untuk pabrik Kujang IC PT. Pupuk Kujang Cikampek masih belum dapat disepakati karena belum ada kesepakatan harga gas antara PKC dengan Pertamina EP Cepu. Oleh karena hal tersebut diatas maka sesuai dengan butir keempat Inpres No. 2 Tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk, Menteri Perindustrian telah mengirimkan surat kepada Menko Perekonomian untuk mengkoordinasi kesepakatan harga gas Kujang IC untuk ditetapkan oleh Menteri ESDM.
b). Revitalisasi Industri Pupuk Urea Pada tahun 2011 i.
Telah
ditandatangani
kontrak
pembangunan
pabrik
Kaltim-5
kapasitas 1,1 juta ton/tahun antara PT. Pupuk Kaltim dengan Konsorsium IKPT dan Toyo Engineering Corporation (TEC) pada 20 Juni 2011. ii.
Telah ditandatangani Natural Gas Supply Agreement (NGSPA) antara PT. Pupuk Kaltim dengan KKKS Eastkal pada 20 Juni 2011 untuk pasokan gas pabrik Kaltim-5 sebesar 80 mmscfd dengan jangka waktu 10 tahun (2012-2021).
●●● 63
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Pada tahun 2012 i.
Telah ditandatangani PJBG dengan Pertamina EP pada 20 Desember 2012 untuk tambahan pasokan gas pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd untuk jangka waktu 2014-2017.
ii.
Telah ditandatangani LoA antara PT Petrokimia Gresik dengan ExxonMobile pada 26 April 2012 untuk perpanjangan MoA terkait alokasi pasokan gas bumi untuk pabrik urea II PT. Petrokimia Gresik dari lapangan gas Cepu sebanyak 85 mmscfd.
Pada tahun 2013 i.
Progress pembangunan pabrik Kaltim-5 sampai dengan 20 Nopember 2013 dengan Konsorsium IKPT dan Toyo Engineering Corporation (TEC) mencapai 83,81 persen dan direncanakan akan beroperasi pada pertengahan 2014.
ii.
Progress pembangunan pabrik Pusri IIB sampai dengan 20 Oktober tahun 2013 sudah mencapai 25,53 persen dan direncanakan akan beroperasi pada 2015.
Pada tahun 2014 i.
Progres proyek Kaltim-5 sampai dengan September 2014 mencapai 99,24 persen diharapkan bisa terlaksana performance test.
ii.
Progress pembangunan pabrik Pusri IIB sampai dengan 20 september 2014 dengan Pertamina EP mencapai 67,78 persen dan direncanakan akan beroperasi pada 2016.
iii. Pembangunan pabrik Ammoniak-Urea II PT. Petrokimia Gresik Penandatanganan EPC Contract belum dapat dilaksanakan karena masih menunggu proses masa sanggah dari para peserta lelang. Saat ini masih dilaksanakan klarifikasi atas evaluasi komersil tender project. Mengingat estimasi onstream gas Husky-CNOOC Madura Limited (HCML) berubah menjadi akhir 2017 atau Januari 2018, diharapkan hal ini tidak mengganggu pembangunan pabrik yang bersamaan dengan onstream gas Husky.
●●● 64
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
c). Pengembangan Pabrik Pupuk Organik Pada perode tahun 2010-2013 Pemberian bantuan peralatan produksi pupuk organik kepada 20 kabupaten/kota yang memiliki potensi bahan baku berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh surveyor independen. 20 kabupaten/kota tersebut meliputi : Aceh Tamiang, Pasaman Barat Sumbar, Sidenreng Rappang Sulsel, Kota Mataram, Malang, Pesisir Selatan, Karo, Sumbawa Barat, Buleleng, Sragen, Banyuasin, Toraja Utara, Aceh Utara, Kuantan Singingi, Lampung Tengah, Karawang, Nagekeo, Banyuwangi, Bangli dan Bantul. Pada tahun 2014 Pemberian bantuan peralatan proses pabrik pupuk organik dengan kap. 1.250 kg/jam di 9 Kabupaten/Kota, meliputi:
Kab. Limapuluh Kota,
Sumbar; Kab. Blitar, Jawa Timur; Kab. Sumbawa, NTB; Kab. Sleman, Yogyakarta; Kab. Cianjur, Jabar; Kab. Semarang, Jateng; Kab. Badung, Bali; Kab. Aceh Besar, Aceh; Kab. Bogor, Jabar. 2). Revitalisasi Industri Gula
Revitalisasi industri gula diarahkan untuk mencapai swasembada gula baik untuk konsumsi masyarakat maupun kebutuhan industri makanan minuman.
Dalam
rangka
Revitalisasi
Industri
Gula,
Kementerian
Perindustrian telah menjalankan Program Revitalisasi Industri Gula, melalui kegiatan restrukturisasi terhadap pabrik gula eksisting serta fasilitasi pendirian pabrik gula baru. Hasil yang dicapai sejak tahun 2010 hingga 2014 adalah sebagai berikut: Pada tahun 2010 Telah disusun Business Plan Pendirian Industri Gula Baru di 4 wilayah, meliputi Purbalingga (Jateng), Sambas (Kalbar), Konawe Selatan (Sultra) dan Merauke (Papua). Dalam rangka revitalisasi juga telah diberikan bantuan langsung
ataupun
keringanan
pembiayaan
mesin/peralatan
kepada
PT. Barata Indonesia dan PT. Boma Bisma Indra, PG Semboro, PG Jatiroto dan PG Meritjan serta pada 47 PG di 8 perusahaan gula dengan nilai bantuan Rp. 19 Milyar dan nilai investasi mencapai Rp. 190,09 Milyar. ●●● 65
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Pada tahun 2011 Telah
diberikan
bantuan
langsung
ataupun
keringanan
pembiayaan
mesin/peralatan pada 7 Perusahaan Gula (PTPN VII, IX, X, XI, XIV, PT. RNI 1 dan PT. RNI 2) dengan total 46 Pabrik Gula, 6 Perusahaan Gula (PTPN II, IX, XI, XIV, PT. RNI 1 dan PT. RNI 2). Bantuan yang diberikan kepada PG Meritjan pada tahun 2010 telah berhasil meningkatkan kemampuan produksi PG tersebut dari 23.617 ton pada 2010 menjadi 29.725,50 ton pada 2011 (25,86 persen). Pada tahun 2012 Dalam rangka pembangunan PG baru, telah terdapat 14 calon investor, di mana 9 (sembilan) perusahaan dalam tahap permohonan lahan dengan luas areal 308 ribu Ha, dan 5 (lima) perusahaan dalam tahap persetujuan prinsip dengan luas areal 143 ribu Ha. Selain itu juga sudah dilakukan proses verifikasi oleh Konsultan Manajemen dan Monitoring (KMM) dan Lembaga Penilai Independen (LPI) dalam rangka bantuan keringanan pembiayaan mesin peralatan Perusahaan Gula serta sudah dilakukan kontrak untuk bantuan langsung mesin/peralatan kepada 5 perusahaan gula yaitu PTPN IX (PG Sragi), PTPN X (PG Mojopanggung), PTPN XI (PG Asembagoes), PT. RNI 1 dan PT. RNI 2 (PG Subang dan PG Krebet Baru I), pembimbingan sistem manajemen mutu untuk 16 pabrik gula (sampai pada tahap 3, dari 6 tahapan bimbingan) serta audit teknologi pada 4 pabrik gula eksisting dari total 20 pabrik gula secara keseluruhan. Pada tahun 2013 Telah direalisasikan bantuan keringanan pembiayaan mesin/peralatan di 5 (lima) Perusahaan Gula yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT. PG Rajawali I dan PT. PG Rajawali II kepada 46 Pabrik Gula dengan nilai bantuan Rp. 53,3 Miliar. Pada tahun ini juga telah selesai dilakukan Audit Teknologi pada
tahun
2013
terhadap
16
PG
eksisting
terpilih,
groundbreaking
PG Glenmore dengan kapasitas 5.000 TCD expandable 8.000 TCD di Banyuwangi – Jawa Timur, Konsultasi Bimbingan Sistem Manajemen Mutu pada tahun 2013 terhadap 16 PG eksisting terpilih, serta fasilitasi Penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2008 terhadap 46 PG BUMN.
●●● 66
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Pada tahun 2014 a). Telah direalisasikan bantuan keringanan pembiayaan mesin/peralatan di 3 (tiga) Perusahaan Gula yaitu PTPN X, PT. PG. Rajawali I dan PT. PG Rajawali II kepada 22 Pabrik Gula dengan nilai bantuan Rp. 54,717 Milyar. b). Telah dilaksanakannya Progress Pembangunan PG. PT. Kebun Tebu Mas di Lamongan – Jawa Timur yang sudah mencapai 75 persen, dengan kapasitas giling 12.000 TCD (tone cane per day), Expendable 25.000 TCD dan direncanakan akan mulai berproduksi pada musim giling 2015. c). Telah dilaksanakannya Konsultasi Bimbingan Sistem Manajemen Mutu pada tahun 2014 terhadap 14 PG terpilih.
b. Prioritas Nasional (PN) 7 : Iklim Investasi dan Iklim Usaha Sebagaimana tertuang dalam RPJMN Tahun 2010-2014, peningkatan investasi dilaksanakan melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kementerian Perindustrian sebagai pelaksanaan prioritas nasional ini melaksanakan kebijakan pengembangan zona industri di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Tabel 3.35. Capaian Prioritas Nasional iklim investasi dan iklim usaha terkait Kementerian Perindustrian Substansi Inti/ No
Kegiatan Prioritas
1.
Fasilitasi pengembangan kawasan zona industri di 5 Kawasan Ekonomi Khusus
Sasaran
Indikator
Meningkatnya fasilitasi pengembangan zona industri di 5 KEK
Dokumen
2010
2011
2012
2013
2014
T
R
T
R
T
R
T
R
T
R
5
0
5
8
5
6
5
5
5
1
Ket.: T: Target; R: Realisasi
Dalam rangka fasilitasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),
Kementerian
Perindustrian
memfasilitasi
penyediaan
dokumen
perencanaan seperti dokumen AMDAL, Detailed Engineering Design/DED, Rencana Strategis (Renstra) dan pembentukan kelembagaan di 5 kawasan. Capaian dan realisasi target sesuai dengan target RPJMN sebagaimana tabel ●●● 67
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
di atas.
Dalam perkembangannya, Kementerian Perindustrian lebih fokus
pada fasilitasi pengembangan kawasan industri. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam upaya pengembangan kawasan industri antara lain: 1). Telah siap beroperasinya kawasan industri yang berstatus sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sei Mangkei dan Palu, dengan terbentuknya Dewan Kawasan Ekonomi Khusus dan Badan Usaha Pengelola KEK. 2). Telah beroperasinya 2 (dua) Pusat Inovasi pendukung kawasan industri yaitu Pusat Inovasi Kelapa Sawit (PIKS) di Kawasan Industri Sei Mangkei (KEK Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara) dan Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) di Kawasan Industri Palu (KEK Palu, Provinsi Sulawesi Tengah) serta 1 (satu) Pusat Pengembangan Teknologi Industri Rotan Mamuju (Provinsi Sulawesi Barat). 3). Sampai dengan tahun 2014, telah ditetapkan 26 Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan Pengembangan Industri Unggulan Provinsi dan 137 Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota; 4). Meningkatnya penggunaan teknologi dan kemampuan SDM industri berbasis pada Industri Unggulan Provinsi di 7 (tujuh) provinsi yaitu Prov. Sumatera Barat, Prov. Sumatera Utara, Prov. Aceh, Prov. DIY, Prov. Jawa Timur, Prov. Sulawesi Barat dan Prov. Maluku. 5). Meningkatnya penggunaan teknologi dan kemampuan SDM industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar, pasca konflik di 11 kabupaten, yaitu di Kab. Seruyan, Sanggau, Pakpak Bharat, Pasaman Barat, Kab. Morotai, Kab. Sumbawa, Kab. Morowali, Kab. Fakfak, Kab. Konawe Utara, Kab. Lebak, Kab. Garut, dan Kab. Situbondo. 6). Tersusunnya draf Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perwilayahan Industri sebagai pengaturan lebih lanjut perwilayahan industri dalam RPP Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN). 7). Tersusunnya draf Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Standar Kawasan Industri dan draf Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Penilaian Standar melalui Akreditasi Kawasan Industri.
●●● 68
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
8). Tersusunnya draf Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Standar Kawasan Industri Halal dan draf Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Industri Halal. 9). Telah dilakukan fasilitasi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri
dan
kawasan
industri
berupa
penyusunan
dokumen
perencanaan pembangunan kawasan industri Kawasan Industri Bengkulu Tengah, Tanjung Jabung Timur, Pangkalan Bun, Ketapang, Kawasan Industri Cilacap, Grobogan, Malang, Pasuruan, Teluk Bintuni, Morowali, Bantaeng dan Bitung. 10).Telah
terpilih
13
kawasan
industri
yang
akan
difasilitasi
pembangunannya dalam periode 5 tahun mendatang (2015-2019) yaitu (1) Kawasan Industri Teluk Bintuni, Papua Barat, (2) Kawasan Industri Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara, (3) Kawasan Industri Bitung, Sulawesi Utara, (4) Kawasan Industri Palu, Sulawesi Tengah, (5) Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Selatan, (6) Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara, (7) Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan, (8) Kawasan Industri Batulicin, Kalimantan Selatan, (9) Kawasan Industri Landak, Kalimantan Barat, (10) Kawasan Industri Ketapang, Kalimantan Barat, (11) Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara, (12) Kawasan Industri Kuala Tanjung, Sumatera Utara dan (13) Kawasan Industri Tanggamus, Lampung. Dari 13 kawasan industri tersebut, direncanakan 3 kawasan industri merupakan investasi langsung pemerintah yaitu (1) Kawasan Industri Bitung, Sulawesi Utara, (2) Kawasan Industri Palu, Sulawesi Tengah, dan (3) Kawasan Industri Kuala Tanjung, Sumatera Utara. 11).Telah dilakukan fasilitasi optimalisasi pengembangan Kawasan Industri di Bekasi, Karawang, dan Purwakarta dan penyusunan rencana pendirian akademi komunitas pendukung kawasan industri di Karawang dan Pasuruan.
c. Prioritas Nasional (PN) 7 : Energi Prioritas nasional ketujuh dalam RPJMN Tahun 2010-2014, yaitu kebijakan pembangunan bidang energi diarahkan untuk mencapai ketahanan dan
kemandirian
energi
guna
menjamin
kelangsungan
pertumbuhan ●●● 69
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
nasional. Kebijakan Kementerian Perindustrian dalam rangka mengemban tugas prioritas nasional bidang energi ini adalah pengembangan klaster industri berbasis migas dan kondensat. Tabel 3.36. Capaian Prioritas Nasional Bidang Energi terkait Kementerian Perindustrian No
1.
Substansi Inti / Kegiatan Prioritas Pengembangan klaster industri berbasis migas, kondesat di Jawa Timur dan Kalimantan Timur
Sasaran
Berkembangny a klaster industri berbasis migas dan petrokimia
Indikator
2 Lokasi (Jawa Timur dan Kalimantan) Entitas Kolaborasi Klaster
2010
2011
2012
2013
2014
T
R
T
R
T
R
T
R
T
R
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
Ket.: T: Target; R: Realisasi
Capaian
prioritas
nasional
bidang
energi
dengan
sasaran
berkembangnya klaster industri berbasis migas dan petrokimia ditampilkan pada tabel 3.29. Selain pengembangan klaster industri berbasis migas, kondensat dan petrokimia di 2 (dua) lokasi, hasil-hasil yang telah dicapai Kementerian Perindustrian dari tahun 2010 dalam rangka pengembangan industri migas dan petrokimia yaitu: Pada tahun 2010 Telah tersusunnya Kajian pembangunan refinery di Jawa Timur; komitmen BP Migas dan KKKS untuk memenuhi target onstream Blok Cepu pada 2015; ditandatanganinya HoA antara PKT dengan Total E&P Indonesie, Pearl Oil (Sebuku) Limited, Inpex Corporation tentang penyediaan gas 80 mmscfd untuk PKT 1 dan PKT-5; pengalokasian kondensat PT Pertamina 100.000 BPD untuk PT TPPI; tersusunnya kajian bahan baku alternatif; serta tersusunnya dokumen Business plan Industri Petrokimia Nasional. Pada tahun 2011 Telah terbentuk 3 (tiga) pusat Klaster industri petrokimia, yaitu: klaster industri petrokimia berbasis olefin di Banten sebanyak 56 perusahaan, klaster industri petrokimia berbasis aromatik di Jawa Timur sebanyak
●●● 70
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
24 perusahaan, dan klaster industri petrokimia berbasis methane (C-1) di Kalimantan
Timur
sebanyak
25
perusahaan.
Selain
itu
juga
telah
tersusunnya DED pembangunan refinery di Jawa Timur dengan hasil sementara penentuan lokasi di Tuban dan pasokan minyak mentah dari Aramco (Arab Saudi), serta telah dilakukan ground breaking
pabrik
PT. Petrokimia Butadiene kapasitas 100.000 TPY di Cilegon dan ekspansi PT. Nippon Sokubai Acylic Acid San Super Absorbant Polymer di Cilegon dengan kapasitas produksi sebesar 90.000 ton/tahun. Pada periode tahun 2012 - 2014 1). Pembangunan Center of Excellence Industri Petrokimia di Banten. Gedung Center of Excellence industri Petrokimia di Banten telah selesai dikerjakan dan sedang dalam tahap penyambungan listrik oleh PT. PLN (Persero) serta telah dilakukan penyusunan program kerja CoE serta pelatihan SDM industri petrokimia. 2). Pembangunan pabrik butadiena PT. Petrokimia Butadiene Indonesia kapasitas 150 ribu ton/tahun dan investasi Rp. 1,5 T di Banten. 3). Pengembangan investasi PT. Chandra Asri dengan kapasitas produksi 1 juta ton olefin/tahun dan nilai investasi Rp 1,7 T di Banten. 4). Pembangunan pabrik kosmetika PT. L’Oreal Indonesia di Cikarang, dengan investasi Rp. 1,25 Triliun, kapasitas produksi 200 juta unit/tahun dan menyerap tenaga kerja lebih dari 1.700 orang. 5). Pembangunan pabrik Acrylic Acid kapasitas 80.000 ton/th Absorbent Polyer
dan Super
kapasitas 90.000 ton/th, PT. Nippon Shokubai
Indonesia dan nilai investasi USD. 332 juta. 6). Pembangunan RCC Off Gas to Propylene Project (ROPP) di Balongan kapasitas 180 ribu ton/th oleh PT. Pertamina dan PT. Chandra Asri dan nilai investasi USD 270 juta. 7). Persetujuan alokasi gas untuk pengembangan pusat industri petrokimia di Teluk Bintuni Papua Barat tahap I sebesar 180 MMSCFD untuk pembangunan pabrik pupuk urea kapasitas 2 juta ton/tahun. 8). Penetapan lokasi pengembangan industri petrokimia di Kabupaten Teluk Bintuni
berdasarkan
surat
Bupati
Teluk
Bintuni
Nomor
76/01/BUP-TB/V/2013 tanggal 29 Mei 2013.
●●● 71
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
9). Penandatanganan MoU antara Ferostaal AG dengan PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk pada 18 Juli 2013 terkait kerjasama pembangunan pabrik Polipropilene di Papua Barat. 10).Penguatan struktur industri petrokimia melalui realisasi investasi pabrik asam nitrat kapasitas 238.000 ton/th dan ammonium nitrat kapasitas 300.000 ton/th PT. Kaltim Nitrat Indonesia. 11). Pelaksanaan Forum Komunikasi Klaster Industri Petrokimia di Surabaya dan di Banten. Pelaksanaan rapat teknis Forum Komunikasi dilakukan dalam rangka menindaklanjuti kerjasama ASEAN Korea FTA dimana untuk sektor industri kimia dasar mengajukan proposal kerjasama dalam rangka pengembangan bahan baku plastik dalam mendukung industri otomotif dan elektronik.
d. Prioritas Nasional (PN) Lainnya 13 : Bidang Perekonomian Pertumbuhan sumbangan
industri
terbesar
untuk
hingga
saat
pertumbuhan
ini
masih
ekonomi
memberikan
nasional
dengan
kontribusi diatas 20 persen, dimana nilai tersebut disumbangkan oleh industri pengolahan non migas. Kementerian Perindustrian sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab sebagai penggerak perekonomian Indonesia, berupaya melaksanakan tugas tersebut melalui pelaksanaan pengembangan industri sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yaitu pengembangan klaster industri berbasis pertanian, oleochemical. Kebijakan hilirisasi dilatarbelakangi oleh masih banyaknya bahan mentah/baku yang diekspor ke luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai tambah di dalam negeri masih rendah. Dengan hilirisasi industri
di
dalam
negeri
akan
mampu
menghasilkan
nilai
tambah,
memperkuat struktur industri, serta menyediakan lapangan kerja dan peluang usaha di dalam negeri.
●●● 72
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.37. Capaian Prioritas Nasional Prioritas Lainnya Bidang Ekonomi Terkait Kementerian Perindustrian No 1.
Substansi Inti/ Kegiatan Prioritas Pengembangan klaster berbasis pertanian oleochemical di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Riau (Prioritas nasional lainnya)
Sasaran
Indikator
Fasilitasi terbentuk nya kawasan industri berbasis CPO di 3 provinsi
2010
2011
2012
2013
2014
T
R
T
R
T
R
T
R
T
R
Jumlah perusahaan di 3 kawasan
40
0
10
8
20
14
-
-
30
22
Kawasan
-
-
1
1
1
1
-
-
1
1
Unit pilot project berbasis hasil sampling/ limbah sawit
1
1
1
1
1
-
-
-
-
-
Ket.: T: Target; R: Realisasi (-): pada tahun tersebut tidak ditetapkan target
Kegiatan
prioritas
pengembangan
klaster
berbasis
pertanian,
oleochemical di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Riau dengan sasaran fasilitasi terbentuknya kawasan industri berbasis CPO di 3 provinsi dengan indikator jumlah perusahaan di 3 kawasan dengan target pada awal tahun sebanyak 40 perusahaan dan di akhir tahun 2014 total perusahaan mencapai 100 perusahaan. Namun dalam tahapan proses pelaksanaan menghadapi kesulitan sehingga dilakukan perubahan target, dimana target tersebut menjadi sebanyak 40 perusahaan di akhir tahun 2014. Dari target yang telah ditetapkan terealisasi sebanyak 22 perusahaan pada tahun 2014. Capaian indikator sasaran ini hanya sebesar 73 persen. Target indikator sasaran kedua yaitu 3 kawasan pada tahun 2014 dapat tercapai dengan capaian sebesar 100 persen. Sedangkan untuk indikator ketiga yaitu unit pilot project dengan target diakhir tahun 2014 menjadi 2 unit pilot project. Realisasi dari indikator sasaran ini pada tahun 2010 tercapai 1 pilot project dan pada tahun 2011 tercapai 1 pilot project. Hanya sampai dengan tahun 2011 target telah tercapai dengan capaian sebesar 100 persen. Pada kegiatan prioritas pengembangan klaster berbasis pertanian, oleochemical di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Riau beberapa hal yang telah dilakukan, antara lain: 1). Beberapa perusahaan bidang industri oleofood, oleokimia, dan biodiesel saat
ini
telah
dan sedang
mendapatkan
Fasilitas Tax
Allowance
(Pengurangan PPh Badan sesuai PP 62 Tahun 2011).
●●● 73
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
2). Dua perusahaan penanaman modal baru bidang Industri Oleokimia (PT. Unilever Oleochemical Indonesia dan PT. Energi Sejahtera Mas) telah disetujui untuk mendapatkan fasilitas Tax Holiday (Pembebasan PPh Badan sesuai PMK 130 Tahun 2011). 3). Penyusunan SNI Nomor 7709:2012 Minyak Goreng Sawit yang akan berlaku wajib pada awal tahun 2016 sebagaimana diatur melalui Permenperin Nomor 87 Tahun 2013. 4). Forward Linkage menciptakan
(off-farm): mendorong tumbuhnya industri hilir,
nilai
tambah
produk,
peningkatan
nilai
ekspor,
menggerakkan ekonomi produktif berbasis pengolahan di daerah produksi perkelapasawitan di luar Pulau Jawa (industri pendukung dan industri terkait). 5). Backward
lingkage
(on-farm):
permintaan
bahan
baku
meningkat,
standarisasi bahan baku tinggi, permintaan bahan baku yang sustainable certified, bargaining position petani meningkat. 6). Menciptakan Tata Hubungan Bisnis Petani – Produsen CPO/CPKO – Industri Pengolahan/Hilir Kelapa Sawit yang modern, sesuai standar International Sustainability standard yang mengacu pada Good Agriculture Process (GAP) dan Best Practice Perkebunan (ISPO/RSPO).
4. Kinerja Program Perindustrian
Pengembangan
Industri
Kementerian
Selain program prioritas nasional sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN Tahun 2010–2014, Kementerian Perindustrian juga melaksanakan program pengembangan industri lainnya. Capaian program-program tersebut sebagaimana diuraikan berikut ini.
a. Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit Program pengembangan industri yang mendukung klaster industri hilir kelapa sawit, selama kurun waktu 2010-2014 telah terealisasi hasil-hasil sebagaimana dijelaskan berikut ini. 1). Penetapan kawasan Sei Mangkei sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012, berhak atas insentif khusus KEK. ●●● 74
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
2). Peresmian Pusat Inovasi Industri Hilir Kelapa Sawit pada tanggal 3 Juli 2013 sebagai tempat pengembangan dan fasilitasi inovasi teknologi industri hilir kelapa sawit. 3). Groundbreaking Proyek MP3Ei Sektor Industri Hilir Kelapa Sawit di dua lokus klaster yaitu Kawasan Sei Mengkei Sumut pada tanggal 3 Juli 2013 dan
Kawasan
Industri
Maloy
Kalimantan
Timur
pada
tanggal
11 November 2012. Proyek-proyek inisiator kawasan/klaster meliputi: 1). Pabrik oleochemical PT. Unilever Oleochemical Indonesia (Investasi: 1,3 triliun rupiah). 2). Pabrik Pupuk NPK/Majemuk PT. Cipta Buana Utama Mandiri (Investasi : 537 miliar rupiah). 3). Palm Kernel Oil Mill kapasitas 400 ton/hari Palm Kernel dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit Kapasitas 2 x 3,5 MW milik PTPN III telah selesai dan beroperasi. 4). Utilisasi kapasitas produksi industri minyak goreng dalam negeri meningkat dari semula hanya 45 persen pada tahun 2010 menjadi lebih dari 70 persen pada tahun 2012. Terjadi pergeseran tren ekspor yang semula didominasi oleh produk hulu (minyak sawit mentah/CPO dan CPKO) menjadi produk hilir (oleofood dan oleochemical). Masuknya investasi lebih dari 24 triliun rupiah di sektor industri pengolahan minyak sawit (termasuk dalam KBLI 10432, 10490, 10412, 20115). 5). Terlaksananya promosi investasi industri hilir kelapa sawit di dalam negeri (Medan dan Bali) dan luar negeri (Dubai, London, dan Amsterdam). 6). Adanya lonjakan Investasi Industri Hilir di dalam negeri dengan sekitar USD. 2,7 Miliar pada kurun waktu 2012 – awal 2014. 7). Tersusunnya Detailed Engineering Design (DED) Pembangunan Tangki Timbun Curah Cair di Maloy pada tahun 2013 dari dana APBD Provinsi Kalimantan Timur. 8). Ratio Volume Ekspor Minyak Sawit dengan Ekspor Produk Olahan Minyak Sawit yang semula 70 persen : 30 persen (tahun 2011) menjadi 30 persen : 70 persen (tahun 2014) sehingga meningkatkan Devisa Hasil Ekspor secara signifikan. 9). Ragam Produk Hilir hanya 54 Jenis (tahun 2011), berkembang menjadi 154 jenis (tahun 2014) dan diperkirakan meningkat menjadi 169 jenis pada tahun 2015 termasuk produk canggih antara lain Industri Bio-Olefin ●●● 75
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
(Bahan Baku Plastik ramah lingkungan dari Minyak Sawit) dan Bio Jet Fuel (Bahan Bakar Nabati untuk Mesin Jet). 10).Menciptakan Tata Hubungan Bisnis Petani – Produsen CPO/CPKO – Industri Pengolahan/Hilir Kelapa Sawit yang modern, sesuai standar International Sustainability standard yang mengacu pada Good Agriculture Process (GAP) dan Best Practice Perkebunan (ISPO/RSPO).
b. Industri Furniture Industri furniture merupakan program hilirisasi industri berbasis industri agro. Pengembangan industri furniture yang telah dilaksanakan Kementerian Perindustrian telah menghasilkan beberapa capaian berikut. 1). Telah dilaksanakan pelatihan di bidang desain dan teknologi proses produksi furniture di sentra-sentra sumber bahan baku rotan dan di sentra produksi furniture antara lain di Pidie Aceh (25 orang), Katingan Kalimantan Tengah (25 orang), Makassar Sulawesi Selatan (25 orang), Palu Sulawesi Tengah (25 orang), Sukoharjo, Jawa Tengah (45 orang), Jepara Jawa Tengah, Nganjuk Jawa Timur, Cirebon Jawa Barat dan Mamuju Sulawesi Selatan (40 orang). 2). Telah dilakukan promosi dan pameran dalam rangka pengembangan pasar furniture di dalam negeri maupun luar negeri antara lain : a). The International Furnishing Show IMM di Cologne Jerman; b). High Point Market di North Carolina Amerika Serikat; c). The China International Furniture Expo di Shanghai China; d). International Furniture Fair Indonesia (IFFINA) 2013 dan Trade Expo Indonesia 2013 di Jakarta International Expo; e). Pameran Produksi Indonesia 2013 di Bandung Jawa Barat; f). Pameran Produk Furniture dan Interior di Plaza Industri Kemenperin Jakarta. Dari kegiatan tersebut dihasilkan nilai transaksi pada pelaksanaan sebesar Rp. 42,5 milyar dan potensial transaksi yang masih diproses sebesar Rp. 67 milyar rupiah. 3). Telah dilakukan pengembangan Disain melalui kegiatan lomba disain furniture yang diikuti oleh 205 desainer. Dari hasil lomba dibuat 12 prototipe yang ditampilkan pada pameran yang bersifat internasional.
●●● 76
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
4). Telah dilakukannya kajian Feasibility Study (FS) pengembangan industri rotan di daerah sumber bahan baku rotan di Sulawesi Barat dan bantuan sertifikasi legalitas kayu terhadap 10 perusahaan furniture kayu. 5). Telah dibuka Klinik Disain di sentra industri furniture rotan di Cirebon yang diikuti sebanyak 30 perusahaan. 6). Telah disusun Peta fungsi SKKNI bidang furniture kayu dan telah disusun 18 unit kompetensi RSKKNI bidang furniture kayu serta RSNI Furniture sebanyak 2 judul.
c. Industri Hilir Karet Program pengembangan industri hilir karet yang telah dilaksanakan Kementerian Perindustrian telah menghasilkan beberapa capaian berikut. 1). Pembangunan pabrik ban Hankook kapasitas 5,3 juta ban KBM roda 4 per tahun dan ditargetkan menghasilkan hingga 16 juta ban per tahun sampai tahun 2018 dengan nilai investasi USD. 1,1 miliar di Jawa Barat. 2). Realisasi perluasan pabrik PT. Bridgestone Tyre Indonesia di Pondok Ungu Bekasi untuk ban bias kapasitas produksi 144.000 ban/tahun dan investasi Rp. 600 M telah beroperasi sejak tahun 2014. 3). Realisasi Pembangunan Pabrik Ban Sepeda motor Evoluzione Tyre yang merupakan Joint Venture antara PT. Astra Otoparts Tbk. dengan Pirelli Spa di Subang, Jawa Barat dengan kapasitas sebesar 2.000.000 ban sepeda motor dengan nilai investasi awal sebesar US$ 130 juta. 4). Tersusunnya kajian pengembangan industri karet terpadu di Sei Bamban yang direncanakan akan terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus, Sei Mangkei. 5). Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Klaster Industri karet dengan 30 (tiga puluh) stakeholders. 6). Pelatihan
peningkatan
konservasi
energi
industri
karet
remah
di
Pontianak dan Palembang. 7). Peningkatan Teknologi Alat Pengolahan Karet (Crumb Rubber) untuk Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. 8). Fasilitasi pengembangan industri karet karet hilir untuk meningkatkan kemampuan pembuatan kompon karet dan produksi vulkanisir ban
●●● 77
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
melalui bantuan mesin pengolahan barang karet di Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat.
d. Industri Hilir Kakao Sampai dengan tahun 2014, program pengembangan industri hilir kakao
yang
telah
dilaksanakan
Kementerian
Perindustrian
telah
menghasilkan beberapa capaian berikut. 1). Pencanangan Hari Kakao Indonesia yang ditetapkan pada setiap tanggal 16 September. 2). Bantuan mesin dan peralatan industri pengolahan cokelat di Padang Pariaman (Sumatera Barat), Palu (Sulawesi Tengah). 3). Pelaksanaan Cocoa Day Tahun 2013 di Mall Taman Anggrek Jakarta dan Cocoa Day Tahun 2014 di Makassar Sulawesi Selatan. 4). Penyusunan SNI Cokelat dan Produk-Produk Cokelat. 5). Penyusunan RSKKNI Industri Pengolahan Kakao bidang produksi. 6). Fasilitasi dan sinkronisasi pengembangan klaster industri pengolahan kakao. 7). Peningkatan konsumsi kakao nasional per kapita per tahun sebesar 40 persen dari 250 gr tahun 2012 menjadi 350 gram tahun 2013. 8). Pelatihan Pengolahan Cokelat kepada 36 calon wirausaha baru 9). Bantuan mesin dan peralatan pengolahan cokelat di Balai Diklat Industri Makasar Sulawesi Selatan dalam rangka penguatan SDM industri pengolahan cokelat. 10).Pengawasan Peredaran Cocoa Shell Powder dalam rangka penerapan SNI Wajib Kakao Bubuk. 11). Peresmian PT. Barry Callebaut Comextra Indonesia di Makasar dan PT. Cargill Indonesia di Surabaya. 12).Indonesia menjadi tuan rumah sidang ICCO sidang ke-87 di Bali.
e. Industri Rumput Laut Revitalisasi dan penumbuhan industri hasil laut serta revitalisasi dan penumbuhan industri minuman dan tembakau dilakukan melalui beberapa hal, antara lain: 1). Penyusunan Roadmap pengembangan industri rumput laut. ●●● 78
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
2). Pengembangan industri pengolahan rumput laut melalui bantuan mesin peralatan pengolahan rumput laut di 7 (tujuh) provinsi (NTB, NTT, Maluku, Sulsel, Sultra, Sulteng, dan Malut). 3). Terbentuknya Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (ASTRULI).
f.
Industri Baja Program pengembangan industri baja merupakan salah satu fokus
program hilirisasi industri berbasis migas dan bahan tambang mineral. Hasilhasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut ini. 1). Telah beroperasinya PT. Meratus Jaya Iron & Steel secara komersial. Pabrik ini berlokasi di Batulicin, Provinsi Kalimantan Selatan yang mengolah Bijih Besi menjadi Sponge Iron dengan kapasitas 315 ribu ton per tahun dengan nilai investasi sebesar Rp. 1,17 Triliun. 2). Telah beroperasinya PT. Indoferro secara komersial yang berlokasi di Cilegon, Provinsi Banten yang memproduksi Pig Iron dengan kapasitas 500 ribu ton/tahun dan Nickel Pig Iron dengan kapasitas 250 ribu ton/ tahun dengan nilai investasi sebesar USD. 110 juta. 3). Telah dilakukannya Ground Breaking PT. Batulicin Steel pada bulan Juli 2012
yang
rencananya
akan
memproduksi
baja
dasar
sebesar
3 juta ton/tahun dengan nilai investasi sebesar USD. 1,5 Milyar termasuk Pembangunan Pembangkit Listrik (Power Plant) dengan kapasitas 100 MW dengan rincian Besi Beton sebesar 1 juta ton/tahun dan Ferro Nickel sebesar 600 ribu ton/tahun pada tahap awal serta H-Beam Steel dan Pelat Baja sebesar 2 juta ton/tahun pada tahap selanjutnya. 4). Telah beroperasinya PT. Krakatau-Posco Tahap 1 yang memproduksi slab baja 1,5 Juta Ton/Tahun dan plat baja 1,5 Juta Ton/Tahun dengan nilai investasi USD. 3 miliar. 5). Rencana pembangunan Pabrik Pengolahan Pasir Besi menjadi Pig Iron (Main Concentrator Plant dan Pig Iron Plant) di Kulon Progo, Provinsi DI Yogjakarta yang akan dilakukan oleh PT. Jogja Magasa Iron dengan kapasitas 1juta ton/tahun dan nilai investasi sebesar USD. 1,2 Milyar. 6). Rencana investasi PT. Sebuku Lateritic Iron & Steel untuk pembangunan Pabrik yang memproduksi Pig Iron dengan kapasitas 3 juta ton per tahun
●●● 79
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
di Sebuku, Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai investasi sebesar USD. 1 Milyar. 7). Telah beroperasinya PT. Delta Prima Steel untuk pembangunan Pabrik yang memproduksi Sponge Iron dengan kapasitas 100ribu ton per tahun di Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai investasi sebesar Rp. 1,2 Milyar. 8). Rencana investasi dan perluasan 8 (delapan) perusahaan penghasil pig iron, cold rolled coil & hot dipped galvanized, dan lain-lain dengan nilai investasi sekitar Rp. 52,44 Triliun 9). Rencana investasi pabrik penghasil cold rolled coil & hot dipped galvanized dengan kapasitas sebesar 480.000/tahun yang merupakan joint venture antara PT. Krakatau Steel dengan Nippon Steel Sumikin di Banten dengan nilai investasi sebesar USD. 300 Juta 10). Rencana investasi pabrik penghasil besi beton & batang kawat baja dengan kapasitas sebesar 500.000/tahun yang merupakan joint venture antara PT. Gunung Gahapi Sakti dengan Nanjing Iron & Steel Company di Sumatera Utara dengan nilai investasi sebesar USD. 200 Juta.
g. Industri Aluminium Fokus program hilirisasi industri berbasis migas dan bahan tambang mineral selanjutnya adalah industri aluminium. Hasil-hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut. 1). Rencana pembangunan Smelter Grade Alumina (SGA) di Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat yang akan dilakukan oleh PT. Antam dengan kapasitas 1,2 juta ton/tahun dan nilai investasi sebesar USD. 1 Milyar yang ditargetkan beroperasi pada Kuartal 1 Tahun 2016. 2). Rencana pembangunan Chemical Grade Alumina (CGA) di Tayan, Provinsi Kalimantan Barat yang akan dilakukan oleh PT. Antam dengan kapasitas 300 ribu ton/tahun dan nilai investasi sebesar USD. 450 Juta yang saat ini sedang dalam proses konstruksi. 3). Rencana
investasi
PT.
Nalco
untuk
pembangunan
Pabrik
yang
memproduksi Aluminium Ingot dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun di Kutai, Provinsi Kalimantan Timur dengan nilai investasi sebesar Rp. 4 Milyar.
●●● 80
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
4). Telah
beroperasinya
PT.
Indonesia
Chemical
Alumina
kapasitas
300 ribu ton CGA/tahun dan investasi USD. 500 juta di Kalimantan Barat. 5). Pembangunan
PT.
Well
Harvest
Mining
kapasitas
1
Juta
ton
alumina/tahun dan investasi USD 1 Miliar di Kalimantan Barat. 6). Telah diambilalihnya PT. Indonesia Asahan Aluminium kapasitas 225 ribu ton aluminium ingot/tahun dan investasi USD. 920 juta di Sumatera Utara oleh Pemerintah Indonesia.
h. Industri Tembaga dan Nikel Fokus lain program hilirisasi industri berbasis migas dan bahan tambang mineral selanjutnya adalah industri tembaga dan nikel. Hasil-hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut ini. 1). Rencana investasi 5 (lima) perusahaan yang memproduksi katoda tembaga dengan nilai investasi sekitar Rp. 99,2 Triliun. Diantaranya adalah PT. Nusantara Smelting untuk pembangunan Pabrik yang memproduksi Katoda Tembaga dengan kapasitas 200 ribu ton per tahun di Bontang, Provinsi Kalimantan Timur dengan nilai investasi sebesar USD. 700 Juta, PT. Indosmelt untuk pembangunan Pabrik yang memproduksi Katoda Tembaga dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun di Maros, Provinsi Sulawesi Selatan dengan nilai investasi sebesar USD. 1 Miliar dan PT. Indovasi untuk pembangunan Pabrik yang memproduksi Katoda Tembaga dengan kapasitas 200 ribu ton per tahun di Jawa Barat dengan nilai investasi sebesar USD. 1,5 Miliar. 2). Telah dilakukannya Ground Breaking PT. FeNi Halmahera Timur yang rencananya akan memproduksi Nickel sebesar 400.000 ton/tahun di Halmahera, Provinsi Maluku Utara dengan nilai investasi sebesar USD. 1,7 Milyar yang ditargetkan beroperasi pada Kuartal 4 Tahun 2014. 3). Rencana
investasi
PT.
Antam
untuk
pembangunan
Pabrik
yang
memproduksi Nickel Pig Iron dengan kapasitas 120 ribu ton per tahun di Mandiodo, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan nilai investasi sebesar USD. 400 Juta.
●●● 81
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
4). Rencana investasi PT. Weda Bay Nickel untuk pembangunan Pabrik yang memproduksi Nickel dengan kapasitas 65 ribu ton per tahun dan Cobalt dengan kapasitas 3,5 ribu ton per tahun
di Maros, Provinsi Sulawesi
Selatan dengan nilai investasi sebesar USD. 700 Juta. 5). Rencana investasi 8 (delapan) perusahaan yang memproduksi feronikel, nickel matte, dan nickel pig iron dengan nilai investasi sekitar 123 Triliun 6). Telah beroperasinya PT. Vale Indonesia untuk pembangunan Pabrik yang memproduksi Nickel Matte dengan kapasitas 120.000 ton per tahun di Sulawesi Selatan dengan nilai investasi sebesar USD. 2 Milyar.
i.
Industri Semen Industri semen merupakan prioritas revitalisasi dan penumbuhan
industri bahan bangunan dan konstruksi. Hasil-hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut ini. 1). Unit pengantongan semen di Sorong, Papua Barat oleh PT. Semen Gresik yang direncanakan mulai beroperasi pada awal tahun 2013. 2). Realisasi pembangunan oleh PT. Semen Gresik Group dan PT. Semen Bosowa. 3). Unit pabrik baru PT. Semen Gresik di Tuban, Jawa Timur (Tuban IV) dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, telah beroperasi pada pertengahan tahun 2012. 4). Unit pabrik baru di Maros, Sulawesi Selatan dengan peningkatan kapasitas menjadi 2,5 juta ton per tahun. Pembangunan dimulai bulan November 2012, direncanakan selesai tahun 2014. 5). Realisasi pembangunan pabrik oleh investor baru, saat ini sedang proses pembebasan lahan, yaitu State Development and Investment Cooperation (SDIC) di Manokwari, Papua Barat dengan kapasitas 1 juta ton per tahun dan Anhui Conch Cement Co., Ltd. di Tanjung, Kalimantan Selatan dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun. 6). Pembangunan Unit pabrik baru PT. Semen Tonasa di Pangkep, Sulawesi Selatan (Tonasa V) dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun telah diresmikan pada tanggal 19 Februari 2014.
●●● 82
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
7). Realisasi pembangunan pabrik baru oleh PT. Holcim Indonesia di Tuban, Jawa Timur, dengan kapasitas 1,7 juta ton per tahun dan telah diresmikan tanggal 17 Juni 2014. 8). Realisasi pembangunan Unit penggilingan semen di Banyuwangi, Jawa Timur dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Pembangunan dimulai bulan Mei 2012, dan direncanakan selesai pada Triwulan I tahun 2015. 9). Realisasi pembangunan pabrik baru PT. JUI SHIN Indonesia di Karawang Jawa Barat, dengan kapasitas produksi 2,5 juta ton per tahun dan saat ini sudah berproduksi mulai tahun 2014. 10).Terbentuknya RSNI dengan judul Atap Semen Gelombang Krisotil sebagai upaya pengamanan industri domestik terhadap masuknya produk impor
j.
Industri Garam Industri garam menjadi salah satu industri yang menjadi fokus
program pengembangan industri dari Kementerian Perindustrian. Hasil-hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut ini. 1). Peningkatan produktivitas lahan pegaraman melalui program intensifikasi lahan
pegaraman
termasuk
pemasangan
geomembran
pada
petak
kristalisasi di Madura. Sampai saat ini produktivitas telah meningkat dari 60 ton/ha menjadi 70 ton/ha dan diprediksi akan terus meningkat. 2). Perluasan
lahan
pegaraman
melalui
program
ekstensifikasi
lahan
pegaraman di daerah-daerah yang berpotensi yaitu di Madura-Sampang 2.000 ha, NTB-Bima 500 ha, NTT-Flores 2.000 ha, dan Kupang 6.000 ha. 3). Intensifikasi
Lahan
Pegaraman
di
Madura-Sumenep
dalam
tahap
penandatanganan kontrak dan Peningkatan Kualitas Lahan Pegaraman melalui Intensifikasi Lahan Pegaraman di NTT. 4). Penetapan status lahan seluas 777 ha eks HGU PT. Nusa Anoa di Kab.
Nagekeo
oleh
Kementerian
Agraria
dan
Tata
Ruang
untuk
dimanfaatkan sebagai lahan pegaraman. 5). Pencabutan HGU PT. Panggung Guna Ganda Semesta seluas 3.780 ha di Kab. Kupang menjadi tanah terlantar dan selanjutnya ditetapkan peruntukannya sebagai lahan pegaraman oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
●●● 83
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
k. Industri Tekstil, Produk Tekstil, dan Alas Kaki Program pengembangan industri Kementerian Perindustrian juga mencakup industri tekstil, produk tekstil dan alas kaki. Hasil-hasil yang telah dicapai industri ini selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut ini. 1). Telah diberikan bantuan potongan harga dalam rangka restrukturisasi permesinan industri TPT, alas kaki dan penyamakan kulit sebanyak 122 perusahaan dengan nilai bantuan sekitar Rp. 94,22 Milyar yang mendorong investasi sebesar Rp. 2,28 triliun. 2). Sebanyak 58 perusahaan Industri TPT, Alas Kaki dan Penyamakan Kulit masih dalam waiting list sebagai peserta restrukturisasi dengan perkiraan nilai bantuan sebesar Rp. 77,5 Milyar. 3). Telah dilatih tenaga kerja siap pakai di industri tekstil, alas kaki dan barang jadi kulit sebanyak 650 orang di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Sumatera Barat dan Jawa Barat. 4). Perluasan investasi dan pembangunan pabrik baru Indorama Synthetic dengan total nilai investasi US$ 400 juta untuk memproduksi PET Resin 88 Ribu Ton/Tahun, benang filamen polyester 389,6 Ribu Ton/Tahun, dan 500 Ribu Ton/Tahun PTA (bahan baku serat polyester dan botol plastik). 5). Investasi dan pendirian pabrik Sritex senilai Rp. 5,9 Triliun di Solo untuk memproduksi serat rayon 80 Ribu Ton/Tahun, benang 700 Ribu Bales of Yarn, dan apparel 16 Juta pcs/tahun. 6). Pemberlakuan SNI Wajib untuk produk sepatu pengaman, Korek api dan gas pada tahun 2013, serta Mainan anak, dan Pakaian bayi pada tahun 2014. 7). Fasilitasi Bantuan Mesin dan Peralatan untuk Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta berupa Mesin penunjang Uji Lab. 8). Penyusunan Roadmap Industri Tekstil dan Alas Kaki Tahun 2015 – 2020 terkendala oleh permintaan dari pihak otoritas pengalokasi anggaran untuk
terlebih
dahulu
melakukan
Evaluasi
Pelaksanaan
Program
Restrukturisasi terlebih dahulu sehingga waktu yang tersedia sudah tidak mencukupi.
●●● 84
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
l.
Industri Permesinan Salah satu fokus program pengembangan basis industri manufaktur
adalah industri aluminium. Hasil-hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut. 1). Pembangunan gedung Pusat Pengembangan Teknologi Industri Mesin Perkakas dan Alat Kesehatan. 2). Promosi kemampuan industri permesinan dan alat mesin pertanian (termasuk komponen) dalam rangka pengembangan akses pasar dalam negeri dan luar negeri. 3). Penyusunan RSNI Konverter Kit dalam rangka mendukung Program Konversi BBM ke BBG dan penyusunan RSNI Alat Mesin Pertanian; 4). Dalam rangka AEC 2015 telah diterbitkan SNI Wajib untuk regulator tekanan tinggi setelah dinotifikasi ke WTO dan telah disusun SKKNI bidang industri permesinan dan alat mesin pertanian sebanyak 3 (tiga) naskah. 5). Pengembangan kelembagaan (Alsintan Center) di daerah–daerah potensial pertanian di Sumbar, Kallbar, Kaltim dan Sulsel. 6). Peningkatan kompetensi SDM industri permesinan dan Alsintan dibidang pengelasan, pengecoran, metal working dan Alsintan sebanyak 320 orang.
m. Industri Perkapalan Program penumbuhan industri unggulan berbasis IPTEK yang dilaksanakan Kementerian Perindustrian mencakup 2 (dua) industri prioritas, yaitu industri perkapalan dan industri elektronika dan telematika. Hasil-hasil yang telah oleh dicapai industri perkapalan selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut. 1). Pengembangan prototype produk industri maritim melalui Pemberdayaan Pusat Desain Kapal (NaSDEC) 2). Peningkatan kapasitas SDM melalui diklat dan sertifikasi pengelasan kapal, pengelasan bawah air, pelatihan coating, pengelasan non-ferro, serta pelaksanaan sertifikasi SDM juru las kapal sesuai amanat MoU Antara Dirjen IUBTT dengan Dirjen Binalantas sebanyak 320 orang.
●●● 85
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
3). Penambahan investasi baru di bidang industri pekapalan sebesar Rp. 800 milyar di Lamongan, serta perluasan dan pengembangan perusahaan sebesar Rp. 354,77 Milyar di Surabaya, Banyuwangi, dan Semarang. 4). Telah siap operasionalnya galangan kapal PT. Lamongan Marine Industri di Lamongan, Jawa Timur dengan nilai investasi 400 Milyar.
n. Industri Elektronika dan Telematika Industri
prioritas
kedua
pada
program
penumbuhan
industri
unggulan berbasis IPTEK yang dilaksanakan Kementerian Perindustrian industri elektronika dan telematika. Hasil-hasil yang telah oleh dicapai industri perkapalan selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut. 1). Pembangunan dan perluasan pabrik baru PT. Sharp Electronics Indonesia dengan nilai investasi Rp. 1,2 trilyun berlokasi di Cikarang memasuki tahap akhir dan diharapkan dapat diresmikan pada bulan Februari 2014 dan PT. Samsung juga melakukan perluasan dengan nilai investasi Rp. 2,1 Trilyun. Sementara itu, PT. LG Electronis
juga melakukan
perluasan dengan nilai investasi Rp. 220 Milyar di Tangerang. 2). Dalam rangka AEC 2015 telah diterbitkan SNI Wajib untuk produk Lemari Es, Pendingin Ruangan (AC), dan Mesin Cuci setelah dinotifikasi ke WTO dan telah disusun SKKNI bidang industri elektronika sebanyak 5 (lima) naskah. 3). Dalam rangka pengembangan industri telematika khususnya industri konten (software, animasi, games) telah dikembangkan dan diperkuat pusat-pusat pengembangan industri konten dibeberapa daerah potensial antara
lain
Semarang,
pengembangan
tersebut
Bali,
Yogyakarta,
diharapkan
Surabaya,
akan
Bali.
membantu
Pusat lulusan
sekolah/perguruan tinggi bidang telematika untuk menjadi wirausahawirausaha baru di bidang software, animasi dan games. 4). Pengendalian importasi mobile phone yang bertujuan untuk melindungi konsumen dari produk mobile phone yang tidak sesuai standar.
●●● 86
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
o. Industri Alat Transportasi Darat Salah satu industri yang masuk dalam program pengembangan industri unggulan berbasis teknologi tinggi adalah industri alat transportasi darat. Hasil-hasil yang telah oleh dicapai industri ini selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut. 1). Total tenaga kerja yang terserap di sektor industri KBM R-2 mencapai 1,8 juta orang, sedangkan total tenaga kerja yang terserap di sektor industri KBM R-4 mencapai 1,3 juta orang. Produksi KBM Roda-2 hingga Oktober 2014 mencapai 6.7 Juta unit, Ekspor KBM R-2 sampai dengan Oktober 2014 ialah sebesar 32 ribu unit. Nilai investasi total mencapai USD 6,5 Milyar, terdiri dari USD 3,5 Milyar pada industri perakitan dan USD 3 Milyar pada industri komponen/pendukung. 2). Peningkatan investasi baru PT. Suzuki Indomobil Motor (pembuatan KBMR4) dengan nilai Rp. 7,04 Trilliun dan PT. Musashi Autoparts Indonesia (pembuatan komponen KBM-R4) dengan nilai sebesar Rp. 447 Miliar. Peningkatan investasi (perluasan dan pembangunan pabrik baru) oleh 5 (lima) perusahaan otomotif dengan total investasi sebesar USD. 3 Milyar untuk industri perakitan dan USD. 3,5 Milyar untuk industri komponen, yang diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sebanyak 30.000 orang. 3). Sampai dengan bulan November 2014, produksi KBM Roda-4 mencapai 1,2 juta unit. Sedangkan ekspor KBM R-4 sampai dengan November 2014 ialah sebesar 185 ribu unit (CBU) dan 100 ribu set (CKD). Dibandingkan dengan periode yang sama November 2013, maka terjadi peningkatan ekspor CBU sebesar 19 persen dan penurunan impor sebesar 40 persen dari 174 ribu pada November 2013 menjadi 104 ribu pada November 2014. 4). Pada Program Pengembangan Angkutan Umum Komersil, produksi pada tahun 2014 diperkirakan sebesar 130 ribu unit untuk kendaraan truk, 160 ribu unit untuk kendaraan Pick Up (termasuk angkutan umum), dan 4 ribu unit untuk bus. 5). Pemberian fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) Atas Impor Barang dan Bahan Guna Pembuatan Komponen Kendaraan Bermotor untuk Tahun Anggaran 2014 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 114/PMK.011/2014 tanggal 16 Juni 2014. Pagu
●●● 87
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
anggaran sebesar Rp. 181 Miliar, dan telah dimanfaatkan (terealisasi) sebesar Rp. 37,9 Miliar (20 perusahaan komponen otomotif). 6). Telah dikeluarkan Peraturan Dirjen IUBTT No.29/IUBTT/PER/9/2014 yang mengatur kewajiban pencantuman informasi penggunaan bahan bakar sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan, yaitu BBM dengan RON 92 ke atas untuk petrol dan CN51 untuk diesel. 7). Industri Kereta Api Nasional (PT. INKA) bersama konsorsium (Bombardier Inc.) akan membangun KRL Bandara Soekarno Hatta berupa 10 train set senilai USD. 72 juta dengan 70 persen komponen pembangunan dan perakitan termasuk desain kereta api dilaksanakan di Madiun. PT. INKA juga dipercaya untuk mensupply kereta penumpang ke Bangladesh dengan total nilai kontrak USD. 72,2 juta.
p. Industri Kecil dan Menengah (IKM) Pengembangan Industri Kecil dan Menengah merupakan salah satu fokus Kementerian Perindustrian karena IKM memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan PDB industri pengolahan bukan migas. Hasilhasil yang telah oleh dicapai industri ini selama kurun waktu 2010-2014 sebagaimana diuraikan berikut. 1). Telah dilakukan pengembangan IKM melalui pendekatan klaster di 50 Kabupaten/Kota, melalui: FGD klaster, dampingan tenaga ahli, bimbingan teknis dan desain, bantuan mesin/peralatan, pelatihanpelatihan, dan partisipasi pameran dan promosi. 2). Telah dilakukan pembinaan IKM melalui pendekatan OVOP di 96 sentra di 92 kab/kota melalui: pelatihan teknis, dampingan tenaga ahli, bantuan mesin/peralatan, dan partisipasi pameran produk OVOP. 3). Telah diberikan bantuan potongan harga dalam rangka restrukturisasi mesin/peralatan
kepada
149
IKM
dengan
nilai
bantuan
Rp. 19.247.672.304,- serta fasilitasi peningkatan pelayanan IKM kepada 29 UPT. 4). Telah dilatih sebanyak 4.110 calon wirausaha baru IKM dari seluruh Indonesia,
serta
pelatihan
peningkatan
manajemen kepada 1.602 perajin/IKM.
●●● 88
kemampuan
teknis
dan
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
5). Telah difasilitasi pendaftaran HKI sebanyak 340 Merek, 1 Hak cipta, 2 Desain industri, 1 Paten, serta fasilitasi bimbingan desain kemasan dan merek kepada 807 IKM dan bantuan kemasan jadi kepada 30 IKM. 6). Telah difasilitasi sertifikasi sistem mutu yang diterapkan oleh IKM sebanyak 31 GMP/HACCP, 4 SNI Helm, 13 SNI mainan anak, 25 CPPOB, 36 fasilitasi atribut (kemasan, barcode, atribut), 50 SVLK . 7). Realisasi penyaluran KUR untuk IKM periode Januari-Oktober 2014 sebesar Rp 972,9 miliar (industri pengolahan), sedangkan jumlah total penyaluran KUR sejak tahun 2008 sampai dengan Oktober 2014 sebesar Rp. 4,8 triliun.
Pencapaian kinerja sebagaimana yang diuraikan sebelumnya juga didukung oleh pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian lainnya yang terkait dengan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
1). Fasilitasi Penanganan Kerjasama Industri Internasional Kebijakan fasilitasi penanganan kerjasama industri internasional telah berhasil mencapai beberapa hal berikut: 1). Telah dilakukan Review Internal IJEPA. Secara nasional, implementasi IJEPA tidak meningkatkan level/kualitas kemitraan ekonomi IndonesiaJepang. Untuk itu, kami merekomendasikan 3(tiga) opsi sebagai berikut : a). Opsi 1. Pada tataran tim perunding General Review diusulkan agar Indonesia menghentikan kesepakatan IJEPA. Pada tingkat Menteri, Indonesia meminta agar Jepang memberi komitmen konsesi ekspor produk prioritas. b). Opsi 2. Modifikasi perjanjian melalui renegosiasi pada tingkat perunding. c). Opsi 3. Menghentikan kesepakatan bilateral IJEPA. Kesepakatan bilateral Indonesia – Jepang diadopsi melalui kerja sama regional (AJCEP).
●●● 89
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
2). Telah ditandatanganinya Kesepakatan Investasi dan Kerjasama Industri yaitu: a). Kesepakatan Indonesia – Italia Bidang Pengembangan Sektor Industri Tekstil dan Kulit yang meliputi pembinaan kemitraan pemerintah – swasta, mendorong investasi melibatkan dunia usaha Italia dan Indonesia, pertukaran tenaga ahli, teknologi, atau personil teknis; b). MoU antara Kementerian Perindustrian RI dengan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Lao PDR tentang Kerjasama Teknik di bidang industri; c). Naskah perjanjian Kerjasama Teknik antara lain The Master Plan and DED for Establishment of Industrial Complex in Boyolali, Perpanjangan MoU
tentang
KITC,
MoU
tentang
Peningkatan
Inovasi
dan
Produktivitas dengan Swinburne University, dan Amandemen RoD Metal Working d). Telah
dilakukan
kerjasama
Kemenperin
dengan
CBI
Belanda
berdasarkan Nota Kesepahaman Tahun 2013, untuk peningkatan daya saing industri khususnya akses pasar di Eropa melalui coaching program, workshop, sertifikasi, dan eksibisi di Indonesia dan Eropa. Pada tahun 2014 telah dibina sebanyak 13 IKM dibidang engineering dan 16 IKM di bidang food ingrediens. 3). Telah dilakukan sosialisasi ASEAN Economic Community (AEC) kepada para pemangku kepentingan di berbagai kota meliputi pejabat, eksekutif & legislatif, asosiasi Industri, dunia usaha serta perguruan tinggi. 4). Telah dilaksanakannya partisipasi
pada perundingan – perundingan
internasional seperti: Indonesia-EFTA (European Free Trade Association) putaran ke 9, Indonesia –Korea CEPA putaran ke-7, dan Indonesia-Chilli CEPA dan review Indonesia-Jepang EPA, ASEAN, ASEAN dan Mitra Dialog (ASEAN-China,
ASEAN-Jepang,
ASEAN-Korea,
ASEAN),
APEC,
perundingan WTO, Sidang UNIDO, pertemuan negara D.8 (Development Eight: Indonesia, Iran, Mesir, Malaysia, Pakistan, Bangladesh, Nigeria dan Turki).
●●● 90
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
5). Telah dikoordinasikannya implementasi 3 proyek kerjasama Indonesia dengan United Nation Industrial Development Organisation (UNIDO) di NTB dan Palu Nias (energi listrik), dan Maluku (rumput laut). 6). Telah dilaksanakannya kerjasama teknik dengan negara selatan-selatan berupa peningkatan Capacity Building Sewing and Batik Processing untuk 30 orang warga Mozambik di Maputo, Mozambik dan 10 peserta Laos di bidang garmen. 7). Telah
dilaksanakannya
advokasi
dan
pendampingan
terhadap
3 perusahaan fiberglass, susu cair, dan Calcined Petroleoum Coke dan 8 asosiasi industri. 8). Telah dilaksanakannya pengembangan konten 6 modul dalam Sistem Informasi Ketahanan Industri (SIKI). 9). Telah dilaksanakannya 6 (enam) pameran produk dan jasa industri yakni di Las Vegas,Paris Perancis, Shanghai, Saudi Arabia, Hongkong, dan Tokyo. 10).Telah dilaksanakannya 5(lima) promosi investasi yaitu di San Fransisco dan Los Angeles, Osaka, Sidney, dan XiaMen. 11).Telah terjaringnya 10 (sepuluh) permintaan kesepakatan yaitu i). Rencana Investasi Krakatau Steel Posko Stage 2; ii). Rencana Investasi Krakatau Steel dan Nipon Steel; iii). Minat investasi perusahaan Taiwan yang bergerak di bidang TV panel, elektronik dan PLTS; iv). Minat investasi perusahaan Korea di bidang peralatan dan perlengkapan kantor; v). Minat investasi perusahaan Korea di bidang scaffolding; vi). Minat investasi Indonesia – China Metallurgy Industrial Park; vii). Minat investasi pada Julong Agri Industrial Park Project antara Indonesia – China; viii). Minat investasi pada Well Havest Winning Alumina Refinery Industrial Park; ix). Minat investasi pada Hanking Industrial Park antara Indonesia – China; x). Minat investasi China pada Habour Kuala Tanjung Park; 12).Terfasilitasinya perundingan rencana pembangunan Kawasan Industri di Worowali Mandar, Sulawesi, kerjasama Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok.
●●● 91
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
2). Fasilitasi Pemanfaatan Tax Holiday Kebijakan fasilitasi pemanfaatan tax
holiday telah berhasil mencapai
beberapa hal berikut: 1). Fasilitas Tax Holiday, berupa pembebasan PPh badan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sampai paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pengurangan PPh badan sebesar 50 % dari PPh Badan terutang selama 2 (dua) tahun. 2). Pemanfaatan Tax Holiday oleh 3 (tiga) perusahaan dengan nilai investasi Rp. 5,5 Triliun, sebagai berikut: a). PT. Unilever Oleochemical Indonesia (PT. UOI), dengan nilai investasi Rp. 1,2 Triliun. Fasilitas Tax Holiday yang diberikan berupa Pembebasan PPh Badan selama 5 (lima) tahun dan Pengurangan PPh Badan sebesar 50 persen selama 2 (dua) tahun. b). PT. Petrokimia Butadiene Indonesia (PT. PBI), dengan nilai investasi Rp. 1,4 Triliun. Fasilitas yang diberikan: Pembebasan PPh Badan selama 5 (lima) tahun dan Pengurangan PPh Badan sebesar 50 persen selama 2 (dua) tahun. c). PT.
Energi
Sejahtera
Mas
(PT.
ESM),
dengan
nilai
investasi
Rp. 2,9 Triliun. Fasilitas yang diberikan: Pembebasan PPh Badan selama 7 (tujuh) tahun dan Pengurangan PPh Badan sebesar 50 persen selama 2 (dua) tahun. 3). Usulan kepada Menteri Keuangan perihal pemberian Fasilitas Tax Holiday terhadap
6
(enam)
perusahaan
dengan
nilai
investasi
total
Rp. 76,3 triliun, sebagai berikut: a). PT. Indorama Polychem Indonesia (PT. IPCI), dengan nilai investasi Rp. 2,5 Triliun. b). PT. Ogan Komering Ilir Pulp & Paper Mills (PT. OKI), dengan nilai investasi Rp. 29,1 Triliun . c). PT. Caterpillar Indonesia Batam (PT. CIB), dengan nilai investasi Rp. 1,4 Triliun. d). PT. Feni Haltim (PT. FHT), dengan nilai investasi Rp. 16 Triliun.
●●● 92
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
e). PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery (PT. WHW), dengan nilai investasi Rp. 6,7 Triliun. f). PT. Synthetic Rubber Indonesia (PT. SRI), dengan nilai investasi Rp. 4,6 Triliun. 4). Telah dilakukan usulan dan pembahasan revisi PMK 130 tahun 2011 tentang
Pemberian
Fasilitas
Pembebasan
dan
Pengurangan
Pajak
Penghasilan Badan, khususnya untuk batas minimum besarnya investasi bagi industri mesin dan industri peralatan komunikasi, dengan maksud agar
fasilitas
ini
lebih
efektif.
Sejalan
dengan
itu,
Kementerian
Perindustrian juga sedang mempersiapkan master list industri yang akan diberikan Fasilitas Tax Holiday. 5). Fasilitas Tax Allowance, berupa pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing- masing sebesar 5 persen per tahun, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan pajak penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10 persen atau tarif yang lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. 6). Fasilitas
tax
allowance
telah
dimanfaatkan
oleh
34
permohonan
(4 perusahaan telah diputuskan mendapatkan fasilitas, 28 perusahaan masih dalam proses pembahasan dengan Ditjen Pajak, BKPM, dan Kementerian Teknis, dan 6 perusahaan baru sedang mengusulkan fasilitas ke BKPM). 7). Fasilitas BMDTP berupa pembebasan tarif bea masuk atas importasi barang jadi, barang setengah jadi dan/atau bahan baku termasuk suku cadang dan komponen, yang diolah, dirakit, atau dipasang untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan industri dengan kriteria barang dan bahan yang mendapatkan fasilitas BMDTP: belum diproduksi di dalam negeri; sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau sudah diproduksi
di
dalam
negeri
namun
jumlahnya
belum
mencukupi
kebutuhan industri.
●●● 93
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
8). Pemanfaatan fasilitas BMDTP sebagai berikut : a). Telah diterbitkan PMK No. 47 sampai 52 dan PMK No. 54 sampai 61 tahun 2013 tentang Pemberian BMDTP Tahun Anggaran 2013 dengan total Pagu sebesar Rp. 706,1 Milyar. b). Pada
tahun
2014,
Pagu
Anggaran
fasilitas
BMDTP
sebesar
Rp. 504,6 Miliar. Namun, realisasi sampai dengan tanggal 15 Desember 2014 hanya sebesar Rp. 82,8 Miliar (16,4 persen) yang diberikan kepada 15 sektor industri. c). Tahun 2015 diusulkan 17 sektor industri yang akan memanfaatkan fasilitas BMDTP dengan Pagu Anggaran sebesar Rp. 565,2 Miliar.
3). Fasilitasi Pemanfaatan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) Kebijakan fasilitasi pemanfaatan bea masuk ditanggung pemerintah ini telah berhasil mencapai beberapa hal berikut: 1). Telah diterbitkan PMK No. 47 sampai 52 dan PMK No. 54 sampai 61 tahun 2013 tentang Pemberian BMDTP Tahun Anggaran 2013 dengan total Pagu sebesar Rp. 706,1 Milyar. 2). Realisasi sampai tanggal 29 Oktober 2013 Rencana Impor Barang (RIB) dengan Pemanfaatan Fasilitas BMDTP sudah mencapai 26,9 persen atau sebesar Rp. 314,648 Milyar dari total Pagu BMDTP TA. 2013. 3). Realisasi Pemanfaatan Fasilitas BMDTP sampai dengan 29 Oktober 2013 mencapai 12 persen dari total Pagu BMDTP 2013, sedangkan estimasi sampai dengan akhir TA. 2013 ditargetkan sekitar 27 persen dari RIB. 4). Nilai pagu impor BMDTP Tahun Anggaran 2014 untuk sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka adalah Rp 180.534.000.000,00 dengan realisasi sebesar
Rp
89.259.530.000,00
atau
dengan
persentase
sebesar
49.44 persen. 5). Nilai rencana Impor Barang (RIB) sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka sebesar Rp 114.176.153.280,00 atau sebesar 78.18 persen terhadap realisasi yang ada pada tahun 2014.
●●● 94
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
4). Pengamanan Industri melalui Nasional Sektor Industri
Penetapan
Obyek
Vital
Dalam rangka mengamankan objek vital nasional sektor industri, Menteri
Perindustrian
dan
Kepala
Kepolisian
RI
(Kapolri)
telah
menandatangani MoU tentang Penyelenggaraan Pengamanan OVNI. Sebagai tindak lanjut dari MoU tersebut, pada tahun 2014 Menteri Perindustrian telah menyerahkan sertifikat Obyek Vital Nasional Sektor Industri (OVNI) kepada 49 perusahaan industri dan 14 kawasan industri yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor Nomor 466/M-IND/Kep/8/2014.
5). Perumusan SNI Kebijakan perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) telah berhasil mencapai beberapa hal berikut: 1). Selama kurun waktu tahun 2010 - 2014 telah disusun RSNI sebanyak 547 buah. Jumlah tersebut telah melebihi target RPJMN 2010-2014 sebesar 500 RSNI atau mencapai 109,40 persen dari target. Jika diperhatikan capaian per tahun, terjadi penurunan jumlah RSNI pada tahun 2010 dan 2013. Tabel 3.38. Perkembangan Jumlah RSNI Tahun 2010-2014 2010
2011
2012
2013
2014
Target
100
100
100
100
100
Capaian
93
135
103
92
124
2). RSNI tersebut disusun untuk kelompok industri: permesinan; karet; selang karet; pulp; kertas; kendaraan bermotor; tekstil; metoda uji; makanan; baja; lampu pijar; sel dan baterai sekunder; peralatan listrik.
6). Lembaga Penguji Kesesuaian (LPK) Sampai dengan tahun 2014 telah ditetapkan 98 SNI wajib untuk berbagai komoditi industri. Untuk mendukung penerapan SNI wajib
●●● 95
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
tersebut, Menteri Perindustrian menunjuk LPK untuk melakukan penilaian kesesuaian. Total jumlah LPK yang telah ditetapkan sampai tahun 2014 sebanyak 154 LPK yang terdiri atas 34 LSPro dan 120 Lab Penguji. Grafik berikut menggambarkan peningkatan jumlah LSPro dan Lab Penguji terhadap SNI Wajib dari Tahun 2011 sampai 2014.
Gambar 3.4. Perkembangan Lembaga Pengujian Kesesuaian Tahun 2011 – 2014
7). Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Upaya yang telah dilakukan dalam rangka penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) : 1). Peningkatan kapasitas SDM industri untuk perhitungan emisi GRK. 2). Pengembangan mekanisme penerapan Energy Service Company (ESCO) di sektor industri. 3). Pengembangan sistem informasi monitoring emisi GRK dalam website www.grkindustri.kemenperin.go.id. 4). Peningkatan kemampuan SDM industri tentang konservasi dan efisiensi energi melalui pelatihan Sistem Manajemen Energi kepada 300 orang peserta yang berasal dari pelaku industri, konsultan, aparat pemerintah dan akademisi. Pelatihan ini bertujuan menyiapkan SDM yang kompeten dalam upaya konservasi energi melalui implementasi sistem optimisasi
●●● 96
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
dan sistem pengelolaan energi pada peralatan/mesin di proses produksi industri. 5). Menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 12/M-IND/PER/1/2012 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengurangan Emisi CO2 Industri Semen Indonesia; pedoman dan teknis konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor Industri (11 pedoman). 6). Telah tersusunnya feasibility study rencana aksi penurunan emisi GRK terhadap 9 perusahaan industri sebagai pilot project yang terdiri dari 6 industri semen, 2 industri kertas dan 1 industri baja. Terhadap 9 perusahaan industri tersebut akan diberikan stimulan berupa bantuan untuk pembelian mesin/peralatan dalam rangka menurunkan emisi GRK. Hal ini merupakan salah satu upaya dalam mendukung komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26 persen pada tahun 2020.
8). Pemberian Penghargaan Industri Hijau Kebijakan pemberian penghargaan industri hijau telah berhasil mencapai beberapa hal berikut: 1). Dalam
rangka
mendorong
penerapan
industri
hijau,
pemerintah
memberikan Penghargaan Industri Hijau kepada industri yang telah melakukan upaya penghematan penggunaan sumber daya alam tidak terbarukan dan penggunaan sumber daya alam yang ramah lingkungan dan terbarukan. Pemberian penghargaan telah dimulai sejak tahun 2010. Selama kurun waktu 2010-2014 sudah 209 perusahaan indutri yang memperoleh penghargaan Industri Hijau. Tabel 3.39. Jumlah Perusahaan yang menerima Penghargaan
Jumlah perusahaan yang menerima
2010
2011
2012
2013
2014
9
10
20
69
101
2). Pada tahun 2014 Penghargaan Industri Hijau diberikan oleh Menteri Perindustrian
kepada
101
perusahaan
industri,
yang
terdiri
dari
●●● 97
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
69 perusahaan industri hijau dengan level 5 (tertinggi) dan 32 industri dengan level 4. 3). Penyusunan UU Perindustrian Penyusunan RUU tentang Perindustrian merupakan bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010-2014 dan secara intensif telah dibahas pada tahun 2013. Pembahasan yang dilakukan oleh tim dari Panja DPR, Pemerintah (Kementerian Perindustrian) dan tenaga ahli (akademisi) telah menyelesaikan 497 Daftar Inventasir Masalah (DIM) yang diajukan DPR. Pada
tanggal
18
Desember
telah
dilakukan
Penandatanganan
RUU
Perindustrian dimaksud yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam sidang paripurna DPR RI pada tanggal 19 Desember 2013. Pada tahun 2014, UU Perindustrian sudah ditetapkan yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014. 4). Penghargaan Rintisan Teknologi Industri Penghargaan Rintisan Teknologi (RINTEK) diberikan kepada industri yang secara luar biasa menghasilkan perekayasaan dan invensi dan atau inovasi teknologi. Pemberian penghargaan ini bertujuan untuk mendorong lembaga R&D maupun industri agar terus melakukan upaya pengembangan atau perekayasaan teknologi sehingga ketergantungan terhadap impor barang modal/mesin dan peralatan dapat diminimalkan. Pemberian penghargaan ini dimulai sejak tahun 2006. Selama 8 kali pelaksanaan penghargaan ini, telah terpilih 34 industri sebagai penerima penghargaan dengan 45 inovasi teknologi yang dihasilkan. Pada tahun 2014 terpilih 7 (tujuh) penerima penghargaan. 5). Hasil Litbang yang telah diimplementasikan Dalam upaya meningkatkan hasil-hasil litbang yang dimanfaatkan oleh industri, telah dilakukan pemberian Bantuan jasa konsultasi teknologi, supervisi fabrikasi alat dan pelatihan pengoperasian kepada 5 IKM yang meliputi: Desain Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Peningkatan Produksi IKM Batik, Peningkatan Kualitas Produk Dan Rancang Bangun Alat
●●● 98
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Penggoreng Dan Peniris, Peningkatan Produksi Dan Mutu Produk Komponen Kendaraan Bermotor Roda Dua, Desain Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPALl) Untuk Industri Printing Circuit Board (PCB) Mucti Graff. 6). Fasilitasi Paten Dalam rangka penerapan, pengembangan dan penggunaan HKI telah difasilitasi pendaftaran paten hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Balai Besar dan Baristand Industri sampai tahun 2014 sebanyak: Total keseluruhan
: 61 paten
Granted (sudah keluar sertifikat)
: 24 paten
Berdasarkan RPJMN 2010-2014, target untuk hasil litbang yang dipatenkan 25 (dua puluh lima) paten, hasil litbang yang granted sebesar 24 (dua puluh empat) paten atau 96,00 persen. Kendala yang dihadapi dalam penyusunan fasilitasi paten antara lain kewenangan penetapan paten ada di instansi lain yaitu Kemenhunkam dan proses penetapan paten butuh waktu panjang; minimnya pengetahuan inventor terhadap penulisan deskripsi aplikasi paten; dan masih terbatasnya pengetahuan dan informasi mengenai pentingnya perlindungan produk HKI di Balai Besar dan Baristand Industri. Untuk mengatasi kendala tersebut upaya yang dilakukan adalah meningkatkan koordinasi dengan Kemenkumham dan instansi terkait lainnya dan
menyelenggarakan
Pelatihan
Patent
Drafting
sehingga
dapat
meningkatkan pengetahuan para peneliti mengenai penulisan deskripsi paten.
5. Kinerja Kelembagaan Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Dalam mendukung pengembangan industri nasional, kinerja yang dilakukan Kementerian Perindustrian selain upaya mencapai sasaran strategis Kementerian Perindustrian, program pengembangan industri prioritas nasional, juga menjalankan berbagai program pendukung yang berorientasi pelayanan kepada masyarakat, peningkatan akuntabilitas
●●● 99
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
kinerja, transparansi dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
a. Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian Sejak tahun 2009, Kementerian Perindustrian berhasil memperoleh predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK atas audit Laporan Keuangan. Dan predikat ini dapat dipertahankan Kementerian Perindustrian berturut-turut selama 6 tahun sampai dengan tahun 2014. Hal tersebut dicapai dengan “Rencana Aksi mempertahankan Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian” yang secara konsisten dan sungguhsungguh, serta komitmen Pimpinan dan seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Perindustrian. Selain itu, Kementerian Perindustrian kembali meraih penghargaan dari Kementerian Keuangan atas keberhasilannya menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Tahun 2013 dengan Capaian Standar Tertinggi dalam Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah.
b. Kementerian Terbaik Penerima DIPA 2014 Pertama Kementerian 7
Perindustrian
Kementerian/Lembaga
Terbaik
merupakan penerima
Daftar
salah Isian
satu
dari
Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2014 Pertama pada tanggal 10 Desember 2013 yang diserahkan oleh Presiden RI di Istana Bogor. Pemberian penghargaan ini berdasarkan penilaian yang dilakukan dengan 5 (lima) kriteria: (1) Memperoleh nilai hasil penilaian inisiatif anti korupsi (PIAK) minimal 6 (enam) dari Komisi Pemberantasan Korupsi; (2) Mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan selama dua tahun berturut-turut; (3) Penyerapan anggaran minimal sebesar 85 persen selama dua tahun berturut-turut; (4) Selama dua tahun mendapatkan reward; (5) Pagu anggaran yang dikelola lebih dari Rp1 triliun.
c. Akuntabilitas Kinerja Dari hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh Kementrian PAN dan RB sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Kementerian ●●● 100
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Perindustrian
memperoleh
nilai
yang
berangsur-angsur
menagalami
peningkatan. Dari nilai 72,19 dengan predikat penilaian "B+“ pada tahun 2013 meningkat lagi di tahun 2014 dengan nilai sebesar 73,11 atau naik sebesar 0,92 poin. Dari tahun 2008, nilai Kementerian Perindustrian terus mengalami peningkatan. Penilaian dilakukan terhadap 5 (lima) komponen, yaitu Perencanaan Kinerja, Pengukuran Kinerja, Pelaporan Kinerja, Evaluasi Kinerja
dan
Capaian Kinerja.
Penilaian dilakukan
terhadap 5
(lima)
komponen, yaitu: 1)Perencanaan Kinerja, 2) Pengukuran Kinerja, 3) Pelaporan Kinerja, 4) Evaluasi Kinerja, dan 5) Capaian Kinerja. Peningkatan
perolehan
nilai
dan
predikat
akuntabilitas
kinerja
Kementerian Perindustrian sebagaimana disajikan dalam tabel berikut. Tabel 3.40. Perkembangan Nilai dan Predikat Akuntabilitas Kinerja Kementerian Perindustrian No.
Komponen yang dinilai
Bobot
2010
2011
2012
2013
2014
1.
Perencanaan Kinerja
35
19,10
22,32
24,96
26,26
26,26
2.
Pengukuran Kinerja
20
10,92
11,89
14,28
14,20
14,65
3.
Pelaporan Kinerja
15
7,25
9,00
10,54
10,82
11,11
4.
Evaluasi Kinerja
10
4,08
5,88
6,25
6,26
6,26
5.
Capaian Kinerja
20
10,83
11,66
13,18
14,65
14,83
100
52,18
60,75
69,21
72,19
73,11
CC
CC
B
B+
B+
Nilai hasil Evaluasi Tingkat Akuntabilitas Kinerja
d. Penganugerahan E-Transparency Award Kementerian
Perindustrian
memperoleh
penghargaan
“E-Transparency Award’ pada 2 (dua) tahun berturut-turut, yaitu tahun 2013 dan 2014. Pada tahun 2013 memperolah “E-Transparency Award 2013” menempati Ranking 1 (Pertama) dari 47 Kementerian/Lembaga, yang diserahkan langsung oleh Kepala UKP4 tanggal 19 Desember 2013 di Jakarta.
Penghargaan tersebut merupakan penganugerahan situs terbaik
Kementerian/Lembaga dalam transparansi kinerja dan anggaran yang ●●● 101
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
diselenggarakan Universitas Paramadina bekerjasama dengan 8 NGO, World Bank, UKP4 dan Ombudsman. Kriteria penghargaan tersebut meliputi: 1) Ketersediaan Informasi (Informasi Keuangan, Anggaran dan Informasi Kinerja); 2) Aksesibilitas (Arsitektur Informasi, Antar Muka dan Desain Situs); 3) Tata Kelola Situs; 4) Kemutakhiran dan kelengkapan informasi sesuai ketentuan UU KIP (Informasi Berkala, Serta Merta dan Setiap Saat); dan 5) Tautan kepada aplikasi layanan dari UKP4 yaitu www.1layanan.net dan www.Lapor!.net. Sedangkan pada tahun 2014 Kementerian Perindustrian memperoleh penghargaan “e-transparency award 2014” dengan peringkat keempat dari 10 pemenang utama situs Kementerian/Lembaga (K/L) terbaik yang diikuti oleh 47 K/L.
e. Pelayanan Publik versi Ombudsman Kementerian Perindustrian memperoleh kategori hijau atau tingkat kepatuhan tinggi terhadap UU Pelayanan Publik dari Ombudsman pada tahun 2013 dan tahun 2014. terhadap
Observasi ini merupakan hasil observasi
kementerian-kementerian
yang
menyelenggarakan
pelayanan
publik, khususnya unit pelayanan perizinan dengan didasarkan pada peraturan standar pelayanan publik menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
f.
Keterbukaan Informasi Publik Sejak tahun 2012, Kementerian Perindustrian
berhasil meraih
penghargaan sebagai Badan Publik Pusat Terbaik I dalam pelaksanaan Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pada tahun 2013, Kementerian Perindustrian kembali meraih penghargaan sebagai Badan Publik Pemerintahan terbaik. Penghargaan pada tahun 2012 diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat, dan penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Presiden tanggal 28
September 2012
di
Istana
Wakil Presiden
Jakarta. Kementerian
Perindustrian dinilai berhasil dalam mengimplementasikan pasal 9 UU Keterbukaan Informasi Publik, yaitu informasi yang wajib disediakan dan
●●● 102
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
diumumkan secara berkala. Penghargaan itu diberikan dalam rangka peringatan hari Hak Untuk Tahu Internasional (International Right to Know Day)
yang
diperingati
setiap
tanggal
28
September
sebagai
upaya
mempromosikan hak-hak masyarakat untuk mengetahui informasi dari badan
publik.
Acara
ini
diselenggarakan
Komisi
Informasi
Pusat.
Pemeringkatan ini dilakukan melalui seleksi terhadap 98 badan publik dan 33 propinsi yang dipantau website-nya melalui monitoring dan evaluasi oleh Komisi Informasi Pusat. Sedangkan pada tahun 2013, Kementerian Perindustrian masuk ke dalam
10
besar
Badan
Publik
Pemerintahan
Terbaik,
dengan
nilai
Keterbukaan Informasi sebesar 69,575. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Wakil Presiden RI Boediono di Istana Wapres, Jakarta, Kamis – 12 Desember 2013. Penghargaan ini dilakukan berdasarkan “Penilaian Mandiri Keterbukaan Informasi Publik” yang dilakukan Komisi Informasi Pusat melalui penyebaran Kuesioner kepada 323 Badan Publik tingkat Kementerian/LPNK, LNS, LPP, Lembaga Negara, Pemerintah Provinsi, Badan Usaha Milik Negara, dan Partai Politik. Tujuannya adalah untuk menilai ketaatan
Badan
Publik
dalam
menjalankan
kewajiban
Badan
Publik
menyediakan dan mengumumkan informasi publik sesuai dengan UU KIP. Kegiatan tersebut, secara keseluruhan dilaksanakan mulai tanggal 7 Oktober – 4 Desember 2013. Kementerian Perindustrian meraih peringkat kedua dari 10 Badan Publik Pemerintahan terbaik dalam pelaksanaan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dengan nilai Keterbukaan Informasi sebesar 98,2. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Wakil Presiden RI Yusuf Kalla di Istana Wapres tanggal 12 Desember 2014 di Jakarta.
g. Penerapan e-Government Terbaik Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperoleh penghargaan sebagai Kementerian Terbaik dalam Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) tingkat Kementerian tahun 2012 dari Kementerian Komunikasi dan Informatika tanggal 16 September 2013. Berdasarkan hasil assessment, layanan eksternal yang menjadi unggulan Kemenperin adalah e-licensing. Kemenperin telah memiliki sistem andalan penyajian informasi daftar produk ●●● 103
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
dengan
tingkat
produk
dalam
negerinya. Layanan
Pengadaan
Secara
Elektronik (LPSE) dinilai telah berjalan baik dan adanya dukungan jaringan Internet untuk sistem administrasi internal. Dari segi layanan ke masyarakat, Kemenperin sudah memiliki standar waktu
layanan
yang
cukup
baik,
sistem
aplikasi
untuk
dukungan
administrasi dan manajemen umum cukup memadai, termasuk dengan dukungan pembangunan. Selain itu, Kemeperin telah memiliki sistem emonitoring, salah satunya sistem informasi kepegawaian (Sipeg) yang menjadi keunggulan utama. Kemeperin juga telah memiliki sistem e-monitoring, salah satunya sistem informasi kepegawaian (Sipeg) yang menjadi keunggulan utama. Dan kembali, pada bulan November 2014, Kementerian Perindustrian memperoleh peringkat ke-4 pada ajang penghargaan yang masuk ke dalam bagian program IMAGES (Improving Ministries and Agencies Website for Budget Transparency).
h. Anugerah Media Humas (AMH) Pada tahun 2012, Kementerian Perindustrian berhasil meraih Juara Umum pada Perhelatan Tahunan Anugerah Media Humas (AMH) 2012 tanggal 6 November di Makassar. Kementerian Perindustrian memperoleh 2 (dua) kategori penghargaan meliputi: a.
Majalah Media Industri Majalah Media Industri yang diterbitkan Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perindustrian meraih Juara I Kategori Penerbitan Media Internal Kelompok Kementerian/LPNK dan Perguruan Tinggi Negeri. Kriteria penilaian meliputi: keterbukaan informasi, substansi program kehumasan, komposisi informasi, edukasi, opini dan hiburan, jenis rubrikasi,
kelengkapan
dan
sistematika
penulisan,
kreativitas
penulisan dan teknik tata letak (cover, body copy, teknik penyuntingan gambar, teknik foto). b. Website Kementerian Perindustrian Website
Kemenperin
(www.kemenperin.go.id)
juga
mendapatkan
penghargaan Juara I Kategori Pelayanan Informasi Melalui Website.
●●● 104
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Kriteria yang dinilai: kemudahan akses informasi publik, ketersediaan kontak
dan informasi, ketersediaan
informasi publik, penempatan
informasi berdasarkan teknik yang benar, keterbacaan, dan desain grafis yang sesuai harapan pengguna. Kedua
penghargaan
tersebut
(Majalah
Media
Industri
dan
Website
Kemenperin) mengantarkan Kementerian Perindustrian menjadi Juara Umum dalam Anugerah Media Humas (AMH) tahun 2012 tersebut. Pada tahun 2013, kembali Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perindustrian berhasil meraih Pemenang Kedua Kategori Advertorial pada Lomba Anugerah Media Humas tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika tanggal 20 November 2013. Lomba
Anugerah Media Humas di lingkungan Kementerian dan
Lembaga, Pemda Tk I dan II, merupakan agenda tahunan Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi yang bertujuan untuk memberikan apresiasi atas aktifitas Humas di masing-masing lembaga, setidaknya ada 6 kategori yang diperlombakan setiap tahun dalam Lomba Anugerah Media Humas. Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perindustrian berhasil meraih Juara
terbaik
III
Kategori
Laporan
Kerja
Humas
Kementerian/LPNK/BUMN/PTN dalam acara Penghargaan Anugerah Media Humas 2014, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika tanggal 26 Nopember 2014 di Bandung.
i.
Inovasi Pelayanan Publik Salah satu inovasi yang telah dikembangkan oleh Kementerian
Perindustrian adalah Penyelenggaraan Ujian CPNS Online. Dari hasil evaluasi Kementerian PAN dan RB, penyelenggaraan Ujian CPNS Online Kementerian Perindustrian, termasuk dalam 33 besar dari 515 inovasi pelayanan publik terbaik. Nantinya dari 33 besar inovasi pelayanan publik tersebut akan diajukan ke United Nations Public Service Award (UNPSA).
j.
Pelayanan Publik Versi Komisi Pemberantasan Korupsi Kementerian Perindustrian memperoleh nilai skor total integritas
diatas indeks rata-rata (7,22) untuk unit layanan Rekomendasi Impor Barang ●●● 105
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Industri Tertentu dengan total skor 7,84 pada Unit Pelayanan Publik (UP2) Kemenperin. Penilaian terhadap 40 unit layanan dari 21 Kementerian dan Lembaga.
B. REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Dalam
mendukung
pelaksanaan
program
dan
kegiatan
yang
dilaksanakan pada tahun 2014, Kementerian Perindustrian mendapat alokasi anggaran DIPA sebesar Rp. 2.656.276.729.000,-. Tabel 3.41. Laporan Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran 2014 Menurut Unit Eselon I (dalam juta Rupiah) Jumlah No.
Unit Kerja
Pagu
Realisasi
Persen
% Realisasi dengan hibah
1.
Sekretariat Jenderal
731.537
656.758
89,78
89,78
2.
Ditjen. Industri Agro
216.775
185.407
85,53
85,53
3.
Ditjen. Basis Industri Manufaktur
262.032
239.568
91,43
141,23
4.
Ditjen. Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi
249.342
131.825
52,87
52,87
5.
Ditjen. Industri Kecil dan Menengah
428.138
383.737
89,63
89,63
6.
Inspektorat Jenderal
45.138
41.790
92,58
92,58
7.
Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri
593.868
528.823
89,05
89,05
8.
Ditjen. Pengembangan Perwilayahan Industri
85.684
75.132
87,69
87,69
9.
Ditjen. Kerjasama Industri Internasional
43.758
39.314
89,84
89,84
2.656.276
2.282.358
85,92
91,53
Total
●●● 106
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2014, anggaran DIPA yang terserap sebesar Rp. 2.282.358.491.000,- atau 85,92 persen. Dengan penambahan realisasi hibah barang pada Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur dari NEDO, maka sampai dengan tahun 2014 realisasi anggaran Kementerian Perindustrian sebesar 91,53 persen. Perbandingan pagu dan realisasi anggaran yang terserap Kementerian Perindustrian dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 adalah sebagaimana pada tabel berikut. Tabel 3.42. Perbandingan Pagu dan Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2010 – 2014 (dalam ribu rupiah) Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
PAGU
1.693.281.418
2.233.399.780
2.510.052.920
3.334.494.010
2.656.276.729
Realisasi
1.490.087.648
1.879.405.917
2.301.718.531
2.777.300.061
2.431.455.585
%
88,00
84,15
91,70
83,29
91,53
Gambar. 3.5. Perkembangan Pagu dan realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2009 - 2014
●●● 107
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Akuntabilitas Kinerja
Realisasi anggaran Kementerian Perindustrian pada tahun 2014 ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi anggaran pada tahun 2013. Namun dibandingkan realisasi anggaran pada tahun 2012 masih sangat jauh dibawahnya, dimana pada tahun 2012 terserap sebesar 91,70 persen. Hambatan-hambatan dalam memaksimalkan realisasi anggaran Kementerian Perindustrian tahun 2014 disebabkan antara lain: 1. Adanya
Anggaran
optimalisasi
Kementerian
Perindustrian
Rp. 300 Miliar yang dibintangi dan harus dilakukan
sebesar
penelaahan oleh
BPKP sehingga baru cair pada bulan Juli 2014. 2. Sesuai dengan surat Menteri Keuangan No. S-347/MK.02/2014 tanggal 14 Juni 2014 perihal Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L Dalam APBN-P TA 2014, anggaran Kementerian Perindustrian dipotong sebesar Rp. 301.330.784.000,-. Dengan adanya kebijakan pemotongan anggaran tersebut maka diperlukan revisi dan realokasi anggaran dari masingmasing program yang ada dalam DIPA Kementerian Perindustrian, sehingga kegiatan-kegiatan tersebut baru bisa dilaksanakan awal bulan Agustus 2014. 3. Tidak Rp.
direalisasikannya 65,67
Miliar
program
untuk
konversi
pengadaan
BBM
konverter
ke kit,
BBG
sebesar
karena
tidak
dibangunnya infrastruktur pendukung berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di beberapa kota yang menjadi target program konversi BBM ke BBG. 4. Adanya Surat Edaran Sekretaris Kabinet Nomor SE.7/seskab/V/2014 yang menganjurkan penghematan anggaran serta larangan mengadakan kegiatan di hotel menjadi kendala dalam kepastian pelaksanaan kegiatan, sehingga ada beberapa kegiatan TA 2014 yang tidak maksimal dalam pelaksanaan kegiatan dan realisasi keuangan. 5.
Salah satu kendala pada proses pengadaan bantuan mesin peralatan adalah menguatnya kurs dolar terhadap rupiah sehingga berimbas pada meningkatnya harga barang.
●●● 108
Bab IV – Penutup A. KESIMPULAN Dari
uraian
pencapaian
kinerja
dalam
Bab
3,
Kementerian
Perindustrian telah melaksanakan tugas pokok, fungsi dan misi yang diembannya, sebagaimana kinerja sasaran sebagaimana ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2014 serta yang diamanahkan dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) kepada Kementerian Perindustrian, kinerja makro, serta kinerja kelembagaan Kementerian Perindustrian lainnya. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Belum seluruh sasaran strategis menunjukkan nilai capaian seperti yang diharapkan, karena itu perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap proses
perencanaan
program
dan
penganggaran
dalam
rangka
mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja Tahun 2014. 2. Sasaran-sasaran
strategis
Kementerian
Perindustrian
perspektif
stakeholder sebagaimana ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2014 berhasil dicapai Kementerian Perindustrian dengan nilai capaian sebagian besar indikator kinerja utama diatas 90 persen, bahkan lebih dari 100 persen. Namun memang ada indikator yang nilai capaiannya kurang dari 80 persen. 3. Tugas-tugas Kementerian Perindustrian yang terkait dengan pelaksanaan program prioritas nasional sebagaimana diamanahkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 secara umum dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang ditetapkan. Meski dalam perjalanannya terjadi beberapa perubahan terkait dengan permasalahan yang dihadapai pada tataran pelaksanaan, sehingga diperlukan beberapa penyesuaian diantaranya penyesuaian indikator kinerja dan pentargetan. Permasalahan-permasalahan yang menjadi kendala telah diidentifikasi dan dianalisis untuk ditindaklanjuti dengan
kebijakan-kebijakan
yang
mampu
mendorong
percepatan
pencapaian target kinerja.
●●● 109
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Penutup
Dalam dokumen perencanaan Kementerian Perindustrian masih terjadi beberapa perbaikan dan penyesuaian berdasarkan hasil-hasil evaluasi capaian kinerja pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 telah ditetapkan perubahan terhadap peta strategi dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 114 tahun 2013 tentang perubahan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41 tahun 2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon I di lingkungan Kemnterian Perindustrian. Namun ternyata tetap harus dilaksanakan perbaikan maupun perubahan
terkait
dengan
hasil
evaluasi
pelaksanaan
kegiatan
yang
menunjang kinerja yang akan dicapai. Sehingga hal tersebut berdampak dengan masih adanya beberapa perubahan dan penyesuaian indikator kinerja dan pentargetannya.
B. PERMASALAHAN DAN KENDALA Sampai
dengan
tahun
2014
laju
pertumbuhan
sektor
industri
manufaktur semakin membaik dan menjadi kontributor yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, meski dari sisi nilai laju pertumbuhan dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional tidak meningkat secara signifikan dan belum dapat mencapai target yang telah dtetapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam percepatan pertumbuhan industri, maupun yang secara khusus dihadapi oleh beberapa industri (penting) tertentu. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi sektor industri tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Ketergantungan bahan baku impor, teknologi yang tertinggal, dan membanjirnya produk impor serta diperburuk oleh tingginya arus barang impor ilegal (penyelundupan). 2. Menurunnya permintaan pasar akibat pelemahan ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor. 3. Adanya hambatan non tarif (non=tariff barrier) di beberapa negara tujuan ekspor, seperti sertifikasi eco-label. 4. Belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah serta masih terbatasnya populasi industri dan SDM industri yang berkompeten. ●●● 110
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Penutup
5. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung kegiatan industri serta masih kurang optimalnya kapasitas produksi. 6. Masih tingginya ekspor bahan mentah. 7. Masih lemahnya R & D yang difokuskan pada pengembangan produk untuk industri tertentu dan masih kurangnya sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan produk industri. 8. Sistem sertifikasi dan manajemen mutu masih lemah karena penerapan penelitian, penerapan mutu dan pengembangan serta inovasi teknologi belum maksimal. 9. Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas). 10. Ketimpangan regulasi atau regulasi yang tidak menguntungkan bagi industri serta birokrasi yang belum pro-bisnis. 11. Masalah perburuhan (pesangon, premi jamsostek, UMR dan lain–lain). 12. Masalah kepastian hukum dan efektifitas pemberian Insentif fiskal yang belum secara optimal mampu bersaing dengan negara lain. 13. Kurangnya
keberpihakan
serta
kesadaran
masyarakat
untuk
pimpinan
dapat
dilakukan,
namun
menggunakan produk dalam negeri. 14. Kurangnya berimplikasi
komitmen pada
pimpinan,
penyesuaian
penggantian
kegiatan
yang
penyesuaian tersebut dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara perencanaan pelaksanaan kegiatan dalam rangka pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian.
C. REKOMENDASI Dalam rangka peningkatan capaian kinerja dan kualitas perencanaan yang diperlukan untuk mewujudkan misi Kementerian Perindustrian, maka hal-hal yang perlu mendapatkan prioritas ke depan, antara lain: 1. Peningkatan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka perencanaan dan pemantapan program pembangunan industri. 2. Peningkatan upaya pengendalian impor melalui kebijakan non-tariff barrier. ●●● 111
Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2014 Penutup
3. Optimalisasi
insentif
fiskal:
Tax
Holiday,
Tax
BMDTP,
Allowance,
pembebasan PPnBM, pembebasan bea masuk. 4. Pemberian
insentif
untuk
industri
hijau,
khususnya
penggunaan
teknologi ramah lingkungan bagi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), serta industri yang menghasilkan produk ramah lingkungan (eco product). 5. Prioritas penyediaan infrastruktur, terutama dalam mendukung pusatpusat pertumbuhan industri, seperti percepatan pembangunan perluasan pelabuhan dan jaringan transportasi, baik kereta api maupun jalan tol. 6. Jaminan pasokan gas dan listrik untuk kebutuhan industri dalam negeri, baik sebagai bahan baku maupun energi. 7. Perjanjian kerjasama internasional yang dititikberatkan pada Peningkatan Investasi. 8. Perumusan
rancangan
standar
nasional
Indonesia
(RSNI)
dan
pemberlakuan penerapan secara wajib SNI dan pertimbangan teknis untuk produk industri. 9. Pembentukan lembaga pembiayaan khusus IKM, misal modal ventura bagi industri kecil. 10.Kewajiban pemakaian barang dan jasa termasuk Engineering Procurement Construction (EPC) dalam negeri yang sudah proven oleh proyek-proyek pemerintah dan BUMN. 11.Perlunya
sanksi
tegas
kepada
unit
kerja
dalam
instansi
pemerintah/BUMN/swasta yang tidak memenuhi persyaratan komponen lokal
yang
Penggunaan
dipersyaratkan Produk
alam
Dalam
mendukung
Negeri
(P3DN),
Program sanksi
Peningkatan
yang
sehingga
penerapan P3DN dapat lebih maksimal. 12.Pemanfaatan
LAKIP
sebagai
bahan
masukan
dan
acuan
dalam
penyusunan dan implementasi Rencana Kerja (Operational Plan), Rencana Kinerja (Performance Plan), Rencana Anggaran (Financial Plan), dan Rencana Strategis (Strategic Plan) pada masa-masa mendatang. 13.Peningkatan kualitas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di lingkungan Kementerian Perindustrian dalam mendukung pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian.
●●● 112
PENGUKURAN KINERJA Kementerian
:
Perindustrian
Tahun Anggaran
:
2014
Kode SS
Sasaran Strategis (SS)
Kode IKU
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
Realisasi
Satuan
Capaian
Satuan
6,8
5,61
Persen
82,50 Persen
21,07
17,87
Persen
84,81 Persen
PERSPEKTIF STAKEHOLDERS S1
S2
Tingginya nilai tambah industri
Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri
S1.1
Laju pertumbuhan industri non-migas
S1.2
Kontribusi industri pengolahan non-migas terhadap PDB nasional
S2.1
Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional
66
66,48
Persen
100,73 Persen
S2.2
Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri
37
62
Persen
167,57 Persen
250.000
32.530.000
Rupiah/Tenaga Kerja
S3
Meningkatnya Produktivitas SDM Industri
S3.1
Tingkat produktivitas dan kemampuan SDM industri
S4
Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi Industri
S4.1
Jumlah hasil litbang yang siap diterapkan
30
62
Hasil litbang
206,67 Persen
S4.2
Jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan
10
37
Hasil litbang
370,00 Persen
Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri
S5.1
Jumlah investasi di industri hulu dan antara
850
4017
Proyek
472,59 Persen
S5.2
Tingkat kandungan lokal
500
710
Produk
142,00 Persen
S6.1
Rasio PDB industri Luar Jawa terhadap PDB industri Jawa
29,58 : 70,42
27,36 : 72,64
Rasio
92,49 Persen
S6.2
Perbandingan jumlah IKM di luar Pulau Jawa dan Jawa
38 : 62
62,17 : 37,83
Rasio
99,55 Persen
S7.1
Meningkatnya kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri
34
34,56
Persen
S5
S6
S7
Tersebarnya pembangunan industri
Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB
13012,00 Persen
101,65 Persen