KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sulawesi Utara
Triwulan III
2010
Kantor Bank Indonesia Manado
0
Kata Pengantar Sesuai Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Guna mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga) tugas yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Sejalan dengan itu dan diperkuat oleh momentum otonomi daerah, setiap Kantor Bank Indonesia (KBI) yang berada di daerah, termasuk KBI Manado dituntut berperan sebagai
yang
diharapkan mampu memberikan informasi ekonomi dan keuangan daerah yang akurat, menyeluruh, dan terkini sebagai bahan masukan Kantor Pusat Bank Indonesia dalam perumusan dan penetapan kebijakan moneter yang tepat sasaran. Penyajian informasi ekonomi dan keuangan daerah tersebut, disusun dalam bentuk Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sulawesi Utara secara triwulanan, yang berisi analisis mengenai kondisi makro ekonomi regional, tingkat harga, perbankan, sistem pembayaran, keuangan daerah, tingkat kesejahteraan dan kemiskinan serta prospeknya ekonomi di triwulan mendatang. Di samping itu, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas Bank Indonesia melalui penyampaian informasi mengenai kondisi perekonomian dan keuangan kepada stakeholder maka KBI perlu menyampaikan informasi dimaksud kepada stakeholder di daerah seperti pemerintah daerah, lembaga pendidikan, institusi keuangan, dan lembaga lainnya di daerah. Kami senantiasa mengharapkan masukan dan saran untuk meningkatkan kualitas dan manfaat laporan di masa yang akan datang. Akhir kata, kiranya laporan ini dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan dan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih. Manado, 30 September 2010 BANK INDONESIA MANADO
Ramlan Ginting Pemimpin
1
Daftar Isi KATA PENGANTAR
halaman 1
DAFTAR ISI
halaman 2
RINGKASAN EKSEKUTIF
halaman 5
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
halaman 15
Sisi Permintaan
halaman 15
Sisi Penawaran
halaman 26
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
halaman 37
Inflasi Tahunan (yoy)
halaman 37
Inflasi Triwulanan (qtq)
halaman 38
Inflasi Bulanan (mtm)
halaman 39
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi
halaman 41
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
halaman 45
Struktur Aset Perbankan
halaman 46
Perkembangan Kantor Bank
halaman 46
Perkembangan Bank Umum Konvensional
halaman 46
Stabilitas Sistem Perbankan
halaman 54
Perkembangan Perbankan Syariah
halaman 58
Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
halaman 59
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
halaman 61
Dana Perimbangan di Sulawesi Utara
halaman 62
APBD di Tingkat Provinsi
halaman 64
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
halaman 69
Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
halaman 69
Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai
halaman 74
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
halaman 77
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Ketenagakerjaan
halaman 77
Kesejahteraan Masyarakat
halaman 80
Box 1. Elastisitas Kesempatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
halaman 80
Provinsi Sulawesi Utara
2
PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
halaman 87
Prospek Ekonomi Makro
halaman 87
Prakiraan Inflasi
halaman 90
Prospek Perbankan
Halaman 92
Daftar Istilah dan Singkatan
halaman 93
3
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Kantor Bank Indonesia Manado Jl. 17 Agustus No. 56 Ph. 0431-868102, 868103, 868108 Fax. 0431 - 866933 Email :
[email protected];
[email protected];
[email protected] website : www.bi.go.id Publikasi ini dapat diunduh dalam bentuk softfile pada: http://www.bi.go.id/web/id/DIBI/Info_Publik/Ekonomi_Regional/
4
RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Makro Ekonomi Regional Akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut dan stabilitas makro masih tetap terjaga...
Akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut dan stabilitas makro masih tetap terjaga. Akselerasi tersebut didorong oleh peningkatan konsumsi, ekspor dan investasi. Peningkatan konsumsi dipicu oleh optimisme keyakinan konsumen, tersedianya sumber pembiayaan konsumsi dan rendahnya harga impor. Sementara itu, kegiatan ekspor yang membaik terutama didorong oleh masih kuatnya permintaan dari China dan India. Peningkatan permintaan domestik dan internasional ini berdampak pada meningkatnya pertumbuhan investasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, perekonomian Indonesia di tahun 2010 diperkirakan tumbuh 6,0%-6,3%.
Perkembangan ekonomi nasional yang terus membaik juga tercermin pada perkembangan ekonomi di daerah...
Perkembangan ekonomi nasional yang terus membaik juga tercermin pada perkembangan ekonomi di daerah yang tumbuh positif, termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di triwulan III-2010 tercatat sebesar 7,04% (yoy).
Dari sisi permintaan, meningkatnya konsumsi baik swasta maupun pemerintah, serta kinerja ekspor merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang tumbuh positif pada triwulan III-2010...
Dari sisi permintaan, meningkatnya konsumsi baik swasta maupun pemerintah,
serta
kinerja
ekspor
merupakan
cerminan
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang tumbuh positif pada triwulan III-2010. Peningkatan aktivitas konsumsi swasta didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat pada bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Tingginya aktivitas konsumsi juga ditunjang oleh peningkatan penghasilan masyarakat sebagai dampak pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) serta penjualan hasil panen raya cengkih. Bahkan, di beberapa daerah dilaksanakan perayaan pengucapan syukur sebagai bentuk rasa terima kasih atas keberhasilan panen. Konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini didorong oleh berlangsungnya
penyelenggaraan
Pilkada
serentak
di
7
Kabupaten/Kota dan Provinsi serta realisasi proyek fisik pemerintah 5
yang terus mengalami peningkatan menjelang akhir tahun anggaran. Sementara itu, kinerja perdagangan Sulawesi Utara masih menunjukan kinerja positif yang ditopang oleh kegiatan ekspor antar daerah. Sedangkan, kinerja perdagangan luar negeri masih menunjukkan adanya perlambatan. Namun demikian, secara netto neraca perdagangan luar negeri masih mencatat surplus, dimana volume ekspor masih lebih besar dibandingkan volume impor. Berbeda halnya dengan kinerja konsumsi dan ekpor, kinerja investasi di triwulan III-2010 tercatat mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal ini salah satunya terindikasi dari penurunan realisasi pengadaan semen yang juga mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar 20,43% (yoy). Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 tidak terlepas dari kinerja beberapa sektor dominan...
Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 tidak terlepas dari kinerja beberapa sektor dominan, yakni sektor sektor pertanian, Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR), jasa-jasa serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Relatif
stabilnya
pertumbuhan
pada
sektor
pengangkutan dan komunikasi, PHR serta sektor pertanian ditunjang oleh faktor musiman hari raya Idul Fitri, peningkatan realisasi belanja pemerintah dan pelaksanaan panen raya cengkih. Disamping itu, masih berlangsungnya liburan sekolah dan dimulainya tahun ajaran baru pada awal triwulan laporan juga turut andil dalam mendorong perekonomian daerah khususnya pada sektor PHR dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan III-2010 meningkat cukup tajam dibandingkan periode lalu...
Inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan III-2010 meningkat cukup tajam dibandingkan periode lalu. Di akhir triwulan II-2010, inflasi masih tercatat 4,21% (yoy), namun meningkat menjadi 7,38% (yoy) pada akhir triwulan III-2010. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,80% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Kota Manado juga menunjukkan peningkatan, dari 0,2% (qtq) pada triwulan II-2010 menjadi 3,81% (qtq) pada periode laporan. Tekanan inflasi pada 6
periode laporan terutama berasal dari kenaikan harga beberapa bahan makanan yang bergejolak (volatile foods). Keterlambatan pasokan karena cuaca yang tidak menentu merupakan faktor utama kenaikan bumbu-bumbuan (seperti cabe merah dan bawang merah). Sementara itu, terbatasnya produksi seiring dengan terlambatnya masa panen padi dan serangan hama kepinding mendorong pula kenaikan harga beras. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan Inflasi secara tahunan pada triwulan III-2010 terutama berasal dari inflasi volatile foods...
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan Inflasi secara tahunan pada triwulan III-2010 terutama berasal dari inflasi volatile foods. Sedangkan tekanan yang berasal dari inflasi inti (dari sisi fundamental) dan administered price relatif terjaga. Hal ini juga dapat dikonfirmasi oleh laju inflasi triwulanan yang menunjukkan bahwa inflasi dari komoditi volatile foods mengalami kenaikan signifikan, sementara inflasi dari faktor fundamental (ekspektasi, eksternal, dan interaksi permintaan-penawaran) serta administered price mengalami kenaikan yang moderat.
Perkembangan Perbankan Daerah Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, kinerja perbankan Sulawesi Utara pada triwulan III 2010 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan...
Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, kinerja perbankan Sulawesi
Utara pada triwulan III-2010 (posisi
September 2010) menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan, tercermin dari perkembangan positif berbagai indikator perbankan pada triwulan laporan dan relatif terjaganya stabilitas sistem perbankan di Sulawesi Utara. Laju pertumbuhan total aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit tercatat mengalami pertumbuhan yang positif. Total aset perbankan tumbuh 12,35% (yoy) mencapai Rp.16.695 miliar, yang antara lain didorong oleh pertumbuhan kredit sebesar 18,98% menjadi Rp.11.904 miliar. Sementara
itu,
Dana
Pihak
Ketiga
(DPK)
menunjukkan
pertumbuhan 14,28% sehingga menjadi Rp11.114 miliar. Sejalan dengan hal tersebut, stabilitas sistem perbankan di Sulawesi Utara yang meliputi aspek risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan indikator lainnya relatif terkendali. Non Performing Loans (NPLs) relatif terjaga berada pada nilai dibawah batas ketentuan BI yaitu 7
dibawah 5%. Aspek penyerapan dana masyarakat yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada level sedikit di atas 100%, sebagai akibat laju pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan DPK. Sementara itu, indikator kinerja bank umum syariah di Sulawesi Utara pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan positif terkecuali total DPK...
Sementara itu, indikator kinerja bank umum syariah di Sulawesi Utara pada triwulan laporan mengalami
pertumbuhan positif
terkecuali total DPK. Total aset bank umum syariah secara tahunan, sampai dengan September 2010 tumbuh 92,98% (yoy), seiring dengan meningkatnya penyaluran pembiayaan sebesar 55,87%. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat tingginya tingkat pertumbuhan pembiayaan yang belum diimbangi oleh besaran dana yang berhasil dihimpun. Dengan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat tajam dari 84,85% pada triwulan III-2009 menjadi sebesar 208,33% pada triwulan III2010.
Kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III 2010 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan...
Kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari peningkatan laju pertumbuhan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Kredit dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, hal ini ternyata tidak diikuti dengan perbaikan kualitas kredit dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan laporan, pertumbuhan asset BPR secara tahunan meningkat dari 22,28% (yoy) pada triwulan III-2009 menjadi 40.57%
(yoy)
atau
mencapai
Rp334,3
miliar.
Selanjutnya
pertumbuhan kredit meningkat dari 21,05% (yoy) menjadi 26,16% (yoy) atau mencapai Rp246,8 miliar. DPK juga mengalami peningkatan
pertumbuhan
dari
19,91%
(yoy)
menjadi
48,68%(yoy) atau mencapai Rp255 miliar. Berdasarkan komponen pembentuknya, deposito masih mendominasi dengan pangsa 76,85%. Secara sektoral, kredit terutama disalurkan pada sektor lain-lain (konsumsi) dengan pangsa 72,62% dan sektor PHR dengan pangsa 16,78%. Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit yang disalurkan merupakan kredit konsumsi dengan pangsa mencapai 65,03% dari total kredit. Hal ini 8
diperkirakan merupakan indikasi dari meningkatnya aktivitas perekonomian
khususnya
di
sektor
konsumsi.
Rasio
LDR
mengalami penurunan dari 114% pada triwulan III-2009 menjadi 96.8% pada triwulan III-2010 sebagai dampak laju pertumbuhan DPK
yang
jauh
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
laju
pertumbuhan kredit. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah menurunnya
kualitas
kredit
BPR
yang
ditunjukkan
oleh
peningkatan persentase kredit bermasalah (NPL gross) yang mencapai 4,40% pada triwulan laporan.
Perkembangan Keuangan Daerah (APBD) Transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota diwilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 meningkat...
Transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 mencapai Rp5,68 Triliun atau meningkat 0,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, kenaikan transfer dana dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan komponen dari dana perimbangan yang naik 9,17% (yoy) mencapai Rp4,43 Triliun. Sementara itu Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus justru mengalami penurunan sebesar 43,88% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kinerja keuangan pemerintah pada triwulan III-2010 menunjukan pencapaian yang lebih baik...
Kinerja keuangan pemerintah pada triwulan III-2010 menunjukan pencapaian yang lebih baik, hal ini tercermin dari realisasi pendapatan dan belanja daerah yang mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III-2010 realisasi belanja pemerintah telah mencapai 67,3%, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan III-2009 yang hanya sekitar 58%. Dari sisi penerimaan, realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mencapai 85,2%, lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 75,4%. Pencapaian ini didorong oleh naiknya penerimaan dari sisi pajak dan retribusi daerah serta penerimaan lain-lain yang berasal dari hasil penjualan aset daerah dan penerimaan bunga deposito atas rekening pemda. Peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah terkait dengan 9
meningkatnya aktivitas perekonomian, terutama yang bersumber dari penjualan kendaraan bermotor yang berdampak pada peningkatan penerimaan atas
Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor.
Perkembangan Sistem Pembayaran Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, selama triwulan III-2010 transaksi sistem pembayaran di Sulawesi Utara mengalami peningkatan...
Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, selama triwulan III-2010 transaksi sistem pembayaran di Sulawesi Utara mengalami peningkatan, baik pada sistem pembayaran tunai maupun non tunai. Pada sistem permbayaran tunai, peningkatan ini dapat terkonfirmasi dari tingginya aktivitas transaksi tunai yang mencatat net outflow. Sementara pada pembayaran non tunai, peningkatan ini tercermin dari naiknya nilai dan volume transaksi kliring dan RTGS. Kondisi tersebut sejalan dengan semakin menggeliatnya perekonomian di Sulawesi Utara selama periode laporan.
Selama triwulan III-2010, rasio PTTB terhadap uang kartal masuk tercatat sebesar 64,11%...
Selama triwulan III-2010, rasio PTTB terhadap uang kartal masuk tercatat sebesar 64,11%, telah jauh menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 402,99%. Secara nominal, jumlah uang yang diberi tanda tidak berharga selama triwulan laporan adalah sebesar Rp308,77 miliar, jauh lebih sedikit dibandingkan triwulan III-2009 yang tercatat sebesar Rp490,29 miliar.
Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Manado pada triwulan laporan menunjukan peningkatan . . .
Penemuan uang palsu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan III-2010 menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan III-2010 tercatat sebanyak 106 lembar yang terdiri dari 94 lembar uang pecahan Rp100.000,-, 10 lembar uang pecahan Rp50.000,-, dan 2 lembar uang pecahan Rp20.000,-.
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan III-2010 tercatat mengalami peningkatan ...
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara (tunai) selama triwulan III-2010 mengalami peningkatan, jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak 82.862 lembar dengan nilai Rp1.914 miliar 10
atau meningkat sebesar 11,20% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian lembar warkat yang dikliringkan selama periode laporan tercatat 1.315 lembar dengan nilai Rp30,39 miliar atau tumbuh 5,82% (yoy).
Perkembangan
Ketenagakerjaan
Daerah
dan
Kesejahteraan Masyarakat Seiring dengan membaiknya berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal pada triwulan III 2010, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Utara terus menunjukkan perbaikan...
Seiring dengan membaiknya berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal pada triwulan III 2010, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Utara terus menujukkan perbaikan. Tingkat Pengangguran di Sulawesi Utara pada Februari 2010 menurun, yang tercermin dari nilai TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,48%, merupakan angka terendah sejak tahun 2006. Jumlah penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan masih menunjukkan perkembangan positif pada triwulan laporan. Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor perdagangan dan sektor jasa.
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, secara umum tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara diperkirakan meningkat di triwulan III tahun 2010...
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, secara umum tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat di triwulan III tahun 2010. Hal ini terkonfirmasi dengan Indeks Ekspektasi Penghasilan berdasarkan Survei Konsumen (SK) Kota Manado yang berada pada level optimis sebesar 155.5 pada triwulan laporan. Secara khusus bagi masyarakat petani, tingkat kesejahteraannya
terindikasi
mengalami sedikit peningkatan.
Kondisi ini tercermin dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Utara selama triwulan III-2010 sebesar 101,87 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 100,54.
Outlook Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan akan terus mengalami akselerasi hingga triwulan IV-2010...
Perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan akan terus mengalami akselerasi
hingga
triwulan
IV-2010.
Pertumbuhan
ekonomi 11
Sulawesi Utara pada periode tersebut diperkirakan berada pada kisaran 7,2% (yoy) ± 0,5%, melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV-2009 (7,96%) yang lebih banyak didorong oleh adanya multiplier effect perhelatan event berskala internasional. Sumber laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV-2010 diantaranya adalah meningkatnya belanja pemerintah menjelang akhir tahun anggaran, berlangsungnya perayaan hari besar keagamaan ( Idul Adha,
dan Hari Natal)
serta Tahun Baru 2011. Namun demikian, kondisi cuaca yang tidak kondusif dimana musim penghujan relatif berlangsung secara terus menerus
menjadi
tantangan
tersendiri
bagi
perkembangan
perekonomian Sulawesi Utara di triwulan IV-2010. Dari sisi permintaan, kegiatan konsumsi dan ekspor masih mendominasi laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara...
Dari sisi permintaan, kegiatan konsumsi dan ekspor masih mendominasi
laju
pertumbuhan
ekonomi
Sulawesi
Utara.
Konsumsi masyarakat diperkirakan akan mengalami peningkatan, terkait dengan perayaan Idul Adha yang jatuh pada tanggal 17 November,
5 Desember 2010, Natal dan tahun
baru. Peningkatan konsumsi masyarakat juga didukung oleh naiknya daya beli masyarakat karena adanya pendapatan atas hasil panen raya cengkih yang masih terus berlangsung hingga akhir Oktober 2010. Sementara itu, kinerja ekspor pada triwulan IV2010 diperkirakan akan membaik. Potensi ekspor Sulawesi Utara yang utama adalah produk kelapa seperti minyak kelapa murni (virgin coconut oil), dan produk turunannya diantaranya adalah tepung kelapa dan arang kelapa. Perkembangan komponen investasi diperkirakan akan lebih tinggi pada triwulan IV-2010, hal ini terkait dengan semakin meningkatnya realisasi proyek-proyek fisik pemerintah menjelang akhir tahun anggaran khususnya untuk Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih akan ditopang oleh sektor dominan...
proyek infrastruktur. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih akan ditopang oleh sektor dominan, seperti sektor PHR, bangunan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
12
Outlook Inflasi Regional Inflasi Kota Manado pada triwulan IV2010 atau inflasi tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,1% ± 0,5% (yoy)...
Inflasi Kota Manado hingga akhir tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,1% ± 0,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar 2,31% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan IV-2010 terutama disebabkan oleh tekanan eskternal dan interaksi permintaan dan penawaran yang relatif tinggi serta hasil panen bahan makanan yang kurang maksimal.
Prospek Perbankan Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih baik...
Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih baik. Kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 6,5% mendorong perbankan untuk lebih ekspansif dalam melakukan pembiayaan yang didukung oleh kecenderungan menurunnya suku bunga kredit. Sementara itu, jumlah Dana Pihak Ketiga
yang
berhasil
dihimpun
pada
triwulan
mendatang
diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh potensi meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan realisasi hasil penjualan panen raya cengkeh dan potensi membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara. Dari sisi penyaluran kredit, hasil rekapitulasi...
Dari sisi penyaluran kredit, hasil rekapitulasi Rencana Bisnis Bank (RBB) 2010 menunjukkan bahwa perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan penyaluran kreditnya hingga 25 30%, lebih tinggi dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang hanya berada pada kisaran 17%.
13
Halaman ini sengaja dikosongkan
14
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut dan stabilitas makro masih tetap terjaga. Akselerasi tersebut didorong oleh peningkatan konsumsi, ekspor dan investasi. Peningkatan konsumsi dipicu oleh optimisme keyakinan konsumen, tersedianya sumber pembiayaan konsumsi dan rendahnya harga impor. Sementara itu, kegiatan ekspor yang membaik terutama didorong oleh masih kuatnya permintaan dari China dan India. Peningkatan permintaan domestik dan internasional ini berdampak pada meningkatnya pertumbuhan investasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, perekonomian Indonesia di tahun 2010 diperkirakan tumbuh 6,0%-6,3%. Perkembangan ekonomi nasional yang terus membaik juga tercermin pada perkembangan ekonomi di daerah yang tumbuh positif, termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara (yoy)
Utara pada triwulan III-2010 tercatat sebesar 7,04% (yoy). Optimisme semakin membaiknya kondisi perekonomian serta
9% 7,88%
8% 7%
6,96%
8,31%
8,06%
7,63%
7,45%
7,19%
7,96% 6,75%
6,80%
Q1
Q2
7,04%
6%
prospek
ke
depan
mendorong
5%
peningkatan kinerja konsumsi. Sementara
4%
itu,
2%
ekspor
Sulawesi
Utara
terus
menunjukkan pergerakan positif, seiring dengan
membaiknya
permintaan
dari
domestik maupun internasional. Dari sisi penawaran, sektor Petanian, Perdagangan,
3%
1% 0% Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
Q4
2009
Q3
2010
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Hotel dan Restoran, Jasa-jasa serta Pengangkutan dan Komunikasi masih merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di triwulan III-2010. 1. SISI PERMINTAAN Meningkatnya konsumsi, baik swasta maupun pemerintah, serta kinerja ekspor merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang tumbuh positif pada triwulan III2010. Peningkatan aktivitas konsumsi swasta didorong oleh meningkatnya permintaan 15
masyarakat pada bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Tingginya aktivitas konsumsi juga ditunjang oleh peningkatan penghasilan masyarakat sebagai dampak pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) serta penjualan hasil panen raya cengkih. Konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini didorong oleh berlangsungnya penyelenggaraan Pilkada serentak di 7 Kabupaten/Kota dan Provinsi serta realisasi proyek fisik pemerintah yang terus mengalami peningkatan menjelang akhir tahun anggaran. Sementara itu, kinerja perdagangan Sulawesi Utara masih menunjukan pertumbuhan positif yang ditopang oleh kegiatan ekspor antar daerah. Kondisi ini sedikit berbeda dengan kinerja perdagangan luar negeri yang justru memperlihatkan perkembangan yang melambat. Namun, secara netto neraca perdagangan luar negeri Sulawesi Utara masih mencatat surplus, dimana volume ekspor masih lebih besar dibandingkan volume impor. Berbeda halnya dengan kinerja konsumsi dan ekpor, kinerja investasi di triwulan III-2010 mengalami kontraksi. Hal ini salah satunya terindikasi dari penurunan realisasi pengadaan semen yang turun sebesar 20,43% (yoy).
Tabel 1.1. Pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara Menurut Penggunaan (% yoy) Jenis Penggunaan
2009 Q1
Konsumsi
Sumb.
Q2
2010
Sumb.
Q3
Sumb.
Q1
Sumb.
Q2
Sumb.
Q3
Sumb.
8,53
5,84
6,44
4,15
3,38
4,27
5,04
3,49
7,90
5,00
9,72
6,01
5,12
2,40
5,16
2,24
2,60
1,50
5,24
2,41
7,17
3,00
7,28
3,01
15,95
3,44
9,04
1,91
4,99
1,05
4,65
1,08
9,35
1,99
14,63
3,00
PMTB
10,03
2,01
6,33
1,35
8,25
2,07
43,72
8,97
2,94
0,61
-0,19
-0,05
Stok
-19,93
-0,26
-36,13
-0,88
-32,49
-0,77
9,16
0,09
15,18
0,22
17,94
0,27
5,96
2,92
6,90
3,40
-9,63
-5,11
-3,11
-1,50
13,01
6,33
26,29
10,66
7,89
3,06
-0,78
-0,29
-21,98
-8,90
11,05
4,30
15,67
5,35
33,91
9,85
7,45
7,50
8,31
8,31
7,63
7,63
6,75
6,75
6,80
6,80
7,04
7,04
Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah
Ekspor Impor PDRB
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
1.1. Konsumsi Konsumsi swasta pada triwulan III-2010 tumbuh 7,28% (yoy), meningkat signifikan bila dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 2,60% (yoy). Beberapa faktor yang mendorong peningkatan tersebut antara lain adalah naiknya penghasilan masyarakat yang utamanya disebabkan oleh tambahan pendapatan yang bersumber dari pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) dan hasil penjualan panen raya cengkih. Perilaku masyarakat Sulawesi Utara yang cenderung konsumtif akan merespon sebagian besar dari porsi tambahan pendapatan ini untuk kegiatan konsumsi. Selain itu faktor musiman libur sekolah dan tahun ajaran baru serta berlangsungnya bulan ramadhan dan perayaan Idul fitri juga turut berperan dalam meningkatkan konsumsi swasta. Bahkan, 16
di beberapa daerah dilaksanakan perayaan pengucapan syukur sebagai bentuk rasa terima kasih atas keberhasilan panen. Hal ini turut pula mendorong peningkatan kegiatan konsumsi. Kinerja konsumsi swasta salah satunya terindikasi dari
tren
keyakinan
170
konsumen. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di
150
Kota Manado sepanjang triwulan III-2010 terus
130
memperlihatkan tren peningkatan. Pada akhir
110
triwulan
peningkatan
laporan
indeks
Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen
(September
2010)
Ekspektasi Konsumen
90
IKK
mencapai 138,08 sebagaimana terlihat
Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Keyakinan Konsumen
70
pada
50
grafik
1.2.
Jika
dilihat
berdasarkan
J
F
M A M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M A M
2009
komponennya, kenaikan terjadi pada seluruh
J
J
A
S
2010
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Manado.
komponen penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini yang meliputi Indeks Penghasilan Saat Ini, Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (Durable Goods) serta Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi usaha yang semakin membaik berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, yang selanjutnya mendorong kenaikan penghasilan masyarakat, dan naiknya konsumsi rumah tangga. Optimisme konsumen juga diperlihatkan tidak hanya pada kondisi ekonomi saat ini, tetapi juga pada kondisi di masa yang akan datang. Hal ini tercermin dari Indeks Ekspektasi yang juga mengalami peningkatan pada seluruh komponennya yakni Indeks Ekspektasi Kondisi Perekonomian, Indeks Ekspektasi Penghasilan, dan Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja. Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi 200
160
Ekspektasi Penghasilan
Ekspektasi Ekonomi
Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
180
140 160
120
140 120
100
100
80
80
60
Penghasilan Saat Ini
Pembelian Barang Tahan Lama
60
Ketersediaan Lap. Kerja 40
40
J
F
M
A
M
J
J
2009
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M 2010
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Manado.
J
J
A
S
J
A S O N D J
F M A M J J
A S O N D J
F M A M J
2009
J
A S
2010
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Manado.
17
Peningkatan kegiatan konsumsi selama
Grafik 1.5. Indeks Nilai Tukar Petani Per Sub-Sektor
triwulan laporan tak lepas pula dari relatif terjaganya
daya
beli
masyarakat
115 NTP
khususnya petani tercermin dari Nilai Tukar
Petani
(NTP).
Selama
110 batas minimum sejahtera Pangan
triwulan 105
laporan, rata-rata indeks NTP sebesar 101,87, lebih tinggi jika dibandingkan
100
Holtikultura
rata-rata periode yang sama tahun lalu
95
Perkebunan
sebesar 100,54. Dalam Indeks NTP yang
90
ditunjukan pada grafik 1.5.,
sepanjang
tahun 2009 sampai September 2010 NTP Sulawesi
Utara
selalu
kategori
sejahtera
berada
(indeks
>
dalam
Peternakan Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3 Perikanan
2009
2010
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
100).
Sebagaimana diketahui, berdasarkan komposisinya hampir 40% masyarakat di Sulawesi Utara bermata pencaharian bertani, sehingga tingkat kesejahteraan petani mampu memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap aktivitas konsumsi rumah tangga. Dalam grafik juga dapat dilihat, bahwa indeks subsektor perkebunan tercatat lebih tinggi dibandingkan subsektor lainnya. Hal ini semakin mempertegas bahwa sektor perkebunan masih menjadi andalan Sulawesi Utara, khususnya untuk komoditi unggulan seperti kelapa, cengkih dan pala. Peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan juga dapat dikonfirmasi melalui data perkembangan kredit konsumsi yang disalurkan bank umum. Sampai dengan akhir triwulan III-2010, kredit konsumsi yang berhasil disalurkan bank umum mencapai Rp7.003 miliar, atau tumbuh 26,27% (yoy). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi, penjualan kendaraan roda empat di wilayah Kota Manado dan sekitarnya juga mengalami kenaikan sebagaimana data yang disajikan oleh salah satu dealer utama kendaraan roda empat di Kota Manado. Selama triwulan III-2010, pertumbuhan penjualan kendaraan roda empat mengalami kenaikan hingga 63,07% (yoy). Adanya kenaikan pendapatan masyarakat yang bertepatan dengan panen raya cengkih serta realisasi THR direspon oleh masyarakat dengan melakukan pembelian barang dan jasa khususnya pembelian barang tahan lama.
18
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi Bank Umum 8.000 7.000
Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Kendaraan Roda Empat
Kredit_Konsumsi (Rp miliar) - left axis
45 800
gKredit_Konsumsi (% yoy) - right axis
40 700 35
6.000
30
5.000
25 4.000
70 Total Sales (Unit) - left axis
60
gSales (% yoy) - right axis
600
50 40
500
30
400
20
300
10
20 3.000
15
2.000
10
1.000
5
-
0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
2009
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
0
200
-10
100
-20
0
-30 Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : Dealer Utama Penjualan Kendaraan Roda Empat, diolah
Sementara itu, kegiatan konsumsi pemerintah selama triwulan III-2010 tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan mencapai 14,63% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2009 yang hanya tumbuh 4,99% (yoy). Peningkatan ini antara lain dapat dikonfirmasi dengan kenaikan realisasi anggaran belanja di triwulan III-2010 yang telah mencapai 67,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tercatat sebesar 58%. Selain itu, belanja pemerintah daerah terkait persiapan Pilkada juga turut berkontribusi terhadap pertumbuhan konsumsi pemerintah.
1.2. Investasi Pada triwulan III-2010, investasi di Sulawesi Utara mengalami kontraksi sebesar 0,19% (yoy). Sejalan dengan itu, kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan dengan sumbangan minus 0,05% terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Beberapa indikator yang dapat menjelaskan penurunan ini antara lain adalah data volume penjualan semen di triwulan III-2010 yang mengalami penurunan bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata penjualan semen sepanjang triwulan III-2010 tercatat 103 ribu ton atau turun 20,43% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 130 ribu ton. Rendahnya kontribusi kinerja investasi juga terlihat dari perkembangan volume impor barang modal yang menunjukan perlambatan. Sampai dengan bulan Agustus 2010, volume impor barang modal hanya tercatat sebesar 369,97 ton atau mengalami penurunan sebesar 76,42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1.569,31 ton.
19
Grafik 1.8. Perkembangan Penjualan Semen Provinsi Sulawesi Utara Volume (ton) - left axis
140.000
g_semen (%) - right axis
120.000
Grafik 1.9. Perkembangan Volume Impor Barang Modal 25 5.000 20 4.500
5.000 Capital (Ton) - left axis
4.000
gCapital (% yoy) - right axis
15 4.000 10 3.500
100.000
3.000
3.000
80.000
5
60.000
-5 2.000
40.000
-10 1.500
0 2.500
2.000 1.000
-15 1.000
20.000
0
-20 500 -25 0
0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2009
-1.000
Q3
Q1
2010
Indicator
lain
yang
dapat
mengkonfirmasi penurunan kinerja investasi juga ditunjukan oleh hasil Survei Penjualan Eceran yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Manado. Indeks penjualan untuk bahan
konstruksi
mengalami
III-2009
menjadi
penurunan
325,07
Q1
Bahan konstruksi
1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0
Q2
Q3*)
Growth (% - yoy)
200 150
100 50 0
-50 -100
I
II
III
IV
I
2008
pada
II
III
IV
2009
I
II
III
2010
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE), KBI Manado
triwulan III-2010. Sementara itu, jika melihat besaran kredit investasi yang disalurkan Bank Umum di
Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum 1.200
wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado.
1.000
Sampai akhir triwulan III-2010, jumlah kredit
800
investasi tercatat sebesar Rp1.018 miliar atau
600
tumbuh
Pencapaian
400
pertumbuhan kredit investasi ini lebih tinggi
200
dibandingkan triwulan III-2009 yang hanya
-
10,91%
Q4
Grafik 1.10. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Bahan Konstruksi
sebesar 24,43% dari indeks 430,15 pada triwulan
Q3
2009 2010 Ket: *) s.d. Agustus2010 Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, diolah
Sumber : Asosiasi Semen, diolah
Prompt
Q2
(yoy).
Kredit_Investasi (Rp miliar) - left axis
45
gKredit_Investasi (% yoy) - right axis
40 35 30 25 20 15 10
tumbuh 6,55% (yoy).
5 0 Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
20
1.3. Ekspor – Impor Kinerja perdagangan Sulawesi Utara di triwulan III-2010 terus mengalami pertumbuhan positif. Indikasi membaiknya kinerja ekspor terutama disumbang oleh perdagangan antar daerah/provinsi yang ditunjukkan oleh tren pertumbuhan permintaan ekspor dari daerah lain. Sementara itu, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan, kinerja ekspor luar negeri mengalami sedikit perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Volume dan nilai ekspor luar negeri pada triwulan III-2010 (sampai dengan bulan Agustus 2010) tercatat masih menunjukan pertumbuhan yang negatif masing-masing sebesar 13,35% (yoy) dan 11,26% (yoy). Namun demikian, kinerja ekspor sampai dengan akhir triwulan III-2010 (September 2010) diharapkan dapat mencapai pertumbuhan yang positif, mengingat terdapat beberapa realisasi ekspor di akhir triwulan laporan khususnya untuk komoditas unggulan Sulut. Tabel 1.2. Perkembangan Realisasi Ekspor Sulawesi Utara
• 3,4 ton
Negara/Daerah Tujuan • Vietnam
2 ton/USD13.600
Singapura
• 25 ton/Rp911,8 juta
• Amerika Seikat
Produk Holtikultura • Kentang
• ±1.000 ton
Kaltim dan Kawasan Timur Indonesia
Ikan tuna segar Vanili
14,36 ton/USD109,30 ribu 5,99 ton/USD93,14 ribu
Amerika Serikat Belanda
Periode
Komoditi Ekspor Tepung kelapa Cengkih
Triwulan III2010
Nilai/Volume
Pala
Sumber : Berbagai Media, diolah
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Sulawesi Utara
Kinerja ekspor Sulawesi Utara selama triwulan III-2010 tumbuh 26,29% (yoy). Salah
satu
indikator
yang
dapat
ekspor
pada
Muat (Ribu ton) - left axis 280
gMuat (% yoy) - right axis 40
270
mengkonfirmasi
kinerja
triwulan laporan adalah perkembangan volume
ekspor
baik
ke
luar
negeri
maupun ke pasar domestik (antar daerah). Perkembangan daerah/provinsi
kegiatan dapat
ekspor
antar
dikonfirmasi
20
260
0
250
-20
240
-40
230
-60
220
-80
210
-100
200
-120 Q1
Q2
2009
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero) Bitung, diolah
21
dengan kegiatan muat barang melalui pelabuhan Bitung. Kegiatan muat didefinisikan sebagai kegiatan pengiriman barang dari Sulawesi Utara ke luar provinsi. Selama triwulan III2010, volume barang asal Sulawesi Utara yang dikirim (muat) ke pasar domestik mencapai 255,83 ribu ton atau meningkat 5,89% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, kegiatan ekspor luar negeri sampai dengan bulan Agustus 2010 masih menunjukan adanya perlambatan. Volume ekspor Sulawesi Utara ke luar negeri periode Juli dan Agustus 2010 hanya mencapai 75,60 ribu ton atau turun 13,35% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan jumlah volume ekspor, nilai ekspor pada triwulan laporan tercatat sebesar USD71,71 juta atau turun 11,26% (yoy). Namun demikian, jika melihat tren pertumbuhannya, sampai dengan Agustus 2010 kinerja ekspor Sulut memperlihatkan adanya perbaikan.
Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Sulawesi Utara
Grafik 1.14. Perkembangan Nilai Ekspor Sulawesi Utara
Ekspor_Vol (Ribu ton) - left axis
Ekspor_Value (Juta USD) - left axis
gEkspor_Vol (% yoy) - right axis
250
100 160
200 150
100 50 0 Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2
80
140
60
120
40
100
20
80
0
60
-20
40
-40
20
-60
0
Q3*)
60 40 20
0 -20 -40 -60 Q1
Q2
Q3 2009
2010
Ket: *) s.d. Agustus 2010 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
80
gEkspor_Value (% yoy) - right axis
Q4
Q1
Q2
Q3*)
2010
Ket: *) s.d. Agustus 2010 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Berdasarkan jenisnya, komoditi utama ekspor luar negeri terutama dalam bentuk Food & Live Animals serta Animals & Vegetable Oils & Fats khususnya olahan dari produk kopra, minyak kelapa (Virgin Coconut Oil) dan ikan. Komposisi negara tujuan ekspor tidak jauh berbeda bila dibandingkan pada tahun 2009. Negara tujuan utama ekspor Sulut sampai dengan Agustus 2010 adalah Cina (20,98%), Amerika Serikat (18,54%), Australia (12,82%), Korea Selatan (11,81%) dan Belanda (11,20%).
22
Tabel 1.3. Komoditi Utama Ekspor Sulut (dlm Ribu Ton)
Komoditi Food and Live Animals Animal and Vegetable Oils&Fats Others Total
Q1 36,27 48,13 1,53 85,94
2009 Q2 Q3 71,82 43,54 132,62 114,83 9,86 1,79 214,30 160,16
Q4 66,47 128,47 11,65 206,59
Q1 46,22 112,27 6,80 165,29
2010 Q2 52,09 88,36 20,42 160,86
Q3*) 32,66 39,25 3,68 75,59
Ket: *) s.d. Agustus 2010 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Grafik 1.15. Negara Tujuan Utama Ekspor Tahun 2009
18,23%
18,54%
Cina
China Amerika Serikat
Australia
2,76%
Belanda
Korea Selatan 6%
19% 7%
Jepang
11,81% 20,98%
Jerman
16%
Jerman Korsel
1,69%
Negara Lainnya
8%
Agustus 2010 US
Belanda
21%
23%
Grafik 1.16. Negara Tujuan Utama Ekspor Januari
Jepang 11,20%
12,82%
Lainnya
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sama halnya dengan kinerja ekspor, kinerja impor Sulawesi Utara secara umum juga menunjukkan pertumbuhan positif, yang didorong oleh kinerja impor antar provinsi. Peningkatan impor antar provinsi dapat dikonfirmasi melalui kegiatan bongkar barang di pelabuhan Bitung. Kegiatan bongkar didefinisikan sebagai masuknya barang dari luar provinsi ke Sulawesi Utara. Selama triwulan III-2010, volume barang yang masuk ke Sulawesi Utara (bongkar) mencapai 3.525 ribu ton atau meningkat 9,67% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar 3.214 ribu ton. Sementara itu, jika dianalisa secara mendalam, khusus kinerja impor luar negeri justru mengalami kontraksi sebesar 51,40% pada triwulan III-2010. Kinerja impor luar negeri antara lain dapat dikonfirmasi dengan data volume impor selama Juli dan Agustus 2010 yang hanya sebesar 0,83 ribu ton atau mengalami perlambatan yang cukup signifikan dibandingkan periode Juli-Agustus tahun 2009 dengan total volume impor yang mencapai 13,90 ribu ton. Berdasarkan nilainya, impor luar negeri juga mengalami penurunan sebesar 56,83% dari USD16,61 juta pada periode Juli-Agustus 2009 menjadi hanya USD7,17 juta pada periode Juli-Agustus 2010. 23
Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Sulawesi Utara
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Impor Sulawesi Utara
Impor_Vol (Ribu ton) - left axis gImpor_Vol (% yoy) - right axis
18
3.000
Impor_Value (Juta USD) - left axis
30
14.000
gImpor_Value (% yoy) - right axis
16
2.500
14 2.000
12
10
1.500
8
1.000
12.000
25
10.000 20
8.000
15
6
500
6.000 4.000
10
2.000
4 2
0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
0
5
-500
0
Q3*)
0 -2.000 Q1
2010
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Ket: *) s.d. Agustus 2010 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Q2
Q3*)
2010
Ket: *) s.d. Agustus 2010 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Secara agregat neraca perdagangan luar negeri Sulawesi Utara pada periode Juli-Agustus 2010 masih berada pada kondisi surplus perdagangan sebesar USD64,54 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,54% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini berarti bahwa nilai ekspor luar negeri lebih tinggi dibandingkan nilai impor dari luar negeri ke Sulawesi Utara.
Grafik 1.19. Perkembangan Net Volume Ekspor-Impor Sulawesi Utara
Grafik 1.20. Perkembangan Net Value Ekspor-Impor Sulawesi Utara
NetExim_Vol (Ribu ton) - left axis
NetExim_Value (Juta USD) - left axis
gNetExim_Vol (% yoy) - right axis
250 200 150 100
90
160
70
140
50
120
30
100
10
80
-10 -30
50
-50 0
gNetExim_Value (% yoy) - right axis
50 30 10 -10
60
-30
40 -50
20
-70 Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2
Q3*)
2010
Ket: *) s.d. Agustus 2010 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
0
-70 Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2
Q3*)
2010
Ket: *) s.d. Agustus 2010 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
24
Tabel 1.4. Komoditi Utama Impor Sulut (dlm Ton)
Ket: *) s.d. Agustus 2010 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Berdasarkan strukturnya, kegiatan impor luar negeri pada triwulan laporan (sampai dengan Agustus 2010) masih didominasi oleh impor barang modal dengan pangsa 65,49%. Beberapa produk barang modal tersebut antara lain mesin, perkakas dan alat transportasi. Meningkatnya komposisi barang impor dalam bentuk mesin, peralatan dan material ini diharapkan dapat meningkatkan kegiatan investasi di Sulawesi Utara. Berdasarkan negara asal barangnya, barang impor sepanjang Tahun 2009 sampai dengan Agustus 2010 lebih dominan didatangkan dari negara China (61,17%), Australia (15,33%) dan Jepang (6,65%). Grafik 1.22. Komoditi Asal Impor Januari Agustus 2010
Grafik 1.21. Negara Asal Impor Tahun 2009
8,26%
6,46%
Filipina
15,99%
4,15%
4,44%
6,65%
Jepang
Malaysia
21,02% 11,34%
7,29%
Jepang
15,33%
China Australia
China
United Kingdom
Australia 37,90%
Thailand
Lainnya
61,17%
Lainnya
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
2. SISI PENAWARAN Peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 tidak terlepas dari pertumbuhan kinerja sektor dominannya, yakni sektor sektor pertanian, Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR), jasa-jasa serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Relatif 25
stabilnya pertumbuhan di sektor pengangkutan dan komunikasi, PHR serta sektor pertanian ditunjang oleh faktor musiman liburan sekolah dan tahun ajaran baru, perayaan hari raya Idul Fitri, peningkatan realisasi belanja pemerintah dan pelaksanaan panen raya cengkih.
Tabel 1.5. Laju Pertumbuhan Sulawesi Utara Menurut Sektor Ekonomi (%) 2009
Lapangan Usaha
Q1
Sumb.
Q2
2010
Sumb.
Q3
Sumb.
Q1
Sumb.
Q2
Sumb.
Q3
Sumb.
Pertanian
4,68
0,94
4,21
0,89
-0,65
-0,14
5,40
1,07
5,25
1,07
17,40
3,40
Pertambangan & Penggalian
5,74
0,31
5,75
0,31
5,45
0,29
8,17
0,43
7,85
0,42
0,44
0,02
Industri Pengolahan
5,43
0,44
6,67
0,51
8,31
0,64
5,17
0,41
6,55
0,49
6,63
0,51
17,75
0,14
18,65
0,14
13,98
0,10
4,02
0,04
7,67
0,06
4,77
0,04
7,86
1,26
5,77
0,89
7,14
1,17
11,42
1,83
7,43
1,12
-4,87
-0,79
Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan PHR
12,37
1,76
15,37
2,28
8,61
1,27
7,29
1,08
9,21
1,45
8,92
1,35
Pengangkutan & Komunikasi
8,72
1,07
14,55
1,82
21,94
2,66
5,46
0,68
10,92
1,44
7,08
0,97
Keu., Sewa & Jasa Perusahaan
7,03
0,48
6,94
0,46
8,25
0,55
6,07
0,41
6,80
0,45
6,77
0,45
Jasa-Jasa
6,47
1,05
6,42
1,00
7,21
1,08
5,00
0,80
4,28
0,65
7,21
1,08
7,45
7,45
8,31
8,31
7,63
7,63
6,75
6,75
7,16
7,16
7,04
7,04
PDRB
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
2.1. Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan III-2010 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada triwulan ini, sektor pertanian tumbuh 17,40% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan pertumbuhan di triwulan III-2009 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,65% (yoy). Berdasarkan sub sektornya, pencapaian pertumbuhan sektor pertanian terutama disumbangkan oleh sub sektor perkebunan. Panen raya cengkih yang dimulai pada bulan Juni sampai dengan November 2010 berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan sub sektor perkebunan. Pada triwulan laporan, pertumbuhan sub sektor perkebunan mencapai 37,71% (yoy). Sejalan dengan sub sektor tanaman perkebunan, perkembangan sub sektor tanaman bahan makanan juga mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 7,23%. Hal ini dapat dikonfirmasi melalui data perkembangan luas panen dan produksi tanaman bahan makanan khususnya beras yang tumbuh masing-masing sebesar 27,57% (yoy) dan 23,88% (yoy). Tabel 1.6. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Beras, Gabah dan Jagung KOMPONEN
2009 Q1
Q2
2010 Q3
Q1
Q2
Q3
Perkembangan Luas Panen, Produksi Gabah dan Beras Luas Panen (Ha)
37.398
40.990
32.456
52.301
42.743
41.403
190.246
192.857
162.150
256.760
196.617
200.887
119.855 94.509 79.461 141.218 Perkembangan Luas Panen dan Produksi Pipilan Kering Jagung
96.342
98.435
Produksi Gabah (Ton) Produksi Beras (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi Jagung (Ton)
41.872
50.555
47.554
70.030
37.013
46.571
177.495
180.380
169.102
285.205
134.251
168.153
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Utara, diolah
26
Sementara itu, dari sisi pembiayaan, peran
perbankan
untuk
Grafik 1.23. Pertumbuhan Kredit Pertanian
membiayai
sektor pertanian masih relatif terbatas.
600
Pertanian (Rp miliar) - left axis
Sampai
2010,
500
gPertanian (% yoy) - right axis
jumlah kredit yang disalurkan pada
400
sektor pertanian hanya mencapai Rp164
300
milliar atau hanya 1,38% dari total
200
kredit yang disalurkan. Belum terlalu
100
optimalnya penyaluran kredit di sektor
-
dengan
September
pertanian antara lain disebabkan oleh
100
80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
Q1
Q2
Q3
2008
relatif tingginya resiko usaha di sektor tersebut tercermin dari tingginya NPL
120
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
Q3
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
(Non Performing Loan) di sektor pertanian yang mencapai 12,37%. Hal ini terbukti dengan terus melambatnya pertumbuhan kredit di sektor ini, pada tahun 2008 rata-rata pertumbuhan sektor pertanian dapat mencapai
88%, kemudian terus mengalami
penurunan hingga menyentuh level kontraksi sebesar 53,95% (yoy) pada triwulan III-2010. 2.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan III-2010 menunjukan kinerja yang cukup baik dengan laju pertumbuhan sebesar 8,92% (yoy). Pertumbuhan kinerja sektor perdagangan tidak terlepas dari peningkatan kinerja sub sektor pedagangan besar dan eceran serta sub sektor restoran yang didorong oleh dampak lanjutan dari meningkatnya permintaan masyarakat pada saat libur sekolah dan tahun ajaran baru serta perayaan pengucapan syukur atas keberhasilan panen. Selain itu bagi PNS dan pegawai swasta, realisasi THR juga mendorong meningkatnya daya beli masyarakat yang sebagian besar akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder. Hal ini pada tahap lebih lanjut akan meningkatkan kinerja sub sektor perdagangan besar dan eceran serta sub sektor restoran. Kinerja sektor PHR ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui hasil Survei Penjualan Eceran pada triwulan III-2010 yang menunjukkan peningkatan indeks penjualan kendaraan dan suku cadang, peralatan rumah tangga, kerajinan, seni dan mainan, makanan dan tembakau serta pakaian dan perlengkapannya.
27
Grafik 1.24. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran per KLUI Kendaraan & suku cadangnya Peralatan rumah tangga
1.200
1.000
800
Kerajinan, seni & mainan
600
Makanan & tembakau
400
Pakaian & perlengkapan
200
Bahan kimia
0
Bahan bakar I
II
III
IV
I
II
III Peralatan tulis
2009
2010
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) KBI Manado
Grafik 1.25. Perkembangan Kredit Sektor PHR
Dari
Kredit_PHR (Rp miliar) - left axis
3.500
60
gKredit_PHR (% yoy) - right axis
50
3.000
40
2.500
30
2.000
20 1.500
10
1.000
0
500
-10
-
-20 Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1
Q2
Q3
segi
pembiayaan,
sektor
PHR
merupakan sektor terbesar kedua setelah sektor konsumsi yang mendapatkan alokasi pembiayaan dari perbankan. Sampai dengan September 2010 kredit sektor PHR yang telah disalurkan bank umum mencapai Rp3.033
miliar
atau
tumbuh
5,07%
dibandingkan periode yang sama tahu lalu.
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
Jika
dilihat
pertumbuhan
berdasarkan kredit
trennya,
sektor
PHR
laju terus
mengalami penurunan sejak tahun 2008. Penurunan ekspansi kredit ini terutama dipengaruhi oleh semakin selektifnya perbankan dalam melakukan penyaluran kredit pada sektor PHR, yang dipengaruhi oleh risiko yang harus ditanggung perbankan mengingat perkembangan kinerja sektor ini tercatat terus mengalami perlambatan. Di sisi lain, tingkat suku bunga kredit yang masih relatif tinggi menyebabkan calon debitur harus melakukan perhitungan bisnis dengan cermat sebelum mengambil pembiayaan dari perbankan. Sementara itu, pertumbuhan sub sektor hotel mengalami pertumbuhan yg relatif melambat. Perlambatan aktivitas di sub sektor ini terkait dengan ketiadaan event internasional pada triwulan laporan yang menjadi kontributor utama pertumbahan sub sektor ini. Hal ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui perkembangan data pariwisata yang secara umum memperlihatkan tren penurunan diantaranya adalah data wisatawan mancanegara, data 28
jumlah tamu dan lama tamu menginap, Tingkat Penghunian Kamar (TPK), dan jumlah kamar terjual.
Grafik 1.27. Jumlah Tamu Menginap
Grafik 1.26. Kunjungan Wisman ke Sulut Menginap (org) - left axis gMenginap (% yoy) - right axis
40.000 35.000
Wisman (org) - left axis gWisman (% yoy) - right axis
60 10.000
80
50
60
8.000
30.000
40
25.000
30
40 6.000
20
4.000
0
20.000 20
15.000
10
10.000
0
5.000 -
-10 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2008
2009
-20 2.000
-40
-
-60 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2010
2008 2009 Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Grafik 1.28. TPK dan Lama Menginap
Grafik 1.29. Jumlah Kamar Terjual
TPK (%) - left axis 60
2010
Kmr Terjual (unit) - left axis gKmr Terjual (% yoy) - right axis
6 60.000
Ratas Menginap (hari) - right axis
30 25
50
5 50.000
40
4 40.000
15
30
3 30.000
10
20
2 20.000
10
1 10.000
20
5 0
-
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
-5
-
-10 Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2 Q3 2009
Q4
Q1 Q2
Q3
2010
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
2.3. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III-2010 tumbuh 7,08% (yoy). Petumbuhan yang positif pada sub sektor pengangkutan pada triwulan laporan bertepatan dengan masih berlangsungnya masa liburan sekolah pada awal triwulan serta perayaan Idul Fitri. Hal ini tercermin dari tingginya arus penumpang dan kargo yang masuk dan keluar dari Bandar Udara Sam Ratulangi Manado, khususnya dengan asal/tujuan domestik. Arus penumpang domestik yang datang (masuk) ke wilayah Sulawesi Utara selama triwulan III2010 diperkirakan mencapai 216.257 orang atau mengalami peningkatan sebesar 33,08% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal yang serupa juga terjadi pada arus kargo 29
domestik yang masuk ke wilayah Sulut yang tercatat tumbuh 47,07% (yoy) atau mencapai ± 2.000 ton. Demikian pula halnya arus penumpang dan kargo domestik yang berangkat (keluar) dari wilayah Sulawesi Utara tercatat mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 30,84% (yoy) dan 121,95% (yoy). Tingginya arus keberangkatan (keluar) terkait dengan musim mudik lebaran bagi para pendatang. Sementara itu, pertumbuhan jumlah penumpang dan kargo yang berasal dari luar negeri (internasional) tercatat mengalami penurunan. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketiadaan event berskala internasional di triwulan III-2010. Faktor lain yang menyebabkan penurunan jumlah wisatawan asing adalah penutupan penerbangan langsung ke luar negeri (Kuala Lumpur dan Singapura) oleh maskapai Air Asia. Tabel 1.7. Perkembangan Lalu Lintas Penumpang dan Kargo di Bandara Sam Ratulangi Jenis Pengangkutan
Asal/Tujuan Domestik
Penumpang Internasional Domestik Kargo (kg) Internasional
Kedatangan/ Keberangkatan Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat
Q1 127.473 133.507 7.727 7.728
2009 Q2 Q3 147.371 162.498 150.115 165.109 9.165 11.582 9.179 10.973
Q4 176.683 161.278 9.771 8.848
Q1 166.510 175.663 7.503 7.612
2010 Q2 202.844 200.622 5.377 5.243
Q3*) 216.257 216.026 5.835 5.545
1.478.551 1.435.824 1.361.774 1.610.759 1.358.143 1.684.431 2.002.813 893.345 875.982 722.016 820.500 885.607 1.195.887 1.602.530 23.912 27.238 18.024 24.488 20.151 31.362 27.894 46.464 129.662 94.012 80.884 56.165 74.232 60.255
Growth (YoY)
33,08% 30,84% -49,62% -49,47% 47,07% 121,95% 54,76% -35,91%
Ket: *) Data estimasi September 2010 Sumber: PT. Angkasa Pura II, Sulawesi Utara
Sementara itu, relatif stabilnya pertumbuhan sub sektor komunikasi dalam triwulan laporan antara lain didukung oleh semakin luasnya wilayah jangkauan, disamping pesatnya pembangunan sejumlah menara BTS (Base Transceiver System) di beberapa lokasi pada daerah yang sebelumnya terisolir sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pelanggan dalam berkomunikasi. Selain itu perkembangan kecanggihan telepon selular dengan berbagai macam jenis merk, harga, dan fasilitas/fitur baru yang ditawarkan serta gencarnya promosi yang dilakukan semakin mendorong masing-masing provider untuk lebih bersaing mendapatkan konsumen, hal ini pada tahap selanjutnya akan berdampak terhadap peningkatan kinerja sub sektor komunikasi. Sejalan dengan pertumbuhan positif sektor ini, keberpihakan perbankan yang diwujudkan dalam penyaluran kredit di sektor pengangkutan dan komunikasi juga memperlihatkan adanya peningkatan. Sampai dengan September 2010 jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp91 miliar, atau tumbuh 46,39% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 30
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Sektor Angkutan Kredit_Angk&Kom (Rp miliar) - left axis
100
80
gKredit_Angk&Kom (% yoy) - right axis
90 60
80 70
40
60 50
20
40 0
30 20
-20
10 -
-40 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
Q3
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
2.4. Sektor Jasa-jasa Kinerja sektor jasa pada triwulan III-2010 tumbuh positif sebesar 7,21% (yoy). Kinerja sektor jasa yang cukup stabil ditopang oleh aktivitas sub sektor pemerintahan umum sejalan dengan dimulainya realisasi proyek pembangunan pemerintah daerah pada triwulan laporan. Indikasi ini terlihat dari besaran realisasi belanja yang telah mencapai 67,3% lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu sebesar 58%.
Dari sisi pembiayaan perbankan, laju pertumbuhan
kredit
sektor
jasa-jasa
sampai dengan September 2010 tercatat tumbuh 1,52% dengan jumlah kredit sebesar Rp522 miliar. Penyaluran kredit pada sektor jasa-jasa, didominasi oleh pemberian kredit pada sub sektor jasa dunia usaha sebesar Rp345 miliar, dengan pangsa 66,08% dari total kredit yang berhasil disalurkan pada sektor jasa. Sisanya sebesar 33,92% disalurkan pada
Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Sektor Jasa-jasa Kredit_Jasa (Rp miliar) - left axis
700
80
gJasa (% yoy) - right axis
70
600
60
500
50
400
40 30
300
20
200
10 0
100
-10
-
-20 Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
sub sektor jasa pemerintahan. Tingginya penyaluran kredit di sektor jasa pada triwulan laporan juga didorong oleh maraknya jasa pembuatan baligo, spanduk, poster, dll menjelang Pilkada Agustus 2010.
31
2.5. Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan selama triwulan III-2010 relatif stabil dengan tingkat pertumbuhan mencapai 6,63% (yoy). Industri pengolahan di Sulawesi Utara tersebar di Kota Bitung, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Kotamobagu dan Kota Tomohon. Kota Bitung dan Kota Manado merupakan pusat industri pengolahan yang tersebar di Provinsi Sulawesi Utara. Perkembangan industri pengolahan juga dapat dilihat dari pertumbuhan industri pengolahan besar dan sedang di Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 yang tercatat sebesar 11,68% (qtq) lebih tinggi dari pertumbuhan nasional sebesar 2,02% (qtq). Cukup tingginya pertumbuhan sektor industri pengolahan besar dan sedang di Sulawesi Utara pada triwulan III tahun 2010, terutama disebabkan oleh tersedianya pasokan bahan baku secara kontinu, pasar yang masih terbuka lebar dan tenaga kerja yang cukup tersedia serta didukung oleh stabilitas sosial, keamanan dan politik. Grafik 1.32. Perkembangan Industri Food and Beverage (%) 12
Sulut
Grafik 1.33. Perkembangan Industri Pengolahan Sedang dan Besar (%) 14 12 10 8 6 4 2 0
Nasional
10 8 6 4 2
0 Q2
Sulut
Nasional
Q2
Q3
Q3
2010
2010
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Perkembangan
sektor
pengolahan
lepas
tak
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
industri pula
Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Sektor Industri
dari
Kredit_Industri (Rp miliar) - left axis
300
60
gKredit_Industri (%yoy) - right axis
dukungan pembiayaan oleh perbankan,
250
50
dimana sampai dengan akhir triwulan
200
40
III-2010 jumlah kredit yang disalurkan
150
30
tumbuh sebesar 24,35% (yoy) dari
100
20
50
10
Rp214 miliar pada triwulan III-2009 menjadi Rp266 miliar pada triwulan III-
-
0 Q1
Q2
Q3
2008
2010. Pertumbuhan kredit yang relatif
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
membaik
mengindikasikan
bahwa
sektor industri pengolahan mulai bergairah kembali. 32
Pasca krisis ekonomi global, tingkat permintaan ekspor terhadap produk olahan Sulut masih menunjukkan adanya peningkatan. Namun demikian, peluang tersedianya pasar dan tingginya permintaan dari negara partner dagang belum dapat dioptimalkan oleh perusahaan. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya ketersediaan bahan baku akibat semakin tingginya persaingan usaha yang sejenis di Sulawesi Utara serta adanya ketergantungan pada alam (cuaca) dalam penyediaan bahan baku. Keterbatasan bahan baku ini juga menjadi penyebab utama belum terpenuhinya kapasitas utilisasi dari sebagian besar perusahaan. Adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per tanggal 1 Juli 2010 telah dirasakan oleh sebagian besar pengusaha industri pengolahan, namun dampaknya relatif tidak signifikan, hal ini antara lain disebabkan oleh komponen share biaya listrik yang relatif kecil (13%) dibandingkan total biaya produksi. Oleh karena itu, kenaikan TDL cenderung direspon oleh kalangan industri pengolahan dengan menurunkan margin daripada menaikkan harga dengan pertimbangan persaingan pasar produk yang cukup ketat. Selain itu, adanya kontrak yang telah mengikat juga menjadi pertimbangan pengusaha untuk tidak menaikkan harga. 2.6. Sektor Lainnya Kinerja sektor bangunan (konstruksi) selama triwulan III-2010 mengalami kontraksi sebesar 4,87% (yoy). Adanya event internasional yang berlangsung pada triwulan III-2009, mampu mendorong kinerja sektor bangunan, dimana terjadi pembangunan pesat pada infrastruktur dan jasa pelayanan publik di Sulawesi Utara. Hal ini ternyata tidak terjadi secara berkelanjutan
sehingga
kinerja
sektor
bangunan
pada
triwulan
laporan
kurang
menggembirakan. Hal ini sejalan dengan prompt indicators pada komponen investasi yang juga menunjukkan pertumbuhan yang negatif. Namun
demkian,
jika
melihat
Grafik 1.35. Perkembangan Kredit Konstruksi
keberpihakan
perbankan terhadap sektor bangunan masih relatif menunjukan adanya perkembangan yang positif. Hal
600
Konstruksi (Rp miliar) - left axis
70
gKonstruksi (% yoy) - right axis
60
500
50 40
400
ini ditunjukkan melalui
pembiayaan perbankan
yang disalurkan ke sektor bangunan. Sampai dengan September 2010 jumlah outstanding kredit tercatat sebesar Rp396 miliar atau tumbuh sebesar 3,83%
30 300
20 10
200
0 -10
100
-20 -
-30 Q1
Q2
Q3
2008
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
sebelumnya. 33
Sementara itu, sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan III-2010 tumbuh 4,77% (yoy), jauh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 13,98% (yoy). Perlambatan kinerja sektor ini, juga tercermin dari penjualan listrik di bulan Juli-Agustus 2010 yang mengalami penurunan, hal ini tak lepas dari permasalahan pasokan listrik di Sulawesi
Utara
seiring
dengan
dilangsungkannya
pemeliharaan
beberapa
mesin
pembangkit. Namun demikian, jumlah calon pelanggan PLN masih tetap tinggi, pada bulan Agustus 2010, jumlah konsumen listrik tercatat sebesar 392.075, dengan daya tersambung sebesar 448,79 juta Volt Ampere (VA). Sementara itu, jumlah pemakaian listrik di wilayah Sulawesi Utara pada bulan Agustus 2010 tercatat sebesar 72,11 kWh, mengalami penurunan jika dibandingkan periode Juli 2010. Grafik 1.36. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Sulawesi Utara
Grafik 1.37. Penggunaan Listrik di Sulawesi Utara
393.000 392.000
Penjualan (kWh) - left axis Daya Tersambung (VA) - right axis
85.000.000
Jmlh Pelanggan
391.000
80.000.000
390.000
75.000.000
389.000
450.000.000
448.000.000
70.000.000
388.000
446.000.000 65.000.000
387.000 386.000
60.000.000
385.000
55.000.000
384.000
444.000.000 442.000.000
50.000.000
J
F
M
A
M
J
J
A
2010
Sumber: PT. PLN Kanwil Sulutenggo, diolah
440.000.000 J
F
M
A
M
J
J
A
2010
Sumber: PT. PLN Kanwil Sulutenggo, diolah
Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan III-2010 tumbuh 0,44% (yoy). Berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh seluruh sub sektor yang ada yaitu sub sektor minyak dan gas, pertambangan tanpa migas dan penggalian. Berdasarkan pelaku usahanya, sub sektor penggalian ini lebih banyak dilakukan oleh penambangan tradisional/rakyat dan bukan industri berskala besar. Hal inilah yang mendorong rendahnya penyaluran kredit pada sektor pertambangan selain karena faktor risiko yang tinggi dari kegiatan pertambangan. Jika dilihat berdasarkan trennya, pembiayaan yang diberikan oleh pihak perbankan terhadap sektor pertambangan pengalami penurunan yang cukup signifikan pada awal tahun 2009, dan selanjutnya relatif tidak mengalami perubahan. Namun demikian, pada akhir triwulan laporan, jumlah kredit yang disalurkan pada sektor pertambangan sampai dengan September 2010 tercatat sebesar Rp41 miliar atau mengalami pertumbuhan sebesar 18,91% (yoy).
34
Grafik 1.38. Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan Kredit_Pertambangan (Rp miliar) - left axis
45
1000
gKredit_pertambangan (% yoy) - right axis
40
800
35
30
600
25
400
20 15
200
10
0
5 -
-200 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
Sementara itu, untuk kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan III-2010 tumbuh 6,77% (yoy). Perkembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa antara lain tercermin dari maraknya pembangunan jaringan kantor dan fasilitas perbankan antara lain: pembukaan kantor cabang pembantu baru, penambahan ATM (Anjungan Tunai Mandiri), serta penawaran produk-produk baru yang memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada masyarakat dalam bertransaksi. Sementara itu, jasa persewaan di Kota Manado, memperlihatkan adanya tren penurunan, hal ini disebabkan oleh semakin tingginya persaingan antar pemain jasa persewaan. Tabel 1.8. Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Bank Umum dan BPR di Sulawesi Utara Data Bank Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Bank umum kantor bank umum*) BPR kantor BPR
2009 Q1 69 585 51 115
Q2 69 609 51 117
Q3 70 595 51 117
Q4 72 607 47 117
Q1 73 625 40 118
2010 Q2 75 645 42 117
Q3 75 657 42 122
Sumber : Bank Indonesia
35
Halaman ini sengaja dikosongkan
36
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan III-2010 meningkat cukup tajam dibandingkan periode lalu. Secara tahunan inflasi meningkat dari 4,21% (yoy) pada triwulan II-2010 menjadi 7,38% (yoy) pada triwulan III-2010. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,80% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Kota Manado juga menunjukkan peningkatan, dari 0,2% (qtq) pada triwulan II-2010 menjadi 3,81% (qtq) pada periode laporan. Tekanan inflasi pada periode laporan terutama berasal dari kenaikan harga beberapa bahan makanan yang bergejolak (volatile foods). Keterlambatan pasokan karena cuaca yang tidak menentu merupakan faktor utama kenaikan bumbu-bumbuan (seperti cabe merah dan bawang merah). Sementara itu, terbatasnya produksi seiring dengan terlambatnya masa panen padi dan serangan hama kepinding mendorong pula kenaikan harga beras. Grafik 2.2. Laju Inflasi Kota Manado vs Nasional (qtq)
Grafik 2.1. Laju Inflasi Kota Manado vs Nasional (yoy) 5
qtq Manado
16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2
4
yoy Manado
qtq Nasional
3
yoy Nasional
2 1 0
-1
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
Q3
2010
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
-2
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
Q3
2010
-3
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
2.1. PERKEMBANGAN INFLASI 2.1.1
INFLASI TAHUNAN (yoy)
Secara tahunan, inflasi Kota Manado
pada triwulan III-2010 tercatat 7,38% (yoy),
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II-2010 sebesar 4,21% (yoy) dan periode yang sama tahun lalu tercatat mengalami deflasi 0,01% (yoy). Kenaikan inflasi antara lain disebabkan oleh (i) meningkatnya konsumsi masyarakat bertepatan dengan pemilukada, panen raya cengkeh, pelaksanaan tahun ajaran baru dan perayaan hari raya Idul Fitri (ii) 37
faktor cuaca yang tidak menentu dan (iii) kenaikan TDL. Selain itu, kenaikan harga emas dunia ditenggarai turut andil dalam pembentukan inflasi Kota Manado. Berdasarkan kelompoknya, kenaikan inflasi kelompok bahan makanan dan sandang merupakan faktor utama meningkatnya tekanan inflasi pada periode laporan. Angka inflasi kelompok bahan makanan naik cukup tinggi dari 6,39% (yoy) pada triwulan II-2010 menjadi 18,14% (yoy) pada periode laporan. Meningkatnya harga bumbu-bumbuan, beras lokal premium dan daging sapi menyebabkan inflasi sub kelompok makanan meningkat tajam dibandingkan periode sebelumnya. Sementara, inflasi kelompok sandang meningkat tipis dari 6,84% pada triwulan II 2010 menjadi 7,02% pada periode laporan. Kenaikan inflasi tersebut mendorong kenaikan andil inflasi pada masing-masing kelompok, sehingga inflasi tahunan Kota Manado naik cukup tinggi pada periode laporan. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
2.1.2 INFLASI TRIWULANAN (qtq) Searah dengan inflasi tahunan, tekanan inflasi Kota Manado selama triwulan III-2010 cenderung meningkat bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Kota Manado pada triwulan III-2010 tercatat 3,81% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan Triwulan II-2010 yang tercatat sebesar 0,2% (qtq), dan dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat 0,74% (qtq). Sama halnya dengan inflasi tahunan, inflasi secara triwulanan terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan 11,98% (qtq) dan sandang 1,09% (qtq). Permasalahan meningkat tajamnya harga cabai merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya inflasi pada kelompok bahan makanan. Peningkatan permintaan komoditas ini pada saat perayaan Idul Fitri tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup. Pasokan cabai dari Gorontalo masih rendah, sementara produksi lokal tidak optimal akibat serangan hama busuk buah dan layu batang serta faktor cuaca yang tidak menentu. 38
Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
2.1.3 INFLASI BULANAN (mtm) Secara bulanan, inflasi Kota Manado sepanjang triwulan III-2010 cenderung turun. Pada Bulan Juli 2010, Kota Manado mencatat inflasi sebesar 2,1 % (mtm) , kemudian mengalami penurunan pada Agustus 2010 menjadi 1,22% (mtm) dan pada September 2010 Kota Manado kembali mengalami penurunan tingkat inflasi sehingga tercatat menjadi 0,45% (mtm). Grafik 2.3. Laju Inflasi Kota Manado vs Nasional (mtm)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
JULI 2010 Kota Manado pada Juli 2010 mengalami inflasi
Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang & Jasa Juli 2010
sebesar 2,1% (mtm). Inflasi Kota Manado selama Juli 2010, terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan yang tercatat sebesar 7,03% (mtm). Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga selama bulan Juli 2010 antara lain cabe merah, daging ayam ras, cabe merah, dan tude. rawit, beras, bawang putih, bawang merah dan gula pasir.
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
39
Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga adalah cakalang, tomat sayur, daun bawang, minyak goreng, terong panjang, jagung manis, dan sawi hijau. Secara tahunan, laju inflasi Kota Manado pada Juli 2010 tercatat 5,92% (yoy). AGUSTUS 2010 Angka inflasi Kota Manado pada Agustus 2010
Grafik 2.5. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa Agustus 2010
tercatat 1,22% (mtm). Inflasi terutama terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 3,95% (mt m) dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan
bakar
sebesar
0,81%
(mtm).
Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi adalah kelompok pendidikan, rekreasi & olahraga sebesar 0,01% (mtm), dan kelompok transpor komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,14% (mtm).
Sumber: BPS SulawesiUtara , diolah.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga selama bulan Agustus 2010 antara lain cabe rawit, beras,daging ayam ras, cabe merah, telur ayam ras, tude, cakalang, mujair, dan gula pasir. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga adalah bawang putih, bawang merah, daun bawang,tomat sayur, lemon cina, dan jahe. Secara tahunan, laju inflasi Kota Manado pada Agustus 2010 tercatat 6,52% (yoy). SEPTEMBER 2010 Pada
akhir
triwulan
III 2010,
laju
perkembangan harga barang dan jasa secara
umum
peningkatan
masih walaupun
Grafik 2.6. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa September 2010
menunjukkan tidak
terlalu
signifikan apabila dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Tercatat Kota Manado pada September 2010 mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm) sedikit lebih tinggi dibandingkan laju inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,44% (mtm). Inflasi terutama terjadi pada kelompok sandang sebesar 1,06% (mtm), kelompok bahan makanan
sebesar
0,64
%
(mtm)
Sumber: BPS SulawesiUtara , diolah.
dan 40
kelompok transpor komunikasi & jasa keuangan sebesar 0,63% (mtm). Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi & olahraga tetap atau tidak mengalami perubahan. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga selama September 2010 antara lain cabe rawit, daging babi, daun bawang, mujair, cakalang, tomat sayur, malalugis, angkutan udara dan emas perhiasan. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga adalah beras, bawang merah, bawang putih, daging ayam ras, gula pasir, anggur, nike, kentang, dan telepon seluler. 2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan Inflasi secara tahunan pada triwulan III-2010 terutama berasal dari inflasi volatile foods. Sedangkan tekanan yang berasal dari inflasi inti (dari sisi fundamental) dan administered price relatif terjaga. Hal ini juga dapat dikonfirmasi oleh laju inflasi triwulanan yang menunjukkan bahwa inflasi dari volatile foods mengalami kenaikan signifikan, sementara inflasi dari faktor fundamental (ekspektasi, eksternal, dan interaksi permintaan-penawaran) serta administered price mengalami kenaikan yang moderat. Tabel 2.3. Disagregasi Inflasi Kota Manado
Sumber: BPS Sulawesi Utara, diolah.
2.2.1 FAKTOR FUNDAMENTAL
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Konsumsi masyarakat Sulawesi Utara meningkat bertepatan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri, pelaksanaan Pemilukada dan musim panen cengkeh. Namun demikian, kenaikan tersebut masih dapat dipenuhi dari sisi penawaran sebagaimana yang terlihat dari pertumbuhan kapasitas terpasang industri pengolahan yang naik dari 28,57% pada triwulan yang sama periode sebelumnya menjadi sebesar 55,73% pada triwulan laporan 41
berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Manado. Dengan demikian, sumbangan interaksi permintaan-penawaran masih relatif minimal.
Eksternal
Dari sisi eksternal, dampak imported inflation belum memberikan tekanan berarti pada inflasi inti seiring dengan tren apresiasi Rupiah. Namun demikian, keadaan ini dibayangbayangi oleh meningkatnya beberapa harga komoditas internasional di pasaran dunia, salah satunya adalah harga emas dunia yang tentunya akan berimbas pada harga emas perhiasan domestik. Grafik 2.8. Perkembangan Harga Emas Dunia (USD/troy once)
Grafik 2.7. Perkembangan Nilai Kurs Tengah Bulanan Rupiah thd USD
1400 14,000
1200
12,000
1000
10,000
800
8,000
600
6,000
400 4,000
200
2,000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008
2009
2010
Sumber:Bank Indonesia, diolah.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2009
2010
Sumber:Bloomberg, diolah.
Ekspektasi Inflasi
Sementara itu, di sisi domestik, ekspektasi para pelaku ekonomi (khususnya konsumen) di Kota Manado terhadap harga barang dan jasa 3 bulan dan 6 bulan yang akan datang sedikit meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun relatif terkendali. Hal ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan masyarakat seiring panen raya cengkeh dan pembayaran gaji PNS ke-13. Peningkatan tersebut tercermin dari peningkatan indeks ekspektasi harga umum untuk 3 bulan dan 6 bulan yang akan datang berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) KBI Manado periode September 2010.
42
Grafik 2.9. Perkembangan Indeks Ekspektasi Harga Umum Konsumen Kota Manado 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Perubahan harga umum 3 bulan yad
harga umum 6 bulan yad Sumber : SurveiPerubahan Konsumen KBI Manado September 2010
2.2.2 Non Fundamental
Volatile foods
Inflasi tahunan volatile foods Kota Manado pada periode laporan meningkat signifikan. Kenaikan laju inflasi terutama disebabkan oleh peningkatan harga bahan makanan yakni cabe, bawang merah, dan beras lokal premium. Peningkatan harga beras lokal premium terutama disebabkan karena terlambatnya pasokan lokal dari Minahasa dan Bolmong menyusul lambatnya masa panen dan serangan hama kepinding serta terganggunya pasokan dari Gorontalo dan Makassar akibat faktor cuaca. Sementara itu hasil produksi cabe dan bawang merah mudah busuk akibat curah hujan yang tinggi serta mewabahnya serangan hama.
Administered Price
Tekanan inflasi administered price Kota Manado pada triwulan III 2010 merupakan dampak dari kebijakan kenaikan Tarif dasar listrik (TDL) yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juli 2010. Namun demikian, laju inflasi masih relatif stabil karena sebagian pedagang belum menaikkan harga dan lebih memilih untuk mengurangi margin keuntungan mereka menyikapi kebijakan kenaikan TDL tersebut.
43
Halaman ini sengaja dikosongkan
44
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, kinerja perbankan Sulawesi Utara hingga akhir triwulan III-2010 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan, tercermin dari perkembangan positif berbagai indikator perbankan dan relatif terjaganya stabilitas sistem perbankan di Sulawesi Utara. Laju pertumbuhan total aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit tercatat mengalami pertumbuhan yang positif pada triwulan laporan. Total aset perbankan tumbuh 12,35% (yoy) menjadi Rp.16.695 miliar didorong oleh pertumbuhan kredit sebesar 18,98% tumbuh menjadi Rp.11.904 miliar. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 14,28% menjadi Rp11.114 miliar. Sejalan dengan hal tersebut, stabilitas sistem perbankan yang meliputi aspek risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan indikator lainnya relatif terkendali. Non Performing Loans (NPLs) relatif terjaga berada pada nilai dibawah batas ketentuan BI yaitu dibawah 5%. Aspek penyerapan dana masyarakat yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada level sedikit di atas 100%, sebagai akibat laju pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan DPK. Tabel 3.1 Indikator Utama Perbankan di Sulawesi Utara
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
45
3.1. STRUKTUR ASET PERBANKAN SULAWESI UTARA Struktur aset perbankan Sulawesi Utara masih didominasi oleh aset bank umum konvensional dengan pangsa mencapai lebih dari 90% total aset perbankan. Sementara itu, pangsa bank umum syariah dan BPR konvensional masing-masing sebesar 1,66% dan 1,93%. Pada triwulan III 2010 aset bank umum konvensional tumbuh 12,35% (yoy) menjadi Rp.16.695 miliar. Pertumbuhan ini antara lain didorong oleh peningkatan penyaluran kredit serta perluasan jaringan kantor baru. Grafik 3.1. Pangsa Aset Perbankan Sulawesi Utara Tw. III 2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, LBPR KBI Manado
3.2. PERKEMBANGAN KANTOR BANK Secara kelembagaan, perbankan Sulawesi Utara pada triwulan laporan terdiri dari 22 Bank Umum Konvensional, 3 Bank Umum Syariah, dan 14 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Berdasarkan jaringan kantornya, Bank Umum konvensional maupun syariah memiliki 219 kantor (termasuk kantor unit), sedangkan BPR terdiri dari 41 kantor. 3.3. PERKEMBANGAN BANK UMUM KONVENSIONAL 3.3.1. Respon Perbankan Sulawesi Utara Terhadap Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 3 September 2010 memutuskan untuk mempertahankan
BI
Rate
pada
tingkat
6,50%.
Namun
demikian
dengan
mempertimbangkan adanya potensi tekanan inflasi ke depan, Dewan Gubernur memandang penting untuk menaikkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dari 5% menjadi 8% DPK (Dana Pihak Ketiga) Rupiah, mengingat kondisi ekses likuiditas perbankan yang masih cukup besar. Atas pemenuhan tambahan GWM Primer sebesar 3% akan 46
diberikan remunerasi sebesar 2,50% p.a. Sementara itu, dalam rangka mendorong fungsi intermediasi perbankan, Dewan Gubernur juga akan menetapkan ketentuan GWM berdasarkan LDR (Loan to Deposit Ratio) agar kredit perbankan tumbuh dengan tetap berlandaskan pada prinsip kehati-hatian, dengan batas bawah LDR 78% dan batas atas LDR 100%. Bank yang memiliki LDR di luar kisaran target LDR akan dikenakan disinsentif berdasarkan selisih LDR terhadap target. Apabila LDR bank melebihi target dengan kondisi permodalan yang memadai bank dapat memperoleh insentif. Kebijakan GWM tersebut dalam pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap, yaitu GWM Primer mulai berlaku sejak 1 November 2010 dan GWM LDR mulai berlaku sejak 1 Maret 2011. Kombinasi kebijakan tersebut dipandang memadai untuk menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan di tengah arus modal yang masih tinggi
dan
didasarkan pada
perkembangan ekonomi domestik yang ditandai oleh kecenderungan peningkatan sisi permintaan yang lebih cepat dari respons sisi penawaran di tengah kecenderungan perlambatan pemulihan ekonomi global. Respon pihak perbankan di Sulawesi Utara terhadap kebijakan penurunan BI Rate sebesar 6,5% ini ditandai dengan penurunan rata-rata tingkat suku bunga kredit, walaupun masih berlangsung moderat. Berdasarkan data yang bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, sampai dengan akhir September 2010, rata-rata tingkat suku bunga kredit tercatat sebesar 15,68%. Pihak perbankan mulai menurunkan margin keuntungan bank yang sangat tinggi sebagai opportunity cost atas risiko yang akan dihadapi bank ketika debitur mengalami gagal bayar (default). Menurut jenis penggunaannya, rata-rata tingkat suku bunga kredit modal kerja mencapai 18,01% per tahun, rata-rata kredit investasi sebesar 16,08% per tahun dan rata-rata kredit konsumsi sebesar 12,96% per tahun. Sementara itu, pergerakan tingkat suku bunga deposito menunjukkan perkembangan yang tidak jauh berbeda. Sampai dengan September 2010, rata-rata tingkat suku bunga deposito 1 bulan tercatat sebesar 5,90%, mengalami fluktuasi terbatas sepanjang triwulan laporan.
47
Grafik 3.2. Perkembangan Rata-Rata Tingkat Suku Bunga Kredit, Deposito dan BI Rate (%)
Grafik 3.3. Rata-Rata Tingkat Suku Bunga Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) 19.0 18.0 17.0 16.0 15.0 14.0 13.0 12.0 11.0
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
10.0
2010 Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
3.3.2. Penyerapan Dana Masyarakat Sepanjang triwulan III-2010, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun perbankan di wilayah Sulawesi Utara menunjukan pertumbuhan positif sebesar 14,28% (yoy) menjadi Rp11.114. Berdasarkan jenis simpanannya, kenaikan dana terutama terjadi pada tabungan yang tumbuh 20,95% (yoy) kemudian disusul oleh deposito sebesar 10,31% (yoy) dan giro sebesar 7,12% (yoy). Peningkatan DPK ini diperkirakan merupakan indikasi dari peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat yang menggunakan jasa perbankan untuk aktivitas perekonomiannya. Selain itu, pencanangan Gerakan TabunganKu sejak Februari 2010 diperkirakan juga meningkatkan budaya menabung di masyarakat terutama untuk golongan masyarakat menengah ke bawah terlebih khusus para generasi muda. Sampai dengan akhir Agustus 2010 jumlah dana yang berhasil dihimpun melalui program TabunganKu tercatat sebesar Rp. 18,2 miliar dengan jumlah rekening 15.098.
Grafik 3.4. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Rp. Miliar)
Grafik 3.5. Share Dana Pihak Ketiga (DPK)
6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Q1
Q2
Q3 2009
Giro
Q4
Q1
Q2
Q3
2010 Deposito
Tabungan
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
48
Menurut pangsanya, penempatan dana dalam sistem perbankan masih didominasi oleh jenis simpanan tabungan sebesar 46,27% dari total keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK), disusul kemudian deposito (33,93%) dan giro (19,80%). Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah menyerap 65,78% dari total DPK sedangkan
sisanya
dihimpun
oleh
bank
swasta
(34,22%).
Berdasarkan
laju
pertumbuhannya, dana di bank pemerintah berhasil tumbuh 14,35% (yoy) sedangkan dana di bank swasta tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 14,17% (yoy).
Grafik 3.6. Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Bank Penghimpun (Rp. Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan wilayah penghimpunan dananya, dari keseluruhan total dana pihak ketiga yang dihimpun, sebesar 70,45% atau Rp7.830 miliar berasal dari bank-bank yang berlokasi di Manado, selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Bolaang Mongondow (8,53%), Kabupaten Minahasa (8,30%), Kota Bitung (6,60%), dan Kabupaten Sangihe Talaud (6,12%). Tabel 3.2. Perkembangan Sebaran DPK per Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
49
Grafik 3.7. Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Grafik 3.8. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kab/Kota (%)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan wilayah administratifnya, pada triwulan laporan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan positif jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kabupaten Minahasa yang mengalami kontraksi sebesar 0,17% (yoy) di triwulan sebelumnya tercatat kembali tumbuh positif pada triwulan laporan sebesar 16,22% (yoy). Kenaikan tertinggi dialami oleh Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 35,97% (yoy) dengan total DPK sebesar Rp948 miliar. Sementara itu Kabupaten Sangihe Talaud, Kota Manado dan Kota Bitung tumbuh masing-masing sebesar 18,19% (yoy), 12,02% (yoy), dan Kota Bitung 9,67% (yoy). 3.3.3. Penyaluran Kredit Bank Pelapor Pertumbuhan kredit bank umum konvensional di Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 menunjukan peningkatan. Kredit yang disalurkan posisi September 2010 adalah sebesar Rp11.904 miliar atau tumbuh 18,98% (yoy). Pencapaian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 16.68% (yoy). Peningkatan baki debet kredit pada triwulan laporan diduga karena membaiknya arah perekonomian nasional yang berjalan seiring dengan perekonomian daerah. Perbankan mulai menyalurkan kredit kepada pelaku usaha yang terkonfirmasi dari tumbuhnya kredit modal kerja sebesar 9,66% (yoy) setelah mengalami pertumbuhan negatif sebesar 3,07% pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit paling signifikan dialami oleh kredit konsumsi yang mencapai jumlah Rp7.003 miliar atau tumbuh 26,27% (yoy). Sementara itu, untuk jenis kredit investasi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar Rp. 1.018 miliar dan Rp. 3.882 miliar atau tumbuh 10,91% (yoy) dan 9,66% (yoy). 50
Grafik 3.10. Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (Rp. Miliar)
Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (%)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan strukturnya, pangsa kredit konsumsi menempati urutan pertama sebesar 58,83% dari total kredit yang disalurkan, hal ini sejalan dengan pertumbuhan kredit konsumsi yang juga paling signifikan dibandingkan kredit investasi dan modal kerja. Selanjutnya pangsa kredit modal kerja tercatat sebesar 32,61%, kemudian diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa sebesar 8,55%. Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit produktif selama triwulan ini sebagian besar ditujukan ke sektor lainnya sebesar Rp7.379 miliar dengan pangsa 61,99%. Selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR)
dengan pangsa
sebesar 25,48% dari total kredit. Disusul penyaluran kredit pada sektor konstruksi dan jasa dunia usaha masing-masing dengan pangsa 3,33% dan 2,89%. Berdasarkan kelompok bank, sampai dengan triwulan laporan, bank umum pemerintah mendominasi penyaluran kredit dibandingkan dengan bank umum swasta nasional. Kelompok bank pemerintah berhasil menyalurkan Rp9.217 miliar atau mencapai pangsa pasar 77,43% sedangkan sisanya disalurkan oleh kelompok bank swasta sebesar Rp2.687 miliar dengan pangsa pasar 22,57% dari total kredit. Grafik 3.11. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Grafik 3.12. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
51
Berdasarkan wilayah penyaluran kredit, dari total kredit sebesar Rp11.904 miliar, tercatat 64,44% atau sebesar Rp7.670 miliar disalurkan di wilayah Kota Manado. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Minahasa dengan pangsa pasar sebesar 12,89% (Rp1.535 miliar), Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 10,18% (Rp1.212 miliar), Kota Bitung sebesar 6,29% (Rp.749 miliar), dan Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 6,2% (Rp.738 miliar). Grafik 3.13. Komposisi Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Grafik 3.14. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota (%)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan laju pertumbuhan kreditnya, wilayah dengan laju pertumbuhan kredit tertinggi dialami Kabupaten Minahasa sebesar 28,42% (yoy) sedangkan yang terendah adalah Kota Bitung sebesar 10,94% (yoy). Sementara itu Kabupaten Sangihe Talaud, Bolmong dan Manado masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 22,98% (yoy), 22,89% (yoy) dan 17,14% (yoy). 3.3.4. Kredit MKM Pertumbuhan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) yang disalurkan bank umum konvensional di Sulawesi Utara masih mengalami peningkatan. Sampai dengan triwulan III2010, posisi kredit MKM tercatat Rp9.926 miliar atau tumbuh 58,30% (yoy). Jika dilihat berdasarkan skalanya, kredit kecil (di atas Rp50 juta namun di bawah Rp500 juta) memiliki pangsa terbesar yakni 59,71%, kredit menengah (di atas Rp500 juta namun di bawah Rp5 miliar) pangsanya mencapai 28,57%, dan sisanya 11,72% merupakan kredit mikro (di bawah Rp50 juta). Sementara itu, dibandingkan dengan kredit secara umum, laju pertumbuhan kredit MKM jauh lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan kredit secara umum yang pada triwulan laporan hanya tumbuh 18,98% (yoy).
52
Grafik 3.15. Laju Pertumbuhan Kredit UMKM dan Total Kredit
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sejalan dengan hal tersebut, pangsa kredit MKM terhadap penyaluran kredit perbankan secara keseluruhan juga mengalami peningkatan. Pada triwulan III-2010, pangsa kredit MKM tercatat 83.38%. Kenaikan pangsa kredit MKM juga diikuti oleh meningkatnya kualitas kredit MKM yang tercermin dari penurunan rasio Non Performing Loan (NPL). Sampai akhir triwulan III-2010 rasio NPL kredit MKM tercatat 3,37%, merupakan rasio terendah sepanjang tahun 2010 . Grafik 3.16. Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Rp. Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Grafik 3.17. Non Performing Loan Kredit UMKM (Rp. Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
3.4 STABILITAS SISTEM PERBANKAN Stabilitas sistem perbankan di Sulawesi Utara relatif terkendali. Non Performing Loans (NPLs) relatif terjaga, berada pada tingkat dibawah batas ketentuan BI yaitu 5%. Sementara itu, aspek penyerapan dana yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada level sedikit diatas 100%. Sedangkan volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap risiko pasar, karena paparan tehadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi. 53
Sementara itu, perkembangan indikator lainnya (Kelonggaran tarik, NIM, ROA dan BOPO) menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. 3.4.1
Risiko Kredit
Risiko kredit perbankan Sulawesi Utara pada triwulan III 2010 masih terkendali yang tercermin dari indikator Non Performing Loans (NPL) dan konsentrasi kredit secara keseluruhan. Kredit non-Lancar atau Non Performing Loans (NPLs) tetap terjaga pada level 3.54% (bruto) sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3.51%. Nilai ini tergolong baik karena masih berada di bawah batas maksimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5% (bruto). Dengan nilai NPL yang relatif terjaga maka terdapat peluang untuk terus meningkatkan kinerja penyaluran kredit. Sementara itu, apabila dilihat dari indikator konsentrasi kredit secara keseluruhan, dapat terlihat bahwa sebagian besar kredit disalurkan pada sektor yang memiliki tingkat NPL yang relatif rendah yakni sektor lainnya (Konsumsi ) dengan pangsa mencapai 62% dari total kredit memiliki tingkat NPL sebesar 1.94%. Grafik 3.18. Kredit & NPLs Sektoral Tw. III 2010
Keterangan : 1 = Pertanian 2 = Pertambangan 3 = Industri 4 = Konstruksi 5 = Perdagangan 6 = Angkutan 7 = Jasa Dunia Usaha 8 = Jasa Sosial 9 = Lainnya (Konsumsi)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
3.4.2
Risiko Likuiditas
Indikator risiko likuiditas perbankan Sulawesi Utara, yaitu konsentrasi jangka waktu sumber dana dan tingkat Loan Deposit Ratio (LDR) menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada triwulan laporan cukup terkendali, walaupun perlu terus mendapat perhatian. Hal tersebut terlihat dari komposisi dana jangka menengah panjang yang lebih kecil dari dana jangka pendek. Komposisi dana jangka panjang yaitu deposito hanya mencapai 33.93%, 54
sementara itu, dana jangka pendek mencapai lebih dari 65% dalam struktur dana pihak ketiga yaitu giro sebesar 19,80% dan tabungan sebesar 46,27%. Selanjutnya angka Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan laporan tercatat 107,11%, meningkat dari posisinya di periode yang sama tahun lalu sebesar 102,88%. Meningkatnya rasio LDR ini disebabkan karena pertumbuhan kredit yang jauh lebih signifikan dibandingkan pertumbuhan DPK yang berhasil dihimpun bank. Hal ini perlu segera disikapi oleh perbankan Sulut mengingat akan segera diterapkannya ketentuan GWM berdasarkan LDR (Loan to Deposit Ratio) pada bulan Maret 2011. Berdasarkan wilayah administratifnya, rasio LDR terendah dialami oleh Kota Manado sebesar 97,97%. Sedangkan LDR tertinggi dicapai oleh Kabupaten Minahasa sebesar 166,29%, disusul kemudian berturut-turut oleh Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 127,85%, Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 108,5%, dan Kota Bitung sebesar 102,08%. Grafik 3.19. Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Kabupaten/Kota
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
3.4.3 Risiko Pasar Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan Sulawesi Utara relatif terkendali yang tercermin dari rendahnya tingkat fluktuasi suku bunga dan kecenderungan penurunan suku bunga kredit searah dengan kebijakan BI dengan mempertimbangkan sasaran inflasi dan pertumbuhan sektor riil. Sementara itu, volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap kinerja perbankan Sulawesi Utara, karena paparan terhadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi. 3.4.4 Indikator perbankan lainnya
Rasio Kelonggaran Tarik Kredit
Perkembangan rasio kelonggaran tarik kredit bank umum pada triwulan III-2010 memperlihatkan kecenderungan penurunan. Tercatat rasio kelonggaran tarik pada 55
September 2010 sebesar 2,62%, turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 5,38%. Hal ini mencerminkan berkurangnya jumlah kredit yang tidak dicairkan oleh nasabah, sehingga risiko idle money pada perbankan Sulawesi Utara mengalami penurunan.
Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) didefinisikan sebagai salah satu indikator penilaian terkait kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Berdasarkan neraca konsolidasi bank umum, saldo bersih pendapatan bunga setelah dikurangi biaya bunga atau yang biasa disebut Net Interest Margin (NIM) pada triwulan laporan menunjukkan angka yang positif sebesar Rp1585 miliar, mengalami peningkatan signifikan bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp805 miliar. Pendapatan bunga (antara lain dalam bentuk kredit dan penempatan antar bank) pada periode laporan lebih besar dibandingkan dengan biaya bunga (antara lain dalam bentuk tabungan, giro dan deposito). Hal ini dapat dikonfirmasi melalui pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK.
Grafik 3.20. Kelonggaran Tarik Kredit Bank Umum
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Grafik 3.21. Net Interest Margin Bank Umum (Rp Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Rasio BOPO
Rasio BOPO menunjukkan tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien. Sampai dengan triwulan laporan, tingkat efisiensi operasional perbankan meningkat yang tercermin dari rasio BOPO bank umum yang turun menjadi 71,46% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 73,40%. Hal ini dapat diartikan bahwa bank sudah lebih efisien dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
56
Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) merupakan suatu rasio yang mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan aset yang dimilikinya. Sampai dengan triwulan III-2010, rasio ROA bank umum tercatat sebesar 3,2%, mengalami peningkatan bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,09%. Peningkatan rasio ROA ini didorong oleh tingginya presentase kenaikan total aset yang mampu dikelola dengan baik oleh bank untuk menghasilkan laba. Grafik 3.23. Return On Asset Bank Umum
Grafik 3.22. Rasio Biaya dan Pendapatan Operasional Bank Umum
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
3.5 PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH Tabel 3.3. Indikator Utama Perbankan Syariah di Sulawesi Utara (Rp miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Secara umum, indikator kinerja bank umum syariah di Sulawesi Utara pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan positif terkecuali total DPK. Total aset bank umum syariah secara tahunan, sampai dengan posisi September 2010 meningkat signifikan sebesar 92,98% (yoy), sejalan dengan pertumbuhan kredit sebesar 55,87%. Hal ini perlu mendapat 57
perhatian mengingat tingginya tingkat pertumbuhan penyaluran dana belum diimbangi oleh pertumbuhan pengumpulan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 36.51% (yoy) pada triwulan laporan. Dengan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR)
meningkat tajam dari 84,85% pada triwulan III 2009 menjadi
sebesar 208,33% pada triwulan III 2010. 3.6 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
Tabel 3.4. Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sulawesi Utara (Rp. Miliar)
Sumber: Data Ekubank, Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat KBI Manado
Kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III 2010 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari peningkatan laju pertumbuhan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Kredit apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, hal ini tidak diikuti dengan perbaikan kualitas kredit dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan laporan, pertumbuhan asset BPR secara tahunan meningkat 40.57% (yoy), menjadi Rp334,3 miliar. Demikian pula dengan kredit yang tumbuh 26,16% (yoy), menjadi Rp246,8 miliar. DPK juga mengalami pertumbuhan sebesar 48,68%(yoy), menjadi Rp255 miliar. Berdasarkan komponen pembentuknya, deposito masih mendominasi DPK BPR dengan pangsa 76,85%. Pertumbuhan DPK BPR jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan DPK bank umum. Hal ini diduga terkait dengan masih relatif lebih menariknya suku bunga simpanan di BPR.
58
Secara sektoral, kredit terutama disalurkan pada sektor lain-lain (konsumsi) dengan pangsa 72,62% dan sektor PHR dengan pangsa 16,78%. Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit yang disalurkan BPR merupakan kredit konsumsi dengan pangsa mencapai 65,03% dari total kredit. Hal ini diperkirakan merupakan indikasi dari meningkatnya aktivitas perekonomian khususnya di sektor konsumsi. Rasio LDR mengalami penurunan dari 114% pada triwulan III 2009 menjadi 96.8% pada triwulan laporan sebagai dampak laju pertumbuhan DPK yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan kredit. Kualitas kredit BPR memburuk seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase kredit bermasalah (NPL gross) yang mencapai 4,40% pada triwulan laporan. Walaupun masih berada dibawah level toleransi Bank Indonesia BI, namun peningkatan NPL ini perlu menjadi perhatian.
59
Halaman ini sengaja dikosongkan
60
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan pemerintah daerah dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, meningkatkan output, mencapai pertumbuhan dan stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Selain itu, APBD merupakan kebijakan operasional yang menjadi turunan dari strategi pembangunan pemerintah daerah yang telah ditetapkan, sehingga dapat terlihat arah keberpihakan pemerintah daerah. APBD juga harus benar-benar menggambarkan angka-angka ekonomis yang mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk memecahkan masalah dan meningkatkan kesejahteraannya. Karena pada hakikatnya anggaran daerah merupakan alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Pembahasan dan analisa kinerja APBD dalam laporan ini secara khusus dibatasi pada perkembangan kinerja anggaran pemerintah daerah di tingkat Provinsi, sedangkan kinerja anggaran untuk 15 Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Utara belum dapat tersajikan dalam laporan karena terkendala oleh keterbatasan data yang diperoleh. Transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 mencapai Rp5,68 Triliun atau naik 0,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, kenaikan transfer dana dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan komponen dari dana perimbangan yang naik 9,17% (yoy) mencapai jumlah Rp4,43 Triliun. Sementara itu Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus justru mengalami penurunan sebesar 43,88% dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 4.1. Perkembangan Transfer Dana Pusat Ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara (dlm jutaan rupiah)
Dana Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus TOTAL 1
2007 3,796,133 222,918 3,071,594 501,621 160,774 3,956,907
2008 4,375,802 274,401 3,427,845 673,556 280,370 4,656,172
2009 5,282,510 335,993 4,059,322 887,196 393,844 5,676,354
2010
1
5,462,060 330,894 4,431,419 699,748 221,120 5,683,180
Data Update per 20 Juli 2010
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
61
4.1. Dana Perimbangan di Sulawesi Utara Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara Tahun 2010 menunjukkan peningkatan sebesar 3,40% dibandingkan dengan Tahun 2009. Secara agregat, jumlah alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan kota di Sulawesi Utara mencapai Rp5,68 Triliun. Beberapa Kabupaten/Kota bahkan di tingkat Provinsi di Tahun 2010 mengalami penurunan alokasi anggaran dibandingkan tahun lalu. Namun demikian untuk Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) mengalami peningkatan alokasi dana dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan daerah tersebut merupakan daerah pemekaran baru yang membutuhkan dana untuk mengejar target pembangunannya. Tabel 4.2. Dana Perimbangan ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
Berdasarkan alokasi dana perimbangan di masing-masing kabupaten/kota/provinsi di Tahun 2010, Provinsi Sulawesi Utara mendapatkan alokasi terbesar yakni Rp666,51 miliar dengan pangsa 12,20%. Berikutnya adalah Kota Manado sebesar Rp494,52 miliar dengan pangsa 9,05% dari total anggaran, Kabupaten Minahasa sebesar Rp.466,59 dengan pangsa 8,54% dan Kabupaten Sangihe sebesar Rp358,09 miliar dengan pangsa 6,56%. Alokasi dana terendah diperoleh oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan pangsa 4,07% dari total dana perimbangan atau sebesar Rp222,51 milliar. 62
Grafik 4.1. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2009
Grafik 4.2. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2010 1,0%
Pemprov
4,1% 4,2%
Manado
5,2%
12,2%
5,0%
Bitung
5,0%
9,1%
5,4%
Tomohon
Minahasa
Minsel
12,7%
6,0%
4,7%
Minut
9,8%
Bolmong
Talaud
Sangihe
6,4%
7,9%
4,9%
6,6%
8,5%
6,0% 6,4% 6,0%
5,4%
Kotamobagu
Bolmut
Sitaro
Mitra
Boltim
Bolsel
6,5% 8,8%
6,4% 6,3%
6,5%
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
Manado
Bitung
Tomohon
Minahasa
Minsel
Minut
Bolmong
Talaud
Sangihe
Kotamobagu
Bolmut
Sitaro
Mitra
Boltim
Bolsel
1,3% 5,0% 5,0%
4,9%
Pemprov
6,8%
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
Grafik 4.3. Rincian Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2010 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 -
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Umum
Dana Perimbangan
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
Berdasarkan
komponennya,
alokasi
dana
perimbangan di masing – masing wilayah
Grafik 4.4. Komposisi Dana Perimbangan APBD-2010 12,81%
6,06%
administratif di Sulawesi Utara pada APBD Tahun 2010 sebagian besar berasal dari Dana Alokasi Umum. Sementara itu, Dana Bagi Hasil 81,13%
yang diperuntukan guna mengatasi masalah ketimpangan
vertikal
(antara
Pusat
dan
Daerah) yang dilakukan melalui pembagian
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
63
hasil dari sebagian penerimaan perpajakan (nasional) dan penerimaan sumber daya alam antara Pemerintah Pusat dan Daerah penghasil, masih menunjukan persentase yang relatif kecil. Rendahnya pangsa Dana Bagi Hasil mencerminkan bahwa kontribusi Provinsi Sulawesi Utara terhadap penerimaan negara, baik dari segi pajak maupun pengelolaan sumber daya alam masih relatif kecil. 4.2. APBD di Tingkat Provinsi Kinerja keuangan pemerintah pada triwulan III-2010 menunjukan pencapaian yang lebih baik, hal ini tercermin dari realisasi pendapatan dan belanja daerah yang mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III-2010 realisasi belanja pemerintah telah mencapai 67,3%, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan III-2009 yang hanya sekitar 58%. Dari sisi penerimaan, realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah mencapai 85,2%, lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 75,4%. Pencapaian ini didorong oleh naiknya penerimaan dari sisi pajak dan retribusi daerah serta penerimaan lain-lain yang berasal dari hasil penjulalan aset daerah dan penerimaan bunga deposito atas rekening pemda. Peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah terkait dengan meningkatnya aktivitas perekonomian, terutama yang bersumber dari penjualan kendaraan bermotor yang berdampak kepada peningkatan penerimaan atas Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Tabel 4.3. Kinerja APBD Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 September 2010 No I
II
III IV
Uraian Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain PAD yang Sah Belanja Belanja Tidak Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Hibah • Belanja Bantuan Sosial • Belanja Bagi Hasil • Belanja Bantuan Keuangan • Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Barang dan Jasa • Belanja Modal Surplus/(Defisit) Pembiayaan
APBD-P 2009 (Rp Juta) 1.039.060 317.320 668.990 52.750 1.133.170 555.116 314.156 24.110 57.130 145.720 10.000 4.000 578.054 41.224 252.860 283.970 (94.110) 94.110
Realisasi APBD APBD Tw. III-2009 2010 (Rp Juta) Nominal % 783.090 75,4 1.066.545 241.780 76,2 350.031 535.990 80,1 666.514 5.320 10,1 50.000 656.720 58,0 1.093.545 359.466 64,8 607.711 224.176 71,4 355.711 14.680 60,9 63.500 42.890 75,1 45.000 76.270 52,3 132.000 0,0 4.000 1.450 36,3 7.500 297.254 51,4 485.834 24.794 60,1 46.677 127.360 50,4 231.236 145.100 51,1 207.921 126.370 (27.000) (80.900) 329.000
Realisasi APBD Tw. III-2010 Nominal % 908.495 85,2 306.971 87,7 526.589 79,0 74.936 149,9 736.000 67,3 464.096 76,4 247.155 69,5 108.498 170,9 29.951 66,6 74.086 56,1 4.000 100,0 405 5,4 271.905 56,0 27.336 58,6 169.153 73,2 75.416 36,3 172.495 172.026
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
64
4.2.1. Pendapatan Daerah di Tingkat Provinsi Sampai dengan triwulan III-2010 realisasi pendapatan Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp908,5 miliar, atau telah mencapai 85,2% dari target pendapatan dalam APBD. Berdasarkan komponen pembentuknya, sumber penerimaan terbesar berasal dari dana perimbangan (utamanya Dana Alokasi Umum) dengan pangsa 62,5% disusul Penerimaan Asli Daerah (PAD) dengan pangsa 32,8%. Sementara itu, kinerja pemerintah provinsi dalam melakukan berbagai pemanfaatan asetaset yang dimiliki pada triwulan III-2010 mencatat hasil yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini tercermin dari pencapaian realisasi Penerimaan Asli Daerah (PAD) pada triwulan laporan sebesar 87,7% dari target APBD atau meningkat dibandingkan realisasi PAD pada periode yang sama tahun lalu sebesar 76,2%. Berdasarkan komponen pembentuknya, PAD ini terutama bersumber dari penerimaan pajak (89,1%) sedangkan sisanya dalam bentuk retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain. Aktivitas perekonomian yang terus berkembang yang ditunjukkan oleh tingginya penjualan kendaraan bermotor, maraknya pembangunan tempat rekreasi keluarga, menjamurnya rumah makan dan restoran turut menyumbang pendapatan melalui komponen pajak dan retribusi daerah. Namun demikian, pencapaian PAD sepanjang Tahun 2010 tersebut masih relatif kecil bila dibandingkan kebutuhan dana pembangunan di Sulawesi Utara, hal ini tercermin dari relatif rendahnya rasio kemandirian fiskal daerah yaitu perbandingan antara PAD terhadap total belanja yang hanya 32,8%. Hal ini berarti kegiatan ekonomi dan sosial sebagian besar masih digerakkan oleh dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat. Namun demikian, angka rasio kemandirian fiskal daerah telah sedikit mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2009 yang tercatat lebih rendah yakni sebesar 30,5%. Tabel 4.4. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 September 2010 (dlm jutaan rupiah)
Uraian
PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah - Lain-lain Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah
Proporsi APBD-P 2009 APBD 2009 (Rp Juta) (%) 1,039,060 317,320 279,830 10,090 16,300 11,100 668,990 57,480 558,630 52,880 52,750
100.0 30.5 88.2 3.2 5.1 3.5 64.4 8.6 0.0 83.5 7.9 5.1
Realisasi APBD Tw. III-2009 Nominal 783,090 241,780 208,370 5,030
%
Proporsi APBD 2010 APBD 2010 (Rp Juta) (%) 1,066,545 350,031 311,927 11,589
16,370 12,000 535,990 22,810 -
75.4 76.2 74.5 49.9 100 108.1 80.1 39.7 0.0
465,530 47,640 5,320
83.3 90.1 10.1
558,635 52,879 50,000
16,500 10,015 666,514 54,035 965
100.0 32.8 89.1 3.3 4.7 2.9 62.5 8.1 0.1 83.8 7.9 4.7
Realisasi APBD Tw. III-2010 Nominal 908,495 306,971 268,632 8,193 13,554 16,592 526,589 47,240 618 465,651 13,079 74,936
% 85.2 87.7 86.1 70.7 82.1 165.7 79.0 87.4 64.0 83.4 24.7 149.9
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
65
4.2.2. Belanja Daerah di Tingkat Provinsi Pada triwulan III-2010 belanja pemerintah daerah mulai menunjukan peningkatan seiring dengan
mulai
dilaksanakannya
beberapa
program
pemerintah,
terutama
proyek
pembangunan infrastruktur. Total belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD 2010 adalah sebesar Rp1.093 miliar, mengalami sedikit penurunan dibandingkan total belanja pada APBD-P 2009 sebesar Rp1.133 miliar. Realisasi belanja provinsi sampai dengan triwulan III-2010 mencapai Rp736 miliar atau mencapai 67,3% dari target total belanja dalam APBD, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 58%. Menurut komponen pembentuknya, belanja provinsi didominasi untuk belanja tidak langsung dengan pangsa 55,6% atau mencapai Rp607,71 miliar. Sampai dengan triwulan III-2010 realisasi belanja tidak langsung telah mencapai 76,4% atau sebesar Rp464,1 miliar. Sementara itu, belanja langsung memiliki proporsi sebesar 44,6% atau senilai Rp485,83 miliar dari total anggaran belanja secara keseluruhan, dengan nilai realisasi pada triwulan laporan mencapai 56% atau sebesar Rp271,91 miliar. Jika dilihat lebih jauh lagi, dibandingkan dengan tahun 2009 proposi antara belanja langsung dan belanja tidak langsung telah mengalami pergeseran. Pada APBD-P 2009, proporsi belanja langsung tercatat lebih tinggi yakni sebesar 51%. Dalam komponen belanja langsung ini juga terdapat komponen belanja modal, dimana realisasi belanja modal pada triwulan III-2009 jauh lebih tinggi yakni sebesar 51,1% dibandingkan realisasi pada triwulan III-2010 yang hanya tercatat 36,3%. Hal ini menunjukkan bahwa belanja daerah masih banyak dialokasikan untuk konsumsi semata (pembayaran gaji, tunjangan, dan lain sebagainya). Tabel 4.5. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 September 2010 Uraian BELANJA Belanja Tidak Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Hibah • Belanja Bantuan Sosial • Belanja Bagi Hasil • Belanja Bantuan Keuangan • Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Barang dan Jasa • Belanja Modal
APBD-P 2009 (Rp Juta)
Proporsi APBD 2009 (%)
1.133.170 555.116 314.156 24.110 57.130 145.720 10.000 4.000 578.054 41.224 252.860 283.970
100,0 49,0 56,6 4,3 10,3 26,3 1,8 0,7 51,0 7,1 43,7 49,1
Realisasi APBD Tw. III-2009 Nominal 656.720 359.466 224.176 14.680 42.890 76.270 1.450 297.254 24.794 127.360 145.100
% 58,0 64,8 71,4 60,9 75,1 52,3 0,0 36,3 51,4 60,1 50,4 51,1
APBD 2010 (Rp Juta) 1.093.545 607.711 355.711 63.500 45.000 132.000 4.000 7.500 485.834 46.677 231.236 207.921
Proporsi APBD 2010 (%) 100,0 55,6 58,5 10,4 7,4 21,7 0,7 1,2 44,4 9,6 47,6 42,8
Realisasi APBD Tw. III-2010 Nominal 736.000 464.096 247.155 108.498 29.951 74.086 4.000 405 271.905 27.336 169.153 75.416
% 67,3 76,4 69,5 170,9 66,6 56,1 100,0 5,4 56,0 58,6 73,2 36,3
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
66
4.2.3. Kontribusi APBD Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar Peran keuangan daerah terhadap perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 diperkirakan mengalami peningkatan. Dengan melakukan identifikasi terhadap pos-pos belanja dalam APBD provinsi ke dalam 2 (dua) kegiatan utama berdasarkan tabel PDRB sisi permintaan, yaitu konsumsi pemerintah dan belanja modal diperoleh hasil bahwa realisasi konsumsi pemerintah memberikan kontribusi sebesar 7,29% terhadap proyeksi PDRB harga berlaku Provinsi Sulawesi Utara triwulan III-2010 sedangkan realisasi belanja modal hanya memberikan kontribusi sebesar 0,83%. Kontribusi di tingkat kabupaten dan kota relatif sulit untuk diperoleh sehingga hanya besaran-besaran pokok saja yang dimiliki. Secara total, realisasi anggaran belanja dan modal dalam APBD provinsi memberikan kontribusi sebesar 8,12% terhadap PDRB harga berlaku Sulawesi Utara triwulan III-2010. Sementara itu, dampak realisasi APBD provinsi terhadap perkembangan uang beredar sampai dengan posisi 30 September 2010 berada pada kondisi kontraksi yang berarti jumlah pendapatan pemerintah
lebih besar dibandingkan jumlah pengeluaran (belanja
pemerintah).
Tabel 4.6. Kontribusi APBD Provinsi Terhadap Sektor Riil s.d. 30 September 2010 (dlm jutaan rupiah)
Uraian PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah - Lain-lain Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah BELANJA Konsumsi Pemerintah - Belanja Pegawai - Belanja Barang - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bantuan Keuangan - Belanja Tak Terduga - Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) Pembentukan Modal Tetap Bruto (Blnj Modal)
Realisasi APBD % thd PDRB Tw.III-2010 1 (Rp Juta) 908.495 10,03 306.971 3,39 268.632
2,96
8.193
0,09
13.554 16.592 526.589 47.240 618 465.651 13.079 74.936 736.000 660.584 274.490 169.153 108.498 29.951 4.000 405 74.086 75.416
0,15 0,18 5,81 0,52 0,01 5,14 0,14 0,83 8,12 7,29 3,03 1,87 1,20 0,33 0,04 0,00 0,82 0,83
Sumber: Biro Keuangan Daerah Sulawesi Utara, diolah
67
Halaman ini sengaja dikosongkan
68
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Sistem pembayaran adalah sistem yang berkaitan dengan kegiatan pemindahan dana dari satu pihak kepada pihak lain yang melibatkan berbagai komponen sistem pembayaran. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran tunai, kliring, maupun Real Time Gross Settlement (RTGS). Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupaun non tunai merupakan salah satu tugas Bank Indonesia yang diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir kalinya dengan Undang-undang Republik Indonesia No.6 tahun 2009. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Sebagai representasi Bank Indonesia di daerah, fungsi mengatur kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai di Sulawesi Utara dijalankan oleh Kantor Bank Indonesia (KBI) Manado. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, selama triwulan III-2010 transaksi sistem pembayaran di Sulawesi Utara mengalami peningkatan, baik pada sistem pembayaran tunai maupun non tunai. Pada sistem permbayaran tunai, peningkatan ini dapat terkonfirmasi dari tingginya aktivitas transaksi tunai yang mencatat net outflow. Sementara pada pembayaran non tunai, peningkatan ini tercermin dari naiknya nilai dan volume transaksi kliring dan RTGS. Kondisi tersebut sejalan dengan semakin menggeliatnya perekonomian di Sulawesi Utara selama periode laporan. 5.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 5.1.1. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow/Outflow) Aktivitas transaksi tunai di Sulawesi Utara yang dilakukan melalui Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan III-2010 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III-2009. Peningkatan transaksi pembayaran tunai ini tercermin pada kenaikan jumlah uang kartal yang dikeluarkan Kantor Bank Indonesia Manado (outflow) pada triwulan III-2010 sebesar 69
563,67 miliar, naik sebesar 239,9% dari Rp234,96 miliar pada triwulan III-2009 menjadi Rp798,63 miliar pada periode laporan. Sementara itu, aliran uang kartal yang masuk dari masyarakat dan perbankan ke Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan III-2010 hanya tercatat sebesar Rp481,66 miliar. Secara netto, aliran uang kartal selama triwulan laporan berada pada kondisi net outflow sebesar Rp316,97 miliar atau meningkat 179,77%, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp113,29 miliar. Peningkatan ini diperkirakan karena meningkatnya kebutuhan akan uang tunai selama Pilkada Provinsi/Kabupaten/Kota. Selain itu, faktor musiman bulan suci ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri juga meningkatkan kebutuhan masyarakat akan uang tunai terutama untuk transaksi pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan. Hal ini juga terindikasi dari jumlah penukaran uang pecahan kecil di loket KBI Manado selama periode 1 bulan menjelang hari raya yang tercatat sebesar Rp50,37 miliar, meningkat sebesar 46,40% dibandingkan periode yang sama di tahun 2009. Secara bulanan, net outflow tertinggi terjadi pada bulan Juli 2010 sebesar Rp166,87 miliar, berikutnya berturut-turut di bulan Agustus dan September 2010 masing-masing sebesar Rp110,33 miliar dan Rp39,77 miliar. Grafik 5.1. Netflow Aliran Kas Uang Kartal KBI Manado miliar
800 600
400 200 (200) (400) (600) (800) (1.000) Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
Q3
2010
Inflow (+)
613
160
122
235
617
303
482
Outflow (-)
-18
-355
-235
-687
-0,77
-525
-799
Net Flow
595
-195
-113
-453
616
-222
-317
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
5.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam melaksanakan strategi clean money policy, Bank Indonesia Manado melaksanakan kegiatan pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar, dengan melakukan Pemberian 70
Tanda Tidak Berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang telah lusuh/rusak. Proses pemusnahan tersebut telah dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan. Selama triwulan III-2010, rasio PTTB terhadap uang kartal masuk tercatat sebesar 64,11%, telah jauh menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 402,99%. Secara nominal, jumlah uang yang diberi tanda tidak berharga selama triwulan laporan adalah sebesar Rp308,77 miliar, jauh lebih sedikit dibandingkan triwulan III-2009 yang tercatat sebesar Rp490,29 miliar. Penurunan ini mengindikasikan bahwa masyarakat telah memperlakukan uang kertas dengan lebih baik dengan tidak melipat, tidak mengokot (men-staples), tidak meremas serta tidak mencorat-coret uang kertas. Grafik 5.2. Rasio Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Terhadap Inflow 700
%
Miliar
440 400
600
360 320
500
280 400
240 200
300
160 200
120 80
100
40 -
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
613
160
122
235
617
PTTB
303
53
78
490
209
261
297
Rasio
309
8,57
49,00
402,99
89,15
42,35
97,86
64,11
2009
Inflow (+)
Q2
Q3
2010
482
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
5.1.3. Perkembangan Kas Titipan Dalam perannya sebagai regulator di daerah yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan kebutuhan uang yang layak edar bagi masyarakat di wilayahnya, Kantor Bank Indonesia Manado melakukan kegiatan kas titipan. Kegiatan kas titipan ini dilakukan khususnya untuk daerah yang lokasinya cukup jauh dari Kantor Bank Indonesia. Penyelenggaraan kegiatan kas titipan ini dilakukan Kantor Bank Indonesia Manado bekerjasama dengan salah satu bank umum di wilayah Gorontalo dan Tahuna.
71
Grafik 5.3. Netflow Kas Titipan KBI Manado di Gorontalo (Rp. Miliar) 800 600 400 200 0 -200
-400 -600
.
-800 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
Q3
2010
Inflow
621
542
645
629
672
547
726
Outflow
-443
-611
-566
-673
-537
-586
-652
Netflow
178
-69
80
-44
135
-39
74
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
Berbeda dengan aliran uang kartal di KBI Manado, kondisi aliran kas titipan di Gorontalo menunjukkan posisi net inflow. Sepanjang triwulan III-2010 posisi aliran kas titipan Gorontalo menunjukkan nilai net inflow sebesar Rp73,59 miliar. Net inflow yang terjadi selama triwulan laporan didorong oleh tingginya jumlah setoran pada triwulan laporan yang tercatat sebesar Rp726 miliar. Sedangkan aliran uang keluar hanya tercatat sebesar Rp652 miliar. Tingginya aliran uang masuk bertepatan dengan adanya panen raya di Provinsi Gorontalo yang jatuh pada triwulan III-2010, dimana hasil penjualan panen raya ini selanjutnya direspon dengan perilaku masyarakat yang lebih memilih menyimpan uang tunainya kedalam sistem perbankan. Grafik 5.4. Netflow Kas Titipan KBI Manado di Tahuna (Rp. Miliar) 150 100 50 0 -50 -100 -150 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
Q3
2010
Inflow
57
27
40
108
40
39
24
Outflow
-39
-78
-63
-111
-50
-97
-105
Netflow
18
-51
-23
-3
-11
-58
-81
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
72
Selain di Provinsi Gorontalo, kas titipan juga terdapat di Kota Tahuha, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Secara historis, kegiatan kas titipan Tahuna cenderung mengalami net outflow (kecuali pada awal tahun). Pada triwulan III-2010, kas titipan di Tahuna mengalami net outflow sebesar Rp80,75 miliar atau meningkat 252,17% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Kondisi net outflow yang terjadi di khasanah titipan di Tahuna mengindikasikan pembangunan
perkembangan sarana/prasarana
pembangunan pengaman
yang
pantai,
cukup
pesat
pembangunan
antara
rumah
lain
khusus,
pembangunan prasarana dermaga penyebrangan dan pembangunan prasarana bandar udara, yang mendorong bergairahnya aktivitas perekonomian di daerah tersebut. 5.1.4. Penemuan Uang Palsu Penemuan uang palsu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan III2010 menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan III-2010 tercatat sebanyak 106 lembar yang terdiri dari 94 lembar uang pecahan Rp100.000,00, 10 lembar uang pecahan Rp50.000,00,
dan 2 lembar uang
pecahan Rp20.000,00. Tabel 5.1. Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja KBI Manado Pecahan
2008
2009
2010
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
- Rp100.000,-
2
1.014
14
1
14
5
4
18
14
0
94
- Rp50.000,-
17
19
16
135
23
12
6
15
19
3
10
- Rp20.000,-
6
0
1
0
3
0
4
10
0
0
2
- Rp10.000,-
0
2
2
0
0
0
0
2
1
0
0
- Rp5.000,-
0
0
0
0
1
1
0
2
3
0
0
- Rp1.000,-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
25
1.035
33
136
41
18
14
47
37
3
106
Total
Sumber: Bank Indonesia Manado, diolah
Terjadinya peningkatan temuan uang palsu merupakan dorongan bagi Bank Indonesia untuk terus berupaya untuk meminimalisir pergerakan pelaku pemalsuan uang melalui kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Kegiatan sosialisasi tidak hanya dilakukan di Kantor Bank Indonesia, kalangan perbankan, di instansi-instansi pemerintah daerah, akademisi dan sekolah-sekolah namun juga dilakukan di pusat perbelanjaan di kota Manado. Hal tersebut dilakukan mengingat pusat perbelanjaan juga sangat rentan terhadap kegiatan peredaran uang palsu karena tingginya tingkat perputaran uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. Selain itu, secara represif pihak Bank Indonesia juga menjalin kerjasama dengan pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara dalam upaya penanganan proses
73
hukum. Peran serta aktif masyarakat bersama dengan pihak kepolisian diperlukan untuk dapat membongkar sejumlah kasus pemalsuan uang di Sulawesi Utara. 5.2. Perkembangan Alat Pembayaran Non-Tunai Berkembangnya
perekonomian
domestik
telah
berdampak
terhadap
peningkatan
kebutuhan masyarakat akan ketepatan, kehandalan dan keamanan dalam bertransaksi. Berdasarkan latar belakang tersebut, Bank Indonesia secara terus menurus melakukan penyempurnaan dan pengembangan terhadap sistem yang telah ada, termasuk diantaranya melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). 5.2.1. Perkembangan Kliring (Tunai) Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara (tunai) selama triwulan III-2010 mengalami peningkatan, jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak 82.862 lembar dengan nilai Rp1.914 miliar atau meningkat jumlahnya sebesar 11,20% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian lembar warkat yang dikliringkan selama periode laporan tercatat sebanyak 1.315 lembar dengan nilai sebesar Rp30,39 miliar atau tumbuh sebesar 5,82% (yoy). Peningkatan rata-rata jumlah nominal kliring tersebut semakin menegaskan bahwa perekonomian Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan positif yang berkelanjutan. Tabel 5.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong di Wilayah Sulawesi Utara KETERANGAN
2009 Q1
Q2
Perputaran Kliring a. Lembar 72.982 79.557 b. Nominal (Rp miliar) 1.497 1.626 Rata-rata perputaran kliring per hari a. Lembar 1.236 1.282 b. Nominal (Rp miliar) 25,40 26,17 Persentase rata-rata penolakan a. Lembar (%) 0,99 0,96 b. Nominal (%) 0,91 1,08 Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
2010 Q2
Q3
Q4
Q1
Q3
82.114 1.722
84.032 1.860
75.799 1.658
80.399 1.674
82.862 1.914
1.369 28,72
1.384 30,71
1.221 26,73
1.299 27,08
1.315 30,39
1,06 1,27
1,33 1,45
1,02 1,01
2,16 2,44
1,72 1,54
Sementara itu, rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan laporan tercatat 1,72% dari rata-rata lembar warkat yang dikliringkan per hari atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,06%. Sementara itu, dilihat dari segi jumlah nominalnya juga terdapat kenaikan dari 1,27% pada triwulan III-2009 menjadi 1,54% pada triwulan III-2010 dari rata-rata nominal cek dan BG yang dikliringkan per hari.
74
5.2.2. RTGS (Real Time Gross Settlement) Implementasi sistem BI_RTGS di Indonesia yang bermanfaat sebagai sarana penyelesaian akhir transaksi pembayaran semakin menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini dikarenakan BI-RTGS mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko settlement-nya dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian nominal transaksi RTGS selama triwulan III-2010 (dari dan ke wilayah Sulawesi Utara) mencapai Rp2.726,56 miliar atau mengalami peningkatan nilai sebesar 38,41% dibandingkan nilainya di triwulan III-2009. Sejalan dengan jumlah nilainya yang mengalami peningkatan, volume RTGS pada triwulan laporan juga mengalami kenaikan dari 4.362 transaksi di triwulan III2009 menjadi 5.858 transaksi pada triwulan III-2010, atau tumbuh sebesar 34,30% (yoy).
Tabel 5.3. Perkembangan Traksaksi Melalui RTGS - Real Time Gross Settlement TO FROM + TO FROM Nilai Nilai Nilai Volume Volume Volume (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) Apr 254,13 845 623,87 994 878,00 1.839 Mei 250,57 946 515,09 849 765,66 1.795 Jun 156,81 479 494,57 830 651,38 1.309 Tw II-2009 661,51 2.270 1.633,53 2.673 2.295,04 4.943 Jul 127,73 420 539,12 1.388 666,85 1.808 Agust 130,87 502 502,00 800 632,87 1.302 460 526,54 792 670,22 1.252 Sep 143,68 Tw III-2009 402,28 1.382 1.567,66 2.980 1.969,94 4.362 Okt 191,76 718 498,42 799 690,18 1.517 Nov 225,20 748 544,54 941 769,74 1.689 Dec 356,68 1.036 597,55 1.532 954,23 2.568 Tw IV-2009 773,64 2.502 1.640,51 3.272 2.414,15 5.774 Jan 182,88 694 709,22 1.102 892,10 1.796 Feb 192,27 638 553,24 1.339 745,51 1.977 Mar 239,37 833 726,79 1.120 966,16 1.953 Tw I-2010 614,52 2.165 1.989,25 3.561 2.603,77 5.726 Apr 213,78 740 581,82 968 795,60 1.708 Mei 195,30 676 522,58 932 717,88 1.608 Jun 244,18 800 639,48 1.077 883,66 1.877 Tw II-2010 653,26 2.216 1.743,88 2.977 2.397,14 5.193 Jul 239,81 832 767,16 1.120 1.006,97 1.952 Agust 244,27 795 683,53 1.324 927,80 2.119 Sep 186,04 666 605,75 1.121 791,79 1.787 Tw III-2010 670,12 2.293 2.056,44 3.565 2.726,56 5.858 Pertumbuhan (YoY %) 66,58 65,92 31,18 19,63 38,41 34,30 Sumber : www.bi.go.id, diolah Periode
75
Halaman ini sengaja dikosongkan
76
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Seiring dengan membaiknya berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal pada triwulan III 2010, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Utara diindikasikan terus menunjukan perbaikan. Tingkat Pengangguran di Sulawesi Utara pada Februari 2010 menurun, yang tercermin dari nilai TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,48%, merupakan angka terendah sejak tahun 2006. Jumlah penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan masih menunjukkan perkembangan positif pada triwulan laporan. Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor perdagangan dan sektor jasa. Sejalan dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara juga diperkirakan akan meningkat. Kondisi tersebut didasarkan atas beberapa indikator, diantaranya Indeks Ekspektasi Penghasilan yang berada pada level optimis di periode laporan, dan penurunan tingkat kemiskinan. NTP (Nilai Tukar Petani) pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan karena peningkatan Indeks yang Dibayar Petani (IB) lebih besar dari peningkatan Indeks yang Diterima Petani (IT).
6.1. KETENAGAKERJAAN Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara, memasuki triwulan III 2010, diperkirakan masih menunjukkan perkembangan yang positif. Tenaga kerja baru diperkirakan masih banyak terserap oleh beberapa sektor di Sulut. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia, pelaku usaha masih menunjukkan tingkat optimisme peningkatan penggunaan tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai SBT SKDU yang masih bernilai positif sebesar 14,54%, lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai SBT periode triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,67%. Berdasarkan lapangan usahanya selama triwulan laporan, sektor pertanian melakukan penambahan jumlah tenaga kerja seiring dengan berlangsungnya panen raya cengkih di beberapa wilayah di Sulut. Kondisi serupa juga terjadi pada sektor PHR yang diperkirakan 77
juga menyerap tenaga kerja pada triwulan III-2010 sebagai dampak berkembang pesatnya sektor ini dan semakin dikenalnya Kota Manado sebagai kota tujuan pariwisata domestik dan dunia, yang tercermin dari nilai SBT SKDU sebesar 4,88%. Struktur ketenagakerjaan pada periode Februari 2010 tidak terlalu berbeda bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari seluruh penduduk usia 15+, jumlah angkatan kerja tercatat 1.074.256 orang (62,79%) masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bukan angkatan kerja sebanyak 636.668 orang. Jumlah angkatan kerja ini menurun tipis sebesar 0,27% (yoy) atau sebanyak 2.899 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Menurut komponen penyusunnya, apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2010 juga mengalami sedikit penurunan. Tercatat jumlah penduduk yang bekerja berjumlah 961.648 orang, menurun 0,10% (yoy) atau sebanyak 979 orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk yang bekerja, jumlah orang yang mencari kerja pun mengalami penurunan yaitu dari 114.528 orang pada Februari 2009 turun 1,68% (yoy) menjadi 112.608 orang pada Februari 2010. Menurunnya jumlah angkatan kerja selama periode Februari 2009
Februari 2010
mengakibatkan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) di Provinsi Sulawesi Utara mengalami sedikit penurunan dari 63,91% pada Februari 2009 menjadi 62,79% pada Februari 2010. TPAK sebesar 62,79% tersebut dapat diartikan bahwa sekitar 62-63 penduduk Provinsi Sulawesi Utara aktif bekerja dan mencari pekerjaan dari sebanyak 100 orang penduduk yang termasuk ke dalam penduduk usia kerja. Sementara itu, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada Februari 2010 sebesar 10,48%, merupakan angka yang terendah selama sejak Tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa dari sekitar 100 orang penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja hanya 10-11 orang yang menganggur, selebihnya sudah mempunyai perkerjaan. 78
Tabel 6.2. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Sulawesi Utara
Grafik 6.1. Struktur Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Komposisi penduduk Sulawesi Utara yang bekerja menurut sektor lapangan pekerjaan utama relatif sama dibanding keadaan Februari 2009 maupun Agustus 2009. Sektor pertanian (pertanian, perkebunan,kehutanan, perburuan, dan perikanan) masih merupakan lapangan pekerjaan utama sebagian besar penduduk yang bekerja yaitu 332.981 orang (34,63%). Namun demikian sektor ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 386.873 orang. Secara umum bila dibandingkan dengan kondisi pada Februari 2009, seluruh sektor terkecuali sektor pertanian dan angkutan, mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja. Data tersebut menggambarkan bahwa walaupun sektor pertanian paling banyak digeluti oleh tenaga kerja di Sulawesi Utara, namun pangsanya terus menurun dan mengalami pergeseran terutama ke sektor perdagangan, jasa dan angkutan. Pergeseran ini terjadi terkait berkembang pesatnya sektor perdagangan ritel (PHR) dan jasa sebagai dampak semakin dikenalnya Kota Manado sebagai kota tujuan pariwisata domestik dan dunia.
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
79
Berdasarkan statusnya, struktur pekerjaan penduduk pada bulan Februari 2010 mengalami pergeseran. Jika pada periode-periode sebelumnya didominasi oleh berusaha sendiri, pada Februari 2010 status pekerjaan penduduk yang mendominasi bergeser menjadi buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 322.315 orang (33,52%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja terkecil adalah kategori pekerjaan berusaha dibantu buruh tetap buruh dibayar sebanyak 40.962 orang (4,26%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja di daerah perkotaan terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 178.183 orang (47,42%) dan berusaha sendiri sebesar 95.417 orang (25,39%). Sedangkan untuk daerah perdesaan, status pekerjaan penduduk yang bekerja sebagian besar adalah berusaha sendiri yaitu sebesar 164.136 (28,02%) dan buruh/karyawan/pegawai sebesar 144.132 orang (24,60%).
6.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara diperkirakan meningkat di triwulan III tahun 2010. Hal ini terkonfirmasi dengan Indeks Ekspektasi Penghasilan berdasarkan Survei Konsumen (SK) Kota Manado yang mengalami sebesar 155.5 pada triwulan laporan, berada pada level optimis. Secara khusus, kesejahteraan masyarakat petani juga mengalami peningkatan. Kondisi ini tercermin dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Utara selama triwulan III-2010 sebesar 101,87, lebih tinggi dibandingkan NTP triwulan yang sama periode sebelumnya, yang tercatat sebesar 101,54. Adapun kenaikan NTP terutama disebabkan karena berlangsungnya musim panen cengkeh pada beberapa wilayah di Sulawesi Utara. Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2010 kembali mengalami penurunan yang tercatat sebesar 0,69% (yoy). Bila pada Maret 2009 jumlah penduduk miskin Provinsi Sulawesi Utara sebesar 220 juta jiwa maka pada Maret 2010 telah turun menjadi 206,72 juta jiwa. Penurunan angka kemiskinan pada tahun 2010 ini merupakan lanjutan dari tren yang terjadi sejak tahun 2007 yang sejalan dengan tren perkembangan tingkat kemiskinan Nasional. Secara umum, tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara relatif masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat kemiskinan secara nasional.
80
Grafik 6.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Nasional dan Prov. Sulut 18
Grafik 6.3. Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Sulut
%
16 14 12
10 8 6
4 2 0
Juli 06
Mar 07
Mar 08
Mar 09
Sulut
10.76
11.42
10.10
9.79
Mar 10 9.1
Nasional
16.90
16.58
15.42
14.15
13.33
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 6.4. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Selama periode Maret 2009
Maret 2010, garis kemiskinan
meningkat sebesar Rp.9.562, yaitu dari Rp.184.772,- per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp. 194.334,- per kapita per bulan pada Maret 2010. Walaupun terjadi peningkatan nilai Garis Kemiskinan, faktanya tingkat kemiskinan mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan penduduk yang miskin pada tahun lalu mengalami peningkatan dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan Garis Kemiskinan sehingga sebagian dari mereka (12.840 orang) mampu keluar dari kemiskinan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa 81
peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada bulan Maret 2009, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 77,67 persen, pada bulan Maret 2010, peranannya sedikit mengalami penurunan menjadi 77,49 persen. Dengan kata lain peningkatan Garis Kemiskinan dari Maret 2009 ke Maret 2010 lebih disebabkan karena kenaikan harga yang lebih tinggi pada komoditi non makanan dibandingkan pada komoditi makanan. Tabel 6.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut D erah di Sulawesi Utara
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) ternyata mengalami perbaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan menurun dari 1,55 pada Maret 2009 menjadi 1,14 pada Maret 2010. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,36 menjadi 0,24 pada periode yang sama . Nilai indeks (P1) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin besar rata-rata kesenjangan terhadap garis kemiskinan. Indeks ini sering digunakan sebagai dasar penghitungan berapa subsidi yang diperlukan untuk mengentaskan penduduk miskin. Sementara itu nilai indeks (P2) menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Dengan penurunan pada indeks (P1) tersebut berarti selama periode Maret 2009-Maret 2010 ada indikasi bahwa rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin semakin bergerak naik mendekati ke garis kemiskinan. Sedangkan penurunan indeks (P2) menunjukkan bahwa variasi pengeluaran konsumsi penduduk miskin semakin merata dan semakin kecil ketimpangannya. Kedalaman kemiskinan di perdesaan dan perkotaan tidak signifikan berbeda terlihat dari nilai indeks (P1) yang hampir sama yakni 1,16 berbanding 1,12. Sedangkan dari sisi ketimpangan pengeluaran, penduduk miskin di perkotaan cenderung memiliki tingkat 82
ketimpangan yang lebih tinggi dibandingkan penduduk miskin di perdesaan yang ditunjukkan dari disparitas nilai indeks (P2) dimana di perdesaan 0,19 sedangkan di perkotaan mencapai 0,30.
83
BOKS 1. ELASTISITAS KESEMPATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA Pertumbuhan ekonomi Sulawesi utara pada kurun waktu 2007
2010 menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan, hingga pada triwulanI II 2010 laju pertumbuhan mencapai 7,04%. Sektor utama penopang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara dalam kurun waktu tersebut adalah sektor pertanian dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran (PHR). Sementara itu, berdasarkan data BPS sebagian besar penduduk Sulawesi Utara bekerja di sektor pertanian. Pangsa rata-rata penduduk yang bekerja di sektor pertanian dalam kurun waktu 2007 - 2010 tercatat mencapai 38,65% dari total angkatan kerja. Selain bekerja pada sektor pertanian, penduduk Sulawesi Utara juga bekerja pada sektor PHR dan sektor pengangkutan dan komunikasi dengan pangsa rata-rata sebesar 17,84% dan 10,81%. Apabila dibandingkan antara rata-rata pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja dalam kurun waktu 2007 sampai dengan 2010, maka dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan perluasan kesempatan kerja.Hal ini terutama tercermin dari pertumbuhan negatif rata-rata kesempatan kerja pada sektor pertanian dalam kurun waktu 2007-2010. Share rata-rata jumlah tenaga kerja Prov. Sulawesi Utara th. 2007-2010
Sumber : BPS Sulut, diolah
Pertumbuhan Rata-Rata Kesempatan Kerja dan PDRB Prov. Sulawesi Utara th. 2007-2010
Sumber : BPS Sulut, diolah
84
Elastisitas Kesempatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara th. 2007-2010
Sumber : BPS Sulut, diolah
Tingkat elastisitas rata-rata kesempatan kerja terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Utara selama kurun waktu 2007-2010 tercatat 0,36% (inelastis) yang berarti bahwa setiap kenaikan 1% PDRB hanya dapat meningkatkan kesempatan kerja sebesar 0,36%. Berdasarkan sektor ekonominya, elastisitas tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 3,53%. Sementara itu, sektor utama penopang pertumbuhan PDRB Sulawesi Utara, yakni sektor pertanian dan sektor PHR tercatat memiliki tingkat elastisitas rendah, yang tercatat masing-masing sebesar 0,75% dan 0,78%. Hal ini diduga karena pertumbuhan pada sektor ini tidak didukung oleh investasi yang bersifat padat karya dan banyak tenaga kerja sektor pertanian beralih pada sektor lainnya. Berbagai upaya kiranya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan daya saing daerah melalui berbagai kebijakan kondusif yang dapat mendorong investasi dan pada akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
85
Halaman ini sengaja dikosongkan
86
BAB VII PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI & INFLASI
7.1. Prospek Ekonomi Makro Perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan akan terus mengalami akselerasi hingga triwulan IV-2010. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada periode tersebut diperkirakan berada pada kisaran 7,2% (yoy) ± 0,5%, melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV2009 (7,96%) yang lebih banyak didorong oleh adanya multiplier effect perhelatan event berskala internasional. Sumber laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV2010 diantaranya adalah meningkatnya belanja pemerintah menjelang akhir tahun anggaran, berlangsungnya perayaan hari besar keagamaan ( Idul Adha, dan Hari Natal) serta Tahun Baru 2011. Namun demikian, kondisi cuaca yang tidak kondusif dimana musim penghujan relatif berlangsung secara terus menerus menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan perekonomian Sulawesi Utara di triwulan IV-2010. Optimisme pertumbuhan ekonomi pada triwulan
IV-2010
tercermin
Grafik 7.1. Perkembangan Realisasi dan Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha Provinsi Sulawesi Utara
dari
perkiraan ekspektasi pelaku usaha yang
60
meningkat. Hasil Survei Kegiatan Dunia
40
Usaha (SKDU), yaitu pada indikator
30
ekspektasi
yang
20
mengalami kenaikan dengan persentase
10
kegiatan
usaha
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar lebih
tinggi
dari
realisasi
Perkiraan Kegiatan Usaha
(10)
31,44%,
Realisasi Kegiatan Usaha
50
(20)
kegiatan kegiatan usaha pada triwulan
(30)
IV-2009 dengan SBT sebesar 4,37%.
(40)
Q1
Q2 2008
Q3
Q4
Q1
Q2 2009
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4*
2010
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha KBI Manado Triwulan I-1010
Dilihat dari sisi permintaan, kegiatan konsumsi dan ekspor masih mendominasi laju pertumbuhan ekonomi Sulut. Konsumsi masyarakat diperkirakan akan mengalami peningkatan, terkait dengan perayaan Idul Adha yang jatuh pada tanggal 17 November, 5 Desember 2010, Natal dan tahun baru. Peningkatan konsumsi masyarakat juga didukung oleh naiknya daya beli masyarakat karena adanya pendapatan atas hasil panen raya cengkih yang masih terus berlangsung hingga akhir Oktober 2010. 87
Semakin tinggi harga cengkih yang diterima oleh petani/pengumpul akan mendorong peningkatan belanja konsumsi, pada tahap selanjutnya hal ini akan memberikan multiplier effect terhadap sektor lainnya. Kondisi ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui peningkatan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang (termasuk tingkat penghasilan) tercermin dari kenaikan Indeks Ekspektasi Konsumen. Grafik 7.2. Indeks Ekspektasi Konsumen 200 180
Ekspektasi Konsumen Ekspektasi Ekonomi
Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
160 140 120 100
80 60 J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S
40
2009
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
Sementara itu, kinerja ekspor pada triwulan IV-2010 diperkirakan akan membaik. Potensi ekspor Sulawesi Utara yang utama adalah produk kelapa seperti minyak kelapa murni (virgin coconut oil), dan produk turunannya diantaranya adalah tepung kelapa dan arang kelapa. Produk pertanian lainnya yang potensial untuk diekspor adalah kopra, pala dan cengkih. Saat ini, Sulawesi Utara sedang mengalami panen raya cengkih dengan estimasi hasil panen mencapai 15.000 ton. Selain produk pertanian, komoditas yang menjadi andalan eskpor lainnya adalah ikan, baik berupa ikan segar maupun ikan kaleng hasil pengolahan. Namun demikian, peluang tersedianya pasar dan tingginya permintaan dari negara partner dagang belum dapat dioptimalkan oleh perusahaan. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya ketersediaan bahan baku akibat semakin tingginya persaingan usaha yang sejenis di Sulut serta adanya ketergantungan pada alam (cuaca) dalam penyediaan bahan baku. Perkembangan komponen investasi diperkirakan akan lebih tinggi pada triwulan IV-2010, hal ini terkait dengan semakin meningkatnya realisasi proyek-proyek fisik pemerintah menjelang akhir tahun anggaran khususnya untuk proyek infrastruktur diantaranya pembangunan jalan ring road 2 dan ring road 3, pembangunan jembatan lingkar barat Bolaang Mongondow Selatan serta pembangunan sarana umum lainnya seperti pembangunan fasilitas pariwisata dilahan seluas 15 hektar. Sedangkan dari pihak swasta,
88
indikator pertumbuhan investasi dapat dilihat dari rencana dan realisasi investasi khususnya pada bidang pertambangan (tambang emas) di wilayah Minahasa Utara. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih akan ditopang oleh sektor-sektor dominan, seperti sektor PHR, bangunan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Relatif stabilnya pertumbuhan sektor PHR dan sektor pengangkutan lebih ditopang oleh faktor musiman antara lain hari raya Natal dan tahun baru 2011. Sebagai daerah tujuan wisata, pada musim liburan menjelang natal dan tahun baru, load factor penumpang pesawat udara diperkirakan akan mengalami peningkatan, selanjutnya akan mendorong kinerja sektor PHR yang salah satunya tercermin dari tingginya tingkat hunian hotel. Kinerja sektor bangunan akan tumbuh sejalan dengan realisasi proyek pemerintah yang terus berjalan menjelang akhir tahun anggaran. Sementara itu, kinerja sektor pertanian juga relatif lebih baik, yang tercermin dari Angka Ramalan (ARAM) III-2010 untuk beras, jagung dan kedelai yang mengalami peningkatan produksi. Namun demikian, yang perlu diwaspadai adalah keadaan cuaca yang kurang kondusif dapat berpotensi mengahambat produktivitas sektor pertanian khususnya subsektor tanaman bahan makanan (tabama). Tabel 7.1. Produksi, Hasil Per Hektar dan Luas Panen Tanaman Padi dan palawija di Provinsi Sulawesi Utara Jenis Tanaman Produksi (Ton) Padi (Sawah+Ladang) Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Produktivitas (Ku/Ha) Padi (Sawah+Ladang) Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Luas Panen (Ha) Padi (Sawah+Ladang) Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
ARAM III-2010
Perubahan 2009-2010 (%)
2008
2009
520.193 466.061 7.217 8.640 2.381 83.656 42.152
549.087 450.989 7.667 8.493 2.680 77.206 53.121
589.238 493.317 9.064 9.370 2.195 88.425 51.846
7,31 9,39 18,22 10,33 (18,10) 14,53 (2,40)
47,31 35,36 13,81 13,14 13,29 130,96 98,65
47,85 35,69 13,57 13,17 12,62 130,70 97,83
48,8 36,58 13,26 13,12 12,73 130,71 97,95
1,99 2,49 (2,28) (0,38) 0,87 0,01 0,12
109.951 131.791 5.227 6.573 1.791 6.388 4.273
114.745 126.349 5.652 6.450 2.123 5.907 5.430
120.740 134.856 6.836 7.144 1.724 6.765 5.293
5,22 6,73 20,95 10,76 (18,79) 14,53 (2,52)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
89
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara selama 2010 diperkirakan sebesar 7,07% ± 0,5% (yoy). 7.2. Prakiraan Inflasi Laju inflasi Kota Manado pada triwulan IV-2010 atau inflasi tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,1% ± 0,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar 2,31% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan IV-2010 terutama disebabkan oleh tekanan eskternal dan interaksi permintaan dan penawaran yang relatif tinggi serta hasil panen bahan makanan yang kurang maksimal.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1
Grafik 7.3. Perkembangan dan Perkiraan Inflasi Kota Manado (% yoy)
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2009
Q3
Q4*
2010
Ket: *Proyeksi Inflasi Bank Indonesia Manado
Faktor fundamental diperkirakan akan menjadi faktor penyebab tingginya laju inflasi Kota Manado pada triwulan IV-2010. Ekspektasi masyarakat diduga akan lebih tinggi menjelang perayaan Idul Adha, hari raya natal, dan tahun baru 2011. Hal ini tercermin dari hasil ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang dalam Survei Konsumen sebesar 144 pada akhir triwulan III-2010 menjadi 152 pada akhir triwulan IV-2010. Grafik 7.4. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Manado Dalam Saldo Bersih Tertimbang (SBT) 190
Ekspektasi Harga 3 bln yad
Ekspektasi Harga 6 bln yad
180 170 160 150 140 130 120
110 100 Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust Sep
Okt
Nop
Des
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
90
Sejalan dengan ekspektasi masyarakat, interaksi permintaan dan penawaran menjelang perayaan hari keagamaan tersebut akan semakin melambungkan harga. Selain itu, tekanan eksternal berupa kenaikan harga emas internasional dan harga kedelai turut mendorong tekanan harga kedepan. Sementara itu, penyebab inflasi yang bersumber dari faktor non fundamental disebabkan oleh hasil panen tanaman bahan makanan yang tidak maksimal karena terganggu oleh cuaca yang kurang kondusif. Jika dilihat berdasarkan kelompoknya, kelompok bahan makanan, kelompok transpor dan kelompok sandang diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi yang cukup tinggi. Melonjaknya permintaan komoditi daging yang biasa terjadi menjelang hari raya Idul Adha dan Natal mengakibatkan kenaikan harga yang cukup
tinggi. Tekanan harga gula
diperkirakan akan tetap tinggi, karena pasokan yang semakin menipis. Kondisi ini akan semakin tidak terkendali jika pemerintah masih membatasi penggunaan gula rafinasi yang hanya untuk kalangan industri. Selain itu, kondisi cuaca yang tidak menentu akan berdampak terhadap hasil pertanian khususnya sayur-sayuran dan buah-buahan. Hal ini berdampak terhadap berkurangnya pasokan komoditi-komoditi tersebut yang tercermin dari indeks ketersediaan barang dan jasa pada Survei Konsumen yang turun dari indeks 172 pada akhir triwulan III-2010 menjadi 138 di akhir triwulan IV-2010. Grafik 7.5. Indeks Ketersediaan Barang dan Jasa 180
170 160 150 140 Indeks Ketersediaan Barang & Jasa
130 120 Jan
Feb Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust Sep Okt Nop Des
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
Di samping faktor-faktor diatas, guna meminimalisir dampak ekspektasi masyarakat terhadap tekanan inflasi, keberadaan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sebagai komitmen Bank Indonesia, Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, perbankan dan pelaku usaha, diharapkan dapat mengawal kestabilan inflasi daerah yang diwujudkan dalam pelaksanaan Forum TPID guna membahas sumber dan potensi tekanan inflasi kedepan. 91
7.3.
Prospek Perbankan
Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih cukup baik. Kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 6,5% mendorong perbankan untuk lebih ekspansif dalam melakukan pembiayaan yang didukung oleh kecenderungan menurunnya suku bunga kredit. Sementara itu, jumlah Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada triwulan mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh potensi meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan realisasi hasil penjualan panen raya cengkeh dan potensi membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara. Grafik 7.6. Indeks Ekspektasi Tingkat Suku Bunga (SBT) 150 Tingkat Suku Bunga 145
140 135 130 125 120 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul Agust Sep
Okt
Nop
Des
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
Hasil rekapitulasi Rencana Bisnis Bank (RBB) 2010 menunjukkan bahwa perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan penyaluran kreditnya hingga 25
30%, lebih
tinggi dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang hanya berada pada kisaran 17%. Tingkat suku bunga perbankan sampai dengan saat ini masih bergerak dengan kisaran yang relatif terbatas. Penurunan BI Rate tidak langsung direspon oleh perbankan dengan menurunkan tingkat suku bunganya. Sampai dengan September 2010, tingkat suku bunga deposito tercatat sebesar 5,90%, mengalami tren penurunan terbatas dibandingkan Agustus 2010 sebesar 5,93%. Sejalan dengan hal tersebut tingkat suku bunga kredit pada September 2010 tercatat sebesar 15,68%, mengalami penurunan tipis dari posisi bulan Agustus 2010 sebesar 15,74%. Perbankan diharapkan dapat lebih menurunkan tingkat suku bunga kreditnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan sektor riil. Hal ini sesuai dengan ekspektasi konsumen yang mengharapkan adanya penurunan tingkat suku bunga pada triwulan IV-2010.
92
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN PDRB Mtm Qtq Yoy Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks Kondisi Ekonomi Indeks Ekspektasi Konsumen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dana Perimbangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Inflasi
Volatile Foods Administered Price M1 M2
Mo
Uang Kartal Uang Giral
NIM
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu Month to Month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya. Quarter to Quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya. Year on Year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100 Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100 Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100 Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi. Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli. Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan. Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu. Salah satu disagregasi inflasi , yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah. Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indicator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing). Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral. Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum. Terdiri dari rekening giro masyarakat masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter. Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
93
NPLs Restrukturisasi kredit UMKM UYD Inflow Outflow Netflow PTTB
Singkatan dari non performing loan disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI. Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan. Singkatan dari Sektor Usaha Mikri, Kecil Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 Juta s/d Rp 5 Milyar. Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank. Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum. Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI. Selisih antara outflow and inflow. Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalm kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
94