KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sulawesi Utara
Triwulan IV – 2008
Kantor Bank Indonesia Manado
0
Kata Pengantar Sesuai Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga) tugas yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank.
Sejalan dengan itu dan diperkuat oleh momentum otonomi daerah, setiap Kantor Bank Indonesia (KBI) yang berada di daerah, termasuk KBI Manado dituntut berperan sebagai ”economic intelligent and research unit” yang diharapkan mampu memberikan informasi ekonomi dan keuangan daerah yang akurat, menyeluruh, dan terkini sebagai bahan masukan Kantor Pusat Bank Indonesia dalam perumusan dan penetapan kebijakan moneter yang tepat sasaran. Penyajian informasi ekonomi dan keuangan daerah tersebut, disusun dalam bentuk Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sulawesi Utara, yang berisi kajian dan analisis meliputi tingkat inflasi, PDRB, dan kinerja produksi kegiatan dunia usaha, perbankan dan sistem pembayaran serta keuangan daerah secara triwulanan.
Di samping itu, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas Bank Indonesia melalui penyampaian informasi mengenai kondisi perekonomian dan keuangan kepada stakeholder maka KBI perlu menyampaikan informasi dimaksud kepada stakeholder di daerah seperti pemerintah daerah, lembaga pendidikan, institusi keuangan, dan lembaga lainnya di daerah. Kami senantiasa mengharapkan masukan dan saran untuk meningkatkan kualitas dan manfaat laporan di masa yang akan datang. Akhir kata, kiranya laporan ini dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan dan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Manado, 31 Desember 2008 BANK INDONESIA MANADO
Jeffrey Kairupan Pemimpin
U
U
1
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTITF
halaman 4
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
halaman 10
Sisi Permintaan
halaman 11
Sisi Penawaran
halaman 19
Analisis LQ (Location Quatient)
halaman 29
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
halaman 32
Inflasi Tahunan (Y.o.Y)
halaman 32
Inflasi Bulanan (M.t.M)
halaman 34
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
halaman 37
Fungsi Intermediasi
halaman 37
Risiko Kredit
halaman 48
Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
halaman 53
BOX 1. Realisasi Pembiayaan Perbankan Terhadap Komoditi Jagung, Padi,
Halaman 55
Rumput Laut, Kelapa dan Sapi Potong Triwulan IV-2008
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
halaman 57
Keuangan Daerah di Tingkat Provinsi
halaman 58
Keuangan Daerah Sulawesi Utara (Kab/Kota/Provinsi)
halaman 63
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
halaman 67
Perkembangan Aliran Uang Kartal
halaman 67
Penemuan Uang Palsu
halaman 70
Perkembangan Kliring Lokal (Tunai)
halaman 71
RTGS (Real Time Gross Settlement)
halaman 72
BOX 2. Perkembangan Uang Kartal di Wilayah Kerja KBI Manado Sepanjang Tahun 2008
halaman 73
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
halaman 75
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Pengangguran
halaman 75
Kemiskinan
halaman 79
Rasio Gini
halaman 81
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
halaman 81
PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
halaman 83
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
halaman 83
2
Prakiraan Inflasi
halaman 88
Daftar Istilah dan Singkatan
halaman 90
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Kantor Bank Indonesia Manado Jl. 17 Agustus No. 56 Ph. 0431-868102, 868103, 868108 Fax. 0431-866933 Email :
[email protected] HT
UTH
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Makro Ekonomi Regional Kinerja perekonomian Indonesia pada Triwulan IV-2008 ditandai dengan mulai terasanya imbas memburuknya perekonomian global...
Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan IV - 2008 ditandai dengan mulai terasanya imbas memburuknya perekonomian global pada perekonomian domestik. Berlanjutnya pelemahan ekonomi global dan turunnya harga-harga komoditi telah menekan ekspor Indonesia yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya kinerja neraca pembayaran dan nilai tukar. Di pasar keuangan, krisis keuangan global telah menyebabkan gejolak di pasar uang, pasar valas, dan pasar obligasi. Namun, dampak krisis keuangan AS belum terlalu berpengaruh pada perekonomian regional Sulawesi Utara. Hal ini tercermin dari masih tingginya laju pertumbuhan ekonomi pada trwulan IV - 2008 yang tumbuh
..laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di Tahun 2008 mencapai 7,55%, lebih tinggi dibandingkan Tahun 2007 sebesar6,47%.
Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh kegiatan ekspor dan konsumsi...
8,01% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
sebesar
7,25%
(y.o.y).
Secara
agregat,
laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di Tahun 2008 mencapai 7,55%, lebih tinggi dibandingkan Tahun 2007 sebesar 6,47%.
Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh kegiatan ekspor dan konsumsi. Namun, kinerja ekspor
selama
triwulan
laporan
mulai
memperlihatkan
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya sebagai dampak menurunnya permintaan dunia akibat krisis ekonomi global. Menurut komoditasnya, produk pertanian seperti bungkil serta minyak mentah dari kopra merupakan andalan ekspor. Sementara itu, peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan lebih disebabkan oleh berlangsungnya perayaan hari besar keagamaan (lebaran dan natal) selama triwulan laporan serta persiapan perayaan Tahun Baru 2009. Dari sisi penawaran, pertumbuhan Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV ekonomi disumbangkan oleh 2008 disumbangkan oleh seluruh sektor yang ada bahkan dengan seluruh sektor yang ada ... 4
kinerja yang lebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu kecuali sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Tercatat sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor pertanian memberikan andil yang dominan dalam struktur perekonomian. Keadaan ini berbeda bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dimana kinerja sektor pertanian kurang menggembirakan sehingga bukan merupakan sektor dominan penyumbang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara.
Perkembangan Inflasi Daerah Tekanan harga di Kota Manado selama triwulan IV-2008 memperlihatkan penurunan...
Tekanan harga di Kota Manado selama Triwulan IV – 2008 memperlihatkan penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Pada Desember 2008, inflasi Kota Manado tercatat 9,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan dengan akhir triwulan lalu dan periode yang sama tahun lalu. Demikian pula jika dibandingkan dengan laju inflasi nasional sebesar 11,06% (y.o.y), maka laju inflasi kota Manado masih jauh lebih rendah. Salah satu penyebab utama penurunan angka inflasi ini adalah adanya kebijakan penurunan harga BBM pada bulan November dan Desember. Penurunan harga BBM ini sekaligus berdampak pada menurunnya harga bahan baku dan biaya transportasi.
Perkembangan Perbankan Daerah Kinerja perbankan pada triwulan IV – 2008 cukup baik...
Kinerja
perbankan
pada
triwulan
IV–2008
cukup
baik
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan total asset, kredit dan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun, membaiknya rasio kualitas kredit (NPL) serta diperkuat dengan peningkatan rasio fungsi intermediasi perbankan Loan To Deposit Ratio (LDR). Peningkatan LDR ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah kredit yang lebih signifikan dibandingkan pertumbuhan dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan. Sementara itu, walaupun tetap tumbuh positif selama triwulan laporan, namun pertumbuhan kredit tidak lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Salah satu pemicunya adalah kenaikan BI rate menjadi 9.5% pada bulan oktober 2008 ditambah 5
lagi perlambatan perekonomian akibat dampak dari krisis global yang direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan kreditnya. Sedangkan membaiknya kualitas kredit lebih didorong karena bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya mengingat dampak dari krisis global yang masih menghantui perekonomian dalam negeri.
Perkembangan Keuangan Daerah (APBD) Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara terus meningkat...
Alokasi
dana
perimbangan
dari
pemerintah
pusat
ke
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara terus meningkat. Secara total, jumlah alokasi dana dari pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan kota di Sulawesi Utara pada Tahun 2008 mencapai Rp4,33 Triliun atau naik 16,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tingkat provinsi, target penerimaan APBD-P di Tahun 2008 ditetapkan sebesar Rp924,74 milliar sedangkan target pengeluaran sebesar Rp973,58 milliar. Sampai dengan akhir Tahun 2008, kinerja keuangan daerah di tingkat provinsi menunjukkan hasil yang menggembirakan tercermin dari peningkatan persentase realisasi penerimaan dan pengeluaran dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi penerimaan daerah sampai dengan Desember mencapai Rp965,07 milliar atau 104,36% dibandingkan target awal Tahun 2008. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar 97,69%. Sedangkan realisasi pengeluaran daerah mencapai jumlah Rp973,58 milliar atau 93,76% dibandingkan target awal tahun. Pencapaian ini juga masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar 92,61%.
Perkembangan Sistem Pembayaran Aliran uang kartal di khasanah Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado Kantor Bank Indonesia Manado selama triwulan IV – 2008 berada pada triwulan IV – 2008 berada pada kondisi net outflow, yang pada kondisi net outflow... berarti aliran uang keluar dari khasanah lebih besar dibandingkan
aliran uang masuk. Hal ini mengindikasikan pada akhir tahun 2008 kondisi perekonomian Sulut cukup bergairah. Meningkatnya penggunaan uang kartal ini terjadi karena tingginya permintaan 6
masyarakat akan uang kartal untuk melakukan transaksi menjelang hari raya Natal dan tahun baru. Mengacu pola aliran uang kartal pada tahun-tahun sebelumnya, kondisi net outflow pada setiap akhir tahun ini merupakan suatu pola musiman.
Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Manado menunjukkan adanya peningkatan...
Penemuan uang palasu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado menunjukkan adanya peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado selama Triwulan IV - 2008 sebanyak 136 lembar yang terdiri dari 135 lembar pecahan Rp50.000,- dan 1 lembar pecahan Rp.100.000,-. Untuk meminimalisir pergerakan pelaku pemalsuan uang, Kantor Bank Indonesia Manado berusaha meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui kegiatan sosialisasi.
Kegiatan kliring lokal dan RTGS menunjukkan perkembangan yang menggembirakan...
Kegiatan kliring lokal (tunai) dan RTGS (Real Time Gross Settlement) menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dari waktu ke waktu. Perkembangan kliring lokal pada triwulan IV 2008 sebanyak 85.612 lembar dengan nilai Rp1,8 triliun atau meningkat 1.14% dibandingkan periode yang sam tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif. Sementara itu, rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan laporan tercatat 0.98% dari total lembar warkat yang dikliringkan atau meningkat cukup drastis dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya 0.55%.
Perkembangan
Ketenagakerjaan
Daerah
dan
Kesejahteraan Masyarakat ...TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) di Sulawesi Utara pada Agustus 2008 mengalami penurunan...
Perkembangan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara pada Agustus 2008 mengalami perbaikan dibandingkan periode Agustus 2007 tercermin dari rasio TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,65% atau turun dibandingkan dengan periode Agustus 2007 sebesar 12,35%. Menurut lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi 7
pergeseran
ke
sektor
lainnya,
terutama
sektor
konstruksi.
Berdasarkan persebarannya, Manado masih menjadi daerah dengan jumlah angkatan kerja terbesar dan angka pengangguran tertinggi. Membaiknya angka ketenagakerjaan ini ternyata diiringi pula oleh menurunnya angka kemiskinan untuk posisi Maret 2008 yang tercatat 10,10% atau berjumlah 223,5 ribu orang. Angka kemiskinan ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat 11,42%. Berdasarkan lokasinya, sebagian besar masyarakat miskin di Provinsi Sulawesi Utara (67,51%) berdomisili di daerah pedesaan sedangkan sisanya berada di perkotaan. Beberapa sektor/lapangan usaha yang banyak digeluti dan menyerap banyak tenaga kerja diantaranya adalah sektor pertanian, perdagangan dan angkutan.
Outlook Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Utara Tahun 2009 diperkirakan tumbuh 6,7 – 7,2% (y.o.y)...
Perekonomian Sulawesi Utara di 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,7 - 7,2%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global dan nasional yang ditandai oleh resesi di negara mitra dagang utama dan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang. Resesi dan perlambatan ekonomi tersebut, yang kemudian diikuti oleh penurunan harga komoditas produk ekspor dan terbatasnya trade financing,
mengakibatkan
pertumbuhan
ekspor
di
2009
diprakirakan jauh lebih rendah dibandingkan dengan 2008. Menurunnya pertumbuhan ekspor diprakirakan akan memengaruhi daya beli masyarakat dan akan berdampak pada turunnya konsumsi rumah tangga. Dari sisi sektoral, perlambatan sektor eksternal diprakirakan berdampak langsung ke sektor tradable (sektor industri pengolahan, pertanian, dan pertambangan).
Outlook Inflasi Regional Prospek inflasi Kota Manado pada Tekanan inflasi Kota Manado pada 2009 diprakirakan cenderung 2009 cenderung menurun menuju menurun menuju kisaran 6,0% ± 1%. Secara fundamental, kisaran 6,0% ± 1%...
penurunan tekanan inflasi didukung oleh turunnya imported inflation sejalan dengan turunnya harga komoditi, pangan dan 8
energi dunia, serta terkendalinya ekspektasi inflasi. Selain itu, produksi pangan di dalam negeri yang sangat baik dalam tahun 2008, serta adanya perlambatan permintaan agregat merupakan faktor penunjang pencapaian inflasi yang rendah pada 2009. Dari sisi non fundamental, penurunan inflasi tahun 2009 didukung oleh terjaganya pasokan dan kelancar kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok serta minimnya administered prices.
9
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2008 ditandai dengan mulai terasanya imbas memburuknya perekonomian global pada perekonomian domestik. Berlanjutnya pelemahan ekonomi global dan turunnya harga-harga komoditi telah menekan ekspor Indonesia yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya kinerja neraca pembayaran dan nilai tukar. Di pasar keuangan, krisis keuangan global telah menyebabkan gejolak di pasar uang, pasar valas, dan pasar obligasi. Namun, di sisi lain, melemahnya harga komoditas dunia, serta melambatnya permintaan agregat mendorong turunnya tekanan inflasi. Ke depan, Tahun 2009 diperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi akan terus melambat dan tren inflasi diperkirakan akan terus menurun sehingga diperkirakan mencapai 5-7%.
Dari sisi penawaran, meski berangsur tumbuh melambat, kontribusi sektor industri pengolahan, perdagangan dan pengangkutan terhadap total pertumbuhan ekonomi masih dominan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan IV-2008 diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal itu dipengaruhi oleh permintaan ekspor yang turun cukup drastis pada triwulan berjalan. Sementara itu, pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diperkirakan mengalami perlambatan seiring dengan penurunan daya beli masyarakat. Di sisi lain, sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2008 diperkirakan masih tumbuh tinggi. Meskipun
diperkirakan sedikit mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode
sebelumnya, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi masih berada di atas ratarata tahun 2007. Berdasarkan asesmen tersebut, Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan IV-2008 diprakirakan akan tumbuh mencapai 5,7% (y.o.y).
Berbeda dengan perekonomian nasional, dampak krisis keuangan AS belum terlalu berpengaruh pada perekonomian regional di Sulawesi Utara. Hal ini tercermin dari masih tingginya laju pertumbuhan ekonomi pada trwulan IV-2008 yang tumbuh 8,01% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,25% (y.o.y). Secara agregat, laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di Tahun 2008 mencapai 7,55%, lebih tinggi dibandingkan Tahun 2007 lalu yang hanya 6,47%.
10
A. SISI PERMINTAAN Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh kegiatan ekspor dan konsumsi. Namun demikian, kinerja ekspor selama triwulan laporan mulai memperlihatkan
perlambatan
dibandingkan
triwulan
sebelumnya
menurunnya permintaan dunia akibat krisis ekonomi global.
sebagai
dampak
Menurut komoditasnya,
produk pertanian seperti bungkil serta CNO/CCO (minyak mentah dari kopra) merupakan andalan ekspor. Sementara itu, peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan lebih disebabkan oleh berlangsungnya perayaan hari besar keagamaan (lebaran dan natal) selama triwulan laporan serta persiapan perayaan Tahun Baru 2009. Tabel 1.1. Pertumbuhan dan Kontribusi PDRB Provinsi Sulawesi Utara Menurut Jenis Penggunaan (%)
Jenis Penggunaan Konsumsi Konsumsi Sw asta Konsumsi Pemerintah PMTB Stok Ekspor Impor PDRB
2006
2007
2.40 2.19 2.80 14.70 81.72 19.46 21.54
Q4 3.95 4.37 3.20 23.35 88.02 0.43 2.14
6.18
7.25
2007
2008
4.27 5.41 2.01 19.08 15.35 5.76 8.55
Q3 3.01 2.26 4.60 15.56 50.24 72.08 79.29
6.47
7.88
Q4 Kontribusi 3.33 2.18 2.63 1.11 4.60 1.07 9.40 2.13 50.24 0.55 60.39 27.34 70.34 24.19 8.01
2008 1.46 -0.02 4.51 10.60 45.79 63.21 68.68
8.01
7.55
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
1. Konsumsi Perlambatan kegiatan konsumsi swasta (konsumsi rumah tangga dan perusahaan) sebagai dampak dari menurunnya daya beli masyarakat ternyata masih dapat terselamatkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat menjelang dan saat perayaan hari raya dan persiapan Tahun Baru 2009. Selama triwulan IV-2008, kegiatan konsumsi tumbuh 3,33% (y.o.y) dengan kontribusi 2,18% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum. Berdasarkan komponen penyusunnya, konsumsi swasta memberikan kontribusi sebesar 1,11% sedangkan konsumsi pemerintah sebesar 1,07% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum. Aktivitas kegiatan konsumsi pemerintah antara lain tercermin dari meningkatnya realisasi belanja pemerintah provinsi hingga akhir Tahun 2008 yang telah mencapai 93,76% atau berjumlah Rp912,86 milliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang baru 92,61%. Secara tahunan, laju pertumbuhan kegiatan konsumsi Tahun 2008 sebesar 1,46% atau turun dibandingkan Tahun 2007 lalu sebesar 4,27%.
Peningkatan kegiatan konsumsi khususnya khususnya konsumsi rumah tangga antara lain dapat dikonfirmasi melalui hasil Survey Konsumen (SK) Kota Manado. Berdasarkan hasil survey tersebut periode Desember 2008, sebagian besar konsumen menyatakan bahwa 11
kondisi ekonomi saat ini lebih baik dibandingkan 3-6 bulan sebelumnya dengan level indeks 113,00 (level indeks > 100 berarti optimis). Kondisi ini berbeda dibandingkan 2 (dua) bulan sebelumnya dimana sebagian besar konsumen menilai bahwa kondisi ekonomi saat ini lebih buruk dibandingkan 3-6 bulan yang lalu. Menurut komponen penyusunnya, indeks penghasilan saat ini dan indeks ketersediaan lapangan kerja berada pada level optimis (lebih baik dibandingkan 3-6 bulan yang lalu) sedangkan indeks pembelian bahan tahan lama berada pada level pesimis. Grafik 1.2. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen 150
Indeks Keyakinan Ko nsumen Ko ndisi Eko no mi Saat Ini
140
160
Ekspektasi Ko nsumen
Ko ndisi Eko no mi Saat Ini
P enghasilan Saat Ini
P embelian B arang Tahan Lama
Ketersediaan Lap. Kerja
130
140
120 110
120
100
100
90 80
80
70
60 60
40
50 J
F
M
A M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
M
A
2007
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F M
2007
2008
A
M
J
J
A
S
O
N
D
2008
Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado
Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado
2. Investasi Di tengah krisis ekonomi global yang saat ini yang berdampak pada perekonomian nasional, kegiatan investasi di Sulawesi Utara selama Triwulan IV-2008 masih tumbuh 9,40% (y.o.y) dengan kontribusi sebesar 2,13% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum. Perkembangan
kegiatan
investasi
antara
lain
dapat
dikonfirmasi
dengan
data
perkembangan penjualan semen dan perkembangan indeks bahan bangunan berdasarkan hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado. Penjualan semen selama triwulan IV-2008 mencapai 126 ribu ton atau meningkat 22,11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, perkembangan indeks bahan bangunan memperlihatkan trend peningkatan dari 198,9 pada Desember 2007 meningkat menjadi 367,7 atau tumbuh 84,9% (y.o.y). Pertumbuhan indeks ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 28,02%. Sementara itu, berbagai persiapan terkait dengan penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) di Tahun 2009 antara lain berupa pembangunan berbagai proyek jalan, jembatan, lapangan udara dan infrastruktur lainnya juga turut andil mendorong laju pertumbuhan kegiatan investasi selama triwulan laporan.
12
Grafik 1.3. Perkembangan Penjualan Semen di Sulawesi Utara
Grafik 1.4. Pertumbuhan Indeks Bahan Bangunan dan Kredit
140,000
140
120,000
120
100,000
100
80,000
80
126,713
123,142
128,946
95,131
96,488
98,442
40,000
103,769
gKredit Konstruksi (y.o.y)
103,186
60,000
gIndeks B ahan Bangunan (y.o.y)
60 40 20
20,000 -
-
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
J FM A M J J A SO N D J FM A M J J A S O N D J FM A M J J A S O N D
Q4 (20)
2007
2008
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
2006
2007
2008
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
Melalui penyelenggaraan WOC diperkirakan Sulawesi Utara akan mampu menyerap dana ± Rp 5 – 6 Triliun baik yang berasal dari dana APBN, APBD dan investor swasta, dengan rincian sebagai berikut : 1. Alokasi dana APBD kabupaten/kota/provinsi bagi suksesnya penyelenggaraan WOC yang jumlahnya ± Rp 1,2 Triliun. 2. Alokasi dana APBN melalui beberapa instansi vertikal seperti departemen pekerjaan umum, departemen perhubungan, departemen kesehatan, dll, yang total jumlah dananya hampir mencapai Rp 859 milliar, dengan rincian kegiatan sebagai berikut : Tabel 1.2. Pembangunan Infrastruktur Penunjang WOC K EGI A T A N
TARGET
Pekerjaan Umum Pembangunan Jln Manado-Mapanget 11.8 km Pembangunan Jembatan Soekarno 491 m Pengembangan Air Minum 40 ltr/det Pembangunan Jalan Boulevard II 4 km Pembangunan Drainase dalam kota 25 km Normalisasi dan Perkuatan Tebing Sungai 1 km Pembangunan Jalan Ring Road II 7,7 km Pembangunan Jembatan Sario 25 m Saringan Sampah Hidrolik 3 lokasi Pembangunan RS Taraf Internasional 1 unit Perhubungan Perluasan Apron Bandara Sam Ratulangi 29.622 M2 Perluasan Terminal Penumpang Bandara 9.000 M2 Perluasan Lapangan Parkir Bandara 8.500 M2 Pengadaan Garbarata 2 unit Pemasangan Eskalator 2 unit Pembangunan Dermaga Penyeberangan Bunaken Pembangunan Dermaga Penyeberangan Manado Pengadaan Kapal Penyeberangan Manado-Bunaken TOTAL
Rencana Biaya (dlm Milliar Rp) 66.0 180.0 15.0 40.0 19.5 7.5 146.4 7.5 70.0 150.0 50.0 73.4 6.7 8.0 3.0 6.0 6.0 5.0 859.99
3. Dana yang bersumber dari masuknya investor swasta untuk berinvestasi di Provinsi Sulawesi Utara diantaranya dengan melakukan pembangunan delapan hotel baru dengan nilai investasi sebesar Rp 968 milliar serta proses pembangunan Grand 13
Kawanua International City dengan nilai investasi ± Rp1,25 trillun yang peletakan batu pertamanya dilaksanakan pada awal Tahun 2008 dan saat ini sedang dalam proses pengerjaan. Pembangunan Grand Kawanua International City tersebut nantinya akan mengambil konsep hunian di tengah kota dengan berbagai sarana dan prasarana pendukung diantaranya adalah rumah sakit internasional, gedung convention centre yang mampu menampung lebih dari 3000 orang, lapangan golf 18 hole, pusat bisnis serta Hotel Accord (berbintang 5). Semuanya ini diperkirakan akan memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi kegiatan investasi. Tabel 1.3. Pembangunan Hotel – Hotel Baru Pendukung WOC No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Hotel Sintesa Peninsula Novotel Swiss Bell Maleosan Aston Hotel Accord Ibis/Formula I Gran Central 2/Travello Sutan Radja Lucky Inn Total
Investasi Rp 150 Milliar Rp 98 Milliar Rp 91 Milliar Rp 30 Milliar Rp 360 Milliar Rp 30 Milliar Rp 200 Milliar Rp 9 Milliar Rp 968 Milliar
Kapasitas Kamar 300 250 250 110 200 100 250 40 1,500
Ket
Alamat
*5 *5 *4 *4 *5 *4 *5 Melati
Jl. Sudirman Jl. A. Maramis Kayuwatu Jl. Sudirman Jl. Sudirman Jl. Boelevard Jl. Sudirman Kalawat Minut Jl. Monginsidi
Dari sisi pembiayaan, jumlah kredit produktif yang disalurkan guna mendukung kegiatan investasi masih relatif kecil. Namun demikian, berdasarkan trend yang ada pertumbuhan kredit produktif menunjukkan perkembangan yang baik. Hingga akhir triwulan laporan kredit produktif (modal kerja dan investasi) yang berhasil disalurkan mencapai Rp4,55 Triliun atau meningkat 41,78% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan kegiatan investasi juga tercermin dari struktur impor Sulawesi Utara dimana hampir seluruhnya merupakan jenis barang modal antara lain dalam bentuk mesin, perkakas dan peralatan lain. Sejak Januari s.d. Oktober 2008, nilai impor barang modal tercatat sebesar USD 9,84 juta dengan volume sebesar 7,35 ribu ton. Grafik 1.6. Nilai Transaksi Impor Barang Modal (USD)
Grafik 1.5. Pertumbuhan Kredit Produkif (%) 60
9,794
(%)
44
2008*)
50
60,821
40
2007
951 180
2006
6
2005
5
30
36,907
20 6,238
10
M anufaktur / B arang M o dal P ertambangan dan P enggalian
4,046
0
0 119
2004
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 2006
2007
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
2008
-
P ertanian, P erikanan dan Kehutanan
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
Sumber : Direktorat Statistik Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
60,000
14
70,000
3. Ekspor – Impor Kinerja ekspor selama triwulan IV-2008 menunjukkan sedikit perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya walaupun masih tetap tumbuh positif sebesar 60,39% (y.o.y). Namun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 0,43% (y.o.y) maka kinerja ekspor selama triwulan laporan sangat baik. Berdasarkan komponen penyusunnya, kegiatan ekspor tersebut berasal oleh ekspor antar negara yang meningkat 86,08% (y.o.y), sedangkan ekspor antar pulau/provinsi hanya tumbuh 13,31% (y.o.y). Total ekspor luar negeri dari Januari – Oktober 2008 mencapai USD 591,9 Juta atau meningkat 27,94% (y.o.y) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ke depan, dampak krisis ekonomi global diperkirakan akan mempengaruhi kinerja ekspor seiring dengan menurunya permintaan dunia dan tertekannya harga komoditas. Grafik 1.7. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Sulawesi Utara 1,600
1,200
Vo lume (Ribu To n)
Vo lume (Ribu To n)
Nilai (Juta USD)
1,400
Nilai (Juta USD) 1,000
1,200 800
1,000 800
600
600 400 400 200
200 -
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008*
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
Q1-07
Q2-07
Q3-07
Q4-07
Q1-08
Q2-08
Q3-08
Berdasarkan jenisnya, komoditi utama ekspor luar negeri terutama dalam bentuk kelompok bahan makanan dan kelompok minyak nabati dan hewani (animal or vegetable fats and oils) antara lain kopra, minyak kelapa (Virgin Coconut Oil (VCO) dan ikan dengan negara tujuan utama adalah Belanda, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Tabel 1.5. Komoditi Utama Ekspor Sulawesi Utara (dalam ribu USD) KELOMPOK Food & Liv e Animals Bev erages & Tobacco Crude Materials, Inedible Mineral Fuels, Lubricants, etc Animal & Vegetable Oils & Fats Chemical Manufactured Goods Machinery & Transport Eqp Misc. Manufactured Articles Commodities & Transaction Nes TOTAL
2003
2004
2005
2006
2007
2008*)
59,488 4,757 69,520 420 500 56 253 -
95,367 39 7,624 142,611 165 1,999 125 225 -
112,762 13,127 245,181 2,436 1,094 25 378 7,290
68,547 6 4,280 186,296 2,492 1,611 87 234 9,810
128,552 2,107 421,595 4,211 566 145 182 -
126,191 1,514 454,233 3,604 302 81 223 5,772
134,995
248,155
382,294
273,363
557,359
591,920
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
15
Grafik 1.8. Negara Tujuan Utama Ekspor Sulawesi Utara
Tujuan
2005
2006
Nilai Ekspor
382,294 273,363 Pangsa Pasar Belanda 22.61 15.98 Amerika Serikat 25.41 17.18 China 17.91 28.61 Korea Selatan 2.00 4.68 India 3.58 5.49 Negara Lainny a 28.50 28.06
2007
2008*)
557,359
591,920
38.52 14.93 12.98 9.52 4.81 19.23
Total 100.00 100.00 100.00 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
29.59 17.73 9.16 11.89 8.54 23.09 100.00
Sementara itu, kegiatan impor tumbuh 70,34% (y.o.y) selama triwulan IV - 2008, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 79,29% (y.o.y). Namun demikian, dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 2,14% (y.o.y) maka pertumbuhan impor pada triwulan laporan jauh lebih tinggi. Menurut komponen penyusunnya, impor antar pulau/provinsi merupakan penyumbang utama sedangkan impor antar negara cenderung turun bahkan kontraksi. Secara netto, neraca perdagangan berada pada kondisi surplus yang berasal dari transaksi perdagangan luar negeri. Sedangkan untuk transaksi perdagangan antar provinsi umumnya masih berada pada kondisi defisit. Hal ini disebabkan karena hampir 70% barang konsumsi masih harus didatangkan dari luar provinsi terutama dari Kota Makasar dan Kota Surabaya (seperti beras, bawang merah dan cabe). Grafik 1.9. Nilai dan Volume Impor Sulawesi Utara 70 Nilai (Juta USD) 60
Vo lume (Ribu To n)
50 40 30 20 10 2003
2004
2005
2006
2007
2008*)
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
16
Menurut strukturnya, kegiatan impor sejak Januari 2006 s.d Oktober 2008 memiliki perbedaan yang significant dibandingkan periode sebelum Tahun 2006. Pada periode sebelum Tahun 2006 kegiatan impor lebih didominasi oleh kelompok komoditi bahan makanan yaitu gula dan produk olahannya (sugars dan sugar confectionery) sedangkan untuk periode awal Tahun 2006 hingga Oktober 2008 lebih didominasi oleh barang-barang modal (mesin, perkakas, alat transportasi, dlsb-nya). Meningkatnya komposisi barang impor dalam bentuk mesin, peralatan dan material ini mengindikasikan terus meningkatnya kegiatan investasi di Sulawesi Utara. Tabel 1.6. Komoditi Utama Impor Sulawesi Utara Berdasarkan SITC (dalam USD) KELOMPOK KOMODITI
2003
Food and Liv e Animals Bev erages and Tobacco Crude Materials, Ineble Mineral Fuels, Lubricants etc Animal & Vegetable Oil & Fats Chemical Manufactured Goods Machinery & Transport Eqp Misc. Manufactured Articles Commodities & Transaction Nes
6,201 0 26 1,194 445 1,842 1,475 179 -
2004
2005
2,411 114 15 340 297 803 185 -
TOTAL 11,363 4,165 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
2006
2007
2008*)
5,035 0 160 166 101 715 65 -
5,061 6 717 975 7,678 21,833 643 -
6,401 1 964 1,347 349 52,472 418 -
1,458 44 1,169 340 6,393 435 -
6,242
36,912
61,952
9,838
Berdasarkan negara asal barangnya, impor sepanjang Tahun 2008 terutama berasal dari negara China, Thailand dan Filipina, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya dimana impor lebih banyak berasal dari negara Amerika Serikat, Perancis, dan Vietnam. Secara netto, nilai perdagangan luar negeri berada pada kondisi surplus yang berarti nilai ekspor masih jauh lebih besar dibandingkan nilai impor. Selama periode Januari s.d. Oktober 2008, total surplus perdagangan (net ekspor) tercatat sebesar USD 582,1 juta. Grafik 1.10. Negara Asal Impor Sulawesi Utara Tahun 2007
Tahun 2008
Total USD 61,95 Juta
6.3
2.36% 6.13%
52.7
3.89%
A merika Serikat
6.42%
‘
Total USD 9,83 juta
7.2
12.98%
China Thailand
9.40
P erancis
Filipina
Vietnam
Aust ralia
Thailand
Singapore 9.69
Negara Lainnya
Singapo re 68.21%
Negara Lainnya 14.60
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
17
Grafik 1.11. Nilai Ekspor dan Impor Luar Negeri Provinsi Sulawesi 70
700 Nilai Ekspo r
600
60
Nilai Impo r 500
50
400
40
300
30
200
20
100
10 -
2003
2004
2005
2006
2007
2008*)
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
Perkembangan kegiatan perdagangan selama triwulan laporan antara lain juga dapat dikonfirmasi dengan kegiatan eskpor-impor serta bongkar-muat barang melalui pelabuhan Bitung. Berdasarkan strukturnya, terlihat bahwa untuk perdagangan luar negeri lebih didominasi oleh kegiatan ekspor sedangkan kegiatan impor relatif kecil pangsanya. Sedangkan untuk perdagangan dalam negeri, intensitas kegiatan bongkar lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan muat yang berarti lebih banyak barang-barang yang masuk ke wilayah Sulawesi Utara dibandingkan barang yang keluar. Dengan demikian, benar adanya bahwa tingkat ketergantungan Sulawesi Utara terhadap daerah/provinsi lainnya di luar Sulawesi Utara masih cukup tinggi. Tabel 1.7. Kegiatan Perdagangan Luar dan Dalam Negeri di Pelabuhan Bitung (dalam USD) 2007
Jenis Kegiatan
Q3
2008 Q4
Q3
Q4*)
Y.o.Y
Perdagangan Luar Negeri a. Impor
Ton
553
12,030
23,044
25,535
112.26
b. Ekspor
Ton
83,247
63,304
128,915
123,908
95.74
83,800
75,334
151,958
149,443
98.37
Jumlah Perdagangan Dalam Negeri Bongkar
Ton
672,918
745,671
801,622
888,290
Muat
Ton
261,877
251,707
252,826
243,008
19.13 -3.46
Jumlah 934,795 Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung *) s.d. November 2008
997,378
1,054,448
1,131,298
13.43
Sementara itu secara tahunan, laju ekspor dan impor Sulawesi Utara masing-masing tercatat sebesar 63,21% (y.o.y) dan 68,68% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya yang tumbuh masing-masing 5,76% (y.o.y) dan 8,55%.
18
B. SISI PENAWARAN Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV - 2008 disumbangkan oleh seluruh sektor yang ada bahkan dengan kinerja yang lebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya kecuali sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Tercatat sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor pertanian memberikan andil yang dominan dalam struktur perekonomian. Keadaan ini berbeda bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dimana kinerja sektor pertanian kurang menggembirakan sehingga bukan merupakan sektor dominan penyumbang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara. Tabel 1.8. Laju Pertumbuhan Masing-Masing Sektor Dalam Perekonomian Sulawesi Utara LAPANGAN USAHA Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan PHR Pengangkutan & Komunikasi Keu., Sew a & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
2006
2007 Q4
2007
2008 Q3
Q4*)
Kontribusi
2008
4.70 7.32 6.86 5.28 7.82 6.72 5.56 10.28 4.31
7.47 9.30 8.45 6.58 8.92 8.03 6.63 6.69 3.79
6.53 8.93 6.33 6.31 7.89 6.87 6.87 6.25 3.68
0.83 10.52 8.19 6.68 11.24 11.39 13.94 6.81 6.39
4.79 9.33 8.26 6.75 9.84 10.20 9.59 6.81 6.52
1.29 0.56 0.43 0.05 1.33 1.50 1.17 0.46 0.67
4.21 9.02 8.20 6.58 9.33 10.86 10.15 6.91 4.73
6.18
7.25
6.47
7.88
8.01
7.45
7.55
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
1. Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2008 cukup baik berkenaan dengan berlangsungnya masa panen di sebagian wilayah sentra beras di Sulawesi Utara. Sektor pertanian pada triwulan laporan tumbuh 4,79% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu 7,47% (y.o.y) walaupun masih lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,83% (y.o.y). Pencapaian kinerja sektor pertanian tersebut memberikan kontribusi 0,97% terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara. Menurut sub sektornya, pertumbuhan sektor pertanian terutama disumbangkan oleh sub sektor tanaman bahan makanan (tabama) dengan kontribusi 0,62%, disusul oleh sub sektor peternakan dan sub sektor perikanan yang masih-masing memberikan kontribusi sebesar 0,17% dan 0,14%.
Sementara itu, untuk sub sektor lainnya yaitu sub sektor perkebunan dan sub sektor kehutanan
laju
pertumbuhannya
rendah
sehingga
kontribusinya
relatif
terbatas.
Terbatasnya pertumbuhan sub sektor perkebunan akibat dari hampir tidak adanya panen komoditi cengkeh dan menurunnya produksi kelapa yang tidak sebanyak tahun lalu sebagai 19
akibat serangan hama dan kurangnya peremajaan. Sementara rendahnya pertumbuhan sub sektor kehutanan antara lain disebabakan oleh semakin terbatasnya lahan kehutanan yang bisa dimanfaatkan dan gencarnya proses penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging yang menyebabkan masyarakat dan pengusaha harus extra hati-hati dalam memanfaatkan lahan yang ada.
Perkembangan sub sektor tabama antara lain dapat dikonfirmasi dengan data perkembangan produksi beras dan jagung. Pada triwulan IV – 2008, jumlah produksi beras diperkirakan mencapai 81.199 ton atau meningkat 21,41% (y.o.y) dibandingkan dengan periode
yang
sama
tahun
sebelumnya.
Sedangkan
untuk
komoditi
jagung,
perkembangannya selama triwulan laporan justru mengalami sedikit kontraksi sebesar 9,77% (y.o.y) mencapai jumlah 92.024 ton. Tabel 1.9. Perkembangan Luas Panen, Produksi Gabah dan Produksi Beras 2007 2008 2005 2006 2007 Q4 Q4 Luas Panen (Ha)
Y.o.Y
94,946
90,717
103,189
21,112
21,688
2.73
Produksi Gabah (Ton)
432,624
454,903
494,950
116,937
128,886
10.22
Produksi Beras (Ton)
268,227
282,038
276,604
66,880
81,199
21.41
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 1.10. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Pipilan Kering Jagung 2007 2008 2005 2006 2007 Q4 Q4 Luas Panen (Ha) Produksi Pipilan Kering (Ton)
Y.o.Y
71,644
82,185
121,716
28,620
22,351
-21.90
195,305
242,711
403,127
101,996
92,027
-9.77
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara
Secara tahunan, kinerja sektor pertanian Tahun 2008 cukup baik walaupun lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008, sektor pertanian tumbuh 4,21%, lebih rendah dibandingkan Tahun 2007 lalu sebesar 6,53%. Perlambatan pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh penurunan kinerja sub sektor tanaman perkebunan khususnya yang terjadi selama triwulan III dan IV – 2008. Dari sisi pembiayaan, peran perbankan untuk membiayai sektor pertanian masih relatif terbatas sebesar Rp533 milliar atau hanya 5,97% dari total kredit yang disalurkan. Belum terlalu optimalnya penyaluran kredit di sektor pertanian antara lain disebabkan masih relatif tingginya resiko usaha di sektor tersebut. Belum lagi ditambah dengan keketatan likuiditas yang terjadi di pasar keuangan sebagai dampak krisis global yang menyebabkan bank cenderung sangat berhati-hati dalam menggunakan dananya. Namun demikian, laju pertumbuhan kredit di sektor pertanian masih cukup tinggi yaitu mencapai 72,51% (y.o.y) pada posisi akhir Tahun 2008. 20
Grafik 1.12. Pertumbuhan Kredit Pertanian 120 (%) 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 -20
2006
2007
2008
Sumber : Lapoaran Bulanan Bank Umum (LBU)
2. Sektor Bangunan Persiapan penyelenggaraan World Ocean Conference, CTI Summit dan Bunaken Sail pada pertengahan Tahun 2009 mendorong peningkatan kinerja sektor bangunan secara significant selama Tahun 2008 termasuk pada triwulan IV-2008. Sektor bangunan pada triwulan IV-2008 tumbuh 9,84% (y.o.y) dengan kontribusi sebesar 1,57% terhadap laju pertumbuhan secara umum (kontribusi terbesar dari seluruh sektor ekonomi yang ada). Perkembangan sektor ini antara lain tercermin dari meningkatnya aktivitas pembangunan sektor properti antara lain rumah toko (ruko), hotel dan komplek perumahan. Perkembangan sektor bangunan antara lain dapat dikonfirmasi dengan pertumbuhan indeks penjualan bahan bangunan berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado. Berdasarkan trendnya, pertumbuhan indeks penjualan bahan bangunan masih terus bergerak naik walaupun sempat melambat pada Agustus 2008. Tercatat indeks penjualan bangunan pada akhir triwulan berada pada level 367,7 atau naik sebesar 84,9% dibandingkan akhir triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit di sektor bangunan mencapai Rp475 milliar atau meningkat 61,45% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, alokasi kredit sektor bangunan ini relatif kecil bila dibandingkan dengan fakta perkembangan sektor bangunan di Sulawesi Utara. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan sektor-sektor properti di Sulawesi Utara sebagian besar lebih didominasi oleh pembiayaan di luar sektor perbankan bahkan ada diantaranya yang menggunakan pembiayaan mandiri.
21
Grafik 1.13. Perkembangan Indeks Penjualan Bahan Bangunan dan Pertumbuhan Kredit Konstruksi (%) 140 gIndeks B ahan B angunan (y.o .y)
120 gKredit Ko nstruksi (y.o .y)
100 80 60 40 20 J F M AM J J A S ON D J F MA M J J A S O N D J FM A M J J A S O ND (20) 2006
2007
2008
Sumber : Survei Penjualan Eceran dan Laporan Bulanan Bank Umum
3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Multiplier effect dari persiapan penyelenggaraan WOC mendorong peningkatan sektorsektor ekonomi lainnya diantaranya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Gencarnya promosi kunjungan pariwisata ke Sulawesi Utara menyebabkan banyak berdatangannya wisatawan domestik dan asing ke provinsi ini. Kondisi ini menyebabkan transaksi perdagangan meningkat, tingkat hunian hotel tinggi dan bermunculannya tempat makan/restoran baru disamping kebiasaan orang manado yang lebih senang makan di luar dibandingkan di rumah. Sektor PHR termasuk sektor yang konsisten mencatat laju pertumbuhan yang cukup tinggi. Pada triwulan IV - 2008, laju pertumbuhan sektor ini tercatat sebesar 10,20% (y.o.y) dengan kontribusi 1,70% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum (kedua terbesar setelah sumbangan sektor bangunan). Berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini terutama disumbangkan oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran dengan kontribusi 1,24% disusul sub sektor hotel dan restoran masing-masing dengan kontribusi 0,35% dan 0,10% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum.
Perkembangan sub sektor perdagangan besar dan eceran, antara lain dapat dikonfirmasi dengan indeks penjualan eceran dari hasil Survey Penjualan Eceran yang terus memperlihatkan kenaikan indeks yaitu dari indeks 167,7 di akhir triwulan IV – 2007 naik menjadi 189,4 di akhir triwulan IV – 2008 atau meningkat sebesar 13% (y.o.y). Berdasarkan komponen pembentuknya seluruh kelompok mengalami kenaikan yaitu kelompok bangunan, alat tulis, makanan dan kendaraan terkecuali kelompok rumah tangga dan tekstil yang justru mengalami kontraksi. 22
Grafik 1.14. Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran Kota Manado 100 80
gBangunan
gTekstil
gRumah Tangga
gTotal Indeks
200
gAlat Tulis gKendaraan gMakanan
150
60
100
40 20
50
-20
2007
0 J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
0 2008
-40
-50
-60
-100
2007
2008
Sumber : Survey Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
Kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran juga dapat dikonfirmasi melalui peningkatan aktivitas perdagangan dalam negeri berupa kegiatan bongkar muat di pelabuhan Bitung. Tercatat, aktivitas bongkar dan muat mengalami peningkatan frekuensi selama triwulan IV – 2008 menjadi 1,12 juta kegiatan dari sebelumnya 997 ribu kegiatan di triwulan yang sama tahun sebelumnya atau terdapat peningkatan sebesar 13,43% (y.o.y). Tabel 1.11. Perkembangan Aktivitas Perdagangan Dalam Negeri Di Pelabuhan Bitung – Provinsi Sulawesi Utara 2007 2008 Jenis Kegiatan Q3 Q4 Q3 Q4*) Perdagangan Dalam Negeri
Y.o.Y
Bongkar
Ton
672,918
745,671
801,622
888,290
19.13
Muat
Ton
261,877
251,707
252,826
243,008
-3.46
934,795
997,378
1,054,448
1,131,298
13.43
Jumlah Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung *) Data Sementara
Grafik 1.15. Perkembangan Kredit Sektor PHR 60 (%) 50 40 30 20 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 2006
2007
2008
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
23
Dari segi pembiayaan, sektor PHR merupakan sektor terbesar kedua (setelah sektor konsumsi) yang mendapat alokasi pembiayaan dari perbankan yaitu sebesar Rp2,63 triliun atau meningkat 30,81% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penyaluran kredit pada sektor perdagangan, hotel dan restoran cukup berperan bagi perkembangan ekonomi Sulawesi Utara.
4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada triwulan IV - 2008 tumbuh 9,59% (y.o.y) dengan kontribusi sebesar 1,26% terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang tumbuh 6,63% (y.o.y). Menurut sub sektornya, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi didukung baik oleh sub sektor pengangkutan maupun sub sektor komunikasi yang masing-masing dengan kontribusi sebesar 1,08% dan 0,18% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum. Perkembangan sub sektor pengangkutan antara lain terindikasi dari meningkatnya penjualan kendaraan bermotor selama triwulan laporan yang mencapai jumlah 55.600 unit kendaraan atau meningkat 12,63% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tabel 1.12. Perkembangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Sulawesi Utara No
Rincian
2007 Q3
2008 Q4
Q3
Q4*)
Y.o.Y
A
RODA 4
1
Milik Instansi Pemerintah
408
332
365
297
-10.54
2
Milik Pribadi/Perorangan
11,406
13,034
12,627
14,430
10.71
3
Milik Perusahaan Swasta
2,475
2,468
2,620
2,613
5.88
14,289
15,834
15,612
17,340
9.51
Jumlah Roda 4 B
RODA 2 dan 3
1
Milik Instansi Pemerintah
984
722
797
585
-18.98
2
Milik Pribadi/Perorangan
33,147
32,802
38,071
37,675
14.86
3
Milik Perusahaan Swasta
-
Jumlah Roda 2 dan 3 Total
6
34,131
33,530
38,868
38,260
14.11
48,420
49,364
54,480
55,600
12.63
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara *) Data Sementara
Perkembangan sub sektor angkutan selama triwulan laporan ditandai pula dengan mulai beroperasinya perusahaan penerbangan Express Air di Manado pada pertengahan November 2008 yang melayani rute Manado – Sorong – Jayapura – Ternate – Manokwari – Fakfak dan Nabire dengan menggunakan armada Dornier 328. Melalui pembukaan jalur penerbanngan ini diharapkan daerah yang selama ini terisolir akan terbuka sehingga perekonomian antar wilayah semakin berkembang dan merata. Perkembangan sub sektor angkutan antara lain dapat dikonfirmasikan melalui indeks penjualan kendaraan melalui Survey Penjualan Eceran (SPE) dimana terjadi kenaikan indeks walaupun masih tetap dalam 24
kondisi pesimis yaitu dari 50,2 di akhir triwulan IV - 2007 naik menjadi 75 pada akhir triwulan IV – 2008 atau mengalami kenaikan sebesar 49,5% (y.o.y). Grafik 1.16. Indeks Penjualan Kendaraan 200 150
gIndeks Kendaraan (y .o.y ) gKredit Angkutan (y .o.y )
100 50 0 J F MAM J J A S O N D J F MAM J J A S O N D J F MA M J J A S O N D -50
2006
2007
2008
-100
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
Perkembangan sektor pengangkutan juga dapat dikonfirmasi dengan jumlah pemakaian bahan bakar minyak (BBM) khususnya jenis non industri. Selama triwulan laporan, tercatat penggunaan BBM non industri sebesar 145,84 ribu Kilo Liter (KL) meningkat sebesar 1,63% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 143,49 ribu Kilo Liter (KL). Berdasarkan jenisnya, peningkatan konsumsi BBM tertinggi dialami oleh jenis premium sebesar 3,27% (y.o.y) sedangkan yang terendah adalah jenis minyak tanah 0,37% (y.o.y). Tabel 1.13. Jumlah Pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) Non Industri (dalam KL)
Jenis 1 2 3
Premium Minyak Tanah Solar Total
Q4-07
Q1-08
Q2-08
Q3-08
51,919 31,219 60,356 143,494
48,437 29,098 51,102 128,637
51,123 28,817 58,296 138,236
52,474 28,325 57,594 138,393
Q4-08*) 53,618 31,336 60,885 145,839
Y.o.Y 3.27 0.37 0.88 1.63
Sumber : PT. Pertamina Cabang Manado, Sulawesi Utara
Sementara itu, relatif tingginya pertumbuhan sub sektor komunikasi dalam triwulan laporan terutama disebabkan oleh pesatnya penggunaan sarana telepon selular oleh masyarakat yang didukung oleh semakin luasnya wilayah jangkauan. Hal ini antara lain tercermin dari bermunculannya pemain baru dalam provider telekomunikasi yaitu Fren dan Esia serta pesatnya pembangunan sejumlah menara BTS (Base Transceiver System) di beberapa lokasi pada daerah yang sebelumnya terisolir hingga meningkatkan kenyamanan pelanggan dalam berkomunikasi. Selain itu perkembangan berbagai macam fasilitas dan fitur-futur baru semakin memudahkan dan memanjakan para pengguna jasa telekomunikasi.
25
Grafik 1.17. Perkembangan Kredit Sektor Transportasi 90
(%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 2006
2007
2008
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan sektor angkutan dan telekomunikasi ternyata didukung pula oleh penyaluran kredit di sektor tersebut. Tercatat jumlah kredit yang disalurkan pada sektor angkutan dan telekomunikasi mencapai Rp91,12 milliar, meningkat 21,98% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, jumlah ini masih relatif kecil dibandingkan total kredit yang berhasil disalurkan sampai akhir triwulan laporan yang mencapai jumlah Rp8,93triliun.
5. Sektor Jasa-jasa Sektor jasa-jasa tumbuh 6,52% (y.o.y) selama triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang tercatat 3,79% (y.o.y). Menurut komponen pembentuknya, sub sektor jasa pemerintah tumbuh 5,95% (y.o.y) dengan kontribusi 0,58% sedangkan sub sektor jasa swasta tumbuh 7,70% (y.o.y) dengan kontribusi 0,36%. Perkembangan sub sektor jasa pemerintahan seiring dengan realisasi PAD hingga akhir triwulan laporan telah melampai target sebesar 108,77% dari target awal tahun atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 96,04%. Sementara itu, pertumbuhan sub sektor jasa swasta antara lain tercermin dari meningkatnya aktivitas hiburan dan rekreasi seiring dengan berlangsungnya musim liburan sekolah selama triwulan laporan.
6. Sektor Lainnya Dampak kenaikan harga minyak mentah dunia yang diikuti oleh pergerakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) industri di dalam negeri ternyata tidak terlalu berdampak terhadap perkembangan sektor industri pengolahan. Selama triwulan IV–2008, sektor industri pengolahan tumbuh 8,26% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 8,45% (y.o.y). Pertumbuhan sektor industri pengolahan antara 26
lain didukung oleh berkurangnya beban pelaku usaha seiring dengan terus menurunnya harga BBM Industri. Hal ini tercermin dari meningkatnya penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Industri mencapai jumlah 12.595 Kilo Liter atau meningkat 3,41%. Tabel 1.14. Jumlah Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Industri (dalam KL)
Jenis 1 2 3
Q4-07
Q1-08
Q2-08
Q3-08
125 145 11,910 12,179
106 69 12,041 12,216
120 164 15,042 15,326
123 144 14,066 14,333
Premium Minyak Tanah Solar Total
Q4-08*) 167 164 12,265 12,595
Y.o.Y 34.06 12.90 2.98 3.41
Sumber : PT. Pertamina Cabang Manado, Sulawesi Utara
Perkembangan sektor indutri pengolahan tak lepas pula dari dukungan pembiayaan oleh perbankan. Sejak awal tahun 2007 hingga akhir triwulan laporan, penyaluran kredit pada sektor industri memperlihatkan trend peningkatan mencapai jumlah Rp214 milliar atau meningkat 25,17% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Grafik 1.18. Perkembangan Kredit Sektor Industri 70
(%)
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 2006
2007
2008
-30
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Sementara itu, sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 6,75% (y.o.y) selama triwulan laporan. Hal ini tak terlepas dari mulai beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Lahendong berkapasitas 20 MW pada pertengahan Desember 2007. Laju pertumbuhan ini disumbangkan baik oleh sub sektor listrik maupun sub sektor air bersih yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 6,98% (y.o.y) dan 5,86% (y.o.y). Perkembangan sub sektor listrik, antara lain dapat dikonfirmasi melalui data konsumsi listrik yang selama triwulan II – 2008 mencapai 178 MW (Mega Watt) atau meningkat 8,75% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, peningkatan konsumsi ini tidak seiring dengan data perkembangan pelanggan yang justru mengalami penurunan rata-rata sebesar 20% (y.o.y) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. 27
Grafik 1.19. Konsumsi Listrik di Provinsi Sulawesi Utara (dalam Mega Watt) 180 175 170 165 160 155 150 145 140 135 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2006
Q3
Q4
2007
Q1
Q2*)
2008
Sumber : PT. PLN Kanwil Sulutenggo
Tabel 1.15. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Provinsi Sulawesi Utara 2006
Sosial, RT dan Publik (dlm ribu) Bisnis dan Industri
2007
2008
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
1,052
1,058
1,160
1,361
1,364
1,366
1,068
1,072
1,078
Q2*) 1,080
37,028
36,990
40,691
48,334
48,645
48,917
37,994
38,353
38,642
38,916
Sumber : PT. PLN Kanwil Sulutenggo
Secara umum, pemenuhan kebutuhan listrik oleh masyarakat dan berbagai perusahaan/unit bisnis belumlah mampu seluruhnya dipenuhi oleh PT. PLN Sulutenggo. Hal ini antara lain tercermin dari tingginya daftar tunggu penyambungan dan penambahan daya aliran listrik yang hingga akhir Desember 2007 masih tercatat sebesar 31,85 MW. Ketidakmampuan PLN untuk memenuhi permintaan masyarakat/unit usaha tersebut disebabkan masih terbatasnya pembangunan infrastruktur kelistrikan baru yang diperkirakan baru akan dipenuhi pada Tahun 2009 y.a.d. Di sisi lain, rata-rata biaya pokok penyedian listrik adalah sebesar Rp1.771/kwh (selama Tahun 2006) atau jauh lebih tinggi dibandingkan harga jualnya yang hanya sebesar 611/kwh. Hal ini menyebabkan kurang tertariknya investor baru untuk menanamkan modalnya khususnya di sektor kelistrikan. Selain itu, rata-rata beban puncak yang mampu dilayani oleh PLN untuk wilayah Sulawesi Utara sebesar 80-90 MW padahal kebutuhan yang ada melebihi jumlah tersebut sehingga menyebabkan terjadinya pemadaman bergilir di beberapa tempat. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi barang akibat penggunaan mesin-mesin diesel yang relatif ongkos yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi.
Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 9,33% (y.o.y) selama triwulan laporan dengan kontribusi sebesar 0,50%. Berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini 28
disumbangkan oleh seluruh sub sektor yang ada yaitu sub sektor minyak dan gas, pertambangan tanpa migas dan penggalian. Khusus untuk sub sektor penggalian, berdasarkan pelaku usahanya, sub sektor penggalian ini lebih banyak dilakukan oleh penambangan tradisional/rakyat dan bukan industri berskala besar.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 6,81% (y.o.y) selama triwulan laporan meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,69% (y.o.y). Berdasarkan sub sektornya, percepatan pertumbuhan dialami oleh sub sektor bank dan sub sektor sewa bangunan sedangkan sub sektor lembaga keuangan bukan bank dan sub sektor jasa perusahaan justru mengalami perlambatan pertumbuhan walupun masih tetap positif. Perkembangan sub sektor bank antara lain tercermin dari maraknya pembangunan jaringan kantor dan fasilitas perbankan antara lain : pembukaan kantor cabang baru, penambahan ATM (Anjungan Tunai Mandiri), serta penawaran produk-produk baru yang memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada masyarakat dalam bertransaksi.
C. Analisis LQ (Location Quatient) Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah diantaranya dapat dilakukan dengan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat struktur perekonomian wilayah tersebut. Percepatan laju pertumbuhan dan penguatan struktur perekonomian suatu wilayah pada gilirannya akan dapat dilakukan lebih efektif dengan cara penekanan pembangunan pada sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam wilayah tersebut. Pendekatan Analisis LQ (Location Quatient) merupakan salah satu dari alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dan kecenderungan pertumbuhan sektor basis tersebut dalam struktur perekonomian di suatu wilayah. Sektor basis yang pendekatan perhitungannya dilakukan dengan rasio kontribusi sektor pada salah satu bagian wilayah terhadap kontribusi sektor yang sama dalam wilayah, pada hakekatnya tidak terlepas dari aspek kontribusi.
29
Tabel 1.16. Share Sektor dalam PDRB Sulsel, Sulut, Gorontalo dan Sulampua Periode Tahun 2008 Sulawesi Selatan 30.25
Sulawesi Utara 21.68
30.58
28.80
Pertambangan & Penggalian
10.03
5.20
0.96
17.62
Industri Pengolahan
9.13
SEKTOR Pertanian
Gorontalo
Sulampua
14.10
7.60
8.80
Listrik, Gas & Air Bersih
0.96
0.75
0.59
0.68
Bangunan
4.67
15.71
7.45
6.50 13.05
Perdagangan, Hotel & Restoran
14.98
14.71
13.79
Pengangkutan & Komunikasi
7.63
11.79
10.33
7.61
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
6.01
6.59
9.90
4.76
Jasa-Jasa TOTAL
11.37
15.97
17.59
11.84
100.00
100.00
100.00
100.00
Data yang bersumber dari Biro Pusat Statistik (BPS) se-provinsi Sulawesi, Maluku, dan Papua (SULAMPUA) menunjukkan bahwa pada Tahun 2007, kontribusi utama PDRB SULAMPUA berasal dari sektor pertanian (28,94%), diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian (17,62%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (13,05%), sektor jasa-jasa (11,84%) dan sektor-sektor lainnya. Struktur perekonomian ini tentunya akan berbeda-beda di masingmasing wilayah sesuai dengan karakteristik masing-masing provinsi. Tabel 1.17. Nilai LQ Sektor-Sektor Unggulan Provinsi Sulawesi Utara Terhadap Zona Sulampua (Basis Tahun 2007) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keu, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Sulawesi Selatan 1.04 0.57 1.56 1.44 0.71 1.15 1.03 1.25 0.97
Sulawesi Utara 0.75 0.29 0.83 1.11 2.42 1.16 1.57 1.31 1.32
Gorontalo 1.08 0.06 0.89 0.84 1.15 1.06 1.40 1.77 1.59
Selanjutnya dengan melakukan perbandingan terhadap masing-masing sektor dalam PDRB ketiga provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Gorontalo dengan sektorsektor dalam PDRB Zona Sulampua sebagai acuan, maka akan diperoleh nilai koefisien LQ. Berdasarkan hasil tersebut, diperolah hasil bahwa terdapat 5 (lima) sektor yang merupakan sektor basis (rasio LQ>1) di Provinsi Sulawesi Utara yaitu (1) sektor bangunan, (2) sektor pengangkutan dan komunikasi, (3) sektor jasa-jasa, (4) sektor keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan serta (5) sektor listrik, gas dan air bersih. Dari 5 (lima) sektor basis tersebut terdapat 3 (tiga) sektor yang secara dominan lebih tinggi dibandingkan sektor basis yang sama di provinsi lainnya yaitu Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Gorontalo yaitu sektor bangunan, sektor PHR dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Dengan demikian, upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara diharapkan dapat
30
lebih diarahkan pada sektor-sektor tersebut yang secara umum memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan provinsi lainnya di Zona Sulampua.
31
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Secara umum, tekanan harga barang dan jasa di Kota Manado selama Triwulan IV – 2008 memperlihatkan adanya penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Pada Desember 2008, inflasi kota Manado tercatat 9.71% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan dengan akhir triwulan lalu yang tercatat sebesar 13.15% (y.o.y) serta periode yang sama tahun lalu sebesar 10.13% (y.o.y). Demikian pula jika dibandingkan dengan laju inflasi nasional sebesar 11.06% (y.o.y), maka laju inflasi kota Manado masih jauh lebih rendah.
Grafik 2.1. Laju Inflasi Kota Manado
Grafik 2.2. Laju Inflasi Nasional %
%
14
18 16
MTM Man ad o
12
YO Y Man ad o
YO Y Nasional
MTM Nasional
14
10 12
8
10 8
6
6
4
4
2
2 0
2007
2007
2008
A. INFLASI TAHUNAN (y.o.y) Inflasi tahunan kota Manado sepanjang triwulan IV -2008 cenderung menurun jika dibandingkan triwulan III-2008. Pada awal triwulan IV inflasi tercatat 13.09% (y.o.y) yang terus menurun hingga 9.71%(y.o.y) di akhir periode. Kondisi ini sejalan dengan laju inflasi nasional yang juga terus mengalami penurunan walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Pada awal triwulan IV inflasi tercatat 11.77% (y.o.y), sementara pada bulan Desember inflasi berada pada angka 11.06% (y.o.y) Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terjadi kondisi yang berbeda. Laju inflasi tahunan kota Manado pada triwulan IV -2007 cenderung meningkat, dari 7.42% (y.o.y) pada bulan Oktober menjadi 10.16% (y.o.y) pada bulan Desember. Salah satu penyebab utama penurunan angka inflasi ini adalah adanya kebijakan penurunan harga BBM pada bulan November dan Desember. Penurunan harga BBM ini sekaligus berdampak pada menurunnya harga bahan baku dan biaya transportasi.
32
D es
O kt
Nop
Se p
Ju l
Ag u st
Ju n
M ei
Apr
Mar
Ja n
F eb
D es
O kt
Nop
Se p
Ju l
-2
Ag u st
Ju n
M ei
Apr
Mar
Ja n
F eb
Des
O kt
No p
Sep
Ju l
2008
Ag u st
Ju n
Mei
Ap r
Mar
Jan
F eb
Des
O kt
No p
Sep
Ju l
Ag u st
Ju n
Mei
Ap r
F eb
Mar
0 Jan
-2
Laju inflasi IHK disebabkan oleh faktor non fundamental yaitu tekanan inflasi volatile food dan administered prices, serta faktor fundamental berupa inflasi inti yang terdiri dari ekspektasi inflasi, tekanan sisi permintaan, dan output gap. Menurunnya inflasi yang berasal dari volatile food terjadi karena berangsur turunnya harga minyak dunia yang sudah mencapai 40$/barrel, yang berdampak pada menurunnya harga komoditas internasional termasuk juga komoditas dalam negeri. Sementara itu, laju inflasi yang berasal dari administered prices, terlihat dari adanya perubahan kebijakan harga BBM yang diturunkan beberapa kali pada periode laporan untuk mengimbangi penurunan harga minyak dunia serta kebijakan penurunan tarif transportasi.
Adanya persiapan menjelang hari raya Natal dan tahun baru cukup berperan dalam membentuk permintaan masyarakat. Pada bulan Desember, angka inflasi untuk kelompok komoditas tertentu yang terkait dengan persiapan Natal cenderung meningkat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Ketersediaan pasokan bahan makanan juga turut berperan dalam membentuk inflasi. Sepanjang periode laporan, ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat masih tercukupi hingga satu tahun ke depan. Selain itu adanya dukungan infrastruktur yang berkembang selama persiapan WOC turut membantu dalam memperlancar jalur distribusi. Faktor ekspektasi inflasi dapat terlihat dari hasil Survey Ekspektasi Konsumen kota Manado pada bulan Desember 2008 yang menunjukkan angka optimis, berbeda dengan dua bulan sebelumnya yang cenderung pesimis. Optimisme masyarakat ini lebih disebabkan oleh meningkatnya pendapatan terkait rencana kenaikan upah minimum provinsi dan ketersediaan lapangan kerja yang dipicu oleh proyek WOC. Tabel 2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang/Jasa (y.o.y) No 1 2 3 4 5 6 7
K e lo m p o k Ba ha n M a k a na n M a k a n a n Ja d i P e ru m a h a n S a nda ng K e se h a ta n P e n d id ik a n T ra n sp o rta si U m um
2007 2008 M ar Ju n Sep Des M ar Ju n Sep Des 13,33 12,89 1 4 ,0 5 21,14 13,58 27,35 26,69 16,95 7,90 6,62 7,75 4,52 2,33 3,45 5,29 7,11 2,94 2,38 4,78 5,34 6,89 13,01 11,77 7,16 3,59 2,19 3,92 7,39 10,31 9,13 8,02 6,21 7,39 8,87 1 0 ,1 3 12,12 10,08 13,32 13,13 11,51 1,57 1,70 1,61 3,15 2,34 1,83 2,02 2,32 0,90 1,16 1,17 1,18 0,52 9,91 9,95 8,83 6,98 6,43 7,79 10,13 7,68 13,18 13,15 9,71
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Secara umum, inflasi bulan Desember 2008 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2007 inflasi Desember sebesar 10.13%(y.o.y), maka pada tahun 2008 inflasi berada pada angka 9.71%(y.o.y). Berdasarkan kelompok barang dan jasa, bahan makanan memiliki angka inflasi tertinggi, yaitu 16,95% (y.o.y) dengan sumbangan 6.21%(y.o.y). Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama periode 33
sebelumnya, terlihat bahwa sebagian besar kelompok barang/jasa dalam periode laporan mengalami penurunan dibanding periode sebelumnya. Kelompok yang mengalami penurunan adalah kelompok bahan makanan, kelompok sandang, kelompok kesehatan, serta kelompok pendidikan rekreasi dan olahraga. Sementara itu tiga kelompok lainnya yaitu kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar, serta kelompok
transportasi,
komunikasi
dan
jasa
keuangan
mengalami
peningkatan.
Peningkatan yang tertinggi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Jika pada tahun lalu hanya 1.18%(y.o.y), maka satu tahun kemudian telah meningkat menjadi 8.83% (y.o.y). Kenaikan ini terjadi karena masih terasanya dampak kenaikan harga BBM yang cukup tinggi pada bulan Mei tahun 2008 yang berdampak pada berbagai sektor, khususnya jasa transportasi.
B. INFLASI BULANAN (M.t.M) Laju perkembangan inflasi bulanan pada triwulan IV – 2008 cenderung berfluktuasi, Pada awal periode, angka inflasi bulanan Manado tercatat 0.09% (m.t.m), sementara pada bulan November kota Manado mengalami deflasi sebesar 0.37% (m.t.m), yang kemudian kembali meningkat di akhir periode menjadi 0.46%(m.t.m). Penurunan inflasi pada bulan November secara umum disebabkan oleh menurunnya harga minyak dunia yang kemudian direspon oleh pemerintah dengan melakukan beberapa kali melakukan penurunan harga BBM sepanjang periode triwulan IV. Penurunan BBM ini berdampak pada penurunan biaya produksi dan transportasi. Namun demikian, pada bulan Desember 2008 tingkat inflasi kota Manado kembali meningkat yang disebabkan oleh adanya persiapan perayaan Hari raya Natal dan Tahun Baru. Tabel 2.2. Inflasi menurut kelompok barang/jasa (m.t..m)
No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi Umum
Okt -1,44 -0,42 0,54 1,63 1,36 0,30 0,25 -0,26
2007 Nov 5,36 -0,11 0,03 1,48 1,61 0,73 -0,26 2,01
Des 3,94 0,28 0,86 0,83 0,05 0,60 0,04 1,72
Okt -0,50 0,10 0,70 0,18 0,05 0,08 0,05 0,09
2008 Nov -1,90 0,47 -0,24 1,01 0,32 0,31 0,12 -0,37
Des 2,61 0,97 -0,28 0,51 -0,11 0,51 -2,28 0,46
Sumber : BPS Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, angka inflasi tertinggi selama Triwulan IV 2008 adalah kelompok bahan makanan sebesar 2.61%(m.t.m) pada bulan Desember. Namun demikian, angka ini masih lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 34
5.36%(m.t.m) pada bulan November. Sementara itu, deflasi tertinggi tahun 2008 terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di bulan Desember sebesar 2.28%(m.t.m). Angka ini lebih tinggi dibanding tahun lalu sebesar 1.44%(m.t.m) pada kelompok bahan makanan di bulan Oktober. Pada bulan November 2008 terjadi deflasi di kota Manado. Deflasi ini terjadi di sebagian besar kota secara nasional. Untuk wilayah Sulawesi, dari pemantauan terhadap sembilan kota, hanya dua kota yang mengalami inflasi, sementara yang lain termasuk Manado mengalami deflasi. Kebijakan pemerintah yang kembali menurunkan harga BBM turut berperan dalam kondisi deflasi ini.
Inflasi Oktober 2008
Di awal triwulan IV -2008 ini inflasi kota Manado cenderung mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Pada bulan ini inflasi kota Manado sebesar 0.09% (m.t.m), lebih besar daripada akhir triwulan lalu yang hanya 0.03% (m.t.m). Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar sebesar 0.7%. Hal ini terjadi karena walaupun pada bulan ini pemerintah menerapkan kebijakan penurunan harga BBM namun dampaknya masih belum terasa. Kenaikan angka inflasi di kelompok ini justru terjadi akibat adanya kebijakan menaikkan harga jual gas elpiji sekitar 9.5% untuk kemasan 12 kg pada bulan September lalu. Selain itu, maraknya pembangunan sarana dan prasarana pendukung WOC juga turut memberi andil dalam peningkatan angka inflasi di kelompok ini, karena berdampak pada tingginya permintaan bahan bangunan yang memicu melambungnya harga khususnya komoditi semen. Sementara itu, kelompok yang mengalami deflasi adalah bahan makanan sebesar 0.5%. Hal ini terjadi karena terpenuhinya ketersediaan pasokan, khususnya untuk kebutuhan pokok masyarakat berupa gula, terigu, mentega, susu, dan daging masih tercukupi. Ketersediaan pasokan rata-rata mampu mengcover kebutuhan hingga 3-4 bulan mendatang bahkan melewati Natal dan Tahun Baru. Ketersediaan beraspun relatif aman, karena tersedia untuk keperluan hingga hampir dua tahun ke depan. Kebutuhan beras ini dipenuhi dari hasil produksi lokal dan pasokan dari daerah lain. Berdasarkan data IHK sub kelompok, komoditas yang mengalami peningkatan harga tertinggi justru berasal dari kelompok bahan makanan, yaitu pada sub kelompok ikan yang diawetkan dan ikan segar. Kondisi ini terjadi karena pada awal Oktober stok komoditi ini di pasar tradisional cenderung menurun. Sementara itu, sub kelompok yang mengalami deflasi tertinggi adalah bumbu-bumbuan.
35
Inflasi November 2008
Pada bulan November 2008 terjadi penurunan harga secara umum atau deflasi di kota Manado hingga 0.37% (m.t.m), berbeda dengan bulan lalu yang justru mengalami inflasi sebesar 0.09% (m.t.m). Deflasi terutama dipicu oleh penurunan harga BBM industri per 1 November 2008 sebesar 4-6% berdasarkan Perpres 55/2005 yang kemudian ditindaklanjuti dengan penurunan tarif angkutan di beberapa kab/kota di Sulawesi Utara termasuk kota Manado. Selain itu, ketersediaan pasokan bahan makanan pokok juga turut menyumbang angka inflasi yang rendah. Beberapa komoditi yang ketersediaannya mencukupi adalah gula, terigu, mentega, susu, dan daging.
Berdasarkan kelompok barang dan jasa,
penurunan terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan, yaitu sebesar 1.90%(m.t.m). Sub kelompok ikan segar mengalami penurunan angka IHK terbesar, hal ini terjadi karena mulai tercukupinya stok di pasar tradisional pada awal November. Selain itu, deflasi juga terjadi pada kelompok perumahan sebesar 0.24%(m.t.m) yang berasal dari sub kelompok biaya tempat tinggal. Walaupun secara umum pada bulan November terjadi deflasi, namun kelompok sandang menunjukkan tingkat inflasi yang cukup tinggi sebesar 1.01%(m.t.m). Jauh meningkat dibandingkan bulan lalu yang hanya 0.18%(m.t.m), khususnya untuk sub kelompok sandang pribadi dan barang lain.
Inflasi Desember 2008
Tahun 2008 di kota Manado ditutup dengan laju inflasi sebesar 0.46% (m.t.m), meningkat dibandingkan bulan lalu yang justru mengalami deflasi 0.37%(m.t.m). Inflasi terjadi pada empat kelompok barang/jasa. Kelompok bahan makanan yang sebelumnya mengalami deflasi 1.90% (m.t.m), pada bulan ini meningkat cukup tinggi hingga 2.61% (m.t.m), hal ini terkait dengan adanya persiapan hari raya Natal dan tahun baru. Peningkatan yang cukup tinggi juga terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,97 % (m.t.m). Pola kebiasaan masyarakat Sulawesi Utara yang banyak mengkonsumsi minuman beralkohol pada saat hari raya turut berperan dalam meningkatkan angka inflasi di kelompok ini. Tingkat inflasi terendah pada bulan ini terjadi di sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yaitu deflasi sebesar 2.28%, hal ini sesuai dengan data IHK sub kelompok yang menunjukkan bahwa angka IHK terendah pada bulan Desember 2008 terjadi pada sub kelompok transportasi. Rendahnya IHK transportasi terjadi karena adanya kebijakan penurunan tarif angkutan yang diberlakukan pemerintah kota Manado menyusul penurunan harga BBM.
36
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Kinerja perbankan di Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan IV–2008 secara garis besar masih cukup baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan total asset, kredit dan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun, membaiknya rasio kualitas kredit (NPL) serta diperkuat dengan peningkatan rasio fungsi intermediasi perbankan Loan To Deposit Ratio (LDR). Peningkatan LDR ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah kredit yang lebih signifikan dibandingkan pertumbuhan dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan. Sementara itu, walaupun tetap tumbuh positif selama triwulan laporan, namun pertumbuhan kredit tidak lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Salah satu pemicunya adalah kenaikan BI rate menjadi 9.5% pada bulan oktober 2008 ditambah lagi perlambatan perekonomian akibat dampak dari krisis global yang direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan kreditnya. Sedangkan membaiknya kualitas kredit lebih didorong karena bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya mengingat dampak dari krisis global yang masih menghantui perekonomian dalam negeri.
Komponen
Tabel 3.1 Indikator Utama Perbankan di Sulawesi Utara 2007 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008 Q2
Q3
Q4
Total Aset
8,958
9,319
9,905
10,548
10,793
11,691
12,359
13,527
Tumbuh Y.o.Y (%)
20.76
17.76
21.67
19.59
20.48
25.45
24.78
28.24
DPK (Rp Miliar)
5,985
6,436
6,504
7,070
7,189
7,765
7,929
8,860
Tumbuh Y.o.Y (%)
18.14
20.88
19.34
17.49
20.12
20.65
21.91
25.31
Kredit (Rp Miliar)
5,179
5,638
6,079
6,577
6,823
7,852
8,454
8,934
Tumbuh Y.o.Y (%)
20.25
22.04
26.85
29.70
31.74
39.27
39.08
35.84
LDR (%)
86.53
87.61
93.46
93.02
94.90
101.13
106.62
100.84
4.91
6.29
3.77
4.86
4.88
3.43
2.86
64.42
63.86
61.79
63.09
64.68
64.29
64.10
7.62
7.11
5.67
6.01
5.69
4.91
3.78
NPL (%) Share UMKM NPL UMKM (%)
5.12 62.19 8.23
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
A. Fungsi Intermediasi Perbankan 1. Respon Perbankan Sulawesi Utara Terhadap Kebijakan Moneter Periode triwulan IV-2008 masih diwarnai oleh problematika yang terjadi di pasar keuangan AS yang menyebar dan berdampak luas pada perekonomian Indonesia. Di tengah berbagai gejolak tersebut, kondisi perbankan Indonesia secara fundamental masih dapat terjaga. Indikator-indikator utama perbankan menunjukkan ketahanan yang tetap baik dan mantap, seperti tercermin berbagai indikator utama perbankan seperti NPL (Non Performing Loan) 37
dan LDR (Loan To Deposit Ratio). Sementara itu, kondisi likuiditas perbankan yang sempat mengalami keketatan, sudah mulai longgar kembali. Namun, perbankan terlihat mulai berhati-hati dalam menyalurkan kredit seiring dengan meningkatnya risiko ke depan sebagai dampak dari melemahnya perekonomian di sektor riil.
Tingkat suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi sebagai efek tunda yang baru dirasakan di tengah-tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global berimplikasi pada penurunan akselerasi pertumbuhan kredit. Kenaikan BI Rate pada oktober 2008
masih
terus
ditransmisikan
oleh
suku
bunga
deposito.
Bahkan
setelah
dipertahankannya level BI Rate pada November 2008. Tingkat Suku Bunga deposito di Sulawesi Utara terus menunjukkan adanya peningkatan, sampai dengan bulan Desember 2008 tingkat suku bunga deposito telah mencapai 10.13%, diatas level BI rate yang berada pada posisi 9.25%. Peningkatan tingkat suku bunga ini dilakukan oleh perbankan ditengahtengah kondisi sektor keuangan yang sedang dilanda dampak dari krisis ekonomi global yang mengharuskan perbankan untuk memperoleh dana yang likuid guna memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sementara itu, data suku bunga kredit juga mengalami peningkatan, berdasarkan data yang ditunjukkan pada grafik dibawah, sampai dengan akhir bulan oktober tingkat suku bunga kredit kembali meningkat. Oleh pihak perbankan suku bunga kredit ditingkatkan untuk menjaga spread atau margin keuntungan bank, disamping sebagai opportunity cost atas risiko yang akan dihadapi bank ketika debitur mengalami gagal bayar (default), dimana pada saat terjadi gejolak perekonomian seperti kondisi saat ini probabilitas risiko debitur mengalami gagal bayar semakin terbuka lebar. Peningkatan suku bunga kredit konsumsi, investasi dan modal kerja mulai dirasakan di awal triwulan IV – 2008. Sampai dengan posisi bulan Desember suku bunga kredit konsumsi mencapai 14.61% per tahun dan tingkat suku bunga kredit investasi sebesar 15.57% per tahun. Sementara itu tingkat suku bunga kredit modal kerja mengalami penurunan tipis menjadi sebesar 17.70% per tahun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 17.78% per tahun.
38
Grafik 3.1. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit 1 Bulan
Grafik 3.2. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Deposito dan BI Rate 12.0
18.0 %
%
10.0 17.0
8.0
16.0
6.0
15.0
4.0
14.0
2.0 -
13.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
12.0
2007
2007
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Sk. Bunga Deposito
2008 BI Rate
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Grafik 3.3. Tingkat Suku Bunga Kredit Menurut Jenis Penggunaan 18.0 % 17.0 16.0 15.0 14.0 13.0
Modal Kerja Investasi Konsumsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
12.0
2007
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian dan melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap perkembangan dan prospek ekonomi dan keuangan, baik domestik maupun global, Rapat dewan Gubernur (RDG) bank Indonesia pada 4 Desember 2008 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 9,25%. Untuk mengatasi permasalahan segmentasi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), Bank Indonesia juga memutuskan penurunan tingkat bunga fasilitas pinjaman harian (overnight) perbankan melalui transaksi repo dari BI Rate plus 100 bps menjadi BI Rate plus 50 bps, sekaligus menyesuaikan FASBI Rate dari semula BI Rate minus 100 bps menjadi BI Rate minus 50 bps. Selain itu, Bank Indonesia akan terus mengamankan stabilitas ekonomi melalui koordinasi dengan Pemerintah untuk mencermati perkembangan perekonomian global, regional dan domestik. 39
2. Penyerapan Dana Masyarakat Kebijakan Bank Indonesia untuk menaikkan BI Rate di bulan Oktober 2008 sebesar 25 bps menjadi 9.5%, sedikit banyak telah berdampak pada kinerja perbankan di Sulawesi Utara, terlihat pada peningkatan dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan mencapai Rp8.860 miliar atau naik 25.31% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan jenis simpanannya, kenaikan dana terutama terjadi pada jenis deposito yang meningkat 101.34% (y.o.y) dan jenis giro sebesar 25.82% (y.o.y), sementara untuk jenis tabungan justru mengalami penurunan sebesar 18.87% (y.o.y). Grafik 3.4. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Persen) 10,000 Tabungan
9,000
3,804 1,383
1,496
2,742
4,022 2,206
3,594
3,725
2,998
2,994
1,537
-
1,305 2,291
1,000
1,189 2,156
2,000
1,365 2,141
3,000
1,311 2,130
4,000
1,102 2,145
5,000
2,739
6,000
4,342
Giro
7,000
3,022
Deposito
8,000
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2007
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Menurut pangsanya, penempatan dana dalam sistem perbankan juga didominasi oleh jenis simpanan deposito sebesar 49% dari total keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun, disusul kemudian tabungan (34.11%) dan giro (16.89%). Secara umum selama triwulan laporan, preferensi masyarakat dalam menggunakan sistem perbankan jauh lebih tinggi. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih memilih untuk mengamankan asetnya di sektor perbankan daripada di pasar modal yang lebih rentan terhadap dampak dari gejolak krisis ekonomi global.
40
Grafik 3.5 Share Dana Pihak Ketiga (DPK)
Share DPK 17%
34%
Giro Deposito 49%
Tabungan
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah menyerap hampir 63.63% dari total DPK sedangkan
sisanya
dihimpun
oleh
bank
swasta
(36.37%).
Berdasarkan
laju
pertumbuhannya, dana di bank pemerintah tumbuh 24.31% (y.o.y) sedangkan dana di bank swasta tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 27.13% (y.o.y). Dana di bank pemerintah mulai tumbuh seiring dengan preferensi masyarakat dalam menanamkan dananya di sektor perbankan dimana faktor keamanan diangap penting, ditambah lagi pada saat terjadi gejolak di pasar keuangan akibat krisis global. Namun tingginya pertumbuhan dana di bank swasta tidak lepas dari gencarnya promosi yang dilakukan perbankan swasta di Manado dalam menjaring nasabah baru. Berdasarkan kepemilikannya, dana yang dimiliki pemerintah daerah baik provinsi/kota/kabupaten tercatat sebesar Rp660 miliar atau meningkat sebesar 41.29% (y.o.y) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan dana milik swasta juga mengalami peningkatan mencapai jumlah Rp8.199 miliar atau naik sebesar 24.20% (y.o.y). Grafik 3.6 Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Bank Penghimpun (Rp. Miliar) 9,000
911
660
Q1
Q2
Q3
Q4
2008
3,222
2,831
2,793
5,638
769
Q4
2,615
5,098
867
Q3
2,534
4,972
467
Q2
2,349
4,574
937
Q1
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
4,535
856
1,000
801
2,000
1,000
2007
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
3,000
2,000 -
4,155
4,000
4,186
6,996
6,602
5,567
5,580
5,184
3,000
5,000
Bank Pemerintah
2,244
6,000
5,000
8,199
6,000
7,018
7,000
6,322
7,000
4,000
Bank Swasta
8,000
Pemerintah
2,250
Swasta
8,000
3,741
9,000
Grafik 3.7 Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kepemilikan (Rp. Miliar)
-
2007
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
41
Berdasarkan wilayah penghimpunan dananya, dari keseluruhan total dana pihak ketiga yang dihimpun, sebesar 77.56% atau Rp.6.872 miliar berasal dari bank-bank yang berlokasi di Manado, selanjutnya adalah Kabupaten Minahasa (6.61%), Kota Bitung (6.58%), Kabupaten Bolaang Mongondow (5.06%) dan Kabupaten Sangihe Talaud (4.20%). Tingginya penghimpunan dana masyarakat di Kota Manado terkait dengan jumlah jaringan kantor bank yang sebagian besar terkonsentrasi di Kota Manado, disamping itu sentra pertumbuhan ekonomi daerah berada di Manado tercermin dari maraknya aktivitas pembangunan daerah yang terfokus di sekitar Manado. Tabel 3.2 Perkembangan Sebaran DPK per Kabupaten/Kota (Rp. Miliar) Sebaran DPK
Q1-07
Q2-07
Minahasa 391 407 Bolmong 354 380 Sangihe Talaud 294 330 Manado 4,494 4,827 Bitung 452 492 Total 5,985 6,436 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Q3-07 447 366 312 4,883 497 6,504
Q4-07 408 387 314 5,427 534 7,070
Grafik 3.8 Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kabupaten/Kota (%)
Q1-08
Q2-08
468 392 315 5,371 644 7,189
513 427 329 5,862 635 7,765
Bitung
8,000
Sangihe Talaud
7,000
Minahasa
Manado
684 391 343 5,959 552 7,929
Q4-08
18.25 22.71 15.78 6.63 7.74
2,000
43.49
Minahasa
53.10 28.07
Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Q4-07
9.94
Bolmong
1,000
Q3-08
26.63 22.05 16.88
Manado
4,000 3,000
Share Tw.IV-08 (%) 6.61 5.06 4.20 77.56 6.58 100.00
21.12
Sangihe Talaud
5,000
586 448 372 6,872 583 8,860
9.08 11.22
Bitung
Bolmong
6,000
Q4-08
Grafik 3.9 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kabupaten/Kota (%)
10,000 9,000
Q3-08
0
20
40
60
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan wilayah administratifnya, pada triwulan laporan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan tertinggi dialami oleh kabupaten Minahasa sebesar 43.49% (y.o.y) mencapai jumlah Rp.586 miliar. Berikutnya adalah Kota Manado yang tumbuh 26.63% (y.o.y) dengan jumlah Rp6.872 miliar, Kabupaten Sangihe Talaud (18.25%) dan Kabupaten Bolaang Mangondow (15.78%). Pertumbuhan dana terendah terjadi di kabupaten Bitung yang hanya tumbuh sebesar 9.08% (y.o.y). 42
3. Penyaluran Kredit Bank Pelapor Fungsi intermediasi perbankan di Sulawesi Utara dari waktu ke waktu terus mencatat kemajuan, tercermin dari terus meningkatnya kredit yang berhasil disalurkan. Walaupun peningkatan ini tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan triwulan III – 2008. Hingga triwulan laporan, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp8.934 miliar atau tumbuh 35.84% (y.o.y). Berdasarkan jenis penggunaannya, perkembangan kredit paling signifikan dialami oleh kredit modal kerja yang sejak awal tahun 2007 hingga saat ini terus mengalami peningkatan mencapai jumlah Rp3.719 miliar atau naik lebih dari 46.41%. Hal ini seiring pula dengan membaiknya kinerja kredit konsumsi dan kredit investasi yang masing-masing tumbuh pada kisaran 30.17% dan 24.33% (y.o.y). Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (Persen) % 70 60 50 40 30 20 10 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
0
2007 gTotal Kredit
2008 gInvestasi
gModal Kerja
gKonsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan strukturnya, pangsa kredit modal kerja baru sebesar 41.63% dari total kredit yang disalurkan, atau masih lebih kecil dibandingkan kredit konsumtif yang pangsanya mencapai 48.99%. Belum lagi melihat fakta kecilnya pangsa kredit investasi yang hanya 9.38% dari total kredit yang disalurkan. Grafik 3.11. Penyaluran Kredit di Provinsi Sulawesi Utara (Rp. Miliar) 9,000
Q2
Q3
Q4
Q1
838
862
3,719
2,734
Q1
3,464
3,420
2,540
669
3,363
2,245 619
1,000
2,014 601
2,000
1,883 554
3,000
674
3,215
3,024
4,000
2,742
5,000
3,777
Modal Kerja
4,128
Investasi
6,000
4,377
Konsumsi
802
7,000
3,274
8,000
Q2
Q3
Q4
-
2007
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
43
Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit produktif selama triwulan ini sebagian besar ditujukan ke sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mencapai jumlah Rp2.634 miliar dengan pangsa sebesar 29.48% dari total kredit. Disusul penyaluran kredit pada sektor pertanian dan sektor konstruksi masing-masing dengan pangsa 5.97% dan 5.32%. Dominasi penyaluran kredit pada sektor PHR, selain didorong oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat juga meningkatnya wisatawan asing dan domestik untuk berkunjung ke Sulawesi Utara (tercermin dari tingginya tingkat hunian hotel dan terus berlangsungnya pembangunan hotel-hotel baru) sehingga pihak perbankan sangat tertarik untuk membiayai sektor ini.
Sementara itu berdasarkan pencapaiannya, peningkatan kredit paling signifikan terjadi di sektor pertambangan yang tumbuh 918.89% (y.o.y) dengan jumlah Rp35 miliar. Berikutnya adalah sektor jasa sosial/kemasyarakatan yang tumbuh 563.05% (y.o.y) dengan outstanding kredit sebesar Rp137 miliar. Sementara itu, penyaluran kredit di sektor PHR dan sektor pertanian merupakan bentuk keberhasilan program revitalisasi pertanian yang dilaksanakan pemerintah provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2007 lalu yang mendapat dukungan dari perbankan. Tercatat hingga akhir 2007, jumlah kredit revitalisasi pertanian yang berhasil disalurkan oleh perbankan selama tahun 2007 mencapai jumlah 11 miliar. Di samping sektor-sektor yang mengalami peningkatan jumlah kredit, terdapat pula beberapa sektor yang pembiayaannya justru mengalami kontraksi yaitu sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 76.65% (y.o.y). Grafik 3.12. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi (Rp. Miliar) Sektor Produktif Lainnya Kons truk si
3,433
1,815
2,013
2,121
2,507
2,591
2,634
900
1,655
-
768
1,506
1,000
584
653
756
3,000 2,000
3,376
3,033
4,000
2,747
5,000
3,222
6,000
4,393
7,000
Lainnya (Konsumsi) PHR Pertanian
4,143
8,000
3,791
9,000
210 174
250 199
267 264
294 309
309 307
397 402
423 530
475 533
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
542
510
501
2007
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan kelompok bank, sampai dengan triwulan laporan, bank umum pemerintah masih terus mendominasi penyaluran kredit dibandingkan dengan bank umum swasta nasional. Kelompok bank pemerintah berhasil menyalurkan Rp6.603 miliar atau mencapai 44
pangsa pasar 73.90% sedangkan kelompok bank swasta menyalurkan Rp2.332 miliar dengan pangsa pasar 26.10%. Selain itu dominasi pembiayaan oleh bank umum pemerintah terlihat semakin kuat ditinjau dari laju pertumbuhan kreditnya yang tumbuh sebesar 37.26% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh kelompok bank swasta sebesar 31.97% (y.o.y). Grafik 3.13. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank (Rp. Miliar)
4,810
4,929
1,894
4,392
1,767
1,687
4,341
2,000
3,812
3,000
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2,332 6,603
4,000
1,298
5,000
1,367
6,000
6,128
Bank Pemerintah
7,000
2,149
Bank Swasta
8,000
5,704
9,000
2,326
10,000
Q2
Q3
Q4
1,000 -
2007
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan wilayah penyaluran kredit, dari total kredit sebesar Rp.8.934 miliar, sebesar 66.76% atau sebesar Rp.5.965 miliar disalurkan di wilayah Kota Manado hal ini juga tidak lepas dari banyaknya jaringan kantor perbankan yang berada di Kota Manado sebagai sentra pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Minahasa dengan pangsa pasar sebesar 11.43% (Rp.1.021 miliar), Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 9.24% (Rp.825 miliar), Kota Bitung sebesar 6.70% (Rp.599 miliar), dan Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 5.87% (Rp.524 miliar). Berdasarkan laju pertumbuhan kreditnya, sebagian besar kabupaten dan kota mencatat pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan posisi pertumbuhan akhir triwulan sebelumnya. Wilayah dengan laju pertumbuhan kredit tertinggi dialami Kota Manado sebesar 40.04% (y.o.y) sedangkan yang terendah adalah Kota Bitung sebesar 11.29% (y.o.y). Perlambatan pertumbuhan kredit selama triwulan laporan terjadi sehubungan dengan masih terdapat efek tunda dari peningkatan BI rate yang terjadi di bulan Oktober 2008. Perbankan mengalami keketatan likuiditas, hal ini dibuktikan dari penurunan yang signifikan pada LDR perbankan pada triwulan laporan.
45
Grafik 3.14. Komposisi Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota (%)
Grafik 3.15. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota (%)
11.29 11.60
Bitung
35.66 40.04
Manado
30.83 28.66 27.44 23.78
Sangihe Talaud Bolmong
24.05
Minahasa
27.39
-
10
10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 -
20
30
45.28
Q4-08 35.89 33.95 Q3-08
33.53 33.94
Q4-07
40
Manado
Sangihe Talaud
Bolmong
Minahasa
50
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Bitung
Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang naik dari 93.02% di triwulan IV–2007 menjadi 100.84% di triwulan IV–2008. Membaiknya rasio LDR ini disebabkan karena peningkatan kredit yang jauh lebih signifikan dibandingkan pertamabahan DPK yang berhasil dihimpun bank. Berdasarkan wilayah administratifnya, rasio LDR terendah dialami oleh Kota Manado sebesar 86.80%. Sedangkan LDR tertinggi dicapai oleh Kabupaten Bolaang Mangondow sebesar 184.26%, disusul kemudian berturut-turut oleh Kabupaten Minahasa sebesar 174.29%, Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 141.02%, dan Bitung sebesar 102.78%. Grafik 3.16. Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Kabupaten/Kota (%) 102.8 97.3 108.4
Bitung
Q4-08 Q3-08
86.8 95.6 87.2
Manado
Q4-07
141.0 142.4 130.6
Sangihe Talaud
184.3 195.2
Bolmong
165.8 174.3
Minahasa
141.9 171.1
-
50
100
150
200
250
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
4. Kredit UMKM Perkembangan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) memperlihatkan perkembangan yang cukup baik bahkan dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan kredit secara umum. Sampai dengan triwulan IV – 2008, jumlah kredit MKM 46
yang berhasil disalurkan mencapai Rp5.727 miliar dengan laju pertumbuhan sebesar 40.92% (y.o.y). Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit secara umum yang diakhir triwulan laporan tumbuh 35.84% (y.o.y). Grafik 3.17. Laju Pertumbuhan Kredit UMKM dan Total Kredit % 50
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2007
2008 gKredit
gUMKM
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Menurut pangsanya, sebagian besar atau 62.41% dari total kredit MKM merupakan jenis kredit menengah sedangkan sisanya 31.81% merupakan jenis kredit kecil dan baru sebagian kecil atau hanya 5.78% merupakan jenis kredit mikro. Kecilnya porsi kredit mikro dan kecil terutama disebabkan oleh cukup tingginya rasio kredit bermasalah untuk kedua jenis kredit tersebut yaitu masing-masing sebesar 17.98% dan 5.04%, jauh dari batas toleransi Bank Indonesia sebesar 5% sedangkan kualitas kredit menengah relatif cukup baik yaitu sebesar 1.82%. Grafik 3.18. Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Rp. Miliar) 7,000
Grafik 3.19. Non Performing Loan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Rp. Miliar) 400
Menengah
Menengah
Kecil
6,000
350 105
3,574
3,427
3,201
1,445
1,600
1,725
1,822
2,599
1,344
2,471
1,355
2,144
372
237
248
261
279
283
331
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
1,026
216
2007
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
250 200
106
114
106
2008
100
104
86
95
103
222
150
1,116
-
1,979
3,000
2,289
4,000
1,000
Mikro
300
5,000
2,000
Kecil
Mikro
119
112
114
47
49
50
46
48
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
99
106
98
102
49
37
41
Q2
Q3
Q4
50 -
2007
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan penyebarannya, penyaluran kredit UMKM masih belum merata dan lebih banyak terfokus pada daerah-daerah tertentu. Tercatat Kota Manado menyerap 68.62% 47
dari total kredit MKM yang disalurkan, diikuti oleh kota dan kabupaten lainnya yang ratarata memiliki pangsa pada kisaran 6.3%-9.5%. Berdasarkan laju pertumbuhannya, perkembangan kredit MKM di Kabupaten Minahasa merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 67.84% (y.o.y) sedangkan wilayah dengan laju pertumbuhan kredit MKM terendah adalah Kota Bitung yang tumbuh hanya sebesar 13.5% (y.o.y). Grafik 3.20. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
7,000
Bitung
Manado
6,000
Sangihe-Talaud
Bolmong
Grafik 3.21. Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Kabupaten/Kota (Persen) Q4-08
13.50 16.08
Bitung
34.92
Minahasa
5,000 4,000
Q3-08 43.33 45.80
Manado
Q4-07
32.71 27.86 36.41 37.54
Sangihe Talaud
3,000
36.67
Bolmong
2,000
44.75 35.87 67.84
1,000
Minahasa
22.19
(%)
42.79
Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
0
20
40
60
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
B. RISIKO KREDIT 1. Rasio Kelonggaran Tarik Kredit Perkembangan rasio kelonggaran tarik kredit bank umum pada triwulan IV – 2008 memperlihatkan penurunan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat rasio kelonggaran tarik pada triwulan laporan sebesar 5.95% turun dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 7.94%. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan belum menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh dampak dari krisis ekonomi global yang mulai dirasakan oleh sektor riil membuat perbankan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya, selain itu juga terkait permasalahan dimana masih terdapat beberapa peraturan daerah yang tumpang tindih dan birokrasi yang berbelit-belit.
48
80
Grafik 3.22. Kelonggaran Tarik Kredit Bank Umum (Miliar) Milliar 11,000
% 12
10,000
10
9,000
8
8,000
6
7,000
4
6,000
2
5,000 4,000
Q1
Q2
Plafond
5,74
6,04
Outstanding
5,17
Rasio UL (%)
7.64
Q3
Q4
Q1
Q2
6,60
6,60
7,77
8,46
9,68
9,92
5,63
6,07
6,07
6,82
7,29
8,45
8,93
6.96
6.70
6.70
7.86
9.89
7.94
5.95
2007
Q3
Q4
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
2. Net Interest Margin (NIM) Net Interest Margin (NIM) didefinisikan sebagai salah satu indikator penilaian terkait kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Berdasarkan neraca konsolidasi bank umum, saldo bersih pendapatan bunga setelah dikurangi biaya bunga atau yang biasa disebut Net Interest Margin (NIM) untuk triwulan IV-2008 berada dalam keadaan positif. Pada akhir triwulan IV – 2008, total NIM tercatat sebesar Rp897 miliar atau mengalami kenaikan bila dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp700 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan bunga (antara lain dalam bentuk kredit dan penempatan antar bank) lebih besar dibandigkan dengan biaya bunga (antara lain dalam bentuk tabungan, giro dan deposito). Hal ini seiring dengan peningkatan kredit yang lebih signifikan dibandingkan peningkatan dana sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan bunga. Peningkatan jumlah kredit ini salah satu pemicunya adalah kenaikan suku bunga acuan (BI rate) hingga akhir 2008 yang lebih cepat direspon oleh perbankan dengan menaikkan suku bunga kredit dibandingkan suku bunga simpanan sehingga beban bunga yang ditanggung bank relatif mampu dikonversikan dari pendapatan yang diperoleh dari tingkat suku bunga kredit. Dengan demikian, dampak kebijakan moneter lebih dahulu dinikmati oleh bank melalui spread bunga yang tinggi.
49
Grafik 3.23 Net Interest Margin Bank Umum 1,400 NIM
1,200
Biaya Bunga
897
1,000
659
700
72 194
147
232
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
-
2007
345
295
413
416
310
200
283
400
254
371
600
469
800
Q4
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
3. Rasio BOPO Rasio BOPO menunjukkan tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Dalam analisis ini maka rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien. Pada triwulan IV – 2008 rasio BOPO menunjukkan adanya kenaikan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan akhir triwulan IV–2008, tingkat efisiensi operasional perbankan sedikit mengalami penurunan tercermin dari rasio BOPO bank umum yang naik menjadi 73.62% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 71.56%. Pada triwulan laporan walaupun nilai NIM menunjukkan adanya peningkatan namun disisi lain rasio BOPO juga menunjukkan adanya kenaikan. Hal ini dapat disebabkan karena pada perhitungan rasio BOPO memperhitungkan semua biaya operasional bank, sedangkan dalam NIM hanya memperhitungkan biaya bunga. Peningkatan rasio BOPO pada triwulan laporan diduga disebabkan oleh peningkatan pada biaya operasional non bunga (biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, dll). Grafik 3.24. Rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional Bank Umum %
Miliar 1,600
78
1,400
76
1,200
74
1,000
72
800 70
600
68
400
66
200
64
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
BO
210
436
637
850
231
571
PO
776
1,087
281
569
874
1,188
316
831
1,061
1,477
74.81
76.60
72.83
71.56
73.21
68.71
73.18
73.62
2007
Rasio
Q3
Q4
2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
50
4. Return on Asset (ROA) Return on Asset (ROA) merupakan suatu rasio yang mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan asset yang dimilikinya. Sampai dengan triwulan IV – 2008, rasio ROA bank umum tercatat sebesar 2.19% meningkat tipis bila dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2.09%. Peningkatan rasio ROA ini lebih disebabkan oleh tingginya presentase kenaikan total aset yang mampu dikelola dengan baik oleh bank untuk menghasilkan laba. ROA pada bank akan cenderung meningkat, karena laba pada ROA merupakan laba kotor termasuk didalamnya laba yang berasal dari kegiatan operasional dan non-operasional. Walaupun pada triwulan laporan terjadi peningkatan rasio BOPO dimana beban operasional lebih besar dari penapatan operasionalnya, hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi kenaikan rasio ROA yang berasal dari peningkatan laba nonoperasional bank. Grafik 3.25. Return On Asset (ROA) Bank Umum 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 -
Aset (Rp Juta)
Q1
L/R (Rp Juta)
Q2
Q3
Q4
Q1
ROA (Persen)
Q2
2007
Q3
Q4
13,527
350 300 250 200 150 100 50 -
2008
Aset (Rp Juta) 8,958
9,319
9,905
10,548
10,793
11,691
12,359
L/R (Rp Juta)
72
132
244
221
79
174
274
297
ROA (Persen)
0.81
1.41
2.46
2.09
0.73
1.49
2.22
2.19
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
5. Sensitivitas Risiko Pasar Sensitivitas terhadap risiko pasar adalah tingkat kepekaan aset (aktiva produktif seperti ABA, Surat Berharga dan Kredit) maupun kewajiban terhadap volatilitas suku bunga. Aset dan kewajiban dimaksud adalah aktiva maupun pasiva yang sensitif terhadap perubahan suku bunga. Tingkat sensitivitas dipengaruhi oleh struktur on/off balance sheet antara lain: jenis, karakteristik, jangka waktu, besaran dan rating instrumen. Tingkat sensitivitas yang tinggi dapat dilihat dari besarnya perubahan yang diakibatkan oleh volatilitas suku bunga dan nilai tukar. Pendekatan yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas tersebut adalah pendekatan melalui perhitungan Net Portfolio Value (NPV), yaitu mengetahui perubahan economic value dari suatu portfolio. Pendekatan lain yang dapat digunakan adalah pendekatan earning, yaitu pendekatan untuk menghitung potensial profit dan loss dari sutu portfolio. Mengingat dalam perhitungan sensitivitas terhadap risiko pasar juga menetapkan 51
potensial loss terhadap akses modal maka pendekatan yang relevan untuk mengukur tingkat sensitivitas adalah pendekatan earning.
Dalam hal ini diperlukan identifikasi secara tepat atas aset, kewajiban dan rekening administratif yang mengandung risiko suku bunga dan nilai tukar baik aktivitas fungsional tertentu maupun aktivitas bank secara keseluruhan. Setelah itu dilakukan perhitungan gap position suku bunga maupun nilai tukar. Semakin besar bank memelihara gap position maka semakin tinggi potential profit dan loss bank. Oleh karena itu diperlukan besaran gap yang sesuai dengan strategi yang diambil dikaitkan dengan perkiraan arah suku bunga (interest rate forecast), tingkat keyakinan manajemen terhadap perkiraan yang dimaksud (degree of confidential) dan preferensi tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite). Sensitivitas aset dan kewajiban ditunjukkan oleh perubahan NIM bank akibat perubahan suku bunga, sedangkan perubahan NIM diperngaruhi oleh posisi gap bank. Tingkat sensitivitas NIM bank terhadap perubahan suku bunga sangat tergantung kepada karakteristik instrumen keuangan yang membentuk portfolio bank tersebut, antara lain jatuh tempo (maturity) dan karakteristik suku bunga bank (floating atau fixed). Tabel 3.3 Portfolio Interest Instrument Perbankan di Sulawesi Utara No. 1
Aktiva
2007
2008
Penempatan pada Bank Indonesia
Q1 875,527
Q2 695,867
Q3 594,361
Q4 335,133
Q1 495,073
Q2 285,011
Q3 268,989
Q4 325,866 882,820
2
Penempatan pada Bank Lain
218,982
179,788
325,513
537,735
303,272
514,885
736,439
3
Surat Berharga yang Dimiliki
9,995
21,515
20,964
20,000
9,406
47,065
30,503
26,997
4
Kredit yang Diberikan
5,178,783
5,638,381
6,078,692
6,576,952
6,572,753
7,852,343
8,454,101
8,934,226
5
Tagihan Lainnya RSA
No.
Passiva
1
Giro
2 3 4
Kewajiban kepada Bank Indonesia
5
2,829
2,777
2,823
2,846
2,773
1,255
1,437
1,483
6,286,116
6,538,328
7,022,353
7,472,666
7,383,277
8,700,559
9,491,469
10,171,392
2007 Q1
Q2
2008 Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2,144,720
1,311,101
1,364,753
1,189,195
1,282,087
1,536,988
1,383,487
1,496,273
Tabungan
2,738,769
2,994,238
2,998,019
3,724,885
3,564,430
4,021,549
3,803,628
4,341,512
Simpanan Berjangka
2,144,720
2,130,479
2,141,467
2,156,324
2,208,649
2,206,430
2,742,030
3,022,149
4,991
5,091
5,102
4,812
4,774
4,779
4,491
4,352
Kewajiban kepada Bank Lain
118,066
176,283
217,312
697,268
275,456
482,334
620,490
1,096,345
6
Surat Berharga yang Diterbitkan
208,094
208,732
211,454
170,124
169,434
171,530
168,801
162,987
7
Pinjaman yang Diterima
11,621
12,265
12,062
11,242
11,329
9,430
9,589
8,555
8
Kewajiban Lainnya
66,914
62,041
54,701
67,661
50,643
70,695
87,197
74,771
9
Setoran Jaminan
11,871
9,950
10,368
13,357
10,833
10,586
12,364
16,906
RSL
7,449,766
6,910,180
7,015,238
8,034,868
7,577,635
8,514,321
8,832,077
10,223,850
GAP -1,163,650 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
-371,852
7,115
-562,202
-194,358
186,238
659,392
-52,458
Perilaku perbankan di Sulawesi Utara hingga triwulan IV – 2008 berada pada kondisi negatif gap yang berarti RSA < RSL. Kondisi saat ini, dimana masih terlihat dampak dari keketatan likuiditas, bank kemudian merespon dengan mengambil posisi negatif gap untuk memenuhi kecukupan likuiditasnya. Bank memberikan tingkat suku bunga yang tinggi terhadap 52
aktivanya dengan harapan penempatan dana masyarakat pada aktiva bank dapat memenuhi kewajiban-kewajiban bank yang jatuh tempo. Negatif gap dalam jangka pendek merupakan risiko yang dihadapi perbankan dalam menjalankan kegiatan usahanya, sepanjang struktur pendanaan pada bank masih dapat dikategorikan bagus, negatif gap ini tidak akan merugikan bank.
C. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Secara kelembagaan, jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di wilayah kerja Bank Indonesia Manado sebanyak 20 BPR yang seluruhnya merupakan bank konvensional dengan rincian sebanyak 17 BPR dengan jumlah kantor 37 unit beroperasi di Sulawesi Utara sedangkan 4 BPR dengan jumlah kantor 9 unit beroperasi di Gorontalo. Tabel 3.4. Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di Sulawesi Utara (Rp Miliar) 2007
Komponen Q1
Q2
2008 Q3
Q4
Q1
Q2
Y.o.Y Q3
Q4*)
Aset
144.7
148.8
152.3
170.6
177.2
186.6
194.5
193.1
DPK
102.4
111.2
116.0
125.9
132.8
135.5
143.1
141.5
12.3
76.4
80.8
82.9
86.5
96.0
95.4
101.5
101.3
17.2
Deposito Tabungan Kredit
13.2
26.0
30.4
33.1
39.5
36.8
40.1
41.6
40.2
1.7
110.6
121.7
126.9
130.8
139.8
157.8
161.6
163.3
24.8
Jenis Penggunaan Modal Kerja
25.8
25.7
28.7
29.1
32.5
35.4
37.7
38.2
31.1
Investasi
11.1
11.8
11.7
12.0
12.2
12.4
14.5
14.2
18.6
Konsumsi
73.7
84.2
86.5
89.8
95.1
110.1
109.4
110.9
23.6
Pertanian
1.9
2.3
2.7
3.1
3.0
2.9
3.4
3.2
3.7
Perindustrian
0.8
0.7
0.6
0.6
0.6
0.4
0.4
0.4
-22.2 32.2
Sektoral
PHR
19.3
18.9
20.5
21.0
24.3
26.9
27.6
27.8
Jasa-jasa
12.8
12.5
13.1
11.5
10.8
11.3
12.7
12.5
9.4
Lain-lain
75.8
87.3
90.0
94.7
101.0
116.3
117.6
119.3
26.0
LDR (Persen)
108.0
109.4
109.3
103.9
105.3
116.5
113.0
115.4
4.5
4.2
3.4
3.5
3.1
3.4
3.6
4.3 NPL (Persen) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Kinerja BPR selama triwulan IV – 2008 (Bulan November) secara umum jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mengalami penurunan tercermin dari turunnya total aset, DPK, serta memburuknya kualitas kredit. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama
tahun
sebelumnya,
kinerja
BPR
mengalami
pertumbuhan
menggembirakan. Total aset BPR tercatat Rp193.1 miliar, tumbuh
yang
cukup
13.2% (y.o.y)
dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, DPK yang berhasil dihimpun naik sebesar 12.3% (y.o.y) mencapai Rp141.5 miliar. Berdasarkan jenisnya, sebagian besar DPK tersebut disimpan dalam bentuk deposito dengan pangsa 71.62% atau sebesar Rp101.3 miliar, sedangkan sisanya dalam bentuk tabungan. Berdasarkan jenisnya, 53
kredit yang disalurkan sebagian besar merupakan kredit konsumsi dengan pangsa 67.93%, selanjutnya kredit modal kerja dengan pangsa 23.39% dan sisanya kredit investasi sebesar 8.68%. Terlihat dalam tabel diatas, jenis kredit modal kerja mencatat pertumbuhan tertinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 31.1% (y.o.y) kemudian disusul oleh kredit konsumsi (23.6%) dan kredit investasi (18.6%). Peningkatan kredit modal kerja hingga akhir triwulan laporan ini sangat menggembirakan, mengingat besarnya porsi kredit konsumsi oleh BPR selama ini. Namun demikian kenaikan kredit konsumsi ini juga merupakan suatu konsekuensi logis dari dominannya kegiatan konsumsi pada PDRB Provinsi Sulawesi Utara yang didukung oleh berbagai kemudahan yang diberikan oleh BPR dalam pengajuan kredit dibandingkan bank umum walaupun bunga yang ditawarkanrelatif lebih tinggi. Sementara itu, fungsi intermediasi yang tercermin dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) BPR yang mencapai 115.4% lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 103.9%. Dalam penilaian tingkat kesehatan BPR nilai LDR diatas 102.25% dapat dikategorikan tidak sehat. Hal ini diperkuat dengan penurunan kualitas kredit yang dicerminkan oleh meningkatnya rasio NPL (Non Performing Loan) dari 3.4% pada triwulan IV – 2007 menjadi 3.6% pada triwulan IV – 2008.
54
BOKS. 1 REALISASI PEMBIAYAAN PERBANKAN TERHADAP KOMODITI JAGUNG, PADI, RUMPUT LAUT, KELAPA DAN SAPI POTONG PERIODE TRIWULAN IV-2008
Program pembiayaan perbankan terhadap beberapa komoditas potensial di Sulawesi Utara (jagung, padi, rumput laut, kelapa dan sapi potong) merupakan bagian dari serangkaian kegiatan program Tim Fasilitasi Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Daerah. Bank Indonesia berperan dalam memfasilitasi dan melakukan koordinasi antara pihak-pihak seperti perbankan, pemda, pengusaha, akademisi serta stakeholders lainnya guna mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan potensi ekonomi daerah agar mendapat kesepakatan dan realisasi pembiayaan dari perbankan atas program yang dipilih.
Berdasarkan laporan perbankan yang masuk sampai dengan triwulan IV-2008 pembiayaan perbankan untuk pemberdayaan ekonomi daerah khususnya untuk 5 komoditas potensial di Sulawesi Utara telah dilaksanakan oleh 6 bank pelaksana antara lain: Bank Sulut, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan Bank Panin, BRI, BNI dan BCA yang tersebar diwilayah kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Jumlah realisasi pembiayaan dari perbankan selama triwulan laporan mencapai Rp44.24 miliar yang tersebar untuk 5 jenis komoditas potensial.
Secara umum kondisi ini tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan kondisi pada triwulan III-2008. Adanya efek gejolak perekonomian global yang berlanjut pada pelemahan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kinerja dari produsen/petani komoditi-komoditi tersebut. Adapun jenis komoditas yang mengalami penurunan realisasi pembiayaan dibandingkan pada triwulan sebelumnya adalah komoditas jagung dan kelapa. Sedangkan untuk komoditas padi dan sapi potong jumlah realisasi pembiayaan masih tetap jika dibandingkan periode triwulan sebelumnya.
Kondisi realisasi pembiayaan yang cenderung stagnan dan menurun ini terkendala oleh beberapa hal : 1. Kendala pengembangan komoditi unggulan daerah Sulawesi Utara seperti Kelapa, Sapi potong dan Rumput Laut masih terkendala pada kesiapan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait untuk penyediaan bibit di lapangan dan pendampingan terhadap petani, nelayan serta peternak / pelaku UMKM.
55
2. Dampak krisis ekonomi global akan berakibat pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, kemungkinan melemahnya permintaan ekspor dan turunnya harga komoditi unggulan di daerah. 3. Perbankan akan lebih selektif dalam pemberian kredit yang berdampak pada menurunnya pembiayaan perbankan untuk komoditi unggulan. 4. Pembinaan kemampuan usaha dari petani dan nelayan oleh SKPD terkait belum terlaksana secara maksimal. 5. Terdapat Kabupaten/kota baru hasil pemekaran yang belum dapat dijangkau dengan program TFPPED.
Realisasi Pembiayaan Perbankan Terhadap 5 (lima) Komoditas di Wilayah Sulawesi Utara Periode Tahun 2008
BANK Bank SULUT B. Syariah Mandiri B. Bukopin B.SULUT Tondano JAGUNG B. Panin BRI B. SULUT RUMPUT LAUT B.Panin B.Syariah Mandiri B.Bukopin B.SULUT Tondano BNI PADI BRI B.Bukopin BNI Cab.Manado BRI Tahuna BCA KELAPA B.SULUT Amurang BNI Manado SAPI POTONG
Triwulan I 10,667,375,000 892,000,000 1,100,000,000 0 12,659,375,000 2,988,000,000 0 510,000,000 3,498,000,000 235,000,000 314,050,000 898,363,073 0 7,688,000,000 9,135,413,073 20,024,602 500,000,000 40,000,000 0 0 560,024,602 0 0 0
Triwulan II 10,623,625,000 892,000,000 1,125,000,000 0 12,640,625,000 4,935,000,000 14,774,000 420,000,000 5,369,774,000 228,000,000 314,050,000 3,495,000,000 0 7,688,000,000 11,725,050,000 23,301,340 3,997,511,060 40,000,000 0 2,000,000,000 6,060,812,400 124,000,000 0 124,000,000
Triwulan III 10,521,125,000 942,000,000 1,125,000,000 3,247,000,000 15,835,125,000 4,918,000,000 14,774,000 510,000,000 5,442,774,000 220,000,000 314,050,000 3,553,775,195 43,000,000 9,453,000,000 13,583,825,195 17,100,054 3,997,511,060 75,000,000 1,985,098,236 2,000,000,000 8,074,709,350 124,000,000 1,298,000,000 1,422,000,000
Triwulan IV 10,521,125,000 942,000,000 1,025,000,000 3,247,000,000 15,735,125,000 4,935,000,000 14,774,000 510,000,000 5,459,774,000 220,000,000 314,050,000 3,553,775,195 43,000,000 9,453,000,000 13,583,825,195 17,100,054 3,997,511,060 40,000,000 1,985,098,236 2,000,000,000 8,039,709,350 124,000,000 1,298,000,000 1,422,000,000
Sumber: Laporan Perkembangan Pelaksanaan TFPPED, Bank Indonesia Manado
56
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi Provinsi Sulawesi Utara dari waktu ke waktu menunjukkan trend peningkatan. Hampir seluruh kabupaten/kota/provinsi di Tahun 2008 ini mengalami kenaikan alokasi anggaran dibandingkan tahun sebelumnya terkecuali Kab. Minsel, Kab. Bolmong dan Kab. Sangihe. Persentase kenaikan terbesar terjadi di tingkat provinsi yaitu sebesar 33,77% mencapai jumlah Rp604,70 milliar, sedangkan persentase penurunan terendah dialami oleh Kab. Sangihe sebesar 20,50%. Berdasarkan komponen pembentuknya, dana perimbangan ini meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Secara agregat, jumlah alokasi dana dari pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan kota di Sulawesi Utara mencapai Rp4,33 Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 16,54%.
Tabel 4.1 Dana Perimbangan ke Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Total Dana Naik/Turun Perimbangan (Persen) (J t R ) Pemprov 608.33 33.77 Manado Bitung Tomohon Minahasa Minsel Minut Bolmong Talaud Sangihe Kotamobagu *) Bolmut*) Sitaro*) Mitra*) TOTAL
504.13 327.74 293.07 459.47 316.74 361.32 406.96 326.03 297.18 94.66 92.74 120.89 122.79 4,332.07
10.52 2.84 16.67 14.52 -12.94 14.52 -16.88 11.65 -20.50 n.a. n.a. n.a. n.a. 16.54
*) Daerah Pemekaran Tahun 2007
Berdasarkan alokasi dana perimbangan di masing-masing kabupaten/kota/provinsi di Tahun 2008, pangsa terbesar terjadi pada tingkat provinsi yaitu sebesar 13,97% dengan jumlah Rp604 milliar naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 12,17%. Berikutnya adalah Kota Manado sebesar 11,65% dan Kota Bitung sebesar 7,57%. Alokasi dana terendah diperoleh oleh Kab. Bolmut (Bolaang Mongondow Utara) dengan pangsa 2,14% dari total dana perimbangan di Sulawesi Utara atau sebesar Rp92 milliar.
57
Grafik 4.1. Alokasi Dana Perimbangan Tahun 2007
Grafik 4.2. Alokasi Dana Perimbangan Tahun 2008
A. KEUANGAN DAERAH DI TINGKAT PROVINSI Kondisi keuangan daerah provinsi Sulawesi Utara secara umum berada dalam kondisi baik dan mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun dengan triwulan sebelumnya. Pencapaian realisasi penerimaan daerah Sulawesi Utara melebihi target yang ditetapkan dan memberikan kontribusi sebesar 3,47% terhadap PDRB. Sedangkan pencapaian realisasi pengeluaran adalah 93,76% dari anggaran dan memberikan kontribusi sebesar 3,28% terhadap PDRB. Tabel 4.2. Kinerja Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 31 Desember 2008 (Dalam Milliar Rp) URAIAN A. Penerimaan
APBD-P 2007 791.77
Realisasi s.d. 31 Des 2007 Nominal 773.47
% 97.69
APBD-P 2008 924.74
Realisasi s.d. 31 Des 2008 Nominal 965.07
% 104.36
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
240.20
230.68
96.04
296.42
322.41
108.77
1. Pajak Daerah
199.79
191.78
95.99
267.55
288.21
107.72 119.60
2. Restribusi
5.31
4.91
92.50
5.13
6.14
26.87
26.91
100.16
12.90
12.90
100.02
8.23
7.08
86.03
10.83
15.15
139.89
488.57
486.28
99.53
609.83
613.66
100.63
41.57
39.24
94.40
48.02
51.75
107.78
2. Dana Alokasi Umum
447.00
447.04
100.01
532.92
532.92
100.00
3. Dana Alokasi Khusus
0.00
0.00
0.00
28.08
28.08
100.00
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 4. Lain-lain Dana Perimbangan 1. Bagi Hsl. Pajak dan Bkn Pajak
4. Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)
0.00
56.50
0.00
0.82
0.91
111.61
63.00
760.36
1,206.92
18.50
29.00
156.76
821.06
760.36
92.61
973.58
912.86
93.76
Konsumsi Pemerintah
669.27
630.73
94.24
791.34
755.52
95.47
1. Belanja Pegawai
311.99
286.33
91.78
386.14
366.61
94.94
2. Belanja Barang dan Jasa
205.33
194.5
94.73
196.87
184.69
93.82
3. Belanja Bantuan Sosial
64.98
64.98
100.00
59.80
58.54
97.90
4. Belanja Bagi Hasil
70.95
5. Belanja Bantuan Keuangan
11.00
Lain-Lain Pendapatan yang Sah B. Pengeluaran
70.95 11.00
100.00
108.13
107.10
99.04
100.00
29.50
29.50
100.00 16.85
6. Belanja Tidak Terduga
5.02
2.972
59.20
2.00
0.34
7. Belanja Hibah
0.00
0.00
0.00
8.90
8.75
98.30
151.80
129.63
85.40
182.24
157.34
86.34
-29.29
13.10
-48.83
52.20
Pembentukan Modal Tetap Bruto D. Surplus / Defisit C. Pembiayaan Daerah D. SILPA
29.29 0.00
13.10
48.83
-5.05
0.00
47.16
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara
58
1. Penerimaan Daerah Sampai dengan triwulan IV – 2008 realisasi penerimaan daerah Sulawesi Utara mencapai Rp965,07 milliar, atau 104,36% dari target tahun 2008 yaitu sebesar Rp924,74 miliar. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi pendapatan daerah pada triwulan IV tahun 2008 mengalami peningkatan Rp191,6 miliar, atau meningkat sebesar 24,77% dari realisasi pendapatan triwulan IV tahun 2007 sebesar Rp773,47 miliar. Berdasarkan komponennya, realisasi penerimaan daerah ini terutama berasal dari dana perimbangan dengan pangsa 63,59%, Penerimaan Asli Daerah (PAD) dengan pangsa 33,41% serta sisanya yang merupakan penerimaan lain-lain.
Kinerja pemerintah provinsi dalam melakukan berbagai pemanfaatan aset-aset yang dimiliki menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini tercermin dari pencapaian realisasi Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan laporan persentase realisasinya melebihi target yang ditetapkan di Tahun 2008. Penerimaan Asli Daerah (PAD) triwulan IV tahun 2008 sebesar Rp322,41 milliar mengalami peningkatan 39,76% apabila dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya .Indikator yang juga menununjukkan keberhasilan pemerintah dalam menggali potensi daerah yang ada adalah semakin tumbuhnya realisasi penerimaan dari pos lain-lain PAD.
Pajak daerah masih menjadi primadona PAD daerah Sulawesi Utara. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pajak daerah memberikan kontribusi yang besar pada total penerimaan PAD daerah Sulawesi Utara. Sampai dengan triwulan IV tahun 2008 pajak daerah mencapai angka sebesar Rp288,21 miliar rupiah atau memberikan kontribusi sebesar 89,39% dari total PAD . Sementara itu, hasil pengelolaan kekayaan daerah hanya memberikan kontribusi sebesar 12,90% terhadap total PAD. Hal ini berarti bahwa potensi kekayaan alam yang terdapat di daerah Sulawesi Utara belum dapat dimanfaatkan dengan baik.
59
Grafik 4.3. Komposisi Realisasi PAD Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Triwulan IV -2008
Pencapaian PAD Sulawesi Utara pada triwulan IV tahun 2008 tersebut masih relatif kecil bila dibandingkan kebutuhan dana pembangunan tercermin dari masih relatif rendahnya rasio kemandirian fiskal daerah atau perbandingan PAD terhadap total belanja (hanya sebesar 33,40%) yang berarti kegiatan ekonomi dan sosial sebagian besar masih digerakkan oleh dana perimbangan yang berasal dari pusat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan PAD di masa yang akan datang. Akan tetapi, upaya ini harus dilaksanakan secara hati-hati mengingat kondisi perekonomian dan politik yang kurang menguntungkan. Pengadaan pajak dan restribusi baru perlu dipertimbangkan agar tidak menimbulkan distorsi pada perekonomian daerah, dan upaya peningkatan PAD lebih dikonsentrasikan pada penerimaan dari Hasil pengelolaan kekayaan daerah dan penerimaan lain-lain.
2. Pengeluaran Daerah Realisasi pengeluaran daerah sampai dengan triwulan IV - 2008 mencapai jumlah Rp912,86 milliar, yang mengalami peningkatan sebesar Rp152,5 miliar atau sebesar 20,06% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Menurut komponen pembentuknya, realisasi pengeluaran daerah terutama berasal dari konsumsi pemerintah sebesar 82,76%. Walaupun secara umum kinerja pengeluaran daerah hingga triwulan laporan masih lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu namun sama halnya seperti periode-periode sebelumnya, pangsa belanja modal di Tahun 2008 masih relatif kecil yaitu hanya sebesar 17,24%. Dengan demikian belanja daerah masih banyak dialokasikan pada belanja pegawai berupa pembayaran gaji, tunjangan, dan lain sebagainya.
3. Kontribusi APBD Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar Realisasi APBD di tingkat provinsi khususnya realisasi belanja daerah sedikit banyak telah memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian. Dengan melakukan identifikasi 60
terhadap pos-pos dalam APBD provinsi ke dalam 2 (dua) kegiatan utama berdasarkan tabel PDRB sisi permintaan, yaitu konsumsi pemerintah dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) diperoleh hasil bahwa realisasi komsumsi pemerintah memberikan kontribusi sebesar 2,72% terhadap nilai tambah PDRB Provinsi Sulawesi Utara sedangkan realisasi belanja modal memberikan kontribusi sebesar 0,57%. Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota relatif sulit untuk diperoleh sehingga hanya besaran-besaran pokok saja yang dimiliki. Secara total, realisasi anggaran belanja dan modal dalam APBD provinsi hanya memberikan kontribusi sebesar 3,28% terhadap nilai tambah PDRB Sulawesi Utara. Sementara itu, dampak realisasi APBD provinsi terhadap perkembangan uang beredar sampai dengan Q4 – 2008 berada pada kondisi kontraksi yang berarti jumlah penerimaan pemerintah lebih besar dibandingkan pengeluarannya. Tabel 4.3. Kontribusi APBD Provinsi Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar s.d. 30 Desember 2008 (Dalam Milliar Rp)
Realisasi APBD 31 Des 2008
URAIAN Nominal A. PENERIMAAN RUPIAH Pendapatan Asli Daerah 1. Pajak Daerah 2. Retrebusi 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 4. Lain-lain Dana Perimbangan 1. Bagi Hsl. Pajak 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus 4. Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) Lain-Lain Pendapatan Sah B. PENGELUARAN RUPIAH Konsumsi Pemerintah 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang dan Jasa 3. Belanja Bantuan Sosial 4. Belanja Bagi Hasil 5. Belanja Bantuan Keuangan 6. Belanja Tidak Terduga 7. Belanja Hibah Pembentukan Modal Tetap Bruto D. SURPLUS/ (DEFISIT) C. PEMBIAYAAN DAERAH E. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
965.07 322.41 288.21 6.14 12.90 15.15 613.66 51.75 532.92 28.08 0.91 29.00 912.86 755.52 366.61 184.69 58.54 107.10 29.50 0.34 8.75 157.34 52.20 -5.05 47.16
% Realisasi 104.36 108.77 107.72 119.60 100.02 139.89 100.63 107.78 100.00 100.00 111.61 156.76 93.76 95.47 94.94 93.82 97.90 99.04 100.00 16.85 98.30 86.34
% thd PDRB 3.47 1.16 1.04 0.02 0.05 0.05 2.21 0.19 1.92 0.10 0.00 0.10 3.28 2.72 1.32 0.66 0.21 0.39 0.11 0.00 0.03 0.57
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara
4. Alokasi Dana Pemerimbangan ke Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2009 Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi Provinsi Sulawesi Utara di tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 15,02%. Namun berdasarkan wilayah administratifnya tidak seluruh daerah yang mendapatkan tambahan anggaran bahkan justru mengalami penurunan yaitu Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa, 61
Kabupaten Minut, Kabupaten Bolmong dan Kabupaten Talaud. Tingkat pertumbuhan tertinggi alokasi anggaran terjadi di Kabupaten Bolmut yaitu sebesar 173,03%, sedangkan penurunan tertinggi terjadi di Kabupaten Bolmong sebesar 19,91%. Penurunan alokasi anggaran di Kabupaten Bolmong terjadi sehubungan dengan terbentuknya daerah pemekaran baru dari Kabupaten Bolmong yaitu Kabupaten Boltim dan Bolsel. Berdasarkan komponen pembentuknya, dana perimbangan ini meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Secara agregat, jumlah alokasi dana dari pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan kota di Sulawesi Utara mencapai Rp4,98 Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 15,02%. Tabel 4.4. Dana Perimbangan ke Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Total Dana Total Dana Perimbangan Perimbangan Naik/Turun (Juta Rp) th. (Juta Rp) th. (Persen) 2008 2009 Pemprov Manado Bitung Tomohon Minahasa Minsel Minut Bolmong Talaud Sangihe Kotamobagu Bolmut Sitaro Mitra Boltim*) Bosel*) TOTAL
604.70 504.13 327.74 293.07 459.47 316.74 361.32 406.96 326.03 297.18 94.66 92.74 120.89 122.79 n.a. n.a. 4,328.44
628.48 489.24 317.26 256.10 449.93 337.94 308.29 325.94 316.08 386.52 256.93 253.21 275.50 262.89 54.25 60.02 4,978.56
3.93 -2.95 -3.20 -12.61 -2.08 6.69 -14.68 -19.91 -3.05 30.06 171.41 173.03 127.89 114.10 n.a. n.a. 15.02
*) Daerah Pemekaran Tahun 2008
Berdasarkan alokasi dana perimbangan di masing-masing kabupaten/kota/provinsi di Tahun 2009, pangsa terbesar diperolah di tingkat Provinsi dengan jumlah Rp628,48 Milyar atau sebesar 12,62% dari total dana perimbangan yang diterima Sulawesi Utara sebesar Rp4,97 Triliun. Pangsa berikutnya adalah Kota Manado Rp489,24 miliar (9,83%), Minahasa Rp449,93 milliar (9,03%) dan Sangihe sebesar Rp386,52 miliar (7,76%). Alokasi dana terendah diperoleh oleh Kabupaten Boltim (Bolaang Mongondow Timur) dengan jumlah Rp54,25 milliar atau 1,85% dari total dana perimbangan di Sulawesi Utara.
62
Grafik 4.4. Alokasi Dana Perimbangan Tahun 2009
Total : Rp 4,98 Triliun
Grafik 4.5. Alokasi Dana Perimbangan Tahun 2008
Total : Rp 4,33 Triliun
B. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH SELURUH KABUPATEN/KOTA/PROVINSI DI SULAWESI UTARA Perkembangan kinerja keuangan daerah di seluruh kabupaten/kota/provinsi di Sulawesi Utara mencakup 3 kotamadya, 6 kabupaten dan 1 provinsi yaitu Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Selatan, Kab. Minahasa Utara, Kab. Bolaang Mongondow, Kab. Kep. Talaud, Kab. Kep. Tahuna dan Provinsi Sulawesi Utara.
1. Kinerja APBD Seluruh Kabupaten/Kota/Provinsi Tahun 2006 Dari sisi penerimaan, realisasi penerimaan daerah sampai dengan akhir Tahun 2006 telah mencapai Rp 3.643 milliar atau 99,13% terhadap target awal tahun yang ditetapkan sebesar Rp3.675 milliar (untuk seluruh kab/kota/provinsi). Adapun target penerimaan daerah tertinggi berasal dari Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp644 milliar sedangkan yang terendah adalah Kota Tomohon sebesar Rp221 milliar. Berdasarkan pencapaiannya, dari seluruh kab/kota/provinsi yang ada, rasio realisasi penerimaan daerah tertinggi sampai dengan akhir Tahun 2006 dicapai oleh Kab. Minahasa yaitu sebesar 101,31% dari target yang ditetapkan di awal tahun. Sementara itu, Kab. Bolmong tercatat sebagai daerah dengan pencapaian penerimaan terendah yaitu hanya sebesar 88,85%.
63
Grafik 4.6. Target dan Realisasi Penerimaan dalam APBD Tahun 2006 Seluruh Kab/Kota/Provinsi di Sulawesi Utara Target
Realisasi
%
%
110 105 100 95 90 85
Kab. Sangihe *)
Kab. Talaud *)
Kab. Bolmong
Kab. Minut
Kab. Minsel *)
Kab. Minahasa
Kota Tomohon *)
Kota Bitung *)
80 Kota Manado
Prov. Sulut
Miliar Rp 800 700 600 500 400 300 200 100 -
Sumber: Biro Keuangan Provinsi dan Kabupaten/Kota diSulut
Dari sisi pengeluaran, jumlah realisasi sampai dengan akhir Tahun 2006 untuk seluruh kab/kota/provinsi di Sulawesi Utara diperkirakan telah mencapai Rp 3.505 milliar atau 92,61% dari target pembelanjaan yang ditetapkan di awal tahun yaitu sebesar Rp3.785 milliar. Belanja daerah ini meliputi belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan batuan keuangan, serta belanja tidak tersangka. Tercatat, Provinsi Sulawesi Utara memiliki rencana belanja tertinggi yaitu sebesar Rp677 milliar sedangkan yang terendah adalah Kota Tomohon sebesar Rp224 milliar. Grafik 4.7. Target dan Realisasi Pengeluaran dalam APBD Tahun 2006 Seluruh Kab/Kota/Provinsi di Sulawesi Utara Target
Realisasi
%
% 120 100 80 60 40 20 Kab. Sangihe *)
Kab. Talaud *)
Kab. Bolmong
Kab. Minut
Kab. Minsel *)
Kab. Minahasa
Kota Tomohon *)
Kota Bitung *)
Kota Manado
Prov. Sulut
Miliar Rp 800 700 600 500 400 300 200 100 -
Sumber: Biro Keuangan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulut
2. Target APBD Kabupaten/Kota/Provinsi Tahun 2007 Dari tahun ke tahun jumlah dana pembangunan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara memperlihatkan peningkatan. Hal ini cukup menggembirakan sebab di satu sisi mengindikasikan terus bertambahnya jumlah alokasi dana (baik yang berasal dari pusat maupun daerah) bagi kepentingan masyarakat Sulawesi Utara. Namun di sisi yang lain 64
menuntut seluruh komponen masyarakat Sulawesi Utara untuk lebih bertanggung jawab dalam pemanfaatan dana-dana tersebut.
Berdasarkan hasil rekapitulasi data APBD seluruh kabupaten/kota/provinsi di Sulawesi Utara, dibandingkan Tahun 2006 yang lalu, target penerimaan dan belanja daerah untuk Tahun 2007 secara total mengalami kenaikan masing-masing sebesar 19,28% dan 18,60%. Berdasarkan wilayah administratifnya, persentase kenaikan anggaran penerimaan tertinggi dialami oleh Kabupaten Talaud dan Kabupaten Minahasa masing-masing sebesar 41,02% dan 23,88%, sedangkan yang terendah dialami pada tingkat provinsi sebesar 13,82% dan Kab. Bolmong sebesar 12,20%. Dari sisi belanja daerah, persentase kenaikan anggaran belanja tertinggi tercatat pada kabupaten minahasa dan kabupaten Talaud masing-masing sebesar 28,28% dan 27,37% sedangkan yang terendah dialami oleh Kabupaten Bolmong dan Kabupaten Sangihe masing-masing sebesar 14,15% dan 14,67%. Dengan membandingkan seluruh target penerimaan dan belanja daerah di tingkat kab/kota/provinsi untuk Tahun 2007 dan Tahun 2006, Kabupaten Talaud dan Kabupaten Sangihe tercatat sebagai daerah yang dengan performance APBD yang terbaik. Hal ini dilandasi oleh besarnya laju kenaikan penerimaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan belanja daerah untuk kedua daerah tersebut. Secara gabungan (seluruh kab/kota/provinsi), besarnya target penerimaan APBD Sulawesi Utara di Tahun 2007 mencapai Rp4,38 Triliun dengan target belanja sebesar Rp4,49 Trilliun. Dengan demikian terdapat selisih kekurangan sebesar Rp110 milliar yang akan dibiayai melalui pos pembiayaan daerah. Tabel 4.5. Target Penerimaan dalam APBD Seluruh Kab/Kota/Provinsi di Sulawesi Utara (dalam Milliar Rp) APBD
Penerimaan 2006
2007
% Kenaikan
1
Prov. Sulut
644.08
733.08
2
Kota Manado
468.69
546.52
13.82 16.61
3
Kota Bitung
270.42
322.29
19.18
4
Kota Tomohon
221.81
267.79
20.73
5
Kab. Minahasa
358.98
444.71
23.88
6
Kab. Minsel
339.6
407.17
19.9
7
Kab. Minut
290.47
342.7
17.98
8
Kab. Bolmong
481.59
540.35
12.2
9
Kab. Talaud
249.59
351.97
41.02
10
Kab. Sangihe
350.37
427.56
22.03
3,675.58
4,384.14
19.28
Total
Sumber: Biro Keuangan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
65
Tabel 4.6. Rencana Belanja dalam APBD Seluruh Kab/Kota/Provinsi di Sulawesi Utara (dalam milliar Rp) Belanja APBD % Kenaikan 2006 2007
1
Prov. Sulut
677.21
778.84
15.01
2
Kota Manado
470.11
546.52
16.26
3
Kota Bitung
264.77
321.23
21.33
4
Kota Tomohon
224.98
269.82
19.93
5
Kab. Minahasa
360.18
458.76
27.37
6
Kab. Minsel
340.26
407.17
19.67
7
Kab. Minut
299.37
354.96
18.57
8
Kab. Bolmong
496.98
567.33
14.15
9
Kab. Talaud
276.97
355.31
28.28
10
Kab. Sangihe Total
375.07
430.1
14.67
3,785.89
4,490.04
18.60
Sumber: Biro Keuangan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
66
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional. Sistem pembayaran tersebut terbagi dua yaitu pembayaran secara tunai menggunakan uang kartal, serta pembayaran non tunai melalui transaksi kliring dan RTGS. Untuk menjalankan fungsi penyelenggaraan pembayaran tunai Bank Indonesia senantiasa berusaha untuk menyediakan sejumlah pecahan yang sesuai dengan nominal yang mencukupi dalam kondisi tepat waktu dan layak edar. Sementara itu, untuk transaksi non tunai, Bank Indonesia mengarahkan transaksi pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
A. Perkembangan Aliran Uang Kartal Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan IV – 2008 berada pada kondisi net outflow, yang berarti aliran uang keluar dari khasanah lebih besar dibandingkan aliran uang masuk. Hal ini mengindikasikan pada akhir tahun 2008 kondisi perekonomian Sulut cukup bergairah. Meningkatnya penggunaan uang kartal ini terjadi karena tingginya permintaan masyarakat akan uang kartal untuk melakukan transaksi menjelang hari raya Natal dan tahun baru. Mengacu pola aliran uang kartal pada tahuntahun sebelumnya, kondisi net outflow pada setiap akhir tahun ini merupakan suatu pola musiman. Grafik 5.1. Netflow Aliran Kas Uang Kartal KBI Manado (Rp Miliar) 800 600 400 200 0 -200 -400
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2007
Q2
Q3
Q4
2008
-600 -800 -1.000 -1.200 Inf low (+)
Outf low (-)
Net Flow
Sumber : Bank Indonesia Manado, diolah
Jumlah alilran uang masuk meningkatkan dibandingkan triwulan sebelumnya, namun peningkatan tersebut masih lebih rendah daripada posisi triwulan yang sama tahun 2007. 67
Aliran uang masuk pada triwulan IV - 2008 tercatat Rp217 miliar, atau meningkat 112% dibandingkan triwulan sebelumnya dan menurun 14% dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Secara netto, aliran uang kartal selama triwulan laporan menunjukkan adanya peningkatan yang cukup drastis dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan - IV 2008 pola aliran uang tercatat berada dalam kondisi outflow sebesar Rp211 miliar, sementara pada triwulan yang sama tahun 2007 tercatat outflow Rp676 milliar. Jika dilihat secara bulanan, selama periode laporan pola aliran kas bulan Oktober dan November menunjukkan bahwa aliran uang masuk ke khasanah lebih besar daripada aliran uang keluar, sehingga posisi netflow masing-masing sebesar Rp334 miliar dan Rp2 miliar. Sementara itu, pada bulan Desember terjadi aliran uang kas keluar dari khasanah yang sangat besar hingga mencapai Rp 790 miliar yang mengakibatkan kondisi net outflow menjadi Rp555 miliar. Hal ini dapat dipahami karena pada akhir tahun kebutuhan uang kartal masyarakat, khususnya di Manado cenderung meningkat karena adabya persiapan hari raya Natal dan Tahun baru. Grafik 5.2 Rasio Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Terhadap Inflow (Persen) Miliar Inflow
PTTB
%
Rasio
700
160
600
140 120
500
100 400 80 300 60 200
40
100 -
20 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2007
Q3
Q4
-
2008
Inflow
428
129
105
253
592
119
103
217
PTTB
255
118
63
4
305
169
118
428
Rasio
59,56
91,75
60,02
1,48
51,44
142,50
114,74
46,91
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
Bank Indonesia senantiasa melakukan upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan melalui Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) untuk uang yang sudah tidak layak edar. Selama tiwulan laporan, rasio PTTB terhadap aliran uang kartal masuk tercatat sebesar 46,91%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 1,48%. Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terlihat adanya penurunan rasio PTTB yang cukup signifikan, karena pada triwulan III-2008 rasio PTTB mencapai 114,74%. Jika dilihat dari jumlah nominal uang yang masuk dalam kategori PTTB selama triwulan laporan adalah sebesar Rp428 miliar, atau meningkat drastis dari periode 68
yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp4 miliar. Jika dibandingkan dengan pola yang terjadi sepanjang tahun 2007 dan 2008, terlihat bahwa rasio PTTB cenderung mengalami pola yang sama, yaitu meningkat dari triwulan I ke triwulan II kemudian mengalami penurunan di triwulan III yang berlanjut hingga triwulan IV. Kondisi ini terjadi karena adanya pola inflow yang cenderung mengalami peningkatan di awal tahun dan menurun di akhir tahun.
Dalam perannya sebagai regulator di daerah yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan kebutuhan uang yang layak edar bagi masyarakat di wilayahnya, Kantor Bank Indonesia Manado melakukan kegiatan kas titipan. Kegiatan kas titipan ini dilakukan khususnya untuk daerah yang lokasinya cukup jauh dari Kantor Bank Indonesia. Bekerjasama dengan salah satu bank umum di wilayah Gorontalo dan Tahuna, Kantor Bank Indonesia Manado melakukan kegiatan kas titipan. Grafik 5.3. Netflow Kas Titipan KBI Manado di Gorontalo (Rp Miliar) 800 600 IN FLOW
400 200 0 -200 -400
. OUT FLOW
-600 -800
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2007
Q3
Q4
2008
Inflow
366
413
437
549
533
516
702
615
Outflow
-284
-404
-466
-557
-463
-672
-755
-560
Netflow
82
9
-28
-8
70
-156
-53
55
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado
Berbeda dengan kondisi kegiatan kas di KBI Manado yang berada dalam posisi net outflow, kegiatan kas titipan di Gorontalo sepanjang triwulan IV-2008 berada pada kondisi net inflow sebesar Rp55 miliar yang berarti aliran uang kartal yang masuk ke dalam khasanah kas titipan lebih besar dibandingkan dengan aliran uang keluar dari khasanah. Hal ini merupakan dampak dari meningkatnya penyetoran uang yang dilakukan oleh masyarakat pasca hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Oktober. Terlihat bahwa aliran uang masuk di awal triwulan IV-2008 meningkat cukup tajam, hingga mencapai net inflow Rp165 miliar, sementara pada bulan November menunjukkan nilai net outflow sebesar Rp10,7 miliar, 69
yang terus meningkat menjadi Rp98,65 miliar pada bulan Desember. Meningkatnya aliran uang keluar dari khasanah Bank Indonesia ini mencerminkan menggeliatnya kegiatan perekonomian Gorontalo di akhir tahun, disamping juga karena tingginya kebutuhan masyarakat akan uang untuk perayaan Natal dan tahun baru. Grafik 5.4 Netflow Kas Tititpan KBI Manado di Tahuna (Rp Miliar) 60
IN FLOW
40 20 0 -20 -40 OUT FLOW -60 -80 -100 -120
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
2007
Q4
2008
Inflow
48
12
28
37
51
19
23
36
Outflow
-34
-74
-62
-107
-31
-67
-71
-100
Netflow
14
-62
-34
-69
20
-48
-49
-63
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado
Selain di provinsi Gorontalo, kas titipan juga terdapat di Kota Tahuna-Kabupaten Sangihe. Keberadaan kas titipan di kota tersebut merupakan upaya Bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan clean money policy, khususnya untuk wilayah yang letaknya jauh dari jangkauan Kantor Bank Indonesia. Kondisi kas titipan Tahuna pada triwulan laporan menunjukkan adanya aliran uang keluar yang lebih besar daripada aliran uang masuk ke khasanah dengan nilai net outflow sebesar Rp 63 miliar. Kondisi ini lebih rendah dibanding tiwulan yang sama tahun sebelumnya yang menunjukkan nilai net outflow sebesar Rp 69 miliar. Jika dilihat sepanjang tahun 2008, pola aliran uang kartal di Tahuna menunjukkan adanya fluktuasi yaitu terjadi pola net inflow pada triwulan I dan triwulan III, sementara pada tirwulan II dan IV terjadi pola alliran outflow. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertengahan dan akhir tahun kondisi perekonomian di wilayah Tahuna cenderung lebih bergairah dibandingkan kondisi lainnya.
B. Penemuan Uang Palsu Penemuan uang palasu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado menunjukkan adanya peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan IV - 2008 sebanyak 136 lembar yang 70
terdiri dari 135 lembar pecahan Rp50.000,- dan 1 lembar pecahan Rp.100.000,-. Untuk meminimalisisr pergerakan pelaku pemalsuan uang, Kantor Bank Indonesia Manado berusaha meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui kegiatan sosialisasi. Tabel 5.1 Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja KBI Manado (Rp Miliar) 2008
Pecahan
2003
2004
2005
2006
2007
Q1
Q2
Q3
- Rp100.000,-
3
16
529
44
36
2
1.014
14
1
- Rp50.000,-
9
73
480
87
162
17
19
16
135
- Rp20.000,-
4
6
10
74
31
6
-
1
0
- Rp10.000,-
-
-
4
13
15
-
2
2
0
- Rp5.000,-
-
-
1
2
1
-
-
-
0
Q4
- Rp1.000,-
-
-
-
-
-
-
-
-
0
Total
16
95
1.024
220
245
25
1.035
33
136
Kegiatan sosialisasi tidak hanya dilakukan di Kantor Bank Indonesia, serta pihak perbankan, namun juga dilakukan di pusat perbelanjaan di kota Manado. Hal tersebut dilakukan mengingat pusat perbelanjaan juga sangat rentan terhadap kegiatan peredaran uang palsu karena tingginya tingkat perputaran uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. Selain melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah, pihak Bank Indonesia juga menjalin kerjasama dengan pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara dalam upaya penanganan proses hukum.
C. Perkembangan Kliring Lokal (Tunai) Perkembangan kliring lokal pada triwulan IV - 2008 sebanyak 85.612 lembar dengan nilai Rp1,8 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terlihat adanya peningkatan jumlah warkat maupun nominal transaksi. Pada triwulan IV - 2007 jumlah warkat yang dikliringkan hanya sebanyak 75.426 lembar dengan nilai Rp1,5 triliun. Tampak adanya peningkatan jumlah sebesar 1.14%. Peningkatan jumlah dan nilai transaksi kliring juga terlihat dari kondisi rata-rata harian, yaitu adanya peningkatan dari 1347 lembar warkat dengan nilai Rp25,45 miliar menjadi 1451 lembar warkat dengan nilai Rp30,57 miliar. Adanya peningkatan rata-rata harian jumlah nominal kliring tersebut semakin menegaskan bahwa perekonomian Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif. Sementara itu, rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan laporan tercatat 0.98% dari total lembar warkat yang dikliringkan atau meningkat cukup drastis dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya 0.55%. 71
Peningkatan juga terlihat dari persentase jumlah nominal warkat yang dikliringkan. Terdapat kenaikan dari 0.70% pada triwulan IV - 2007 menjadi 1,49% pada triwulan laporan. Tabel 5.2 Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong di KBI Manado
KETERANGAN
2007 Q1
Q2
2008 Q3
Q4
Q1
Perputaran Kliring a. Lembar 75.010 84.817 90.390 75.426 76.386 b. Nominal (Rp miliar) 1.353 1.427 1.634 1.494 1.634 Rata-rata perputaran kliring per hari a. Lembar 1.209 1.368 1.421 1.347 1.273 b. Nominal (Rp miliar) 21,88 23,02 25,39 25,45 27,24 Persentase rata-rata penolakan a. Lembar (%) 0,37 0,30 0,32 0,55 0,51 b. Nominal (%) 0,35 0,28 0,55 0,70 0,83
Q2
Q3
Q4
85.075 1.703
87.329 85.612 1.803 1.803
1.350 27,04
1.386 28,63
0,56 0,58
1.451 30,57
0,75 0,80
0,98 1,49
Sumber : Kantor Bank Indonesia, Manado
D. RTGS (Real Time Gross Settlement) RTGS sebagai salah satu sarana penyelesaian transaksi non tunai, menunjukkan perkembangan yang cukup pesat sejak pertama kali diperkenalkan. Hal ini disebabkan BI RTGS mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko settlement-nya dapat diperkecil. Berdasarkan data terakhir yang dimiliki, selama triwulan I 2008, perkembangan total volume transaksi melalui RTGS (dari/ke/dalam Kota Manado) mencapai 16.233 lembar atau meningkat 18,38% (y.o.y) bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula dengan nilai nominal penyelesaian transaksi RTGS yang secara tahunan tumbuh sebesar 29,50% mencapai jumlah Rp26,2 Triliun. Tabel 5.3. Perkembangan Traksaksi Melalui RTGS - Real Time Gross Settlement (Milliar) 2007 Q2
Q3
Q4
Q1
Y.o.Y
11,738
13,437
11,565
13,433
15,976
Volume
6,770
7,478
8,731
14,251
7,225
6.72
Nilai
4,846
6,615
7,549
7,046
6,369
31.42
Volume
5,007
5,944
7,175
12,356
6,481
29.44
Nilai
3,648
4,971
5,615
4,682
3,856
5.71
Volume
1,936
2,553
3,077
7,681
2,527
30.53
TOTAL NIlai 20,232 25,023 24,729 25,161 TRANSAKSI Volume 13,713 15,975 18,983 34,288 Sumber : Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) KP Bank Indonesia
26,200
29.50
16,233
18.38
Dari Manado Ke Manado Dalam Kota
Nilai
2008
Q1
36.10
72
BOX 2 Perkembangan Uang Kartal di Wilayah Kerja KBI Manado Sepanjang Tahun 2008
Sepanjang tahun 2008 terlihat bahwa perkembangan sistem pembayaran tunai yang tercermin dari aliran uang kartal melalui khasanah dan kas titipan Kantor Bank Indonesia Manado untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Tahuna berada dalam posisi net inflow total sebesar Rp823 miliar. Kondisi yang sama terjadi pada tahun 2007, namun dengan jumlah yang lebih sedkit yaitu net inflow sebesar Rp215 miliar. Perkembangan Aliran Uang Kartal Sepanjang Tahun di Wilayah Kerja KBI Manado (Rp Juta)
Ket Setoran Bayaran Net Flow
2007 2008 Khasanah Kas Titipan Kas Titipan Khasanah Kas Titipan Kas Titipan Total Total BI Manado Gorontalo Tahuna BI Manado Gorontalo Tahuna 557,440 778,843 60,031 1,396,315 1,030,826 2,365,641 129,441 3,525,908 481,539 687,741 107,512 1,276,792 1,222,314 1,330,650 -49,684 2,503,280 75,902 91,103 47,481 214,486 -191,488 1,034,991 -20,149 823,354
Khusus untuk aliran uang kartal yang melalui khasanah Bank Indonesia Manado, tercatat adanya aliran dana keluar atau net outflow Tahun 2008 sebesar Rp191 miliar, sementara pada tahun 2007 justru terjadi kondisi net inflow sebesar Rp76 miliar. Fenomena yang sama terjadi di wilayah Tahuna. Jumlah kas titipan pada tahun 2008 mengalami kondisi net outflow sebesar Rp20 miliar, sementara pada tahun 2007 justru mengalami kondisi net inflow Rp47 miliar. Berbeda dengan kedua wilayah sebelumnya, provinsi Gorontalo mencatat kondisi net inflow baik pada tahun 2007 maupun 2008 dengan nilai masingmasing Rp91 miliar dan lebih dari Rp1 triliun. Terlihat adanya peningkatan pola aliran uang kartal yang sangat signifikan di Gorontalo. Aliran uang yang terjadi sepanjang tahun umumnya memiliki pola musiman khususnya saat perayaan hari raya keagamaan. Sepanjang triwulan IV-2008 terjadi perubahan pola aliran uang yang cukup signifikan. Jika di awal triwulan (bulan Oktober) pola yang terjadi adalah aliran uang masuk atau inflow, sementara pada akhir triwulan pola aliran yang terjadi adalah pola outflow atau aliran uang keluar. Pola aliran inflow dan outflow yang cukup besar pada triwulan akhir 2008 ini dipicu oleh diselenggarakannya dua hari raya keagamaan, yaitu Idul Fitri pada awal bulan Oktober dan hari raya Natal serta persiapan tahun baru pada bulan Desember. Perkembangan Aliran Uang Kartal pada bulan Oktober di Wilayah Kerja KBI Manado (Ro Juta)
Khasanah BI Manado
Kas Titipan Gorontalo
Kas Titipan Tahuna
Perkembangan Aliran Uang Kartal pada bulan Desember di Wilayah Kerja KBI Manado (Ro Juta) Khasanah BI Manado
Total
Kas Titipan Gorontalo
Kas Titipan Tahuna
Total
Setoran
170,123
257,284
20,290
447,697
Setoran
18,706
187,190
8,500
214,396
Bayaran
-346
-92,570
-20,168
-113,084
Bayaran
-427,422
-285,840
-56,769
-770,031
169,777
164,714
122
334,613
Net Flow
-408,716
-98,650
-48,269
-555,635
Net Flow
Pola aliran uang pasca hari raya Idul Fitri baik di khasanah Bank Indonesia Manado, kas titipan Gorontalo maupun kas titipan Tahuna menunjukkan adanya pola net inflow dengan 73
jumlah total Rp.335 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa pasca hari raya, uang yang beredar di masyarakat selama persiapan menjelang hari raya kembali masuk ke khasanah Bank Indonesia. Hal ini ditegaskan kembali oleh adanya pola aliran net outflow menjelang perayaan hari Natal dan Tahun baru pada bulan Desember. Terlihat bahwa aliran uang yang terjadi adalah net outflow sebesar Rp555 miliar. Perkembangan Bayaran Bank Menjelang Natal (Rp Juta)
PECAHAN 100000 50000 20000 10000 5000 1000 SUB JUMLAH
PERIODE DEVIASI 2007 2008 NOMINAL % 195,596 134,585 (61011) -31.19% 363,656 286,225 (77431) -21.29% 2,725 2,888 163 5.99% 961 2,256 1295 134.73% 718 921 202 28.16% 477 548 70 14.74% 564,134 427,422 (136711) -24.23%
Kebutuhan uang masyarakat menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru pada tahun 2008 menunjukkan adanya penurunan dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan data kebutuhan uang per pecahan terlihat bahwa pada tahun 2008 total kebutuhan uang masyarakat sebesar Rp427 miliar menurun 24,23% dibanding kondisi tahun sebelumnya yang mencapai Rp564 miliar. Kecenderungan yang terjadi menjelang hari raya adalah menurunnya jumlah kebutuhan nominal pecahan besar dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan uang pecahan kecil. Hal ini dapat dipahami karena adanya pola kebiasaan masyarakat di Indonesia yang memiliki tradisi untuk memberi uang pecahan kecil kepada sanak keluarga pada saat hari raya. Terlihat bahwa pecahan Rp 10.000,- mengalami peningkatan cukup signifikan hingga mencapai 135%. Sementara itu, kebutuhan masyarakat akan uang pecahan besar mengalami penurunan pada tahun 2008. pecahan Rp 100.000,- menurun sebesar 31,19%, sedangkan pecahan Rp50.000,- menurun 21,29%.
74
BAB VI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Secara umum perkembangan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara pada Agustus 2008 mengalami perbaikan dibandingkan periode Agustus 2007 tercermin dari rasio TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,65% atau turun dibandingkan dengan periode Agustus 2007 sebesar 12,35%. Menurut lapangan pekerjaan, pertanian
masih menjadi sektor
lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor konstruksi. Berdasarkan persebarannya, Manado masih menjadi daerah dengan jumlah angkatan kerja terbesar dan angka pengangguran tertinggi.
A. PENGANGGURAN Struktur ketenagakerjaan pada periode Agustus 2008 tidak terlalu berbeda bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari seluruh penduduk usia 15+, jumlah angkatan kerja tercatat 1.020.952
orang (61,16%) masih lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah bukan angkatan kerja sebanyak 648.361 orang. Jumlah angkatan kerja ini turun sedikit yaitu sebesar 1,50% (y.o.y) atau sebanyak 15.547 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Periode Agustus 2006 – Agustus 2008 Ags-06 Penduduk 15 Thn ke atas Angkatan Kerja
Feb-07
Agt-07
Feb-08
Ags-08
1,639,282
1,654,863
1,672,655
1,658,299
1,669,313
970,416
1,086,281
1,036,499
1,046,665
1,020,952
Bekerja
828,550
944,635
908,503
917,363
912,198
Mencari Kerja
141,866
141,646
127,996
129,302
108,754
Bukan Angkatan Kerja
668,866
568,582
636,156
611,634
648,361
Sekolah
135,456
126,474
135,611
127,274
135,318
Mengurus Rumah Tangga
443,542
359,201
398,195
406,055
406,882
89,868
82,907
102,350
78,305
106,161
Lainnya TPAK (persen)
59.20
65.60
61.97
63.12
61.16
TPT (persen)
14.60
13.00
12.35
12.35
10.65
Setengah Pengangguran Setengah Pengangguran Terpaksa
258,838 114,537
269,657 125,402
250,435 120,060
214,237 124,522
260,650 128,580
Setengah Pengangguran Sukarela
144,301
144,255
130,375
89,715
132,070
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Menurut komponen penyusunnya, jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan data terakhir (Agustus 2008) mengalami peningkatan. Tercatat jumlah penduduk yang bekerja berjumlah 912.918 orang, naik 0,41% (y.o.y) atau sebanyak 3.695 orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah pengangguran mengalami penurunan yaitu dari 75
127.966 orang pada Agustus 2007 turun 15,03% (y.o.y) menjadi 108.754 orang pada Agustus 2008. Penurunan jumlah pengangguran ini belum menggambarkan kondisi penyerapan tenaga kerja yang semakin membaik, karena apabila dilihat komponennya, maka penurunan ini selain disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah penduduk yang bekerja, juga disebabkan karena terjadinya pergeseran dari penduduk yang mencari kerja menjadi bukan angkatan kerja (Ibu Rumah Tangga).
Menurunnya jumlah angkatan kerja selama periode Agustus 2007 – Agustus 2008 mengakibatkan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) di Provinsi Sulawesi Utara mengalami penurunan dari 61,97% menjadi 61,16%. TPAK sebesar 61,16% tersebut dapat diartikan bahwa sekitar 61 penduduk Provinsi Sulawesi Utara aktif bekerja dan mencari pekerjaan dari sebanyak 100 orang penduduk yang termasuk ke dalam penduduk usia kerja. Sementara itu, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada Agustus 2008 sebesar 10,65%, merupakan angka yang terendah selama periode Agustus 2006 – Agustus 2008. Hal ini menunjukkan bahwa dari sekitar 100 orang penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja hanya 10-11 orang yang menganggur, selebihnya sudah mempunyai perkerjaan.
Penurunan
tingkat
pengangguran
ini
Grafik 6.1 Indeks Ketersediaan Tenaga Kerja Saat Ini & 6 Bulan YAD
terkonfirmasi dari hasil survey konsumen yang diselenggarakan di kota Manado. Dari hasil survey konsumen tersebut, konsumen rumah tangga menilai ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini dan 6 bulan yang akan datang menjadi lebih baik dan mencapai level optimis di bulan Desember 2008.
76
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Periode Agustus 2006 – Agustus 2008 Ags-06 Pertanian
Feb-07
Agt-07
Feb-08
Agt-08
341,347
378,631
373,329
363,771
362,615
Pertambangan
10,402
18,229
8,703
14,806
12,804
Industri
42,273
65,290
44,497
61,270
43,846
3,888
2,872
1,338
3,223
3,951
65,268
54,819
61,209
56,406
67,121
Perdagangan
131,614
174,127
164,718
144,155
163,693
Angkutan
111,385
89,220
86,287
136,047
90,561
Keuangan
12,021
12,900
15,627
10,127
13,850
Jasa
110,352
148,547
152,795
127,558
153,757
TOTAL
828,550
944,635
908,503
917,363
912,198
Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Komposisi penduduk yang bekerja menurut sektor lapangan pekerjaan utama pada Agustus 2008 relatif sama bila dibandingkan Agustus 2007. Sektor lapangan pekerjaan utama penduduk yang bekerja masih paling banyak di sektor pertanian yaitu sebanyak 362.615 orang (39,75%). Namun bila dibandingkan dengan keadaan Agustus 2007, mengalami penurunan sebanyak 10.714 orang. Sektor lain yang mengalami penurunan adalah sektor industri, perdagangan dan keuangan. Sedangkan sektor yang mengalami kenaikan adalah sektor pertambangan, listrik-air-gas, konstruksi,angkutan dan jasa. Data tersebut menggambarkan bahwa walaupun sektor utama lapangan pekerjaan penduduk Sulawesi Utara masih paling banyak di sektor pertanian, namun telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama ke sektor konstruksi yang ditunjukkan pada peningkatan jumlah pekerja yang cukup signifikan di sektor ini, yakni sebesar 5.912 orang. Pergeseran ini terjadi terkait dengan banyaknya pembangunan infrastruktur di kota Manado dalam rangka WOC di tahun 2009 yang membutuhkan banyak tenaga dalam sektor konstruksi. Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Periode Agustus 2006 – Agustus 2008 Ags-06
Feb-07
Agt-07
Feb-08
Agt-08
Daerah Kota
Jenis Kelamin Desa
LK
PR
Berusaha Sendiri
309,039
297,042
315,364
328,437
282,696
105,465
177,231
210,496
72,200
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap Buruh Tidak Dibayar
121,471
153,860
114,577
148,096
134,423
38,730
95,693
106,094
28,329
Berusaha Dibantu Buruh Tetap-Buruh Dibayar
34,312
35,758
33,664
27,657
31,026
10,163
20,863
27,762
3,264
Buruh/Karyawan
227,826
282,174
286,099
246,547
264,692
157,683
107,009
179,830
84,862
Pekerja Bebas Pertanian
38,801
42,346
48,666
50,688
60,824
8,706
52,118
54,540
6,284
Pekerja Bebas Non Pertanian
30,787
28,943
25,065
34,629
47,802
19,366
28,436
40,624
7,178
Pekerja Tak Dibayar
66,314
104,512
85,068
81,309
90,735
17,353
73,382
37,721
53,014
828,550
944,635
908,503
917,363
912,198
357,466
554,732
657,067
255,131
TOTAL
Seperti terlihat dalam tabel, dari seluruh penduduk usia 15+ yang bekerja, terutama berada di daerah desa dan berjenis kelamin laki-laki. Status pekerjaan penduduk masih didominasi oleh berusaha sendiri sebanyak 282.696 orang (30,99%), dan buruh/karyawan/pegawai sebanyak 264.692 orang (29,02%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja terkecil adalah berusaha dibantu buruh tetap sebanyak 31.026 orang (3,40%). Status pekerjaan penduduk 77
yang bekerja di daerah perkotaan terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 157.683 orang (44,11%) dan berusaha sendiri sebesar 106.465 orang (29,50 %). Sedangkan untuk daerah perdesaan, status pekerjaan penduduk yang bekerja sebagian besar
adalah
berusaha
sendiri
yaitu
sebesar
177.231
(31,95%)
dan
buruh/karyawan/pegawai sebesar 107.009 orang (19,29 %). Penduduk laki-laki yang bekerja paling banyak berstatus berusaha sendiri yaitu sebesar 210.496 orang dan buruh/karyawan/pegawai sebesar 179.830 orang, sedangkan penduduk perempuan yang bekerja paling banyak berstatus buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 84.862 orang dan berusaha sendiri sebanyak 72.200 orang, Tabel 6.4. Angkatan Kerja di Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Utara Periode Agustus 2008 K a b upa te n/Ko ta
Bekerja
Pe nga nggur a n
Juml a h A ngk a ta n Ke r j a
Bolmong
125,828
6,849
132,677
Minahasa
133,760
15,684
149,444
Sangihe
45,248
6,951
52,199
Kep. Talaud
30,758
2,933
33,691
Minsel
76,261
8,043
84,304
Minut Bolmong Utara
68,489 32,265
10,412 2,603
78,901 34,868
Kep. Sitaro
25,345
2,343
27,688
Mitra
40,133
3,141
43,274 207,368
Manado
176,322
31,046
Bitung
67,589
10,023
77,612
Tomohon
40,935
3,776
44,711
Kotamobagu Sul ut
Grafik 6.2. TPAK dan TPT di Kab/Kota Se-Sulawesi Utara Periode Agustus 2008
49,265
4,950
54,215
912, 198
108, 754
1, 020, 952
Berdasarkan persebarannya, dari jumlah sebesar 13 Kabupaten yang terdapat di Sulawesi Utara, tercatat jumlah angkatan kerja terbanyak di kota Manado sebanyak 176.322 orang, diikuti kabupaten Minahasa sebesar 133.760 dan Bolmong sebesar 125.828. Ratio TPAK terbesar dimiliki oleh Tomohon, sebesar 67,18%. Hal ini berarti dari seratus orang yang merupakan angkatan kerja di Tomohon, sebesar 67 orang bekerja dan mencari pekerjaan. Sementara itu, tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Manado sebesar 31.046 orang dengan nilai TPT sebesar14,97%. Tingkat Pengangguran terendah apabila dilihat dari ratio TPT dimiliki oleh kota Bolmong. Hal ini berarti bahwa kota Bolmong memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja lebih baik dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Sulawesi Utara
78
B. KEMISKINAN Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 2004 – 2008 di Provinsi Sulawesi Utara berfluktuasi dari tahun ke tahun. Terjadi peningkatan dari periode Februari 2004 – Maret 2007 dan terjadi penurunan dari periode Maret 2007 – Maret 2008. Tabel 6.5. Sebaran Penduduk Miskin di Kota dan Desa Periode Februari 2004 – Maret 2008 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (000 orang) Kota
Desa
Persentase Penduduk Miskin
Total
Kota
Desa
Total
Februari 2004 Sulawesi Utara Indonesia
36
156,3
192
4.37
11.76
8.93
11,369
24,778
36,147
12.13
20.11
16.66
Juli 2005 Sulawesi Utara Indonesia
46,6
155
202
4.96
12.70
9.34
13,297
23,505
36,801
12.48
20.63
16.69
Juli 2006 Sulawesi Utara Indonesia
61,2
171
233
6.52
14.01
10.76
13568,4
23,821
37,389
12.68
20.84
16.90
Maret 2007 Sulawesi Utara Indonesia
79
171
250
8.31
13.80
11.42
13559,3
23,609
37,168
12.52
20.37
16.58
Maret 2008 Sulawesi Utara Indonesia
73
151
224
7.56
12.04
10.10
12,769
22,195
34,963
11.65
18.93
15.42
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2008 sebesar 223,5 ribu (10,10%). Terjadi penurunan jumlah maupun persentase penduduk miskin baik di perkotaan maupun pedesaan. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 250,1 ribu (11,42%), berarti jumlah penduduk miskin menurun sebesar 26,6 ribu orang. Selama periode Maret 2007 – Maret 2008, penduduk miskin di daerah perkotaan terjadi penurunan sekitar 6,3 ribu orang, sementara di daerah pedesaan terjadi penurunan sekitar 20,2 ribu orang.
Secara nasional, juga terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 36,14 juta orang di Tahun 2004 menjadi 34,96 juta orang pada Maret 2008. Dari periode Februari 2004 sampai Juli 2006 terus terjadi peningkatan penduduk miskin, baik jumlah maupun persentasenya. Namun dari periode Juli 2006 – Maret 2008 terus terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin. Persentase penduduk miskin di Indonesia pada Juli 2006 sebesar 16,9% dan terus menurun hingga mencapai 15,42% pada Maret 2008.
79
Tabel 6.6. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Provinsi Sulawesi Utara Periode Maret 2007 – Maret 2007 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Tahun Makanan
Bukan Makanan
Jumlah Persentase Penduduk Miskin Penduduk Miskin
Total
PERKOTAAN Maret 2007
122,841
42,983
165,824
79.00
8.31
Maret 2008
131,456
44,173
175,628
72.70
7.56
Maret 2007
117,516
31,924
149,440
171.00
13.80
Maret 2008
128,498
33,935
162,433
150.90
12.04
Maret 2007
119,827
36,723
156,550
250.10
11.42
Maret 2008
129,781
38,378
168,160
223.50
10.10
PERDESAAN
KOTA & DESA
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Selama periode Maret 2007 – Maret 2008, garis kemiskinan naik sebesar 7,41% yaitu dari Rp.156.550,- per kapita per bulan pada Maret 2007 menjadi Rp168.160,- per kapita per bulan pada Maret 2008. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada Maret 2007, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 76,54%, tetapi pada Maret 2008, peranannya meningkat sampai 77,18%. Meningkatnya peranan GKM terhadap GK ini sebagian besar akibat naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok yang juga digambarkan oleh inflasi umum selama periode Maret 2007 – Maret 2008.
Selanjutnya penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor). Miskin kronis adalah penduduk miskin yang berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.
80
C. Rasio Gini Rasio gini merupakan ukuran kemerataan tingkat pendapatan yang dihitung dengan membagi luas antara garis diagonal dan kurva lorent dengan luas segi tiga di bawah garis diagonal. Nilai Rasio Gini terletak antara 0 dan 1, nilai rasio Gini yang mendekati 0 maka tingkat ketimpangan pendapatan sangat rendah, artinya distribuso pendapatan merata dan apabila nilainya mendekati 1 maka tingkat ketimpangan pendapatan tinggi.
Perkembangan angka rasio gini Sulawesi Utara dalam 3 (tiga) tahun terakhir relatif tetap. Pada Tahun 2007 indeks gini tercatat 0,32, relatif tidak berubah dibandingkan indeks gini Tahun 2005 lalu yang juga sebesar 0,32. Namun demikian berdasarkan strukturnya, persentase pendapatan yang dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan tertinggi menjadi semakin meningkat dari 40,70% menjadi 41,24%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kesenjangan ini adalah dampak kenaikan harga BBM yang menyebabkan kelompok 40% penduduk berpenghasilan rendah terpukul. Fenomena yang menarik adalah terjadinya shifting dari sebagian penduduk di kelompok 40% menengah ke 40% ke bawah dan 20% teratas. Tabel 6.7. Rasio Gini Provinsi Sulawesi Utara Provinsi 40% populasi dengan pendapatan terendah
Sulawesi Utara
2005 20% 40% populasi populasi dengan dengan pendapatan pendapatan tertinggi moderat
20.03
39.27
Rasio Gini
40.70
40% populasi dengan pendapatan terendah
0.32
2007 Rasio Gini 20% 40% populasi populasi dengan dengan pendapatan pendapatan tertinggi moderat
21.19
37.57
41.24
0.32
D. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Utara sampai Tahun 2006 adalah sebesar 74,4, meningkat 0,2 poin dari angka IPM 2005 yang sebesar 74,2. Peningkatan ini ditopang oleh kenaikan angka harapan hidup dari 71,7 tahun menjadi 71,8 tahun dan ratarata pengeluaran riil per kapita dari Rp616.100,- menjadi Rp616.900,-. Adapun komponen penyusun IPM terdiri dari angka harapan hidup, angka melek hurup, rata-rata lama sekolah dan rata-rata pengeluaran riil per kapita. Tabel 6.8. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Utara Komponen IPM
2002
2004
2005
2006
Angka Harapan Hidup
70.9
71.0
71.7
71.8
Angka Melek Huruf
98.8
99.1
99.3
99.3
8.6
8.6
8.8
8.8
587.9
611.9
616.1
616.9
71.3
73.4
74.2
74.4
2
2
2
2
Rata-Rata Lama Sekolah Pengeluaran Riil/Kapita (000 Rp) IPM Peringkat Nasional
81
Berdasarkan wilayah administrasinya, perkembangan komponen IPM di kota/kabupaten di Sulawesi Utara dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kota Manado memiliki angka harapan hidup tertinggi yaitu 72 tahun sedangkan terendah di Kota Bitung yang tercatat 69,6 tahun.
Persentase angka melek hurup hampir merata di seluruh daerah
dengan rata-rata
99,08%. Namun terdapat 3 (tiga) daerah dengan persentase melek huruf berada di bawah rata-rata di Provinsi Sulawesi Utara yaitu Kabupaten Bolmong, Sangihe dan Talaud.
Kabupaten Bolmong memiliki rata-rata lama sekolah terendah yaitu selama 7,3 tahun sedangkan tertinggi di Kota Manado dengan rata-rata sekolah selama 10,5 tahun.
Rata-rata jumlah pengeluaran per kapita riil tertinggi di Kota Manado sebesar Rp623 ribu dan terendah di Minahasa Selatan sebesar Rp587 ribu.
Dibandingkan dengan daerah lainnya di tingkat nasional, IPM Provinsi Sulawesi Utara kondisinya lebih baik khususnya pada komponen angka harapan hidup, persentase angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Selama kurun waktu 2004 – 2005, IPM Provinsi Sulawesi Utara menduduki peringkat 2 (dua) di tingkat nasional. Tabel 6.9. Sebaran IPM Sulawesi Utara Tahun 2004-2005 KAB/KOTA
IPM 2004
Ranking Nasional 2005
2004
2005
Bolaang Mongondow
70.7
71.6
121
Minahasa
73.5
74.0
47
105 46
Minahasa Selatan
71.2
71.5
96
113
Minahasa Utara
72.7
73.7
69
57
Kepulauan Sangihe
72.8
73.4
67
64
Kepulauan Talaud
71.8
72.3
80
87
Manado
75.9
76.3
8
12
Bitung
73.2
73.6
56
59
Tomohon
72.9
73.3
63
67
Sulawesi Utara
73.4
74.2
2
2
Indonesia
68.7
69.6
82
BAB VII PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
Perekonomian Sulawesi Utara di 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,7 - 7,2%. Perlambatan
pertumbuhan
ekonomi
tersebut
sangat
dipengaruhi
oleh
dinamika
perekonomian global dan nasional yang ditandai oleh resesi di negara mitra dagang utama dan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang. Resesi dan perlambatan ekonomi tersebut, yang kemudian diikuti oleh penurunan harga komoditas produk ekspor dan terbatasnya trade financing, mengakibatkan pertumbuhan ekspor di 2009 diprakirakan jauh lebih rendah dibandingkan dengan 2008. Menurunnya pertumbuhan ekspor diprakirakan akan memengaruhi daya beli masyarakat dan akan berdampak pada turunnya konsumsi rumah tangga. Dari sisi pembiayaan konsumsi, pertumbuhan kredit konsumsi diprakirakan akan semakin terbatas. Namun demikian, pertumbuhan konsumsi diprakirakan masih relatif kuat jika dibandingkan rata-rata historis, terkait dengan beberapa faktor seperti: kenaikan upah minimum provinsi (UMP), kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), faktor pemilihan umum (Pemilu), dan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan serta multiplier effect dari kebijakan pemerintah. Melambatnya pertumbuhan ekspor dan konsumsi yang diikuti dengan terbatasnya pembiayaan investasi pada gilirannya akan menurunkan pertumbuhan investasi dan juga impor. Dari sisi sektoral, perlambatan sektor eksternal diprakirakan berdampak langsung ke sektor tradable (sektor industri pengolahan, pertanian, dan pertambangan).
Tekanan inflasi Kota Manado pada 2009 diprakirakan cenderung menurun menuju kisaran 6,0% ± 1%. Secara fundamental, penurunan tekanan inflasi didukung oleh turunnya imported inflation sejalan dengan turunnya harga komoditi, pangan dan energi dunia, serta terkendalinya ekspektasi inflasi. Selain itu, produksi pangan di dalam negeri yang sangat baik dalam tahun 2008, serta adanya perlambatan permintaan agregat merupakan faktor penunjang pencapaian inflasi yang rendah pada 2009. Dari sisi non fundamental, penurunan inflasi tahun 2009 didukung oleh terjaganya pasokan dan kelancar kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok serta minimnya administered prices.
A. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Prahara keuangan global diprakirakan akan berimbas ke perekonomian Indonesia termasuk Sulawesi Utara pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan mengalami perlambatan dari 7,55% (2008) menjadi 6,7-7,2% (2009). Lesunya permintaan dunia dan 83
merosotnya harga-harga komoditas akan ditransmisikan ke perekonomian domestik melalui jalur perdagangan internasional. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa diprakirakan akan terpangkas sekitar separo dari pertumbuhan 2008. Di tengah kondisi eksternal yang kurang kondusif tersebut, permintaan domestik diprakirakan akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta yang lebih dalam pada 2009, akibat turunnya income effect dari ekspor, diprakirakan dapat ditahan oleh pengeluaran para kontestan Pemilu, kenaikan UMP dan gaji PNS, serta kebijakan pemerintah di bidang pendapatan. Sementara itu, pertumbuhan investasi diprakirakan akan tumbuh melambat akibat melemahnya permintaan dan ketidakpastian iklim usaha. Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 2007
JENIS PENGGUNAAN Q1
2008
Q2
Q3
Q4
2007
Q1
Q2
Q3
2009* Q4
2008
KONSUMSI Konsumsi Sw asta Konsumsi Pemerintah PMTB
9.39 13.56 1.10 10.52
1.94 2.41 0.99 15.56
2.44 2.47 2.37 24.75
3.95 4.37 3.20 23.35
4.27 5.41 2.01 19.08
-3.34 -6.91 4.63 7.50
2.33 1.44 4.19 9.06
3.01 2.26 4.60 15.56
3.33 2.63 4.60 9.40
1.46 2.0-2.5 -0.02 1.5 - 2.0 4.51 2.5 - 3.0 10.60 13.0 - 13.5
EKSPOR
14.90
12.62
-1.14
0.43
5.76
52.61
67.15
72.08
60.39
63.21 17.0 - 17.5
IMPOR
26.63 5.46
9.89 6.41
1.71 6.53
2.14 7.25
8.55 6.47
43.03 6.96
79.31 7.19
79.29 7.88
70.34 8.01
68.68 15.5 - 16.0 7.55 6.7 - 7.2
PDRB *) Perkiraan Bank Indonesia Manado
PROSPEK PERMINTAAN AGREGAT Konsumsi swasta diprakirakan akan tumbuh 1,5 – 2,0% di Tahun 2009. Rendahnya pertumbuhan konsumsi swata tersebut disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat, khususnya karena imbas dari turunnya kinerja ekspor (income effect) dan turunnya harga saham/aset keuangan lainnya (wealth effect). Terpukulnya kinerja ekspor diprakirakan berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja ataupun dirumahkan. Adanya PHK dan pegawai yang dirumahkan tersebut diprakirakan mendorong konsumen untuk menunda belanja konsumsinya (precautionary saving). Melemahnya konsumsi swasta juga disebabkan oleh berkurangnya sumber pembiayaan, khususnya yang berasal dari perbankan. Pada 2009, pertumbuhan penyaluran kredit - termasuk kredit konsumsi – diprakirakan menurun hingga ke kisaran 15-20%. Penurunan ini terkait dengan persepsi meningkatnya risiko debitur dan kecenderungan perbankan menjaga likuiditas yang relatif tinggi di tengah ketidakpastian. Prakiraan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kenaikan UMP dan gaji PNS, dukungan kebijakan pemerintah di bidang fiskal, dan penyelenggaraan Pemilu 2009. Laju kenaikan UMP 2009 secara umum melebihi laju inflasi 2009. Kebijakan pemerintah antara lain berupa kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak, penyederhanaan tarif PPh Badan dan PPh Orang Pribadi, insentif PPh bagi perusahaan yang masuk bursa dan UMKM, pengurangan pajak dividen perusahaan, serta kenaikan anggaran bantuan sosial. 84
Anggaran tersebut dipergunakan untuk program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (PNPM), jaminan kesehatan masyarakat, dan bantuan tunai bersyarat. Sementara itu, penyelenggaraan Pemilu 2009 diprakirakan memberikan dorongan bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga, walau tidak lagi sebesar Pemilu 2004. Hal itu disebabkan oleh berkurangnya dukungan pembiayaan partai peserta Pemilu akibat menurunnya pendapatan ekspor dan merosotnya pendapatan dari bursa saham.
Kegiatan konsumsi pemerintah pada tahun 2009 diprakirakan tumbuh melambat pada kisaran 2,5 - 3,0%. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh penurunan dana perimbangan ke daerah sebagai akibat penurunan harga minyak mentah. Sementara itu, konsumsi pemerintah tetap tumbuh meningkat. Konsumsi pemerintah antara lain didorong oleh anggaran Pemilu dan kenaikan gaji PNS. Pada semester I - 2009 konsumsi pemerintah diprakirakan tetap tumbuh positif dan berangsur menurun pada semester II-2009 seiring dengan berakhirnya kegiatan Pemilu. Pada 2009 kegiatan investasi diprakirakan tumbuh sebesar 13,0 - 13,5%. Perlambatan investasi yang signifikan terutama dialami oleh investasi non
bangunan.
Pergerakan
investasi
jenis
ini
sangat
tergantung
pada
kondisi
perekonomian. Dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi, dunia usaha cenderung menunda ekspansi usahanya. Penundaan investasi tersebut sebagian besar disebabkan oleh kondisi finansial yang tidak memungkinkan dan kondisi permintaan yang lemah.
Sementara itu, investasi bangunan diprakirakan mengalami perlambatan yang tidak sedalam investasi nonbangunan. Terhambatnya pembangunan infrastruktur tersebut bersumber dari masalah regulasi, teknis, dan pembiayaan. Di pihak lain, pendirian bangunan oleh swasta diprakirakan menurun seiring dengan semakin terbatasnya sumber pembiayaan. Hal tersebut terindikasi dari rencana penghentian pembangunan proyek-proyek baru oleh pengembang dan kenaikan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi 20-30% dari harga rumah, naik dari sebelumnya yang berkisar 10%. Namun demikian, maraknya pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara terkait persiapan penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) diperkirakan akan tetap mendorong laju pertumbuhan sektor bangunan di Tahun 2009.
Sementara itu, keterbatasan trade financing diprakirakan juga menghambat kinerja ekspor ke depan. Dampak lesunya permintaan eksternal dan pembiayaan tersebut yang mulai berimbas ke kinerja ekspor sejak triwulan IV-2008 diprakirakan akan terus berlangsung pada 2009. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, ekspor komoditas utama Indonesia 85
sangat elastis terhadap pendapatan negara partner dagang utama, yaitu Singapura, AS, dan Jepang. Selain itu, pengetatan skema pembiayaan ekspor diprakirakan juga memengaruhi kinerja pembiayaan eksportir. Dari sisi impor, pertumbuhan di 2009 diprakirakan terpangkas cukup signifikan (tumbuh pada kisaran 15,5 - 16,0%) dibandingkan tahun 2008. Lemahnya permintaan - baik yang berasal dari kegiatan ekonomi domestik maupun ekspor menyebabkan rendahnya permintaan impor Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 2007
LAPANGAN USAHA PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PHR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEU. PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHA JASA - JASA PDRB *) Perkiraan Bank Indonesia Manado
2008
Q1
Q2
Q3
Q4
4.55 8.62 4.51 6.23 7.00 5.72 6.19 4.96 4.13 5.46
8.54 8.67 5.45 5.95 7.37 5.76 5.92 6.52 3.30 6.41
5.27 9.04 6.59 6.43 8.01 7.39 8.98 6.69 3.51 6.53
7.47 9.30 8.45 6.58 8.92 8.03 6.63 6.69 3.79 7.25
2007
Q1
6.53 5.23 8.93 6.97 6.33 7.95 6.31 6.26 7.89 6.46 6.87 13.23 6.87 8.82 6.25 6.90 3.68 2.98 6.47 6.96
Q2
6.06 8.94 8.38 6.62 9.32 9.26 8.63 7.14 2.87 7.19
Q3
2009* Q4
2008
0.83 4.79 4.21 7.0 - 7.5 10.52 9.33 9.02 11.5 - 12.0 8.19 8.26 8.20 4.5 - 5.0 6.68 6.75 6.58 6.5 - 7.0 11.24 9.84 9.33 10.0 - 10.5 11.39 10.20 10.86 6.5 - 7.0 13.94 9.59 10.15 7.5 - 8.0 6.81 6.81 6.91 6.5 - 7.0 6.39 6.52 4.73 3.5 - 4.0 7.88 8.01 7.55 6.7 - 7.2
PROSPEK PENAWARAN AGREGAT Krisis ekonomi global yang masih berlangsung menyebabkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara dari sisi sektoral tahun 2009 diprakirakan lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2008. Krisis ekonomi global tersebut berdampak pada pada pelemahan daya serap yang lebih dalam terhadap produk-produk berbagai sektor perekomian. Permintaan yang merosot menyebabkan penumpukan stok hasil produksi. Kondisi ini diperburuk dengan menurunnya harga-harga berbagai komoditas yang memaksa pengusaha untuk mengurangi produksinya, atau bahkan menunda produksinya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara Tahun 2009 diprakirakan sebesar 6,7-7,2%, lebih rendah dari pertumbuhan Tahun 2008 sebesar 7,55%.
Pada tahun 2009 pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran diprakirakan melambat menjadi sekitar 6,5 - 7,0% dibandingkan dengan tahun 2008 yang diprakirakan mencapai 10,86%. Faktor utama yang menyebabkan melemahnya kinerja sektor ini adalah melemahnya konsumsi swasta yang mencerminkan memburuknya daya beli masyarakat. Sebagai akibatnya, aktivitas di subsektor perdagangan besar dan eceran melambat cukup signifikan. Omset sektor ritel mulai dirasakan menurun sejak Oktober 2008 sebagai dampak krisis keuangan global. Kondisi ini diprakirakan masih akan berlanjut di tahun 2009. Pasar ritel yang diprakirakan akan terpengaruh adalah produk otomotif, elektronik, dan sepatu. Perdagangan otomotif yang sepanjang tahun 2008 secara umum menunjukkan kinerja yang 86
baik diprakirakan akan melambat pada tahun 2009. Selain daya beli yang melemah, faktor pembiayaan menjadi faktor penyebabnya. Persyaratan pembiayaan pembelian otomotif yang lebih ketat, tercermin dari meningkatnya uang muka pembelian otomotif secara kredit. Persyaratan pembiayaan yang lebih ketat dan daya beli yang menurun membuat prakiraan penjualan otomotif di tahun 2009 mengalami perlambatan.
Namun demikian, masih ada produk lain di subsektor ritel yang diprakirakan dapat menahan perlambatan lebih jauh lagi. Produk tersebut adalah makanan dan minuman. Produk makanan dan minuman merupakan produk yang diprakirakan mampu bertahan di tengah krisis. Omset makanan dan minuman pada subsektor ritel mendominasi lebih dari 50%. Sektor makanan dan minuman ini juga diprakirakan akan terdongkrak terkait dengan kegiatan Pemilu 2009. Pasar domestik kini menjadi andalan sebagai salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.53/M-DAG/PER/12/2008 pada tanggal 12 Desember 2008. Peraturan tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Presiden (Perpres) No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Dengan peraturan tersebut pemerintah ingin membenahi pasar, terutama pemberdayaan pasar tradisional agar dapat tumbuh serasi, saling memperkuat dan menguntungkan dengan pusat-pusat pebelanjaan dan toko modern. Hal-hal yang diatur antara lain pendirian bangunan pasar, pusat perbelanjaan dan toko modern terkait dengan tata ruang dan rencana detail tata ruang wilayah. Permendag tersebut
juga
diterbitkan
untuk
mendorong
kelancaran
distribusi
barang
serta
mengembangkan industri dan perdagangan dalam negeri. Krisis ekonomi global diprakirakan juga ak berdampak pada subsektor hotel dan restoran. Penurunan daya beli akan menyebabkan penurunan volume perjalanan wisatawan mancanegara ke berbagai negara termasuk Indonesia. Seiring dengan pelemahan kegiatan ekonomi, maka perjalanan bisnis yang dilakukan pelaku ekonomi juga akan terbatas. Dengan demikian tingkat hunian hotel rata-rata di tahun 2009 akan lebih rendah dibanding dengan rata-rata tahun 2008.
Sektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh sebesar 7,0 - 7,5%. Khusus untuk Sulawesi Utara pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan diprakirakan dapat menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009 ditargetkan produksi beras akan melebihi kebutuhan masyarakat Sulawesi Utara menuju provinsi berswasembada beras. Peningkatan produksi tanaman bahan makanan ini seiring dengan penambahan area tanam dan peningkatan produktivitas. Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan 87
juga didukung oleh komitmen pemerintah dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesinambungan swasembada pangan. Sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan masih mampu tumbuh relatif tinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 7,5 - 8,0% meskipun dengan tren yang menurun.
Sektor pengangkutan dan komunikasi mampu tumbuh relatif tinggi terutama didorong oleh kinerja subsektor komunikasi. Beberapa pelaku bisnis di subsektor telekomunikasi masih akan melakukan investasi pada tahun 2009. Kegiatan investasi tersebut terutama ditujukan untuk menyempurnakan kualitas jasa layanan dan perluasan jaringan agar dapat bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat. Investasi antara lain ditujukan untuk membangun base transceiver station (BTC) dan pengembangan teknologi komunikasi yang lain. Pelanggan industri seluler diprakirakan tumbuh lebih dari 30% pada tahun 2009. Sementara itu, subsektor pengangkutan diprakirakan tumbuh melambat. Krisis ekonomi global menyebabkan kegiatan ekspor impor menurun. Hal tersebut menyebabkan kegiatan transportasi angkutan barang seperti usaha forwarder terpukul.
Krisis finansial global juga berdampak pada pertumbuhan sektor bangunan. Namun demikian, gencarnya pembangunan berbagai infrastruktur terkait dengan rencana penyelenggaraan even Internasional World Ocean Conference (WOC) Tahun 2009 diperkirakan akan mendorong laju pertumbuhan sektor bangunan sebesar 10,0 - 10,5%. Sebagaimana sektor-sektor lainnya, kinerja sektor keuangan tahun 2009 diprakirakan juga melambat. Sektor keuangan diprakirakan tumbuh sebesar 6,5- 7,0% pada 2009. Kegiatan ekonomi yang lebih rendah diprakirakan akan menurunkan permintaan akan jasa intermediasi sektor keuangan. Memburuknya kinerja ekonomi di tahun 2009 diprakirakan akan miningkatkan rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL). NPL yang memburuk diprakirakan berasal dari sektor korporasi, terutama di bidang manufaktur yang berorientasi ekspor. Prospek sektor keuangan yang memburuk juga diindikasi oleh tingginya tingkat bunga yang dibebankan lembaga keuangan nonbank kepada konsumennya. Pembiayaan pembelian produk otomotif yang biasa dilakukan oleh lembaga keuangan nonbank tersebut mulai menurun seiring dengan semakin terbatasnya akses pembiayaan dan menurunnya daya beli masyarakat.
B. PRAKIRAAN INFLASI Dalam beberapa bulan terakhir, tekanan inflasi di dalam negeri termasuk di Kota Manado terus menurun sebagai akibat antara lain dari penurunan harga komoditi, pangan dan 88
energi dunia, produksi pangan di dalam negeri yang sangat baik dalam tahun 2008, serta perlambatan permintaan agregat. Dalam tahun 2009 ini, laju inflasi Kota Manado diprakirakan terus menurun menuju kisaran 6±1%, yang ditunjang oleh berlanjutnya kondisi faktor-faktor pendukung tersebut di atas. Dari sisi komponen pembentuk inflasi, kecenderungan penurunan tekanan inflasi sejak triwulan terakhir 2008 dan penurunan harga BBM bersubsidi diprakirakan dapat mengarahkan ekspektasi inflasi ke tingkat yang lebih rendah. Dari sisi interaksi permintaan dan penawaran, tekanan inflasi pada 2009 diprakirakan minimal, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Tekanan sisi permintaan yang minimal dikonfirmasi oleh tingkat utilisasi kapasitas yang cenderung menurun dan masih berada dibawah 70%. Tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan minimal dengan adanya penurunan harga-harga komoditas internasional yang tercermin dari penurunan inflasi negara mitra dagang, seperti China dan AS. Selain itu, sejalan dengan menurunnya pertumbuhan volume perdagangan dunia, biaya angkut barang dengan menggunakan angkutan laut (freight cost) juga menurun tajam. Tekanan inflasi dari sisi administered diprakirakan menurun pada 2009. Ke depan, kelangkaan LPG yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir diprakirakan tidak akan kembali terjadi. Dampak langsung penurunan BBM bersubsidi di bulan Desember 2008 diprakirakan masih akan terlihat di awal 2009. Selain itu, dampak lanjutan berupa penurunan tarif angkutan diprakirakan juga akan terjadi di awal 2009. Penurunan tarif angkutan diprakirakan rata-rata sebesar 5%, baik untuk tarif angkutan kota maupun antar kota. Sumber tekanan inflasi administered diprakirakan bersumber dari kelanjutan program konversi minyak tanah ke LPG dan cukai rokok. Sementara itu, tekanan inflasi dari volatile food diprakirakan minimal dan cenderung menurun di 2009. Hal tersebut sejalan dengan prakiraan terjaganya pasokan dan distribusi bahan makanan di 2009. Dari dalam negeri, peningkatan pasokan terutama didorong oleh meningkatnya produktivitas terkait penggunaan bibit hibrida, pemberian pupuk bersubsidi, dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi. Produksi beberapa tanaman bahan makanan, seperti padi dan jagung, diprakirakan akan mengalami peningkatan di 2009. Produksi padi di 2009 diprakirakan akan meningkat sebesar 5% dibandingkan tahun 2008. Sedangkan produksi jagung diprakirakan meningkat 13%.
89
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
PDRB M.t.M Q.t.Q Y.o.Y Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks Kondisi Ekonomi Indeks Ekspektasi Konsumen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dana Perimbangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Inflasi
Volatile Food Administered Price M1 M2
Mo
Uang Kartal Uang Giral
NIM NPLs
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu Month to Month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya. Quarter to Quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya. Year on Year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100 Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100 Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100 Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi. Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli. Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan. Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu. Salah satu disagregasi inflasi , yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah. Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indicator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing). Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral. Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum. Terdiri dari rekening giro masyarakat masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter. Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar. Singkatan dari non performing loan disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI. 90
Restrukturisasi kredit UMKM UYD Inflow Outflow Netflow PTTB
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan. Singkatan dari Sektor Usaha Mikri, Kecil Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 Juta s/d Rp 5 Milyar. Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank. Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum. Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI. Selisih antara outflow and inflow. Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalm kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
91